28
PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID ZELVI AFIZA

PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

  • Upload
    maulina

  • View
    65

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

penatalaksanaan demam tifoid

Citation preview

PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

ZELVI AFIZA

DEMAM TIFOID

Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever.

Penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.

ETIOLOGI

Makanan dan minuman yang terkontaminasi dengan Salmonella

typhi dan Salmonella paratyphi

Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu : Penderita Demam Tifoid

Yang menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang menderita sakit maupun yang sedang dalam penyembuhan. Pada masa penyembuhan penderita pada umumnya masih mengandung bibit penyakit di dalam kandung empedu dan ginjalnya.

Karier Demam Tifoid. Penderita tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses atau urin) mengandung Salmonella typhi setelah satu tahun pasca demam tifoid, tanpa disertai gejala klinis. Pada penderita demam tifoid yang telah sembuh setelah 2 – 3 bulan masih dapat ditemukan kuman Salmonella typhi di feces atau urin. Penderita ini disebut karier pasca penyembuhan.

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi

- Bakteri gram negatif- Bergerak dan tidak membentuk

spora- Bersifat aerob dan anaerob

fakultatif- Berukuran (2-4) x 0,6 µm- Suhu optimum untuk tumbuh

370C.- Dapat hidup sampai beberapa

minggu air, es, sampah dan debu.

EPIDEMIOLOGI

Terdapat diseluruh dunia, terutama negara berkembang di daerah tropis.• Tahun 1607-1624, dilaporkan lebih dari 6000

kematian akibat wabah tifoid di Jamestown Virginia USA.

• Pada akhir abad XIX, 13.000 serdadu Inggris terserang wabah tifoid dan menyebabkan kematian sebanyak 8000 pada peperangan Afrika Selatan.

• Sampai awal abad XIX, diperkirakan 17 juta pertahun dengan kematian sekitar 600.000 kasus.

EPIDEMIOLOGIUntuk Indonesia:• Kejadian tifoid berkisar 350-810 per 100.000

penduduk. • Kasus demam tifoid di rumah sakit besar cenderung

meningkat tiap tahun 500/100.000 penduduk.• Kematian sebanyak 0,6-5% akibat keterlambatan

mendapatkan pengobatan serta biaya pengobatan yang terlalu tinggi.

• Insiden pasien demam tifoid dengan usia 12 – 30 tahun 70 – 80 %, usia 31 – 40 tahun 10 – 20 %, usia > 40 tahun 5 – 10 %.

PATOFISIOLOGI

Bakteri Salmonella tiphy masuk kedalam usus halus dan invasi ke jaringan limfoid untuk berkembang biak. Melalui saluran limfe mesenterik kuman masuk ke dalam aliran darah sistemik. Pada fase ini tidak didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang negatif.

BAKTERIMIA I (fase inkubasi

7-14 hari)

BAKTERIMIA II

Bakteri menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelia, yakni hati,

limfa dan sumsum tulang. Kemudian mengalami replikasi didalam makrofag dan disebar kembali ke

aliran darah. Pada fase ini muncul gejala klinis seperti demam, sakit kepala dan nyeri abdomen.

Salmonella tiphy Endotoksin

Bersifat pirogenik dan stimulator kuat untuk merangsang produksi

sitokin oleh sel makrofag dan leukosit dijaringan meradang.

Sitokin merupakan mediator timbulnya

demam dan inflamasi.

Minggu

ke-1

• Terjadi hiperplasia pada kelenjar limfoid.

Minggu

ke-2

• Nekrosis

Minggu

ke-3

• Ulserasi sehingga terbentuk ulkus yang dapat menimbulkan pendarahan dan perforasi.

MANIFESTASI KLINIS1. Demam• Pada awal sakit, demam masih samar-samar, selanjutnya suhu

tubuh sering naik-turun.• Pada pagi hari suhu tubuh rendah atau normal, namun pada

sore dan malam hari suhu meningkat (demam intermitten)• Intensitas demam meningkat disertai gejala lain seperti sakit

kepala, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia, mual dan muntah.

• Pada minggu ke-2 intensitas demam semakin tinggi dan kadang-kadang terus-menerus (demam kontinyu). Jika pasien membaik maka pada minggu ke-3 suhu badan berangsur turun dan dapat normalkembali pada akhir minggu ke-3.

• Pada anak khususnya balita, demam tinggi dapat menimbulkan kejang.

2. Gangguan saluran pencernaan• Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap akibat

demam yang lama.• Bibir kering dan peceh-pecah.• Lidah kotor dan ditutupi selaput putih, ujung dan tepi

lidah kemerahan dan tremor (coated tongue atau selaput putih).

• Nyeri pada perut, terutama regio epigastrik (nyeri ulu hati) yang disertai nausea, mual dan muntah.

• Pada awal sakit sering terjadi konstipasi dan minggu selanjutnya kadang-kadang diare.

3. Gangguan kesadaran• Umumnya berupa penurunan kesadaran yang ringan.

Sering didapatka kesadaran apatis dengan kesadaran seperti berkabut (tifoid).

• Jika kondisi klinis berat, tak jarang penderita koma atau dengan gejala psikosis.

4. Hepatosplenomegali• Hati dan atau limfa ditemukan membesar, terasa

kenyal dan nyeri abdomen.

KOMPLIKASIKomplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu : Komplikasi Intestinala. Perdarahan Usus

Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.

b. Perforasi Usus Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.

Komplikasi Ekstraintestinal a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok,

sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia,

koaguolasi intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.

c. Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan

kolelitiasis e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan

perinefritis f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan

artritis g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus,

meningitis, polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.

PENATALAKSANAAN

1. NONFARMAKOLOGIa. Tirah baringb. Pemberian nutrisi parenteralc. Diet

Diklasifikasikan atas : diet cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa. Bila keadaan penderita baik dapat diet padat atau tim namun jika penderita dengan klinis berat sebaiknya dimulai dengan diet cair atau bubur yang selanjutnya diubah secara bertahap sampai padat sesuai tingkat kesembuhan pasien.

2. FARMAKOLOGI AntibiotikDiberikan jika diagnosa klinis demam tifoid sudah ditegakkan yang sebelumnya sudah dilakukan uji kultur bakteri.Pertimbangan pemilihan antibiotik:- Telah dikenal sensitif dan potensial untuk tifoid.- Mempunyai sifat farmakokinetik yang dapat berpenetrasi

dengan baik ke jaringan serta mempunyai afinitas tinggi menuju sasaran.

- Spektrum sempit- Cara pemberian mudah dan dapat ditoleransi dengan baik

oleh penderita, baik anak maupun wanita hamil.- Efek samping minimal.- Tidak mudah resistensi dan efektif mencegah karier.

Antibiotik lini pertama: Kloramfenikol Ampisillin atau amoxicillin (aman untuk penderita yang

sedang hamil) Kotrimoksazol (Trimetoprim-Sulfametoxazol)

Antibiotik lini kedua (jika lini pertama dianggap tidak efektif): Seftriakson (untuk dewasa dan anak) Cefixime (efektif untuk anak) Quinolone (tidak dianjurkan untuk anak < 18 tahun karena

mengganggu pertumbuhan tulang)

Kloramfenikol• Mekanisme kerja: menghambat sintesa

protein bakteri dengan berikatan pada ribosom subunit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesa protein.

• Efek samping: gangguan saluran pencernaan (mual, muntah, diare), depresi sumsum tulang, anemia, sindrom gray (pada neonatus).

Ampisillin dan amoxicillin• Mekanisme kerja: menghambat pembentukan mukopeptida

yang diperlukan untuk sintesa dinding sel mikroba.• Efek samping: reaksi alergi, syok anafilaksis, iritasi lokal.

Kotrimoksazol• Sulfametoksazol: penghambat kompetitif PABA untuk

membentuk asam folat yang digunakan bakteri untuk sintesa purin dan asam nukleat.

• Trimetoprim: penghambat enzim dihidrofolat reduktase yang kuat dan selektif, mereduksi asam dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat.

• Pemberian kombinasi dapat memberikan hambata berantai dalam reaksi pembentukan asam tetrahidrofolat.

• Efek samping: defisiensi asam folat, anemia, gangguan koagulasi, agranulositosis.

Seftriakson• Merupakan sefalosporin generasi ke-3.• Mekanisme kerja: menghambat sintesa dinding sel

bakteri dengan menghambat reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.

• Efek samping: reaksi alergi, depresi sumsum tulang, anafilaksis dengan spasme bronkus dan urtikaria.

Quinolon• Mekanisme kerja: menghambat kerja enzim DNA girase

(topoisomerase II) pada bakteri dan bersifat bakterisidal.

• Efek samping: gangguan pencernaan (mual, muntah), pusing, halusinasi, hepatotoksik, fototoksik

Terapi simptomatik Antipiretik

Untuk meningkatkan kenyamanan penderita, khususnya anak-anak.

AntiemetikJika pasien mengalami muntah hebat.

Multivitamin

PENCEGAHANPencegahan Primer • Pencegahan primer merupakan upaya untuk

mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.

• Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan, yakni Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna, Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma dan Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux.

Pencegahan Sekunder • Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara

mendiagnosa penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat.

Pencegahan Tersier • Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk

mengurangi keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari infeksi ulang demam tifoid.

• Pada penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak.