77
PENERAPAN MODEL IDENTITY SALIENCE TERHADAP KESUKSESAN PEMASARAN RELASIONAL : Sebuah Studi Replikasi Identity Salience Model (Arnet, German, Hunt, 2003) SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas – tugas dan Memenuhi Syarat – syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : DWI RETNOSARI F 0201049 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PENERAPAN MODEL IDENTITY SALIENCE TERHADAP …... · Sebenarnya untuk Indonesia dan negara-negara Asia, ... Alasannya ialah bahwa ... relationship marketing adalah strategi yang terus

  • Upload
    lamdien

  • View
    244

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

PENERAPAN MODEL IDENTITY SALIENCE TERHADAP

KESUKSESAN PEMASARAN RELASIONAL : Sebuah Studi Replikasi Identity

Salience Model (Arnet, German, Hunt, 2003)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas – tugas dan Memenuhi Syarat – syarat Guna

Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

DWI RETNOSARI F 0201049

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul :

PENERAPAN MODEL IDENTITY SALIENCE TERHADAP

KESUKSESAN PEMASARAN RELASIONAL : Sebuah Studi Replikasi Identity

Salience Model (Arnet, German, Hunt, 2003)

Surakarta, 5 April 2010

Disetujui dan diterima oleh

Pembimbing

RETNO TANDING SURYANDARI, SE, ME

NIP. 19710528 200003 2 001

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan diterima baik oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas

Sebelas Maret Surakarta guna melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi.

Surakarta, Juni 2010

Tim Penguji Skripsi

1. Drs. Wiyono, MM

NIP. 19550505 198503 1 002

2. Retno Tanding S, SE, ME

NIP. 19710528 200003 2 001

3. Amina Sukma Dewi, SE, M.Sc

NIP. 19771207 200812 2 002

sebagai Ketua

sebagai Pembimbing

sebagai Anggota

( .............................. )

( .............................. )

( ............................... )

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

1. dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

2. segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

4. yang menguasai di hari Pembalasan.

5. hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami

meminta pertolongan.

6. Tunjukilah Kami jalan yang lurus,

7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan

(jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Karya sederhana ini dipersembahkan untuk :

Ibu, bapak, adik serta orang – orang yang tersayang.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ’Aalamiin. Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas

segala limpahan nikmat dan berbagai kemudahan sehingga skripsi dengan judul

”PENERAPAN MODEL IDENTITY SALIENCE TERHADAP KESUKSESAN

PEMASARAN RELASIONAL : Sebuah Studi Replikasi Identity Salience Model

(Arnett, Berman, Dan Hunt, 2003)” dapat selesai dengan lancar dalam rangka memenuhi

tugas dan persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Eonomi Jurusan Manajemen di Fakultas

Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Skripsi ini tidak akan selesai tanpa do’a, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak.

Untuk itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua dan adik atas segala do’a, dukungan serta kesabarannya.

2. Ibu Retno Tanding Suryandari, SE, ME yang telah memberikan kesempatan dan

bimbingan serta nasehat yang sangat membantu penyelesaian studi. Semoga Allah SWT

memberi balasan yang lebih baik kepada Ibu.

3. Bapak Drs. Sutomo, MS, Pembantu Dekan I yang telah memberikan banyak kesempatan,

kebijaksanaan dan kemudahan di akhir masa studi ini. Semoga Allah SWT memberikan

kemudahan, melimpahkan rahmat–Nya kepada Bapak sekeluarga.

4. Ibu Dra. Endang Suhari, M.Si selaku Ketua Jurusan Manajemen, Bapak Reza Rahardian,

SE, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Manajemen dan Pembimbing Akademik, Bapak

Wahyono, SP, selaku Kepala Sub Bagian Pendidikan yang telah banyak memberikan

bantuan dan kesempatan.

5. Segenap dosen, staf pengajar dan karyawan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Bapak Dr. H. Titis Wahyuono, Kepala UTDC PMI Kota Surakarta yang telah

memberikan ijin bagi saya untuk melakukan penelitian di Palang Merah Indonesia Cabang

Kota Surakarta beserta seluruh jajarannya.

7. Keluarga besar MEPA–UNS, yang tidak dapat disebutkan anggotanya satu– persatu,

kalian keluarga pertama di Solo dan keluarga kedua dengan keanggotaan ‘seumur hidup’.

Keluarga “Sekartaji”, “Purbo”, “Soka”, “Putri Sejati” dan kos2 di sekitar Kentingan yang

sering memberi tumpangan. Temen2 UMS yang telah ikut membantu, special thanks 2

Devi & Tika. Pimpinan dan Staf di Dinas Perhubungan dan Kantor Kecamatan Geyer,

terima kasih atas segala bantuannya dan maaf atas segala kekurangan.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini banyak kekurangan. Untuk itu, segala

kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dimasa mendatang.

Akhirnya, saya berharap semoga hasil karya ini dapat memberi manfaat bagi pihak yang

memerlukannya.

Surakarta, Pebruari 2010

Dwi Retnosari

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

ABSTRAK ............................................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................... v

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

B. Perumusan Masalah ........................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemasaran Relasional ................................................................ 8

B. Satisfaction (Kepuasan) ................................................................ 19

C. Identity Salience ............................................................................ 22

D. Reciprocity ........................................................................................ 25

E. Prestige ........................................................................................ 27

F. Partisipasi ........................................................................................ 28

G. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 29

H. Hipotesis ........................................................................................ 30

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ........................................................................... 33

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ....................................... 34

C. Pengukuran Variabel ............................................................... 35

D. Definisi Operasional Variabel ................................................... 36

E. Sumber Data ....................................................................................... 38

F. Metode Pengumpulan Data ............................................................... 38

G. Metode Analisis Data ............................................................... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum PMI .............................................................. 45

B. Analisis Deskriptif Responden .................................................. 51

C. Analisis Data .......................................................................... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ....................................................................................... 72

B. Saran ................................................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

TABEL

halaman

III.1 Hasil Uji Pretest Validitas ............................................................................. 43

III.2 Hasil Uji Pretest Reliabilitas ............................................................................. 44

IV.1 Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ............................. 52

IV.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ..................................................... 52

IV.3 Deskripsi Responden Berdasarkan Pekerjaan ............................................ 53

IV.4 Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Variabel Partisipasi ................. 54

IV.5 Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Variabel Promoting ................. 54

IV.6 Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Variabel Identity Salience ......... 55

IV.7 Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Variabel Satisfaction ................. 56

IV.8 Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Variabel Reciprocity ................. 58

IV.8 Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Variabel Prestige ..................... 59

IV.9 Hasil Analisis Faktor ...................................................................................... 61

IV.10 Hasil Perhitungan Reliabilitas ....................................................................... 62

IV.11 Hasil Uji t Relationship Inducing Factor terhadap Identity salience ................ 63

IV.12 Hasil Uji t Identity Salience terhadap Promoting ........................................... 67

IV.13 Hasil Uji t Relationship Inducing Factor dan Identity salience

terhadap Promoting ........................................................................................... 68

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR

halaman

Gambar II.1 Interaksi dari Pelanggan dan Pemasar .......................................... 11

Gambar II.2 Kerangka Pemikiran .............................................................................. 29

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Penelitian

Lampiran 2 Tabel Frekuensi Tanggapan Responden

Lampiran 3 Hasil Pengujian Analisis Faktor

Lampiran 4 Hasil Pengujian Reliabilitas

Lampiran 5 Hasil Pengujian Menggunakan Analisis Regresi Berganda

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Paradigma pemasaran bermitraan (relationship marketing) yang semula menjadi

tumpuan dalam gelombang pertama perubahan, kini menjadi relevan lagi di gelombang

ketiga perubahan. Pada gelombang pertama perubahan, Toffler (dalam Ihalauw, 2003)

menyatakan bahwa paradigma bermitraan dalam pemasaran dan perdagangan menjadi

andalan. Sebagai contoh, tidak lagi cukup berbicara tentang nilai pelanggan, melainkan

harus mencakup pula jala nilai kooperatif. Begitu juga tidak hanya memperhatikan

kepuasan pelanggan, tetapi juga kepuasan mitra. Pada gelombang kedua perubahan,

paradigma pemasaran bergeser menjadi productin concept. Kemudian bergeser menjadi

product concept, selling concept, marketing concept, dan terakhir paradigma societal

marketing concept. Paradigma pemasaran itu sekaligus menandai awal dari gelombang

ketiga perubahan, yaitu era pascaindustrial. Pasar bukan hanya terdiri dari customer

market, melainkan mencakup juga referal market, supplier market and allience markets,

recruitment markets, influencer markets and internal markets (Ihalauw, 2003).

Paradigma transaksional bergeser ke arah relasional karena pelanggan makin

menuntut lebih banyak (more for less) dan intensitas persaingan menjadi amat kuat.

Sebenarnya untuk Indonesia dan negara-negara Asia, hubungan relasional bukan hal

baru. Namun, bagi masyarakat barat yang bersifat individualistik, suatu hubungan

relasional dianggap merupakan penemuan baru. Intinya yakni membangun dan

mempertahankan hubungan jangka panjang antara pelanggan, pemasok, dan pemasar

berlandaskan pada kepercayaan dan komitmen. Alasannya ialah bahwa pemasar hanya

memperhatikan tentang memperoleh pelanggan dan mengabaikan usaha untuk

mempertahankannya (Pawitra, 1997).

Pemasaran relasional bersifat jangka panjang, artinya pemasar tidak hanya

berorientasi untuk mencari pelanggan baru tetapi juga mempertahanan pelanggan lama

atau menciptakan keunggulan daya saing berkelanjutan (sustainable competitive

advantage). Model ini menjurus pada pertukaran sosial (social exchange) yaitu pemasar

tidak hanya menekankan laba dalam jangka pendek tetapi membina hubungan sosial

yang berkelanjutan dengan pelanggan (Webster, 1992 dalam Indran, 2004).

Kottler (2000) berpendapat bahwa dengan memberikan kepuasan pelanggan yang

tinggi merupakan cara yang lebih baik untuk mempertahankan pelanggan dibandingkan

dengan cara lain, misalnya menciptakan hambatan beralih pemasok yang besar. Dengan

demikian, akan lebih sulit bagi para pesaing untuk menerobos hambatan - hambatan

dengan sekedar menawarkan harga yang lebih murah atau rangsangan beralih pemasok.

Selain itu, mereka menyadari bahwa biaya menarik seorang pelanggan baru bisa lima

kali lipat dari biaya mempertahankan seorang pelanggan yang sudah ada. Pemasaran

offensive biasanya lebih mahal daripada pamasaran defensive karena lebih banyak usaha

dan biaya yang diperlukan untuk mendorong pelanggan yang puas supaya beralih dari

pemasoknya saat ini.

Strategi apapun yang dipakai dalam pemasaran memiliki tujuan akhir yang sama

yaitu untuk memuaskan pelanggan. Meskipun perusahaan berwawasan pelanggan ingin

mencapai kepuasan pelanggan yang tinggi, tetapi perusahaan belum tentu ingin

memaksimalkan kepuasan pelanggan. Pertama, perusahaan dapat meningkatkan

kepuasan pelanggan dengan menurunkan harga atau meningkatkan pelayanan. Namun,

akibatnya laba perusahaan dapat turun. Kedua, perusahaan dapat meningkatkan

profitabilitasnya dengan cara lain, misalnya memperbaiki produksinya atau

menanamkan modal lebih banyak dalam riset dan pengembangan. Ketiga, perusahaan

memiliki banyak stakeholders termasuk karyawan, penyalur, pemasok dan pemegang

saham. Mengeluarkan dana lebih banyak untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dapat

mengambil dana yang seharusnya dipergunakan untuk meningkatkan kepuasan

“mitranya”. Akhirnya, perusahaan harus beroperasi atas dasar filosofi mereka berusaha

memberikan tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi dan setidaknya dapat diterima oleh

stakeholder lainnya dalam batasan sumber daya totalnya (Kottler, 2000). Menurut Hunt

dan Morgan, hubungan pertukaran dalam pemasaran relasional penting untuk

memanfaatkan sumber daya perusahaan yang dapat menjadikannya sebagai keunggulan

kompetitif. (Hunt, 1997, 2000; Hunt dan Morgan 1995) dalam Arnett, German, Hunt

(2003).

Banyak penalitian yang memfokuskan keberhasilan pemasaran relasional sebagai

(1) sifat dasar ekonomi yang utama, (2) melibatkan business-to-business marketing, dan

(3) melibatkan perusahaan jasa (for-profit-firms). Dan mereka berpendapat bahwa

relationship marketing adalah strategi yang terus berkembang dalam koteks melibatkan

pertukaran sosial tingkat tinggi, business-to-consumer marketing dan nonprofit

marketing. Dalam konteks ini, kesuksesan relationship marketing mungkin

membutuhkan kerakteristik hubungan yang berbeda dari yang telah diidentifikasikan

sebelumnya. Oleh kerena itu, Arnett, German, dan Hunt berpendapat bahwa ‘identity

salience’, sebuah konstruk yang belum pernah diteliti sebelumnya dalam relationship

marketing mungkin merupakan karakteristik yang penting dalam kesuksesan pemasaran

relasional dalam konteks partikular (Arnett, German, dan Hunt, 2003).

Organisasi akan mencapai kesuksesan yang lebih dalam strategi pemasaran

relasional jika pelanggan yang secara individu terlibat dalam pertukaran memiliki

identitas yang menonjol (identity salience) yang berhubungan dengan pertukaran

(Arnett, German, Hunt, 2003). Berdasarkan artikel yang menjadi acuan dalam dalam

penelitian ini bahwa identity salience yang merupakan karakteristik penting dalam

kesuksesan pemasaran relasional dalam konteks dimana : (1) yang terlibat dalam

pertukaran adalah individual, (2) individu menerima keuntungan sosial (social benefit)

yang signifikan dari hubungan ini (Arnett, German dan Hunt, 2003).

