26
1 Pengintegrasian Model Pendidikan Multikultural pada Kurikulum Muatan Lokal Sekolah Sulawesi Selatan I. Pendahuluan a. Latar Belakang Memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia pada dunia merupakan tanggung jawab semua warga negara. Kenyataan yang dihadapi selama ini adalah kurangnya kesadaran, pemahaman, dan kemampuan mensosialisasikan budaya, seni, dan sumber daya alam yang begitu beragam, padahal Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Kenyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun letak geografisnya. Harus diakui bahwa di satu sisi keragaman tersebut begitu indah, namun di sisi lain keragaman ini dapat pula menimbulkan berbagai persoalan, dari kurangnya rasa nasionalisme hingga konflik antar etnis. Fenomena tersebut di atas memerlukan pendekatan khusus untuk meningkatkan sisi positifnya, dan meminimalisir sisi negatif yang dapat ditimbulkan. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah mengoptimalkan peran lembaga pendidikan formal (sekolah) melalui penyesuaian kurikulum, agar dapat menghasilkan anak didik yang tidak hanya sadar dan

Pendidikan Multikultural

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pendidikan Multikultural

Citation preview

Pengintegrasian Model Pendidikan Multikultural pada Kurikulum Muatan Lokal Sekolah Sulawesi Selatan

I. Pendahuluana. Latar BelakangMemperkenalkan kekayaan budaya Indonesia pada dunia merupakan tanggung jawab semua warga negara. Kenyataan yang dihadapi selama ini adalah kurangnya kesadaran, pemahaman, dan kemampuan mensosialisasikan budaya, seni, dan sumber daya alam yang begitu beragam, padahal Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Kenyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun letak geografisnya. Harus diakui bahwa di satu sisi keragaman tersebut begitu indah, namun di sisi lain keragaman ini dapat pula menimbulkan berbagai persoalan, dari kurangnya rasa nasionalisme hingga konflik antar etnis. Fenomena tersebut di atas memerlukan pendekatan khusus untuk meningkatkan sisi positifnya, dan meminimalisir sisi negatif yang dapat ditimbulkan. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah mengoptimalkan peran lembaga pendidikan formal (sekolah) melalui penyesuaian kurikulum, agar dapat menghasilkan anak didik yang tidak hanya sadar dan memahami budaya bangsa, namun juga memiliki kemampuan mensosialisasikannya pada dunia luar. Berkaitan dengan itu, maka penelitian ini menawarkan satu alternatif melalui penerapan model pembelajaran multikultural yang ada di masyarakat, khususnya yang dialami langsung oleh siswa dalam lingkungan kehidupan nyata mereka, seperti keragaman etnis, budaya, kesenian, bahasa, agama, status sosial, gender, dan sebagainya. Hal tersebutlah yang dimaksud dengan pendidikan multikultural. Banks (2004;74).Sehubungan dengan semua fenomena di atas, pengembangan model pembelajaran multikultural merupakan salah satu strategi yang diharapkan sangat efektif dan akan dikembangkan pada penelitian ini. Salah satu hal penting dalam pendidikan multikultural adalah seorang guru tidak hanya dituntut untuk menguasai dan secara profesional mengajarkan mata pelajaran yang diajarkan, lebih dari itu, guru sebagai seorang pendidik juga harus mampu menanamkan nilai-nilai inti dari pendidikan multikultural seperti demokrasi, humanisme, dan pluralisme, atau menanamkan nilai-nilai keberagamaan yang inklusif pada siswa. Pada gilirannya, out-put yang dihasilkan tidak hanya cukup sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuninya, tetapi juga mampu menerapkan nilai-nilai keberagamaan dalam memahami dan menghargai keberadaan setiap individu dan komunitas, namun lebih dari itu, yakni mampu mensosialisasikannya pada dunia luar.Salah satu strategi yang dapat dilaksanakan guna mengintegrasikan pendidikan multicultural di sekolah yaitu dengan melalui penerapan kurikulum muatan lokal berbasis multikultural di sekolah. Kurikulum muatan lokal telah diatur dalam Pasal 77 P, yang antara lain dinyatakan bahwa:(1) Pemerintah daerah provinsi melakukan koordinasi dan supervisi pada pengelolaan muatan lokal pada pendidikan menengah, (2) Pemerintah kabupaten kota melakukan koordinasi dan supervisi pada pengelolaan muatan lokal pada pendidikan dasar, (3) pengelolaan muatan lokal meliputi penyiapan, penyusunan, dan evaluasi terhadap dokumen muatan local, buku teks pelajaran, dan buku panduan guru, (4) dalam hal seluruh kabupaten kota pada satu provinsi sepakat menetapkan satu muatan lokal yang sama, koordinasi dan supervisi pengelolaan kurikulum pada pendidikan dasar dilakukan oleh pemerintah daerah.

