Upload
vothien
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung
banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks, karena sifatnya yang kompleks
itu maka tidak ada sebuah batasan pun yang cukup memadai untuk
menjelaskan arti pendidikan secara lengkap. Batasan tentang pendidikan yang
dibuat oleh para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda yang satu
dari yang lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar
yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang
melandasinya.
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik,
luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Tujuan pendidikan memiliki
dua fungsi yaitu memberi arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan
merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
Sebagai suatu komponen pendidikan, tujuan pendidikan menduduki posisi
penting diantara komponen-komponen pendidikan lainnya. Sehubungan
dengan fungsi tujuan yang demikian penting itu maka menjadi keharusan bagi
pendidikan untuk memahaminya. Kekurangpahaman pendidik terhadap
tujuan pendidikan dapat mengakibatkan kesalahan di dalam melaksanakan
pendidikan. Gejala demikian oleh Langeveld disebut salah teoritis (Langeveld
dalam Umar Tirtarahardja dan Lasula, 2000).
2
Salah satu tujuan pendidikan adalah menghasilkan peserta didik yang
mempunyai semangat untuk terus belajar seumur hidup, penuh rasa ingin tahu
dan keinginan untuk menambah ilmu, meskipun pendidikan formal mereka
telah berakhir. Kunci untuk mewujudkan itu semua adalah adanya motivasi
yang kuat dan terpelihara dalam diri peserta didik untuk belajar (Suciati,
2007:3.3). Seorang guru senantiasa dihadapkan dengan peserta didik yang
memiliki kemauan belajar yang berbeda. Terkadang guru menhadapi peserta
didik yang kehilangan perhatian dan minat peserta didik. Menghadapi peserta
didik yang demikian, tidak bisa bila guru terus mendorong mereka untuk
tetap berusaha membaca bab buku tertentu, mengerjakan soal dan tugas,
ataupun aktif bertanya ketika guru menjelaskan. Akan lebih baik lagi apabila
peserta didik dengan sendirinya menyenangi belajar.
Menurut Deci dan Ryan (Suciati, 2007:3.25), “yang menjadi masalah adalah peserta didik seringkali tidak memahami peranan berpikir dan penalarannya sendiri dalam proses pembelajaran. Di samping itu, peserta didik tidak melihat materi dan tujuan pembelajaran di kelas sebagai sesuatu yang menarik atau relevan. Mereka juga tidak melihat lingkungan belajar sebagai sumber untuk melatih menjadi kompeten, mandiri, dan bersosialisasi dengan orang lain. Perlu dipahami bahwa keinginan peserta didik untuk belajar merupakan interaksi antara proses internal peserta didik dengan dukungan belajar dari luar“.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada
peserta didik kelas V SDN - 9 Menteng Palangkaraya menunjukkan bahwa
dalam pelaksanaan pembelajaran IPS, metode yang digunakan guru kurang
bervariasi karena guru cenderung menggunakan metode konvensional.
Metode yang digunakan guru pada proses pembelajaran tidak membuat
peserta didik aktif. Pada saat guru masuk kelas, setelah mengkondisikan
3
kelas, guru langsung meminta peserta didik menjawab soal di LKS yang
sudah dimiliki masing-masing peserta didik. Selama lebih kurang 30 menit,
peneliti mengamati proses belajar mengajar di kelas V ini, guru duduk dan
mengerjakan sesuatu di meja guru, sedangkan peserta didik sibuk menjawab
soal. Hal yang dimaksud dengan sibuk adalah peserta didik sibuk bertanya
dan menyamakan jawaban mereka dengan temannya, peserta didik bertanya
ke teman di depannya atau di belakangnya. Tentu saja hal ini berpengaruh
pada hasil belajar peserta didik.
Hal ini terbukti dari nilai latihan di kelas V yang berjumlah 24 orang
peserta didik hanya 50% (12 orang peserta didik) mencapai ketuntasan belajar
dan 50% (12 orang peserta didik) belum mencapai ketuntasan belajar,
sedangkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebagai acuan keberhasilan
pada mata pelajaran IPS, berdasarkan ketentuan sekolah SDN - 9 Menteng
Palangkaraya yaitu 65. Dapat dikatakan bahwa rendahnya hasil belajar
peserta didik diduga karena pada mata pelajaran IPS ini guru lebih cenderung
memberikan materi saja daripada kegiatan yang mengundang peserta didik
untuk aktif. Hal ini membuat peneliti ingin memberikan suatu proses
pembelajaran yang dapat menyalurkan keaktifan peserta didik menjadi
sesuatu yang positif dan menyenangkan.
Salah satu proses pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik
bisa diperoleh dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif. Model
pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menggerakkan
peserta didik berinteraksi dengan teman-teman sebayanya secara aktif dan
4
positif, model pembelajaran kooperatif bekerja dalam sebuah kelompok yang
terdiri dari tiga atau lebih anggota. Pembelajaran kooperatif adalah suatu
aktivitas pembelajaran yang menggunakan pola belajar peserta didik
berkelompok untuk menjalin kerja sama dan saling ketergantungan dalam
struktur tugas, tujuan, dan hadiah (Muslim Ibrahim dalam Syafruddin,
2005:208).
Berdasarkan ulasan di atas, untuk mengatasi masalah tersebut maka
dapat dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT). Model pembelajaran
kooperatif tipe TGT adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif
yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh peserta didik tanpa
harus ada perbedaan status, melibatkan peran peserta didik sebagai tutor
sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas
belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif
model TGT memungkinkan peserta didik dapat belajar lebih rileks di
samping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan
sehat dan keterlibatan belajar.
Teams Games Tournaments (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh
Davied Devries dan Keith Edward, ini merupakan metode pembelajaran
pertama dari Johns Hopkins. Pendekatan yang digunakan dalam TGT adalah
pendekatan secara kelompok yaitu dengan membentuk kelompok-kelompok
kecil dalam pembelajaran. Pembentukan kelompok kecil akan membuat
peserta didik makin aktif dalam pembelajaran.
5
Dari fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian menggunakan pembelajaran yang dapat melibatkan peserta didik
secara aktif dalam pembelajaran, bekerja sama dengan sesama peserta didik
dalam tugas-tugas terstruktur dan saling berinteraksi dengan sesama secara
aktif, dan efektif. Selain itu peserta didik mampu menghubungkan materi
yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata peserta didik sehingga
mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam dunia nyata
melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan media
permainan bentuk monopoli untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik
kelas V.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukan, dapat di
identifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Peserta didik tidak terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran IPS.
2. Guru masih menggunakan metode konvensional.
3. Hasil belajar IPS pada peserta didik masih belum mencapai ketuntasan.
C. Batasan Masalah
Untuk menghindari perluasan masalah maka peneliti membatasi
masalah sebagai berikut:
1. Peserta didik yang diteliti pada kelas V SDN - 9 Menteng Palangkaraya
tahun pelajaran 2013/2014 semester II dengan mata pelajaran IPS.
2. Hasil belajar peserta didik kelas V SDN - 9 Menteng Palangkaraya
dilihat pada mata pelajaran IPS sebelum dan sesusah penerapan model
6
pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan media permainan bentuk
monopoli.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dipaparkan pada latar belakang maka
masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana aktivitas guru dan peserta didik kelas V SDN – 9 Menteng
Palangkaraya pada saat pembelajaran IPS dengan menerapan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan media permainan bentuk
monopoli?
2. Apakah ada peningkatan hasil belajar peserta didik kelas V SDN - 9
Menteng Palangkaraya pada mata pelajaran IPS dengan menerapan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan media permainan
bentuk monopoli ?
E. Alternatif Pemecahan Masalah
Alternatif pemecahan masalah yang peneliti ingin berikan sesuai
dengan rumusan masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah masih banyak hasil belajar IPS peserta didik yang belum mencapai
nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) dan peserta didik masih belum
berperan aktif dalam proses pembelajaran. Peneliti memilih altenatif
pemecahan masalah dengan menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif tipe
Teams Games Tournament (TGT ) dengan media permainan bentuk
Monopoli untuk memperbaiki proses penyajian materi dan mengaktifkan
peserta didik dalam proses pembelajaran. Peneliti berharap dengan
7
memperbaiki proses penyajian materi dan mengaktifkan peserta didik dalam
proses pembelajaran, peneliti berharap proses pembelajaran menjadi lebih
menarik, menyenangkan dan merubah aktivitas pembelajaran ke arah yang
lebih baik.
F. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukan di atas, tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui aktivitas guru dan peserta didik saat pembelajaran IPS
dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan
media permainan bentuk monopoli.
2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar peserta didik kelas V SDN -
9 Menteng Palangkaraya pada mata pelajaran IPS dengan penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan media permainan
bentuk monopoli.
G. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi Kepala Sekolah: sebagai bahan mengadakan supervisi dan
pembinaan guru kelas agar SDN - 9 Menteng Palangkaraya menjadi
sekolah yang memiliki kreativitas tinggi dan berkualitas.
2. Bagi guru: dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat
menambah wawasan tentang berbagai model pembelajaran serta dapat
meningkatkan kompetensi guru.
8
3. Bagi Peserta didik: dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta
didik, karena peserta didik dapat belajar lebih rileks, serta dapat
menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat,
dan keterlibatan belajar.
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Analisis Teoritis
1. Model Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin (Syafruddin, 2005:201), “pembelajaran
kooperatif menggalakkan peserta didik berinteraksi secara aktif dan
positif dalam kelompok. Ini memperbolehkan pertukaran ide dan
pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai
dengan falsafah konstruktivisme”.
Dalam model pembelajaran kooperatif ini, guru lebih berperan
sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung ke
arah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan peserta didik sendiri.
Guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada peserta didik, tetapi
juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya. Peserta didik
mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung
dalam menerapkan ide-ide mereka, ini merupakan kesempatan bagi
peserta didik untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka
sendiri.
Pada hakikatnya cooperative learning sama dengan kerja
kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang mengatakan tidak ada
sesuatu yang aneh dalam cooperative learning karena mereka
beranggapan telah biasa melakukan cooperative learning dalam bentuk
10
belajar kelompok. Walaupun sebenarnya tidak semua belajar kelompok
dikatakan cooperative learning, seperti dijelaskan Abdulhak
(Syafruddin, 2005:203) bahwa “pembelajaran cooperative dilaksanakan
melalui sharing proses antara peserta belajar, sehingga dapat
mewujudkan pemahaman bersama diantara peserta belajar itu sendiri”.
Tom V. Savage (Syafruddin, 2005:203) mengemukakan bahwa
“cooperative learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja
sama dalam kelompok. Dalam proses pembelajaran kooperatif, peserta
didik berbagi ilmu dan pengetahuan diantara mereka dan untuk mereka,
dengan begitu pembelajaran dapat menjadi tiga arah, antara guru ke
peserta didik, peserta didik ke guru dan peserta didik ke peserta didik“.
Maka dari itu cooperative learning ini berbeda dari kerja kelompok
biasa. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan
berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberi peserta didik bentuk
sinergi yang menguntungkan semua anggota.
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan model pembelajaran
yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran
yang lebih menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok.
Bennet (Isjoni, 2009:60) menyatakan ada lima unsur dasar yang dapat
membedakan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok, yaitu:
1. Positive Interdepedence adalah hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok di mana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula.
2. Interaction Face to face adalah interaksi yang langsung terjadi antara peserta didik tanpa adanya perantara.
11
3. Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok sehingga peserta didik termotivasi untuk membantu temannya.
4. Membutuhkan keluwesan yaitu menciptakan hubungan antar pribadi, mengembangkan kemampuan kelompok, dan memelihara hubungan kerja yang efektif.
5. Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah yaitu tujuan terpenting yang diharapkan dapat dicapai dalam pembelajaran kooperatif.
b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Syafruddin (2005:209) model pembelajaran kooperatif
dikembangkan setidaknya untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran
penting, yaitu:
1. Hasil belajar akademik.
2. Penerimaan terhadap keragaman.
3. Pengembangan keterampilan sosial.
Melihat tujuan dari tujuan pembelajaran kooperatif tersebut
dapat disimpulkan bahwa peserta didik menjadi pusat dalam kegiatan
belajar mengajar, sedangkan guru selaku pemberi motivasi bertindak
mengarahkan dan menjadi fasilitator sehingga pembelajaran dapat
berlangsung dengan baik dan mencapai tujuan pembelajaran.
c. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif
Menurut Roger dan David Jhonson (Syafruddin, 2005:212) ada
lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning),
yaitu sebagai berikut:
1. Prinsip ketergantungan positif yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada uasaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan.
12
2. Tanggung jawab perseorangan yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu setiap individu memiliki tanggung jawab dan tugas untuk dikerjakan di dalam kelompok.
3. Interaksi tatap muka yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberikan ide atau pendapat dan informasi dari anggota kelompok lain.
4. Partisipasi dan komunikasi yaitu melatih peserta didik untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.
5. Evaluasi proses kelompok yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
d. Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada
prinsipnya terdiri atas empat tahap (Syafruddin, 2005:212), yaitu:
1. Penjelasan materi. Tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelumnya peserta didik belajar dalam kelompok . tujuan utama tahapan ini adalah pemahaman peserta didik terhadap pokok materi pelajaran.
2. Belajar kelompok. Tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi, peserta didik bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya.
3. Penilaian. Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau kuis, yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan memberikan penilaian kemampuan individu, sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada kemampuan kelompoknya.
4. Pengakuan tim. Pengakuan tim adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik lagi.
e. Model-model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Syafruddin (2005) “ada beberapa variasi jenis model
dalam pembelajaran kooperatif, walaupun prinsip dasar dari
13
pembelajaran kooperatif ini tidak berubah”, jenis-jenis model
pembelajaran kooperatif tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Jenis-Jenis Model Pembelajaran Kooperatif
No Jenis-Jenis Model Pembelajaran Kooperatif 1 Model Student Teams Achievement Division (STAD) 2 Model Jigsaw 3 Model Group Investigation 4 Model Make a Match (Membuat Pasangan) 5 Model Teams Games Tournaments (TGT) 6 Model Struktural
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournaments (TGT)
a. Pengertian Model Pembelajaran TGT
Menurut Saco (Syafruddin, 2005:224), “dalam TGT peserta
didik memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk
memperolah skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat
disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan materi pembelajaran. Kadang-kadang dapat juga
diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas
kelompok mereka)“.
Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan
yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Misalnya, tiap peserta
didik mengambil sebuah kartu yang diberi pertanyaan dan disetiap kartu
yang berisi pertanyaan diberi angka sebagai pemberi perbedaan.
Misalnya ada dua jenis pertanyaan, maka angka satu untuk pertanyaan
yang berjenis pilihan ganda dan angka dua untuk pertanyaan yang
14
berjenis menebak gambar, jumlah soal pun disesuaikan dengan jumlah
peserta didik disetiap meja turnamen. Setiap peserta didik harus
berusaha untuk menjawab pertanyaan dengan jawaban yang sesuai.
Turnamen harus memungkinkan semua peserta didik dari
tingkat kemampuan atau kepandaian yang berbeda dapat
menyumbangkan poin bagi kelompoknya. Prinsipnya soal sulit untuk
anak pintar dan soal yang lebih mudah untuk yang kurang pintar
(Syafruddin, 2005:224). Hal ini dimaksudkan agar semua anak
mempunyai kemungkinan memberi skor bagi kelompoknya. Permainan
yang dikemas dalam bentuk turnamen ini dapat berperan sebagai
penilaian alternatif atau dapat pula sebagai preview materi
pembelajaran.
b. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe TGT
Menurut Slavin (2010) pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri
dari lima tahapan yaitu:
1. Tahap penyajian kelas (class precentation). Guru menempatkan peserta didik dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5-6 orang peserta didik yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi.
2. Belajar dalam kelompok (teams). Peserta didik bekerja di dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompok lainnya. Apabila ada dari angota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.
3. Permainan (games). Setelah memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai pelajaran maka seluruh peserta didik akan diberikan permainan akademik.
15
4. Pertandingan (tournament). Dalam permainan akademik peserta didik akan dibagi dalam meja-meja tournamen, di mana setiap meja turnamen terdiri dari 5 – 6 orang yang merupakan wakil dari tiap kelompok. Peserta didik dikelompokkan dalam satu meja turnamen secara homogen dari segi kemampuan akademik. Artinya dalam satu meja turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara. Setelah peserta didik duduk di meja turnamen, guru memberitahukan aturan bermain.
5. Penghargaan kelompok (team recognition). Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat pada lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skor-skor yang diperoleh anggota kelompok. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan tim berupa sertifikat dengan mencantumkan predikat tertentu.
Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka model
pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil.
2. Dalam proses pembelajaran TGT memiliki proses pembelajaran
yang berbentuk games tournament.
3. Penghargaan untuk kelompok yang memiliki poin lebih banyak dari
kelompok lain sebagai hadiah atas keberhasilan kelompok atau tim
mereka.
c. Keunggulan dan kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
Slavin (2010), melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang
pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar peserta
didik yang secara implisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan
pembelajaran TGT, sebagai berikut:
Para peserta didik di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT
memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari
16
kelompok rasial mereka dari pada peserta didik yang ada dalam
kelas tradisional.
Meningkatkan perasaan/persepsi peserta didik bahwa hasil yang
mereka peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada
keberuntungan.
TGT meningkatkan harga diri sosial pada peserta didik tetapi tidak
untuk rasa harga diri akademik mereka.
TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama
verbal dan nonberbal, kompetisi yang lebih sedikit)
Keterlibatan peserta didik lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi
menggunakan waktu yang lebih banyak.
TGT meningkatkan kehadiran peserta didik di sekolah pada remaja-
remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima
skors atau perlakuan lain.
Sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh guru dalam
pembelajaran TGT adalah bahwa nilai kelompok tidaklah mencerminkan
nilai individual peserta didik. Dengan demikian, guru harus merancang
alat penilaian khusus untuk mengevaluasi tingkat pencapaian belajar
peserta didik secara individual.
3. Media Pembelajaran
a. Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa Latin “Medius” yang secara
harfiah berarti: tengah, perantara, atau pengantar. Gerlach dan Ely
17
(Arsyad dalam Yetrae, 2013:20) mengatakan bahwa “media apabila
dipahami secara garis besar adalahh manusia, materi, atau kejadian
yang membangun kondisi yang membuat peserta didik mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap”.
Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan
sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses belajar adalah
Dale’s Cone Of Experience (Kerucut Pengalaman Dale) (Azhar Arsyad,
2010:10). Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman
langsung (konkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan
seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lambang
verbal (abstrak). Semakin ke atas dipuncak kerucut semakin abstrak
media penyampai pesan itu. Perlu diketahui bahwa urut-urutan yang
ada di dalam gambar tidak berarti proses belajar dan interaksi mengajar
harus selalu dimulai dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan
jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan peserta didik yang dihadapi dan mempertimbangkan situasi
belajar.
Dasar pengembangan kerucut dibawah bukanlah tingkat
kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan atau jumlah jenis indera yang
turut serta selama penerimaan isi pengajaran atau pesan. Pengalaman
langsung akan memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna
mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman
18
itu, oleh karena itu ia melibatkan indera penglihatan, pendengaran,
perasaan, penciuman, dan peraba. Ini dikenal dengan learning by doing.
Gambar 1. Kerucut Pengalaman Dale
b. Fungsi dan Manfaat Media dalam Pembelajaran
Pesan dan informasi yang dibawa oleh media bisa berupa pesan
yang sederhana dan bisa pula pesan yang amat kompleks. Akan tetapi,
yang terpenting adalah media itu disiapkan untuk memenuhi kebutuhan
Abstrak
Konkret
Lambang
Kata
Lambang
Visual
Gambar diam, Rekaman Radio
Gambar hidup Pameran
Televisi
Karyawisata
Dramatisasi
Pengalaman Langsung
19
belajar dan kemampuan peserta didik, serta peserta didik dapat aktif
berpartisipasi dalam proses belajar mengajar. Ditinjau dari proses
pembelajaran sebagai kegiatan interaksi antara pebelajar atau peserta
didik dengan lingkungannya, maka fungsi media dapat diketahui
berdasarkan adanya kelebihan media dan hambatan komunikasi yang
mungkin timbul dalam proses pembelajaran.
Menurut Gerlach dan Ely (Rodhatul Jenah, 2009:19) fungsi
media dalam pembelajaran dapat:
1. Bersifat Fiksatif, artinya media memiliki kemampuan untuk menangkap, menyimpan dan kemudian menampilkan kembali obyek atau kejadian.
2. Bersifat Manipulatif, artinya menampilkan kembali obyek atau kejadian dengan berbagai macam perubahan manipulasi sesuai keperluan, misalnya dirubah: ukurannya, benda yang besar dapat dikecilkan dan benda yang kecil dapat dibesarkan, kecepatannya, warnanya, serta dapat juga diulang-ulang dapat diatur untuk dibawa keruangan kelas.
3. Bersifat Distributif, artinya bahwa dengan menggunakan media dapat menjangkau sasaran yang luas atau media mampu menjangkau audien yang besar jumlahnya dalam satu kali penyajian secara serempak. Misalnya siaran televisi, radio, dan surat kabar.
Menurut Harry C. Mc. Kown (Rodhatul Jenah, 2009:20) “fungsi
media pembelajaran adalah merubah situasi belajar, menimbulkan
motivasi, memperjelas isi pembelajaran dan membangkitkan rasa ingin
tahu“. Sudjana dan Rivai (2002:2) mengemukakan manfaat media
dalam pembelajaran peserta didik, yaitu:
1. Pengajaran akan lebih menarik perhatian peserta didik sehingga dapat menumbuhkan belajar.
2. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh peserta didik dan memungkinkan peserta didik menguasai tujuan pembelajaran lebih baik.
20
3. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata berkomunikasi secara verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga peserta didik tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar setiap jam pelajaran.
4. Peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan belajar karena tidak hanya mendengarkan uraian dari guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.
c. Jenis-jenis Media Pembelajaran
Ada beberapa jenis media pengajaran menurut Nana dan Rivai
(2002) yang dapat digunakan dalam proses pengajaran, yaitu:
1. Media Grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik dan lain-lain. Media grafis seing juga disebut media dua dimensi, yakni media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar.
2. Media Tiga Dimensi yaitu dalam bentuk model seperti model padat (solid model), model penampang, model susun, model kerja, mock up, diorama dan lain-lain.
3. Media Proyeksi seperti slide, film strips, film, penggunaan OHP, dan lain-lain.
4. Penggunaan Lingkungan sebagai media pengajaran.
Lalu berdasarkan ciri fisik dan bentuknya, media pembelajaran
dapat dikelompokkan menjadi empat macam (Sudjana dan Rivai dalam
Yetrae, 2013:21), yaitu:
a. Media pembelajaran dua dimensi (2D), yaitu media yang tampilannya dapat diamati dari satu arah pandangan saja yang hanya dilihat dimensi panjang dan lebarnya saja. Misalnya foto, grafik, peta, gambar, papan tulis, dan semua media yang hanya dilihat dari sisi datar saja.
b. Media pembelajaran tiga dimensi (3D), yaitu media yang tampilannya dapat diamati dari arah pandang mana saja dan mempunya dimensi panjang, lebar, dan tinggi/tebal. Media ini juga tidak menggunakan media proyeksi dalam pemakaiannya. Kebanyakan media tiga dimensi ini merupakan objek sesungguhnya (real object) atau miniatur suatu objek, dan bukan foto, gambar atau lukisan. Beberapa contoh media tiga dimensi adalah model, prototype, bola, kotak, meja, kursi, mobil, rumah, gunung, dan alam sekitar.
