14
Pendahuluan I. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum (pasal 1 ayat 3 UUD 1945), Negara kesatuan yang berbentuk republik (pasal 1 ayat 1 UUD 1945), dengan sistem pemerintahan presidensiil yang bersifat parlementer. Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan melainkan pembagian kekuasaan. Kekuasaan di Indonesia di bagi menjadi 3, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Eksekutif dipimpin oleh seorang presiden yang merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang dibantu oleh seorang wakil presiden yang kedudukannya sebagai pembantu presiden di atas para menteri yang juga pembantu presiden. Kekuasaan legislatif dibagi di bagi menjadi 2, di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat/MPR, Dewan Perwakilan Rakyat/DPR dan Dewan Perwakilan Daerah/DPD. Cabang yudikatif terdiri dari Mahkamah Agung/MA dan sebuah Mahkamah Konstitusi/MK yang secara bersama-sama memegang kekuasaan kehakiman. Sedangkan di antara tiga kekuasaan di atas, terdapat kekuasaan yang memegang peran dalam mengawasi pengelolaan keuangan di setiap lembaga, yaitu kekuasaan Inspektif dimana kekuasaan ini di 1

Pendahuluan 2003

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Contoh Pendahuluan

Citation preview

Page 1: Pendahuluan 2003

Pendahuluan

I. Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum (pasal 1

ayat 3 UUD 1945), Negara kesatuan yang berbentuk republik (pasal 1 ayat 1

UUD 1945), dengan sistem pemerintahan presidensiil yang bersifat

parlementer. Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan

melainkan pembagian kekuasaan.

Kekuasaan di Indonesia di bagi menjadi 3, yaitu eksekutif, legislatif

dan yudikatif. Eksekutif dipimpin oleh seorang presiden yang merupakan

kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang dibantu oleh seorang wakil

presiden yang kedudukannya sebagai pembantu presiden di atas para menteri

yang juga pembantu presiden. Kekuasaan legislatif dibagi di bagi menjadi 2,

di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat/MPR, Dewan Perwakilan

Rakyat/DPR dan Dewan Perwakilan Daerah/DPD. Cabang yudikatif terdiri

dari Mahkamah Agung/MA dan sebuah Mahkamah Konstitusi/MK yang

secara bersama-sama memegang kekuasaan kehakiman. Sedangkan di antara

tiga kekuasaan di atas, terdapat kekuasaan yang memegang peran dalam

mengawasi pengelolaan keuangan di setiap lembaga, yaitu kekuasaan

Inspektif dimana kekuasaan ini di pegang oleh Badan Pemeriksa Keuangan

yang memiliki perwakilan di setiap provinsi dan kabupaten/kota di seluruh

wilayah Republik Indonesia, dan jika terdapaat kekeliruan dalam pengelolaan

keuangan, maka badan lain yang akan menindak sesuai hukum yang berlaku.

Indonesia terdiri dari 33 provinsi yang memiliki otonomi, 5 di

antaranya memiliki status otonomi yang berbeda, terdiri dari 3 Daerah

Otonomi Khusus yaitu Aceh, Papua, dan Papua Barat; 1 Daerah Istimewa

yaitu Yogyakarta; dan 1 Daerah Khusus Ibu kota yaitu Jakarta. Setiap provinsi

dibagi-bagi lagi menjadi kota/kabupaten dan setiap kota/kabupaten dibagi-

bagi lagi menjadi kecamatan/distrik kemudian dibagi lagi menjadi

keluarahan/desa/nagari hingga terakhir adalah rukun tetangga.

1

Page 2: Pendahuluan 2003

Pemilihan Umum diselenggarakan setiap 5 tahun untuk memilih

anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD yang disebut pemilihan

umum legislatif (Pileg) dan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden atau

yang disebut pemilihan umum presiden (Pilpres). Pemilihan Umum di

Indonesia menganut sistem multipartai.

