Upload
iqbal-ibnu-wardani
View
108
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pencemaran laut pesisir
Citation preview
TUGAS PENCELA B“CONTOH KASUS PENCEMARAN AIR LAUT”
Disusun oleh :Bima Krida P. (3311100012)Lutfiatun Nidah (3311100027)Wilda Charisma Y. (3311100039)Ike Witanti (3311100074)Irin Ruli (3311100004)Alfiyatur Rohmah (3311100702)
Dosen :Bieby Voijant T, ST, MT, PhD.
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2013
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pencemaran minyak di perairan lebih sering terjadi dibandingkan di darat. Lingkungan laut
merupaakan suatu system yang terus-menerus berubah secara dinamis, selain menyediakan
temapt rekreasi yang indah, juga menjadi suatu laboratorium untuk mempelajari segala
kehidupan di dunia. Namun dalam persepsi umum sejak dahulu laut selalu dipandang sebagai
tempat erakhir yang cocok untuk pembuangan limbah yang dihasilkan manusia dan anggapan
bahwa volume lautan dunia sangat luas mempunyai kemampuan yang tidak terbatas untuk
menyerap limbah tersebut.
Polusi dari tumpahan minyak di alut merupakan sumber pencemaran laut yang selalu menjdi
focus perhatina masyarakat luas, karena akibatnya sangat cepat dirasakan oleh masyarakat
sekitar pantai dan sangat signifikan merusak makhluk hidup di sekitar pantai tersebut.
Pencemaran minyak semakin banyak terjadi sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan
minyak untuk dunia industri yang harus diangkut dari sumbernya yang cukup jauh,
meningkatnya jumlah anjungan-anjungan pengeboran minyak lepas pantai. Dan juga karena
semakin meningkatnya transportasi laut.
1.2 Ruang Lingkup
Apa penyebab pencemaran di tempat tersebut?
Apa saja dampaknya?
Bagaimana cara mengatasi pencemaran tersebut?
1.3 Tujuan
Mengetahui dan menambah wawasan terkait informasi pencemaran laut terbaru
Mengetahui penyebab pencemaran, proses tercemar, hingga cara mengatasi
pencemaran tersebut
BAB 2 PEMBAHASAN
Pencemaran laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia, limbah
industri, pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing) ke
dalam laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya.
Dalam sebuah kasus pencemaran, banyak bahan kimia yang berbahaya berbentuk partikel
kecil yang kemudian diambil oleh plankton dan binatang dasar, yang sebagian besar adalah
pengurai ataupun filter feeder (menyaring air). Dengan cara ini, racun yang terkonsentrasi dalam
laut masuk ke dalam rantai makanan, semakin panjang rantai yang terkontaminasi, kemungkinan
semakin besar pula kadar racun yang tersimpan. Pada banyak kasus lainnya, banyak dari partikel
kimiawi ini bereaksi dengan oksigen, menyebabkan perairan menjadi anoxic. Sebagian besar
sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik tertiup angin, terhanyut maupun melalui
tumpahan.
2.1 Penyebab Pencemaran Laut2.2.1 Pencemaran oleh minyak
Saat ini industri minyak dunia telah berkembang pesat, sehingga kecelakaan kecelakaan
yang mengakibatkan tercecernya minyak dilautan hampirtidak bias dielakkan.Kapal tanker
mengangkut minyak mentah dalam jumlah besar tiap tahun. Apabila terjadi pencemaran miyak
dilautan, ini akan mengakibatkan minyak mengapung diatas permukaan laut yang akhirnya
terbawa arus dan terbawa ke pantai.
Menurut Pertamina (2002), pencemaran minyak di laut berasal dari : Ladang minyak bawah laut Operasi kapal tanker Docking (perbaikan/perawatan kapal) Terminal bongkar muat tengah laut Tangki ballast dan tangki bahan bakar Scrapping kapal (pemotongan badan kapal untuk menjadi besi tua) Kecelakaan tanker (kebocoran lambung, kandas, ledakan, kebakaran, dan tabrakan) Sumber di darat (minyak pelumas bekas atau cairan yang mengandung hidrokarbon
(perkantoran dan industri)) Tempat pembersihan (pembuangan limbah refinery)
Contoh kecelakaan kapal yang pernah terjadi :
a) Torrey canyon dilepas pantai Inggris 1967 mengakibatkan 100.000 burung mati
b) Showa maru di selat Malaka pada tahun 1975
c) Amoco Cadiz di lepas pantai Perancis 1978
Pencemaran minyak mempunyai pengaruh luas terhadap hewan dan tumbuh tumbuhan
yang hidup disuatu daerah. Minyak yang mengapung berbahaya bagi kehidupan burung laut
yang suka berenang diatas permukaan air. Tubuh burung akan tertutup minyak. Untuk
membersihkannya, mereka menjilatinya. Akibatnya mereka banyak minum minyak dan
mencemari diri sendiri. Selain itu, mangrove dan daerah air payau juga rusak. Mikroorganisme
yang terkena pencemaran akan segera menghancurkan ikatan organik minyak, sehingga banyak
daerah pantai yang terkena ceceran minyak yang dapat bersih sekitar 2 tahun. Berikut contoh laut
yang tercemar tumpahan minyak :
Gambar 1. Tumpahan minyak di laut
2.2.2 Pencemaran oleh logam berat
Logam berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk
setiap cm3, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram adalah logam ringan.
