22
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Wilayah negara Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau serta memiliki daerah pantai yang sangat panjang, yaitu sekitar 81.000 km. Pantai menjadi salah satu keunggulan dan ciri khas negara Indonesia. Pantai menjadi tempat untuk menggantungkan hidup bagi masyarakat pesisir yang kebanyakan bermata pencaharian sebagai nelayan. Pantai juga berfungsi sebagai daya tarik tersendiri untuk wisatawan-wisatawan asing agar berkunjung ke Indonesia, sehingga dapat menghasilkan devisa yang berguna untuk menambah pemasukan negara. Kawasan yang menghubungkan antara wilayah darat dan laut dinamakan pantai. Kawasan pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. Dua pertiga luas wilayah Indonesia terdiri dari laut sehingga laut mempunyai arti dan fungsi strategis bagi negara Indonesia. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu menyebutkan bahwa wilayah pesisir sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, 12 mil dari garis pantai ke arah laut untuk propinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan propinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota ( Menteri Lingkungan Hidup, 2002).

PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1. Permasalahan

Wilayah negara Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau serta memiliki

daerah pantai yang sangat panjang, yaitu sekitar 81.000 km. Pantai menjadi salah

satu keunggulan dan ciri khas negara Indonesia. Pantai menjadi tempat untuk

menggantungkan hidup bagi masyarakat pesisir yang kebanyakan bermata

pencaharian sebagai nelayan. Pantai juga berfungsi sebagai daya tarik tersendiri

untuk wisatawan-wisatawan asing agar berkunjung ke Indonesia, sehingga dapat

menghasilkan devisa yang berguna untuk menambah pemasukan negara. Kawasan

yang menghubungkan antara wilayah darat dan laut dinamakan pantai. Kawasan

pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. Dua pertiga luas

wilayah Indonesia terdiri dari laut sehingga laut mempunyai arti dan fungsi

strategis bagi negara Indonesia.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002

tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu menyebutkan

bahwa wilayah pesisir sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut

yang saling berinteraksi, 12 mil dari garis pantai ke arah laut untuk propinsi dan

sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan propinsi) untuk kabupaten/kota dan

ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota ( Menteri Lingkungan Hidup,

2002).

Page 2: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

2

Kawasan pesisir pantai merupakan daerah yang sangat potensial untuk

dikembangkan. Daerah pantai memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi bagi

pemerintah daerah, karena daerah pantai merupakan wilayah yang paling mudah

dikembangkan sebagai sarana transpotasi dari satu daerah ke daerah lain.

Wilayah pantai menghasilkan sumber daya alam yang sangat produktif,

baik sebagai sumber pangan, tambang mineral dan energi, media komunikasi

maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Kawasan pantai dijadikan tumpuan

harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya di masa yang akan

datang. Sekitar 50 – 70 % manusia hidup dan bekerja di wilayah pantai yang

luasnya hanya 8% dari muka bumi. Wilayah pesisir pantai sangat potensial

sebagai penghasil 26% dari produksi perikanan global. Wilayah pantai merupakan

wilayah yang sangat penting bagi kehidupan manusia (Darsef, 2003: 3).

Pemanfaatan wilayah pesisir pantai yang meningkat, perlahan-lahan

membuat daerah pantai akan berubah fungsi menjadi daerah yang sangat komplek,

sehingga dapat menyebabkan berkurangnya daya dukung wilayah pantai jika

penggunaaannya tidak dilakukan secara terpadu dan terkendali.

Kondisi lingkungan pesisir di beberapa pantai di Indonesia akhir-akhir ini

cenderung mengalami penurunan kualitas, sehingga lingkungan pesisir di lokasi

tersebut dapat berkurang fungsinya atau bahkan sudah tidak mampu berfungsi lagi

untuk menunjang pembangunan dan kesejahteraan penduduk secara

berkelanjutan. Penurunan kualitas lingkungan pesisir di banyak tempat terjadi

terutama akibat pencemaran atau perusakan lingkungan di sekitanya.

