181
PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN STRATEGI PELAKSANAAN (SP) TINDAKAN KEPERAWATAN PASIEN HALUSINASI DI RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH DADI PROVINSI SULAWESI SELELATAN Di susun oleh: ANNISA NURFADILLAH 15.01.003 YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG PRODI S1-KEPERAWATAN MAKASSAR 2019

PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) TINDAKAN KEPERAWATAN

PASIEN HALUSINASI DI RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH

DADI PROVINSI SULAWESI SELELATAN

Di susun oleh:

ANNISA NURFADILLAH

15.01.003

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG

PRODI S1-KEPERAWATAN MAKASSAR

2019

Page 2: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

HALAMAN PERSETUJUAN

Page 3: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

HALAMAN PENGESAHAN

Page 4: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI (ORSINILITAS)

Page 5: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN STRATEGI

PELAKSANAAN (SP) TINDAKAN KEPERAWATAN PASIEN HALUSINASI DI RUMAH

SAKIT KHUSUS DAERAH DADI PROVINSI SULAWESI SELATAN

Annisa Nurfadillah

Kens Napolion, Weni Sia’tang

ABSTRAK

SP tindakan keperawatan merupakan standar model pendekatan asuhan keperawatan untuk klien

dengan gangguan jiwa yang salah satunya adalah pasien yang mengalami masalah utama

halusinasi sehingga penelitian ini bertujuan untuk menguraikan atau mengeksplorasikan

pengalaman perawat dalam mengimplementasikan strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan

pasien halusinasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenology.

Partisipan berjumlah 5 orang yang merupakan perawat di ruangan kenangan Rumah Sakit Khusus

Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan, dalam pemilihan partisipan di bantu oleh kepala ruangan

seseuai dengan kriteria peneliti. Data di kumpulkan melalui wawancara mendalam. Hasil

penelitian setelah di lakukan proses analisa tematik, teridentifikasi 5 tema yaitu, pengetahuan

tentang SP halusinasi, keefektifan penerapan SP halusinasi, kesesuaian penerapan SP halusinasi,

kelemahan/kekurangan SP halusinasi, kendala/hambatan SP halusinasi. Dapat di simpulkan bahwa

perawat memiliki pengalaman yang berbeda-beda dalam mengimplementasikan strategi

pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pada pasien halusinasi. Peneliti yang akan datang, di

harapkan kepada peneliti selanjutnya agar dapat meneliti terkait dengan persepsi perawat tentang

keberhasilan SP halusinasi.

Kata kunci : Halusinasi, SP pasien halusinasi, pengalaman perawat.

Referensi : 5 buku (2012-2019) 16 jurnal.

Page 6: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

ABSTRACT

Page 7: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

MOTTO

“Barang siapa bertakwa kepada ALLAH maka Dia akan menjadikan jalan keluar

baginya, dan memberinya rezeki dari jalan yang tidak ia sangka, dan barang

siapa yang bertawakal kepada ALLAH maka cukuplah ALLAH baginya.

Sesungguhnya ALLAH melaksanakan kehendak-Nya, Dia telah menjadikan untuk

setiap sesuatu kadarnya”.

(Q.S. Ath-Thalaq ayat 2-3)

Page 8: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

PERSEMBAHAN

Skripsi ini

Kupersembahkan untuk mama dan ayahku tercinta,

Yang senantiasa memberikan motivasi,

Kasih sayang serta do’anya selama ini

Terima kasih yang tak terhingga dari anakmu…

Page 9: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya yang tak

terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi di pendidikan program Studi

S1 Keperawatan STIKES Panakkukang Makassar dengan judul “Pengalaman

Perawat Dalam Mengimplementasikan Strategi Pelaksanaan (SP) Tindakan

Keperawatan Pasien Halusinasi Di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi

Sulawesi Selatan”. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat dalam menyelesaikan

pendidikan program studi S1 Keperawatan STIKES Panakkukang Makassar.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari doa dan dukungan dari orang tua

Ibundaku tercinta Fatmah H. A. Wahab dan Ayahanda tersayang Ismail A. Rahim

yang telah memberikan motivasi, nasehat dan harapan serta memfasilitasi penulis

untuk menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, dalam penyusunan skripsi ini penulis juga

memperoleh dukungan dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dengan kerendahan hati penulisan mengucapkan rasa Terima Kasih kepada:

1. Bapak H. Sumardin Makka, SKM., M.Kes selaku Ketua Yayasan Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Panakkukang Makassar.

2. Ibu Sitti Syamsiah, S.Kp., M.Kes selakuKetua STIKES Panakkukang

Makassar.

Page 10: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

3. Bapak/Ibu Direktur Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi

Selatan yang telah memfasilitasi selama dalam proses penelitian..

4. Bapak Dr. Ns. Makkasau Plasay, S.Kep., M.Kes., M.EDM selaku Ketua

Prodi S1 Keperawatan STIKES Panakkukang Makassar.

5. Bapak Kens Napolion, S.Kp., M.Kep, S.Kep.J selaku pembimbing I yang

telah banyak memberikan bimbingan, arahan serta motivasi sehingga penulis

dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini.

6. Ibu Ns. Weni Siatang, S.Kep., M.Kes selaku pembimbing II yang telah

menyempatkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan sdalam

menyelesaikan penulisan Skripsi ini.

7. Ibu Hj. Andi Annas, SKM., M.Si penguji I yang telah memberikan

masukan, saran maupun petunjuk pada penulis.

8. Bapak Ns. Muh. Zukri Malik, S.Kep., M.Kep penguji II yang telah

memberikan saran dan kritik yang sangat membangun dalam menyelesaikan

penulisan Skripsi.

9. Perawat yang telah bersedia menjadi partisipan dalam melakukan penelitian

ini dan telah mendukung selama proses penelitian ini berlangsung di

lapangan.

10. Dosen prodi S1 keperawatan yang telah dengan sabar memberikan

pengarahan yang tidak henti-hentinya dan dorongan spiritual dan material

sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

11. Civitas Akademika STIKES Panakkukang Makassar

Page 11: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

12. Kakak-kakak ku : Sri Hardiningsih, Nur Hadiningsih, Ade Irmansyah,

Muhammad Firdaus, adikku Asyifha, kakak iparku Agus Susanto, Rizki

Ardita, serta keponakan ku Zivana Alifa, Adiva Alhumeirah, Alby Lutfhi,

Az-zahra Salsabila yang telah memberikan motivasi serta dukungan selama

ini.

13. Sahabat-sahabat seperjuanganku : Rabiatul Adawiya S., Astuti Jalbi, Dian

Wahyuningsih, Cindy Indriyani, Fatmawati, Rahmania, Nurhaeni Asrullah,

Ester Rompon, Salmawati, Novianti Reina Turu Allo serta rekan Mahasiswa

Khususnya Program Studi S1 Keperawatan Angkatan 2015 “IMUN15AS1”

yang senantiasa selalu ada dalam suka maupun duka, memberikan begitu

banyak kenangan indah yang tidak akan pernah terlupakan.

Dalam kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam melakukan

penyusunan Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu masukan

yang berupa saran dankritik yang membangun dari para pembaca akan sangat

membantu. Semoga Skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak

terkait terutama pembaca.

Makassar, Agustus 2019

Annisa Nurfadillah

Page 12: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................. iv

ABSTRAK ................................................................................................................ v

ABSTRACT .............................................................................................................. vi

HALAMAN MOTTO ............................................................................................... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................ viii

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ix

DAFTAR ISI .............................................................................................................. x

DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xii

DAFTAR BAGAN .................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

A. Latar belakang ................................................................................................ 1

B. Rumusan masalah........................................................................................... 8

C. Tujuan ............................................................................................................ 8

D. Manfaat .......................................................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTKA................................................................................... 10

A. Tinjauan tentang halusinasi ............................................................................ 10

1. Definisi ..................................................................................................... 10

2. Rentang Respon Neurobiologis................................................................ 11

3. Jenis-jenis halusinasi ................................................................................ 14

4. Etiologi ..................................................................................................... 19

5. Manifestasi klinis ..................................................................................... 24

6. Psikopatologi ............................................................................................ 26

7. Tahapan halusinasi ................................................................................... 27

B. Tinjauan Tentang Perawat.............................................................................. 34

Page 13: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

1. Definisi ..................................................................................................... 34

2. Peran perawat ........................................................................................... 35

3. Fungsi perawat ......................................................................................... 37

4. Tugas perawat .......................................................................................... 38

C. Tinjauan Tentang Pengalaman ....................................................................... 40

1. Definisi ..................................................................................................... 40

2. Indikator dari Pengalaman ....................................................................... 40

D. Tinjauan Tentang Strategi Pelaksanaan ......................................................... 41

1. Definisi ..................................................................................................... 41

2. Strategi pelaksanaan halusinasi ................................................................ 44

BAB III METODE PENELITIAN............................................................................. 47

A. Desain Penelitian ............................................................................................ 47

B. Tempat penelitian ........................................................................................... 48

C. Instrumen penelitian ....................................................................................... 48

D. Sampel sumber data ...................................................................................... 48

E. Teknik pengumpulan data ............................................................................. 49

F. Teknikan alisa data ........................................................................................ 50

G. Rencana pengujian keabsahan data ............................................................... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................... 55

A. Hasil penelitian............................................................................................... 55

B. Pembahasan .................................................................................................... 70

C. Keterbatasan penelitian .................................................................................. 79

D. Implikasi ........................................................................................................ 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 81

A. Kesimpulan .................................................................................................... 81

B. Saran .............................................................................................................. 81

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ xiv

LAMPIRAN .............................................................................................................. xv

Page 14: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Kepanjangan

WHO World Health Organization

KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesia

SP Strategi Pelaksanaan

KDM Kebutuhan Dasar Manusia

SPTK Strategi Pelaksanaan Tindakan

Keperawatan

HIV/AIDS Human Immunodeficiency Virus/Acquired

Immuno Deficiency Syndrom

SOP Strategi Operasional Prosedur

Page 15: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rentang Respon Neurobiologist ............................................................... 11

Tabel 2.2 Rentang Respon Neurobiologis ................................................................ 12

Tabel 2.3 Tahapan Halusinasi .................................................................................. 27

Tabel 2.4 Strategi pelaksanaan (SP) halusinasi ........................................................ 44

Page 16: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

DAFTAR BAGAN

Bagan 4.1. tema 1 ...................................................................................................... 59

Bagan 4.2. tema 2 ...................................................................................................... 61

Bagan 4.3. tema 3 ...................................................................................................... 63

Bagan 4.4. tema 4 ...................................................................................................... 66

Bagan 4.5. tema 5 ...................................................................................................... 69

Page 17: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penderita gangguan jiwa di dunia diperkirakan akan semakin meningkat

seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

masalah yang sangat serius. Hampir 400 juta penduduk dunia menderita

masalah gangguan jiwa, diantaranya skizofrenia yang merupakan gangguan

jiwa berat atau kronis. Saat ini di perkirakan sekitar 26 juta orang di dunia

akan mengalami skizofrenia. Satu dari empat anggota keluarga mengalami

gangguan jiwa dan seringkali tidak terdiagnosis secara tepat sehingga tidak

memperoleh perawatan dan pengobatan dengan tepat (World Health

Organization/ WHO, 2013).

Menurut WHO (World Helath Organization) kesehatan jiwa bukan

hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik

yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan

yang mencerminkan pribadinya, kondisi yang memungkinkan perkembangan

fisik, intelektual, emosional secara optimal dari seseorang dan perkembangan

ini berjalan selaras dengan orang lain.

Gangguan jiwa yang berat merupakan gangguan jiwa yang ditandai

oleh terganggunya kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight) yang

buruk. Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain berupa ilusi, waham,

gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya

Page 18: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

2

agresivitas atau katatonik. Gangguan jiwa berat dikenal dengan sebutan

psikosis dan salah satu contoh psikologis adalah skizofrenia. Angka prevalensi

seumur hidup skizofrenia di dunia bervariasi sekitar 4 permil sampai dengan

1,4 persen. Menurut Ikatan Dokter Indonesia (2016), satu dari empat orang

dewasa akan mengalami masalah kesehatan jiwa pada satu waktu dalam

hidupnya. Data WHO (World Health Organization, 2016) menunjukkan,

terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21

juta orang terkena skizofrenia.

Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena

depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5

juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis,

psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus

gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban

Negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang. Data

Riskesdas 2013 menunjukkan prevenelensi gangguan mental emosional yang

ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun

ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk

Indonesia. Sedangkan prevelensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia

mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.

Prevalensi gangguan mental emosional penduduk Indonesia

berdasarkan Riskesdas 2018 adalah 11,6 persen dan bervariasi di antara

provinsi dan kabupaten/kota. Pada Riskesdas tahun 2018, prevalensi gangguan

mental emosional dinilai kembali dengan menggunakan alat ukur serta metode

Page 19: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

3

yang sama. Gangguan mental emosional diharapkan tidak berkembang

menjadi lebih serius apabila orang yang mengalaminya dapat mengatasi atau

melakukan pengobatan sedini mungkin ke pusat pelayanan kesehatan atau

berobat ke tenaga kesehatan yang kompeten.

Indikator kesehatan jiwa yang dinilai pada Riskesdas 2018 antara lain

gangguan jiwa berat, gangguan mental emosional serta cakupan

pengobatannya. Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh

terganggunya kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight) yang buruk.

Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain berupa halusinasi, ilusi,

waham, gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh,

misalnya agresivitas atau katatonik. Gangguan jiwa berat dikenal dengan

sebutan psikosis dan salah satu contoh psikosis adalah skizofrenia.

Di samping gangguan jiwa berat, Riskesdas 2018 juga melakukan

penilaian gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia seperti pada

Riskesdas 2018. Gangguan mental emosional adalah istilah yang sama dengan

distres psikologik. Kondisi ini adalah keadaan yang mengindikasikan

seseorang sedang mengalami perubahan psikologis. Berbeda dengan gangguan

jiwa berat psikosis dan skizofrenia, gangguan mental emosional adalah

gangguan yang dapat dialami semua orang pada keadaan tertentu, tetapi dapat

pulih seperti semula. Gangguan ini dapat berlanjut menjadi gangguan yang

lebih serius apabila tidak berhasil di tanggulangi.

Page 20: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

4

Gangguan jiwa berat menimbulkan beban bagi pemerintah, keluarga

serta masyarakat oleh karena produktivitas pasien menurun dan akhirnya

menimbulkan beban biaya yang besar bagi pasien dan keluarga. Dari sudut

pandang pemerintah, gangguan ini menghabiskan biaya pelayanan kesehatan

yang besar. Sampai saat ini masih terdapat pemasungan serta perlakuan salah

pada pasien gangguan jiwa berat di Indonesia. Hal ini akibat pengobatan dan

akses ke pelayanan kesehatan jiwa belum memadai.Salah satu upaya yang di

lakukan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan adalah menjadikan

Indonesia bebas pasung oleh karena tindakan pemasungan dan perlakukan

salah merupakan tindakan yang melanggar hak asasi manusia.

Di perkirakan lebih 90% klien dengan skizofrenia mengalami

halusinasi.Halusinasi yang dialami klien jenisnya bervariasi, tetapi sebagian

besar klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa mengalami halusinasi

pendengaran. Suara dapat berasal dari dalam individu atau dari luar individu.

Suatu yang di dengar klien dapat dikenalnya, suara dapat tunggal atau multipel

atau bisa juga semacam bunyi buikan suara yang mengandung arti. Isi suara

dapat memerintahkan sesuatu pada klien atau seringnya tentang perilaku klien

sendiri dan klien sendiri merasa yakin bahwa suara itu ada.

Berdasarkan data dari bagian Medical Record di Rumah Sakit Khusus

Daerah Dadi Provinsi Sulawesi-Selatan di ruang perawatan kenari tahun 2018

di dapatkan bahwa jumlah penderita gangguan halusinasi sebanyak 1.323

pasien. Sedangkan pasien yang mengalami gangguan halusinasi meningkat

setiap tahunnya. Pada bulan Januari-Maret sebanyak 295 pasien, pada bulan

Page 21: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

5

April-Juni sebanyak 333 pasien, pada bulan Juli-September sebanyak 340

pasien, dan pada bulan Oktober-Desember sebanyak 355 pasien. Pada tahun

2017 didapatkan pasien yang mengalami halusinasi dari Januari-Arpril

sebanyak 222 pasien (Data Rekapitulasi RSKD Provinsi Sulawasi-Selatan).

Halusinasi adalah gangguan persepsi yang dapat timbul pada klien

skizofrenia, psikosa, pada sindroma otak organik, epilepsi, neurosa histerik,

intoksikasi atropin atau kecubung dan zat halusinogenik. Persepsi adalah daya

mengenal berang, kualitas atau hubungan serta perbedaan antara hal ini

melalui proses mengamati, mengetahui dan mengartikan setelah panca

inderanya mendapat rangsang. Jadi persepsi dapat terganggu oleh gangguan

otak, seperti kerusakan otak, keracunan, obat halusinogenik dan oleh

gangguan jiwa, seperti emosi tertentu dapat mengakibatkan ilusi, psikosa,

dapat menimbulkan halusinasi atau oleh pengaruh lingkungan sosial budaya,

hal ini akan mempengaruhi persepsi karena penilaian yang berbeda dan orang

dari lingkungan sosial budaya yang berbeda juga.

Keyakinan tentang halusinasi adalah sejauh manakah klien itu yakin

bahwa halusinasinya merupakan kejadian yang benar, umpamanya

mengetahui bahwa hal itu tidak benar, ragu-ragu atau yakin sekali bahwa hal

itu benar adanya. Dan isi halusinasi adalah merupakan tema halusinasi,

termasuk interpretasi klien tentang halusinasinya, seperti mengancam,

keagamaan, menghina, kebesaran, sexual, membesarkan hati, membujuk atau

yang baik-baik saja.

Page 22: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

6

Perawat jiwa dalam menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan

keperawatan memerlukan suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah

kegiatan yang dibakukan. Hal ini bertujuan agar penyelenggaraan pelayanan

keperawatan memenuhi standar pelayanan.Langkah-langkah kegiatan tersebut

berupa Standar Operasional Prosedur (SOP) (Depkes RI, 2006).Salah satu

jenis SOP yang digunakan adalah SOP tentang Strategi Pelaksanaan (SP)

tindakan keperawatan pada pasien.SP tindakan keperawatan merupakan

standar model pendekatan asuhan keperawatan untuk klien dengan gangguan

jiwa yang salah satunya adalah pasien yang mengalami masalah utama

halusinasi (Fitri, 2009).

Tindakan keperawatan menggunakan standar praktek keperawatan

klinis kesehatan jiwa yaitu asuhan keperawatan jiwa (Stuart, 2007). Asuhan

keperawatan jiwa bersifat spesifik, namun tetap dilakukan secara holistik.

Dalam pelaksanaannya, tuntutan akan tindakan keperawatan secara

independen dan progresif juga semakin dibutuhkan. (Keliat dan Akemat,

2005). Peran perawat yaitu sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokad

klien, edukator, kolaborator, konsultan, dan koordinator. Sedangkan

pengalaman adalah kejadian yang pernah dialami (dijalani, dirasai,

ditanggung) baik yang sudah lama atau baru saja terjadi. Pengalaman

merupakan peristiwa yang benar-benar pernah dialami. Pengungkapan

pengalaman secara narasi berarti mengemukakan atau memaparkan suatu

peristiwa atau pengalaman yang pernah dialami selama periode tertentu

(Anonymous, 2013).

Page 23: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

7

SP tindakan keperawatan merupakan standar model pendekatan asuhan

keperawatan untuk klien dengan gangguan jiwa yang salah satunya adalah

pasien yang mengalami masalah utama halusinasi (Fitri, 2009). Sp terdiri dari

SP Pasien dan SP Keluarga. SP Pasien yaitu bantu klien mengenal

halusinasinya meliputi isi, waktu terjadi halusinasi, frekuensi, situasi pencetus,

dan perasaan saat terjadi halusinasi, kaji respon klien terhadap halusinasi,

Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik halusinasi

(SP1 pasien), Latih klien bercakap-cakap saat halusinasi muncul (SP2 pasien),

Bantu klien melaksakan aktifitas terjadwal (SP3 pasien), Pendidikan kesehatan

mengenai penggunaan obat (SP4 pasien) dan Pendidikan kesehatan keluarga

klien halusinasi (SP keluarga) respon klien terhadap halusinasi.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Evie (2016) Teridentifikasi

Sembilan tema yaitu merawat pasien halusinasi membutuhkan suatu

pemahamandan tehknik pendekatan, ketidakefektifan penerapan SP di ruang

akut, ketidaksesuain dokumentasi dengan pelaksanaan SP, SP mempunyai

manfaat sebagai standarisasi bagi perawat dalam melakukan tindakan,

mispersepsi perawat tentang keberhasilan SP halusinasi, kelemahan SP pada

pasien halusinasi, kendala dalam aplikasi SP pada pasien halusinasi,

Ketidaksesuain tekhnik pelaksanaan SP pasien dan SP keluarga pada pasien

halusinasi, dan perilaku aneh (Bizar) pasien terhadap respon SP.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Pengalaman perawat dalam

Page 24: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

8

mengimplementasikan strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pasien

halusinasi di rumah sakit khusus daerah dadi provinsi sulawesi selatan”.

B. Rumusan masalah

Bersadarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “Bagaimana pengalaman perawat dalam mengimplementasikan strategi

pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pasien halusinasi di ruangan kenanga

rumah sakit khusus daerah dadi provinsi sulawesi selatan ?”.

C. Tujuan

Dapat menguraikan atau mengeksplorasikan pengalaman perawat dalam

mengimplementasikan strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pasien

halusinasi di ruangan kenanga rumah sakit khusus daerah dadi provinsi

sulawesi selatan.

D. Manfaat

1. Manfaat Aplikatif

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu

pengetahuan dan sebagai bacaan keperawatan dalam mengembangkan dan

mengaplikasikan ilmu pengetahuan mengenai pengalaman perawat dalam

mengimplementasikan strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan

pasien halusinasi.

2. Manfaat keilmuwan

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan dalam

kegiatan proses belajar pada program penelitian dan pengembangan, serta

proses pembelajaran, baik dalam isi maupun metode yang digunakan

Page 25: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

9

dalam penelitian yang dapat di manfaatkan dalam meninjau dan

memodifikasi kurikulum pendidikan serta komponen program pendidikan

lainnya.

3. Manfaat metodologi

Hasil penelitian di gunakan untuk pengembangan penelitian yang

lebih lanjut kepada calon-calon peneliti selanjutnya yang berminat

mengembangkan penelitian ini.

Page 26: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Halusinasi

1. Definisi

Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang

ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu

berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien

seakan stumulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien

mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa

suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan.Klien

merasakan stimulusyang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2008).

Halusinasi adalah persepsi yang tanpa di jumpai adanya rangsangan

dari luar. Walaupun tanpak sebagaisesuatu yang “khayal”, halusinasi

sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang

“teresepsi” (Yosep, 2010).

Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang

datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi

terhadap stimulus tersebut (Nanda-I, 2012).

Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsangan apapun

pada panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan

sadar/bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik atau

histerik (Maramis, 2000).

Page 27: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

11

2. Rentang Respon Neurobiologis

Respon neurobiologis merupakan berbagai respons perilaku klien

yang terkait dengan fungsi otak.Gangguan respon neurobiologis ditandai

dengan gangguan sensori persepsi halusinasi. Gangguan respons

neurobiologis yang maladaptif terjadi karena adanya :

a) Lesi pada area frontal, temporal dan limbik sehingga mengakibatkan

terjadinya gangguan pada otak dalam memproses informasi.

b) Ketidakmampuan otak untuk menyeleksi stimulus.

c) Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmister lainnya.

Respon neurobiologis individu dapat diidentifikasi sepenjang

rentang respons adaptif sampai maladaptif, menurut Stuard dan Laraia,

1998 adalah sebagai berikut :

Respon adaptif Respons maladaptive

Pikiran logis

Persepsi akurat

Emosi konsisten dengan

pengalaman

Perilaku sesuai

Hubungan sosial harmonis

Pikiran kadang menyimpang

Ilusi

Rekasi emosional

berlebihan/kurang

Perilaku ganjil

Menarik diri

Gangguan proses

pikir/delusi/waham

Ketidakmampuan untuk

mengalami emosi

Ketidakteraturan

Isolasi sosial

Halusinasi

Tabel 2.1 Rentang Respon Neurobiologist

Respons maladaptif :

a) Perubahan proses pikir adalah waham/delusi adalah suatu bentuk

kelainan pikiran (adanya ide-ide/keyakinan yang salah).

b) Halusinasi adalah persepsi yang salah, meskipun tidak ada stimulus

tetapi klien merasakannya.

Page 28: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

12

c) Ketidakmampuan untuk mengalami emosi adalah terjadi karena klien

berusaha membuat jarak dengan perasaan tertentu, kalau tidak, hal ini

akan menimbulkan kecemasan.

d) Perilaku tidak terorganisir/ketidakteraturan adalah respons

neurobiologis yang mengakibatkan terganggunya fungsi-fungsi utama

dari Sistem Syaraf Pusat, sehingga tidak ada koordinasi antara isi

pikiran, perasaan dan tingkah laku (kataton, meringis, stereotipik,

avolisi).

e) Isolasi sosial adalah ketidakmampuan untuk menjalin hubungan, kerja

sama dan saling tergantung dengan orang lain.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis

Persepsi akurat

Emosi konsisten dengan

pengalaman

Perilaku sesuai

Hubungan sosial

Distorsi pikiran(pikiran kotor)

Ilusi

Reaksi emosi berlebihan atau

kurang

Perilaku aneh dan tidak bisa

Menarik diri

Gangguan pikiran/delusi

Halusinasi

Perilaku disorganisasi

Isolasi sosial

Tabel2.2 Rentang Respon Neurobiologis (Stuard dan Sundeen, 1998)

a) Respon adiptif

Respon adiptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma

sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam

batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan

masalah tersebut, respon adaptif :

1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.

