20
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR IPA MELALUI MEDIA FLASH MOVIE SISWA KELAS IV SD NEGERI 5 KARANGREJO TAHUN PELAJARAN 2012 / 2013 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar HARIYONO A54F100015 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL THINK …eprints.ums.ac.id/25454/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · 7) Prinsip pemecahan masalah, yaitu mengarahkan siswa untuk peka terhadap masalah

  • Upload
    lydang

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL THINK

PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN

BELAJAR IPA MELALUI MEDIA FLASH MOVIE

SISWA KELAS IV SD NEGERI 5 KARANGREJO

TAHUN PELAJARAN 2012 / 2013

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Pendidikan Guru Sekolah Dasar

HARIYONO

A54F100015

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

TAHUN 2013

1

 

PENERAPAN PEMBELJARAN KOOPERATIF MODEL THINK

PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN AKTVITAS BELAJAR

IPA MELALUI MEDIA FLASH MOVIE SISWA KELAS IV

SD NEGERI 5 KARANGREJO TAHUN

PELAJARAN 2012 / 2013.

Hariyono, A54F100015, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Muhammadiyah Surakarta 2013.

ABSTRAK

Think Pair Share ( TPS ) melalui Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui peningkatan keaktifan belajar IPA melalui penerapan pembelajaran

kooperatif model media flash movie siswa kelas IV SD Negeri 5 Karangrejo

Tahun Pelajaran 2012 / 2013. Dengan jumlah siswa 20 anak siswa laki – laki 9

dan siswa permpuan 11 peneliti sebagai guru kelas tersebut. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini merupakan metode penelitian tindakan kelas

yanag terdiri dari dua siklus, masing –masing siklus terdiri dari empat tahapan

yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan reflksi hasil observasi. Analisis

data dilakukan dengan membandingkan prosentase keaktifan belajar pada kondisi

awal, prosentase keaktifan siklus I dan prosentse keaktifan pada siklus II. Dapat

diambil kesimpulan bahwa rata- rata prosentase keaktifan belajar pada kondisi

awal 45% setelah tindakan siklus I rata- rata prosentase keaktifan belajar

menjadi 60%, ini menunjukan mengalami peningkatan 15%. Setelah pelaksanaan

tindakan siklus II rata-rata prosentase keaktifan belajar menjadi 85% ini berarti

meningkat 25%.Secara teoritik dan empirik bahwa melalui pembelajaran

kooperatif dengan model “ Think Pair Share” dengan media flash movie dapat

meningkatkan keaktifan belajar IPA pada materi perubahan lingkungan fisik dan

prosesnya pada siswa kelas IV SD Negeri 5 Karangrejo tahun pelajaran 2012 /

2013.

Kata kunci : keaktifan, hasil belajar, think pair share, flash movie

2

 

I. PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat

berpengaruh terhadap perkembangan semua aspek kehidupan. Salah satu aspek

yang berkembang adalah pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya. Berawal dari kesuksesan

dibidang pendidikan suatu bangsa menjadi maju. Berbagai upaya dalam

pendidikan telah dilakukan secara bertahap, konsisten disesuaikan dengan

perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kualitas pendidikan dipengaruhi oleh beberapa komponen, salah satu

diantaranya adalah peran guru. Peran guru sebagai pendidik yang professional

dalam pembelajaran dituntut dapat melaksanakan pembelajaran secara optimal

yaitu sebagai sumber belajar, fasilitator, pengelola, demonstrator, pembimbing,

motivator, dan evaluator. Keberhasilan proses pembelajaran yang berlangsung

dipengaruhi pula peran peserta didik dalam mendukung suasana belajar.

Tujuan pembelajaran IPA adalah agar siswa dapat memahami,

menemukan dan menjelaskan konsep-konsep, prinsip-prinsip dalam IPA. Sebagai

seorang guru dituntut untuk dapat menciptakan variasi baru dalam mengajar agar

dapat menarik minat dan keaktifan belajar siswa. Proses belajar IPA adalah suatu

yang bersifat ekspolarasi serta menemukan bukan semata-mata menghafal. Dalam

proses belajar IPA diperlukan strategi, bermacam pendekatan, metode, media,

agar siswa lebih aktif belajar dan berbuat untuk memahami konsep, prinsip-

prinsip IPA sehingga diharapkan hasil belajar siswa lebih baik.

