PENGARUH AUDIT TENURE, REPUTASI AUDITOR, DISCLOSURE, UKURAN PERUSAHAAN DAN LIKUIDITAS TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PENGARUH AUDIT TENURE, REPUTASI AUDITOR, DISCLOSURE, UKURAN PERUSAHAAN DAN LIKUIDITAS TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

Citation preview

4446

PENGARUH AUDIT TENURE, REPUTASI AUDITOR, DISCLOSURE, UKURAN PERUSAHAAN DAN LIKUIDITAS TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI periode 2007-2011)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian PersyaratanMencapai Derajat Sarjana S-1

Disusun Oleh :Rahayu SusantiNPM : 10.0102.0112

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANGTAHUN 2013DAFTAR ISI

Halaman JuduliHalaman PengesahaniiHalaman Pernyataan Orisinalitas iiiHalaman Riwayat Hidup ivHalaman Persembahan vMotto viKata Pengantar viiDaftar Isi ixDaftar Tabel xiDaftar Gambar xiiDaftar LampiranxiiiAbstraksi xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1B. Rumusan Masalah 9C. Tujuan Penelitian 9D. Manfaat Penelitian10E. Sistematika Penulisan 11

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Telaah Literatur 81. Teori Agensi 132. Pengertian Opini Audit Going Concern 153. Pengertian Audit Tenure 194. Pengertian Reputasi Auditor205. Pengertian disclosure226. Pengertian Ukuran peusahaan 247. Pengertian Likuiditas 26B. Telaah Penelitian Sebelumnya 28 C. Pengembangan Hipotesis 31D. Model Penelitian36

BAB III METODE PENELITIANA. Populasi dan Sample 37B. Data penelitian 38C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel38D. Metode Analisis Data42

BAB IVANALISIS DATA DAN PEMBAHASANA. Sampel Penelitian46B. Statistik Diskriptif 46C. Uji Asumsi Klasik 48D. Analisis Regresi Logistik (Logistic regression) 49E. Uji Kelayakan Model Regresi (Omnibus Testi) 50F. Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square) 51G. Menilai Model Fit (Overall Model Fit Test) 51H. Matrik Klasifikasi 52I. Uji Hipotesis 53J. Pembahasan 55

BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan59B. Keterbatasan Penelitian 60C. Saran61DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Telaah Penelitian Sebelumnya 28Tabel 4.1 Seleksi Sampel 46Tabel 4.2 Statistik Deskriptif 47Tabel 4.3 Uji Multikolinieritas 48Tabel 4.4 Variables in the Equation 49Tabel 4.5 Omnibus tests of Model Coefisients50Tabel 4.6 Koefisien Determinasi51Tabel 4.7 Perbandingan Nilai -2LL Awal dengan -2LL Akhir51Tabel 4.8 Matrik Klasifikasi........................ 52Tabel 4.9 Uji Parsial 53

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Penelitian36

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1Daftar Perusahaan SampelLampiran 2Opini Audit Going Concern dan Nama KAPLampiran 3Disclosure dan Keterangan disclosure itemLampiran 4Ukuran Perusahaan dan LikuiditasLampiran 5Variabel PenelitianLampiran 6Statistik DeskriptifLampiran 7 Logistic Regression

ABSTRAK

PENGARUH AUDIT TENURE, REPUTASI AUDITOR, DISCLOSURE, UKURAN PERUSAHAAN DAN LIKUIDITAS TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI periode 2007-2011)

Oleh:Rahayu Susanti

Penelitian ini bertujuan untuk menguji adanya pengaruh audit tenure, reputasi KAP, disclosure,ukuran perusahaan dan likuiditas terhadap penerimaan opini audit going concern. Hipotesis yang diajukan adalah (1) Audit tenure berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern, (2) Reputasi auditor berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern, (3) Disclosure berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern, (4) Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern, (5) Likuiditas berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 11 perusahaan manufaktur yang listing di BEI pada tahun 2007-2011. Sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Data dianilisis dengan menggunakan model analisis regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa audit tenure dan reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Ukuran perusahaan, Disclosure dan likuiditas memiliki pengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.

Kata Kunci :Audit Tenure, Reputasi Auditor, Disclosure, Ukuran Perusahaan, Likuiditas dan Opini Audit Going concern