Ada perbedaan yang besar antara sistem politik Indonesia dan negara

demokratis lainnya di dunia. Di antaranya adalah adanya Majelis

Permusyawaratan Rakyat yang merupakan ciri khas dari kearifan lokal

Indonesia, Mahkamah Konstitusi yang juga berwenang mengadili sengketa

hasil pemilihan umum, bentuk negara kesatuan yang menerapkan prinsip-

prinsip federalisme seperti adanya Dewan Perwakilan Daerah, dan sistem

multipartai berbatas di mana setiap partai yang mengikuti pemilihan umum

harus memenuhi ambang batas 2.5% untuk dapat menempatkan anggotanya di

Dewan Perwakilan Rakyat maupun di Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah/DPRD Kabupaten/Kota.

II. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang di

bahas adalah:

A. Bagaimana orientasi dan kualitas para pelaku politik di Indonesia pada

umumnya?

B. Bagaimana kualitas pejabat publik dari kalangan artis?

C. Bagaimana tujuan kampanye di indonesia?

D. Bagaimana sistem birokrasi di Indonesia?

III. Tujuan

Dalam pembuatan karya ilmiah ini tujuan yang akan dicapai

adalah:

A. Mengetahui orientasi pejabat publik.

B. Mengetahui kondisi birokrasi di Indonesia saat ini.

2

Page 3: Pendahuluan 2003

C. Mengetahui sistem birokrasi di Indonesia

Isi

Birokrasi dalam sistem politik merupakan tuntutan mutlak yang harus

dipenuhi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemberian

layanan merupakan implikasi dari fungsi negara sebagai media yang wajib

memenuhi kebutuhan rakyatnya. Birokrasi, baik secara personal maupun

institusional, merupakan organ negara yang diberi tugas menjalankan semua

kebijakan pemerintah yang terkait dengan kepentingan rakyat.

Peran ini menjadi strategis karena hanya mereka yang memiliki

wewenang menguasai akses atas kepentingan publik. Kondisi ini membuat

birokrasi rentan terhadap pengaruh kekuasaan atau politik praktis. Agar tidak

terjebak dalam permainan politik praktis, wewenang birokrasi dibatasi sesuai

dengan hierarki jabatannya. Menurut Max Weber, hierarki jabatan dalam

birokrasi disusun secara bertingkat, dari yang paling tinggi sampai kepada

yang paling rendah. Dalam setiap hierarki terdapat kekuasaan pejabat

birokrasi.

Pembatasan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya

pencampuradukan kepentingan pribadi pejabat birokrasi ke dalam tugasnya

sebagai pelayan masyarakat sehingga birokrasi tetap menjadi kekuatan yang

netral dari pengaruh kelompok tertentu. Artinya, birokrasi tidak mudah

dibawa ke dalam pertarungan antara aktor politik yang sedang berkompetisi

atau cenderung lebih patuh pada kekuatan politik yang menjadi patronnya.

Netralitas birokrasi tercermin dari kemampuan pejabatnya meletakkan fungsi

birokrasi di atas semua kepentingan pribadi dan mengutamakan kepentingan

negara dan rakyat.

Tahun 2014 merupakan tahun pesta demokrasi terbesar di Indonesia

karena tahun 2014 merupakan tahun pemilihan calon-calon pemimpin negeri

3

Page 4: Pendahuluan 2003

ini. Pada 9 April 2014 lalu, Indonesia telah menyelenggarakan pemilihan

umum legislatif (Pileg) dimana pemilu tesebut diadakan untuk menentukan

orang-orang yang akan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia/DPR RI, Dewan Perwakilan Daerah Republlik Indonesia/DPD RI,

Dewan Perwakialan Rakyat Daerah Provinsi/DPRD Provinsi dan Dewan

Perwakilan Daerah Kabupaten ataunKota/DPRD Kabupaten/Kota.

Namun yang sangat di sayangkan adalah pengambilan cuti oleh

kebanyakan pejabat pemerintah untuk kepentingan kampanye, dimana

seharusnya seorang pemimpin dan pejabat publik tidak lagi menjabat di dalam

partai agar seorang pemimpin dan pejabat publik tetap fokus melayani rakyat,

bukan melayani partai. Tidak tanggung-tanggung Presiden RI, Susilo

Bambang Yudhoyonopun mengambil cuti dua hari, pada 17 dan 18 Maret

2014 untuk menjadi juru kampanye di Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah

VI Kota Magelang dan Kabupaten Magelang. Yudhoyono juga akan

berkampanye di Dapil Jawa Timur VI Kabupaten Tulungagung dan

Kabupaten Blitar. Pejabat negara lain yang juga mengajukan cuti kampanye

adalah Irwan Prayitno (Gubernur Sumatera Barat), Alex Noerdin (Gubernur

Sumatera Selatan), Ahmad Heryawan (Gubernur Jawa Barat), atau Soekarwo

(Gubernur Jawa Timur).