Dalam penguasaan materi faktor penyebab perubahan lingkungan fisik dan

prosesnya diperlukan strategi dan pendekatan tertentu supaya siswa dapat

menguasai materi pelajaran yang disampaikan. Berdasarkan hasil observasi di SD

Negeri V Karangrejo, baik dan memenuhi persyaratan atau layak menjadi

lembaga pendidikan. Sarana prasarana sudah lengkap sehingga kegiatan

pembelajaran berjalan lancar. Dalam penelitian ini subjek yang diberikan

3

 

tindakan adalah seluruh siswa kelas IV yang berjumlah 20 siswa. Berdasarkan

hasil observasi di kelas tersebut, selama ini guru hanya menggunakan metode

ceramah dan pemberian tugas sehingga menjadikan kondisi belajar yang kurang

menarik. Pembelajaran ini mengakibatkan guru menjadi pusat kegiatan belajar,

sehingga pembelajaran cenderung membosankan. Guru tidak menggunakan media

dalam pembelajaran, sehingga kurang mendukung proses pembelajaran. Selain

itu, karakter siswa dalam proses pembelajaran adalah siswa kurang aktif, kurang

merespon, kurang bersemangat, bila diberi pertanyaan asal menjawab saja, bila

diberi tugas tidak dikerjakan, kurang percaya diri, minimnya hubungan kerja sama

antar siswa dalam mengerjakan tugas kelompok, serta kurangnya keaktifan belajar

siswa.

Berdasarkan permasalahan di atas maka alternatif pendekatan

pembelajaran yang tepat untuk materi faktor penyebab perubahan lingkungan fisik

dan prosesnya yaitu dengan pembelajaran kooperatif model Think-Pairs-Share

(TPS). Model ini mengajarkan siswa untuk lebih mandiri dalam mengerjakan

soal-soal yang diberikan sehingga dapat membangkitkan rasa percaya diri siswa,

dimana siswa dapat bekerja sama orang lain dalam kelompok kecil yang

heterogen.

Dengan penerapan model Think-Pairs-Share (TPS) dapat meningkatkan

keaktifan siswa di dalam kelas. Karena siswa akan berdiskusi dengan pasanganya

(pairs) untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, siswa berbagi

(share) kepada teman-teman sekelasnya dengan mempresentasikan hasil

diskusinya dengan pasangannya. Selain itu dengan penerapan metode ini siswa

akan lebih menguasai materi, karena siswa harus berpikir (think) untuk

menyelesaikan masalah yang ditugaskan kepadanya. Beberapa dampak positif

metode ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas peserta didik. Penerapan model

Think-Pair-Share (TPS) merupakan salah satu tindakan memperbaiki proses

pembelajaran.

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan

keaktifan dan hasil belajar IPA melalui penerapan pembelajaran kooperatif model

4

 

Think-Pair-Share (TPS) dengan media flash movie siswa kelas IV SD Negeri V

Karangrejo Tahun Pelajaran 2012/2013”.

II. KAJIAN TEORI

Aktif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 2005: 23 ) berarti giat.

Aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran perlu diperhatikan oleh guru, agar

proses belajar mengajar yang ditempuh mendapatkan hasil yang maksimal. Maka

guru perlu mencari cara untuk meningkatkan keaktifan

siswa.