vii

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Suatu entitas bisnis dalam menjalankan usahanya tidak semata menghasilkan keuntungan seoptimal mungkin, tetapi bertujuan menjaga kelangsungan hidup (going concern). Going concern merupakan kelangsungan hidup entitas. Menurut Setiawan (2006) dalam Santosa dan Wedari (2007), going concern sebagai asumsi bahwa perusahaan dapat mempertahankan hidupnya secara langsung akan mempengaruhi laporan keuangan. Jadi, jika laporan keuangan disusun dengan dasar going concern berarti diasumsikan perusahaan akan bertahan dalam jangka panjang. Berdasarkan pelaporan keuangan, nantinya auditor akan menilai apakah laporan keuangan telah memenuhi kepatuhan, menyajikan secara wajar, dan konsisten terhadap prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kewajaran dan apakah ada kesangsian atas kelangsungan hidup perusahaan.Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi (PSAK No.1, 2009). Laporan keuangan yang disusun haruslah dapat dipahami, relevan, andal, konsisten dan dapat diperbandingkan sehingga informasi yang dihasilkan dapat menunjukkan kondisi perusahaan sebenarnya. Laporan keuangan adalah media komunikasi yang digunakan perusahaan untuk memberikan informasi kepada pihak yang berkepentingan seperti investor. Sebagai media komunikasi, laporan keuangan digunakan pihak-pihak berkepentingan sebagai cerminan untuk melihat kondisi perusahaan. Oleh karena itu, dibutuhkan pihak independen yakni auditor yang bertindak untuk menilai kewajaran dan keandalan dari laporan keuangan perusahaan. Penilaian ini dilakukan untuk membuktikan apakah laporan keuangan telah mencerminkan kondisi perusahaan sebenarnya, sehingga keputusan yang tepat dapat diambil oleh pihak yang berkepentingan.Auditor akan memberikan opini atas hasil penilaian terhadap laporan keuangan perusahaan. Auditor yang independen akan memberikan opini sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Jika dalam proses identifikasi informasi mengenai kondisi perusahaan auditor tidak menemukan adanya kesangsian besar terhadap kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka auditor akan memberikan opini audit non going concern dan opini audit going concern akan diberikan kepada perusahaan yang oleh auditor diragukan kemampuannya dalam menjaga kelangsungan usaha perusahaan. Opini audit going concern merupakan opini audit yang dikeluarkan oleh auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2011). Auditor melakukan evaluasi terhadap perusahaan sebelum menentukan apakah terdapat kesangsian atas kelangsungan usaha suatu perusahaan, selain itu auditor juga bertanggungjawab untuk menilai apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) dalam periode waktu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal pelaporan audit (SPAP Seksi 341, 2011). Pengeluaran opini audit going concern yang tidak diharapkan oleh perusahaan, berdampak pada kemunduran harga saham, kesulitan dalam meningkatkan modal pinjaman, hilangnya kepercayaan publik terhadap citra perusahaan, hilangnya pelanggan dan hilangnya kepercayaan dari kreditur akan menyulitkan perusahaan apabila perusahaan membutuhkan tambahan dana guna membiayai operasi usahanya. Auditor memerlukan berbagai informasi mengenai kondisi perusahaan dalam penilaian atas ada atau tidaknya kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian atas kelangsungan hidup entitas, maka auditor perlu mencari informasi mengenai rencana manajemen dalam mengurangi dampak dari ketidak mampuan entitas tersebut. Jika auditor tidak menemukan kesangsian atas kondisi perusahaan dalam menjalankan dan mempertahankan kelangsungan usahanya, maka auditor akan memberikan opini non going concern. OReilly (2010) menyatakan asumsi dasar bahwa opini audit going concern haruslah berguna bagi investor sebagai sinyal negatif tentang kelangsungan hidup perusahaan. Sebaliknya opini non going concern dianggap sebagai sinyal positif bagi investor sebagai penanda bahwa perusahaan dalam kondisi yang baik. Auditor yang baik dianggap memiliki kemampuan untuk menyediakan sinyal-sinyal kepada pasar. Kemampuan menyediakan sinyal ini diperoleh dari kewenangan auditor mengakses informasi perusahaan dan kemampuan auditor dalam menilai isu going concern.Pertimbangan auditor terhadap kelangsungan usaha entitas merupakan isu penting dalam riset auditing. Boynton, et al. (2002) menyatakan bahwa isu tersebut terkait dengan kewajiban auditor untuk mengevaluasi kemampuan entitas dalam melanjutkan kelangsungan usaha pada satu periode tertentu dan mengungkapkannya dalam opini audit. Faktor yang mendorong auditor mengeluarkan opini going conern penting untuk diketahui karena opini audit ini dapat dijadikan referensi investor berkaitan dengan investasinya (Junaidi dan Jogiyanto, 2010). Beberapa penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi opini audit going concern sudah dilakukan baik di luar negeri maupun di Indonesia. Namun, hasil penelitian dari satu peneliti dengan peneliti yang lain masih menunjukkan banyak perbedaan sehingga dapat dikatakan bahwa hasilnya tidak konsisten. Junaidi dan Jogiyanto (2010) mengungkapkan bahwa beberapa penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang tidak konklusif dan faktor yang mendorong auditor dalam menerbitkan opini going concern berbeda-beda. Audit tenure merupakan jangka waktu perikatan yang terjalin antara kantor akuntan publik (KAP) dengan auditee yang sama. Lamanya perikatan auditor dengan auditee yang sama akan mempengaruhi independensi auditor. Masalah independensi tersebut terkait dengan keraguan auditor untuk menyatakan opini audit going concern. Auditor cenderung akan merasa cemas untuk mengungkapkan opini audit going concern karena khawatir akan kehilangan fee yang besar. Pada penelitian Junaidi dan Jogiyanto (2010), Knechel dan Vanstraelen (2007) menyebutkan bahwa audit tenure memiliki pengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern oleh auditor, hal ini menunjukkan bahwa semakin lama hubungan auditor dengan klien maka semakin kecil kemungkinan perusahaan untuk mendapatkan opini going concern. Penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008) menunjukkan hal yang sebaliknya, dalam penelitian tersebut audit tenure tidak membuktikan hubungan signifikannya dalam mempengaruhi penerimaan opini audit going concern oleh auditor. Reputasi auditor merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan opini audit going concern. Reputasi auditor menunjukan auditor yang memiliki kualitas audit yang tinggi. Pemberian status going concern bukanlah suatu tugas yang mudah karena berkaitan erat dengan reputasi auditor. Penghakiman terhadap akuntan publik sering dilakukan, baik oleh masyarakat maupun pemerintah dengan melihat kondisi bangkrut tidaknya perusahaan yang diaudit. Hal itu berarti bahwa saat ini nasib akuntan publik sepertinya dipertaruhkan pada jatuh bangun bisnis perusahaan kliennya. Ini menunjukkan bahwa reputasi auditor dipertaruhkan saat memberikan opini audit. Junaidi dan Jogiyanto (2010) menyebutkan bahwa faktor reputasi auditor mempengaruhi opini audit going concern jika pada perusahaan klien terdapat masalah yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempertahankan kelangsungan perusahaan. Auditor yang bereputasi baik cenderung akan menerbitkan opini audit going concern. Sedangkan penelitian Komalasari (2004), Januari dan Fitrianasari (2008), Badera dan Rudyawan (2009) dan Siahaan (2010) menemukan bahwa reputasi auditor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Reputasi auditor pada umumnya diproksikan dengan ukuran kantor akuntan publik. Mc keinley et al. (1985) menyatakan bahwa KAP besar akan berusaha untuk menjaga nama baik dan menghindari tindakan yang mengganggu nama besar mereka. Oleh sebab itu KAP besar akan lebih cenderung bertindak obyektif dan berani memberikan opini audit going concern jika memang menemukan masalah yang terkait dengan kelangsungan perusahaan pada perusahaan yang diaudit. Disclosure merupakan salah satu faktor yang dianggap berkaitan dengan penerimaan opini audit going concern terhadap perusahaan. Adanya disclosure atau pengungkapan laporan keuangan akan memudahkan auditor dalam menilai kondisi keuangan perusahaan. Penelitian Haron, et al. (2009) menyebutkan bahwa disclosure berpengaruh pada pemberian opini going concern . Hasil penelitian tersebut konsisten dengan hasil penelitian Junaidi dan Jogiyanto (2010). Disclosure laporan keuangan merupakan informasi yang sangat penting bagi auditor. Disclosure yang memadai atas informasi keuangan perusahaan menjadi salah satu dasar auditor dalam memberikan opininya atas kewajaran laporan keuangan perusahaan.Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai penjualan, nilai equity, atau nilai total aktiva. Santoso dan Wedari (2007) mengungkapkan bahwa faktor ukuran perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Penelitian tersebut membuktikan bahwa dengan ukuran perusahaan yang semakin besar maka perusahaan dapat menjamin kelangsungan usahanya. Sebaliknya Badera dan Rudyawan (2009) dan Junaidi dan Jogiyanto (2010) menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak menunjukkan pengaruh signifikannya dalam opini audit going concern.Likuiditas suatu perusahaan sering ditunjukkan oleh current ratio yaitu membandingkan aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Makin rendah nilai current ratio menunjukkan semakin rendah kemampuan perusahaan dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya. Beberapa peneliti seperti Mutchler et al. (1997), Behn et al.(2001) telah menggunakan current ratio dalam penelitian mereka dan menemukan bahwa current ratio berpengaruh signifikan pada keputusan opini audit going concern. Pada penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008) menunjukkan bahwa likuiditas memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap opini audit going concern. Hal ini menunjukan semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka pendeknya sehingga dapat menghindarkan dari penerimaan opini audit going concern oleh auditor. Namun penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2007), Masyitoh dan Adhariani (2010), Amilin dan Indrawan (2008) menemukan bahwa rasio likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketidak konsistenan hasil riset dari berbagai penelitian terdahulu. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan jawaban faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern, dimana hasil dari penelitian terdahulu masih berbeda beda pada tingkat signifikannya. Penelitian ini mengembangkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Junaidi dan Jogiyanto (2010). Dalam penelitian sebelumnya menggunakan variabel reputasi auditor, tenure, disclosure dan ukuran perusahaan terhadap opini going concern. Berdasarkan saran dan keterbatasan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Junaidi dan Jogiyanto (2010), maka pada penelitian ini terdapat beberapa perbedaan. Pertama, pada penelitian ini terdapat penambahan variabel likuiditas. Variabel likuiditas ditambahkan dalam penelitian ini dengan alasan adanya hasil yang belum konklusif. Hal in terbukti pada penelitian Rahayu (2007), Masyitoh dan Adhariani (2010), Amilin dan Indrawan (2008) manyatakan bahwa rasio likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Namun Januarti dan Fitrianasari (2008) menunjukkan bahwa likuiditas memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap opini audit going concern. Kedua, periode yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2007-2011 sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan periode 2003-2008. Tahun 2007-2011 merupakan data terbaru perusahaan yang dapat memberikan profil atau gambaran terkini tentang kondisi kelangsungan perusahaan. Ketiga, Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan semua perusahaan yang terdaftar di BEI. Perusahaan manufaktur dipilih untuk menghindari adanya industrial effect, yang merupakan risiko industri yang berbeda antara suatu sektor industri yang satu dengan yang lain.B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:1. Apakah audit tenure berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur?2. Apakah reputasi auditor berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur?3. Apakah disclosure berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur?4. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur?5. Apakah likuiditas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur?

C. Tujuan PenelitianSesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:1. Untuk menguji pengaruh audit tenure terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.2. Untuk menguji pengaruh reputasi aditor terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.3. Untuk menguji pengaruh disclosure terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.4. Untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.5. Untuk menguji pengaruh likuiditas terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.

D. Manfaat PenelitianHasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pada perkembangan teori di Indonesia, khususnya tentang permasalahan audit going concern. Serta menambah pengetahuan dan pemahaman yang dapat dijadikan sebagai referensi pengetahuan, bahan diskusi, dan bahan kajian lanjut bagi pembaca tentang masalah yang berkaitan dengan opini audit going concern.2. Manfaat praktis a. Bagi Investor dan Calon Investor Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini bagi investor dan calon investor adalah dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi para investor dalam membuat keputusan investasi.b. Bagi Auditor Independen Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai pedoman, bahan diskusi dan referensi bagi auditor dalam melaksanakan proses auditnya terutama dalam hal pemberian opini audit terhadap klien yang menyangkut masalah pemberian opini audit going concern. c. Bagi Manajemen Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana serta referensi bagi manajemen perusahaan untuk menentukan kebijakan-kebijakan perusahaan serta sebagai dasar penentuan pengambilan keputusan bagi manajemen perusahaan. d. Universitas Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini bagi universitas adalah sebagai referensi mahasiswa dan sebagai bahan acuan penelitian yang sama di masa yang akan datang mengenai going concern yang telah diteliti pada penelitian ini.e. Peneliti Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini bagi peneliti dapat menambah wawasan sebagai penerapan ilmu dan teori-teori yang telah diperoleh selama studi dan membandingkannya dengan kenyataan yang ada mengenai opini audit going concern.

E. Sistematika Penulisan Sistematika yang digunakan dalam penulisan ini dibagi menjadi lima bab, dimana antara bab yang satu dengan bab yang lain saling berkaitan erat. Sistematika penulisan dari masing-masing bab adalah sebagai berikut :