21
c. Media pandang diam (still picture), yaitu media menggunakan media proyeksi yang hanya menampilkan gambar diam pada layar. Misalnya foto, tulisan, gamabr binatang, atau gambar alam semesta yang diproyeksikan ke dalam kegiatan pembelajaran.
d. Media pandang gerak (motion picture), yaitu media yang menggunakan media proyeksi yang dapat menampilkan gambar bergerak dilayar, termasuk media televisi, film, atau video recorder termasuk media pandang bergerak yang disajikan melalui layar monitor dikomputer atau layar LCD dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat di atas tersebut maka, media yang
digunakan dalam Penelitian ini termasuk ke dalam media pembelajaran
dua dimensi (2D) yaitu media permainan yang berbentuk monopoli. Hal
dasar dari permainan monopoli adalah adanya kertas atau poster sebagai
tempat untuk bermainnya bidak peserta didik, dan adanya sekelompok
kertas yang memiliki warna yang mewakili Dana Umum dan
Kesempatan.
4.Media Permainan bentuk Monopoli
Monopoli adalah salah satu permainan papan yang paling
terkenal di dunia. Tujuan permainan ini adalah untuk menguasai semua
petak di atas papan melalui pembelian, penyewaan dan pertukaran
properti dalam sistem ekonomi yang disederhanakan, Setiap pemain
melemparkan dadu secara bergiliran untuk memindahkan bidaknya, dan
apabila ia mendarat di petak yang belum dimiliki oleh pemain lain, ia
dapat membeli petak itu sesuai harga yang tertera
(http://id.wikipedia.org/wiki/Monopoli_(permainan) : 20 Juni 2014).
Media pendidikan adalah alat, metode dan teknik yang
digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi
22
antara guru dan peserta didik dalam proses pendidikan dan pengajaran di
sekolah (Hamalik dalam Syahsiyah, 2008:6). Ki Hajar Dewantara pernah
mengatakan permainan anak itulah pendidikan. Maka dari itu peneliti ingin
memberikan media yang konkret dan mengaktifkan peserta didik yaitu
Media Permainan Bentuk Monopoli.
a. Pengertian Permainan Monopoli
Monopoli adalah salah satu permainan papan yang paling
terkenal di dunia. Tujuan permainan ini adalah untuk menguasai semua
petak di atas papan melalui pembelian, penyewaan, dan pertukaran
properti dalam sistem ekonomi yang disederhanakan. Setiap pemain
melemparkan dadu secara bergiliran untuk memindahkan bidaknya, dan
apabila ia mendarat di petak yang belum dimiliki oleh pemain lain, ia
dapat membeli petak itu sesuai harga yang tertera. Bila petak itu sudah
dibeli pemain lain, ia harus membayar uang sewa yang jumlahnya juga
sudah ditetapkan (Syahsiyah, 2008:27).
b. Peralatan Permainan Monopoli
Pada umumnya orang bermain monopoli sekedar untuk mencari
hiburan semata, akan tetapi seiring dengan pengamatan peneliti tentang
bagaimana anak-anak mengikuti evaluasi pembelajaran dengan
menjawab soal tertulis seperti biasanya. Tanpa ada sesuatu yang
menyenangkan yang dapat memberi mereka semangat untuk menjawab
soal. Di bawah ini adalah peralatan yang digunakan dalam permainan
monopoli pada umumnya (Syahsiyah, 2008:31), yaitu:
23
1. Bidak-bidak yang mewakili pemain. Biasanya bidak memiliki warna
yang berbeda dengan bidak pemain yang lainnya.
2. Dua buah dadu yang berisi enam angka
3. Kartu hak milik untuk setiap properti. Kartu diberikan kepada
pemain yang membeli properti itu. Di atas kartu tertera harga
properti, harga sewa, harga gadai, harga rumah dan hotel.
4. Papan permainan dengan petak-petak. Pemain yang berhenti di petak
yang ada dipapan permainan harus mengambil satu kartu dan
menjalankan perintah di atasnya.
5. Uang-uangan monopoli
6. Kartu Dana Umum dan kartu Kesempatan
5. Hasil Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk
memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki
perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian. Dalam konteks menjadi
tahu atau proses memperoleh pengetahuan (Suyono dan Hariyanto,
2011:9).
Menurut Aunurahman (2010) “belajar menunjukkan suatu
aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja”. Oleh sebab
itu, pemahaman kita untuk yang pertama kali sangat penting yaitu
bahwa kegiatan belajar merupakan kegiatan yang disengaja atau
24
direncanakan oleh pembelajar sendiri dalam bentuk suatu aktivitas
untuk memperoleh pengetahuan atau informasi.
b. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Nana Sudjana (2004:35) “hasil belajar dipengaruhi
oleh kemampuan guru sebagai perancang kegiatan pembelajaran untuk
itu guru dituntut untuk menguasai taksonomi hasil belajar yang selama
ini dijadikan pedoman dalam perumusan tujuan instruksional“.
Sedangkan menurut Oemar Hamalik (2008:30) “hasil belajar adalah
bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada
orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak
mengerti menjadi mengerti“.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah kemampuan peserta didik dalam
menafsirkan pengetahuan yang diberikan oleh guru maupun sumber
pengetahuan yang lain dan kemampuan yang dicapai peserta didik
setelah proses pembelajaran.
Setiap mengikuti proses pembelajaran di sekolah, peserta didik
sudah pasti mengharapkan mendapatkan hasil yang baik, sebab hasil
belajar yang baik dapat membantu peserta didik dalam mencapai
tujuannya. Belajar dikatakan berhasil jika seseorang mampu
mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya (Suyono &
Hariyanto, 2011:12).
25
Peserta didik yang belajar berarti menggunakan kemampuan
kognitif, afektif dan psikomotorik. Pembelajaran yang efektif ditandai
dengan terjadinya proses belajar dalam diri peserta didik. Oleh sebab
itu, melalui proses pembelajaran, guru harus berupaya secara optimal
menciptakan kondisi yang memungkinkan peserta didik terdorong
untuk berperan aktif sebagi wujud nyata terjadinya proses belajar.
Setelah terjadinya proses pembelajaran, peserta didik akan melalui
proses penilaian untuk menilai hasil belajar dari proses yang telah
dilalui peserta didik. Hal ini menjadi inti dari setiap proses
pembelajaran, maka dari itu jika proses pembelajaran tidak optimal,
sangat sulit untuk mengharapkan hasil belajar yang baik.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2004:39-40) faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar adalah:
1. Faktor dari dalam peserta didik. Faktor yang datang pada diri peserta
didik terutama kemampuan yang dimiliki. Faktor kemampuan besar
sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar peserta didik.
2. Faktor lingkungan. Faktor yang datang dari luar dirinya yang dapat
menentukan atau mempengaruhi hasil belajar yang ingin dicapai.
Salah satu faktor dominan yang mempengaruhi hasil belajar di
sekolah ialah kualitas pengajaran.
6. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
a. Pengertian IPS
26
Istilah pendidikan IPS dalam menyelenggarakan pendidikan di
Indonesia masih relatif baru digunakan. Kurikulum pendidikan IPS
tahun 1994 sebagaimana yang dikatakan oleh Hamid Hasan (Trianto,
2010:172) “merupakan fusi dari berbagai disiplin ilmu“, Martoella
(Trianto, 2010:172) mengatakan bahwa “pembelajaran Pendidikan IPS
lebih menekankan pada aspek pendidikan daripada transfer konsep,
karena dalam pembelajaran pendidikan IPS peserta didik diharapkan
memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan
mengembangkan serta melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilannya
berdasarkan konsep yang telah dimilikinya“.
Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada tingkat sekolah
dasar memerlukan stimulan yang benar serta berbagai variasi
pendekatan untuk mendapatkan partisipasi peserta didik. Menurut
Zamroni (Acinupati dalam Sagiling, 2012:19) “pembelajaran IPS
adalah suatu bidang studi yang merupakan hasil kegiatan manusia
berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasikan
tentang alam sekitar yang diperoleh melalui pengalaman melalui
serangkaian proses sosialisasi antara lain penyelidikan, penyusunan
serta pengujian”.
Ilmu pengetahuan sosial di SD membahas hubungan antara
manusia dengan lingkungan, dimana peserta didik tumbuh berkembang
sebagai bagian dari masyarakat dan dihadapkan berbagai permasalahan
yang terjadi di lingkungan sekitar (Eka, 2013:8). Menurut Eka (2013)
27
pembelajaran IPS di SD kurikulum 2010 bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusian.
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
b. Tujuan Pembelajaran IPS di SD
Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar peka tehadap masalah sosial
yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap
perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi
setiap masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya
sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat
dicapai manakala program-program pelajaran IPS di sekolah
diorganisasikan secara baik. Menurut Awan Mutakin (Trianto,
2010:176) dari rumusan tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.
2. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
3. Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.
28
4. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.
5. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.
6. Memotivasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral. 7. Fasilitator di dalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak bersifat
menghakimi. 8. Mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang baik
dalam kehidupannya “to prepare students to be well-functioning citizens in a democratic society” dan mengembangkan kemampuan peserta didik menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan pada setiap persoalan yang dihadapinya.
9. Menekankan perasaan, emosi, dan derajat penerimaan atau penolakan peserta didik terhadap materi Pembelajaran IPS yang diberikan (Trianto, 2010:176-177).
7. Indikator Keberhasilan Pembelajaran IPS
Pokok bahasan Perjuangan Melawan Penjajah dan Pergerakan
Nasional Indonesia:
a. Perjuangan melawan penjajah dan pergerakan nasional Indonesia
b. Peranan sumpah pemuda 28 Oktober 1928 dalam mem-persatukan
Indonesia
8. Hasil Belajar IPS
Hasil belajar adalah kemampuan peserta didik dalam menafsirkan
pengetahuan yang diberikan oleh guru maupun sumber pengetahuan yang
lain dan kemampuan yang dicapai peserta didik setelah proses
pembelajaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
IPS merupakan perubahan kemampuan dan tingkah laku yang dimiliki
peserta didik setelah terjadinya proses dan aktivitas belajar mata pelajaran
IPS. Hal ini dinyatakan dengan nilai yang meliputi kognitif, afektif, dan
29
psikomotorik. Hasil Belajar IPS merupakan penilaian yang mengukur
penguasaan ilmu pengetahuan, sikap peserta didik, dan keterampilan sosial
dari kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran IPS.
B. Penelitian Yang Relevan
Adapun beberapa hasil penelitian yang relevan dengan Penelitian
yang akan dilakukan yaitu:
1. Perbedaan Hasil Belajar IPS Menggunakan Model TGT Dengan Yang
Menggunakan Model Konvensional Pada Peserta Didik kelas V SDN 14
Palangkaraya. Tahun Pelajaran 2011/2012. Penulis: Andi Satria,
berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa diperoleh thitung =
3,26 dengan ttabel pada n1 + n2 – 2 = 23 +21 – 2 = 42 pada taraf signifikan
= 5% (2ekor) = 2,021. Dengan demikian tnitung > ttabel yaitu 3,26 > 2,021
sehingga H0 ditolak. Jadi, ada perbedaan hasil belajar IPS yang diajarkan
dengan yang menggunakan model pembelajaran konvensional pada
peserta didik kelas V di SDN 14 Palangkaraya. Hal ini terlihat dari nilai
rata-rata kemampuan akhir kelas eksperimen yaitu 81, 74 sedangkan kelas
kontrol 68, 57. Untuk itu penggunaan model TGT sangatlah penting dalam
proses belajar mengajar.
2. Pengaruh Penerapan TGT Terhadap Hasil Belajar Pada Pembelajaran
Matematika kelas IV SDN - 11 Pontianak kota. Tahun Pelajaran
2011/2012. Penulis: YULIANA, berdasarkan perhitungan uji-t
menggunakan rumus polled varians, diperoleh thitung sebesar 3,63 dan
ttabel (α = 5% dan dk = n1 + n2 – 2 = 28 + 27 – 2 = 57) sebesar 1,6755.
