Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
`
TESIS – SM 142501
PENGARUH PEMBANGKITAN PANAS PADA ALIRAN KONVEKSI CAMPURAN FLUIDA NANO MELALUI PERMUKAAN SILINDER SIRKULAR HORIZONTAL
BAGUS JULIYANTO NRP 06111450010016 DOSEN PEMBIMBING
Prof. Dr. Basuki Widodo, M.Sc. Dr. Chairul Imron, M.I.Komp.
PROGRAM MAGISTER DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA, KOMPUTASI, DAN SAINS DATA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2018
ii
iii
THESIS – SM 142501
THE EFFECT OF HEAT GENERATION ON MIXED CONVECTION FLOW IN NANO FLUID OVER A HORIZONTAL CIRCULAR CYLINDER BAGUS JULIYANTO NRP 06111450010016 SUPERVISOR
Prof. Dr. Basuki Widodo, M.Sc. Dr. Chairul Imron, M.I.Komp. MASTER PROGRAM DEPARTEMENT OF MATHEMATICS FACULTY OF MATHEMATICS, COMPUTING, AND DATA SCIENCES SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA 2018
iv
vi
vii
PENGARUH PEMBANGKITAN PANAS PADA ALIRAN KONVEKSI CAMPURAN FLUIDA NANO MELALUI PERMUKAAN SILINDER SIRKULAR
HORIZONTAL Nama Mahasiswa : Bagus Juliyanto NRP : 06111450010016
Pembimbing : 1. Prof. Dr. Basuki Widodo, M.Sc.
2. Dr. Chairul Imron, M.I.Komp
ABSTRAK
Perpindahan panas dengan konveksi pada fluida nano yang melalui suatu
benda (plat, silinder, kerucut, atau bola), pada umumnya dengan kasus benda
dipanaskan atau didinginkan. Pada penelitian ini, membahas pengaruh
pembangkitan panas dan konveksi campuran pada aliran fluida nano yang melalui
permukaan silinder sirkular horizontal yang dipanaskan dalam bentuk dua dimensi.
Aliran fluida bersifat tak mampu-mampat (imcompressible) dan dalam keadaan
tunak (steady), aliran bergerak dari bawah ke atas, dan daerah pengamatan di titik
stagnasi terendah. Partikel nano yang digunakan adalah Cu, Al2O3, dan TiO2. Aliran
fluida nano pada permukaan silinder sirkular menimbulkan lapisan batas.
Persamaan lapisan batas yang diperoleh berupa persamaan similaritas dengan
menggunakan fungsi alir (stream function). Penyelesaian dari persamaan similaritas
dilakukan secara numerik dengan menggunakan metode beda-hingga implisit
skema Keller-Box. Hasil penelitian dengan memvariasi parameter konveksi
campuran (𝜆), bilangan Prandtl (𝑃𝑟), nanoparticle volume fraction (𝜒), sumber
panas (𝑄), dan jari-jari silinder (a) adalah sebagai berikut. Pertama, peningkatan
parameter konveksi campuran (𝜆) mengakibatkan peningkatan profil kecepatan, dan penurunan profil temperatur. Kedua, peningkatan parameter bilangan Prandtl (𝑃𝑟) mengakibatkan penurunan profil kecepatan dan temperatur. Ketiga,
peningkatan parameter nanoparticle volume fraction (𝜒) menyebabkan
peningkatan profil kecepatan pada saat nilai 𝜒 adalah 0,1 ≤ 𝜒 ≤ 0,15 dan
penurunan profil kecepatan pada saat nilai 𝜒 adalah 0,19 < 𝜒 ≤ 0,5 serta
peningkatan profil temperatur. Keempat, peningkatan parameter sumber panas (𝑄) dan jari-jari silinder (a) mengakibatkan peningkatan profil kecepatan dan
temperatur. Keenam, partikel nano Cu, Al2O3, dan TiO2 menghasilkan profil
kecepatan dan temperatur yang sama, tetapi ketiga jenis partikel nano tersebut
berbeda pada nilai kecepatan (𝑓′) dan nilai temperaturnya (𝑇).
Kata Kunci: Fluida nano, konveksi campuran, pembangkitan panas, lapisan
batas, skema Keller-Box, silinder sirkular horizontal.
viii
ix
THE EFFECT OF HEAT GENERATION ON MIXED CONVECTION FLOW IN NANO FLUID OVER A
HORIZONTAL CIRCULAR CYLINDER
By : Bagus Juliyanto
Student Identity Number : 06111450010016
Supervisor : 1. Prof. Dr. Basuki Widodo, M.Sc
2. Dr. Chairul Imron, M.I.Komp
ABSTRACT
Heat transfer by convection in nanofluids past a object (plate, cylinder, cone,
or sphere) is generally the cases of a heated or cooled object. The purpose of this
reseach is to study the effect of heat generation on mixed convection flow of
nanofluids over a horizontal circular cylinder of a heated in two dimension form. A
stream of fluids are steady and incompressible, a stream flowing vertically upwards
for circular cylinder and the boundary layer at the stagnation point. Three different
types of nanoparticles considered are Cu, Al2O3, and TiO2. Mixed convection flow
in nanofluid on the surface of a circular cylinder will cause the boundary layer. The
boundary layer equations are similarity equations by using stream function.
Furthermore, an implicit finite-difference scheme known as the Keller-box method
is applied to solve numerically the resulting similar boundary layer equations. The
result of the research by varying the non-dimensional parameters are mixed
convection (𝜆), Prandtl number (𝑃𝑟), nanoparticle volume fraction (χ), heat
generation (Q) , and radius of cylinder (a) are as follows. First, the velocity profile
increase and temperature profile decrease when mixed convection parameter
increase. Second, the velocity and temperature profiles decreases when Prandtl
number parameter increase. Third, the velocity profile with the variation of
nanoparticle volume fraction (χ) is increase when the value of χ is 0,1 ≤ 𝜒 ≤ 0,19
and the velocity profile decrease when the value of χ is 0,19 < 𝜒 ≤ 0,5 while the
temperature profile is increase when the value of χ is 0,1 ≤ 𝜒 ≤ 0,5. Fourth, the
velocity and temperature profiles increase when heat generation and the radius of
the cylinder increase. The last, Cu, Al2O3, and TiO2 nanoparticles produce the same
velocity and temperature profiles, but the three types of nanoparticles are different
at the velocity (𝑓′) and temperature values (𝑇).
Keywords: Nanofluid, mixed convection, heat generation, boundary layer,
Keller-Box schema, horizontal circular cylinder.
x
xi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke
hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul:
Pengaruh Pembangkitan Panas Pada Aliran Konveksi Campuran Fluida
Nano Melalui Permukaan Silinder Sirkular Horizontal
yang merupakan salah satu persyaratan akademis dalam menyelesaikan Program
Magister (S2) Departemen Matematika, Fakultas Matematika, Komputasi, dan
Sains Data (FMKSD), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari
banyak pihak. Sehubungan dengan hal itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Ir. Joni Hermana, M.Sc.Es., Ph.D selaku Rektor Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.
2. Direktoral Jendral Perguruan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan beasiswa
BPPDN.
3. Prof. Dr. Basuki Widodo, M.Sc selaku Dekan FMKSD Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya dan dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, perhatian, nasehat terutama
tentang attitude, dan motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tesis ini dengan baik.
4. Dr. Imam Mukhlas, M.T selaku Kepala Departemen Matematika ITS yang telah
memberikan dukungan dan motivasi selama perkuliahan hingga
terselesaikannya Tesis ini.
5. Dr. Mahmud Yunus, M.Si selaku Kepala Program Studi S2 Matematika ITS
dan dosen penguji yang telah memberikan perhatian, motivasi, dan saran
kepada penulis selama perkuliahan hingga terselesainya penulisan Tesis ini.
6. Dr. Dwi Ratna Sulistyaningrum, M.T selaku Dosen Wali yang telah
memberikan nasehat dan motivasi selama perkuliahan hingga terselesaikannya
Tesis ini.
xii
7. Dr. Chairul Imron, M.I.Komp selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan baik.
8. Dr. Hariyanto, M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan
pertanyaan dan saran demi perbaikan Tesis ini.
9. Seluruh dosen dan staf Departemen Matematika khususnya Program Studi S2
Matematika ITS yang telah banyak memberikan ilmu dan membantu penulis.
Selama proses mengerjakan Tesis ini, banyak pihak yang telah
memberikan bantuan dan dukungan untuk penulis. Penulis ingin mengucapkan
terima kasih dan apresisasi secara khusus kepada:
1. Ayahanda H. Qoro’in Khoir Sutono (Alm.) dan Ibunda Hj. Shofwatul Azzam
Suliyatin tercinta yang senantiasa dengan ikhlas memberikan kasih sayang,
motivasi, doa, dan nasihat-nasihat yang sungguh berarti bagi penulis.
2. Ibu mertua Hj. Siti Mariedha Setyahati, yang senantiasa dengan ikhlas
memberikan nasihat dan doa yang sangat berarti bagi penulis.
3. Pendamping hidupku tercinta Yulianna Damayanti beserta empat belahan
jiwaku M. Raihan Athallah, Zuleyka Elvaretta Maribel Az-Zahra, Syifania
Janeeta Az-Zahra, dan M. Maher Athallah. Terima kasih atas kebersamaan,
kasih sayang, kesabaran, ketulusan, kesetiaan, dukungan, dan doanya.
4. Drs. Mohamad Hasan, M.Sc., Ph.D selaku Rektor Universitas Jember dan Drs.
Sujito, Ph.D selaku Dekan FMIPA Universitas Jember. Terima kasih atas
perhatian dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan
Tesis ini dengan baik.
5. Teman-teman angkatan 2014, 2015, dan 2016 terima kasih atas kebersamaan
dan dukungan yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Akhir kata,
semoga Tesis ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Surabaya, Januari 2018
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................ vii
ABSTRACT ............................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .............................................................................. xi
DAFTAR ISI ............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xv
DAFTAR TABEL..................................................................................... xvii
DAFTAR SIMBOL .................................................................................. xix
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 3
1.3 Batasan Masalah ........................................................................ 4
1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................... 5
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu ................................................................. 7
2.2 Fluida ......................................................................................... 8
2.2.1 Fluida Nano ...................................................................... 9
2.2.2 Viskositas Fluida .............................................................. 10
2.2.3 Fluida Newtonian ............................................................. 11
2.3 Perpindahan Panas Konveksi..................................................... 12
2.4 Lapisan Batas (Boundary Layer) ............................................... 13
2.5 Bilangan Non-Dimensi .............................................................. 14
2.6 Metode Beda Hingga Implisit Skema Keller-Box ..................... 17
2.7 Koordinat Silinder ..................................................................... 18
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat Penelitian ...................................................................... 21
3.2 Tahapan Penelitian .................................................................... 21
xiv
BAB 4. PEMBENTUKAN MODEL MATEMATIKA
4.1 Persamaan Kontinuitas ............................................................ 26
4.2 Persamaan Momentum ............................................................. . 30
4.3 Persamaan Energi ..................................................................... 34
4.4 Model Matematika Berdimensi ................................................ 37
4.5 Model Matematika Non Dimensi ............................................. 38
4.6 Pendekatan Lapisan Batas ....................................................... 40
4.7 Fungsi Alir (Stream Function) dan Persamaan Similaritas ..... 41
4.7.1 Fungsi Alir (Stream Function) ....................................... 41
4.7.2 Persamaan Similaritas ..................................................... 42
BAB 5. PENYELESAIAN MODEL MATEMATIKA
5.1 Pembentukan Persamaan Orde Satu ....................................... 45
5.2 Diskritisasi ............................................................................... . 46
5.3 Linierisasi ................................................................................. 49
5.4 Teknik Eliminasi Blok ............................................................. 52
5.5 Validasi Model ......................................................................... 57
5.6 Simulasi dan Analisis Hasil ..................................................... 59
5.6.1 Analisis Hasil Pengaruh Parameter Konveksi Campuran 59
5.6.2 Analisis Hasil Pengaruh Parameter Bilangan Prandtl ..... 61
5.6.3 Analisis Hasil Pengaruh Parameter Nanoparticle
Volume Fraction ............................................................. 63
5.6.4 Analisis Hasil Pengaruh Parameter Sumber Panas ......... 65
5.6.5 Analisis Hasil Pengaruh Jari-Jari Silinder ...................... 66
5.7 Studi Kasus (Case Study) ........................................................ 69
5.7.1 Analisis Hasil Pengaruh Parameter Sumber Panas pada
Partikel Nano Cu ........................................................... 70
5.7.2 Analisis Hasil Pengaruh Parameter Sumber Panas pada
Partikel Nano Al2O3 ....................................................... 72
5.7.3 Analisis Hasil Pengaruh Parameter Sumber Panas pada
Partikel Nano TiO2 ........................................................ 73
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ................................................................................ 77
xv
6.2 Saran ........................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 79
LAMPIRAN ............................................................................................. 81
BIODATA PENULIS .............................................................................. 97
xvi
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 (a) Aliran fluida yang melalui permukaan silinder sirkular
horizontal dalam dimensi-2 dan (b) model fisik dan sistem
koordinat pada lapisan batas ........................................................... 3
Gambar 2.1 Aliran fluida diantara dua pelat datar ............................................. 10
Gambar 2.2 Aliran fluida pada airfoil ................................................................ 14
Gambar 2.3 Grid beda hingga skema keller-box ................................................ 18
Gambar 4.1 Model fisik dan sistem koordinat untuk permasalahan aliran
konveksi campuran fluida nano yang melalui permukaan
silinder sirkular horizontal .............................................................. 25
Gambar 4.2 Volume atur .................................................................................... 27
Gambar 4.3 Sketsa aliran fluida masuk dan keluar volume atur kendali ........... 28
Gambar 5.1 Skema beda hingga pusat ............................................................... 46
Gambar 5.2 Profil kecepatan pada validasi model ............................................. 58
Gambar 5.3 Profil temperatur pada validasi model ............................................ 58
Gambar 5.4 Profil kecepatan dengan variasi parameter konveksi
campuran (𝜆) .................................................................................. 60
Gambar 5.5 Profil temperatur dengan variasi parameter konveksi
campuran (𝜆) .................................................................................. 60
Gambar 5.6 Profil kecepatan dengan variasi parameter bilangan Prandtl (𝑃𝑟) . 62
Gambar 5.7 Profil temperatur dengan variasi parameter bilangan Prandtl (𝑃𝑟) 62
Gambar 5.8 Profil kecepatan dengan variasi parameter volume fraction (𝜒) .... 64
Gambar 5.9 Profil temperatur dengan variasi parameter volume fraction (𝜒) ... 64
Gambar 5.10 Profil kecepatan dengan variasi parameter sumber panas (𝑄) ....... 65
Gambar 5.11 Profil temperatur dengan variasi parameter sumber panas (𝑄) ..... 66
Gambar 5.12 Profil kecepatan dengan variasi jari-jari silinder (𝑎) ..................... 67
Gambar 5.13 Profil temperatur dengan variasi jari-jari silinder (𝑎) .................... 68
Gambar 5.14 Profil kecepatan dengan variasi parameter sumber panas (𝑄)
dengan partikel nano Cu ................................................................. 71
Gambar 5.15 Profil temperatur dengan variasi parameter sumber panas (𝑄)
xviii
dengan partikel nano Cu ................................................................ 71
Gambar 5.16 Profil kecepatan dengan variasi parameter sumber panas (𝑄)
dengan partikel nano Al2O3 ............................................................ 72
Gambar 5.17 Profil temperatur dengan variasi parameter sumber panas (𝑄)
dengan partikel nano Al2O3 ............................................................ 73
Gambar 5.18 Profil kecepatan dengan variasi parameter sumber panas (𝑄)
dengan partikel nano TiO2 ............................................................. 74
Gambar 5.19 Profil temperatur dengan variasi parameter sumber panas (𝑄)
dengan partikel nano TiO2 ............................................................. 74
xix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kondisi Aliran Fluida...................................................................... 15
Tabel 2.2 Nilai Bilangan Prandtl untuk Fluida................................................ 16
Tabel 5.1 Nilai Kecepatan Aliran Fluida (f’) dengan Variasi
Jari-Jari Silinder (a) ......................................................................... 68
Tabel 5.2 Nilai Temperatur Aliran Fluida (f’) dengan Variasi
Jari-Jari Silinder (a) ......................................................................... 69
Tabel 5.3 Bahan Thermophysical Fluida Nano ............................................... 70
xx
xxi
DAFTAR SIMBOL
𝑎 Jari-jari silinder
𝐶𝑝 Kapasitas panas fluida
(𝐶𝑝)𝑛𝑓 Kapasitas panas fluida nano
(𝐶𝑝)𝑓 Kapasitas panas fluida dasar
(𝐶𝑝)𝑠 Kapasitas panas partikel nano
𝑔 Gravitasi
𝑔𝑥 Gravitasi pada sumbu 𝑥
𝑔𝑦 Gravitasi pada sumbu y
𝐺𝑟 Bilangan Grashof
𝑘 Konduktivitas panas
𝑘𝑛𝑓 Konduktivitas panas fluida nano
𝑘𝑠 Konduktivitas panas partikel
𝑘𝑓 Konduktivitas panas fluida dasar
𝑝 Tekanan
𝑃𝑟 Bilangan prandtl
Q Pembangkit / sumber panas
𝑅𝑒 Bilangan Reynolds
𝑇 Temperatur fluida
𝑇𝑤 Temperatur permukaan silinder
𝑇∞ Temperatur lingkungan
𝑢 Komponen kecepatan fluida pada sumbu 𝑥
𝑈∞ Kecepatan aliran bebas
𝑢𝑒 Kecepatan di luar lapisan batas
𝑣 Komponen kecepatan fluida pada sumbu y
𝑥 Koordinat arah gerak pada permukaan silinder
𝑦 Koordinat arah gerak pada lapisan batas
𝛼 Difusifitas panas
𝛼𝑛𝑓 Difusivitas panas fluida nano
𝛼𝑠 Difusivitas panas partikel nano
𝛼𝑓 Difusivitas panas fluida dasar
𝛽 Koefisien perpindahan panas
𝛽𝑛𝑓 Koefisien perpindahan panas fluida nano
𝛽𝑠 Koefisien perpindahan panas partikel nano
𝛽𝑓 Koefisien perpindahan panas fluida dasar
�̇� Laju regangan geser
𝜂 Koordinat aliran fluida yang menuju titik stagnasi
pada saat x = 0
⋋ Parameter konveksi
𝜇 Viskositas / kekentalan dinamik
𝜇𝑛𝑓 Viskositas dinamis fluida nano
𝜇𝑓 Viskositas dinamis fluida dasar
xxii
𝜌 Densitas/kerapatan fluida
𝜌𝑛𝑓 Kerapatan fluida nano
𝜌𝑠 Kerapatan partikel nano
𝜌𝑓 Kerapatan fluida dasar
𝜎 Tegangan normal fluida
𝜏 Tegangan geser fluida
𝜐 Viskositas kinematic
𝜒 Nanoparticle volume fraction
𝜓 Fungsi alir
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perpindahan panas merupakan perpindahan energi dari tempat/fluida
dengan temperatur yang tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Salah satu
perpindahan panas yang saat ini banyak digunakan pada bidang industri adalah
konveksi. Konveksi merupakan perpindahan panas karena adanya
pergerakan/aliran/ pencampuran fluida dari bagian panas ke bagian yang dingin.
Konveksi terdiri atas tiga jenis, yaitu konveksi bebas/natural (free convection),
konveksi paksa (forced convection), dan konveksi campuran (mixed convection).
Konveksi bebas merupakan gerakan mencampur yang diakibatkan oleh perbedaan
kerapatan, sedangkan apabila gerakan mencampur disebabkan oleh suatu alat
tertentu dari luar maka disebut sebagai konveksi paksa. Gabungan dari konveksi
bebas dan konveksi paksa dikenal sebagai konveksi campuran.
Gesekan antara fluida dan permukaan benda (medium) menghasilkan
tegangan geser dan menyebabkan terjadinya suatu lapisan tipis yang disebut
sebagai lapisan batas (boundary layer). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
boundary layer suatu fluida antara lain viskositas dan gaya inersia benda (medium)
tersebut.
Beberapa penelitian penggunaan boundary layer pada aliran konveksi
campuran diantaranya Anwar dkk (2010) meneliti tentang aliran konveksi
campuran yang melewati silinder sirkular pada fluida viskoelastik. Bhowmick dkk
(2013) meneliti masalah aliran konveksi campuran pada fluida pseudo-plastic yang
melewati silinder sirkular horizontal dengan fluks panas permukaan seragam.
Salleh dkk (2010) meneliti tentang aliran konveksi campuran yang melewati
silinder sirkular horizontal dengan pemanasan Newtonian.
Dalam fluida terdapat sifat yang tidak menolak terhadap perubahan bentuk
dan kemampuan untuk mengalir. Sifat tersebut biasanya dikarenakan sebuah fungsi
dari ketidakmampuan fluida tersebut mengadakan tegangan geser (shear stress)
dalam ekuilibrium statis. Konsekuensi dari sifat ini adalah hukum Pascal yang
2
menekankan pentingnya tekanan dalam mengarakterisasi bentuk fluida. Fluida
dapat dikarakterisasikan sebagai Fluida Newtonian dan Fluida Non-Newtonian.
Fluida Newtonian adalah fluida yang perilakunya sesuai dengan hukum Newton,
contohnya adalah air. Fluida Non-Newtonian adalah fluida yang perilakunya
menyimpang terhadap hukum Newton (Widodo, 2012). Contoh dari fluida non-
Newtonian yaitu fluida pseudoplastic, fluida shear-thinning, fluida trixotropic,
fluida viscoelactic, dan fluida nano. Pada penelitian ini diberikan pengaruh
konveksi campuran pada fluida nano. Istilah fluida nano pertama kali digunakan
oleh Choi (1995) yang didefinisikan sebagai pengenceran partikel berukuran
nanometer (lebih kecil dari 100 nm) dalam suatu fluida (Das dkk, 2007).
Penelitian tentang fluida nano mulai meningkat karena fluida tersebut
banyak digunakan dalam bidang industri pertahanan, pengeboran minyak, industri
makanan dan kertas. Misalkan pada pengeboran minyak, fluida nano yang
mengandung panas mengalir melalui permukaan sebuah media dan mengakibatkan
terjadinya proses perpindahan panas dari fluida ke media. Tham dkk (2012) dalam
penelitian yang berjudul Mixed Convection Boundary Layer Flow from a
Horizontal Circular Cylinder in Nanofluid membahas tentang aliran yang bergerak
dari bawah ke atas dan melalui permukaan silinder sirkular horizontal dalam dua
kasus yaitu silinder yang dipanaskan dan didinginkan. Fauzi dkk (2012) meneliti
tentang aliran konveksi campuran fluida nano pada lapisan batas dengan medium
berbentuk kerucut tegak berpori. Rabeti (2014) meneliti masalah heat transfer pada
aliran konveksi campuran dari fluida nano yang melewati permukaan silinder
sirkular horizontal berpori. Srinivasacharya (2015) meneliti tentang pengaruh
stratifikasi ganda (thermal dan mass) pada aliran konveksi campuran dalam fluida
nano yang melewati plat datar tegak berpori.
Berdasarkan uraian tersebut, pada penelitian ini dibahas pengaruh
pembangkitan panas pada aliran konveksi campuran fluida nano yang melalui
permukaan silinder sirkular horizontal. Pembangkitan panas dilakukan di luar
sistem dan sebelum aliran mencapai silinder sirkular horizontal tersebut. Aliran
konveksi campuran fluida nano ketika melalui permukaan silinder sirkular
horizontal menimbulkan gesekan antara fluida nano dengan silinder sirkular
horizontal, sehingga dapat merusak silinder sirkular tersebut. Besar kecilnya
3
gesekan yang timbul dikarenakan kecepatan dan temperatur aliran fluida, sehingga
sangat penting untuk mengetahui kecepatan dan temperatur aliran fluida tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Deskripsi dari permasalahan ini diilustrasikan pada Gambar 1.1 yang
menunjukkan bentuk geometri dari masalah lapisan batas pada silinder sirkular
horizontal. Aliran fluida nano pada permasalahan ini dianggap bergerak dari bawah
kemudian melalui permukaan silinder sirkular yang ditempatkan secara horizontal
dan dalam keadaan diam dengan jari-jari a dan temperatur dari permukaan silinder
(Tw) adalah konstan (Gambar 1.1a). Koordinat titik pada lapisan batas dinyatakan
dalam (𝑥, 𝑦) dengan x pada permukaan silinder dan y pada lapisan batas dengan
besar sudut (𝑥
𝑎). Jika 𝑥 = 0 maka disebut dengan titik stagnasi (Gambar 1.1b)
Gambar 1.1 (a) Aliran fluida yang melalui permukaan silinder sirkular horizontal
dalam dimensi-2 dan (b) model fisik dan sistem koordinat pada lapisan batas.
Jika diberikan sumber panas sebesar Q pada aliran fluida nano dengan
kecepatan aliran bebasnya 𝑈∞ dan temperatur disekitarnya adalah 𝑇∞, maka
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perumusan model matematika dari aliran fluida nano yang melalui
permukaan silinder sirkular horizontal dengan pengaruh konveksi campuran
dan pembangkit panas?
Aliran Fluida
dengan suhu T
g
a
O 𝑥
Tw
𝑈∞, 𝑇∞
𝑦
Tw 𝑥
𝑎
a
O
Titik stagnasi
(b) (a)
4
2. Bagaimana penerapan metode beda-hingga implisit dengan skema Keller-
Box untuk menyelesaikan model yang diperoleh pada bagian (1)?
3. Apa pengaruh parameter pembangkit panas (𝑄) dan parameter non-
dimensional konveksi campuran (𝜆), bilangan Prandtl (𝑃𝑟), nanoparticle
volume fraction (𝜒) terhadap profil kecepatan (𝑓′) dan temperatur (T)?
1.3 Batasan Masalah
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut:
1. Aliran fluida bersifat tak mampu-mampat (incompressible), dalam keadaan
tunak (steady), dan aliran fluida bersifat seragam.
2. Fluida nano terbuat dari air dan partikel nano Cu (Cuprum), Al2O3
(Alumina), dan TiO2 (Titanium Dioksida).
3. Silinder sirkular horizontal dalam keadaan diam, terletak pada aliran bebas,
dan bertemperatur dinding konstan.
4. Bagian yang diteliti pada titik stagnasi terdekat dengan bluff body (𝑥 ≈ 0).
5. Penyelesaian numerik menggunakan metode beda-hingga implisit dengan
skema Keller-Box.
6. Visualisasi hasil penelitian menggunakan software MATLAB R2012a.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Membangun model matematika dari aliran fluida nano yang melalui
permukaan silinder sirkular horizontal dengan pengaruh konveksi
campuran dan pembangkit panas.
2. Mengaplikasikan metode beda-hingga implisit skema Keller-Box untuk
menyelesaikan model tersebut.
3. Menganalisa pengaruh dari parameter pembangkit panas (𝑄) dan
parameter non-dimensional konveksi campuran (𝜆), bilangan Prandtl
(𝑃𝑟), nanoparticle volume fraction (𝜒) terhadap profil kecepatan (𝑓′) dan
profil temperatur (T).
5
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi peneliti dapat menambah ilmu, khususnya dalam bidang pemodelan
matematika dan penulisan karya tulis ilmiah.
2. Bagi institusi, penelitian ini dapat menambah referensi, khususnya tentang
fluida nano.
6
7
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
Pada Bab ini dijelaskan penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait
dengan penelitian ini. Selain itu juga dijelaskan tentang hal-hal yang berkaitan
dengan penelitian ini, yaitu fluida nano, konveksi campuran, lapisan batas, dan
skema Keller-Box.
2.1 Penelitian Terdahulu
Berikut ini penelitian-penelitian yang pernah dilakukan yang berkaitan
dengan Tesis ini.
1. “The Implicit Keller Box method for the one dimensional time fractional
diffusion equations”, F.S Al-Shibani, A.I.Md. Ismail, dan F.A. Abdullah
(2012), International Journal of Applied Mathematics & Bioinformatics.
Pada penelitian ini, F.S Al-Shibani, A.I.Md. Ismail, dan F.A. Abdullah
mengusulkan penggunaan skema Keller-Box implisit pada persamaan
difusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skema Keller-Box tanpa syarat
stabil dan skema Keller-Box layak digunakan.
2. “Mixed Convection Heat Transfer of Nanofluids about a Horizontal
Circular Cylinder in Porous Media”, M. Rabeti (2014), SOP Transactions
on nano technology.
Pada penelitian ini, M. Rabeti mengusulkan penggunaan pengaruh partikel
nano perak dan partikel nano oksida. Persamaan yang digunakan adalah
persamaan dasar yang direduksi menjadi ODE’s order dua dengan metode
similarity dan pemecahan numerik. Hasil menunjukkan bahwa
menangguhkan partikel nano dalam cairan dasar dapat meningkatkan
perpindahan panas dari silinder ketika gaya apung pada perpindahan panas
dominan. Dalam kasus ini, konveksi bebas (natural) dominan dalam
perpindahan panas.
8
3. “Mixed Convection boundary layer flow over a horizontal circular cylinder
with Newtonian heating”, Mohd Zuki Salleh, RoslindaNazar, dan Ioan Pop
(2010), International Journal of Heat Mass Transfer.
Pada penelitian ini, Mohd Zuki Salleh, Roslinda Nazar, dan Ioan Pop
mengusulkan aliran konveksi campuran yang bersifat steady yang
dihasilkan dari pemanasan Newtonian dengan heat transfer dari permukaan
adalah proporsional terhadap suhu permukaan lokal. Penyelesaian model
pada boundary layer menggunakan skema Keller-Box. Hasil penelitian ini
adalah koefisien skin fraction Re1/2Cf dan suhu dinding lokal sangat baik
untuk mengetahui profil kecepatan dan profil temperatur aliran dengan
pengaruh parameter konveksi campuran dan bilangan Prandtl.
4. “Mixed Convection boundary layer flow over a horizontal circular cylinder
in a nanofluid”, Leony Tham, Roslinda Nazar, dan Ioan Pop (2012),
International Journal of Numerical Methods for Heat & Fluid Flow. Pada
penelitian ini, Leony Tham, Roslinda Nazar, dan Ioan Pop membahas aliran
konveksi campuran fluida nano pada lapisan batas yang melewati silinder
sirkular horizontal. Aliran bergerak dari bawah ke atas secara tegaklurus
terhadap silinder. Terdapat dua kasus yang dibahas dalam penelitian ini
yaitu silinder sirkular yang dipanaskan dan didinginkan. Metode yang
digunakan adalah beda-hingga implisit skema Keller-Box. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semakin besar nilai volume fraction maka semakin
besar juga koefisien skin friction, heat transfer rata-rata, dan nilai dari
parameter konveksi campuran. Partikel nano Cu mempunyai nilai terbesar
untuk bilangan Nusselt local dan koefisien skin friction dibandingkan
partikel nano TiO2 dan Al2O3.
2.2 Fluida
Terdapat tiga fase zat yang tersebar di alam, yaitu fase padat, gas dan cair.
Karena fase gas dan cair tidak dapat mempertahankan bentuk tetap, maka keduanya
mempunyai kemampuan untuk mengalir, dengan demikian keduanya disebut
sebagai fluida. Perbedaan antara zat gas dan zat cair terletak pada sifat kemampu-
9
mampatannya. Kemampatan merupakan perubahan (pengecilan) volume karena
adanya perubahan (penambahan) tekanan. Contoh zat yang mampu-mampat
(compressible) adalah gas, sedangkan contoh zat yang tak mampu-mampat
(incompressible) adalah zat cair (Widodo, 2012). Fluida merupakan zat yang
berubah bentuk secara kontinu apabila terkena tegangan geser, meskipun dengan
tegangan geser yang sangat kecil. Tegangan geser adalah perbandingan gaya geser
(komponen gaya yang menyinggung permukaan) dengan luas permukaan. Secara
matematika ditulis dalam bentuk:
𝜏 =𝐹𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟
𝐴 (2.1)
dengan:
𝜏 = tegangan geser pada fluida (𝑁
𝑚2)
𝐹𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 = gaya geser (𝑁)
𝐴 = luas permukaan (𝑚2)
2.2.1 Fluida Nano
Istilah fluida nano pertama kali digunakan oleh Choi (1995) yang
didefinisikan sebagai pengenceran partikel berukuran nanometer (lebih kecil dari
100 nm) dalam suatu fluida (Das dkk, 2007). Fluida nano memiliki kelebihan dapat
meningkatkan efektivitas konduktivitas termal dan meningkatkan viskositas fluida
dasar. Fluida nano banyak digunakan di berbagai industri besar yang sangat
membutuhkan peran perpindahan panas. Industri yang menggunakan fluida nano
antara lain transportasi, pasokan energi, elektronik, tekstil, dan industri kertas.
Menurut Duncan dan Rouvray (1989) dalam Das dkk (2007), fluida nano
dapat terbuat dari dua bahan, yaitu fluida dasar dan partikel nano. Fluida dasar
berjenis cair yang dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat fluida nano
diantaranya air, etilena glikol, dan minyak. Partikel nano pada umumnya terbuat
dari logam yang secara kimia stabil, oksida logam atau karbon dalam berbagai
bentuk. Partikel nano yang dapat digunakan dalam fluida nano, antara lain keramik
oksida (Al2O3, CuO), keramik nitrida (AlN, SiN), keramik karbida (SiC, TiC), logam
(Cu, Ag, Au), dan semikonduktor (TiO2).
10
2.2.2 Viskositas Fluida
Viskositas atau kekentalan adalah sifat dari fluida untuk melawan
tegangan geser pada waktu bergerak atau mengalir. Viskositas disebabkan oleh
adanya gesekan antar partikel (yang bergerak dengan kecepatan berbeda) pada
suatu fluida. Contoh dari fluida kental, dimana mempunyai kekentalan besar adalah
minyak, oli, dan sirup. Sedangkan air merupakan contoh dari fluida encer, dimana
mempunyai kekentalan kecil. Hubungan viskositas, tegangan geser, dan gradien
kecepatan dapat dirumuskan dari deskripsi aliran fluida diantara dua pelat seperti
pada Gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1 Aliran fluida diantara dua pelat datar
Gambar 2.1 mendeskripsikan dua pelat datar yang diletakkan secara
sejajar (atas dan bawah) dengan luas masing-masing pelat adalah A dan jarak kedua
pelat adalah b. Pada pelat bagian atas terdapat gaya yang bekerja yaitu F dan
bergerak secara kontinu dengan kecepatan U dan pelat bagian bawah dalam
keadaan diam (U = 0). Kecepatan fluida yang bergerak diantara dua pelat adalah
𝑢 = 𝑢(𝑦), dengan 𝑢(𝑦) =𝑈𝑦
𝑏 dan gradien kecepatan adalah
Δ𝑢
Δ𝑦=
𝑈
𝑏. Jika Δ𝑦 → 0
maka diperoleh:
d𝑢
d𝑦= lim
Δ𝑦→0
Δ𝑢
Δ𝑦= lim
Δ𝑦→0
𝑈
𝑏=
𝑈
𝑏
Dalam pertambahan waktu yang kecil 𝛿𝑡, garis PQ pada fluida akan berotasi sebesar
sudut 𝛿𝛽 sehingga:
𝑡𝑎𝑛(𝛿𝛽) ≈ 𝛿𝛽 =𝛿𝑙
𝑏 (2.2)
F
P
Q R
U
u
b
y
dy
du 𝛿𝛽
𝛿𝑙
11
karena 𝛿𝑙 = 𝑈𝛿𝑡, maka Persamaan (2.2) menjadi:
𝛿𝛽 =𝑈𝛿𝑡
𝑏 (2.3)
Persamaan (2.3) menunjukkan bahwa 𝛿𝛽 bergantung terhadap kecepatan
U dan waktu 𝛿𝑡, sehingga dapat dihubungkan antara tegangan geser 𝜏 dengan
perubahan 𝛿𝛽 yang didefinisikan sebagai laju regangan geser �̇� :
�̇� = lim𝛿𝑡→0
𝛿𝛽
𝛿𝑡=
𝑈
𝑏=
𝑑𝑢
𝑑𝑦
Selanjutnya, apabila tegangan geser meningkat dengan meningkatnya
gaya geser (Persamaan (2.1)) maka laju regangan geser juga meningkat dengan
peningkatan tegangan geser. Hal ini dinyatakan dalam bentuk:
𝜏 ∝ �̇� atau 𝜏 ∝ 𝜕𝑢
𝜕𝑦 (2.4)
Dari Persamaan (2.4) dapat diperoleh hubungan antara tegangan geser dan
laju regangan geser (gradien kecepatan) untuk fluida biasa seperti air, minyak, dan
udara yang dinyatakan dengan:
𝜏 = 𝜇𝜕𝑢
𝜕𝑦 (2.5)
dengan:
𝜏 = tegangan geser pada fluida (𝑁
𝑚2)
𝜇 = koefisien viskositas (kekentalan) fluida (𝑁𝑠
𝑚2)
𝜕𝑢
𝜕𝑦 = gradien kecepatan fluida (𝑠−1)
(Munson, 2003)
2.2.3 Fluida Newtonian
Fluida newtonian adalah suatu fluida yang tegangan geser dan laju
regangan gesernya sebanding, artinya hubungan antara keduanya adalah linier (Fox
dkk, 2004). Contoh umum dari fluida yang berkarakteristik newtonian adalah air
dan udara. Sifat khusus dari fluida Newtonian adalah walaupun terdapat gaya yang
12
bekerja pada fluida maka fluida akan tetap mengalir. Hal ini karena viskositas dari
fluida newtonian tidak berubah ketika terdapat gaya yang bekerja pada fluida.
Viskositas dari suatu fluida newtonian hanya bergantung pada temperatur dan
tekanan. Secara matematis persamaan dari fluida Newtonian dirumuskan dengan:
𝜏 = 𝜇𝜕𝑢
𝜕𝑦 (2.6)
dengan:
𝜏 = tegangan geser pada fluida (𝑁
𝑚2)
𝜇 = koefisien viskositas fluida (𝑁𝑠
𝑚2)
𝜕𝑢
𝜕𝑦 = gradien kecepatan fluida (𝑠−1)
2.3 Perpindahan Panas Konveksi
Perpindahan panas konvektif atau lebih dikenal dengan konveksi
merupakan perpindahan panas dari satu tempat ke tempat lain yang disebabkan oleh
perbedaan temperatur dan menggunakan fluida sebagai penghantarnya. Laju
perpindahan panas konveksi antara suatu permukaan benda padat dan fluida dapat
dihitung dengan:
𝑞 = ℎ𝐴𝑆(𝑇𝑠 − 𝑇∞) (2.7)
dengan:
q = laju perpindahan panas dengan konveksi (W)
As = luas perpindahan panas (m2)
Ts = Temperatur permukaan benda padat (K)
T∞ = Temperatur fluida mengalir (K)
h = koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2K)
(Incroperara, 1982)
Berdasarkan cara menggerakkan aliran fluida, konveksi dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu konveksi bebas (free convection) dan konveksi paksa
(forced convection). Namun, pada perkembangannya dikenal juga konveksi
campuran (mixed convection). Berikut ini adalah penjelasan mengenai ketiga
konveksi tersebut.
13
2.3.1 Konveksi Bebas (Free Convection)
Konveksi bebas adalah perpindahan panas yang disebabkan oleh perbedaan
suhu dan densitas saja dan tidak ada tenaga dari luar yang mendorongnya. Hal ini dapat
terjadi karena ada arus yang mengalir akibat gaya apung, sedangkan gaya apung terjadi
karena ada perbedaan densitas fluida tanpa dipengaruhi gaya dari luar sistem.
Perbedaan densitas fluida terjadi karena adanya gradien suhu pada fluida. Contoh
konveksi alamiah antara lain aliran fluida yang melintasi radiator panas.
2.3.2 Konveksi Paksa (Forced Convection)
Konveksi yang dipaksa adalah perpindahan panas aliran gas atau cairan yang
disebabkan adanya tenaga dari luar. Konveksi paksa dapat pula terjadi karena arus
fluida yang terjadi digerakkan oleh suatu peralatan mekanik (contoh: pompa dan
pengaduk), jadi arus fluida tidak hanya tergantung pada perbedaan densitas. Contoh
perpindahan panas secara konveksi paksa adalah pelat panas dihembus udara dengan
kipas/blower.
2.3.3 Konveksi Campuran (Mixed Convection)
Konveksi campuran merupakan kombinasi dari aliran konveksi bebas dan
aliran konveksi yang dipaksa. Konveksi campuran terjadi pada saat efek dari gaya
alir pada konveksi bebas menjadi signifikan. Contoh konveksi campuran dapat
dilihat pada saat asap timbul dari api (natural) dan pada saat bersamaan asap
ditimbulkan oleh faktor eksternal seperti ledakan dari silinder gas (forced).
2.4 Lapisan Batas (Boundary Layer)
Konsep lapisan batas pertama kali dikemukakan pada tahun 1904 oleh
Ludwig Prandtl, seorang ahli aerodinamika Jerman. Lapisan batas atau Boundary
layer merupakan lapisan tipis pada permukaan padat tempat fluida mengalir. Dalam
lapisan batas tersebut, pengaruh viskositas dan gaya inersia benda sangat
berpengaruh. Contoh lapisan batas pada aliran viskos di sekitar airfoil ditunjukkan
pada Gambar 2.2 berikut ini.
14
Gambar 2.2: Aliran fluida pada Airfoil (slideplayer.com)
Pada Gambar 2.2, terdapat tiga jenis aliran pada lapisan batas yang
dihasilkan dari perbandingan gaya-gaya inersia dengan viskositasnya, yaitu aliran
laminar, aliran transisi, dan aliran turbulen (Widodo, 2012). Aliran laminar terjadi
pada saat partikel-partikel zat cair bergerak teratur mengikuti lintasan yang saling
sejajar. Aliran turbulen terjadi pada saat partikel-partikel zat cair bergerak secara
acak atau tidak teratur. Sedangkan aliran transisi merupakan aliran yang terjadi
antara aliran laminar dan aliran turbulen. Terjadinya masa transisi antara aliran
laminar dan turbulen karena adanya perubahan viskositas dan kecepatan yang
menyebabkan daya redam terhadap gangguan semakin berkurang hingga batas
tertentu.
Terdapat titik stagnasi (titik yang kecepatan alirannya samadengan nol)
pada setiap benda yang ditempatkan secara diam di dalam suatu fluida yang
mengalir. Untuk benda yang simetris (seperti bola), titik stagnasi berada di ujung
depan dari benda. Sedangkan pada Gambar 2.2, titik stagnasinya juga berada di
bagian depan dari airfoil.
2.5 Bilangan Non-Dimensi
Bilangan non-dimensi (dimensionless number) merupakan suatu
parameter yang tak memiliki satuan. Bilangan non-dimensi berguna untuk
mengetahui kondisi atau karakteristik aliran fluida. Bilangan non-dimensi
15
bermanfaat pada metode eksperimen suatu sistem yang samadengan sistem lain
namun dalam dimensi yang berbeda seperti pada model pesawat terbang, mobil,
kapal laut dan sebagainya.
Berikut ini adalah beberapa bilangan tak berdimensi yang lazim digunakan
pada bidang perpindahan kalor.
a. Bilangan Reynolds (Re)
Diperkenalkan pertama kali oleh Osbourne Reynolds (1842-1912) pada
tahun 1883. Bilangan Reynolds (Re) merupakan perbandingan atau rasio antara
gaya inersia dan gaya viskos yang digunakan untuk menentukan jenis aliran
(laminar, turbulen, atau transisi). Bentuk persamaan dari bilangan Reynolds
tersebut secara matematis ditulis:
𝑅𝑒 =𝜌𝑉𝐷
𝜇 (2.8)
dengan:
= massa jenis (kerapatan) fluida (kg/m3)
V = kecepatan aliran fluida (m/s)
D = diameter pipa (m)
µ = viskositas dinamis fluida (𝑁𝑠
𝑚2)
Untuk nilai Re yang kecil, gaya viskos lebih dominan sehingga
menciptakan jenis aliran laminar stabil, beraturan dan profil kecepatan konstan.
Sementara nilai Re yang besar, timbul aliran turbulen yang fluktuatif, acak dan tak
beraturan. Sedangkan aliran transisi merupakan suatu kondisi aliran peralihan yang
membentuk laminar dan turbulen sehingga sulit untuk mendapatkan sifat-sifat
aliran fluida. Hubungan antara bilangan Reynold dan kondisi aliran fluida
ditunjukkan pada Tabel 2.1 di bawh ini.
Tabel 2.1 Kondisi Aliran Fluida
Kondisi Aliran Fluida Dalam Pipa
Laminar Re < 2300
Transisi 2300 < Re < 4000
Turbulen Re > 4000
16
b. Bilangan Prandtl (Pr)
Ludwig Prandtl mendefinisikan bilangan Prandtl sebagai bilangan tak
berdimensi yang merupakan perbandingan antara viskositas kinematik dengan
difusivitas thermal. Nilai dari parameter non dimensional Pr digunakan untuk
menentukan distribusi temperatur pada suatu aliran. Persamaan dari bilangan
Prandtl (Pr) adalah sebagai berikut:
𝑃𝑟 =𝑣
∝ (2.9)
dengan:
= viskositas kinematik fluida (𝑚2
𝑠)
= difusivitas thermal (𝑚2
𝑠)
Pada umumnya nilai bilangan Prandtl (Pr) ditentukan menggunakan tabel
sifat zat seperti pada Tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2 Nilai Bilangan Prandtl untuk Fluida
Fluida Cair Pr
Logam cair 0,004 – 0,03
Gas 0,7 – 1,0
Air 1,7 – 13,7
Cairan organik ringan 5 – 50
Minyak 50 – 100.000
Gliserin 2000 – 100.000
c. Bilangan Grashof (Gr)
Bilangan Grashof (Gr) merupakan parameter non-dimensional yang
dipandang sebagai sebuah ukuran kekuatan relatif gaya apung dan gaya kental.
Persamaan dari bilangan Grashof (Gr) dituliskan sebagai berikut:
𝐺𝑟 =𝑔𝛽𝑓(𝑇𝑤 − 𝑇∞)𝑎3𝜌𝑓
2
𝜇𝑓2 (2.10)
17
dengan:
Gr = Bilangan Grashof
𝑔 = percepatan gravitasi (m/s2)
𝛽𝑓 = koefisien ekspansi panas (1/K)
𝑇𝑤 = temperatur permukaan silinder (K)
𝑇∞ = temperatur lingkungan (K)
𝑎 = jari-jari media (silinder) (m)
𝜌𝑓 = kerapatan fluida (Kg/m3)
𝜇𝑓 = viskositas dinamis fluida (Ns/m2)
2.6 Metode Beda Hingga Implisit Skema Keller-Box
Metode beda-hingga dengan skema Keller-Box merupakan salah satu
teknik untuk menyelesaikan persamaan lapisan batas (boundary layer). Skema ini
adalah bersifat implisit dengan akurasi order kedua dalam ruang dan waktu dan
memungkinkan untuk sebarang ukuran langkah dari waktu dan ruang (nonuniform)
(Al-Shibani, 2012).
Langkah-langkah untuk mendapatkan solusi dari metode Keller-Box
adalah sebagai berikut.
1. Mereduksi persamaan dari sistem orde pertama.
2. Menulis persamaan beda-hingga dengan menggunakan bedapusat.
3. Melinierisasi persamaan aljabar yang dihasilkan (jika nonlinear), dan
menuliskannya dalam bentuk matriks.
4. Menyelesaikan sistem linear dengan metode block-tridiagonal-elimination.
Dalam skema Keller-Box, bentuk beda-hingga dari persamaan diferensial
biasa dituliskan dari titik tengah (𝑥𝑛, 𝑦𝑗−1/2) segmen garis P1P2 dan bentuk
bedahingga dari persamaan diferensial parsial dituliskan dari titik tengah
(𝑥𝑛−1/2, 𝑦𝑗−1/2) persegipanjang P1P2P3P4 seperti pada Gambar 2.3 di bawah ini.
18
Gambar 2.3: Grid beda hingga skema Keller-Box
Aproksimasi dari persamaan 𝑢𝜕𝑇
𝜕𝑥=
𝑣
𝑃𝑟
𝜕2𝑇
𝜕𝑦2 dengan metode Keller-Box
adalah sebagai berikut (Cebeci dan Bradshaw, 1988):
𝑇𝑗𝑛 − 𝑇𝑗−1
𝑛
ℎ𝑗=
𝑃𝑗𝑛 + 𝑃𝑗−1
𝑛
2= 𝑃𝑗−1/2
𝑛
1
2(𝑃𝑗
𝑛 − 𝑃𝑗−1𝑛
ℎ𝑗+
𝑃𝑗𝑛−1 − 𝑃𝑗−1
𝑛−1
ℎ𝑗) =
𝑃𝑟
𝑣𝑢𝑗−1/2𝑛−1/2 𝑇𝑗−1/2
𝑛 − 𝑇𝑗−1/2𝑛−1
𝑘𝑛 (2.6a)
(2.11)
2.7 Koordinat Silinder
Dalam beberapa persoalan hubungan diferensial dapat dijelaskan dengan
koordinat silinder. Dengan koordinat silinder, tempat kedudukan sebuah titik
ditunjukkan oleh koordinat-koordinat 𝑟, 𝜃, dan 𝑧. Koordinat 𝑟 adalah jarak radial
dari sumbu-𝑧, 𝜃 adalah sudut yang diukur dari sebuah garis sejajar dengan sumbu-
𝑥 (dengan arah yang berlawanan perputaran jarum jam dianggap positif), dan 𝑧
adalah koordinat sepanjang sumbu-𝑧. Komponen-komponen kecepatan adalah
kecepatan radial (𝑣𝑟), kecepatan tangensial (𝑣𝜃), dan kecepatan aksial (𝑣𝑧). Jadi
kecepatan pada sebuah titik sembarang dapat dinyatakan sebagai:
𝑉 = 𝑣𝑟�̂�𝑟 + 𝑣𝜃�̂�𝜃 + 𝑣𝑧�̂�𝑧 (2.12)
y
x xn-1 xn-1/2 xn
yj-1/2
yj P3 P2
P1 P4
y0 = 0
Tidak diketahui
Diketahui
Pusat yj-1
kn
hj
19
dengan: �̂�𝑟, �̂�𝜃, dan �̂�𝑧 masing-masing adalah vektor satuan dalam arah 𝑟, 𝜃, dan 𝑧.
Untuk fluida tak mampu-mampat aliran tunak (steady), kerapatan fluida (𝜌)
konstan disuluruh medan aliran sehingga persamaan (2.12) menjadi:
1
𝑟
𝜕(𝑟𝑣𝑟)
𝜕𝑟+
1
𝑟
𝜕𝑣𝜃
𝜕𝜃+
𝜕𝑣𝑧𝜕𝑧
= 0 (2.13)
(Widodo, 2012).
20
21
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada Bab ini dijelaskan tahapan-tahapan dalam penelitian yang dilakukan
untuk mencapai tujuan penelitian.
3.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pemodelan dan Simulasi Sistem,
Departemen Matematika, Fakultas Matematika, Komputasi, dan Sains Data, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
3.2 Tahapan Penelitian
a. Studi Literatur
Pada tahap ini dilakukan identifikasi permasalahan dan studi literatur dari
beberapa buku, tesis, jurnal, maupun artikel dari internet mengenai fluida nano,
konveksi campuran, boundary layer, dan metode beda-hingga skema Keller-Box.
b. Membangun Model Matematika
Pada tahap ini akan dibangun model aliran fluida nano yang melalui
permukaan silinder sirkular horizontal dengan pengarih konveksi campuran dan
pembangkit panas. Model yang dibuat adalah model pada lapisan batas di titik
stagnasi. Langkah-langkah pembuatan model adalah sebagai berikut:
1). Penurunan hukum konservasi massa, hukum II Newton, dan hukum I
termodinamika untuk mendapatkan persamaan pembangun.
2). Persamaan pembangun disederhanakan dengan menggunakan pendekatan
Boussinesq dan teori lapisan batas sehingga diperoleh persamaan
pembangun yang berdimensi (persamaan kontinuitas, momentum, dan
energi) dengan pengaruh pembangkitan panas pada aliran konveksi
campuran fluida nano yang melalui permukaan silinder sirkular horizontal.
3). Menentukan kondisi batas (boundary condition).
c. Penyelesaian Model Matematika
22
Pada tahapan ini, mentransformasi persamaan pembangun berdimensi
kedalam bentuk persamaan non-dimensi dengan menggunakan parameter non-
dimensi 𝜆 (konveksi campuran), Pr (bilangan Prandtl), Gr (bilangan Grashold), dan
parameter Re (bilangan Reynolds). Selanjutnya, persamaan non-dimensi
ditransformasi menjadi persamaan similaritas dengan menggunakan fungsi alir
(stream function). Kemudian diselesaikan secara numerik menggunakan metode
Keller-Box dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, Diskritisasi model
dengan menggunakan beda-hingga pusat. Kedua, Linierisasi persamaan yang
didapat dengan metode Newton dan dibentuk dalam matriks vektor. Ketiga, Hasil
linierisasi diselesaikan dengan teknik eliminasi matriks blok-tridiagonal.
d. Pembuatan Program
Pada tahapan ini dilakukan pembuatan program aliran fluida nano melalui
permukaan silinder sirkular horizontal dengan pengaruh konveksi campuran dan
pembangkitan panas menggunakan software Matlab R2012a.
e. Validasi
Validasi adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem merupakan
perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji sehingga dapat dihasilkan kesimpulan
yang meyakinkan (Widodo, 2012). Pada tahapan ini dilakukan validasi model
matematika yang diperoleh dengan model yang telah dihasilkan dari penelitian
Syafiatul Laila (2016) dengan judul “Aliran Konveksi Campuran yang Melewati
Bola Berpori pada Fluida Nano”. Validasi dilakukan pada grafik profil kecepatan
dan temperatur dengan menyamakan parameter-parameter yang digunakan.
Parameter-parameter tersebut adalah parameter konveksi campuran (𝜆), bilangan
Prandt (𝑃𝑟), dan nanoparticle volume fraction (𝜒) dengan nilai 𝜆 = 2, 𝑃𝑟 =
7,7 dan 𝜒 = 0,1.
f. Simulasi Hasil
Dengan menggunakan program yang telah dibuat, dilakukan simulasi
untuk mengetahui pengaruh parameter nanoparticle volume fraction (𝜒), konveksi
campuran (𝜆), bilangan Prandtl (𝑃𝑟), sumber panas (𝑄), dan jari-jari silinder (a)
terhadap profil kecepatan (𝑓′) dan temperatur (T).
23
g. Analisis Hasil Simulasi
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap perilaku model terhadap grafik
yang dihasilkan dalam simulasi. Kemudian dilakukan penarikan kesimpulan
terhadap penelitian yang telah dilakukan serta pemberian saran untuk perbaikan dan
pengembangan penelitian selanjutnya.
h. Penulisan Paper dan Seminar
Setelah memperoleh beberapa hasil dari penelitian ini, kemudian
dilakukan penulisan paper dan selanjutnya mengikuti seminar internasional.
i. Penulisan Laporan Tesis
Tahap akhir dalam penelitian ini adalah penulisan laporan tesis.
24
25
BAB 4
PEMBENTUKAN MODEL MATEMATIKA
Pada Bab ini dibangun model matematika aliran fluida nano yang melalui
permukaan silinder sirkular horizontal dengan pengaruh konveksi campuran dan
pembangkitan panas. Model matematika dibangun dari penurunan hukum
kekekalan massa, hukum II Newton, dan hukum I Termodinamika. Dari penurunan
ketiga persamaan tersebut diperoleh persamaan kontinuitas, persamaan momentum,
dan persamaan energi yang disesuaikan dengan deskripsi geometri dari
permasalahan aliran fluida nano yang melalui permukaan silinder sirkular
horizontal dengan pengaruh konveksi campuran dan pembangkitan panas yang
diilustrasikan pada Gambar 4.1. Model yang diperoleh dalam bentuk model
matematika berdimensi kemudian ditransformasikan ke dalam model matematika
tak berdimensi dengan menggunakan variable dan parameter tak berdimensi.
Selanjutnya model matematika tak berdimensi diubah menjadi persamaan
similaritas dengan menggunakan fungsi alir dan variabel similaritas yang sesuai.