BAB I: PENDAHULUAN.Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.BAB II : LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang teori yang digunakan sebagai dasar untuk menganalisa permasalahan pokok yang terdiri dari opini audit going concern, audit tenure, reputasi auditor, disclosure, ukuran perusahaan, likuiditas, ringkasan penelitian terdahulu yang mempunyai kaitan dengan penelitian ini, kerangka pemikiran teoritis dan hipotesis.BAB III: METODE PENELITIAN Bab ini berisi tentang metodologi penelitian yang digunakan untuk menganalisa permasalahan yang terdiri dari populasi dan sampel, metode penelitian, definisi operasional dan pengukuran variabel serta metode analisis yang digunakan.BAB IV: ANALISIS DATA Bab ini berisi tentang analisis audit tenure, reputasi auditor, disclosure, ukuran perusahaan, dan likuiditas.BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dari analisis pada bab sebelumnya dan berdasarkan hal tersebut penulis berusaha memberikan saran yang bermanfaat.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Literatur1. Teori AgensiTeori agensi merupakan teori menggambarkan hubungan antara dua individu yang berbeda kepentingan yaitu principals (pemilik usaha) dan agents (manajemen suatu usaha). Menurut Jensen dan Meckling, (1976) di dalam hubungan keagenan (agency relationship) terdapat suatu kontrak dimana satu orang atau lebih prinsipal memerintah orang lain untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal dan memberi wewenang kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Hendriksen dan Breda (1992) menyatakan bahwa hubungan agensi merupakan hubungan kontraktual antara prinsipal dan agen, prinsipal mendelegasikan tanggung jawab atas tugas tertentu sesuai dengan kontrak yang disepakati atau pengambilan keputusan kepada agen. Agen akan melakukan tindakan terbaik demi kepentingan prinsipal. Prinsipal akan memberikan imbalan atas kerja si agen. Masalah keagenan akan muncul ketika terjadi konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Masing-masing pihak berusaha memaksimalkan kepentingan pribadi. Prinsipal menginginkan hasil akhir keputusan yang menghasilkan laba sebesar-besarnya atau peningkatan nilai investasi dalam perusahaan. Agen pun pasti memiliki kepentingan pribadi yang ingin dicapai yakni penerimaan kompensasi yang memadai atas kinerja yang dilakukan. Prinsipal menilai prestasi agen berdasarkan kemampuannya memperbesar laba. Semakin tinggi jumlah laba yang dihasilkan oleh agen (manajemen), prinsipal akan memperoleh deviden yang semakin tinggi, maka agen dianggap berhasil atau berkinerja baik sehingga layak mendapat insentif yang tinggi. Agen pun memenuhi tuntutan prinsipal agar mendapatkan kompensasi yang tinggi. Agen secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para prinsipal. Namun disisi kepentingan pribadi, agen juga mempunyai kepentingan memaksimumkan kesejahteraan mereka. Sehingga ada kemungkinan besar agen tidak selalu bertindak demi kepentingan terbaik principal. Sehingga bila tidak ada pengawasan yang memadai maka agen dapat memainkan beberapa kondisi perusahan agar seolah target yang diinginkan prinsipal tercapai. Dalam kaitan teori agensi dengan penerimaan opini audit going concern, agen bertugas dalam menjalankan perusahaan dan menghasilkan laporan keuangan sebagai bentuk dari pertanggungjawaban manajemen. Laporan keuangan ini yang nantinya akan menunjukkan kondisi keuangan perusahaan dan digunakan oleh prinsipal sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Dari laporan keuangan ini dapat dilihat seberapa besar tingkat likuiditas, ukuran perusahaan dan disclosure perusahaan yang dihasilkan perusahaan. Agen sebagai pihak yang menghasilkan laporan keuangan memiliki keinginan untuk mengoptimalisasi kepentingannya, sehingga dimungkinkan agen melakukan manipulasi data atas kondisi perusahaan. Oleh karena itu, dibutuhkan pihak ketiga yang bersifat independen sebagai mediator antara dua kepentingan. Auditor sebagai pihak ketiga dibutuhkan untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan kepentingan principal melalui laporan keuangan (Rudyawan dan Badera, 2008). Auditor haruslah menjadi pihak independen yang tidak mudah terpengaruh dengan tenure (lama perikatan audit klien dengan auditor), sehingga hasil pengawasan yang dilaksanakan merupakan bukti yang obyektif. Hasil pengawasan yang dilakukan auditor adalah penerimaan opini kewajaran dalam laporan keuangan perusahaan dan pengungkapan kemampuan perusahaan dalam kelangsungan hidupnya (going concern). Opini yang dikeluarkan auditor ini haruslah berkualitas yang ditunjukkan dengan semakin andal dan transparannya informasi keuangan perusahaan. Kualitas audit sering diproksikan dengan reputasi auditor. Fanny dan Saputra (2005) menyatakan bahwa KAP yang mengklaim dirinya sebagai KAP besar (seperti yang dilakukan The Big Four) akan berusaha keras menjaga nama tersebut, sehingga hal ini akan berdampak pada jasa yang diberikan oleh KAP.

2. Opini Audit Going ConcernOpini audit going concern merupakan opini audit yang dikeluarkan oleh auditor untuk mengevaluasi apakah ada kesangsian tentang kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2011). Auditor menetapkan penerimaan opini audit going concern apabila dalam proses audit ditemukan kondisi dan peristiwa yang mengarah pada kesangsian terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Evaluasi terhadap kelangsungan usaha perusahaan ini meliputi (SA seksi 341) :a. Auditor mempertimbangkan apakah seluruh hasil prosedur yang dilaksanakan menunjukkan adanya kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas (tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit). Mungkin diperlukan informasi tambahan mengenai kondisi dan peristiwa beserta bukti-bukti yang mendukung informasi yang mengurangi kesangsian auditor.b. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, auditor harus:1) Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut.2) Menentukan apakah kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat secara efektif dilaksanakan. Setelah auditor mengevaluasi rencana manajemen, ia mengambil kesimpulan apakah ia masih memiliki kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas.Berikut ini adalah contoh kondisi dan peristiwa yang mengarah pada kesangsian atas kelangsungan hidup perusahaan (SA Seksi 341) :a) Trend negatif Contoh: kerugian operasi yang berulangkali terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio keuangan penting yang jelek.b) Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuanganContoh: kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, rektrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar aktiva.3) Masalah internContoh: pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses projek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi4) Masalah luar yang telah terjadiContoh: pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang, atau masalah-masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi; kehilangan franchise, lisensi atau paten penting; kehilangan pelanggan atau pemasok utama; kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggungan yang tidak memadai.Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) seksi 341 (Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2011) menyatakan apabila auditor tidak menyangsikan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) dalam jangka waktu pantas, maka auditor memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion). Apabila auditor menyangsikan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, maka auditor wajib mengevaluasi rencana manajemen. Auditor akan memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion with explanatory language) jika rencana manajemen perusahaan dapat secara efektif dilaksanakan untuk mengatasi dampak dari kondisi dan peristiwa yang menyebabkan kesangsian auditor tentang kelangsungan usahanya. Apabila auditor menganggap bahwa rencana manajemen tidak dapat secara efektif mengurangi dampak negatif kondisi atau peristiwa tersebut maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (disclamair opinion). Opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion) diberikan kepada auditee apabila auditor menyangsikan kelangsungan hidup perusahaan dan auditor berkesimpulan bahwa manajemen tidak membuat pengungkapan dan mengenai sifat, dampak, kondisi dan peristiwa yang menyebabkan auditor menyangsikan kelangsungan hidup perusahaan. Jika pengungkapan di dalam rencana manajemen tidak memadai pengungkapannya dan tidak dilakukan penyesuaian, padahal dampaknya sangat material dan terdapat penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum, maka auditor akan memberikan opini tidak wajar (adverse opinion).

3. Audit Tenure Audit tenure adalah lamanya hubungan auditor dan klien yang diukur dengan jumlah tahun (Junaidi dan Jogiyanto, 2010). Audit tenure dikaitkan dengan dua konstruk yakni keahlian auditor dan insentif ekonomi. Audit tenure dikaitkan dengan keahlian auditor yang dimiliki. Auditor dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik dari proses bisnis klien, dan risiko. Selain itu audit tenure terkait dengan kewaspadaan terhadap keakraban auditor dengan klien. Semakin tinggi kualitas auditor maka perikatan akan diperpanjang. Kedua, audit tenure dapat menciptakan insentif ekonomi bagi auditor sehingga menjadi kurang mandiri. Adanya hubungan antara auditor dan klien dalam jangka waktu yang lama dikhawatirkan akan menimbulkan hilangnya independensi auditor. Hilangnya independensi dapat dilihat dari semakin sulitnya auditor untuk memberikan opini audit going concern.Pemerintah telah mengatur tentang jangka waktu perikatan audit dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 17/PMK.01/2008. Peraturan ini menjelaskan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk 3 tahun buku berturut-turut. Akuntan Publik dapat menerima kembali penugasan audit untuk klien tersebut setelah 1 tahun buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan klien tersebut.

4. Reputasi AuditorReputasi auditor merupakan prestasi dan kepercayaan publik yang disandang auditor atas nama besar yang dimiliki auditor tersebut (Badera dan Rudyawan, 2009). Teoh dan Wong (1993) menyatakan bahwa para pemakai laporan keuangan biasa mengaitkan reputasi auditor dengan kualitas audit. Auditor yang memiliki reputasi baik akan cenderung untuk mepertahankan kualitas auditnya agar reputasinya terjaga dan tidak kehilangan klien (Januari, 2009).Fanny dan Saputra (2005) menyatakan bahwa klien biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari KAP besar dan yang memiliki afiliasi dengan KAP internasional memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan, pengakuan internasional, serta adanya peer review. Auditor pada KAP yang memiliki reputasi baik akan melakukan proses audit yang berkualitas dengan menjaga independensi dan obyektifitas. Auditor yang memiliki reputasi dan nama besar juga dapat menyediakan kualitas audit yang lebih baik, termasuk dalam mengungkapkan masalah going concern demi menjaga reputasi mereka (Setyowati, 2009). KAPbesar akan lebih banyak mengeluarkan opini modified pada perusahaan yang mengalami financial distress dibanding KAP kecil. Ketika sebuah Kantor Akuntan Publik mengkliam dirinya sebagai KAP besar seperti yang dilakukan oleh big four firms, maka para auditornya akan berusaha keras untuk menjaga nama besar tersebut, mereka akan menghindari tindakan-tindakan yang dapat mengganggu nama besar mereka.Ukuran KAP pada umumnya digunakan sebagai proksi untuk menunjukkan kualitas audit. (Krishnan dan Schauer, 2000 dalam Junaidi dan Jogiyanto, 2010) mengelompokkan Kantor Akuntan Publik besar dan kecil sebagai berikut: (1) Kantor Akuntan Publik besar adalah kantor Akuntan yang termasuk dalam big six accounting firm, dan (2) Kantor Akuntan Publik kecil adalah kantor akuntan yang tidak termasuk dalam big six accounting firm. (Choi et al., 2010 menggolongkan KAP besar adalah KAP yang mempunyai nama besar berskala internasional (termasuk dalam big four auditors) dimana KAP yang besar menyediakan mutu audit yang lebih tinggi dibanding KAP kecil yang belum mempunyai reputasi.Adapun nama-nama KAP yang termasuk dalam kelompok The Big Four yaitu:a. Price Water House Coopers (PWC) dengan Partnernya di Indonesia Haryanto Sahari & Rekan ; Tanudireja, Wibisana & Rekan. b. Delloite Touche Tohmatsu Dengan Partnernya di Indonesia Hans Tuanakotta & Halim ; Osman Ramli Satrio & Rekan ; Osman Bing Satrio & Rekan. c. Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) international dengan partnernya di Indonesia Siddharta dan Widjaja. d. Ernst & Young dengan Partnernya di Indonesia Prasetio, Sarwoko & Sandjaja ; Purwantono, Sarwoko & Sandjaja.

