Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PENGARUH LARUTAN DAUN BROTOWALI (Tinospora crispa L)
TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA SAYAT
PADA MENCIT (Mus musculus)
Oleh:
Novia Rulandari, Zico Fakhrur Rozi, M.Pd.Si., Harmoko, M.Pd.
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meengetahui pengaruh larutan daun brotowali
(Tinospora crispa L) terhadap penyembuhan luka sayat pada mencit (Mus
musculus). Jenis penelitian ini yang digunakan yaitu penelitian deskriptif
kuantitatif dengan metode eksperimen laboratorium. Penelitian ini menggunakan
rumus federer: (n-1) (t-1) 15 yaitu dengan Rancangan Acak Lengkap yang
terdiri dari 5 kelompok perlakuan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
cara pengamatan yang dilakukan selama 8 hari. Berdasarkan hasil perhitungan uji
normalitas (Liliefors) diperoleh data yang normal yaitu lhitung Itabel (0,0280
2,87), sedangkan uji homogenitas (Barlett) diperoleh data yang homogen yaitu
X2
hitung X2tabel 0 (0,276 9,488). Selanjutnya dilakukan uji Anava satu jalur
diperoleh hasil yang signifikan yaitu Fhitung Ftabel. (25 . Berdasarkan
perolehan nilai KK ( Keragaman Koefisien) yaitu 2, 2%, maka dilanjutkan dengan
uji BNJ dan dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan pada
pemberian larutan daun brotowali (Tinospora crispa L) terhadap penyembuhan
luka pada mencit (Mus musculus).
Kata kunci: Larutan, Daun Brotowali, Penyembuhan Luka, Mencit
A. PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang memiliki beragam jenis tanaman. Lebih
dari 20.000 jenis tumbuhan obat tumbuh dan berkembang di Indonesia.
Namun, hanya sekitar200 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan
tradisional (Hariana, 2013:13).
Salah satu tanaman obat tradisional yang secara empiris maupun ilmiah
terbukti dapat menyembuhkan berbagai penyakit adalah (Tinospora crispa L)
atau dikenal dengan nama brotowali (Kresnady, 2013:2). Brotowali (Tinospora
crispa L) merupakan tumbuhan perdu yang tumbuh liar di ladang, hutan atau
ditanam dekat pagar rumah.
2
Luka adalah diskontinuitas dari suatu jaringan. Ada beberapa fase-fase
yang saling berhubungan satu dan lainnya yaitu, inflamasi, proliferasi dan
remodeling (Maharani, 2015:34-35).
Penyembuhan luka biasanya dilakukan dengan cara penggunaan obat-
obatan kimia karena obat-obatan kimia dapat mempercepat reaksi
penyembuhan luka tetapi penggunaan obat-obatan kimia juga memiliki efek
samping bagi pengguna yang tidak cocok dalam penggunaan obat-obatan
kimia. Efek samping penggunaan obat-obatan kimia diantaranya yaitu: iritasi
kulit, gatal-gatal, dan mengalami pembengkakan pada bagian yang terluka
(Imamah, 2017:127).
Oleh karena, itu untuk mengatasi efek samping penggunaan obat-obatan
kimia dibutuhkan alternatif obat tradisional. Maka daun brotowali (Tinospora
crispa L) dapat dijadikan alternatif obat tradisional untuk mempercepat
penyembuhan luka karena didalamanya terkandung senyawa alkaloid yang
dapat meringankan luka (Hariana, 2013:42). Berdasarkan uraian di atas, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh larutan daun
brotowali (Tinospora crispa L) terhadap penyembuhan luka sayat pada mencit
(Mus musculus).
B. LANDASAN TEORI
1. Tinjauan Umum brotowali (Tinospora crispa L).
Daun brotowali termasuk family Menispermaceae yang memilki
nama ilmiah (Tinospora crispa L). Kresnady (2003:2) mengemukakan
bahwa brotowali (Tinospora crispa L) dikenal dengan berbagai nama di
daerah Indonesia, seperti daun gedel (Jawa), putrawali, andawali (Sunda),
antawali (Bali dan Nusa Tenggara), bratawali dan antawali. Brotowali
(Tinospora crispa L) dalam bahasa Inggris disebut bitter grape, dan dalam
bahasa Cina dikenal dengan nama shen jin teng.