Keaktifan peserta didik dalam belajar secara efektif itu dapat dinyatakan

sebagai berikut:

a) Hasil belajar peserta didik umumnya hanya sampai tingkat penguasaan,

merupakan bentuk hasil belajar terendah.

b) Sumber-sumber belajar yang digunakan pada umumnya terbatas pada guru

(catatan penjelasan dari guru) dan satu dua buku catatan.

c) Guru dalam mengajar kurang merangsang aktivitas belajar peserta didik

secara optimal. (Tabrani,1989: 128)

Keaktifan sendiri merupakan motor dalam kegiatan pembelajaran maupun

kegiatan belajar, siswa di tuntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah hasil

belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah hasil belajarnya secara efektif,

siswa dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual, dan emosional. Sardiman (2009

: 100) berpendapat bahwa aktifitas disini yang baik yang bersifat fisik maupun

mental. Dalam kegiatan belajar kedua aktifitas itu harus saling terkait. Kaitan

antara keduanya akan membuahkan aktifitas belajar yang optimal. Banyak

aktifitas yang dapat dilakukan siswa di sekolah. Beberapa macam aktifitas itu

harus diterapkan guru pada saat pembelajaran sedang berlangsung.

Dalam proses belajar aktif pengetahuan merupakan pengalaman pribadi

yang diorganisasikan dan dibangun melalui proses belajar bukan merupakan

pemindahan pengetahuan yang dimiliki guru kepada anak didiknya, sedangkan

mengajar merupakan upaya menciptakan lingkungan. Agar siswa dapat

memperoleh pengetahuan melalui keterlibatan secara aktif dalam kegiatan belajar.

5

 

Untuk itu guru harus memotivasi siswa pada saat pembelajaran berlangsung,

dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator pada saat pembelajaran.

Guru berperan untuk menciptakan kondisi yang kondusif dan mendukung

bagi terciptanya pembelajaran yang bermakna. Siswa (peserta didik) harus

mengalami dan berinteraksi langsung dengan obyek yang nyata. Jadi belajar harus

dialihkan yang semula berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat

pada siswa. Sekolah merupakan sebuah miniature dari masyarakat dalam proses

pembelajaran harus terjadi saling kerja sama dan interaksi antar komponen.

Pendidikan modern lebih menitik beratkan pada aktifitas yang sejati, di mana

siswa belajar dengan mengalaminya sendiri pengetahuan yang dia pelajari.

Dengan mengalami sendiri, siswa memperoleh pengetahuan, pemahaman dan

ketrampilan serta perilaku lainnya termasuk sikap dan nilai. saat ini pembelajaran

diharapkan ada interaksi siswa pada saat pembelajaran. Hal ini agar siswa menjadi

lebih aktif dan kreatif dalam belajar. guru berperan sebagai pembimbing dan

fasilitator.

a. Klasifikasi Keaktifan Siswa

Menurut Sardiman (2009 : 100–101) keaktifan siswa dalam belajar dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Visual activities

Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, dan

mengamati orang lain bekerja.

2) Oral activities

Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian,

mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara,

diskusi dan interupsi.

3) Listening activities

Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi

kelompok, mendengarkan musik, pidato.

4) Writing activities

Menulis cerita, menulis laporan, karangan, angket, menyalin.

6

 

5) Drawing activities

Menggambar, membuat grafik, diagram, peta.

6) Motor activities

Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran,

membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun.

7) Mental activities

Merenung, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor,

melihat hubungan-hubungan dan membuat keputusan.

8) Emotional activities

Minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain.

Dengan demikian bisa kita lihat bahwa keaktifan siswa sangat bervariasi,

peran gurulah untuk menjamin setiap siswa untuk memperoleh pengetahuan dan

ketrampilan dalam kondisi yang ada. Guru juga harus selalu memberi kesempatan

bagi siswa untuk bersikap aktif mencari, memperoleh, dan mengolah hasil

belajarnya.

b. Prinsip-Prinsip Keaktifan

Menurut W. Gulo (2002: 76) prinsip–prinsip yang perlu diperhatikan

dalam usaha menciptakan kondisi belajar supaya siswa dapat mengoptimalkan

aktivitasnya dalam pembelajaran. Prinsip–prinsip tersebut adalah :

1) Prinsip motivasi, di mana guru berperan sebagai motivator yan merangsang

dan membangkitkan motif-motif yang positif dari siswa dalam

pembelajarannya.

2) Prinsip latar atau konteks, yaitu prinsip keterhubungan bahan baru dengan apa

yang telah diperoleh siswa sebelumnya. Dengan perolehan yang ada inilah

siswa dapat memperoleh bahan baru.