Page 3: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

3

Pencemaran lingkungan pantai dapat terjadi karena masukan polutan dari

kegiatan di sepanjang garis pantai, secara tidak langsung: melalui aliran sungai,

kegiatan di lepas pantai, karena intrusi (tercampurnya) air laut ke dalam air tanah

dan sebagainya. Kerusakan lingkungan pantai dapat berupa: abrasi pantai,

kerusakan hutan mangrove, kerusakan terumbu karang, penurunan sumber daya

perikanan, serta penambangan pasir yang berlebihan. Akibat berbagai eksploitasi

yang berlebihan terhadap sumber daya alam lingkungan pesisir dan laut pada

umumnya ini, dapat merugikan masyarakat, khususnya penduduk sekitar pantai

(Menteri Lingkungan Hidup, 2009).

Pihak pemerintah mulai memikirkan berbagai cara untuk menanggulangi

permasalahan-permasalahan yang semakin merusak ekosistem lingkungan pantai.

Salah satunya dengan mengupayakan program penanaman mangrove. Program

tersebut mulai diaplikasikan di daerah pantai Baros, Bantul.

Kata mangrove adalah kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan

bahasa Inggris grove. Kata mangrove dalam bahasa Inggris digunakan untuk

menunjuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut

maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas

tersebut. Dalam bahasa Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan

individu spesies tumbuhan, sedangkan kata mangal untuk menyatakan komunitas

tumbuhan tersebut (Keeley, 2007:1-2).

Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang

penting di wilayah perairan pesisir. Pantai memiliki fungsi ekologis sebagai

penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai

Page 4: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

4

macam biota, penahan abrasi, amukan angin, juga berfungsi sebagai pemecah

gelombang. Hutan mangrove juga memiliki fungsi ekonomis penting yaitu

sebagai penyedia kayu, sebagai bahan bangunan maupun sebagai kayu bakar

(Dahuri,1993: 3-4).

Berdasarkan manfaat yang terdapat dari hutan mangrove tersebut dapat

diketahui pentingnya peranan hutan mangrove sebagai penyangga kehidupan baik

di darat maupun di laut, luas hutan mangrove dari tahun ke tahun semakin

berkurang. Data yang ada menyebutkan luas hutan mangrove pada tahun 1982 di

Indonesia sekitar 4,25 juta hektar sedangkan pada tahun 1993 menjadi sekitar 2,49

juta hektar. Hutan mangrove penting sekali untuk dipertahankan dan dijaga

kelestarian ekosistemnya (Mentri Lingkungan Hidup, 2009).

Penelitian ini akan menganalisis permasalahan hubungan manusia dengan

alam tersebut melalui sudut pandang teori Deep Ecology Arne Naess. Deep

Ecology merupakan teori etika lingkungan yang memandang manusia bukan

sebagai pusat dari alam melainkan hanya merupakan bagian dari alam. Semua

unsur alam dan manusia mempunyai kedudukan yang sama di dalam suatu

lingkungan hidup. Nilai-nilai moral bukan hanya berlaku bagi komunitas manusia,

tetapi juga komunitas seluruh anggota lingkungan hidup.

Pusat perhatian Deep Ecology meliputi dua hal. Pertama tentang manusia

dan kepentingannya. Manusia bukan hanya memenuhi kepentingannya saja,

melainkan juga kepentingan seluruh komunitas lingkungan hidup untuk

kepentingan jangka panjang. Kedua, Deep Ecology diterjemahkan dalam aksi

yang nyata dan konkret. Aksi/gerakan ini berusaha untuk mengubah paradigma

Page 5: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

5

secara revolusioner, yaitu: perubahan cara pandang, nilai, dan gaya hidup manusia

yang antroposentris (Keraf, 2002:76). Aksi/gerakan nyata ini diterjemahkan oleh

Naess ke dalam platform aksi, dan beberapa prinsip-prinsip yang dijadikan

pedoman dalam gerakan/aksi Deep Ecology. Platform aksi dan prinsip-prinsip

dalam gerakan Deep Ecology yang nantinya akan dijadikan sebagai dasar analisis

untuk permasalahan hubungan manusia dengan lingkungan hutan mangrove yang

berada di pesisir pantai Baros.

2. Rumusan Masalah

Analisis pada latar belakang permasalahan menjadi dasar perumusan

permasalahan, yaitu:

a. Bagaimana kehidupan masyarakat dan keadaan habitat mangrove di

lingkungan pesisir pantai Baros?

b. Apa konsep pemikiran Deep Ecology Arne Naess?

c. Apa peran masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di lingkungan

pesisir pantai Baros ditinjau dari Deep Ecology Arne Naess?

3. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran penulis, terdapat beberapa skripsi yang membahas

mengenai permasalahan lingkungan dan aliran etika lingkungan. Skripsi tersebut

di antaranya, yaitu:

Page 6: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

6

a. Skripsi Davit Oktiyadi tahun 2002 yang berjudul Relevansi Konsep

Ecosophy dalam Etika Ekosentrisme sebagai Alternatif atas Krisis

Ekologis di Indonesia.

Davit Oktiyadi dalam penelitiannya memposisikan Ecosophy dalam etika

ekosentrisme sebagai sebuah solusi alternatif atas krisis ekologis yang

sedang terjadi di Indonesia. Pertimbangan itu menurut Davit muncul dari

dampak modernisasi yang terjadi saat ini.

b. Skripsi Irfan Ardani tahun 2007 yang berjudul Eksistensi Manusia dalam

Aliran Deep Ecology Movement: Study Filsafat Manusia.

Irfan dalam penelitiannya menjelaskan tentang posisi kedudukan manusia

dan alam, agar tidak terjadi kesalah pahaman yang menyebabkan manusia

bisa berfikir semaunya. Dengan adanya penjelasan tentang kedudukan

manusia dengan alam ini diharapkan manusia dapat lebih menghargai alam

dan melestarikannya.

c. Skripsi Ayu Tyas Fitriani tahun 2008 yang berjudul Konsep Etika

Lingkungan dalam Kearifan Lokal Masyarakat Lereng Utara Gunung

Arjuna ditinjau dari Deep Ecology Arne Naess.

Ayu Tyas dalam penelitiannya mengungkapkan keanekaragaman dan nilai

kompleksitas ekologi serta etika lingkungan yang terdapat dalam

lingkungan kehidupan masyarakat lereng Utara gunung Arjuna dengan

menggunakan nilai-nilai serta prinsip-prinsip yang terdapat dalam Deep

Ecology.

Page 7: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

7

d. Skripsi Yan Warisma Tri Wulansari tahun 2009 yang berjudul Sampah

Plastik sebagai Masalah Lingkungan Hidup ditinjau dari Konsep Deep

Ecology Arne Naess.

Yan Warisma dalam penelitiannya memberi pemaparan tentang

permasalahan sampah, terutama sampah plastik yang ada dalam kehidupan

sehari-hari dan itu terkadang dianggap remeh. Yan Warisma memberi

pengertian akan pentingnya menjaga lingkungan sekitar menggunakan

pendekatan dengan konsep pemikiran Deep Ecology.

e. Skripsi Nirmala Ekawati tahun 2009 yang berjudul Deep Ecology sebagai

Dasar Mengatasi Permasalahan Illegal Loging di Indonesia .

Nirmala dalam penelitiannya memberikan sorotan kritis mengenai

permasalahan Illegal Loging yang terdapat di Indonesia dengan

menggunakan konsep pemikiran Deep Ecology. Dengan adanya penelitian

tersebut diharapkan masyarakat memiiki kesadaran serta pemahaman yang

lebih baik tentang menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.

f. Skripsi Estine Dewi Damayanti tahun 2010 yang berjudul Peran

Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Pesisir Ditinjau dari Deep

Ecology Arne Naess (Studi Kasus pada Masyarakat sekitar Pantai Samas

Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta).

Estine dalam penelitiannya menggunakan pemikiran Deep Ecology

sebagai solusi alternatif dalam mengatasi permasalahan yang ada di

lingkungan pesisir. Di sini Deep Ecology diharapkan dapat memberikan

Page 8: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

8

penjelasan kepada masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan

hidup.

Beberapa penelitian di atas memiliki objek formal dan materi yang hampir

sama dengan penelitian ini. Adapula beberapa penelitian yang dilakukan oleh

mahasiswa fakultas Kehutanan UGM, yang juga membahas tentang hutan

mangrove. Penulis belum menemukan penelitian yang membahas sebuah aliran

dalam etika lingkungan yang membicarakan satu kasus permasalahan lingkungan

yang penulis angkat dalam penelitian ini, yakni peran masyarakat dalam

pengelolaan hutan mangrove di lingkungan pesisir pantai Baros sebagai objek

materi dan objek formal Deep Ecology Arne Naess sebagai konsep yang

memberikan alternatif pemecahan masalah.

