37
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diciptakannya televisi serta maraknya pemanfaatan media elektronik ini dalam masyarakat, membuat televisi menjadi media informasi terpenting di kalangan masyarakat berbagai negara dunia. Di satu sisi, televisi dapat menjadi sebuah sumber informasi yang baik serta berperan penting dalam peningkatan pendidikan dan taraf pemikiran masyarakat, sekaligus dapat menjadi hiburan yang dapat menghilangkan berbagai stress sosial. Televisi juga dapat menjadi sarana pendidikan yang positif bagi anak-anak. Meskipun pemanfaatan televisi telah diupayakan sebaik mungkin, tetapi sayangnya langkah-langkah semacam ini masih jauh dari yang diharapkan. Di Barat, secara bertahap media elektronik ini telah berubah menjadi 1

Pengaruh Sinetron Religius Terhadap Mentalitas Remaja1

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahDiciptakannya televisi serta maraknya pemanfaatan media elektronik ini dalam masyarakat, membuat televisi menjadi media informasi terpenting di kalangan masyarakat berbagai negara dunia. Di satu sisi, televisi dapat menjadi sebuah sumber informasi yang baik serta berperan penting dalam peningkatan pendidikan dan taraf pemikiran masyarakat, sekaligus dapat menjadi hiburan yang dapat menghilangkan berbagai stress sosial. Televisi juga dapat menjadi sarana pendidikan yang positif bagi anak-anak. Meskipun pemanfaatan televisi telah diupayakan sebaik mungkin, tetapi sayangnya langkah-langkah semacam ini masih jauh dari yang diharapkan. Di Barat, secara bertahap media elektronik ini telah berubah menjadi sarana yang ampuh untuk memarakkan budaya kekerasan dan kebebasan seksual, sehingga mengundang protes dari para pengamat sosial dan cendekiawan.Televisi saat ini adalah sarana elektronik yang paling digemari dan dicari orang. Untuk mendapatkan televisi tidak lagi sesusah zaman dahulu dimana perangkat komunikasi ini adalah barang yang langka dan hanya kalangan tertentu yang sanggup memilikinya. Saat ini televisi telah menjangkau lebih dari 90 persen penduduk di negara berkembang. Televisi yang dulu mungkin hanya menjadi konsumsi kalangan dan umur tertentu saat ini bisa dinikmati dan sangat mudah dijangkau oleh semua kalangan tanpa batasan usia. Siaran-siaran televisi akan memanjakan orang-orang pada saat-saat luang seperti saat liburan, sehabis bekerja bahkan dalam suasana sedang bekerjapun orang-orang masih menyempatkan diri untuk menonton televisi. Suguhan acara yang variatif dan menarik membuat orang tersanjung untuk meluangkan waktunya duduk di depan televisi.Media informasi dan hiburan mempengaruhi siapa pun karena pada dasarnya dalam jiwa manusia yang kurang kritis ada kecenderungan untuk menerima semua sajian dalam media tanpa ragu. Banyak hal positif yang dapat kita peroleh dari media seperti informasi dan pengetahuan. Tetapi yang sangat disayangkan, kita lebih banyak menyerap dan menggandrungi sajian-sajian yang kontra versi untuk kehidupan remaja dan anak. Apabila kita sebagai remaja terbiasa mengonsumsi media semacam itu, maka apa yang ada dalam media tersebut akan menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi kebudayaan.

Selain itu perlu dilakukan tindakan preventif aktif, seperti selektif dalam memilih media bagi anak, sehingga tidak akan terjadi salah interpretasi di kalangan masyarakat. Meskipun kita tidak bisa berbuat banyak, besar harapan kita kepada para penguasa media agar menyajikan tayangan yang berkualitas, bukan tayangan fiktif, murah namun menyesatkan. Sebenarnya tidak ada alasan untuk memproduksi tayangan-tayangan yang tidak jelas muatan-muatan yang akan disampaikannya, karena hanya akan menjadi pencurian waktu. Apalagi bagi anak dan remaja yang sedang dalam proses pembelajaran tentang kehidupan. Bangsa ini akan, bahkan sedang menghadapi persaingan hidup di tanah airnya sendiri dengan bangsa lain.

Tayangan yang sesuai dengan realita kehidupan dan sesuai dengan kepribadian bangsa, akan jauh lebih baik bagi pembentukan kepribadian anak dan remaja. Dengan demikian media informasi dan hiburan akan menjadi pendukung utama dalam proses belajar dan pembentukan kepribadian anak dan remaja bangsa ini.B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh sinetron religius terhadap mentalitas remaja di Kelurahan Latambaga, Kecamatan Latambaga, Kabupaten Kolaka?C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan pokok dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh sinetron religius terhadap mentalitas remaja di Kelurahan Latambaga, Kecamatan Latambaga, Kabupaten Kolaka.2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :

a. Diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada pihak yang berwenang khususnya dalam penentuan keputusan tentang penayangan acara di televisi.b. Bahan tambahan pengetahuan atau pengalaman bagi penulis dalam bidang ilmu-ilmu sosial khusunya dalam masalah perkembangan mentalitas remaja.c. Bahan acuan dan informasi tambahan bagi peneliti-peneliti lain yang mengkaji hal yang relevan dengan topik penelitian ini.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Media TelevisiTelevisi adalah produk tekhnologi audio visual yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat dewasa ini. Media komunikasi ini hadir di tengah-tengah keluarga memberikan kontribusi yang besar terhadap kebutuhan akan informasi, hiburan dan pendidikan. Sebagai media audio visual, televisi mampu merebut 94% saluran masuknya pesan-pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat mata dan telinga. Televisi mampu untuk membuat orang pada umumnya mengingat 50% dari apa yang mereka lihat dan dengar di layar televisi walaupun hanya sekali ditayangkan. Atau secara umum orang akan ingat 85% dari apa yang mereka lihat di televisi setelah tiga jam kemudian dan 65% setelah tiga hari kemudian (Djunaidi, 1988).Televisi adalah media komunikasi, sedangkan komunikasi adalah suatu bisnis yang besar. Sebagai layaknya setiap bisnis, motivasi dan kebutuhannya adalah untuk mendapatkan keuntungan, bukan untuk meningkatkan kesejahteman masyarakan secara keseluruhan (Warsito, 1983).Sebenarnya cukup banyak pula hasil-hasil penelitian yang menemukan pengaruh positif dari tayangan televisi. Hal ini terjadi apabila fungsi televisi didudukkan secara proporsional, di samping sebagai media hiburan juga sekaligus membawa misi pendidikan. Apabila televisi terjebak ke dalam nuansa hiburan semata, dikhawatirkan justru sisi negatifnya yang akan menonjol.Dalam kehidupan masyarakat yang masih rendah kemampuan berapresiasinya, pengaruh buruk tayangan media elektronik semacam televisi lebih cepat meresap ketimbang pengaruh positifnya. Tokoh-tokoh selebritis yang kerap muncul dalam tayangan televisi, tidak jarang dijadikan model gaya hidup remaja masa kini. Mereka bukan saja mengagumi kecantikan dan ketampanan tokoh idolanya, tetapi dijadikannya para tokoh selebritis itu sebagai tokoh identifikasi. Cara bicara, penampilan dan cara berprilaku kaum selebritis baik ketika ia memainkan tokoh tertentu maupun dalam kehidupan riilnya seolah menjadi sesuatu yang wajib dijadikan kiblat kehidupan para remaja.Memperoduksi karya seni yang berkualitas, mendidik sekaligus menghibur memang bukan pekerjaan mudah. Untuk menghasilkan produk sinetron yang bermutu sekaligus menghibur dibutuhkan tenaga profesional yang memiliki komitmen tinggi sekaligus menguasai strategi pemasarannya. Sumber daya semacam itu bukannya tidak ada di Indonesia, tetapi harus diakui memang masih langka. Para pemilik rumah produksi sudah saatnya memberikan perhatian terhadap masalah ini dengan cara menjadikan pembinaan tenaga seni sebagai investasi jangka panjang. Disamping itu yang tak kalah pentingnya adalah polotical will dari pemerintah dalam pengembangan seni yang kondusif terhadap pembangunan watak bangsa. Dengan adanya perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah, diharapkan akan memacu gairah para pekerja seni termasuk para pengusaha hiburan untuk berkreasi melahirkan karya-karya yang berkualitas.Menanggapi situasi pertelevisian yang kurang kondusif bagi pendidikan nilai, keluhan dan kecaman kepada produk media audio visual tersebut adalah tindakan yang kurang bijaksana. Yang penting untuk segera dilakukan yaitu perlunya upaya untuk saling mendekatkan visi antara pelaku bisnis hiburan, pengelola televisi disatu pihak dan pelaku pendidikan di pihak lain. Tindakan konfrontatif sama sekali tidak produktif. Melarang anak-anak dan para remaja untuk tidak menonton acara televisi adalah perbuatan naif. Tindakan seperti itu, tergolong anti kemajuan dan mustahil dilakukan pada era globalisasi dewasa ini.

Sebaliknya membiarkan anak-anak atau para remaja untuk melahap bayangan yang kontra produktif dengan pendidikan nilai berarti memporak-porandakan pendidikan nilai itu sendiri. Tindakan yang tepat adalah tindakan proaktif bukan tindakan reaktif.B. Sinetron ReligiusSinetron seakan menjadi menu utama sajian di saluran televisi. Kalau kita cermati alokasi waktu untuk sinetron dengan segala variasinya ini hampir 25% persen dari total waktu tayang. Bahkan setelah sinetron satu selesai langsung dilanjutkan dengan sinetron berikutnya. Tema yang sedang ramai adalah sinetron religius, cerita-cerita yang berbau agama mulai diangkat. Tokoh pemuka agama mulai hadir baik dalam cerita maupun di akhir cerita sebagai penegas bahwa ini adalah sinetron religius. Lagi-lagi hampir semua stasiun televisi menayangkan sinetron yang bertema religius.Sesungguhnya perkembangan kualitas sinetron bertumpu pada para pelakunya sendiri. Pemirsa atau penonton adalah pelaku pasif dari sinetron. Meski begitu mempunyai pengaruh yang signifikan. Pemirsa yang baik harus mampu mengapresiasi melalui kritik dan saran, tidak hanya sekedar duduk di depan televisi dan menikmatinya. Sedang pelaku aktifnya adalah para pekerja sinetron yang bernaung di bawah bendera Production House, artis termasuk di dalamnya, dan stasiun televisi. Suatu langkah penting bagi pelaku aktif adalah menghasil dan menyajikan sebuah karya yang berkualitas dari segala sisi, tidak hanya ikut-ikutan. Dan yang lebih penting memiliki tanggung jawab moral terhadap masyarakat negeri ini.Membicarakan sinetron remaja tidak terlepas dari masalah percintaan, pergaulan, gaya hidup, serta fashion. Tema-tema seperti itu menjadi wajar. Sebab, pada dasarnya, sinetron merupakan adopsi dari realitas kehidupan, yang kemudian dikemas dalam bentuk karya seni akting di televisi. Bentuk-bentuk kesenian yang muncul tak bisa dilepaskan dari realitas sosial yang sedang berkembang. Ketika dunia remaja identik dengan percintaan dan pergaulan yang terkesan hura-hura, maka hal itu direfleksikan dengan kemunculan sinetron-sinetron remaja yang bertemakan cinta dan pergaulan. Memang tidak dapat kita mungkiri bahwa sebuah tayangan merupakan komoditas pasar yang cukup berpengaruh, terutama dalam hal meraup keuntungan (Lukmantoro, 2000).Bahkan, tayangan-tayangan itu sering terpengaruh budaya pop yang lebih menekankan estetika-resepsi daripada estetika-kreasi sehingga produk komersial lebih berarti dibandingkan produk yang betul-betul memperhatikan nilai seni dan kreativitas. Kehidupan yang semakin modern membawa dunia remaja turut larut di dalamnya. Masa-masa pencarian jati diri yang kerap memunculkan rasa keingintahuan begitu dalam terhadap sesuatu sehingga timbul perilaku-perilaku unik sekaligus aneh pada diri kaum remaja menjadi tema menarik yang bisa diangkat ke layar kaca. Tentu saja, konsumen primer tayangan sinetron jenis tersebut tidak lain kaum remaja itu sendiri.

Berbekal bintang-bintang akting rupawan membawa dampak rasa ingin "meniru" dalam setiap benak remaja yang menonton. Sebab, mereka cenderung mengidolakan setiap bintang film rupawan dan menganggap bahwa apa yang dilakukan atau dikenakan sang idola merupakan suatu bentuk perwujudan jati diri mereka yang paling sempurna. Sejak pertengahan tahun 2004 televisi di Indonesia banjir dengan sinetron religius bertajuk Ilahi. Diawali dengan sukses TPI menayangkan serial Rahasia Ilahi, yang konon diilhami dari kisah-kisah nyata dalam majalah Hidayah, stasiun TV swasta lain kemudian mengikuti jejak TPI.

SCTV dengan Astaghfirullah dan Kuasa Ilahi, Trans-TV dengan Taubat, Insyaf, dan Istighfar; Lativi dengan Azab Ilahi, Pada-Mu yang Rabb, dan Sebuah Kesaksian; RCTI dengan Tuhan Ada di Mana-mana; ANTV dengan Azab Dunia dan Jalan ke Surga; TV7 dengan Titik Nadir; dan TPI sendiri dengan Takdir Ilahi, Allah Maha Besar, dan Kehendak-Mu.Sinetron religius semacam ini ternyata mampu mendongkrak peringkat stasiun penayangnya. Rahasia Ilahi dan Takdir Ilahi, misalnya, mampu menjadi kontributor terbesar yang mendongkrak posisi TPI dari tujuh besar ke posisi tertinggi di Indonesia. Berdasarkan survei AC Nielsen, dari 15 Maret sampai 15 April 2005, TPI dengan catu 15,8 persen berada di urutan pertama, disusul SCTV (15,2%), RCTI (14,9%), Indosiar (12,4%), Lativi (11,2%), Trans-TV (10,7%), TV7 (6,2%), ANTV (6,2%), Global TV (2,8%), Metro TV (2,5%), dan TVRI Pusat (1,7%) (Republika, 24 April 2005).

Tak heran jika kemudian hampir semua stasiun TV menayangkan sinetron sejenis. Berdasarkan sumber cerita, sinetron itu dapat dikategorikan menjadi dua. Pertama, sinetron yang didasarkan pada kisah nyata. TPI dengan Rahasia Ilahi didasarkan pada kisah yang pernah dimuat majalah Hidayah dan Allah Maha Besar didasarkan pada pengalaman nyata penceritanya. SCTV dengan Astaghfirullah didasarkan atas kisah nyata di majalah Ghaib. Trans-TV dengan Taubat mengambil cerita dari majalah Insting. Lativi dengan Azab Ilahi dan Sebuah Kesaksian didasarkan atas narasi atau kesaksian orang-orang yang mengalami atau menyaksikan langsung kejadian yang dituturkan dalam sinetron tersebut.

Kedua, sinetron yang ide ceritanya diambil dari sumber-sumber Islam klasik, terutama hadis-hadis yang dianggap sahih atau dari buku kumpulan cerita yang juga diambil dari kitab-kitab klasik. Sebagian besar hadis yang dijadikan rujukan dalam sinetron terutama Takdir Ilahi di TPI adalah hadis Bukhari-Muslim yang dimuat dalam kitab Miah qishshah wa qishshah fi anis al-shalihin wa samir al-muttaqin karya Muhammad Amin Al-Jundi Al-Muttaqin dan kitab Madarij al-salikin karya Ibnu Qayyim Al-Jauziah.

Dalam iklannya, TPI dengan jelas mengatakan bahwa Takdir Ilahi merupakan aktualisasi dari peristiwa yang pernah terjadi di zaman Rasulullah. Sajiannya tentu sudah disesuaikan dengan perkembangan zaman dan formatnya dibuat lebih modern. Untuk lebih meyakinkan penonton, di akhir tayangan sinetron ini TPI menghadirkan seorang ahli hadis, KH Ali Mustafa Yaqub, yang memberi penafsiran dan hikmah yang dapat diambil dari tayangan sinetron itu.

Satu hal yang sama dalam kedua jenis sinetron ini adalah di akhir tayangan dihadirkan seorang Kiai, Dai, atau Agamawan yang dianggap dapat memberi tafsir kontekstual. Meskipun terkesan masih berupa tafsir literal dan lebih menekankan kesalehan ritual, komentar para kiai dan dai ini agaknya menarik perhatian penonton, setidaknya dapat menambah kepercayaan penonton bahwa tayangan tersebut benar-benar bertujuan dakwah, bukan semata-mata bisnis.

Minimnya komitmen pendidikan pertelevisian nasional sudah sepatutnya menyadarkan para pengelola televisi. Dari sini akan lahir langkah konkret dalam memperbaiki kualitas tayangan televisi sebagai bagian dari upaya pendidikan moral bangsa.Upaya memperbaiki kualitas tayangan televisi dirasakan semakin mendesak dilakukan. Alasannya, kualitas moral bangsa saat ini sedang terpuruk yang ditandai oleh tingginya pelaku KKN, kriminalitas dan tindakan pelanggaran moral lainnya. Di pihak lain, peran lembaga keluarga dan lembaga pendidikan dalam mendidik moralitas anak- anak dan remaja semakin merosot. Dalam kondisi demikian, akan sangat kontra-produktif jika menu tayangan televisi yang disaksikan anak-anak dan remaja bermuatan pornografi.

Oleh karena itu, sudah saatnya pengelola televisi mengkaji ulang berbagai sajian yang ingin ditayangkan. Harapannya, mereka bisa menyajikan beraneka acara yang sarat dengan pesan-pesan positifedukatif. Sebaliknya mengurangi tayangan sinetron yang kurang memupuk pendidikan budi pekerti.

Dalam perspektif kesenian, tayangan sinetron merupakan hasil rekaaan sang sutradara yang isinya tidak mesti meliput realitas empiris dari pergaulan remaja kita sehari-hari. Meskipun demikian, sinetron akan memberi dampak psikologis bagi para penontonnya jika ia ditayangkan oleh sebuah media publik seperti televisi. Ia akan berdampak positif bagi pemupukan moralitas anak-anak dan remaja jika isinya mengandung ajakan berbudi pekerti luhur, bekerja keras, ulet, giat belajar, berdisiplin dan sejenisnya.

Sebaliknya, sinetron berisikan adegan percintaan atau pacaran akan cenderung mengajari anak-anak dan remaja untuk berpacaran, berpenampilan seksi, berorientasi hidup hedonistik serta berpola hidup serba senang dan serba mudah. Adegan dalam sinetron sering kali ditiru dalam prilaku mereka sehari-hari. Atau jika tidak ditiru, minimal akan mengkontaminasi pikiran polosnya.

Hadirnya beberapa stasiun televisi di Indonesia patut dirayakan sebagai sebuah prestasi. Apalagi jika mengingat kontribusi yang telah mereka berikan dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Booming TV swasta diakui telah mencerahkan dan mencerdaskan masyarakat melalui sajian informasi yang disampaikan secara tajam, objektif dan akurat.

Pendek kata, publik telah berhutang jasa kepada media televisi yang telah membantu anggota masyarakat dalam memahami berbagai persoalan aktual di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan lain-lain. Media televisi juga telah memperluas wawasan publik dengan sajian acara dialog, debat, talk show, diskusi dan berbagai acara informatif-edukatif lain.

Kehadiran stasiun baru dalam pertelevisian nasional mau tidak mau semakin mempertajam tingkat persaingin dalam bisnis di bidang ini. Sebagai konsekuensinya, para awak televisi harus memilih strategi tepat dalam menggaet segmen pemirsa. Upaya merebut hati penonton ini dilakukan sebagai bagian dari upaya meningkatkan rating sekaligu menaikkan iklan yang masuk.

Dalam iklim kompetisi tersebut, ternyata beberapa televisi memilih jalan pintas antara lain dengan mengeksploitasi dunia anakanak dan remaja secara berlebihan. Eksploitasi ini diindikasikan dalam empat hal. Pertama, judul-judul sinetron remaja yang disajikan sering kali bertemakan vulgarisme, menantang dan mengandung unsur pornografi. Kedua, pemain sinetron yang dipilih rata-rata berasal dari kalangan remaja belia atau bahkan sebagian masih berusia anak-anak. Ketiga, jenis-jenis peran yang dimainkan oleh para artis remaja sering kali bertabrakan dengan norma pergaulan masyarakat dan belum sesuai dengan tingkat perkembangan psikologisnya. Salah satu buktinya, banyak artis usia remaja yang dari pengakuannya belum pernah berperlukan dan berciuman dipaksa untuk memerankan adegan percintaan, pacaran serta menjalankan adegan berciuman, berpelukan dan bergendongan sesuai arahan skenario cerita. Keempat, banyaknya alur cerita sinetron remaja yang mengambil seting anak-anak sekolah lengkap dengan seragam sekolah, lokasi sekolah, aneka pergaulan di kelas dan luar kelas. Pada hal jika dicermati, beberapa adegan sinetron yang berseting sekolahan ini tidak sesuai dengan norma agama dan adat ketimuran yang berlaku.

C. Perkembangan Mental RemajaRemaja adalah suatu masa pertumbuhan dan perkembangan dimana: (1) individu berkembangan dari saat pertama pertamakali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, (2) individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, dan (3) terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekomomi yang penuh pada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarlito,1991).

Salah satu ciri remaja disamping tanda-tanda seksualnya adalah: perkembangan psikologis dan pada identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Puncak perkembangan jiwa itu ditandai dengan adanya prosesperubahan dari kondisi entropy kekondisi negen-tropy (Sarlito,1991).

Menurut Sarlito (1991), tidak ada profil remaja Indonesia yang seragam dan berlaku secara nasional. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat dan tingkatan sosial-ekonomi, maupun pendidikan. Sebagai pedoman umum untuk remaja Indonesia dapat digunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah.pertimbangan-pertimbanganya adalah sebagai berikut:

1) Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak (criteria fisik )

2) Di banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap aqil-balik, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan sebagai anak-anak (kriteria sosial)

3) Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity).

Remaja merupakan kelompok yang mudah berubah dan cepat mengikuti tren, karena dalam masa ini kondisi kejiwaan manusia berada dalam periode pancaroba. Pada masa ini, segala macam bentuk informasi, kebiasaan-kebiasaan, pola hidup dan sebagainya akan mudah diserap dan diikuti. Sehingga dapat menimbulkan bentuk-bentuk perilaku menyimpang, seperti penyalahgunaan narkoba, tawuran, pergaulan bebas dan lain-lain.Ada banyak faktor yang menimbulkan terjadinya perubahan mentalitas di kalangan remaja. Secara garis besarnya bisa digolongkan menjadi dua, faktor intern dan ekstern.

Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu itu sendiri, seperti tingkat kecerdasan, kondisi kejiwaan, kurang percaya diri dan lain-lain. Sedangkan faktor ekstern yaitu faktor luar yang mempengaruhi dan mendorong seseorang untuk melakukan suatu kegiatan. Faktor ini bisa bersumber dari keluarga, lingkungan masyarakat, teman dan dunia informasi lainnya, (Suwardika, 2000).Beberapa bentuk perilaku menyimpang remaja yang tersebut di atas, merupakan problem yang sangat serius dan mengkhawatirkan, baik bagi remaja itu sendiri, keluarga, masyarakat, bahkan hingga bangsa dan negara. Oleh karena itu upaya penanganan yang serius perlu dilakukan. Peranan agama menjadi prioritas utama, karena dengan dasar-dasar agama remaja dibimbing untuk berperilaku baik.Semua agama yang ada di dunia memberikan bimbingan moral yang baik. Dengan pemahaman dan kekuatan akhlak yang baik maka akan tercipta pribadi-pribadi yang baik pula. Komunikasi yang baik juga diperlukan di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat atau teman/pergaulan. Sehingga diharapkan akan lahir kondisi yang harmonis dan kondusif yang memberikan rasa aman dan tentram bagi remaja di manapun dia berada. Dengan komunikasi pula akan tercipta komitmen-komitmen yang baik dan selalu dipatuhi setiap komponen masyarakat. Dengan demikian mudah mendapatkan solusi dari semua permasalahan yang ada, (Armadibrata, 1998).D. Sinetron dan RemajaPengaruh media elektronik terhadap perilaku remaja sangat besar, karena anak dan remaja yang sedang dalam proses tumbuh-kembang sangat rentan terhadap berbagai pengaruh lingkungan, termasuk media elektronik khususnya tayangan televisi.

Televisi merupakan media audio visual yang memiliki pengaruh demikian kuat dalam membentuk pola pikir, perilaku bahkan kebiasaan-kebiasaan masyarakat sehari-hari, Televisi hari ini sudah menjadi tempat belajar bagi masyarakat baik dalam hal belajar berpikir, belajar bersikap dan belajar berperilaku. Televisi adalah agen budaya yang pengaruhnya sangat signifikan ditinjau dari intensitas masyarakat dalam menyerap dan menikmatinya (Djarwanto, 1997).

Kuatnya pengaruh tontonan televisi terhadap prilaku seseorang telah dibuktikan lewat penelitian ilmiah. Seperti diungkapkan oleh hasil penelitian American Psychological Association (APA) pada 1995 bahwa tayangan yang bermutu akan mempengaruhi seseorang untuk berprilaku baik. Sedangkan tayangan kurang bermutu akan mendorong seseorang untuk berprilaku buruk. Bahkan, penelitian itu menyimpulkan bahwa hampir semua perilaku buruk yang dilakukan orang adalah hasil dari pelajaran yang mereka terima dari media semenjak usia anak-anak.

Dalam keadaan psikologis yang masih labil tentu remaja akan gampang meniru gaya dan pola pergaulan yang dikisahkan tokoh-tokoh pada sinetron itu. Cerita tentang prilaku negatif yang dilakukan anak-anak karena pengaruh tontonan ini juga sudah sering kita dengar. Kita sering mendengar ucapan anak-anak yang menirukan ucapan nakal dari tokoh film animasi "Shincan" yang kasar dan jorok. Belum lagi beberapa contoh-contoh prilaku negatif lain seperti pergaulan bebas, merampok, memperkosa, bertengkar dan lain-lain yang dilakukan remaja karena pengaruh tayangan televisi.Ada beberapa sebab yang menjadikan tayangan televisi memberi dampak negatif bagi para penontonnya. Sebuah tayangan televisi misalnya, yang mestinya ditonton oleh remaja usia 17 tahun ke atas jika ditonton oleh anak-anak usia 16 tahun ke bawah tentu akan membawa pengaruh buruk bagi mentalitas mereka (Djarwanto, 1997).