Logam berat, seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), kromium (Cr),
seng (Zn), dan nikel (Ni), merupakan salah satu bentuk materi anorganik yang sering
menimbulkan berbagai permasalahan yang cukup serius pada perairan. Penyebab terjadinya
pencemaran logam berat pada perairan biasanya berasal dari masukan air yang terkontaminasi
oleh limbah buangan industri dan pertambangan.
Jenis-Jenis Industri Pembuang Limbah yang Mengandung Logam Berat :
Kertas : Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn
Petro-chemical : Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn
Pengelantang : Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn
Pupuk : Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn
Kilang minyak : Cd, Cr, Cu, Pb, Ni, Zn
Baja : Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Sn, Zn
Logam bukan besi : Cr, Cu, Hg, Pb, Zn
Kendaraan bermotor : Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Sn, Zn
Semen, keramik : Cr
Tekstil : Cr
Industri kulit : Cr
Pembangkit listrik tenaga uap : Cr, Zn
Logam berat memiliki densitas yang lebih dari 5 gram/cm3 dan logam berat bersifat
tahan urai. Sifat tahan urai inilah yang menyebabkan logam berat semakin terakumulasi di dalam
perairan. Logam berat yang berada di dalam air dapat masuk ke dalam tubuh manusia, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Logam berat di dalam air dapat masuk secara langsung
ke dalam tubuh manusia apabila air yang mengandung logam berat diminum, sedangkan secara
tidak langsung apabila memakan bahan makanan yang berasal dari air tersebut. Di dalam tubuh
manusia, logam berat juga dapat terakumulasi dan menimbulkan berbagai bahaya terhadap
kesehatan.
2.2 Kasus Pencemaran
A. Contoh kasus pencemaran akibat logam berat di Indonesia Teluk Buyat, terletak di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah lokasi pembuangan
limbah tailing (lumpur sisa penghancuran batu tambang) milik PT. Newmont Minahasa Raya
(NMR). Sejak tahun 1996, perusahaan asal Denver, AS, tersebut membuang sebanyak 2.000 ton
limbah tailing ke dasar perairan Teluk Buyat setiap harinya. Sejumlah ikan ditemui memiliki
benjolan semacam tumor dan mengandung cairan kental berwarna hitam dan lendir berwarna
kuning keemasan. Fenomena serupa ditemukan pula pada sejumlah penduduk Buyat, dimana
mereka memiliki benjol-benjol di leher, payudara, betis, pergelangan, pantat dan kepala.
B. Contoh kasus pencemaran akibat logam berat di Jepang
Kasus minamata yang terjadi dari tahun 1953 sampai 1975 telah menyebabkan ribuan
orang meninggal dunia akibat pencemaran mercury di Teluk Minamata Jepang. Industri Kimia
Chisso menggunakan mercury khlorida (HgCl2) sebagai katalisator dalam memproduksi
acetaldehyde sintesis di mana setiap memproduksi satu ton acetaldehyde menghasilkan limbah
antara 30-100 gr mercury dalam bentuk methyl mercury (CH3Hg) yang dibuang ke laut Teluk
Minamata.
Methyl mercury ini masuk ke dalam tubuh organisme laut baik secara langsung dari air
maupun mengikuti rantai makanan. Kemudian mencapai konsentrasi yang tinggi pada daging
kerang-kerangan, crustacea dan ikan yang merupakan konsumsi sehari-hari bagi masyarakat
Minamata. Konsentrasi atau kandungan mercury dalam rambut beberapa pasien di rumah sakit
Minamata mencapai lebih 500 ppm. Masyarakat Minamata yang mengonsumsi makanan laut
yang tercemar tersebut dalam jumlah banyak telah terserang penyakit syaraf, lumpuh, kehilangan
indera perasa dan bahkan banyak yang meninggal dunia.
C. Pencemaran oleh sampah
Plastik telah menjadi masalah global. Sampah plastik yang dibuang, terapung dan
terendap di lautan. 80% (delapan puluh persen) dari sampah di laut adalah plastik, sebuah
komponen yang telah dengan cepat terakumulasi sejak akhir Perang Dunia II. Massa plastik di
lautan diperkirakan yang menumpuk hingga seratus juta metrik ton.
Plastik dan turunan lain dari limbah plastik yang terdapat di laut berbahaya untuk satwa
liar dan perikanan. Organisme perairan dapat terancam akibat terbelit, sesak napas, maupun
termakan.
Jaring ikan yang terbuat dari bahan plastik, kadang dibiarkan atau hilang di laut. Jaring
ini dikenal sebagai hantu jala sangat membahayakan lumba-lumba, penyu, hiu, dugong, burung
laut, kepiting, dan makhluk lainnya. Plastik yang membelit membatasi gerakan, menyebabkan
luka dan infeksi, dan menghalangi hewan yang perlu untuk kembali ke permukaan untuk
bernapas.
Sampah yang mengandung kotoran minyak juga dibuang kelaut melalui sistem daerah
aliran sungai (DAS). Sampah-sampah ini kemungkinan mengandung logam berat dengan
konsentrasi yang tinggi. Tetapi umumnya mereka kaya akan bahan-bahan organik, sehingga akan
memperkaya kandungan zat-zat makanan pada suatu daerah yang tercemar yang membuat
kondisi lingkungan menjadi lebih baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.