4. Manfaat Penelitian

a. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan bisa menambah inventarisasi

penganalisaan baru terhadap kasus lingkungan, khususnya ilmu pengetahuan

tentang fungsi dan manfaat hutan mangrove serta peranan masyarakat dalam

pengelolaan hutan mangrove di daerah pesisir pantai Baros.

b. Bagi Filsafat, penelitian ini diharapkan sedikitnya mampu menambah

wawasan mengenai permasalahan lingkungan ditinjau dari pemikiran yang

menyeluruh di bidang etika lingkungan atas suatu fenomena dan mampu

mengkritisi terhadap fenomena yang terjadi. Pengelolaan lingkungan tidak

mungkin mengabaikan nilai-nilai hidup masyarakatnya.

Page 9: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

9

c. Bagi bangsa Indonesia, penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman

serta wacana tersendiri pada masyarakat mengenai permasalahan yang terjadi

di lingkungan masyarakat dan agar masyarakat juga dapat menyadari akan

pentingnya menjaga lingkungan terutama memberi kesadaran akan pentingnya

hutan mangrove di wilayah pantai.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Menganalisis kehidupan masyarakat pantai Baros serta merumuskan

pengertian serta manfaat dan fungsi dari hutan mangrove.

b. Merumuskan pemahaman prinsip-prinsip dalam Deep Ecology Arne Naess.

c. Menganalisis peran masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di

lingkungan pesisir pantai Baros dengan menggunakan Deep Ecology Arne

Naess sebagai konsep yang memberikan alternatif pemecahan masalah.

C. Tinjauan Pustaka

Lingkungan hidup bagi manusia adalah sebagai tempat tinggal, tempat

berinteraksi, dan tempat bagi manusia menjalankan segala aktivitasnya. Aktivitas

atau perilaku yang dilakukan manusia terhadap lingkungan alam sekarang bisa

dikatakan berlebihan, sehingga menyebabkan kerusakan pada diri alam dan

ketidak seimbangan pada seluruh realitas ekosistem, termasuk manusia. Salah

satunya adalah kerusakan pada ekosistem di daerah pantai.

Page 10: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

10

Kerusakan yang terjadi pada ekosistem daerah pantai adalah salah satu

contoh permasalahan lingkungan hidup yang sering diabaikan oleh manusia.

Beberapa penyebabnya adalah faktor alam itu sendiri dan faktor dari aktivitas

yang berlebihan dari manusia. Kerusakan daerah pantai yang disebabkan oleh

faktor alam biasanya diantisipasi oleh pemerintah agar dampaknya dapat

diminimalkan, namun kerusakan daerah pantai seringkali diperparah oleh aktivitas

manusia. Aktivitas manusia yang berlebihan dalam mengembangkan atau

mengeksploitasi sumber daya daerah pantai menimbulkan permasalahan serius

dalam etika lingkungan. Perilaku manusia sudah tak terkendali dan mengabaikan

semua larangan, sanksi, atau yang paling parah mengabaikan semua dampak dari

perbuatannya.

Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup no 32 pasal 1 ayat 1 dan

2 tahun 2009 telah menetapkan bahwa, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang

dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan

perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan,

dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain, serta perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang

dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya

pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,

pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Pemerintah kabupaten Bantul mulai berupaya membudidayakan tanaman

mangrove, yang ditempatkan di daerah pantai Baros tepatnya di desa Tirtohargo,

kecamatan Kretek. Upaya pembudidayaan tersebut diharapkan dapat mengurangi

Page 11: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

11

berbagai kerusakan yang terjadi di daerah pesisir pantai dan diharapkan dapat

mengembalikan keseimbangan ekosistem yang terdapat di daerah pantai selatan

D.I. Yogyakarta.

Mangrove adalah tanaman yang tumbuh di daerah rawa-rawa yang berair

payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surutnya air

laut. Tanaman ini tumbuh khususnya di tempat terjadinya pelumpuran dan

akumulasi bahan organik. Biasanya terdapat di teluk-teluk yang terlindung dari

gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai dengan aliran air melambat

dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu. Hutan mangrove

merupakan formasi khas daerah tropika, terdapat pada pantai yang landai dengan

lebar kawasan berkisar antara 25 m sampai beberapa kilometer ke darat (Keeley,

2007: 3).

Hutan mangrove merupakan vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh

beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada

daerah pasang-surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini pada umumnya

tumbuh pada daerah interdial yang cukup mendapat genangan air laut dan air

tawar secara berkala, selain itu juga terlindungi dari gelombang besar dan arus

pasang-surut yang kuat. Mangrove sering dijumpai di daerah pantai teluk yang

dangkal, estuaria , delta, dan daerah pantai yang terlindungi.

