Upload
vuphuc
View
241
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
PENAFSIRAN MAULANA MUHAMMAD ALI TENTANG MUKJIZAT
PARA NABI DALAM AL-QUR’AN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Muhamad Firdaus
NIM: 11140340000128
PROGAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H./2018 M.
v
ABSTRAK
Muhamad Firdaus
Penafsiran Maulana Muhammad Ali tentang Mukjizat Para Nabi Dalam al-
Qur’an.
Mukjizat merupakan peristiwa luar biasa yang diberikan oleh Allah
kepada para Nabi untuk membuktikan kenabiannya. Pada umumnya sesuatu yang
luar biasa itu menjadi tidak bisa masuk akal, irasional. Seperti halnya Nabi Musa
As. yang membelah lautan dan Nabi Isa As. yang bisa menghidupkan orang mati.
Penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode analisis-deskriptif yang
berkisar pada penjelasan penafsiran Maulana Muhammad Ali tentang mukjizat
para nabi dalam al-Qur’an langkah yang penulis lakukan dalam pengumpulan data
adalah melacak kata mukjizat yang ada dalam terjemah tafsirnya Qur’an Suci
Terjemah dan Tafsir, kemudian mencari pembahasan mukjizat para nabi dalam al-
Qur’an, baru kemudian membandingkan terjemah bahasa Inggris dengan bahasa
Indonesianya. Selanjutnya menganalis penafsiran Maulana Muhammad Ali dan
mengkritiknya.
Semua ayat yang terkait dengan mukjizat para nabi dari mulai Nabi Ṣālih
A.s. sampai Nabi Muhammad Saw. keseluruhan ditafsirkan secara rasional oleh
Maulana Muhammad Ali, untuk menuju kesimpulan yang rasional ia terkadang
merujuk pada Bible dan cara yang lain adalah memaknai ayat tersebut sebagai
kiasan sehingga maksud ayat yang asalnya tidak masuk akal menjadi logis.
Penulis memberikan beberapa kritikan terhadap kesimpulan Maulana
Muhammad Ali bahwa adanya fakta sejarah dan fakta ilmiah mengenai peristiwa
tersebut, di sisi lain hadis yang digunakan oleh Muhammad Ali tidak sesuai
dengan konteksnya, dan kurang validnya rujukan yang ia gunakan yaitu Bible
yang notabenenya sudah banyak perubahan.
Kata Kunci: Tafsir, Mukjizat, Rasional, Maulana Muhammad Ali.
vi
KATA PENGANTAR
بسمميحرلا نمحرلا هللا
Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah Swt. yang telah memberikan
nikmat dan hidayah-Nya sehingga kita dapat merasakan nikmatnya Iman dan
Islam. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Akhir
zaman, Nabi Muhammad Saw. yang nanti pada Hari Kiamat akan memberikan
syafā’at al-uẓma. Alhamdulilah dengan izin dan bantuan dari Allah, penelitian ini
bisa selesai dengan judul “Penafsiran Maulana Muhammad Ali tentang Mukjizat
Terbelahnya Bulan (Telaah atas ayat 1-4 Surat Al-Qamar)”. Skripsi ini diajukan
guna memenuhi syarat dalam penyelesaian pendidikan pada Program Studi Ilmu
al-Qur‟an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini belumlah sampai pada kata
“agak sempurna”. Untuk itu penulis sangat terbuka menerima segala saran,
kritikan dan masukan dari semua pihak agar bisa menjadi lebih baik lagi.
Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak yang
ikut berpartisipasi dalam penelitian ini, baik langsung maupun tidak langsung,
baik secara moril maupun materil. Untuk itu penulis ucapkan milyaran terima
kasih kepada:
1. Bapakku Sarmin dan Ibuku Siti Muyeni yang telah memberikan segala
hidupnya, baik waktu, tenaga, nasihat, rasa cinta, kasih sayang dan doa yang
tulus sehingga bisa membakar semangat penulis untuk bisa bangkit lagi, lagi
dan lagi.
2. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M.A, selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A, Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dr. Lilik. Ummi Kultsum, M.A, selaku ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an
dan Tafsir dan Ibu Dra. Banun Binaningrum. M. Pd selaku Sekertaris
Jurusan al-Qur‟an dan Tafsir.
vii
5. Dosen Pembimbing Bapak Moh. Anwar Syarifudin, M.A., yang selalu
memberikan ilmu, arahan dan motivasi kepada penulis sampai terwujudnya
skripsi ini dengan baik.
6. Dosen penasehat akademik, Ibu Dr. Lilik. Ummi Kultsum, M.A., yang
banyak memberi bantuan dan masukan kepada penulis selama studi di
kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Seluruh dosen di Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, yang dengan ikhlas
memberikan ilmunya sehingga membuat penulis menjadi orang yang lebih
berarti.
8. Seluruh Masyāyikh dan Asātidh yang ada di Pondok Pesantren Al-Hikmah 1
Komplek Masjid Jami‟. Terutama pengasuh Kami KH. Labib Shodiq
Suhaimi yang telah mentransfer makanan ruh kepada penulis. Para Guru di
Madrasah Mu‟allimin Ad-Diniyyah (MMA) terutama Gus Ridwa Muwafiq,
Pak Mus‟idin, Pak Lukman, Pak Fuad, Pak Syaeful, Pak Mua‟lim, Gus Jalil
yang telah mengajari membaca dari huruf hija‟iyah sampai kitab kuning.
Semoga selalu diberikan kesehatan dan keberkahan hidup oleh Allah Swt.
9. Para staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Ushuluddin. Terima kasih
atas referensi yang telah dipersembahkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
10. Adikku Ahmad Reza Wibowo dan Muhammad Robby Firliansyah yang
selalu memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini. Semoga menjadi anak yang shalih berguna bagi keluarga, masyarakat,
agama, bangsa dan negara.
11. Teman-teman di Primordial Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT) yang selalu
menjadi rumah kedua di Jakarta. Tempat mengolah rasa, menjadi dewasa,
kreatifitas sehingga membuat penulis menjadi orang yang lebih bermanfaat.
Di antara mereka adalah Istihani Arofah, Ilhamul Qolbi, Andi, Riza,
Robichul Baits, Zain al-Ma‟arif, Dede Hidayatullah, Elma Gusmia Silmi
dan seluruh teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu di
sini. Semoga kita semua bisa meraih kesuksesan yang diinginkan kita dan
juga diinginkan oleh Allah Swt.
viii
12. Teman-teman satu atap Kost Semanggi II, bukan hanya tempat makan dan
tidur, melainkan belajar arti kehidupan. Mereka yang selalu menemani
kemana pun penulis pergi, selalu memotivasi dengan sindiran-sindiran
pedasnya. Di antara mereka adalah Rahmat Nur Sofyan, Fakhrur al-Izza,
Ade Lutfy Anugrah Aji, Ardianto, Syarif Hidayatullah. Semoga kita semua
meraih kesuksesan yang diinginkan Allah Swt. dan bisa menjaga
silaturahmi sampai masa tua.
13. Teman-teman satu Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir yang menjadi teman
senasib dan seperjuangan saat mati-matian mengerjakan skripsi, setia
menjadi konsultan juga. Di antara mereka adalah Iva Rustiana, Aswar
Shaleh, Habiburahman, Windi Hamdani. Dan seluruh mahasiswa Jurusan
Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir yang tidak bisa penulis sebutkan semuanya.
Semoga kita dapat dipertemukan kembali di tempat yang paling baik di
dunia dan di akhirat.
14. Teman-teman TH D „Kandang Macan” yang selalu memberi warna lain
dalam kehidupan perkuliahan di Jakarta. Di antara mereka adalah Dede
Yasep, Rizki Fadhilah, Aufal Ghani, Sya‟dan, dua Amin, Faikar Faris,
Anas, Riki Hanafi dan seluruh teman satu kelas saat pertama kali
menyentuh dunia perkuliahan. Semoga kalian bisa cepat menyusul dan
tentunya ilmunya bermanfaaat di dunia dan di akhirat.
15. Teman-teman Enter Course. Tempat penulis bisa mengenal Bahasa Inggris
yang sebelumnya sangat buta, terutama Robi (senior di Fakultas) yang
selalu memberikan semangat agar segera wisuda.
Akhirnya penulis panjatkan doa kepada Allah Swt. semoga semua pihak
terkait yang telah memberikan jasanya mendapatkan perlindungan dari Allah
Swt., diberikan balasan yang setimpal baik di dunia maupun di akhirat. Āmīn...
Ciputat, 16 Juli 2018
Muhamad Firdaus
xii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada
American Library Association-Library Congres Romanization (ALA-LC
Romanization Tables) yang terbit pada tahun 2012.
1. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ا
b Be ب
t Te ت
th te dan es ث
j Je ج
ḥ h dengan titik di bawah ح
kh ka dan ha خ
d De د
dh de dan ha ذ
r Er ر
z Zet ز
s Es س
sh es dan ye ش
ṣ es dengan titik di bawah ص
ḍ de dengan titik di bawah ض
ṭ te dengan titik di bawah ط
ẓ zet dengan titik di bawah ظ
Koma terbalik di atas ‘ ع
hadap ke kanan
gh Ge dan ha غ
f Ef ف
q Ki ق
k Ka ك
l El ل
m Em م
xiii
n En ن
w We و
h Ha ه
‘ ’ Koma atas hadap ke kiri
y Ye ي
2. Vokal
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fatḥah ـــ
I Kasrah ـــ
U Ḍammah ـــ
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuannya alih aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي ī i dengan garis di atas ـــ
ي ay a dan y ـــ
و aw a dan w ـــ
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
اـــ ā a dengan garis di atas
يـــ á a dengan apostrof di atas
ī i dengan garis di atas ـــ ي
ū u dengan garis di atas ـــو
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun
huruf kamariah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl, al-dīwān bukan ad-dīwān
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ................................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................................ vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ...................................................................... xi
PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................................... 5
C. Batasan dan Rumusan Masalah ..................................................................... 6
D. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 6
E. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 6
F. Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 7
G. Metode Penelitian......................................................................................... 10
H. Sistematika Penulisan .................................................................................. 11
BAB II MUKJIZAT PARA NABI
A. Gambaran Umum Mukijizat ........................................................................ 13
1. Definisi Mukjizat ................................................................................... 13
2. Pembagian Mukjizat............................................................................... 14
3. Syarat-Syarat Mukjizat........................................................................... 16
4. Mukjizat Menurut Aliran Islam yang Lain ............................................ 17
a. Mukjizat Menurut Syi’ah ................................................................. 17
b. Mukjizat Menurut Ahussunnah ........................................................ 18
B. Perdebatan Seputar Mukjizat ....................................................................... 20
BAB III MAULANA MUHAMMAD ALI DAN CORAK PEMIKIRANNYA
x
A. Biografi Maulana Muhammad Ali ............................................................... 24
B. Pemikiran Maulana Muhammad Ali Tentang Mukjizat .............................. 35
C. Gambaran Umum Qur’an Suci Terjemah dan Tafsir ................................. 37
1. Latar Belakang Penulisan ....................................................................... 40
2. Deskripsi Naskah dan Teks .................................................................... 41
3. Telaah Metodologis ................................................................................ 43
4. Karakteristik Qur’an Suci Terjemah dan Tafsir .................................... 45
5. Komentar Tokoh terhadap Qur’an Suci Terjemah dan Tafsir ............... 46
D. Ayat-ayat Mukjizat Nabi dalam Al-Qur’an ................................................. 47
BAB IV ANALISIS PENAFSIRAN MAULANA MUHAMMAD ALI
TENTANG MUKJIZAT PARA NABI DALAM QUR’AN SUCI TERJEMAH
DAN TAFSIR
A. Penafsiran Maulana Muhammad Ali Tentang Mukjizat Para Nabi dalam
Al-Qur’an ..................................................................................................... 56
B. Kritik Terhadap Pandangan Maulana Muhammad Ali ................................ 79
BAB V KESIMPULAN
A. Penutup ......................................................................................................... 86
B. Saran-saran ................................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 88
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur‟an turun pada zaman Nabi Muhammad Saw. kurang lebih empat
belas abad yang lalu dan sampai sekarang tidak henti-hentinya para ulama,
cendekiawan dan ilmuwan mengkaji al-Qur‟an, baik itu dari muslim maupun non-
muslim. Hal itu di karenakan al-Qur‟an tidak pernah sepi dari “hikmah”. Ia bisa
didekati dengan aneka-ragam pendekatan dan itu akan tetap melahirkan untaian
hikmah dari butiran-butiran ayat al-Qur‟an. Itulah kitab suci umat muslim dan
mukjizat terbesar dan teragung Nabi Muhammad Saw. yang selalu abadi dan tidak
pernah habis untuk dikaji.1
Segala macam ilmu pengetahuan sudah tercakup dalam kandungan al-
Qur‟an. Allah menegaskan dalam firman-Nya:
ك نا ف ٱلأ ثالكم ما ف رطأ ه إل أمم أمأ ض ول ط ئر يطري بناحيأ رأ ء وما من دابة ف ٱلأ ت ب من شيأشرون ٣٨ ث إل ربمأ يأ
“Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung
yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu.
Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada
Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (Q.s. al-Anām/6: 38)
م عث ف كل أم وي وأ هم شهيدا ة ن ب أ نأ عليأ نا أنفسهمأ م ؤلء على شهيدا بك وجئ أ نا ه ون زلأك كت ب عليأ ي ٱلأ ء لكل ان تب أ ة ىوهد شيأ
رى ورحأ لمي وبشأ مسأ ٨٩ للأ“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat
seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu
(Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan
kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah
diri.” (Q.s. al-Naḥl/16: 89)
1 Ma‟mun Mu‟min, Metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2016), h.
2.
2
Rasulullah Saw. juga bersabda dalam hadisnya:
)ستكون فنت، قيل: وما املخرج منها؟ قال: كتاب هللا، فيه نبأ ما قبلكم، وخرب ما ملسو هيلع هللا ىلصوقال بعدكم، وحكم ما بينكم(
“Rasulullah Saw. berkata: “Akan terjadi fitan (fitnah-fitnah). Lalu para
sahabat bertanya: apa yang menyebabkan itu keluar wahai Rasul?. Rasul
SAW. pun menjawab: Kitabullah (al-Qur‟an), di dalamnya ada berita
sebelum kalian, kabar setelah kalian dan hukum di antara kalian.”
Dari hadis tersebut menjelaskan bahwa al-Qur‟an mengandung berita masa
lalu dan masa depan. Ia sangat komprehensif, setiap ulama bisa mengambil ilmu
dari al-Qur‟an. Seperti para ulama Nahwu (ilmu alat/tata bahasa Arab) bisa
mengambil pelajaran dari teks al-Qur‟an itu sendiri, seperti ke-mu‟rab dan mabni-
an kalimat, dsb. Tidak jarang contoh-contoh dalam ilmu nahwu mengambil dari
al-Qur‟an. Belum lagi dari ulama Qurra‟ yang mengetahui bentuk ragam bacaan
al-Qur‟an. Para ulama Fiqh juga menjadikan al-Qur‟an sebagai sumber hukum
yang paling utama. Selain ilmu-ilmu yang berbasis Islam, al-Qur‟an juga
mengandung ilmu umum yang lain seperti kedokteran, perdebatan, bentuk,
teknologi, perbandingan dan perbintangan.2
Salah satu metode penyampaian pesan dalam al-Qur‟an adalah dengan
menggunakan kisah sebagai media untuk memberikan hikmah kepada
pembacanya. Sebagaimana yang disampaikan Syaikh Mannā„ al-Qaṭṭan dalam
kitabnya Mabahits Fī „Ulūmīl Qur‟an bahwa ada tiga jenis kisah dalam al-Qur‟an;
pertama, kisah-kisah yang berhubungan dengan Nabi dimana kisah ini
menjelaskan tentang perjuangan para nabi, mukjizat-mukjizat untuk memperkuat
dakwahnya, dinamika cobaan yang diterimanya, dsb. Seperti kisah Nabi Nuh,
Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Ayyub, Nabi Isa dan Nabi Muhammad Saw. dan
rasul selainnya. Kedua, Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa
yang bisa diambil pelajarannya, namun mereka tidak dipastikan kenabiaanya.
Seperti kisah Talut dan Jalut, Luqman Al-Hakim dan Maryam. Ketiga, kisah-
kisah yang berhubungan dengan peristiwa yang terjadi di sekitar Rasulullah Saw.,
2 al-Suyuṭiy, Mukhtasar Al-Itqān Fī „Ulūmil Qur‟an (Beirut: Dār Al-Nafā‟is, 1987), h. 60-
63.
3
artinya kisah-kisah tersebut terjadi pada zaman Rasul masih hidup. Seperti Perang
Badar, Perang Uhud, peristiwa Isra‟ Mi‟raj, dsb.3
Berdasarkan pembagian Syaikh Mannā„ al-Qaṭṭan di atas berarti di dalam al-
Qur‟an menjelaskan mukjizat-mukjizat para Nabi. Mukjizat adalah sesuatu yang
melemahkan manusia yang berbeda dengannya, sesuatu yang terjadi diluar
kebiasaan, Allah menjadikan mukjizat sebagai bukti kenabian untuk membantu
dakwahnya.4 Salah satu unsur yang wajib ada dalam mukjizat adalah adanya hal
atau peristiwa yang luar biasa, yang dimaksud luar biasa adalah sesuatu yang
melebihi hukum sebab-akibat yang tidak bisa dijangkau oleh logika. Berbeda
dengan hipnotisme atau sihir, karena keduanya bisa dipelajari,5 selain itu karena
mukjizat itu tidak mentradisi, artinya tidak biasa dilakukan oleh segolongan
masyarakat atau kaum. Berbeda dengan sihir atau sulap yang mungkin biasa
dilakukan oleh sekelompok masyrakat seperti kaum Nabi Musa. Akan tetapi yang
dilakukan Nabi Musa adalah berbeda dengan tradisi sulap mereka yang “biasa-
biasa saja”. Nabi Musa melakukan hal yang luar biasa yaitu merubah tongkat
menjadi Ular besar. Lebih dari itu makna dari sihir itu sendiri adalah dusta dan
tidak benar-benar terjadi. Sedangkan mukjizat benar-benar nyata terjadi. Dengan
demikian sihir, hipnotisme, dan sulap maka tidak termasuk “luar biasa” dalam
pengertian ini.6
Secara garis besar mukjizat terbagi menjadi dua; pertama, mukjizat indrawi
yang bersifat material, tidak kekal. Dinamakan indrawi karena mukjizat tersebut
bisa dilihat langsung oleh kaum nabi yang menyampaikan risalah itu. Seperti
mkjizat terbakarnya Nabi Ibrahim yang bisa dilihat langsung oleh kaumnya.
Kedua, mukjizat imaterial, logis dan dapat dibuktikan sepanjang masa. Seperti
3 Syaikh Mannā„ al-Qaṭṭan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur`an (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2015), h. 387-388. 4 al-Zarqāniy, Manāhil Al-„Irfān Fī „Ulūmīl Qur‟an, Juz 1 (Dār Al-Kitāb Al-„Azaliy), h.
63. 5 M. Quraish Shihab, Mujkizat Al-Qur‟an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah
dan Pemberitaan Gaib (Bandung: Mizan, 1998), h. 24. 6 Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013), h.
156.
4
mukjizat al-Qur‟annya Nabi Muhammad yang bisa dilihat oleh umat setelahnya
dan sampai kepada kita sekarang ini.7
Nabi Muhammad Saw. pun seperti Nabi lainnya, ia mempunyai mukjizat
indrawi yang bisa dilihat langsung oleh umatnya saat itu. Salah satu mukjizat
indrawi Nabi Muhammad yang tertera dalam al-Qur‟an adalah tentang
terbelahnya bulan dengan isyarat jemarinya Nabi Muhammad Saw.
قمر ت ربت ٱلساعة وٱنشق ٱلأ ١ ٱق أ“Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan.” (Q.s. al-
Qamar/54: 1).
Ayat ini banyak ditafsirkan oleh para mufasir, baik mufasir tradisional
maupun kontemporer. Selama ini banyak mufasir yang menafsirkan ayat tersebut
dengan betul-betul bulan terbelah. Seperti Imam Fakhr al-Dīn al-Rāzī8, Ālusi
9 dan
al-Zamakhsyarī.10
Penulis memilihi ayat tersebut dan dimasukkan ke dalam latar
belakang masalah karena Nabi Muhammad merupakan Nabi terakhir yang tidak
hanya mendapatkan mukjizat indrawi tapi juga hissi/maknawi yang kekal sampai
akhir zaman yaitu al-Qur‟an.
Tapi yang menarik perhatian penulis adalah ada mufasir yang mencoba
menafsirkan ayat ini dengan pendekatan rasional, sehingga ayat yang
menerangkan mukjizat Nabi Muhammad Saw, ini ditafsirkan agar bisa masuk
logika dan mudah dipahami. Dialah Maulana Muhammad Ali, salah satu pendiri
Jemaat Ahmadiyah di India. Pemikirannya yang cenderung rasionalis membuat
penafsiran-penafsirannya menuai kontroversi. Untuk itu penulis ingin lebih dalam
mengkaji pandangannya tentang Mukjizat Nabi lewat karyanya yang sudah
diterjemahkan berjudul Quran Suci Terjemah dan Tafsir.
7 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur‟an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah
dan Pemberitaan Gaib, h. 35. 8 Muhammad Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib, Juz 29 (Beirut: 1401 H), h. 29.
9 Ālūsī, Rūḥ al-Ma‟ānī fī Tafsīr al-Qur‟ān al-„Aẓīm wa al-Sab‟i al-Mathānī, Juz 26 (Beirut:
Mu‟assasah al-Risālah, 2010), h. 175. 10
al-Zamakhsyarī, Tafsīr al-Kasysyāf (Beirut: Dār al-Ma‟rifah, 2009), h. 1064.
5
Dalam bukunya Religion Islam yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi Islamologi, dalam buku tersebut menjelaskan pandangannya
tentang mukjizat para nabi:
“kesulitan lain dalam hal mukjizat ialah adanya kenyataan bahwa,
betapapun ajaibnya pertunjukkan mukjizat itu, dapat saja diterangkan secara
ilmiah; dengan demikian, pertunjukkan ajaib itu tak mempunyai nilai lagi
sebagai tanda bukti seseorang yang mengaku sebagai utusan Tuhan.”11
Begitu pula dalam tafsirnya The Holy Qur‟an, ia mencoba merasionalkan
mukjizat pembelahan bulan Nabi Muhammad Saw. dengan argumen-argumen
yang bisa diterima oleh akal.
B. Identifikasi Masalah
Beberapa masalah yang dapat diindentifikasi dari latar belakang di atas
adalah:
1. .Sejarah Mukjizat para nabi.
Mengingat di dalam al-Qur‟an banyak menjelakan mukjizat para nabi
yang jelas sudah terjadi sebelum Nabi Muhammad Saw. lahir, karena
termasuk sisi kemukjizatan al-Qur‟an adalah bisa melihat masa lalu dan
masa depan. Pertanyaan yang muncul adalah kapan sebenarnya
peristiwa-peristiwa mukjizat itu terjadi?
2. Pandangan orientalis terhadap mukjizat dalam al-Qur‟an.
Proses kejadiannya yang tidak masuk akal tentu akan menarik perhatian
dari para orientalis yang ada di Barat, karena mereka tidak percaya
kepada hal yang irasional. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana
pandangan orientalis terhadap peristiwa ini?
3. Penafsiran Maulana Muhammad Ali tentang mukjizat para nabi dalam
al-Qur‟an.
Maulana Muhammad Ali adalah seorang pemimpin Ahmadiyah Lahore
yang mempunyai latar belakang pemikiran yang rasional. Hal ini tentu
saja membuatnya berbeda dengan ulama klasik dalam menafsirkan ayat-
ayat mukjizat nabi. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana
11
Maulana Muhammad Ali, Islamologi (Jakarta: CV Darul Kutubil Islamiyah, 2013), h.
246-247.
6
penafsiran Maulana Muhammad Ali tentang mukjizat para nabi dalam
al-Qur‟an?
C. Batasan dan Rumusan Masalah
Ada tiga hal yang bisa menjadi sumber penentuan masalah: Pertama, saran
dari dosen, peneliti senior dan lembaga pemberi dana. Kedua, literatur teknis.
Ketiga, pengalaman pribadi dan profesi. Adapun penulis menemukan masalah
karena faktor yang kedua yaitu literatur teknis dimana menelusuri tulisan-tulisan,
mengembangkannya dan membandingkan antara satu dengan yang lainnya.
Terkadang dalam proses tersebut menemukan masalah. Bahkan terkadang
pembahasan yang sudah lama pun bisa diangkat kembali jika ada sedikit celah
masalah dan itu sudah sangat berkontribusi dalam dunia akademik.12
Dari indentifikasi masalah di atas, penulis mengambil poin ketiga mengenai
penafsiran Maulana Muhammad Ali tentang mukjizat para nabi dalam al-Qur‟an.
Bahasan mengenai mukjizat para nabi ini dengan menggunakan pemikiran
Maulana Muhammad Ali. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan
ayat yang menjelaskan mukjizat para nabi kemudian ditafsirkan dengan model
tafsiran Maulana Muhammad Ali kemudian penulis mengkritiknya. Masalah yang
akan di jawab dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana penafsiran Maulana Muhammad Ali tentang mukjizat para
Nabi dalam al-Qur‟an?
D. Tujuan Penelitian
1. Mengumpulkan ayat yang menerangkan mukjizat para nabi.
2. Menjelaskan penafsiran ulama klasik rasional tentang mukjizat para nabi
3. Menjelaskan penafsiran Maulana Muhammad Ali tentang mukjizat para
nabi.
4. Menjelaskan kelemahan penafsiran Maulana Muhammad Ali.
E. Manfaat Penelitian
Secara akademik, penelitian ini melengkapi hasil penelitian-penelitian
kemukjizatan para nabi seperti karya Syukri Ismai‟il yang hanya menjelaskan
penafsirannya Maulana Muhammad Ali tentang mukjizat secara umum dan tidak
12
Anslem Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Penerjemah
Muhammad Shodiq dan Imam Muttaqien (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 23-24.
7
menjelaskan kelemahan atau kritikan terhadapnya dan penelitian terjemah Quran
Suci Maulana Muhammad Ali seperti Tesis Epistemologi Penafsiran Basyiruddin
Mahmud Ahmad dan Maulana Muhammad Ali karya Fikri Hamdani.
Secara praktis, kesimpulan dari penelitian ini dapat menjadi bagian dari
bahan ajar pada mata kuliah I‟jaz al-Qur‟an dan referensi penulis buku mukjizat
para nabi.
F. Tinjauan Pustaka
Buku-buku, Skripsi, Tesis, Disertasi, Jurnal maupun Artikel yang
menjelaskan pembahasan yang berkaitan dengan tafsiran Maulana Muhammad
Ali di antaranya tinjauan pustaka yang terkait dengan tema skripsi terbagi menjadi
dua bagian:
Pertama, kajian melingkupi kemukjizatan al-Qur‟an secara umum dan
kemukjizatan para nabi secara khusus.
Kedua, kajian yang telah membahas tentang Terjemah al-Qur‟an Maulana
Muhammad Ali.
Mereka yang telah menulis kajian kemukjizatan di antaranya adalah:
a. Ida Mawada Nur menulis “Terbelahnya Bulan dalam Al-Qur‟an (Telaah
Perbedaan Penafsiran Muhammad ibn Ahmad al-Qurṯubi dan Ahmad
Musṯafa al-Marāghi atas Ayat Terbelahnya Bulan dalam Surat al-Qamar
Ayat 1-5)”. Ia menjelaskan penafsiran dua mufasir: Muhammad ibn
Ahmad al-Qurṯubi dan Ahmad Musṯafa al-Marāghi. Keduanya berbeda
pendapat terkait tafsir terbelahnya bulan. Jika Muhammad ibn Ahmad
al-Qurṯubi berpendapat bahwa bulan memang sudah pernah terbelah,
akan tetapi Ahmad Musṯafa al-Marāghi berpandangan bahwa
terbelahnya bulan itu nanti ketika akan kiamat, menganggap sebagian
dari fenomena kiamat.13
13
Ida Mawada Nur, “Terbelahnya Bulan dalam Al-Qur‟an (Telaah Perbedaan Penafsiran
Muhammad ibn Ahmad al-Qurṯubi dan Ahmad Musṯafa al-Marāghi atas Ayat Terbelahnya Bulan
dalam Surat al-Qamar Ayat 1-5),” Skripsi pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Sunan
Ampel, Surabaya, 2016, tidak dipublikasikan.
8
b. Faidlir Rohman menulis “Pandangan Muhammad Rasyid Ridha
Terhadap Hadis-hadis Terbelahnya Bulan (Studi Kritik atas
Pemikiran)”. Dalam skripsinya Faidlir membahas tentang pendapat
Rasyid Ridha terkait Mukjizat terbelahnya bulan, ia beranggapan bahwa
hadis-hadis yang digunakan untuk meriwayatkan tentang ini itu cacat
(„ilat) baik dari segi sanad maupun matan. Beliau berpendapat demikian
karena basis dari pemikiran beliau adalah rasionalis makanya kontra
dengan hal-hal yang tidak masuk akal.14
c. Muhammad Syawali menulis “Studi Analisis Konsep Maulana
Muhammad Ali tentang Jihad”. Dalam karyanya ia membahas pendapat
Maulana Muhammad Ali tentang Jihad sekaligus meluruskan pandangan
para cendekiawan Barat dan jihad dalam perspektif fiqih yang identik
dengan qital (perang angkat senjata).15
d. Hikmatul Ulya menulis “Analisis terhadap Pemikiran Maulana
Muhammad Ali Tentang Konsep Pernikahan dalam Perspektif
Kesetaraan Gender”. Ia menjelaskan pandangan Maulana Muhammad
Ali bahwa konsep pernikahan itu sama dengan ajaran al-Qur‟an. Posisi
wanita dan pria sama baik jasmani maupun rohani. Setelah wanita
menikah ia bebas melakukan apa saja, maksudnya boleh bekerja yang
dia bisa. Ia tidak kehilangan haknya sebagai anggota masyarakat.
Tampaknya Muhammad Maulana Ali lebih toleran terhadap kaum
wanita.16
e. Muhammad Munawwir menulis “Pendapat Maulana Muhammad Ali
tentang Penolakan Hukuman Rajam bagi Pelaku Zina Muhsan”. Ia
membahas dalam skripsinya pendapat Maulana Muhammad Ali bahwa
menurutnya pelaku zina baik muhsan atau ghairu muhsan semuanya
didera 100 kali. Dengan demikian, berarti tidak ada yang dirajam.
14
Faidlir Rohman, “Pandangan Muhammad Rasyid Ridha Terhadap Hadis-hadis
Terbelahnya Bulan (Studi Kritik atas Pemikiran),” Skripsi pada Fakultas Ushuluddin, IAIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, 2001, tidak dipublikasikan. 15
Muhammad Syawali, “Studi Analisis Konsep Maulana Muhammad Ali tentang Jihad,”
Skripsi Fakultas Syari‟ah, IAIN Walisongo, Semarang, 2009,tidak dipublikasikan. 16
Hikmatul Ulya, “Analisis terhadap Pemikiran Maulana Muhammad Ali Tentang Konsep
Pernikahan dalam Perspektif Kesetaraan Gender,” Skripsi pada Fakultas Syari‟ah, IAIN
Walisongo, Semarang, 2010, tidak dipublikasikan.
