Upload
truongnhu
View
269
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI RUMAH PEMOTONGAN UNGGAS SKALA KECIL
DI JAKARTA BARAT
ANASTASIA NARANI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Penerapan Biosekuriti dan
Higiene di Rumah Pemotongan Unggas Skala Kecil di Jakarta Barat adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2009
Anastasia Narani
NIM B04052613
ABSTRAK
ANASTASIA NARANI. Penerapan Biosekuriti dan Higiene di Rumah Pemotongan Unggas Skala Kecil di Jakarta Barat. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN dan CHAERUL BASRI.
Penelitian ini bertujuan menghasilkan gambaran penerapan biosekuriti dan higiene di rumah pemotongan unggas skala kecil (RPU-SK) di Jakarta Barat yang dinilai dengan pengamatan dan checklist yang didasari penilaian Nomor Kontrol Veteriner (NKV). Penelitian dilakukan dengan metode observasi lapang. Besaran sampel sebanyak 61 RPU-SK dari 8 kecamatan. Yang semuanya merupakan RPU-SK yang terdaftar di Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat. Komponen biosekuriti dan higiene RPU-SK yang dinilai meliputi lokasi dan lingkungan, bangunan utama, fasilitas, bahan baku, penanganan dan pengolahan, higiene personal, dan sanitasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa praktek biosekuriti dan higiene pada RPU-SK di Jakarta Barat sebagian besar belum menerapkan biosekuriti dan higiene dengan baik (98.3% berkategori buruk dan 1.63% berkategori sedang). Penyimpangan kritis yang paling banyak ditemukan adalah peralatan tidak terbuat dari bahan anti karat, tidak mudah dibersihkan dan didisinfeksi (41.0%). Penyimpangan serius yang paling banyak ditemukan adalah tidak tersedia fasilitas pencucian tangan yang dilengkapi sabun (100%), tidak dilakukan pemeriksaan antemortem pada unggas yang akan dipotong (100%), tidak dilakukan pemeriksaan postmortem pada setiap unggas yang dipotong (100%), dan tidak dilakukan pendinginan terhadap karkas (100%). Penyimpangan mayor yang paling banyak ditemukan adalah tidak terdapat fasilitas pengolahan limbah (100%), ruangan bersih dan kotor tidak terpisah (100%). Penyimpangan minor yang paling banyak ditemukan adalah karyawan tidak mengenakan alat pelindung diri seperti sepatu bot, masker, dan sarung tangan (100%). Hampir semua RPU-SK di Jakarta Barat yang dinilai berkategori buruk (98.4%), hanya satu RPU-SK yang berkategori sedang (1.6%). Kondisi biosekuriti dan higiene yang belum baik ini perlu mendapat perhatian, mengingat RPU merupakan salah satu titik kritis keamanan pangan dan kesehatan masyarakat dalam mata rantai penyediaan daging unggas. Kata kunci: biosekuriti, higiene, rumah pemotongan unggas skala kecil.
ABSTRACT
ANASTASIA NARANI. the Application of Biosecurity and Hygiene in Small-Scale Poultry Slaughterhouses in West Jakarta. Under direction of DENNY WIDAYA LUKMAN and CHAERUL BASRI.
This study is aimed to observe the application of biosecurity and hygiene in small-scale poultry slaughterhouses in West Jakarta which was assessed by using audit checklist developing from the checklist of veterinary establishment number (Nomor Kontrol Veteriner/NKV). This study was conducted through field observation method in 61 small-scale poultry slaughterhouses (in 8 subdisctricts) registered in the District Office for Livestock and Fishery, West Jakarta. The assessment elements of biosecurity and hygiene included location and environment, main building, facilities, material, handling, and processing, personal hygiene, and sanitation. The results showed that the biosecurity and hygiene practices in the small-scale poultry slaughterhouses in West Jakarta could be categorized as moderate (1.63%) and poor (98.3%). The most critical evidence of biosecurity and hygiene practices were equipment which are made from rust matter, not easy to clean and to disinfection (41.0%). The serious evidence included no hand washing facilities with soap (100%), no antemortem and postmortem inspection (100%),no chilling of carcass (100%). The major evidence were no facilities for waste processing (100%), no seperation between dirty and clean area (100%). The most minor evidence were no personal protective equipments were worn by the employees, such as boot, mask, and hand gloves (100%). Almost all small-scale poultry slaughterhouses in West Jakarta have been categorized as poor (98.3%), and only one small-scale poultry slaughterhouse have been categorized moderate (1.63%). This condition should be highly considered related to the public and environmental health.
Keywords: biosecurity, hygiene, small-scale poultry slaughterhouse
PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI RUMAH PEMOTONGAN UNGGAS SKALA KECIL
DI JAKARTA BARAT
ANASTASIA NARANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
Judul Skripsi : Penerapan Biosekuriti dan Higiene di Rumah Pemotongan Unggas Skala Kecil di Jakarta Barat
Nama : Anastasia Narani NIM : B04052613
Disetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si drh. Chaerul Basri, M. Epid NIP. 19640430 198803 1 002 NIP. 19770525 200501 1 002
Diketahui Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Dr. Nastiti Kusumorini NIP. 19621205 198703 2 001
Tanggal Lulus:………………………..
Untuk Papa dan Mama
Atas segala pelajaran yang tak ternilai
dan
kasih sayang yang tak terganti
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas semua
nikmat yang telah diberikan kepada penulis dalam menjalani hidup hingga
penulis bisa menyelesaikan studi dan skripsi dengan baik di Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB). Judul skripsi yang diambil adalah
“Penerapan Biosekuriti dan Higiene di Rumah Pemotongan Unggas Skala Kecil
di Jakarta Barat “.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Keluarga tercinta (Papa, Mama, Kak Lia, Kak Anti, dan Kak Ega) atas kasih
sayang, perhatian, dukungan dan pengorbanannya yang luar biasa kepada
penulis.
2. Bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si selaku pembimbing pertama
yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, arahan,
dan nasehat yang membangun serta motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak drh. Chaerul Basri, M.Epid selaku pembimbing kedua yang telah sabar
dalam membimbing dan mengarahkan dalam penulisan ini.
4. Kepala Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat dan Bapak
Herbet yang telah banyak membantu dan menemani penulis dalam
pengambilan data di lapangan.
5. Ibu Dr. Nastiti Kusumorini dan Ibu Dr. drh. Dewi Ratih Agungpriyono selaku
dosen penguji.
6. Ibu Ir. Etih Sudarnika, M.Si selaku dosen penilai seminar.
7. Mohamad Chandra yang selalu memberi dukungan dan semangat serta
kasih sayang di setiap waktunya kepada penulis.
8. Widya Nastasya yang telah banyak berbagi dalam menjalankan penelitian ini.
9. Cipie, Devi, Firda, dan Prista yang telah membuat hari-hari di FKH IPB terasa
sangat menyenangkan dan tak tergantikan.
10. Teman-teman seperjuangan Goblet FKH 42 yang memberikan warna-warni
sepanjang penulis berada di FKH IPB
11. Teman-teman HIMPRO SATLI yang telah berbagi suka dan duka di setiap
kegiatan.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala amal ibadah dan
kebaikan kepada mereka semua. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari sempurna. Semoga tulisan ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2009
Anastasia Narani
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lhokseumawe, Aceh Utara pada tanggal 7
November 1987. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara, putri
pasangan Ir. Mudjahid Rachmat dan Meliarni.
Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Dasar pada tahun
1999 di SD Negeri Polisi I Bogor dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikan ke SMPN 4 Bogor hingga lulus pada tahun 2002. Pendidikan SMU
diselesaikan pada tahun 2005 di SMUN 5 Bogor. Pada tahun yang sama
penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) di IPB sebagai mahasiswa.
Semasa menjadi mahasiswa FKH IPB, penulis pernah aktif dalam kegiatan
eksternal dan internal kampus yaitu sebagai penyiar radio di RRI PRO 2 FM,
Mojang Mimitran 2006 pada Pasanggiri Mojang Jajaka 2006, Anggota Forum
Silaturahmi Mahasiswa (FOSMA) ESQ Bogor, Divisi Infokom Himpunan Minat
dan Profesi (HIMPRO) Satwaliar FKH IPB, serta mengikuti berbagai kepanitiaan
dan menjadi MC di berbagai kegiatan di dalam dan di luar kampus.
xi
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ................................................................................. 2 Manfaat Penelitian ............................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA Rumah Pemotongan Unggas ............................................................... 3 Biosekuriti ............................................................................................ 3 Higiene ................................................................................................ 4 Good Practices di RPU-SK .................................................................. 5 Penilaian Biosekuriti dan Higiene Menggunakan Checklist .................. 7
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 9 Alat dan Bahan Penelitian.................................................................... 9 Populasi dan Sampel ........................................................................... 9 Metode Penelitian ................................................................................ 10 Penilaian Biosekuriti dan Higiene ......................................................... 10 Analisis Data........................................................................................ 11 Definisi Operasional ............................................................................. 11
HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas dan Titik Koordinat RPU-SK .................................................. 13 Penilaian Aspek-Aspek Biosekuriti ....................................................... 16 Aspek Lokasi dan Lingkungan ............................................................. 19 Aspek Bangunan Utama ...................................................................... 21 Aspek Fasilitas .................................................................................... 29 Aspek Bahan Baku, Penanganan, dan Pengolahan ................................ 33
Aspek Higiene Personal ...................................................................... 39 Aspek Sanitasi ..................................................................................... 43 Kondisi Biosekuriti dan Higiene RPU-SK di Jakarta Barat.................... 47
SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 49
LAMPIRAN ................................................................................................... 51
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jumlah dan tempat pengambilan sampel RPU-SK .............................. 9
2 Definisi operasional penyimpangan minor, mayor, serius, dan kritis di RPU-SK ............................................................................................... 11
3 Penilaian tingkat biosekuriti dan higiene .............................................. 13
4 Aktivitas RPU-SK di Jakarta Barat ....................................................... 14
5 Data Pasar dan Titik Kordinat Pada Peta ............................................. 15
6 Penyimpangan yang bersifat kritis, serius, mayor, dan minor pada RPU-SK di Jakarta Barat ..................................................................... 17
7 Jumlah penyimpangan berdasarkan kategori pada lokasi dan lingkungan RPU-SK di Jakarta Barat ................................................... 19
8 Kondisi Lokasi dan Lingkungan RPU-SK di Jakarta Barat ................... 20
9 Jumlah penyimpangan berdasarkan kategori pada bangunan utama RPU-SK di Jakarta Barat .................................................................... 22
10 Kondisi bangunan utama di RPU-SK Jakarta Barat ............................. 23
11 Jumlah penyimpangan berdasarkan kategori pada fasilitas RPU- SK di Jakarta Barat .............................................................................. 29
12 Kondisi fasilitas RPU-SK di Jakarta Barat ............................................ 30
13 Jumlah penyimpangan berdasarkan kategori pada bahan baku, penanganan, dan pengolahan di RPU-SK Jakarta Barat ..................... 33
14 Kondisi bahan baku, penanganan, dan pengolahan ............................ 34
15 Jumlah penyimpangan berdasarkan kategori pada aspek higiene personal di RPU-SK Jakarta Barat ....................................................... 40
16 Kondisi higiene personal di RPU-SK .................................................... 41
17 Jumlah penyimpangan berdasarkan kategori pada aspek sanitasi di RPU-SK Jakarta Barat ......................................................................... 44
xiii
18 Kondisi sanitasi RPU-SK ..................................................................... 45
19 Kategori RPU-SK berdasarkan praktik biosekuriti dan higiene di Jakarta Barat ....................................................................................... 47
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Tabel pembobotan checklist ................................................................ 52
2 Tabel penilaian biosekuriti ................................................................... 54
3 Daftar RPU-SK dan nomor kode GPS ................................................. 55
4 Hasil penilaian biosekuriti dan higiene tiap RPU-SK ............................ 57
5 Dokumentasi kondisi RPU-SK di Jakarta Barat .................................... 59
PENDAHULUAN
Pangan asal hewan adalah salah satu kebutuhan manusia dalam
memenuhi diet agar dapat mencapai empat sehat lima sempurna. Berbagai
macam pangan asal hewan dipilih oleh masyarakat sesuai selera, kebutuhan,
dan untuk memenuhi kesehatan.
Tingginya minat konsumen, menyebabkan hampir seluruh bagian tubuh
hewan dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, untuk menjamin
produk-produk pangan asal hewan ini aman, sehat, utuh dan halal dalam rangka
mewujudkan kesehatan dan ketentraman batin masyarakat, maka setiap unit
usaha pangan asal hewan wajib memenuhi persyaratan teknis higiene sanitasi
pangan asal hewan tersebut (Ditkesmavet 2006).
Ayam merupakan pangan asal hewan yang penting di dunia peternakan
dan perdagangan di Indonesia. Dengan populasi yang sangat besar yakni
mencapai 70% dari jumlah hewan yang ada, ayam mempunyai gizi yang
lengkap dan harga yang relatif terjangkau oleh masyarakat di Indonesia. Hampir
semua bagian dari tubuh ayam dapat diolah, sehingga banyak variasi yang
didapatkan dalam pengolahan pangan mulai dari daging, telur, sampai kulit.
Seiring berjalannya waktu, unggas juga membawa risiko terhadap
kesehatan manusia, avian influenza (AI) adalah contoh penyakit zoonosa yang
sekarang sedang marak dibicarakan. Sembilan provinsi berisiko tinggi flu burung
yakni DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Khusus untuk DKI
Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, pemerintah memperketat pengawasan lalu
lintas ternak dan produk unggas karena tercatat kasus meninggal dunia pada
manusia yang terinfeksi AI. Pada saat bersamaan, pemerintah daerah juga
diminta mengeluarkan larangan pemotongan ayam selain di rumah potong
hewan (Anonim 2007).
Isu penularan AI melalui daging ayam berdampak menurunnya minat
masyarakat untuk mengkonsumsi pangan asal unggas sehingga banyak pihak
yang dirugikan. Untuk menjamin kesehatan terhadap daging ayam yang akan
dijual di pasaran, setiap pengusaha peternakan, tempat penampungan unggas,
dan rumah pemotongan unggas memerlukan suatu bukti tertulis yang
membuktikan bahwa produknya telah memenuhi kelayakan dasar jaminan
keamanan pangan asal hewan tersebut. Selama ini digunakan sistem checklist
2
berdasarkan Nomor Kontrol Veteriner (NKV) terhadap Rumah Pemotongan
Unggas, namun NKV hanya dapat digunakan pada RPU skala besar,
dikarenakan sarana dan prasarananya sudah cukup memadai untuk dinilai
berdasarkan NKV. Kesulitan ditemukan pada RPU Skala Kecil (RPU-SK) yang
mempunyai bangunan dekat dengan pemukiman dan/atau di pasar, dengan
prasarana yang minimal, serta pelaksanaan biosekuriti dan higiene yang belum
maksimal. Jaminan kesehatan bagi RPU-SK belum dapat disamakan dengan
menggunakan checklist NKV yang telah ada.
2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menghasilkan checklist audit biosekuriti dan higiene
RPU-SK dari penilaian Nomor Kontrol Veteriner yang telah ada. NKV ini
bertujuan juga untuk menyeragamkan penilaian keamanan pangan asal hewan di
Indonesia sehingga dihasilkan pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh, dan
halal. Namun acuan dari NKV ini masih terlalu luas dan terlalu tinggi standarnya
bila digunakan untuk menilai RPU yang ada di Indonesia. Oleh karena itu
diterapkan sistem penilaian yang lebih spesifik dan akurat untuk menilai
berdasarkan sistem checklist.
Penelitian ini juga bertujuan untuk menilai penerapan checklist audit
biosekuriti dan higiene di RPU-SK, sehingga didapatkan informasi serta sebagai
bahan evaluasi untuk penyusunan atau perencanaan penataan rantai
penyediaan unggas dan hasilnya, terkait dengan pengendalian zoonosis asal
unggas di kawasan Jakarta Barat.
Penelitian ini dilakukan di Jakarta Barat yang berbatasan langsung dengan
Tangerang, dimana Tangerang berpotensi sebagai pintu gerbang masuknya
penyakit-penyakit yang ditimbulkan melalui unggas seperti AI.
3. Manfaat Penelitian
Pengembangan checklist pada penelitian ini dapat digunakan untuk
penilaian RPU-SK dan berguna untuk memajukan RPU-RPU berskala kecil di
Indonesia khususnya Jakarta Barat. Hasil penilaian menggunakan checklist
dapat menjadi informasi bagi dinas peternakan, penentu kebijakan, dan
pengusaha RPU-SK di kawasan Jakarta Barat agar dapat meningkatkan mutu
RPU-SK Jakarta Barat dan pengendalian penyakit AI.
TINJAUAN PUSTAKA
Rumah Pemotongan Unggas
Rumah Pemotongan Unggas (RPU) adalah suatu bangunan atau kompleks
bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat
memotong unggas bagi konsumsi masyarakat. Tujuan dari RPU adalah untuk
menghasilkan daging ayam yang ASUH (aman, sehat, utuh, halal) dan layak
dikonsumsi oleh masyarakat (Ditkesmavet 2004).
Menurut SNI 01-6160-1999, RPU adalah kompleks bangunan dengan
desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene
tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong unggas bagi konsumsi
masyarakat umum. Unggas yang dipotong adalah setiap burung yang
diternakkan dan dimanfaatkan untuk pangan, termasuk ayam, bebek, kalkun,
angsa, burung dara, dan burung puyuh.
Sedangkan Rumah Pemotongan Unggas Skala Kecil (RPU-SK) adalah
tempat/bangunan dengan disain dan syarat tertentu yang memenuhi persyaratan
teknis dan ditunjuk oleh pejabat yang berwenang sebagai tempat untuk
memotong unggas bagi konsumsi masyarakat dengan kapasitas pemotongan
maksimal 1000 ekor per hari (Anonim 2008).
Biosekuriti
Biosekuriti adalah suatu tindakan untuk melindungi populasi hewan atau
manusia dari ancaman agen biologis. Penerapan biosekuriti sangat penting
untuk mengoptimalkan produksi unggas dan meningkatkan kesejahteraan hewan
(Kahrs 2004). Dalam bidang peternakan, biosekuriti merupakan praktek
manajemen untuk mencegah masuknya penyakit pada peternakan serta
menyebarnya penyakit pada kelompok unggas (Jeffrey 1997; Carey, Jeffrey,
Prochaska 2008).
Aspek biosekuriti dalam peternakan unggas yang perlu diperhatikan adalah
lokasi dan disain, pengendalian lalu lintas manusia, hewan, peralatan dan
kendaraan, pengendalian kesehatan unggas, pencegahan kontaminasi fasilitas
dengan pembersihan dan disinfeksi, serta pengendalian vektor (Carey et al.
2008). Biosekuriti mencakup pemeriksaan dan pengujian hewan yang datang
karantina/isolasi hewan yang masuk, serta pemantauan dan evaluasi.
Penerapan biosekuriti sangat dibutuhkan dalam program keamanan pangan di
4
tingkat peternakan untuk menjamin mutu dan kesehatan hewan, memenuhi
keinginan konsumen serta memberikan keuntungan pada peternakan tersebut.
Secara umum, biosekuriti meliputi tiga komponen utama yaitu isolasi,
pengendalian lalu lintas, dan sanitasi (Jeffrey 1997).
1. Isolasi. Isolasi berarti pengurungan hewan yang disertai dengan kontrol
lingkungan. Dilakukan pengandangan unggas serta mencegah masuknya hewan
lain masuk ke dalam. Isolasi juga disertai dengan sistem FIFO (First In First Out)
serta program pembersihan dan disinfeksi untuk memutus siklus penyakit.
2. Pengendalian Lalu Lintas. Pengendalian lalu lintas termasuk di
dalamnya lalu lintas menuju ke peternakan dan di dalam peternakan.
Pemeriksaan kesehatan hewan yang datang serta adanya surat keterangan
kesehatan hewan (SKKH) (Anonim 2008).
3. Sanitasi. Sanitasi meliputi pembersihan dan disinfeksi bahan-bahan,
peralatan, dan pekerja yang masuk ke dalam peternakan dan di dalam
peternakan.
Higiene
Higiene adalah segala upaya yang berhubungan dengan masalah
kesehatan dan berbagai usaha untuk mempertahankan atau memperbaiki
kesehatan. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424).
Kebijakan teknis mengenai higiene dan sanitasi pangan di Indonesia antara
lain memenuhi ketentuan aman, sehat, utuh dan halal atau ASUH (Ditkesmavet
2004), yaitu:
Aman berarti tidak mengandung penyakit dan residu, serta unsur lain yang
dapat menyebabkan penyakit dan mengganggu kesehatan manusia;
Sehat artinya mengandung zat-zat yang berguna dan seimbang bagi
kesehatan dan pertumbuhan tubuh;
Utuh adalah tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau
dipalsukan dengan bagian dari hewan lain;
Halal yaitu disembelih dan ditangani sesuai syariat Islam.
Selain ASUH, produk pangan asal hewan yang sehat berasal dari hewan yang
sehat dan sejahtera (kesejahteraan hewan), dan keamanan pangan produk
5
peternakan diimplementasikan antara lain dalam bentuk NKV (Nomor Kontrol
Veteriner) dan Jaminan Keamanan Pangan.
Good Practices di RPU-SK
Menurut Anonim (2008), praktek yang baik di RPU-SK, meliputi: lokasi,
bangunan, sarana prasarana, peralatan, prosedur operasional cara pemotongan
unggas yang baik, praktek higiene sanitasi, tindakan biosekuriti, higiene
personal, serta pembinaan dan pengawasan.
1. Lokasi
Lokasi RPU-SK di daerah yang tidak menimbulkan gangguan atau
pencemaran lingkungan, misalnya berada di areal khusus dan terlokalisir (di
pasar), terpisah dengan pagar pembatas yang jelas. Lokasi tempat
pengumpulan unggas sebaiknya berada dalam area RPU-SK. Jarak antara
lokasi RPU-SK dengan fasilitas umum cukup untuk menghindari terjadinya
kontaminasi silang dari kegiatan penampungan unggas maupun pemotongan
unggas. Tidak berada di daerah yang rawan banjir dan tidak tercemar limbah
industri serta mempunyai jalan untuk lalu lintas unggas hidup dan produk/daging
unggas.
2. Bangunan
RPU-SK memiliki lokasi khusus untuk tempat penampungan unggas. Pintu
masuk untuk membawa unggas hidup harus terpisah dari pintu keluar produk
dan lalu lintas orang/pembeli agar produk tidak tercemar oleh unggas hidup.
Desain dan material bangunan harus dapat mempermudah proses pembersihan
dan desinfeksi serta terjadinya kontaminasi silang. Bangunan bersifat permanen,
terbuat dari bahan yang kuat dan mudah perawatannya. Ruang kotor dan bersih
terpisah secara fisik. Dinding dalam berwarna terang, minimal setinggi dua
meter, dinding serta lantai terbuat dari bahan kedap air, tidak korosif, tidak toksik,
tidak mudah mengelupas, mudah dibersihkan dan mudah didesinfeksi. Sirkulasi
udara yang baik, memiliki intensitas cahaya yang cukup.
3. Sarana Prasarana
RPU-SK harus memenuhi pasokan air bersih yang mengalir dalam jumlah
cukup sehingga segala kebutuhan pencucian serta pembersihan dapat dilakukan
secara efektif dan efisien. Terdapat suplai listrik dengan daya (watt) yang cukup.
6
Hal ini penting dalam pemeriksaan antemortem dan postmortem. Terdapat
fasilitas untuk drainase, diantaranya untuk pembuangan limbah cair ke septic
tank dan memiliki tempat penampungan sementara limbah padat dan kotoran
sebelum diolah lebih jauh sehingga limbah tidak mencemari lingkungan.
Terdapat sarana dan fasilitas untuk kegiatan pembersihan dan desinfeksi
bangunan dan peralatan, terdapat sarana dan fasilitas cuci tangan agar produk
tidak tercemar dengan kotoran yang dipindahkan dari tangan pekerja. Terdapat
fasilitas untuk perendaman karkas menggunakan air dingin/es dan klorin 20-50
ppm. Fasilitas standar untuk personal yang menangani unggas berupa alat
perlindungan diri (APD) meliputi baju kerja yang diganti setiap hari, sepatu bot,
dan masker.
4. Peralatan
Peralatan yang digunakan di RPU-SK terbuat dari bahan yang kedap air,
tidak korosif, tidak toksik, dan mudah dibersihkan dan didesinfeksi. Pisau yang
digunakan untuk menyembelih harus tajam agar tidak menyiksa hewan dan
memenuhi syarat halal. RPU-SK memiliki tempat penggantungan unggas dan
corong untuk memfiksasi unggas yang akan disembelih. Terdapat bak
penampungan darah agar darah tidak dibuang langsung ke selokan dan
mencemari lingkungan serta menyerbarkan berbagai macam penyakit. Memiliki
alat perebus unggas yang telah disembelih, meja pengeluaran jeroan agar tidak
dilakukan pembersihan jeroan di lantai, alat pencabutan bulu, bak pencucian
karkas, dan diperlukan pula bak perendaman air dingin untuk menghasilkan suhu
internal karkas 4 °C dan dapat ditambahkan klorin (20-50 ppm). Meja dan wadah
untuk pengemasan karkas serta tempat mencuci tangan untuk menghindari
kontaminasi silang.
5. Prosedur Operasional Cara Pemotongan Unggas yang Baik
Setiap unggas yang akan dipotong mengikuti beberapa persyaratan seperti
berasal dari peternakan dan atau daerah yang tidak ditutup karena penyakit
unggas menular yang dinyatakan dengan surat berjangkit keterangan asal
unggas dan SKKH dari instansi yang berwenang. Dilakukan pemeriksaan
antemortem oleh petugas yang berwenang. Setiap pemotongan dilakukan
dibawah pengawasan dan petunjuk-petunjuk petugas pemeriksa. Untuk
memenuhi syarat ASUH, penyembelihan dilakukan dengan tata cara agama
Islam, dan produk harus disertai sertifikat halal yang dikeluarkan oleh LPPOM
MUI (LPPOM MUI 2008). Unggas yang akan disembelih harus dinyatakan sehat
7
oleh dokter hewan dan keputusan tersebut berlaku 24 jam sejak waktu
pemeriksaan.
Unggas akan ditolak untuk disembelih apabila pada pemeriksaan
antemortem ditemukan dalam keadaan mati dan atau unggas tersebut tidak
disertai dengan surat keterangan asal unggas dan SKKH. Unggas yang sakit
ditunda pemotongannya atau dipotong pada akhir proses pemotongan.
Penyembelihan dilakukan oleh juru sembelih Islam menurut tata cara
agama Islam, yaitu:
Membaca basmalah
Memutuskan jalan nafas
Memutuskan jalan makanan
Memutuskan dua urat nadi di leher
Sebaiknya penyembelih melakukan proses penyembelihan dengan
menghadap kiblat.
6. Praktek Higiene Sanitasi di RPU-SK
Dalam rangka menghasilkan karkas dan daging unggas yang aman, sehat,
utuh, dan halal, maka praktek higiene sanitasi harus diterapkan anatra lain
melakukan proses pembersihan dan desinfeksi peralatan dan bangunan RPU-SK
secara menyeluruh setelah pemotongan selesai. Melakukan program
pengendalian hama, termasuk mencegah masuknya kucing, anjing, burung liar,
dan hewan pengganggu lainnya ke lingkungan tempat pemotongan unggas.
7. Biosekuriti
Penerapan biosekuriti adalah kunci keberhasilan RPU-SK dalam
menjalankan praktik-praktik yang baik guna menghasilkan produk asal hewan
yang aman, sehat, utuh, dan halal untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Penilaian Biosekuriti dan Higiene Menggunakan Checklist
Audit adalah hal penting untuk mengevaluasi serta mendapatkan validitas
dan reabilitas dari suatu informasi dan juga untuk menyediakan suatu akses dari
sistem kontrol internal. Surveillans adalah kegiatan audit berkala oleh Tim
Auditor Dinas Propinsi yang dilakukan berdasarkan hasil keterangan audit
berkala dan atau audit sewaktu-waktu oleh Tim Auditor Direktorat Jenderal
Peternakan (Ditkesmavet 2006).
Di Indonesia, penerapan audit pada pangan asal hewan pada unit usaha
pangan asal hewan dapat menggunakan Nomor Kontrol Veteriner yang
8
dikeluarkan oleh Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. Nama sebelumnya
adalah Sertifikat Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan yang
selanjutnya disebut Nomor Kontrol Veteriner (NKV). NKV adalah sertifikat
sebagai bukti tertulis yang sah telah dipenuhinya persyaratan higiene-sanitasi
sebagai kelayakan dasar jaminan keamanan pangan asal hewan pada unit
usaha pangan asal hewan.
Auditor NKV adalah petugas pemerintah dengan latar belakang pendidikan
dokter hewan, sarjana peternakan, sarjana lain di bidang pangan dan gizi atau
paramedik veteriner yang telah mengikuti pelatihan auditor NKV dan memiliki
sertifikat auditor NKV. Tim auditor terdiri dari tiga orang, yaitu satu orang ketua
berpendidikan dokter hewan dan dua orang anggota (Ditkesmavet 2006).
Penerapan NKV sangat berguna untuk mendapatkan data-data yang dapat
dijadikan masukan untuk meningkatkan kualitas produk serta RPU itu sendiri.
Namun pada praktiknya, NKV hanya cocok dalam mengevaluasi RPU skala
besar dan tidak cocok untuk evaluasi RPU-SK. Keterbatasan yang dimiliki RPU-
SK dari segi lokasi dan lingkungan, bangunan utama, fasilitas, bahan baku,
penanganan, pengolahan, higiene personal, dan sanitasi menyebabkan NKV
telalu kompleks untuk diterapkan di RPU-SK. Oleh karena itu dikembangkan
checklist biosekuriti dan higiene dalam penilaian RPU-SK yang disesuaikan
dengan minimnya fasilitas serta praktik di RPU-SK, namun tetap mengutamakan
produk memenuhi syarat ASUH.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode observasi langsung terhadap
rumah pemotongan unggas skala kecil (RPU-SK) yang terdaftar di Suku Dinas
Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat yaitu Cengkareng, Grogol Petamburan,
Kalideres, Palmerah, Taman Sari, Kembangan, Kebon Jeruk, dan Tambora.
Penelitian ini berlangsung dari bulan Agustus 2008 sampai bulan Oktober 2008.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan berupa checklist yang digunakan untuk menilai audit
biosekuriti dan higiene di RPU-SK, kamera yang digunakan untuk mengambil
gambar-gambar di lapangan sebagai penguat data-data observasi tersebut, GPS
(global positioning system) untuk menandakan posisi RPU-SK, komputer untuk
mengolah data-data hasil observasi, serta printer untuk output hasil penelitian.
Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh RPU-SK yang terdaftar di Jakarta Barat. Sampel
yang digunakan dihitung dengan menggunakan perangkat lunak Win Episcope
2.0 dengan data yaitu: populasi sebanyak 118 RPU-SK, prevalensi dugaan
sebesar 10%, kesalahan yang dapat diterima sebesar 6%, dan tingkat
kepercayaan 95%, sehingga didapatkan jumlah sampel minimal 53 RPU-SK.
Sampel tersebar di 8 kecamatan di Jakarta Barat, dengan jumlah sampel
proporsional per kecamatan. Namun pada penelitian ini diambil 61 sampel RPU-
SK di Jakarta Barat (Tabel 1).
Tabel 1 Jumlah dan tempat pengambilan sampel RPU-SK
No. Kecamatan Jumlah RPU-SK Jumlah sampel RPU-SK
1 Cengkareng 9 5 2 Grogol Petamburan 27 13 3 Kalideres 15 8 4 Kebon Jeruk 3 2 5 Kembangan 19 9 6 Palmerah 20 10 7 Taman Sari 20 10 8 Tambora 5 4
Total 118 61
10
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahapan, yaitu persiapan, penilaian
biosekuriti dan higiene, serta analisis data.
Persiapan
Perizinan. Sebelum pelaksanaan penelitian, terlebih dahulu dilakukan
rangkaian koordinasi dengan Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta
Barat untuk memperoleh izin dan kelengkapan administrasi lainnya demi
kelancaran dalam melakukan studi.
Penentuan RPU-SK. RPU-SK yang menjadi tempat penelitian yaitu
sampel yang diambil dari jumlah populasi RPU-SK yang terdaftar di Suku Dinas
Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat.
Pengembangan checklist penilaian biosekuriti dan higiene. Checklist
penilaian biosekuriti dan higiene secara garis besar didasari pada checklist
Nomor Kontrol Veteriner (NKV), yang dikembangkan dengan pustaka terkait
biosekuriti dan pendapat pakar. Penilaian dalam checklist menggunakan kalimat
negatif dan penyimpangannya dikategorikan menjadi kritis, serius, mayor, dan
minor. Penetapan kategori penyimpangan didasarkan pada pengaruh produk
dan risiko penyebaran penyakit. Simpulan yang diambil dari penilaian setiap
RPU-SK dikategorikan menjadi baik, sedang, dan buruk.
Penilaian Biosekuriti dan Higiene
Penilaian biosekuriti dilakukan dengan checklist yaitu dengan cara
pengamatan tempat pemotongan unggas dan melakukan wawancara kepada
pemilik atau penanggung jawab RPU-SK untuk menunjang kelengkapan
informasi. Kondisi biosekuriti diukur berdasarkan penyimpangan-penyimpangan
yang ada di RPU-SK. Penyimpangan-penyimpangan tersebut dikategorikan
sebagai penyimpangan kritis, serius, mayor, dan minor berdasarkan
pengaruhnya terhadap hewan yang dijual dan risikonya terhadap penyebaran
penyakit. Penilaian dilakukan dengan menggunakan checklist dan dikategorikan
menjadi baik, sedang, dan buruk berdasarkan jumlah penyimpangan yang ada.
Penilaian biosekuriti dan higiene RPU-SK meliputi: (1) lokasi dan lingkungan, (2)
bangunan utama, (3) fasilitas, (4) bahan baku, penanganan, dan pengolahan, (5)
higiene personal, dan (6) sanitasi.
11
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk memberikan
gambaran umum tingkat biosekuriti dan higiene pada RPU-SK menggunakan
SPSS 13.0 dan Microsoft Excel 2003.
Definisi Operasional
Untuk mengetahui kondisi biosekuriti pada RPU-SK di Jakarta Barat,
maka penyimpangan aspek biosekuriti dan higiene dibagi menjadi kategori minor,
mayor, serius, dan kritis. Definisi operasional untuk masing-masing kategori
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Definisi operasional penyimpangan minor, mayor, serius, dan kritis pada
rumah pemotongan unggas skala kecil (RPU-SK)
Kategori Definisi Jenis Penyimpangan
Penyimpangan
Minor Penyimpangan tidak berpengaruh langsung terhadap produk dan mempunyai risiko penyebaran penyakit relatif kecil
RPU-SK tidak memiliki pagar yang kokoh
Bangunan bersifat tidak permanen
Sirkulasi udara di ruang proses
produksi tidak baik
Tidak tersedia toilet yang bersih
Tidak memakai sistem FIFO
Karyawan tidak mengenakan APD (sepatu bot, masker, dan sarung tangan)
Tidak memiliki program pembersihan dan disinfeksi setiap hari (setelah proses pemotongan)
Mayor Penyimpangan tidak berpengaruh langsung terhadap produk dan mempunyai risiko penyebaran penyakit relatif sedang
Lokasi RPU-SK dengan pemukiman warga berjarak kurang dari 5 meter
Lingkungan sekitar RPU-SK tidak bersih
Ruangan bersih dan kotor tidak terpisah
Tempat tidak memiliki atap yang dapat melindungi dari hujan dan panas
Dinding tidak terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan disinfeksi
12
Kategori Definisi Jenis Penyimpangan
Penyimpangan
Mayor
Lantai licin, tidak kedap air, tidak mudah dibersihkan, dan tidak mudah didisinfeksi
Saluran pembuangan tidak lancar
Limbah padat tidak ditangani dengan baik
Limbah cair tidak ditangani dengan baik
Intensitas cahaya yang ada tidak mencukupi
Lantai terdapat banyak genangan cairan, tumpukan kotoran, dan tidak mengalir ke saluran pembuangan.
Tidak tersedia fasilitas pengolahan limbah
Ayam hidup yang datang tidak dilengkapi SKKH
Metode pembersihan dan disinfeksi tidak efektif
Serius Penyimpangan berpengaruh langsung terhadap produk dan mempunyai risiko penyebaran penyakit relatif sedang
Tidak tersedia fasilitas untuk pencucian tangan yang dilengkapi sabun
Tidak dilakukan pemeriksaan ante mortem pada unggas yang akan dipotong
Tidak dilakukan pemeriksaan postmortem pada setiap unggas yang dipotong
Tidak dilakukan pendinginan terhadap karkas
Pengangkutan karkas tidak higienis (misalnya dikemas)
Karyawan yang berhubungan langsung dengan produk tidak dalam kondisi sehat
Karyawan yang berhubungan langsung dengan produk tidak dalam kondisi sehat
Karyawan tidak mencegah terjadinya kontaminasi silang (misalnya merokok, meludah, dll)
Pekerja tidak memperhatikan higiene dan sanitasi
Peralatan dan wadah tidak disinfeksi setelah digunakan.
13
Kategori Definisi Jenis Penyimpangan
Penyimpangan
Kritis Penyimpangan berpengaruh langsung terhadap produk dan mempunyai resiko penyebaran penyakit relatif besar
Tidak tersedia pasokan air bersih yang cukup
Peralatan tidak terbuat dari bahan anti karat dan tidak mudah dibersihkan/ disinfeksi
Unggas sehat dan unggas sakit tidak dipisahkan
Unggas mati tidak langsung dipisahkan
Karkas tidak dipisah dengan jeroan
Karkas ayam kontak dengan lantai dan atau bahan yang kotor
Karyawan tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah bekerja
Peralatan dan wadah tidak dicuci dengan sabun setelah digunakan.
Penilaian tingkat biosekuriti dan higiene dihitung berdasarkan jumlah
penyimpangan yang terjadi dan selanjutnya dikategorikan berdasarkan
level/tingkat yang telah ditentukan. Acuan penilaian tingkat biosekuriti dan
higiene berdasarkan NKV dan pendapat pakar. NA pada level RPU-SK yang
buruk berarti not applicable atau tidak perlu dihitung jumlah penyimpangan minor
dan mayor apabila jumlah penyimpangan serius lebih dari sama dengan 5 dan
penyimpangan kritis antara 4 sampai dengan 8. Penilaian tingkat biosekuriti dan
higiene selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Penilaian tingkat biosekuriti dan higiene
Level / Tingkat Jumlah Penyimpangan
Minor Mayor Serius Kritis
Baik <5 <6 <3 0
Sedang <6 <9 <5 <3
Buruk NA NA ≥5 ≤8
14
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas Rumah dan Titik Koordinat Pemotongan Unggas Skala Kecil
Rumah pemotongan unggas skala kecil (RPU-SK) yang diambil dalam
penelitian ini sebanyak 61 dari 118 RPU-SK yang terdaftar di Suku Dinas
Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat. RPU-SK ini terletak di dalam pasar-
pasar yang tersebar di delapan kecamatan. Sampel RPU-SK diambil dari
Kecamatan Cengkareng (5 RPU-SK), Grogol Petamburan (13 RPU-SK),
Kalideres (8 RPU-SK), Kebon Jeruk (2 RPU-SK), Kembangan (9 RPU-SK),
Palmerah (10 RPU-SK), Taman Sari (10 RPU-SK), dan Tambora (4 RPU-SK).
Hampir seluruh RPU-SK melakukan kegiatan memotong dan menjual
unggas. Hanya 4 dari 61 RPU-SK yang hanya melakukan kegiatan memotong
saja yang terdapat pada Kecamatan Kebon Jeruk, Kembangan, dan Taman Sari.
Jumlah sampel dan jenis kegiatan RPU-SK dapat dilihat dari Tabel 4.
Tabel 4 Aktivitas RPU-SK di Jakarta Barat
No Kecamatan n Aktivitas RPU-SK
Memotong Memotong dan menjual
1 Cengkareng 5 0 5
2 Grogol Petamburan 13 0 13
3 Kalideres 8 0 8
4 Kebon Jeruk 2 1 1
5 Kembangan 9 2 7
6 Palmerah 10 0 10
7 Taman Sari 10 1 9
8 Tambora 4 0 4
Total 61 4 57
Pasar adalah salah satu titik kritis dalam penyebaran penyakit zoonosis
yang perlu segera mendapat penanganan (Anonim 2008). Lokasi dan koordinat
RPU-SK diukur menggunakan global positioning system (GPS).
Pada Kecamatan Grogol Petamburan sampel pada Pasar Jelambar dan
Pasar Duta Mas, Pasar Grogol, Pasar Kopro yang masing-masing digambarkan
pada nomor kode 1, 2 , 15, 17 pada peta. Sampel pada Pasar Kedoya di
Kecamatan Kebon Jeruk digambarkan pada nomor kode 3 pada peta. Pada
Kecamatan Kembangan diambil sampel pada Pasar Puri Kembangan sebanyak
15
1 sampel, Pasar Kembangan 7 sampel, dan Pasar Meruya Ilir sebanyak 1
sampel RPU-SK. Masing-masing kode adalah 4, 12, dan 14 pada peta.
Kecamatan Tambora diambil sampel sebanyak 4 RPU-SK pada Pasar
Pejagalan dan digambarkan pada nomor kode 5 pada peta. Pada Kecamatan
Taman Sari diambil sampel pada Pasar Glodok sebanyak 1 RPU-SK, Pasar
Petak 9 sebanyak 4 RPU-SK, Pasar Pecah Kulit sebanyak 2 RPU-SK, dan Pasar
Sawah Besar sebanyak 3 RPU-SK. Masing-masing pasar digambarkan pada
kode 6, 7, 8, dan 16 pada peta.
Kecamatan Kalideres diambil sampel di Pasar Citra I dan Pasar Citra V
yang digambarkan dengan nomor kode 9 dan 10 pada peta. Kecamatan
Cengkareng diambil sampel pada Pasar Cengkareng dan digambarkan dengan
nomor kode 11. Kecamatan Palmerah diambil sampel pada Pasar Slipi dan
Pasar Gili yang digambarkan dengan nomor kode 13 dan 18 pada peta. Data
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Data pasar dan titik kordinat pada peta
Titik koordinat pengambilan sampel tersebar pada delapan kecamatan di
Jakarta Barat. Jumlah koordinat sebanyak 18 titik berdasarkan jumlah pasar
yang dikunjungi. Pada Kecamatan Cengkareng diambil sampel sebanyak 1 titik
koordinat, Kecamatan Grogol Petamburan sebanyak 4 titik koordinat,
Kecamatan Kalideres sebanyak 2 titik koordinat, Kecamatan Kebon Jeruk
sebanyak 1 titik koordinat, Kecamatan Kembangan sebanyak 3 titik koordinat,
No. Kode
Pasar Jumlah RPU-SK
Kecamatan Koordinaat
Lateral Longitudinal
1 Ps. Jelambar 5 Grogol Petamburan -6,16054796 106,77899041 2 Ps. Duta Mas 4 Grogol Petamburan -6,15065035 106,78000395 3 Ps. Kedoya 2 Kebon Jeruk -6,16406852 106,76488526 4 Ps. Puri Indah 1 Kembangan -6,18515161 106,75381587 5 Ps. Pejagalan 4 Tambora -6,13704284 106,80713047 6 Ps. Glodok 1 Taman Sari -6,14303833 106,81302345 7 Ps. Petak 9 4 Taman Sari -6,14440315 106,81275993 8 Ps. Pecah Kulit 2 Taman Sari -6,14166462 106,82182479 9 Ps. Citra I 1 Kalideres -6,15061708 106,69686620 10 Ps. Citra V 7 Kalideres -6,12396455 106,70219810 11 Ps. Cengkareng 5 Cengkareng -6,15231902 106,72839808 12 Ps. Taman Kota 7 Kembangan -6,15874677 106,75469178 13 Ps. Slipi 8 Palmerah -6,19042768 106,79560686 14 Ps. Meruya Ilir 1 Kembangan -6,19969572 106,73862945 15 Ps. Grogol 3 Grogol Petamburan -6,16309178 106,79750201 16 Ps. Sawah Besar 3 Taman Sari -6,15887904 106,82010708 17 Ps. Kopro 1 Grogol Petamburan -6,33458192 106,79277020 18 Ps. Gili 2 Palmerah -6,19061708 106,79547136
16
Kecamatan Palmerah 2 titik koordinat, Kecamatan Taman Sari sebanyak 5 titik
koordinat, Kecamatan Tambora sebanyak 1 titik koordinat. Sebaran
pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Lokasi dan titik koordinat pasar yang diamati di Jakarta Barat
Penilaian Aspek-Aspek Biosekuriti
Penilaian yang dilakukan pada penelitian ini didasarkan kepada 4 kategori
yaitu kritis, serius, mayor, dan minor. Tiap kategori memiliki risiko paparan dan
penyebaran penyakit yang berbeda-beda. Kategori kritis meliputi 8 penilaian,
kategori serius meliputi 9 penilaian, kategori mayor meliputi 14 penilaian, dan
kategori minor meliputi 7 penilaian. Penyimpangan yang persentasenya 100%
adalah tidak tersedia fasilitas pengolahan limbah, tidak dilakukan pemeriksaan
antemortem dan postmortem, tidak dilakukan pendinginan terhadap karkas, tidak
terdapat fasilitas pencucian tangan, ruang bersih dan kotor tidak terpisah secara
fisik, dan karyawan tidak mengenakan APD. Sedangkan penyimpangan
terendah pada rumah pemotongan unggas skala kecil di Jakarta Barat adalah
pada aspek karyawan yang berhubungan langsung dengan produk tidak dalam
kondisi sehat. Penyimpangan-penyimpangan aspek biosekuriti yang ditemukan
pada rumah pemotongan unggas skala kecil di Jakarta Barat selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 6.
17
Tabel 6 Penyimpangan yang bersifat kritis, serius, mayor, dan minor pada RPU-
SK di Jakarta Barat
Kategori Jenis Penyimpangan %
Kritis
Peralatan tidak terbuat dari bahan anti karat dan mudah
dibersihkan dan atau didisinfeksi 41.0
Karkas ayam kontak dengan lantai dan atau bahan yang kotor 32.8
Karyawan tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum dan
sesudah bekerja 29.5
Tidak tersedia pasokan air bersih yang cukup 19.7
Peralatan dan wadah tidak dicuci dengan sabun setelah
digunakan 19.7
Tidak dilakukan pemisahan unggas sehat dan unggas sakit 18.0
Unggas mati tidak langsung dipisahkan 11.5
Tidak dilakukan pemisahan karkas dan jeroan 8.2
Serius
Tidak tersedia fasilitas untuk pencucian tangan yang dilengkapi
sabun 100
Tidak dilakukan pemeriksaan antemortem pada unggas yang akan
dipotong 100
Tidak dilakukan pemeriksaan postmortem pada setiap unggas
yang dipotong 100
Tidak dilakukan pendinginan terhadap karkas 100
Pengangkutan karkas tidak higienis (misalnya dikemas) 98.4
Pekerja tidak memperhatikan higiene dan sanitasi 95.1
Peralatan dan wadah tidak disinfeksi setelah digunakan 86.9
Karyawan tidak mencegah terjadinya kontaminasi silang misalnya
merokok dan meludah) 32.8
Karyawan yang berhubungan langsung dengan produk tidak
dalam kondisi sehat 0
Mayor
Tidak terdapat fasilitas pengolahan limbah 100
Ruang bersih dan kotor tidak terpisah 100
Ayam hidup yang datang tidak dilengkapi SKKH 95.1
Metode pembersihan dan disinfeksi tidak efektif 93.4
Limbah cair tidak ditangani dengan baik 88.5
Limbah padat tidak ditangani dengan baik 85.2
Dinding tidak terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan
disinfeksi 83.6
Lantai terdapat banyak genangan cairan, tumpukan kotoran, dan
tidak mengalir ke saluran pembuangan 80.3
Lantai licin, tidak kedap air, tidak mudah dibersihkan, dan tidak
mudah didisinfeksi 77.0
Lingkungan sekitar RPU-SK tidak bersih 67.2
Saluran pembuangan tidak lancar 67.2
Intensitas cahaya yang ada tidak mencukupi 55.7
Lokasi RPU-SK dengan pemukiman warga berjarak kurang dari 5
meter 47.5
Tempat tidak memiliki atap yang dapat melindungi dari hujan dan
panas 1.6
18
Kategori Jenis Penyimpangan %
Karyawan tidak mengenakan APD (sepatu bot, masker, dan
sarung tangan) 100
Tidak tersedia toilet yang bersih 98.4
RPU-SK tidak memiliki pagar yang kokoh 85.2
Minor
Tidak memiliki program pembersihan dan disinfeksi setiap hari
(setelah proses pemotongan) 83.6
Sirkulasi udara di ruang proses produksi tidak baik 73.8
Bangunan bersifat tidak permanen 19.7
Tidak memakai sistem first in first out (FIFO) 4.9
Penyimpangan kritis tertinggi pada RPU-SK di Jakarta Barat adalah
peralatan tidak terbuat dari bahan anti karat dan mudah dibersihkan dan atau
didisinfeksi sebesar 41.0% (36 dari 61 RPU-SK). Penyimpangan kritis terendah
pada RPU-SK adalah tidak dilakukan pemisahan karkas dengan jeroan sebesar
8.2%. RPU-SK yang memisahkan jeroan dengan karkas sebanyak 56 dari 61
RPU-SK di Jakarta Barat.
Penyimpangan serius tertinggi pada RPU-SK di Jakarta Barat adalah tidak
tersedia fasilitas untuk pencucian tangan yang dilengkapi sabun, tidak dilakukan
pemeriksaan postmortem dan antemortem, serta tidak dilakukan pendinginan
pada karkas yang masing-masing sebesar 100% (61 dari 61 RPU-SK).
Penyimpangan serius terendah adalah karyawan tidak mencegah terjadinya
kontaminasi silang ( misalnya merokok dan meludah) yaitu sebesar 32.8%. RPU-
SK di Jakarta Barat yang karyawannya mencegah kontaminasi silang adalah
sebanyak 41 dari 61 RPU-SK di Jakarta Barat.
Penyimpangan mayor tertinggi pada RPU-SK di Jakarta Barat adalah tidak
terdapat fasilitas pengolahan limbah dan tidak ada batasaan secara fisik antara
ruang bersih dan ruang kotor masing-masing sebesar 100% (61 dari 61 RPU-
SK). Penyimpangan mayor terendah yaitu tempat tidak memiliki atap yang dapat
melindungi dari hujan dan panas sebesar 1.6%. RPU-SK yang tidak memiliki
atap yang dapat melindungi dari hujan dan panas adalah sebanyak 1 dari 61
RPU-SK di Jakarta Barat.
Penyimpangan minor tertinggi pada RPU-SK di Jakarta Barat adalah
karyawan tidak mengenakan alat pelindung diri (APD) yaitu sebesar 100% (61
dari 61 RPU-SK di Jakarta Barat). Penyimpangan minor terendah pada RPU-SK
di Jakarta Barat adalah tidak memakai sistem FIFO sebesar 4.9% (3 dari 61
RPU-SK).
19
Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di RPU-SK terjadi akibat dari
kurangnya pengetahuan pengusaha RPU-SK dalam penerapan biosekuriti dan
higiene dalam menjalankan usaha rumah pemotongan unggas. Sehingga
konsep biosekuriti dan higiene sangat sulit diterapkan di RPU-SK.
Aspek Lokasi dan Lingkungan
RPU-SK yang baik memiliki syarat tertentu agar biosekuriti dan higiene
dapat diterapkan, seperti lokasi RPU-SK tidak boleh kurang dari 5 meter
terhadap pemukiman warga, karena dapat menyebarkan penyakit ke masyarakat
serta lingkungan RPU-SK harus bersih. Oleh karena itu, lokasi dan lingkungan
RPU-SK merupakan faktor penunjang penting dalam pelaksanaan biosekuriti dan
higiene di RPU-SK. Secara umum, jumlah penyimpangan mayor tertinggi
terdapat pada Kecamatan Taman Sari dan terendah di Kecamatan Kebon Jeruk.
Berdasarkan aspek lokasi dan lingkungan RPU-SK, jumlah penyimpangan tiap
kecamatan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Jumlah penyimpangan berdasarkan kategori pada lokasi dan lingkungan
RPU-SK di Jakarta Barat
Aspek yang dinilai Kecamatan n
Kategori penyimpangan
Kritis Serius Mayor Minor
(0) (0) (2) (0)
Lokasi dan lingkungan
Cengkareng 5 0 0 6 0
Grogol Petamburan
13
0 0 13 0
Kalideres 8 0 0 9 0
Kebon Jeruk 2 0 0 2 0
Kembangan 9 0 0 9 0
Palmerah 10 0 0 11 0
Taman Sari 10 0 0 14 0
Tambora 4 0 0 8 0
Total
61 0 0 72 0
Aspek lokasi dan lingkungan RPU-SK meliputi dua butir penilaian
berkategori penyimpangan mayor. Kecamatan Cengkareng, memiliki 6
penyimpangan mayor dari 5 sampel RPU-SK. Kecamatan Grogol Petamburan
memiliki 13 penyimpangan mayor dari 13 sampel RPU-SK. Kecamatan
Kalideres memiliki 9 penyimpangan mayor dari 8 sampel RPU-SK. Kecamatan
20
Kebon Jeruk memiliki 2 penyimpangan mayor dari 2 sampel RPU-SK.
Kecamatan Kembangan memiliki 9 penyimpangan mayor dari 9 sampel RPU-SK.
Kecamatan Palmerah memiliki 11 penyimpangan mayor dari 10 sampel RPU-SK.
Kecamatan Taman Sari memiliki 14 penyimpangan mayor dari 10 sampel RPU-
SK, dan Kecamatan Tambora memiliki 8 penyimpangan mayor dari 4 sampel
RPU-SK yang dinilai.
Aspek-aspek yang dinilai adalah lokasi RPU-SK yang berdekatan dengan
pemukiman warga (berjarak kurang dari 5 meter), serta lingkungan sekitar RPU-
SK yang tidak bersih. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada aspek
lokasi dan lingkungan RPU-SK dapat menyebabkan lingkungan tercemar serta
dapat mengganggu kesehatan masyarakat (berpotensi zoonosis). Kondisi lokasi
dan lingkungan pada rumah pemotongan unggas skala kecil di Jakarta Barat
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Kondisi lokasi dan lingkungan RPU-SK di Jakarta Barat
No Aspek yang
Dinilai Kecamatan N
Baik Penyimpangan Kategori Penyimpangan n % n %
1
Lokasi RPU-SK dengan
pemukiman warga
berjarak kurang dari
5 meter
Cengkareng 5 5 100 0 0
Mayor
Grogol Petamburan
13 9 69.2 4 30.8
Kalideres 8 7 87.5 1 12.5 Kebon Jeruk 2 2 100 0 0 Kembangan 9 8 88.9 1 11.1
Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 1 10 9 90.0
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 32 52.5 29 47.5
2
Lingkungan sekitar
RPU-SK tidak bersih
Cengkareng 5 1 20.0 4 80
Mayor
Grogol Petamburan
13 4 30.8 9 69.2
Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 1 11.1 8 88.9
Palmerah 10 9 90.0 1 10.0 Taman Sari 10 5 50.0 5 50.0
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 20 32.8 41 67.2
Pada pelaksanaannya, Kecamatan Tambora dan Palmerah memiliki
penyimpangan tertinggi yaitu 100% dimana RPU-SK berdekatan dengan
pemukiman dan berjarak kurang dari lima meter. Persentase terendah yaitu
Kecamatan Kebon Jeruk dan Cengkareng dimana tidak terdapat penyimpangan
pada aspek lokasi dan lingkungan. Kecamatan Taman Sari memiliki
penyimpangan mencapai 90.0%, Grogol Petamburan sebesar 30.8%, Kalideres
21
12.5%, dan Kembangan 11.1%. Meskipun tidak berpengaruh langsung terhadap
produk (karkas), namun penyimpangan ini dapat menyebabkan penularan
penyakit ke manusia melalui limbah atau udara. Aspek lokasi RPU-SK yang
berjarak kurang dari 5 meter terhadap pemukiman warga termasuk ke dalam
kategori mayor. Letak RPU-SK yang berada dibagian kota yang padat
penduduknya serta tidak lebih rendah dari pemukiman penduduk dapat
menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan (Anonim 2008).
RPU-SK yang memiliki lingkungan di sekitar RPU-SK paling kotor adalah
pada Kecamatan Kalideres, Kebon Jeruk, dan Tambora (100%), kemudian diikuti
oleh Kecamatan Kembangan sebesar 88.9%, Cengkareng 80.0%, Grogol
Petamburan 69.2%, Taman Sari 50.0%, Palmerah 10.0%. Pada Kecamatan
Kalideres, Kebon Jeruk, dan Tambora lingkungan sekitar RPU-SK kotor, terdapat
banyak limbah rumah pemotongan unggas seperti darah, bulu, dan feses yang
berceceran, selokan utama macet, dan sampah tidak dibuang pada bak sampah
(hanya ditumpuk pada beberapa sudut pasar). Hal ini dapat mengkontaminasi
karkas ayam yang diangkut untuk didistribusikan, dan mencemari lingkungan
sekitar pasar. Palmerah adalah kecamatan paling bersih dimana RPU-SK
memiliki tempat khusus di pasar (tidak dicampur dengan penjual lain), serta
sampah terorganisir dengan baik oleh pihak pasar sehingga tidak terdapat
tumpukan sampah. Selokan di sekitar RPU-SK cukup besar dan tidak tersumbat.
Kotoran hewan yang tidak ditangani dengan baik akan menjadi sumber
penularan penyakit. Penyimpangan pada aspek lingkungan sekitar RPU-SK
yang tidak bersih termasuk ke dalam kategori mayor.
Aspek Bangunan Utama RPU-SK
Bangunan utama menunjang pelaksanaan biosekuriti, higiene, dan tata
laksana pemotongan unggas. Bangunan utama yang sesuai dengan
persyaratan RPU-SK dapat mengurangi tercemarnya lingkungan sekitar RPU-
SK. Secara umum, jumlah penyimpangan kritis tertinggi terdapat pada
Kecamatan Grogol Petamburan dan Kembangan, sedangkan jumlah
penyimpangan terendah terdapat pada Kecamatan Cengkareng, Kalideres,
Kebon Jeruk dan Palmerah. Jumlah penyimpangan serius, mayor, dan minor
tertinggi terdapat pada Kecamatan Grogol Petamburan dan terendah pada
Kecamatan Cengkareng. Berdasarkan aspek bangunan utama RPU-SK, jumlah
penyimpangan tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 9.
22
Tabel 9 Jumlah penyimpangan berdasarkan kategori pada bangunan utama
RPU-SK di Jakarta Barat
Aspek yang dinilai Kecamatan n
Kategori penyimpangan
Kritis Serius Mayor Minor
(1) (1) (7) (4)
Bangunan utama
Cengkareng 5 0 5 30 15
Grogol Petamburan
13 4 13 65 35
Kalideres 8 0 8 46 25
Kebon Jeruk 2 0 2 10 4
Kembangan 9 4 9 50 21
Palmerah 10 0 10 54 33
Taman Sari 10 1 10 37 20
Tambora 4 2 4 19 15
Total
61 11 61 311 168
Aspek bangunan utama meliputi 13 butir penilaian yang dibagi atas 4
kategori minor, 7 kategori mayor, 1 serius, dan 1 kritis. Kecamatan Cengkareng
tidak memiliki penyimpangan kritis, 5 penyimpangan serius, 30 penyimpangan
mayor, 15 penyimpangan minor dari 5 sampel RPU-SK, Kecamatan Grogol
Petamburan memiliki 4 penyimpangan kritis, 13 penyimpangan serius, 65
penyimpangan mayor, dan 35 penyimpangan minor dari 13 sampel RPU-SK.
Kecamatan Kalideres tidak memiliki penyimpangan kritis, 8 penyimpangan
serius, 46 penyimpangan mayor, dan 25 penyimpangan minor dari 8 sampel
RPU-SK. Kecamatan Kebon Jeruk tidak memiliki penyimpangan kritis, 2
penyimpangan serius, 10 penyimpangan mayor, dan 4 penyimpangan minor dari
2 sampel RPU-SK. Kecamatan Kembangan memiliki 4 penyimpangan kritis, 9
penyimpangan serius, 50 penyimpangan mayor, dan 21 penyimpangan minor
dari 9 sampel RPU-SK. Kecamatan Palmerah tidak memiliki penyimpangan
kritis, 10 penyimpangan serius, 54 penyimpangan mayor, dan 33 penyimpangan
minor. Kecamatan Taman Sari memiliki 1 penyimpangan kritis, 10
penyimpangan serius, 37 penyimpangan mayor, dan 20 penyimpangan minor
dari 10 sampel RPU-SK. Kecamatan Tambora memiliki 2 penyimpangan kritis, 4
penyimpangan serius, 19 penyimpangan mayor, dan 15 penyimpangan minor
dari 4 RPU-SK yang dinilai.
Semua RPU-SK yang diamati tidak memisahkan ruang bersih dan kotor,
tidak mempunyai toilet, dan tidak mempunyai fasilitas pencucian tangan yang
23
dilengkapi sabun (100%). Kondisi bangunan utama RPU-SK di Jakarta Barat
secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Kondisi bangunan utama di RPU-SK Jakarta Barat
No Aspek yang
Dinilai Kecamatan N
Baik Penyimpangan Kategori Penyimpangan n % n %
1
RPU-SK tidak
memiliki pagar yang
kokoh
Cengkareng 5 0 0 5 100
Minor
Grogol Petamburan
13 3 23.1 10 76.9
Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 1 11.1 8 88.9
Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 5 50.0 5 50.0
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 9 14.8 52 85.2
2
Bangunan bersifat
tidak permanen
Cengkareng 5 5 100 0 0
Minor
Grogol Petamburan
13 10 76.9 3 23.1
Kalideres 8 7 87.5 1 12.5 Kebon Jeruk 2 2 100 0 0 Kembangan 9 9 100 0 0
Palmerah 10 8 80.0 2 20.0 Taman Sari 10 8 80.0 2 20.0
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 49 80.3 12 19.7
3
Ruangan bersih dan
kotor tidak
dipisahkan
Cengkareng 5 0 0 5 100
Mayor
Grogol Petamburan
13 0 0 13 100
Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 0 0 9 100
Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 0 0 10 100
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 0 0 61 100
4
RPU-SK tidak
memiliki atap
Cengkareng 5 5 100 0 0
Mayor
Grogol Petamburan
13 13 100 0 0
Kalideres 8 7 87.5 1 12.5 Kebon Jeruk 2 2 100 0 0 Kembangan 9 9 100 0 0
Palmerah 10 10 100 0 0 Taman Sari 10 10 100 0 0
Tambora 4 4 100 0 0
Total 61 60 98.4 1 1.6
5
Dinding tidak terbuat dari bahan yang
mudah didisinfeksi
Cengkareng 5 0 0 5 100
Mayor
Grogol Petamburan
13 3 23.1 10 76.9
Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 1 11.1 8 88.9
Palmerah 10 1 10.0 9 90.0 Taman Sari 10 5 50.0 5 50.0
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 10 16.4 51 83.6
24
No Aspek yang
Dinilai Kecamatan N
Baik Penyimpangan Kategori Penyimpangan n % n %
6
Lantai licin, tidak kedap
air, tidak mudah
dibersihkan dan
disinfeksi
Cengkareng 5 0 0 5 100
Mayor
Grogol Petamburan
13 6 46.2 7 53.8
Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 1 50.0 1 50.0 Kembangan 9 1 11.9 8 88.9
Palmerah 10 1 10.0 9 90.0 Taman Sari 10 5 50.0 5 50.0
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 14 23 47 77
7
Sirkulasi udara
di ruang proses
produksi tidak baik
Cengkareng 5 0 0 5 100
Minor
Grogol Petamburan
13 2 15.4 11 84.6
Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 2 100 0 0 Kembangan 9 5 55.6 4 44.4
Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 6 60.0 4 40.0
Tambora 4 1 25.0 3 75.0
Total 61 16 26.2 45 73.8
8 Saluran
pembuangan tidak lancar
Cengkareng 5 0 0 5 100
Mayor
Grogol Petamburan
13 2 15.4 11 84.6
Kalideres 8 1 12.5 7 87.5 Kebon Jeruk 2 1 50.0 1 50.0 Kembangan 9 2 22.2 7 77.8
Palmerah 10 8 80.0 2 20.0 Taman Sari 10 6 60.0 4 40.0
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 20 32.8 41 67.2
9
Tidak
tersedia pasokan air bersih yang
cukup
Cengkareng 5 5 100 0 0
Kritis
Grogol Petamburan
13 9 69.2 4 30.8
Kalideres 8 8 100 0 0 Kebon Jeruk 2 2 100 0 0 Kembangan 9 5 55.6 4 44.4
Palmerah 10 9 90.0 1 10.0 Taman Sari 10 9 90.0 1 10.0
Tambora 4 2 50.0 2 50.0
Total 61 49 80.3 12 19.7
10
Tidak
tersedia toilet yang
bersih
Cengkareng 5 0 0 5 100
Minor
Grogol Petamburan
13 0 0 13 100
Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 0 0 9 100
Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 1 10.0 9 90.0
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 1 1.6 60 98.4
11
Tidak
tersedia fasilitas
pencucian tangan dengan sabun
Cengkareng 5 0 0 5 100
Serius
Grogol Petamburan
13 0 0 13 100
Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 0 0 9 100
Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 0 0 10 100
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 0 0 61 100
25
No Aspek yang
Dinilai Kecamatan N
Baik Penyimpangan Kategori Penyimpangan n % n %
12
Limbah padat tidak
ditangani dengan
baik
Cengkareng 5 0 0 5 100
Mayor
Grogol Petamburan
13 1 7.7 12 92.3
Kalideres 8 1 12.5 7 87.5 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 0 0 9 100
Palmerah 10 2 20.0 8 80.0 Taman Sari 10 5 50.0 5 50.0
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 9 14.8 52 85.2
13
Limbah cair tidak
ditangani dengan
baik
Cengkareng 5 0 0 5 100
Mayor
Grogol Petamburan
13 1 7.7 12 92.3
Kalideres 8 1 12.5 7 87.5 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 0 0 9 100
Palmerah 10 2 20.0 8 80.0 Taman Sari 10 2 20.0 8 80.0
Tambora 4 1 25.0 3 75.0
Total 61 7 11.5 54 88.5
RPU-SK yang tidak memiliki pagar yang kokoh terdapat di Kecamatan
Cengkareng, Kebon Jeruk, Kalideres, dan Tambora yaitu sebesar 100%.
Kecamatan Kembangan memiliki persentase penyimpangan sebesar 88.9% (8
dari 9 RPU-SK), Kecamatan Grogol Petamburan sebesar 76.9% (10 dari 13
RPU-SK), dan Kecamatan Taman Sari sebesar 50.0% (5 dari 10 RPU-SK).
Penyimpangan terhadap aspek bangunan utama termasuk ke dalam kategori
minor. Pencegahan keluar masuknya orang yang tidak berkepentingan dengan
membuat pagar pada kompleks RPU adalah salah satu syarat bangunan tempat
pemotongan ayam (Priyatno 2003).
RPU-SK yang mempunyai bangunan bersifat permanen terletak pada
Kecamatan Cengkareng, Kebon Jeruk, Kembangan masing-masing sebesar
100%. Sementara itu, Kecamatan Grogol Petamburan memiliki persentase
penyimpangan sebesar 23.1% (3 dari 10 RPU-SK). Kecamatan Palmerah dan
Taman Sari memiliki persentase yang sama yaitu masing-masing 20% (2 dari 10
RPU-SK), dan Kecamatan Kalideres sebesar 12.5% (1 dari 8 RPU-SK).
Penyimpangan terhadap aspek ini termasuk ke dalam kategori minor. Syarat
bangunan utama pada RPU-SK adalah bangunan bersifat permanen, terbuat dari
bahan yang kuat dan mudah perawatannya (Anonim 2008).
Semua RPU-SK di Jakarta Barat tidak memiliki batasan secara fisik antara
ruangan bersih dan ruangan kotor sehingga persentase penyimpangan pada
delapan kecamatan di Jakarta Barat sebesar 100%. Penyimpangan tidak
26
dilakukan pemisahan antara ruang bersih dan kotor termasuk kategori
penyimpangan mayor. Ruang kotor dan bersih terpisah secara fisik merupakan
praktek yang baik dari rumah pemotongan unggas skala kecil (Anonim 2008).
RPU-SK yang tidak memiliki atap untuk melindungi dari hujan dan panas
terdapat pada Kecamatan Kalideres yaitu sebesar 12.5% (1 dari 8 RPU-SK).
Tujuh kecamatan lain yaitu Cengkareng, Kembangan, Kebon Jeruk, Grogol
Petamburan, Palmerah, Taman Sari dan Tambora memiliki atap untuk
melindungi dari panas dan hujan sebesar 100% (tidak terdapat penyimpangan).
Penyimpangan tidak memiliki atap pada RPU-SK termasuk ke dalam kategori
mayor. Langit-langit didesain sedemikian rupa agar tidak terjadi akumulasi
kotoran dan kondensasi dalam ruangan RPU (BSN 1999).
Dinding pada RPU-SK yang tidak terbuat dari bahan yang mudah
dibersihkan dan didisinfeksi tertinggi terdapat pada Kecamatan Cengkareng,
Kalideres, Kebon Jeruk, Tambora dengan penyimpangan 100%. Kemudian
diikuti Kecamatan Palmerah 90.0% (9 dari 10 RPU-SK), Kembangan 88.9% (8
dari 9 RPU-SK), Grogol Petamburan 76.9% atau sebanyak 10 dari 13 RPPU-SK,
dan Taman Sari sebesar 50% (5 dari 10 RPU-SK). Dinding terbuat dari bahan
yang sulit dibersihkan termasuk ke dalam kategori mayor. Dinding harus terbuat
dari bahan yang mudah dibersihkan, dengan dilapisi bahan yang licin, kedap air,
dan berwarna terang (Priyatno 2003). Bahan dinding yang sulit dibersihkan dan
didisinfeksi (seperti kayu, triplek, beton yang tidak diplester) dapat menyebabkan
tumbuhnya kapang (Marriott 1999).
Lantai licin, tidak kedap air, tidak mudah dibersihkan dan didisinfeksi paling
banyak terdapat pada Kecamatan Cengkareng, Kalideres, dan Tambora dengan
persentase penyimpangan 100%. Kecamatan Palmerah memiliki persentase
penyimpangan sebesar 90% (9 dari 10 RPU-SK), Kembangan 88.9% ( 8 dari 9
RPU-SK), Grogol Petamburan sebesar 53.8% (7 dari 13 RPU-SK), dan Kebon
Jeruk dan Taman Sari masing-masing 50.0% (1 dari 2 RPU SK dan 5 dari 10
RPU-SK). Penyimpangan pada aspek ini termasuk ke dalam kategori mayor.
Lantai RPU-SK harus terbuat dari bahan yang kedap air, tidak licin, dan mudah
dibersihkan serta didisinfeksi (Anonim 2008).
RPU-SK yang memiliki sirkulasi udara yang buruk dengan persentase
penyimpangan 100% adalah Kecamatan Cengkareng, Kalideres, dan Palmerah.
Sementara itu, Kecamatan Grogol Petamburan memiliki persentase
penyimpangan sebesar 84.6% (11 dari 13 RPU-SK), kemudian Kecamatan
27
Tambora memiliki persentase penyimpangan sebesar 75.0% (1 dari 4 RPU-SK),
Kembangan sebesar 44.4% (4 dari 9 RPU-SK), Taman Sari sebesar 40.0% (4
dari 10 RPU-SK). Kebon Jeruk tidak terdapat penyimpangan pada aspek
sirkulasi udara. Sirkulasi udara yang buruk pada RPU-SK merupakan
penyimpangan berkategori minor. RPU-SK harus memiliki sirkulasi udara yang
baik sehingga tidak pengap dan berbau menyengat (Anonim 2008).
Saluran pembuangan limbah di RPU-SK yang tidak lancar dengan
persentase tertinggi terdapat pada Kecamatan Cengkareng dan Tambora
(100%), kemudian Kecamatan Kalideres dengan persentase 87.5% (7 dari 8
RPU-SK), Kecamatan Grogol Petamburan dengan persentase 84.6% (11 dari 13
RPU-SK), Kebon Jeruk 50.0% (1 dari 2 RPU-SK), Taman Sari sebesar 40.0% (4
dari RPU-SK), dan Palmerah 20.0% (2 dari 8 RPU-SK). Pada penyimpangan
saluran tersumbat dan banyak tumpukan darah, feses, bulu, dan kotoran lainnya.
Penyimpangan saluran pembuangan tidak lancar termasuk kategori mayor.
Tidak tersedia pasokan air bersih yang cukup untuk proses produksi seperti
pencucian karkas, pembersihan meja dan peralatan terdapat pada Kecamatan
Tambora dengan persentase penyimpangan sebesar 50.0% (2 dari 4 RPU-SK),
kemudian diikuti oleh Kecamatan Kembangan dengan persentase penyimpangan
sebesar 44.4% (4 dari 9 RPU-SK), Kecamatan Grogol Petamburan dengan
persentase penyimpangan 30.8% atau 4 dari 13 RPU-SK, dan Kecamatan
Palmerah dan Taman Sari masing-masing 10.0% (2 dari 10 RPU-SK).
Kecamatan Cengkareng, Kalideres, dan Kebon Jeruk telah memiliki persediaan
pasokan air bersih yang cukup (tidak terdapat penyimpangan).
Air yang digunakan dalam proses produksi di RPU-SK adalah air konsumsi
dan memenuhi persyaratan air bersih. Adapun penggunaan air tanah atau dari
sumber lain maka air harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi
persyaratan air bersih. Klorin 20-50 ppm berguna untuk mematikan
mikroorganisme yang terkandung dalam sumber air (Anonim 2008). RPU harus
dilengkapi oleh air bertekanan 1,05 kg/cm3 (15 psi) dan air panas minimal 82 oC
(BSN 1999).
Taman Sari adalah satu-satunya kecamatan yang memiliki toilet yang
bersih dengan persentase 10.0% (1 dari 10 RPU-SK). Kecamatan lain yaitu
Cengkareng, Grogol Petamburan, Kalideres, Kebon Jeruk, Kembangan,
Palmerah, dan Tambora tidak tersedia toilet yang bersih dengan persentase
penyimpangan 100%. Tidak tersedianya toilet yang bersih termasuk kategori
28
penyimpangan minor. Bangunan tempat pemotongan ayam harus memiliki WC
untuk menjaga higiene pekerja (Priyatno 2003).
Seluruh RPU-SK di Jakarta Barat tidak memiliki fasilitas pencucian tangan
dengan sabun. Persentase penyimpangan sebesar 100% pada delapan
kecamatan (61 dari 61 RPU-SK). Penyimpangan tidak tersedia fasilitas
pencucian tangan dengan sabun termasuk kategori serius. Menurut
Purnawijayanti (2001), fasilitas yang diperlukan untuk pencucian tangan yang
memadai adalah bak cuci tangan yang dilengkapi dengan saluran pembuangan
tertutup, kran air panas, dan handuk kertas atau tissue atau mesin pengering.
Tempat pencucian tangan harus diletakkan sedekat mungkin dengan tempat
kerja.
Persentase penyimpangan tertinggi pada aspek penanganan limbah padat
yang buruk terdapat pada Kecamatan Cengkareng, Kebon Jeruk, Kembangan,
dan Tambora dengan persentase penyimpangan sebesar 100%. Selain itu,
Kecamatan Grogol Petamburan memiliki persentase penyimpangan sebesar
92.3% (12 dari 13 RPU-SK), Kecamatan Kalideres memiliki persentase
penyimpangan sebesar 87.5% (7 dari 8 RPU-SK), Kecamatan Palmerah 80.0%
(8 dari 10 RPU-SK), dan Kecamatan Taman Sari dengan persentase
penyimpangan 50.0% (5 dari 10 RPU-SK).
Limbah padat yang tidak ditangani dengan baik dapat mencemari
lingkungan serta menimbulkan bau yang tidak menyenangkan. Menurut Zahid
(1997), air yang tercemar limbah kotoran ternak dapat tercemar bakteri-bakteri
seperti Escherichia coli, Streptococcus faecalis, atau Clostridium perfringens.
Bau yang tidak sedap akibat amonia (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S) dapat
mengganggu kenyamanan masyarakat setempat dan dapat merangsang lalat
dan nyamuk untuk datang dan berkembang biak di tempat timbunan limbah
kotoran ternak tersebut.
Penanganan limbah cair yang buruk terdapat pada Kecamatan
Cengkareng, Kebon Jeruk dan Kembangan dengan persentase 100%. Pada
kecamatan lain yaitu Grogol Petamburan memiliki persentase penyimpangan
92.3% (12 dari 13 RPU-SK), Kalideres 87.5% (7 dari 8 RPU-SK), Palmerah dan
Taman Sari memiliki persentase penyimpangan masing-masing yaitu 80.0% (8
dari 10 RPU-SK), dan Tambora dengan persentase penyimpangan 75.0% (3 dari
4 RPU-SK). RPU-SK seyogyanya memiliki fasilitas untuk drainase, diantaranya
29
untuk pembuangan limbah cair ke septic tank, dan bak penampungan darah
(Anonim 2008).
Aspek Fasilitas RPU-SK
Fasilitas di RPU-SK difokuskan pada kelancaran proses produksi dan
pencegahan penyebaran penyakit. Fasilitas yang harus dimiliki oleh RPU-SK
adalah intensitas cahaya yang mencukupi untuk menunjang proses di RPU-SK
serta merupakan bagian penting dalam pemeriksaan antemortem dan
postmortem, peralatan yang terbuat dari bahan anti karat serta mudah
dibersihkan dan didisinfeksi. Selain itu, RPU-SK seyogyanya memiliki fasilitas
pengolahan limbah cair seperti septic tank atau bak pengendap dan tempat
penampungan sementara limbah padat sebelum diolah lebih lanjut. Fasilitas lain
adalah lantai yang bersih, tidak terdapat banyak genangan cairan, tumpukan
kotoran dan saluran pembuangan yang lancar (Anonim 2008). Baik atau
buruknya fasilitas di RPU-SK mempengaruhi kelancaran proses produksi,
kualitas daging yang dihasilkan dan kebersihan lingkungan. Secara umum,
jumlah penyimpangan kritis dan mayor tertinggi terdapat pada Kecamatan Grogol
Petamburan, dan jumlah penyimpangan terendah pada Kecamatan Kebon Jeruk.
Jumlah penyimpangan secara lengkap pada aspek fasilitas dapat dilihat pada
Tabel 11.
Tabel 11 Jumlah penyimpangan berdasarkan kategori pada fasilitas RPU-SK di
Jakarta Barat
Aspek yang dinilai Kecamatan n
Kategori penyimpangan
Kritis Serius Mayor Minor
(1) (0) (3) (0)
Fasilitas Cengkareng 5 0 0 15 0
Grogol Petamburan
13 6 0 32 0
Kalideres 8 4 0 23 0
Kebon Jeruk 2 0 0 3 0
Kembangan 9 4 0 21 0
Palmerah 10 9 0 21 0
Taman Sari 10 2 0 20 0
Tambora 4 0 0 9 0
Total
61 25 0 144 0
30
Penilaian aspek fasilitas meliputi empat butir penilaian dengan kategori
penyimpangan yang terdiri dari 3 mayor dan 1 kritis. Kecamatan Cengkareng
memiliki 15 penyimpangan mayor dari 5 sampel RPU-SK, Grogol Petamburan
memiliki 6 penyimpangan kritis dan 32 penyimpangan mayor dari 13 sampel
RPU-SK, Kalideres memiliki 4 penyimpangan kritis dan 23 penyimpangan mayor
dari 8 sampel RPU-SK, Kecamatan Kebon Jeruk memiliki 3 penyimpangan
mayor dari 2 sampel RPU-SK, Kecamatan Kembangan memiliki 4 penyimpangan
kritis dan 21 penyimpangan mayor dari 9 sampel RPU-SK, Kecamatan Palmerah
memiliki 9 penyimpangan dan 21 penyimpangan kritis mayor dari 10 sampel
RPU-SK, Kecamatan Taman Sari memiliki 2 penyimpangan kritis dan 20
penyimpangan mayor dari 10 sampel RPU-SK. Kecamatan Tambora memiliki 9
penyimpangan mayor dari 4 sampel RPU-SK.
Penyimpangan tertinggi adalah tidak tersedianya fasilitas pengolahan
limbah pada RPU-SK (100%), sehingga limbah langsung dibuang ke lingkungan
sekitar tanpa mendapat pengolahan lebih lanjut. Limbah dapat mencemari
lingkungan dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Penyimpangan terendah
terdapat pada aspek peralatan tidak terbuat dari bahan anti karat (41.0%).
Kondisi fasilitas RPU-SK secara lengkap berdasarkan hasil penilaian dengan
checklist dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Kondisi fasilitas RPU-SK di Jakarta Barat
No Aspek yang Dinilai
Kecamatan N Baik Penyimpangan
Kategori Penyimpangan n % n %
1
Intensitas cahaya tidak
mencukupi
Cengkareng 5 0 0 5 100
Mayor
Grogol Petamburan
13 7 53.8 6 46.2
Kalideres 8 1 12.5 7 87.5 Kebon Jeruk 2 2 100 0 0 Kembangan 9 6 66.7 3 33.3
Palmerah 10 1 10.0 9 90.0 Taman Sari 10 7 70.0 3 30.0
Tambora 4 3 75.0 1 25.0
Total 61 27 44.3 34 55.7
2
Peralatan tidak
terbuat dari bahan anti
karat
Cengkareng 5 5 100 0 0
Kritis
Grogol Petamburan
13 7 53.8 6 46.2
Kalideres 8 4 50.0 4 50.0 Kebon Jeruk 2 2 100 0 0 Kembangan 9 5 55.6 4 44.4
Palmerah 10 1 10.0 9 90.0 Taman Sari 10 8 80.0 2 20.0
Tambora 4 4 100 0 0
Total 61 36 59.0 25 41.0
31
No Aspek yang Dinilai
Kecamatan N Baik Penyimpangan
Kategori Penyimpangan n % n %
3
Lantai terdapat banyak
genangan cairan,
tumpukan kotoran
Cengkareng 5 0 0 5 100
Mayor
Grogol Petamburan
13 0 0 13 100
Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 1 50.0 1 50.0 Kembangan 9 0 0 9 100
Palmerah 10 8 80.0 2 20.0 Taman Sari 10 3 30.0 7 70.0
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 12 19.7 49 80.3
4
Tidak
tersedia fasilitas
pengolahan limbah
Cengkareng 5 0 0 5 100
Mayor
Grogol Petamburan
13 0 0 13 100
Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 0 0 9 100
Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 0 0 10 100
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 0 0 61 100
Persentase penyimpangan tertinggi terhadap aspek intensitas cahaya
terdapat pada Kecamatan Cengkareng yaitu sebesar 100% (5 dari 5 RPU-SK).
Kecamatan Palmerah mempunyai persentase penyimpangan 90.0% (9 dari 10
RPU-SK), Kecamatan Kalideres sebesar 87.5% (7 dari 8 RPU-SK), Grogol
Petamburan sebesar 46.2% (6 dari 13 RPU-SK), Kembangan sebesar 33.3% (3
dari 9 RPU-SK), Taman Sari sebesar 30.0% (3 dari 10 RPU-SK), dan Tambora
25.0% (1 dari 4 RPU-SK). Kecamatan Kebon Jeruk tidak memiliki penyimpangan
pada aspek ini. Penyimpangan tidak mencukupinya intensitas cahaya yang
mendukung proses produksi RPU-SK termasuk ke dalam penyimpangan mayor.
Salah satu syarat RPU adalah intensitas cahaya dengan suplai listrik
berdaya (watt) yang cukup. Lampu penerangan mempunyai pelindung, mudah
dibersihkan, dan mempunyai intensitas penerangan sebesar 540 luks di ruang
pemeriksaan antemortem dan postmortem, serta 220 luks di ruangan lainnya
(BSN 1999). Penerangan yang cukup mempermudah dokter hewan untuk
melakukan pemeriksaan antemortem dan postmortem.
Persentase penyimpangan tertinggi pada aspek peralatan tidak terbuat dari
bahan anti karat yang mudah dibersihkan atau didisinfeksi terdapat pada
Kecamatan Palmerah yaitu sebesar 90.0% (9 dari 10 RPU-SK). Selain itu pada
Kecamatan Kalideres memiliki penyimpangan sebesar 50.0% (4 dari 8 RPU-SK),
Grogol Petamburan sebesar 46.2% (6 dari 13 RPU-SK), Kembangan sebesar
32
44.4 (4 dari 9 RPU-SK), Taman Sari sebesar 20.0% (2 dari 10 RPU-SK), dan
pada Kecamatan Cengkareng, Kebon Jeruk, dan Tambora tidak terdapat
penyimpangan. Penyimpangan terhadap aspek peralatan tidak terbuat dari
bahan anti karat yang mudah dibersihkan atau didisinfeksi temasuk ke dalam
kategori kritis. Peralatan yang tidak toksik, tidak korosif, mudah dibersihkan dan
didisinfeksi adalah syarat peralatan pada Rumah Pemotongan Unggas (BSN
1999). Sedangkan menurut Marriott (1999), bahan yang dianjurkan adalah yang
menggunakan plastik atau stainless steel. Kedua bahan ini mudah dibersihkan
dan tidak cepat rusak.
Penyimpangan tertinggi pada aspek kondisi lantai dimana terdapat banyak
genangan cairan, tumpukan kotoran, dan tidak mengalir ke saluran pembuangan
terdapat pada lima kecamatan di Jakarta Barat. Kecamatan-kecamatan tersebut
adalah Cengkareng, Grogol Petamburan, Kalideres, Kembangan, dan Tambora
yaitu memiliki persentase penyimpangan sebesar 100%. Kecamatan Taman Sari
memiliki persentase penyimpangan 70.0% (7 dari 10 RPU-SK), Kebon Jeruk
sebesar 50.0% (1 dari 2 RPU-SK), dan Palmerah sebesar 20.0% (2 dari 10 RPU-
SK). Penyimpangan terhadap aspek kondisi lantai dimana terdapat banyak
genangan cairan, tumpukan kotoran, dan tidak mengalir ke saluran pembuangan
termasuk kategori mayor. Lantai terbuat dari bahan kedap air, tidak korosif, tidak
toksik, tidak mudah mengelupas, mudah dibersihkan dan mudah didesinfeksi
adalah fasilitas untuk mencegah terdapatnya genangan cairan, kotoran, dan tidak
mengalir ke saluran pembuangan (Anonim 2008).
Seluruh RPU-SK pada Jakarta Barat tidak memiliki fasilitas pengolahan
limbah. Persentase terhadap penyimpangan ini sebesar 100% (61 dari 61 RPU-
SK). Penyimpangan tidak adanya fasilitas pengolahan limbah termasuk ke
dalam kategori mayor. Menurut Priyatno (2003), tempat pemotongan unggas
minimal memiliki bak pengendap untuk limbah cair sebelum dialirkan ke sungai
agar tidak mencemari lingkungan. Sedangkan menurut Anonim (2008), RPU-SK
memiliki fasilitas untuk drainase, diantaranya untuk pembuangan limbah cair ke
septic tank dan memiliki tempat penampungan sementara untuk limbah padat
dan kotoran sebelum diolah lebih lanjut. Limbah cair dari RPU-SK dapat
mencemari air serta lingkungan sehingga tidak dapat digunakan oleh
masyarakat.
33
Aspek Bahan Baku, Penanganan dan Pengolahan
Aspek bahan baku, penanganan, dan pengolahan merupakan aspek
terpenting dalam proses produksi di RPU-SK agar dapat menghasilkan daging
ayam yang ASUH. Penilaian meliputi kelengkapan dokumen unggas, sistem
FIFO, pemeriksaan antemortem dan postmortem, pemisahan unggas sakit serta
unggas mati, pemisahan karkas dan jeroan, karkas tidak kontak dengan lantai
dan bahan yang kotor, pendinginan dan pengangkutan karkas. Secara umum,
jumlah penyimpangan kritis tertinggi terdapat pada Kecamatan Grogol
Petamburan dan Kembangan, sedangkan jumlah terendah terdapat pada
Kecamatan Kalideres dan Tambora. Jumlah penyimpangan serius dan mayor
tertinggi terdapat pada Kecamatan Grogol Petamburan dan jumlah terendah
terdapat pada Kecamatan Kebon Jeruk. Jumlah penyimpangan minor tertinggi
terdapat pada Kecamatan Cengkareng, Grogol Petamburan, dan Palmerah.
Lima Kecamatan lainnya tidak memiliki penyimpangan minor. Jumlah
penyimpangan berdasarkan kategori pada bahan baku, penanganan, dan
pengolahan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Jumlah penyimpangan berdasarkan kategori pada bahan baku,
penanganan, dan pengolahan di RPU-SK Jakarta Barat
Aspek yang dinilai Kecamatan
Kategori penyimpangan
n Kritis Serius Mayor Minor
(4) (4) (1) (1)
Bahan baku, penanganan, dan
pengolahan
Cengkareng 5 6 20 5 1
Grogol Petamburan
13 11 52 12 1
Kalideres 8 1 32 7 0
Kebon Jeruk 2 2 8 2 0
Kembangan 9 11 36 9 0
Palmerah 10 4 40 9 1
Taman Sari 10 5 39 9 0
Tambora 4 1 12 4 0
Total
61 33 239 57 3
Aspek bahan baku, penanganan,dan pengolahan terdiri atas 10 butir
penilaian yaitu 4 kritis, 4 serius, 1 mayor, dan 1 minor. Kecamatan Cengkareng
terdapat 6 penilaian kritis, 20 penyimpangan serius, 5 penyimpangan mayor, dan
1 penyimpangan minor dari 5 sampel RPU-SK. Kecamatan Grogol Petamburan
34
terdapat 11 penyimpangan kritis, 52 penyimpangan serius, 12 penyimpangan
mayor, dan 1 penyimpangan minor dari 13 sampel RPU-SK. Kecamatan
Kalideres terdapat 1 penyimpangan kritis, 32 penyimpangan serius, 7
penyimpangan mayor, dan tidak terdapat penyimpangan minor dari 8 sampel
RPU-SK. Kecamatan Kebon Jeruk terdapat 2 penyimpangan kritis, 8
penyimpangan serius, 2 penyimpangan mayor, dan tidak terdapat penyimpangan
minor dari 2 sampel RPU-SK. Kecamatan Kembangan terdapat 11
penyimpangan kritis, 36 penyimpangan serius, 9 penyimpangan mayor, dan tidak
terdapat penyimpangan minor dari 9 sampel RPU-SK. Pada Kecamatan
Palmerah terdapat 4 penyimpangan kritis, 40 penyimpangan serius, 9
penyimpangan mayor, dan 1 penyimpangan minor dari 10 sampel RPU-SK.
Pada Kecamatan Taman Sari terdapat 5 penyimpangan kritis, 39 penyimpangan
serius, 9 penyimpangan mayor, dan tidak terdapat penyimpangan minor dari 10
sampel RPU-SK. Pada Kecamatan Tambora terdapat 1 penyimpangan kritis, 12
penyimpangan serius, 4 penyimpangan mayor, dan tidak terdapat penyimpangan
minor dari 4 sampel RPU-SK.
Seluruh RPU-SK di Jakarta Barat tidak melakukan pemeriksaan
postmortem, antemortem, dan tidak dilakukan pendinginan terhadap karkas
(100%). Kondisi bahan baku, penanganan, dan pengolahan berdasarkan hasil
checklist dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Kondisi bahan baku, penanganan, dan pengolahan
No Aspek yang Dinilai
Kecamatan N Baik Penyimpangan
Kategori Penyimpangan n % n %
1
Ayam hidup yang
datang tidak
dilengkapi SKKH
Cengkareng 5 0 0 5 100
Mayor
Grogol Petamburan
13 1 7.7 12 92.3
Kalideres 8 1 12.5 7 87.5 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 0 0 9 100
Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 1 10.0 9 90.0
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 3 4.9 58 95.1
2
RPU-SK tidak
memakai sistem FIFO
Cengkareng 5 4 80 1 20
Minor
Grogol Petamburan
13 12 92.3 1 7.7
Kalideres 8 8 100 0 0 Kebon Jeruk 2 2 100 0 0 Kembangan 9 9 100 0 0
Palmerah 10 9 90.0 1 10.0 Taman Sari 10 10 100 0 0
Tambora 4 4 100 0 0
Total 61 58 95.1 3 4.9
35
No Aspek yang Dinilai
Kecamatan N Baik Penyimpangan
Kategori Penyimpangan n % n %
3
Tidak dilakukan pemeriksa
an ante mortem
Cengkareng 5 0 0 5 100
Serius
Grogol Petamburan
13 0 0 13 100
Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 0 0 9 100
Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 0 0 10 100
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 0 0 61 100
4
Unggas
sakit tidak dipisahkan
Cengkareng 5 1 20 4 80
Kritis
Grogol Petamburan
13 9 69.2 4 30.8
Kalideres 8 8 100 0 0 Kebon Jeruk 2 1 50.0 1 50.0 Kembangan 9 8 88.9 1 11.1
Palmerah 10 9 90.0 1 10.0 Taman Sari 10 10 100 0 0
Tambora 4 4 100 0 0
Total 61 50 82 11 18
5
Unggas mati tidak langsung
dipisahkan
Cengkareng 5 5 100 0 0
Kritis
Grogol Petamburan
13 12 92.3 1 7.7
Kalideres 8 8 100 0 0 Kebon Jeruk 2 1 50.0 1 50.0 Kembangan 9 5 55.6 4 44.4
Palmerah 10 10 100 0 0 Taman Sari 10 9 90.0 1 10.0
Tambora 4 4 100 0 0
Total 61 54 88.5 7 11.5
6
Karkas tidak dipisah dengan jeroan
Cengkareng 5 5 100 0 0
Kritis
Grogol Petamburan
13 12 92.3 1 7.7
Kalideres 8 8 100 0 0 Kebon Jeruk 2 2 100 0 0 Kembangan 9 6 66.7 3 33.3
Palmerah 10 9 90.0 1 10.0 Taman Sari 10 10 100 0 0
Tambora 4 4 100 0 0
Total 61 56 91.8 5 8.2
7
Karkas kontak dengan
lantai dan atau bahan yang kotor
Cengkareng 5 3 60.0 2 40.0
Kritis
Grogol Petamburan
13 8 61.5 5 38.5
Kalideres 8 7 87.5 1 12.5 Kebon Jeruk 2 2 100 0 0 Kembangan 9 4 44.4 5 55.6
Palmerah 10 8 80.0 2 20.0 Taman Sari 10 6 60.0 4 40.0
Tambora 4 3 75.0 1 25.0
Total 61 41 67.2 20 32.8
36
No Aspek yang Dinilai
Kecamatan N Baik Penyimpangan Kategori
Penyimpangan
8
Tidak
dilakukan pemeriksaan post mortem
Cengkareng 5 0 0 5 100
Serius
Grogol Petamburan
13 0 0 13 100
Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 0 0 9 100
Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 0 0 10 100
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 0 0 61 100
9
Tidak dilakukan
pendinginan terhadap karkas
Cengkareng 5 0 0 5 100
Serius
Grogol Petamburan
13 0 0 13 100
Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 0 0 9 100
Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 0 0 10 100
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 0 0 61 100
10
Pengangkutan karkas
tidak higienis misalnya dikemas
Cengkareng 5 0 0 5 100
Serius
Grogol Petamburan
13 0 0 13 100
Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 0 0 9 100
Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 1 10.0 9 90.0
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 1 1.6 60 98.4
Lima dari delapan kecamatan yang terdapat di Jakarta Barat memiliki
persentase penyimpangan 100% terhadap aspek unggas hidup yang datang
tidak dilengkapi SKKH untuk dipotong di RPU-SK. Kecamatan Grogol
Petamburan memiliki persentase penyimpangan sebesar 92.3% (12 dari 13
RPU-SK), Kecamatan Taman Sari sebesar 90% (9 dari 10 RPU-SK), dan
Kecamatan Kalideres sebesar 87.5% (7 dari 8 RPU-SK). Penyimpangan
terhadap unggas datang yang tidak dilengkapi SKKH termasuk ke dalam kategori
mayor. Unggas yang datang harus disertai surat keterangan kesehatan hewan
(SKKH) yang dikeluarkan dinas yang membawahi kesehatan hewan dan
ditandatangani oleh dokter hewan terkait (Anonim 1977), dan unggas akan
ditolak untuk disembelih bila tidak disertai SKKH (Anonim 2008).
RPU-SK yang tidak memakai sistem FIFO terdapat pada Kecamatan
Cengkareng dengan persentase penyimpangan sebesar 20.0% (1 dari 5 RPU-
SK), Kecamatan Palmerah sebesar 10.0% (1 dari 10 RPU-SK), dan Grogol
Petamburan sebesar 7.7% (1 dari 13 RPU-SK). Lima kecamatan lain yaitu
37
Kalideres, Kebon Jeruk, Kembangan, Taman Sari dan Tambora memakai sistem
FIFO dalam proses produksi di RPU-SK (tidak terdapat penyimpangan).
Penyimpangan terhadap aspek dimana RPU-SK tidak memakai sistem FIFO
termasuk kedalam kategori minor. FIFO adalah sistem yang diterapkan dalam
penyimpanan pangan/produk yang pertama kali disimpan dikeluarkan pertama
juga. Hal ini untuk menghindari kerusakan atau kadaluwarsa produk dalam
penyimpanan (Ditkesmavet 2004).
Tidak dilakukan pemeriksaan antemortem pada unggas yang akan
dipotong terdapat pada semua RPU-SK di Jakarta Barat dengan persentase
penyimpangan 100% (61 dari 61 RPU-SK). Penyimpangan terhadap aspek ini
termasuk ke dalam kategori serius. Unggas yang diizinkan masuk ke area
kandang adalah unggas yang telah diperiksa oleh dokter hewan dan hasilnya
harus negatif dari keberadaan agen-agen patogen dalam unggas tersebut
(Shulaw et al. 2001).
RPU-SK yang tidak memisahkan unggas sehat dengan unggas yang sakit
terdapat pada Kecamatan Cengkareng dengan persentase penyimpangan
sebesar 80.0% (4 dari 5 RPU-SK), Kecamatan Kebon Jeruk sebesar 50.0% (1
dari 2 RPU-SK), Grogol Petamburan sebesar 30.8% (4 dari 13 RPU-SK), dan
Kembangan sebesar 11.1% (1 dari 9 RPU-SK). Kecamatan Kalideres, Taman
Sari, dan Tambora melakukan pemisahan terhadap unggas sehat dan sakit
dengan persentase 100% (tidak terdapat penyimpangan). Pemisahan unggas
sehat dan sakit di Jakarta Barat dilakukan oleh pemilik RPU-SK berdasarkan
keadaan unggas yang terlihat lesu. Pemisahan unggas sakit di Jakarta Barat
bukan oleh petugas yang berwenang. Penyimpangan terhadap aspek
pemisahan unggas sehat dan sakit termasuk kategori kritis.
Unggas mati yang tidak langsung dipisahkan terdapat pada Kecamatan
Kebon Jeruk dengan persentase penyimpangan sebesar 50.0% (1 dari 2 RPU-
SK), Kecamatan Kembangan dengan persentase sebesar 44.4% (4 dari 9 RPU-
SK), Taman Sari sebesar 10.0% (1 dari 10 RPU-SK), dan Grogol Petamburan
dengan persentase 7.7% (1 dari 13 RPU-SK). Kecamatan Cengkareng,
Kalideres, Palmerah, dan Tambora telah melakukan pemisahan langsung apabila
unggas mati sebelum dipotong. Penyimpangan terhadap aspek ini termasuk ke
dalam kategori kritis.
Unggas yang sakit atau mati dapat menjadi sumber penyakit berbahaya
bagi unggas sehat yang berdekatan. Oleh karena itu, unggas yang sakit atau
38
mati harus segera dikeluarkan dan dipisahkan sejauh mungkin dari kandang
unggas yang sehat agar tidak menulari unggas yang sehat (Hanson 2008).
Unggas yang sakit ditunda pemotongannya atau dipotong pada akhir proses
pemotongan (Anonim 2008).
Pemisahan karkas terhadap jeroan dilakukan pada Kecamatan
Cengkareng, Kalideres, Kebon Jeruk, Taman Sari dan Tambora dengan
persentase 100% (tidak terdapat penyimpangan). Sedangkan pada kecamatan
lain terdapat penyimpangan, yaitu Kecamatan Kembangan dengan persentase
penyimpangan sebesar 33.3% (3 dari 9 RPU-SK), Palmerah sebesar 10.0% (1
dari 10 RPU-SK), dan Grogol Petamburan sebesar 7.7% (1 dari 13 RPU-SK).
Pemisahan karkas dan jeroan untuk menghindari kontaminasi dari kotoran jeroan
dan menyebabkan karkas cepat busuk dan tidak layak dikonsumsi. Risiko
terbesar pada saat pengeluaran jeroan adalah isi jeroan mengontaminasi karkas
melalui pisau dan tangan pekerja (Marriott 1999).
Penyimpangan berupa karkas ayam yang kontak dengan lantai dan atau
bahan yang kotor terdapat pada tujuh dari delapan kecamatan di Jakarta Barat,
yaitu Kecamatan Kembangan dengan persentase 55.6% (5 dari 9 RPU-SK),
Cengkareng dan Taman Sari dengan persentase masing-masing 40.0% (2 dari 5
RPU-SK dan 4 dari 10 RPU-SK), Grogol Petamburan sebesar 38.5% (5 dari 13
RPU-SK), Tambora sebesar 25.0% (1 dari 4 RPU-SK), Palmerah sebesar 20.0%
(2 dari 10 RPU-SK), dan Kalideres sebesar 12.5% (1 dari 8 RPU-SK).
Kecamatan Kebon Jeruk adalah satu-satunya kecamatan yang menghindari
karkas kontak dengan lantai dan atau bahan yang kotor. Penyimpangan
terhadap aspek ini termasuk kategori kritis. Eschericia coli adalah salah satu
bakteri yang sering ditemukan pada kotoran dan debu di rumah pemotongan,
sehingga dapat mengontaminasi karkas bila diletakkan di lantai atau bersentuhan
dengan lantai yang kotor (Marriott 1999).
Pemeriksaan postmortem pada RPU-SK dilakukan pada karkas serta
jeroan. Namun penyimpangan terhadap aspek ini terjadi pada seluruh
kecamatan di Jakarta Barat dengan persentase penyimpangan 100% (61 dari 61
RPU-SK). Penyimpangan terhadap aspek pemeriksaan postmortem pada
unggas termasuk kategori serius. Pemeriksaan postmortem meliputi seluruh
bagian karkas dan beberapa bagian organ viscera untuk menjamin produk
unggas dapat dikonsumsi oleh masyarakat dan tidak mengandung
mikroorganisme patogen (Sams 2001).
39
Pendinginan terhadap karkas bertujuan untuk menjaga rantai dingin dan
menghindari danger zone temperature yaitu antara 4-60 0C. Pada
pelaksanaannya, RPU-SK Jakarta Barat tidak tersedia pendingin sehingga
persentase penyimpangan mencapai 100% (61 dari 61 RPU-SK).
Penyimpangan ini termasuk ke dalam kategori serius. Menurut Longrée (1972),
salah satu pencegahan terjadinya dekomposisi mikroorganisme pada produk
adalah dengan menyimpan produk pada suhu yang rendah.
Pengangkutan karkas yang tidak higienis (misalnya dikemas) dapat
menyebabkan karkas terkontaminasi mikroorganisme dan kontak dengan bahan
yang kotor. Penyimpangan dengan persentase 100% terjadi pada tujuh dari
delapan kecamatan yaitu Kecamatan Cengkareng, Grogol Petamburan,
Kalideres, Kebon Jeruk, Kembangan, Palmerah, dan Tambora. Pada
Kecamatan Taman Sari persentase penyimpangan 90.0% (9 dari 10 RPU-SK).
Penyimpangan terhadap aspek ini termasuk kategori serius. Pengangkutan
karkas yang baik sangat berperan dalam mencegah terjadinya pencemaran
makanan. Pengangkutan karkas atau produk unggas harus menggunakan mesin
pendingin serta dikemas sehingga produk unggas tidak tercemar oleh
mikroorganisme, debu, dan gangguan rodensia (Mead 2004).
Aspek Higiene Personal
Higiene personal perlu diperhatikan dalam pengolahan pangan untuk
menjamin keamanan pangan. Pekerja harus mengikuti sanitasi yang memadai
untuk mencegah kontaminasi pangan. Prosedur penting bagi pekerja yang
berhubungan langsung dengan produk adalah pencucian tangan, kebersihan,
dan kesehatan diri (Purnawijayanti 2001). Menurut Marriott (1999) 25%
kontaminasi makanan terjadi karena cuci tangan yang tidak sempurna. Cuci
tangan yang benar dapat memutus transmisi mikroorganisme dari pangan ke
produk.
Higiene personal meliputi penilaian kebersihan pekerja RPU-SK yang
menangani produk. Penilaian terdiri atas aspek kesehatan karyawan, kebersihan
karyawan dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah menangani produk,
kontaminasi silang, alat pelindung diri minimal yang terdiri atas sepatu bot,
masker, dan sarung tangan, serta higiene sanitasi pekerja. Secara umum,
jumlah penyimpangan kritis tertinggi terdapat pada Kecamatan Grogol
Petamburan dan terendah pada Kecamatan Kalideres, Kebon Jeruk, dan
40
Palmerah. Pada penyimpangan serius dan minor, jumlah penyimpangan
tertinggi terdapat pada Kecamatan Grogol Petamburan dan terendah terdapat
pada Kecamatan Kebon Jeruk. Jumlah penyimpangan pada aspek higiene
personal dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Jumlah penyimpangan berdasarkan kategori pada aspek higiene
personal di RPU-SK Jakarta Barat
Aspek yang dinilai Kecamatan
Kategori penyimpangan
n Kritis Serius Mayor Minor
(1) (3) (0) (1)
Higiene personal Cengkareng 5 3 5 0 5
Grogol Petamburan
13 4 20 0 13
Kalideres 8 1 11 0 8
Kebon Jeruk 2 1 1 0 2
Kembangan 9 3 15 0 9
Palmerah 10 1 11 0 10
Taman Sari 10 3 11 0 10
Tambora 4 2 4 0 4
Total
61 18 78 0 61
Penilaian aspek higiene personal meliputi 5 butir penilaian dengan kategori
penyimpangan terdiri dari 1 penyimpangan kritis, 3 serius, 1 minor. Pada
Kecamatan Cengkareng terdapat 3 penyimpangan kritis, 3 serius, dan 1 minor
dari 5 sampel RPU-SK. Kecamatan Grogol Petamburan terdapat 4
penyimpangan kritis, 20 penyimpangan serius, dan 13 penyimpangan minor dari
13 sampel RPU-SK. Pada Kecamatan Kalideres terdapat 1 penyimpangan kritis,
11 penyimpangan serius, dan 8 penyimpangan minor dari 8 sampel RPU-SK.
Kecamatan Kebon Jeruk terdapat 1 penyimpangan kritis, 1 penyimpangan serius,
dan 2 penyimpangan minor dari 2 sampel RPU-SK. Kecamatan Kembangan
terdapat 3 penyimpangan kritis, 15 penyimpangan serius, dan 9 penyimpangan
minor dari 9 sampel RPU-SK. Kecamatan Palmerah terdapat 1 penyimpangan
kritis, 11 penyimpangan serius, dan 10 penyimpangan minor dari 10 sampel
RPU-SK. Kecamatan Taman Sari terdapat 3 penyimpangan kritis, 11
penyimpangan serius, dan 10 penyimpangan minor dari 10 sampel RPU-SK.
Pada Kecamatan Tambora terdapat 2 penyimpangan kritis, 4 penyimpangan
serius, dan 4 penyimpangan minor dari 4 sampel RPU-SK.
41
Penyimpangan tertinggi terdapat pada aspek karyawan tidak mengenakan
alat pelindung diri (APD) seperti sepatu bot, masker, dan sarung tangan (100%).
Data selengkapnya mengenai aspek higiene personal di RPU-SK berdasarkan
hasil penilaian dengan checklist dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Kondisi higiene personal di RPU-SK
No Aspek yang Dinilai
Kecamatan N Baik Penyimpangan
Kategori Penyimpangan n % n %
1
Karyawan tidak
dalam kondisi sehat
Cengkareng 5 5 100 0 0
Serius
Grogol Petamburan
13 13 100 0 0
Kalideres 8 8 100 0 0 Kebon Jeruk 2 2 100 0 0 Kembangan 9 9 100 0 0
Palmerah 10 10 100 0 0 Taman Sari 10 10 100 0 0
Tambora 4 4 100 0 0
Total 61 61 100 0 0
2
Karyawan tidak
mencuci tangan dengan sabun
Cengkareng 5 2 40 3 60
Kritis
Grogol Petamburan
13 9 69.2 4 30.8
Kalideres 8 7 87.5 1 12.5 Kebon Jeruk 2 1 50.0 1 50.0 Kembangan 9 6 66.7 3 33.3
Palmerah 10 9 90.0 1 10.0 Taman Sari 10 7 70.0 3 30.0
Tambora 4 2 50.0 2 50.0
Total 61 43 70.5 18 29.5
3
Karyawan tidak
mencegah kontaminasi
silang
Cengkareng 5 5 100 0 0
Serius
Grogol Petamburan
13 6 46.2 7 53.8
Kalideres 8 5 62.5 3 37.5 Kebon Jeruk 2 2 100 0 0 Kembangan 9 3 33.3 6 66.7
Palmerah 10 9 90.0 1 10.0 Taman Sari 10 7 70.0 3 30.0
Tambora 4 4 100 0 0
Total 61 41 62.7 20 32.8
4
Karyawan tidak
mengenakan APD
Cengkareng 5 0 0 5 100
Minor
Grogol Petamburan
13 0 0 13 100
Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 0 0 9 100
Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 0 0 10 100
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 0 0 61 100
5
Pekerja tidak memperhatik
an higiene dan sanitasi
Cengkareng 5 0 0 5 100
Serius
Grogol Petamburan
13 0 0 13 100
Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 1 50.0 1 50.0 Kembangan 9 0 0 9 100
Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 2 20.0 8 80.0
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 3 4.9 58 95.1
42
Seluruh karyawan RPU-SK yang berhubungan langsung dengan produk
dalam kondisi sehat terdapat pada semua kecamatan di Jakarta Barat dengan
persentase 100% (tidak terdapat penyimpangan). Aspek penyimpangan
terhadap karyawan yang berhubungan langsung dengan produk tidak dalam
kondisi sehat termasuk ke dalam kategori serius. Pekerja yang terinfeksi dapat
mencemari bahan pangan dan dapat menularkan penyakit kepada pekerja
lainnya. Batuk dan bersin dapat mengeluarkan droplet mukus yang mengandung
agen infeksius (Marriott 1999).
RPU-SK di Jakarta Barat dimana karyawannya tidak mencuci tangan
dengan sabun sebelum dan sesudah bekerja sebesar 29.5% (18 dari 61 RPU-
SK). Persentase penyimpangan tertinggi terdapat pada Kecamatan Cengkareng
sebesar 60.0% (3 dari 5 RPU-SK). Selain itu, Kecamatan Tambora dan Kebon
Jeruk memiliki persentase penyimpangan masing-masing 50.0% (2 dari 4 RPU-
SK dan 1 dari 2 RPU-SK), Kembangan 33.3% (3 dari 9 RPU-SK), Grogol
Petamburan sebesar 30.8% (4 dari 13 RPU-SK), Taman Sari sebesar 30.0% (3
dari 10 RPU-SK), Kalideres sebesar 12.5% (1 dari 8 RPU-SK), dan Palmerah
sebesar 10% (1 dari 10 RPU-SK). Penyimpangan terhadap aspek karyawan
RPU-SK tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah bekerja
termasuk ke dalam kategori kritis. Kondisi higiene personal yang buruk akan
menyebabkan pencemaran bakteri pada makanan. Oleh karena itu, pekerja
harus mencuci tangan dengan sabun dan menggunakan sanitaiser sebelum
meninggalkan toilet dan menangani makanan (Marriott 1999).
Menurut Minnesota Department of Health Fact Sheet (2007) mencuci
tangan terdiri dari enam tahap yaitu membasahi tangan, memberi sabun,
menggosokkan busa ke seluruh bagian tangan dan sela jari, menyikat minimal 20
detik, membilas dengan air mengalir dan melakukan pengeringan.
Karyawan yang mencegah kontaminasi silang seperti merokok, atau
meludah terdapat pada Kecamatan Cengkareng, Kebon Jeruk, dan Tambora.
Penyimpangan terhadap aspek ini terdapat pada Kecamatan Kembangan
sebesar 66.7% (6 dari 9 RPU-SK), Grogol Petamburan sebesar 53.8% (7 dari 13
RPU-SK), Kalideres sebesar 37.5% (3 dari 8 RPU-SK), Taman Sari sebesar 30%
(3 dari 10 RPU-SK), dan Palmerah sebesar 10.0% (1 dari 10 RPU-SK).
Penyimpangan terhadap aspek karyawan yang tidak mencegah kontaminasi
silang termasuk ke dalam kategori serius. Kontaminasi silang adalah
kontaminasi pada bahan makanan mentah atau masak melalui perantara. Bahan
43
kontaminan dapat berada dalam makanan melalui berbagai pembawa antara lain
serangga, tikus, peralatan, ataupun manusia yang menangani makanan tersebut,
yang biasanya merupakan perantara utama. Dengan demikian, kontaminasi
silang dapat terjadi selama masakan ada dalam tahap persiapan, pengolahan,
pemasakan, ataupun penyajian (Purnawijayanti 2001).
Alat pelindung diri (APD) minimal pada RPU-SK yaitu karyawan
mengenakan sepatu bot, masker, dan sarung tangan. Persentase
penyimpangan terhadap aspek APD minimal di RPU-SK Jakarta Barat sebesar
100% (61 dari 61 RPU-SK). Penyimpangan terhadap aspek ini termasuk ke
dalam kategori minor. Menurut Anonim (2008), seluruh pekerja RPU-SK wajib
menggunakan alat pelindung diri yang terdiri dari masker, sepatu bot, dan sarung
tangan.
Pada Tabel 16 menunjukkan pekerja RPU-SK tidak memperhatikan higiene
dan sanitasi sebesar 95.1% (58 dari 61 RPU-SK). Kecamatan Cengkareng,
Grogol Petamburan, Kalideres, Kembangan, Palmerah, dan Tambora memiliki
persentase penyimpangan 100%. Sedangkan pada Kecamatan Taman Sari
sebesar 80.0% (8 dari 10 RPU-SK), dan Kecamatan Kebon Jeruk sebesar 50.0%
(1 dari 2 RPU-SK). Penyimpangan terhadap aspek dimana kayawan tidak
memperhatikan higiene dan sanitasi termasuk ke dalam kategori serius.
Aspek Sanitasi
Sanitasi meliputi pembersihan dan disinfeksi bahan-bahan, peralatan, dan
pekerja yang masuk ke dalam peternakan dan di dalam peternakan (Jeffrey
1997). Penilaian pada aspek sanitasi terdiri atas program pembersihan dan
disinfeksi di RPU-SK, metode pembersihan RPU-SK yang efektif, serta
peralatan dan wadah yang digunakan harus dibersihkan dan didisinfeksi setelah
digunakan. Secara umum, jumlah penyimpangan kritis tertinggi terdapat pada
Kecamatan Grogol Petamburan dan terendah pada Kecamatan Kebon Jeruk,
Palmerah, dan Tambora. Jumlah penyimpangan serius, mayor, dan minor
tertinggi terdapat pada Kecamatan Grogol Petamburan dan terendah pada
Kecamatan Kebon Jeruk. Jumlah penyimpangan terhadap aspek sanitasi
secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 17.
44
Tabel 17 Jumlah penyimpangan berdasarkan kategori pada aspek sanitasi di
RPU-SK Jakarta Barat
Aspek yang dinilai Kecamatan Kategori penyimpangan n Kritis Serius Mayor Minor (1) (1) (1) (1)
Sanitasi Cengkareng 5 2 5 5 5 Grogol
Petamburan 13 5 11 13 12
Kalideres 8 2 5 7 4 Kebon Jeruk 2 0 2 2 2 Kembangan 9 1 9 9 8 Palmerah 10 0 10 10 10
Taman Sari 10 1 7 7 6 Tambora 4 0 4 4 4
Total
61 11 53 57 51
Penilaian aspek sanitasi di RPU-SK meliputi 4 butir penilaian dengan
kategori penyimpangan terdiri dari 1 kritis, 1 serius, 1 mayor, 1 minor. Pada
Kecamatan Cengkareng terdapat 2 penyimpangan kritis, 5 serius, 5 mayor, dan 5
minor dari 5 sampel RPU-SK. Kecamatan Grogol Petamburan terdapat 5
penyimpangan kritis, 11 serius, 13 mayor, dan 12 minor dari 13 sampel RPU-SK.
Pada Kecamatan Kalideres terdapat 2 penyimpangan kritis, 5 serius, 7 mayor,
dan 4 minor dari 8 sampel RPU-SK. Pada Kecamatan Kebon Jeruk tidak
terdapat penyimpangan kritis, namun terdapat 2 penyimpangan serius, 2 mayor,
dan 2 minor dari 2 sampel RPU-SK. Kecamatan Kembangan terdapat 1
penyimpangan kritis, 8 serius, 9 mayor, dan 8 minor dari 9 sampel RPU-SK.
Pada Kecamatan Palmerah tidak terdapat penyimpangan kritis, namun terdapat
10 penyimpangan serius, 10 mayor, dan 10 minor dari 10 sampel RPU-SK.
Kecamatan Taman Sari terdapat 1 penyimpangan kritis, 7 serius, 7 mayor, dan 7
minor dari 10 sampel RPU-SK. Pada Kecamatan Tambora tidak terdapat
penyimpangan kritis, terdapat 4 penyimpangan serius, 4 mayor, dan 4 minor dari
4 sampel RPU-SK.
Hampir seluruh RPU-SK memiliki metode pembersihan dan disinfeksi yang
tidak efektif (93.4%). Penyimpangan terendah terdapat pada aspek pencucian
peralatan dan wadah dengan sabun (19.7%). Data selengkapnya mengenai
aspek sanitasi di RPU-SK berdasarkan hasil penilaian menggunakan checklist
dapat dilihat pada Tabel 18.
45
Tabel 18 Kondisi sanitasi RPU-SK
No Aspek yang Dinilai
Kecamatan N Baik Penyimpangan
Kategori Penyimpangan n % n %
1
Tidak memiliki program
pembersihan dan
disinfeksi setiap hari
Cengkareng 5 0 0 5 100
Minor
Grogol Petamburan
13 1 7.7 12 92.3
Kalideres 8 4 50.0 4 50.0 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 1 11.1 8 88.9
Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 4 40.0 6 60.0
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 10 16.4 51 83.6
2
Metode pembersih
an dan disinfeksi
tidak efektif
Cengkareng 5 0 0 5 100
Mayor
Grogol Petamburan
13 0 0 13 100
Kalideres 8 1 12.5 7 87.5 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 0 0 9 100
Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 3 30.0 7 70.0
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 4 6.6 57 93.4
3
Peralatan dan wadah tidak dicuci
dengan sabun
Cengkareng 5 3 60.0 2 40.0
Kritis
Grogol Petamburan
13 8 61.5 5 38.5
Kalideres 8 6 75.0 2 25.0 Kebon Jeruk 2 2 100 0 0 Kembangan 9 7 77.8 2 22.2
Palmerah 10 10 100 0 0 Taman Sari 10 9 90.0 1 10.0
Tambora 4 4 100 0 0
Total 61 49 80.3 12 19.7
4
Peralatan dan wadah
tidak didisinfeksi
setelah digunakan
Cengkareng 5 0 0 5 100
Serius
Grogol Petamburan
13 2 15.4 11 84.6
Kalideres 8 3 37.5 5 62.5 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 0 0 9 100
Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 3 30.0 7 70.0
Tambora 4 0 0 4 100
Total 61 8 13.1 53 86.9
Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa hampir semua RPU-SK di Jakarta Barat
tidak memiliki program pembersihan dan disinfeksi setiap hari setelah
pemotongan dengan persentase penyimpangan 83.6% (51 dari 61 RPU-SK).
Persentase penyimpangan tertinggi terdapat pada Kecamatan Cengkareng,
Kebon Jeruk, Palmerah, dan Tambora sebesar 100%. Kecamatan Grogol
Petamburan memiliki persentase penyimpangan 92.3% (12 dari 13 RPU-SK),
Kecamatan Kembangan sebesar 88.9% (8 dari 9 RPU-SK), Taman Sari sebesar
46
60% (6 dari 10 RPU-SK), dan Kalideres sebesar 50.0% (4 dari 8 RPU-SK).
Penyimpangan terhadap aspek ini termasuk ke dalam kategori minor.
Enam dari delapan kecamatan di Jakarta Barat tidak memiliki metode
pembersihan dan disinfeksi secara efektif dengan persentase penyimpangan
100%. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Cengkareng, Grogol
Petamburan, Kebon jeruk, Kembangan, Palmerah, dan Tambora. Kecamatan
Kalideres memiliki persentase penyimpangan sebesar 87.5% (7 dari 8 RPU-SK),
dan Kecamatan Taman Sari sebesar 70% (7 dari 10 RPU-SK). Penyimpangan
terhadap aspek ini termasuk ke dalam kategori mayor.
RPU-SK yang tidak melakukan pencucian peralatan dan wadah dengan
sabun terdapat pada Kecamatan Cengkareng dengan persentase penyimpangan
40.0% (2 dari 5 RPU-SK), kemudian Kecamatan Grogol Petamburan sebesar
38.5% (5 dari 13 RPU-SK), Kalideres sebesar 25.0% (2 dari 8 RPU-SK),
Kembangan sebesar 22.2% (2 dari 9 RPU-SK), dan Kecamatan Taman Sari
dengan persentase penyimpangan 10.0% (1 dari 10 RPU-SK). Tiga kecamatan
yaitu Kebon Jeruk, Palmerah, dan Tambora tidak terdapat penyimpangan
terhadap aspek ini. Penyimpangan terhadap aspek peralatan dan wadah tidak
dicuci dengan sabun setelah digunakan termasuk ke dalam kategori kritis.
Peralatan dan wadah tidak didisinfeksi setelah digunakan pada RPU-SK di
Jakarta Barat memiliki persentase 86.9% (53 dari 61 RPU-SK). Lima kecamatan
memiliki persentase 100% yaitu Kecamatan Cengkareng, Kebon Jeruk,
Kembangan, Palmerah, dan Tambora. Kecamatan Grogol Petamburan memiliki
persentase penyimpangan sebesar 84.6% (11 dari 13 RPU-SK), Kecamatan
Taman Sari sebesar 70.0% (7 dari 10 RPU-SK), dan Kecamatan Kalideres
sebesar 62.5% (5 dari 8 RPU-SK). Penyimpangan terhadap aspek ini termasuk
ke dalam kategori serius.
Pembersihan berarti menghilangkan kotoran-kotoran yang kasat mata dari
permukaan peralatan. Pembersihan peralatan yang efektif mengurangi peluang
terjadinya kontaminasi. Disinfeksi menggunakan bakterisidal sangat efektif untuk
membunuh mikroorganisme termasuk pathogen dari permukaan peralatan
(Longrée 1972). Program pembersihan dan disinfeksi harus dilakukan secara
rutin untuk mencegah hadirnya berbagai mikroorganisme yang dapat
menyebabkan penyakit (Shulaw et al. 1991).
47
Kondisi Biosekuriti dan Higiene RPU-SK di Jakarta Barat
Berdasarkan hasil pengamatan penerapan biosekuriti dan higiene di rumah
pemotongan unggas skala kecil di Jakarta Barat berkategori sedang (1.63%) dan
berkategori buruk (98.3%). Tidak ada satu RPU-SK pun yang berkategori baik.
Satu-satunya RPU-SK yang berkategori sedang terdapat di Kecamatan Taman
Sari. Hal ini menyebabkan RPU-SK dapat menjadi salah satu titik kritis karena
sarana-prasarana dan kegiatan yang dilakukan di RPU-SK tidak menerapkan
biosekuriti dan higiene. RPU-SK dapat menjadi sumber penyebaran virus AI dari
unggas yang akan dipotong ke lingkungan sekitar tempat pemotongan (Anonim
2008). Oleh karena itu, pelaksanaan biosekuriti secara ketat adalah faktor
terpenting dalam mengatasi, mencegah, mengendalikan, dan memberantas flu
burung (Akoso 2006). Hasil penilaian biosekuriti dan higiene dapat dilihat pada
Tabel 19.
Tabel 19 Kategori RPU-SK berdasarkan praktik biosekuriti dan higiene di Jakarta
Barat
Pasar unggas yang memiliki biosekuriti yang buruk dapat menjadi sumber
penyebaran penyakit secara cepat karena sebagian besar pasar unggas
tradisional di Indonesia merupakan tempat penjualan unggas dan produknya
untuk konsumsi masyarakat (Anonim 2008). Oleh karena itu, penerapan
biosekuriti sangat dibutuhkan dalam program keamanan pangan di RPU-SK
untuk menjamin mutu dan kesehatan daging ayam serta memenuhi keinginan
konsumen (Jeffrey 1997).
No Kecamatan
N
Jumlah
Baik Sedang Buruk
n % n % n %
1 Cengkareng 5 0 0 0 0 5 100
2 Grogol Petamburan 13 0 0 0 0 13 100
3 Kalideres 8 0 0 0 0 8 100
4 Kebon Jeruk 2 0 0 0 0 2 100
5 Kembangan 9 0 0 0 0 9 100
6 Palmerah 10 0 0 0 0 10 100
7 Taman sari 10 0 0 1 10 9 90
8 Tambora 4 0 0 0 0 4 100
Total 61 0 0 1 1.6 60 98.4
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Penyimpangan kritis yang paling banyak ditemukan adalah peralatan tidak
terbuat dari bahan anti karat dan mudah dibersihkan dan atau didisinfeksi
(41%).
2. Penyimpangan serius yang paling banyak ditemukan adalah tidak tersedia
fasilitas untuk pencucian tangan yang dilengkapi sabun (100%), tidak
dilakukan pemeriksaan antemortem pada unggas yang akan dipotong
(100%), tidak dilakukan pemeriksaan postmortem pada setiap unggas yang
dipotong (100%), tidak dilakukan pendinginan terhadap karkas (100%).
3. Penyimpangan mayor yang paling banyak ditemukan adalah tidak terdapat
fasilitas pengolahan limbah (100%) dan ruangan bersih dan kotor tidak
terpisah (100%).
4. Penyimpangan minor yang paling banyak ditemukan adalah karyawan tidak
mengenakan APD (sepatu boot, masker, dan sarung tangan) sebesar
100%.
5. Penilaian biosekuriti dan higiene di rumah pemotongan unggas skala kecil
(RPU-SK) di Jakarta Barat masih berkategori buruk (98.4%), hanya 1.6%
yang berkategori sedang dan tidak ada yang berkategori baik.
6. Penerapan biosekuriti dan higiene yang baik di RPU-SK dapat mencegah
penularan AI dan penyakit zoonosa lainnya sehingga meningkatkan
kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Saran
1. Perlunya pembinaan dan pengawasan dalam penerapan biosekuriti dan
higiene secara berkelanjutan dengan melakukan audit oleh Suku Dinas
Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat.
2. Perlunya komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) yang dapat
menyadarkan pelaku usaha RPU-SK tentang pentingnya penerapan
biosekuriti dan higiene dalam usaha pencegahan penyebaran penyakit.
3. Pemerintah Kotamadya Jakarta Barat perlu melakukan perencanaan dan
implementasi relokasi yang baik terhadap RPU-SK yang dapat
menimbulkan dampak langsung terhadap kesehatan dan ketentraman
masyarakat, serta kesehatan dan kelestarian lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Akoso BT. 2006. Waspada Flu Burung, Penyakit Menular Hewan dan Manusia. Yogyakarta: Kanisius.
[Anonim]. 2008. Pedoman Penataan Pasar Unggas, Rantai Distribusi Unggas dan Produk Unggas. Jakarta: Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza. [Anonim]. 2007. 9 Provinsi diminta agar memperketat pengawasan. [terhubung
berkala]. http://perpustakaan.bappenas.go.id/pls/kliping/data_access.show_file_clp?v_filename=F3934/9%20Provinsi%20Diminta%20agar%20Memperketa%20Pengawasan.htm. [ 25 Aug 2008].
[Anonim]. 1977. Peraturan Pemerintah RI Nomor 15 tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, dan Pengobatan Penyakit Hewan. Bab II Pasal 4. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. SNI 01-6160-1999 tentang Rumah Pemotongan Unggas. Jakarta.
Carey JB, Jeffrey JS, Prochaska JF. 2008. Poultry facility biosecurity. Texas Agricultural Extension Service. L-5182. [terhubung berkala]. http://gallus.tamu.edu/Extension%20publications/l-5182.pdf [ 26 Aug 2008].
[Ditkesmavet] Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. 2004. Pedoman Keamanan Pangan Dalam Penyediaan Pangan Asal Unggas. Jakarta: Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian.
[Ditkesmavet] Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. 2006. Buku
Pedoman Nomor Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan. Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian RI.
Grimes T, Jackson C. 2001. Code of practice for biosecurity in the egg industry.
Barton Australia; Rural Industries Research and Development Corporation. [terhubung berkala]. http://www.aecl.org/images/File/Producer%20Resources/Biosecurity%20Code%20of%20Practice.pdf [ Agustus 2008]
Hanson JG. 2008. Biosecurity for the poultry industry. ES05-121. [terhubung berkala]. http://www.wvu.edu/~agexten/poultry/avianflu.pdf [22 Agustus 2008].
Indriani et al., 2008. Survei avian influenza pada pasar unggas hidup:Titik kritis
untuk pengambilan sampel. Di dalam: Prosiding AZWMC and KIVNAS X PDHI; Bogor, 19-21 Agustus 2008. Bogor: Balai Besar Penelitian Veteriner. hlm 261-262.
50
Jeffrey JS. 1997. Biosecurity for poultry flocks. Poultry Fact Sheet No 26. [terhubung berkala]. http://www.vetmed.ucdavis.edu/vetext/INF-PO_Biosecurity.html [28 Sep 2008].
Kahrs RF. 2004. Global Livestock Health Policy: Challanges, Opportunities, and
Strategies For Effective Aciton. Iowa: Iowa State Press. Krauss et al., 2003. Infectious Diseases Transmissible from Animals to Humans.
3rd Edition. Washington DC: ASM Press. Longrée K. 1972. Quantity Food Sanitation. Second Ed. New York: John Wiley
& Sons, Inc. [LPPOM MUI] Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika
Majelis Ulama Indonesia. 2008. Sertifikasi halal. [terhubung berkala]. http://www.halalmui.org/content/view/73/72/lang,id/ [23 Aug 2009].
Marriott NG. 1999. Principles of Food Sanitation. Gaitherburg: Aspen. [MDH] Minnesota Department of Health Fact Sheet. 2007. Handwashing.
[terhubung berkala]. http://www.health.state.mn.us/divs/eh/food/fs/handwashinginfoodservicefactsheet.pdf [8 Maret 2009].
Mead GC. 2004. Poultry Meat Processing and Quality. Washington DC: CRC
Press. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424.
Priyatno MA. 2003. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Ed ke-4. Jakarta: Penebar Swadaya. Purnawijayanti HA. 2001. Sanitasi Higiene & Keselamatan Kerja dalam
Pengolahan Makanan. Yogyakarta: Kanisius. Sams AR, editor. 2001. Poultry Meat Processing. Boca Raton: CRC Press LLC. Shulaw WP et al., 1991. On-farm biosecurity: traffic control and sanitation.
VME-6-2001. [terhubung berkala]. http://ohioline.osu.edu/vme-fact/0006.html [8 Maret 2009].
Zahid A. 1997. Hubungan karakteristik peternak sapi perah dengan sikap dan
perilaku aktual dalam pengelolaan limbah peternakan: Studi kasus pada empat kelompok peternak sapi perah anggota koperasi produksi susu- Bogor [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
52
Lampiran 1 Tabel pembobotan checklist
No. ASPEK YANG DINILAI MN MY SR KT OK KETERANGAN
I. Lokasi dan Lingkungan
1 Lokasi RPU-SK dengan pemukiman warga berjarak kurang dari 5 meter
X
2 Lingkungan sekitar RPU-SK tidak bersih
X
II. Bangunan Utama
3 RPU-SK tidak memiliki pagar yang kokoh
X
4 Bangunan bersifat tidak permanen
X
5 Ruangan bersih dan kotor tidak terpisah
X
6 Tempat tidak memiliki atap yang dapat melindungi dari hujan dan panas
X
7 Dinding tidak terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan disinfeksi
X
8 Lantai licin, tidak kedap air, tidak mudah dibersihkan, dan tidak mudah didisinfeksi
X
9 Sirkulasi udara di ruang proses produksi tidak baik
X
10 Saluran pembuangan tidak lancar X
11 Tidak tersedia pasokan air bersih yang cukup
X
12 Tidak tersedia toilet yang bersih X
13 Tidak tersedia fasilitas untuk pencucian tangan yang dilengkapi sabun
X
14 Limbah padat tidak ditangani dengan baik
X
15 Limbah cair tidak ditangani dengan baik
X
III. Fasilitas
16 Intensitas cahaya yang ada tidak mencukupi
X
17 Peralatan tidak terbuat dari bahan anti karat dan tidak mudah dibersihkan/ disinfeksi
X
18
Lantai terdapat banyak genangan cairan, tumpukan kotoran, dan tidak mengalir ke saluran pembuangan.
X
19 Tidak terdapat fasilitas pengolahan limbah
X
53
No. ASPEK YANG DINILAI MN MY SR KT OK KETERANGAN
IV. Bahan Baku, Penanganan, dan Pengolahan
20 Ayam hidup yang datang tidak dilengkapi SKKH
X
21 Tidak memakai sistem FIFO X
22 Tidak dilakukan pemeriksaan ante mortem pada unggas yang akan dipotong
X
23 Unggas sehat dan unggas sakit tidak dipisahkan
X
24 Unggas mati tidak langsung dipisahkan
X
25 Karkas tidak dipisah dengan jeroan
X
26 Karkas ayam kontak dengan lantai dan atau bahan yang kotor
X
27 Tidak dilakukan pemeriksaan post mortem pada setiap unggas yang dipotong
X
28 Tidak dilakukan pendinginan terhadap karkas
X
29 Pengangkutan karkas tidak higienis (misalnya dikemas)
X
V. Higiene Personal
30 Karyawan yang berhubungan langsung dengan produk tidak dalam kondisi sehat
X
31 Karyawan tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah bekerja
X
32 Karyawan tidak mencegah terjadinya kontaminasi silang (misalnya merokok dan meludah)
X
33 Karyawan tidak mengenakan APD (sepatu bot, masker, dan sarung tangan)
X
34 Pekerja tidak memperhatikan higiene dan sanitasi
X
VI. Sanitasi
35 Tidak memiliki program pembersihan dan disinfeksi setiap hari (setelah proses pemotongan)
X
36 Metode pembersihan dan disinfeksi tidak efektif
X
37 Peralatan dan wadah tidak dicuci dengan sabun setelah digunakan.
X
38 Peralatan dan wadah tidak disinfeksi setelah digunakan.
X
Jumlah 7 14 9 8
54
Lampiran 2 Tabel Penilaian Tingkat Biosekuriti
I. Keterangan
Minor : Penyimpangan tidak berpengaruh langsung terhadap produk dan
mempunyai risiko penyebaran penyakit relatif kecil.
Mayor : Penyimpangan tidak berpengaruh langsung terhadap produk dan
mempunyai risiko penyebaran penyakit relatif sedang.
Serius : Penyimpangan berpengaruh langsung terhadap produk dan
mempunyai risiko penyebaran penyakit relatif sedang.
Kritis : Penyimpangan berpengaruh langsung terhadap produk dan
mempunyai resiko penyebaran penyakit relatif besar.
II. Jumlah penyimpangan
No Kategori Penyimpangan Jumlah Penyimpangan
1 Minor 7 Penyimpangan
2 Mayor 14 Penyimpangan
3 Serius 9 Penyimpangan
4 Kritis 8 Penyimpangan
III. Tingkat biosekuriti
Level / Tingkat
Jumlah Penyimpangan
Minor Mayor Serius Kritis
Baik <5 <6 <3 0
Sedang <6 <9 <5 <3
Buruk NA NA ≥5 ≤8
55
Lampiran 3 Daftar RPU-SK dan nomor kode GPS
No Nama Pemilik
RPU-SK Pasar Kecamatan
Nomor Kode GPS
1 Yusuf Ps. Jelambar Grogol Petamburan 1 2 Emi Ps. Jelambar Grogol Petamburan 1 3 Achwan Ps. Jelambar Grogol Petamburan 1 4 Sumarni Ps. Jelambar Grogol Petamburan 1 5 Tuti Ps. Jelambar Grogol Petamburan 1 6 Amin Ps. Duta Mas Grogol Petamburan 2 7 Lis Ps. Duta Mas Grogol Petamburan 2 8 Pak Handoko Ps. Duta Mas Grogol Petamburan 2 9 Bu Poniman Ps. Duta Mas Grogol Petamburan 2 10 Hasan Ps. Kedoya Kebon Jeruk 3 11 Hasan Ps. Kedoya Kebon Jeruk 3 12 Pak Ayuk Ps. Puri Indah Kembangan 4 13 Pak Windi Ps. Pejagalan Tambora 5 14 Yusuf Ps. Pejagalan Tambora 5 15 Sajuthi Ps. Pejagalan Tambora 5 16 Santo Ps. Pejagalan Tambora 5 17 Budi Ps. Glodok Taman Sari 6 18 Yasyen Ps. Petak 9 Taman Sari 7 19 Pak Sadi Ps. Petak 9 Taman Sari 7 20 Syamsudin Ps. Petak 9 Taman Sari 7 21 Indra Ps. Petak 9 Taman Sari 7 22 Ase Ps. Pecah Kulit Taman Sari 8 23 Johan Ps. Pecah Kulit Taman Sari 8 24 Siswoyo Ps. Citra I Kalideres 9 25 Iwan Ps. Citra V Kalideres 10 26 Joko Ps. Citra V Kalideres 10 27 Didi Ps. Citra V Kalideres 10 28 Taji Ps. Citra V Kalideres 10 29 Sidiq Ps. Citra V Kalideres 10 30 Diana Ps. Citra V Kalideres 10 31 Maman Ps. Citra V Kalideres 10 32 Nurwati Ps. Cengkareng Cengkareng 11 33 Syaiful Ps. Cengkareng Cengkareng 11 34 Pak Ajiju Ps. Cengkareng Cengkareng 11 35 H.M. Najib Ps. Cengkareng Cengkareng 11 36 H. Ismail Ps. Cengkareng Cengkareng 11 37 Salamah Ps. Taman Kota Kembangan 12 38 Mutmaidah Ps. Taman Kota Kembangan 12 39 Bu Tiah Ps. Taman Kota Kembangan 12 40 Pak Tarlan Ps. Taman Kota Kembangan 12 41 Winarni Ps. Taman Kota Kembangan 12 42 Joko Ps. Taman Kota Kembangan 12 43 Fitriadi Ps. Taman Kota Kembangan 12 44 Bu Sakiem Ps. Slipi Palmerah 13 45 Didi Ps. Slipi Palmerah 13 46 Bu Ngatini Ps. Slipi Palmerah 13 47 Bu Pardiman Ps. Slipi Palmerah 13 48 Bu Ginta Ps. Slipi Palmerah 13 49 Pak Chandra Ps. Slipi Palmerah 13 50 Bu Asong Ps. Slipi Palmerah 13 51 Bu Tani Ps. Slipi Palmerah 13 52 Bu Haji Ps. Meruya Ilir Kembangan 14 53 Syaifullah Ps. Grogol Grogol Petamburan 15 54 H. Jening Ps. Grogol Grogol Petamburan 15
56
No Nama Pemilik
RPU-SK Pasar Kecamatan
Nomor GPS
55 H. Matsani Ps. Grogol Grogol Petamburan 15 56 Pak Arga Ps. Sawah Besar Taman Sari 16 57 Jaja Ps. Sawah Besar Taman Sari 16 58 Pak Kiki Hadi Ps. Sawah Besar Taman Sari 16 59 Pak Haji Ps. Kopro Grogol Petamburan 17 60 Pak Abah Tamrih Ps. Gili Palmerah 18 61 Pak Irsad Ps. Gili Palmerah 18
57
Lampiran 4 Hasil penilaian biosekuriti dan higiene tiap RPU-SK
No. Pemilik RPU-SK
Pasar Minor Mayor Serius Kritis Kategori
1 Yusuf Ps. Jelambar 5 11 8 2 Buruk
2 Emi Ps. Jelambar 6 12 7 4 Buruk
3 Acwan Ps. Jelambar 4 10 8 1 Buruk
4 Sumarni Ps. Jelambar 5 10 7 3 Buruk
5 Tuti Ps. Jelambar 5 12 8 4 Buruk
6 Amin Ps. Duta Mas 5 9 6 0 Buruk
7 Bu Lis Ps. Duta Mas 6 7 8 1 Buruk
8 Pak handoko Ps. Duta Mas 5 12 7 1 Buruk
9 Bu Poniman Ps. Duta Mas 4 8 6 0 Buruk
10 Hasan Ps. Kedoya 4 8 6 2 Buruk
11 Hasan Ps. Kedoya 4 11 7 1 Buruk
12 Pak ayuk Ps. Puri Indah 3 8 7 1 Buruk
13 Pak windi Ps. Pejagalan 6 12 7 1 Buruk
14 Yusup Ps. Pejagalan 5 12 7 1 Buruk
15 Sajuthi Ps. Pejagalan 6 12 7 2 Buruk
16 Santo Ps. Pejagalan 6 12 7 1 Buruk
17 Budi Ps. Glodok 2 7 8 1 Buruk
18 Yasyen Ps. Petak 9 4 11 7 1 Buruk
19 Pak Sadi Ps. Petak 9 3 5 7 0 Buruk
20 Syamsudin Ps. Petak 9 6 11 7 1 Buruk
21 Indra Ps. Petak 9 3 11 8 1 Buruk
22 Ase Ps. Pecah Kulit 6 11 5 2 Buruk
23 Johan Ps. Pecah Kulit 5 13 7 2 Buruk
24 Siswoyo Ps. Citra I 5 12 7 2 Buruk
25 Iwan Ps. Citra V 5 10 7 0 Buruk
26 Joko Ps. Citra V 5 12 8 0 Buruk
27 Didi Ps. Citra V 4 11 6 2 Buruk
28 Taji Ps. Citra V 4 11 7 1 Buruk
29 Sidiq Ps. Citra V 5 13 7 0 Buruk
30 Diana Ps. Citra V 4 11 7 2 Buruk
31 Maman Ps. Citra V 5 12 7 1 Buruk
32 Nurwati Ps. Cengkareng 5 11 7 1 Buruk
33 Syaiful Ps. Cengkareng 5 12 7 4 Buruk
34 Pak Ajiju Ps. Cengkareng 5 12 7 2 Buruk
35 H.M. Najib Ps. Cengkareng 5 12 7 2 Buruk
36 H. Ismail Ps. Cengkareng 5 12 7 2 Buruk
37 Salamah Ps. Taman Kota 5 10 8 8 Buruk
38 Mutmaidah Ps. Taman Kota 4 11 8 3 Buruk
39 Bu Tiah Ps. Taman Kota 4 11 8 3 Buruk
40 Pak Tarlan Ps. Taman Kota 4 11 8 1 Buruk
41 Winarni Ps. Taman Kota 4 11 7 3 Buruk
42 Joko Ps. Taman Kota 4 11 8 1 Buruk
43 Fitriadi Ps. Taman Kota 5 12 7 2 Buruk
44 Bu Sakiem Ps. Slipi 5 10 7 1 Buruk
45 Didi Ps. Slipi 6 7 7 4 Buruk
46 Bu Ngatini Ps. Slipi 5 10 7 1 Buruk
47 Bu Pardiman Ps. Slipi 5 10 7 1 Buruk
58
No
Pemilik RPU-SK Pasar Minor Mayor Serius Kritis Kategori
48 Bu Ginta Ps. Slipi 5 10 7 1 Buruk
49 Pak Chandra Ps. Slipi 5 10 7 1 Buruk
50 Bu Asong Ps. Slipi 5 10 7 1 Buruk
51 Bu Tani Ps. Slipi 5 10 7 1 Buruk
52 Bu Haji Ps. Meruya Ilir 5 13 8 4 Buruk
53 Syaifullah Ps. Grogol 4 11 8 6 Buruk
54 H. Jening Ps. Grogol 4 11 8 3 Buruk
55 H. Matsani Ps. Grogol 4 11 8 2 Buruk
56 Pak Arga Ps. Sawah Besar 2 4 4 0 Sedang
57 Jaja Ps. Sawah Besar 3 8 7 1 Buruk
58 Pak Kiki Hadi Ps. Sawah Besar 2 5 5 3 Buruk
59 Pak Haji Ps. Kopro 6 11 7 3 Buruk
60 Pak Abah Tamrih Ps. Gili 6 11 8 2 Buruk
61 Pak Irsad Ps. Gili 6 10 7 2 Buruk
59
Lampiran 5 Dokumentasi Kondisi Rumah Pemotongan Unggas Skala Kecil
(RPU-SK) di Jakarta Barat
Kondisi Lokasi dan Lingkungan RPU-SK
Kondisi Bangunan Utama RPU-SK
60
Kondisi Penanganan Produk Unggas di RPU-SK
Kondisi Penanganan Produk Unggas di RPU-SK
61
Kondisi Higiene Personal RPU-SK
Kondisi Sanitasi di RPU-SK