Aktifitas pernafasan dari organisme ini membuat makin menipisnya kandungan oksigen
khususnya pada daerah estuarin. Hal tersebut akan berpengaruh besar pada kehidupan tumbuh-
tumbuhan dan hewan yang hidup di daerah tersebut. Pada keadaan yang paling ekstrim, jumlah
spesies yang ada didaerah itu akan berkurang secara drastis dan dapat mengakibatkan bagian
dasar dari estuarin kehabisan oksigen. Sehingga mikrofauna yang dapat hidup disitu hanya dari
golongan cacing saja. Jenis-jenis sampah kebanyakan termasuk golongan yang mudah hancur
dengan cepat, sehingga pencemaran yang disebabkannya tidak merupakan suatu masalah besar
diperairan terbuka.
D. Pencemaran oleh pestisida
Kerusakan yang disebabkan oleh pestisida adalah bersifat akumulatif. Mereka sengaja
ditebarkan ke dalam suatu lingkungan dengan tujuan untuk mengontrol hama tanaman atau
organism-organisme lain yang tidak diinginkan. Idealnya pestisida ini harus mempunyai
spesifikasi yang tinggi yaitu dapat membunuh organism-organisme yang tidak dikehendaki tanpa
merusak hewan lainnya, tetapi pada kenyataannya pestisida bisa membunuh biota air yang ada di
laut.
Beberapa pestisida yang dipakai kebanyakan berasal dari suatu grup bahan kimia yang
disebut Organochloride. DDT termasuk dalam grup ini. Pestisida jenis ini termasuk golongan
yang mempunyai ikatan molekul yang sangat kuat dimana molekul-molekul ini kemungkinan
dapat bertahan di alam sampai beberapa tahun sejak mereka mulai dipergunakan. Hal itu sangat
berbahaya karena dengan digunakannya golongan ini secara terus menerus akan membuat
mereka menumpuk di lingkungan dan akhirnya mencapai suatu tingkatan yang tidak dapat
ditolerir lagi dan berbahaya bagi organism yang hidup didaerah tersebut.
Hewan biasanya menyimpan organochloride di dalam tubuh mereka. Beberapa organisme
air termasuk ikan dan udang ternyata menumpuk bahan kimia didalam jaringan tubuhnya.
Ketika pestisida masuk ke dalam ekosistem laut, mereka segera diserap ke dalam jaring
makanan di laut. Dalam jarring makanan, pestisida ini dapat menyebabkan mutasi, serta
penyakit, yang dapat berbahaya bagi hewan laut , seluruh penyusun rantai makanan termasuk
manusia.
E. Pencemaran akibat proses Eutrofikasi
Peristiwa Eutrofikasi adalah kejadian peningkatan/pengkayaan nutrisi, biasanya senyawa
yang mengandung nitrogen atau fosfor, dalam ekosistem. Hal ini dapat mengakibatkan
peningkatan produktivitas primer (ditandai peningkatan pertumbuhan tanaman yang berlebihan
dan cenderung cepat membusuk). Efek lebih lanjut termasuk penurunan kadar oksigen,
penurunan kualitas air, serta tentunya menganggu kestabilan populasi organisme lain.
Muara merupakan wilayah yang paling rentan mengalami eutrofikasi karena nutrisi yang
diturunkan dari tanah akan terkonsentrasi. Nutrisi ini kemudian dibawa oleh air hujan masuk ke
lingkungan laut , dan cendrung menumpuk di muara.
The World Resources Institute telah mengidentifikasi 375 hipoksia (kekurangan oksigen)
wilayah pesisir di seluruh dunia. Laporan ini menyebutkan kejadian ini terkonsentrasi di wilayah
pesisir di Eropa Barat, Timur dan pantai Selatan Amerika Serikat, dan Asia Timur, terutama di
Jepang. Salah satu contohnya adalah meningkatnya alga merah (red tide) secara signifikan yang
membunuh ikan dan mamalia laut serta menyebabkan masalah pernapasan pada manusia dan
beberapa hewan domestik. Umumnya terjadi saat organisme mendekati ke arah pantai.
F. Pencemaran akibat peningkatan keasaman
Dewasa ini sangat banyak kegiatan manusia yang menyebabkan polusi udara, tanah dan
air, yang disebabkan oleh limbah pabrik, industri, asap kendaraan, dan banyak lagi. Salah satu
contoh adalah semakin banyak karbon dioksida memasuki atmosfer bumi, maka karbondioksida
yang kita hasilkan sehari-hari dapat menyebabkan hujan asam dan juga meningkatkan kadar
keasaman laut menjadi lebih asam. Potensi peningkatan keasaman laut dapat mempengaruhi
kemampuan karang dan hewan bercangkang lainnya untuk membentuk cangkang atau rangka.
Perubahan iklim juga akan berdampak buruk pada ekosistem di lautan . Jika air laut semakin
memanas, maka akan terjadi peningkatan keasaman laut, dan terumbu karang adalah yang paling
rentan menghadapi peningkatan keasaman ini .
Menurut Dr. Nerilie Abrahams dari Universitas Nasional Australia, terumbu karang
seperti sedang mencatat kematiannya sendiri. Jumlah Karbon Dioksida yang dipompakan ke
atmosfer sebetulnya mengubah keasaman laut, dan membuat lebih asam lagi. Bahayanya adalah
tentu saja seluruh terumbu karang akan hancur dan larut karena asam tadi. Persoalan perubahan
suhu maupun berbagai perubahan lain yang dialami lautan sebetulnya bukanlah sesuatu yang luar
biasa. Di masa lalu hal ini sudah barangkali terjadi, nemun perbedaannya adalah saat ini
perubahan suhu tersebut dipicu oleh campur tangan manusia, jadi bukan karena sebab alami
G. Pencemaran akibat polusi kebisingan
Kehidupan laut dapat rentan terhadap pencemaran kebisingan atau suara dari sumber
seperti kapal yang lewat, survei seismik eksplorasi minyak, dan frekuensi sonar angkatan laut.