9
Menurutnya dalam Al-Qur‟an tidak secara jelas menjelaskan hukuman
rajam, meskipun ada hadis yang merujuk tentang hal itu. Namun hadis
tersebut diragukan kualitasnnya.17
f. Edi Nuraini menulis “Persepsi Maulana Muhammad Ali tentang
hukuman mati bagi pelaku Riddah”. Dalam skripsinya dibahas bahwa
Maulana Muhammad Ali berpendapat bagi pelaku riddah itu tidak
dibunuh, melainkan harus dimediasi agar bisa kembali kepada Islam,
seperti yang dijelaskan dalam bukunya The Religion Of Islam. Nuraini
berpendapat bahwa istinbat hukum yang dilakukan Maulana
Muhammad Ali itu salah, karena dalam al-Qur‟an sudah jelas bahwa
pelaku riddah itu hukumannya adalah mati.18
g. Fikri Hamdani menulis “Epistemologi Penafsiran Basyiruddin Mahmud
Ahmad dan Maulana Muhammad Ali (Kajian Terhadap Ayat-Ayat
Kenabian)”. Dalam tesis tersebut dijelaskan bahwa terjadi
“ketidakjujuran” penafsiran yang dilakukan oleh Basyiruddin Mahmud
Ahmad. Hal ini terlihat ketika ia lebih memilih hadis-hadis yang
mendukung pendapatnya (mendukung preunderstanding-nya) dan
mengabaikan hadis-hadis yang terkesan kontradiktif dengan
pendapatnya. Penafsirannya lebih mengedepankan aspek kebahasaan
dalam menafsirkan ayat-ayat kenabian dan terkadang ada beberapa
kesalahan dan cenderung memaksakan agar bisa sesuai dengan
pandangannya tentang khātam Nabiyyīn.19
h. Rasionalisasi Tafsir Ayat-Ayat Mukjizat Kajian Tafsir The Holy Qur‟an
Maulana Muhammad Ali, M. Syukri Ismail, Jurnal Nur EL-Islam, No.2,
2016. Jurnal tersebut berisikan tentang metode penafsiran yang
dilakukan oleh Maulana Muhammad Ali bahwa metode penafsirannya
sangat rasional melebihi gurunya sendiri yaitu Muhammad Abduh dan
17
Muhammad Munawwir, “Pendapat Maulana Muhammad Ali tentang Penolakan
Hukuman Rajam bagi Pelaku Zina Muhsan,” Skripsi pada Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo,
Semarang, 2011, tidak dipublikasikan. 18
Edi Nuraini, “Persepsi Maulana Muhammad Ali tentang hukuman mati bagi pelaku
Riddah,” Skripsi pada Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo, Semarang, 2009, tidak dipublikasikan. 19
Fikri Hamdani, “Epistemologi Penafsiran Basyiruddin Mahmud Ahmad dan Maulana
Muhammad Ali (Kajian Terhadap Ayat-Ayat Kenabian,” Tesis pada Pascasarjana, UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta,2016, tidak dipublikasikan.
10
Rasyid Ridha. Ia juga membandingkan dengan mufasir sebelumnya,
apakah lebih rasional atau tidak. Juga mengemukakan mufasir yang
kontra dengan pendapat Maulana Muhammad Ali seperti Qurasih
Shihab.20
Tentunya masih banyak lagi sumber sekunder berupa buku-buku, Skripsi,
Tesis, Disertasi, Jurnal dan artikel lainnya yang berkaitan dengan topik yang
dibahas.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metode yang penulis gunakan adalah metode kualitatif karena yang
digunakan dalam penelitian ini berupa kepustakaan (Library Research).
Sebagaimana yang ditulis oleh Rulam Ahmadi yang merujuk pada Creswell,
bahwa karakteristik penelitian kualitatif dilihat dari segi tahapan adalah
mengeksplorasi masalah dan mengembangkan sebuah tema utama, mempunyai
tinjauan literatur, membuat pertanyaan-pertanyaan penelitian secara khusus dan
umum, mengumpulkan berdasarkan kata-kata, dan terakhir menganalisis data
untuk deskripsi.21
2. Sumber data
Penulis membagi sumber menjadi dua; sumber primer dan sumber sekunder.
Untuk sumber primer penulis mengambil terjeman buku karangan langsung
Maulana Muhammad Ali yang berjudul Quran Suci Terjemah dan Tafsir. Dalam
buku itu berisikan tentang penafsiran-penafsiran kecil atau komentar (Syarah)
tentang seluruh ayat al-Qur‟an. Pada dasarnya penafsiran Maulana Muhammad
Ali didasari oleh rasionalitas, realistis dan ia memisah secara tegas antara
peristiwa akhirat dan keduniaan. Hal ini bisa dilihat dalam penafsirannya terhadap
peristiwa dibakarnya Nabi Ibrahim yang menurutnya sama seperti kasusnya Nabi
Muhammad yang lolos dari kejaran Kafir Quraisy. Ia berusaha memadukannya
dengan hukum sebab-akibat. Jika dilihat dari model penafsirannya, pertama ia
20
M. Syukri Ismail, “Rasionalisasi Tafsir Ayat-Ayat Mukjizat Kajian Tafsir The Holy
Qur‟an Maulana Muhammad Ali”, Jurnal Nur EL-Islam (Vol 3 No 2), h. 1. 21
Rulam Ahmadi, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h.
17-18
11
menjelaskan akar katanya dulu dan analisis semantik, lalu ia kaitkan dengan
historis dan budayanya. Maulana Muhammad Ali menggunakan sumber-sumber
yang valid, hal ini bisa dilihat dari perkataanya bahwa ia hanya percaya pada
Hadis Bukhari, namun pada kenyataanya ia juga mengambil kutub al-tis‟ah juga
dan sumber-sumber yang sesuai dengan fakta sejarah dan logis tentunya.
Sedangkan data sekundernya berupa buku seperti al-I‟Jās al-Ilmi fi Sunnah al-
Nabawiyyah karya Dr. Zaghlul al-Najjar, kamus, tesis skripsi, jurnal yang
membahas terkait materi ini.
Kemudian data-data tersebut penulis analisis-deskriptif sehingga bisa
menjelaskan apa yang dimaksud oleh Maulana Muhammad Ali. Setelah itu
penulis mencari kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam penafsirannya
Maulana Muhammad Ali dan mengkritik pendapatnya.
H. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skirpsi ini yang menjadi pokok pembahasan adalah tiga
bab yang masing-masing mempunyai sub-sub sebagaimana yang akan dijelaskan
di bawah ini:
Bab I berisikan tentang latar belakang, pembatasan masalah dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian
dan sistematika penulisan. Pada bab I isinya merupakan pandangan umum dari isi
skripsi ini.
Bab II berisikan tentang gambaran umum mukjizat, mukjizat dalam
perspektif Syi‟ah, Ahlussunnah dan Ahmadiyah, pandangan ulama dan
cendekiawan tentang mukjizat. Karena pembahasan mukjizat menyangkut aliran
Islam tertentu yaitu Ahmadiyah, maka penulis membandingkan dengan aliran
yang lainnya. Penulis juga menyinggung perdebatan seputar mukjizat. Pada bab II
ini merupakan landasan teori.
Bab III berisikan tentang biografi Maulana Muhammad Ali, pemikirannya
dan pandangannya terhadap mukjizat para nabi. Dalam bab ini menjelaskan
tentang latar belakang tokoh yang akan dikaji, sehingga bisa memetakan
pembahasan atau pemikiran yang akan dibahas. Dalam bab ini penulis
12
mengumpulkan ayat yang terkait dengan kata mukjizat dalam penafsirannya
Maulana Muhammad Ali dan mengumpulkan ayat-ayat yang terkait dengan
mukjizat para nabi, kemudian diterjemahkan dengan versi yang bahasa Inggrisnya
agar bisa dibandingkan dengan yang bahasa Indonesia.
Bab IV berisikan tentang analisis penafsiran Maulana Muhammad Ali
tentang mukjizat para nabi. dalam bab IV menjelaskan inti dari skripsi dimana
pendapat Maulana Muhammad Ali akan dijabarkan secara jelas. Bab IV
merupakan analisis data.
Bab V berisikan tentang kesimpulan akhir dan saran serta harapan untuk
penelitian kedepannya agar mengembangkan lebih dalam lagi. Dalam bab V juga
sekaligus jawaban dari pertanyaan atau masalah yang terdapat pada bab I.
13
BAB II
MUKJIZAT PARA NABI
A. Gambaran Umum Mukijizat
1. Definisi Mukjizat
Mukjizat secara bahasa merupakan derivasi dari kata أعجز (a’jaza) yang
bermakna “melemahkan” atau “menjadikan tidak mampu”. Sebagaimana
dijelaskan dalam Lisan al-’Arab; احلزم نفيض yang bermakna lawan dari teguh,
kuat.1 Adapun secara istilah, dalam Buku Ensikopedia dijelaskan bahwa mukjizat
adalah menjadikan sesuatu tidak mampu atau sesuatu yang luar biasa yang tidak
bisa dibuat hal serupa dengannya, itu secara bahasa. Secara istilah adalah sesuatu
yang luar biasa yang muncul pada seorang nabi, mendapatkan tantangan dan si
penantang tidak mampu untuk melawannya.2
Ada banyak ulama yang mendefinisikan:
a. Ibn Taimiyah (1263-1328 M) mengatakan bahwa mukjizat adalah nama atau
istilah yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang luar biasa yang
keluar dari adat kebiasaan secara umum. Para ulama mutaqaddimin seperti
Imam Ahmad bin Hanbal dan selainnya mengunakan istilah itu dengan
“ayāt”. Namun belakangan banyak dari ulama muta‟akhirin yang
membedakan kedua lafadz tersebut; mukjizat untuk para nabi dan karomah
untuk para wali, keduanya mempunyai arti yang sama yaitu suatu hal yang
luar biasa yang keluar dari adat kebiasaan.3
b. Imam al-Suyūṭiy (1445-1505 M) mengatakan:
بتتحدي، سامل عن املعارضةامر خارق للعادة، مقرون Suatu hal yang luar biasa dan berbeda dengan kebiasaan, disertai dengan
tantangan dan pasti selamat dari tantangan tersebut.4
1 Ibn Manẓūr, Lisān al-‘Arab (Kairo: Dār al-Ma‟ārif), h. 2816.
2 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, “Mukjizat,” dalam Ensiklopedi Islam, Jilid 3 (Jakarta:
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), h. 289. 3 Ibn Taimiyah, al-Mu’jizah wa Karamāt al-Auliyā’ (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
1985), h. 28. 4 al-Suyūṭiy, Mukhtasar al-Itqān Fī ‘Ulūm al-Qur’an, h. 645.
14
c. Imam Zarqāniy (1645-1710 M) mendefinisikan mukjizat merupakan sesuatu
yang melemahkan manusia yang berbeda dan mereka tidak bisa membuat
yang serupa dengan hal tersebut; sesuatu luar biasa yang keluar pada batas-
batas sebab pada umumnya. Allah menjadikan di tangan pendakwah ada
bukti kenabian yang menjadi saksi atas kebenaran pendakwah tersebut.5
d. Quraish Shihab mengambil pendapat para pakar agama Islam bahwa
mukjizat adalah suatu hal yang luar biasa yang terjadi pada orang yang
mengaku sebagai nabi, hal itu digunakan sebagai bukti atas kebenarannya,
ditantangkan kepada yang ragu untuk membuat hal yang sama dengan
mukjizat tersebut tapi mereka tidak mampu untuk melakukannya.6
Dari beberapa definisi di atas yang dikemukakan oleh para ulama klasik dan
modern bisa disimpulkan bahwa yang menjadi poin penting adalah bahwa suatu
hal yang luar biasa itu dijadikan sebagai bukti atas kebenaran seorang nabi—
karena Ibn Taimiyah membedakan istilah luar biasa yang terjadi antara nabi
dengan wali; karomah—dan lawannya tidak bisa membuat hal yang serupa,
dipastikan akan kalah.
Lafadz mukjizat yang perlu diperhatikan adalah adanya ta’ marbūṭah di
akhir lafadz tersebut. Membuat maknanya mubālaghah sehingga bermakna
superlatif. Jadi kemampuan untuk melawan sangat menonjol, artinya sangat besar
kemungkinan menangnya sehingga bukan saja melemahkan namun juga sangat
melemahkan lawan.7
2. Pembagian Mukjizat
Sa‟īd Nursīy (1877-1960 M) membagi mukjizat ke dalam beberapa bagian
yang sangat rinci. Setidaknya ada tiga tingkatan yang ditawarkan oleh Sa‟īd
Nursīy:
Pertama, pembagian mukjizat dilihat dari segi periode kehidupan
Rasulullah Saw. itu dibagi menjadi dua:
a. Hal luar biasa yang tampak setelah Rasulullah Saw. wafat sebagai
pembenaran atas kenabiannya.
5 al-Zarqāniy, Manāhil al-‘Irfān Fī ‘Ulūm al-Qur’an, h. 63.
6 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah
dan Pemberitaan Gaib, h. 23. 7 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah
dan Pemberitaan Gaib, h. 23.
15
b. Hal luar biasa yang tampak pada era saat Rasulullah Saw. masih hidup.
Kedua, hal luar biasa yang terjadi saat Rasulullah Saw. masih hidup juga
dibagi menjadi dua:
a. Sesuatu yang tampak pada kepribadian, perjalanan hidup, bentuk atau
gambar, dan kesempurnaan akhlaknya.
b. Sesuatu yang terjadi di luar dirinya; di alam semesta raya ini.
Ketiga, sesuatu hal yang luar biasa yang terjadi di luar dirinya yaitu alam
semesta, dibagi menjadi dua bagian:
1. Mukjizat yang tampak di sela-sela perjalanan dakwah Rasulullah Saw.
untuk mematahkan kerasnya hati orang-orang kafir dan menguatkan
iman orang mukmin, seperti peristiwa terbelahnya bulan, munculnya air
di antara jemari Rasulullah Saw., membuat kenyang orang banyak
dengan makanan yang sedikit, berbicara dengan hewan tumbuhan dan
batu, dan masih banyak lagi mukjizat yang lainnya.
2. Kejadian masa depan yang sudah diberitakan oleh Rasulullah Saw. akan
terjadinya kejadian tersebut seperti peristiwa terkalahnya Kaum Romawi
oleh Islam.8
Sedangkan Imam al-Suyuṭiy membagi mukjizat secara global yaitu dua:
Pertama, Mukjizat Ḥissiyah (indrawi). Kedua, Mukjizat Aqliyah (akal/ilmu).
Namun mukjizat Ḥissiyah adalah mukjizat yang paling sering terjadi pada nabi-
nabi Bani Israil. Hal ini dikarenakan kebodohan mereka, biasanya orang yang
bodoh hanya bisa dibalas dengan kekuatan fisik sedangkan orang berilmu dengan
menggunakan akal. Makanya umat Nabi Muhammad Saw. karena kecerdasannya
maka diberi keistimewaan mendapatkan mukjizat „aqliyyah yaitu al-Qur‟an. Di
sisi lain memang syariat yang dibawa Nabi Muhammad Saw. ditakdirkan oleh
Allah agar kekal sampai Hari Kiamat.9
Dengan demikian, mukjizat-mukjizat yang terjadi sebelum Nabi
Muhammad Saw. seluruhnya berupa mukjizat material indrawi, karena selain
mukjizat itu bisa dilihat dengan mata kepada sendiri juga mukjizat tersebut
bersifat temporer, artinya hanya terjadi pada saat mukjizat tersebut diturunkan.
8 Sa‟īd Nursiy, al-Mu’jizāt al-Akhmadiyyah. Penerjemah Ikhsān Qāsim as-Shālihiy (Kairo,
Syirkah Suzlir Linasyr, 2004), h. 15-16. 9 al-Suyuṭiy, Mukhtasar Al-Itqān Fī ‘Ulūm al-Qur’an, h. 645.
16
Jadi umat-umat setelahnya tidak bisa melihat mukjizat tersebut secara langsung,
meskipun dalam hal ini al-Qur‟an menceritakan mukjizat-mukjizat para nabi
sebelum Nabi Muhammad Saw. Seperti peristiwa banjir bandang dan perahu
besar hanya bisa dilihat dirasakan oleh umat Nabi Nuh As. Begitu juga
terbakarnya Nabi Ibrahim As, Nabi Isa menghidupkan orang yang sudah
meninggal, dan mukjizat nabi-nabi yang lain. Hal ini di karenakan para nabi
sebelum Nabi Muhammad Saw. hanya diutus untuk umatnya sendiri, tidak untuk
umat-umat setelahnya. Sedangkan mukjizat „aqliyyah yang dimiliki oleh Nabi
Muhammad bisa dilihat oleh generasi setelahnya karena memang Nabi
Muhammad Saw. tidak diutus untuk satu kaum, melainkan seluruh alam.10
3. Syarat-Syarat Mukjizat
Jika melihat definisi yang di atas, maka benar seperti yang diungkapkan
oleh Ḥasan Ḍiyā‟ al-Dīn „Atar bahwa mukjizat mempunyai setidaknya ada tujuh
syarat yang harus dipenuhi agar bisa dikatakan sesuatu itu menjadi mukjizat:
1. Mukjizat itu diberikan oleh Allah karena reward (injāz) dari Allah Swt.
Maka seseorang tidak bisa membuat mukjizat yang sama dengan gaya
tangan Rasulullah Saw., karena itu pemberian dari Allah. Imam al-Rāzi
mengatakan tentang mukjizat bahwa ia termasuk „sesuatu‟ yang
mengandung unsur ucapan seperti al-Qur‟an, mengandung unsur
pekerjaan seperti keluarnya air di antara jemari, dan juga mengandung
unsur meninggalkan (tidak melakukan) seperti tidak terbakarnya Nabi
Ibrahim As.
2. Sesuatu itu harus membongkar kemapanan adat (kebiasaan), sesuatu
yang terjadi di luar kebiasaan. Maka mukjizat itu tidak ada hubungannya
dengan sebab akibat, karena pasti sesuatu itu yang sudah umum terjadi
di alam semesta.
3. Syarat yang paling penting adalah bahwa mukjizat itu tidak bisa
ditantang oleh penantangnya, artinya si penantang tersebut tidak bisa
membuat hal yang serupa mukjizat tersebut, karena itulah hakikat i’jāz
(melemahkan).
10
M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah
dan Pemberitaan Gaib, h. 36.
17
4. Kemudian mukjizat tersebut dimunculkan oleh orang yang mengaku
sebagai Nabi
5. Dalam memunculkan mukjizat tersebut harus sesuai dengan yang
diminta atau yang dituntut. Misalkan seorang nabi berkata: “mukjizatku
adalah menghidupkan orang mati”. Kemudian yang keluar adalah
mukjizat selain itu maka hal ini tidak bisa menunjukkan kebenarannya.
6. Sesuatu yang luar biasa itu tidak boleh menunjukan kebohongan
mukjizat itu sendiri. Misalkan membuat seekor kadal bisa berbicara
namun si kadal tersebut mengatakan bahwa dia (nabi) berbohong.
7. Sesuatu yang luar biasa itu tidak boleh muncul terlebih dahulu sebelum
mengaku sebagai nabi, melainkan harus berbarengan. Maka tidak
mungkin memunculkan dalil kebenaran sebelum mengaku sebagai
nabi.11
4. Mukjizat Menurut Aliran Islam yang Lain
a. Mukjizat Menurut Syi’ah
Mazhab politik pertama dalam Islam adalah Syi‟ah, mereka lahir pada akhir
masa pemerintahan Usman kemudian tumbuh subur pada masa Ali. Mereka
mengagumi sahabat Ali dimulai dari kekuatan beragamanya, bakat-bakatnya
sampai ilmunya. Oleh karena itu propagandis Syi‟ah menyebarkan pemikiran-
pemikirannya tentang sahabat Ali. Di antara mereka ada yang lurus dan juga ada
yang menyimpang. Kecintaan mereka bertambah ketika ahlul bait yang menjadi
keturunan Ali sekaligus menjadi keturunan Rasulullah Saw. mendapat penindasan
pada masa Bani Umayyah. Perbedaan antara golongan ektrem dengan golongan
yang moderat adalah mereka yang moderat tetap mengagumi sahabat Ali tapi
tidak sampai mengkafirkan golongan yang lain.12
Syi‟ah memberikan batas perbedaan antara mukjizat dengan perbuatan luar
biasa lainnnya. Pertama, tidak dapat diajarkan. Orang yang mempraktikkan
mukjizat akan melakukannya tanpa latihan terlebih dahulu, sedangkan perbuatan
luar biasa lainnya merupakan hasil dari praktik dan intruksi metodis. Seperti
11
Ḥasan Ḍiyā‟ al-Dīn „Atar, Al-Mu’jizah Al-Khālidah (Beirut: Dār al-Basyā‟ir al-
Islamiyyah, 1994), h. 21-22. 12
Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan ’Aqidah dalam Islam. Penerjemah
Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2011), h. 34-35.
18
contoh Nabi Musa A.s. yang melemparkan tongkatnya kemudian menjadi ular,
kemudian Allah menyuruh Nabi Musa A.s. untuk mengeluarkan tangannya dari
dada lalu terpancarlah sinar dari tangannya beliau sehingga menyilaukan siapapun
yang melihatnya. Kedua, tidak dapat ditangkal. Hal ini di karenakan mukjizat
murni dari Allah sehingga tidak ada yang bisa menandinginya karena Allah
mempunyai kekuatan yang tak terbatas. Sedangkan sihir, tenung serta praktik-
praktik klenik lainnya masih dapat ditangkal karena itu merupakan perbuatan
manusia. Ketiga, tidak terbatas. Mukjizat para Nabi tidak terbatas dengan satu
atau dua jenis mukjizat saja. Seperti halnya tongkat Nabi musa yang bisa
digunakan untuk membelah laut, melawan para penyihir dengan merubahnya
menjadi ular dan memunculkan mata air dari tanah. Keempat, spiritualitas.
Perbedaan ini sangatlah mencolok karena para penyihir tidak mempunyai
spiritualitas sehingga tidak bisa dikategorikan sebagai mukjizat.13
b. Mukjizat menurut Ahlussunnah
Muhammad Tolhah Hasan mengutip definisi ahlussunnah dalam kitab al-
Mausū’ah al-’Arabiyyah al-Muyāsarah bahwa ahlussunnah adalah mereka yang
konsisten mengikuti jejak Nabi Muhammad Saw. Mereka mempunyai pandangan
agama baik yang ‟uṣūl maupun yang furū„ sebagai bandingan dari kelompok
Syi‟ah. Di antara mereka ada yang disebut “Salaf” yang dimulai dari periode tiga
generasi muslim pertama, dan ada yang disebut sebagai “Khalaf”, yaitu generasi
yang datang setelahnya. Di antara mereka juga ada yang ketat dalam membatasi
akal dan juga ada yang toleran terhadapnya. Ada juga yang bersikap reformatif
(mujaddidūn) dan juga konservatif (muḥāfiẓūn). Golongan ini adalah golongan
mayoritas muslim.
Melihat ragam jenis dan karakter golongan Ahlussunah dalam hal ini Dr.
Jalal M. Musa mengatakan bahwa banyak kelompok-kelompok Islam yang
berebut klaim atas golongan ini. Kemudian label “wal-Jama‟ah” di akhir kalimat
menurut Abul Muḍaffar al-Isfarayini adalah karena golongan ini mengambil
“Ijma‟” dan “Qiyas” sebagai dasar hukum selain al-Qur‟an dan hadis.14
13
Ja‟far Subhani, Syi’ah Ajaran dan Praktiknya. Penerjemah Reza Shah-Kazemi (Jakarta:
Nur Al-Huda, 2012), h. 108-110. 14
Muhammad Tholhah Hasan, Ahlussunnah wal Jama’ah Dalam Persepsi dan Tradisi
NU (Jakarta: Lantabora Press, 2005), h. 3-4.
19
Sedangkan definisi yang ditawarkan oleh Sirodjuddin Abbas sedikit berbeda
dengan definisi di atas. Arti dari Ahlussunah adalah penganut sunnah nabi dan arti
wal Jama‟ah adalah penganut i‟tiqad sebagai i‟tiqad jama‟ah sahabat-sahabat nabi.
jadi definisi utuhnya adalah kaum yang mengikuti i‟tiqad yang dianut oleh Nabi
Muhammad Saw. dan sahabat-sahabatnya.
I‟tiqad Nabi Muhammad Saw. dan para sahabat-sahabatnya sudah
termaktub dalam al-Qur‟an dan hadis, namun masih terpencar dan tersebar di
beberapa tempat. Kemudian lahirlah ulama besar Ushuluddin yang berusaha
mengumpulkan dan merapikan i‟tiqad-i‟tiqad itu semua, dialah Syaikh Abu Hasan
‟Ali al-Asy‟ari yang lahir di Basrah tahun 260 H dan wafat ditempat yang sama
pada tahun 324 H. Oleh karena itu ada orang yang menamakan kelompok
Ahlussunnah wal Jama‟ah dengan kaum Asya‟irah yang merupakan jama‟ dari
Asy‟ari yang dikaitkan kepada Imam Abu Hasan al-Asy‟ari.
Di dalam kitab-kitab ushuluddin juga sering ditemukan istilah “Sunni” yang
merupakan kependekan dari Ahlussunnah wal Jama‟ah, dan orang-orangnya
dinamakan “Sunniyun”.
Dalam kitab Ittiḥāf Sādāt al-Muttaqīn yang merupakan syarah dari kitab
Iḥyā’ Ulumuddin karangan al-Ghazali, dalam kitab tersebut disebutkan:
ة فاملراد بو األشاعرة واملاتريديةإذا أطلق أىل السن
“Apabila disebut kaum Ahlussunnah wal Jama‟ah, maka maksudnya adalah
orang-orang yang mengikut rumusan (paham) Asy‟ari dan paham Maturidi”
Maturidi adalah mereka yang mengikuti Imam Abu Mansur al-Maturidi,
seorang ulama ushuluddin juga yang paham i‟tiqadnya hampir sama dengan Abu
Hasan Asy‟ari. Beliau wafat di sebuah desa bernama Maturidi Samarqand di Asia
Tengah pada tahun 333 H.15
Ahlussunnah wal Jama‟ah meyakini bahwa semua peristiwa dan kejadian
yang ada di dunia ini merupakan Kehendak dan Kekuasaan Allah. Namun
berjalannya peristiwa-peristiwa tersebut ada yang secara konvensional, yang biasa
berjalan sesuai dengan “Sunnatullah”, diamana berlaku kapan saja dan dimana
saja. Ada juga yang berlaku inkonvensional (tidak biasa/luar biasa) yang
15
Siradjuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah (Jakarta: Pustaka Tarbiyah Baru,
2008), h. 2-3.
20
menyimpang dari kebiasaan (khawāriq al-’Adāh) berdasarkan dekrit Allah, atau
bisa juga disebut dengan “Amrullah”. Seperti contoh api yang mempunyai sifat
asal panas dan membakar kemudian bisa menjadi dingin ketika Nabi Ibrahim
dibakar oleh Raja Namrud. Hal itu karena dekrit Allah.
Pada peristiwa tersebut berlangsung yang berlaku adalah “Amrullah” bukan
“Sunnatullah”. Sifat api yang tadinya panas kemudian berubah menjadi dingin,
hal ini tentu saja tidak bisa berlaku kepada kejadian yang lain, hanya kejadian
tertentu yang dikehendaki oleh Allah karena ada tujuan-tujuan khusus seperti
untuk menunjukan kebenaran ajaran yang dibawa oleh Nabi Ibrahim A.s.16
Syaikh Ḥāfiẓ bin Aḥmad al-Hakami memberikan keterangan mukjizat
menurut Ahlussunnah bahwa mukjizat adalah hal yang luar biasa yang mengiringi
adanya penentangan dalam membawa risalah, dan tidak bisa dikalahkan. Mukjizat
ada yang bersifat kongkrit, artinya bisa diraba oleh pancaindra seperti keluarnya
seekor unta dari batu besar, tongkat berubah menjadi ular. Ada juga yang bersifat
abstrak, sehingga hanya bisa dirasakan hanya dengan hati nurani, seperti al-
Qur‟an.17
Dengan melihat berbagai bentuk mukjizat nabi pada zaman dahulu dan
mukjizat yang terjadi pada penutup para nabi dapat disimpulkan bahwa mukjizat
itu dipilih sesuai dengan kondisi kaum dimana seorang rasul tersebut diutus,
jenisnya juga disesuaikan dengan perkara yang paling masyhur pada zaman
mereka. Hal ini bertujuan agar pemahaman yang dibawa oleh suatu nabi sesuai
dengan tingkat pemikiran setiap umatnya.18
B. Perdebatan Seputar Mukjizat
Tejadi perbedaan di antara ulama tentang penetapan mukjizat sebagai bukti
kenabian. Para ulama Sunni menjadikan mukjizat sebagai level teratas dalam
membuktikan kebenaran kenabian. Seperti halnya ungkapan Abul Hasan Asy‟ari
yang menyatakan bahwa pembuktian kenabian Nabi Muhammad Saw. sudah jelas
di dalam al-Qur‟an. Abdul Malik Juwaini, Imam Haramain juga menyatakan
16
Muhammad Tholhah Hasan, Ahlussunnah wal Jama’ah Dalam Persepsi dan Tradisi
NU, h. 49-50. 17
Syaikh Ḥāfiẓ bin Aḥmad al-Hakami, Akidah Golongan Selamat. Penerjemah Amin
Ulwi (Jakarta: Pustaka Imam Bonjol, 2015), h. 141. 18
Ali Muhammad al-Ṣallabi, Iman Kepada Rasul. Penerjemah M. Fakih (Jakarta: Ummul
Qura, 2015), h. 450.