Walaupun banyak hubungan dalam sektor jasa melibatkan individu dan social

benefit yang ekstensif, Arnett, German, dan Hunt berpendapat bahwa karakter ini

mungkin lebih menonjol dalam nonprofit relationship. Seperti yang dikemukakan oleh

Block (1998); Remley (1996); Selladurai (1998); Squires (1997) dalam Arnett, German,

dan Hunt (2003) bahwa banyak organisasi nonprofit memanfaatkan pemasaran

relasional sebagai stretegi untuk membangun dan memelihara hubungan dengan

dermawan (pendonor) individu. Untuk itu mereka berpendapat bahwa identity salience

mungkin lebih tepat diasosiasikan dengan kesuksesan pemasaran relasional nonprofit.

Berkaitan dengan hal tersebut maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan

judul : “PENERAPAN MODEL IDENTITY SALIENCE TERHADAP

KESUKSESAN PEMASARAN RELASIONAL : Sebuah Studi Replikasi Sebagian

Identity Salience Model (Arnett, Berman, Dan Hunt, 2003)”. Penelitian ini

merupakan replikasi sebagian dari model yang dikembangkan oleh Dennis B. Arnett,

Steve D. German & Shelby D. Hunt yang berjudul ” The Identity Salience Model of

Relationship Marketing Success : The Case of Nonprofit Marketing “. Perbedaan model

dalam penelitian ini dengan model yang dikembangkan oleh Arnett, German, dan Hunt

(2003) adalah pada variabel dependen, tidak diteliti tentang variabel “donating” dan

faktor yang menginduksinya, yaitu “income” dan “perceive need” karena tidak

ditemukan pada objek yang menjadi fokus dalam penelitian ini.

B. Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan yang akan diteliti adalah :

1. Apakah relationship-inducing factors (participation, satisfaction, reciprocity dan

prestige) berpengaruh pada identity salience sukarelawan atau pendonor di Palang

Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta secara parsial.

2. Apakah identity salience berpengaruh pada perilaku promoting sukarelawan atau

pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta.

3. Apakah relationship-inducing factors memiliki pengaruh pada perilaku promoting

sukarelawan atau pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta

dengan identity salience sebagai pemediasi.

C. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

adalah :

1. Untuk menguji pengaruh relationship-inducing factors (participation, satisfaction,

reciprocity dan prestige) secara parsial pada identity salience sukarelawan atau

pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta.

2. Untuk menguji pengaruh identity salience pada perilaku promoting sukarelawan atau

pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta.

3. Untuk menguji pengaruh relationship-inducing factors pada perilaku promoting

sukarelawan atau pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta

dengan identity salience sebagai pemediasi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya dalam bidang pemasaran dan dapat menjadi dasar bagi

penelitian-penelitian selanjutnya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan

kesuksesan hubungan pemasaran relasional, identity salience serta relationship-

inducing factors.

2. Manfaat Praktis

Selain memberi manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

a. Kalangan marketer sebagai sumbangan pemikiran dan referensi yang dapat

menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun stretegi pemasaran relasional agar

lebih efektif.

b. Bagi penulis dapat menambah pengetahuan, pemahaman dan pengalaman

terutama dalam bidang ilmu yang diteliti.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemasaran Relasional

1. Pengertian pemasaran relasional

Pemasaran relasional (relationship marketing) adalah suatu bentuk pertukaran

(market exchange) yang mencoba mengintegrasikan pelanggan dalam mendesain,

mengembangkan, membuat dan menjual produk. Hal ini dilakukan ketika timbul

kebutuhan untuk mempertahankan persaingan maka produsen harus mencari cara

untuk menjual produk selain dengan cara yang umum dilakukan yaitu mendorong

pelanggan untuk membeli secara tunggal tetapi lebih kepada memanfaatkan konsep

produk total. Ini hanya dapat dicapai jika produsen, pemasok dan pelanggan

bekerjasama secara dekat, memungkinkaan produsen untuk memperoleh hal yang

bernilai dari pelanggan. Nilai ini harus terus dikembangkan secara inovatif dan

hasilnya secara kompeten, menjamin bahwa pelanggan tidak hanya merasa puas,

tetapi senang dan merasa gembira (Haruna, 1996). Sedangkan menurut Gordon

(1998 dalam Wikipedia), pemasaran atau manajemen relasional “…adalah proses

yang berkelanjutan dalam mengidentifikasi dan menciptakan nilai baru dengan

pelanggan individual dan kemudian membagi keuntungan dari asosiasi yang terjadi

dalam waktu lama ini.”

Pamasaran relasional dipandang sebagai suatu kiat, strategi, dan teori. Sheth

dan Parvatiyar (1995 dalam Pawitra, 1997) membangun suatu teori pemasaran dari

hubungan relasional dengan mengembangkan suatu aksioma bahwa konsumen ingin

mengurangi pilihan dengan menjalin hubungan jangka panjang berdasarkan

kesetiaan dengan pemasar. Menjalin hubungan dengan pelanggan dalam jangka

panjang, tidak sekedar menciptakan transaksi, menjadi paradigma baru untuk

mencapai keberhasilan pamasaran. Menjalin hubungan dengan palanggan berarti

mendapatkan dan mempertahankan hubungan dengan pelanggan secara

berkesinambungan. Paradigma tersebut dinamakan relational marketing

(Dhammesta, 1997). Berdasarkan berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan

bahwa pemasaran relasional adalah suatu bentuk pertukaran yang lebih banyak

melibatkan pelanggan yang tujuannya adalah untuk menciptakan kepuasan

pelanggan sehingga hubungan yang terjalin dapat berlangsung lebih lama.

Dasar pemikiran dalam praktek pemasaran tersebut adalah bahwa jalinan

hubungan dengan pelanggan itu dianggap sangat menghemat biaya dibandingkan

dengan mencari pelanggan baru atau mendapatkan pelanggan lama yang sudah putus

hubungan (McKeena, 1991; Christhopher, et al., 1991 dalam Dharmmesta, 1997).

Terjalin hubungan jangka panjang antara pamasar dengan pelanggan itu bermula

dari terciptanya transaksi, kemudian transaksi-transaksi serupa diulang kembali

sehingga akhirnya menjadi jalinan hubungan jangka panjang.

Interaksi dari pelanggan dan pemasar yang digambarkan oleh Cannon dan

Sheth (1994 dalam Pawitra, 1997) menjelaskan adanya dua sumber kontinum

menyangkut interaksi antara pelanggan pemasar. Sumber pertama menjelaskan suatu

kontinum bahwa interaksi antara pemasar dan pelanggan secara terus-menerus

(ongoing) di satu sisi dan dapat terjadi hanya sekali (ad hoc) di sisi lain. Kontinum

itu ditunjukkan sebagai sumber vertikal. Sedangkan sumber horizontalnya

ditunjukkan oleh kontinum konflik-kerjasama (conflct-cooperation); artinya

hubungan antara pemasar dan pelanggan dapat berupa konflik atau pertentangan di

sisi dan dapat pula tercipta dalam bentuk kerjasama di sisi lain. Dalam gambar II.1

terlihat bahwa pemasaran transaksional terjadi dalam suatu kondisi interaksi antara

pemasaran dan pelanggan yang mengarahkan pada konflik dan terjadi hanya satu

kali (ad hoc). Sedangkan pemasaran relasional sudah mengarahkan interaksi antara

pemasar dan pelanggan yang terus-menerus dalam suasana yang penuh kerjasama.

Dalam jangka panjang, pemasaran relasional ini jauh lebih menguntungkan, bukan

hanya bagi pemasar tetapi juga bagi pelanggan (Pawitra, 1997).

On going

Pemasaran

Relasional

Pemasaran

Transaksional

Ad hoc

Gambar II.1 Interaksi dari pelanggan dan pemasar

Tidak seperti teori pemasaran klasik yang menekankan pasca aktifitas

penjualan dan sebelum penjualan, pemasaran relasional juga menekankan pada

aktifitas setelah penjualan. Menurut Kottler (1994), hal ini membuat kompetitor

lebih sulit untuk melalui penghalang hanya dengan menurunkan harga atau

mengganti rangsangan untuk menarik pelanggan yang tidak hanya terpuaskan, loyal

tetapi juga seperti patner bagi penjual (Haruna, 1996). Seperti yang dikemukakan

oleh Christopher, Payne, & Ballantyne (1991 dalam Wikipedia) bahwa manajemen

Conflict

Cooperation

relasional adalah kombinasi dari layanan konsumen, marketing dan kualitas. Proses

ini seharusnya tidak hanya melibatkan waktu ketika pelanggan melakukan

pembelian. Ini harus dimulai sebelum pelanggan membeli sesuatu dan berlanjut

sampai mereka selesai. Cara ini mewakili perubahan dari pemasaran transaksional

menjadi pemasaran relasional.

Aturan dasar dari pemasaran adalah untuk memperbaiki kepuasan pelanggan.

Pelanggan yang terpuaskan satu nilai tambah yang signifikan yang diperoleh dari

supplier : memuaskan palanggan tidak semudah menambahkan produk, pelayanan

ataupun sistem (Evans dan Laskin, 1994; Crane, 1991 dalam Haruna, 1997).

Kepuasan pelanggan diperoleh ketika ketidakpuasan pelanggan telah hilang maka

menjadi hal yang sangat penting bagi perusahaan untuk memisahkan penyebab

ketidakpuasan, jadi tindakan perbaikan dapat dilakukan untuk mencegah peristiwa

yang sama dimasa yang akan datang (Haruna, 1997).

2. Tahapan dalam Pelaksanaan Pemasaran Relasional

Sebagai suatu strategi maka pelaksanaan relasional dilakukan secara bertahap.

Berry dan Pasuraman dalam Kottler (1995) menyarankan tiga langkah pendekatan,

yaitu :

a. Berdasarkan penambahan manfaat finansial bagi hubungan pelanggan. Meskipun

program yang dilakukan dapat membentuk preferensi pelanggan, namun

program semacam ini mudah ditiru pesaing dan kerena kerapkali gagal

mendiferensiasikan penawaran perusahaan secara permanen.

b. Dengan menambahkan manfaat sosial di samping manfaat finansial. Disini

karyawan meningkatkan ikatan sosial mereka dengan pelanggan melalui

pemahaman atas kebutuhan dan keinginan individual para pelanggan, serta

penyampaian layanan yang lebih bersifat pribadi / personal.

c. Dengan menambahkan ikatan struktural disamping manfaat finansial dan sosial.

Kita perlu berhati-hati dengan penerapan dari pemasaran relasional karena tidak

selalu menguntungkan dari segi perhitungan biaya dan manfaat.

Kebutuhan untuk menciptakan hubungan yang solid dan jangka panjang

dengan pelanggan membutuhkan adanya penilaian kebutuhan, untuk mengetahui apa

yang diinginkan oleh mereka. Hal ini mustahil untuk membentuk hubungan dengan

pelanggan kecuali mengetahui apa yang mereka inginkan. Perusahaan harus bekerja

untuk menciptakan nilai tambah pada pelanggan dengan melakukan riset atau

penelitian dan memperkirakan apa yang mereka butuhkan (Gordon, 1998 dalam

Wikipedia)

Seperti yang dikemukakan oleh Sekitto Haruna bahwa pemasaran relasional

hanya dapat dicapai jika produsen, pemasok dan pelanggan bekerjasama secara

dekat, memungkinkan produsen untuk memperoleh hal yang bernilai dari pelanggan.

Nilai ini harus terus dikembangkan secara inivatif dan dihasilkan secara kompeten,

menjamin bahwa pelanggan tidak hanya merasa puas, tetapi senang dan merasa

gembira (Haruna, 1996).

3. Internal Marketing

Relational marketing menekankan pada apa yang disebut “internal marketing”

yang berarti menggunakan teknik marketing dalam organisasi itu sendiri. Banyak

konsep pemasaran tradisional yang dapat digunakan untuk menentukan apa yang

dibutuhkan oleh “internal customer”. Berdasarkan teori ini, tiap karyawan, tim atau

departeman dalam perusahaan secara simultan adalah supplier dan customer dari

produk dan jasa. Karyawan mendapatkan pelayanan pada satu titik dalam value

chain. Jika internal marketing bekerja secara efektif, tiap karyawan akan memberi

dan menerima pelayanan secara luar biasa dari dan kepada karyawan lain. Hal ini

membantu karyawan untuk memahami arti penting peran mereka dan bagaimana

peran mereka berhubungan dengan orang lain. Jika diimplementasikan dengan baik,

maka juga dapat mendorong tiap pekerja untuk melihat proses dalam pengertian

nilai tambah (value added) dari sudut pandang pelanggan dan misi stratejik

organisasi. Lebih dari itu, ditegaskan bahwa program internal marketing yang

efektif adalah prasyarat bagi usaha internal yang efektif (George W., 1990 dalam

Wikipedia).

Pamasaran internal penting dilakukan seperti dijelaskan oleh Kottler (2000)

bahwa tugas ini berkaitan dengan menarik, melatih dan memotivasi para karyawan

yang mempu dan bersedia melayani pelanggan dengan baik. Bahkan pemasaran

internal harus dilakukan sebelum pemasaran eksternal. Tidak mungkin menjanjikan

pelayanan yang baik, sebelum para karyawan perusahaan siap memberikan

pelayanan tersebut.

4. Keunikan Pemasaran Nirlaba

Michael Rothschid dalam Kottler (1995) melihat perbedaan pemasaran nirlaba

dipandang dari manajemen pemasaran, kegiatan yang melibatkan tukar-menukar

selain tukar-menukar yang mengharuskan konsumen membayar secara ekonomi

untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, diantaranya :

a. Dalam sektor swasta seringkali dimungkinkan memodifikasi penawaran agar

sesuai dengan keinginan konsumen. Namun, seringkali sulit pada sektor nirlaba,

misalnya hanya ada satu cara untuk mendapatkan darah. Di sisi lain, beberapa

aspek fisik dan perilaku dasar tidak dapat diubah. Namun, tidak berarti bahwa

elemen bauran pemasaran tidak dapat diubah. Orang dapat menyumbang darah

dengan berbagai cara, seiring dengan lingkungan fisik dan sosial yang menarik

misalnya. Perlu ditekankan, meskipun penawaran dasar tidak dapat diubah untuk

sesuaikan dengan keinginan konsumen, elemen bauran pemasaran (seperti cara

penawaran diinformasikan dan dipromosikan) dapat sangat responsive terhadap

keinginan konsumen.

b. Perbedaan lain dalam pemasaran relasional adalah untuk beberapa pengorbanan,

manfaatnya lebih dirasakan oleh orang lain dan individu yang berkorban

mendapatkan manfaat sedikit atau tidak sama sekali.

c. Karena banyak perubahan yang dipasarkan menyangkut manfaat sosial dan

psikologik yang tidak dirasakan, seringkali sulit mewujudkan presentasi

medianya.

a. Sifat Tukar-menukar

Transaksi pasar yang coba dipengaruhi oleh organisasi nirlaba dari sudut

manajerial lebih cenderung disebut sebagai tukar-menukar. Sasaran diminta

menukar sesuatu dengan suatu nilai yang berguna yang ditawarkan oleh

organisasi nirlaba. Dari sudut pengguna dia diminta membayar atau

mengorbankan sesuatu (pada kasus berhenti melakukan sesuatu yang penting)

untuk mendapatkan keuntungan yang dijanjikan. Pada pokoknya, jenis biaya

yang dikeluarkan sasaran termasuk salah satu dari empat jenis ini :

1) Biaya ekonomi, menyerahkan uang atau barang pada badan amal atau

membeli suatu produk atau pelayanan.

2) Mengorbankan ide, nilai atau pandangan lama tentang dunia.

3) Mengorbankan pola perilaku lama.

4) Mengorbankan waktu dan energi.

Pertukaran yang terjadi pada sektor nirlaba bisanya memiliki keterlibatan

yang tinggi dan sering dipengaruhi oleh perilaku konsumen sasaran dimana

konsumen tersebut memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki pengalaman

sama sekali. Pada situasi pengambilan keputusan yang rumit ini, konsumen

memulainya dengan pengumpulan informasi dalam rangka membentuk suatu

rangkaian yang pada akhirnya akan digunakan untuk melakukan pilihan. Pada

saatnya kriteria ini akan dipengaruhi oleh keinginan dan kebutuhan konsumen

itu sendiri dan oleh pengaruh-pengaruh yang berasal dari pihak luar (Kotler,

Andreasen, 1995).

b. Karakteristik Pelanggan

Misi utama organisasi nirlaba dan sektor kemasyarakatan yang melibatkan

pemasaran dalam perencanaan stratejik mereka adalah untuk mempengaruhi

perilaku salah satu atau lebih kelompok sasaran. Untuk melaksanakan misi ini,

mereka memerlukan dukungan aktif dari berbagai publik dan toleransi minimal

dari beberapa publik lain. Empat tipe dasar publik yaitu : input pubics (donor,

pemasok, regulator), intenal publics (manajemen, staf, sukarelawan, dewan),

intermediary publics (pedagang, agen fasilitator, perusahaan pemasaran), dan

consuming publics (klien, residen setempat, masyarakat umum, aktivis dan

media massa). Publik-publik ini nantinya masih dapat dibedakan atas : (1)

mereka yang terlibat secara aktif dalam melaksanakan misi organisasi, baik

langsung maupun tidak langsung (misalnya : donor, pemasok, publik internal

dan intermedier), dan (2) mereka yang toleransi dan simpatinya diperlukan oleh

organisasi untuk hidup dan menjalankan misinya seefisien mungkin. Dua

kelompok ini dapat pula dikategorikan sebagai publik aktif dan pasif (Kotler,

Andreasen, 1995).

Seperti tugas-tugas pemasaran lainnya, titik awal yang penting untuk

merekrut adalah memahami audiens sasaran. Motivasi relevan sangat beragam

seperti motivasi konsumen. Salah satu klasifikasi motivasi tersebut pada tingkat

kebutuhan yang lebih tinggi dari Maslow :

1) Kepemilikan, yaitu membantu orang lain, menemani teman, merasa menjadi

bagian dari sesuatu yang lebih besar darinya.

2) Status, yaitu untuk mendapatkan pengakuan, membuat orang lain tertarik,

menambah daftar riwayat hidup, dan menjalin hubungan.

3) Aktualisasi diri, yaitu merasa mementingkan orang lain, mempelajari suatu

keahlian, merasa seseorang memiliki dampak pada sesuatu yang penting

(Kotler, Andreasen, 1995).

c. Menganalisis Pasar Donor

Kenapa individu bersedia menyumbang? Organisasi nirlaba perlu memiliki

pemahaman akan motif pemberian agar efektif dalam pencarian donor. Jawaban

yang dikenal dengan istilah “altruisme” (mementingkan orang lain) seringkali

menutupi kerumitan motif yang mendasari perilaku memberi dan menolong.

Beragam motif untuk menyumbang memberikan beberapa petunjuk bagi strategi

pemasaran pencari donor. Harold Seymour menyarankan bahwa dalam tiap pasar

donor massal, sepertiga orang responsible (bertanggung jawab, memberi tanpa

diminta), setengahnya resposive (memberi jika diminta), dan sepertiga

compulsive (memberi jika ditekan). Tiap-tiap pasar dapat diselidiki lebih lanjut

untuk menemukan segmen motif spesifik yang ada (Kotler, Andreasen, 1995).

5. Kesuksesan Pasar Relasional

Pada pemasaran nonprofit, sukses dapat didefinisikan sebagai tindakan suportif

yang secara umum dilakukan oleh stakeholder terhadap organisasi nonprofit

(misalnya : donasi dari perusahaan besar, bantuan sukarela, kata-kata yang positif

tentang organisasi) (Mael dan Ashforth, 1992 dalam Arnett, German, dan Hunt,

2003). Seperti yang dikemukakan oleh Kotler (2000) yang mengukur pemasaran

dengan kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan perusahaan dan mereknya

kepada orang lain. Komentar mulut ke mulut (word-of-word) yang sangat positif

menunjukkan bahwa perusahaan berhasil memuaskan pelanggannya (promoting).

B. Satisfaction (Kepuasan)

Menurut Engel (dalam Tjiptono, 1996:146) menyatakan bahwa kepuasan

konsumen merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurang-

kurangnya memberikan hasil (outcame) yang sama atau melampaui harapan konsumen

sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan.

Sedangkan Kotler (2000) memberikan definisi bahwa kepuasan konsumen adalah

perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara

persepsi / kesannya terhadap kerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapan.

Tingkat kepuasan konsumen menurut Tjiptono (1997:130) akan terbentuk dari dua

sisi. Sisi pertama adalah sisi perubahan yang diwujudkan dalam tujuan perusahaan,

produk yang dihasilkan dan nilai produk yang diciptakan bagi konsumen. Sedangkan

sisi kedua adalah sisi konsumen yang terwujud dalam kebutuhan dan keinginan serta

harapan konsumen terhadap produk yang diterima atau dibelinya. Apabila sisi pertama

sesuai dengan sisi kedua maka konsumen akan merasa puas.

Untuk mewujudkan kepuasan konsumen total bukanlah hal yang mudah (Tjiptono,

1996:160) menyatakan bahwa kepuasan konsumen total tidak mungkin tercapai

sekalipun hanya sementara waktu. Namun, upaya perbaikan atau penyempurnaan

kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Pada prinsipnya strategi kepuasan

konsumen akan menyebabkan para pesaing harus bekerja keras dan memerlukan biaya

yang tinggi dalam usaha merebut konsumen suatu perusahaan.

Perusahaan dapat menggunakan metode-metode berikut untuk mengukur tingkat

kepuasan pelanggan

1. Sistem keluhan dan saran

Organisasi yang berwawasan pelanggan akan memudahkan pelanggannya

memberikan saran dan keluhan. Informasi ini memberikan banyak gagasan baik dan

memungkinkan perusahaan untuk bertindak cepat guna menyelesaikan masalah yang

terjadi.

2. Survei kepuasan pelanggan

Perusahaan tidak dapat menggunakan tingkat keluhan sebagai ukuran yang

utama karena tidak dapat menggambarkan secara lengkap kepuasan pelanggan.

Perusahaan yang responsive mengukur kepuasan pelanggan dengan menggunakan

survei berkala yang dapat dilakukan dengan :

a. Bertanya langsung tentang tingkat kepuasannya (directly reported satisfaction).

b. Menilai tingkat harapan terhadap atribut tertentu dan tingkat kepuasan yang

mereka rasakan (derived dissatisfaction).

c. Meminta pelanggan menuliskan masalah dan perbaikan yang mereka sarankan

(problem analysis)

d. Meminta responden menilai penawaran berdasarkan tingkat kepentingan dan

kinerja perusahaan dalam setiap elemen (importance / performance ratings).

Ada gunanya pula apabila perusahaan mengukur kemungkinan atau kesediaan

pelanggan untuk merekomendasikan perusahaan dan mereknya kepada orang lain.

Komentar mulut ke mulut (word-of-word) yang sangat positif menunjukkan bahwa

perusahaan berhasil memuaskan pelanggannya.

3. Ghost shopping

Yaitu dengan menyuruh orang lain menjadi pembeli dan melaporkan hal-hal

positif (kekuatan) dan kelemahan yang mereka alami waktu membeli produk

perusahaan dan produk pesaing. Pembeli bayangan (ghost shopper) ini juga dapat

berpura-pura membuat masalah tertentu untuk menguji cara perusahaan menangani

situasi tersebut.

4. Lost customer analysis

Yaitu dengan menghubungi pelanggan yang sudah tidak membeli atau telah

berganti pemasok untuk mengetahui penyebabnya. Kepuasan telah menjadi konsep

dalam penelitian pemasaran. Beberapa organisasi terfokus pada kepuasan sebagai

sarana untuk mempertahankan konsumen yang ada sekarang dan menarik konsumen

baru. Kepuasan sering digunakan sebagai referen yang dengannya organisasi

mengukur kinerja mereka (Fornell dkk., 1996 dalam Arnett, German, Hunt, 2003).

Kepuasan dianggap penting bagi organisasi yang memperjuangkan hubungan jangka

panjang dengan konsumen : “kepuasan adalah hal yang penting dalam hubungan

pertukaran jika hubungan yang berkelanjutan akan dipelihara dan hubungan dimasa

mendatang akan difasilitasi (Oliver dan Swan, 1989).

C. Identity Salience

Kepuasan adalah faktor penting yang mengarah kepada identifikasi organisasi

(Covin dkk., 1996; Mael dan Ashforth, 1992 dalam Arnett, German, Hunt, 2003).

Welborne dan Cable (1995 dalam Arnett, German, Hunt, 2003) menemukan bahwa

kepuasan memberikan pengaruh terhadap perilaku. Mereka menyatakan bahwa

dampak positif yang berasal dari kepuasan dengan sebuah kejadian mengakibatkan

orang mengevaluasi kembali kemenonjolan identitas yang berbeda. Kepuasan yang

dirasakan orang tersebut memperkuat identitasnya, yang pada gilirannya

meningkatkan kemenonjolan identitas tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh

McCall dan Simmon (1978 dalam Arnett, German, dan Hunt, 2003), perasaan positif

yang memperkuat identitas penting bagi pengembangan dan pemeliharaan identitas.

Arnett, German, dan Hunt mengemukakan bahwa kepuasan mempengaruhi perilaku

suportif secara tidak langsung dengan meningkatkan kemenonjolan identitas yang

terkait. Yakni, pendonor yang puas dengan pelayanan yang mereka peroleh dari PMI

akan lebih berkemungkinan untuk meletakkan identitas organisasi lebih tinggi dalam

hirarki identitas mereka.

Menurut Stryker (1987 dalam jacobson 2003), teori identitas berasal dari sudut

pandang simbolik dari orang yang berinteraksi terhadap tindakan peran. Teori ini

mencoba memahami mengapa seseorang melakukan sesuatu hal atau mengapa mereka

membuat pilihan terhadap hal yang mereka lakukan. Untuk itu penerapan yang paling

tepat dari teori ini adalah walaupun ada berbagai alternatif tindakan yang bisa dilakukan

seseorang, bagaimanapun mereka hanya akan memilih satu dari berbagai alternatif

tersebut.

Identitas hanya akan ada sepanjang seseorang berpartisipasi dalam interaksi sosial

yang terstruktur. Hal ini memberi kesan bahwa identitas tergantung pada peran atau

posisi dalam hubungan sosial yang teroganisir. Seperti identitas individu yang

terorganisir secara hierarkhikal, identitas ini akan bervariasi dalam pengertian identitas

mana yang paling menonjol. Akibatnya, seseorang akan terorganisir berdasarkan

salience hierarchy ini. Untuk itu, pilihan didasarkan pada kemenonjolan identitas, mana

yang kemudian akan diposisikan dalam hirarki identitas (Stryker, 1968 dalam Beth

Jacobson, 2003).

Salah satu komponen utama dari teori identitas adalah kemampuan seseorang

untuk menempatkan dirinya sebagai objek, dengan demikian pengklasifikasian atau

pengkategorian diri berhubungan dengan klasifikasi atau kategori orang lain (Jacobson,

2003). Dalam teori identitas, hal ini berhubungan dengan identifikasi dan inti dari

identitas adalah ketegorisasi diri sendiri sebagai occupant dari peran (Stets dan Burke,

2000 dalam Jacobson, 2003). Hal ini merupakan proses identifikasi yang membentuk

identitas.

Teori identitas memfokuskan pada hubungan diantara pribadi, peran personal,

masyarakat dan pelaksanaan peran. Teori identitas adalah teori mikrososiologi yang

meneliti perilaku yang berhubungan dengan identitas seseorang (Hogg, Terry, dan

White, 1995 dalam Arnett, German, Hunt 2003). Hal ini menunjukkan bahwa hubungan

antara seseorang dengan struktur sosial sebagai pusat untuk memahami lebih jauh

perilaku sosial (social behavior) (Serpe, 1987). Penelitian menunjukkan bahwa teori

identitas dapat digunakan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik dari proses

pertukaran.

Dalam penelitian lain menemukan bahwa struktur seseorang relatif stabil setiap

saat dan perubahan dalam diri seseorang berhubungan secara langsung dengan

perubahan dalam struktur sosial yang terjadi di sekitarnya (Serpe, 1987; Wells dan

Stryker, 1988 dalam Arnett, German, Hunt, 2003). Jadi, teori ini menduga kekonstanan

relatif dalam struktur pribadi, membuat ketiadaan pergerakan / perubahan dalam struktur

sosial dan perubahan relatif dalam struktur pribadi menyebabkan beberapa perubahan

(Serpe, 1987). Teori identitas menyatakan bahwa identitas diri seseorang memiliki

relevensi diri yang lebih atau salience (kemenonjolan).

Penelitian mengemukakan bahwa orang membentuk identitas yang terkait dengan

orang yang dihormati (Callero, 1985; Howard dan Piliabin, 1987; Lee, Piliavin dan Call,

1999 dalam Arnett, German, Hunt, 2003). Misalnya, Lee, Piliavin dan Call (1999)

menemukan bahwa pentingnya sumbangan yang terkait dengan identitas dalam

memberikan sumbangan waktu, uang dan tenaga.

Orang lebih berkemungkinan untuk memerankan perilaku yang mereka yakini

sesuai dengan sebuah identitas yang penting atau menonjol (Burke, 2000; Leverie dan

Arnett, 2000 dalam Arnett, German, Hunt, 2003). Leverie dan Arnett (2000) meneliti

para penggemar basket wanita dan menemukan bahwa para penggemar yang

identitasnya terkait dengan tim lebih sering menghadiri pertandingan basket daripada

penggemar yang lain. Arnett, German, Hunt mengemukakan bahwa kemenonjolan yang

kuat dari seseorang untuk sebuah identitas tertentu, semakin besar kemungkinan mereka

untuk memerankan perilaku suportif tertentu.

D. Reciprocity

Istilah “timbal balik” secara tidak langsung menyatakan bahwa organisasi tidak

hanya mengambil tetapi juga memberi sesuatu secara bergantian (misalnya, ungkapan

terima kasih atau pengakuan) (Eisenberger, Fasolo dan Davis-LaMastro, 1990 dalam

Arnett, German, Hunt, 2003). Farmer dan Fedor (1999 dalam Arnett, German, Hunt,

2003) menemukan bahwa timbal balik yang dirasakan terkait dengan meningkatnya

kesukarelaan dan menurunnya angka pergantian donor karena timbal balik yang

dirasakan merupakan bagian yang penting dari “kontrak psikologis” yang dimiliki oleh

organisasi pendonor.

Karl Polyani mengidentifikasi reciprocity menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Generalized reciprocity.

Melibatkan pertukaran antara orang yang berhubungan secara tertutup dimana

pemberi tidak mengharapkan balasan yang nyata atau seketika. Ini tidak disamakan

dengan “altruism” tetapi lebih merupakan kontrak sosial.

2. Balanced reciprocity.

Dimana jarak sosial antara pemberi dan penerima meningkatkan dengan

generalized reciprocity. Jika tidak ada timbal balik, hubungan antara dua pihak akan

menjadi tegang.

3. Negative reciprocity.

Dimana hubungan pertukaran antara pihak tidak ada saling percaya dan tidak

saling mengenal. Pemberi harus menerima imbal balik secepatnya dan komunikasi

yang terjadi antar grup sangat sedikit. Tiap kelompok mencoba untuk

memeksimalkan keuntungan ekonomis, tetapi akhirnya friendly relationship antar

kelompok berkembang.

Ketika organisasi mencapai akhir dari kontrak psikologis mereka (misalnya,

dengan mengakui bahwa sumbangan pendonor berperan terhadap keberhasilan

organisasi), pendonor membentuk persepsi umum bahwa organisasi menilai sumbangan

mereka. Pengakuan semacam itu mempengaruhi perasaan posotif para pendonor

(Eisenberger, Fasolo, dan Davis-LaMastro, 1999 dalam Arnett, German, Hunt,2003).

Perasaan ini secara positif merefleksikan evaluasi diri, yang menegaskan ulang atas

identitas yang terkait dengan organisasi (Callero 1985, Hoetler, 1983 dalam Arnett,

German, Hunt, 2003).

E. Prestige

Karena organisasi yang bergengsi dianggap sukses, prestis dari sebuh organisasi

seringkali bertindak sebagai indikator dari kesuksesan organisasi. Bhatacharya, Rao dan

Glynn (1955 dalam Arnett, German, Hunt, 2003) mengemukakan bahwa semakin

bergengsi organisasi tersebut, semakin baik kesempatannya untuk mempertinggi self

esteem melalui identifikasi. Mereka menemukan bahwa prestis organisasi yang

dirasakan terkait secara positif dengan identifikasi organisasi, yang mereka definisikan

sebagai rasa kesatuan dengan atau kebersamaan dalam sebuah organisasi.

Cialdini dkk. (1976 dalam Arnett, German, Hunt, 2003) menemukan bahwa orang

berusaha menghubungkan dirinya dengan sebuh kelompok yang sukses untuk

mendukung harga diri mereka dalam sebuah yang dianggap sebagai “berjemur dalam

cahaya yang terefleksi” (BIRGing). Sebaliknya, orang juga dapat mempertahankan

harga diri mereka dengan sebuah kelompok yang tidak sukses, yang disebut

“memutuskan kegagalan yang terefleksi” (CORFing). Wan dan Branscombe (1990

dalam Arnett, German, Hunt, 2003) dalam bidang olah raga menunjukkan bahwa

identifikasi yang tinggi dengan sebuah organisasi dapat mengarah kepada peningkatan

kemungkinan BIRGing dan berkurangnya CORFing. Disatu pihak, BIRGing

memperbesar kemenonjolan identitas yang terkait dengan menyediakan penguatan

positif. Di pihak lain, CORFing mengurangi kemenonjolan identitas kerena orang

tersebut yakin bahwa perilaku yang berkaitan dengan identitas tersebut harus

disembunyikan.

Orang yang mengaitkan dirinya dengan organisasi yang bergengsi maka dapat

meningkatkan harga dirinya dengan BIRGing. Misalnya, donator dapat memperhatikan

piagam dan penghargaan yang terkait dengan sumbangan. Shenkar dan Yuchtman-Yaar

(1997 dalam Arnett, German, Hunt, 2003) menyatakan bahwa anggota organisasi dan

anggota prospektif lebih terpengaruh oleh prestis organisasi daripada stakeholder yang

lain karena mereka selalu berhubungan dengan organisasi.

F. Partisipasi

Seperti yang dikemukakan oleh Mael dan Ashfort (1992), orang yang secara aktif

terlibat dalam sebuah organisasi cenderung mengidentifikasikan lebih banyak terhadap

organisasi. Teori identitas menyatakan bahwa partisipasi dalam kegiatan yang berkaitan

dengan identitas mendorong pembentukan dan pemeliharaan identitas (Stryker, 1968,

1980). Ketika orang berpartisipasi dalam kegiatan organisasi, mereka mengembangkan

sebuah identitas yang lebih menonjol yang terkait dengan organisasi. Seperti yang

ditekankan oleh Callero (1985 dalam Arnett, German, Hunt, 2003) “melalui tindakan ini

identitas peran diwujudkan dan dibuktikan”. Identitas memerlukan pengekspresian diri

dan perasaan positif yang menegaskan identitas tersebut (McCall dan Simmons, 1978

dalam Arnett, German, Hunt, 2003). Para donor yang terlibat dalam kegiatan palang

merah memberikan beberapa pengalaman positif kepada diri masing-masing yang

terkait dengan identitas mereka yang berkaitan dengan organisasi.

G. Kerangka Pemikiran

Untuk memperjelas pokok permasalahan penelitian dan menentukan arah dalam

mengemukakan hipotesis, maka dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut :

Relationship- Inducing Factors

Partisipasi

Reciprocity

Prestige

Identity Salience

Promoting

Gambar II.2 Penerapan Model Identity Salience terhadap Kesuksesan Hubungan

Pemasaran

Sumber : Journal of Maketing Vol. 67 (April 2003), 91

Keterangan : - Relationship-Inducing Factors (partisipasi, reciprocity, prestige, satisfaction)

= Variable Independen

- Identity Salience = Variabel Mediator

- Promoting = Variabel Dependen

Penelitian ini menguji pengaruh relationship-inducing factors (partisipasi, reciprocity,

prestige, satisfaction) pada kesuksesan hubungan pemasaran yang ditunjukkan dengan

perilaku promoting dengan memasukkan variabel identity salience sebagai variabel mediasi.

Berdasarkan penelitian Arnett, German, Hunt ( 2003 ), promoting dianggap sebagai variabel

dependen yang dipengaruhi oleh variabel independen yaitu relationship-inducing factors

(partisipasi, reciprocity, prestige, satisfaction). Sementara identity salience dianggap sebagai

variabel mediasi yang menghubungkan antara variabel independen dan dependen.

Alasan hanya dipakainya sebagaian model karena variabel lain, yaitu donating dan

faktor yang menginduksikan jarang ditemukan dalam populasi yang menjadi objek dalam

penelitian ini. Sekalipun ada tetapi dapat mewakili keseluruhan populasi.

H. HIPOTESIS

Satisfaction

Hipotesis merupakan kesimpulan sementara tentang jawaban atas pertanyaan yang

diajukan. Hipotesis akan menentukan arah tujuan yang jelas bagi suatu penelitian.

Hipotesis yang ada dalam penelitian ini dirumuskan berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Arnett, German, Hunt (

2003 ) membuktikan bahwa partisipasi, prestis, dan kepuasan berpengaruh berpengaruh

secara signifikan pada identity salience, sedangkan reciprocity tidak berpengaruh pada

identity salience.

Berdasarkan penelitian tersebut, hipotesis 1 dirumuskan sebagai berikut :

H1a. Terdapat pengaruh partisipasi pada identity salience sukarelawan atau pendonor

di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta.

H1b. Terdapat pengaruh reciprocity pada identity salience sukarelawan atau pendonor

di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta.

H1c. Tengaruh prestige pada identity salience sukarelawan atau pendonor di Palang

Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta.

H1d. Terdapat pengaruh satisfaction ( kepuasan ) pada identity salience sukarelawan

atau pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta.

Penelitian oleh Arnett, German, Hunt ( 2003 ) membuktikan bahwa identity

salience berpengaruh pada promoting. Dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa

kemenonjolan identitas akan meningkatkan sikap dalam berpromosi.

Berdasarkan penelitian tersebut, hipotesis 2 dirumuskan sebagai berikut :

H2. Terdapat pengaruh identity salience pada perilaku promoting sukarelawan atau

pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta.

Penelitian oleh Arnett, German, Hunt ( 2003 ) membuktikan bahwa ketika variabel

non–relationship inducing factors ( participation, reciprocity, prestige, satisfaction serta

identity salience diuji secara bersamaan untuk mengetahui pengaruh masing – masing

variabel tersebut terhadap promoting maka hasilnya, variabel participation dan prestige

ternyata berpengaruh terhadap promoting yang dimediasi oleh identity salience.

Berdasarkan penelitian tersebut, hipotesis 4 dapat dirumuskan sebagai berikut :

H3a. Terdapat pengaruh partisipasi pada promoting sukarelawan atau pendonor di

Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta dengan identity salience sebagai

pemediasi.

H3b. Terdapat pengaruh reciprocity pada promoting sukarelawan atau pendonor di

Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta dengan identity salience sebagai

pemediasi.

H3c. Terdapat pengaruh prestige pada promoting sukarelawan atau pendonor di

Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta dengan identity salience sebagai

pemediasi.

H3d Terdapat pengaruh satisfaction ( kepuasan ) pada promoting sukarelawan atau

pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta dengan identity

salience sebagai pemediasi.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

1. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah descriptive study, yaitu untuk memastikan

dan dapat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik variabel-variabel atau

fenomena yang dipilih dalam situasi yang diketahui ada dan agar dapat digunakan

untuk mendiskripsikan lebih jelas juga ditampilkan satu faktor untuk diteliti

(Sekaran, 2000).

