Upload
fendi-gasuka-rrokok
View
68
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Peneliti : Azka Hanif I dan Ivan FPembimbing : Fendi RohmawanPenelitian Kimia Organik dan Lingkungan: Pendaur Ulangan Pelumas Bekas dengan Pemanfaatan Bentonit dan Batubara Secara Sederhana
Citation preview
Pendaur Ulangan Pelumas Bekas dengan Pemanfaatan Bentonit dan Batubara
Oleh: Azka Hanif I dan Ivan F
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Saat ini cadangan sumber energi minyak bumi yang merupakan bahan dasar untuk
pembuatan bahan baku minyak pelumas semakin berkurang .Keadaan ini memacu untuk
mengembangkan teknologi minyak pelumas sintetis yang bahan bakunya bukan minyak
bumi.Salah satu upaya mengatasi ketergantungan energi minyak bumi, dilakukan daur ulang
minyak pelumas bekas dengan menggunakan batubara peringkat rendah sebagai penyerap
kontaminan logam untuk menghasilkan pelumas dasar (base oil).Puslitbang Teknologi Mineral
dan Batubara bekerjasama dengan Lernigas dan Kobe Steel melakukan daur ulang pelumas
bekas dengan batubara yang membuktikan bahwa batubara mampu menyerap kontaminan logam
terutama Ca dan Zn di atas 90%. Namun base oil yang di dari proses ini kejernihannya (warna)
belum memenuhi standar base oil. Terang atau gelapnya warna menunjukkan tingkat
kontaminasi dan tinggi rendahnya viskositas.Tabel 1 menunjukkan spesifikasi base oil hasil
proses fraksinasi minyak bumi dan proses daur ulang dengan batubara.
1
Tabel 1. Spesifikasi base oil hasil proses fraksinasi minyak bumi dan proses daur ulang dengan
batubara peringkat rendah (Lemigas, 2004).
Sifat-Sifat/
Karakteristik
Spesifikasi Base
Oil
Spesifikasi
PERTAMINA
Base Oil Dari Proses Fraksinasi
Minyak Bumi
Base Oil Dari
Proses Daur
Ulang Barubara
Peringkat
Rendah
HVI-60 HVI-95 HVI-1605
SN-100 SN-350 SN-500
Viskositas
kinematik @
100o C
80-100 Min 4,4 – 4,9 7,2 – 8,010,7 –
11,89,64
Viskositas
indesk- Min 95 95 95 106
Titik nyala - Min 204 210 228 206
Titik beku - Min -015 -9 -9 0
Kadar air, %
vol- Maks Nil Nil nil Tidak terdeteksi
Bahan bakar
terlarut, %
vol
- Maks Nil Nil Nil 1,2
Total jumlah
asam (TAN),
mgKOH/g
- Maks 0,05 0,05 0,05 0,059
Kadar abu,
% wt- Maks 0,01 0,01 0,1 -
Warna - Maks 2,0 3 3 >5
Kadar sulfur,
% wt- >0,03 Maks 0,01 0,01 0,2561
Kejenuhan,
% wt- >90 Min - - 96,07
2
Bentonit sebagai salah satu mineral dikenal mempunyai fungsi sebagai penjernih dalam
proses penjernihan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil), dan tidak menyebabkan perubahan
warna atau rasa pada minyak. Jenis bentonit yang digunakan dalam proses penjernihan adalah
kalsium bentonit yang bila terdispersi dalam air akan mengendap cepat, daya tukar ionnya cukup
besar dan bersifat menyerap warna. Nilai kejernihan/warna base oil hasil proses daur ulang
masih terbilang cukup tinggi
1.2 Rumusan Masalah
Apakah bentonit dan batubara dapat digunakan untuk menjernihkan minyak pelumas
bekas.
1.3Tujuan
Tujuan penulis menyusun makalah ini adalah untuk menunjukkan metoda untuk mendaur
ulang minyak pelumas bekas dengan batubara dan bentonit.
3
BAB 2
Landasan Teori
2.1 Bentonit
Bentonit adalah istilah pada lempung yang mengandung monmorillonit
dalam dunia perdagangan dan termasuk kelompok dioktohedral. Penamaan
jenis lempung tergantung dari
penemu atau peneliti, misal ahli
geologi, mineralogi, mineral industri
dan lain-lain.