Perjalanan suara lebih cepat di laut daripada di udara. Hewan laut, seperti paus, cenderung
memiliki penglihatan lemah, dan hidup di dunia yang sebagian besar ditentukan oleh informasi
akustik. Hal ini berlaku juga untuk banyak ikan laut yang hidup lebih dalam di dunia kegelapan.
Dilaporkan bahwa antara tahun 1950 dan 1975, ambien kebisingan di laut naik sekitar sepuluh
desibel (telah meningkat sepuluh kali lipat).
Sumber suara di laut antara lain :
1. Sumber alami
Suara di laut yang timbul akibat proses alami terbagi dalam dua yaitu proses fisika serta
proses biologi. Proses fisika ini antara lain : aktivitas tektonik, gunung api dan gempa bumi,
angin, gelombang. Sedangkan contoh dari aktivitas biologis misalnya suara dari mamalia laut
dan ikan.
2. Lalu lintas kapal
Banyak dari kapal-kapal yang beroperasi di laut menimbulkan kebisingan yang
berpengaruh pada ekosistem laut dan umumnya berada pada batasan suara 1000Hz. Kapal-kapal
Tanker Besar yang beroperasi mengangkut minyak biasanya mengeluarkan suara dengan level
190 desibel atau sekitar 500Hz. Sedangkan untuk ukuran kapal yang lebih kecil biasanya hanya
menimbulkan gelombang suara sekitar160-170 desibel. Kapal-kapal ini menimbulkan sejenis
tembok virtual yang disebut “white noise” yang memiliki kebisingan konstan. White noise dapat
menghalangi komunikasi antara mamalia di laut sampai batas untuk area yang lebih kecil. Selain
kapal Tanker juga Kapal-kapal besar lainnya sejenis Cargo yang membawa petikemas memiliki
kebisingan yang cukup menimbulkan pencemaran suara di laut.
3. Eksplorasi dan Ekspoitasi Gas dan Minyak
Kegiatan eksplorasi dan ekspoitasi gas dan minyak banyak menggunakan survei seismik,
pembangunan anjungan minyak/rig, pengeboran minyak, dll. Kebanyakan dari survei seismik
saat ini menggunakan airguns sebagai sumber suara, alat ini merupakan alat berisi udara yang
memproduksi sinyal akustik dengan cepat mengeluarkan udara terkompresi ke dalam kolom air.
Metoda tersebut dapat menciptakan suara dengan intensitas sampai dengan 255 desibel.
Pengaruhnya terhadap hewan lainnya juga dapat menimbulkan kerusakan pendengaran akibat
dari tekanan air yang ditimbulkan. Seperti layaknya penggunaan dinamit, airguns juga
berpengaruh terhadap pendengaran manusia secara langsung. Pulsa sinyal akustik ini dapat
menimbulkan konflik terhadap mamalia laut, seperti misalnya paus jenis mysticete, sperm, dan
beaked yang menggunakan frekuensi suara yang rendah.
Begitu juga dalam aktivitas pembangunan rig dan pengeboran minyak dimana dalam
operasionalnya setiap hari banyak menghasilkan suara serta menimbulkan kebisingan yang
beresiko bagi mamalia laut.
4. Penelitian Oseanografi dan Perikanan
Pernah diadakan survei dengan menggunakan Acoustic Thermography of Ocean Climate
(ATOC) dimana digunakan kanal suara untuk memperlihatkan rata-rata temperatur laut. Sistem
ini digunakan untuk penelitian mengenai faktor temperatur laut. Akibatnya terhadap hewan-
hewan di laut terbukti bahwa mereka bergerak menjauh (terutama Paus jenis tertentu) namun
selang beberapa saat mereka kembali untuk mencari makanan. Deruman dari Speaker yang
dipasang berkekuatan 220 desibel tepat di sumbernya, dan terdeteksi sampai dengan 11000 mil
jauhnya.
Dari penyebab diatas terdapat juga penyebab lainnya yang tidak disebutkan di sini, salah
satunya adalah kegiatan perikanan para nelayan yang menggunakan peledak atau pukat harimau
yang tidak hanya menimbulkan polusi suara namun juga merusak secara langsung ekosistem di
laut itu sendiri.
5. Kegiatan militer
Ada beberapa aktivitas yang dilakukan militer yang menghasilkan sumber suara yang
menimbulkan kebisingan di laut. Salah satu contohnya yaitu aktivitas kapal naval milik
US.Army yang menggunakan sonar aktif ketika berlatih dan dalam aktivitas rutin. Angkatan
Laut Amerika (NAVY) pernah mengembangkan suatu sistem yang dinamakan Low Frequency
Active Sonnars (LFA) untuk keperluan militernya. Dalam penggunaannya, terbukti bahwa
terdapat beberapa efek negatif terhadap kehidupan dan perilaku mamalia di lautan. Terhadap
ikan paus efek tersebut ternyata mengganggu jalur migrasi dan untuk jenis ikan paus biru dan
ikan paus sirip adalah terhentinya proses komunikasi satu sama lain. Bahkan setelah melalui
beberapa penelitian, maka pengunaan LFA tersebut juga berpengaruh terhadap kesehatan
manusia. Beberapa penyelam NAVY yang menerima transmisi dari sekitar 160 desibel akibat
sistem tersebut terbukti terkena gangguan seperti vertigo, gangguan terhadap gerakan tubuh serta
gangguan di daerah perut dan dada.
