Upload
busianto
View
118
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
PTK
Citation preview
PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS
UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATERI IPA
TENTANG CAHAYA PADA SISWA KELAS V
SDN GUNUNGSARI MADIUN MELALUI
MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY
Disusun Oleh :
Nama : Febri Busianto
NIM : 09141081
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP PGRI MADIUN
2012
KATA PENGANTAR
Do’a dan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayah serta inayah-Nya sehingga saya dapat menulis
Proposal Penelitian Tindakan Kelas yang berjudul “Upaya Meningkatkan
Pemahaman Materi IPA Tentang Cahaya Pada Siswa Kelas V SDN Gunungsari
Melalui Model Pembelajaran Discovery”, dengan lancar.
Proposal ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Penelitian
Tindakan Kelas”.Saya menyusun proposal ini berpanduan pada berbagai sumber
yang telah saya peroleh dari buku dan internet.
Penyusun dengan rendah hati menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini tidak lepas dari kesalahan atau kekurangan bahkan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dan demi terwujudnya perbaikan dan penyempurnaan makalah ini
dimasa akan datang.
Besar harapan penyusun agar laporan ini dapat bermanfaatnya dalam
pengembangan ilmu pengetahuan.
Madiun,10 November 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................ ii
Daftar Isi ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 2
C. Analisis Masalah .................................................................................. 3
D. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
E. Tujuan Penelitian .................................................................................. 3
F. Manfaat Penelitian ................................................................................ 3
BAB II KAJIAN TEORI
1. Landasan Teori ..................................................................................... 5
2. Kerangka Berfikir ................................................................................. 8
3. Hipotesis ............................................................................................... 9
BAB III METODE PENELITIAN
A. Subyek Penelitian ................................................................................. 10
B. Rancangan Penelitian ........................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap warga Negara Indonesia mempunyai hak untuk memperoleh
pendidikan dan pengajaran. Pendidikan yang diperoleh dapat terjadi baik secara
formal, informal maupun non formal. Pendidikan yang terjadi dalam lingkungan
sekolah sering disebut dengan pendidikan formal, sebab sudah memiliki
rancangan pendidikan berupa kurikulum tertulis yang tersusun secara jelas dan
rinci.
Pendidikan di sekolah sebagian besar terjadi dalam kelas dan
lingkungan sekolah, dan sebagian kecil terjadi di lingkungan masyarakat. Dalam
pendidikan terdapat beberapa komponen penting. Dimana komponen-komponen
tersebut saling berkaitan antara komponen satu dengan komponen yang lainnya.
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya
interaksi antara pendidik, peserta didik, alat / media dan lingkungan belajar.
Dengan adanya interaksi yang baik antara pendidik, peserta didik, alat / media dan
lingkungan belajar, maka tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimal.
Dalam hal ini guru dituntut aktif, kreatif dan inovatif serta mempunyai
kemampuan untuk merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran.
Pembelajaran IPA dianggap mempunyai materi yang sulit karena
terdapat banyak istilah latin. Sebagian besar guru dalam menyajikan pelajaran IPA
kepada siswa menggunakan model pembelajaran dan metode yang monoton, tidak
bervariasi. Padahal pembelajaran IPA seharusnya menarik dan memyenagkan bagi
siswa, karena sebagian besar materi IPA terdapat disekitar siswa. Misalnya materi
tentang tumbuhan, perkembangbiakan, gaya, magnet, lingkungan, panas dan lain
sebagainya. Selain itu alat peraga / media pembelajaran IPA juga dapat ditemukan
disekitar siswa. Kegiatan pembelajaran IPA dapat diikuti secara aktif oleh siswa
melalui eksperimen, pengamatan bahkan dengan penemuan. Disini bukan guru
yang berceramah, bercerita, dan mendominasi kegiatan belajar, sehingga mampu
menumbuhkan motivasi siswa untuk belajar. Dengan demikian tujuan
pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
Tolok ukur keberhasilan guru adalah apabila siswa mampu memahami
dan menguasai materi yang disampaikan yang diukur dari hasil tes baik tertulis
maupun lisan untuk mendapatkan informasi dari hasil pembelajaran
Seorang guru akan melaksanakan tindak lanjut setelah melaksanakan
evaluasi baik pengayaan maupun remedial. Hal ini bertujuan untuk mencapai
tujuan pembelajaran secara optimal. Dari hasil tes formatif mata pelajaran IPA
kelas V tentang cahaya, hanya 9 dari 26 siswa yang mencapai ketuntasan belajar
hanya 70 %.
Berdasarkan data di atas penulis ingin meningkatkan pemahaman siswa
tentang materi pelajaran dengan melakukan perbaikan pembelajaran melalui PTK
( Penelitian Tindakan Kelas ) yang dilaksanakan dengan teman sejawat dan
supervisor.
B. Identifikasi Masalah.
Dari hasil tes formatif mata pelajaran IPA kelas V tentang cahaya hanya 9
siswa dari 26 siswa yang mencapai tingkat pemahaman dan penguasaan materi 70
% keatas. Dari data tersebut ternyata selama proses pembelajaran berlangsung
terlihat siswa kurang memperhatikan, kurang termotivasi untuk belajar, tidak mau
bertanya pada guru dan sulit menangkap pelajaran.
Berdasarkan data yang diperoleh diatas tersebut, peneliti akan
memperbaiki proses pembelajaran melalui PTK untuk + meningkatkan
pemahaman materi dan motivasi serta hasil belajar siswa.
Untuk mengidentifikasi permasalahan dari proses pembelajaran yang
dilaksanakan, peneliti minta bantuan teman sejawat dan supervisor. Dari hasil
pengamatan teman sejawat dan supervisor ditemukan beberapa permasalahan
yaitu :
1. Kurangnya motivasi siswa untuk belajar.
2. Siswa kurang memperhatikan penjelasan guru.
3. Siswa tidak mau bertanya kepada guru.
4. Siswa sulit menangkap materi pelajaran.
5. Pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi rendah.
C. Analisis Masalah
Dari beberapa permasalahan yang teridentifikasi, peneliti tertarik pada
pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi dan hasil belajar siswa yang
rendah. Peneliti dan teman sejawat serta supervisor berdiskusi dan ditemukan
bahwa penyebab pemahaman dan hasil belajar rendah adalah
1. Guru hanya bercerita.
2. Guru kurang variatif dan monoton dalam menyampaikan materi.
3. Tidak digunakannya alat peraga / media.
4. Guru tidak memotivasi siswa.
5. Siswa merasa bosan.
6. Siswa tidak aktif dalam pembelajaran dan hanya sebagai pendengar setia.
7. Guru tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya.
8. Siswa merasa takut dalam menyampaikan ide.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan hasil analisis yang dilakukan peneliti
serta masukan teman sejawat dan bantuan supervisor maka ditemukan rumusan
masalahnya yaitu “ Apakah dengan model pembelajaran discovery dapat
meningkatkan pemahaman materi IPA tentang cahaya pada siswa kelas V SDN
Gunungsari Semester I tahun pelajaran 2011 / 2012 ? “
E. Tujuan Penelitian
Peneliti melaksanakan perbaikan pembelajaran yang merupakan tindak
lanjut setelah pelaksanaan proses pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh model pembelajaran discovery terhadap peningkatan
pemahaman siswa.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan manfaat baik bagi peneliti, siswa maupun
sekolah.
1. Manfaat bagi peneliti :
a. Dapat memperbaiki proses pembelajaran yang dikelolanya.
b. Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
c. Dapat memperbaiki kinerja.
d. Dapat menambah rasa percaya diri.
2. Manfaat bagi siswa :
a. Motivasi belajar siswa meningkat.
b. Meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar.
c. Meningkatkan pemahaman dan penguasaan materi pelajaran.
d. Merangsang siswa untuk mengungkapkan ide.
e. Prestasi belajar siswa meningkat.
3. Manfaat bagi sekolah :
a. Memotivasi guru lain untuk melaksanakan model pembelajaran yang
bervariasi.
b. Meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
c. Meningkatkan proses pembelajaran di sekolah.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Landasan Teori
Seiring terdengar keluhan dari para guru di lapangan tentang materi
yang terlalu banyak dan kekurangan waktu untuk mengajarkannya semua, apalagi
menerapkan inovasi-inovasi dalam pembelajaran bidang studi dalam kelas.
Keadaan ini berlaku juga dalam pembelajaran IPA.
IPA SD bukan hanya sekedar mengetahui materi IPA yang bersifat
hafalan, tetapi pengajaran yang memberikan konsep dalam mengembangkan cara
berfikir yang sehat berdasarkan kaidah-kaidah IPA. Dalam mempelajarinya
tidaklah semua dapat dijelaskan dengan kalimat namun harus melalui kegiatan
pengolahan informasi yang menemukan kebutuhan-kebutuhan untuk mengenal
dan menjelaskan gejala yang ada di lingkungan sekitar. Kegiatan ini meliputi
pembentukan konsep-konsep yang dihasilkan melalui pengabstraksian dari
kesamaan kejadian-kejadian dan pengalaman-pengalaman.
Peran guru dalam upaya membangun konsep peserta didik sangat
diperlukan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk
dapat menciptakan out put yang cakap dan handal, profesi guru harus mau
menggali dan mengimplementasikan model pembelajaran. Model pembelejaran
harus mampu melibatkan peran aktif siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri secara bermakna, menunjukkan keterkaitan konsep -
konsep atau gagasan-gagasan antar siswa dalam mengkonstruksikan pengetahuan
dan mengaitkan gagasan siswa, hal tersebut sesuai dengan pandangan
konstruktivisme.
Menurut rujukan konstruktivisme, setiap orang yang belajar
sesungguhnya membangun pengetahuannya sendiri. Keberhasilan belajar siswa
tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada
pengetahuan awal siswa. Dalam belajar melibatkan pembentukan makna oleh
siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat dan dengar. ( West dan Pines, 1985 ).
Pengetahuan tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa,
namun secara aktif dibangun siswa melalui pengalaman nyata mereka. Senada
dengan pernyataan ini, belajar IPA merupakan proses konstruktif yang
menghendaki partisipasi aktif dari siswa ( Piaget dalam Dohar,1996 ), sehingga
pesan guru berubah, dari sumber dan pemberi informasi menjadi pendiagnosis dan
fasilitator belajar siswa.
Pembelajaran IPA harus dirancang sedemikian rupa sehingga tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara maksimal. Rancangan pembelajaran disebut
juga model pembelajaran. Model pembelajaran dapat digunakan sebagai suatu
rencana atau kerangka untuk merancang mekanisme pengajaran yang bermakna.
Pembentukan makna merupakan suatu proses aktif yang terus berlanjut.Maka agar
pembelajaran IPA menjadi bermakna, diperlukan adanya konteks ekologi
konsepsi yang sesuai, misalnya rasa tidak puas pada anak atas gagasan yang
dimilikinya, gagasan baru yang dapat dimengerti ( intelligible), konsepsi baru
yang masuk akal (phosible) dan konsepsi baru yang bermanfaat ( fruitfull).
Seperti tertulis pada awal paragraf bahwa, dalam proses belajar anak
membangun pengetahuannya sendiri dan memperoleh banyak pengetahuan di luar
sekolah ( Dohar, 1986:160 ). Oleh karena itu, setiap siswa akan membawa
konsepsi awal mereka yang diperoleh selama berinteraksi dengan lingkungan
dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa
seseorang akan mengingat dan menggunakan kembali pengetahuan yang
diperoleh, apabila pengetahuan tersebut dari upaya mengkonstruksi sendiri. ( Mc
Namara dan Healy, 1995 ).
Belajar melalui pengalaman ( learning by doing ) dalam bentuk
eksplorasi dan memanipulasi akan menjadikan sesuatu yang dipelajari diingat
untuk waktu yang lama (Long term memory). Dan khususnya bagi anak-anak usia
sekolah dasar, sesuai dengan tahap perkembangannya. Mereka lebih mudah
memahami sesuatu fenomena melalui pengalaman kongkrit, dibandingkan hanya
mendengar dari guru atau membaca materi pelajaran.
Dari beberapa uraian di atas peneliti berpendapat bahwa untuk lebih
memudahkan pemahaman siswa dalam pelajaran IPA, peneliti menggunakan
model pembelajaran penemuan ( Discovery learning ). Adapun pengertian model
pembelajaran penemuan ialah suatu rencana atau kerangka yang dapat digunakan
untuk merancang mekanisme pengajaran yang bermakna dalam mengkonstruksi
pengetahuan siswa itu sendiri.Agar belajar siswa menjadi bermakna maka,
diperlukan adanya konteks ekologi konsepsi yang sesuai, misalnya rasa tidak puas
pada anak atas gagasan yang dimilikinya, gagasan baru yang dapat dimengerti (
intelligible), konsepsi baru yang masuk akal (phosible) dan konsepsi baru yang
bermanfaat ( fruitfull).
Model pembelajaran menemukan ( Discovery Learning ) memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan fisik ataupun
sosialnya. Siswa berkesempatan untuk mengungkapkan gagasannya secara
eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagai gagasan dengan
temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
Melalui pengalamannya siswa dapat berpikir kreatif, imajinatif, mendorong
refleksi teori dan modul, dan mengenalkan gagasan-gagasan SAINS pada saat
yang tepat. Kegiatan mencoba-coba gagasan baru dapat mendorong siswa untuk
memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks baik yang
telah dikenal maupun yang baru, hingga akhirnya memotivasi siswa untuk
menggunakan berbagai strategi belajar secara mandiri. Disamping itu, lingkungan
belajar yang kondusif dapat mendorong siswa mengungkapkan gagasan, saling
menyimak dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar. Jadi
dengan model pembelajaran discovery ini guru hanya membantu siswa dan
bertugas menciptakan suatu konflik terhadap siswa untuk mengungkapkan atau
mengemukakan gagasannya, dan memberi kesempatan kepada siswa untuk
melakukan eksperimen, observasi atau membaca melalui interaksi sosial.
Adapun menurut Brunner model pembelajaran penemuan dianggap
sesuai dengan hakiki manusia yang mempunyai sifat untuk selalu ingin mencari
ilmu pengetahuan secara aktif, memecahkan masalah dan informasi yang
diperolehnya, serta akhirnya akan mendapatkan pengetahuan yang bermakna.
Model pembelajaran penemuan dipandang sebagai suatu proses
pembelajaran yang terjadi apabila siwa tidak diberikan dengan konsep atau teori,
melainkan siswa sendiri yang harus mengelola dan melakukan penemuan
sehingga dapat menemukan konsep atau teori itu.Hal ini mensyaratkan siswa
untuk menemukan hubungan-hubungan diantara informasi yang ada. Menurut
Brunner, tujuan pembelajaran penemuan bukan hanya untuk memperoleh
pengetahuan saja melainkan untuk memberikan motivasi kepada siswa, melatih
kemampuan berpikir intelektual, dan merangsang keingin tahuan siswa.
Brunner mengemukakan bahwa proses pembelajaran di kelas bukan
untuk menghasilkan perpustakaan hidup untuk suatu subyek keilmuwan tetapi
untuk melatih siswa berpikir secara kritis untuk dirinya, mempertimbangkan hal-
hal yang ada disekelilingnya, dan berpartisipasi secara aktif didalam proses
mendapatkan pengetahuan. Disini jelas bahwa proses pembelajaran yang
dianjurkan oleh Brunner merupakan proses pembelajaran dimana siswa secara
aktif mencari sendiri pengetahuan yang diinginkan.
Satu ciri utama dari proses pembelajaran penemuan ini adalah
keterlibatan guru yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan metode
pembelajaran lainnya. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa seorang guru terbebas
dari pemberian bimbingan terhadap siswa saat diberikan masalah yang harus
dipecahkan. Secara singkat, Brunner memberikan tiga ciri utama pembelajaran
penemuan, yaitu :
a. Keterlibatan siswa dalam proses belajar.
b. Peran guru adalah sebagai seorang penunjuk dan pengarah bagi
siswanya yang mencari informasi. Jadi guru bukan sebagai penyampai
informasi.
c. Umumnya dalam proses pembelajaran digunakan barang-barang nyata.
Dengan demikian, melalui model pembelajaran menemukan (
Discovery learning ) proses belajar mengajar dapat terjadi secara baik. Dalam
proses pembelajaran menemukan ini, akan terjadi interaksi antara guru dengan
siswa, siswa dengan siswa, maupun siswa dengan lingkungan secara aktif. Oleh
karena itu, pemahaman siswa lebih optimal dan tujuan pembelajaran dapat dicapai
dengan maksimal.
B. Kerangka Berpikir
Dari kajian teori yang peneliti paparkan di atas,dapat peneliti garis
bawahi bahwa untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi
pembelajaran IPA model pembelajaran yang sesuai adalah model pembelajaran
penemuan ( Discovery Learning ). Dalam proses pembelajaran penemuan dapat
terjadi interaksi yang baik antara pendidik, peserta didik dan lingkungan. Dengan
demikian pemahaman siswa dapat meningkat dan tujuan pembelajaran tercapai.
Hal ini dikarenakan siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, memecahkan
masalah dan memperoleh informasi yang diinginkan, serta akhirnya akan
mendapatkan pengetahuan yang bermakna.
C. Hipotesis.
Setelah melalui kajian teori dan kerangka berpikir diatas, dapat peneliti
rumuskan bahwa penggunaan model pembelajran penemuan ( Discovery Learning
) dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang cahaya pada materi pembelajaran
IPA. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran penemuan terjadi interaksi aktif
antar komponen pendidikan dalam proses pendidikan.
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Subyek Penelitian
Tempat : SDN Gunungsari Madiun
Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam
Kelas : V ( lima )
Karakter Siswa : Siswa Laki-laki 10 siswa
Siswa Perempuan 16 siswa
B. Rancangan Pembelajaran
1. Siklus I
a. Perencanaan Tindakan.
1. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah.
2. Merancang dan menyusun Rencana Pembelajaran Perbaikan I yang
dapat memotivasi siswa.
3. Menyusun alat evaluasi.
4. Menyiapkan perangkat observasi baik untuk guru maupun siswa.
b. Pelaksanaan Tindakan.
Dalam pelaksanaan perbaikan pembelajaran ini, peneliti bekerjasama
dengan Bp Sukatman S.Pd selaku guru pembimbing untuk mengamati dan
mengumpulkan data tentang pelaksanaan pembelajaran. Adapun langkah-langkah
yang ditempuh adalah :
1. Guru mengawali pelajaran dengan mengucap salam, mengabsen
siswa dan memberi apersepsi untuk memotivasi siswa.
2. Guru menjelaskan tujuan yang akan dicapai setelah pembelajaran.
3. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok.
4. Guru memberi penjelasan dan pengarahan terhadap siswa tentang
tugas yang akan dikerjakan.
5. Siswa melaksanakan tugas dalam kelompok untuk berdiskusi.
6. Tiap kelompok menulis hasil pengamatan dipapantulis.
7. Tiap kelompok diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan
terhadap hasil pengamatan kelompok lain.
8. Guru membimbing siwa untuk menarik kesimpulan dari hasil
percobaan.
9. Guru memberikan kesempatan siswa umtuk bertanya.
10. Guru melakukan pemantapan materi dan evaluasi.
11. Hasil evaluasi dianalisis bersama teman sejawat.
Perbaikan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan masalah yang
dihadapi yaitu rendahnya pemahaman siswa terhadap materi pelajaran IPA
tentang cahaya. Kegiatan yang menjadi perhatian dalam perbaikan pembelajaran
adalah mengusahakan agar siswa aktif terlibat langsung dalam pembelajaran
dengan melakukan percobaan. Hal ini untuk memberi kesempatan kepada siswa
untuk mengungkapkan gagasan, ide dan menyimpulkan hasil percobaannya
sendiri. Dengan demikian pemahaman siswa meningkat dan daya ingat siswa
tertanam dalam waktu yang lama. Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti meminta
bantuan teman sejawat untuk mengamati tindakan perbaikan yang sedang
dilaksanakan guna memperoleh data sehingga dapat diketahui berhasil atau
tidaknya tindakan kelas yang dilaksanakan.
c. Observasi
Berdasarkan masalah dalam pembelajaran bahwa tingkat pemahaman
materi rendah, maka tindakan untuk mengatasinya adalah dengan kegiatan untuk
mengaktifkan siswa dalam pembelajaran melalui model pembelajaran penemuan.
Siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri masalah yang dihadapi
melalui percobaan. Sebagai indikator keberhasilan perbaikan pembelajaran pada
siklus I adalah :
1. Siswa aktif dalam proses pembelajaran.
2. Siswa senang mengikuti pelajaran.
3. Siswa termotivasi untuk belajar.
4. Siswa berani untuk menyampaikan ide-idenya.
5. Siswa dapat mengerjakan tugas.
d. Refleksi.
Berdasarkan data yang diperoleh dan diskusi dengan teman sejawat,
pelaksanaan perbaikan pada siklus I sudah mengalami beberapa kemajuan dengan
siswa aktif dalam pembelajaran dan pemahaman materi meningkat dengan
tercapainya nilai rata-rata 7.4. Nilai rata-rata perbaikan pembelajaran siklus I.
Setelah diadakan perbaikan pembelajaran siklus I pada siswa, ternyata masih ada
kekurangan diantaranya :
1. Masih ada siswa yang pasif dalam pembelajaran.
2. Beberapa siswa belum dapat menjawab pertanyaan dari guru.
3. Ada 4 siswa yang belum mencapai nilai ketuntasan yaitu 7.0.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, dkk (2008) . Pemantapan Kemampuan Professional. Jakarta:
Universitas terbuka.
Depdiknas, (2006) . KTSP Kelas V. Jakarta ; Depdiknas.
Depdiknas. (2006) . Silabus SD Kelas V . Temanggung: Depdiknas.
Nasution Noehi, dkk. (2004). Pendidikan IPA di SD. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Sutarno Nomo, dkk. (2008). Materi dan Pembelajaran IPA SD. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Taufik Agus, dkk. (2007). Pendidikan Anak SD. Jakarta: Universitas Terbuka.