Gambar 4.1: Model fisik dan sistem koordinat untuk permasalahan aliran konveksi campuran fluida nano yang melalui permukaan silinder sirkular horizontal
Aliran Fluida
dengan suhu T
g
a
O 𝑥
𝑇𝑤
𝑈∞, 𝑇∞
𝑦
𝑥 /a
26
Gambar 4.1 mendeskripsikan bahwa fluida mengalir dari bawah ke atas
melalui permukaan silinder sirkular horizontal dengan jari-jari a dalam keadaan
diam yang terendam pada fluida nano yang bersifat incompressible dan tunak
(steady). Gerakan fluida tersebut disebabkan oleh bagian bawah fluida yang terkena
panas secara alami dan secara paksa. Selanjutnya, fluida mengakibatkan perbedaan
kerapatan sehingga menimbulkan gaya apung dan gaya tekanan yang menjadi
signifikan. Kejadian ini biasa disebut konveksi campuran. Dalam penelitian ini,
diasumsikan bahwa konstanta fluks panas dari silinder sirkular adalah konstan,
kecepatan aliran bebas dan temperatur di sekitar silinder sirkular masing-masing
adalah (𝑈∞) dan (𝑇∞). Aliran konveksi campuran fluida nano yang melalui
permukaan silinder membentuk suatu lapisan batas dan dari lapisan batas tersebut
dikonstruksi model matematika.
4.1 Persamaan Kontinuitas
Hukum kekekalan massa suatu sistem dinyatakan sebagai laju perubahan
massa terhadap waktu dari suatu sistem tertutup adalah konstan. Secara matematis
hukum kekekalan massa ditulis:
𝐷𝑀𝑠𝑦𝑠
𝐷𝑡= 0 (4.1)
dengan massa sistem (Msys) dinyatakan dengan :
𝑀𝑠𝑦𝑠 = ∫ 𝜌𝑛𝑓𝑑∀𝑠𝑦𝑠 (4.2)
dengan 𝜌𝑛𝑓 adalah densitas fluida nano dan ∀ merupakan volume fluida nano.
Selanjutnya, Persamaan (4.1) dan (4.2) dapat ditulis sebagai:
𝐷𝑀𝑠𝑦𝑠
𝐷𝑡=
𝐷
𝐷𝑡∫ 𝜌𝑛𝑓𝑑∀𝑠𝑦𝑠
= 0 (4.3)
Berdasarkan transformasi sistem untuk volume atur atau yang dikenal dengan
teorema pengangkutan Reynolds, yaitu:
𝐷𝐵𝑠𝑦𝑠
𝐷𝑡=
𝜕
𝜕𝑡∫ 𝜌𝑛𝑓𝑛𝑑∀𝑐𝑣
+ ∫ 𝜌𝑛𝑓𝑛 𝐕 . �̂� 𝑑𝐴𝑐𝑠
= 0 (4.4)
27
dengan B adalah besaran dalam bentuk apa saja, misalkan momentum, energi, torsi,
massa, dan sebagainya, sedangkan n adalah besaran B per satuan massa (𝑛 =𝐵
𝑚).
Dari Persamaan (4.4),
𝜕
𝜕𝑡∫ 𝜌𝑛𝑓𝑛𝑑∀𝑐𝑣
adalah jumlah besaran dalam volume kontrol, dan
∫ 𝜌𝑛𝑓𝑛 𝐕 . �̂� 𝑑𝐴𝑐𝑠
jumlah besaran yang masuk dan keluar dari permukaan atur.
Dalam persamaan kontinuitas ini, besaran B = M (besaran massa) sehingga
𝑛 =𝐵
𝑚=
𝑀
𝑚= 1. Maka Persamaan (4.3) dan (4.4) dengan n = 1 dapat
disederhanakan menjadi:
𝜕
𝜕𝑡∫ 𝜌𝑛𝑓𝑑∀𝑐𝑣
+ ∫ 𝜌𝑛𝑓 𝐕 . �̂� 𝑑𝐴𝑐𝑠
= 0 (4.5)
dengan:
∫ 𝜌𝑛𝑓 𝐕 . �̂� 𝑑𝐴𝑐𝑠
= ∑ �̇�𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 − ∑ �̇�𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 (4.6)
Misalkan volume atur yang digunakan adalah sebuah elemen kubus satuan
dalam keadaan diam seperti pada Gambar 4.2 di bawah ini.
Pada Gambar 4.2, densitas fluida adalah 𝜌 yang terletak di pusat kubus dan
komponen kecepatannya adalah u, v, dan w. Karena elemen kubus tersebut kecil,
28
maka laju perubahan terhadap waktu dari massa kandungan volume atur dapat
dinyatakan sebagai:
𝜕
𝜕𝑡∫ 𝜌𝑛𝑓 𝑑∀𝑐𝑣
= 𝜕𝜌𝑛𝑓
𝜕𝑡 𝛿𝑥𝛿𝑦𝛿𝑧 (4.7)
Selanjutnya untuk jumlah aliran massa pada permukaan elemen kubus
pada volume aturdapat diperoleh dengan meninjau aliran pada setiap koordinat
secara terpisah. Sebagai contoh, pada Gambar 4.3 diilustrasikan aliran pada arah x.
Jika 𝜌𝑢 menyatakan komponen x dari laju aliran massa per satuan luas pada pusat
kubus, maka persamaan pada permukaan kiri adalah :
𝜌𝑛𝑓𝑢|𝑥−𝛿𝑥
2
= 𝜌𝑛𝑓𝑢 −𝜕(𝜌𝑛𝑓𝑢)
𝜕𝑥
𝛿𝑥
2 (4.8)
dan persamaan pada permukaan kanan adalah :
𝜌𝑛𝑓𝑢|𝑥+𝛿𝑥
2
= 𝜌𝑛𝑓𝑢 +𝜕(𝜌𝑛𝑓𝑢)
𝜕𝑥
𝛿𝑥
2 (4.9)
Gambar 4.3: Sketsa aliran fluida masuk dan keluar volume atur
Selanjutnya, persamaan untuk jumlah aliran massa keluar ke arah x yaitu dengan
cara mensubstitusikan Persamaan (4.8) dan Persamaan (4.9) ke Persamaan (4.6)
kemudian mengalikan dengan 𝛿𝑦𝛿𝑧 sehingga diperoleh :
(�̇�𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 − �̇�𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘)𝑎𝑟𝑎ℎ−𝑥 =𝜕(𝜌𝑛𝑓𝑢)
𝜕𝑥𝛿𝑥𝛿𝑦𝛿𝑧 (4.10)
29
Dengan cara yang sama didapatkan juga persamaan jumlah aliran massa keluar ke
arah y yaitu :
(�̇�𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 − �̇�𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘)𝑎𝑟𝑎ℎ−𝑦 =𝜕(𝜌𝑛𝑓𝑣)
𝜕𝑦𝛿𝑥𝛿𝑦𝛿𝑧 (4.11)
dan persamaan jumlah aliran massa keluar ke arah z adalah :
(�̇�𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 − �̇�𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘)𝑎𝑟𝑎ℎ−𝑧 =𝜕(𝜌𝑛𝑓𝑤)
𝜕𝑧𝛿𝑥𝛿𝑦𝛿𝑧 (4.12)
Selanjutnya, diperoleh jumlah aliran massa keluar dengan menjumlahkan
Persamaan (4.10), (4.11), dan (4.12).
∑�̇�𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 − ∑ �̇�𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 =𝜕(𝜌𝑛𝑓𝑢)
𝜕𝑥𝛿𝑥𝛿𝑦𝛿𝑧 +
𝜕(𝜌𝑛𝑓𝑣)
𝜕𝑦𝛿𝑥𝛿𝑦𝛿𝑧 +
𝜕(𝜌𝑛𝑓𝑤)
𝜕𝑧𝛿𝑥𝛿𝑦𝛿𝑧
atau
∑�̇�𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 − ∑ �̇�𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 = [𝜕(𝜌𝑛𝑓𝑢)
𝜕𝑥+
𝜕(𝜌𝑛𝑓𝑣)
𝜕𝑦+
𝜕(𝜌𝑛𝑓𝑤)
𝜕𝑧 ] 𝛿𝑥𝛿𝑦𝛿𝑧 (4.13)
Dengan mensubstitusikan Persamaan (4.7) dan (4.13) ke Persamaan (4.5) diperoleh
laju terhadap perubahan waktu dari massa sistem adalah:
𝜕𝜌𝑛𝑓
𝜕𝑡 𝛿𝑥𝛿𝑦𝛿𝑧 + [
𝜕(𝜌𝑛𝑓𝑢)
𝜕𝑥+
𝜕(𝜌𝑛𝑓𝑣)
𝜕𝑦+
𝜕(𝜌𝑛𝑓𝑤)
𝜕𝑧 ] 𝛿𝑥𝛿𝑦𝛿𝑧 = 0 (4.14)
Jika Persamaan (4.14) dibagi dengan 𝛿𝑥𝛿𝑦𝛿𝑧, maka Persamaan (4.14) menjadi:
𝜕𝜌𝑛𝑓
𝜕𝑡+ [
𝜕(𝜌𝑛𝑓𝑢)
𝜕𝑥+
𝜕(𝜌𝑛𝑓𝑣)
𝜕𝑦+
𝜕(𝜌𝑛𝑓𝑤)
𝜕𝑧 ] = 0 (4.15)
Persamaan (4.15) dapat ditulis dalam notasi vektor sebagai berikut (Munson dkk,
2003):
𝜕𝜌
𝜕𝑡+ 𝜌(∇ ∙ 𝐕) = 0 (4.16)
Dalam penelitian ini, aliran fluida diasumsikan bersifat tak mampu-mapat
(incompressible) dengan 𝜌𝑛𝑓 konstan, maka Persamaan (4.16) menjadi:
∇ ∙ 𝐕 = 0 (4.17)
Karena Persamaan (4.17) dapat ditulis dalam bentuk skalar:
30
𝜕𝑢
𝜕𝑥+
𝜕𝑣
𝜕𝑦+
𝜕𝑤
𝜕𝑧= 0 (4.18)
Karena dalam penelitian ini hanya dilakukan pada dimensi dua (w=0) maka
Persamaan (4.18) menjadi:
𝜕𝑢
𝜕𝑥+
𝜕𝑣
𝜕𝑦= 0 (4.19)
4.2 Persamaan Momentum
Hukum II Newton atau biasa disebut persamaan momentum berbunyi
bahwa jumlah gaya yang bekerja pada sistem sama dengan besar momentum yang
berubah pada sistem. Secara matematis Hukum II Newton pada fluida nano dapat
ditulis sebagai berikut:
𝐷
𝐷𝑡∫ 𝜌𝑛𝑓𝐕𝑑∀ 𝑠𝑦𝑠
= ∑𝐹 (4.20)
Persamaan (4.20) dapat ditulis dalam bentuk volume atur sebagai berikut:
𝜕
𝜕𝑡∫ 𝐕𝜌𝑛𝑓 𝑑∀𝑐𝑣
+ ∫ 𝐕𝜌𝑛𝑓 𝐕 ∙ �̂� 𝑑𝐴 =𝑐𝑠
∑𝐹 (4.21)
dengan 𝐕 ∙ �̂� bentuk skalar yang terjadi disetiap luasan 𝑑𝐴. Bentuk integral
permukaan atur menunjukkan flux momentum netto yang melewati permukaan atur
fluida yang masuk maupun keluar volume atur (Munson dkk, 2003).
Berdasarkan penurunan persamaan kontinuitas yang telah diperoleh
sebelumnya, maka dengan analogi yang sama, Persamaan (4.21) dapat dinyatakan
dalam notasi vektor sebagai berikut:
𝜌𝑛𝑓 [(𝜕𝐕
𝜕𝑡) + ∇ ∙ (𝐕 𝐕)] 𝛿𝑥𝛿𝑦𝛿𝑧 = ∑𝐹 (4.22)
Karena aliran fluida diasumsikan dalam keadaan tunak (steady), maka Persamaan
(4.22) menjadi:
𝜌𝑛𝑓[∇ ∙ (𝐕 𝐕)]𝛿𝑥𝛿𝑦𝛿𝑧 = ∑𝐹 (4.23)
Berdasarkan sifat divergensi bahwa:
31
∇ ∙ (𝐕 𝐕) = (𝐕 ∙ ∇)𝐕 + (𝐕(∇ ∙ 𝐕))
dan karena ∇ ∙ 𝐕 = 0 (Persamaan (4.17)), maka Persamaan (4.23) menjadi:
𝜌𝑛𝑓(𝐕 ∙ ∇)𝐕𝛿𝑥𝛿𝑦𝛿𝑧 = ∑𝐹 (4.24)
dengan ∑𝐹 menunjukkan komponen gaya-gaya yang bekerja pada permukaan
silinder sekunder horizontal. Komponen gaya-gaya tersebut yaitu, gaya permukaan,
dan gaya gravitasi sehingga Persamaan (4.24) menjadi:
𝜌𝑛𝑓(𝐕 ∙ ∇)𝐕𝛿𝑥𝛿𝑦𝛿𝑧 = 𝐅𝑝 + 𝐅𝑔 (4.25)
dengan 𝐅𝑝 adalah gaya permukaan, 𝐅𝑔 adalah gaya gravitasi. Karena yang diteliti
pada arah sumbu x dan y maka persamaan (4.25) menjadi:
𝜌𝑛𝑓(𝐕 ∙ ∇)𝐕𝛿𝑥𝛿𝑦 = 𝐅𝑝 + 𝐅𝑔 (4.26)
Ruas kiri pada Persamaan (4.26) dapat diuraikan sebagai berikut:
(𝐕 ∙ ∇)𝐕 = ((𝑢�̂� + 𝑣𝑗̂) ∙ (𝜕
𝜕𝑥�̂� +
𝜕
𝜕𝑦𝑗̂)) (𝑢�̂� + 𝑣𝑗̂)
= 𝑢𝜕
𝜕𝑥(𝑢𝑖̂ + 𝑣𝑗̂) + 𝑣
𝜕
𝜕𝑦(𝑢𝑖̂ + 𝑣𝑗̂)
= (𝑢𝜕𝑢
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑢
𝜕𝑦) �̂� + (𝑢
𝜕𝑣
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑣
𝜕𝑦) 𝑗̂ (4.27)
Ruas kanan pada Persamaan (4.26) dapat diuraikan sebagai berikut.
Gaya permukaan (𝐅𝑝) didefinisikan dengan:
𝐅𝑝 = 𝐅𝑝𝑥𝑖̂ + 𝐅𝑝𝑦𝑗̂
𝐅𝑝 = (𝜕𝜎𝑥𝑥
𝜕𝑥+
𝜕𝜏𝑦𝑥
𝜕𝑦) �̂� + (
𝜕𝜎𝑦𝑦
𝜕𝑦+
𝜕𝜏𝑥𝑦
𝜕𝑥) 𝑗̂ (4.28)
Karena pada penelitian ini fluida yang digunakan adalah fluida nano jenis
Newtonian tak mampu mampat, maka tegangan berbanding lurus terhadap laju
deformasi yang dinyatakan sebagai berikut:
Tegangan normal
𝜎𝑥𝑥 = −𝑝 + 2𝜇𝑛𝑓𝜕𝑢
𝜕𝑥 (4.29a)
𝜎𝑦𝑦 = −𝑝 + 2𝜇𝑛𝑓𝜕𝑣
𝜕𝑦 (4.29b)
32
Tegangan geser
𝜏𝑥𝑦 = 𝜏𝑦𝑥 = 𝜇𝑛𝑓 (𝜕𝑢
𝜕𝑦+
𝜕𝑣
𝜕𝑥) (4.30)
Dengan mensubstitusikan Persamaan (4.29a), (4.29b), dan (4.30) pada
Persamaan (4.28) maka diperoleh persamaan untuk gaya permukaan sebagai
berikut:
𝐅𝑝 = [(−𝜕𝑝
𝜕𝑥+ 𝜇𝑛𝑓 (
𝜕2𝑢
𝜕𝑥2 +𝜕2𝑢
𝜕𝑦2)) �̂� + (−𝜕𝑝
𝜕𝑦+ 𝜇𝑛𝑓 (
𝜕2𝑣
𝜕𝑥2 +𝜕2𝑣
𝜕𝑦2)) 𝑗̂] 4.31)
Gaya gravitasi (Fg) didefinisikan dengan:
𝐅𝑔 = 𝜌𝐠
Karena aliran yang melalui permukaan silinder sirkular berlawanan arah
dengan arah gravitasi, maka gaya gravitasi didefinisikan dengan 𝐠 =
(−𝑔𝑥, −𝑔𝑦, 0). Sehingga gaya gravitasi (Fg) dapat dituliskan dengan:
𝐅𝑔 = −𝜌𝑔𝑥�̂� − 𝜌𝑔𝑦𝑗̂ (4.32)
Dengan mensubstitusikan Persamaan (4.27), (4.31), dan Persamaan (4.32)
terhadap Persamaan (4.26) kemudian mengelompokkan vektor i untuk sumbu- x
dan vektor j untuk sumbu-y maka didapatkan persamaan momentum sumbu-x dan
persamaan momentum sumbu-y sebagai berikut:
Persamaan Momentum sumbu-x
𝜌𝑛𝑓 (𝑢𝜕𝑢
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑢
𝜕𝑦) = −
𝜕𝑝
𝜕𝑥+ 𝜇𝑛𝑓 (
𝜕2𝑢
𝜕𝑥2 +𝜕2𝑢
𝜕𝑦2) − 𝜌𝑔𝑥 (4.33)
Persamaan Momentum sumbu-y
𝜌𝑛𝑓 (𝑢𝜕𝑣
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑣
𝜕𝑦) = −
𝜕𝑝
𝜕𝑦+ 𝜇𝑛𝑓 (
𝜕2𝑣
𝜕𝑥2 +𝜕2𝑣
𝜕𝑦2) − 𝜌𝑔𝑦 (4.34)
Dalam penelitian ini, diberikan pengaruh aliran konvektif campuran
sehingga tekanan p pada Persamaan momentum (4.33) dan (4.34) merupakan
kombinasi dari tekanan hidrostatik (ph) dan tekanan dinamik (pd). Dengan
demikian, tekanan p dapat ditulis sebagai berikut:
33
𝑝 = 𝑝ℎ + 𝑝𝑑 (4.35)
Tekanan hidrostatis (ph) merupakan tekanan yang berasal dari fluida di
sekitar silinder sirkular dengan medan gravitasi:
∇𝒑ℎ = 𝜌∞𝒈 (4.36)
dengan 𝜌∞ adalah densitas dari fluida di sekitar silinder sirkular (ambient fluid).
Misalkan gaya gravitasi didefinisikan dengan 𝒈 = (−𝑔𝑥, −𝑔𝑦, 0) maka gradient
dari tekanan adalah
𝜕𝑝ℎ
𝜕𝑥= −𝜌∞𝑔𝑥,
𝜕𝑝ℎ
𝜕𝑦= −𝜌∞𝑔𝑦
Sehingga turunan tekanan p pada Persamaan (4.36) terhadap sumbu-x dapat ditulis
sebagai berikut:
−𝜕𝑝
𝜕𝑥= −
𝜕𝑝𝑑
𝜕𝑥−
𝜕𝑝ℎ
𝜕𝑥= −
𝜕𝑝𝑑
𝜕𝑥+ 𝜌∞𝑔𝑥 (4.37)
dengan cara yang sama, turunan tekanan p terhadap sumbu-y dapat ditulis sebagai
berikut:
−𝜕𝑝
𝜕𝑦= −
𝜕𝑝𝑑
𝜕𝑦+ 𝜌∞𝑔𝑦 (4.38)
Substitusikan Persamaan (4.37) ke Persamaan (4.33) sehingga diperoleh
persamaan momentum pada sumbu-x berikut ini:
𝜌𝑛𝑓 (𝑢𝜕𝑢
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑢
𝜕𝑦) = −
𝜕𝑝
𝜕𝑥+ 𝜇𝑛𝑓 (
𝜕2𝑢
𝜕𝑥2 +𝜕2𝑢
𝜕𝑦2) + (𝜌∞ − 𝜌)𝑔𝑥 (4.39)
Substitusikan Persamaan (4.38) ke Persamaan (4.34) sehingga diperoleh
persamaan momentum pada sumbu-y berikut ini:
𝜌𝑛𝑓 (𝑢𝜕𝑣
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑣
𝜕𝑦) = −
𝜕𝑝
𝜕𝑦+ 𝜇𝑛𝑓 (
𝜕2𝑣
𝜕𝑥2 +𝜕2𝑣
𝜕𝑦2) + (𝜌∞ − 𝜌)𝑔𝑦 (4.40)
Menurut pendekatan Boussinesq, semua variabel yang berpengaruh dalam
persamaan momentum diabaikan kecuali densitas (kerapatan). Pendekatan ini
34
diterapkan pada persamaan (4.39) dan (4.40), digunakan untuk mendekati
perbedaan densitas yang disebabkan oleh adanya perbedaan temperatur karena
pengaruh konveksi campuran yaitu gaya apung. Menurut Leal (1992), diasumsikan
bahwa nilai maksimum dari (𝑇 − 𝑇∞) kecil, sehingga nilai dari 𝜌∞
𝜌 dengan
penerapan deret Taylor adalah :
𝜌∞
𝜌= 1 + 𝛽𝑛𝑓(𝑇 − 𝑇∞) + 𝒪(𝑇 − 𝑇∞)2 (4.41)
Dengan menghilangkan bagian yang berorder tinggi, maka Persamaan
(4.41) menjadi:
𝜌∞
𝜌= 1 + 𝛽𝑛𝑓(𝑇 − 𝑇∞)
𝜌∞
𝜌− 1 = 𝛽𝑛𝑓(𝑇 − 𝑇∞) (4.42)
Dengan mensubstitusikan Persamaan (4.42) ke Persamaan (4.39) dan
(4.40), maka masing-masing diperoleh persamaan momentum:
Persamaan momentum arah sumbu-x:
(𝑢𝜕𝑢
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑢
𝜕𝑦) = −
1
𝜌𝑛𝑓
𝜕𝑝
𝜕𝑥+
𝜇𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓(𝜕2𝑢
𝜕𝑥2 +𝜕2𝑢
𝜕𝑦2) +𝛽𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓(𝑇 − 𝑇∞)𝑔𝑥 (4.43)
Persamaan momentum arah sumbu-y:
(𝑢𝜕𝑣
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑣
𝜕𝑦) = −
1
𝜌𝑛𝑓
𝜕𝑝
𝜕𝑦+
𝜇𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓(𝜕2𝑣
𝜕𝑥2 +𝜕2𝑣
𝜕𝑦2) +𝛽𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓(𝑇 − 𝑇∞)𝑔𝑦 (4.44)
dengan:
𝜌𝑛𝑓 = (1 − 𝜒)𝜌𝑓 + 𝜒𝜌𝑠 ; 𝛽𝑛𝑓 = 𝜒𝜌𝑠𝛽𝑠 + (1 − 𝜒)𝜌𝑓𝛽𝑓
𝜇𝑛𝑓 = 𝜇𝑓
1
(1 − 𝜒)2.5
4.3 Persamaan Energi
Dalam penelitian ini, fluida diasumsikan mengalir dari bawah ke atas dan
gerakan fluida dipengaruhi oleh konveksi campuran. Hal ini memenuhi hukum
pertama Termodinamika, yaitu laju perubahan terhadap waktu dari energi yang
tersimpan dari suatu sistem sama dengan jumlah dari laju netto dari pertambahan
perpindahan energi dari kalor ke dalam sistem dengan laju netto dari pertambahan
35
energi dari usaha yang dipindahkan ke dalam sistem. Secara matematis dapat ditulis
sebagai berikut (Munson dkk, 2002):
𝐷
𝐷𝑡∫ 𝑒𝜌𝑛𝑓𝑑∀ = (�̇�𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 − �̇�𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚)
𝑠𝑦𝑠−
𝑠𝑦𝑠(�̇�𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 − �̇�𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚)
𝑠𝑦𝑠 (4.45)
atau dapat ditulis:
𝐷
𝐷𝑡∫ 𝑒𝜌𝑛𝑓𝑑∀ = (�̇�𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑛𝑒𝑡𝑡𝑜 − �̇�𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑛𝑒𝑡𝑡𝑜)𝑠𝑦𝑠𝑠𝑦𝑠
(4.46)
Karena volume atur untuk hukum pertama termodinamika berimpit
dengan sebuah sistem, maka diperoleh persamaan sebagai berikut:
𝐷
𝐷𝑡∫ 𝑒𝜌𝑛𝑓𝑑∀ =
𝜕
𝜕𝑡∫ 𝑒𝜌𝑛𝑓𝑑∀𝑐𝑣𝑠𝑦𝑠
+ ∫ 𝑒𝜌𝑛𝑓𝐕 ∙ �̂�𝑑𝐴𝑐𝑠
(4.47)
Berdasarkan Persamaan (4.45), (4.46), dan (4.47), maka didapatkan
volume atur untuk hukum Termodinamika I, adalah:
𝜕
𝜕𝑡∫ 𝑒𝜌𝑛𝑓𝑑∀𝑐𝑣
+ ∫ 𝑒𝜌𝑛𝑓𝐕 ∙ �̂�𝑑𝐴𝑐𝑠
= (�̇�𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑛𝑒𝑡𝑡𝑜 − �̇�𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑛𝑒𝑡𝑡𝑜)𝑐𝑣 (4.48)
Karena pada penelitian ini benda dianggap diam (�̇� = 0), maka
Persamaan (4.48) menjadi:
𝜕
𝜕𝑡∫ 𝑒𝜌𝑛𝑓𝑑∀𝑐𝑣
+ ∫ 𝑒𝜌𝑛𝑓𝐕 ∙ �̂�𝑑𝐴𝑐𝑠
= (�̇�𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑛𝑒𝑡𝑡𝑜)𝑐𝑣
atau dalam bentuk volume atur sebagai berikut:
𝜕
𝜕𝑡∫ 𝑒𝜌𝑛𝑓𝑑∀𝑐𝑣
+ ∫ ∇ ∙ (𝑒𝜌𝑛𝑓𝐕)𝑑∀𝑐𝑠
= ∫ ∇ ∙ (𝑘∇𝑇)𝑑∀ + ∫ �̇�𝑑∀𝑐𝑣𝑐𝑣
(4.49)
dengan ∇ ∙ (𝑘∇𝑇) adalah konduksi panas yang terjadi pada volume atur dan �̇�
adalah sumber panas (heat generation).
Persamaan (4.49) dapat ditulis dalam bentuk:
𝜌𝑛𝑓 (𝜕𝑒
𝜕𝑡+ ∇ ∙ (𝑒𝐕)) = ∇ ∙ (𝑘∇𝑇) + �̇� (4.50)
Karena dalam penelitian ini, aliran diasumsikan dalam kondisi tunak
(steady) maka Persamaan (4.50) menjadi:
36
𝜌𝑛𝑓(∇ ∙ (𝑒𝐕)) = ∇ ∙ (𝑘∇𝑇) + �̇� (4.51)
Dari Persamaan kontinuitas (4.17) maka dengan sifat divergensi diperoleh:
∇ ∙ (𝑒𝐕) = 𝐕 ∙ (∇𝑒) + 𝑒(∇ ∙ 𝐕) = 𝐕 ∙ (∇𝑒)
Sehingga Persamaan (4.51) menjadi:
𝜌𝑛𝑓(𝐕 ∙ (∇𝑒)) = ∇ ∙ (𝑘∇𝑇) + �̇� (4.52)
Menurut Lienhard (2002) pengaruh dari tekanan dan perubahan kerapatan
dapat diabaikan karena tidak cukup berpengaruh pada termodinamika. Pada energi
potensial termodinamika dalam sistem terdapat hubungan antara spesifik energi
internal (e) dengan spesifik entalpi (ℎ̂) yang dapat ditulis sebagai berikut:
ℎ̂ = 𝑐 +𝑝
𝜌
Karena pengaruh dari tekanan fluida dan densitas diabaikan, maka
perubahan energi dapat didekati dengan perubahan entalpi sebagai berikut:
𝜕𝑒 = 𝜕ℎ̂ − 𝜕 (𝑝
𝜌) ≈ 𝜕ℎ̂ (4.53)
Dengan mensubstitusikan persamaan (4.53) ke Persamaan (4.52) diperoleh:
𝜌𝑛𝑓 (𝐕 ∙ (∇ℎ̂)) = ∇ ∙ (𝑘∇𝑇) + �̇� (4.54)
Selanjutnya, dengan mensubstitusikan 𝜕ℎ̂ ≈ 𝐶𝑝𝜕𝑇 ke Persamaan (4.54) maka
diperoleh:
(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓(𝐕 ∙ (∇T)) = ∇ ∙ (𝑘∇𝑇) + �̇� (4.55)
Dalam penelitian ini, diasumsikan bahwa adanya pengaruh pembangkitan
panas (heat generation) pada sistem, maka Persamaan (4.55) menjadi:
(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓(𝐕 ∙ (∇T)) = ∇ ∙ (𝑘∇𝑇) + 𝑄0(𝑇 − 𝑇∞) (4.56)
dengan:
�̇� = 𝑄0(𝑇 − 𝑇∞), jika 𝑇 ≥ 𝑇∞�̇� = 0, jika 𝑇 < 𝑇∞
37
Jika bentuk vektor pada Persamaan (4.56) dijabarkan, maka akan diperoleh
hasil sebagai berikut.