Bentonit dapat dibagi menjadi 2
golongan berdasarkan kandungan alu-
munium silikat hydrous, yaitu
activated clay dan fuller's Earth.
Activated clay adalah lempung yang
kurang memiliki daya pemucat, tetapi
daya pemucatnya dapat ditingkatkan
melalui pengolahan tertentu. Sementara itu, fuller's earth digunakan di
dalam fulling atau pembersih bahan wool dari lemak.
Sedangkan berdasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu :
a. TipeWyoming(Na–bentonit–Swellingbentonite)
Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila
dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air.
Dalam keadaan kering berwarna putih atau cream, pada keadaan basah dan
terkena sinar matahari akan berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan
kapur tinggi, suspensi koloidal mempunyai pH: 8,5-9,8, tidak dapat
diaktifkan, posisi pertukaran diduduki oleh ion-ion sodium (Na+)
4
.
b. Mg, (Ca-bentonit – non swelling bentonite)
Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air,
dan tetap terdispersi di dalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktifkan
mempunyai sifat menghisap yang baik. Perbandingan kandungan Na dan Ca
rendah, suspensi koloidal memiliki pH: 4-7. Posisi pertukaran ion lebih
banyak diduduki oleh ion-ion kalsium dan magnesium.Dalam keadaan kering
bersifat rapid slaking, berwarna abu-abu, biru, kuning, merah dan coklat.
Penggunaan bentonit dalam proses pemurnian minyak goreng perlu aktivasi
terlebih dahulu.
Endapan bentonit Indonesia tersebar di P. Jawa, P. Sumatera, sebagian
P. Kalimantan dan P. Sulawesi, dengan cadangan diperkirakan lebih dari 380
juta ton, serta pada umumnya terdiri dari jenis kalsium (Ca-bentonit) .
Beberapa lokasi yang sudah dan sedang dieksploitasi, yaitu di
Tasikmalaya, Leuwiliang, Nanggulan, dan lain-lain.Indikasi endapan Na-
bentonit terdapat di Pangkalan Brandan; Sorolangun-Bangko; Boyolali.
Na-bentonit dimanfaatkan sebagai bahan perekat, pengisi (filler),
lumpur bor, sesuai sifatnya mampu membentuk suspensi kental setelah
bercampur dengan air.Sedangkan Ca-bentonit banyak dipakai sebagai bahan
penyerap.
(www.tekmira.esdm.go.id,2005)
2.2 Batubara
Batu bara atau batubara adalah salah satu bahan bakar fosil.
Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang
dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik,
utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk
melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur
utamanya terdiri dari karbon,hidrogen dan oksigen.
5
Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika
dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS
untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Bab 3
Analisis
3.1. Metodologi
Sistim pembakaran pada suhu tinggi di dalam mesin kendaraan menyebabkan komposisi
minyak pelumas terdegradasi dan menghasilkan senyawa-senyawa oksida yang bersifat polar
dengan warna coklat kehitaman pada umumnya.Senyawa polar tersebut harus dipisahkan dari
senyawa yang tidak terdegradasi yang umumnya bersifat non polar.Untuk pemisahan senyawa
polar dan non polar ditambahkan emulsifier yang mengandung alkilbenzensulfonat yang
merupakan surfaktan anionic dengan gugus yang terkandung di dalamnya berfungsi
menstabilkan system dipersi pada suhu tinggi dan sifat adsorpsinya terhadap air yang terbaik.
Surfaktan akan larut dalam air yang bersifat polar dan terdispersi dalam system emulsi air –
minyak. Selain terjadinya pemisahan, alkilbenzensufonat bersifat sebagai zat aktif permukaan
dalam medium cair dengan struktur molekul hidrokarbon bertipe minyak yang mudah larut
dalam air.
Pemisahan dua fasa air – minyak dilakukan dengan system adsorpsi selektif.Bahan
pengadsorpsi selektif untuk fasa air dan komponen polar lain adalah bentonit karena permukaan
bentonit juga bersifat polar dan dapat menstabilkan warna.Selain itu, bentonit secara luas
digunakan untuk mereduksi warna berbagai mineral, minyak nabati dan hewani. Faktor utama
yang mempengaruhi reduksi warna pada proses penjernihan adalah bentonit yang pada dasarnya
mempunyai kemampuan menyerap warna. Reduksi atau pemucatan warna adalah suatu tahap
proses penjernihan untuk menghilangkan warna yang tidak diinginkan. Kemampuan daya
6
adsorpsi warna ini dapat ditingkatkan melalui aktivasi dengan menambahkan asam mineral.
Dalam proses aktivasi bentonit akan terjadi pertukaran ion pada permukaannya terutama Ca dan
Mg yang diganti kedudukannya oleh ion H+. Pori-pori pada permukaan bentonit menjadi terbuka
akibat terlarutnya oksida-oksida logam `dalam struktur bentonit dan digantikan oleh ion H+ dari
aktivator. Sedangkan logam-logam yang terlarut akan cepat mengendap bila didispersikan dalam
air dan mempunyai daya tukar ion yang cukup besar.
3.2 Kegiatan percobaan
Proses daur ulang minyak pelumas bekas menggunakan batubara sebagai penyerap
kontaminan logam dilakukan dengan cara mencampur minyak pelumas bekas dan batubara yang
dipanaskan pada suhu antara 100-140°C. Setelah pemanasan selama ± 2 jam, campuran disaring
untuk memisahkan padatan dan cairan yang berupa minyak pelumas (base oil). Selanjutnya
dilakukan proses penjernihan terhadap minyak pelumas hasil daur ulang dengan cara
menambahkan alkilbenzensulfonat 17.5% ke dalam 10 ml minyak pelumas dan dipanaskan pada
suhu 90°C selama 20 menit. Selanjutanya ditambah bentonit sebanyak 6g dan dipanaskan
kembali pada suhu 90°C selama 30 menit.
Peralatan yang digunakan untuk melakukan percobaan adalah spektrofotometer, cuvet,
beaker glass, pipet ukur, timbangan analitik, pemanas, pengaduk gelas, alat penyaring
Kejernihan contoh diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 480 cm dan nilai absorbannya dibadingkan dengan nilai absorban srandar base oil.
Bagan alur proses daur ulang dengan batubara dapat dilihat pada gambar 1.
7
Gambar 1. Bagan alur proses daur ulang minyak pelumas bekas
dengan batubara
3.3 Hasil dan Pembahasan
Hasil uji kejernihan base oil yang digunakan sebagai standard dan base oil yang
diperoleh dari proses penjernihan ditunjukkan oleh tabel berikut:
Jenis base oil Absorban Relatif
Light neutral 0,357
Heavy neutral 0,432
3.3.1 Pengaruh konsentrasi alkilbenzenasulfonat
Penurunan absorban pada konsentrasi berbeda dari penambahan
alkilbenzenasulfonat dengan senyawa-senyawa yang terkandung dalam minyak pelumas (base
oil). Adanya interaksi juga mengidentifikasikan bahwa alkilbenzenasulfonat selain berfungsi
8
menstabilkan sistem disperse, juga menurunkan laju terterserapnya warna. Pada konsentrasi
alkilbenzenasulfonat 17,5% reduksi warna menghasilkan absorban yang terbaik yaitu 0,295,
sedangkan pada konsentrasi yang lebih kecil dari 17,5% nilai absorban lebih tinggi. Begitu pula
dengan penambahan alkilbenzenasulfonat lebih besar dari 17,5%, nilai absorban naik. Artinya,
pada penambahan konsentrasi tertentu dari akilbenzenasulfonat terjadi reaksi kesetimbangan
yang mengakibatkan reaksi kembali pada keadaan semula.Dengan demikian, penambahan
konsentrasi alkilbenzenasulfonat sebagai surfaktan yang mendispersikan sistim emulsi minyak-
air harus tepat.
