Upload
trinhminh
View
250
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PROFIL CALON KEPALA
DAERAH TERHADAP PERSEPSI
KEPEMIMPINAN
(Survei Terhadap Masyarakat Pemilih di Provinsi
Banten)
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Jurnalistik
Program Studi Ilmu Komunikasi
Oleh :
SITI NURFAIZAH
NIM. 6662121091
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
BANTEN
2016
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : SITI NURFAIZAH
NIM : 6662121091
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 3 Agustus 1994
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul PENGARUH PROFIL CALON KEPALA
DAERAH TERHADAP PERSEPSI KEPEMIMPINAN (Survei Terhadap
Masyarakat Pemilih di Provinsi Banten) adalah hasil karya sendiri, dan seluruh
sumber yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Apabila
dikemudian hari skripsi ini terbukti mengandung unsur plagiat, maka gelar
kesarjanaan saya bisa dicabut.
Serang, 1 Februari 2017
Siti Nurfaizah
iii
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
LEMBAR PERSETUJUAN
NAMA : SITI NURFAIZAH
NIM : 6662121091
JUDUL : PENGARUH PROFIL CALON KEPALA DAERAH TERHADAP
PERSEPSI KEPEMIMPINAN
(Survei Terhadap Masyarakat Pemilih di Provinsi Banten)
Serang, 1 Februari 2017
Skripsi ini Telah Disetujui Untuk Diujikan
Menyetujui,
Pembimbing I
Ikhsan Ahmad, S. IP, M. Si
Nip. 197312222003121001
Pembimbing II
Darwis Sagita, M.I.Kom
Nip. 1978305132008121002
Mengetahui,
Dekan FISIP Untirta
Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si
Nip. 197108242005011002
IV
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
NAMA : SITI NURFAIZAH
NIM : 6662121091
JUDUL : PENGARUH PROFIL CALON KEPALA DAERAH TERHADAP
PERSEPSI KEPEMIMPINAN
(Survei Terhadap Masyarakat Pemilih di Provinsi Banten)
Telah diuji dihadapan dewan penguji sidang skripsi di serang, tanggal 20 bulan
Februari tahun 2017 dan dinyatakan LULUS
Serang, 20 Februari 2017
Ketua Penguji
Puspita Asri Praceka, S.Sos, M.Ikom
Nip. 198407132008122002
ANGGOTA :
Ari Pandu Witantra, M.I.Kom
Nip. 198204222006041002
Anggota :
Darwis Sagita, M.I.Kom
Nip. 198305162008121002
Mengetahui,
Dekan FISIP Untirta
Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si
Nip. 197108242005011002
Ketua Prodi Ilmu Komunikasi
Dr. Rahmi Winangsih, M.Si
Nip. 196810192005012001
v
Hasbunallah Wa Ni’mal Wakil, Ni’mal Maula Wa Ni’man Nashir
“Cukuplah Allah menjadi Penolong bagi kami dan
Allah adalah sebaik-baik Pelindung”
Bismillah,
Skripsi ini ku persembahkan dengan
segalah hormat dan cinta kasih kepada
keluarga ku, ayah, ibu serta
adik-adik ku yang telah menjadi sumber
motivasi dan inspirasi tehebat.
thank’s for everything you gave and
Love you as always *
vi
ABSTRAK
Siti Nurfaizah. NIM. 6662121091. Skripsi. PENGARUH PROFIL CALON
KEPALA DAERAH TERHADAP PERSEPSI KEPEMIMPINAN (Survei
Terhadap Masyarakat Pemilih di Provinsi Banten). Pembimbing I: Iksan
Ahmad, S. Ip, M.Si dan Pembimbing II: Darwis Sagita, M.I.Kom
Mekanisme demokratis yang lebih luas dalam konteks implementasi kedaulatan
rakyat adalah pelaksanaan pemilihan umum, baik Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden maupun Pemilihan Langsung Kepala Daerah (Pemilikada). Partai politik
merupakan salah satu jalur pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah Hal
ini ditegaskan dalam UU No. 8 tahun 2015 pasal 1 ayat (4). Partai politik juga
sebagai sarana komunikasi politik berperan sebagai penyalur aneka pendapat dan
aspirasi masyarakat yang beragam kemudian mengaturnya sedemikian rupa serta
menampung dan menggabungkan pendapat dan aspirasi tersebut. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh seleksi calon kepala daerah
oleh partai politik terhadap persepsi kepemimpinan di masyarakat pemilih
Provinsi Banten. Teori S-O-R (stimulus-organism-response. Model S-O-R ini
menjelaskan bahwa proses komunikasi akan memunculkan persepsi dengan
respon positif atau negatif. Organi.sme menghasilkan perilaku tertentu jika ada
stimulus tertentu pula. Maka unsur-unsur dari teori ini adalah pesan (stimulus),
komunikan (organisme), efek (response). Pendekatan dalam penelitian ini adalah
kuantitatif. Metode yang digunakan adalah survei, dengan menggunakan teknik
stratified proporsional random sampling dimana peneliti mengambil sampel dari
jumlah masyarakat pemilih di Provinsai Banten dengan taraf kesalahan 10%.
Peneliti menunjukan hipotesis bahwa terdapat pengaruh antara variable seleksi
calon kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan di masyarakat pemilih
Provinsi Banten sebesar 0.741 yang berarti bahwa hubungan antara kedua variable
bernilai Kuat. Dengan hasil koefisien determinasi sebesar 54,9 % menandakan
bahwa persepsi kepemimpinan dipengaruhi oleh seleksi calon kepala daerah oleh
partai politik, sementara sisanya sebesar 45,1% dipengaruhi oleh faktor lain.
Kata Kunci : Kepala Daerah, Kepemimpinan, Persepsi, Profil
vii
ABSTRACT
Siti Nurfaizah. NIM. 6662121091. Research Paper. THE EFFECT OF
REGIONAL HEAD CANDIDATE PROFILE TO THE PERCEPTION OF
LEADERSHIP (Survey of Community Voters in Banten). Supervisor I: Iksan
Ahmad, S. IP, M.Si and Supervisor II: Darwis Sagita, M.I.kom.
Broader democratic mechanisms in the context of the implementation of the
people's sovereignty is scheduled for the election, both President and Vice
President as well as Direct Election of Regional Head. A political party is one of
the lines the nomination and the deputy regional head This is confirmed in the
Law No. 8 2015 article 1, paragraph (4). Political parties as well as a means of
political communication role as distributor of various opinions and aspirations of
diverse communities and then arrange it in such a way and to accommodate and
incorporate the opinions and aspirations. This study was conducted to determine
how much influence the selection of candidates for regional heads of political
parties on the perception of leadership in the community voter Banten Province.
Theory SOR (stimulus-organism-response. Model SOR explains that the
communication will bring the perception of the response is positive or negative.
The organism produces a specific behavior if there is some stimulus anyway. So
the elements of this theory is the message (stimulus), communicant ( organisms),
effects (response). the approach in this study is quantitative. the method used was
a survey, using stratified proportional random sampling where researchers took
samples of the number of voters in the province of Banten with a standard error of
10%. the researchers showed the hypothesis that there the influence of variable
selection of candidates for the regional head of the voting public perception of
leadership in Banten province by 0741, which means that the relationship
between the two variables is worth Powerful. With the results of the coefficient of
determination of 54.9% indicates that the perception of leadership is influenced
by the selection of candidates for regional heads of political parties, while the
balance of 45.1% is influenced by other factors.
Keywords: Regional Head, Leadership, Perception, Profile
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat serta karunia yang tidak terhingga sehingga skripsi
berjudul “PENGARUH SELEKSI CALON KEPALA DAERAH OLEH PARTAI
POLITIK TERHADAP PERSEPSI KEPEMIMPINAN (Survei Terhadap
Masyarakat Pemilih di Provinsi Banten)” bisa tertuntaskan dengan baik. Juga
shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang menjadi
insiprasi dan pembuka gerbang cahaya bagi umatnya hingga akhir zaman.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas akhir sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana. Dalam penyusunannya, peneliti
banyak menemukan kendala dan kesulitan, namun berkat niat dan usaha yang
sungguh- sungguh serta bantuan dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik. Peneliti menyadari bahwa tanpa bimbingan dan
dorongan dari berbagai pihak, maka penyusunan skripsi ini akan jauh lebih sulit
dari yang dijalankan. Untuk itu peneliti ingin menyampaikan terimakasih yang
setulusnya kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Suryatin dan ibunda Siti
Nurhasaniah. Terima kasih atas doa tulus yang tiada henti diberikan,
perhatian dan cinta yang senantiasa menjadi kekuatan terbesar bagi
penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., selaku Rektor Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa
ix
3. Bapak Dr. Agus Sjafari M. Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Ibu Dr. Rahmi Winangsih, M.Si. selaku Ketua Prodi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
5. Bapak Darwis Sagita, M.Ikom. selaku Sekretaris Prodi Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa dan juga Selaku Dosen Pembimbing II, yang dengan
penuh kesabaran menghadapi penulis, meluangkan waktu, memberi
masukan, arahan, dan dukungan penuh kepada peneliti sehingga dapat
menyelesaikan tugas akhir ini
6. Bapak Iksan Ahmad, S. IP, M.Si., selaku dosen pembimbing I, yang
juga dengan penuh kesabaran menghadapi penulis serta meluangkan
waktu, masukan, dan nasehat kepada penulis selama proses
penyusunan tugas akhir ini.
7. Ibu Puspita Asri Praceka, S.Sos, M.Pd. yang telah menguji skripsi
peneliti dan memberi banyak masukan yang sangat berguna.
8. Bapak Ari Pandu Witantra, M.I.Kom. yang telah menguji skripsi peneliti
dan memberi banyak masukan yang sangat berguna.
9. Bapak Darwis Sagita, M.I.Kom. yang telah menguji skripsi peneliti dan
memberi banyak masukan yang sangat berguna.
10. Ibu Neka Fitriyah S.Sos.,M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik.
11. Dosen-dosen pengajar Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa yang telah memberikan ilmunya.
x
12. Seluruh staff Program Studi Ilmu Komunikasi dan staff Fakultas Ilmu
Sosial dan Imu Politik yang telah membantu penulis dalam hal
kelancaran proses skripsi.
13. Terima kasih pula untuk adik-adik penulis: Ahmad Mukhlisin dan
Putri A’mulia yang telah memberikan perhatian, semangat dan doa
selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
14. Sahabat-sahabat tercinta, Terima kasih untuk Egi Winadya, Yesi
Afrianti, Eri Husna Permata, Nefi Lidya Maita, Della Krestianti Putri,
Roviq Vidi Royansyah, Rydma Afrian, Ali Al Afgani, M. Chafiz Auni
dan Galih Pradana Putra yang Alhamdulillah selalu bersedia
menemani dan memberi semangat. Semoga persahabatan kita selalu
dijaga dan terjaga silaturahminya oleh Allah SWT yang telah
menyatukan kita,dan semoga hingga akhir hayat.
15. Terkhusus untuk mamah Fathia dan papah Endang sekaligus ortu dari
sahabat tercinta Egi Winadya yang turut memberi semangat dan
dorongannya. Terimakasih atas segala waktu dan ilmu yang telah
diberikan dengan penuh cinta.
16. Teruntuk keluarga KSR PMI UPT Untirta, khususnya kakak-kakak
senior Teh Asti, Ka Akbar, Ka Jaga, Ka Ojan, Ka Tomo, dan Ka
Angga, terimakasih telah menjadi rumah sekaligus keluarga di kampus
dan atas segala ilmu yang telah diberikan.
xi
17. Excellent Communication Society angkatan 2012, trimakasih untuk
semua suka dan duka yang telah dilewati bersama. You guys such an
awesome family, I love you all!
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari berbagai pihak atas
segala kekurangan, kekeliruan, dan kesalahan dalam skripsi ini. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi peneliti pada khususnya dan bagi para pembaca pada
umumnya.
Serang, 1 Februari 2017
Peneliti
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah Negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi,
yaitu suatu bentuk kekuasaan pemerintahan berasal dari rakyat oleh rakyat dan untuk
rakyat. Hal tersebut dapat dikatakan kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi
berada ditangan rakyat, rakyat memiliki hak, kewajiban, kesempatan, bebas
berbicara, bebas mengungkapkan pendapat serta bebas berekspresi dan bebas
berkarya tanpa harus dibatasi maupun dihalangi dan berhak mengemukakan pendapat
dalam mengatur kebijakan pemerintahan yang berlaku dalam Negara.
Dalam konteks implementasi kedaulatan rakyat, mekanisme demokratis yang
lebih luas adalah pelaksanaan pemilihan umum, baik Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden maupun Pemilihan Langsung Kepala Daerah (Pemilikada). Pada
penyelenggaraan Pemilu kaitannya dengan demokrasi adalah masyarakat bebas
beraspirasi dalam kegiatan politik menggunakan hak politiknya untuk memilih atau
menentukan pemimpinnya.
Waktu pelaksanaan dan tujuan pemilihan diatur di dalam Pasal 22E ayat 1 dan
2 UUD 1945, yang berbunyi:
2
“(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. ***)
2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. ***).”
Pemilu secara demokratis oleh rakyat Indonesia baru dapat terlaksana pada
tahun 1999 atau tepatnya pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru. Dibawah
pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik. Sedangkan
pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni tahun 2005 yang langsung
diikuti oleh 226 daerah meliputi 11 provinsi serta 215 kabupaten. Melalui pilkada,
masyarakat sebagai pemilih berhak untuk memilih kepala daerah tempat tinggal
secara langsung tanpa perantara sesuai dengan hati nurani.
Melalui pemilihan kepala daerah secara langsung maka mayarakat bersikap
aktif dalam pelaksanaan partisipasi politik. Partisipasi politik adalah kegiatan warga
yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi
pembuatan keputusan-keputusan oleh pemerintah. Dalam pelaksanaan partisipasi
politik masyarakat memerlukan adanya sarana politik yaitu partai politik.
Partai Politik (Parpol) pasca reformasi 1998 memiliki kedudukan yang
semakin penting dalam sistem politik Indonesia. Dari sisi rekrutmen jabatan-jabatan
politik misalnya, hasil perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002 mengamanatkan,
3
setiap rekrutmen yang dilakukan untuk mengisi jabatan-jabatan politik dalam
Pemerintahan (eksekutif), Perwakilan (legislatif), dan Peradilan (yudikatif), baik
ditingkat Pusat maupun Daerah mekanismenya harus melalui partai politik.
Partai politik merupakan salah satu jalur pencalonan kepala daerah dan wakil
kepala daerah Hal ini ditegaskan dalam UU No. 8 tahun 2015 pasal 1 ayat (4) bahwa
“Pasangan calon diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau
perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten / Kota.” Amanat konstitusi ini menunjukan bahwa fungsi dan keberadaan
partai politik menjadi sangat penting dalam relasi pengisian pos-pos kenegaraan
melalui mekanisme politik yang demokratis.
Pasal 6A Ayat 2 Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan: “Pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.“ Sedangkan
Pasal 18 Ayat 4 Perubahan Kedua UUD 1945 menegaskan: “Gubernur, Bupati, dan
Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan
kota dipilih secara demokratis.” Dalam konsiderans huruf d Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2008 tentang Partai Politik disebutkan bahwa “partai politik merupakan
4
sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi
untuk menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggungjawab.”1
Mencermati ketentuan di atas dapat diketahui bahwa partai politik mempunyai
posisi dan peranan yang sangat penting dalam sistem demokrasi. Partai politik
memainkan peran sebagai penghubung yang sangat strategis antara proses-proses
pemerintahan dengan warga Negara. Banyak kalangan berpendapat bahwa partai
politiklah yang sebenarnya menentukan demokrasi. Artinya, semakin tinggi peran dan
fingsi partai politik, akan semakin berkualitaslah demokrasi.
Menurut Sigmund (dalam Miriam Budiardjo. 2001: 78) Partai Politik adalah
organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang akif dalam
masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan
pada pemerintah dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan dari rakyat dengan
kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda.2
Beberapa fungsi partai politik yang dirumuskan oleh Miriam Budiardjo yaitu
rekrutmen politik, sosialisasi politik, komunikasi politik dan pengendalian konflik.
Salah satu fungsi rekrutmen pada partai politik merupakan wadah seleksi
kepemimpinan nasional dan daerah. Partai politik berperan dalam mempersiapkan
calon-calon pemimpin dalam sistem politik dalam hal ini yaitu calon kepala daerah
1 Rully Chairul Azwar. Pengembangan SDM Partai Politik: Rekrutmen dan Kaderisasi di Partai
Golkar. Pokok-pokok pikiran disampaikan pada seminar nasional Pembaharuan Partai Politik" yang
diselenggarakan oleh PUSKAPOL FISIP UI, Jakarta, 18 September 2008. http://parlemen.net. Update
pukul 08.00 tanggal 18 Mei 2011. Hal: 1 update: pukul 08.00 tanggal 18 Mei 2011
2 Cholisin, dkk. 2007. Dasar –Dasar Ilmu Politik. hal. 110-111
5
yang memiliki kapabilitas dan integritas yang bagus. Menurut Suharno “Rekrutmen
politik adalah proses pengisian jabatan-jabatan pada lembaga-lembaga politik
termasuk partai politik dan administrasi atau birokrasi oleh orang-orang yang akan
menjalankan kekuasaan politik”.3
Mekanisme rekrutmen politik yang dilakukan partai politik terdiri dari dua
sistem yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Pada rekrutmen sistem terbuka, partai
politik berfungsi sebagai alat elit politik yang berkualitas untuk mendapatkan
dukungan masyarakat. Sehingga memberi kesempatan bagi masyarakat untuk melihat
dan menilai kemampuan elit politiknya. Semua warga negara yang memenuhi syarat
tertentu (seperti kemampuan, kecakapan, umur, keadaan fisik, dsb) mempunyai
kesempatan yang sama untuk menduduki posisi-posisi yang ada dalam lembaga
negara/pemerintah. Suasana kompetisi untuk mengisi jabatan biasanya cukup tinggi,
sehingga orang-orang yang benar-benar sudah teruji saja yang akan berhasil keluar.
Namun sebaliknya pada sistem rekrutmen tertutup, partai berkedudukan
sebagai promotor elit politik yang ditampilkan. Cara ini kurang kompetitif karena
menutup kemungkinan masyarakat untuk melihat dan menilai kemampuan elit politik
yang sebagai pemenangnya biasanya menyangkut visinya tentang keadaan
masyarakat atau yang di kenal sebagai platform politiknya serta nilai moral yang
melekat dalam didirinya termasuk integritasnya.
3 Suharno (2004: 117)
6
Kesempatan semua warga negara untuk menduduki posisi-posisi yang ada
dalam lembaga negara/pemerintah hanya dinikmati oleh sekelompok kecil orang.
Ujian oleh masyarakat terhadap kualitas serta integritas tokoh masyarakat biasanya
sangat jarang dilakukan, kecuali oleh sekelompok kecil elit itu sendiri.4
Selain melalui proses seleksi partai politik, masyarakat harus bisa bersikap
cerdas dalam memilih pemimpin. Bersikap cerdas artinya masyarakat menggunakan
akal sehat dan nurani sehingga penilaiannya objektif tanpa dipengaruhi oleh faktor
uang, hubungan kekerabatan, suku, daerah, agama, dll.
Sebelum menentukan pilihan, sebaiknya pemilih mengenal dan mengetahui
riwayat hidup calon dan partai politik yang mengusungnya. Pengenalan riwayat hidup
calon tersebut dapat berhubungan dengan latar belakang pendidikan, pekerjaan,
aktifitas dalam masyarakat, dan juga pribadi yang bersangkutan dalam kehidupan
sehari-hari bersama-sama dengan masyarakat.
Media massa berperan sebagai pemberi informasi politik, publik bisa
mendapatkan segala informasi yang dibutuhkan mengenai isu atau berita yang
menjadi kepentingan umum dan dibutuhkan oleh publik mengenai pilkada. Dalam hal
ini masyarakat dapat mengenal para calon pemimpin melalui kampanye politik
secara langsung dan terbuka atau melalui media massa baik cetak (koran, majalah,
dll) maupun elektronik (televisi, radio, dll).
4 Suharno, 2004: 117
7
Proses seleksi oleh parpol sejak pasca reformasi diharapkan sangat
berpengaruh dalam menentukan pemimpin yang memiliki kapasitas, integritas,
legitimasi dan popular (dikenal) di mata masyarakat. Partai politik juga sebagai
sarana komunikasi politik berperan sebagai penyalur aneka pendapat dan aspirasi
masyarakat yang beragam kemudian mengaturnya sedemikian rupa serta menampung
dan menggabungkan pendapat dan aspirasi tersebut. Kaitannya dengan proses seleksi
oleh partai politik adalah kebijakan partai politik menentukan calon kepala daerah
yang diusung berdasarkan idealisme kepemimpinan dari masyarakat.
Namun pada kenyataannya dalam beberapa kali pelaksanaan pilkada, proses
pencalonan yang didominasi oleh partai politik dianggap sangat rawan karena
berlangsung secara oligarkis sehingga diusung berdasarkan kedekatan dengan
petinggi parpol dan menghadirkan kembali skenario politik uang antara sang calon
dengan partai yang mencalonkan. Sehingga terdapat sejumlah masyarakat yang tidak
mengenal dan tidak puas terhadap sosok calon kepala daerah yang diusung oleh partai
politik.
8
Lembaga survei Indo Barometer merilis tingkat kepuasan masyarakat
terhadap setiap calon yang ada di Pilkada Banten. Survei dilakukan pada kurun waktu
7 sampai 10 Desember 2016 pada 800 orang sampel menggunakan metode multistage
random sampling dengan margin of error sebesar 3,6 persen.5
Sementara yang lainnya mengusung calon berdasarkan popularitas sang calon.
Persoalan lainnya, bila calon yang dimunculkan parpol adalah orang-orang yang tidak
memiliki kepastian dan karakter yang dibutuhkan masyarakat, bisa menimbulkan
pemerintahan yang tidak kalah buruknya dengan masa lalu.
Survey Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) yang melibatkan
396 responden (tersebar di 99 kecamatan, 10 kota/kabupaten dan 7 provinsi) pada 23
Agustus sampai 18 September 2010 dapat dipakai sebagai cermin rekrutmen politik
oleh parpol selama ini. Survey tersebut menunjukan 73% pemilih tidak mengetahui
mekanisme parpol dalam menentukan calonnya, termasuk dalam kasus pencalonan
Pilkada.6
Dari hasil survey tersebut dapat dibaca, bahwa realita politik satu dekade
terakhir menunjukan pejaringan bakal calon (rekrutmen politik) yang dilakukan oleh
parpol dalam arena Pilkada lebih beraroma kontestasi elit parpol ketimbang benar-
5 https://news.detik.com/berita/d-3379298/indo-barometer-rilis-hasil-survei-pilgub-banten-2017-ini-hasilnya diakses 3 Maret 2017 pukul 10.58 WIB 6 www.rumahpemilu.org
9
benar mencari calon berkualitas lewat kaderisasi dan rekrutmen yang profesional
sambil menyerap aspirasi konsitituen.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan larangan partai politik
menerima imbalan dalam bentuk apa saja dari calon kandidat kepala daerah. Dalam
Peraturan KPU, tindakan ini masuk dalam kejahatan.
"Parpol dilarang menerima imbalan dalam bentuk apa pun," kata Komisioner
KPU, Hadar Nafis Gumay pada sosialisasi Peraturan KPU terkait pemilihan kepala
daerah di gedung KPU, Jakarta, Jumat (29/5).7 Hal tersebut juga lebih tegas
dijelaskan dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1
Tahun 2015 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2104 tentang Pemilihan Gubernur,
Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota membuat
aturan tegas. Tidak boleh ada transaksi rupiah dari calon kepala daerah kepada partai
politik.8
Pada pelaksanaan Pilkada serentak 2015 lalu hendaknya menjadi perhatian
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat selama tahapan Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) serentak 2015 terdapat 1.090 laporan dugaan tindak pidana pemilu.
Pilkada serentak Desember 2015 lalu meninggalkan beberapa pelanggaran dan
catatan untuk dievaluasi. Di antaranya, adanya calon kepala daerah dengan status
7 https://www.merdeka.com/politik/kpu-ingatkan-calon-kepala-daerah-main-politik-uang-dapat-
dipenjara.html diakses 3 November 2016 pukul 13.35 WIB
8 www.rumahpemilu.org diakses 3 November 2016 pukul 13.45 WIB
10
terpidana; pembakaran dan pengrusakan kantor KPU; kisruh daftar pemilih;
ketidaknetralan PNS dan penyelenggara pilkada tingkat kecamatan dan desa; praktik
politik uang, serta adanya calon tunggal di beberapa daerah.9
Kekurangpahaman etika berdemokrasi, mengakibatkan terjadinya persaingan
di antara elit politik yang tidak sehat yang sering diakhiri dengan konflik antar
kelompok dan kebebasan individu yang tanpa batas. Hal ini mengarah kepada
anarkis, lemahnya wawasan kebangsaan sehingga mengakibatkan menonjolnya
kepentingan pribadi daripada kelompok, lemahnya sumberdaya manusia, sehingga
lemahnya kualitas kepemimpinan politik.10
Mewabahnya korupsi, menjamurnya politik uang, maraknya penjualan aset-
aset negara, korupnya birokrasi pemerintahan, dan lain-lain membuat masyarakat
semakin kritis dan mendambakan para pemimpin yang ideal.
Melihat uraian diatas, penulis tertarik untuk mengkaji topik ini lebih
mendalam dalam suatu penelitian ilmiah. Pada aspek psikologi sosial, kajian ini
digunakan untuk memahami aspek komunikasi pada individu, seperti perubahan
sikap, efek pesan politik lewat media, dan persepsi politik.11
Penulis melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Profil Calon Kepala Daerah Terhadap
9 http://m.suarakarya.id/2016/04/12/format-baru-pilkada-2017.html diakses 4 November pukul 20.00
WIB
10 Nanat: 2010:78 11 Henry Subaktio. 2014. Komunikasi politik, Media, dan Demokrasi. Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group, halaman 6
11
Presepsi Kepemimpinan” dan dilakukan survey terhadap masyarakat pemilih di
Provinsi Banten.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti merumuskan masalah
sebagai berikut: “Seberapa besar pengaruh profil calon kepala daerah terhadap
persepsi kepemimpinan di masyarakat?”