Melalui kurikulum muatan lokal anak didik belajar tentang banyaknya jenis dan ragam budaya, agama, bahasa, adat istiadat, dan sumber daya alam yang melimpah. Mereka akan belajar bagaimana kekayaan tersebut dilestarikan dan dimanfaatkan secara bijaksana. Selain itu, dengan adanya dukungan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, serta kerjasama antar Negara secara global, maka kita dihadapkan pada peluang dan tantangan dari kedua kondisi tersebut.Dalam upaya menjawab isu tantangan tersebut menurut ketetapan Pusat Penelitian Kebijakan (Puslitjak), tema penelitian dan pengembangan yang diarahkan pada pendidikan berkeunggulan local yang antara lain bertujuan untuk melestarikan/mengembangkan nilai-nilai social budaya dan sumberdaya setempat (internal benchmarking) dan pendidikan bertaraf internasional yang bertujuan untuk dapat bersaing secara global (eksteral benchmarking). Puslitjak. 2011. Sehubungan dengan itu, peneliti telah melakukan studi kepustakaan berupa hasil-hasil penelitian yang relevan, dan ditemukan data bahwa penelitian sebelumnya memilih mata pelajaran sosial sebagai kontennya, seperti Sosiologi, dan Pendidikan Kewarganegaraan, sedangkan penelitian ini mengintegrasikannya pada kurikulum muatan lokal sekolah, Salah satu standar kompetensi lintas kurikulum yang merupakan kecakapan untuk hidup dan belajar sepanjang hayat yang dibakukan, dan harus dicapai oleh peserta didik melalui kegiatan belajar, adalah berkreasi dan menghargai karya artistik, budaya, dan intelektual, serta menerapkan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan kematangan pribadi menuju masyarakat beradab. Selain itu luaran penelitian sebelumnya berupa pengembangan perangkat pembelajaran yang terdiri atas silabus, RPP, modul, LKS, media pembelajaran multikultural, dan instrument evaluasi pembelajaran, dan materi/bahan ajar. Semua perangkat dikembangkan dengan mengacu pada kompetensi dasar yang telah dikembangkan sebelumnya. Dipilihnya perwakilan dari setiap jenjang sekolah/satuan pendidikan sebagai subjek penelitian, sebab konten multikultural berupa apa dan bagaimana keragaman budaya, seni, dan lingkungan geografis daerah dapat diintegrasikan pada kompetensi memahami makna dalam percakapan transaksional dan interpersonal untuk beriteraksi dengan lingkungan terdekat. Berdasarkan semua kondisi di atas penelitian ini akan mengembangkan model pembelajaran multikultural melalui kurikulum muatan local di sekolah menengah pertama di Provinsi Sulawesi Selatan.

b. Rumusan Masalah1. Bagaimana gambaran kondisi multikultural di Sulawesi Selatan?2. Bagaimana pengembangan model pembelajaran multikultural melalui kurikulum muatan lokal di sekolah menengah pertama?3. Bagaimana penerapan model pembelajaran multikultural melalui kurikulum muatan lokal di sekolah menengah pertama?

c. Tujuan Khusus Penelitian1. Kolaborasi antara peneliti dengan guru muatan lokal di Sekolah yang menjadi salah satu subjek penelitian ini akan melahirkan sebuah produk pembelajaran yang valid dan kredibel. 2. Selama ini bahan ajar berupa modul mulai kurang digunakan di sekolah, padahal dibandingkan buku teks, modul lebih mampu menumbuhkan kemandirian belajar siswa, sekaligus meningkatkan keterampilan guru dalam mengembangkan bahan ajar modul yang sesuai dengan rambu-rambu pengembanhan bahan ajar yang benar.3. Pemanfaatan media audio visual pembelajaran oleh guru semakin memperkuat profesionalisme dalam memanfaatkan media berbasis teknologi informasi dan komunikasi, dan yang lebih utama adalah meningkatkan minat belajar siswa.

II. Tinjauan PustakaA. Pendidikan Multikulturala. Latar Belakang dan Definisi Pendidikan MultikulturalPendidikan multikultural (multicultural education) sesungguhnya bukanlah pendidikan khas Indonesia. Pendidikan multikultural merupakan pendidikan khas barat, Kanada, Amerika, Jerman, dan Inggris adalah beberapa contoh negara yang mempraktikkan pendidikan multikultural. Ada beberapa nama dan istilah lain yang digunakan untuk menunjuk pendidikan multikultural, beberapa istilah tersebut adalah: intercultural education, interetnic education, transcultural education, multietnic education, dan cross-cultural education (Ekstrand dalam Lawrence J. Saha, 1997: 345-6). Sebagai sebuah ide, pendidikan multikultural dibahas dan diwacanakan pertama kali di Amerika dan negara-negara Eropa Barat pada tahun 1960-an oleh gerakan yang menuntut diperhatikannya hak-hak sipil (civil right movement). Sejak Tahun 2002 hingga sekarang ini wacana pendidikan multikultural berhembus di Indonesia. Pada rencana penelitian ini, dimensi pendidikan multikultural yang akan dikaji adalah dimensi pedagogik. Dimensi ini digunakan untuk membahas bagaimana mengasuh, membesarkan, dan mendidik peserta didik melalui pendidikan multikultural. Dalam kaitan ini, ada dua hal penting yang perlu ditekankan, yaitu masalah didaktik dan metodik. Masalah didaktik perlu mendapat tekanan dalam tulisan ini dengan alasan bahwa didaktik merupakan bagian dari ilmu pendidikan yang membahas tentang cara membuat persiapan pembelajaran dan mengorganisir bahan pembelajaran. Dalam tulisan ini, didaktik akan dikaitkan dengan bahan, materi, dan silabus, atau kurikulum sebagai subject matter dalam pendidikan multikultural. Masalah metodik juga akan ditekankan di sini, karena metodik merupakan bagian dari ilmu pendidikan yang membahas tentang cara mengajarkan suatu mata pelajaran. Definisi pendidikan multikultural menurut pendapat James A. Bank adalah pendidikan multikultural dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek: konsep, gerakan, dan proses (James A. Bank, 1989: 2-3). Dari aspek konsepnya, pendidikan multikultural dipahami sebagai ide yang memandang semua siswa tanpa memperhatikan gender, kelas sosial, etnik, ras dan karakteristik-karakteristik kultural lainnya sehingga memiliki kesempatan yang sama untuk belajar di kelas. Dari aspek gerakannya, pendidikan multikultural didefinisikan sebagai usaha untuk mengubah sekolah agar memberi kesempatan belajar yang sama, pada siswa dari semua kelas sosial, gender, ras, dan kelompok-kelompok.

b. Kurikulum Pendidikan Multikultural Dari aspek didaktik, kurikulum merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan multikultural. Kurikulum dapat dipahami dalam pengertian sejumlah pernyataan atau daftar pokok-pokok bahasan, bahan ajar, dan sejumlah mata pelajaran yang akan dijadikan sebagai bahan dalam proses pembelajaran (Smith, 2002: 3). Atas dasar ini, kurikulum dimaknai sebagai kumpulan pengetahuan yang berbentuk mata pelajaran. Pendidikan yang menjadikan kurikulum sebagai silabus, dengan demikian, merupakan proses penyampaian sejumlah mata pelajaran kepada siswa dengan metode tertentu. Untuk memberikan pendidikan multikultural, sekolah atau guru perlu menelaah secara kritis tentang materi dan bahan ajar yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran, agar tidak terjadi berbagai macam bias. Dalam kaitan ini, Sadker sebagaimana dikutip Donna M. Gollnick & Philip C. Chinn (1983: 299-300) mencatat adanya 6 (enam) macam bias dalam buku teks yang digunakan dalam pembelajaran. Keenam macam bias tersebut adalah: (a) bias yang tidak kelihatan (invisibility), (b) pemberian label (stereotyping), (c) selektivitas dan ketidakseimbangan (selectivity and inbalance), (d) tidak mengacu realitas (unreality), (e) pembagian dan isolasi (fragmentation and isolation), dan (f) bahasa (language).Dalam hubungan ini, James Lynch (1986: 86-7) merekomendasikan agar sekolah atau guru menyampaikan pokok-pokok bahasan multikultural, dengan berorientasi pada 2 (dua) tujuan, yaitu: (a) penghargaan kepada orang lain (respect for others), dan (b) penghargaan kepada diri sendiri (respect for self). Kedua bentuk penghargaan ini, mencakup 3 (tiga) ranah pembelajaran (domain of learning). Ketiga ranah pembelajaran tersebut adalah: pengetahuan (cognitive), keterampilan (psychomotor), dan sikap (affective). Rekomendasi Lynch di atas mempertimbangkan hubungan yang kompleks antara dimensi intelektual dan emosional dalam perilaku siswa.

B. Penelitian Relevan Sebelumnya dan Luaran Penelitian

Departemen Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan, Tahun 2007. Penelitian ini menghasilkan Model Konseptual Umum Pendidikan Lintas Kultur Terintegrasi Berbasis Kompetensi untuk SD/MI dan SMP/MTs. Nurul Zuriah, 2011. Penelitian ini menghasilkan model pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan multikultural berbasis kearifan lokal dalam fenomena sosial pasca reformasi di perguruan tinggi.Penelitian ini merupakan pengambangan dari penelitian sebelumnya, namun menekankan pada luaran berupa pengembanan modul dan media pembelajaran.

C. Kurikulum Muatan Lokal1. Definisi Kurikulum muatan LokalKurikulum muatan lokal adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pengajaran yang telah ditetapkan oleh daerah sesuai dengan keadaan kebutuhan daerah masing-masing serta cara digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (Mulyasa; 2006; 273). Hingga saat ini dinas pendidikan provinsi Sulawesi Selatan belum menetapkan konten kurikulum muatan lokal yang diseragamkan penerapan di tiap tingkat satuan pendidikan, sehingga tiap sekolah menerapkan kurikulum muatan local dengan menambah waktu mata pelajaran lain yang dianggap belum maksimal di pembelajaran regular, misalnya Bahasa Inggris, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), atau Bahasa Daerah. Melalui penelitian ini diharapkan luaran penelitian berupa perangkat pembelajaran multicultural dapat direkomendasikan kepada penentu kebijakan agar dipertimbangkan penerapannya, khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Fungsi dan Tujuan Kurikulum Muatan LokalKurikulum muatan local mempunyai fungsi dan tujuan mengembangkan sikap dan kemampuan siswa dalam berkreasi dan peka terhadap lingkungannya. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dijelaskan tentang sejumlah kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa setelah mereka belajar melalui penerapan kurikulum muatan local, yaitu:a. Mampu memadukan unsur logika, etika, dan estetika yang meliputi perseptual, pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi dan produksi melalui bahasa rupa, bunyi, gerak, dan peran.b. Mampu berapresiasi dan bersikap kritis terhadap keragaman seni budaya setempat, nusantara, dan mancanegara.c. Mampu berkreasi dan terampil berkarya seni sesuai dengan bakat dan minat anak.d. Memiliki wawasan dan keterampilan berkesenian untuk mempersiapkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi sesuai dengan bakat dan minatnya, serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan masyarakat.

Keempat kompetensi di atas masih sangat bersifat umum dan abstrak, sehingga perlu dijabarkan dalam bentuk kegiatan atau aktivitas pembelajaran yang operasional dan mudah diukur, serta dilengkapi dengan perangkat pembelajaran yang lengkap dan up to date, sehingga siswa akan termotivasi dalam belajar, begitupun para guru dapat lebih kreatif menciptakan inovasi-inovasi baru, baik berupa pengembangan model, strategi, pendekatan, maupun perangkat pembelajarannya.

D. Roadmap PenelitianSejak kurikulum 2006, pendidikan karakter dan kebijakan lokal kembali mendapat porsi di dalam kurikulum Indonesia, namun permasalahannya konten dan proses penyampaian pembelajaran hingga penilaian hasil pembelajarannya tidak dilakukan secara otentik. Oleh karena itu saat kurikulum 2013 diterapkan, mulailah para guru dilatih mengembangkan rencana pembelajaran yang berpusat pada siswa, agar melatih daya kreativitas dengan mengintegrasikan pendidikan karakter dan pengenalan lingkungan melalui budaya di sekitar tempat tinggal siswa sehari-hari. Salah seorang tim peneliti, yaitu Arnidah termasuk aktif dalam memberikan bimbingan teknis pengembangan rencana pembelajaran dan instrumen penilaian otentik yang mengintegrasikan sikap sosial dan religius, dan hingga saat ini, meskipun kurikulum 2013 tidak menjadi kurikulum utama lagi atau hanya sebagian daerah dan satuan yang melanjutkannya, namun prinsip pengembangan perangkat pembelajaran tetap dilanjutkan melalui workshop dan seminar-seminar, baik untuk peningkatan SDM tenaga pengajar maupun mahasiswa LPTK sebagai calon guru. Selanjutnya dalam penelitian ini akan dilakukan kembali pengintegrasian pendidikan multikultural di sekolah khususnya di sekolah menengah pertama yang memiliki karakteristik perkembangan psikologi yang lebih mudah mengeksplorasi bakat minatnya kedalam seni dan budaya yang ada di sekitarnya.Sesuai dengan teori biheviorisme Piaget bahwa anak didik yang berada pada usia 11-15 tahun berada pada tahapan perkembangan formal operations. Siswa pada perkembangan tersebut bisa menangani situasi hipotesis, dan proses berpikir mereka tidak lagi tergantung hanya pada hal-hal yang langsung dan ril. Pemikiran pada tahap ini semakin logis. Piaget (2009;320) . Atas pertimbangan inilah peneliti menetapkan sekolah menengah pertama sebagai subjek penelitian ini. Sehubungan dengan itu tim peneliti sudah melakukan FGD pada bulan Maret 2015 lingkup provinsi dengan melibat unsur stakeholders di antaranya: dinas pendidikan provinsi, kepala sekolah dan guru sekolah menengah untuk penyamaan persepsi dan identifikasi kebutuhan siswa. Dari hasil FGD tersebut ditetapkan rancangan kegiatan penelitian seperti pada gambar berikut:

16

KURIKULUM MULOK Identifikasi Karakteristik multikultural daerah di Sulsel. Identifikasi kebutuhan siswa. Menetapkan scope & sequence bahan kajian .

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN:1. Silabus, RPP 2. Modul3. LKS4. Media Pemb.5. Instrumen Evaluasi

PEND. MULTIKULTURAL1. Terintegrasi 2. Bersumber dr Budaya Sendiri3. Berbasis Komp.4. Kontekstual5. Evaluasi

Pemahaman Konsep Pluralisme

Gambar 1. Rancangan fokus penelitianIII. Metode Penelitian

A. Jenis PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan mengadopsi model yang dikembangkan oleh Hopkins & Clark yaitu the 9 D & D model' (Havelock, 1976). Pata tahap research, ada 5 (lima) kegiatan yang dilakukan, yaitu penelitian pendahuluan, studi hasil-hasil penelitian, analisis kurikulum, penyusunan prototype model, dan validasi pakar. Pada tahap development, ada 5 (lima) tahap kegiatan yang dilakukan, yaitu: validasi pakar, uji keterbacaan, latih guru, ujicoba terbatas, dan ujicoba diperluas. Pada tahap difussion, ada 3 (tiga) kegiatan yang dilakukan, yaitu diseminasi, pelatihan, dan demonstrasi.

