30
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kesatuan pada dasarnya dapat mengandung potensi kerawanan akibat keanekaragaman suku bangsa, bahasa, agama, ras dan etnis golongan, hal tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap potensi timbulnya konflik sosial. Dengan semakin marak dan meluasnya konflik akhir-akhir ini, merupakan suatu pertanda menurunnya rasa nasionalisme di dalam masyarakat. Kondisi seperti ini dapat terlihat dengan meningkatnya konflik yang bernuasa SARA, serta munculya gerakan-gerakan yang ingin memisahkan diri dari NKRI akibat dari ketidak puasan dan perbedaan kepentingan, apabila kondisi ini tidak dimanage dengan baik akhirnya akan berdampak pada disintegrasi bangsa. Permasalahan ini sangat kompleks sebagai akibat akumulasi permasalahan Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan yang saling tumpang tindih, apabila tidak cepat dilakukan tindakan-tindakan bijaksana untuk menanggulangi sampai pada akar permasalahannya maka akan menjadi problem yang berkepanjangan. Bentuk-bentuk pengumpulan massa yang dapat menciptakan konflik horizontal maupun konflik vertikal harus dapat diantisipasi guna mendapatkan solusi tepat dan dapat meredam segala bentuk konflik yang terjadi. Kepemimpinan dari tingkat elit politik nasional hingga kepemimpinan daerah sangat menentukan untuk menanggulangi konflik pada skala dini.Upaya mengatasi disintegrasi bangsa perlu diketahui terlebih dahulu karakteristik proses terjadinya disintegrasi secara komprehensif serta dapat menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pada tahap selanjutnya. Keutuhan NKRI merupakan suatu perwujudan dari kehendak seluruh komponen bangsa diwujudkan secara optimal dengan mempertimbangkan seluruh faktor-faktor yang berpengaruh secara

pendidikan multikultural

Embed Size (px)

DESCRIPTION

DDDD

Citation preview

Page 1: pendidikan multikultural

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kesatuan pada dasarnya dapat mengandung potensi kerawanan akibat keanekaragaman suku bangsa, bahasa, agama, ras dan etnis golongan, hal tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap potensi timbulnya konflik sosial. Dengan semakin marak dan meluasnya konflik akhir-akhir ini, merupakan suatu pertanda menurunnya rasa nasionalisme di dalam masyarakat.

Kondisi seperti ini dapat terlihat dengan meningkatnya konflik yang bernuasa SARA, serta munculya gerakan-gerakan yang ingin memisahkan diri dari NKRI akibat dari ketidak puasan dan perbedaan kepentingan, apabila kondisi ini tidak dimanage dengan baik akhirnya akan berdampak pada disintegrasi bangsa.

Permasalahan ini sangat kompleks sebagai akibat akumulasi permasalahan Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan yang saling tumpang tindih, apabila tidak cepat dilakukan tindakan-tindakan bijaksana untuk menanggulangi sampai pada akar permasalahannya maka akan menjadi problem yang berkepanjangan. Bentuk-bentuk pengumpulan massa yang dapat menciptakan konflik horizontal maupun konflik vertikal harus dapat diantisipasi guna mendapatkan solusi tepat dan dapat meredam segala bentuk konflik yang terjadi. Kepemimpinan dari tingkat elit politik nasional hingga kepemimpinan daerah sangat menentukan untuk menanggulangi konflik pada skala dini.Upaya mengatasi disintegrasi bangsa perlu diketahui terlebih dahulu karakteristik proses terjadinya disintegrasi secara komprehensif serta dapat menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pada tahap selanjutnya. Keutuhan NKRI merupakan suatu perwujudan dari kehendak seluruh komponen bangsa diwujudkan secara optimal dengan mempertimbangkan seluruh faktor-faktor yang berpengaruh secara terpadu, meliputi upaya-upaya yang dipandang dari aspek asta gatra.

B. Rumusan Masalah

· Apakah mulitikulturalisme itu?

· Bagaimana cara melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia?

· Bagaimanakah multikulturalisme yang terjadi di Indonesia?

· Bagaimanakah pengaruh pendidikan multikulturalisme terhadap kehidupan di Indonesia?

· Bagaimana implementasi pendidikan multikultural di dunia pendidikan?

Page 2: pendidikan multikultural

C. Tujuan

Penulis menyusun makalah “Pentingnya Pendidikan Multikultural Dalam Masyarakat Majemuk” antara lain bertujuan untuk :

· Mengetahui pengertian mulitikulturalisme dan pendidikan multikulturalisme.

· Mengetahui cara melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia.

· Mengetahui tentang multikulturalisme yang terjadi di Indonesia.

· Mengetahui pengaruh pendidikan multikulturalisme terhadap kehidupan di Indonesia.

· Mengetahui cara pengimplementasian pendidikan multikultural di dunia pendidikan.

D. Manfaat

Secara keseluruhan, makalah ini memiliki manfaat untuk mengetahui tentang kemultikulturalismean yang terjadi di indonesia saat ini. Selain itu, agar masyarakat pada umumnya paham mengenai pendidikan mulikultural yang seharusnya diterapkan, agar pendidikan itu turut mendorong perkembangan Indonesia menju ke arah yang lebih baik dengan adanya keberagaman yang ada di dalamnya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

a. Pengertian Multikulturalisme

Multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan. Menurut Parsudi Suparlan (2002) akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini telah membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme. Konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara sukubangsa atau kebudayaan sukubangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Ulasan mengenai multikulturalisme mau tidak mau akan mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas.

Page 3: pendidikan multikultural

Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Bangunan konsep-konsep ini harus dikomunikasikan di antara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikulturalisme sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan.