5. Disclosure Disclosure dapat didefinisikan sebagai penyampaian informasi. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan, pengungkapan (disclosure) mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha, sehingga laporan keuangan harus lengkap, jelas, dan dapat menggambarkan secara tepat kejadian-kejadian ekonomi yang berpengaruh terhadap hasil operasi unit usaha tersebut (Chariri dan Ghozali, 2003). SAS 160 menunjukkan bahwa auditor harus memeriksa konsistensi informasi yang diungkapkan dengan indikator keuangan perusahaan, seperti ditunjukkan oleh rasio keuangan. (Dye, 1991 dalam Juanidi dan Jogiyanto, 2010), menyatakan bahwa pengungkapan informasi dapat membantu dalam memberikan gambaran kegiatan perusahaan yang lebih jelas dan dengan demikian dapat mengurangi konflik antara investor dan manajemen.Disclosure merupakan pengungkapan atas informasi yang diberikan sebagai lampiran pada laporan keuangan dalam bentuk catatan tambahan. Informasi ini menyediakan penjelasan yang lebih lengkap mengenai posisi keuangan, hasil operasi dan kebijakan perusahaan. Dengan adanya pengungkapan, maka perusahaan diharapkan dapat mendorong keyakinan investor dan kreditur dalam menentukan kebijakan investasi yang diambil.Keuntungan dari pengungkapan laporan keuangan oleh perusahaan adalah sebagai berikut (Tanor, 2009) :a. Keuntungan terjadi apabila pengungkapan rinci mengenai produk baru dapat digunakan untuk menyampaikan prospek perusahaan di masa yang akan datang kepada para pemegang saham.b. Disclosure dalam dunia investasi dapat berperan sebagai public relation bagi perusahaan yang berhubungan dengan komunitas investasi setiap saat, sehingga melalui disclosure masyarakat dapat mengetahui kondisi perusahaan.c. Disclosure perusahaan dapat mengurangi asimetri informasi.Konsep pengungkapan yang digunakan Hendriksen dan Breda (2002) yaitu:a. Adequate Disclosure (pengungkapan cukup), konsep ini digunakan untuk pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku, dimana angka-angka yang disajikan dapat diinterprestasikan dengan benar oleh investor.b. Fair disclosure (pengungkapan wajar), tujuan etis adalah agar memberikan perlakuan yang sama kepada semua pemakai laporan dengan menyediakan informasi yang layak terhadap pembaca potensial.c. Full disclosure (pengukapan penuh), Pengungkapan penuh memiliki kesan penyajian informasi secara melimpah sehingga beberapa pihak menganggapnya tidak baik. Pengungkapan (disclosure) yang diterbitkan perusahaan ada dua jenis, pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). (Dahlan, 2003 dalam Tanor, 2009) menjelaskan bahwa pengungkapan wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku dan pengungkapan sukarela adalah merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang relevan untuk keputusan oleh para pemakai laporan keuangan tersebut.

6. Ukuran PerusahaanUkuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain sebagainya. Ukuran perusahaan menunjukan kemampuan financial perusahaan (Kevin et al., 2006 dalam Setyowati, 2009). Ukuran umum untuk menggambarkan ukuran perusahaan adalah log of total asset. Krishnan dan Schauer (2000) berpendapat bahwa, semakin besar perusahaa yang diaudit, maka kualitas audit yang diberikan KAP juga semakin besar. Perusahaan besar mempunyai manajemen yang lebih baik dalam mengelola perusahaan dan berkemampuan menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas jika dibandingkan dengan perusahaan kecil. (Mutchler, 1985 dalam Santosa dan Wedari, 2007), menyatakan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan modifikasi opini audit going concern pada perusahaan yang lebih kecil. Hal ini dimungkinkan karena auditor mempercayai bahwa perusahaan yang lebih besar dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapinya daripada perusahaan yang lebih kecil, dengan alasan bahwa perusahaan besar akan lebih mudah mengatasi masalah keuangan karena memiliki jajaran manajemen yang lebih baik sehingga pihak kreditor akan lebih bisa percaya untuk memberikan kredit kepada perusahaan besar, kondisi ini diperhatikan auditor untuk menunda memberikan opini audit going concern.(Barnes dan Huan, 1993 dalam Fanny dan Saputra, 2005), menyatakan ketika sebuah Kantor Akuntan Publik sudah memiliki reputasi yang baik, maka ia akan berusaha mempertahankan reputasinya itu dan menghindarkan diri dari hal-hal yang bisa merusak reputasinya tersebut, sehingga mereka akan selalu bersikap objektif terhadap pekerjaannya, apabila memang perusahaan tersebut mengalami kerugian akan kelangsungan hidupnya maka opini yang akan diterimanya adalah opini audit going concern, tanpa memandang apakah ukuran perusahaan tersebut besar atau tidak. (Carcello dan Neal, 2000 dalam Setyarno, et al, 2006), menemukan bahwa ada hubungan negatif antara ukuran perusahaan dengan penerimaan opini audit going concern. Semakin besar ukuran perusahaan akan semakin kecil kemungkinan menerima opini audit going concern. Demikian pula pada penelitian Ramadhany (2004) dan Santosa (2007) yang menemukan adanya hubungan negatif antara ukuran perusahaan dengan penerimaan opini going concern.7. Likuiditas Likuiditas merupakan suatu cara yang digunakan dalam menguji tingkat proteksi yang diperoleh pemberi pinjaman berpusat pada kredit jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk mendanai operasi perusahaan. Hal ini mencakup aktiva likuid perusahaan. Aktiva likuid merupakan aktiva lancar yang dapat segera dikonversikan menjadi kas. Likuiditas adalah kemampuan aktiva lancar perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar yang dimiliki (Darsono dan Ashari, 2004). Pengukuran tingkat likuiditas perusahaan dilakukan dengan menggunakan rasio lancar atau current ratio (Januarti dn Fitrianasari, 2008). Current ratio menghubungkan aktiva lancar terhadap kewajiban lancar untuk memperlihatkan keamanan pemberi hutang jika ada kegagalan. Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2006) aktiva lancar adalah aktiva yang diharapkan berubah menjadi kas dalam jangka waktu yang singkat (biasanya kurang dari satu tahun), sedangkan kewajiban lancar menunjukkan kewajiban yang harus dipenuhi dalam waktu dekat (biasanya juga kurang dari satu tahun). Rasio ini dapat memberikan sebuah ukuran likuiditas yang cepat, mudah digunakan dan mampu menjadi indikator terbaik sampai sejauh mana klaim dari kreditor jangka pendek telah ditutupi oleh aktiva yang diharapkan dapat diubah menjadi kas dengan cukup cepat (Brigham & Houston, 2009:95). Perusahaan yang memiliki rasio lancar tinggi, maka perusahaan tersebut dianggap memiliki kemampuan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya dan mempertahankan kelangsungan usaha. Semakin rendah rasio lancar, maka perusahaan dikhawatirkan tidak dapat memenuhi kewajibannya terhadap pihak yang bersangkutan.

B. Telaah Penelitian SebelumnyaTabel 2.1 memberikan gambaran mengenai penelitian-penelitian terdahulu yang terdiri nama peneliti dan tahun penelitian, variabel independen serta hasil penelitian.

Tabel 2.1Telaah Penelitian Sebelumnya

NoNama PenelitiVariabel Hasil

1Knechel dan AnnVanstraelen (2007)

Independen: Audit tenure, kualitas auditDependen:Opini audit going concern

Audit tenure, kualitas audit berpengaruh secara negatif terhdap opini audit going concern

2Santosa dan Linda Kusumaning Wedari (2007)Independen:Kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan,opini audit tahun sebelumnya,pertumbuhanperusahaan dan ukuranperusahaanDependen: Penerimaan opini audit going concern

Kondisi keuangan perusahaan dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern, opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap opini going concern. Kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.