B. Tahapan Pelaksanaan PenelitianTahun 1 (pertama) pada tahap research, peneliti melaksanakan:1) studi pendahuluan dengan mengidentifikasi kurikulum sekolah yang sesuai dengan karakteristik masalah penelitian ini. Hasil studi pendahuluan tersebut menemukan kedekatan karakteristik antara Pendidikan Multikultural dengan karakteristik siswa sekolah menengah pertama.

2) studi hasil penelitian sebelumnya yang relevan, bertujuan untuk menentukan posisi penelitian ini.

3) Luaran penelitian tersebut berupa; 1) desain Instruksional, 2) pendekatan dan metode pembelajaran, 3) jenis evaluasi, 4) pemilihan sumber/bahan/alat pembelajaran. Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut, penelitian ini lebih bersifat spesifik sebab mengembangkan satu mata pelajaran saja, yakni Bahasa Inggris, luarannya disamping perangkat pembelajaran berupa: RPP, Silabus, Alat Evaluasi, juga menghasilkan pada bahar ajar berupa modul dan media pembelajaran audio visual. 4) Analisis Kurikulum. Pada tahap ini peneliti menganalisis kurikulum Bahasa Inggris Kelas VIII SMP yang terdiri dari: ide, rancangan/desain (tujuan, strategi, jenis evaluasi). Tujuan analisis kurikulum adalah untuk menentukan standar kompetensi apa yang akan dikembangkan dalam desain perangkat, modul dan media pembelajaran.

5) Penyusunan Prototype perangkat pembelajaran, modul dan mediaMembuat rancangan awal modul dan media video, sesuai rambu-rambu pengembangan modul dan media yang sistematis.

6) Validasi PakarMelibatkan tiga orang pakar dalam bidang kurikulum, pakar konten, dan pakar media dalam memberikan penilaian (validasi). Tahun 2 (kedua) tahap development, peneliti melaksanakan:7) Kembali melakukan validasi pakar setelah melakukan perbaikan pada tahap akhir tahun 1 (pertama).

8) Uji Keterbacaan: Perangkat, modul dan media yang telah direvisi berdasarkan hasil validasi pakar di berikan kepada guru guna mengetahui apakah model dan makna pesan yang ada pada perangkat, modul dan media sesuai dengan pemaknaan guru sebagai mediator antara sumber pesan ke siswa sebagai penerima pesan.

9) Latih guru:Penggunaan modul dan media video pembelajaran multikultural yang telah dikembangkan, menuntut pembiasaan dan keterampilan guru menggunakan/mengoperasikannya, sebab saat uji coba gurulah yang berperan utama menggunakan kedua perangkat tersebut. 10) Uji coba terbatasTiga sekolah yang berbeda karakteristiknya, menggunakan modul dan media video dalam proses pembelajaran multikultural yang dilaksanakan oleh guru. Selama proses, peneliti mengamati masalah-masalah yang terjadi.

11) Uji coba diperluasSembilan sekolah yang berbeda menggunakan perangkat pembelajaran, modul dan media video dalam proses pembelajaran.

Tahun 3 (ketiga) tahap development, peneliti melaksanakan:12) Diseminasi Melaksanakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan menghadirkan setiap unsur implementer: guru, kepala sekolah, pengawas, pembuat kebijakan, serta validator sebagai pakar.

13) PelatihanMelaksanakan kegiatan in service untuk guru, baik yang berskala kecil melalui kegiatan Pengabdian pada Masyarakat, maupun menjalin kerjasama dengan beberapa lembaga untuk melaksanakan workshop tingkat regional, nasional, dan internasional.14) PematenanMemberi pelabelan pada perangkat, modul dan media video Pembelajaran Multikultural setelah memperoleh HKI. Garis besar tahapan pelaksanaan penelitian dari Tahun 1 (pertama) hingga Tahun 3 (ketiga) pada gambar berikut:a.