2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.

3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul

dari pengalaman ahli.

Page 29: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

13

4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam

batas kewajaran.

5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain

dan lingkungan.

b) Respon psikososial

Respon psikososial meliputi :

1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan

gangguan.

2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang

penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena

rangsangan panca indera.

3) Emosi berlebihan atau berkurang.

4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi

batas kewajaran.

5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan

orang lain.

c) Respon maladaktif

Respon maladaktif adalah respon individu dalam

menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial

budaya dan lingkungan, adapun respon maladaktif meliputi :

1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di

pertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan

bertentangan dengan kenyataan sosial.

Page 30: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

14

2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi

eksternal yang tidak realita atau tidak ada.

3) Kerukasan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari

hati.

4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.

5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu

dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu

kecelakaan yang negatif mengancam.

3. Jenis-jenis halusinasi

a) Pendengaran

Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.

Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang

jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap

antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar

dimana klien mendengar bahwa klien disuruh untuk melakukan

sesuatu kadang dapat membahayakan.

b) Penglihatan

Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar

geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks.

Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat

monster. Kejadian tersebut mengakibatkan ketakutan dan selalu

menunjuk-nunjuk kearah tertentu.

Page 31: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

15

c) Penghidung

Membaui bau-bau tertentu seperti bau darah, urin, dan feses

umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi

penghidung sering akibat stroke, tumor, kejang atau dimensia.

d) Pengecapan

Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses

sehingga sering meludah dan muntah.

e) Perabaan

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang

jelas.Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau

orang lain, dan merasa ada serangga dipermukaan kulit.

Menurut Yosep (2007) halusinasi terdiri dari delapan jenis. Penjelasan

secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi adalah

sebagai berikut :

a) Halusinasi pendengaran (audiktif, akustik)

Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau

suara bising yang tidak mempunyai arti tetapi lebih sering terdengar

sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara

tersebut ditujukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita

bertengkar dan berdebat dengan suara suara tersebut.

Page 32: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

16

b) Halusinasi penglihatan (visual, optik)

Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik)

biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,

menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan.

c) Halusinasi penciuman (olfatorik)

Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu

dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita.

Bau di lambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita

sebagai suatu kombinasi moral.

d) Halusinasi pengecapan (Gustatorik)

Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi

penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi Gastorik

lebih jarang dari halusinasi Gustatorik.

e) Halusinasi perabaan (taktil)

Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang

bergerak dibawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis

skizofrenia.

f) Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba.

Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia

dengan kebesaran terutama mengenai organ-organ.

g) Halusinasi kinistetik

Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang

atau anggota badannya bergerak-gerak. Misalnya “phantom

Page 33: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

17

phenomenom” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak

(phantom limb). Sering pada skizofrenia dalam keadaan toksik tertentu

akibat pemakaian obat tertentu.

h) Halusinasi viseral

Timbulnya perasaan tertentu didalam tubunya.

1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa

pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai

dengan kenyataan yang ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom

lobus parietalis. Misalnya sering merasa dirinya terpecah dua.

2) Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya

yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala

sesuatu yang dialaminya seperti dalam impian.

Jenis-jenis halusinasi :

a) Halusinasi pendegaran (auditory)

Mendegar suara yang membericarakan, mengejek,

menertawakan, mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu

(kadang-kadang hal yang berbahaya).

Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber

suara, bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup

telinga, dan ada gerakan tangan.

Page 34: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

18

b) Halusinasi penglihatan (visual)

Stimulasi penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar

atau panorama yang luas dan kompleks, bisa yang menyenangkanatau

menakutkan.

Perilaku yang mucul adalah tatapan mata pada tempat tertentu,

menunjuk kearah tertentu, ketakutan pada objek yang dilihat.

c) Halusinasi penciuman (olfactory)

Tercium bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan, seperti bau

darah, urine atau feses atau bau harum seperti parfum.

Perilaku yang muncul adalah ekspresi wajah seperti mencium

dengan pergerakan cuping hidung, mengarahkan hidung pada tempat

tertentu, menutup hidung.

d) Halusinasi pengecapan (gustatory)

Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan,

seperti rasa darah, urine atau feses.

Perilaku yang mucul adalah seperti mengecap, mulut seperti

gerakan mengunyah sesuatu, sering meludah, muntah.

e) Halusinasi perabaan (taktil)

Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang

terlihat, seperti merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau

orang. Merasa ada yang menggeranyangi tubuh seperti tangan,

binatang kecil dan makhlus halus.

Page 35: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

19

Perilaku yang muncul adalah mengusap, menggaruk-garuk atau

meraba-raba permukaan kulit, terlihat menggerak-gerakan badan

seperti merasakan sesuatu rabaan.

f) Halusinasi sinestetik

Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena

dan arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine, perasaan

tubuhnya melayang diatas permukaan bumi.

Perilaku yang muncul adalah klien terlihat menatap tubuhnya

sendiri dan terlihat seperti merasakan sesuatu yang aneh tentang

tubuhnya.

4. Etiologi

Menurut stuard (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :

a) Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan

dengan respon neurobiologis yang maladaptive baru mulai dipahami.

Ini ditunjukan oleh penelitian-penelitian yang berikut ;

1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak

yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada

daerah frontal, temporal dan limbic berhubungan dengan perilaku

psikopat.

2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamine neurotransmitter

yang berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor

dopamine dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

Page 36: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

20

3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan

terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada

anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan

pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian dengan dan

atropi otak kecil (cerebellum). Temukan kelainan anatomi otak

tersebut didukung oleh otopsi (post-motem).

b) Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi

respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang

dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau

tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

c) Sosial budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita

seperti : kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana

alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

Menurut Yosep (2010) faktor predisposisiklien dengan halusinasi

adalah :

a) Faktor predisposisi

1) Faktor perkembangan

Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya

kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klientidak mampu

Page 37: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

21

mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih

rentan terhadap stress.

2) Faktor sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak

bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidakpercaya pada

lingkungannya.

3) Faktor biologis

Mempunyai pengaruh terhadapterjadinya gangguan jiwa.

Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam

tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik

neurokimia. Akibat stress yang berkepanjangan menyebabkan

teraktivitasinya neurotransmitter otak.

4) Faktor psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab

mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini

berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil

keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih

kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayat.

5) Faktor genetik dan pola asuh

Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh

orang tua schizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil

studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan

yang sangat berpengaruh penyakit ini.

Page 38: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

22

b) Faktor prepitasi

Perilaku

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,

ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku menarik

diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak

dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins

dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi

berdasarkan atas hakikat keberadaan seorang individu sebagai makhluk

yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual.

Sehingga halusinasi dapat dilihat dari limadimensi yaitu :

1) Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik

seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam

hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur

dalam waktu yang lama.

2) Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang

tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, isi

dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.

Klien tidak dianggap lagi menentang perintah tersebut hingga

kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

Page 39: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

23

3) Dimensi intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu

dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi

ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri

untuk melawan impluls yang menekan, namun merupakan suatu

hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambilseluruh

perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku

klien.

4) Dimensi sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal

dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi

dialam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan

halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi

kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang

tidak di dapatkan dala dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol

individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa

ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung keperawatan

klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang

menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta

mengusahan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu

berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak

berlangsung.

Page 40: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

24

5) Dimensi spiritual

Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan

hidup, rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan

jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, irama

sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan

bangun sangat siang. Saat bangun merasa hampa dan tidak jelas

tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya

menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang

menyebabkan takdirnya memburuk.

5. Manifestasi klinis

Menurut Stuard dan Sundeen (1998) yang dikutip dalam Nasution

(2003) seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan

gejala-gejala yang khas yaitu :

a) Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai

b) Menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara

c) Gerakan mata abnormal

d) Respon verbal yang lambat

e) Diam

f) Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan

g) Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya

peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah

h) Penyempitan kemampuan konsentrasi

i) Dipenuhi dengan pengalaman sensori

Page 41: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

25

j) Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi

dengan realitas

k) Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh

halusinasinya daripada menolaknya

l) Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain

m) Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik

n) Berkeringat banyak

o) Tremor

p) Ketidakmampuan dalam mengikuti petunjuk

q) Perilaku menyerang terror seperti panik

r) Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain

s) Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan

agitasi

t) Menarik diri atau katatonik

u) Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks

v) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

Menurut Hamid (2000), perilaku klienyang terkait dengan halusinasi

adalah sebagai berikut :

a) Bicara sendiri

b) Senyum sendiri

c) Ketawa sendiri

d) Menggerakan bibir tanpa suara

e) Pergerakan mata yang cepat

Page 42: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

26

f) Respon verbal yang lambat

g) Menarik diri dari orang lain

h) Berusaha untuk menghindari orang lain

i) Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata

j) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah

k) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik

l) Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori

m) Sulit berhubungan dengan orang lain

n) Ekspresi muka tegang

o) Mudah tersinggung, jengkel dan marah

p) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat

q) Tampak tremordan berkeringat

r) Perilaku panik

s) Agitasi dan kataton

t) Curiga dan bermusuhan

u) Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan

v) Ketakutan

w) Tidak dapat mengurus diri

x) Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang

6. Psikopatologi

Psikopatologi dari halusinasi yang belum diketahui.Banyak teori

yang dianjurkan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologis,

fisiologis dan lain-lain. Beberapa orang mengatakan bahwa situasi

Page 43: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

27

keamanan di otak normal di bombardir oleh aliran stimulus yang berasal

dari tubuh atau dari luar tubuh. Jika masukan akan terganggu atau tidak

ada sama sekali saat bertemu dalam keadaan normal atau patologis, materi

berada dalam prasadar dapat unconsicious atau dilepaskan dalam bentuk

halusinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan

keinginan yang direpresi ke unconsicious dan mudah karena kepribadian

rusak dan kerusakan pada realitas tingkat kekuatan keinginan sebelumnya

di proyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksternal.

7. Tahapan halusinasi

Menurut Yosep (2010) tahapan halusinasi ada lima fase, yaitu :

Tahapan Halusinasi Karakteristik

Stage I : Sleep disorder

Fase awal seseorang sebelum

muncul halusinasi

Klien merasa banyak masalah, ingin

menghindari dari lingkungan, takut diketahui

orang lain bahwa dirinya banyak masalah.

Maslah makin terasa sulit karena berbagai

stressor terakumulasi, misalnya kekasih

hamil, terlibat narkoba, dihianati kekasih,

masalah dikampus, drop out, dst. Masalah

terasa menekan karena terakumulasi

sedangkan support sistem kurang dan persepsi

terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur

berlangsung terus-menerus sehingga terbiasa

menghayal. Klien menganggap lamunan-

Page 44: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

28

lamunan awal tersebut sebagai pemecahan

masalah.

Stage II: Comforling

Halusinasi secara umum ia terima

sebagai sesuatu yang alami

Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti

adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan

bersoda, ketakutan dan mencoba memusatkan

pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia

beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan

sensorinya dapat dia kontrol bila

kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada

kecenderungan klien merasa nyaman dengan

halusinasinya.

Stage III : Condemning

Secara umum halusinasi sering

mendatangi klien

Pengalaman sensori klien menjadi sering

datang dan mengalami bias. Klien mulai

merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan

mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya

dengan objekyang dipersepsikan klien mulai

menrarik diri dari orang lain, dengan

intensitas waktu yang lama.

Stage IV : Controlling, Severe

Level of Anxiety

Fungsi sensori menjadi tidak

relevandengan kenyataan

Klien mencoba melawan suara-suara atau

sensori abnormal yang datang. Klien dapat

merasakan kesepian bila halusinasinya

berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan

psikotik.

Page 45: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

29

Stage V : Conquering Panic Level

Anxienty

Klien mengalami gangguan dalam

menilai lingkungannya

Pengalaman sensorinya terganggu. Klien

mulai terasa terancam dengan datangnya

suara-suara terutama bila klien tidak dapat

menuruti ancaman atau perintah yang ia

dengan dari halusinasinya. Halusinasi dapat

berlangsung selama minimal empat jam atau

seharian bila klien tidak mendapatkan

komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan

psikotik berat.

Tabel 2.3 Tahapan Halusinasi

Tahapan proses terjadinya halusinasi :

a. Tahap I (Sleep Disorder)

Fase awal individu sebelum muncul halusinasi.

Karakteristik :

Individu merasa banyak masalah, ingin menghindar dari orang dan

lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah.

Masalah makin terasa sulit, karena berbagai stressor terakumulasi

(misal : putus cinta, dikhianati kekasih, di PHK, bercerai, masalah

dikampus dan lain-lain).

Masalah semakin terasa menekan, support sistem kurangdan persepsi

terhadap masalah sangat buruk.

Page 46: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

30

Sulit tidur terus menerus sehingga terbiasa menghayal.

Klien menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai upaya

pemecahan masalah.

b. Tahap II

Halusinasi bersifat menyenangkan dan secara umum individu terima

sebagai sesuatu yang alami.

Karakteristik :

Individu mengalami emosi yang berlanjut, seperti adanya perasaan

cemas, kesepian, perasaan berdosa dan ketakutan.

Individu mencoba untuk memusatkan pemikiran pada timbulnya

kecemasan dan pada penenangan pikiran untuk mengurangi kecemsan

tersebut.

Individu menganggap bahwa pengalaman pikian dan sendori yang

dialaminya dapat dikontrol atau dikendalikan jika kecemasannya bisa

diatasi.

(dalam tahap ini ada kecenderungan individu merasa nyaman dengan

halusinasinya dan halusinasi bisa bersifat sementara).

Perilaku yang muncul adalah menyeringai atau tertawa yang tidak

sesuai, menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara, gerakan mata

Page 47: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

31

cepat, respon verbal lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang

mengasyikkan.

c. Tahap III

Halusinasi bersifat menayalahkan, sering mendatangi individu, dan

secara umu halusinasi menjijikkan.

Karakteristik :

Pengalaman sensori individu menjadi sering datang dan mengalami

bias.

Pengalaman sensori mulai bersifat menjijikkan dan menakutkan.

Mulai merasa kehilangan kendali dan metasa tidak mampu lagi

mengontrolnya.

Mulai berusaha untuk menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang

sumber yang dipersipkan individu.

Individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya tersebut

dan menarik diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama.

Perilaku yang muncul adalah terjadi peningkatan sistem syaraf otonom

yang menunjukkan ansietas atau kecemasan, seperti : pernafasan

meningkat, konsentrasi menurun, dipenuhi dengan pengalaman sensori

Page 48: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

32

dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara

halusinasi dan realita.

d. Tahap IV

Halusinasi yang bersifat mengendalikan, fungsi sensori menjadi tidak

relevan dengan kenyataan dan pengalaman sensori tersebut menjadi

penguasa.

Karakteristik :

Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol individu.

Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang

datang.

Klien menjadi tidak berdayadan menyerah untuk melawan halusinasi,

sehingga membiarkan halusinasi menguasai dirinya.

Individu mungkin akan mengalami kesepian jika pengalaman sensori

atau halusinasinya tersebut berakhir (dari sinilahmulai fase gangguan

psikotik)

Perilaku yang muncul : cenderung mengikuti petunjuk sesuai isi

halusinasi, kesulitan berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian

hanya beberapa detik/menit, gejala fisik dari kecemasan berat, seperti :

berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.

Page 49: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

33

e. Tahap V

Halusinasi bersifat menaklukan, halusinasi menjadi lebih rumit dan

klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya.

Karakteristik :

Pengalaman sensorinya menjadi terganggu.

Halusinasi berubah mengancam, memerintah, memarahi, dan

menakutkan apabila tidak mengikuti perintahnya, sehingga klien mulai

terasa terancam.

Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri, klien tidak

dapat berhubungan dengan orang laindan menjadi menarik diri.

Klien berada dalam dunia menakutkan dalam waktu yang singkat atau

bisa juga beberapa jam atau beberapa hari atau selamanya/kronis

(terjadi gangguan psikotik berat).

Perilaku yang muncul adalah perilaku menyerang, risiko bunuh diri

atau membunuh, kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi

(amuk, agitasi, menarik diri), tidak mampu berespons terhadap

petunjuk yang kompleks dan lebih dari satu orang.

Page 50: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

34

B. Tinjauan Tentang Perawat

1. Definisi

Perawat merupakan salah satu bagian sumber daya di dalam

institusi kesehatan yang juga sangat penting kedudukannya. Internasional

Council of Nurses (Kusnanto, 2003), menyebutkan perawat (Nurse)

berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti merawat atau

memelihara. Seorang perawat adalah seseorang yang berperan dalam

merawat atau memelihara, membantu atau melindungi seseorang karena

sakit, cedera dan proses penuaan. Fungsi yang unik dari perawat adalah

seseorang yang sakit atau sehat dalam usaha-usaha menjaga kesehatan atau

penyembuhan atau untuk menghadapi sakaratul maut dengan tenang, yaitu

usaha yang dapat dilakukan oleh pasien sendiri apabila ia cukup kuat,

kemauan atau sadar dan melakukannya sedemikian rupa sehingga si pasien

dalam waktu singkat dapat mandiri.

Keperawatan sampai sekarang memerlukan perjuangan yang cukup

besar. Meskipun keperawatan sudah mulai disebut suatu profesi yang baru

lahir atau yang sedang berkembang. Sebagaimana halnya manusia yang

bergerak dari kebutuhan dasar ke kebutuhan untuk tumbuh, begitu pula

dengan keperawatan yang bergerak dari okupasional ke kriteria

profesional belum sepenuhnya mencapai status profesi (Kusnanto, 2003).

Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan

berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau

Page 51: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

35

berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya

(Depkes RI, 2002).

2. Peran perawat

Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang

lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana

dapat di pengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun

dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstant. Peran perawat

menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 tersendiri dari :

a) Pemberi asuhan keperawatan

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan

perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia

yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan

menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis

keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang

tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat

dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian ini dilakukan dari

yang sederhana sampai dengan kompleks.

b) Advokas klien

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan

keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi

pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan

persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien,

juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien

Page 52: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

36

yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi

tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya

sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.

c) Edukator

Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam

meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan

tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku klien

setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

d) Koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan

serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan hingga

pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan

kebutuhan klien.

e) Kolaborator

Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui

tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-

lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang

diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan

bentuk pelayanan selanjutnya.

f) Konsultan

Peran disini adalah sebagai tempat konsultan terhadap masalah

atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan.Peran ini

Page 53: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

37

dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan

pelayanan keperawatan yang diberikan.

g) Peneliti/pembaharu

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan

perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis, dan terarah sesuai

dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

3. Fungsi perawat

Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan

berbagai fungsi diantaranya :

a) Fungsi Independen

Fungsi independen merupakan fungsi mandiri dan tidak

tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan

tugasnya di lakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam

melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia

seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan

oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan

kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain),

pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan cinta

mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

b) Fungsi Dependen

Fungsi dependen merupakan perawat dalam melaksanakan

kegiatan atas pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagian

tindakan pelimpahan tugas yang diberikan.Hal ini biasanya dilakukan

Page 54: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

38

oleh perawat spesialis kepada perawat umum atau dari perawat primer

ke perawat pelaksana.

c) Fungsi Interdependen

Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling

ketergantungan di antara tim atau dengan yang lainnya. Fungsi ini

dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim

dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan

keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks.

Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan

juga dari dokter ataupun yang lainnya.

4. Tugas perawat

Tugas perawat dalam menjalankan perannya sebagai pemberi

asuhan keperawatan ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tahapan dalam

proses keperawatan. Tugas perawat ini disepakati dalam loka karya tahun

1983 yang berdasarkan fungsi perawat dalam meberikan asuhan

keperawatan adalah :

a) Mengumpulkan data.

b) Menganalisis dan mengintrepetasikan data.

c) Mengembangkan rencana tindakan keperawatan.

d) Menggunakan dan menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip

ilmu perilaku, sosial budaya, ilmu biomedik dalam melaksanakan

asuhan keperawatan dalam rangka memenuhi KDM.

Page 55: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

39

e) Menentukan kriteria yang dapat diukur dalam menilai rencana

keperawatan.

f) Menilai tingkat pencapaian tujuan.

g) Mengidentifikasi perubahan-perubahan yang diperlukan.

h) Mengevaluasi data permasalahan keperawatan.

i) Mencatat data dalam proses keperawatan.

j) Menggunakan catatan klien untuk memonitor kualitas asuhan

keperawatan.

k) Mengidentifikasi masalah-masalah penelitian dalam bidang

keperawatan.

l) Membuat usulan rencana penelitian keperawatan.

m) Menerapkan hasil penelitian dalam praktek keperawatan.

n) Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan kesehatan.

o) Membuat rencana penyuluhan kesehatan.

p) Melaksanakan penyuluhan kesehatan.

q) Mengevaluasi penyuluhan kesehatan.

r) Berperan serta dalam pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat.

s) Menciptakan komunikasi yang efektis baik dengan tim keperawatan

maupun tim kesehatan lain.

Page 56: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

40

C. Tinjauan Tentang Pengalaman

1. Definifi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010) pengalaman

diartikan sebagai sesuatu yang pernah (dijalani, dirasai, ditanggung).

Pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber

pengetahuan dan juga merupakan cara untuk mendapatkan kebenaran

pengetahuan (Notoadmojo, 2010).

Pengalaman adalah hasil persentuhan alam dengan panca indera

manusia. Berasal dari kata peng-alam-an. Pengalaman memungkinkan

seseorang menjadi tahu dan hasil tahu itu kemudian di sebutkan

pengetahuan.

Pengalaman dapat diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami

(dijalani, dirasakan, di tanggung, (KBBI,2005)). Pengalaman seseorang

menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan

memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan

pekerjaan yang lebih baik. Semakin luas pengalaman seseorang, semakin

terampil melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan

sikap dalam bertindak mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Indikator dari Pengalaman

Indikator pengalaman kerja menurut Foster 2001 yaitu lama waktu

atau masa kerja, tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan,

pengetahuan tentang konsep, prinsip, prosedur, kebijakan atau informasi

Page 57: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

41

lain yang dibutuhkan oleh karyawan, penguasaan terhadap pekerjaan dan

peralatan (dalam Nawaningrum, 2015).

Ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah diterima

seseorang dapat membantu tugas-tugas pekerja dan telah di lakukan

dengan baik. Pengetahuan juga mengenai kemampuan untuk

memperbaharui dan menerapkan informasi tentang tanggung jawab

pekerjaan. Sementara keterampilan yang diperlukan pada kemampuan

fisik yang diperlukan untuk mencapai atau menjalankan suatu tugas atau

pekerjaan. Tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek-aspek

teknik peralatan dan teknik pekerjaan (Efendi & Makhfudli, 2009 dalam

Nawaningrum, 2015).

D. Tinjauan Tentang Strategi Pelaksanaan

1. Definisi

Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SPTK) merupakan

rangkaian percakapan perawat dengan klien pada saat melaksanakan

tindakan keperawatan. SPTK melatih kemampuan intelektual tentang pola

komunikasi dan pada saat dilaksanakan merupakan latihan kemampuan

yang terintegrasi antara intelektual, psikomotor dan afektif.

SPTK terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama : proses

keperawatan yang memuat kondisi klien, diagnosis keperawatan, tujuan,

dan tindakan keperawatan. Bagian kedua : strategi komunikasi pada saat

melaksanakan tindakan keperawatan.

Page 58: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

42

a) Proses keperawatan

Pada SPTK dituliskan garis besar dari proses keperawatan yang

merupakan justifikasi ilmiah dari mana sumber tindakan keperawatan

yang akan dilakukan. Hal ini merupakan kemampuan intelektual yang

selalu harus dilakukan oleh perawat pada saat melakukan tindakan

keperawatan. Tindakan keperawatan yang ditetapkan akan dilakukan,

merupakan faktor yang penting dalam melakukan langkah selanjutnya

yaitu strategi komunikasi. Tidak diperkenankan hanya melakukan

tindakan tanpa mengetahui diagnosa dan tujuan dari tindakan tersebut.

b) Strategi komunikasi dalam pelaksanakan tindakan keperawatan

Strategi komunikasi yang digunakan adalah tahapan

komunikasi teraputik perawat dan klien, yaitu pra interaksi,

perkenalan, orientasi, kerja dan terminasi.

1) Tahap pra interaksi

Pra interaksi dilakukan sebelum berinteraksi dengan klien,

yaitu SPTK sebagai rencana interaksi. Pada saat menjadi

mahasiswa maka SPTK ditulis, sedangkan saat telah menjadi

perawat, maka SPTK menjadi pola berpikir. Setiap akan

berinteraksi dengan klien, pola SPTK seyogyanya sudah ada, baik

dalam satu shift dinas perawat merawat 5 orang klien dan masing-

masing klien membutuhkan 3 tindakan keperawatan, maka 15

SPTK yang perlu dipersiapkan secara tertulis/pola pikir.

Page 59: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

43

2) Tahap perkenalan/Orientasi

Secara garis besar tahapan ini dapat dibagitiga pola

sepanjang merawat klien, yaitu pertemuan awal (kontak pertama),

pertemuan kedua dan seterusnya (kontak selama proses

keperawatan) dan pertemuan akhir (kontak diakhir shift atau di

akhir perawatan).

Isi dari tahapan ini merupakan ringkasan teoritis yang

dianggap penting saat melakukan interaksi secara operasional yaitu

salam terapeutik, evaluasi dan atau validasi dan kontak. Berikut ini

akan diuraikan bagaimana pelaksanaan ketiga aspek ini pada

pertemuan pertama, kedua dan seterusnya, serta pertemuan akhir.

