Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH,
KEBERFUNGSIAN KELUARGA DAN JENIS KELAMIN
TERHADAP PERILAKU PERUNDUNGAN
PADA SISWA SMA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Fitri Rachmawati Amalia
NIM : 1113070000092
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Percaya hatimu. Kuatkan dirimu.
Tak pernah menyerah. Berani melangkah.
Percaya tangismu. Dan perjuanganmu.
Akan jadi kisah. Terbaik dihidupmu.”
(Yura Yunita)
“janganlah berharap ada yang dapat membantu
langkahmu jika kamu sendiri tidak tau
akan apa yang kau tuju.”
Skripsi ini aku persembahkan untuk Almh. Ibu yang berada di Sisi-
Nya, ayah, adikku, dan sahabatku tercinta.
vi
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi
(B) Juli 2019
(C) Fitri Rachmawati Amalia
(D) Pengaruh Penyesuaian Diri di Sekolah, Keberfungsian Keluarga dan Jenis
Kelamin terhadap Perilaku Perundungan pada Siswa SMA
(E) xiii + halaman + lampiran
(F) Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh penyesuaian diri di
sekolah, keberfungsian keluarga dan jenis kelamin terhadap perilaku perundungan
pada siswa SMA. Penelitian ini juga ditujukan untuk menguji pengaruh masing –
masing variabel bebas yaitu penyesuaian diri di sekolah (goal orientation, school
spirit, child peer relations, child teacher relations, alienation), keberfungsian
keluarga (family cohesion dan family adaptability) dan jenis kelamin terhadap
perilaku perundungan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi
berganda. Populasi merupakan 316 siswa SMA Negeri 29 Jakarta. Dalam
penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling. Penulis
mengadaptasi dan memodifikasi alat ukur dari Olweus Bully/Victim
Questionnaire, School adjustment survey (SAS), dan Family Adaptability And
Cohesion Evaluation Scales (FACES-II) yang validitasnya diuji dengan validitas
konstruk menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis).
Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa penyesuaian diri di
sekolah, keberfungsian keluarga, dan jenis kelamin memberikan pengeruh yang
signifikan terhadap perilaku perundungan. Hasil penelitian juga menunjukkan
proporsi varians dari perilaku perundungan yang dijelaskan oleh seluruh variabel
independen adalah 18,2% sedangkan 81,8% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain
di luar penelitian ini.
Kesimpulan yang diambil dari penelitian ini adalah ada pengaruh yang
signifikan penyesuaian diri di sekolah, keberfungsian keluarga dan jenis kelamin
terhadap perilaku perundungan. Saran untuk penelitian kepada orang tua dan
keluarga agar membentuk komunikasi dan hubungan yang lebih baik dengan anak
maupun pihak sekolah. Penulis berharap implikasi dari hasil penelitian ini dapat
dikembangkan pada penelitian selanjutnya.
(G) Daftar Bacaan : 37 : buku : 12 + jurnal : 19 + tesis : 2 + artikel : 4
vii
ABSTRACT
(A) Faculty of Psychology
(B) July 2019
(C) Fitri Rachmawati Amalia
(D) The Effect of Schools Adjustment, Family Functioning and Gender Factor on
Bullying Behavior of High School Students
(E) xiii + pages + appendix
(F) This research aims to determine the effect of school adjustment, family
functioning and gender factor on bullying behavior in students. This research was
aimed for testing the effect of each independent variable that is school adjustment
(goal orientation, school spirit, child peer relations, child teacher relations,
alienation) , family functioning (family cohesion and family adaptability) and
gender factor to bullying behavior.
This research used a quantitative approach with multiple regression analysis.
The population is 316 students in SMA 29 Jakarta. In this research using non
probability sampling techniques. The author adapted and modified the measuring
instruments from Olweus Bully / Victim Questionnaire, School adjustment survey
(SAS), and Family Adaptability and Cohesion Evaluation Scales (FACES-II)
whose validity was tested with construct validity using CFA (Confirmatory Factor
Analysis).
The results of data analysis of the research data indicate that school
adjustment, family functioning, and gender factor have a significant influence on
bullying behavior. The results also showed the proportion of variance of bullying
behavior explained by all independent variables was 18.2% while the remaining
81.8% was influenced by other variables outside this study.
The conclusion drawn from this study is that there is a significant influence of
school adjustment, family functioning and gender factor on bullying behavior.
Suggestions for research to parents and families in order to form better
communication and relationships with children and the school. The author hopes
the implications of the results of this study can be developed in future studies.
(G) Reading List: 37: books: 12 + journals: 19 + thesis: 2 + article: 4
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas
segala rahmat dan karunia yang diberikan-Nya sehingga skripsi ini dapat selesai
dengan baik. Shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW serta pengikutnya sampai akhir zaman.
Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari sangat banyak pihak yang
telah membantu saya dalam menyelasikannya. Untuk itu, saya ingin
menyampaikan terimakasih kepada :
1. Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.
2. Ilmi Amalia M.Psi, Psikolog sebagai dosen pembimbing. Terimakasih atas
bimbingan, arahan, saran dan kritik yang telah diberikan kepada penulis
selama masa penyusunnan skripsi dengan penuh kesabaran serta ilmu yang
telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Drs. Akhmad Baidun, M.Si dan Ima Sri Rahmani, S.Psi, MA pembimbing
akademik yang telah banyak membantu saya selama masa studi.
4. Luh Putu Suta Haryanthi, M.Psi.T, Psi sebagai salah satu dosen yang telah
memberikan pengaruh terhadap perubahan yang telah membuat saya menjadi
lebih baik lagi dari sebelumnya.
5. Kepala sekolah SMA Negeri 29 Jakarta dan jajaran yang telah membantu dan
mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian ini, serta kepada seluruh
siswa yang telah membantu dan berpartisipasi terimakasih atas waktu dan
kesediaan untuk mengisi kuesioner.
6. Alm kakek dan alm ibu yang telah memberikan cinta dan kasih sayangnya
kepada saya. Jika tanpa kalian saya tidak akan sekuat ini dan saya banyak
belajar dari kebaikan dan ketulusan yang kalian berikan.
ix
7. Nenek dan ayah yang telah membesarkan saya, dan doa yang tidak putus –
putusnya bagi saya, serta om dan tante yang selalu memberikan dukungan, tak
lupa kepada Fatimah Umi Hajar sebagai adik saya yang juga turut membantu
dalam diamnya. Sepupu – sepupu penulis, rangga, audi, ifa, adit, raysad,
hakam, kalasha, alisah, robih yang telah memberi keceriaan dan warna di
setiap pertemuan.
8. Yurixa Sakhinatul Putri, yang telah memberikan makna dalam perjalanan
hidup selama 11 tahun berteman telah banyak cerita yang terkisah meskipun
jarak memisahkan kita berdua.
9. Dwi Endang Lestari dan Novitasari Mulba yang selama beberapa tahun ini
menemani menjalani suka dan duka di fakultas psikologi dan telah banyak
memberikan kenangan.
10. Nono karno, terimakasih untuk waktu, tenaga, motivasi, dan doa yang telah
diberikan selama ini kepada penulis.
11. Mahasiswa/I Fakultas Psikologi angkatan 2013 dan kelas C terimakasih atas
kebersamaan dan pembelajaran selama ini.
Semoga Allah membalas segala kebaikan yang telah diberikan. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang
Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada banyak orang dan
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Jakarta, 6 Agustus 2019
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................ v
ABSTRAK ............................................................................................ vi
ABSTRACT ........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................. 1-8
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................ 6
1.2.1 Pembatasan Masalah ................................................. 6
1.2.2 Perumusan Masalah .................................................. 7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................... 7
1.3.1 Tujuan Penelitian ...................................................... 7
1.3.2 Manfaat Penelitian .................................................... 7
BAB 2 KAJIAN TEORI .................................................................... 9-28
2.1 Perilaku Perundungan ........................................................ 9
2.1.1 Pengertian perilaku perundungan .............................. 9
2.1.2 Bentuk-bentuk perundungan ..................................... 10
2.1.3 Faktor-faktor penyebab perundungan ....................... 13
2.1.4 Pengukuran perundungan .......................................... 15
2.2 Penyesuaian Diri Di Sekolah ............................................. 15
2.2.1 Pengertian penyesuaian diri di sekolah ..................... 15
2.2.2 Dimensi-dimensi penyesuaian diri di sekolah........... 17
2.2.3 Pengukuran penyesuaian diri di sekolah ................... 17
2.3 Keberfungsian Keluarga..................................................... 19
2.3.1 Pengertian keberfungsian keluarga ........................... 19
2.3.2 Dimensi-dimensi keberfungsian keluarga ................. 20
2.3.3 Pengukuran keberfungsian keluarga ......................... 21
2.4 Kerangka Berpikir .............................................................. 22
2.5 Hipotesis Penelitian ............................................................ 28
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ........................................... 29-51
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ......... 29
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi operasional ..................... 30
xi
3.2.1 Variabel penelitian .................................................... 30
3.2.2 Definisi operasional .................................................. 30
3.3 Instrumen Dan Prosedur Pengumpulan Data ..................... 32
3.4 Uji Validitas Konstruk Alat Ukur ...................................... 35
3.4.1 Hasil uji validitas konstruk perilaku perundungan.... 37
3.4.2 Hasil uji validitas konstruk goal orientation ............. 38
3.4.3 Uji validitas konstruk school spirit ........................... 40
3.4.4 Uji validitas konstruk child peer relations ................ 41
3.4.5 Uji validitas konstruk child teacher relation ............ 42
3.4.6 Uji validitas konstruk alienation ............................... 43
3.4.7 Uji validitas konstruk kohesi keluarga ...................... 44
3.4.8 Uji validitas konstruk family adaptability ................. 45
3.5 Tehnik Analisis Data .......................................................... 47
3.6 Prosedur Penelitian ............................................................ 50
BAB 4 HASIL PENELITIAN ........................................................... 52-62
4.1 Gambaran Subjek Penelitian .............................................. 52
4.2 Hasil Analisis Deskriptif .................................................... 52
4.2.1 Kategorisasi skor variabel penelitian ........................ 54
4.3 Hasil Uji Hipotesis Penelitian ............................................ 55
4.3.1 Analisis regresi variabel penelitian ........................... 55
4.3.2 Pengujian proporsi varian setiap variabel bebas ....... 60
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN............................ 63-70
5.1 Kesimpulan ........................................................................ 63
5.2 Diskusi ............................................................................... 63
5.3 Saran ................................................................................... 68
5.3.1 Saran teoritis ............................................................. 68
5.3.2 Saran praktis .............................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 71
LAMPIRAN ........................................................................................... 78
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blueprint Skala Perundungan.................................................. 33
Tabel 3.2 Blueprint Skala Penyesuaian Diri di sekolah .......................... 34
Tabel 3.3 Blueprint Skala Keberfungsian Keluarga ............................... 35
Tabel 3.4 Muatan Faktor Item Perilaku Perundungan ............................ 38
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Goal Orientation .................................... 39
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item School Spirit ........................................... 40
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Child Peer Relations .............................. 42
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Child Teacher Relations......................... 43
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Alienation ............................................... 44
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Kohesi Keluarga ................................... 45
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Family Adaptability.............................. 46
Tabel 4.1 Gambaran subjek penelitian .................................................... 52
Tabel 4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ................................... 53
Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor ...................................................... 54
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel ..................................................... 55
Tabel 4.5 R-square .................................................................................. 56
Tabel 4.6 Anova ...................................................................................... 56
Tabel 4.7 Koefisien Regresi .................................................................... 57
Tabel 4.8 Proporsi Varian Setiap Variabel Bebas ................................... 61
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir .................................................... 27
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian............................................................. 78
Lampiran 2 Kuesioner ............................................................................. 79
Lampiran 3 Output Regresi ..................................................................... 87
Lampiran 4 Path Diagram dan Syntax ..................................................... 89
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penelitian.
1.1 Latar Belakang
Masa remaja adalah masa peralihan masa kanak-kanak dan masa dewasa, dalam
hal ini anak-anak mengalami pertumbuhan secara cepat di segala bidang. Mereka
bukan lagi termasuk kanak-kanak, baik bentuk jasmani, sikap, cara berfikir dan
bertindak. Tetapi bukan pula menjadi orang dewasa yang telah matang. Masa
remaja ini mulai pada umur 13 tahun dan berakhir kira-kira umur 21 tahun
(Santrock, 2003). Banyak diantara mereka yang tidak sanggup mengikuti
pelajaran, hilang kemampuan konsentrasi, malas belajar, patah semangat dan
sebagainya. Tidak sedikit pula yang jatuh kepada kenakalan yang lebih berbahaya
lagi. Salah satu bentuk kenakalan yang belakangan sering marak terjadi adalah
perilaku perundungan (bullying) yang dilakuakn oleh remaja usia sekolah.
Fenomena perilaku perundungan telah menjadi masalah serius di
Indonesia. Fakta membuktikan pada beberapa sekolah perundungan dianggap
wajar dan biasa terjadi salah satunya pada saat masa orientasi siswa (MOS),
dimana banyak senior menandakan kekuasaan dan kehormatan bagi mereka di
lingkungan sekolahnya dengan cara melakukan perilaku perundungan. Salah satu
contoh kasusnya terjadi di SMAN 70 Jakarta Selatan. Dalam penelitian yang
2
dilakukan Arief, Cahya, Purba dan Aronda (2012) seorang siswa mengatakan
bahwa “Biasa aja pas mos (formalitas) sama guru. Setelah itu di kumpulin di
suruh nongkrong karena di paksa sama senior, abis itu di suruh ribut sama
sekolah lain”. Berdasarkan wawancara tersebut, senior menganggap adanya
tanggung jawab mereka untuk mendidik murid baru untuk mengikuti aturan yang
berlaku serta melestarikannya, sehingga aktivitas tersebut tidak terkikis.
Survei dalam penelitian yang dilakukan oleh International Center for
Research on Women (ICRW) menunjukkan bahwa 84% anak di Indonesia
mengalami kekerasan di sekolah salah satunya terlibat dalam kasus perundungan
(Setiawan, 2017). Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dari kasus
kekerasan di kawasan Asia lainnya seperti dari Vietnam (79%), Nepal (79%),
Kamboja (73%), dan Pakistan (43%). Ditambah dengan data laporan terbaru dari
KPAI per tanggal 30 Mei 2018, ada sebanyak 161 kasus kekerasan yang
melibatkan anak-anak, dan 41 kasus atau 25,5 persennya melibatkan anak sebagai
pelaku perundungan (Nurita, 2018). Berdasarkan dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa masalah kekerasan pada anak-anak di Indonesia masih sangat
sering terjadi salah satunya dalam kasus perundungan.
Perundungan (bullying) merupakan suatu bentuk agresi yang melibatkan
perilaku yang disengaja dan berbahaya yang ditandai dengan keterlibatan
berulang-ulang dan berhubungan dengan kekuatan fisik maupun psikologis
seseorang (Olweus, 1997). Hal ini ditandai dengan ketidakseimbangan kekuatan
antara pengganggu dan korban. Keterlibatan dalam perilaku perundungan adalah
fenomena yang meluas di masa kanak-kanak dan remaja yang berdampak negatif
3
terhadap kesehatan seperti masalah kecemasan, depresi, dan pembunuhan
karakter, perilaku antisosial, prestasi belajar yang buruk, dan penggunaan zat
terlarang (Bevilacqua et al., 2017).
Perilaku perundungan yang dilakukan oleh siswa dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yaitu
meliputi jenis kelamin. Sedangkan untuk faktor eksternal yaitu penyesuaian diri di
sekolah dan keberfungsian keluarga.
Pada faktor berupa penyesuaian diri di sekolah ditemukan ada sebanyak
20% hingga 30% dari populasi usia sekolah yang mengalami masalah
penyesuaian substansial di dalam kelas, hal tersebut beresiko dengan munculnya
berbagai kesulitan yang dialami oleh siswa (Robin dalam Ladd, 1989). Hal ini
juga didukung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nansel et al. (2001),
penelitian ini menemukan hubungan keterlibatan dalam perilaku perundungan
dapat mempengaruhi penyesuaian diri. Siswa yang terlibat dalam perilaku
perundungan sebagai pelaku ditemukan mempunyai penyesuaian diri yang buruk
seperti adanya masalah terhadap prestasi akademik yang rendah dan kesulitan
dalam penyesuaian pada iklim sekolah seperti peraturan sekolah yang harus
dipatuhi.
Penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai gabungan dari penerimaan
performa akademis anak di sekolah, sikap positif terjahap sekolah dan keterlibatan
serta keterkaitan dengan lingkungan sekolah (Birch & Ladd, 1997). Penyesuaian
diri di sekolah memainkan peran penting dalam kehidupan anak-anak. Karena
4
sekolah merupakan salah satu konteks sosial yang paling berpengaruh untuk
membentuk arah perkembangan anak selama rentang kehidupannya.
Pada faktor lainnya yaitu keberfungsian keluarga (family functioning).
Selama tahun 1920-an, fungsi keluarga menjadi perhatian eksplisit. Perubahan
sosial yang cepat dan tingkat perceraian yang meningkat setelah Perang Dunia I
mendorong studi sosiolog tentang mengubah struktur dan fungsi keluarga.
Keberfungsian keluarga merujuk pada peran-peran yang dimainkan oleh anggota
keluarga, sikap, tingkah laku yang mereka tunjukkan dalam hubungan mereka
satu sama lain (DeFrain, Asay, & Olson, 2009). Frederic LePlay (1982)
berhipotesis bahwa anggota keluarga yang berfungsi dengan baik akan
membentuk hubungan keluarga yang sehat, menjaga diri mereka secara efektif,
dan berkomitmen terhadap kesejahteraan keluarga. Keluarga seperti itu
kemungkinan besar akan ditemukan dalam masyarakat yang berkedudukan dan
terintegrasi, sedangkan keluarga yang tidak stabil dan tidak memenuhi kebutuhan
materi, interpersonal, dan spiritual maka para anggotanya akan berada dalam
masyarakat yang terfragmentasi atau mengalami kemunduran (Schwab, Gray-Ice,
& Prentice 2002).