TAHUN I (PERTAMA) TAHUN 2 (KEDUA) TAHUN 3 (KETIGA)TAHAP difussionTAHAP RESEARCHTAHAP DEVELOPMENT

DISEMINASIVALIDASIPAKAR

PELATIHAN

PEMATENANUJI COBADIPERLUASUJI COBATERBATASLATIH GURU

UJI KETERBACAAN

VALIDASIPAKARPENYUSUNANPROTOTYPEMODUL & MEDIAANALISISKURIKULUMSTUDI HASILPENELITIAN

PENELITIANPENDAHULUAN

Gambar 2. Tahapan Pelaksanaan Penelitian

C. Lokasi dan Subjek PenelitianDipilih Sekolah Menengah Pertama Negeri yang mewakili 3 (tiga) tipe sekolah yang ada di tiap kabupaten di Sulawesi Selatan . Adapaun subyek penelitian ini terdiri atas tiga kategori, yaitu subyek penelitian pada tahap research, pada tahap ujicoba terbatas, dan pada tahap ujicoba diperluas (tahap development). Agar terjamin sampel yang representatif, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik proportional stratified random sampling (Krathwohl, 1996).Subjek penelitian meliputi orang-orang yang berkepentingan dan terpilih memberi informasi, tanggapan, dan penilaian terhadap produk, sepanjang proses pengembangan. Mereka terdiri atas kategori subjek, sebagai berikut:

1. Subjek informan dalam survey kebutuhan dan karakteristik lapangSubjek kategori pertama ini adalah guru mulok dan siswa SMPN yang akan menjadi responden dalam penelitian.

2. Subjek penilai ahli (expert judgemnt) Subjek coba ahli adalah tenaga ahli yang akan memberikan penilaian (validasi). Mereka terdiri atas tiga orang yang dipandang pakar dalam bidang kurikulum, pakar konten, dan pakar media.

3. Subjek penilai pada uji-coba Subjek uji coba kelompok kecil adalah kelompok target pemakai produk (siswa kelas VII) yang akan bertindak sebagai subjek penilai keberterimaan dan fisibilitas produk.

4. Subjek pada diseminasi Subjek diseminasi dalam riset adalah stakeholder yang terdiri atas kepala Sekolah, dan pengawas sekolah (supervisor), pejabat dinas pendidikan.

D. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan DataGuna menjaring berbagai jenis informasi dari berbagai sumber, akan digunakan berbagai metode dan alat pengumpul data, sebagai berikut:1) AngketDigunakan untuk menjaring informasi dan penilaian dari subjek ahli (expert judment) mengenai efektivitas produk .

2) Wawancara kepada informan kunci dari mahasiswa, khususnya yang menjadi subjek uji-coba kelompok kecil dan uji-coba lapangan, untuk mendapatkan informasi yang detail mengenai proses pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan dokumen kurikulum yang telah dikembangkan.

3) Observasi: dilakukan saat uji coba perseorangan, terbatas, dan lapangan, untuk memperoleh data sejauh mana efektivitas dokumen kurikulum yang telah dikembangkan.

E. Metode Validasi dan Analisis DataBerbagai informasi yang diperoleh dari berbagai sumber dan metode pengumpulan data, khususnya yang menggunakan pendekatan kualitatif, akan divalidasi melalui teknik trianggulasi sumber dan metode (Smith & Glass, 1987; Lincoln & Guba, 1985).Analisis data akan menggunakan teknik analisis yang sesuai dengan jenis dan metode pengumpulan data yang digunakan. Untuk pengkajian data yang menggunakan pendekatan kualitatif, akan melibatkan pekerjaan analisis seperti: penyajian data, menata, membagi menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, mensintesakan, mencari pola, menemukan apa yang penting untuk dipelajari, serta menentukan apa ayang akan peneliti laporkan (Bogdan & Biklen, 1982). Untuk data yang tersaji dalam bentuk tertulis, seperti kebijakan tertulis, laporan kegiatan, atau contoh-contoh produk kreatif digunakan teknik analisis isi (Bogdan & Biklen, 1982; Punch, 1998).Analisis data juga akan mencakup analisis reflektif secara berkelanjutan selama proses pengembangan produk. Analisis ini akan melibatkan rangkaian kegiatan seperti penilaian, refleksi, revisi, penilaian lagi, dan seterusnya secara sirkular dan berkelanjutan. Ini dimaksudkan untuk melakukan penyempurnaan yang berkesinambungan atas produk yang dihasilkan oleh riset ini.