3Januarti dan Ella Fitrianasari (2008)

Independen:Rasio likuiditas,profitabilitas, aktivitas,leverage, pertumbuhanpenjualan rasio nilai pasar, ukuran perusahaan, reputasi KAP, opini audit going concern tahun sebelumnya, client tenure, audit lag

Dependen: Pemberian opini audit going concern Faktor yang mempengaruhi opini audit going concern hanyalah variabel rasio likuiditas, opini audit sebelumnya, dan audit lag, sedangkan variabel yang lainnya tidak berpengaruh secara signifikan terhadap opini audit going concern

4Amilin dan Ady Indrawan(2008)Independen:Opini audit, profitabilitas, leverage, likuiditasDependen:Penilaian going concernTidak terdapat perbedaan yang signifikan antara KAP big four dan KAP non big four dalam pemberian opini audit terhadap penilaian going concern. Penilaian profitabilitas, leverage, dan likuiditas perusahaan tidak terdapat perbedaan signifikan terhadap penilaian going concern antara perusahaan yang diaudit oleh KAP big four dan non big four

5Rudyawan dan I Dewa Nyoman Badera (2009)Independen:Model prediksi kebangkrutan,pertumbuhan perusahaan, leverage dan reputasi auditorDependen:Opini audit going concern

Model prediksi kebangkrutan berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern, Pertumbuhan perusahaan, leverage dan reputasi auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern

6Fitri Tri Diyanti (2010)Independen:Debt default, pergantian auditor, ukuran perusahaanDependen:Opini audit going concernDebt default tidak berpengaruh secara sinifikan terhadap opini audit going concern, pergantian auditor dan ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap opini audit going concern

7Junaidi dan JogiyantoHartono (2010)Independen:Reputasi auditor, tenure, disclosure dan ukuran perusahaanDependen:Penerimaan opini audit going concernBerdasarkan hasil pengujian hipotesis ditemukan bahwa variabel reputasi auditor dan disclosure berpengaruh signifikan positif terhadap penerimaan opini audit going concern, variabel tenure berpengaruh signifikan secara negatif terhadap opini audit going concern, sedangkan ukuran perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.

C. Pengembangan Hipotesis1. Pengaruh audit tenure terhadap penerimaan opini audit going concern.Audit tenure merupakan jumlah tahun dimana KAP melakukan perikatan audit pada perusahaan yang sama. Ketika KAP mempunyai jangka waktu hubungan yang lama dengan kliennya, maka mendorong pemahaman yang lebih atas kondisi keuangan klien dan oleh karena itu mereka akan cenderung dapat mendeteksi masalah going concern. Namun, semakin lama hubungan auditor dengan klien dikhawatirkan independensi auditor semakin berkurang. Semakin lama hubungan auditor dengan klien, maka dikhawatirkan semakin rendah pengungkapan atas ketidakmampuan perusahaan dalam menjaga kelangsungan usahanya. Hal tersebut akan mempengaruhi penerimaan opini audit going concern terhadap perusahaan. Menurut Junaidi dan Jogiyanto (2010) ketika auditor mempunyai jangka waktu hubungan yang lama dengan kliennya, hal ini akan mendorong pemahaman yang lebih atas kondisi keuangan klien dan oleh karena itu auditor akan cenderung untuk mendeteksi masalah going concern. Januarti (2009) menemukan bahwa semakin lama KAP melakukan perikatan audit dengan auditee yang sama, maka akan semakin besar fee yang diharapkan akan diterima pada masa mendatang. Kecemasan akan kehilangan sejumlah fee yang cukup besar akan menimbulkan keraguan bagi auditor untuk menyatakan opini audit going concern. Dengan demikian independensi auditor akan terpengaruh dengan lamanya hubungan dengan auditee yang sama.H1 : Audit tenure berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.

2. Pengaruh reputasi auditor terhadap penerimaan opini audit going concern.Reputasi auditor menunjukkan prestasi dan kepercayaan publik yang disandang auditor atas nama besar yang dimiliki auditor tersebut. Auditor bertanggung jawab untuk menyediakan informasi yang berkualitas serta bermanfaat bagi para pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Auditor yang bereputasi baik cenderung akan menerbitkan opini audit going concern jika pada perusahaan klien terdapat masalah yang berkaitan dengan going concern perusahaan. Pada penelitian ini reputasi auditor diproksikan dengan ukuran kantor akuntan publik. Auditor yang memiliki reputasi dan nama besar dapat menyediakan kualitas audit yang lebih baik, termasuk dalam mengungkapkan masalah going concern demi menjaga reputasi mereka. Crasswell et al. (1995) dalam Fanny dan Saputra (2005) menyatakan bahwa klien biasanya mempersepsikan auditor yang berasal dari Kantor Akuntan Publik besar dan memiliki afiliasi dengan Kantor Akuntan Publik internasionallah yang memiliki kualitas lebih tinggi karena auditor tersebut memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan, pengakuan internasional, serta adanya peer review.DeAngelo (1981) dalam Junaidi dan Jogiyanto (2010) berpendapat bahwa auditor besar akan lebih independen, dan karenanya, akan memberikan kualitas yang lebih tinggi atas audit. Auditor yang besar akan berusaha keras mempertahankan reputasi mereka serta menghindari tindakan-tindakan yang dapat merusak reputasi tersebut. H2 : Reputasi auditor berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.

3. Pengaruh disclosure terhadap penerimaan opini audit going concern.Disclosure merupakan pengungkapan atas informasi yang diberikan sebagai lampiran pada laporan keuangan dalam bentuk catatan tambahan. Informasi ini menyediakan penjelasan yang lebih lengkap mengenai posisi keuangan, hasil operasi dan kebijakan perusahaan. Dengan adanya pengungkapan, maka perusahaan diharapkan dapat mendorong keyakinan investor dan kreditur dalam menentukan kebijakan investasi yang diambil.Gaganis dan Pasiouras (2007) menemukan bukti bahwa perusahaan yang mengungkapkan lebih sedikit informasi akuntansi cenderung menerima opini qualified dari auditor eksternal. Haron et al (2009) membuktikan bahwa disclosure berpengaruh pada pemberian opini audit going concern, disclosure atau pengungkapan informasi merupakan fakta bahwa perusahaan sedang menghadapi kesulitan keuangan dan menunjukkan usaha manajemen dalam menyelesaikan masalahnya, hal ini menunjukkan semakin luasnya informasi keuangan yang diungkapkan oleh perusahaan yang mengalami kondisi keuangan yang buruk, maka auditor akan lebih mudah dalam menemukan bukti dalam menilai kelangsungan usaha perusahaan. Junaidi dan Jogiyanto (2010) menyatakan bahwa semakin luasnya informasi keuangan yang diungkapkan oleh perusahaan juga dikaitkan dengan usaha perusahaan untuk memperbaiki citra buruknya di masyarakat. Keterbukaan informasi termasuk fakta bahwa perusahaan sedang menghadapi kesulitan keuangan dan bahwa manajemen mencoba untuk memecahkan masalah. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat disclosure perusahaan, maka semakin tinggi pula kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern. H3 : Disclosure berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.

4. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap penerimaan opini audit going concernUkuran perusahaan merupakan suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Perusahaan yang lebih besar lebih banyak menawarkan fee audit tinggi daripada yang ditawarkan oleh perusahaan kecil. Dalam kaitanya mengenai kehilangan fee audit yang signifikan tersebut, auditor dapat meragukan pengeluaran opini audit going concern pada perusahaan besar. Perusahaan dengan pertumbuhan yang positif memberikan suatu tanda bahwa ukuran perusahaan tersebut semakin berkembang dan mengurangi kecenderungan ke arah kebangkrutan (Januarti, 2009). Perusahaan besar memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengelola perusahaan dan menghasilkan laporan keuangan yang lebih berkualitas (Junaidi dan Jogiyanto, 2010). Semakin kecil skala perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan yang lebih kecil dalam pengelolaan usahanya. Hal ini menyebabkan perusahaan lebih berpeluang mendapatkan opini audit going concern. Mutchler et al., (1997) meneliti faktor-faktor yang berpengaruh terhadap laporan audit pada perusahaan yang gulung tikar. Penelitian tersebut membuktikan bahwa terdapat hubungan negatif antara ukuran perusahaan dengan penerimaan opini audit going concern. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut:H4 : Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.

5. Pengaruh likuiditas terhadap penerimaan opini audit going concern. Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban-kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki. Dalam hubungannya dengan likuiditas makin kecil likluiditas, perusahaan kurang likuid sehingga tidak dapat membayar para krediturnya maka auditor kemungkinan memberikan opini audit dengan going concern. Tidak jarang perusahaan yang secara konsisten mengalami kerugian operasi mempunyai working capital yang sangat kecil bila dibandingkan dengan total assets (Altman, 1968). Kemampuan perusahaan yang rendah dalam melaksanakan kewajibannya akan menyebabkan auditor ragu akan kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Keraguan auditor akan menyebabkan penerimaan opini audit going concern terhadap perusahaan (Januarti dan Fitrianasari, 2008). Makin kecil likuiditas, perusahaan kurang likuid karena banyak kredit macet sehingga opini audit harus memberikan keterangan mengenai going concern, dan sebaliknya semakin besar likuiditas perusahaan, maka semakin mampu pula perusahaan dalam membayar kewajiban-kewajiban jangka pendeknya dengan tepat waktu. H5: Likuiditas berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.