Beberapa definisi lain tentang hutan mangrove adalah:

a. Hutan mangrove: hutan yang tumbuh di daerah tropis dan sub tropis di

sepanjang pantai atau estuaria dan dipengaruhi oleh pasang-surut.

Page 12: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

12

b. Hutan mangrove: formasi hutan yang vegetasinya hidup di muara sungai,

daerah pasang-surut dan tepi laut ( Harahab, 2010: 28).

Program pembudidayaan tersebut tidak akan berjalan dengan baik bila

tanpa adanya suatu kerja sama, koordinasi antara masyarakat, pemerintah dan

pihak-pihak yang terkait sangat dibutuhkan dalam menanggulangi permasalahan

lingkungan di pesisir pantai. Namun masyarakat seringkali kurang berperan serta

dalam koordinasi pengelolaan lingkungan pesisir pantai. Dibutuhkan strategi

pengelolaan yang sangat bagus untuk memberdayakan masyarakat secara optimal.

Sosialisasi tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang

diadakan pada tanggal 11 Februari 2010 di Yogyakarta oleh Menteri Negara

Lingkungan Hidup secara jelas mengemukakan bahwa peran masyarakat dalam

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup mempunyai hak dan kewajiban

yang sama untuk berperan aktif dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup (pasal 70 RUU PPLH).

Penelitian ini akan memperhatikan kebijakan pemerintah kabupaten Bantul

untuk mengikutsertakan dan memberdayakan masyarakat, terutama pemberdayaan

nilai-nilai hidup masyarakat setempat agar terjalin pengelolaan lingkungan pesisir

secara baik oleh semua pihak-pihak yang terkait.

D. Landasan Teori

Etika lingkungan hidup merupakan disiplin ilmu yang berbicara mengenai

norma dan kaidah moral yang mengatur perilaku manusia dalam berhubungan

dengan alam serta nilai dan prinsip moral yang menjiwai perilaku manusia dalam

Page 13: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

13

berhubungan dengan alam tersebut (Keraf, 2006: 26). Etika lingkungan hidup

disini mengungkapkan bagaimana seharusnya manusia memperlakukan alam,

manusia bagian dari alam bukan terpisah dari alam.

Etika lingkungan hidup memiliki teori-teori dalam menentukan pola

perilaku manusia dengan lingkungan. Teori-teori tersebut antara lain:

Antroposentrisme, Biosentrisme, Ekosentrisme, Hak asasi alam, dan

Ekofeminisme (Keraf, 2002: 31-32). Salah satu teori lingkungan hidup yang

penulis angkat adalah Ekosentrisme.

Ekosentrisme merupakan teori etika lingkungan hidup yang memusatkan

perhatian etika pada seluruh makhluk ciptaan, baik yang hidup (biotis) maupun

yang kebendaan (abiotis). Ekosentrisme menekankan hubungan seluruh makhluk

ciptaan di dalam realitas ekosistem, karena satu sama lain saling terkait.

Kewajiban dan tanggung jawab moral bukan hanya milik komunitas makhluk

hidup melainkan juga milik seluruh realitas ekosistem (Keraf, 2002: 75). Etika

Ekosentrisme adalah suatu usaha untuk menjaga keseimbangan antara

kepentingan individu dengan kepentingan keseluruhan dalam ekosistem (Borrong,

2000: 157).

Ekosentrisme pertama kali dibangun atas dasar etika tanah klasik Aldo

Leopold. Leopold mempunyai keyakinan bahwa awal etika muncul adalah sebagai

sarana untuk organisasi sosial dan bahwa manusia mempunyai tugas dan

kewajiban terhadap komunitas tempat manusia berada, dan kepada masing-masing

sesama anggota (Tucker dan Grim, 2003:30).

Page 14: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

14

Salah satu teori Ekosentrisme yang terkenal adalah Deep Ecology (ekologi

dalam). Deep Ecology pertama kali dikenal sebagai istilah untuk permasalahan

lingkungan oleh Arne naess, seorang filsuf asal Norwegia, pada tahun 1973

(Keraf, 2002:75). Naess memperkenalkan istilah Deep Ecology pada tulisannya

yang berjudul “The Shallow and the Deep, Long-range Ecology Movement”,

Naess membedakan antara Shallow Eecology (ekologi dangkal) dan Deep Ecology

(ekologi dalam), seperti berikut:

“The emergence of ecologist from their former relative obscurity marks a turning point in our scientific communities. But their message is twisted and misused. A shallow, but presently rather powerful, movement, and a deep, but less influential, movement, complete for our attention. I shall make an effort to characteristic the two: The shallow ecology movement dan The deep ecology movement” (Naess, 1989: 27).