2. Morfologi Brotowali (Tinospora crispa L)
Batang brotowali (Tinospora crispa L) adalah batang sebesar jari
kelingking, rasanya pahit, dan berbintil-bintil rapat, daun tunggal
bentuknya seperti jantung agak tegak bundar telur, ujung daun lancip, lebar
3
5-12, dan panjang 7-14, bunga brotowali (Tinospora crispa L) bunga kecil,
berwarna hijau muda, berbentuk tandan semu. Dan buah brotowali yang
berkumpul dalam tandan dan warna buahnya merah muda (Hidayat,
2015:68).
3. Kandungan dan Manfaat Brotowali (Tinospora crispa L)
Menurut Pranata (2014:76) brotowali (Tinospora crispa L)
memiliki kandungan senyawa aktif yang baik untuk kesehatan, yaitu:
steroid, damar lunak, alkaloid, tinokrisposia, berberin, pikroretosid,
glikosida, kolombium, zat pahit pikroretin, dan pati.
Menurut Ramdani (2015:7) tumbuhan brotowali (Tinospora
crispa L.) diketahui mengandung senyawa metabolit sekunder golongan
flavonoid, alkaloid, saponin dan tannin. Bagian akarnya mengandung
alkaloid. Batang dan daun mengandung saponin, alkaloid, tannin dan
flavanoid.
4. Luka
Luka merupakan rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal
akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan
mengenai organ tertentu.
5. Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan proses penggantian dan perbaikan
fungsi jaringan yang rusak. Proses yang dimaksud disini adalah proses
penyembuhan luka yang melalui beberapa fase. Fase tersebut meliputi
inflamasi, proliferasi, dan maturasi.
6. Mencit
Mencit (Mus musculus) merupakan mamalia pengerat yang cepat
berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak. Mencit (Mus
musculus) mempunyai variasi genetik cukup besar serta sifat fisiologis dan
anatomisnya terkarakteristik dengan baik. Mencit (Mus musculus) sering
digunakan dalam penelitian dengan pertimbangan bahwa mencit (Mus
musculus) memiliki beberapa keuntungan yang teratur dan dapat dideteksi,
periode kebuntingan mencit (Mus musculus) relatif singkat, dan
4
mempunyai anak yang banyak serta terdapat keselarasan pertumbuhan
dengan kondisi manusia (Akbar, 2010:6).
C. Metode Penelitian
Metode penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorium.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian larutan daun
brotowali (Tinospora crispa L) terhadap penyembuhan luka sayat pada mencit
(Mus musculus) dengan menggunakan uji kuantitatif. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Juni s.d Juli 2018, bertempat di Laboratorium Biologi
STKIP-PGRI Lubuklinggau.
D. Prosedur Penelitian
1. Penanganan sampel
a. Daun brotowali
Sampel daun brotowali (Tinospora crispa L) diperoleh di
Kelurahan Air Kuti Kota Lubuklinggau, tanaman ini dapat ditemukan
pada pekarangan rumah dan dikebun masyarakat. Daun brotowali
(Tinospora crispa L) yang di ambil adalah kriteria semua jenis daun
brotowali (Tinospora crispa L) dengan menggunakan gunting, kemudian
daun brotowali (Tinospora crispa L) yang sudah diambil dikumpulkan di
cuci dengan air mengalir sampai bersih dan keringkan lalu di timbang
sebanyak yang di perlukan untuk dijadikan larutan. Kemudian blender
dari setiap dosis daun brotowali (Tinospora crispa L) dan endapkan
masing-masing larutan tersebut dengan air sebanyak 1 liter selama 24
jam (sehari semalam), lalu keesokan harinya larutan disaring dengan
menggunakan penyaring.
b. Penyediaan Mencit
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus
musculus) betina yang berumur 2-3 bulan dalam keadaan sehat. Mencit
(Mus musculus) diaklimatisasi selama 7 hari untuk proses penyesuaian
diri terhadap perubahan kondisi lingkungan yang berbeda dari tempat
asalnya. Kandang mencit yang telah disediakan berisi nampan plastik.