Bukti-bukti lainnya dari pengaruh akibat sonar yang dihasilkan ini di sebutkan oleh Vonk
and Martin (1989), Simmonds and Lopez-Jurado (1991), Frantzis (1998) dan Frantzis and
Cebrian (1999) mereka menganggap bunyi keras yang ditimbulkan oleh aktifitas militer ini telah
menyebabkan terdamparnya paus jenis beaked di Pulau Canary dan Laut Ionia. Selain itu paus
jenis sperm mengalami perubahan kelakuan dalam vokalisasi dalam merespons sonar ini.
Pendamparan lainnya terjadi pada bulan maret 2000 di Bahama, 17 mamalia
laut( termasuk 2 spesies paus jenis beaked dan minke). Pendamparan ini terjadi akibat latihan
militer Amerika yang menggunakan sonar.
2.3 Dampak pencemaran laut
2.3.1 Logam berat
WHO (World Health Organization) atau Organisasi Kesehatan Dunia dan FAO (Food
Agriculture Organization) atau Organisasi Pangan Dunia merekomendasikan untuk tidak
mengonsumsi makanan laut (seafood) yang tercemar logam berat. Logam berat telah lama
dikenal sebagai suatu elemen yang mempunyai daya racun yang sangat potensil dan memiliki
kemampuan terakumulasi dalam organ tubuh manusia. Bahkan tidak sedikit yang menyebabkan
kematian.
Bahaya yang Dapat Ditimbulkan oleh Logam Berat di dalam Tubuh Manusia : Barium
(Ba): Dalam bentuk serbuk, mudah terbakar pada temperatur ruang. Jangka panjang,
menyebabkan naiknya tekanan darah dan terganggunya sistem syaraf.
· Cadmium (Cd): Dalam bentuk serbuk mudah terbakar. Beracun jika terhirup dari udara
atau uap. Dapat menyebabkan kanker. Larutan dari kadmium sangat beracun. Jangka panjang,
terakumulasi di hati, pankreas, ginjal dan tiroid, dicurigai dapat menyebabkan hipertensi
· Kromium (Cr): Kromium hexavalen bersifat karsinogenik dan korosif pada jaringan
tubuh. Jangka panjang, peningkatan sensitivitas kulit dan kerusakan pada ginjal
· Timbal (Pb): Beracun jika termakan atau terhirup dari udara atau uap. Jangka panjang,
menyebabkan kerusakan otak dan ginjal; kelainan pada kelahiran
· Raksa (Hg): Sangat beracun jika terserap oleh kulit atau terhirup dari uap. Jangka
panjang, beracun pada sistem syaraf pusat, dapat menyebabkan kelainan pada kelahiran.
· Perak (Ag): Beracun. Jangka panjang, pelunturan abu-abu permanen pada kulit, mata
dan membran mukosa (mucus)
2.3.2 Tumpahan minyak
Minyak yang mengapung berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang
diatas permukaan air. Tubuh burung akan tertutup minyak. Untuk membersihkannya, mereka
menjilatinya. Akibatnya mereka banyak minum minyak dan mencemari diri sendiri serta dapat
menyebabkan keracunan pada burung tersebut.
2.3.3 Sampah
Banyak hewan yang hidup pada atau di laut mengonsumsi plastik karena tak jarang plastik
yang terdapat di laut akan tampak seperti makanan bagi hewan laut. Plastik tidak dapat dicerna
dan akan terus berada pada organ pencernaan hewan ini, sehingga menyumbat saluran
pencernaan dan menyebabkan kematian melalui kelaparan atau infeksi. Selain berpengaruh
terhadap kesehatan biota laut, adanya sampah dilaut juga nerpengaruh terhadap kesehatan
manusia. Penyakit yang paling sederhana seperti gatal-gatal pada kulit setelah bersentuhan
dengan air laut, dll.
2.3.4 Pestisida
Pengaruh pestisida terhadap kehidupan organisme air :
Penumpukan pestisida dalam jaringan tubuh, bersifat racun dan dapat mempengaruhi system syaraf pusat.
Bahan aktifnya selain bisa membunuh organism perairan (ikan) juga dapat merubah tingkah laku ikan dan menghambat perkembangan telur moluska dan juga ikan.
Daya racun berkisar dari rendah-tinggi. Moluska cenderung lebih toleran terhadap racun pestisida dibandingkan dengan Crustacea dan teleostei (ikan bertulang sejati), dll.
2.3.5 Eutrofikasi
Eutrofikasi adalah perairan menjadi terlalu subur sehingga terjadi ledakan jumlah alga dan
fitoplankton yang saling berebut mendapat cahaya untuk fotosintesis. Karena terlalu banyak
maka alga dan fitoplankton di bagian bawah akan mengalami kematian secara massal, serta
terjadi kompetisi dalam mengonsumsi O2 karena terlalu banyak organisme pada tempat tersebut.
Sisa respirasi menghasilkan banyak CO2 sehingga kondisi perairan menjadi anoxic dan
menyebabkan kematian massal pada hewan-hewan di perairan tersebut.
2.3.6 Peningkatan keasaman
Selain menyebabkan kerusakan pada terumbu karang, kehidupan laut terpengaruh karena
perubahan itu, khususnya hewan dan tumbuhan yang memiliki tulang karbonat kalsium dan yang
menjadi sumber makanan bagi penghuni laut lainnya. Satu miliar orang yang bergantung pada
ikan sebagai sumber utama penghasil protein akan terkena dampak dari peningkatan keasama
laut tersebut.
2.3.7 Polusi kebisingan
Gangguan bunyi-bunyi dapat saja menghasilkan frekuensi atau intensitas yang dapat
berbentrokan atau bahkan menghalangi suara/bunyi biologi yang penting, yang menjadikan tidak
terdeteksi oleh mamalia laut. Padahal seperti diketahui bahwa suara-suara biologi ini penting
seperti untuk mencari mangsa, navigasi, komunikasi antara ibu dan anak, untuk manarik
perhatian, atau melemahkan mangsa.
2.3 Pencegahan dan penanggulangan terjadinya pencemaran laut
Upaya pencegahan maupun penanggulangan pemcemaran laut telah diatur oleh
pemerintah dalam PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19
TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN
LAUT :
a. Pencegahan terjadinya pencemaran laut
Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah pencemaran laut : Tidak membuang sampah ke laut Penggunaan pestisida secukupnya Yang paling sering di temukan pada saat pembersihan pantai dan laut adalah puntung rokok.
Selalu biasakan untuk tidak membuang puntung rokok di sekitar laut. Kurangi penggunaan plastik Jangan tinggalkan tali pancing, jala atau sisa sampah dari kegiatan memancing di laut. Setiap industri atau pabrik menyediakan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Menggunakan pertambangan ramah lingkungan, yaitu pertambangan tertutup. Pendaurulangan sampah organik Tidak menggunakan deterjen fosfat, karena senyawa fosfat merupakan makanan bagi
tanaman air seperti enceng gondok yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air. Penegakan hukum serta pembenahan kebijakan pemerintah
b. Penanggulangan pencemaran laut : Melakukan proses bioremediasi, diantaranya melepaskan serangga untu menetralisir
pencemaran laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak dari ledakan ladang minyak. Fitoremediasi dengan menggunakan tumbuhan yang mampu menyerap logam berat juga
ditempuh. Salah satu tumbuhan yang digunakan tersebut adalah pohon api-api (Avicennia marina). Pohon Api-api memiliki kemampuan akumulasi logam berat yang tinggi.
Melakukan pembersihan laut secara berkala dengan melibatkan peran serta masyarakat
Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat pencemaran laut
diantaranya adalah :
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya laut bagi kehidupan.2. Menggalakkan kampanye untuk senantiasa menjaga dan melestarikan laut beserta isinya.3. Tidak membuang sampah ke sungai yang bermuara ke laut.4. Tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti bom, racun, pukat harimau, dan lain-lain
yang mengakibatkan rusaknya ekosistem laut.5.Tidak menjadikan laut sebagai tempat pembuangan limbah produksi pabrik yang akan
mencemari laut.
Konvensi Internasional yang menangani regulasi mengenai Pencemaran laut berdasarkan catatan Rusmana (2012) adalah
A. United Nation Covention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS)
Konvensi Hukum Laut 1982 adalah merupakan puncak karya dari PBB tentang hukum
laut, yang disetujui di montego Bay, Jamaica tanggal 10 Desember 1982[9]. Konvensi
Hukum Laut 1982 secara lengkap mengatur perlindungan dan pelestarian lingkungan laut
(protection and preservation of the marine environment) yang terdapat dalam Pasal 192-
237.
Pasal 192 berbunyi : yang menegaskan bahwa setiap Negara mempunyai kewajiban untuk
melindungi dan melestarikan lingkungan laut. Pasal 193 menggariskan prinsip penting dalam
pemanfaatan sumber daya di lingkungan laut, yaitu prinsip yang berbunyi : bahwa setiap Negara
mempunyai hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber daya alamnya sesuai dengan kebijakan
lingkungan mereka dan sesuai dengan kewajibannya untuk melindungi dan melestarikan
lingkungan laut.
Konvensi Hukum Laut 1982 meminta setiap Negara untuk melakukan upaya-upaya guna
mencegah (prevent), mengurangi (reduce), dan mengendalikan (control) pencemaran lingkungan
laut dari setiap sumber pencemaran, seperti pencemaran dari pembuangan limbah berbahaya dan
beracun yang berasal dari sumber daratan (land-based sources), dumping, dari kapal, dari
instalasi eksplorasi dan eksploitasi. Dalam berbagai upaya pencegahan, pengurangan, dan
pengendalian pencemaran lingkungan tersebut setiap Negara harus melakukan kerja sama baik
kerja sama regional maupun global sebagaimana yang diatur oleh Pasal 197-201 Konvensi
Hukum Laut 1982.
B. International Conventions on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969 (Civil
Liability Convention)
Konvensi Internasional Mengenai Pertanggungjawaban Perdata Terhadap Pencemaran
Minyak di Laut (International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage). CLC
1969 merupakan konvensi yang mengatur tentang ganti rugi pencemaran laut oleh minyak
karena kecelakaan kapal tanker. Konvensi ini berlaku untuk pencemaran lingkungan laut di laut
territorial Negara peserta. Dalam hal pertanggungjawaban ganti rugi pencemaran lingkungan
laut maka prinsip yang dipakai adalah prinsip tanggung jawab mutlak.
C. Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other Matter 1972 (London Dumping Convention)
London Dumping Convention merupakan Konvensi Internasional untuk mencegah
terjadinya Pembuangan (dumping), yang dimaksud adalah pembuangan limbah yang berbahaya
baik itu dari kapal laut, pesawat udara ataupun pabrik industri. Para Negara konvensi
berkewajiban untuk memperhatikan tindakan dumping tersebut. Dumping dapat menyebabkan
pencemaran laut yang mengakibatkan ancaman kesehatan bagi manusia, merusak ekosistem dan
mengganggu kenyamanan lintasan di laut.
