Upload
others
View
24
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENDUGAAN HERITABILITAS DAN KEMAJUAN GENETIK HARAPAN POPULASI BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) F5
BERDAYA HASIL TINGGI DAN BERPOLONG UNGU
Oleh:
KOLIL NUR EKSAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2017
PENDUGAAN HERITABILITAS DAN KEMAJUAN GENETIK
HARAPAN POPULASI BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) F5 BERDAYA
HASIL TINGGI DAN BERPOLONG UNGU
Oleh:
KOLIL NUR EKSAN
105040200111196
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)
UNIVERSITAS BRAWIJJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
MALANG
2017
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul : Pendugaan Heritabilitas dan Kemajuan Genetik Harapan
Populasi Buncis (Phaseolus Vulgaris L.) F5 Berdaya Hasil
Tinggi dan Berpolong Ungu
Nama : Kolil Nur Eksan
NIM : 105040200111196
Program Studi : Agroekoteknologi
Laboratorium : Pemuliaan Tanaman
Menyetujui : Dosen Pembimbing
Disetujui,
Pembimbing Utama,
Dr. Ir. Andy Soegianto, CESA.
NIP. 19560219 198203 1 002
Mengetahui,
Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
Dr. Ir. Nurul Aini, MS.
NIP. 19601012 198601 2 001
Tanggal Persetujuan:
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan,
MAJELIS PENGUJI
Penguji I
Dr. Darmawan Saptadi, SP., MP.
NIP. 19710708 200012 1 002
Penguji II
Dr. Ir. Andy Soegianto, CESA.
NIP. 19560219 198203 1 002
Penguji III
Dr.agr. Nunun Barunawati, SP., MP.
NIP. 19740724 200501 2 001
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan hasil
penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini tidak
pernah diajukan untuk memperoleh gelar di Perguruan Tinggi manapun dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis untuk diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, Agustus 2017
Kolil Nur Eksan
NIM. 105040200111196
i
RINGKASAN
KOLIL NUR EKSAN. 105040200111196. Pendugaan Heritabilitas dan
Kemajuan Genetik Harapan Populasi Buncis (Phaseolus vulgaris L.) F5
Berdaya Hasil Tinggi dan Berpolong Ungu. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Andy
Soegianto, CESA sebagai Pembimbing Utama.
Produktivitas buncis di Indonesia dari tahun 2013 hingga tahun 2015 terus
mengalami penurunan hal ini karena produktivitas yang rendah, mutu yang
menurun, berumur dalam dan periode panen yang pendek, serta rentan terhadap
hama dan penyakit utama, dan permasalahan tersebut hampir dialami oleh tiap
komoditas. Kondisi tersebut mendorong perlunya usaha peningkatan produktivitas
buncis melalui budidaya pertanian dengan mengoptimalkan sumberdaya lokal yang
ada dan salah satu solusi untuk menghadapi persoalan di atas adalah dengan
perakitan varietas baru melalui program pemuliaan tanaman. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menduga nilai heritabilitas dan kemajuan genetik harapan pada
populasi buncis F5 yang berdaya hasil tinggi dan berpolong ungu.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2015 – April 2015 atau pada
musim hujan di Desa Sualuan, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang dengan
ketinggian ± 702 meter di atas permukaan laut. Bahan yang digunakan adalah 11
populasi buncis F5 ((GK.CS)-6-6-47), (GK.CS)-54-11-44, (GK.CS)-97-2-5,
(GK.CS)-108-1-1, (GI.PQ)-12-2-18, (GI.PQ)-23-10-39, (GI.PQ)-35-11-23,
(GI.PQ)-12-2-18, (GI.PQ)-19-10-16, (PQ.GK)-1-12-39, (PQ.GI)-169-1-14, dan 5
tetua (GK) (M) (GI) (PQ) (CS). Tiap populasi buncis F5 ditanam dalam satu bedeng
yang berjumlah 50 tanaman dan ditanam dalam 2 barisan. Pengamatan berbasis
pada pengamatan individu. Jarak tanam 40 cm dalam satu baris, 70 cm antar baris,
luas tiap bedeng yang diperlukan 11 m x 1 m, jarak antar bedeng 50 cm, sehingga
total luas lahan percobaan 24, 5 m x 11 m. Variabel kuantitatif yang diamati adalah
umur berbunga, umur panen segar, panjang polong, jumlah bunga, bobot perpolong,
jumlah polong pertanaman, bobot polong pertanaman, jumlah biji, lebar polong dan
fruitset. Variabel kualitatif yang diamati adalah warna batang, tipe pertumbuhan,
warna bunga, warna polong segar, warna biji. Heritabilitas arti luas dihitung dari
ragam fenotip dari populasi buncis F5 dan ragam tetua sebagai ragam lingkungan.
Kemajuan genetik harapan dihitung dari intensitas seleksi, heritabilitas dan
simpangan baku fenotip populasi buncis F5.
Nilai duga heritabilitas menunjukkan nilai tinggi pada hampir seluruh populasi
pada karakter umur berbunga, umur panen segar, jumlah bunga, jumlah polong
pertanaman, bobot polong pertanaman, lebar polong dan fruit set. Karakter panjang
polong, bobot polong pertanaman, jumlah biji menunjukkan nilai beragam dari
rendah hingga tinggi. Nilai kemajuan genetik harapan pada populasi buncis F5
menunjukkan nilai yang rendah hingga tinggi. Karakter yang memiliki kemajuan
genetik harapan kategori tinggi pada semua populasi adalah jumlah bunga, jumlah
total polong pertanaman, lebar polong, bobot polong pertanaman dan fruitset,
sedangkan karakter umur berbunga, umur awal panen segar, panjang polong, bobot
perpolong, jumlah biji memiliki kemajuan genetik harapan beragam dari rendah
hingga tinggi.
ii
SUMMARY
KOLIL NUR EKSAN. 105040200111196. Estimation of Heritability and
Genetic Gain on Common Bean (Phaseolus vulgaris L.) F5 Population High
Yield and Purple Pod. Supervised by Dr. Ir. Andy Soegianto, CESA as
Primary Supervisor
Common bean productivity in Indonesia had decrease in 2013 until 2015,
this problems because low productivity, decreasing quality, short harvest period,
and susceptible of prime pests and diseases, these problems occur in almost every
commodity. These conditions encourage for efforts to increase common bean
productivity through agricultural cultivation by optimizing existing local resources
and one solution to solve the problem is release new varieties through plant
breeding program. The purpose of this research is to estimate of heritability and
genetic gain on common bean F5 population have high yield and purple pod.
The research was conducted from Januari until April 2015 , in the Sualuan
village, Karangploso district, Malang regency, with ± 720 meters above the sea
level altitude. The material is 11 common bean F5 ((GK.CS)-6-6-47), (GK.CS)-54-
11-44, (GK.CS)-97-2-5, (GK.CS)-108-1-1, (GI.PQ)-12-2-18, (GI.PQ)-23-10-39,
(GI.PQ)-35-11-23, (GI.PQ)-12-2-18, (GI.PQ)-19-10-16, (PQ.GK)-1-12-39,
(PQ.GI)-169-1-14 and 5 parents ((GK) (M) (GI) (PQ) (CS)). Each sample common
bean F5 population was planted in a bed totaling 50 plants which was planted in 2
rows. Observations based on individual observations. Plant spacing is 40 cm in a
row, 70 cm inter rows, the required area each bed is 11 m x 1 m, the spacing between
beds is 50 cm, so that the total area is 24,5 m x 11 m. Quantitative variabels which
was measured is flowering age, fresh pod harvesting age, fresh pod length, number
of flowers, fresh per pod weight, number of pods per plant, pod wight per plant,
number of seeds, pod width and fruit set. Qualitative variabels which was observed
is stem color , the type of growth, flower color, the color of fresh pod, seed color.
Estimation of heritability was calculated from variance of common bean F5 and
variance of parent as environment variance. Genetic gain was calculated from
selection intensity, heritability and standard deaviation of phenotype common bean
F5.
Estimation of heritability of bean F5 population is between low until high.
High heritability on all population at flowering age, fresh pod harvest age, number
of flower, number pod per plant, and pod diameter and fruit set. Character of pod
length, weight per pod, and number of seeds have various heritability value,
between low until high. High genetic gain on all population at number of flower,
number of fresh pod, diameter pod, weight pod per plant and fruit set. Character
flowering age, harvest fresh pod age, pod length, weigh pod, number of seeds have
various genetic gain value between low until high.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
nikmat, rahmat, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian yang berjudul “Pendugaan Heritabilitas dan Kemajuan Genetik
Harapan Populasi Buncis F5 (Phaseolus vulgaris L.) Berdaya Hasil Tinggi dan
Berpolong Ungu”.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyampaikan terima kasih kepada
Dr. Ir. Andy Soegianto, CESA selaku dosen pembimbing utama yang telah
memberikan saran dan motivasi kepada penulis, serta kepada Dr. Ir. Nurul Aini,
MS selaku Ketua Jurusan Budidaya Pertanian. tidak lupa penulis mengucapakan
terimakasih kepada Bapak Iman Nuryadi Suradi, Ibu Painem, serta keluarga tercinta
yang telah memberikan doa dan dukungannya, serta penulis mengucapkan terima
kasih kepada rekan-rekan mahasiswa Fakultas Pertanian atas segala bantuan, saran
dan motivasinya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan penelitian ini masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
Malang, Agustus 2017
Penulis
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 11 Agustus 1991 di Kabupaten Sragen, Provinsi
Jawa Tengah dari pasangan Bapak Iman Nuryadi Suradi dan Ibu Painem. Penulis
merupakan anak ke dua dari empat bersaudara. Penulis memiliki seorang kakak
bernama Nunik Nurjanah, S.Farm Apt. dan adik kembar Aminah Tutilah dan
Amanah Mardiyah.
Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Duyungan 3 pada
tahun 1997 sampai 2003. Pada tahun 2003 sampai 2006 penulis melanjutkan
pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 5 Sragen, kemudian
melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Surakarta pada
tahun 2006 sampai 2009. Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa
Strata-1 (S1) Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya Malang, Jawa Timur. Pada tahun 2012 penulis memilih Jurusan
Budidaya Pertanian dengan minat laboratorium Pemuliaan Tanaman
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif mengikuti organisasi
kemahasiswaan yang ada di lingkungan Fakultas Pertanian Forsika (Forum Studi
Islam Insan Kamil) sebagai staf Biro Kestari periode 2011. Di lingkungan Kampus
penulis juga pernah aktif di UAKI (Unit Aktivitas Kerohanian Islam) sebagai
Kepada Departemen Admin dan Data periode 2012. Pada tahun 2013 penulis juga
melakukan kegiatan magang kerja selama tiga bulan dari Juli sampai September di
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Subang Jawa Barat.
v
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................ i
SUMMARY .................................................................................................. ii KATA PENGANTAR ................................................................................. iii RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... iv DAFTAR ISI ................................................................................................. v DAFTAR TABEL ....................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. viii
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................... 2 1.3 Hipotesis ............................................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3 2.1 Buncis Berpolong Ungu .................................................................... 3
2.2 Keragaman Genetik ........................................................................... 3 2.3 Heritabilitas ....................................................................................... 4
2.4 Kemajuan Genetik Harapan ............................................................... 5 2.5 Karakteristik Populasi Generasi F5 ................................................... 6
III. BAHAN DAN METODE ...................................................................... 7 3.1 Tempat dan Waktu ............................................................................. 7 3.2 Alat dan Bahan .................................................................................. 7 3.4 Metode Penelitian .............................................................................. 8
3.5 Pelaksanaan Penelitian ...................................................................... 8 3.6 Pengamatan ........................................................................................ 9 3.7 Analisis Data .................................................................................... 10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 13 4.2 Hasil ................................................................................................. 14
4.3 Pembahasan ..................................................................................... 21
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 24 5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 24
5.2 Saran ................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 25
LAMPIRAN ................................................................................................ 28
vi
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Intensitas seleksi dan persentase seleksi ........................................................... 12
2. Nilai heritabilitas (h2) buncis ............................................................................ 15
3. Rata-rata dan KGH pada umur berbunga dan jumlah bunga ............................ 14
4. Rata-rata dan KGH pada umur awal panen segar jumlah polong pertanaman...
.......................................................................................................................... 16
5. Rata-rata dan KGH pada panjang polong dan lebar polong ............................. 16
6. Rata-rata dan KGH pada bobot perpolong dan totol bobot polong pertanaman 17
7. Rata-rata dan KGH pada jumlah biji perpolong dan fruitset ............................ 18
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Kondisi lapang tanaman buncis ........................................................................ 13
2. Hama dan Penyakit pada buncis; ...................................................................... 13
3. Warna batang .................................................................................................... 19
4. Warna bunga ..................................................................................................... 20
5. Tipe pertumbuhan ............................................................................................. 19
6. Warna polong .................................................................................................... 20
7. Bentuk polong .................................................................................................. 21
8. Warna biji .......................................................................................................... 21
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Denah dan plot penelitian.................................................................................. 28
2. Tabel deskripsi tetua asal buncis F5 ................................................................. 29
3. Tabel data kuantitatif (GK.PQ) 12-4-35 ........................................................... 30
4. Tabel data kuantitatif (GI.PQ) 23-10-39 ........................................................... 31
5. Tabel data kuantitatif (GK.CS)-54-11-44 ......................................................... 33
6. Tabel data kuantitatif (GI.PQ) 35-11-23 ........................................................... 34
7. Tabel data kuantitatif (PQ.GK) 1-12-29 ........................................................... 35
8. Tabel data kuantitatif (GK.CS)-97-2-5 ............................................................. 36
9. Tabel data kuantitatif (GI.PQ) 19-10-16 ........................................................... 38
10. Tabel data kuantitatif (GI.PQ)-12-2-18........................................................... 40
11. Tabel data kuantitatif (GK.CS) 108-1-1.......................................................... 42
12. Tabel data kuantitatif (GK.CS) 6-6-47............................................................ 44
13. Tabel data kuantitatif (PQ.GI) 169-1-14 ......................................................... 46
14. Tabel varian lingkungan dan varian fenotip buncis F5 ................................... 47
15. Tabel data kualitatif (GK.PQ) 12-4-35 ........................................................... 48
16. Tabel data kualitatif (PQ.GI) 169-1-14 ........................................................... 49
17. Tabel data kualitatif (PQ.GK) 1-12-39 ........................................................... 50
18. Tabel data kualitatif (GI.PQ) 12-2-18 ............................................................. 51
19. Tabel data kualitatif (GI.PQ) 19-10-16 ........................................................... 53
20. Tabel data kualitatif (GI.PQ) 35-11-23 ........................................................... 55
21. Tabel data kualitatif (GI.PQ) 23-10-39 ........................................................... 56
22. Tabel data kualitatif (GK.CS) 108-1-1 ........................................................... 58
23. Tabel data kualitatif (GK.CS) 97-2-5 ............................................................. 59
24. Tabel data kualitatif (GK.CS) 54-11-44 ......................................................... 61
25. Tabel data kualitatif (GK.CS) 6-6-47 ............................................................. 62
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan jenis tanaman berpolong yang
tergolong sayuran. Buncis mempunyai peranan dan sumbangan cukup besar bagi
petani. Selain dapat peningkatan gizi masyarakat karena kandungan nutrisi dari
polong buncis sangat tinggi, buncis juga dapat meningkatkan pendapatan negara
karena buncis mempunyai potensi ekonomi yang sangat baik, untuk sasaran pasar
dalam negeri maupun pasar ekspor. Daerah penghasil buncis banyak terdapat di
daerah Jambi, Bengkulu, Jawa Barat, dan Lampung (Rukmana, 2002).
Produktivitas buncis di Indonesia 3 tahun berturut-turut terus mengalami
penurunan, dari tahun 2013 produktivitas buncis 327.378 ton ha-1, tahun 2014
mencapai 318.218 ton ha-1 dan ditahun 2015 produktivitas buncis kembali menurun
menjadi 291.333 ton ha-1. Kondisi tersebut mendorong perlunya usaha peningkatan
produktivitas buncis melalui budidaya pertanian dengan mengoptimalkan
sumberdaya lokal yang ada (BPS, 2017).
Menurut Kasno dan Moedjiono (2004) permasalahan yang terjadi pada
budidaya kacang buncis adalah produktivitas yang rendah, mutu yang menurun,
berumur dalam dan periode panen yang pendek, serta rentan terhadap hama dan
penyakit utama, permasalahan tersebut hampir dialami oleh tiap komoditas. Salah
satu solusi untuk mengatasi permasalahan diatas adalah perakitan varietas baru
melalui program pemuliaan tanaman konvensional.
Perakitan varietas buncis yang telah dirilis oleh Balai Penelitian Sayuran
dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura adalah Horti 1, yang
mempunyai potensi hasil 48 ton ha-1 namun varietas ini rentan terhadap penyakit
karat daun dan antraknose, dan telah dikembangkan pula Horti 2, dan Horti 3 yang
tahan terhadap hama penyakit utama namun masih perlu ditingkatkan potensi
hasilnya. Selain itu telah dikembangkan pula varietas introduksi dari luar negeri,
yaitu Balitsa 1, Balitsa 2, dan Balitsa 3 yang mempunyai daya hasil yang tinggi dan
berumur genjah (Waluyo dan Diny, 2013).
Selain varietas di atas telah dikembangkan pula persilangan antara varietas
lokal (Mantili, Gilik Ijo, dan Gogo kuning) yang berdaya hasil tinggi dan
mempunyai mutu tinggi, dan berumur genjah dengan varietas introduksi yaitu
2
Purple Queen yang memiliki warna polong ungu. Penggabungan antara varietas
introduksi dengan varietas buncis lokal diharapkan dapat membuat kualitas
tanaman hasil persilangan yang lebih baik dari tetuanya (Oktarisna et al., 2013).
Nechifor et al., (2011) menyatakan pada program pemuliaan tanaman yang
bertujuan untuk meningkatkan potensi hasil dibutuhkan informasi yang cukup
mengenai nilai ragam genetik yang menggambarkan heritabilitas. Barmawi et al.,
(2013) menambahkan bahwa pendugaan nilai heritabilitas dan kemajuan genetik
harapan (kemajuan seleksi) penting untuk diketahui dalam proses pemuliaan
tanaman. Nilai kemajuan genetik harapan menggambarkan secara teoritis nilai
kemajuan hasil yang diperoleh dari seleksi yang telah dilakukan. Pendugaan dari
kemajuan genetik harapan sangat bermanfaat dan membantu pemulia untuk
membuat strategi dalam mengambil keputusan dalam program seleksi.
1.2 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui nilai heritabilitas 11 populasi buncis F5 berdaya hasil tinggi dan
berpolong ungu.
2. Mengetahui nilai kemajuan genetik harapan 11 populasi buncis F5 berdaya
hasil tinggi dan berpolong ungu.
1.3 Hipotesis
1. Beberapa karakter kuantitatif memiliki nilai heritabilitas yang sedang hingga
tinggi.
2. Bobot polong pertanaman memiliki kemajuan genetik yang tinggi.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Buncis Berpolong Ungu
Tanaman buncis termasuk tanaman semusim (annual) yang dibedakan atas
dua tipe pertumbuhan, tipe merambat dan tipe tegak. Kacang buncis tipe merambat
umumnya berbatang memanjang setinggi 2-3 meter, sedangkan buncis tipe tegak
mempunyai batang pendek setinggi 50-60 cm. Batang tanaman buncis umunya
berbuku-buku, yang sekaligus tempat untuk melekat tangkai daun. Daun buncis
bersifat majemuk tiga (trifoliolatus), dan helainya berbentuk jorong segitiga
(Rukmana, 2002). Kacang buncis diperkirakan mencapai 70 spesies dalam genus
Phaseolus. Buncis termasuk tanaman diploid (2n = 2x = 22) dan sebagian besar
termasuk spesies menyerbuk sendiri meskipun 3% atau lebih rasio menyerbuk
silang telah di observasi (Razvi et al., 2013).
Korelasi antara warna ungu pada polong buncis disebabkan oleh kandungan
Anthosianin. Dzomba et al., (2013) menyatakan pigmen Anthosianin ditemukan
dalam biji dari Kidney dan Black beans, kultivar dari Phaseolus vulgaris.
Anthosianin diketahui memiliki antioksidan kuat, antimutagenik, aktivitas
antigenotoxic, dan komponen partikel seperti flavonoid dalam Vigna sinensis.
Karena potensi nutrisi dan bermanfaat untuk farmasi, makanan yang menandung
anthosianin penting untuk diteliti lebih lanjut (Akond et al., 2011).
2.2 Keragaman Genetik
Sebelum menetapkan metode pemuliaan dan seleksi, perlu diketahui nilai
keragaman genetik, karena menurut Kosev (2015) pengetahuan yang baik pada
keragaman genetik dapat membantu dalam program seleksi jangka panjang dan
untuk mengembangkan varietas baru dibutuhkan keragaman genetik yang luas
untuk karakter yang diinginkan. Crowder (1986) menambahkan besarnya
keragaman genetik suatu karakter yang timbul dalam suatu populasi tanaman yang
diperbanyak melalui biji dipengaruhi oleh konstitusi gen yang mengendalikan
generasi segregasi dari gen-gen tersebut. Ditinjau dari konstitusi gen yang
mempengaruhi timbulnya keragaman variabilitas, dikenal variabilitas kuantitatif
dan variabilitas kualitatif. Variabilitas kuantitatif disebabkan oleh banyak gen,
sedangkan variabilitas kualitatif ditimbulkan oleh gen sederhana.
4
Nida (2010) menyatakan pelaksanaan seleksi secara visual yaitu dengan
memilih fenotip yang baik belum memberikan hasil yang memuaskan tanpa
berpedoman pada nilai parameter genetik yaitu nilai heritabilitas, ragam genetik,
ragam fenotip, dan koefisien keragaman genetik. Koefisien keragaman genetik
digunakan untuk mengukur variabilitas genetik suatu karakter. Peubah yang
memiliki nilai koefisien keragaman tinggi menunjukkan seleksi dapat dilakukan
dengan efektif. Karakter yang memiliki keragaman genetik yang sempit belum
tentu akan memiliki keragaman fenotip yang sempit. Hal ini karena ragam fenotip
dipengaruhi oleh ragam genetik dengan lingkungan.
2.3 Heritabilitas
Heritabilitas dari karakter dapat didefinisikan sebagai proporsi dari ragam
proporsi pengaruh ragam genotip terhadap penampilan fenotip. Menurut Kuswanto
(2007) nilai heritabilitas berkisar antara 0-100% dimana makin tinggi nilainya akan
makin tinggi pengaruh ragam genotipnya. Allard (1960) Menambahkan pendugaan
nilai heritabilitas adalah untuk menentukan apakah ragam atau varians pada
karakter tersebut disebabkan oleh faktor genetik atau oleh faktor lingkungan.
Menurut Kuswantoro et al., (2011) heritabilitas dapat mengestimasi penentuan dari
kemajuan genetik harapan dan perkembangan dari strategi pemuliaan tanaman yang
sesuai dengan metode seleksi dan tujuannya
Sesuai dengan komponen ragam genetiknya heritabilitas dibagi menjadi 2
yaitu heritabilitas dalam arti luas (broad sense heritability) (h2BS) dan heritabilitas
dalam arti sempit (narrow sense heritability) (h2NS). Heritabilitas dalam arti luas
dapat diduga dengan membandingakan besarnya ragam genetik total dan ragam
fenotip (h2BS : σ
2G/σ2
P) (Barmawi et al., 2013).
Dursun et al., (2007) melaporkan dalam penelitiannya tentang heritabilitas
buncis bahwa rendahnya heritabilitas dalam arti luas menunjukkan bahwa karakter
dipengaruhi oleh lingkungan. Heritabilitas arti luas dapat menggambarkan karakter
yang dapat diwariskan (lingkungan hanya berpengaruh sedikit) dan dapat
digunakan dalam progam pemuliaan tanaman.
5
2.4 Kemajuan Genetik Harapan
Ribeiro et al., (2008) menyatakan bahwa pada program pemuliaan tanaman,
yang dilaksanakan pada suatu musim disuatu wilayah, efisiensi harus dievaluasi
untuk pengamatan lebih lanjut, Pendugaan dari kemajuan genetik harapan sangat
bermanfaat dan membantu pemulia untuk membuat keputusan tentang strategi,
apakah berlanjut atau perlu diperbaiki terlebih dahulu karakter yang akan diseleksi.
Pendugaan dari ragam komponen dapat memberikan pengetahuan tentang
penyebab dari keragaman, dengan demikian dapat dijadikan sebagai acuan untuk
pemilihan genetik tanaman yang berdaya hasil tinggi. Metode yang biasa digunakan
untuk memprediksi dari pendugaan kemajuan genetik dengan seleksi fenotip pada
populasi yang bersegragasi untuk mengoptimalkan hasilnya (Bertolodo et al., 2014)
Kemajuan genetik merupakan peningkatan nilai karakter teramati
apabila melakukan seleksi terhadap karakter tersebut. Apabila nilai kemajuan
genetik harapan suatu karakter tinggi, berarti terdapat peluang yang besar untuk
dilakukan perbaikan karakter tersebut melalui seleksi (Kuswanto et al., 2012).
Menurut Allard (1960) kemajuan genetik karena seleksi pada populasi baru
yang dibandingkan terhadap populasi dasarnya akan tergantung pada besarnya
keragaman genetik, yaitu besarnya perbedaan pengaruh tersembunyi dari
komponen keragaman lingkungan dan interaksi antara genetik dengan lingkungan;
serta besarnya intensitas seleksi yang diterapkan.
Seleksi suatu sifat akan menghasilkan suatu kemajuan untuk sifat-sifat yang
berkorelasi positif dengan sifat yang diseleksi tersebut sedangkan korelasi genetik
negatif antara sifat-sifat yang diseleksi dalam program pemuliaan dapat
menghasilkan suatu pengurangan dalam laju perbaikan untuk beberapa sifat
dibanding perbaikan yang dicapai jika korelasi positif atau tidak ada (Basuki, 1986).
Perkiraan kemajuan genetik akan sangat tergantung strategi dari nilai
heritabilitas, simpangan baku fenotip populasi dan yang diseleksi dan intensitas
seleksi. Jika heritabilitasnya tinggi maka kemajuan genetik yang diperoleh akan
semakin baik. Pada heritabilitas dan simpangan baku fenotip tertentu kemajuan
genetik dapat ditingkatkan dengan meningkatkan intensitas seleksi (melalui
penurunan seleksi) (Syukur et al., 2012).
6
Pinilih dan Sartono (2008) melaporkan nilai duga heritabilitas dalam arti
sempit, panjang polong hasil persilangan Rich Green dengan FLO adalah 0,7933.
Nilai heritabilitas tersebut termasuk dalam kategori tinggi. Heritabilitas yang tinggi
dan nilai kemajuan genetik yang cukup tinggi, memberikan petunjuk bagi program
pemuliaan bahwa perbaikan sifat panjang polong bisa diperbaiki melalui seleksi
pada generasi awal.
2.5 Karakteristik Populasi Generasi F5
Mangoendidjojo (2003) menyebutkan bahwa pada tanaman menyerbuk
sendiri yang berlanjut dengan pembuahan secara terus menerus, populasi generasi-
generasi berikutnya cenderung memiliki tingkat homozigot yang semakin besar.
Nilai homozigositas tanaman menyerbuk sendiri pada generasi F5 adalah 93,75%
sedangkan 6,25% masih memiliki alel heterozigot yang kemungkinan masih
bersegregasi.
Adanya seleksi bertujuan untuk menghilangkan gen homozigot resesif
“aabb” pada keturunan F3 hingga F5, sedangkan gen lainnya mengadakan selfing.
Variasi yang dihasilkan oleh tanaman F5 ialah pengaruh segregasi yang terjadi antar
gen heterogen pada tanaman F4. Hal ini mengakibatkan keturunan yang dihasilkan
tidak sama dengan tetua (Widyastuti, 2011).
Meydina et al., (2015) melaporkan keragaman pada generasi F5 adalah
bersifat sempit dan luas. Keragaman yang sempit mungkin disebabkan oleh benih
yang digunakan merupakan generasi F5 yang persentase heterozigotnya sudah
rendah yaitu 6,25%. Kemungkinan karakter-karakter yang diamati lokus-lokusnya
telah homozigot.
3 BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2015 – April 2015 atau pada
musim hujan di Dusun Sualuan, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang
dengan ketinggian ± 702 meter di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata harian
± 22oC.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah meteran, timbangan analitik,
jangka sorong, penggaris, RHS colour chart, kamera digital, serta alat tulis. Bahan
yang digunakan ialah 11 populasi buncis F5 berpolong ungu dan 5 tetua buncis (2
introduksi, 3 lokal) untuk mengetahui ragam lingkungan.
3.2.1 Sejarah Seleksi Famili dan Kodifikasi Populasi Buncis F5
Populasi buncis F5 diperoleh dari n hasil persilangan resiprok antara buncis
lokal (Mantili (M), Gilik Ijo (GI), dan Gogo kuning (GK) dan buncis introduksi
(Purple Queen (PQ), dan Cherokee Sun (CS)). Dari persilangan tersebut didapatkan
benih F1. Kemudian populasi F1 dibiarkan menyerbuk sendiri untuk mendapatkan
benih F2, populasi F2 mulai dilakukan seleksi secara pedigree hingga F4, buncis
yang terseleksi dari F4 kemudian menjadi benih buncis F5. Kode famili buncis F5
berdasarkan asal usul tetua diikuti nomor tanaman yang terpilih, contoh : dari hasil
persilangan Gogo Kuning (GK) dengan Cherokee Sun (CS) terpilih nomor
tanaman 6, dan ditanam hingga F5, maka kode buncis F5 adalah (GK x CS) 6-x-x.
Nama kode buncis F5 dan tetua sebagai bahan penelitian terdapat pada daftar
dibawah ini
1. (GK.CS)-6-6-47
2. (GK.CS)-54-11-44
3. (GK.CS)-97-2-5
4. (GK.CS)-108-1-1
5. (GI.PQ)-23-10-39
6. (GI.PQ)-35-11-23
7. (GI.PQ)-19-10-16
8. (GI.PQ)-12-2-18
9. (PQ.GK)-1-12-39
10. (PQ.GI)-169-1-14
11. (GK.PQ)-12-4-35
12. PQ
13 GK
14 CS
15. GI
16 M
8
3.4 Metode Penelitian
Penelitian ini disusun dengan menanam 50 tanaman tiap populasi buncis F5
dan tetua masing-masing dalam satu bedeng yang dibagi dalam 2 baris (Lampiran
1) Pengamatan berbasis pada pengamatan individu tanaman.
3.5 Pelaksanaan Penelitian
1. Penyiapan bahan tanam
Kegiatan awal sebelum budidaya dilakukan ialah pemilihan benih buncis
F5. Benih berasal dari individu-individu terbaik tanaman F4 dengan kriteria daya
hasil tinggi dan polong ungu. Benih dipilih berdasarkan syarat kelayakan yaitu
penampilan visual benih tidak keriput atau cacat, tidak tercampur dengan benih dari
varietas atau kultivar lain dan bebas dari hama dan penyakit.
2. Persiapan dan pengolahan lahan
Lahan yang diperlukan untuk penelitian adalah 24,5 m x 11 m. kegiatan
pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan cangkul untuk membuat
mendapatkan tanah yang gembur dan membuat bedengan dengan ukuran panjang
11 m, lebar 1 m, dan tinggi 20 cm sebanyak 16 bedeng. Jarak antar bedengan adalah
50 cm.
3. Penanaman dan pemupukan awal
Benih yang ditanam adalah benih dengan kondisi baik. Penanaman satu butir
benih setiap lubang tanam dengan cara menimbun benih dengan tanah sebatas benih
tidak terlihat. Jarak tanam yang digunakan yakni 70 cm antar barisan, dan 40 cm
dalam barisan. Bersamaan waktu tanam dilakukan pemupukan dasar berupa
campuran NPK Phonska 4 kg dan SP-36 2 kg dicampur dan diberikan ke tanah
dengan dosis 5 g pertanaman. Cara pemberian pupuknya dengan meletakkan pupuk
sejauh 10 cm dari lubang tanam tempat menanam benih buncis.
4. Pemasangan ajir
Pemasangan ajir dilakukan pada saat tanaman berumur 15 hst (hari setelah
tanam) atau saat tanaman mencapai ketinggian 25 cm. Ajir berasal dari stik bambu
yang berukuran 1,5 m - 2 m. Selang sehari jika diperlukan dilakukan bantuan untuk
merambatkan sulur ke ajir.
9
5. Penyulaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan seefektif mungkin yaitu dengan
memperhatikan kondisi lapang. Benih buncis dapat tumbuh setelah lima hari sejak
tanam sehingga bila ada benih yang tidak tumbuh sesegera mungkin diganti dengan
benih baru. Penyulaman dilakukan pada umur 5 hst. Hal ini dilakukan agar
pertumbuhan bibit sulaman tidak berbeda jauh dengan tanaman lain yang tidak
disulam.
6. Pemupukan
Pemupukan NPK dan Za susulan diberikan pada umur 21 hst. Pemberian
pupuk susulan dilakukan dengan cara meletakkan pupuk dalam tanah yang telah
ditugal sedalam 10 cm dan sekitar 10 cm dari tanaman. Setelah pupuk dimasukkan,
lubang ditutup kembali dengan tanah.
7. Pemanenan
Pemanenan dilakukan pada polong segar dan polong untuk benih. Panen
buncis untuk polong segar ditandai dengan rontoknya bekas mahkota bunga yang
sudah mengering dan biji pada polong belum terlalu menonjol. Panen untuk polong
segar dilakukan dengan interval 3 hari, dari hasil panen segar diambil 10 sampel
polong untuk pengamatan kualitatif dan kuantitatif. Panen untuk benih dilakukan
setelah polong sudah mencapai masak fisologi ditandai dengan ciri polong yang
mencapai panjang maksimal dan kulit polong sudah kering dan keadaan biji
menonjol dan polong dalam keadaan keras. Hasil panen polong untuk benih
dikeringkan dengan dijemur dengan sinar matahari, setelah kering kemudian biji
dilepas dari polong.
3.6 Pengamatan
a) Pengamatan kuantitatif meliputi:
1) Umur berbunga (hst), dihitung pada saat bunga mekar sempurna pada
setiap tanaman.
2) Umur panen (hst) polong segar, dihitung pada saat panen polong segar
pertama kali.
3) Panjang polong segar (cm), dihitung dari rata-rata 10 buah polong, diukur
dari pangkal sampai ujung polong.
4) Jumlah bunga per tanaman.
10
5) Rata-rata bobot per polong segar. Dihitung dari rata-rata 10 polong
pertanaman.
6) Jumlah polong pertanaman. menghitung jumlah polong hasil akumulasi
dari awal hingga akhir panen.
7) Bobot polong pertanaman.
8) Jumlah biji per polong masak fisiologis, dihitung jumlah biji per polong
rata-rata yang dari 10 polong pertanaman.
9) Lebar polong segar (cm), diambil 10 buah per tanaman, diukur diameter
polong dengan menggunakan jangka sorong.
10) Fruitset, dihitung dari jumlah polong dibagi jumlah bunga pertanaman
b.) Pengamatan kualitatif meliputi:
1) Warna batang, dilakukan ketika tanaman memasuki fase vegetatif dan
dilakukan secara visual dengan menggunakan alat bantu RHS colour chart.
2) Tipe pertumbuhan, dilakukan ketika tanaman memasuki fase vegetatif,
diidentifikasi berdasarkan tipe tumbuh tanaman buncis.
3) Warna bunga, dilakukan saat bunga mekar sempurna dan dilakukan secara
visual dengan menggunakan alat bantu RHS colour chart.
4) Warna polong segar, dilakukan setelah panen dan dilakukan secara visual
dengan menggunakan alat bantu RHS colour chart.
5) Warna biji, dilakukan setelah panen dan dilakukan secara visual dengan
menggunakan alat bantu RHS colour chart.