5
Mencit (Mus musculus) dipelihara di dalam kandang dan diberikan
penerangan 12 jam, selama pemeliharaan mencit (Mus musculus) rata-
rata suhu ruangan minuman 23,6 C dan maksimum 26 C, serta
kelembapan 80,6 % (Lokaria, dkk, 20l3:34).
c. Konversi Konsentrasi
Dosis Penggunaan daun brotowali untuk penelitian ini digunakan
konsentrasi berbeda 10 g/L, 20 g/L, 30 g/L pada daun brotowali
(Tinospora crispa L) sebagai larutan untuk penyembuhan luka sayat pada
mencit (Mus musculus).
d. Konversi dosis
Pada penelitian ini literatur yang menyatakan dosis penggunaan
belum diketahui. Jadi, penelitian ini menggunakan dosis yang
disesuaikan pada penelitian pendahuluan. Untuk itu didapat banyaknya
daun brotowali yang akan diberikan kepada mencit dikonversikan
sebagai berikut:
Konversi dosis larutan daun brotowali (Tinospora crispa L) yaitu:
1. Dosis efektif untuk konsentrasi 10 g/L
banyaknya larutan daun brotowali.....(X) mL
2. Dosis efektif untuk konsentrasi 20 g/L
banyaknya larutan daun brotowali.....(Y) mL
3. Dosis efektif untuk konsentrasi 30 g/L
banyaknya larutan daun brotowali.....(Z) mL
Konversi dosis yang akan diberikan pada mencit yang diberi
perlakuan, dengan rumus yaitu:
konsentrasi X, Y, Z
Dalam penelitian ini digunakan betadine sebagai pembanding
dalam perlakuan P1. Adapun rumus untuk konsentrasi dosis betadine
6
yang sesuai untuk 1 g berat badan untuk mencit dapat dihitung sebagai
berikut:
banyaknya betadine dalam 1 botol 5 pengulangan
e. Pemberian perlakuan
Pemberian perlakuan dengan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) yaitu 5 perlakuan, dan masing-masing perlakuan
diulangi sebanyak 5 kali. Penentuan jumlah subjek (pengulangan)
ditentukan berdasarkan rumus Federer. Dengan demikian jumlah
mencit betina yang digunakan yaitu sebanyak 5 perlakuan 5 ulangan
= 25 ekor mencit. Penentuan jumlah subjek (pengulangan) minimal
ditentukan berdasarkan rumus Federer yaitu:
(t-1) (r-1) 15
Dimana: t jumlah perlakuan, sedangkan
r = banyak pengulangan pada tiap perlakuan
Sebelum dilakukan perlakuan, bulu disekitar punggung bagian
samping mencit (Mus musculus) dicukur kemudian diolesi dengan
alkohol 70%, kemudian alat-alat yang digunakan dibersihkan dengan
alkohol 70% agar steril. Perlakuan pada punggung mencit dilakukan
dengan membuat sayatan dibagian epidermis dengan panjang luka 1
cm. Perlakuan dan pengamatan atau pengumpulan data pada penelitian
ialah sebagai berikut:
a. Sebelum perlakukan, ditentukan mencit dengan cara pengacakan.
b. Punggung mencit (Mus musculus) dilukai dengan membuat sayatan
dibagian epidermis dengan panjang 1 cm, kemudian diukur luas
luka awal sebelum dilakukan perlakuan.
c. Masing-masing mencit diberi perlakuan sebagai berikut:
Perlakuan A: Luka tanpa perlakuan.
Perlakuan B: Luka diberi betadine dengan konsentrasi 10 mL.
