Upload
hollow46
View
1.186
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Lampiran 13. Analisis Usaha Tani Kubis Merah Pada Luasan 1 Ha Pada Tiap Perlakuan
La mpiran 13. A nalisis Usah a Tani Kubis Merah Pada
n �� Lampir an 13. Analis is Usah a Tani Kubis Merahlakuan ��Lampiran 13. Anal
Usaha Ta
Kubis
Merah Pa
Luasan
1 Ha Pa
Tiap P
erlakuan
� Lampira
Luasan 1 Ha PadaTiap Perlakuan ��Lampiran 13. Analisis Usaha Tani Kubis Merah Pada Luasan 1 Ha Pada Tiap Perlakuan��Lampiran 13. Analisis Usaha Tani Kubis Merah P
1 Ha Pada p Perlakuan ��Lampiran 3. Analisis Usaha Ta Kubis Merada LuasanHa Pada TPerlakuan
Lampiran
Analisis Usaha Tani Kubis Mer
ah Pada Luasan 1 Ha Pada Tiap Perlakuan �
Lampiran. Analis Usahaani Ku
s Merah LuasanHa Padap Perkuan �
Lampi
13. Analisis Usaha Tani Kubis Merah Pada Luasan Ha Pada Tiap Perlakuan ��
Lampir3. Analis UsahTani Kis Mer
Pada Lan 1 Hada Tiaprlakua ��Lampi 13. An
lisis Usaha Tani Kubis Merah PadaLuasan 1 Ha Pada Tiap Perlakuan ��Lampira
n 13. Anasis Usaa Taniubis Mah Pad
Luasana Pada p Perlakn ��Lampi 13. Anlisis Us
aha Tani Kubis Merah Pada Luasan 1 Ha Pada Tiap Perlakuan �Lampiran 13. A
nalisis Uha TaKubisrah PaLuasa
1 Ha PaTiap Pekuan �
���PER
KUAN A
ERLAKU
B�PERL
Kali�5. P
upuk Organik�6. Decis
7. Benlate�8. Pengol
ahan Tanah�9. Penyiraman�1
0. Penyiangan�11. Pemupu
kan�12. Penyemprota
n pestisida50.0
0
0 / pak�250
0 / kg
1750 /
kg�3000 /
kg�100 / kg
�70.
0
00 / ½ l68
.000 /
¼ kg�1
5.000 / HKP
�15.000 / H
KP�
0
.000 / HKW
15.000
/ HKP
15.000 / HK
P��20 pak�
46 k
g
�252 kg�20
kg�-�
0 l5
kg�300 HK
�50 HKP�1
HKW
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman kubis merah (Brassica oleracea var capitata) adalah salah satu jenis
sayuran daun yang cukup populer dan banyak diusahakan para petani di daerah sentral
produksi sayuran dataran tinggi. Tanaman kubis merah membutuhkan nutrisi yang cukup
untuk mengoptimalkan pertumbuhannya dan mempertahankan produktivitas tanaman.
Selama ini petani hanya mengandalkan penggunaan pupuk anorganik karena dirasa
praktis dan dapat lebih tepat didalam pengukuran dosisnya. Penggunaan pupuk anorganik
terus-menerus dalam waktu yang lama akan berdampak terhadap pencemaran lingkungan
akibat residu yang ditinggalkan terutama pada penggunaan yang berlebihan. Kunci
pembangunan pertanian yang sampai sekarang masih banyak menghadapi tantangan
adalah usaha mempertahankan kesehatan tanah, melindungi dan mempertahankan
produktivitas berkelanjutan serta memenuhi kebutuhan masa depan sesuai dengan
pertumbuhan penduduk.
Dalam rangka mendukung pengembangan pertanian berkelanjutan, maka
diperlukan inventarisasi teknologi pertanian alternatif yang mampu mempertahankan atau
meningkatkan produksi, tidak menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan,
mampu mengkonservasi dan mempertahankan produktifitas lahan secara ekonomi
menguntungkan dan secara sosial budaya dapat dilaksanakan oleh petani. Salah satu
usaha yang dapat dilakukan adalah dengan cara penggunaan pupuk organik.
Media tanam bekas media jamur champignon sebagai hasil pembuangan pabrik
jamur champignon di daerah Ngadirejo-Pasuruan yang dibuang setiap harinya dalam
jumlah yang sangat banyak dapat digunakan sebagai pupuk organik. Setelah panen
terakhir, media tanam yang telah digunakan dibuang. Walaupun hara dalam media tanam
yang telah terpakai tidak lagi berguna untuk jamur, bahan ini bernilai sebagai pupuk.
Sampai saat ini belum ada upaya untuk pemanfaatan oleh petani sekitarnya sehingga
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan bagi penduduk setempat.
Penerapan pertanian organik sebagai bagian pertanian akrab lingkungan dewasa
ini belum dapat diterapkan secara murni mengingat cukup banyak kendala yang dihadapi,
diantaranya adalah dibutuhkan dalam jumlah yang banyak, tidak dapat menghitung
secara tepat dosis yang diberikan serta tidak dapat menyediakan hara dalam waktu yang
singkat sesuai kebutuhan tanaman. Pada awal penerapan pertanian organik masih perlu
dilengkapi pupuk anorganik, terutama pada tanah-tanah yang miskin hara. Pupuk
anorganik masih sangat diperlukan agar kebutuhan akan hara tersedia dapat terpenuhi
dan diharapkan kebutuhan akan pupuk anorganik secara berangsur dapat dikurangi.
Perpaduan penggunaan pupuk anorganik dan organik dirasa efektif karena dapat
melengkapi kelebihan masing-masing serta meminimalkan kekurangannya. Oleh karena
itu, perlu adanya penelitian mengenai pengaruh penggunaan pupuk anorganik dan pupuk
organik pada prosentase yang berbeda-beda sehingga akan memberikan pengaruh yang
berbeda-beda pula terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kubis merah.
1.2. Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan dosis kombinasi pupuk anorganik
dan pupuk organik yang dapat menghasilkan pertumbuhan dan hasil tanaman kubis
merah yang optimal sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik.
1.3. Hipotesis
Diduga pemberian 60 % pupuk anorganik + 40 % pupuk organik (387 kg pupuk
N anorganik.ha-1 + 151 kg pupuk P anorganik.ha-1 + 121 kg pupuk anorganik K.ha-1 + 4,6
ton pupuk organik bekas media jamur champignon.ha-1) dapat memberikan pertumbuhan
dan hasil tanaman kubis merah yang optimal sehingga dapat digunakan untuk
mengurangi penggunaan pupuk anorganik.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Kubis Merah
Tanaman kubis merah (Brassica oleracea var capitata) adalah salah satu jenis
sayuran daun yang cukup populer dan banyak diusahakan para petani di daerah sentral
produksi sayuran dataran tinggi. Benih kubis pada umumnya masih di impor (introduksi)
dari berbagai negara yaitu Belanda, Amerika, Australia, India, Korea, Jepang, Taiwan,
dan Perancis (Suryadi dan Permadi, 1998).
Kubis memiliki sistem perakaran dangkal, sebagian besar terkonsentrasi pada
kedalaman 30-35 cm dari permukaan tanah. Bunga sempurna, jumlah benang sari enam,
dua diantaranya lebih pendek dan bakal buahnya beruang dua. Sebagian besar bunganya
berwarna kuning atau kuning pucat dan kadang-kadang putih. Biji kecil berwarna coklat,
ramping, diameter 3-5 mm, serta sering pecah ketika matang. Biji biasanya matang 50-90
hari setelah pembuahan. Kepala kubis paling tepat digambarkan sebagai tunas akhir
tunggal yang besar, yang terdiri atas daun yang saling bertumpang tindih secara ketat,
yang menempel dan melingkupi batang pendek tidak bercabang. Bersamaan dengan
pertumbuhan daun, batang juga lambat laun memanjang dan membesar (Rubatzky dan
Yamaghuchi, 1998). Hasil penelitian Marsudianto (2006), menunjukkan bahwa bobot
krop per tanaman kubis merah sebesar 362,40 – 572,84 g.tan-1.
Tanaman kubis dapat ditanam hampir di semua jenis tanah, tapi tanah yang ideal
adalah tanah liat berpasir dan cukup bahan organik. Kubis banyak memerlukan air tetapi
tidak berlebihan. Kubis memerlukan tanah dengan pH 5,5-6,5. Penyiraman diperlukan
apabila cuaca sangat panas, apabila musim hujan drainase harus cukup baik. Hal ini
disebabkan apabila berlebihan air akan mudah terserang penyakit (Arief, 1990).
Keadaan iklim yang cocok untuk tanaman kubis adalah daerah yang relatif lembab
dan dingin. Kelembaban yang diperlukan tanaman kubis adalah 80-90%, dengan suhu
berkisar antara 15ºC-22ºC. Kubis dapat dipanen pada umur 3-4 bulan dari saat semai atau
2-3 bulan setelah pindah tanam dari persemaian ke kebun (Suryadi dan Permadi, 1998).
Dalam rangka mempertahankan produktivitas lahan maka harus dikaitkan dengan
pemanfaatan lahan yang mengikuti aspek keseimbangan input dan output. Input berkaitan
dengan perbaikan tanah atau penyuburan dan pemupukan pada kegiatan budidaya.
Sedangkan output dikaitkan dengan serapan hara oleh tanaman dan kemungkinan
tercucinya hara melalui mekanisme erosi (Soewandita, 2005).
Dosis pupuk tanaman kubis adalah berkisar 90 – 100 kg N.ha-1, 60-100 kg
P2O5.ha-1 dan 50-100 Kg K2O.ha-1, akan tetapi tanaman kubis tersebut dapat memberikan
tanggapan yang berbeda tergantung pada varietas, musim tanam, lokasi dan pengelolaan
pupuk (Suwandi, Hilman dan Nurtika, 1987 dalam Perwadi dan Sastrosiswojo, 1997).
Gunadi dan Ashandi (1989), menambahkan bahwa pemberian pupuk Nitrogen diatas 100
kg N.ha-1 tidak meningkatkan pertumbuhan tanaman kubis baik tinggi tanaman, jumlah
daun maupun diameter tajuk. Kualitas kubis yang dicerminkan dengan diameter krop dan
kekerasan krop nampaknya sudah mencapai maksimum pada taraf pemupukan 100 kg
N.ha-1. Diduga kebutuhan unsur Nitrogen sudah terpenuhi untuk mencapai pertumbuhan
maksimum (Gunadi dan Asandhi, 1989).
2.2. Pupuk Anorganik
Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan
perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga menentukan hasil tanaman (Sitompul
dan Guritno, 1995). Sedangkan Harjadi (1996), menambahkan bahwa pertumbuhan
tanaman ditunjukkan oleh pertambahan ukuran dan bobot kering yang tidak dapat balik.
Untuk dapat mengembalikan zat-zat yang diangkut keluar berupa hasil, satu-
satunya usaha adalah pemupukan. Dengan kata lain, hanya dengan pemupukan,
kesuburan tanah dapat sebanyak mungkin dipertahankan dan dengan demikian ketinggian
hasilnya pun dapat dipertahankan (Rismunandar, 1985). Novizan (2002), menambahkan
dampak pemupukan yang efektif akan terlihat dalam pertumbuhan tanaman yang optimal
dan keuntungan usaha tani yang naik dengan signifikan. Tanah idealnya dapat
menyediakan unsur hara penting yang dibutuhkan oleh tanaman. Penyerapan unsur hara
oleh tanaman semestinya dapat segera diperbarui sehingga kandungan unsur hara di
dalam tanah tetap seimbang. Sutejo (2002), menyatakan unsur hara yang dibutuhkan
dalam jumlah banyak (makro) utamanya adalah nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K).
Pupuk anorganik atau pupuk buatan merupakan hasil industri atau hasil dari pabrik
pembuat pupuk yang mana mengandung unsur hara yang diperlukan tanaman.
Ada dua kelompok pupuk anorganik berdasarkan jenis hara yang dikandungnya
yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Dikatakan pupuk tunggal karena hanya
mengandung 1 unsur hara. Sedangkan pupuk majemuk merupakan pupuk campuran yang
sengaja dibuat oleh pabrik dengan cara mencampur dua atau lebih unsur hara (Novizan,
2002).
Budidaya kubis merah tidak lepas dari kendala-kendala yang dihadapi,
diantaranya adalah faktor pemupukan. Andamson (1979 dalam Subhan dan Asandhi,
1998), menyatakan salah satu masalah utama adalah pupuk Nitrogen yang berbeda
sumber memberikan efek yang berbeda terhadap sifat fisik maupun kimia tanah. Nitrogen
adalah salah satu unsur yang diperlukan pada masa pertumbuhan vegetatif tanaman dan
penyusun dari suatu protein dan asam nukleat serta penyusun protoplasma secara
keseluruhan. Unsur Nitrogen keadaannya sangat labil, mudah tercuci oleh air hujan,
mudah menguap oleh radiasi matahari serta mudah hilang karena dipergunakan oleh
mikroorganisme di dalam tanah.
Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada
umumnya sangat diperlukan tanaman untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian –
bagian vegetatif seperti daun, batang, dan akar, tetapi kalau terlalu banyak dapat
menghambat pembungaan dan pembuahan pada tanaman (Sutejo, 2002). Lingga dan
Sumarsono (2002), menyatakan peranan utama nitrogen bagi tanaman ialah untuk
merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan khususnya batang, cabang dan
daun. Selain itu, nitrogen juga berperan penting dalam hal pembentukan hijau daun yang
berguna sekali dalam proses fotosintesis. Defisiensi nitrogen muncul pertama kali pada
daun tua. Warna daun yang semula hijau tua berubah menjadi terang kemudian berangsur
angsur menjadi kekuningan dan akhirnya rontok. Dari daun tua, efek kekurangan
nitrogen menjalar ke daun muda. Pada daun muda, tulang-tulang di bagian bawah
permukaan daun cenderung pucat. Perkembangan akar dan tunas muda terhambat.
Kelebihan nitrogen menyebabkan warna daun hijau tua mengarah kelabu dengan tajuk
terlalu rimbun, tetapi perkembangan akar terbatas.
Unsur fosfor bagi tanaman berguna untuk merangsang pertumbuhan akar,
khususnya akar benih dan tanaman muda. Selain itu membantu asimilasi dan pernapasan
sekaligus mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah (Lingga dan Sumarsono,
2002). Sutejo (2002) menambahkan, fosfor dapat mempercepat pertumbuhan akar semai,
mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa,
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah biji, serta dapat meningkatkan produksi
biji – bijian. Gejala kekurangan fosfor terlihat di daun yang berubah warna manjadi hijau
atau kelabu, perkembangan akar tidak bagus, dan tulang daun muda berwarna hijau
gelap.
Kalium bermanfaat membantu pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium
juga berperan memperkuat tubuh tanaman agar daun, bunga, dan buah tidak mudah
gugur. Yang tak bisa dilupakan, kalium juga sebagai sumber kekuatan bagi tanaman
menghadapi kekeringan dan penyakit. Gejala kekurangan kalium terlihat pada daun
paling bawah yang tampak mengering atau terdapat bercak-bercak hangus, buah masak
sebelum waktunya, atau bahkan rontok. Kelebihan kalium sering menyebabkan
munculnya gejala kekurangan kalsium dan magnesium (Lingga dan Sumarsono, 2002).
Keanekaragaman pupuk anorganik sangat menguntungkan petani jika dipahami
betul aturan pakainya, sifat-sifatnya dan manfaatnya bagi tanaman. Kelebihan dari pupuk
anorganik adalah dosisnya dapat terukur dengan tepat, kebutuhan tanaman akan hara
dapat dipenuhi dengan perbandingan yang tepat, tersedia dalam jumlah yang cukup dan
mudah dalam pengangkutan. Sedangkan kekurangan dari pupuk anorganik adalah sedikit
atau boleh dikata hampir tak mengandung unsur hara mikro sehingga perlu diimbangi
dengan penggunaan pupuk anorganik. Kalau tidak, tanaman tumbuh tak sempurna. Selain
itu, pemakaian pupuk buatan secara terus-menerus dapat merusak tanah (Lingga dan
Sumarsono, 2002). Kuswanto (1996), menambahkan budidaya apapun jika memakai
bahan-bahan kimia yang melampaui batas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan
dan dapat menurunkan kualitas hasil tetapi sebaiknya dalam sistem budidaya masih perlu
upaya pendukung untuk mencegah penurunan kualitas, misalnya penggunaan jenis pupuk
selaras, dengan sistem pertanian yang aman dan murah, yaitu penggunaan pupuk organik.
2.3. Pupuk Organik
Tanah adalah sistem hidup yang mengolah setiap pupuk yang diberikan dalam
bentuk tersedia atau tidak tersedia untuk tanaman. Pengatur utama proses ini adalah
bahan organik tanah yang bertindak sebagai penyangga biologi yang mempertahankan
penyediaan hara dalam jumlah yang cukup dan berimbang untuk tanaman. Penambahan
bahan organik merupakan salah satu tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman
untuk meningkatkan atau mengoptimalkan manfaat pupuk. Tanah yang miskin bahan
organik akan berkurang daya menyangga dan keefisienan pupuk karena sebagian hilang
dari lingkungan perakaran (Hong, 1977 dalam Dwiatmini, Sutater, dan Goenadi, 1996)
Media untuk pertumbuhan jamur champignon mengandung nutrisi yang tinggi
diantaranya karbohidrat, protein, lemak, selulosa, karbon dan mineral yang telah diurai
menjadi senyawa yang sederhana. Penguraian tersebut dilakukan dengan memanfaatkan
aktivitas bakteri atau enzim tertentu. Pada proses pembuatan media tanam jamur
champignon agak berbeda dengan media tanam jenis jamur lain, pembuatan media tanam
jamur champignon melalui serangkaian tahapan yang cukup rumit. Persiapan yang harus
dipenuhi antara lain ketersediaan bahan baku yang berkualitas dan dalam jumlah yang
mencukupi, kualitas dan jumlah bahan pembantu yang digunakan benar-benar sesuai
ketentuan serta kondisi lingkungan dapat dikendalikan sesuai persyaratan. Bahan baku
media jamur champignon yang umum digunakan adalah sisa hasil pertanian (bahan
organik), diantaranya adalah ampas tebu, jerami, dan batang tanaman jagung. Dalam
praktiknya, bahan baku tersebut dapat dipakai sendiri-sendiri atau campuran dari ketiga
bahan baku tersebut dengan perbandingan tertentu ditambah dengan bahan bantu, seperti
kotoran ayam, biji kapuk, bungkil biji kapuk, bungkil kedelai, bekatul, urea, gypsum, dan
kapur (Juwantara, 2001).
Tabel 1. Komposisi Kimia Bahan Baku Media Jamur Champignon (%)
Komposisi Ampas Tebu
Biji Kapuk
Bekatul Kampung
Bungkil Biji Kapas
Bungkil Biji Kapuk
Kotoran Ayam
Urea Gipsum
ProteinKarbohidratKadar Air
LemakSerat
Kadar AbuKalori
CaP
Na+Karbon
0,3-
20--3----
42
4.5-
15--
15----
42
10,1-
11,74.,915,3
-1.2700,081,36
--
41--
3,912,6
-1.6000,170,970,04
-
28--
7,916-
1.3700,360,710,03
-
2,25-
25--
50----
22
40-1-------1
--
14--
96-----
Sumber : Juwantara (2001)
Sutanto (2002), menyatakan jerami merupakan sumber hara makro yang baik
karena dari hasil panen sebanyak 5 ton padi (gabah) akan menyerap dari dalam tanah
sebanyak 150 kg N, 20 kg P dan 20 kg S. Hampir semua unsur K dan sepertiga N, P dan
S tinggal dalam jerami padi. Disamping itu, 5 ton padi mengandung 2 ton karbon. 1,5 ton
jerami padi sama dengan 1 0 ton gabah kering mengandung 9 kg N 2 kg P dan S 25 kg
Si, 6 kg Ca dan 2 kg Mg. Secara tidak langsung jerami juga mengandung senyawa N dan
C yang berfungsi sebagai substrat metabolisme mikrobia tanah, termasuk gula, pati,
selulosa, hemiselulosa, pectin, lignin, lemak dan protein. Ampas tebu paling banyak
mengandung bahan padat setelah batang tebu diekstrak kandungan niranya sehingga
relatif sukar terdekomposisi. Ampas tebu mengandung nitrogen sangat rendah, tetapi
penggunaan yang sangat banyak setiap tahunnya akan memperbaiki sifat fisik tanah dan
dalam jangka panjang akan memperbaiki kesuburan tanah. Pada saat ini ampas tebu
banyak dimanfaatkan kembali oleh pabrik untuk bahan bakar. Abu bakaran ampas tebu
dimanfaatkan sebagai pupuk karena kaya kalium (2-5% K2O).
Bahan organik merupakan salah satu sumber unsur hara yang sebagian darinya
dapat langsung digunakan oleh tanaman dan sebagian yang lainnya tersimpan untuk
jangka waktu yang lebih lama. Bahan organik harus mengalami dekomposisi (pelapukan)
terlebih dahulu sebelum tersedia bagi tanaman (Novizan, 2002). Sutanto (2002),
menambahkan pupuk organik adalah bahan organik atau bahan karbon, pada umumnya
berasal dari tumbuhan atau hewan ditambahkan kedalam tanah secara spesifik sebagai
sumber hara. Sumiati dan Hidayat (2002), menyatakan bahwa peningkatan pertumbuhan
dan produktifitas tanaman ditentukan oleh kualitas atau kuantitas unsur hara yang dapat
terurai dari suatu formula limbah organik atau kompos tertentu.
Kompos adalah bahan organik yang telah mengalami proses pelapukan karena
adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bekerja didalamnya.
Bahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput, jerami, sisa ranting dan dahan, air
kencing hewan dan kotoran hewan. Adapun kelangsungan hidup mikroorganisme
tersebut didukung oleh keadaan lingkungan yang basah dan lembab. Di alam terbuka
kompos biasa terjadi dengan sendirinya lewat proses alamiah, namun proses tersebut
berlangsung lama yang dapat mencapai puluhan tahun untuk dapat terurai sehingga dapat
dimanfaatkan oleh tanaman (Murbandono, 2002).
Kualitas kompos sangat ditentukan oleh besarnya perbandingan antara karbon dan
nitrogen (nisbah C/N). Jika nisbah C/N-nya tinggi, berarti bahan penyusun kompos
belum terurai secara sempurna. Bahan kompos dengan nisbah C/N tinggi akan terurai
membusuk lebih lama dibandingkan dengan bahan yang nisbah C/N-nya rendah. Kualitas
kompos yang dianggap baik jika memiliki nisbah C/N antara 10-15 (Novizan, 2002).
Nisbah C/N kompos umumnya sekitar 15:1. Kelembaban kompos sekitar 60-70%.
Matriks serat yang beraerasi baik, dengan pH mendekati netral (7,0-7,5) adalah yang
paling baik. Setelah panen terakhir, kompos yang telah digunakan dibuang. Walaupun
hara dalam kompos yang telah terpakai tidak lagi berguna untuk jamur, bahan ini bernilai
sebagai pupuk (Rubatzky dan Yamaguci, 1998). Hasil penetapan kandungan karbon
organik (C) dan nitrogen organik (N) total dapat digunakan sebagai pedoman
pengomposan. Umumnya apabila nilai nisbah C/N masih diatas 20, maka proses
pengomposan dianggap belum selesai.
Bekas media jamur champignon kaya akan bahan organik, sehingga dapat
digunakan untuk perbaikan struktur tanah. Penyimpanan limbah baru yang cukup lama
akan merubah karakteristik substrat karena aktivitas mikroba yang merubah komposisi
dan tekstur (Anonymous, 2005). Kompos yang berasal dari media jamur merupakan salah
satu sumber yang baik untuk pembuatan pupuk organik seperti kompos lainnya. Kompos
media jamur mangandung unsur potassium yang rendah sebagai hasil pencucian selama
pembentukan kultur jamur tetapi kandungan N, P, K masih tersedia untuk proses
dekomposisi (Iqbal dan Anwar, 1999).
Pupuk organik yang didapat dari bahan organik berperan dalam memberi nutrisi
karena dalam proses penguraiannya dapat membebaskan kation yang terikat menjadi ion-
ion yang bebas sehingga mampu menyediakan unsur hara yang mudah diserap tanaman
secara efektif dan cepat untuk meningkatkan kesuburan tanah, dan akhirnya berpengaruh
pada pertumbuhan serta hasil tanaman (Suyitno, 1991). Pupuk organik merupakan bahan
pembenah tanah yang paling baik dan alami daripada bahan pembenah buatan/sintetis.
Pada umumnya pupuk organik mengandung hara makro N, P, K rendah tetapi
mengandung hara mikro dalam jumlah yang cukup yang sangat diperlukan dalam
pertumbuhan tanaman. Sebagai bahan pembenah tanah, pupuk organik mencegah
terjadinya pergerakan permukaan tanah (crusting) dan mencegah erosi.
Sutanto (2002), menyatakan bahwa pupuk organik dan pupuk hayati mempunyai
berbagai keunggulan nyata dibanding dengan pupuk kimia. Pupuk organik dengan
sendirinya merupakan keluaran setiap budidaya pertanian, sehingga merupakan sumber
unsur hara makro dan mikro yang dapat dikatakan cuma-cuma. Pupuk organik dan pupuk
hayati berdaya ameliorasi ganda dengan bermacam-macam proses yang saling
mendukung bekerja menyuburkan tanah dan sekaligus mengkonversikan dan
menyehatkan ekosistem tanah serta menghindarkan kemungkinan terjadinya pencemaran
lingkungan. Penggunaan pupuk organik mempunyai kelemahan, diantaranya ialah
diperlukan dalam jumlah yang sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan unsur hara
dari suatu pertanaman.