Selanjutnya Suparlan mengutip Fay (1996), Jary dan Jary (1991), Watson (2000) dan Reed (ed. 1997) menyebutkan bahwa multikulturalisme ini akan menjadi acuan utama bagi terwujudnya masyarakat multikultural, karena multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan seperti sebuah mosaik. Dengan demikian, multikulturalisme diperlukan dalam bentuk tata kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis meskipun terdiri dari beraneka ragam latar belakang kebudayan.

Mengingat pentingnya pemahaman mengenai multikulturalisme dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara terutama bagi negara-negara yang mempunyai aneka ragam budaya masyarakat seperti Indonesia, maka pendidikan multikulturalisme ini perlu dikembangkan. Melalui pendidikan multikulturalisme ini diharapkan akan dicapai suatu kehidupan masyarakat yang damai, harmonis, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam undang-undang dasar.

b. Pengertian Pendidikan Multikultural

Pendidikan Multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaan (set of beliefs) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara (Banks, 2001). Di dalam pengertian ini terdapat adanya pengakuan yang menilai penting aspek keragaman budaya dalam membentuk perilaku manusia.

Page 4: pendidikan multikultural

James A. Banks dalam bukunya ”Multicultural Education,” mendefinisikan Pendidikan Multikultural sebagai ide, gerakan pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan yang tujuan utamanya adalah untuk mengubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria maupun wanita, siswa berkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompok ras, etnis, dan kultur yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi akademis di sekolah. Jadi Pendidikan Multikultural akan mencakup: a. Ide dan kesadaran akan nilai penting keragaman budaya. b. Gerakan pembaharuan pendidikan. c. Proses pendidikan.

B. MULTIKULTURALISME DI INDONESIA

Perkembangan pembangunan nasional dalam era industrialisasi di Indonesia telah memunculkan side effect yang tidak dapat terhindarkan dalam masyarakat. Konglomerasi dan kapitalisasi dalam kenyataannya telah menumbuhkan bibit-bibit masalah yang ada dalam masyarakat seperti ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin, masalah pemilik modal dan pekerja, kemiskinan, perebutan sumber daya alam dan sebagainya. Di tambah lagi kondisi masyarakat Indonesia yang plural baik dari suku, agama, ras dan geografis memberikan kontribusi terhadap masalah-masalah sosial seperti ketimpangan sosial, konflik antar golongan, antar suku dan sebagainya.

Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Kondisi yang demikian memungkinkan terjadinya benturan antar budaya, antar ras, etnik, agama dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kasus Ambon, Sampit, konflik antara FPI dan kelompok Achmadiyah, dan sebagainya telah menyadarkan kepada kita bahwa kalau hal ini terus dibiarkan maka sangat memungkinkan untuk terciptanya disintegrasi bangsa.

Jika kita cermati kronologi kejadian tersebut, sebetulnya adalah masalah – masalah yang kerap terjadi disekitar kita. Hal yang membedakan hanyalah paradigma berfikir masyarakat disetiap daerah. Di bebrapa daerah, sengketa lahan dapat diselesaikan melalui meja hijau secara “dewasa”. Namun, dibeberapa daerah lain, diakibatkan tingkat kesenjangan sosial yang tinggi (sebagai contoh Papua) serta tingkat pendidikan masyarakatnya yang rendah, sengketa lahan diselesaikan dengan aksi – aksi yang ekstrem bahkan berujung pada konflik berdarah. Perbedaan yang penyelesaian masalah yang berbeda di setiap daerah yang sangat menonjol ini, sangat dipengaruhi faktor – faktor tertentu, diantaranya adalah geografis, sikap toleransi (kesadaran sosial atau social sense), dan pendidikan.

Faktor geografis berpengaruh karena menentukan juga pola hidup masyarakat, kelengkapan sarana dan prasarana serta kemampuan pemerintah untuk menjangkaunya (daerah terisolir).

Page 5: pendidikan multikultural

Daerah dengan akses yang lebih mudah, tentu memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah terisolir yang hanya bisa dilewati kendaraan tertentu. Hal ini berpengaruh terhadap pembangunan daerah. ketiadaan jalan, jembatan, sekolah dan pelayanan kesehatan menyebabkan keterbelakangan masyarakat terisolir. Hal ini lah yang menyebabkan pemerintah kesulitan menjangkau daerah tertentu ketika terjadi masalah sosial dalam masyarakat. Hingga menyebabkan pengendalian keamanan menjadi minim. Tidak mustahil jadinya jika pemerintah terlambat mengantisipasi terjadinya konflik.

Faktor kedua adalah sikap toleransi atau kesadaran sosial. Kehidupan bermasyarakat tidak lepas dari interaksi sosial. Masyarakat saling memenuhi kebutuhannya dengan cara berinteraksi antar sesama. Interaksi sosial menjadi suatu kebutuhan utama. Namun, sering kali interaksi sosial ini tidak hanya bertujuan saling memnuhi kebutuhan, tapi juga dapat menyebabkan disintegrasi sosial. Pola interaksi yang kurang mapan antar individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok dapat menyebabkan mispresepsi. Hal ini pula sering kali didasari pada latar belakang sosial suatu kelompok. Entah melalu ras, etnis atau agama yang berujung pada konflik SARA. Perlunya tingkat kesadaran sosial/toleransi yang tinggi dalam kehidupan bermasyarakta, dapat menekan disintegrasi dan konflik berkepanjangan.

Dan faktor ketiga yang paling menentukan kesemua faktor lainnya adalah pendidikan. Pendidikan berkontribusi menjadi faktor penentu pertumbuhan suatu peradaban. Suatu bangsa dikatakan beradab apabila mampu menciptakan kehidupan yang damai dan sejahtera bagi setiap masyarakat. Rendahnya tingkat pendidikan seseorang mengakibatkan rendahnya kualitas SDM yang ada. Akibatnya, banyak orang – orang yang hidup “tak layak” akibat banyak orang – orang yang menganggur akibat kalah dalam persaingan kerja. Ketidak mampuan berkompetisi didunia yang dituntut serba kreatif dan inovatif ini, mendorong terjadinya penyimpangan sosial. Apalagi pertumbuhan jumlah penduduk yang setiap tahun tidak pernah mengalami penurunan menjadi faktor pendukung tingkat pengangguran. Solusi rendahnya tingkat pendidikan ini harus didasari pada realita sosial yang ada, konsep manusiawi guna meringankan beban masyarakat, serta realisasi.

C. Pentingnya Pendidikan Mutikulturalisme

Pendidikan multikultural yang marak didengungkan sebagai langkah alternatif dalam rangka mengelola masyarakat multikultur sebagaimana Indonesia tampaknya masih menjadi wacana belaka. Gagasan genuine ini belum mampu diejawantahkan, baik oleh masyarakat maupun pemerintah, dalam tindakan praksis.

Sampai di sini, layak kita meneguhkan kembali paradigma multikultural tersebut. Peneguhan ini harus lebih ditekankan kepada persoalan kompetensi kebudayaan sehingga tidak hanya berkutat pada aspek kognitif melainkan beranjak kepada aspek psikomotorik. Peneguhan ini

Page 6: pendidikan multikultural

bermaksud mendedahkan kesadaran bahwa multikulturalisme, sebagaimana diungkap oleh Goodenough (1976) adalah pengalaman normal manusia. Ia ada dan hadir dalam realitas empirik. Untuk itu, pengelolaan masyarakat multikultural Indonesia tidak bisa dilakukan secara taken for granted atau trial and error. Sebaliknya harus diupayakan secara sistematis, programatis, integrated, dan berkesinambungan. Di sinilah fungsi strategis pendidikan multikultural sebagai sebuah proses di mana seseorang mengembangkan kompetensi dalam beberapa sistem standar untuk mempersepsi, mengevaluasi, meyakini, dan melakukan tindakan.

Beberapa hal yang dibidik dalam pendidikan multikultural ini adalah: pertama, pendidikan multikultural menolak pandangan yang menyamakan pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling) atau pendidikan multikultural dengan program-program sekolah formal. Pandangan yang lebih luas mengenai pendidikan sebagai transmisi kebudayaan juga bermaksud membebaskan pendidik dari asumsi bahwa tanggung jawab primer dalam mengembangkan kompetensi kebudayaan semata-mata berada di tangan mereka melainkan tanggung jawab semua pihak.

Kedua, pendidikan ini juga menolak pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik. Hal ini dikarenakan seringnya para pendidik, secara tradisional, mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan kelompok-kelompok sosial yang relatif self sufficient. Oleh karena individu-individu memiliki berbagai tingkat kompetensi dalam berbagai dialek atau bahasa, dan berbagai pemahaman mengenai situasi-situasi di mana setiap pemahaman tersebut sesuai, maka individu-individu memiliki berbagai tingkat kompetensi dalam sejumlah kebudayaan. Dalam konteks ini, pendidikan multikultural akan melenyapkan kecenderungan memandang individu secara stereotip menurut identitas etnik mereka. Malah akan meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar mengenai kesamaan dan perbedaan di kalangan anak-didik dari berbagai kelompok etnik.

Ketiga, pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi seseorang pada suatu waktu ditentukan oleh situasinya. Meski jelas berkaitan, harus dibedakan secara konseptual antara identitas-identitas yang disandang individu dan identitas sosial primer dalam kelompok etnik tertentu.

Keempat, kemungkinan bahwa pendidikan meningkatkan kesadaran mengenai kompetensi dalam beberapa kebudayaan akan menjauhkan kita dari konsep dwi-budaya (bicultural) atau dikotomi antara pribumi dan non-pribumi. Karena dikotomi semacam ini bersifat membatasi kebebasan individu untuk sepenuhnya mengekspresikan diversitas kebudayaan.

Dalam melaksanakan pendidikan multikultural ini mesti dikembangkan prinsip solidaritas. Yakni kesiapan untuk berjuang dan bergabung dalam perlawanan demi pengakuan perbedaan yang

Page 7: pendidikan multikultural

lain dan bukan demi dirinya sendiri. Solidaritas menuntut untuk melupakan upaya-upaya penguatan identitas melainkan berjuang demi dan bersama yang lain. Dengan berlaku demikian, kehidupan multikultural yang dilandasi kesadaran akan eksistensi diri tanpa merendahkan yang lain diharapkan segera terwujud.

Dari berbagai keterangan di atas pendidikan multikultural sangat penting diterapkan guna meminimalisasi dan mencegah terjadinya konflik di Kalimantan Barat. Melalui pendidikan berbasis multikultural, sikap dan mindset (pemikiran) siswa akan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai keberagaman. Pendidikan multikultural sangat penting diterapkan guna meminimalisasi dan mencegah terjadinya konflik, contonya seperti di Kalimantan Barat. Melalui pendidikan berbasis multikultural, sikap dan mindset (pemikiran) siswa akan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai keberagaman dan manghargai berbagai perbedaan yang ada.

D. Implementasi Dalam Dunia Pendidikan

Indonesia adalah Negara yang terdiri dari beragam masyarakat yang berbeda seperti agama, suku, ras, kebudayaan, adat istiadat, bahasa, dan lain sebagainya menjadikan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk. Dalam kehidupan yang beragam seperti ini menjadi tantangan untuk mempersatukan bangsa Indonesia menjadi satu kekuatan yang dapat menjunjung tinggi perbedaan dan keragaman masyarakatnya.

Hal ini dapat dilakukan dengan pendidikan multikultural yang ditanamkan kepada anak-anak lewat pembelajaran di sekolah maupun di rumah. Seorang guru bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan terhadap anak didiknya dan dibantu oleh orang tua dalam melihat perbedaan yang terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Namun pendidkan multikultural bukan hanya sebatas kepada anak-anak usia sekolah tetapi juga kepada masyarakat Indonesia pada umumnya lewat acara atau seminar yang menggalakkan pentingnya toleransi dalam keberagaman menjadikan masyarakat Indonesia dapat menerima bahwa mereka hidup dalam perbedaan dan keragaman.

Upaya ini juga dapat dilakukan oleh media, mengingat fungsinya sebagai alat informasi kepada masyarakat. Media berfungsi memberikan pendidikan multikultural lewat tulisan dan tayangan yang mengajarkan toleransi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengingat media massa dapat berdampak pada pengetahuan, nilai-nilai, sikap dan perilaku, sehingga masyarakat dapat mengetahui secara langsung bagaimana hakikat toleransi yaitu kesediaan untuk hidup berdampingan secara damai dan saling menghargai pihak lain. Apa yang disajikan media kepada masyarakat dapat mempengaruhi kehidupan mereka sehari-hari sehingga fungsi media sangat berperan dalam memberikan pendidikan multikultural untuk mencapai masyarakat yang saling menyatu dalam bingkai negara indonesia seperti slogan “Bhineka

Page 8: pendidikan multikultural

Tunggal Ika” yang bermakna berbeda-beda namun tetap satu. Ini menyatakan bahwa keragaman dan perbedaan yang ada di Indonesia menjadi kekuatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Secara generik, pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama.

Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk berpegang pada prinsip-prinsip berikut ini:

· Pendidikan multikultural harus menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan pandangan dan perspektif banyak orang.

· Pendidikan multikultural harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah.

· Kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif dengan sudut pandang kebudayaan yang berbeda-beda.

· Pendidikan multikultural harus mendukung prinsip-prinisip pokok dalam memberantas pandangan klise tentang ras, budaya dan agama.

Pendidikan multikultural mencerminkan keseimbangan antara pemahaman persamaan dan perbedaan budaya mendorong individu untuk mempertahankan dan memperluas wawasan budaya dan kebudayaan mereka sendiri.

Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan yang menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan terhadap ras, etnis dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan terhadap perbedaan budaya, di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan kesukaan. Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan hari-hari besar umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh terlibat dalam pengambilan keputusan secara demokratis.

BAB III

Page 9: pendidikan multikultural

PENUTUP

Simpulan

Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Dari pengertian tersebut jelas bahwa mutikultural sangat penting dalam membangun bangsa. Salah satunya adalah melalui pendidikan.

Pendidikan multikultural sangat penting diterapkan guna meminimalisasi dan mencegah terjadinya konflik di Indonesia, yang nota benenya mempunyai beragam perbedaan di dalamnya. Entah itu dilihat dari agama, suku dan juga ras. Melalui pendidikan berbasis multikultural, sikap dan mindset masyarakat, khususnya siswa, akan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai keberagaman. Pendidikan multikultural sangat penting diterapkan guna meminimalisasi dan mencegah terjadinya konflik.

Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk berpegang pada prinsip-prinsip berikut ini: Pendidikan multikultural harus menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan pandangan dan perspektif banyak orang, harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah, kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif dengan sudut pandang kebudayaan yang berbeda-beda, harus mendukung prinsip-prinisip pokok dalam memberantas pandangan klise tentang ras, budaya dan agama.

Untuk itu dipandang sangat penting memberikan porsi pendidikan multikultural sebagai wacana baru dalam sistem pendidikan di Indonesia terutama agar peserta didik memiliki kepekaan dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial yang berakar pada perbedaan kerena suku, ras, agama dan tata nilai yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya. Hal ini dapat diimplementasi baik pada substansi maupun model pembelajaran yang mengakui dan menghormati keanekaragaman budaya.

Daftar Pustaka

· http://israyuda.wordpress.com/2012/01/04/isu-sara-dan-kesenjangan-sosial/

· http://argamakmur.wordpress.com/cara-mengatasi-agar-tidak-terjadi-integrasi-suatu-bangsa/

Page 10: pendidikan multikultural

Pengertian Pendidikan MultikulturalPendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai “pendidikan untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan”. Hal ini sejalan dengan pendapat bahwa pendidikan jangan hanya dipandang sebagai “menara gading” yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Pendidikan harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan berpendidikan, bukan sebuah masyarakat yang hanya mengagungkan prestise sosial sebagai akibat kekayaan dan kemakmuran yang dialaminya atau keturunan yang diwarisinya.Istilah “pendidikan multikultural” dapat digunakan baik pada tingkat deskriptif dan normatif, yang menggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan yang berkaitan dengan masyarakat multikultural. Lebih jauh ia juga mencakup pengertian 4tentang pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi pendidikan dalam masyarakat multikultural. Dalam konteks deskriptif ini, maka kurikulum pendidikan multikultural mestilah mencakup subjek-subjek seperti: toleransi; tema-tema tentang perbedaan etno-kultural dan agama; bahaya diskriminasi: penyelesaian konflik dan mediasi; HAM: demokratis dan pluralitas; kemanusiaan universal dan subjek-subjek lain yang relevan (Tilaar, 2002).Pendidikan multikultural adalah suatu pendekatan progresif untuk melakukan transformasi pendidikan yang secara menyeluruh membongkar kekurangan, kegagalan dan praktek-praktek diskriminasi dalam proses pendidikan (Muhaemin El Ma’Hady, 2004). Sejalan dengan itu Musa Asy’arie (2004) mengemukakan bahwa pendidikan multikultural merupakan proses penanaman cara hidup menghormati, tulus dan toleran terhadap keragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial.Ainul Yakin (2005) mengemukakan bahwa pendidikan multikultural adalah strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan cara menggunakan perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada para siswa seperti perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, kelas sosial, ras, kemampuan dan umur agar proses belajar menjadi efektif dan mudah. Pendidikan multikultural sekaligus juga akan melatih dan membangun karakter siswa agar mampu bersikap demokratis, humanis, dan pluralis dalam lingkungan mereka. Artinya siswa selain diharapkan dapat dengan mudah memahami, menguasai dan mempunyai kompetensi yang baik terhadap mata pelajaran yang diajarkan guru, siswa juga diharapkan mampu untuk selalu bersikap dan menerapkan nilai-nilai demokratis, humanisme dan pluralisme di sekolah atau di luar sekolah.Pendidikan multikultural (multicultural education)merupakan respon terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi lain, pendidikan multikultural merupakan pengembangan kurikulum dalam aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi dan perhatian terhadap orang-orang dari