Perlakuan C: Luka diberi larutan daun brotowali (Tinospora crispa
L) dengan konsentrasi 10 g/L
7
Perlakuan D: Luka diberikan larutan daun brotowali (Tinospora
crispa L) dengan konsentrasi 20 g/L
Perlakuan E: Luka diberi larutan daun brotowali (Tinospora crispa
L) dengan konsentrasi 30 g/L
d. Kemudian dilakukan pengamatan selama 8 hari untuk melihat
panjang penutup luka. Karena pada dugaan sementara dihari ke 8
telah menunjukkan tanda-tanda kesembuhan, penutupan luka dan
telah ditumbuhi rambut pada bagian punggung mencit jantan yang
diberi perlakuan (dilukai).
e. Pengamatan pada luka dilakukan sebelum pemberian dan sesudah
perlakuan sampai menunjukkan adanya tanda-tanda kesembuhan
dengan cara mengukur panjang luka. Pengukuran rata-rata panjang
luka terbuka dilakukan dengan dx (1,2,3, dst) yaitu panjang luka
terbuka setiap ulangan perlakuan. Dihitung dengan rumus:
dx= dx(1)+dx(2)+dx(3)
3
E. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil uji kuantitatif pada penelitian ini
kemudian di uji secara statistika dengan uji pengujian statistik inferensial
dengan teknik statistik parametrik. Pengujian dengan statistik mensyaratkan
bahwa data yang akan dianalisis harus berdistribusi normal dan homogen.
Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas di lanjutkan dengan uji
hipotesis dengan menggunakan Anava. Kemudian dilanjutkan dengan uji
lanjut BNJ (Beda Nyata Satu Jalur).
F. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
a. Deskripsi Data
Dari hasil pengukuran rata-rata panjang luka sayat pada mencit yang
telah dilakukan selama 8 hari untuk masing-masing kelompok perlakuan
dapat dilihat pada tabel 4.1.
8
Tabel 4.1
Rata-rata Hasil Pengukuran Panjang Luka
Perlakuan Rata-rata Panjang Luka Notasi
P0 (Tanpa perlakuan) 0,69 a
P1 (Betadine) 0,67 b
P2 (Larutan daun brotowali 10 g/L) 0,57 b
P3 (Larutan daun brotowali 20 g/L) 0,53 b
P4 (Larutan daun brotowali 30 g/L) 0,51 b
Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa rata-rata hasil pengukuran
panjang luka sayat untuk P0 (tanpa perlakuan) yaitu 0,69 a, P1
(betadine) yaitu 0,67 b, P2 (larutan daun brotowali 10 g/L) yaitu
0,57 b , P3 (larutan daun brotowali 20 g/L ) yaitu 0,53 b
,
P4 (larutan daun brotowali 30 g/L) yaitu 0,51 b. Untuk semua
kelompok perlakuan pada hari ke-0 sampai hari ke-8 mengalami
penyembuhan luka dan ada perbedaan yang signifikan dan terbukti secara
sistematik.
b. Pengujian Persyaratan Analisis
Berdasarkan perhitungan statistik mengenai uji normalitas data
bahwa nilai terbesar Lhitung = 0,0280 dengan taraf kepercayaan α = 5% dan
n = 25% didapat nilai Ltabel = 2,87. Karena Lhitung Ltabel, maka H0
diterima dan dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.
c. Pengujian Hipotesis
Hasil perhitungan uji Anava Satu Arah untuk melihat apakah ada
efek dari setiap perlakuan terhadap penyembuhan luka sayat dapat dilihat
pada tabel 4.4 dibawah ini:
Tabel 4.4
Hasil Data Anava Satu Arah
Sumber varians Db Jk RJK Fhitung Ftabel 5 %
Kelompok (A) 4 0,15 0,0375 25 2,87
Dalam (D) 20 0,031 0,0015 - -
Total di Koreksi(TR) 24 0,181 - - -
oleh karena itu Fhitung sangat nyata, uji lanjutan dapat dilakukan
menurut uji BNJ (Beda Nyata Jujur) karena KK (Koefisien Keragaman)
9
yang didapatkan maksimal 30 g/L pada kondisi heterogen. Hasil
perhitungan uji BNJ dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini:
Tabel 4.5
Hasil Uji BNJ
Perlakauan Rata-rata RAL
Keterangan 0,05
(30%)P4 0,51 a a Berbeda tidak nyata
(20%)P3 0,53 ab b Berbeda tidak nyata
(10%)P2 0,57 abc b Berbeda nyata
(Betadine)P1 0,67 abcd Berbeda sangat nyata
(-) P0 0,70 abcde b Berbeda sangat nyata
BNJ 0,08
Dengan demikian dapat disimpulkan perlakuan terbaik optimum
mulai dari konsentrasi P4 = 30 g/L, dari hasil statistik daan hasil
pengamatan yang dilakukan selama 8 hari, konsentrasi 30 g/L lebih baik
dan lebih cepat pada proses penyembuhan luka.