2. Tipe investigasi

Penelitian ini memiliki tipe investigasi correlation study, yaitu

menggambarkan variabel-variabel penting yang berhubungan dengan permasalahan

yang diteliti (sekaran, 2000).

3. Luasnya campur tangan peneliti

Penelitian ini dilakukan dalam lingkungan alami dalam organisasi dengan

campur tangan peneliti yang minimal pada aliran kerja yang normal atau disebut

correlation study (Sekaran, 2000). Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan

kerangka teori, mengumpulkan data yang relevan dan kemudian menganalisa.

Sedangkan data yang dikumpulkan dari para responden adalah data primer dengan

campur tangan peneliti sebatas memilih responden sesuai kriteria yang telah

ditetapkan oleh peneliti.

Penelitian ini dilakukan dengan melakukan sample survey pada pendonor di

Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta. Sample survey yaitu melakukan

pengumpulan data, dalam hal ini dengan memberikan kuesioner kepada responden

selaku sampel yang mewakili populasi.

4. Tempat penelitian

Penelitian terhadap suatu fenomena dapat dilakukan pada lingkungan yang

natural dan lingkungan buatan. Lingkungan ( setting ) dalam penelitian ini adalah

lingkungan yang natural, yaitu pada proses kerja yang berjalan alami atau disebut

noncontrived settings. Penelitian ini dilakukan secara langsung terhadap para

pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta.

5. Analisis unit

Analisis unit diartikan sebagai tingkat pengelompokan data yang dikumpulkan

selama tahap analisa data (Sekaran, 2000). Analisis unit dalam penelitian ini adalah

individual, yaitu data dikumpulkan dari tiap individu sebagai unit analisis.

6. Horizon waktu

Horizon waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional

study (one-shot study), yaitu pengumpulan data yang hanya sekali dalam satu

periode.

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi adalah suatu kelompok dari elemen data penelitian, dimana elemen

adalah unit terkecil yang merupakan sumber data yang diperlukan (Kuncoro, 2003).

Menurut Sekaran (2000) populasi merupakan sekelompok orang, kejadian atau

segala sesuatu yang ingin diteliti oleh peneliti. Populasi dalam penelitian ini adalah

pendonor yang mendonorkan darahnya melalui Palang Merah Indonesia.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi (Sekaran, 2000). Menurut Roscoe (1975

dalam Sekaran 2000) sampel yang layak untuk kebanyakan penelitian adalah lebih

dari 30 dan kurang dari 500. Sampel dalam penelitian ini adalah orang yang

menyumbangkan darahnya di wilayah Surakarta yang menyumbangkan darahnya

melalui Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta yang dipilih dengan kriteria

tertentu sebagai sampel.

3. Teknik Sampling

Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, merupakan

pengambilan sampel penelitian yang terbatas pada jenis orang tertentu yang dapat

memberikan informasi yang diinginkan, entah karena mereka satu – satunya yang

memilikinya atau memenuhi beberapa kriteria yang ditentukan oleh peneliti

(Sekaran, 2000). Yang menjadi kriteria dalam penelitian ini adalah : responden

berusia 17 – 60 tahun serta pernah mendonorkan darahnya melalui Palang Merah

Indonesia Cabang Kota Surakarta minimal satu kali.

C. Pengukuran Variabel

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan jenis

pertanyaan tertutup yang terdiri dari tiga kelompok pertanyaan ‘multi choice’.

Pengukuran dari masing – masing variabel menggunakan skala likert jenjang empat

untuk menghilangkan pengumpulan jawaban tengah ( Azwar, 2005 : 64 ) yang terdiri

dari jawaban sangat setuju sampai tidak setuju yang masing-masing diberi bobot nilai :

1. Jawaban sangat setuju dengan nilai 4

2. Jawaban setuju dengan nilai 3

3. Jawaban tidak setuju dengan nilai 2

4. Jawaban sangat tidak setuju dengan nilai 1

D. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang dapat mempengaruhi perubahan

dalam variabel dependen dan mempunyai hubungan positif maupun negatif bagi

variabel dependen nantinya (Kuncoro, 2003). Variabel independen dalam penelitian

ini adalah relationship-inducing factors atau faktor yang nantinya akan menginduksi

atau mempengaruhi variabel dependen, yaitu aspek / variabel yang akan diukur

berkaitan dengan perilaku yang terdiri dari faktor :

a. Partisipasi

Adalah keikutsertaan atau keaktifan seseorang dalam kegiatan donor darah

yang diselenggarakan oleh PMI Cabang Kota Surakarta.

b. Kepuasan (Satisfaction)

Adalah perasaan yang dirasakan oleh pendonor setelah menerima

pelayanan dari PMI Cabang Kota Surakarta.

c. Timbal Balik (Reciprocity)

Adalah balasan atau keuntungan yang diharapkan atau diterima oleh

pendonor dengan mendonorkan darahnya di PMI Cabang Kota Surakarta.

d. Prestis (Prestige)

Adalah kebanggaan atau gengsi yang dirasakan dengan menjadi pendonor.

2. Variabel Dependen

Adalah variabel yang menjadi perhatian dalam sebuah pengamatan (Kuncoro,

2003). Dalam penelitian ini yang disebut sebagai variabel dependen adalah

kesuksesan hubungan pemasaran relasional yang ditunjukkan dalam perilaku

promoting, yaitu sikap atau tindakan promosi yang dilakukan seseorang kepada

orang lain tentang PMI Cabang Kota Surakarta setelah melakukan donor darah di

sana.

3. Mediating Variable

Variabel mediator adalah variabel lain yang dianggap berpengaruh terhadap

variabel dependen, tetapi dianggap tidak mempunyai pengaruh utama ( Nazir, 2003 :

125 ). Dalam penelitian ini, yang diteliti sebagai variabel mediator adalah identity

salience yaitu kemenonjolan identitas seseorang sebagai pendonor dalam dirinya

atau seberapa penting identitas tersebut bagi seseorang yang nantinya akan

mempengaruhi perilaku promoting.

E. Sumber Data

1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui kuesioner yang

disebarluaskan pada para responden, yaitu sampel penelitian. Kuesioner yang

digunakan diambil dari acuan penelitian Dennis B. Arnett, Steve D. German, dan

Shelby D. Hunt dengan judul “The Identity Salience Model of Relationship

Marketing Success : The Case of Nonprofit Marketing”.

2. Data Sekunder

Data sekunder dikumpulkan oleh penulis dengan membaca jurnal penelitian,

buku serta tulisan-tulisan lain yang relevan dengan penyusunan laporan penelitian

ini.

F. Metode Pengumpulan Data

Ada tiga teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Kuesioner

Bentuk pengumpulan data dengan cara menyusun daftar pertanyaan yang telah

disiapkan sebelumnya dengan sistematis.

2. Interview

Dengan mengadakan wawancara secara langsung kepada objek untuk

memperoleh data-data yang diperlukan. Data yang diperoleh dari wawancara berupa

data – data sekunder yang mendukung penelitian. Wawancara digunakan dalam

pendahuluan untuk menemukan sampel yang sesuai dengan kriteria dalam

penelitian. Selain itu, wawancara juga digunakan dalam penyusunan kuesioner untuk

memastikan kesesuaian antara maksud pertanyaan dalam kuesioner dan pemahaman

responden terhadap pertanyaan tersebut.

3. Metode Kepustakaan

Digunakan untuk mencari teori-teori, konsep-konsep, yang dapat dijadikan

landasan teori.

G. Metode Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan atau menggambarkan

berbagai karakteristik data. Dalam penelitian ini, analisa deskriptif dilakukan untuk

mengetahui identitas pendonor Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta.

Analisa ini dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner untuk diisi oleh

responden yang menjadi sampel penelitian kemudian diolah dengan program SPSS

16.0

2. Analisis Kuantitatif

Analisa kuantitatif merupakan analisa dari fakta-fakta yang dapat diukur

dengan angka-angka. Dalam analisa ini digunakan rumus-rumus statistik guna

mencari kebenaran dari data yang diperoleh dari jawaban responden. Rumus-rumus

statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Uji Validitas

Analisis validitas digunakan untuk mengetahui seberapa cermat suatu tes

melakukan fungsi ukurnya. Semakin tinggi validitas suatu fungsi ukur, semakin

tinggi pengukuran mengenai sasaran. Uji validitas yang digunakan adalah

metode analisis faktor. Analisis faktor merupakan proses menilai mana saja

variabel yang layak untuk dimasukkan dalam analisis selanjutnya sehingga bisa

dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah

variabel awal (Santoso, 2003 : 97). Kriteria data yang dapat dianalisis faktor

adalah data yang menunjukkan KMO ( Kaiser-Meyer-Olkin ) Measure of

Sampling Adequancy > 0.5 dan Bartlett’s Test of Sphericity memiliki

probabilitas 0.000. Tinggi rendahnya validitas suatu angket dapat melihat FL (

Factor Loading ).

Menurut Hair et al., (1998 : 111), factor loading lebih besar + 0.30

dianggap memenuhi level minimal, factor loading + 0.40 dianggap lebih baik

dan sesuai dengan rules of thumb yang dipakai para peneliti, dan factor loading

> 0.50 dianggap signifikan. Jadi semakin besar nilai absolut factor loading,

semakin penting loading tersebut menginterpretasikan konstruknya.

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah pengukuran yang dilakukan untuk menentukan

sampai sejauh mana suatu instrumen pengukuran dapat dipercaya (Sekaran,

2000). Peneliti menggunakan Cronbach’s Alpha untuk mengukur konsistensi

internal instrumen. Menurut Sekaran (2000) berdasarkan nilai Alpha, reliabilitas

dapat dikategorikan sebagai berikut : nilai Alpha antara 0,8 sampai dengan 1

dikategorikan reliabilitas baik. Nilai Alpha antara 0,6 sampai 0,79 dikategorikan

reliabilitas diterima dan nilai Alpha kurang dari 0,6 dikategorikan reliabilitas

kurang baik.

c. Pengujian Hipotesis Penelitian

1) Uji t (t test)

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen

mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap variabel

dependen. Uji t dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut (Singgih

Santoso, 2002 ; 229-230) :

a) Hipotesis nihil dan hipotesis alternatif

b) Menggunakan taraf signifikansi (α) = 5%

c) Pengambilan keputusan berdasarkan probabilitas

Jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima

Jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak

2) Uji Analisis Jalur.

Untuk menguji pengaruh variabel Relationship-Inducing Factors pada

kesuksesan hubungan pemasaran yang ditunjukkan dengan perilaku

promoting dengan melibatkan variabel mediasi identity salience, maka

digunakan analisis jalur. Analisis jalur adalah alat statistik yang digunakan

untuk menjelaskan hubungan antara 2 variabel atau lebih. Adapun kegunaan

dari analisis jalur ini adalah sebagai alat untuk eksplanasi atau faktor

determinan, sehingga dapat digunakan untuk menentukan variabel mana

yang dominan atau jalur mana yang berpengaruh kuat (Solimun, 2002 : 23).

Data diolah dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS 16.0.

d. Pretest

Pada penelitian ini, peneliti akan melakukan pretest sebelum menyebarkan

kuesioner dalam jumlah besar. Pretest dilakukan untuk menguji kebenaran,

kelayakan dan ketepatan kuesioner. Pretest dilakukan kepada 35 orang guna

kepentingan uji validitas dan reliabilitas.

Data sampel yang digunakan untuk uji validitas adalah sebanyak 35

sampel. Dengan bantuan software SPSS 16.0 for windows dapat diketahui

validitas masing – masing variabel sebagai berikut :

1) Uji Validitas

Tabel III.1

Hasil Uji Pretest Validitas

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .706

Approx. Chi-Square 698.745

Df 210

Bartlett's Test of Sphericity

Sig. .000

Rotated Component Matrixa

Component

1 2 3 4 5

PRO1 .873

PRO2 .897

PRO3 .800

IS1 .652

IS2 .620

IS3 .645

IS4 .612

SAT1 .707

SAT2 .715

SAT3 .781

SAT4 .733

REC1 .567 .612

REC2 .784

REC3 .734

REC4 .819

REC5 .533

REC6 .802

PRE1 .845

PRE2 .727

PRE3 .670

PRE4 .785

Hasil analisis dengan bantuan perangkat lunak program SPSS 16.0 for

windows didapatkan nilai KMO sebesar 0.699 dengan signifikansi Bartlett’s

Test of Sphericity sebesar 0.000 menunjukkan bahwa semua item pertanyaan

dinyatakan valid, karena setiap item pertanyaan yang menjadi indikator

masing – masing variabel telah terekstrak secara sempurna dan mempunyai

factor loading > 0.50.

2) Uji Reliabilitas

Tabel III.2

Hasil Perhitungan Reliabilitas

No Variabel Cronbach’s Alpha Keterangan

1. Relationship-Inducing Factors

Reciprocity

Prestige

Satisfaction

0,913

0,902

0,865

Reliabel

Reliabel

Reliabel

2. Identity Salience 0,925 Reliabel

3. Promoting 0,859 Reliabel

Sumber : Data hasil observasi yang diolah.

Dari hasil pengujian reliabilitas variabel penelitian pada tabel III.2 di

atas dapat disimpulkan semua variabel penelitian dinyatakan reliabel karena

> 0.5 sehingga butir – butir kuesioner cukup valid dan konsisten untuk

diujikan dalam sampel besar.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum PMI

Palang Merah Indonesia (PMI) adalah sebuah organisasi independen dan netral di

Indonesia yang kegiatannya di bidang sosial kemanusiaan. dallam melaksanakan seluruh

aktifitasnya PMI selalu berpegang teguh pada tujuh prinsip Palang Merah dan Bulan

sabit merah Internasional yaitu kemanusiaan, kesukarelaan, kenetralan, kesamaan,

kemandirian, kesatuan, dan kesemestaan. sampai saat ini memiliki 31 PMI Daerah

(tingkat provinsi) dan sekitar 300 PMI Cabang (tingkat kota/kabupaten) di seluruh

indonesia

Palang Merah Indonesia tidak berpihak pada golongan politik, ras, suku ataupun

agama tertentu. Palang Merah Indonesia dalam pelaksanaannya juga tidak melakukan

pembedaan tetapi mengutamakan objek korban yang paling membutuhkan pertolongan

segera untuk keselamatan jiwanya.

1. Sejarah Palang Merah Indonesia

Berdirinya Palang Merah di Indonesia sebetulnya sudah dimulai sebelum

Perang Dunia II, tepatnya 12 Oktober 1873. Pemerintah Kolonial Belanda

mendirikan Palang Merah di Indonesia dengan nama Nederlands Rode Kruis

Afdeling Indie (NERKAI) yang kemudian dibubarkan pada saat pendudukan Jepang.

Perjuangan mendirikan Palang Merah Indonesia (PMI) diawali 1932. Kegiatan

tersebut dipelopori dr RCL Senduk dan dr Bahder Djohan dengan membuat

rancangan pembentukan PMI. Rancangan tersebut mendapat dukungan luas

terutama dari kalangan terpelajar Indonesia, dan diajukan ke dalam Sidang

Konferensi Narkei pada 1940, akan tetapi ditolak mentah-mentah.

Rancangan tersebut disimpan menunggu saat yang tepat. Seperti tak kenal

menyerah pada saat pendudukan Jepang mereka kembali mencoba untuk

membentuk Badan Palang Merah Nasional, namun sekali lagi upaya itu mendapat

halangan dari Pemerintah Tentara Jepang sehingga untuk yang kedua kalinya

rancangan tersebut kembali disimpan.

Proses pembentukan PMI dimulai 3 September 1945 saat itu Presiden

Soekarno memerintahkan Dr Boentaran (Menkes RI Kabinet I) agar membentuk

suatu badan Palang Merah Nasional.

Dibantu Panitia lima orang terdiri atas dr R Mochtar sebagai Ketua, dr Bahder

Djohan sebagai Penulis dan tiga anggota panitia yaitu dr Djoehana Wiradikarta, dr

Marzuki, dr Sitanala, mempersiapkan terbentuknya Perhimpunan Palang Merah

Indonesia. Tepat sebulan setelah kemerdekaan RI, 17 September 1945, PMI

terbentuk. Peristiwa bersejarah tersebut hingga saat ini dikenal sebagai Hari PMI.

Peran PMI adalah membantu pemerintah di bidang sosial kemanusiaan,

terutama tugas kepalangmerahan sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan

Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang telah diratifikasi oleh pemerintah Republik

Indonesia pada tahun 1958 melalui UU No 59.

2. Visi dan Misi

a. Visi

PMI diakui secara luas sebagai organisasi kemanusiaan yang mampu

menyediakan pelayanan kepalangmerahan yang efektif dan tepat waktu,

terutama kepada mereka yang paling membutuhkan, dalam semangat kenetralan

dan kemandirian.

b. Misi

1) Menyebarluaskan dan mengembangkan aplikasi prinsip dasar Gerakan

Palang Merah dan Bulan Sabit Merah serta Hukum Perikemanusiaan

Internasional (HPI) dalam masyarakat Indonesia.

2) Melaksanakan pelayanan kepalangmerahan yang bermutu dan tepat waktu,

mencakup :

3) Pembinaan Generasi Muda dalam kepalangmerahan, kesehatan dan

kesejahteraan.

4) Melakukan konsolidasi organisasi, pembinaan potensi dan peningkatan

potensi sumber daya manusia dan sumber dana untuk menuju PMI yang

efektif dan efisien.

3. Peran dan Tugas PMI

a. Peran PMI

Membantu pemerintah di bidang sosial kemanusiaan, terutama tugas

kepalangmerahan sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan Konvensi

Jenewa 1949 yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia pada

tahun 1958 melalui UU Nomor 59.

b. Tugas Pokok PMI

1) Kesiapsiagaan bantuan dan penanggulangan bencana.

2) Pelatihan pertolongan pertama untuk sukarelawan.

3) Pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

4) Pelayanan transfusi darah ( sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18

Tahun 1980 ).

Dalam melaksanakan tugasnya PMI berlandaskan pada 7 ( tujuh )

prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, yaitu

Kemanusiaan, Kesukarelaan, Kenetralan, Kesamaan, Kemandirian, Kesatuan

dan Kesemestaan.

4. Prinsip Bantuan PMI

Dalam melaksanakan program bantuan, PMI mengacu beberapa prinsip

bantuan antara lain :

a. Darurat

Seperti peranan Perhimpunan Nasional Palang Merah di negara-negara

lain, bantuan penanggulangan bencana yang diberikan kepada korban bencana

bersifat darurat dan bersifat komplimen / tambahan untuk membantu pemerintah

dalam meringankan penderitaan korban bencana (auxiliary to the government).

b. Langsung

Bantuan PMI harus diberikan secara langsung oleh tenaga PMI kepada

korban bencana, tanpa perantara, sehingga dapat langsung dirasakan oleh para

korban.

c. Beridentitas Palang Merah.

Untuk memudahkan pengenalan, pengendalian, pengawasan dan untuk

meningkatkan citra PMI, serta kepercayaan donatur, Petugas PMI dalam

penanggulangan korban bencana harus memakai tanda Palang Merah (PMI). Hal

ini juga dilakukan pada tempat, sarana dan fasilitas yang digunakan oleh PMI di

lapangan.

d. Materi Bantuan.

Bantuan PMI kepada korban bencana adalah dalam bentuk Material

(pangan atau non-pangan) dan Jasa (pendampingan, konseling dan advokasi)

5. Sumber Dana

Mengacu pada ketentuan Anggaran Rumah Tangga PMI Bab XI tentang

Perbendaharaan bahwa kekayaan, sumber dana PMI diperoleh dari :

a. Bulan Dana

b. Sumbangan masyarakat

c. Sumbangan masyarakat yang tidak mengikat

d. Usaha-usaha lain yang sah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku dan peraturan PMI.

6. Unit Transfusi Darah

Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah

dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan

dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan

trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah.

Donor darah adalah proses dimana penyumbang darah secara suka rela diambil

darahnya untuk disimpan di bank darah, dan sewaktu-waktu dapat dipakai pada

transfusi darah.

Donor darah biasa dilakukan rutin di pusat donor darah lokal. Dan setiap

beberapa waktu, akan dilakukan acara donor darah di tempat-tempat keramaian,

misalnya di pusat berbelanja, kantor perusahaan besar, tempat ibadah, serta sekolah

dan universitas. Pada acara ini, para calon pendonor dapat menyempatkan datang

dan menyumbang tanpa harus pergi jauh atau dengan perjanjian. Selain itu sebuah

mobil darah juga dapat digunakan untuk dijadikan tempat menyumbang. Biasanya

bank darah memiliki banyak mobil darah.

Meskipun kegiatan transfusi darah sudah dirintis sejak masa perjuangan

revolusi oleh PMI, namun baru melalui Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1980,

pemerintah menetapkan peran PMI sebagai satu-satunya organisasi yang ditugaskan

untuk melaksanakan kegiatan transfusi darah di Indonesia. Tugas ini ditegaskan pula

melalui SK.Dirjen Yan Med No. 1147/ YANMED/RSKS/1991, tentang Petunjuk

Pelaksana Peraturan Menteri Kesehatan No. 478/Menkes/Per/1990 tentang upaya

kesehatan di bidang Transfusi Darah.

Target pelayanan transfusi darah adalah berupaya memenuhi kebutuhan darah

yang bermutu, aman dan mencukupi serta dapat diperoleh dengan harga yang

terjangkau.

Kini, kegiatan tersebut dapat dilayani di 165 Unit Transfusi Darah Pembina

Darah dan Cabang tingkat Propinsi dan Daerah Tingkat II, yang tersebar di seluruh

Indonesia. Hingga sekarang jumlah darah yang terkumpul baru sekitar 0,47% dari

jumlah penduduk Indonesia, idealnya jumlah darah yang tersedia adalah berkisar 1%

dari jumlah penduduk Indonesia. Darah diperoleh dari sumbangan darah para donor

darah sukarela maupun donor darah pengganti.

B. Analisis Deskriptif Responden

Analisis deskriptif dimaksudkan untuk mengetahui karakter dan tanggapan

responden terhadap item pertanyaan dalam kuesioner. Responden dalam penelitian ini

adalah sukarelawan / pendonor di PMI Cabang Kota Surakarta. Teknik pengambilan

sampel menggunakan nonprobability sampling dengan tipe purposive sampling,

merupakan pengambilan sampel penelitian yang terbatas pada jenis orang tertentu yang

dapat memberikan informasi yang diinginkan, entah karena mereka satu – satunya yang

memilikinya atau memenuhi beberapa kriteria yang ditentukan oleh peneliti (Sekaran,

2000). Yang menjadi kriteria dalam penelitian ini adalah : responden berusia 17 – 60

tahun serta pernah mendonorkan darahnya melalui Palang Merah Indonesia Cabang

Kota Surakarta minimal satu kali.

Pada penelitian ini kuesioner yang disebarkan sebanyak 150 kuesioner. Jumlah

kuesioner yang berhasil dikumpulkan kembali dan dapat diolah sejumlah 125 kuesioner

( respon rate 83,34% ).

1. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin Responden

Tabel IV.1

Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki – laki 71 56,8 %

Perempuan 54 43,2 %

Sumber : data hasil observasi

Berdasarkan tabel IV.1 di atas dapat disimpulkan bahwa responden

terbanyak dalam penelitian ini berjenis kelamin laki - laki, yaitu sebanyak 71

responden atau 56,8 %.

b. Usia Responden

Tabel IV.2

Deskripsi Responden Berdasarkan Usia

Usia ( Tahun )

Frekuensi Persentase

17 – 20 29 23,2 %

21 – 25 37 29,6 %

26 – 30 30 24 %

31 – 35 15 12 %

36 – 40 12 9,6 %

41 – 60 2 1,6 %

Sumber : data hasil observasi

Berdasarkan tabel IV.2 di atas dapat disimpulkan bahwa responden

terbanyak dalam penelitian ini berusia 20 – 25 tahun, yaitu sebanyak 37

responden atau 29,6 %.

c. Pekerjaan Responden

Tabel IV.3

Deskripsi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi Persentase

PNS / Polri 9 7,2 %

Karyawan Swasta 46 36,8 %

Wiraswasta / Pekerjaan lain 15 12 %

Mahasiswa / Pelajar 55 44 %

Sumber : data hasil observasi

Berdasarkan tabel IV.1 di atas dapat disimpulkan bahwa responden

terbanyak dalam penelitian ini adalah Mahasiswa / Pelajar, yaitu sebanyak 55

responden atau 44 %.

2. Distribusi Tanggapan Responden

Tanggapan responden mengenai variabel penelitian dapat dilihat pada jawaban

responden terhadap kuesioner yang diberikan peneliti. Jawaban – jawaban tersebut

dikuantitatifkan dengan skala yang digunakan untuk mengukur sikap. Peneliti

menggunakan skala respon empat poin dan masing – masing alternatif jawaban

diberi skor sebagai berikut : skor 1 = sangat tidak setuju ; skor 2 = setuju ; skor 3 =

setuju ; skor 4 = sangat setuju.

Deskripsi tanggapan responden terhadap masing – masing variabel penelitian

adalah sebagai berikut :

a. Variabel Partisipasi

Tabel IV.4

Deskripsi Tanggapan Responden terhadap Variabel Partisipasi

Jawaban Responden

No

Item Pertanyaan

Sangat Sering

Sering Cukup Sering

Kurang Sering

1. Partisipasi 22 29 42 32

Sumber : data hasil observasi yang diolah

Berdasarkan data dari tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas

pendonor yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak 42 responden

atau 33,6 % menjawab cukup sering ( rata –rata sebanyak 2 kali ) atas item

pertanyaan ‘seberapa sering responden menyumbangkan darahnya dalam 1

tahun‘.

b. Variabel Promoting

Tabel IV.5

Deskripsi Tanggapan Responden terhadap Variabel Promoting

Jawaban Responden

No

Item Pertanyaan

Sangat Setuju

Setuju Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

1.

2.

3.

Pro1

Pro2

Pro3

23

37

41

74

70

70

24

17

14

4

1

-

Sumber : data hasil observasi yang diolah

Berdasarkan data dari tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas

pendonor yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak 74 responden

atau 59,2 % menjawab setuju atas item pernyataan ‘dalam pergaulan, responden

menceritakan tentang PMI Cabang Kota Surakarta‘. Terhadap pernyataan

‘responden mengemukakan hal yang positif tentang PMI Cabang Kota Surakarta

dalam pembicaraan dengan teman atau orang lain yang dikenal’, mayoritas

responden sebanyak 56 % atau 70 responden menjawab setuju. Sebanyak 56 %

atau 70 responden memberikan jawaban setuju atas pernyataan ‘dalam

lingkungan pergaulan, responden berbicara hal yang baik atau menguntungkan

tentang PMI Cabang Kota Surakarta dan mempengaruhi orang untuk ikut

menjadi pendonor darah’, dan tidak ada yang memberikan jawaban sangat tidak

setuju atas pernyataan yang sama.

c. Variabel Identity Salience

Tabel IV.6

Deskripsi Tanggapan Responden terhadap Variabel Identity Salience

Jawaban Responden

No

Item Pertanyaan

Sangat Setuju

Setuju Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

1.