3) Tahap kerja

Tahap kerja ini berisi berbagai tindakan keperawatan yang

telah direncanakan pada tiapdiagnosa keperawatan. Tindakan

keperawatan dapatberupa observasi dan monitoring, terapi

keperawatan termasuk individu dan kelompok disertai terapi

modalitas keperawatan, pendidikan kesehatan pada klien dan

keluarga, tindakan kolaborasi dengan berbagai tim kesehatan jiwa.

Prinsip pada tahapan ini adalah perawat menggunakan diri

secara terapeutik yang tampak dari teknik komunikasi terapeutik,

sikap yang terapeutik dan pelaksanaan langkah-langkah tindakan

keperawatan yang sesuai rencana.

Page 60: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

44

4) Tahap terminasi

Tahap terminasi hampir sama dengan perkenalan dan

orientasi, yaitu dibagi menjadi duamacam, yaitu terminasi

sementara dan terminsi akhir. Terminasi sementara dilakukan pada

setiap akhir pertemuan, sedangkan terminasi akhir pada saatklien

pulang.

Isi dari terminasi adalah evaluasi (evaluasi obyektif dan

subyektif), rencana tindak lanjut bagi klien (planning bagi klien)

dan kontrak yang akan datang berupa topik, waktu dan tempat

(planning bagi perawat) yang terkait dengan rencana tindakan

keperawatan selanjutnya.

2. Strategi pelaksanaan halusinasi

No

Pasien Keluarga

SPIP SPIK

1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien Mendiskusikan masalah yang

dirasakan keluarga dalam merawat

pasien

2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien Menjelaskan pengertian halusinasi,

tanda dan gejala halusinasi, jenis

halusinasi serta proses terjadinya

halusinasi

3. Mengidentifikasi waktu halusinasi

pasien

Page 61: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

45

4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi

pasien

Menjelaskan cara merawat pasien

halusinasi

5. Mengidentifikasi situasi yang

menimbulkan halusinasi pasien

6. Mengidentifikasi respon pasien

terhadap halusinasi

7. Mengajarkan pasien menghardik

halusinasi

8. Menganjurkan pasien memasukkan cara

menfhardik halusinasi dalam kegiatan

harian

SPIIP SPIIK

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

pasien

Melatih keluarga mempraktekkan

cara merawat pasien dengan

halusinasi

2. Melatih pasien mengendalikan

halusinasi dengan cara bercakap-cakap

dengan orang lain

Melatih keluarga melakukan cara

merawat langsung kepada pasien

halusinasi

3. Menjadwalkan pasien memasukkan ke

dalam jadwal kegiatan harian

SPIIIP SPIIIK

1. Mengevaluasi jadwal kagiatan harian

pasien

Membantu keluarga membuat jadwal

aktivitas di rumah termasuk minum

Page 62: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

46

obat (discharge planning)

2. Melatih pasien mengendalikan

halusinasi dengan cara melakukan

kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan

di rumah)

Menjelaskan follow up pasien

setelah pulang

3. Menganjurkan pasien memasukkan ke

dalam jadwal kegiatan harian

SPIVP

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

pasien

2. Memberikan pendidikan kesehatan

tentang penggunaan obat secara teratur

3. Menganjurkan pasien memasukkan ke

dalam jadwal kegiatan harian

Tabel2.4 strategi pelaksanaan (SP) halusinasi

Page 63: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

47

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan

pendekatan fenomenologi atau disebut dengan perspektif fenomenologi

(Saryono & Anggraeni, 2013). Perspektif fenomenologi adalah memberikan

deskripsi, refleksi, interpretasi, dan modus riset yang menyampaikan intisari

dari pengalaman individu yang di teliti. Fenomenologi berkontribusi

mendalami pemahaman sebagai perilaku, tindakan dan gagasan masing-

masing individu dan diterima secara benar. Van Menen (2007) menjelaskan

yang dimaksud pengalaman individu dalam pendekatan fenomenologi adalah

sebagai persepsi individu tentang keberadaannya di dunia, kepercayaan dan

nilai-nilai yang dimilikinya tentang sesuatu dari sudut pandangnya (Afiyanti,

2014).

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan

fenomenologi yaitu pengalaman yang nyata. Penelitian ini dilakukan dalam

situasi yang alamiah, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau

memahami fenomena yang di kaji (Saryono & Anggraeni, 2013). Tujuan

pendekatan fenomenologi adalah mengembangkan makna pengalaman hidup

dari suatu fenomena dalam mencari kesatuan makna dengan mengidentifikasi

inti fenomena dan menggambar secara akurat dalam pengalaman hidup sehari-

hari (Rose, Beeby & Parker, 1995 Saryono & Anggraeni, 2013).

Page 64: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

48

B. Tempat penelitian

Tempat penelitian yang digunakan adalah Ruangan Kenanga Rumah

Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan.

C. Instrumen penelitian

Pada penelitian ini intrumen penelitian yaitu peneliti itu sendiri dan

yang dibuat oleh peneliti sendiri berupa pedoman wawancara mendalam (in

depth interview), yang dibantu dengan menggunakan tape recorder, field note.

D. Sampel Sumber Data

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan sumber data yang di perlukan dalam

penelitian (Saryono & Anggraeni, 2013). Populasi yang di gunakan dalam

penelitian ini adalah pengalaman perawat dalam mengimplementasikan

strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pasien halusinasi di

ruangan kenangan RSKD Provinsi Sul-Sel.

2. Sampel sumber data

Sampel penelitian sebagian dari keseluruhan objek atau beberapa

objek yang dianggap mewakili (representatif) seluruh populasi yang ada.

Jumlah sampel dalam penelitian kualitatif dan biasa di sebut juga

pastisipan atau informan (Setiadi, 2013). Pada penelitian ini, penelitian

akan mewawancarai populasi untuk memilih sampel penelitian sampai

terjadi saturasi (kejenuhan) pada data penelitian maka sampel penelitian

dihentikan hingga penentuan sampel penelitian tergantung dari pada

saturasi data saat wawancara penelitian pada perawat dalam

Page 65: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

49

mengimplementasikan strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan

pasien halusinasi di ruangan kenanga RSKD Provinsi Sul-Sel.

a) Kriteria Inklusi

1) Informan yang memiliki pengalaman dalam

mengimplementasikan strategi pelaksanaan (SP) tindakan

keperawatan pasien halusinasi.

2) Informan mampu berkomunikasi dengan baik.

b) Kriteria Eksklusi

Perawat yang tidak bersedia menjadi informan.

E. Teknik pengumpulan data

Langkah-langkah pengumpulan data sebagai berikut :

1. Pendekatan terhadap informan

Pendekatan terhadap informan dilakukan setelah izin penelitian

didapatkan dari Klinik atau Rumah Sakit. Peneliti akan menemui calon

partisipan dengan bantuan perawat penanggung jawab atau tenaga

spesialis keperawatan yang bertanggung jawab untuk menjelaskan tujuan

dan proses pelaksanaan penelitian, serta meminta kesedian perawat

menjadi partisipan dalam penelitian. Perawat diminta kesediaannya

menandatangani lembar persetujuan partisipan, jika mereka bersedia

menjadi partisipan.

Peneliti dan perawat penanggung jawab berkoordinasi menentukan

jadwal pengumpulan data, baik melalui wawancara mendalam, observasi,

dan member check. Waktu wawancara ditentukan bersama dengan

Page 66: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

50

partisipan yang sudah setuju dan dilakukan aktivitas senggang sehingga

tidak menangganggu aktivitas partisipan tersebut.

Penelitian melakukan pendekatan dengan calon partisipan yang

telah masuk dalam kriteria sampel pada hari yang sama. Peneliti lalu

mencoba memberikan penjelasan sesuai dengan penjelasan penelitian dan

meminta ketersediaan calon partisipan yang bersedia menjadi partisipan

menandatangani lembar persetujuan.

2. Mendapatkan ruangan untuk wawancara mendalam dan observasi

Peneliti bersama partisipan mencari tempat yang sesuai untuk

diadakan kegiatan pengumpulan data. Setelah itu peneliti mengundang

partisipan untuk melakukan wawancara sesuai dengan jadwal yang telah

disetujui oleh partisipan.

3. Kegiatan wawancara mendalam, observasi dan member check

Semua kegiatan wawancara direkam oleh peneliti dengan digital

recorder atas persetujuan partisipan sebelumnya yang diletakkan di atas

meja menghadap ke arah partisipan.

F. Teknik analisa data

Analisis data kualitatif merupakan proses pelacakan dan pengaturan

secara sistematis transkrip-transkrip wawancara dan bahan-bahan lain agar

peneliti mendapat penyajian temuannya. Proses analisis dilakukan segera

setelah pengumpulan data dimulai, bersifat analitik dengan menggunakan

metode berfikir induktif. Analisis data dilakukan sepanjang penelitian dan

dilakukan secara terus menerus dari awal sampai akhir penelitian.

Page 67: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

51

1. Prosedur analisis data

Reduksi data adalah mengidentifikasi satuan atau unit-unit bematik

data yang bersumber dari ungkapan-ungkapan partisipan, yang dimulai

dengan proses koding deskriptif terhadap data yang memiliki makna bila

dikaitkan dengan fokus dan masalah penelitian. Koding merupakan proses

analisis data awal untuk merencanakan tema-tema utama dalam data.

2. Data display

Mengatur, menyimpulkan partisipan yang mengacu pada pembuatan

sebuah konklusi. Sebuah tampilan dapat menjadi bagian yang panjang dari

sebuah teks atau diagram, chart atau matriks yang menyediakan cara baru

mengatur dan berfikir tentang data yang lebih tekstual, memungkinkan

peneliti untuk mengeksplorasi data yang ada dan memulai

mengidentifikasi yang sistematis dan keterkaitan.

3. Membuat konklusi dan verivikasi

Membuat sebuah konklusi diperlukan oleh peneliti memulai untuk

menentukan tema apa makna dari sesuatu hal. Peneliti menyebutkan secara

teratur dalam mencatat, pola (perbedaan/persamaan), penjelasan,

konfigurasi yang memungkinkan, antara kausal dan proposisi. Proses ini

termasuk sebuah langkah yang mundur untuk mempertimbangkan apa arti

data yang di analisis dan untuk menilai implikasi bagi pertanyaan yang

ditemukan. Verifikasi, terkait dengan membuat konklusi, perlu meninjau

kembali data sebanyak yang diperlukan untuk “cross-check” atau

memverifikasi kesimpulan yang muncul.

Page 68: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

52

G. Rencana pengujian keabsahan data

Penelitian kualitatif diragukan kebenarannya karena beberapa hal, yaitu

subjektifitas peneliti merupakan hal yang dominan dalam penelitian kualitatif,

alat penelitian yang dipercayai adalah wawancara dan observasi yang

mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan apalagi

tanpa kontrol, dan sumber data kualitatif yang kurang credible akan

mempengaruhi hasil akurasi penelitian. Oleh karena itu, diperlukan beberapa

cara untuk menentukan kabsahan data, yaitu (Saryono & Anggraeni, 2013):

1. Kredibilitas (credibility)

Apakah proses dan hasil penelitian ini dapat diterima atau

dipercaya. Kredibilitas merupakan kriteria untuk memenuhi nilai

kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil

penelitian harus dapat dipercaya oleh semua pembaca tentang kritik dan

dari responden sebagai informan. Cara memperoleh tingkat kepercayaan

hasil penelitian, yaitu :

a) Memperpanjang masa pengamatan (ploronged engagement),

memungkinkan peningkatan derajad kepercayaan data yang

dikumpulkan, bisa mempelajari kebudayaan dan dapat menguji

informasi dari responden, dan untuk membangun kepercayaan para

responden terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti sendiri.

b) Pengamatan yang terus-menerus (persistent observation), untuk

menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat

Page 69: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

53

relevan dengan persoalan atau isu yang sedang diteliti, serta

memusatkan diri pada hal-hal tersebut sebagai rinci.

c) Triangulasi (triangulation), pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.

d) Mengadakan pengecekan anggota (member checking), yaitu dengan

menyetujui dugaan-dugaan yang berbeda dan mengembangkan

pengujian-pengujian untuk mengecek analisis, dengan

mengaplikasikannya pada data, serta dengan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan tentang data.

e) Analisis kasus negatif (negative case analysis)

f) Pengecekan atas kecukupan referensial (referencial adequacy checks)

(Saryono & Anggraeni, 2013).

2. Transferabilitas (transferability)

Beberapa hasil penelitian kualitatif dapat dihasilkan dan dialihkan

pada keadaan atau konteks lain atau kelompok atau partisipan lainnya

merupakan pertanyaan untuk menilai kualitas tingkat keteralihan atau

transferabilitas. Penelitian kualitatif memiliki keterbatasan pada aspek

generalisasi disebabkan karena tujuan utama dari penelitian kualitatif

adalah memahami suatu fenomena atau situasi kehidupan secara

mendalam, bukan untuk menggeneralisasikan hasil temuan riset tersebut

stake (1995) dalam Imami dan Afyanti (2014). Kriteria ini digunakan

untuk memenuhi kriteria bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam

Page 70: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

54

konteks (setting) tertentu dapat ditransfer ke subjek lain yang memiliki

tipologi yang sama.

3. Dependabilitas (dependability).

Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah proses penelitian

kualitatif bermutu atau tidak. Teknik terbaik yang digunakan adalah

dependabilityaudit dengan meminta dependent dan independen auditor

untuk mereview aktivitas peneliti. Cara yang dapat dilakukan yang

menghasilkan peneliti untuk memperoleh hasil penelitian atau melakukan

analisis data yang terstruktur dan mengupayakan untuk

menginterpretasikan hasil studinya dengan benar-benar membuat para

peneliti dapat membuat kesimpulan yang sama menggunakan analisis,

analisis data dan analisis studi yang sedang dilakukan.

4. Komfirmabilitas (comformability)

Komfirmabilitas menggantikan aspek objektivitas pada penelitian

kualitatif, namun tidak persis sama arti dari keduanya. Yaitu kesediaan

penelitian untuk mengungkap secara terbuka proses dan elemen-elemen

penelitiannya. Hal ini dapat dilakukan dengan membicarakan hasil

penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam

penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif.Komfirmabilitas

merupakan kriteria untuk menilai mutu hasil penelitian. Jika

dependabilitias digunakan untuk menilai kualitas dari proses yang

ditempuh oleh peneliti, maka komfirmabilitas untuk menilai kualitas hasil

penelitian.

Page 71: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

55

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

Pada bagian ini menjelaskan tentang hasil penelitian yang telah

dilakukan. Yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengalaman perawat

dalam mengimplementasikan strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan

pasien halusinasi di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi

Selatan.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi. Penelitian ini dilakukan tanggal 06-09 Agustus 2019 diruangan

kenanga, di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan.

Penelitian ini dilakukan pada 5 partisipan dengan wawancara mendalam (in-

depth interview) dengan karakteristik yang telah ditentukan, dengan

menggunakan pedoman wawancara yang telah dilampirkan. Pertanyaan-

pertanyaan partisipan atau subjek penelitian yang dinilai penting yang

berhubungan dengan fenomena yang diteliti kemudian dikategorikan ke dalam

tema-tema yang relevan dengan fokus masalah penelitian. Tema-tema tersebut

dapat membantu peneliti untuk dapat memahami fenomena yang dikaji

mengenai bagaimana pengalaman perawat dalam mengimplementasikan

strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pasien halusinasi di Rumah

Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan.

Page 72: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

56

Peneliti di beri kode (P) dan setiap partisipan di beri kode (SP atau

Subjek Penelitian), serta diberi nomor sesuai urutan wawancara.

1. Karakteristik partisipan

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang, yang merupakan

perawat yang bertugas di ruangan Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah

Dadi Provinsi Sulawesi Selatan yang telah memasuki masa bekerja mulai

dari 5-10 tahun ke atas.

a) Partisipan 1 (SP 1 dengan inisial Ny. R)

Partisipan 1 adalah Ny. R yang beralamat di Gelora Pajjalang

Indah, Sudiang adalah seorang perawat yang bertugas diruangan

Kenanga, yang telah bekerja selama lebih dari 11 tahun di ruangan

perawatan jiwa di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi

Sulawesi Selatan.

b) Partisipan 2 (SP 2 dengan inisial Ny. L)

Partisipan 2 adalah Ny. L yang beralamat di Jl. Aspol Panaikang

adalah seorang perawat yang bertugas diruangan Kenanga, yang telah

bekerja selama lebih dari 10 tahun di ruangan perawatan jiwa di

Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan.

c) Partisipan 3 (SP 3 dengan inisial Ny. N)

Partisipan 3 adalah Ny. N yang beralamat di Jl. Sunu adalah

seorang perawat yang bertugas diruangan Kenanga, yang telah bekerja

selama 3 bulan di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi

Selatan.

Page 73: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

57

d) Partisipan 4 (SP 4 dengan inisial Ny. F)

Partisipan 4 adalah Ny. F yang beralamat di Jl. Tamangapa Raya

adalah seorang perawat yang bekerja di ruangan Kenanga, yang telah

bekerja selama lebih dari 3 tahun di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi

Provinsi Sulawesi Selatan.

e) Partisipan 5 (SP 5 dengan inisial Ny. H)

Partisipan 5 adalah Ny. H yang beralamat di Sudiang adalah

seorang perawat yang bekerja di ruangan Kenanga, yang telah bekerja

selama lebih dari 10 tahun di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi

Provinsi Sulawesi Selatan.

Karakteristik Partisipan

SP 1 SP 2 SP 3 SP 4 SP 5

Inisial Partisipan Ny. R Ny. L Ny. N Ny. F Ny. H

Umur 32 thn 30 thn 27 thn 34 thn 34 thn

Jenis Kelamin PR PR PR PR PR

2. Analisis tema

Data penelitian berupa transkrip dari hasil wawancara dan catatan

di lapangan dari setiap wawancara mendalam analisis dengan

menggunakan metode thematic analysis yang telah di kembangkan oleh

Braun & Clarke (2013). Setelah melakukan analisis data,

penelitimengidentifikasi 5 tema sebagai hasil penelitian yang akan di

uraikan di bawah ini.

Page 74: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

58

a) Tema 1 : pengetahuan tentang SP halusinasi

SP halusinasi

Hasil dari penelitian ini terdapat 5 orang partisipan yang dapat

menjelaskan tentang SP halusinasi. Pernyataan partisipan di

ungkapkan sebagai berikut :

“…tindakan keperawatannya yaitu mengontrol halusinasinya,

kapan waktunya, pengobatannya, terapinya.” (SP1)

“SP halusinasi merupakan rangkaian percakapan komunikasi

antara perawat dengan klien ee…untuk membantu klien dalam

menghadapi halusinasinya.“ (SP2)

“SP halusinasi itu ee…tentang bagaimana cara perawat

berinteraksi dengan klien atau pasien kita tentang mengkaji cara

dia berhalusinasi, seperti itu.” (SP3)

“SP halusinasi ada 4, yang pertama bagaimana pasien mengenal

halusinasinya dan mengajarkan metode menghardik itu....” (SP4)

“SP itu adalah tahapan-tahapan dalam, apa…mengimplementasi

dalam pasien halusinasi.”(SP5)

Page 75: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

59

Kata kunci Kategori Tema

Bagan 4.1. Tema 1

“…tindakan keperawatannya

yaitu mengontrol

halusinasinya, kapan

waktunya, pengobatannya,

terapinya.” (SP1)

Pengetahuan tentang SP

halusinasi SP halusinasi

“SP itu adalah tahapan-

tahapan dalam,

apa…mengimplementasi

dalam pasien

halusinasi.”(SP5)

“SP halusinasi ada 4, yang

pertama bagaimana pasien

mengenal halusinasinya dan

mengajarkan metode

menghardik itu....” (SP4)

“SP halusinasi itu

ee…tentang bagaimana cara

perawat berinteraksi dengan

klien atau pasien kita tentang

mengkaji cara dia

berhalusinasi, seperti itu.”

(SP3)

“SP halusinasi merupakan

rangkaian percakapan

komunikasi antara perawat

dengan klien ee…untuk

membantu klien dalam

menghadapi halusinasinya.“

(SP2)

Page 76: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

60

b) Tema 2 : keefektifan penerapan SP halusinasi

Efektif

Hasil dari penelitian ini terdapat 4 orang partisipan yang

mengatakan tentang sudah efektif dalam penerapan SP halusinasi.

Pernyataan partisipan di ungkapkan sebagai berikut :

“…efektif, cuman kan pasien beda-beda toh ada yang langsung dia

ini mengerti, ada yang lama sekali perlu tahap-tahap untuk sampai

ke tahap mengerti sekali itu pasiennya…”(SP1)

“…sudah efektif. Karena kami sudah melakukan apa yang ee…apa

yang sesuai dengan SP atau SOP kan yang anu sudah dilakukan.“

(SP2)

“…sudah cukup efektif. Cuman yang menjadi permasalahan itu

ketika ee…apa, ee mungkin kondisi-kondisi dari pasien itu

sendiri…” (SP4)

“sesuai (efektif) sayang. Yang diterapkan sesuai dengan

tahapannya dan itu memang untuk tidak dalam waktu singkat

ya…”(SP5)

Page 77: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

61

Kata kunci Kategori Tema

Bagan 4.2.Tema 2

“…efektif, cuman kan

pasien beda-beda toh ada

yang langsung dia ini

mengerti, ada yang lama

sekali perlu tahap-tahap

untuk sampai ke tahap

mengerti sekali itu

pasiennya…”(SP1)

Keefektifan

penerapan SP

halusinasi Efektif

“…sudah cukup efektif. Cuman yang menjadi

permasalahan itu ketika

ee…apa, ee mungkin

kondisi-kondisi dari pasien

itu sendiri…” (SP4)

“…sudah efektif. Karena

kami sudah melakukan apa

yang ee…apa yang sesuai

dengan SP atau SOP kan

yang anu sudah

dilakukan.“ (SP2)

“sesuai (efektif) sayang.

Yang diterapkan sesuai

dengan tahapannya dan itu

memang untuk tidak dalam

waktu singkat ya…”(SP5)

Page 78: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

62

c) Tema 3 : kesesuaian dokumentasi dengan pelaksanaan SP halusinasi

Dokumentasi

Hasil dari penelitian ini terdapat 5 orang partisipan yang

mengatakan tentang sesuai dengan dokumentasi dengan pelaksanaan

SP halusinasi .pernyataan partisipan di ungkapkan sebagai berikut :

“…semua yang dilakukan ditulis semua di BRMnya.” (SP1)

“…harus sesuai karna apa yang kita lakukan pada pasien,

tindakan apa yang kita lakukan harus di dokumentasikan

semua…” (SP2)

“sesuai. ….apa yang kita lakukan sama pasien toh, kita harus tulis

(sambil tertawa) sesuai dengan yang semestinya.” (SP3)

“…pelaksanaan SP, setiap SP yang kita laksanakan ke pasien,

selesai melaksanakan SP kita lakukan dokumentasi.” (SP4)

“sesuai. Dan kami perawat ini ada melakukan pendokumentasi itu

didalam, kalau disini kita menulis di catatan perkembangan pasien

terintegrasi setiap hari… kami mengevaluasi pasien…” (SP5)

Page 79: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

63

Kata kunci Kategori Tema

Bagan 4.3. Tema 3

Dokumentasi

Kesesuaian

dokumentasi

dengan

pelaksanaan SP

halusinasi

“sesuai. Dan kami perawat ini

ada melakukan pendokumentasi

itu didalam, kalau disini kita

menulis di catatan perkembangan

pasien terintegrasi setiap hari…

kami mengevaluasi pasien…”

(SP5)

“…pelaksanaan SP, setiap SP yang kita laksanakan ke pasien,

selesai melaksanakan SP kita

lakukan dokumentasi.”(SP4)

“…semua yang dilakukan ditulis

semua di BRMnya.” (SP1)

“sesuai. ….apa yang kita

lakukan sama pasien toh, kita

harus tulis (sambil tertawa)

sesuai dengan yang

semestinya.”(SP3)

“…harus sesuai karna apa yang

kita lakukan pada pasien,

tindakan apa yang kita lakukan

harus di dokumentasikan

semua…” (SP2)

Page 80: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

64

d) Tema 4 : kelemahan/kekurangan SP halusinasi

1) Pasien

Hasil dari penelitian ini terdapat 3 orang partisipan yang

mengatakan tentang kelemahan/kekurangan pada saat

melaksanakan SP halusinasi dari pasien. Pernyataan di ungkapkan

sebagai berikut :

“…kelemahannyaa…kadang klien, terutama klien yang masih

baru mereka kadang lupa dengan apa yang perawat

sampaikan.” (SP2)

“…pasiennya merasa dirinya tidak sakit. Sehingga, tidak perlu

minum obat…” (SP4)

“…pasien kan banyak dan perawatnya yang

mengobservasinya itukan hanya berapa ya…” (SP5)

2) Keluarga

Hasil dari penelitian ini terdapat 1 orang partisipan yang

mengatakan tentang kelemahan/kekurangan pada saat

melaksanakan SP halusinasi dari keluarga. Pernyataan di

ungkapkan sebagai berikut :

“…keluarga yang tidak ambil atau pasien tidak ada menjenguk

pasti otomatis disitu…disitu kelemahannya.” (SP3)

Page 81: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

65

3) Perawat

Hasil dari penelitian ini terdapat 1 orang partisipan yang

mengatakan tentang kelemahan/kekurangan pada saat

melaksanakan SP halusinasi dari perawat. Pernyataan di

ungkapkan sebagai berikut :

“…pasien kan banyak dan perawatnya yang mengobservasinya

itukan hanya berapa ya…” (SP5)

Page 82: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

66

Kata kunci Kategori Tema

Bagan 4.4. Tema 4

Kelemahan/kekurangan

SP halusinasi Keluarga

Pasien

Perawat

“…pasien kan banyak dan

perawatnya yang

mengobservasinya itukan

hanya berapa ya…” (SP5)

“…pasiennya merasa

dirinya tidak sakit.