21
bahwa argumen kebenaran atas Nabi kita adalah mukjizat. Imam Fakhr al-Dīn Al-
Rāzī juga mengakui jika mukjizat merupakan sesuatu yang sangat penting yang
digunakan para teolog untuk membuktikan kenabian. Namun jika melihat dari
banyaknya karya tulisnya, Muhammad Baqiri Saidi Rousyan menyimpulkan
bahwa jalan manusia mencari kesempurnaan dan pengobatan seorang Nabi lebih
unggul dari pada mukjizat itu sendiri. Nabi adalah seorang dokter ruh, karena
dengan segala ajarannya ia mengobati batin manusia. Jalan “ilmu” ini lebih baik
daripada jalan mukjiazat yang bersifat inniy (sebab-akibat) dan mampu
menghilangkan keraguan kepada kenabian.19
Berbeda denngan para kalangan ulama teolog muktazilah biasanya
menempatkan posisi ajaran hidup nabi, pola hidup nabi dan moralitasnya sebagai
argumen yang paling kuat dalam membuktikan kenabian suatu nabi, kemudian
baru meletakkan mukjizat pada urutan kedua setelah itu. Seperti halnya pendapat
Qāḍii Abdul Jabbar Muktazili yang menyatakan bahwa mukjizat bisa dijadikan
bukti atas kebenaran klaim kenabian, namun kemudian ia merevisinya dan
mengatakan lagi bahwa para guru kami tidak berpegangan kepada mukjizat yang
dipastikan validitasnya setelah dipastikan kenabian beliau, adanya mukjizat
tersebut sebagai bukti validitas kenabian. Lalu bagaimana mungkin mukjizat
menjadi klaim kenabian setelah kenabian itu sendiri terbukti. Maka yang menjadi
klaim atas kebenaran kenabian adalah bukan mukjizat melainkan nabi (pola
hidup, moral, kehidupan) itu sendiri. Jadi dengan ini, mereka hanya memandang
mukjizat sebagai penegasan dan pemantapan bagi jiwa saja.20
Kemudian Rasyīd Riḍā tidak mengakui mukjizat selain mukjizat terbesar,
yaitu al-Qur‟an.21
Hal ini dikarenakan Ia berpendapat demikian berdasarkan ayat
al-Qur‟an yang menjelaskan pemintaan kaum musyrikin agar memperlihatkan
mukjizat (indrawi). Namun hal itu tidak diperkenankan oleh Allah dan menyuruh
Nabi Muhammad Saw. untuk menjawab: “Mahasuci Tuhanku, bukankah aku
19
Muhammad Baqir Saidi Rausyan, Menguak Tabir Mukjizat Membongkar Peristiwa Luar
Biasa Secara Ilmiah. Penerjemah Ammar Fauzi Heryadi (Jakarta: Sadra Press, 2012), h. 122-123 20
Muhammad Baqir Saidi Rausyan, Menguak Tabir Mukjizat Membongkar Peristiwa Luar
Biasa Secara Ilmiah. Penerjemah Ammar Fauzi Heryadi, h. 122. 21
Abd al-Qādīr Muḥammad Ṣāliḥ, Tafsīr wa al-Mufassirūn fī al’Aṣr al-Ḥadīth (Beirut: Dār
al-Ma‟rifah, 2003), h. 323.
22
hanya manusia biasa yang manjadi Rasul?”.22
Rasyīd Riḍā menafsirkan ayat
tersebut bahwa permintaan orang-orang musyrik tersebut tidak dikabulkan oleh
Allah, karena melihat pada nabi-nabi terdahulu ketika kaumnya meminta hal yang
sama (mukjizat indrawi) dikabulkan oleh Allah namun mereka tetap saja ingkar
dan akhirnya dibinasakan. Karena Allah tidak menginginkan hal yang sama
terjadi pada umat Nabi Muhammad Saw. akhirnya permintaan dengan model
tersebut tidak diperkenankan.23
Jika ia menemukan di dalam hadis tentang
mukjizat maka ia akan menolaknya dan menakwilkannya agar sesuai dengan
pendapatnya.
Ia menolak hadis-hadis yang menerangkan adanya mukjizat selain al-
Qur‟ān, atau ia akan mencoba untuk mentakwilkannya agar sesuai dengan
pendapatnya yang diambil dari ayat al-Qur‟an atau hadis. Dengan demikian, maka
Rasyīd Riḍā tidak mengakui sisi luar biasa yang terjadi di dalam mukjizat.24
Rasyīd Riḍā mengatakan bahwa mukjizat-mukjizat tersebut tidaklah
digunakan untuk membuktikan kebenaran ajaran yang dibawanya, dan juga tidak
diajarkan kepada mereka. Adapun yang menjadi bukti akan kebenaran ajaran yang
dibawa Nabi Muhammad Saw. adalah al-Qur‟an itu sendiri. Selain kandungannya
yang mengandung mukjizat, juga umat Nabi Muhammad Saw. telah mengalami
perkembangan akal dan kebebasan berpikir, sehingga tidak akan tunduk terhadap
orang yang mengeluarkan sesuatu yang aneh, ajaib dan ghaib, malah menurut
Rasyīd Riḍā dianggap tidak sempurna kemajuan akal manusia kalau masih
percaya dengan hal-hal tersebut.
Kemudian nasib mukjizat kauniyah adalah bukan untuk membuktikan
kebenaran risalah yang dibawa oleh nabi, melainkan hanya berfungsi sebagai
rahmat dan pertolongan Allah kapada umatnya Nabi Muhammad Saw. di saat
dalam situasi yang genting dan bahaya. Seperti ketika Perang Badar dan Perang
Ahzab.
22
Lihat al-Isrā‟ ayat 93:
رف من ت يكون لك ب ي أو قى أو زخ من لرقيك ح ف ت ر نا كت ٱلسماء ولن ن ؤ رؤه اب ت ت ن زل علي حان ن ق رب ۥ قل سب
٩٣ ل رسو ار ىل كنت إل بش 23
M. Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Qur’an: Studi Kritis atas Tafsir al-Manār (Jakarta:
Penerbit Lentera Hati, 2006), h. 99. 24
Abd al-Qādīr Muḥammad Ṣāliḥ, Tafsīr wa al-Mufassirūn fī al’Aṣr al-Ḥadīth, h. 323.
23
Salah satu mukjizat kauniyah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw.
adalah menyembuhkan orang yang buta, memberi makan dan minum banyak
orang dengan makanan yang sedikit, saat Perang Badar dimana Allah telah
memaksa awan yang berada di atas kaum muslimin untuk menurunkan hujan,
kemudian turunlah hujan deras sampai kaum muslimin harus mengkokohkan
kakinya ke tanah dengan kuat, karena pasirnya menjadi licin akibat banyaknya air
yang mengalir. Begitu juga yang terjadi saat Perang Tabuk dimana pada saat itu
matahari begitu terik sedangkan kaum muslimin telah habis persediaan minum
dan sebagainya, sehingga mereka terpaksa menyembelih unta mereka dan
mengeluarkan kotoran dari perut besarnya, kemudian memeras untuk mengambil
airnya hanya sekedar untuk membasahi lidah mereka. Pada saat itu Abu Bakar
R.a. meminta Nabi Muhammad Saw. untuk berdoa kepada Allah. Seketika itu
Nabi langsung mengangkat tangannya, sebelum tangannya turun seketika itu
langsung turun hujan lebat, sampai wadah-wadah air yang ada di unta mereka
terisi penuh oleh air hujan tersebut.25
25
Muḥammad Rasyīd Riḍā, Wahyu Illahi Kepada Muhammad. Penerjemah Josef C.D, h.
145-146.
24
BAB III
MAULANA MUHAMMAD ALI DAN CORAK PEMIKIRANNYA
A. Biografi Maulana Muhammad Ali
Maulana Muhammad Ali lahir pada 1295 H/1878 M1 di Negara Bagian
Rumpur (Uttas Pradesa), India. Darah bagsawan mengalir dalam dirinya. Ayahya,
Abdul Ali Khan yang meninggal dunia ketika Maulana Muhammad Ali berumur
satu tahun.2 Namun dalam bukunya Jamil Ahmad dijelaskan bahwa ayahnya
meninggalkannya ketika berumur dua tahun.3 Ayahnya meninggalkan tiga putra,
Zulfikar, Shaukat, dan Muhammad. Ibunya, Abadi Bano merupakan seorang
wanita yang cerdas, ia mengirimkan putra-putranya ke Barliellg dan Aligarh
untuk mendapatkan pendidikan yang baik. Kedua putranya, Shaukat dan
Muhammad mendapatkan posisi yang berbeda di Universitas Aligarh, jika
Shaukat digemari karena keahliannya dalam permainan cricket,4 maka
Muhammad disukai oleh kalangan sastrawan.5
Menurut S. Muhammad Tufail, Maulana Muhammad Ali ini orang yang
sangat cerdas. Terbukti sebelum genap umur lima tahun ia sudah masuk sekolah
dasar. Setelah tamat dari pendidikan menengahnya pada tahun 1890, ia masuk
Goverment College Lahore dan ditempuhnya dalam waktu lima tahun. Lulus
Fakultas Sastra (Faculty of Arts) pada 1892, Bachelor of Arts (B.A.) pada 1894,
dan Master of Arts (M.A.) pada 1895. Tidak hanya belajar di situ, ia juga
mengambil jurusan Matematika dan Hukum. Sejak tahun 1894, dalam usia yang
relatif muda, umur 19 tahun sambil menyelesaikan progam M.A. di Goverment
1 Jika melihat dalam website ahmadiyya.org Maulana Muhammad Ali dilahirkan pada 1874
M. “Brief Life”, artikel ini diakses pada 11 Apr. 18 dari http://ahmadiyya.org/m-ali/contents.htm. 2 Ahmad Rofi‟ Usmani, Ensiklopedia Tokoh Muslim (Bandung: Mizan, 2015), h. 431.
3 Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, penerjemah Pustaka Firdaus (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1994), h. 279. 4 Kriket bukanlah olahraga yang cukup dikenal di dunia luar, hanya dikenal di tiga negara
saja; Inggris, India dan Pakistan. Olahraga ini berasal dari olahraga lama yang disebut Stooball.
Pada abad tujuh belas olahraga ini diadopsi oleh bangsawan Inggris dan berkembang sampai
sekarang. Permainnya lebih mirip baseball dan pemainnya terdiri dari sebelas orang. “Sejarah
Kriket”, artikel ini diakses pada 11 Apr. 18 dari https://sportsregras.com/id/semua-kriket-sejarah-
aturan/ 5 Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 279.
25
College, Maulana Muhammad Ali menjadi dosen dalam bidang Matematika di
Islamia College Lahore.6
Banyak kegiatan yang dilakukan oleh Maulana Muhammad Ali ketika di
universitas. Ia pernah manjadi aktivis ekstra-kurikulum, dia juga menjadi orator,
penyair dan penulis. Ia orang yang cerdas sehingga cepat menyelesaikan
pendidikannya, terbukti pada tahun 1896 ia berhasilkan lulus B.A dalam usia yang
relatif mmuda, 18 tahun, bahkan mendapatkan nilai terbaik di Universitas
Allahabad. Tidak hanya itu, ia juga ditakuti oleh para staf Eropa karena ia berani
mengekspos kecongkakan yang dilakukan oleh para anggota staf Eropa tersebut.
Ia juga berani mengkritik mereka secara terang-terangan. Pandangannya yang
bebas sering ia perdebatkan di ruang kuliah, baik itu tentang isu nasional maupun
internasional, hal itu sangat mempermalukan para profresor Eropa. Berdasarkan
laporan temannya, Sajjar Haidar rektor Universitas berbangsa Eropa itu senang
ketika mengetahui Maulana Muhammad Ali pergi ke Inggris dan tidak lagi belajar
di Aligarh.7
Setelah meyelesaikan pendidikannya di Aligarh Muslim University pada
tahun 1314 H/1896 M ia melanjutkan di Lincoln College dan ia berhasil
menyelesaikan masa studinya selama empat tahun dan mendapatkan gelar B.A.-
nya dalam sejarah modern. Ia juga sangat menonjol di Universitas Cambridge
ketika menjadi presiden pertama Majlis India. Untungnya ia tidak dipilih untuk
masuk dinas pemerintahan sipil yang waktu itu hanya beberapa orang yang
mendapatkan hak istimewa yang bisa mendapatkannya. Andai kata ia bisa dipilih
maka India akan kehilangan orang yang sangat berharga dalam sejarah modern
India.8
Usai meyelesaikan pendidikan tinggi di Cambridge pada tahun 1318 H/1900
M, ia diangkat menjadi kepala pendidikan Negara Bagian Rumpur.9 Namun ia
melepas jabatan tersebut karena ia memaksa ingin mereformasi pendidikan yang
6 Ahmadiyah.org, “Maulana Muhammad Ali”, artikel ini diakses pada 17 April 2018 dari
http://ahmadiyah.org/maulana-muhammad-ali/ 7 Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 279.
8 Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 279-280.
9 Ahmad Rofi‟ Usmani, Ensiklopedia Tokoh Muslim, h. 431.
26
ada di negara bagian itu, ia pun bentrok dengan para penjabat yang pangkatnya
lebih tinggi.10
Kemudian ia bergabung pada dinas sipil dan mengabdi di Negara Bagian
Baroda selama tujuh tahun, reformasi-reformasi yang ia terapkan masih dikenang
sampai sekarang. Selama hidup di Baroda ia sering menyumbangkan artikelnya
kepada The Times of India. Salah satu artikelnya yang berjudul Pemikiran
Tentang Perasaan Tidak Puas Masa Kini sangat diapresiasi. Pemikirannya yang
dinamis dan penuh dengan intelektual yang tinggi ternyata bisa tetap tegar
menerima pembatasan-pembatasan yang diadakan oleh pemerintah sipil.
Masyarakat India pada waktu itu dengan kondisinya yang miskin dan sangat
memprihatinkan ditambah juga penindasan yang dilakukan oleh kekuasaan asing
telah membangunkan tempramennya yang memang sering keluar kendali, ia
meninggalkan jabatannya lagi dan pergi ke Calcutta untuk menulis berkala pada
Week by Comrade yang terjadi pada 1 Januari 1911. Jiwa sosialisnya sangat
tinggi, ia membela kepentingan rakyat melalui media pers terbukti ketika ia
ditawarkan untuk menjadi perdana menteri di sebuah negara bagian India, tapi ia
dengan tegas menolak tawaran tersebut sebelum majalahnya terbit.11
Dalam tajuk rencana pertama Comrade, 1 Januari 1911, ia telah
membeberkan garis politik majalahnya: “Kita semua adalah partisan tidak untuk
sesuatu golongan, kita kawan bagi semua orang, yang secara mendalam
merasakan banyaknya resiko yang melekat pada ras-ras yang saling berbeda, di
antara keyakinan yang satu dengan keyakinan yang lain, dan permasalahannya
akan terus-menerus meningkat. Dengan sungguh-sungguh kita menginginkan
saling pengertian yang lebih baik di antara berbagai unsur politik yang baku saing
di bumi India ini.”
Selain pandai menulis ia juga merupakan sastrawan yang ideal, memiliki
integritas profesionalisme yang tinggi yang menjadi mercusuar bagi generasi
setelahnya. Majalahnya berdiri di garis paling depan dalam menentang eksploitasi
dan penindasan pemerintah asing. Ialah orang pertama yang paling lantang
10
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 280. 11
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 280.
27
menentang peraturan pers yang despotik. Dalam membela kepentingan rakyat
tidak tanggung-tanggung, ia lakukan secara tuntas lewat Comrade-nya yang
memiliki gaya bahasa sendiri, telah menunjukkan contoh jurnaslisme merdeka.
Media ini berperan vital dalam pembentukan pandangan politik India modern.
Majalah Comrade pernah dibawa oleh bekas pegawai India berkebangsaan Inggris
karena pandangannya yang ditulis secara jujur dan menggunakan Bahasa Inggris
yang bagus.12
Memang pers bisa menjadi senjata yang sangat mematikan, seperti yang
disampaikan oleh Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo “Sekarang, bukan TNI,
bersatu atau hancurnya bangsa ini bergantung pers”. Ia menitipkan nasib bangsa
Indonesia kepada para pejuang pers karena memang pers mempunyai posisi yang
sangat penting seperti yang dilakukan oleh Maulana Muhammad Ali.13
Seperti yang disampaikan oleh Dr. Thomas mengutip Mcnair dalam
bukunya An Introduction to Political Communication, bahwa media mempunyai
lima fungsi utama dalam suatu masyarakat demokrasi yang ideal:
1. Menyampaikan warga akan hal-hal yang sedang terjadi di sekitar
mereka. Dikenal juga dengan istilah fungsi media sebagai
surveilance atau monitoring.
2. Mengedukasi masyarakat mengenai arti dan betapa pentingnya
fakta-fakta.
3. Menyediakan suatu “panggung” untuk pidato politik publik dan
memfasilitasi pembentukan dari opini publik, menyalurkan opini
tersebut kembali kepada publi ketika opini tersebut muncul.
4. Memberikan publisitas kepada institusi-institusi pemerintahan dan
politik.
5. Menjadi sarana untuk berperan sebagai advokat untuk
memengaruhi massa dengan sudut pandang dan opini publik.14
Terlihat sangat jelas pada poin nomer lima, bahwa media bisa membela dan
menggiring opini masyarakat. Untuk membakar semangat masyrakat India dan
bangkit dari ketertindasan Maulana Muhammad Ali melakukannya lewat media.
12
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 280. 13
“Panglima TNI:Selamat Berjuang Insan Pers” , artikel ini diakses pada 12 April 2018
dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/02/08/ol26du365-panglima-tni-selamat-
berjuang-insan-pers. 14
Thomas Tokan Pureklolon, Komunikasi Politik Mempertahankan Integritas Akademisi,
Politikus, dan Negarawan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama anggota Ikapi, 2016), h. 142.
28
Hal ini senada dengan Pahlawan Nasional Indonesia, Ki Hajar Dewantara
(1889-1959 M) yang menggeluti dunia jurnalisme dan menulis di beberapa surah
kabar dan majalah pada waktu itu: Soedoitomo, Midden Java, De Expres,
Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Hampir semua
tulisannya mengkritik sosial-politik para penjajah. Ciri khas tulisannya halus,
komunikatif, mengena tetapi keras.15
Pada tahun 1912, kantor pusat Majalah Comrade dipindahkan ke Delhi
mengikuti perpindahan ibukota India dari Calcutta ke Delhi. Majalah ini bersama
majalah lainnya seperti al-Hilal di Azadar dan Zaminder di Lahore mempunyai
peran yang sangat signifikan dalam mempengaruhi umat muslim pada waktu itu.
Lalu pada Tahun berikutnya Maulana Muhammad Ali mendirikan Harian
Hamdard yang berbahasa urdu di Delhi. Dalam bukunya otobiografinya yang
berjudul My life, a fragment, ia menjelaskan bahwa dirinya terjun ke dunia
jurnalistik tidak lain dan tidak bukan adalah untuk membela masyarakat, satu-
satunya cara untuk membantu mereka adalah dengan keterlibatannya dalam
politik.16
Pada tahun 1914 Maulana Muhammad Ali menulis sebuah tajuk
rencananya: Selamatkan Bangsa-bangsa Turki!. Sementara keamanan pemerintah
Indah terancam, Maulana Muhammad Ali dan teman-temannya dicap sebagai
orang-orang yang berbahaya oleh penguasa dan beberapa kali nasib nyawanya dan
teman-temannya terancam.17
Maulana Muhammad Ali berperan penting dalam memperjuangkan
kemerdekaan bangsa India. Di bawah kepemimpinannya yang dinamis kaum
muslim India tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan tegar. Sebagai seorang yang
anti-imperialis kepeminpinannya mendominasi selama perempat bagian pertama
abad ini.
15
Suhartono Wiryopranoto, dkk., Perjuangan Ki Hajar Dewantara dari Politik ke
Pendidikan (Jakarta: Meseum Kebangkitan Nasional Direktorat jenderal Kebudayaan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2017), h. 10. 16
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 280. 17
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 281.
29
Pada tahun 1906, ia bersama empat orang lainnya; Mohsimul Mulk,
Wiqaaril Mulk, Nawab Samiallah dan Agha Khan dari Dacca mendirikan Liga
Muslim India. Mereka menganjurkan Maulana Muhammad Ali untuk menulis
Buku Hijau yang berisi laporan musyawarah pembentukan liga tersebut.
Maulana Muhammad Ali menikah dengan Fatima pada tahun 1901, namun
tujuh tahun kemudian pada tahun 1908 istrinya meninggal dunia. Kemudian atas
dorongan Maulana Nuruddin ia menikah lagi dengan putri Dr. Basharat Ahmad
yang bernama Mehrun Nisa pada 29 April 1910. Pernikahannya hanya dihadiri
dua orang temannya. Ia membawa mempelai wanita ke Qadian. Pada kesempatan
itu ia memberikan hadiah kepada istrinya sebuah salinan al-Qur‟an yang indah
dan berwarna-warni. 18
Dari pernikahan yang pertama Maulana Muhammad Ali dikaruniai seorang
anak perempuan dan dari pernikahan yang kedua dikaruniai enam anak
perempuan dan dua putra. Putri sulungnya yang bernama Atiya meninggal dunia
padatahun 1922 karena mengidap penyakit cukup lama. Putranya yang paling
muda Hamid Farooq dikirim ke Amerika Serikat pada tahun 1948 untuk
pendidikan tinggi dan dia ada disana ketika Maulana Muhammad Ali
meninggal.19
Akhirnya pada tahun 1912 perang Balkan meledak. Desakan Barat yang
modern terhadap Turki membuat Turki kewalahan, sehingga memaksa Maulana
Muhammad Ali untuk memberikan bantuan kepada Turki. Ia tidak hanya
ekspetasi belaka, namun juga terbukti benar adanya. Ia langsung mengirimkan
dokter di bawah pimpinan Dr. M.A. Ansari, didampingi A.R. Saddiqi dan Shohib
Qureshi. Inilah pertama kalinya dalam sejarah India membantu sampai
pengiriman dokter ke manca negara, dan sampai sekarang masyarakat Turki
18
Muhammad Ahmad, A Mighty Striing English Translation of Mujahid al-Kabir, The
Biography of Maulana Muhammad Ali Renowned author, scholar and missionary of Islam
(Lahore: Ahmadiyya Anjuman Isha‟at Islam Lahore, 2004), h. 437. 19
Muhammad Ahmad, A Mighty Striing English Translation of Mujahid al-Kabir, The
Biography of Maulana Muhammad Ali Renowned author, scholar and missionary of Islam, h. 438.
30
berterima kasih atas bantuan itu. Dari kampanye bantuan ke Turki ini juga
menimbulkan bangkitnya Pan-Islamisme20
di India.21
Saat terjadi penembakan pada Machli Bassar di Cawnpore pada tahun 1913
membuat seluruh warga India muak, terutama Maulana Muhammad Ali. Hal ini
langsung merubah Maulana Muhammad Ali yang awalnya hanya berada di
belakang meja menjadi singa podium yang garang. Ia pergi ke Inggris didampingi
oleh Syed Wazir Hasan, sekretaris Liga Muslim untuk melakukan penyelesaian
secara terhormat atas peristiwa yang terjadi di Cawnpore. selain memberikan
ceramah, di sana ia juga aktif menulis koran dan melakukan penelitian. Tapi
sayang, usahanya sia-sia dan tidak menuai hasil yang diinginkan. Sepulang dari
India, beberapa bulannya terjadi perang dunia ke 1 pada tahun 1914. Turki
menjadi sekutu Jerman dan Maulana Muhammad Ali menghimbau pemerintah
Inggris agar memikirkan perasaan umat muslim di India.22
Bahkan Maulana Muhammad Ali pernah disekap di camp tawanan selama
kurang lebih lima tahun, dari 23 November 1915 hingga tahun 1919. Ia disekap
karena berpotensi mengancam penguasa Inggris. Ketika ia dikeluarkan pada tahun
1919 dunia sudah banyak berubah. Perang Dunia telah usai. Turki menjadi negara
diatas tanduk, karena telah melakukan perjanjian Versailles. Bahkan Llyold
George ingin menghapuskan Turki dari peta dunia.
Di tahun yang sama, 1914 terjadi perpecahan dalam organisasi Ahmadiyah.
Perpercahan tersebut terbagi menjadi dua. Pertama, Ahmadiyah Qadian yang
dipimpin oleh Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad yang ajarannya mencela ajaran
lainnya dan menuduh kafir, selain itu juga berkeyakinan bahwa pintu kenabian
masih terbuka. Kedua, Ahmadiyah Lahore yang dipimpin oleh Maulana
Muhammad Ali dan Kwaja Kamaluddin yang berpendapat sebaliknya, bahwa
20
Gagasan ini muncul pertama kali di Turki sejak abad ke-18 pada masa dinasti kesultana
Usmani, memuncak pada parohan kedua abad ke-19, dan dapat dilihat juga sebagai pengembangan
pemikiran Riḍā. Para Sultan Usmani ingin menegakkan kembali kekuasan para khalifah pada
generasi Islam yang mula-mula, yakni sebagai penguasa dibidang politik maupun keagamaan.
Menurut Aqib Suminto, pengertian Pan-Islamisme secara klasik adalah penyatuan seluruh dunia
Islam di bawah satu kekuasaan politik dan agama yang dikepalai oleh seorang khalifah. (Lihat Jan
S. Aritonang, Sejarah perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, 2004), h. 129). 21
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 281. 22
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 282.
31
pintu kenabian sudah ditutup setelah Nabi Muhammad Saw. dengan ini mereka
hanya meyakini Mirza Ghulam Ahmad bukan sebagai nabi melainkan hanya
sebagai mujaddid.
Maulana Muhammad Ali mendirikan organisasi baru karena tidak setuju
dengan khalifah II, Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad yang memunculkan
ajaran baru bahwa pendiri Ahmadiyah adalah betul-betul seorang Nabi, beliaulah
Ahmad (Mirza Ghulam Ahmad) yang diramalkan dalam al-Qur‟an Surah Ash-
Shāf ayat 6, dan terkahir semua orang yang tidak berbai‟at kepada Mirza
Basyirudin Mahmud Ahmad adalah kafir dan keluar dari Islam.23
Sesuatu yang besar juga terjadi di India setelah terjadinya tragedi yang
menimpa di Jallianwala Bagh pada 1919. Hal ini bagi Maulana Muhammad Ali
sendiri adalah persitiwa yang paling bergejolak dalam hidupanya. Yaitu ketika
seluruh partai politik di India bermusyawarah di Amritsar. Ia memulai dengan
membawa gerakan khilafatnya dan merubah India dari badan konstitusional
menjadi organisasi massa yang revolusioner. Dalam kongres tersebut Maulana
Muhammad Ali juga mengajak untuk memberikan bantuan kepada bangsa Turki
yang sedang dalam kondisi krisis. Hal itu mendapatkan respon yang baik, walhasil
wanita-wanita muslim di India melepaskan perhiasaanya untuk membantu Turki.
Ia juga bekerja sama dengan Mahatma Gandhi (1869-1949 M) untuk mengubah
sikap Inggris terhadap Turki, berkat kerjasama itu hubungan Islam dengan Hindu
menjadi erat dan melahirkan berdirinya Persatuan Hindu-India pada tahun 1920-
1922.24
Maulana Muhammad Ali berkeliling hampir seluruh anak benua selama
kurang lebih satu tahun dari Oktober 1920 sampai ia ditangkap untuk diadili yaitu
tanggal 1 September 1921. Ia rela berkeliling untuk menyerukan agar umat India
bangkit dari apatis dan agar melek politik aktual. Sebenarnya, ini adalah sebuah
pekerjaan yang sangat besar bagi orang biasa, tapi Maulana Muhammad Ali
menyelesaikan dalam waktu yang relatif singkat, delapan tahun.
23
Iskandar Zulkairnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia (Yogyakarta: Lkis Yogyakarta,
2011), h. 73-74. 24
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 282.
32
Resolusi yang diajukan oleh Maulana Muhammad Ali pada tahun 1921
menuai respon yang positif ketika konferensi di Khilafat di Karachi. Isi dari
resolusi itu adalah bagi umat muslim tidak diperbolehkan untuk masuk ke tentara
Inggris dan barangsiapa yang masuk maka termasuk umat yang tidak taat
beragama. Akibatnya pengadilan Karachi menjatuhkan hukuman penjara selama
dua tahun kepada Maulana Muhammad Ali dan Shaukat Ali Husain Ahmad
Madni, serta tiga orang lainnnya. Hukuman tersebut dimulai pada tanggal Oktober
1921. Dampak dari itu adalah protesnya seluruh negeri, lebih dari itu resolusi
tersebut diumumkan di seluruh negeri India. Tak ada gading yang tak retak,
usahanya selama ini sia-sia karena ketika ia masih mendekam di penjara,
Musatafa Kamal (1881-1938 M)25
menghapus khilafat di Turki, dan di India pun
khilafat mengendur juga.26
Setelah Maulana Muhammad Ali dibebaskan dari penjara pada tahun 1923,
ia kemudian terpilih menjadi presiden Kongres Nasional India. Pada tahun itu
pula ia menyampainkan pidato yang sangat penting di Cocanada. Buah pikiran
dan kemampuan oratornya tidak ada yang bisa menandinginya dalam sejarah
A.I.C.C. ada seorang yang tiba-tiba dibebaskan dari penjara setelah pertemuan
rahasia bersama Raja Muda, yaitu Pandit Madan Mohan Malviya. Pandit bersama
Swami Gahardhamand melakukan gerakan Shudli Sanghattan yang menyebabkan
kerusuhan di seluruh India. Hal inilah yang menghancurkan hubungan
persaudaraan antara Muslim degan Hindu yang telah didirikan oleh Maulana
Muhammad Ali. Pem Gandhi terhasut oleh Malviya dan kelompoknya. Maulana
Muhammad pun sangat kecewa dan juga terpukul karena tidak bisa membawa
Gandhi kembali.27
25
Mustafa Kemal Attaturk meninggal tahun 1938. Banyak yang menganggapnya pahlawan
karena telah menyelamatkan turki dari penjajahan, ssebagian yang lain menganggapnya sebagai
tokoh pembaharu yang paling berhasil. Hampir dua abad pembaruan itu dilanjutkannya, entah
dengan paksaan atau argumentatif, yang jelas pembaruan itu dijalankan sejak hancurnya kesultana
Turki Usmani. Namun, di sisi lain banyak juga yang menghujatnya karena sikapnya kepada orang
Islam yang menyingkirkan Islam dari aspek kehidupan sehingga membuat Kemal menjadi kritikan
karena menganut sistem negara yang radikal itu. Lihat Syahrul Hidayat, Mengislamkan Negara
Sekuler, Partai Refah, Militer, dan Politik Elektoral, h. 74. 26
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 283. 27
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 283.
33
Pada tahun 1926 ia menghadiri Konferensi Muslim Sedunia (Mu‟tamar
Alam al-Islam) yang diselenggarakan oleh Sultan Ibn Saud di Makkah. Dihadapan
Sang Raja yang despotisi itu ia menyampaikan gagasan dan pemikirannya dengan
tegas dan tanpa ragu sedikit pun. Karena tragedi menyakitkan di Jallianwala Bagh
yang menyebabkan retaknya hubungan antara umat Hindu dengan Islam Maulana
Muhammad Ali beberapa kali mengadakan konferensi untuk menyatukan kembali
hubungan itu tapi gagal. Ia bersama Quaid Al-Azam dan Muhammad Ali Zinnah
membantu merumuskan Rancangan Delhi yang isinya diantaranya adalah
memisahkan Sind dan Provinsi Bombay, dan reformasi dalam tubuh N.W.F.P.
Tetapi publikasi laporan Nehru pada tahun 1928 yang menelanjangi Kongres
Nasionalis Hindu. hal itulah yang menentukan nasib Persatuan Hindu-Muslim.