Dalam penelitian yang dilakukan Totura (2003), peneliti menjelaskan
bahwa siswa yang mengganggu siswa lain di sekolah lebih mungkin memiliki
lingkungan keluarga yang kurang baik. Karena pelaku perundungan ditemukan
berasal dari keluarga dimana orang tua memilih disiplin fisik dan keras terhadap
anaknya, lebih otoriter, kurang hangat dan kurang terlibat dalam segala urusan,
tidak konsisten dalam praktek pengasuhan, mendorong perilaku agresif yang anak
5
lakukan. Dan keluarga pelaku perundungan cendrung kurang kompak dan ditandai
dengan pembebasan terhadap anak seperti anak diabaikan dan orang tua lepas
terhadap tanggung jawabnya dalam pengasuhan.
Faktor keberfungsian keluarga secara unik dikaitkan dengan kelompok
anak-anak yang terlibat dalam perundungan. Penelitian telah menunjukkan bahwa
anak-anak yang terkena kekerasan dalam keluarga lebih cendrung untuk
menujukkan agresi fisik, termasuk perilaku perundungan. Anak-anak menganggap
kekerasan sebagai hasil dari pembelajaran sosial yang dapat diterima untuk
menyelesaikan konflik (Bowes et al., 2009). Keluarga yang menunjukkan kohesi
tinggi (kehangatan dan tingkat permusuhan yang lebih rendah) mungkin lebih
kecil kemungkinannya untuk menghasilkan anak yang melakukan perundungan
(Olson, 1986). Salah satunya adalah komunikasi yang baik dengan orang tua
dapat mengurangi kemungkinan seorang siswa untuk menjadi pelaku
perundungan (Wang et al., 2012).
Faktor jenis kelamin pada perilaku perundungan pada penelitian Kim,
Catalano, Haggerty, dan Abbott (2011) sebelumnya menunjukkan bahwa siswa
laki-laki pada umumnya ditemukan terlibat dalam perilaku perundungan yang
lebih bersifat fisik seperti memukul atau menendang teman sekelas lainnya dan
pada siswa perempuan perilaku oerundungan yang didominasi pada hubungan
relasional seperti mengucilkan teman sekelas atau menyebarkan desas-desus
tentang mereka. Hal ini juga terkait dengan penelitian Olweus (1997) yang
menemukan bahwa ada lebih banyak anak laki-laki daripada anak perempuan
6
yang melakukan kekerasan kepada orang lain, dan sebagian besar anak perempuan
melaporkan bahwa mereka telah diintimidasi oleh anak laki-laki.
Dari beberapa hasil penelitian dan uraian tentang perilaku perundungan
tersebut menjadi menarik untuk diteliti pada penelitian ini untuk lebih melihat
pengaruh penyesuaian diri disekolah dan keberfungsian keluarga pada pelaku
perundungan. Maka dari itu, penulis tertarik mengambil tema yang berjudul
“Pengaruh penyesuaian diri di sekolah, keberfungsian keluarga dan jenis
kelamin terhadap perilaku perundungan pada siswa SMA”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan masalah
Karena banyaknya faktor yang mempengaruhi perilaku perundungan, maka
peneliti perlu membuat pembatasan masalah secara jelas. Pembatasan masalah
dimaksudkan agar penelitian ini tidak mengalami pelebaran dan perluasan
masalah. Sehingga penulis membatasi permasalahan dalam penelitian ini sebagai
berikut :
1. Perilaku perundungan (bullying) yang dimaksud dalam penelitian ini dibatasi
pada bentuk perilaku perundungan secara fisik dan psikologis. (Olweus,
1997). Perundungan adalah bentuk agresi yang melibatkan perilaku yang
disengaja dan berbahaya yang ditandai dengan keterlibatan berulang-ulang
dan berhubungan dengan kekuatan fisik maupun psikologis seseorang.
2. Penyesuaian diri di sekolah. Penyesuaian diri di sekolah didefinisikan sebagai
gabungan dari penerimaan performa akademis anak di sekolah, sikap positif
terjadap sekolah dan keterlibatan serta keterkaitan dengan lingkungan sekolah
7
(Birch & Ladd, 1997). Konteks penyesuaian diri siswa di sekolah dalam
penelitian ini adalah merujuk kepada goal orientation, school spirit, child peer
relations, child teacher relations, dan alienation.
3. Keberfungsian Keluarga. Keberfungsian keluarga merujuk pada peran-peran
yang dimainkan oleh anggota keluarga, sikap, tingkah laku yang mereka
tunjukkan dalam hubungan mereka satu sama lain (DeFrain et al., 2009).
Keberfungsian keluarga dalam penelitian ini dibatasi hanya pada kohesi
keluarga dan kemampuan beradaptasi.
4. Siswa dalam penelitian ini dibatasi pada siswa Sekolah Menengah Atas kelas
10 dan 11.
1.2.2 Perumusan masalah
Perumusan masalah yang penulis ambil dalam penelitian ini adalah “Apakah
terdapat pengaruh yang signifikan dalam penyesuaian diri disekolah,
keberfungsian keluarga, jenis kelamin terhadap perilaku perundungan pada
siswa?”
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk menguji pengaruh penyesuaian diri di sekolah,
keberfungsian keluarga dan jenis kelamin terhadap perilaku perundungan pada
siswa, serta menguji pengaruh masing – masing variabel bebas yaitu penyesuaian
diri di sekolah (goal orientation, school spirit, child peer relations, child teacher
relations, alienation), keberfungsian keluarga (kohesi keluarga dan family
adaptability) dan jenis kelamin terhadap perilaku perundungan.
8
1.3.2 Manfaat penelitian
Manfaat pada penelitian ini terbagi atas manfaat teoritis dan praktis. Pada manfaat
teoritis dari penelitian ini adalah untuk memberikan tambahan referensi pada
bidang ilmu yang membahas tentang perundungan. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi terhadap penelitian selanjutnya yang berkaitan
dengan permasalahan ini.
Pada manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
yang dapat diaplikasikan sebagai berikut : Penelitian ini diharapkan dapat
mengurangi tingkat perundungan pada siswa dan dapat memberikan pemahaman
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perundungan sehingga dapat dijadikan
acuan bagi orang tua maupun guru sehingga memberikan solusi dalam
mengurangi tindakan perundungan yang terjadi pada siswa.
9
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Perilaku Perundungan
2.1.1 Pengertian perilaku perundungan
Istilah perundungan (bullying) berasal dari bahasa Inggris yaitu bully yang berarti
menggeretak atau mengganggu. Menurut UNICEF, “bullying is an aggressive
behavior that is intentional and that involves an imbalance of power of strength”,
artinya: perundungan adalah perilaku agresif yang menyangkut
ketidakseimbangan kekuatan (UNICEF, 2014). Perundungan (bullying) (dikenal
sebagai “penindasan/risak” dalam bahasa Indonesia) merupakan segala bentuk
penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu atau
sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, bertujuan
untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus (Wardhana, 2015).
Pendapat lain mengenai perundungan menurut Olweus (1997) menyatakan
bahwa perundungan adalah bentuk agresi yang melibatkan perilaku yang
disengaja dan berbahaya yang ditandai dengan keterlibatan berulang-ulang dan
berhubungan dengan kekuatan fisik maupun psikologis seseorang. Perundungan
ditandai dengan ketidak seimbangan kekuatan antara pengganggu dan korban.
Keterlibatan dalam perilaku perundungan adalah fenomena yang meluas di masa
kanak-kanak dan remaja yang berdampak negatif terhadap kesehatan seperti
masalah kecemasan, depresi, dan pembunuhan karakter, perilaku antisosial,
prestasi belajar yang buruk, dan penggunaan zat terlarang.
10
Sullivan (2000) menyatakan perundungan adalah tindakan menyerang
yang dilakukan secara sadar dan sengaja atau di manipulasi oleh satu atau lebih
banyak orang terhadap orang lain atau orang banyak. Perundungan dapat bertahan
dalam waktu yang singkat bahkan selama bertahun-tahun, dan ini adalah sebuah
penyalahgunaan kekuasaan oleh mereka yang melakukannya. Kadang
direncanakan, dan kadang dilakukan dalam berbagai kesempatan, kadang
dilakukan terutama terhadap satu korban, dan kadang terjadi berurutan dan acak.
Dari beberapa pengertian di atas, definisi yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah definisi menurut Olweus (1997) bahwa perundungan adalah
bentuk agresi yang melibatkan perilaku yang disengaja dan berbahaya yang
ditandai dengan keterlibatan berulang-ulang dan berhubungan dengan kekuatan
fisik maupun psikologis seseorang. Perundungan ditandai dengan ketidak
seimbangan kekuatan antara pengganggu dan korban.
2.1.2 Bentuk-bentuk perundungan
Dalam mempermudah menentukan suatu kegiatan atau perilaku dikategorikan
sebagai perundungan, maka dilakukan pengkategorian terhadap bentuk kegiatan
atau perilaku yang termasuk dalam suatu kegiatan atau perilaku perundungan.
Berikut adalah kategori bentuk kegiatan atau perilaku perundungan secara lebih
spesifik berdasarkan teori Olweus (1993) menjabarkan bentuk-bentuk
perundungan sebagai berikut:
1. Perundungan verbal adalah segala bentuk perundungan yang
mengandalkan penggunaan kata-kata atau bahasa untuk menyerang target,
11
seperti mengancam, mengejek, menggoda, menyebar gossip dan
memanggil nama.
2. Perundungan fisik adalah bentuk perundungan yang melibatkan pelecehan
atau penyerangan secara fisik, seperti : memukul, mendorong, menendang,
menjepit, atau menahan yang lain dengan kontak fisik. Termasuk merusak
dan menyembunyikan barang orang lain.
3. Perundungan non-verbal/non-fisik adalah segala perundungan yang
dilakukan untuk menjatuhkan reputasi sosial seseorang dan menurunkan
kepercayaan diri seseorang, seperti : membuat wajah atau isyarat kotor,
sengaja mengucilkan seseorang dari satu kelompok, atau menolak
mematuhi perintah orang lain.
SEJIWA (2008) menyebutkan bentuk-bentuk perundungan, sebagai berikut:
1. Fisik
dimana perundungan fisik merupakan jenis perundungan (bullying) yang
kasat mata. Siapa pun bisa melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara
pelaku perundungan dan korbannya. Contoh-contoh perundungan fisik
antara lain:
Menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, melempar
dengan barang, menghukum dengan berlari keliling lapangan, menghukum
dengan cara push up, dan berbagai kontak fisik lainnya.
2. Non-fisik
perundungan verbal merupakan jenis perundungan yang bisa dengan
mudah terdeteksi karena bisa tertangkap indra pendengaran. Contoh dari
12
perundungan verbal yaitu seperti menggoda, mengejek, memanggil nama,
penghinaan secara verbal, intimidasi lisan, ancaman, pemaksaan,
pemerasan, dan / atau ejekan SARA. Pengembangan dari bentuk ini
adalah perundungan mental atau psikologis. Perundungan mental
dilakukan secara diam-diam yang dilakukan oleh perorangan maupun
kelompok dan terjadi tanpa disadari berdasarkan kegiatan bersosialisasi.
Contoh dari bentuk perundungan mental berupa, memandang sinis,
memandang penuh ancaman, mempermalukan di depan umum,
mendiamkan, mengucilkan, mempermalukan, meneror lewat pesan
pendek telepon genggam atau e-mail, memandang yang merendahkan,
memelototi, mencibir.
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan adanya koneksi dengan
internet, bentuk perundungan bertambah, yakni cyberbullying. Menurut Wardhana
(2015) Cyberbullying adalah segala bentuk tindakan yang dapat menyakiti orang
lain dengan sarana media elektronik yang berupa rekaman video intimidasi,
pencemaran nama baik lewat media sosial. Contoh lainnya berdasarkan American
Association of School Administrators (AASA, 2009) berupa penggunaan Internet,
email atau pesan berupa teks, gambar, dan suara untuk mengancam, menyakiti,
mengeluarkan, mempermalukan, menyebarkan rumor, dan mengungkapkan
rahasia tentang orang lain.
Berdasarkan pada bentuk-bentuk perundungan yang telah di paparkan,
peneliti memutuskan untuk menggunakan definisi bentuk perundungan menurut
Olweus (1993), yakni fisik dan non-fisik yang juga menggambarkan sesuai
13
dengan pengertian perundungan yang diberikan oleh Olweus dengan diperkuat
berdasarkan sumber lainnya.
2.1.3 Faktor-faktor penyebab perundungan
Perilaku perundungan terjadi karena adanya beberapa faktor yang dapat memicu
seseorang untuk melakukan perundungan. AASA (2009) menjelaskan beberapa
faktor yang menjadi penyebab perundungan, antara lain:
1. Faktor Individu.
Faktor ini berkaitan dengan jenis kelamin, mempunyai riwayat menjadi
korban perundungan, berperilaku manipulatif, impulsif, dan agresif,
kurang memiliki rasa empati, secara fisik lebih kuat dibandingkan
korbannya, serta kurangnya kemampuan anak dalam menyelesaikan
masalah secara konstruktif.
2. Faktor keluarga:
Faktor ini berkaitan dengan kedekatan antar anggota keluarga, yakni
kurangnya kehangatan dan keterlibatan orang tua, pola asuh terlalu
berlebihan (termasuk kurangnya batasan untuk perilaku anak-anak),
kurangnya pengawasan oleh orang tua. disiplin fisik, pemodelan perilaku
intimidasi yang dilakukan orang tua, menjadi korban oleh saudara.
3. Faktor teman sebaya:
Faktor ini berkaitan dengan hubungan pertemenan yang berupa teman
yang menggertak dan teman yang memiliki sikap positif tentang
kekerasan. Dalam beberapa kasus, beberapa anak agresif yang mengambil
peran status tinggi dapat menggunakan perundungan sebagai cara untuk
14
meningkatkan kekuatan sosial mereka dan melindungi prestise mereka
dengan teman sebaya. Sedangkan beberapa anak dengan status sosial
rendah dapat menggunakan perundungan sebagai cara untuk menampik
ejekan dan agresi yang diarahkan pada mereka, atau untuk meningkatkan
posisi sosial mereka dengan teman sebaya yang lebih tinggi.
4. Faktor lain:
Berikut adalah faktor-faktor lain yang mempengaruhi seseorang memiliki
perilaku perundungan:
a. Perundungan tumbuh subur dalam lingkungan sekolah dikarenakan
pihak sekolah tidak menangani intimidasi, tidak ada kebijakan
melawan intimidasi, dan hanya ada sedikit pengawasan terhadap siswa
terutama saat makan siang, istirahat di kamar mandi, dan sudut kelas.
b. Model perilaku intimidasi lazim terjadi di masyarakat, terutama di
televisi, film, dan permainan video.
c. Bila anak digabungkan bersama, mereka berasosiasi dengan orang lain
yang serupa dengan mereka atau yang memiliki kualitas atau
karakteristik yang mendukung perilaku mereka sendiri.
d. Bagi remaja putri, agresi sosial bisa menjadi cara untuk menciptakan
kegembiraan atau mengurangi kebosanan. Ini juga digunakan sebagai
metode untuk mendapatkan perhatian dari gadis lain untuk
mendapatkan pertemanan.
15
2.1.4 Pengukuran perundungan
Dari berbagai literature mengenai perilaku perundungan, peneliti menemukan
skala pengukuran. Diantaranya adalah :
1. Skala Olweus Bully/Victim Questionnaire dari Olweus alat ukur ini terdiri
dari 40 item, namun dimodifikasi (Gothwal, 2013) menjadi 17 item
pengukuran dengan 2 subskala pengukuran yaitu pelaku perundungan dan
korban perundungan. Agar sesuai dengan kriteria responden dalam
penelitian ini maka peneliti hanya mengambil item yang berhubungan
dengan pelaku perundungan. Setiap item menunjukkan partisipasi dan
pengalaman dari berbagai jenis perilaku perundungan yang dilakukan oleh
siswa.
2. Bully and victims scale: APRI yang dikembangkan oleh Parada (2000),
terdapat 36 item pengukuran dengan 6 skala pengukuran (3 jenis perilaku
untuk pelaku perundungan : fisik, verbal, dan sosial dan 3 jenis untuk
korban perundungan : fisik, verbal, dan sosial).
Berdasarkan uraian pengukuran mengenai perundungan yang telah
disebutkan, peneliti memutuskan untuk menggunakan skala Olweus
Bullying/Victim Questionnaire yang dikembangakan oleh Olweus (Gothwal,
2013).
2.2 Penyesuaian Diri Di Sekolah
2.2.1 Pengertian penyesuaian diri di sekolah
Penyesuaian adalah kemampuan sesorang untuk menyeimbangkan kebutuhannya
dengan lingkungan (Katkovsky, Walter, Gorlow, & Leon 1976). Penyesuaian diri
16
merupakan suatu proses yang meliputi respon mental dan perilaku, ketika seorang
individu berusaha untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya,
ketegangan, frustasi dan konflik agar mendapatkan keselarasan anatar tuntutan
dalam dirinya dengan apa yang diinginkan dari lingkungan tempat ia berada.
(Schneiders, 1955)
Masten (1994) mengemukakan bahwa penyesuaian diri di sekolah adalah
tugas penting dalam perkembangan untuk remaja awal dan menurut Brich dan
Ladd (1996), siswa menghadapi banyak penyesuaian diri di sekolah. Dari tahun ke
tahun, ada perubahan pada guru, kelas, peraturan (prosedur sekolah dan kelas),
ekspektasi kinerja, kesulitan dalam pekerjaan, dan teman sebaya.