𝐕 ∙ (∇T) = (𝑢�̂� + 𝑣𝑗̂) ∙ (�̂�𝜕𝑇
𝜕𝑥+ 𝑗̂
𝜕𝑇
𝜕𝑦)
= (𝑢𝑥𝜕𝑇
𝜕𝑥+ 𝑣𝑦
𝜕𝑇
𝜕𝑦)
𝐕 ∙ (∇T) = (𝑢𝜕𝑇
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑇
𝜕𝑦) (4.57a)
dan
∇ ∙ (𝑘∇𝑇) ≈ 𝑘∇ ∙ (∇𝑇)
= 𝑘∇2𝑇
= 𝑘 [(�̂�𝜕
𝜕𝑥+ 𝑗̂
𝜕
𝜕𝑦) ∙ (�̂�
𝜕𝑇
𝜕𝑥+ 𝑗̂
𝜕𝑇
𝜕𝑦)]
∇ ∙ (𝑘∇𝑇) = 𝑘 (𝜕2𝑇
𝜕𝑥2 +𝜕2𝑇
𝜕𝑦2) (4.57b)
Dengan mensubstitusikan Persamaan (4.57a) dan (4.57b) ke Persamaan
(4.56), maka diperoleh:
(𝑢𝜕𝑇
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑇
𝜕𝑦) =
𝑘𝑛𝑓
(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓
(𝜕2𝑇
𝜕𝑥2 +𝜕2𝑇
𝜕𝑦2) +𝑄0
(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓
(𝑇 − 𝑇∞) (4.58)
Karena 𝜕2𝑇
𝜕𝑥2 ≪𝜕2𝑇
𝜕𝑦2 dan 𝑘𝑛𝑓
(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓
= 𝛼𝑛𝑓, maka Persamaan (4.58) menjadi :
𝑢𝜕𝑇
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑇
𝜕𝑦= 𝛼𝑛𝑓
𝜕2𝑇
𝜕𝑦2 +𝑄0
(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓
(𝑇 − 𝑇∞) (4.59)
dengan :
(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓 = (1 − 𝜒)(𝜌𝐶𝑝)𝑓 + 𝜒(𝜌𝐶𝑝)𝑠
𝑘𝑛𝑓 =𝑘𝑠+2𝑘𝑓+2𝜒(𝑘𝑠−𝑘𝑓)
𝑘𝑠+2𝑘𝑓−𝜒(𝑘𝑠−𝑘𝑓)𝑘𝑓
4.4 Model Matematika Berdimensi
Model matematika berdimensi untuk aliran fluida nano yang melalui
permukaan silinder sirkular horizontal dengan pengaruh konveksi campuran dan
pembangkitan panas didasarkan pada persamaan pembangun pada Persamaan
38
(4.19), (4.43), (4.44), dan Persamaan (4.59). Adapun model matematika berdimensi
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Persamaan Kontinuitas Berdimensi
𝜕�̅�
𝜕𝑥 +
𝜕𝑣
𝜕𝑦 = 0 (4.60)
2. Persamaan Momentum Berdimensi
Persamaan momentum arah sumbu-x:
(𝑢 𝜕�̅�
𝜕𝑥 + 𝑣
𝜕�̅�
𝜕𝑦 ) = −
1
𝜌𝑛𝑓
𝜕𝑝
𝜕𝑥 +
𝜇𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓(𝜕2�̅�
𝜕𝑥 2+
𝜕2�̅�
𝜕𝑦 2) +
𝛽𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓(𝑇 − 𝑇∞)𝑔𝑥 (4.61)
Persamaan momentum arah sumbu-y :
(𝑢 𝜕𝑣
𝜕𝑥 + 𝑣
𝜕𝑣
𝜕𝑦 ) = −
1
𝜌𝑛𝑓
𝜕𝑝
𝜕𝑦 +
𝜇𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓(𝜕2𝑣
𝜕𝑥 2+
𝜕2𝑣
𝜕𝑦 2) +
𝛽𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓(𝑇 − 𝑇∞)𝑔𝑦 (4.62)
3. Persamaan Energi Berdimensi
𝑢 𝜕𝑇
𝜕𝑥 + 𝑣
𝜕𝑇
𝜕𝑦 = 𝛼𝑛𝑓
𝜕2𝑇
𝜕𝑦 2+
𝑄0
(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓
(𝑇 − 𝑇∞) (4.63)
dengan kondisi batas sebagai berikut:
𝑢 = 𝑣 = 0, �̅� = 𝑇𝑤 ; untuk 𝑦 = 0
𝑢 = 𝑢 𝑒(𝑥), 𝑇 = 𝑇∞ ; untuk 𝑦 → ∞
dengan 𝑢 𝑒(𝑥) = 𝑠𝑖𝑛(𝑥 ) adalah kecepatan aliran bebas (Alkasasbeh, 2015),
sedangkan tanda “̅ ” adalah simbol untuk model matematika berdimensi.
4.5 Model Matematika Non-Dimensi
Model matematika berdimensi selanjutnya ditransformasikan ke bentuk
tak berdimensi. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan dimensi dari parameter-
parameter yang terdapat pada model matematika berdimensi. Pengubahan
persamaan dimensional menjadi persamaan non-dimensional adalah dengan
menggunakan variabel non-dimensional dan parameter non-dimensional seperti
berikut (Alkasasbeh, 2015):
Variabel non-dimensional
𝑥 =𝑥
𝑎 ; 𝑦 = 𝑅𝑒
12⁄ (
𝑦
𝑎)
𝑢 =𝑢
𝑈∞ ; 𝑣 = 𝑅𝑒
12⁄ (
𝑣
𝑈∞)
39
𝑇 =𝑇 − 𝑇∞𝑇𝑤 − 𝑇∞
; 𝑝 =𝑝
𝜌𝑛𝑓𝑈∞2
𝑢𝑒 =�̅�𝑒(𝑥)
𝑈∞ ; 𝛽𝑛𝑓 = 𝜒𝜌𝑠𝛽𝑠 + (1 − 𝜒)𝜌𝑓𝛽𝑓 (4.64)
dengan 𝑅𝑒 =𝑈∞𝑎𝜌𝑓
𝜇𝑓 dan 𝑢𝑒(𝑥) = sin (𝑥).
Parameter non-dimensional (Widodo dkk, 2015)
𝑃𝑟 =1
𝛼𝑓
𝜇𝑓
𝜌𝑓
⋋=𝐺𝑟
𝑅𝑒2
dengan
𝐺𝑟 =𝑔𝛽𝑓(𝑇𝑤−𝑇∞)𝑎3𝜌𝑓
2
𝜇𝑓2 (4.65)
Substitusikan variabel non dimensional dan parameter non dimensional
pada Persamaan (4.64) dan (4.65) ke persamaan pembangun dimensional
(Persamaan (4.60) sampai dengan Persamaan (4.63)) sehingga diperoleh persamaan
pembangun non-dimensional (Terlampir pada Lampiran 1).
Persamaan kontinuitas:
𝜕𝑢
𝜕𝑥+
𝜕𝑣
𝜕𝑦= 0
Persamaan momentum
Persamaan momentum arah sumbu-x:
𝑢𝜕𝑢
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑢
𝜕𝑦= −
𝜕𝑝
𝜕𝑥+
1
𝑅𝑒
𝜇𝑛𝑓𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓𝜇𝑓(𝜕2𝑢
𝜕𝑥2 + 𝑅𝑒𝜕2𝑢
𝜕𝑦2) +𝛽𝑛𝑓
𝛽𝑓𝜌𝑛𝑓𝑇λsin(𝑥)
Persamaan momentum arah sumbu-y:
1
𝑅𝑒(𝑢
𝜕𝑣
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑣
𝜕𝑦) = −
𝜕𝑝
𝜕𝑦+
𝜇𝑛𝑓
𝜇𝑓
𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓
1
𝑅𝑒(𝜕2𝑣
𝜕𝑦2 +1
𝑅𝑒
𝜕2𝑣
𝜕𝑥2) +1
𝑅𝑒12
𝛽𝑛𝑓
𝛽𝑓𝜌𝑛𝑓𝑇 cos(𝑥)
Persamaan energi :
𝑢𝜕𝑇
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑇
𝜕𝑦=
1
𝑃𝑟
𝛼𝑛𝑓
𝛼𝑓
𝜕2𝑇
𝜕𝑦2 + 𝑄𝑇
40
dengan :
𝑄 =𝑎1/2𝑄0
(𝑔(𝑇𝑤−𝑇∞)𝛽𝑓)12(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓
dengan kondisi batas :
𝑢 = 𝑣 = 0, 𝑇 = 1, pada saat 𝑦 = 0
𝑢 = 𝑢𝑒(𝑥), 𝑇 = 0, pada saat 𝑦 → ∞
dengan 𝜆 adalah parameter konveksi, Pr adalah bilangan Prandtl, dan Q adalah
parameter sumber panas.
4.6 Pendekatan Lapisan Batas
Dalam penelitian ini, daerah pengamatan dibatasi pada lapisan batas
sehingga model matematika non-dimensional disederhanakan menggunakan
pendekatan lapisan batas yang mensyaratkan 𝑅𝑒 → ∞ dan 1
𝑅𝑒→ 0. Dengan
demikian, model matematika non-dimensional menjadi:
Persamaan Kontinuitas
𝜕𝑢
𝜕𝑥+
𝜕𝑣
𝜕𝑦= 0 (4.66)
Persamaan momentum
Persamaan momentum arah sumbu-x:
𝑢𝜕𝑢
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑢
𝜕𝑦= −
𝜕𝑝
𝜕𝑥+
𝜇𝑛𝑓𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓𝜇𝑓
𝜕2𝑢
𝜕𝑦2 +𝛽𝑛𝑓
𝛽𝑓𝜌𝑛𝑓𝑇λ sin(𝑥) (4.67)
Persamaan momentum arah sumbu-y:
−𝜕𝑝
𝜕𝑦= 0 (4.68)
Persamaan energi :
𝑢𝜕𝑇
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑇
𝜕𝑦=
1
𝑃𝑟
𝛼𝑛𝑓
𝛼𝑓
𝜕2𝑇
𝜕𝑦2 + 𝑄𝑇 (4.69)
Dari model matematika di lapisan batas diperoleh hasil bahwa tekanan
fluida nano, p tidak bergantung pada y (Persamaan (4.68)) atau tekanan hanya
bergantung pada x. Dengan demikian, persamaan momentum pada lapisan batas
adalah sebagai berikut :
41
𝑢𝜕𝑢
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑢
𝜕𝑦= −
𝜕𝑝
𝜕𝑥+
𝜇𝑛𝑓𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓𝜇𝑓
𝜕2𝑢
𝜕𝑦2 +𝛽𝑛𝑓
𝛽𝑓𝜌𝑛𝑓𝑇λ sin(𝑥) (4.70)
Persamaan momentum di luar lapisan batas didefinisikan sebagai berikut:
𝑢𝑒𝜕𝑢𝑒
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑢𝑒
𝜕𝑦= −
𝜕𝑝
𝜕𝑥+
𝜇𝑛𝑓𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓𝜇𝑓
𝜕2𝑢𝑒
𝜕𝑦2 +𝛽𝑛𝑓
𝛽𝑓𝜌𝑛𝑓𝑇λ sin(𝑥) (4.71)
Pada penelitian ini, aliran fluida melewati permukaan silinder horizontal
dan 𝑢𝑒 merupakan kecepatan di luar aliran lapisan batas yang diasumsikan 𝑢𝑒 =
𝑠𝑖𝑛(𝑥). Sehingga diperoleh :
𝜕𝑢𝑒
𝜕𝑦= 0 ;
𝜕2𝑢𝑒
𝜕𝑦2 = 0 (4.72)
Substitusikan Persamaan (4.72) pada Persamaan (4.71) sehingga diperoleh :
𝑢𝑒𝑑𝑢𝑒
𝑑𝑥= −
𝜕𝑝
𝜕𝑥+
𝛽𝑛𝑓
𝛽𝑓𝜌𝑛𝑓𝑇λ sin(𝑥)
Pada saat T = 0 maka :
−𝜕𝑝
𝜕𝑥= 𝑢𝑒
𝑑𝑢𝑒
𝑑𝑥 (4.73)
dengan mensubstitusikan Persamaan (4.73) pada Persamaan (4.70) akan diperoleh
Persamaan momentum sebagai berikut :
𝑢𝜕𝑢
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑢
𝜕𝑦= 𝑢𝑒
𝑑𝑢𝑒
𝑑𝑥+
𝜇𝑛𝑓𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓𝜇𝑓
𝜕2𝑢
𝜕𝑦2 +𝛽𝑛𝑓
𝛽𝑓𝜌𝑛𝑓λ𝑇 sin(𝑥) (4.74)
4.7 Fungsi Alir (Stream Function) dan Persamaan Similaritas
4.7.1 Fungsi Alir (Stream Function)
Fungsi alir (𝜓) merupakan fungsi yang digunakan untuk
menyederhanakan persamaan banyak variabel menjadi persamaan yang hanya
bergantung pada satu variabel. Fungsi alir untuk aliran fluida yang melewati
permukaan silinder horizontal dinyatakan dengan:
𝑢 =𝜕𝜓
𝜕𝑦 dan 𝑣 = −
𝜕𝜓
𝜕𝑥 (4.75)
Selanjutnya, dengan mensubstitusikan Persamaan (4.75) ke Persamaan (4.66),
(4.69), dan (4.74) maka diperoleh persamaan-persamaan di bawah ini:
42
1. Persamaan Kontinuitas
𝜕𝑢
𝜕𝑥+
𝜕𝑣
𝜕𝑦= 0
𝜕
𝜕𝑥(𝜕𝜓
𝜕𝑦) −
𝜕
𝜕𝑦(𝜕𝜓
𝜕𝑥) = 0
𝜕2𝜓
𝜕𝑥𝜕𝑦−
𝜕2𝜓
𝜕𝑥𝜕𝑦= 0
𝜕2𝜓
𝜕𝑥𝜕𝑦=
𝜕2𝜓
𝜕𝑥𝜕𝑦 (4.76)
2. Persamaan Momentum
𝑢𝜕𝑢
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑢
𝜕𝑦= 𝑢𝑒
𝑑𝑢𝑒
𝑑𝑥+
𝜇𝑛𝑓𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓𝜇𝑓
𝜕2𝑢
𝜕𝑦2+
𝛽𝑛𝑓
𝛽𝑓𝜌𝑛𝑓λ𝑇 sin(𝑥)
(𝜕𝜓
𝜕𝑦)
𝜕
𝜕𝑥(𝜕𝜓
𝜕𝑦) + (−
𝜕𝜓
𝜕𝑥)
𝜕
𝜕𝑦(𝜕𝜓
𝜕𝑦) = 𝑢𝑒
𝑑𝑢𝑒
𝑑𝑥+
𝜇𝑛𝑓𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓𝜇𝑓
𝜕2
𝜕𝑦2(𝜕𝜓
𝜕𝑦) +
𝛽𝑛𝑓
𝛽𝑓𝜌𝑛𝑓λ𝑇 sin(𝑥)
𝜕𝜓
𝜕𝑦
𝜕2𝜓
𝜕𝑥𝜕𝑦−
𝜕𝜓
𝜕𝑥
𝜕2𝜓
𝜕𝑦2 = 𝑢𝑒𝑑𝑢𝑒
𝑑𝑥+
𝜇𝑛𝑓𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓𝜇𝑓
𝜕3𝜓
𝜕𝑦3 +𝛽𝑛𝑓
𝛽𝑓𝜌𝑛𝑓λ𝑇 sin(𝑥)
(4.77)
3. Persamaan Energi
𝑢𝜕𝑇
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑇
𝜕𝑦=
1
𝑃𝑟
𝛼𝑛𝑓
𝛼𝑓
𝜕2𝑇
𝜕𝑦2+ 𝑄𝑇
(𝜕𝜓
𝜕𝑦)
𝜕𝑇
𝜕𝑥− (
𝜕𝜓
𝜕𝑥)
𝜕𝑇
𝜕𝑦=
1
𝑃𝑟
𝛼𝑛𝑓
𝛼𝑓
𝜕2𝑇
𝜕𝑦2 + 𝑄𝑇 (4.78)
Pada Persamaan (4.76) diperoleh hasil bahwa fungsi alir memenuhi
persamaan kontinuitas. Dengan demikian, persamaan pembangun yang digunakan
pada Penelitian ini adalah persamaan momentum dan energi.
4.7.2 Persamaan Similaritas
Hubungan antara fungsi alir (𝜓) dan persamaan similaritas dirumuskan
sebagai berikut:
𝜓 = 𝑥𝑓(𝑥, 𝑦) dan 𝑇 = 𝜃(𝑥, 𝑦)
Sarif dkk (2013).
43
Sehingga diperoleh:
𝜕𝜓
𝜕𝑦= 𝑥
𝜕𝑓
𝜕𝑦 ,
𝜕2𝜓
𝜕𝑦2 = 𝑥𝜕2𝑓
𝜕𝑦2 , 𝜕3𝜓
𝜕𝑦3 = 𝑥𝜕3𝑓
𝜕𝑦3, 𝜕4𝜓
𝜕𝑦4 = 𝑥𝜕4𝑓
𝜕𝑦4
𝜕ø
𝜕𝑥= 𝑓 + 𝑥
𝜕𝑓
𝜕𝑥 ,
𝜕2𝜓
𝜕𝑥2 = 𝑥 (𝜕𝑓
𝜕𝑥)2
+ 𝑓𝜕𝑓
𝜕𝑥+ 𝑥𝑓
𝜕2𝑓
𝜕𝑥2
𝜕2𝜓
𝜕𝑥𝜕𝑦=
𝜕𝑓
𝜕𝑦+ 𝑥
𝜕2𝑓
𝜕𝑥𝜕𝑦 ,
𝜕3𝜓
𝜕𝑥𝜕𝑦2 =𝜕2𝑓
𝜕𝑦2 + 𝑥𝜕3𝑓
𝜕𝑥𝜕𝑦2
𝑢𝑒 = sin 𝑥 (4.79)
Dengan mensubstitusikan Persamaan (4.79) ke Persamaan (4.77) dan
(4.78) maka diperoleh Persamaan similaritas (Terlampir pada Lampiran 2).
0 = 1 − (𝑓′)2 + 𝑓𝑓′′ +𝜇𝑛𝑓
𝜇𝑓
𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓
(𝑓′′′) +𝛽𝑛𝑓
𝛽𝑓𝜌𝑛𝑓⋋ 𝑇
dan
0 = 𝑓𝑇′ +1
𝑃𝑟
𝛼𝑛𝑓
𝛼𝑓𝑇′′ + 𝑄𝑇
(4.80)
dengan kondisi batas sebagai berikut:
𝑓 = 𝑓′ = 0 dan 𝑇 = 1 untuk 𝑦 = 0
𝑥𝑓′ = sin 𝑥 dan 𝑇 = 0 untuk 𝑦 → ∞
44
45
BAB 5
PENYELESAIAN MODEL MATEMATIKA
Pada Bab ini menjelaskan tentang penyelesaian model matematika aliran
fluida nano yang melalui permukaan silinder sirkular horizontal dengan pengaruh
konveksi campuran dan pembangkitan panas secara numerik dengan metode
Keller-Box. Langkah-langkah penyelesaian model adalah sebagai berikut. Pertama,
Diskritisasi model dengan menggunakan beda-hingga pusat. Kedua, Linierisasi
persamaan yang didapat dengan metode Newton dan dibentuk dalam matriks
vektor. Ketiga, Hasil linierisasi diselesaikan dengan teknik eliminasi matriks blok-
tridiagonal. Selanjutnya, langkah terakhir dilakukan simulasi dengan program
Matlab R2012a dan menghasilkan output berupa grafik profil kecepatan dan
temperatur dengan variasi parameter nanoparticle volume fraction (𝜒), konveksi
campuran (𝜆), bilangan Prandtl (𝑃𝑟), sumber panas (𝑄), dan jari-jari silinder (a).
5.1 Pembentukan Persamaan Orde satu
Persamaan similaritas yang dihasilkan pada subbab (4.7.2) merupakan
persamaan orde tinggi yang dapat ditransformasi menjadi persamaan orde satu.
Pembentukan persamaan orde satu dilakukan dengan memisalkan variabel-variabel
berikut:
𝑓′ = 𝑢 (5.1)
𝑢′ = 𝑣 (5.2)
𝑇′ = 𝑤 (5.3)
Selanjutnya, mensubstitusikan Persamaan (5.1), (5.2), dan (5.3) ke Persamaan
(4.80) sehingga dihasilkan persamaan orde satu di bawah ini:
0 = 1 − (𝑢)2 + 𝑓𝑣 +𝜇𝑛𝑓
𝜇𝑓
𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓
(𝑣′) +𝛽𝑛𝑓
𝛽𝑓𝜌𝑛𝑓⋋ 𝑇
dan
0 = 𝑓𝑤 +1
𝑃𝑟
𝛼𝑛𝑓
𝛼𝑓𝑤′ + 𝑄𝑇
(5.4)
(5.5)
dengan kondisi batas:
𝑓(𝑥, 0) = 𝑢(𝑥, 0) = 0 dan 𝑇(𝑥, 0) = 1
46
𝑢(𝑥,∞) = 1 dan 𝑇(𝑥,∞) = 0 (5.6)
5.2 Diskritisasi
Diskritisasi menggunakan metode beda-hingga pusat yang diilustrasikan
seperti pada Gambar 5.1 di bawah ini.
Gambar 5.1 Skema beda-hingga pusat
Diskritisasi Persamaan (5.1) sampai dengan Persamaan (5.3)
menggunakan titik tengah (𝑦𝑗−
1
2
, 𝑥𝑛) pada segmen garis 𝑃1𝑃2, sedangkan bentuk
non linier pada Persamaan (5.4) dan (5.5) menggunakan titik tengah (𝑦𝑗−
1
2
, 𝑥𝑛−1
2)
pada segiempat 𝑃1𝑃2𝑃3𝑃4 dengan formula sebagai berikut :
𝑥𝑛−12 =
1
2(𝑥𝑛 + 𝑥𝑛−1)
𝑦𝑗−
12 =
1
2(𝑦𝑗 + 𝑦𝑗−1)
( )𝑗
𝑛−12 =
1
2[( )𝑗
𝑛 + ( )𝑗𝑛−1]
( )𝑗−
12
𝑛 = 1
2[( )𝑗
𝑛 + ( )𝑗−1𝑛 ]
(𝜕𝑢
𝜕𝑥)𝑗−
12
𝑛−12 =
(𝑢)𝑗−
12
𝑛 − (𝑢)𝑗−
12
𝑛−1
𝑙𝑛
(𝜕𝑢
𝜕𝑦)𝑗−
12
𝑛−12=
(𝑢)𝑗
𝑛−12 − (𝑢)
𝑗−1
𝑛−12
ℎ𝑗
(5.7)
𝑥𝑛
𝑥𝑛−12
𝑥𝑛−1
ç𝑛−12 ç𝑛
ç𝑛−1
ℎ𝑗
𝑙𝑛
47
dengan 𝑙𝑛 adalah jarak pada ∆𝑥 dan ℎ𝑗 adalah jarak pada ∆𝑦.
Langkah berikutnya pada tahap diskritisasi adalah mensubstitusikan
Persamaan (5.7) pada Persamaan (5.1), (5.2), dan (5.3) sehingga diperoleh:
𝑓𝑗𝑛 − 𝑓𝑗−1
𝑛
ℎ𝑗=
1
2(𝑢𝑗
𝑛 + 𝑢𝑗−1𝑛 ) = 𝑢
𝑗−12
𝑛
𝑢𝑗𝑛 − 𝑢𝑗−1
𝑛
ℎ𝑗=
1
2(𝑣𝑗
𝑛 + 𝑣𝑗−1𝑛 ) = 𝑣
𝑗−12
𝑛
𝑇𝑗𝑛 − 𝑇𝑗−1
𝑛
ℎ𝑗=
1
2(𝑤𝑗
𝑛 + 𝑤𝑗−1𝑛 ) = 𝑤
𝑗−12
𝑛
(5.8)
(5.9)
(5.10)
Diskritisasi persamaan momentum dan energi menggunakan skema berikut ini:
1
2[(𝐿1)
𝑗−12
𝑛 + (𝐿1)𝑗−
12
𝑛−1] = 0
1
2[(𝐿2)
𝑗−12
𝑛 + (𝐿2)𝑗−
12
𝑛−1] = 0
(5.11)
(5.12)
Jika koefisien-koefisien pada persamaan momentum dimisalkan seperti di
bawah ini:
𝐴 =𝜇𝑛𝑓
𝜇𝑓
𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓=
1
(1 − 𝜒)2.5(1 − 𝜒) + 𝜒𝜌𝑠
𝜌𝑓
𝐵 =𝛽𝑛𝑓
𝛽𝑓𝜌𝑛𝑓=
(𝜒𝜌𝑠 (𝛽𝑠
𝛽𝑓) + (1 − 𝜒)𝜌𝑓)
𝜒ñ𝑠 + (1 − 𝜒)𝜌𝑓⋋
(5.13)
(5.14)
dengan mensubstitusikan Persamman (5.13) dan (5.14) ke Persamaan (5.4) maka
diperoleh persamaan:
(𝐿1)𝑛 = 1 − (𝑢2)𝑛 + (𝑓𝑣)𝑛 + 𝐴(𝑣′)𝑛 + 𝐵𝑇𝑛
dan
(𝐿1)𝑛−1 = 1 − (𝑢2)𝑛−1 + (𝑓𝑣)𝑛−1 + 𝐴(𝑣′)𝑛−1 + 𝐵𝑇𝑛−1
(5.15)
(5.16)
Substitusikan Persamaan (5.15) dan (5.16) pada persamaan (5.11) sehingga
diperoleh persamaan:
1 − (𝑢2)𝑛 + (𝑓𝑣)𝑛 + 𝐴(𝑣′)𝑛 + 𝐵𝑇𝑛
= −1 + (𝑢2)𝑛−1 − (𝑓𝑣)𝑛−1 − 𝐴(𝑣′)𝑛−1 − 𝐵𝑇𝑛−1
(5.17)
48
Jika koefisien-koefisien pada persamaan energi pada Persmaan (5.5)
dimisalkan seperti di bawah ini:
𝐶 =1
𝑃𝑟
𝛼𝑛𝑓
𝛼𝑓=
1
𝑃𝑟
𝑘𝑠 + 2𝑘𝑓 + 2𝜒(𝑘𝑠 − 𝑘𝑓)
[𝑘𝑠 + 2𝑘𝑓 − 𝜒(𝑘𝑠 − 𝑘𝑓)] [(1 − 𝜒) + 𝜒(𝜌𝐶𝑝)𝑠(𝜌𝐶𝑝)𝑓
]
𝐷 = 𝑄 =𝑎1/2𝑄0
(𝑔𝛽𝑓(𝑇𝑤 − 𝑇∞))1/2
[(1 − 𝜒)(𝜌𝐶𝑝)𝑓 + 𝜒(𝜌𝐶𝑝)𝑠]
(5.18)
(5.19)
Maka persamaan energi pada Persamaan (5.5) menjadi persamaan:
(𝐿2)𝑛 = 𝑓𝑛𝑤𝑛 + 𝐶(𝑤′)𝑛 + 𝐷𝑇𝑛
dan
(𝐿2)𝑛−1 = 𝑓𝑛−1𝑤𝑛−1 + 𝐶(𝑤′)𝑛−1 + 𝐷𝑇𝑛−1
(5.20)
(5.21)
Substitusikan Persamaan (5.20) dan (5.21) pada Persamaan (5.12) sehingga
diperoleh persamaan:
𝑓𝑛𝑤𝑛 + 𝐶(𝑤′)𝑛 + 𝐷𝑇𝑛 = −𝑓𝑛−1𝑤𝑛−1 − 𝐶(𝑤′)𝑛−1 − 𝐷𝑇𝑛−1 (5.22)
Pada titik tengah segiempat, yaitu (𝑥𝑛−1
2, 𝑦𝑗−
1
2
), maka Persamaan (5.17)
dan Persamaan (5.22) menjadi:
1 − (𝑢𝑗−
12
𝑛 )
2
+ 𝑓𝑗−
12
𝑛 𝑣𝑗−
12
𝑛 + 𝐴(𝑣𝑗
𝑛 − 𝑣𝑗−1𝑛
ℎ𝑗) + 𝐵𝑇
𝑗−12
𝑛
= −1 + (𝑢𝑗−
12
𝑛−1)
2
− 𝑓𝑗−
12
𝑛−1𝑣𝑗−
12
𝑛−1 − 𝐴(𝑣𝑗
𝑛−1 − 𝑣𝑗−1𝑛−1
ℎ𝑗)
− 𝐵𝑇𝑗−
12
𝑛−1
𝑓𝑗−
12
𝑛 𝑤𝑗−
12
𝑛 + 𝐶 (𝑤𝑗
𝑛 − 𝑤𝑗−1𝑛
ℎ𝑗) + 𝐷 (𝑇
𝑗−12
𝑛 )
= −𝑓𝑗−
12
𝑛−1𝑤𝑗−
12
𝑛−1 − 𝐶 (𝑤𝑗
𝑛−1 − 𝑤𝑗−1𝑛−1
ℎ𝑗) − 𝐷 (𝑇
𝑗−12
𝑛−1)
(5.23)
(5.24)
Dengan kondisi batas adalah sebagai berikut:
𝑓0𝑛 = 𝑢0
𝑛 = 0, 𝑇0𝑛 = 1
49
𝑢𝑗𝑛 = 1, dan 𝑇𝑗
𝑛 = 0 (5.25)
5.3 Linierisasi
Setelah diperoleh hasil diskritisasi, maka selanjutnya dilakukan linierisasi
pada Persamaan (5.8), (5.9), (5.10), (5.23), dan (5.24) dengan menggunakan metode
Newton.
