Upload
rifkeeey
View
311
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH TEKNOLOGI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008 – 2010
RIFKA KUSUMAWARDANI
109084000012
Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
1. Pendahuluan
Perekonomian suatu daerah sangat tergantung dari sumber daya alam dan
faktor produksi yang dimilikinya. Hal itu berarti besarnya PDRB atau
perekonomian di suatu daerah kabupaten/kota terbentuk dari berbagai macam
aktivitas atau kegiatan ekonomi yang timbul di daerah tersebut. PDRB sebagai
suatu indikator yang berperan penting dalam mengukur keberhasilan pembangunan
yang telah dicapai dan juga dapat dijadikan suatu ukuran untuk menentukan arah
pembangunan suatu daerah di masa yang akan datang.
1.1 Pertumbuhan ekonomi/PDRB jawa barat
Secara makro pertumbuhan perekonomian Jawa Barat mulai menggeliat
dan membaik. Meski diakui terjangan krisis ekonomi global masih terasa,
namun secara perlahan dan terukur kondisi diharapkan merangkak naik.
Berdasarkan pantauan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Provinsi Jawa Barat beberapa perkembangan indikator makro pembangunan
Jawa Barat ditunjukan dengan sejumlah indikator, antara lain; Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), jumlah penduduk, laju pertumbuhan ekonomi
(LPE), prosentase penduduk miskin, dan prosentase pengangguran.
Berdasarkan hasil perhitungan Bappeda Provinsi Jawa Barat, IPM Jawa
Barat pada Tahun 2009 mencapai angka 71,64 naik sebesar 0,52 poin
dibandingkan tahun 2008 yang mencapai angka 71,12. Capaian IPM Jawa Barat
pada kurun waktu 2006-2008 menunjukan peningkatan signifikan. Pada tahun
2006 capaian IPM berada pada poin 70,32, meningkat menjadi 70,71 pada tahun
2007. Posisi ini meningkat di tahun 2008 menjadi 71,12. “Peningkatan IPM ini
sebagai dampak dari meningkatnya komponen penyusun IPM. Pada tahun 2010
diprediksikan IPM Jawa Barat akan meningkat lebih dari 0,5 poin, seiring
dengan meningkatnya berbagai fasilitas dan sarana pendidikan serta kesehatan
yang menjadi prioritas pembangunan di Jawa Barat,”
Jumlah Penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun
2010 mencapai 43.021.826 jiwa, dengan rata-rata laju pertumbuhan dari tahun
2000 (SP 2000) sebesar 1,89%. Dari jumlah tersebut, seks ratio penduduk Jawa
Barat sebesar 103,46% yang berarti dari 100 penduduk perempuan terdapat 103
penduduk laki-laki. Dari 26 Kabupaten/Kota di Jawa Barat, Kabupaten Bogor
memiliki jumlah penduduk terbesar yaitu 11,07% dari jumlah penduduk Jawa
Barat, disusul dengan Kabupaten Bandung sebesar 7,38%. Sedangkan daerah
yang memiliki penduduk terkecil adalah Kota Banjar yang hanya sebesar 0,41%
dari total penduduk Jawa Barat.
Jawa Barat masih menghadapi masalah kemiskinan yang antara lain
ditandai oleh masih tingginya proporsi penduduk miskin. Jumlah penduduk
miskin pada tahun 2010 (data maret 2010) adalah sebesar 11,27% dari jumlah
penduduk Jawa Barat, menurun dari tahun 2009 yang mencapai angka 11,96%
(data susenas 2009). Tingkat kemiskinan ini dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan
dan non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk miskin adalah
penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita perbulan dibawah
Garis Kemiskinan.
Situasi Ketenagakerjaan di Jawa Barat mengalami sedikit perubahan
selama satu tahun terakhir. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2010 tercatat
sebanyak 18,89 juta jiwa, jika dibandingkan tahun 2009 sebanyak 18,98 juta
jiwa. Ditinjau dari status wilayah, penurunan jumlah angkatan kerja terjadi
didaerah perdesaan sedangkan kondisi sebaliknya terjadi di daerah perkotaan.
Dilihat dari jenis kelamin, terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja laki-laki
sebanyak 102 ribu jiwa sedangkan angkatan kerja perempuan mengalami
penurunan 190 ribu jiwa.
Sementara itu Tingkat partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada tahun 2010
mencapai 62,38% atau menurun dibandingkan tahun 2009 yang mencapai
62,89% (data Sakernas). Penyerapan penduduk yang bekerja didominasi oleh
tiga sektor usaha, yaitu sektor pertnaian 23,40%, sektor industri 20% dan sektor
perdagtangan 24,83 persen. Sementara Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
menunjukkan proporsi jumlah penduduk yang mencari pekerjaan secara aktif
terhadap jumlah seluruh angkatan kerja. Hasil Sakernas 2009-2010
menggambarkan bahwa TPT Jawa Barat tahun 2010 mencapai 10,33%,
menurun dari tahun 2009 sebesar 10,96%.