3.7 Analisis Data
1) Heritabilitas
Dari perhitungan varian tiap fenotip populasi buncis F5 dan varian tetua,
akan didapatkan nilai heritabilitas arti luas untuk setiap karakter kuantitatif
dengan rumus sebagai berikut
ℎ2𝐵𝑆 =
𝜎 𝑔 2
𝜎 𝑝2 jika 𝜎 𝑝
2 = 𝜎 𝑔 2 + 𝜎 𝐸
2 , maka 𝜎 𝑔2 = 𝜎 𝑝
2 − 𝜎 𝐸 2
ℎ2𝐵𝑆 =
𝜎 𝑝2 − 𝜎 𝐸
2
𝜎 𝑝2 dengan menggunakan data 𝜎𝑡𝑒𝑡𝑢𝑎
2 dan menggunakan
rumus Mahmud dan Kramer (1951) dalam Syukur et al., (2012) sebagai
berikut
11
ℎ2𝐵𝑆 =
𝜎 𝐹5 2 − √(𝜎𝑇1
2 )(𝜎𝑇22 )
𝜎 𝐹52
Keterangan
ℎ2𝐵𝑆 : nilai heritabilitas arti luas
𝜎 𝑔 2 : ragam genotip
𝜎 𝑝2 : 𝜎 𝐹5
2 = ragam fenotip
𝜎𝑇12 , 𝜎𝑇2
2 : ragam populasi tetua persilangan
𝜎𝐸2 : ragam lingkungan
kategori nilai heritabilitas menurut Elrod dan Stansfield (2002) :
0-0,2 : nilai heritabilitas rendah
0,2>0,5 : nilai heritabilitas sedang
>0,5 : nilai heritabilitas tinggi
2) Nilai Kemajuan Genetik Harapan tiap variabel kuantitatif dihitung dengan
rumus sebagai berikut
KGH = i . σp . h2
BS ; %KGH = KGH
μ
Singh and Chaudhary (1979) dalam Kuswanto (2012)
Keterangan
KGH : Kemajuan genetik harapan
σp : Simpangan baku populasi tanaman
h2BS : Heritabilitas arti luas
i : Diferensial seleksi. Nilai i dapat dilihat pada Tabel 1. Intensitas
seleksi 20% maka nilai i yang digunakan adalah 1,40
%KGH : Persentase KGH
µ : Rata-rata variabel kuantitatif
12
Tabel 1. Intensitas seleksi dan persentase seleksi
Syukur et al., (2012)
Kategori nilai KGH :
0 < KGH≤ 3.3% : Rendah
3.3% < KGH ≤ 6.6% : Agak rendah
6.6 % < KGH ≤ 10% : Agak tinggi
KGH > 10% : Tinggi
Nilai i Persentase seleksi
(%)
Nilai i Presentase seleksi
(%)
3,00 0,30 1,80 9,00
2,80 0,70 1,76 10,00
2,64 1,00 1,60 14,00
2,60 1,20 1,40 20,00
2,42 2,00 1,20 28,00
2,40 2,10 1,16 30,00
2,20 3,60 1,00 38,00
2,06 5,00 0,80 50,00
2,00 5,80
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi dan Permasalahan Umum
Penelitian ini menggunakan benih dari buncis generasi F4 yang terpilih dan
menggunakan tetua yang berfungsi untuk menghitung ragam lingkungan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-April 2015 atau pada musim
penghujan. Kondisi lapang ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kondisi lapang tanaman buncis
Pada awal fase perkecambahan terjadi serangan Siput babi (Achatina fulica)
(Gambar 2.a) sehingga ada beberapa bibit yang perlu disulam, untuk mengatasinya
dilakukan panaburan Moluskida disekitar lahan. Ketika memasuki fase vegetatif
terjadi serangan jamur Sclerotinia sclerotiorum (Gambar 2.b) untuk mengatasi
diberikan fungisida dan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh). Pada fase generatif terjadi
serangan ulat grayak (Spodoptera litura) dan kepik. Pada bulan Maret terjadi angin
kencang dari arah timur mengakibatkan sebagian bunga rontok yang
mengakibatkan berkurangnya jumlah polong yang terbentuk.
Gambar 2. Hama dan Penyakit pada buncis; (a) Siput babi (Achatina fulica);
(b) Jamur Sclerotinia sclerotiorum (c) ulat grayak
(a) (b) (c)
14
15
4.2 Hasil
4.2.1 Heritabilitas
Dari hasil perhitungan data kuantitatif fenotip populasi buncis F5 diperoleh
data ragam yang disajikan pada lampiran 14. Dari perhitungan ragam diperoleh data
heritabilitas tiap populasi buncis F5 (Tabel 2) terlihat bahwa populasi buncis F5
memiliki heritabilitas yang beragam dari rendah hingga tinggi, dengan nilai diantara
0,01 – 0,99. Heritabilitas yang tinggi pada semua populasi pada karakter umur
berbunga, umur panen segar, jumlah bunga, jumlah polong pertanaman, bobot
polong pertanaman, lebar polong dan fruitset.
4.2.2 Kemajuan Genetik Harapan
Tabel 1. Rata-rata dan KGH pada umur berbunga dan jumlah bunga
No Nama Populasi
Buncis
Umur Berbunga (hst) Jumlah Bunga
Rata-rata KGH % Kriteria Rata-rata KGH % Kriteria
1 (GK.CS) 97-2-5 32,93 8,73 Agak tinggi 42,61 45,81 Tinggi
2 (GI.PQ) 19-10-16 32,40 6,34 Agak Rendah 22,72 25,83 Tinggi
3 (GI.PQ) 12-2-18 31,98 2,63 Rendah 31,33 47,27 Tinggi
4 (GK.CS) 108-1-1 32,05 9,23 Agak Tinggi 16,80 22,89 Tinggi
5 (GK.CS ) 6-6-47 33,98 7,33 Agak Tinggi 39,95 68,61 Tinggi
6 (PQ.GI) 169-1-14 35,43 3,55 Agak Rendah 17,29 24,71 Tinggi
7 (GK.PQ) 12-4-35 32,44 5,53 Agak Rendah 53,71 57,67 Tinggi
8 (GI.PQ) 23-10-39 34,49 12,63 Tinggi 60,34 36,18 Tinggi
9 (GK.CS) 54-11-44 35,09 10,28 Tinggi 24,38 79,68 Tinggi
10 (GI.PQ) 35-11-23 36,24 7,06 Agak Tinggi 78,12 33,70 Tinggi
11 (PQ.GK) 1-12-29 38,90 14,63 Tinggi 41,40 48,84 Tinggi
Data rata-rata umur berbunga (Tabel 1) populasi buncis F5 berkisar 31,98 –
38,90 hst dan kemajuan genetik harapan antara rendah – tinggi. Untuk rata-rata
umur berbunga tersingkat pada (GI.PQ) 12-2-18 yaitu 31,98 hst dengan nilai KGH
sebesar 2,631% yang termasuk KGH rendah. Data rata-rata karakter jumlah bunga
(Tabel 1) dari ke 11 populasi buncis memiliki KGH memiliki kriteria tinggi, diatas
24 % dan rata-rata jumlah bunga tertinggi pada buncis (GI.PQ) 35-11-23 yaitu
sebesar 78,12, dengan KGH 33,70 % dengan kriteria masih tergolong tinggi.
15
Tabel 2. Nilai heritabilitas (h2) buncis
Variabel GK.CS
97-2-5
GI.PQ
19-10-16
GI.PQ
12-2-8
GK.CS
108-1-1
GK.CS
6-6-47
PQ.GI
169-1-14
GK.PQ
12-4-35
GI.PQ
23-10-39
GK.CS
54-11-44
GI.PQ
35-11-23
PQ.GK-
1-12-29
Umur Berbunga 0,64 0,67 0,37 0,66 0,60 0,50 0,51 0,87 0,71 0,73 0,92
Umur Penen Segar 0,95 0,88 0,93 0,87 0,91 0,94 0,97 0,94 0,93 0,89 0,99
Panjang Polong 0,41 0,72 0,17 0,58 0,73 0,52 0,72 0,51 0,69 0,28 0,01
Jumlah Bunga 0,97 0,66 0,90 0,60 0,98 0,53 0,99 0,95 0,95 0,97 0,97
Bobot Perpolong 0,19 0,58 0,39 0,42 0,29 0,78 0,28 0,39 0,34 0,20 0,59
Jumlah Polong Per Tan 0,99 0,94 0,98 0,82 0,98 0,75 0,99 0,99 0,95 0,99 0,98
Bobot Polong Per Tan 0,97 0,80 0,93 0,67 0,94 0,58 0,96 0,97 0,88 0,97 0,96
Jumlah biji Per Polong 0,59 0,16 0,11 0,66 0,72 0,80 0,76 0,12 0,58 0,49 0,36
Lebar polong 0,99 0,97 0,93 0,99 0,99 0,96 0,99 0,93 0,98 0,92 0,98
Fruitset 0,96 0,92 0,93 0,93 0,90 0,86 0,77 0,85 0,93 0,87 0,78
16
Tabel 3. Rata-rata dan KGH pada umur awal panen segar dan jumlah polong pertanaman
No Nama Populasi
Buncis
Umur awal panen segar (hst) Jumlah total polong
pertanaman Rata-rata KGH % Kriteria Rata-rata KGH % Kriteria
1 (GK.CS) 97-2-5 45,89 18,59 Tinggi 29,89 92,92 Tinggi
2 (GI.PQ) 19-10-16 45,14 8,01 Agak Tinggi 16,77 48,95 Tinggi
3 (GI.PQ) 12-2-18 44,50 11,87 Tinggi 24,35 59,15 Tinggi
4 (GK.CS) 108-1-1 46,33 9,78 Agak Tinggi 10,93 44,79 Tinggi
5 (GK.CS ) 6-6-47 45,52 12,52 Tinggi 32,05 49,37 Tinggi
6 (PQ.GI) 169-1-14 49,64 10,55 Tinggi 8,29 38,92 Tinggi
7 (GK.PQ) 12-4-35 43,35 11,32 Tinggi 25,91 78,23 Tinggi
8 (GI.PQ) 23-10-39 44,96 11,90 Tinggi 53,23 42,22 Tinggi
9 (GK.CS) 54-11-44 48,47 14,07 Tinggi 15,91 72,49 Tinggi
10 (GI.PQ) 35-11-23 48,42 7,59 Agak Tinggi 45,58 47,65 Tinggi
11 (PQ.GK) 1-12-29 52,50 16,64 Tinggi 22,30 51,67 Tinggi
Rata-rata umur panen segar populasi buncis F5 (Tabel 3) berkisar antara
43,55 hst – 52,50 hst, dengan kriteria KGH antara agak tinggi hingga tinggi. Umur
awal panen segar tersingkat pada umur 43,35 pada buncis (GK.PQ) 12-4-35 dengan
KGH 11,32 % yang termasuk kriteria tinggi. Rata-rata karakter jumlah polong segar
per tanaman (Tabel 3) populasi buncis F5 yang berkisar antara 8,29 – 53,23 polong
dan KGH termasuk tinggi. Rata-rata tertinggi pada (GI.PQ) 23-10-39 yang
memiliki polong sejumlah 53,23 polong dengan KGH 42,22 % yang termasuk
kriteria tinggi.
Tabel 4. Rata-rata dan KGH pada panjang polong dan lebar polong
No Nama Populasi
Buncis
Panjang polong (cm) Lebar Polong (cm)
Rata-rata KGH % Kriteria Rata-rata KGH % Kriteria
1 (GK.CS) 97-2-5 12,26 5,53 Agak Rendah 1,11 43,90 Tinggi
2 (GI.PQ) 19-10-16 14,39 9,48 Agak Tinggi 1,10 38,38 Tinggi
3 (GI.PQ) 12-2-18 15,76 1,15 Rendah 1,07 26,93 Tinggi
4 (GK.CS) 108-1-1 12,99 8,74 Agak Tinggi 1,19 37,13 Tinggi
5 (GK.CS ) 6-6-47 13,93 12,74 Tinggi 1,09 52,90 Tinggi
6 (PQ.GI) 169-1-14 15,50 4,76 Agak Rendah 1,15 32,43 Tinggi
7 (GK.PQ) 12-4-35 13,03 13,24 Tinggi 1,10 32,86 Tinggi
8 (GI.PQ) 23-10-39 13,91 5,19 Agak Rendah 1,08 25,39 Tinggi
9 (GK.CS) 54-11-44 12,89 12,19 Tinggi 1,16 27,93 Tinggi
10 (GI.PQ) 35-11-23 14,59 2,23 Rendah 1,12 22,63 Tinggi
11 (PQ.GK) 1-12-29 18,87 0,05 Rendah 1,05 30,35 Tinggi
17
Data rata-rata panjang polong buncis F5 (Tabel 4) berkisar antara 12,26 cm
hingga 18,87 cm, dengan kriterian KGH rendah hingga tinggi, dengan panjang
tertinggi pada (PQ.GK) 1-12-29 yang memiliki panjang polong rata-rata 18,87 cm,
namun hanya memiliki KGH 0,05 %, dengan kriteria rendah. Data rata-rata lebar
polong pertanaman (Tabel 4) populasi buncis F5 berkisar antara 1,05 cm -1,16 cm
dan KGH pada karakter lebar polong pada semua populasi termasuk tinggi.
Populasi yang memiliki lebar tertinggi pada (GK.CS) 108-1-1 yang memiliki lebar
1,19 cm dengan KGH 37,13 % yang termasuk kriteria tinggi
Tabel 5. Rata-rata dan KGH bobot perpolong dan totol bobot polong pertanaman
No Nama Populasi
Buncis
Bobot perpolong (g) Bobot polong pertanaman
(g)
Rata-rata KGH % Kriteria Rata-rata KGH % Kriteria
1 (GK.CS) 97-2-5 5,33 5,58 Agak Rendah 167,62 103,30 Tinggi
2 (GI.PQ) 19-10-16 6,84 12,90 Tinggi 114,91 47,24 Tinggi
3 (GI.PQ) 12-2-18 7,36 6,54 Agak Rendah 181,66 59,63 Tinggi
4 (GK.CS) 108-1-1 5,52 14,17 Tinggi 62,19 48,97 Tinggi
5 (GK.CS ) 6-6-47 6,37 7,95 AgakTinggi 201,38 53,24 Tinggi
6 (PQ.GI) 169-1-14 7,70 21,37 Tinggi 64,98 46,22 Tinggi
7 (GK.PQ) 12-4-35 5,52 9,18 Agak Tinggi 143,55 86,52 Tinggi
8 (GI.PQ) 23-10-39 5,96 7,87 Agak Tinggi 323,32 47,17 Tinggi
9 (GK.CS) 54-11-44 6,61 9,48 Agak Tinggi 103,80 70,54 Tinggi
10 (GI.PQ) 35-11-23 7,23 3,13 Rendah 330,75 51,04 Tinggi
11 (PQ.GK) 1-12-29 9,50 14,51 Tinggi 208,37 58,37 Tinggi
Data rata-rata bobot per polong (Tabel 5) berkisar antara 5,33 – 9,50 g dengan
kriteria KGH rendah hingga tinggi. Dengan rata-rata tertinggi pada (PQ.GK)1-12-
29 yaitu sebesar 9,5 g yang memiliki KGH 14.51 % yang mempunyai kriteria tinggi.
Adapun bobot polong pertanaman (Tabel 5) berkisar antara 62,19 g – 330,75 g,
dengan kriteria KGH tinggi diatas 40 %. Rata-rata tertinggi pada populasi (GK.CS)
54-11-44 dan mempunyai KGH sebesar 51,04 %
18
Tabel 6. Rata-rata dan KGH pada jumlah biji perpolong dan fruitset
No Nama Populasi
Buncis
Jumlah Biji Fruitset
Rata-Rata KGH % Kriteria Rata-Rata KGH
%
Kriteria
1 (GK.CS) 97-2-5 4,97 19,58 Tinggi 0,70 65,23 Tinggi
2 (GI.PQ) 19-10-16 6,00 3,59 Agak Rendah 0,74 33,25 Tinggi
3 (GI.PQ) 12-2-18 6,02 2,35 Rendah 0,79 31,49 Tinggi
4 (GK.CS) 108-1-1 4,20 28,85 Tinggi 0,67 43,50 Tinggi
5 (GK.CS ) 6-6-47 5,69 25,49 Tinggi 0,85 29,14 Tinggi
6 (PQ.GI) 169-1-14 4,80 43,83 Tinggi 0,50 32,46 Tinggi
7 (GK.PQ) 12-4-35 5,34 25,91 Tinggi 0,48 29,64 Tinggi
8 (GI.PQ) 23-10-39 6,40 2,39 Rendah 0,88 18,80 Tinggi
9 (GK.CS) 54-11-44 4,65 19,30 Tinggi 0,69 44,70 Tinggi
10 (GI.PQ) 35-11-23 5,71 13,56 Tinggi 0,59 34,50 Tinggi
11 (PQ.GK) 1-12-29 7,63 5,61 Agak Rendah 0,55 27,04 Tinggi
Data rata-rata jumlah biji perpolong (Tabel 6) antara 4,20 – 7,63 polong
pertanaman, dan KGH dengan kriteria rendah hingga tinggi, rata-rata tertinggi pada
(PQ.GK) 1-12-29 namun buncis ini memiliki KGH yang 5,61 % yang tergolong
rendah. Rata-rata fruitset (Tabel 6) pada populasi buncis yang ditampilkan dalam
rata-rata fruitset sebesar 0,48 – 0,88 dengan kriteria KGH tinggi pada semua
populasi, dengan nilai KGH diantara 27,04% - 65,23%.
4.2.3 Karakter Kualitatif
Pada variabel kualitatif secara umum tiap populasi buncis cukup seragam
karena populasi yang diteliti adalah generasi ke 5 yang menurut teori memiliki
homozigositas sebesar 93,75 %, hal ini menggambarkan bahwa galur yang diuji,
secara teoritirs sudah cukup seragam, Data lengkap variabel kualitatif disajikan
pada lampiran 15-25.