2. Pembahasan
Pada penelitian ini mencit yang digunakan yaitu mencit betina dan dalam
satu kandang mencit berisi 5 ekor mencit. Mencit diadaptasi selama 7 hari
untuk menyesuaikan lingkungan tempat tinggal mencit, kemudian
menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian. Setelah
dilakukan adaptasi kemudian dilakukan pembuatan larutan daun brotowali
(Tinospora crispa L). Daun brotowali dicuci menggunakan air mengalir untuk
menghilangkan kotoran, kemudian ambil daun yang sudah dicuci untuk di
timbang sesuai dosis yang digunakan, yaitu 10 g/L, 20 g/L, 30 g/L.
Konsentrasi larutan daun brotowali yang berbeda dengan konsentrasi 10
g/L, 20 g/L, 30 g/L. Setiap dosis daun brotowali (Tinospora crispa L) di
haluskan dengan cara diblender dan diendapkan selama 24 jam. Keesokkan
harinya larutan disaring dengan menggunakan penyaring, yang diambil dari
endapan larutan daun brotowali (Tinospora crispa L) adalah air larutan.
(Setiawan & anak, 2015:56-57). Sebelum pembuatan luka pada punggung
mencit, terlebih dahulu dilakukan pembagian kelompok perlakuan dengan cara
pengacakan. Setelah mencit dilukai kemudian mencit diberi 5 perlakuan dan 5
pengulangan yaitu: P0 (tanpa perlakuan), P1 (dengan betadine), P2 (konsentrasi
10
10 g/L), P3 (konsentrasi 20 g/L), P4 (konsentrasi 30 g/L). Setelah diberi
perlakuan dilakukan pengamatan selama 8 hari untuk melihat diameter luka
(Rahmawati, 2014:233).
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan hari ke-0 sampai hari ke-8
mengalami perubahan panjang luka. Pada perlakuan P0 setelah dilukai terjadi
penyembuhan, akan tetapi sampai hari ke-8 tidak mengalami kesembuhan total
dan luka sayat belum tertutup. Pada perlakuaan P1 setelah diberikan betadine
terjadi penyembuhan luka tetapi belum mengalami kesembuhan total. Pada hari
ke-8 luka iris belum tertutup, sedangakan P2, P3, P4 diberikan larutan daun
brotowali dengan konsentrasi yang berbeda terjadi penyembuhan luka, waktu
yang diperlukan untuk proses penyembuhan luka relatif sama tetapi, pada P2
(konsentrasi 10 g/L) dan P3 (konsentrasi 20 g/L) luka mulai tertutup pada hari
ke-8 meskipun masih ada bekas luka pada mencit betina (Mus musculus).
Sedangkan luka berkurang paling signifikan diperoleh pada P4 (konsentrasi 30
g/L) dibandingkan dengan perlakuan lainnya, karena terbukti secara sistematik
dilihat pada hari ke-7 luka telah tertutup, tidak terlihat bekas luka dan mulai di
tumbuhi rambut pada mencit pada hari ke-8.
Hal ini di sebabkan karena dipengaruhi oleh bahan aktif yang terkandung
pada larutan daun brotowali yaitu alkaloid, flavonoid, saponin dan tannin.