Hal itu ternyata menjadi bomerang bagi Quaid Al-Azam dan Maulana
Muhammad Ali. Mereka pun mencoba untuk memodifikasi laporan itu pada
konferensi-konferensi di Calcutta namun tetap tak berujung manis, penyebabnya
adalah tidak didukung oleh pihak Hindu. Akhirnya Maulana Ali mengubah taktik
setelah 16 tahun tanpa henti berjuang demi kemerdekaan India. Ia telah
memberikan segalanya, jiwa, tenaga dan pemikirannya untuk menyatukan umat
Muslim dan Hindu tapi tidak pernah berhasil.28
Akhirnya pada tahun 1349 H/1930 H ia pergi ke Inggris, selain untuk
menghadiri konferensi Meja Bundar tentang masalah India juga untuk memeriksa
kesehatannya. Namun pada Ahad 15 Sya‟ban 1349 H/4 Januari 1931 M, penulis
atobiografi berjudul My Life, a Fragment ini wafat. Kemudian makamnya
dikebumikan tidak jauh dari Masjid Al-Aqsa atas usulan mufti Palestina saat itu.29
Beberapa bulan sebelum beliau meninggal, Perdana Menteri Pakistan, Liaquat Ali
Khan dan Ahmadiyah Gerakan Lahore membuka cabang di Markas PBB dengan
segala fasilitas yang lengkap. Namun sebelum terwujud, Maulana Muhammad Ali
sudah mennggal terlebih dahulu.30
28
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 284. 29
Ahmad Rofi‟ Usmani, Ensiklopedia Tokoh Muslim, h. 431. 30
Abdul Halim Mahally, Benarkah Ahmadiyah Sesat? Catatan Bagi Umat Islam Indonesia
dalam Menyikapi Gerakan Ahmadiyah International (Jakarta: PT. Cahaya Kirana Rajasa, 2006), h.
56-57.
34
Jika dilihat dari beberapa referensi yang penulis rujuk ada beberapa poin
yang penting. Jika melihat dari bukunya Jamil Ahmad itu sama sekali tidak
menujukkan partisipasinya terhadap Ahmadiyah padahal beliau adalah Presiden
Ahmadiyah Lahore. Penulis berasumsi mungkin menurut Jamil Ahmad ada yang
lebih penting sekedar menjadi Presiden Ahmadiyah Lahore—meskipun
Ahmadiyah Lahore tergolong moderat—yaitu dia ikut andil penuh dalam proses
kemerdekaan India, menjadi pemimpin Islam di India, mendobrak dan menyulut
semangat mereka, lebih dari itu ia menjalin hubungan antara Umat Hindu dengan
Muslim untuk bersama-sama membangun India, meskipun pada akhirnya terjadi
kegagalan dalam meredam konflik agama tersebut. Seperti yang terjadi di
Indonesia saat ini (2018), terjadi beberapa kasus yang berkaitan erat dengan
elemen-elemen agama. Dimulai terpelesetnya lidah ahok31
sampai dengan akhir-
akhir ini anak Presiden Soekarno, Bu Sukmawati yang menyinggung masalah
syari‟at Islam dan cadar dalam puisinya32
sehingga memicu kemarahan umat
muslim yang berkarakter pentol korek ini. Tidak sampai di situ, terakhir kasus
Rocky Gerung yang menyatakan bahwa kitab suci itu fiksi.33
Terlepas dari itu
semua yang ingin penulis sampaikan di sini adalah masalah agama sangat rentan
memicu konflik.
Memang jarang orang berkarakter seperti Maulana Muhammad Ali,
terbukti banyak yang kehilangan setelah kepergiannya, baik dari teman atau
lawan, dari Timur maupun Barat. Beberapa orang hebat pun memberikan kesan
terhadapnya seperti perkataan Iqbal, penyair dari Timur, “Sao-e-gardun rafs zah
rate ki paihanbar guzasht.” (Ia menuju surga melalui jalan yang telah ditempuh
31
Rina Atriana, “Hakim: Ahok Merendahkan Surah Al-Maidah 51”, artikel ini diakses pada
pada 17 April 2018 dari https://news.detik.com/berita/d-3496149/hakim-ahok-merendahkan-surah-
al-maidah-51. 32 Teatrika Handiko Putri, “Puisi Sukmawati Soekarnoputri Bikin Heboh, Ini Teks
Lengkapnya”, artikel diakses pada 17 April 2018 dari
https://news.idntimes.com/indonesia/teatrika/puisi-sukmawati-soekarnoputri-bikin-heboh-teks-
lengkap-1/full 33
Parastiti Kharisma Putri, “MUI Dalami Pernyataan Rocky Gerung „Kitab Suci Fiksi”,
artikel ini diakses pada 17 April 2018 dari https://news.detik.com/berita/3968986/mui-dalami-
pernyataan-rocky-gerung-kitab-suci-fiksi
35
oleh nabi-nabi Islam.) H.G. Wells, novelis Inggris yang terkenal, mengatakan,
“Muhammad Ali mempunyai pena Macaully, lidah Burke, dan hati Napoleon.”34
Seorang dengan pikiran dan wawasan yang luas pasti mempunyai warisan
yang tidak akan pernah habis dan akan terus mengalir pahalanya, buku. Beberapa
karya Maulana Muhammad Ali antara lain: The Holy Qur‟an Arabic Text, English
Translation and Commentary, The Religion of Islam, A Manual of Hadith,
Muhammad The Prophet, Jihad in Islam, The Ahmadiyya Movement, Divorce in
Islam, The Unity of God, Call of Islam, Islam, Islam in Present War, The last
Prophet, Taqdir and Predestination, Heresy Islam, dan lain-lain.35
B. Pemikiran Maulana Muhammad Ali Tentang Mukjizat
Pada dasarnya pemikiran Maulana Muhammad Ali bisa terbaca dalam
karya-karyanya yang banyak. Untuk mengidentifikasi pemikirannya bisa dilihat
dalam bukunya The Religion of Islam, dalam buku tersebut Maulana Muhammad
Ali menjelaskan Islam secara komprehensif. Namun penulis tidak akan menulis
semua pemikirannya, hanya yang terkait dengan pembahasan mukjizat saja.
Dalam al-Qur‟an, mukjizat berarti tanda bukti atau tanda, yang mana
dengan tanda itu orang dapat mengenal sesuatu. Ada kata lain di dalam al-Qur‟an
yang maknanya mencakup pula mukjizat, yaitu ayat yang berarti tanda bukti atau
perkabaran Ilahi. Makna ayat yang pertama; tanda bukti itu mencakup mukjizat
dimana mukjizat itu menjadi bukti bahwa dia adalah utusan Allah SWT.
Sedangkan yang kedua; perkabaran Ilahi adalah ayat suci al-Qur‟an. Sebenarnya
yang menjadi bukti akan benarnya mukjizat itu adalah al-Qur‟an itu sendiri,
karena al-Qur‟an itu adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad ملسو هيلع هللا ىلص dan sudah
terjamin kebenarannya dan akan abadi sampai Hari Kiamat.
Muḥammad Ṣādiq bin Barakatullah mengatakan dalam bukunya Penjelasan
Ahmadiyah bahwa berdasarkan firman Allah dalam al-Qur‟an bahwa
barang/sesuatu yang telah diberikan kepada para Nabi itu adalah „Bayyināt” dan
“Āyāt” yakni keterangan dan tanda-tanda. Nama “Mukjizat” tidak disebutkan di
dalam al-Qur‟an. Dalam hal ini Imam al-Suyuṭi berkata:
34 Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 284.
35 “Books In English: Published by the Ahmadiyya Anjuman Isha‟at-e-Islam Lahore”,
artikel ini diakses pada 21 April 2018 dari aaiil.org/text/books/bookmain.shmtl.
36
املعجزة أمر خارق للعادة على وفق التحدي
“Mukjizat adalah sesuatu yang luar biasa yang terjadi menurut seruan
orang-orang yang berdakwa itu” (Ushuluddin).
Kemudian mukjizat dibagi menjadi dua macam:
a. Mukjizat yang berhubungan dengan benda-benda.
b. Mukjizat yang berhubungan dengan akal dan ilmu pengetahuan.36
Selanjutnya orang kristen menulis tentang Islam, pada umumnya
berpendapat bahwa meksipun al-Qur‟an mencatat beberapa mukjizat para Nabi,
namun al-Qur‟an tidak menyebutkan mukjizat Nabi Muhammad ملسو هيلع هللا ىلص selain al-
Qur‟an. Jika ditelisik lebih dalam, memang pengertian Al-Qur‟an tentang
mukjizat berlainan dengan Kristen, baginya mukjizat adalah segala-galanya,
bahkan sampai menggantikan dalil. Tidak hanya itu, seluruh ajaran Kristen juga
didasari atas mukjizat. Sebagaimana diketahui menurut kepercayaan umat Kristen
Yesus dibangkitkan dari kematian, hal itu adalah mukjizat karena sesuatu yang
luar biasa. Apa jadinya jika ia tidak bangkit, maka seluruh pondasi Kristen akan
hancur, karena hanya mengandalkan mukjizat. Dalam kitab Injil pun kedudukan
mukjiat bukan hanya menggantikan dalil, tapi juga hukum atau syari‟at, moral
ataupun rohani. Didalamnya dijelaskan mukjizat menghidupkan orang mati,
menyembuhkan orang buta, mengubah air manjadi anggur, setan-setan diusir dan
masih banyak lagi mukjizat yang dipertunjukkan. Jika kita melihat hal ini maka
kesan dari seorang Nabi bukanlah untuk memperbaiki akhlak umat manusia
dengan jalan iman kepada Allah, dan untuk menyakinkan suatu kebenaran bukan
dengan tanda bukti atau ukuran pertimbangan akal, melainkan dengan keajaiban-
keajaiban. Al-Qur‟an menjelaskan bahwa tujuan utama seorang nabi adalah untuk
menyempurnakan akhlak, di samping itu al-Qur‟an mengajarkan manusia untuk
melihat sejarah kisah masa lalu agar bisa diambil ibrahnya, bahwa umat yang mau
menerima kebenaran akan beruntung dan sebaliknya. Dalam rencana Tuhan
mukjizat ditunjukkan hanya untuk menunjukkan bahwa sumber kebenaran wahyu
itu gaib.
36
Muḥammad Ṣādiq bin Barakatullah, Penjelasan Ahmadiyah. Penerjemah Abdul Rozaq
(Yogyakarta: Neratja Press, 2014), h. 234-235.
37
Isi al-Qur‟an berkali-kali menyinggung tentang kodrat manusia, kisah-kisah
masa lalu, dan banyak berisikan dalil-dalil. Memang demikian, tapi ia tidak
melupakan mukjizat:
هم ءاي وأقسموا بٱلله جهد أيم ا قل با لهيػؤمننه ة نهم لئن جاءتػ وما يشعركم ٱليمت عند ٱلله إنه
١٠٩ أنػهها إذا جاءت ل يػؤمنون
109. mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan,
bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mu jizat, pastilah
mereka beriman kepada-Nya. Katakanlah: "Sesungguhnya mukjizat-
mukjizat itu hanya berada di sisi Allah". dan Apakah yang memberitahukan
kepadamu bahwa apabila mukjizat datang mereka tidak akan beriman. (Q.s.
al-An‟ām: 109).
“Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu hanya berada di sisi Allah”, dalam
petikan ayat tersebut sudah jelas bahwa yang memiliki hak penuh atas mukjizat
adalah Allah, bukan Nabi Muhammad Saw. Jadi al-Qur‟an tidak menggambarkan
Nabi Muhammad Saw. sebagai orang yang membawa keajaiban, tidak seperti
Yesus dalam Kitab Injil. Mukjizat itu tidak muncul sesuai kehendak Nabi atau
ketika Nabi dituntut untuk melakukannya, itu semua atas kehendak Allah Swt.
Maka dari itu jika dituntut tanda bukti yang luar biasa tentang benarnya Nabi
Muhammad jawabannya ialah tanda luar biasa itu akan keluar jika Allah sudah
menghendakinya.37
C. Gambaran Umum Qur’an Suci Terjemah dan Tafsir
Sebelum masuk pada penafsiran Maulana Muhammad Ali yang ada dalam
karyanya Qur‟an Suci Terjemah dan Tafsir, perlu kita ketahui identitas dari buku
ini. Apakah termasuk kategori tafsir atau sebatas terjemah. Karena bagaimana pun
juga keduanya merupakan hal yang berbeda. Setidaknya para ulama telah
memberikan stardadisasi tentang tafsir dan terjemah.
Menurut Manna‟ al-Qaṭṭān dalam kitabnya Mabāḥith fī „Ulūm al-Qur‟an
menjelaskan bahwa lafadz „tafsir‟ merupakan bentuk maṣdar (تفعيل) dari فسر yang
bermakna اإلابنة (menjelaskan) الكشف (mengungkap) dan menjelaskan makna
37
Maulana Muhammad Ali, Islamologi, h. 241-244.
38
yang masuk akal. Dalam Lisān al-„Arab bermakna اإلابنة والكشف املغطى (mengungkap yang terselubung). Dan Tafsir maksudnya adalah mengungkap
makna lafadz yang musykil. Allah berfirman dalam al-Qur‟an:
نمك بٱلق وأحسن تػفسريا تونك بثل إله جئػ ٣٣ ول ي
33. tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu
yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan
yang paling baik penjelasannya. (Q.s al-Furqān/25: 33)38
Imam Al-Raghib berkata bahwa lafadz فسر dan سفر itu maknanya
berdekatan seperti halnya lafadznya yang mirip. Perbedaanya terletak pada
penggunaanya, jika fasara itu menjelaskan makna yang masuk akal sedangkan
safara menjelaskan atau membuat suatu benda bisa dilihat oleh mata, seperti
املرأة عن وجهها سفرت (muka wanita itu menjadi terlihat).
Secara istilah adalah (Abu Ḥayyan mendefinisikan):
علم يبحث عن كيفية النطق أبلفاظ القرآن ، ومدلولهتا وأحكامها اإلفرادية والرتكيبية ، ومعانيها اليت حتمل عليها حالة الرتكيب وتتمات لذالك
Ilmu yang membahas bagaimana berbicara mengeai lafadz-lafadz Al-
Qur‟an, maksud pengertiannya, hukum-hukum tentang ifrād dan tarkīb
(susunannya), dan makna-makna yang mencakup keadaan tarkīb dan
penyempurnan untuk itu semua.
Sebenarnya definisi yang ditawarkan oleh Abu Ḥayyan ini cukup
komprehensif, pertama pada bagian awal definisi “ يبحث عن كيفية النطق أبلفاظ علم maksudnya adalah pembahasan tentang Ilmu Qira‟at. Selanjutnya maksud ”القرآن
dari “ومدلىالتها” adalah Ilmu Bahasa dimana Ilmu tersebut sangat dibutuhkan dalam
hal ini. Maksud dari “وأحكامها اإلفرادية والرتكيبية” adalah mencakup Ilmu Taṣrīf dan
I‟rāb, Ilmu Bayān dan Ilmu Badī‟. Kemudian maksud dari “ ومعانيها اليت حتمل عليها adalah bahwa sebuah kalimat ada yang menunjukkan makna hakikat ”حالة الرتكيب
dan makna majaz, karena terkadang sebuah susunan kalimat (tarkīb) menunjukkan
makna ẓāhir namn maknanya mencakup selain ẓāhir maka itulah termasuk bagian
38
Maksudnya: Setiap kali mereka datang kepada Nabi Muhammad Saw. membawa suatu
hal yang aneh berupa usul dan kecaman, Allah menolaknya dengan suatu yang benar dan nyata.
39
dari majaz. Terakhir maksud dari “وتتمات لذالك” yaitu mengetahui nāsikh dan
mansūkh, asbāb an-nuzūl, kisah-kisah dalam al-Qur‟an dsb.
Sedangkan menurut Imam Zarkāsyī:
وبيان معانيو ، واستخراج أحكامو وحكمو. ملسو هيلع هللا ىلص علم يفهم بو كتاب هللا املنزل على نبيو حممد Ilmu untuk memahami Kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw. menerangkan maknanya dan mengeluarkan maksud hukum dan
hikmah-hikmahnya.39
Penjelasan selanjutnya mengenai definisi Terjemah. Secara bahasa menurut
Adh-Dhahabī ada dua makna:
1. Memindah perkataan dari bahasa satu ke bahasa yang lainnya tanpa
ada penjelasan sesuai dengan makna asal yang diterjemahkan.
2. Menjelaskan perkataan dan menerangkan maknanya dengan bahasa
yang lain.
Kemudian ia membagi terjemah menjadi dua:
1. Terjemah Ḥarfiyyah memindah perkataan dari bahasa satu ke bahasa yang
lainnya dengan menjaga kecocokan didalam peraturan dan urutannya
(kalimat), menjaga seluruh makna asalnya.
2. Terjemah Tafsīriyyah menjelaskan perkataan dan menerangkan maknanya
dengan bahasa yang lain tanpa menjaga urutan asal (kalimat), tanpa
menjaga seluruh makna asalnya.40
Dari penjelasan terjemah di atas dapat disimpulkan bahwa terjemah itu
hanya memindah bahasa dari bahasa yang satu ke bahasa yang lainnya, baik itu
dengan merubah tatanan kalimat atau tidak, yang membedakan adalah
menjelaskan. Jika tafsir berarti menjelaskan makna, tentunya lebih luas jika
terjemah hanya mengalihbahasakan tanpa menjelaskan. Dengan ini berarti Qur‟an
Suci Terjemah dan Tafsir karangan Maulana Muhammad Ali ini masuk dalam
kategori tafsir, karena ada penjelasan tambahan yang diletakkan di bagian
footnote.
39
Manna‟ al-Qaṭṭān, Mabāḥith fī „Ulūm al-Qur‟an (Kairo: Maktabah Wahbah), h. 316-317. 40
Muḥammad Ḥusain adh-Dhahabī, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, juz 1 (Kairo: Maktabah
Wahbah, 2000), h. 19.
40
1. Latar Belakang Penulisan
Karya tafsir ini berawal ketika berakhirnya Perang Dunia ke II, pada saat itu
sangat diperlukan perbaikan terjemahan Tafsir Qur‟an berbahasa Inggris.
Tepatnya dimulai pada tahun 1909 ketika Maulana Muhammad Ali mulai
menangani karya ini. Sebenarnya bukan karena faktor kondisi yang memaksa
untuk melakukan perbaikan, namun juga karena faktor internal dimana Maulana
Muhammad Ali pada saat itu semakin bertambahnya pengetahuan tentang al-
Qur‟an, ditambah setiap siang dan malam ia selalu sibuk mendalami al-Qur‟an,
hadis dan buku-buku Islam lainnya. Dalam waktu 33 tahun, sejak diterbitkannya
Edisi Pertama pada tahun 1917, Maulana Muhammad Ali telah menciptakan
banyak karya tentang keislaman, baik yang berbahasa Inggris maupun Urdu.
Maulana Muhammad Ali merasa berkewajiban untuk menuangkan buah
pikirannya ke dalam karya-karya, khususnya berbahasa Inggris karena yang
sudah tersebar luas diberbagai belahan dunia. Selain itu, pemahamannya tentang
al-Qur‟an yang sekarang dengan yang dulu waktu masih muda berbeda jauh, jelas
lebih baik sekarang. Pada akhir tahun 1946 mulailah ia memperbaiki terjemahan
al-Qur‟an (proses pembuatan tafsir al-Qur‟an). Namun, pada tahun 1947 terjadi
hal yang sangat genting di Pakistan. Akhirnya demi keamanan, pada tanggal 27
Agustus 1947 Maulana Muhammad Ali mengungsi di Dalhousie, tempatnya
bekerja pada waktu musim panas. Naskahnya sempat hilang, tapi berhasil beliau
kumpulkan kembali di Quetta, tempat yang ditinggalinya selama musim panas
pada tahun 1948. Setelah itu ia sakit keras dan sempat berhenti selama enam
bulan. Pada pertengahan 1950 akhirnya naskah bisa diselesaikan semuanya,
meskipun setelah itu Maulana Muhammad Ali sakit keras lagi. Dalam keadaannya
yang terbaring di Rumah Sakit ia tetap semangat untuk mengoreksi dan mengecek
kembali mukadimah.41
Adapun latar belakang dari penerjemahan The Holy Qur‟an karya Maulana
Muhammad Ali ini sebagaimana disampaikan oleh pihak GAI (Gerakan
Ahmadiyah Indonesia) bahwa meskipun di Indonesia sudah banyak karya
terjemah dan tafsir bahkan karya ulama keindonesiaan sendiri, tapi masih sedikit
41
Maulana Muhammad Ali, Qur‟an Suci Terjemah & Tafsir. Penerjemah H.M. Bachrun
(Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 2006), h. xii.
41
yang menjelaskan masalah ayat mutasyābihāt. Oleh karena itu Maulana
Muhammad Ali mengisi kekosongan itu dengan penjelasan yang sangat jelas.42
Maulana Muhammad Ali melakukan awal penerjemahan pada tahun 1918,
terbitan tahun inilah yang diterjemahkan ke bahasan jawa oleh H.
Minhadjurrahman Djojosugito dan M. Mufti Syarif. Pada terjemahan selanjutnya
tahun 1928, Maulana Muhammad Ali menerbitkan terjemahan bahasa Inggris
tanpa huruf Arab ditaambah dengan tafsir singkat yang nantinya diterjemahkan ke
bahasa Belanda oleh Bapak Soedewo dan diterjemah menjadi bahasa Indonesia
oleh A. Azis. Kemudian terakhir, pada tahun 1951 Maulana Muhammad Ali
menerbitkan terjemah al-Qur‟an bahasa inggris yang sudah direvisi (edisi revisi)
yang kemudian diterbitkan oleh Gerakan Ahmadiyah Lahore Indonesia.43
2. Deskripsi Naskah dan Teks
a. Judul Lengkap
Qur‟an Suci Terjemah & Tafsir
b. Judul Populer di Khalayak Ramai
Judul yang terkenal di khalayak ramai adalah judul intinya saja yaitu
Qur‟an Suci.
c. Nama Penerbit
Penerbit : Darul Kutubil Islamiyah
Tempat terbit : Jakarta
Tahun terbitan : 2006
Cetakan : Cetakan ke dua belas
No ISBN : 979-97640-7-6
d. Jumlah Jilid
Tafsir ini hanya berjilid satu dan kandungannya 30 juz.
e. Jumlah Halaman
Tafsir ini berisi 1256 halaman yang terdiri hanya satu jilid.
f. Frekuensi Penerbitan
42
Maulana Muhammad Ali, Qur‟an Suci Terjemah & Tafsir. Penerjemah H.M. Bachrun ,
h. VIII 43
Maulana Muhammad Ali, Qur‟an Suci Terjemah & Tafsir. Penerjemah H.M. Bachrun, h.
VIII
42
Pembuatan tafsir ini memakan waktu 33 tahun. Terbitan pertama pada
tahun 1917, lalu terbitan selanjutnya pada tahun 1928 berupa terjemahan
bahasa Inggris tanpa teks Arab dengan tafsirnya yang agak dipersingkat.
Pada tahun 1947 naskah kembali diperbaaiki sampai pertengahan 1948
terjadi peristiwa yang sangat berbahaya di Pakistan sehingga harus
pindah ke Dalhousie ditambah ia sakit keras sehingga mengharuskan
berhenti sampai enam bulan. Pada tahun tersebut naskahnya pernah
hilang juga. Terakhir pada tahun 1950 naskah bisa diselesaikan
seluruhnya.
g. Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam tafsir ini seluruhnya menggunakan bahasa
Indonesia.
h. Ukuran Naskah
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan penulis, naskah Qur‟an Suci
cetakan Darul Kutubil Islamiyah ini berukuran 21,5 13,5 cm.
i. Sistematika Penulisan
Tafsir Qur‟an Suci ini diawali dengan tulisan kata pengantar dari si
penulis yang berisikan latar belakang penulisan tafsir, kemudian
mukadimah yang berisikan tentang hal yang berkaitan dengan al-Qur‟an
dimulai dari nama lain, sejarah, keistimewaan dsb. Kemudian daftar
nama kitab, penulisnya dan kunci referensi (dalam Qur‟an Suci
menggunakan singkatan-singkatan khusus untuk menunjukkan suatu
nama kitab yang dijadikan referensi), transliterasi, nama-nama orang
yang ada di Kitab Bibel dengan tidak diubah hurufnya, tapi ditulis
menurut bentuk yang diambil oleh Kitab Bibel. Kemudian hal-hal
penting saat membaca al-Qur‟an (semacam panduan membaca ayat yang
gharīb), setelah itu semua barulah menjelaskan ayat dimulai dari surah
al-Fātiḥah sampai an-Nās.
j. Teknik Penafsiran
43
1. Setiap surah diawali dengan mukadimah atau pengantar yang
menjelaskan ruku‟44
yang ada dalam surah tersebut, menjelaskan
munasabah jika memang ada, terkadang juga menjelaskan makna
filosofis nama suatu surah.
2. Setiap ayat diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, terkadang diberi
penjelasan dalam tanda kurung jika ada kata yang tidak jelas.
3. Dalam beberapa ayat yang dianggapnya penting ia bubuhkan footnote
dengan penjelasan yang cukup komprehensif dan disinilah letak
penafsirannya.
3. Telaah Metodologis
1. Jenis (نوع) Jika dilihat dari isi tafsirnya, Maulana Muhammad Ali lebih banyak
menggunakan akal dan pendapatnya sendiri dari pada menggunakan riwayat
dengan ini jenis tafsirnya masuk pada tafsir bi al-ra‟y45
. Tapi tidak semuanya
menggunakan akal, ada beberapa ayat yang ditafsirkan dengan beberapa riwayat
dan pendapat para ulama. Sebagaimana berikut:
يػها ٱلنهاس ٱتػهقوا ربهكم ٱلهذي ها وخلق ومحدة س خلقكم من نػهف يم هما وبثه زوجها منػ رجال منػ إنه ٱلله كان عليكم ر ٱتػهقوا ٱلله و ونساء اكثري
(۱) اب قي ٱلهذي تساءلون بول وٱلرحام “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu”. (Q.s. al-Nisā‟/4:1)
Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa kata nafs dalam bahasa Arab
mempunyai penggunaan ganda (musytarak); pertama dalam kalimat kharajat
nafsuhu yang dalam hal ini berarti roh (soul), dan yang kedua penggunan nafs
dalam arti keseluruhan dari sesuatu (whole of a thing), dan esensi (essence).
44
Sebuah tanda yang ditaruh di ayat yang sebaiknya dibaca dalam satu raka‟at. Ditandai
dengan (ع) yang diletakkan di pinggir kanan atau kiri mushaf. 45
Menurut al-Ṣābūnī, bi al-ra‟y di sini bukan hanya menafsirkan semaunya saja. Tapi
ijtihadnya harus sesuai dengan kaidah-kaidah yang lurus yang sesuai dengan orang yang hendak
menafsirkan al-Qur‟an. Lihat Aṣ-Ṣābūnī, Ikhtisar Ulumul Qur‟an Praktis. Penerjemah
Muhammad Qodirun Nur (Jakarta: Pustaka Amani, 2001), h. 249.
44
Sedangkan nafs yang dimaksud dalam ayat ini adalah yang kedua, jadi jodoh itu
sesuai dengan pasangannya (ada sisi kesamaan).46
2. Corak Penafsiran (لون)47
Jika melihat kandungan dari tafsirnya maka kita akan melihat banyak ayat
yang menerangkan masalah yang terjadi di masyarakat, di dalam kata
pengantarnya Maulana Muhammad Ali juga mengatakan bahwa banyak sudah
tersebarnya bahasa Inggris di seluruh dunia sehingga beliau segera memperbaiki
terjemahan al-Qur‟annya yang dalam hal ini adalah tafsir ini sendiri.48
Dari sini
dapat disimpulkan bahwa tafsirnya bisa dikategorikan bercorak adab al-ijtimā‟i49
karena berusaha menafsirkan sesuai kebutuhan umat. Dalam beberapa ayat kita
bisa melihat penafsirannya terkait masalah poligami, berikut terjemahnya:
“Perlu kami tambahkan di sini bahwa menurut Islam, poligami bukanlah
peraturan, melainkan keadaan darurat, baik dalam teori maupun praktek,
yang dapat mengobati banyak kejahatan, teristimewa yang melanda
masyarakat Eropa. Bukan hanya disebabkan karena jumlah wanita lebih
banyak daripada jumlah pria, melainkan banyak pula sebab-sebab lain, yang
bukan saja menyangkut urusan moral, melainkan pula menyangkut
kesejahteraan fisik masyarakat. Pelacuran, suatu kejahatan besar dalam
dunia maju sekarang ini, benar-benar suatu penyakit yang menyebabkan
meningkatnya anak jadah (haram); kejahatan ini praktis tak dikenal di
46
Maulana Muhammad Ali, Qur‟an Suci Terjemah & Tafsir. Penerjemah H.M. Bachrun, h.
265. 47
Menurut Ali Iyāzī, yang dimaksud denga al-Laun adalah si mufassir menafsirkan suatu
nash dengan mewarnai (memberikan ciri khusus) terhadap penafsirannya sesuai dengan
pemahamannya. Jadi, yang menjadi pertimbangan dalam penafsirannya adalah sesuai dengan
karakteristik pemikirannnya. Lihat Sayyid Muḥammad „Alī Iyāzī, al-Mufassirūn Ḥayātuhum wa
Manhajuhum (Teheran: Wazārāt al-Thaqāfah al-Irsyād al-Islamiy, 1313 H), h. 33.
Di dalam penafsiran al-Qur‟an ada beberapa kosa kata Arab yang terkait dengan metode
penafsiran, seperti manhaj, tharīqah, ittijah, madhab, dan al-laun. Dalam Al-Munawir. Kamus
Arab-Indonesia, kata tharīqah dan manhaj mempunyai pengertian yang sama, yaitu metode.
Sedangkan ittijah berarti arah, kecenderungan, orientasi, kata madhab bermakna aliran, dan kata
laun bermakna corak, warna dalam penafsiran. (Ma‟mun Mu‟min. Metodologi Ilmu Tafsir, h. 75). 48
Maulana Muhammad Ali, Qur‟an Suci Terjemah & Tafsir. Penerjemah H.M. Bachrun, h.
xii. 49
Alī Iyāzī mengatakan bahwa ada dua pengertian tentang tafsir ijtimā‟i. Pertama, mufassir
berusaha menafsirkan ayat dengan fokus pada segala keadaan manusia, baik dari tingkatannya,
lemah-kuatnya, tinggi (mulia)-rendahnya, berilmu atau bodoh, beriman atau kufur, lalu
menawarkan solusi atau membuat aturan yang sekiranya bisa membaik keadan manusia dan lebih
condong ke ilmu sosial dan sejarah. Kedua, tafsir yang seakan tunduk dengan pemahaman
masyarakat dan kebutuhan modern. Jadi, dalam manhaj ini mufassir berusaha mencampurkan
tujuan agama (al-Qur‟an) dengan tujuan masyarakat. Lihat Sayyid Muḥammad „Alī Iyāzī, al-
Mufassirūn Ḥayātuhum wa Manhajuhum, h. 53.
45
negara-negara yang menjalankan peraturan poligami sebagai tindakan
penyembuhan.”50
Jadi menurutnya poligami bukanlah sebagai aturan, melainkan sebagai obat.
Bukanya hanya karena faktor perempuan lebih banyak jumlahnya dari pada lelaki,
namun juga menyangkut kesejahteraan fisik masyarakat. Dengan adanya poligami
juga mengurangi banyaknya prostitusi yang terjadi di Eropa dan juga kejahatan-
kejahatan terhadap wanita lainnya.
3. Metode (طريقة)51
Metode yang digunakan dalam tafsir Qur‟an Suci ini adalah taḥlilī52
karena
Maulana Muhammad Ali berusaha menjelaskan kandungan ayat sesuai dengan
pemahamannya dan juga secara runtut dari juz 1 sampai juz 30.