Menurut Alkasasbeh (2015), Andaikan ada peubah 𝑓𝑗𝑛−1, 𝑢𝑗
𝑛−1, 𝑣𝑗𝑛−1,
𝑇𝑗𝑛−1, dan 𝑤𝑗
𝑛−1 untuk 0 ≤ 𝑗 ≤ 𝑍, maka penyelesaian dari peubah yang tidak
diketahui, yaitu 𝑓𝑗𝑛, 𝑢𝑗
𝑛, 𝑣𝑗𝑛, 𝑇𝑗
𝑛, 𝑤𝑗𝑛 untuk 𝑗 = 0,1, … , 𝑍 harus ditentukan.
Kemudian, peubah yang tidak diketahui tersebut pada 𝑥 = 𝑥𝑛−1 dapat ditulis
dengan 𝑓𝑗 , 𝑢𝑗 , 𝑣𝑗 , 𝑇𝑗, 𝑤𝑗. Sehingga Persamaan (5.8), (5.9), (5.10), (5.23), dan (5.24)
dapat dinyatakan dengan:
𝑓𝑗 − 𝑓𝑗−1 −ℎ𝑗
2(𝑢𝑗 + 𝑢𝑗−1) = 0 (5.26)
𝑢𝑗 − 𝑢𝑗−1 −ℎ𝑗
2(𝑣𝑗 + 𝑣𝑗−1) = 0 (5.27)
𝑇𝑗 − 𝑇𝑗−1 −ℎ𝑗
2(𝑤𝑗 + 𝑤𝑗−1) = 0 (5.28)
ℎ𝑗 −ℎ𝑗
4(𝑢𝑗 + 𝑢𝑗−1)
2+
ℎ𝑗
4(𝑓𝑗 + 𝑓𝑗−1)(𝑣𝑗 + 𝑣𝑗−1)
+ 𝐴(𝑣𝑗𝑛 − 𝑣𝑗−1
𝑛 ) + 𝐵ℎ𝑗
2(𝑇𝑗 + 𝑇𝑗−1) = (𝑅1)
𝑗−12
𝑛−1 (5.29)
ℎ𝑗
4(𝑓𝑗 + 𝑓𝑗−1)(𝑤𝑗 + 𝑤𝑗−1) + 𝐶(𝑤𝑗
𝑛 − 𝑤𝑗−1𝑛 )
+ 𝐷ℎ𝑗
2(𝑇𝑗 + 𝑇𝑗−1) = (𝑅2)
𝑗−12
𝑛−1 (5.30)
dengan : (𝑅1)𝑗−1
2
𝑛−1 = −ℎ𝑗 dan (𝑅2)𝑗−1
2
𝑛−1 = 0
Iterasi untuk metode Newton diberikan pada persamaan di bawah ini:
𝑓𝑗(𝑖+1) = 𝑓𝑗
(𝑖) + 𝛿𝑓𝑗(𝑖)
𝑢𝑗(𝑖+1) = 𝑢𝑗
(𝑖) + 𝛿𝑢𝑗(𝑖)
𝑣𝑗(𝑖+1) = 𝑣𝑗
(𝑖) + 𝛿𝑣𝑗(𝑖)
50
𝑇𝑗(𝑖+1) = 𝑇𝑗
(𝑖) + 𝛿𝑇𝑗(𝑖)
𝑤𝑗(𝑖+1) = 𝑤𝑗
(𝑖) + 𝛿𝑤𝑗(𝑖)
(5.31)
Substitusikan Persamaan (5.31) pada Persamaan (5.26) sampai dengan
Persamaan (5.30) sehingga diperoleh:
(𝑓𝑗(𝑖) + 𝛿𝑓𝑗
(𝑖)) − (𝑓𝑗−1(𝑖) + 𝛿𝑓𝑗−1
(𝑖) ) −ℎ𝑗
2(𝑢𝑗
(𝑖) + 𝛿𝑢𝑗(𝑖) + 𝑢𝑗−1
(𝑖) + 𝛿𝑢𝑗−1(𝑖) ) = 0 (5.32)
(𝑢𝑗(𝑖) + 𝛿𝑢𝑗
(𝑖)) − (𝑢𝑗−1(𝑖) + 𝛿𝑢𝑗−1
(𝑖) ) −ℎ𝑗
2(𝑣𝑗
(𝑖) + 𝛿𝑣𝑗(𝑖) + 𝑣𝑗−1
(𝑖) + 𝛿𝑣𝑗−1(𝑖) ) = 0 (5.33)
(𝑇𝑗(𝑖)
+ 𝛿𝑇𝑗(𝑖)
) − (𝑇𝑗−1(𝑖)
+ 𝛿𝑇𝑗−1(𝑖)
) − (𝑤𝑗(𝑖)
+ 𝛿𝑤𝑗(𝑖)
+ 𝑤𝑗−1(𝑖)
+ 𝛿𝑤𝑗−1(𝑖)
) = 0 (5.34)
ℎ𝑗 −ℎ𝑗
4(𝑢𝑗
(𝑖) + 𝛿𝑢𝑗(𝑖) + 𝑢𝑗−1
(𝑖) + 𝛿𝑢𝑗−1(𝑖) )
2
+ℎ𝑗
4(𝑓𝑗
(𝑖) + 𝛿𝑓𝑗(𝑖) + 𝑓𝑗−1
(𝑖) + 𝛿𝑓𝑗−1(𝑖) )(𝑣𝑗
(𝑖) + 𝛿𝑣𝑗(𝑖) + 𝑣𝑗−1
(𝑖)
+ 𝛿𝑣𝑗−1(𝑖) ) + 𝐴((𝑣𝑗
(𝑖) + 𝛿𝑣𝑗(𝑖)) − (𝑣𝑗−1
(𝑖) + 𝛿𝑣𝑗−1(𝑖) ))
+ 𝐵ℎ𝑗
2(𝑇𝑗
(𝑖) + 𝛿𝑇𝑗(𝑖) + 𝑇𝑗−1
(𝑖) + 𝛿𝑇𝑗−1(𝑖) ) = (𝑅1)
𝑗−12
𝑛−1
(5.35)
ℎ𝑗
4(𝑓𝑗
(𝑖) + 𝛿𝑓𝑗(𝑖) + 𝑓𝑗−1
(𝑖) + 𝛿𝑓𝑗−1(𝑖) )(𝑤𝑗
(𝑖) + 𝛿𝑤𝑗(𝑖) + 𝑤𝑗−1
(𝑖) + 𝛿𝑤𝑗−1(𝑖) )
+ 𝐶 ((𝑤𝑗(𝑖)
+ 𝛿𝑤𝑗(𝑖)
) − (𝑤𝑗−1(𝑖)
+ 𝛿𝑤𝑗−1(𝑖)
))
+ 𝐷 (ℎ𝑗
2) (𝑇𝑗
(𝑖) + 𝛿𝑇𝑗(𝑖) + 𝑇𝑗−1
(𝑖) + 𝛿𝑇𝑗−1(𝑖) ) = (𝑅2)
𝑗−12
𝑛−1
(5.36)
Jika orde tinggi pada 𝛿𝑓𝑗(𝑖)
, 𝛿𝑢𝑗(𝑖)
, 𝛿𝑣𝑗(𝑖)
, 𝛿𝑇𝑗(𝑖)
, dan 𝛿𝑤𝑗(𝑖)
dihilangkan
maka diperoleh bentuk sederhana sebagai berikut:
(𝛿𝑓𝑗 − 𝛿𝑓𝑗−1) −ℎ𝑗
2(𝛿𝑢𝑗 + 𝛿𝑢𝑗−1) = (𝑞1)𝑗−1
2 (5.37)
(𝛿𝑢𝑗 − 𝛿𝑢𝑗−1) −ℎ𝑗
2(𝛿𝑣𝑗 + 𝛿𝑣𝑗−1) = (𝑞2)𝑗−1
2 (5.38)
(𝛿𝑇𝑗 − 𝛿𝑇𝑗−1) −ℎ𝑗
2(𝛿𝑤𝑗 + 𝛿𝑤𝑗−1) = (𝑞3)𝑗−1
2 (5.39)
51
(𝑎1)𝑗𝛿𝑣𝑗 + (𝑎2)𝑗𝛿𝑣𝑗−1 + (𝑎3)𝑗𝛿𝑓𝑗 + (𝑎4)𝑗𝛿𝑓𝑗−1 + (𝑎5)𝑗𝛿𝑢𝑗
+ (𝑎6)𝑗𝛿𝑢𝑗−1 + (𝑎7)𝑗𝛿𝑇𝑗 + (𝑎8)𝑗𝛿𝑇𝑗−1 = (𝑞4)𝑗−12 (5.40)
(𝑏1)𝑗𝛿𝑤𝑗 + (𝑏2)𝑗𝛿𝑤𝑗−1 + (𝑏3)𝑗𝛿𝑓𝑗 + (𝑏4)𝑗𝛿𝑓𝑗−1 + (𝑏5)𝑗𝛿𝑇𝑗
+ (𝑏6)𝑗𝛿𝑇𝑗−1 = (𝑞5)𝑗−12
(5.41)
dengan:
(𝑎1)𝑗 =ℎ𝑗
2𝑓𝑗−
1
2
+ 𝐴
(𝑎2)𝑗 =ℎ𝑗
2𝑓𝑗−
1
2
− 𝐴 = (𝑎1)𝑗 − 2𝐴
(𝑎3)𝑗 =ℎ𝑗
2𝑣𝑗−
1
2
(𝑎4)𝑗 =ℎ𝑗
2𝑣𝑗−
1
2
= (𝑎3)𝑗
(𝑎5)𝑗 = −ℎ𝑗
2𝑢𝑗−
1
2
(𝑎6)𝑗 = −ℎ𝑗
2𝑢𝑗−
1
2
= (𝑎5)𝑗
(𝑎7)𝑗 = 𝐵ℎ𝑗
2
(𝑎8)𝑗 = 𝐵ℎ𝑗
2= (𝑎7)𝑗
(5.42)
(𝑏1)𝑗 =ℎ𝑗
2𝑓𝑗−
1
2
+ 𝐶
(𝑏2)𝑗 =ℎ𝑗
2𝑓𝑗−
1
2
− 𝐶 = (𝑏1)𝑗 − 2𝐶
(𝑏3)𝑗 =ℎ𝑗
2𝑤
𝑗−1
2
(𝑏4)𝑗 =ℎ𝑗
2𝑤
𝑗−1
2
= (𝑏3)𝑗
(𝑏5)𝑗 =ℎ𝑗
2𝐷
(𝑏6)𝑗 =ℎ𝑗
2𝐷 = (𝑏5)𝑗
(5.43)
(𝑞1)𝑗−1
2
= (𝑓𝑗−1 − 𝑓𝑗) + ℎ𝑗𝑢𝑗−1
2
(𝑞2)𝑗−1
2
= (𝑢𝑗−1 − 𝑢𝑗) + ℎ𝑗𝑣𝑗−1
2
(𝑞3)𝑗−1
2
= (𝑇𝑗−1 − 𝑇𝑗) + ℎ𝑗𝑤𝑗−1
2
52
(𝑞4)𝑗−1
2
= −ℎ𝑗 + ℎ𝑗 (𝑢𝑗−1
2
)2
− ℎ𝑗𝑓𝑗−1
2
𝑣𝑗−
1
2
− ℎ𝑗 − 𝐴(𝑣𝑗 − 𝑣𝑗−1) −
𝐵ℎ𝑗𝑇𝑗−1
2
(𝑞5)𝑗−12= −ℎ𝑗𝑓𝑗−1
2𝑤
𝑗−12− 𝐶(𝑤𝑗 − 𝑤𝑗−1) − 𝐷ℎ𝑗𝑇𝑗−1
2
(5.44)
Kondisi batas pada Persamaan (5.37) sampai dengan (5.44) dinyatakan dengan:
𝑓0 = 𝑢0 = 0, 𝑇0 = 1
𝑢𝑗 = 1 dan 𝑇𝑗 = 0 (5.45)
Menurut Alkasasbeh (2015), untuk mempertahankan nilai yang benar pada
semua iterasi, maka diambil sebuah nilai berdasarkan kondisi batas berikut ini:
𝛿𝑓0 = 0, 𝑢0 = 0, 𝛿𝑤0 = 0, 𝛿𝑢𝑗 = 0, 𝛿𝑇𝑗 = 0 (5.46)
5.4 Teknik Eliminasi Blok
Sistem persamaan linier yang diperoleh dari proses linierisasi yang
ditunjukkan pada Persamaan (5.37) sampai dengan (5.41) memiliki struktur
tridiagonal blok yaitu seluruh elemen matrik bernilai nol kecuali tiga diagonal
utama. Menurut Widodo dkk (1979), persamaan dengan struktur tridiagonal blok
dapat diselesaikan dengan meggunakan teknik eliminasi blok. Elemen-elemen dari
blok tridiagonal pada metode Keller Box ini berupa matrik blok sehingga dalam
penyelesaiannya dibutuhkan penentuan elemen-elemen dari matriks blok
tridiagonal pada Persamaan (5.37) sampai dengan (5.41) dengan cara dibentuk tiga
keadaan yaitu saat 𝑗 = 1, 𝑗 = 𝑁 − 1, dan 𝑗 = 𝑁.
Keadaan 1 : untuk j =1 maka Persamaan (5.37) – (5.41) menjadi :
(𝛿𝑓1 − 𝛿𝑓0) −ℎ1
2(𝛿𝑢1 + 𝛿𝑢0) = (𝑞1)1
2 (5.47)
(𝛿𝑢1 − 𝛿𝑢0) −ℎ1
2(𝛿𝑣1 + 𝛿𝑣0) = (𝑞2)1
2 (5.48)
(𝛿𝑇1 − 𝛿𝑇0) −ℎ1
2(𝛿𝑤1 + 𝛿𝑤0) = (𝑞3)1
2 (5.49)
(𝑎1)1𝛿𝑣1 + (𝑎2)1𝛿𝑣0 + (𝑎3)1𝛿𝑓1 + (𝑎4)1𝛿𝑓0 + (𝑎5)1𝛿𝑢1 + (𝑎6)1𝛿𝑢0
+ (𝑎7)1𝛿𝑇1 + (𝑎8)1𝛿𝑇0 = (𝑞4)12 (5.50)
53
(𝑏1)1𝛿𝑤1 + (𝑏2)1𝛿𝑤0 + (𝑏3)1𝛿𝑓1 + (𝑏4)1𝛿𝑓0 + (𝑏5)1𝛿𝑇1 + (𝑏6)1𝛿𝑇0
= (𝑞5)12
(5.51)
Diketahui bahwa 𝛿𝑓0 = 0, 𝛿𝑢0 = 0, 𝛿𝑤0 = 0, dan dimisalkan −ℎ1
2= 𝑑1
maka sistem persamaan di atas dapat dibentuk dalam matriks sebagai berikut :
[
0 0 1 0 0 𝑑1 0 0 𝑑1 0
0
(𝑎2)10
−1(𝑎8)1(𝑏6)1
0(𝑎3)1(𝑏3)1
0(𝑎1)10
𝑑1
0(𝑏1)1]
[ 𝛿𝑣0
𝛿𝑇0
𝛿𝑓1𝛿𝑣1
𝛿𝑤1]
+
[ 𝑑1 0 0 0 01 0 0 0 00
(𝑎5)10
1(𝑎7)1(𝑏5)1
000
000
000]
[ 𝛿𝑢1
𝛿𝑇1𝛿𝑓2𝛿𝑣2
𝛿𝑤2]
=
[ (𝑞1)1−1
2
(𝑞2)1−12
(𝑞3)1−12
(𝑞4)1−12
(𝑞5)1−12]
Bentuk matriks di atas dapat dituliskan dengan [𝐴1][𝛿1] + [𝐶1][𝛿2] = [𝑞1].
Keadaan 2 : untuk j =N-1 maka Persamaan (5.39) – (5.43) menjadi :
(𝛿𝑓𝑁−1 − 𝛿𝑓𝑁−2) −ℎ𝑁−1
2(𝛿𝑢𝑁−1 + 𝛿𝑢𝑁−2) = (𝑞1)(𝑁−1)−(
12) (5.52)
(𝛿𝑢𝑁−1 − 𝛿𝑢𝑁−2) −ℎ𝑁−1
2(𝛿𝑣𝑁−1 + 𝛿𝑣𝑁−2) = (𝑞2)(𝑁−1)−(
12) (5.53)
(𝛿𝑇𝑁−1 − 𝛿𝑇𝑁−2) −ℎ𝑁−1
2(𝛿𝑤𝑁−1 + 𝛿𝑤𝑁−2) = (𝑞3)(𝑁−1)−(
12) (5.54)
(𝑎1)𝑁−1𝛿𝑣𝑁−1 + (𝑎2)𝑁−1𝛿𝑣𝑁−2 + (𝑎3)𝑁−1𝛿𝑓𝑁−1 + (𝑎4)𝑁−1𝛿𝑓𝑁−2
+ (𝑎5)𝑁−1𝛿𝑢𝑁−1 + (𝑎6)𝑁−1𝛿𝑢𝑁−2 + (𝑎7)𝑁−1𝛿𝑇𝑁−1
+ (𝑎8)𝑁−1𝛿𝑇𝑁−2 = (𝑞4)(𝑁−1)−(12)
(5.55)
(𝑏1)𝑁−1𝛿𝑤𝑁−1 + (𝑏2)𝑁−1𝛿𝑤𝑁−2 + (𝑏3)𝑁−1𝛿𝑓𝑁−1 + (𝑏4)𝑁−1𝛿𝑓𝑁−2
+ (𝑏5)𝑁−1𝛿𝑇𝑁−1 + (𝑏6)𝑁−1𝛿𝑇𝑁−2 = (𝑞5)(𝑁−1)−(12)
(5.56)
54
Misalkan −ℎ𝑁−1
2= 𝑑𝑁−1 maka sistem persamaan di atas dapat dibentuk
dalam matriks sebagai berikut:
[ 0 0 −1 0 0 0 0 0 𝑑𝑁−1 0
000
000
0(𝑎4)𝑁−1
(𝑏4)𝑁−1
0(𝑎2)𝑁−1
0
𝑑𝑁−1
0(𝑏2)𝑁−1]
[ 𝛿𝑢𝑁−3
𝛿𝑇𝑁−3
𝛿𝑓𝑁−2
𝛿𝑣𝑁−2
𝛿𝑤𝑁−2]
+
[ 𝑑𝑁−1 0 1 0 0
−1 0 0 𝑑𝑁−1 0
0
(𝑎6)𝑁−1
0
−1(𝑎8)𝑁−1
(𝑏6)𝑁−1
0(𝑎3)𝑁−1
(𝑏3)𝑁−1
0(𝑎1)𝑁−1
0
𝑑1
0(𝑏1)𝑁−1]
[ 𝛿𝑢𝑁−2
𝛿𝑇𝑁−2
𝛿𝑓𝑁−1
𝛿𝑣𝑁−1
𝛿𝑤𝑁−1]
+
[ 𝑑𝑁−1 0 0 0 0
1 0 0 0 00
(𝑎5)𝑁−1
0
1(𝑎7)𝑁−1
(𝑏5)𝑁−1
000
000
000]
[ 𝛿𝑢𝑁−1
𝛿𝑇𝑁−1
𝛿𝑓𝑁𝛿𝑣𝑁
𝛿𝑤𝑁 ]
=
[ (𝑞1)(𝑁−1)−(
12)
(𝑞2)(𝑁−1)−(12)
(𝑞3)(𝑁−1)−(12)
(𝑞4)(𝑁−1)−(12)
(𝑞5)(𝑁−1)−(12)]
Bentuk matriks di atas dapat dituliskan dengan:
[𝐵𝑗][𝛿𝑗−1] + [𝐴𝑗][𝛿𝑗] + [𝐶𝑗][𝛿𝑗+1] = [𝑞𝑗] ; 𝑗 = 2,3,… , 𝑁 − 1
Keadaan 3 : untuk j =N maka Persamaan (5.37) – (5.41) menjadi :
(𝛿𝑓𝑁 − 𝛿𝑓𝑁−1) −ℎ𝑁
2(𝛿𝑢𝑁 + 𝛿𝑢𝑁−1) = (𝑞1)𝑁−
12 (5.57)
(𝛿𝑢𝑁 − 𝛿𝑢𝑁−1) −ℎ𝑁
2(𝛿𝑣𝑁 + 𝛿𝑣𝑁−1) = (𝑞2)𝑁−
12 (5.58)
(𝛿𝑇𝑁 − 𝛿𝑇𝑁−1) −ℎ𝑁
2(𝛿𝑤𝑁 + 𝛿𝑤𝑁−1) = (𝑞3)𝑁−
12 (5.59)
(𝑎1)𝑁𝛿𝑣𝑁 + (𝑎2)𝑁𝛿𝑣𝑁−1 + (𝑎3)𝑁𝛿𝑓𝑁 + (𝑎4)𝑁𝛿𝑓𝑁−1 + (𝑎5)𝑁𝛿𝑢𝑁
+ (𝑎6)𝑁𝛿𝑢𝑁−1 + (𝑎7)𝑁𝛿𝑇𝑁 + (𝑎8)𝑁𝛿𝑇𝑁−1 = (𝑞4)𝑁−12 (5.60)
(𝑏1)𝑁𝛿𝑤𝑁 + (𝑏2)𝑁𝛿𝑤𝑁−1 + (𝑏3)𝑁𝛿𝑓𝑁 + (𝑏4)𝑁𝛿𝑓𝑁−1 + (𝑏5)𝑁𝛿𝑇𝑁
+ (𝑏6)𝑁𝛿𝑇𝑁−1 = (𝑞5)𝑁−12
(5.61)
55
Misalkan −ℎ𝑁
2= 𝑑𝑁 maka sistem persamaan di atas dapat dibentuk dalam
matriks sebagai berikut:
[ 0 0 −1 0 0 0 0 0 𝑑𝑁 0
000
000
0(𝑎4)𝑁(𝑏4)𝑁
0(𝑎2)𝑁
0
𝑑𝑁
0(𝑏2)𝑁 ]
[ 𝛿𝑢𝑁−2
𝛿𝑇𝑁−2
𝛿𝑓𝑁−1
𝛿𝑣𝑁−1
𝛿𝑤𝑁−1]
+
[ 𝑑𝑁 0 1 0 0 −1 0 0 𝑑𝑁 0
0
(𝑎6)𝑁0
−1(𝑎8)𝑁(𝑏6)𝑁
0(𝑎3)𝑁(𝑏3)𝑁
0(𝑎1)𝑁
0
𝑑𝑁
0(𝑏1)𝑁 ]
[ 𝛿𝑢𝑁−1
𝛿𝑇𝑁−1
𝛿𝑓𝑁𝛿𝑣𝑁
𝛿𝑤𝑁 ]
=
[ (𝑞1)𝑁−
12
(𝑞2)𝑁−12
(𝑞3)𝑁−12
(𝑞4)𝑁−12
(𝑞5)𝑁−12]
Bentuk matriks di atas dapat dituliskan dengan:
[𝐵𝑁][𝛿𝑁−1] + [𝐴𝑁][𝛿𝑁] = [𝑞𝑁]
Dengan demikian untuk 𝑗 = 1,2,3, … , 𝑁 dapat dituliskan secara sederhana
sebagai berikut:
𝑗 = 1 : [𝐴1][𝛿1] + [𝐶1][𝛿2] = [𝑞1]
𝑗 = 2 : [𝐵2][𝛿1] + [𝐴2][𝛿2] + [𝐶2][𝛿3] = [𝑞2]
𝑗 = 3 : [𝐵3][𝛿2] + [𝐴3][𝛿3] + [𝐶3][𝛿4] = [𝑞3]
⋮ ⋮
𝑗 = 𝑁 − 1 : [𝐵𝑁−1][𝛿𝑁−2] + [𝐴𝑁−1][𝛿𝑁−1] + [𝐶𝑁−1][𝛿𝑁] = [𝑞𝑁−1].
