126

Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

  • Upload
    lamdieu

  • View
    238

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh
Page 2: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh
Page 3: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik Pendekatan Kearifan Lokal

Dr. Bambang Wahyudi, MM. M.Si.

Page 4: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

ii

Penanganan Konflik: Pendekatan Kearifan Lokal

© Dr. Bambang Wahyudi, MM. M.Si.

Editor:

May May Maysarah, M.Han.

Layout:

Dimas Indiana Senja

Cover:

Farid

Diterbitkan Oleh:

PUSTAKA SENJA

[email protected]

Jl. Ori 1 No 9 c Papringan, Yogyakarta

(Hp. 085741060425, website: www.pustakasenja.com)

Cetakan 1, September 2018

ISBN : 978-602-6730-40-4

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

All right reserved

Page 5: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

iii

Penanganan Konflik Pendekatan Kearifan Lokal

Dr. Bambang Wahyudi, MM. M.Si.

Page 6: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

iv

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002

Tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta

Pasal 2:

1. Hak Cipta merupakan hak ekslusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk

mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah

suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana:

Pasal 72:

1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan Ayat (2)

dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau

denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama

7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual

kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait

sebagai dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

Page 7: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

v

PENGANTAR PENULIS

Sebagaimana konflik yang bisa dikelola, perdamaian pun

harus senantiasa dipastikan bisa terbangun, tentunya melalui

sebuah proses panjang yang sebelumnya telah disepakati semua

pihak. Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk

tidak dapat dengan mudah memperoleh perdamaian tanpa upaya

apapun, perlu usaha keras.

Kelangkaan, ketimpangan akses, serta prasangka atau

stigma atas dasar Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA)

membuat konflik menjadi hal yang lumrah di berbagai wilayah

terlebih di jika penanganan terhadap konflik kurang tepat. Pada

tahapan selanjutnya konflik yang terjadi akan menimbulkan

kekerasan dengan tingkatan yang berbeda.

Indonesia memiliki rekam sejarah konflik yang tidak

sederhana. Selepas masa kolonialisme, konflik idelogis tentang

bentuk negara telah melahirkan gerakan-gerakan separatis.

Kelompok agama tertentu, menginginkan Indonesia menjadi

negara agama. Suku tertentu bertindak primordial terhadap

akses-akses politik di wilayah masing-masing. Aroma

nasionalisme berubah menjadi etnonasionalisme bahkan

primordialisme yang berpotensi terjadinya disintegrasi bangsa. Di

samping drama kapitalisme yang dengan mudahnya membagi

rakyat Indonesia kedalam berbagai kelas ekonomi yang sangat

timpang dan menghasilkan penindasan yang kemudian dianggap

sebagai konsekuensi wajar dari kemalasan dan keterbelakangan.

Dengan angka atas pulau dan suku di Indonesia yang begitu

Page 8: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

vi

ragam, segala macam keanekaragaman ini harus dikelola agar

tidak menimbulkan konflik baru. Konflik yang sudah adapun

harus ditangani, agar perdamaian memiliki kesempatan untuk

tumbuh.

Memang tidak ada rumusan baku untuk menangani konflik,

namun hal ini bukan berarti tidak ada pola yang dapat dijadikan

pendekatan umum. Sebagai bahan kajian Damai dan Resolusi

Konflik, buku ini mencoba menghadirkan pendekatan tersebut

secara runtut, mulai dari terminologi atas perihal konflik dan

perdamaian yang menjadi pokok bahasan, hingga membongkar

cara-cara resolusi konflik yang selama ini digunakan untuk

membangun perdamaian di beberapa daerah di Indonesia.

Pendekatan kearifan lokal menjadi praktik baik di daerah

maupun di Indonesia secara umum seperti: Mertitani di

Gemawang Kabupaten Temanggung, Tradisi Nyadran di Giyanti

Wonosobo, toleransi Komunitas Aboge di Kabupaten Banyumas,

Adat Reba di Ngada Provinsi Nusa Tenggara Timur, serta tradisi

Rewang di Bukit Batu Kabupaten Bengkalis. Sebagian berbentuk

aktivitas kultural, yang memang akan sangat berbeda dari satu

daerah dengan daerah lain. Namun pada intinya, upaya

pengangkatan nilai-nilai kearifan lokal yang asli terlahir dari

daerah tersebut untuk kemudian diproyeksikan dalam aktivitas

yang seharusnya dapat menjadi inspirasi dalam membangun

perdamaian di wilayah lainnya, setelah melalui proses modifikasi

yang disesuaikan dengan karakter konflik dan wilayah konflik

terjadi.

Page 9: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

vii

Begitu juga Aceh, kohesi kultural hadir seiring dengan

diberi ruangnya nilai-nilai kultural yang sebelumnya

disalahgunakan oleh kelompok separatis. Bahwa konflik

berkembang, seiring dengan berkembangnya aktor dan faktor

konflik, memang seharusnya disadari.

Sebagaimana pun memburuknya sebuah konflik, pola-pola

seperti ini harus didekati, dipahami, dan dikelola dengan baik

agar malah dapat menjadikan potensi penumbuhan benih-benih

perdamaian, fluiditas, rekonsiliasi, dan transformasi konflik dalam

mengatasi konflik seperti ini menjadi kunci, yakni mengubah

nilai-nilai konfliktual menjadi langkah pertama untuk

membangun nilai-nilai perdamaian.

Singkat kata, dalam argumentasi penulis, untuk

menciptakan perdamaian maka perlu menggunakan konsepsi

realitas dalam menangani konflik di Indonesia, sehingga

perdamaian dapat terwujud secara berkelanjutan.

Buku ini ditulis sebagai wujud kontemplasi penulis atas

fenomena konflik di Indonesia. Tentu tidak dapat menjawab

seluruh pertanyaan mengenai bagaimana membangun

perdamaian. Buku ini mungkin hanya memberikan sedikit kajian

mengenai cara-cara penanganan konflik melalui pendekatan

kewilayahan yang menekankan pada aspek realitas, belum

sempurna namun seperti ada harapan baru dalam proses

perdamaian.

Penulis sangat berterima kasih terhadap pihak-pihak yang

tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang turut

berkontribusi terhadap lahirnya buku ini. Menyadari

Page 10: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

viii

ketidaksempurnaan dalam proses penulisan, penulis sangat

terbuka terhadap kritik dan saran.

Dr. Bambang Wahyudi, MM. M.Si.

Page 11: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

ix

DAFTAR ISI

PENGANTAR PENULIS ~v

DAFTAR ISI ~ ix

BAB I SEJARAH KONFLIK DI INDONESIA DAN PREDIKSI MASA

DEPAN ~1

BAB II MEMAHAMI KONFLIK DAN PERDAMAIAN ~11

BAB III PENGENALAN LOCAL WISDOM SEBAGAI METODE

PENYELESAIAN KONFLIK ~37

BAB IV PENANGANAN KONFLIK DENGAN PENDEKATAN

KEARIFAN LOKAL ~61

BAB V MEMBONGKAR RESOLUSI KONFLIK PENDEKATAN

KEARIFAN LOKAL DI ACEH~ 83

BAB VI RELEVANSI TEORI REALITAS DAN PENANGANAN

KONFLIK ~101

PENUTUP ~106

REFERENSI ~109

BIODATA PENULIS ~114

Page 12: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

x

Page 13: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

1

BAB I

SEJARAH KONFLIK DI INDONESIA

DAN PREDIKSI MASA DEPAN

Konflik menjadi barang lumrah yang mungkin saja dapat

ditemui dengan mudah di Indonesia. Terlebih karena kondisi

Indonesia yang secara geografis maupun sosiokultural memiliki

kekhasan yang cenderung berbeda dengan negara lainnya.

Indonesia memiliki ciri geografis berupa luas wilayah yang

terpisahkan oleh lautan dan samudera. Hal itu membuat

penduduk Indonesia tinggal secara terpisah oleh lautan luas, yang

kemudian disadari atau tidak memberikan pengaruh terhadap

kebiasaan dan kebudayaan yang terbentuk di tengah masyarakat.

Dilihat dari sejarah, sebutan kata "Indonesia" sendiri

berasal dari bahasa Latin yaitu Indus yang berarti "Hindia" dan

kata dalam bahasa Yunani nesos yang berarti "pulau". Jadi,

sebutan atau kata Indonesia berarti wilayah Hindia kepulauan,

atau kepulauan yang berada di Hindia. Makna kata tersebut

menunjukkan bahwa nama ini terbentuk jauh sebelum Indonesia

menjadi negara berdaulat.

Pada tahun 1850, George Earl, etnolog berkebangsaan

Inggris, semula mengusulkan istilah Indunesia dan Malayunesia

untuk penduduk "Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu".

Page 14: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

2

Murid dari Earl, bernama James Richardson Logan, menggunakan

kata Indonesia sebagai sinonim dari Kepulauan India.

Akan tetapi penulisan akademik Belanda di media Hindia-

Belanda tidak menggunakan kata Indonesia, tetapi istilah

Kepulauan Melayu (Maleische Archipel); Hindia Timur Belanda

(Nederlandsch Oost Indië), atau Hindia (Indië); Timur (de Oost);

dan bahkan Insulinde (istilah ini diperkenalkan tahun 1860 dalam

novel Max Havelaar (1859), ditulis oleh Multatuli, mengenai kritik

terhadap kolonialisme Belanda).

Sejak saat itu, atau lebih tepatnya pada tahun 1900, nama

Indonesia menjadi lebih umum dikenal pada lingkungan

akademik di luar Belanda, dan golongan nasionalis Indonesia

menggunakannya untuk ekspresi politik. Adolf Bastian dari

Universitas Berlin mempopulerkan nama ini melalui buku

Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipels, 1884–1894.

Adapun pelajar Indonesia pertama yang menggunakannya ialah

Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), yakni ketika beliau

mendirikan kantor berita di Belanda yang bernama Indonesisch

Pers Bureau pada tahun 1913. Kata Indonesia semakin popular

digunakan sebagai pengganti nama Nusantara atau Kepulauan

Nusantara, yang membentang dari ujung barat Pulau Sumatera

hingga ujung timur Papua. Sebuah sejarah panjang hingga

akhirnya nama Indonesia semakin terkenal seperti saat ini.

Salah satu keunikan dari Indonesia sebagai sebuah negara

ada pada faktor kebangsaannya. Masyarakat Indonesia cenderung

plural. Beragam agama, kebudayaan dan ras hampir ada di

Page 15: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

3

Indonesia. Kondisi tersebut semakin membuat posisi Indonesia

sebagai sebuah negara mendapatkan keuntungan, namun hal ini

pun dapat hadir sekaligus dengan ancaman.

Selain itu, faktor keberlimpahan sumber daya alam dan

keberagaman budaya menjadi dua mata pisau yang berlawanan.

Pada satu sisi dapat memberikan keuntungan bagi identitas ke-

Indonesia-an, namun dalam waktu yang sama sekaligus juga

mengandung ancaman bahkan berujung terjadi konflik jika

kesadaran pluralitas dan persatuan masyarakat melemah.

Konflik Separatisme di Indonesia

Sejarah mencatat sejak awal Indonesia dipersatukan

menjadi sebuah negara beberapa konflik atau pertentangan

muncul sebagai bentuk penolakan terhadap kondisi persatuan

tersebut. Perbedaan keinginan dan kepentingan mengenai

bersatu membentuk negara kesatuan atau berpisah dengan

otoritas kerajaan masing-masing menjadi isu yang mengemuka

saat itu.

Sejak masa itu Indonesia mulai selalu dihantui gerakan

separatisme. Beberapa wilayah memaksa untuk memisahkan diri

dari kedaulatan negara. Luasnya jangkauan wilayah Indonesia

yang membuat terpisahnya jarak satu tempat dengan tempat

lainnya, membuat kedekatan sosial maupun psikologis bangsa

Indonesia sangat mungkin dengan mudah untuk dipecah belah.

Dilihat dari struktur sosiologisnya, masyarakat Indonesia

merupakan sekumpulan bangsa yang memiliki ciri heterogenitas

Page 16: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

4

dan unik. Secara horizontal, hal ini dapat ditandai adanya

kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku, agama,

adat istiadat, dan primordialisme. Akan tetapi jika dilihat secara

vertikal, struktur masyarakat Indonesia pun memiliki berbagai

lapisan sosial dan ekonomi.

Kemajemukan struktur sosial tersebut dapat dikatakan

selalu mengagendakan persoalan integrasi nasional dari waktu ke

waktu. Seorang ahli bernama Samuel Huntington (1994) bahkan

mengatakan, pada akhir abad ke-20, Indonesia menjadi negara

yang memiliki potensi paling besar untuk hancur setelah

Yugoslavia dan Uni Soviet.

Clifford Geertz (seperti yang diberitakan dalam Kompas,

1994) mengatakan, bahwa apabila bangsa Indonesia tidak pandai-

pandai mengelola keanekaragaman etnik, budaya, dan solidaritas

etnisitas dan kebudayaan tersebut, maka Indonesia akan pecah

menjadi negara-negara kecil.

Memang sejak kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus

1945, Indonesia seringkali dihantui gerakan separatis, seperti

misalnya DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat dan DI/TII Aceh,

PRRI/Permesta Kahar Muzakar di Sulawesi, Angkatan Perang

Ratu Adil (APRA), Gerakan 30 September, dan Gerakan Republik

Maluku Selatan yang menyisakan luka lama. Bahkan sampai

sekarang gerakan itu masih terus berlangsung di di provinsi

paling timur Indonesia, Papua dengan OPM (Organisasi Papua

Merdeka).

Page 17: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

5

Munculnya gerakan-gerakan separatisme terjadi karena

banyak hal, misalnya rasa tidak puas terhadap kebijakan

pemerintahan yang dianggap tidak adil karena melihat adanya

diskriminasi terhadap salah satu wilayah yang tidak mendapat

perhatian secara menyeluruh.

Sejak awal kondisi masyarakat dan wilayah Indonesia

memang terbentuk karena beragam perbedaan, semua pihak

menyadari itu. Pluralitas masyarakat yang bersifat

multidimensional tersebut akan dan telah menimbulkan

persoalan, seperti proses integrasi masyarakat Indonesia secara

horizontal. Sementara stratifikasi sosial menjadi faktor yang

berpengaruh pada bentuk integrasi yang bersifat vertikal.

Indonesia hingga masa reformasi beberapa waktu lalu

masih menunjukkan kondisi yang dapat dikatakan

memprihatinkan. Gerakan-gerakan separatisme yang muncul

sejak awal terbentuknya negara pada dasarnya masih

berlangsung secara laten. Desakan keinginan masyarakat untuk

memisahkan diri dari Indonesia selalu menjadi isu utama yang

terus berkembang. Solusi pada era reformasi berupa perwujudan

otonomi dan desentralisasi rupanya belum menyelesaikan

masalah hingga akar rumput. Jika sudah demikian maka konflik

antara masyarakat melawan pemerintahan sulit dielakan lagi.

Separatis merupakan sebuah gerakan yang berdasarkan

pada keinginan sebuah kelompok atau bangsa untuk memisahkan

diri dari negara yang secara legal dan berdaulat telah

menaunginya. Gerakan-gerakan separatisme dewasa ini

Page 18: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

6

cenderung sering melalukan diplomasi, seperti dengan mencari

dukungan dan pengakuan dari kelompok atau negara lain atas

pergerakan atau perlawanan yang dilakukannya.

Pada banyak kasus di Indonesia, gerakan separatisme

seringkali berujung kepada kekerasan. Isu yang paling sering

muncul adalah keinginan sebagian kelompok menggunakan

ideologi lain selain Pancasila yang sudah disepakati sejak awal

pembentukan Indonesia.

Salah satu gerakan separatis yang pernah menggegerkan

seluruh penduduk Indonesia adalan Gerakan Aceh Merdeka

(GAM), Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Republik Maluku

Selatan (RMS). Pada beberapa pembahasan dalam buku ini,

penulis akan menggunakan konflik pemerintah dengan kelompok

di Aceh sebagai contoh.

Konflik di Aceh memang tidak terjadi seketika dan bukan

semata karena alasan isu agama seperti yang diberitakan pada

umumnya. Konflik Aceh terjadi dalam proses waktu yang lama

dan dinamika yang panjang. Gejala-gejala konflik sudah lebih dulu

muncul, sayangnya tidak banyak pihak yang menyadari dan

memberikan respons secara tepat terhadap tanda-tanda tersebut.

Konflik Aceh versus pemerintah pusat (Jakarta) memang

tergolong sudah sangat lama berlalu. Akan tetapi sebenarnya ia

baru saja menandai suatu tren aktual transformasi konflik yang

terjadi secara global. Setelah beberapa dasawarsa peta politik

dunia lebih didominasi konflik antarnegara, belakangan ini

kecenderungannya justru semakin merebak pada konflik internal

Page 19: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

7

di dalam suatu negara (interstate conflict), seperti konflik

antaretnik dengan motif politik atau perebutan akses sumber

daya alam ataupun konflik bernuansa separatisme.

Konflik Baru di Masa Depan

Permasalahan-permasalahan ‘baru’ juga hadir di Indonesia

sebagai akibat dari globalisasi seperti isu-isu hak asasi manusia,

perubahan politik, ekonomi dan sosial, sebagian besar

menjadikan isu tersebut sebagai penyebab baru trend konflik.

Indonesia juga terpaksa atau tidak ikut dalam arus perkembangan

trend tersebut.

Konflik di dalam negeri pun menjadi begitu mengemuka

selepas masa kolonialisme. Tidak ada lagi Indonesia yang

melawan bangsa lain dalam bentuk perang terbuka, namun justru

melawan dirinya sendiri. Seperti hadirnya konflik vertikal dan

horizontal sehingga membuat sejarah akan konflik menjadi

sejarah bangsa Indonesia itu sendiri.

Dalam hal ini penulis ingin menyampaikan bahwa sebagai

intinya konflik yang terjadi di Indonesia juga mengalami

perkembangan isu yang juga terwarnai seiring dengan

berkembangnya norma-norma kemanusiaan secara global. Serta

tidak dapat begitu juga disangkal bahwa konflik yang terjadi di

negara lain juga sedikit banyak dapat mewarnai stabilitas sosial

politik lokus-lokus komunitas idelogis dalam negeri. Isu yang

paling kentara dan sering muncul adalah misalnya mengenai

Page 20: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

8

terancamnya hak asasi manusia suatu kelompok minoritas etnis

tertentu atau ketidakadilan pada kelompok agama tertentu.

Respons yang tepat terhadap kondisi tersebut diperlukan

sebagai salah satu strategi untuk mempersiapkan penyelesaian

konflik yang paling baik, yakni yang dapat membawa ke arah

perdamaian positif. Hal ini membuat tanggung jawab

pembangunan perdamaian tidak hanya menjadi tugas pemerintah

saja, namun seluruh masyarakat seharusnya dapat terlibat untuk

menciptakan suatu kondisi aman, damai, dan sejahtera dapat

terjadi di Indonesia.

Jika dibiarkan, Indonesia hanya akan mengalami

kehancuran dan perpecahan yang tidak bisa dihindarkan lagi,

terlebih dengan karakter geografis yang khas yang merupakan

pemberian Tuhan bagi bangsa Indonesia.

Saat ini, konflik antara pemerintah pusat dengan kelompok

separatis di Aceh sudah selesai. Berbagai usaha penyelesaian

konflik yang terjadi akan banyak dibahas dalam buku ini sebagai

salah satu contoh keberhasilan pemerintah Indonesia dalam

menghadapi konflik vertikal. Meski begitu, masih ada beberapa

pekerjaan rumah bagi pemerintah dalam menghadapi konflik

dengan isu separatis seperti yang pernah terjadi di Aceh.

Pemerintah juga perlu menyiapkan cara-cara penyelesaian konflik

sejenis itu atau konflik jenis baru jika di kemudian hari terjadi.

Menariknya, perkembangan isu konflik di Indonesia ke

depan justru akan lebih banyak diwarnai oleh isu konflik

horizontal yang melibatkan satu kelompok masyarakat dengan

Page 21: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

9

kelompok masyarakat lainnya. Konflik tersebut akan lebih banyak

dijumpai, terlebih karena rumput kering pemicu konflik seperti

perbedaan adat dan budaya, SARA, politik, dan cerita historis

kewilayahan menjadi makanan sehari-hari masyarakat. Oleh

karenanya sedikit api yang menyulut akar rumput maka konflik

akan segera menyala dan menyebar.

Ke depan, konflik yang terjadi di Indonesia dapat

dikategorikan dalam beberapa jenis; konflik vertikal seperti

gerakan separatisme, konflik horizontal (konflik ini kemungkinan

lebih banyak terjadi) yang dipicu beragam aspek, dan terakhir

kemungkinan konflik asimetris yang terjadi di wilayah Indonesia,

yakni saat konflik terjadi posisi lawan bukan lagi yang dihadapi

namunyang menjadi lawan justru tidak jelas.

Sebelum membahas banyak mengenai penanganan konflik

di Indonesia dan alternative metode dalam penyelesaian konflik,

pada bab selanjutnya akan dibahas mengenai terminologi konflik

dan perdamaian.

Tujuannya yakni untuk menyamakan pandangan mengenai

pemahaman terhadap konflik, resolusi konflik dan perdamaian,

pada bab selanjutnya penulis akan menjelaskan mengenai

terminologi tersebut. Beragam pandangan mengenai pemaknaan

konflik dan perdamaian akan disajikan sebagai referensi bagi

pembaca untuk mendapatkan wawasan yang lebih luas.

Melalui penyajian pembahasan tersebut, maka

diharapkan akan ada beberapa pandangan yang semakin

memperjelas bagaimana proses analisa konflik dapat dilakukan,

Page 22: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

10

cara apa yang bisa dipilih untuk penyelesaian konflik tersebut,

dan terpenting respons tepat apa yang dapat ditunjukkan dalam

penanganan konflik di Indonesia.

Page 23: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

11

BAB II

MEMAHAMI KONFLIK DAN PERDAMAIAN

Konflik dan perdamaian menjadi dua sisi yang banyak

dipahami masyarakat sebagai sebuah kondisi yang saling

bertentangan. Tidak akan damai jika masih ada konflik dan

begitupun sebaliknya, tidak mungkin terjadi konflik jika sedang

dalam kondisi damai. Benarkah demikian? Konflik dan

perdamaian juga digambarkan menjadi sebuah siklus yang

berputar dan tidak berkesudahan. Dimulai dari perdamaian dan

berakhir dalam konflik, kemudian kembali menjadi damai dan

setelahnya kemudian mengalami konflik.