Pada pemerintahan Presiden RI ke-IV, Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc.

Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie di berlakukan aturan di mana seorang

pejabat publik tidak di perbolehkan menjabat juga dalam partai, akibatnya

pada waktu itu terjadi protes dari para pejabat pemerintahan, tidak tangung –

tangung, ada 14 menteri yang mengundrukan diri dari Kabinet Pembangunan

VII seperti Akbar Tanjung yang pada waktu itu menjabat sebagai Menteri

Sekretaris Negara dalam pemerintahan dan Ketua Umum Partai Golkar

mengundurkan diri dan lebih memilih partainya, tak hanya Akbar Tanjung ada

sederet nama menteri dan penjabat publik yang akhirnya mengundurkan diri

pada 20 Mei 1998, yaitu, Ir. Drs. AM. Hendropriyono, SH, SE, MBA, Prof.

Dr., Ir. Ginanjar Kartasasmita, Ir. Giri Suseno Hadihardjono, MSME, Dr.

4

Page 5: Pendahuluan 2003

Haryanto Dhanutirto, Prof. Dr. Ir. Justika S. Baharsjah, M.Sc, Dr. Ir. Kuntoro

Mangkusubroto, M.Sc, Ir. Rachmadi Bambang Sumadhijo, Prof. Dr. Ir.

Rahadi Ramelan, M.Sc, Subiakto Tjakrawedaya, SE, Sanyoto Sastrowardoyo,

M.Sc, Ir. Sumahadi, MBA, Drs. Theo L. Sambuaga, Tanri Abeng, MBA. Dan

pada akhirnya sebelum beliau menyelesaikan tugasnya sebagai kepala Negara

dan kepala pemerintahan beliau di turunkan lewat Sidang Umum 1999.

Masa kampanye seperti ini pada saat pemilu sebenarnya merupakan

momen yang tepat untuk mendidik masyarakat agar mempunyai pengetahuan

dan budaya politik yang santun seperti amanat UU Nomor 8 Tahun 2012

Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, pada pasal 77 dinyatakan

bahwa kampanye pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik

masyarakat dan dilaksanakan secara bertanggungjawab.. Sehingga dana

kampanye yang menghabiskan milyaran rupiah tidak sia-sia. Namun untuk

memenangkan pemilu, partai politik cenderung mengambil jalan pintas

sehingga tidak ada kaderisasi yang terbentuk, partai politik cenderung

menyusun strategi penuh untuk memenangkan pemilu, bukan mengutamakan

kader-kader yang memang mampu melayani rakyat dan mmemajukan negeri

ini.

Partai politik dalam menentukan kadernya cenderung melihat peluang

kader tersebut akan duduk di pemerintahan, bukan kualitas kader tersebut.

Maka bukan fenomena lagi banyak artis yang mendaftar untuk duduk di

pemerintahan. Tak hanya di tingkat daerah, kabarnya pada tahun 2014 ini

akan ada artis yang akan mencalonkan diri sebagai presiden.

Dalam masa sekarang popularitas meruapakan modal utama untuk

mencalonkan diri duduk dalam pemerintahan, maka artis yang merupakan

orang yang telah mempunyai popularitas tinggi menjadi andalan dalam

pencalonan kader politik.

5

Page 6: Pendahuluan 2003

Masalahnya, seperti dikemukakan pengamat politik UIN Syarif

Hidayatullah, Andi Syafrani, serigkali artis yang ingin maju ke pilkada hanya

mengandalkan popularitas sebagai selebriti. Mereka juga semata-mata

diposisikan sebagai vote getter ketimbang calon yang dianggap layak sebagai

pemimpin. ”Jika dilihat dari sisi kualitas gagasannya, masih banyak artis yang

terjun ke politik belum terlalu kelihatan ke permukaan. Modal utamanya

popularitas,” ujar Andi. Kalau pun kemudian ada artis yang berhasil duduk

sebagai orang nomor dua di pemerintahan, fungsinya sangat terbatas.

”Kewenangan mereka hanya seremonial, tidak punya kewenangan kebijakan,”

ujarnya. Direktur Riset Charta Politika, Arya Fernandez menambahkan,

tingkat percaya diri artis untuk maju dalam pilkada tinggi lantaran mereka

merasa tingkat pengenalan publik cukup besar. Padahal, mengandalkan

keartisan atau popularitas tanpa bekal pengalaman politik yang baik sama saja

merendahkan bakal calon tersebut dan para pemilihnya. Hal senada

disampaikan pengamat politik UI, Arbi Sanit. Menurut dia, kebanyakan artis

maju dalam pilkada hanya mengandalkan popularitas, tapi kurang dalam

pemahaman politik. ”Bisa menang tapi tidak bisa memimpin itu sama saja

mengibuli. Jangan sampai artis itu hanya tipu-tipu rakyat dengan popularitas,”

tandasnya. Masalah kemampuan memerintah tak bisa dianggap enteng.

(http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2013/11/17/243458)

6

Page 7: Pendahuluan 2003

PENUTUP

I. Kesimpulan

Di Indonesia masih banyak sekali pejabat publik yang juga

sebagai pejabat parpol sehingga mempengaruhi kebijakan yang dibuat,

fokus para pejabat publik juga terbagi dengan masalah internal parpol

sehingga tidak maksimal dalam memerintah, karena pada hakikatnya

pejabat publik adalah orang – orang yang mewakili rakyat yang

melayani publik agar hidup sejahtera.

Selain pejabat publik yang mandiri, tidak terikat dengan

kepentingan parpol juga di butuhkan pejabat publik yang mumpuni di

bidangnya, bukan pejabat publik yang ahli dalam berjanji, ahli dalam

berkakting dan lain sebagainya. Karena pada hakikatnya pejabat public

adalah orang-orang yang memang pandai untuk mengurus negeri ini,

mengurus penduduk yang jumlahnya mencapai 237.641.326 pada

tahun 2010.

Kampanye yang menurut UU Nomor 8 Tahun 2012 Tentang

Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, pada pasal 77 dinyatakan

bahwa kampanye pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik

masyarakat dan dilaksanakan secara bertanggungjawab, masih belum

dilaksanakan, partai politik cenderung mengambil jalan pintas untuk

menemui tujuannya, maka bukan lagi kader yang handal yang

diutamakan namun cara-cara ataupun kader-kader yang mempunyai

peluang besar untuk duduk dalam pemerintahan. Maka begitu kegiatan

kampanye selesai, rakyat kembali menjadi massa mengambang. Dan

7

Page 8: Pendahuluan 2003

pada kegiatan kampanye berikutnya target penarikan suara itu

berulang. Lebih banyak suara mengambang daripada suara yang telah

terkaderisasi. Maka tidak heran jika kampanye partai politik terkesan

sporadis tanpa terlihat jelas target audiencenya.

II. Saran

Saran dari penulis untuk pemerintah dari masalah yang telah di kaji

adalah sebagai berikut:

a. Harus ada regulasi larangan pejabat publik rangkap jabatan di

parpol.

b. Pengawalan dan pengawasan dalam pelaksanaan pemilu.

c. Mengembalikan kaidah tujuan pemilu sesuai UU Nomor 8 Tahun

2012 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

d. Perlunya seleksi yang selektif untuk menentukan kader yang akan

di ajukan oleh parpol untuk duduk dalam pemerintahan.

8

Page 9: Pendahuluan 2003

Daftar Pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Politik

http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Indonesia

http://id.wikipedia.org/wiki/Kabinet_Pembangunan_VII

http://id.wikipedia.org/wiki/Bacharuddin_Jusuf_Habibie

http://www.unisosdem.org/article_detail.php?

aid=7732&coid=3&caid=31&gid=2

http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2013/11/17/243458

http://duniabembi.blogspot.com/2013/04/kampanye-pemilu-2014-bag-

1.html

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=12

http://nefosnews.com/post/nasional/Cuti-“Berjemaah”-Pejabat Negara,-

Kosongkah-Pemerintahan

9