2.

3.

4.

IS1

IS2

IS3

IS4

45

26

52

21

71

62

44

53

8

34

23

43

1

3

6

8

Sumber : data hasil observasi yang diolah

Berdasarkan data dari tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas

pendonor yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak 71 responden

atau 56,8 % menjawab setuju atas item pernyataan ‘menjadi pendonor di PMI

Cabang Kota Surakarta menjadi bagian yang sangat penting yang membentuk

diri saya‘. Terhadap pernyataan ‘menjadi pendonor di PMI Cabang Kota

Surakarta merupakan sesuatu yang tidak dapat saya jelaskan’, mayoritas

responden sebanyak 49,6 % atau 62 responden menjawab setuju atas pernyataan

tersebut.

Sebanyak 41,6 % atau 52 responden menjawab sangat setuju terhadap item

pernyataan ‘menjadi pendonor darah di PMI Cabang Kota Surakarta lebih

penting daripada sekedar mendapatkan pujian atau status’. Dan 53 responden

atau 42,4 % menjawab setuju terhadap item pernyataan ‘menjadi pendonor di

PMI Cabang Kota Surakarta merupakan sesuatu hal yang jarang saya pikirkan’.

d. Variabel Satisfaction ( Kepuasan )

Tabel IV.7

Deskripsi Tanggapan Responden terhadap Variabel Satisfaction

Jawaban Responden

No Item Pertanyaan

Sangat Setuju

Setuju Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

1.

2.

3.

4.

SAT1

SAT2

SAT3

SAT4

37

23

37

30

74

90

71

77

13

12

14

14

1

-

3

4

Sumber : data hasil observasi yang diolah

Berdasarkan data dari tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas

pendonor yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak 74 responden

atau 59,2 % menjawab setuju atas item pernyataan ‘responden merasa puas

dengan pelayanan yang diterima sebagai pendonor darah di PMI Cabang Kota

Surakarta‘. Terhadap pernyataan ‘responden merasa puas dengan fasilitas yang

dimiliki oleh PMI Cabang Kota Surakarta’, sebanyak 72 % atau 90 responden

menjawab setuju atas pernyataan tersebut dan tidak ada yang menjawab sangat

tidak setuju.

Sebanyak 71 responden atau 56,8 % menjawab setuju terhadap item

pertanyaan ‘responden merasa puas dengan sikap sopan yang ditunjukkan

kepada responden ketika menyumbangkan darah di PMI Cabang Kota Surakarta.

Terhadap pernyataan ‘responden merasa puas dengan perhatian yang

ditunjukkkan PMI Cabang Kota Surakarta setelah responden selesai

menyumbangkan darah’, sebanyak 77 responden atau 61,6 % menjawab setuju

atas pernyataan tersebut.

e. Variabel Reciprocity

Tabel IV.8

Deskripsi Tanggapan Responden terhadap Variabel Reciprocity

Jawaban Responden

No

Item Pertanyaan

Sangat Setuju

Setuju Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

1.

2.

3.

4.

5.

6.

REC1

REC2

REC3

REC4

REC5

REC6

36

27

32

28

29

23

77

71

69

66

66

62

11

27

23

29

26

39

1

-

1

2

4

1

Sumber : data hasil observasi yang diolah

Berdasarkan data dari tabel di atas, mayoritas jawaban responden terhadap

masing – masing item pertanyaan adalah : terhadap pernyataan ‘PMI Cabang

Kota Surakarta menghargai dengan sangat baik kontribusi saya’, 77 responden

atau 61,6 % menjawab setuju. Terhadap item pertanyaan ‘PMI Cabang Kota

Surakarta menunjukkan penghargaan terhadap usaha lebih yang saya lakukan’,

71 responden atau 56,8 % menjawab setuju. Dan tidak ada yang menjawab

sangat tidak setuju terhadap pernyataan ini.

Terhadap item pernyataan ‘PMI Cabang Kota Surakarta mendengarkan

setiap keluhan yang mungkin saya rasakan tentang PMI Cabang Kota Surakarta’,

sebanyak 69 responden atau 55,2 % menjawab setuju. Sebanyak 66 responden

atau 52,8 % menjawab setuju terhadap item pernyataan ‘PMI Cabang Kota

Surakarta memberitahukan jika saya telah melakukan sesuatu yang bermanfaat

atau menguntungkan PMI Cabang Kota Surakarta.

Terhadap item pernyataan ‘PMI Cabang Kota Surakarta menunjukkan

perhatiannya terhadap saya’, sebanyak 66 responden atau 52,8 % menjawab

setuju. Sebanyak 62 responden atau 49,6 % menjawab setuju terhadap item

pernyataan ‘PMI Cabang Kota Surakarta menunjukkan kebanggaan terhadap

pencapaian prestasi saya’.

f. Variabel Prestige

Tabel IV.8

Deskripsi Tanggapan Responden terhadap Variabel Prestige

Jawaban Responden

No

Item Pertanyaan

Sangat Setuju

Setuju Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

1.

2.

3.

4.

PRE1

PRE2

PRE3

PRE4

22

30

20

30

73

77

34

43

29

17

63

47

1

1

8

5

Sumber : data hasil observasi yang diolah

Berdasarkan data dari tabel di atas, mayoritas jawaban responden terhadap

masing – masing item pertanyaan adalah : terhadap pernyataan ‘orang yang saya

kenal memiliki penilaian yang tinggi terhadap PMI Cabang Kota Surakarta’, 73

responden atau 58,4% menjawab setuju. Terhadap item pertanyaan ‘merupakan

kebanggaan menjadi pendonor darah di PMI Cabang Kota Surakarta’, 77

responden atau 61,6 % menjawab setuju.

Terhadap item pernyataan ‘orang menonjolkan identitasnya sebagai

pendonor darah dalam karir atau pergaulan karena dianggap menguntungkan’,

sebanyak 63 responden atau 50,4 % menjawab tidak setuju. Sebanyak 47

responden atau 37,6 % menjawab tidak setuju terhadap item pernyataan ‘orang

lain memandang bahwa menjadi pedonor darah adalah hal yang

membanggakan’.

C. Analisis Data

1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Pengujian validitas data adalah untuk mengukur akurasi instrumen dalam

mengukur konstruk. Uji validitas dilakukan pada tiap item pertanyaan dalam

kuesioner dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan

suatu alat ukur melakukan fungsi ukurnya. Pengukuran dikatakan valid jika

mengukur tujuannya dengan nyata dan benar, dan sebaliknya alat ukur yang tidak

valid adalah yang memberikan hasil ukuran menyimpang dari tujuannya.

Hasil analisis dengan bantuan perangkat lunak program SPSS 16.0 for

windows didapatkan nilai KMO sebesar 0.822 dengan signifikansi Bartlett’s Test of

Sphericity sebesar 0.000 menunjukkan bahwa semua item pertanyaan dinyatakan

valid, karena setiap item pertanyaan yang menjadi indikator masing – masing

variabel telah terekstrak secara sempurna dan mempunyai factor loading > 0.40,

untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel III.1

Hasil Uji Pretest Validitas

Rotated Component Matrixa

Component

1 2 3 4 5 6

PRO1 .758

PRO2 .841

PRO3 .817

IS1 .584

IS2 .746

IS3 .827

IS4 .841

SAT1 .430

SAT2 .551 .497

SAT3 .794

SAT4 .794

REC1 .487 .459

REC2 .703

REC3 .627 .489

REC4 .777

REC5 .653

REC6 .765

PRE1 .574

PRE2 .470 .488

PRE3 .777

PRE4 .734

Sumber : Data hasil observasi yang diolah.

Uji reliabilitas dilakukan agar kita dapat mengetahui sejauh mana konsistensi

item – item pertanyaan dalam kuesioner yang digunakan. Semakin tinggi tingkat

reliabilitas suatu alat ukur, maka semakin stabil alat tersebut mengukur suatu gejala (

Sekaran, 2000 : 206 ). Reliabel atau tidaknya setiap item pertanyaan dapat dilihat

dari Cronbach Alpha-nya. Cronbach Alpha dipilih karena merupakan teknik

pengujian konsistensi reliabilitas yang paling populer dan menunjukkan indeks

konsistensi yang cukup sempurna. Nilai Alpha 0.8 sampai 1.0 dikategorikan reliabel,

nilai Alpha 0.6 – 0.8 dikategorikan dapat diterima dan jika nilai Alpha kurang dari

0.6 dikategorikan reliabilitasnya kurang baik. ( Sekaran, 2000, 302 ).

Dari hasil pengujian reliabilitas variabel dengan menggunakan bantuan SPSS

15.0 for Windows didapatkan nilai Cronbach Alpha masing – masing variabel

sebagai berikut :

Tabel IV.10

Hasil Perhitungan Reliabilitas

No Variabel Cronbach’s Alpha Keterangan

1. Relationship-Inducing Factors

Reciprocity

Prestige

Satisfaction

0,859

0,770

0,767

Reliabel

Diterima

Diterima

2. Identity Salience 0,651 Diterima

3. Promoting 0,823 Reliabel

Sumber : Data hasil observasi yang diolah.

Dari tabel IV.10 dapat disimpulkan bahwa secara umum semua variabel

penelitian dinyatakan reliabel karena mempunyai Cronbach Alpha lebih dari 0.80.

2. Uji Hipotesis

a. Pengujian hipotesis pertama

Hipotesis pertama menguji relationship – inducing factors yang terdiri dari

partisipasi, reciprocity, prestige dan satisfaction berpengaruh secara parsial pada

identity salience sukarelawan / pendonor di PMI Cabang Kota Surakarta. Untuk

mengetahui pengaruh secara parsial dimensi relationship – inducing factors

digunakan uji t. Uji t merupakan uji untuk mengetahui pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen dilihat dari nilai signifikansi uji t. Nilai

dikatakan signifikan jika berada di bawah α = 0.05.

Tabel IV.11

Hasil Uji t Relationship – Inducing Factors

pada Identity Salience

Coefficients(a)

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta 1 (Constant) 3.304 1.040 3.175 .002 Participation .448 .154 .217 2.911 .004 Satisfaction .294 .109 .274 2.705 .008 Reciprocity .126 .068 .189 1.860 .065 Prestige .152 .081 .164 1.885 .062

a Dependent Variable: Identity Salience

Sumber : data hasil observasi yang diolah

Hipotesis pertama menyatakan secara parsial :

H1a. Diduga terdapat pengaruh partisipasi pada identity salience sukarelawan

atau pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta.

H1b. Diduga terdapat pengaruh reciprocity pada identity salience sukarelawan

atau pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta.

H1c. Diduga terdapat pengaruh prestige pada identity salience sukarelawan

atau pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta.

H1d Diduga terdapat pengaruh satisfaction ( kepuasan ) pada identity salience

sukarelawan atau pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota

Surakarta.

Tabel IV.11 yaitu tabel hasil uji t relationship – inducing factors pada

identity salience menunjukkan bahwa variabel independen, yaitu participation

mempunyai t hitung 2.911 pada level 5% dengan tingkat signifikansi 0.004.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis H1a didukung, hal ini

dapat terlihat dari besarnya tingkat signifikansi yang lebih kecil dari 0.05

sehingga variabel partisipasi secara parsial berpengaruh positif pada identity

salience. Hal ini mengandung arti besarnya tingkat partisipasi mempengaruhi

identity salience pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta.

Nilai t hitung positif mengindikasikan bahwa peningkatan partisipasi

menyebabkan peningkatan identity salience pendonor di Palang Merah Indonesia

Cabang Kota Surakarta.

Variabel satisfaction mempunyai t hitung 2.705 pada level 5% dengan

tingkat signifikansi 0.008. Tingkat signifikansi yang lebih kecil dari 0.05 berarti

bahwa hipotesis H1b didukung sehingga variabel satisfaction secara parsial

berpengaruh positif pada identity salience. Hal ini mengandung arti besarnya

tingkat satisfaction atau kepuasan mempengaruhi identity salience pendonor di

Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta. Nilai t hitung positif

mengindikasikan bahwa peningkatan satisfaction menyebabkan peningkatan

identity salience pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Arnett, German, Hunt, (2003) dimana partisipasi dan satisfaction berpengaruh

positif pada identity salience.

Dari tabel IV.11 dapat dilihat bahwa variabel reciprocity mempunyai t

hitung 1.860 pada level 5% dengan tingkat signifikansi 0.065. Tingkat

signifikansi yang lebih besar dari 0.05 berarti bahwa hipotesis H1c tidak

didukung sehingga variabel reciprocity secara parsial tidak berpengaruh pada

identity salience. Hasil ini mengandung arti besarnya tingkat reciprocity tidak

mempengaruhi identity salience pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang

Kota Surakarta. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Arnett, German, Hunt, (2003) dimana reciprocity tidak memiliki

berpengaruh pada identity salience.

Variabel prestige mempunyai t hitung 1.885 pada level 5% dengan tingkat

signifikansi 0.062. Tingkat signifikansi yang lebih besar dari 0.05 berarti bahwa

hipotesis H1d tidak didukung sehingga variabel prestige secara parsial tidak

berpengaruh pada identity salience. Hal ini mengandung arti besarnya tingkat

prestige tidak mempengaruhi identity salience pendonor di Palang Merah

Indonesia Cabang Kota Surakarta. Hasil penelitian ini tidak didukung penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Arnett, German, Hunt, (2003) dimana prestige

berpengaruh pada identity salience.