Sehingga, tidak perlu

minum obat…” (SP4)

“…keluarga yang tidak ambil atau pasien tidak

ada menjenguk pasti

otomatis disitu…disitu

kelemahannya.” (SP3)

“…kelemahannyaa…kadang klien, terutama klien

yang masih baru mereka

kadang lupa dengan apa

yang perawat

sampaikan.” (SP2)

Page 83: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

67

e) Tema 5 : kendala/hambatan SP halusinasi

1) Pasien

Hasil dari penelitian ini terdapat 3 orang partisipan yang

mengatakan tentang hambatan pada saat melaksanakan SP

halusinasi dari pasien. Pernyataan di ungkapkan sebagai berikut :

“…dari pasien biasa mengamuk toh, seperti itu pasien

mengamuk…terkendala lagi, sebenarnya pertama dia mau

cerita tapi datang lagi halusinasinya yang jelek…“ (SP3)

“…bisa jadi karena kondisi pasiennya sendirikan. Itu ji’,

kondisi pasien sendiri itu saja yang menjadi kendala, apakah

pasien kooperatif atau tidak.” (SP4)

“Karena pasiennya banyak jadi ee…untuk tercover full itu

dalam setiap ininya ee…ada terkadang kurang maksimal tapi di

usahakan ya…semaksimal mungkin.” (SP5)

2) Keluarga

Hasil dari penelitian ini terdapat 4 orang partisipan yang

mengatakan tentang hambatan pada saat melaksanakan SP

halusinasi dari keluarga. Pernyataan di ungkapkan sebagai berikut :

“…kalau dari keluarga ya biasa ada keluarga yang ee…sudah

untuk dihubungi, bagaimana ada keluhan keluarga…” (SP2)

Page 84: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

68

“…keluarganya ada yang (sambil tertawa) mau datang, ada

yang tidak mau datang.” (SP3)

“…tergantung dari keluarganya. Apakah dia memberikan

dukungan atau tidak, kalau kurang dukungan ya…” (SP4)

“…kalau soal keluarga, keluarga jarang datang ya. Jadi itu

juga kan biasanya kita harus…” (SP5)

Page 85: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

69

Kata kunci Kategori Tema

Bagan 4.5. Tema 5

“…dari pasien biasa mengamuk

toh, seperti itu pasien

mengamuk…terkendala

lagi…”(SP3)

Pasien

“…bisa jadi karena kondisi

pasiennya sendirikan. Itu ji’,

kondisi pasien sendiri itu saja

yang menjadi kendala, apakah

pasien kooperatif atau tidak.”

(SP4)

Kendala/hambatan

SP halusinasi

“Karena pasiennya banyak jadi

ee…untuk tercover full itu dalam

setiap ininya ee…ada terkadang

kurang…” (SP5)

“…kalau dari keluarga ya biasa ada keluarga yang ee…sudah

untuk dihubungi, bagaimana ada

keluhan keluarga…” (SP2)

Keluarga “…keluarganya ada yang (sambil

tertawa) mau datang, ada yang

tidak mau datang.” (SP3)

“…tergantung dari keluarganya.

Apakah dia memberikan

dukungan atau tidak, kalau

kurang dukungan ya…” (SP4)

“…kalau soal keluarga, keluarga jarang datang ya. Jadi itu juga

kan biasanya kita harus…” (SP5)

Page 86: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

70

B. Pembahasan

Bagian ini menjelaskan tentang interpretasi dari hasil penelitian dan

keterbatasan penelitin ini. Interpretasi di lakukan dengan membandingkan

hasil penelitian dengan konsep-konsep serta teori-teori. Keterbatasan

penelitian ini akan di bahas dengan membandingkan proses penelitian yang

telah dilakukan dengan kondisi yang seharusnya di capai.

1. Tema 1 : pengetahuan tentang SP halusinasi

Dalam pelaksanaannya, perawat sudah mengetahui arti dari SP

halusinasi itu sendiri, dapat membedakan jenis halusinasi, kapan

terjadinya, frekuensi dari halusinasi, sehingga perawat melakukan tindakan

keperawatan sesuai dengan tahapan-tahapannya, kemudian pembagian SP

klien dengan SP keluarga. Halusinasi merupakan hilangnya suatu

kemampuan manusia dalam membedakan rangsagan internal (pikiran) dan

rangsangan eksternal (dunia luar) sehingga tidak memungkinkan klien

memberi persepsi atau pendapat tentang rangsangan yang nyata maupun

lingkungan tanpa adanya objek (Kusumawati & Hartono, 2010).

Halusinasi di bagi menjadi empat fase yang meliputi fase yang

pertama yaitu fase comforting (halusinasi bersifat menyenangkan), fase

yang kedua yaitu fase condemming (halusinasi bersifat menjijikkan), fase

yang ketiga yaitu fase controlling (halusinasi bersifat mengontrol atau

mengendalikan), fase ke empat yaitu fase conquering (halusinasi bersifat

menakutkan danklien sudah di kuasai oleh halusinasinya) (Dermawan &

Rusdi, 2013). Halusinasi terbagi menjadi lima jenis yaitu halusinasi

Page 87: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

71

pendengaran, penglihatan, pengecapan, penciuman dan halusinasi

perabaan (Dermawan & Rusdi, 2013).

SP terdiri dari SP Pasien dan SP Keluarga. SP Pasien yaitu bantu

klien mengenal halusinasinya meliputi isi, waktu terjadi halusinasi,

frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi, Kaji

respon klien terhadap halusinasi, Latih klien untuk mengontrol halusinasi

dengan cara menghardik halusinasi (SP1 pasien), Latih klien bercakap-

cakap saat halusinasi muncul (SP2 pasien), Bantu klien melaksakan

aktifitas terjadwal (SP3 pasien), Pendidikan kesehatan mengenai

penggunaan obat (SP4 pasien) dan Pendidikan kesehatan keluarga klien

halusinasi (SP keluarga).

Dari hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa dari ke 5 partisipan

terkait dengan pengetahuan tentang SP halusinasi yaitu perawat mampu

menjelaskan tentang SP halusinasi itu dengan variasi yang berbeda-beda

tetapi mengarah kepada penjelasan SP halusinasi tersebut.

2. Tema 2 : keefektifan penerapan SP halusinasi

Dalam pelaksanaannya, penerapan SP halusinasi yang dilakukan

oleh perawat pelaksana di sini sudah, efektif di ruangan kenanga. Di

terapkan sesuai dengan tahapan dan prosedur SOP. Menurut Chaery

(2009) dalam Bate (2013), menyatakan bahwa pasien dalam kondisi tidak

stabil atau akut, dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang

mengalami halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya. Pasien akan

mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasi. Pada

Page 88: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

72

situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang

lain (homicide), bahkan merusak lingkungan. Dalam kondisi seperti ini

tidak memungkinkan untuk mengajarkan pasien SP ataupun berinteraksi

dengan pasien. Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan halusinasi,

dibutuhkan penanganan yang tepat seperti tindakan pengekangan atau

fiksasi.

Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh (Evie, 2016),

dalam pelaksanaannya, di temukan adanya ketidaksesuaian aplikasi SP di

ruang akut. Untuk di ruang akut, pasien belum bisa diajak komunikasi dan

strategi penanganan pasien hanya pengendalian dan fiksasi. SP tidak cocok

dan tidak memungkinkan untuk di terapkan di ruang akut, karena kalau

dilihat dari kondisi pasien SP-SP tersebut tidak memungkinkan untuk

diajarkan ke pasien karena kondisi pasien yang masih akut, belum stabil

dan jumlah hari rawat pasien rata-rata 2-3 hari. Standar yang digunakan

bukan SP tapi menggunakan Respon Umum Fungsi Adaptif (RUFA)

untuk penilaian pasien halusinasi. Jika pasien sudah mendapat skor lebih

dari 10, maka pasien diindikasikan untuk pindah ke ruang perawatan biasa.

Sedangkan untuk unit perawatan intensif psikiatri adalah suatu unit

yang memberikan perawatan khusus kepada pasien-pasien psikiatri yang

berada dalam kondisi membutuhkan pengawasan ketat. Di beberapa

negara unit ini diterjemahkan sebagai unit kedaruratan ataupun unit akut

yang pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama yaitu merawat pasien-

pasien yang berada dalam kondisi membutuhkan intervensi segera. Pasien

Page 89: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

73

dengan kondisi ini adalah pasien-pasien dalam kondisi dapat

membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan, seperti pasien

dengan usaha bunuh diri, halusinasi, perilaku kekerasan, NAPZA, dan

waham. Kegawatdaruratan psikiatri di ruang akut menggunakan standar

RUFA, di mana fase intensif II atau fase akut di lakukan perawatan selama

24-72 jam pertama (skor 11-20), kemudian observasi akan di lanjutkan di

fase intensif III dengan observasi minimal (Kaplan dan Sadock, 1993

dalam Wordpress, 2010).

Dari hasil penelitian dapat di simpulkan dari 5 partisipan 4 di

antaranya menguraikan terkait dengan keefektifan pelaksanaan SP

halusinasi yaitu dalam pelaksanaannya, penerapan SP halusinasi yang di

lakukan oleh perawat pelaksana sudah efektif di ruangan kenanga dan di

terapkan sesuai dengan tahapan dan prosedur SOP.

3. Tema 3 : kesesuaian dokumentasi dengan pelaksanaan SP halusinasi

Dalam dokumentasi keperawatan, pada saat melakukan

pendokumentasian dengan pelaksanaan SP halusinasi ini sudah sesuai

dengan apa yang di laksanakan kemudian di dokumentasikan kembali

setelelah selesai melakukan tindakan keperawatan pada pasien halusinasi

tersebut.

Menurut Diyanto dalam Nursalam (2013), adapun faktor

penghambat yang dihadapi dalam pendokumentasian askep diantaranya

tidak seimbangnya jumlah tenaga perawat dengan pekerjaan yang ada,

Page 90: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

74

formnya terlalu panjang, perawat harus mendampingi visite dokter, dan

malas. Sedangkan menurut Anggaini (2010) dalam Nursalam (2013),yaitu

satu pasien paling lama dibutuhkan waktu 20 menit. Total waktu

pendokumentasian asuhan keperawatan satu pasien paling banyak adalah

41-50 menit.

Dengan demikian, adanya keterbatasan dari tenaga perawat dan

lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan dokumentasi

keperawatan menyebabkan terjadinya ketidaksesuain antara dokumentasi

keperawatan dengan implementasi, sehingga dalam pelaksanaannya

perawat lebih cenderung untuk melakukan dokumentasi tanpa melakukan

implementasi kepada pasien.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh (Evie, 2016), dalam

dokumentasi keperawatan di temukan ketidaksesuaian antara apa yang di

dokumentasikan dengan pelaksanaan tindakan keperawatan. Hal ini

disebabkan karena dokumentasi perawatan yang cukup banyak sehingga

butuh waktu yang cukup lama untuk menyelesaikannya. Karena

banyaknya dokumentasi yang harus dibuat, maka rutinitas perawat lebih

cenderung berfokus kepada menulis dokumentasi dari pada melakukan

interaksi atau menerapkan SP ke pasien. Sehingga tidak semua pasien di

lakukan SP atau di interaksi.

Dari hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa dari ke 5 partisipan

terkait dengan kesesuaian antara pendokumentasian dengan pelaksanaan

Page 91: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

75

SP halusinasi yaitu setelah di lakukannya tindakan keperawatan, perawat

langsung mendokumentasikannya sesuai dengan apa yang di terapkan

kepada pasien.

4. Tema 4 : kelemahan/kekurangan SP halusinasi

Kelemahan dari SP pada pasien halusinasi yaitu SP bersifat

spesifik, hanya untuk satu diagnosa keperawatan. SP cuma mengarah ke

perilaku atau gejala saja, tapi tidak menyelesaikan etiologi.SP tidak dapat

menghilangkan halusinasi tapi cuma mengontrol halusinasi. Penelitian

tentang keefektifan SP dalam mengontrol halusinasi masih sangat terbatas.

Hasil penelitian ini didukung oleh teori Fitria (2009) tentang faktor

predisposisi halusinasi adalah faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah

sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.

Faktor tersebut meliputi faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia,

psikologis dan genetik. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor penyebab

terjadinya halusinasi tidaklah sama, sehingga isi halusinasi dari setiap

pasien tidak sama. Sementara SP terdiri dari 7 diagnosa keperawatan yang

masing-masing diagnosa memiliki SP yang terpisah yaitu SP tindakan

keperawatan harga diri rendah, isolasi sosial, perubahan persepsi Sensori:

halusinasi, perubahan proses pikir : waham, defisit perawatan diri, resiko

bunuh diri, dan perilaku kekerasan. Tujuan dari pemberian SP pada pasien

halusinasi adalah untuk mengontrol halusinasinya, tapi tidak dapat

menghilangkan halusinasi.

Page 92: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

76

Faktor penyebab lainnya yang menjadikan terkendala dalam

pelaksanaannya yaitu keluarga yang jarang datang untuk mengunjungi

pasien bahkan sampai ada yang tidak pernah sama sekali mengunjunginya

sehingga pasien merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, merasa putus

asa, sudah tidak di terima oleh keluarganya serta masyarakat luas. Fasilitas

rumah sakit juga bisa mempengaruhi pada saat proses penerapan SP dari

ruangan yang kurang memadai.

Dari hasil penelitian yang di lakukan dapat di simpulkan bahwa

dari ke 5 partisipan, 3 diantaranya mengatakan terkait dengan

kelemahan/kekurangan dari SP halusinasi yaitu terdapat pada pasien, 1

partisipan mengatakan yang menjadi kendalanya juga terdapat pada

keluarga yang jarang mengunjungi pasien bahkan tidak pernah sama

sekali, kemudian 1 partisipan mengatakan kelemahan juga terdapat pada

perawat yang tidak sesuai dengan banyaknya pasien.

5. Tema 5 : kendala/hambatan SP halusinasi

Kendala-kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan SP

dalam penelitian ini yaitu keterbatasan tenaga perawat dalam penerapan

SP yaitu berkaitan dengan keterbatasan jumlah tenaga perawat, sehingga

pelaksanaan SP belum mampu diterapkan ke pasien secara intens. Jumlah

perawat shift sore dan malam rata-rata 2 orang. sementara jumlah ideal

untuk kebutuhan tenaga perawat yang bertugas yaitu jumlah pasien

dikalikan dengan jenis ketergantungan pasien. Dan juga berkaitan dengan

keterbatasan pengetahuan perawat, sehingga kurang mampu memberikan

Page 93: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

77

pemahaman kepada pasien. Selain itu, perawat juga belum mampu

mengaplikasikan SP ke pasien secara maksimal. Hal ini disebabkan karena

kurangnya kemauan dan motivasi dari perawat untuk melakukan SP.

Perawat cenderung mengobservasi pasien, bukan implementasi SP. Jadi

untuk aplikasi implementasi SP belum diterapkan secara maksimal karena

keterbatasan jumlah tenaga perawat yang bertugas dan setiap perawat

memiliki pemahaman, keterampilan dan kedisiplinan yang berbeda.

Disamping keterbatasan tenaga perawat, adapun kendala dari

pasien yang sering muncul yaitu untuk meyakinkan pasien sulit dan pasien

kurang kooperatif. Setelah pulang, pasien merasa dirinya sembuh total jadi

tidak mau minum obat. Selain itu, dari keluarga pasien juga ditemukan

kendala dimana keluarga jarang berkunjung ke rumah sakit, sehingga SP

keluarga sangat jarang diaplikasikan. Keluarga juga jarang melakukan hal-

hal yang dianjurkan perawat setelah pasien pulang. Keluarga kurang

kooperatif, membawa pulang pasien enggan, malas dan menganggap

pasien sebagai beban keluarga, karena takut pasien akan kambuh lagi.

Selain itu menurut Stuart (2007), peran perawat jiwa adalah

pemberi asuhan keperawatan, advokad klien, edukator, kolaborator,

konsultan, dan kordinator.Salah satu peran penting yang harus dimiliki

perawat yaitu perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang

strategi pelaksanaan yang tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan

sebagai satu bagian dari pendekatan holistik pada asuhan pasien.

Sedangkan menurut Dalami (2010) dalam Simanjuntak (2014),

Page 94: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

78

pengetahuan perawat adalah setiap individu mempunyai tingkat

pengetahuan yang berbeda.

Tingkat pendidikan seorang perawat juga sangat mempengaruhi

ataupun menjadi hambatan pada saat pelaksanaan SP halusinasi, dimana

pendidikan perawat menjadi tolak ukur pada saat mengimplementasikan

SP halusinasi. Sehingga mempengaruhi pada saat proses pelaksanaan

tindakan keperawatan tersebut di lihat dari segi pengetahuan yang di

dapatkan oleh setiap individu pasti berbeda-beda tingkat pendidikannya.

Jadi dalam hal ini dapat menghambat proses pelaksanaan tindakan

keperawatan pada pasien tersebut.

Kondisi pasien gangguan jiwa khususnya halusinasi sering

menimbulkan efek psikologis bagi keluarga. Gangguan jiwa juga

menimbulkan efek negatif bagi keluarga (Doornboos, 1997 dalam Stuart

dan Laraia, 2005) yaitu meningkatnya stress dan konflik keluarga, saling

menyalahkan satu sama lain, kesulitan untuk mengerti dan menerima

anggota keluarga yang sakit, meningkatnya emosi ketika berkumpul,

kehilangan energi, waktu, dan uang untuk merawat anggota keluarganya.

Lamanya proses perawatan dan juga seringnya pasien dirawat terkadang

membuat keluarga merasa lelah dan putus asa sehingga mereka

mengetahui tentang cara perawatan halusinasi tetapi tidak bisa

menerapkannya secara optimal.

Page 95: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

79

Dalam penelitian Wardhani (2013) dijelaskan bahwa setelah dua

minggu sampai dua bulan pertama, pasien skizofrenia menjalani rawat

inap, intensitas keluarga yang menjenguk sudah mulai berkurang atau

bahkan tidak pernah mengunjungi anggota keluarga yang mengalami

skizofrenia.Keluarga terkesan meninggalkan begitu saja anggota keluarga

yang mengalami gangguan jiwa skizofrenia yang menjalani rawat inap di

Rumah Sakit Umum.

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari

ke 5 partisipan terkait dengan kendala/hambatan SP halusinasi, 3

diantaranya mengatakan yang menjadi hambatan yaitu terdapat pada

pasien, kemudian 4 partisipan mengatakan hambatan itu terdapat pada

keluarga pasien itu sendiri.

C. Keterbatasan penelitian

Penyajian hasil penelitian ini, masih jauh dari kesempurnaan dan

memiliki keterbatasan serta kekurangan dari segi proses penelitian. Di

antaranya : pada saat dilakukan wawancara terdapat beberapa kendala terkait

dengan sebagian perawat menolak untuk di wawancarai, ada yang sibuk, dan

sebagainya. Hambatan lainnya saat dilakukan wawancara seperti perawat yang

enggan untuk bekerja sama karena adanya ketakutan terhadap pertanyaan yang

akan di ajukan. Namun hal itu dapat di atasi oleh peneliti dengan membina

hubungan saling percaya, sehingga proses wawancara dapat berjalan dengan

lancar sampai dengan berakhirnya wawancara tersebut.

Page 96: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

80

D. Implikasi

Hasil penelitian ini memberikan implikasi bagi pelayanan

keperawatan dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan

keperawatan. Hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang pengalaman

perawat dalam mengimplementasikan strategi pelaksanaan (SP) tindakan

keperawatan pasien halusinasi di rumah sakit umum khusus daerah dadi

provinsi Sulawesi selatan.

1. Bagi pelayanan di Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat di manfaatkan untuk memberikan

gambaran tentang pengalaman perawat dalam mengimplementasikan

strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pasien halusinasi di rumah

sakit umum khusus daerah dadi provinsi Sulawesi selatan khususnya

dalam mengembangkan kualitas dan mutu pelayanan

mengimplementasikan strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan

pasien halusinasi.

2. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang

pengalaman perawat dalam mengimpelementasikan strategi pelaksanaan

tindakan keperawatan pasien halusinasi. Hal ini dapat di jadikan dasar bagi

pendidikan keperawatan untuk mengembangkan pengetahuan dalam

mengimpelementasikan strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan

pasien halusinasi .

Page 97: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

84

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Sebagian besar perawat memiliki pengetahuan tentang konsep halusinasi.

2. Setiap perawat memiliki pengalaman yang berbeda-beda dalam merawat

pasien halusinasi.

3. Terdapat kesesuaian dalam pendokumentasian dengan pelaksanaan

tindakan keperawatan di lapangan.

4. Kelemahan dari pelaksanaan SP halusinasi ini terdapat pada pasien yang

mengalami halusinasi.

5. Kendala-kendala dalam implementasi SP halusinasi meliputi keterbatasan

tenaga perawat berkaitan dengan jumlah, pasien serta keluarga yang

kurang kooperatif.

B. Saran

Dari kesimpulan di atas, penulis bermaksud mengemukakan saran

yang mungkin dapat bermanfaat bagi :

1. Rumah sakit, di harapkan untuk dapat mempertimbangkan kembali jumlah

perawat pelaksana disesuaikan berdasarkan standar perhitungan jumlah

ketenagaan serta kelengkapan sarana dan prasana.

2. Tenaga perawat, di harapkan agar terus melakukan suatu reseach

keperawatan untuk meningkatkan asuhan keperawatan jiwa yang

diberikan.

Page 98: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

85

3. Peneliti yang akan datang, di harapkan kepada peneliti selanjutnya agar

dapat meneliti terkait dengan persepsi perawat tentang keberhasilan SP

halusinasi.

Page 99: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti. Y. Rachmawati I.M. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam

riset Keperawatan,

Amin Huda Nurarif, S. N. (2015). Aplikasi Askep Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis & NANDA-NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Anonymous, Joe. (2013, 13 September). Pengalaman. Diperoleh 13 Mei 2019.

https://plus.google.com/+JohanSupriyanto/posts

Departemen Kesehatan RI (2001). Standar Pelayanan Rumah Sakit. Cetakan V.

Jakarta

Departemen Kesehatan RI. (2006). Standar Operasional

Prosedural.www.litbang.go.id. Diperoleh tanggal 13 Mei 2019.

Evie. S. H. R. (2018). Pengalaman perawat dalam mengimplementasikan Strategi

Pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pada pasien halusinasi di rumah

sakit jiwa daerah Surakarta.

Fitria, Nita. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Laporan Pendahuluan dan

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Ikatan Dokter Indonesia. (2016). Hari kesehatn jiwa sedunia : penyebab

munculnya gangguan kesehatan jiwa.http.//www.idionline.org./berita/hari-

kesehatan-jiwa-sedunia-penyebab-gangguan-kesehatan-jiwa/. Diakses

tanggal 14 Mei 2019.

Keliat, Budi Anna dan Akemat. (2005). Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas

Kelompok. Jakarta: EGC.

Kusnanto. (2003). Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional.

Jakarta : EGC

Mukhripah Damaiyanti, S. N. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda:

Refika ADITAMA.

Nawaningrum, B. D. (2015). Pengalaman Perawat dalam Penanganan Cardiac

Arrest di Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar.

Notoadmojo, S. (2010) Promisi Kesehatan : Teori dan Aplikasi (Revisi : 201).

Jakarta : Rineka Cipta

Nursalam, (2013). Manajemen keperawatan : Dokumentasi Keperawatan.

Diperoleh 17 Agustus 2019. fikumj.ac.id/download/materiworkshop/5-1C-

Page 100: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

masalah-manajemen.doc.Riskesdas.(2013). Riset Kesehatan

Dasar.www.litbang.go.id. Diperoleh tanggal 31 juli 2019.

Riskasdes (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian

Kesehatan RI Tahun 2013

Sugiyono, & Anggraeni, M. D. (2013). Metode Penelitian Kualitatif dan

Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyajarta : Nuha Medika

Stuart, Gail W.. (2007). Buku Saku keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC

Trimeilia S, S. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta: Trans Info

Media, Jakarta.

Wardhani, Rizka Stevi Pura. (2013). Penerimaan Paien Skizofrenia yang

Menjalani Rawat Inap. Di peroleh pada 19 Agustus 2019.

http://eprints.ums.ac.id.//26679/11/2._Naskah_Publikasi.pdf.

WHO. (2013). The World Health Report: 2013 mental healt.

www.who.int/mental_health. Diperoleh tanggal 13 Mei 2019.

Wijaya & Putri (2012). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta : Nuha

Medikal

Page 101: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

L

A

M

P

I

R

A

N

Page 102: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

CATATAN LAPANGAN WAWANCARA

Judul Penelitian : Pengalaman Perawat Dalam Mengimplementasikan

Strategi Pelaksanaan (SP) Tindakan Keperawatan

Pasien Halusinasi.

Tanggal Wawancara : 06 Agustus 2019

Seting Wawancara : Obrolan Santai

Inisial Partisipan :Ny. “R”

Untuk Partisipan : Pertama

GAMBARAN SETING (URAIAN FAKTUAL)

Wawancara dilakukan di ruang perawat Kenanga RSKD Provinsi Sulawesi

Selatan.Sebelum melakukan wawancara peneliti meminta ijin terlebih dahulu

kepada partisipan, setelah itu barulah peneliti melakukan wawancara dengan

partisipan pertama yaitu Ny. “R” dalam mengimplementasikan strategi

pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pasien halusinasi.