(Kemunculan pemahaman ekologi dari para pendahulu kita relatif

tidak dikenal secara jelas yang ditandai sebuah point penting pada komunitas ilmiah kita. Tetapi pesan dari mereka (para pendahulu) adalah membingungkan dan disalah gunakan. Dangkal, namun di masa kini lebih kuat, sebuah gerakan, dan dalam, namun kurang berpengaruh, sebuah gerakan, menyeluruh untuk perhatian kita. Aku (Naess) akan membuat sebuah upaya untuk mengkhaskannya menjadi dua: Ekologi dangkal dan Ekologi dalam)

Shallow Ecology lebih memperhatikan pada pemenuhan

kepentingan/kebutuhan umat manusia dalam mengelola alam tanpa

memperhatikan daya dukung alam tersebut. Deep Ecology mengubah paradigma

pemikiran banyak orang tentang manusia dan alam, bahwa pusat dari seluruh alam

bukanlah manusia (antroposentris ) melainkan seluruh realitas ekosistem

(ekosentris). Seluruh komunitas ekosistem, termasuk komunitas manusia,

mempunyai kedudukan yang sama dalam lingkungan alam.

Page 15: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

15

Deep Ecology dipahami oleh Naess melalui filsafat dasarnya, yakni

Ecosophy. Ecosophy berasal dari kata Eco yang berarti rumah tangga dan Sophy

yang berarti kearifan, sehingga pengertian Ecosophy adalah kearifan yang

mengatur hidup selaras dengan alam sebagai sebuah rumah tangga dalam

pengertian yang luas.

Beberapa tahun kemudian tepatnya sekitar tahun 1984, Naess merumuskan

dasar gerakan/aksi Deep Ecology (Deep Ecology Movement) yang dinamakannya

Platform Aksi. Naess membuatkan versi mudah dalam Platform Aksi bagi semua

kalangan, tak terkecuali masyarakat umum yang ingin mengerti dan membuat

gerakan lingkungan yang berdasarkan Deep Ecology. Naess merumuskan

Platform Aksi ini menjadi delapan butir (Naess, 1989: 29), yaitu:

1. Kesejahteraan dan perkembangan kehidupan manusia dan makhluk lain di

bumi ini mempunyai nilai pada dirinya sendiri. Nilai-nilai ini tidak

tergantung dari apakah dunia luar manusia mempunyai kegunaan atau

tidak bagi kehidupan manusia.

2. Kekayaan dan keanekaragaman bentuk-bentuk kehidupan mempunyai

sumbangsih bagi perwujudan nilai-nilai tersebut dan juga mempunyai nilai

pada dirinya sendiri dan mempunyai sumbangsih bagi perkembangan

manusia dan bukan manusia di bumi ini.

3. Manusia tidak mempunyai hak untuk mereduksi kekayaan dan

keanekaragaman ini kecuali untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya

yang vital

Page 16: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

16

4. Perkembangan kehidupan manusia dan kebudayaannya berjalan seiring

dengan penurunan yang cukup berarti dari jumlah penduduk.

Perkembangan kehidupan di luar manusia membutuhkan penurunan

jumlah penduduk seperti itu.

5. Campur tangan manusia dewasa ini terhadap dunia di luar manusia sudah

sangat berlebihan, dan situasi ini semakin memburuk.

6. Perlu ada perubahan kebijakan, sehingga mempengaruhi struktur ekonomi,

teknologi, dan ideologi. Hasilnya akan berbeda dari keadaan sekarang ini.

7. Perubahan ideologis terutama menyangkut penghargaan terhadap kualitas

kehidupan dan bukan bertahan pada standar kehidupan yang semakin

meningkat. Akan muncul kesadaran mengenai perbedaan antara besar dan

megah.

8. Orang-orang yang menerima pokok-pokok pemikiran itu mempunyai

kewajiban secara langsung atau tidak langsung untuk ikut ambil bagian

mewujudkan perubahan-perubahan yang sangat diperlukan.