3.3.2 Pengaruh berat bentonit terhadap absorban
Pembakaran di dalam mesin mengakibatkan struktur senyawa karbon di dalam
minyak pelumas bekas teroksidasi menjadi senyawa-senyawa yang bersifat polar dan
mengakibatkan warna minyak pelumas menjadi hitam. Struktur pemukaan bentonit yang bersifat
polar sangat baik untuk mereduksi warna, tetapi untuk dapat menyerap warna dengan maksimal
penambahan jumlah bentonit sangat tergantung pada konsentrasi alkilbenzenasulfonat yang
ditambahkan.Semakin besar jumlah penambahan bentonit dan alkilbenzensulfonat semakin kecil
absorban relatif, tetapi pada jumlah bentonit tertentu nilai absorban relative naik. Artinya, terjadi
reaksi kesetimbangan terhadap proses reduksi yang mengakibatkan terjadinya titik jenuh di
dalam proses tersebut. Pada penambahan berat bentonit 6 g dan alkilbenzensulfonat 17,5%,
penyerapan warna memberikan hasil absorban paling rendah. Pada kondisi ini, pori-pori pada
permukaan bentonit terbuka maksumal dan senyawa polar dan non polar terpisah dengan baik
dalam system disperse air-minyak akibat adanya penambahan alkilbenzensulfonat. Nilai
absorban yang diperoleh pada kondisi ini adalah 0,295. Bila dibandingkan terhadap standar light
oil dengan absorban relative sebesar 0,356, nilai absorban relatif hasil proses penjernihan lebih
rendah. Artinya kejernihan minyak pelumas hasil proses lebih jernih dibandingkan dengan
standar base oil.
9
Bab 4
Penutup
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian bahasan “penggunaan bentonit sebagai penjernih minyak pelumas
bekas” dapat disimpulkan bahwa proses penjernihan optimum minyak pelumas bekas hasil
proses daur ulang dengan batubara peringkat rendah dapat dicapai pada penambahan konsentrasi
alkilbenzensulfonat 17,5% dan berat bentonit 6 g terhadap 10 ml minyak pelumas hasil proses
daur ulang, yang menghasilkan nilai absorban 0,295. Nilai absorban dan warna minyak pelumas
lebih kecil dan lebih jernih dibandingkan nilai absorban dan warna standar base oil jenis light
neutral.
4.2 Saran
10
Pada siswa, agar meningkatkan kesadaran untuk meneliti dan menyadari bahwa semakin
lama semakin sumber daya alam kita semakin menipis terutama minyak yang sangat penting
perannya dikehidupan kita. Oleh karena itu dengan dibuatnya makalah ini semoga para siswa
yaitu para calon-calon pemimpin negara ini untuk mendapatkan motivasi dengan mengetahui
makalah ini.
Pada pemerintah, agar meningkatkan kesadaran untuk mengembangkan metode daur
ulang sehingga sumber daya alam kita ini yang terbatas bisa digunakan seefisien mungkin karena
sumber daya alam, terutama minyak sangat dibutuhkan oleh masyarakat didalam kehidupan
mereka seperti berkendara, dan bekerja. Oleh karena itu makalah ini dibuat untuk memberikan
salah satu solusi dari masalah itu.
Daftar Pustaka
Asmuwahyu, S., S. Hartanto dan Kardi, 1993.Pengaruh Surfaktan Terhadap Fenomena
Pemudaran Zat Warna Azo. Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian Institut Teknologi
Indonesia.
Kobe Steel, 2000. Recycle Used Oil Using Low Rank Coal, Kobe, Japan.
Lemigas, 2004.Hasil Analisis Standar Base Oil dan Hasil Proses Daur Ulang dengan
Menggunakan Batubara Peringkat Rendah. Jakarta.
Saefullah, Mukhushien dan Syaubari, 1996.Aktivasi Tanah Bentonit Kuala Dewa Aceh Utara
dan Pemanfaatannya Untuk Penjernih Minyak Kelapa Sawit, Laporan Penelitian,
Universitas Sylah Kuala Darussalam-Banda Aceh.
Soewardjo, A.D., 1997. Daur Ulang Minyak Pelumas Bekas, Warta Insinyur Kimia. II (1): 6-8
11
Suhala, S. dan Arifin, M., 1997.Sifat dan Penggunaan Bentonit, Bahan Galian Industri.Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung.
Umar, D.F., Monika, I., Hernawati, T., Hanafiah, N. dan Rahayu, A., 2002. Daur Ulang Minyak
Pelumas Bekas Dengan Menggunakan Batubara Peringkat Rendah, Laporan Penelitian,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara.
Wignyanto, 1997.Teknik Baru Cara Peningkaan Efektifitas dan Efisiensi Kemampuan
Biodegradasi Surfaktan Deterjen, Laporan Penelitian, Fakultas Pertanian, Universitas
Brawijaya, Malang.
12