1.3 Identifikasi Masalah
Melihat luasnya cakupan masalah yang menyangkut persoalan pengaruh profil
para calon kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan di masyarakat, maka
penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh profil calon kepala daerah terhadap persepsi
masyarakat?
2. Seberapa besar pengaruh profil calon kepala daerah terhadap persepsi
kepemimpinan di masyarakat?
3. Seberapa besar korelasi profil calon kepala daerah terhadap persepsi
kepemimpinan di masyarakat?
12
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui seberapa besar pengaruh profil calon kepala daerah terhadap
persepsi masyarakat?
2. Mengetahui seberapa besar pengaruh profil kepala daerah terhadap persepsi
kepemimpinan di masyarakat?
3. Mengetahui seberapa besar korelasi profil calon kepala daerah terhadap
persepsi kepemimpinan di masyarakat?
1.5 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diperuntukkan untuk dapat dijadikan studi literatur
sebagai pengembangan ilmu komunikasi politik tentang pengukuran persepsi
dan generalisasi hasil penelitian. Dan juga menjadi studi politik bagi
masyarakat Negara Indonesia dan masyarakat pemilih Provinsi Banten
khususnya dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan
kedaulatan masyarakat yang utuh. Penulis juga berharap penelitian ini
menjadi pertimbangan bagi DPR RI, DPD, DPRD, Mahkamah Konstitusi,
bersama Presiden untuk mengamandemen Undang-Undang pelaksanaan
13
pemilu yang lebih demokratis dan menunjang tinggi demokrasi normatif
yang kompetitif.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini akan berkontribusi bagi masyarakat pemilih dalam
partisipasi politik mereka. Masyarakat dapat menyalurkan saran dan
pendapat mngenai calon pemimpin yang disusung serta mengenal calon
kepala daerah yang diusung partai politik. Selain itu menjadi perhatian bagi
KPU untuk meminimalkan praktek politik uang. Dan juga untuk
mewujudkan kesadaran politik masyarakat serta meningkatkan partisipasi
politik reaktif dan selektif mereka.
14
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Profil
Profil dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki empat pengertian yaitu
pandangan dr samping (tt wajah orang); lukisan (gambar) orang dr samping; sketsa
biografis; penampang (tanah, gunung, dsb); grafik atau ikhtisar yg memberikan fakta
tentang hal-hal khusus dalam hal ini yang sesuai adalah pengetian terakhir yaitu
grafik atau ikhtisar yg memberikan fakta tentang hal-hal khusus.
2.2 Rekrutmen politik
Rekrutmen Politik merupakan suatu proses seleksi atau rekrutmen anggota-
anggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan administratif
maupun politik. Dari partai politiklah diharapkan ada proses kaderisasi pemimpin-
pemimpin ataupun individu-individu yang mempunyai kemampuan untuk
menjalankan tugasnya dengan baik sesuai dengan jabatan yang mereka pegang.
Setiap sistem politik memiliki sistem atau prosedur-prosedur rekrutmen yang
berbeda. Anggota kelompok yang direkrut atau diseleksi adalah yang memiliki suatu
kemampuan atau bakat yang sangat dibutuhkan untuk suatu jabatan atau fungsi
15
politik. Setiap partai politik memiliki pola rekrutmen yang berbeda.Pola perekrutan
anggota partai disesuaikan dengan sistem politik yang dianutnya.
Menurut Suharno “Rekrutmen politik adalah proses pengisian jabatan-jabatan
pada lembaga-lembaga politik termasuk partai politik dan administrasi atau birokrasi
oleh orang-orang yang akan menjalankan kekuasaan politik”.12
Di Indonesia,
perekrutan politik berlangsung melalui pemilu setelah setiap calon peserta yang
diusulkan oleh partainya diseleksi secara ketat oleh suatu badan resmi. Seleksi ini
dimulai dari seleksi administratif, penelitian khusus yaitu menyangkut kesetiaaan
pada ideologi Negara.
Michael Rush dan Phillip Althoff menjabarkan sifat mekanisme rekrutmen
politik13
antara lain:
1) Rekrutmen terbuka, dimana syarat dan prosedur untuk menampilkan
seseorang tokoh dapat diketahui secara luas. Dalam hal ini partai politik
berfungsi sebagai alat bagi elit politik yang berkualitas untuk mendapatkan
dukungan masyarakat. Cara ini memberikan kesempatan bagi rakyat untuk
melihat dan menilai kemampuan elit politiknya.
Dengan demikian cara ini sangat kompetitif. Jika dihubungkan dengan paham
demokrasi, maka cara ini juga berfungsi sebagai sarana rakyat mengontrol legitimasi
politik para elit. Adapun manfaat yang diharapkan dari rekrutmen terbuka adalah:
12 Suharno (2004: 117)
13 Michael Rush, Phillip Althoff, 2007,Pengantar Sosiologi Politik, Alih Bahasa oleh Kartini Kartono,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Hal: 247.
16
Mekanismenya demokratis
Tingkat kompetisi politiknya sangat tinggi dan masyarakat akan mampu
memilih pemimpin yang benar-benar mereka kehendaki
Tingkat akuntabilitas pemimpin tinggi
Melahirkan sejumlah pemimpin yang demokratis dan mempunyai
nilai integritas pribadi yang tinggi.
2) Rekrutmen tertutup, berlawanan dengan cara rekrutmen terbuka. Dalam
rekrutmen tertutup, syarat dan prosedur pencalonan tidak dapat secara bebas
diketahui umum. Partai berkedudukan sebagai promotor elit yang berasal dari
dalam tubuh partai itu sendiri. Cara ini menutup kemungkinan bagi anggota
masyarakat untuk melihat dan menilai kemampuan elit yang ditampilkan.
Dengan demikian cara ini kurang kompetitif. Hal ini menyebabkan demokrasi
berfungsi sebagai sarana elit memperbaharui legitimasinya.
Berdasarkan beberapa penjabaran tentang mekanisme rekrutmen politik
di atas, maka sistem terbuka mencerminkan partai tersebut betul-betul
demokratis dalam menentukan syarat-syarat dan proses yang ditempuh dalam
menjaring calon elit politik. Melalui mekanisme rekrutmen terbuka, komunikasi
politik terbentuk yakni parpol sebagai penyalur aneka pendapat dan aspirasi
masyarakat kemudian dapat mengusung calon kepala daerah berdasarkan
pendapat dan saran masyarakat. Proses penyampaian pesan mengenai sosok
17
calon kepala daerah kepada masyarakat dapat diterapkan baik melalui kampanye
secara langsung ataupun media massa.
Sistem yang demokratis akan dapat mencerminkan elit politik yang
demokratis pula. Sedangkan mekanisme rekrutmen politik yang tertutup akan
dapat meminimalkan kompetisi di dalam tubuh partai politik yang bersangkutan,
karena proses yang ditempuh serba tertutup. Sehingga masyarakat kurang
mengetahui latar belakang elit politik yang dicalonkan partai tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam Pelaksanaan Rekrutmen
Politik
1. Persoalan di sekitar politik berarti setiap calon-calon pemimpin yang
akan dipilih harus mampu mengoptimalisasikan segala tenaga dan
upayanya untuk menyeimbangkan segala polemik-polemik yang sedang
terjadi di negara ini untuk dipersempit dampaknya. Sehingga iming-
iming tersebut menjadi daya tarik bagi masyarakat luas untuk
memilihnya sebagai calon pemimpin kedepannya.
2. Kekuasaan rill berarti seorang calon pemimpin harus memiliki teknik
yang tersimpan di dalam konsep pikiranya untuk dikembangkan ketika
telah menjadi pemimpin. Konsep tersebut berisi suatu cara bagimana
mempengaruhi masyarakat luas sehingga mampu dipercaya untuk
memimpin dalam periode yang lama dan abadi.
18
2.2 Pengertian Kepala Daerah
Kepala daerah adalah seorang yang diberikan amanah atau tugas oleh seorang
pemerintah pusat untuk menjalankan suatu pemerintahan di daerah. Contoh kepala
daerah provinsi adalah gubernur, untuk konteks kota tersebut kepala daerahnya
disebut walikota dan untuk kabupaten kepala daerahnya disebut bupati.
Didalam sebuah daerah terdapat satu pemimpin atau kepala daerah dan
dibantu oleh satu orang wakilnya.Kepala daerah dan wakil kepala daerah merupakan
satu pasangan yang dipilih langsung oleh penduduk atau rakyat yang berada di
wilayah daerah bersangkutan. Dalam penelitian ini, kepala daerah dibahas secara
umum sehingga persepsi yang dibentuk berasal dari keseluruhan masyarakat di
provinsi Banten.
Tugas utama seorang kepala daerah tersebut adalah memimpin dan
bertanggung jawab secara penuh dalam penyelenggaraan segala sesuatu hal yang
berjalan di daerah.
2.2.1 Pilkada
Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah
dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan
19
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada
pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
Pilkada langsung diharapkan mampu membangun serta
mewujudkan akuntabilitas pemerintah lokal. Dan juga melalui pilkada
peningkatan kualitas kesadaran politik masyarakat sebagai
kebertampakan kualitas partisipasi rakyat muncul. Penguatan sistem
pilkada ini juga terdapat dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang
pemerintah daerah, bahwa kepala daerah harus dipilih secara langsung
yang koheren dengan penyelenggaran pemilihan presiden dan wakil
presiden.14
2.3 Partai Politik
Negara Indonesia sebagai Negara demokrasi membutuhkan lembaga politik
sebagai instrument demokrasi. Organisasi tersebut biasa disebut Partai Politik.
Menurut Sigmund, Partai Politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-
pelaku politik yang akif dalam masyarakat, yaitu meraka yang memusatkan
perhatiannya pada menguasai kekuasaan pada pemerintah dan yang bersaing untuk
memperoleh dukungan dari rakyat dengan kelompok lain yang mempunyai
pandangan yang berbeda-beda.15
14 Leo Agustino, 2009. Pilkada dan dinamikan politik lokal, Yogyakarta : pustaka pelajar, halaman 2
15 Miriam Budiardjo. 2001: 78
20
Artikulasi pendapat dan sikap dari berbagai kelompok yang sedikit banyak
menyangkut hal yang sama digabungkan menjadi sebuah “penggabungan
kepentingan” yang dalam suatu system politik merupakan input bagi pemerintah yang
berkuasa. Sebaliknya jika artikulasi pendapat dan sikap tersebut tidak terakumulasi
dengan baik maka yang akan timbul adalah kompetisi kepentingan yang tak
terkendalikan dan akhirnya akan menimbulkan anarki. Dengan kata lain, parpol
bertugas mengatur kehendak umum yang kacau. Partai-partai menyusun dari
kekacauan para pemberi suara yang banyak jumlahnya itu.
Dalam sebuah tatanan Negara demokrasi keberaan partai Politik memang
tidak bisa diabaikan begitu saja, karena untuk menjalankan pemerintahan partai
politiklah yang berperan dalam menempatkan orang-orang yang mereka anggap layak
untuk duduk di Pemerintahan, untuk menempatkan orang-orang tersebut tentu Partai
Politik tidak bisa sembarang, untuk itu fungsi rekruitmen harus dijalankan dengan
benar.
Selanjutnya Sartori dalam Miriam Budiarjo mengatakan bahwa “partai politik
adalah suatu kelompok politik yang mengikuti pemilihan umum, dan melalui
pemilihan umum itu, mampu menempatkan calon-calonnya untuk menduduki
jabatan-jabatan publik”.16
Jadi pemilihan umum merupakan jalan bagi partai-partai
politik untuk menempatkan calonnya menduduki jabatan-jabatan publik. Sehingga
16 Miriam Budiarjo (2008: 404-405)
21
dapat dikatakan bahwa sebuah partai politik dalam rangka merebut dan
mempertahankan kekuasaan dan pelaksanaan pengawasan terhadap pemerintah.
2.4 Komunikasi politik
Komunikasi politik ialah proses penyampaian informasi mengenai politik dari
pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah.17
Definisi
Komunikasi Politik secara definitif, ada beberapa pendapat sarjana politik,
diantaranya Nimmo, mengartikan politik sebagai kegiatan orang secara kolektif yang
mengatur perbuatan mereka di dalam kondisi konflik sosial. Dalam berbagai hal
orang berbeda satu sama lain: jasmani, bakat, emosi, kebutuhan, cita-cita, inisiatif,
perilaku, dan sebagainya. Lebih lanjut Nimmo menjelaskan, kadang-kadang
perbedaan ini merangsang argumen, perselisihan, dan percekcokan. Jika mereka
menganggap perselisihan itu serius, perhatian mereka dengan memperkenalkan
masalah yang bertentangan itu, dan selesaikan; inilah kegiatan politik.18
Seperti halnya mengenai profil calon gubernur dan calon wakil gubernur pada
pilkada Provinsi Banten 2017 terhadap persepsi kepemimpinan terdapat komunikasi
politik, dimana para aktor politik sebagai komunikator menyampaikan pesan
mengenai siapa saja bakal calon gubernur dan calon wakil gubernur yang diusung
oleh partai politik baik melalui kampanye atau media massa. Masyarakat pemilih
17 Ramlan Surbakti, 2010: 152
18 Ali, novel.Peradaban komunikasi politik, (bandung: remaja rosdakarya 1999), hlm. 120
22
sebagai komunikan, menerima pesan dan selanjutnya akan menimbulkan respon dan
mempengaruhi persepsi dari komunikan tersebut.
2.4.1 Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain
untuk mencapai tujuan dengan antusias. Menurut Veitzhal Rivai,
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada
pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan
organisasi.
Pengaruh Kekuasaan Teori yang dikemukakan oleh French dan Raven
ini menyatakan bahwa kepemimpinan bersumber pada kekuasaan dalam satu
kelompok atau organisasi. Dengan perkataan lain, orang atauorang-orang yang
memiliki akses terhadap sumber kekuasaan dalam suatu kelompok atau
organisasi tertentu akan mengendalikan atau memimpin kelompok atau
organisasi itu. Adapun sumber kekuasaan itu sendiri ada tiga macam, yaitu,
kedudukan, kepribadian, politik.
Menurut Davis yang dikutip oleh Reksoharjo dan Handoko (2003,
p.290-291), ciri-ciri utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah:
1. Kecerdasan (Intelligence)
23
Penelitian-penelitan pada umumnya menunjukkan bahwa seorang
pemimpin yang mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi daripada
pengikutnya tetapi tidak sangat berbeda.
2. Kedewasaan, Sosial dan Hubungan social yang luas (Social maturity and
Breadht) pemimpin cenderung mempunyai emosi yang stabil dan dewasa
atau matang serta mempunyai kegiatan dan perhatian yang luas.
3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi
Pemimpin secara relati$ mempunyai motivasi dan dorongan berprestasi
yang tinggi, mereka bekerja keras lebih untuk nilai intrinsik.
4. Sikap-sikap hubungan manusiawi
Seorang pemimpin yang sukses akan mengakui harga diri dan martabat
pengikut-pengikutnya, mempunyai perhatian yang tinggi dan berorientasi
pada bwahannya.
Persoalan kepemimpinan penting dibicarakan di tengah atmosfer
politik pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) tahun 2014 yang sudah mulai
terasa. Dalam sejarah praktik penyelenggaraan negara, seringkali terjadi
benturan kepentingan pemimpin publik. Pejabat publik dari tingkat pusat
hingga di daerah tidak dapat membedakan posisinya sebagai pemimpin yang
harus mengayomi rakyat dengan kedudukan mereka sebagai pemimpin partai
politik (parpol). Apalagi sepak terjang para pemimpin publik yang dihadirkan
24
lewat pemberitaan media akhir-akhir ini sungguh membuat masyarakat
prihatin.
Beberapa pihak mensinyalir bahwa telah terjadi krisis kepemimpinan
di negeri ini. Salah satu fungsi parpol adalah melakukan rekrutmen politik.
Sehingga parpol seharusnya dapat memainkan peran penting bagi kaderisasi
calon pemimpin untuk seluruh tingkatan sampai dengan jabatan presiden.
Namun demikian terjadinya konflik kepentingan dan berbagai
persoalan dalam kepemimpinan publik menunjukkan bahwa parpol belum
berhasil menjalankan peran utamanya dalam menyiapkan kader kepemimpinan
transformatif. Tulisan ini akan membahas tipe kepemimpinan masa depan dan
peran yang dimainkan parpol dalam mengembangkan kepemimpinan
transformatif.
2.4.2 Media Massa dalam Komunikasi Politik
Mc. Luhan menguraikan bahwa media secara umum adalah
perpanjangan umum adalah perpanjangan alat manusia. Dengan media
kita memperoleh informasi tentang benda, orang, dan tempat
yang tidak kita pahami secara langsung termasuk berbagai pesan tentang
lingkungan sosial dan politik.
25
Mc. Luhan juga menyebut bahwa media atau medium adalah pesan (the
mediumis the message). Artinya, media saja sudah menjadi pesan.
Menurutnya, yang mempengaruhi khalayak adalah bukan apa yang
disampaikan oleh media, tetapi jenis media komunikasi yang dipergunakan,
yaitu antarpersonal, media cetak, atau media elektronik.
Kaitannya dengan pengaruh profil calon kepala daerah, semua pesan
mengenai sosok calon gubernur dan calon wakil gubernur pada pilkada Banten
2017 dapat terbentuk atau mempertahankan citra politik dan pendapat umum.
Berita tentang pilkada Provinsi Banten 2017 sudah diunggah diberbagai media
massa. Termasuk informasi mengenai sosok para bakal calon kepala daerah dan
calon wakil kepala daerah Provinsi Banten 2107 yang disung melalui seleksi
partai politik.
2.4.3 Kepribadian dan Politik
Para pakar komunikasi politik berpendapat bahwa apa nan dipelajari
manusia mengenai politik bergantung pada kepribadiannya nan telah tertanam
pada masa kecil. Manusia biasanya memenuhi kebutuhan pokok psikologis dan
sosialnya pada masa-masa ketika masih usia dini. Sehingga “Kepribadian
individu, sebagai mana dibentuk dalam tahun-tahun pertama usianya, akan
merupakan sumber yang lebih penting meskipun kurang tampak dari
„informasi, nilai, atau perasaanya di hadapkan kepada‟ peraturan dasar yang
pokok yang mengerjakan dan menghubungkan seluruh sistem kemanusiaan,
26
sosial, politik, dan ekonomi kepada ketimbang sosialisasi yang terjadi
bersamaan dan di kemudian hari terwujudnya yang mempengaruhi dirinya.
Ringkasnya, kebutuhan membuat anak itu menjadi bapak manusia politik.
Teori kebutuhan mengemukakan bahwa manusia memiliki hierarki
kebutuhan psikologis, rasa mana dan kepastian, kasih sayang, penghargaan diri,
dan katualisasi diri. Perilaku manusia merefleksikan upaya untuk memenuhi
kebutuhan ini. Kecuali jika orang telah memenuhi kebutuhan pokok tertentu –
kebutuhan akan makanan, pakain, rumah, energi, keturunan, dsb- sedikit seklai
kemungkinan bahwa mereka akan berpikir, merasa atau bertindak secara politis.
Orang hanya berbalik kepada politik hanya setelah memenuhi kebutuhan pokok
fisik dan sosial.
2.4.4 Kekuasaan
Gardner dalam Swansburg (2000) mendefinisikan kekuasaan sebagai ”suatu
kapasitas untuk memastikan hasil dari suatu keinginan dan untuk menghambat
mereka yang tidak mempunyai keinginan”.
Biasanya kekuasaan di selenggarakan melalui isyarat yang jelas.ini
dinamakan kekuasaan manifes.dan kekuasaan ditentukan oleh reaksi yang
diantisipasikan jika keinginan tidak dilakukan,jenis kekuasaan ini adalah
kekuasaan implisit.
27
Esensi dari kekuasaan adalah hak mengadakan sanksi.sumber kekuasaan
dapat berupa kedudukan ,kekayaan,atau kepercayaan.cakupan kekuasaan
menunjuk pada kegiatan,perilaku,serta sikap dan keputusan-keputusan yang
menjadi objek kekuasaan.19
2.4.5 Demokrasi
Awal mula demokrasi dari hari ke hari terus mengalami
perkembangan, termasuk pengertian demokrasi itu sendiri mengalami
perkembangan dan perubahan seiring dengan perjalanan waktu. Dengan
demikian demokrasi yang kita kenal mampunyai perjalanan sejarah yang
panjang dan terkadang menuai perdebatan.
Schumpeter mendefinisasikan demokrasi sebagai setting institusional
untuk menghasilkan keputusan politik dimana individu mendapat kekuasaan
untuk mengambil keputusan melalui perjuangan kompetitif meraih suara
rakyat, tak jauh beda dengan Schumpeter, Samuel Huntington mendefinisikan
demokrasi sebagai prosedur pemungutan suara yang adil dan berkala untuk
memilih pemimpin Negara.
2.4.6 Hegemoni
Dalam konsep hegemoni yang di kemukakan Gramci sebenarnya
dapat dielaborasi melalui penjelasannya tentang sebuah basis dari
19 Miriam budiarjo,2010.dasar-dasar ilmu politik,Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama,halaman 59
Ibid,halaman 127
28
supremasi kelas yakni bahwa sepremasi sebuah kelompok sosial
mewujudkan intelektual dan moral (patria,2003:115-118). Di satu sisi,
sebuah kelompok sosial itu mendominasi (menguasai) kelompok-
kelompok oposisi untuk menghancurkan mereka, bahkan kalau perlu
mempergunakan kekuatan senjata.
Di sisi lain,sebuah kelompok sosial itu memimpin kelompok
kelompok kerabat dan sekutu mereka.sebuah kelompok sosial dapat dan
bahkan harus sudah menerapkan kepemimpinan sebelum memenangkan
kekuasaan pemerintahan.kelompok sosial tersebut kemudian menjadi
dominan ketika dia mempraktekkan kekuasaan.bahkan setelah kelompok
sosial itu memegang kekuasaan penuh di tangannya,ia masih harus terus
memimpin dan melakukan langkah-langkah untuk melanggengkan
kekuasaannya.
Gramci juga menyebutkan bahwa hegemoni adalah sebuah rantai
kemenangan yang didapat melalui mekanisme konsensus ketimbang
melalui pernindasan terhadap kelas sosial lainnya terhadap berbagai cara
yang digunakan, misalnya melalui institusi yang ada di masyarakat yang
menentukan secara langsung atau tidak langsung struktur-struktur
kognitrif dari masyarakat.dari penjelasan ini dapat di ketahui bahwa
hegemoni pada dasarnya adalah upaya untuk menggiring orang agar
29
menilai dan memandang problematika sosial dalam kerangka yang
ditentukan.
2.4.7 Teori Elit Politik
Garis besar perkembangan elit Indonesia adalah dari yang bersifat
tradisional yang berorientasi kosmologis, dan berdasarkan keturunan
kepada elit modern yang berorientasi kepada Negara kemakmuran,
berdasarkan pendidikan. Elit modern ini jauh lebih beraneka ragam
daripada elit tradisional. Elit politik adalah orang-orang (Indonesia) yang
terlibat aktifitas politik untuk berbagai tujuan tapi biasanya berkaitan
dengan sekedar perubahan politik.
Elit politik yang dimaksud adalah individu atau kelompok elit yang
memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan politik. Suzanne
Keller mengelompokkan ahli yang mengkaji elit politik ke dalam dua
golongan. Pertama ahli yang beranggapan bahwa golongan elite itu adalah
tunggal yang biasa disebut elit politik (Aristoteles, Gaetano Mosca dan
Pareto). Kedua, ahli yang beranggapan bahwa ada sejumlah kaum elit yang
berkoeksistensi, berbagi kekuasaan, tanggungjawab, dan hak-hak atau
imbalan. (ahlinya adalah Saint Simon, Karl Mainheim, dan Raymond
Aron).
30
2.5 Ilmu Komunikasi
Menurut William I Gorden, komunikasi secara ringkas dapat didefinisikan
sebagai transaksi dinamis yang melibatkan gagasan dan perasaan. Dalam komunikasi
transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung bila seseorang telah
menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal maupun nonverbalnya. Seperti
yang dikemukakan oleh Burgoon, yang menekankan variable-variabel yang berbeda,
yakni penerima dan makna pesan bagi penerima,hanya saja makna pesan itu juga
berlangsung dua arah.20
Dalam berkomunikasi orang-orang akan meramalkan efek perilaku
komunikasi mereka. Artinya, orang-orang memilih strategi tertentu berdasarkan
bagaimana orang yang menerima pesan akan merespons. Prediksi ini tidak selalu
disadari, dan sering berlangsung cepat. Prediksi ini muncul dari proses pemahaman
prilaku komunikasi orang lain berdasarkan peran sosialnya.21
Pada hakikatnya, komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia. Yang
dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan bahasa sebagai penyalurnya.22
Bahasa komunikasi dinamakan pesan,
orang yang menyampaikan pesan tersebut disebut komunikator, dan yang menerima
pesan adalah komunikan. Lebih tegasnya, komunikasi berarti proses penyampaian
20 Deddy Mulyana, 2008. Ilmu Komunikasi suatu pengantar, Bandung. PT. Remaja Rosdakarya,
halaman 74-76
21 Ibid, halaman 115
22 Onong Uchjana Effendy, 2007. Ilmu, teori dan filsafat komunikasi, Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, halaman 28
31
pesan oleh komunikator kepada komunikan. Pesan komunikasi terdiri dari dua aspek,
pertama isi pesan, kedua adalah lambang. Isi pesan merupakan pikiran atau perasaan
,lembaga adalah bahasa.
2.6 Model Komunikasi
Gambar 2.6 Model S-O-R23
Model ini menunjukkan komunikasi sebagai proses aksi-reaksi yang sangat
sederhana. Pengembangan model ini yakni teori komunikasi S-O-R (stimulus-
organism-response).