3) Prinsip keterarahan, yaitu adanya pola pengajaran yang menghubung-

hubungkan seluruh aspek pengajaran.

4) Prinsip belajar sambil bekerja, yaitu mengintegrasikan pengalaman dengan

kegiatan fisik dan pengalaman dengan kegaiatan intelektual.

7

 

5) Prinsip perbedaan perorangan, yaitu kegiatan bahwa ada perbedaan-

perbedaan tertentu di dalam diri setiap siswa, sehingga mereka tidak

diperlakukan secara klasikal.

6) Prinsip menemukan, yaitu membiarkan sendiri siswa menemukan informasi

yang dibutuhkan dengan pengarahan seperlunya dari guru.

7) Prinsip pemecahan masalah, yaitu mengarahkan siswa untuk peka terhadap

masalah dan mempunyai kegiatan untuk mampu menyelesaikannya.

Berdasarkan uraian di atas, dalam membangun suatu aktivitas dalam diri

para siswa, hendaknya guru memperhatiakan dan menerapkan beberapa prinsip di

atas. Dengan begitu para siswa akan terlihat keaktifannya dalam belajar dan juga

mereka dapat mengembangkan pengetahuannya. Jadi siswalah yang berperan pada

saat pembelajaran sedang berlangsung. Guru hanya membuat suasana belajar yang

menyenangkan, agar siswa bisa aktif dalam pembelajaran, jadi mereka tidak

hanya diam pada saat pelajaran sedang berlangsung.

c. Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Timbulnya Keaktifan Siswa

Terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya keaktifan

siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Gagne dan Briggs ( Martinis,

2007:84), faktor-faktor tersebut diantaranya :

1) Memberikan dorongan atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka dapat

berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

2) Menjelaskan tujuan intruksional (kemampuan dasar kepada siswa).

3) Mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa.

4) Memberikan stimulus (masalah,topik dan konsep yang akan dipelajari).

5) Memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya.

6) Memunculkan aktivitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.

7) Memberi umpan balik (feed back)

8) Melakukan tagihan-tagihan kepada siswa berupa tes, sehingga kemampua

siswa selalu terpantau dan terukur.

9) Menyimpulkan setiap materiyang disampaikan di akhir pelajaran.

8

 

Ciri-ciri keaktifan siswa yaitu : sering bertanya kepada guru atau siswa

lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, mampu menjawab

pertayaan, senang diberi tugas belajar.

Keaktifan siswa sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar

sehingga siswa harus lebih aktif,karena siswa sebagai subyek didik yang

merencanakan dan ia sendiri yang melaksanakan belajar. Namun kenyataannya ,

siswa masih cenderung pasif dan pembelajaran hanya berpusat pada guru.

Keaktifan siswa selama proses pembelajaran masih terbatas pada mendengarkan

penjelasan guru, mencatat, kemudian dilanjutkan dengan latihan soal. Keaktifan

lain seperti melakukan penyelidikan melalui praktikum, diskusi, mengajukan

pertanyaan, mengerjakan LKS, dan mempresentasikan hasil penyelidikan masih

kurang. Pentingnya keaktifan belajar siswa ini sesuai dengan tuntutan empat pilar

pendidikan, yaitu learning to know, learning todo, learning tobe one self, dan

learning to live together. Jadi pembelajaran harus menyebabkan siswa aktif

belajar.

Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik

dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih

baik. Dalam interaksi tersebut banyak faktor yang mempengaruhinya, baik faktor

internal yang datang dari diri individu maupun faktor eksternal yang datang dari

lingkungan. Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah

mengkondisikan lingkungan agar dapat menunjang terjadinya perubahan perilaku

dan pembentukan kompetensi peserta didik (Mulyasa, 2007).

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu

dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi

faktor fisiologis dan faktor psikologis.

Selain karakteristik siswa, faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi

proses belajar siswa. Dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor-faktor

eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan,

yaitu faktor lingkungan social dan faktor lingkungan non-sosial.

Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Dengan demikian, di

sekolah merupakan arena untuk mengembangkan keaktifan. Banyak jenis

9

 

keaktifan yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Keaktifan siswa tidak

cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-

sekolah tradisional. Paul B. Diedrich membuat suatu daftar yang berisi 177

macam kegiatan siswa antara lain dapat digolongkan sebagai berikut: Visual

activities, yang termasuk di dalamnya misalnya membaca, memperhatikan gambar

demonstrasi, percobaan, dan pekerjaan orang lain; Oral activities, seperti :

menyatakan, merumuskan, bertanya, member saran, mengeluarkan pendapat,

mengadakan wawancara, diskusi, dan interupsi; Listening activities, sebagai

contoh : mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, music, atau pidato; Writing

activities, misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, dan menyalin;

Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, dan diagram;

Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan,

membuat konstruksi, model reparasi, bermain, berkebun, dan beternak; Mental

activities, misalnya: menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa,

melihat hubungan, dan mengambil keputusan; Emotional activities, misalnya:

menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang,

dan gugup.

Jadi dengan klasifikasi yang diuraikan di atas, menunjukan bahwa

keaktifan di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Apabila berbagai macam

kegiatan tersebut dapat diciptakan di sekolah, maka sekolah tersebut akan

dinamis, tidak membosankan, dan benar-benar menjadi pusat keaktifan belajar

yang maksimal bahkan akan memperbesar peranannya sebagai pusat dan

transformasi budaya (Sardiman, 2001).

Teknik belajar model Think-Pairs-Share (TPS) dikembangkan oleh Frank

Lyman dan Spencer Kagan sebagai struktur kegiatan pembelajaran kooperatif.

Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama

dengan orang lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah optimalisasi partisipasi

siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan

membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, teknik Think-pairs-Share (TPS) ini

memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa

untuk dikenali dan menunjukan partisipasi mereka kepada orang lain. Teknik ini

10

 

bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak

didik. Langkah-langkah pembelajarannya adalah guru membagi siswa dalam

kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok, setiap siswa

memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri, siswa berpasangan dengan

salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya; kedua

pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai

kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat (Lie,

2007).

III. METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

1. Tempat dan waktu penelitian

a. Tempat penelitian : SD Negeri 5 Karangrejo

b. Waktu penelitian : Penelitian dilaksanakan pada semester

genap tahun ajaran 2012/2013 yaitu bulan Januari 2013- Juni 2013.

B. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti sendiri yang melakukan tindakan sebagai

subyek yang memberikan tindakan. Sedangkan subjek yang diberikan tindakan

adalah seluruh siswa kelas IV SD Negeri 5 Karangrejo Tahun Ajaran 2012/2013

yang berjumlah 20 siswa. Guru kelas IV SD Negeri 5 Karangrejo yang membantu

dalam perencanaan, pengumpulan data, analisis data, dan penarikan kesimpulan.

C. Prosedur Penelitian

Peneletian ini menggunakan model Kemmis dan Mc.Taggart, dalam satu

tetap terdiri atas empat komponen, yaitu perencanaan (planning), aksi atau

tindakan (acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Untuk

mendapatkan hasil yang optimal penelitian dilakukan beberapa kali siklus, yaitu

siklus satu diikuti siklus berikutnya dan dilakukan berulang-ulang.Model Kemmis

dan Mc.taggart bila digambarkan secara skematis adalah sebgai berikut:

putaran 1

putaran 2

Observasi dan monitoring

refleksi

evaluasi

Pengertian dan pemahaman

Perencanaan terevisi Tindakan 2

Observasi dan monitoring

refleksi

evaluasi

Pengertian dan pemahaman

Seterusnya sesuai indikator pencapaian

Tindakan 1 perencanaan

Observasi awal

Gambar 1. Prosedur penelitian PTK

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, digunakan metode sebagai

berikut :

1. Metode Observasi

Untuk mendapat data hasil belajar siswa dalam mengajukan pertanyaan,

mencatat penejelasan dari guru, mendengarkan penjelasan dari guru, bertanya

dalam pembelajaran, bekerjasama dengan teman dalam mengerjakan tugas dengan

mengamati langsung proses pembelajaran.  Observasi dilakukan dengan tujuan

untuk mengamati pelaksanaan dan perkembangan pembelajaran IPA yang

dilakukan oleh para siswa. Pengamatan dilakukan sebelum, selama, dan sesudah

11

 

12

 

penelitian tindakan kelas berlangsung. Observasi dapat dilakukan dengan dua

cara, yaitu: secara partisipatif dan nonpartisipatif. Dalam observasi partisipatif

(participatory observation) pengamat ikut serta dalam kegiatan yang sedang

berlangsung. Dalam observasi nonpartisipatif (nonparticipatory observation)

pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan, dia hanya berperan mengamati

kegiatan, tidak ikut serta dalam kegiatan.

2. Metode Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk mengetahui daftar nama-nama dan nomor

absen siswa yang menjadi subyek penelitian. Dokumen tersebut meliputi data-data

yang berkaitan dengan kelas yang menjadi subjek tindakan, Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran yang dibuat guru, buku atau materi pelajaran, hasil pekerjaan siswa

sebelumnya dan nilai yang yang diberikan guru.

3. Catatan Lapangan

Catatan lapangan adalah catatan yang tertulis tentang, apa yang didapat,

dilihat, didengar, dialami dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan

refleksi data dalam penelitian kualitatif.

4. Tes

Tes (test) adalah suatu alat penilaian yang digunakan untuk mengukur

kemampuan prestasi seseorang. Pemberian tes dimaksudkan untuk mengukur

seberapa jauh hasil yang diperoleh siswa setelah kegiatan pemberian tindakan.

Untuk mengetahui seberapa jauh hasil yang diperoleh diperlukan perbandingan

antara prestasi belajar sebelum dilakukan tindakan dan prestasi belajar setelah

dilakukan tindakan. Prestasi belajar sebelum dilakukan tindakan dinilai

berdasarkan dokumen atau arsib dari guru. Sedangkan prestasi setelah dilakukan

tidakan adalah dengan memberikan tes kepada siswa. Tes yang digunakan dalam

bentuk tertulis dan diberikan setiap akhir siklus penelitian.

5. Wawancara

Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara bebas. Wawancara

bebas merupakan wawancara yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan-

pertanyaan terbuka, sehingga orang yang diwawancarai (responden) mempunyai

kebebasan mengutarakan gagasannya tanpa dibatasi oleh patokan tertentu.

13

 

Wawancara dilakukan terhadap guru dan siswa untuk menggali informasi guna

memperoleh data terkait dengan aspek-aspek pembelajaran, penentuan tindakan

dan respon yang diberikan sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan. Dalam

pelaksanaan wawancara peneliti membawa kerangka pertanyaan untuk disajikan,

tetapi cara bagaimana pertanyaan itu diajukan sesuai dengan kebijaksanaan

peneliti. Hasil wawancara bukan merupakan data primer, tetapi hanya sebagai

data pendukung hasil observasi.

Teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah dengan cara

mengumpulkan data dari sikap akhir pertemuan yaitu dari aspek kognitif dilihat

dari hasil test dan keaktifan siswa selama proses pembelajaran.

E. Analisis Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif, yaitu dengan cara menganalisis data perkembangan siswa dari siklus I

sampai siklus III.

Data yang diperoleh dari siklus I sampai siklus III diolah secara kualitatif,

yaitu dengan membandingkan rata-rata hasil belajar siswa siklus I dibandingkan

dengan rata-rata hasil belajar siswa siklus II, dan rata-rata hasil belajar siswa

siklus II dibandingkan dengna rata-rata hasil belajar siswa siklus III. Apabila

terdapat kenaikan rata-rata hasil belajar dari siklus I hingga siklus III, maka

menunjukan peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri V Karangrejo

pada pokok bahasan perubahan lingkungan melalui pembelajaran koopertif model

Think-Pairs-Share (TPS) dengan media flash movie.