Page 11: pendidikan multikultural

etnis lain. Artinya secara luas pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompok seperti etnis, ras, budaya, strata sosial, agama dan gender, sehingga mampu mengantarkan siswa menjadi manusia yang toleran dan menghargai perbedaan.5Selain perbedaan etnis, sebenarnya perbedaan keyakinan (agama) juga cukup rawan menyimpan potensi konflik yang dapat menghancurkan kebersamaan, persaudaraan, sarana prasarana. Di Indonesia kasus yang demikian yang terjadi di wilayah Poso yang ternyata cukup sulit untuk diselesaikan. Tidak terhitung berapa banyak air mata; nyawa; harta dan keutuhan keluarga yang dikorbankan dengan tujuan perjuangan yang tidak jelas. Kebencian yang mendalam antar sesama etnis yang kebetulan berbeda agama, telah menghilangkan rasa kebersamaan dan solidaritas daerah.Masing-masing kelompok agama tersebut menganggap bahwa mereka dalam posisi yang benar; kerukunan umat beragama yang dipelajari melalui textbook di sekolah seolah-olah tidak bermakna sama sekali. Nampaknya, konflik yang disebabkan oleh perbedaan agama cukup sulit untuk ditangani, sebab faktor primordial ideologis yang telah tertanam di jiwa seseorang sulit untuk dihilangkan. Oleh karena telah mendarahdaging dan menjadi bagian dari hidup dan tingkah laku individu tersebut. Seorang individu untuk dapat memiliki sikap tenggang rasa dan menghormati perbedaan agama, maka seyogianya sejak kecil nilai-nilai tersebut ditanamkan melalui berbagai kesempatan, baik yang berupa wacana maupun tindakan-tindakan nyata. Dalam hal ini keteladanan sikap dari orangtua, guru dan orang dewasa di sekitar individu berpengaruh sangat besar.Agama seharusnya dapat menjadi pendorong bagi umat manusia untuk menegakkan perdamaian dan meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia di bumi ini. Sayangnya, dalam kehidupan yang nyata, agama justru menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan dan kehancuran umat manusia, contoh konkrit di Bosnia Herzegovina, di Irlandia dan sebagainya. Di Indonesia juga terjadi serangkaian kejadian pahit seperti di Poso, Ambon (1999-2002); Surabaya Situbondo dan Tasikmalaya (1996), dan sebagainya. Tidak saja korban jiwa yang sangat besar akan tetapi juga telah menghancurkan ratusan tempat ibadah (baik gereja maupun masjid) yang terbakar dan hancur.Setelah adanya kenyataan pahit yang demikian itu, sangat perlu mem-bangun upaya-upaya preventif agar masalah pertentangan agama tidak akan terulang lagi di masa mendatang. Memberikan pendidikan tentang pluralisme dan toleransi beragama melalui sekolah adalah beberapa upaya yang preventif yang dapat diterapkan. Berkaitan dengan hal ini maka penting bagi institusi pendidikan 6dalam masyarakat yang multikultural untuk mengajarkan perdamaian dan resolusi konflik seperti yang ada dalam nilai-nilai pendidikan multikultural.Dalam pendidikan multikultural, seorang guru atau dosen tidak hanya dituntut untuk mampu secara profesional mengajarkan mata pelajaran yang diajarkannya. Akan tetapi juga mampu menanamkan nilai-nilai keragaman yang inklusif kepada para siswa. Pada akhirnya, dengan langkah-langkah demikian,

Page 12: pendidikan multikultural

outputyang diharapkan dari sebuah proses belajar mengajar nantinya adalah para lulusan sekolah atau universitas yang tidak hanya pandai sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuninya, tetapi juga mampu menerapkan nilai-nilai keberagaman dalam memahami dan menghargai keberadaan para pemeluk agama dan kepercayaan yang lain

Pendidikan Multi Kultural

oleh: Muhammad Mansur

Makul Pengantar Ilmu Pendidikan

Dosen Pengampu: Sarjono M.Ag.

Universitas Islam Negeri Yogyakarta

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang di dalamnya terdapat banyak

kultur budaya. Banyaknya kultur kebudayaan ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi negara

Indonesia dan menjadi identitas bangsa Indonesia. 

Pendidikan multikultural berpegang teguh pada kesatuan dan toleransi tidak memandang suatu

perbedaan sebagai masalah. Perbedaan dipandang sebagai perantara dalam menjaga kesatuan dan

sikap toleransi antar umat beragama.