30
Karena thitung (3,63) > ttabel (1,6755), dengan demikian maka Ha
diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil post-test
peserta didik di kelas kontrol dan di kelas eksperimen. Untuk mengetahui
besarnya pengaruh pembelajaran dengan menerapkan model kooperatif
tipe Teams Games Tournament terhadap hasil belajar peserta didik,
dihitung dengan menggunakan rumus effect size. Dari perhitungan effect
size, diperoleh ES sebesar 0,86 dan dikategorikan effect size dengan
kriteria tinggi yaitu ES > 0,8. Berdasarkan perhitungan effect size tersebut
dapat disimpulkan bahwa penerapan model kooperatif tipe Teams Games
Tournament memberikan pengaruh yang besar terhadap tingginya hasil
belajar peserta didik pada pembelajaran matematika di kelas IV Sekolah
Dasar Negeri 11 Pontianak Kota.
3. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Torunament
Dalam Pembelajaran Matematika SD Tahun Pelajaran 2012/2013. Penulis:
Nola Susanti, Dra. Hj. Nelly Astuti, M. Pd. & Drs. Muncarno, M. Pd.,
berdasarkan analisis data; kinerja guru, aktivitas belajar peserta didik, dan
hasil belajar peserta didik mengalami peningkatan melalui penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada pembelajaran matematika
kelas VA SDN 04 Metro Pusat. Peningkatan aktivitas belajar peserta didik
ditunjukkan dari peningkatan rata-rata persentase aktivitas peserta didik
setiap siklusnya. Hasil penelitian siklus I meliputi kinerja guru, aktivitas
peserta didik, dan hasil belajar. Persentase kinerja guru pada pertemuan
ke-I dan ke-II sebesar 50,76% dan 59,23%, sehingga diperoleh rata-rata
31
persentase kinerja guru pada siklus I sebesar 55% (cukup baik). Persentase
aktivitas peserta didik pada pertemuan ke-I dan ke-II adalah 51,25% dan
56,41% sehingga rata-rata persentase aktivitas peserta didik secara klasikal
sebesar 53,83% (cukup aktif). Ketuntasan hasil belajar peserta didik yang
diakumulasi dari ranah kognitif dan psikomotor pada siklus I sebesar 60%
dengan nilai rata-rata kelas 56,02. Siklus 2 dilaksanakan pada tanggal 13
Februari – 15 Februari 2013 dengan alokasi waktu 6 x 35 menit (3 kali
pertemuan) untuk kompetensi dasar perkalian dan pembagian berbagai
bentuk pecahan. Materi ajar pada pertemuan ke-I adalah Perkalian
Pecahan, pertemuan ke-II Pembagian Pecahan, dan Pertemuan ke-III
pelaksanaan turnamen mingguan dan tes formatif. Hasil analisis data siklus
3, diperoleh ketercapaian kinerja guru, aktivitas, dan hasil belajar peserta
didik. Persentase kinerja guru pada pertemuan ke-I dan ke-II adalah
86,15% dan 90,77%, sehingga rata-rata persentase kinerja guru siklus 3
sebesar 88,46%. Persentase aktivitas belajar peserta didik pada pertemuan
ke-I dan ke-II adalah 78,44% dan 84,22%, sehingga diperoleh rata-rata
persentase aktivitas peserta didik secara klasikal mencapai 81,33% (sangat
aktif). Persentase ketuntasan hasil belajar peserta didik sebesar 100%
dengan nilai rata-rata kelas sebesar 83,72.
C. Kerangka Berpikir
Penggunaan model pembelajaran model TGT dimaksudkan untuk
mempermudah peserta didik dalam mengikuti pembelajaran sehingga peserta
didik termotivasi untuk terlibat secara aktif dan tidak merasa bosan,
32
sedangkan untuk penggunaan media permainan yang berbentuk monopoli,
menurut peneliti media permainan ini sangat efektif dalam mengaktifkan
peserta didik dalam proses pembelajaran IPS di kelas, karena peserta didik
dapat berinteraksi dengan teman mereka di dalam pembelajaran. Peneliti
berpikir, hal ini akan membantu hasil belajar peserta didik apabila peserta
didik dapat belajar secara aktif dan berinteraksi secara positif dalam proses
belajar mengajar. Mereka dapat saling membantu di dalam kelompok, mereka
juga dapat belajar rasa tanggung jawab sebagai anggota kelompok, dan
merasakan adanya persaingan sehat.
D. Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini, hipotesis penelitian yang diajukan adalah
sebagai berikut:
1. Aktivitas peserta didik kelas V SDN – 9 Palangkaraya tampak aktif saat
pembelajaran IPS dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
TGT (Teams Games Tournaments) melalui media permainan bentuk
monopoli.
2. Ada peningkatan hasil belajar IPS pada peserta didik kelas V SDN – 9
Palangkaraya dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
(Teams Games Tournaments) melalui media permainan bentuk monopoli.
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Peneliti merencanakan penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan
Februari sampai bulan Juni tahun 2014. Tempat penelitian adalah di SDN - 9
Menteng Palangkaraya yang terletak di jalan R.T.A milono Km. 4,5 Komplek
Perumahan Bangas Permai. Alasan peneliti memilih SDN - 9 Menteng
Palangkaraya, yaitu:
1. Lokasi SDN - 9 Menteng Palangkaraya dekat dengan rumah peneliti.
2. Tempat penelitian merupakan rekomendasi dari teman-teman yang pernah
melaksanakan PKL (Program Kerja Lapangan) di SDN - 9 Menteng
Palangkaraya.
3. Peneliti menemukan masalah pada hasil belajar peserta didik kelas V pada
mata pelajaran IPS.
B. Jenis Penelitian
Adapun penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). Penelitian tindakan kelas berkembang dari penelitian tindakan. Oleh
karena itu, untuk memahami pengertian PTK perlu kita telusuri pengertian
penelitian tindakan. Menurut Kemmis (1988) “penelitian tindakan adalah
suatu bentuk penelitian reflektif dan kolektif yang dilakukan oleh peneliti
dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran praktik sosial mereka”.
Menurut Wina (2009) “secara etimologis, ada tiga istilah yang
berhubungan dengan Penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu penelitian,
34
tindakan, dan kelas. Pertama, penelitian adalah suatu proses pemecahan
masalah yang dilakukan secara sistematis, empiris, dan terkontrol. Kedua,
tindakan dapat diartikan sebagai perlakuan tertentu yang dilakukan oleh
peneliti yakni guru. Tindakan diarahkan untuk memperbaiki kinerja yang
dilakukan guru. Ketiga, kelas menunjukkan pada tempat proses pembelajaran
berlangsung”. Ini berarti PTK dilakukan di dalam kelas yang tidak diatur
untuk kepentingan penelitian secara khusus, akan tetapi PTK berlangsung
dalam keadaan situasi dan kondisi yang nyata tanpa rekayasa.
Dari penjelasan di atas, maka PTK dapat diartikan sebagai proses
menyelidiki masalah yang ada dalam kegiatan belajar mengajar melalui
refleksi diri dan berbagai tindakan yang terencana dalam upaya memecahkan
masalah tersebut dan menganalisis setiap pengaruh dari tindakan yang
diberikan.
Penelitian tindakan kelas termasuk penelitian kualitatif meskipun data
yang dikumpulkan bisa saja bersifat kuantitatif, di mana uraiannnya bersifat
deskriftif dalam bentuk kata-kata, peneliti merupakan instrumen utama dalam
pengumpulan data, proses sama pentingnya dengan produk. Perhatian peneliti
diarahkan kepada pemahaman bagaimana berlangsungnya suatu kejadian atau
efek dari suatu tindakan (Rochiati, dalam Kunandar, 2008:46).
C. Kehadiran dan Peran Peneliti
Peneliti adalah pihak yang merasakan adanya masalah yang perlu
diselesaikan. Penelitian tindakan kelas menuntut peneliti sebagai pemberi
tindakan sedangkan untuk dua observer pada penelitian ini peneliti
35
berkolaborasi dengan guru pengampu kelas dan teman sejawat. Peneliti dan
dua observer menjadi tim dalam proses pengumpulan data.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah data dan informasi yang berkaitan dengan
elemen, yakni unit tempat diperolehnya informasi. Elemen tersebut bisa
berupa individu, keluarga, rumah tangga, kelompok sosial, sekolah, kelas,
organisasi, dan lain-lain.
Penelitian ini dilaksanakan di SDN - 9 Menteng Palangkaraya pada
peserta didik kelas V, di mana subjek penelitiannya adalah peserta didik kelas
V pada SDN - 9 Menteng Palangkaraya Tahun pelajaran 2014. Di bawah ini
adalah tabel untuk subjek penelitian.
Tabel 2. Subjek Penelitian
Kelas Jenis Kelamin Jumlah
IV L P
9 15 24
Sumber: Tata Usaha SDN - 9 Menteng Palangkaraya
E. Rancangan Penelitian
Menurut Hopkins (Wina Sanjaya, 2009:53), “pelaksanaan penelitian
tindakan dilakukan membentuk spiral yang dimulai dari merasakan adanya
masalah menyusun perencanaan, melaksanakan tindakan melakukan
observasi mengadakan refleksi, melakukan rencana ulang, melaksanakan
tindakan, dan seterusnya”. Manakala digambarkan model Spiral yang
dikembangkan oleh Hopkins seperti gambar berikut:
36
Gambar 2. Penelitian Tindakan Model Hopkins
Rancangan penelitian tindakan kelas dicirikan dengan adanya siklus-
siklus, yaitu sebagai berikut:
a. Siklus I
1. Perencanaan
Peneliti melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi
dasar yang akan disampaikan kepada siswa dengan menggunakan
Identifikasi
Masalah
Perencanaan
Aksi
Refleksi
Observasi Perencanaan
Ulang
Refleksi
Observasi
Aksi
37
model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournament) dengan media permainan bentuk monopoli.
Membuat rencana pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT.
Membuat lembar kerja siswa.
Membuat instrumen yang digunakan dalam siklus PTK.
Menyusun alat evaluasi pembelajaran.
2. Aksi
Guru menempatkan peserta didik dalam kelompok-kelompok belajar
yang beranggotakan 5-6 orang peserta didik secara heterogen.
Guru menyajikan materi pelajaran.
Guru memberikan materi untuk didiskusikan
Dalam diskusi kelompok, kewajiban anggota kelompok untuk saling
menolong anggota yang lain masih belum paham.
Guru meminta perwakilan kelompok untuk mengumpulkan tugas
diskusi yang sebelumnya telah mereka jawab bersama kelompok
masing-masing.
Guru memberikan kuis atau pertanyaan
Berdasarkan hasil tugas mereka, peserta didik akan mewakili
masing-masing kelompok untuk duduk di meja turnamen sesuai
dengan kemampuan akademis. Berikut adalah aturan bermain untuk
turnamen soal dengan media permainan monopoli, yaitu:
38
1. Sebelum papan monopoli dibagikan, peserta didik dikelompokkan
menjadi beberapa kelompok.
2. Setelah itu setiap meja turnamen, diberi 1 papan monopoli, 1 pak
kartu kesempatan (berwarna merah) dan 1 pak kartu dana umum
(berwarna biru), dan 1 Bank Kunci Jawaban.
3. Untuk kartu kesempatan dan kartu dana umum, sudah dirubah
menjadi tempat kartu soal. Dan isi bank adalah kartu jawaban
yang akan dimiliki siapa yang menjawab soal dengan benar.
Dengan begitu mereka akan mengoleksi kartu kunci jawaban
sebanyak soal yang dijawab dengan benar.
4. Setiap kelompok memiliki LKS yang diberikan oleh guru, dan
bersama-sama membacanya untuk mngetahui apa yang harus
dilakukan oleh peserta didik saat bermain.