Menurut Baskoro (2002:6) konflik memiliki cakupan yang

cukup luas, meliputi pertentangan atau bentrokan, persaingan

atau gangguan oleh kelompok secara fisik atau benturan antar

kekuatan-kekuatan yang sulit didamaikan, atau pertentangan

dalam tataran kualitas seperti ide-ide, kepentingan-kepentingan

atau kehendak-kehendak.

Ketika berbicara mengenai konflik kita tidak hanya akan

membicarakan dalam lingkup pelaku konflik, beberapa aspek lain

juga harus dibahas seperti penyebab konflik atau yang disebut

juga dengan isu konflik. Aspek penyebab konflik menjadi sangat

penting dalam proses analisis konfilk, mengetahui penyebab

konflik menentukan pilihan cara penangan konflik yang tepat.

Page 24: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

12

Menurut Miall, (2002:8) konflik biasanya terjadi ketika dua

atau lebih manusia terserap dalam dinamika yang berbeda, dan

kadang-kadang saling berbenturan dalam dimensi-dimensi yang

berbeda pula. Dalam situasi demikian, kelompok-kelompok yang

bertikai akan bersikap, bertindak dan bereaksi dengan cara

kekerasan, menegasi satu sama lain.

Tidak jarang, isu mendasar dari terjadinya sebuah konflik

karena kegagalan manusia beradaptasi dengan situasi baru yang

dihadapinya. Robert Merton (1986:194), menyebutkan lima

tipologi adaptasi atau penyesuaian diri terhadap tindakan atau

struktur yang dialami oleh seseorang.

Respons penerimaan dan penolakan didasarkan pada dua

hal, yakni sarana yang terinstitusionalisasi dan tujuan-tujuan

kultural.

Gambar 1. Tipologi Adaptasi

(Sumber: Robert K. Merton, 1986)

Page 25: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

13

Kelima tipologi adaptasi manusia dalam menghadapi

konflik tersebut adalah sebagai berikut:

1. Conformity, penyesuaian diri atau konformitas, yaitu suatu

keadaan di mana Individu atau kelompok tetap menerima

tujuan dan sarana-sarana yang terdapat dalam masyarakat

yang menjadi target kultural pula. Kondisi ini merupakan

status paling ideal, di mana tidak ada situasi konflik sama

sekali.

2. Inovation, inovasi yaitu menemukan cara-cara baru dengan

mengubah sarana-sarana yang dipergunakan untuk

mencapai tujuan. Inovasi dilakukan apabila sarana-sarana

dalam masyarakat kurang dapat mengakomodasi cita-cita

bersama. Perkembangan teknologi yang dapat memengaruhi

hajat hidup komunal, seperti terhadap transportasi,

komunikasi, lapangan kerja, dan lain-lain adalah bentuk

irisan situasi yang membutuhkan inovasi.

3. Ritualism, ritualisme atau kepasrahan (pembiasaan), di mana

masyarakat lebih cenderung menggunakan sarana-sarana

yang telah tersedia, tanpa cukup kritis (cenderung

mangabaikan/menolak) terhadap nilai dan norma-norma

yang menjadi nafas cita-cita bersama. Dalam situasi ini,

masyarakat hanya mempergunakan sarana-sarana tersebut

sebagai bentuk aktivitas yang dijalankan secara rutin.

4. Retreatism, penarikan diri, di mana individu atau kelompok

menolak tujuan maupun sarana-sarana yang telah tersedia

Page 26: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

14

dalam masyarakat. Dengan penarikan diri, individu atu

kelompok

5. Rebelion, pemberontakan, yakni merupakan reaksi yang

sama sekali berbeda dengan keempat tindakan sebelumnya,

di mana tujuan dan sarana-sarana yang terdapat dalam

masyarakat ditolak dan berusaha diganti atau dirubah

seluruhnya. Dalam pemberontakan situasi anarki muncul,

tanpa aturan, nilai, dan norma.

Tipologi adaptasi yang dijelaskan oleh Merton memberi

gambaran mengenai hal mendasar dari respons masyarakat pada

perbedaan yang dihadapinya. Secara sederhana, konflik memang

dapat dimaknai sebagai sebuah pertentangan yang terjadi antara

dua orang atau lebih manusia yang tumbuh dalam situasi berbeda.

Pada situasi demikian kelompok yang bertikai akan

bersikap, bertindak, dan bersaksi dengan cara menegasi satu

sama lain (Miall, Ramsbotham, Woodhouse, 1999). Reaksi agresif

terhadap sikap negasi satu sama lain itulah yang menjadikan

konflik berkembang semakin buruk.

Sementara itu, menurut Mayer (2000) konflik dapat

berlangsung pada taraf kognisi (perseption), emosi (feeling), dan

perilaku (action). Mayer menegaskan mengenai tahapan awal

terjadinya konflik dimulai dari pertentangan pada aspek kognisi

atau pemahaman mengenai sesuatu.

Berdasarkan dua pemahaman yang disampaikan para ahli

tersebut, kita dapat menentukan bahwa konflik menjadi suatu

Page 27: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

15

kondisi yang sukar untuk dihindari. Selain itu, konflik juga tidak

hanya membentuk sebuah tindakan yang berakhir kekerasan.

Konflik pada tahap awal terjadi di taraf kognisi yang berdampak

pada perasaan atau kekerasan psikologis, baru kemudian

diekspresikan dalam bentuk tindakan yang mengarah pada

kekerasan fisik dan kehancuran.

Menurut Ju Lan (2005: 10-11), di Indonesia konflik-konflik

yang terjadi umumnya lebih dikategorikan sebagai “konflik

separatis” dan “konflik antara pusat dan daerah”, yang cenderung

dilihat sebagai “konflik vertikal” dan “konflik komunal” yang

dianggap sebagai “konflik horizontal”, dimana didalamnya

termasuk “konflik etnis dan agama” dan “konflik perebutan

sumber daya alam”.

Isu-isu mengenai konflik juga sangat luas, tidak hanya

berbicara mengenai perbedaan keinginan dan kebutuhan yang

menjadi hal dasar yang sulit untuk dihindarkan. Menurut Miall,

setiap konflik, termasuk di dalamnya konflik etnis, pada dasarnya

bukan tidak dapat dihindarkan. Ia dapat dicegah dalam arti

mencegah perwujudan konflik bersenjata atau konflik massa

dengan kekerasan. Namun sumber-sumber potensial konflik perlu

diidentifikasi dan dianalisa, selanjutnya diperlukan berbagai

usaha resolusi konflik (Miall, 2002: 149-151).

Pada pemikiran Johan Galtung (1996), konflik lebih

dipahami sebagai sebuah proses dinamis, yang mana di dalamnya

terdapat struktur, sikap, dan perilaku yang selalu berubah dan

saling mempengaruhi. Merujuk pada pemaknaan konflik di atas,

Page 28: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

16

kita dapat memahami jika situasi yang konfliktual merupakan hal

yang sulit dihindari. Maka dari itu, kemungkinan masyarakat

Indonesia menghadapi konflik akan lebih besar dikarenakan

kondisi keragaman yang dimiliki bangsa Indonesia.

Miall (2002) mengatakan konflik adalah aspek intrinsik

dan tidak mungkin dihindarkan dalam perubahan sosial. Konflik

adalah sebuah ekspresi heterogenitas kepentingan, nilai atau

norma, dan keyakinan yang muncul sebagai formasi baru yang

ditimbulkan seiring dengan dinamika sosial. Namun cara kita

menangani konflik adalah persoalan kebiasaan dan pilihan.

Adalah mungkin mengubah respon kebiasaan dan melakukan

penentuan pilihan-pilihan yang tepat.

Analisis Konflik

Melakukan identifikasi pada konflik yang terjadi, penting

untuk memberi pengaruh pada strategi resolusi konflik yang akan

dipilih serta perlakuan terhadap kelompok yang bersengketa.

Pada saat konflik terjadi, pihak yang berselisih biasanya akan

membentuk kelompok-kelompok baru yang akan memperluas

dan menciptakan dinamika konflik.

Dengan terjadinya konflik, kelompok-kelompok secara

otomatis terbentuk sesuai dengan kepentingan masing-masing.

Untuk mencapai tujuan tersebut, masing-masing kelompok akan

menciptakan sebuah formasi dan standar organisasi di

kelompoknya agar memiliki kekuatan besar untuk bisa menekan

pihak lain. Sehingga pada tahap selanjutnya formasi kelompok

Page 29: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

17

yang terbentuk itu bisa saja memperluas dan memperdalam

konflik yang terjadi.

Dinamika aktor konflik dapat dengan mudah memunculkan

konflik baru atau konflik yang meluas. Dalam kondisi ini, muncul

pihak-pihak lain selain pihak utama di konflik awal, yang pada

akhirnya terseret ke dalam situasi konflik. Hal tersebut tentu saja

memperumit upaya untuk mengetahui dan mengurai struktur

atau akar konflik sesungguhnya.

Para ahli menawarkan beberapa cara untuk dapat melihat

konflik yang sebenarnya (real conflict). Mengapa untuk melihat

konflik itu kompleks? Hal tersebut terjadi karena konflik

melibatkan banyak pihak dan memiliki sejarah panjang, tidak ada

konflik yang terjadi seketika dan selesai saat itu juga. Konflik

merupakan rangkaian aktivitas yang terkadang dimulai dari hal

kecil, seperti benang kusut yang memiliki banyak sudut pandang

untuk diurai.

Mayer (2000) menyampaikan sebuah konsep The Wheel of

Conflict sebagai pemahaman terhadap kompleksitas konflik dan

sebab-sebab yang mengakibatkan konflik berproses dalam arah

yang kontradiktoris. Pada penjelasannya, Mayer menjelaskan ada

dua penyebab orang terlibat konflik.

Pertama, terealisasinya kebutuhan-kebutuhan melalui

proses konflik. Kedua, adanya keyakinan jika para pihak yang

berkonflik memiliki kebutuhan yang saling bertentangan.

Konsep mengenai cara membaca konflik juga ditawarkan

oleh Johan Galtung melalui segitiga konflik (The conflict triangle).

Page 30: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

18

Pada penjelasannya, Galtung memaparkan mengenai tiga

komponen ketika akan melihat konflik, yakni Kontradiksi (C),

Sikap (A), dan Perilaku (B).

Kontradiksi merupakan suatu kondisi mendasar ketika

adanya ketidaksesuaian dari tujuan masing-masing pihak.

Sementara sikap mengacu pada pemahaman ataupun

kesalahpahaman terhadap kelompok sendiri ataupun kelompok

lawan, sikap sendiri dapat ditunjukkan dalam bentuk positif

maupun negatif. Perilaku sendiri merupakan komponen ketiga

yang mencakup kerjasama dan koersi yang menunjukkan

sekumpulan gerakan baik keakraban atau permusuhan.

Pendekatan lain disampaikan oleh Adam Curle (1971), dia

menjelaskan jika konflik merupakan sebuah gerakan dari posisi

penuh pertentangan dan pertikaian menuju relasi yang penuh

perdamaian. Curle menyampaikan pergerakan menuju

Kontradiksi

Sikap Perilaku

Gambar 2. The Conflict Triangle

Page 31: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

19

perdamaian bisa dipahami melalui peran yang muncul dari setiap

pergerakan yang melewati empat tahap yakni konflik laten,

konfrontasi dalam konflik terbuka, negosiasi, dan terakhir kondisi

damai yang berkelanjutan.

Isu Konflik Sebagai Dasar Analisis

Saat terjadi konflik, perubahan pada isu konflik seringkali

berkembang dari isu awal yang menjadi dasar konflik terjadi,

karenanya proses analisis konflik menjadi hal yang rumit. Tidak

hanya berbicara mengenai perbedaan kepentingan dan keinginan,

namun juga mengenai perkembangan isu sosial, politik,

kebudayaan dan keamanan.

Munculnya konflik diantaranya disebabkan adanya faktor

identitas kelompok kesenjangan sosial dan ekonomi, politik, serta

prasangka dan dendam. Dinamika tersebut menunjukkan adanya

situasi ketidakpastian atau dikenal dengan situasi anomi, yang

diantaranya dapat dilihat dari situasi atau keadaan sebagai

berikut:

1. Rendahnya “Trust” pada Pemerintah, karena ketidakpastian

situasi politik. Beberapa negara pernah mengalami hal ini,

terutama pada masa-masa genting revolusi. Rendahnya

stabilitas politik menyebabkan pemerintah tidak bisa

menyediakan keamanan yang cukup kepada masyarakat,

sehingga ketidakpercayaan terhadapnya menjadi sangat

rasional.

Page 32: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

20

2. Ketidakpastian dalam kehidupan ekonomi. Situasi ini dapat

disebabkan oleh situasi dalam negeri maupun luar negeri.

Seringkali, situasi krisis ekonomilah yang menjadi pemicu

konflik dengan skala besar. Indonesia pernah mengalami ini

pada sekitar tahun 1998.

3. Tidak ada harapan pada kehidupan masa depan (membuat

orang/kelompok menjadi pesimis). Hal ini dapat

dikarenakan tidak adanya sistem ketenagakerjaan yang

prorakyat dan tidak tersedianya kebijakan afirmatif untuk

memudahkan para pemuda, misalnya, mendapatkan akses

produktifitas yang maksimal.

4. Terjadi anomi individual, yakni munculnya orang-orang yang

menjadi apatis, tidak memiliki tujuan hidup, dan kerap kali

melakukan tindakan-tindakan menyimpang. Karena tujuan

hidupnya tidak jelas, mudah direkrut untuk melakukan

pembunuhan dan tindakan kekerasan. Profokasi bergerak

dengan sangat mengandalkan orang seperti ini.

5. Sesuatu yang diberikan atau didapat adalah merupakan

haknya dan bukan merupakan pemberian atau bantuan dari

orang lain/pihak luar. Dalam poin inilah mekanisme bantuan

dana (aid) dapat dikritisi. Pemberian bantuan dalam bentuk

dana langsung harus dilakukan secara ketat dan

mendapatkan monitoring dan evaluasi yang memadai. Secara

general oleh siapapun aktor yang diberi dan memberi, alih-

alih dapat menyelesaikan masalah, hal ini dalam beberapa

konteks dapat menciptakan masalah baru. Seperti adanya

Page 33: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

21

kecenderungan kemalasan, atau penerimaan bantuan yang

rentan salah sasaran. Dengan kata lain, skenario bantuan

yang ideal memang tidak hanya memberi ikan, tapi memberi

kail, pancing, dan mengajarkan cara menggunakannya.

6. Karakter temperamental cukup menonjol. Karakter ini bisa

dibentuk karena kebiasaan yang panjang. Faktor ekonomi

dan sosial seringkali mempengaruhi, di samping faktor

kultural yang pada dasarnya dipengaruhi pula situasi sosial

pada masa lalu.

Beberapa situasi mendasar yang dijelaskan di atas menjadi

sebuah isu yang banyak dibicarakan sebagai alasan konflik terjadi.

Isu konflik seringkali berbeda dengan pemicunya. Bahkan tidak

jarang, tindakan sederhana banyak menjadi tanda awal

perselisihan atau pemicu konflik.

Tindakan yang dimaksud bahkan biasanya tidak sesuai

dengan isu konflik yang berkembang pada kemudian hari. Isu

konflik dapat dilihat berdasarkan kondisi perbedaan yang harus

dicarikan penyelesaian masalahnya. Isu dapat diidentifikasi dan

dikelompokan berdasarkan faktor pemicunya.

Respons Terhadap Konflik dan Jalan Menuju Perdamaian

Analisis dan observasi konflik diarahkan pada terciptanya

resolusi konflik, yakni upaya menganangani sebab-sebab konflik

dan membuat relasi baru yang tahan lama dari kelompok-

kelompok yang berkonflik sebelumnya.

Page 34: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

22

Proses resolusi konflik menurut Miall (2002) harus mampu

menunjukkan akar penyebab konflik dalam sebuah kerangka

kerja yang memungkinkan pihak-pihak yang bermusuhan dapat

rujuk kembali melalui rekonsiliasi, kemudian melakukan

trasformasi terhadap pertentangan mereka ke dalam kegiatan

tanpa kekerasan. Rangkaian kegiatan rekonsiliasi dan

transformasi pada dasarnya sangat diperlukan, mengingat

apabila hal ini tidak ada, justru akan mempertahankan kekerasan

itu sendiri.

Istilah resolusi konflik muncul dalam sebuah proses

menuju perdamaian. Resolusi konflik menurut Miall merujuk

pada istilah komprehensif yang mengimplikasikan bahwa sumber

konflik yang dalam dan berakar akan diperhatikan dan

diselesaikan. Hal ini mengimplikasikan bahwa struktur konfliknya

telah berubah. (Miall, 2002:3).

Resolusi konflik sendiri dapat dimaknai sebagai suatu

konsep teoritik untuk mencari solusi atas konflik yang terjadi di

tengah masyarakat. Konflik sebagai sebuah proses, biasanya

diawali oleh adanya penyebab konflik. Proses resolusi konflik

merupakan langkah yang perlu ditempuh untuk mencegah

terjadinya letupan peristiwa kekerasan saat konflik terjadi.

Resolusi konflik bermuara pada sebuah usaha mencapai

perdamaian yang berkelanjutan.

Perdamaian berkelanjutan yakni sebuah keadaan damai

dalam arti positif atau keadaan damai yang sebenarnya dan

seharusnya terjadi. Galtung (1998) mengatakan jika perdamaian

Page 35: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

23

dalam arti negatif dimaknai sebagai sebuah keadaan tanpa

kekerasan baik antarindividu maupun kelompok.

Sementara lebih lanjut dalam arti positif, perdamaian

merujuk pada makna keadilan sosial melalui pemerataan

kesempatan, pembagian kekuasaan dan sumber daya yang adil,

juga perlindungan dan penegakan hukum tanpa keberpihakan.

Dalam pandangan kelompok perdamaian postif, konflik seringkali

dilihat dari akar penyebab terjadinya kekerasan, perang, dan

ketidakadilan. Perdamaian positif mengangkat kembali norma-

norma sosial yang terkadang tercabik akibat konflik, yakni dengan

menciptakan kesadaran penuh untuk mencipatakan masyarakat

yang mematuhi komitmen-komitmennya.

Berbagai pendekatan dalam menghadapi konflik muncul

sebagai respons seketika, misalnya istilah pencegahan konflik,

muncul dengan tujuan mencegah konflik yang sedang terjadi agar

tidak berakhir menjadi sebuah kekerasan. Sementara itu dalam

mengakhiri konflik muncul istilah transformasi, yakni sebagai

sebuah usaha mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik

yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari

pertikaian menjadi kekuatan postif.

Pendekatan lain dalam menghadapi konflik adalah dengan

penyelesaian konflik. yakni sebagai upaya untuk mengakhiri

perilaku kekerasan melalui persetujuan damai. Berbicara

mengenai perdamaian maka kita akan bemuara pada akar nilai-

nilai sosial serta keberadaan institusi yang secara positif

menciptakan dan mengelola konsep dan penerapan perdamaian.

Page 36: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

24

Pada kondisi konflik istilah bina-damai diperkenalkan sebagai

sebuah kondisi pencarian penyebab konflik dengan

mengutamakan isu inti dari pemanfaatan masyarakat dan negara.

Membaca konflik dan menemukan cara mencapai

perdamaian merupakan sebuah usaha panjang. Nilai atas konflik

pun sesungguhnya tidak selalu negatif. Konflik tidaklah harus

selalu dipahami sebagai hal yang buruk dan berakhir dalam

bentuk kekerasan yang destruktif, namun dapat juga dimaknai

sebagai sebuah usaha mencapai perkembangan dan perubahan

seseorang atau suatu kelompok.

Sehingga tidak berlebihan jika disimpulkan bahwa konflik

tidak hanya dapat mengakibatkan kekerasan, karena sedikit

banyak konflik pada dasarnya diperlukan dalam interaksi

manusia dan interaksi sosial. Konflik menciptakan isu untuk

adanya interaksi tersebut, identifikasi konflik adalah hal yang

esensial.

Pemahaman konflik yang menyeluruh dalam sebuah

interaksi sosial adalah suatu keharusan yang dapat

meminimalisasi dampak kekerasan dari sebuah konflik.

Pemahaman mengenai konflik juga dapat dilihat dari tingkat yang

berbeda bisa dari konflik lokal, nasional, regional dan bahkan

internasional.

Selain itu, konflik juga dapat dilihat dari sudut pandang

berbeda seperti isu sosial, politik, sumber daya, dan keamanan.

Karena pada dasarnya, seperti konsep akar konflik yang selalu

Page 37: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

25

tidak merujuk pada satu faktor, implikasi atas konflik pun juga

dapat mengarah pada berbagai aspek.

Ketika melakukan analisa konflik, pemahaman pada

hubungan dinamis anatara konflik dan perdamaian merupakan

hal yang penting. Sudut pandang tentang penyebab konflik akan

berbeda-beda tergantung dari perspektif yang melihatnya, untuk

itu mengetahui dengan pasti gejala konflik tentunya akan

membantu memahami akar permasalahan dari konflik yang

dihadapi. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan

analisis dan observasi konflik.

Muara akhir dari analisis konflik adalah menciptakan

kondisi damai. Miall (2000:244) menjelaskan mengenai makna

dalam pemeliharaan perdamaian yang lebih luas, yakni

dibutuhkan sebuah tindakan transformatif meliputi usaha-usaha

untuk mentrasformasikan ketidakadilan dan menjembatani posisi

yang bersebarangan.

Melalui kerangka itulah, cakupan resolusi konflik menjadi

lebih luas, tidak hanya sebuah upaya mengakhiri konflik. Terdapat

perbedaan penting dan mendasar pada terminolgi perdamaian

baik berdasarkan makna positif maupun dalam makna negatif

atas sebuah perdamaian.

Apa yang membedakan perdamaian positif dan perdamaian

negatif? Berikut digambarkan mengenai bagan yang dimaksud:

Page 38: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

26

Tabel 1. Perbedaan Antara Damai Positif dan Damai Negatif

Makna damai negatif dan positif yang telah dijelaskan

diatas memberikan gambaran jelas bahwa, dua diksi tersebut

berbeda jauh. Banyak yang masih beranggapan jika konflik atau

kekerasan sudah selesai maka kondisi damai sudah tercipta.

Mungkin saja itu menjadi salah satu proses menuju perdamaian

yang positif, akan tetapi damai yang sebenarnya tidak sampai

pada kondisi tersebut saja, lebih tinggi dari itu, damai yang positif

menunjukkan sebuah interaksi sosial yang lebih tinggi karena

sudah terjadi transformasi hubungan dari kedua pihak yang

berkonflik.

Terminologi Konflik dan Perdamaian

Berada dalam analisis konflik membuat kita mengenal

beberapa daftar istilah yang banyak dipakai baik oleh para

akademisi maupun praktisi yang terjun di wilayah penanganan

Page 39: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

27

konflik. Paling tidak beberapa kata yang dikenalkan dalam bagian

ini merupakan kata-kata yang akan sering disebutkan pada bab-

bab selanjutnya. Daftar istilah popular yang digunakan dalam

menangani konflik tersebut akan penulis jelaskan dengan

beberapa kata sebagai berikut:

Konflik, merupakan sebuah kondisi yang tidak dapat

dihindari dari kehidupan sosial manusia. Konflik menjadi

berkembang setelah masing-masing pihak membentuk kelompok-

kelompok yang bertujuan sama dengan kepentingannya. Istilah

konflik menjadi popular karena terjadi mulai dari tahap kognisi,

emosi, dan bahkan perilaku.

Analisis Konflik, adalah sebuah usaha dalam membaca

situasi konflik untuk menemukan pendekatan-pendekatan yang

sesuai dalam merespons konflik yang terjadi. Menganalisis konflik

berarti memilah konflik menjadi beberapa aspek konfliktual yang

lebih spesifik yang merupakan kondisi natural dari konflik. Hal ini

termasuk menelaah aktor-aktor yang terlibat, faktor yang

membuat konflik menjadi memungkinkan, maupun dinamika

situasi yang terkait dengan pengamatan terhadap kondisi eskalasi

dan deaskalasi konflik.

Analisis konflik dapat menggunakan perspektif beberapa

ahli sebagai instrumen pendukung. Diantaranya adalah analisis

konflik melalui Pohon Konflik yang fokus pada anatomi konflik

dan model analisis konflik Glasl yang menitikberatkan pada

dinamika konflik atau situasi eskalasi dan deeskalasi.

Page 40: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

28

Sebagaimana anatomi pohon, alat analisis konflik Pohon

Konflik membagi faktor konflik kedalam tiga hal, yakni akar (yang

merepresentasikan penyebab struktural dari konflik), batang

(merupakan hambatan yang terdekat), dan cabang (mewakili

indikator atau gejala-gejala konflik yang terlihat di permukaan).

Gambar 3. Pohon Konflik

Batang memberi gambaran atas penyebab terdekat yang dapat dilihat dari faktor konflik yang muncul di permukaan. Sebagai contoh, adalah perbedaan kepentingan dan perbedaan berbasis SARA

Cabang

Merupakan beragam faktor konflik yang muncul di permukaan. Contohnya adalah pengungsi dengan masyarakat di sekitar pengungsian, masalah agraria, dll.

Akar adalah penyebab struktural dari konflik. Contohnya adalah ketidakadilan, deprivasi ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan, pemerintahan yang yang lemah, dll

Page 41: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

29

Berbicara mengenai anatomi konflik, maka perdamaian pun

dapat digambarkan sebagai anatomi bunga perdamaian.

Selain kedua anatomi yang telah dijelaskan sebelumnya,

analisis konflik juga dapat dilihat dengan menggunakan analisis

model Glasl. Dalam model tersebut, Glasl membagi tahapan

konflik menjadi sembilan, yakni:

Kelopak mencerminkan ekspresi perdamaian yang dapat diamati di permukaan. Seperti meningkatnya ekspresi kebudayaan, stabilnya ekonomi, dll.

Tangkai memberi gambaran atas penyebab munculnya perdamaian di permukaan, misal adanya tradisi dialog, dan ekspresi toleransi lainnya

Tangkai memberi gambaran atas penyebab munculnya perdamaian di permukaan, misal adanya tradisi dialog, dan ekspresi toleransi lainnya

Page 42: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

30

1) Hardening, yakni merupakan keadaan ketegangan dan

pertentangan yang masih memungkinkan adanya kerjasama

meskipun dengan unsur persaingan yang masih dapat

dikendalikan;

2) Debates / Polemics, merupakan polarisasi dalam perasaan,

pikiran, atau perilaku. Dalam posisi ini para pihak sama-

sama ingin mendominasi posisi satu sama lain dengan tidak

adanya pemikiran atau konsepsi yang dapat menjadi

penjembatan;

3) Action / Not Words, adalah tahapan di mana empati mulai

hilang sehigga para pihak yang bertentangan mulai tidak

sungkan untuk ‘main tangan’ atau melakukan aksi-aksi

profokatif yang mengarah pada kekerasan fisik. Dalam posisi

ini, kejasama sudah hampir tidak mungkin dilakukan karena

terjadi bentuk persaingan terbuka;

4) Images / Coalition, di mana strategi koalisi mulai dilakukan

oleh masing-masing pihak yang berseteru. Mereka mencari

dan berkelompok dengan aktor-aktor lain yang memiliki

posisi atau pilihan sikap yang sama untuk menyerang atau

mengalahkan pihak yang lain. Dalam posisi ini, prasangka

(prejudice) digunakan sebagai metode memandang pihak

lawan;

5) Lose of Face, atau membuka kedok pihak lain dan saling

menyerang di ranah publik. Meskipun tidak selalu dilakukan

dengan kekerasan-yang bisa jadi telah terjadi di masa lalu-

konfrontasi dimulai dari ‘perang idelogi’. Dan dalam level

Page 43: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

31

tertentu, yang dipertontonkan di publik adalah rivalitas

kebaikan lawan kejahatan, kemuliaan lawan kekejaman, dan

sebagainya yang dimulai dari proses-proses pemaksaan

perspektif atau sudut pandang agar dianggap benar oleh

publik;

6) Strategy of Threat, yakni penggunaan ketakutan sebagai

bentuk strategi mengalahkan pihak lawan. Dalam level ini,

ancam-mengancam dan peluncuran ultimatum terakselerasi

dan jamak sekali ditemui;

7) Limited Destruction, merupakan situasi penggambaran

kekacauan di mana sinisme mulai melewati moralitas yang

seharusnya dipegang para aktor sesuai dengan identitas

masing-masing. Dalam level ini para aktor mulai menjadi

bias secara nilai dan ideologi. Hal ini sering dipercontohkan

dalam kontestasi politik yang meggunakan simbol-simbol

agama, mamun mengesampingkan nilai perdamaian sesama

manusia;

8) Fragmentation of The Enemy; merupakan bentuk

kelumpuhan dan disintegrasi yang nyata. Terjadi kehancuran

total, baik secara fisik, mental, spiritual dari salah satu atau

semua pihak yang bermusuhan. Termasuk di dalamnya

sistem sosial, politik, dan ekonomi yang sebelumnya telah

terbentuk dan berjalan secara pasti.

9) Together into The Abyss, yakni situasi kehancuran total

setelah adanya konfrontasi fisik dan non-fisik yang

berlangsung secara terus-menerus. Kehancuran total berarti

Page 44: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

32

kelumpulan infrastruktur – apabila konfrontasi dilakukan

pada sebuah negara selain keruntuhan struktur sosial,

poliitk, ekonomi, dan keamanan yang telah lebih dahulu

hancur. Dalam situasi ini, ekestensi dan konsep kemanusiaan

menjadi pembahasan yang krusial.

Mengambil dari Malik, Marieta, dan Rofinus (2016), analisis

konflik dalam perspektif Eskalasi Glasl dapat digunakan untuk

membuat kalkulasi terhadap skenario perlawanan. Pada tahapan

1 hingga 3, masih dimungkinkan untuk adanya situasi win-win

atau sama-sama menang. Sementara pada tahap 4 hingga 6, status

pihak yang bermusuhan cenderung win-lose atau satu pihak

menang dan satu pihak lainnya kalah. Sedangkan pada tahap 7

hingga 9, yang terjadi adalah saling kalah atau lose-lose.

Pada tahapan awal, intervensi atas konflik oleh pihak ke-3

dapat berupa negosiasi atau fasilitasi. Dalam level yang lebih

tinggi, mediasi oleh pihak yang perlu dibuktikan netralitasnya

dapat pula menjadi alternatif. Namun dalam level konflik

tereskalasi tinggi, perlu dilakukan arbitrasi/adjudikasi hingga

intervensi power untuk terlebih dahulu meredakan ketegangan.

Resolusi Konflik, yakni sebagai usaha menangani sebab-

sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan

tahan lama di antara kelompok yang saling bermusuhan.

Perspektif resolusi konflik mulai berkembang pada tahun 1950

dan mengalami masa kejayaan pada 1980-an (Kriesberg, 2008

dalam Malik, Marietha, dan Rofinus, 2008) pada masa isu-isu

Page 45: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

33

sosial yang cenderung konfliktual berkembang pasca masa

kolonialisme. Pada masa-masa tersebut, isu identitas bergerser

dari antarnegara menjadi antarbangsa dalam negara.

Terlepas dari beberapa negara yang pada akhirnya

terpecah, pada waktu itu muncul kesadaran bahwa konflik dapat

terjadi karena permasalahan struktur sosial, politik, dan ekonomi.

Kesadaran akan hal ini membuat intervensi konflik dengan

pilihan menggunakan perspektif resolusi konflik, di mana

manusia mulai berpikir untuk tidak hanya meredakan konflik,

namun mulai mencoba menyelesaikan masalah-masalah

fundamental yang menyebabkan konflik mengemuka dengan cara

yang damai dan konstruktif bukan malah membuat konflik

mengeskalasi.

Transformasi Konflik, ialah usaha untuk mengubah pihak-

pihak yang berkonflik membentuk hubungan baru yang bernilai

positif daripada hubungan lama yang negatif. John Paul Lederach

(1997) menjelaskan bahwa pendekatan transformasi konflik

dapat menjadi alternatif pada konflik-konflik tertentu yang

terkadang sulit untuk diselesaikan. Jika pada resolusi konflik yang

menjadi titik berat adalah isu konflik, maka dalam transformasi

konflik titik fokusnya pada hubungan kontekstual antar pihak

yang berkonflik.

Dalam pendekatan transformasi konflik, jangka waktu

intervensi bisa sangat panjang, karena tidak menargetkan hasil

yang revolusioner. Peran pemimpin sangat penting dalam

transformasi konflik. Mulai dari tataran top leadership (seperti

Page 46: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

34

pemimpin militer, politik, agama), lalu middle-range leadership

(pemimpin sektor tertentu, seperti akademisi atau ahli lainnya),

hingga dalam level grassroot leadership atau pemimpin lokal

(pemimpin komunitas masyarakat).

Perdamaian, ialah kondisi ketika msyarakat tidak saja

sekadar terbebas dari situasi konflik, namun juga kondisi

tercapainya nilai keadilan, pemerataan kesempatan, dan

distribusi kekuasaan dan penegakan hukum yang tidak berpihak.

Situasi damai dapat dibedakan menjadi damai negatif dan damai

positif.

Pada perdamaian negatif, tidak ditemukan konflik aktual

antar dua pihak, namun terdapat ketimpangan struktural yanda

dapat menjadi potensi konflik. Hal ini bisa menjadi konflik laten,

yakni konflik yang dapat mengemuka di kemudian hari.

Sedangkan dalam perdamaian positif, selain tidak ada konflik

terbuka, namun ketimpangan fundamental tidak terjadi.

Perdamaian positif lahir dari keadilan struktural yang ditegakkan

dengan baik.

Kearifan lokal, merupakan nilai-nilai berupa

penggambaran dari adat-istiadat maupun norma-norma yang

berlaku di masyarakat yang disepakati bersama dan dijalankan di

tengah masyarakat tanpa ada unsur paksaan. Memahami kearifan

lokal menjadi satu hal penting untuk menentukan pendekatan

realitas pada sebuah kondisi konflik yang sedang dihadapi.

Saat ini nilai kearifan lokal sudah semakin digalakan untuk

diterapkan tidak hanya dalam aspek kebudayaan saja, bahkan

Page 47: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

35

dalam buku ini dibahas mengenai cara menangani konflik yang

menggunakan metode kearifan lokal di masing-masing wilayah

yang sedang berkonflik.

Menentukan Cara Menuju Perdamaian

Pengenalan mengenai konflik dan perdamaian menjadi

salah satu cara menyamakan persepsi terhadap kondisi tersebut.

Sebelum menentukan jenis pendekatan yang akan diambil dalam

menangani konflik, maka sebelumnya penulis menjelaskan

mengenai terminologi konflik dan perdamaian dalam tinjauan

teori di kalangan akademisi.

Pada proses analisis konflik hasil yang diharapkan adalah

memilih pendekatan yang tepat sebagai bentuk respons terhadap

konflik. Beberapa pilihan pendekatan baik objektif dan subjektif

dapat menjadi pertimbangan mendasar untuk pemilihan

pendekatan yang dimaksud.

Dewasa ini pendekatan terhadap konflik juga memasuki

wilayah kebudayaan. Sebagai khasanah budaya, kearifan lokal

cukup berhasil digunakan sebagai metode penyelesaian konflik

yang efektif. Terlebih pada kasus-kasus yang melibatkan

kekerasan.

Peran penting dari kepala adat menjadi hal utama dari

keberhasilan penggunaan kearifan lokal sebagai salah satu

strategi konflik. Dengan melihat pentingnya kearifan lokal untuk

penyelesaian konflik, pada bab berikutnya akan dijelaskan secara

lebih rinci mengenai cara penyelesaian konflik menggunakan

Page 48: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

36

pendekatan kearifan lokal. Juga akan disertakan beberapa contoh

nilai-nilai perdamaian yang terkandung dalam kearifan lokal yang

ada dalam sistem masyarakat Indonesia.

Page 49: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

37

BAB III

PENGENALAN LOCAL WISDOM SEBAGAI METODE

PENYELESAIAN KONFLIK

Local wisdom atau dikenal dengan istilah kearifan lokal

merupakan sebuah nilai atau istiadat setiap wilayah yang

memiliki muatan kebijaksanaan. Pendekatan menggunakan

kearifan lokal menjadi salah satu alternatif metode yang dapat

diterapkan sebagai metode menyelesaikan konflik.

Kearifan lokal dapat dipahami sebagai hasil pemikiran

masyarakat setempat yang diselimuti kebijaksanaan, bernilai

positif, dan kemudian diikuti dan diyakini oleh seluruh anggota

masyarakat tanpa adanya paksaaan. Setiap wilayah cenderung

memiliki kearifan lokal yang berbeda satu sama lain.

Kearifan lokal merupakan kearifan lingkungan dalam

bentuk tata nilai atau perilaku hidup dalam masyarakat di suatu

tempat atau daerah, baik antarsesama masyarakat maupun dalam

berinteraksi dengan lingkungan mereka. Kearifan lokal tidak

sama pada tempat, waktu, dan suku bangsa. Perbedaan ini

disebabkan oleh tantangan alam dan kebutuhan hidup yang

berbeda-beda sesuai dengan lingkungan alam dan sosialnya

(Situmorang & Simanjuntak, 2015).

Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang secara

eksplisit muncul dari periode panjang, yang ikut berevolusi

Page 50: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

38

bersama dengan masyarakat dan lingkungannya dalam sebuah

sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama (Tiezzi, E., N.

Marchettini, & M. Rossini, 2012).

Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam

masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai sumber

energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat

untuk hidup bersama secara dinamis dan damai.

Pengertian tersebut merupakan sebuah pemaparan yang

menggambarkan mengenai posisi kearifan lokal yang tidak

sekadar sebagai acuan tingkah-laku seseorang, tetapi lebih jauh,

yaitu mampu membuat dinamisasi proses kehidupan masyarakat

yang penuh keadaban.

Mengungkap makna dari suatu kearifan lokal dalam bentuk

tertentu, seperti tradisi, membutuhkan pemahaman mendalam.

Setiap tradisi tentunya memiliki makna penghormatan terhadap

leluhur dan juga memiliki nilai positif sebagai bentuk hubungan

yang berkesinambungan anatara generasi terdahulu dengan

generasi berikutnya (Wasino, 2006).

Dalam pembahasan ini, kearifan lokal merupakan sebuah

tawaran strategi dalam proses penanganan konflik dengan fokus

kajian pada realitas wilayah konflik terjadi. Kearifan lokal

menjelaskan mengenai nilai-nilai yang disepakati oleh masyarakat

secara sukarela.

Pada implementasinya, pihak-pihak yang terlibat dalam

upacara adat atau penegakan sistem kearifan lokal memegang

peran penting untuk menyampaikan tawaran perdamaian bagi

Page 51: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

39

pihak-pihak yang berselisih. Tidak hanya nilai-nilai kebudayaan

yang menjadi faktor utama yang diadopsi pada strategi resolusi

konflik beberapa gagasan penting lain juga memberikan masukan

penting.

Unsur gagasan dalam kearifan lokal yakni termasuk yang

berimplikasi pada teknologi, penanganan kesehatan, serta

estetika. Dengan demikian, kearifan lokal lebih dititikberatkan

sebagai kemampuan suatu wilayah dalam menyerap serta

mengadakan seleksi dan pengelolaan secara aktif terhadap

pengaruh kebudayaan luar atau asing, sehingga tercapai bentuk

ciptaan baru yang tidak terdapat di wilayah lain.

Jika demikian, maka kearifan lokal selanjutnya dapat

dijadikan sebagai alternatif dalam mencegah dan menyelesaikan

konflik sosial. Nilai-nilai positif yang terkandung dalam setiap

kearifan lokal, baik dalam bentuk kesenian, permainan, maupun

ajaran dapat digali dan diaktualisasikan dalam kehidupan sosial

sehari-hari, yang kemudian nilai-nilai penting di dalamnya

diambil sebagai nilai utama dalam penyelesaian sebuah konflik.

Secara substansial, kearifan lokal didefinisikan menjadi

nilai-nilai utama yang berlaku dalam suatu masyarakat, yakni

nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam

bertingkah-laku sehari-hari masyarakat setempat.

Oleh karena itu, benar adanya jika Geertz (1983)

menegaskan bahwa kearifan lokal merupakan entitas yang sangat

menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya.

Hal itu berarti kearifan lokal yang di dalamnya berisi unsur

Page 52: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

40

kecerdasan kreativitas dan pengetahuan lokal dari para elit dan

masyarakatnya adalah yang menentukan dalam pembangunan

peradaban masyarakatnya.

Refleksi Nilai Damai dalam Kearifan Lokal

Kearifan lokal dapat berupa norma susila yang dipegang

kuat oleh anggota komunitas tertentu yang kemudian menjadi

dasar dalam berperilaku. Kearifan lokal juga dapat ditunjukkan

dengan aktivitas kultural yang menekankan aspek kebersamaan

dan filosofi-filosofi yang mendalam.

Sebelum membahas mengenai implementasi nilai-nilai

dalam kearifan lokal pada strategi resolusi konflik, maka pada

bagian ini penulis akan terlebih dahulu menyajikan beberapa

gambaran mengenai contoh kearifan lokal yang terdapat di

beberapa wilayah di Indonesia;

1. Adat Mertitani di Gemawang Kabupaten Temangggung

Dusun Mandang di Gemawang secara geografi merupakan

pemukiman dengan mayoritas perkebunan, penduduknya

kebanyakan merupakan petani yang mengelola hasil tanaman di

sana. Menjelang musim bertani penduduk setempat biasanya

menggelar upacara adat Mertitani. Melalui upacara tersebut

diharapkan hasil tani akan lancar dan mendapatkan hasil yang

memuaskan.

Upacara adat Mertitani diturunkan dari satu generasi

hingga ke generasi berikutnya secara tradisi dan menggunakan

lisan, oleh karenanya akan sulit menemukan sejarah tertulis dari

Page 53: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

41

pelaksanaan adat tersebut. Hal ini menjadi salah satu ciri khas

kebudayaan. Sifat turun-temurun ini sedikit banyak membuat

Upacara Mertitani tidak dapat dengan mudah ditemukan tangan

pertama penyampai nilai. Maka dengan itu kurun waktu

munculnya adat atau kebudayaan tidak akan dibahas lebih lanjut.

Pada tahapan awal persiapan upacara Mertitani semua

peserta mempersiapkan sesaji Mertani. Dalam fase ini,

kebersamaan masyarakat terlihat jelas, seluruh peserta bergotong

royong dengan sukarela. Pemimpin acara tersebut yakni sesepuh

dusun Mandang dengan pembagian tugas yang telah disepakati

jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan upacara Mertitani

dilaksanakan.

Pada pelaksaan upacara adat Mertitani, setiap warga

kemudian membawa kemenyan yang telah dipersiapkan secara

bergantian kepada sesepuh Dusun untuk diberikan doa.

Kemenyan ini merupakan simbol yang menjadi perantara untuk

menyampaikan doa, sementara sesaji menggambarkan

pengorbanan. Semua warga juga mengumpulkan sejumlah hasil

pertanian di salah satu tempat upacara Mertitani dilaksanakan.

Setelah acara pemberian doa, para warga kemudian berkeliling

dusun atau dikenal dengan istilah kirab.

Tujuan pelaksanaan upacara Mertitani sendiri yakni

sebagai ungkapan syukur, permohonan keselamatan kepada

Tuhan serta sebagai sarana untuk menghormati leluhur desa

Mandang. Upacara tersebut juga menunjukkan adanya fungsi

Page 54: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

42

spiritual yang ingin dicapai, berupa peningkatan kepercayaan

adanya Tuhan dalam pemberian keselamatan.

Selain itu pada pelaksanaan upacara juga menunjukkan

sarana interaksi dan komunikasi antar warga, sehingga terjadi

kontak sosial dengan sesama warga di dusun tersebut. Sebagai

media sosial, tradisi ini dapat menciptakan kebersamaan,

kerukunan, gotong-royong, solidaritas, serta mewujudkan

komunikasi antarwarga yang tidak memandang status sosial dan

ekonominya. Point utama dalam pelaksanakaan adat Mertitani

adalah pengajaran mengenai rasa syukur dalam peristiwa penting

yang dihadapi penduduk desa Gemawang.