Naess dalam perkembangannya juga merumuskan 5 prinsip dasar dari

gerakan Deep Ecology (Keraf, 2002 : 91-95), antara lain:

1. Prinsip Non-Antroposentrisme.

Sebuah pandangan tentang manusia yang merupakan bagian dari alam,

bukan di atas atau terpisah dari alam. Posisi manusia tidak dilihat sebagai

tuan dan penguasa dari alam semesta, tetapi sama statusnya sebagai

ciptaan Tuhan.

Page 17: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

17

2. Prinsip Kesamaan status organisme (Biospheric egalitarianism-in

principle).

Sebuah pengakuan bahwa semua organism dan makhluk hidup adalah

anggota yang sama statusnya dari suatu keseluruhan yang terkait sehingga

memiliki martabat yang sama. Pengakuan ini menunjukan adanya sikap

hormat terhadap semua cara dan bentuk kehidupan di alam semesta.

3. Prinsip Realisasi diri (Self-realization).

Sebuah anggapan tentang manusia yang dapat merealisasikan dirinya

dengan mengembangkan potensi di dalam dirinya. Hanya melalui hal

tersebut manusia dapat mempertahankan hidupnya.

4. Pengakuan dan penghargaan terhadap keanekaragaman dan kompleksitas

ekologis dalam suatu hubungan simbiosis.

Hubungan simbiosis berarti hidup bersama secara saling menguntungkan.

Setiap bentuk kehidupan yang menjadi bagian dari komunitas ekologis

seluruhnya harus mempertahankan keanekaragamannya, agar dapat

menunjang kelangsungan hidup dari ekosistem itu sendiri.

5. Perubahan politik menuju Ecopolitics.

Bagi Naess persoalan politik paling pokok bagi Shallow Ecological

Movement adalah rekayasa sosial, dalam bentuk modifikasi perilaku

manusia demi kesejahteraan dalam jangka pendek. Permasalahan tersebut

tentu dapat menyebabkan kerusakan alam karena produksi dan konsumsi

yang berlebihan. Upaya untuk menyelamatkan lingkungan diperlukan

adanya perubahan politik yang mendasar untuk melahirkan ecopolitics.

Page 18: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

18

Perubahan itu tidak hanya melibatkan individu tapi juga membutuhkan

transformasi kultural dan politik yang dapat mempengaruhi serta

menyentuh struktur-struktur dasar ekonomi dan ideologi.

E. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pengambilan data yang dilakukan

melalui studi pustaka. Penelitian ini menggunakan model penelitian tentang

masalah aktual. Model penelitian ini membahas permasalahan aktual, yaitu peran

masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di lingkungan pesisir dengan

menggunakan kerangka pemikiran aliran dalam etika lingkungan yaitu Deep

Ecology untuk menganalisis permasalahan.

1. Bahan dan Materi Penelitian

Bahan-bahan dalam penelitian ini didapat dari sumber kepustakaan.

a. Primer :

1. Kusmana, Cecep, 2003, Jenis-Jenis Pohon Mangrove, Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor, Bogor

2. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, 2009, Undang-undang

Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup, Bapedal, Jakarta

3. Dahuri, 1993, Ekosistem Hutan Mangrove. Balai Pustaka Institut Pertanian

Bogor, Bogor

Page 19: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

19

4. Keeley Martin, 2007, Hutan Mangrove Yang Menakjubkan. Mangrove

Action Project Indonesia dan Pusat Studi Asia Pasifik Universitas Gajah

Mada, Yogyakarta.

5. Harahab, Nuddin, 2010, Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove

Aplikasinya Dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Graha Ilmu,

b. Sekunder :

1) Naess, Arne, 1989, Ecology, Community and Lifestyle, Diterjemahkan

oleh David Rothenberg, Cambridge University Press, New York

2) Borrong, Robert P, 2000, Etika Bumi Baru, Gunung Mulia, Jakarta

3) Keraf, Sonny, 2002, Etika Lingkungan, Kompas, Jakarta

4) Soemarwoto, Otto, 2004, Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan,

Djambatan, Jakarta

5) Tucker, Mary. E dan Grim, John. A, 2003, Agama, Filsafat, dan

Lingkungan Hidup. Kanisius, Yogyakarta

6) Bakker, Anton, 1995, Kosmologi dan Ekologi: Filsafat Tentang Kosmos

dan Rumah Tangga Manusia, Kanisius, Yogyakarta

7) Manik, K.E.S, 2003, Pengelolaan Lingkungan Hidup. Djambatan, Jakarta.