Kinerja perekonomian Jawa Barat tahun 2010 tergambarkan dari Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan sampai dengan
triwulan III tahun 2010, mengalami pertumbuhan sebesar 2,66 % dari triwulan
sebelumnya, yang tumbuh sebesar 1,44 %. Sementara itu jika dilihat dari laju
pertumbuhan ekonomi secara year on year-yoy ( dibandingkan dengan triwulan
III tahun 2009 ), kinerja perekonomian Jawa Barat mampu tumbuh sebesar 4,02
persen. Pada triwulan III ini, LPE seluruh sektor ekonomi mengalami
pertumbuhan yang positif. Namun demikian jika dilihat secara yoy, masih ada
sektor yang mengalami pertumbuhan yang negatif yaitu sektor pertanian dan
pertambangan-penggalian.
Bila dilihat dari sumber pertumbuhannya, pada triwulan ini sektor industri
pengolahan memberikan andil terbesar yaitu sebesar 0,80 persen. Sedangkan
paling kecil adalah sektor pertambangan dan penggalian yang hanya
memberikan andil sebesar 0,03 persen, sektor lainnya seperti pertanian (0,17
%), LGA (0,05 %), bangunan (0,14 %), perdagangan, hotel dan restoran (0,54
%), pengangkutan dan komunikasi (0,48 %), keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan (0,17 %), dan jasa-jasa (0,27 %).
Secara umum, LPE Jawa Barat pada triwulan III tahun 2010 mengalami
peningkatan jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini disebabkan
meningkatnya kinerja semua sektor terutama industri pengolahan yang tumbuh
sebesar 1,89 persen. Sektor perdagangan, hotel dan restoran juga mengalami hal
yang sama yaitu sebesar 2,47 persen dan sektor pertanian mengalami
pertumbuhan sebesar 1,38 persen, sedangkan pada triwulan sebelumnya tumbuh
negatif yaitu sebesar minus 16,59 persen. Hal yang sama juga dialami sektor
keuangan dalam PDRB, yaitu pertumbuhan semua sektor kecuali sub sektor
bank dan sub sektor lembaga keuangan bukan bank, pada triwulan III tahun
2010 mengalami peningkatan sebesar 2,66 persen, atau meningkat dibanding
triwulan sebelumnya sebesar 1,42 persen.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sampai dengan akhir tahun 2010
menguat. Setelah tumbuh melambat pada laju 4,0% (yoy) pada triwulan III-
2010, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2010 mengalami peningkatan,
yang berada pada kisaran 6-6,5%. Secara keseluruhan pertumbuhan
perekonomian Jawa Barat tahun 2010 mencapai 6,0%. Sementara itu,
perkembangan inflasi secara tahunan (yoy) sampai dengan periode Oktober
2010 mencapai 5,35%, lebih rendah dari inflasi nasional 5,67%. Inflasi yang
tinggi terjadi pada kelompok bahan makanan, kelompok makanan
jadi/minuman, dan kelompok sandang masing-masing sebesar 10.65%, 6.32%,
dan 6.28%. Sedangkan inflasi yang relatif rendah, yaitu kelompok perumahan,
kelompok kesehatan, kelompok pendidikan, dan kelompok transport, masing-
masing 3.17%, 2.27%, 1.86%, dan 1.45%. Secara tahunan, seluruh kota di Jawa
Barat mengalami inflasi. Secara berurutan, inflasi tertinggi dihadapi oleh kota
Bekasi diikuti oleh kota Cirebon dan Bogor masing-masing 6.42%, 5.87%, dan
5.84%.(www.jabarprov.go.id)
1.2 Pertumbuhan ekonomi/PDRB kota Bandung
Salah satu alat yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan
pembangunan ekonomi adalah melalui pengukuran pencapaian indikator
makro ekonomi, yang masing-masing indikatornya terdiri dari beberapa
komponen. Komponen-komponen Indikator makro tersebut diantaranya adalah
: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Laju Pertumbuhan Ekonomi
(LPE), PDRB perkapita dan tingkat inflasi.
A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB Kabupaten Bandung pada tahun 2008 berdasarkan
harga berlaku mencapai Rp 38,29 triliun sedangkan PDRB
berdasarkan harga konstan mencapai Rp 19,67 triliun. Pada
tahun 2009 PDRB kabupaten bandung berdasarkan harga berlaku
mengalami peningkatan menjadi Rp 40,98 triliun lalu pada tahun
2010 meningkat lagi menjadi Rp 46,09 triliun, dan PDRB
berdasarkan harga konstan pada tahun 2009 mencapai Rp 20,53
triliun dan pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi Rp
21,73 triliun.
Sektor industri pengolahan berperan paling besar bagi
PDRB Kabupaten Bandung, pada tahun 2008 yaitu sebesar 60,79 %
sedangkan pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 60 % dan
pada tahun 2010 turun lagi menjadi 59,60 %. Sedangkan Sektor
lainnya yang mempunyai peranan cukup besar adalah sektor
perdagangan, hotel, restoran dan sektor pertanian, pada tahun 2008
masing-masing berperan sebesar 15,68 % dan 7,19 %. Sedangkan
pada tahun 2009 sebesar 16,56 % dan 7,36 % dan pada tahun 2010
sebesar 16,91 % dan 7,53 %.