Pelaksanaan adat Mertitani juga memberikan penegasan

terhadap kesamaan derajat dalam sebuah sistem sosial, melalui

kegiatan tersebut, dijelaskan lebih tegas jika perbedaan yang

biasanya menjadi alasan konflik merupakan hal yang lumrah dan

bisa saja diabaikan. Adat tersebut juga berusaha menegaskan jika

persaudaraan dan gotong royong merupakan nilai utama yang

lebih penting untuk diperhatikan.

2. Tradisi Nyadran di Giyanti, Wonosobo

Sadranan atau nyadran secara umum dapat dikatakan

sebagai bentuk ritual melalui doa dan sedekahan (uba

rampe/makanan) yang dimaksudkan untuk mendoakan arwah

orang yang sudah meninggal. Tradisi ini secara luas dikenal oleh

masyarakat Jawa sebagai kegiatan bersih desa maupun

peringatan masuknya bulan Sura.

Page 55: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

43

Bulan Sura merupakan sebutan lain bagi bulan Muharram

dalam penanggalan masyarakat Jawa. Secara etimologis, kata Sura

berasal dari bahasa Arab yaitu asyura yang artinya sepuluh, lebih

tepatnya tanggal 10 bulan Muharram (Sholikhin, 2010).

Pada masyarakat Giyanti, Tradisi Nyadran atau disebut

juga Nyadran Sura merupakan acara wajib yang diselenggarakan

rutin setiap tahun. Masyarakat Giyanti tidak pernah meninggalkan

tradisi ini sejak pertama digelar ratusan tahun lalu.

Tradisi Nyadran merupakan wujud kepedulian masyarakat

dalam nguri-uri budaya yang diwariskan leluhur Dusun Giyanti.

Pada pelaksanaannya, tradisi ini menyisipkan kesenian lokal yang

dipadukan dengan seni modern untuk menarik minat dan

partisipasi generasi muda Giyanti.

Menjelang pelaksanaan Tradisi Nyadran, seluruh

masyarakat ikut andil membantu persiapan setiap rangkaian

kegiatan tradisinya tanpa memandang usia, agama maupun

golongan. Bukan hanya perayaan tahunan masyarakat sudah

memaknai Nyadran sebagai ungkapan rasa syukur atas

keharmonisan dusunnya.

Banyaknya rangkaian kegiatan dalam Tradisi Nyadran

membuat panitia harus membaginya dalam beberapa hari

menjadi beberapa kegiatan utama yakni:

1. Pawai budaya atau karnaval budaya

Kegiatan ini melibatkan seluruh masyarakat Giyanti. Semua

pihak melakukan pawai atau berkeliling dari satu desa ke desa

atau bahkan kecamatan lain dengan rute yang telah ditentukan

Page 56: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

44

oleh panitia. Mereka menggunakan kendaraan sambil sesekali

berhenti dan mementaskan tarian atau kesenian yang telah

disiapkan oleh masing-masing RT yang ada di Dusun Giyanti.

Pawai budaya ini juga merupakan tanda mulai digelarnya Tradisi

Nyadran di Giyanti yang bertujuan untuk memperkenalkan seni

dan budaya Giyanti kepada masyarakat di luar dusun.

2. Bersih dusun

Kegiatannya melibatkan seluruh masyarakat Giyanti, mereka

biasanya akan membersihkan lingkungan di sekitar tempat yang

akan digunakan atau dilewati selama pelaksanaan Tradisi

Nyadran. Masyarakat bergotong royong membersihkan

wilayahnya, warga yang rumahnya berada di pinggir jalan raya

dihias lampu warna-warni atas inisiatif sendiri. Selain

membersihkan secara fisik, bersih desa pada dasarnya juga

mengarah pada nilai kebersihan secara spiritual. Doa-doa

dideraskan untuk menjaga agar lingkungan terbebas dari hal-hal

yang merusak, termasuk kejahatan dan kekacauan.

3. Dekorasi Panggung

Panitia inti dibantu beberapa warga lainnya menghias

panggung dan Sanggar Kertojanti yang akan digunakan untuk

acara inti serta pentas seni. Dalam mendekorasi panggung, terasa

sekali nilai-nilai kegotongroyongan diterapkan.

Selain proses dekorasi panggung yang menjadi demonstrasi

kebersamaan masyarakat, dekorasi panggung juga merupakan

bentuk pemujaan atas nilai-nilai kesenian tradisional, sehingga

Page 57: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

45

atribut-atribut estetika secara kultural semacam kembali

dihidupkan ditenggah modernitas yang seringkali melupakan

aspek-aspek kultural tersebut.

4. Membuat tempat makanan dan rias tenong

Dalam Tradisi Nyadran, terdapat pembagian tugas

berdasarkan gender. Setiap anggota masyarakat, baik para

pemuda dan bapak-bapak di sana biasanya bertugas untuk

membuat tempat makanan dari bahan bambu dengan dibentuk

seperti rumah-rumahan.

Sementara itu, di depan beberapa rumah yang berada di

pinggir jalan menuju Sanggar Kertojanti, ibu-ibu dari setiap

rumah bertugas menghias tenong. Tenong adalah tempat

menyimpan makanan dari anyaman bambu berbentuk bulat

dengan ukuran cukup besar yang akan dibawa pada saat acara inti

Tradisi Nyadran. Kegotong-royongan ini merupakan bentuk

pembagian kerjasama yang konstruktif yang dapat menjadi

contoh kooperasi kultural antara laki-laki dan perempuan dalam

masyarakat.

5. Mengirim makanan ke sanak saudara yang tinggal di luar dusun

Pengiriman makanan ke sanak saudara jauh dilaksanakan

sehari sebelum acara inti. Hal ini dilakukan sebagai bentuk upaya

mengundang mereka untuk hadir pada acara keesokan harinya,

yakni acara inti Tradisi Nyadran.

Kegiatan ini telah dilakukan secara turun-temurun layaknya

menjelang hari raya keagamaan. Cara tradisional untuk

Page 58: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

46

mengundang dengan mengirimkan makanan ini merupakan

bentuk dari penghormatan dan kasih sayang yang mulai memudar

pada era daring ini.

6. Pentas seni

Tradisi Nyadran mangagendakan pentas seni yang meliputi

seni tradisonal hingga modern. Tidak hanya Lengger dan Kuda

Kepang khas Dusun Giyanti, terdapat pula kesenian masa kini

seperti band, akustik, dance modern, pantomim, sulap, stand up

comedy, beat box dan tentunya musik dangdut yang menjadi

kesukaan banyak orang kebanyakan.

Penggiat seni yang mengisi pentas tidak hanya berasal dari

Dusun Giyanti saja, namun juga datang dari luar daerah. Semua

seniman menampilkan totalitas pertunjukkan di panggung pentas.

Pentas seni digelar siang malam hingga menjelang pelaksanaan

dan pada saat acara inti Tradisi Nyadran.

7. Acara inti tradisi nyadran

Acara inti Tradisi Nyadran dilaksanakan dalam satu hari

yang selalu jatuh pada hari jum’at atau selasa yang penanggalan

Jawa termasuk pasaran Kliwon. Acara inti dilakukan dengan

berbagai ritual dan adat istiadat, seperti berikut:

a. Ziarah Makam Leluhur Pendiri Dusun Giyanti yaitu makam

Ki Mertoloyo dan Ki Monyet;

b. Tenongan, aktifitas di mana ibu-ibu yang merupakan

perwakilan dari tiap rumah di Dusun Giyanti membawa

tenong bersama-sama ke sebuah tempat, yakni Sanggar

Page 59: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

47

Kertojanti;

c. Acara Puncak di Sanggar Kertojanti, diawali dengan

sambutan- sambutan, pembacaan riwayat berdirinya Dusun

Giyanti dan pentas seni yang dihadiri oleh pejabat

Pemerintah Kabupaten Wonosobo;

d. Pembacaan Doa Penutup oleh Sesepuh Dusun;

e. Rebutan Makanan dalam Tenong, pada saat pembacaan doa

seluruh tenong yang dibawa oleh para ibu diambil panitia

dan dibariskan di sepanjang jalan raya untuk direbutkan oleh

masyarakat yang menyaksiakan acara tersebut; dan

f. Mengambil Air Bunga, air ini dibawa pada saat ziarah makam

oleh panitia dan simpan di bawah pohon persis di sebelah

kiri Sanggar Kertojanti untuk selanjutnya diambil oleh

masyarakat setelah pembacaan doa.

8. Doa lintas agama

Selain rangkaian ritual, aspek spiritualitas dalam Tradisi

Nyadran menjadi sangat penting. Pembacaan doa dalam Tradisi

Nyadran menjadi bagian yang tidak boleh terpisahkan.

Pembacaan Doa dilaksanakan secara lintas agama dan dipimpin

oleh perwakilan dua agama, yakni Katolik dan Islam.

Kegiatan ini dilakukan pada malam hari setelah acara inti

Tradisi Nyadran. Doa lintas agama ini menjadi penggambaran

bahwa Tradisi Nyadran merupakan kegiatan kultural yang

menjadi miliki masyarakat dengan identitas agama apapun.

Page 60: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

48

9. Salametan kobol-kobol

Semacam pesta penutup, Salametan Kobol-kobol membuat

seluruh warga Dusun Giyanti, baik laki-laki dan perempuan dari

segala usia, agama, dan klasifikasi sosial apapun, merayakan

bersama. Acara diawali dengan pembacaan doa secara Islam.

Kemudian dilanjutkan dengan menari bersama sambil

menyanyikan lagu kobo-kobol dengan diiringi gamelan.

Acara perayaan ini diakhiri dengan bertukar makanan,

yakni nasi tumpeng lengkap dengan lauk di atasnya yang dibawa

dari rumah masing-masing. Slametan Kobol-kobol menjadi

perwujudan acara santai dan meriah yang menandakan adanya

kedekatan personal antara satu sama lain. Selain itu, Slametan

Kobol-kobol bagaimanapun telah menjadi ruang publik yang

membuat hubungan satu sama lain terjaga.

10. Pagelaran wayang kulit

Pada dasarnya, penutup yang sebenarnya untuk Tradisi

Nyadran adalah pagelaran wayang kulit. Acara ini memiliki makna

filosofis yang mendalam. Meski membutuhkan biaya yang tidak

sedikit, pagelaran wayang kulit dilaksanakan selama 2 malam 1

hari penuh. Pagelaran wayang kulit di Giyanti cenderung istimewa

karena hanya dilaksanakan dua kali dalam setahun. Masyarakat

Giyanti memiliki minat yang tinggi untuk wayang kulit, sehingga

dalang yang dipilih adalah dalang yang terkenal di Jawa Tengah.

Page 61: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

49

3. Toleransi Komunitas Aboge di Kabupaten Banyumas

Aboge (Alif, Rebo, Wage) adalah komunitas Islam minoritas

yang tersebar di beberapa wilayah, seperti Kabupaten Banyumas,

Purbalingga, Cilacap, Wonosobo, Jombang, dan Kabupaten

Madiun. Kekhasan dari komunitas ini adalah digunakannya

penanggalan Islam Jawa dalam menetapkan awal Ramadhan dan

Hari Raya.

Perpaduan antara agama dan budaya terlihat dari

perhitungan penanggalan yang merupakan gabungan dari aksara

atau huruf arab dengan hari penanggalan jawa. Ritual keagamaan

yang dilakukan komunitas ini didasarkan pada kepercayaan yang

diturunkan oleh para leluhur dan diyakini selama bertahun-tahun.

Dalam contoh ini, bentuk-bentuk akulturasi budaya nampak

kental pada upacara ritual yang dilaksanakan.

Pelajaran penting yang dapat diambil dari kehidupan

komunitas Aboge adalah sikap toleransi yang tinggi. Mereka

memercayai jika keanekaragaman umat, ras, golongan, dan agama

merupakan hasil ciptaan Tuhan sehingga saling menghormati

adalah sebuah keharusan. Jika tidak dilaksanakan akan sama saja

dengan menentang Tuhan. Nilai religiusitas menjadi hal utama

dalam pandangan komunitas Aboge. Tetuhanan merupakan

norma tertinggi yang akan selalu dipatuhi dalam setiap kondisi.

Komunitas ini mengajarkan makna perdamaian dengan

bersama dalam keragaman, meskipun pada perayaan hari raya

berbeda dengan komunitas muslim lainnya, namun mereka

nantinya akan berbaur dalam adat saling maaf memaafkan,

Page 62: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

50

kegiatan gotong royong, dan kegiatan lainnya yang mengharuskan

dilaksanakan secara bersama-sama.

Membandingakan dengan aktivitas sebelumnya, terdapat satu

perbedaan dasar meskipun perbedaan yang menonjol dari

komunitas ini dengan masyarakat lainnya tidak serta merta

membuat mereka saling membenci. Pada intinya kebersamaan

dalam sebuah keragaman menjadi nilai penting diterapkannya

perdamaian dalam sudut pandang mereka.

4. Adat Reba di Ngada

Upacara adat Reba menjadi salah satu jenis kearifan lokal

yang terbukti efektif menyelesaikan konflik di tengah masyarakat

di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Upacara adat Reba

merupakan salah satu kegiatan tahunan yang dilaksanakan

masyarakat Ngada. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian

yang disampaikan Silverius Betu tahun 2017.

Kata Reba terdiri dari dua suku kata yang artinya sangat

berbeda yaitu re dan ba. Re bisa berarti bunyi suara hujan atau

banjir di sungai yang didengar dari kejauhan. Re juga bisa berarti

“menyangkal” atau mungkir atau tidak mengakui. Hal Ini

mengarah pada tantangan dalam perjalanan hidup manusia dan

menjadi sumber konflik dalam masyarakat. Sedangkan Ba berarti

“hampa” atau “tidak berisi”, juga megandung pengertian

“perbuatan maha dahsyat yang mematikan ternak besar maupun

kecil ataupun manusia (go noa daba/noa da leba)”.

Page 63: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

51

Pengertian yang lain adalah “rebahnya tanaman jagung

akibat angin yang kencang (go wara da leba/ da ba)”. Upacara

Adat Reba secara simbolis merupakan keinginan untuk

membangkitkan kerinduan dan harapan akan suasana damai dan

harmoni di masa lampau, damai dan harmoni saat ini dan damai

dan harmoni di masa datang.

Budaya Ngadha mengajarkan bahwa melanggar ajaran

leluhur atau melanggar adat adalah sumber utama bencana dalam

hidup bersama, baik dalam rumah adat, dalam suku, dalam

kampung maupun dalam kehidupan bermasyarakat (lika lia lapu

gobo).

Keberhasilan upacara adat Reba tidak terlepas dari adanya

aktor-aktor penting yang mampu melakukan diskusi dengan bijak

hingga menyelesaikan konflik. Dalam upacara adat reba semua

anggota rumah harus pulang ke sa’o atau rumah adat sebagai

simbol persatuan, kebersamaan, dan perdamaian. Sa’o juga

berhubungan erat dengan hak atas tanah warisan dan struktur

kepemimpinan. Segala perselisihan dan konflik mulai dibahas

bersama dan diselesaikan.

Praktek peradilan adat masyarakat Ngada biasanya terjadi

pada saat Upacara Adat Reba. Menurut Damianus Bilo (Stefanus

Djawa Nai, 2002) penyelesaian masalah dalam upacara adat reba

dimulai dengan inventaris masalah atau konflik yang terjadi

melalui laporan dari salah satu pihak atau kedua belah pihak

kepada tua-tua adat disertai dengan permohonan untuk

menyelesaikan masalah mereka. Juga melalui inisiatif dari tua-tua

Page 64: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

52

adat dengan harapan agar konflik yang terjadi bisa diselesaikan

dan keharmonisan dalam hidup bersama kembali terjalin.

Menurut pelaku adat di kampung Guru Sina (Silverius Betu,

2017) setelah masalah atau konflik diinventarisir maka para tua

adat akan memilah-milah masalah, mana yang harus diselesaikan

mulai dari dalam rumah adat dan mana yang langsung

diselesaikan di dalam kampung.

Masalah antar pribadi atau keluarga dalam satu rumah adat

biasanya diselesaikan dari rumah adat, kalau tidak bisa

diselesaikan maka akan diselesaikan dalam suku dan kalau juga

tidak selesai maka akan dibawah ke pengadilan di tengah

kampung atau tere lengi. Sedangkan masalah antar suku lansung

diselesaikan di tere lengi.

Ada beberapa tahapan penyelesaian masalah dalam

upacara adat Reba di Ngada; pertama, One Sao pada tahapan

internal rumah adat Sao Meze Teda Lewa penyelesaian masalah

yang dilakukan antar rumah adat, Babho one Nua yakni

penyelesaian permasalahan dalam satu kampong seperti

Musyawarah Kampong atau menggunakan pengadilan adat di

kampong. Tura Jaji, sebuah keputusan untuk melakukan

perjanjian damai dengan kampung lain.

5. Rewang di Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis

Kabupaten Bengkalis memiliki salah satu jenis kearifan

lokal yang menggambarkan beberapa nilai gotong royong, salah

satunya adalah tradisi Rewang. Tradisi rewang sering

Page 65: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

53

dilaksanakan pada penyertaan pelaksanaan pernikahan yang

secara langsung, masyarakat dapat bergotong-royong

mengesampingkan perbedaan tingkat sosial, agama dan ras yang

biasanya menjadi sumber konflik. Adat istiadat ini mengandung

nilai-nilai positif yang dipertahankan serta ditransfer secara turun

temurun kepada generasi berikutnya, meskipun saat ini terpaan

tantangan atas kecanggihan teknologi dan kemajuan zaman terus

menerpa.

Tradisi ini dijalankan ketika menjelang pelaksanaan

pernikahan. Rewang merupakan tradisi gotong royong untuk

menyukseskan acara pernikahan dengan cara mengumpulkan

masyarakat. Setiap warga akan diundang oleh tuan rumah dan

dijemput secara langsung tidak bisa diwakilkan, dan jika

undangan itu harus diwakilkan maka walinya adalah orang

terpandang di keluarga tersebut.

Acara jemput angota rewang ini biasanya diadakan dalan 7-

10 hari sebelum acara dilangsungkan. Masyarakat yang menjadi

anggota Rewang tersebut kemudian akan bertugas beberapa hari

sebelum pesta digelar untuk melalukan segala persiapan. Anggota

Rewang biasanya masih keluarga atau kerabat dekat tuan rumah.

Relasi tuan rumah dengan lingkungan sekitar menunjukan

seberapa banyak anggota Rewang yang terbentuk. Tradisi ini

menjadi menarik karena mampu melibatkan banyak orang

terlepas dari kelompok ekonomi, tingkat pendidikan, etnis,

maupun agama tertentu untuk bekerjasama menyukseskan acara

pernikah tuan rumah yang mengundangnya.

Page 66: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

54

Pembagian tugas dilaksanakan sesuai dengan kemampuan

anggota Rewang, tanpa ada komando atau sifat memaksa dari

siapa pun. Kesadaran pada masing-masing anggota tersebut

menciptakan kebersamaan yang dapat dirasakan dengan sangat

baik dalam pelaksanaan tradisi ini.

6. Adat Suloh di Aceh

Kearifan lokal merupakan bagian dari identitas diri sebuah

suku bangsa, sama halnya dengan wilayah lainnya Aceh juga

memiliki beragam kearifan lokal yang semakin menunjukkan

kekhasan wilayah tersebut. Karakter masyarakat Aceh yang

menganut Islam dengan kuat tentunya membentuk nilai-nilai adat

yang di wilayah tersebut tidak heran jika kemudian kearifan lokal

yang terbentuk merupakan hasil asimilasi dari nilai-nilai Islam

yang dijalankannya.

Adat dan agama (Islam) telah sedemikian rapi bekerja

sama dalam penyusunan struktur sosial masyarakat Aceh, namun

hal ini tidak berarti tidak ada konflik di dalamnya, seperti

penerapan syariah Islam sedikit banyak telah membuka peluang

itu. Dalam struktur lembaga adat bisa kita lihat peran (role) dan

sekaligus kontestasi antara adat dan agama.

Di masyarakat Aceh dikenal dengan adat suloh, menurut

beragam sumber dijelaskan jika adat suloh ini merupakan ajaran

yang berasal dari Islam yang bermakna islah yang bermakna

memperbaiki keadaan atau upaya perdamaian. Suloh merupakan

tradisi yang selaras dengan nilai-nilai Islam. Pada tradisi tersebut

Page 67: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

55

menjelaskan mengenai cara-cara penyelesaian konflik yang

sangat demokratis, tanpa harus ada pertumpahan darah dari

kedua belah pihak baik konflik vertikal maupun horizontal dapat

diselesaikan dengan baik.

Tradisi suloh bisanya diterapkan pada upaya penyelesaian

konflik untuk kasus di luar pidana yang tidak menimbulkan

korban jiwa. Kasus-kasus yang diselesaikan menggunakan

pendekatan ini berupa sengketa perekonomian, misalnya konflik

batas wilayah, perebutan sentra ekonomi dan lain-lain selama

konflik belum berakhir menjadi kekerasan dan berjatuhan korban

jiwa.

Pada tradisi suloh peran tokoh adat sangatlah penting,

melalui institusi adat yang telah lebih dulu ada, peyelesaian kasus

dilakukan dengan maksud kemudian tidak memperluas konflik

yang terjadi. Beberapa keuntungan dari penyelesaian adat ini

diantaranya; pertama, dinamika konflik tidak semakin meluas,

kedua, mempersingkat waktu penyelesaian konflik karena tidak

menggunakan jalur hukum formal, dan ketiga, isu konflik tidak

semakin meluas.

Peusijuek dan Peumat Jaroe adalah bentuk aktivitas adat

dan budaya yang juga melekat dengan tradisi suloh. Pada aktivitas

peusijeuk kedua pihak yang bersengketa dipertemukan untuk

melakukan negosiasi ataupun mediasi. Terakhir adanya sesi

peumat jaroe yang merupakan kegiatan ritual berjabat tangan

setelah konflik tersebut dianggap selesai.

Page 68: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

56

Proses penyelesaian konflik dianggap selesai jika dua

aktivitas adat tersebut telah dilaksanakan. Dalam proses peumat

jaroe (Abidin Nurdin: 2013) pihak ketiga yang menjadi mediator

biasanya akan mengucapkan kata-kata khusus seperti “nyoe kaseb

oh no, bek na deundam le. Nyoe beujeut keu jalinan silaturrahmi,

karena nyan ajaran agama geutanyoe (masalah ini cukup di sini

jangan diperpanjang lagi. Bersalaman ini diharapkan menjadi

awal dari jalinan silaturrahmi anatara Anda berdua, sebab ini

ajaran agama kita).

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, peran tokoh

adat dalam penyelesain konflik dengan pendekatan kearifan lokal

ini sangat penting. Lembaga adat itu dimulai dari level paling

bawah (gampong) sampai pada adat tertinggi di level kesultanan.

Kehadiran lembaga tersebut adalah sebagai pengontrol dan

pengendali terhadap sosial keagamaan yang ada di dalam

lembaga kemasyarakatan Aceh. Dalam hal ini, strata sosial dalam

masyarakat Aceh ada lima yaitu Gampong, Mukim, Sagou,

Nanggroe dan Kerajaan atau Negara.

Gampong dalam masyarakat Aceh merupakan suatu sistem

kemasyarakatan yang dapat mengatur diri sendiri, sekaligus

gampong sebagai suatu kesatuan yang mengorganisasikan

masyarakat yang berdomisili di lingkungan administrasi atau

lingkungan hukum desa, hingga sampai saat ini masih berlaku

tradisi seperti ini di Aceh.

Melalui lembaga adat tersebut, sengketa atau konflik dapat

diselesaikan dengan lebih cepat. Sebagai bentuk alternative

Page 69: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

57

dispute resolutions, adat ataupun kebudayaan memang menjadi

salah satu langkah yang dipandang efektif untuk penyelesaian

konflik. Terlebih posisi sistem adat tersebut mempunyai

kecocokan dengan sistem sosial di wilayah yang bersangkutan.

Akan tetapi, kontrol sosial masih tetap sangat diperlukan

terhadap seseorang atau sekelompok orang untuk menjaga

stabilitas dan keharmonisan organisasi, mulai dari tingkat desa

sampai ke pemerintahan kota, yang bersifat mendidik, mengajak,

sekaligus memaksa individu atau kelompok masyarakat (jika

diperlukan) untuk mematuhi peraturan-peraturan atau

ketentuan-ketentuan, nilai-nilai, serta norma-norma yang berlaku.

Pokok–Pokok Nilai Damai dalam Kearifan Lokal

Kearifan lokal pada masing-masing wilayah membentuk

sebuah mekanisame sosio-kultural yang tidak diketahui

masyarakat namun juga dihormati dan diamalkan. Mekanisme

yang terbentuk dapat berupa sanksi adat ataupun nilai moral

yang ditaati bersama. Pada dasarnya kearifan lokal selalu

memberikan pelajaran mengenai perdamaian dan kerukunan baik

dengan sesama masyarakat, lingkungan maupun dengan Tuhan

penciptanya.

Dari beberapa penggambaran mengenai contoh kearifan

lokal yang telah disampaikan sebelumnya, penulis mendapatkan

nilai umum yang penting dan mengandung pokok-pokok

perdamaian. Nilai-nilai tersebut diterima masyarakat adat sebagai

Page 70: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

58

sebuah keharusan yang dilaksanakan secara sukarela. Berikut

beberapa nilai yang dimaksud;

1. Solidaritas Sosial, nilai gotong-royong memang menjadi

keuntungan penting bangsa Indonesia. Saling membantu

antara anggota Rewang dan tuan rumah merupakan salah

satu bukti nyata adat Rewang mengandung nilai solidaritas

yang tinggi. Bahkan pada pelaksanaannya, tradisi ini tidak

mengenal pembedaan antara penduduk asli maupun warga

pendatang. Melalui tradisi Rewang tersebut solidaritas sosial

terbentuk dan terlihat dari kerelaan anggota adat Rewang

dalam memberikan tidak hanya materi namun juga tenaga

dan waktu.

2. Peran penting kepala adat, Kekuatan penting dari tokoh adat

yang dituakan menjadi faktor utama penggunaan budaya

sebagai salah satu alat penyelesaian konflik. Pemimpin adat

biasanya menjadi tokoh yang sangat dipatuhi dan

berpengaruh kuat. Informasi atau arahan yang

disampaikannya sudah sangat pasti akan diterima oleh para

pelaku adat.

3. Integrasi sosial, Kegiatan Nyadran tidak hanya menunjukan

solidaritas sosial, akan tetapi juga menunjukan persatuan

dan kesatuan semua pihak yang ada di lingkungan sekitar.

Tanpa membedakan kelompok etnis, agama, maupun strata

sosial, semua pihak mengarah pada satu tujuan bersama,

yakni suksesnya acara syukuran yang digelar.

Page 71: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

59

4. Religiusitas, nilai keagamaan menjadi moral utama yang

ditaati oleh masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan budaya

lokal di komunitas Aboge. Terdapat semacam hukum yang

disepakati, bahwa melanggar ketentuan sosial sama dengan

melanggar ketentuan Tuhan. Menggunakan prinsip tersebut,

maka hubungan sosial masyarakat Aboge terlaksana dengan

baik sesuai dengan kepercayaan dan hubungannya dengan

Tuhan.

5. Nilai toleransi, kesadaran pada perbedaan yang menjadi

karakter utama manusia tidak membuat masing-masing

masyarakat menjadi saling membenci. Tumbuhnya rasa

toleransi menjadi dasar kerukunan kehidupan di tengah

masyarakat yang saling berbeda satu sama lain.

6. Nilai Transformasi Hubungan, pada tradisi adat Aceh, terlihat

jika sekelompok masyarakat membuat sebuah sistem sosial

yang mengajarkan adanya tahapan lanjut dari sekadar

menyelesaikan konflik namun juga memperbaiki hubungan

kedua pihak agar kembali seperti semula atau menjadi lebih

baik lagi. Lembaga adat melalui tokoh adat mengajarkan jika

penyelesaian konflik justru bukan target perdamaian yang

diharapkan, menciptakan perubahan relasi dari pihak yang

berkonflik adalah tahapan lebih lanjut dari konflik yang

dihadapi.

Pada kelima pokok-pokok nilai perdamaian yang ada dalam

beragam kearifan lokal di Indonesia tersebut, kita sepertinya

Page 72: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

60

sudah menyadari jika hakikatnya setiap kelompok manapun akan

lebih menjungjung perdamaian daripada kondisi kekerasan. Nilai

tersebut tentunya sudah menjadi modal utama bagi terciptanya

keinginan terbentuknya perdamaian di tengah masyarakat.

Nilai-nilai perdamaian yang terdapat dalam kearifan lokal

sebuah wilayah tentunya dapat dimanfaatkan untuk melakukan

resolusi konflik ketika menghadapi sebuah konflik. Bagaimana

cara menyelesaikan konflik menggunakan kearifan lokal akan

dibahas dalam bab selanjutnya dalam buku ini.

Page 73: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

61

BAB IV

PENANGANAN KONFLIK

DENGAN PENDEKATAN KEARIFAN LOKAL

Pendekatan resolusi konflik menunjukkan akar penyebab

konflik yang berkembang menjadi kekerasan oleh pihak-pihak

yang bermusuhan. Resolusi konflik mencoba mencari sumber dari

pertentangan, berusaha untuk mentransformasikan ketidakadilan

dan penyumbatan komunikasi yang mungkin semakin

memperparah keadaan.

Oleh karena itu, proses damai yang saat ini dijalankan

harus diikuti dengan usaha transformasi konflik yang menyeluruh

di semua aspek dengan dilakukan secara terus menerus untuk

memastikan perdamaian permanen dapat terwujud. Resolusi

konflik dapat dimaknai sebagai bentuk penyelesaian konflik

hingga babak akhir dengan tujuan agar tidak mengulangi proses

damai yang mungkin pernah gagal pada masa-masa sebelumnya.

Resolusi konflik pada hakekatnya adalah upaya proses

penyelesaian konflik dengan jalan nir kekerasan dan lebih

mengedepankan cara-cara demokratis. Proses resolusinya adalah

melalui cara-cara dialog, konsensus untuk mencapai kesepakatan

damai untuk kepentingan bersama, tanpa ada yang merasa

menang dan kalah (win-win solution).

Proses ini juga melibatkan upaya untuk mendorong

perubahan perilaku yang positif dari para aktor konflik. Resolusi

Page 74: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

62

konflik diharapkan dapat menangani sebab-sebab konflik guna

melangkah lebih maju kepada penciptaan suatu hubungan baik

dan damai yang langgeng (perpetual peace) di antara kelompok-

kelompok yang berkonflik. Resolusi konflik tersebut sekaligus

mengandung arti serangkaian proses guna menyelesaikan konflik.

Strategi resolusi konflik, pada prinsipnya berusaha

menghindari cara-cara kekerasan. Untuk penyelesaian konflik

yang tuntas memang harus diupayakan terjadinya suatu

transformasi penanganan konflik dari yang bersifat koersif atau

berorientasi pada hard power menuju pendekatan nirkekerasan,

yakni melampaui tujuan perdamaian negatif menuju perdamaian

positif (Rachman, 2004: 28).

Realitas mengenai adanya peran penting kearifkan lokal

dalam suatu masyarakat yang bernilai perdamaian memberi

dampak pada terciptanya rangkaian usaha resolusi konflik dengan

implementasi nilai-nilai tersebut.

Hingga kini, pendekatan kearifan lokal menjadi salah satu

cara yang dapat diterapkan sebagai landasan nilai yang nantinya

diharapkan lebih mudah diterima oleh masyarakat setempat.

Kearifan lokal dalam hal ini dimaknai sebagai realitas yang dapat

dijadikan acuan dalam penyelesaian sebuah konflik. Selain itu,

pendekatan kearifan lokal menyumbang pertimbangan dan

preferensi terhadap pemilihan aktor-aktor untuk terlibat dalam

penyusunan strategi resolusi konflik yang diharapkan tepat dan

mewakili aspirasi pihak-pihak yang berkonflik.

Page 75: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

63

Pendekatan strategi penyelesaian sebuah konflik

diharapkan dapat menunjukkan akar penyebab konflik agar

memungkinkan pihak-pihak yang bermusuhan dan bertentangan

dapat melakukan komunikasi serta membuka rekonsiliasi, hingga

perdamaian dapat diperoleh. Penyelesaian konflik dapat merujuk

pada terpenuhi tujuan transformasi konflik.

Dengan demikian, proses damai yang saat ini dijalankan

harus diikuti dengan usaha transformasi konflik yang menyeluruh

di semua aspek dan terus menerus untuk memastikan

perdamaian permanen dapat terwujud. Proses perdamaian yang

dimaksud adalah dengan memperhatikan beberapa prosedur

sebelum menentukan strategi yang dimaksud. Adapun prosedur

tersebut yakni:

a. Mengurai Konflik dan Menciptakan Perdamaian

Melakukan analisis terhadap kasus yang sedang dihadapi

dan menemukan konflik nyata merupakan langkah awal dalam

menentukan respons terhadap konflik. Memahami konflik

menjadi langkah penting menyiapkan strategi yang akan disusun

untuk memberikan respons yang tepat pada konflik tersebut.

Kesalahan melakukan analisis dan memahami konflik dapat

membuat konflik tereskalasi dengan cepat.

Begitupun dengan proses memahami secara rinci

mengenai permasalahan yang sedang dihadapi memang bukan

perkara mudah. Kecenderungan melihat dari sudut pandang

masalah yang Nampak (konflik real) merupakan hal wajar.

Page 76: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

64

Masalah waktu analisis yang singkat memungkinkan hanya

konflik terlihat yang dapat dicari penyelesaian masalahnya. Akan

tetapi, masalah-masalah yang tertutup biasanya justru menjadi

pintu awal menuju perdamaian abadi yang diinginkan.

Masalah yang tertutup dalam konflik menjadi semacam

rumput kering yang selalu siap terbakar jika ada pemicunya,

misal isu ketidakadilan, perbedaan adat istiadat, cara komunikasi

yang berbeda, perbedaan kepentingan dan lain sebagainya.

Proses mengurai permasalahan dilakukan dengan cara

menjawab minimal pertanyaan 5W+1H yakni siapa aktor yang

berkonflik, apa isu yang menjadi dasar konflik terjadi, dimana

wilayah konflik berlangsung, kapan konflik terjadi (fokus pada

timeline konflik), kenapa konflik bisa terjadi (analisis konflik

fokus pada trigger), dan terakhir bagaimana konflik terjadi

(fokus pada dinamika konflik).

b. Memahami Tahap Penyelesaian Konflik

Setelah target perdamaian telah ditentukan, proses

selanjutnya adalah melakukan penyelesaian konflik dengan

memilih beragam metode seperti yang akan dijelaskan

selanjutnya. Namun demikian metode tersebut bukan tidak

mungkin untuk dikolabirasikan, artinya tidak seperti huruf

alfabet yang harus dimulai dari A secara satu persatu hingga

berakhir di Z. Lompatan-lompatan proses dan pendekatan

metode dapat dipilih disesuaikan dengan wilayah dan karakter

konflik yang dihadapi.

Page 77: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

65

- Mediasi

Mediasi, merupakan cara “aman” bagi pihak-pihak yang

bertikai untuk bertemu dengan tetap memberikan kesempatan

pada mereka untuk memegang kendali atas berbagai persoalan

hubungan dan hasil-hasilnya. Proses ini dapat digunakan sebagai

langkah awal dalam menghadapi konflik. Mediasi dilakukan oleh

pihak ketiga untuk tujuan mencipatakan posisi netral dari kedua

pihak yang berselisih.

Mediasi yang baik ditentukan oleh kemahiran mediator

dalam menciptakan suasana dipercaya oleh kedua pihak yang

bersengketa. Tanpa terciptanya kondisi “percaya” maka tidak

akan kelompok yang bersedia melakukan proses mediasi. Pada

tahapan ini keinginan dari kedua pihak yang bersengketa

didengarkan dan dipenuhi, jika ada yang bertentangan

menemukan jalan tengah menjadi solusi awal dari masalah

tersebut.

Salah satu syarat mediator diterima oleh pihak yang

berkonflik adalah sikap netral dari mendukung kedua pihak yang

berselisih. Meskipun demikian bukan berarti mediator benar-

benar netral, mediator haruslah tetap berpihak pada jalan

perdamaian yang ingin dituju.

- Rekonsiliasi

Rekonsiliasi, merupakan upaya penyelesaian konflik

dengan cara nirkekerasan, dapat dilakukan dengan dialog dan

mediasi sesuai dengan dinamika konflik yang sedang terjadi.

Page 78: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

66

Dalam usaha menangani sebab-sebab konflik, maka perlu

membangun hubungan baru dan tahan lama diantara kelompok-

kelompok yang bermusuhan, salah satu cara yang harus dilakukan

yakni melalui sarana komunikasi dan tata relasi yang baru. Agar

kebekuan kelompok-kelompok tersebut dapat mencair dan

bersama-sama serta bekerjasama membangun perdamaian.

Tabel 2. Pola Rekonsiliasi Konflik Di Indonesia

No Daerah

Konflik Pola Rekonsiliasi Resolusi Konflik

1. Sumatera

Barat. PRRI/

PERMESTA,

Tahun 1958.

Rekonsiliasi mantan

PRRI/PERMESTA, baik dari

kalangan militer, sipil, pelajar

dan mahasiswa, yang

menyerahkan diri dan

direhabilitasi oleh

Pemerintah:

1. Sebagian diantara mereka,

melanjutkan

pengabdiannya di bidang

militer, berdasarkan

syarat tertentu.

2. Sebagian kembali dalam

kehidupan masyarakat

sipil, wiraswasta, pelajar

dan mahasiswa.

Rekonsiliasi yang

dilaksanakan secara

vertikal maupun horizontal

diikuti kesadaran dan

komitmen masing-masing

pihak. Sehingga rekonsiliasi

tidak hanya secara formal

saja, tapi punya makna

reunifikasi atau substansi,

dan dalam

perkembangannya lebih

bersifat permanen.

2. Sambas,

Kalimantan

Pihak yang bertikai (Etnis

Dayak dan etnis Madura)

Rekonsiliasi dilaksanakan

karena adanya kesadaran

Page 79: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

67

No Daerah

Konflik Pola Rekonsiliasi Resolusi Konflik

Barat.

Konflik Etnis.

Tahun 1997.

melakukan rekonsiliasi

dengan duduk dalam satu

meja, difasilitasi oleh Pemda,

DPR dan Tokoh Masyarakat.

Mereka sepakat agar

kehidupan normal dan damai

bisa terlaksana. Usai

pertemuan mereka saling

berjabat tangan, berangkulan,

untuk melupakan konflik

yang pernah terjadi dan

sepakat menatap kehidupan

masa depan yang rukun.

bersama, khususnya

mereka yang bertikai,

untuk saling menjaga

komitmen masing-masing

terhadap perdamaian.

Dalam perkembangannya

berlanjut rekonsiliasi

politik dan sosial seperti

asimulasi (perkawinan)

antar etnis, sehingga

rekonsiliasi dapat bertahan

lama, dan lebih bersifat

permanen.

3. Mataram,

Nusa

Tenggara

Barat.

Konflik

Patemon,

Karang

Genteng,

Tahun 2001.

Konflik Patemon Karang

Genteng, secara formal belum

pernah diadakan rekonsiliasi,

dan oleh Pemkot dibangun

tembok yang memisahkan

antara kedua desa tersebut.

Namun rekonsiliasi dilakukan

secara alami, melalui

komunikasi dalam kehidupan

sehari-hari seperti bekerja di

ladang, datang ke tempat

hajatan (mayoritas kaum

perempuan) dan dalam

kegiatan ekonomi secara

perlahan komunikasi antar

individu dari kedua desa

tersebut mulai mencair

Rekonsiliasi, meskipun

belum dilakukan secara

formal, namun dalam

proses komunikasi mulai

mencair dengan sendirinya,

karena kepentingan dan

keterkaitan individu dalam

kehidupan sosial maupun

ekonomi. Namun

dinamikanya masih rentan

terhadap konflik.

Page 80: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

68

No Daerah

Konflik Pola Rekonsiliasi Resolusi Konflik

meskipun tidak secara

terbuka, karena masih

sensitif dicurigai sebagai

mata-mata antar kelompok.

4. Sulawesi

Tengah.

Konflik Poso,

Tahun 2001.

Pertemuan Malino untuk

Poso pada tanggal 18 sampai

dengan 20 Desember 2001,

yang dihadiri oleh perwakilan

dari tokoh-tokoh yang

bertikai, selanjutnya dikenal

dengan kesepakatan

deklarasi Malino 2.

Masing-masing komunitas

yang bertikai menunjukkan

kesepakatan perdamaian,

dan mempunyai komitmen

untuk mewujudkan

keamanan dan perdamaian

bersama, yang difasilitasi

oleh pemerintah yang lebih

bersikap dan bertindak

sebagai mediator dan

motivator dalam

penyelesaian konflik.

Sehingga lebih bersifat

permanen dan tahan lama.

Sumber: Bambang Wahyudi, 2013

Beberapa proses rekonsiliasi konflik pernah berhasil

dilakukan dalam beberapa konflik yang terjadi di Indonesia. Pola

rekonsiliasasi tersebut tentunya tidak dapat digunakan secara

utuh dalam praktek konflik yang terjadi di wilayah dan waktu

yang berbeda. Mengapa? Karena dalam menghadapi konflik,

wilayah dan waktu yang berbeda menentukan pilihan respons

yang tepat dalam melakukan penyelesaian konflik. Konsep

mengenai kesesuaian wilayah dan waktu konflik merupakan

Page 81: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

69

konsep mengenai realitas yang akan banyak dibahasa pada bab

terakhir buku ini.

- Transformasi

Setelah terjadi tahap rekonsiliasi dan akar permasalahan

konflik dapat dipahami, maka tahap berikutnya adalah

transformasi konflik. Dalam transformasi konflik, faktor-faktor

yang sebelumnya konfliktual, diupayakan untuk dapat

ditransformasikan dalam proses membangun budaya damai dan

peningkatan kapasitas kelembagaan baik formal maupun non

formal. Langkah rekonsiliasi setidaknya dapat dijadikan sebagai

sebuah tahapan awal perjalanan panjang “Transformasi Konflik”.

Transformasi konflik secara tidak langsung dapat

memberikan kesadaran pada pihak-pihak yang berkonflik,

setidaknya bahwa upaya tersebut penting untuk dilakukan karena

apapun yang terjadi, manusia atau masyarakat dapat berubah ke

arah perbaikan.

Konsep-konsep tentang transformasi konflik tanpa

kekerasan diperlukan sebagai sebuah kerangka konseptual bagi

langkah-langkah analisa menuju pengakhiran konflik, disamping

untuk memikirkan tentang kemungkinan melakukan intervensi

dalam konflik. Untuk itu peneliti mengacu pada pemikiran Miall,

tentang lima aspek penting dalam transformasi konflik, sebagai

berikut:

“Resolusi konflik dalam kelompok atau antar kelompok, diperlukan transformasi konflik tanpa kekerasan dengan mengenalisa lima aspek yaitu: (1) transformasi konteks, (2)

Page 82: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

70

transformasi struktur, (3) transformasi aktor, (4) transformasi persoalan, (5) transformasi kelompok dan personil (Miall, 2002: 250-252).”

Transformasi Konteks. Seperti halnya relasi yang

bergerak secara interkoneksi, konflik pun demikian. Konflik

dilihat dalam konteks lokal, nasional, regional dan internasional,

merupakan sudut pandang kritis bagi dinamika konflik.

Perubahan dalam konteks dapat mempunyai efek lebih

dramatis dibandingkan perubahan pada pihak-pihak yang bertikai

atau dalam hubungan mereka. Konteks konflik yang berubah

tentu akan berpengaruh pada usaha penyelesaian konflik.

Selanjutnya perlu dicermati bagaimana mengidentifikasi

kelompok-kelompok atau pihak-pihak yang terlibat dalam konflik

tersebut serta memahami kepentingan dan posisi masing-masing.

Dengan kata lain, perlu pemahaman konflik dari kedua perspektif

pihak yang berselisih.

Hal ini penting untuk mempermudah proses pendekatan

agar dapat membuka kembali hubungan yang telah terputus

antara kedua kelompok. Hal tersebut dapat dilakukan dengan

mengadakan dialog-dialog lanjutan dengan dibantu mediator.

Transformasi konteks, berarti harus berangkat dari inisiatif

kedua pihak yang secara formal maupun informal belum pernah

melakukan perundingan/ dialog. Maka diperlukan interverensi

dari pihak lain untuk menjembatani hubungan antar kelompok

yang bertikai.

Page 83: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

71

Peran pihak ketiga, pertama-tama adalah memperluas

pemahaman maupun kemampuan pihak-pihak yang bertikai,

untuk menyadari dan menerima harkat dan martabat pihak lain.

Sekaligus memberi kesempatan kepada masing-masing pihak

untuk menyadari atau mengakui aneka kesalahan dan

memperbaiki hubungan.

Aneka kejadian di masa lalu atau kesan-prasangka tertentu

yang sudah terbentuk selama bertahun-tahun, bisa membuat

orang/kelompok sosial menjadi sangat kaku. Mereka cenderung

tidak mau mencoba menempuh solusi dengan memperbaiki relasi

atau hubungan sehingga integrasi sosial menjadi sangat sulit

untuk dibentuk.

Kejelasan tentang tujuan, peran, tanggung jawab, dan

perbedaan pandangan tentang pengalaman masa lalu perlu

diselesaikan, sebelum menangani permasalahan konflik lainnya.

Selanjutnya diimplementasikan melalui kegiatan-kegiatan di

berbagai bidang kehidupan, berdasarkan skala prioritas, sesuai

dengan kondisi dan situasi daerah yang dapat membangun

kembali hubungan antara kelompok-kelompok yang bertikai.

Transformasi Struktural. Struktur konflik termasuk

dalam hal ini adalah aktor-aktor, persoalan, dan tujuan atau

hubungan yang tidak sesuai yang menjadi bagian tak terpisahkan

dari konflik itu sendiri. Konflik menyangkut struktur, seringkali

melibatkan persoalan tentang keadilan dan tujuan-tujuan yang

saling tidak sejalan.

Page 84: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

72

Transformasi struktur diperlukan untuk menyelesaikan

konflik akibat ketimpangan yang dibiarkan berkepanjangan di

masyarakat. Transformasi konflik mengakui bahwa perdamaian

dan keadilan tidak terpisahkan. Perdamaian tanpa keadilan

bukanlah perdamaian sejati, sementara keadilan tanpa

perdamaian tidak akan bertahan lama.

Untuk mengubah struktur konflik, seringkali dituntut

usaha intensif demi menghasilkan perubahan yang diharapkan.

Maka diperlukan intervensi yang dapat dipercaya oleh kelompok

yang bertikai. Melalui transformasi struktur diharapkan dapat

mengurangi dominasi kelompok, mengeliminasi rasa saling

curiga, dan pada akhirnya bisa bersama-sama bekerja untuk

membangun perdamaian yang positif.

Transformasi Aktor. Pihak-pihak yang bertikai harus

menentukan kembali arah mereka, mengabaikan atau

memodifikasi tujuan yang ingin dicapai dan mengadopsi

perspektif yang berbeda secara radikal. Mereka harus dapat

menerima perbedaan sebagai suatu kekuatan yang dapat dikemas

dalam bingkai demokrasi, untuk mewujudkan perdamaian.

Perdamaian telah mendorong semua pihak untuk menahan diri

dan mencoba saling memahami dan harus berinteraksi.

Pemisahan pihak-pihak yang bertikai dan pengintegrasian

mereka kembali merupakan bentuk perubahan penting.

Perubahan aktor yang berkonflik juga merupakan salah satu cara

untuk menyelesaikan konflik. Banyak konflik menjadi semakin

Page 85: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

73

mudah diselesaikan, manakala terjadi perubahan dalam

kepemimpinan para pihak.

Transformasi Persoalan. Dinamika konflik mencakup

adanya dinamika atas persoalan. Hal ini sangat mungkin karena

adanya dinamika posisi ataupun mungkin kepentingan pihak-

pihak yang berkonflik. Posisi pihak konflik terhadap suatu isu

serta kemunculan isu-isu atau persoalan konfliktual yang baru,

maka konflikpun dapat berbah. Dalam kasus ini, membingkai

kembali persoalan secara jelas, dapat menjadi upaya membuka

jalan bagi penyelesaian.

Perbedaan-perbedaan kepentingan dapat dicarikan

solusinya melalui pendekatan dengan jalur politik, sosial budaya,

ekonomi dan bidang kehidupan sosial lainnya dengan sesuai

terhadap makna demokrasi dan tetap dalam koridor hukum yang

berlaku. Perubahan posisi aktor konflik sangat berhubungan

dengan perubahan kepentingan dan perubahan tujuan, termasuk

perubahan bagi transformasi aktor, transformasi konteks dan

transformasi struktur konflik.

Transformasi kelompok dan personal. Pemimpin

memegang peranan yang fundamental dalam resolusi konflik,

termasuk dalam hal ini menawarkan rekonsiliasi maupun

berkompromi dengan pihak yang sebelumnya menjadi lawan

dalam suatu konflik. Usaha kompromi ini menjadi tanggung jawab

bagi kedua pihak yang berkonflik.

Tanggung jawab pertama dan utama untuk mencegah,

mengelola dan mentransformasikan konflik, terletak pada mereka

Page 86: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

74

yang terlibat dan para pemimpinnya. Transformasi konflik

mempersyaratkan perubahan nyata dalam kepentingan, tujuan

dari pihak-pihak yang terlibat.

Langkah-langkah tersebut harus diikuti dengan perubahan

dalam hati dan pikiran para aktor yang berkonflik, agar dapat

memberikan kesadaran bahwa perdamaian dan persaudaraan

jauh lebih mulia dan berharga daripada permusuhan.

Transformasi konflik mempunyai makna menggeser faktor

konfliktual yang dapat mengarah kepada kekerasan dalam suatu

kondisi, menggunakan suatu mekanisme kooperatif antara pihak-

pihak yang berkonflik hingga tercapainya suasana damai.

Pada dasarnya, manusia meskiipun memiliki latar belakang

yang berbeda selalu dapat bekerja sama. Hal ini dikarenakan

kepentingan dan kebutuhan yang seringkali memiliki prasyarat

lingkungan yang kondusif, atau dengan lain kondisi damai.

Kesadaran akan kebutuhan terhadap perdamaian inilah yang

diinginkan dicapai oleh semua makanisme penyelesaian konflik.

Di samping penguatan basis sosial, ekonomi, dan politik,

terdapat hal yang perlu diperhatikan lainnya, yakni peran

pendidikan. Mendidik merupakan upaya konkrit dalam membawa

masyarakat pada area pemahaman yang benar terhadap makna

perdamaian yang seharusnya ada dalam kehidupan sehari-hari.

Fase transformasi konflik merupakan serangkaian proses

yang dapat menghasilkan kondisi positif untuk menyelesaikan

sebuah konflik. Perkembangan konflik atau dikenal dengan

dinamika konflik menentukan cara terbaik dalam menghadapi

Page 87: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

75

konflik yang terjadi. Mengenali dasar isu dalam proses

trasnformasi konflik menjadi hal penting dalam mendapatkan

jawaban bagaiaman konflik dapat dihadapi dan diselesaikan.

c. Revitalisasi Eksistensi Kearifan Lokal

Pemahaman mengenai metode penanganan konflik

menjadi dasar dari pihak-pihak yang memiliki keinginan

menciptakan perdamaian pascakonflik terjadi. Pada tahapan ini

eksistensi kearifan lokal perlu lebih dulu menjadi perhatian

penting, pasalnya tidak banyak yang memahami dan memilih

pendekatan kearifan lokal sebagai metode dalam penyelesain

sebuah konflik. Padahal aspek realitas kewilayahan menjadi hal

utama yang menentukan efektivitas metode penyelesaian konflk

yang sedang dihadapi.

Aksi revitalisasi kearifan lokal pada sebuah wilayah

memang seharusnya sudah dikerjakan sejak jauh-jauh hari,

bahakan sebenarnya bukan menjadi kewajiban mediator atau

pihak lain yang ingin menciptakan kondisi damai. Akan tetapi,

eksistensi kearifan lokal akan menjadi hal utama ketika

pendekatan tersebut menjadi alternative dispute resolution dalam

menyelesaikan konflik yang sedang terjadi.

Cara utama yang dapat dilakukan adalah dengan cara

pengajaran di tingkat lembaga adat, realisasi yang dilakukan

dengan mengaktifkan kembali peran lembaga adat sebagai tempat

melestarikan wujud kearifan lokal tersebut. Lembaga adat yang

Page 88: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

76

dimaksud dimulai sejak level tekecil seperti keluarga hingga

tingkat sosial yang lebih besar di masyarakat.

Upaya lain dari revitalisasi kearifan lokal ada;ah dengan

melibatkan seluruh aspek masyarakat mulai dari LSM, akademisi,

mahasiswa, perempuan bahkan lembaga atau institusi

pemerintah. Jika kondisi tersebut tercapai, maka ajaran mengenai

nilai-nilai perdamaian yang tekandung dalam kearifan lokal akan

terus diketahui dan ditaati dengan baik oleh masyarakat.

Perspektif Perdamaian dari Kearifan Lokal

Menciptakan perdamaian bagi bangsa Indonesia menjadi

sebuah keharusan konstitusional karena tertuang dalam

pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Adakalanya

tidak banyak yang menyadari jika Indonesia memiliki falsafah

pancasila yang merupakan pondasi kuat terhadap pembentukan

perdamaian di tengah masyarakat Indonesia yang beragam.

Tanggung jawab moral yang besar dalam menciptakan

perdamaian yang berkelanjutan tidak hanya di wilayah Indonesia,

akan tetapi di dunia.

Pada umumnya, kebudayaan setempat akan menetapkan

sebuah aturan baku yang disepakati mengenai tata tindak dan

perilaku masyarakatnya. Seringkali kebudayaan memang berbeda

dari satu wilayah dengan wilayah lainnya.

Perbedaan inilah yang juga berpotensi menjadi bumerang

dan bagian dari pemicu konflik. Minimnya wawasan mengenai hal

tersebut menjadi pupuk menyebarnya kebencian satu sama lain

Page 89: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

77

dan lahir dari kelompok-kelompok yang berbeda. Sudut pandang

untuk memahami perbedaan menjadi sebuah kekayaan memang

bukan perkara mudah. Salah satu jalan pengenalan tersebut

adalah menjadikan kebudayaan sebagai pendekatan dalam proses

menuju perdamaian.

Perdamaian merupakan nilai penting dan utama dari setiap

masyarakat Indonesia. Tidak ada satupun manusia yang senang

berhadapan dengan konflik dan konfrontasi yang lahir dengan

mudahnya oleh perbedaan. Hal ini kemudian membuat semua

pihak cenderung nyaman berada dilingkungan yang sama

dengannya. Kondisi tersebut mengakibatkan pemikiran kurang

terbuka terhadap kehidupan orang lain yang juga berbeda

dengannya.

Nilai perdamaian sudah sejak lama ada dalam sendi

kehidupan budaya masyarakat. Beberapa contoh mengenai nilai

perdamaian yang ada dalam kearifan lokal masyarakat Indonesia

sudah dijelaskan pada bab sebelumnya. Melihat kondisi ini

muncul pertanyaan, kapan nilai kearifan lokal tersebut dapat

diimplementasikan dalam strategi resolusi konflik?

Tidak ada konsepsi yang dapat menjamin dengan pasti

kapan waktu yang tepat sebuah strategi dapat diterapkan untuk

menyelesaikan konflik. Sama halnya dengan penjelasan mengenai

kecocokan penerapan satu strategi pada sebuah wilayah dengan

wilayah lainnya. Dalam menghadap hal tersebut, memang analisis

dan pemahanan yang mendalam terhadap konflik mutlak

diperlukan.

Page 90: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

78

Untuk menujukkan konsepsi pasti mengenai strategi yang

tepat dalam penangana konflik, konspe realitas wilayah dalam

wujud kearifan lokal memang dapat menjadi pilihan yang efektif,

terlebih realitas wilayah Indonesia yang berbeda-beda tentunya

benar-benar membutuhkan kejelian melihat peluang besar dalam

menciptakan perdamaian.

Melihat kondisi itulah maka referensi mengenai nilai-nilai

kearifan lokal pada masing-masing wilayah menjadi hal baku

sebelum akhirnya memilih menggunakan kearifan lokal sebagai

strategi penangana konflik yang terjadi. Bukan perkara mudah

dan perlu usaha maksimal untuk mengimplementasikan pilihan

yang telah diambil.

Tantangan Implementasi Penanganan Konflik dengan

Pendekatan Kearifan Lokal

Kesulitan menentukan pilihan strategi dalam penyelesain

konflik tidak selesai sampai disitu. Pada implementasinya,

pemilihan pendekatan kearifan lokal pun ternyata mendapatkan

tantangan, diantaranya:

- Sentimen Etnis

Sentimen etnis (etnisitas) membuat klasifikasi “kami” dan

“mereka” semakin tegas. Dalam mengatasi konflik, etnisitas

dijadikan kendaraan untuk menegakkan kohesi sosial dan

solidaritas dari masing-masing etnis. Selanjutnya dikatakan,

ketika etnis pendatang baru terus berdatangan dan bertempat

tinggal di wilayah-wilayah komunal, jumlah populasi komunitas

Page 91: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

79

tersebut akan jauh melampaui sumber daya lingkungan yang

tersedia.

Struktur hubungan antaretnis antara para pendatang dan

anggota masyarakat lokal pun berubah seiring dengan mulai

memasuknya para pendatang ke dalam sektor-sektor ekonomi

yang sebelumnya merupakan lahan eksklusif bagi masyarakat

lokal.

Dalam beberapa kasus, para pendatang juga menciptakan

aktivitas ekonomi yang berbeda dengan masyarakat lokal.

Masyarakat etnis lokal terkesan terdiskreditkan dan merasa

menderita, karena hilangnya hak-hak istimewa dalam ekonomi

dan politik yang sebelumnya hanya diakses oleh mereka.

Akhirnya hubungan simbolik kedua kelompok etnis tersebut

berubah menjadi perebutan sumber daya, termasuk kedudukan

dan kekuasaan (Abubakar, 2006:87).

Semakin kuat konflik etnis diantara dua kelompok yang

bertikai, maka semakin dalam pula permusuhan diantara

keduanya. Konflik antar kelompok dan solidaritas kelompok

dapat membuat tekanan untuk terjadinya konflik berkepanjangan.

Kekuatan solidaritas internal dan integrasi sosial kelompok

dapat bertambah tinggi karena tingkat permusuhan atau konflik

dengan kelompok luar bertambah besar. Kekompakan yang

semakin tinggi dari suatu kelompok berdampak pada kelompok-

kelompok lainnya dalam lingkungan itu, khususnya kelompok

yang bermusuhan atau secara potensial dapat menimbulkan

permusuhan.

Page 92: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

80

Perbedaan-perbedaan yang ada dalam kelompok maupun

antar kelompok merupakan hasil dinamika sosial yang

berlangsung secara alamiah selama dan setelah konflik. Misalnya

terbentuk proses emosionalitas dan rasionalitas, baik yang

tumbuh di dalam kelompoknya masing-masing, maupun saat

mereka harus hidup berdampingan dengan berbagai kelompok

lain yang ada di sekelilingnya.

Semua proses tersebut membentuk perbedaan-perbedaan

antarkelompok, yang terus terjadi hingga terbentuknya

perbedaan dan pertentangan kelompok (etnis) itu sendiri.

Sentimen etnis dapat bersumber dari sejarah dan hubungan sosial

yang timpang.

Faktor masa lalu ini (sejarah) dapat menjadi hambatan

komunikasi antara kedua kelompok etnik tersebut. Di samping

adanya keputusan politik yang dianggap menguntungkan satu

pihak dan merugikan pihak lain, faktor masa lalu pun berdampak

pada konflik etnik yang berkepanjangan.

Di lain pihak, ketidakpuasan dalam ranah kultural dapat

meningkatkan solidaritas politik, primordialisme,

etnonasionalisme, dan gerakan separatisme pada setiap etnis

tertentu. Di samping adanya kekecewaan akibat represi negara,

dan eksploitasi pusat atas kekayaan daerah, maka semangat

nasionalisme etnik di kalangan kelompok tertindas makin

tumbuh.

Page 93: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

81

- Perbedaan Persepsi Damai

Pentingnya pemahaman mengenai perdamaian memberi

dampak besar terhadap terciptanya tujuan perdamaian yang

sebenarnya. Pada kasus konflik vertikal pemerintah vs

masyarakat, perbedaan persepsi mengenai damai tersebut

seringkali muncul dan merusak sistem yang telah dibangun ke

arah stabilitas perdamaian. Perbedaan arah perdamaian yang

diinginkan seringkali menjadi kendala besar tidak selesai atau

terulangnya konflik serupa.

Salah satu pihak biasanya mengartikan perdamaian sebagai

sebuah kondisi damai dengan mengusung kontrol dirinya atas

suatu kondisi yang diciptakan, dengan kata lain faktor egoisme

tetap dipertahankan. Tentunya hal tersebut merugikan pihak lain

yang mengartikan perdamaian sebagai situasi tanpa konfrontasi

dalam kehidupan yang sebenarnya seperti terbebas dari

keterkekangan dan ketidakadilan.

Pada contoh kasus konflik Aceh, perbedaan pemahaman

mengenai perdamaian terjadi karena perkembangan situasi.

Terdapat keadaan-keadaan seperti: 1) Damai, namun hanya

sekadar ketiadaan perang; 2) Masih adanya bibit permusuhan dan

perbedaan konstruksi perdamaian, 3) masih didominasi kendali

keamanan, 4) kelompok-kelompok yang ada masih bersifat unit-

unit besar, saling berseberangan; 5) adanya tuntutan pemekaran

wilayah; 6) masih berpotensi pada konflik kekerasan.

Tantangan implementasi resolusi konflik yang telah

dijelaskan tersebut tentunya tidak bisa dielakan lagi. Semua pihak

Page 94: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

82

harus menyadari jika sentimen etnis serta perbedaan mengenai

cara pandang perdamaian justru dapat menjadi penghalang

terciptanya tujuan damai yang ingin dicapai.

Pada bab selanjutnya penulis akan sedikit membahas

mengenai keberhasilan wilayah Aceh dalam menghadapi

tantangan penyelesaian konflik yang terjadi di sana. Melalui

pembahasan mengenai penanganan konflik di Aceh, kita akan

membongkar cara-cara yang telah dilakukan di sana.

Melalui pembahasan tersebut, tujuan utama yang ingin

dicapai adalah mempelajari dari keberhasilan sekaligus tahapan

kegagalan yang pernah dialami Aceh. Konsep realitas yang

dikenalkan dalam penyelesaian konflik di Aceh ini juga akan

menjadi fokus pembahasan selanjutnya. Ke depan, realitas

kebudayaan berupa kearifan lokal dipercaya menjadi bagian

penting dari keberhasilan penanganan konflik.

Page 95: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

83

BAB V

MEMBONGKAR RESOLUSI KONFLIK

PENDEKATAN KEARIFAN LOKAL DI ACEH

Dinamika konflik Aceh pasca MoU Helsinki, masih menarik

untuk dianalisis dari perspektif resolusi konflik. Hal tersebut

didasarkan pada pemikiran-pemikiran sebagai sebagai berikut:

(1) Masih ada dua aroma sekaligus yang dapat dicium dan

dilihat di Langsa (Aceh), yakni aroma konflik dan aroma

perdamaian. Aroma perdamaian mungkin lebih tepat dibaca

sebagai perdamaian antara GAM dengan Pemerintah RI.

Sedangkan aroma konflik bisa dilihat antara masyarakat Aceh

sendiri (Aceh GAM dengan Aceh RI) sehingga tidak berlebihan jika

dikatakan bahwa telah terjadi pergeseran konflik, meskipun lebih

bersifat laten, namun dinamikanya masih sering ditandai dengan

berbagai bentuk tindakan kekerasan. Karena konflik biasanya

dimulai dari ketegangan-ketegangan yang bersifat laten, lalu

berkembang menjadi konflik terbuka, seperti pengerahan

kekuatan dan penggunaan kekerasan. Konflk yang ada menjurus

pada sifat-sifat destruktif.

(2) Permasalahan di Aceh khususnya Langsa masih

menjadi isu strategis baik di tingkat internasioal, regional,

nasional, maupun di tingkat lokal. Di tingkat lokal, tokoh

masyarakat formal maupun non-formal dan masyarakat Aceh

secara aktif hendaknya ikut berperan dan bertanggung jawab

Page 96: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

84

dalam mewujudkan masa depan Aceh yang lebih baik, dan tetap

dalam kerangka NKRI. Namun satu hal yang perlu diingat bahwa

persoalan di Aceh bukan hanya permasalahan Rakyat Indonesia

yang berada di Aceh saja, melainkan juga permasalahan Rakyat

Indonesia secara keseluruhan. Sebagaimana dikatakan Miall,

bahwa tanggung jawab pertama dan utama untuk mencegah,

mengelola dan mentransformasikan konflik internal dengan

kekerasan terletak pada penduduk negara-negara yang terlibat

konflik terutama pada semua pemimpin regional, nasional dan

lokal (Miall, 2002).

(3) Dalam konflik Aceh, selain GAM juga muncul kelompok

anti GAM, keadaan demikian menunjukkan fenomena yang

“problematik” atau “paradoks”, dimana dalam setiap daerah

konflik di Indonesia timbul pembelahan-pembelahan kelompok

yang pro dan kontra terhadap Pemerintah Pusat. Sebagaimana

yang terjadi di Aceh antara kelompok Gerakan Aceh Merdeka

(GAM) dengan kelompok Front Perlawanan Separatis GAM

(FPSG), pasca MoU Helsinki berubah menjadi KPA dan PETA,

kemudian muncul Forum Komunikasi Anak Bangsa (FORKAB).

Dalam pandangan Miall, munculnya mobilisasi kelompok

dengan melihat strategi dan tindakan komunal, merupakan upaya

penting untuk menelusuri jejak dimana kelompok-kelompok yang

satu tidak puas akan mengartikulasikan keluhan dengan

mobilisasi, menentukan tujuan dan strategi, yang pada akhirnya

mengarahkan tantangan terhadap pemegang kekuasaan (Miall,

2002: 137).

Page 97: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

85

(4) Secara teoritis, konflik selalu ada dalam kehidupan

manusia dan inhern dalam sebuah proses sosial. Analisis

sosiologis tentang konflik, pada umumnya membahas tentang

dimensi penyebab konflik, perkembangan konflik dan resolusi

konflik dalam arti bagaimana menemukan formulasi resolusi

konflik yang dapat dikembangkan dalam penyelesaian konflik

menuju perdamaian positif. Terkait konflik Aceh, meski sudah ada

kesepakatan perdamaian antara Pemerintah Pusat dan GAM serta

berbagai cara dan pendekatan yang dilakukan pasca MoU

Helsinki. Namun fakta di lapangan masih mengindikasikan adanya

potensi konflik. Hal tersebut menunjukkan bahwa upaya mencari

model resolusi konflik yang komprehensif, namun dapat

digunakan secara empirik di Aceh merupakan hal yang penting.

Hal ini dikarenakan konflik di Aceh memiliki tipologi yang cukup

kompleks dan melibatkan banyak pihak, di samping mempunyai

sejarah pertikaian yang cukup panjang. Miall mengatakan, dalam

penyelesaian konflik, bukan hanya pihak yang bertikai yang harus

dilibatkan, namun juga pihak yang terimbas konflik (Miall, 2002:

253). Selanjutnya dalam menganalisa resolusi konflik, penulis

menggunakan teori Hugh Miall, dalam bukunya, “Contemporary

Conflict Resolution” terjemahan Tri BS (2002) yang merupakan

karya bersama Oliver Ramsbolon, Tom Woodhouse.

Miall dalam buku tersebut banyak menguraikan tentang

berbagai konflik, termasuk sifat dan karakter konflik, peran

mediasi dan negosiasi dalam konflik, serta cara mengelola,

melokalisasikan, dan menyelesaikan konflik secara damai. Hal ini

Page 98: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

86

dapat dikatakan menjadi landasan konseptual untuk membangun

resolusi konflik kontemporer sebagai alternatif yang relevan

terhadap dinamika konflik di Langsa (Aceh).

Setidaknya dari empat hal tersebut, dinamika konflik di

Langsa sangat dan masih diperlukan resolusi konflik

nirkekerasan. Hal ini karena format dari konflik antara GAM

dengan Pemerintah Pusat serta masyarakat Aceh Non-GAM lebih

mudah pada suatu dikotomi konflik dari pada integrasi dan

rekonsiliasi. Integrasi sosial di Langsa (Aceh) masih memerlukan

proses panjang dan perlu sinergi dari berbagai pihak yang punya

atensi terhadap perdamaian. Termasuk pihak-pihak yang

terimbas konflik terutama tokoh masyarakat Aceh baik formal

maupun non-formal.

Menurut Wahyudi, dalam dinamika konflik Aceh untuk

mencegah terjadinya eskalasi konflik yang mengarah pada tindak

kekerasan, maka semua pihak sebaiknya menyamakan persepsi

tentang konflik Aceh. Sehingga lebih efektif apabila segala bentuk

perundingan yang dilaksanakan dapat melibatkan semua unsur

yang terkait dalam konflik Aceh, khususnya GAM yang berada di

Aceh, Front Perlawanan Separatis GAM (FPSG), yang belakangan

sering kita dengar eksistensinya, tokoh masyarakat formal

maupun informal termasuk para ulama. Sehingga komitmen dan

kesepakatan yang telah dicapai dalam perundingan langsung

dapat dipertanggung jawabkan oleh semua pihak, tidak hanya

oleh Pemerintah dan GAM. (B. Wahyudi, Jurnal Paskal: Vol.4 No.

17, Agustus 2005).

Page 99: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

87

Belajar dari resolusi konflik yang telah dilakukan Aceh

pada masa itu, membuat kita dapat menemukan sebuah formula

resolusi konflik yang terintegarasi dengan budaya lokal. Formula

tersebut disusun karena kearifan lokal merupakan bagian penting

dalam sistem sosial masyarakat.

Konflik berkepanjangan di Aceh khususnya di Langsa, salah

satunya bersandar pada masalah perbedaan etnis dan sentimen

satu etnis terhadap etnis lainnya. Di Langsa, mayoritas

penduduknya adalah etnis Aceh dan etnis Jawa, meskipun ada

etnis lain, seperti: Melayu, Gayo, Batak, Padang dan Cina. Di

Langsa, perbedaan-perbedaan tersebut yang diwarnai dengan

sejarah konflik yang berkepanjangan, akhirnya terakumulasi dan

terekspresikan menjadi sentimen etnis, dan dalam

perkembangannya berpengaruh terhadap kedalaman konflik itu

sendiri.

Sentimen etnis75 (pembedaan etnis) cenderung lebih kuat

di Langsa, terutama antara sebagian suku Aceh terhadap

keturunan Jawa, dan secara signifikan berkontribusi terhadap

munculnya kelompok-kelompok Aceh RI. Bangkitnya

nasionalisme etnik tidak saja dipandang sebagai proses

dekolonialisme, tapi juga berangkat dari imajinasi-imajinasi

kolektif di kalangan etnik tentang identitas, dan sejarah masa

silam yang bisa menyatukan semangat kebersamaan.

Semakin kuat konflik etnis diantara dua kelompok yang

bertikai (baca: etnis Aceh dan etnis keturunan Jawa yang ada di

Langsa/Aceh), maka semakin dalam pula permusuhan diantara

Page 100: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

88

keduanya. Konflik antar kelompok dan solidaritas kelompok

dapat membuat tekanan untuk terjadinya konflik yang semakin

mengakar.

Menurut Coser (1976:67), kekuatan solidaritas internal

dan integrasi kelompok internal dapat bertambah tinggi karena

tingkat permusuhan atau konflik dengan kelompok eksternal

menjadi bertambah besar. Kekompakan yang semakin tinggi dari

suatu kelompok berdampak pada kelompok-kelompok lainnya

dalam lingkungan tersebut, khususnya kelompok yang

bermusuhan atau secara potensial dapat menimbulkan

permusuhan.

Jika kita cermati konflik di Aceh khususnya kelompok GAM,

tindakan kolektif berupa perlawanan terhadap negara dilakukan

secara besar-besaran. Dalam melakukan aksi-aksi kekerasan

terhadap warga masyarakat Aceh yang tidak mendukung

perjuangannya pun, muncul istilah ‘cuak’ dan ‘sipai’ yang secara

umum berarti mata-mata atau pemberontak.

Hal ini pada akhirnya juga berdampak pula pada

munculnya perilaku dan aksi kolektif kelompok (‘cuak’ dan

keluarga ‘sipai’ serta korban) lain yang menjadi kekuatan baru

dan melakukan tindakan kolektif berupa perlawanan terhadap

GAM.

Selain sentimen etnis yang ada dalam masyarakat Aceh,

kehidupan beragama juga dapat dianggap sebagai faktor

pendukung terhadap kedalaman konflik antara GAM dengan

Pemerintah RI dan antara GAM dengan masyarakat Aceh,

Page 101: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

89

khususnya yang tergabung dalam kelompok Front Perlawanan

Separatis GAM.

Menurut Hoffman, fakta menunjukkan sekitar seperempat

dari semua kelompok teroris dan sekitar separuh diantaranya

adalah yang paling berbahaya di atas bumi terutama semata

termotivasi oleh perhatian religius. (Hoffman; 1993: 12)

Mereka percaya bahwa Tuhan tidak hanya berkenan

dengan tindakan mereka, tetapi Tuhan itu menuntut

dilaksanakannya tindakan tersebut. Hal ini disebabkan karena

tindakan mereka dianggap suci, merupakan cerminan suatu

perasaan yang dikombinasikan antara mengharapkan masa depan

yang lebih baik serta balas dendam untuk masa lalu, contohnya

menghalalkan darah orang Jawa dan menganggap kafir bagi

mereka yang membantu dan bekerja sama dengan Pemerintah RI.

Dalam masyarakat Aceh, kehidupan beragama sangatlah

dominan sehingga seringkali menentukan segala aspek kehidupan

masyarakat. Dalam sejarah perjuangan rakyat Aceh, misalnya

dalam perjuangannya melawan penjajahan Belanda, terdapat

persepsi bahwa agama menegaskan tentang hal-hal yang

diperbolehkan untuk menegakkan keadilan dan perjuangan bagi

penindasan dan penggrogotan nilai-nilai masyarakat dengan jalan

seperti (1) perang syahid, berjuang sampai titik darah

penghabisan, (2) membunuh kaum penindas, (3) pembinasaan

penguasa yang dzalim.

Untuk lebih memperjelas mengenai proses analisis konflik

yang pernah dilakukan di Aceh, berikut penulis tampilkan

Page 102: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

90

mengenai model analisis resolusi konflik yang digambarkan

sebagai berikut:

Gambar 2. Model Analisis Resolusi Konflik Aceh GAM vs Aceh

RI

Sumber: Bambang Wahyudi, 2013

Masalah yang paling serius akan dihadapi pasca konflik

adalah menjaga perdamaian, yaitu ketika implementasi atas

kesepakatan yang dihasilkan selama perdamaian tengah

diperhatikan dengan sangat baik. Masyarakat pada dasarnya

masih berada dalam suatu situasi kekhawatiran, karena masih

banyak beredar senjata ilegal di tangan pihak-pihak tertentu.

Kondisi ini terlihat dan ditandai dengan meningkatnya tindakan

kriminalitas dengan menggunakan senjata api.

Masa transisi di Aceh masih diwarnai oleh merebaknya

konflik-konflik internal yang diawali dengan terjadinya polarisasi

Page 103: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

91

yang tajam di tingkat elit. Mereka cenderung malah sibuk

memperebutkan sumber daya politik dan ekonomi, seperti halnya

dengan menjamurnya partai-partai baru khususnya di tingkat

lokal.

Oleh karena itu, era transisi bisa dikatakan sebagai era

pertarungan politik yang krusial bagi masyarakat. Fenomena

parlok akan berdampak negatif bagi masyarakat dan demokrasi

Aceh, apabila fenomena itu sekadar menjadi manifestasi dari

fanatisme ke-Aceh-an. Hal ini dikarenakan dapat berpengaruh

pada semangat perdamaian dan membentuk kerentanan

miskomunikasi terkait integrasi nasional maupun integrasi sosial.

Perdamaian di Langsa nampaknya masih didominasi oleh

kontrol dan adanya keterpisahan serta keterputusan hubungan

antara kelompok-kelompok yang berseberangan. Hal ini tidak

menunjukkan perbaikan pada keadaan damai jangka panjang,

yang pada dasarnya sangat membutuhkan sebuah pola kerjasama

dan perpaduan antara kelompok-kelompok tersebut.

Sementara masyarakat Langsa sendiri masih menginginkan

perdamaian dalam arti sebenarnya, yaitu damai dalam kehidupan,

damai dalam hati dan pikiran, agar mudah mencari rezeki, mudah

dalam berinteraksi sosial dan berkomunikasi serta silaturahmi

dengan sanak saudara. Masyarakat bisa kembali ke aktivitas

habitatnya masing-masing, ke kebun, ke sawah, berdagang,

melaut dan lain-lain. Utamanya jangan ada dusta diantara mereka.

Page 104: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

92

Perdamaian di Aceh masih didominasi oleh kontrol dan

kekerasan, keterpisahan dan keterputusan hubungan antara

kelompok-kelompok yang berseberangan masih sangat mencolok.

Hal ini belum menunjukkan perbaikan pada keadaan damai

jangka panjang, yang membutuhkan sebuah pola kerja sama dan

perpaduan antara kelompok-kelompok yang ada. Atau dikenal

dengan istilah damai negatif (negative peace).

Banualam mengatakan bahwa damai negatif adalah suatu

keadaan yang menuntut serangkaian struktur sosial yang

memberikan keamanan dan perlindungan dari tindakan-tindakan

kekerasan fisik langsung yang dilakukan oleh individu, kelompok,

atau bangsa terhadap yang lainnya. Penekanan dalam damai

negatif diberikan kepada kontrol atas kekerasan. Strategi

utamanya adalah keterputusan hubungan dimana kelompok-

kelompok yang berkonflik dipisahkan satu sama lain.

Secara umum, kebijakan damai negatif semata-mata

menjadi perwujudan kekerasan itu sendiri. Karenanya, kebijakan

ini dianggap tidak memadai untuk menjamin keadaan damai

jangka panjang (sustainable). Malahan dengan menekan

dihilangkannya ketegangan sebagai akibat dari konflik sosial,

maka upaya-upaya damai negatif justru dapat mengarah kepada

kekerasan yang lebih besar di masa depan (Banualam, 2006: 23).

Sementara itu masyarakat masih menginginkan

perdamaian dalam arti yang sebenarnya, yaitu damai dalam

kehidupan, serta damai dalam hati dan pikiran. Kedamaian itu

perlu agar mereka mudah mencari rezeki, mudah dalam

Page 105: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

93

berinteraksi sosial dan berkomunikasi dengan sesama sanak

saudara. Artinya, orang bisa kembali ke habitatnya masing-

masing, dan tempat mereka mencari penghidupan tanpa perlu

merasa ketakutan.

Menurut Abubakar, damai positif mengandaikan

masyarakat yang berinteraksi dalam berbagai bentuk kerjasama:

mengandaikan organisasi sosial yang terdiri dari ragam orang

dengan sengaja bekerja sama dalam rangka maslahat bagi semua.

Ia juga melibatkan usaha yang menciptakan keadaan-keadaan

positif yang dapat mengatasi sebab-sebab utama konflik yang

menghasilkan kekerasan. (Abubakar. 2006, 25).

Tidak dipungkiri bahwa, pasca MoU Helsinki, memang

membawa banyak kemajuan yang dapat dirasakan oleh

masyarakat Aceh, khususnya dalam perkembangan sistem politik

yang lebih demokratis. Namun di sisi lain masih banyak

permasalahan yang timbul dan memiliki efek domino bila

dibiarkan. Dalam jangka panjang tentunya hal tersebut akan

mengganggu terciptanya perdamaian di masa yang akan datang.

Di samping itu, potensi konflik jelas kembali menyeruak dan

dapat memunculkan konflik kembali di masa yang akan datang.

Format dari konflik antara GAM dengan Pemerintah RI

serta masyarakat Aceh Non-GAM lebih mudah pada suatu

dikotomis konflik daripada pengintegrasian. Dengan kata lain,

lebih semerbak aroma busuk konfliknya dibandingkan aroma

bunga perdamaian, jika didekati dan dirasakan dari Bumi Serambi

Mekah. Penduduk Kota Langsa yang sebenarnya dikenal sangat

Page 106: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

94

heterogen, namun jika dilihat dari kelompok-kelompok tempat

tinggal mereka, maka akan cenderung homogen, artinya dominasi

kelompok tertentu.

Dengan demikian, rehabilitasi, rekonsiliasi, dan reintegrasi

sosial di Langsa dan Aceh secara keseluruhan masih merupakan

proses panjang dan perlu resolusi konflik yang sinergis dari

berbagai pihak. Terkhusus mereka yang terlibat sebagai aktor-

aktor dalam konflik, sekaligus sebagai aktor-aktor dalam

menciptakan proses perdamaian positif, karena akan

berpengaruh positif pada integrasi nasional maupun integrasi

sosial.

Penyelesaian konflik dengan menggunakan realitas yakni

dalam bentuk pemanfaatan budaya setempat, yang sesuai dengan

wilayah konflik merupakan konsep mendasar dari cara

menghadapi konflik. Akan banyak dibahas mengenai hal tersebut

pada bab selanjutnya.

Dalam buku ini dijelaskan mengenai generalisasi alur

penyelesaian konflik, artinya penulis menekankan bahwa tidak

ada panduan baku menggunakan pendekatan tertentu, karena

setiap penyelesaian konflik akan disesuaikan dengan konteks

konflik, utamanya budaya lokal.

Fenomena konflik dengan berbagai persoalan yang masih

tertinggal seringkali terjadi karena adanya kegagalan dalam

melakukan identifikasi masalah, sehingga akar permasalahan

konflik belum tertangani dengan baik. Hal inilah yang membuat

mengapa konflik yang terjadi di daerah-daerah sulit untuk

Page 107: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

95

diselesaikan dan sering timbul kembali dalam bentuk konflik

kekerasan yang lain. Seringkali alasannya adalah dalam setiap

langkah penyelesaian konflik, selalu ada masalah yang belum

diselesaikan.

Ibaratnya adalah memadamkan api konflik, namun masih

meninggalkan bara sehingga apabila ditiup sedikit saja, apinya

akan dengan mudah menyala kembali. Beberapa hal yang

mewarnai adalah hal seperti: 1) perebutan tanah, 2) ketidakadilan

dalam berbagai macam urusan (ekonomi, politik, pendidikan), 3)

generasi muda yang tidak sekolah dan tidak bekerja, 4)

penegakan hukum yang masih loyo, 5) jatuhnya kepercayaan

terhadap hampir semua lembaga (formal, adat). (Tamrin

Tomagola, dalam wawancara Metro TV, tanggal 26 Januari 2009).

Teori Realitas dalam Resolusi Konflik berangkat dari

masyarakat tingkat bawah dan berbagai kelompok-kelompok

yang ada dengan berbagai varian persoalannya. Selanjutnya dapat

dibuat skala prioritas dalam rangka mencairkan miskomunikasi

yang terjadi antar kelompok dalam masyarakat. Untuk

mengantisipasi dan mencegah terjadinya pergeseran konflik yang

mengarah pada tindakan kekerasan, semua pihak harus

menyamakan persepsi. Seluruh potensi masyarakat baik formal

maupun informal harus terlibat aktif untuk mewujudkan

perdamaian positif yakni dengan membangun keadilan dan

demokrasi melalui pendekatan kearifan lokal dengan tahapan

Rekonsiliasi dan Transformasi Konflik.

Page 108: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

96

Resolusi konflik pada hakekatnya adalah upaya proses

penyelesaian konflik dengan cara nirkekerasan dan lebih

mengedepankan pendekatan demokratis. Proses resolusi yang

dilakukan adalah melalui cara-cara dialog, konsensus untuk

mencapai kesepakatan damai untuk kepentingan bersama, tanpa

ada yang merasa menang dan kalah (win-win solution). Proses ini

juga melibatkan upaya untuk mendorong perubahan perilaku

yang positif berdasarkan realitas dari para aktor konflik, dan

akhirnya menangani sebab-sebab konflik guna melangkah lebih

maju kepada penciptaan suatu hubungan yang langgeng.

Upaya-upaya rekonsiliasi hendaknya dapat menyentuh

persoalan mendasar dan substansi kedua kelompok tersebut

melalui pendekatan yang berbeda-beda dalam upaya membangun

perdamaian positif dengan sebuah pola kerja sama dan

perpaduan antara kelompok. Memang belum ada “resep paling

manjur” yang dapat diterapkan untuk mengatasi segala jenis

konflik, tapi setidaknya dapat merubah situasi yang ada menjadi

nir kekerasan. Bukan semata-mata untuk menghilangkan konflik

atau nirkonflik.

Substansi Teori Realitas dalam menangani konflik adalah

masing-masing kelompok dapat merasakan adanya perlakuan

keadilan, keterlibatan dan kenyamanan untuk merealisasikan

aktivitasnya meski dalam berbagai perbedaan. Mereka perlu

hidup rukun dan damai. Hal tersebut merupakan langkah bijak

menuju damai bukan sebaliknya dengan kebijakan yang

cenderung Rekaya Fragmatis dan terlihat sebagai politik balas

Page 109: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

97

dendam dan saling mengintimidasi/mendiskreditkan pihak lain

untuk menunjukkan kekuatan masing-masing kelompok. Sehebat

apapun politik seperti itu, justu akan bermuara kepada dendam

yang tak berkesudahan, dimana dendam akan melahirkan

dendam baru dan seterusnya.

Beberapa poin penting yang harus diperhatikan ketika

menangani konflik adalah memutus cerita panjang mengenai

konflik yang mungkin akan diturunkan dari satu generasi ke

generasi lainnya. Dalam posisi tersebut konflik dapat dirasakan

sebagai sebuah rantai panjang yang akan sulit diselesaikan. Salah

satu upaya untuk memutus rantai tadi adalah dengan melakukan

pembinaan intensif untuk menghilangkan eksklusifisme atau

miskomunikasi dari masing-masing kelompok yang telah atau

berpotensi berkonflik.

Kesalahan komunikasi mungkin saja berawal dari

rendahnya rasa percaya terhadap satu sama lain. Pada

kenyataannya, memelihara kepercayaan (trust building) untuk

memelihara perdamaian pasca penyelesaian konflik adalah upaya

yang lebih berat dibandingkan dengan mencapai perdamaian itu

sendiri. Sedikit banyak pasti ada suatu kecurigaan antara pihak-

pihak yang berdamai. Apalagi bagi kelompok-kelompok yang

secara formal atau non-formal belum pernah menyatakan diri

menginginkan perdamaian.

Tujuan dari komunikasi akan tercapai apabila dilakukan

secara bersama-sama, tidak menuntut pelaksanaan oleh satu

pihak saja. Perlu adanya suatu upaya bekerja sama untuk

Page 110: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

98

kepentingan bersama, sehingga proses memaknai perdamaian

yang diharapkan dapat terlaksana dengan baik. Karenanya dalam

resolusi dan rekonsiliasi konflik, perlu adanya sinergi antara

kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat, termasuk

kelompok elit yang cenderung memiliki power dan mendominasi

pergerakan dan perkembangan kelompok.

Apabila kepercayaan antara satu sama lain rendah, maka

akan berdampak pada terbentuknya polarisasi yang bisa

memperparah konflik dan menjauhkan proses perdamaian

berkelanjutan. Polarisasi kelompok sosial dalam hal ini perlu

diminimalisasi, yakni antara lain melalui pertemuan-pertemuan

yang melibatkan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.

Termasuk dalam hal ini adalah individu-individu yang punya

pengaruh dan peranan dalam proses perdamaian seperti elit

pemerintah, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat.

Di luar aktor konflik, pihak-pihak yang secara langsung

maupun tidak langsung memberikan pengaruh atas konflik

merupakan potensial mediator yang dapat dipercaya sebagai

pihak ketiga penyampai informasi. Hadirnya mediator yang tepat,

melalui kegiatan mediasi, setidaknya dapat menghasilkan

pemecahan konflik bagi pihak-pihak yang betikai. Proses mediasi

seperti ini merupakan kesempatan emas untuk memberikan

kesempatan pada pihak-pihak yang selama konflik jarang

dipertemukan secara langsung untuk komunikasi sebagai bentuk

jembatan menuju perdamaian.

Page 111: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

99

Kehadiran mediator juga sama pentingnya dalam fase

memelihara perdamaian. Kelompok masyarakat yang terbentuk

saat konflik terjadi membutuhkan sosok yang dapat dipercaya

oleh berbagai pihak, kondisi tersebut dapat dimanfaatkan

perannya oleh mediator. Keterlibatan tokoh-tokoh masyarakat

dapat menjadi simbol pemersatu, untuk itu integrasi masyarakat

bukan melulu menjadi tanggung jawab negara, tetapi perlu

dikembalikan kepada tradisi masyarakat itu sendiri.

Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung, merupakan

istilah yang tepat untuk menggambarkan pentingnya posisi

kebudayaan setempat dalam perjalanan menuju perdamaian.

Dengan melibatkan para tokoh masyarakat, ulama, akademisi,

tokoh adat serta berbagai komponen lain yang kompeten dan

punya atensi terhadap perdamaian.

Dalam mewujudkan perdamaian pascakonflik, memang

diperlukan kearifan masyarakat untuk meleburkan kelompok

masyarakat yang cenderung sudah terkotak-kotak dalam

sejumlah organisasi sosial maupun organisasi politik. Seperti di

Aceh, konflik yang terjadi dalam komunitas masyarakat, baik yang

bersifat individual (internal keluarga), antarindividu, maupun

antarkelompok, biasanya diselesaikan menggunakan bingkai adat

ataupun sekaligus menggunakan bingkai agama.

Pola agama dan adat ini ternyata dapat membawa kepada

kedamaian yang abadi dan permanen (Syahrial, 2006:5). Namun

dalam perkembangannya, nilai-nilai adat dan agama tersebut

mulai luntur dan menjadi kurang dipercaya lagi oleh masyarakat.

Page 112: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

100

Karena itu perlu dibangun kembali kepercayaan pada lembaga

adat dan agama tersebut melalui kerjasama dengan Pemerintah

Daerah dan Tokoh Masyarakat. Hal ini penting sebagai upaya

mensosialisasikan dan memberikan dukungan sarana yang

dibutuhkan.

Page 113: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

101

BAB VI

RELEVANSI TEORI REALITAS DAN PENANGANAN KONFLIK

Kajian mengenai pentingnya peran realitas unsur

kewilayahan pada saat proses penyelesaian konflik menjadi salah

satu tema inti dalam pembahasan buku ini. Unsur kewilayahan

dalam hal ini berkaitan dengan kearifan lokal atau kebudayaan

yang melekat dengan kekhasan masing-masing wilayah. Pada saat

terjadi konflik dan pada proses penyelesaiannya, keberadaan

unsur kearifan lokal tersebut dapat dimanfaatkan sebagai salah

satu pendekatan yang terbukti berhasil ketika diterapkan dalam

konflik Aceh.

Menghadirkan realitas dalam konsep penyelesaian konflik

bukan kali ini saja dijelaskan dalam sebuah teori, beberapa

penjelesan ahli telah menyebutkan jika pendekatan penyelesaian

konflik harus disesuaikan dengan kondisi konflik terjadi.

Pengertian sederhana tersebut menjelaskan mengenai pentingnya

pengenalan kewilayahan sebelum kemudian menentukan cara

apa yang tepat untuk menghadapi konflik yang terjadi.

Kewilayahan yang banyak dijelaskan dalam buku ini adalah

kearifan lokal yang tentunya sudah sejak lama diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Mengenalkan

kearifan lokal tersebut bukan hal yang mudah terlebih,

beragamnya karakteristik kewilayahan Indonesia yang tentunya

berdampak pada jenis kearifan lokal yang mungkin saja justru

saling bertentangan satu sama lain.

Page 114: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

102

Ada beberapa fokus isu yang harus diperhatikan ketika

menggunakan kearifan lokal sebagai penyelesaian konflik, yakni

jenis konflik dan dinamika konflik. Kedua faktor tersebut

menentukan tepat tidaknya melibatkan kearifan lokal dalam

penyelesaian sebuah konflik yang tengah terjadi. Metode yang

menerapkan kearifan lokal sebagai penyelesaian konflik akan

relevan jika digunakan dalam situasi konflik horizontal dengan

dinamika konflik belum mencapai kerusakan. Mengapa demikian?

Sebab kondisi konflik yang sudah memuncak (kekerasan)

tentunya hanya akan selesai setelah lebih dulu meredam

kekerasan.

Kajian mengenai penatapan realitas dalam penyelesaian

konflik bukan barang baru yang perlu dikenal kalangan akademis.

Hugg Miall (2000) misalnya, mengakui adanya fluiditas proses

konflik dimana penyelesaian konflik harus terlibat dalam

pergeseran hubungan yang kompleks. Artinya, strategi

penyelesaian konflik harus disesuaikan dengan konflik yang

sedang terjadi. Penggunaan kearifan lokal harus juga disesuaikan

dalam situasi konflik yang terjadi. Istilah realitas penulis kenalkan

sebagai sebuah pedoman khas yang dapat digunakan oleh

pembaca dalam proses resolusi konflik.

Konflik sendiri adalah aspek intrinsik dan tidak mungkin

dihindarkan dalam perubahan sosial. Konflik adalah sebuah

ekspresi heterogenitas kepentingan, nilai dan keyakinan yang

muncul sebagai formasi baru yang ditimbulkan oleh perubahan

sosial. Namun cara kita menangani konflik adalah persoalan

Page 115: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

103

kebiasaan dan pilihan. Adalah mungkin mengubah respon

kebiasaan dan melakukan penentuan pilihan-pilihan yang tepat

(Miall, 2002: 7-8).

Posisi Realitas dalam Penanganan Konflik

Konflik di Indonesia tidak dapat dilihat dari satu dimensi

tertentu, tetapi harus dipahami dalam suatu kerangka yang

kompleks dengan memperhatikan beberapa aspek serta

mencakup berbagai perbedaan agama, etnis, kebudayaan.

Colombijn menilai, survive atau tidaknya Indonesia dalam

prospek perdamaian, sangat tergantung pada analisa apakah para

pemimpin Indonesia mau menerima keanekaragaman sebagai hal

yang positif mengarah pada transparansi pembangunan

kebangsaan atau tidak. Jika setiap masyarakat masih melihat

keanekaragaman sebagai sesuatu hal yang negatif dan harus

dihancurkan atas nama mempertahankan Negara Kesatuan

Republik Indonesia, maka negara tidak akan bertahan, dan

prediksi Indonesia akan terpecah belah mungkin benar-benar

terjadi.

Keanekaragaman dalam bentuk kearifan lokal merupakan

bagian dari konsep realitas yang menjadi perhatian penting saat

menghadapi konflik di Indonesia. Pendekatan realitas berkaitan

erat dengan dinamika kekerasan yang dihasilkan dari konflik.

Untuk meghadapi konflik perlu dipertimbangkan adanya

organisasi atau kelompok lokal yang mempunyai kedekatan

dengan sumber kondlik serta mengerti kondisi lokal.

Page 116: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

104

Implementasi pendekatan realitas dapat dilakukan dengan

cara memusatkan analisis pada akar konflik, keterkaitan

melakukan analisis pada kekerasan dan tidak menjadikannya

alternatif penyelesaian, dan menganalisis keterkaitan satu isu

konflik dengan konflik lainnya.

Tahapan awal yang diperlukan ketika akan melakukan

analisis pada akar konflik adalah membedakan antara posisi

pihak-pihak yang bertikai dan kepentingan serta kebutuhan

tersembunyi mereka, sehingga kepentingan pihak-pihak yang

berbeda dapat direkonsiliasikan. Bagi proses rekonsiliasi konflik,

pentingnya fluiditas dengan pergeseran hubungan yang kompleks

dalam proses rekonsiliasi diakui dengan baik dan menjadi

perhatian penting untuk diselesaikan.

Penanganan konflik dengan pendekatan nir kekerasan atau

dalam khusus realitas berbentuk kearifan lokal sejauh ini telah

berhasil menghentikan dinamika konflik dan berjalan menuju

kesepakatan. Tantangan besar ketika konflik sudah sampai pada

kekerasan, penanganan dengan basis kearifan lokal menjadi sulit

untuk diimplementasikan.

Tahap selanjutnya dalam analisis konflik berbasi realitas

adalah penguasaan terhadap kondisi demografi wilayah tersebut

yang akan banyak berpengaruh pada posisi dan komposisi

konflik, seiring dengan berkobarnya konflik. Tidak hanya

demografis sturktur sosial secara sosiologis juga harus dipahami

secara menyeluruh.

Page 117: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

105

Struktur sosial, secara sosiologis dapat dikatakan sebagai

tatanan masyarakat yang terdiri atas bagian yang saling

tergantung dan membentuk suatu pola tertentu. Bagian-bagian

tersebut dapat terdiri atas pola perilaku individu atau kelompok,

institusi, maupun masyarakat (Kamanto, 2004: 52). Perubahan

struktur sosial masyarakat berpengaruh secara signifikan

terhadap pola perilaku individu atau kelompok, institusi maupun

masyarakat, karena berpotensi menimbulkan konflik bila tidak

dikelola dengan baik. Struktur sosial masyarakat berpengaruh

terhadap dinamika konflik.

Pascakonflik untuk mewujudkan perdamaian memang

diperlukan kearifan masyarakat untuk memecahkan stereotif dan

kelompok-kelompok masyarakat yang cenderung sudah terkotak-

kotak, baik dalam sejumlah organisasi sosial dan organisasi

politik. Agar lebih cepat terjadi komunikasi diantara kelompok-

kelompok yang ada, sebaiknya dilakukan secara bersama-sama

dan bekerja sama untuk kepentingan bersama, dalam memaknai

perdamaian yang diharapkan.

Melihat kondisi tersebut, maka sebenarnya sudah tidak ada

jalan lagi bagi kekerasan dan paksaan digunakan sebagai

pendekatan penyelesaian konflik. Penanganan konflik yang

bertujuan pada terciptanya perdamaian berkelanjutan hanya

dibutuhkan pendekatan nir kekerasan, salah satunya dengan

pertimbangan realitas dalam wujud kearifan lokal.

Page 118: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

106

PENUTUP

Sebuah invoasi membutuhkan proses panjang agar dapat

diterima oleh semua pihak. Buku merupakan langkah awal dari

usaha penulis untuk bisa mengenalkan sebuah cara baku dalam

menangani konflik, tentu tidak banyak yang sepakat dengan cara-

cara yang ditawarkan dalam buku ini, terlebih perbedaan

karakteristik wilayah, jenis konflik yang sedang dihadapi dan

dinamika konflik. Kesemuanya ikut menentukan cara yang tepat

untuk menangani konflik secara spesifik.

Menggunakan kearifan lokal sebagai strategi penyelesaian

konflik memang semakin membuat rumit untuk bisa

membakukan metode penanganan konflik. Tidak semua akan

dengan mudah menerima konsep tersebut, terlebih dalam

penulisan buku ini penulis berharap terciptanya sebuah kajian

baru mengenai konsep realitas yang secara utuh dijelaskan dalam

proses-proses resolusi konflik. Realitas yang dijelaskan dalam

buku ini hanyalah mengambil satu sampel berupa kearifan lokal

yang saat ini menjadi tinjauan dari aspek kebudayaan yang

disertai dengan tahpan Rekonsiliasi dan Transformasi.

Kekayaaan bangsa Indonesia melalui keberagaman

kearifan lokal membuat cara-cara menangani konflik tentu

bersifat dinamis yang juga harus disesuaikan dengan unsur

kewilayahan. Ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi dalam

penyajian buku ini. Pertama, metode menghadapi konflik yang

ditawarkan merupakan sebuah kolaborasi antara kajian ilmiah

Page 119: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

107

dengan konsep yang disusun oleh penulis berdasarkan studi

lapangan.

Kedua, contoh kasus yang dihadirkan dalam buku ini

merupakan hasil penelitian ilmiah, yakni pelajaran dari kondisi

Aceh dalam menangani konflik dan melakukan transformasi

perdamaian yang dicita-citakan. Ketiga, beberapa ragam kearifan

lokal yang dijadikan contoh dalam buku ini hanya sebagian dari

sekian banyak jenis kearifan lokal yang ada di Indonesia. Keadaan

itu tentunya semakin membuat cara-cara menangani konflik

semakin beragam dan kontekstual. Keempat, buku ini

menegaskan mengenai pentingnya pemahaman terhadap konflik

sebelum kemudian menentukan cara yang tepat untuk menangani

dan menyelesaikan konflik.

Posisi Indonesia yang rentan terjadi konflik tentunya

membutuhkan sebuah pola baru yang mengantarkan satu per satu

langkah dalam menangani konflik. Dalam buku ini dijelaskan

bagaimana proses yang dapat ditempuh saat menghadapi konflik.

Tidak hanya bagi para akademisi dan praktisi yang

memperhatikan konflik, buku ini juga dikemas dalam bahasa yang

ringan agar dapat dijadikan pedoman bagi siapa saja yang

mungkin menangani konflik dan harus membuat trasnformasi

menuju perdamaian yang berkelanjutan.

Untuk menangani konflik di Indonesia ada beberapa tahap

yang harus lakukan, yang pertama adalah memahami konflik.

Bagian ini sangat penting untuk menentukan metode tepat

menghadapi konflik. Mengetahui sumber konflik adalah tahapan

Page 120: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

108

lanjut dari proses yang harus dihadapi ketika seseorang akan

menganalisis cara menuju perdamaian.

Merancang resolusi konflik yang tepat menjadi sebuah

proses yang rumit setelah memahami konflik dan menentukan

sumber konflik yang tengah ditangani. Untuk itu, pada tahapan ini

cara-cara fleksibel perlu diterapkan dan disesuaikan dengan

dinamika konflik, agar bisa dilakukan dengan menggunakan unsur

kewilayahan yang disesuaikan dengan karakter khas masing-

masing konflik.

Sebagai penuntup, penulis ingin menegaskan jika kajian

realitas yang dimaksud dalam buku ini merupakan penamaan atas

konsep yang telah disusun. Penggunaan realitas berupa

kebudayaan dalam wujud kearifan lokal menjadi salah satu

pendekatan dalam menerapkan cara-cara resolusi konflik yang

dapat digunakan ketika menghadapi konflik. Terdapat beragam

penjelasan mengenai realitas lain yang disesuaikan dengan

dinamika konflik yang akan dibahas pada bagian selanjutnya.

Ke depan semoga harapan adanya realitas menangani

konflik dalam kajian teoritis dan akademis seolah akan

memberikan gambaran baru mengenai bagaimana setiap wilayah

dapat menentukan cara yang paling efektif ketika terjadi

perselisihan di wilayahnya. Perlu keterlibatan dari semua pihak

yang kemudian dapat menyelesaikan konflik dengan cara unik

dari kekhasan wilayah konflik terjadi.

Page 121: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

109

REFERENSI

Abdullah, Irwan, Ibnu Mujib dan M. Iqbal Ahnaf (ed). 2008. Agama

Dan Kearifan Lokal Dalam Tantangan Global. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Abubakar, Irfan. 2006. Modul Resolusi Konflik Agama dan Etnis di

Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.

Ananta, Aris. 2007. The Population and Conflict Aceh. Singapore:

ISEAS.

Baskoro, Rony TB Niti. 2002. Paradoksal Konflik dan Otonomi

Daerah. Jakarta: Peradaban.

Bhakti, Ikrar Nusa. 2008. Beranda Perdamaian: Aceh Tiga Tahun

Pasca MoU Helsinki. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Coser, Louis A. 1967. Continuites in The Study of Social Conflict.

New York: Free Press.

Darwis, Djamaludin. 2007. Mengelola Konflik Membangun Damai:

Teori, Strategi dan Implementasi Resolusi Konflik. Semarang:

WMC (Walisongo Mediation Centre).

Djawa Nai, Stefanus (Penyunting). (2002). Peranan Hukum

Pertanahan Dalam Pembanguan Daerah Otonom Ngada.

Bajawa: Sekretariat Pemda Ngada.

Fisher, Simon, Sue Williams, Steve Williams, Richard Smith,Jawed

Ludin, Dekha Ibrahim Adi, S.N. Kartika, Meiske D. T, Rita

Maharani dan Dwlati N.Rini. (2000). Mengelola Konflik:

Page 122: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

110

Ketrampilan Dan Strategi Untuk Bertindak. Jakarta: The

British Council Indonesia.

Galtung, Johan. 1996. Perdamaian Atau Konflik, Pembangunan Dan

Konflik, Perkembangan Dan Peradaban. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Geertz, Clifford. (1992). Tafsir Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius.

Huntington, Samuel P. 1994. Partisipasi Politik Negara

Berkembang, Jakarta: Rineka Cipta.

Lederach, J.P . Building Peace. 1997. Sustainable Reconciliation in

Divided Societies. Washington D.C. United State Institute of

Peace.

Merton, Robert K. 1986. Social Theory and Social Structure. New

York: The Free Press.

Miall, Hugh, dkk. 2002. Resolusi Damai Konflik Kontemporer,

Menyelesaikan, Mencegah, Mengelola dan Mengubah Konflik

Bersumber Politik, Sosial, Agama dan Ras, Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Miall, Hugh, dkk. 2002. Resolusi Damai Konflik Kontemporer,

Menyelesaikan, Mencegah, Mengelola dan Mengubah Konflik

Bersumber Politik, Sosial, Agama dan Ras, Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Miall,Hugh,et.al. 1999. Contemporary Conflict Resolutions, The

Prevention Management and Transformation of Ready

Conflict. Cambridge: Polity Press.

Wahyudi, Bambang. 2013. Resolusi Konflik Untuk Aceh (Kiprah

Page 123: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

111

Masyarakat Aceh Non GAM dalam Perdamaian di Serambi

Mekah Pasca MoU Helsinki). Jakarta: Makmur Cahaya Ilmu.

JURNAL DAN PENELITIAN

Bakri, Hendry. (2015). Resolusi Konflik Melalui Pendekatan

Kearifan Lokal Pela Gandong di Kota Ambon. The POLITICS:

Jurnal Magister Ilmu Politik Universitas Hasanudin, Vol. 1,

No. 1.

Betu, Silverius. 2017. Upacara Adat Reba Sebagai Resolusi Konflik

Di Kabupaten Ngada Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tesis.

Bogor: Universitas Pertahanan.

Darisma, Nuryani Siti. 2017. Aktualisasi Nilai-Nilai Tradisi

Nyadran Sebagai Kearifan Lokal Dalam Membangun Budaya

Damai di Dusun Giyanti Desa Kadipaten Kecamatan

Selomerto Kabupaten Wonosobo. Tesis. Bogor: Universitas

Pertahanan

Fidiyani, Rini. 2013. Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

(Belajar Keharmonisan dan Toleransi Umat Beragama di

Desa Cikakak, Kec. Wangon, Kabupaten Banyumas. Jurnal

Dinamika Hukum Vol. 13 No.3 September 2013.

Gardono Sudjatmiko, Iwan. 2006. “From Peace Making to Peace

Building (The Case of Aceh)”, Paper Presented at session 5,

RC 01, the XV World Congress of Sociology (International

Sociological Association), Juli 25. Durban, South Africa.

Hasbullah. 2012. Rewang: Kearifan Lokal dalam Membangun

Solidaritas dan Integrasi Sosial Masyarakat di Desa Bukit

Batu Kabupaten Bengkalis. Jurnal Sosial Budaya Vol. 9 No. 2

Page 124: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

112

Juli-Desember .

Keynote Speech, Pangdam Iskandar Muda, Disampaikan Dalam

Lokakarya Menyongsong Aceh Damai Di Masa Depan. Pada

Tanggal 27 Mei 2008. Lhokseumawe, Provinsi NAD.

Kontras, Seri Aceh, Mempertimbangkan Aceh di bawah Darurat

Militer, Jakarta, Februari 2004 dan Kontras Aceh Damai

Dengan Keadilan? Mengungkap Kekerasan Masa Lalu,

Jakarta, Februari 2006.

Netowuli, Rofinus. 2015. Kekuatan Budaya Dan Nilai-Nilai

Keagamaan Dalam Resolusi Konflik Demi Terwujudnya

Rekonsiliasi Dan Budaya Damai : Studi Pada Masyarakat

Ngada Di Flores Nusa Tenggara Timur. Tesis. Bogor:

Universitas Pertahanan.

Nurdin, Abidin. 2013. Revatilasai Kearifan Lokal di Aceh: Peran

Budaya dalam Menyelesaikan Konflik Masyarakat. Analisis,

Volume XIII, Nomor 1, Juni 2013.

Rachman, Abdul, Moch Nurhasim, Fadjri Alihar, Lamijo. 2004.

Negara dan Masyarakat Dalam Konflik Aceh: Studi Tentang

Peran Pemerintah dan Masyarakat Dalam Penyelesaian

Konflik Aceh.

Sulistiyono, Edi. 2013. Kajian Foklor Upacara Adat Mertitani di

Dusun Mandang Desa Sucen Kecamatan Gemawang

Kabupaten Temanggung. Skripsi. Yogyakarta: Universitas

Negeri Yogyakarta.

120

Page 125: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Penanganan Konflik

113

Surat Kabar dan Website

Http://article.melayu.online.com

Kompas, Agustus 1994.

Nyadran Giyanti, Tradisi Tahunan yang Diklaim jadi Simbolisasi

Indonesia Mini. (23 Oktober 2015). diakses pada 9 Juli

2017. dari:

http://wonosobozone.blogspot.co.id/2015/10/nyadran-

giyanti- tradisi-tahunan-yang.html

Ritual Nyadran Giyanti Diikuti Ratusan Warga. (24 Oktober 2015).

diakses pada 9 Juli 2017. dari:

http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/ritual-nyadran-

giyanti- diikuti-ratusan-warga/

www.acehinstitute.org

Page 126: Penanganan Konflik - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/66dc0...Konstruksi sosial masyarakat hingga kini memaksa untuk tidak dapat dengan mudah memperoleh

Dr. Bambang Wahyudi, MM.M.Si.

114

BIODATA PENULIS

Buku ini ditulis oleh Dr. Bambang

Wahudi, MM., M.Si, dosen tetap

program magister di Program Studi

Damai dan Resolusi Konflik,

Fakultas Keamanan Nasional,

Universitas Pertahanan. Perspektif

resolusi konflik beliau lahir dari

pendidikan doktoral Sosiologi dan

magister Kriminologi dari

Universitas Indonesia, serta beberapa pelatihan profesional

diantaranya Conflict Resolution Management at District and

Provincial Level oleh Australia Indonesia Partnership dan Kursus

Fungsional Riset dan Pengembangan Pertahanan oleh

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.