Dalam pelaksanaan, apabila sampai pada siklus II Prosetase keaktifan

belajar siswa sudah mencapai KKM dan peningkatan keaktifan siswa mencapai

80%, maka refleksi diberhentikan pada siklus II.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Refleksi Awal

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan saat pembelajaran

Ilmu pengetahuan Alam (IPA), siswa terlihat kurang bersemangat dan kurang

aktif. Hasil dari observasi awal ini, maka diperoleh informasi mengenai masalah

yang terjadi yaitu:

14

 

1. Sebagian besar siswa kurang aktif dalam mengkuti proses pembelajaran.

2. Metode yang digunakan guru masih menggunakan metode konvensional

berupa metode ceramah sehingga membuat siswa cepat bosan.

Dalam pembelajaran guru belum menggunakan media pembelajaran. Hasil

observasi awal ini menunjukan bahwa sebagian besar siswa kelas IV SD Negeri

5 Karangrejo keaktifannya kurang dalam pembelajaran IPA. Penyebabnya antara

lainmetode yang digunakan guru kurang mampu memfasilitasi siswa dalam

meningkatkan keaktifan belajarnya di kelas. Guru hanya monoton dalam

menjelaskan materi pembelajaran, sehingga siswa menjadi cepat bosan dan

kurang bersemangat dalam mengikuti pembelajaran

2. Siklus I.

Dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa dalam pembelajaran IPA

pada materi perubahan lingkungan fisik dan prosesnya, guru harus melakukan

pembenahan pelaksanaan tindakan pada proses pembelajaran IPA.

Sebelum melaksanakan perbaikan pembelajaran hasil belajar dari 20 siswa

kelas IV SD Negri 5 Karangrejo ada yang masih rendah. Ini disebabkan guru

hanya menggunakan metede ceramah belum memakai alat peraga. Pada perbaikan

pembelajaran siklus I, Ada peningkatan keaktifan dan hasil belajar yang dicapai

siswa jika dibanding dengan siklus sebelumnya.

Dari hasil pelaksanaan tindakan siklus I diketahui bahwa 40% siswa

kurang aktif yaitu 8 siswa, sedangkan 60% siswa sudah aktif dalam pembelajaran

IPA yaitu 12 siswa. Data tersebut menunjukkan bahwa ada peningkatan siswa

dalam pembelajaran IPA tetapi belum memenuhi indikator pencapaian

keberhasilan dalam penelitian ini, sehingga penelitian pada siklus I harus

dilanjutkan ke siklus berikutnya yaitu siklus II untuk memperbaiki dan

meningkatkan keaktifan belajar siswa sesuai dengan yang diinginkan yaitu 80%.

Peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa yang dicapai pada siklus I,

karena peneliti dalam pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus I

menerapkan model pembelajaran Think Pair Share dengan baik meskipun kurang

optimal. Bimbingan guru belum merata, ketika pembelajaran berlangsung ada

15

 

siswa yang kurang memperhatikan penjelasan dari guru.Serta motivasi dari guru

masih kurang.

3. Siklus II

Dalam perbaikan pembelajaran pada siklus II terdapat peningkatan

keaktifan belajar siswa. Pengelolaan kelas oleh guru sudah baik. Keterlibatan

siswa di dalam kegiatan pembelajaran IPA materi perubahan lingkungan fisik dan

prosesnya, guru menerapkan model pembelajaran Think Pair Share mengalami

peningkatan. Kekurangan pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus I

menjadi pedoman guru untuk menyusun kegiatan pembelajaran yang lebih

optimal sehingga keaktifan belajar siswa lebih baik.

Dari hasil pelaksanaan tindakan siklus II diketahui bahwa 15% siswa

kurang aktif yaitu 3 siswa, sedangkan 85% siswa sudah aktif dalam pembelajaran

IPA yaitu 17 siswa. Data tersebut menunjukkan bahwa ada peningkatan keaktifan

dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam(IPA) yang

sangat signifikan.

Keberhasilan yang dicapai siswa pada siklus I maupun siklus II karena

guru telah menerapkan model pembelajaran Think Fair Share dengan optimal.

Guru memotivasi siswa dan menggunakan alat peraga dengan baik.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan keaktifan dan hasil belajar yang mengalami peningkatan

sesudah siklus I dan siklus II maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa

dengan penerapan pembelajaran kooperatif model Think Pairs Share (TPS)

dengan media flas movie dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) materi faktor penyebab perubahan lingkungan fisik dan

prosesnya, pada siswa kelas IV SD Negeri V Karangrejo semester 2 tahun

pelajaran 2012/ 2013.

16

 

DAFTAR PUSTAKA

Adjie. S. 2006. Macromedia flash Profesional 8. Jakarta : Dian Rakyat

Akhsana. 2011. Penggunaan media macromedia flash profesional 8 untuk

meningkatkan pembelajaran IPA siswa kelasVI SDN Tunjungsekar 1

Malang.

Arikunto. S. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara.

Arsyad. A. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta : Rajawali Press.

Budi. H. 2006. Penerapan Think Pair Share (TPS) dalam Pembelajaran Kooperatif

untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Geografi. Jurnal Pendidikan

Inovatif Volume 2 Nomor 1.

Djamarah. S. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Djohar. 2006. Guru, pendidikan dan pengembangannya (Penerapan dalam

Pendidikan dalam UU Guru). Jakarta : Rajawali Press.

Fadholi. A. 2009. Metode Think Pair Share.

http://ariffadholi.blogspot.com/2009/10/metode-think-pair-share.html.

Diakses tanggal 18 maret 2013.

Gunawan, I. 2010. Metode Kooperatif Think Pair Share.

http://masimamgun.blogspot.com/2010/06/metode-kooperatif-model-

think-pair-share.html. Diakses tanggal 17maret 2013.

Hamalik. O. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Haryati. M. 2010. Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan.

Jakarta : Gaung Persada Press.

Huda. M. 2011. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur, dan Model

Penerapan. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

http://coretanseadanya.blogspot.com/2012/09/strategi-pembelajaran.html

Ibrahim dan Sudjana, N. 2003. Perencanaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Isjoni. 2007. Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar

Berkomunikasi. Bandung : Alfabeta.

Joko Suwandi. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Solobaru: Qinant.

17

 

Kismanto. 2008.Upaya peningkatan hasil belajar matemtika dengan menggunakan

pendekatan struktural Think Pair Share pada pokok bahasan luas dan

volume bangun ruang pada kelas X-3 semester genap tahun pelajaran

2007/2008 SMA N 6 Surakarta.

Kusri. A. 2006. Memakai Makromedia Flash Profesional 8. Jakarta : Elex Media

Komputindo.

Lie. A. 2007. Mempraktikan Kooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta :

Grasindo.

Mulyasa. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung : Rosda

Karya.

Muslich . M. 2010. Melaksanakan PTK itu Mudah. Jakarta : Bumi Aksara.

Nur Hidayat. 2011. Strategi Penulisan Karya Ilmiah. Solobaru: Qinant.

Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Ramadiyanto. A. 2008. Membuat Gambar Vektor dan Animasi Atraktif dengan

Makromedia Flash professional 8. Bandung : Yrama Widya.

Rochiati Wira Atmaja, 2007. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung:

Rosida Karya

Rubino Rubiyanto. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Solobaru; Qinant.

Saktiyono. 2007. IPA Biologi 1 SMP dan Mts untuk Kelas VII. Jakarta : Esis.

Salvin.R. 2008. Cooperative learning, Teori, Riset, dan Praktik. Bandung : Nusa

Media.

Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Rajawali

Press.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta :

Rineka cipta.

Sudjana . N. 2000. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : sinar Baru

Algensindo.

Sugianto . 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta : Yuma Pustaka.

Sukardi. 2008. Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta : Bumi

Akasara.

Sukmadinata. N. 2003. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung :

Rosdakarya.

Sutarno. 2011. Penggunaan media film dan video.

http://library.um.ac.id/ptk/indek.php?mod=detail&id=49472. Diakses

tanggal 18 maret 2013.

18