Penyesuaian diri di sekolah juga didefinisikan sebagai gabungan dari
penerimaan performa akademis anak di sekolah, sikap positif terhadap sekolah
dan keterlibatan serta keterkaitan dengan lingkungan sekolah (Birch & Ladd,
1997). Sedangkan kegagalan untuk menyesuaikan diri menurut Lakhani dan
Chandel (2017) dapat menyebabkan masalah kesehatan mental dan penolakan
sekolah atau putus sekolah dan mungkin memerlukan bimbingan oleh pihak
sekolah.
Connell dan Wellborn (1991) berpendapat bahwa keterlibatan, atau
kualitas hubungan seorang siswa dengan teman sebaya dan guru, adalah motivator
yang hebat. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa kesepian anak dan
ketidakpuasan sosial berhubungan negatif dengan prestasi sekolah.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut pada penelitian ini akan diambil
definisi menurut Birch & Ladd (1997), yaitu penyesuaian diri di sekolah
17
didefinisikan sebagai gabungan dari penerimaan performa akademis anak di
sekolah, sikap positif terhadap sekolah dan keterlibatan serta keterkaitan dengan
lingkungan sekolah.
2.2.2 Dimensi-dimensi penyesuaian diri di sekolah
Berdasarkan teori tersebut, Santa Lucia membagi penyesuian diri disekolah
menjadi lima dimensi (Totura, 2003), yaitu:
1. Goal orientation
Goal orientation meliputi pola keyakinan yang akan mempengaruhi cara
pendekatan, keterlibatan, dan respons individu dalam berprestasi dan
berkaitan erat dengan standar individu dalam memberikan penilaian pada
dirinya sendiri.
2. School spirit
School spirit adalah sikap yang dimiliki siswa tentang sekolah serta sikap
siswa terhadap satu sama lain di dalam dan di luar kelas.
3. Child peer relations
Child peer relations adalah interaksi timbal balik antar siswa dengan siswa
lain yang memiliki tingkat usia hampir sama.
4. Child teacher relations
Child teacher relations adalah sebuah interaksi antara guru dan siswa di
sekolah.
5. Alienation
Alienation adalah kondisi dimana seseorang memisahkan diri dan
memutuskan hubungan mereka dari masyarakat dan lingkungannya.
18
2.2.3 Pengukuran penyesuaian diri di sekolah
Alat ukur yang peneliti temukan terkait penyesuaian diri di sekolah diantaranya
adalah :
1. Skala The Adjustment inventory for School Students (AISS) yang
dikembangkan oleh Sinha dan Singh (Chauhan, 2013). Skala ini memiliki
60 item dengan 20 item di masing – masing dimensinya (emosional, sosial
dan pendidikan). Dengan pilihan jawaban dari skala ini hanya “ya” dan
“tidak”.
2. Skala “School adjustment survey (SAS)” terdiri dari 34 item. Skala ini
mengadaptasi berdasarkan lima kriteria penyesuaian diri di sekolah yang
diungkapakan oleh Santa Lucia & Gesten (Totura, 2003), yaitu goal
orientation, school spirit, child peer relations, child teacher relations, dan
alienation.
3. Classroom Environment dalam Instrument dari Kelly (2010), di modifikasi
agar sesuai dengan anak usia sekolah dan diberi nama What is Happening
in this Classroom (WIHIC). Alat ukur ini terdiri dari 50 item untuk
mengukur persepsi suasana kelas. Pada awalnya, WIHIC memiliki tujuh
skala yang masing – masing skala terdapat 8 item. Skala – skala tersebut
terdapat dalam tiga kategori umum, yaitu : Relationship: Student
Cohesiveness, Teacher Support and Involvement; Personal Growth:
Investigation, Task Orientation and Cooperation; System Maintenance
and Change: Equity.
19
Dari beberapa skala pengukuran yang telah disebutkan di atas, alat ukur
penyesuaian diri di sekolah yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur
yang disusun dengan cara mengadaptasi berdasarkan lima kriteria penyesuaian
diri di sekolah yang diungkapakan oleh Santa Lucia & Gesten dalam “School
adjustment survey (SAS)”, yaitu goal orientation, school spirit, child peer
relations, child teacher relations, dan alienation. Peneliti menggunakan alat ukur
ini karena dimensi yang diukur merupakan dimensi yang cocok dengan
pembahasan yang diteliti.
2.3 Keberfungsian Keluarga
2.3.1 Pengertian keberfungsian keluarga
Keberfungsian keluarga adalah merupakan bagian dari peran-peran yang
dimainkan oleh anggota keluarga, sikap, tingkah laku yang mereka tunjukkan
dalam hubungan mereka satu sama lain saat bersama anggota keluarga (DeFrain et
al., 2009).
Menurut Walsh et al. (2003) keberfungsian keluarga adalah sebagian
interaksi keluarga dalam menjalankan tugasnya yaitu menjaga pertumbuhan dan
kesejahteraan dari masing-masing anggotanya dan dalam mempertahankan
integrasinya. Sebagai tambahan keberfungsian keluarga menurut Epstein, Ryan,
Miller, dan Keitner (1983) adalah suatu keadaan dalam keluarga dimana setiap
anggota dari keluarga mampu menjalankan tugas-tugas dasar dalam kehidupan
sehari-hari di keluarga yang berkaitan dengan pemecahan masalah, komunikasi,
peran, respon afektif, keterlibatan afektif, dan control perilaku dengan baik.
20
Dari beberapa literatur di atas tentang keberfungsian keluarga, peneliti
menggunakan definisi keberfungsian keluarga merupakan bagian dari peran-peran
yang dimainkan oleh anggota keluarga, sikap, tingkah laku yang mereka
tunjukkan dalam hubungan mereka satu sama lain saat bersama anggota keluarga
(DeFrain et al., 2009).
2.3.2 Dimensi-dimensi keberfungsian keluarga
Berdasarkan teori-teori tentang keberfungsian keluarga, peneliti memakai dimensi
yang dikemukakan oleh DeFrain et al. (2009) yang mengklasifikasikan
keberfungsian keluarga pada beberapa dimensi, yakni sebagai berikut.
1. Family cohesion (kohesi keluarga)
Kohesi keluarga adalah perasaan kedekatan emosional dengan orang lain.
Kohesi keluarga dicapai dengan menyeimbangkan keterpisahan dan
kebersamaan. Kohesi keluarga yang sangat rendah dalam pasangan atau
keluarga disebut disengaged (kedekatan emosional yang kurang bahkan
cenderung tidak ada pada setiap anggota keluarga). Kohesi keluarga yang
sangat tinggi disebut enmeshed (adanya kedekatan emosional yang baik
antara anggota keluarga). Olson percaya bahwa pasangan dan keluarga
yang sehat, seimbang dalam jumlah kohesi yang mereka tunjukkan
begitupula sebaliknya pasangan dan keluarga yang tidak sehat, sering
kesulitan mempertahankan keseimbangan antara keterpisahan dan
kebersamaan.
2. Family adaptability (kemampuan keluarga beradaptasi)
21
kemampuan beradaptasi adalah kemampuan sistem sebuah perkawinan
atau keluarga untuk mengubah struktur kekuatannya, hubungan peran, dan
aturan hubungan dalam menanggapi permintaan situasional dan
perkembangan.
2.3.3 Pengukuran keberfungsian keluarga
Beberapa peneliti telah merumuskan konsep mengenai keberfungsian keluarga
dilengkapi dengan alat ukur berdasarkan konsep tersebut. Seluruh pengukuran
mengenai keberfungsian keluarga dibuat berdasarkan konstruksi yang dibuat oleh
masing-masing peneliti mengenai bagaimana terlihatnya sebuah keluarga yang
berfungsi dengan efektif.
Menurut Wilkinson (1998) terdapat beberapa jenis metode dalam asesmen
keberfungsian keluarga yaitu, metode untuk mendapatkan informasi yang berupa
interview, questionnaires, naturalistic observation, family task, projective tests,
dan metode untuk mencatat dan mengorganisir informasi yang berupa rating
observation scales, observer rating scales, behavior coding system, dan
diagramatic methods.
Pengukuran keberfungsian keluarga sendiri meliputi teori-teori yang
berhubungan dengan tugas-tugas umum yang harus dipenuhi oleh sebuah keluarga
dan strategi-strategi yang dikembangkan untuk pelaksanaan tugas-tugas tersebut
(Sabatelli & Bartel, 1995). Salah satu metode dalam menentukan indikator
pengukuran keberfungsian keluarga adalah Mc Master Model. Mc master model
diuraikan berdasarkan kekayaan struktur keluarga, pekerjaan, dan interaksi
keluarga dengan indikator berupa (Epstein et.al, 1993):
22
1. Pemecahan masalah (Problem Solving),
2. Komunikasi (Communication),
3. Peranan (Roles),
4. Rasa kebertanggungjawaban afektif (Affective Responsiveness),
5. Penglibatan afektif (Active Involvement),
6. Kontrol perilaku (Behavior Control).
Para peneliti yang tertarik dengan keberfungsian keluarga telah banyak
melakukan penelitian pada beberapa model keberfungsian keluarga di atas.
Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti lebih tertarik untuk menggunakan
“Family Adaptability and Cohesion Evaluation Scales (FACES III)” untuk
mengukur keberfungsian keluarga. FACES III dikembangkan oleh Olson (1986),
dimana mereka mengkonseptualisasikannya dalam dua dimensi keberfungsian
keluarga yaitu kohesi keluarga dan family adaptability. Peneliti tertarik untuk
menggunakannya karena dimensi-dimensi tersebut dapat memberikan gambaran
tentang keberfungsian keluarga yang dapat dikaitkan dengan perilaku
perundungan pada siswa dibandingkan dengan alat ukur lainnya.
2.4 Kerangka Berpikir
Perilaku perundungan sudah dianggap sebagai fenomena yang biasa terjadi
dikalangan remaja. Perundungan merupakan bentuk agresi yang melibatkan
perilaku yang disengaja dan berbahaya yang ditandai dengan keterlibatan
berulang-ulang dan berhubungan dengan kekuatan fisik maupun psikologis
seseorang (Olweus, 1997). Perundungan dapat bertahan dalam waktu yang
23
singkat bahkan selama bertahun-tahun, dan ini adalah sebuah penyalahgunaan
kekuasaan oleh mereka yang melakukannya.
Perilaku perundungan dapat terjadi dimana saja, salah satunya perilaku
perundungan ini sudah menjadi sebuah bagian di dalam lingkungan sekolah.
Perundungan di kalangan remaja adalah suatu hal yang dianggap wajar, dan
sebagai alat bagi mereka dalam memperoleh satu ciri khas dalam kelompok. Maka
dari itu seorang siswa harus dapat menyesuaikan diri mereka di lingkungan
sekolah agar dapat menghindari terlibat dalam perilaku perundungan.
Menurut Brich dan Ladd (1996), siswa menghadapi banyak penyesuaian
diri di sekolah. Dari tahun ke tahun, ada perubahan pada guru, kelas, peraturan
(prosedur sekolah dan kelas), ekspektasi kinerja, kesulitan dalam pekerjaan, dan
teman sebaya. Penyesuaian diri tidak hanya melibatkan prestasi anak-anak tetapi
juga sikap mereka terhadap sekolah, kecemasan, kesepian, dukungan sosial, dan
motivasi akademis (misalnya, pertarungan, penghindaran, ketidakhadiran).
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri di sekolah adalah
proses beradaptasi dengan peran sebagai siswa dan berbagai aspek lain di
lingkungan sekolah. Kemudian terdapat lima dimensi yang terdapat di dalamnya
antara lain dimensi pertama adalah goal orientation yaitu meliputi pola keyakinan
yang akan mempengaruhi cara pendekatan, keterlibatan, dan respons individu
dalam berprestasi dan berkaitan erat dengan standar individu dalam memberikan
penilaian pada dirinya sendiri.
Selanjutnya dimensi kedua adalah school spirit adalah sikap yang dimiliki
siswa tentang sekolah mereka serta sikap mereka terhadap satu sama lain di dalam
24
dan di luar kelas. Ketika semangat sekolah positif, siswa termotivasi untuk bekerja
lebih keras, akademis dan siap untuk bersaing. Hal ini pula dapat membantu siswa
untuk mengurangi dampak lingkungan dari perilaku perundungan pada siswa lain,
karena dengan adanya semangat sekolah yang positif maka siswa akan
menjalankan kegiatan kegiatan dan aktivitas dengan motivasi yang lebih tinggi.
Dimensi ketiga yaitu child-peer relations, interaksi timbal balik antar
individu dengan teman sebaya yang memiliki tingkat usia hampir sama dan
kemampuan berbeda-beda dalam memahami satu sama lain dan saling
mempengaruhi satu sama lain. Hubungan teman sebaya sangat mempengaruhi
perilaku siswa di sekolah. Ketika mereka berada di lingkungan pertemanan yang
baik, maka akan terbentuk pula perilaku yang positif pada siswa tersebut.
Demikian pula sebaliknya, ketika siswa berada di lingkungan pertemanan yang
tidak baik, maka akan terbentuk perilaku yang negatif pada siswa salah satunya
adalah terjadinya perilaku perundungan.
Dimensi keempat child-teacher relations adalah sebuah interaksi antara
guru dan siswa yang dapat memprediksi kinerja sosial dan akademik anak di
sekolah (Hamre & Pianta 2006). Hubungan guru dan anak yang baik
memungkinkan anak-anak untuk mengembangkan dan menggunakan
keterampilan sosial yang efektif. Hubungan semacam ini juga disediakan dengan
sistem pendukung sekolah yang bertindak sebagai jaringan pengaman dalam
situasi akademik dan sosial, dan mempromosikan persepsi anak-anak ke hal yang
lebih positif. Ketika hubungan guru dan anak tidak baik akan menimbulkan
perilaku anak yang negatif. Dengan tidak adanya kedekatan antara guru dan anak,
25
maka kontrol dan pengawasan terhadap perilaku anak akan semakin minim. Dan
ketika hal itu terjadi akan muncul perilaku negatif yang terus menerus akan
dilakukan oleh siswa. Salah satunya adalah perundungan yang kerap terjadi setiap
tahun di sekolah.
Dimensi terakhir yaitu alienation, kondisi dimana seseorang memisahkan
diri dan memutuskan hubungan mereka dari masyarakat dan kebudayaannya. Hal
ini terjadi dikarenakan seseorang merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan
dan tidak mempunyai bantuan. Ketika mereka merasa demikian, maka semua nilai
dan norma tidak akan lagi memberikan arti kepada mereka yang bersangkutan.
Saat hal ini terjadi , individu akan merasa terisolasi dan kecewa. Hal ini pula yang
menjadi alasan seseorang melakukan perilaku perundungan agar mereka terhindar
dari keterasingan pada lingkungannya.
Selain penyesuaian diri di sekolah, hal yang mempengaruhi perilaku
perundungan adalah keberfungsian keluarga, merupakan bagian dari peran-peran
yang dimainkan oleh anggota keluarga, sikap, tingkah laku yang mereka
tunjukkan dalam hubungan mereka satu sama lain saat bersama anggota keluarga.
keberfungsian keluarga sebagian interaksi keluarga dalam menjalankan tugasnya
yaitu menjaga pertumbuhan dan kesejahteraan dari masing-masing anggotanya
dan dalam mempertahankan integrasinya (Walsh, 2003).
Keberfungsian keluarga memiliki dua dimensi (DeFrain et al., 2009), yang
pertama adalah kohesi adalah perasaan kedekatan emosional dengan orang lain.
Kohesi keluarga dicapai dengan menyeimbangkan keterpisahan dan kebersamaan.
Kohesi keluarga yang sangat rendah dalam pasangan atau keluarga disebut
26
disengaged. Kohesi keluarga yang sangat tinggi disebut enmeshed. Keluarga yang
sehat, seimbang dalam jumlah kohesi yang mereka tunjukkan. Dan begitupula
sebaliknya pasangan dan keluarga yang tidak sehat, sering kesulitan
mempertahankan keseimbangan antara keterpisahan dan kebersamaan. Ketika
sebuah keluarga memiliki kedekatan emosional diantara anggota keluarga lainnya
maka dampak negatif dari lingkungan diluarnya dapat di minimalisir. Dengan
kedekatan emosional pada keluarga ini anak dapat memiliki tempat untuk
bercerita dan meminimalisir siswa dari keterlibatan dalam perilaku perundungan
di sekolah.
Dimensi selanjutnya adalah family adaptability yaitu kemampuan sistem
sebuah keluarga untuk mengubah struktur kekuatannya, hubungan peran, dan
aturan hubungan dalam menanggapi permintaan situasional dan perkembangan.
Siswa dengan keluarga yang memiliki kemampuan beradaptasi yang baik dapat
dengan mudah terhindar dari perilaku perundungan. Hal ini dikarenakan adanya
kekuatan yang timbul dalam diri siswa yang terbentuk dari sistem keluarga yang
memberikan komunikasi positif yaitu berupa kemampuan untuk dapat mengelola
stres dan kondisi krisis secara lebih efektif
Variabel lain yang juga termasuk dalam penelitian perilaku perundungan
ini adalah jenis kelamin. Ada lebih banyak anak laki-laki daripada perempuan
yang melakukan perundungan kepada orang lain, dan persentase yang relatif besar
dari anak perempuan melaporkan bahwa mereka terutama diganggu oleh anak
laki-laki. Meskipun perundungan secara langsung merupakan masalah yang lebih
besar di antara anak laki-laki, ada juga banyak terjadi perilaku perundungan di
27
PERILAKU PERUNDUNGAN
PENYESUAIAN DIRI
DISEKOLAH
Goal orientation
School spirit
Child-peer relations
Child teacher relation
Alienation
KEBERFUNGSIAN
KELUARGA
Kohesi keluarga
Family adaptability
JENIS KELAMIN
kalangan anak perempuan. Penindasan dengan cara fisik kurang umum di
kalangan anak perempuan, namun; anak perempuan biasanya menggunakan cara
membully yang lebih halus dan tidak langsung seperti fitnah. menyebarkan desas-
desus, pengecualian yang disengaja dari kelompok. dan manipulasi hubungan
pertemanan (Olweus, 1997).