Keterangan :

P : Peneliti

SP : Subjek Peneliti

Page 103: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

Kode Uraian Wawancara

P

SP

P

SP

P

SP

P

SP

P

SP

Selamat pagi kak.

Pagi.

Perkenalkan nama saya Annisa, mahasiswa dari Stikes Panakkukang

Makassar. Disini saya akan melakukan penelitian terkait dengan judul saya

yaitu pengalaman perawat dalam mengimplementasikan strategi pelaksanaan

tindakan keperawatan pasien halusinasi. Disini saya akan melakukan

wawancara, apa kakak bersedia untuk saya wawancarai ?

Iya bersedia.

Umur ta berapa kak ?

27 tahun.

Kemudian, sudah berapa lama kita bekerja di rumah sakit ini ?

Kurang lebih 11 tahun.

Baik langsung saja, disini saya akan mengajukan beberapa pertanyaan terkait

dengan judul yang saya ambil. Eee…saya langsung saja ee…yang pertama

itu. Bisa kakak jelaskan apa yang kakak ketahui tentang strategi pelaksanaan

tindakan keperawatan pada pasien halusinasi itu sendiri kak ?

Yang kalau halusinasinya ?

Page 104: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

P

SP

P

SP

P

SP

P

SP

Iye.

Tindakan keperawatannya yaitu mengontrol halusinasinya, kapan waktunya,

pengobatannya, terapinya.

Kemudian biasanya terapinya disini dilakukan ee…terapi dalam bentuk apa

kak ?

Terapinya macam-macam ada terapi kelompok, ada terapi agama, ee…

termasuk juga kayak ee…kesenian, diajarkan bernyanyi, diajar juga

menjahit, ee…banyak-banyak anunya terapinya.

Kemudian dalam kegiatannya ini kak berapa kali dalam satu minggu ?

Eee…kalo agama itu dua kali satu minggu, kalau keseniannya satu kali ada

juga olahraganya yaaa satu kali juga olahraganya

Kemudian, ee…sepemahaman kakak apa yang kakak mengerti terkait

dengan stategi pelaksanaan untuk halusinasi itu sendiri kak ?

Strateginya ?

Untuk pemahamannya kita tau ?

Untuk halusinasinya sendiri ?

Iye.

Caranya menghardik, melawan halusinasinya kalau ndak bisa pukul-pukul

bantal atau cari kegiatan yang lain untuk menghindari halusinasi yang suara-

Page 105: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

P

SP

suara na dengar, mencari pekerjaan, ngobrol sama temannya itu untuk cara-

caranya si itu ee…sampai suara-suara tidak didengar kembali, cari

kegiatanlah begitu.

Kemudian. Kemudian ee…dalam penerapan SP halusinasi ini sendiri kak,

bagaimana ?apakah kefektifannya sesuai atau tidak ?

Kalau efektif, efektif cuman kan pasien beda-beda toh ada yang langsung dia

ini mengerti, ada yang lama sekali perlu tahap-tahap untuk sampai ke tahap

mengerti sekali itu pasiennya, tergantung pasiennya kembali cepatkah dia

kooperatif dengan keadaannya atau lama dia sampai dalam sekali itu

halusinasi, tergantung pasiennya. Ada yang halusinasi baru itu dalam sekali

dia punya halusinasi itu lama. Kalo ini sampai perawatan berapa bulan baru

bisa kembali bagus, sampai bisa komunikasi dengan bagus.

Berarti untuk keefektifannya saja itu kak ?

Kalau…SPnya sih efektif cuman pasiennya dulu berapa tingkatan ini

halusinasinya, kalau yang rendah-rendah pasti bisa langsung efektif caranya.

Tapi iya tergantung pasiennya beda-beda, ada yang langsung ada yang lama

baru bagus.

Kalaupun untuk penerapan SP itu sendiri ini kak yang pernah kita lakukan

selama bekerja disini, bagaimana kak ?

Mmm…maksudnya ?

Page 106: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

P

SP

P

SP

P

Maksudnya penerapan yang kita lakukan pada saat melaksanakan strategi

pelaksanaan pada pasien untuk SP halusinasi itu sendiri kak ?

Kalau diterap bagus (sambil mengangukkan kepalanya). Iya diterapkan

semuanya yang halusinasi, ee…kapan masuknya itu dilakukan semua pas

kembali ke perawatan, kembali pulang dirumah, bagitunya ?

Kemudian, begini kak pada saat pendokumentasian ee…dengan pelaksanaan

SP halusinasinya ini, apakah sesuai atau tidak ?

Sesuai.

Yang sesuainya itu kak, bagaimana kak. Bisa kita ceritakan ?

Yang ada di dokumentasikan di’ ?

Iye.

Eee…semua yang dilakukan ditulis semua di BRMnya. Aaa…di situ semua

terealisasi atau tidak. Misalkan pasien ini mampu ngak mengontrol

halusinasinya, caranya mengontrol bagaimana, menghardik kah atau tutup

telinga kah atau pukul-pukul bantal, semua di tulis di situ di dokumentasikan

di BRMnya. Ee…tercapai atau tidak tercapai ee…ditulis semua disitu,

BRMnya seperti ini toh, tercapai dan tidak. Kalau dia mampu itu artinya

sudah bagus, sudah bisa mengontrol halusinasi bisa perawatan lanjut mi, bisa

dihubungi keluarga untuk mengambil, begitu. Jadi di dokumentasi semua itu.

Kemudian untuk kelemahan dari SP halusinasi ini sendiri kak, apa yang kita

Page 107: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

SP

P

SP

P

SP

P

SP

P

SP

P

SP

ketahui ?

Kelemahannya?

Ataupun kekurangannya dari SP ini sendiri kak, untuk pasiennya ?

Eee…tidak ada kayaknya kalo kekurangannya, ndak ada ji’ yang dilakukan

terrealisasi ji’ semua.

Oh berarti kalaupun untuk ee…SP halusinasi ini sendiri sudah terrealisasi

semua berarti sudah terlaksana semua kak ?

Iya.

Kemudiannn apa ada hambatan dalam pelaksanaan halusinasi, SP halusinasi

ini selama ini kak ?

Tidak ada.

Kemudian bisa kakak jelaskan bagaimana gambaran pelaksanaan SP

halusinasi di ruangan ini ?

Gambarannn…maksudnya ? Gambaran apanya itu ?

Gambaran dalam melaksanakan atau mengaplikasi SP halusinasi itu sendiri

kak kepada pasien ?

Oooh. Ee…gambarannya di’ ? Mmm kayak mengontrol halusinasi ada di

situ di’, ee…kalo datang halusinasinya itu pasien di pisahkan dari temannya

yang lain untuk menghindari kejadian tooh, sesudah itu di pisahkan nanti

Page 108: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

P

SP

P

SP

P

disitu di Tanya di tanya ada apa, kenapa, nah disitu diajarkan mengontrol

halusinasinya tanpa pelaksanaan, terapi obatnya juga disitu.

Oh berarti disini dilakukan juga terapi obatnya kak ?

Iya dilakukan disini.

Kalaupun untuk terapi obatnya ini maksudnya tergantung dari

ee…tergantung dari keparahan halusinasi itu sendiri atau bagaimana kak?

Aaah…tergantung halusinasi berbeda pasti obatnya, tergantung

keparahannya asal halusinasi pasien.

Baik, yang tadi sempat saya dengar yang terkait dengan semacam kekerasan

fisik, maksudnya kekerasan fisik dalam artian disini aaa bagaimana kak ?

Aaa…ini kan halusinasi toh dek, halusinasi itu kita tau sendiri. Halusinasi

entah dia lihat saya musuhnya kah, entah dia lihat siapa, dia benci sama saya

atau dia benci sama orang melihatnya ke saya aa…tiba-tiba langsung datang

halusinasi dia bisa pukul saya, bisa terjadi kekerasan fisik disini, sama mi’

yang di dalam. Halusinasi dia, halusinasi seperti ini temannya halusinasi aaa

ketemu. Jadi bisa ee…terjadi ke ini kekerasan fisik di dalam.

Selama kakak bekerja di sini apakah kakak pernah mengalami hal tersebut ?

Belum pernah, mudah-mudahan tidak pernah. Uumm…(sambil

mengangukkan kepalanya).

Perasaan anda sekarang kak bagaimana dalammm, maksudnya selama ini

Page 109: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

SP

P

SP

P

SP

P

SP

ee…pada saat melakukan, ee…mengaplikasikan SP halusinasi itu sendiri ?

Bagaimana maksudnya, perasaannya ?

Iye.

Eee…berjalan semestinya. Kalo namanya manusia pasti ada perasaan ini

ee…sama pasiennya campur aduk rasanya.

Perasaan yang kita rasa bisa kita utarakan lagi kak, maksudnya perasaan

yang kita rasa bagaimana ?

Eee…bisa sedih lihat keadaannya orang, kasian juga ini orang, bisa langsung

jengkel kalau ada yang halusinasinya menjengkelkan sekali kita juga ikut

menjengkelkan sekali. Tapi ya namanya juga pekerjaan yaa…di tahan

dihadapi dengan baik, membina hubungan saling percaya supaya tidak

terjadi ini namanya ee…perilakunya supaya tidak memberontak begitu jadi

langsung kita harus bina hubungan saling percayanya sama pasien, supaya

dia percaya sama kita, dia bisa utarakan apa yang ada di pikirannya, apa

yang dia lihat.

Mmm…cara kakak untuk ee…melakukan hubungan bina, ee…hubungan

bina saling percaya itu bisa kakak jelaskan ?

A aaa..kalo biasanya pertama pasien belum tahu sama siapa-siapa kita, kita

perkenalkan diri “halo nama saya ini, suster disini, bekerja disini, kalo ada

apa-apa bertanya di saya, ada…ada yang mau di tanyakan, Tanya saja” kita

Page 110: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

saling menyapa sampai terbina itu hubungan saling percaya sama pasien.

Baik, terima kasih kak untuk waktunya.

Sama-sama dek.

Page 111: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

CATATAN LAPANGAN WAWANCARA

Judul Penelitian : Pengalaman Perawat Dalam Mengimplementasikan

Strategi Pelaksanaan (SP) Tindakan Keperawatan

Pasien Halusinasi.

Tanggal Wawancara : 06 Agustus 2019

Seting Wawancara : Obrolan Santai

Inisial Partisipan : Ny. “L”

Untuk Partisipan : Kedua

GAMBARAN SETING (URAIAN FAKTUAL)

Wawancara dilakukan di ruang perawat Kenanga RSKD Provinsi Sulawesi

Selatan. Sebelum melakukan wawancara peneliti meminta ijin terlebih dahulu

kepada partisipan, setelah itu barulah peneliti melakukan wawancara dengan

partisipan kedua yaitu Ny. “L” dalam mengimplementasikan strategi pelaksanaan

(SP) tindakan keperawatan pasien halusinasi.

Keterangan :

P : Peneliti

SP : Subjek Peneliti

Page 112: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

Kode Uraian Wawancara

P

SP

P

SP

P

SP

P

SP

P

SP

Selamat siang.

Iya siang.

Perkenalkan saya Annisa, mahasiswa dari Stikes Panakkukang

Makassar. Disini saya akan melakukan penelitian terkait dengan judul

yang akan saya teliti yaitu pengalaman perawat dalam

mengimplementasikan strategi pelaksanaan tindakan keperawatan

pasien halusinasi. Apakah kakak bersedia untuk saya wawancarai ?

Yaaa…boleeh.

Umur ta’ berapa ?

Aaa…kurang lebih 30 tahun. Masih terlihat mudah toh (sambil ketawa).

Sudah berapa lama kita bekerja di rumah sakit ini kak ?

Eee…terangkat 2009 jadi sekitar 10 tahun lebih.

Baik sebelumnya terima kasih kak untuk waktu yang telah di sediakan

(sambil ketawa). Saya ee…disini akan mengajukan beberapa pertanyaan

terkait dengan judul penelitian saya. Saya langsung saja untuk

pertanyaan pertama yaitu tentang SP halusinasi itu sendiri apa yang

kakak ketahui ?

Eee…SP halusinasi merupakan rangkaian percakapan komunikasi

Page 113: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

P

SP

antara perawat dengan klien ee…untuk membantu klien dalam

menghadapi halusinasinya.

Rangkaian percakapan yang dimaksud bagaimana kak ?

Eee…Misalnya menanyakan kondisi klien hari ini, ee…bagaimana

apakah klien masih sering mendengar atau sering melihat sesuatu. Terus

membantu klien untuk mengahadapi masalah yang di alami seperti dia

mendengar sesuatu, kita membantu klien bagaimana caranya untuk

ee…menghardik sesuatu sehingga tidak muncul kembali lagi kepada

klien.

Kemudian untuk hardik itu sendiri yang bagaimana kak ?

Eee…mengajarkan klien untuk ee…berbincang-bincang kepada

temannya, atau mengajarkan klien untuk beribadah sehingga dia tidak

sendiri, tidak melamun, supaya halusinasinya tidak muncul.

Kalaupun untuk ibadahnya disini ee…maksudnya ibadahnya biasa

dilakukan aa…disinikan ada yang pasti yang muslim dengan yang non

muslim, kemudian kalaupun kegiatan ibadah yang non muslim itu

berapa kali kak dalam seminggu kak ?

Kalau kita anjurkan kepada klien untuk sering melakukan ibadah, tapi

kalau kegiatan ibadah bersama itu sering kayak hari ini ada tadi kegiatan

agamakan biasa hari jumat lagi ada, ee…jadi ada terapi agama

namanya. Itu biasa 1 minggu 3 kali lah, tapi kalau untuk beribadah

Page 114: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

P

SP

harus setiap hari di anjurkan kepada klian.

Kalaupun untuk ee. Ee…apa, pasien muslim itu sendiri kak kalaupun

untuk jenis kegiatannya ini saja dalam sehari-hari ?

Mmm…kalau anu ya kita menganjurkan klien untuk rajin sholatkan,

ee…ee…kan namanya pasien jiwa ada merasa lupa atau bagaimana, jadi

kita anjurkan tapi kalau untuk mereka bersama-sama biasa itu ada 3 kali

seminggu harus ada di tempat terapi. Disana mereka, mereka disana di

ajarkan bagaimana kalau pasien yang muslim untuk ee…membaca Al-

qur’an, kalo pasien non muslim bagaimana mereka beribadah juga.

Berarti kalaupun untuk tempat ibadahnya disini tersedia memang kak ?

Iya sudah ada tempat untuk ee…terapi agamanya.

Baik, kemudian dalam SP ini sendiri yang pernah kakak terapkan

selama pengalaman kakak itu bagaimana ?

Eee…yang saya terapkan itu sering. Misalnya, klien kambuh

halusinasinya, ee…saya suruh mereka untuk eese…berbincang-bincang

kepada temannya yang lain, atau memukulll…atau lebih bagus

memukul bantal kalau missal ada muncul halusinasinya kan memukul

kasur, minum obatnya, pasti harus minum obat teratur ee…mee…lebih

fokus kepada agama-agama kan, daripada mereka muncul halusinasinya

jadi lebih bagus supaya ada mereka kegiatan, apa kegiatan terserah yang

Page 115: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

penting mereka tidak sendiri supaya halusinasi tidak muncul, gitu.

Kemudian, kalaupun untuk yang tadi kakak bilang ini yang tentang

kayak memukul-memukul bantal, kegiatan-kegiatan lainnya ini, jadi

maksudnya disini berarti kita yang mengarahkan atau maksudnya

mereka yang melakukan sendiri itu kejadian, maksudnya tingkah-

tingkah mereka yang seperti ini ?

Jadi kalau pertama-pertama pasien awalkan kita ajarkan, tapi kalau

mereka sudah lama disini mereka sudah tau sendiri kalau mau datang

halusinasinya itu pasti mereka ambil bantalkah, atau datang kepada

temannya untuk berbicara, mereka juga biasa mengadu ji’ sama

perawatnya kan “suster halusinasiku datang, suster ada yang saya

dengar-dengar lagi” jadi kami suruh lagi untuk bagaimana bilang kalau

mau daripada memukul teman lebih bagus memukul bantal atau

berbicara sama temannya saja supaya itu halusinasinya tidak datang,

gitu.

Oh berarti disini sesuai dengan instruksi dari perawat pelaksana itu

sendiri kak?

Iyyah. Sesuai instruksi mereka dengar apa yang perawat bilang itu

bagusnya biasa pasien, kecuali pasien baru toh biasa karna masih

bingung, gelisah, ya bagaimana kita ajarkan lagi yanggg, pendekatan

yang lebih kalau pasien baru. Kalau pasien lamakan mereka sudah biasa

Page 116: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

P

SP

P

SP

meraka bisa sendiri.

Kalaupun untuk pendekatan yang kakak lakukan disini, bagaimana kak?

Pendekatan yaaa lebih rajin berbincang-bincang kepada pasien

ee…lebih menayakan pada kondisi halusinasinya sering muncul lagi

atau tidak begitu.

Kemudian untuk penerapan SP halusinasi ini sendiri kak, ee…apakah

efektif atau tidak ketidakefektifan. Apakah ada ?

Kalau saya siih, lihat sih sudah efektif. Karena kami sudah melakukan

apa yang ee…apa yang sesuai dengan SP atau SOP kan yang anu sudah

dilakukan. Ee…pasien juga mendengarkan apa yang instruksi dari

perawat. Jadi kalau saya sih sudah efektif.

Berarti untuk penerapan SP ini sendiri kak berarti disesuaikan dengan

SOP sendiri.

Iya betul.

Pada saat pendokumentasian dengan pelaksanaan SP itu sendiri kak,

sesuai atau tidak sesuai dengan dokumen, antara dokumen dengan

pelaksanaan SPnya ?

Eee…kalau disini kita harus sesuai karna apa yang kita lakukan pada

pasien, tindakan apa yang kita lakukan harus di dokumentasikan semua,

jadi tidak boleh kita karang-karang, misalnya kita ee…lakukan A tapi

Page 117: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

P

kita tulis B. jadi harus sesuai dengan dokumentasi harus sesuai dengan

apa yang kita lakukan, kalau kita berikan obat halep ya halep di tulis,

kalo kita ee…menyuruh klien membantu klien untuk menghardik kita

tulis tapi kalau tidak dapat di lakukan ya tidak. Ndak boleh di catat,

sesuai harus sesuai.

Berarti ini dalam pendokumentasian dengan pelaksanaan SP itu sendiri

berarti sudah sesuai ?

Iya, sudah sesuai. Karena harus.

Kalaupun untuk kelemahan ataupun kekurangan dari SP itu sendiri kak,

bagaimana, apakah ada ?

Ya kelemahannyaa…kadang klien, terutama klien yang masih baru

mereka kadang lupa dengan apa yang perawat sampaikan. Misalnya kita

membantu klien untuk menghardik halusinasinya dengan cara kita

menyuruh klien untuk memukul bantal, kadang klien lupa ama

temannya yang pukulkan. Jadi itu kelemahannya kadang mereka lupa,

kadang ee…halusinasi mereka lebih besar daripadaa… ee…ingatan

mereka untuk menghardik jadi kita lebih. Perawatnya itu tugasnya lebih

mendalami lagi jika klien begitu, klien yang masih baru biasanya begitu.

Tapi kalau yang sudah lama yaa…sudah lebih bisa lagi untuk

menghardik.

Untuk respon perawat sendiri, ketika melihat kejadian-kejadian yang

Page 118: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

SP

P

SP

P

SP

P

SP

seperti itu kak, bagaimana ?

Yaaa…perawatnya pasti lebih dekat lagi kepada pasiennya, pasien yang

lebih membutuhkan perawatan tapi kan, kita disini sudah terbagi-bagi

kan timnya yang mana di fokus kepada pasien kita yang ee…betul-betul

masih membutuhkan ee…pendampingan untuk menghardik

halusinasinya.

Kalaupun untuk hambatan disinikan jelas ada, kalaupun dari pasien toh

kak ?

Iyyah.

Eee…tadi kita sudah jelaskankalaupun hambatan mungkin ada dari

keluarga kak, bagaimana ?

Kalau dari keluarga ya biasa ada keluarga yang ee…sudah untuk

dihubungi, bagaimana ada keluhan keluarga komunikasinya tidak jelas,

tidak…mereka tidak mendukung klien untuk ee…untuk lebih baik lagi

jadi kadang begitu. Jadi ee…kita perawat yang harus lebih mengerti.

Berarti disini ee…ada hambatan dari pasien dan keluarga. Dan

kalaupun, apakah ada hambatan dari rekan kerja ta’ kak selama bekerja

disini ?

Mmm…kalau saya pribadi sasama rekan kerja, tidak. Karena kitakan

ee…teman sejawat harus saling mendukung, saling membantu agar bisa

Page 119: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

P

SP

merawat pasien kita sama-sama untuk lebih baik lagi.

Kemudian apakah ada yang menghambat dari segi sarana dan prasarana

di rumah sakti ini sendiri ?

Eee…kalau sarana dan prasarana, yaaa jujur iya kadang ada

hambatannya kayak ee…obat kadang obat klien ee…ada yang kosong

atau ada ee…alat-alat kebutuhan klien yang eee minim jadi klien tidak

dapat semua. Ee…yah itu yang saya…sarana dan prasarananya ada

yang anu masih perlu di benahi lagi mungkin masih kurang.

Jadi kalaupun melihat ee…kejadian tersebut. Misalnya dari kekurangan-

kekurangan sarana dan prasarana ini sendiri berarti, apa tanggapan kita

kak sebagai seorang perawat pelaksana disini .

Yaaa…kalau saya berharap kedepannya rumah sakit kitakan rumah

sakit satu-satunya di ee...Sulawesi selatan untuk rumah sakit jiwa,

semoga kedepannya sarana dan prasarananya lebih meningkat lagi, lebih

terpenuhi semuanya agar kita perawat juga, perawat, dokter lebih efisien

lagi, lebih ee…lebih semangat lagi untuk ee…mee…untuk membantu

klien, untuk bisa sembuh, untuk lebih baik.

Bisa kakak ceritakan ee…gambaran pelaksanaan SP halusinasi itu

sendiri kak ?

Jadi karena kita terbagi tim ee…kalau saya sendiri pribadi mm…kalau

jadwal dinas saya sering memanggil ee…klien saya pas satu per satu

Page 120: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

karnakan terbagi box, kebetulan saya box 5 dan 6 itu box saya itu ada 8

pasien untuk sekarang ini, jadi saya panggil satu per satu menanyakan

terus saya menanyakan kembali bagaimana kondisinya, melakukan

komunikasi efektiflah. Ee…menanyakan kondisinya bagaimana, apa

halusinasinya msih sering muncul, apa klien sudah bisa untuk

menghardik halusinasinya, e…bagaimana apa klien ee…apa ibadahnya

ee…bisa terpenuhi, obatnya diminum teratur atau bagaimana. Apa ada

keluhan lagi, kita dengarkan terus kita bincangkan sama-sama untuk

mengahadapi solusinya.

Komunikasi efektif disini kak, bisa kita jelaskan ?

Eee…komunikasi efektif itu maksudnya komunikasi ee…komunikasi

yang terarah antara pasien dengan perawat. Ee…untuk ee…menghadapi

masalah klien.

Kemudian bagaimana perasaan ta’ kak selama ini, selama dalam

melaksanakan SP itu sendiri kak, perasaan ta ?

Oooh…perasaannya yaaa kita hadapi, ya…biar bagaimana perasaannya

harus senang karena klienkan juga membutuhkan kita untuk membantu

dalam menghadapi masalahnya. Jadi kalau kita sedih ya bagaimana mau

hadapi pasien. Mau tidak mau harus perawatnya yang senang duluan

agar kliennya juga bisa menghdapi halusinasinya dengan baik. Untuk

agar klien lebih bahagia untuk ke depannya.

Page 121: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

P

SP

Harapan kakak selama melaksanakan SP untuk pasiennya itu kak, apa

yang kita harapkan ?

Pastilah saya berharap ee…klien ee…pasien saya satu per satu bisa

menghardik halusinasinya dengan baik ee…pasien tidak sering lagi

kambuh-kambuh halusinasinya, datang tidak datang lagi halusinasinya

sehingga mereka bisa cepat pulang semua.

Ini kak, yang saya mau tanyakan lagi pasien yang dikatakan sembuh

dari halusinasi itu sendiri kak, yang bagaimana menurut ta’ ?

Kalau saya yang dikatakan sembuh itu, klien yang ee…halusinasinya

sudah tidak sering muncul lagi klien yang sudah bisa menghardik

halusinasinya. Kan yang namanya pasien kadang tiba-tiba mereka

datang halusinasinya tapi kalau klien sudah bisa menghardik

halusinasinya berarti klien sudah sembuh. Kalau menurut saya itu, tapi

kalau yang belum bisa menghardik betul halusinasinya berarti masih

belum sembuh, masih memerlukan perawatan yang lebih. Karena yang

namanya klien jiwa itu, pasien jiwa itu ee…pasien yang seumur hidup

minum obat tapi kalau klien sudah bisa menghardik halusinasinya kalau

saya sih sudah bisa bisa pulang, sudah bisa sembuh. Tinggal dibantu

lagi dengan keluarga

Baik kak, terima kasih atas waktunya.

Iya.okay, sama-sama.

Page 122: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

CATATAN LAPANGAN WAWANCARA

Judul Penelitian : Pengalaman Perawat Dalam Mengimplementasikan

Strategi Pelaksanaan (SP) Tindakan Keperawatan

Pasien Halusinasi.

Tanggal Wawancara : 07 Agustus 2019

Seting Wawancara : Obrolan Santai

Inisial Partisipan :Ny. “N”

Untuk Partisipan : Ke Tiga

GAMBARAN SETING (URAIAN FAKTUAL)

Wawancara dilakukan di ruang perawat Kenanga RSKD Provinsi Sulawesi

Selatan. Sebelum melakukan wawancara peneliti meminta ijin terlebih dahulu

kepada partisipan, setelah itu barulah peneliti melakukan wawancara dengan

partisipan ke tiga yaitu Ny. “N” dalam mengimplementasikan strategi pelaksanaan

(SP) tindakan keperawatan pasien halusinasi.