Dalam pandangan pendidikan multikultural, setiap individu memiliki hak yang sama dalam

menjalankan kehidupan tanpa terkecuali. Dengan demikian setiap individu diharapkan untuk bisa

menghargai orang lain apapun perbedaan yang ada di antara mereka. Keberagaman kultur

diharapkan bukan menjadi masalah tetapi justru sebagai perantara dalam menjalin hubungan

antar etnis, suku, dan umat beragama dalam menggapai kesejahteraan bersama tanpa

mengganggu satu sama lain dan demi terwujudnya keadilan sosial yang berpegang teguh pada

sikap saling toleransi.

Page 13: pendidikan multikultural

B.  Rumusan Masalah

1.      Bagaimanakah pendidikan multikultural itu muncul?

2.      Apa yang dimaksud dengan  pendidikan multikultural?

3.      Seperti apakah penerapan pendidikan multikultural di Indonesia?

4.      Apasajakah Nilai-Nilai yang terkandung dalam Pendidikan Multikulturalisme?

C.    Tujuan

1.      Mengetahui dan memahami hakikat pendidikan multikultural (sejarah, pengertian, pendidikan

multikultural di Indonesia) serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

2.      Memenuhi tugas makalah individu mata kuliah Pengantar Ilmu Pindidikan.

BAB II

PEMBAHASAN

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

A.      Sejarah Multikulturalisme

Multikulturalisme adalah sebuah faham yang mengajarkan tentang

keanekaragaman budaya. Multikulturalisme mengajarkan tentang

menghargai perbedaan, sehingga setiap manusia memiliki hak dan derajat

yang sama.

Perkembangan multikulturalisme tidak lepas dari sejarahnya.

Multikulturalisme lahir atas nama penghargaan terhadap diskriminasi ras,

ekonomi, dan agama. Pada tahun 1950an melihat ketimpangan sosial yang

terjadi, kelompok-kelompok tertentu memunculkan gagasan

multikulturaisme. Gagasan ini muncul karena adanya dominasi kelompok

tertentu terhadap ekonomi dan pendidikan.

Faham multikulturalisme muncul dari pemikiran interkulturalisme,

sedangkan interkulturalisme sendiri lahir sebelum perang dunia ke II. Tema-

tema gagasan interkultural menekankan pada rasial, agama, dan kultur

dominan.

Pada awal 1950an, nampaknya interkulturalime mulai tidak relevan lagi

jika digunakan sebagai ideologi guna memperjuangkan hak-hak kaum

Page 14: pendidikan multikultural

minoritas yang kemudian memunculkan wacana multikulturalisme. Gagasan

tentang multikulturalisme ini dicetuskan oleh aktivis-aktivis minoritas

Amerika yang menyuarakan tentang persamaan hak bukan hanya pada

rasial, agama, atau kultur tertentu tetapi juga permasalahan yang muncul

dalam masyarakat diantaranya, tentang pendidikan anak minoritas,

kesetaraan jender (quality), dan pelecehan seksual terhadap anak-anak.

Pada akhir tahun 1960an, pendidikan multikultural ulai dikenalkan di

sekolah-sekolah dan langgsung dimasukan dalam kurikulum. Pengenalan ke

sekolah-sekolah sangatlah penting karena sekolah merupakan tempat

dimana setiap orang mengembangkan potensinya. Sejak saat itu

multikulturalisme tidak hanya menjadi faham kebudayaan saja tetapi juga

telah menjadi paradigma yang baru dalam pendidikan.

Secara sederhana pendidikan multikultural dapat di artikan sebagai

pendidikan tentang keragaman kebudayaan dalam merespok perubahan

demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu.1[1]

Munculnya pendidikan multikultural dilatarbelakangi oleh ketimpangan

struktural rasial, ketidakadilan, penindasan, dan keterbelakangan kelompok-

kelompok tertentu.2[2] Ketidakadilan tersebut membedakan golongan

mayoritas yang mendominasi dan golongan minoritas, sehingga munculah

gerakan-gerakan sipil untuk mengambil haknya, yang kemudian berimplikasi

pada pendidikan yang menuntut pendidikan yang anti diskriminasi.

Dalam pendidikan multikultural, diskriminasi merupakan permasalahan

utama yang melaterbelakangi pentingnya penerapan strategi pendidikan

tersebut.3[3] Oleh karena itu dengan menerapkan pendidikan multikultural

1 [1] Azyumardi Azra, “ Pendidikan Multikultural: Membangun Kembali Indonesia Bhineka Tunggal Ika,” 03 September, 2003

2[2] Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta, 2006), hlm. 171

3 [3] M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: cross-Cultural Understan untuk Demokrasi dan Keadilan (Yogyakarta, 2005), hlm. 23

Page 15: pendidikan multikultural

ini diharapkan generasi penerus bangsa akan menjunjung tinggi keadilan,

demokrasi dan humanisme.

B.       Pengertian Pendidikan Multikultural

Multikultural berasal dari dua kata yaitu Multi dan Kultur, multi berarti banyak sedangkan

kultur berarti budaya.

Multikultural menurut Gibson (1984) merupakan suatu proses pendidikan yang membantu

individu mengembangkan cara menerima, mengevaluasi, dan masuk ke dalam sistem budaya

yang berbeda dari yang mereka miliki.

Sedangkan menurut Nieto (1992) menyebutkan bahwa pendidikan multikultural adalah

pendidikan yang bersifat anti rasis, yang memperhatikan keterampilan-keterampilan dan

pengetahuan dasar bagi warga dunia, yang penting bagi semua murid, yang menembus seluruh

aspek sistem pendidikan, mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan yang

memungkinkan murid bekerja bagi.

Dalam hal ini kita dapat menyimpulkan bahwa pendidikan tidak terbatas

hanya pada ras tertentu.