5. Lalu, setiap meja melakukan pengundian urutan siapa yang
bermain duluan, dan sesuai petunjuk LKS urutan bermain
berputar sesuai arah jarum jam.
6. Setelah penetapan nomor urutan bermain, peserta didik dengan
nomor urutan pertama menggoncang dadunya, bila dadu
menunjukkan angka, misalkan 5, maka bidak akan berjalan lima
langkah.
7. Bidak yang berhenti di petak, misalkan pada petak berwarna
merah, maka akan mengambil kartu berwarna merah dan
membaca soalnya. Setiap orang di dalam kelompok boleh
39
mendengar soal dari kartu tapi yang boleh menjawab adalah
pembaca dan 1 orang di samping kiri pembaca, begitu terus
selanjutnya.
8. Pembaca dan penantang menuliskan jawabannya di LKS masing-
masing, dan kartu tersebut dikeluarkan dari papan monopoli.
Permainan dilanjutkan oleh pemain urutan nomor dua. Dan
seterusnya.
9. Setelah pemain semua sudah menjawab soal-soal yang ada pada
kartu merah dan biru. Maka saatnya mereka membuka kartu kunci
jawaban dari Bank. Aturannya adalah bila jawaban pembaca
benar, maka kartu kunci jawaban menjadi milik pembaca, dan
jawaban penantang tidak dihitung walaupun benar. Sebaliknya
apabila jawaban penantang yang benar maka kartu tersebut milik
penantang. Tapi apabila pembaca dan penantang memiliki
jawaban yang salah maka kartu kunci jawaban dianggap gosong.
10.Bila semua kartu kunci jawaban sudah dibuka, maka setiap
individu kembali lagi ke kelompok belajar dan menjumlahkan
semua kartu kunci jawaban yang mereka dapat dari turnamen.
Kelompok yang paling banyak memiliki kartu kunci jawaban
akan mendapatkan hadiah dari guru.
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-
masing tim akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata
40
skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Menurut Slavin (Nur, 2008)
kriteria tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 3. Kriteria predikat kelompok
Kriteria (Rerata Kelompok) Predikat
30 sampai 39 Tim Cukup 40 sampai 44 Tim Baik 45 sampai 49 Tim Hebat
50 ke atas Tim Super
Guru kemudian menyimpulkan pelajaran dan melakukan tes akhir.
3. Observasi
Aktivitas peserta didik saat proses pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan media permainan bentuk
monopoli.
Kemampuan siswa dan guru berinteraksi pada saat kegiatan belajar
mengajar.
Kemampuan siswa dalam diskusi kelompok.
4. Refleksi
Peneliti mencermati mengenai apa yang sudah terjadi ditahapan
aksi pada siklus pertama ini, yaitu apabila peserta didik masih kurang
aktif dalam melaksanakan pembelajaran dan hasil tes akhir peserta
didik masih belum mencapai ≥ 85% secara klasikal menurut nilai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65, maka siklus akan
berlanjut ke siklus II.
41
b. Siklus II
Seperti halnya siklus pertama, siklus kedua pun terdiri dari
perencanaan, aksi, observasi, dan refleksi.
1. Perencanaan
Peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi
pada siklus pertama
2. Aksi
Guru melaksanakan pembelajaran model pembelajaran kooperatif
tipe TGT berdasarkan rencana pembelajaran hasil refleksi pada silus
pertama.
3. Observasi
Peneliti dan dua observer berkolaborasi melakukan pengamatan
terhadap aktivitas peserta didik dan guru pada kegiatan belajar
mengajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan
media permainan bentuk monopoli.
4. Refleksi
Peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus kedua
dan menyusun rencana untuk siklus ketiga, apabila hasil yang
diinginkan masih belum tercapai. Siklus akan terus berlanjut hingga
siklus n.
42
F. Teknik Pengumpulan Data
Dengan melihat variabel dalam penelitian ini maka pengumpulan data
dilakukan dengan beberapa cara antara lain sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi sebagai alat pengumpul data banyak digunakan untuk
mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan
yang dapat diamati baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam
situasi buatan (Nana Sudjana & Ibrahim, 2001:109). Menurut Kusnandar
(2008:73) “Observasi berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh
tindakan terkait. Observasi yang cermat diperlukan karena tindakan selalu
akan dibatasi oleh keadaan realitas, dan semua kendala itu belum pernah
dilihat dengan jelas pada waktu yang lalu”. Instrumen yang digunakan
dalam observasi adalah sebagai berikut:
a. Lembar pengamatan aktivitas guru dalam pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT
Tabel 4. Kisi-kisi Observasi
Lembar Pengamatan Aktivitas Guru selama pembelajaran
No Aktivitas yang Diamati Skor 1 2 3 4
Aktivitas Guru 1 Apersepsi dalam pembelajaran 2 Guru dapat menarik perhatian peserta didik
untuk belajar IPS
3 Guru memberikan motivasi belajar IPS pada peserta didik
4 Membagi kelompok peserta didik ke dalam kelompok belajar secara Heterogen
5 Guru menyajikan informasi/materi dengan demonstrasi atau bahan bacaan
43
6 Guru menjelaskan materi dengan jelas dan sistematis
7 Guru mengamati kegiatan peserta didik saat berdiskusi kelompok
8 Guru membimbing kelompok bekerja dan belajar dalam kegiatan pembelajaran IPS Pemberian penghargaan hasil belajar peserta didik
9 Guru membuka interaksi dengan melakukan permainan tanya jawab
10 Guru dapat melakukan komunikasi interaktif kepada peserta didik
11 Guru membagi peserta didik dari setiap kelompok ke dalam kelompok turnamen secara homogen (sesuai dengan kemampuan akademis)
12 Kemampuan guru menguasai kelas dan mengkondisikan kelas
13 Kemampuan guru menjelaskan aturan bermain Monopoli yang disesuaikan untuk mata pelajaran IPS
14 Pembinaan peserta didik selama proses turnamen
15 Kemampuan guru memberi kesimpulan dari proses pembelajaran menggunakan media permainan monopoli
16 Guru menilai dan memberi skor pada masing-masing kelompok
17 Guru memberi penghargaan pada kelompok yang mendapat skor paling banyak
18 Guru melaksanakan evaluasi belajar 19 Guru menutup pelajaran Jumlah Rata-rata
Kategori Nilai: 1 = Kurang 2 = Cukup 3 = Baik 4 = Sangat Baik
44
b. Lembar pengamatan aktivitas peserta didik
Observasi ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas peserta didik
selama pembelajaran di dalam kelas. Kisi-kisi untuk lembar pengamatan
aktivitas peserta didik adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Kisi-kisi Observasi
Lembar Pengamatan Aktivitas Peserta Didik selama pembelajaran
No Aktivitas yang Diamati Skor 1 2 3 4
Aktivitas Peserta Didik 1 Peserta didik mempersiapkan diri untuk
mengikuti pelajaran IPS
2 Peserta didik membawa buku dan alat tulis 3 Peserta didik bersikap antusias saat
pembelajaran IPS
4 Ikut dalam pembentukan kelompok 5 Memperhatikan/mendengarkan penjelasan dari
guru
6 Suasana belajar peserta didik yang kondusif 7 Peserta didik tanggap dengan penjelasan guru 8 Peserta didik aktif bertanya tentang materi yang
disampaikan guru
9 Peserta didik bekerja sama dalam mengerjakan tugas kelompok
10 Peserta didik terampil dalam menjawab soal-soal yang diberikan oleh guru
11 Peserta didik menunjukkan proses yang efisien dalam menyelesaikan soal-soal
12 Peserta didik menunjukkan ketertarikan belajar dengan media permainan monopoli
13 Peserta didik dapat berkompetisi secara aktif dan positif dalam bermain monopoli
14 Peserta didik dapat menjawab soal dalam turnamen dengan benar
15 Peserta didik dapat menyimpulkan materi yang telah disampaikan
Jumlah Rata-rata
45
Kategori Nilai: 1 = Kurang 2 = Cukup 3 = Baik 4 = Sangat Baik
2. Pre Test (Test Kemampuan Awal) dan Post Test (Tes Hasil Belajar)
Test ini berfungsi untuk menilai kemampuan peserta didik
mengenai penguasaan materi sebelum pembelajaran diberikan (pre test)
dan sesudah diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe TGT
dengan media permainan bentuk Monopoli yang dilaksanakan melalui
evaluasi di siklus I dan siklus II (post test).
Penerapan pre test telah peneliti lakukan saat melakukan observasi
dan pengumpulan data-data. Peneliti memberikan materi dan mengajar
dengan menggunakan metode yang biasa digunakan oleh guru yaitu
metode konvensional. Untuk mengetahui hasilnya, peneliti memberikan
beberapa soal untuk dijawab oleh peserta didik. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui seberapa dalam pemahaman peserta didik dan bagaimana
interaksi yang terjadi antara guru dan peserta didik saat belajar mengajar
berlangsung. Adapun soal-soal untuk pre test dan post test diolah oleh
peneliti dari buku paket IPS kelas V penerbit buku sekolah elektronik
dengan kisi-kisi tes sebagai berikut:
46
Tabel 6. Kisi-kisi Pre Test dan Post Test
No Kompetensi Dasar No Indikator
Nomor Soal
Pilihan Ganda
Jumlah Item
Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada pada penjajah Belanda dan Jepang
1
2
3
4
Menceritakan sebab jatuhnya daerah-daerah nusantara ke dalam kekuasaan pemerintah Belanda
Menceritakan perjuangan para tokoh daerah dalam upaya mengusir penjajah Belanda
Menceritakan peranan tokoh dalam peristiwa sumpah pemuda 28 Okt 1928 dalam mempersatukan Indonesia
Membuat ringkasan riwayat hidup tokoh penting pergerakan nasional
1, 2, 3, 4
5, 6, 7, 8,
9, 10, 11
12, 13, 14,
15
16, 17, 18,
19, 20
4
7
4
5
G. Teknik Analisis Data
Analisis dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis kualitatif
dan kuantitaif. Analisis data kualitatif digunakan untuk memperjelas keadaan
dan keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran dengan menerapkan
47
model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan media permainan bentuk
monopoli, sedangkan analisis data kuantitatif digunakan untuk merumuskan
presentasi nilai rata-rata peserta didik pada masing-masing siklus, dan
ketuntasan belajar secara klasikal.
a. Observasi
Untuk mengetahui keaktifan belajar peserta didik, dapat
dirumuskan sebagai berikut:
P = �
� x 100%
Keterangan:
P = Presentase yang dicari
F = Frekuensi aktivitas yang dilakukan guru / peserta didik (skor hasil
observasi)
N = Banyaknya aktivitas yang dilakukan guru / peserta didik (skor total
(ICE, 2013:42)
b. Ketuntasan Belajar Klasikal
Meningkatnya hasil belajar peserta didik secara klasikal ditandai
dengan rata-rata hasil belajar peserta didik adalah 65, dengan ketuntasan
belajar ≥ 50% dari jumlah semua peserta didik. Menghitung presentase
ketuntasan belajar peserta didik secara klasikal, di mana indikator KKM
yang ditentukan oleh SDN – 9 Menteng Palangkaraya untuk Mata
Pelajaran IPS adalah 65, dengan rumus:
TB = ����
� x 100 %
48
Keterangan:
Σ� ≥ 65 = Jumlah peserta didik yang mendapatkan nilai lebih atau
sama dengan 65
n = Banyak Peserta didik
100 % = Bilangan tetap
TB = Ketuntasan belajar
(Sumber Suhardi. R dalam Arpani, 2013:29)
H. Indikator Keberhasilan Penelitian
Indikator keberhasilan pada penelitian ini adalah akan dikatakan
berhasil apabila siklus n setelah dilakukan refleksi, ≥ 50% dari jumlah semua
peserta didik mencapai ketuntasan klasikal 85% dan keaktifan aktivitas guru
dan peserta didik lebih dari 80% anggota kelompok aktif dalam mengerjakan
tugas di dalam kelompoknya.
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini ditunjukkan dengan
perolehan nilai peserta didik di atas nilai KKM yaitu 65. Hasil yang diperoleh
dari nilai post test mencerminkan kemampuan peserta didik dalam
mengerjakan tugas dan memahami isi pelajaran.
I. Jadwal Penelitian
Penelitian ini, peneliti dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan
Juni tahun 2014. Mulai dari melakukan observasi ke tempat penelitian,
hingga penyusunan laporan penelitian atau skripsi. Adapun jadwal
pelaksanaan penelitian sebagai berikut:
49
Tabel 7. Jadwal Penelitian
No
Nama
Kegiatan
Bulan
Februari Maret April Mei Juni
1
2
3
4
5
6
Observasi
Menyusun
Proposal
Seminar
Proposal
Revisi
Proposal
Pelaksanaan
Penelitian
Pelaporan
x x x
x
x
x
x x
x x x x
x x x x
x x x x
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Hasil Penelitian untuk Siklus I
Tindakan pada siklus I ini dilaksanakan melalui empat tahapan
yaitu perencanaan, tindakan (aksi), observasi, dan refleksi. Materi yang
diberikan adalah: 1). Perjuangan melawan penjajah dan pergerakan
nasional Indonesia, 2). Peranan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dalam
mempersatukan Indonesia.
a. Tahap perencanaan
Pada tahap perencanaan ini, pertama peneliti membuat rencana
pembelajaran yang berisi langkah-langkah yang akan dilakukan pada
saat proses pembelajaran atau pemberian tindakan. Kemudian yang
kedua, menyiapkan media permainan bentuk monopoli yang telah
peneliti modifikasi menjadi media edukasi. Media permainan monopoli
ini tidak menggunakan uang melainkan peserta didik akan menjawab
soal-soal yang telah peneliti siapkan. Setelah itu yang ketiga, peneliti
menyiapkan LKS dan soal untuk pre test dan Soal untuk post test yang
berbentuk pilihan ganda. Keempat, peneliti menyiapkan lembar
pengamatan aktivitas guru dan aktivitas peserta didik.
b. Tahap Tindakan (aksi)
Untuk tahap tindakan ini, peneliti memberikan soal pre test pada
hari yang berbeda dengan hari dilaksanakannya pemberian tindakan
atau penerapan model pembelajaran. Untuk pemberian soal pre test,
51
dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 03 Mei 2014 pukul 08.00 WIB.
Jumlah peserta didik yang hadir pada saat dilaksanakannya pre test
adalah 19 peserta didik sedangkan untuk 5 peserta didik berhalangan
untuk hadir. Hasil untuk pelaksanaan pre test adalah sebagai berikut:
Tabel 8. Hasil Pre Test
No Kode Nama
Siklus 1 Keterangan Pre Test Tuntas Tidak Tuntas
1 Fbl 45 √ 2 Fbw 45 √ 3 Pn 45 √ 4 Mla 35 √ 5 Nv 35 √ 6 Rsk 45 √ 7 Anf 50 √ 8 Ane 25 √ 9 Thr 70 √ 10 Anp 40 √ 11 Mhd 45 √ 12 Agg 40 √ 13 Wga 40 √ 14 Fnf 45 √ 15 Mld 45 √ 16 Sth 25 √ 17 Shtd 35 √ 18 Apr 75 √ 19 Alfs 40 √ Jumlah 785 2 17 Rata-rata 41.3% 10.5% 89.5 %
Jumlah data pada tabel 8 adalah jumlah peserta didik yang hadir pada
saat pre test. Rumus yang digunakan untuk menghitung hasil pre test
belajar peserta didik secara klasikal, adalah sebagai berikut:
52
TB = ����
� x 100 %
TB = ����
�� x 100 %
TB = 10.5 %
Jadi, dapat dipersentasekan peserta didik yang tuntas hanya 10.5% dan
yang tidak tuntas 89.5 %.
Pelaksanaan tindakan, dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 06
Mei 2014 pukul 08.45 – 11.00 WIB. Pada saat kegiatan pembelajaran,
peneliti bertindak sebagai guru yang menyajikan materi sedangkan
untuk observer adalah guru wali kelas VA SDN – 9 Menteng
Palangkaraya, dan teman sejawat. Pada siklus I ini jumlah peserta didik
yang hadir adalah 23 peserta didik.
Pada proses pembelajaran, peneliti membagi peserta didik
menjadi kelompok kecil untuk belajar bersama, guru menyampaikan isi
pelajaran dengan meminta peserta didik membuat catatan yang akan
mereka gunakan dalam turnamen monopoli. Peserta didik bebas untuk
mencatat materi yang disampaikan oleh guru tanpa didikte. Sesuai
dengan tahapan pembelajaran yang direncanakan, pada saat memasuki
tahapan permainan turnamen monopoli, guru membagi peserta didik ke
dalam kelompok yang baru secara homogen dalam kemampuan
akademik. Guru memastikan peserta didik tidak akan bertemu dengan
teman satu kelompok belajar mereka, peserta didik hanya akan
berhadapan dari perwakilan setiap kelompok.
53
Setelah masing-masing kelompok pada meja turnamen telah
menentukan aturan bermain, mereka akan bermain dan menjawab soal-
soal yang ada di permainan monopoli. Kemudian setelah semua peserta
didik menjawab soal, mereka dipersilahkan kembali ke tempat
kelompok belajar. Guru mengitung skor yang dimiliki masing-masing
kelompok dan memberikan penghargaan.
Pada tahapan akhir yaitu evaluasi, guru meminta peserta didik
untuk menjawab soal post test. Setelah peserta didik menjawab soal
post test, guru menyimpulkan isi pelajaran dan mengakhiri pelajaran.
Pada tahap evaluasi dapat dilihat perbedaan yang terjadi antara hasil pre
test dan post test peserta didik. Berikut hasil untuk pelaksanaan post test
pada siklus I:
Tabel 9
Hasil Post Test peserta didik pada siklus I
No Kode Nama
Siklus I Keterangan Post Test Tuntas Tidak Tuntas
1 Fbl 60 √ 2 Fbw 70 √ 3 Pn 60 √ 4 Mfr 80 √ 5 Mla 75 √ 6 Nv 80 √ 7 Rsk 60 √ 8 Anf 65 √ 9 Ane 55 √ 10 Thr 90 √ 11 Adr 70 √ 12 Anp 80 √ 13 Mhd 50 √ 14 Ahtk 90 √ 15 Agg 45 √ 16 Wga 70 √
54
17 Fnf 60 √ 18 Mld 70 √ 19 Sth 50 √ 20 Shtd 75 √ 21 Apr 85 √ 22 Alfs 70 √ 23 Isn 60 √ Jumlah 1520 14 9 Rata-rata 66.1 60.9% 39.1%
Jumlah data pada tabel 9 adalah jumlah peserta didik yang hadir pada
saat post test. Rumus yang digunakan untuk menghitung hasil post test
belajar peserta didik secara klasikal, adalah sebagai berikut:
TB = ����
� x 100 %
TB = �����
�� x 100 %
TB = 60.9 %
Pada saat pre test hanya ada dua peserta didik yang tuntas,
sedangkan pada saat post test ada 14 peserta didik yang tuntas.
Berdasarkan perhitungan dari hasil tes diketahui bahwa tingkat
ketercapaian adalah sebesar 60.9% dan masih 39.1% yang belum
mencapai ketuntasan hasil belajar.
c. Observasi
Hasil observasi dari dua observer yaitu guru wali kelas VA
SDN – 9 Menteng Palangkaraya, dan teman sejawat adalah sebagai
berikut:
55
Tabel 10. Hasil Pengamatan Observer pada siklus I
Pengamat Aktivitas Guru Aktivitas Peserta
didik Pengamat 1 (P1) 3.42 4.4 Pengamat 2 (P2) 3.26 3.33 Rata-rata 3.34 3.86 Kriteria Baik Baik
Keterangan: 4.0 = Baik Sekali 3.0 – 3.9 = Baik 2.0 – 2.9 = Cukup Baik 1.0 – 1.9 = Kurang Baik Pengamat 1 = Ewie Derman, A.Ma Pengamat 2 = Noor Jannah
Berdasarkan tabel 10, hasil pengamatan aktivitas guru dan
peserta didik berada pada kategori baik. Ini membuktikan bahwa
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan media
permainan bentuk monopoli dapat mengaktifkan kegiatan belajar
mengajar di kelas VA SDN – 9 Menteng kota Palangkaraya. Rumus
yang digunakan untuk menghitung persentase keaktifan aktivitas
guru, adalah sebagai berikut:
P = �
� x 100%
P = 2
)21( PP
�(��) x 100%
P = ��.�
�� x 100%
P = 83%
56
Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase keaktifan
aktivitas peserta didik, adalah sebagai berikut:
P = �
� x 100%
P = 2
)21( PP
�(��) x 100%
P = ��
�� x 100%
P = 96.6 %
d. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi dan hasil post test peserta didik,
peneliti menemukan banyak kekurangan pada proses pemberian
tindakan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan
tindakan di Siklus II adalah:
1. Refleksi dari Peneliti
Peneliti masih belum menjelaskan beberapa materi karena
waktu pelajaran yang terbatas. Hal ini terjadi karena peneliti lebih
terfokus untuk mengkondisikan kelas dan peserta didik hingga
waktu pembelajaran habis tanpa bisa menjelaskan semua materi
yang direncanakan.
2. Refleksi dari Pengamat 1
Peneliti sebaiknya merubah aturan bermain Monopoli ke
arah yang lebih dipahami peserta didik agar peserta didik dapat
bermain dengan benar. Menurut pengamat, aturan bermain dengan
57
teman disebelah kiri boleh ikut menjawab soal teman yang
mendapatkan kartu soal, membuat peserta didik kebingungan
dalam menjalankan permainan. Maka dari itu untuk aturan bermain
di siklus II sebaiknya dirubah.
3. Refleksi dari Pengamat 2
Peneliti harus bisa menggunakan waktu dengan baik, agar
proses pembelajaran berjalan dengan efektif. Peserta didik masih
belum aktif berdiskusi dengan teman satu kelompok.
Berdasarkan hasil tindakan (post test peserta didik pada siklus I)
dan refleksi dari peneliti, pengamat 1, dan pengamat 2, penelitian ini
dilanjutkan ke siklus II. Untuk tahap tindakan di siklus II, hal yang harus
diperhatikan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
a. Peneliti harus melanjutkan pelajaran dan menjelaskan beberapa materi
yang belum sempat diberikan.
b. Merubah aturan bermain monopoli ke arah yang lebih dipahami peserta
didik agar peserta didik dapat bermain dengan benar.
c. Peneliti harus bisa menggunakan waktu dengan efektif.
2. Hasil Penelitian untuk Siklus II
Tindakan siklus II ini dilaksanakan setelah melihat hasil refleksi
pada siklus I, dan dalam tahap perencanaan ini peneliti harus
memperbaiki kekurangan yang telah terjadi di siklus I. Tindakan pada
siklus II ini sama dengan tindakan pada siklus I yaitu melalui empat
tindakan. Empat tindakan tersebut adalah perencanaan, tindakan (aksi),
58
observasi dan refleksi. Materi yang diberikan masih sama dengan materi
yang diberikan pada siklus I, hanya saja lebih diperjelas, yaitu Perjuangan
melawan penjajah dan pergerakan nasional Indonesia dan Peranan
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dalam mempersatukan Indonesia.
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan tindakan siklus II ini, pertama peneliti
menyusun daftar bahan ajar yang masih belum sempat dijelaskan dan
materi yang sekiranya masih banyak belum dipahami oleh peserta
didik. Kedua, peneliti memperbaiki aturan bermain monopoli agar
peserta didik dapat bermain dengan aktif dan menyenangkan. Aturan
yang diubah adalah cara menjawab soal pada kartu yang didapatkan
oleh pemain, untuk aturan bermain pada siklus II ini, pemain sebelah
kiri tidak perlu ikut menjawab soal pada kartu temannya. Pemain
cukup menjawab soal miliknya sendiri. Lalu yang ketiga, peneliti
memperbaiki LKS yang digunakan peserta didik agar mudah dipahami
peserta didik dalam mengerjakannya. LKS ini diperbaiki karena
mengikuti aturan bermain yang diubah pada permainan monopoli.
b. Tahap Tindakan (Aksi)
Pembelajaran untuk siklus II ini dilaksanakan pada hari Selasa,
tanggal 13 Mei 2014 pukul 08.45 – 11.00 WIB. Pada kegiatan
pembelajaran siklus II ini, peneliti bertindak sebagai guru dan yang
bertindak sebagai observer atau pengamat adalah guru wali kelas VA
59
SDN – 9 Menteng dan teman sejawat. Pada siklus II ini, ada 22 peserta
didik dapat hadir dan 2 peserta didik berhalangan hadir.
Pada proses pembelajaran, peneliti membagi peserta didik
menjadi kelompok kecil untuk belajar bersama, guru menyampaikan isi
pelajaran dengan meminta peserta didik membuat catatan yang akan
mereka gunakan dalam turnamen monopoli. Peserta didik bebas untuk
mencatat materi yang disampaikan oleh guru tanpa didikte. Sesuai
dengan tahapan pembelajaran yang direncanakan, pada saat memasuki
tahapan permainan turnamen monopoli, guru membagi peserta didik ke
dalam kelompok yang baru secara homogen dalam kemampuan
akademik. Guru memastikan peserta didik tidak akan bertemu dengan
teman satu kelompok belajar mereka, peserta didik hanya akan
berhadapan dari perwakilan setiap kelompok.
Setelah masing-masing kelompok pada meja turnamen telah
menentukan aturan bermain, mereka akan bermain dan menjawab soal-
soal yang ada di permainan monopoli. Kemudian setelah semua peserta
didik menjawab soal, mereka dipersilahkan kembali ke tempat
kelompok belajar. Guru mengitung skor yang dimiliki masing-masing
kelompok dan memberikan penghargaan.
Pada tahapan akhir yaitu evaluasi, guru meminta peserta didik
untuk menjawab soal post test. Setelah peserta didik menjawab soal
post test, guru menyimpulkan isi pelajaran dan mengakhiri pelajaran.
Pada tahap evaluasi dapat dilihat perbedaan yang terjadi antara hasil
60
post test siklus I dan post test siklus II peserta didik, untuk hasil post
test peserta didik di siklus II ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 11.
Hasil Post Test peserta didik pada siklus II
No Kode Nama
Siklus II Keterangan Post Test Tuntas Tidak Tuntas
1 Fbl 80 √ 2 Fbw 80 √ 3 Pn 80 √ 4 Mfr 100 √ 5 Rsk 90 √ 6 Anf 90 √ 7 Ane 80 8 Thr 95 √ 9 Adr 90 √ 10 Anp 95 √ 11 Mhd 85 √ 12 Ahtk 95 √ 13 Agg 40 √ 14 Wga 90 √ 15 Fnf 95 √ 16 Mld 60 √ 17 Sth 80 √ 18 Shtd 90 √ 19 Apr 100 √ 20 Rfl 75 √ 21 Alfs 90 √ 22 Isn 95 √ Jumlah 1875 20 2 Rata-rata 85.2 91.0% 9.0 %
Jumlah data pada tabel 11 adalah jumlah peserta didik yang hadir pada
saat post test. Rumus yang digunakan untuk menghitung ketuntasan
belajar peserta didik secara klasikal pada siklus II, adalah sebagai
berikut:
61
TB = ����
� x 100 %
TB = �����
�� x 100 %
TB = 91.0 %
Pada saat post test pada siklus I hanya ada 14 peserta didik yang
tuntas, sedangkan pada saat post test pada siklus II ini ada peningkatan
yaitu ada 20 peserta didik yang tuntas. Berdasarkan perhitungan dari hasil
tes diketahui bahwa tingkat ketercapaian adalah sebesar 91.0% dan masih
9.0% yang belum mencapai ketuntasan hasil belajar. Dari hasil post test
pada siklus II, menunjukkan peningkatan hasil belajar peserta didik lebih
baik dibandingkan dengan hasil pre test dan hasil post test pada siklus I.
Pada siklus II ini, skor rata-rata perolehan yaitu 85.2 atau ketuntasan
secara klasikalnya adalah 91.0%.
c. Tahap Observasi
Hasil observasi dari dua observer yaitu guru wali kelas VA SDN –
9 Menteng Palangkaraya, dan teman sejawat adalah sebagai berikut:
Tabel 12. Hasil Pengamatan Observer pada siklus II
Pengamat Aktivitas Guru Aktivitas Peserta
didik Pengamat 1 (P1) 3.68 3.67 Pengamat 2 (P2) 3.82 3.4 Rata-rata 3.75 3.53 Kriteria Baik Baik
Keterangan:
4.0 = Baik Sekali 3.0 – 3.9 = Baik 2.0 – 2.9 = Cukup Baik 1.0 – 1.9 = Kurang Baik
62
Pengamat 1 = Ewie Derman, A.Ma Pengamat 2 = Aulia Rahayu
Berdasarkan tabel 12, hasil pengamatan aktivitas guru dan
peserta didik berada pada kategori baik. Ini membuktikan bahwa
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan media
permainan bentuk monopoli dapat mengaktifkan kegiatan belajar mengajar
di kelas VA SDN – 9 Menteng kota Palangkaraya. Rumus yang digunakan
untuk menghitung persentase keaktifan aktivitas guru, adalah sebagai
berikut:
P = �
� x 100%
P = 2
)21( PP
�(��) x 100%
P = ��.�
�� x 100%
P = 94 %
Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase keaktifan aktivitas
peserta didik, adalah sebagai berikut:
P = �
� x 100%
P = 2
)21( PP
�(��) x 100%
P = ��
�� x 100%
P = 88.3 %
63
d. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi dan hasil post test peserta didik pada
siklus II peneliti dapat mengoptimalkan waktu lebih baik daripada saat
tindakan siklus I berlangsung. Hasil refleksi dalam pelaksanaan tindakan
di Siklus II adalah:
1. Refleksi dari peneliti
Peneliti dapat mengkondisikan kelas dan peserta didik lebih
baik daripada saat tindakan siklus I. Peneliti yang bertindak sebagai
guru berhasil menjelaskan semua materi ajar sesuai urutan dan dapat
dipahami peserta didik.
2. Refleksi dari Pengamat 1
Peserta didik dapat bermain monopoli lebih baik dibanding
dengan saat bermain monopoli pada siklus I. Peserta didik juga lebih
aktif dalam pembelajaran.
3. Refleksi dari Pengamat 2
Peserta didik aktif dalam berdiskusi, bertanya dengan teman
sekelompoknya dan peserta didik semangat dalam mengikuti proses
pembelajaran.
Berdasarkan hasil tindakan (post test peserta didik pada siklus II),
dan hasil refleksi peneliti, pengamat 1, dan pengamat 2, penelitian pada
siklus II ini dapat dinyatakan berhasil dan selesai.
64
B. Pengujian Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan pada Bab I, hipotesis
dalam penelitian ini adalah:
1. Hipotesis Satu
Berdasarkan hasil penelitian, hasil belajar peserta didik kelas V
SDN – 9 Palangkaraya sebelum diberi tindakan yaitu penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournaments) melalui
media permainan bentuk monopoli masih belum mencapai nilai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) pada mata pelajaran IPS.
Berdasarkan hasil pre test peserta didik pada siklus I,
membuktikan bahwa hasil belajar peserta didik pada materi “Perjuangan
melawan penjajah dan pergerakan nasional Indonesia dan Peranan
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dalam mempersatukan Indonesia”
sebelum diberi tindakan yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe TGT (Teams Games Tournaments) melalui media permainan bentuk
monopoli, hanya 2 peserta didik dari 19 peserta didik yang hadir, nilainya
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
2. Hipotesis Dua
Berdasarkan hail penelitian, peserta didik kelas V SDN – 9
Palangkaraya tampak aktif saat pembelajaran IPS dengan penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournaments)
melalui media permainan bentuk monopoli.
65
Dari hasil observasi di siklus I, untuk tindakan yang pertama kali
aktivitas peserta didik dapat dikategorikan aktif dalam pembelajaran,
hanya saja peserta didik belum terbiasa untuk berdiskusi. Maka dari itu
penelitian dilanjutkan ke siklus II. Pada observasi di siklus II, aktivitas
peserta didik membaik. Mereka dapat berinteraksi dengan baik terhadap
guru maupun dengan teman satu kelompoknya. Mereka dapat berdiskusi
dan saling mengajarkan pada teman yang masih belum paham.
Hipotesis satu untuk aktivitas peserta didik dan guru dengan
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournaments) melalui media permainan bentuk monopoli, aktivitas peserta
didik dan guru tampak aktif diterima.
3. Hipotesis Tiga
Ada peningkatan hasil belajar IPS pada peserta didik kelas V
SDN – 9 Palangkaraya dengan penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe TGT (Teams Games Tournaments) melalui media permainan bentuk
monopoli.
Berdasarkan hasil post test pada siklus I, hasil peserta didik
meningkat dari 10.5% menjadi 60.9 %. Dan pada siklus II, hasil post test
peserta didik meningkat lagi dari 60.9% menjadi 91.0%. Hal ini
membuktikan bahwa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe TGT (Teams Games Tournaments) melalui media permainan bentuk
monopoli, dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas VA SDN –
9 Menteng Palangkaraya tahun ajaran 2013.
Untuk melihat peningkatan hasil belajar peserta didik, berikut
grafik hasil belajar peserta didik saat
test siklus II:
Dari grafik gambar 3, terlihat peningkatan hasil belajar peserta
didik dari tuntas atau tidak tuntasnya peserta didik dalam setiap siklus.
Pada hasil pre test
KKM hanya ada 2 orang dan 17 orang (da
masih belum mencapai nilai ketuntasan, kemudian untuk siklus I, peserta
didik yang nilai hasil belajarnya mencapai nilai KKM ada 14 orang dan 9
orang (dari 23 peserta didik yang hadir) masih belum mencapai nilai
KKM, maka da
peserta didik yang nilai hasil belajarnya mencapai nilai KKM ada 20
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Pre Test
Untuk melihat peningkatan hasil belajar peserta didik, berikut
grafik hasil belajar peserta didik saat pre test, post test siklus I, dan
Gambar 3. Grafik peningakatan hasil belajar peserta didik
Dari grafik gambar 3, terlihat peningkatan hasil belajar peserta
didik dari tuntas atau tidak tuntasnya peserta didik dalam setiap siklus.
pre test, peserta didik yang nilai hasil belajarnya mencapai nilai
KKM hanya ada 2 orang dan 17 orang (dari 19 peserta didik yang hadir)
masih belum mencapai nilai ketuntasan, kemudian untuk siklus I, peserta
didik yang nilai hasil belajarnya mencapai nilai KKM ada 14 orang dan 9
orang (dari 23 peserta didik yang hadir) masih belum mencapai nilai
KKM, maka dari itu siklus berlanjut ke siklus II. Pada siklus II ini jumlah
peserta didik yang nilai hasil belajarnya mencapai nilai KKM ada 20
Pre Test Post Test Siklus I
Post Test Siklus II
66
Untuk melihat peningkatan hasil belajar peserta didik, berikut
siklus I, dan post
Grafik peningakatan hasil belajar peserta didik
Dari grafik gambar 3, terlihat peningkatan hasil belajar peserta
didik dari tuntas atau tidak tuntasnya peserta didik dalam setiap siklus.
, peserta didik yang nilai hasil belajarnya mencapai nilai
ri 19 peserta didik yang hadir)
masih belum mencapai nilai ketuntasan, kemudian untuk siklus I, peserta
didik yang nilai hasil belajarnya mencapai nilai KKM ada 14 orang dan 9
orang (dari 23 peserta didik yang hadir) masih belum mencapai nilai
ri itu siklus berlanjut ke siklus II. Pada siklus II ini jumlah
peserta didik yang nilai hasil belajarnya mencapai nilai KKM ada 20
Tuntas
Tidak Tuntas
67
orang dan yang masih belum mencapai ada 2 orang (dari 22 peserta didik
yang hadir).