Keterangan :

P : Peneliti

SP : Subjek Peneliti

Page 123: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

Kode Uraian Wawancara

P

SP

P

SP

P

SP

P

SP

P

Selamat siang kak.

Selamat siang.

Perkenalkan nama saya Annisa, saya mahasiswa dari Stikes

Panakkukang Makassar. Disini saya akan melakukan penelitian terkait

judul yang saya ambil yaitu pengalaman perawat dalam

mengimplementasikan strategi pelaksanaan tindakan keperawatan

pasien halusinasi. Apakah kakak bersedia untuk saya wawancarai ?

Yaaa…saya bersedia.

Umur ta’ berapa kak ?

27 tahun.

Baik. Sebelum saya langsung ke intinya, disini saya akan mengajukan

beberapa pertanyaan terkait dengan judul yang saya ambil. Saya

langsung saja untuk pertanyaan yang pertama itu, yaitu apa yang kakak

ketahui tentang SP halusinasi itu sendiri kak ?

Ya…SP halusinasi itu ee…tentang bagaimana cara perawat berinteraksi

dengan klien atau pasien kita tentang mengkaji cara dia berhalusinasi,

seperti itu. Bagaimana pasien, kanada halusinasi terbagi beberapa

halusinasi pendengaran, halusinasi penglihatan dan lainnya.

Kemudian cara kakak membedakan halusinasi itu sendiri kak,

Page 124: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

SP

P

SP

bagaimana ?

Iya. Pertamakan dari sikap klien yang pertama. Jadi kita harus bantu

pasien dulu kendalikan apa halusinasinya, dia termasuk halusinasi

pendengaran oh…berarti dia yang mengatakan sama kita ee…”bu saya

masih mendengar suara-suara” toh, kalau begitu kita anjurkan dia

dengan latihan cara bagaimana ee…mengontrol dengan cara

menghardik, seperti itu. Kalau halusinasi penglihatan biasa ada pasien

bilang ee…”ih suster, ada saya lihat anuku keponakanku” toh, “saya

lihat” berarti dia halusinasi penglihatan toh karena dia melihat

bayangan keponakannya, seperti itu. Jadi kita tau dulu apa macam-

macam halusinasinya baru kita kaji lagi pasiennya, baru cara kontrol,

baru cara-caranya toh ada beberapa halusinasi pendengaran begini

halusinasi penglihatan seperti ini.

Kemudian cara kontrol ta’ kak dalam mene…me…menanggani kasus

halusinasi itu sendiri kak, bagaimana ?

Kalau halusinasi pendengaran tadi, kita ajar pasien dengan latihan cara

menghardik toh. Supaya dia tidak selalu mendengar hal-hal yang biasa

di dengar misalnya dia bilang “suster, masih saya dengar-dengar” jadi,

sudah minum obat. Biasa itu pagi sama sore kita ajar ki’ dengan cara

menghardik, seperti itu kalau halusinasi penglihatan tadi seperti dia

mengeluh toh, pasiennya mengeluh toh, “saya begini”, oh jadi kita

sebagai perawat dia termasuk halusinasi penglihatan harusnya dia

Page 125: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

diberikan kegiatan sesuai dengan kemampuannya, supaya dia dialihkan

toh. Misalnya dia ee…tempat tidur…merapikan tempat tidur,

disibukkan dengan mencuci piring, atau apa begitu. Sesuai dengan

kemampuan ee…kliennya supaya dia tidak ber…apa…berorientasi terus

toh dengan halusinasinya tersebut.

Biasanya kalaupun jenis kegiatan disini yang selama ini kakak sarankan

begitu untuk pasien yang dalam keadaan halusinasi itu sendiri kak, apa

saja ?

Misalnya, misalnya kalau datang lagi “ee…suster saya dengar-dengar”,

“ih, harus dilawa”, harus ee…kalau begitu dengan cara menghardik itu

dia harus ee…anukan ki’…ee…apanya…pikirannya, harus tenangkan

pikirannya toh. Biasa juga dia itu bingung sendiri, “suster, saya

bingung”. Jadi biasa itu disarankan pasien untuk tetap tenang, istrahat,

sudah itu minum obat. Biasanya obat yang dikandung kan, mengandung

ee…obat tidur, obat penenang jadi dia biasa untuk tenang dulu, nanti

sore hari dikasi kegiatan lagi, jadi biasa banyak pasien disini yang pergi

rehab kayak ee…pergi bikin, apa…pergi menjahit gitu. Biasa memang

ada orang rehab sendiri yang datang, untuk kita sama-sama latih pasien

ta’ supaya dia tidak selalu mendengar suara-suara tersebut. Besok, dia

bilang “ih bagaimana perasaannya ?”, “ndak mi’ suster, tidak ada mi’

saya lihat, tidak ada saya dengar-dengar”. Memang akan datang

kembali, sebenarnya akan datang kembali karena memang pasien jiwa

Page 126: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

P

seperti itu .

Mmm…kemudian pemahaman kakak selama bekerja tentang SP

halusinasi itu kak, bagaimana. Bisa kakak ceritakan kepada saya ?

Ya itu kayak tadi, misalnya kalau kita berhasil biasa pasien tidak

mengeluh lagi, tidak berteriak-teriak lagi, tidak mengamuk lagi, tidak

gelisah. Biasanya dalam waktu 2 hari 3 hari toh, tapi kalau misalnya

pasien masih mengamuk kita kolaborasi sama dokter bilang “dokter,

pasien masih mengamuk, masih sering gelisah”. Apalagi kalau dia

merasa terkucilkan toh sama keluarganya tidak pernah datang

menjenguk. Jadi kita harus menenangkan pasiennya sendiri (sambil

tertawa) seperti itu, sampai kolaborasi juga dengan obat-obatnya dokter.

Kemudia cara kakak menenangkan pasien halusinasi itu sendiri kak,

bagaimana?

E…pertama. Kan pasien halusinasi eh…tadikan ada latihan cara

menghardik jadi dia kalau…kalau datang lagi bingungnya

eh…ee…enteng ada pasien toh, “ee…jangan bingung, harus kau lawan

itu, harus ko…harus ko pergi apa…pergi sama temanmu, pergi

bercakap-cakap sama temanmu, jangan ko menghayal” gitu. Kalau dia,

kalau datang lagi mengamuk jadi biasa di ee…pasiennya di…fiksasi

toh. Jadi kalau dia mengamuk dia lukai temannya, seperti itu.

Kalaupun ini maksudnya tadi kalau melukai temannya. Disini biasanya

Page 127: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

SP

P

SP

mereka melakukan apa saja kak, biasanya pada temannya atau mungkin

kepada aa…petugas kesehatan begitu kak ?

Biasa kalau mengamuk toh, biasa kalau mengamuk…kita itu biasa

fiksasi ki’ tapi tidak dalam waktu lama. Kan ditenangkan dengan obat

toh, juga…kita juga sebagai perawat kasi terus, bilang “ee…tenang”

kalau dia masih mengamuk di kaji, dia itu kenapa bisa datang sore-sore

seperti biasa. Datang juga keluarganya menjenguk toh, bukan motivasi

untuk mengambil dia pulang, Cuma dia jenguk saja padahal pasien

sudah bisa pulang, seperti itu. Sebagai apa…keluarganya juga, kalau

pasien jiwa seperti itu mi’, biasa kodong tidak diterima kembali, jadi dia

tidak ambil pasiennya, jadi pasiennya kadang bigung sendiri sudah

bagus kadang dia bingung kembali, seperti itu.

Kemudian cara anda menangani dalam kasus ini kak, maks…terkhusus

lagi untuk ha….pasien halusinasi ini sendiri kak, bagaimana ?

Jadi caranya kalau misalnya dia datang di seperti tadi datang bingung

(sambil ketawa), datang ee…dilakukan mi’ ee…apa…dia ajak

pasiennya untuk cara mengontrolnya lebih detil lagi. Aa…di ajak bicara

toh, di ajak bicara karena kalau pasien juga pasien jiwa itu unik toh,

biasa juga ada yang berbohong, biasa juga dia meng…apa…mengada-

ngada bahwa memang dia sudah tenang tapi dia cari perhatian sama

kita, seperti itu. Jadi, kalau dia kentara pasien biasa mencari perhatian

oh berarti ee…kurang di kunjungi keluarganya jadi kita yang sebagai

Page 128: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

keluarganya, kita yang sebagai anaknya kah, kita yang sebagai…kita

yang sebagai orang apa…temannya, karena kan dia pasien jiwa (sambil

tertawa) begitu. Selalu merasa sendiri toh, kalau dia merasa sendiri

seperti itu dia pasti mengeluh “suster, suster, suster saya begini…saya

begini” dia selalu cari perhatian, ada juga yang dengan kekerasan, dia

marah-marah ndak jelas mengamuk, ya pasti otomatis kita fiksasi. Kalau

sudah di fiksasi sudah…sudah baik lagi ee…jadi saya bilang, jadi saya

kasi tahu pasiennya “kalau masih mengamuk toh, masih mengamuk toh,

masih gelisah, tidak ada yang temani”, kalau misalnya dia berbuat baik

kembali dia seperti semula, pasti kita akan temani pasiennya. Jadi lama-

lama dia itu menurut ji’ sama perawatnya, karena komunikasi ta yang

baik sama pasien. Tergantung dari kita juga.

Kalaupun yang kita maksud pasien yang unik disini kak, bagaimana ?

Pasien yang unik itu, yang itu mi tadi tidak keluarganya pasti dia cari

perhatian terus sama kita. Dia kayak kekanak-kanakkan toh sama kita

atau biasa juga dia, dia lakukan hal-hal yang cari perhatian…biasa dia

lukai dirinya sendiri, pernah ada pasien begitu toh…dia melukai dirinya

sendiri ee…ternyata mau untuk diperiksa dokter tapi dia ee…mau

melihat dunia luar yang…padahal dianya sudah bagus, pasiennya dia

lukai dirinya kembali, seperti itu. Itu pasien-pasien yang unik (sambil

tertawa).

Kalaupun melukai diri sendiri tadi, disini yang mereka gunakan

Page 129: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

SP

P

SP

P

SP

untuk…alat-alat untuk melukai diri sendiri ini seperti apa kak ?

Eee…kan tidak ada, tidak ada maksudnya alat dia seperti gosok-gosok

badannya sendiri toh, dia gosok-gosok badannya snediri di tembok

sampai ada muncul luka atau dia cakar sendiri badannya, seperti itu.

Jadi, otomatis kita rawat lagi lukanya jadi kalau itu toh sambil kita rawat

sambil kita komunikasi mi’ sama pasien bilang “jangan ki’ sakiti diri

ta’, saya tahu kita pasti sakiti diri ta’ “ pasti dia akan mengaku “iye,

suster. Tidak pernah datang keluarga ku lihat ka…iye, suster ee…apa

masih, masih…saya masih bingung ini suster bagaimana saya bisa

sembuh kasian” seperti itu.

Berarti untuk kalaupun tindakan selanjutnya kak, misalnya sudah

ada…ada kekerasan fisik mereka kayak melukai mereka…diri mereka

sendiri itu kak. Tindakan kita sebagai perawat kak, bagaimana ?

Itu tadi tindakan ta’ toh, di…di…(sambil ketawa) rawat ki lukanya, baru

di ajak komunikasi.

Kemudian ini kak, dalam pendokumentasian dengan pelaksanaan SP itu

sendiri kak, apakah sesuai ataupun tidak ?

Sesuai. Karena kita kan disini sudah apa yang kita tulis toh…untuk

pendokumentasian keperawatan ta’, menulis SOAP ta’ pasien seperti

tadi, pasien harga diri rendah, macam-macam pasien halusinasi, jadi kita

tulis mi’ di ee…rekam medisnya pasien, sesuai dengan pasien, keadaan

Page 130: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

P

SP

pasien satu…misalnya kita angkat diagnosa keperawatan toh…satu

diagnosa mi’ harga diri rendah sampai tuntas baru beralih lagi…apa

pasien keluhkan karena pasien jiwa banyak keluhannya (sambil

tertawa).

Berarti selama ini ee…cara pendokumentasian dengan pelaksanaa

SPnya itu sudah sesuai ?

Sesuai. Sudah sesuai, karena kita aa…di…sebagaimana perawat kita

harus apa yang kita…apa yang kita lakukan sama pasien toh, kita harus

tulis (sambil tertawa) sesuai dengan yang semestinya. Pasien minum

obatnya jam sekian, tinggal pasien ee…cara apa…cara berkomunikasi

dengan pasien kan beda-beda, ada pasien yang langsung (sambil

tertawa) baik besoknya, bisa di ajak senyum, besoknya marah-marah

sama kita toh, beda-beda. Jadi, sesuai ji’ dokumen…pendokumentasi

keperawatan ta’.

Ini dari pengalaman individu kita sendiri kak ?

Iyyah.

Kemudian yang menjadi aa…kelemahan ataupun kekurangan dari SP

ini sendiri kak, apa yang kita ketahui ?

Iya, biasa kita sudah full toh. Full ke pasien, komunikasi baik yang

kayak begitu saya bilang tadi keluarga-keluarganya. Sebenarnya harus

ada peran keluarga disini, pasien jiwa itu banyak keluarga yang tidak

Page 131: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

ambil atau pasien tidak ada menjenguk pasti otomatis disitu…disitu

kelemahannya. Jadi kita biasa sudah bagus pasiennya, dia kecewa lagi

dengan dirinya yang sudah bagus, sudah sembuh tapi tidak ada keluarga

menjemput. Seperti itu. Jadi ya…kita sama-sama (sambil tertawa)

menjadi keluarga disini. Jadi biasa pasiennya juga bisa bantu kita

toh…jadi sering ki’ sama pasien, seperti itu. Itu ji’.

Jadi kalaupun untuk tindakan selanjutnya ini dilihat dari, dari…apa

tadi…namanya yang keluarga pasien yang mungkin…bukan lagi jarang

malah tidak pernah mengunjungi pasien. Tindakan selanjutnya kakak ini

bagaimana, yang kita lihat.

Ini pasien disini banyak yang bertahun-tahun toh, banyak yang tidak

mau ambil, banyak yang itu mi’, biasa pasiennya…biasa pasiennya

sembuh akan kembali lagi disini. Dan juga biasa pasiennya sembuh baik

toh sudah bekerja dia datang ke sini, dia datang ke sini

dengan…apa…raut muka bahagia, dia sudah punya anak, sudah punya

suami, jadi macam-macam. Ee…ada ynag pasien yang sudah kita

ee…misalnya keluarga tidak ambil, kita biasa sudah sa…apa…sudah

sembuh, kita…kita berikan dia motivasi toh, untuk bilang “ibu, kita

sembuh. Baik maki”, “oh iye, saya mau pulang suster”, tapi tidak ada

keluarga, kalau begitu kita bekerja, kita cari uang. Ee…biasa itu

pasiennya datang, pasien datang sudah cantik (sambil tertawa) toh, biasa

kalau datang…kalau awal…se…apa…waktu awalkan dia tidak sesuai

Page 132: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

sama anu hari-harinya (sambil tertawa), dia kasian kotor, kumuh toh.

Tapi kalau keluar dari sini biasa ada pasien bagus, biasa juga kembali

lagi gila karena tetap begitu di luar masih…masih…tidak minum obat.

Untuk pend…pendekatan ini sendiri kak dalam komunikasi yang biasa

kita lakukan selama ini kak, bagaimana ?

Maksudnya cara berkomunikasinya sama pasien ?.ee…cara

berkomunikasinya seperti itu, ditanya ki’ bilang “kenapa, apa masalah

ta’ ”, biasa juga pasien ada yang mau bilang, ada juga pasien yang tidak

mau bilang, ada juga pasien yang acuh tak acuh tapi sebenarnya

butuh…toh, seperti itu. Jadi, kita caranya…dengan baik, toh…di…di

bujuk…di bujuk karena lama-lama itu ada perasaan ibanya sendiri

untuk…ee…merasa untuk mencari perhatian, jadi langsung ji’ sendiri di

bilang “suster saya begini, suster ssaya sudah tdak punya uang,

keluargaku tidak datang” seperti itu. Jadi ku bilang “iye, datang ji’

nanti, saya tidak beri harapan toh…nanti dihubungi keluarga ta’, nanti

kalau keluarga ta sudah dihubungi nanti di beri tahu ki’ kembali”,

seperti itu. Ada juga yang, yang…yang baru-baru ini, ee…itu pasien

sudah datang keluarganya, sudah mau di jemput keluarganya, tapi

(sambil tertawa) dia senang dengan teman-temannyadisini. Jadi kita

kasih komunikasi, “bisa ji’ kita keluar maki, datang ki’, datang disini

menjenguk teman-teman ta’ ee…seperti maki orang normal yang baik,

kalau diluar itu tidak mungkin tidak diterima ki orang” karena merasa

Page 133: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

perasaan seperti itu toh, ee…sudah diterima sama keluarga, masyarakat

lagi sosial yang tidak menerima. Jadi, dikasi lagi motivasi pasien, dikasi

lagi motivasi keluarganya yang sudah mau menjamput toh, bilang “bu,

pak, harus teratur minum obatnya, harus care sama keluarga ta’, harus

ki’ selalu berkomunikasi sama dia, jangan ki selalu lihat dia menghayal”

seperti itu. Kalau dia menghayal temani cerita atau ee…paling tidak

berikan dia pekerjaan”, seperti itu. Dan juga yang paling penting,

kegiatan agamanya seperti ritualnya toh. Kalau islam kan, kita islam

toh…kita islam selalu ingatkan sholat, “selalu ingatkan berdoa bahwa

kita itu sembuh, kita itu bisa ki’ jadi normal kembali”, seperti itu.

Selain kegiatan ibadah, yang kakak ketahui apa lagi. Selain itu kak ?

Selain kegiatan ibadah, sudah, sudah dibujuk pasien, sudah mi’ anjurkan

sholat, ee…kegiatan yang misalnya itu diajak…diajak pasien untuk

ee…apa…ee…kalau sudah sampai, kalau di apa…di Tanya keluarganya

kalau sudah sampai di rumah “ kasi bergaul ki’ dengan tetangga yang

dipercaya toh, yang tidak…sekarang kan membuli, banyak sekali

kasian. Jadi, pasien biasa memang akan masuk kembali karena, karena

faktor lingkungannya juga. Jadi, usahakan pasiennya betul-betul

di…betul-betul istrahat dengan baik, ke…kita juga harus selalu, pasti

keluarga juga telepon kita “ suster, bagaimana kalau dia begini, suster

bagaimana kalau dia begini”, seperti itu. Jadi kita pasien jiwa sama

susternya toh untuk jiwa sangat care. Care sudah, sudah (sambil ketawa)

Page 134: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

mendarah daging. Tapi perasan ta’ itu memang…empati ta’ tinggi sama

pasien-pasien jiwa. Begitu mi dia gi…tidak normal, tidak seperti orang

lain, kayak banyak dikucilkan, siapa lagi yang rawat kalau bukan kita

sama dokter, seperti itu.

Kemudian, apa yang membuat kakak termotivasi…pada saat

melaksanakan SP ini. Maksudnya melihat dari kondisi pasien itu sendiri

kak, yang membuat kakak kayak bersemangat lagi untuk bekerja,

kemudian bersemangat lagi dalam ee…merawat pasien dan sebagainya?

Eee…karena diri kita, kita toh perawat ki’, jadi memang naluri ta’ itu

tinggi sama pasien. Jadi kalau kita lihat pasien ta’ lagi down pasti kita

kasi semangat, ee…jadi kalau kita pasien ta’ sudah apa…sudah sangat

dekat mi’ sama kita pasti ada hubungan batin begitu, mau fisik…mau

jiwa toh. Kalau pasiennya sembuh kita…kita juga yang senang, jadi

memang kalau ee…kenapa kita semangat bekerja, kita lihat pasien ta’

kalau pasien ta’ sudah sembuh berarti kita juga termasuk dari berhasil,

berhasil ki’ kasih bagus ki’ pasien ta’, gitu ji’. Intinya ee…

(sambiltertawa) bekerja ki’ dari hati juga, bekerja ki’ dari hati yang

ikhlas gitu ee…

Kemudian pendekatan yang secara fisik ini kak, bisa kita jelaskan ?

Eee…pendekatan secara fisik. Kita tidak jijik sama pasien gitu ee, kita

tidak merasa pasien itu kayak benalu begitu, kayak beban. Padahal itu

Page 135: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

pekerjaan dimana itu pasien juga rezeki dari kita toh…jadi, sebenarnya

kita itu ee…ss…mutualisme sama pasien, seperti itu. Kalau pendekatan-

pendekatan fisik seperti itu, kita care, kita…kalau misalkan orang yang

gangguan jiwa siapa mau pegang ki’, tapi kalau kita komunikasi pegang

tangannya, kita tanya baik-baik, apalagi kalau ada yang seumuran sama

kita pasti lebih, pasti lebih bagus komunikasinya. Apalagi kalau kita

perempuan toh sama kayak misalnya kasian ibu yang dia rindu anaknya

seperti itu, disini intinya komunikasi yang penting.

Kalau untuk pendekatan jiwanya ini kak, bisa kita jelaskan ?

Maksudnya pendekatan jiwa itu, dari diri ta’ sama pasien. Kalau

pasiennya ee…merasa percaya sama kita pasti dia ungkapkan ji’ semua,

pasti dia ungkapkan ji’, pasti dia mengeluh kalau dia merasa bilang “ih,

suster…susternya tidak care” toh “eeh…tidak mau ja’ cerita sama

suster” akan ada ji’ rasa penolakan, dir…di…gitu.

Penolakan seperti apa yang selama ini kita dapatkan kak ?

Kalau saya, ndak pernah ji’. Saya ee…maksudnya saya, bukan tidak

pernah gagal, maksudnya tidak ada ji’ pasien yang tidak…disini toh,

ndak ada ji’ pasien yang ee…tidak mau untuk di ajak komunikasi

selama ini, yang mengeluh sama saya toh. Pasti ji’ saya bilang “kenapa

ki’, duduk mi’ “ “iya suster begini” dia ji’ sendiri yang…ada juga pasien

yang malu toh “kenapa ki’ malu, kenapa ki’ bingung, bicara ki’, ada

Page 136: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

bisa saya bantukan ki’ ”, seperti itu. Bikin ki’ kontrak sama pasien yang

baik.

Kemudian, apa…ee…disini…ee…cara melakukan, bagaimana cara

kakak melakukan bina hubungan saling percaya itu pada pasien ?

Iya. Jadi kalau kita mau cari, kita kepercayaan ke pasien

toh…bagaimana cara kita menyikapinya dari pertama kali ee…untuk

pasien…ada pernah pertama kali datang, dia tidak mau lihat ki’ toh, dia

tidak mau lihat kita tapikarena dia penasaran sama kita daaah…akhirnya

komunikasi “ ibu…siapa nama ta’, kenapa ki’, “kenapa lihat-lihat ka’,”

ada kita mau cerita”, seperti itu. Jadi hubungan saling percaya nanti

ee…kelihatan. Pasti dia cari perhatian, beda toh kalau ynag cari

perhatian memang, beda memang sama yang memang betul-betul dia

pasti senyum, kalau pagi itu…dulunya yang cuek akhirnya sama-sama

kita cerita, senyum, di tau masalahnya “oh seperti ini, masalah

keluarganya, pacarnya, atau apanya” toh, sampai dia ke sini, sperti itu.

Intinya kita sama pasien ee…melindungi juga privasinya toh, dia bilang

“ibu, jangan ki’ nah bilang begini ka’ “ biasa ji’ dia bilang seperti itu,

kalau anu ka begini, begini, “tidak ji’, yang penting kita cerita sama

saya,yang penting kita jangan ki’ selalu berfikir bahwa kita tidak bisa

sembuh, yakin maki sembuh, insya ALLAH bisa ki’ sembuh.

Tadi juga sempat ee…saya tangkap, kakak berbicara tentang

kesembuhan pasien itu sendiri. Kemudian pasien yang dikatakan

Page 137: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

SP

P

SP

sembuh dari halusinasi itu sendiri kak, cirri-cirinya bagaimana ?

Ciri-ciri dia tenang toh, dia tenang ee…bisa senyum (sambil tertawa)

sama temannya, sama perawat, terus dia juga kalau pasiennya sudah

tidak bicara sendiri (sambil tertawa), sudah tidak bicara sendiri, sudah

seperti…sudah seperti…apa di’…ee…pasien sudah seperti manusia

normal, yang tidak selalu mengamuk, kan kalau ku bilang tadi toh cirri-

ciri halusinasi pendengaran sama penglihatan rata-rata seperti itu. Jadi

kalau dia sudah tenang, sudah baik, sudah mau balas senyumnya

perawat, sudah tidak cari perhatian lagi, seperti itu.

Kemudian yang menjadi kendala ataupun hambatan kakak pada saat

ee…melakukan SP halusinasi ini sendiri kak, bisa kakak ceritakan ?

Iya. Pasiennya dari…apa…dari pasien biasa mengamuk toh, seperti itu

pasien mengamuk…terkendala lagi, sebenarnya pertama dia mau cerita

tapi datang lagi halusinasinya yang jelek, dia mengamuk lagi, dia

melempar-lempar barang, tapi selama ini saya atasi ji’ kalau dia

ee…mau ee…bersi keras denga perawat toh, dia ndak bisa karena ada,

apa…ada…ada…ada cara supaya dia bisa se…sebelum di fiksasi toh,

sebelum di fiksasi di Tanya pasiennya, “ee…jadi kita, jadi kita tidak

mau bekerja, kerjasama kita kalau kita fiksasi”, kalau di ikat seperti itu,

pasien tidak bisa tenang, “oh tidak ji’ suster, baik ma’ suster, tidak mi’,

saya tidak, tidak anu mi’ suster, tidak mau ma’ mengamuk suster, tidak

Page 138: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

P

SP

P

SP

saya lukai temanku”, “oh iye nah, janji nah, janji” seperti itu.

Kemudian, apa ada kak hambatan dari keluarga pasien itu sendiri ?

Itu tadi toh pasiennya, keluarganya ada yang (sambil tertawa)mau

datang, ada yang tidak mau datang. Kalau yang datang bersyukur, yang

tidak mau datang ya…kita rawat pasiennya dengan baik, dan kita kasi

motivasi terus bahwa dia akan sembuh, kalau ada keluarganya nanti

datang, kalau tidak…apa…kalau keluarganya tidak datang, paling tidak

bersosialisasi dengan teman-temannya yang baik, gitu.

Kemudian apa ada hambatan dari rekan kerja ta’ selama kakak

melakukan SP ini sendiri kak, dalam mengimplmentasikan ?

Kalau saya selama ini. Alhamdulillah tidak ada ji’ hambatan kalau

sesama rekan kerja. Karena kami saling tolong toh, Intinya kalau selama

ini saya belum ada ji’ hambatan yang bagaimana sekali untuk

ee…sesama rekan kerja.

Kalaupun untuk sarana dan prasarana ini sendiri kak ?

Sarana rumah sakit ?

Yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan SP ini sendiri kak ?

Kalau hambatannya eemm…kalau dari prasarana rumah sakit di

bagian…pasti tempat tidurnya, pasien lebih banyak dari tempat tidur.

Jadi, otomatis pasien harus bekerja sama toh, dalam satu tempat tidur

Page 139: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

berdua sama-sama, seperti itu, itu ji’ hambatan masih kurang tempat

tidur disini.

Kemudian apa harapan kakak, maksudnya harapan kakak selanjutnya.

Melihat dalam sarana dan prasarana disini tidak memadai ?

Ya kalau, kalau masalah ee…ruangannya toh sudah bagus. Cuman itu

tadi tempat tidurnya supaya pasien bisa beristrahat dengan tenang,

supaya pasiennya bisa, supaya pasiennya punya privasi toh…gitu,

semoga rumah sakit diberi (sambil tertawa) diberikan ee…sarana dan

prasarana yang lebih lagi. Kalau sampai sekarang kalau yang tidur

berdua ji’ pasiennya tidak apa-apa, cuman kan ada…kalau kita punya

tempat tidur punya privasi toh, masing-masing pasienkan lebih bagus.

Kalau ruangan bagus, karena dia bersih…karena psien diajarkan asperti

itu, membersihkan tempat tidurnya sendiri kalau datang halusinasinya,

“ee…berihkan mi’ paeng tempat tidur, oh…atau kita pergi

ee..t…apa…pergi siram bunga sama-sama ki’ di depan” seperti itu ji’,

cari…emngalihkan suasanasupaya dia tidak…selalu datang halusinasi

yang lain.

Gambaran pelaksanaan SP sendiri ini kak yang kita ketahui, bisa anda

jabarkan atau jelaskan pada saya, ceritakan ?

Eee…yang halusinasi. Dia bilang ee…”suster...ee…saya itu selalu

merasa ee…di kucil ee…di kucilkan sama keluargaku padahal keluarga

Page 140: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

tidak datang menjenguk” jadi halusinasi datang sendiri toh, jadi saya

bilang “ee…sini ki’, kita kenali ki’ dulu” jadi saya tanya “oh…kita itu

sebenarnya tidak di kucilkan sama keluarga ta’, sebenarnya keluarga ta’

datang ji’ nanti menjenguk tapi dari kita, kita harus berubah toh.

Pertama kita harus ee…hilangkan rasa-rasa, rasa halusinasi ta, rajin ki’

minum obat, rajin ki’ harus selalu tenang, harus ki berkomunikasi sama

teman ta’ “ langsung dia bilang “okay suster, ee…tapi biasa suster

datang-datang lagi”, “kalau datang lagi…hardik lagi (sambil ketawa)

jangan sampai pikiran ta’ kosong sampai yang kalau tidak bisa ki’ minta

bantuan ku, datang ki’ bicara sama saya, apa masalah ta’ “. Setelah itu

pasiennya biasa ee…sudah makan toh, minum obat, tidur, sorenya lagi

itu datang…datang lagi. Dia cari ki’, tapi kita kan pergantian shift jadi

sama perawat yang lainnya, jadi dia Tanya “oh…kita janji apa sama ini

pasien” seperti itu “oh, tidak. Mau ji dperhatikan, mau ji’ cerita itu”

besoknya cerita lagi akhirnya pasiennya merasa di hargai, merasa ada

temannya cerita sampai ee…sampai di motivasi bilang “kita bakalan

sembuh, tidak akan ki’ di kucilkan kalau kita bisa lawan diri ta’

sendiri”.

Perasaaan kakak selama menjalankan ataupun menerapkan SP

halusinasi ini sendiri kak, bagaimana selama ini. Bisa kakak jelaskan ?

Itu susah-susah gampang karena pasien jiwa (sambil tertawa) jadi, kalau

pasiennya emm…ceritanya kita orang mudi toh dihadapi ki’ teman,

Page 141: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

kayak sosialisasi sama teman suka mood, moodnya hilang, biasa tidak

mau, biasa mau, biasa cerita, biasa tidak cerita, biasa mengamuk, seperti

itu. Jadi, apa di’…ee…harus ki’ pintar-pintar berkomunikasi bersama

pasien kalau kita sebagai perawat jiwa.

Okay, terima kasih kak atas waktu yang telah diberikan. Ee…iye kak.

Iya, terima kasih nah. Begitu ji’, intinya semuanya serahkan sama yang

di atas kita sudah men…mencoba merawat pasien ta’ dengan baik jadi

pasiennya juga berdoa, perawat juga berdoa, semua tulus ikhlas, insya

ALLAH pasien ta’ baik.

Iye kak, terima kasih atas waktunya kak.

Iye terima kasih, sama-sama (sambil tersenyum).

Page 142: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

CATATAN LAPANGAN WAWANCARA

Judul Penelitian : Pengalaman Perawat Dalam Mengimplementasikan

Strategi Pelaksanaan (SP) Tindakan Keperawatan

Pasien Halusinasi.

Tanggal Wawancara : 07 Agustus 2019

Seting Wawancara : Obrolan Santai

Inisial Partisipan : Ny. “F”

Untuk Partisipan : Ke Empat

GAMBARAN SETING (URAIAN FAKTUAL)

Wawancara dilakukan di ruang perawat Kenanga RSKD Provinsi Sulawesi

Selatan. Sebelum melakukan wawancara peneliti meminta ijin terlebih dahulu

kepada partisipan, setelah itu barulah peneliti melakukan wawancara dengan

partisipan ke Empat yaitu Ny. “F” dalam mengimplementasikan strategi

pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pasien halusinasi.

Keterangan :

P : Peneliti

SP : Subjek Peneliti

Page 143: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

Kode Uraian Wawancara

P

SP

P

SP

P

SP

P

SP

P

SP

Selamat siang kak.

Siang.

Perkenalkan nama saya Annisa, mahasiswa dari Stikes Panakkukang

Makassar. Disini saya akan melakukan penelitian terkait dengan judul

yang saya mau teliti pengalaman perawat dalam mengimplementasikan

strategi pelaksanaan tindakan keperawatan pasien halusinasi. Apakah

kakak bersedia untuk saya wawancarai ?

Iya bersedia.

Umur ta’ berapa kak ?

34 tahun.

Sudah berapa lama kita bekerja disini kak ?

3 tahun.

Baik. Sebelum saya masuk ke metode wawancaranya, disini saya akan

mengajukan beberapa pertanyaan, ee…saya langsung saja untuk

pertanyaan yang pertama yaitu apa yang kakak ketahui tentang SP

halusinasi itu sendiri ?

SP halusinasi ada 4, yang pertama bagaimana pasien mengenal

halusinasinya dan mengajarkan metode menghardik itu. Jadi, di SP satu

Page 144: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

itu kita mengajarkan ee…apa memperkenalkan ke pasien tentang isi

halusinasinya, kapan munculnya, kemudian berapa kali frekuensi

munculnya halusinasi. Lalu kemudian kita mengajarkan bagaimana

pasien ee…mee…apa namanya memutuskan halusinasinya dengan

menghardik. Terus yang berikutnya ada SP2P ini mengajarkan pasien

ee…bagaimana minum obat ee…5 benar minum obat, artinya pasien

dapat memutus halusinasinya dengan cara meminum obat. Terus yang

ke 3 ee…SP yang dilakukan ke pasien itu bercakap-cakap dengan

ee…teman, artinya ketika muncul halusinasi bagaimana pasien dapat

mengontrol halusinasinya dengan cara ee…mengajak temannya

bercakap-cakap pada saat muncul halusinasi. Dan yang terakhir itu,

bagaimana pasien melakukan, apa…memutuskan halusinasinya dengan

cara melakukan kegiatan ee…di ruangan.

Kalaupun untuk menghardik ini, bagaimana cara kakak memberikan

pengarahan pada pasien yang mengalami halusinasi itu sendiri.

Iye, jadinya kalau pasien mengalami halusinasi ee…yang dilakukan

adalah dengan cara ee…tentunya memberikan pengajaran terlebih

dahulu pada pasiennya. Jadi, pasiennya diajarkan bagaimana cara

menghardik, dengan misalnya dia ee…alusinasi pendengaran ee…di

minta untuk tutup telinganya kemudian menghardik halusinasi yang dia

dengar. Seperti itu.

Page 145: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

P

SP

P

SP

Kemudian untuk kegiatannya ini kak, apa saja ?

Haaaaa…?

Untuk kegiatan yang dilakukan ee…yang dianjurkan untuk pasien ini

kak, kegiatan apa saja ?

Kalau kegiatan untuk pasien yang berada di tahap 4, apa…di SP4 itu

kegiatan yang biasa dilakukan di ruangan itu, karena disinikan dia di

bangsal, apa…dibangsal ini pasien ee…apa…beberapa orang dalam

satu ruangan jadi biasa kegiatan dianjurkan itu ee…kayak

membersihkan saja tempat tidurnya, membersihkan ruangan,

membersikan kamar mandi.

Selain itu kak, ada kegiatan lainnya ?

Kegiatan lain ee…misalnya pada waktu makan bagaimana dia bisa, apa

namanya ee…mempersiapkan makanannya sendiri, mempersiapkan dan

ee…membersihkan tempat-tempat makannya sendiri. Dan seputar ADL

saja, dia aktivitas disini seputar ADL.

Kalaupun untuk kegiatan kayak kegiatan keagamaan kak, apakah ?

Kalau keagamaan itutergantung kalau pasiennya sudah ee…sudah

memenuhi masuk dalam ee…askepnya, SPnya sudah selesai baru biasa

diikutkan pada ee…apa namanya pada terapi mudalitas itu, terapi

keagamaan itu.

Page 146: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

P

SP

P

SP

Kalaupun untuk terapi keagamaan ini kak ee…berapa kali dalam 1

minggu ?

Kalau terapi keagamaan itu di rumah sakit tergantung kalau agama

mayoritasnya muslim itu biasanya dilakukan dalam 2 kali seminggu.

Untuk itu kalau tidak salah setiap selasa kamis, kalau tidak salah selasa

kamis. Iyaah.

Kalaupun untuk yang non muslim kak ?

Ada juga. Jadi ee…tergantung anunya apa, pemuka agamanya, tokoh

agamanya datang hari apa, itu sudah dijadwalkan di rumah sakit. Seperti

itu.

Kemudian ee…pemahaman kakak tentang SP halusinasi itu sendiri kak.

Bisa kakak jelaskan ?

Pemahaman yang bagaimana ?

Pemahaman dalam mengimplementasikan SP halusinasi itu sendiri kak?

Jadi kalau misalnya, ee…pelaksanaan SP halusinasi tentunya kan lihat

dulu situasi pasien. Kalau pasien dalam kondisi kritis, fase krisis ya fase

krisis itu tidak bisa kita lakukan ee…apa…kita tidak bisa mengajarkan

SP, kita tidak mampu. Kenapa, pasiennya tidak menerima apa yang kita

sampaikan. Jadi selepas dari fase krisis baru kita mulai menerapkan lagi

SPnya, kalau misalnya dalam ee…apa…sudah beberapa penerapan SP

Page 147: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

kemudian pasien ee…error ee…kita hentikan SP kita tangani dulu fese

krisisnya begitu. Jika fase kriris berakhir baru kita lanjutkan lagi untuk

melakukan ee…SP itu yang sudah kita ee…laksanakan sebelumnya,

gitu.

Ada lagi kak yang kita ketahui ?

SP seperti itu. Dan kemudian, ee…yang biasa di lihat itu nilai dulu

kondisi pasien. Misalnya apakah pasien berada di tahap halusinasi yang

mana. Kalau pasien berada di tahap halusinasi dimana halusinasinya

menyenangkan itu sangat-sangat ee…sulit untuk menerapkan SP, gitu.

Kenapa pasien senang jadi meskipun kita paksakan untuk memutus

halusinasinya dengan cara menghardik ataupun tahapan SP yang lainnya

pasti dia juga tidak bisa memutus halusinasinya karena halusinasi yang

dia rasakan itu menyenangkan buat pasien. Iya gitu.

Kalaupun untuk ee…kan disini ada beberapa tahapan, jadi dari beberapa

tahapan itu ee...bagaimana cara kakak mengenalinya begitu ?

Iya, kalau mengenali tahapan 1 sampai tahapan 4 dari halusinasi itu

tergantung kita lihat dari, kita mengobservasi dari perilaku pasien, gitu.

Jadi ada memang pasien yang oh ini berada di, kita bisa nilai

ee…dengan perilakunya ee…misalnya pasiennya asyik dengan

halusinasinya atau tertawa…selalu tertawa, kemudian selalu ee…apa

namanya ekspresi yang menyenangkan berarti pasien itu ee…apa,

Page 148: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

orientasi perasaannya itu menyenangkan, jadi halusinasi yang didengar

itu menyenangkan buat dia. Kalau pasien sudah masuk ke fase

mengamuk atau ada pasien…apa namanya ee…agresif berarti dia

ee…berada di fase ke 4 dimana dia merasa ee…halusinasinya apa,

dimana dia harus mengikuti ee…apa yang diperintahkan oleh

halusinasinya. Biasa kita lihat pasien halusinasi kemudian dia

mengamuk. Seperti itu.

Kalaupun untuk jenis aa…, keparahan itu sendiri kak, bagaimana cara

kita menanganinya ?

Kalau keparahan dari halusinasi, misalnya dia sudah berada di fase ke 4.

Dimana dia sudah mengarah ke PK, biasanya kita selesaikan dulu

permasalahan yang ada disitu, artinya kita tidak bisa menerapkan SP di

situ yang kita mesti lakukan bagaimana menyelesaikan dulu fase

krisisnya pasien. Seperti yang tadi saya sampaikan bahwa SP tidak bisa

kita laksanakan ketika pasien berada pada fase krisis. Biasanya, kalau

misalnya pasiennya sudah mengarah ke perilaku kekerasan biasanya

kita selesaikan dulu itu dengan cara melakukan pengekangan atau

isolasi. Jadi pasiennya di apa, di…di…di…apa dis…di...di...di…apa

dis, pasiennya kita ini dikamari isolasi supaya apa ee…mengurangi

aktivitas motoriknya. Kemudian ee…jika dengan mengisolasi di kamar

isolasi, pasien juga tetap gadu gelisah. Kita lakukan dengan cara

penekangan atau melakukan pengikatan pada pasien, penekangan ini

Page 149: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

tentunya ada SOPnya, ada tahapan-tahapannya, ada yang mesti kita

observasi pada saat pasien melakukan pengekangan sehingga tidak

memberikan dampak ee…apa, negatif pada pasien itu sendiri sampai

pasien bisa atau mampu mengontrol ee…perilakunya. Seperti itu.

Kalaupun untuk ee…setelah dilakukan isolasi pasiennya, apakah ada

perubahan ataupun perkembangan dari pasien itu sendiri kak ?

Iya. Biasanya pasien dalam fase krisis dengan ee…apa, PK mengarah ke

PK dengan pengekangan atau isolasi ee…dalam beberapa waktu pasien

bisa merubah parilakunya, apa namanya kembali ke…kembali tidak

agresif itu. Jadi, ee…manfaat dari pengekangan dan isolasi tadi atau

isolasi tadi itu memang ada, jadi dengan pengekangan atau isolasi bisa

membantu pasien untuk mengontrol energi didalam ee...dirinya supaya

tidak ee…melakukan aktivitas ee…yang berlebihan seperti mengamuk,

gitu.

Kemudian dalam penerapan SP halusinasi ini kak, pengalaman kakak

selama ini bagaimana ?

Iya…(sambil tertawa), kalau penerapan…dalam penerapan halusinasi

yaaa…tentunya banyak, banyak hal yang…yang kita ee…kita hadapi

tergantung dari ee…pasien yang pertama dari segi kooperatifnya.

Apakah pasien kooperatif untuk melakukan apa yang kita sampaikan

pada pasien yang ee…kooperatif dalam mengikuti ee…apa namanya,

Page 150: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

ee…instruksi atau penyampaian kita mengikuti kegiatan ee…apa

penerapan SP tadi akan cepat juga ee…mengalami perubahan perilaku.

Namun, kalau pasiennya tidak kooperatif untuk ee…melaksanakan apa

yang sudah diajarkan tentunya akan memperlambat proses kemampaun

dari pasien itu sendiri dalam ee…melakukan ee…mengontrol

halusinasinya atau memutus halusinasinya, iya.

Terus, dalam penerapan sendiri ini kak, apakah sudah efektif atau tidak?

Kalau penerapannya, sebenarnya ee…sudah cukup efektif. Cuman yang

menjadi permasalahan itu ketika ee…apa, ee mungkin kondisi-kondisi

dari pasien itu sendiri, misalnya di ruangan tidak ada privasi misalnya

didalam ruangan-ruangannya indah pasti ada privasi. Karena didalam

ruangan kan ada beberapa orang yaa, ee…mungkin akan, mugkin akan

lebih efektif penerapannya. Sekiranya itu ee…kondisi, kondisi

lingkungannya itu e…hampir mirip dengan kondisi lingkungan di

rumah gitu, mungkin akan lebih efektif apalagi kalau misalnya ada

pendampingan dari pihak keluarga, ya…mungkin itu lebih efektif

penerapannya.

Jadi, dalam penerapan ini keluarga sangat berperan penting ?

Iya, sangat. Pasien kan ee…biasanya ee…apa, memerlukan dukungan

keluarga juga. Biasakan pasien lama di jenguk, akhirnya ee…pasien

bingung atau mungkin ee…ada perasaan lain sehingga, ee…kurang

Page 151: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

P

SP

termotivasi dalam mengikuti regimen-regimen atau terapi yang kita

berikan. Seperti, misalnya tadi bagaimana dalam menerapkan SP,

ee…apa, motivasi pasien untuk melakukan ketika ee…selesai kegiatan.

Misalnya didalam ruangan, motivasi-motivasi itukan ee…yang

diperlukan dukungan dari keluarganya pasien itu sendiri, iya.

Kemudian, dan kalaupun dalam pendokumentasian dengan pelaksanaan

SP halusinasi ini kak. Apakah sesuai dengan SOP yang sebelumnya

memang sudah diterapkan di rumah sakit ini atau bagaimana kak ?

Iya. Jadi, di rumah sakit itu ada, ada yang namanya lembar terintegrasi

dan, di lembar integrasi itulah kita ee..apa, me…menuangkan apa yang

telah dilakukan ke pasien, misalnya tadi ee…pelaksanaan SP, setiap SP

yang kita laksanakan ke pasien, selesai melaksanakan SP kita lakukan

dokumentasi. Itu dilakukan di setiap ee…shift atau shift tiap kali

ee…apa, dinas. Akhir dinas kita lakukan dokumentasi kembali, iya.

Ada lagi kak ?

Itu saja.

Kemudian, untuk kelemahan ataupun kekurangan SP halusinasi ini yang

kak, yang kakak ketahui atau yang kakak alami selama bekerja disini.

Apa saja kak ?

Kalau, saya rasa kalau kelemahan ee…sudah, sudah ini saya lihat. Dulu

yang sebelumnya SP…pemberian obat itukan dia berada di SP4,

Page 152: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

aa…terus kemudian terjadi pergeseran dia ke SP2. Nah, ee…apa,

perubahan dari SP4 ke SP2 tentang pemberian obat itu cukup membantu

ee…apa namanya, proses…proses ee…apa, kemampuan pasien dalam

mengontrol halusinasi. Kenapa, biasanya kebanyakan menolak minum

obat, ya itu karena mungkin sudah bosan atau mungkin ee…curiga

terhadap obat yang diberikan dan mungkin, mungkin juga pasiennya

merasa dirinya tidak sakit. Sehingga, tidak perlu minum obat dengan

cara ee…SP du…SP pemberian obat itu ditujukan ke SP2 setelah

menghardik itu ee…biasa ee…lebih cepat lagi pemahaman, bisa

membantu ee…lebih cepat lagi proses pemahaman daripada

ee…si…apa…si pasien terkait dengan kenapa dia diberikan obat,

kenapa dia harus minum obat. Seperti itu, saya rasa begitu.

Kemudian untuk perubahan dari SP4 ke, ee…SP2, apa yang menjadi

permasalahan ataupun tolak ukurnya kak ?

Mungkin itu tadi kan ee…bisa jadi ee…apa namanya, dari orang-orang

yang mendalami ilmu kejiwa…apa, kepetawatan jiwa ini, dia merubah

apa…memutar SP4 ke SP2 ke bawah ke SP3, SP3 ke SP4 itu

ee…mungkin dengan temuan-temuan yang mereka dapatkan bahwa

pasien yang harus, apa…sesegera mungkin diberi pemahaman tentang

obat yang di konsumsi. Makanya, dia geser ke SP2. Sehingga dengan

memahami lebih…apa, lebih memahami pemberian obat itu lebih cepat.

Maka, ee…keinginan atau ee…kemauan responden untuk

Page 153: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

P

SP

P

mengkonsumsi obat itu semakin tinggi, sehingga bisa, bisa saja

kemungkinan ya…kemungkinan bisa ee…memutus angka putus obat,

seperti itu nanti. Karena dia sudah lebih paham di awal lebih paham

bahwa memang harus minum obat. Seperti itu.

Kalaupun terjadi putus obat ini kak, bagaimana ini ?

Kalaupun putus obat pasien akan kambuh, seperti itu.

Eee…kendala dan, maupun hambatan dalam SP halusinasi ini kak, apa

saja. Bisa kita ceritakan kak.

Seperti tadi. Sudah saya jelaskan bahwa bisa jadi karena kondisi

pasiennya sendirikan. Itu ji’, kondisi pasien sendiri itu saja yang

menjadi kendala, apakah pasien kooperatif atau tidak.

Oh…berarti kendalanya ini ee…dari pasien sendiri itu sudah jelas ada.

Kemudian, kalaupun untuk hambatan dari keluarga ini sendiri kak,

apakah ada ?

Yaaa…tergantung dari keluarganya. Apakah dia memberikan dukungan

atau tidak, kalau kurang dukungan ya…tentunya ee…pelaksanaan SP

akan ini…kemampuan pasien juga akan menurut. Terkait dengan

bagaimana dia memahami ini bisa menerima, bisa melaksanakan.

Karena itu kan, ada kaitannya dengan motivasi. Itu saja.

Kemudian, ada lagi hambatan. Misalnya dari rekan kerja ta’ selama

Page 154: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

SP

P

SP

P

SP

P

SP

P

mengimplementasikan ini ?

Kalau itu saya rasa tidak ada. Kenapa, ee…apa, ee…petugas yang ada

di jiwa, mereka memang sudah memahami bagaimana pelaksanaan SP-

SP itu sendiri. Sehingga, ee…apa yang dilaksanakan ke pasien itu bisa

dilanjutkan oleh ee…teman ketika pergantian dinas. Jadi tidak ada

kendala terkait dengan ee…pelaksanaan SP dari ee…segi ee…sumber

daya manusianya. Itu saya rasa.

Selain itu kak, hambatan ee…bisa jadi mungkin hambatan dari segi

sarana dan prasarana rumah sakit ini sendiri kak ?

Kalau sarana dan prasarana yang kita kaitkan juga dengan SPnya, saya

rasa sudah terpenuhi. Kenapa, isi dari SP itukan tidak membutuhkan

juga banyak ee…sarana ya… Dan itu ada, jadi tergantung bagaimana

kita memodifikasi daripada pelaksanaan SP itu sendiri gitu.

Cara kita memodifikasinya kak, bagaimana ?

Ya…lihat situasinya saja. Apa yang ada, itu yang kita manfaatkan gitu.

Kemudian bisa ee…kakak gambarkan dalam pelaksanaan SP halusinasi

ini sendiri kak, yang pengalaman kita saja kak ?

Sudah saya jelaskan toh, sudah saya jelaskan bagaimana

pengalamannya, saya rasa begitu.

Kemudian disini kak, kan juga tadi ada pasienkan dianjurkan untuk

Page 155: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

SP

P

SP

P

SP

P

SP

minum obat. Kemudian disini, pasien yang dikatakan sembuh dari

halusinasi itu kak, pasien yang seperti apa ?

Kalau dikatakan sembuh, saya rasa kita sendiri tau bahwa pasien jiwa

itu sulit kita diagnosa sembuh. Yang ada mengontrol perilakunya, itu

saja. Jadi tidak ada, apa…tidak ada ee…sangat-sangat ini ya ketika

pasien jiwa katakana sembuh, yang ada bagaimana kita bisa membantu

kondisi pasien gangguan jiwa ini bisa mengontrol perilakunya. Itu saja.

Kemudian, perasaan kakak selama bekerja disini kak. Bisa kakak…kita

ee…ceritakan ?

Yaaa…cukup menyenangkan ya. Apalagi kita punya profesi sendiri,

kita memiliki kewenangan sesuai dengan profesinya kita didalam

pelaksanaan intervensi yang ada di…pada pasien-pasien jiwa itu, jadi

cukup… cukup buat kita bahwa memang seperti itulah pelaksanaan,

apa yang mesti kita lakukan pada pasien-pasien jiwa berdasarkan

ee…legalitas kita sebagai perawat, gitu.

Selain itu kak, ada lagi ?

Saya rasa tidak, cukup.

Iye kak, terima kasih kak atas waktunya.

Iye sama-sama.

Page 156: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

CATATAN LAPANGAN WAWANCARA

Judul Penelitian : Pengalaman Perawat Dalam Mengimplementasikan

Strategi Pelaksanaan (SP) Tindakan Keperawatan

Pasien Halusinasi.

Tanggal Wawancara : 09 Agustus 2019

Seting Wawancara : Obrolan Santai

Inisial Partisipan : Ny. “H”

Untuk Partisipan : Ke Lima

GAMBARAN SETING (URAIAN FAKTUAL)

Wawancara dilakukan di ruang perawat Kenanga RSKD Provinsi Sulawesi

Selatan. Sebelum melakukan wawancara peneliti meminta ijin terlebih dahulu

kepada partisipan, setelah itu barulah peneliti melakukan wawancara dengan

partisipan ke Lima yaitu Ny. “H” dalam mengimplementasikan strategi

pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pasien halusinasi.

Keterangan :

P : Peneliti

SP : Subjek Peneliti

Page 157: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

Kode Uraian Wawancara

P

SP

P

SP

P

SP

P

SP

P

SP

Selamat siang kak.

Selamat siang.

Perkenalkan nama saya Annisa, mahasiswa dari Stikes Panakkukang

Makassar. Disini saya akan melakukan penelitian terkait dengan judul

yang saya teliti yaitu pengalaman perawat dalam mengimplementasikan

strategi pelaksanaan tindakan keperawatan pasien halusinasi. Apakah

kakak bersedia untuk saya wawancarai ?

Iya saya bersedia.

Baik, ee…terima kasih atas waktu yang telah disediakan. Umur ta’

berapa kak?

Sudah 34 tahun.

Sudah berapa lama kita bekerja disini kak ?

Lebih dari 10 tahun.

Baik. Ee…sebelum saya melakukan…masuk ke inti wawancaranya.

Disini saya akan mengajukan beberapa pertanyaan, saya langsung saja

untuk pertanyaan yang pertama yaitu ee…apa yang kakak ketahui

tentang SP halusinasi itu sendiri kak ?bisa kita jelaskan ?

Eee…SP halusinasi. SP itu sendiri adalah strategi pelaksanaan untuk

Page 158: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

ee…untuk meng…apa, mengimplementasiatau implementasi kita pada

pasien yang mengalami halusinasi. Jadi, SP itu adalah tahapan-tahapan

dalam, apa…mengimplementasi dalam pasien halusinasi. Mungkin gitu

ya.

Kemudian untuk tahapan-tahapannya ini, dari ee…yang kita tau ada

berapa kak?

Halusinasi, ada 4 tahapan ya, tahapan halusinasi ?ee…ee…ada 4

tahapannya. Yang pertama…SP halusinasikan ada 4, yang pertama itu,

kita mengenali halusinasi pasien ta, apakah jenisnya, isi halusinasinya,

kapan terjadi halusinasinya, berapa kali munculnya halusinasi,

ee…bagaimana pada saat terjadinya halusinasi ee…apa yang dilakukan

oleh pasiennya. Kemudian kita lihat respon pasien saat terjadi

halusinasinya dan apakah pasien itu bisa ee…menghardik halusinasi

yang terjadi, itu yang pertama. Kemudian yang ke 2 ee…SP ke 2 itu

dimana kita membantu pasien untuk mengendalikan halusinasinya,

ee…bisa dengan cara bercakap-cakap yaaa, kemudian ee…yang kee…3

ee…kita juga meng…gajarkan pasien menghardik halusinasinya bisa

dengan cara melakukan kegiatan. Kemudian yang ke 4 itu

ee…memastikan pasien kita untuk minum obat teratur, kita memberikan

HE pendidikan kesehatan.

Selain itu kak, ada lagi yang kita ketahui ?

Page 159: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

SP

P

SP

P

Eee….untuk, ee…halusinasisendiri itu halusinasi ee…tidak mudah

dihilangkan yaa..apalagi pada pasien yang kronik itu akan

ee…terusss…selalu, apaa…akan selalu muncul dan dikendalikan juga

dengan obat. Jadi untuk meng…gontrolnya halusinasi itu selain

diajarkan cara menghardik misalnya bercakap-cakap atau beraktivitas,

yang paling penting juga memastikan pasien minum obat secara teratur.

Itu aja sih…

Kemudian cara pengajaran untuk menghardik sendiri kak, bagaimana

kita melakukannya ?

Yaaa…saat pasien ee…muncul halusinasinya kita arahkan dia untuk

ee…mee…ngusir halusinasi itu missal mendengar suara-suara, minta

pasien untuk menutup telinganya, ee…menyuruhnya pergi, (sambil

tertawa) “pergi engkau, jangan ganggu saya” seperti itu. Kemudian bagi

pasien yang melihat, kan ada halusinasi penglihatan itu, minta pasien

untuk menutup matanya, jangan fokus dengan apa yang dilihat, kembali

kerealitanya. Kemudian, kan halusinasi ada macamnya dek, jadi kita

minta arahkan pasien untuk melakukan kegiatan yang tidak fokus ke

halusinasinya. Ya gitu, beraktivitas juga. Melakukan aktivitas-aktivitas,

seperti itu.

Kemudian kalau aktivitas-aktivitas disnni kak, yang dimaksud

bagaimana ?

Page 160: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

SP

P

SP

P

SP

P

Eeemm…pasien bisa membantu temannya. Misalnya ee…mem…bantu

mandi untuk pasien yang membutuhkan ee…bisa dibantu untuk makan

atau membersihkan tempat tidurnya sendiri, ruangannya atau mencuci

piring. Itu bisa kegiatan-kegiatan yang bisa mereka lakukan. Selain itu

kan dia libatkan juga dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok, ada

ibadah juga, kalau disini seperti itu.

Kalau terapi aktivitas kelompoknya disini kak, yang bagaimana itu ?

Eee…ada terapi e…stimulasi sensori biasanya untuk ee…isolasi

ee…apa halusinasi, ada juga yang untuk pasien iso…isolasi sosial,

bagaimana caranya berinteraksi. Yaa…seperti itu. Pokoknya membuat

pasien itu bisa bergaul dengan teman-temannya. Seperti itu ceritanya.

Kemudian, ee…dalam mengimplementasikan SP halusinasi ini kak,

sepemahaman kakak. Bisa kita jelaskan ?

Eee…kita mengimplementasikannya. Pemahaman dalam

mengimplementasikan SP halusinasikan ya…diterapkan insya ALLAH

dilakukan secara bertahap. Pasien masuk kita mengkaji, melakukan

pengkajian, kita kenali halusinasinya, frekuensinya, isinya apa.

Kemudian be….ee…sejauh mana pasien bisa mengendalikannya.

Kemudian itu, kita mengajari mi’ cara menghardiknya, sampai

ee…minum obatnya itu kita terapkan semua.

Berarti pada saat mee...meng…impelemntasikan SP halusinasi ini kita

Page 161: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

SP

P

SP

P

SP

P

SP

P

sudah terapkan semua, sesuai ?

Iya dek, diterapkan sesuai dengan SP.

Kemudian, penerapan SP halusinasi ini kak. Apakah sesuai atau tidak ?

Sesuai sayang. Yang diterapkan sesuai dengan tahapannya dan itu

memang untuk tidak dalam waktu singkat ya…dia akan berulang,

berulang terus.

Kemudian untuk pendokumentasian dengan pelaksanaan SP

halusinasiini kak. Apakah sesuai atau tidak ?

Sesuai. Dan kami perawat ini ada melakukan pendokumentasi itu

didalam, kalau disini kita menulis di catatan perkembangan pasien

terintegrasi setiap hari… kami mengevaluasi pasien seperti yang saya

tulis sekarang ini. Ee…pasien halusinasi kebetulan diajarkan cara

menghardik, kemudian di observasi setiap hari dan di dokumentasikan

setiap hari, setiap dinas.

Berarti di…ee…pengobservasian pasien ini dilakukan setiap hari kak ?

Iya. Setiap hari sayang. Pasien ee…perawat shift…ada pagi, sore dan

malam itu di observasi. Itu semua di dokumentasikan di dalam catatan

perkembangan.

Berarti sudah sesuai dalam pendokumentasian dengan pelaksanaan SP

halusinasi itu sendiri kak ?

Page 162: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

SP

P

SP

P

SP

P

SP

P

Iye sayang, sesuai.

Kemudian, apakah ada kelemahan atau kekurangan dari SP halusinasi

ini sendiri kak ?

Eee…karena untuk ruangan ini sendiri itukan pasien ada banyak dek ya.

Jadi, biasa ee…kalau bersamaan kan…pasien kan banyak dan

perawatnya yang mengobservasinya itukan hanya berapa

ya…berbanding sekian. Biasa mungkin untuk tercover untuk satu

kaligus itu ee…susah. Tapi, berusaha untuk tercover semua karena

setiap pasien itu ada petugas atau perawat yang PJnya ceritanya. Intinya

dalam setiap hari itu akan terdokumentasikan.

Kemudian, ada lagi kak ?

Cukup itu. Itu saja.

Kemudian…untuk hambatan dalam mengimplementasikan SP ini

sendiri kak ?

Aaa…itu tadi yang saya bilang. Karena pasiennya banyak jadi

ee…untuk tercover full itu dalam setiap ininya ee…ada terkadang

kurang maksimal tapi di usahakan ya…semaksimal mungkin. Gitu aja

sih.

Kemudian inikan sudah jelas toh kak, hambatan dari pasien itu sendiri.

Kemudian, apa…apakah ada hambatan dari…misalnya dari keluarga ini

Page 163: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

SP

P

SP

sendiri kak ?

Kalau soal keluarga, keluarga jarang datang ya. Jadi itu jugakan

biasanya kita harus ee…meng…sss…apa yaa…bekerja sama dengan

keluarga apalagi pasiennya mau pulang itu kita biasanya menjelaskan ke

keluarga bahwa pasien jangan sampai putus minum obat. Obatnya harus

di minum dengan teratur ee…ini sih biasa pasien pulang Cuma berapa

lama tapi ternyata masuk lagi itu mungkin ee…yang kami terapkan

dalam HE sebelum pulang itu ee…keluarga mungkin tidak…maksudnya

melaksanakan secara maksimal. Tapi kalau saat di rumah sakit kita

berusaha ee…pokoknya itu tahap-tahapan SP itu akan terulang, terulang

lagi dari tahapan awal tadinya di evaluasi lagi kembali lagi. Kalau

belum maksimal di ulangi lagi ke SP ee…itu untuk dimaksimalkan, biar

pasiennya bisa mampu menghardik halusinasinya sendiri tanpa perlu

diarahkan. Saat muncul halusinasi pasien langsung di bisa, “oh saya

harus melakukan ini” gitu.

Melihat yang menjadi hambatan dari keluarga ini sendiri kak, apa

tanggapan kakak sebagai perawat pelaksana. Khususnya diruangan ini ?

Eee…intinya kami tidak berhenti untuk memberikan HE, saat keluarga

datang menjenguk kami jelaskan lagi bahwa saat pasien berada di

rumah, ee…kami sampaikan pasiennya itu di…ini kalau muncul

halusinasinya ee…mungkin disuruh melakukan kegiatan, di kasi

aktivitas, jangan pasien dibiarkan bengong sendiri, terus obatnya

Page 164: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

P

diperhatikan, seperti itu. Karena pasien itu membutuhkan kehadiran

keluarga, mungkin di stikma masyarakat orang gila adalah seperti ini,

bagaimana jeleknya stikmanyatapisebagai keluarga ee…kami

mengharapkan peduli mereka , jangan ee…sakit langsung dibawah ke

rumah sakit tanpa perlu mereka tangani dulu. Jadi, memang di butuhkan

ee…ke…apa…kerja sama untuk keluarga kooperatif untuk menangani

ini. Itu sih.

Kalaupun dari rekan kerja ta’ kak, apakah ada yang menjadi

hambatannya selama pelaksanaan ini kak ?

Eee…alhamdulillah ya kalau dari teman kerja nggak ada. Karena

memang masing-masing kitakan punya tugasnya sama ya…sama-sama

ee…pasien yang menjadi tugas kita yang kita damping akan…semuanya

melakukan. Ndak ada ji’ hambatan dari teman kerja sih. Justru

supportnya ada, kerja sama.

Kalaupun untuk…sarana dan prasarana ini sendiri kak.

Apakah…membuat juga terkendala di…pelaksanaan SP ini kak ?

Eee…sarana dan prasarana memadai dek ya…kalau untuk ruangan jiwa,

apalahi ruangan disini memadai sarana dan prasarananya mendukung

sih. Jadi, ndak terlalu bagaimana maksudnya kendala sarana dan

prasarana sayang.

Kemudian…bisa kakak gambarkan pelaksanaan SP halusinasi itu…kak?

Page 165: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

SP

P

SP

Gambarannyaa…pasien, misalnya menerima pasien dari IGD UGD atau

dari PHCU, kita langsung melakukan pengkajian, pengkajian

psikiatrinya. Nah, disitu ee…jika ditemukan pasiennya adalah halusinasi

kita langsung mi’ kita ee…mengkaji apa isi halusinasinya, jenis

halusinasinya apa, frekuensi terjadinya halusinasinya pada pasien

tersebut. Kemudian ee…kemampuan pasien tersebut untuk menghardik

halusinasinya seperti apa, aa…jika kita sudah mengenal frekuensinya

semua, kapan terjadinya, apa jenis halusinasinya. Kita mengarahkan mi’

untuk…jika muncul halusinasi itu kita ajarkannya untuk menghardik,

biasanya 2 kali sehari. Minimallah 2 kali sehari, kalau misal muncul 2

kali sehari kita mengajarkan minimal 2 kali sehari cara menghardiknya,

kita mengarahkan pasien tadi untuk menutup telinga jika mendengar

suara atau menutup mata, atau menyuruhnya pergi suara-suara itu.

Disamping itu pasien harus patuh untuk minum obat secara teratur.

Kemu…ee…itu saja dek. Seperti itu.

Kalaupun untuk pemberian obat ini sendiri kak. Setelah diberikan obat

ee…apakah ada perubahan yang dilihat dari kondisi pasien itu sendiri ?

Biasanya ada. Setelah minum obat itu pasien biasanya ee…ada

perubahan yang tadinya mungkin halusinasinya ee…muncul setiap

ee…frekuensinya dekat toh. Akhirnya bisa berkurang seperti itu,

pasiennya bisa menjadi lebih tenang. Karena itu memang mungkin ada

efek dari ee…psikotik sendiriya obat-obat psikotropi ee..,obat-obat jiwa

Page 166: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

sendiri. Ada perubahan.

Yang kakak ketahui. Pasien yang dikatakan sembuh dari halusinasi itu

sendiri kak, bagai…bisa kita ceritakan ?

Untuk pasien sembuh sendiri itu…mungkin memakan waktu yang lama

sayang ya…karena untuk pasien kronik sendiri itu ee…kadang hilang

tapi bisa saja ada pemicu muncul kembali. Ee…kalau bilang

yang…yang di katakana mungkin halusinasinya sudah tidak

mengganggu, tidak mengganggu pasien untuk melakukan aktivitas

sehari-harinya, aktivitas sehari-harinya terpenuhi dengan baik

ee...per…apa…interaksi sosialnya juga baik, lingkungannya juga baik,

aa itu mungkin bisa dikatakan apalagi pasien yang dirawat ya…sudah

tidak aa…terganggu seperti itu dikatakan sudah bisa pulang, sudah bisa

rawat jalan, di rumah. Seperti itu. Tapi ee…bila untuk pasien yang

skizofrenia itu ada pemicu juga bisa kembali, ya begitu.

Perasaan kakak selama dalam mengimplementasikan SP ini sendiri kak,

bagaimana ?bisa kita ce…ceritakan ?

Perasaan ya…susah-susah gampang sayang ya…apalagi menghadapi

pasien jiwa yang ditanya biasa A jawabannya B. ee… ditanya sekarang

mendengar suara, “suara apa”, sebentar di jawab suara ee…monyet

mungkin. Ditanya lagi berikutnya suara lain lagi yang disebut. Itu sih

susah-susah gampangnya, tapi kita berusaha menggalinya. Bertanyanya

Page 167: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

tidak Cuma sekali kita validasikan lagi, sudah di Tanya “benar ini yang

kita dengar” aa…dia jawab “iya” gitu. Mungkin untuk jenis

halusinasinya apa. Susah-susah gampang ya seperti itu pasien jiwakan

biasa konsentrasinya susah. Kadang juga ada yang mutisme tidak ada

yang mau bicara, ada juga yang malu, yang tidak mau ini ya untuk

sosialnya jadi ee…disitu susah-susah gampangnya tapi kita sabar saja,

kita sabar saja, kita menggali ya. Mudah-mudahan dengan usaha kita

yang berkali-kali bisa kita dapat hasilnya “oh ternyata memang pasien

halusinasinya seperti itu” begitu.

Selain itu kak, apa ada lagi yang kita rasakan ?

Susah-susah gampang (nada rendah). Terus…menanggani pasien jiwa

ini menurut saya menarik dek ya…justru karena sstt…mereka unik.

Biasa kita justru ee…ternyata mas…apa…masalah kita tanyakan apa

penyebab mereka masuk, maslahnya ini.jadi saya bisa me…narik

kesimpulan bahwa koping efektif itu sangat penting dari keluarga, dari

lingkungannya ya…

Yang membuat kakak termotivasi dalam merawat pasiennya yang

halusinasi kak ?

Yang membuat saya termotivasi…itu tadi saya sempat bilang unik,

karena ee…dengan kita melakukan pengkajian, aa…kita melihat

masalah dari pasien, justru bisa menjadi pelajaran buat diri kita

Page 168: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

P

SP

P

SP

P

SP

P

e…ternyata kalau ada masalah itu kita tidak harus me…apa…kita

menghadapinya harus dengan ini. Ee…menyelesaikannya dengan baik,

terus meka…mekanikme koping kita ee…supaya tidak terjadi mungkin

gangguan seperti ini saya harus menyelesaikannya ini. Ya intinya

masalah jagan dipendam ya seperti itu. Bisa, kondisi pasien jiwa itu bisa

menjadi pelajaran untuk memperbaiki diri juga sih, begitu mungkin dek

ya…

Kemudian harapan kakak untuk pasien halusinasi ini sendiri kak

kedepannya ?

Berharap ee…pasien yang…yang sudah terlanjur mengalami halusinasi

cepat ya…cepat berkurang halusinasinya, bisa mengontrol halusinasinya

dengan baik dan pulang ke rumah tetap bisa mengontrolnya, tidak ada

pemicunya lagidan maksudnya tidak perlu dirawat lagi ya (sambil

tertawa) seperti itulah, sembuhlah ceritanya

Ada lagi kak ?

Cuma itu saja dek.

Oh iye kak. Terima kasih atas waktunya kak.

(Sambil tertawa) sama-sama. Semoga ada hikmah, atau ada yang bisa

diambil ya…

Iye kak. Terima kasih.

Page 169: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

SP Sama-sama.

Page 170: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

MATRIKS ANALISA DATA

No Tema Kategori Kata Kunci SP1 SP2 SP3 SP4 SP5

1. Pengetahuan tentang

SP halusinasi

SP halusinasi “…tindakan keperawatannya yaitu

mengontrol halusinasinya, kapan waktunya,

pengobatannya, terapinya.” (SP1)

“SP halusinasi merupakan rangkaian

percakapan komunikasi antara perawat

dengan klien ee…untuk membantu klien

dalam menghadapi halusinasinya.“ (SP2)

“SP halusinasi itu ee…tentang bagaimana

Page 171: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

cara perawat berinteraksi dengan klien atau

pasien kita tentang mengkaji cara dia

berhalusinasi, seperti itu.” (SP3)

“SP halusinasi ada 4, yang pertama

bagaimana pasien mengenal halusinasinya

dan mengajarkan metode menghardik

itu....” (SP4)

“SP itu adalah tahapan-tahapan dalam,

apa…mengimplementasi dalam pasien

halusinasi.” (SP5)

Page 172: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

2. Keefektifan penerapan

SP halusinasi

Efektif “…efektif, cuman kan pasien beda-beda toh

ada yang langsung dia ini mengerti, ada

yang lama sekali perlu tahap-tahap untuk

sampai ke tahap mengerti sekali itu

pasiennya…”(SP1)

“…sudah efektif. Karena kami sudah

melakukan apa yang ee…apa yang sesuai

dengan SP atau SOP kan yang anu sudah

dilakukan.“ (SP2)

“…sudah cukup efektif. Cuman yang

Page 173: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

menjadi permasalahan itu ketika ee…apa,

ee mungkin kondisi-kondisi dari pasien itu

sendiri…” (SP4)

“sesuai (efektif) sayang. Yang diterapkan

sesuai dengan tahapannya dan itu memang

untuk tidak dalam waktu singkat ya…”

(SP5)

3. Kesesuaian

dokumentasi dengan

pelaksanaan SP

halusinasi

Dokumentasi “…semua yang dilakukan ditulis semua di

BRMnya.” (SP1)

“…harus sesuai karna apa yang kita

Page 174: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

lakukan pada pasien, tindakan apa yang kita

lakukan harus di dokumentasikan semua…”

(SP2)

“sesuai. ….apa yang kita lakukan sama

pasien toh, kita harus tulis (sambil tertawa)

sesuai dengan yang semestinya.” (SP3)

“…pelaksanaan SP, setiap SP yang kita

laksanakan ke pasien, selesai melaksanakan

SP kita lakukan dokumentasi.” (SP4)

“sesuai. Dan kami perawat ini ada

Page 175: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

melakukan pendokumentasi itu didalam,

kalau disini kita menulis di catatan

perkembangan pasien terintegrasi setiap

hari… kami mengevaluasi pasien…” (SP5)

4. Kelemahan SP

halusinasi

Pasien

“…kelemahannyaa…kadang klien, terutama

klien yang masih baru mereka kadang lupa

dengan apa yang perawat sampaikan.”

(SP2)

“…pasiennya merasa dirinya tidak sakit.

Sehingga, tidak perlu minum obat…” (SP4)

“…pasien kan banyak dan perawatnya yang

Page 176: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

mengobservasinya itukan hanya berapa

ya…” (SP5)

Keluarga “…keluarga yang tidak ambil atau pasien

tidak ada menjenguk pasti otomatis

disitu…disitu kelemahannya.” (SP3)

Perawat “…pasien kan banyak dan perawatnya

yang mengobservasinya itukan hanya

berapa ya…” (SP5)

5. Kendala/hambatan SP

halusinasi

Pasien “…dari pasien biasa mengamuk toh, seperti

itu pasien mengamuk…terkendala lagi,

sebenarnya pertama dia mau cerita tapi

Page 177: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

datang lagi halusinasinya yang jelek…“

(SP3)

“…bisa jadi karena kondisi pasiennya

sendirikan. Itu ji’, kondisi pasien sendiri itu

saja yang menjadi kendala, apakah pasien

kooperatif atau tidak.” (SP4)

“Karena pasiennya banyak jadi ee…untuk

tercover full itu dalam setiap ininya ee…ada

terkadang kurang maksimal tapi di

usahakan ya…semaksimal mungkin.” (SP5)

Page 178: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

Keluarga “…kalau dari keluarga ya biasa ada

keluarga yang ee…sudah untuk dihubungi,

bagaimana ada keluhan keluarga…” (SP2)

“…keluarganya ada yang (sambil tertawa)

mau datang, ada yang tidak mau datang.”

(SP3)

“…tergantung dari keluarganya. Apakah

dia memberikan dukungan atau tidak, kalau

kurang dukungan ya…” (SP4)

“…kalau soal keluarga, keluarga jarang

Page 179: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

datang ya. Jadi itu juga kan biasanya kita

harus…” (SP5)

Page 180: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

FORMAT WAWANCARA

1. Bagaimana pengalaman anda dalam mengimplementasikan strategi

pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pasien halusinasi selama ini ?

2. Bagaimana gambaran dalam melaksanakan strategi pelaksanaan (SP)

halusinasi di ruangan ini ?

3. Bagaimana pendapat anda tentang melaksanakan strategi pelaksanaan (SP)

halusinasi di rumah sakit ini ?

4. Apakah ada kendala dalam menerapkan strategi pelaksanaan halusinasi selama

ini ?

Page 181: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN …

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama lengkap : Annisa Nurfadillah

Tempat dan tanggal lahir : Campa, 28 September 1998

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status pernikahan : Belum menikah

Alamat asal : Desa Campa Kec. Madapangga Kab. Bima

Alamat di Makassar : Jl. Adhyaksa II

No. HP : 085237246028

Alamat E-mail : [email protected]

Pendidikan formal

Tingkat Pendidikan Nama Tahun mulai Tahun selesai

SD

SMP

SMA

SDN Inpres Campa

SMPN 3 Madapangga

SMAN 1 Madapangga

2003

2009

2012

2009

2012

2015