D. Model PenelitianVariabel Independen

Audit TenureH1

Reputasi KAPH2

Opini Audit Going Concern Variabel Dependen

Disclosure H3

UkuranPerusahaanH4

Likuiditas H5

Gambar 2.1Model Penelitian

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel1. PopulasiPopulasi didefinisikan sebagai keseluruhan dari obyek yang akan diteliti Boedijoewono (2001). Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2007-2011.2. SampelSampel dalam penelitian ini diperoleh dengan metode purposive sampling, dengan kriteria sebagai berikut : a. Perusahaan manufaktur yang listing di BEI selama periode 2007-2011b. Menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen per 31 Desember dari tahun 2007 hingga 2011c. Terdapat catatan atas laporan keungan perusahaan.d. Terdapat laporan auditor independen atas laporan keuangan perusahaan.e. Mengalami laba bersih negatif (rugi) minimal 2 periode laporan keuangan saat pengamatan. Laba bersih yang negatif digunakan untuk menunjukkan trend kondisi keuangan perusahaan yang bermasalah. Kondisi keuangan yang bermasalah ini menimbulkan kesangsian auditor tentang kemampuan perusahaan dalam menjaga kelangsungan usahanya. Auditor akan cenderung memberikan opini going concern apabila perusahaan mengalami kondisi keuangan yang tidak baik dan dianggap tidak mampu mempertahankan usahanya tersebut. f. Laporan keuangan disajikan dalam rupiah.

B. Data Penelitian1. Jenis dan Sumber Data Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari www.idx.co.id berupa laporan keuangan auditan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2007-2011. 2. Teknik Pengumpulan DataTeknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode studi pustaka dan dokumentasi. Studi pustaka dan dokumentasi yang digunakan yaitu laporan keuangan auditan perusahaan sampel dengan mengolah literatur, artikel atau jurnal dan media tertulis yang berkaitan dengan topik pembahasan dari penelitian ini.

C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel1. Opini audit Going ConcernOpini audit going concern adalah opini audit yang dikeluarkan oleh auditor untuk mengevaluasi apakah ada kesangsian tentang kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2011). Opini audit going concern merupakan opini audit modifikasi karena adanya ketidakpastian kelangsungan hidup perusahaan. Opini audit going concern diukur dengan menggunakan variabel dummy. Opini audit going concern diberi kode 1, sedangkan opini non going concern diberi kode 0. Opini audit going concern dalam penelitian ini terdapat pada opini wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas (unqualified opinion with explanatory language), opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion), opini tidak wajar (adverse opinion) dan tidak memberikan pendapat (disclamair opinion) Mutchler (1997), Ramadhany (2004), Rahayu (2007)2. Audit TenureAudit tenure adalah lamanya hubungan auditor dengan klien dalam hal perikatan yang dilakukan. Variabel audit tenure dalam penelitian ini diukur dengan menghitung tahun dimana KAP yang sama telah melakukan perikatan dengan auditee (Januarti, 2009).3. Reputasi auditor Reputasi auditor merupakan prestasi dan kepercayaan publik yang disandang auditor atas nama besar yang dimiliki auditor. Pada penelitian ini, reputasi auditor diproksikan dengan menggunakan ukuran KAP (Kantor Akuntan Publik). Variabel reputasi auditor diukur dengan menggunakan variabel dummy. Apabila auditor berasal dai KAP yang termasuk dalam The big four Accounting Firm, akan diberi kode 1 sedangkan jika tidak termasuk dalam The big four Accounting Firm akan diberi kode 0 (Junaidi dan Jogiyanto, 2010)

3. DisclosureDisclosure adalah tingkat pengungkapan atas informasi yang diberikan sebagai lampiran pada laporan keuangan dalam bentuk catatan kaki atau tambahan (Tanor, 2009). Penelitian ini menggunakan tingkat pengungkapan wajib (mandatory disclosure) pada laporan keuangan tahunan yang diterbitkan oleh perusahaan. Tingkat pengungkapan wajib (mandatory disclosure) diukur dengan menggunakan indeks pengungkapan yaitu dengan cara membagi jumlah skor pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan dengan total item pengungkapan yang diwajibkan secara keseluruhan. Jumlah item pengungkapan wajib diperoleh dari Surat Edaran Ketua Bapepam No. KEP-134/BL/2006 Peraturan Nomor X.K.6 yang berisi tentang: (1) Kewajiban penyampaian laporan tahunan bagi emiten atau perusahaan publik. (2) Bentuk dan isi laporan tahunan terdapat 33 item (Fitriani dan Dharma, 2007). Penentuan indeks dilakukan dengan menggunakan skor disclosure yang diungkapkan oleh perusahaan. Jika perusahaan mengungkapkan item informasi dalam laporan keuangannya , maka skor 1 akan diberikan dan jika item tersebut tidak diungkapkan, maka 0 akan diberikan. Setelah melakukan scoring, disclosure level dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Cooke, 1992 dalam Hossain 2008) :

Disclosure Level = Jumlah skor disclosure yang dipenuhi Jumlah skor maksimum

4. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan variabel untuk mengukur seberapa besar atau kecilnya perusahaan sampel. Pengukuran variabel ukuran perusahaan dalam penelitian ini dihitung menggunakan log natural dari asset total perusahaan (Januarti, 2009)

Ukuran Perusahaan = Natural Log dari total asset

6. Likuiditas Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan perbandingan antara aktiva lancar dan kewajiban lancar. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar yang dimiliki. Likuiditas diukur dengan rumus sebagai berikut : (Januarti dan Fitrianasari, 2008).

Rasio Likuiditas = Aktiva Lancar Kewajiban Lancar

D. Metode Analisis DataSesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan maka analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik. Tujuannya untuk menetapkan seberapa baik model yang digunakan cocok untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. 1. Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik sampel yang digunakan dan menggambarkan variabel-variabel dalam penelitian ini, yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), nilai minimum dan maksimum, serta deviasi standar (Ghozali, 2009: 19).2. Multikolinieritas Sebelum dilakukan uji regresi logistik akan dilakukan uji asumsi klasik berupa uji multikolinieritas. Uji Multikolinieritas dilakukan untuk menguji ada tidaknya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel indipenden. Multikolinieritas diuji dengan menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Multikolinieritas terjadi bila nilai korelasi yang dapat dilihat dalam matriks korelasi lebih dari 0,90 (Ghozali, 2009: 95)3. Analisis Regresi Logistik (Logistic Regression) Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat analisis regresi logistik karena variabel dependennya bersifat kategori dan variabel independennya bersifat kategori, kontinyu atau gabungan antara keduanya.. Analisis regresi logistik tidak perlu asumsi normalitas data dan uji asumsi klasik lain seperti ujiautokorelasi dan uji heteroskedastisitas pada variabel bebasnya. Alasannya karena uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji model regresi linier (Ghozali, 2009: 8-261).

GC = + 1Tenure + 2Reputasi KAP + 3Disclosure + 4SIZE + 5Likuiditas + Analisis regresi logistik merupakan bentuk pengujian apakah probabilitas terjadinya variabel dependen dapat diprediksi dengan variabel independennya. Persamaan regresi logistik dengan menggunakan standardized coefficients :

Keterangan :GC : Opini Going Concern ( 1 = opini going concern dan 0 =opini non going concern) : Konstanta1 - 6 : Koefisien RegresiTenure : Lamanya hubungan auditor dengan klien.Reputasi KAP : 1, bila KAP big four dan 0 bila non big four.Disclosure : Tingkat PengungkapanSIZE : Ukuran perusahaan yang diukur dengan natural log assettotal.Likuiditas : Likuiditas : errorTahapan yang perlu dilakukan dalam pengujian dengan menggunakan uji regresi logistik dapat dijelaskan sebagai berikut:a. Uji Kelayakan Model Regresi (Omnibus Test) Pengujian Omnibus of model coefficients digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen secara bersama-sama dapat memprediksi variabel dependen atau tidak. Jika probabilitas dari uji chi-square omnibus test statistic kurang dari 0,05 maka hipotesis awal (H0) ditolak atau H1 diterima. H0 ditolak berarti bahwa secara keseluruhan variabel independen dapat memprediksi variabel dependen.b. Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square)Nagelkerke R Square merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar variabel independen mampu menjelaskan dan mempengaruhi variabel dependen. Nilai Nagelkerke R Square bervariasi antara 1 (satu) dan 0 (nol). Semakin mendekati nilai 1 maka model dianggap semakin goodness of fit semenatara semakin mendekati 0 maka model semakin tidak goodness of fit.c. Menilai Model Fit (Overall Model Fit Test)Uji ini digunakan untuk menilai model yang telah dihipotesiskan telah fit atau tidak dengan data. Hipotesis untuk menilai model fit adalah:H0 : Model yang dihipotesiskan fit dengan dataH1 : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan dataDari Hipotesis ini dijelaskan bahwa kita tidak akan menolak hipotesis nol agar supaya model fit dengan data. Statistik yang digunakan berdasarkan Likelihood. Likelihood L dari model adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan data input. Log Likelihood pada regresi logistik mirip dengan pengertian Sum of Square Error pada model regresi, sehingga penurunan model Log Likelihood menunjukkan model regresi yang semakin baik (Ghozali, 2009: 268).d. Matriks KlasifikasiMatriks klasifikasi menunjukkan prediksi model regresi untuk menentukan kemungkinan terjadinya peristiwa. Pada penelitian ini matrik klasifikasi digunakan untuk menentukan kemungkinan terjadinya peristiwa yang terkait dengan variabel dependen yaitu kemungkinan terjadinya penerimaan audit going concern pada perusahaan sampel.