Dengan demikian, tayangan TV terbukti cukup efektif dalam membentuk dan mempengaruhi prilaku anak-anak lantaran media ini sekarang telah berfungsi sebagai sumber rujukan dan wahana peniruan. Tayangan TV akan berdampak positif bagi pembentukan moralitas anak-anak jika cara pemanfaatan dilakukan secara benar. Televisi sebagai produk teknologi sejatinya bersifat netral. Bisa berdampak positif atau negatif tergantung bagaimana penggunaannya. E. Batasan Istilah

Untuk lebih terarahnya fokus penelitian ini peneliti menetapkan batasan istilah penelitian. Batasan istilah berfungsi untuk memberikan batasan ruang lingkup kajian pembahasan penelitian. Sehingga pengolahan data penelitian tepat tepat pada sasaran jawaban pertanyaan penelitian. Adapun batasan istilah penelitian ini adalah:

1. Sinetron religus adalah sinetron yang ide ceritanya berdasarkan ajaran agama atau cerita-cerita keagamaan yang dikemas dalam bentuk sinetron.2. Mentalitas adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan mental seperti sikap, tingkah laku, pola pikir, cara bergaul dan lain-lain.3. Remaja anak yang berusia antara 1220 tahun, dimana telah mencapai kematangan seksual, psikologi, dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekomomi menuju pada keadaan yang relatif lebih mandiriBAB III

METODE PENELTIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Kelurahan Latambaga, Kecamatan Latambaga, Kabupaten Kolaka. Dasar pertimbangan lokasi ini, bahwa terjadi perubahan mentalitas remaja akibat penayangan sinetron religius oleh stasiun televisi baik televisi nasional maupun televisi swasta.B. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan peubahan mentalitas remaja sebagai akibat dari penayangan sinetron religius yang ditonton langsung oleh remaja di Kelurahan Latambaga, Kecamatan Latambaga Kabupaten Kolaka.C. Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi Penelitian

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja berdomisili di Kelurahan Latambaga, Kecamatan Latambaga, Kabupaten Kolaka.

b. Sampel Penelitian

Untuk memudahkan pelacakan data penelitian, maka peneliti menetapkan sampel. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah 10% dari total populasi. Penarikan sampel penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu peneliti dengan sengaja menunjuk orang-orang tertentu yang mudah memberikan informasi guna kelancaran proses pengumpulan data penelitian ini.

D. Informan

Guna memperkuat validitas data penelitian, penulis akan menggunakan informan seperlunya. Informan dimaksud adalah semua orang yang dapat memberikan data akurat yang dibutuhkan dalam penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah:

1. Penelitian kepusatakaan (library research)

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data landasan teori sehubungan dengan obyek penelitian ini dengan jalan membaca literature-literatur, laporan-laporan serta bacaan lain yang relevan dengan permasalahan penelitian ini.

2. Penelitian lapangan

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data secara langsung dari objek penelitian melalui beberapa teknik pendekatan yaitu:

a. Observasi (pengamatan)

Mengamati secara langsung kondisi remaja serta obyek yang menjadi fokus penelitian ini.b. Interview (Wawancara)

Yaitu mengadakan komunikasi langsung dengan responden melalui tatap muka guna menghimpun data yang dibutuhkan dalam penelitian.F. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dilokasi penelitian dianalisis secara kualitatif yang didukung oleh analisis kritik yaitu seleksi dari sekian banyak pandapat responden dan selanjutnya disajikan data penelitian dan diakhiri dengan penarikan kesimpulan dalam bentuk kalimat.

DAFTAR PUSTAKAArmadibrata, 1966. Psikologi Perkembangan. Rajawali. Jakarta.

Djunaedi, 1988. Televisi Sebagai Kebutuhan. PT. Bina Ilmu. Surabaya.Harian Republika, 24 April 2005http://www.itb.ac.id/news/1001http://www.jatim.go.id/news.php?id=4383http://www.tftwindo.org/livingwords/SH132005/132005-9.htmLukmantoro, 2000. Media Televisi Sebagai Bisnis. Rajawali. Jakarta.Majalah Mingguan Tempo, edisi 8-14 Januari 2001Sarlito, 1991. Pengantar Ilmu Jiwa Perkembangan. Gunung Mulia. Jakarta.Swardika, 2000. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan. PT. Gelora Aksara Pratama. Jakarta.

Warsito, 1983. Media Elektronik Dalam Kehidupan Berbangsa. Sinar Wijaya. Surabaya.

PAGE 3