Beberapa jenis limbah berbahaya yang mengandung zat terlarang diatur dalam London
Dumping Convention adalah air raksa, plastik, bahan sintetik, sisa residu minyak, bahan
campuran radio aktif dan lain-lain. Pengecualian dari tindakan dumping ini adalah apabila
ada “foce majeur”, yaitu dimana pada suatu keadaan terdapat hal yang membahayakan
kehidupan manusia atau keadaan yang dapat mengakibatkan keselamatan bagi kapal-kapal.
D. The International Covention on Oil Pollution Preparedness Response And Cooperation 1990 (OPRC)
OPRC adalah sebuah konvensi kerjasama internasional menanggulangi pencemaran laut
dikarenakan tumpahan minyak dan bahan beracun yang berbahaya. Dari pengertian yang ada,
maka dapat kita simpulkan bahwa Konvensi ini dengan cepat memberikan bantuan ataupun
pertolongan bagi korban pencemaran laut tersebut, pertolongan tersebut dengan cara penyediaan
peralatan bantuan agar upaya pemulihan dan evakuasi korban dapat ditanggulangi dengan segera.
E. International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973 (Marine Pollution)
Marpol 73/78 adalah konvensi internasional untuk pencegahan pencemaran dari kapal,1973
sebagaimana diubah oleh protocol 1978. Marpol 73/78 dirancang dengan tujuan untuk
meminimalkan pencemaran laut , dan melestarikan lingkungan laut melalui penghapusan
pencemaran lengkap oleh minyak dan zat berbahaya lainya dan meminimalkan pembuangan zat-
zat tersebut tanpa disengaja.
International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973 yang kemudian
disempurnakan dengan Protocol pada tahun 1978 dan konvensi ini dikenal dengan nama
MARPOL 1973/1978. MARPOL 1973/1978 memuat 6 (enam) Annexes yang berisi regulasi-
regulasi mengenai pencegahan polusi dari kapal terhadap :
a. Annex I : Prevention of pollution by oil ( 2 October 1983 ) Total hydrocarbons (oily waters, crude, bilge water, used oils, dll) yang diizinkan untuk dibuang ke laut oleh sebuah kapal adalah tidak boleh melebihi 1/15000 dari total muatan kapal. Sebagai tambahan, pembuangan limbah tidak boleh melebihi 60 liter setiap mil perjalanan kapal dan dihitung setelah kapal berjarak lebih 50 mil dari tepi pantai terdekat. Register Kapal harus memuat daftar jenis sampah yang dibawa/dihasilkan dan jumlah limbah minyak yang ada. Register Kapal harus dilaporkan ke pejabat pelabuhan.
b. Annex II : Control of pollution by noxious liquid substances ( 6 April 1987 ) Aturan ini memuat sekitar 250 jenis barang yang tidak boleh dibuang ke laut, hanya dapat disimpan dan selanjutnya diolah ketika sampai di pelabuhan. Pelarangan pembuangan limbah dalam jarak 12 mil laut dari tepi pantai terdekat.
c. Annex III : Prevention of pollution by harmful substances in packaged form ( 1 July 1992 )
Aturan tambahan ini tidak dilaksanakan oleh semua negar yaitu aturan standar pengemasan, pelabelan, metode penyimpanan dan dokumentasi atas limbah berbahaya yang dihasilkan kapal ketika sedang berlayar
d. Annex IV : Prevention of pollution by sewage from ships ( 27 September 2003 )
Aturan ini khusus untuk faecal waters dan aturan kontaminasi yang dapat diterima pada tingkatan (batasan) tertentu. Cairan pembunuh kuman (disinfektan) dapat dibuang ke laut dengan jarak lebih dari 4 mil laut dari pantai terdekat. Air buangan yang tidak diolah dapat dibuang ke laut dengan jarak lebih 12 mil laut dari pantai terdekat dengan syarat kapal berlayar dengan kecepatan 4 knot.
e. Annex V : Prevention of pollution by garbage from ships ( 31 december 1988) Aturan yang mengatur tentang melarang pembuangan sampah plastik ke laut.f. Annex IV : Prevention of air pollution by ships
Aturan ini tidak dapat efektif dilaksanakan karena tidak cukupnya negara yang meratifiskasi (menandatangani persetujuan.)
MARPOL 1973/1978 memuat peraturan untuk mencegah seminimum mungkin minyak
yang mencemari laut. Tetapi, kemudian pada tahun 1984 dilakukan beberapa modifikasi yang
menitik-beratkan pencegahan hanya pada kagiatan operasi kapal tangki pada Annex I dan
yang terutama adalah keharusan kapal untuk dilengkapai dengan Oily Water Separating
Equipment dan Oil Discharge Monitoring Systems.
F. Protokol London
Protokol London, yang dimaksudkan untuk akhirnya menggantikan Konvensi 1972 ,
merupakan perubahan besar dari pendekatan terhadap pertanyaan tentang bagaimana untuk
mengatur penggunaan laut sebagai tempat penyimpanan bahan limbah . Daripada menyatakan
yang bahan tidak dapat dibuang , melarang semua dumping, kecuali untuk limbah mungkin
dapat diterima pada apa yang disebut "daftar terbalik " , yang terkandung dalam lampiran
Protokol.
The London Protokol menekankan " pendekatan pencegahan " , yang mensyaratkan bahwa
" langkah-langkah pencegahan yang tepat diambil ketika ada alasan untuk percaya bahwa
limbah atau benda lainnya diperkenalkan ke lingkungan laut cenderung menyebabkan
kerusakan bahkan ketika tidak ada bukti konklusif untuk membuktikan hubungan kausal
antara input dan efek mereka " .
