Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2019
51
DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jm.v9i1.3807 PENERAPAN METODE BILHIKMAH, MAU’IZATUL HASANAH, JADIL DAN LAYYINAH PADA BALAI DIKLAT KEAGAMAAN ACEH
Nurdin
Widyaiswara Ahli Muda Balai Diklat Keagamaan Provinsi Aceh, Indonesia email: [email protected]
Abstract
The Qur'an and the Hadith of the Messenger of Allah (SAW) if examined carefully will be found in many ways, processes, techniques, strategies or methods that are very effective to be applied in the world of education, so that it will produce a generation of the style of Qur'an and in the style of the Messenger of Allah. But unfortunately educators and leaders today rarely involve themselves studying the verses of Al-Qur' an and the Sirah of the Messenger of Allah SAW related to various methods that he has applied in guiding his community except for only a small part. Whereas in Al-Quran there are several methods of teaching and educating that are very effective and efficient to be implemented at this time, this method has been proven to produce millions of ummah accepting Islam for the invitation of the Messenger of Allah, namely through the Bilhikmah method, Al-Mau'izah Hashanah, Al-Jadil and Al-Layyinah as described in the Qur'an letter An-Nahl verse 125. This writing aims to reveal how the learning process in the Aceh training center. The method used is descriptive with a library research approach and study of the results of field research.
Keywords: Bilhikmah method; Mau‟izatulhasanah; Al-Jadil; Al-Layyinah
PENDAHULUAN
Era dewasa ini beragam cara, pola, teknik, strategi, model dan
metode pembelajaran bermunculan baik dari teori orang Barat maupun
dari orang Islam itu sendiri. Hal yang sangat disayangkan bahwa kegiatan
pendidikan dan pelatihan yang diterapkan oleh instansi berwenang, yang
dalam hal ini adalah Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan Provinsi
Aceh dan lembaga kediklatan lainnya seperti Lembaga Penjaminan Mutu
Penerapan Metode...
52
Pendidikan (LPMP) Provinsi Aceh lebih dominan menyelenggarakan
diklat model-model dan metode pembelajaran yang umumnya banyak
mengangkat teori dari Barat, seperti model jigsaw, picture and picture,
teaching and Learning, andragogi dan lain sebagainya yang minim menyertai
metode-metode berdasarkan teori Islam.
Implikasi dari kesemuaya itu tentunya akan berdampak pada
kemampuan peserta diklat dalam menerapkan metode yang berlandaskan
pada teori-teori Barat, yang saat pelaksanaan pembelajaran di sekolah
dipastikan mereka juga akan menerapkan teori-teori yang telah mereka
pelajari di Balai Diklat.
Hasil observasi penulis di beberapa madrasah khususnya di Kota
Banda Aceh yaitu MAN Model Banda Aceh, MIN Model Banda Aceh,
MIN Merduati Banda Aceh, MTsN Model Banda Aceh, MIN Tungkob
Aceh Besar, MTsN Tungkob Aceh Besar, MAN Tungkob Aceh Besar
menunjukkan bahwa tidak ada hal signifikan terhadap peningkatan dan
perubahan tingkah peserta didik sebagai buah hasil dari kinerja para
pendidik. Begitu juga sering ditemui orangtua yang salah kaprah dalam
hal mendidik anaknya sehingga menghasilkan anak yang keras terhadap
orangtuanya, temannya bahkan dengan gurunya. Hal ini sangat terkait
dengan pola dan metode didikan yang kurang menyentuh qalbu terhadap
peserta didik itu sendiri baik di sekolah, di madrasah maupun pada balai
diklat manapun.
Terlepas dari realita di atas, penulis menyimpulkan bahwa baik
widayaiswara, guru, orangtua, dan semua insan yang terlibat dalam
dunia pendidikan jarang merealisasikan bahkan telah melupakan
beberapa pola dan metode pendidikan yang sumbernya dari al-Qur‟an
dan hadis berdasarkan metode Rasulullah.
Fenomena di atas tentunya sangat tidak diinginkan dalam dunia
pendidikan saat ini, hal ini sangatlah urgent untuk ditelusuri dan dicari
solusinya agar semua widyaiswara dan alumni peserta diklat di Balai
Diklat Keagamaan Provinsi Aceh memiliki kompetensi yang lebih dalam
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2019
53
menerapkan metode, strategi, teknik dan model pembelajaran dengan
lebih banyak mengadopsikan teori-teori Islam yang dalam ini adalah teori
dalam Al-Qur‟an dan metode rasulullah Saw.
Karena salah satu metode yang sangat efektif dan mujarab yang
pernah dipraktikkan oleh rasulullah Saw dalam membimbing dan
mengajak ummatnya kejalan sirathal mustaqim adalah “metode Bilhikmah,
Al-Mau‟izah Hasanah, Al-Jadil Dan Al-Layyinah. Hal ini sebagaimana
disebutkan dalam Al-Qur‟an surat an-Nahl ayat 125, walaupun
kebanyakan mufassir menanggapi ayat tersebut berkaitan dengan metode
dakwah. Namun tidak sedikit para sufi dan ahli pendidikan yang
mengaitkan ayat ini sebagai metode pendidikan Islam, seperti Imam Al-
Ghazali, Ibnu Khaldun, Abdul Mujib dan Jusuf Muzakkir dan tokoh-
tokoh lainnya.
Penelitian ini menggunakan Metode penelitian deskriptif. Ruang
lingkup atau objek penelitian adalah para peserta diklat, widyaiswara
atau narasumber Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan Provinsi
Aceh. Tempat penelitiannya adalah pada Balai Pendidikan dan Pelatihan
keagamaan Provinsi Aceh yang beralamat di Jln. Syiah Kuala Nomor 116
Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh. Bahan atau instrumen dalam
penelitian ini adalah peneliti sendiri sehingga peneliti harus memvalidasi
semua data yang ada di lapangan”. Teknik pengumpulan datanya adalah
observasi Partisipatif dan observasi tak berstruktur dan wawancara
tidak berstruktur. Teknik analisis data dalam penulisan ini adalah reduksi
data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi dan
Beranjak dari hal di atas, penulis sangat tertarik dan terpanggil
untuk mengkaji metode tersebut kepermukaan dengan harapan menjadi
bahan pertimbangan bagi penulis, orangtua, guru, dosen, widyaiswara,
maupun para pemimpin lembaga/isntansi dalam mengelola
kepemimpinannya. Berdasarkan latar belakang dan beberapa penjelasan
di atas, tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperoleh gambaran
secara actual factual mengenai bagaimana implementasi metode
Penerapan Metode...
54
Bilhikmah, Al-Mau‟izah Hasanah, Al-Jadil Dan Al-Layyinah yang diterapkan
oleh widyaiswara di Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan Provinsi
Aceh, serta rencana dan upaya yang akan dilakukan dalam meningkatkan
pemahaman dan antusias tenaga pendidik di Balai Diklat Aceh dalam
setiap proses pendidikan dan pelaihan bagi peserta diklat.