8) Resosoedarmo, R. Soedjiran, Kartawinata, Kuswata dan Soegiarto,

Apriliani, 1985, Pengantar Ekologi. Remaja Karya CV, Bandung.

9) Bertens. K, 1993, Etika. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

10) Skolimowski, Henryk, 2004, Filsafat Lingkungan. Bentang Budaya,

Jogjakarta.

Page 20: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

20

Data mengenai peran masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di

lingkungan pesisir di beberapa daerah di Indonesia diperoleh dari jurnal, majalah,

media cetak dan elektronik, serta essai.

2. Jalan Penelitian

Jalan penelitian ini melewati empat tahap :

a. Pengumpulan data; mengumpulkan sumber pustaka yang berkaitan

dengan objek penelitian yang dikaji.

b. Klasifikasi; data yang telah diperoleh dikelompokkan sebagai data primer

dan sekunder.

c. Pengolahan data; menganalisis hasil dari data yang sudah diklasifikasi

sehingga diperoleh pemahaman dalam menentukan arah penelitian.

d. Memaparkan hasil analisis berupa uraian tertulis.

3. Analisis Hasil

Penelitian ini menggunakan hermeneutika filosofis dengan menggunakan

unsur-unsur metodis merujuk pada buku Metode Penelitian Filsafat (Bakker dan

Zubair, 1993 : 107-113), antara lain:

a. Deskripsi; Uraian dan Gambaran menyeluruh mengenai data yang terkait

dengan objek formal dan objek material.

b. Interpretasi; Usaha mengungkapkan konsepsi filosofis dari data tentang

objek formal dan objek material.

c. Idealisasi; penggunaan objek formal yaitu Deep Ecology sebagai sikap

yang cocok digunakan untuk menganalisis permasalahan peran masyarakat

dalam pengelolaan hutan mangrove di lingkungan pesisir pantai Baros.

Page 21: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

21

d. Induksi; Usaha untuk mengumpulkan data dan mengidentifikasi mengenai

permasalahan peran masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di

lingkungan pesisir pantai Baros.

e. Holistika; Usaha memahami konsep Deep Ecology yang tersirat dalam

permasalahan peran masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di

lingkungan pesisir pantai Baros.

F. Hasil Yang Telah Dicapai

Penelitian ini akan mencapai beberapa hasil sebagai berikut:

1. Memperoleh pengetahuan tentang habitat mangrove, serta pengelolaan

hutan mangrove yang baik di kawasan pantai Baros oleh masyarakat untuk

upaya menjaga keseimbangan lingkungan hidup.

2. Memperoleh pemahaman mengenai sejauh mana pentingnya koordinasi

yang baik antara pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan hutan

mangrove di lingkungan pesisir pantai Baros.

3. Memberikan pengetahuan dan alternatif pemecahan masalah dalam

menanggulangi kerusakan lingkungan pesisir pantai Baros dengan

mengikut sertakan peran masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove

di lingkungan pesisir pantai Baros dengan menggunakan dasar analis dari

teori DeepEecology Arne Naess.

Page 22: PENDAHULUAN A. - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72609/potongan/S1-2014... · pantai menjadi transisi ekosistem laut dengan ekosistem darat. ... kerusakan

22

G. Sistematika Penulisan

Hasil penelitian ini akan diuraikan dalam lima bab, antara lain:

Bab I : Berisi pendahuluan tentang latar belakang dilakukannya

penelitian ini, rumusan masalah yang hendak dijawab, tujuan dan manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian yang

digunakan, hasil yang akan dicapai, dan sistematika penulisan.

Bab II : Berisi tentang pengertian, manfaat, serta permasalahan yang

terdapat dalam pengelolaan hutan mangrove di pesisir pantai Baros dengan

studi kasus peran masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di

lingkungan pesisir pantai Baros Kabupaten Bantul.

Bab III: Berisi tentang teori etika lingkungan hidup, dan konsep Deep

Ecology yakni platform aksi beserta prinsip-prinsipnya yang digunakan

untuk menganalisis permasalahan.

Bab IV : Berisi tentang analisis permasalahan pada studi kasus jika ditinjau

dari teori Deep Ecology Arne Naess.

Bab V : Berisi kesimpulan yang merupakan jawaban dari keseluruhan

permasalahan beserta saran.