Fungsi lain alkaloid, flavonoid, saponin dan tannin pada penelitian lainnya
yaitu alkaloid memiliki mekanisme penghambat dengan cara menggunakan
komponen penyusun peptidoglika pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel
tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut, selain iu
senyawa alkaloid terdapat gugus basayang menggandung nitrogen akan beraksi
dengan senyawa asam amino yang menyusun dinding sel bakteri dan DNA
bakteri. Reaksi ini mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan susunan
asam amino. Sehinga akan menimbulkan perubhan keseimbangan genetik pada
rantai DNA sehingga akan mengalami kerusakan akan mendorong terjadinya
lisis sel bakteri yang akan menyebabkan kematian sel bakteri. Flavonoid
merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak reasi oksidasi,
bik secar enzim maupun non enzim. Saponin merupakan senyawa glikosida
kompleks dengan berat molekul tinggi yang dihasilkan terutama oleh
11
tanaman.sedangkan tannin merupakan salah satu jenis senawa yang termasuk
kedalam golongan polifenol.
Berdasarkan penelitian penggunaan larutan daun brotowali sebagai obat
penyembuhan luka memiliki prospek yang sangat baik (Pranata, 2014:76).
Sedangkan, pada P1, P2 dan P3 mengalami kesembuhan meskipun masih ada
yang belum tertutup secara keseluruhan karena dipengaruhi oleh konsentrasi
yang berbeda dan lebih sedikit. Sebaliknya daya penyembuhan luka paling
rendah terdapat pada P0 (luka tanpa perlakuan), hal ini disebabkan karena luka
tanpa perlakuan tidak diberikaan obat yang berkhasiat untuk menutupi luka.
Pemberian larutan daun brotowali diharapkan dapat membuat proses
penyembuhan luka dapat lebih cepat sembuh dibandingkan dengan dibiarkan
sembuh secra alami atau menggunakan obat-obatan modern. Hal ini terbukti
dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa proses
kesembuhan luka melalui pengamatan dengan parameter kesembuhan luka.
Luka mencit menjadi lebih cepat penyembuhannya akibat diberi perlakuan
larutan daun brotowali dengan konsentrasi 10 g/L, 20 g/L, dan 30 g/L,
dibandingkan dengan luka mencit tanpa perlakuan dan dengan menggunakan
betadine, secara alami tubuh akan merespon langsung pertautan tepi luka untuk
mengembalikan ke keadaan normal lagi akan tetapi sembuhnya tidak
berlangsung secara normal dan cepat tanpa di tangani secara medis.
Luka yang dibuat pada penelitian ini langsung ditetesi oleh larutan daun
sesuai dengan konsentrasi dan konversi dosis yang telah ditentukan. Di dalam
larutan daun brotowali mengandung steroid, damar lunak, alkaloid,
tinokrisposia, berberin, pikroretosid, glikosida, kolombium, zat pahit
pikroretin, dan pati. Kandungan berbagai zat gizi dalam tanaman brotowali
(Tinospora crispa L) dipercaya mampu berkhasiat untuk kesehatan di
antaranya: brotowali (Tinospora crispa L) dapat membantu mengobati
penyakit rematik, menambah nafsu makan, mampu mengatasi sakit nyeri
(besifat analgesik), daunnya dapat dimanfaatkan sebagai pencahar, bersifat
antimalaria (menurunkan jumlah plasmodium darah), mengobati luka luar,
luka memar (Pranata, 2014:76). Alkaloid berperan untuk menutupi permukaan
12
luka untuk mempercepat kering luka, oleh karena itu luka sayatan dapat
sembuh secara normal dan cepat (Maharani, 2015:35).
Sedangkan flavonoid merupakan salah satu senyawa yang berperan dalam
proses penyembuhan luka Karena bermanfaat sebagai anti-inflamansi serta
anti mikroba (Yunanda, 2016:607). Menurut Halim, (2014:2) flavonoid dapat
menghambat pertumbuhan bakteri dengan jalan merusak dinding sel bakteri,
mikrosom, dan lisosom juga menghambat motilitas bakteri. Kandungan
flavonoid pada tumbuhan telah banyak dibuktikan dapat mempercepat
penyembuhan luka dengan meningkatkan proses epitilisasi. Epitelisasi yang
merupakan proses pembaharuan epitel setelah terjadinya luka, melibatkan
proliferasi dan migrasi sel epitel menuju pusat luka dan kontraksi luka
disebabkan oleh aksi miofibroblas. Flavonoid telah dibuktikan dapat
menigkatkan migrasi dan proliferasi sel epitel, pembentukan jaringan granulasi,
serta meningkatkan migrasi dan aktivitas miofibroblas (Palumpun, 2017:5).
Selain itu larutan daun brotowali juga mengandung senyawa saponin yang
berfungsi sebagai zat antiseptik dan mengandung pigmen coklat yang pekat.
Selain adanya senyawa-senyawa yang ada pada larutan daun brotowali ada
juga peran tubuh untuk membantu menyembuhkan luka yaitu dengan cara sel
mesenkin menghasilkan fibroblast yang akan menghasilkan serat kolagen yang
berfungsi untu memperkuat tepi luka.
Berdasarkan hasil BNJ menunjukan bahwa konsentrasi optimum
didapatkan pada konsentrasi 30 g/L (P4) karena, pada taraf 5% dan 1%
terhadap pengaruh larutan daun brotowali terhadap penyembuhan luka mencit
dengan konsentrasi 30 g/L (P4) berbeda nyata dengan P1, P2, P3,dan P0. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi yang digunakan semakin
tinggi kandungan senyawa pada larutan daun brotowali dan semakin baik pula
hasilnya.
Pada penelitian ini ditemukan hambatan yaitu sulit mengendalikan mencit
yang terlalu aktif sehingga sulit untuk dikendalikan saat diberikan perlakuan,
saat melakukan luka pada mencit. Solusi yang dilakukan agar penelitian ini
dapat berjalan dengan baik dengan cara melakukan tahapan dan tata cara
memegang mencit dengan baik dan benar agar mencit lebih nyaman saat diberi
13
perlakukan serta melakukan pengamatan daan pengukuran dilakukan berulang
kali untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan data.
G. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
pemberian larutan daun brotowali (Tinospora crispa L) terdapat
penyembuhan luka pada mencit betina (Mus musculus). Serta berdasarkan uji
statistik dan hasil pengamatan konsentrasi larutan daun brotowali yang
optimum dalam penelitian ini diperoleh dari konsentrasi 30 g/L dengan
pemberian 30 mL, dengan rata-rata 0,51. Hal tersebut dapat dilhat dari hasil
uji hipotesis yang diperoleh bahwa Fhitung Ftabel (25
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, B. (2010). Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang berpotensi
sebagai Bahan Antifertilitas. Jakarta: Adabia Press.
Dewani, S. M. (2006). Terapi Jus & 38 Ramuan Tradisional untuk Diabetes.
Jakarta: Agro Media Pustaka.
Dumeva, A. Syarifah. & Syahidah, F. (2016). Pengaruh Ekstrak Batang Brotowali
(Tinospora crispa L) terhadap Kematian Larva Nyamuk Aedes Aegypti.
Junal Biota.Vol. 2 (2). Hal: 166-172
Fajjriyah, N. (2017). Budi Daya Bawang Merah. Yogyakarta: Bio Genesis.
Fitria, F. S. I. (2016). Pengaruh Pemberian Getah Batang Pisang (Musa
paradisiacal L) terhadap Penyembuhan Luka pada Mencit (Mus
musculus). Skripsi, Lubuklinggau MIPA Biologi STKIP-PGRI
Lubuklinggau :25.
Hanafiah, (2003). Rancangan Percobaan Teoridan Aplikasi. Depok: PT Raja
Granfindo Persada.
Hidayat, S. & Rodame M. N. (2015). Kitab Tumbuhan Obat. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Hariana, (2013). Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya.
14
Halim, M, R. (2014). Uji Efek Penyembuhan Luka Sayat Ekstrak Etanol Daun
Kecombrang (Etlingera elatior) dalam Bentuk Sediaan Gel terhadap
Mencit (Mus musculus). Skripsi. Makassar.