23 Onong Uchjana Effendy, 2007. Ilmu, teori dan filsafat komunikasi, Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, halaman 25
Stimulus Organisme:
Seleksi
Organisasi
Interpretasi
Respon
Peningkatan wawasan dan
persepsi
32
2.6.1 Tradisi Sosiopsikologis
Kajian individu sebagai makhluk sosial merupakan tujuan dari tradisi
sosiopsikologis. Berasal dari kajian psikologi sosial,tradisi ini memiliki tradisi
yang kuat dalam komunikasi. Teori-teori tradisi ini berfokus pada perilaku
sosial individu, variabel psikologis, efek individu, kepribadian dan
sifat,persepsi,serta kognisi.24
Seperti dalam penelitian ini yakni meneliti
bagaiman persepsi masyarakat tentang kepemimpinan berdasarkan seleksi
calon kepala daerah yang dilakukan oleh parpol borong parpol pada pilkada di
Kota Cilegon. Penelitian ini termasuk tradisi sosiopsikologis yang perfokus
pada persepsi.
Pertanyaan-pertanyaan penting dalam penelitian area ini, termasuk
bagaimana persepsi dipresentasikan secara kognitif serta bagaimana
representasinya diproses melalui mekanisme yang memberikan perhatian,
ingatan, campur tangan, seleksi, motivasi, perencanaan, dan pengorganisasian.
Tradisi dalam sosiopsikologis dibagi kedalam tiga cabang yakni : perilaku,
kognitif, biologis. Dalam teori kognitif, teori ini berpusat pada bentuk
pemikiran, cabang ini berkonsentrasi pada bagaimana individu memperoleh,
menyimpan, dan memproses informasi dalam cara yang mengarahkan output
mereka. Dengan kata lain, apa yang anda lakukan dalam situasi komunikasi
bergantung tidak hanya pada bentuk stimulus-response,melainkan pada operasi
24 Jalaluddin Rakhmat, 2008. Psikologi komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 5
33
mental yang digunakan untuk mengelola informasi.25
Penulis menerapkan teori
S-O-R yakni stimulus-organism-response. Pada tahapan organism atau subjek
akan terjadi proses kognitif yakni berpikir untuk mengolah informasi yang akan
berujung pada respons dan interpretasi dari individu tersebut.
2.6.2 Psikologi Komunikasi
Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat
dalam komunikasi. Pada diri komunikan, psikologi memberikan
karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal maupun
eksternal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya. Pada saat pesan
sampai pada diri komunikan, psikologi melihat kedalam proses
penerimaan pesan, menganalisa faktor-faktor personal dan situasional
yang mempengaruhinya.26
George A Miller, mendefinisikan psikologi komunikasi yang
mencakup semuanya yakni psikologi komunikasi adalah ilmu yang
berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental
dan behavioral dalam komunikasi. Peristiwa mental adalah mediasi
25 Onong Uchjana Effendy, 2007. Ilmu, teori dan filsafat komunikasi, Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, halaman 64-65
26 Jalaluddin Rakhmat, 2008. Psikologi komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 5
34
stimuli sebagai akibat berlangsungnya komunikasi. Peristiwa behavioral
adalah apa yang nampak ketika orang berkomunikasi.27
2.6.3 Efek Kognitif Komunikasi Massa
Informasi yang diperoleh telah menstruktur atau
mengorganisasikan realitas. Realitas tersebut memiliki makna, bisa
disebut sebagai citra. Citra adalah gambaran tentang realitas. Citra adalah
dunia menurut persepsi kita. Media massa bekerja menyampaikan
informasi. Buat khalayak, informasi itu dapat membentuk,
mempertahankan, atau meredefinisikan citra.
Menurut McLuhan, media massa adalah perpanjangan dari alat
indera kita. Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang
benda, orang, atau tempat yang tidak kita alami secara langsung. Media
massa datang untuk menyampaikan informasi tentang sosial dan politik.28
2.6.4 Teori Komunikasi S-O-R
Teori komunikasi dapat mengacu pada sebuah teori tunggal atau
dapat digunakan untuk menandakan kearifan kolektif yang ditemukan
dalam seluruh kesatuan teori-teori yang berhubungan dengan
27 Ibid, halaman 9
28 Ibid, halaman 224
35
komunikasi.29
pada penelitian ini, penulis menggunakan teori komunikasi
S-O-R ( stimulus-organism-response ).
Teori S-O-R masuk dalam tradisi sosiopsikologis, kajian individu
sebagai makhluk sosial merupakan tujuan dari tradisi ini. Berasal dari
kajian psikologi sosial, tradisi ini memiliki tradisi yang kuat dalam
komunikasi.30Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi
khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat
mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi
komunikasi. Unsur komunikasi pada teori ini yakni tentang pesan
(stimulus), komunikan (organism), dan efek (response).
Prof. Dr. Mar‟at dalam bukunya sikap manusia, perubahan serta
pengukurannya, mengutip dari pendapat Hovland, Janis, dan Kelley yang
menyatakan bahwa dalam menalaah sikap yang baru ada tiga variabel
penting yaitu : perhatian, pengertian, penerimaan.31
Menurut model S-O-R ini, organisme menghasilkan perilaku
tertentu jika ada stimulus tertentu pula. Maka unsur-unsur dari teori ini
29 Little John, halaman 21
30 Ibid, halaman 63
31 Onong U Effendy, halaman 254-256
36
adalah pesan (Stimulus, S), Komunikan (Organisme, O), Efek (Response,
R).32
Hovland (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada
hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut
menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari:
a. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau
ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak, berarti stimulus
itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi
bila stimulus diterima oleh organisme, berarti ada perhatian dari individu dan
stimulus tersebut efektif.
b. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme diterima) dan
dimengerti, maka stimulus ini akan dilanjutkan kepada proses berikutnya.
c. Organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk
bertindak deni stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan, maka
stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan
perilaku)
Selajutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya
apabila stimulus yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula.
32 Ibid, halaman 254
37
Peran stimulus adalah untuk menyakinkan organisme untuk memberikan
perhatian lebih. Dalam menyakinkan organisme ini, faktor reinforcement
memegang peranan penting.
2.6.5 Persepsi
Persepsi merupakan proses internal yang memungkinkan kita memilih,
mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan
proses tersebut mempengaruhi perilaku kita.33
Menurut Joseph A Devito:
“persepsi adalah proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya
stimulus yang mempengaruhi indra kita” 34
Persepsi digolongkan menjadi dua bagian yakni persepsi terhadap
lingkungan fisik dan persepsi sosial. Peneliti mengkaji persepsi sosial,
fokusnya adalah proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian-
kejadian yang kita alami dalam lingkungan.
Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafiran (interpretasi)
adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian balik (decoding) dalam
proses komunikasi. Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi
kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif.
33 Deddy Mulyana, halaman 179
34 Ibid, halaman 180
38
Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan
pesan yang lain.
Persepsi meliputi pengidraan (sensasi) melalui alat-alat indra (indra
peraba, indra penglihat, indra pencium, indra pengecap, dan indra
pendengar), atensi, dan interpretasi. Sensasi merujuk pada pesan yang
dikirimkan ke otak lewat penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman,
dan pengecapan. Makna pesan yang dikirimkan ke otak harus dipelajari.
Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken,juga Judi C. Pearson dan Paul
E. Nelson, menyebutkan bahwa persepsi terdiri dari tiga aktivitas, yaitu :
seleksi, organisasi, dan interpretasi. Yang dimaksud seleksi sebenarnya
mencakup sensasi dan atensi, sedangkan organisasi melekat pada
interpretasi.35
Karenanya Sereono dan Bodaken, juga Pearson dan Nelson,
menyebutkan bahwa persepsi terdiri dari tiga aktivitas, yaitu: Seleksi,
organisasi, dan interpretasi.36
1. Seleksi
Seleksi adalah proses pemilihan stimulus tertentu, dari sekian
banyak stimulus yang diterima oleh individu. Ketika rangsangan-
35 Deddy Mulyana, 2010. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
halaman 181
36 Deddy Mulyana, halaman 169
39
rangsangan bersaing untuk mendapatkan perhatian kita, kita hanya
dapat fokus pada salah satu rangsangan saja. Oleh karena itu kita harus
menolak rangsangan-rangasangan lainnya.37
Seleksi dipengaruhi oleh sensasi dan atensi. Sensasi atau
pengindraan terjadi ketika makna pesan yang dikirimkan ke otak harus
dipelajari. Semua indra dalam tubuh memiliki andil bagi
berlangsungnya komunikasi manusia.
Sementara perhatian adalah pemusatan atau konsentrasi dari
seluruh aktifitas individu yang ditunjukan kepada sesuatu atau
sekumpulan obyek. Perhatian sendiri dibagi menjadi beberapa
macam:38
a. Perhatian spontan adalah perhatian yang timbul dengan sendirinya,
timbul secara spontan. Perhatian ini erat hubungannya dengan minat
individu. Bila individu telah memiliki minat terhadap suatu obyek,
maka terhadap objek itu biasanya timbul perhatian yang spontan,
secara otomatis perhatian itu akan timbul.
b. Perhatian reflektif, perhatian yang ditimbulkan dengan sengaja, karena
itu harus ada kemauan untuk menimbulkannya. Dengan demikian
37 Michael Gambel, Communication Works. New York: Random House inc. Halaman 53 38 Bimo Walgito, 2002. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Andi Yogyakarta. Halaman 57-59
40
dapat dikatakan bahwa perhatian reflektif akan timbul bila adanya
faktor pendorong yang aktif.
c. Perhatian statis, perhatian terus menerus dilakukan penerima informasi
yang harus melihat sinyal atau sumber pada jangka waktu tertentu
yang cukup lama.
d. Perhatian dinamis, perhatian yang mudah berubah, mudah berpindah,
mudah bergerak dari objek yang datu ke objek yang lain.
Perhatian sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
dipengaruhi oleh faktor biologis (lapar, haus, dan sebagainya); faktor
fisiologis (tinggi, pendek, gemuk, kurus, sehat, sakit, lelah, penglihatan atau
pendengaran kurang sempurna, cacat tubuh dan sebagainya); dan faktor-
faktor sosial budaya seperti gender, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, peranan, status sosial, pengalaman masa lalu,kebiasaan dan
bahkan faktor-faktor psikologis seperti ketertarikan, keinginan, motivasi,
pengharapan dan sebagainya.39
2. Organisasi
Wood menjelaskan bahwa seseorang dapat mengorganisasikan
persepsinya dengan cara mengolah dan memproses pengalaman serta
pengetahuannya dengan menggunakan struktur kognitif atau framework
39 Deddy Mulyana. Halaman 169
41
yang dibangun seseorang dengan mengambil informasi tentang
lingkungannya.
Menurut David Krench, pengorganisasian pesan dibagi menjadi dua
bagian, yaitu:40
a) Frame of Reference, yaitu kerangka pengetuahan yang dimiliki serta
dipengarui dari pendidikan, bacaan, ataupun penelitian.
b) Frame of Experience, yaitu berdasarkan pengalaman yang telah
dialami serta tak terlepas dari keadaan lingkungan sekitarnya.
3. Interpretasi
Menurut Deddy Mulyana interpretasi adalah inti dari proses
berlangsungnya kegiatan persepsi. Interpretasi merupakan suatu aspek
kogniti dari persepsi yang sangat penting yaitu proses memberikan arti
kepada stimulus yang diterimanya. Proses seleksi serta pengorganisasian
pesan menghasilkan pembentukan makna serta pembentukan ekspresi
terhadap stimulus tersebut.41
1. Pembentukan makna muncul dari hubungan khusus antara kata
(sebagai simbol verbal) dan manusia, makna tidak dapat melekat
pada kata-kata namun kata-kata membangkitkan makna dalam
41 Deddy Mulyana. Halaman 169
42
pikiran orang. Jadi,tidak ada hubungan lansung antara suatu objek
dan simbol yang digunakan untuk mempresentasikannya.
2. Pembentukan ekspresi merupakan proses pengungkapan gagasan
atau perasaan dari dalam diri seseorang baik berypa kata-kata,
gambar maupun tindakam.
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensori
stimuli). (Desiderato, 1976:129). 42
Dalam pembentukan persepsi, terdapat faktor yang mempengaruhi
persepsi, yakni perhatian. Menurut Kenneth E. Anderson, perhatian adalah
proses mental ketika stimulus atau rangkaian stimulus menjadi menonjol
dalam kesabaran pada saat stimulus lainnya melemah. 43
Faktor situasional terkadang disebut sebagai determinan perhatianyang
bersifat eksternal atau penarik perhatian. Stimulus diperhatikan karna
mempunyai sifat yang menonjol antara lain: gerakan, intensitas stimulus,
kebaruan, dan perulangan. Faktor situasional pertama yakni gerakan secara
visual dapat diartikan sebagai sesuatu yang bergerak dan menarik perhatian
42 Jalaluddin Rakhmat, 2008. Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 51
43 Ibid, halaman 51
43
manusia. Faktor kedua yakni intensitas stimuli, kita akan memperhatikan
stimulus yang lebih menonjol dari stimulus yang lain.
Faktor berikutnya yang juga mempengaruhi perhatian yakni faktor
internal. Kenneth A. Enderson menyimpulkan dalil-dalil tentang perhatian
selektif. Menurut Kennth, perhatian ini merupakan proses yang aktif dan
dinamis, bukan pasif dan refleksif. Individu cenderung memusatkan
perhatiannya pada stimulus tertentu dan hal tersebut penting, menonjol, atau
melibatkan dirinya.
Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi
karakteristik orang yang memberikan respons pada stimulus itu. Dalam proses
selektifnya, persepsi bersifat selektif secara fungsional menurut Krech dan
Crutchfield. Objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi individu
biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan
persepsi.
Setelah faktor fungsional, faktor yang juga menjadi kajian dalam
proses pempentukan persepsi adalah faktor struktural. Merupakan teori
Gestalt, bila kita mempersepsi sesuatu, kita mempersepsinya sebagai suatu
keseluruhan. Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi
arti. Kita mengorganisasikan stimulus dengan melihat konteksnya. Walaupun
stimulus ini tidak lengkap, kita akan mengisisnya dengan interpretasi yang
44
konsisten dengan rangkaian stimulus yang akan kita persepsi.stimulus yang
diterima oleh masyarakat memang tidak terlalu mendetail. Dalam hal yang
mendasar, pemilu merupakan sebuah kebutuhan masyarakat dalam politik,
dan bagaimana hal ini akan diinterpretasikan oleh masyarakat dalam persepsi
mereka.
Menurut Rakhmat, persepsi ditentukan oleh beberapa faktor yang
berasal dari stumulus yaitu ;
1. Perhatian
Proses mental stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat
stimuli lainnya melemah. Sedangkan atensi yang dipengaruhi oleh faktor
eksternal, yakni atribut-atribut objek yang dipersepsikan.
2. Penafsiran
Penafsiran merupakam proses dimana penerima memberi arti terhadap
pesan-pesanyang diterimanya, mengorganisasikan stimula dengan
konteksnya, dan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten dengan
rangkaian stimuli yang dipersepsikan.
3. Pengetahuan
Pengetahuan terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui,
dipahami,atau dipersepsikan khalayak. Kognitif trjadi pada diri komunikan
45
yang sifatnya informative bagi dirinya. Persepsi orang terhadap orang lain
adalah proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian-kejadian yang
kita alami dalam lingkungan kita. Oleh karena itu manusia mempunyai aspek
emosi, maka persepsi atau penilaian kita terhadap orang akan mengandung
resiko. Persepsi saya terhadap anda merupakan persepsi anda terhadap saya,
dan pada gilirannya persepsi anda terhadap saya juga mempengaruhi persepsi
saya terhadap anda.44
2.7 Teori Perseptual
Menurut argumentasi Carey, Mcluhan mengambil satu halaman dari hipotesis
Sapir-Worf. Ingat bahwa dalil ini mengatakan bahwa bahasa yang digunakan orang
menentukan sifat pikiran manusia sebenarnya struktur realitas yang di sajikan kepada
seseorang sangat dipengaruhi oleh bahsa yang tersedia untuk mengkonseptualisasikan
dunia nyata yang dipersepsi oleh orang itu. Jika filosof William James menulis,
kehidupan intelektual manusia hamper seluruhnya terdapat dalam penggantian
tatanan perseptual sebagai sumber pengalamannya dengan tatanan konseptual.
Hipotesis Sapir-Worf mengajukan tekanan yang berbeda, yaitu bahwa tatanan
konseptual lebih dari sekedar pengganti, tetapi menentukan tatanan perseptual. James
tidak memandang persepsi maupun konsep sebagai penentu, kita membutuhkan
kedua-duanya sperti kita membutuhkan kedua kaki untuk berjalan. Mcluhan
44 Wirawan, Sarlito. 1982. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang, halaman 52
46
mengambil pandangan yang lebih dterminisik, yakni pandangan determinisme
teknologis. Dalam hal ini media komunikasi berbasis teknologi atau media massa.
2.8 Kerangka Berpikir
Teori S-O-R menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Teori stimulus-
organis-response ini menjelaskan bahwa proses komunikasi akan memunculkan
persepsi dengan respon positif atau negatif.
Persepsi kepemimpinan masyarakat tentang seleksi calon kepala daerah oleh
parpol akan diukur menggunakan indikator operasional variabel yakni sesuai
dengan proses terbentuknya persepsi berdasarkan tahapan perhatian, penafsiran,
pengetahuan. Menurut Rakhmat, persepsi ditentukan oleh beberapa faktor yang
berasal daari stimulus, yaitu:
1. Perhatian
2. Penafsiran
3. Pengetahuan
Persepsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pandangan masyarakat
dalam tahap makna pesan yang dikirimkan ke otak harus dipelajari. Kenneth K.
Sereno dan Edward M. Bodaken, juga Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson,
menyebutkan bahwa persepsi terdiri dari tiga aktivitas, yaitu seleksi, organisasi, dan
interpretasi.
47
Gambar 2.6
Kerangka Berpikir
TEORI S-O-R
Profil
PENGARUH PROFIL CALON KEPALA DAERAH TERHADAP PERSEPSI KEPEMIMPINAN
(Survei terhadap masyarakat pemilih di Provinsi Banten)
Persespsi Kepemimpinan
1. Seleksi
2. Organisasi
3. Interpretasi
Kenneth K. Sereno dan Edward
M Bodaken)
Deddy Mulyana, 2008, Ilmu
Komunikasi suatu pengantar,
halaman 180
1. Pandangan dr samping (tt
wajah orang)
2. Lukisan (gambar) orang dr
samping
3. Sketsa biografis
4. Penampang grafik atau ikhtisar
yg memberikan fakta tentang
hal-hal khusus dalam hal ini
yang sesuai adalah pengetian
terakhir yaitu grafik atau
ikhtisar yg memberikan fakta
tentang hal-hal khusus.
Ho : Tidak terdapat pengaruh profil calon kepala daerah terhadap persepsi
kepemimpinan
Ha : Terdapat pengaruh profil calon kepala daerah terhadap persepsi
kepemimpinan
48
Pada bagian diatas ditunjukkan bahwa stimulus yakni seleksi calon kepala
daerah oleh parpol. Organism yang dimaksud adalah masyarakat dalam tahap proses
pembentukan persepsi kepemimpinan. Persepsi pada bagan diatas ditunjukan kepada
masyarakat dalam tahap proses pembentukan persepsi.
2.9 Kerangka Operasional Variabel
Pertanyaan dalam kuisioner mengacu pada teori S-O-R dengan pengukuran
proses terbentuknya persepsi menurut pendapat yang dikemukakan oleh Kenneth
K. Sereno dan Edward M. Bodaken, juga Judy C, Pearson dan Paul E. Nelson,
menyebutkan bahwa persepsi terdiri dari tiga aktivitas, yaitu: seleksi, organisasi,
dan interpretasi. Operasional variable yang digunakan pada penelitian ini yakni:
Tabel 2.6
Kerangka Operasional Variabel
Variabel Dimensi Indikator Alat Ukur Skala
Profil Calon
Kepala Daerah
Dengan
mengetahui
profil para
calon kepala
daerah yang
diusung partai
politik,
masyarakat
dapat
menggunakan
hak pilihnya
secara cerdas
dalm memilih
Profil
1. Pandangan dr
samping (tt wajah
orang)
2. Lukisan (gambar)
orang dr samping
3. Sketsa biografis
4. Penampang grafik
atau ikhtisar yg
memberikan fakta
tentang hal-hal
khusus dalam hal
ini yang sesuai
adalah pengetian
Likert
49
pemimpin
terakhir yaitu
grafik atau
ikhtisar yg
memberikan fakta
tentang hal-hal
khusus.
Persepsi
kepemimpinan
masyarakat
Kota Cilegon.
Persepsi
adalah sarana
yang
memungkinka
n kita
memperoleh
kesadaran akan
sekeliling dan
lingkungan
kita (Kenneth
K. Sereno dan
Edward M
Bodaken)
Deddy
Mulyana,
2008, Ilmu
Komunikasi
suatu
pengantar,
halaman 180)
1. Seleksi
2. Organisasi
3. Interpretasi
Seleksi:
1. Perhatian spontan
2. Perhatian reflektif
3. Perhatian statis
4. Perhatian dinamis
Organisasi:
1. Frame of reference
(pengetahuan
terhadap sesuatu)
2. Frame of experience
(pengalaman)
Interpretasi:
1. Pembentukan
makna
2. Pembentukan
ekspresi
50
Kepemimpinan
Ciri-ciri utama
yang harus
dimiliki oleh
seorang
pemimpin
1. Kecerdasan
(Intelligence)
2. Kedewasaan,
Sosial dan
Hubungan
social yang
luas
3. Motivasi diri
dan
dorongan
berprestasi
-Tingkat kecerdasan
yang lebih tinggi
daripada pengikutnya
- pemimpin cenderung
mempunyai emosi
yang stabil dan
dewasa
- mempunyai motivasi
dan dorongan
berprestasi yang tinggi
Penulis akan menggunakan tabel operasional variabel sebagai acuan membuat
pertanyaan dalam kuisioner. Untuk mengetahui persepsi kepemimpinan masyarakat
tentang pengaruh profil calon kepala daerah.
Dalam kuisioner yang dibuat, variabel serta subvariabel dan indikatornya akan
disusun menjadi pertanyaan. Untuk mengetahui informasi lebih lanjut dari variabel
51
akan digunakan pengukuran dengan skala likert. Skala likert merupakan instrument
pengukuran untuk meminta responden dalam memberikan respon terhadap beberapa
statement dengan menunjukkan apakah sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat
tidak setuju terhadap setiap pernyataan.
Dalam kuisioner tersebut terdapat pernyataan dengan empat opsi jawaban dan
untuk keperluan analisis penulis. Opsi ini menjadi skala penilaian untuk mengukur
skoring dan kemudian untuk mengukur skor tertinggi sampai terendah dengan
ketentuan opsi:
Sangat setuju (SS)
Setuju (S)
Tidak Setuju (TS)
Sangat Tidak Setuju (STS)
Berikut ini table penilaian skala likert:
52
Tabel 2.7
Nilai dalam Skala Likert
Skor Penilaian
4 A. Sangat setuju
3 B. Setuju
2 C. Tidak Setuju
1 D. Sangat Tidak Setuju
2.9 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.3
Penelitian Terdahulu
Judul
Penelitian
Nama Peneliti Metode
Peneliti
Jumlah
Variabel
Hasil Penelitian
Persepsi
audiens
tentang
program happy
weekend
sebagai
informasi
Widayanti
(mahasiswa
ilmu
komunikasi
UNTIRTA)
Kuantitatif-
deskriptif
1 variabel Hasil dari penelitian ini
yakni 58,3% responden
mengetahui program
happy weekend
53
Persepsi
wartawan
hukum dan
kriminal
tentang
penerapan
kode etik pasal
5 kewi
Resgana
Fitrakumara
(mahasiswa
ilmu
komunikasi
UNTIRTA)
Kuantitatif-
deskriptif
1 variabel Persepsi sangat tinggi
dengan perhitungan
pada pengetahuan
86,6%, perhatian 70,2%
dan penafsiran 80,6%
Persepsi
masyarakat
tentang aksi
borong partai
politik pada
pilkada serang
Sayuda
Anggoro Asih
(mahasiswa
ilmu
komunikasi
UNTIRTA)
Kuantitatif-
deskriptif
1 variabel Hasil dari penelitian ini
yakni 88,2% responden
mempresepsikan aksi
borong parpol pada
pilkada kabupaten
serang dengan sangat
baik.
Pengaruh
profil calon
kepala daerah
terhadap
persepsi
kepemimpinan
Siti Nurfaizah
(mahasiswa
ilmu
komunikasi
UNTIRTA)
Kuantitatif-
deskriptif
2 variabel Hasil uji korelasi
menunjukkan hubungan
antara variable calon
calon kepala daerah (X)
dengan variabel
persepsi kepemimpinan
(Y) memiliki hubungan
signifikansi positif
terhadap variabel Y,
yaitu sebesar 0,741. Ini
berarti berdasarkan
pedoman interpretasi
koefisien korelasi,
hubungan antara
variabel X dengan
variabel Y merupakan
hubungan yang kuat
karena nilainya berkisar
antara 0,60 – 0,799
54
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian pengaruh profil calon kepala daerah terhadap persepsi
kepemimpinan ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana data yang diperoleh
merupakan data berupa angka dan dapat dihitung. Riset kuantitatif adalah riset yang
menggambarkan atau menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat
digeneralisasikan. Dengan demikian tidak terlalu mementingkan kedalaman data atau
analisis. Periset lebih mementingkan aspek keluasaan data sehingga data atau hasil
riset dianggap merupakan representasi dari sebuah populasi.45
Dalam riset kuantitatif, periset dituntut bersikap objektif dan memisahkan diri
dari data. Artinya, periset tidak boleh membuat batasan konsep maupun alat ukur data
sekehendak hatinya sendiri. Semuanya harus objektif dengan diuji dahulu apakah
batasan konsep dan alat ukurnya sudah memenuhi prinsip realibilitas dan validitas.
Dengan kata lain, periset berusaha membatasi konsep atau variabel yang diteliti
dengan cara mengarahkan riset dalam setting yang terkontrol, sistematik dan
terstruktur dalam sebuah desain riset ini sudah harus ditentukan sebelum riset
dimulai.
45 Rachmat Kiyantono.2008.Teknik Praktis Riset Komunikasi.Jakarta:PT Kencana Prenada Media
Group.Hal.82
55
Sesuai dengan pendapat yang diungkapkan oleh S.Arikunto (2002:11) yang
menjelaskan tentang beberapa keuntungan penelitian yang disajikan secara kuantitatif
yaitu sebagai berikut:
1. Kejelasan unsur: tujuan, pendekatan, subjek, sampel, sumber data sudah
mantap dan rinci sejak awal.
2. Langkah penelitian: segala sesuatu direncanakan sampai matang ketika
persiapan disusun.
3. Dalam desain: desain, langkah-langkah penelitian dan hasil yang diharapkan
jelas.
4. Pengumpulan data: kegiatan dalam pengumpulan data memungkinkan untuk
diwakilkan.
5. Analisis data: dilakukan sesudah semua data terkumpul.
3.2 Sifat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Jenis riset deskriptif ini
bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta
dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Periset sudah mempunyai konsep
(biasanya satu konsep) dan kerangka konseptual. Melalui kerangka konseptual
(landasan teori), periset melakukan operasionalisasi konsep yang akan menghasilkan
56
variabel beserta indikatornya. Riset ini menggambarkan realitas yang sedang terjadi
tanpa menjelaskan hubungan antarvariabel.46
Pada penelitian deskriptif, periset diharapkan bias mengemukakan
konseptualisasi yang lebih jelas dan memiliki definisi konseptual dari gejala yang
akan diriset. Dalam riset deskriptif, konsep yang akan diriset hanya tunggal. Seperti
dalam penelitian ini yang meneliti pengaruh profil calon kepala daerah terhadap
persepsi kepemimpinan. Dengan satu variabel yakni persepsi dan objek masyarakat
pemilih serta indikator yang mengacu pada proses pembentukan persepsi dan
perpolitikan melalui profil calon kepala daerah.
3.3 Teknik Penelitian
Tahapan pencarian data dalam penelitian ini menggunakan teknik penelitian
dengan metode survey.
3.3.1 Metode Survey
Survey adalah metode riset dengan menggunakan kuisioner sebagai
instrument pengumpulan datanya. Tujuannya untuk memperoleh informasi
tentang sejumlah responden yang dianggap mewakili populasi tertentu.
Dalam survey proses pengumpulan dan analisis data sosial bersifat sangat
terstruktur dan mendetail melalui kuisioner sebagai instrument utama untuk
46 Ibid, halaman 69
57
mendapatkan informasi dari sejumlah responden yang diasumsikan mewakili
populasi secara spesifik.47
Dalam metode survey biasanya digunakan untuk meneliti populasi
yang relatif luas dengan cara menentukan sampel yang representatif dari
populasi yang diteliti. Metode yang biasa digunakan untuk memahami
berbagai fenomena yang ada di masyarakat ini, dalam komunikasi politik
digunakan untuk studi opini public atau polling, dan studi pengaruh media
pada masyarakat. Dengan metode survey, hasil studi dapat ditarik
generalisasi deskriptif terhadap objek populasi yang luas.48
Penelitian survey hanya menggunakan kuisioner dan hanya berkisar
pada ruang lingkup, seperti:
1. Ciri-ciri demografis masyarakat
2. Lingkungan sosial mereka
3. Aktivitas mereka
4. Pendapat dan sikap mereka49
47 Ibid, halaman 59
48 Henry Subaktio, 2014. Komunikasi politik, Media, dan Demokrasi. Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group, halaman 10
49 Moser, C. A., survey method in social investigation, London, Iheineman, 1969. Dikutip dari Masri
Singarimbun, halaman , dalam burhan bungin, metodologi penelitian social format kualitatif dan
kuantitatif, Surabaya: AUP. 2001, halaman 30
58
Secara umum metode survey terdiri dari dua jenis, yaitu deskriptif dan
eksplanatif (analitik). Penelitian ini bersifat deskriptif dengan satu variabel,
maka digunkana metode survey deskriptif.
3.3.2 Survey Deskriptif
Jenis survey ini digunakan untuk menggambarkan (mendeskripsikan)
populasi yang sedang diteliti. Fokus riset ini adalah perilaku yang sedang
terjadi dan terdiri dari satu variabel. Untuk analisis data dapat menggunakan
uji statistik deskriptif.50
Penelitian ini memiliki satu variabel yakni persepsi
dengan populasi Masyarakat pemilih. Tujuan penelitian ini yakni akan
mengukur bagaimana persepsi Masyarakat pemilih tentang profil calon
kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan.
Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat
terhadap fenomena sosial tertentu dan lain-lain.51
3.3.3 Expse Facto
Penelitian expose facto merupakan penyelidikan secara empiris yang
sistematik. Penelitian expose facto disebut demikian karena sesuai dengan
arti expose facto, yaitu “dari apa yang dikerjakan setelah kenyataan”, maka
penelitian ini disebut sebagai penelitian sesudah kejadian. Penelitian ini juga
50 Ibid, halaman 59
51 Masri Singarimbun, 1989. Metode penelitian survey. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES, halaman 4
59
sering disebut after the fact, retrospective study (studi penelusuran kembali).
Penelitian expose facto merupakan penelitian dimana variabel-variabel bebas
telah terjadi ketika peneliti mulai dengan pengamatan variabel terikat dalam
suatu penelitian. (Sukardi: 2003).52
3.3.4 Ukuran Ordinal
Tingkat ukuran ordinal banyak digunakan dalam penelitian sosial
terutama untuk mengatur kepentingan, sikap atau persepsi. Melalui
pengukuran ini, penelitian dapat membagi respondennya dalam urutan ranking
atas dasar sikapnya pada obyek atau tindakan tertentu. Misalnya responden
dapat diurutkan menjadi “sangat setuju” nilai 4, “setuju” nilai 3, “tidak setuju”
nilai 2, “sangat tidak setuju” nilai 1. Angka-angka tersebut sekedar
menunjukkan urutan responden, dan bukan nilai responden untuk variabel
tersebut.53
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data adalah prosedur yang sangat menentukan baik
tidaknya riset. Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat
digunakan periset untuk mengumpulkan data yakni dengan kuisioner, wawancara
52 Deni Darmawan, 2014. Metode penelitian kuantitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman
40
53 Singarimbun, Masri, halaman 102
60
terstruktur, dan dokumentasi.54
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data
dengan kuisioner dan dokumentasi.
3.4.1 Kuisioner
Kuisioner adalah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden.
Kuisioner disebut juga angket, namun penulis tetap ,menyebutnya kuisioner
tanpa mengurangi esensinya. Tujuan penyebaran angket adalah mencari
informasi yang lengkap mengenai suatu masalah dari responden.55
Responden dalam penelitian ini adalah Masyarakat pemilih.
Bentuk dari kuisioner dalam penelitian ini terdiri dari bagian pembuka,
yakni berisikan pernyataan penulis tentang proses pengambilan data melalui
kuisioner, petunjuk pengisian kuisioner, bagian identitas responden (nama,
umur, alamat, jenis kelamin). Kemudian bagian selanjutnya berisi
pertanyaan yang disussun berdasarkan operasional variabel. Responden
dapat menjawabnya sesuai keinginan dan tanggapannya dengan memberikan
ceklis pada kolom sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat
tidak setuju (STS).
Selanjutnya hasil dari pengisian kuisioner ini akan diolah
menggunakan alat pengukuran. Pada penelitian ini, penulis menggunakan
54 Ibid, halaman 95
55 Ibid, halaman 97
61
skala likert sebagai alat pengukuran. Skala likert digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
fenomena atau peristiwa sosial.56
Berikut digambarkan dalam tabel skala
pengukuran menggunakan skala likert:
Tabel 3.1
Penilaian Skala Likert
Jawaban Skor
Sangat setuju 4
Setuju 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
Pada skala likert umumnya menggunakan 5 pilihan jawaban. Namun
dalam penelitian ini hanya menggunakan 4 pilihan jawaban. Penulis
menghilangkan opsi ragu-ragu dengan pertimbangan kualitas data dan untuk
menghindari jawaban di tengah-tengah (ragu-ragu) akan menghilangkan
banyaknya data dalam riset, sehingga data yang diperlukan banyak yang
hilang. (Kriyantono, 2008:137).
56 Riduan, 2013. Statistik Penelitian. Jakarta: PT. Rosdakarya , halaman 39
62
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian
Sugiyono (2002:55) menyebut populasi sebagai wialayah generalisasi yang
terdiri dari objek atau subejk yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh periset untuk dipelajari, kemudian ditarik suatu kesimpulan.57
3.5.1 Populasi
Populasi (kumpulan objek penelitian) bisa berupa orang, organisasi,
kata-kata dan kalimat, simbol-simbol non verbal, surat kabar, radio, televisi,
iklan, dan lainnya.58
Populasi dalam penelitian ini adalah Masyarakat
pemilih di Provinsi Banten. Jumlah populasi Masyarakat pemilih adalah
7.734.485 orang (sumber: kpu.go.id/banten/data). Penulis mengambil
sebagian dari populasi ini dengan menggunakan teknik sampling.
3.5.2 Sampel
Penelitian yang harus dilakukan atas seluruh elemen dinamakan
sensus. Idealnya, agar hasil penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang
peneliti harus melakukan sensus. Namun, karena sesuatu hal peneliti tidak
bisa meneliti keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa dilakukannya adalah
meneliti sebgaian dari keseluruhan elemen atau unsur tadi. Berbagai alasan
mengapa peneliti tidak melakukan sensus, antara lain:
57 Ibid, halaman 153
58 Ibid, halaman 153
63
(a) populasi demikian banyaknya sehingga dalam praktiknya tidak
mungkin seluruh elemen diteliti,
(b) keterbatasan waktu penelitian, biaya, dan sumber daya manusia,
membuat peneliti harus puas jika meneliti sebagian dari elemen
penelitiannya,
(c) bahkan kadang, penelitian yang dilakukan terahadap sampel bisa
lebih reliable daripada terhadap populasi. Misalnya karena elemen
sedemikian banyaknya, maka akan muncul kelelahan fisik dan mental
para pencacahnya sehingga banyak terjadi kekeliruan. (Uma sekaran,
1992),
(d) demikian pula jika elemen populasi homogen, penelitian terhadap
seluruh elemen menjadi tidak masuk akal, misalnya untuk meneliti
kualitas jeruk dari satu pohon jeruk.59
Kita perlu memperhatikan masalah efisiensi dalam memilih metode
pengambilan sampel. Menurut Teken (1965:39), metode A dikatakan lebih
efisiensi daripada metode B apabila sejumlah biaya, tenaga dan waktu yang
sama, metode A itu dapat memberikan tingkat presisi yang lebih tinggi; atau,
untuk tingkat presisi yang sama diperlukan biaya, tenaga dan waktu yang
lebih rendah.
59 Deni Dermawan, 2104. Metode penelitian kuantitatif, halaman 138
64
Idealnya sampel mempunyai sifat:
1. Dapat menggambarkan populasi
2. Dapat menentukan presisi
3. Rencana analisa penelitian harus sesuai dengan tujuan
4. Efisiensi tenaga, biaya dan waktu
Walaupun besarnya sampel yang harus diambil dalam suatu penelitian
didasarkan keempat pertimbangan di atas, tetapi agar dapat menghemat
waktu, biaya dan tenaga, maka seorang peneliti harus dapat memperkirakan
besaran jumlah sampel yang diambil sehingga presisinya dianggap cukup
untuk menjamin tingkat presisi yang dikehendaki, yang selanjutnya
berdasarkan presisi tersebut dapat menentukan besaran jumlah sampel.
Populasi dalam penelitian ini akan diambil bagian di setiap kota atau
kabupaten, atau disebut sampel. Syarat sampel harus representative atau
mewakili dari seluruh populasi yang diriset. Sampel yang representative
dapat diartikan bahwa sampel tersebut mencerminkan semua unsur dalam
populasi secara proporsional atau memberikan kesempatan yang sama pada
semua unsur populasi untuk dipilih, sehingga dapat mewakili keadaan
sebenarnya dalam keseluruhan populasi.
Sampel yang diambil adalah bagian dari populasi. Hal ini dimaksudkan
untuk tingkat akurasi data. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi
65
harus betul-betul representatif (mewakili).60
Dalam kajian kaidah keilmuan
komunikasi, teknik sampling yang sering digunakan oleh para peneliti yakni
rumus taro Yamane dengan tingkatan kesalahan 1%, 5%, dan 10%.
Batas kesalahan yang ditolerir ini bagi setiap populasi tidak sama. Ada
yang 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, atau 10% (Umar, 2002: 134)61
dalam penelitian
ini peneliti menggnakan toleransi kesalahan 10% dari besaran populasi.
3.6 Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik
sampling stratified proporsional random sampling dengan mengambil sampel dari
area sampling. Teknik sampling ini masuk kedalam jenis probability sampling
yakni, teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap
unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.62
Teknik probability sampling yang digunakan adalah dengan sampling area.
Teknik sampling area yang digunakan ketika sifat populasi area mudah ditentukan.
Kalau penelitian menggunakan pembatasan suatu area dilihat dari pembatasan
system pemerintahan, maka unit populasi adalah dukuh, desa, kecamatan,
kabupaten, dan seterusnya.63
Dalam penelitian ini, populasi dari Provinsi Banten
60 Sugiyono, 2013. Statistika untuk penelitian, halaman 62 61 Dalam Rachmat Kriyantono, 2006. Teknik praktis riset komunikasi. Jakarta: kencana pranada group, halaman 164 62 Ibid, halaman 63 63 Burhan Bungin, 2005. Metode penelitian kuantitatif, Jakarta: Kencana, halaman 110
66
terdapat 8 kota dan kabupaten dan akan diteliti setiap kota atau kabupaten dengan
menentukan besaran jumlah sampel yang berbeda, hal ini bergantung pada jumlah
masyarakat pemilih di setiap kota dan kabupaten.
3.6.1 Sampling Area
Sampling area atau cluster sampling digunakan untuk menentukan
sampel bila objek yang diteliti sangat luas. Misalnya penduduk dari Negara,
provinsi, atau kabupaten, Untuk menentukan penduduk mana yang akan
dijadikan sumber data, maka pengambilan sampel ditetapkan bertahap dari
wilayah terbesar hingga terkecil.64
Berdasarkan data populasi yang ada, penentuan jumlah sampel dalam
penelitian ini diambil menggunakan data jumlah masyarakat yang diakses dari
sumber berita acara KPU kabupaten Serang tentang daftar pemilih tetap
dengan total jumlah masyarakat 7.734.485 jiwa.
3.7 Kerangka Sampling
Dalam penelitian ini, penulis menganalisis jumlah sampel yang akan
digunakan agar hasil datanya valid dan reliable. Kerangka sampling yang dibuat
berdasarkan populasi dan penggolongan sampling. Pada penelitian ini, populasi yang
64 Sugiyono, 2013. Statistika untuk penelitian, Bandung: Alfabeta, halaman 65
67
dimaksud adalah masyarakat Provinsi Banten, dengan sampel yang dikategorikan
berdasar kota dan kabupaten.
Berdasarkan data populasi yang ada dengan jumlah 7.734.485 jiwa, maka
untuk menghitung jumlah sampel digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10%
dengan tingkat kepercayaan 90% yaitu sebagai berikut:
n=
n=
( )
=
=99,9987071 dibulatkan menjadi 100
Jadi, sampel dalam penelitian ini adalah 100 masyarakat.
Keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d = nilai presisi yang diinginkan 90% atau a= 0,1
68
Data jumlah masyarakat ini selanjutnya akan dibagi berdasarkan kategori area kota
dan kabupaten.
Adapun jumlah populasi dan sampel yang diambil dari masyarakat pemilih
tiap kecamatan yakni dengan berdasarkan kategori area kota dan kabupaten dan jenis
kelamin, maka untuk menentukan ukuran sampel harus proporsional. Dari rumus
Yamane didapatkan jumlah sampel yakni 100 responden. Penulis menghitung jumlah
sampel dengan:
Tabel 3.2
NO NAMA KOTA DAN
KABUPATEN
JUMLAH
PEMILIH
RUMUS
SAMPLING
JUMLAH
SAMPEL
(orang)
1 KOTA CILEGON 281.369
4
2 KOTA SERANG 455.291
6
3 KOTA TANGERANG 1.127.917
15
4 KOTA TANGERANG
SELATAN
881.382
11
69
5 KABUPATEN LEBAK 936.428
12
6 KABUPATEN
PANDEGLANG
920.320
12
7 KABUPATEN SERANG 1.109.495
14
8 KABUPATEN
TANGERANG
2.022.286
26
TOTAL
100
3.8 Instrumen Penelitian
Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka dalam
penelitian harus ada dan menggunakan alat ukur yang baik. Alat ukur dalam
penelitian dinamakan instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah suatu
alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.
Jumlah instrumen penelitian tergantung pada jumlah variable penelitian yang telah
ditetapkan untuk diteliti.65
Titik tolak dari penyusunan adalah variabel-variabel
penelitian yang ditetapkan untuk diteliti. Dari variabel- variabel tersebut diberikan
definisi operasionalnya dan selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur.66
Alat
65 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. 2012. Hal.114-115.
66 Sugiyono.Metode Penelitian Administrasi.2007.Hal.120
70
pengukuran yang utama dalam penelitian ini adalah kuesioner dan menggunakan
SPSS versi 21 for windows untuk menghitungnya. Karena menggunakan kuesioner
sebagai alat penelitian, maka alat tersebut harus diuji kelayakannya melalui:
1. Uji Validitas
Validitas artinya alat ukur yang digunakan dalam pengukuran, dapat
digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur (Hasan, 2006:15).
Peneliti menggunakan SPSS 21 dengan mengolah data yang diperoleh di
lapangan kedalam program tersebut untuk mengukur validitas instrument
dalam penelitian ini. Uji validitas dilakukan dengan menghitung korelasi
antara masing- masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan
rumus teknik corelation product moment yang rumusnya sebagai berikut:67
rxy = ( )( )
√* ( ) +* ( ) +
Dimana:
r = koefisien korelasi
n = jumlah observasi / responden
X = Skor pertanyaan
Y = Skor total
67 Masri Singarimbun. Metode Penelitian Survai (Edisi Revisi). LP3ES. 2006. Jakarta Barat. Hal.
137
71
Ketentuan pengujian uji validitas adalah rhitung dibandingkan dengan rtabel
(dengan melihat taraf signifikansi penelitian, yakni sebesar 5% atau 0,05, dan
jumlah N atau responden, barulah kita akan mendapatkan nilai rtabel). Apabila
rhitung < rtabel maka instrument dikatakan tidak valid, namun sebaliknya jika
rhitung > rtabel maka instrumen penelitian dikatakan valid.68
2. Uji Reliabilitas
Sugiarto dan Situnjak (2006) menyatakan bahwa reliabilitas menunjuk
pada suatu pengertian bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian
untuk memperoleh informasi yang digunakan dapat dipercaya sebagai alat
pengumpul data dan mampu mengungkap informasi yang sebenarnya di
lapangan.69
Pengujian reliabilitas dengan teknik Cronbach alpha dengan
rumus sebagai berikut:
=
( ){
}
K = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
Si = Jumlah varians butir
St = Varians tota
68 Rosady Ruslan. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. 2003.Hal.189
69 www.slideshare.net/rachmatstatistika diakses pada Senin, 14 Maret 2016 pukul 20.51
72
Tabel 3.3
Tingkat Reliabilitas Berdasarkan nilai Alpha
Alpha Tingkat Reliabilitas
0,00 s/d 0,20 Kurang Reliabel
>0,20 s/d 0,40 Agak Reliabel
>0,40 s/d 0,60 Cukup Reliabel
>0,60 s/d 0,80 Reliabel
>0,80 s/d 1,00 Sangat Reliabel
Sumber: Wahyu Agung, 2010:95 70
3.9 Pengujian Instrumen Penelitian
3.9.1 Hasil Uji Validitas
Sebelum dilakukan penyebaran kuesioner terhadap sampel penelitian,
peneliti terlebih dahulu menguji validitas dan reliabilitas intrumen dengan
menyebarkan kuesioner pada 30 orang, Responden diminta untuk menyatakan
jawaban pada pilihan jawaban yang telah disediakan. Syarat untuk mengetahui
valid atau tidaknya suatu butir pertanyaan, maka r hitung harus dibandingkan
dengan r table. Pernyataan dalam penelitian ini dikatakan valid apabila nilai
corrected item-total correlation (r hitung) lebih besar dari nilai r table.
70 Nisfu Maryana. Pengaruh Penyajian Media Internal terhadap Pemenuhan Kebutuhan Pegawai
Pemerintah Kota Cilegon. 2011. Hal.50-51
73
1. Uji Validitas Variabel X
Tabel 3.4
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Squared
Multiple
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
X1 21.7667 16.599 .868 .951 .855
X2 21.9667 18.378 .688 .563 .875
X3 21.9333 18.133 .650 .572 .878
X4 21.4000 20.110 .381 .423 .902
X5 21.4333 18.944 .620 .533 .881
X6 21.5333 20.189 .391 .250 .900
X7 21.7333 16.478 .866 .798 .855
X8 21.8333 16.351 .861 .949 .855
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
74
Analisis: Untuk mengetahui validitas butir pertanyaan tersebut harus
dibandingkan dengan rtabel. Dengan taraf kesalahan 5%, dan N=30 maka harga rtabel
sebesar 0,361 (rtabel dapat dilihat pada halaman lampiran). Jika rhitung positif dan
rhitung > rtabel maka butir tersebut dikatakan valid. Rhitung dapat dilihat pada kolom
Corrected Item-Total Correlation pada tabel 3.4 setelah membandingkan rtabel dan
rhitung maka dapat disimpilkan bahwa butir pertanyaan pada variable X atau Pengaruh
Profil Calon Kepala Daerah semua nilainya dikatakan valid karena rhitung lebih besar
daripada rtabel.
2. Uji Validitas Variabel Y
Table 3.5
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
75
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Squared
Multiple
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Y1 35.4000 28.524 .657 .901 .848
Y2 35.6667 30.230 .396 .583 .866
Y3 35.4667 30.533 .442 .445 .862
Y4 35.4667 31.982 .360 .466 .866
Y5 35.5000 29.500 .544 .642 .856
Y6 35.8000 27.407 .647 .745 .849
Y7 35.4333 31.013 .375 .647 .866
Y8 35.9000 29.955 .545 .729 .856
Y9 35.9000 27.197 .657 .781 .848
Y10 35.5333 27.775 .735 .826 .843
Y11 35.5667 31.151 .471 .555 .861
Y12 35.5333 27.430 .733 .889 .843
Analisis: Untuk mengetahui validitas butir pertanyaan tersebut harus
dibandingkan dengan rtabel. Dengan taraf kesalahan 5%, dan N=30 maka harga rtabel
sebesar 0,361 (rtabel dapat dilihat pada halaman lampiran). Jika rhitung positif dan
rhitung > rtabel maka butir tersebut dikatakan valid. Rhitung dapat dilihat pada kolom
Corrected Item-Total Correlation pada tabel 3.5 setelah membandingkan rtabel dan
rhitung maka dapat disimpulkan bahwa butir pertanyaan pada variable Y atau Persepsi
Kepemimpinan terdapat satu butir pertanyaan yang tidak valid yaitu pada butir
pertanyaan Y4 karena nilainya kurang dari 0,361 sehingga pertanyaan Y4 tersebut tidak
digunakan dalam penelitian.
76
3.9.2 Hasil Uji Reliabilitas
1. Uji Reliabilitas Variabel X
Tabel 3.6
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items
N of Items
.890 .886 8
Dari table diatas dapat dilihat bahwa nilai pada kolom Cronbach’s Alpha
adalah sebesar 0,890 dari variable pengaruh profil calon kepala daerah oleh (X),
berdasarkan kriteria ketentuan Alpha Cronbach pada tabel 3.6 dapat dikatakan
bahwa butir pertanyaan variabel X (Pengaruh Seleksi Calon Kepala Daerah Oleh
Partai Politik) yaitu sangat reliabel.
2. Uji Realibilitas Variabel Y
Tabel 3.7
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items
N of Items
.869 .866 12
77
Dari table diatas dapat dilihat bahwa nilai pada kolom Cronbach’s Alpha
adalah sebesar 0,869 dari variable persepsi kepemimpinan (Y), berdasarkan
kriteria ketentuan Alpha Cronbach pada tabel 3.7 dapat dikatakan bahwa butir
pertanyaan variabel Y (Persepsi Kepemimpinan) yaitu sangat reliabel.
3.10 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.10.1 Teknik Pengolahan Data
Analisis data dilakukan setelah peneliti mengumpulkan seluruh datadan
informasi yang diperlukan dalam suatu penelitian, biasanya peneliti akan
melakukan beberapa tahapan persiapan data untuk memudahkan proses analisis
dan interpretasi hasilnya. Demikian juga peneliti melewati beberapa tahap dalam
pengolahan datanya, yakni:71
1. Pengeditan (Editing)
Pengeditan merupakan proses pengecekan dan penyesuaian yang
diperlukan terhadap data penelitian, yaitu memudahkan proses pemberian
kode dan pemrosesan data melalui teknik statistik, data diperoleh tersebut
dihimpun oleh peneliti. Dalam tahap ini dilakukan pemeriksaan terhadap data
yang sudah terkumpul baik data primer maupun sekunder. Hal yang diperiksa
71 Rusady Ruslan.2003.Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Hal.165
78
meliputi kelengkapan isian dari responden di lembar kuesioner, readability,
kejelasan jawaban, relevansi jawaban dan sebagainya.
2. Pemberian Kode (Coding)
Koding adalah proses identifikasi dan klasifikasi data penelitian ke dalam
skor numerik atau karakter simbol- simbol tertentu. Dalam tahap ini, setelah
peneliti memeriksa, maka peneliti memberikan kode- kode pada setiap data
yang sudah terkumpul. Fungsinya adalah untuk memudahkan dalam proses
penganalisisan dan penafsiran data untuk bahan penelitian.
3. Pemrosesan Data (Data Processing)
Kini sebagian besar peneliti menggunakan sistem yang lebih canggih
dalam pemrosesan dan analisis data, yakni dengan menggunakan aplikasi atau
program bantuan seperti menggunakan program SPSS 21.00 guna menghitung
data berupa angka-angka yang kemudian dihitung dengan rumus statistik.
Program ini membuat proses tersebut lebih cepat, mudah dengan tingkat
keakuratan lebih tinggi.
4. Tabulating
Setelah data diperiksa dan dilakukan pengkodean agar lebih mudah
dianalisis, maka saatnya memasukkan data- data tersebut dalam table
sesuai dengan pengklasifikasiannya agar menjadi data yang lebih mudah
79
dicerna. Pada penelitian ini menggunakan skala likert sebagai metode
pengukuran. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.72
Skala Likert hanya menggunakan item yang secara pasti baik dan secara
pasti buruk, tidak dimasukkan yang agak baik, yang agak kurang, yang
netral dan ranking lain diantara dua sikap yang pasti di atas.73
Maka
peneliti menggunakan skala nilai dari 1 sampai 4, dan bobot yang
diberikan pada setiap jawaban responden adalah sebagai berikut:74
SS : Sangat Setuju = 4
S : Setuju = 3
TS : Tidak Setuju = 2
STS : Sangat Tidak Setuju = 1
3.10.2 Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian kuantitaif ini menggunakan
statistik. Terdapat dua macam statistik yang digunakan untuk analisis data
dalam penelitian, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial.
Penelitian ini menggunakan statistik inferensial yakni teknik statistik yang
digunakan untukmenganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan
72 Sugiyono.2012.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Hal.104
73 Moh.Nazir.2009.Metode Penelitian. 2009. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hal.338
74 Burhan Bungin.2009.Metodologi Penelitian Kuantitatif. Hal.229
80
untuk populasi yang jelas, dan teknik pengambilan sampel dari populasi
tersebut dilakukan secara random.
Statistik inferensial meliputi statistik parametris dan statistik
nonparametris. Statistik parametris digunakan untuk menguji parameter
populasi melalui statistik atau menguji ukuran populasi melalui data
sampel. Penggunaan statistic parametris memerlukan banyak asumsi.
Asumsi utama adalah data harusberdistribusi normal, selanjutnya
penggunaan salah satu tes mengharuskan data dua kelompok atau lebih
yang diuji harus homogen, dalam regresi harusdipenuhi asumsi linearitas.
Statistik parametris digunakan untuk menganalisisdata interval dan rasio.75
1. Analisis Deskriptif Data
Analisis deskriptif adalah metode yang digunakan untuk
mendeskripsikan masing – masing variabel, yaitu variabel Profil calon
kepala daerah (X), persepsi kepemimpinan (Y). Dalam analisis deskriptif
ini perhitungan yang digunakan untuk mengetahui tingkat presentase skor
jawaban dari masing – masing variable dengan rumus sebagai berikut:
% =
Keterangan:
75 Sugiyono.2012.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Hal.164
81
n = skor empirik (skor yang diperoleh)
N = jumlah seluruh skor atau nilai (skor ideal)
Perhitungan deskriptif presentase ini mempunyai langkah – langkah
sebagai berikut:
1. Menentukan presentase maksimal
× 100%
2. Menentukan angka presentase minimal
3. Menentukan interval kelas presentase, diperoleh dari pembagian
criteriaterhadap rentang presentase (100% - 25% = 75%), maka
didapat 75% :4 = 18, 7%.
Untuk mengetahui tingkat kriteria tersebut, selanjutnya skor yang
diperoleh(dalam %) dengan analisis deskriptif presentase diperoleh
sebagai berikut :
82
Tabel 3.8 Kriteria Analisis Deskriptif Persentase
No Rentang Persentase Kriteria
1. 82%-100% Sangat Baik
2. 82% - 63% Baik
3. 62% – 54% Cukup Baik
4. 53% - 34% Tidak Baik
5. 33% - 19% Sangat Tidak Baik
2. Uji Normalitas Data
Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yangditeliti
berdistribusi normal atau tidak. Karena menurut Sugiyono (2011),statistik
parametris mensyaratkan bahwa setiap variabel yang akan dianalisis harus
berdistribusi normal. Penggunaan statistik parametris mensyaratkan
bahwa data setiap variabel yang akan dianalisis berdistribusi normal. Oleh
karena itu sebelum pengujian hipotesis dilakukan maka terlebih dahulu
akan dilakukan pengujian normalitas data.
Peneliti menggunakan SPSS 21 dalam penghitungan dengan
OneSample Kolmogorov Smirnov Test, dasar pengambilan keputusan pada
ujiini adalah sebagai berikut:
a) Jika hasil uji memiliki nilai probabilitas > 0,05 maka data
dinyatakan terdistribusi normal.
83
b) Jika hasil uji memiliki nilai probabilitas < 0,05 maka data
dinyatakan tidak tidak terdistribusi normal.
3. Uji Koefisien Korelasi
Analisis korelasi adalah untuk menyatakan derajat keeratan hubungan
antar variabel.76 Dalam uji kali ini peneliti menggunakan koefisien
korelasi product-moment pearson(r), yang digunakan untuk menemukan
kekuatan hubungan antara dua variabel yang telah diukur pada skala
interval dan skala rasio. Rumus dari uji koefisien korelasi product moment
adalah:
rxy = ( )( )
√* ( )+* ( )+
Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang
ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada
ketentuanyang tertera pada tabel berikut:77
Tabel 3.9 Kriteria Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat Rendah
76 C.Trihendradi.2013.Step by Step IBM SPSS 21: Analisis Data Statistik. Hal.131
77 Sugiyono.2010.Statistika untuk Penelitian.Alfabeta.Bandung. Hal.230-231
84
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0, 80 – 1,000 Sangat Kuat
4. Analisis Regresi Linear Sederhana
Analisis regresi sederhana adalah persamaan regresi untuk meneliti
hubungan antara satu variabel bebas (independent) terhadap variabel
terikat (dependent). Analisis regresi sederhana dalam penelitian ini
digunakan untuk melihat arah hubungan fungsional atau kausal antara
variabel profil calon kepala daerah (dependent variable) terhadap persepsi
kepemimpinan masyarakat (independent variable). Persamaan umum
regresi linier sederhana adalah:
Y = a + bx
Dimana:
Y = subjek dalam variabel dependen yang diprediksikan
a = harga Y bila X = 0 (harga konstan)
85
b = Angka arah arau koefisien regresi, yang menunjukkan angka
peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada
variabel independen. Bila b (+) maka naik, dan bila (-) maka terjadi
penurunan.
X = Subjek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu.
Untuk dapat menemukan persamaan regresi, harga a dan b harus
terlebih dahulu dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut ini:
a = ( )(
) ( )( )
(
)
b = ( )( )
( )
Keterangan:
Y = Sumbu seleksi calon kepala daerah oleh parpol
X = Sumbu persepsi kepemimpinan masyarakat
a = Konstanta
b = Koefisien regresi
n = Banyaknya responden
86
5. Uji Hipotesis
Untuk menguji signifikansi koefisien korelasi yaitu hubungan yang
ditemukan berlaku untuk keseluruhan populasi maka perlu diuji
signifikansi dengan uji signifikansi korelasi uji t dan uji F,
sebagaiberikut:78
1. Uji t dilakukan untuk menguji signifikansi koefisien korelasi
variabel bebas dengan variabel terikat. Rumus thitung yaitu:
t = √
√
Dimana:
R² = koefisien korelasi
n-2 = derajat keabsahan
t = nilai uji t
Sementara untuk mencari ttabel maka terlebih dahulu tentukan
taraf signifikansi, misalnya (α = 0,05), kemudian dicari ttabel dengan
derajat kebebasan (dk) = n – 1. Kemudian mengacu pada ketentuan
sebagai berikut:
78 Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung. Alfabeta. Hal 38
87
1. Jika thitung < ttabel, maka H0 diterima Ha ditolak artinya tidak
signifikan
2. Jika thitung > ttabel, maka H0 ditolak Ha diterima artinya
signifikan.
2. Koefisien Determinasi digunakan pada penelitian untuk
mengetahui sejauh mana hubungan dari variabel X Terhadap Y
yaitu profil calon kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan
masyarakat : berikut Rumus yang digunakan untuk mencari
Koefisien Detrminasi.
KD =
Keterangan:
KD: Koefisien Determinasi
r: Koefisien Korelasi
100: Bilangan Tetap
Dengan batas koefisien determinan 0 < KD< 1
Untuk mempermudah dalam proses perhitungan
dalampenelitian ini, peneliti menggunakan program SPSS versi 21
88
denganmenggunakan program tersebut hasilnya dapat dilihat pada
table model summary berdasarkan nilai dari tabel yang berjudul R-
squareatau melihat angka R.
3.11 Jadwal Penelitian
Kegiatan
Bulan
Apr Mei Juni Juli Agst Sept Okt Nov Des
Observasi awal
Penyusunan Bab 1-3
Sidang Outline
Riset Lapangan
Pengolahan Data
Penyusunan bab 4-5
Siding Skripsi
89
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Definisi Masyarakat
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang
yang membentuk sebuah system semi tertutup (atau semi terbuka), di mana
sebagian besar interaksi adalah individu-individu yang berada dalam kelompok
tersebut. Kata “masyarakat” sendiri berakar dari kata dalam bahsa Arab,
musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan
hubunngan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas
yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah
masyarakat dugunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama
dalam satu komunitasyang teratur.79
Masyarakat dalam penelitian ini merupaka objek yang memiliki persepsi
mengenai kepemimpinan pada pilkada di Banten. Penulis akan mendeskripsikan
bagaimana persepsi masyarakat yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT)
mengenai kepemimpinan di Banten. Masyarakat pada penelitian ini disebut juga
populasi penelitian, dari sejumlah 7.734.485 populasi masyarakat ini tersebar di 8
kota dan kabupaten. Penulis membuat kerangka sampling dengan teknik
sampling area dan stratified proporsional random sampling, dengan
79 https://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat diakses 25 Desember 2017
90
pertimbangan efisiensi penelitian dan hasil yang representatif dari karakteristik
populasi.
4.1.2 Profil Provinsi Banten
Banten merupakan provinsi yang berdiri berdasarkan Undang – Undang
Nomor 23 Tahun 2000 secara administratif, terbagi atas 4 Kabupaten dan 4 Kota
yaitu : Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten
Tangerang, Kota Serang, Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang dan Kota
Cilegon, dengan luas 9.160,70 Km2. Letak geografis Provinsi Banten pada
batas Astronomi 105º1'11² - 106º7'12² BT dan 5º7'50² - 7º1'1² LS, dengan jumlah
penduduk sebesar 12.548.986 Jiwa.
Letak di Ujung Barat Pulau Jawa memposisikan Banten sebagai pintu
gerbang Pulau Jawa dan Sumatera dan berbatasan langsung dengan wilayah DKI
Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Posisi geostrategis ini tentunya menyebabkan
Banten sebagai penghubung utama jalur perdagangan Sumatera – Jawa bahkan
sebagai bagian dari sirkulasi perdagangan Asia dan Internasional serta sebagai
lokasi aglomerasi perekonomian dan permukiman yang potensial. Batas wilayah
sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Barat dengan Selat Sunda,
serta di bagian Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, sehingga wilayah ini
mempunyai sumber daya laut yang potensial.
Topografi wilayah Provinsi Banten berkisar pada ketinggian 0 – 1.000 m
dpl. Secara umum kondisi topografi wilayah Provinsi Banten merupakan dataran
91
rendah yang berkisar antara 0 – 200 m dpl yang terletak di daerah Kota Cilegon,
Kota Tangerang, Kabupaten Pandeglang, dan sebagian besar Kabupaten Serang.
Adapun daerah Lebak Tengah dan sebagian kecil Kabupaten Pandeglang
memiliki ketinggian berkisar 201 – 2.000 m dpl dan daerah Lebak Timur
memiliki ketinggian 501 – 2.000 m dpl yang terdapat di Puncak Gunung
Sanggabuana dan Gunung Halimun.
Penulis mengambil sampel secara proporsional stratified random
sampling dari keseluruhan kabupaten dan kota dalam penelitian ini dengan
mengacu pada rumus sampling.
4.1.3 Profil Pasangan Calon
4.1.3.1 Drs. H. Wahidin Halim, M.Si
Gambar 4.1 Foto Drs. H. Wahidin Halim, M.Si
92
Drs. H. Wahidin Halim, M.Si (lahir di Pinang, Tangerang, Banten, 14
Agustus 1954) umur 62 tahun) adalah pengusaha Indonesia dan politisi
Partai Demokrat yang menjabat sebagai Walik ota Tangerang periode
2003-2013. Wahidin Halim diusung oleh Partai Demokrat menjadi
Walikota Tangerang dengan wakil Arief Rachadiono Wismansyah. Dia
mengundurkan diri dari jabatan Walikota Tangerang karena akan
mencalonkan diri sebagai DPR RI 2014–2019, dan digantikan oleh
wakilnya Arief Rachadiono Wismansyah. Saat ini Wahidin menjabat Wakil
Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Demokrat mewakili Dapil Banten III.
Wahidin Halim juga merupakan adik dari Mantan Menteri Luar Negeri
Republik Indonesia 2001-2009, Hassan Wirajuda.
NAMA : H. Wahidin Halim
ALAMAT : H. Djiran No.1 Kelurahan Pinang Kecamatan Pinang Kota
Tangerang Banten
PENGALAMAN PENDIDIKAN :
SD Negeri Pinang Tangerang Lulus Tahun 1966
SMP Persiapan Negeri Ciledug (SMP 3) Tangerang Lulus Tahun 1969
SMA Pribadi Tangerang (SMA 1) Tangerang Lulus Tahun 1972
Universitas Indonesia (UI), FISIP Jurusan Administrasi Negara Lulus
Tahun 1982
93
Universitas Padjajaran – Institut Ilmu Pemerintahan Program Studi
Magister Ilmu Pemerintahan
Universitas Satyagama, Program Pasca Sarjana Program Studi
Magister Ilmu Pemerintahan (S2) Lulus Tahun 2009
Universitas Padjadjaran (UNPAD) Program Doktoral Program Studi
Ilmu Pemerintahan (S3) Lulus Tahun 2011
PENGALAMAN PEKERJAAN :
Kepala Desa Pinang Kabupaten Tangerang Tahun 1978
Lurah Pinang Kotif Tangerang Tahun 1981
Kasubdin Pajak Kotif Tangerang Tahun 1988
Sekretaris Kotif Tangerang Tahun 1988
Kabag. Pembangunan Kotif Tangerang Tahun 1991
Camat Tigaraksa Kabupaten Tangerang Tahun 1993
Camat Ciputat Kabupaten Tangerang Tahun 1995
Kepala Dinas Kebersihan Kabupaten Tangerang Tahun 1997
Asisten Tata Praja Kabupaten Tangerang Tahun 1998
Sekretaris Daerah Kota Tangerang Tahun 2003
Walikota Tangerang Tahun 2003 – 2008
Walikota Tangerang Tahun 2008 – 2013
Anggota DPR/ MPR RI/ Wakil ketua Komisi II Tahun 2014 – 2019
94
PENGALAMAN ORGANISASI :
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Tahun 1974
Ketua Asrama Daksinapati UI Tahun 1975
Ketua Yayasan Kemanusiaan Nurani Kami Tahun 1977
Ketua KNPI Tangerang Tahun 1983
Ketua AMPI Tangerang Tahun 1986
Ketua IPSI Tangerang Tahun 1998
Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI)
Wilayah III Tahun 2005
Ketua Umum PERSIKOTA Tahun 2007
Penasehat Majelis Nasional KAHMI Tahun 2008
Mustasyar NU Kota Tangerang Tahun 2002-Sekarang
95
4.1.3.2 Andika Hazrumy, S.Sos, M.AP
Gambar 4.2 Andika Hazrumy, S.Sos, M.AP
Nama : Andika Hazrumy, S.Sos, M.AP
Tempat Lahir : Bandung
Tanggal : 16 Desember 1985
Agama : Islam
Alamat Rumah : Jl. Bhayangkara No. 52, Cipocok Jaya, Kota Serang –
Provinsi Banten
SIKAP POLITIK
Tanggal 29 Januari 2015, Andika menyarankan kriteria dinaturalisasi
umunya di bawah 25 tahun dan sudah menetap di Indonesia minimum
5 tahun, apa pun cabang olah raganya.
96
Tanggal 20 April 2015, Andika menyatakan Komisi III paham dasar
Perppu KPK dan setuju di bawa ke Panja untuk diperdalam. Namun
menurut Andika masih terdapat kekurangan dalam hal norma atau pun
substansi hukum.
Tanggal 23 Apri 2015, Andika menyatakan Fraksi Golkar menyetujui
Perppu KPK dengan catatan Pemerintah harus mempercepat proses
seleksi pimpinan KPK.
PENDIDIKAN
SADN Merdeka 5, Bandung; 1991 – 1997
SMP Negeri 5, Bandung; 1997 – 2000
SMA Negeri 5, Bandung; 2000 – 2003
Monash University English Language Centre, Melbourne – Australia;
2003 – 2005
Hubungan Internasional, Universitas Pelita Harapan (UPH),
Tangerang; 2005 – 2010
Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik, Universitas Pasundan
(Unpas), Bandung; 2012
97
4.1.3.3 Rano Karno
Gambar 4.3 Rano Karno
Nama Lengkap : Rano Karno
Agama : Islam
Tempat Lahir : Jakarta
Tanggal Lahir : Sabtu, 8 Oktober 1960
Istri : Hj. Dewi Indriati
Anak : Raka Widyarma, Deanti Rakasiwi
98
BIOGRAFI
Rano Karno adalah seorang aktor dan sutradara kawakan Indonesia.
Karirnya di dunia akting berawal dari keikutsertaan Rano pada salah satu
film yang dibintangi ayahnya, Soekarno M. Noer, nama Rano kemudian
perlahan-lahan mulai dikenal. Film pertama yang dibintanginya adalah Si
Doel Anak Betawi tahun 1972 dimana ia menjadi pemeran utama dalam
film tersebut. Bakat akting yang diturunkan ayahnya ternyata tidak
menguap sia-sia, pria kelahiran Jakarta, 8 Oktober 1960 ini pun lantas
bergulat dengan dunia entertainment secara total.
Hingga pada tahun 2007, setelah genap 38 tahun berkibar di dunia
hiburan, Rano secara mengejutkan mengumumkan niatnya untuk terjun
dalam dunia politik. Niat tersebut diumumkan mendekati waktu Pilkada
DKI Jakarta, namun, sebentar saja diumumkan niatnya, pada akhirnya ia
tak ikut mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta pada periode
tersebut.
Pada akhir tahun 2007, nama Rano kembali muncul di permukaan,
bukan karena ia membintangi film terbaru, tapi karena ia mengumumkan
pencalonan dirinya pada Pilbup Tangerang bersama Ismed Iskandar. Pada
pemilukada tersebut, pasangan Ismed-Rano berhasil mengantongi suara
99
terbanyak, sehingga saudara dari Tino Karno dan Suti Karno ini berhak
atas jabatannya sebagai Wakil Bupati Tangerang.
Namun, sayangnya jabatan itu hanya sebentar saja dipegang karena
pada 2011 Rano mengundurkan diri dari jabatan untuk mencalonkan diri
sebagai Cawagub Banten bersama Ratu Atut Chosiyah. Dalam pemilukada
tersebut, pasangan Atut-Rano mendapatkan perolehan suara terbanyak dan
berhak memimpin Banten dalam periode 2012-2017.
4.1.3.4 Embay Mulya Syarief
Gambar 4.4 Embay Mulya Syarief
Embay Mulya Syarief atau biasa disapa–dikenal dengan nama Pak
Embay (lahir, 4 Maret 1952) adalah tokoh Banten yang dalam tubuhnya
100
mengalir darah ulama, jawara, ekonom, cendekiawan, dan bankir. Pak
Embay merupakan pengusaha sukses yang suka berpenampilan sederhana.
Sebagai ekonom, Pak Embay berperan aktif membangun ekonomi
kerakyatan di daerahnya. Hal itu, antara lain, pernah diwujudkannya dalam
bentuk Program Gerakan Pendirian Seribu Baitul Maal wa Tanwil (BMT)
di Banten.
Sebagai organisator, Embay menjadi pengendali sejumlah organisasi
kemasyarakatan dan profesi tingkat lokal dan nasional. Embay merupakan
salah satu pendiri Provinsi Banten saat berpisah dengan Jawa Barat.
4.2 Deskripsi Data Penelitian
4.2.1 Data Diri Responden
Kuesioner disebarkan pada 100 responden yang merupakan Masyarakat
pemilih di Provinsi Banten. Bagian awal kuesioner merupakan pertanyaan-
pertanyaan yang bersangkutan dengan identitas atau data diri responden. Poin-
poin tersebut akan dipresentasekan untuk mengukur jumlah sehingga dapat
diketahui karakteristik Responden dalam penelitian ini. Adapun pertanyaan untuk
data diri responden meliputi:
1. Nama
2. Jenis Kelamin
3. Usia
101
4. Pekerjaan
Tabel 4.1
JENIS KELAMIN
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
LAKI-LAKI 50 50.0 50.0 50.0
PEREMPUAN 50 50.0 50.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Diagram 4.1
Dari table 4.1 diatas dapat diketahui bahwa dari 100 responden yang berpartisipasi
sebagai sampel dalam penelitian ini, jumlah responden laki-laki sama dengan jumlah
responden perempuan. Dengan proporsi jumlah responden laki-laki yakni 50
responden, dan jumlah responden perempuan yakni 50 responden. Pada penentuan
jumlah proporsi responden ini dihitung dengan rumus sampling pada kesalahan 100%
102
atau presisi 0,1 dan didapat jumlah sampel 100 responden. Selanjutnya proporsi
sampel dihitung berdasarkan sebaran responden pada setiap kota dan kabupaten
berdasarkan data pemilih dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Banten. Dari
perhitungan jumlah sampel tersebut, didapatkan angka 50 responden laik-laki dan 50
responden perempuan. 80
Tabel 4.2
USIA
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
20-30 40 40.0 40.0 40.0
31-50 44 44.0 44.0 84.0
51-70 16 16.0 16.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Diagram 4.2
80 Perhitungan lengkap sampel ada pada kerangka sampling yang dibuat penulis pada bab III
103
Berdasarkan hasil jawaban dari 100 responden, apabila dilihat pada tabel 4.2
dari kolom frequency dan percent maka dari segi usia , didapatkan 40 orang
(40,00%) merupakan masyarakat pemilih dengan usia antara 20-30 tahun, 44
orang (44%) merupakan masyarakat dengan usia antara 31-50 tahun, dan 16
orang (16%) merupakan masyarakat dengan usia antara 51-70 Hal ini
menunjukan bahwa masyarakat pemilih sebagian besar pada usia antara 31-50
tahun.
Tabel 4.3
PEKERJAAN
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
IBU RUMAH TANGGA 20 20.0 20.0 20.0
WIRASWASTA 19 19.0 19.0 39.0
KARYAWAN 34 34.0 34.0 73.0
PEGAWAI NEGERI SIPIL 27 27.0 27.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Diagram 4.3
104
Berdasarkan hasil jawaban dari 100 responden, apabila dilihat pada tabel
4.3 dari kolom frequency dan percent maka dari segi pekerjaan didapatkan 20
orang (20%) masyarakat pemilih bekerja sebagai ibu rumah tangga, 19 orang
(19%) bekerja sebagai wiraswasta, 34 orang (34%) sebagai karyawan, dan
sisanya sebanyak 27 orang (27%) bekerja sebagai pegawai negeri sipil. Hal ini
menunjukan bahwa mayoritas masyarakat pemilih di Banten bekerja sebagai
karyawan dengan presentasi 34%.
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian
Pada sub bab ini penulis akan menjelaskan menjelaskan dan merincikan hasil
tanggapan responden yangtelah memberikan jawaban melalui instrument penelitian
(kuisioner). Data tersebut kemudian diolah menggunakan frekuensi dan diagram
untuk memudahkan dalam penggambaran hasil penelitian. Dalam setiap butir
pertanyaan yang terdistribusi terdapat jawaban positif (sangat setuju dan setuju) dan
jawaban negatif (sangat tidak setuju dan tidak setuju). Pengolahan jumlah data
responden sudah dilakukan pada aplikasi Microsoft Excel 2013 dan IBM spss 21.
Berikut ini adalah penjelasan masing-masing butir pertanyaan berdasarkan variable X
dan variable Y.
105
4.3.1 Tanggapan Responden Tentang Seleksi Calon Kepala Daerah oleh Partai
Politik (Variabel X)
Table 4.4 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.1
X1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sangat Tidak Setuju 8 8.0 8.0 8.0
Tidak Setuju 28 28.0 28.0 36.0
Setuju 38 38.0 38.0 74.0
Sangat Setuju 26 26.0 26.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Diagram 4.4
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada
pernyataan X1 tentang “Saya mengetahui peran partai politik dalam seleksi calon
tidak transparan” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 38 orang
106
(38%), sangat setuju sebanyak 26 orang (26%), dan tidak setuju sebanyak 28
orang (28%). Partai politik mempunyai beberapa fungsi seperti fungsi rekrutmen
politik, sarana komunikasi politik, sarana sosialisasi politik dan sarana pengatur
konflik. UUD menekankan pada salah satu fungsi partai politik yakni fungsi
rekrutmen politik.
Melalui proses rekrutmen, partai politik berperan menyiapkan kader-kader
dalam pimpinan politik, melakukan seleksi terhadap kader-kader yang
dipersiapkan, serta perjuangan untuk penempatan kader yang berkualitas,
berdedikasi, dan memiliki kredibilitas yang tinggi serta mendapat dukungan dari
masyarakat pada jabatan-jabatan politik yang bersifat strategis. Proses rekrutmen
harus berlangsung secara terbuka. Masyarakat harus memperoleh informasi yang
memadai dan terbuka tentang siapa kandidat parlemen dari partai politik, track
record masing-masing kandidat, dan proses seleksi hingga penentuan daftar
calon. Partai politik mempunyai kewajiban menyampaikan informasi (sosialisasi)
setiap kandidatnya secara terbuka kepada publik. Di sisi lain, partai juga harus
terbuka menerima kritik dan gugatan terhadap kandidat yang dinilai tidak
berkualitas oleh masyarakat.
Namun kenyataannya pada pecalonan pilkada Banten 2017 masih
menampilkan wajah-wajah lama, dengan pemikiran-pemikiran lama serta
pengalaman-pengalaman yang sama, bahkan orang-orang dari dinasti yang
sama. Sehingga mayoritas masyarakat mengetahui bahwa peran partai politik
107
dalam seleksi calon tidak transparan. Pernyataan ini didukung oleh 38 responden
(38%) yang menjawab setuju dan 26 responden (26%) menjawab sangat setuju.
Tabel 4.5 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.2
X2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sangat Tidak Setuju 5 5.0 5.0 5.0
Tidak Setuju 15 15.0 15.0 20.0
Setuju 55 55.0 55.0 75.0
Sangat Setuju 25 25.0 25.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Diagram 4.5
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada
pernyataan X2 tentang “Kepemimpinan, kejujuran, kemampuan intelektual, dan
keberpihakan pada masyarakat belum menjadi indikator utama dalam
108
menentukan calon kepala daerah” dari 100 responden yang menjawab setuju
sebanyak 55 orang (55%), sangat setuju sebanyak 25 orang (25%), tidak setuju
sebanyak 15 orang (15%) dan sangat tidak setuju sebanyak 5 orang (5%).
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden setuju dan
menyetujui bahwasannya mereka menilai kepemimpinan, kejujuran, kemampuan
intelektual, dan kebeberpihakan pada masyarakat belum menjadi indikator utama
dalam menentukan calon kepala daerah. Hal ini dikarenakan pada kenyataannya
partai politik dalam mencalonkan kepala daerah tidak melalui proses seleksi yang
benar-benar matang dan secara pragmatism sehingga belum mampu melahirkan
calon pemimpin untuk menjadi kepala daerah sesuai kebutuhan masyarakat.
Tabel 4.6 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.3
X3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sangat Tidak Setuju 2 2.0 2.0 2.0
Tidak Setuju 25 25.0 25.0 27.0
Setuju 41 41.0 41.0 68.0
Sangat Setuju 32 32.0 32.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
109
Diagram 4.6
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada
pernyataan X3 tentang “Seleksi yang dilakukan oleh partai politik masih bersifat
formalitas” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 41 orang (41%),
sangat setuju sebanyak 32 orang (32%), tidak setuju sebanyak 25 orang (25%),
dan sangat tidak setuju sebanyak 2 orang (2%). Partai politik membuka
kesempatan seluas-luasnya bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik
dan pemerintahan, utamanya dalam pesta besar rakyat yakni Pilkada. Sebelum
penentapan calon untuk diusung dalam Pilkada, parpol melakukan proses
penjaringan calon yang bertujuan untuk mengetahui potensi dan kemampuan
calon dalam berpolitik serta kredibilitas calon dalam memimpin.
Sebagai suatu organisasi, partai politik secara ideal dimaksudkan untuk
mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, dan
memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta
menyediakan sarana suksesi kepemimpinan politik secara damai.
110
Pada pelaksanaannya, seleksi yang dilakukan partai politik ini tidak lebih
hanya sebagai ritual politik partai menjelang Pemilu dilaksanakan. Proses seleksi
ini tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan sehingga hasilnya adalah kader
partai politik yang tidak memiliki integritas dan visi kenegaraan dalam
menyelesaikan masalah bangsa ini. Sehingga saat ini yang dapat disaksikan dalam
perpolitikan Indonesia ialah kegiatan saling berdebat dan saling menjatuhkan
yang kemudian berujung anarki. Masyarakat sebagai responden, menyatakan
sangat setuju (41%) dan setuju (32%) bahwa mereka menilai seleksi yang
dilakukan oleh partai politik masih bersifat formalitas.
Tabel 4.7 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sangat Tidak Setuju 8 8.0 8.0 8.0
Tidak Setuju 25 25.0 25.0 33.0
Setuju 54 54.0 54.0 87.0
Sangat Setuju 13 13.0 13.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
111
Diagram 4.7
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada
pernyataan X4 tentang “Visi dan misi calon belum menggambarkan kenyataan
kemampuan calon” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 54 orang
(54%), sangat setuju sebanyak 13 orang (13%), tidak setuju sebanyak 25 orang
(25%), dan sangat tidak setuju sebanyak 8%. setuju dengan pernyataan tersebut.
Setelah ditetapkannya kandidat calon kepala daerah dan nomor urut mulai dari
calon gubernur/wakil gubernur, calon bupati/wakil bupati dan calon
walikota/wakil walikota, maka dilaksanakan kampanye. Para bakal calon pun
memaparkan visi-misi sebagai rentetan syarat dari tahapan pilkada menuju hari
pemilihan. Singkatnya visi dan misi ini adalah sekumpulan rencana program
kerja yang diusung para calon kandidat apabila terpilih menjadi kepala daerah
lima tahun kedepan.
112
Konten dalam visi-misi para calon kepala daerah tak lepas dari hal-hal seperti
pengentasan kemiskinan, memajukan pendidikan, pemberdayaan, dan lain-lain.
Namun pengalaman dimasa lalu juga memberikan janji-janji pada saat kampanye
yang belum terealisasi.
Sehingga masyarakat sebagai responden menilai bahwa visi dan misi calon
belum menggambarkan kenyataan kemampuan calon. Pernyataan ini didukung
oleh jawaban responden yang menjawab setuju sebanyak 54 orang (54%).
Tabel 4.8 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 5
X5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sangat Tidak Setuju 1 1.0 1.0 1.0
Tidak Setuju 19 19.0 19.0 20.0
Setuju 48 48.0 48.0 68.0
Sangat Setuju 32 32.0 32.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Diagram 4.8
113
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada
pernyataan X5 tentang “Seleksi yang dilakukan oleh partai politik belum
memberikan jaminan dan kualitas karena hal ini juga belum diatur oleh
perundang-undangan” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 44
orang (44%), sangat setuju sebanyak 32 orang (32%), tidak setuju sebanyak 19
orang (19%), dan sangat tidak setuju sebanyak 1 orang (1%). Dengan nilai
tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat pemilih di Banten setuju
dengan pernyataan tersebut.
Lemahnya aturan yang dirumuskan dalam UU No. 2 Tahun 2011 tentang
Partai Politik berimplikasi pada lemahnya sistem politik kepartaian, utamanya
rendahnya kualitas partai politik. Hasil Perubahan UU No. 8 Tahun 2008 tentang
Partai Politik tidak mendorong terbentuknya demokratisasi internal partai politik,
utamanya dalam melahirkan calon – calon pemimpin bagi bangsa ini, dimulai
dari Kepala Daerah, Anggota Legislatif baik di DPR maupun DPRD, dan
Pejabatan - Pejabat Negara di tingkat Lembaga Negara.
Selain itu perubahan ini juga tidak mengatur secara rinci, jelas, disertai sanksi
yang tegas bagi partai politik yang memainkan politik uang, padahal politik uang
inilah yang menjadi sumber kebobbrokan tatanan dan peradaban politik. Tanpa
ketentuan tersebut, keberadaan partai politik justru dapat membahayakan
perkembangan demokrasi, serta eksistensi dan peradaban bangsa, seperti
komersialisasi pemilukada, dan munculnya elit politik yang tidak berkualitas.
114
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden yang
menjawab setuju terdapat 48 responden (48%). Mayoritas masyarakat
menyatakan setuju bahwa seleksi yang dilakukan oleh partai politik belum
memberikan jaminan dan kualitas karena hal ini juga belum diatur oleh
perundang-undangan.
Tabel 4.9 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 6
Diagram 4.9
X6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sangat Tidak Setuju 1 1.0 1.0 1.0
Tidak Setuju 22 22.0 22.0 23.0
Setuju 50 50.0 50.0 73.0
Sangat Setuju 27 27.0 27.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
115
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada
pernyataan X6 tentang “Proses demokrasi dalam seleksi hanya bersifat
prosedural atau secara aturan” dari 100 responden yang menjawab setuju
sebanyak 50 orang (50%), sangat setuju sebanyak 27 orang (27%), tidak setuju
sebanyak 22 orang (22%), dan sangat tidak setuju sebanyak 1 orang (1,3%).
Dalam demokrasi, kepentingan masyarakat adalah sangat diunggulkan.
Kedaulatan masyarakat yang artinya pemimpin tertinggi adalah masyarakat.
Kedaulatan ini bermaksud untuk memposisikan masyarakat dalam posisi puncak
pemerintahan. Semua kepentingan masyarakat harus menjadi dasar gerak
pemerintahan. Kekuasaan tertinggi berada di masyarakat. Pimpinan
pemerintahan daerah seharusnya hanya menjadi representatif masyarakat guna
terwujudnya pemerintahan yang pro kepada masyarakat.
Partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat
penting dalam setiap sistem demokrasi. Sebagai fungsinya dalam rekrutmen
politik, partai menjadi penghubung strategis pemerintah dengan aspirasi rakyat.
Maka dalam pelaksanaan pilkada, parpol mengusung calon-calon pemimpin yang
memiliki integritas dan kapabilitas yang baik. Selain itu proses seleksi
semestinya dilakukan secara terbuka agar masyarakat dapat secara langsung
menyampaikan saran siapa bakal calon kepala daerah dan menilai bakal calon
kepala daerah yang diusung oleh parpol.
116
Namun pada realitasnya, partai politik sering menyuguhkan tontonan yang
tidak bisa dijadikan tuntunan dalam menegakkan prinsip-prinsip demokrasi.
Perubahan masih bergerak pada tataran prosedural dan legal – formal, belum
menyentuh pada perubahan mental, budaya, sikap dan prilaku para elit politik
dan masyarakat, sehingga berimplikasi pada berbagai pelanggaran.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden yang
menjawab setuju terdapat 50 responden (50%). Mayoritas masyarakat
menyatakan setuju bahwa proses demokrasi dalam seleksi hanya bersifat
prosedural atau secara aturan.
Tabel 4.10 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 7
X7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Vali
d
Sangat Tidak Setuju 3 3.0 3.0 3.0
Tidak Setuju 20 20.0 20.0 23.0
Setuju 49 49.0 49.0 72.0
Sangat Setuju 28 28.0 28.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
117
Diagram 4.10
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada
pernyataan X7 tentang “Proses sleksi bersifat sentralistik/terpusat” dari 100
responden yang menjawab setuju sebanyak 49 orang (49%), sangat setuju
sebanyak 28 orang (28%), tidak setuju sebanyak 20 orang (20%), dan sangat
tidak setuju sebanyak 3 orang (3%).
Harapan dan animo masyarakat untuk memilih sangat dipengaruhi bakal
pasangan calon yang di tawarkan parpol pengusung. Ketika sebagian besar
harapan masyarakat terpenuhi pada “produk unggulan” parpol pengusung,
keinginan pemilih untuk memberikan dukungan dan berpartisipasi akan tinggi.
Hal ni juga berpengaruh pada penentuan bakal calon yang diusung parpol.
Ketika proses pencalonan tidak demokratis yaitu tidak melibatkan anggota partai
dan mengharuskan rekomendasi dari dewan pimpinan pusat parpol.
118
Masyarakat digerakkan oleh kesadaran dan memiliki kepercayaan memilih.
Sebaliknya jika parpol pengusung tidak cukup mampu memuaskan harapan
masyarakat akan pemimpin masa depan (yang ideal) keterlibatan masyarakat
akan rendah bahkan cenderung apatis untuk terlibat dalam proses demokrasi di
daerahnya. Masyarakat sudah jenuh dan kehabisan energi untuk memilih lagi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden, yang
menjawab setuju sebanyak 49 orang (49%). Hasil jawaban menunjukkan bahwa
mayoritas masyarakat menyatakan setuju bahwa proses seleksi bersifat
sentralistik/terpusat.
Tabel 4.11 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan X8
X8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sangat Tidak Setuju 2 2.0 2.0 2.0
Tidak Setuju 16 16.0 16.0 18.0
Setuju 47 47.0 47.0 65.0
Sangat Setuju 35 35.0 35.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
119
Diagram 4.11
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada
pernyataan X8 tentang “Proses seleksi parpol belum mencerminkan persaingan
secara adil” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 47 orang (47%),
sangat setuju sebanyak 35 orang (35%), tidak setuju sebanyak 16 orang (16%),
dan sangat tidak setuju sebanyak 2 orang (2%).
Persaingan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan baik dalam pendidikan,
dunia kerja, maupun pada dunia hiburan bahkan dalam dunia politik. Sama halnya
persaingan dalam dunia politik terjadi baik antar partai maupun calon yang maju
pada pilkada. Para calon yang mengikuti proses seleksi oleh partai politik
bersaing ketat dan melakukan segala cara agar terpilih menjadi calon yang
diusung. Salah satunya yang memang telah marak terjadi dalam perpolitikan
partai adalah money politic bahkan partai politik cenderung “memasang harga
dipintu” bagi siapa saja sosok yang ingin menjadikan partai sebagai kendaraan
120
memeperoleh kekuasaan kepemimpinan. Selain itu para bakal calon yang diusung
parpol merupakan petahana atau yang memiliki hubungan kekerabatan.
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Sebastian
Salang menilai, partai politik belum memiliki sistem seleksi yang bagus dalam
mencalonkan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Akhirnya perpol cenderung
menjadi sangat pragmatis.
“Saat penentuan calon hanya berdasar hasil survey. Rata-rata yang
elektabilitas tinggi adalah petahana. Parpol tak perhatikan lagi apakah petahana
itu punya integritas baik atau tidak. Petahana juga relatif mempunyai modal uang
yang cukup besar. “Maka tak heran, yangmaju pada pilkada ini adalah
petahana.”81
Pada akhirnya dapat dilihat bahwa deretan calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah yang maju dan bersaing merupakan orang-orang berduit. Sehingga
sosok yang memiliki integritas dan kapabilitas baik tidak mampu menunjukkan
loyalitas kemampuannya dalam memimpin. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, dari 100 resonden yang menjawab setuju sebanyak 35 orang (35%)
dan sangat setuju sebanyak 47 orang (47%). Mayoritas masyarakat menyetujui
bahwa proses seleksi parpol belum mencerminkan persaingan secara adil.
81 http://halloapakabar.com/partai-politik-cenderung-pragmatis-usung-calon-kepala-daerah
121
4.3.2 Tanggapan Responden Mengenai Persepsi Kepemimpinan (Variabel X)
Tabel 4.12 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 9
Diagram 4.12
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada
pernyataan Y1 tentang “Saya mengetahui siapa saja calon kepala daerah yang
diusung oleh parpol.” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 30
Y1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sangat Tidak Setuju 2 2.0 2.0 2.0
Tidak Setuju 8 8.0 8.0 10.0
Setuju 30 30.0 30.0 40.0
Sangat Setuju 60 60.0 60.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
122
orang (30%), sangat setuju sebanyak 60 orang (60%), tidak setuju sebanyak 8
orang (8%), dan sangat tidak setuju sebanyak 2 orang (2%).
Dari hasil jawaban responden tersebut, mayoritas responden menjawab
sangat setuju dan menyetujui bahwa mereka mengetahui siapa saja calon kepala
daerah yang diusung oleh parpol dalam Pilgub Banten 2017 dengan jawaban
responden sebanyak 60 orang (60%). Pada calon nomor urut 1 yakni Pasangan
Calon WH-Andika, sedangkan Nomor Urut 2 pasangan calon Rano-Embay.
Tabel 4.13 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 10
Y2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sangat Tidak Setuju 2 2.0 2.0 2.0
Tidak Setuju 18 18.0 18.0 20.0
Setuju 45 45.0 45.0 65.0
Sangat Setuju 35 35.0 35.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
123
Diagram 4.13
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada
pernyataan Y2 tentang “Saya mengetahui bahwa calon kepala daerah yang
diusung diputuskan berdasarkan keputusan pimpinan pusat partai politik” dari
100 responden yang menjawab setuju sebanyak 45 orang (45%), sangat setuju
sebanyak 35 orang (35%), tidak setuju sebanyak 18 orang (18%), dan sangat
tidak setuju sebanyak 2 orang (2%).
Dari hasil jawaban responden tersebut, mayoritas responden menjawab sangat
setuju dan menyetujui bahwa Saya mengetahui bahwa calon kepala daerah yang
diusung diputuskan berdasarkan keputusan pimpinan pusat partai politik dengan
jawaban responden sebanyak 45 orang (45%). Adanya seleksi calon kepala
daerah melalui parpol yang tidak lagi demokratis mengakibatkan adanya
penentuan berdasarkan keputusan pimpinan pusat partai politik.
124
Tabel 4.14 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.11
Y3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sangat Tidak Setuju 9 9.0 9.0 9.0
Tidak Setuju 29 29.0 29.0 38.0
Setuju 40 40.0 40.0 78.0
Sangat Setuju 22 22.0 22.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Diagram 4.14
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada
pernyataan Y3 tentang “Saya mengetahui proses seleksi calon kepala daerah
yang dilakukan oleh partai politik lebih didominasi oleh calon yang memiliki
kekuasaan” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 40 orang (40%),
125
sangat setuju sebanyak 22 orang (22%), tidak setuju sebanyak 29 orang (29%),
dan sangat tidak setuju sebanyak 9 orang (9%).
Bermula dari urgensi keberadaan partai politik, maka kekuasaan dan
kepemimpinan adalah unsur yang tidak bisa terpisah dari partai politik.
Kekuasaan dibangun untuk mengelola pemerintahan, dan pemerintahan
membutuhkan kepemimpinan yang kuat. Partai politiklah yang memiliki tugas
besar untuk mempersiapkan calon pemimpin yang diharapkan mampu mengatur
jalannya pemerintahan yang baik dalam konteks pemerintahan lokal maupun
nasional.
Namun bentuk kekuasaan ini tidak semestinya terjadi dalam proses seleksi
calon kepala daerah oleh parpol. Partai politik dibelenggu oleh hukum besinya
oligarki dan fokus pada upaya memperoleh, mempertahankan dan menggunakan
kekuasaan untuk kepentingan politiknya. Doktrin Benjamin Disraeli seperti
dikutip Whitman (2003:80) menyatakan “Real politics are the possession and
distribution of power“ tampaknya sangat relevan dengan kondisi kepartaian di
Indonesia. Partai politik berebut untuk menggeggam kekuatan dan distribusi
kekuasaan dijadikan salah satu sarana bargaining politik.
Ketika proses seleksi yang dilakukan oleh partai politik didominasi oleh calon
yang memiliki kekuasaan, maka aspek kualifikasi kemampuan termarjinalkan.
126
Sehingga upaya pencarian pemimpin yang memiliki visi dan kapasitas
memimpin pemerintahan melalui partai politik belum dapat terealisasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden, yang
menjawab setuju sebanyak 40 orang (40%). Hasil jawaban menunjukkan bahwa
mayoritas masyarakat menyatakan setuju bahwa saya mengetahui proses seleksi
calon kepala daerah yang dilakukan oleh partai politik lebih didominasi oleh
calon yang memiliki kekuasaan.
Tabel 4.15 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.12
Y4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sangat Tidak Setuju 4 4.0 4.0 4.0
Tidak Setuju 26 26.0 26.0 30.0
Setuju 35 35.0 35.0 65.0
Sangat Setuju 35 35.0 35.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
127
Diagram 4.15
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada
pernyataan Y4 tentang “Saya mengetahui proses seleksi calon kepala daerah
ditentukan oleh kemampuan modal si calon” dari 100 responden yang menjawab
setuju sebanyak 35 orang (35%), sangat setuju sebanyak 35 orang (35%), tidak
setuju sebanyak 26 orang (26%), dan sangat tidak setuju sebanyak 4 orang (4%) .
Mekanisme seleksi yang tidak terbuka menjadikan fungsi partai politik dalam
kaderisasi tidak sejalan dengan demokrasi. Hal ini menyebabkan timbulnya
penyimpangan di tubuh partai politik dalam kaderisasi. Beberapa faktor
pendorong penyimpangan itu secara bervariasi yaitu imbas liberalisasi sistem
pemilu, efek kegagalan partai dalam mengikat konstituen, implikasi rapuhnya
sistem kaderisasi dan perekrutan di internal partai, akibat kuatnya oligarki di
organisasi partai, serta dampak dari menguatnya pragmatisme politik.
128
Sehingga yang terjadi adalah penjaringan dilakukan dengan mengedepankan
faktor kemampuan finansial dan popularitas calon kepala daerah. Hal ini
berdampak pada kepemimpinan yang belum membawa kearah kemajuan yang
signifikan bagi kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden, yang
menjawab sangat setuju sebanyak 35 orang (35%) dan setuju sebanyak 35 orang
(35%). Hasil jawaban menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat menyatakan
sangat setuju bahwa saya mengetahui proses seleksi calon kepala daerah
ditentukan oleh kemampuan modal si calon.
Tabel 4.16 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.13
Y5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sangat Tidak Setuju 3 3.0 3.0 3.0
Tidak Setuju 14 14.0 14.0 17.0
Setuju 46 46.0 46.0 63.0
Sangat Setuju 37 37.0 37.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
129
Diagram 4.16
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada
pernyataan Y5 tentang “Saya mengetahui bahwa karena modal menjadi faktor
utama dalam pencalonan maka kaderisasi tidak berjalan dan calon yang diusung
biasanya dari elit politik tertentu” dari 100 responden yang menjawab setuju
sebanyak 46 orang (46%), sangat setuju sebanyak 37 orang (37%), tidak setuju
sebanyak 14 orang (14%), dan sangat tidak setuju sebanyak 3 orang (3%).
Dari hasil jawaban 100 responden tersebut sebanyak 46 orang (46%),
mayoritas responden menjawab setuju dan menyetujui bahwa mereka
mengetahui karena modal menjadi faktor utama dalam pencalonan maka
kaderisasi tidak berjalan dan calon yang diusung biasanya dari elit politik
tertentu.
130
Kurang maksimalnya kaderisasi partai politik untuk melahirkan calon kepala
daerah yang baik, membuat praktik dinasti politik masih terjadi. Partai politik
menjadi ”corong” bagi sekelompok orang yang mencoba mengadu
keberuntungan di partai melalui pemilu, tanpa disertai penyaringan yang benar –
benar selektif. Strategi instan yang digunakan adalah melirik figur terkenal dari
kalangan keluarga petahana (incumbent) kepala daerah (elite partai) atau
kalangan artis, yang diyakini dapat menjadi modal utuk meraup suara.
Rapuhnya sistem kaderisasi dan pola perekrutan di internal partai, terutama
mekanisme seleksi calon kepala daerah, juga menyebabkan partai terperangkap
pada kebutuhan finansial dan popularitas kandidat dimana pembiayaan parpol
didominasi oleh para elit dan pemilik modal. Sehingga yang terjadi adalah kepala
daerah berasal dari dinasti politik yang cenderung memikirkan kekuasaan
ketimbang kualitas pelayanan publik.
Tabel 4.17 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.14
Y6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sangat Tidak Setuju 6 6.0 6.0 6.0
Tidak Setuju 25 25.0 25.0 31.0
Setuju 45 45.0 45.0 76.0
131
Sangat Setuju 24 24.0 24.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Diagram 4.17
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada
pernyataan Y6 tentang “Proses seleksi calon lebih kearah pada upaya
mendapatkan kekuasaan” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 45
orang (45%), sangat setuju sebanyak 24 orang (24%), tidak setuju sebanyak 25
orang (25%), dan sangat tidak setuju sebanyak 6 orang (6%).
Proses seleksi yang hanya formalitas dan tidak benar-benar menjaring calon
dengan kualifikasi akan menghasilkan pemimpin yang hanya bernafsu pada
upaya mendapatkan kekuasaan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden, yang
menjawab sangat setuju sebanyak 45 orang (45%). Hasil jawaban menunjukkan
132
bahwa mayoritas masyarakat menyatakan sangat setuju bahwa proses seleksi
calon lebih kearah pada upaya mendapatkan kekuasaan.
Diagram 4.18
Tabel 4.18 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.15
Y7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sangat Tidak Setuju 3 3.0 3.0 3.0
Tidak Setuju 11 11.0 11.0 14.0
Setuju 53 53.0 53.0 67.0
Sangat Setuju 33 33.0 33.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
133
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada
pernyataan Y7 tentang “Kampanye politik pada pilkada belum memberikan
informasi yang layak untuk bekal memilih.” dari 100 responden yang menjawab
setuju sebanyak 53 orang (53%), sangat setuju sebanyak 33 orang (33%), tidak
setuju sebanyak 11 orang (11%), dan sangat tidak setuju sebanyak 3 orang (3%).
Kampanye merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh para
calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagai sarana komunikasi
pengenalan diri serta sebagai sarana untuk mendapat dukungan suara dari rakyat
sebelum diadakannya pemilu. Kampanye juga dilakukan dengan tujuan untuk
memaparkan visi, misi dan rencana setiap calon wakil rakyat apabila terpilih
menjadi pemimpin Negara.
Kadangkala, kampanye dilakukan dengan cara menyindir, bahkan menyerang
langsung dengan memopulerkan jargon yang menjatuhkan konsep diri lawan
politik sehingga tidak fokus untuk menyampaikan misi visinya dengan baik..
Cara-cara ini terasa kurang sesuai bila dijadikan strategi kampanye yang
dilakukan banyak calon kepala daerah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden, yang
menjawab sangat setuju sebanyak 53 orang (53%). Hasil jawaban menunjukkan
bahwa mayoritas masyarakat menyatakan sangat setuju bahwa kampanye politik
pada pilkada belum memberikan informasi yang layak untuk bekal memilih.
134
Tabel 4.19 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 16
Y8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sangat Tidak Setuju 2 2.0 2.0 2.0
Tidak Setuju 18 18.0 18.0 20.0
Setuju 56 56.0 56.0 76.0
Sangat Setuju 24 24.0 24.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Diagram 4.19
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada
pernyataan Y8 tentang “Pasangan calon yang diusung oleh partai koalisi maupun
perseorangan atau non kualisi belum memiliki pertanggung jawaban terhadap
keterbukaan informasi publik” dari 100 responden yang menjawab setuju
135
sebanyak 56 orang (56%), sangat setuju sebanyak 24 orang (24%), tidak setuju
sebanyak 18 orang (18%), dan sangat tidak setuju sebanyak 2 orang (2%)..
Sebagai mesin produksi pemimpin politik, partai politik menjalankan
perannya dalam penjaringan calon kepala daerah. Proses penjaringan yang baik
akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang baik pula.
Seperti yang diketahui oleh publik selama ini, khususnya dalam penentuan
pasangan calon kepala daerah yang akan diusung oleh partai politik belum punya
mekanisme yang terbuka dan demokratis. Tidak ada proses seleksi terbuka bagi
kader ataupun nonkader untuk "bersaing" agar diusung oleh partai politik dalam
suatu pemilihan kepala daerah. Kalaupun ada proses yang demikian, tetapi
prosesnya tidak ada argumentasi atau alasan yang jelas mengapa seseorang
diusung menjadi calon kepala daerah oleh parpol.
Dengan demikian akhirnya publik menangkap bahwa orang yang diusung
partai politik menjadi calon kepala daerah adalah mereka yang punya modal
berlimpah serta dekat dengan elite dan petinggi partai.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden, yang
menjawab sangat setuju sebanyak 53 orang (53%). Hasil jawaban menunjukkan
bahwa mayoritas masyarakat menyatakan sangat setuju bahwa pasangan calon
yang diusung oleh partai koalisi maupun perseorangan atau non koalisi belum
memiliki pertanggung jawaban terhadap keterbukaan informasi publik.
136
Tabel 4.20 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan Y9
Y9
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sangat Tidak Setuju 8 8.0 8.0 8.0
Tidak Setuju 24 24.0 24.0 32.0
Setuju 40 40.0 40.0 72.0
Sangat Setuju 28 28.0 28.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Diagram 4.20
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada
pernyataan Y9 tentang “Pengusungan calon oleh partai politik biasanya
137
berdampak kepada orientasi pembagian proyek atau sumber daya politik yang
bernilai ekonomis akibat adanya pengusungan” dari 100 responden yang
menjawab setuju sebanyak 40 orang (40%), sangat setuju sebanyak 28 orang
(28%), tidak setuju sebanyak 24 orang (24%), dan sangat tidak setuju sebanyak 8
orang (8%)
Pro dan kontra dukungan kepada elit politik lokal merupakan bagian dari
rangkaian sistem demokrasi langsung pada setiap segmen politik. Dunia politik
membutuhkan asupan dana untuk menggulirkan dan memperkuat fondasi strategi
politik demi memperoleh kekuasaan. Keinginan kuat seorang calon untuk
mendapatkan kekuasaan lewat pengusungan parpol dalam pilkada menyebabkan
para calon membentuk gradasi hubungan dengan kelompok-kelompok tertentu.
Dalam diferensiasi politik, kelompok kepentingan tampil sebagai salah satu
pelaku politik yang sangat penting. Kehadiran kelompok-kelompok tersebut
biasanya dari kalangan pengusaha. Transparansi ini menampilkan bentuk
hubungan mereka ditujukan pada korporasi dan pertukaran kepentingan demi
untuk mendapatkan keuntungan dan ganjaran dari kontribusi yang diberikan
pengusaha kepada elit politik pada proses pemilukada.
Kekuasaan elit politik dan relasinya dengan pengusaha menciptakan
konsensus politik yang menjadi magnet hubungan pertukaran kepentingan seperti
distribusi posisi kekuasaan, penanganan proyek serta kebijakan yang
138
menguntungkan pengusaha. Realitasnya bahwa bantuan operasional politik, untuk
“melunasi biaya politik” yang harus ditanggung penguasa, kepada kelompok
pengusaha yang telah melimpahkan dukungan dalam memenangkan suksesi
politik. 82
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden, yang
menjawab sangat setuju sebanyak 40 orang (40%). Hasil jawaban menunjukkan
bahwa mayoritas masyarakat menyatakan setuju bahwa pengusungan calon oleh
partai politik biasanya berdampak kepada orientasi pembagian proyek atau
sumber daya politik yang bernilai ekonomis akibat adanya pengusungan.
Tabel 4.21 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 18
Y10
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sangat Tidak Setuju 1 1.0 1.0 1.0
Tidak Setuju 14 14.0 14.0 15.0
Setuju 48 48.0 48.0 63.0
Sangat Setuju 37 37.0 37.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
82 https://www.bing.com/search?q=Pengusungan+calon+oleh+partai+politik+biasanya+berdampak+kepada+orientasi+pembagian+proyek+atau+sumber+daya+politik+yang+bernilai+ekonomis+akibat+adanya+pengusungan&pc=MOZD&form=MOZSBR
139
Diagram 4.21
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada
pernyataan Y10 tentang “Pencitraan dalam pengusungan calon berbeda dengan
kenyataan” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 48 orang (48%),
sangat setuju sebanyak 37 orang (37%), tidak setuju sebanyak 14 orang (14%),
dan sangat tidak setuju sebanyak 1 orang (1%).
Para calon kepala daerah yang diusung parpol melakukan pencitraan dalam
upaya mendapatkan simpati dan dukungan masyarakat. Perilaku pencitraan para
calon kepala daerah menunjukkan sebagai seorang yang berbicara lembut, aksen
sangat teratur. Perilaku pencitraan bisa jadi sampai pada pengubahan potongan
rambut, gaya berbusana, menggunakan perlengkapan pakaian tertentu dan
berjuang keras menurunkan nada dan tempo suara. Hal ini belum tentu dapat
mempengaruhi oponi pemilih, karena penictraan tentu juga harus diiringi dengan
140
reputasi yang baik kalau tidak maka yang muncul hanyalah partai atau kandidat
yang populer namun tidak electability.
Akhir-akhir ini kita tampaknya sering dihadapkan oleh sebuah ambigu untuk
menempatkan sosok pemimpin yang dinilai memiliki cukup kompetensi.
Kompetensi yang dimaksud bisa saja berasal dari imagenya yang baik dalam
masyarakat, kinerjanya yang tidak setengah-setengah untuk kemakmuran rakyat
atau memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap apa yang telah
diamanatkan oleh rakyat..83
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden, yang
menjawab sangat setuju sebanyak 48 orang (48%). Hasil jawaban menunjukkan
bahwa mayoritas masyarakat menyatakan setuju bahwa pencitraan dalam
pengusungan calon berbeda dengan kenyataan.
Tabel 4.22 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 19
Y11
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Setuju 11 11.0 11.0 11.0
Setuju 61 61.0 61.0 72.0
Sangat Setuju 28 28.0 28.0 100.0
83 http://www.kompasiana.com/syahirulalimuzer/antara-politik-kepartaian-dan-politik-
pencitraan_5715e2f37793739a0a566b06
141
Total 100 100.0 100.0
Diagram 4.22
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada
pernyataan Y11 tentang “Seleksi calon kepala daerah belum memperlihatkan
persoalan-persoalan strategis tetapi hanya pada elektabilitas dan ketenaran” dari
100 responden yang menjawab setuju sebanyak 61 orang (61%), sangat setuju
sebanyak 28 orang (28%), dan tidak setuju sebanyak 11 orang (11%). Dengan
nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat pemilih di Banten
setuju dengan pernyataan tersebut.
Rekruitmen dan kaderisasi melalui parpol sangat penting karena menyangkut
kualitas para calon pimpinan politik. Dalam tahap ini parpol yg paling
bertanggung jawab untuk menyeleksi calon terbaik dengan kualifikasi,
kompetensi dan track record yang terbaik untuk diserahkan kepada masyarakat
untuk dipilih. Namun parpol sering kali mengabaikan faktor kualifikasi,
142
kompetensi dan track record seseorang. Partai politik dinilai lebih mengutamakan
popularitas, elektabilitas.
Jabatan-jabatan publik diisi oleh orang-orang yang tidak punya kapabilitas
dan orang pragmatis yang mengedepankan keuntungan pribadi bukan rakyat
sehingga mengesampingkan persoalan dalam bidang pendidikan, pembangunan,
penataan dan perdoalan-persoalan strategis lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden, yang
menjawab sangat setuju sebanyak 61 orang (61%). Hasil jawaban menunjukkan
bahwa mayoritas masyarakat menyatakan setuju bahwa seleksi calon kepala
daerah belum memperlihatkan persoalan-persoalan strategis tetapi hanya pada
elektabilitas dan ketenaran.
Tabel 4.23 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.20
Y12
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sangat Tidak Setuju 2 2.0 2.0 2.0
Tidak Setuju 15 15.0 15.0 17.0
Setuju 37 37.0 37.0 54.0
Sangat Tidak Setuju 46 46.0 46.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
143
Diagram 4.23
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada
pernyataan Y12 tentang “Proses seleksi yang ditentukan berdasarkan
kemampuan besarnya modal oleh calon menyebabkan adanya potensi praktek-
praktek korupsi” dari 100 responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 46
orang (46%), setuju sebanyak 37 orang (37%), tidak setuju sebanyak 15 orang
(15%), dan sangat tidak setuju sebanyak 2 orang (2%).
Proses seleksi oleh parpol yang bersifat pragmatis dan oligarkis
mengakibatkan parpol mengesampingkan kualifikasi calon berdasarkan
kompetensi kepemimpinan para elit politik. Parpol lebih mengutamakan
popularitas serta kemampuan modal si calon. Hal ini memunculkan persaingan
dari para elit politik untuk berlomba-lomba memiliki modal besar demi
memperoleh kekuasaan untuk sebuah jabatan politik.
144
Para petinggi partai cenderung memasang tarif tinggi dalam pencalonan
kepala daerah, karena setoran dari calon kepala daerah sekaligus menjadi sumber
pemasukan bagi elite dan organisasi partai. Calon kepala daerah yang
mengeluarkan biaya tinggi juga sudah hampir pasti berpikir bahwa biaya politik
yang dikeluarkannya harus kembali. Di titik inilah, korupsi keuangan daerah
akan menjadi jalan pintas untuk mengembalikan kapital yang telah dikeluarkan
para kepala daerah.
4.4 Analisis Data
4.4.1 Analisis Deskriptif Data
Setelah mendeskripsikan masing- masing pernyataan pada setiap variabel X
dan Y, maka penulis akan mengukur berapa besar presentase masing- masing
variabel sebagai berikut :
1. Analisis deskriptif variable X (Profil calon kepala daerah) :
%
=74,625%
Perhitungan di atas menunjukkan bahwa presentase variabel X (Profil
calon kepala daerah) sebesar 74,625% dan dikategorikan baik.
2. Analisis deskriptif variable Y (Persepsi kepemimpinan) :
145
77,33%
Perhitungan di atas menunjukkan bahwa presentase variabel Y (Persepsi
Kepemimpinan) sebesar 72% dan dikategorikan baik.
4.4.2 Uji Normalitas Data
Analisis One-Sample Kolgomorov Smirnov membandingkan fungsi distribusi
kumulatif pengamatan suatu variabel dengan distribusi tertentu secara teoritis.
Kriteria penentuan uji normalitas data menurut Wahyu Agung antara lain sebagai
berikut:
a. Jika sign pada kolom Asymp Sig (2-tailed) < 0,05 maka data tidak
berdistribusi normal.
b. Jika sign pada kolom Asymp Sig (2-tailed) > 0,05 maka data berdistribusi
normal.
Adapun hasil pengujian data distribusi normal pada variabel Profil Calon
Kepala Daerah (X) dengan variabel Persepsi Kepemimpinan (Y) dapat dilihat
pada tabel Kolgomorov-Smirnov dibawah ini:
146
Tabel 4.24
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Pengaruh Profil
Calon Kepala
Daerah
Persepsi
Kepemimpinan
N 100 100
Normal Parametersa,b
Mean 23.8900 37.1600
Std. Deviation 3.68698 5.33470
Most Extreme Differences
Absolute .068 .083
Positive .065 .067
Negative -.068 -.083
Kolmogorov-Smirnov Z .675 .828
Asymp. Sig. (2-tailed) .752 .500
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Berdasarkan hasil uji normalitas data terlihat bahwa nilai sign pada tabel
diatas pada kolom Asymp. Sig (2-tailed) untuk variabel X (Profil Calon Kepala
Daerah) sebesar 0,752, dan Variabel Y (Persepsi Kepemimpinan) sebesar 0,500.
Keduaanya melebihi angka 0,05 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa data
sampel pada variabel X dan Y berdistribusi normal dan dihitung menggunakan
statistic parametrik.
147
4.4.3 Uji Koefesien Korelasi
Pada pembahasan ini, pengujian koefisien korelasi adalah Untuk mengetahui
ada atau tidaknya hubungan yang signifikan antara variabel X (Profil Calon
Kepala Daerah) dengan variabel Y (Persepsi Kepemimpinan), Untuk
memudahkan hal tersebut, penulis menggunakan perhitungan Pearson
Correlation sebagai berikut :
Tabel 4.25
Correlations
Pengaruh Profil
Calon Kepala
Daerah
Persepsi
Kepemimpina
n
Pengaruh Seleksi Calon Kepala Daerah Oleh
Partai Politik
Pearson Correlation 1 .741**
Sig. (2-tailed) .000
N 100 100
Persepsi Kepemimpinan
Pearson Correlation .741** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 100 100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai korelasi Product Moment
antar variable X (Profil Calon Kepala Daerah) terhadap Y (Persepsi
Kepemimpinan) menunjukan angka sebesar 0,741. Ini berarti berdasarkan pada
148
tabel 3.9 tentang pedoman interpretasi koefisien korelasi, didapatkan bahwa nilai
koefisien korelasi atau hubungan antara variabel X dengan variabel Y merupakan
hubungan yang kuat dan searah karena nilainya berkisar antara 0,60 – 0,799.
4.4.4 Uji Regresi
Uji regresi bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya kelinieran antara
variabel bebas dengan variabel terikat. Penulis menggunakan SPSS 21 sebagai
alat untuk mempermudah perhitungan, dan hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.26
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 11.549 2.372 4.868 .000
Pengaruh Calon Calon
Kepala Daerah
1.072 .098 .741 10.922 .000
a. Dependent Variable: Persepsi Kepemimpinan
149
Diagram 4.25
Dari tabel di atas dapat diketahui persamaan regresi sederhana yang diperoleh
sebagai berikut:
Y = a + BX Y = 11,55 + 1,070 X
Pada persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa;
a. Nilai konstan (a) adalah sebesar 11,55 yang artinya apa bila tidak ada variabel
profil calon kepala daerah maka persepsi kepemimpinan oleh masyarakat
pemilih di Banten adalah 1,070.
b. Nilai koefisien variabel profil calon kepala daerah (X) memiliki nilai positif
itu sebesar 1,070 berarti angka koefisien yang positif mengindikasikan adanya
hubungan positif antara variabel peneliti.
c. Gambar di atas menunjukkan garis lurus diagonal naik ke atas, itu berarti
menunjukkan hubungan yang positif yaitu ketika nilai X (profil calon kepala
150
daerah) naik, maka akan diikuti oleh kenaikan nilai variabel Y (persepsi
kepemimpinan).
Dari tabel tersebut terlihat bahwa pada kolom sig. variabel penggunaan media
social Instagram mempunyai nilai signifikan dibawah 0,05 atau sebesar 0,000.
Maka dalam penelitian ini H0 ditolak dan Ha diterima. Ini artinya terdapat
Pengaruh Antara Profil Calon Kepala Daerah (X) terhadap Persepsi
Kepemimpinan (Y).
4.4.5 Uji Hipotesis
1. Uji t (variabel X terhadap Y)
Tahap selanjutnya adalah menguji signifikasi hubungan atau thitung antar
variabel penelitian yaitu Profil Calon Kepala Daerah (X) terhadap Persepsi
Kepemimpinan (Y). Perhitungannya adalah sebagai berikut:
√
√ √
√ ( )
= 10, 924 (t hitung)
Harga thitung tersebut kemudian dibandingkan dengan harga ttabel (lihat
pada tabel ditribusi t di halaman lampiran). Untuk derajat kesalahan 5% atau
0,05, dan derajat keabsahan atau dk= n-2 (100-2=98), maka diperoleh ttabel
sebesar 1,660. Ternyata harga thitung dari perhitungan diatas sebesar 10, 924
151
(hasil ini hampir sama dengan hasil thitung pada SPSS 21 di tabel 4.32 sebesar
10.922) yang artinya lebih besar dari ttabel. Sehingga didapatkan bahwa H0
ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti terdapat Pengaruh antara Profil Calon
Kepala Daerah (X) terhadap Persepsi Kepemimpinan (Y).
2. Uji F (Variabel X terhadap Y)
Uji F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang
dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama- sama terhadap
variabel dependen (Ghozali 2006 : 84).
Hasil perhitungan menggunakan SPSS 21 menghasilkan:
Tabel 4.27
Berdasarkan uji ANOVA atau F test yang tertera pada tabel 4.27 di atas, maka
diperoleh Fhitung sebesar 119,285 dengan tingkat signifikansi 0,000. Oleh karena
probabilitas jauh lebih kecil daripada 0,05 (0,000 < 0,005) dan Fhitung lebih besar
ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1
Regression 1546.717 1 1546.717 119.285 .000b
Residual 1270.723 98 12.967
Total 2817.440 99
a. Dependent Variable: Persepsi Kepemimpinan
b. Predictors: (Constant), Pengaruh Seleksi Calon Kepala Daerah Oleh Partai Politik
152
dari Ftabel (119,285> 3,94) maka dapat dinyatakan bahwa variabel independen
yakni Profil Calon Kepala Daerah (X) mempengaruhi variabel Persepsi
Kepemimpinan (Y). Ini berarti bahwa H0 ditolak sementara Ha diterima.
Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh antara Profil Calon Kepala
Daerah Terhadap Persepsi Kepemimpinan.
3. Koefisien Penentuan (Determinasi)
Koefisien korelasi digunakan untuk mengetahui sifat dan nilai hubungan
antara dua variabel sedangkan koefisien determinasi (koefisien penentuan = KP)
digunakan untuk menunjukkan besar kecilnya kontribusi variabel atau pengaruh
variabel X terhadap variabel Y.
Berikut hasil koefisien determinasi dari SPSS 21:
Tabel 4.28
Berdasarkan pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai R square yaitu
0,544. Yang berarti korelasi antara variable profil calon kepala daerah (X)
terhadap variable presentasi diri (Y) adalah sebesar 54,9 %, dan sisanya
45,1% ditentukan oleh faktor lain.
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .741a .549 .544 3.60091
a. Predictors: (Constant), PengaruhProfil Calon Kepala Daerah
153
4.5 Pembahasan Hasil Penelitian
Kehadiran partai politik dalam pelaksanaan Pilkada menjadi salah satu
wadah bagi masyarakat untuk mengimplementasikan sistem demokrasi.
Sesuai dengan UU No. 8 tahun 2015 pasal 1 ayat (4) bahwa “Pasangan calon
diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang
didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten / Kota.
Dalam pesta demokrasi terbesar atau pilkada, peran parpol di terapkan pada
fungsinya yakni rekrutmen politik.
Melalui proses seleksi, partai politik berfungsi dalam terlaksananya
komunikasi politik. Partai politik berperan sebagai penyalur aneka pendapat
dan aspirasi masyarakat yang beragam kemudian mengaturnya sedemikian
rupa serta menampung dan menggabungkan pendapat dan aspirasi tersebut
kepada seperti dalam menentukan calon kepala daerah pada pilkada Provinsi
Banten 2017. Sehingga masyarakat dapat mengenal sosok calon pemimpinnya
setiap dilaksanakannya pesta demokrasi baik melalui media massa cetak
maupun elektronik.
Pada Pemilihan Gubernur Banten 2017 ini, mayoritas masyarakat telah
mengenal siapa saja sosok calon gubernur yang menjadi pasangan calon
dalam pilgub. Sosok para calon tidak asing lagi di mata masyarakat karena
beberapa diantaranya merupakan figur dari pemerintahan sebelumnya. Seperti
Wahidin yang berpasangan dengan Andika dengan nomor urut dan Rano
154
Karno yang merupakan calon petahana berpasangan dengan Embay, maju
sebagai pasangan calon nomor urut dua.
Peran parpol dalam fungsi rekrutmennya adalah menyiapkan kader-
kader dalam pimpinan politik dan melakukan seleksi terhadap kader-kader
yang dipersiapkan. Namun, masyarakat mengetahui bahwa parpol belum
transparan dalam melakukan seleksi. Hal ini karena seleksi yang dilakukan
oleh parpol belum secara terbuka sehingga masyarakat belum mendapatkan
informasi yang memadai tentang siapa calon kepala daerah yang diusung dan
seperti bagaimana track record dari masing-masing calon.
Belum terbukanya proses seleksi menyebabkan terjadinya
pragmatisme di tubuh partai politik. Sehingga kepemimpinan, kejujuran,
kemampuan intelektual, dan keberpihakan pada masyarakat bukan menjadi
indikator utama untuk menentukan calon kepala daerah. Selain itu, proses
seleksi parpol dinilai sebagai formalitas karena hanya merupakan ajang ritual
menjelang pilkada. Hasilnya adalah calon kepala daerah yang diusung
merupakan calon pemimpin yang tidak memiliki integritas dan kapabilitas.
Sekalipun mempunyai visi dan misi, belum menggambarkan kenyataan
kemampuan calon.
Selain itu, seleksi yang belum terbuka dalam penentuan pasangan
calon kepala daerah baik akan diusung melalui koalisi partai politik maupun
non koalisi tidak bisa memberikan keterbukaan informasi publik.
155
Proses seleksi yang menjadi acuan terlaksananya demokrasi nyatanya
hanya sebuah prosedural dimana tahapan dalam seleksi dilakukan sesuai
aturan namun substansinya parpol berperilaku secara pragmatis dan oligarkis.
Selain itu, penentuan calon oleh parpol bersifat sentralistik atau terpusat yang
mengharuskan rekomendasi dari dewan pimpinan pusat parpol.
Lemahnya proses seleksi oleh parpol karena prosedur yang tidak
sesuai substansi mengindikasi terjadinya persaingan yang tidak adil. Para
calon melakukan segala cara agar dapat maju dan diusung. Maraknya politik
uang membuat parpol melakukan seleksi calon pemimpin berdasarkan
kemampuan finansial bukan kemampuan memimpin. Sehingga sosok yang
memiliki integritas dan kapabilitas baik tidak mampu menunjukkan
loyalitasnya untuk memimpin.
Sebagai dampak lain akibat adanya pragmatisme adalah strategi instan
yang digunakan dengan melirik figur terkenal dari kalangan keluarga petahana
(incumbent) kepala daerah (elite partai) atau kalangan artis, yang diyakini
dapat menjadi modal utuk meraup suara.
Kekuasaan dan kepemimpinan adalah unsur yang tidak bisa terpisah
dari partai politik. Namun bentuk kekuasaan ini tidak semestinya terjadi
dalam proses seleksi calon kepala daerah oleh parpol. Ketika proses seleksi
156
yang dilakukan oleh partai politik didominasi oleh calon yang memiliki
kekuasaan, maka aspek kualifikasi kemampuan termarjinalkan.
Pencitraan dalam upaya mendapatkan simpati dan dukungan
masyarakat belum tentu dapat mempengaruhi oponi pemilih, karena
penictraan tentu juga harus diiringi dengan reputasi yang baik kalau tidak
maka yang muncul hanyalah partai atau kandidat yang populer namun tidak
electability.
Sebagai salah satu kegiatan dalam pilkada, kampanye belum menjadi
cara untuk memberikan informasi yang layak untuk bekal memilih. kampanye
dilakukan dengan cara menyindir, bahkan menyerang langsung dengan
memopulerkan jargon yang menjatuhkan konsep diri lawan politik sehingga
tidak fokus untuk menyampaikan misi visinya dengan baik. Cara-cara ini
kurang sesuai bila dijadikan strategi kampanye yang dilakukan banyak calon
kepala daerah. Selain itu dampak dari lemahnya seleksi parpol sering kali
mengabaikan faktor kualifikasi, kompetensi dan track record seseorang. Partai
politik dinilai lebih mengutamakan popularitas, elektabilitas.
Parpol juga lebih mengutamakan kemampuan modal si calon. Calon
kepala daerah yang mengeluarkan biaya tinggi juga sudah hampir pasti
berpikir bahwa biaya politik yang dikeluarkannya harus kembali. Di titik
157
inilah, korupsi keuangan daerah akan menjadi jalan pintas untuk
mengembalikan kapital yang telah dikeluarkan para kepala daerah.
Proses seleksi calon oleh parpol yang berorientasi pada kemampuan
finansial mengakibatkan terbentuknya hubungan antara elit politik dengan
pengusaha. Hubungan tersebut merupakan pertukaran kepentingan seperti
distribusi posisi kekuasaan, penanganan proyek serta kebijakan yang
menguntungkan pengusaha.
Lemahnya aturan yang dirumuskan dalam UU No. 2 Tahun 2011
tentang Partai Politik berimplikasi pada lemahnya sistem politik kepartaian,
utamanya rendahnya kualitas partai politik. Hasil Perubahan UU No. 8 Tahun
2008 tentang Partai Politik tidak mendorong terbentuknya demokratisasi
internal partai politik, utamanya dalam melahirkan calon-calon pemimpin.
Tidak ada sanksi yang tegas bagi partai politik yang memainkan politik uang.
Penelitian yang penulis lakukan berkenaan dengan “pengaruh profil
calon kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan” dengan melakukan
survey terhadap masyarakat pemilih pada pilgub Banten 2017, penulis banyak
terjadi praktik politik uang. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah
dideskripsikan sebelumnya tentang “pengaruh profil calon kepala daerah
terhadap persepsi kepemimpinan” maka sesuai dengan teori yang digunakan
yaitu teori S-O-R (stimulus-organism-response. Model S-O-R ini menjelaskan
158
bahwa proses komunikasi akan memunculkan persepsi dengan respon positif
atau negative. Organisme menghasilkan perilaku tertentu jika ada stimulus
tertentu pula. Maka unsur-unsur dari teori ini adalah pesan (stimulus),
komunikan (organisme), efek (response).84
Dengan demikian dapat dijelaskan lebih mendetail bahwa stimulus
yang diperhatikan oleh masyarakat responden akan mendapatkan perhatian
lebih mereka. Sebab masyarakat responden sebagai organisme aktif memilih
stimulus yakni profil calon kepala daerah. Dari stimulus tersebut, masyarakat
responden memberikan respons berupa persepsi.
Dalam penelitian ini dapat digambarkan bahwa pengaruh profil calon
kepala daerah memiliki hubungan yang kuat terhadap persepsi kepemimpinan
di masyarakat Banten. Hal ini dapat dibuktikan dengan jawaban responden
pada kuesioner yang sebagian besar menjawab setuju atau bahkan sangat
setuju. Selanjutnya, menurut hasil penelitian berdasarkan uji validitas dan
reliabilitas, baik variabel X, maupun Y telah memenuhi standar validitas dan
reliabilitas. Ini berarti instrumen yang digunakan bisa mewakili dari apa yang
diteliti dan bisa digunakan berkali- kali dalam penelitian yang sejenis karena
nilai Cronbach Alpha rata- rata di atas 0,800.
84 Onong Uchjan Effendy. Halaman 254
159
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh antara variabel “Pengaruh Pofil Calon Kepala Daerah” terhadap
“Persepsi Kepemimpinan” pada masyarakat pemilih Provinsi Banten dan
mengukur seberapa besar antara kedua variabel tersebut. Hasil uji korelasi
menunjukkan hubungan antara variable profil calon kepala daerah (X) dengan
variable persepsi kepemimpinan (Y) memiliki hubungan signifikansi positif
terhadap variabel Y, yaitu sebesar 0,741. Ini berarti berdasarkan pedoman
interpretasi koefisien korelasi, hubungan antara variabel X dengan variabel Y
merupakan hubungan yang kuat karena nilainya berkisar antara 0,60 – 0,799.
Dari hasil perhitungan regresi linear dengan program SPSS 21,00
maka persamaan regresi linear dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Y=
11,55 + 1,070 X dimana Y adalah Persepsi Kepemimpinan dan X adalah
Pengaruh Profil Calon Kepala Daerah. Maka apabila frekuensi “Pengaruh
Pofil Calon Kepala Daerah” (Variabel X) bertambah satu satuan, maka
“Persepsi Kepemimpinan” (Variabel Y) akan bertambah sebesar 1,070. Dan
dari hasil perhitungan uji t, menunjukkan bahwa variabel independen, yakni
Pengaruh Profil Calon Kepala Daerah mempunyai signifikansi yang kurang
dari 0,05 karena nilai signifikansinya adalah 0,000. Dan juga nilai thitung
(10,924) > ttabel (1,660) angka tersebut menyatakan bahwa H0 ditolak dan
Ha diterima maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara Profil
Calon Kepala Daerah (X) terhadap Persepsi Kepemimpinan (Y). Dari hasil uji
160
F memperlihatkan bahwa variabel independen yang digunakan dalam
penelitian layak untuk menguji persepsi kepemimpinan yang dilakukan di
social media. Hal tersebut ditunjukkan dari uji F pada variabel X terhadap Y
yang diperoleh sebesar 119,285. Nilai tersebut lebih besar dari Ftabel yaitu
3,97 dan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (kurang dari 0,05). Hal tersebut
menguatkan hasil dari Uji t bahwa dari hasil hipotesis pada penelitian ditolak.
Karena pada variabel X memiliki pengaruh terhadap variabel Y. Dan
pada koefisien penentu (Determinasi) menunjukkan bahwa pada nilai R
square yaitu 0,544 Yang berarti korelasi antara variable X terhadap variable Y
adalah sebesar 54,4%, dan sisanya ditentukan oleh faktor lain. Hasil dari
pengujian hipotesis merupakan tahap akhir dari keseluruhan analisis data.
Setelah seluruh nilai-nilai diperoleh, maka akan dilanjutkan dengan
memberikan kesimpulan dan saran atas penelitian ini, yaitu dalam bagian
penutup pada BAB V.
161
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, permasalahan
yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah mengenai “Pengaruh profil calon
kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan pada masyarakat di Provinsi Banten”
dari hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Profil calon kepala daerah (Variabel X) memiliki nilai presentasi sebesar
74,625% , artinya bahwa masyarakat mengetahui dengan baik profil calon
kepala daerah belum dilakukan secara menyeluruh melalui proses seleksi
partai politik. Mengenalkan calon kepala daerah oleh partai politik harus
dilakukan secara terbuka dan transparan agar masyarakat memperoleh
informasi yang memadai mengenai siapa saja sosok yang diusung partai
politik sebagai calon kepala daerah.
2. Persepsi kepemimpinan juga termasuk kedalam kategori baik dimana skor
pada variabel Y sebesar 77,33% . Yang berarti persepsi kepemimpinan
masyarakat banten dipengaruhi dan memiliki hubungan yang kuat terhadap
profil calon kepala daerah.
162
3. Hasil nilai korelasi variabel “Pengaruh profil calon kepala daerah “ terhadap
variabel “Persepsi kepemimpinan” adalah sebesar 0,544, maka variabel
“Pengaruh profil calon kepala daerah” menghasilkan pengaruh sebesar54,4%
terhadap variabel “Persepsi Kepemimpinan”. Hal ini berarti 54,4% variabel
“Pengaruh profil calon kepala daerah” adalah kontribusi dari variabel
“Persepsi kepemimpinan”. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 45,1% dapat
dijelaskan oleh sebab-sebab lain.
5.2 Saran
Dalam sebuah penelitian, seorang peneliti setidaknya dapat sesuatu yang
bermanfaat dan berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan, instansi atau lembaga
serta berbagai pihak yang terkait dalam penelitian ini. Adapun saran-saran yang
penulis berikan setelah meneliti masalah dalam penelitian ini antara lain:
1. Dari kesimpulan di atas menunjukkan profil calon kepala daerah didapat sekor
sebesar 74,625%. Masyarakat mengetahui bahwa pengenalan calon gubernur
dan calon wakil gubernur Banten 2017 melalui seleksi partai politik belum
dilakukan secara terbuka dan transparan. Namun, lembaga terkait seperti
Mahkamah Konstitusi, Badan pengawas pemilu, Komisi Pemilihan Umum
seakan membiarkan mekanisme ini. Seharusnya mereka lebih mengawasi
adanya indikasi politik uang yang terjadi antara elit politik parpol , dan sebisa
mungkin mencegah hal tersebut terjadi. Ini demi mewujudkan esensi pilkada
163
yang kompetitif dan sportif sebagai ajang kontestasi kepemimpinan politik
yang belandaskan dengan demokrasi. Hal ini dapat menjadi referensi dan
pertimbangan lembaga terkait pemilihan untuk mengevaluasi keadaan pilkada
dengan proses seleksi yang dilakukan.
2. Kepada lembaga terkait pemilihan sangat diharapkan adanya perubahan
perundang-undangan . Hal ini agar kualitas proses seleksi oleh partai politik
dapat terjamin pelaksanaannya berdasarkan demokrasi.
3. Parpol diharapkan dapat mencerdaaskan masyarakat dalam kesadaran
politiknya. Proses edukasi politik sangat dibutuhkan masyarakat, sehingga
mereka sadar politik bukan hanya dianggap sebagai supporters atau pemilih
saja.
164
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2009. Pilkada dan dinamikan politik lokal, Yogyakarta : pustaka
pelajar
Ali, Novel. 1999. Peradaban komunikasi politik. bandung: remaja rosdakarya.
Budiarjo, Miriam. 2010. Dasar-dasar ilmu politik,Jakarta:PT.Gramedia Pustaka
Utama
Bungin, Burhan. 2005. Metode penelitian kuantitatif, Jakarta: Kencana
Cholisin, dkk. 2007. Dasar –Dasar Ilmu Politik. Yogyakarta: UNS Press.
Darmawan, Deni. 2014. Metode penelitian kuantitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Effendy, Onong Uchjana, 2007. Ilmu, teori dan filsafat komunikasi, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti
Jalaluddin, Rakhmat, 2008. Psikologi komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik praktis riset komunikasi. Jakarta: kencana
pranada group
Michael Gambel, Communication Works. New York: Random House inc.
Moser, C. A., survey method in social investigation, London, Iheineman, 1969.
Dikutip dari Masri Singarimbun, halaman , dalam burhan bungin,
metodologi penelitian social format kualitatif dan kuantitatif, Surabaya:
AUP. 2001
Mulyana, Deddy Mulyana. 2008. Ilmu Komunikasi suatu pengantar, Bandung. PT.
Remaja Rosdakarya
Riduan, 2013. Statistik Penelitian. Jakarta: PT. Rosdakarya
Rush, Michael, Phillip Althoff, 2007,Pengantar Sosiologi Politik, Alih Bahasa oleh
Kartini Kartono, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Singarimbun, Masri. 1989. Metode penelitian survey. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES
165
____________________. 2006. Metode Penelitian Survai (Edisi Revisi). LP3ES.
Subaktio, Henry. 2014. Komunikasi politik, Media, dan Demokrasi. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group
Sugiyono, 2013. Statistika untuk penelitian, Bandung: Alfabeta,
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. 2012.
Trihendradi, C. 2013.Step by Step IBM SPSS 21: Analisis Data Statistik.
Walgito, Bimo. 2002. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Andi Yogyakarta
Wirawan Sarlito, 1982. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang
Jurnal dan Skripsi
Saputra, Wengky. 2012. POLA REKRUTMEN PARTAI POLITIK (Studi: Dewan
Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Dalam Menetapkan Caleg Pada
Pemilu Legislatif 2009 Di Kabupaten Agam). Universitas Andalas:
Padang.
Web / Internet
http://halloapakabar.com/partai-politik-cenderung-pragmatis-usung-calon-kepala-daerah
http://m.suarakarya.id/2016/04/12/format-baru-pilkada-2017.html
http://www.kompasiana.com/syahirulalimuzer/antara-politik-kepartaian-dan-politik-pencitraan_5715e2f37793739a0a566b06
https://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat
https://newsmedia.co.id/ini-daftar-jumlah-calon-pemilih-di-pilkada-banten-2017/
https://www.bing.com/search?q=Pengusungan+calon+oleh+partai+politik+biasanya+berda
mpak+kepada+orientasi+pembagian+proyek+atau+sumber+daya+politik+yang+bernilai+eko
nomis+akibat+adanya+pengusungan&pc=MOZD&form=MOZSBR
https://www.kpu-bantenprov.go.id/berita/234-kpu-banten-tetapkan-daftar-pemilih-tetap
https://www.merdeka.com/politik/kpu-ingatkan-calon-kepala-daerah-main-politik-uang-
dapat-dipenjara.html
166
http://parlemen.net
Rully Chairul Azwar. Pengembangan SDM Partai Politik: Rekrutmen dan Kaderisasi
di Partai Golkar. Pokok-pokok pikiran disampaikan pada seminar nasional
Pembaharuan Partai Politik" yang diselenggarakan oleh PUSKAPOL FISIP UI,
Jakarta, 18 September 2008. http://parlemen.net. Update pukul 08.00 tanggal 18 Mei
2011. Hal: 1 update: pukul 08.00 tanggal 18 Mei 2011
www.rumahpemilu.org
www.rumahpemilu.org
www.slideshare.net/rachmatstatistika :diakses pada Senin, 14 Maret 2016 pukul 20.51
167
LAMPIRAN-LAMPIRAN
168
Lampiran 1 : Kuesioner
Nama
Responden :
Jenis kelamin :
Kecamatan :
Hari/tanggal :
Saya adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik,
UNTIRTA yang sedang melakukan penelitian SKRIPSI mengenai pengaruh seleksi
calon kepala daerah oleh partai politik terhadap persepsi kepemimpinan
masyarakat. Kesedihan Bapak / Ibu / Saudara / i untuk mengisi kuisioner penelitian
ini sangat saya harapkan. Pernyataan dan data responden hanya akan digunakan untuk
keperluan penelitian dan diolah menggunakan kaidah kelimuan yang komperehensif
serta sangat dijaga kerahasiaannya. Mohon agar tidak ragu untuk menjawab karena
semua jawaban benar, dan tidak ada yang salah.
Terima kasih atas kesediaan Bapak / Ibu / Saudara / i mengisi kuisioner ini.
Hormat Saya,
Siti Nurfaizah
Mohon diisi dengan lengkap dan teliti
Data Responden
Jenis Kelamin : Laki-laki/perempuan (*coret yang tidak perlu)
Usia :
Pekerjaan :
A. Tanggapan Responden
Cara pengisian angket:
169
1. Pengisian angket dilakukan dengan cara memberi tanda check list ()
pada setiap pernyataan angket.
2. Bobot atau skor untuk setiap pernyataan adalah:
Sangat satuju : SS Skor : 4
Setuju : S Skor : 3
Tidak Setuju : TS Skor : 2
Sangat Tidak Setuju : STS Skor : 1
3. Dimohon untuk mengisi jawaban sesuai dengan kenyataan
sebenarnya demi tingkat kepercayaan hasil penelitian.
NO PERTANYAAN JAWABAN
SS S TS STS
SISTEM REKRUTMEN (variabel x)
1. Saya mengetahui peran partai politik dalam
seleksi calon tidak transparan
2. Kepemimpinan, kejujuran, kemampuan
intelektual, dan keberpihakan pada masyarakat
belum menjadi indikator utama dalam menentukan
calon kepala daerah
3. Seleksi yang dilakukan oleh partai politik masih
bersifat formalitas
4. Visi dan misi calon belum menggambarkan
kenyataan kemampuan calon
5. Seleksi yang dilakukan oleh partai politik belum
memberikan jaminan dan kualitas karena hal ini
juga belum diatur oleh perundang-undangan
6. Proses demokrasi dalam seleksi hanya bersifat
prosedural atau secara aturan
170
7. Proses sleksi bersifat sentralistik/terpusat
8. Proses seleksi parpol belum mencerminkan
persaiangan secara adil
PRESEPSI (variabel y)
TAHAP SELEKSI
PERHATIAN SPONTAN
9. Saya mengetahui siapa saja calon kepala daerah
yang diusung oleh parpol
10. Saya mengetahui bahwa calon kepala daerah yang
diusung diputuskan berdasarkan keputusan
pimpinan pusat partai politik
PERHATIAN REFLEKTIF
11. Saya mengetahui proses seleksi calon kepala
daerah yang dilakukan oleh partai politik lebih
didominasi oleh calon yang memiliki kekuasaan
12. Saya mengetahui proses seleksi calon kepala
daerah ditentukan oleh kemampuan modal si calon
13. Saya mengetahui bahwa karena modal menjadi
faktor utama dalam pencalonan maka kaderisasi
tidak berjalan dan calon yang diusung biasanya
dari elit politik tertentu
14. Proses seleksi calon lebih kearah pada upaya
mendapatkan kekuasaan
PERHATIAN STATIS
15. Kampanye politik pada pilkada belum
memberikan informasi yang layak untuk bekal
memilih
171
PERHATIAN DINAMIS
16. Pasangan calon yang diusung oleh partai koalisi
maupun perseorangan atau non kualisi belum
memiliki pertanggung jawaban terhadap
keterbukaan informasi public
TAHAPAN ORGANISASI
Frame of Reference (Pengetahuan)
17. Pengusungan calon oleh partai politik biasanya
berdampak kepada orientasi pembagian proyek
atau sumber daya politik yang bernilai ekonomis
akibat adanya pengusungan
Frame of Experience (Pengalaman)
18. Pencitraan dalam pengusungan calon berbeda
dengan kenyataan
TAHAP INTERPRETASI
PEMBENTUKAN MAKNA
19. S Seleksi calon kepala daerah belum
memperlihatkan persoalan-persoalan strategis
tetapi hanya pada elektabilitas dan ketenaran
PEMBENTUKAN EKSPRESI
20. Proses sleksi yang ditentukan berdasarkan
kemampuan besarnya modal oleh calon
menyebabkan adanya potensi praktek-praktek
korupsi
172
Lampiran 2: Jawaban Responden
Data jawaban responden pada variabel X
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 JUMLAH
3 3 3 2 3 3 3 3 23
3 4 2 2 2 2 3 4 22
4 3 3 3 4 4 4 3 28
3 4 3 3 3 4 4 3 27
3 3 3 2 3 3 3 4 24
3 3 3 3 3 3 2 3 23
2 3 3 4 2 3 4 1 22
3 3 4 3 3 4 4 4 28
3 3 3 4 4 3 2 3 25
2 3 3 3 3 3 2 3 22
1 1 4 1 3 4 3 3 20
3 4 4 3 3 4 4 3 28
4 2 4 3 3 3 3 3 25
3 3 3 3 3 4 2 2 23
4 4 3 3 2 3 2 3 24
2 3 4 3 3 3 3 4 25
3 2 4 4 4 4 4 4 29
4 4 4 4 4 4 4 4 32
2 1 3 2 4 2 3 3 20
3 3 3 3 4 4 4 4 28
3 4 1 3 2 2 3 3 21
2 3 2 3 3 2 3 2 20
2 3 2 1 2 3 3 2 18
2 3 2 3 4 2 1 4 21
3 4 4 3 4 3 2 3 26
1 3 3 1 3 4 4 2 21
2 2 2 3 3 3 3 2 20
1 1 2 2 3 4 2 3 18
1 3 3 3 4 4 3 3 24
3 4 2 3 4 4 4 4 28
2 3 3 3 3 3 3 3 23
3 3 2 3 2 3 3 4 23
3 3 4 4 3 3 3 3 26
2 3 3 3 4 2 3 3 23
3 3 3 3 3 3 2 2 22
1 4 4 1 4 2 2 2 20
173
4 4 4 3 4 4 4 3 30
2 3 3 3 4 3 3 4 25
2 3 3 3 4 3 3 4 25
2 3 3 3 4 3 3 4 25
3 2 3 3 3 3 3 3 23
2 4 2 1 4 3 4 4 24
3 3 2 3 2 2 2 2 19
3 3 2 2 2 2 2 2 18
2 2 3 2 2 3 2 3 19
1 4 4 4 4 3 4 3 27
3 4 3 2 3 4 3 3 25
3 3 4 3 4 4 4 4 29
3 3 3 3 4 3 3 4 26
2 3 3 3 3 3 2 4 23
3 3 3 2 3 3 3 3 23
3 3 2 2 2 2 2 2 18
3 3 2 2 2 2 2 2 18
4 4 4 4 3 4 4 4 31
2 3 3 2 4 3 1 4 22
2 3 3 3 4 3 3 4 25
2 3 3 2 3 3 3 2 21
4 2 4 3 3 3 3 3 25
4 4 3 3 4 2 3 3 26
4 2 4 3 3 3 3 3 25
4 2 4 3 3 3 3 4 26
4 2 4 3 3 3 3 3 25
2 3 3 3 4 2 3 3 23
3 3 3 2 3 3 3 4 24
1 4 4 3 3 2 4 3 24
4 1 2 2 2 3 3 4 21
3 2 3 2 2 3 3 4 22
3 4 4 3 3 4 4 4 29
4 3 4 4 4 4 3 4 30
4 3 2 2 2 3 3 2 21
3 3 2 2 2 3 2 2 19
3 3 2 3 2 2 3 3 21
4 2 3 3 3 3 4 4 26
4 4 2 2 2 2 2 3 21
4 3 3 3 3 3 3 2 24
174
4 3 3 3 4 3 3 4 27
4 3 2 1 4 4 4 4 26
4 4 4 4 3 4 3 3 29
4 4 2 2 1 2 1 1 17
3 2 3 3 2 4 2 3 22
2 3 4 3 3 3 3 3 24
2 3 4 3 3 3 3 3 24
3 4 4 4 3 3 3 3 27
4 4 4 3 3 4 3 3 28
2 3 2 2 2 2 3 3 19
2 3 2 3 3 3 3 3 22
2 2 3 2 3 2 2 3 19
3 3 4 4 4 3 3 3 27
2 2 3 2 4 1 4 3 21
3 3 2 2 3 3 4 3 23
4 3 4 4 3 4 4 4 30
4 4 4 3 4 4 4 5 32
3 4 3 3 3 4 4 4 28
1 2 1 1 3 2 3 2 15
3 3 4 3 4 4 4 3 28
2 3 2 1 3 2 3 3 19
3 4 4 2 3 3 4 4 27
4 3 3 3 4 3 4 4 28
4 3 4 4 3 3 4 4 29
2 1 2 3 3 2 2 3 18
TOTAL 2389
175
Data jawaban responden pada variabel Y
Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 Y11 Y12 Jumlah
3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 34
4 4 4 4 3 2 4 3 3 4 3 4 42
4 3 3 3 3 4 3 3 4 4 3 3 40
4 4 3 4 4 3 3 4 4 3 3 4 43
3 3 4 4 3 2 3 3 3 2 3 4 37
4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 41
3 4 2 3 4 2 3 3 4 3 2 3 36
4 4 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 40
4 4 2 2 3 2 4 3 2 3 3 3 35
4 3 2 2 4 2 3 2 2 3 3 3 33
4 4 1 1 2 2 3 3 2 3 3 4 32
4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 46
4 3 2 2 4 4 3 3 3 3 4 3 38
4 2 2 3 4 4 3 3 4 3 3 4 39
4 4 3 2 4 4 4 2 3 3 3 4 40
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 37
4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 45
4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 47
4 4 4 4 2 3 1 2 1 3 3 1 32
2 2 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 42
4 4 3 2 3 2 3 3 4 4 3 3 38
4 4 1 2 2 3 3 3 2 2 2 2 30
3 3 2 4 4 2 3 1 1 3 4 3 33
3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 44
4 3 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 42
3 2 3 3 4 3 2 2 3 3 3 2 33
3 3 2 3 2 2 3 3 3 2 3 2 31
4 4 4 4 2 1 3 2 1 4 3 2 34
4 4 4 3 4 4 1 3 3 1 4 3 38
4 4 2 3 3 4 3 4 4 4 4 4 43
2 3 2 4 2 3 3 2 2 3 3 3 28
3 3 4 4 3 4 4 4 3 4 3 4 43
4 3 2 3 3 3 3 3 2 4 4 4 38
4 4 3 4 3 3 4 4 4 4 2 4 43
3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 34
4 3 1 3 1 2 4 4 2 4 4 2 34
3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3 3 41
176
4 4 3 4 3 3 4 3 4 4 3 4 43
4 4 3 4 3 3 4 3 4 4 3 3 42
4 4 3 4 3 3 4 3 4 4 3 3 42
4 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 34
4 2 1 4 1 4 4 1 4 4 2 4 35
4 2 2 2 4 2 3 2 2 2 3 2 30
4 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 2 29
3 3 2 2 3 2 3 3 2 3 3 2 31
4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 46
3 3 2 2 3 3 3 2 3 2 3 4 33
4 4 4 4 4 3 4 4 2 4 4 4 45
3 2 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 43
4 2 3 2 2 3 4 3 3 3 3 4 36
2 3 3 3 3 2 3 4 3 4 3 4 37
4 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 28
4 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 28
4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 46
4 4 2 4 4 1 4 3 3 3 3 4 39
4 4 3 4 3 3 4 3 4 4 3 4 43
4 3 2 3 3 2 2 3 3 2 3 3 33
4 3 1 2 4 3 2 3 3 3 4 3 35
2 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 40
4 3 1 2 4 3 2 3 3 3 4 4 36
3 2 2 4 4 3 3 3 3 3 3 4 37
4 3 1 2 4 3 2 3 3 3 4 4 36
4 4 3 4 3 3 4 4 4 4 2 4 43
3 3 2 1 3 3 3 3 2 3 3 3 32
3 3 3 2 2 3 4 4 4 2 3 4 37
3 3 3 3 4 1 3 3 3 3 3 3 35
3 3 3 3 4 1 3 3 3 3 3 3 35
4 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 35
3 3 3 3 4 3 4 4 4 3 3 3 40
2 2 3 2 2 2 3 2 2 3 3 3 29
3 2 3 3 3 2 2 2 3 3 3 2 31
2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 29
4 3 4 4 3 3 3 4 3 3 3 3 40
2 2 4 4 4 1 4 4 1 4 3 4 37
2 3 3 3 3 2 3 2 3 4 3 3 34
4 3 3 3 3 3 4 3 4 4 4 3 41
177
3 4 5 4 5 4 4 4 4 4 5 4 50
3 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 44
1 1 1 3 2 3 3 3 2 3 2 3 27
1 4 4 3 4 3 3 2 3 4 4 4 39
4 1 2 2 3 3 3 4 1 3 3 3 32
3 2 3 2 3 3 3 4 1 3 3 3 33
3 4 4 3 4 3 3 3 2 3 3 2 37
4 3 4 4 3 3 3 4 3 4 4 3 42
4 3 2 2 3 2 3 2 2 3 2 3 31
3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 28
3 3 2 3 3 2 3 3 2 2 2 3 31
4 2 3 3 4 3 4 3 3 3 4 3 39
4 4 2 2 2 2 4 4 1 4 4 4 37
4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 35
4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 38
4 3 2 1 4 4 5 5 4 4 4 4 44
4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 4 4 45
4 4 2 2 1 1 1 2 3 3 3 3 29
4 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 41
3 2 1 1 3 3 3 3 2 2 3 1 27
4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 40
3 3 3 3 4 4 3 3 4 4 4 4 42
3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 3 4 40
4 4 2 2 3 3 3 3 1 2 3 4 34
TOTAL
3716
178
Lampiran 3: Surat Ijin Penelitian
179
180
181
182
183
184
185
186
187
Lampiran 5. Biodata Penulis
Nama : Siti Nurfaizah
Alamat : Puri Cilegon Hijau Blok C1/ 4, Kotasari-Gerogol, Cilegon
Tempat/TanggalLahir : Jakarta, 3 Agustus 1994
JenisKelamin : Perempuan
Agama : Islam
Nomor Handphone : 087809199159
E – mail : [email protected]
RiwayatPendidikan
2012 – 2016 S1 Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sultan AgengTirtayasa
2009 – 2012 SMKN 1 Karanganyar-Kebumen
2006 – 2009 SMPN 1 Karanganyar-Kebumen
2000 – 2006 SDN 1 Jatiluhur-Karanganyar, Kebumen
1999 – 2000 TK Al – Ikhwan, Soroako-Sulawesi Selatan
188
PengalamanOrganisasi
1. Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi
2. KSR PMI UPT Untirta