B. Laju pertumbuhan ekonomi (LPE)
LPE kabupaten bandung pada tahun 2008 mencapai 5,34%
angka ini lebih rendah 0,62 point dari tahun sebelumnya. Sedangkan
pada tahun 2009 LPE kabupaten bandung mengalami penurunan
menjadi 4,35% dan pada tahun 2010 mengalami penigkatan sebesar
1,54 point dari tahun 2009 yaitu mencapai 5,88%.
C. PDRB per kapita
PDRB per kapita merupakan gambaran rata-rata pendapatan
yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi
di suatu daerah.
Pada tahun 2008 PDRB per kapita berdasarkan harga
berlaku menunjukkan peningkatan, namun PDRB per kapita
berdasarkan harga konstan yang mengalami pertumbuhan relatif
kecil. PDRB per kapita berdasarkan harga berlaku mencapai Rp
12.244.847,00. Demikian pula PDRB per kapita berdasarkan harga
konstan mengalami peningkatan sebesar 2,3 %, yaitu sebesar Rp
6.291.552,00.
PDRB per kapita tahun 2010 berdasarkan harga berlaku
meningkat sebesar 11,36% yaitu Rp 13.061.264,00 pada tahun
2009, menjadi Rp 14.519.532,00. Sedangkan PDRB per kapita
berdasarkan harga konstan meningkat sebesar 5,21%, yaitu dari Rp
6.507.360,00 pada tahun 2009 menjadi Rp 6.846.5433,00 pada
tahun 2010.
D. Tingkat Inflasi
Inflasi merupakan salah satu indikator perekonomian yang
dapat memberikan informasi tentang dinamika perkembangan harga
barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.
Tingkat inflasi di Kabupaten Bandung tahun 2009 cukup
rendah yaitu 3,15% dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 9,11
%. Penurunan tingkat inflasi terjadi hampir di seluruh sektor
perekonomian. Sedangkan, pada tahun 2010 meningkat 2,51 point,
yaitu sebesar 5,66%.
Tabel
PAD, tenaga kerja dan tingkat teknologi di kabupaten bandung
Tahun 2008-2010
Sumber: laporan keterangan pertanggungjawaban bupati Bandung.
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah sangat tergantung dari sumber daya
alam, sumber daya manusia, modal dan teknologi. Hal itu berarti besarnya PDRB
di suatu daerah terbentuk dari berbagai macam aktivitas atau kegiatan ekonomi
yang timbul di daerah tersebut. Namun, dalam makalah ini penulis hanya
membahas tentang seberapa besar tingkat teknologi yang diukur melalui PAD dan
tenaga kerja dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut.
Berdasarkan uaraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat
judul makalah ini yaitu tentang “Pengaruh Teknologi Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Bandung Tahun 2008-2010”.
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan judul, pembahasan dalam makalah ini hanya
membahas tentang tingkat teknologi dalam mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi di kabupaten bandung, dimana tingkat teknologi diukur dari
tingkat modal (PAD) dan tingkat tenaga kerja.
Tahun
Capaian (%)
PAD (K)
Tenaga kerja (L)
Teknologi
[ 𝑻 =𝐊
𝐋 ]
2008
101,22 52,48 1,93
2009
109,04
52,00
2,10
2010
97,64
53,44
1,83
Jumlah
307,9
157,92
5,86
1.4 Identifikasi Masalah
1) Bagaimanakah gambaran dari tingkat modal dan tenaga kerja
di kabupaten Bandung.
2) Bagaimanakah gambaran dari tingkat teknologi di kabupaten
Bandung.
3) Bagaimanakah gambaran dari tingkat pertumbuhan ekonomi di
kabupaten Bandung.
4) Berapa besar pengaruh teknologi terhadap pertumbuhan
ekonomi di kabupaten Bandung.
1.5 Tujuan Penelitan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk :
1) Mengetahui gambaran tentang pengaruh teknologi di kabupaten
bandung.
2) Mengetahui gambaran tentang pertumbuhan ekonomi/PDRB
kabupaten bandung.
3) Mengetahui besarnya pengaruh teknologi terhadap
pertumbuhan ekonomi di kabupaten bandung.
2. LANDASAN TEORI
2.1 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) adalah perkembangan
kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang
diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat
meningkat. Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah
makro ekonomi dalam jangka panjang. Perkembangan kemampuan
memproduksi barang dan jasa sebagai akibat pertambahan faktor-faktor
produksi pada umumnya tidak selalu diikuti oleh pertambahan produksi barang
dan jasa yang sama besarnya. Pertambahan potensi memproduksi seringkali
lebih besar dari pertambahan produksi yang sebenarnya. Dengan demikian
perkembangan ekonomi adalah lebih lambat dari potensinya. (Sadono Sukirno,
1994;10).
2.1.1 Sumber Kenaikan Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi umumnya didefinisikan sebagai kenaikan GDPriil per
kapita. Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product, GDP) adalah nilai
pasar keluaran total sebuah negara, yang merupakan nilai pasar semua barang
jadi dan jasa akhir yang diproduksi selama periode waktu tertentu oleh faktor-
faktor produksi yang berlokasi di dalam sebuah negara.
Kenaikan GDP dapat muncul melalui:
1. Kenaikan penawaran tenaga kerja
Penawaran tenaga kerja yang meningkat dapat menghasilkan keluaran
yang lebih banyak. Jika stok modal tetap sementara tenaga kerja naik,
tenaga kerja baru cenderung akan kurang produktif dibandingkan
tenaga kerja lama.
2. Kenaikan modal fisik atau sumber daya manusia
Kenaikan stok modal dapat juga menaikkan keluaran, bahkan jika tidak
disertai oleh kenaikan angkatan kerja. Modal fisik menaikkan baik
produktivitas tenaga kerja maupun menyediakan secara langsung jasa
yang bernilai. Investasi dalam modal sumber daya manusia merupakan
sumber lain dari pertumbuhan ekonomi.
3. Kenaikan produktivitas
Kenaikan produktivitas masukan menunjukkan setiap unit masukan
tertentu memproduksi lebih banyak keluaran. Produktivitas masukan
dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor termasuk perubahan teknologi,
kemajuan pengetahuan lain, dan ekonomisnya skala produksi. (Case
dan Fair, 1999;326)
2.1.2 Teori Dan Model Pertumbuhan Ekonomi
Dalam zaman ahli ekonomi klasik, seperti Adam Smith dalam buku
karangannya yang berjudul An Inguiry into the Nature and Causes of the
Wealt Nations, menganalisis sebab berlakunya pertumbuhan ekonomidan
factor yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Setelah Adam Smith,
beberapa ahli ekonomi klasik lainnya seperti Ricardo, Malthus, Stuart Mill,
juga membahas masalah perkembangan ekonomi.
A. Teori Inovasi Schum Peter
Pada teori ini menekankan pada faktor inovasi enterpreneur sebagai
motor penggerak pertumbuhan ekonomi kapitalilstik.Dinamika persaingan
akan mendorong hal ini.
B. Model Pertumbuhan Harrot-Domar
Teori ini menekankan konsep tingkat pertumbuhan natural.Selain
kuantitas faktor produksi tenaga kerja diperhitungkan juga kenaikan efisiensi
karena pendidikan dan latihan.Model ini dapat menentukan berapa besarnya
tabungan atau investasi yang diperlukan untuk memelihar tingkat laju
pertumbuhan ekonomi natural yaitu angka laju pertumbuhan ekonomi natural
dikalikan dengan nisbah kapital-output.
C. Model Input-Output Leontief
Model ini merupakan gambaran menyeluruh tentang aliran dan
hubungan antarindustri. Dengan menggunakan tabel ini maka perencanaan
pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan secara konsisten karena dapat
diketahui gambaran hubungan aliran input-output antarindustri. Hubungan
tersebut diukur dengan koefisien input-output dan dalam jangka
pendek/menengah dianggap konstan tak berubah.
D. Model Pertumbuhan Lewis
Model ini merupakan model yang khusus menerangkan kasus negara
sedang berkembang banyak(padat) penduduknya. Tekanannya adalah pada
perpindahan kelebihan penduduk disektor pertanian ke sektor modern
kapitalis industri yang dibiayai dari surplus keuntungan.
E. Model Pertumbuhan Ekonomi Rostow
Model ini menekankan tinjauannya pada sejarah tahp-tahap
pertumbuhan ekonomi serta ciri dan syarat masing-masing. Tahap-tahap
tersebut adalah tahap masyarakat tradisional, tahap prasyarat lepas landas,
tahap lepas landas, ahap gerakan ke arah kedewasaan, dan akhirnya tahap
konsimsi tinggi.
2.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kegiatan ekonomi suatu daerah secara umum dapat digambarkan melalui
kemampuan daerah tersebut menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan bagi
kebutuhan hidup masyarakat yang diindikasikan dengan (PDRB). PDRB
merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi
suatu wilayah dalam suatu periode tertentu. PDRB didefinisikan sebagai jumlah
nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau
merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit
ekonomi. Penyajian PDRB dihitung berdasarkan harga berlaku dan harga
konstan.
PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan
jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan. Nilai PDRB harga
berlaku nominal menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang
dihasilkan oleh suatu daerah pergeseran dan struktur perekonomian daerah.
Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan dapat mencerminkan
perkembangan riil ekonomi secara keseluruhan dari tahun ke tahun yang
digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi.
1) Pendekatan Produksi,
PDRB adalah jumlah nilai tambah yaitu output dikurangi biaya
antara, dari barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit
produksi di wilayah suatu negara atau daerah tertentu dalam jangka waktu
tertentu pula yang biasanya satu tahun. Unit-unit produksi tersebut dalam
penyajian ini dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) lapangan usaha yaitu :
1. Pertanian,
2. Pertambangan dan Penggalian,
3. Industri Pengolahan,
4. Listrik dan Air Bersih,
5. Konstruksi/Bangunan
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran,
7. Pengangkutan dan Komunikasi,
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan,
9. Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah.
2) Pendekatan Pendapatan
PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-
faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara atau
daerah dalam jangka waktu tertentu yang biasanya satu tahun. Balas jasa
faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga
modal dan keuntungan yang semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan
dan pajak tak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga
penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Jumlah semua komponen
pendapatan ini per sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Oleh
karena itu PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh sektor
(lapangan usaha).
3) Pendekatan Pengeluaran,
PDRB adalah semua komponen permintaan akhir seperti :
(1) Pengeluaran konsumsi rumahtangga dan lembaga swasta nirlaba,
(2) Konsumsi pemerintah,
(3) Pembentukan modal tetap bruto,
(4) Perubahan stok, dan
(5) Ekspor neto, dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).
Ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor.
Secara konsep, ketiga pendekatan tersebut memberikan jumlah yang
sama antara jumlah pengeluaran dengan jumlah barang dan jasa akhir yang
dihasilkan, dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-
faktor produksinya. Selanjutnya PDRB atas dasar harga pasar masih
mencakup komponen pajak tidak langsung neto.
2.3 PDB per Kapita atau Pendapatan Perkapita
PDRB per kapita merupakan ukuran yang lebih tepat karean telah
memperhitungkan jumlah penduduk. Jadi ukuran pendapatn perkapita dapat
diketahui dengan membagi PDB dengan jumlah penduduk. cara pengukurannya
dengan ukuran-ukuran indikator ekonomi sebagaimana diuraikan di atas dibagi
dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
2.4 Teknologi
Dalam memasuki Era Industrialisasi, pencapaiannya sangat ditentukan oleh
penguasaan teknologi karena teknologi adalah mesin penggerak pertumbuhan
melalui industri. Oleh sebab itu, tepatmomentumnya jika kita merenungkan
masalah teknologi, menginventarisasi yang kita miliki, memperkirakan apa yang
ingin kita capai dan bagaimana caranya memperoleh teknologi yang kita
perlukan itu, serta mengamati betapa besar dampaknya
terhadap transformasi budaya kita. Sebagian dari kita beranggapan teknologi
adalah barang atau sesuatu yang baru. padahal, kalau kita membaca sejarah,
teknologi itu telah berumur sangat panjang dan merupakan suatu gejala
kontemporer.Setiap zaman memiliki teknologinya sendiri.
1) Sejarah Teknologi
Perkembangan teknologi berlangsung secara evolutif. Sejak
zaman Romawi Kuno pemikiran dan hasil kebudayaan telah
nampak berorientasi menuju bidang teknologi. Secara etimologis, akar
kata teknologi adalah "techne" yang berarti serangkaian prinsip atau
metode rasional yang berkaitan dengan pembuatan suatu objek, atau
kecakapan tertentu, atau pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau
metode dan seni. Istilah teknologi sendiri untuk pertama kali dipakai
oleh Philips pada tahun 1706 dalam sebuah buku berjudul Teknologi:
Diskripsi Tentang Seni-Seni, Khususnya Mesin (Technology: A
Description Of The Arts, Especially The Mechanical).
2) Pengertian Teknologi
Teknologi merupakan perkembangan suatu media / alat yang
dapat digunakan dengan lebih efisien guna memproses serta
mengendalikan suatu masalah.
3) Kemajuan Teknologi
Dalam bentuk yang paling sederhana, kemajuan teknologi
dihasilkan dari pengembangan cara-cara lama atau penemuan metode
baru dalam menyelesaikan tugas-tugas tradisional seperti bercocok
tanam, membuat baju, atau membangun rumah.
Ada tiga klasifikasi dasar dari kemajuan teknologi yaitu :
Kemajuan teknologi yang bersifat netral (bahasa Inggris: neutral
technological progress) Terjadi bila tingkat pengeluaran (output) lebih
tinggi dicapai dengan kuantitas dan kombinasi faktor-
faktorpemasukan (input) yang sama.
Kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja (bahasa Inggris: labor-
saving technological progress) Kemajuan teknologi yang terjadi sejak
akhir abad kesembilan belas banyak ditandai oleh meningkatnya secara
cepat teknologi yang hemat tenaga kerja dalam memproduksi sesuatu
mulai dari kacang-kacangan sampai sepeda hingga jembatan.
Kemajuan teknologi yang hemat modal (bahasa Inggris: capital-saving
technological progress) Fenomena yang relatif langka. Hal ini terutama
disebabkan karena hampir semua riset teknologi dan ilmu pengetahuan
di dunia dilakukan di negara-negara maju, yang lebih ditujukan untuk
menghemat tenaga kerja, bukan modalnya.
Pengalaman di berbagai negara berkembang menunjukan bahwa campur
tangan langsung secara berlebihan, terutama berupa peraturan
pemerintah yang terlampau ketat, dalam pasar teknologi asing justru
menghambat arus teknologi asing ke negara-negara berkembang. Di lain
pihak suatu kebijaksanaan 'pintu yang lama sekali terbuka' terhadap arus
teknologi asing, terutama dalam bentuk penanaman modal asing (PMA),
justru menghambat kemandirian yang lebih besar dalam proses
pengembangan kemampuan teknologi negara berkembang karena
ketergantungan yang terlampau besar pada pihak investor asing, karena
merekalah yang melakukan segala upaya teknologi yang sulit dan rumit.
2.5 Pendapatan asli daerah (PAD)
Pengertian pendapatan asli daerah menurut undang-undang RI No. 25
tahhun 1999 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah yang
bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah.
Dalam rangka kelancaran pembangunan daerah maka dibentuk daerah
otonomi ditingkat kabupaten agar dapat dilaksanakan pembangunan sesuai
kemampuan dan pemberdayaan daerah. Pembiayaan belanja pembangunan juga
tergantung pada sumber pendapatan asli daerah.
1. Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-
Undang RI No. 25 Tahun 1999, Yaitu:
a) Hasil pajak daerah
Pajak daerah adalah pungutandaerah menurut peraturan pajak
yang ditentukan oleh daerah untuk pembiayaan rumah
tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak daerah sebagai
pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang hasilnya
digunakan untuk pembiayaan pengeluaran umum pemerintah
yang balas jasanya tidak secara langsung diberikan, sedang
pelaksanaannya dapat dipaksakan.
b) Hasil Retribusi Daerah
Retribusi daerah merupakan pungutan yang telah secara sah
menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau
karena memperoleh jasa pembayaran pemakaian atau karena
memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah
yang bersangkutan.
Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat : pelaksanaannya
bersifat ekonomis, ada imbalan langsung walaupun memenuhi
persyaratan formil dan materiil, tetapi tetap ada alternatif untuk
mau tidak mau membayar, merupakan pungutan yang bersifat
budgetetairnya tidak menonjol, dalam hal-hal tertentu retribusi
daerah digunakan untuk sesuatu tujuan tertentu, tetapi dalam
banyak hal retribusi daerah tidak lebih dari pengembalian biaya
yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk
memenuhi permintaan anggota masyarakat.
c) Hasil Perusahaan Milik Daerah Dan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
Hasil perusahaan milik daerah yang merupakan pendapatan
daerah adalah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang
berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran
belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan
daerah yang dipisahkan, sesuai dengan motif pendirian dan
pengelolaan, maka sifat perusahaan daerah adalah suatu
kesatuan produksi yang bersifat menambahkan penghasilan
daerah, memberi jasa, penyelenggaraan kemanfaatan umum
umum, dan mengembangkan perekonomian daerah.
d) Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Yaitu pendapatan-pendapatan lain yang tidak termasuk ke
dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan
dinas-dinas.
Lain-lain pendapatan daerah yang sah mempunyai sifat
pembuka kemungkinan bagi pemerintah daerah untuk
melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan baik berupa
materi dalam hal kegiatan tersebut bertujuan untuk menunjang,
melampangkan atau memantapkan suatu kebijakan pemerintah
daerah suatu bidang tertentu.
e) Dana perimbangan
Dana perimbangan diperoleh melalui bagian daerah dari
penerimaan pajak bumi dan bangunan baik dari sektor
pedesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan dari sumber
daya alam serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
f) Pinjaman daerah
Pinjaman daerah adalah pinjaman dalam negeri yang bersumber
dari pemerintah, lembaga komersial atau penerbitan obligasi
daerah dengan diberitahukan kepada pemerintah sebelum
tidaknya usulan pinjaman daerah diproses lebih lanjut.
Sedangkan yang berwenang mengadakan dan menanggung
pinjaman daerah adalah kepala daerah yang ditetapkan dengan
keputusan kepala daerah atas persetujuan DPRD.
g) Lain-lain pendapatan asli daerah
Pendapatan daerah yang sah adalah pendapatan yang berasal
dari sumber lain, misalnya: sumbangan dari pihak ketiga kepala
daerah tingkat I atau daerah tingkat II dan lain-lain yang
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2. Peranan Pendapatan Asli Daerah
Berdasarakan undang-undang No.25 tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dijelaskan bahwa untuk membiayai pembangunan daerah,
penerimaannya bersumber dari:
Pendapatan asli daerah (pajak, retribusi, hasil perusahaan milik daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain
pendapatan daerah yang sah). Pemerintah daerah melakukan upaya
maksimal dalam pengumpulan pajak-pajak retribusi daerah. Besarnya
penerimaan daerah dari sektor PAD akan sangat membantu pemerintah
dalam melaksanakan kegiatan pembangunan didaerah serta dapat
mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah
pusat sesuai dengan harapan yang diinginkan dalam otonomi daerah.
2.6 Tenaga Kerja
Salah satu indikator yang biasa digunakan untuk
menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat adalah laju
pertumbuhan angkatan kerja yang terserap pada lapangan pekerjaan.
Tingginya angkatan kerja di suatu daerah secara langsung dapat
menggerakan perekonomian daerah tersebut. Hal sebaliknya
dapat mengakibatkan timbulnya masalah sosial.