PEMBAHASAN
A. Metode Pembelajaran Ala Rasulullah Berdasarkan Konteks Al-Qur’an
Rasulullah Saw adalah sosok pilar yang sangat mampu dan sukses
membimbing ummatnya kejalan kebenaran. Hal ini tidak terlepas dari
uswah dan metode yang beliau terapkan, baik sikap, prilaku dan
keteladannya yang mampu diwujudkan dengan metode bilhikmah,
mau‟izatul hasanah dan al-Layyinah. Kesemua metode tersebut sangat
relevan dengan dunia pendidikan saat ini, karena pencetusnya adalah
seoarang rasul yang sumbernya dari Al-Qur‟an. Namun realitanya ummat
Islam dan para pendidik di Indonesia telah terkontaminasi dengan teori-
teori dan metode orang Barat. Padahal Al-quran telah mengungkapkan
beberapa metode rasulullah Saw berdasarkan surat An-Nahl Ayat 125
yang telah beliau aplikasi dan implementasi terhadap ummatnya yaitu:
ادلم بلت ىيى أىحسىن وعظىة الىسىنىة وىجى بيل رىبكى بلكمىة وىالمى ادع إلى سىبيلو وىىوى أىعلىم بلمهتىدينى)النحل (525:إن رىبكى ىوى أىعلىم بىن ضىل عىن سى
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(Q.S An-Nahl: 125).
Dari ayat di atas, terdapat beberapa makna dan hikmah yang dapat
diambil yang salah salah satunya berkaitan dengan metode yang tepat
dan efektif dalam menyampaikan materi pelajaran kepada insan pendidik.
Dimana metode yang terdapat pada ayat di atas dapat menjadi sebuah
rujukan bagi insan pendidik untuk diterapkan baik di tingkat Balai Diklat
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2019
55
yang dalam hal ini adalah Widyaiswara, di madrasah, di rumah dan di
lembaga pendidikan lainnya.
Hal ini berdasarkan pemahaman Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan
Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam Tafsir Jalalain Berikut Asbabun-
nuzul, 2006), yaitu: 1) Metode bil-hikmah: dengan keteladanan
(menyatunya ucapan dan perbuatan sesuai dengan hati). 2) Metode
mauidzah hasanah, yaitu metode ceramah. Dengan menyampaikan materi
pendidikan dengan perkataan yang lemah lembut namun tegas dan benar
berdasarkan ilmu dan menggunakan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat
kepandaian dan bahasa yang dikuasai peserta didik. Memberikan nasihat
dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf
pengetahuan. 3) Metode mujadalah: dengan menggunakan argumen,
seperti diskusi, halaqah, seminar, berdebat. Cara berargumen harus
mempertimbangkan benar dan salahnya. Berdebat dengan mengeluarkan
pendapat yang kebenarannya dapat dipahami oleh akal dan diyakini oleh
hati (metode diskusi). 4) Hasil akhir dari pendidikan kita serahkan
(tawakkal) kepada Allah SWT.
Itulah beberapa metode pembelajaran yang dipraktekkan oleh
rasulullah Saw berdasarkan pemahaman para ulama dari surat An-Nahl
ayat 125. Untuk lebih jelasnya beberapa metode tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Metode Bil-Hikmah
Sebagai metode dalam pembelajaran dimanapun, al-Hikmah
diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, lapang dada, hati yang bersih,
dan menarik perhatian orang kepada agama atau materi yang
disampaikan. Ibnu Qayim berpendapat bahwa pengertian hikmah yang
paling tepat adalah seperti yang dikatakan oleh Mujahid dan Malik yang
mendefinisikan bahwa hikmah adalah “pengetahuan tentang kebenaran
dan pengalamannya, ketepatan dalam perkataan dan pengalamannya. Hal
Penerapan Metode...
56
ini tidak bisa dicapai kecuali dengan memahami Al-Qur‟an dan
mendalami Syariat-syariat Islam serta hakikat iman”1.
Dalam redaksi lain, Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud An-
Nasafi, mendevinisikan arti hikmah adalah “penyampaian materi dengan
menggunakan perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil yang
menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan”.2
Menurut Syekh Zamakhsyari dalam kitabnya “al-Kasyaf”, al-
hikmah adalah perkataan yang pasti dan benar. Ia adalah dalil yang
menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan atau kesamaran.
Selanjutnya, Syekh Zamakhsyari mengatakan hikmah juga diartikan
sebagai Al-Qur‟an yakni ajaklah mereka (manusia) mengikuti kitab yang
memuat hikmah.3
Dari beberapa penjelasan pakar di atas dapat dipahami bahwa
metode bil-hikmah merupakan kemampuan seorang pendidik yang
dalam hal ini termasuk widyaiswara, guru, dosen dan sebagainya dalam
menjelaskan materi-materi, dokrin-dokrin Islam serta realitas yang ada
dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Di samping itu,
metode bil-hikmah adalah kemampuan dan ketepatan seorang pendidik
dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik mengajar dengan
kondisi objektif peserta didik. Singkatnya metode bil-hikmah sebagai
sebuah sistem yang mampu memadukan kemampuan antara teoritis dan
praktis dalam melaksanakan proses pembelajaran.4
_____________
1Ibnu Qayyim, at-Tafsiru Al-qayyimu, (Jakarta: Darul Fikr, 2000), h. 77
2Hafidz al-Din AbiBarakatAbdillah bin Ahmad bin Mahmud Annasafi, Madarik At TanzilwaHaqa‟iq at Ta‟wil, (Birut-Libanon: Dar Al-Fiqr, 2000), h. 204
3Zamakhsyari, al-Kasyaf an Haqoiqi al-Tanzil wa Uyuuni al-Aqowili fi al-wujuuh al-Takwil, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyyah, 1995.
4Penelitian yang dilakukan oleh Indriani Nurzaman yang berjudul “Efektivitas Penggunaan Metode Bil Hikmah terhadap Tingkat Kemampuan Membaca Al-Qurān Anak Usia Dini” beberapa hasil penelitiannya adalah: 1) Menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara penggunaan metode Bil-Hikmah terhadap peningkatan kemampuan yang dikuasai oleh anak dalam membaca al-Qurān anak dalam waktu yang relatif singkat. 2) Menjawab persoalan bahwa metode Bil-Hikmah dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam membantu meningkatkan kemampuan membaca al-Qurān usia dini. 3) Direkomendasikan untuk guru dapat menggunakan metode Bil-
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2019
57
Dengan demikian, metode bil-hikmah ini merupakan metode
pembelajaran yang sangat hebat dan ampuh untuk diterapkan kepada
peserta diklat karena metode ini diarahkan untuk memadukan
kemampuan antara teoritis dan praktis dalam melaksanakan proses
pembelajaran sehingga peserta diklat akan lebih terarah dalam
memadukan teori yang dipelajari untuk dipraktekkan dalam
pembelajaran di sekolahnya nantinya.
2. Mau’izhah Hasanah
Pentingnya penerapan metode mauizhah al-hasanah dalam setiap
sesi pembelajaran, rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis yang
berbunyi:
عت رىسولى الله صلى الله عليه وسلم ي ىقول : مىن رىأىى ن أىب سىعيد الدري رىضيى الله عىنو قىالى : سىه بيىده، فىإن لى يىستىطع فىبلسىانو، فىإن لى يىستىطع فىبقىلبو وىذىلكى من كم منكىرا ف ىلي غىي
(رواه مسلم) .أىضعىف الإيىان Artinya: “Siapa di antara kamu melihat kemungkaran, ubahlah
dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak
mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah
iman.” (HR. Muslim).
Dengan memahami hadits tersebut, terdapat tiga tahapan metode
dalam proses pembelajaran yaitu:
a. Metode dengan tangan (bilyadi), tangan di sini bisa difahami
secara tektual ini terkait dengan bentuk kemunkaran yang
dihadapi, tetapi juga tangan bisa difahami dengan kekuasaan atau
power, dan metode dengan kekuasaan sangat efektif bila
dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.
b. Metode dengan lisan (billisan), maksudnya dengan kata-kata yang
lemah lembut, yang dapat difahami oleh mad‟u, bukan dengan
kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.
Hikmah dalam pembelajarannya serta media, sehingga metode Bil-Hikmah ini menjadi satu kesatuan yang saling mendukung sehingga berjalan optimal dalam mengefektifkan tingkat kemampuan membaca al-Qurān anak.
Penerapan Metode...
58
c. Metode dakwah dengan hati (bilqalb), maksudnya dalam
berdakwah hati tetap ikhlas, apabila suatu saat mad'u atau objek
dakwah menolak pesan yang disampaikan, mencemoh, mengejek
atau bahkan memusuhi, maka hati da‟i tetap sabar, tidak boleh
membalasnya dengan kebencian, tetapi sebaliknya tetap
mencintai objek dan dengan ikhlas hati da‟i hendaknya
mendoakan objek supaya mendapatkan hidayah dari Allah Swt.
Siti muriah sebagaimana dikutip oleh Samsul Munir Amin,
mengartikan Mauizah al-hasanah atau nasihat yang baik, maksudnya
adalah mamberikan nasihat kepada orang lain dengan cara yang baik,
dapat diterima, berkenan di hati, menyentuh perasaan, lurus dipikiran,
menghindari sikap kasar, dan tidak mencaci atau menyebut kesalahan
audiens, sehingga pihak objek dakwah dengan rela hati dan atas
kesadarannya dapat mengikuti ajaran yang disampaikan oleh pihak
subjek dakwah. Jadi dakwah bukan propaganda.5
Ali Musthafa Ya‟cup mengartikan mauizah al-hasanah dengan
ucapan yang berisi nasihat-nasihat baik dan bermanfaat bagi orang-orang
yang mendengarkannya, atau argument-argumen yang memuaskan
sehingga pihak audiens dapat membenarkan apa yang disampaikan oleh
subjek dakwah.6
Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi sebagaimana yang dikutuip
oleh hasanudin dalam buku Metode Dakwah mengemukakan bahwa al-
mauizah al-hasanah adalah perkataan-perkataan yang tersembunyi bagi
mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat
kepada mereka dengan al-Qur‟an.7
Berdasarkan beberapa devinisi yang dijelaskan di atas dapat
dipahami bahwa metode mauizah al-hasanah adalah metode mengajar
_____________
5Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), h.100
6Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah,..., h. 100
7Munzier Saputra dan Harjani Hefni (ed), Metode Dakwah, (Jakarta: Rahmat Semesta, ed-revisi, 2006), h.15
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2019
59
berupa ungkapan, perbuatan atau tindakan yang mengandung unsur
bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira,
peringatan, pesan-pesan penting (wasiat) yang dapat dijadikan sebagai
acuan dan panduan dalam berdakwah menuju tercapainya tujuan-tujuan
dakwah. Dapat pula dikatakan dengan ungkapan yang sarat dengan nilai-
nilai edukatif yang menggugah hati dan membangkitkan kesadaran akan
Tuhan (merasa bertuhan).
Oleh karena itu sifat dari metode mauizhah al-hasanah ini lebih
persuasive, dinamis yang jauh dari sikap egois, agitasi emosional dan
apologi. Metode pembelajaran mauizhah al-hasanah metode yang
bervariatif praktis dan dinamis yang sangat cocok dengan tuntutan dan
perkembangan zaman.
Prinsip penerapan metode pembelajaran mauizah al-Hasanah
teraplikasi dalam bentuk ahsan qaul dan ahsan amal. Ahsan Qaul diartikan
sebagai bentuk komunikasi verbal dengan menggunakan kata-kata atau
pembicaraan yang bernilai edukasi dan bersifat penyadaran dan
memberikan pembelajaran yang membekas dijiwa orang yang mendengar
dan menerima isi pembicaraan tersebut. Sedangkan ahsan amal diartikan
sebagai tindakan nyata yang dikenal dengan penyampaian materi
dengan bilhal.
Perkataan qaulan sebagai simbol komunikasi penyejuk hati dan
penumbuhan kesadaran jiwa dalam Al-Qur‟an ditemukan sebanyak 55
variasi dalam berbagai ayat antara lain: 1) Qaulan ma‟rufan terdapat dalam
surat al-Baqarah ayat 235, An-Nisa‟ ayat 5 dan 8 serta surat Al-ahzab ayat
32; 2) Qaulan sadidan, terdapat dalam surat An-Nisa‟ ayat 9 dan Al-Ahzab
ayat 70; 3) Qaulan Balighan, terdapat dalam surat An-Nisa‟ ayat 63; 4)
Qaulan karimah, terdapat dalam surat Al-Isra‟ ayat 23; 5) Qaulan maysuran,
terdapat dalam surat Al-Isra‟ ayat 28; 6) Qaulan Azhiman, terdapat dalam
surat Al-Isra‟ ayat 40; 7) Qaulan Layyinan, terdapat dalam surat Thaha ayat
44; 8) Qaulan min abbin rahim, terdapat dalam surat Yasin ayat 58; 9)
Qaulan Tsaqilan, terdapat dalam surat al-Munzammil ayat 5; 10) Qaulan
Penerapan Metode...
60
Ahsan (ahsan Qaula), terdapat dalam surat Lukman ayat 33; 11) Qaulan
Salaman, terdapat dalam surat Alfurqan ayat 63.
Menurut al-Qahtany pembelajaran yang meghendaki mauidhah
hasanah yang tepat sasaran harus memerhatikan lima hal, sebagai berikut:
a. Memerhatikan dengan seksama jenis kemungkaran yang
berkembang sesuai dengan konteks waktu dan tempat.
b. Mengukur skala prioritas kemungkaran yang mesti lebih dahulu
ditangni sesui derajat kerusakannya di masyarakat.
c. Memikirkan efek yang ditimbulkan lebih jauh oleh kemungkaran
ini dari segi psikis, sosial, kesehatan, hingga finansial.
d. Menghadirkan argumentasi agama terkait dengan efek
kemungkaran tersebut, bisa dari ayat Al-quran, hadis, perkataan
sahabat atau nasihat ulama.