Imamah, N. T. (2017). Pengaruh Hydrogel Centellaasiatica untuk Penyembuhan
Luka Insisi. Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya. Vol. 1(2): 125-131.
Illing I, E & S, W. (2017). Uji Fitokimia Ekstrak Buah Degan. JurnalDinamika.
Vol. 8 (1): 66-84.
Kresnady, B. & L, T. (2003). Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Lokaria, E., Zico, F.R., & Dyani, T.S. (2013). Uji Fitokimia dan Pengaruh Ekstrak
Etanol Balang Betadine (Jatropha multifida) terhadap Jumlah Leokosit
Mencit (Mus musculus) Jantan diinduksilmunos. Jurnal Perspektif
Pendidikan. Vol. 7(2): 1-13.
Maharani, A. (2015). Penyakit Kulit, Perawatan, Pencegahan, Pengobatan.
Yokyakarta: Pustaka Baru Press.
Morison, M. (2004). Manajemen Luka. Jakarta: Buku Kedoktoran EGC.
Onggo, T, P. I. ( 2015). Pengobatan Mandiri dirumah Anda. Yogyakarta: ISBN
Praja, H, M. & Oktarina, Z, R. (2017). Uji Efektivitas Daun Petai Cina (Laucaena
glauca) sebagai Anti Inflamasi dalam Pengobatan Luka Bengkak. Jurnal
Majority. Vol. 6 (1): 86-89.
Pranata, T. S. (2014). Herbal Toga (Tanaman Obat Keluarga). Aksara Sukses:
ISBN.
Palumpun, F, E. & Wiraguna, P, G, A, A. & Pangkahila, W. (2017). Pemberian
Ekstrak Daun Sirih (Piper betle) Secara Topikal Meningkatkan Ketebalan
Epidermis, Jumlah Fibroblas, dan Jumlah Kolagen Dalam Proses
Penyembuhan Luka pada Tikus Jantan Wistar (Rattus norvegicus). Jurnal
e-Biomedik (eBm). Vol:5 (1):5
Ramdani, A. (2017). Efektivitas Ekstrak Tumbuhan Brotowali (Tinospora crispa
L) terhadap Motilitas dan Morfologi Spermatozoa Mencit (Mus musculus
L). Skripsi: Universitas Halo Oleo Kendari.
Supardi. (2013). Aplikasi Statistika dalam Penelitian. Jakarta: Change
Publication.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
15
Siahaan, M. S. Y, Wimpie, P. & IGM, A. (2017). Gel Ekstrak Daun Meniran
(Phyllanthusniruri) Meningkatkan Epitelisasi Penyembuhan Luka pada
Kulit Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus). Jurnal
Biomedik, Vol. 9 (1):14.
Setiawan, H., & O, A, A. (2015). Pengaruh Variasi Dosis Larutan Pepaya (Carica
papaya L.) terhadap Mortalitas Hama Kutu Daun (Aphis craccivora)
pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) sebagai Sumber
Belajar Biologi. Jurnal Bioedukasi. Vol. 6 (1):54-62.
Suryawati, S. & Suprapti, H. (2016). Efek Anti Malaria Ekstrak Brotowali
(Tinospora crispa) pada Mencit yang diInfeksi Plasmodium berghei.
Jurnal Wijaya Kusuma.Vol.1 (1) l:13-22
Yunanada, V, R, T. (2016). Aktivitas Penyembuhan Luka Sediaan Topikal
Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa) terhadap Luka Sayat Kulit Mencit.
(Mus musculus). Jurnal veterriner. Vol. 17 (4): 607
Wulandari, T. (2006). Pengaruh Pemberian Daun Sambiloto (Andrographis
panisculata Ness.) terhadap Struktur Mikroanatomi Herpa dan Kadar
Glutama Piruvat Transaminase Serum Mencit (Mus musculus L.) yang
Terpapar Diazion. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Winarsunu, T. (2015). Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan.
Malang: UMM Press.