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil penelitian memuat pengolahan data tentang: 1) Penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament, 2) Media
permainan bentuk monopoli, 3) Hasil belajar IPS, 4) Hasil pengamatan
aktivitas guru dan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar.
1. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games
Tournament)
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini
dimaksudkan untuk memberi model pembelajaran yang dapat membantu
peserta didik aktif dalam proses pembelajaran IPS di kelas VA SDN – 9
Menteng kota Palangkaraya. Model pembelajaran ini, memberikan banyak
aktivitas pada peserta didik sehingga pembelajaran IPS berlangsung
menyenangkan.
Seperti yang diungkapkan Slavin (2010) pembelajaran kooperatif
tipe TGT terdiri dari lima tahapan yaitu:
1. Tahap penyajian kelas
2. Belajar dalam kelompok
3. Permainan
4. Turnamen
5. Penghargaan kelompok
68
Tahapan di atas, peneliti terapkan dan terbukti penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT ini memberikan semangat baru pada
peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran IPS dengan antusias
dibandingkan dengan pembelajaran IPS yang menggunakan metode
konvensional.
Metode konvensional yang diterapkan oleh guru kelas mungkin
dapat mengaktifkan peserta didik tapi aktif yang bukan positif, seperti
ribut, mengganggu teman sebangku, mencontek hasil pekerjaan temannya,
dan lain-lain. Hai ini dapat terhindar saat peneliti menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT.
Menurut hasil penelitian Andi Satria (2012) yang juga menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT, ada perbedaan hasil belajar IPS
yang diajarkan dengan yang menggunakan model pembelajaran
konvensional pada peserta didik kelas V di SDN 14 Palangkaraya. Hal ini
terlihat dari nilai rata-rata kemampuan akhir kelas eksperimen yaitu 81, 74
sedangkan kelas kontrol 68, 57. Penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe TGT ini juga diterapkan oleh peneliti untuk melihat peningkatan hasil
belajar peserta didik serta aktivitas guru dan peserta didik saat proses
pembelajaran.
2. Media permainan bentuk Monopoli
Media permainan bentuk monopoli ini digunakan untuk
mendukung penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Media
ini digunakan untuk memberikan semangat belajar pada peserta didik.
69
Media permainan bentuk monopoli ini telah peneliti modifikasi menjadi
media yang memuat soal-soal pada kartu ‘Dana Umum’ dan kartu
‘Kesempatan’. Media ini menjadi puncak proses pembelajaran pada
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
Media ini efektif untuk meningkatkan keaktifan peserta didik, hal
ini terbukti saat peneliti menggunakan media permainan monopoli, peserta
didik antusias dan berinteraksi lebih baik dengan teman-teman perwakilan
dari setiap kelompok untuk bermain dan berkompetisi.
3. Hasil Belajar IPS
Nilai hasil belajar IPS yang dimaksudkan adalah nilai hasil belajar
IPS peserta didik kelas VA SDN – 9 Menteng kota Palangkaraya tahun
ajaran 2013, yang menggunakan penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe TGT dengan media permainan bentuk monopoli. Materi yang
diajarkan adalah Perjuangan melawan penjajah dan pergerakan nasional
Indonesia dan Peranan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dalam
mempersatukan Indonesia.
Dari data hasil pre test yang dilakukan sebelum tindakan penelitian
di siklus I, hasil belajar peserta didik menunjukkan bahwa nilai hasil
belajar peserta didik sangat kurang tercapai. Hal ini dibuktikan dengan
rendahnya skor rata-rata perolehan yaitu 41.3 atau ketuntasan secara
klasikalnya adalah 10.5%. Hasil pre test ini menunjukkan bahwa hasil
belajar peserta didik belum mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM).
70
Berdasarkan hasil post test pada siklus I, nilai hasil belajar peserta
didik meningkat setelah diberi tindakan. Pada siklus I ini, skor rata-rata
perolehan yaitu 66.1 atau ketuntasan secara klasikalnya adalah 60.9%. Hal
ini membuktikan bahwa ada peningkatan nilai hasil belajar peserta didik.
Melihat hasil post test peserta didik pada siklus I, maka penelitian
dilanjutkan ke siklus II.
Dari hasil post test pada siklus II, menunjukkan peningkatan hasil
belajar peserta didik lebih baik dibandingkan dengan hasil pre test dan
hasil post test pada siklus I. Pada siklus II ini, skor rata-rata perolehan
yaitu 85.2 atau ketuntasan secara klasikalnya adalah 91.0%,
Pada hasil pre test, peserta didik yang nilai hasil belajarnya
mencapai nilai KKM hanya ada 2 orang, kemudian untuk siklus I, peserta
didik yang nilai hasil belajarnya mencapai nilai KKM ada 14 orang, maka
dari itu siklus berlanjut ke siklus II. Pada siklus II ini jumlah peserta didik
yang nilai hasil belajarnya mencapai nilai KKM ada 20 orang dan yang
masih belum mencapai ada 2 orang. Berikut tabel perbandingan hasil
belajar IPS antar siklus:
Tabel 13. Tabel perbandingan hasil belajar IPS antar siklus
No Kode
Nama Pre Test
Post Test
Siklus I Siklus II
Nilai T TT Nilai T TT Nilai T TT 1 Fbl 45 √ 60 √ 80 √ 2 Fbw 45 √ 70 √ 80 √ 3 Pn 45 √ 60 √ 80 √ 4 Mfr 0 √ 80 √ 100 √ 5 Mla 35 √ 75 √ 70 √
71
6 Nv 35 √ 80 √ 80 √ 7 Rsk 45 √ 60 √ 90 √ 8 Anf 50 √ 65 √ 90 √ 9 Ane 25 √ 55 √ 80 10 Thr 70 √ 90 √ 95 √ 11 Adr 0 √ 70 √ 90 √ 12 Anp 40 √ 80 √ 95 √ 13 Mhd 45 √ 50 √ 85 √ 14 Ahtk 0 √ 90 √ 95 √ 15 Agg 40 √ 45 √ 40 √ 16 Wga 40 √ 70 √ 90 √ 17 Fnf 45 √ 60 √ 95 √ 18 Mld 45 √ 70 √ 60 √ 19 Sth 25 √ 50 √ 80 √ 20 Shtd 35 √ 75 √ 90 √ 21 Apr 75 √ 85 √ 100 √ 22 Mrfl 0 √ 0 √ 75 √ 23 Alfs 40 √ 70 √ 90 √ 24 Isn 0 √ 60 √ 95 √ Nilai Rata-rata
41.3 66.1 92.1 22 2
Presentase ketuntasan Klasikal
10.5% 60.9% 91.0 %
Keterangan:
T = Tuntas
TT = Tidak Tuntas
Jumlah peserta didik di kelas VA di SDN – 9 Menteng
palangkaray adalah 24 peserta didik, hanya saja setiap siklus dilakukan,
tidak semua peserta didik dapat hadir. Pada saat pre test hanya ada dua
peserta didik yang tuntas, sedangkan pada saat post test siklus I, ada 14
peserta didik yang tuntas dan pada saat siklus II ada 20 peserta didik
yang tuntas. Berdasarkan perhitungan dari hasil tes diketahui bahwa
tingkat ketercapaian dari 10.5% menjadi 60.9% pada siklus I dan
meningkat menjadi 91.0% pada siklus II. Hal ini membuktikan bahwa
72
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan media
permainan bentuk monopoli dapat meningkatkan hasil belajar peserta
didik.
4. Hasil Pengamatan Aktivitas Guru dan Peserta didik
Hasil pengamatan aktivitas guru dan peserta didik pada saat
proses pembelajaran berlangsung dilakukan oleh dua orang observer,
observer atau pengamat 1 adalah guru wali kelas VA SDN – 9 Menteng
kota palangkaraya dan observer atau pengamat 2 adalah teman sejawat.
Berikut rekapitulasi hasil pengamatan aktivitas guru dan peserta didik:
Tabel 14. Rekapitulasi hasil pengamatan aktivitas guru dan peserta didik
Siklus Jumlah Aktivitas
Guru
Jumlah Aktivitas Peserta didik
Rata-rata Aktivitas
Guru
Rata-rata Aktivitas Peserta didik
Ket
I 130 116 3.34 3.86 Baik II 143 106 3.75 3.53 Baik
Keterangan:
4.0 = Baik Sekali 3.0 – 3.9 = Baik 2.0 – 2.9 = Cukup Baik 1.0 – 1.9 = Kurang Baik
Berdasarkan tabel 14, melalui penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe TGT dengan media permainan bentuk monopoli pada mata pelajaran
IPS yang dilaksanakan oleh peneliti di kelas VA SDN – 9 Menteng kota
Palangkaraya, aktivitas guru dan peserta didik pada proses pembelajaran
menunjukkan keaktifan dalam kategori baik.
73
Berdasarkan beberapa hasil hitungan di atas, dari seluruh kegiatan
pembelajaran yang berlangsung maka dapat dikatakan bahwa penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan media permainan
bentuk monopoli telah meningkatkan aktivitasguru dan peserta didik
sehingga hasil belajar yang diperoleh peserta didik meningkat. Hal ini
berdasarkan hasil perhitungan ketuntasan belajar secara klasikal pada
siklus II.
Hipotesis tindakan yang berbunyi “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) dengan
Media Permainan bentuk Monopoli untuk Meningkatkan Hasil Belajar
IPS Peserta Didik kelas V SDN – 9 Menteng Kota Palangkaraya Provinsi
Kalimantan Tengah” dapat diterima dan dibuktikan kebenarannya.
74
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
1. Berdasarkan analisa data, dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan hasil
belajar IPS peserta didik kelas VA SDN – 9 Menteng kota Palangkaraya
setelah menggunakan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
(Teams Games Tournament) dengan media permainan bentuk monopoli.
Hasil tes pada siklus I diperoleh nilai rata-rata 66.1 dan persentase peserta
didik yang memperoleh nilai ≥65 adalah 60.9%. Sementara itu, pada
siklus II hasil belajar peserta didik mengalami peningkatan yaitu nilai
rata-rata yang diperoleh adalah 85.2 dan persentase hasil belajar peserta
didik meningkat menjadi 91.0%.
2. Hasil observasi pengamatan aktivitas guru dan peserta didik pada siklus I
dan siklus II dalam proses pembelajaran berada pada kategori baik, hal ini
disebabkan peserta didik aktif terlibat dalam pembelajaran. Ini
membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
dengan media permainan bentuk monopoli yang diterapkan oleh peneliti
berhasil mengaktifkan aktivitas guru dan peserta didik.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat, peneliti dapat memberikan
rekomendasi atau saran kepada:
1. Kepala Sekolah
Memberi arahan kepada para pendidik agar dapat berinovasi
dalam kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model-model
75
pembelajaran, dan salah satunya model pembelajaran kooperatif tipe TGT
ini sangat mudah untuk untuk diterapkan agar peserta didik dapat terlibat
akktif dalam pembelajaran.
2. Pendidik
Pendidik diharapkan dapat mengisi kegiatan pembelajaran dengan
model-model pembelajaran yang bervariasi. Model pembelajaran
kooperatif tipe TGT dapat menjadi model pembelajaran yang
menyenangkan bagi peserta didik dan mudah diterapkan oleh pendidik,
dan dengan media permainan bentuk monopoli dapat mengaktifkan
peserta didik sehingga menciptakan proses pembelajaran yang bermakna
bagi pendidik dan peserta didik.
3. Peserta didik
Peserta didik diharapkan dapat belajar dengan aktif dan
memahami pembelajaran melalui proses pembelajaran. Peserta didik
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik melalui proses
pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan
media permainan bentuk monopoli.