4. Karakteristik Qur’an Suci Terjemah dan Tafsir
Tafsir karya Maulana Muhammad Ali ini mempunyai ciri khusus yang
membedakan dengan tafsir-tafsir yang lainnya. Ia menafsirkan ayat yang
sekiranya perlu ditafsirkan dengan media footnote, jadi penafsirannya bukan
terletak di samping atau tepat di bawah ayat yang ditafsirkannya seperti kitab-
kitab tafsir pada umumnya. Selain itu ada juga ciri khusus yang dimiliki tafsir ini,
yaitu dalam penafsirannya, terkadang Maulana Muhammad Ali mengutip
pendapat para ulama dahulu dan dalam merujuk ke nama kitabnya ia hanya
memberikan kode-kode singkatan tertentu yang sudah ia jelaskan di awal tafsir ini
pada halaman XCII setelah mukadimah, seperti (A) berarti Asās Al-Balāghah
(kamus), Abu al-Qāsim Maḥmūd bin Umār Zamakhsyarī, (AD) berarti Kitāb As-
50
Maulana Muhammad Ali, Qur‟an Suci Terjemah & Tafsir. Penerjemah H.M. Bachrun, h.
267. 51
Metode Tafsir yaitu cara-cara yang digunakan untuk menafsirkan al-Qur‟an, sedangkan
Metodologi Tafsir yaitu ilmu tentang cara tersebut. Katakana saja pembahasan teoritis dan ilmiah
mengenai metode muqaran (perbandingan) misalnya disebut analisis metodologis, sedangkan jika
pembahasan itu berkaitan dengan cara penerapan metode terhadap ayat-ayat al-Qur‟an disebut
pembahasan metodik sedangkan cara menyajkan atau memformulasikan tafsir tersebut dinamakan
teknik atau seni penafsiran. Lihat Ma‟mun u‟min. Metodologi Ilmu Tafsir, h. 74. 52
Quraish Shihab menjelaskan pengertian metode taḥlilī bahwa metode ini berusaha
menjelaskan kandungan ayat sesuai dengan pandangan, kecenderungan mufasirnya secara runtut
30 juz dari mulai Surah al-Fātiḥah sampai dengan an-Nās. Lihat M. Quraish Shihab, Kaidah
Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami al-Qur‟an
(Tangerang: Lentera Hati, 2013), h. 378.
46
Sunan (Hadis), Abu Dawud Sulaimān, (Ah) menunjukkan Musnad (Hadis), Imam
Aḥmad bin Ḥanbal, dst.53
Ada beberapa perbedaan mendasar terkait sumber dan teknik
menerjemahkan dari Inggris ke Indonesia pada The Holy Qur‟an karya Maulana
Muhammad Ali:
1. Maulana Muhammad Ali terkadang mengutip Kitab Bibel, dalam
terjemahan Indonesia ini pencantuman Biblenya tidak menggunakan
versi Inggris, artinya tidak diterjemahkan melainkan langsung mengutip
yang versi Indonesia, karena sudah ada versi yang Indonesia terbitan
Lembaga Alkitab Indonesia, Jalan Teuku Umar 34, Jakarta.54
2. Ada perbedaaan kaidah bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa
Arab atau Inggris, bahasa Indonesia lebih simpel dan tidak serumit
kedua bahasa tersebut. Makanya dalam penerjemahan dari Arab atau
Inggris ke Indonesia terkadang ada istilah Arab atau Inggris yang harus
diberi keterangan tambahan karena minimnya pembendaharaan kosakata
atau aturan tata bahasa. Seperti contoh dalam bahasa Indonesia tidak ada
istilah jamak atau tathniyah (kata yang menunjukan arti dua) sehingga
ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia agar artinya tepat dan
tidak salah sasaran perlu ditambah keterangan lanjutan yang dalam
terjemahan tafsir ini biasanya menggunakan penjelasan tambahan dalam
tanda kurung.55
5. Komentar Tokoh terhadap Qur’an Suci Terjemah dan Tafsir
Zwemer dalam majalah The Moeslem World, edisi bulan Juli 1931
mengatakan bahwa tafsir milik Mr. Pickthall tidak ubahnya hanya perbaikan dari
karya tafsir Ahmadiyah Maulana Muhammad Ali.56
Pendapat serupa juga
dikatakan oleh penulis-penulis yang lain, seperti penulis Islam in Its True Light
53
Maulana Muhammad Ali, Qur‟an Suci Terjemah & Tafsir. Penerjemah H.M. Bachrun, h.
xcii. 54
Maulana Muhammad Ali, Qur‟an Suci Terjemah & Tafsir. Penerjemah H.M. Bachrun, h.
IX 55
Maulana Muhammad Ali, Qur‟an Suci Terjemah & Tafsir. Penerjemah H.M. Bachrun, h.
IX 56
Maulana Muhammad Ali, Qur‟an Suci Terjemah & Tafsir. Penerjemah H.M. Bachrun, h.
xiv.
47
menyebut tafsir ini sebagai “bintang petunjuk bagi karya orang Islam yang datang
kemudian.”
Maulana „Abdul majid Daryabadi, pengasuh majalah Such di Lucknow,
yang diakui sebagai pemimpin Islam ortodok, pada tanggal 25 Juli 1943 ia
menulis sebagai berikut:
“jika orang mengingkari keistimewaan tafsir Maulana Muhammad Ali yang
besar sekali pengaruhnya dan besar pula faedahnya bagi orang yang baru
saja memeluk Islam, berarti mengingkari sinar matahari. Tafsir ini
membantu meng-Islam-kan beribu-ribu orang kafir, dan mendekatkan
beratus-ratus ribu orang kafir kepada Islam. berbicara tentang diriku sendiri,
dengan segala senang hati saya akui bahwa tafsir ini merupakan salah satu
dari beberapa kitab yang menyebabkan saya memeluk Islam, lima belas atau
enam belas tahun yang lal8 tatkala saya dalam kegelapan, kekafiran dan
keragu-raguan. Bahkan Maulana Muhammad Ali dari Majalah „Comrade‟,
sangat tertarik dan selalu memuji-muji tafsir ini.”57
D. Ayat-ayat Mukjizat Para Nabi dalam Al-Qur’an
1. Nabi Shaleh A.s.: Mempunyai unta yang keluar dari batu besar.
ل وإلم رهۥ يمقوم قال اح ثود أخاىم صم ن إلمو غيػ ن ة قد جاءتكم بػين ٱعبدوا ٱلله ما لكم م مذه رهبكم كل فذروىا ة لكم ءاي ل نقة ٱلله ىم
خذكم ء و ول تسوىا بس ٱلله أرض ف ت
فػيأ
٧٣ م عذاب ألي
“And Thamūd (we sent) their brother Ṣālih. He said: O my people, serve
Allāh, you have no god other than Him. Clear proof has indeed come to you
from your Lord. This is Allāh‟s she-camel—a sign for you—so leave her
alone to pasture in Allah‟s earth, and do her no harm, lest painful
chastisement overtake you.” (Q.s. al-A‟rāf/7:73).58
ذهل نقة ٱلله كل فذروىا ة لكم ءاي ويمقوم ىمخذكم ء ول تسوىا بسو ٱلله أرض ف ت
فػيأ
٦٤ قريب عذاب
57
Maulana Muhammad Ali, Qur‟an Suci Terjemah & Tafsir. Penerjemah H.M. Bachrun, h.
xvii-xviii. 58
Terjemah Indonesia: “Dan kepada kaum Tsamud (kami utus) saudara mereka, Shalih.
Dia berkata: Wahai kaumku, mengabdilah kepada Allah; kamu tak mempunyai tuhan selain Dia.
Sesungguhnya telah datang kepada kamu tanda bukti dari Tuhan kamu. Ini adalah unta betina
Allah—sebagai tanda bukti bagi kamu—maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan jangan
sekali-kali kamu melukai dia, agar kamu tak terkena siksaan yang pedih.” Maulana Muhammad
Ali, The Holy Qur‟an arabic Text, English Translation and Commentary, 6th ed. (Lahore:
Ahmadiyyah Anjuman Isha‟at Islam, 1973), h. 335.
48
“And, O my people, this is Allah‟s she-camel, a sign for you, so leave her to
pasture on Allāh‟s earth and touch her not with evil, lest a near
chastisement overtake you.” (Q.s. Hūd/11:64).59
2. Nabi Ibrahim A.s.: Dibakar di atas api dan tidak terbakar
رمىيم علىم وسلمما اد يمنار كون بػر قػلنا ٦٨ قالوا حرقوه وٱنصروا ءالتكم إن كنتم فمعلي إبػ٦٩
[68]“They said: Burn him, and help your gods, if you are going to do
(anything) [69]. We Said: O fire, be coolness and peace for abraham.” (Q.s.
al-Anbiyā‟/21:68-69).60
نوا لوۥقالوا ٩٦ وٱلله خلقكم وما تػعملون ٩٥ قال أتػعبدون ما تػنحتون يم ٱبػ ف فألقوه ان بػنػ
هم اد كي فأرادوا بول ٧٩ ٱلحيم ٩٨ٱلسفلي فجعلنم[95] “He said: Do you worship that which you hew out?”
[96] “And Allāh has created you and what you make.”
[97] “They said: Build for him a building, then cast him into the flaming
fire.”
[98] “And they designed a plan against him, but We brought them low.”
(Q.s. al-Ṣāffāt/37:95-98).61
و ٱلله من ٱل تػلوه أو حرقوه فأجنىملك ليم نهار فما كان جواب قػومول إله أن قالوا ٱقػ لقوم ت إنه ف ذم
ا ٱتهذت من دون ٱلله ٢٤ يػؤمنون مة ف بػينكم مهودهة ان أوثم وقال إنه يا ثه يػوم ٱلقيم نػ ة ٱلد يكفر ٱليػوم
59
Terjemah Indonesia: “Ia berkata: Wahai kaumku, tahukan kamu bahwa aku mempunyai
tanda bukti yang terang dari Tuhanku, dan Dia memberi rahmat kepadaku dari Dia sendiri—
maka siapakah yang akan menolong aku melawan Allah jika aku durhaka kepada-Nya? Maka
kamu tak menambah apa-apa kepadaku selain kerugian.” Maulana Muhammad Ali, The Holy
Qur‟an arabic Text, English Translation and Commentary, 6th ed., h. 451. 60
Terjemah Indonesia: [68] “Mereka berkata: Bakarlah dia, dam tolonglah tuhan kamu,
jika kamu ingin berbuat sesuat.” [69] “Kami berfirman: Wahai api, jadilah engkau dingin dan
damai bagi Ibrahim.” Maulana Muhammad Ali, The Holy Qur‟an arabic Text, English
Translation and Commentary, 6th ed., h. 637. 61
Terjemah Indonesia: [95] “Ia berkata: Apakah kamu menyembah barang yang kamu
pahat?” [96] “Dan Allah telah menciptakan kamu dan barang yang kamu buat.” [97] “Mereka
berkata: Dirikanlah bangunan untuknya, lalu lemparlah dia dalam api yang menyala-nyala.” [98]
“Dan mereka menyiapkan rencana untuk melawan dia, tetapi kami jadikan mereka orang-orang
terhina.” Maulana Muhammad Ali, The Holy Qur‟an arabic Text, English Translation and
Commentary, 6th ed., h. 850-860.
49
وىمكم ابػعض بػعضكم ويػلعن ض بػعضكم ببػع وقال ط لو امن لوۥ ۞ف ٢٥ ٱلنهار وما لكم من نهمصرين ومأ
إلم مهاجر إن ٢٦ ۥ ىو ٱلعزيز ٱلكيم إنهو رب[24] “So naught was the answer of his people except that they said: Slay
him or burn him! But Allāh delivered him from the fire. Surely therein are
signs for a people who believe.”
[25] “And he said: You have only taken idols besides Allāh by way of
friendship between you in this world‟s life, then on the day of resurrection
some of you will deny others, and some of you will curse others; and your
abode is the Fire, and you will have no helpers.”
[26] “So Lot believed in him. And he said: I am fleeing to my Lord. Surely
He is the Mighty, the Wise.” (Q.s. al-Ankabūt/29:24-26).62
3. Nabi Musa A.s.:
a. membelah lautan
نا إلم موسىم أن ٱضرب بعصاك ٱلبحر فٱنفلق ٦ ٱلطهود ٱلعظيم ك ق فكان كل فر فأوحيػ [63] “Then We revealed to Moses: March on to the sea with thu staff. So it
parted, and each party was like a huge mound.” (Q.s. al-Syu‟arā‟/26:63).63
نا إلم موسىم أن أسر بعبادي فٱضرب تمف له اس يػب ٱلبحر ف اق لم طري ولقد أوحيػش ول ادرك ٧٧ ىم ت
“And certainly We revealed to Moses: Travel by night with My servants,
then strike for them a dry path in the sea, not fearing to be overtaken, nor
being afraid.” (Q.s. Ṭāhā/20:77).64
b. Mengetuk tongkat di tanah dan mengeluarkan air.
62
Terjemah Indonesia: [24] “Maka tiada lain jawab kaumnya ialah bahwa mereka
berkata: Bunuhlah dia atau bakarlah dia! Tetapi Allah menyelamatkan dia dari api.
Sesungguhnya dalam itu adalah tanda bukti bagi kaum yang beriman.” [25] “Dan ia (Ibrahim)
berkata: Sesungguhnya dalam itu adalah tanda bukti bagi kaum beriman.” [26] “Maka Luth
beriman kepadanya. Dan ia (Ibrahim) berkata: Aku hijrah kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia itu
Yang Maha-perkasa, Yang Maha-bijaksana.” Maulana Muhammad Ali, The Holy Qur‟an arabic
Text, English Translation and Commentary, 6th ed., h. 765. 63
Terjemah Indonesia: “Lalu kami wahyukan kepada Musa: Berjalanlah ke laut dengan
umatmu. Maka terbelahlah itu, dan masing-masing gelombang bagaikan bukit yang besar.”
Maulana Muhammad Ali, The Holy Qur‟an arabic Text, English Translation and Commentary,
6th ed., h. 715. 64
Terjemah Indonesia: “Sesungguhnya Kami mewahyukan Kepada Musa: Berangkatlah
dengan hamba-hamba-Ku pada malam hari, dan temukanlah untuk mereka jalan yang kering di
laut, dan janganlah takut tersusul, dan jangan pula merasa gentar.” Maulana Muhammad Ali,
The Holy Qur‟an arabic Text, English Translation and Commentary, 6th ed., h. 617.
50
نػتا۞وإذ ٱستسقىم قد ا ن عشرة عيػ موسىم لقومول فػقلنا ٱضرب بعصاك ٱلجر فٱنفجرت منو ٱثػ ٦٠ ٱشربوا من رزق ٱلله ول تػعثػوا ف ٱلرض مفسدين و كلوا مهشربػهم أنس كل علم
“And when Moses prayed for water for his people, We said: March on to
the rock with thy staff. So there flowed from it twelve springs. Each tribe
knew their drinking-place. Eat and drink of the provisions of Allāh, and act
not corruptly, making mischief in the land.” (Q.s. al-Baqarah/2:60).65
c. merubah ular menjadi tongkat.
١٠٧ مبي ن عصاه فإذا ىي ثػعبا فألقىم
“So he threw his rod, then lo! It was serpent manifest,”(Q.s. al-
A‟rāf/7:107).66
ها فإذا ىي حيه ف ٢٠ تسعىم ة ألقىػم
“So he cast it down, and lo! It was a serpent, gliding.” (Q.s. Ṭāhā/20:20).67
d. Tangan Nabi Musa A.s. mengeluarkan cahaya.
١٠٨ ونػزع يدهۥ فإذا ىي بػيضاء للنهمظرين “And he drew forth his hand, and lo! It was white to the beholders.” (Q.s.
al-A‟rāf/7:108).68
رج بػيضاء من غري سوء ءاية أخرىم ٢٢ وٱضمم يدك إلم جناحك ت“And press thy hand to thy side, it will come out white without evi—another
sign.” (Q.s. Ṭāhā/20:22).69
4. Nabi Daud A.s.: melunakkan besi dengan tangannya.
65
Terjemah Indonesia: “Dan tatkala Musa memohon air untuk kaumnya, Kami berfirman:
Pergilah ke gunung batu dengan umat engkau. Maka mengalirlah dari sana dua belas mata air.
Tiap-tiap suku tahu akan tempat minum mereka. Makan dan minulah rezeki dari Allah, dan
janganlah berbuat jahat dengan berbuat rusak di bumi.” Maulana Muhammad Ali, The Holy
Qur‟an arabic Text, English Translation and Commentary, 6th ed., h. 29. 66
Terjemah Indonesia: “Maka ia melempar tongkatnyaa, lalu tiba-tiba itu adalah ular
yang terang.” Maulana Muhammad Ali, The Holy Qur‟an arabic Text, English Translation and
Commentary, 6th ed., h. 341. 67
Terjemah Indonesia: “Maka ia melempar itu. Tiba-tiba itu adalah ular yang merayap.”
Maulana Muhammad Ali, The Holy Qur‟an arabic Text, English Translation and Commentary,
6th ed., h. 612. 68
Terjemah Indonesia: “Dan ia mengeluarkan tangannya maka tiba-tiba itu nampak putih
bagi orang yang melihat.” Maulana Muhammad Ali, The Holy Qur‟an arabic Text, English
Translation and Commentary, 6th ed., h. 341. 69
Terjemah Indonesia: “Tekankanlah tanganmu pada lambungmu, dan itu akan keluar
berwarna putih tanpa noda, sebagai tanda bukti yang lain.” Maulana Muhammad Ali, The Holy
Qur‟an arabic Text, English Translation and Commentary, 6th ed., h. 612.
51
نا داوۥد بال ل منها فض ۞ولقد ءاتػيػ ر معو أوب يم وألنها لو ٱلديد ۥ وٱلطهيػ ١٠
“And certainly We gave David abundance from Us: O mountains, repeat
praises with him, and the birds, and We made the iron pliant to him.” (Q.s.
Sabā/34:10).70
ج ها خلق ظلم وٱلله ن لكم وجعل ل عل لكم م ٱلره تقيكم سرمبيل لكم وجعل ان أكنم ٱلبال ملك يتم نعمتوۥ عليكم لعلهكم تسلمون سكم كذم
٨١ وسرمبيل تقيكم أب
“And Allāh has made for you, of what he has created, shelters, and he has
given you in the mountains, places of retreat, and He has given you garment
to save you from the heat, and coats of mail to save you in your fighting.
Thus does He complete His favour to you that you may submit.” (Q.s. al-
Naḥl/16:81).71
و عة لبو وعلهمنم ن لتحصنكم لهكم س صنػ سكم مكرون أنتم فػهل أب ٨٠ شم
“And We taught him the making of coats of mail for you, to protect you in
your wars; will you then be grateful?” (Q.s. al-Anbiyā‟/21:80).72
5. Nabi Sulaiman A.s.
a. Mengendalikan angin dan jin.
ن ٱلريح ۥ عي ٱلقطر ومن ٱلن من يػعمل بػي لو وأسلنا شهر ورواحها ر غدوىا شه ولسليممهم عن أمرن نذقو من عذاب ٱلسهعري ١٢ يديو بذن ربول ومن يزغ منػ
“And (We made) the wind (sub-servient) to Solomon; it made a month‟s
journey in the evening; and We made a fountain of molten brass to flow for
him. And of the jinn there were those who worked before him by the
command of his Lord. And whoever turned aside from Our command from
70
Terjemah Indonesia: “Dan sesunggunya Kami telah memberikan kepada Daud anugerah
dari Kami: Wahai gunung-gunung ulanglah puji-pujian bersama dia, dan burung-burung, dan
besi Kami buat lunak bagi dia.” Maulana Muhammad Ali, The Holy Qur‟an arabic Text, English
Translation and Commentary, 6th ed., h. 823. 71
Terjemah Indonesia: “Dan dari apa yang ia ciptakan, Ia membuat tempat berlindung
bagi kamu, dan Ia membuat gunung sebagai tempat berlindung bagi kamu, dan Ia membuat
gunung sebagai tempat pengungsian bagi kamu, dan Ia memberi pakaian kepada kamu untuk
melindungi kamu dari panas, dan baju besi untuk melindungi kamu dari panas, dan baju besi
untuk melindungi kamu untuk melindungi kamu dalam pertempuran. Demikianlah Ia
menyempurnakan nikmat-Nya kepada kamu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).” Maulana
Muhammad Ali, The Holy Qur‟an arabic Text, English Translation and Commentary, 6th ed., h.
533. 72
Terjemah Indonesia: “Dan Kami mengajarkan kepadanya pembuatan baju besi untuk
kamu, untuk meindungi kamu dalam pertempuran. Apakah kamu berterima kasih?.” Maulana
Muhammad Ali, The Holy Qur‟an arabic Text, English Translation and Commentary, 6th ed., h.
639.
52
among them, We made him taste of the chastisement of burning.” (Q.s.
Sabā/34:12).73
نس وٱلطهري فػهم يوزعون ن جنودهۥ من ٱلن وٱإل ١٧ وحشر لسليمم“And his hosts of the jinn and the birds were gathered to Solomon, and they
were formed into groups.” (Q.s. al-Naml/27:17).74
b. Berbicara dengan hewan.
ل حتهم إذا أتػوا علىم واد ٱلنهمل يػها ة قالت ن ن يم طمنهكم سليمم كنكم ل ي ٱلنهمل ٱدخلوا مسم١٨ وجنودهۥ وىم ل يشعرون
“Until when they came to the valley of the Naml, a Namlite said: O Naml,
enter your houses, (lest) Solomon and his hosts crush you, while they know
not.” (Q.s. al-Naml/27:18).75
6. Nabi Yunus A.s.dibuang ke laut dan dimakan ikan.
ت أن له إلمو إله أنت فػنادىم عليو نػهقدر لهن أن فظنه اب مغمض وذا ٱلنون إذ ذهىب ف ٱلظلممنك إن كنت من ٱلظهملمي لك ن ٨٧ سبحم و من ٱلغم وكذم نم نا لوۥ وجنهيػ ٨٨ جي ٱلمؤمني فٱستجبػ
“And Dhu-l-Nūn, when he went away in wrath, and he thought that We
would not straiten him, so he called out among afflictions: There is no God
but Thou, glory be to Thee! Surely I am of the sufferers of loss.” (Q.s. al-
Anbiyā‟/21:87-88).76
73
Terjemah Indonesia: “Dan (Kami membuat) angin (sebagai pelayan) bagi Sulaiman;itu
(angin) membuat perjalanan sebulan di waktu pagi dan perjalanan di waktu sore; dan Kami
mengalirkan sumber cairan tembaga kepadanya. Dan di antara jin ada yang bekerja di hadapan
dia dengan izin Tuhannya. Dan barang siapa di antara mereka berpaling dari perintah Kami,
Kami akan membuat dia merasakan siksaan yang menghanguskan.” Maulana Muhammad Ali,
The Holy Qur‟an arabic Text, English Translation and Commentary, 6th ed., h. 824. 74
Terjemah Indonesia: “Dan dihimpun ke hadapan Sulaiman balatentaranya (yang terdiri)
dari jin dan manusia dan burung, dan mereka dibentuk menjadi beberapa golongan.” Maulana
Muhammad Ali, The Holy Qur‟an arabic Text, English Translation and Commentary, 6th ed., h.
730. 75
Terjemah Indonesia: “Sampai tatkala mereka tiba kembali di lembah Naml, orang Naml
berkata: Wahai Naml, masuklah dalam rumah kamu, agar kamu tak dihancurkan oleh Sulaiman
dan balatentaranya sedangkan mereka tak merasa.” Maulana Muhammad Ali, The Holy Qur‟an
arabic Text, English Translation and Commentary, 6th ed., h. 731. 76
Terjemah Indonesia: “Dan Dzun-Nun, tatkala ia pergi dengan marah, dan ia mengira
bahwa Kami tak menyempitkan dia, maka ia menyeru di tengah-tengah kemalangan, (Ucapnya):
Tak ada Tuhan selain Engkau, Maha-suci Engkau! Sesungguhnya aku adalah golongan orang
yang lalim.” Maulana Muhammad Ali, The Holy Qur‟an arabic Text, English Translation and
Commentary, 6th ed., h. 640.
53
تػقمو ٱلوت وىو فٱل ١٤١ ان من ٱلمدحضي فساىم فك ١٤٠ إذ أبق إل ٱلفلك ٱلمشحون
عثون ١٤٣ فػلول أنهوۥ كان من ٱلمسبحي ١٤٢ م ملي ١٤٤ للبث ف بطنول إلم يػوم يػبػ[140] “When he fled to the laden ship,”
[141] “So he shared with others but was of those cast away.”
[142] “So the fish took him into its mouth while he was blamable.”
[143] “But had he not been of those who glorify (Us).”
[144] “He would have tarried in its belly till the day when they are raised.”
(Q.s. al-Ṣāffāt/37:140-144).77
٤٨ م إذ ندىم وىو مكظو فٱصب لكم ربك ول تكن كصاحب ٱلوت
“So wait patienly for the judgment of thy Lord, and be not like the
Companion of the fish, when he cried while he was in distress.” (Q.s. al-
Qalam/68:48).78
7. Nabi Isa A.s.
a. Nabi Isa A.s. membuat burung dari tanah liat dan meniupkan roh
kepadanya kemudian hiduplah burung tersebut.
b. Nabi Isa A.s. menyembuhkan orang yang buta sejak lahir dan
menyembuhkan penyakit kusta.
c. Nabi Isa A.s. dapat menghidupkan orang mati.
تكم ب إلم بن إسرمءيل ورسول رهبكم من ة اي أن قد جئػ ن لكم أخلق أن ة ٱلطهري ٱلطي كهي مرص وأحي ٱلموتىم بذن وأبرئ ٱلكمو وٱلبػ ا بذن ٱلله ر وأنػبئكم با فأنفخ فيو فػيكون طيػ ٱلله
كلون وما تدهخرون ف بػيوت لك لي ت ٤٩ مؤمني كنتم إن لهكم ة كم إنه ف ذم
“And (make him) a messenger to the Children of Israel (saying): I have
come to you with a sign from your Lord, that I determine for you out of dust
the form of a bird, then I breathe into it and it becomes a bird with Allāh‟s
permission, and i heal the blind and the leprous, and bring the dead to life
77
Terjemah Indonesia: [140] “Tatkala ia lari ke kapal penuh muatan.” [141] “Maka ia
mengambil bagian dengan orang-orang lain, tetapi ia termasuk orang yang dilemparkan.” [142]
“Maka sekiranya ia tak tergolong orang yang memahasucikan (Kami),” [144] “Niscaya ia akan
tinggal di perutnya sampai hari tatkaa mereka dibangkitkan.” Maulana Muhammad Ali, The
Holy Qur‟an arabic Text, English Translation and Commentary, 6th ed., h. 863. 78
Terjemah Indonesia: “Maka nantikanlah keputusan Tuhan dikau dengan sabar, dan
jangalah engkau seperti Kawannya ikan, tatkala ia berseru selagi ia dalam kesengsaraan.”
Maulana Muhammad Ali, The Holy Qur‟an arabic Text, English Translation and Commentary,
6th ed., h. 1090.
54
with Allāh‟s permission; and I inform you should store in your houses.
Surely there is a sign in this for you, if you are believers.” (Q.s. Ali
‟Imrān/3:49).79
8. Nabi Muhammad Saw.
a. Allah mengirim bala bantuan 1000 malaikat ketika perang Badar.
ن ف لكم أن مدكم أبل إذ تستغيثون ربهكم فٱستجاب ئكة مردفي م ٩ ٱلملم“When you shought the aid of your Lord, so He answered you: I will assist
you with a thousand of the angels following one another.” (Q.s. al-
Anfāl/8:9).80
ثة ءالم م إذ تػقول للمؤمني ألن يكفيكم أن يدهك ن ف ربكم بثػلم ئكة منزلي م ١٢٤ ٱلملم
“Yea, if you are steadfast and keep your duty, and they come upon you in a
headlong manner, your Lord will assist you with five thousand of havoc-
making angels.” (Q.s. Ali Imrān/3:124).81
ن اف طر ليػقطع ١٢٧ ٱلهذين كفروا أو يكبتػهم فػينقلبوا خائبي م
“That He many cut off a part of those who disbelieve or abase them so that
they should return in failure.” (Q.s. Ali Imrān/3:127).82
b. Allah menutup mata orang kafir sehingga tidak bisa melihat Nabi
Muhammad Saw. keluar dari rumahnya, padahal sudah mengepung
rumah beliau dan bermaksud untuk membunuhnya.
79
Terjemah Indonesia: “Dan Ia (membuat dia) sebagai Utusan kepada kaum Bani Israil,
(ucapnya): Aku datang kepada kamu dengan tanda bukti dan Tuhan kamu, yakni aku menjadikan
untuk kamu dari tanah sebuah bentuk burung, lalu aku tiup ke dalamnya, maka jadilah itu burung
dengan izin Allah; dan aku menyembuhkan orang buta dan orang sakit lepra, dan aku
menghidupkan orang mati dengan izin Allah; dan aku beritahukan kepada kamu apa yang kamu
makan dari apa yang kamu simpan dam ruah kamu. Sesungguhnya ini adalah tanda bukti bagi
kamu, jika kamu mukmin.” Maulana Muhammad Ali, The Holy Qur‟an arabic Text, English
Translation and Commentary, 6th ed., h. 144-145. 80
Terjemah Indonesia: “Tatkala kamu mohon bantuan kepada Tuhan kamu, lalu ia
mengabulkan (permohonan) kamu. Sesugguhnya aku akan membantu kamu dengan seribu
malaikat beruntun-runtun.” Maulana Muhammad Ali, The Holy Qur‟an arabic Text, English
Translation and Commentary, 6th ed., h. 366. 81
“Tatkala engkau berkata kepada kaum mukmin: Apakah belum cukup bagi kamu bahwa Tuhan
kamu membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan?” Maulana Muhammad Ali,
The Holy Qur‟an arabic Text, English Translation and Commentary, 6th ed., h. 164. 82
Terjemah Indonesia: “Agar Ia memotong sebagian kaum kafir, atau menghinakan
mereka, sehingga mereka pulang dengan tangan hampa.” Maulana Muhammad Ali, The Holy
Qur‟an arabic Text, English Translation and Commentary, 6th ed., h. 165.
55
هم اسد خلفهم ومن امن بػي أيديهم سد وجعلنا نم ٩ يػبصرون ل فػهم فأغشيػ“And We have set a barrier before them and a barrier behind them, thus We
have covered them, so that they see not.” (Q.s. Yāsīn/36:9).83
c. Nabi Muhammad dimintai oleh orang kafir untuk membelah bulan.
تػربت ٱلسهاعة وٱنشقه ٱلقمر ٢ مستمر سحر ويػقولوا يػعرضوا ة يػروا ءاي وإن ١ ٱقػ[1] “The hour drew nigh and the monn was rent asunder.”
[2] “And if they see sign, they turn away and say: Strong enchantment.”
(Q.s. al-Qamar/54:1-2).84
d. Nabi Muhammad melakukan perjalanan Isrā‟ dan Mi„rāj.