Gambar 2.1 Bagan Kerangaka berpikir
28
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan deskripsi teori di atas, penulis merumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut :
Hipotesis Mayor
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara penyesuaian diri disekolah,
keberfungsian keluarga, dan jenis kelamin terhadap perilaku
perundungan pada siswa.
Hipotesis Minor
Ha.1 : Ada pengaruh antara goal orientation terhadap perilaku perundungan
pada siswa.
Ha.2 : Ada pengaruh antara school spirit terhadap perilaku perundungan pada
siswa.
Ha.3 : Ada pengaruh antara child-peer relations terhadap perilaku perundungan
pada siswa.
Ha.4 : Ada pengaruh antara child teacher relation terhadap perilaku
perundungan pada siswa.
Ha.5 : Ada pengaruh antara alienation terhadap perilaku perundungan pada
siswa.
Ha.6 : Ada pengaruh antara kohesi keluarga terhadap perilaku perundungan
pada siswa.
Ha.7 : Ada pengaruh antara family adaptability terhadap perilaku perundungan
pada siswa.
Ha.8 : Ada pengaruh antara jenis kelamin terhadap perilaku perundungan pada
siswa.
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dipaparkan tentang populasi dan sampel, tehnik sampling, variable
penelitian, instrument pengumpulan data, uji validitas konstruk, prosedur
pengumpulan data, dan metode analisis data.
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 29 Jakarta kelas
X dan XI yang berjumlah 496. Dengan karakter sebagai berikut :
a) Remaja
b) Berusia 16 – 18 tahun
c) Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel
dengan menggunakan teknik non probability sampling yaitu pengambilan sampel
dimana setiap objek penelitian yang diambil tidak dapat dihitung dan tidak dapat
diidentifikasi satu persatu untuk dijadikan sampel penelitian.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi operasional
3.2.1 Variabel penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu Dependent Variable (DV) dan
Independent Variable (IV). Adapun independent variable dalam penelitian ini
adalah pemyesuaian diri disekolah, keberfungsian keluarga, dan jenis kelamin.
Dependent variable dalam penelitian ini adalah perilaku perundungan. Berikut
akan diuraikan Independent Variable dalam penelitian ini :
30
Independent variable (variable bebas) dalam penelitian ini adalah :
1. Penyesuaian diri di sekolah (goal orientation (X1), school spirit (X2), child
peer relations (X3), child teacher relation (X4), dan alienation (X5))
2. Keberfungsian keluarga (kohesi keluarga (X6), family adaptability (X7))
3. Jenis kelamin (X8)
3.2.2 Definisi operasional
Setelah menentukan variabel dependent dan variabel independent, langkah
selanjutnya peneliti menentukan definisi operasional dari variabel yang akan
digunakan dalam penelitian ini. Adapun penjelasan definisi operasional variabel
akan diuraikan sebagai berikut :
1. Bullying (perundungan) adalah suatu tindakan negatif dan agresif yang
disengaja baik secara fisik maupun psikologis yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain atau kelompok lain
yang menjadi korban dalam kurun waktu tertentu dan terdapat
ketidakseimbangan kekuatan antara kedua belah pihak
2. Penyesuaian diri di sekolah adalah proses beradaptasi dengan peran
sebagai siswa dan berbagai aspek lingkungan sekolah. Berdasarkan teori
penyesuaian diri di sekolah (Totura, 2003), ada beberapa dimensi yang
terdapat di dalamnya antara lain sebagai berikut :
a. Goal orientation, keyakinan yang akan mempengaruhi cara
pendekatan, keterlibatan, dan respons siswa dalam berprestasi dan
berkaitan erat dengan standar siswa dalam memberikan penilaian pada
dirinya sendiri.
31
b. School spirit , sikap yang dimiliki siswa tentang sekolah serta sikap
terhadap satu sama lain di dalam dan di luar kelas.
c. Child peer relations, interaksi timbal balik antar siswa dengan teman
sebaya yang memiliki tingkat usia hampir sama dan kemampuan
berbeda – beda dalam memahami satu sama lain dan saling
mempengaruhi satu sama lain.
d. Child teacher relations, sebuah interaksi antara guru dan siswa yang
dapat memprediksi kinerja sosial dan akademik siswa di sekolah
e. Alienation, kondisi dimana siswa memisahkan diri dan memutuskan
hubungan mereka dari lingkungan sekolahnya.
3. Keberfungsian keluarga merupakan suatu cara interaksi keluarga dalam
berperan dan memenuhi fungsi keluarga dengan tetap memperhatikan
kesejahteraan para anggota keluarga lainnya. DeFrain et al. (2009)
mengklasifikasikan keberfungsian keluarga pada beberapa dimensi, yakni
sebagai berikut.
a. Kohesi keluarga, perasaan kedekatan emosional dengan anggota
keluarga lainnya.
b. Family Adaptability (Kemampuan keluarga beradaptasi),
kemampuan sistem sebuah keluarga untuk mengubah struktur
kekuatannya, hubungan peran, dan aturan hubungan dalam
menanggapi permintaan situasional dan perkembangan di
dalamnya.
32
4. Variabel lain yang akan dijadikan IV dalam penelitian ini yaitu jenis
kelamin.
3.3 Instrumen Dan Prosedur Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk
kuesioner yaitu serangkaian daftar pertanyaan yang jawabannya dicatat oleh
responden (Umar, 2014). Instrumen pendahuluan yaitu berisikan biodata subjek
penelitian dan lembar persetujuan. Lembar awal instrumen ini berisi pernyataan
ketersediaan menjadi responden berserta biodata responden, seperti : jenis
kelamin, usia, dan kelas. Pada penelitian ini, peneliti juga menggunakan tiga buah
alat ukur, yakni :
1. Skala perilaku perundungan
Alat ukur perilaku perundungan dalam penelitian ini menggunakan
instrumen "Olweus Bully/Victim Questionnaire" yang telah dimodifikasi
sebelumnya. Skala perilaku perundungan menggunakan skala model likert
yang terdiri dari 17 item dengan empat kategori dengan bobot nilai sebagai
berikut : (1) “tidak pernah”, (2) “jarang”, (3) “kadang kadang”, dan (4)
“sering”.
33
Tabel 3.1
Blueprint Skala Perundungan
2. Skala penyesuaian diri di sekolah
Pengukuran penyesuaian diri di sekolah yang akan digunakan dalam
penelitian ini menggunakan skala pengukuran “School Adjustment Survey
(SAS)” yang disusun oleh Totura (2003) hal ini karena alat ukur ini
memiliki item dan dimensi – dimensi yang sudah dimodifikasi sebelumnya
dari Santa Lucia & Gesten. Skala penyesuaian diri ini menggunakan skala
model likert yang terdiri dari 35 item dengan empat kategori respon
dengan bobot nilai sebagai berikut : (1) “sangat tidak setuju”, (2) “tidak
setuju”, (3) “setuju”, dan (4) “sangat setuju”.
No Aspek Indikator No. item Jml Contoh item
1. Verbal a. Memberikan
julukan nama
jelek 1, 9, 17
3
“Saya mengganggu
siswa lain dengan
mengolok-
mengoloknya.”
b. Berbicara
kasar 5 1
"Saya berbicara dengan
siswa lain menggunakan
suara keras.”
c. Mengancam
7, 13 2
“Saya memaksa teman
saya untuk melawan
siswa lain.”
2. Non fisik /
non verbal
a. Membuat
siswa lain
tidak disukai
3, 11, 15 2
“Saya dengan sengaja
meninggalkan siswa lain
ketika beraktifitas.”
3. Fisik a. Berbuat kasar 4, 6, 14 3
“Saya mengajak siswa
lain untuk berkelahi.”
b. Menendang/
memukul/
mendorong
10, 12, 16 3 “Saya menendang siswa
lain dengan sengaja.”
c. Merusak/men
gambil barang 2, 8 2
“Saya mengambil
barang siswa lain tanpa
sepengetahuannya.”
Jumlah 17
34
Tabel 3.2
Blueprint Skala Penyesuaian Diri di sekolah
3. Skala keberfungsian keluarga
Alat ukur keberfungsian keluarga dalam penelitian ini menggunakan
instrumen “Family Adaptability And Cohesion Evaluation Scales
(FACES-III)” yang dibuat oleh Olson (1986) yang kemudian akan
dimodifikasi dan diterjemahkan pada bahasa Indonesia. Skala
keberfungsian keluarga menggunakan skala model likert yang terdiri dari
24 item dengan empat kategori respon dengan bobot nilai sebagai berikut :
(1) “tidak pernah”, (2) “jarang”, (3) “kadang kadang”, dan (4) “sering”.
No Aspek Indikator No. item Jml Contoh item
1. Goal
Orientation
a. Mampu menentukan
tujuan
1,5,10 3 “Saya selalu optimis
mewujudkan kesuksesan
di masa yang akan
datang.”
b. Kemampuan
menyadari kelebihan
dan kekurangan diri
3,8,11,
14
4 “Saya percaya dengan
kemampuan yang saya
miliki.”
2. School Spirit a. Kemampuan
mematuhi aturan atau
norma yang berlaku
2,7,17,
20,25
5 “Saya merasa peraturan
disekolah berlaku adil
untuk seluruh siswa.”
b. Kemampuan
berpartisipasi
terhadap fungsi dan
aktifitas sekolah
4,18,21,
27
4 “Saya senang untuk
pergi ke sekolah.”
3. Child – Peer
Relations
a. Kemampuan
berinteraksi secara
harmonis dengan
teman di sekolah
12,24,
28,31,
35
5 “Saya senang
melakukan kegiatan
bersama teman-teman.”
4. Child Teacher
Relations
a. Dukungan guru
terhadap siswa
9,13,22,
30,34
5 “Guru saya mendukung
apa yang saya sukai.”
b. Memiliki hubungan
yang akrab antara
guru dan siswa
16,19,
29,33
4 “Saya mempercayai
guru saya.”
5. Alienation a. Mengasingkan diri 6,15,23,
26,32
5 “Saya sulit bergaul
dengan lingkungan baru
saya.”
Jumlah 35
35
Tabel 3.3
Blueprint Skala Keberfungsian Keluarga
3.4 Uji Validitas Konstruk Alat Ukur
Uji validitas konstruk semua instrumen yang peneliti gunakan dalam penelitian ini
diuji validitasnya. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan metode
Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan menggunakan software LISREL
8.70. Berikut ini adalah langkah-langkah mengenai uji validitas (Umar, 2014) dari
setiap alat ukur atau instrument dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Lakukan uji CFA dengan model satu faktor, lihat nilai P-value yang
dihasilkan. Jika P-value tidak signifikan (P>0,05), maka item hanya
mengukur satu faktor saja, tetapi jika P-value yang dihasilkan signifikan
(P<0,05) maka perlu dilakukan uji sesuai dengan langkan berikutnya.
No Aspek Indikator No. item Jml Contoh item
1. Kohesi keluarga a. Menunjukkan
ketertarikan dan
penghargaan kepada
aktifitas dan minat
anggota keluarga
lainnya.
1,7,13,
19,23
5 “Keluarga saya memberi
semangat ketika saya
sedang malas.”
b. Mampu
mengekspresikan atau
menunjukkan emosi
perasaan mereka secara
bebas
2,8,14,
20
4 "Saya merasa dekat dengan
keluarga saya.”
c. Memiliki ritual dan
tradisi keluarga
3,9,15 3 “Keluarga saya melakukan
banyak hal bersama –
sama.”
2 Family
Adaptability
a. Memiliki nilai dan
sistem kepercayaan
yang jelas.
4,10,16 3 “Di dalam keluarga saya,
kami saling percaya
terhadap satu sama lain.”
b. Mampu berbagi
tanggung jawab
5,11,17,
21
4 “Di dalam keluarga saya,
semua anggota keluarga
berbagi tanggung jawab..”
c. Mempunyai strategi
dalam menangani
peristiwa yang
situasional
6,12,18,
22,24
5 “Keluarga saya meminta
pendapat saya ketika ada
masalah dalam keluarga.”
Jumlah 24
36
2. Jika P-value signifikan (p<0,05) maka dilakukan modifikasi model
pengukuran dengan cara membebaskan parameter berupa korelasi
kesalahan pengukuran. Hal ini terjadi saat suatu item selain mengukur
konstruk yang hendak diukur. Namun item ini juga mengukur lebih dari
satu konstruk atau multidimensional. Setelah beberapa kesalahan
pengukuran dibebaskan untuk saling berkorelasi makan akan diperoleh
model yang fit, maka model yang terakhir ini digunakan pada langkah
berikutnya.
3. Jika telah diperoleh model yang fit, maka analisis item dilanjutkan dengan
melihat apakah muatan faktor item tersebut signifikan dan mempunyai
koefisien yang positif. Untuk melihat signifikan atau tidaknya item
tersebut dalam pengukuran faktor ini, dengan cara melihat nilai dari T-
value dan koefisien muatan faktor. Jika T-value>1,96 maka item tersebut
signifikan dan tidak akan didrop dan begitu pula sebaliknya.
4. Selain itu, perlu dilihat apakah ada item yang muatan faktornya negatif.
Dalam hal ini jika terdapat item pernyataan yang negatif, maka saat
penskoran pada item tersebut, arah skornya diubah menjadi positif. Jika
setelah diubah arah skornya masih terdapat item dengan muatan faktor
negatif, maka item tersebut akan didrop.
5. Selanjutnya adalah melihat kesalahan pengukuran yang berkorelasi.
Apabila menemukan item dengan banyak kesalahan pengukuran yang
berkorelasi dengan banyak item lain, maka hal ini berarti item tersebut
37
selain mengukur satu hal juga mengukur lainnya. Sehingga item ini juga
dapat didrop karena bersifat multidimensional yang sangat kompleks.
6. Setelah melakukan modifikasi terhadap model, maka dilakukan olah data
untuk mendapatkan faktor skornya dengan ketentuan tidak mengikut
sertakan skor mentah dari item yang sudah didrop.
7. Setelah proses mendapatkan faktor skor dilakukan, kemudian ditransform
dalam skala T-score (true score) dengan menggunakan formula sebagai
berikut :
T-score = 50 + (10 x F-score)
Faktor skor yang masih mengandung angka negative harus ditransform
menjadi true score dengan mean = 50 dan standard deviation (SD) = 10
8. Setelah diperoleh true score (T-score) dari masing-masing variabel, maka
dilakukan analisis regresi. Dalam penelitian ini menggunakan analisis
regresi berganda (multiple regression analysis).
3.4.1 Hasil uji validitas konstruk perilaku perundungan
Pada skala perundungan terdapat tujuh belas item. Dalam melakukan uji validitas
bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur perundungan. Hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, diperoleh model yang
tidak fit dengan Chi-Square = 794.87, df = 119, P-Value = 0.00000, RMSEA =
0.134. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi dengan item lain. Setelah
dilakukan beberapa kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan Chi-Square
= 97.79, df = 82, P-Value = 0.11257, RMSEA = 0.025. Nilai Chi-Square
38
menghasilkan P-Value > 0.05 artinya model bersifat satu faktor (Unidimensional)
dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu perundungan.
Selanjutnya penyusun melihat apakah item tersebut signifikan, sekaligus
menentukan apakah item tersebut perlu di drop atau tidak, maka dilakukan
pengujian koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.4 berikut:
Tabel 3.4
Muatan Faktor Item Perilaku Perundungan
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 1 0.52 0.05 9.64 √
Item 2 0.56 0.05 10.69 √
Item 3 0.05 0.06 0.89 X
Item 4 0.74 0.05 14.97 √
Item 5 0.44 0.06 7.56 √
Item 6 0.62 0.05 11.93 √
Item 7 0.53 0.05 9.83 √
Item 8 0.60 0.05 11.21 √
Item 9 0.60 0.05 10.95 √
Item 10 0.50 0.05 9.22 √
Item 11 0.58 0.05 11.20 √
Item 12 0.64 0.06 11.14 √
Item 13 0.28 0.06 4.69 √
Item 14 0.43 0.06 7.10 √
Item 15 0.48 0.05 8.89 √
Item 16 0.50 0.05 9.15 √
Item 17 0.58 0.06 10.32 √
Keterangan : tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel diatas, nilai t untuk muatan faktor dari item 3 tidak
signifikan, sedangkan muatan faktom item lainnya signifikan karena t-value>
1.96. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan
negatif, maka diketahui tidak ada item yang muatan faktornya negatif. Dengan
demikian item 3 di drop, artinya tidak dianalisis dalam penghitungan selanjutnya.
39
3.4.2 Hasil uji validitas konstruk goal orientation
Pada skala goal orientation terdapat tujuh item. Dalam melakukan uji validitas
bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur goal orientation. Hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, diperoleh model yang
tidak fit dengan Chi-Square = 38.72, df = 14, P-Value = 0.00040, RMSEA =
0.075. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi dengan item lain. Setelah
dilakukan beberapa kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan Chi-Square
= 15.70, df = 12, P-Value = 0.20538, RMSEA = 0.031. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-Value > 0.05 artinya model bersifat satu faktor (Unidimensional)
dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu goal orientation.
Selanjutnya penyusun melihat apakah item tersebut signifikan, sekaligus
menentukan apakah item tersebut perlu di drop atau tidak, maka dilakukan
pengujian koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.5 berikut:
Tabel 3.5
Muatan Faktor Item Goal Orientation
Berdasarkan tabel diatas, nilai t dari semua item signifikan karena t-value>
1.96. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 1 0.58 0.05 10.49 √
Item 2 0.77 0.05 15.19 √
Item 3 0.48 0.06 8.04 √
Item 4 0.82 0.05 16.32 √
Item 5 0.70 0.05 13.27 √
Item 6 0.64 0.05 11.91 √
Item 7 0.44 0.05 11.91 √
40
negatif, maka diketahui tidak ada item yang muatan faktornya negatif. Dengan
demikian semua item akan digunakan dalam penghitungan selanjutnya.