Secara umum warna batang pada tiap galur berwarna ungu, dalam RHS
Colour Chart dengan kode 59 B atau Deep Purple Red seperti pada Gambar 3a dan
beberapa populasi yang memiliki warna dominan ungu dengan kode 74 A Vivid
Redish Purple, namun semakin ujung berwarna hijau yaitu pada populasi (GI.PQ)
12-2-18, dan beberapa nomor pada (GI.PQ) 12-4-35, (GI.PQ) 19-10-11, (GI.PQ)
23-10-39)
19
Untuk tipe pertumbuhan dari populasi buncis terbagi menjadi 3 (Gambar 4).
a) tipe merambat yang menjadi sifat dominan pada buncis F5, b) tipe tegak
merambat, dimana tajuk-tajuk berada dibawah seperti pada tipe tegak namun ada
sulur yang merambat di di ajir, tipe ini pada beberapa nomor pada populasi (GI.PQ)
12-4-35 dan (GK.CS) 6-6-47. c) tipe tegak pada beberapa nomor pada populasi
(GI.PQ) 12-4-35, (GI.PQ) 19-10-11, (GI.PQ) 23-10-39, (GK.CS) 108-1-1,
(GK.CS) 6-6-47.
a. Ungu b. Ungu semburat hijau
Gambar 3. Warna batang
a. Merambat b. Tegak merambat c. Tegak
Gambar 4. Tipe pertumbuhan
20
Warna bunga dari populasi buncis F5 (Gambar 5) yang diuji terbagi
menjadi 2 kelompok, a) Merah muda dengan kode warna pada RHS 65 A yang
terdapat pada populasi (GI.PQ) 12-4-35 ; b) Ungu dalam kode warna pada RHS 73
B yang menjadi sifat dominan pada buncis F5.
Warna polong pada populasi buncis F5 (Gambar 6) secara umum
dikelompokan menjadi 4 macam; a) Hijau semburat ungu, yaitu polong memiliki
warna dasar hijau, dan ada warna semburat ungu, yaitu pada beberapa nomor pada
populasi (GK.CS) 108-1-1 dan (GK.CS) 97-2-5. b) Ungu semburat hijau, yaitu
polong memiliki warna dasar ungu, namun ada semburat hijau yaitu pada beberapa
nomor pada populasi (GK.PQ) 12-4-35, (GI.PQ) 19-10-16, (GI.PQ) 19-10-16,
(GI.PQ) 23-10-39. c) Warna ungu 59 A atau Dark Red pada beberapa nomor pada
populasi (GK.PQ) 12-4-35, (PQ.GI) 169-1-14, (GI.PQ) 19-10-16, (GK.CS) 97-2-
5, (GK.CS) 54-11-44, dan menjadi warna dominan pada populasi (GK.CS) 108-1-
1. d) Ungu gelap 79 B Dark Purple yang menjadi warna dominan buncis F5, kecuali
pada (GK.CS) 108-1-1.
a. Merah muda b. Ungu
Gambar 5. Warna bunga
a) Hijau semburat ungu b) Ungu semburat hijau c. Ungu d. Ungu gelap
Gambar 6. Warna polong
21
Sedangkan bentuk polong memiliki bentuk polong ditampilkan pada
gambar 7 dan dikelompokkan menjadi 3, a) pipih pada beberapa nomor pada
populasi (GK.CS) 6-6-47 ; b) agak pipih; dominan pada populasi (GK.PQ) 12-4-35
c) gilik dominan pada buncis F5 .
Gambar 7. Bentuk polong : dari kiri ke kanan a) pipih b) agak pipih c) gilik
Warma polong secara umum dikelompokan menjadi 3 bagian (Gambar 8); a)
kuning pucat dengan kode 161 C yang menjadi warna dominan buncis F5, b) coklat
gelap dengan kode 199 B pada beberapa nomor pada (GI.PQ) 19-10-16, (GK.CS)
108-1-1, (GK.CS) 97-2-5, (GK.CS) 6-6-47, c) Ungu gelap becorak dengan kode
202 A pada satu nomor (GK.CS) 6-6-47.
a) Kuning pucat b) Coklat gelap c) Ungu gelap bercorak
4.3 Pembahasan
Dari hasil analisis ragam tiap fenotip populasi buncis F5, diketahui nilai
heritabilitas masing-masing karakter. Nilai heritabilitas populasi buncis F5 dari
rendah hingga tinggi. Dari ke total 10 karakter yang diamati, 7 diantaranya memiliki
heritabilitas yang tinggi pada seluruh populasi yaitu karakter umur berbunga, umur
panen segar, jumlah bunga, jumlah polong pertanaman, bobot polong pertanaman,
lebar polong, dan fruitset. Nilai heritabilitas beragam dari rendah hingga tinggi pada
panjang polong, bobot perpolong, dan jumlah biji. Dalam proses seleksi, nilai
heritabilitas menjadi tolak ukur dalam pemilihan tanaman. Rendahnya nilai
Gambar 8. Warna biji
22
heritabilitas akan menjadi kendala pada pembentukan varietas unggul baru, karena
menurut Mahdiannoor (2010) hal ini dikarenakan faktor lingkungan akan
mempengaruhi penampilan suatu individu sehingga genotip terpilih belum tentu
merupakan genotip yang dikehendaki. Sedangkan heritabilitas yang memiliki
kriteria sedang menurut Sudarmadji et al., (2007) tidak dapat digunakan sebagai
kriteria pada awal seleksi namun dapat digunakan pada seleksi pada generasi lanjut.
Heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genotip lebih dominan dari
pengaruh lingkungan, sehingga memungkinkan karakter tersebut menjadi kriteria
seleksi (Septeningsih, et al., 2013).
Selain heritabilitas, dalam proses seleksi juga diperlukan informasi nilai
kemajuan genetik harapan tiap karakter. Karakter populasi buncis F5 yang
mempunyai kemajuan genetik harapan tinggi pada seluruh populasi antara lain
jumlah bunga, jumlah total polong segar, lebar polong, bobot polong pertanaman,
dan fruitset. Karakter umur berbunga mempunyai nilai kemajuan genetik antara
2,63% – 14,63 % yang termasuk katerogi rendah hingga tinggi. Karakter umur
awal panen segar populasi buncis F5 memiliki kriteria KGH sedang hingga tinggi.
Jika umur awal panen menjadi dasar seleksi maka karakter umur panen awal segar
dipilih yang memiliki umur awal panen segar genjah, rata-rata umur awal panen
yang paling singkat pada buncis (GK.PQ) 12-4-35 yang memiliki umur rata-rata
43,35 hst dan dengan nilai KGH 11,32%, artinya secara teori apabila seleksi
berdasarkan kriteria umur awal panen segar, maka perkiraan rata-rata umur awal
panen segar buncis F6 menjadi 38,44 hst.
Karakater jumlah bunga mempunyai nilai kemajuan genetik harapan dengan
kriteria tinggi yaitu antara 24,71 % hingga 79,68 %, dan rata-rata tertinggi pada
(GI.PQ) 35-11-23 dengan jumlah bunga 78,12 nilai KGH 33,70%, artinya secara
teori, jika seleksi berdasarkan jumlah bunga maka populasi (GI.PQ) 35-11-23 pada
generasi F6 jumlah bunga akan meningkat menjadi 104,4 bunga. Menurut
Kuswanto (2012) seleksi berdasarkan jumlah bunga akan memberikan nilai tambah
tinggi namun pelaksanaan seleksinya dipengaruhi oleh fruitset, sehingga menjadi
kurang efektif.
Pada karakter jumlah polong pertanaman buncis F5 semua populasi
menunjukkan KGH dengan kriteria tinggi, hal ini berarti apabila seleksi
23
berdasarkan karakter jumlah polong, maka hasil seleksi menunjukkan peningkatan
hasil yang signifikan. Sedangkan rata-rata tertinggi jumlah polong pada (GI.PQ)
23-10-39 dengan jumlah 53,23 polong dengan KGH sebesar 42,22 %, secara teori
hal ini berarti apabila seleksi berdasarkan jumlah polong akan terjadi peningkatan
sebesar 22,79 polong.
Katakter panjang polong memiliki nilai KHG yang beragam dari rendah
hingga tinggi Nilai rata-rata panjang polong berkisar antara 12,26 – 18,87 cm
dengan kriteria KGH rendah hingga tinggi. Menurut Permadi dan Djuariah (2010)
dalam Twientanata et al., (2016), panjang polong yang disukai konsumen adalah
15-22 cm, sehingga apabila seleksi berdasarkan panjang polong, maka populasi
buncis (GI.PQ) 19-10-16, (GI.PQ)12-2-18, (GK.CS)6-6-47, (PQ.GI)169-1-14,
(PQ.GK) 1-12-29, akan terjadi peningkatan sehingga masuk dalam kriteria buncis
yang diseleksi.
Karakter bobot polong pertanaman memiliki kritera KGH keseluruhan
tinggi, sehingga memiliki peluang yang besar untuk perbaikan melalui seleksi.
Rata-rata bobot tertinggi pada (GI.PQ) 35-11-23 seberat 330,75 g dengan KGH
51,04% yang mempunyai kriteria cukup tinggi. Secara teori jika dilakukan seleksi
dengan kriteria bobot polong pertanaman, akan terjadi peningkatan sebesar 51,04
% atau terjadi penambahan bobot 168,81 g. Karakter bobot polong pertanaman
memiliki kritera KGH keseluruhan tinggi, sehingga memiliki peluang yang besar
untuk perbaikan melalui seleksi.
Nilai kemajuan genetik harapan merupakan perbedaan nilai antara nilai rata-
rata penampilan karakter dari suatu suatu populasi pada generasi keturunanya
dengan rata-rata penampilan karakter pada generasi tetua atau sebelumnya.
Perbedaan ini merupakan penduga sampai sejauh mana penerapan seleksi suatu
karakter memberikan pengaruh pada perbaikan pada suatu genotip tanaman pada
intensitas seleksi tertentu. Menurut Suprapto dan Narimah (2007) seleksi akan
menunjukkan kemajuan genetik yang tinggi jika karakter yang dilibatkan dalam
seleksi mempunyai ragam genetik dan heritabilitas yang tinggi. jika nilai
heritabilitas tinggi, sebagian ragam fenotip disebabkan oleh ragam genetik, maka
seleksi akan memperoleh kemajuan genetik.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Nilai heritabilitas pada populasi buncis F5 berpolong ungu menunjukkan
kriteria rendah hingga tinggi. Nilai heritabilitas kriteria tinggi pada seluruh
populasi pada karakter umur berbunga, umur panen segar, jumlah bunga,
jumlah polong pertanaman, bobot polong pertanaman, lebar polong, dan
fruitset. Karakter panjang polong, bobot polong pertanaman, jumlah biji
menunjukkan nilai beragam dari rendah hingga tinggi.
2. Karakter yang memiliki kemajuan genetik harapan kategori tinggi pada semua
populasi adalah jumlah bunga, jumlah total polong pertanaman, lebar polong,
bobot polong pertanaman dan fruitset, sedangkan karakter umur berbunga,
umur awal panen segar, panjang polong, bobot perpolong, jumlah biji memiliki
kemajuan genetik harapan beragam dari rendah hingga tinggi.
5.2 Saran
Kriteria seleksi pada populasi buncis F5 pada polong yang berwarna ungu
gelap dan pemilihan berdasarkan bobot polong pertanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Akond, A.S.M.G.M., L. Khandaker, J. Berthold, L. Gates, K. Peters, H. Delong
and K. Hossain. 2011. Anthocyanin, Total Polyphenol and Antioxidant
Activity of Common Bean. American J. of Food Technology. 6(5) : 385-
394.\
Allard, R.W. 1960. Pemuliaan Tanaman. John wiley & Sons Inc. New York.
Aryana, IGP Muliarta. 2010. Uji Keseragaman, Heritabilitas dan Kemajuan Genetik
Galur Padi Beras Merah Hasil Seleksi Silang Balik di Lingkungan Gogo.
J. Crop Agro. 3(1) : 10-17.
Barmawi, M., A. Yushardi, dan N. Sa’diyah. 2013. Daya Waris dan Harapan
Kemajuan Seleksi Karakter Agronomi Kedelai Generasi F2 Hasil
Persilangan antara Yellow Bean dan Taichung. J. Agrotek Tropika 1(1) :
20-24.
Basuki, N. 1986. Pendugaan Paramater Genetik dan Hubungan antara Hasil dengan
Beberapa Sifat Agronomis serta Analisis Persilangan Diallel Pada Ubi
Jalar (Ipomea batatas (L.) Lamb.). Thesis. Fakultas Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Bertoldo, J. G., R. O. Nodari, J. L. M. Coimbra, P. P. P. de Morais and H. T. Elias.
Genetic Progress of Black Bean (Phaseolus vulgaris L.) Over Seven
Years. Intercencia. 3(1) : 24-31.
BPS. 2017. Produksi Sayuran dan Buah-Buahan Semusim di Indonesia.
http://www.bps.go.id/ diakses 24 Maret 2017.
Crowder, L.V. 1986. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Dursun, A. 2007. Variability, Heritability and Correlation Studies in Bean
(Phaseolus vulgaris L.) Genotypes. World J. Agric.Sci. 3(1):12-16
Dzomba, P., Togarepi E. and Mupa M. 2013. Anthocyanin Content and Antioxidant
Activities of Common Bean Species (Phaseolus vulgaris L.) Grown in
Mashonaland Central, Zimbabwe. African J. of Agric. Research. 8(25):
3330-3333.
Elrod, S. L., W.D Stansfiled. 2002. Teori dan Soal-soal Genetika Edisi Keempat.
Erlangga. Jakarta. 185pp.
Falconer, D. S. 1986. Introduction to Quantitative Genetic. The Ronald Press
Company. New York.
Kosev, V .I . 2015. Evaluation of Genetic Divergence and Heritability in Winter
Field Pea Genotype. Banat’s J. of Biotechnology 6(23):74-80.
26
Kasno, A dan T. Moedjiono. 2004. Analisis Stabilitas Hasil Polong Segar Galur-
galur Kacang Buncis pp.81. dalam Kumpulan Prosiding Dukungan
Lokakarya Perhimpunan Ilmu Pemuliaan tanaman Indonesia VII.
Balitkabi.
Kuswanto. 2007. Pemuliaan Kacang Panjang Tahan Penyakit Mozaik. Unit
Penerbitan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Kuswanto, B. Waluyo, dan P. Hardinaningsih. 2012. Pembentukan Galur-Galur
Harapan Kacang Panjang (Vigna sesquipedalis L.Fruwirth) Berpolong
Ungu. dalam Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Hortikultura
Indonesia.
Kuswantoro, H., N. Basuki. D.M. Arsyad. 2011. Inheritance of Soybean Pod
Number Trait on Acid Soil. Agrivita. 33(2) : 119-126.
Mahdiannoor. 2010. Heritabilitas dan Kemajuan Genetik Beberapa Karakter
Generasi F5 Hasil Persilangan Kacang Nagara (Vigna unguiculata sp.
Cylindrical) Gentipe Arab dengan Genotipe Padi. Ziraa’ah. 29(3) : 208-
212.
Meydina, A., M. Barmawi, dan N. Sa’diyah. 2015. Variabilitas Genetik dan
Heritabilitas Karakter Agronomi Kedelai (Glycine max [L.] Merrill)
Generasi F5 Hasil Persilangan WILIS X B3570. J. Penelitian Pertanian
Terapan 15(3): 200-207.
Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius.
Yogyakarta.
Nechifor, B., R. Filimon, L. Szilagyi. 2011. Genetic Variability, Heritability and
Expected Genetic Gain as Indices For Yield and Yield Components
Selection In Common Bean (Phaseolus vulgaris L.) Scientific Papers.
Series A UASVM Bucharest 54 : 332 -337.
Nida, K. 2010. Pendugaan Variabilitas Genetik, Heritabilitas, dan Kemajuan
Genetik Populasi F5 Cabai (Capsicum annuum L.) Hasil Persilangan IPB
C2 dengan IPB C5. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Pinilih, J. dan S. Putrasamedja. 2008. Pewarisan Sifat Panjang Polong pada
Persilangan Buncis Tegak (Phaseolus vulgaris L.) Kultivar Flo dan
Kultivar Rich Green. Agrin. 12(2) : 212-218.
Oktarisna, A. F., A. Soegianto, dan A. N. Sugiharto. 2013. Pola Pewarisan Sifat
Warna Polong pada Hasil Persilangan Tanaman Buncis (Phaseolus
vulgaris L.) Varietas Introduksi dengan Varietas Lokal. J. Produksi
Tanaman. 1(2) : 81-89.
27
Razvi, S. M., M. N. Khan, M. A. Bhat, M. Ahmad. M. H. Khan, S. A. Ganie, and
B.A. Paddar. 2013. Genetic Diversity Studies in Common Bean
(Phaseolus vulgaris L.) using Molecular Markers. African J. of
Biotechnology. 12(51) : 7031-7037.
Ribeiro, N. D., A. C. Filho. N. L. Poersch. E. Jost. S. S da Rosa. 2008. Genetic
Progress in Traits of Yield, Phenology and Morphology of Common Bean.
Crop Breeding and Applied Biotechnology. 8 : 232-238.
Rukmana, R . 2002. Bertanam Buncis. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Septeningsih, C., A. Soegianto, Kuswanto. 2013. Uji Daya Hasil Pendahuluan
Galur Harapan Tanaman Kacang Panjang (Vigna sesquipedalis L.
Fruwirth) Berpolong Ungu. Produksi Tanaman. 1(4) : 314-324.
Seogianto, A dan S.L. Purnamaningsih. 2014. Perakitan Varietas Tanaman Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) Berdaya Hasil Tinggi dengan Sifat Warna Polong
Ungu dan Kuning. Makalah Seminar Nasional PERIPI 2014 di Fakultas
Pertanian Universitas Jember.
Sudarmadji. R Mardjono dan H. Sudarmo. 2007. Variasi Genetik, Heritabilitas, dan
Korelasi Genotipik Sifat-Sifat Penting Tanaman Wijen (Sesamum indicum
L.). J. Littri 13(3) : 88-92.
Suprapto dan N. Kairudin. 2007. Variasi Genetik, Heritabilitas, Tindak Gen dan
Kemajuan Genetik Kedelai (Glysine max Merrill) pada Ultisol. Jurnal
Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 9(2):183-190.
Syukur, M., S. Sujiprihati, dan R. Yunianti. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Twientanata, P., A. Soegianto. N. Kendarini. 2016. Uji Daya Hasil Pendahuluan 13
Galur Buncis (Phaseolus vulgaris L.) F4 Berdaya Hasil Tinggi dan
Berpolong Ungu. Jurnal Produksi Tanaman 4(3) : 186-191.
Waluyo, N dan D. Djuariah. 2013. Varietas-Varietas Buncis (Phaseolus vulgaris
L.) yang telah dilepas oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Balitsa.
Lembang.
Widyastuti, W. 2011. Karakteristik Fisiologis Fenotip F5 Potensi Hasil Rendah
Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Persilangan Varietas Argomulyo dangan
Galur Brawijaya. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Malang.