C.      Pendidikan Multikultural di Indonesia

Wacana Multikulturalisme atau pendidikan Multikultural di Indonesia

menemukan momentumnya pada saat tumbangnya rezim Soeharto. Pada

saat itu terjadi gejolak politik yang sangat besar yang disertai dengan konflik

horizontal yang semakin rusuh sehingga membuat tiak stabilnya kondisi

nasional kala itu. Hal ini tentunya sangatlah mencengangkan dan

menimbulkan pertanyaan pada masyarakat tentang sistem yang cocok bagi

negara Indonesia yang majemuk.

Asas historitas bangsa Indonesia sendiri merupakan negara yang ber-

Bhineka Tunggal Ika, yang terdiri dari keragaman suku bangsa dan

kulturnya. Sebelum adanya kebangkitan nasional, masyarakat masih

terpecah belah berdasarkan rasa kesukuan dan kedaerahan. Tonggak

kebangkitan nasional yang menghantarkan bangsa Indonesia pada

kesetaraan kultural. H.A.R Tilaar, berpendapat bahwa sejak kebangkitan

nasional tahun 1908 sebenarnya sudah memunculkan kesadaran

Page 16: pendidikan multikultural

baagaimana membangun masyarakat dan bangsa berdasarkan kesetaraan

kultural.4[4]

Bhineka Tunggal Ika yang berarti persatuan dalam perbedaan

merupakan semboyan negara Republik Indonesia. Ungkapan ini

mengekspresikan suatu keinginan kuat tidak hanya kalangan pemimpin

politik saja tetapi juga kalangan berbagai lapisan penduduk untuk mencapai

kesatuan meskipun ada karakter yang heterogen pada negara yang baru

terbentuk itu.5[5]

Ahmad Syafi’i Maarif berpendapat bahwa momentum kebangkitan

nasional bukanlah pada berdirinya Boedi Utomo tahun 1908, karena Boedi

Utomo hanya untuk lingkup yang terbatas yaitu untuk mempresentasikan

Jawa dan Madura. Beliau justru lebih berpendapat jika tonggak kebangkitan

nasional ini adalah pada tanggal 28 Oktober 1928 yaitu momentum Sumpah

Pemuda. Pada momen tersebut seluruh pemuda Indonesia mengucapkan

ikrarnya bersama: bertanah air satu (tanah air Indonesia), berbangsa satu

(bangsa Indonesia), dan berbahasa satu (bahasa Indonesia).

Pendidikan di Indonesia secara perundangan telah diatur dengan memberikan ruang

keragaman sebagai bangsa. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 UU N0. 20

Tahun 2003, salah satu diktumnya menyatakan tentang “pendidikan diselenggarakan secara

demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi

manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”.6[6] Prinsip tersebut

menunjukkan bahwa pemerintah sangat terbuka untuk menerapkan pendidikan multikultural

kedalam kurikulum pendidikan nasional.

4[4] H.A.R Tilaar, Pendidikan dan Kekuasaan (Magelang, 2003), hlm. 165

5 [5] W.f. Wertheim, Masyarakat Indonesia Dalam Transisi: Kajian Perubahan Sosial (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), hlm. 1

6[6] UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Page 17: pendidikan multikultural

Pendidikan multikultural dapat melatih dan membangun karakter siswa mampu bersikap

demokratis, humanis, dan pluralis dalam lingkungan mereka.7[7] Dengan begitu dalam

kehidupan sehari-hari siswa dapat selalu bersikap demokratis, pluralis, dan humanis.

D.  Nilai-Nilai Universal dalam Pendidikan Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural bertujuan untuk menjunjung tinggi harkat martabat manusia

menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal, yaitu, nilai kesetaraan, toleransi,

pluralisme, dan demokrasi.

a.    Nilai Kesetaraan

Kesetaraan merupakan sebuah nilai yang menganut prinsip bahwa setiap individu

memiliki kesetaraan hak dan posisi dalam masyarakat.oleh karena itu setiap individu tanpa

terkecuali memiliki kesempatan yang setara untuk berpartisipasi dalam aktivitas sosial di

masyarakat.

Di dalam agama apapun akan mempunyai dampak yang sangat luas apabila sebuah

agama mempunyai kepedulian terhadap lingkungan masyarakat, karena agama harus mampu

menerjemahkan visi kemaslahatan sosial bagi masyarakat. Kesetaraan dalam agama, terutama

agama Islam, Allah telah memerintahkan untuk menghapuskan perbudakan. Prinsip kesetaraan

Islam tidak hanya tentang kehidupan beragama saja akan tetapi dalam berbagai aspek kehidupan

manusia.

b.   Nilai Toleransi

Toleransi adalah suatu sikap bagaimana menghargai orang lain yang memiliki perbedaan.

Pendidikan multikultural sanggat menghargai perbedaan yang ada di dalam masyarakat. Begitu

pula Islam adalah agama yang mempunyai semangat toleransi yang tinggi. Islam bersifat adil dan

moderat dalam arti tidak ekstrem kanan maupun ekstrem kiri.8[8]

Hal yang tidak terfikirkan oleh umat Islam saat ini telah lama dilakukan oleh Rasulullah

saw. sikap toleransi yang beliau terapkan saat ini menggambarkan bahwa beliau sangat

7 [7] M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: cross-Cultural Understan untuk Demokrasi dan Keadilan (Yogyakarta, 2005), hlm. 25

8[8] Ibid. Hlm 59

Page 18: pendidikan multikultural

menghargai umat yang lainnya. Dalam pandangan yang lebih luas ini, sesungguhnya nilai-nilai

toleransi yang terdapat dalam syari’at Islam adalah nilai-nilai yang terdapat dalam pebdidikan

multikultural.

c.    Nilai Demokrasi

Prinsip demokrasi dalam pendidikan merupakan suatu prinsip yang dapat membebaskan

manusia dari berbagai jenis kungkungan serta memberikan kesempatan bagi perkembangan

manusia.9[9] Masuknya ideologi demokrasi ke dalam pendidikan merupakan bentuk pengakuan

terhadap kekuasaan rakyat.