3.4.3 Uji validitas konstruk school spirit
Pada skala school spirit terdapat sembilan item. Dalam melakukan uji validitas
bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur school spirit. Hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, diperoleh model yang
tidak fit dengan Chi-Square = 121.22, df = 27, P-Value = 0.00000, RMSEA =
0.105. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi dengan item lain. Setelah
dilakukan beberapa kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan Chi-Square
= 26.96, df = 20, P-Value = 0.13631, RMSEA = 0.033. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-Value > 0.05 artinya model bersifat satu faktor (Unidimensional)
dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu school spirit.
Selanjutnya penyusun melihat apakah item tersebut signifikan, sekaligus
menentukan apakah item tersebut perlu di drop atau tidak, maka dilakukan
pengujian koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.6 berikut:
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item School Spirit
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 1 0.79 0.05 15.58 √
Item 2 0.83 0.05 16.54 √
Item 3 0.36 0.06 6.25 √
Item 4 0.50 0.06 8.98 √
Item 5 0.44 0.06 7.63 √
Item 6 0.68 0.05 12.78 √
Item 7 0.69 0.06 12.07 √
Item 8 0.52 0.06 9.18 √
Item 9 0.37 0.06 6.46 √
41
Berdasarkan tabel diatas, nilai t dari semua item signifikan karena t-value>
1.96. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan
negatif, maka diketahui tidak ada item yang muatan faktornya negatif. Dengan
demikian semua item akan digunakan dalam penghitungan selanjutnya.
3.4.4 Uji validitas konstruk child peer relations
Pada skala child peer relations terdapat lima item. Dalam melakukan uji validitas
bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur child peer relations. Hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, diperoleh model yang
tidak fit dengan Chi-Square = 17.29, df = 5, P-Value = 0.00398, RMSEA = 0.088.
Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi dengan item lain. Setelah
dilakukan beberapa kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan Chi-Square
= 4.07, df = 3, P-Value = 0.25406, RMSEA = 0.034. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-Value > 0.05 artinya model bersifat satu faktor (Unidimensional)
dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu child peer relations.
Selanjutnya penyusun melihat apakah item tersebut signifikan, sekaligus
menentukan apakah item tersebut perlu di drop atau tidak, maka dilakukan
pengujian koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.7 berikut:
42
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Child Peer Relations
Berdasarkan tabel diatas, nilai t dari semua item signifikan karena t-value>
1.96. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan
negatif, maka diketahui tidak ada item yang muatan faktornya negatif. Dengan
demikian semua item akan digunakan dalam penghitungan selanjutnya.
3.4.5 Uji validitas konstruk child teacher relation
Pada skala child teacher relations terdapat sembilan item. Dalam melakukan uji
validitas bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur child teacher
relations. Hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, diperoleh
model yang tidak fit dengan Chi-Square = 69.54, df = 27, P-Value = 0.00001,
RMSEA = 0.071. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi dengan item
lain. Setelah dilakukan beberapa kali pembebasan item, diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 22.57, df = 23, P-Value = 0.48597, RMSEA = 0.000. Nilai
Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05 artinya model bersifat satu faktor
(Unidimensional) dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu child
teacher relations.
Selanjutnya penyusun melihat apakah item tersebut signifikan, sekaligus
menentukan apakah item tersebut perlu di drop atau tidak, maka dilakukan
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 1 0.51 0.06 7.87 √
Item 2 0.60 0.06 10.00 √
Item 3 0.70 0.06 12.28 √
Item 4 0.74 0.06 12.41 √
Item 5 0.45 0.06 7.22 √
43
pengujian koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.8 berikut:
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Child Teacher Relations
Berdasarkan tabel diatas, nilai t dari semua item signifikan karena t-value>
1.96. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan
negatif, maka diketahui tidak ada item yang muatan faktornya negatif. Dengan
demikian semua item akan digunakan dalam penghitungan selanjutnya.
3.4.6 Uji validitas konstruk alienation
Pada skala alienation terdapat lima item. Dalam melakukan uji validitas bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur alienation. Hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, diperoleh model yang fit dengan Chi-
Square = 3.75, df = 5, P-Value = 0.58643, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-Value > 0.05 artinya model bersifat satu faktor (Unidimensional)
dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu alienation.
Selanjutnya penyusun melihat apakah item tersebut signifikan, sekaligus
menentukan apakah item tersebut perlu di drop atau tidak, maka dilakukan
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 1 0.63 0.06 11.04 √
Item 2 0.66 0.06 11.70 √
Item 3 0.36 0.06 5.82 √
Item 4 0.54 0.06 9.08 √
Item 5 0.50 0.06 8.31 √
Item 6 0.65 0.06 11.42 √
Item 7 0.53 0.06 8.96 √
Item 8 0.60 0.06 10.35 √
Item 9 0.42 0.06 6.87 √
44
pengujian koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.9 berikut:
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Alienation
Berdasarkan tabel diatas, nilai t dari semua item signifikan karena t-value>
1.96. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan
negatif, maka diketahui tidak ada item yang muatan faktornya negatif. Dengan
demikian semua item akan digunakan dalam penghitungan selanjutnya.
3.4.7 Uji validitas konstruk kohesi keluarga
Pada skala kohesi terdapat dua belas item. Dalam melakukan uji validitas bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur kohesi keluarga. Hasil analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, diperoleh model yang tidak fit
dengan Chi-Square = 270.27, df = 54, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.113. Oleh
karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi dengan item lain. Setelah dilakukan
beberapa kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan Chi-Square = 47.85,
df = 40, P-Value = 0.18420, RMSEA = 0.025. Nilai Chi-Square menghasilkan P-
Value > 0.05 artinya model bersifat satu faktor (Unidimensional) dimana seluruh
item mengukur satu faktor saja yaitu kohesi keluarga.
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 1 0.55 0.06 8.77 √
Item 2 0.59 0.06 9.52 √
Item 3 0.66 0.06 10.68 √
Item 4 0.65 0.06 10.44 √
Item 5 0.18 0.07 2.70 √
45
Selanjutnya penyusun melihat apakah item tersebut signifikan, sekaligus
menentukan apakah item tersebut perlu di drop atau tidak, maka dilakukan
pengujian koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.10 berikut:
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Kohesi Keluarga
Berdasarkan tabel diatas, nilai t dari semua item signifikan karena t-value>
1.96. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan
negatif, maka diketahui tidak ada item yang muatan faktornya negatif. Dengan
demikian semua item akan digunakan dalam penghitungan selanjutnya.
3.4.8 Uji validitas konstruk family adaptability
Pada skala family adaptability terdapat dua belas item. Dalam melakukan uji
validitas bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur family
adaptability. Hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor,
diperoleh model yang tidak fit dengan Chi-Square = 203.72, df = 54, P-Value =
0.00000, RMSEA = 0.094. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model,
dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi dengan
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 1 0.59 0.05 10.89 √
Item 2 0.64 0.05 12.22 √
Item 3 0.60 0.05 11.17 √
Item 4 0.70 0.05 13.75 √
Item 5 0.68 0.05 13.02 √
Item 6 0.71 0.05 13.70 √
Item 7 0.70 0.05 13.81 √
Item 8 0.73 0.05 14.33 √
Item 9 0.73 0.05 14.44 √
Item 10 0.61 0.05 11.37 √
Item 11 0.60 0.05 10.93 √
Item 12 0.65 0.05 12.30 √
46
item lain. Setelah dilakukan beberapa kali pembebasan item, diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 50.92, df = 42, P-Value = 0.16260, RMSEA = 0.026. Nilai
Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05 artinya model bersifat satu faktor
(Unidimensional) dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu family
adaptability.
Selanjutnya penyusun melihat apakah item tersebut signifikan, sekaligus
menentukan apakah item tersebut perlu di drop atau tidak, maka dilakukan
pengujian koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.11 berikut:
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Family Adaptability
Berdasarkan tabel diatas, nilai t dari semua item signifikan karena t-value>
1.96. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan
negatif, maka diketahui tidak ada item yang muatan faktornya negatif. Dengan
demikian semua item akan digunakan dalam penghitungan selanjutnya.
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 1 0.67 0.05 12.88 √
Item 2 0.73 0.05 14.46 √
Item 3 0.71 0.05 14.13 √
Item 4 0.51 0.05 9.39 √
Item 5 0.75 0.05 15.19 √
Item 6 0.68 0.05 13.09 √
Item 7 0.69 0.05 13.55 √
Item 8 0.70 0.05 13.74 √
Item 9 0.72 0.05 14.04 √
Item 10 0.69 0.05 13.62 √
Item 11 0.72 0.05 14.02 √
Item 12 0.57 0.05 10.44 √
47
3.5 Tehnik Analisis Data
Metode pengolahan data adalah metode yang digunakan untuk menganalisis data
hasil penelitian dalam rangka menguji kebenaran hipotesis. Untuk menguji
hipotesis, peneliti menggunakan analisis Multiple Regression atau regresi
berganda, untuk mengetahui besar dan arah pengaruh antara variabel penyesuaian
diri di sekolah yang terdiri dari goal orientation (X1), school spirit (X2), child –
peer relations (X3), child – teacher relations (X4), alienation (X5), kemudian
untuk variabel keberfungsian keluarga yang terdiri dari kohesi (X6) dan family
adaptability (X7), serta jenis kelamin (X8) dengan perilaku perundungan (Y).
Kemudian dalam pengolahan data ini menggunakan SPSS 21.0.
Model Analysis Multiple Regression (Regresi Berganda) digunakan untuk
menganalisis pola hubungan antar variabel dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel bebas (eksogen)
terhadap variabel terkait (endogen). Model yang akan dibentuk dalam analisis
regresi tersebut adalah sebagai berikut:
Y1 : α + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + e
Dimana :
α = intercept
b = koefisien regresi
X1 = goal orientation
X2 = school spirit
X3 = child – peer relations
X4 = child – teacher relations
X5 = alienation
48
X6 = kohesi keluarga
X7 = family adaptability
X8 = jenis kelamin
e = residu
Y = perilaku perundungan
Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu koefisien
korelasi berganda antara perilaku perundungan (DV) dengan goal orientation,
school spirit, child – peer relations, child – teacher relations, alienation, kohesi
keluarga dan family adaptability, serta jenis kelamin (IV). Besarnya perilaku
perundungan yang disebabkan faktor – faktor yang telah disebutkan ditunjukkan
oleh koefisien determinasi berganda atau R2. R
2 menunjukkan variasi atau
perubahan dependent variable (Y) disebabkan independent variable (X) atau
digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh independent variable (X)
terhadap dependent variable (Y) atau merupakan perkiraan proporsi varians dari
perilaku perundungan yang dijelaskan oleh goal orientation, school spirit, child –
peer relations, child – teacher relations, alienation, kohesi keluarga dan family
adaptability, serta jenis kelamin. Untuk mendapatkan R2, digunakan rumus
sebagai berikutnya:
R2 =
Keterangan :
R2 = Proporasi varians
SSreg = Sum of Square Regression (jumlah kuadrat regresi)
SSy = Sum of Square Y (jumlah kuadrat Y)
Selanjutnya, untuk mengetahui apakah model regresi yang terbentuk dapat
diterima atau tidak maka digunakan uji F dengan rumus:
49
F =
( ) ( )
Keterangan:
F = Taraf signifikan
R2 = Proporsi varians
K = Jumlah Independent variable
N = Jumlah sampel
Dimana yang menjadi pembilang disini ialah R2 dengan df-nya
(dilambangkan k), yaitu sejumlah independen variable yang dianalisis, sedangkan
penyebutan 1 - R2 dibagi dengan df nya N – k – 1, dimana N adalah jumlah
sampel. Dari hasil uji F yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah
independent variable yang diujikan memiliki pengaruh terhadap dependent
variable. Kemudian peneliti melakukan uji T dari tiap – tiap independent variable
yang dianalisis. Uji T bertujuan untuk mengetahui signifikansi statistic koefisien
regresi secara parsial, yaitu melihat signifikansi dampak dari tiap independent
variable terhadap dependent variable dengan rumus:
t =
Keterangan:
b = koefisien regresi ke-i
Sb = Standart error estimate dari b
Hasil uji T ini akan diperoleh dari hasil regresi yang akan dilakukan oleh peneliti
nantinya.
50
3.6 Prosedur Penelitian
Berkaitan dengan jalannya penelitian ini, peneliti membuat langkah – langkah
prosedur penelitian yang diharapkan dapat menunjang kelancaran serta
keerhasilan penelitian ini, yang meliputi :
1. Tahap persiapan penelitian : menentukan judul dan membuat perumusan
penelitian, menentukan variabel yang akan diteliti, mengumpulkan materi
dan melakukan kajian teori yang akan digunakan. Menentukan, menyusun
dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitiam ini yaitu
skala perundungan, penyesuaian diri di sekolah dan keberfungsian
keluarga. Mengajukan persetujuan kepada pembimbing mengenai alat
ukur yang akan digunakan dan meminta izin kepada pihak SMA Negeri 29
Jakarta.
2. Tahap pelaksanaan penelitian : pada tanggal 25 April 2019 datang ke SMA
Negeri 29 mengurus perizinan, menjelaskan tentang penelitian yang akan
dilakukan dan menentukan tanggal kapan penelitian dilaksanakan.
Kemudian pada tanggal 2 dan 3 Mei 2019 penelitian dilaksanakan.
Penelitian ini melibatkan seluruh siswa kelas X dan XI, dilakukan dengan
cara peneliti memasuki masing-masing kelas yang sudah dilist sebelumnya
sesuai dengan arahan yang diberikan oleh pihak sekolah. Peneliti dibantu
dengan beberapa teman mahasiswa memasuki ruangan kelas dan
menjelaskan tentang tata cara mengisian identitas dan cara mengerjakan
kuesioner yang telah diberikan. Setelah seluruh siswa didalam kelas
selesai mengerjakan, peneliti memberikan kesempatan untuk bertanya
51
terkait dengan penelitian yang dilakukan. Kemudian terakhir sebagai
ucapan terimakasih, peneliti memberikan reward kepada siswa yang telah
berpartisipasi.
3. Tahap pengolahan data : melakukan pengolahan dan pengujian dari hasil
skala yang telah didapatkan untuk dianalisis datanya. Dimulai dari skoring
hasil kemudian melakukan uji reliabilitas instrument dan menuji hipotesis
penelitian.
4. Tahap analisis : menganalisis data yang telah diperoleh dan membuat hasil
analisis.
5. Tahap penyusunan laporan penelitian : Membuat kesimpulan dan laporan
akhir penelitian.
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Gambaran umum responden pada penelitian ini dijabarkan secara rinci di bawah
ini berdasarkan jenis kelamin dan kelas. Responden dalam penelitian ini adalah
siwa-siswi SMA Negri 29 Jakarta yang berjumlah 316 orang.
Tabel 4.1
Gambaran subjek penelitian
Kategori Jumlah Presentase
Jenis kelamin Laki – laki 125 38.5%
Perempuan 191 58.8%
Kelas X 175 53.8%
XI 141 43.4%
Berdasarkan table diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan jenis kelamin, dapat
diketahui dari 316 responden yang menjadi subjek penelitian perempuan
jumlahnya lebih banyak daripada laki – laki yaitu 191 orang atau 58.8%.
Sedangkan subjek penelitian laki – lakinya berjumlah 125 orang atau 38.5%.
Kemudian untuk presentase berdasrkan kelas jumlah terbanyak ada pada kelas X
yaitu 175 orang atau 53.8%. Sedangkan 141 orang atau 43.4% lainnya berada pad
akelas XI.
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Hasil analisis deskriptif adalah hasil yang memberikan gambaran data penelitian.
Dalam hasil analisis deskriptif akan disajikan nilai minimal, maksimum, mean,
53
dan standar deviasi serta kategorisasi tinggi rendahnya skor variable penelitian.
Gambaran hasil analisis deskriptif dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel 4.2
Deskripsi Statistik Variabel Penelitian
Variabel N Minimum Maximum Std. Deviation
Perundungan 316 35.70 86.61 8.95930
Goal Orientation 316 28.32 73.89 8.94344
School Spirit 316 26.34 76.14 8.99062
Child Peer Relations 316 23.79 71.47 8.32238
Child Teacher Relations 316 25.33 73.45 8.77224
Alienation 316 24.84 64.86 8.07821
Kohesi keluarga 316 31.17 77.39 9.38783
Family Adaptability 316 26.02 76.91 9.44680
Berdasarkan data diatas, diketahui bahwa data perilaku perundungan
memiliki nilai minimal 35.70, nilai maksimal 86.61, mean 50 dan standar deviasi
8.95930. Variabel goal orientation memiliki nilai minimum 28.32, nilai maksimal
73.89, dan standar deviasi 8.94344. Variabel school spirit memiliki nilai
minimum 26.34, nilai maksimal 76.14, dan standar deviasi 8.99062. Variabel
child peer relations memiliki nilai minimum 23.79, nilai maksimum 71.47 dan
standar deviasi 8.32238. Variabel child teacher relations memiliki nilai minimum
25.33, nilai maksimum 73.45 dan standar deviasi 8.77224. Variabel alienation
memiliki nilai minimum 24.84, nilai maksimum 64.86 dan standar deviasi
8.07821. Variabel kohesi keluarga memiliki nilai minimum 31.17, nilai
maksimum 77.39 dan standar deviasi 9.38783. Variabel family adaptability
memiliki nilai minimum 26.02, nilai maksimum 76.91 dan standar deviasi
9.44680.
54
4.2.1 Kategorisasi skor variabel penelitian
Berdasarkan pada alat ukur yang digunakan, kategorisasi skor dalam penelitian ini
dibuat menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi. Hal ini diketahui dari
informasi yang tertera pada alat ukur yang digunakan bahwa kategorisasi skor
menggunakan raw score dibagi menjadi tiga kategorisasi yaitu tinggi, sedang dan
rendah.