e. Jika mau, nasihat-nasihat ini dapat didokumentasikan dalam
bentuk tulisan bertema yang mengupas bahaya suatu
kemungkaran dalam hidup manusia serta memotivasi mereka
untuk bertaubat.8
3. Mujadalah
Terdapat beberapa pendapat di kalangan ulama antara lain; Ibnu
Sina (980-1037M) sebagai dikutip oleh Zâhiri ibn „Iwâd al-Alama‟î,
berpendapat bahwa makna jidal ialah bertukar fikiran dengan cara
bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan bicara. Sedangkan
menurut al-Jurjani, jidal adalah mengokohkan pendapatnya masing-
masing dan berusaha menjatuhkan lawan bicara dari pendirian yang
dipeganginya. Sedangkan Abi al-Biqai dalam Muhammad Abu al-Fatah
al-Bayanuni, jidal dimaknai dengan ungkapan dalam penolakan kepada
_____________
8A. Ilyas Ismail, Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 200), h. 205-206
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2019
61
seseorang dengan cara membantahnya karena rusaknya perkataan
dengan suatu hujjah.9
Dengan memperhatikan pengertian di atas, terdapat dua
bentuk jidal, yaitu jidal yang terpuji dan yang tercela. Adapun jidal yang
terpuji bertujuan untuk menegakan dan membela kebenaran, dilakukan
dengan ushlub yang benar dan relevan dengan masalah yang dijadikan
pokok bahasan. Sedangkan jidal yang membawa kepada kebatilan, maka
jidal seperti itu adalah tercela. Terkait adanya jidal yang tercela, maka al-
Qur‟an mengatur jidal tersebut dengan cara yang lebih baik, sejalan
dengan pendekatan dakwah yang ditetapkan oleh nash, karena cara ini
merupakan pendekatan metode akal yang paling konkrit dan
diekspresikan dalam bentuk diskusi, perbandingan, percakapan dan
istilah lain yang menunjukan kepada makna tersebut berdasarkan
tempatnya.
Sedangkan dalam memahami kata مجادلة dalam surat al-Nahl 125
adalah dengan arti berbantah-bantahan, sebab jika diambil arti bermusuh-
musuhan, bertengkar, memintal dan memilin, tampaknya tidak
memenuhi apa yang dimaksud oleh ayat tersebut secara keseluruhan.
Agaknya bila diambil dari kata مجادلة tesebut, secara lugas, untuk
memahami konsep pembelajaran, maka pengertiannya akan menjadi
negatif, akan tetapi setelah dirangkai dengan kata hasanah (baik), maka
artinya menjadi positif. Dalam hal ini Muhammad Khair Ramadhan
Yusuf mengemukakan bahwa mujadalah al-lati hiya ahsan ialah:
"ungkapan dari suatu perdebatan antara dua sudut pandangan yang
bertentangan untuk menyampaikan kepada kebenaran yang kebenaran
tersebut bertujuan membawa kepada jalan Allah Swt”.10
_____________
9Muhammad Abu al-Fatah al-Bayanuni, Al-Madkhal Ila „Ilmi Al-Da‟wah, (Beirut: Risalah Publishers, 2001), h. 55
10Muhammad Khair Ramadhan Yusuf (terj.), Peran Media Informasi Islam dalam Pengembangan Ummat, (Jakarta: al-Kautsar, 1996), h. 28
Penerapan Metode...
62
Akar kata جدل dalam al-Qur‟an ditemukan sebanyak 29 kali dalam
berbagai bentuk dan tersebar dalam 15 surat, yaitu
surat Makkiyah sebanyak 10 surat dan Madaniyah 5 surat. Jidal yang
berkaitan dengan bahasan ini ternyata didapati 10 kali berada pada
surat Makkiyah dan 5 kali pada surat Madaniyah.
Indikasi ini menunjukan bahwa metode dakwah mujadalah lebih
banyak digunakan di kalangan masyarakat Makkah. Hal ini sesuai
dengan situasi dan kondisi Makkah saat itu, dimana masyarakatnya
sangat radikal dengan persoalan akidah (kemahaesaan Allah), meliputi
tentang keesaan Allah Swt., penetapan kerasulan, hari kebangkitan dan
pembalasan, hari akhirat dengan segala keadaannya, neraka dengan
segala siksaan azabnya, surga dengan segala nikmatnya dan bantahan
orang-orang kafir dengan dalil akal dan melalui tanda-tanda kekuasaan
Allah yang terdapat pada alam.
Selain persoalan akidah, juga meletakan dasar-dasar syari‟at secara
umum, budi pekerti yang mulia sebagai dasar pembinaan masyarakat,
kebiasaan-kebiasaan yang jelek dari orang orang musyrik, seperti
pertumpahan darah, memakan harta anak yatim secara zalim, membunuh
anak dan lain sebagainya. Sedangkan pada surat Madaniyah ayat-ayatnya
lebih banyak mempersoalkan aspek ibadah, mu‟amalah, hukum, aturan
keluarga, warisan, keutamaan jihad, shalat jama‟ah, masalah politik dan
perang, damai serta persoalan kemasyarakatan.
Metode مجادلة ini pada prinsipnya ditujukan kepada objek peserta
didik yang mempunyai tipologi antara menerima dan menolak materi ajar
yang disampaikan kepada mereka. Pada objek ini mujadalah memainkan
peranannya, sehingga objek pengajaran dapat menerima dengan perasaan
mantap dan puas. Metode ini memberi isyarat kepada pendidik untuk
menambah wawasan dalam segala aspek, sehingga pada akhirnya dapat
memberikan jawaban atau bantahan kepada objek peserta didik secara
benar dan baik serta menyenangkan perasaan.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2019
63
Debat sebagai metode pengajaran pada dasarnya mencari
kebenaran dan kehebatan Islam. Kecuali itu, berdebat efektif dilakukan
hanya kepada orang-orang yang membantah akan kebenaran Islam.
Sedangkan objek pengajaran yang masih kurang percaya atau kurang
mantap terhadap kebenaran Islam (tidak membantah) belum diperlukan
metode debat sebagai metode mengajar. Berbeda dengan sesama ulama
(intelektual) berdebat adalah rahmat. Sedangkan di kalangan masyarakat
awam atau pendidik yang relative rendah kemampuannya, berdebat
hanya akan menimbulkan pertengkaran dan permusuhan.
Model metode mujadalah al-lati hiya ahsan ini meliputi dua bagian,
yaitu;
1) Al-Asilah wa al-Ajwibah (tanya jawab).
Bentuk al-asilah ajwibah yang dimaksud di sini adalah suatu bentuk
metode mengajar Mujadalah bi al-lati Hiya Ahsan yang digunakan dalam
bentuk memberi jawaban terhadap berbagai pertanyaan yang diajukan
oleh peserta yang belum atau mereka dapati, atau belum mereka ketahui
secara pasti hakikat atau penjelasannya. Dengan kata lain metode ini
berbentuk tanya jawab, saling tukar pikiran antara sasaran peserta dan
pelaksana pengajaran (widyaiswara).
Metode ini dilakukan dengan cara seseorang atau kelompok yang
pandai berhadapan langsung dengan orang pandai lainnya. Bentuk
metode ini menyatakan hal-hal yang belum diketahui sebelumnya oleh
lawan pembicaraannya kepada orang yang dianggap mengetahui dan
sekaligus bisa memberikan jawaban-jawaban memuaskan hatinya,
sedangkan diskusi berbentuk tukar pikiran antara objek peserta dengan
subjek pengajar yang keduanya sudah sama-sama mengetahui materi
yang didiskusikan. Karena semua kegiatan yang dimaksud tujuannya
adalah untuk mencari keridhaan Allah Swt semata-mata.11
_____________
11Muhammad Khair Ramadhan Yusuf (terj.), Peran Media Informasi Islam dalam Pengembangan Ummat, (Jakarta: al-Kautsar, 1996), h. 28
Penerapan Metode...
64
Bentuk metode ini muncul pada masa Rasulullah, di mana para
shahabat banyak yang bertanya kepada Nabi tentang berbagai masalah
yang mereka hadapi, dengan harapan para shabahat dapat menerima
jawaban dari Nabi. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari kalangan
shahabat itu adalah pertanyaan yang benar-benar mereka tidak
mengetahui sama sekali, baik dalam hukum, maupun pelaksanaannya.
Masalah yang muncul itu dijawab dan diselesaikan oleh al-Qur‟an secara
transparan kepada Nabi Saw. Jawaban itu adakalanya dijawab dengan
wahyu dan adakalanya dengan hadis, ataupun jawaban itu dijawab
melalui sikap dan tindak tanduk nabi sendiri.
2) b). Al-hiwar (dialog).
Kata hiwâr berasal dari bahasa Arab dari akar kata : يحاور -حور-
yang berarti perdebatan yang memerlukan jawaban, atau tanya jawabمحاورة
terkait satu objek tertentu yang mendekati kepada munaqasah dan
mubahastah terhadap suatu persoalan dan peristiwa yang terjadi.
Selanjutnya Muhammad Khair mengemukakan bahwa hiwar adalah seni
atau metode dari beberapa metode moderen dengan mempergunakan
pikiran atau beberapa objek dalam upaya menyampaikan kepada suatu
kesimpulan.
Di dalam al-Qur‟an persoalan-persoalan yang muncul pada Nabi
adalah tanya jawab yang terjadi di kalangan umat, sekaligus ada solusi
dari Allah Swt., sehingga para penanya lansung menerima keputusan atau
jawaban pada saat terjadinya suatu persoalan waktu itu.
Memperhatikan ketiga metode yang dikemukakan di atas,
(hikmah, maw‟izhah al-hasanah dan mujadalah al-lati hiya ahsan)
nampaknya hampir semua buku-buku tentang metode pembelajaran
menyorotinya pada dataran konsep atau sebagai doktrin normatif yang
berasal dari al-Qur‟an. Hal ini paling tidak terlihat pada
metode hikmah dan mauizhah al-hasanah. Misalnya hikmah adalah suatu
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2019
65
metode dalam menyampaikan materi lewat ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya.
Pada umumnya penulis ilmu mengajar lainnya hanya melihat sisi
doktrin normatif saja pada ayat-ayat al-Qur‟an, sehingga terlihat dengan
jelas pembicaraan seputar dataran konsep, padahal sebuah metode selain
berbicara teori sekaligus sebenarnya metode itu sesuatu yang bersifat
aplikatif. Artinya sesuatu yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan
pembelajaran. Begitu juga tentang metode mauizhah seolah-olah hanya
juga pada tataran konsep dan normatif. Sebenarnya kedua metode di atas
di satu sisi adalah dogmatis, sedangkan di sisi lain keduanya aplikatif,
dan pernah diterapkan (direalisasikan) oleh Nabi Muhammad SAW
melalui petunjuk al-Qur‟an kepadanya, sebab tidak sesuatupun yang
dilakukan oleh Nabi, melainkan berdasarkan pertunjuk Allah. Jika
memang ada pendapat yang mengatakan bahwa kedua metode di atas
hanya pada tataran konsep, agaknya ada benarnya, karena mereka hanya
melihatnya sebagai materi dakwah, bukan sebagai metode dakwah.
Demikian juga halnya dengan metode mujadalah al-lati hiya ahsan,
tidak hanya berbicara sebatas konsep, namun al-Qur‟an telah
mengaplikasikannya melalui petunjuk al-Qur‟an dalam melaksanakan
pembelajaran Islam. Mujadalah hasanah itu dipahami dengan bertukar
fikiran atau berdiskusi dengan baik, maka mujadalah telah bersifat
aplikatif (diterapkan) sebagaimana dua metode sebelumnya
(hikmah dan maw‟izhah al- hasnah) dan telah dipraktekan oleh nabi
Muhammad SAW dalam mengembangkan ajaran Islam kepada umat
manusia.
Kedua metode tersebut (hikmah dan maw‟izhah al-hasanah),
dapat dibedakan. Metode hikmah lebih menekankan kepada kemampuan
fikiran dan ketajaman rasionalitas (intelektualitas) penerima dakwah,
sedangkan metode mau‟izah menekankan kepada ketepatan pesan yang
disampaikan. Akan tetapi berbeda halnya dengan metode
ketiga, mujadalat hasanah, seandainya mujadalah hasanah itu dipahami
Penerapan Metode...
66
dengan bertukar pikiran atau berdiskusi dengan baik, maka ia memang
sudah bersifat aplikatif dan bisa diterapkan.
Nurcholish Madjid, dalam salah satu tulisannya dalam Tabloid
Tekad dengan mengutip pendapat Ibn Rusyd, mengemukakan bahwa
dakwah dengan hikmah artinya dakwah dengan pendekatan substansi
yang mengarah kepada falsafah, dengan nasehat yang baik, yang berarti
retorika efektif dan populer, dan dengan mujadalah yang lebih baik,
maksudnya metode dialektis yang unggul. Indikasi ini menunjukan
bahwa metode dakwah berserta modelnya pada surat al-Nahl 125, telah
diaplikasikan oleh Rasulullah dalam mengajak manusia kepada Islam
dalam berbagai bentuk. Model dari masing-masing metode itu merupakan
bagian yang tak terpisahkan satu sama lainnya.
4. Layyinah
Islam memiliki cara dan metode dalam menyampaikan materi
sesuai dengan situasi, kondisi dan karakterristik peserta didik yang
dihadapi. Tentunya hal itu tidak lepas dari bimbingan syari‟at. Terkadang
materi ajar harus disampaikan dengan sikap lemah lembut dan terkadang
dengan sikap keras, tegas, dan lugas. Namun sikap yang kedua ini sering
dianggap sebagai sikap yang salah dan tidak mengandung hikmah.
Bahkan terkadang dianggap dapat menimbulkan akibat yang fatal bagi
pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri. Sehingga muncul protes dari
berbagai pihak ketika salah seorang pendidik bersikap keras, tegas dan
lugas terhadap peserta didiknya.
Fenomena ini tampak ketika salah seorang guru memarahi
muridnya yang melakukan keributan dengan temannya saat proses
pembelajaran berlangsung. Mereka menganggap bahwa sikap keras,
tegas, dan lugas dalam mengajar tidak mencerminkan akhlak mulia
karena mengandung kezhaliman terhadap peserta didik dan
menyebabkan mereka malas pergi kesekolah.
Respon dari wali siswa ini muncul berdasarkan prinsip
mengajarkan mereka dengan cara dan metode yang keras. Pada setiap hal
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2019
67
yang berakibat munculnya kemarahan masyarakat harus dijauhkan dalam
dunia pendidikan. Fakta ini sering memunculkan di kalangan masyarakat.
Untuk menghindari imej seperti itu dikalangan masyarakat, maka
hendaknya dalam melaksanakan proses pembelajaran guru tetap
melaksanakannya dengan baik dan dengan kata yang santun. Hal ini lebih
baik mengingat kondisi anak didik sekarang dengan dulu berbeda.
Sebagaimana firman Allah Swt kepada nabi Musa q dan nabi Harun, yang
berbunyi:
بىآ إلى فرعىونى إنو طىغىى ف ىقولاى لىو ق ىولا لينا لعىلو ي ىتىذىكر أىو يىشىى (43)اذىىArtinya: Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia
telah malampaui batas; maka berbicalah kamu berdua kepadanya dengan
kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat atau takut". (QS.
Thaha (20): 43-44).
Sepantasnya seorang pendidik benar-benar merenungkan ayat ini!
Karena kalau siap keras dan hati kasar akan menyebabkan manusia
menjauhi Nabi Muhammad jika kedua sifat itu ada pada beliau-, padahal
beliau adalah manusia paling mulia di hadapan Allah, maka bagaimana
dengan orang lain yang derajatnya jauh di bawah beliau, jika dia bersikap
keras dan berhati kasar.
Dengan demikian, di antara kewajiban pendidik adalah memilih
kalimat yang lembut dan tidak kasar, agar penyampaian materi sampai
kepada anak didik. Jangan sampai mereka lari agtau sama sekali mereka
tidak mau belajar. Banyak bimbingan dari Allah dan Rasul-Nya agar
setiap insan pendidik bersikap lembut ketika melaksanakan proses
pembelajaran, sehingga materi yang disamasaikan dapat diterima dengan
baik.
Namun demikian, bukan berarti seorang pendidik selalu bersikap
lemah-lembut dalam segala keadaan. Bahkan pada keadaan-keadaan
tertentu dia dituntut untuk bersikap tegas dan keras. Sikap lemah-lembut
dan keras diletakkan pada tempatnya masing-masing, dan itulah hikmah
Penerapan Metode...
68
yang perlu fahami dan dilakukan saat berlangsunya proses pembelajaran
di sekolah. Ketika khalifah Al-Makmun dinasehati dengan kasar oleh
seseorang, beliau berkata: “Hai laki-laki, bersikaplah lemah-lembut,
sesungguhnya Allah telah mengutus orang yang lebih baik daripada
kamu (yaitu nabi Musa q ), kepada orang yang lebih buruk daripada aku
(yaitu Fir‟aun), dan Dia memerintahkannya dengan sikap lemah-
lembut”.12
Senada dengan pentingnya sifat dan kata-kata yang lemah lebuh
dalam proses pembelajaran, Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis
yang berbunyi:
إلا زىانىو وىلاى ي ن زىع من شىيء إلا شىانىو إن الرفقى لاى يىكون ف شىيء
Artinya: Sesungguhnya lemah-lembut tidak berada pada sesuatu
kecuali pasti menjadikannya indah, dan tidaklah lemah-lembut
dihilangkan dari sesuatu kecuali pasti menjadikannya buruk. (HR.
Muslim no. 2594, dari „Aisyah)
Para ulama mengatakan: kata “syai‟in (sesuatu)” pada kalimat di
atas adalah nakirah (kata tidak tertentu) yang berada pada rangkaian
peniadaan, sehingga mengenai segala perkara. Maksudnya bahwa lemah-
lembut terpuji di dalam segala urusan. Oleh karena itulah adanya lemah-
lembut di dalam dakwah termasuk perkara yang akan menjadikannya
indah, sehingga dakwah itu akan lebih kuat menarik hati (manusia) dan
menghasilkan tujuan. Dan ketiadaan lemah-lembut di dalam dakwah
termasuk perkara yang akan menjadikannya buruk.
C. Implementasi Metode Bil-Hikmah, Mau’izhah Hasanah, Mujadalah dan Layyinah dalam Pembelajaran Pada Balai Diklat Keagamaan Provinsi Aceh
1. Metode Bil-hikmah
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa metode bil-hikmah
adalah penyampaian materi dengan menggunakan perkataan yang benar
_____________
12Syekh Fadhl Ilahi, Min Sifatid Da‟iyah Al-Liin war Rifq, (Jakarat: An-Nur, 2016), h: 12
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2019
69
dan pasti, yaitu menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan
pada peserta. Di samping itu, metode bil-hikmah adalah kemampuan dan
ketepatan seorang pendidik dalam memilih, memilah dan menyelaraskan
teknik mengajar dengan kondisi objektif peserta didik. Singkatnya metode
bil-hikmah sebagai sebuah sistem yang mampu memadukan kemampuan
antara teoritis dan praktis dalam melaksanakan proses pembelajaran. Dari
beberapa pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kata-kata
hikmah sebenarnya lingkupnya sangatlah luas, tidak terbatas pada
menemukan (mengungkapkan) kebenaran, dan membantah kebatilan.
Hasil diskusi dan penelitian penulis di Balai Diklat Keagamaan
Aceh menunjukkan bahwa rata-rata peserta sangat setuju dan menarik
hatinya apabila pola dan metode bilhikmah saat menyampaikan materi
diklat dapat disampaikan melalui cara-cara yang pasti yang didasari
dengan dalil-dalil yang konkrit, tidak asal-asalan saja. (Wawancara
dengan peserta diklat penyuluh agama Islam Non PNS Angkatan XII di
BDK Aceh Tahun 2018).
Berkaitan dengan bagaimana penerapan materi bilhikmah ini, salah
satu narasumber/widyaiswara menyampaikan bahwa dalam menerapkan
pemberlajaran kepada peserta diklat, siapun narasumbernya hendaknya
dapat memadukan kemampuan peserta diklat antara teoritis dan praktis.
Maksudnya bahwa teori yang disampaikan tersebut dapat dipraktekkan
oleh diri si penyampai materi itu terlebih dahulu kemudian baru
diarahkan kepada peserta. (Wawancara dengan salah satu widyaiswara di
BDK Aceh Tahun 2018).
Dengan demikian, seyogyanya metode bilhikmah ini dapat menjadi
pilihan/rujukan dan harus diterapkan oleh setiap tenaga
pengajar/widyaiswara dengan peserta diklatnya, orang tua dalam
mendidik anaknya, guru di sekolah dengan muridnya, dan seorang
pemimpin dengan para bawahannya. Karena kunci suksesnya Rasulullah
Saw dalam membina dan mendidik ummatnya adalah dengan metode
bilhikmah ini. Praktek metode bilhikmah ini selalu beliau aplikasikan bagi
Penerapan Metode...
70
sendiri terlebih dahulu sehingga ummatnya dengan leluasa mengikuti
beliau. Urgensitasnya penerapan metode ini mengingat karakteristik
peserta diklat yang berbeda pemikiran dan keinginannya. Apabila
metodenya salah justru malah mereka akan berbalik dan menolak
mentah-mentah apa kita sampaikan.
2. Metode Mau‟izhatul hasanah
Menurut Ibnu Katsir mau‟izhah ialah memberikan nasihat yang baik
yakni nasihat nasihat dengan berupa peringatan-peringatan yang telah Allah
gambarkan dalam al-Qur‟an serta dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
manusia dalam kehidupan sehari-hari. Adapun at-Thabari memberikan
penjelasan bahwa mau‟izhah hasanah ialah perkataan atau pelajaran yang indah,
yaitu tentang hujjah-hujjah yang terdapat dalam al-Qur‟an serta nikmat-nikmat
yang diberikan oleh Allah kepada manusia seperti yang tergambar dalam al-
Qur‟an.
Berdasarkan redaksi di atas, sifat mau‟izhah hasanah sebagai suatu
nasihat yang tertuju pada hati (perasaan) yang lembut, tanpa
meninggalkan karakter nasihat itu yang tertuju pada akal, dari akallah
sehingga menimbulkan stimulus untuk diwujudkan dalam konteks yang
nyata.
Hasil kajian penulis dari Al-Qur‟an surat an-Nahl ayat 125 dan
penelitian penulis di lapangan dengan peserta diklat terkait dengan
metode mau‟izhah hasanah ini menunjukkan bahwa qalbun dan aktifitas
seseorang akan terbentuk dan mau diwujudkan dengan rasa ikhlas jika
penerangan dan perintah yang diberikan dengan cara lemah lembut.
Karena sifat manusia pada fitrahnya adalah putih dan lemah lembut
walaupun mereka memiliki kesalahan tetapi apabila diingatkan dengan
cara yang kasar lebih-lebih dipermalukan di depan umum maka mereka
menolaknya.
Menurut penulis, aplikasi metode mau‟izah hasanah dengan
peserta diklat adalah dengan cara penyampaian materi yang lebih
menyentuh qalbu mereka, bisa juga lewat tayangan-tayangan kisah islami,
kisah para nabi, auliya Allah, kisah para sahabat rasulullah dan begitu
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2019
71
juga untaian kata-kata yang disampaikan oleh narasumber sendiri yang
mengandung hikmah-hikmah. Tanpa menggunakan kata-kata yang
sifatnya lelucon.
Dengan demikian, implementasi dari metode mau‟izhah
hasanah tatanannya harus mampu tertuju pada hati sanubari dengan
lemah lembut tanpa dibarengi dengan sifat kasar. Rasulullah Saw masa
jahiliyah menghadapi berbagai karakteristik. Apabila dalam memberikan
nasehat dengan cara kasar maka mereka akan menolaknya dengan
spontan. Tetapi beliau sanggup melaksanakan metode mau‟izhah
hasanah ini dengan baik sampai akhir hayat beliau. Begitu juga dalam
kehidupan pendidik saat ini yang menghadapi berbagai model karakteri
anak didiknya yang tentunya apabila dalam prosesnya terlalu kasar maka
pembelajan dengan anak didik akan gagal.
3. Metode Mujadalah
Istilah mujadalah berasal dari kata jaadala, yujaadilu, jaadalatan,
mujaadalatan yang memiliki arti berbantah-bantahan. Dalam kaitan ini,
Ibnu Katsir memberikan penjelasan bahwa metode mujadalah yang berarti
perdebatan yang dilakukan dengan cara terbaik ialah jika perdebatan
dalam sebuah diskusi tidak dapat dihindarkan maka hendaklah mendebat
dengan cara yang baik, bersahabat, santun, lembut serta menggunakan
perkataan yang lembut. Beliau menuturkan sebuah firman Allah, yaitu :
Artinya: dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan
dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara
mereka, dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang
diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami
dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri”.
(Q.S. Al-„Ankabut, 29 : 46).
Al-Thabari menerangkan bahwa mujadalah pada ayat ini berdebat
dengan cara yang baik atau dengan bantahan yang baik. Adapun
bantahan ini dilakukan untuk menjaga kehormatan diri dan sebagai
upaya agar terhindar dari peremehan serta intimidasi terhadap diri kita.
Penerapan Metode...
72
Al-Qurthubi lebih sederhana menafsirkan mujadalah ini adalah melakukan
diskusi dengan tidak menggunakan kekerasan.
Analisa penulis berkaitan dengan metode mujadalah bahwa
metode ini sangat baik diterapkan dalam proses pembelajaran. Tetapi
metode ini tidak semua jenjang dan tingkat sekolah diterapkan termasuk
Tingkat SD/MI, dan tingkat Tsanawiyah. Untuk tingkat ini menurut
penulis bahwa mereka masih dalam taraf berpikir mereka belum tahap
kematangan sehingga apabila metode ini diterapkan bagi mereka akan
dikhawatirkan terjadinya perkelahian dalam kelas karena mereka belum
mampu mengontrol emosinya. Lain halnya dengan Tingkat Aliyah,
tingkat mahasiswa, dan peserta diklat, maka metode mujadalah ini sangat
efektif diterapkan karena dapat menghidupkan suasana pembelajaran
sehingga akan menghasilkan ide-ide yang cemerlang. Selain itu untuk
tingkat ini, mereka memiliki control emosi yang maksimal sehingga tidak
akan menimbulkan konplik dan perkelahian.
Dalam dunia widyaiswara, penulis sangat membuka lebar metode
mujadalah ini. Mengingat para pesertanya adalah para penghulu,
penyuluh, dosen dan para guru-guru dimana cara berpikir mereka sangat
bijak dan matang sehingga walaupun terjadinya diskusi yang tegang
tetapi pada ujung-ujungnya mereka dapat mengontrol emosi mereka.
4. Metode al-Laiyyinah (Lemah-Lembut)
Kunci sukses dan berkesannya seseorang sangat terpengaruh
dengan perkataannya yang sopan dan lemah lembut. Rasulullah sangat
dihormati dan dijunjungtinggi oleh ummatnya karena perkataan beliau
sangat lemah lembut. Metode lemah lembut dalam perkataan, perbuatan
akan menjadi sarana penting berasilnya proses pembelajaran. Dalam hal
ini, Ar-Rifq menyatakan bahwa sifat lemah lembut di dalam berkata dan
bertindak serta memilih untuk melakukan cara yang paling mudah.
(Fathul Bari syarh Shahih Al Bukhari).
Untuk itu, sudah sepantasnya bagi seorang muslim untuk berhias
dengan sifat yang sangat mulia tersebut, karena ia merupakan bagian dari
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2019
73
sifat-sifat yang dicintai oleh Allah Swt. Dengannya pula merupakan sebab
seseorang dapat meraih berbagai kunci kebaikan dan keutamaan.
Sebaliknya, orang yang tidak memiliki sifat lemah lembut, maka ia tidak
akan bisa meraih berbagai kebaikan dan keutamaan. Pentingnya metode
lembut ini, Allah Swt telah memerintahkan rasulnya untuk berlemah
lembut terhadap umatnya, sebagaimana firman Allah Swt dalam Surat
Thaha ayat 44 yang berbunyi:
ف ىقولا لىو ق ىولا لىينا لىعىلو ي ىتىذىكر أىو يىشىىArtinya: maka ucapkan olehmu (Musa) dengan perkataan yang
lemah lembut, mudah-mudahan dia (Fir‟un) teringat ia atau memiliki
rasa takut (QS. Thaha: 44)
Dari ayat di atas sangat jelas bahwa Allah memerintahkan rasulnya
dalam memberikan pengajaran dengan cara lemah lembut. Bersikaplah
lemah lembut selalu dalam tutur kata dan jauhi ucapan yang kasar karena
ucapan yang lemah lembut akan mampu menjinakkan jiwa yang sedang
berontak. Sangat banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur‟an dan as-Sunnah
mengenai hal ini. Sebagaimana firmannya dalam surat Ali Imran (03): 159
yang artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku
lemah lembut terhadap mereka.”(QS. Ali Imran (03): 159).