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sampel PenelitianSampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007 sampai dengan 2011. Berdasarkan metode pengambilan sampel dengan metode purposive sampling diperoleh sampel sebanyak 11 perusahaan, sehingga jumlah sampel secara keseluruhan selama 5 tahun sebanyak 55 data observasi. Hasil seleksi sampel disajikan dalam Tabel 4.1.Tabel 4.1Seleksi SampelKriteriaJumlah

Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI 2007-2011Perusahaan yang mengalami delisting selama periode 2007-2011Perusahaan tidak menerbitkan laporan keuangan auditan 2007-2011Tidak terdapat catatan laporan keuangan.Tidak terdapat laporan auditor independen.Perusahaan yang mengalami laba bersih negatif kurang dari dua periode laporan keuangan dari 2007-2011Laporan keuangan tidak disajikan dalam rupiahJumlahTahun amatanTotal sampel selama periode amatan174(23) (15)(4)(3)

(117)(1)11555

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012

B. Statistik DeskriptifStatistik deskriptif digunakan untuk memberikan deskripsi suatu data yang dilihat dari minimum, maksimum, rata-rata (mean) dan standar deviasi (standard deviation). Analisis ini menggunakan bantuan program SPSS for Windows 20.0. Statistik deskriptif variabel penelitian disajikan dalam Tabel 4.2.Tabel 4.2Statistik DeskriptifVariabelNMinimumMaximumMeanStd. Deviation

GCTenureRep_KAPDisclosureSizeLikuiditas555555555555010.81823062.1545151.969723354282.2578.532.07

.29.8937456775.78.8890.501.12.46.0424550173.62.4940

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui nilai rata-rata variabel going concern sebesar 0,53, hal ini menunjukkan bahwa banyak perusahaan yang mendapatkan opini audit going concern. Rata-rata lama hubungan KAP dengan perusahaan sebesar 2,07 menunjukkan bahwa banyak perusahaan yang melakukan perikatan dengan KAP dalam waktu 2 tahun. Nilai rata-rata reputasi KAP sebesar 0,29 menunjukkan bahwa mayoritas KAP yang menjadi sampel adalah KAP yang tidak bereputasi / non big four. Disclosure memiliki rata-rata sebesar 0,8937 atau 89,37% menunjukkan bahwa pengungkapan laporan keuangan perusahaan sampel cukup tinggi. Ukuran perusahaan yang didasarkan pada nilai total asset diketahui nilai rata-ratanya sebesar Rp..456.775,78 juta, berdasarkan ketentuan BAPEPAM No.11/PM/1997 rata-rata perusahaan sampel termasuk perusahaan besar karena memiliki nilai total asset diatas 100 Miliar. Rasio likuiditas perusahaan sampel rata-rata sebesar 0,8890, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan sampel kurang likuid karena jumlah aktiva lancar yang tersedia tidak cukup untuk melunasi kewajiban lancar perusahaan sampel.

C. Uji Asumsi KlasikMenurut Ghozali (2009: 211) analisis dengan logistic regression, asumsi multivariate normal distribution tidak dapat terpenuhi karena variabel dependennya merupakan variabel dummy, sehingga uji asumsi klasik dalam model ini hanya menggunakan uji multikolinearitas. Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji ada tidaknya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel indipenden. Sesuai dengan hasil uji dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 20.0 diperoleh hasil uji multikolonieritas pada Tabel 4.3.Tabel 4.3Uji MultikolinieritasConstantTenureRep_KAPDisclosureSizeLikuiditas

ConstantTenureRep_KAPDisclosureSizeLikuiditas1.000-.258.403-.911.724.052-.2581.000-.246.241-.285.064.403-.2461.000-.430.395-.082-.911.241-.4301.000-.862-.118.724-.285.395-.8621.000.101.052.064-.082-.118.1011.000

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa nilai korelasi antar variabel independen tidak ada yang memiliki nilai lebih dari 0,95. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi penelitian ini tidak terjadi multikolonieritas.

D. Analisis Regresi Logistik (Logistic Regression)Hasil analisis regresi logistik dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS for Windows 20.0 yang sajikan pada Tabel 4.4.Tabel 4.4Variables in the Equation

BS.E.WalddfSig.

Step 1TenureRep_KAPDisclosureSizeLikuiditasConstant.487-.30446.391-1.147-2.116-26.263.337.84018.149.437.81911.8522.088.1316.5346.9036.6794.910111111.148.717.011.009.010.027

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012

Berdasarkan hasil analisis logistik resgresi pada Tabel 4.4 dapat diperoleh persamaan:GC =-26,263 + 0,487 Tenure - 0,304 Rep_KAP + 46,391 Disclosure - 1,147 Size - 2,116 Likuiditas

Persamaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:1. Nilai sebesar -26,263, berarti apabila tidak ada pengaruh dari audit tenure, reputasi KAP, disclosure, ukuran perusahaan, dan likuiditas, maka perusahaan cenderung tidak menerima opini audit going concern.2. Nilai 1 sebesar 0,487, berarti apabila perikatan KAP dan perusahaan semakin lama, maka perusahaan akan menerima opini audit going concern.3. Nilai 2 sebesar -0,304, berarti apabila perusahaan menggunakan KAP bereputasi tinggi, maka perusahaan tidak akan menerima opini audit going concern.4. Nilai 3 sebesar 46,391, berarti semakin tinggi tingkat disclosure laporan keuangan, maka perusahaan akan menerima opini audit going concern.5. Nilai 4 sebesar -1,147, berarti semakin besar ukuran perusahaan, maka perusahaan tidak akan menerima opini audit going concern.6. Nilai 5 sebesar -2,116, berarti semakin likuid suatu perusahaan, maka perusahaan tidak akan menerima opini going concern.

E. Uji Kelayakan Model Regresi (Omnibus Test)Berdasarkan analisis dengan menggunakan bantuan program SPSS for Windows 20.0 diperoleh hasil uji Omnibus Tests of Model Coefficients model regresi yang disajikan dalam Tabel 4.5.Tabel 4.5Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-squaredfSig.

1StepBlockModel26.43726.43726.437555.000.000.000

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012

Hasil uji chi-square omnibus test statistic pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai Chi-square sebesar 26,437 dengan probabilitas 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa p value 0,000 < 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima, berarti bahwa secara keseluruhan variabel independen dapat memprediksi variabel dependen.

F. Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square)Berdasarkan analisis dengan menggunakan bantuan program SPSS for Windows 20.0 diperoleh hasil uji Nagelkerke R Square yang disajikan dalam Tabel 4.6.Tabel 4.6Koefisien Determinasi

Step-2 LoglikelihoodCox & SnellR SquareNagelkerkeR Square

Model 1149.645a..382.509

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui nilai koefisien determinasi Nagelkerke R Square sebesar 0,509 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 50,9 persen, sedangkan sisanya sebesar 49,1 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian.

G. Menilai Model Fit (Overall Model Fit Test)Berdasarkan analisis dengan menggunakan bantuan program SPSS for Windows 20.0 diperoleh hasil uji Log Likelihood value yang disajikan dalam Tabel 4.7.Tabel 4.7Perbandingan Nilai -2LL Awal dengan -2LL Akhir

-2LL Awal ( Block number=0)76.082

-2LL Akhir (Block number=1)49.645

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012Tabel 4.7 menunjukkan bahwa perbandingan antara nilai antara -2LL (Likelihood) pada awal (Block number=0) dengan nilai -2LL pada akhir (Block number=1). Nilai -2LL awal menunjukkan angka 76,082 mengalami penurunan menjadi 49,645. Penurunan nilai Likelihood ini menunjukkan model regresi yang dihipotesiskan fit dengan data.

H. Matrik KlasifikasiMatrik klasifikasi menunjukkan prediksi model regresi untuk menentukan kemungkinan terjadinya peristiwa, dalam hal ini variabel dependen yaitu kemungkinan terjadinya penerimaan opini audit going concern. Matrik klasifikasi disajikan dalam Tabel 4.8.Tabel 4.8Matrik Klasifikasi

Opini Going ConcernPercentage Correct

TotalNon GCGC

PKAPNon GCGC262921752280.875.9

Overall Percentage55282778.2

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa menurut prediksi, perusahaan sampel yang diamati dan diprediksi akan mendapatkan opini audit going concern sebanyak 22 perusahaan dari 27 perusahaan (80,8%), sedangkan perusahaan yang diamati dan diprediksi tidak akan mendapatkan opini audit going concern ada 21 perusahaan dari 28 perusahaan (75,9%). Secara keseluruhan ketepatan prediksi yang diklasifikasikan ada 78,2 %. Hal ini menunjukkan bahwa ketepatan prediksi penerimaan opini going concern penelitian ini cukup tinggi karena mendekati 100%.