Selanjutnya penyusun menggunakan informasi tersebut sebagai acuan
untuk membuat norma, data kategorisasi dalam penelitian ini bukan menggunakan
raw score tetapi menggunakan true score yang skalanya telah dipindah
menggunakan rumus T score yang dijelaskan pada bab sebelumnya, pedoman
interpretasi skor adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3
Pedoman Interpretasi Skor
Kategori Rumus
Tinggi X > Mean + 1SD
Sedang Mean – 1SD ≤ X ≤ Mean + 1SD
Rendah X < Mean - 1SD
Setelah norma kategorisasi didapatkan, selanjutnya akan dijelaskan perolehan
nilai presentase kategorisasi. Uraian mengenai gambaran kategori skor variable
berdasarkan rendah, sedang dan tinggi tiap variable terdapat pada tabel dibawah
ini:
55
Tabel 4.4
Kategorisasi Skor Variabel
Dimensi Rendah
Jumlah %
Sedang
Jumlah %
Tinggi
Jumlah %
Perundungan 35 11.1 234 74.1 47 14.9
Goal Orientation 44 13.9 236 74.7 36 11.4
School Spirit 42 13.3 234 74.1 40 12.7
Child Peer Relations 31 9.8 250 79.1 35 11.1
Child Teacher Relations 43 13.6 240 75.9 33 10.4
Alienation 39 12.3 228 72.2 49 15.5
Kohesi keluarga 40 12.7 235 74.4 41 13
Family Adaptability 42 13.3 237 75 37 11.7
Kategorisasi variabel dalam skor rendah adalah goal orientation. Kategorisasi
variabel dalam skor sedang child peer relations dan kategorisasi variabel dalam
skor tinggi adalah alienation.
4.3 Hasil Uji Hipotesis Penelitian
Selanjutnya adalah uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh masing-masing
independent variabel terhadap dependent variabel dalam penelitian ini, analisisnya
dilakukan dengan teknik multiple regression analysis. Data yang dianalisis adalah
faktor skor atau true score yang diperoleh dari hasil analisis faktor. Lalu penyusun
memindahkan skala faktor skor tersebut menjadi T Score. Alasan penyusun
menggunakan T score adalah untuk menghindari dampak negatif dari kesalahan
pengukuran dan juga agar tidak ada responden yang mendapatkan nilai negatif.
4.3.1 Analisis regresi variabel penelitian
Pada tahap ini, penyusun menguji hipotesis dengan multiple regression analysis
dengan menggunakan software SPSS 21.0. Dalam melakukan analisis regresi ada
tiga hal yang dilihat yaitu dengan melihat besaran R2
untuk mengetahui berapa
persen varian dependent variabel yang dijelaskan independent variabel, kedua
apakah secara keseluruhan independent variabel berpengaruh secara signifikan
56
terhadap dependent variabel, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya
koefisien regresi masing-masing independent variabel.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan beberapa tahapan. Langkah pertama,
penyusun melihat besaran R2
untuk mengetahui berapa persen varians dependent
variabel yang dijelaskan independent variabel. Selanjutnya untuk tabel yang berisi
R2, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5
Table R-square
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .426a .182 .160 8.20981
Berdasarkan data pada table 4.5 dapat dilihat bahwa perolehan R2
sebesar
0.182 atau 18.2 %. Artinya proporsi varians dari perundungan yang dijelaskan
oleh penyesuain diri disekolah, keberfungsian keluarga dan jenis kelamin adalah
18.2% sedangkan 81.8% dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian. Langkah
kedua, penyusun menganalisis dampak dari seluruh independent variabel terhadap
perilaku perundungan. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.6
Table Anova
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 4592.633 8 574.079 8.517 .000b
Residual 20692.114 307 67.401
Total 25284.747 315
Berdasarkan pada tabel 4.6 diketahui bahwa nilai Sig. pada kolom paling
kanan adalah sebesar 0.000. Dengan demikian diketahui bahwa nilai Sig. kurang
dari 0.05, maka hipotesis yang menyatakan adanya pengaruh signifikan
57
penyesuaian diri disekolah (goal orientation, school spirit, child peer relations,
child teacher relations dan alienation), keberfungsian keluarga (kohesi keluarga
dan family adaptability) dan jenis kelamin terhadap perilaku perundungan siswa
SMA. Artinya ada pengaruh signifikan penyesuaian diri disekolah (goal
orientation, school spirit, child peer relations, child teacher relations dan
alienation), keberfungsian keluarga (kohesi keluarga dan family adaptability) dan
jenis kelamin terhadap perilaku perundungan siswa SMA.
Langkah berikutnya adalah melihat koefisien regresi pada setiap
independent variable. Dari tabel 4.7 untuk mengukur signifikan atau tidaknya
koefisien regresi yang dihasilkan kita cukup melihat nilai signifikasi pada kolom
yang paling kanan (kolom ke-6). Jika sig < 0.05 maka koefisien regresi yang
dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap perilaku perundungan.
Tabel 4.7
Koefisien Regresi
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
Beta
t Sig.
B Std. Error
1
(Constant) 105.225 8.052 13.068 .000
Goal Orientation -.110 .080 -.110 -1.383 .168
School Spirit -.106 .086 -.106 -1.224 .222
Child Peer Relations .007 .071 .006 .096 .923
Child Teacher Relations .005 .067 .005 .076 .939
Alienation -.117 .060 -.106 -1.955 .052
Kohesi keluarga -.220 .089 -.231 -2.475 .014*
Family_Adaptability .084 .090 .089 .940 .348
Jenis Kelamin -.490 .098 -.268 -5.022 .000* Keterangan : signifikan (*)
Berdasarkan hasil diatas koefisien regresi kohesi keluarga dan jenis kelamin yang
signifikan, sedangkan sisanya tidak. Hal ini menunjukkan bahwa 8 hipotesis
58
minor hanya 2 yang signifikan. Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.7 dapat
dijelaskan persamaan regresi sebagai berikut:
Perilaku perundungan’ = 105,225 – 0.110 goal orientation – 0.106 school
spirit + 0.007 child peer relations + 0.005 child teacher relations – 0.117
alienation – 0.220 kohesi keluarga* + 0.084 family adaptability – 0.490 jenis
kelamin*
Pada tabel 4.7 terdapat 2 koefisien regresi yang signifikan yaitu, kohesi
keluarga dan jenis kelamin. Variabel lainnya menghasilkan koefisien regresi yang
tidak signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada
masing-masing independent variabel adalah sebagai berikut:
1. Variabel Goal Orientation
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.110 dengan signifikan
sebesar 0.168 (p > 0.05). Dengan demikian Ha1 yang menyatakan ada
pengaruh yang signifikan dari goal orientation terhadap perundungan
ditolak. Artinya, goal orientation tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap perundungan.
2. Variabel School Spirit
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.106 dengan signifikan
sebesar 0.222 (p > 0.05). Dengan demikian Ha2 yang menyatakan ada
pengaruh yang signifikan dari school spirit terhadap perundungan
ditolak. Artinya, school spirit tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap perundungan.
3. Variabel Child Peer Relations
59
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.007 dengan signifikan
sebesar 0.923 (p > 0.05). Dengan demikian Ha3 yang menyatakan ada
pengaruh yang signifikan dari child peer relations terhadap
perundungan ditolak. Artinya, child peer relations tidak memiliki
pengaruh yang signifikan
4. Variabel Child Teacher Relations
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.005 dengan signifikan
sebesar 0.939 (p > 0.05). Dengan demikian Ha4 yang menyatakan ada
pengaruh yang signifikan dari child teacher relations terhadap
perundungan ditolak. Artinya, child teacher relations tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap perundungan.
5. Variavel Alienation
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.117 dengan signifikan
sebesar 0.052 (p > 0.05). Dengan demikian Ha5 yang menyatakan ada
pengaruh yang signifikan dari alienation terhadap perundungan
ditolak. Artinya, alienation tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap perundungan.
6. Variabel Kohesi Keluarga
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.220 dengan signifikan
sebesar 0.014 (p < 0.05). Dengan demikian Ha6 yang menyatakan ada
pengaruh yang signifikan dari alienation terhadap perundungan
diterima. Artinya, kohesi keluarga memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap perundungan. Koefisien regresi memiliki arah negatif,
60
sehingga semakin tinggi kohesi keluarga maka akan semakin rendah
perundungan pada siswa.
7. Variabel Family Adaptability
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.084 dengan signifikan
sebesar 0.348 (p > 0.05). Dengan demikian Ha7 yang menyatakan ada
pengaruh yang signifikan dari family adaptability terhadap
perundungan ditolak. Artinya, family adaptability tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap perundungan.
8. Variabel Jenis Kelamin
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.490 dengan signifikan
sebesar 0.000 (p < 0.05). Dengan demikian Ha8 yang menyatakan ada
pengaruh yang signifikan dari jenis kelamin terhadap perundungan
diterima. Artinya, ada perbedaan pada perilaku perundungan antara
siswa perempuan dan laki – laki.
Berdasarkan penjelasan tabel 4.7 dapat disimpulkan bahwa yang
berpengaruh terhadap perilaku perundungan adalah kohesi keluarga dan jenis
kelamin.
4.3.2 Pengujian proporsi varian setiap variabel bebas
Selanjutnya, penulis ingin mengetahui bagaimana sumbangan proporsi varians
dari masing-masing independent variable terhadap perilaku perundungan. Berikut
ini akan disajikan tabel, dimana dalam tabel tersebut terdiri atas beberapa kolom.
Kolom pertama (model) adalah independent variabel yang dianalisis satu persatu,
kolom ketiga (R Square) merupakan pertambahan varians dependent variabel dari
61
tiap independent variabel yang dianalisis satu persatu tersebut. Kolom keenam (R
Square change) merupakan nilai murni varians dependent variabel dari tiap
independent variabel yang dianalisis satu persatu, kolom ketujuh (F Change )
adalah nilai hitung bagi tiap independent variabel yang bersangkutan, kemudian
df terdiri dari numerator dan denumerator, yang terakhir adalah kolom signifikansi
(Sig. F Change ). Besarnya proporsi varians pada perilaku perundungan dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 4.8
Proporsi Varian Setiap Variabel Bebas
Model R R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 .259a .067 .064 8.66646 .067 22.647 1 314 .000
2 .279b .078 .072 8.63024 .011 3.641 1 313 .057
3 .280c .078 .069 8.64265 .000 .102 1 312 .750
4 .280d .078 .067 8.65613 .000 .029 1 311 .864
5 .288e .083 .068 8.64845 .005 1.553 1 310 .214
6 .333f .111 .094 8.53005 .028 9.665 1 309 .002
7 .338g .114 .094 8.52645 .004 1.261 1 308 .262
8 .426h .182 .160 8.20981 .067 25.216 1 307 .000
Predictors: (Constant), Goal Orientation, School Spirit, Child PeerRelations, Child Teacher Relations,
Alienation, Kohesi Keluarga, Family Adaptability, Jenis Kelamin
Berdasarkan data pada tabel 4.8 dapat disampaikan informasi sebagai berikut:
1. Variabel goal orientation memberikan sumbangan 6.7% terhadap perilaku
perundungan siswa SMA. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig. F
Change = 0.000 (Sig. F Change < 0.05).
2. Variabel school spirit memberikan sumbangan 1,1% terhadap perilaku
perundungan siswa SMA. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan
Sig. F Change = 0.057 (Sig. F Change >0.05).
62
3. Variabel child peer relations memberikan sumbangan 0% terhadap
perilaku perundungan siswa SMA. Sumbangan tersebut tidak signifikan
dengan Sig. F Change = 0.750 (Sig. F Change >0.05).
4. Variabel child teacher relations memberikan sumbangan 0% terhadap
perilaku perundungan siswa SMA. Sumbangan tersebut tidak signifikan
dengan Sig. F Change = 0.864 (Sig. F Change >0.05).
5. Variabel alienation memberikan sumbangan 0,5% terhadap perilaku
perundungan siswa SMA. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan
Sig. F Change = 0.214 (Sig. F Change >0.05).
6. Variabel kohesi keluarga memberikan sumbangan 2.8% terhadap perilaku
perundungan siswa SMA. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig. F
Change = 0.002 (Sig. F Change < 0.05).
7. Variabel family adaptability memberikan sumbangan 0.4% terhadap
perilaku perundungan siswa SMA. Sumbangan tersebut tidak signifikan
dengan Sig. F Change = 0.262 (Sig. F Change >0.05).
8. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan 6.7% terhadap perilaku
perundungan siswa SMA. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig. F
Change = 0.000 (Sig. F Change <0.05).
63
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan uji hipotesis, didapatkan kesimpulan bahwa
variabel bebas yang diteliti pengaruhnya dalam penelitian ini memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap perilaku perundungan. Dengan demikian,
hipotesis mayor diterima. Artinya, terdapat pengaruh yang signifikan antara
penyesuaian diri di sekolah, keberfungsian keluarga dan jenis kelamin terhadap
perilaku perundungan.
Kemudian berdasarkan hasil uji hipotesis minor yang menguji signifikansi
dari masing – masing koefisien regresi terhadap dependent variable (DV), maka
diperoleh hanya ada dua koefisien regresi yang signifikan mempengaruhi perilaku
perundungan yaitu kohesi keluarga dan jenis kelamin pada siswa sekolah
menengah atas.
5.2 Diskusi
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hal – hal yang mempengaruhi perilaku
perundungan pada siswa di SMA Negeri 29 Jakarta. Pada bab ini penulis akan
memaparkan diskusi mengenai kedelapan variabel bebas dari hasil penelitian yang
telah dipaparkan pada bab sebelumnya yaitu goal orientation, school spirit, child
peer relations, child teacher relations, alienation, kohesi keluarga, family
adaptability dan jenis kelamin yang mempengaruhi variabel terikat perilaku
perundungan. Dua diantaran secara signifikan mempengaruhi perilaku
64
perundungan pada siswa SMA Negeri 29, yaitu kohesi keluarga dan jenis
kelamin.
Hasil penelitian yang dilakukan penulis menunjukan bahwa terdapat dua
faktor yang berperan secara signifikan dalam mempengaruhi perilaku
perundungan, sementara enam variabel lainnya tidak signifikan dalam
mempengaruhi perilaku perundungan. Ke enam variabel antara lain goal
orientatin, school spirit, child peer relations, child teacher relations, alienation,
family adaptability. Terdapat beberapa penyebab sehingga penelitian ini
mendapatkan hasil yang signifikan dan tidak signifikan sehingga berbeda dengan
penelitian terdahulu.
Selanjutnya peneliti akan membahas kedua variabel yang memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap perilaku perundungan yaitu kohesi keluarga
dan jenis kelamin. Pada penelitian ini ditemukan bahwa variabel kohesi keluarga
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku perundungan. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bowers et al. (2009) yang
mengemukakan bahwa keterlibatan orang tua berupa dukungan emosional
berpengaruh terhadap perilaku perundungan. Hasil lain juga menyebutkan bahwa
pelaku perundungan akan memiliki kohesi keluarga yang lebih rendah daripada
siswa lain yang tidak terlibat dalam perundungan (Batsche & Knoff, 1994).
Dalam temuan ini penulis berpendapat bahwa keterlibatan orang tua dalam
memberikan dukungan emosional bagi siswa akan mempengaruhi dirinya dalam
menyikapi perilaku perundungan yang terjadi di sekolah. Apresiasi dan kasih
sayang satu sama lain yang ditunjukan oleh setiap anggota keluarga dapat
65
membuat siswa merasa aman dan nyaman, serta dengan adanya keterbukaan
antara satu sama lain dapat membuat siswa merasa dirinya berharga. Dengan hal
tersebut siswa akan terhindar dari keterlibatan dalam perilaku perundungan baik
itu sebagai korban maupun sebagai pelaku.
Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa variabel jenis kelamin
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku perundungan. Hal ini
juga sejalan dengan penelitian Olweus (1997) yang menemukan bahwa ada lebih
banyak anak laki-laki daripada anak perempuan yang melakukan kekerasan
kepada orang lain, dan sebagian besar anak perempuan melaporkan bahwa mereka
telah diintimidasi oleh anak laki-laki. Disebutkan pula dalam Kim et al. (2014)
bahwa siswa laki-laki pada umumnya ditemukan terlibat dalam perilaku
perundungan yang lebih bersifat fisik seperti memukul atau menendang teman
sekelas lainnya dan pada siswa perempuan perilaku perundungan yang didominasi
pada hubungan relasional seperti mengucilkan teman sekelas atau menyebarkan
desas-desus tentang mereka. Hal ini dapat juga terjadi karena adanya pengaruh
lingkungan sosial siswa yang menganggap bahwa perundungan yang terjadi
adalah sebagai hal wajar yang dialami oleh siswa.
Selanjutnya, variabel yang tidak signifikan terhadap perilaku perundungan
pada siswa di SMA Negeri 29 Jakarta adalah goal orientatin, school spirit, child
peer relations, child teacher relations, alienation, dan family adaptability.
Keenam variabel tersebut memiliki nilai signifikansi > 0,05 yang artinya tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku perundungan pada siswa.
66
Berdasarkan hasil penelitian ini disebutkan bahwa goal orientation dan
school spirit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku perundungan.
Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menjelaskan bahwa
kedua variabel tersebut memiliki nilai yang berpengaruh secara signifikan pada
perilaku perundungan (Totura, 2003). Dalam penemuannya melaporkan bahwa
siswa yang menjadi pelaku perundungan memiliki kinerja akademis seperti goal
orientation dan school spirit yang lebih buruk dari waktu ke waktu. Hal ini
dikarenakan siswa yang sudah terlibat dalam perilaku perundungan akan lebih
fokus ke kondisi sosial di sekitarnya.
Pada variabel child peer relations dalam penelitian ini tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap perilaku perundungan. Hal ini tidak sejalan
dengan Olweus (1997) yang mengungkapkan bahwa child peer relations
berpengaruh signifikan terhadap perilaku perundungan. Dari variabel ini diketahui
bahwa adanya temuan yang berbeda yaitu tidak ada pengaruh antar hubungan
teman sebaya terhadap perilaku perundungan. Hubungan teman sebaya sangat
mempengaruhi bagaimana siswa berperilaku, tetapi mungkin kembali kepada
bagaimana pengaruh orang tua dan keluarga dalam membentuk perilakunya.
Pada variabel child teacher relations dalam penelitian ini tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap perilaku perundungan. Hal ini tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Totura (2003) yang mengungkapkan
bahwa child teacher relations berpengaruh signifikan terhadap perilaku
perundungan. Artinya hubungan antara siswa dan guru tidak memiliki pengaruh
terhadap perilaku perundungan. Hal ini mungkin saja terjadi karena pada
67
umumnya siswa tidak memiliki hubungan yang terlalu dekat dengan gurunya. Jadi
tidak ada pengaruhnya ketika siswa dekat dengan guru atau tidak terhadap
perilaku perundungan disekolah.
Variabel alienation tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
perilaku perundungan. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Olweus (1997) yang
menyatakan bahwa alienation memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
perilaku perundungan. Pada penelitian sebelumnya pelaku perundungan
melaporkan merasa terasing di sekolah karena memiliki hubungan dengan guru
yang lebih buruk dibandingan dengan siswa lainnya. Hal tersebut tidak ditemukan
dalam penelitian ini. Para siswa terlihat akrab satu sama lain, begitupula terjadi
antara siswa dan guru. Hanya ada satu siswa yang memberi catatan bahwa ia tidak
merasa nyaman dengan beberapa guru.
Variabel terakhir yang ditemukan tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap perilaku perundungan pada penelitian ini adalah family adaptability.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Totura
(2003) bahwa family adaptability berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku
perundungan dan berpendapat bahwa pengalaman anak di rumah berdampak pada
perilakunya di sekolah. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan tidak adanya
keterbukaan diantara orangtua dan anak. Ketika adanya kondisi situasional
orangtua lebih cendrung menutup diri dan anak pun tidak mau bercerita.
Penelitian ini tentunya tidak terlepas dari kekurangan dan keterbatasan
sehingga harus dilakukan evaluasi lebih lanjut untuk penelitian yang akan
dilakukan selanjutnya. Peneliti menyadari bahwa terdapat beberapa hal yang
68
menjadi keterbatasan dalam penelitian ini. Pertama, peneliti menemukan bahwa
item kuesioner yang telah peneliti modifikasi masih kurang sempurna dikarenakan
kurang menggambarkan secara spesifik tentang perilaku perundungan yang
dilakukan oleh siswa. Kedua, salah satu kekurangan dalam penelitian ini adalah
tidak konsisten dalam menggambarkan pengaruh penyesuaian diri di sekolah
terhadap perilaku perundungan karena keterbatasan penulis dalam memahami
setiap bahan bacaan yang peneliti gunakan.
5.3 Saran
Berdasrkan pada penulisan penelitian ini, peneliti menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Peneliti mencoba memberikan saran
dan masukan untuk menyempurnakan penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.
5.3.1 Saran teoritis
1. Penelitian ini hanya melibatkan siswa kelas X dan XI saja, diharapkan
untuk penelitian selanjutnya agar dikembangkan menggunakan populasi
yang menyeluruh dan melibatkan siswa kelas XII. Untuk melihat apakah
ada perbedaan dari hasil penelitian ini jika siswa kelas XII diikut sertakan
dan juga mendapatkan data yang maksimal ketika melibatkan seluruh
siswa disekolah.
2. Dalam penelitian berikutnya disarankan untuk mengkaji perundungan
tidak hanya dari sisi pelaku, namun mencakup keseluruhan baik pelaku,
korban, maupun saksi agar di dapatakan hasil penelitian yang lebih
lengkap. Dengan demikian dari hasil tersebut dapat diketahui perbedaan
69
diantara ketiganya dan pengaruhnya terhadap variabel perundungan secara
lebih luas.
5.3.2 Saran praktis
1. Untuk meminimalisirkan adanya perilaku perundungan pada siswa peneliti
menyarankan agar orang tua dan keluarga membentuk komunikasi dan
hubungan yang lebih baik dengan anak maupun pihak sekolah. Dengan
cara ini, orang tua dan keluarga akan lebih mengetahui bagaimana keadaan
anak baik di rumah maupun di sekolah, anak bisa lebih terbuka dan
memiliki kepercayaan kepada orang tua dan keluarganya. Pihak sekolah
pun lebih mudah untuk memberikan informasi tentang perkembangan anak
baik dari segi akademik maupun perilakunya di sekolah.
2. Pihak sekolah diharapkan melakukan pengawasan yang lebih terhadap
siswa laki-laki karena perundungan harus dihentikan dengan memberi
perhatian dalam hal pencegahan dan penanganan masalah yang tepat.
Salah satunya cara pencegahannya dengan membagi kelas secara rata
antara jumlah laki – laki dan perempuan, serta pengawasan di sekitar
lingkungan sekolah dan meminimalisir tempat – tempat yang digunakan
siswa untuk berkumpul diluar jam sekolah. Kemudian, pihak sekolah juga
bisa melakukan penangannan dengan memberikan kegiatan yang mampu
mengarahkan siswa untuk menyalurkan kemampuan yang dimilikinya
kepada hal yang lebih positif, seperti kegiatan : sepak bola, basket, catur,
kegiatan organisasi sekolah yang dapat membuat anak lebih mampu untuk
70
bersaing dan menyalurkan emosi serta tenaganya kepada kegiatan yang
lebih bermanfaat.
71
DAFTAR PUSTAKA
American Association of School Administrators. (2009). Bullying at school and
online. Education.com Holdings, Inc.
Anita, Woolfolk. (2017). Educational Psychology. (pp. 479-482) Boston : Pearson
Educational.
Arief, M., Cahya, K. D., Purba, R. A., & Aronda, T. R. (2012). Kajian Pengaruh
Lingkungan Dalam Perilaku School Bullying di SMAN 70 Jakarta Selatan.
Makalah. Depok : Universitas Indonesia. Diunduh pada 6 April 2017, dari
https://id.scribd.com/document/95507096/Kajian-Pengaruh-Lingkungan-
Dalam-Perilaku-School-Bullying-Di-SMAN-70-Jakarta-Selatan
Batsche, G. M., & Knoff, H. M. (1994). Bullies and their victims: Understanding
a pervasive problem in the schools. School Psychology Review, 23(2), 165-
174.
Berndt, T. J., & Ladd, G. W. (1989). Peer relationships in child development.
New \brk: Wiley.
Bevilacqua, L., Shackleton, N., Hale, D.R., Allen, E., Bond, L., Christie, D.,
Elbourne, D., Fitzgerald-Yau, N., Fletcher, A., Jones, R., Miners, A.,
Scott, S.E., Wiggins, M., Bonell, C., & Viner, R.M. (2017). The role of
family and school-level factors in bullying and cyberbullying: a cross-
sectional study. BMC pediatrics. doi:10.1186/s12887-017-0907-8
Birch, S. H., & Ladd, G. W. (1996). Interpersonal relationships in the school
environment and children's early school adjustment: The role of teachers
and peers. In J. Juvonen & K. R. Wentzel (Eds.), Cambridge studies in
social and emotional development. Social motivation: Understanding
children's school adjustment (pp. 199-225). New York, NY, US:
Cambridge University Press. doi:10.1017/ CBO9780511571190.011
Birch, S. H., & Ladd, G. (1997). The teacher-child relationship and children's
early school adjustment. Journal of School Psychology, 35(1), 61-79.
doi:10.1016/S0022-4405(96)00029-5
Bowes, L., Arseneault, L., Maughan, B., Taylor, A., Caspi, A., & Moffitt, T.E.
(2009). School, neighborhood, and family factors are associated with
children's bullying involvement: a nationally representative longitudinal
72
study. Journal of the American Academy of Child and Adolescent
Psychiatry, 48 5, 545-53. doi:10.1097/CHI.0b013e 31819cb017
Chauhan, Smt. Vandanan. (2013). A study on adjustment of higher secondary
school students of durg district. IOSR Journal of Research & Method in
Education (IOSR-JRME). Volume I, PP 50-52
Cendra, A. (2012). Hubungan antara keberfungsian keluarga dan kesepian pada
remaja Indonesia. Skripsi. Depok : Universitas Indonesia
Connell, J. P., & Wellborn, J. G. (1991). Competence, autonomy, and relatedness:
A motivational analysis of self-system processes. In M. R. Gunnar & L. A.
Sroufe (Eds.), The Minnesota symposia on child psychology, Vol. 23. Self
processes and development (pp. 43-77). Hillsdale, NJ, US: Lawrence
Erlbaum Associates, Inc.
DeFrain, J., & Asay, S. M. (2007). Strong families around the world: Strengths-
based research and perspectives. Binghamton, NY: Haworth/Taylor &
Francis. doi:10.1300/J002v41n01_01
DeFrain., J., Asay, S. M., & Olson, D. (2009). Family functioning. Encyclopedia
of human relationships. Ed. Thousand Oaks, CA: SAGE, 622-27. SAGE
Reference Online.
Edman, S.O., Cole, D.A., & Howard, G.S. (1990). Convergent and discriminant
validity of FACES-III: Family adaptability and cohesion. Family Process,
29(1), 95-103. doi:10.1111/j.1545-5300. 1990.00095.x
Epstein, N. B. Bishop, D., Ryan, C., Miller, & Keitner, G., (1993). The McMaster
Model View of Healthy Family Functioning. In Froma Walsh (Eds.),
Normal Family Processes (pp. 138-160). The Guilford Press: New
York/London. doi:10.4324/9780203428436_chapter_21
Le Play, Frederic. (1982). On family, work, and social change. Ed. and trans.
Catherine Bodard Silver. Chicago: University of Chicago
Friedman, M.M. (1998) Family Nursing: Theory and Practice. 3rd Edition,
Appleton and Lange, Norwalk, Connecticut.
Galanaki, Evangelia & Kalantzi-Azizi, Anastasia. (1999). Loneliness and social
dissatisfaction: Its relation with children’s self-efficacy for peer
interaction. Child Study Journal. 29. doi:10.1177/0143 034308090061
73
Giddens, A. & Sutton, P.W. (2017). Essential Concepts in Sociology. North
America : Polity
Gothwal, V., Sumalini, R., Irfan, S.M., Giridhar, A., & Bharani, S. (2013).
Revised Olweus Bully/Victim Questionnaire: evaluation in visually
impaired. Optometry and vision science : official publication of the
American Academy of Optometry, 90 8, 828-35.
doi:10.1097/OPX.0b013e3182959b52.
Hamre, B. K., & Pianta, R. C. (2006). Student-Teacher Relationships. In G. G.
Bear & K. M. Minke (Eds.), Children's needs III: Development,
prevention, and intervention (pp. 59-71). Washington, DC, US: National
Association of School Psychologists.
Holt, M. K., Kaufman K, Glenda and Finkelhor, D. (2009). Parent/Child
Concordance about BullyingInvolvement and Family Characteristics
Related to Bullying and Peer Victimization, Journal of School
Violence,8:1,42 — 63. doi:10.1080/15388220802067813
Katkovsky, Walter & Gorlow, Leon. (1976). The psychology of adjusment;
current concepts and application McGraw- Hill Book Company, New
York.
Kelly, P. (2010). School and classroom environment of a small catholic secondary
school. Thesis, Faculty of Education Australian Catholic University.
Kim, M. J., Catalano R. F., Haggerty K. P., Abbott R, D. (2011). Bullying at
elementary school and problem behaviour in young adulthood: A study of
bullying, violence and substance use from age 11 to age 21. Criminal
Behaviour and Mental Health, 21(2), 136-144. doi:10.1002/cbm.804
Ladd, G. W. (1989). Children's social competence and social supports: Precursors
of early school adjustment? In B. H. Schneider, G. Attili, J. Nadel (Eds.) &
R. P. Weissberg, NATO Advanced Science Institutes series. Series D:
Behavioural and social sciences, Vol. 51. Social competence in
developmental perspective (pp. 277-291). New York, NY, US: Kluwer
Academic/Plenum Publishers. http://dx.doi.org/10.1007/978-94-009-2442-
0_17
Lagerspetz, K. M., Björkqvist, K., Berts, M., & King, E. (1982). Group
aggression among school children in three schools. Scandinavian Journal
of Psychology, 23(1), 45-52. doi:10.1111/j.1467-9450.1982.tb00412.x
74
Lakhani, P. & Chandel, P. K. (2017). School Adjustment, Motivation and
Academic Achievement among Students. International Journal of
Management and Social Sciences.
Laporan Tahunan UNICEF Indonesia 2015. Diunduh tanggal 13 Januari 2018.
https://www.unicef.org/indonesia/id/
Mahmud, A. D. (2017). Pengaruh Religiusitas Dan Dukungan Social Terhadap
Penyesuaian Diri Mahasiswa Baru Perantau Uin Syarif Hidayatullah
Jakarta. Skripsi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah
Masten, A. S. (1994). Resilience in individual development: Successful adaptation
despite risk and adversity. In M. C. Wang & E. W. Gordon (Eds.),
Educational resilience in inner-city America: Challenges and prospects
(pp. 3-25). Hillsdale, NJ, US: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Meilasari, A. (2018). Hubungan antara keberfungsian keluarga dengan efikasi diri
pengasuhan pada ibu. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia.
Nansel, T. R., Overpeck, M., Pilla, R. S., Ruan, W. J., Simons-Morton, B., &
Scheidt, P. (2001). Bullying behaviors among US youth: Prevalence and
association with psychosocial adjustment. JAMA: Journal of the American
Medical Association, 285(16), 2094-2100. http://dx.doi.org/
10.1001/jama.285.16.2094
Nurita, D. & Widiastuti, R. (2018) Hari Anak Nasional, KPAI Catat Kasus
Bullying Paling Banyak. Diakses pada Juli 21, 2019, dari
https://nasional.tempo.co/read/1109584/hari-anak-nasional-kpai-catat-
kasus-bullying-paling-banyak
Olson, D.H. (1986). Circumplex Model VII: validation studies and FACES III.
Family process, 25 3, 337-51. doi:10.1111/j.1545-5300.1986.00337.x
Olweus, D. (1993). Bullying at school: What we know and what we can do.
Oxford, UK and Cambridge, MA: Blackwell Publishers.
doi:10.1002/pits.10114
Olweus, D. (1997). Bully/Victim Problems in School: Facts and Intervention.
European Journal of Psychology of Education, 12, 495-510.
doi:10.1007/BF03172807
Pianta, R. C. & Hamre, B. & Stuhlman, M. (2003). Relationships Between
Teachers and Children. In W. M. Reynolds, & G. E. Miller (Eds.),
Handbook of Child Psychology: Educational Psychology (Vol. 7, pp. 199-
75
234). Hoboken, NJ: John Wiley & Sons. doi:10.1002/
0471264385.wei0710.
Parada, R. (2000). Adolescent Peer Relations Instrument: A theoretical and
empirical basis for the measurement of participant roles in bullying and
victimisation of adolescence: An interim test manual and a research
monograph: A test manual. Publication Unit, Self-concept Enhancement
and Learning Facilitation (SELF) Research Centre, University of Western
Sydney
Rigby, K. (1993). School children’s perceptions of their families & parents as a
function of peer relations. The Journal of Genetic Psychology, 154(4),
501-513. doi:10.1080/00221325.1993.9914748
Roeser, R. W. & Eccles, J. S. (1998). Adolescents' Perceptions of Middle School:
Relation to Longitudinal Changes in Academic and Psychological
Adjustment. Journal of Research on Adolescence. 88. 123-158.
doi:10.1207/s15327795jra0801_6
Rudasill, K. M., & Rimm-Kaufman, S. E. (2009). Teacher-child relationship
quality: The roles of child temperament and teacher-child interactions.
Early Childhood Research Quarterly, 24(2), 107-120.
doi:10.1016/j.ecresq.2008.12.003
Sabareli, R. M., & Bartle, S. E. (1995). Survey approaches to the assessment of
family functioning : conceptual, operational, and analytical issues. Journal
of marriage and family, 57 (4). doi:1025-1039. 10.2307/353420
Saida, M. A. (2017). Hubungan Antara Peer Relationship dengan Kompetensi
Sosial Siswa SMA. Skripsi. Surabaya : UIN Sunan Ampel
Santa Lucia, R. C., Gesten, E., Rendina-Gobioff, G., Epstein, M., Kaufmann, D.,
Salcedo, O., & Gadd, R. (2000). Children's school adjustment: A
developmental transactional systems perspective. Journal of Applied
Developmental Psychology, 21(4), 429-446. doi:10.1016/S0193-
3973(00)00048-4
Santrock. J. W. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja.(edisi keenam)
Jakarta: Erlangga
Satmanda. D. M. (2017). Pengaruh Dukungan Teman Sebaya Dan Lingkungan
Sekolah Terhadap Perilaku Bullying Di Kalangan Siswa Sekolah Dasar.
Skripsi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah
76
Schwab, J. J., Gray-Ice, H. M., & Prentice, F. R. (2002). Family Functioning :
The General Living Systems Research Model. KLUWER Academic
Publishers. University of Louisville Louisville, Kentucky. 20.
Schneiders, A. A. (1955). Personal Adjustment and Mental Health. New York
SEJIWA, 2008. Bullying : Mengatasi kekerasan di sekolah dan lingkungan
sekitar anak. Jakarta : PT Grasindo.
Setiawan, D. (2017). Indonesia Peringkat Tertinggi Kasus Kekerasan di Sekolah.
