Upload
rizky-amelia
View
45
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
seminar ke SD-an
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Secara umum pendidikan dipandang sebagai faktor utama dalam bidang
pembangunan. Pandangan ini mengandung suatu pengertian bahwa pendidikan dapat
memotori dan menopang proses pembangunan. Oleh karena itu, pendidikan menjadi
salah satu kebutuhan masyarakat yang dianggap sangat penting. Namun cukup
banyak permasalahan yang dihadapi dalam proses pemenuhan akan pendidikan,
khususnya di Indonesia yaitu masalah kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan dari
lembaga pendidikan pada jenjang tertentu dapat dilihat dari kualitas lulusan yang
dihasilkannya.
Salah satu indikator untuk menilai kualitas pendidikan adalah prestasi belajar
yang dicapai oleh siswa. Menurut Muhibbin (2011: 141), “Prestasi belajar adalah
tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah
program”. Prestasi belajar ini digunakan untuk menilai hasil pembelajaran para siswa
pada akhir jenjang pendidikan tertentu. Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat
dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan,
keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik (Syaodih, 2003: 102-103).
Rendahnya prestasi belajar merupakan salah satu masalah yang sering kita
jumpai dalam masyarakat kita dan masalah ini hampir terdapat di seluruh sekolah
baik itu tingkat dasar, menengah bahkan di perguruan tinggi. Sebagai bangsa yang
ingin maju, kita juga tentu menginginkan agar kualitas pendidikan kita dapat
meningkat. Tetapi persoalannya adalah bahwa masalah pendidikan ini sangat
kompleks yang terkait dengan berbagai hal, dari masalah kebijakan pemerintah secara
nasional sampai dengan masalah yang menyangkut masing-masing peserta didik.
Mengingat pentingnya mutu pendidikan, maka perlulah kiranya untuk
menyelidiki variabel-variabel yang berhubungan dan sejauh mana hubungan tersebut
dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Karena kebanyakan orang percaya
kegagalan anaknya disebabkan oleh kemampuan otaknya yang kurang. Mereka belum
menyadari bahwa masih banyak faktor lain yang ikut menentukan keberhasilan studi
anak. Meskipun kita tidak dapat menyangkal bahwa otak yang cerdas merupakan
faktor yang dominan dalam menentukan studi seseorang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar banyak jenisnya, tetapi dapat
digolongkan menjadi dua yaitu faktor ekstern dan faktor intern. Ini sesuai dengan
pendapat Slameto (2003 : 54) yang menyatakan bahwa, “Faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa digolongkan menjadi dua golongan saja yaitu
faktor internal dan faktor eksternal”. Faktor ekstern yaitu faktor yang ada pada luar
individu, dapat berasal dari keluarga, sekolah, masyarakat, sebagai contoh yaitu
keharmonisan keluarga, pendidikan dan pendapatan orang tua. Faktor intern adalah
faktor yang ada dalam diri individu siswa, baik berasal dari jasmani maupun rohani
seperti cacat tubuh, aspek psikologis anak dan sikap siswa terhadap pelajaran tertentu.
Faktor penentu keberhasilan belajar dalam proses pembelajaran adalah
individu sebagai pelaku dalam kegiatan belajar. Tanpa kesadaran, kemauan, dan
keterlibatan individu dalam pembelajaran, maka hasil belajar kurang maksimal.
Belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Namun untuk pertama kalinya
aktivitas belajar dilakukan dalam lingkungan keluarga, sebab keluarga adalah
lingkungan yang pertama dan utama bagi pendidikan anak. Kondisi keluarga sangat
berpengaruh terhadap perilaku siswa, karena dari lingkungan inilah siswa mulai
berinteraksi dengan orang lain, baik keluarga maupun masyarakat sekitarnya.
Variabel status keluarga seperti tingkat pendidikan orangtua telah dianggap
sebagai faktor yang berpengaruh terhadap prestasi akademik anak-anak. Tingkat
pendidikan orang tua akan menentukan cara orang tua dalam membimbing dan
mengarahkan anaknya dalam hal pendidikan. Tingkat pendidikan orang tua yang
rendah akan cenderung sempit wawasannya terhadap pendidikan, sedangkan tingkat
pendidikan orang tua yang tinggi akan lebih luas wawasannya terhadap pendidikan.
Mereka akan mengarahkan dan membimbing anaknya untuk terus menambah ilmu
sehingga anak tersebut mempunyai minat dalam belajar.
Peneliti pernah melakukan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP
Negeri 3 Sigli Kabupaten Pidie pada bulan Agustus sampai dengan bulan November
2012. Dalam proses pembelajaran, peneliti banyak menemukan perbedaan sikap
belajar antara satu siswa dengan siswa lainnya. Oleh karena itulah, peneliti menjadi
tertarik untuk membuat penelitian tentang sikap siswa tersebut.
Di samping itu, di daerah pedesaan atau di daerah pelosok penghasilan orang
tua relatif dianggap homogen. Tetapi akan menjadi lain bila kita mengamati hal yang
sama pada SMP Negeri 3 Sigli, mengingat bahwa SMP ini adalah sekolah yang
berlokasi di daerah pinggiran pantai. Sebagaimana yang dimaksudkan dari penelitian
ini penulis melihat penghasilan sebulan dari orang tua siswa. Berlatar belakang
sosiokultur pedesaan dan bahkan sekelompok orang pedesaan bersosiokultur
perkotaan, maka tentu penghasilan keluarga disana juga jadi bervariasi dan heterogen.
Keadaan dengan penghasilan orang tua yang bervariasi dan heterogen seperti ini
menciptakan karakteristik tersendiri yang khas. Dengan kondisi penghasilan orang
tua seperti di atas juga dapat menyebabkan prestasi belajar siswa yang beraneka
ragam.
Dari paparan diatas, penulis berkeinginan untuk mengadakan penelitian
dengan judul “Pengaruh Pendidikan Orang Tua terhadap Prestasi Belajar Siswa
SMP Sekolah Dasar”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemikiran seperti yang telah diuraikan di atas maka lingkup
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini difokuskan pada pengaruh
pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar siswa Sekolah Dasar dari variabel-
variabel tersebut. Untuk lebih jelasnya maka masalah penelitian dirumuskan seperti
berikut:
a. Bagaimana pengaruh pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar siswa
Sekolah Dasar?
b. Adakah pengaruh langsung pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar
siswa Sekolah Dasar?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
a. Pengaruh pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar siswa Sekolah Dasar
b. Pengaruh pendidikan orang tua, pendapatan orang tua, dan sikap siswa
terhadap prestasi belajar matematika siswa SMP Negeri 3 Sigli, baik secara
individual maupun klasikal.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
a. Menjadi bahan informasi bagi orang tua siswa maupun para pengelola
pendidikan dalam kaitannya dengan usaha peningkatan mutu pendidikan yaitu
prestasi belajar siswa.
b. Sebagai bahan informasi bagi peneliti-peneliti selanjutnya terutama yang erat
kaitannya dengan permasalahan di atas.
B A B II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Konsep dan Pengertian Belajar
Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan banyak faktor. Faktor-faktor
tersebut saling berhubungan sehingga menjadi kompleks. Definisi yang tepat tentang
belajar menjadi semakin rumit, namun demikian dengan sudut pandang yang beragam
para ahli pendidikan telah mencoba memberikan definisi tentang belajar. Winkel
(Darsono, 2000: 4) menyatakan bahwa, “Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis
dalam interaksi aktif subyek dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan-
perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap yang bersifat
menetap”.
Pendapat senada dikemukakan oleh Garrett (Rasyad, 2003: 29) yang
menyatakan bahwa, “Belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka
waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan
diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu”. Pengertian
belajar selanjutnya dikemukakan oleh Slameto (2003: 57) yang menyatakan bahwa,
“Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan secara menyeluruh sebagai hasil
pengalaman anak itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungan”. Dari sudut
pandang lain, Ahmadi (2003: 81) menyatakan bahwa, “Belajar adalah suatu proses,
bukan suatu hasil. Oleh karena itu, belajar berlangsung secara aktif dan integratif
dengan menggunakan berbagai bentuk perubahan untuk mencapai tujuan”.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses
yang membawa perubahan tingkah laku berupa pengetahuan pada diri anak sehingga
terjadi perubahan-perubahan yang lebih baik dari yang dicapai sebelumnya.
Perubahan terjadi karena adanya usaha anak yang sengaja dilakukan untuk mencapai
tujuan. Salah satu cara untuk mengetahui bahwa untuk mencapai tujuan tersebut
sudah dicapai atau belum maka pengetahuan anak dapat dilihat melalui tes yang
diberikan oleh gurunya.
2.2 Prestasi Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
2.2.1 Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
belajar, karena prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh peserta didik dari
suatu kegiatan belajar. Darmadi (2009: 100) menyatakan bahwa, “Prestasi belajar
adalah sebuah kecakapan atau keberhasilan yang diperoleh seseorang setelah
melakukan sebuah kegiatan dan proses belajar sehingga dalam diri seseorang tersebut
mengalami perubahan tingkah laku sesuai dengan kompetensi belajarnya”.
Dalam proses pendidikan prestasi dapat diartikan sebagai hasil dari proses
belajar mengajar yakni, penguasaan, perubahan emseosional, atau perubahan tingkah
laku yang dapat diukur dengan tes tertentu (Abdullah, 2008: 13). Sedangkan menurut
Haryati (2008: 43), ”Prestasi belajar merupakan hasil usaha yang dilakukan dan
menghasilkan perubahan yang dinyatakan dalam bentuk simbol untuk menunjukkan
kemampuan pencapaian belajar dalam waktu tertentu”.
Dari pengertian diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa prestasi belajar
merupakan hasil yang telah dicapai murid, yaitu perubahan tingkah laku yang
dinyatakan dalam bentuk angka yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah
materi pelajaran yang telah dipelajari. Ini berarti bahwa prestasi merupakan suatu
ukuran berhasil tidaknya seorang siswa setelah mengikuti pelajaran tertentu termasuk
pelajaran matematika.
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi belajar siswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang
berasal dari dirinya (internal) maupun dari luar dirinya (eksternal). Faktor yang
berasal dari diri sendiri meliputi faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor
kematangan fisik maupun psikis. Sedangkan faktor yang berasal dari luar dirinya
meliputi faktor sosial (lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan
masyarakat dan lingkungan masyarakat), faktor budaya, faktor lingkungan fisik, dan
faktor lingkungan spiritual.
a. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam individu yang
bersangkutan dengan seluruh pribadi baik fisik maupun mental. Faktor ini dibagi
menjadi dua faktor yaitu:
a. Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis yang mempengaruhi prestasi belajar siswa
adalah sebagai berikut:
i. Kesehatan jasmani
Kesehatan jasmani sangat mempengaruhi dalam proses belajar
mengajar, anak didik yang mengalami kekurangan fisik akan mengalami
kesulitan dalam belajar. Adapun cacat jasmani yang mungkin ada pada
anak didik di antaranya adalah tuli, bisu dan sebagainya.
Cacat yang telah disebut di atas, jika salah satunya ada pada anak
didik maka si anak akan terganggu dalam proses belajar dan merasa
minder sehingga dia akan tertinggal dalam belajar.
ii. Kesehatan rohani
Kesehatan rohani juga sangat penting dan berpengaruh dalam
proses belajar, dapat kita lihat bahwa kegiatan yang disebut berpikir dalam
prosesnya sangat berkait dengan kemampuan kecerdasan siswa.
Kecerdasan sangat dipengaruhi oleh kegiatan belajar, jika siswa lemah
dalam berpikir maka akan mengalami kesulitan dalam proses belajar.
Kegiatan belajar siswa banyak tergantung pada faktor ingatan dan
perasaan.
b. Faktor psikologis
Jika seseorang anak yang mengalami gangguan psikologis dalam
belajar akan mengganggu kebahagiaan fisik yang pada akhirnya berpengaruh
pada prestasi belajar siswa. Faktor psikologis adalah faktor yang
mempengaruhi kejiwaan. Adapun faktor ini antara lain:
a. Intelegensi
Intelegensi merupakan kecerdasan yang dimiliki oleh setiap
individu yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan belajar, cepat
tidaknya suatu permasalahan dapat dipecahkan tergantung kemampuan
intelegensinya. Winkel (Darsono, 2000: 529) menyatakan bahwa,
"Intelegensi atau kemampuan intelektual menunjukkan peranan yang
sangat penting khususnya terpengaruh kuat terhadap tinggi rendahnya
prestasi yang dicapai oleh siswa, kenyataan ini semakin nampak dalam
prestasi pada bidang studi yang menuntut banyak berpikir”.
b. Bakat
Bakat dapat diartikan sebagai kemampuan bawaan seseorang yang
perlu dilatih dan dikembangkan agar lebih tertuju. Menurut Slameto
(2003: 57), ”Jika bahan pelajaran yang dipelajari dengan bakatnya maka
hasil belajarnya lebih baik pula”.
Bakat juga merupakan salah satu faktor yang besar pengaruhnya
terhadap pemahaman dalam mencapai prestasi yang lebih baik bagi siswa.
Kalau sebaliknya siswa tidak mengembangkan bakat yang ada pada
dirinya maka sedikit demi sedikit bakat itu akan hilang dengan sendirinya.
c. Minat
Minat merupakan keinginan untuk belajar. Jika siswa tidak
berminat pada pelajaran maka siswa tersebut tidak memahami dengan baik
pelajaran yang disajikan, sehingga tidak berhasilnya proses belajar seperti
yang diharapkan. Menurut Sumardi (2004: 184), “Jika seseorang tidak
berminat untuk mempelajari sesuatu maka tidak dapat diharapkan bahwa
ia akan berhasil dengan baik dalam mempelajari hal tersebut”.
d. Motivasi
Motivasi berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai daya
penggerak yang telah menjadi aktif (Sardiman, 2001: 71). Sementara itu
Dalyono (2005: 55) memaparkan bahwa, “Motivasi adalah daya
penggerak/pendorong untuk melakukan sesuatu pekerjaan, yang bisa
berasal dari dalam diri dan juga dari luar”.
Dari pendapat para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
motivasi merupakan dorongan terhadap seseorang untuk melakukan
sesuatu motivasi akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan sesuatu
untuk mencapai tujuan. Motivasi sangat mempengaruhi tingkat
keberhasilan dalam belajar. Apabila motivasi belajar kuat maka semangat
belajar pun tinggi, sebaliknya apabila motivasi belajar lemah maka
semangat belajar pun rendah. Dengan demikian motivasi adalah suatu
faktor yang mempengaruhi belajar.
b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern merupakan faktor yang timbul dari luar diri siswa yang
mempengaruhi kegiatan belajar siswa. Slameto (2003: 2) membagi faktor ekstern
kepada tiga bagian sebagai berikut:
1. Faktor keluarga
Keluarga merupakan tempat yang pertama bagi seorang anak dalam
pembentukan moral serta tingkah laku sehari-hari dan juga memberi
ketenangan dan kegembiraan anak untuk menjalani hidup selanjutnya. Siswa
yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara orang tua
mendidik relasi antara keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi
keluarga.
Orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya, maka anak
berpikir bahwa orang tua saja tidak mau tahu tentang belajarnya, tidak pernah
memberikan dorongan untuk belajar. Apapun yang terjadi dalam belajar
misalnya memperoleh nilai jelek, orang tua tidak pernah menanyakan atau
memperhatikan.
2. Faktor sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai
peranan penting dalam usaha meningkatkan potensi siswa dan sekolah
mempunyai tujuan sehingga dapat mendorong siswa untuk belajar lebih giat.
Lingkungan sekolah ditentukan oleh beberapa faktor, metode
mengajar yang tidak sesuai dengan materi yang diajarkan akan mengakibatkan
siswa cepat bosan. Ketidaklengkapan sarana dan prasarana mengakibatkan
gangguan dalam mencapai tujuan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.
Kemampuan guru sangat dituntut dan memegang peranan penting dalam
usaha meningkatkan prestasi dan keberhasilan siswa. Kurikulum yang baik,
interaksi antara guru dan siswa harus terlihat akrab.
3. Faktor masyarakat
Diantara faktor-faktor masyarakat yang banyak mempengaruhi
prestasi belajar siswa adalah media, pergaulan siswa dan kegiatan siswa dalam
masyarakat. Rahayu (2002: 6) mengatakan ada empat faktor, yaitu:
1. Mess media, misalnya bioskop, TV, majalah, radio dan lain-lain.2. Teman bergaul.3. Aktivitas dalam masyarakat. 4. Corak kehidupan lingkungan masyarakat yang jelek, misalnya
lingkungan penjudi, prostitusi dan pencuri.
2.3 Tingkat Pendidikan Orang Tua
2.3.1 Pengertian Pendidikan
Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 14 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 yang dimaksud pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Menurut Ihsan (2003: 05), pendidikan dapat diartikan sebagai:
1. Suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan;2. Suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada anak dalam
pertumbuhannya; 3. Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu yang
dikehendaki oleh masyarakat; 4. Suatu pembentukan kepribadian dan kemampuan anak dalam menuju
kedewasaan.
2.3.2 Tingkat Pendidikan Orang Tua
Tingkat atau jenjang pendidikan adalah tahap pendidikan yang berkelanjutan
yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tingkat kerumitan
bahan pengajaran dan cara menyajikan bahan pengajaran (Ihsan, 2003: 18). Jenjang
pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi.
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan
Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat
(Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 17 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Menurut Ihsan (2003: 22), “Pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan
pengetahuan dan keterampilan, menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan dalam
masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan
menengah”.
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan
menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah
kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA),
Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah
Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat (Undang-undang No. 20 Tahun
2003 Pasal 18 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Pendidikan menengah adalah
pendidikan yang mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial
budaya, dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam
dunia kerja atau pendidikan (Ihsan, 2003: 23).
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan
menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis,
dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Perguruan Tinggi dapat
berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas (Undang-
undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 19 dan 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Menurut Undang-Undang No.2 tahun 1999, pengukuran tingkat pendidikan
formal digolongkan menjadi 4 (empat) yaitu:
1. Tingkat pendidikan sangat tinggi, yaitu minimal pernah menempuh pendidikan tinggi
2. Tingkat pendidikan tinggi, yaitu pendidikan SLTA/sederajat3. Tingkatan pendidikan sedang, yaitu pendidikan SMP/sederajat4. Tingkat pendidikan rendah, yaitu pendidikan SD/sederajat
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan tingkat pendidikan orang tua
adalah tingkat pendidikan menurut jenjang pendidikan yang telah ditempuh, melalui
pendidikan formal di sekolah berjenjang dari tingkat yang paling rendah sampai
tingkat yang paling tinggi, yaitu dari SD, SMP, SMA sampai Perguruan Tinggi.
2.4 Hubungan Tingkat Pendidikan Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa
Menurut Slameto (2003: 60-64), “Siswa yang belajar akan menerima
pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar
belakang kebudayaan”. Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi
memiliki sumber daya yang cenderung lebih besar, baik pendapatan, waktu, tenaga,
dan jaringan kontak, yang memungkinkan mereka untuk terlibat lebih jauh dalam
pendidikan anak. Dengan demikian, pengaruh tingkat pendidikan orang tua pada
prestasi terbaik siswa mungkin direpresentasikan sebagai hubungan yang dimediasi
oleh interaksi antara proses dan variabel status.
Literatur juga menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap
pengetahuan orang tua, keyakinan, nilai, dan tujuan tentang pengasuhan, sehingga
berbagai perilaku orang tua berkaitan langsung dengan prestasi sekolah anak-anak.
Sebagai contoh, tingkat pendidikan yang lebih tinggi dapat meningkatkan fasilitas
orang tua untuk terlibat dalam pendidikan anak-anak mereka, dan juga
memungkinkan orang tua untuk memperoleh model keterampilan sosial dan strategi
pemecahan masalah yang kondusif bagi sekolah untuk keberhasilan anak-anak.
Dengan demikian, siswa yang orang tuanya memiliki tingkat pendidikan yang lebih
tinggi mungkin memiliki hal untuk kesempurnaannya belajar, keyakinan akan
kemampuan yang lebih positif, orientasi kerja yang kuat, dan mereka mungkin
menggunakan strategi belajar yang lebih efektif daripada anak-anak dengan orang tua
yang memiliki tingkat pendidikan lebih rendah.
Sementara banyak teori para ahli dan peneliti yang berpendapat bahwa siswa
yang memahami makna prestasi telah memiliki dasar-dasar yang cukup baik dalam
proses sosialisasi, seperti belajar melalui pengamatan permodelan orangtuanya, yang
lain berpendapat bahwa melalui kualitas pribadi mereka, anak-anak aktif terhadap
bentuk pengasuhan yang mereka terima. Orang tua mensosialisasikan anak-anak
mereka, tetapi anak-anak juga mempengaruhi orang tua mereka. Orang tua dengan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga memungkinkan untuk lebih percaya diri
pada kemampuan mereka dalam membantu anak-anak mereka belajar. Dengan
tingkat keyakinan tersebut maka diperkirakan akan berpengaruh secara signifikan
terhadap kemampuan akademis anak-anak.