Peneliti menduga penyebab prestige tidak berpengaruh pada identity

salience adalah berkaitan dengan nilai budaya dan norma agama yang masih erat

dipegang oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada item pertanyaan 3 untuk

mengukur variabel prestige yang menyatakan ‘orang menonjolkan identitasnya

sebagai pendonor darah dalam karir atau pergaulan karena dianggap

menguntungkan’ dan pertanyaan 4 yang menyatakan ‘orang lain memandang

bahwa menjadi pendonor darah adalah hal yang membanggakan’. Terhadap dua

pertanyaan ini mayoritas responden menjawab tidak setuju dengan frekuensi

masing – masing 50,4% untuk item pertanyaan 3 dan 37,6% untuk item

pertanyaan 4. Jika dibandingkan dengan item pertanyaan 1 dan 2 untuk

mengukur variabel yang sama, terdapat kecenderungan jawaban yang berbeda,

padahal diantara 4 item pertanyaan tersebut memiliki level dan makna yang

sama dalam mengukur variabel prestige.

Menurut peneliti, hal yang menjadi perhatian adalah pada item pertanyaan

3 dan 4 mempunyai konotasi yang negatif jika dikaitkan dengan penilaian orang

lain. Misalnya kata ‘menonjolkan identitas’ atau istilah ‘membanggakan’ erat

pengertiannya dengan sombong atau membanggakan diri dimana hal ini

bertentangan dengan nilai budaya dan norma agama yang dipegang oleh

masyarakat. Karena adanya perbedaan persepsi terhadap pertanyaan tersebut jadi

dimungkinkan jawaban yang diberikan oleh responden berbeda dengan yang

diharapkan oleh peneliti. Dengan merujuk data sebelumnya yaitu variabel

reciprocity, harapan adanya keuntungan atau timbal balik yang didapat pendonor

darah terbukti tidak memiliki pengaruh pada identity salience.

b. Pengujian hipotesis kedua

Hipotesis kedua menguji Identity Salience berpengaruh pada perilaku

Promoting sukarelawan / pendonor di PMI Cabang Kota Surakarta. Untuk

mengetahui pengaruh Identity Salience pada Promoting digunakan uji t.

Tabel IV.12

Hasil Uji t Identity Salience pada Promoting

Coefficients(a)

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta 1 (Constant) 7.169 .856 8.375 .000 Identity Salience .177 .070 .221 2.514 .013

a Dependent Variable: Promoting

Sumber : data hasil observasi yang diolah

Hipotesis kedua menyatakan :

H2. Diduga terdapat pengaruh identity salience pada perilaku promoting

sukarelawan atau pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota

Surakarta.

Tabel IV.12 yaitu tabel hasil uji t identity salience pada promoting

menunjukkan bahwa variabel independen, yaitu identity salience mempunyai t

hitung 2.514 pada level 5% dengan tingkat signifikansi 0.013. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa hipotesis H2 didukung, hal ini dapat dilihat dari

besarnya tingkat signifikansi yang lebih kecil dari 0.05 sehingga variabel identity

salience berpengaruh positif pada promoting. Hal ini mengandung arti tingginya

identity salience mempengaruhi promoting pendonor di Palang Merah Indonesia

Cabang Kota Surakarta. Nilai t hitung positif mengindikasikan bahwa

peningkatan identity salience menyebabkan peningkatan promoting pendonor di

Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta. Hasil penelitian ini didukung

oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Arnett, German, Hunt, (2003)

dimana identity salience berpengaruh positif pada promoting.

c. Pengujian hipotesis ketiga

Hipotesis ketiga menguji relationship – inducing factors yang terdiri dari

partisipasi, reciprocity, prestige dan satisfaction mempunyai pengaruh pada

promoting dengan identity salience sebagai variabel pemediasi. Dalam jurnal

yang menjadi acuan utama dalam penelitian ini, tidak diteliti adanya pengaruh

variabel identity salience yang memediasi pengaruh relationship – inducing

factors pada promoting. Untuk pengujian hipotesis, akan dilakukan uji analisis

path (Ghozali, 2006) :

Tabel IV.16

Hasil Uji t Relationship – Inducing Factors

dan Identity Salience pada Promoting

Coefficients(a)

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta 1 (Constant) 4.000 .918 4.358 .000 Identity Salience -.112 .077 -.141 -1.452 .149 Participation .186 .135 .112 1.375 .172 Satisfaction .020 .095 .023 .206 .837 Reciprocity .160 .058 .300 2.748 .007 Prestige .272 .070 .366 3.906 .000

a Dependent Variable: Promoting

Sumber : data hasil observasi yang diolah

Untuk mengetahui pengaruh variabel mediator, dapat dilakukan dengan

melihat dan membandingkan signifikansi uji t pada tabel IV.11 dan tabel IV.16.

Hasil analisis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Dari tabel IV.11, diketahui nilai standardized beta participation sebesar

0.217 signifikan pada 0.004 dan satisfaction 0.274 signifikan pada 0.008

yang berarti partisipasi dan satisfaction mempengaruhi identity salience.

Sedangkan reciprocity memiliki nilai standardized beta 0.189 ( p= 0.065 )

dan prestige 0.164 ( p=0.062 ) yang berarti variabel reciprocity dan

prestige tidak mempunyai pengaruh pada identity salience. Nilai koefisien

standardized beta merupakan nilai path atau jalur.

2) Dari tabel IV.16, diketahui nilai standardized beta identity salience adalah -

0.141 ( p=0.149 ), participation 0.112 ( p=0.172 ), satisfaction

0.023 ( p=0.837 ) ketiganya tidak mempunyai pengaruh pada promoting

karena memiliki signifikansi yang lebih besar dari 0.05. Sedangkan variabel

reciprocity dengan standardized coefficient beta 0.300 signifikan pada 0.007

dan prestige 0.366 signifikan pada 0.000. Artinya variabel reciprocity dan

prestige mempunyai pengaruh pada promoting.

Hipotesis ketiga menyatakan :

H3a. Diduga terdapat pengaruh partisipasi pada promoting sukarelawan atau

pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta dengan

identity salience sebagai pemediasi.

H3b. Diduga terdapat pengaruh reciprocity pada promoting sukarelawan atau

pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta dengan

identity salience sebagai pemediasi.

H3c. Diduga terdapat pengaruh prestige pada promoting sukarelawan atau

pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta dengan

identity salience sebagai pemediasi.

H3d Diduga terdapat pengaruh satisfaction ( kepuasan ) pada promoting

sukarelawan atau pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota

Surakarta dengan identity salience sebagai pemediasi.

Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa partisipasi dan satisfaction tidak

berpengaruh ke promoting, baik secara langsung maupun tidak langsung,

sedangkan reciprocity dan prestige berpengaruh pada promoting secara langsung

tetapi tidak berpengaruh pada promoting secara tidak langsung (melalui identity

salience sebagai pemediasi). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

hipotesis H3a, H3b, H3c dan H3d tidak didukung.

Hal ini mengandung pengertian bahwa besarnya tingkat relationship –

inducing factors (partisipasi, reciprocity, prestige dan satisfaction) tidak

berpengaruh pada promoting jika dikaitkan dengan identity salience sebagai

variabel pemediasi. Besarnya partisipasi dan satisfaction juga tidak berpengaruh

pada promoting pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta.

Sedangkan besarnya reciprocity dan prestige berpengaruh secara positif pada

promoting pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa

kesimpulan, antara lain :

1. Secara parsial, variabel partisipasi dan satisfaction ( kepuasan ) berpengaruh positif

pada identity salience ( kemenonjolan identitas ). Hal ini berarti kenaikan tiap

variabel partisipasi maupun satisfaction maka akan meningkatkan identity salience

pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta. Dan sebaliknya,

penurunan variabel partisipasi atau satisfaction secara parsial akan mengakibatkan

penurunan identity salience pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota

Surakarta.

2. Secara parsial, reciprocity ( timbal balik ) dan prestige ( gengsi / kebanggaan ) tidak

berpengaruh pada identity salience pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang

Kota Surakarta. Hal ini berarti besarnya variabel reciprocity dan prestige tidak

memiliki pengaruh pada besarnya identity salience pendonor di Palang Merah

Indonesia Cabang Kota Surakarta.

3. Identity salience berpengaruh positif pada promoting ( promosi / word-of-word ).

Hal ini berarti semakin besar identity salience maka semakin besar pula promoting

pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta dan semakin kecil

identity salience maka semakin kecil pula promoting pendonor di Palang Merah

Indonesia Cabang Kota Surakarta.

4. Identity salience terbukti tidak memediasi pengaruh relationship – inducing factors

pada promoting pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta.

Dalam penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa variabel reciprocity dan prestige

berpengaruh positif pada promoting pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang

Kota Surakarta.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan, maka saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini

adalah :

1. Bagi organisasi yang diteliti

a. Organisasi dalam hal ini adalah Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta

dapat meningkatkan reciprocity dan prestige untuk meningkatkan promoting

pendonor di Palang Merah Indonesia Cabang Kota Surakarta. Promoting

bermanfaat karena bentuk promosi dari mulut ke mulut ini efektif untuk menarik

sukarelawan baru agar mau mendonorkan darahnya melalui Palang Merah

Indonesia Cabang Kota Surakarta.

b. Untuk meningkatkan identity salience pendonor di Palang Merah Indonesia

Cabang Kota Surakarta, salah satunya dapat ditempuh dengan meningkatkan

partisipasi dan satisfaction pendonor meskipun faktor identity salience hanya

berpengaruh sebesar 4,9% pada promoting.

2. Bagi penelitian selanjutnya

a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor – faktor lain yang

mempengaruhi promoting karena variabel reciprocity dan prestige hanya

menjelaskan promoting sebesar 31,7% yang berarti 68,3% dipengaruhi oleh

faktor – faktor lain.

b. Pengaruh faktor partisipasi dan satisfaction pada identity salience hanya sebesar

38,7%, sisanya sebesar 61,3% dipengaruhi faktor lain yang perlu diteliti lebih

lanjut. Sedangkan identity salience hanya mempengaruhi promoting sebesar

4,9% sisanya sebesar 95,1% belum dapat dijelaskan dalam penelitian ini. Dalam

penelitian selanjutnya diharapkan memasukkan faktor lain yang mungkin

dipengaruhi oleh identity salience, misalnya loyalitas.

c. Keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya dalam penelitian variabel prestige

perlu disesuaikan dengan nilai budaya dan norma agama masyarakat. Dalam

pengumpulan data primer hendaknya menggunakan metode wawancara langsung

dengan responden agar peneliti dapat menjelaskan maksud secara tepat sehingga

memperoleh data sesuai yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Arnett, Dennis B, Steve D. German, & Shelby D Hunt. 2003. The Identity Salience of Relationship Marketing Success : The Case of Nonprofit Marketing. Journal of Marketing 67 : 85 – 105.

Azwar, S. 2005. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Desrochers, Stephen, Jeanine Andreassi & Cynthia Thomson. Identity Theory : A Sloan

Work Family Encyclopedia Entry. Http : //wfnetwork.bc.edu. Dharmmesta, Basu Swasta. 1997. Pergeseran Paradigma dalam Pemasaran : Tinjauan

Manajerial dan Perilaku Konsumen. Kelola : Gajah Mada University Business Review, (15) : 12 – 27.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang :

Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hair, Jr. J.F Anderson, R.E Tayham, R.L & Black W.C. 1998. Multivariate Data Analysis.

US : Prentice Hall International. Haruna, Sekitto. 1996. The Impelentation of The Relationship Marketing Process by

Bouraq Airlines : The Customer’s Perspective. Kelola : Gadjah Mada University Business Review, (15) : 24 – 37.

Ima Husnul Khotimah. 2005. Studi Integrasi Pembelian dan Pengaruhnya terhadap

Manfaat Nilai Perusahaan dengan Kepeloporan Teknologi Sebagai Variabel Moderator (Survey pada Perusahaan Manufaktur di Surakarta). Skripsi S1 (unpublished). Surakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

Jacobson, Beth. 2003. The social Psychology of The Creation of Sports Fan Identity : A

Theorical Review of The Literature. Http : //www.athleticinsight.com.

John JOI Ihalauw. 2003. Orang – orang dengan Mimpi Berbeda Dapat Tidur Bersama Seranjang : Pergeseran Paradigma Pemasaran dan Implikasinya. Http : //www.suaramerdeka.com.

Kotler, Philip, Swee Hoon Ang, Siew Meng Leong, Chin Tiong Tan. 2000. Manajemen

Pemasaran : Perspektif Asia. Yogyakarta : Penerbit Andi Yogyakarta. Kotler, Philip, Alan R. Andersen. 1995. Strategi Pemasaran untuk Organisasi Nirlaba.

Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Kuncoro, Mudrajat. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi : Bagaimana Meneliti

dan Menulis Tesis?. Jakarta : Penerbit Erlangga. Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Pawitra, Teddy. 1997. Peta Baru dan Arah Paradigma Pemasaran abad 21. Kelola : Gadjah

Mada University Review, (15) : 3 – 11. Santoso, Singgih. 2003. Latihan SPSS 10.0 for Windows. Jakarta : Elek Media Komputindo. Sekaran, Uma. 2000. Research Methods for Business : A Skill Building Approach, Third

Edition. New York : John Willey & Sons Inc. Tjiptono, Fandy. 1996. Strategi Pemasaran. Jakarta : Penerbit Andi Offset. Yi & Lee. 2002. The Mediating Role of Job Satisfaction and Organizational Commitment

in The Relationship Between Each of Job Characteristic and Turnover Intention of Shopping Center Employees. Andong Science College.