𝑗 = 𝑁 : [𝐵𝑁][𝛿𝑁−1] + [𝐴𝑁][𝛿𝑁] = [𝑞𝑁]
Atau dapat ditulis sebagai berikut:
𝐀𝛿 = 𝐪 (5.62)
dengan:
𝐀 =
[ [𝐴1] [𝐶1] 0[𝐵2] [𝐴2] [𝐶2]0 0 0
0 0 00 0 0
0 0 0 0
⋱ 0 0 ⋱
[𝐵𝑁−1] [𝐴𝑁−1]
0 [𝐵𝑁]
000
[𝐶𝑁−1]
[𝐴𝑁] ]
56
𝛿 =
[
[𝛿1]
[𝛿2]⋮
[𝛿𝑁−1]
[𝛿𝑁] ]
, 𝐪 =
[
[𝑞1]
[𝑞2]⋮
[𝑞𝑁−1]
[𝑞𝑁] ]
Karena seluruh elemen matriks A pada Persamaan (5.62) bernilai nol
kecuali pada tiga diagonal utamanya maka Persamaan (5.62) dapat ditentukan
solusinya menggunakan teknik eliminasi blok. Pada penelitian ini, matriks A
diasumsikan sebagai matriks non-singular, sehingga dapat difaktorkan menjadi:
𝐀 = 𝐋𝐔 (5.63)
dengan:
𝑳 =
[ [𝛼1]
[𝐵2] [𝛼2]
⋱
⋱ [𝛼𝑁−1]
[𝐵𝑁] [𝛼𝑁]]
dan
𝑼 =
[ [𝐼] [Γ1]
[𝐼] [Γ2]
⋱ ⋱[𝐼] [Γ𝑁−1]
[𝐼] ]
dengan [𝐼] merupakan matriks identitas berukuran 5 × 5 dan [𝛼𝑗], [Γ𝑗] merupakan
matriks berukuran 5× 5 dengan elemen-elemennya ditentukan dari persamaan
berikut:
[𝛼1] = [𝐴1]
[𝛼1][Γ1] = [𝐶1]
[𝛼𝑗] = [𝐴𝑗] − [𝐵𝑗][Γ𝑗−1] ; 𝑗 = 2,3,… , 𝑁
[𝛼𝑗][Γ𝑗] = [𝐶𝑗] ; 𝑗 = 2,3,… , 𝑁 − 1
Dengan mensubstitusikan Persamaan (5.63) ke Persamaan (5.62) maka
diperoleh:
𝐋𝐔𝛿 = 𝐪 (5.64)
Dengan mendefinisikan bahwa :
𝐔𝛿 = 𝐖 (5.65)
Maka persamaan (5.64) dapat dituliskan sebagai:
57
𝐋𝐖 = 𝐪 (5.66)
dengan
𝐖 =
[
[𝑊1]
[𝑊2]⋮
[𝑊𝑁−1]
[𝑊𝑁] ]
dengan [𝑊𝑗] merupakan matriks berukuran 5 × 1 yang elemen-elemennya
diperoleh dari Persamaan (5.66) yaitu:
[𝛼1][𝑊1] = [𝑞1]
[𝛼𝑗][𝑊𝑗] = [𝑞𝑗] − [𝐵𝑗][𝑊𝑗−1], 2 ≤ 𝑗 ≤ 𝑁
Setelah didapatkan elemen-elemen dari matriks W, maka langkah
selanjutnya adalah mendapatkan penyelesaian dari 𝛿 pada persamaan (5.65) dengan
menggunakan persamaan berikut:
[𝛿𝑁] = [𝑊𝑁]
[𝛿𝑗] = [𝑊𝑗] − [Γ𝑗][𝛿𝑗+1], 1 ≤ 𝑗 ≤ 𝑁 − 1
dengan diperolehnya nilai 𝛿 maka Persamaan (5.32) – (5.36) dapat digunakan untuk
menyelesaikan Persamaan (5.31) dengan cara melakukan iterasi sampai memenuhi
kriteria konvergen. Menurut Alkasasbeh (2015), kriteria konvergen dengan
menggunakan 𝑣(0, 𝑡) adalah proses iterasi akan berhenti pada saat|𝛿𝑠(0, 𝑡)| < 휀,
dengan nilai 휀 sangat kecil. Pada penelitian ini, digunakan nilai 휀 = 10−5.
5.5 Validasi Model
Validasi model adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem
merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji sehingga dapat dihasilkan
kesimpulan yang meyakinkan. Sedangkan validasi merupakan suatu proses iteratif
yang berupa pengujian berturut-turut sebagai proses penyempurnaan model
computer. (Widodo, 2012). Pada penelitian ini, model matematika yang telah
diperoleh pada Bab 4 akan di validasi dengan model yang dihasilkan dari penelitian
Syafiatul Laila (2016) dengan judul “Aliran Konveksi Campuran yang Melewati
Bola Berpori pada Fluida Nano”. Validasi dilakukan pada grafik profil kecepatan
dan profil temperatur.
58
[Grab your
reader’s
attention with
a great quote
from the
document or
use this space
to emphasize a
key point. To
place this text
box anywhere
on the page,
just drag it.]
Pada validasi profil kecepatan dan temperatur, parameter yang digunakan
adalah konveksi campuran (𝜆), bilangan Prandt (𝑃𝑟)dan nanoparticle volume
fraction (𝜒) dengan nilai 𝜆 = 2, 𝑃𝑟 = 7,7 dan 𝜒 = 0,1. Partikel nano yang
digunakan adalah Cu. Grafik profil kecepatan dan temperatur yang dihasilkan oleh
program Matlab R2012a ditunjukkan pada Gambar 5.2 dan 5.3 di bawah ini.
Gambar 5.2: Profil kecepatan pada validasi model
Gambar 5.3: Profil temperatur pada validasi model
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 50
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4Profil Kecepatan pada Validasi Model
eta
Kecepata
n
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1Profil Temperatur pada Validasi Mode
eta
Tem
pera
tur
yang di validasi
yang di validasi
59
Pada Gambar 5.2 grafik profil kecepatan yang di validasi (grafik berwarna
hijau) mempunyai nilai kecepatan yang mendekati nilai kecepatan dari model yang
sudah valid (ditunjukkan oleh grafik berbentuk dot dan berwarna biru).
Pada Gambar 5.3 dapat dilihat bahwa grafik profil temperatur yang di
validasi (grafik berwarna hijau) mempunyai nilai temperatur yang tidak berbeda
jauh dengan temperatur dari model yang sudah valid (ditunjukkan oleh grafik
berbentuk dot dan berwarna biru).
Berdasarkan hasil validasi model di atas, maka model matematika dan
penyelesaian secara numerik menggunakan metode Box-Keller dari aliran fluida
nano melalui permukaan silinder sirkular horizontal dengan pengaruh konveksi
campuran dan pembangkitan panas dapat digunakan untuk mensimulasi parameter-
parameter yang digunakan pada penelitian ini, yaitu konveksi campuran (𝜆),
bilangan Prandtl (𝑃𝑟), nanoparticle volume fraction (𝜒), sumber panas (𝑄), dan
jari-jari silinder (a).
5.6 Simulasi dan Analisis Hasil
Pada subbab ini dibahas tentang simulasi menggunakan software
MATLAB R2012a (lampiran 4). Simulasi dilakukan dengan ∆𝜂 = 0,01; partisi 𝜂
sebanyak 500 dan memvariasikan parameter konveksi campuran (𝜆), bilangan
Prandtl (𝑃𝑟), nanoparticle volume Fraction (𝜒), pembangkit (sumber) panas (Q),
dan jari-jari silinder (a). Berikut adalah uraian hasil simulasi dari masing-masing
variasi parameter.
5.6.1 Analisis Hasil Pengaruh Parameter Konveksi Campuran (𝜆)
Pada simulasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari parameter
konveksi campuran (𝜆) terhadap profil kecepatan dan temperatur dari aliran fluida
nano yang melewati permukaan silinder sirkular horizontal. Pada simulasi ini
digunakan partikel nano Cu dengan variasi parameter 𝜆 = 0,5; 2; 4; 6 (𝜆 > 0 jika 𝜆
konveksi campuran dan 𝜆 = 0 jika 𝜆 konveksi paksa) dengan parameter tetap yaitu
bilangan Prandtl, volume fraction, sumber panas, dan jari-jari silinder dengan nilai
𝑃𝑟 = 6,2; 𝜒 = 0.1; 𝑄 = 0,00085; dan 𝑎 = 10. Parameter konveksi campuran (𝜆)
yang dapat dipilih adalah 0 < 𝜆 ≤ 6. Profil kecepatan dan temperatur dengan
60
variasi parameter konveksi campuran ditunjukkan pada Gambar 5.4 dan 5.5 di
bawah ini.
Gambar 5.4 Profil kecepatan dengan variasi konveksi campuran (𝜆)
Gambar 5.5 Profil temperatur dengan variasi konveksi campuran (𝜆)
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 50
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4Profil Kecepatan dengan Variasi Konveksi Campuran
eta
Kecepata
n
lambda = 0.5
lambda = 2
lambda = 4
lambda = 6
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1Profil Temperatur dengan Variasi Konveksi Campuran
eta
Tem
pera
tur
lambda = 0.5
lambda = 2
lambda = 4
lambda = 6
0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0.16
0.18
61
Pada Gambar 5.4 dapat dilihat bahwa nilai kecepatan aliran fluida yang
bergerak menuju titik stagnasi adalah menurun dari 𝑓′ ≈ 1 sampai dengan 𝑓′ = 0.
Apabila nilai parameter konveksi campuran diperbesar maka kecepatan aliran
fluida semakin meningkat. Hal ini karena konveksi campuran berbanding lurus
dengan bilangan Grashof (⋋=𝐺𝑟
𝑅𝑒2). Seperti diketahui bahwa bilangan Grashof
menyatakan ukuran kekuatan relatif gaya apung dan gaya kental. Dengan demikian,
apabila nilai parameter konveksi campuran diperbesar maka menyebabkan gaya
apung semakin besar. Dengan semakin besar gaya apung yang bekerja maka
kecepatan aliran menjadi meningkat.
Pada Gambar 5.5 diperoleh hasil bahwa temperatur aliran fluida yang
menuju ke titik stagnasi semakin meningkat dari 𝑇 ≈ 0 sampai dengan T = 1.
Apabila nilai parameter konveksi campuran diperbesar maka temperatur semakin
menurun. Pada penelitian ini, diperoleh hasil bahwa parameter konveksi campuran
(𝜆) berbanding terbalik dengan parameter sumber panas (Q) yang secara matematis
dinyatakan dengan:
𝑄 =𝑄0√𝑎
(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓√𝑔𝛽𝑓(𝑇𝑤 − 𝑇∞)
=𝑄0√𝑎
(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓
𝑈∞
𝑈∞√𝑎√𝑔𝛽𝑓(𝑇𝑤 − 𝑇∞)𝑎
=
√𝑎√𝑎𝑄0
𝑈∞(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓(√𝐺𝑟𝑅𝑒
)
=𝑎𝑄0
𝑈∞(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓√𝜆
Dengan semakin besar nilai konveksi campuran (𝜆) menyebabkan sumber
panas (Q) semakin kecil. Dengan semakin kecil sumber panas (Q) maka panas yang
ditimbulkan oleh gesekan antar partikel nano semakin berkurang sehingga
temperatur fluida nano semakin kecil.
5.6.2 Analisis Hasil Pengaruh Parameter Bilangan Prandtl (𝑃𝑟)
Pada simulasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari parameter
bilangan Prandtl terhadap profil kecepatan dan temperatur dari aliran fluida nano
yang melewati permukaan silinder sirkular horizontal. Pada simulasi ini digunakan
partikel nano Cu dengan variasi parameter bilangan Prandtl 𝑃𝑟 =
62
1,2; 3,2; 6,2; 13,2 dengan parameter tetap yaitu konveksi campuran, volume
fraction, sumber panas, dan jari-jari silinder dengan nilai 𝜆 = 1; 𝜒 = 0,1; 𝑄 =
0,00085; dan 𝑎 = 10. Bilangan Prandtl yang dapat dipilih adalah 0,7 ≤ 𝑃𝑟 ≤ 100
dengan Pr = 0,7 yang merepresentasikan gas, Pr = 7 merepresentasikan air, dan Pr
= 100 merepresentasikan minyak (Alkasasbeh, 2015). Profil kecepatan dan
temperatur dengan variasi parameter bilangan Prandtl ditunjukkan pada Gambar 5.6
dan 5.7 di bawah ini.
Gambar 5.6 Profil kecepatan dengan variasi parameter bilangan Prandtl
Gambar 5.7 Profil temperatur dengan variasi parameter bilangan Prandtl
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 50
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4Profil Kecepatan dengan Variasi Bilangan Prandtl
eta
Kecepata
n
Prandtl = 1.2
Prandtl = 3.2
Prandtl = 6.2
Prandtl = 13.2
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1Profil Temperatur dengan Variasi Bilangan Prandtl
eta
Tem
pera
tur
Prandtl = 1.2
Prandtl = 3.2
Prandtl = 6.2
Prandtl = 13.2
0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3
0.8
0.85
0.9
0.95
63
Pada Gambar 5.7 dapat dilihat bahwa semakin besar bilangan Prandtl
maka temperatur semakin cepat turun. Secara matematis bilangan Prandtl dapat
dituliskan sebagai 𝑃𝑟 =𝜈𝑓
𝛼𝑓=
(𝜇
𝜌⁄ )
(𝑘 𝜌𝐶𝑝⁄ )
=𝜇𝐶𝑝
𝑘 . Dengan meningkatnya bilangan
Prandtl (Pr) maka konduktivitas termal (k) menjadi turun. Hal ini menyebabkan
permukaan silinder menjadi lebih cepat panas daripada fluidanya, sehingga
temperatur fluida menurun.
5.6.3 Analisis Hasil Pengaruh Parameter Nanoparticle Volume Fraction (𝜒)
Pada simulasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari parameter
nanoparticle volume fraction terhadap profil kecepatan dan temperatur dari aliran
fluida nano yang melewati permukaan silinder sirkular horizontal. Pada simulasi ini
digunakan partikel nano Cu dengan variasi parameter nanoparticle volume fraction
𝜒 adalah 𝜒 = 0,1; 0,12; 0,135; 0,15 dengan parameter tetap yaitu konveksi
campuran, bilangan Prandtl, sumber panas, dan jari-jari silinder dengan nilai 𝜆 =
1; 𝑃𝑟 = 6,2; 𝑄 = 0,00085; dan 𝑎 = 10. Profil kecepatan dan temperatur dengan
variasi parameter nanoparticle volume fraction ditunjukkan pada Gambar 5.8 dan
5.9 di bawah ini.
Pada simulasi ini diperoleh hasil bahwa profil kecepatan variasi
nanoparticle volume fraction (𝜒) semakin meningkat pada saat nilai 𝜒 adalah 0,1 ≤
𝜒 ≤ 0,15 (Gambar 5.8) dan semakin menurun pada saat nilai 𝜒 adalah 0,19 < 𝜒 ≤
0,5. Perbedaan pada grafik profil kecepatan tersebut disebabkan oleh pengaruh
viskositas (kekentalan) dari fluida nano. Semakin besar nilai 𝜒 maka viskositas
fluida semakin besar. Dengan semakin besar viskositas dari fluida maka gesekan
antar partikel pada fluida akan semakin besar sehingga menyebabkan kecepatan
aliran semakin meningkat pada saat nilai 𝜒 adalah 0,1 ≤ 𝜒 ≤ 0,15 dan kecepatan
menurun maka pada saat nilai 𝜒 adalah 0,19 < 𝜒 ≤ 0,5.
Pada Gambar 5.9 dapat dilihat bahwa apabila nilai parameter volume
fraction bertambah besar maka temperatur semakin meningkat. Hal ini disebabkan
oleh semakin pekat fluida nano dengan bertambah besar nilai 𝜒 sehingga gesekan
64
antar partikel nano didalam fluida menimbulkan panas yang semakin besar.
Akibatnya temperatur fluida menjadi meningkat.
Gambar 5.8 Profil kecepatan dengan variasi parameter volume fraction
Gambar 5.9 Profil temperatur dengan variasi parameter volume fraction
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1Profil Kecepatan dengan Variasi Volume Fraction
eta
Kecepata
n
chi = 0.1
chi = 0.12
chi = 0.135
chi = 0.15
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1Profil Temperatur dengan Variasi Volume Fraction
eta
Tem
pera
tur
chi = 0.1
chi = 0.12
chi = 0.135
chi = 0.15
1.34 1.35 1.36 1.37 1.38 1.39 1.4
0.95
0.952
0.954
0.956
0.958
0.96
0.962
1.2 1.25 1.3
0.04
0.045
0.05
0.055
0.06
0.065
65
5.6.4 Analisis Hasil Pengaruh Parameter Sumber Panas (Q)
Pada simulasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari parameter
sumber panas (Q) terhadap profil kecepatan dan temperatur dari aliran fluida nano
yang melewati permukaan silinder sirkular horizontal. Pada simulasi ini digunakan
partikel nano Cu dengan variasi parameter sumber panas (Q) adalah 𝑄 =
0,00085; 0,1; 0,2; 0,32 (Lampiran 3) dengan parameter tetap yaitu konveksi
campuran, bilangan Prandtl, volume fraction, dan jari-jari silinder dengan nilai 𝜆 =
1; 𝑃𝑟 = 6,2; 𝜒 = 0,1; dan 𝑎 = 10. Berdasarkan running program Matlab, nilai
parameter sumber panas (Q) yang dapat dipilih adalah 0 < 𝑄 ≤ 0,32 (Lampiran 3).
Profil kecepatan dan temperatur dengan variasi parameter sumber panas
ditunjukkan pada Gambar 5.10 dan 5.11 di bawah ini.
Gambar 5.10 Profil kecepatan dengan variasi parameter sumber panas (Q)
Pada Gambar 5.10 dapat dilihat bahwa semakin meningkat nilai Q maka
kecepatan aliran fluida semakin meningkat. Dengan ditambahkan panas sebesar Q
ke dalam aliran fluida maka gesekan antar partikel nano semakin cepat. Dengan
semakin cepat gesekan antar partikel nano maka kecepatan aliran fluida nano yang
melewati permukaan silinder menjadi semakin meningkat.
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1Profil Kecepatan dengan Variasi Sumber Panas
eta
Kecepata
n
sb.panas = 0.00085
sb.panas = 0.1
sb.panas = 0.2
sb.panas = 0.32
0.95 1 1.05
0.87
0.875
0.88
0.885
0.89
0.895
66
Gambar 5.11 Profil temperatur dengan variasi parameter sumber panas (Q)
Pada Gambar 5.11 dapat dilihat bahwa temperatur semakin meningkat
seiring dengan bertambah besar nilai Q. Hal ini karena sumber panas (Q)
berbanding lurus dengan sumber panas awal (Q0) seperti yang ditunjukkan secara
matematis oleh 𝑄 =𝑄0√𝑎
(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓√𝑔𝛽𝑓
(𝑇𝑤−𝑇∞). Dengan meningkatnya nilai Q0 (jari-jari (a)
bernilai konstan) maka panas yang timbul pada fluida nano juga semakin besar
sehingga temperatur fluida menjadi meningkat.
5.6.5 Analisis Hasil Pengaruh Jari-Jari Silinder (a)
Pada simulasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jari-jari silinder
(a) terhadap profil kecepatan dan temperatur dari aliran fluida nano yang melewati
permukaan silinder sirkular horizontal. Pada simulasi ini digunakan partikel nano
Cu dengan variasi jari-jari silinder a adalah 𝑎 = 1; 4; 9; 100 dengan parameter tetap
yaitu konveksi campuran, bilangan Prandtl, volume fraction, dan sumber panas
awal dengan nilai 𝜆 = 1; 𝑃𝑟 = 6,2; 𝜒 = 0,1; dan 𝑄0 = 500. Profil kecepatan dan
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1Profil Temperatur dengan Variasi Sumber Panas
eta
Tem
pera
tur
sb.panas = 0.00085
sb.panas = 0.1
sb.panas = 0.2
sb.panas = 0.32
1.2 1.4 1.60
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
67
temperatur dengan variasi jari-jari silinder ditunjukkan pada Gambar 5.12 dan 5.13
di bawah ini.
Gambar 5.12 Profil Kecepatan dengan Variasi Jari-Jari Silinder (a)
Pada Gambar 5.12 dapat dilihat bahwa kecepatan aliran fluida semakin
meningkat seiring dengan semakin besarnya jari-jari silinder. Hal ini disebabkan
jari-jari silinder berbanding lurus dengan sumber panas (𝑄) yang secara matematis
dirumuskan dengan 𝑄 =𝑄0√𝑎
(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓√𝑔𝛽𝑓
(𝑇𝑤−𝑇∞). Dengan meningkatnya nilai jari-jari
silinder (a) maka sumber panas (Q) semakin meningkat. Sesuai dengan hasil
simulasi dengan variasi parameter sumber panas pada subbab (5.6.4), bahwa
dengan semakin meningkatnya sumber panas (Q) maka kecepatan aliran semakin
meningkat.
Kecepatan aliran fluida dengan variasi jari-jari silinder a dengan 𝑎 =
1; 4; 9; 100 pada 0,9 ≤ 𝜂 ≤ 1,05 ditunjukkan pada Tabel 5.1 di bawah ini.
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1Profil Kecepatan dengan Variasi Jari-jari Silinder
eta
Kecepata
n
jari = 1
jari = 4
jari = 9
jari = 100
0.9999 0.9999 1 1 1.0001
0.8761
0.8761
0.8762
0.8762
0.8762
eta
68
Tabel 5.1: Nilai Kecepatan Aliran Fluida (f’) Dengan Variasi Jari-Jari Silinder (a)
Iterasi ke- a =1 a = 4 a = 9 a = 100
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
0.460255274
0.468644244
0.477070702
0.485533879
0.494033021
0.502567383
0.511136238
0.519738867
0.528374566
0.537042644
0.545742421
0.55447323
0.563234415
0.572025331
0.580845348
0.589693845
0.460261798
0.468650853
0.477077395
0.485540655
0.494039879
0.502574323
0.511143258
0.519745966
0.528381744
0.5370499
0.545749754
0.554480638
0.563241898
0.572032888
0.580852978
0.589701546
0.460268324
0.468657464
0.47708409
0.485547434
0.49404674
0.502581265
0.51115028
0.519753068
0.528388925
0.537057159
0.545757089
0.554488049
0.563249384
0.572040448
0.580860611
0.589709251
0.460314075
0.46870381
0.477131025
0.485594952
0.494094834
0.50262993
0.51119951
0.519802856
0.528439264
0.537108042
0.54580851
0.554540002
0.563301861
0.572093443
0.580914117
0.589763261
Pada Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dengan jari-jari silinder yang berbeda
(a = 1, 4, 9, dan 100) dihasilkan besar kecepatan yang sama pada tingkat ketelian
10−3. Hal ini menunjukkan bahwa jari-jari silinder tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kecepatan aliran fluida.
Gambar 5.13 Profil temperatur dengan variasi jari-jari silinder (a)
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1Profil Temperatur dengan Variasi Jari-jari Silinder
eta
Tem
pera
tur
jari = 1
jari = 4
jari = 9
jari = 100
0.9995 1 1.00050.1223
0.1223
0.1224
0.1225
0.1225
69
Temperatur fluida dengan variasi jari-jari silinder a adalah 𝑎 =
1; 4; 9; 100 pada 0,9 ≤ 𝜂 ≤ 1,05 ditunjukkan pada Tabel 5.2 di bawah ini.
Tabel 5.2: Nilai Temperatur Fluida (T) Dengan Variasi Jari-Jari Silinder (a)
Iterasi ke- a =1 a = 4 a = 9 a = 100
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
0.177554
0.172148
0.166855
0.161677
0.156613
0.151662
0.146824
0.142097
0.137481
0.132976
0.128579
0.124292
0.120111
0.116037
0.112068
0.108203
0.177606
0.172198
0.166905
0.161726
0.156661
0.151708
0.146869
0.142141
0.137524
0.133017
0.12862
0.124331
0.12015
0.116074
0.112104
0.108239
0.177658
0.172249
0.166954
0.161774
0.156708
0.151754
0.146914
0.142185
0.137567
0.133059
0.128661
0.124371
0.120188
0.116112
0.112141
0.108274
0.178022
0.172604
0.167302
0.162114
0.157039
0.152078
0.147229
0.142492
0.137867
0.133351
0.128945
0.124648
0.120458
0.116374
0.112396
0.108522
Pada Gambar 5.13 dapat dilihat bahwa semakin besar jari-jari silinder (a)
maka temperatur semakin meningkat. Hal ini terjadi karena semakin besar nilai jari-
jari silinder (𝑎) menyebabkan sumber panas (Q) semakin meningkat. Dengan
semakin bertambah nilai sumber panas (Q) maka panas yang ditimbulkan oleh
gesekan antar partikel nano semakin meningkat sehingga temperatur aliran fluida
nano semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil simulasi dengan variasi
parameter sumber panas pada subbab (5.6.4), bahwa dengan semakin meningkatnya
sumber panas (Q) maka temperatur fluida semakin meningkat.
Pada Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa dengan jari-jari silinder yang berbeda
(a = 1, 4, 9, dan 100) menghasilkan besar temperatur yang relatif sama. Hal ini
menunjukkan bahwa jari-jari silinder tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
temperatur fluida.
5.7 Studi Kasus (Case Study)
70
Fluida nano terbentuk dari fluida dasar (air) dan partikel-partikel nano
yang berukuran 1–100 nm. Pada penelitian ini, partikel nano yang digunakan adalah
Cu, Al2O3, dan TiO2. Setiap partikel nano mempunyai nilai kapasitas panas (𝐶𝑝),
densitas (𝜌), konduktivitas termal (k), dan koefisien ekspansi termal (𝛽) seperti
pada Tabel 5.3 di bawah ini.
Tabel 5.3: Bahan Thermophysical Fluida Nano
Koefisien dalam
Fisika
Fluida
Dasar (Air)
Partikel
nano Cu
Partikel
nano Al2O3
Partikel
nano TiO2
𝐶𝑝 (𝑘𝑔/𝑚3) 4179 385 765 686,2
𝜌 (𝑘𝑔/𝑚3) 997,1 8933 3970 4250
𝑘 (𝑊/𝑚𝐾) 0,613 400 40 8,9538
𝛽 × 10−5 (1/𝐾) 21 1,67 0,85 0,9
(Sumber : Tham dkk, 2010)
Data pada Tabel 5.3 digunakan sebagai inputan dalam pembuatan simulasi
physical case untuk mengetahui perbedaan dari partikel nano Cu, Al2O3, dan TiO2
terhadap profil kecepatan dan temperatur dari aliran konveksi campuran fluida nano
yang melewati permukaan silinder sirkular horizontal dengan pengaruh
pembangkitan panas.
5.7.1 Analisis Hasil Pengaruh Sumber Panas pada Partikel Nano Cu
Tahapan simulasi numerik ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari
parameter sumber panas (Q) terhadap profil kecepatan dan temperatur dari aliran
fluida nano yang melewati permukaan silinder sirkular horizontal. Pada simulasi ini
digunakan partikel nano Cu dengan variasi parameter sumber panas (Q) adalah 𝑄 =
0,0538; 0,1076; 0,1884; 0,2637 dengan parameter tetap yaitu konveksi campuran,
bilangan Prandtl, volume fraction, dan jari-jari silinder dengan nilai 𝜆 = 1; 𝑃𝑟 =
6,2; 𝜒 = 0,1; dan 𝑎 = 10. Profil kecepatan dan temperatur dengan variasi
parameter sumber panas dengan partikel nano Cu ditunjukkan pada Gambar 5.14
dan 5.15 di bawah ini.
71
Gambar 5.14 Profil kecepatan dengan variasi parameter sumber panas (Q)
dengan partikel nano Cu
Pada Gambar 5.14 dapat diketahui bahwa semakin meningkat nilai Q maka
kecepatan aliran fluida semakin meningkat. Dengan meningkatnya nilai Q maka
panas dalam fluida nano semakin meningkat sehingga gesekan antar partikel nano
semakin cepat. Dengan semakin cepat gesekan antar partikel nano maka kecepatan
aliran fluida nano yang melewati permukaan silinder menjadi semakin meningkat.
Gambar 5.15 Profil temperatur dengan variasi parameter sumber panas (Q)
dengan partikel nano Cu
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1Profil Kecepatan dengan Variasi Sumber Panas
eta
Kecepata
n
sb.panas = 0.0538
sb.panas = 0.1076
sb.panas = 0.1884
sb.panas = 0.2637
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1Profil Temperatur dengan Variasi Sumber Panas
eta
Tem
pera
tur
sb.panas = 0.0538
sb.panas = 0.1076
sb.panas = 0.1884
sb.panas = 0.2637
0.98 1 1.02 1.04
0.876
0.878
0.88
0.882
0.884
0.886
0.888
0.9 1 1.1
0.12
0.13
0.14
0.15
0.16
0.17
72
Pada Gambar 5.15 dapat dilihat bahwa temperatur semakin meningkat
seiring dengan bertambah besar nilai Q. Hal ini disebabkan karena meningkatnya
sumber panas awal (Q0) seperti yang ditunjukkan secara matematis oleh 𝑄 =
𝑄0√𝑎
(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓√𝑔𝛽𝑓
(𝑇𝑤−𝑇∞). Dengan meningkatnya nilai Q0 maka mengakibatkan panas yang
timbul pada fluida nano juga semakin besar.
5.7.2 Analisis Hasil Pengaruh Sumber Panas pada Partikel Nano Al2O3
Pada simulasi ini digunakan partikel nano Al2O3 dengan variasi parameter
sumber panas (Q) dan parameter tetap sama dengan di subbab (5.7.1). Profil
kecepatan dan temperatur dengan variasi parameter sumber panas dengan partikel
nano Al2O3 ditunjukkan pada Gambar 5.16 dan 5.17 di bawah ini.
Dari Gambar 5.16 dapat diketahui bahwa semakin meningkat nilai Q maka
kecepatan aliran fluida semakin meningkat. Pengaruh variasi parameter sumber
panas (Q) dengan partikel nano Al2O3 diperoleh hasil sama seperti partikel nano Cu
terhadap profil kecepatan. Perbedaan antara partikel nano Cu dan Al2O3 terhadap
profil kecepatan dengan variasi parameter sumber panas terletak pada nilai
kecepatan 𝑓′di setiap 𝜂 dengan 𝑓𝑐𝑢′ (𝜂) > 𝑓𝐴𝑙2𝑂3
′ (𝜂).
Gambar 5.16 Profil kecepatan dengan variasi parameter sumber panas (Q) dengan
partikel nano Al2O3
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1Profil Kecepatan dengan Variasi Sumber Panas
eta
Kecepata
n
sb.panas = 0.0538
sb.panas = 0.1076
sb.panas = 0.1884
sb.panas = 0.2637
0.98 1 1.02
0.825
0.83
0.835
73
Gambar 5.17 Profil temperatur dengan variasi parameter sumber panas (Q) dengan
partikel nano Al2O3
Pada Gambar 5.17 dapat dilihat bahwa temperatur semakin meningkat
seiring dengan bertambah besar nilai Q. Hal ini memberikan hasil bahwa pengaruh
variasi parameter sumber panas (Q) dengan partikel nano Al2O3 diperoleh hasil
sama seperti partikel nano Cu terhadap profil temperatur. Perbedaan antara partikel
nano Cu dan Al2O3 terhadap profil temperatur dengan variasi parameter sumber
panas (Q) terletak pada nilai temperatur 𝑇 di setiap 𝜂 dengan 𝑇𝐶𝑢(𝜂) < 𝑇𝐴𝑙2𝑂3(𝜂).
5.7.3 Analisis Hasil Pengaruh Sumber Panas pada Partikel Nano TiO2
Pada simulasi ini digunakan partikel nano TiO2 dengan variasi parameter
sumber panas (Q) dan parameter tetap sama seperti di subbab (5.7.1). Profil
kecepatan dan temperatur dengan variasi parameter sumber panas dengan partikel
nano TiO2 ditunjukkan pada Gambar 5.18 dan 5.19 di bawah ini.
Pada Gambar 5.18 dapat diketahui bahwa semakin meningkat nilai Q maka
kecepatan aliran fluida semakin meningkat. Pengaruh variasi parameter sumber
panas (Q) dengan partikel nano TiO2 diperoleh hasil sama seperti partikel nano Cu
dan Al2O3 terhadap profil kecepatan. Perbedaan antara partikel nano Cu, Al2O3,
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1Profil Temperatur dengan Variasi Sumber Panas
eta
Tem
pera
tur
sb.panas = 0.0538
sb.panas = 0.1076
sb.panas = 0.1884
sb.panas = 0.2637
0.9 1 1.1
0.15
0.16
0.17
0.18
0.19
0.2
74
TiO2 terhadap profil kecepatan dengan variasi parameter sumber panas (Q) terletak
pada nilai kecepatan 𝑓′di setiap 𝜂 dengan 𝑓𝐶𝑢′ (𝜂) > 𝑓𝑇𝑖𝑂2
′ (𝜂) > 𝑓𝐴𝑙2𝑂3′ (𝜂).
Gambar 5.18 Profil kecepatan dengan variasi parameter sumber panas (Q) dengan
partikel nano TiO2
Gambar 5.19 Profil temperatur dengan variasi parameter sumber panas (Q) dengan
partikel nano Ti2O2
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1Profil Kecepatan dengan Variasi Sumber Panas
eta
Kecepata
n
sb.panas = 0.0538
sb.panas = 0.1076
sb.panas = 0.1884
sb.panas = 0.2637
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1Profil Temperatur dengan Variasi Sumber Panas
eta
Tem
pera
tur
sb.panas = 0.0538
sb.panas = 0.1076
sb.panas = 0.1884
sb.panas = 0.2637
0.98 1 1.02 1.04
0.83
0.835
0.84
0.9 1 1.1
0.13
0.14
0.15
0.16
0.17
0.18
75
Pada Gambar 5.19 dapat dilihat bahwa temperatur semakin meningkat
seiring dengan bertambah besar nilai Q. Hal ini memberikan hasil bahwa pengaruh
variasi parameter sumber panas (Q) dengan partikel nano TiO2 diperoleh hasil sama
seperti partikel nano Cu dan Al2O3 terhadap profil temperatur. Perbedaan antara
partikel nano Cu, Al2O3, dan TiO2 terhadap profil temperatur dengan variasi
parameter sumber panas (Q) terletak pada nilai temperatur (𝑇) di setiap 𝜂 dengan
𝑇𝐶𝑢(𝜂) < 𝑇𝑇𝑖𝑂2(𝜂) < 𝑇𝐴𝑙2𝑂3(𝜂).
76
77
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah disajikan pada bab
sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Hasil simulasi dengan memvariasi parameter non-dimensional yaitu
konveksi campuran (𝜆), bilangan Prandtl (𝑃𝑟), parameter nanoparticle
volume fraction (𝜒), sumber panas (𝑄), dan jari-jari silinder (a) diperoleh
bahwa:
a. Semakin besar nilai parameter konveksi campuran (𝜆) maka kecepatan
aliran fluida nano semakin meningkat, dan temperatur semakin
menurun.
b. Semakin besar nilai parameter bilangan Prandtl (𝑃𝑟) maka kecepatan
aliran fluida dan temperatur fluida semakin menurun.
c. Kecepatan aliran fluida semakin meningkat pada saat nilai parameter
nanoparticle volume fraction (𝜒) adalah 0,1 ≤ 𝜒 ≤ 0,15 dan
kecepatan semakin menurun pada saat nilai 𝜒 adalah 0,19 < 𝜒 ≤ 0,5.
Sedangkan temperatur fluida semakin meningkat pada saat nilai 𝜒
adalah 0,1 ≤ 𝜒 ≤ 0,5.
d. Semakin besar nilai parameter sumber panas (𝑄) maka kecepatan
aliran fluida dan temperatur fluida semakin meningkat.
e. Semakin besar jari-jari silinder (𝑎) maka kecepatan aliran fluida dan
temperatur fluida semakin meningkat. Jari-jari silinder tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kecepatan aliran fluida dan
temperatur fluida.
2. Besar kecepatan aliran fluida dan temperatur fluida tidak dipengaruhi oleh
jenis partikel nano (Cu, Al2O3, dan TiO2), akan tetapi ketiga jenis partikel
nano tersebut berbeda pada nilai kecepatan (𝑓′) dan temperatur (𝑇)
dengan 𝑓𝐶𝑢′ (𝜂) > 𝑓𝑇𝑖𝑂2
′ (𝜂) > 𝑓𝐴𝑙2𝑂3′ (𝜂) dan 𝑇𝐶𝑢(𝜂) < 𝑇𝑇𝑖𝑂2(𝜂) <
𝑇𝐴𝑙2𝑂3(𝜂).
78
6.2 Saran
Adapun saran dari penelitian ini adalah:
1. Pada penelitian ini dilakukan studi pada titik stagnasi, diharapkan pada
penelitian selanjutnya dilakukan studi profil kecepatan dan temperatur di
sekeliling permukaan silinder.
2. Pada penelitian ini aliran fluida diasumsikan pada kondisi steady, sehingga
pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat dilakukan dengan kondisi
unsteady.
79
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, I., Amin, N., dan Prop, I. (2008), Mixed Convection Boundary Layer Flow
of a Viscoelastic Fluid Over a Horizontal Circular Cylinder, International
Journal of Non-Linear Mechanics, Vol. 43, No. 9, Hal. 814-821.
Alkasasbeh, H.T. (2015), Numerical Solution for Convection Boundary Layer Flow
Over A Solid Sphere of Newtonian and Non-Newtonian Fluid, Universiti
Malaysia, Pahang.
Al-Shibani, F.S., Ismail, A.I.Md., dan Abdullah, F.A. (2012), The Implicit Keller
Box Method For The One Dimensional Time Fractional Diffusion Equation,
International Journal of Applied Mathematics & Bioinformatics, Vol.2, No.3,
Hal. 69-84.
Bhowmick, S., Molla, Md. M., Mia, M., dan Saha, S.C. (2014), Non-Newtonian
Mixed Convection Flow from a Horizontal Circular Cylinder with Uniform
Surface Heat Flux, Procedia Engineering, 90, Hal. 510-516.
Choi, S. (1995), Enhancing Thermal Conductivity of Fluids with Nanoparticles,
ASME International Mechanical Engineering Congress and Exposition, Vol.
66, Hal. 99-105.
Das, S.K., Choi, S.U.S., Yu, W., dan Pradet, T. (2007), Nanofluids : Science and
Tecnology, Wiley, River Street Hoboken, NJ.
Fauzi, E.L.H., Ahmad, S., dan Pop, I. (2012), MixedConvection Boundary Layer
Flow from a Vertical Cone in a Porous Medium Filled with a Nanofluid,
International Journal of Mathematical, Computational, Physical, Electrical
and Computer Engineering, Vol.6, No.10.
Fox, R.W., McDonald, A.T., dan Pritchard, P.J. (2004), Introduction To Fluid
Mechamics, Sixth Edition, John Wiley and Sons, United States Of America.
Imron, C., Suharningsih, dan Widodo, B. (2013), Numerical Simulation of Fluid
Flow Around Circular and I-Shape Cylinder in a Tandem Configuration,
Applied Mathematical Sciences, Vol.7, No. 114, Hal. 5657-5666.
Incroperara, F. P. and D. P. Dewitt, (1982), Fundamental of Heat and Mass
Transfer, Third Edition, John Wiley & Sons, Singapore.
Laila. S. (2016). Aliran Konveksi Campuran Fluida Nano Melalui Bola Berpori.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
80
Lienhard, J.H. (2002), A Heat Transfer Textbook, Third Edition, Phlogiston Press,
USA.
Munson, B.R., Young, D.F., dan Okiishi, T.F. (2003), Mekanika Fluida, Edisi
Keempat, Erlangga, Jakarta.
Nurjanah, S. (2013), Analisis Pengaruh Perpindahan Panas Terhadap Karateristik
Lapisan Batas di Dalam Pipa.
Rabeti, M. (2014), Mixed Convection Heat Transfer of Nanofluids about a
Horizontal Circular Cylinder in Porous Media, SOP Transaction on Nano
Technology, Vol.1, No. 1.
Salleh, M.Z., Nazar, R., dan Pop, I. (2010). Mixed Convection Boundary Layer
Flow Over a Horizontal Circular Cylinder with Newtonian Heating (DOI
10.1007/s00231-010-0662-y). International Journal of Heat Mass Transfer.
August 2010.
Sarif, NM., Salleh, MZ., Tahar, RM. (2013). Numerikal Solution Of The Free
Convection Boundary Layer Flow Over A Horizontal Circular Cylinder With
Convective Boundary Conditions, PhD., Universiti Malaysia Pahang.
Tham, L., Nazar, R., dan Pop, I. (2012), Mixed Convection Boundary Layer Flow
Over a Horizontal Circular Cylinder in a Nanofluid, International Journal of
Numerical Methods for Heat & Fluid Flow, Vol.22, No.5, Hal. 576-606.
Widodo, B. (2012), Pemodelan Matematika, Surabaya: ITS Press.
Widodo, B., Khalimah, D.A., Zainal, F.D.S., dan Imron, C. (2015), Numerical
Solution of Heat Transfer Unsteady Boundary Layer Magnetohydrodynamics
in Micropolar Fluid Past a Sphere, International Journal of Far East Journal
of Mathematical Sciences, Puspha Publishing House, India.
Widodo, B., Tafrikan, M., dan Imron, C. (2015a), Heat effect on Fluid Free
Convection Flow Past A Porosity Sphere, The 1st Young Scientist International
Conference of Water Resources Development and Environmental Protection.
Malang. Indonesia.
Widodo, B., Tafrikan, M., dan Imron, C. (2015b), The Effect of Prandtl Number
and Magnetic Parameter on Forced Convection Unsteady
Magnetohydrodynamic Boundary Layer Flow Of A viscous Fluid Past A
Sphere, International Conference of Science and Innovative Engineering
(ICSIE), Kuala Lumpur, Malaysia, 16 Oktober 2015.
81
LAMPIRAN 1 Pembentukan Persamaan Pembangun Non-Dimensional
Variabel non-dimensional yang digunakan pada persamaan kontinuitas dan
momentum adalah sebagai berikut:
𝑥 =𝑥
𝑎 ; 𝑦 = 𝑅𝑒
12⁄ (
𝑦
𝑎) ; 𝑢 =
𝑢
𝑈∞; 𝑣 = 𝑅𝑒
12⁄ (
𝑣
𝑈∞) ; 𝑝 =
𝑝
𝜌𝑛𝑓𝑈∞2
𝑇 =𝑇 − 𝑇∞𝑇𝑤 − 𝑇∞
; 𝑢𝑒 =𝑢 𝑒(𝑥)
𝑈∞; 𝛽𝑛𝑓 = 𝜒𝜌𝑠𝛽𝑠 + (1 − 𝜒)𝜌𝑓𝛽𝑓
dengan 𝑅𝑒 =𝑈∞𝑎𝜌𝑓
𝜇𝑓
Hubungan antara fluida nano dengan fluida dasar diberikan sebagai berikut:
Kerapatan : 𝜌𝑛𝑓 = (1 − 𝜒)𝜌𝑓 + 𝜒𝜌𝑠
Viskositas dinamik : 𝜇𝑛𝑓 = 𝜇𝑓1
(1−𝜒)2.5
Spesifik panas : (𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓 = (1 − 𝜒)(𝜌𝐶𝑝)𝑓 + 𝜒(𝜌𝐶𝑝)𝑠
Konduktivitas panas : 𝑘𝑛𝑓 =𝑘𝑠+2𝑘𝑓+2𝜒(𝑘𝑠−𝑘𝑓)
𝑘𝑠+2𝑘𝑓−𝜒(𝑘𝑠−𝑘𝑓)𝑘𝑓
Persamaan kontinuitas
Persamaan kontinuitas dimensional sebagai berikut: 𝜕𝑢
𝜕𝑥 +
𝜕𝑣
𝜕𝑦 = 0
Berikut adalah perhitungan untuk persamaan kontinuitas non dimensional: 𝜕𝑢
𝜕𝑥 +
𝜕𝑣
𝜕𝑦 = 0
𝜕(𝑢𝑈∞)
𝜕(𝑥𝑎)+
𝜕 (𝑣𝑈∞
𝑅𝑒12
)
𝜕 (𝑦𝑎
𝑅𝑒12
)
= 0
𝑈∞
𝑎
𝜕𝑢
𝜕𝑥+
𝑈∞
𝑅𝑒12
𝑎
𝑅𝑒12
𝜕𝑣
𝜕𝑦= 0
𝑈∞
𝑎
𝜕𝑢
𝜕𝑥+
𝑈∞
𝑎
𝜕𝑣
𝜕𝑦= 0
𝑈∞
𝑎(𝜕𝑢
𝜕𝑥+
𝜕𝑣
𝜕𝑦) = 0
Sehingga diperoleh persamaan kontinuitas non-dimensional sebagai berikut: 𝜕𝑢
𝜕𝑥+
𝜕𝑣
𝜕𝑦= 0
82
Persamaan Momentum
Persamaan momentum dimensional arah sumbu-x sebagai berikut :
(𝑢 𝜕𝑢
𝜕𝑥 + 𝑣
𝜕𝑢
𝜕𝑦 ) = −
1
𝜌𝑛𝑓
𝜕𝑝
𝜕𝑥 +
𝜇𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓(𝜕2𝑢
𝜕𝑥 2+
𝜕2𝑢
𝜕𝑦 2) +
𝛽𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓
(𝑇 − 𝑇∞)𝑔 sin (𝑥
𝑎)
Perhitungan untuk ruas kiri adalah sebagai berikut:
𝑢 𝜕𝑢
𝜕𝑥 + 𝑣
𝜕𝑢
𝜕𝑦 = 𝑢𝑈∞
𝜕(𝑢𝑈∞)
𝜕(𝑥𝑎)+
𝑣𝑈∞
𝑅𝑒12
𝜕(𝑢𝑈∞)
𝜕 (𝑦𝑎
𝑅𝑒12
)
= 𝑢𝑈∞
2
𝑎
𝜕𝑢
𝜕𝑥+ 𝑣
𝑈∞2 𝑅𝑒
12
𝑎𝑅𝑒12
𝜕𝑢
𝜕𝑦
=𝑈∞
2
𝑎(𝑢
𝜕𝑢
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑢
𝜕𝑦)
Perhitungan untuk ruas kanan adalah sebagai berikut:
−1
𝜌𝑛𝑓
𝜕𝑝
𝜕𝑥 +
𝜇𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓(𝜕2𝑢
𝜕𝑥 2+
𝜕2𝑢
𝜕𝑦 2) +
𝛽𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓
(𝑇 − 𝑇∞)𝑔 sin (𝑥
𝑎) =
−1
𝜌𝑛𝑓
𝜕(𝑝𝜌𝑛𝑓𝑈∞2 )
𝜕(𝑎𝑥)+
𝜇𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓
(
𝜕2(𝑢𝑈∞)
𝜕(𝑎𝑥)2+
𝜕2(𝑢𝑈∞)
𝜕 (𝑎𝑦
𝑅𝑒1
2⁄)2
)
+(𝜒𝜌𝑠𝛽𝑠 + (1 − 𝜒)𝜌𝑓𝛽𝑓)
𝜌𝑛𝑓𝑇(𝑇𝑤 − 𝑇∞)𝑔 sin (
(𝑎𝑥)
𝑎) =
−𝜌𝑛𝑓𝑈∞
2
𝑎𝜌𝑛𝑓
𝜕𝑝
𝜕𝑥+
𝜇𝑛𝑓𝑈∞
𝜌𝑛𝑓𝑎2
(𝜕2𝑢
𝜕𝑥2+ 𝑅𝑒
𝜕2𝑢
𝜕𝑦2)
+(𝜒𝜌𝑠𝛽𝑠 + (1 − 𝜒)𝜌𝑓𝛽𝑓)
𝜌𝑛𝑓𝑇(𝑇𝑤 − 𝑇∞)𝑔 sin(𝑥) =
−𝑈∞
2
𝑎
𝜕𝑝
𝜕𝑥+
𝜇𝑛𝑓𝑈∞
𝜌𝑛𝑓𝑎2(𝜕2𝑢
𝜕𝑥2+ 𝑅𝑒
𝜕2𝑢
𝜕𝑦2)
+(𝜒𝜌𝑠𝛽𝑠 + (1 − 𝜒)𝜌𝑓𝛽𝑓)
𝜌𝑛𝑓𝑇(𝑇𝑤 − 𝑇∞)𝑔 sin(𝑥)
Sehingga diperoleh persamaan kedua ruas yaitu:
𝑈∞2
𝑎(𝑢
𝜕𝑢
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑢
𝜕𝑦) = −
𝑈∞2
𝑎
𝜕𝑝
𝜕𝑥+
𝜇𝑛𝑓𝑈∞
𝜌𝑛𝑓𝑎2(𝜕2𝑢
𝜕𝑥2+ 𝑅𝑒
𝜕2𝑢
𝜕𝑦2)
+(𝜒𝜌𝑠𝛽𝑠 + (1 − 𝜒)𝜌𝑓𝛽𝑓)
𝜌𝑛𝑓𝑇(𝑇𝑤 − 𝑇∞)𝑔 sin(𝑥)
83
Selanjutnya kedua ruas dibagi dengan 𝑈∞
2
𝑎 sehingga diperoleh:
𝑢𝜕𝑢
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑢
𝜕𝑦= −
𝜕𝑝
𝜕𝑥+
𝜇𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓𝑎𝑈∞
(𝜕2𝑢
𝜕𝑥2+ 𝑅𝑒
𝜕2𝑢
𝜕𝑦2)
+𝑎
𝑈∞2
(𝜒𝜌𝑠𝛽𝑠 + (1 − 𝜒)𝜌𝑓𝛽𝑓)
𝜌𝑛𝑓𝑇(𝑇𝑤 − 𝑇∞)𝑔 sin(𝑥)
dengan 𝑅𝑒 =𝑈∞𝜌𝑓𝑎
𝜇𝑓 maka diperoleh:
𝑢𝜕𝑢
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑢
𝜕𝑦= −
𝜕𝑝
𝜕𝑥+
1
𝑅𝑒
𝜇𝑛𝑓𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓𝜇𝑓(𝜕2𝑢
𝜕𝑥2+ 𝑅𝑒
𝜕2𝑢
𝜕𝑦2)
+𝑎
𝑈∞2
(𝜒𝜌𝑠𝛽𝑠 + (1 − 𝜒)𝜌𝑓𝛽𝑓)
𝜌𝑛𝑓𝑇(𝑇𝑤 − 𝑇∞)𝑔 sin(𝑥)
Parameter non-dimensional yang digunakan pada tesis ini adalah sebagai berikut:
⋋=𝐺𝑟
𝑅𝑒2
dengan
𝐺𝑟 =𝑔𝛽𝑓(𝑇𝑤 − 𝑇∞)𝑎3𝜌𝑓
2
𝜇𝑓2
Sehingga diperoleh nilai ⋋ sebagai berikut:
⋋=
𝑔𝛽𝑓(𝑇𝑤 − 𝑇∞)𝑎3𝜌𝑓2
𝜇𝑓2
(𝑈∞𝜌𝑓𝑎
𝜇𝑓 )
2
⋋=𝑔𝛽𝑓(𝑇𝑤 − 𝑇∞)𝑎
𝑈∞2
Sehingga persamaan momentum non-dimensional arah sumbu-x menjadi:
𝑢𝜕𝑢
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑢
𝜕𝑦= −
𝜕𝑝
𝜕𝑥+
1
𝑅𝑒
𝜇𝑛𝑓𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓𝜇𝑓(𝜕2𝑢
𝜕𝑥2+ 𝑅𝑒
𝜕2𝑢
𝜕𝑦2)
+(𝜒𝜌𝑠𝛽𝑠 + (1 − 𝜒)𝜌𝑓𝛽𝑓)
𝜌𝑛𝑓
𝑔𝛽𝑓(𝑇𝑤 − 𝑇∞)𝑎
𝛽𝑓𝑈∞2
𝑇 sin(𝑥)
𝑢𝜕𝑢
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑢
𝜕𝑦= −
𝜕𝑝
𝜕𝑥+
1
𝑅𝑒
𝜇𝑛𝑓𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓𝜇𝑓(𝜕2𝑢
𝜕𝑥2+ 𝑅𝑒
𝜕2𝑢
𝜕𝑦2) +
(𝜒𝜌𝑠𝛽𝑠 + (1 − 𝜒)𝜌𝑓𝛽𝑓)
𝜌𝑛𝑓𝛽𝑓𝑇 ⋋ sin(𝑥)
Persamaan momentum arah sumbu-y :
84
(𝑢 𝜕𝑣
𝜕𝑥 + 𝑣
𝜕𝑣
𝜕𝑦 ) = −
1
𝜌𝑛𝑓
𝜕𝑝
𝜕𝑦 +
𝜇𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓(𝜕2𝑣
𝜕𝑥 2+
𝜕2𝑣
𝜕𝑦 2) +
𝛽𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓
(𝑇 − 𝑇∞)𝑔𝑦
Ruas Kiri :
𝑢 𝜕𝑣
𝜕𝑥 + 𝑣
𝜕𝑣
𝜕𝑦 = 𝑢𝑈∞
𝜕 (𝑣𝑈∞
𝑅𝑒12
)
𝜕(𝑥𝑎)+
𝑣𝑈∞
𝑅𝑒12
𝜕 (𝑣𝑈∞
𝑅𝑒12
)
𝜕 (𝑦𝑎
𝑅𝑒12
)
=𝑈∞
2
𝑎𝑅𝑒12
(𝑢𝜕𝑣
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑣
𝜕𝑦)
Ruas Kanan :
−1
𝜌𝑛𝑓
𝜕𝑝
𝜕𝑦 +
𝜇𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓(𝜕2𝑣
𝜕𝑥 2+
𝜕2𝑣
𝜕𝑦 2) + 𝛽𝑛𝑓(𝑇 − 𝑇∞)𝑔𝑦 =
−𝜌𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓
𝑈∞2 𝑅𝑒
12
𝑎
𝜕𝑝
𝜕𝑦+
𝜇𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓
𝑈∞
𝑎2(𝑅𝑒
12𝜕2𝑣
𝜕𝑦2+
1
𝑅𝑒12
𝜕2𝑣
𝜕𝑥2) +
𝛽𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓𝑇(𝑇𝑤 − 𝑇∞)𝑔 cos(𝑥)
Sehingga diperoleh persamaan kedua ruas yaitu:
𝑈∞2
𝑎𝑅𝑒12
(𝑢𝜕𝑣
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑣
𝜕𝑦) = −
𝑈∞2 𝑅𝑒
12
𝑎
𝜕𝑝
𝜕𝑦+
𝜇𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓
𝑈∞
𝑎2(𝑅𝑒
1
2𝜕2𝑣
𝜕𝑦2 +1
𝑅𝑒12
𝜕2𝑣
𝜕𝑥2) +
𝛽𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓𝑇(𝑇𝑤 −
𝑇∞)𝑔 cos(𝑥)
Selanjutnya kedua ruas dibagi dengan 𝑈∞
2 𝑅𝑒12
𝑎 sehingga diperoleh:
1
𝑅𝑒(𝑢
𝜕𝑣
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑣
𝜕𝑦)
= −𝜕𝑝
𝜕𝑦+
𝜇𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓
1
𝑎𝑈∞(𝜕2𝑣
𝜕𝑦2+
1
𝑅𝑒
𝜕2𝑣
𝜕𝑥2)
+𝑎
𝑅𝑒12𝑈∞
2
𝛽𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓
(𝑇 − 𝑇∞)𝑔 cos(𝑥)
Dengan 𝑅𝑒 =𝑈∞𝜌𝑓𝑎
𝜇𝑓 maka diperoleh:
1
𝑅𝑒(𝑢
𝜕𝑣
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑣
𝜕𝑦) = −
𝜕𝑝
𝜕𝑦+
𝜇𝑛𝑓
𝜇𝑓
𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓
1
𝑅𝑒(𝜕2𝑣
𝜕𝑦2 +1
𝑅𝑒
𝜕2𝑣
𝜕𝑥2)+
𝑎
𝑅𝑒12𝑈∞
2
𝛽𝑛𝑓
𝜌𝑛𝑓𝑇(𝑇𝑤 − 𝑇∞)𝑔 cos(𝑥)
Didefinisikan bahwa parameter non-dimensional sebagai berikut:
85
⋋=𝑔𝛽𝑓(𝑇𝑤 − 𝑇∞)𝑎
𝑈∞2
Sehingga persamaan momentum non-dimensional sumbu 𝑦 menjadi:
1
𝑅𝑒(𝑢
𝜕𝑣
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑣
𝜕𝑦) = −
𝜕𝑝
𝜕𝑦+
𝜇𝑛𝑓
𝜇𝑓
𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓
1
𝑅𝑒(𝜕2𝑣
𝜕𝑦2+
1
𝑅𝑒
𝜕2𝑣
𝜕𝑥2) +
1
𝑅𝑒12
(𝜒𝜌𝑠𝛽𝑠 + (1 − 𝜒)𝜌𝑓𝛽𝑓)
𝜌𝑛𝑓𝛽𝑓𝑇 cos(𝑥)
Persamaan Energi
Variabel non-dimensional yang digunakan pada persamaan energi adalah sebagai
berikut:
𝑥 =𝑥
𝑎 ; 𝑦 = 𝐺𝑟
14⁄ (
𝑦
𝑎) ; 𝑢 =
𝑎
𝜈𝐺𝑟
−12 𝑢 ̅; 𝑣 =
𝑎
𝜈𝐺𝑟
−14 𝑣 ̅; 𝑇 =
𝑘𝑛𝑓(𝑇 − 𝑇∞)
𝑎𝑇𝑤
Persamaan energi dimensional sebagai berikut:
𝑢 𝜕𝑇
𝜕𝑥 + 𝑣
𝜕𝑇
𝜕𝑦 = 𝛼𝑛𝑓
𝜕2𝑇
𝜕𝑦 2+
𝑄0
(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓
(𝑇 − 𝑇∞)
Perhitungan ruas kiri :
𝑢 𝜕𝑇
𝜕𝑥 + 𝑣
𝜕𝑇
𝜕𝑦 =
𝑢𝜈𝐺𝑟12
𝑎
𝜕 (𝑎𝑇𝑇𝑤𝑘𝑛𝑓
+ 𝑇∞)
𝜕(𝑎𝑥)+
𝑣𝜈𝐺𝑟1
4⁄
𝑎
𝜕 (𝑎𝑇𝑇𝑤𝑘𝑛𝑓
+ 𝑇∞)
𝜕 (𝑎𝑦𝐺𝑟−1
4⁄ )
=𝑢𝜈𝐺𝑟
12
𝑎(
𝜕 (𝑇𝑇𝑤𝑘𝑛𝑓
)
𝜕𝑥+
1
𝑎
𝜕𝑇∞𝜕𝑥
) +𝑣𝜈𝐺𝑟
12⁄
𝑎(
𝜕 (𝑇𝑇𝑤𝑘𝑛𝑓
)
𝜕𝑦+
1
𝑎
𝜕𝑇∞𝜕𝑦
)
=𝜈𝐺𝑟
12
𝑎
(
𝑢(
𝜕 (𝑇𝑇𝑤𝑘𝑛𝑓
)
𝜕𝑥+
1
𝑎
𝜕𝑇∞𝜕𝑥
) + 𝑣(
𝜕 (𝑇𝑇𝑤𝑘𝑛𝑓
)
𝜕𝑦+
1
𝑎
𝜕𝑇∞𝜕𝑦
)
)
Perhitungan ruas kanan :
𝛼𝑛𝑓
𝜕2𝑇
𝜕𝑦 2+
𝑄0
(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓
(𝑇 − 𝑇∞) =
𝛼𝑛𝑓 (𝜕2(
𝑎𝑇𝑇𝑤𝑘𝑛𝑓
+𝑇∞)
𝜕(𝑎𝑦𝐺𝑟−1
4⁄ )2)+
𝑄0
(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓
𝑎𝑇𝑇𝑤
𝑘𝑛𝑓 =
𝛼𝑛𝑓
𝑎(𝐺𝑟
1
2 (𝜕2(
𝑇𝑇𝑤𝑘𝑛𝑓
)
𝜕𝑦2 +1
𝑎
𝜕2𝑇∞
𝜕𝑦2 ))+ 𝑄0
(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓
𝑎𝑇𝑇𝑤
𝑘𝑛𝑓
86
Sehingga diperoleh persamaan kedua ruas yaitu:
𝜈𝐺𝑟12
𝑎(𝑢(
𝜕(𝑇𝑇𝑤𝑘𝑛𝑓
)
𝜕𝑥+
1
𝑎
𝜕𝑇∞
𝜕𝑥)+ 𝑣(
𝜕(𝑇𝑇𝑤𝑘𝑛𝑓
)
𝜕𝑦+
1
𝑎
𝜕𝑇∞
𝜕𝑦)) =
𝛼𝑛𝑓
𝑎(𝐺𝑟
1
2 (𝜕2(
𝑇𝑇𝑤𝑘𝑛𝑓
)
𝜕𝑦2 +
1
𝑎
𝜕2𝑇∞
𝜕𝑦2 )) + 𝑄0
(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓
𝑎𝑇𝑇𝑤
𝑘𝑛𝑓
Karena 𝑇𝑤 dan 𝑇∞ konstanta maka turunan terhadap 𝑥 dan 𝑦 bernilai nol sehingga persamaan kedua ruas menjadi :
𝜈𝑇𝑤𝐺𝑟12
𝑎𝑘𝑛𝑓(𝑢 (
𝜕𝑇
𝜕𝑥) + 𝑣 (
𝜕𝑇
𝜕𝑦)) =
𝛼𝑛𝑓𝑇𝑤𝐺𝑟12
𝑎𝑘𝑛𝑓(𝜕2𝑇
𝜕𝑦2) +
𝑎𝑄0𝑇𝑤
𝑘𝑛𝑓(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓
𝑇
Kedua ruas dibagi dengan 𝜈𝑇𝑤𝐺𝑟
12
𝑎𝑘𝑛𝑓 , maka akan diperoleh:
𝑢𝜕𝑇
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑇
𝜕𝑦=
𝛼𝑛𝑓
𝜈
𝜕2𝑇
𝜕𝑦2+
𝑎2𝑄0
𝜈𝐺𝑟12(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓
𝑇
Didefinisikan bahwa parameter dimensional yang digunakan adalah parameter
bilangan Prandtl sebagai berikut:
𝑃𝑟 =𝜈
𝛼𝑓
sehingga diperoleh persamaan energi non-dimensional sebagai berikut:
𝑢𝜕𝑇
𝜕𝑥+ 𝑣
𝜕𝑇
𝜕𝑦=
1
𝑃𝑟
𝛼𝑛𝑓
𝛼𝑓
𝜕2𝑇
𝜕𝑦2+ 𝑄𝑇
dengan :
𝑄 =𝑎2𝑄0
𝜈𝐺𝑟12(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓
=𝑎1/2𝑄0
(𝑔(𝑇𝑤 − 𝑇∞)𝛽𝑓)12(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓
87
Lampiran 2. Pmbentukan Persamaan Similaritas
Menurut Sarif dkk (2013), Hubungan antara fungsi alir (𝜓) dan persamaan
similaritas dirumuskan sebagai berikut:
𝜓 = 𝑥𝑓(𝑥, 𝑦) dan 𝑇 = 𝜃(𝑥, 𝑦)
Sehingga diperoleh:
𝜕𝜓
𝜕𝑦= 𝑥
𝜕𝑓
𝜕𝑦 ,
𝜕2𝜓
𝜕𝑦2 = 𝑥𝜕2𝑓
𝜕𝑦2 , 𝜕3𝜓
𝜕𝑦3 = 𝑥𝜕3𝑓
𝜕𝑦3, 𝜕4𝜓
𝜕𝑦4 = 𝑥𝜕4𝑓
𝜕𝑦4
𝜕𝜓
𝜕𝑥= 𝑓 + 𝑥
𝜕𝑓
𝜕𝑥 ,
𝜕2𝜓
𝜕𝑥2 = 𝑥 (𝜕𝑓
𝜕𝑥)2
+ 𝑓𝜕𝑓
𝜕𝑥+ 𝑥𝑓
𝜕2𝑓
𝜕𝑥2
𝜕2𝜓
𝜕𝑥𝜕𝑦=
𝜕𝑓
𝜕𝑦+ 𝑥
𝜕2𝑓
𝜕𝑥𝜕𝑦 ,
𝜕3𝜓
𝜕𝑥𝜕𝑦2 =𝜕2𝑓
𝜕𝑦2 + 𝑥𝜕3𝑓
𝜕𝑥𝜕𝑦2
Dalam Tesis ini diasumsikan bahwa 𝑢𝑒 = sin 𝑥.
`Persamaan momentum
𝜕𝜓
𝜕𝑦
𝜕2𝜓
𝜕𝑥𝜕𝑦−
𝜕𝜓
𝜕𝑥
𝜕2𝜓
𝜕𝑦2= 𝑢𝑒
𝑑𝑢𝑒
𝑑𝑥+
𝜇𝑛𝑓𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓𝜇𝑓
𝜕3𝜓
𝜕𝑦3+ (𝜒𝜌𝑠
𝛽𝑠
𝛽𝑓+ (1 − 𝜒)𝜌𝑓) ⋋ 𝑇 sin(𝑥)
𝑥𝜕𝑓
𝜕𝑦(𝜕𝑓
𝜕𝑦+ 𝑥
𝜕2𝑓
𝜕𝑥𝜕𝑦) − (𝑓 + 𝑥
𝜕𝑓
𝜕𝑥)(𝑥
𝜕2𝑓
𝜕𝑦2)
= sin 𝑥𝑑 sin 𝑥
𝑑𝑥+
𝜇𝑛𝑓
𝜇𝑓
𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓(𝑥
𝜕3𝑓
𝜕𝑦3) + (
𝜒𝜌𝑠𝛽𝑠
𝛽𝑓+ (1 − 𝜒)𝜌𝑓)
⋋ 𝑇 sin(𝑥)
(𝑥 (𝜕𝑓
𝜕𝑦)2
+ 𝑥2𝜕2𝑓
𝜕𝑥𝜕𝑦) − (𝑓𝑥
𝜕2𝑓
𝜕𝑦2+ 𝑥2
𝜕2𝑓
𝜕𝑦2
𝜕𝑓
𝜕𝑥)
= sin 𝑥 cos 𝑥 +𝜇𝑛𝑓
𝜇𝑓
𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓(𝜕3𝑓
𝜕𝑦3) + (
𝜒𝜌𝑠𝛽𝑠
𝛽𝑓+ (1 − 𝜒)𝜌𝑓)
⋋ 𝑇 sin(𝑥)
((𝜕𝑓
𝜕𝑦)2
+ 𝑥𝜕2𝑓
𝜕𝑥𝜕𝑦) − (𝑓
𝜕2𝑓
𝜕𝑦2+ 𝑥
𝜕2𝑓
𝜕𝑦2
𝜕𝑓
𝜕𝑥)
=sin 2𝑥
2𝑥+
𝜇𝑛𝑓
𝜇𝑓
𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓(𝜕3𝑓
𝜕𝑦3) + (
𝜒𝜌𝑠𝛽𝑠
𝛽𝑓+ (1 − 𝜒)𝜌𝑓) ⋋ 𝑇
sin 𝑥
𝑥
Pada penulisan Tesis ini, dibatasi pada titik stagnasi terendah dari silinder
horizontal (𝑥 ≈ 0) maka persamaan momentum similaritas adalah sebagai berikut:
(𝜕𝑓
𝜕𝑦)2
− 𝑓𝜕2𝑓
𝜕𝑦2= 1 +
𝜇𝑛𝑓
𝜇𝑓
𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓(𝜕3𝑓
𝜕𝑦3) + (
𝜒𝜌𝑠𝛽𝑠
𝛽𝑓+ (1 − 𝜒)𝜌𝑓) ⋋ 𝑇
Atau dapat ditulis sebagai berikut:
(𝑓′)2 − 𝑓𝑓′′ = 1 +𝜇𝑛𝑓
𝜇𝑓
𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓
(𝑓′′′) + (𝜒𝜌𝑠𝛽𝑠
𝛽𝑓+ (1 − 𝜒)𝜌𝑓) ⋋ 𝑇
88
Persamaan energi
(𝜕𝜓
𝜕𝑦)𝜕𝑇
𝜕𝑥− (
𝜕𝜓
𝜕𝑥)𝜕𝑇
𝜕𝑦=
1
𝑃𝑟
𝛼𝑛𝑓
𝛼𝑓
𝜕2𝑇
𝜕𝑦2+ 𝛾𝑇
𝑥𝜕𝑓
𝜕𝑦
𝜕𝑇
𝜕𝑥− (𝑓 + 𝑥
𝜕𝑓
𝜕𝑥)𝜕𝑇
𝜕𝑦=
1
𝑃𝑟
𝛼𝑛𝑓
𝛼𝑓
𝜕2𝑇
𝜕𝑦2+ 𝛾𝑇
𝑥𝜕𝑓
𝜕𝑦
𝜕𝑇
𝜕𝑥− 𝑥
𝜕𝑓
𝜕𝑥
𝜕𝑇
𝜕𝑦= 𝑓
𝜕𝑇
𝜕𝑦+
1
𝑃𝑟
𝛼𝑛𝑓
𝛼𝑓
𝜕2𝑇
𝜕𝑦2+ 𝛾𝑇
Pada penulisan Tesis ini, dibatasi pada titik stagnasi terendah dari silinder
horizontal (𝑥 ≈ 0) maka persamaan momentum similaritas adalah sebagai berikut:
0 = 𝑓𝜕𝑇
𝜕𝑦+
1
𝑃𝑟
𝛼𝑛𝑓
𝛼𝑓
𝜕2𝑇
𝜕𝑦2+ 𝛾𝑇
Atau dapat ditulis
0 = 𝑓𝑇′ +1
𝑃𝑟
𝛼𝑛𝑓
𝛼𝑓𝑇′′ + 𝛾𝑇
Telah diperoleh persamaan similaritas yaitu:
(𝑓′)2 − 𝑓𝑓′′ = 1 +𝜇𝑛𝑓
𝜇𝑓
𝜌𝑓
𝜌𝑛𝑓(𝑓′′′) + (
𝜒𝜌𝑠𝛽𝑠
𝛽𝑓+ (1 − 𝜒)𝜌𝑓) ⋋ 𝑇
dan
0 = 𝑓𝑇′ +1
𝑃𝑟
𝛼𝑛𝑓
𝛼𝑓𝑇′′ + 𝛾𝑇
dengan kondisi batas sebagai berikut:
𝑓 = 𝑓′ = 0 dan 𝑇 = 1 untuk 𝑦 = 0
𝑥𝑓′ = sin 𝑥 dan 𝑇 = 0 untuk 𝑦 → ∞
89
Lampiran 3 : Variasi nilai parameter sumber panas (Q)
𝑄 =𝑎1/2𝑄0
(𝑔𝛽𝑓(𝑇𝑤 − 𝑇∞))1/2
(𝜌𝐶𝑝)𝑛𝑓
𝑄 =𝑎1/2𝑄0
(𝑔𝛽𝑓(𝑇𝑤 − 𝑇∞))1/2
[(1 − 𝜒)(𝜌𝐶𝑝)𝑓 + 𝜒(𝜌𝐶𝑝)𝑠]
Nilai parameter tetap
a 10
g 9.80665 𝛽𝑓 0.00021
𝑇𝑤 400
𝑇∞ 300
𝜒 0.1
𝜌𝑓 997.1 (𝐶𝑝)𝑓 4179
𝜌𝑠 8933 (𝐶𝑝)𝑠 385
Maka nilai sumber panas (Q) dengan memvariasi nilai sumber panas awal (Q0)
adalah :
Q0 400 450 500 750 1000 1500
Q 0.00068 0.00077 0.00085 0.00128 0.00170 0.00255
Nilai sumber panas (Q) maksimal yang dapat di-running program Matlab R2012a
adalah sebagai berikut:
Q0 (Ko) 190.000 60.000 30.000 19.000
a (m) 10 100 500 1000
Q 0.3234 0.3229 0.3611 0.3234
90
91
Lampiran 4 : Program Simulasi menggunakan Matlab R2012a
clear all clc close all format long np = 500; nr = np+1; eps = 0.00001;
%% Nilai Awal Parameter yang di Variasi lambda = 1; %input('input konveksi campuran = '); Pr = 6.2; %input('input bilangan Prandtl = '); % Chi = 0.1; %input('input volume Fraction = ');
% koefisien-koefisien parameter pembangkit panas; jari = 10; %input('jari-jari silinder = '); Q0 = 500; %input('input pembangkit panas = '); g = 9.80665; %input('gaya gravitasi = '); Tw = 400; %input('temperatur dinding silinder = '); Tinf = 300; %input('temperatur diluar lapisan batas = ');
%% Koefisien Parameter nano % Fluid phase (water) rhof = 997.1; %input('input density of the base fluid
fraction = '); Bf = 0.00021; %input('input thermal expansion coefficient of
the base fluid fraction = '); kf = 0.613; %input('input thermal conductivity of the base
fluid = '); cf = 4179; %input('input heat capacity of the base fluid
= ');
% Nanoparticles Cu rhos = 8933; %input('input density of the solid fraction Cu
= '); Bs = 0.0000167; %input('input thermal expansion coefficient of
the solid fraction Cu = '); ks = 400; %input('input thermal conductivity of the
solid Cu = '); cs = 385; %input('input heat capacity of the solid Cu =
');
% % Nanoparticles Al2O3 % rhos=3970; %input('input density of the solid fraction
Al2O3 = '); % Bs=0.0000085; %input('input thermal expansion coefficient of
the solid fraction Al2O3 = '); % ks=40; %input('input thermal conductivity of the solid
Al2O3 = '); % cs=765; %input('input heat capacity of the solid Al2O3 =
');
% Nanoparticles TiO2
92
% rhos=4250; %input('input density of the solid fraction TiO2
= '); % Bs=0.000009; %input('input thermal expansion coefficient of
the solid fraction TiO2 = '); % ks=8.9538; %input('input thermal conductivity of the solid
TiO2 = '); % cs=686.2; %input('input heat capacity of the solid TiO2 =
');
% Nilai awal partisi (Delta eta) del_eta = 0.01; eta(1) = 0.0; eta_c(1) = 0.0; etu(1) = 0.0;
% Input Variasi Parameter
% konveksi_campuran(1)=0.5; % konveksi_campuran(2)=2; % konveksi_campuran(3)=4; % konveksi_campuran(4)=6;
% Prandtl(1)=1.2; % Prandtl(2)=3.2; % Prandtl(3)=6.2; % Prandtl(4)=13.2;
volume_Fraction(1)=0.1; volume_Fraction(2)=0.12; volume_Fraction(3)=0.135; volume_Fraction(4)=0.15;
% sb_panas(1)=0.00058; % sb_panas(2)=0.1; % sb_panas(3)=0.2; % sb_panas(4)=0.32;
% jari_jari(1)=1; % jari_jari(2)=4; % jari_jari(3)=9; % jari_jari(4)=100;
% Iterasi partisi (Delta eta) for j = 2:nr eta(j) = eta(j-1) + del_eta; eta_c(j) = 0.5*(eta(j) + eta(j-1)); end for j=1:np etu(j)= eta_c(j); end
% Iterasi variasi parameter for i=1:4 % lambda = konveksi_campuran(i); % Pr = Prandtl(i); Chi = volume_Fraction(i);
93
% Q = sb_panas(i); % jari = jari_jari(i); k = 1; stop = 1; while stop > eps;
% Koefisien persamaan momentum dan energi A = 1/(((1-Chi)^2.5)*(1-Chi+(Chi*(rhos/rhof)))); B =((Chi*rhos*(Bs/Bf)/((1-Chi)*rhof+Chi*rhos))+(((1-
Chi)*rhof)/(Chi*rhos+(1-Chi)*rhof)))*lambda; C =(1/Pr)*(((ks+2*kf)+2*Chi*(ks-kf))/((ks+2*kf)-Chi*(ks-
kf)))*(1/((1-Chi)+Chi*((rhos*cs)/(rhof*cf)))); D =((jari^0.5)*Q0)/(((g*(Tw-Tinf)*Bf)^0.5)*(((1-
Chi)*rhof*cf)+(Chi*rhos*cs))); % D = Q;
for j=1:np % Kondisi Awal f(j,1) = (1/4)*((eta(j))^2/eta(j+1))*(3-
0.5*((eta(j)/eta(j+1))^2)); u(j,1) = 0.9875*(eta(j)/eta(j+1))*(3-2*((eta(j)/eta(j+1))^2)); v(j,1) = (3/2)*(1/eta(j+1))*(1-((eta(j)/eta(j+1))^2)); T(j,1) = 1-(eta(j)/eta(j+1))^2; w(j,1) = -2*(eta(j)/eta(j+1))*(1/eta(j+1));
end
for j = 2:np fb(j,k) = 0.5*(f(j,k)+f(j-1,k)); ub(j,k) = 0.5*(u(j,k)+u(j-1,k)); vb(j,k) = 0.5*(v(j,k)+v(j-1,k)); Tb(j,k) = 0.5*(T(j,k)+T(j-1,k)); wb(j,k) = 0.5*(w(j,k)+w(j-1,k)); dervb(j,k) = (v(j,k)-v(j-1,k))/del_eta; fvfvb(j,k) = fb(j,k)*vb(j,k); unb(j,k) = (ub(j,k))^2; derwb(j,k) = (w(j,k)-w(j-1,k))/del_eta; fwfwb(j,k) = fb(j,k)*wb(j,k);
% Komponen matriks hasil eliminasi blok a1(j,k) = ((del_eta/2)*fb(j,k))+A; a2(j,k) = a1(j,k)-(2*A) ; a3(j,k) = (del_eta/2)*vb(j,k); a4(j,k) = a3(j,k); a5(j,k) = (-del_eta/2)*ub(j,k); a6(j,k) = a5(j,k); a7(j,k) = B*(del_eta/2); a8(j,k) = a7(j,k);
b1(j,k) = ((del_eta/2)*fb(j,k))+C; b2(j,k) = b1(j,k)-2*C ; b3(j,k) = (del_eta/2)*wb(j,k); b4(j,k) = b3(j,k); b5(j,k) = D*(del_eta/2); b6(j,k) = b5(j,k);
94
q1(j,k) = -f(j,k)+f(j-1,k)+(del_eta*ub(j,k)); q2(j,k) = -u(j,k)+u(j-1,k)+(del_eta*vb(j,k)); q3(j,k) = -T(j,k)+T(j-1,k)+(del_eta*wb(j,k)); q4(j,k) = (del_eta*unb(j,k))-(del_eta*fvfvb(j,k))-del_eta-
(A*(v(j,k)-v(j-1,k)))-(B*del_eta*Tb(j,k)); q5(j,k) = (-del_eta*fwfwb(j,k))-C*(w(j,k)-w(j-1,k))-
D*del_eta*Tb(j,k); end
% Matriks eliminasi blok a{2,k} = [0 0 1 0 0;-0.5*del_eta 0 0 -0.5*del_eta 0;0 -1 0 0 -
0.5*del_eta;a2(2,k) a8(2,k) a3(2,k) a1(2,k) 0;0 b6(2,k) b3(2,k) 0
b1(2,k)]; for j = 3:np a{j,k} = [-0.5*del_eta 0 1 0 0; -1 0 0 -0.5*del_eta 0; 0 -
1 0 0 -0.5*del_eta; a6(j,k) a8(j,k) a3(j,k) a1(j,k) 0; 0 b6(j,k)
b3(j,k) 0 b1(j,k)]; b{j,k} = [0 0 -1 0 0; 0 0 0 -0.5*del_eta 0; 0 0 0 0 -
0.5*del_eta; 0 0 a4(j,k) a2(j,k) 0; 0 0 b4(j,k) 0 b2(j,k)]; end; for j = 2:np c{j,k} = [-0.5*del_eta 0 0 0 0; 1 0 0 0 0; 0 1 0 0 0;
a5(j,k) a7(j,k) 0 0 0; 0 b5(j,k) 0 0 0]; end;
%%Algoritma LU alfa{2,k} = a{2,k}; gamma{2,k} = inv(alfa{2,k})*c{2,k}; for j = 3:np alfa{j,k} = a{j,k}-(b{j,k}*gamma{j-1,k}); gamma{j,k} = inv(alfa{j,k})*c{j,k}; end; for j = 2:np qq{j,k} = [q1(j,k);q2(j,k);q3(j,k);q4(j,k);q5(j,k)]; end; ww{2,k} = inv(alfa{2,k})*qq{2,k}; for j = 3:np ww{j,k} = inv(alfa{j,k})*(qq{j,k}-(b{j,k}*ww{j-1,k})); end;
%% backward sweep %kondisi batas delf(1,k) = 0; delu(1,k) = 0; delT(1,k) = 0; delu(np,k) = 0; delT(np,k) = 0; dell{np,k} = ww{np,k};
for j = np-1:-1:2 dell{j,k} = ww{j,k} - (gamma{j,k}*dell{j+1,k}); end; delv(1,k) = dell{2,k}(1,1); delw(1,k) = dell{2,k}(2,1); delf(2,k) = dell{2,k}(3,1); delv(2,k) = dell{2,k}(4,1); delw(2,k) = dell{2,k}(5,1);
95
for j = np:-1:3 delu(j-1,k) = dell{j,k}(1,1); delT(j-1,k) = dell{j,k}(2,1); delf(j,k) = dell{j,k}(3,1); delv(j,k) = dell{j,k}(4,1); delw(j,k) = dell{j,k}(5,1); end;
%% Newton's Method for j = 1:np f(j,k+1) = f(j,k) + delf(j,k); u(j,k+1) = u(j,k) + delu(j,k); v(j,k+1) = v(j,k) + delv(j,k); T(j,k+1) = T(j,k) + delT(j,k); w(j,k+1) = w(j,k) + delw(j,k); end; stop = abs(delv(1,k)); kmax = k; k = k + 1; end
for j = 1:np ff(j) = f(j,k); uu(j) = u(j,k); vv(j) = v(j,k); TT(j) = T(j,k); www(j)= w(j,k); end for j=1:np ffb(j) = fb(j,kmax); uub(j) = ub(j,kmax); vvb(j) = vb(j,kmax); TTb(j) = Tb(j,kmax); wwwb(j) = wb(j,kmax); ddervb(j) = dervb(j,kmax); dderwb(j) = derwb(j,kmax); end
if(i==1) figure(1) plot(etu,u(:,kmax),'--.g','linewidth',2') hold on; figure(2) plot(etu,T(:,kmax),'--.g','linewidth',2') hold on;
elseif(i==2) figure(1) plot(etu,u(:,kmax),'-b','linewidth',2') hold on; figure(2) plot(etu,T(:,kmax),'-b','linewidth',2') hold on;
96
elseif(i==3) figure(1) plot(etu,u(:,kmax),'-.r','linewidth',2') hold on; figure(2) plot(etu,T(:,kmax),'-.r','linewidth',2') hold on;
elseif(i==4) figure(1) plot(etu,u(:,kmax),'-black','linewidth',2') hold on; grid on; % title('Profil Kecepatan dengan Variasi Konveksi Campuran') % title('Profil Kecepatan dengan Variasi Bilangan Prandtl') % title('Profil Kecepatan dengan Variasi Volume Fraction') title('Profil Kecepatan dengan Variasi Sumber Panas') % title('Profil Kecepatan dengan Variasi Jari-jari Silinder')
% legend('lambda = 0.5','lambda = 2','lambda = 4','lambda = 6') % legend('Prandtl = 1.2','Prandtl = 3.2','Prandtl = 6.2','Prandtl
= 13.2') % legend('chi = 0.1','chi = 0.12','chi = 0.135','chi = 0.15') legend('sb.panas = 0.00058','sb.panas = 0.1','sb.panas =
0.2','sb.panas = 0.32') % legend('jari = 1','jari = 4','jari = 9','jari = 100') xlabel('eta') ylabel(' Kecepatan ')
figure(2) plot(etu,T(:,kmax),'-black','linewidth',2') hold on; grid on; % title('Profil Temperatur dengan Variasi Konveksi Campuran') % title('Profil Temperatur dengan Variasi Bilangan Prandtl') % title('Profil Temperatur dengan Variasi Volume Fraction') title('Profil Temperatur dengan Variasi Sumber Panas') % title('Profil Temperatur dengan Variasi Jari-jari Silinder')
% legend('lambda = 0.5','lambda = 2','lambda = 4','lambda = 6') % legend('Prandtl = 1.2','Prandtl = 3.2','Prandtl = 6.2','Prandtl
= 13.2') % legend('chi = 0.1','chi = 0.12','chi = 0.135','chi = 0.15') legend('sb.panas = 0.00058','sb.panas = 0.1','sb.panas =
0.2','sb.panas = 0.32') % legend('jari = 1','jari = 4','jari = 9','jari = 100') xlabel('eta') ylabel('Temperatur') end end
97
BIODATA PENULIS
Penulis bernama lengkap Bagus Juliyanto,
dilahirkan di Desa Kalen, Kecamatan Dlanggu, Kabupaten
Mojokerto pada tanggal 2 Juli 1980 dan merupakan anak
pertama dari 2 bersaudara pasangan H. Qoro’in Khoir
Sutono (Wafat pada tanggal 26 Maret 2017) dan Hj.
Shofwatul Azzam Suliyatin. Pendidikan formal yang telah
ditempuh yaitu SDN Sumberanyar II/351 Banyuputih
Situbondo lulus tahun 1992, SMPN 1 Banyuputih
Situbondo lulus tahun 1995. Setelah menyelesaikan
pendidikan di SMAN 1 Situbondo pada tahun 1998,
penulis melanjutkan pendidikan S1 di Jurusan Matematika
FMIPA Universitas Jember dan lulus pada tahun 2002
dalam bidang minat Geometri Rancang Bangun. Sejak tahun 2004 penulis menjadi
Dosen di Jurusan Matematika FMIPA Universitas Jember. Pada tahun 2014 penulis
melanjutkan studi S2 di Departemen Matematika ITS dengan sumber dana dari
beasiswa BPPDN Dirjen DIKTI. Pada jenjang pendidikan S2, penulis mengambil
bidang minat penelitian Pemodelan Matematika dan Simulasi. Informasi, kritik, dan
saran yang berhubungan dengan Tesis ini dapat dikirimkan melalui e-mail: