Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA TERHADAP
HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KELAS VIII
SMP NEGERI IX PULAU GOROM KABUPATEN
SERAM BAGIAN TIMUR
HASIL PENELITIAN MANDIRI
Oleh:
Saida Manilet, M.Pd.I
Moh. Safari Rabrusun
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
AMBON
2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dan peserta
didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan
tertentu.1 Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya
pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebu,
pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan sebab dengan sistem
pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang
berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Pendidikan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal I ayat (l), menyatakan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan, yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.2 Untuk mencapai tujuan pendidikan di
alas diperlukan komponen penunjang yang dapat membantunya, antara lain.
perekonomian orang tua tingkat pendidikan orang tua dan kepedulian orang tua
terhadap anaknya.
Keluarga masyarakat dan pemerintah merupakan institusional yang
berhubungan dengan pendidikan secara langsung. Dalam usaha mencerdaskan
bangsa, keluarga merupakan salah satu faktor yang yang berperan penting.
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama kali dikenalkan kepada anak
atau dapat dikatakan bahwa seorang anak itu mgngenal kehidupan sosial pertama
di dalam lingkungan keluarga. Adanya interaksi antara anggota keluarga yang satu
dengan yang lain menyebabkan terbentuknya suatu pribadi yang baru. Apa yang
1Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 201 l), hlm. 3. 2Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja
Rosda Karya 20l0), hlm. l.
1
2
dipersepsikan individu lain mengenai diri individu, tidak akan lepas dari peran
dan status sosial yang disandang individu.
Anak adalah tanggung jawab orang tua untuk mendidiknya, karena
tanggung jawab itu kelak dipertanggungiawabkan dihadapan Allah Swt. Setiap
orang tua menginginkan anaknya hidup bahagia di dunia dan di akhirat. Kedua
orang tua memegang peranan penting dalam pembentukan dasar-dasar
kepribadian anak. Orang tua menginginkan nasib anaknya lebih baik dari mereka
sehingga mereka berupaya mengubah nasib anak-anak mereka dengan cara
menyekolahkan ke jenjang yang lebih tinggi menurut kemampuan ekonomi
mereka masing-masing. Dengan pendidikan yang tinggi maka kesempatan untuk
mendapatkan pekerjaan yang lebih baikpun akan terbuka.3
Kenyataannya tidak semua orang mendapat kesempatan yang sama untuk
menyelesaikan pendidikan formalnya ke tingkat yang lebih tinggi, karena condisi
sosial mereka berbeda-beda.
Keadaan ekonomi orang tua erat hubungannya dengan kesempatan anak
untuk menikmati pendidikan. Dalam melaksanakan pendidikan diperlukan
berbagai sarana dan prasarana serta biaya yang cukup. Orang yang mempunyai
penghasilan yang tinggi atau keadaan ekonominya baik tidak akan sulit dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan tingkat ekonomi yang demikian,
mereka mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk memberikan kebutuhan
anaknya dalam proses belajar yang sedang dijalaninya. Dengan terpenuhinya
kebutuhan itu, akan menumbuhkan semangat anak untuk belajar, sehingga anak
berkonsentrasi dalam belajar, Hal ini memungkinkan anak akan memperoleh
prestasi yang lebih baik.
Peserta didik yang berasal dari orang tua yang penghasilannya lemah atau
tingkat ekonominya kurang baik, mereka akan memusatkan perhatiannya pada
kebutuhan sehari-hari dari penghasilan yang diterimanya. Keadaan yang demikian
akan menjadikan hambatan bagi peserta didik dalam mencapai prestasi belajar,
karena konsentrasi belajar mereka terhambat oleh beberapa hal yang dihadapi.
Setiap peserta didik pada prinsipnya berhak memperoleh peluang untuk mencapai
3Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, hlm. 18.
3
prestasi belajar yang memuaskan, namun dari kenyataan sehari-hari nampak jelas
bahwa peserta didik itu memiliki perbedaan dalam hal intelektual, kemampuan
fisik, pendekatan belajar dan juga latar belakang keluarga yang terkadang amat
mencolok antara satu peserta didik dengan peserta didik lainnya Keanekaragaman
yang dimiliki oleh peserta didik menjadi penentu dalam meraih prestasi yang
diharapkan.4
Status sosial ekonomi orang tua mempunyai peranan penting terhadap
pendidikan anak-anak. Menurut W.A. Gerungan dengan adanya perekonomian
yang cukup, lingkungan material yang dihadapi anak di dalam keluarganya itu
lebih luas, ia mendapat kesempatan yang lebih luas untuk memperkembangkan
bermacam-macam kecakapan yang tidak dapat ia perkembangan apabila tidak ada
alat-alatnya.5
Menurut Nasution kedudukan atau pendapatan ekonomi menentukan posisi
seseorang dalam struktur sosial, yakni menentukan hubungan dengan orang lain.
Status atau kedudukan individu, apakah ia di atas atau di bawah status orang lain
mempengaruhi peranannya. Peranan adalah konsekuensi atau akibat kedudukan
atau status seseorang.6 Akan tetapi cira-cara seseorang membawakan peranannya
dapat berbeda menurut kepribadian seseorang.
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan peneliti pada peserta didik
kelas VIII SMP Negeri IX Pulau Gorom diperoleh informasi bahwa peserta didik
kelas VIII berasal dari keadaan ekonomi yang berbeda-beda, ada yang orang
tuanya bekerja sebagai petani, nelayan, wiraswasta, supir angkot maupun Pegawai
Negeri Sipil (PNS). Hal tersebut sedikit berdampak pada proses pembelajaran di
mana terkadang peserta didik yang keadaan ekonomi orang tuanya lemah tidak
mampu untuk membeli sarana dan prasarana seperti buku dan sebagainya. Hal
tersebut mempengaruhi proses pembelajaran di kelas.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk
melaksanakan penelitian tentang “Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orang Tua
4Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, hlm. l.
5WA.Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Eresco, 2007), hlm. l8l.
6S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakara: PT Bumi Aksara, 2005), hlm. 73.
4
Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam di Kelas VIII SMP Negeri IX
Pulau Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur”.
B. Rumusan Masalah
Melalui latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam
permasalahan ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh status sosial ekonomi orang tua terhadap hasil belajar
pendidikan agama Islam di kelas VIII SMP Negeri IX Pulau Gorom
Kabupaten Seram Bagian Timur ?
2. Berapa besar pengaruh status sosial ekonomi orang tua terhadap hasil
belajar pendidikan agama Islam di kelas VIII SMP Negeri IX Pulau Gorom
Kabupaten Seram Bagian Timur ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan yaitu
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh status sosial ekonomi orang tua terhadap hasil
belajar pendidikan agama Islam di kelas VIII SMP Negeri IX Pulau Gorom
Kabupaten Seram Bagian Timur.
2. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh status sosial ekonomi orang tua
terhadap hasil belajar pendidikan agama Islam di kelas VIII SMP Negeri IX
Pulau Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu sebagai
berikut:
1. Secara teoritik ilmiah
a. Bagi peneliti, sebagai tambahan ilmu pengetahuan tentang status sosial
orang tua dan pengaruhnya terhadap hasil belajar Pendidikan Agama
Islam.
b. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain, yang akan melaksanakan
penelitian sejenis.
5
c. Memberikan bahan masukan dan bahan pertimbangan kepada instansi
terkait dalam pengambilan kebijakan selanjutnya.
2. Secara teoritik praktis
a. Bagi sekolah tempat penelitian, sebagai bahan pertimbangan dalam
pengembangan dan penyempurnaan program pengajaran Pendidikan
Agama Islam di sekolah.
b. Bagi guru mata pelajaran, sebagai informasi tentang status sosial orang
tua dan pengaruhnya terhadap hasil belajar peserta didik.
c. Bagi peneliti, sebagai pengalaman langsung dalam pelaksanaan
penelitian.
d. Bagi peserta didik, sebagai momentum untuk meningkatkan khususnya
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
e. Bagi orang tua, sebagai bahan masukan bagi orang tua agar berusaha
memberikan perhatian yang maksimal terhadap prestasi belajar yang
diinginkan perhatian dan sebagai bahan informasi kepada orang tua
peserta didik tentang pentingnya perhatian orang tua terhadap kegiatan
belajar peserta didik.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari kekeliruan dalam menafsirkan berbagai istilah yang
terdapat dalam judul penelitian ini, maka peneliti menjelaskan beberapa istilah
yakni sebagai berikut:
1. Status sosial ekonomi adalah posisi yang ditempati individu atau keluarga
yang berkenaan dengan ukuran rata-rata yang umum berlaku tentang
kepemilikan kultural, pendapatan efektif, pemilikan barang dan partisipasi
dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya.7
2. Hasil belajar adalah suatu perubahan individu yang belajar, di mana bukan
saja perubahan mengenai pengetahuan tetapi juga pengetahuan membentuk
kecakapan, kebiasaan sikap, pengertian pengetahuan dan penghargaan dalam
individu yang belajar. Sehingga hasil belajar peserta didik adalah kemampuan-
7Kaare Svalastoga, Diferensiasi Sosial, (Jakarta: PT Bina Aksara, 2009), hlm. 26.
6
kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman
belajarnya.8
Pengaruh status sosial ekonomi orang tua terhadap peserta didik yang
peneliti maksudkan di sini yaitu berupa faktor kesejahteraan keluarga peserta
didik sehinga menjadikannya untuk selalu ingin belajar guna untuk mendapatkan
prestasi yang baik di sekolah.
8Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 3.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hakikat Belajar Mengajar
Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang tanpa
mengenal batas usia dan berlangsung seumur hidup, karena belajar adalah
kebutuhan yang penting bagi manusia. Seseorang dikatakan telah belajar jika pada
dirinya telah terjadi perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan melalui suatu
proses tertentu. Perubahan yang dimaksudkan di sini adalah perubahan yang
positif yaitu adanya peningkatan yang dicapai akibat pengetahuan yang
diperolehnya.1
Belajar merupakan kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam setiap jenjang pendidikan. Belajar menurut Suyono dan
Hariyanto adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh
pengetahuan, meningkatkan keterampilan, sikap, dan mengokohkan kepribadian.2
Sedangkan menurut Muhaimin dalam Yatim Riyanto pembelajaran adalah upaya
membelajarkan peserta didik untuk belajar. Kegiatan pembelajaran akan
melibatkan peserta didik mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien.3
Islam menggambarkan belajar dengan bertolak dalam Firman Allah Swt, yakni
dalam Al-Qur'an surat An-Nahl ayat 78 yakni:
1Tanwey Gerson Ratumanan, Belajar dan Pembelajaran, (Surabaya: UNESA University
Press,2004), hlm. l. 2Suyono & Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran; Teori dan Konsep Dasar, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 20ll), hlm. 9. 3Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran; Sebagai Referensi Bagi Pendidik dalam
Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana Prenada Group,
2009), hlm. 131.
8
9
Terjemahnya:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.4
Makna dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa pada mulanya manusia itu
tidak memiliki pengetahuan dan tidak mengetahui apapun, maka belajar adalah
perubahan tingkah laku lebih dari merupakan proses internal peserta didik dalam
rangka menuju tingkat kematangan.5 Menurut Gagne dalam Dimiyati bahwa
belajar merupakan kegiatan yang kompleks. hasil belajar berupa kapabilitas,
setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai.
timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulasi yang berasal deri lingkungan,
dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar.6
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang dan mampu
mengaktualisasikan dirinya dengan lingkungannya.
Keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar dan mengajar merupakan
kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian
tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar
itu dirancang dan dijalankan secara profesional. Setiap kegiatan belajar mengajar
selalu melibatkan dua pelaku aktif, yaitu guru dan peserta didik. Guru sebagai
pengajar merupakan pencipta kondisi belajar peserta didik yang didesain secara
sengaja, sistematis dan berkesinambungan. Sedangkan anak sebagai subjek belajar
merupakan pihak yang menikmati kondisi belajar yang diciptakan oleh guru.
Belajar dan mengajar merupakan dua aktivitas yang berlangsung secara
bersamaan, simultan, dan memiliki fokus yang dipahami bersama. Sebagai suatu
aktivitas yang terencana, belajar memiliki tujuan yang bersifat permanen, yakni
4Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahanya, (Bandung: Al-
Mizan Publishing House,2010), hlm. 276. 5Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran; Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2012), hlm. 109. 6Damiyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta; Rineka Cipta, 2009),
hlm. 10.
10
terjadinya perubahan pada anak didik. Ciri-ciri perubahan dalam pengertian
belajar tersebut menurut Slameto dalam Pupuh Faturrohman meliputi:
1. Perubahan yang terjadi berlangsung secara sadar, sekurang-kurangnya sadar
bahwa pengetahuannya bertambah, sikapnya berubah, kecakapannya
berkembang, dan lain-lain.
2. Perubahan dalam belajar besifat kontinu dan fungsional. Belajar bukan proses
yang statis karena terus berkembang secara gradual dan setiap hasil belajar
memiliki makna dan guna yang praktis.
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.
4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara bukan hasil belajar jika
perubahan tersebut hanya sesaat.
5. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah. Sebelum belajar seseorang
hendaknya sudah menyadari apa yang berubah pada dirinya melalui belajar.
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku, bukan bagian-bagian
tertentu secara parsial.7
Memperhatikan uraian tentang belajar dan mengajar sebagaimana dibahas di
atas, akhirnya dapat diketahui bahwa kegiatan belajar mengajar memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Memiliki tujuan yaitu untuk membentuk anak dalam suatu perkembangan
tertentu.
2. Terdapat mekanisme, prosedur, langkah-langkah, metode, dari teknik yang
direncanakan dan didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Fokus materi jelas, terarah, dan terencana dengan baik.
4. Adanya aktivitas anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya
kegiatan belajar mengajar.
5. Aktor guru cermat dan tepat.
6. Terdapat pola aturan yang ditaati oleh guru dan peserta didik dalam proporsi
masing-rnasing.
7. Evaluasi baik evaluasi proses mauprm evaluasi produk.8
7Pupuh Fathurrohman dan Sobry Sutikno, Strotegi Belajar Mengajar: Melalui Penanaman
Konsep Umum & Konsep Islam, (Jakarta: Rafika Aditama, 2012), hlm. 10.
11
B. Status Sosial Ekonomi
1. Pengertian Status Sosial Ekonomi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia status adalah keadaan atau
kedudukan (orang atau badan) dalam hubungan dengan masyarakat di
Sekelilingnya.9 Menurut Soerjono Soekanto status sosial adalah tempat seseorang
secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain, dalam
arti lingkungan pergaulannya, prestasinya dan hak-hak serta kewajibannya.10
Majer mengartikan status sosial ekonomi adalah kedudukan suatu individu
dan keluarga berdasarkan unsur-unsur ekonomi.11
Sedangkan menurut FS. Chapin
seperti yang dikutip oleh Kaare Svalastoga bahwa status sosial ekonomi adalah
posisi yang ditempati individu atau keluarga yang berkenaan dengan ukuran rata-
rata yang umum berlaku tentang kepemilikan kultural, pendapatan efektif,
pemilikan barang dan partisipasi dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya.12
Dengan demikian status sosial ekonomi adalah suatu tinggi rendahnya
prestasi yang dimiliki seseorang berdasarkan kedudukan yang dipegangnya dalam
suatu masyarakat berdasarkan pada pekerjaan untuk memenuhi kebutuhannya atau
keadaan yang menggambarkan posisi atau kedudukan suatu keluarga dalam
masyarakat berdasarkan kepemilikan materi.
2. Dasar Lapisan Masyarakat
Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan
anggota-anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah berdasarkan ukuran
kekayaan, kekuasaan, kehormatan dan ilmu pengetahuan.
a. Ukuran kekayaan. Barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak,
termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut, misalnya dapat
8Pupuh Fathurrohman dan Sobry Sutikno, Strotegi Belajar Mengajar: Melalui Penanaman
Konsep Umum & Konsep Islam, hlm. 11. 9Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hlm. 858. 10
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2006), hlm. 207. 11
Ibid, hlm. 210. 12
Kaare Svalastoga, Diferensiasi Sosial, (Jakarta: PT Bina Aksara, 2009), hlm. 26.
12
dilihat pada bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-
caranya menggunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya,
kebiasaan berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya.
b. Ukuran kekuasaan. Barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang
mempunyai wewenang terbesar, menempati lapisan atas.
c. Ukuran kehormatan. Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari
ukuran-ukuran kekayaan dan kekuasaan. Orang yang paling disegani
dan dihormati, mendapat tempat yang teratas.
d. Ukuran ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai
oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.13
Ukuran di atas tidaklah bersifat limitatif karena masih ada ukuran –ukuran
lain yang dapat digunakan. Akan tetapi, ukuran-ukuran di atas amat menentukan
sebagai dasar timbulnya sistem lapisan dalam masyarakat tertentu.
3. Tingkat Status Sosial Ekonomi
Dalam suatu masyarakat, sering dijumpai aneka ragam masyarakat
diantaranya ada yang kaya, sementara sebagian besar lainnya termasuk kategori
miskin. Ada juga kita ternukan tingkat pendidikan sekelompok masyarakat yang
mencapai jenjang perguruan tinggi, tapi tidak sedikit pula kelompok yang lainnya
yang hanya lulus sampai tingkat sekolah lanjutan atas atau di bawahnya. Ini
semua menggambarkan bahwa dalam suatu masyarakat manapun selalu
memperlihatkan adanya strata sosial karena prbedaan tingkat ekonomi,
pendidikan, status sosial, kekuasaan dan lain-lain. Sistem pelapisan yang terjadi
dalam masyarakat disebut juga dengan Stratifikasi Sosial. Menurut Pitirim A
Sorokin stratifikasi adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-
kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarchis).14
Umumnya perbedaan masyarakat berdasarkan kepemilikan materi disebut
kelas sosial (social class). Menurut M. Arifin Noor secara umum, kelas sosial
dapat dibagi ke dalam tiga golongan, yakni:
a. Kelas Atas (Upper Class)
13
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengontar…, hlm. 208. 14
Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), hlm. 192.
13
Mereka adalah golongan yang kaya raya seperti kelompok konglomerat,
kelompok eksekutif dan seterusnya. Pada kelas ini segala kebutuhan hidup dapat
terpenuhi dengan mudah, sehingga pendidikan anak memperoleh prioritas utama,
karena anak yang hidup pada kelas ini memiliki sarana dan prasarana yang
memadai dalam belajamya dan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan
tambahan sangat besar. Sehingga kondisi demikian tentu akan mernbangkitkan
semangat anak untuk belajar karena fasilitas belajar mereka dapat dipenuhi oleh
orang tua mereka.
b. Kelas Menengah (Middle Class)
Kelas menengah biasanya diisi oleh kaum profesional dan para pemilik toko
dan bisnis yang lebih kecil. Biasanya ditempati oleh orang-orang kebanyakan
yang tingkat sedang-sedang saja. Kedudukan orang tua dalam masyarakat
terpandang, perhatian mereka terhadap pendidikan anak-anak terpenuhi dan
mereka tidak merasa khawatir akan kekurangan pada kelas ini, walaupun
penghasilan yang mereka peroleh tidaklah berlebihan tetapi mereka mempunyai
sarana belajar yang cukup dan waktu yang banyak untuk belajar.
c. Kelas Bawah (Lower Ciass)
Menurut Mulyanto Sumardi kelas bawah adalah golongan yang memperoleh
pendapatan atau penerimaan sebagai imbalan terhadap kerja mereka yang
jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kebutuhan pokoknya.15
Mereka
yang termasuk dalam kategori ini sebagai orang miskin dan kehilangan ambisi
dalam merengkuh keberhasilan yang lebih tinggi. Golongan ini antara lain
pembantu rumah tangga pengangkut sampah dan lain-lain. Penghargaan mereka
terhadap kehidupan dan pendidikan anak sangat kecil dan sering kali diabaikan,
karena ini sangat membebankan mereka. Perhatian mereka terhadap keluarga pun
tidak ada, karena mereka tidak mempunyai waktu luang untuk berkumpul dan
berhubungan antar anggota keluarga kurang akrab. Di sini keinginan-keinginan
seperti upper class itu kurang karena alasan-alasan ekonomi dan sosial.
15
Mulyanto Sumardi dan Hans-Dieter Evers, Kemiskinan dan Kebatuhan Pokok, (Jakarta:
CV Rajawali, 20l2), hlm. 80-81.
14
Konsep tentang sratifikasi sosial tergantung pada cara seseorang
menentukan golongan sosial itu. Adanya golongan sosial timbul karena adanya
perbedaan status di kalangan masyarakat. Untuk menentukan sratifikasi sosial
dapat diikuti dengan tiga metode, yaitu:
a. Metode Obyektif, stratifikasi ditentukan berdasarkan kriteria obyektif
antara lain jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan, jenis
pekerjaan.
b. Metode Subyektif, dalam metode ini golongan sosial dirumuskan
menurut pandangan anggota masyarakat menilai dirinya dalam hierarki
kedudukan dalam masyarakat itu.
c. Metode Reputasi, metode ini dikembangkan oleh W. Lyod Wamer cs.
Dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut bagaimana
anggota masyarakat menempatkan masing-masing dalam stratifikasi
masyarakat itu. Kesulitan penggolongan obyektif dan subyektif adalah
bahwa penggolongan itu sering tidak sesuai dengan tanggapan orang
dalam kehidupan sehari-hari yang nyata tentang golongan sosial masing-
masing.16
Ukuran yang biasa dipakai untuk menggolongkan masyarakat dapat dilihat
dengan ukuran kekayaan ilmu pengetahuan. Kriteria sosial ekonomi dapat
dibedakan dari jabatan, jumlah dan sumber pendapatan tingkat pendidikan,
agama, jenis dan luas rumah, lokasi rumah, asal keturunan partisipasi dalam
kegiatan organisasi. Status seseorang tercermin pula dari tipe dan letak tempat
tinggalnya, seperti perbedaan ukuran rumah dan tanah, desain rumah,
perlengkapan rumah. Tidak hanya itu, kegiatan rekreasi pun merupakan simbol
status yang penting.
Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan status sosial ekonomi dapat
dilihat dari tingkat pendidikan, pekerjaan tempat tinggal dan kekayaan yang
dimiliki.
16
Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), hlm. 72.
15
C. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil adalah suatu istilah yang digunaken untuk menunjuk sesuatu yang
dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila dikaitkan dengan belajar
berarti hasil menunjuk sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam
selang waktu tertentu. Menurut Sudjana hasil belajar peserta didik pada
hakikatnya adalah perubahan-penubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil
belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektil dan
psikomotorik.17
Sejalan dengan pendapat Sudjana, menurut Dimyati dan Mudjiono bahwa
hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, di mana bukan
saja perubahan mengenai pengetahuan tetapi juga pengetahuan membentuk
kecakapan kebiasaan sikap, pengertian pengetahuan dan penghargaan dalam
individu yang belajar. Sehingga hasil belajar peserta didik adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman
belajarnya.
Hasil belajar merupakan suatu interaksi tindak belajar dan mengajar. Dari
sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan evaluasi hasil belajar. Sedangkan dari
sisi peserta didik hasil belajar merupakan berakhlak penyangga dan puncak dan
suatu proses belajar.18
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting
dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat
memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan peserta didik dalam upaya
mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari
informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan peserta
didik lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.
17
Nana Sudjana, Penilaian Hail Proses Belajor Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2011), hlm. 3. 18
Damayati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009),
hlm. 3.
16
Sejalan dengan pendapat di atas Slameto mengungkapkan bahwa proses
evaluasi pembelajaran, jika dilakukan dengan baik, maka akan mempengaruhi
proses belajar mengajar, sebab evaluasi memberikan arah dan
mengintensifikasikan tujuan yang mempunyai tempat atau kedudukan yang
sentral demi kegiatan belajar.19
Benjamin S. Bloom membagi tujuan pengajaran yang menjadi acuan pada
hasil belajar menjadi tiga bagian, yaitu ranah kognitif ranah afektif, dan
psikomotorik.20
Ranah kognitif yaitu hasil belajar berdasarkan pemahaman
konsep. Ranah afektif yaitu hasil belajar berdasarkan sikap dan ranah
psikomotorik yaitu hasil belajar berdasarkan keterampilan/skill.
Kemampuan-kemampuan yang termasuk ranah kognitif oleh Bloom dan
kawan-kawan dikategorikan lebih rinci sccara hierarkis ke dalam enam jenjang
kemampuan, yakni hafalan (ingatan) (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3),
analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6).21
a. Hafalan (Cl)
Jenjang hafalan (ingatan) meliputi kemampuan fakta, konsep, prinsip,
dan prosedur yang telah dipelajarinya.
b. Pemahaman (C2)
Jenjang pemahaman meliputi kemampuan arti dari informasi yang
diterima, misalnya dapat menafsirkan bagaru diagram, atau grafik,
menerjemahkan suatu pernyataan verbal ke dalam rumusan matematis atau
sebaliknya, meramalkan berdasarkan kecenderungan tertentu (ekstrapolasi dan
interpolasi), serta mengungkapkan suatu konsep atau prinsip dengan kata-kata
sendiri.
c. Penerapan (C3)
19
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengarahinya, (Jakarta: Rineka Cipta,
2010), hlm. 53. 20
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005),
hlm. 117. 21
Ahmad Sofyan, dkk, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2006), hlm. 15- 17.
17
Yang termasuk jenjang penerapan adalah kemampuan menerapkan
prinsip, aturan, metode yang dipelajarinya pada situasi baru atau pada situasi
konkrit.
d. Analisis (C4)
Jenjang analisis meliputi kemampuan menguraikan suatu informasi yang
dihadapi menjadi komponen-komponennya sehingga struktur informasi serta
hubungan antar komponen informasi tersebut menjadi jelas.
e. Sintesis (C5)
Yang termasuk jenjang sintesis ialah kemampuan untuk
mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah-pisah menjadi suatu
keseluruhan yang terpadu. Termasuk ke dalamnya merencanakan eksperimen
menyusun karangan (laporan praktikum, artikel, rangkuman), menyusun cara
baru untuk mengklasifikasikan obyek-obyek, peristiwa, dan informasi lainnya.
f. Evaluasi (C6)
Kemampuan pada jenjang evaluasi adalah untuk mempertimbangkan
nilai suatu pernyataan, uraian, pekerjaan berdasarkan kriteria tertentu yang
ditetapkan.
Hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar pada akhirnya difungsikan dan
ditujukan untuk keperluan berikut :
1) Untuk diagnostik dan pengembangan
Yang dimaksud dengan hasil dari kegiatan evaluasi untuk diagnostik dan
pengembangan adalah penggunaan hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar
sebagai dasar pendiagnosisan kelemahan dan keunggulan peserta didik beserta
sebab-sebabnya.
2) Untuk seleksi
Hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar sering kali paling cocok sebagai
dasar untuk menentukan peserta didik yang paling cocok untuk jenis jabatan
atau jenis pendidikan tertentu.
3) Untuk kenaikan kelas
18
Menentukan apakah seorang peserta didik dapat dinaikkan ke kelas yang
lebih tinggi atau tidak memerlukan informasi yang dapat mendukung
keputusan yang dibuat guru.
4) Untuk penempatan
Agar peserta didik dapat berkembang sesuai dengan tingkat kemampuan
dan potensi yaag mereka miliki, maka perlu dipikirkan ketepatan penempatan
peserta didik pada kelompok yang sesuai.22
2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu :
a. Faktor dari luar
Faktor dari luar terdiri dari dua bagian penting, yakni:
1) Faktor environmental input (Lingkungan) kondisi lingkungan juga
mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan ini berupa
lingkungan fisik/alam dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik/alami
termasuk di dalamnya adalah seperti keadaan suhu, dan sebagainya.
Belajar pada keadaan udara yang segar, akan lebih baik hasilnya dari pada
belajar dalam keadaan udara yang panas dan pengap. Di Indonesia
misalnya orang cenderung berpendapat bahwa belajar pada pagi hari lebih
baik hasilnya dari pada belajar pada siang atau sore hari. Lingkungan
sosial, baik yang berwujud manusia maupun hal-hal lainnya, juga dapat
mempengaruhi proses dan hasil belajar.
2) Faktor-faktor instrumental faktor-faktor instrumental adalah faktor yang
keberadaan dan penggunaannya dirancangkan sesuai dengan hasil belajar
yang diharapkan, faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai
sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan betajar yang telah direncanakan.23
b. Faktor dari dalam
Faktor dari dalam adalah kondisi individu atau anak yang belajar itu sendiri.
Faktor individu dapat dibagi menjadi dua bagian:
22
Dimyati dan Mudjiono, Belajar don Pembelajaran, hlm. 200-201, 23
Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm. 105.
19
1) Kondisi fisiologi anak
Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak
dalam keadaan capai, tidak dalarn keadaan cacat, dan sebagainya, akan
sangat membantu dalam proses dan hasil belajar.
2) Kondisi psikologis Di bawah ini akan diuraikan beberapa faktor psikologis
yang dianggap utama dalam mempengaruhi proses dan hasil belajar,
diantaranya:
a) Minat
Minat sangat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Kalau
seseorang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu, ia tidak dapat
diharapkan akan berhasil dengan baik dalam mempelajari hal tersebut.
Sebaliknya kalau seseorang mempelajari sesuatu dengan minat, maka
hasil yang diharapkan akan lebih baik.
b) Kecerdasan
Telah menjadi pengertian yang relatif umum bahwa kecerdasan
memegang peranan besar dalam menentukan berhasil tidaknya
seseoraag mempelajari sesuatu atau mengikuti sesuatu program
pendidikan. Orang yang lebih cerdas pada umumnya akan lebih
mampu belajar dari pada orang yang kurang cerdas. Kecerdasan
seseorang biasanya dapat diukur dengan menggunakan alat tertentu.
Hasil dari pengukuran kecerdasan biasanya dinyatakan dengan angka
perbandingan kecerdasan yang terkenal dengan sebutan Intelligence
Quotient (IQ).
c) Bakat
Selain kecerdasan, bakat merupakan faktor yang besar
pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Hampir
tidak ada orang yang membantah, bahwa belajar pada bidang yang
sesuai dengan bakat akan memperbesar kemungkinan berhasilnya
usaha itu.
d) Motivasi
20
Motivasi adalah kondisi psikologis yang nnendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu. Jadi, motivasi untuk belajar adalah kondisi
psikologis yang mendorong seseorimg untuk belajar. Oleh karena itu
meningkatkan motivasi belajar anak didik memegang peranan penting
untuk mencapai hasil belajar yang optimal.
Kemampuan-kemampuan kognitif tujuan belajar itu meliputi tiga aspek
yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, namun tidak dapat diingkari
bahwa sampai sekarang pengukuran kognitif masih diutamakan untuk
menentukan keberhasilan belajar seseorang.24
D. Kerangka Pikir
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama dikenalkan kepada
anak, atau dapat dikatakan bahwa seorang anak itu mengenal kehidupan sosial
pertama-tama di dalam lingkungan keluarga. Dengan demikian keluarga adalah
wadah pertama untuk bertanggung jawab bagi pendidikan anak-anaknya.
Keluarga mempunyai banyak fungsi, salah satunya fungsi ekonomi. Dalam
memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh anak-anaknya adalah pemenuhan
kebutuhan sekolah. Karena tanpa dana yang mencukupi maka berbagai alat atau
biaya administrasi tidak dapat terpenuhi. Oleh karena itu potensi atau kemampuan
yang dimiliki anak tidak dapat tersalurkan dengan baik, sehingga dapat
menghambat cita-cita anak.
Tampaknya hal ini dapat dianggap benar secara umum. Namun tidak
menjadikan faktor ekonomi ini sebagai faktor mutlak yang dapat mempengaruhi
hasil belajar peserta didik karena hal ini bergantung pada sikap-sikap orang
tuanya dan bagaimana corak interaksi di dalam keluarganya. Walaupun keadaan
ekonomi orang tua memuaskan, tetapi apabila mereka tidak memperhatikan
pendidikan anaknya hal tersebut juga tidak menguntungkan perkembangan sosial
anak-anaknya. Pada akhirnya, perkembangan sosial anak itu turut ditentukan pula
oleh saling berpengaruh dari banyak faktor di luar dirinya dan di dalam dirinya
sehingga tidak mudah pula untuk menentukan faktor mana yang menyebabkan
24
Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, hlm 106.
21
kesulitan dalam perkembangan sosial seseoftrng yang pada suatu saat mengalami
kegagalan.
Pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan memerlukan berbagai fasilitas
belajar yang pengadaannya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Jadi, faktor
ekonomi sangat mempengaruhi kelangsungan pendidikan anak dan hasil belajar
peserta didik, selain faktor-faktor pendorong lainnya.
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan bahwa faktor ekonomi dapat
memberi pengaruh terhadap hasil belajar peserta didik, karena dapat dipastikan
anak mempunyai alat-alat yang cukup umlk belajar sehingga dapat meningkatkan
hasil belajar peserta didik.
Kecenderungan di atas, kemungkinan ada pengaruh antara pendapatan
ekonomi orang tua terhadap hasil belajar PAI peserta didik. Tetapi bisa jadi
ekonomi bukanlah pendukung hasil belajar, karena ada faktor lain yang
mempengaruhinya. Dengan demikian, diduga terdapat pengaruh antaru status
sosial ekonomi orang tua terhadap hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam.
E. Hipotesis Penelitian
Dari penjelasan di atas maka dapat di ambil hipotesis dari masalah yang
penulis angkat adalah:
1. Hi : Terdapat pengaruh status sosial ekonomi orang tua terhadap hasil
belajar pendidikan agama Islam di kelas VIII SMP Negeri IX Pulau
Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur.
2. Ho : Tidak terdapat pengaruh status sosial ekonomi orang tua terhadap
hasil belajar pendidikan agama Islam di kelas VIII SMP Negeri IX
Pulau Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Tipe penelitian adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah
proses kerja yang berlangsung secara ringkas, terbatas, dan memilah-milah
permasalahan menjadi bagian yang dapat diukur atau dinyatakan dalam angka-
angka.1 Artinya peneliti akan melihat pengaruh status sosial ekonomi orang tua
terhadap hasil belajar peserta didik dalam bentuk angka-angka, kemudian akan
dianalisis dan dinarasikan secara deskriptif.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 9 Pulau Gorom
Kabupaten Seram Bagian Timur.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan terhitung sejak
tanggal 05 November- 05 Desember 2016.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang dilakukan
seseorang yang ingin meneliti semua elemen dalam wilayah penelitian.2
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan peserta didik
kelas VIII SMP Negeri 9 Pulau Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur,
dengan jumlah 31 orang peserta didik.
2. Sampel
1Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Propesi Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan, (Jakarta; PT Kencana Media Group, 2010), hlm. 174. 2Consuelo G. Sevilla Dkk, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1993), hlm. 112.
28
Sampel adalah obyek atau yang diteliti. Adapun sampel yang
diambil menurut Suharsimi Arikunto dalam bukunya manajemen
penelitian jika kurang dari 100 maka lebih baik diambil semua sehingga
disebut sampel populasi.3 Maka sampel yang diambil adalah keseluruhan
dari populasi maka sampel pada penelitian ini, adalah sampel populasi
yaitu keseluruhan peserta didik 31 orang di SMP Negeri 9 Pulau Gorom
Kabupaten Seram Bagian Timur.
D. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
peneliti.4 Jadi, yang merupakan variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas (X) : status sosial ekonomi orang tua dengan indikator :
jumlah pengeluaran keluarga, rumah yang dimiliki,
jenis pekerjaan jenis kendaraan yang digunakan
menu makanan sehari-hari, dan fasilitas belajar.
2. Variabel terikat (Y) : hasil belajar siswa, dengan indikator indikator hasil
tes peserta didik pada pelaksanaan tes semester
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
E. Instrumen Penelitian
1. Angket Penelitian
Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
angket yang mana jawaban yang diperoleh dari penyebaran angket
sebanyak 15 soal yang diukur menggunakan skala likert yaitu
pertanyaan diberi skor untuk jawaban 1 = sangat setuju, 2 = setuju, 3 =
kurang, dan 4 = tidak setuju.5
2. Tes
Tes adalah butir soal tes yang telah dibuat oleh guru untuk soal tes
harian yang peneliti ajarkan di kelas dengan jumlah soal sebanyak 5 butir
soal essy.
3Suharmi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm. 312.
4Consuelo G. Sevilla Dkk, Pengantar Metode Penelitian…, hlm. 96.
5Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), hlm. 81.
29
F. Teknik Pengumpulan Data
Adapun beberapa teknik yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
yaitu sebagai berikut :
1. Observasi atau Pengamatan
Adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
langsung terhadap objek atau terhadap lokasi penelitian tentang keadaan
lapangan dengan gejala-gejala yang diselidiki.6 Dalam hal ini peneliti
mengobservasi tentang pengaruh status sosial ekonomi orang tua terhadap
hasil belajar pendidikan agama Islam.
2. Angket
Adalah teknik pengumpulan data yang berbentuk pernyataan, yang
disusun lalu diajukan kepada responden.7 Dalam hal ini angket akan
dibagikan kepada kepada 31 orang peserta didik untuk melihat bagaimana
pengaruh status sosial ekonomi orang tua terhadap hasil belajar pendidikan
agama Islam.
3. Dokumentasi
Dokumentasi di sini berupa proses yang sudah dilakukan oleh
kepala sekolah maupun para guru dan juga berupa dokumentasi sebagai
bukti bahwa peneliti benar-benar melakukan penelitian.
G. Teknik Analisis Data
Teknik ini bertujuan setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data,
perlu segera dianalisis oleh peneliti.8 Jadi ketika data sudah dikumpulkan maka
teknik yang digunakan dalam menganalisis data ini adalah sebagai berikut:
1. Teknik analisis distribusi frekuensi
6Khalid Narkubo, H.Abu Ahmad, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001),
hlm. 204. 7Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Suatu Pendekatan Praktek), (Jakarta: Rineka
Cipta, 1998), hlm. 58. 8Ibid. hlm. 209.
30
Yaitu untuk menghitung hasil angket tentang pengaruh status sosial
ekonomi orang tua terhadap hasil belajar pendidikan agama Islam dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
P =
X−100%
Keterangan: P = angka persenan
F = frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N = Number of Cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu).9
2. Teknik Analisis Product Moment
Untuk menghitung apakah ada pengaruh status sosial ekonomi orang
tua terhadap hasil belajar pendidikan agama Islam dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
∑ (∑ )(∑ )
√ ∑ (∑ )
∑
(∑ )
Keterangan:
rxy = Angka indeks korelasi “r” Product moment
∑X = Jumlah seluruh skor X
∑Y = Jumlah seluruh skor Y
∑XY= Jumlah hasil perkalian antara skor X dan skor Y
N = Number of Cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu).10
3. Teknik Analisis koofisien determinasi
Kemudian untuk menguji besar pengaruh status sosial ekonomi orang
tua terhadap hasil belajar pendidikan agama Islam. dengan menggunakan
rumus koofisien determinasi yaitu:
KD = r2 x 100%
Keterangan: KD = Koofisien determinasi
r2 = Nilai korelasi
9Anas Sujiono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1987).
hlm. 43. 10
Ibid. hlm. 206.
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Sejarah Singkat SMP Negeri IX Pulau Gorom
SMP Negeri IX Pulau Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur adalah SMP
yang didirikan di Kecamatan Pulau Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur,
didirikan pada tahun 2005 yang bertempat di jalan pendidikan Buah Rumanama
Kecamatan Pulau Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur.1 Badan yang
mendirikannya adalah pemerintah daerah dengan luas tanah 6 hektar. SMP Negeri
IX Pulau Gorom yang dipimpin oleh Bapak Bahrudin Rumalean, S.Pd.I, pada saat
itu masih berstatus swasta atau disebut SMP Nagamari, Kemudian dari Tahun
2005 sampai 2008 SMP Nagamari berubah status menjadi SMP Negeri IX Pulau
Gorom yang masih dipimpin oleh Bapak Bahrudin Rumalean, S.Pd.I.2
SMP Negeri IX Pulau Gorom mempunyai visi sebagai berikut: “membina
imtaq, unggul, iptek, berpartisipasi dan berbudi luhur. Sedangkan misi SMP Negeri
IX Pulau Gorom adalah sebagai berikut:
a. Menanamkan keyakinan dan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Mengembangkan pengetahuan dibidang iptek.
c. Menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan kreatif
d. Meningkatkan prestasi berbagai bidang sesuai dengan bakat minat dan potensi
siswa.
e. Menjalin kerja sama yang harmonis antara warga sekolah dan lingkungan.3
Kemudian tujuan dari SMP Negeri IX Pulau Gorom yaitu sebagai berikut:
a. Dapat mengamalkan ajaran agama, hasil proses pembelajaran dan
kegiatan pengembangan diri.
b. Menghasilkan peserta didik yang dapat menguasai dasar ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai bakal untuk melanjutkan ke jenjang
lebih tinggi.
1Observasi peneliti pada lokasi penelitian tanggal 05 November 2016.
2Dokumen Kantor Tata Usaha SMP Negeri IX Pulau Gorom.
3Dokumen Kantor Tata Usaha SMP Negeri IX Pulau Gorom.
33
34
c. Meraih prestasi akademik maupun non akademik di berbagai bidang
minimal tingkat Kabupaten Seram Bagian Barat.
d. Terwujudnya proses belajar mengajar yang berwawasan PAKEM
e. Menjadikan sekolah yang bersih dan nyaman.4
Adapun kedudukan SMP Negeri IX Pulau Gorom sangat strategis, dengan
kedudukan sebagai berikut:
a. Sebelah Timur berhadapan dengan Jalan Raya Gorom
b. Sebelah Barat berhadapan dengan Pulau Amaskaru
c. Sebelah Selatan berhadapan dengan Dusun Kilalir
d. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Dai.5
2. Keadaan Guru SMP Negeri IX Pulau Gorom
a. Kepala Sekolah
Kepala Sekolah SMP Negeri IX Pulau Gorom sebagai pimpinan sekolah
mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: bertanggung jawab dalam
pelaksanaan tugas dan seluruh kegiatan sekolah sesuai fungsi yang disebut dengan
EMAS (Educator, Manajer, Administrator,dan Supervisior).Yang menjadi kepala
sekolah SMP Negeri IX Pulau Gorom saat ini adalah Bahrudin Rumalean, S.Pd.I.
b. Wakasek Kesiswaan
Tugas dan tanggung jawab Wakil Kepala Madrasayah Kesiswaan
meliputi menyusun program kerja dan kegiatan bidang pembinaan
kesiswaan sesuai ketentuan dan petunjuk yang berlaku. Yang menjadi Wakil
Kepala Kesiswaan pada SMP Negeri IX Pulau Gorom adalah Ibu Danuria
Rumbaru, S.Pd.
c. Wakasek Kurikulum
Tugas dan tanggung jawab yaitu menyusun dan mempersiapkan
program pengajaran sesuai kurikulum yang berlaku. Yang menjadi
Wakasek Kurikulum pada SMP Negeri IX Pulau Gorom adalah Bapak
Tamaji, S.Pd.
d. Wakasek Sarana Prasarana
4Observasi peneliti pada lokasi penelitian tanggal 05 November 2016.
5Dokumen Kantor Tata Usaha SMP Negeri IX Pulau Gorom.
35
Tugas dan tanggung jawab Wakasek Sarana dan Prasarana menyusun
program sarana dan prasarana tahun pelajaran berjalan. Yang menjadi
Wakasek Sarana dan Prasarana pada SMP Negeri IX Pulau Gorom adalah
Bapak Ahmad Rumalolas, S.HI.
e. Wakasek Humas
Tugas dan tanggung jawab Wakasek Humas meliputi menyusun
program kegiatan bidang masyarakat. Yang menjadi Wakasek Humas pada
SMP Negeri IX Pulau Gorom adalah Bapak Subandri Rumakur, S.Pd.
f. Koordinator BK
Tugas dan tanggung jawab Koordinator Bimbingan dan Konseling
meliputi menyusun program pelaksanaan BK, menyiapkan biodata masing-
masing siswa, mengadakan koordinasi dengan wali kelas/guru bidang studi
dalam rangka mengatasi masalah yang dihadapi peserta didik. Yang
menjadi koordinator Bimbingan dan konseling di SMP Negeri IX Pulau
Gorom adalah Susanto Aineka, S.Pd.I.
g. Guru
Tugas dan tanggung jawab guru yaitu melaksanakan kegiatan belajar
mengajar secara efektif dan efisien meliputi: selain membuat perangkat
pembelajaran, juga sebagai pembimbing guna
memperlancar interaksi
pembelajaran sehingga dapat menghasilkan kualitas peserta didik yang baik.6
(Untuk data keadaan para dewan guru di sekolah lihat lampiran 2 pada
halaman 68).
3. Keadaan Peserta Didik SMP Negeri 6 Pulau Gorom
Peserta didik SMP Negeri IX Pulau Gorom berasal dari beberapa daerah
yang ada di Kabupaten Seram Bagian Timur dan sekitarnya dengan latar
belakang suku dan ras yang berbeda-beda. Berdasarkan observasi lapangan
penulis menganalisis bahwa meskipun SMP Negeri IX Pulau Gorom baru
didirikan, namun terlihat lebih banyak apabila dari lulusan SD dan peserta didik
pindahan yang ada pada daerah tersebut meningkat. Semua ini dilihat dari
frekuensi setiap tahun sebagai berikut:
6Dokumen Kantor Tata Usaha SMP Negeri IX Pulau Gorom.
36
Tabel 1. Daftar Keadaan Peserta Didik
No Kelas Tahun Pelajaran Jenis Kelamin
Jumlah Ket L P
1.
2.
3.
VII
VIII
IX
2015/2016
205/2016
2015/2016
14
13
10
23
18
19
37
31
29
Jumlah 97
Sumber data : TU SMP Negeri IX Pulau Gorom Tahun 2015.
Dari jumlah peserta didik keseluruhan di atas yang ditangani oleh 16 orang
guru dengan proses belajar yang baik. Sebaliknya sekolah ini tidak bisa dilepas
pisahkan dengan masyarakat Maluku khususnya Kabupaten Seram Bagian Timur
sebagai pendukung terpenting untuk proses kependidikan dasar serta institusi,
perannya tidak dapat diabaikan sebagai agen kontrol pemerintah terus
membenahi semua pranata kependidikan diantaranya adalah lembaga
pemberdayaan pendidikan di SMP Negeri IX Pulau Gorom sebagai wujud peran
pengurus lembaga pendidikan dan dukungan masyarakat dalam memajukan
SMP Negeri IX Pulau Gorom tersebut.
4. Sarana dan Prasarana Penunjang
Proses pembelajaran dapat berjalan lancar dengan baik apabila ditopang
oleh sarana dan prasarana yang memadai. SMP Negeri IX Pulau Gorom dalam
kegiatan sehari-hari didukung oleh peserta didik dan prasarana yang cukup. Hal
ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Fasilitas Pembelajaran SMP Negeri IX Pulau Gorom
No Fasilitas Jumlah Keadaan
1
2
3
4
5
6
Ruang Kelas Peserta Didik
Ruang Kantor
Ruang Kepala Sekolah
Ruang Tata Usaha
Ruang Perpustakaan
Ruang Aula
6
1
1
1
1
1
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
37
7
8
9
Ruang WC Guru
Ruang WC Peserta Didik
Ruang Kantin
1
2
1
Baik
Baik
Baik
Sumber Data : TU SMP Negeri IX Pulau Gorom Tahun 2015
Menyimak tabel di atas menunjukkan bahwa SMP Negeri IX Pulau Gorom
secara fasilitas sudah menunjang pelaksanaan pembelajaran yang baik karena
memiliki sarana yang sangat mendukung sehingga kegiatan pembelajaran sesuai
dengan perkembangan kurikulum yang telah ditetapkan.
5. Pelaksanaan Pendidikan Pada SMP Negeri IX Pulau Gorom
Pada prinsipnya pelaksanaan pendidikan memiliki kesamaan dengan
pendidikan lainnya, yakni semua mata pelajaran yang paling dikembangkan
pada tingkat pertama adalah konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan itu sendiri
yang dapat dikembangkan demi menghasilkan suatu keterampilan bagi siswa
tersebut di kemudian hari maupun pengetahuan akademik yang dipersiapkan
untuk jenjang yang lebih tinggi.
Adapun mata pelajaran yang diajarkan di SMP Negeri IX Pulau Gorom dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabe 3. Mata Pelajaran Pada SMP Negeri IX Pulau Gorom
Mata Pelajaran Agama Mata Pelajaran Umum
Pendidikan Agama Islam
Bahasa Indonesia
Bahasa Inggris
Matematika
PKn
IPA Terpadu
IPS Terpadu
Seni dan Budaya
Penjaskes
TIK
Mulok
Pengembangan Diri
38
Sumber Data : TU SMP Negeri IX Pulau Gorom Tahun 2015.
B. HASIL PENELITIAN
1. Status Sosial Ekonomi Orang Tua
Pada prinsipnya status sosial ekonomi orang tua dapat dilihat pada Ukuran
yang biasa dipakai untuk menggolongkan masyarakat dapat dilihat dengan ukuran
kekayaan ilmu pengetahuan. Kriteria sosial ekonomi dapat dibedakan dari jabatan,
jumlah dan sumber pendapatan tingkat pendidikan, agama, jenis dan luas rumah,
lokasi rumah, asal keturunan partisipasi dalam kegiatan organisasi. Status
seseorang tercermin pula dari tipe dan letak tempat tinggalnya, seperti perbedaan
ukuran rumah dan tanah, desain rumah, perlengkapan rumah. Tidak hanya itu,
kegiatan rekreasi pun merupakan simbol status yang penting. status sosial ekonomi
adalah posisi yang ditempati individu atau keluarga yang berkenaan dengan ukuran
rata-rata yang umum berlaku tentang kepemilikan kultural, pendapatan efektif,
pemilikan barang dan pmtisipasi dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya.7
Untuk mengumpulkan data tentang status sosial ekonomi orang tua,
peneliti menyebarkan angket kepada 31 peserta didik sebagai responden dalam
penelitian yang peneliti laksanakan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4. Pekerjaan Orang Tua (Ayah)
No Kategori Jawaban Tanggapan Responden
Frekuensi Presentase
1
2
3
4
Karyawan/ Buruh
Pedagang
PNS
Wirausaha
17
8
5
1
54,84%
25,81%
16,13%
3,23%
Jumlah 31 100%
Sumber data: Hasil angket
Berdasarkan tabel 4 di atas, maka diketahui bahwa dari 31 orang peserta
didik yang menjadi responden, yang menjawab karyawan atau buruh sebanyak
7Kaare Svalastoga, Diferensiasi Sosial, (Jakarta: PT Bina Aksara, 2009), hlm. 26.
39
17 orang (54,84%), yang menjawab pedagang sebanyak 8 orang (25,81%), yang
menjawab PNS sebanyak 5 orang (16,13%), dan yang menjawab wirausaha
adalah 1 orang (3,23%). Kalau dikaji dari tabel di atas, maka pekerjaan orang tua
peserta didik dalam hal ini ayah didominasi oleh karyawan atau buruh yaitu
(54,84%). Hal ini menandakan bahwa makna dari tabel di atas status sosial
ekonomi oarang tua paling banyak berada pada para pekerja keras seperti petani,
ataupun buruh.
Tabel 5. Pekerjaan Orang Tua (Ibu)
No Kategori Jawaban Tanggapan Responden
Frekuensi Presentase
1
2
3
4
Ibu Rumah Tangga
Pedagang
PNS
Wirausaha
3
25
3
-
9,68%
80,65%
9,68%
-
Jumlah 31 100%
Sumber data: Hasil angket
Berdasarkan tabel 5 di atas, maka diketahui bahwa dari 31 orang peserta
didik yang menjadi responden, yang menjawab ibu rumah tangga sebanyak 3
orang (9,68%), yang menjawab pedagang sebanyak 25 orang (80,65%), yang
menjawab PNS sebanyak 3 orang (9,68%), dan yang menjawab wirausaha itu
tidak ada. Kalau dikaji dari tabel di atas, maka pekerjaan orang tua peserta didik
dalam hal ini Ibu didominasi oleh pekerjaan rumah tangga yaitu (80,65%). Makna
dari tabel di atas menandakan bahwa pekerjaan orang tua (ibu) mereka lebih
senang berdagang seperti berjualan dalam membantu status ekonomi mereka.
Tabel 6. Orang Tua Memberikan Uang Saku Ke Sekolah
No Kategori Jawaban Tanggapan Responden
Frekuensi Presentase
1
2
3
Selalu
Sering
Kadang-Kadang
11
17
2
35,48%
54,84%
6,45%
40
4 Jarang 1 3,23%
Jumlah 31 100%
Sumber data: Hasil angket
Berdasarkan tabel 6 di atas, maka diketahui bahwa dari 31 orang peserta
didik yang menjadi responden, yang menjawab selalu sebanyak 11 orang
(35,48%), yang menjawab sering sebanyak 17 orang (54,84%), yang menjawab
kadang-kadang sebanyak 2 orang (6,45%), dan yang menjawab jarang adalah 1
orang (3,23%). Kalau dikaji dari tabel di atas, maka orang tua peserta didik sering
memberikan uang saku waktu peserta didik ke sekolah adalah yaitu (54,84%).
Hal ini menandakan bahwa orang tua terkait dengan pendapatan mereka tidak
menentu maka orang tua sering memberikan mereka uang saku untuk ke sekolah.
Tabel 7. Uang Saku Yang Diberikan Oleh Orang Tua
No Kategori Jawaban Tanggapan Responden
Frekuensi Presentase
1
2
3
4
< 8000
5.000-7.500
3.000 -4.500
1.000-2.500
15
12
3
1
48,39%
38,71%
9,68%
3,23%
Jumlah 31 100%
Sumber data: Hasil angket
Berdasarkan tabel 7 di atas, maka diketahui bahwa dari 31 orang peserta
didik yang menjadi responden, yang menjawab < 8.000 sebanyak 15 orang
(48,39%), yang menjawab 5.000-7.500 sebanyak 12 orang (38,71%), yang
menjawab 3.000-4.500 sebanyak 3 orang (9,68%), dan yang menjawab 1.000-
2.500 adalah 1 orang (3,23%). Kalau dikaji dari tabel di atas, maka orang tua
peserta didik memberikan uang saku waktu peserta didik ke sekolah di atas <
8.000 adalah yaitu (48.39%). Makna dari tabel di atas menandakan bahwa status
sosial orang tua terkait dengan pendapatan tidak menentu tetapi biasanya orang
41
tua sering memberikan uang saku kepada anak-anaknya dari Rp. 8.000 bahkan
lebih.
Tabel 8. Status Kepemilikan Rumah Orang Tua
No Kategori Jawaban Tanggapan Responden
Frekuensi Presentase
1
2
3
4
Milik Sendiri
Kontrakan
Rumah Dinas
Rumah Kredit
15
10
6
-
48,39%
32,23%
19,35%
-
Jumlah 31 100%
Sumber data: Hasil angket
Berdasarkan tabel 8 di atas, maka diketahui bahwa dari 31 orang peserta
didik yang menjadi responden, yang menjawab milik sendiri sebanyak 15 orang
(48,39%), yang menjawab kontrakan sebanyak 10 orang (32,23%), yang
menjawab rumah dinas sebanyak 6 orang (16,35%), dan yang menjawab rumah
kredit itu tidak ada. Kalau dikaji dari tabel di atas, maka status kepemilikan
rumah orang tua didominasi pada milik sendiri yaitu (48,39%). Hal ini
menandakan bahwa kebanyakan rumah yang mereka tempati kebanyakan milik
mereka sendiri sehingga status sosial orang tua yang ada di SMP Negeri IX sudah
sangat baik.
Tabel 9. Waktu Belajar Peserta Didik
No Kategori Jawaban Tanggapan Responden
Frekuensi Presentase
1
2
3
4
Kamar Tidur
Ruang Tamu
Ruang Belajar Khusus
Tidak Tentu
15
10
4
2
48,39%
32,23%
12,90%
6,45%
Jumlah 31 100%
Sumber data: Hasil angket
Berdasarkan tabel 9 di atas, maka diketahui bahwa dari 31 orang peserta
didik yang menjadi responden, yang menjawab kamar tidur sebanyak 15 orang
42
(48,39%), yang menjawab ruang tamu sebanyak 10 orang (32,23%), yang
menjawab ruang belajar khusus sebanyak 4 orang (12,90%), dan yang
menjawab tidak tentu adalah 2 orang (6,45%). Kalau dikaji dari tabel di atas,
maka peserta didik biasanya belajar pada saat mereka di rumah yaitu kamar tidur
yaitu (48.39%). Hal ini menandakan bahwa kebanyak anak mereka mempunyai
kamar tidur sendiri sehingga mereka lebih senang untuk belajar di kemar mereka
ketimbang di tempat lain seperti ruang tamu, ruang keluarga atau yang lain
sebagainya.
Tabel 10. Cara Peserta Didik Ke Sekolah
N
o Kategori Jawaban
Tanggapan Responden
Frekuensi Presentase
1
2
3
4
Naik Kendaraan Umum
Kendaraan Sendiri
Antar Jemput
Tidak Tentu
15
10
4
2
48,39%
32,23%
12,90%
6,45%
Jumlah 31 100%
Sumber data: Hasil angket
Berdasarkan tabel 10 di atas, maka diketahui bahwa dari 31 orang peserta
didik yang menjadi responden, yang menjawab naik kendaraan umum sebanyak
15 orang (48,39%), yang menjawab membawa kendaraan sendiri sebanyak 10
orang (32,23%), yang menjawab antar jemput sebanyak 4 orang (12,90%), dan
yang menjawab tidak tentu adalah 2 orang (6,45%). Maka peserta didik
biasanya ke sekolah didominasi oleh naik kendaraan umum yaitu (48.39%). Hal
ini menandakan bahwa kebanyakan peserta didik mereka tidak mempunyai
kendaraan pribadi sehingga mereka lebih senang untuk naik kendaraan umum.
Tabel 11. Orang Tua Memenuhi Kebutuhan Peserta Didik
No Kategori Jawaban Tanggapan Responden
Frekuensi Presentase
43
1
2
3
4
Semua Terpenuhi
Sebagian Terpenuhi
Tidak Terpenuhi
Beberapa
7
12
12
-
22,58%
38,71%
38,71%
-
Jumlah 31 100%
Sumber data: Hasil angket
Berdasarkan tabel 11 di atas, maka diketahui bahwa dari 31 orang peserta
didik yang menjadi responden, yang menjawab semua terpenuhi sebanyak 7
orang (22,58%), yang menjawab sebagian terpenuhi sebanyak 12 orang
(38,71%), yang menjawab tidak terpenuhi sebanyak 12 orang (38,71%), dan
yang menjawab beberapa itu tidak ada. Kalau dikaji dari tabel di atas, maka
orang tua peserta didik sebagian dan juga tidak terpenuhi kebutuhan semua
peralatan seperti tas, buku tulis, pulpen, dan lain-lain yaitu (38,71%). Hal ini
menandakan bahwa karena status sosial orang tua kurung menentu sehingga
kebutuhan peserta didik sebagian dan bahkan tidak terpenuhi dengan baik.
Tabel 12. Memiliki Buku Sendiri Pada Mata Pelajaran
N
o Kategori Jawaban
Tanggapan Responden
Frekuensi Presentase
1
2
3
4
Milik Sendiri
Sebagian Besar Milik
Tidak Pernah Memiliki
Sebagian Kecil Memiliki
4
21
4
2
12,90%
67,74%
12,90%
6,45%
Jumlah 31 100%
Sumber data: Hasil angket
Berdasarkan tabel 12 di atas, maka diketahui bahwa dari 31 orang peserta
didik yang menjadi responden, yang menjawab milik sendiri sebanyak 4 orang
(12,90%), yang menjawab sebagian besar memiliki sebanyak 21 orang
(67,74%), yang menjawab tidak pernah memiliki sebanyak 4 orang (12,90%),
dan yang menjawab sebagian kecil memiliki adalah 2 orang (6,45%). Kalau
dikaji dari tabel di atas, maka dalam setiap mata pelajaran peserta didik sebagian
besar memiliki sendiri buku-buku peajaran yaitu (67,74%). Hal ini menandakan
44
bahwa kebanyakan peserta didik yang mempunyai buku milik sendiri buka di
dapat dari sekolah.
Tabel 13. Dalam Belajar Peserta Didik Dibantu Oleh
N
o Kategori Jawaban
Tanggapan Responden
Frekuensi Presentase
1
2
3
4
Bapak/Ibu
Belajar Sendiri
Tidak Pernah Dibantu
Sebagian Kecil Dibantu
11
11
7
2
35,48%
35,48%
22,58%
6,45%
Jumlah 31 100%
Sumber data: Hasil angket
Berdasarkan tabel 13 di atas, maka diketahui bahwa dari 31 orang peserta
didik yang menjadi responden, yang menjawab Bapak/Ibu sebanyak 11 orang
(35,48%), yang menjawab belajar sendiri sebanyak 11 orang (35,48%), yang
menjawab tidak pernah dibantu oleh siapapun sebanyak 7 orang (22,58%), dan
yang menjawab sebagian kecil dibantu adalah 2 orang (6,45%). Kalau dikaji
dari tabel di atas, maka dalam keadaan belajar dirumah Bapak/Ibu serta belajar
sendiri dirumah yaitu (35,48%). Hal ini menandakan bahwa kebanyakan dalam
proses belajar di rumah orang tua peserta didik sangat memperhatikan mereka
sehingga sering dibantu oleh orang tua dalam mengerjakan pekerjaan rumah
tersebut.
Tabel 14. Kegiatan Ekstra Kurikuler Di Luar Sekolah
N
o Kategori Jawaban
Tanggapan Responden
Frekuensi Presentase
1
2
3
4
Kursus Komputer
Tidak Ada Kegiatan
Kursus Bahasa
Kursus Ilmu Eksak
10
16
3
2
32,23%
51,61%
16,13%
6,45%
Jumlah 31 100%
Sumber data: Hasil angket
45
Berdasarkan tabel 14 di atas, maka diketahui bahwa dari 31 orang peserta
didik yang menjadi responden, yang menjawab kursus kumputer sebanyak 10
orang (32,23%), yang menjawab tidak ada kegiatan sebanyak 16 orang
(51,61%), yang menjawab kursus bahasa sebanyak 3 orang (9,68%), dan yang
menjawab kursus ilmu eksas adalah 2 orang (6,45%). Kalau dikaji dari tabel di
atas, maka dalam kegiatan ekstra kurikuler peserta didik tidak ada kegiatan di luar
sekolah yaitu (51,61%). Hal ini menandakan bahwa peserta didik kurang
mengikuti kegiatan ekstra kurikuler yang dilaksanakan di sekolah.
Tabel 15. Kedudukan Orang Tua di Masyarakat
N
o Kategori Jawaban
Tanggapan Responden
Frekuensi Presentase
1
2
3
4
Tokoh Masyarakat
Masyarakat Biasa
Ustad/Guru
Ulama
7
13
5
6
22,58%
41,94%
16,13%
19,35%
Jumlah 31 100%
Sumber data: Hasil angket
Berdasarkan tabel 15 di atas, maka diketahui bahwa dari 31 orang peserta
didik yang menjadi responden, yang menjawab tokoh masyarakat sebanyak 7
orang (22,58%), yang menjawab masyarakat biasa sebanyak 13 orang (41,94%),
yang menjawab ustad atau guru sebanyak 5 orang (16,13%), dan yang
menjawab ulama adalah 6 orang (19,35%). Kalau dikaji dari tabel di atas, maka
kedudukan orang tua peserta didik yang ada di masyarakat setempat paling
banyak tidak mempunyai kedudukan atau masyarakat biasa yaitu (41,94%). Hal
ini menandakan bahwa orang tua dalam kedudukannya di masyarakat sering
menjadi masyarakat biasa.
Tabel 16. Partisifasi Orang Tua Pada masyarakat
N
o Kategori Jawaban
Tanggapan Responden
Frekuensi Presentase
46
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
6
10
12
3
19,35%
32,23%
38,71%
9,68%
Jumlah 31 100%
Sumber data: Hasil angket
Berdasarkan tabel 16 di atas, maka diketahui bahwa dari 31 orang peserta
didik yang menjadi responden, yang menjawab selalu sebanyak 6 orang
(19,35%), yang menjawab sering sebanyak 10 orang (32,23%), yang menjawab
kadang-kadang sebanyak 12 orang (38,71%), dan yang menjawab tidak pernah
adalah 3 orang (9,68%). Kalau dikaji dari tabel di atas, maka orang tua peserta
didik sering berpartisipasi dalam kegiatan pada masyarakat yaitu (32,23%). Hal
ini menandakan bahwa kadang-kadang orang melakukan aktifitas dengan
partisifaasinya dalam kehidupan bermasyrakakat.
Tabel 17. Makanan Selalu 4 Sehat 5 Sempurna
N
o Kategori Jawaban
Tanggapan Responden
Frekuensi Presentase
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
3
11
12
5
9,68%
35,48%
38,71%
16,13%
Jumlah 31 100%
Sumber data: Hasil angket
Berdasarkan tabel 17 di atas, maka diketahui bahwa dari 31 orang peserta
didik yang menjadi responden, yang menjawab selalu sebanyak 3 orang
(9,68%), yang menjawab sering sebanyak 11 orang (35,48%), yang menjawab
kadang-kadang sebanyak 12 orang (38,71%), dan yang menjawab tidak pernah
adalah 5 orang (16,13%). Kalau dikaji dari tabel di atas, maka menu makanan
peserta didik sering memenuhi empat sehat lima sempurna yaitu (35,48%). Hal
ini menandakan bahwa karena kebutuhan ekonomi orang tua kurang menentu
47
sehingga makanan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya kadang-kadang
memberikan 4 sehat dan 5 sempurna.
Tabel 18. Jika Sakit Biasanya Pengobatan Dilakukan
N
o Kategori Jawaban
Tanggapan Responden
Frekuensi Presentase
1
2
3
4
Rumah Sakit
Puskesmas
Beli Obat Warung
Paranormal
4
18
6
3
12,90%
58,06%
19,35%
9,68%
Jumlah 31 100%
Sumber data: Hasil angket
Berdasarkan tabel 18 di atas, maka diketahui bahwa dari 31 orang peserta
didik yang menjadi responden, yang menjawab rumah sakit sebanyak 4 orang
(12,90%), yang menjawab puskesmas sebanyak 18 orang (58,06%), yang
menjawab beli obat di warung sebanyak 6 orang (19,35%), dan yang menjawab
paranormal adalah 3 orang (9,68%). Kalau dikaji dari tabel di atas, maka jika
anggota keluarga peserta didik sakit mereka sering membawa puskesmas untuk
melakukan pengobatan yaitu (58,06%). Hal ini menandakan bahwa biasanya
apabila ada keluarga para peserta didik yang sakit mereka biasanya dibawah ke
puskesmas terdekat.
Sehingga disimpulkan dari penjabaran skor angket untuk pengaruh komite
sekolah (variabel X), maka siswa yang memilih jawaban pada item pertayaan (a)
sebesar 30,75% untuk jawaban item pertayaan (b) sebesar 45,37%. untuk
jawaban item pertayaan (c) 18,49%, sedangkan untuk jawaban item pertayaan
(d) adalah 6,23%.
2. Hasil Belajar Peserta Didik
Hasil belajar peserta didik pada hakikatnya adalah perubahan-penrbahan
tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas
mencakup bidang kognitif, afektil dan psikomotorik, melalui perubahan pada
individu yang belajar, di mana bukan saja perubahan mengenai pengetahuan tetapi
48
juga pengetahuan membentuk kecakapan kebiasaan sikap, pengertian pengetahuan
dan penghargaan dalam individu yang belajar. Sehingga hasil belajar peserta didik
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima
pengalarnan belajarnya.
Untuk mengetahui hasil belajar peserta didik maka peneliti mengembil
hasil belajar peserta didik melalui peneliti mengajar pada mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam pada SMP Negeri IX Pulau Gorom, yang merupakan
data yang tersimpan pada soal tes peserta didik maka hasil yang penulis dapatkan
adalah sebagai berikut:
Tabel 19. Hasil Belajar Peserta Didik
Interval Kualifikasi Frekuensi Presentase
Angka
1
Huruf
80 – 100 A Baik sekali 1 3,23%
66 – 79 B Baik 19 61,29%
56 – 65 C Cukup 11 35,48%
40 – 55 D Kurang - -
0-39 E Gagal - -
Jumlah 31 100%
Sumber Data: Nilai Hasil Belajar peserta didik
Berdasarkan data pada tabel 19 di atas, maka diketahui bahwa dari 31 orang
peserta didik yang diambil secara sampling populasi masuk dalam klasifikasi
baik sekali 1 orang peserta didik (3,23%), untuk masuk dalam kualifikasi baik 19
orang peserta didik (61,29%), untuk masuk dalam kualifikasi cukup 11 orang
peserta didik (35,48%), dan tidak ada peserta didik yang masuk dalam kualifikasi
kurang dan gagal. Maka hasil belajar siswa yang paling banyak atau yang paling
besar hasil belajar siswa dikisaran nilai 66 sampai dengan 79 yaitu terdapat
61,29%. Hal ini menandakan bahwa dari status sosial orang tua sangat
berpengaruh terhadap hasil belajar mereka karena apabila status ekonomi orang
tua itu baik maka anak hanya berpikiran untuk belajar bukan untuk membantu
orang tua mencari nafkah sehingga belajar peserta didik kurang diperhatikan.
3. Analisis Korelasi Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orang Tua Terhadap
49
Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam
Jika dilihat pada uraian di atas, yakni pengaruh status sosial ekonomi orang
tua terhadap hasil belajar PAI di SMP Negeri IX Pulau Gorom, dapat disimpulkan
bahwa antara status sosial ekonomi orang tua terhadap hasil belajar PAI memiliki
hubungan keterkaitan. Namun untuk lebih jelasnya akan peneliti uraikan secara
jelas pada pembahasan berikutnya.
Angket yang disebarkan pada 31 orang peserta didik sebanyak 15 pertanyaan,
dari variabel X (Pengaruh status sosial ekonomi orang tua) dan variabel Y (hasil
belajar PAI), di SMP Negeri IX Pulau Gorom. Dari hasil perhitungan, dalam
lampiran 5, diketahui N = 31, ∑X= 1388, ∑Y=2065, ∑XY= 92710, ∑X2
=
62664, dan ∑Y2 = 140775. Selanjutnya didistribusikan di dalam rumus, maka:
∑ (∑ )(∑ )
√* ∑ (∑ )
+ * ∑
(∑ ) +
√* +* +
=
√( – ) * +
√( )
=
√
=
= 0,969510076
= 0,969.
50
Dari perhitungan di atas, diketahui bahwa untuk koefisien korelasi sebesar
0,969 dan setelah dikonsultasikan dengan tabel interpretasi, ternyata angka "r"
(0,969), interpretasi antara pengaruh status sosial ekonomi orang tua (variabel X)
terhadap hasil belajar pendidikan agama Islam (variabel Y), terdapat korelasi
yang sangat tinggi.
Dari uraian analisis pengaruh status sosial ekonomi orang tua di SMP
Negeri IX Pulau Gorom memberikan gambaran bahwa pengeruh status sosial
ekonomi orang tua yang terkait dengan hasil belajar di SMP Negeri IX Pulau
Gorom ternyata terlaksana dengan sistematis dan terorganisir. Namun perlu
ditekankan sekali lagi bahwa program-program yang tersusun secara sistematis
serta upaya-upaya yang digalakan secara maksimal, bukan berarti bahwa semua
itu yang dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan dalam bentuk pencapaian hasil
belajar yang ,tinggi bagi peserta didik.
Berdasarkan data pada lampiran 6, untuk penjabaran skor angket untuk
pengaruh status sosial ekonomi orang tua (variabel X), maka peserta didik yang
memilih jawaban pada item pertayaan (a) sebesar 30,75% untuk jawaban item
pertayaan (b) sebesar 45,37%. untuk jawaban item pertayaan (c) 18,49%,
sedangkan untuk jawaban item pertayaan (d) adalah 6,23%. Sedangkan untuk
mengetahui hasil belajar peserta didik maka yang masuk dalam klasifikasi baik
sekali 1 orang peserta didik (3,23%), untuk masuk dalam kualifikasi baik 19
orang peserta didik (61,29%), untuk masuk dalam kualifikasi cukup 11 orang
peserta didik (35,48%), dan tidak ada peserta didik yang masuk dalam
kualifikasi kurang dan gagal.
Dari skor penyebaran angket pengaruh status sosial ekonomi orang tua
terhadap hasil belajar peserta didik pada bidang studi PAI kemudian dianalisis
skor (variabel X) dan skor (variabel Y) dengan rumus korelasi product moment.
Sesuai data (lampiran 5), diketahui bahwa untuk koefisien korelasi sebesar 0,969
dan setelah dikonsultasikan dengan tabel interpretasinya antara pengaruh status
sosial ekonomi orang tua (variabel X) dengan hasil belajar peserta didik (variabel
Y) terdapat korelasi yang sangat tinggi dengan melakukan uji hipotesis.
Rumus Hipotesis
51
H1 : Terdapat pengaruh status sosial ekonomi orang tua terhadap hasil
belajar pendidikan agama Islam di kelas VIII SMP Negeri IX Pulau
Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur.
Menentukan derajat kebebasan
Db = N - 2
= 31 – 2
= 29
Dengan melihat tabel nilai "r" Product moment ternyata bahwa Db
sebesar 29, pada taraf signifikan 5% diperoleh r tabel= 0,367. sedangkan pada
taraf signifikan 1% diperoleh rtabel = 0,470. Karena rxy pada taraf signifikan 5%
rxy rtabel (0.969 > 0,367) maka pada taraf signifikan 5% Ho ditolak dan H1
diterima. Artinya bahwa pada taraf signifikan 5% memang terdapat korelasi
sangat tinggi signifikan antara variabel X dan variabel Y.
Selanjutnya pada taraf signifikan 1%, rxy rtabel (0,969 > 0,470) maka pada
taraf signifikan 1% H1 diterima dan Ho ditolak, ini membuktikan bahwa taraf
signifikan 1% terdapat korelasi yang sangat tinggi signifikan antara variabel X
dan Y. Kemudian untuk mengetahui berapa besar pengaruh status sosial ekonomi
orang tua (variabel X) terhadap hasil belajar pendidikan agama Islam (variabel Y),
digunakan rumus koefesien determinasi yaitu:
KD = r2 x 100%
= 0,969 x 0,969 x 100%
= 93,8961%
= 94%
Dengan melihat perhitungan dari rumus koefesien determinasi di atas maka
besar pengaruh status sosial ekonomi orang tua (variabel X) terhadap hasil belajar
pendidikan agama Islam (variabel Y) adalah 94%.
C. Pembahasan
Status sosial orang tua mempunyai peran yang sangat penting karena orang
tua mempunyai posisi sebagai pemimpin keluarga atau rumah tangga. Orang tua
sebagai pembentuk pribadi utama dalam kehidupan anak. Menurut Zakiah Darajat
kepribadian orang tua, sikap dan tata cara hidup mereka merupakan unsur-unsur
52
pendidikan yang tidak langsung dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi
anak yang sedang tumbuh.8 Status sosial ekonomi orang tua sangat besar
pengaruhaya terhadap pendidikan anak, sebab orang tua adalah unsur pertama dan
utama dalam pendidikan anak-anaknya. Orang tua harus membina dan
membimbing mereka. Karena orang tua akan menjadi pembimbing yang sangat
dibutuhkan oleh anak.
Untuk menjawab pertanyaan di atas maka, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi hasil belajar peserta didik yaitu, faktor environmental input
(Lingkungan) kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses dan hasil belajar.
Lingkungan ini berupa lingkungan fisik/alam dan lingkungan sosial. Lingkungan
fisik/alami termasuk di dalamnya adalah seperti keadaan suhu, dan sebagainya.
Belajar pada keadaan udara yang segar, akaa lebih baik hasilnya dari pada belajar
dalam keadaan udara yang panas dan pengap. Di Indonesia misalnya orang
cenderung berpendapat bahwa belajar pada pagi hari lebih baik hasilnya dari pada
belajar pada siang atau sore hari. Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia
maupun hal-hal lainnya, juga dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar.
Berdasarkan hasil penelitian deskriptif kuantitatif yang dilakukan sesudah
perbedaan-perbedaan yang terjadi pada variabel bebas, ternyata terdapat pengaruh
status sosial ekonomi orang tua (variabel X) terhadap hasil belajar pendidikan
agama Islam (variabel Y) yaitu adalah 0,969, kemudian dari 31 peserta didik
yang diambil secara sampling populasi, untuk penjabaran skor angket untuk
pengaruh status sosial ekonomi orang tua (variabel X), maka siswa yang
memilih jawaban pada item pertayaan (a) sebesar 30,75% untuk jawaban item
pertayaan (b) sebesar 45,37%. untuk jawaban item pertayaan (c) 18,49%,
sedangkan untuk jawaban item pertayaan (d) adalah 6,23%.
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan
rumus korelasi product moment di atas, diketahui bahwa untuk koefisien
korelasi sebesar 0,969 dan setelah dikonsultasikan dengan tabel interpretasi,
ternyata angka "r" (0,969), interpretasi antara pengaruh status sosial ekonomi
8Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2006), hlm. 67.
53
orang tua (variabel X) terhadap hasil belajar pendidikan agama Islam (variabel Y),
terdapat korelasi yang sangat tinggi.
Kemudian dari dari hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam maka peserta didik yang masuk dalam klasifikasi baik
sekali 1 orang peserta didik (3,23%), untuk masuk dalam kualifikasi baik 19
orang peserta didik (61,29%), untuk masuk dalam kualifikasi cukup 11 orang
peserta didik (35,48%), dan tidak ada peserta didik yang masuk dalam kualifikasi
kurang dan gagal.
Sehingga hasil perhitungan antara status sosial ekonomi orang tua (variabel
X) terhadap hasil belajar pendidikan agama Islam (variabel Y) sebesar rxy = 0,969.
Dan pengujian hipotesis dengan derajat bebas (Db) = 29, pada taraf signifikan 5%
diperoleh rtabel= 0,367. sedangkan pada taraf signifikan 1% diperoleh r tabel =
0,470. Karena rxy pada taraf signifikan 5% rxy rtabel (0.969 > 0,374) maka pada
taraf signifikan 5% Ho ditolak dan H1 diterima. Artinya bahwa pada taraf
signifikan 5% memang terdapat korelasi yang sangat tinggi signifikan antara
status sosial ekonomi orang tua (variabel X) terhadap hasil belajar pendidikan
agama Islam (variabel Y).
Selanjutnya pada taraf signifikan 1%, rxy rtabel (0,969 > 0,470) maka pada
taraf signifikan 1% H1 diterima dan Ho ditolak, ini membuktikan bahwa taraf
signifikan 1% terdapat korelasi yang sangat tinggi signifikan antara status sosial
ekonomi orang tua (variabel X) terhadap hasil belajar pendidikan agama Islam
(variabel Y).
Sehingga diperoleh koefesien determinasi dengan besar pengaruh status
sosial ekonomi orang tua (variabel X) terhadap hasil belajar pendidikan agama
Islam (variabel Y) adalah 94%. Sedangkan 6% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain
yaitu berupa faktor semangat yang ada pada diri peserta didik, serta aturan yang
diterapkan oleh pihak sekolah sehingga menjadikan peserta didik mampu
mempengaruhi hasil belajarnya. Maka besar pengaruh yang didapat antara status
sosial ekonomi orang tua (variabel X) terhadap hasil belajar pendidikan agama
Islam (variabel Y) kelas VIII SMP Negeri IX Pulau Gorom Kabupaten Seram
Bagian Timur adalah 94%. Sehingga dengan demikian hipotesis untuk variabel X
54
(status sosial ekonomi orang tua), Hi diterima dan Ho ditolak sedangkan untuk
variabel Y (hasil belajar peserta didik), Hi diterima dan Ho ditolak. Sehingga benar
apa yang disampaikan oleh Abu Hamadi bahwa kemampuan-kemampuan kognitif
tujuan belajar itu meliputi tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik, namun tidak dapat diingkari bahwa sampai sekarang pengukuran
kognitif masih diutamakan untuk menentukan keberhasilan belajar seseorang.
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Terdapat pengaruh antara status sosial ekonomi orang tua (variabel X)
terhadap hasil belajar pendidikan agama Islam (variabel Y) kelas VIII SMP
Negeri IX Pulau Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur adalah 0,969.
Sehinga pengujian hipotesis dengan derajat bebas (Db) = 29 ternyata thitung >
ttabel pada taraf signifikan 5% sebesar 0,367, berarti 0,969 > 0,367, yaitu
thitung lebih besar dari ttabel sedangkan taraf signifikan 1% itu sama yaitu
0,470, berarti 0,969 > 0,470, berarti thitung lebih besar dari ttabel.
2. Besar pengaruh status sosial ekonomi orang tua (variabel X) terhadap hasil
belajar pendidikan agama Islam (variabel Y) kelas VIII SMP Negeri IX
Pulau Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur adalah 94%. Hal ini
diperoleh dari koefesien determinasi (r2) adalah 94%. Sedangkan 6%
lainnya dipengaruhi oleh faktor lain yaitu berupa faktor semangat yang ada
pada diri peserta didik, serta aturan yang diterapkan oleh pihak sekolah
sehingga menjadikan peserta didik mampu mempengaruhi hasil beajarnya.
Sehingga dengan demikian hipotesis untuk variabel X (pengaruh status
sosial ekonomi orang tua), Hi diterima dan Ho ditolak sedangkan untuk
variabel Y (hasil belajar pendidikan agama Islam), Hi diterima dan Ho
ditolak.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa saran
terkait dengan penelitian ini, yakni:
1. Diharapkan kepada lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah, dalam
menyusun pembelajaran dan langkah-langkah teknik harus merujuk
kepada kebutuhan sekolah dan evaluasi program untuk menelaah atau
menganalisis program yang telah dan sedang berjalan serta melibatkan
pihak terkait (stakeholders) seperti kepala sekolah, para guru, tenaga
59
56
administrasi, orang tua, dan komite sekolah serta dilaksanakan di awal
tahun ajaran atau setelah program semester berakhir, selanjutnya
dilakukan evaluasi.
2. Dengan adanya strategi pembelajaran di sekolah diharapkan peserta didik
memiliki keinginan yang kuat dan mampu keluar dari masalah-masalah
belajar, agar dapat meraih hasil belajar yang lebih baik dari hari-hari
sebelumnya.
3. Diharapkan kepada kepala sekolah, staf dewan guru, orang tua, komite
sekolah dan masyarakat agar lebih dapat membantu dan memperhatikan
proses beajar mengajar untuk meningkatkan pelayanan terutama dalam
masalah belajar dan etika atau aturan dimasyarakat.
4. Diharapkan kepada mahasiswa dalam menyelesaikan penelitian
selanjutnya, dalam sebuah penelitian agar lebih paham tentang fenomena
dari masalah yang diteliti sehingga mampu dipertanggung jawabkan untuk
menjadi seorang sarjana.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Aba, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003.
-------------, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pustaka Setia, 2005.
Aly, Hery Noer, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 2009.
Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara
2005.
-------------, Prosedur Penelitian Suatu Pendekntan Praktik, Jakarta : Rineka Cipta
2006.
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Darajat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agoma, Jakarta: Bulan Bintang, 2006.
Fathurrohman, Pupuh dan Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar : Melalui
Penanaman Konsep Umum& Konsep Islam, Jakarta: Rafika Aditama,
2012.
Gerungan, W.A., Pskologi Sosial, Bandung: Eresco, 2007.
Hasan, Iqbal, Pokok-Pokok Materi Statistik 1, Jakarta: Bumi Aksarq 2009.
Kementrian Agama Republik Indonesi, Al-Qur'an dan Terjernahannya, Bandung:
Al-Mizan Publishing House, 2010.
Majid, Abdlil, Belajar dan Pembelajaran; Pendidikan Agama Islom, Bandung:
Remaja Rosda Karya. 2012.
Nasution, S., Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara 2005.
Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidilmn Teoritis dan Praktis. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya 2007.
Ratuman, Tanwey Gerson, Belajar dan Pembelajaran, Surabeya: UNESA
University Press, 2004.
Riyanto, Yatim. Paradigma Baru Pembelajaran; Sebagai Referensi Bagi
Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan
Berkualitas, Jakaria: Kencana Prenada Group, 2009.
Slameto, Belajar don Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka
Cipta 2010.
Sofuan, Ahmad dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kampetensi, Jakarta:
UIN Jakarta Press, 2006.
Soekanto, Soerjono, Sasiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada 2006.
Sudjana, Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bardung : Remaja
Rosda Karya, 2011.
Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011.
-------------, Pengantar Statistik Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2011.
Sukamadinata Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2010
Sumardi, Mulyanto dan Hans-Dieter Evers. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok.
Jakarta: CV Rajawali, 2012.
Suyono & Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran; Teori dan Konsep Dasar,
Bandung: Remaja Rosda Karya, 2011.
Syah, Muhibbin, Psikolagi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2010.
Svalastoga, Kaare. Diferensiasi Sosial, Jakarta: PT Bina Aksara. 2009.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988.