Sudjijo (1994), menyatakan bahwa pemakaian pupuk organik menunjukkan
pertumbuhan tanaman dan hasil atau produksi tanaman yang baik. Pemberian pupuk
organik mampu memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap air sehingga akar
tanaman lebih leluasa mengambil unsur hara. Nogroho (1998) menyebutkan bahwa peran
pupuk organik dalam bidang pertanian sangat penting, selain murah, mudah didapat juga
cukup banyak tersedia. Chumaidi dan Andriyana (2000), menyebutkan banyak bukti
menunjukkan bahwa tidak sedikit penyakit yang ditimbulkan akibat residu bahan
sintetik/kimia yang terkandung di dalam produk pertanian, misalnya kanker akibat
bahan-bahan karsinogenik
Hasil penelitian Saraswati (2001) membuktikan bahwa pertumbuhan tanaman
yang meliputi tinggi tanaman, luas daun dan jumlah daun pada tanaman sawi
menunjukkan bahwa pada awal tanam perlakuan pupuk NPK mampu menghasilkan
pertumbuhan yang lebih baik daripada perlakuan pupuk bekas media jamur campignon,
namun seiring dengan berjalannya waktu pupuk bekas media jamur campignon sudah
mengalami dekomposisi sehingga mampu menghasilkan N mineral yang dibutuhkan
tanaman untuk pertumbuhannya sehingga pertumbuhan tanaman pada akhir pengamatan
sudah tidak berbeda nyata. Pemberian pupuk bekas media jamur campignon dapat
mengurangi pemakaian pupuk NPK sebanyak 50%. Maryam (2005), menambahkan
pemberian bekas media jamur 38,46 t.ha-1 menunjukkan bobot segar massa bunga dan
diameter massa bunga yang lebih besar pada tanaman brokoli yaitu 339,09 g dan 12,25
cm.
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu
Kegiatan penelitian dilaksanakan di Desa Pungging, Kecamatan Tutur, Kabupaten
Pasuruan dengan ketinggian tempat 1200 mdpl, suhu rata-rata berkisar antara 16–22°C ,
curah hujan rata-rata 1500 – 2000 mm/tahun, Rh rata-rata sebesar 85%. Pelaksanaan
penelitian budidaya dimulai pada bulan Desember 2005 - Maret 2006.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, penggaris, sprayer,
gembor, timbangan dan oven. Bahan yang digunakan adalah bahan tanam berupa benih
kubis merah varietas red globe, insektisida Decis 2,5 EC, fungisida Benlatte, pupuk
anorganik Hydrokarate (15,5% N, 26% CaO, 0,3% B), SP-36 (36% P2O5), Patenkali
(30% K2O, 10% MgO, 17% S) dan pupuk organik berupa bekas media jamur
champignon.
3.3. Metode
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok ( RAK ) dengan 6
perlakuan dan 4 ulangan dan didapatkan 24 petak perlakuan. Masing – masing perlakuan
terdiri dari 60 tanaman, sehingga jumlah total tanaman sebanyak 1440 tanaman.
Perbandingan perlakuan pemberian pupuk anorganik dan pupuk organik sebagai berikut :
A = 100 % pupuk anorganik + 0 % pupuk organik (645,2 kg Hydrokarate.ha-1
+ 251,4 kg SP-36.ha-1 + 201 kg Patenkali.ha-1 + 0 ton pupuk organik
bekas media jamur champignon.ha-1).
B = 80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik (516,2 kg Hydrokarate.ha-1
+ 201,1 kg SP-36.ha-1 + 160,8 kg Patenkali.ha-1 + 2,3 ton pupuk organik
bekas media jamur champignon.ha-1).
C = 60 % pupuk anorganik + 40 % pupuk organik (387,1 kg Hydrokarate.ha-1
+ 150,8 kg SP-36.ha-1 + 120,6 kg Patenkali.ha-1 + 4,6 ton pupuk organik
bekas media jamur champignon.ha-1).
D = 40 % pupuk anorganik + 60 % pupuk organik (258,1 kg Hydrokarate.ha-1
+ 100,6 kg SP-36.ha-1 + 80,4 kg Patenkali.ha-1 + 7 ton pupuk organik
bekas media jamur champignon.ha-1).
E = 20 % pupuk anorganik + 80 % pupuk organik (129 kg Hydrokarate.ha-1
+ 50,3 kg SP-36.ha-1 + 40,2 kg Patenkali.ha-1 + 9,3 ton pupuk organik
bekas media jamur champignon.ha-1).
F = 0 % pupuk anorganik + 100 % pupuk organik (0 kg Hydrokarate.ha-1
+ 0 kg SP-36.ha-1 + 0 kg Patenkali.ha-1 + 11,6 ton pupuk organik bekas
media jamur champignon.ha-1).
40 cm 100 cm
40 cm 40 cm
40 cm
20,8 m
300 cm
40 cm 500 cm 23,8 m
Jarak antar petak perlakuan = 40 cm UJarak antar petak ulangan = 100 cmLuas lahan keseluruhan = 495,04 m2
Jumlah tanaman keseluruhan = 1440 tanaman
Gambar 1. Denah Percobaan
300 cm
♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 25 cm
♣ ♣ ♣ D1 ♣ ♣ ♣ 50 cm
♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣
♣ ♣ ♣ D2 ♣ ♣ ♣
♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣500 cm
♣ ♣ ♣ D3 ♣ ♣ ♣
♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣
♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ P
♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣
♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 25 cm
25 cm 50 cm 25 cm
Keterangan :♣ : tanaman border♣ : pengamatan non destruktifD1,D2,D3 : pengamatan destruktifP : pengamatan panen
Luas petak perlakuan : 15 m2
Jumlah tanaman per petak perlakuan : 60 tanaman
Gambar 2. Denah Pengambilan Sampel
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Pengomposan
Pupuk organik bekas media tanam jamur champignon adalah pupuk organik yang
sebelumnya telah digunakan untuk media tanam jamur champignon. Media tanam ini
sebelumnya dibuat dengan menggunakan bahan-bahan organik yang dikomposkan
terlebih dahulu diantaranya ampas tebu, jerami, kotoran ayam, biji kapuk, bekatul,
gypsum, dan kapur. Media tanam tersebut digunakan untuk pertumbuhan jamur
champignon selama kurang lebih 2 bulan dan kemudian dibuang. Bekas media tanam
jamur champignon inilah yang digunakan sebagai bahan baku pupuk organik. Pertama-
tama bekas media tanam jamur champignon dikomposkan terlebih dahulu dengan tujuan
untuk menurunkan C/N sehingga aman digunakan sebagai pupuk. Pengomposan
dilakukan dengan menggunakan bak penampung dari anyaman bambu berukuran 1m3
yang dirancang sedemikian rupa sehingga aerasi berjalan lancar. Pengomposan dilakukan
selama 2 bulan dengan cara fermentasi menggunakan EM-4. Agar kadar air bahan 60-
70% dan suhu tertinggi 65ºC terjaga dengan baik maka dilakukan penyiraman dan
pembalikan bahan.
3.4.2. Analisis Tanah dan Pupuk Organik
Analisis tanah dilakukan sebelum tanam dan sesudah penanaman, sedangkan
analisis pupuk organik dilakukan sebelum dan sesudah proses pengomposan. Faktor
analisis terdiri pH, C organik, N total, nisbah C/N, P2O5, dan K2O (Lampiran 3).
3.4.3. Pembibitan
Persiapan yang dilakukan pada pembibitan adalah menyiapkan tanah sebagai
media tanam. Media tanam tersebut diletakkan atau dimasukkan kedalam kantong plastik
berukuran ¼ kg. Benih ditanam masing-masing 1 buah per kantong plastik dan dinaungi
dengan naungan plastik. Pengatur naungan persemaian dibuka setiap pagi hingga pukul
10.00 dan sore mulai pukul 15.00. Diluar waktu tersebut, cahaya matahari terlalu panas
dan kurang menguntungkan bagi bibit. Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari
tergantung cuaca. Penyiangan dilakukan terhadap tanaman lain yang dianggap
mengganggu pertumbuhan bibit dengan cara mencabuti rumput-rumput atau gulma
lainnya yang tumbuh disela-sela tanaman pokok. Pencegahan dan pemberantasan hama
dan penyakit pada saat pembibitan digunakan insektisida dan fungisida. Kurang lebih 4
minggu setelah semai, bibit dipindahkan kebedengan.
3.4.4. Pembuatan Bedengan
Lahan yang digunakan merupakan lahan terasiring (Gambar 5). Tanah diolah
kemudian dibentuk menjadi bedengan-bedengan dengan ukuran lebar 300 cm, tinggi 35
cm dan panjang 500 cm. Jarak antar bedengan dalam ulangan yang sama 40 cm dan jarak
antar ulangan 100 cm. Arah Bedengan membujur timur-barat, sehingga sinar matahari
dapat diterima secara merata oleh seluruh tanaman.
3.4.5. Pemupukan
Setelah bedengan dibuat maka diberi pupuk organik bekas media jamur
champignon yang telah mengalami proses pengomposan sesuai dengan perlakuan
(Lampiran 4) yang diaplikasikan 2 minggu sebelum transplanting. Sedangkan pemberian
pupuk anorganik dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan penanaman (transplanting)
yaitu pemberian ½ dosis pupuk Hydrokarate dari masing-masing dosis perlakuan dan
pemberian pupuk SP-36 serta Patenkali sesuai dengan perlakuan (Lampiran 5).
Selanjutnya ½ dosis pupuk Hydrokarate dari masing-masing perlakuan diberikan pada
umur 20 hst (hari setelah tanam).
Tabel 2. Kandungan N, P2O5 dan K2O Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik Pada Masing-Masing Perlakuan
P ada Masing-Masin g Perlakuan �����an
uk Anorgan
ik�Pupuk Or
ganik�Tota
l����
���N
(15,5%)�P2O
5 (36%) K2O (
(0,86 %)�P2O 5 (0,7 8%)�K2 O (0,5 2%)�N P2O5 K2O � ��(0 ,86%)�P2O5 (0,78%)�K2O
(0,52%)�N�P2O5 �K2O � � )�N ( 0, 86 %) �P2O 5 (0, 78%)
(0 ,52%)�N�P2O5 �K2O ��
(0 ,78%) �K2O (0,52 %)�N P2O 5 �K2 O � �
(0 ,86%)�P2O5 (0,78%)�K2O (0,52%)�N�P2O5 �K2O
� � )�N ( 0,86% )�P2O 5 (0, 78%) K2O ( 0,52%
P2 O5 �K2O ���,86%)�P2O5 (0,78%)�K2
O ( 0,52% )�N�P 2O5 K2O ��� ���kg ha�kg /ha�k
�k g/ha�kg/ha�kg/ha�kg/ha�kg/ha�kg/ha���A�1
0 % pupu k ano rga nik + 0 % pupu k org anik
90 ,5�60,3�0�0�0�100�95�60,3���B�80 % pup
k an or gani k�+ 2 0 % p upuk org anik
72,3�48,3�19,8�17
,9�12�99,8�90,2�60,3���C�60 % pupuk anorganik �+ 40 % pupuk organik�60�54
,2�36,2�39,6�35,9�23,9�99,6�90,1�60,1���D�40 % pupuk anorganik �+ 60 % pupuk organik
40�36,2�24,1�60,2�54,6�36,4�100,2�90,8�60,5���E�20 % pupuk anorganik �+ 80 % pupuk
organik�20�18,1�12,1�80�72,5�48,4�100�90,6�60,5���F�0 % pupuk anorganik �+ 100 %
pupuk organik�0�0�0�100�90,5�60,3�100�9,5�60,3�3.4.6. Penanaman�Bibit kubis mer
ah yang akan ditanam, dipilih yang pertumbuhannya baik dan seragam dari tempat pembib
n. Bibit dari benih siap ditanam s
etelah berumur 4 minggu atau telah
berdaun 5-6 helai dan telah mempunyai perakaran yang kuat. Bibit dicabut
dengan hati-hati agar tidak merusak akar. Dalam 1 bedengan ditanami 60 bibit denga
n jarak tanam 50 cm x 50 cm. Waktu tanam yang baik yaitu pada pagi hari antara puku
kontinyu 1–2 hari sekali sedangkan pada periode pertumbuhan muda dan dewasa,
penyiraman dapat dikurangi. Waktu penyiraman adalah pada pagi atau sore hari.
Penyulaman dilakukan pada umur 7 hst (hari setelah tanam yaitu apabila terdapat bibit
yang mati atau terganggu pertumbuhannya dan diganti dengan bibit yang baru.
Penyiangan dilakukan pada umur 18 hst (hari setelah tanam) sebelum pemupukan
susulan, penyiangan juga dilakukan apabila terdapat tumbuhan lain yang mengganggu
pertumbuhan tanaman. Penyiangan dilakukan dengan hati-hati dan tidak terlalu dalam
karena dapat merusak sistem perakaran tanaman. Pembumbunan dilakukan bersamaan
dengan kegiatan penyiangan dengan cara mengangkat tanah yang ada pada saluran parit
antar bedengan ke arah bedengan, hal ini bertujuan untuk menjaga kedalaman parit dan
ketinggian bedengan serta meningkatkan kegemburan tanah. Sebagai usaha pencegahan
penyemprotan dilakukan sebelum hama menyerang tanaman atau secara rutin 1-2 minggu
sekali. Sedangkan usaha penanggulangan dilakukan dengan penyemprotan sedini
mungkin dengan insektisida Decis 2,5 EC 1 ml/l dan fungisida Benlate 5 g/l sehingga
hama tidak merusak tanaman.
3.4.8. Panen
Pemanenan dilakukan pada umur 70 hst dengan ciri-ciri krop kubis mengeras, hal
ini dilakukan dengan cara menekan krop kubis. Ciri lainnya yaitu daun mengkilap dan
daun terluar sudah layu serta besar krop kubis telah terlihat maksimal.
3.5. Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan non destruktif, destruktif dan
panen. Pengamatan non destruktif diamati pada 4 contoh tanaman. Pengamatan dilakukan
dengan interval 5 hari sekali yaitu pada umur tanaman 10, 15, 20, dan 25 hst, yang
meliputi :
1 Tinggi tanaman (cm), diperoleh dengan cara mengukur tinggi tanaman mulai dari
pangkal hingga bagian tanaman yang tertinggi per tanaman.
2 Jumlah daun (helai), diperoleh dengan cara menghitung banyaknya daun yang
membuka (bukan krop) per tanaman.
Pengamatan destruktif dilakukan pada 4 sampel tanaman. Pengamatan dilakukan
mulai tanaman berumur 28 hst dengan interval pengamatan 14 hari sekali (28,42,56 hst),
yang meliputi :
3 Bobot segar krop (kg.tan-1), diperoleh dengan cara mengukur berat krop kubis
merah per tanaman.
4 Bobot segar total tanaman (kg.tan-1), diperoleh dengan cara diukur berat seluruh
bagian tanaman.
5 Bobot kering total tanaman (kg.tan-1), diperoleh dengan cara oven seluruh bagian
tanaman pada suhu 80˚C konstan selama 2 x 24 jam.
Pengamatan panen dilakukan pada 8 sampel tanaman pada saat tanaman berumur
70 hst. Pengamatan tersebut meliputi :
6 Bobot segar krop (kg.tan-1), diperoleh dengan menimbang bobot krop per
tanaman.
7 Bobot segar total tanaman (kg.tan-1), diperoleh dengan cara diukur berat seluruh
bagian tanaman.
8 Bobot kering total tanaman (kg.tan-1), diperoleh dengan cara oven seluruh bagian
tanaman pada suhu 80˚C konstan selama 2 x 24 jam.
9 Indeks Panen, menunjukkan nisbah bobot segar konsumsi dan bobot segar total
saat panen, dihitung dengan rumus :
Indeks Panen = Bobot segar konsumsi Bobot segar total
10 Laju Pertumbuhan Relatif, menunjukkan perbandingan laju pertumbuhan tanaman
yang mempunyai berat awal yang berbeda. Dinyatakan dengan rumus:
LPR = ln W2 – ln W1 T2 – T1
dimana, W1 : Bobot kering total tanaman pada saat T1
W2 : Bobot kering total tanaman pada saat T2
T1,T2 : Waktu pengamatan 1 dan 2
3.6. Analisis Data
Analisis data menggunakan analisis ragam dengan menggunakan uji F pada taraf
5% dan apabila terjadi perbedaan yang nyata akibat perlakuan dilanjutkan dengan uji
BNT dengan taraf 5%.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Tinggi Tanaman
Berdasarkan hasil analisis ragam terhadap tinggi tanaman, menunjukkan bahwa
penggunaan pupuk anorganik dan pupuk organik berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman kubis merah pada setiap umur pengamatan (Lampiran 6).
Tabel 3. Rata-Rata Tinggi Tanaman Akibat Penggunaan Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik
Tinggi Tanaman (cm)
Perlakuan 10 hst 15 hst 20 hst 25 hst
A (100 % pupuk anorganik + 0 % pupuk organik) 13,13 c 15,69 c 20,06 c 24,25 bB (80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik) 12,00 bc 15,44 c 19,68 bc 23,50 bC (60 % pupuk anorganik + 40 % pupuk organik) 12,13 bc 15,19 bc 19,44 b 23,44 bD (40 % pupuk anorganik + 60 % pupuk organik) 11,63 b 14,69 ab 16,94 a 22,13 aE (20 % pupuk anorganik + 80 % pupuk organik) 11,19 ab 14,44 a 16,88 a 22,19 aF (0 % pupuk anorganik + 100 % pupuk organik) 10,25 a 14,38 a 16,50 a 22,00 a
BNT 5% 1,16 0,50 0,44 1,07
Keterangan : 1 Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada umur yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji BNT 5%2 hst = hari setelah transplanting
Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan 100 % pupuk anorganik + 0 % pupuk
organik (645 kg Hydrokarate.ha-1 + 251 kg SP-36.ha-1 + 201 kg Patenkali.ha-1 + 0 ton
bekas media jamur champignon.ha-1) menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda
dengan perlakuan 80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik (516 kg Hydrokarate.ha-1
+ 201 kg SP-36.ha-1 + 161 kg Patenkali.ha-1 + 2,3 ton bekas media jamur
Champignon.ha-1) dan 60 % pupuk anorganik + 40 % pupuk organik (387 kg
Hydrokarate.ha-1 + 151 kg SP-36.ha-1 + 121 kg Patenkali.ha-1 + 4,6 ton bekas media
jamur champignon.ha-1) tetapi lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding perlakuan
lainnya pada umur 10, 15 dan 25 hst. Sedangkan pada umur 20 hst, perlakuan 100 %
pupuk anorganik + 0 % organik menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda hanya
dengan perlakuan 80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik.
4.1.2. Jumlah Daun
Berdasarkan hasil analisis ragam, dapat diketahui bahwa penggunaan pupuk
anorganik dan pupuk organik terlihat berpengaruh nyata terhadap jumlah daun kubis
merah pada setiap umur pengamatan (Lampiran 7).
Tabel 4. Rata - Rata Jumlah Daun Akibat Penggunaan Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik
Jumlah Daun (helai)
Perlakuan 10 hst 15 hst 20 hst 25 hst
A (100 % pupuk anorganik + 0 % pupuk organik) 6,00 c 6,56 c 9,81 c 12,38 cB (80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik) 5,44 bc 6,44 bc 8,88 bc 11,63 bcC (60 % pupuk anorganik + 40 % pupuk organik) 5,50 bc 6,06 ab 8,44 ab 11,00 abD (40 % pupuk anorganik + 60 % pupuk organik) 5,13 ab 6,13 ab 8,19 ab 11,19 abE (20 % pupuk anorganik + 80 % pupuk organik) 5,13 ab 6,06 ab 8,25 ab 10,69 aF (0 % pupuk anorganik + 100 % pupuk organik) 4,81 a 6,00 a 7,56 a 10,44 a
BNT 5% 0,57 0,39 1,11 0,78
Keterangan : 1 Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada umur yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji BNT 5%2 hst = hari setelah transplanting
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada umur 10 hst, perlakuan 100 % pupuk
anorganik + 0 % pupuk organik menghasilkan jumlah daun yang tidak berbeda dengan
perlakuan 80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik dan 60 % pupuk anorganik + 40
% pupuk organik tetapi lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding perlakuan lainnya.
Sedangkan pada umur 15, 20, dan 25 hst, perlakuan 100 % pupuk anorganik + 0 % pupuk
organik menghasilkan jumlah daun yang tidak berbeda hanya dengan perlakuan 80 %
pupuk anorganik + 20 % pupuk organik.
4.1.3. Bobot Segar Krop Tanaman
Keadaan tanaman kubis merah pada umur 56 hst dapat dilihat pada Gambar 4.
Berdasarkan hasil analisis ragam, dapat diketahui bahwa penggunaan pupuk anorganik
dan pupuk organik terlihat berpengaruh nyata terhadap bobot segar krop kubis merah
pada setiap umur pengamatan (Lampiran 8).
Tabel 5. Rata - Rata Bobot Segar Krop Akibat Penggunaan Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik
Bobot Segar Krop (g)
Perlakuan 28 hst 42 hst 56 hst
A (100 % pupuk anorganik + 0 % pupuk organik) 21,9 c 172,0 d 358,9 d
B (80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik) 19,9 c 160,8 cd 328,6 cd
C (60 % pupuk anorganik + 40 % pupuk organik) 21,4 c 147,7 c 295,9 bc
D (40 % pupuk anorganik + 60 % pupuk organik) 15,3 b 129,1 b 263,8 ab
E (20 % pupuk anorganik + 80 % pupuk organik) 13,3 ab 99,3 a 233,0 a F (0 % pupuk anorganik + 100 % pupuk organik) 11,8 a 110,7 a 236,7 a
BNT 5% 2,38 14,17 39,14
Keterangan : 1 Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada umur yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji BNT 5%2 hst = hari setelah transplanting
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada umur 28 hst, perlakuan 100 % pupuk
anorganik + 0 % pupuk organik menghasilkan bobot segar krop yang sama dengan
perlakuan 80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik, dan 60 % pupuk anorganik + 40
% pupuk organik tetapi lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding perlakuan lainnya.
Sedangkan pada umur 42 dan 56 hst, perlakuan 100 % pupuk anorganik + 0 % pupuk
organik menghasilkan bobot segar krop yang tidak berbeda hanya dengan perlakuan 80
% pupuk anorganik + 20 % pupuk organik.
4.1.4. Bobot Segar Total Tanaman
Berdasarkan hasil analisis ragam, dapat diketahui bahwa penggunaan pupuk
anorganik dan pupuk organik terlihat berpengaruh nyata terhadap bobot segar total
tanaman kubis merah pada setiap umur pengamatan (Lampiran 9).
Tabel 6. Rata - Rata Bobot Segar Total Tanaman Akibat Penggunaan Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik
Bobot Segar Total Tanaman (g)
Perlakuan 28 hst 42 hst 56 hst
A (100 % pupuk anorganik + 0 % pupuk organik) 105,9 c 421,4 d 673,8 d B (80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik) 104,3 c 398,6 cd 633,7 bcd C (60 % pupuk anorganik + 40 % pupuk organik) 101,7 bc 399,5 cd 665,9 cd D (40 % pupuk anorganik + 60 % pupuk organik) 88,0 b 336,9 bc 526,0 ab E (20 % pupuk anorganik + 80 % pupuk organik) 57,4 a 298,0 ab 548,4 abc F (0 % pupuk anorganik + 100 % pupuk organik) 58,8 a 242,5 a 480,2 a
BNT 5% 14,50 84,14 124,32
Keterangan :1 Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada umur yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji BNT 5%2 hst = hari setelah transplanting
Tabel 6 menunjukkan bahwa pada semua umur pengamatan (28, 42 dan 56 hst),
perlakuan 100 % pupuk anorganik + 0 % pupuk organik menghasilkan bobot segar total
tanaman yang tidak berbeda dengan perlakuan 80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk
organik dan 60 % pupuk anorganik + 40 % pupuk organik tetapi lebih tinggi dan berbeda
nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
4.1.5. Bobot Kering Total Tanaman
Berdasarkan hasil analisis ragam, dapat diketahui bahwa penggunaan pupuk
anorganik dan pupuk organik terlihat berpengaruh nyata terhadap bobot kering total
tanaman kubis merah pada setiap umur pengamatan (Lampiran 10).
Tabel 7. Rata - Rata Bobot Kering Total Tanaman Akibat Penggunaan Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik
Bobot Kering (g)
Perlakuan 28 hst 42 hst 56 hst
A (100 % pupuk anorganik + 0 % pupuk organik) 16,8 c 39,0 d 57,0 dB (80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik) 14,5 bc 34,8 cd 48,3 cdC (60 % pupuk anorganik + 40 % pupuk organik) 14,7 bc 30,8 c 44,8 bcD (40 % pupuk anorganik + 60 % pupuk organik) 12,4 b 24,6 b 33,0 aE (20 % pupuk anorganik + 80 % pupuk organik) 9,5 a 18,8 a 35,2 abF (0 % pupuk anorganik + 100 % pupuk organik) 9,7 a 16,4 a 28,2 a
BNT 5% 2,42 4,38 9,94
Keterangan :1 Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada umur yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji BNT 5%2 hst = hari setelah transplanting
Tabel 7 menunjukkan bahwa pada umur 28 hst, perlakuan 100 % pupuk
anorganik + 0 % pupuk organik menghasilkan bobot kering total tanaman yang tidak
berbeda dengan perlakuan 80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik dan 60 % pupuk
anorganik + 40 % pupuk organik tetapi lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding
perlakuan lainnya. Sedangkan pada umur 42 dan 56 hst, perlakuan 100 % pupuk
anorganik + 0 % pupuk organik menunjukkan hasil yang tidak berbeda hanya dengan
perlakuan 80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik.
4.1.6. Variabel Panen
Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata
pemberian pupuk anorganik dan pupuk organik terhadap bobot segar krop, bobot segar
total tanaman, dan bobot kering total tanaman (Lampiran 11) tetapi tidak terjadi
perbedaan nyata pada indeks panen dan laju pertumbuhan relatif tanaman (Lampiran 12).
Tabel 8. Rata - Rata Bobot Segar Krop, Bobot Segar Total Tanaman, Bobot Kering Total Tanaman, dan Indeks Panen Akibat Penggunaan Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik
Bobot Bobot Bobot Indeks Perlakuan Krop Segar Kering Panen
(g) (g) (g)
A (100 % pupuk anorganik + 0 % pupuk organik) 607,9 d 868,9 d 65,0 c 0,707B (80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik) 571,9 cd 826,0 cd 59,6 bc 0,706C (60 % pupuk anorganik + 40 % pupuk organik) 544,5 bc 782,8 bc 54,0 b 0,698D (40 % pupuk anorganik + 60 % pupuk organik) 486,0 a 711,2 ab 43,4 a 0,686E (20 % pupuk anorganik + 80 % pupuk organik) 481,1 a 695,3 a 40,7 a 0,695F (0 % pupuk anorganik + 100 % pupuk organik) 509,9 ab 746,8 abc 41,5 a 0,683
BNT 5% 37,7 83,08 8,84 tn
Keterangan :1 Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada umur yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji BNT 5%2 tn = tidak nyata
Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan 100 % pupuk anorganik + 0 % pupuk
organik menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan perlakuan 80 % pupuk anorganik
+ 20 % pupuk organik pada parameter bobot segar krop, bobot segar total tanaman, dan
bobot kering total tanaman tetapi lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding perlakuan
lainnya. Perlakuan 60 % pupuk anorganik + 40 % pupuk organik menunjukkan hasil
yang tidak berbeda dengan perlakuan 80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik.
Sedangkan perlakuan 0 % pupuk anorganik + 100 % pupuk organik menunjukkan hasil
yang tidak berbeda dengan perlakuan 60 % pupuk anorganik + 40 % pupuk organik pada
parameter bobot segar krop dan bobot segar total tanaman tetapi menghasilkan bobot
kering total tanaman yang lebih rendah dan berbeda nyata.
Keterangan : A = 100 pupuk anorganik + 0 % pupuk organik, B = 80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik, C = 60 % pupuk anorganik + 40 % pupuk organik, D = 40 % pupuk anorganik + 60 % pupuk organik, E = 20 % pupuk anorganik + 80 % pupuk organik, F = 0 % pupuk anorganik + 100 % pupuk organik
Gambar 3. Krop Kubis Merah Saat Panen Pada Berbagai Perlakuan
Tabel 9. Rata - Rata Laju Pertumbuhan Relatif Akibat Penggunaan Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik
Rata - Rata Laju PertumbuhanPerlakuan Relatif (g.hari-1)
28 – 42 hst 42 – 56 hst 56 – 70 hst
A (100 % pupuk anorganik + 0 % pupuk organik) 0,0614 0,0258 0,0084 B (80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik) 0,0575 0,0227 0,0171C (60 % pupuk anorganik + 40 % pupuk organik) 0,0525 0,0204 0,0180D (40 % pupuk anorganik + 60 % pupuk organik) 0,0453 0,0167 0,0214E (20 % pupuk anorganik + 80 % pupuk organik) 0,0535 0,0358 0,0134F (0 % pupuk anorganik + 100 % pupuk organik) 0,0340 0,0338 0,0315
BNT 5% tn tn tn
Keterangan :1 hst = hari setelah transplanting2 tn = tidak nyata
Pada indeks panen (Tabel 8) dan laju pertumbuhan relatif tanaman (Tabel 9)
dapat diketahui bahwa penggunaan pupuk anorganik dan pupuk organik tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata pada tiap perlakuan, hal itu berarti perlakuan yang
diberikan memberikan pengaruh yang sama.
4.2. Pembahasan
Pertumbuhan tanaman merupakan suatu proses dalam kehidupan tanaman yang
menyebabkan bertambahnya ukuran dan berat akibat pembelahan sel tanaman. Proses
pertumbuhan tanaman dapat diketahui melalui pengamatan seperti tinggi tanaman,
jumlah daun, bobot segar krop, bobot segar total tanaman, dan bobot kering total
tanaman. Dalam kaitannya dengan tanaman, tanah merupakan tempat dimana tanaman
tumbuh, disamping merupakan suatu komponen penyedia unsur hara dan air bagi
tanaman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian 100 % pupuk
anorganik + 0 % pupuk organik dan 80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik
menghasilkan rata-rata tinggi tanaman dan jumlah daun yang lebih tinggi dibanding
perlakuan lainnya (Tabel 2 dan 3), hal ini disebabkan karena pertumbuhan vegetatif
didukung oleh ketersediaan unsur hara terutama Nitrogen. Pada perlakuan tersebut
sebagian besar pupuk yang digunakan merupakan pupuk anorganik dimana pupuk
anorganik mampu menyediakan kebutuhan unsur hara bagi tanaman dalam waktu yang
relatif singkat. Syekhfani (1997), menyatakan bahwa Nitrogen merupakan unsur yang
berpengaruh cepat terhadap pertumbuhan tanaman. Unsur N bagi tanaman dapat
meningkatkan fotosintesis karena dapat memberi warna hijau pada daun atau klorofil.
Hasil fotosintesis dapat diakumulasikan keseluruh bagian tanaman untuk pertumbuhan
termasuk tinggi tanaman, apabila kekurangan unsur hara N, maka akan mengakibatkan
tanaman kerdil. Rosmarkam (2002), menyatakan bahwa unsur hara P sangat menentukan
pertumbuhan terutama pada pertumbuhan akar tanaman. Sedangkan unsur hara K
berperan dalam proses fotosintesis yaitu mengatur membuka dan menutupnya sel stomata
daun sehingga CO2 dan O2 masuk kedalam stomata dalam jumlah yang mencukupi untuk
proses fotosintesis dan respirasi serta meningkatkan translokasi fotosintat dari sumber ke
penerima.
Pertumbuhan tanaman juga didukung oleh unsur hara lain yang terkandung
didalam pupuk anorganik. Pupuk Hydrokarate selain mengandung 15,5 % N tetapi juga
mengandung 26 % CaO dan 0,3 % B serta pupuk Patenkali selain mengandung 30 %
K2O tetapi juga mengandung 10 % MgO dan17 % S. Kalsium bermanfaat untuk
membentuk dinding sel yang sangat dibutuhkan dalam proses pembentukan sel baru,
batang tanaman lebih tegar dan tidak mudah rebah. Boron bermanfaat untuk membantu
sintesis protein, membantu metabolisme karbohidrat, mengatur kebutuhan air di dalam
tanaman, membentuk serat dan merangsang proses penuaan tanaman sehingga jumlah
bunga dan hasil panen meningkat. Peran Magnesium bagi tanaman adalah sebagai
regulator (pengaturan) dalam penyerapan unsur lain seperti P dan K, merangsang
pembentukan senyawa lemak dan minyak, membantu translokasi pati dan distribusi
phosphor dalam tanaman serta aktifator berbagai jenis enzim tertentu. Sedangkan Sulfur
bermanfaat membantu pembentukan klorofil selain Nitrogen, membentuk senyawa
minyak yang menghasilkan aroma, menurunkan pH tanah alkali dan mengendalikan
konsentrasi garam pada tanah yang terlalu tinggi (Novizan, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan 0 % pupuk anorganik
+ 100 % pupuk organik, 20 % pupuk anorganik + 80 % pupuk organik dan 40 % pupuk
anorganik + 60 % pupuk organik rata-rata memberikan pengaruh pertumbuhan tinggi
tanaman dan jumlah daun yang lebih rendah dibanding perlakuan lainnya, hal ini
dikarenakan pada perlakuan tersebut menggunakan pupuk organik pada persentase yang
lebih besar dibanding pupuk anorganik dimana proses pelepasan unsur hara oleh bahan
organik berjalan lambat, sehingga mengakibatkan unsur hara yang diberikan tidak
mampu menyediakan dalam waktu yang tepat pada saat tanaman membutuhkan.
Pertumbuhan dan hasil sangat dipengaruhi oleh penyerapan unsur hara yang dilepaskan
bahan organik, hal tersebut terkait dengan sinkronisasi, dimana adanya ketepatan bahan
organik melepaskan unsur hara dan tanaman membutuhkan (Nazari, 2004). Sinkronisasi
merupakan suatu kesesuaian menurut waktu antara laju pelepasan suatu unsur hara dalam
bentuk yang tersedia bagi tanaman dengan laju kebutuhan tanaman akan unsur hara
tersebut. Sinkronisasi ditentukan oleh kecepatan dekomposisi dan mineralisasi (pelepasan
unsur hara) bahan organik. Handayanto (2000), menambahkan sinkronisasi adalah
“matching” menurut waktu, ketersediaan unsur hara dan kebutuhan tanaman akan unsur
hara, sehingga apabila penyediaan unsur hara tidak “match”, maka akan terjadi defisiensi
unsur hara atau kelebihan unsur hara meskipun jumlah total penyediaan sama dengan
jumlah total kebutuhan. Gardner (1991), mengemukakan bahwa respon tanaman terhadap
keterbatasan jumlah unsur hara tersedia berhubungan dengan Hukum Minimum Liebig
dimana faktor pembatas sangat menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman. Hukum
minimum Liebig digambarkan tong dengan papan penyusun yang tingginya berbeda-
beda. Faktor pembatas sebagai papan penyusun yang terendah menentukan kapasitas
maksimum tong tersebut.
Peningkatan tinggi tanaman dan jumlah daun menyebabkan meningkatnya bobot
segar krop, bobot segar total tanaman dan bobot kering total tanaman. Berdasarkan hasil
penelitian perlakuan 100 % pupuk anorganik + 0 % pupuk organik dan 80 % pupuk
anorganik + 20 % pupuk organik menghasilkan tinggi tanaman dan jumlah daun yang
lebih tinggi, sehingga menyebabkan bobot segar krop, bobot segar total tanaman dan
bobot kering total yang lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya. Sedangkan perlakuan 0
% pupuk anorganik + 100 % pupuk organik, 20 % pupuk anorganik + 80 % pupuk
organik, 40 % pupuk anorganik + 60 % pupuk organik dan 60 % pupuk anorganik + 40
% pupuk organik menghasilkan bobot segar krop, bobot segar total tanaman, dan bobot
kering total yang lebih rendah, karena tinggi tanaman dan jumlah daun yang dihasilkan
lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 7). Keadaan tersebut disebabkan
karena pada perlakuan 100 % pupuk anorganik + 0 % pupuk organik dan 80 % pupuk
anorganik + 20 % pupuk organik sebagian besar pupuk yang digunakan merupakan
pupuk anorganik dimana pupuk anorganik dapat menyediakan unsur hara dalam bentuk
tersedia bagi tanaman dalam waktu yang lebih cepat dibanding pupuk organik sehingga
mengakibatkan meningkatnya pertumbuhan bagian vegetatif seperti akar, batang, daun
dan diikuti dengan meningkatnya pertumbuhan bobot segar krop, bobot segar total
tanaman dan bobot kering total tanaman. Pertumbuhan akar, batang dan daun tersebut
merupakan bagian dari organ fotosintesis yang menghasilkan fotosintat untuk produksi
bahan kering tanaman. Keadaan tersebut sesuai dengan pendapat Harjadi (1996), bahwa
translokasi hasil asimilat pada fase pertumbuhan, sebagian besar digunakan untuk
pembentukan dan perkembangan organ-organ vegetatif seperti daun, batang dan akar.
Dengan adanya perkembangan dari organ-organ vegetatif ini, maka akan dihasilkan
produksi yang besar pula. Sitompul dan Guritno (1995), mengemukakan daun secara
umum dipandang sebagai organ produsen fotosintat utama. Pada umumnya fotosintat
diproduksi oleh jaringan hijau yang kemudian ditranslokasikan ke seluruh bagian
tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta cadangan makanan.
Pembagian hasil asimilasi atau fotosintat sangat mempengaruhi produktivitas. Produksi
fotosintat yang lebih besar memungkinkan membentuk seluruh organ tanaman yang lebih
besar seperti pada daun, batang dan akar yang kemudian menghasilkan produksi bahan
kering yang semakin besar. Bobot kering total tanaman memberikan gambaran
kemampuan tanaman menghasilkan fotosintat.
Indeks panen dipengaruhi oleh bobot segar krop dan bobot segar total tanaman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun pada peubah bobot segar krop dan bobot
segar total tanaman menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan tetapi tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata pada peubah indeks panen (Tabel 7), perbandingan
antara bobot segar krop dengan bobot segar total tanaman menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata, hal ini menunjukkan bahwa besarnya fotosintat yang ditranslokasikan ke
organ penyimpanan atau bagian ekonomi dari suatu tanaman mempunyai proporsi yang
sama pada masing-masing perlakuan.
Laju pertumbuhan relatif tanaman dipengaruhi oleh bobot kering total tanaman.
Peubah laju pertumbuhan relatif tanaman (LPR) tertinggi antar perlakuan dicapai pada
umur 28–42 hst (Tabel 8) dan selanjutnya semakin menurun sejalan dengan semakin
bertambahnya umur pengamatan. Keadaan tersebut disebabkan oleh tersedianya unsur
hara yang cukup pada umur 28–42 hst sehingga pertumbuhan vegetatif mencapai
optimal. Selanjutnya pada umur 42-56 hst dan umur 56-70 hst, laju pertumbuhan
tanaman menurun. Diduga dengan pesatnya pertumbuhan bagian vegetatif (seperti akar,
batang, dan daun) daun yang dihasilkan hanya akan menaungi daun yang lebih bawah
sehingga hasil fotosintesis akan berkurang. Sesuai dengan pernyataan Sitompul dan
Guritno (1995) bahwa dengan pertambahan umur tanaman, laju fotosintesis akan
menurun dengan penurunan penerimaan kuanta radiasi yang sifatnya konstan, akibat
bertambahnya daun yang semakin banyak yang saling menaungi dan daun yang berada
dalam lapisan bawah menerima cahaya jauh dibawah titik jenuh.
Menurut hasil penelitian, penggunaan pupuk organik bekas media jamur
champinon dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik hingga 40 %, ini dibuktikan
dengan pemberian 60 % pupuk anorganik + 40 % pupuk organik pertumbuhan dan hasil
tanaman kubis merah tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
pemberian 80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik, sedangkan pemberian 80 %
pupuk anorganik + 20 % pupuk organik tidak berbeda nyata dengan pemberian 100 %
pupuk anorganik + 0 % pupuk organik, hal ini disebabkan karena penurunan jumlah
pupuk anorganik masih diimbangi dengan penggunaan pupuk organik dimana selain ikut
memberikan unsur hara walaupun dalam jumlah tidak besar dan lambat tersedia, tetapi
pemberian pupuk organik disini lebih ditekankan pada fungsinya memperbaiki sifat fisik
tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarief (1998), bahwa penambahan bahan organik
dapat memperbaiki struktur tanah, menambah kegunaan air untuk tanaman karena tanah
dapat memegang air, memperbaiki draenase dan aerase serta merangsang pertumbuhan.
Sugito et al,. (1995) mengemukakan bahwa peranan bahan organik yang paling besar
adalah kaitannya dengan sifat fisik tanah, sedangkan peranannya terhadap suplai unsur
haranya yang relatif kecil dan lambat tersedia. Terbentuknya struktur tanah yang remah
akan memberikan kesempatan pada perakaran tanaman untuk berkembang lebih baik,
serta menyebabkan semakin meluasnya bidang kontak ujung-ujung akar dengan tanah
sehingga akan meningkatkan jumlah unsur hara yang diserap oleh akar. Pupuk organik
dianggap sebagai pupuk lengkap karena selain menimbulkan tersedianya unsur hara bagi
tanaman, juga mengembangkan kehidupan mikroorganisme (jasad renik) di dalam tanah.
Jasad renik sangat penting bagi kesuburan tanah karena seresah dan sisa tanaman dapat
diubahnya menjadi humus serta senyawa tertentu yang disintesanya menjadi bahan-bahan
yang berguna bagi tanaman. Berkaitan dengan hal tersebut maka pupuk organik juga
dapat memperbaiki sifat biologi tanah.
Hasil analisis tanah setelah panen menunjukkan bahwa nilai C/N menurun hingga
mencapai nilai C/N antara 11,57-14,99. Hal ini menunjukkan bahwa selama pertumbuhan
tanaman, proses dekomposisi terus berlangsung dan unsur hara hasil dekomposisi melalui
proses mineralisasi N yang digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhan sebagian
tersimpan dalam tanah. Seperti yang diungkapkan Rosmarkam (2002) bahwa jumlah hara
tanaman yang hilang karena diserap tanaman dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan.
Unsur hara tanaman pada dasarnya berasal dari mineral tanah yang mengalami pelapukan
dan bahan organik yang mengalami mineralisasi. Proses dekomposisi yang terus berlanjut
akan meningkatkan kemampuan tanah menahan air, memantapkan agregat tanah dan
meningkatkan jumlah dan aktivitas metabolik mikroorganisme tanah. Sedangkan residu
bahan organik tertinggi didapatkan pada perlakuan 0 % pupuk anorganik + 100 % pupuk
organik, hal ini disebabkan bahan organik menyediakan unsur hara secara lambat,
sehingga tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh tanaman. Residu bahan organik yang
tinggi tergantung dari besarnya bahan organik yang diberikan, apabila bahan organik
yang diberikan ke tanah tinggi, maka residu yang ditinggalkan juga tinggi. Pemberian
pupuk organik memberikan jumlah unsur hara tidak besar karena lambat tersedia, tetapi
penambahan pupuk organik lebih tinggi dapat memperbaiki struktur tanah, memperbaiki
aerasi dan aktivitas biologi tanah, hal tersebut sangat bermanfaat bagi kesuburan tanah
sebagai tempat tumbuhnya tanaman.
Berdasarkan analisis usaha tani kubis merah (Lampiran 13), penggunaan 100 %
pupuk anorganik + 0 % pupuk organik dengan hasil krop kubis merah tertinggi 16,924
ton.ha-1 menghasilkan keuntungan tertinggi dibanding perlakuan lainnya yaitu sebesar Rp
33.783.000,00 dengan R/C rasio 3,0%, tetapi perlakuan tersebut juga membutuhkan biaya
produksi yang terbesar yaitu Rp 16.989.000,00. Sedangkan keuntungan terkecil diperoleh
dari perlakuan pemberian 0 % pupuk anorganik + 100 % pupuk organik yaitu sebesar Rp
27.098.000,00 dengan R/C rasio 2,7%, tetapi perlakuan tersebut membutuhkan biaya
produksi yang paling sedikit yaitu Rp 15.490.000,00 apabila dipandang dari segi
ekonomi, perlakuan pemberian 100 % pupuk anorganik + 0 % pupuk organik memang
menghasilkan lebih banyak keuntungan, tetapi perlakuan pemberian 60 % pupuk
anorganik + 40 % pupuk organik yang menghasilkan keuntungan Rp 29.089.750,00
dengan R/C rasio 2,8% dapat digunakan sebagai alternatif untuk mempertahankan hasil
baik jangka pendek maupun jangka panjang dengan memanfaatkan pupuk organik
sebagai bahan pembenah sifat fisik dan biologi tanah.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Pemberian 60 % pupuk anorganik + 40 % pupuk organik (387,1 kg Hydrokarate.ha-1
+ 150,8 kg SP-36.ha-1 + 120,6 kg Patenkali.ha-1 + 4,6 ton pupuk organik bekas media
jamur champignon.ha-1) menunjukkan pertumbuhan dan hasil tanaman yang optimal
dengan bobot segar krop tanaman 544,5 g.tan-1 dan tidak berbeda nyata dibanding
pemberian 80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik (516,2 kg Hydrokarate.ha-1
+ 201,1 kg SP-36.ha-1 + 160,8 kg Patenkali.ha-1 + 2,3 ton pupuk organik bekas
media jamur champignon.ha-1) dengan bobot segar krop tanaman 571,9 g.tan-1.
2. Pemberian 80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik (516,2 kg Hydrokarate.ha-1
+ 201,1 kg SP-36.ha-1 + 160,8 kg Patenkali.ha-1 + 2,3 ton pupuk organik bekas
media jamur champignon.ha-1) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
dibanding pemberian 100 % pupuk anorganik + 0 % pupuk organik (645,2 kg
Hydrokarate.ha-1 + 251,4 kg SP-36.ha-1 + 201 kg Patenkali.ha-1 + 0 ton pupuk organik
bekas media jamur champignon.ha-1).
5.2. Saran
1. Sesuai dengan tujuan percobaan yaitu untuk mengurangi penggunaan pupuk
anorganik pada budidaya tanaman kubis merah dapat digunakan kombinasi 60 %
pupuk anorganik + 40 % pupuk organik (387,1 kg Hydrokarate.ha-1 + 150,8 kg SP-
36.ha-1 + 120,6 kg Patenkali.ha-1 + 4,6 ton pupuk organik bekas media jamur
champignon.ha-1).
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tanaman kubis merah dengan
penambahan dosis pupuk 15-30 % dari dosis rekomendasi kebutuhan tanaman kubis
merah untuk menggantikan jumlah unsur hara yang hilang akibat proses-proses yang
menyebabkan kehilangan unsur hara dari dalam tanah (pencucian, penguapan, erosi,
dll).
3. Perlu dilakukan penelitian kembali pada waktu tanam berikutnya dengan lahan dan
plot perlakuan yang sama untuk mengetahui pengaruh residu bahan organik (bekas
media jamur champignon) yang tertinggal akibat perlakuan yang diberikan pada
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2005. Basic Procedures for Agaricus Mushroom Growing. http://www.americanmushroom.org/agaricus.pdf. Diakses pada tanggal 16 April 2005.
Arief, Arifin. 1990. Hortikultura. Tanaman Buah-Buahan; Tanaman Sayur; Tanaman Bunga Hias. Andi Offset Yogyakarta. h. 51-54.
Chumaidi dan Andriyana, 2000. Pertanian Organik. http://www.ntb.litbang.deptan.go.id/26-2000.htm. Diakses pada tanggal 1 Juni 2005.
Dwiatmini, Sutater, dan Goenadi. 1996. Media Tanam Krisan Dengan Kompos Dari Lima Macam Limbah Pertanian. J. Hort. 5(5): 99-105.
Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia. Jakarta. h. 249-251.
Gunadi, Nikardi dan A.A. Asandhi. 1989. Pemberian Pupuk Nitrogen dan Mulsa Pada Tanaman Kubis di DataranRendah. J. Hort. 17(3) : 99 – 107.
Handayanto. E. 2000. Kesuburan Tanah. Materi Kuliah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. h. 4-23.
Harjadi, S. 1996. Pengantar Agronomi. PT Gramedia. Jakarta. h. 91-108.
Iqbal, A dan Anwar, S. 1999. Bioteknologi Produksi Tanaman Menggunakan Limbah Jamur Merang dan EM4 untuk Menunjang Produksi Tanaman Bumbu-bumbuan dalam Pot (TAMBULAMPOT). Agrin. 3(3):1-9.
Juwantara, T. 2001. Budidaya Jamur Champignon. Penebar Swadaya. Jakarta. h. 32-35.
Kuswanto. 1996. Pengujian Tanaman Sawi Hasil Seleksi. Habitat 7(96) : 23-25.
Lingga dan Sumarsono, 2002. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. h. 150.
Marsudianto, P.E. 2006. Pengaruh Pupuk Kandang Ayam dan Urea Terhadap Pertumbuhan Tanaman dan Hasil Tanaman Kubis Merah (Brassica oleracea var capitata). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. h. 54.
Maryam, R.E.S. 2005. Pemanfaatan Limbah Media Jamur dan Pupuk Kandang Untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Brokoli (Brassica oleracea var Italica Plenck). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. h. 37.
Murbandono, L. 2002. Membuat Kompos. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nazari, Y.H. 2004. Pertumbuhan dan Hasil Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola Pada Pemberian Jenis dan Dosis Pupuk Organik Terhadap Pupuk Anorganik. Naskah Hasil Penelitian. Program Pasca Sarjana. Universitas Brawijaya. Malang.
Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta. h. 114.
Nugroho, Agung. 1998. Peranan Pupuk Kandang terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Kultivar Summer Fest. Habitat 103(9): 52-56.
Permadi dan Sastrosiswojo. 1997. Kubis. Balai Penelitian Hortikultura Lembang. Bandung.
Rismunandar, 1985. Pengetahuan Dasar Tentang Perabukan. Sinar Baru. Jakarta
Rosmarkam, A. dan Nasih Widya Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. h. 224.
Rubatzky, Vincent. E. dan Mas Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2 : Prinsip, Produksi, dan Gizi. Edisi Kedua. ITB. Bandung. h. 117.
Saraswati, F.E. 2001. Respon Tanaman Brokoli (Brassica Oleracea var Italica Plenck) Terhadap Macam Bahan Organik Sebagai Alternatif Pengganti Pupuk Anorganik. Skripsi, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. h. 43.
Sarief, E.S. 1998. Kesuburan Tanah dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung.
Sitompul S. M. dan Guritno, B. 1995. Analisa Pertumbuhan Tanaman, Gajah Mada University Press Yogyakarta. h. 3-57.
Soewandita, Hasmana. 2005. Pemulihan Hara N, P dan K Pada Tanah Terdegradasi Dengan Penambahan Amelioran Organik. http://www.ipteknet.htm. Diakses pada tanggal 26 Maret 2005.
Subhan dan A.A. Ashandi. 1998. Pengaruh Penggunaan Pupuk Urea dan ZA Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang di Dataran Medium. J. Hort. 8(1) : 983-987.
Sudjijo, 1994. Pengaruh Beberapa Jenis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Wortel. J. Hort. 4(2):38-40.
Sugito, Y., Y. Nuraini, dan E. Nihayati. 1995. Sistem Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. h. 65.
Sumiati, Etty dan Achmad Hidayat. 2002. Studi Bedengan Kompos Permanen untuk Budidaya Kentang di Pekarangan. J. Hort. 12(4): 237-245.
Suryadi dan Permadi. 1998. Evaluasi Pertumbuhan dan Daya Hasil Sepuluh Genotif Kubis di Dataran Tinggi. Jurnal Hortikultura 7(4):864-869.
Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik : Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius. Yogyakarta. h. 219.
Sutejo, MM. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.
Suyitno, 1991. Pengaruh Pupuk Kandang terhadap Produksi Sayuran. Sinar Tani dalam Kumpulan Kliping Pupuk I. Pusat Informasi Pertanian Trubus. Jakarta.
Syekhfani, 1997. Hara – Air – Tanah – Tanaman -. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Lampiran 1. Dokumentasi Hasil Penelitian
Gambar 4. Tanaman Kubis Merah Pada 56 hst
Gambar 5. Lahan Percobaan Tanaman Umur 42 hst
Lampiran 2. Deskripsi Tanaman Kubis Merah Kultivar Red Globe
1. Bentuk tanaman : sangat seragam
2. Berat benih/gram : 250 - 300 benih
3. Kebutuhan benih/ha : 300 – 350 gram
4. Daya berkecambah : 85 %
5. Umur panen : 70 hari setelah transplanting
6. Warna krop : merah keunguan
7. Bentuk krop : bulat oval
8. Bentuk pemasaran : segar
9. Jarak tanaman : 50x50, 50x60, 50x70 cm
10. Kebutuhan pupuk : 90-100 kg N.ha-1, 60-100 kg P2O5.ha-1 dan 50-100
kg K2O.ha-1.
Lampiran 3. Hasil Analisis Tanah Sebelum Perlakuan dan Setelah Panen, Pupuk Organik Eks Media Jamur Champignon Sebelum Pengomposan dan Setelah Pengomposan
n dan Set elah Pengo
mposan � an S
h Pe ngom po sa ���
Setelah Pengomposan���
dan S etela h Pen gomp osan �
Setelah Pengomposan���
Peng ompo an��� an Se telah Pengo
an���telah Pengomposan�
�pH L arut C Orga nik�N Total �P 2O5�K2
��H2O�KCL�%�%�(%)�(
%)� �Tan ah�(s ebelum tanam )�5,90 �5,10
�0,21�9,9�0,118�0,153���Eks Medi
a Jam ur (s ebelu m peng omposa n)�5,6 0�4,90
Tanah Perlakuan C(setelah panen)
6,64 5,76 5,01 0,410 12,22 0,490 0,770
Tanah Perlakuan D(setelah panen)
6,61 5,70 5,30 0,390 13,59 0,501 0,900
Tanah Perlakuan E(setelah panen)
6,48 5,60 5,92 0,395 14,99 0,639 0,106
Tanah Perlakuan F(setelah panen)
6,59 5,58 6,50 0,500 13,00 0,603 0,148
Rendah Sekali
Rendah
Sedang
Tinggi
Tinggi Sekali
< 4,0
4,1–5,5
5,6-7,5
7,6-8,6
> 8,0
< 2,5
2,6 -4,0
4,1-6,0
6,1-6,5
> 6,5
< 1,0
1,1-2,0
2,1-3,0
3,1-5,0
> 5,0
< 0,1
0,11-0,2
0,21-0,5
0,5-10,75
> 0,75
< 5
5,1-10
11-15
16-20
> 20
< 0,5
0,5-1,0
1,1-1,5
1,6-2,0
>2,0
< 1
1,1-2,0
2,1-4,0
4,1-6,0
> 6,0
Berdasarkan Hasil Analisis Laboratorium Tanah Balai Teknologi Pertanian Bedali - Lawang
Lampiran 4. Perhitungan Kebutuhan Pupuk Organik
1. Penentuan Dosis Pupuk Organik
N total tanah = 0,21 %
Luas petak = 15 m2
Dosis rekomendasi = 90 – 100 kg N/ha
Kategori status N (sedang) = 0,21 – 0,50 %
Kebutuhan N yang harus ditambahkan menuju N status sedang
A2 - B N - XA = A1 – A2 XA - XB
N = dosis unsur hara yang harus ditambahkan sesuai keadaan kriteria tanah yan diinginkan (kg/ha)
A1 = kadar teratas kisaran N total kategori status tanah (%)A2 = kadar terbawah kisaran N total kategori status tanah (%)
B = kadar N total tanah hasil analisis kimia (%)XA = nilai teratas dosis kebutuhan N tanaman/ha (kg/ha)XB = nilai terbawah dosis kebutuhan N tanaman/ha (kg/ha)
0,21 – 0,21 N – 100 =0,50 – 0,21 100 – 90
N = {(100-90) x (0,21-0,21)} + {100 x (0,50-0,21)}
(0,50-0,21)
N = 100 kg/ha
2. Kebutuhan Pupuk Organik Per Hektar
100 x 100 kg/ ha = 11,6 ton/ha
0,86
3. Kebutuhan Pupuk Organik Per Petak
15 m2
x 11,6 ton/ha = 17,4 kg/petak10000m2
4. Kebutuhan Pupuk Organik Pada Masing-Masing Perlakuan
1 100 % pupuk organik = 100 % x 11,6 = 11,6 ton/ha
100 % x 17,4 = 17,4 kg/petak
2 80 % pupuk organik = 80 % x 11,6 = 9,3 ton/ha
80 % x 17,4 = 13,9 kg/petak
3 60 % pupuk organik = 60 % x 11,6 = 7 ton/ha
60 % x 17,4 = 10,4 kg / petak
4 40 % pupuk organik = 40 % x 11,6 = 4,6 ton/ha
40 % x 17,4 = 7 kg / petak
5 20 % pupuk organik = 20 % x 11,6 = 2,3 ton/ha
20 % x 17,4 = 3,5 kg / petak
6 0 % pupuk organik = 0 % x 11,6 = 0 ton/ha
0 % x 17,4 = 0 kg / petak
Lampiran 5. Perhitungan Kebutuhan Pupuk Anorganik
1. Pupuk N anorganik dalam bentuk Hidrokarate (15,5 % N)
1 Kebutuhan pupuk N anorganik per hektar
100/15,5 x 100 kg N / ha = 645,2 kg / ha
2 Kebutuhan pupuk N anorganik per petak
15 m2 / 10000 m2 x 645,2 kg / ha = 968 g / petak
1 100 % pupuk N anorganik = 100 % x 645,2 = 645,2 kg / ha
100 % x 968 = 968 g / petak
2 80 % pupuk N anorganik = 80 % x 645,2 = 516,2 kg / ha
80 % x 968 = 774 g / petak
3 60 % pupuk N anorganik = 60 % x 645,2 = 387,1 kg / ha
60 % x 968 = 581 g / petak
4 40 % pupuk N anorganik = 40 % x 645,2 = 258,1 kg / ha
40 % x 968 = 387 g / petak
5 20 % pupuk N anorganik = 20 % x 645,2 = 129 kg / ha
20 % x 968 = 194 g / petak
6 0 % pupuk N anorganik = 0 % x 645,2 = 0 kg / ha
0 % x 968 = 0 g / petak
2. Pupuk P anorganik dalam bentuk SP-36 (36 % P2O5)
3 Kebutuhan pupuk P anorganik per hektar
100/36 x 90,5 kg P2O5 / ha = 251,4 kg / ha
4 Kebutuhan pupuk P anorganik per petak
15 m2 / 10000 m2 x 251,4 kg / ha = 377 g / petak
7 100 % pupuk P anorganik = 100 % x 251,4 = 251,4 kg / ha
100 % x 377 = 377 g / petak
8 80 % pupuk P anorganik = 80 % x 251,4 = 201,1 kg / ha
80 % x 377 = 302 g / petak
9 60 % pupuk P anorganik = 60 % x 251,4 = 150,8 kg / ha
60 % x 377 = 226 g / petak
10 40 % pupuk P anorganik = 40 % x 251,4 = 100,6 kg / ha
40 % x 377 = 151 g / petak
11 20 % pupuk P anorganik = 20 % x 251,4 = 50,3 kg / ha
20 % x 377 = 75 g / petak
12 0 % pupuk P anorganik = 0 % x 251,4 = 0 kg / ha
0 % x 377 = 0 g / petak
3. Pupuk K anorganik dalam bentuk Paten Kali (30 % K2O)
5 Kebutuhan pupuk K anorganik per hektar
100/30 x 60,3 kg K20 / ha = 201 kg / ha
6 Kebutuhan pupuk K anorganik per petak
15 m2 / 10000 m2 x 201 kg / ha = 302 g / petak
13 100 % pupuk K anorganik = 100 % x 201 = 201 kg / ha
100 % x 302 = 302 g /petak
14 80 % pupuk K anorganik = 80 % x 201 = 160,8 kg / ha
80 % x 302 = 242 g /petak
15 60 % pupuk K anorganik = 60 % x 201 = 120,6 kg / ha
60 % x 302 = 181 g /petak
16 40 % pupuk K anorganik = 40 % x 201 = 80,4 kg / ha
40 % x 302 = 121 g /petak
17 20 % pupuk K anorganik = 20 % x 201 = 40,2 kg / ha
20 % x 302 = 60 g /petak
18 0 % pupuk K anorganik = 0 % x 201 = 0 kg / ha
0 % x 302 = 0 g /petak
Lampiran 6. Analisis Ragam Tinggi Tanaman Pada Berbagai Umur
Pengamatan Umur 10 hstp
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 2.653646 0.884549 1.502507 tn 3.287382Perlakuan 5 18.67969 3.735938 6.345916 * 2.901295Galat 15 8.830729 0.588715Total 23 30.16406
Pengamatan Umur 15 hstp
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 7.507813 2.502604 22.55869 * 3.287382Perlakuan 5 5.992188 1.198438 10.80282 * 2.901295Galat 15 1.664063 0.110938Total 23 15.16406
Pengamatan Umur 20 hstp
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 1.604167 0.534722 6.311475 * 3.287382Perlakuan 5 53.75 10.75 126.8852 * 2.901295Galat 15 1.270833 0.084722Total 23 56.625
Pengamatan Umur 25 hstp
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 9.6875 3.229167 6.378601 * 3.287382Perlakuan 5 17.55208 3.510417 6.934156 * 2.901295Galat 15 7.59375 0.50625Total 23 34.83333
Lampiran 7. Analisis Ragam Jumlah Daun Pada Berbagai Umur
Pengamatan Umur 10 hstp
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 2.729167 0.909722 6.453202 * 3.287382Perlakuan 5 3.364583 0.672917 4.773399 * 2.901295Galat 15 2.114583 0.140972Total 23 8.208333
Pengamatan Umur 15 hstp
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 1.854167 0.618056 9.081633 * 3.287382Perlakuan 5 1.083333 0.216667 3.183673 * 2.901295Galat 15 1.020833 0.068056Total 23 3.958333
Pengamatan Umur 20 hstp
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 0.802083 0.267361 0.489199 tn 3.287382Perlakuan 5 11.61458 2.322917 4.250318 * 2.901295Galat 15 8.19
79170.546528
Total 23 20.61458
Pengamatan Umur 25 hstp
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 27.07031 9.023438 33.25336 * 3.287382Perlakuan 5 9.773438 1.954688 7.203455 * 2.901295Galat 15 4.070313 0.271354Total 23 40.91406
Lampiran 8. Analisis Ragam Bobot Segar Krop Pada Berbagai Umur
Pengamatan Umur 28 hstp
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 86,4425 28,8142 11,5236 * 3.287382Perlakuan 5 381,142 76,22831 30,4858 * 2.901295Galat 15 37,5069 2,50046Total 23 505,091
Pengamatan Umur 42 hstp
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 1391,08 463,693 5,24448 * 3.287382Perlakuan 5 16325,2 3265,05 36,9285 * 2.901295Galat 15 1326,23 88,4154Total 23 19042,5
Pengamatan Umur 56 hstp
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 12081,3 4027,09 5,96922 * 3.287382Perlakuan 5 51814,1 10362,8 15,3604 * 2.901295Galat 15 10119,6 674,643Total 23 74015
Lampiran 9. Analisis Ragam Bobot Segar Total Tanaman Pada Berbagai Umur
Pengamatan Umur 28
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 510,6635 170,221 1,838264 tn 3.287382Perlakuan 5 10146,69 2029,34 21,91536 * 2.901295Galat 15 1388,983 92,5989Total 23 12046,34
Pengamatan Umur 42
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 30001,01 10000,3 3,207503 tn 3.287382Perlakuan 5 97297,79 19459,6 6,24145 * 2.901295Galat 15 46766,92 3117,79Total 23 174065,7
Pengamatan Umur 56
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 14949,48 4983,16 0,73208 tn 3.287382Perlakuan 5 130243,1 26048,6 3,826822 * 2.901295Galat 15 102102,8 6806,85Total 23 247295,4
Lampiran 10. Analisis Ragam Bobot Kering Total Tanaman Pada Berbagai Umur
Pengamatan Umur 28
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 80,0313 26,6771 10,3378 * 3.287382Perlakuan 5 172,1629 34,4326 13,34317 * 2.901295Galat 15 38,70809 2,58054Total 23 290,9023
Pengamatan Umur 42
SK Db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 92,64305 30,8810 3,657098 * 3.287382Perlakuan 5 1623,646 324,729 38,4562 * 2.901295Galat 15 126,662 8,44413Total 23 1842,951
Pengamatan Umur 56
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 76,54311 25,5144 0,586241 tn 3.287382Perlakuan 5 2348,018 469,604 10,79004 * 2.901295Galat 15 652,8296 43,5220Total 23 3077,391
Lampiran 11. Analisis Ragam Pengamatan Panen
Bobot Segar Krop
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 20900,72 6966,91 11,1302 * 3.287382Perlakuan 5 50730,92 10146,2 16,20935 * 2.901295Galat 15 9389,193 625,946Total 23 81020,84
Bobot Segar Total Tanaman
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 31501,85 10500,6 3,454284 * 3.287382Perlakuan 5 90532,29 18106,5 5,956303 * 2.901295Galat 15 45598,23 3039,88Total 23 167632,4
Bobot Kering Total Tanaman
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 19,33393 6,44464 0,18729 tn 3.287382Perlakuan 5 2131,606 426,321 12,38945 * 2.901295Galat 15 516,1504 34,4100Total 23 2667,091
Lampiran 12. Analisis Ragam Indeks Panen dan Laju Pertumbuhan Relatif Tanaman
Indeks Panen
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 0,107187 0,03573 11,81792 * 3.287382Perlakuan 5 0,002014 0,00040 0,133231 tn 2.901295Galat 15 0,04535 0,00302Total 23 0,154551
LPR 28-42
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 0,000677 0,00023 1,582182 tn 3.287382Perlakuan 5 0,001455 0,00029 2,038798 tn 2.901295Galat 15 0,002141 0,00014Total 23 0,004273
LPR 42-56
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 0,001357 0,00045 3,692359 * 3.287382Perlakuan 5 0,001702 0,00034 2,777373 tn 2.901295Galat 15 0,001838 0,00012Total 23 0,004897
LPR 56-70
SK db JK KT F hit F Tabel 5%Kelompok 3 0,000359 0,00012 0,746881 tn 3.287382Perlakuan 5 0,000928 0,00019 1,15804 tn 2.901295
Galat 15 0,002404 0,00016Total 23 0,003691
Lampiran 13. Analisis Usaha Tani Kubis Merah Pada Luasan 1 Ha Pada Tiap Perlakuan
Me rah Pada L san 1 Ha Pa a � Tiap Perl ak Pada uasan 1 Ha P da � Tiap Perla uan ��
uasan 1 Ha Pad �
Tiap
rlakua
n ��
rah Pa
da Lua
Ha P
da �
Tiap P
erlakua �
n 1 Ha Pada � Tiap Perlakuan ��
da Luasan 1 Hada � Tiap Perlakn ��
Pada Luasan 1Ha Pada � Tiap
lakuan ��
Merah Pa Luasan 1Ha Pada � Tiap Perln ��
h Pada Lu 1 Ha Pad Tia
p Perlakuan
�
ah Pad L
uasan 1 Ha Pada � Tiap P
erlakua��
Padaasan a
Pada � Tiap lakua ��
rah P
Luasa1 Ha Pda Tiap Prlakua ��
MeraPada L
asan 1 Hada � Tia
Perlak ��
ah Padasan a Pad
Tiap Prlakua
�
h Pada Luasan 1 HPada �
Tiap akua��
ah PaLuas
Ha Pa Tia Perlaan ��
Pada Lusan 1 Ha Pada� Tiap erlakun ��
Pada
uasan 1Pada T
ap Peran ��
Merah Luas1 Ha a �
Tiap Perlakuan ��
rah Pada Luasan 1a Pada�
Tiaprlaku
��
Merada Lu
n 1 Haa � Tiap Pakua��
ah Pa
Luasan
1 Ha � Tiaperlakn ��
n 1 Ha Pada � Tiap Perlakuan ��
Ha Pada � Tiap Perlakuan ��
h Pada L
n 1 HPad
T
ap Perla
��
Me Pada Ln 1 Ha
�
Ti
p Perla ��
ah
ada Lua
Ha Pa �
T
iap
Perlaku
��
rah da Lua Ha Pa
Lu
PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK DAN PUPUK ORGANIK TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KUBIS MERAH
( Brassica oleracea var capitata )
Oleh :
GAGUT AGUS WIRYAWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYAFAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIANMALANG
2007PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK
DAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KUBIS
MERAH ( Brassica oleracea var capitata )
Oleh :
GAGUT AGUS WIRYAWAN
0110420024 - 42
SKRIPSIDisampaikan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)
UNIVERSITAS BRAWIJAYAFAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIANMALANG
2007
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Penelitian : PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK DAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KUBIS MERAH (Brassica oleracea var capitata)
Nama Mahasiswa : GAGUT AGUS WIRYAWAN
NIM : 0110420024-42
Jurusan : Budidaya Pertanian
Program Studi : Hortikultura
Menyetujui : Dosen Pembimbing
Pertama Kedua
Ir. Ninuk Herlina, MS. Ir. Endang Moerdiati, MS. NIP. 131 653 827 NIP. 130 809 318
Ketua Jurusan
Dr. Ir. Agus Suryanto, MS. NIP. 130 935 809
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan,
MAJELIS PENGUJI
Penguji I Penguji II
Ir. Moch. Nawawi, MS Ir. Ninuk Herlina, MS NIP. 130 802 235 NIP. 131 653 827
Penguji III Penguji IV
Ir. Endang Moerdiati, MS Prof. Dr. Ir. Tatik Wardiyati, MsNIP. 130 809 318 NIP. 130 604 496
Tanggal Lulus :
RINGKASANGagut Agus Wiryawan. 0110420024-42. Pengaruh Penggunaan Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kubis Merah (Brassica oleracea var capitata). Dibawah bimbingan Ir. Ninuk Herlina, MS dan Ir. Endang Moerdiati, MS.
Tanaman kubis merah (Brassica oleracea var capitata) adalah salah satu jenis sayuran daun yang cukup populer dan banyak diusahakan para petani di daerah sentral produksi sayuran dataran tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman kubis merah, selama ini petani mengandalkan penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus, namun hal itu berdampak negatif terhadap pencemaran lingkungan akibat residu yang ditinggalkan. Pertanian organik dewasa ini belum dapat diterapkan secara murni mengingat cukup banyak kendala yang dihadapi. Pada awal penerapan pertanian
organik masih perlu dilengkapi pupuk anorganik agar kebutuhan akan hara tersedia dapat terpenuhi dan diharapkan kebutuhan akan pupuk anorganik secara berangsur dapat dikurangi. Perpaduan penggunaan pupuk anorganik dan organik cukup efektif karena dapat melengkapi kelebihan masing-masing serta meminimalkan kekurangannya. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian mengenai pengaruh penggunaan pupuk anorganik dan pupuk organik pada prosentase yang berbeda-beda sehingga akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda pula terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kubis merah. Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan dosis kombinasi pupuk anorganik dan pupuk organik yang dapat menghasilkan pertumbuhan dan hasil tanaman kubis merah yang optimal sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Hipotesis yang diajukan adalah Diduga pemberian 60 % pupuk anorganik + 40 % pupuk organik (387 kg pupuk N anorganik.ha-1 + 151 kg pupuk P anorganik.ha-1 + 121 kg pupuk anorganik K.ha-1 + 4,6 ton pupuk organik bekas media jamur champignon.ha-1) dapat memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman kubis merah yang optimal sehingga dapat digunakan untuk mengurangi penggunaan pupuk anorganik.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2005-Maret 2006 di Desa Pungging Kecamatan Tutur, Nongkojajar pada ketinggian 1200 mdpl, suhu berkisar antara 16–22°C, curah hujan rata-rata 1500–2000 mm/tahun, kelembaban relatif rata-rata sebesar 85%. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, penggaris, sprayer, gembor, timbangan dan oven. Bahan yang digunakan adalah bahan tanam berupa benih kubis merah varietas red globe, insektisida Decis 2,5 EC, fungisida Benalatte, pupuk N, P, K anorganik dan pupuk organik berupa bekas media jamur champignon. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok ( RAK ) dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan dan didapatkan 24 petak perlakuan. Masing – masing perlakuan terdiri dari 60 sampel tanaman, sehingga jumlah total tanaman sebanyak 1440 tanaman. Perbandingan perlakuan pemberian pupuk anorganik dan pupuk organik sebagai berikut : A = 100% pupuk anorganik + 0% pupuk organik, B = 80% pupuk anorganik + 20% pupuk organik, C = 60% pupuk anorganik + 40% pupuk organik, D = 40% pupuk anorganik + 60% pupuk organik, E = 20% pupuk anorganik + 80% pupuk organik dan F = 0% pupuk anorganik + 100% pupuk organik. Perlakuan diulang 4 kali sehingga diperoleh 24 petak perlakuan. Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dengan menggunakan uji F pada taraf 5% dan apabila terjadi perbedaan yang nyata akibat perlakuan dilanjutkan dengan uji BNT dengan taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian 60 % pupuk anorganik + 40 % pupuk organik menunjukkan pertumbuhan dan hasil tanaman yang optimal dengan bobot segar krop tanaman 544,5 g.tan-1 dan tidak berbeda nyata dibanding pemberian 80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik dengan bobot segar krop tanaman 571,9 g.tan-1. Pemberian 80 % pupuk anorganik + 20 % pupuk organik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dibanding pemberian 100 % pupuk anorganik + 0 % pupuk organik.
RIWAYAT HIDUP
Penulis terlahir dengan nama Gagut Agus Wiryawan pada tanggal 06 Agustus
1983, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Alm. Samudji
dan Ibu Tutiati di Pasuruan.
Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Wonosari 1 pada tahun
1989 hingga tahun 1995, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Tingkat Pertama
di SMPN 1 Singosari Malang dan lulus pada tahun1998. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum di SMU Unggulan Darul Ulum – BPP
Teknologi Peterongan Jombang dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001 penulis
menempuh pendidikan Strata Satu (S-1) Program Studi Hortikultura, Jurusan Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, karena rahmat dan hidayah-
Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “ Pengaruh Penggunaan
Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kubis
Merah (Brassica oleracea var capitata). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
tugas akhir dalam menyelesaikan studi Strata Satu (S-1) di Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ir. Ninuk herlina, MS, selaku
dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan dalam
penulisan laporan ini, kepada Ir. Endang Moerdiati, MS, selaku pembimbing II yang
telah berkenan membimbing dan memberikan masukan, serta semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan.
Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Malang, Mei 2007
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iDAFTAR ISI .................................................................................................... iiDAFTAR TABEL ............................................................................................ iiiDAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 11.2. Tujuan ................................................................................................... 31.3. Hipotesis
..............…………………………………………………..... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Tanaman Kubis Merah .......................................................................... 42.2. Pupuk Anorganik .................................................................................. 62.3. Pupuk Organik ...................................................................................... 9
III. BAHAN DAN METODE3.1. Tempat dan
Waktu ................................................................................ 163.2. Alat dan Bahan ..................................................................................... 163.3. Metode .................................................................................................. 163.4. Pelaksanaan Penelitian .......................................................................... 203.5. Pengamatan ........................................................................................... 243.6. Analisa Data .......................................................................................... 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1. Hasil....................................................................................................... 264.2.
Pembahasan............................................................................................ 33
V. KESIMPULAN DAN SARAN5.1. Kesimpulan
........................................................................................... 425.2. Saran
..................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 44
LAMPIRAN ..................................................................................................... 47
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Komposisi Kimia Bahan Baku Media Jamur Champignon (%) .................. 102. Kandungan N, P2O5 dan K2O Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik Pada Masing-Masing Perlakuan .................................................................. 223. Rata-Rata Tinggi Tanaman Akibat Penggunaan Pupuk Anorganik
dan Pupuk Organik ...................................................................................... 264. Rata-Rata Jumlah Daun Akibat Penggunaan Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik ...................................................................................... 275. Rata-Rata Bobot Segar Krop Akibat Penggunaan Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik ...................................................................................... 286. Rata-Rata Bobot Segar Total Tanaman Akibat Penggunaan Pupuk
Anorganik dan Pupuk Organik .................................................................... 297. Rata-Rata Bobot Kering Tanaman Akibat Penggunaan Pupuk
Anorganik dan Pupuk Organik .................................................................... 30
8. Rata-Rata Bobot Segar Krop, Bobot Segar Total Tanaman, Bobot Kering Tanaman, dan Indeks Panen Akibat Penggunaan Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik ..................................... 319. Rata-Rata Laju Pertumbuhan Relatif Akibat Penggunaan Pupuk
Anorganik dan Pupuk Organik .................................................................... 32
Lampiran
1. Hasil Analisis Tanah Sebelum Perlakuan dan Setelah Panen, PupukOrganik Eks Media Jamur Champignon Sebelum Pengomposan danSetelah Pengomposan .................................................................................. 49
2. Analisis Ragam Tinggi Tanaman Pada Berbagai Umur .............................. 553. Analisis Ragam Jumlah Daun Pada Berbagai Umur ................................... 564. Analisis Ragam Bobot Segar Krop Pada Berbagai Umur ........................... 575. Analisis Ragam Bobot Segar Total Tanaman Pada Berbagai Umur ............ 586. Analisis Ragam Bobot Kering Tanaman Pada Berbagai Umur ................... 597. Analisis Ragam Pengamatan Panen ............................................................. 608. Analisis Ragam Indeks Panen dan Laju Pertumbuhan Relatif .................... 619. Analisis Usaha Tani Kubis Merah Pada Luasan 1 Ha Pada Tiap Perlakuan 62
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1. Denah Percobaan ......................................................................................... 182. Denah Pengambilan Sampel ........................................................................ 193. Krop Kubis Merah Pada Berbagai Perlakuan .............................................. 324. Tanaman Kubis Merah Pada 56 hst ............................................................. 475. Lahan Percobaan Tanaman Umur 42 hst ..................................................... 47