Ini juga menyatakan bahwa " pencemar harus , pada prinsipnya , menanggung biaya
pencemaran " dan menekankan bahwa Pihak harus memastikan bahwa Protokol seharusnya
tidak hanya menghasilkan polusi yang ditransfer dari satu bagian dari lingkungan yang lain .
Para Pihak pada Konvensi London dan Protokol baru-baru ini mengambil langkah-langkah
untuk mengurangi dampak dari peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer ( dan akibatnya di
lingkungan laut ) dan untuk memastikan bahwa teknologi baru yang bertujuan untuk insinyur
iklim , dan memiliki potensi menyebabkan kerusakan pada lingkungan laut , secara efektif
dikendalikan dan diatur . Instrumen telah , sejauh ini, menjadi instrumen peraturan
internasional yang paling maju menangani penangkapan dan penyerapan karbon dalam
formasi geologi bawah laut dan rekayasa iklim laut seperti pemupukan laut .
Tahun 1996 Protokol membatasi semua pembuangan kecuali untuk daftar diizinkan (yang
masih memerlukan ijin ) .
Pasal 4 menyatakan bahwa Pihak " akan melarang pembuangan dari setiap limbah atau
benda lainnya dengan pengecualian yang tercantum dalam Lampiran 1 . "
Zat diizinkan adalah :
1 . bahan dikeruk
2 . limbah lumpur
3 . Ikan limbah , atau bahan yang dihasilkan dari operasi industri pengolahan ikan
4 . Kapal dan platform atau struktur buatan lainnya di laut
5 . Inert , bahan geologi anorganik
6 . Bahan organik yang berasal dari alam
7 . Barang berukuran besar terutama terdiri dari besi, baja , beton dan bahan serupa
unharmful yang dikhawatirkan adalah dampak fisik dan terbatas pada situasi , di mana limbah
tersebut dihasilkan di lokasi, seperti pulau-pulau kecil dengan masyarakat yang terisolasi ,
tidak memiliki akses praktis untuk pilihan pembuangan lainnya daripada dumping.
8 . Aliran CO2 dari proses penangkapan CO2 . ( Ditambahkan di bawah amandemen
diadopsi pada tahun 2006 , yang mulai berlaku pada tahun 2007 ) .
G. Antartica Treaty
Daerah Traktat Antartika mencakup lebih dari 20 juta kilometer persegi dari Samudra
Selatan , membentang dari pantai Antartika sampai 60 derajat Lintang Selatan . Atas prakarsa
ATCM Organisasi Maritim Internasional ( IMO ) pada tahun 1990 ditunjuk perairan ini
sebagai " Daerah Khusus " ( di mana penerapan metode wajib khusus untuk pencegahan
pencemaran laut diperlukan ) di bawah Konvensi Internasional untuk Pencegahan
Pencemaran dari kapal ( Marpol 73/78 ) .
Lampiran IV terhadap Lingkungan Protokol melarang pembuangan minyak , zat cair
berbahaya dan sampah di daerah Traktat Antartika . Hal ini juga berisi aturan untuk
pembuangan limbah , dan untuk kapasitas retensi kapal , fasilitas penerimaan , kekebalan
berdaulat , langkah-langkah pencegahan , dan kesiapsiagaan dan tanggap darurat .
Pada tahun 2005 tanggal 28 ATCM meminta IMO untuk memeriksa mekanisme untuk
membatasi penggunaan Heavy Fuel Oil di perairan Antartika , mengakui potensi tumpahan
bahan bakar di wilayah Traktat Antartika karena risiko operasional seperti gunung es , es
laut , perairan yang belum dipetakan , dan potensi tinggi untuk dampak lingkungan harus
tumpahan terjadi. Pada tahun 2006 ATCM 29th mengadopsi Pedoman Praktis untuk Ballast
Water Efek di Antartika perairan , yang kemudian diadopsi oleh IMO .
BAB 3 KESIMPULAN
Kesimpulan
a) Pencemaran laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia, limbah industri, pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing) ke dalam laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya.
b) Penyebab pencemaran laut yaitu : Pencemaran oleh minyak Pencemaran oleh logam berat Pencemaran oleh sampah Pencemaran oleh pestisida Pencemaran akibat proses Eutrofikasi Pencemaran akibat peningkatan keasaman Pencemaran akibat polusi kebisingan
c) Contoh kasus pencemaran akibat logam berat di Indonesia yaitu di Teluk Buyat, terletak di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah lokasi pembuangan limbah tailing (lumpur sisa penghancuran batu tambang) milik PT. Newmont Minahasa Raya (NMR).
d) Upaya pencegahan maupun penanggulangan pemcemaran laut telah diatur oleh pemerintah dalam PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT
1
PENCEMARAN LAUT1) oleh zat organic pestisida polikhlorobifenil (PCB) dan poliaromatik hodrokarbon (PAH)
Opleh MUSwerry MUchtar
Dalam sector pertanian, penggunaan bahan kimia semakin banyak untuk meningkatkan prosuksi pertanian. Dalam sector industry, tambang, dan pembangkit tenaga listrik penggunaan PCB juga semakin meningkat. Daerah perairan sekitar hal tersebut tentu akan menjadi temapt pembuangan limbah, yang mana akan bermuara di laut sehingga menimbulkan terjadinya pencemaran laut.
2) Beberapa kasus