ن ٱله ن ل ذي أسرىم بعبدهل لي سبحم ٱلمسجد ٱلرام إل ٱلمسجد ٱلقصا ٱلهذي بمركنا حولوۥ م
إنهوۥ ىو ٱلسهميع ٱلبصري ١ لنريوۥ من ءايمتنا
“Glory to Him Who carried His servant by night from the Sacred Mosque to
the Remote Mosque, whose precincts We blessed, that We might show him
of Our signs! Surely He is the Hearing, the Seeing.” (Q.s. al-Isrā‟/17:1).85
83
Terjemah Indoesia: “Dan kami memasang satu tabir di depan mereka dan satu tabir
(lagi) di belakang mereka, dengan demikian Kami menutup mereka sehingga mereka tidak bisa
melihat.” Maulana Muhammad Ali, The Holy Qur‟an arabic Text, English Translation and
Commentary, 6th ed., h. 842. 84
Terjemah Indonesia: [1] “Sa‟ah sudah dekatdan bulan terbelah.” [2] “Dan jika mereka
melihat tanda bukti, mereka berpaling dan berkata: Sihir yang kuat.” Maulana Muhammad Ali,
The Holy Qur‟an arabic Text, English Translation and Commentary, 6th ed., h. 1007. 85
Terjemah Indonesia: “Maha-suci Dia yang menjalankan hamba-Nya pada malam hari
dari Masjid Suci ke Masjid yang jauh, yang sekelilingnya Kami berkahi, agar Kami perlihatkan
kepadanya sebagian pertanda Kami. Sesungguhnya Dia itu Yang Maha-mendengar, Yang Maha-
melihat.” Maulana Muhammad Ali, The Holy Qur‟an arabic Text, English Translation and
Commentary, 6th ed., h. 544.
56
BAB IV
ANALISIS PENAFSIRAN MAULANA MUHAMMAD ALI TENTANG
MUKJIZAT PARA NABI DALAM QUR’AN SUCI TERJEMAH DAN
TAFSIR
A. Penafsiran Maulana Muhammad Ali Tentang Mukjizat Para Nabi dalam
Al-Qur’an
1. Mukjizat Nabi Shaleh A.s. mempunyai unta yang keluar dari batu besar.
لوإلى اح ثودأخاىمصىۥ يىقومقال ره نإلىوغيػ منة قدجاءتكمبػينٱعبدواٱللهمالكمم
ذهرهبكم ٱللهىى نقة ءايۦ كلفذروىاة لكمٱللهأرضفت ول بس خذكمءوتسوىا
فػيأ
ألي ٧٣ م عذاب
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shaleh.
Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan
bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu
dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka
biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya
dengan gangguan apapun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan
yang pedih.” (Q.s. al-A‟rāf/7:73).
ذهۦنقةٱللهويىقوم كلفذروىاة لكمءايىىخذكمءولتسوىابسو ٱللهأرضفت
فػيأ
٦٤ قريب عذاب
“Hai kaumku, inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat (yang
menunjukkan kebenaran) untukmu, sebab itu biarkanlah dia makan di bumi
Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun yang
akan menyebabkan kamu ditimpa azab yang dekat" (Q.s. Hūd/11:64).
Maulana Muhammad Ali menyebutkan bahwa Kabilah Tsamud dalam al-
Qur‟an seringkali disandingkan dengan Kabilah ‟Ad. Meskipun dalam al-Qur‟an
sering disebutkan bersama, namun terpaut jauh, secara tempat dan waktunya.
Kabilah Tsamud terkenal sebagai cicit Aram, cucu Nabi Nuh A.s. Jejak-jejak
sejarahnya dapat ditemukan dalam Ptolemy. Kabilah ini mengalami masa
kejayaan selama dua ratus tahun lebih, sesudah Kabilah ‟Ad, dan menempati
daerah yang terkenal dengan nama al-Hijr (Q.s. al-Ḥijr/15:80), dan tanah datarnya
57
dengan nama Wad al-Qurā yaitu batas daerah sebelah selatan Syiria dan sebelah
utara jazirah Arab.1
Maulana Muhammad Ali berkomentar tentang ayat yang menjelaskan
mukjizat Nabi Shaleh A.s. bahwa dalam al-Qur‟an maupun hadis tidak disebutkan
unta betina yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Shaleh A.s. itu merupakan
unta yang indah dan besar. Dikatakan unta betina karena unta tersebut diberikan
oleh Allah kepada Nabi Shaleh A.s. sebagai bukti atas kebenaran risalah yang
dibawanya. Tapi orang-orang tersebut malah menyembelihnya karena tidak mau
menerima kebenaran yang datang dari Nabi Shaleh A.s.
Maulana Muhammad Ali memberikan catatan bahwa pemberian unta
betina sebagai barang bukti bukanlah hal yang aneh. Bangunan kasar yang disebut
Ka‟bah pun menjadi barang bukti kepada manusia seluruh dunia, sehingga
barangsiapa yang mencoba merusaknnya pasti ia akan binasa.
2. Mukjizat Nabi Ibrahim A.s. dibakar di atas api dan tidak terbakar.
كنتمفىعلي كونبػرقػلنا ٦٨ قالواحرقوهوٱنصرواءالتكمإن ااد يىنار رىىيمعلىىوسلىم إبػ٦٩
68. Mereka berkata: "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika
kamu benar-benar hendak bertindak"
69. Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi
keselamatanlah bagi Ibrahim." (Q.s. al-Anbiyā‟/21:68-69).
تػنحتون ما أتػعبدون تػعملون ٩٥ قال وما لوۥ ٩٦ وٱللهخلقكم نوا ٱبػ يىقالوا ففألقوهان بػنػ
هماد كيفأرادوابوۦ٧٩ ٱلحيم ٩٨ٱلسفليفجعلنى95. Ibrahim berkata: "Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu
pahat itu
96. Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat
itu"
97. Mereka berkata: "Dirikanlah suatu bangunan untuk (membakar)
Ibrahim;lalu lemparkanlah dia ke dalam api yang menyala-nyala itu"
98. Mereka hendak melakukan tipu muslihat kepadanya, maka Kami jadikan
mereka orang-orang yang hina” (Q.s. al-Ṣāffāt/37:95-98).
1 Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun (Jakarta: Darul
Kutubil Islamiyah, 2006), h. 477
58
منٱلنهار تػلوهأوحرقوهفأجنىىوٱلله إلهأنقالواٱقػ كانجوابقػوموۦ لكليىفما تإنهفذىا ٢٤ يػؤمنونلقوم ندونٱللهوقالإنه يػومفبػينكممهودهةان أوثىٱتهذتم ثه يا نػ ةٱلد ٱليػوى
مة وىىكمابػعض بػعضكمويػلعنضيكفربػعضكمببػعٱلقيىننهىصرينومأ ٢٥ ٱلنهارومالكمم
وقالط لوامنلوۥ ۞ف إلىمهاجر إن ٢٦ ۥىوٱلعزيزٱلكيمإنهورب 24. Maka tidak adalah jawaban kaum Ibrahim, selain mengatakan:
"Bunuhlah atau bakarlah dia", lalu Allah menyelamatkannya dari api.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman”
25. Dan berkata Ibrahim: "Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu
sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di
antara kamu dalam kehidupan dunia ini kemudian di hari kiamat
sebahagian kamu mengingkari sebahagian (yang lain) dan sebahagian
kamu melaknati sebahagian (yang lain); dan tempat kembalimu ialah
neraka, dan sekali-kali tak ada bagimu para penolongpun”
26. Maka Luth membenarkan (kenabian)nya. Dan berkatalah Ibrahim:
"Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan)
Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana” (Q.s. al-Ankabūt/29:24-26).
Dalam kitab-kitab tafsir banyak menerangkan tentang detail dibakarnya
Nabi Ibrahim A.s. tetapi dari keterangan tafsir yang dapat dipercaya tidak
membenarkan dongengan ini. Dalam al-Qur‟an tidak dijelaskan bahwa Nabi
Ibrahim A.s. benar-benar dimasukkan ke dalam api, memang benar musuh-musuh
Nabi Ibrahim A.s. memutuskan beliau untuk dibunuh dengan cara dibakar seperti
yang dijelaskan dalam Q.s. al-Anbiyā‟/21:68-69. Tetapi dalam Q.s. al-
Anbiyā‟/21:70 dan Q.s. al-Ṣāffāt/37:98 hanya diterangkan kegagalan mereka
dalam rencana tersebut “membuat mereka menderita dan rugi” dan “kami jadikan
mereka dibawah”.2
Dalam keterangan Q.s. al-Ankabūt/29:24 Allah menyelamatkan Nabi
Ibrahim A.s. dari api, tapi tidak dijelaskan secara detail apakah diselamatkan
sesudah masuk dalam kobaran api atau sebelumnya. Sedangkan yang dijelaskan
dalam Q.s. al-Anbiyā‟/21:71 justru menjelaskan bahwa diselamatkannya beliau
dari pembakaran itu dengan perginya beliau ke negeri lain. Hal ini sama seperti
2 Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 915-916.
59
hijrah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. saat diganggu oleh kafir
Makkah.3
3. Mukjizat Nabi Musa A.s.
a. membelah lautan
فٱنفلق أنٱضرببعصاكٱلبحر موسىى ناإلى كلفرفأوحيػ ٦٣ ٱلطهودٱلعظيمكقفكان “Lalu Kami wahyukan kepada Musa: "Pukullah lautan itu dengan
tongkatmu". Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah
seperti gunung yang besar” (Q.s. al-Syu‟arā‟/26:63)
أنأسربعباديفٱضرب موسىى ناإلى تىفلهاس يػبٱلبحرفاق لمطريولقدأوحيػشولادرك ٧٧ ىىت
“Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: "Pergilah kamu
dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk
mereka jalan yang kering dilaut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul
dan tidak usah takut (akan tenggelam)" (Q.s. Ṭāhā/20:77).
b. mengetuk tongkat di tanah dan mengeuarkan air.
نػتا فٱنفجرتمنوٱثػ لقوموۦفػقلناٱضرببعصاكٱلجر موسىى ن عشرةعيػ۞وإذٱستسقىىقدا
ولتػعثػوافٱلرضمفسدينٱشربوامنوكلوامهشربػهم أنسكلعلم ٦٠ رزقٱلله “Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami
berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah
daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui
tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezeki (yang
diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan
berbuat kerusakan” (Q.s. al-Baqarah/2:60).
Menurutnya kalimat iḍrib bi‟aṣāka al-baḥra sama dengan iḍrib bi‟aṣāka al-
hajar. Jadi iḍrib bi‟aṣāka al-hajar mempunyai dua makna: Pertama, pukullah
batu dengan tongkatmu, Kedua, berjalanlah, pergilah, bergegaslah ke gunung
batu dengan umatmu. Sebenarnya Ḍaraba (ضرب) mempunyai banyak alternatif
makna lain selain memukul, seperti melempar. Berjalan, pergi ke tempat lain,
mengemukakan perumpamaan, dan masih banyak lagi. 4
3 Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 916.
4 Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 43.
60
Dalam ayat yang lain (Q.s. al-Baqarah/2:50), Maulana Muhammad Ali
menerangkan dalam tafsirannya nomor 82 bahwa al-Qur‟an tidak menerangkan
secara jelas bagaimana Bani Isra‟il menyeberangin atau bagaimana lautan itu
dibelah. Ia mengutip penjelasan dalam Bibel bahwa laut yang dimaksud adalah
Laut Merah ujung Utara: “Lalu Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, dan
semalam-malaman itu Tuhan menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur
yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu.”
(Kitab Keluaran 14:21), dengan demikian sangat dimungkinkan bagi Bani Isra‟il
untuk melintasi laut tersebut karena dalam keadaan kering tidak ada air. Menurut
keterangan lain pada saat Bani Isra‟il menyeberang laut dalam keadaan surut
sehingga memungkinkan bagi mereka untuk menyeberang, dan ketika Fir‟aun dan
pengikutnya menyeberang justru laut itu seketika menjadi pasang dan
menenggelamkan Fir‟aun dan pengikutnya.5 Di tempat yang lain al-Qur‟an
menjelaskan bahwa Nabi Musa bersama para pengikutnya berjalan di malam hari
dan menemukan jalan yang kering di lautan.6
c. Merubah ular menjadi tongkat.
١٠٧ مبي ن عصاهفإذاىيثػعبافألقىى
“Maka Musa menjatuhkan tongkat-nya, lalu seketika itu juga tongkat itu
menjadi ular yang sebenarnya” (Q.s. al-A‟rāf/7:107).
d. Tangan Nabi Musa A.s. mengeluarkan cahaya.
للنهىظرين ١٠٨ ونػزعيدهۥفإذاىيبػيضاء “Dan ia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu juga tangan itu menjadi
putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang melihatnya” (Q.s. al-
A‟rāf/7:108).
Maulana Muhammad Ali dalam menafsirkan ayat ini mengutip Bible dan
menemukan adanya kekurangan dalam keterangan Bible dalam menjelaskan dua
mukjizat ini (tongkat dan tangan cahaya), bahwa disebutkan dalam Bible kitab
Keluaran pasal 4 diterangkan dengan sangat jelas bahwa Nabi Musa A.s.
diberikan dua tanda bukti; tongkat yang berubah menjadi ular dan tangan yang
5 Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 38.
6 Lihat Q.s. Ṭāhā/20: 77.
61
dimasukkan ke dalam baju di depan dada menjadi putih. Begitu juga yang
disebutkan dalam kitab Keluaran 4:8 diterangkan dengan jelas bahwa Nabi Musa
A.s. diperintahkan untuk memperlihatkan dua tanda tersebut. Namun jika melihat
ayat 7 hanya menerangkan tanda bukti tentang tongkat saja, tidak dengan tangan
bercahaya.7
Kemudian Maulana Muhammad Ali mempertimbangkan tentang dua
mukjizat ini, bahwa tongkat yang dibawa oleh Nabi Musa A.s. merupakan tongkat
biasa, sebagaimana yang diterangkan dalam ayat lain dalam al-Qur‟an (Q.s.
Ṭāhā/20:18).8 Dalam al-Qur‟an tidak ada ayat yang menjelaskan secara jelas
bahwa ketika tongkat itu dilempar menjadi ular, bahkan ketika kaumnya, Bani
Isra‟il dalam keadaan bahaya pun ia tongkat tersebut tidak digunakan. Tongkat
tersebut digunakan pada dua tempat saja: (1) ketika Nabi Musa A.s. wawancara
dengan Tuhannya sebelum pergi ke Fir‟aun, (2) ketika Nabi Musa A.s.
menghadap Fir‟aun untuk yang pertama kalinya yaitu ketika Fir‟aun meminta
bantuan kepada tukang sihir.9
Ketika tongkat tersebut menjadi ular, hal itu memang disaksikan oleh Nabi
Musa A.s. sendiri. Karena pada saat itu Nabi Musa A.s. dalam keadaan kasyaf;
suatu keadaan dimana orang dipindah ke alam rohani. Keadaan inilah yang sering
dialami oleh para nabi dan orang-orang yang tulus pada waktu mereka menerima
wahyu Ilahi. Pada saat masuk ke alam tersebut memang mereka tidak tidur, tapi
mereka yakin bahwa jiwa mereka membubung tinggi keluar batas wilayah fisik,
sehingga bisa melihat apa yang mata biasa tidak bisa melihatnya, dan mendengar
apa yang telinga biasa tidak biasa mendengarnya. Tapi terkadang pengaruh kasyaf
itu begitu kuat, sehingga membuat orang-orang yang ada disekitarnya ikut
terpengaruh juga, seperti para penyihir yang melihat tongkat Nabi Musa A.s.
menjadi ular. Namun demikian, tujuan utama dari mukjizat tersebut adalah bukan
untuk pertunjukan. Mukjizat mengisyaratkan sesuatu yang agung; sebuah kiasan
7 Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 487.
8غنميولفيهام باعلىى هاوأىش ؤاعليػ ١٨ اربأخر ى قالىيعصايأتػوكه
“Berkata Musa: "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun)
dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya" (Q.s.
Ṭāhā/20:22) 9 Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 487.
62
dimana tongkat diibaratkan sebagai umatnya Nabi Musa A.s. yang akan
mengalahkan musuh-musuhnya. Sedangkan tangan Nabi Musa A.s. yang menjadi
putih mengisyaratkan bahwa dalil yang dibawa Nabi Musa A.s akan memancar
sinar yang terang.10
هافإذاىيحيهف ٢٠ تسعىىة ألقىػى “Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular
yang merayap dengan cepat” (Q.s. Ṭāhā/20:20)
رجبػيضاءمنغيسوءءاية أخر ىوٱضمميدك جناحكت ٢٢ إلى“Dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia ke luar menjadi putih
cemerlang tanpa cacad, sebagai mukjizat yang lain (pula)” (Q.s.
Ṭāhā/20:22).
Seperti penafsiran Maulana Muhammad Ali pada Surah al-A‟rāf/7:107
dimana ketika Nabi Musa mengalami hal itu (mukjizat merubah tongkat menjadi
ular), ia berada pada keadaan—Maulana Muhammad Ali menyebutkannya dengan
istilah istimewa—yang hanya dialami oleh para penerima wahyu. Dua peristiwa
luar biasa itu (merubah tongkat menjadi ular dan tangan bercahaya) menunjukkan
sesuatu peristiwa yang dalam, Maulana Muhammad Ali mengutip ayat 23 dimana
dalam ayat tersebut terjemahannya “Agar Kami perlihatkan kepada engkau
sebagai tanda bukti Kami yang besar.” Maulana Muhammad Ali mengatakan
bahwa kata „aṣā artinya umat sebagaimana yang dijelaskan dalam tafsir nomor 96.
Jadi berubahnya tongkat tersebut menjadi ular dan merayap itu menunjukkan
bahwa umatnya Nabi Musa yang awalnya terkekang kaku oleh Fir‟aun akan bebas
bergerak.11
Berdasarkan penjelasan di atas, maka kalimat yadun bayḍā‟ juga memiliki
arti yang dalam; kiasan. Secara harfiah kalimat tersebut mempunyai makna
„tangan yang putih‟ dan juga mengandung arti dalil yang terang-benderang, bukti
atau bukti yang ditunjukkan dan hujjah, mengutip kamus Lexicon. Kemudian arti
dalam yang menurut versinya Maulana Muhammad Ali adalah „hujjah Nabi Musa
A.s. akan menang.12
e. Nabi Daud A.s. melunakkan besi dengan tangannya.
10
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 487-488. 11
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 879. 12
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 879.
63
ناداوۥد بال ل منهافض۞ولقدءاتػيػ رمعوأوبيى وألنهالوٱلديدۥوٱلطهيػ ١٠
“Dan sesunggunya Kami telah memberikan kepada Daud anugerah dari Kami:
Wahai gunung-gunung ulanglah puji-pujian bersama dia, dan burung-burung,
dan besi Kami buat lunak bagi dia.” (Q.s. Sabā/34:10).
Maulana Muhammad Ali memberikan tiga makna alternatif pada kata
awwaba; (1) makna aslinya adalah kembali, (2) jika diterapkan kepada para
manusia maka berarti bepergian di siang hari. Untuk makna pertama dan kedua
merujuk pada Kamus Lexicon. (3) Jika kata tersebut digunakan untuk sindiran
maka bermakna „kembali dari kondisi durhaka menuju kepatuhan‟ atau
„mengulang puji-pujian kepada Allah‟. Para mufasir berpendapat bahwa gunung-
gunung mengulang-ulang pujian kepada Allah, memahasucikan Allah. Tetapi
melihat kalimat setelahnya menyinggung masalah burung-burung mengiringi
tentara yang menang, seperti yang dijelaskan dalam tafsir nomor 1387.13
Selain
itu juga disebutkan juga masalah besi, ini menunjukan kemenangan Nabi Daud
A.s. Maka dari itu maksud dari gunung-gunung yang menyanyikan pujian adalah
orang-orang yang bertempat tinggal di gunung ditaklukan oleh Nabi Daud. Kata
Jibāl bermakna orang yang perkasa seperti penjelasan dalam tafsir nomor 1604,14
orang perkasa tersebut kemudian diperintah Nabi Daud A.s. untuk membantunya
menaklukan musuh. Maksud besi dibuat lunak oleh Nabi Daud adalah banyak
sekali besi yang digunakan beliau dalam pertempuran, begitu juga baju rantai
yang dijelaskan dalam ayat berikutnya.15
هاخلقظلىوٱللهج نلكموجعلل عللكمم تقيكمسرىبيللكموجعلان أكنىٱلبالم ٱلرهلكيتمنعمتوۥعليكملعلهكمتسلمون كذى سكم
٨١ وسرىبيلتقيكمب
“Dan dari apa yang ia ciptakan, Ia membuat tempat berlindung bagi kamu,
dan Ia membuat gunung sebagai tempat berlindung bagi kamu, dan Ia
membuat gunung sebagai tempat pengungsian bagi kamu, dan Ia memberi
13
Banyak sya‟ir Arab yang menjelaskan bahwa burung menjadi pengiring kemenangan
tentara karena untuk memakan bangkai pasukan yang kalah. Lihat Maulana Muhammad Ali,
Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 764. 14
kata jabāl berarti gunung juga bisa berarti kepala atau pemimpin rakyat menurut Kamus
Lexicon. Keterangan ini ada dalam Surah Ṭāhā/20: 105 yang menjelaskan kata jibāl dalam ayat
tersebut bermakna „pemimpin rakyat‟. Lihat Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah &
Tafsir, H.M. Bachrun, h. 894. 15
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 1186.
64
pakaian kepada kamu untuk melindungi kamu dari panas, dan baju besi
untuk melindungi kamu dari panas, dan baju besi untuk melindungi kamu
untuk melindungi kamu dalam pertempuran. Demikianlah Ia
menyempurnakan nikmat-Nya kepada kamu agar kamu berserah diri
(kepada-Nya).” (Q.s. al-Naḥl/16:81).
Di sini hanya disebutkan untuk melindungi diri dari panas saja, tidak
disebutkan untuk dingin. Hal ini menurut Maulana Muhammad Ali jika dua hal
yang berlawanan disebutkan salah satunya saja maka satunya sudah terwakilkan,
karena mencakup yang lain. Begitu juga menurut Imam Zajjaj bahwa melindungi
dari dingin, kalimat akhirnya (melindungi dari dingin) dihilangkan.16
و عةلبووعلهمنى ن لتحصنكملهكمسصنػ سكم مكرونأنتمفػهلب ٨٠ شى
“Dan Kami mengajarkan kepadanya pembuatan baju besi untuk kamu, untuk
meindungi kamu dalam pertempuran. Apakah kamu berterima kasih?.” (Q.s. al-
Anbiyā‟/21:80).
Menurut Maulana Muhammad Ali ayat ini menerangkan bahwa pada zaman dahulu
orang tidak mengerti pembuatan baju zirah. Ayat ini hanya menerangkan bahwa karena
Nabi Daud A.s. maka pasukan Bani Isra‟il harus dilengkapi sebaik mungkin untuk
mendukung kemenangan pasukan Nabi Daud A.s. Lihat tafsir nomor 202317
dan 2024.18
f. Nabi Sulaiman
a. Mengendalikan angin dan jin.
نسوٱلطهيفػهميوزعون نجنودهۥمنٱلنوٱل ١٧ وحشرلسليمى “Dan dihimpun ke hadapan Sulaiman balatentaranya (yang terdiri) dari
jin dan manusia dan burung, dan mereka dibentuk menjadi beberapa
golongan.” (Q.s. al-Naml/27:17).
Dalam menafsirakan ayat ini Maulana Muhammad Ali berpendapat bahwa dalam
ayat tersebut balatentara Nabi Sulaiman A.s. terbagi menjadi tiga golongan; (1)
Jin, (2) manusia dan (3) ṭā‟ir. Adapun terkait pasukan jin sudah diterangkan
dalam tafsir nomor 1647,19
yaitu merekalah kabilah pegunungan yang sudah
16
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 765. 17
Besi dibuat lunak oleh Nabi Daud karena saking banyaknya besi yang digunakan
kebutuhan beliau saat berperang. Lihat Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir,
H.M. Bachrun, h. 1186. 18
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 918. 19
Dalam ayat lain (Q.s. Ṣad/38:31-33) Nabi Sulaiman memperkerjakan orang yang telah
ditaklukkan untuk bekerja sebagai penyelam dan membangun gedung. Maulana Muhammad Ali
merujuk Kamus Lexicon bahwa kata syaiṭān artinya orang yang sombong, memberontak dan
65
ditaklukan oleh Nabi Sulaiman A.s. Kemudian yang dimaksud ṭā‟ir adalah
pasukan kavaleri, karena kata ṭā‟ir itu maknanya bisa berarti burung juga bisa
berarti kuda. Menurutnya digabungnya tiga macam pasukan kemudian dibagi
beberapa golongan ini menunjukan bahwa ketiga-tiganya adalah pasukan
manusia. Kata ṭā‟ir (طائر) dan ṭayr (طي) berasal dari kata ṭāra (طار) yang diartikan
terbang. Kata ṭā‟ir bukan hanya digunakan untuk hewan yang mempunyai sayap
saja, bisa juga untuk hewan yang tidak mempunyai sayap yang larinya sangat
cepat seperti kuda. Maka dari itu kata ṭayyār (طيار) yang merupakan bentuk
intensif (ṣīghāt mubālaghah) dari kata ṭā‟ir jika tersendiri maka artinya kuda yang
galak dan cekatan yang hampir terbang karena terlalu kencang larinya, Maulana
Muhammad Ali merujuk pada Kamus Tāj al-‟Arūs dan Lexicon. Kemudian dalam
Kamus Lexicon juga dijelaskan bahwa ṭayyār bisa juga berarti sekumpulan orang.
Dari beberapa rujukan dan penjelasan Maulana Muhammad Ali terkait kata ṭā‟ir
bukanlah menunjukan arti burung, melainkan kavaleri kuda. Hal ini dikuatkan
bahwa Nabi Sulaiman menyukai kuda seperti yang tertera dalam Surah Ṣad/38:31-
33.20
Namun Maulana Muhammad Ali juga menambahkan bahwa bisa juga
diartikan burung secara harfiah, mengingat burung juga sangat dibutuhkan untuk
membantu gerakan militer dalam pertempuran.21
نٱلريحغ ولسليمى ومنٱلنمنيػعملبػي ٱلقطر وأسلنالوۥعي ورواحهاشهر دوىاشهر همعنأمرننذقومنعذابٱلسهعي ومنيزغمنػ ١٢ يديوبذنربوۦ
“Dan (Kami membuat) angin (sebagai pelayan) bagi Sulaiman;itu (angin)
membuat perjalanan sebulan di waktu pagi dan perjalanan di waktu sore;
dan Kami mengalirkan sumber cairan tembaga kepadanya. Dan di antara
lancang, baik itu manusia, jin atau binatang. Lihat Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah
& Tafsir, H.M. Bachrun, h. 919
فنىتٱلياد 20 ٱلصهى بٱلعشي ٣١ إذعرضعليو أحبػبتحبه تػوارتبٱلجابفػقالإن حتهى عنذكررب ٣٢ ٱلي ردوىاعليه ابٱلسوقوٱلعناق ٣٣ فطفقمسح
31. (ingatlah) ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan
cepat waktu berlari pada waktu sore
32. maka ia berkata: "Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda)
sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan"
33. "Bawalah kuda-kuda itu kembali kepadaku". Lalu ia potong kaki dan leher kuda itu (Q.s.
Ṣad/38:31-33). 21
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 1054.
66
jin ada yang bekerja di hadapan dia dengan izin Tuhannya. Dan barang
siapa di antara mereka berpaling dari perintah Kami, Kami akan membuat
dia merasakan siksaan yang menghanguskan.” (Q.s. Sabā/34:12).
Dalam penafsirannya Maulana Muhammad Ali yang nomor 1646 dijelaskan
bahwa kapal Nabi Sulaiman yang menjalani perjalanan satu bulan lamanya bisa
ditempuh menjadi satu hari jika mendapatkan angin yang bagus, ia merujuk pada
Bible Kitab Raja-raja I, 9:26. Dalam Kamus Lexicon dijelaskan bahwa kata rīḥun
bisa berarti kekuasaan, pemerintahan atau jajahan. Dengan demikian, maka
maksudnya adalah terbentangnya wilayah kerajaan Nabi Sulaiman yang begitu
luas sehingga untuk mengelilinya butuh waktu berbulan-bulan.22
Kemudian jin-jin tersebut tidak lain adalah orang-orang yang ditaklukkan
oleh Nabi Sulaiman dan dipaksa untuk melakukan pekerjaan. Ia merujuk dalam
Kitab Tawarikh II, 2:2-18: “Dan Solomon mengerahkan tujuh puluh ribu kuli,
delapan puluh ribu tukang pahat di pegunungan dan tiga ribu enam ratus mandor
untuk mengawasi mereka”. Dalam Surah Ṣad/38:37 juga diterangkan bahwa Nabi
Sulaiman menaklukkan setan-setan yang tidak lain mereka adalah ahli menyelam
dan membuat bangunan. Dalam kitab jilid satu yang menerangkan hal Himāsah,
Tabrizi menjelaskan tentang pepatah Arab yang menerangkan bahwa jinnya telah
pergi manakala mereka menjadi lemah dan hina.23
b. Berbicara dengan hewan.
يػهاٱلنهملٱدخل لة يىوادٱلنهملقالتن إذاأتػواعلىى نحتهى طمنهكمسليمى كنكملي وامسى
١٨ وجنودهۥوىمليشعرون
“Sampai tatkala mereka tiba kembali di lembah Naml, orang Naml berkata: Wahai
Naml, masuklah dalam rumah kamu, agar kamu tak dihancurkan oleh Sulaiman
dan balatentaranya sedangkan mereka tak merasa.” (Q.s. al-Naml/27:18).
Maulana Muhammad Ali berpendapatb bawha kesalahan yang sering terjadi
pada dongeng-dongeng tentang Nabi Sulaiman adalah salah paham tentang makna
naml. Ia mengutip Kamus Tāj al-‟Arūs bahwa wāḍ al-naml adalah nama lembah
di antara Jibrin dan „Asqalan. Sedangkan kata Namlatun adalah nama suatu
kabilah, sama seperti halnya nama Mā‟azin yang makna aslinya adalah telur
semut. Dalam Tāj al-‟Arūs juga dijelaskan bahwa naml berarti orang yang pandai,
22
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h 1187 23
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 1188.
67
begitu juga keterangan Namlah adalah nama suatu kabilah, dijelaskan dibawah
kata barq kamus menulis abriqah termasuk perairan Namlah.24
g. Nabi Yunus dibuang ke laut dan dimakan ikan.
عليو أنلهننػهقدر فظنه ضب ا إذذهىبمغى ٱلنون إلهأنتوذا تأنلهإلىو فٱلظلمى فػناد ىكنتمنٱلظهىلمي نكإن لكن ٨٧ سبحى وكذى ومنٱلغم نى نالوۥوجنهيػ ٨٨ جيٱلمؤمني فٱستجبػ
“Dan Dzun-Nun, tatkala ia pergi dengan marah, dan ia mengira bahwa
Kami tak menyempitkan dia, maka ia menyeru di tengah-tengah
kemalangan, (Ucapnya): Tak ada Tuhan selain Engkau, Maha-suci Engkau!
Sesungguhnya aku adalah golongan orang yang lalim.” (Q.s. al-
Anbiyā‟/21:87-88).
Maulana Muhammad Ali berpendapat bahwa Dhū al-Nūn adalah nama lain
dari Nabi Yunus A.s., Imam al-Rāzi mengatakan bahwa Nūn artinya adalah ikan
yang besar. Maka artinya adalah tuannya Ikan. Pada permulaan turunya wahyu
Nabi Yunus disebut sebagai Ṣāḥib al-Ḥūt (kawannya ikan) sebagaimana
diterangkan dalam Surah al-Ḥaqqāh/68:48. Jadi nama tersebut diambil dari
peristiwa tersebut. Menurut Maulana Muhammad Ali Nabi Yunus marah kepada
umatnya bukan kepada Allah, kemudian ia pergi meninggalkan umatnya. Jadi
tidak pergi meninggalkan Allah, di sisi lain Allah tidak bertempat.25
Maulana Muhammad Ali memberi klaim kafir kepada orang yang
menafsirkan bahwa lan naqdira ‟Alaih bahwa Allah dalam ayat tersebut tidak
berkuasa atau mampu atas Nabi Yunus A.s., menurutnya kata qudrah dalam ayat
tersebut bukan bermakna kuasa atau mampu. Tapi maknanya adalah “kami tidak
akan menyempitkan dia” atau “Kami tak dapat memutuskan yang bertentangan
dengan dia” (Lexicon). Dalam al-Qur‟an kata qadara (قدر) digunakan untuk arti
menyempitkan seperti dalam Surah al-Ra„d/13:26 yang berarti menyempitkan
rezeki.26
Nabi Yunus A.s. meninggalkan umatnya dengan marah dan mengira ada
24
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 1154. 25
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h 920.
26ياوماٱليػ نػ ةٱلد وفرحوابٱليػوى
ويػقدر يػبسطٱلرزقلمنيشاء يافٱلخرةٱلله نػ ةٱلد متىوى ٢٦ ع إله“Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka
bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan)
kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit)”. (Q.s. al-Ra„d/13:26).
68
tempat (umat) lain yang akan menerima beliau, untuk menuntun ke jalan yang
benar.27
Kemudian Maulana Muhammad Ali kembali mengutip Kamus Lexicon dan
menafsirkan ẓulumāt al-baḥr sebagai malapetaka atau kesengsaraan karena orang
yang dalam keadaan sengsara diibaratkan sedang berjalan di kegelapan gulita
yang tidak bisa menemukan jalan.28
ٱلفلكٱلمشحون إل أبق ١٤٠ إذ فكان ٱلمدحضيفساىم ٱلوتوىو ١٤١ من فٱلتػقمو
كانمنٱلمسبحي ١٤٢ مليم عثون ١٤٣ فػلولأنهوۥ يػوميػبػ إلى ١٤٤ للبثفبطنوۦ[140] “Tatkala ia lari ke kapal penuh muatan.”
[141] “Maka ia mengambil bagian dengan orang-orang lain, tetapi ia
termasuk orang yang dilemparkan.”
[142] “Maka sekiranya ia tak tergolong orang yang memahasucikan
(Kami),”
[144] “Niscaya ia akan tinggal di perutnya sampai hari tatkaa mereka
dibangkitkan.” (Q.s. al-Ṣāffāt/37:140-144).
Seperti penafsiran ayat sebelumnya, bahwa tidak mungkin Nabi Yunus A.s.
lari dari Allah, karena beliau adalah seorang nabi maka tidak mungkin melakukan
hal yang demikian. Di sisi lain kerajaan Allah sangatlah luas tak terbatas.
Kemudian para mufasir menafsirkan ayat ini bahwa Nabi Yunus A.s. lari dari
kaumnya atau dari Raja.29
Kata sāhama mempunyai arti mengundi atau membagikan barang dengan
orang lain (Lexicon), akan tetapi Maulana Muhammad Ali merujuk Bible dan
menemukan bahwa Nabi Yunus masuk kapal kemudian jatuh terlempar karena
angin yang kencang, bukan sebab diundi.30
Dalam Kitab Yunus 1:17, tertera Nabi Yunus ditelan ikan. Kemudian
Maulana Muhammad Ali menjelaskan kata iltaqama dalam al-Qur‟an, bahwa kata
tersebut tidak selalu bermakna menelan. Kata laqm yang artinya sesuap, kemudian
27
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 920-921. 28
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 921. 29
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 1247. 30
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 1247.
69
berubah menjadi iltaqama yang berarti mengulum atau memeluk. Dalam Kamus
Lexicon diterangkan sebuah kalimat iltaqama fāhā fi al-taqbīl yang artinya ia
mengulum bibirnya dalam mulutnya pada waktu mencium. Dalam al-Qur‟an
menggunakan kata iltaqama yang tidak harus berarti menelan, bisa juga berarti
mengulum dan memeluk. Ia mengutip pendapat seorang mufassir yang
mengatakan bahwa hanya tumitnya Nabi Yunus A.s. saja yang masuk ke dalam
mulutnya.31
لكمربكول وىومكظوم فٱصب كصاحبٱلوتإذند ى ٤٨ تكن
“Maka nantikanlah keputusan Tuhan dikau dengan sabar, dan jangalah
engkau seperti Kawannya ikan, tatkala ia berseru selagi ia dalam
kesengsaraan.” (Q.s. al-Qalam/68:48).
Menurut Maulana Muhammad Ali Nabi Yunus dikatakan sebagai Ṣāḥib al-
Ḥūt karena persitiwa yang terjadi pada saat Nabi Yunus bertemu dengan ikan,
lihat tafsir ayat al-Ṣāffāt/37:142.32
h. Nabi Isa A.s.
a. Nabi Isa A.s. membuat burung dari tanah liat dan meniupkan roh
kepadanya kemudian hiduplah burung tersebut.
b. Nabi Isa A.s. menyembuhkan orang yang buta sejak lahir dan
menyembuhkan penyakit kusta.
c. Nabi Isa A.s. dapat menghidupkan orang mati.
تكمب قدجئػ بنإسرىءيلأن إلى كهيايةم ورسول نٱلطي أخلقلكمم ةٱلطهي نرهبكمأن بذنٱلله رصوأحيٱلموتىى وأبرئٱلكمووٱلبػ ابذنٱلله ر افأنفخفيوفػيكونطيػ وأنػبئكم
كلونوماتدهخرونفكنتممؤمنيت لكلية لهكمإن إنهفذى ٤٩ بػيوتكم
“Dan Ia (membuat dia) sebagai Utusan kepada kaum Bani Israil,
(ucapnya): Aku datang kepada kamu dengan tanda bukti dan Tuhan kamu,
yakni aku menjadikan untuk kamu dari tanah sebuah bentuk burung, lalu
aku tiup ke dalamnya, maka jadilah itu burung dengan izin Allah; dan aku
menyembuhkan orang buta dan orang sakit lepra, dan aku menghidupkan
orang mati dengan izin Allah; dan aku beritahukan kepada kamu apa yang
kamu makan dari apa yang kamu simpan dam ruah kamu. Sesungguhnya ini
adalah tanda bukti bagi kamu, jika kamu mukmin.” (Q.s. Ali ‟Imrān/3:49).
31
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 1127. 32
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 1583.
70
Apa yang diterangkan dalam ayat tersebut di atas adalah tentang mukjizat-
mukjizat Nabi Isa As. yang sangat luar biasa dimuai dari meniupkan roh kepada
burung yang terbuat dari tanah lalu seketika langsung hidup dan terbang,
kemudian menyembuhkan orang yang sakit (lepra, buta, lumpuh, dsb), dan
terakhir menghidupkan orang yang sudah meninggal. Menurutnya jika perkataan
Nabi Isa As. dipahami secara tekstual maka tentu akan membingungkan, karena
semua itu termasuk hal yang di luar jangkauan akal. Namun, jika dipahami secara
alegoris maka akan menemukan titik temu. Maulana Muhammad Ali mengatakan
bahwa Nabi Isa As. sering menggunakan uangkapan-ungkapan alegoris atau
kiasan seperti yang digambarkan dalam Injil dan Al-Qur‟an datang untuk
menjelaskan kiasan-kiasan tersebut.
Setidaknya ada empat kata dalam ayat tersebut yang harus dijelaskan
maknanya, kata Maulana Muhammad Ali. Empat kata itu adalah khalq, ṭīn, nafkh
dan ṭair. Kata khalq, mengutip Kamus Arabic English Lexicon karya Edward
William Lane bermakna menentukan ukuran dan menentukan timbangan, sinonim
dari kata taqdīr (تقدير); dalam hal ini berarti khalq „menjadikan suatu barang‟
seperti yang terdapat dalam sya‟ir-sya‟ir sebelum Islam (jahiliyyah). Sedangkan
khalq yang berarti menciptakan itu hanya berlaku untuk Allah Sang Maha
Pencipta seperti yang sudah ditegaskan dalam Al-Qur‟an bahwa mereka tidak bisa
mencoptakan, bahkan mereka sendiri diciptakan.33
Kata selanjutnya adalah ṭīn dan nafkh. Manusia diciptakan dari tanah;
berarti manusia itu awalnya hina, karena tempatnya tanah adalah dibawah dan
لقون 33 ئ اوىمي لقونشيػلي ٢٠وٱلهذينيدعونمندونٱلله
“Dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah, tidak dapat membuat sesuatu apapun,
sedang berhala-berhala itu (sendiri) dibuat orang”. (Q.s. al-Naḥ/16: 20)
لكونلنفسهمضراول لقونولي ئ اوىمي لقونشيػي ءالة له ولحيػوىة وٱتهذوامندونوۦ لكونمو نػفع اولي
٣ ولنشو ا“Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-
tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk
(menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) suatu
kemanfaatanpun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula)
membangkitkan”. (Q.s. Aa-Furqān/25: 3).
71
selalu diinjak-injak. Namun, menjadi mulia karena ditiupkan roh oleh Allah
sehingga dihormati para malaikat, seperti yang diterangkan di beberapa tempat
dalam Al-Qur‟an.34
Terakhir kata ṭair atau ṭa‟ir yang artinya burung, seperti halnya asad yang
makna aslinya singa tapi sering dijadikan kiasan untuk orang yang berani. Jadi
menurut Maulana Muhammad Ali tidaklah mengapa jika kata ṭair dikiaskan untuk
„orang yang sudah terbang ke alam tinggi dan tidak condong ke bumi atau kepada
barang-barang duniawi‟. Di tempat lain di dalam Al-Qur‟an diterangkan bahwa
ada umat yang terbang dengan sayap dan ada pula yang melata di bumi.35
Jadi
maksud dari ayat tersebut ternyata ada orang-orang yang hanya mau berada di
bumi karena tidak mau meninggalkan urusan dunianya, dan ada juga orang-orang
yang melesat terbang tinggi karena rohaninya terbebas dari dunia. Dengan
demikian berarti maksud Nabi Isa As. adalah umat-umatnya yang awalnya hina
karena selalu condong ke bumi kemudian menuruti segala perintah Nabi Isa As,
untuk menjelajah dunia guna menyebarkan kebenaran. Inilah benar-benar burung
yang telah ditiupkan roh kebenaran oleh utusan Allah (Nabi Isa As.) dan berubah
menjadi burung yang terbang di angkasa raya.36
i. Nabi Muhammad Saw.
a. Allah mengirim bala bantuan 1000 malaikat ketika perang Badar.
ثةءالىإذتػقولللمؤمنيألنيكفيكمأنيدهك نفمربكمبثػلى ئكةمنزليم ١٢٤ ٱلملى
بشر امنطي 34 لق خى ئكةإن جدين ٧١ إذقالربكللملى توۥونػفختفيومنروحيفػقعوالوۥسى ٧٢ فإذاسوهيػ71. (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan
menciptakan manusia dari tanah"
72. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh
(ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya". (QS Ṣad/38: 71-72).
مهافػرهطنافٱلكتىبوم 35 شرونامندابهةفٱلرضولطىئريطيبناحيوإلهأمم أمثالكم مي رب إلى ثه منشيء
٣٨ “ Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan
kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam
Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”. (Q.s. al-Anām/6: 38) 36
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 206-207.
72
“Tatkala engkau berkata kepada kaum mukmin: Apakah belum cukup bagi
kamu bahwa Tuhan kamu membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang
diturunkan?” (Q.s. Ali Imrān/3:124).
Maulana Muhammad Ali dalam mengatkan ada keterkaitan antara ayat ini
dengan Surah al-Anfāl/8:9 bahwa kekuatan musuh tiga ribu orang, lau Allah
menjanjikan akan diberi bantuan malaikat tiga ribu. Kemudian yang menjadi
masalah selanjutnya adalah apakah turunnya malaikat ini secara fisik benar-benar
turun?. Dijelaskan dalam Surah al-Anfāl/8:10-11 sebagai penjelas lanjutan dari
ayat 9 bahwa Allah memberikan jaminan keamanan dan ketenangan kepada kaum
muslimin, serta mengkokohkan hati mereka.37
Jadi Allah tidak memberikan
bantuan malaikat secara langsung melainkan hanya sebuah kekuatan batin berupa
ditambahnya mental dan dijaminnya keamanan pada diri mereka. Kemudian pada
ayat selanjutnya Surah al-Anfāl/8:1238
dijelaskan bahwa akan dijatuhkan rasa
takut kepada orang kafir sehingga tercapailah tujuan malaikat dan kaum muslim
akan memenangkan pertempuran meskipun dengan selisih tiga banding satu.39
كفرواأويكبتػهمفػينقلبواخائبي نٱلهذين ١٢٧ ليػقطعطرف ام
“Agar Ia memotong sebagian kaum kafir, atau menghinakan mereka,
sehingga mereka pulang dengan tangan hampa.” (Q.s. Ali Imrān/3:127).
ئكةمردفي نٱلملى مدكمبلفم ٩ إذتستغيثونربهكمفٱستجابلكمأن
ٱلله 37 إنه منعندٱلله وماٱلنهصرإله بوۦقػلوبكم ولتطمئنه بشر ى حكيم وماجعلوٱللهإله يكمٱلنػعاسأمن ١٠ عزيز نوة إذيػغش منٱلسهماءماويػنػ قػلوبكمويػثػبتبوٱلقدامبويطهركملء زلعليكمم ١١ ۦويذىبعنكمرجزٱلشهيطىنوليػربطعلىى
10. Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar
gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
11. (Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-
Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu
dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan
mesmperteguh dengannya telapak kaki(mu). (Q.s al-Anfāl/8:10-11).
38 معكم أن ئكة يوحيربكإلٱلملى فػوقٱلعناقوٱضإذ ٱلرعبفٱضربوا كفروا سألقيفقػلوبٱلهذين ءامنوا ٱلهذين ربوافػثػبتوا
كلهبػنا هم ١٢ نمنػ
12. (Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama
kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman". Kelak akan Aku jatuhkan
rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah
tiap-tiap ujung jari mereka. (Q.s al-Anfāl/8:12). 39
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 236.
73
“Tatkala kamu mohon bantuan kepada Tuhan kamu, lalu ia mengabulkan
(permohonan) kamu. Sesugguhnya aku akan membantu kamu dengan seribu
malaikat beruntun-runtun.” (Q.s. al-Anfāl/8:9).
Maulana Muhammad Ali menafsirkan ayat ini bahwa tujuan berperang
antara kaum muslimin dengan kaum kafir itu berbeda. Jika kaum kafir ingin
menghancurkan kaum muslimin, namun jika kaum muslimin diberi tahu tujuan
Tuhan menyiksa orang kafir bukan untuk menghancurkan mereka, akan tetapi
untuk memotong kepala penjahat dan pemimpin mereka. Ia mengutip dalam Kitab
al-Mufradāt fī Gharīb al-Qur‟ān bahwa kata ṭaraf mempunyai arti sebagian. Oleh
karena itu dalam Kamus Lexicon diterjemahkan dengan sebagian golongan atau
sebagian pemimpin. Jadi ketika pemimpinnya yang diicar terlebih dahulu maka
pengikutnya pun pasti akan kehilangan semangat dan kemenangan diraih oleh
kaum muslimin, ditambah Khalid bin Walid yang masuk Islam saat perjalanan
pulang ke Mekkah.40
b. Allah menutup mata orang kafir sehingga tidak bisa melihat Nabi
Muhammad Saw. keluar dari rumahnya, padahal sudah mengepung
rumah beliau dan bermaksud untuk membunuhnya.
أيديهم بػي همفػهمليػبصرونوجعلنامن نى افأغشيػ اومنخلفهمسد ٩ سد“Dan kami memasang satu tabir di depan mereka dan satu tabir (lagi) di
belakang mereka, dengan demikian Kami menutup mereka sehingga mereka
tidak bisa melihat.” (Q.s. Yāsīn/36:9).
Maulana Muhammad Ali menggunakan kiasan dalam menafsirkan ayat ini,
bahwa maksud dari tabir yang menghalangi dari depan adalah mereka para orang
kafir keras kepala tidak mau mengikuti kebenaran, jika mereka mengikutinya
makanya mereka pasti akan mendapatkan derajat yang luhur. Kemudian maksud
dari tabir yang dibelakang adalah mereka orang-orang kafir tidak mau melihat
sejarah umat masa lalu dimana mereka dibinasakan karena kekeras-kepalaan
mereka tidak mau mengikuti kebenaran yang telah dibawa oleh nabi-nabi
mereka.41
c. Nabi Muhammad dimintai oleh orang kafir untuk membelah bulan.
40
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 237. 41
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 1215.
74
ٱلقمر تػربتٱلسهاعةوٱنشقه مستمر ١ ٱقػ ٢ وإنيػرواءاية يػعرضواويػقولواسحر [1] “Sa‟ah sudah dekatdan bulan terbelah.” [2] “Dan jika mereka melihat
tanda bukti, mereka berpaling dan berkata: Sihir yang kuat.” (Q.s. al-
Qamar/54:1-2).
Maulana Muhammad Ali mengatakan dalam tafsirnya bahwa peristiwa
terbelahnya bulan yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad Saw. itu tergolong
hadis yang masyhur.42
Ditambah lagi dianggap shahih oleh Imam Bukhari dan
Muslim. Ibnu Atsir sendiri mengatakan: “Peristiwa terbelahnya bulan itu
diriwayatkan dalam hadis mutawatir (diulang-ulang dan berturut-turut) dengan
sanad yang sahih”. Fakta tentang kejadian itu memang tidak bisa dibantah, tetapi
pada kenyataannya dalam hadis-hadis secara rinci ada perbedaan. Seperti yang
dikatakan oleh Ibnu Mas‟ud bahwa beliau melihat puncak Gunung Hira‟ berada di
antara kedua bagian bulan yang terbelah.43
Selain Ibnu Mas‟ud Ibnu Abbas juga
meriwayatkan hadis tentang terbelahnya bulan tapi dengan rincian yang berbeda.
Jika Ibnu Mas‟ud mengatakan bulan tersebut terbelah sehingga kedua belahannya
terlihat di antara puncak Gunung Hira, sedangkan Ibnu „Abbas mengatakan satu
bagian bulan yang terbelah kelihatan sedangkan bagian yang lain tidak terlihat,
Maulana Muhammad Ali mengambil keterangan ini dari Tafsīr Al-Kasysyāf.
Selanjutnya Maulana Muhammad Ali mengambil pendapat ar-Rāzī yang
disimpulkan dari beberapa hadis yang ditemuinya yang menjadi bantahan
terhadap peristiwa luar biasa itu, bahwa peristiwa itu hanyalah sebuah fenomena
gerhana yang menimbulkan terlihatnya separuh pada bulan di langit. Meskipun
demikian, Jumhur Ulama tidak meragukan kesahihan hadis tentang itu, dan
memang peristiwa itu benar adanya. Dalam sejarah mukjizat hanya mukjizat
42
Menurut Imam al-Rāzī juga hadis-hadis yang digunakan untuk meriwayatkan peristiwa
terbelahnya bulan itu merupakan hadis shahih yang sudah masyhur. Lihat Muhammad al-Rāzī
Fakhr ad-Dīn, Mafātīḥ al-Ghaib, Juz 29, h. 29. 43
Hadis tentang ini bisa dlihat dalam Shaḥīḥ al-Bukhārī
_حدثنامسدد،حدثناييعنشعبة،وسفيانعنالعمشعنإبراىيمعنأبمعمرعنابنمسعودقال:انشقالقمر4684 اشهدوا.ملسو هيلع هللا ىلص:فرقتي،فرقةفوقالبل،وفرقةدونو.فقالرسولهللاملسو هيلع هللا ىلصعلىعهدرسولهللا
Lihat dalam Shaḥīḥ al-Bukhārī, (Beirut, Dār al-Fikr), h, 1237.
75
inilah yang ada catatan pada saat peristiwa itu terjadi. Jadi di antara mukjizat nabi-
nabi yang lainnya mukjizat ini begitu unik.44
Namun sebagian mufassir yang lain ada yang menafsirkan bahwa ayat ini
ditunjukkan untuk peristiwa terbelahnya bulan bukan pada zaman Nabi
Muhammad Saw., tapi pada waktu Hari Kiamat sudah dekat. Selain pendapat
tentang Hari Kiamat ada juga yang mufassir mengatakan bahwa kata insyaqqal-
qamar artinya perkara menjadi terang, kenapa mengatakan seperti ini alasannya
adalah bangsa Arab mengibaratkan perkara yang sudah jelas sebagai Bulan, sama
halnya dengan waktu pagi diibaratkan falaq, yang makna aslinya merekah atau
membelah, Maulana Muhammad Ali mengambil pendapat-pendapat ini dari
Tafsir Baḥr al-Muḥīṭ karangan Abu Ḥayyan Al-Andalusī. Selanjutnya Maulana
Muhammad Ali mengutip Imam ar-Rāghib al-Isfahānī dalam Kitabnya Al-
Mufradāt alfāẓ al-Qur‟ān bahwa kalimat insyaqqal-qamar mempunyai tiga arti:
(1) Bulan terbelah pada zaman Nabi Suci. (2) Terbelahnya bulan pada Hari
Kiamat sudah dekat. (3) perkara menjadi terang.45
Maulana Muhammad Ali menjelaskan ayat kedua Surah al-Qamar ini bahwa
tanda bukti itu sebagai enchantment (pesona) yang kuat, jadi orang-orang kafir
mengatakan kalau peristiwa tersebut yang menjadi bukti atas kebenaran risalah
yang dibawanya adalah sebuah sihir yang kuat, bukan kejadian yang sebenarnya.
Lafadz mustamir dalam ayat tersebut diartikan Maulana Muhammad Ali sebagai
kuat, berarti pula tidak kekal, artinya barang itu ada lalu hilang, bersifat
sementara, terakhir diartikan terus-menerus dalam arti barang itu menggantikan
barang yang lama.46
d. Nabi Muhammad melakukan perjalanan Isrā‟ dan Mi„rāj.
نٱلمسجد م بعبدهۦليل نٱلهذيأسر ى ٱلرامإلٱلمسجدٱلقصاٱلهذيبىركناحولوۥسبحى
إنهوۥىوٱلسهميعٱلبصي١ لنريوۥمنءايىتنا
44
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 1461. 45
Lihat ar-Rāghib al-isfahānī, Mufradāt alfāẓ al-Qur‟ān (Beirut: Dār al-Syāmiyyah, 2009),
h, 459. 46
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 1462.
76
“Maha-suci Dia yang menjalankan hamba-Nya pada malam hari dari
Masjid Suci ke Masjid yang jauh, yang sekelilingnya Kami berkahi, agar
Kami perlihatkan kepadanya sebagian pertanda Kami. Sesungguhnya Dia
itu Yang Maha-mendengar, Yang Maha-melihat.” (Q.s. al-Isrā‟/17:1).
Dipermulaan penafsirannya ia menyebutkan bahwa banyak riwayat,
terutama oleh Imam Bukhari tentang peristiwa Isra‟ Mi‟raj. kemudian Maulana
Muhammad Ali menafsirkan peristiwa Mi‟raj tidak dengan badan wadah fisik
Nabi, melainkan hanya pengalaman rohani Nabi Muhammad seperti yang
dijelaskan dalam tafsir 1441 yang menyebutkan tentang ru„yah atau visiun, bahwa
terjadi pertentangan tentang apakah Mi‟raj menggunakan badan secara fisik atau
rohaninya saja.47
Menurut Maulana Muhammad Ali banyak yang berpendapat bahwa Nabi
secara fisik melakukan Mi‟raj, namun untuk pendapat yang kedua bahwa
rohaninya saja itu juga banyak tokoh-tokoh yang penting untuk mendukug
pendapat ini, seperti Aisyah dan Mu‟awiyah. Kemudian Maulana Muhammad Ali
menolak pendapat mayoritas ulama tersebut berdasarkan al-Qur‟an, bahwa Mi‟raj
menggunakan ru‟ya; “ru‟ya yang kami perlihatkan kepada engkau” (Q.s. al-
Barā‟ah/9:60). Banyak juga hadi yang menguatkan hal ini, bahwa tatkala malaikat
mendatangi Nabi Muhammad dalam keadaan mata beliau tertidur tapi hatinya tak
tidur. Dalam riwayat lain Nabi Muhammad mengatakan bahwa pada waktu itu
beliau dalam keadaan tertidur dan terjaga. Maulana Muhamad Ali mengatakan
bahwa Mi‟raj bertemu dengan Tuhan adalah perkara yang rohani makanya
melihatnya pun dengan mata rohani.48
Peristiwa Mi‟raj menunjukan kemenangan
beliau di dunia, sedangkan Isra‟ beliau ke Yerussalem menunjukan bahwa beliau
akan mewarisi keberkahan Nabi Bani Isra‟il.49
Sangatlah wajar jika Maulana Muhammad Ali berpendapat demikian,
karena dalam bukunya Religion of Islam ia menjelaskan tentang pandangannya
tentang mukjizat bahwa dalam al-Qur‟an mukjizat menggunakan istilah ayat yang
mempunyai dua makna; tanda bukti dan perkabaran Ilahi. Istilah yang
digunkanan untuk menunjukkan mukjizat adalah yang pertama (tanda bukti),
47
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 781 48
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 789. 49
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 781.
77
sedangkan yang kedua itu untuk al-Qur‟an. Orang-orang kristen pada umumnya
berpendapat bahwa meskipun dalam al-Qur‟an diceritakan beberapa mukjizat
Nabi namun al-Qur‟an tidak mengakui adanya mukjizat selain mukjizat al-Qur‟an
itu. Hal ini dikarenakan pengertian mukjizat menurut Islam dan Kristen itu
berbeda. Bagi Kristen mukjizat adalah segala-galanya bahkan sampai
menggantikan dalil, syari‟at dan hukum, karena seluruh ajaran Kristen
berdasarkan mukjizat Yesus, karena jika Yesus tidak bangkit maka bangunan
Kristen sudah pasti akan hancur berantakan.50
Kemudian ia berpendapat bahwa suatu mukjizat itu harus diuji terlebih
dahulu kebenarannya sebelum membuktikan kebenaran seorang Nabi, namun
pada kenyataanya terkadang susah untuk membuktikan bahwa mukjizat itu benar-
benar terjadi. Kemudian masalah selanjutnya, seberapa ajaib mukjizat tersebut
tetap saja bisa dibuktikan secara ilmiah sehingga itu membuat peristiwa itu tidak
mempunyai sisi keistimewaan lagi.51
Namun, paham rasionalisme yang dimiliki oleh Maulana Muhammad Ali
tidak sampai pada level postivisme,52
karenanya ia tidak menuntut bukti empiris
atas peristiwa tersebut, tapi hanya diterima oleh akal itu sudah cukup. tidak seperti
Muhammad Abduh yang terpengaruh filsafat Barat seperti yang dikatakan oleh
Fuad Syukri. Ketika menafsirkan langit terbelah53
dengan mengatakan bahwa
terjadi tabrakan antar planet karena hilangnya gaya tarik menarik (gravitasi) antar
planet yang menyebabkan hancurnya seluruh planet.54
Sebenarnya genealogi pemikiran Maulana Muhammad Ali tertuju pada
pemikiran Sayyid Ahmad Khan (1817-1898 M) yang sama-sama hidup di India
50
Maulana Muhammad Ali, Islamologi, h. 241. 51
Maulana Muhammad Ali, Islamologi, h. 246. 52
Sebuah aliran filsafat yang dipelopori oleh Auguste Comte (1798-1857 M) yang hanya
mengakui fakta yang dapat diamati sebagai ilmu pengetahuan, ia mencoba membebaskan klaim-
klaim metafisik dari ilmu pengetahuan. Istilah “positif” yang sering terdapat dalam tulisan Comte
maksudnya sama dengan filsafat positivismenya. Fakta positif adalah “fakta real” atau “yang
nyata”. Hal positif adalah sesuatu yang dapat diuji atau diverifikasi oleh setiap orang yang mau
membuktikannya. Lihat Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer, h. 141-
142. 53
Lihat Q.s. al-Inṣiqāq/84: 1. 54
Fuad Syukri, “Bias Filsafat Barat dalam Tafsir Modern Muhammad Abduh” Journal of
al-Qur‟ān and Hadīth Studies, Vol. 3, No. 2. (2014): h. 281.
78
dan berbenturan dengan Barat langsung. Model penafsirannya terhadap al-Qur‟an
di dasarkan pada natur (alam). Jadi ia menolak adanya mukjizat dan segala
sesuatu yang terjadi diluar kebiaasaan. Makanya ia menyatakan bahwa kenabian
“nubuwwah” didapatkan melalui cara latihan jiwa (riyāḍah nafsiyah), tujuan
tersebut bersifat alami dan manusiawi dan didapatkan dengan cara yang
manusiawi. Meskipun demikian, ia tetap menerima Nabi Muhammad Saw.
sebagai nabi yang terakhir.55
Sayyid Ahmad Khan membuat lima belas prinsip tafsir Al-Qur‟an yang dan
ada dua poin utama yang menurut Javed Majeed sangat penting. Pertama, bahwa
karya Tuhan yang sering dialihaksarakan dengan istilah werk af gad atau qanūn-e
fitrat, pada kenyataannya sama dengan hukum alam dan sains modern. Kedua,
untuk menentukan ayat-ayat dalam al-Qur‟an ditafsirkan metaforis atau tidak itu
dilihat dari kesesuaianya terhadap kebenaran ilmiah dan ilmu pengetahuan alam.
Hal ini senada dengan Jamaludin al-Afghani bahwa dalam menafsirkan al-Qur‟an
harus memanfaatkan akal secara penuh, dan jika ditemukan adanya kontradiktif
terhadap akal maka ayat tersebut ditafsirkan secara metaforis.56
Meskipun pemikiran Maulana Muhammad Ali cenderung rasional tapi
tampaknya tidak sampai pada level “keblabasan”. Haji Agus Salim ketika
memberikan pengantar pada terjemahan The Holy Qur‟an edisi Indonesia ia
mengatakan bahwa isi dari tafsir tersebut tidak membatalkan pendapat-pendapat
tafsir yang mu‟tabar, jika pun ada perbedaan itu sudah terjadi sejak dulu. Lalu ia
menambahkan betapapun tafsir Maulana Muhammad Ali ini sangat modern dan
takluk dengan ilmu pengetahuan, akan tetapi tidak sampai melewati batas paham
materialisme, rasionalisme, paham mistik yang menyimpang dari Iman dan tauhid
Islam yang benar, artinya terhindar dari kesesatan kaum Ẓahriyyah, Mu‟tazilah57
dan Bāṭiniyyah.58
55
Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikirannya, cet ke 3 (Bandung:
penerbit Mizan, 1995), h. 7. 56
John Cooper (dkk), Pemikiran Islam Dari Sayyid Ahmad Khan Hingga Nasr Hamid Abu
Zayd, terj. Wakhid Nur Effendi (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002), h. 11-12. 57
Golongan yang berawal dari perbedaan pendapat sang murid; Wāṣil bin aṭā‟ dengan
gurunya; Ḥasan al-Baṣrī. Ketika ia menanyakan kepada gurunya tentang status pelaku dosa besar,
sebelum Ḥasan al-Baṣrī menjawab ia sudah menjawab pertanyaanya sendiri dengan mengatakan
79
B. Kritik Terhadap Pandangan Maulana Muhammad Ali
Sebagian besar pandangan Maulana Muhammad Ali bersifat rasional,
bahkan dalam hal yang sudah masuk wilayah irasional pun tetap ia mencoba
untuk merasionalkan hal itu. Seperti contoh dalam hal yang sifatnya luar biasa, di
luar batas akal; mukjizat para nabi. Penafsirannya tentang terbelahnya bulan di
dalam tafsirnya The Holy Qur‟an, meskipun pada awalnya ia mengutip banyak
riwayat yang mendukung akan peristiwa itu. Namun, pada akhirnya ia
berkesimpulan bahwa itu adalah semacam fenomena yang membuat sebagian
bulan terlohat menghilang dan sebagiannya lagi masih utuh, mengutip hadis dari
Ibn „Abbas. Kesimpulan selanjutnya ia mengatakan bahwa itu fenomena luar
biasa karena pengaruh kekuatan kasyaf Nabi Muhammad Saw.
Ada beberapa kelemahan dalam pandangannya khususnya terkait mukjizat
terbelahnya bulan dan umumnya terkait mukjizat secara keseluruhan. Kelemahan-
kelemahan ini bisa menjadi kritik terhadap pandangan Maulana Muhammad Ali.
Pertama, ia berpendapat bahwa bulan itu semacam gerhana sehingga
membuat bulan tersebut terlihat sebagiannya dan sebagiannya lagi menghilang, ia
mengambil kesimpulan ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibn „Abbas
yang ia kutip dari kitab Tafsīr al-kasysyaf karya Imam Zamakhsyarī:
انفلقفلقتيفلقةذىبت،وفلقةبقيت
“bulan terbelah menjadi dua, sebagian yang satu hilang dan yang satunya lagi
tersisa”
Berdasarkan footnote yang ada dalam kitab Tafsīr al-kasysyaf
menunjukkan bahwa hadis tersebut ada dalam kitab Ṣaḥīḥ Bukharī dalam kitab
Tafsīr surat iqtarabat al-sā‟ah dengan nomor hadis 4868, dan dalam kitab Ṣaḥīḥ
Muslim kitab Ṣifāt al-Munāfiqīn bab insyiqāq al-qamar dengan nomor hadis
43_2800. Tapi dalam kedua kitab tersebut tidak ada hadis yang berbunyi seperti
bahwa pelaku dosa besar itu tidak mukmin dan tidak kafir, al-manzilun bayna al-manzilatain.
Kemudian Wāṣil meninggalkan majlis Ḥasan al-Baṣrī dan sang guru kontan bereaksi: i‟tazala
anna Wāṣil. Sejak saat itulah Wāṣil dan pengikutnya dikenal dengan istilah Mu‟tazilah. Lihat
Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 127. 58
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. VII.
80
itu. Setelah dicari hadis tersebut, peneliti temukan dalam kitab al-Bidāyah wa al-
Nihāyah karya Ibn Kathīr dengan versi lengkapnya sebagai berikut:
نكليب،عنابنصاحل،عنابنعباس.قال:ورويأبونعيممنطريقالسديالصغي،عانشقالقمرفلقتي.فلقةذىبت،وفلقةبقيت.قالابنمسعود:لقدرأيتجبلحراءبي
فلقيتالقمر،فذىبتفلقة.فتعجبأىلمكةمنذللكوقالو:ىذاسحرمصنوع،ولهللاسيذىب.وقالليثبنأبسليم،عنجماىد.قال:انشقالقمرعلىعهدرس
لببكر:اشهدواايأببكر.وقالاملشركون:سحرملسو هيلع هللا ىلصملسو هيلع هللا ىلصفصارفرقتي،فقالالنيب القمرحتانشق.
“Diriwayatkan dari Abu Nu‟aim dari jalur al-Suddīy kecil, dari Kalbīy,
dari Ibn Ṣālih, dari Ibn „Abbas berkata: bulan terbelah menjadi dua, yang
satu hilang dan yang satunya lagi masih tersisa. Ibn Mas‟ud berkata:
Sungguh aku telah melihat gunung Ḥirā‟ berada di antara dua belahan
bulan, belahan satunya langsung menghilang. Orang-orang Mekkah pun
heran atas peristiwa itu dan mengatakan bahwa ini adalah sihir yang
dibuat-buat, dan akan hilang (sihir itu). Laith bin Sulaim dari Mujāhid
berkata: Bulan terbelah menjadi dua pada zaman Rasulullah Saw. Nabi
Saw. berkata kepada Abu Bakar: Saksikanlah wahai Abu Bakar. Orang-
orang msyrik berkata: Nabi Muhammad Saw. telah menyihir bulah
sehingga terbelah.”59
59
Abu al-Fidā‟ Ismā‟il bin Kathīr, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, juz 3 (Beirut: Dār Ibn Kathīr,
2015), h. 360.
Gambar 4.1: Bulan terlihat setengah karena pantulan cahaya dari matahari
(sumber: www. Staticflickr.com)
81
Berdasarkan konteks dalam hadis di atas tidak membicarakan masalah
gerhana, justru membicarakan peristiwa terbelahnya bulan pada zaman Nabi
Muhammad Saw. dengan demikian berarti Maulana Muhammad Ali kurang tepat
jika mengatakan gerhana bulan atas dasar hadis ini. Selain itu, hadis ini tidak ada
dalam kitab Ṣaḥiḥain sehingga dimungkinkan hadis ini lemah meskipun bisa
dikuatkan dengan hadis-hadis mirip yang lain. Ibn Kathīr juga tidak menemukan
riwayat ini dalam Kitab Dalā‟il Nubuwwah dan Durr al-Manthūr.60
Kedua, adanya fakta sejarah yang menunjukkan bahwa bulan pernah
terbelah pada zaman Nabi Muhammad Saw. Dr. Zaghlul al-Najjar mengatakan
dalam bukunya yang mengutip Prof. Muhammad Hamidullah bahwa di Museum
Britania, London tersimpan manuskrip India kuno dengan nomor induk 2807/152-
173 yang menyatakan bahwa salah seorang raja Malibar (wilayah yang terletak di
sebelah barat daya India), yang bernama Chakrawati Farmas yang pernah
menyaksikan terbelahnya bulan pada masa Rasulullah. Suatu ketika datang
rombongan pedagang muslim yang hendak berlayar ke Cina dan singgah terlebih
dahulu di Malibar, kemudian raja tersebut menanyakan peristiwa tersebut kepada
rombongan pedagang itu dan mereka pun mengatakan kalau itu adalah mukjizat
Nabi Muhammad Saw. Akhirnya Raja Chakrawati Farmas mendatangi Rasulullah
dan menemukan menyatakan keislamannya. Namun, ketika perjalanan pulang
sang raja meninggal dunia dan jenazahnya di kuburkan di daerah Thafar. Tidak
lama kemudian kabar tentang meninggalnya Raja Chakrawati terdengar oleh
rakyatnya dan mereka pun masuk Islam sehingga mereka menjadi penduduk India
yang masuk Islam pertama kali.61
Sebenarnya masih terjadi perbedaan tentang sosok raja tersebut, dalam
keterangan lain seperti yang dikatakan bahwa raja yang masuk Islam tersebut
bernama Cheraman Perumal, seorang raja Kodungallur. Ketika ia bertemu
60
Abu al-Fidā‟ Ismā‟il bin Kathīr, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, juz 3, h. 360. 61
Zaghlul al Najjar, Buku Induk Mukjizat Ilmiah Hadis Nabi Menyibak fakta-fakta ilmiah
dalam Sabda Rasulullah yang kebenarannya baru tersingkapkan di era kemajuan sains dan
teknologi terj. Yodi Indrayadi (dkk), h. 120. Bandingkan dengan Annamarie Schimmel, Cahaya
Purnama Kekasih Tuhan Dan Muhammad adalah Utusan Allah, Penerjemah Rahmani Astuti dan
Ilyas Hasan, h. 107-108
82
Rasulullah sempat disaksikan oleh sahabat Abu Bakar dan mengganti namanya
menjadi Tajuddin, demikian kata Dr. Navas, Muhammad Hamidullah dan K.J.
Hospital.62
Bukan hanya sosok raja yang menjadi perbedaan pendapat, informasi
tentang masuk Islamnya Raja Cheraman Perumal juga masih agak rancu. B.S.
Rao, seorang sejarahwan menyatakan bahwa Raja Cheraman Perumal masuk
Islam antara 642-643 M atau 22 H, masuk Islam melalui misi dakwah ke Kerala
yang dipimpin oleh sahabat Mālik bin Dīnār. Sedangkan sejarahwan budaya
Hindu lainnya, seperti Dr. P.K. John dan K.R. Vaidyanathan mengaitkan Raja
Cheraman Perumal denga Rajasekhara Varman dan Chakrawati Farmas yang
berkuasa di era Kollam dan hidup pada 820-844. Dengan demikian, bisa
dikatakan kesaksian Raja Cheraman Perumal terhadap peristiwa terbelahnya bulan
masih kurang kuat jika dilihat dari sisi sejarah.63
Ketiga, fakta ilmiah bahwa bulan pernah terbelah. Hal ini dibuktikan dengan
pengalaman Dr. Zaghlul al Najjar ketika memberikan perkuliahan yang
disampaikan di fakultas kedokteran Universitas Cardiff, Inggris beberapa tahun
lalu, ketika saat itu tahun 2007 berdasarkan buku yang ia tulis. Ada audiens yang
menanyakan terkait mukjizat terbelahnya bulan yang terjadi pada zaman
Rasulullah yang tertera jelas dalam surat al-Qamar ayat 1. Audiens itu
menanyakan apakah peristiwa itu termasuk mukjizat ilmiiah? Dr.Zaghlul al Najjar
kemudian menjawabnya bahwa itu adalah mukjizat indrawi yang diberikan
kepada Rasulullah untuk membuktikan kenabiannya, karena memang saat itu
ditantang oleh orang-orang Mekkah untuk melakukan hal demikian. Mukjizat
bukanlah peristiwa alamiah, sehingga peristiwanya pun tidak semuanya bisa
diilmiahkan dan berdasarkan teori ilmu pengetahuan. Seandainya saja al-Qur‟an
tidak memberitakan akan hal itu, niscaya kita umat muslim sekarang tidak akan
pernah mempercayai dan mengetahuinya.
Setelah menyampaikan jawaban tersebut. Beberapa saat kemudian ia ada
seorang warga Inggris Muslim yang menjabat sebagai ketua partai muslim
62
Andri Mesapati (dkk), 50 Misteri Dunia Menurut Al-Qur‟an (Buku Kedua), h. 239. 63
Andri Mesapati (dkk), 50 Misteri Dunia Menurut Al-Qur‟an (Buku Kedua), h. 239-240.
83
Inggris, Tuan Pidcock. Ia ingin menambahkan jawaban atas apa yang telah
disampaikan Dr. Zaghlul al-Najjar. Katanya ia mempunyai kenangan tersendiri
dengan awal Surat al-Qamar, peristiwa itu terjadi pada tahun 1978. Ketika ia
melakukan riset perbandingan agama dan membaca al-Qur‟an al-Karim ia
membaca awal Surat al-Qamar, memahami kandungannya dan ia langsung tidak
percaya dengan isi kandungan ayat tersebut yang menjelaskan bahwa bulan
pernah terbelah menjadi dua. Dengan izin Allah ia ditakdirkan oleh Allah untuk
melihat siaran BBC. Acara tersebut dibawakan oleh pembawa acara yang terkenal
yaitu James Burke dan menghadirkan tiga ilmuwan Amerika yang melakukan
ekspedisi di bulan. James Burke mengkritik proyek yang dilakukan para ilmuwan
tersebut dengan menghambur-hamburkan uang ratusan juta dollar lebih
mementingkan planet lain sedangkan kondisi umat manusia yang ada di
permukaan bumi masih banyak yang kelaparan terbelenggu kemiskinan, tersiksa
kebodohan dan terbelakang. Para ilmuwan itu menjawab bahwa penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan perkembangan di bidang kedokteran, industri dan
pertanian. Namun, tetap saja Burke mengkritik mereka dengan proyek
pemborosan uang tersebut, terutama proyek perjalanan ke bulan.
Para ilmuwan tetap berusaha meyakinkan Burke bahwa perjalanannya ke
bulan membuahkan hasil yang sangat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, karena
mereka menemukan sebuah fakta ilmiah yang jika tanpa perjalanan ke sana orang-
orang tidak akan mungkin percaya dengan hal itu. James Burke pun penasaran
dan menanyakan: “Fakta apa?”. Mereka menjawab: “sebenarnya bulan pernah
terbelah menjadi dua dan menyatu kembali kami menemukan fakta bahwa ada
rekahan yang menghujam jauh ke dasar bulan.”
Setelah melihat tayangan itu, ia terlonjak dari tempat duduknya seakan tidak
percaya dengan apa yang barusan dilihatnya. Ia mengatakan bahwa tidak salah
lagi, itu adalah mukjizat Nabi Muhammad Saw. yang diceritakan dalam al-
Qur‟an. Mukjizat itu terbukti di era teknologi modern saat ini dan Allah
mentakdirkan orang Amerika yang membuktikan hal itu dengan melalui perantara
para astronot amerika yang pergi ke sana. Kemudian ia mengambil terjemahan al-
84
Qur‟an dan membaca kembali Surat al-Qamar dengan lidah yang bergetar dan
setelah itu ia masuk Islam setelah mengalami itu semua.64
Gambar 4.2: Kawah yang dinamakan dengan The Hyginus Rille, panjang kawah ini sekitar 150 km, jika
disetarakan dengan bumi menjadi 5 km dan kedalaman kawah ini kurang lebih 80 km. (Sumber:
commons.m.wikipedia.org).
Para peneliti ruang angkasa membuktikan bahwa rekahan-rekahan di
permukaan bulan yang menghujam sampai ke perut bulan itu memang ada. Bisa
dikira-kirakan dalam dari rekahan itu sampai ratusan bahkan ribuan meter,
sedangkan lebarnya kira-kira lima kilometer. Rekahan yang dikenal dengan nama
Rima or Lunar Rilles membentuk jalur yang membelah bulan yang dihubungkan
denga beberapa lubang yang dalamnya lebih dari sembilan kilometer dan luas
lebih dari seribu kilometer. Dari banyaknya rekahan yang ada di bulan, yang
paling terkenal dikenal dengan namaa Hyginus Rille, dan lubang yang terkenal
adalah Mare Orientalis.65
Keempat, terkadang Maulana Muhammad Ali mengutip dari Bible yang
notabenenya sudah berubah tidak seperti aslinya, isinya pun banyak data yang
64
Zaghlul al Najjar, Buku Induk Mukjizat Ilmiah Hadis Nabi Menyibak fakta-fakta ilmiah
dalam Sabda Rasulullah yang kebenarannya baru tersingkapkan di era kemajuan sains dan
teknologi terj. Yodi Indrayadi (dkk), h. 123-124. 65
Zaghlul al Najjar, Buku Induk Mukjizat Ilmiah Hadis Nabi Menyibak fakta-fakta ilmiah
dalam Sabda Rasulullah yang kebenarannya baru tersingkapkan di era kemajuan sains dan
teknologi terj. Yodi Indrayadi (dkk), h. 125.
85
sudah tidak valid lagi dan banyak cerita-cerita yang terkesan dibuat-buat. Seperti
dalam Kitab Tawarikh II, 2:2-18 yang menjelaskan bahwa Nabi Sulaiman
mempunyai kuli yang merupakan bekas orang-orang yang pernah
ditaklukkannya.66
Hal ini terkesan bahwa Nabi Sulaiman mempunyai sikap yang
otoriter sebagai raja.
66
Maulana Muhammad Ali, Quran Suci Terjemah & Tafsir, H.M. Bachrun, h. 1188.
86
BAB V
KESIMPULAN
A. Penutup
Dalam memahami penafsiran Maulana Muhammad Ali perlu kita perlu
melihat latar belakang dan lingkungan sosio-historisnya, karena hal tersebut akan
sangat mempengaruhi sebuah penafsiran seseorang. Maulana Muhammad Ali
yang hidup di India berdampingan dengan Inggris (Barat) dan sekaligus menjadi
pemimpin Ahmadiyah Lahore membuatnya mempunyai pemikiran-pemikiran
yang rasional.
Maulana Muhammad Ali mempunyai karya tafsir The Holy Qur’an yang
sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan nama Qur’an Suci Terjemah
dan Tafsir merupakan terjemahan al-Qur‟an disertai dengan penjelasan-penjelasan
darinya. Dalam karyanya tersebut, ketika menemukan ayat-ayat yang
berhubungan dengan hal yang irasional, seperti mukjizat ia akan mencoba mencari
alternatif agar makna dari ayat-ayat tersebut menjadi rasional sehingga dapat
dipahami oleh akal. Terkadang ia berpendapat bahwa ayat itu adalah metaforis
seperti mukjizat Nabi Isa As., bahwa ia sering menggunakan ungkapan metaforis.
Terkadang juga menghubungkan dengan ayat-ayat lain sehingga muncul
interpretasi yang rasional seperti Nabi Musa As. yang menyeberang lautan dan
dalam ayat lain dijelaskan bahwa ia berjalan di tanah yang kering.
Namun dalam menafsirkan terkadang Maulana Muhammad Ali merujuk
pada Bible yang notabenenya sudah berubah sehingga terkadang di dalamnya
terdapat cerita-cerita yang kurang valid seperti halnya kisah Isra‟iliyat dalam
penafsiran al-Qur‟an. Kemudian penafsirannya banyak berbenturan dengan fakta
yang sudah ditemukan pada saat ini, seperti bukti ilmiah tentang pembelahan
bulan.
87
B. Saran-saran
Penulis sangat menyadari bahwa penelitian ini masih jauh banyak
kekurangan dimana-mana, baik dari teknis penulisan maupun isi dari kandungan
serta argumennya. Maka dari itu penulis mengharapkan bagi peneliti-peneliti
selanjutnya agar bisa meneruskan dan mengembangkan kajian skripsi ini menjadi
lebih elaboratif dan komprehensif. Adapun beberapa hal yang dapat menjadi
kajian lanjutan dalam penelitian ini adalah:
Pertama, pengkajian secara mendetail tentang kritikan terhadap ulama atau
tokoh yang berpendapat rasional tentang mukjizat para nabi mengingat kurangnya
argumen yang ditawarkan oleh penulis, hal ini didasari juga terbatasnya literatur
yang didapatkan oleh penulis.
Kedua, pengkajian tokoh Maulana Muhammad Ali tentang pemikirannya
yang lain, mengingat tokoh India ini mempunyai pemikiran yang kontroversi
seperti Sir Ahmad Khan, Muhammad Abduh dan Rasyīd Riḍā.
88
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Siradjuddin. I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah. Jakarta: Pustaka Tarbiyah
Baru, 2008.
„Atar, Khasan Ḍiyā‟ al-Dīn. Al-Mu’jizah Al-Khālidah. Beirut: Dār al-Basyā‟ir al-
Islamiyyah, 1994.
Ahmad, Jamil. Seratus Muslim Terkemuka, terj. Pustaka Firdaus. Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1994.
Ahmad, Muhammad. A Mighty Striing English Translation of Mujahid al-Kabir,
The Biography of Maulana Muhammad Ali Renowned author, scholar and
missionary of Islam. Lahore: ahmadiyya Anjuman Isha‟at Islam Lahore,
2004.
Ali, Maulana Muhammad Ali. Islamologi. Jakarta: CV Darul Kutubil Islamiyah,
2013.
_______. The Holy Qur’an Arabic Text, English Translation and Commentary.
Lahore: Ahmadiyyah Anjuman Isha‟at Islam, 1991.
_______. The Holy Qur’ān Arabic Text, English Translation and Commentary.
Lahore: Ahmadiyyah Anjuman Isha‟at Islam, 1973.
Ālūsī. Rūḥ al-Ma’ānī fī Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm wa al-Sab’i al-Mathānī, juz 26.
Beirut: Mu‟assasah al-Risālah, 2010.
Aritonang, Jan S. Sejarah perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia. 2004,
al-Bāqī, Muhammad Fu‟ad Abdul. Mu’jam al-Mufahras Li Alfāẓ al-Qur’an al-
Karīm. Kairo: Dār al- al-Ḥādīth, 1364 H.
al-Bayhaqī, Abu Bakar Ahmad bin Husain, Dalā’il al-Nubuwwah wa Ma’rifatu
Aḥwāli Ṣāḥib al-Syarī’ah. Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyah.
al-Bukhārī, Imām, Shaḥīḥ al-Bukhārī. Beirut, Dār al-Fikr.
al-Dhahabī, Muḥammad Ḥusain. al-Tafsīr wa al-Mufassirūn. juz 1. Kairo:
Maktabah Wahbah, 2000.
Cooper, John, (dkk). Pemikiran Islam Dari Sayyid Ahmad Khan Hingga Nasr
Hamid Abu Zayd, terj. Wakhid Nur Effendi. Jakarta: Penerbit Erlangga,
2002.
al-Hakami, Ḥāfiẓ bin Aḥmad. Akidah Golongan Selamat. Penerjemah Amin Ulwi.
Jakarta: Pustaka Imam Bonjol, 2015.
Hamdani, Fikri. “Epistemologi Penafsiran Basyiruddin Mahmud Ahmad dan
Maulana Muhammad Ali (Kajian Terhadap Ayat-Ayat Kenabian,” Tesis S2
Pascasarjana, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta ,2016.
89
Ḥanbal, Aḥmad bin. Musnad al-Imām al-Ḥāfiẓ Abi Abdillah Aḥmad bin Ḥanbal.
Saudi Arabia, Bayt al-Afkār al-Dawliyah, 1998.
Hasan, Muhammad Tholhah. Ahlussunnah wal Jama’ah Dalam Persepsi dan
Tradisi NU. Jakarta: Lantabora Press, 2005.
al-Isfahānī, ar-Rāghib. Mufradāt alfāẓ al-Qur’ān Beirut: Dār al-Syāmiyyah, 2009
Ismail, M. Syukri. “Rasionalisasi Tafsir Ayat-Ayat Mukjizat Kajian Tafsir The
Holy Qur‟an Maulana Muhammad Ali”, Jurnal Nur EL-Islam, Vol 3, No 2.
(September 2016): h. 1-17.
Iyāzī, Sayyid Muḥammad „Alī. al-Mufassirūn Ḥayātuhum wa Manhajuhum.
Teheran: Wazārāt al-Thaqāfah al-Irsyād al-Islamiy, 1313 H.
Jamrah, Suryan A. Studi Ilmu Kalam. Jakarta: Prenadamedia Group, 2015.
Jauziy, Ibn. Zād Al-Masīr fī ‘Ilmi Tafsīr. Beirut: Dār Ibn Ḥazm, 2002.
Kathīr, Abu al-Fidā‟ Ismā‟il bin. al-Bidāyah wa al-Nihāyah, juz 3. Beirut: Dār Ibn
Kathīr, 2015.
Kulan, Muhammad Fathullah Qadar. Di Tangan Siapakah Takdir atas Diri Kita?,
terj. Ibnu Ibrahim Ba‟adillah. Jakarta: Replubika, 2015.
Lubis, Akhyar Yusuf. Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, cet-3, 2016.
Mahally, Abdul Halim. Benarkah Ahmadiyah Sesat? Catatan Bagi Umat Islam
Indonesia dalam Menyikapi Gerakan Ahmadiyah International. Jakarta: PT.
Cahaya Kirana Rajasa, 2006.
Manẓūr, Ibn. Lisānul ‘Arab. Kairo: Dar al-Ma‟arif.
Mesapati, Andri. (dkk), 50 Misteri Dunia Menurut Al-Qur’an (Buku Kedua).
Bandung: Penerbit Mizania, 2016
Mu‟min, Ma‟mun. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta,
2016.
Munawwir, Muhammad. “Pendapat Maulana Muhammad Ali tentang Penolakan
Hukuman Rajam bagi Pelaku Zina Muhsan,” Skripsi S1 Fakultas Syari‟ah
IAIN Walisongo, Semarang, 2011.
al Najjar, Zaghlul. Buku Induk Mukjizat Ilmiah Hadis Nabi Menyibak fakta-fakta
ilmiah dalam Sabda Rasulullah yang kebenarannya baru tersingkapkan di
era kemajuan sains dan teknologi. terj. Yodi Indrayadi (dkk). Jakarta:
zaman, 2010.
al-Nasafī, Abdullah bin Ahmad. Tafsīr al-Nasafī Madārik al-Tanzīl wa Ḥaqā’iq
al-Ta’wīl, juz 3. Beirut: Dār al-Kalam al-Tayyib, 1998.
90
Nasution, Harun. Islam Rasional: Gagasan dan Pemikirannya, cet ke 3. Bandung:
penerbit Mizan, 1995.
Nur, Ida Mawada. “Terbelahnya Bulan dalam Al-Qur‟an (Telaah Perbedaan
Penafsiran Muhammad ibn Ahmad al-Qurṯubi dan Ahmad Musṯafa al-
Marāghi atas Ayat Terbelahnya Bulan dalam Surat al-Qamar Ayat 1-5),”
Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Sunan Ampel, Surabaya,
2016.
Nuraini, Edi. “Persepsi Maulana Muhammad Ali tentang hukuman mati bagi
pelaku Riddah,” Skripsi S1 Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo, Semarang,
2009.
Nursiy, Sa‟īd. al-Mu’jizāt al-Akhmadiyyah, terj. Ikhsān Qāsim as-Shālihiy. Kairo,
Syirkah Suzlir Linasyr, 2004.
Pureklolon, Thomas Tokan. Komunikasi Politik Mempertahankan Integritas
Akademisi, Politikus, dan Negarawan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
anggota Ikapi, 2016
al-Qaṭṭān, Manna‟. Mabāḥith fī ‘Ulūm al-Qur’an. Kairo: Maktabah Wahbah.
________. Pengantar Studi Ilmu al-Qur`an. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015.
Rausyan, Muhammad Baqir Saidi. Menguak Tabir Mukjizat Membongkar
Peristiwa Luar Biasa Secara Ilmiah. Penerjemah Ammar Fauzi Heryadi.
Jakarta: Sadra Press, 2012.
al-Rāzī, Muhammad Fakhr al-Dīn. Mafātīḥ al-Ghaib, Juz 29. Beirut: 1401 H.
Riḍā, Muḥammad Rasyīd. Wahyu Illahi Kepada Muhammad. Penerjemah Josef
C.D, t.t, t.p.
Rohman, Faidlir. “Pandangan Muhammad Rasyid Ridha Terhadap Hadis-hadis
Terbelahnya Bulan (Studi Kritik atas Pemikiran),” Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin, IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2001.
al-Ṣābūnī, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, terj. Muhammad Qodirun Nur.
Jakarta: Pustaka Amani, 2001.
al-Ṣallabi, Ali Muhammad. Iman Kepada Rasul. Penerjemah M. Fakih. Jakarta:
Ummul Qura, 2015.
Ṣāliḥ, Abd al-Qādīr Muḥammad. Tafsīr wa al-Mufassirūn fī al’Aṣr al-Ḥadīth.
Beirut: Dār al-Ma‟rifah, 2003.
Shihab, M. Quraish. Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut
Anda Ketahui dalam Memahami al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati, 2013.
_______. Mujkizat Al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah
dan Pemberitaan Gaib. Bandung: Mizan, 1998.
91
_______. Rasionalitas Al-Qur’an: Studi Kritis atas Tafsir al-Mana.r Jakarta:
Penerbit Lentera Hati, 2006.
________. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta:
Lentera Hati: 2002.
Strauss, Anslem dan Juliet Corbin. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Subhani, Ja‟far. Syi’ah Ajaran dan Praktiknya. Penerjemah Reza Shah-Kazemi
Jakarta: Nur Al-Huda, 2012.
Suma, Muhammad Amin. Ulumul Qur’an. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2013.
al-Suyūṭī. Durr al-Manthūr fī Tafsīr bi al-Ma’thūr, juz 14. Kairo: Markaz Hijr lil
Buḥūth wa al-Dirāsāt al-„Arabiyyah al-Islamiyyah, 2003.
_______, Mukhtasar Al-Itqān Fī ‘Ulūmil Qur’an. Beirut: Dār Al-Nafā‟is, 1987.
Syawali, Muhammad. “Studi Analisis Konsep Maulana Muhammad Ali tentang
Jihad,” Skripsi S1 Fakultas Syari‟ah, IAIN Walisongo, Semarang, 2009.
Syukri, Fuad. “Bias Filsafat Barat dalam Tafsir Modern Muhammad Abduh”
Journal of al-Qur’ān and Hadīth Studies, Vol. 3, No. 2. (2014): h. 265-295.
Taimiyah, Ibn. al-Mu’jizatu wa Karamātul Auliyā’. Beirut: Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, 1985.
Ulya, Hikmatul. “Analisis terhadap Pemikiran Maulana Muhammad Ali Tentang
Konsep Pernikahan dalam Perspektif Kesetaraan Gender,” Skripsi S1
Fakultas Syari‟ah, IAIN Walisongo, Semarang, 2010.
Usmani, Ahmad Rofi‟. Ensiklopedia Tokoh Muslim. Bandung: Mizan, 2015.
Wiryopranoto, Suhartono (dkk), Perjuangan Ki Hajar Dewantara dari Politik ke
Pendidikan. Jakarta: Meseum Kebangkitan Nasional Direktorat jenderal
Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017.
Zahrah, Muhammad Abu. Aliran Politik dan ’Aqidah dalam Islam. Penerjemah
Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib Jakarta: Gaya Media Pratama,
2011.
al-Zamakhsyarī. Tafsīr al-Kasysyāf. Beirut: Dār al-Ma‟rifah, 2009.
al-Zarqāniy, Manāhil Al-‘Irfān Fī ‘Ulūmīl Qur’an, Juz 1 Dār Al-Kitāb Al-„Azaliy.
Zulkairnain, Iskandar. Gerakan Ahmadiyah di Indonesia. Yogyakarta: Lkis
Yogyakarta, 2011.
aaiil.org/text/books/bookmain.shmtl
http://ahmadiyya.org/m-ali/contents.htm.
92
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/02/08/ol26du365-panglima-
tni-selamat-berjuang-insan-pers
https://news.detik.com/berita/3968986/mui-dalami-pernyataan-rocky-gerung-
kitab-suci-fiksi
https://news.detik.com/berita/d-3496149/hakim-ahok-merendahkan-surat-al-
maidah-51
https://news.idntimes.com/indonesia/teatrika/puisi-sukmawati-soekarnoputri-
bikin-heboh-teks-lengkap-1/full
https://sportsregras.com/id/semua-kriket-sejarah-aturan