Gambaran kondisi ketenagakerjaan seperti persentase angkatan
kerja yang bekerja, dan distribusi lapangan pekerjaan sangat
berguna dalam melihat prospek ekonomi suatu daerah. Pertumbuhan
ekonomi dapat dilihat apakah benar-benar digerakan oleh produksi
yang melibatkan tenaga kerja daerah atau karena pengaruh faktor
lain. Banyaknya penduduk yang bekerja akan berdampak pada
peningkatan kemampuan daya beli. Peningkatan pendapatan
penduduk sangat menentukan pemenuhan kebutuhan hidup yang
lengkap.
2.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dimaksudkan untuk menggali informasi tentang penelitian
Faktor-Faktor Pertumbuhan Ekonomi yang sudah diteliti oleh peneliti lain.
Dengan penelusuran penelitian terdahulu maka akan dapat dipastikan ruang
yang didapat oleh penelitian ini. Beberapa penelitian mengenai Faktor-Faktor
Pertumbuhan Ekonomi,antara lain:
1. Adearman Putra (2006) melakukan penelitian yang dibentuk dalam bentuk
tesis dengan judul “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi di kabupaten simalungun”. Tujuan dari penelitian ini secara umum
adalah: untuk mengetahui pengeluaran rutin pemerintah daerah terhadap
pertumbuhan ekonomi, untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pembangunan
terhadap pertumbuhan ekonomi, untuk mengetahui pengaruh tenaga kerja
terhadap pertumbuhan ekonomi, untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi
tahun sebelumnya terhadap pertumbuhan ekonomi tahun berjalan, dan untuk
mengetahui variabel mana yang paling kuat mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi di kabupaten simalungun.
Model analisis yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah dengan
menggunakan metode ordinary least square (OLS). Model yang digunakan
dalam analisis adalah model persamaan ekonometrika dengan spesifikasi
model, yaitu :
PE = βο + β1 PP + β2 PR + β3 TK + β4 PE(-1) + ε .... (1)
Keterangan:
PE = Pertumbuhan ekonomi diproxy dengan PDRB
PR = Pengeluaran rutin pemerintah daerah
PP = Pengeluaran pembangunan pemerintah daerah
TK = Jumlah tenaga kerja
PE(-1) = Pertumbuhan ekonomi sebelumnya diproxy dengan PDRB
Βο–β3 = Koefisien regresi
Ε = Variabel gangguan (error term)
Hasil Penelitian:
Pertumbuhan ekonomi di kabupaten simalungun menunjukkan pertumbuhan
yang relatif meningkat pasca krisis moneter walaupun laju pertumbuhannya
masih relatif rendah dibandingkan laju pertumbuhan ekonomi sebelum krisis
moneter.
Dalam kontribusi sektoral, sektor pertanian mendominasi dalam
pembentukan PDRB kabupaten simalungun.
Dalam kueun waktu 1997-2003, perkembangan laju pertumbuhan ekonomi
di kabupaten simalungun masih relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
perkembangan laju pertumbuhan tenaga kerjanya.
Untuk variabel jumlah tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi tahun
sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi di kabupaten simalungun dengan tingkat kepercayaan 90% dan
99%.
Dari hasil estimasi tersebut menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah di
kabupaten simalungun, baik pengeluaran pembangunan maupun
pengeluaran rutin belum dapat memberikan dampak yang berarti dalam
menggerakkan roda perekonomian di kabupaten simalungun.
2. Fajar Wardhany (2008) melakukan penelitian yan disusun dalam bentuk
skripsi dengan judul “Pengaruh Faktor Tenaga Kerja Dan Pengeluaran
Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Batang”.
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis
faktor tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi, untuk menganalisis
pengaruh faktor pengeluaran rutin pemerintah daerah terhadap pertumbuhan
ekonomi , untuk menganalisis pengaruh faktor pengeluaran pembangunan
pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten batang.
Penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda (multiple
regression) dengan metode kuadrat terkecil atau ordinary least square (OLS).
Metode analisis yang digunakan untuk menggambarkan hubungan antar
variable terikat dan variable bebasnya adalah dengan menggunakan model
regresi berganda (multiple regression) dengan model persamaan :
LogGR = β0 + β1LogTK + β2LogPR + β3LogPP + Et......
Keterangan :
GR = Pertumbuhan Ekonomi (variabel dependen)
Βο = Intersep atau Konstanta
β1- β3 = Koefisien Regresi
TK = Tenaga Kerja
PR = Pengeluaran Rutin Pemerintah Daerah
PP = Pengeluaran Pembangunan Pemerintah Daerah
Log = Logaritma
Et = Gangguan Stokhastik (Disturbance Term)
Hasil Penelitian :
Setiap peningkatan Tenaga Kerja sebesar 1 %, maka dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi sebesar 0,479 %, dan bersifat inelastis. Pengaruh
tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Batang
menunjukkan hasil yang positif dan signifikan. Hal ini menunjukkan
bahwa jumlah tenaga kerja di Kabupaten Batang untuk periode 1999-2008
ternyata masih mampu diserap oleh lapangan pekerjaan yang tersedia,
sehingga peningkatan jumlah tenaga kerja selama kurun waktu tersebut,
mampu memberikan peranan yang positif dan signifikan dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Batang.
