Upload
japar-yusup
View
132
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pedagogi math
Citation preview
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
1. Pengertian Masalah
Sesuatu dikatakan sebagai masalah jika memuat suatu kodisi yang
mendorong seseorang untuk menyelesaikannya tetapi tidak tahu secara
langsung apa yang harus dikerjakan untuk menemukan
penyelesaiannya. Dalam proses penyelesaiannya ditemukan kesulitan,
hambatan atau rintangan-rintangan masalah seperti yang dikatakan
George Polya (dalam Clark, 2009: 3) “solving a problem means finding
a way out difficulty, a way around an obstacle, attaining an aim which
is not immediately attainable”.
Suatu masalah dipandang sebagai “masalah” merupakan hal yang
sangat relatif. Suatu soal dianggap sebagai masalah bagi seseorang, bagi
orang lain mungkin hanya merupakan hal yang rutin belaka (Tim
MKPBM, 2001: 87). Dengan kata lain, secara umum orang memahami
masalah (problem) sebagai kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Kemampuan memecahkan masalah merupakan merupakan hal
yang mutlak yang harus dikuasai setiap orang untuk menghadapai
persaingan hidup dan kehidupan. Kemampuan berfikir yang didapat
ketika seseorang memecahkan masalah, diyakini dapat ditransfer atau
digunakan ketika menghadapai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Maka pembelajaran pemecahan masalah atau belajar memecahkan
16
masalah sangat penting diberikan kepada siswa sebagai bekal dalam
menghadapi setiap persoalan dalam kehidupannya sehari-hari.
Mengajarkan pemecahan masalah melalui pendekatan pembelajaran
pemecahan masalah adalah suatu tindakan (action) yang dilakukan guru
agar para siswanya termotivasi untuk menerima suatu tantangan (soal)
dan mengarahkan siswa dalam proses pemecahannya (Cooney at al.
dalam Fadjar Shadiq, 2004).
The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM)
merekomendasikan bahwa pemecahan masalah (problem solving) harus
menjadi fokus dalam pengajaran matematika, karena mencakup
keterampilan dan fungsi yang merupakan bagian penting dalam
kehidupan sehari-hari. Lebih dari itu pemecahan masalah dapat
membantu siswa untuk beradaptasi dengan segala perubahan dan
masalah-masalah tak terduga di dalam karir/pekerjaan dan aspek-aspek
lain dalam kehidupan mereka (NTCM, dalam Taplan 2010).
Menurut Sumardyono (P4TK Matematika, 2010) pembelajaran
pemecahan masalah memiliki dua dimensi atau dua “materi” yaitu: (1)
pembelajaran matematika melalui model atau strategi pemecahan
masalah, dan (2) pembelajaran strategi pemecahan masalah itu sendiri.
Yang pertama “pemecahan masalah” sebagai strategi atau model atau
pendekatan pembelajaran, sedang yang kedua “pemecahan masalah”
sebagai materi pembelajaran. Selanjutnya Sumardyono berpendapat
bahwa kedua dimensi ini memiliki bobot kepentingan yang sama
17
sehingga di dalam pembelajaran matematika kita menerapkan
pembelajaran dengan model pemecahan masalah sambil mengarahkan
siswa untuk memahami dan memiliki keterampilan pemecahan masalah
(P4TK Matematika, 2010:8).
Werthheimer, seorang tokoh psikologi kognitif Gestalt
berpendapat bahwa dalam proses belajar, tidaklah tepat menggunakan
metode menghafal, tetapi lebih baik bila siswa belajar dengan
pengertian dan pemahaman. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat
langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight (pemahaman
mendadak tentang hubungan antar bagian dalam suatu permasalahan)
untuk pemecahan masalah (Djaali, 2007:63). Sebagai keterampilan
dasar (basic skill), pemecahan masalah dalam pembelajaran
matematika, sebagaimana yang diamanatkan dalam dokumen
kurikulum 2006, hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang
sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan
masalah kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing untuk menguasai
konsep matematika (Depdiknas, 2006).
Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan perlu
dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model
matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Oleh
karena itu guru dituntut untuk mengeksplorasi, mendesain, dan
menggunakan suatu dan atau beberapa pendekatan, teknik/metoda, dan
media yang dapat mengoptimalisasi kemampuan matematika siswa.
18
Dalam kaitan dengan itu pula Rusefendi mengingatkan tugas kita
sebagai guru dalam membantu siswa menyelesaikan masalah adalah:
(1) Guru harus mengetahui bahwa anak perkembangan mentalnya
telah cukup dan telah memiliki cukup pengetahuan prasyarat untuk
menyelesaikan soal tersebut, agar siswa tidak buntu berfikir
karena masalah lain (bahasa dan matematika sukar)
(2) Siswa harus mengerti soal tersebut. Guru dapat mengetahuinya
bila siswa dapat menyatakan soal tersebut dengan kata-kata
sendiri, misalnya.
(3) Siswa harus mengetahui apa yang harus dicari
(4) Siswa supaya mencoba-coba mencari jawaban (membuat strategi),
misalnya: menerka dan mengeceknya, menyederhanakan soal,
menggunakan diagram/rumus/tabel, bekerja mundur,
menggunakan kalkulator dan lain-lain.
(5) Membantu siswa mencari cara penyelesaian soal
(6) Mengawasi siswa menyelesaikan soal
(7) Memperhatikan siswa dalam meninjau kembali jawaban, cara,
penyelesaian, dan lain-lain, yang telah dilakukan untuk mencari
cara yang lebih baik, menghindarkan kekeliruan dan lain-lain
(8) Guru harus berusaha agar pada diri siswa itu selalu ada keinginan
(sebagai prasyarat), ada ketabahan menghadapinya, dan tidak ada
keraguan tentang kebenaran jawaban yang diperolehnya.
(Ruseffendi, 1984:538)
19
B. Metoda Bar-Modeling (The Singapore Model Method)
(1) Kurikulum Pendidikan Matematika Singapura
Pada tahun 1992 Singapura mulai menekankan pemecahan
masalah di dalam kurikulumnya. Pemecahan masalah matematika
dipusatkan dalam pembelajaran matematika yang di dalamnya
menyangkut kemahiran, kemampuan/keterampilan dalam
menerapkan konsep-konsep matematika dalam berbagai situasi
masalah, seperti yang dijabarkan oleh Kementrian Pendidikan
Singapura, Mathematical problem solving is central to mathematics
learning. It involves the acquisition and application of mathematics
concepts and skill in a wide range of situation, including non-routine,
open-ended and real-word problems (Clark, 2009).
Pemecahan masalah (problem solving) sebagai tujuan utama
pengembangan kurikulum pendidikan Singapura bergantung pada 5
(lima) komponen yang saling terkait. Kelima komponen: konsep
(Concept), keterampilan (Skills), proses (processes), sikap (Attitudes),
dan metakognisi (Metacognition) dan problem solving sebagai
centernya tergambar dalam sebuah segilima yang disebut sebagai
Kerangka Kurikulum Matematika Singapura (Singapore’s
Mathematics Framework):
20
Gambar 2.1. Singapore’s framework of the school mathematics curriculum
Kerangka di atas memperlihatkan bahwa pemecahan masalah
matematika merupakan tujuan utama dari pembelajaran matematika.
Sedangkan kelima komponen yang melingkarinya memberikan
kontribusi terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika.
Tujuan dari kurikulum tersebut dipaparkan dalam dokumen silabus
yang memuat garis besar pilosofis yang mendasarinya dan tujuan-
tujuan kurikulum beserta muatan silabus berdasarkan tingkatan kelas.
Di dalam silabus tersebut (silabus 2006), komponen Processes
telah mengalami penambahan yang menitikberatkan pada proses
reasoning (penalaran), communication and connection (komunikasi
dan koneksi), serta application and modelling (aplikasi dan
pemodelan/peragaan) sebagai tambahan dari heuristics
(heuristic/strategi) dan thinking skill (kemampuan berfikir). Semua
kemampuan proses tersebut harus diimplementasikan dalam
pembelajaran matematika.
21
Application and modelling menurut silabus 2006 (Kaur dan
Dindyal, 2010) memainkan peranan yang sangat penting dalam
mengembangkan pemahaman dan kemampuan matematika.
Mathematical modelling (pemodelan matematika) merupakan proses
memformulasi dan mengembangkan suatu model matematika untuk
merepresentasi dan memecahkan masalah. Melalui pemodelan
matematika, siswa belajar untuk menggunakan representasi data yang
beragam dan memilah serta menerapkan metoda dan alat yang tepat
dalam memecahkan masalah.
(2) Metode Bar Modeling (The Model Method)
Model Method atau “model drawing” dikenal juga sebagai “bar
modeling” adalah metoda/strategi/alat bantu yang digunakan para
siswa di Singapura untuk merepresentasikan dan memecahkan
masalah (soal) aritmatika dan aljabar. Seperti diketahui bahwa para
siswa sering mendapatkan kesulitan dalam menyelesaikan soal
pemecahan masalah (word problem). Anak-anak dan orang dewasa
mendapat kesulitan jika berhadapan dengan pemecahan masalah
aljabar ( Lee, dkk, 2010). Anne Newman, seorang peneliti pendidikan
dari Australia, mengemukakan 5 (lima) langkah dalam penyelesaian
soal masalah (word problems), yaitu:
(a) membaca masalah;
(b) memahami apa yang dibaca;
(c) mentranformasi kata ke dalam strategi matematika;
22
(d) menerapkan prosedur matematika; dan
(e) menuliskan jawaban
Di dalam penelitiannya, Newman menemukan bahwa para siswa
lebih dari 50%-nya menunjukan kegagalan pada tiga langkah pertama
bahkan sebelum mereka memulai memecahkan masalah (Jackson,
2007).
Para siswa menemui banyak hambatan dalam menggunakan
simbol formal aljabar untuk merepresentasi soal masalah. Menurut
Cai, dkk (2005) kita harus mendukung perkembangan berfikir aljabar
anak-anak sejak masa kelas rendah untuk membantu mereka
memasuki masa peralihan antara aritmatika dan aljabar dengan halus,
dan sebagai cara membantu mereka menghargai kegunaan pendekatan
aljabar dalam memecahkan berbagai soal/masalah. Maka praktisi dan
pakar pendidikan Singapura mendesain suatu metode atau alat untuk
para siswa sekolah dasar belajar pemecahan masalah, yaitu dengan
menggunakan model gambar yang dikenal sebagai model method.
Menurut Kho (1987, dalam Ng and Lee, 2009): the model method can
be used as a tool for solving both arithmetics and algebraic word
promlems involving whole numbers, fraction, rations, and percents.
Alasan penggunaan model method digunakan sebagai pemodelan soal
masalah: (1) membantu siswa memvisualisasi relasi abstrak
matematika ke dalam bentuk gambar (pictorial representation); (2)
menggunakan blok persegipanjang karena mudah dibagi; (3) dapat
23
digunakan sebelum siswa mengetahui solusi secara aljabar. Dengan
kata lain sebagai jembatan perantara menuju proses aljabar formal.
Menurut beberapa penelitian yang mereka lakukan, bahwa
penggunaan representasi visual dan kongkrit telah menunjukkan
peningkatan performa dalam pemecahan masalah. Ng dan Lee (2009)
mengungkapkan bahwa bar- model memberikan analog visual yang
menggambarkan seluruh informasi di dalam soal masalah. Siswa
menggunakan srtuktur bar-model untuk membantu mereka
mengkonstruksi setiap langkah prosedur aritmatika untuk mencari
penyelesaian masalah secara aktif.
Keaktivan siswa dalam kegiatan belajarnya melalui manipulasi
bahan ajar didukung oleh teori Bruner. Jerome Bruner dalam teorinya
(Tim MKPBM, 2001) menyatakan bahwa belajar matematika akan
lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep
dan struktur-struktur yang terbuat dari bahan ajar yang sedang
dibicarakan, maka siswa akan memahaminya. Bruner juga
mengemukakan bahwa dalam belajarnya siswa menggunakan model
representasi konsep matematika melalui 3 (tiga) tahap: (1) tahap
enaktif, yaitu secara langsung terlibat dalam memanipulasi objek, (2)
tahap ikonik, yaitu kegiatan yang dilakukan siswa berhubungan
dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang
dimanipulsinya, (3) tahap simbolik, yaitu tahap di mana siswa sudah
dapat memanipulasi simbol-simbol baku matematika.
24
Yeap (2010) mengemukakan bahwa bar modeling sebagai
model gambar , terutama di kelas rendah, berangkat dari hal-hal yang
kongkrit. Dimulai dari memperagakan situasi (acting out situation),
kemudian dari situasi nyata digantikan dengan alat peraga kongkrit
berupa balok-balok terhubung. Kemudian balok-balok tersebut diganti
dengan gambar (pictorial representation), hingga akhirnya menjadi
lebih abstrak berupa persegi panjang (bar) untuk menyatakan
kuantitas (informasi) yang diketahui (known) atau yang tidak
diketahui (unknown).
Berikut diberikan contoh tahapan terbentuknya model gambar
atau bar modeling dalam pembelajaran soal masalah (word problem)
siswa kelas rendah (Yeap, 2010: 2)
Gambar 2.2 : Contoh soal masalah Cup Cakes Problem
Soal
masalah
Kue
(Cupcakes
Problem)
memiliki 2 kue, memiliki 3 kue.
Berapa banyak kue yang dimiliki dan
seluruhnya?
25
Gambar 2.3: Langkah-langkah terbentunya bar model.
Pada Gambar 2.3 terlihat prosedur pembelajaran yang
menggambarkan cara mengajarkan atau memperkenalkan model drawing
atau bar model dari tahap konkrit hingga abstrak. Sehingga siswa tidak serta
merta secara verbal merepresentasi suatu kuantitas dari yang diketahui atau
tidak diketahui ke dalam bentuk bar (persegi panjang).
Tahap berikutnya kue diganti dengan benda kongkrit umum berupa kubus bersambung
Kemudian mulai dikenalkan representasi gambar (pictorial representation) untuk memperagakan situasi
Akhirnya representasi gambar berkurang segi realistiknya dan menjadi lebih abstrak
Pada tahap awal kue sebenarnya (benda kongkrit) digunakan sebagai alat bantu (media)
2
3 3
26
Model drawing membantu siswa untuk tidak terperangkap pada kata
kunci (key word). Model drawing membantu siswa memvisualisasi situasi
masalah yang abstrak ke dalam model piktorial (gambar kongkrit). Dengan
mengkonstruksi model gambar siswa dapat melihat hubungan antara situasi-
situasi tersebut lebih jelas yang kemudian di tranformasikan ke dalam
persamaan aritmatika atau aljabar dengan tepat.
(3) Jenis-jenis Bar Model dalam Merepresentasi Berbagai Situasi
Masalah
Dua model dasar yang digunakan dalam merepresentasi situasi
pemecahan masalah dalam soal aritmatika atau aljabar adalah Part-Whole
Model dan Comparison Model. Suatu model digunakan atau dipilih
bergantung pada situasi masalah/soal. Kedua model tersebut dapat
diaplikasikan dalam masalah yang menyangkut penjumlahan/pengurangan
atau perkalian/pembagian. Sedangkan bar model yang digunakan untuk
memecahkan masalah khususnya dalam pecahan dan persen adalah The
Multiplication and Division Model menurut istilah Ng dan Lee (2009) atau
disebut juga Before-After Model (Yeap, 2010) yang merupakan
pengembangan dari comparison model.
a. The Part-Whole Model (bagian- keseluruhan)
Sebuah part-whole model digunakan pada soal/masalah yang
melibatkan suatu keseluruhan (whole) dan bagian-bagiannya (parts). Jika
dalam soal penjumlahan/pengurangan diketahui bagian-bagiannya, maka
keseluruhannya dapat dicari dengan menjumlahkan bagian-bagiannya.
27
Sedangkan jika keseluruhan dan salah satu bagian diketahui, maka bagian
yang lain dapat dihitung dengan mengurangkan keseluruhan dengan salah
satu bagian yang diketahui tersebut.
Gambar 2.4. Part-Whole Model untuk penjumlahan dan pengurangan
Part whole model dapat juga digunakan untuk masalah perkalian dan
pembagian. Jika diketahui nilai salah satu bagian maka keseluruhannya
dapat dihitung dengan mengalikannya. Sebaliknya jika keseluruhan
diketahui, maka nilai bagiannya dapat dihitung dengan membagi
keseluruhan dengan bagiannya.
Gambar 2.5. Part-Whole Model untuk perkalian dan pembagian
b. The Comparison Model
Comparison Model digunakan untuk membandingkan dua atau lebih
kuantitas. Jika dua kuantitas diketahui maka tinggal mengurangkannya
untuk mengetahui perbedaan keduanya dan sebaliknya. Jika diketahui
kuantitas yang lebih kecil dan bedanya, maka tambahkan keduanya untuk
mendapatkan kuantitas yang lebih besar.
3 3 part part
whole
Whole
part
28
Gambar 2.6. Comparison model untuk penjumlahan dan pengurangan
Gambar 2.7. Comparison model untuk perkalian dan pembagian
c. Multiplication and Division Model
Model ini lebih sering digunakan untuk menyelesaikan masalah
perkalian dan pembagian termasuk pecahan dan persen. Biasanya soal
tentang pecahan dan persen yang lebih komplek masalahnya diberikan
di kelas tinggi. Namun dengan penggunaan model para siswa terbantu
untuk melihat hubungan diantara variabel di dalam soal/masalah
(Yeap, 2010).
(4) . Kelebihan dan Kekurangan Metoda Bar Modeling
a. Kelebihan bar- model (Yeap, 2010) adalah:
1. Dapat merepresentasi relasi abstrak matematika melalui
gambar (pictorial)
2. Aturannya mudah dipelajari karena bersifat konkrit
3. Fleksibel, dapat diterapkan dalam banyak situasi
Bigger quantity
smaller quantity
Bigger quantity
smaller quantity
Bigger quantity
smaller quantity
Bigger quantity
smaller quantity
29
4. Membantu siswa untuk melihat hubungan antara variabel-
variabel dalam soal/masalah
5. Memandu siswa untuk mendapatkan tanda persamaan
aritmatika atau aljabar
6. Memudahkan siswa mengkonstruksi persamaan aritmatika
atau aljabar
7. Memudahkan siswa menyederhanakan persamaan aljabar
b. Kekurangan bar model (Cheong, 2002 dan Lee, 2009)
1. Sebagian siswa kesulitan menggambarkan diagram (bar)
yang akurat (proposional)
2. Tidak selalu dapat diterapkan dalam setiap/semua situasi
3. Efektif untuk digunakan oleh siswa sekolah dasar tetapi
kurang tepat untuk siswa sekolah menengah. Bagi siswa
menengah harus sudah menggunakan bentuk persamaam
aljabar baku (aljabar formal).
4. Membutuhkan banyak latihan untuk menguasainya dengan
baik .
C. Hasil Penelitian yang Relevan
Sebagai pendukung data / informasi empiris dan memperluas
wawasan, serta dukungan motovasi khususnya bagi diri peneliti sendiri,
berikut disajikan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan tema yang
dipilih peneliti dalam laporan penelitian ini sebagai berikut:
30
1. The Development of Students’ Algebraic Thinking in Earlier Grades:
A Cross – Cultural Comparative Perspective (Makalah yang
dipresentasikan dalam Pertemuan Tahunan The American Educational
Research Association di San Diego, CA, 12-17 April 2004)
Penelitian dilakukan oleh enam orang peneliti dari tiga
Negara yaitu: (1) Jin Fai Cai – USA, (2) Hee Chan Lew – Korea
Selatan, (3) Anne Morris – USA, (4) Jhon C. Moyer – USA, (5) Swee
Fong Ng – Singapura, dan (6) Jean Schmittau – USA. Mereka
menganalisa bagaimana konsep dan reperentasi aljabar dikenalkan dan
dikembangkan dalam muatan kurikulum sekolah dasar dari lima
negara yaitu China, Korea Selatan, Singapura, dan kurikulum terpilih
dari Rusia dan Amerika. Dalam kelima kurikulum tersebut, tujuan
utama dalam pembelajaran konsep aljabar adalah memperdalam
pemahaman siswa dalam hubungan kuantitatif tetapi penekanan dan
pendekatan untuk membantu siswa memahami hubungan kuantitatif
adalah sangat berbeda.
Salah satu ide besar yang berhubungan dengan berfikir
aljabar dalam kurikulum sekolah dasar Singapura adalah konsep yang
tidak diketahui (unknown) dalam soal cerita direpresentasi dengan
menggunakan persegipanjang, bukan dengan huruf. Cara ini dikenal
dengan “model method”:
“It should be pointed out that the model method described above could provide a smooth transition from working with unknows in less abstract form to the more abstract use of letters in formal algebra in secondary school” (Cai, 2005: 9)
31
2. An Understand, Strategize, Execute and Reflect (USER): Approach to
the teaching of mathematical problem solving – one teacher’s
experience (APERA Conference 28-30 November 2006, Hongkong)
Penelitian yang dilakukan oleh Ho Kai Fai (National Institute of
Education, Nanyang Technological University, Singapore) dan
Preston Tan (Maha Bodhi School, Singapore) terhadap dua kelompok
(kelas kontrol dan kelas eksperimen) siswa kelas 5 SD. Kelas
eksperimen dikenakan perlakuan menerapkan pendekatan USER
dalam memecahkan masalah matematik.
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa penggunaan
pendekatan USER selama 10 minggu telah memberikan pengaruh
untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah. Peningkatan yang signifikan dalam hasil post-test kelas
eksperimen mengungkap perubahan yang terjadi sebagai dampak dari
perlakuan sebagaimana yang diukur dengan the holistics analytic
marking scheme.
3. The Model Method: Singapore Children’s Tool for Representing and
Solving Algebraic Word Problem (Journal for Research in
Mathematics Education, 2009)
Penelitian ini dilakukan oleh Swee Fong Ng dan Kerry Lee dari
Nanyang Technological University of Singapore dalam 2 sesi, yaitu
studi 1 wawancara dilakukan terhadap 4 orang kepala departemen
yang telah berpengalaman lebih dari 10 tahun, beserta 14 orang guru
32
matematika kelas 5 sekolah dasar yang berpengalaman mengajar
sekurang-kurangya 5 tahun. Hasilnya menyatakan bahwa mereka
setuju visualisasi dan sifat kongkrit dari model method menjadikannya
sebagai alat yang berguna untuk memecahkan masalah.
Studi 2 dilakukan terhadap 151 orang anak-anak kelas 5 dari
lima buah SD terpilih untuk menggunakan model method untuk
memecahkan masalah matematika yang diteskan sebanyak 10 soal
terdiri dari masalah rutin dan non-rutin. Hasilnya menunjukkan bahwa
model method dapat digunakan untuk memecahkan sejumlah masalah,
tetapi tidak semua soal masalah aljabar.
Secara umum dari dua studi dapat disarikan kesimpulannya
sebagai berikut,
4. Computing Solution to Aljebraic Problem Using A Symbolic Versus A
Schematic Strategy (National Institute of Education, Nanyang
Technological University)
Penelitian ini dilakukan oleh Lee Kerry, dkk tahun 2010 dengan
memeriksa pola aktivasi otak menggunakan fMRI (functional
Magnetic Resonance Imaging) untuk mengetahui pengaruh proses
berfikir kognitif seseorang dalam pemecahan masalah matematik
“This study contributes to a corpus of research in which the teaching of representation skills support higher ability children in their work with word problem- arithmatics as well as algebraic. … the children may treat the model method as an algorithm. It is not algorithm learned by rote that is intended to replace other rote algorithm for solving word problem” (Ng and Lee, 2009: 311)
33
antara yang menggunakan skematik model dan simbol aljabar. Subjek
penelitian ini adalah 17 orang relawan yang terdiri dari 10 orang laki-
laki dan 7 orang perempuan berusia 22-29 tahun.
Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat kegiatan otak yang lebih
kuat (keras) ketika seseorang menyelesaikan masalah dengan proses
aljabar daripada dengan metoda model.