Islam yang memuat nilai-nilai universal salah satunya juga memuat nilai demokrasi. Yusuf

Qardhawi mengatakan bahwa, Islam mendahului faham demokrasi dengan menetapkan kaidah-

kaidah yang menjadi penopang esensi dan substansi demokrasi.20 Keistimewaan demokrasi

menurut Yusuf Qardhawi adalah dapat memperjuangkan dan melindungi rakyat dari kesewenag-

wenangan. Rasulullah saw. bersabda “ menimba ilmu bagi laki-laki dan perempuan muslim

adalah wajib hukumnya”. Dengan begitu prinsip demokrasi dalam pendidikan sesungguhnya

memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang untuk dapat mengenyam pendidikan

(Education for all).

Tumbuhnya demokrasi dalam proses pendidikan mendorong tumbuhna multikulturalisme

dalam pendidikan. Multikulturalisme memasuki berbagai ruang lingkup kehidupan masyarakat,

terlebih aspek pendidikan. Masyarakat akan memperoleh keadilan demokrasi apabila seluruh

kebutuhan rakyat dapat terakomodir dengan baik. Lebih jauh lagi demokrasi memuat nilai-nilai

keadilan untuk rakyat.

d.      Nilai Pluralisme

Perdebatan mengenai posisi kelompok agama dalam masyarakat merupakan kajian dari

pluralisme, sehingga apa yang disebut oleh pluralisme adalah sebuah paham yang memperjelas

dan meyakiniperbedaan dalam agama. Pluralisme mengajak kepada masyarakat agar melihat

keberadaan perbedaan agama sebagai bagian yang realistis dalam kehidupan manusia.

9[9] H.A.R Tilaar, Pendidikan dan Kekuasaan (Magelang, 2003), hlm. 95

Page 19: pendidikan multikultural

Islam mengajak kepada manusia yang berasal dari agama-agama keyakinan yang berbeda

untuk dapat menyatukan keanekaragaman dalam persamaan. Sesungguhnya pluralisme

menginginkan tatanan masyarakat yang dialogis, toleran, dan dinamis.10[10]

Pluralisme bukanlah sebuah paham yang menganggap semua agama adalah sama,

terlebih pluralisme adalah paham untuk menghargai perbedaan agama. Dengan keberagaman

yang terdapat di masyarakat, sering menimbulkan tindakan destruktif kepada umat beragama

lain. Oleh karena itu pluralisme akan memberikan pandangan kepada masyarakat bahwa setiap

manusia memiliki hak yang sama termasuk dalam memilih agama.

Pluralisme memiliki basis teologi yang kuat di dalam khasanah Islam. Meskipun begitu

pluralisme tidak hanya untk konteks ke-Islaman saja, melainkan dalam konteks global.

Pluralisme merupakan kemajemukan yang mengakui adanya perbedaan.

BAB III

KESIMPULAN

Multikulturalisme lahir karena adanya ketimpangan sosial yang

terjadipada tahun 1950an dengan adanya diskriminasi ras, ekonomi, dan

agama. Gagasan tentang multikulturalisme ini dicetuskan oleh aktivis-aktivis

minoritas Amerika yang menyuarakan tentang persamaan hak bukan hanya

pada rasial, agama, atau kultur tertentu tetapi juga permasalahan yang

muncul dalam masyarakat diantaranya, tentang pendidikan anak minoritas,

kesetaraan jender (quality), dan pelecehan seksual terhadap anak-anak.

Pendidikan multikultural merupakan suatu proses pendidikan yang membantu

individu mengembangkan cara menerima, mengevaluasi, dan masuk ke dalam sistem budaya

yang berbeda dari yang mereka miliki. Serta mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan

bermasyarakat.

Pendidikan multikultural muncul di Indonesia bersamaan dengan tumbangnya rezim

Sorharto. Masuknya faham ini disambut baik kerena memang cocok dengan kondisi negara

Indonesia yang terdiri dari berbagai macam kultur kebudayaan. Rasa ke-Bhineka Tunggal Ika-an

10 [10] Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi: Inklusivisme, Pluralisme, dan Multikulturalisme, (Jakarta, 2007), hlm. 210

Page 20: pendidikan multikultural

juga sebagai pendorong utama diterapkannya faham ini guna menjaga persatuan dan kesatuan

dengan menjunjung tinggi sikap menghargai dan toleransi.

Dalam pendidikan multikultural terdapat empat nilai yaitu: Nilai Kesetaraan, Nilai

Toleransi, Nilai demokrasi, dan Nilai Pluralisme. Nilai-nilai di atas mempunyai pandangan yang

saling melengkapi stu sama lain dalam mensikapi pendidikan multikulturalisme.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Azra Azyumardi, “ Pendidikan Multikultural: Membangun Kembali Indonesia Bhineka Tunggal Ika,” (03 September, 2003)

Mahfud Choirul, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta, 2006)

Yaqin M. Ainul, Pendidikan Multikultural: cross-Cultural Understan untuk Demokrasi dan Keadilan (Yogyakarta, 2005)

Tilaar H.A.R, Pendidikan dan Kekuasaan (Magelang, 2003)

W.f. Wertheim, Masyarakat Indonesia Dalam Transisi: Kajian Perubahan Sosial (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999)

M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: cross-Cultural Understan untuk Demokrasi dan Keadilan (Yogyakarta, 2005)

H.A.R Tilaar, Pendidikan dan Kekuasaan (Magelang, 2003)

Misrawi Zuhairi, Al-Qur’an Kitab Toleransi: Inklusivisme, Pluralisme, dan Multikulturalisme, (Jakarta, 2007)