Setiap peningkatan pengeluaran rutin sebesar 1 %, maka dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,11 % dan bersifat
inelastis. Pengaruh pengeluaran rutin terhadap pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Batang menunjukkan hasil yang positif dan signifikan.
Setiap peningkatan Pengeluaran Pembangunan sebesar 1 %, maka dapat
menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar -0,02 % dan bersifat
inelastis.Pengaruh pengeluaran pembangunan terhadap pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Batang menunjukkan hasil yang negatif dan tidak
signifikan. Berdasarkan pengamatan dan penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh pihak lain, yang menyebabkan variabel pengeluaran
pembangunan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi adalah
kebijkan anggaran yang dialokasikan untuk pengeluaran pembangunan
tersebut belum sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada.
3. Kerangka Penelitian
Pertumbuhan ekonomi adalah tujuan paling penting untuk gambaran
kemakmuran suatu wilayah. Suatu wilayah atau Negara dapat dikatakan
makmur dan sejahtera jika secara makro tingkat laju pertumbuhan wilayah
tersebut tinggi. Dapat dikatakan, bahwa pertumbuhan menyangkut
perkembangan yang berdimensi tunggal dan diukur dengan meningkatnya hasil
produksi dan pendapatan. Dalam hal ini berarti terdapatnya kenaikan dalam
pendapatan nasional yang ditunjukkan oleh besarnya nilai Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB).
Dalam penelitian ini hal-hal yang akan diteliti adalah pengaruh teknologi
yang diukur melalui tingkat modal (PAD) dan tingkat tenaga kerja yang diduga
dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. . Sehingga dalam penelitian ini
diperlukan suatu uji statistik untuk menguji dan menganalisis apakah benar-
benar variabel tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi di wilayah yang akan diteliti.
3.1 Bagan
Berdasarkan landasan teori pada tinjauan pustaka diatas, maka secara
skema kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
TEKNOLOGI
3.2 Metode Penelitian
Model analisis yang digunakan dalam penelitian Karya ilmiah ini adalah
dengan menggunakan metode ordinary least square (OLS). Model yang digunakan
dalam analisis adalah model persamaan ekonometrika dengan spesifikasi model,
yaitu :
PDRB = F (T)
= F (K/L).
Pe (PDRB) = βo + β1 (K/L) + ε………(1)
Dimana:
Pe = Pertumbuhan ekonomi yang di proyeksikan dengan PDRB
βo = Intersep atau Konstanta
β1 = Koefisien Regresi
K = Tingkat capital yang diproyeksikan dengan PDA
L = Tingkat tenaga kerja
K/L = Tingkat teknologi yang di ukur melalui K/L
ε = variabel gangguan (error term)
Tingkat modal (PAD)
Tingkat Tenaga kerja
Pertumbuhan
ekonomi
4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah pendapat sementara dan pedoman serta arah dalam
penelitian yang disusun berdasarkan pada teori yang terkait, dimana suatu
hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menguhubungkan
dua variabel atau lebih (J. Supranto, 1997). Setelah adanya kerangka pemikiran
di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ho = Tingkat capital (PAD) dan tingkat tenaga kerja tidak berpengaruh
signifikan menciptakan tingkat teknologi di kabupaten Bandung.
H1 = Tingkat teknologi yang diukur dari (PAD dan Tenaga Kerja) berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang di ukur melalui PDRB di
kabupaten Bandung.
5. Daftar Pustaka
. 2009. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)
Pemerintah Kabupaten Bandung Akhir tahun anggaran 2008.
. 2010. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)
Pemerintah kabupaten Bandung Akhir Tahun Anggaran 2009.
. 2011. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)
Pemerintah Kabupaten Bandung Akhir Tahun Anggaran 2010.
www.bandung.go.id
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7209/1/08E01578.pdf
http://eprints.undip.ac.id/26396/1/PENGARUH_FAKTOR_TENAGA_KERJA_D
AN_PENGELUARAN_PEMERINTAH_TERHADAP_PERTUMBUHAN_EKO
NOMI_DI_KABUPATEN.pdf
http://www.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/artikel/detailartikel/11
5. Ucapan Terimakasih
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari
dukungan dan bantuan yang diberikan. Untuk itu penulis ingin mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT yang selalu memberikan nikmat dan rahmatnya kepada penulis
sehingga penulus dapat menyelesaikan makalah ini.
2. Bpk. Tony S. Chendrawan S.T, S.E, M.Si, selaku dosen mata kuliah Ekonomi
Wilayah dan Perkotaan yang telah membimbing dan mengarahkan penulis
dalam menyelesaikan makalah ini.
3. Kedua orangtua, yang telah banyak memberikan dukungan moral, materil serta
doa untuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
4. Teman – teman IESP angkatan 2009 dan semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan saran serta
pendapatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.