Jakarta : KPAI. http://www.kpai.go.id/berita/indonesia-peringkat-
tertinggi-kasus-kekerasan-di-sekolah
Smith, G., Henry, D., B, & Tolan, P. H. (2004). Exposure to community violence
and violence perpetration: the protective effects of family functioning. J
Chlin Child Adolesc Psychol, 33(3), 439-409.
doi:10.1207/s15374424jccp3303_2
Sullivan. (2000). The anti-bullying handbook. Oxford University Press.
Sullivan, K., Cleary, M. & Sullivan, G. (2005). Bullying in secondary schools:
What it looks like and how to manage it. London: SAGE Publications.
doi:10.4135/9781446215296
The Convention On The Rights Of The Child. Stop Violence Against Children!
Bullying : Nature, Scope + Effects. Diunduh pada 19 Februari 2018.
https://www.unicef.org/malaysia/UNICEF_-_Fact_Sheet_-
_Scope_and_Nature_of_Bullying.pdf
Totura, C. M. W. (2003). Bullying and Victimization in Middle School: The Role
of Individual Characteristics, Family Functioning, and School Contexts.
Department of Psychology College of Arts and Sciences University of
South Florida.
Wilkinson, I. (1998). Child and family assessment: Clinical guidelines for
practitioners (2nd Ed.). London: Routledge. doi:10.1002/car.632
Walsh, F. (1994). Healthy Family Functioning: Conceptual and Research
Developments. Family Business Review, 7(2), 175–198. doi:10.
1111/j.1741-6248.1994.00175.x
Wang, H., Zhou, X., Lu, C., Wu, J., Deng, X., Hong, L., Gao, X., & He, Y.
(2012). Adolescent Bullying Involvement and Psychosocial Aspects of
77
Family and School Life: A Cross-Sectional Study from Guangdong
Province in China. PloS one. doi:10.1371/ journal.pone.0038619.
Wardhana, K. (2015). Buku Panduan Melawan Bullying. Jakarta : Sudah Dong
Wright, M. F. (2015). Adolescents’ cyber aggression perpetration and cyber
victimization: The longitudinal associations with school functioning.
Social Psychology of Education, 18, 653-666. doi:10.1007/s11218-015-
9318-6
UNICEF. 2014. Teach Respect Bullying: A form of discrimination. Diakses
Tanggal 15 Juni 2017 dari https://www.unicef.org/malaysia/campaigns_
teachrespect-bullying.html
Umar, J. (2014). Statistika mentor akademik. Bahan ajar fakultas psikologi UIN
Jakarta. Tidak Dipublikasikan
78
79
KUESIONER PENELITIAN
Assalamualaikum Wr. Wb.
Saya Fitri Rachmawati Amalia, mahasiswi tingkat akhir Fakultas
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya sedang melakukan penelitian
tentang perundungan di sekolah, untuk menyelesaikan tugas akhir saya sebagai
persyaratan mencapai gelar Sarjana Psikologi. Saya membutuhkan bantuan adik –
adik untuk menjadi responden dalam penelitian saya dengan mengisi kuesioner
sesuai dengan keadaaan kalian. Jawaban adik – adik TIDAK DINILAI BENAR
atau SALAH, jadi jawablah sesuai dengan keadaan diri kalian yang sebenarnya.
Semua informasi yang adik – adik berikan akan DIJAMIN KERAHASIAANYA
dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian.
Atas bantuan, kesediaan waktu dan kerjasama adik – adik untuk mengisi
kuesioner ini, saya ucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, April 2019
peneliti
80
DATA RESPONDEN
Nama :
Usia :
Kelas :
Jenis kelamin : Perempuan / Laki-laki
No. tlpn :
Ket: (coret yang tidak perlu)
PETUNJUK PENGISIAN
Dibawah ini terdapat sejumlah pernyataan. Bacalah dengan telit, kemudian
berikan tanda checklist ( √ ) pada setiap pernyataan yang adik – adik anggap
paling menggambarkan pengalaman kalian.
Contoh :
No Pernyataan Tidak
pernah Jarang
Kadang
kadang Sering
1 Saya datang tepat waktu √
Pernyataan diatas menunjukkan bahwa :
Artinya “saya kadang – kadang datang tepat waktu”
81
SKALA I
No Pernyataan Tidak
pernah Jarang
Kadang
kadang Sering
1 Saya mengganggu siswa lain.
2 Saya meminta siswa lain untuk
memberikan uangnya kepada saya.
3 Saya dengan sengaja meninggalkan
siswa lain ketika beraktifitas.
4 Saya menyenggol siswa lain ketika
melewati saya.
5 Saya berbicara dengan siswa lain
menggunakan suara keras.
6 Saya mengajak siswa lain untuk
berkelahi.
7 Saya meminta teman saya untuk
melawan siswa lain.
8 Saya mengambil barang siswa lain
tanpa sepengetahuannya.
9
Saya menggoda siswa lain dengan
mengganti namanya dengan
sindiran / nama jelek.
10 Saya menendang siswa lain.
11 Saya menyebarkan gossip tentang
siswa lain.
12 Saya memaksa teman saya untuk
melukai siswa lain.
13 Saya mengancam siswa lain untuk
mematuhi saya.
14
Saya merebut dengan paksa sesuatu
yang sedang digunakan oleh siswa
lain.
15 Saya membuat siswa lain tidak
menyukai temannya.
16 Saya memukul siswa lain dengan
keras.
82
No Pernyataan Tidak
pernah Jarang
Kadang
kadang Sering
17
Saya memanggil siswa lain
berdasarkan fisiknya. Seperti,
gendut/hitam.
SKALA II
No Pernyataan
Sangat
Tidak
Setuju
Tidak
Setuju Setuju
Sangat
Setuju
1 Saya mempunyai cita-cita yang
jelas dan berusaha mewujudkannya.
2
Saya berusaha berperilaku sopan,
sesuai dengan aturan-aturan yang
ada disekolah.
3 Bila mengalami kegagalan, saya
berusaha memperbaikinya kembali.
4 Kegiatan-kegiatan di sekolah
menjadikan saya lebih mandiri.
5
Saya selalu optimis mewujudkan
kesuksesan di masa yang akan
datang
6 Saya malas berhubungan dengan
lingkungan sekolah saya.
7 Saya mengikuti peraturan di
sekolah.
8
Saya akan mengejar cita-cita saya
sesuai dengan kemampuan yang
saya miliki.
9 Guru saya mendukung apa yang
saya sukai.
10
Saya membuat target untuk
menyelesaikan sekolah dengan
prestasi yang tinggi.
11 Saya percaya dengan kemampuan
yang saya miliki.
12
Saya diajak teman – teman untuk
ikut dalam kegiatan yang ada di
sekolah.
83
No Pernyataan
Sangat
Tidak
Setuju
Tidak
Setuju Setuju
Sangat
Setuju
13 Guru saya ada ketika saya
membutuhkannya.
14
Apabila saya mengalami kegagalan,
saya akan menjadikannya sebagai
pelajaran.
15 Saya tidak terlalu kenal dengan
lingkungan sekolah saya.
16
Saya peduli akan apa yang
kebanyakan guru saya pikirkan
tentang saya.
17 Saya ditegur oleh guru ketika saya
memukul siswa lain.
18
Saya bersedia menerima tanggung
jawab yang diamanahkan oleh
sekolah.
19 Saya menganggap guru saya seperti
seorang teman.
20 Peraturan di sekoah sudah
ditentukan.
21
Saya bertanggung jawab terhadap
tugas dan kewajiban saya sebagai
siswa.
22 Guru saya memberitahukan apa
yang saya harus lakukan.
23 Saya sulit bergaul dengan
lingkungan baru saya.
24
Saya menjalin persahabatan dengan
siswa lain tanpa melihat perbedaan
diantara kami.
25 Saya merasa peraturan disekolah
berlaku adil untuk seluruh siswa.
26
Saya berada di kelompok yang salah
untuk merasa menjadi bagian dari
sekolah ini.
27 Saya senang untuk pergi ke sekolah.
28 Teman – teman curhat dan bercerita
kepada saya.
84
No Pernyataan
Sangat
Tidak
Setuju
Tidak
Setuju Setuju
Sangat
Setuju
29 Saya mempercayai guru saya.
30 Guru saya peduli terhadap saya.
31 Saya senang melakukan kegiatan
bersama teman-teman.
32 Saya sepertinya selalu ketinggalan
dari kegiatan sekolah yang penting.
33 Kebanyakan guru saya mengenal
saya dengan baik.
34
Bila guru saya memarahi saya, saya
dapat menerima sebagai wujud
kasih sayang seorang guru kepada
muridnya.
35 Saya merasa teman-teman
menyukai saya.
SKALA III
No Pernyataan Tidak
Pernah Jarang
Kadang
Kadang Sering
1 Keluarga saya mendukung kegiatan
yang ingin saya lakukan.
2 Setiap anggota dalam keluarga saya
saling menyayangi.
3
Dalam keluarga saya ketika ada
waktu luang diguanakan untuk
saling cerita dan mendengarkan satu
sama lain.
4
Keluarga saya mengajarkan
perkataan yang santun kepada
setiap anggota keluarga.
5
Dalam keluarga saya, terdapat
kesepakatan mengenai pembagian
tugas rumah tangga bagi setiap
anggota keluarga.
85
No Pernyataan Tidak
Pernah Jarang
Kadang
Kadang Sering
6
Dalam keluarga saya, anggota
keluarga mampu untuk membuat
keputusan – keputusan tentang
bagaimana menyelesaikan masalah.
7
Saya diberikan kebebasan oleh
keluarga saya dalam menentukan
pilihan yang saya inginkan.
8 Saya merasa dekat dengan keluarga
saya.
9
Saat ada waktu luang keluarga saya
berkumpul bersama di ruangan
yang sama.
10 Keluarga saya dapat bersikap adil
pada seluruh anggota keluarga.
11
Keluarga saya memastikan setiap
anggota keluarga menjalankan
tanggung jawabnya masing –
masing.
12
Keluarga saya mencoba
memikirkan berbagai cara untuk
menyelesikan masalah bersama.
13 Keluarga saya memberi semangat
ketika saya sedang malas.
14 Dalam keluarga saya ada rasa saling
mengerti antara anggota keluarga.
15 Keluarga saya melakukan banyak
hal bersama – sama.
16 Di dalam keluarga saya, kami saling
percaya terhadap satu sama lain.
17
Keluarga saya mampu memenuhi
kebutuhan – kebutuhan dalam
rumah tangga.
18
Keluarga saya memiliki aturan
mengenai cara bersikap saat
mengalami konflik dengan orang
lain.
86
Mohon periksa kembali kuesioner ini agar tidak terdapat pernyataan yang
kosong atau terlewat.
TERIMAKASIH
No Pernyataan Tidak
Pernah Jarang
Kadang
Kadang Sering
19
Keluarga saya tidak banyak
menuntut, dan saya merasa diterima
apa adanya.
20 Keluarga saya hidup rukun
bersama.
21
Di dalam keluarga saya, semua
anggota keluarga berbagi tanggung
jawab.
22 Saya merasa pendapat saya di
dengar oleh keluarga saya.
23
Dalam keluarga saya, pada masa –
masa kritis anggota keluarga dapat
meminta dukungan dari satu sama
lain.
24
Keluarga saya meminta pendapat
saya ketika ada masalah dalam
keluarga.
87
LAMPIRAN REGRESI LINIER BERGANDA PERILAKU PERUNDUNGAN
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 ,426a ,182 ,160 8,20981 ,182 8,517 8 307 ,000
a. Predictors: (Constant), Jenis_Kelamin, Family_Adaptability, Alienation, Child_PeerRelations,
Child_TeacherRelations, Goal_Orientation, School_Spirit, Family_Kohesi
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 4592,633 8 574,079 8,517 ,000b
Residual 20692,114 307 67,401
Total 25284,747 315
a. Dependent Variable: Perundugan
b. Predictors: (Constant), Jenis_Kelamin, Family_Adaptability, Alienation, Child_PeerRelations,
Child_TeacherRelations, Goal_Orientation, School_Spirit, Family_Kohesi
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 105,225 8,052 13,068 ,000
Goal_Orientation -,110 ,080 -,110 -1,383 ,168
School_Spirit -,106 ,086 -,106 -1,224 ,222
Child_PeerRelations ,007 ,071 ,006 ,096 ,923
Child_TeacherRelations ,005 ,067 ,005 ,076 ,939
Alienation -,117 ,060 -,106 -1,955 ,052
Family_Kohesi -,220 ,089 -,231 -2,475 ,014
Family_Adaptability ,084 ,090 ,089 ,940 ,348
Jenis_Kelamin -,490 ,098 -,268 -5,022 ,000
a. Dependent Variable: Perundugan
88
PROPORSI VARIANS PERILAKU PERUNDUNGAN
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 ,259a ,067 ,064 8,66646 ,067 22,647 1 314 ,000
2 ,279b ,078 ,072 8,63024 ,011 3,641 1 313 ,057
3 ,280c ,078 ,069 8,64265 ,000 ,102 1 312 ,750
4 ,280d ,078 ,067 8,65613 ,000 ,029 1 311 ,864
5 ,288e ,083 ,068 8,64845 ,005 1,553 1 310 ,214
6 ,333f ,111 ,094 8,53005 ,028 9,665 1 309 ,002
7 ,338g ,114 ,094 8,52645 ,004 1,261 1 308 ,262
8 ,426h ,182 ,160 8,20981 ,067 25,216 1 307 ,000
a. Predictors: (Constant), Goal_Orientation
b. Predictors: (Constant), Goal_Orientation, School_Spirit
c. Predictors: (Constant), Goal_Orientation, School_Spirit, Child_PeerRelations
d. Predictors: (Constant), Goal_Orientation, School_Spirit, Child_PeerRelations,
Child_TeacherRelations
e. Predictors: (Constant), Goal_Orientation, School_Spirit, Child_PeerRelations,
Child_TeacherRelations, Alienation
f. Predictors: (Constant), Goal_Orientation, School_Spirit, Child_PeerRelations,
Child_TeacherRelations, Alienation, Family_Kohesi
g. Predictors: (Constant), Goal_Orientation, School_Spirit, Child_PeerRelations,
Child_TeacherRelations, Alienation, Family_Kohesi, Family_Adaptability
h. Predictors: (Constant), Goal_Orientation, School_Spirit, Child_PeerRelations,
Child_TeacherRelations, Alienation, Family_Kohesi, Family_Adaptability, Jenis_Kelamin
89
LAMPIRAN PATH DIAGRAM
PATH DIAGRAM PERILAKU PERUNDUNGAN
PATH DIAGRAM PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH
GOAL ORIENTATION
90
SCHOOL SPIRIT
CHILD PEER RELATIONS
CHILD TEACHER RELATIONS
91
ALIENATION
KOHESI
FAMILY ADAPTABILITY
92
LAMPIRAN SYNTAX PER DIMENSI
PERUNDUNGAN
UJI VALIDITAS KONSTRUK PERUNDUNGAN
DA NI=17 NO=316 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17
PM SY FI=PRNDG.COR
MO NX=17 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
PRNDG
FR TD 14 5 TD 17 16 TD 17 5 TD 17 4 TD 6 2 TD 13 5 TD 14 13 TD 7 5 TD 16 5 TD 14 7 TD
10 5 TD 9 5 TD 5 1 TD 14 12 TD 13 1 TD 16 7 TD 12 2 TD 11 10 TD 16 8 TD 16 14 TD 14 10
FR TD 14 9 TD 12 9 TD 4 3 TD 15 7 TD 17 6 TD 17 3 TD 11 2 TD 10 2 TD 12 4 TD 14 4 TD 12
5 TD 17 15 TD 15 1 TD 13 12 TD 12 8 TD 17 12
PD
OU SS TV MI
GOAL ORIENTATION
UJI VALIDITAS KONSTRUK GOAL ORIENTATION
DA NI=7 NO=316 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
PM SY FI=GO.COR
MO NX=7 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
GO
FR TD 4 3 TD 7 3
PD
OU SS TV MI
SCHOOL SPIRIT
UJI VALIDITAS KONSTRUK SCHOOL SPIRIT
DA NI=9 NO=316 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
PM SY FI=SS.COR
MO NX=9 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
SS
FR TD 8 7 TD 5 1 TD 8 4 TD 9 3 TD 9 5 TD 7 2 TD 7 6
PD
OU SS TV MI
CHILD PEER RELATIONS
UJI VALIDITAS KONSTRUK CHILD PEER RELATIONS
DA NI=5 NO=316 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=CPR.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
CPR
FR TD 5 2 TD 4 1
PD
93
OU SS TV MI
CHILD TEACHER RELATIONS
UJI VALIDITAS KONSTRUK CHILD TEACHER RELATIONS
DA NI=9 NO=316 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
PM SY FI=CTR.COR
MO NX=9 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
CTR
FR TD 8 4 TD 3 1 TD 9 5 TD 5 4
PD
OU SS TV MI
ALIENATION
UJI VALIDITAS KONSTRUK ALIENATION
DA NI=5 NO=316 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=Alienation.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
Alienation
FR TD
PD
OU SS TV MI
KOHESI
UJI VALIDITAS KONSTRUK KOHESI
DA NI=12 NO=316 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12
PM SY FI=Kohesi.COR
MO NX=12 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
Kohesi
FR TD 10 9 TD 6 1 TD 11 10 TD 12 11 TD 5 3 TD 12 10 TD 2 1 TD 10 1 TD 4 1 TD 6 5 TD 12 6
TD 11 9 TD 11 5 TD 8 6
PD
OU SS TV MI
KEMAMPUAN BERADAPTASI
UJI VALIDITAS KONSTRUK KEMAMPUAN BERADAPTASI
DA NI=12 NO=316 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12
PM SY FI=KBA.COR
MO NX=12 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
KBA
FR TD 5 4 TD 12 6 TD 7 4 TD 6 2 TD 12 11 TD 9 2 TD 6 5 TD 11 3 TD 12 1 TD 11 1 TD 10 7
TD 9 6
PD
OU SS TV MI