I. Uji HipotesisUji ini bertujuan untuk membuktikan hipotesis yang diajukan. Uji ini menggunakan tingkat = 5 %. Jika nilai probabilitas (sig wald) < = 0,05, maka Ha diterima, berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen. Jika nilai probabilitas (sig wald) > = 0,05, maka Ha tidak diterima, berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen. Hasil uji hipotesis pada masing-masing variabel disajikan dalam tabel 4.9.Tabel 4.9Uji Parsial

Variabel BWald Sig.Keterangan

TenureRep_KAPDisclosureSizeLikuiditas.487-.30446.391-1.147-2.1162.088.1316.5346.9036.679.148.717.011.009.010H1 tidak diterimaH2 tidak diterimaH3 diterimaH4 diterimaH5 diterima

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012

Berdasarkan Tabel 4.9, maka uji hipotesis masing-masing variabel dapat dijabarkan sebagai berikut:1. Pengaruh audit tenure terhadap penerimaan opini audit going concernBerdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa audit tenure memiliki nilai koefisien sebesar 0,487 dengan sig wald sebesar 0,148. Hasil tersebut menunjukkan bahwa p value 0,148 > 0,05, maka H1 tidak diterima berarti audit tenure tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.2. Pengaruh reputasi auditor terhadap penerimaan opini audit going concernBerdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa reputasi auditor memiliki nilai koefisien sebesar -0,304 dengan sig wald sebesar 0,717. Hasil tersebut menunjukkan bahwa p value 0,717 > 0,05, maka H2 ditolak berarti reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.3. Pengaruh disclosure terhadap penerimaan opini audit going concernBerdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa disclosure memiliki nilai koefisien sebesar 46,391 dengan sig wald sebesar 0,011. Hasil tersebut menunjukkan bahwa p value 0,011 < 0,05, maka H3 diterima berarti disclosure berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern.4. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap penerimaan opini audit going concern

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa ukuran perusahaan memiliki nilai koefisien sebesar -1,147 dengan sig wald sebesar 0,009. Hasil tersebut menunjukkan bahwa p value 0,009 < 0,05, maka H4 diterima berarti ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern.5. Pengaruh likuiditas terhadap penerimaan opini audit going concernBerdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa likuiditas memiliki nilai koefisien sebesar -2,116 dengan sig wald sebesar 0,010. Hasil tersebut menunjukkan bahwa p value 0,010 < 0,05, maka H5 diterima berarti likuiditas berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern.

J. Pembahasan1. Pengaruh audit tenure terhadap penerimaan opini audit going concernPenelitian ini menemukan bahwa audit tenure tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Hasil ini menunjukkan bahwa lamanya perikatan KAP dengan perusahaan tidak mempengaruhi auditor dalam memberikan opini audit going concern. Hal ini mengindikasikan bahwa independensi auditor tidak terganggu dengan lamanya perikatan dengan auditee. Hal ini terjadi karena menurut IAI (2011) dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mepertanhankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang telah ditetapkan. Oleh karena itu auditor sebagai akuntan publik akan menjaga independensinya agar memperoleh kredibilitas yang tinggi, sehingga apabila auditor menemukan bukti adanya masalah dengan kelangsungan hidup auditee, maka auditor akan tetap memberikan opini audit going concern. Hasil ini konsisten dengan penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008) yang menunjukkan bahwa audit tenure tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Namun hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Junaidi dan Jogiyanto (2010).2. Pengaruh reputasi auditor terhadap penerimaan opini audit going concernPenelitian ini menemukan bahwa reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Temuan ini mengindikasikan bahwa pengeluaran opini audit going concern tidak akan berebeda antara hasil audit oleh auditor yang bereputasi maupun tidak bereputasi. Hal ini terjadi karena menurut Fanny dan Saputra (2005) auditor akan berusaha untuk mempertahankan reputasi yang dimilikinya dan menghindarkan diri dari dari hal-hal yang dapat merusak reputasinya sehingga auditor akan selalu bersikap obyektif terhadap pekerjaannya. Jika auditor menemukan adanya masalah pada auditee yang dapat mengancam kelangsungan hidup auditee, maka opini yang akan diberikan pada auditee adalah opini going concern. Hasil ini konsisten dengan penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008), Rudyawan dan Badera (2009) yang menunjukkan bahwa reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Namun hasil penelitian ini tidak mendukung temuan penelitian Junaidi dan Jogiyanto (2010).3. Pengaruh disclosure terhadap penerimaan opini audit going concernDisclosure merupakan pengungkapan atas informasi yang diberikan sebagai lampiran pada laporan keuangan dalam bentuk catatan tambahan. Informasi ini menyediakan penjelasan yang lebih lengkap mengenai posisi keuangan, hasil operasi dan kebijakan perusahaan. Penelitian ini menemukan bahwa disclosure berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern. Hasil ini memberikan bukti empiris bahwa semakin tinggi tingkat disclosure perusahaan, maka semakin tinggi pula kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern. Gaganis dan Pasiouras (2007) menemukan bukti bahwa perusahaan yang mengungkapkan lebih sedikit informasi akuntansi cenderung menerima opini unqualified dari auditor eksternal, sehingga perusahaan tidak akan mendapat opini audit going concern. Hasil ini konsisten dengan penelitian Junaidi dan Jogiyanto (2010) yang menunjukkan bahwa disclosure berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern.4. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap penerimaan opini audit going concern

Penelitian ini menggunakan logaritma total aktiva sebagai proksi dari ukuran perusahaan. Penggunaan logaritma total aktiva dipandang dapat mewakili ukuran perusahaan karena dapat menggambarkan kemampuan perusahaan baik kemampuan untuk menyelesaikan kewajibannya maupun kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan aktiva yang dimiliki. Penelitian ini menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern. Hasil ini memberikan bukti empiris bahwa semakin besar ukuran perusahaan, maka semakin kecil kemungkinan perusahaan mendapatkan opini audit going concern. Menurut Diyanti (2010) perusahaan besar memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengelola perusahaan, sehingga perusahaan besar mampu mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Hasil ini konsisten dengan penelitian Santosa dan Wedari (2007) yang menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern, akan tetapi penelitian ini tidak mendukung temuan penelitian Junaidi dan Jogiyanto (2010).5. Pengaruh likuiditas terhadap penerimaan opini audit going concernLikuiditas adalah kemampuan aktiva lancar perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar yang dimiliki (Darsono dan Ashari, 2004). Perusahaan yang memiliki rasio lancar tinggi, maka perusahaan tersebut dianggap memiliki kemampuan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya dan mempertahankan kelangsungan usaha. Penelitian ini menemukan bahwa likuiditas berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern. Hasil ini memberikan bukti empiris bahwa semakin likuid suatu perusahaan, maka semakin kecil kemungkinan perusahaan mendapatkan opini audit going concern, dengan kata lain perusahaan yang likuid tidak akan menerima opini audit going concern. Semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka pendeknya sehingga dapat menghindarkan dari penerimaan opini audit going concern oleh auditor. Hasil ini konsisten dengan penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008) yang menunjukkan bahwa likuiditas berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern.

BAB VKESIMPULAN

A. KesimpulanPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh audit tenure, reputasi auditor, disclosure, ukuran perusahaan dan likuiditas terhadap penerimaan opini audit going concern periode 2007 2011 pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Melalui metode purposive sampling diperoleh sampel sebanyak 11 perusahaan. sampel selama 5 tahun adalah 55 perusahaan. Setelah diadakan pengujian penelitian ini hasil menunjukkan bahwa :1. Audit tenure tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, sehingga H1 tidak diterima. Hasil ini tidak konsisten dengan penelitian Junaidi dan Jogiyanto (2010) yang menyatakan bahwa semakin lama hubungan auditor dengan klien, maka semakin kecil kemungkinan perusahaan untuk mendapatkan opini going concern, namun penelitian ini sejalan dengan penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008). 2. Reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, sehingga H2 tidak diterima. Hasil ini tidak konsisten dengan penelitian Junaidi dan Jogiyanto (2010) yang menyatakan semakin besar reputasi Kantor Akuntan Publik maka semakin besar kualitas audit yang diberikannya. Namun penelitian ini sesuai dengan penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008), Badera dan Rudyawan (2009). 3. Disclosure berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern, sehingga H3 diterima. Hasil ini konsisten dengan penelitian Junaidi dan Jogiyanto (2010) bahwa disclosure berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern.4. Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern, sehingga H4 diterima. Hasil ini konsisten dengan penelitian Santosa dan Wedari (2007) mengungkapkan bahwa faktor ukuran perusahaan memiliki pengaruh terhadapan penerimaan opini audit going concern.5. Likuiditas berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern, sehingga H5 diterima. Hasil ini konsisten dengan penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008) bahwa likuiditas memiliki pengaruh negative yang signifikan terhadap opini audit going concern.

B. KeterbatasanMeskipun peneliti telah berusaha merancang dan mengembangkan penelitian sedemikian rupa, namun ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain:1. Koefisien determinasi (Nagelkerke R square) adalah sebesar 0,509 yang berarti variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 50.9 persen, sedangkan sisanya sebesar 49.1 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian. Hal ini berarti masih ada variabel lain yang perlu diidentifikasi untuk menjelaskan penerimaan opini audit going concern. 2. Penelitian ini hanya dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia3. Pengukuran variabel audit tenure didasarkan pada berapa lama perikatan KAP dengan perusahaan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuanagn Nomor: 17/PMK.01/2008 bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dilakukan oleh KAP paling lama 6 tahun buku berturut-turut. Sedangkan dalam penelitian ini hanya meneliti selama 5 tahun. 4. Variabel reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini dimungkinkan karena pengukuran reputasi auditor didasarkan pada KAP the big four.

C. Saran1. Variabel lain yang secara teoritis mungkin dapat memengaruhi opini audit going concern yaitu debt default, mekanisme Corporate Governance, opinion shopping, dan faktor keuangan yang lain.2. Mempertimbangkan sampel yang digunakan, tidak hanya perusahaan manufaktur saja, tetapi semua perusahaan yang terdaftar di BEI3. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya memperpanjang rentang waktu penelitian, sehingga dapat melihat pengaruh tenure terhadap penerimaan opini audit going concern dalam jangka panjang.4. Penelitian selanjutnya hendaknya menggunakan proksi reputasi KAP selain skala besaran, misalnya diproksi dengan banyaknya klien yang ditangani KAP.