An-Nawâwi dalam syarahnya mengatakan hadis ini menunjukkan
keagungan perangai Rasulullah saw., dengan memiliki sikap lemah
lembut dan mengasihi orang bodoh (yang belum mengetahui tata cara
salat). Ini juga perintah agar pendidik berperilaku sebagaimana
Rasulullah saw. dalam mendidik. Inilah pentingnya metode lemah lembut
dalam pendidikan, karena materi pelajaran yang disampaikan pendidik
dapat membentuk kepribadian peserta didik. Dengan sikap lemah lembut
yang ditampilkan pendidik, peserta didik akan terdorong untuk akrab
dengan pendidik dalam upaya pembentukan kepribadian.
Pengaplikasian metode ini sangat berdampak baik pada umat
manusia bila seluruh manusia baik muslim ataupun nonmuslim
teredukasi untuk mengamalkannnya. karena kebanyakan tindakan-
Penerapan Metode...
74
tindakan pelampiasan emosi hingga tindakan-tindakan criminal berawal
dari luapan emosi dari lubuk hati yang dipicu pula oleh perkataan yang
kasar atau tidak lemah lembut. Akan tetapi hal itu sangat tidak disadari
oleh kebanyakan manusia yang membuat mereka sesuka hati
melontarkan perkataan mereka dengan kasar. Meski isi dan kandungan
yang ada pada suatu perkataan sebenarnya adalah hal baik, akan tetapi
akan menjadi suatu ranjau yang memiliki letupan keras dihati bilamana
perkataan tersebut disampaikan dengan cara yang salah.
Misalnya, seorang guru yang melontarkan perkataan yang diiringi
dengan intonasi tinggi (emosi) mungkin akan melukai perasaan murid
yang menerima perkataan tersebut atau salah memahami makna dari
perkataan tersebut yang nantinya mampu membuat murid merasa bahwa
gurunya tersebut membencinya. Berbeda dengan guru yang
menyampaikan pesan-pesan yang disampaikan dengan cara yang lemah
lembut, mungkin akan lebih terngiang di hati mereka.
Sebagai seorang muslim yang baik, seharusnya akan sangat paham tentang
metode komunikasi yang diterapkan oleh ajaran agama Islam ini. Rasulullah SAW
adalah seorang figure yang terkenal denga tutur katanya yang lemah lembut pada
setiap perkataannya. Lumrahnya seorang Rasul juga pasti pernah mengalami suatu
amarah karena Ia juga manusia biasa seperti hamba Allah lainnya. Akan tetapi
beliau tidak pernah menyampaikan perkataannya dengan kasar atau terdengar
keras meskipun disaat ia sedang marah.
PENUTUP
Metode penerapan pendidikan dan pengajaran oleh Widyaiswara Balai
diklat Keagamaan Provinsi Aceh bagi peserta diklat, sebagai berikut:
1. Dari hasil kajian ayat-ayat Al-qur‟an dan pendapat para tafsir, dapat
dipahami bahwa metode hikmah adalah dialog dengan
menggunakan kata-katan yang benar, bijak, lembut, sopan,
memudahkan, disertai dengan dalil-dalil yang kuat (ilmiah dan
logis). Metode hikmah diartikan dengan seuatu yang diturunkan dan
berasal dari Nabi Muhammad Saw.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2019
75
2. Adapun metode mau‟izhah, yaitu metode dengan nasihat-nasihat
yang lemah lembut lagi benar, ajakan pada suatu hal
yang positif atau memberi pelajaran dan peringatan dengan dalil-
dalil (argumentasi) yang dapat diterima oleh akal atau kemampuan
peserta didik, disertai keteladanan dari yang menyampaikan.
Metode mujadalah dapat diterapkan pada kelas/tingkat-tingkat
tertentu dengan memperhatikan kondisi dan karakteristik peserta.
Sedangkan metode layyinah adalah metode lunak, lemah lembut
yang perlu diterapkan dalam kondisi apapun.
3. Ada suatu hal yang harus diperhatikan oleh seorang pendidik lebih-
lebih ketika menggunakan metode ini, yaitu adanya ketauladanan,
artinya ada kesesuaian antara yang ia sampaikan dengan prilakunya
sehari-hari. Sebab ketika ada seorang guru yang menggunakan
metode mau‟izhah, tetapi kenyataannya tidak sesuai dengan
perilakunya, maka jangan berharap banyak terhadap perubahan
perilaku peserta didiknya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abduh, Muhammad, Al-Mau‟izah Al-Hasanah, t.t: 1985
Abu al-Fatah al-Bayanuni, Muhammad, Al-Madkhal Ila „Ilmi Al-Da‟wah, (Beirut: Risalah Publishers, 2001
Ash-Shabuni, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam, (Jakarta: Keira Publishing, 1998, t.t., jil.2
Bahri, Fathul, Meniti Jalan Dakwah, Jakarta: Amzah, 2008
Baz, Abdul Aziz, ad-Dakwah Ilallah wa Akhlaqud Da'iyah, t.t., jil
Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008
Hafidz al-Din AbiBarakatAbdillah bin Ahmad bin Mahmud Annasafi, Madarik At-TanzilwaHaqa‟iq at Ta‟wil, (Birut-Libanon: Dar Al-Fiqr, 2000.
Ibnu Qayyim, at-Tafsiru Al-qayyimu, Jakarta: Darul Fikr, 2000
Ilyas Ismail, A, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011
Penerapan Metode...
76
Khair Ramadhan Yusuf, Muhammad (terj.), Peran Media Informasi Islam dalam Pengembangan Ummat, (Jakarta: al-Kautsar, 1996
Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Imam Abu Ja‟far , ami‟ al-Bayan fi Ta‟wil al-Qur‟an", (At-Thabari, t.t., jil. 5
Muhidin, Asep, Dakwah dalam Perspektif al-Qur‟an, Bandung: Pustaka Setia, 2002
Munir Amin, Samsul, Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009
Quraib Al-Ashma`I, Abdul Malik bin, Tarikhul Arab Al- Awwalin, Basra.
Saputra, Munzier dan Harjani Hefni (ed), Metode Dakwah, Jakarta: Rahmat Semesta, ed-revisi,2006
Siti Muriah, Metode Dakwah Kontemporer, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000
Syekh Fadhl Ilahi, Min Sifatid Da‟iyah Al-Liin war Rifq, Jakarat: An-Nur, 2016
Syihata, Abdullah, Dakwah Islamiyah, Jakarta: Rofindo,1986
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Media Pratama, 1987
Warson Al-Munawwir, Ahmad , Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Progresif, ed-2, 1997
Ya‟kub, Ali Musthafa, Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997
Yahya Omar, M. Toha, Islam dan Dakwah, Jakarta: Widjaya, cet-2, 2004
Zamakhsyari, al-Kasyaf an Haqoiqi al-Tanzil wa Uyuuni al-Aqowili fi al-wujuuh al-Takwil, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyyah, 1995.