17
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 12 No. 1, Juli 2011: 39-55 ISSN 1411-5212 Pengeluaran Pemerintah Daerah, Produktivitas Pertanian, dan Kemiskinan di Indonesia Local Government Spending, Agricultural Productivity and Poverty in Indonesia Akbar Suwardi a,* a Laboratorium Komputasi Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abstract This study aims to determine the relationship between local government spending, agricultural productivity, and poverty in Indonesia for the period of 2005–2008. Using econometric models of the panel and panel- simultaneous, this study find the evidence that local government spending on infrastructure and education significantly affect agricultural productivity and poverty. The study also found that the value of multiplier effect of local government spending on poverty, roads is the largest, followed by education (the literacy rate) and irrigation. Keywords: government spending, agricultural productivity, poverty, panel data Abstrak Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengeluaran pemerintah daerah, produktivitas pertanian, dan kemiskinan di Indonesia selama periode 2005–2008. Dengan mempergunakan model ekonometrika panel dan panel-simultan, studi ini membuktkan bahwa pengeluaran pemerintah daerah di sektor infrastruktur dan pendidikan signifikan memengaruhi produktivitas pertanian dan kemiskinan. Studi ini juga menemukan bahwa efek pengeluaran pemerintah daerah terhadap kemiskinan paling besar ditunjukkan oleh panjang jalan, diikuti tingkat melek huruf dan irigasi. Kata kunci: belanja pemerintah, produktivitas pertanian, kemiskinan, data panel JEL classifications: H72, H77, H83 Pendahuluan Tren kemiskinan di Indonesia mengalami penu- runan dari waktu ke waktu. Pada tahun 1999 sebagai akibat krisis ekonomi, persentase pen- duduk miskin (P 0) mencapai 23,4% dan pa- da tahun 2010 nilai P 0 telah menurun hing- ga sebesar 13,3%. Namun dalam kurun waktu tersebut, proses pengurangan kemiskinan ter- * Alamat Korespondensi: Laboratorium Komputasi, Gedung Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Indonesia, 16424. Email: [email protected]. lihat lebih lambat bahkan sempat meningkat. Misalkan, tahun 2006 nilai P 0 meningkat sebe- sar 1,8% lalu turun kembali sebesar 1,2% pada tahun 2007. Sementara itu, dalam Laporan Bulanan Sosi- al Ekonomi 9 Februari 2011 dinyatakan bahwa sebanyak 64,65% penduduk miskin pada bulan Maret 2009 bekerja di sektor pertanian. Pada- hal secara nasional, lebih dari 40% tenaga ker- ja di Indonesia dari tahun 2005–2009 bekerja di sektor pertanian (SAKERNAS 2005–2009). Lebih jauh lagi, nilai persentase penduduk miskin (P 0), indeks kedalaman kemiskinan

Pengeluaran Pemerintah Daerah, Produktivitas Pertanian

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengeluaran Pemerintah Daerah, Produktivitas Pertanian

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan IndonesiaVol. 12 No. 1, Juli 2011: 39-55

ISSN 1411-5212

Pengeluaran Pemerintah Daerah, Produktivitas Pertanian, dan Kemiskinandi Indonesia

Local Government Spending, Agricultural Productivity and Poverty inIndonesia

Akbar Suwardia,∗

aLaboratorium Komputasi Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Abstract

This study aims to determine the relationship between local government spending, agricultural productivity,and poverty in Indonesia for the period of 2005–2008. Using econometric models of the panel and panel-simultaneous, this study find the evidence that local government spending on infrastructure and educationsignificantly affect agricultural productivity and poverty. The study also found that the value of multipliereffect of local government spending on poverty, roads is the largest, followed by education (the literacy rate)and irrigation.Keywords: government spending, agricultural productivity, poverty, panel data

Abstrak

Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengeluaran pemerintah daerah, produktivitaspertanian, dan kemiskinan di Indonesia selama periode 2005–2008. Dengan mempergunakan modelekonometrika panel dan panel-simultan, studi ini membuktkan bahwa pengeluaran pemerintah daerahdi sektor infrastruktur dan pendidikan signifikan memengaruhi produktivitas pertanian dan kemiskinan.Studi ini juga menemukan bahwa efek pengeluaran pemerintah daerah terhadap kemiskinan paling besarditunjukkan oleh panjang jalan, diikuti tingkat melek huruf dan irigasi.Kata kunci: belanja pemerintah, produktivitas pertanian, kemiskinan, data panel

JEL classifications: H72, H77, H83

Pendahuluan

Tren kemiskinan di Indonesia mengalami penu-runan dari waktu ke waktu. Pada tahun 1999sebagai akibat krisis ekonomi, persentase pen-duduk miskin (P0) mencapai 23,4% dan pa-da tahun 2010 nilai P0 telah menurun hing-ga sebesar 13,3%. Namun dalam kurun waktutersebut, proses pengurangan kemiskinan ter-

∗Alamat Korespondensi: Laboratorium Komputasi,Gedung Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia, Kampus UI Depok, Indonesia,16424. Email: [email protected].

lihat lebih lambat bahkan sempat meningkat.Misalkan, tahun 2006 nilai P0 meningkat sebe-sar 1,8% lalu turun kembali sebesar 1,2% padatahun 2007.

Sementara itu, dalam Laporan Bulanan Sosi-al Ekonomi 9 Februari 2011 dinyatakan bahwasebanyak 64,65% penduduk miskin pada bulanMaret 2009 bekerja di sektor pertanian. Pada-hal secara nasional, lebih dari 40% tenaga ker-ja di Indonesia dari tahun 2005–2009 bekerjadi sektor pertanian (SAKERNAS 2005–2009).

Lebih jauh lagi, nilai persentase pendudukmiskin (P0), indeks kedalaman kemiskinan

Page 2: Pengeluaran Pemerintah Daerah, Produktivitas Pertanian

A. Suwardi/Pengeluaran Pemerintah Daerah... 40

Tabel 1: Nilai Persentase Penduduk Miskin (P0) dan Selisih P0 Tingkat Nasional, Tahun 1999–2010

Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Persentase Penduduk Miskin (P0) 23,4 19,1 18,4 18,2 17,4 16,6Selisih P0 - -4,3 -0,7 -0,2 -0,8 -0,8

Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Persentase Penduduk Miskin (P0) 16 17,8 16,6 15,7 14,15 13,3Selisih P0 -0,6 1,8 -1,2 -0,9 -1,55 -0,85

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel 2: Nilai Persentase Penduduk Miskin (P0), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1),dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Berbagai Sektor (%), Juli 2009

Persentase Indeks IndeksSektor Penduduk Kedalaman Keparahan

Miskin (P0) Kemiskinan (P1) Kemiskinan (P2)

Pertanian 19,21 3,61 1,07Pertambangan 11,83 2,10 0,58Industri Pengolahan 11,37 1,89 0,50Listrik, Gas, dan Air Minum 5,39 0,81 0,20Konstruksi 13,99 2,30 0,60Perdagangan, Rumah Makan, dan Jasa Akomodasi 7,02 1,07 0,26Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi 9,47 1,57 0,42Lembaga Keuangan, Real Estat, Usaha Persewaan 2,68 0,39 0,09Jasa Masyarakat, Sosial, dan Perorangan 6,71 1,15 0,31Nasional 14,15 2,50 0,68

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

(P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) disektor pertanian merupakan yang paling ting-gi di antara sektor-sektor lainnya seperti yangterlihat pada Tabel 21.

Jika dilihat dari sisi produktivitas, produkti-vitas sektor pertanian di Indonesia dari tahunke tahun selalu meningkat. Misalnya hasil pe-nelitian oleh Warr (2009) menunjukkan bahwapertumbuhan output, pertumbuhan faktor, danTotal Factor Productivity (TFP) sektor per-tanian di Indonesia pada tahun 1999 sampaidengan 2006 setiap tahunnya meningkat sebe-sar 2,90% untuk pertumbuhan output, 1,96%untuk pertumbuhan faktor, dan 0,94% untukTFP.

Di sisi lain pengeluaran pemerintah ataspendidikan, kesehatan, pembangunan infra-

1Perbedaan hasil pada Tabel 2 dengan perhitunganresmi BPS disebabkan perbedaan metode pembersihandata (data cleaning) dengan BPS.

struktur, penelitian dan pengembangan pro-duktivitas pertanian terhadap kemiskinan danproduktivitas pertanian baik secara nasionalatau provinsi terus meningkat setiap tahun.Namun, secara pasti apakah pengeluaran pe-merintah yang dikeluarkan tersebut dapat me-nyebabkan peningkatan produktivitas pertani-an dan penurunan jumlah penduduk miskin se-cara signifikan belum diketahui.

Untuk itu, studi ini memiliki beberapa tu-juan. Pertama, melihat pengaruh pengeluaranpemerintah daerah yang dialokasikan ke bidangpendidikan dan infrastruktur (irigasi dan jalan)terhadap produktivitas pertanian dan jumlahpenduduk miskin.

Kedua, melihat hubungan peningkatan pro-duktivitas pertanian dan jumlah pendudukmiskin. Ketiga, melihat efek pengganda penge-luaran pemerintah daerah yang dialokasikanke bidang pendidikan dan infrastruktur (iriga-

Page 3: Pengeluaran Pemerintah Daerah, Produktivitas Pertanian

A. Suwardi/Pengeluaran Pemerintah Daerah... 41

si dan jalan) terhadap produktivitas pertaniandan jumlah penduduk miskin.

Tinjauan Referensi

Penelitian yang terkait dengan hubungan an-tara pertanian dan kemiskinan di Indonesia,maupun di negara-negara lain sudah banyakdilakukan. Misalnya, Sumarto dan Suryahadi(2003) menemukan bahwa sebagian besar pen-duduk miskin di Indonesia adalah mereka yangbekerja di sektor pertanian. Akibatnya seseo-rang yang bekerja di sektor pertanian memilikipotensi atau probabilitas menjadi miskin lebihbesar dibandingkan seseorang yang tidak be-kerja di sektor pertanian. Penelitian tersebutjuga menunjukkan bahwa pertumbuhan sek-tor pertanian merupakan faktor terkuat dalammengurangi kemiskinan di Indonesia.

Tian et al. (2003) menunjukkan bahwa diCina sebagian besar penduduk miskin terletakdi daerah pedesaan dengan lingkungan ekologirapuh, lemahnya infrastruktur, struktur sosi-al terbelakang, dan mereka bekerja di sektorpertanian. Studi ini juga menunjukkan bahwaidentifikasi faktor kemiskinan yang berkaitandengan pertumbuhan sektor primer, sekunder,dan tersier dapat membantu pemerintah dalammengetahui sejauh mana pertumbuhan perta-nian memiliki dampak terhadap pengurangankemiskinan pedesaan.

Tian et al. (2003) juga mengidentifikasi hu-bungan pertanian dan kemiskinan untuk da-pat membantu para pembuat kebijakan meran-cang sebuah strategi penanggulangan kemis-kinan yang lebih komprehensif dan efektif. Le-bih jauh dijelaskan bahwa di Cina, pertumbuh-an produktivitas pertanian memiliki dampakyang signifikan terhadap pengurangan kemis-kinan pedesaan.

Hubungan antara produktivitas pertaniandan kemiskinan tidak terlepas dari peran pe-merintah. Selain itu, peran pemerintah mela-lui pengeluaran di sektor pendidikan, kesehat-an, dan infrastruktur dapat memengaruhi jum-

lah penduduk miskin di desa secara langsungatau tidak langsung. Secara langsung, berar-ti pengeluaran tersebut dapat mengurangi ke-miskinan melaui bidang kesehatan, pendidikan,serta infrastruktur yang langsung mampu me-ningkatkan taraf kesejahteraan penduduk mis-kin. Secara tidak langsung berarti pengeluaranpemerintah tersebut dapat meningkatkan pro-duktivitas pertanian, lalu melalui produktivi-tas ini tercapai peningkatkan taraf kesejahtera-an, yang berarti tingkat kemiskinan menurun.

Perkembangan teori pengeluaran pemerin-tah dalam menanggulangi kemiskinan dapatdilihat pada contoh-contoh penelitian dari ber-bagai negara yang telah diteliti sebelumnya, se-perti pada di India, Cina, Vietnam, Thailand,dan Uganda. Misalnya, Fan et al. (2000) men-coba meneliti bagaimana hubungan pengeluar-an pemerintah, pertumbuhan ekonomi dan ke-miskinan di desa-desa di India.

Dengan menggunakan data tahun 1970–1993pada model persamaan simultan, studi inimemperkirakan efek langsung dan tidak lang-sung dari berbagai jenis pengeluaran pemerin-tah terhadap kemiskinan pedesaan dan per-tumbuhan produktivitas pertanian di India.Hasil penelitian tersebut menunjukkan bah-wa pengeluaran pemerintah untuk investasi,seperti penelitian dan pengembangan perta-nian, irigasi, infrastruktur pedesaan (terma-suk jalan dan listrik), dan pembangunan pe-desaan ditargetkan langsung kepada pendudukmiskin pedesaan dan terbukti dapat mening-katkan produktivitas pertanian. Selanjutnya,bersama-sama dengan variabel lain, yaitu pen-duduk yang bekerja di sektor nonpertanian, pe-ngeluaran pemerintah untuk investasi memilikikontribusi untuk penurunan kemiskinan.

Penelitian yang dilakukan oleh Fan et al.(2000) menyatakan juga bahwa pengeluaranpemerintah dalam penelitian dan pengembang-an pertanian sejauh ini memiliki dampak terbe-sar pada penanggulangan kemiskinan dan per-tumbuhan dalam produktivitas pertanian. Pe-ngeluaran pemerintah untuk pendidikan memi-

Page 4: Pengeluaran Pemerintah Daerah, Produktivitas Pertanian

A. Suwardi/Pengeluaran Pemerintah Daerah... 42

liki dampak terbesar ketiga terhadap pengu-rangan kemiskinan pedesaan dan peningkatanpertumbuhan produktivitas. Investasi di iriga-si hanya memiliki dampak yang kecil pada per-tumbuhan produktivitas pertanian dan pengu-rangan kemiskinan di pedesaan. Pengembang-an masyarakat, termasuk program pengem-bangan pedesaan terpadu, telah berhasil sepe-nuhnya membantu mengurangi kemiskinan pe-desaan, tetapi dampaknya lebih kecil daripadapembangunan jalan, penelitian dan pengem-bangan pertanian, serta investasi pendidikan.

Di sisi lain menurut Fan et al. (2000) dalampenelitiannya di Cina, pengeluaran pemerintahuntuk investasi seperti penelitian dan pengem-bangan pertanian dan irigasi, pendidikan pe-desaan dan infrastruktur (termasuk jalan, lis-trik, dan pengeluaran pemerintah untuk pendi-dikan), memiliki dampak terbesar pada pengu-rangan kemiskinan dan dampak terbesar keduapada pertumbuhan produksi pertanian. Penge-luaran pemerintah pada penelitian pertaniandan penyuluhan memiliki efek terbesar padapertumbuhan produksi pertanian dan dampakterbesar ketiga dalam penanggulangan kemis-kinan.

Pembangunan infrastruktur pedesaan (ko-munikasi, jalan, dan listrik) masing-masing me-miliki dampak terbesar kedua, keempat dan ke-lima pada pengurangan kemiskinan pedesaan.Dampak pengentasan kemiskinan dapat dila-kukan terutama berasal dari pekerjaan di sek-tor bukan pertanian dan peningkatan upah pe-desaan. Investasi irigasi memiliki dampak yangkecil pada pertumbuhan produksi pertaniandan dampak yang lebih kecil terhadap penang-gulangan kemiskinan di pedesaan.

Hasil penelitian oleh Fan et al. (2004) di Ci-na menemukan bahwa pengeluaran pemerin-tah dalam penanggulangan kemiskinan dila-kukan melalui berbagai cara. Misalnya, penge-luaran pemerintah untuk penelitian pertaniandapat meningkatkan produktivitas pertanian,yang pada gilirannya mengurangi kemiskinandi pedesaan. Selain itu, peningkatan produk-

tivitas pertanian juga dapat mengembangkanperekonomian sektor nonpertanian di pedesaandan meningkatkan upah pedesaan. Pengeluar-an pemerintah yang dialokasikan di bidang in-frastruktur dan pendidikan juga dapat mening-katkan pertumbuhan lapangan kerja dan upahdi sektor nonpertanian. Pada akhirnya hal inijuga berkontribusi terhadap pengurangan ke-miskinan.

Fan et al. (2004) menggunakan model persa-maan simultan untuk mendapatkan efek yangberbeda terhadap kemiskinan pedesaan. Pa-da penelitian lain di Thailand oleh Fan et al.(2004) menemukan bahwa penduduk yang be-kerja di sektor nonpertanian memiliki dampakyang paling besar dibandingkan produktivitaspetani di sektor pertanian dan jumlah pendu-duk (populasi); terhadap tingkat kemiskinan diThailand. Sementara itu, produktivitas petanipaling besar dipengaruhi oleh lamanya sekolah,diikuti oleh penelitian dan pengembangan per-tanian, serta jumlah konsumsi listrik di masya-rakat. Sementara itu, panjang jalan tidak me-mengaruhi produktivitas petani dengan signi-fikan.

Fan et al. (2004) pada penelitiannya di Ugan-da menunjukkan bahwa pengeluaran peme-rintah di penelitian dan penyuluhan pertani-an secara substansial meningkatkan produksi,di mana jenis pengeluaran pemerintah terse-but merupakan dampak terbesar bagi produksipertanian. Di samping itu, pengeluaran peme-rintah di penelitian dan penyuluhan pertani-an juga merupakan dampak terbesar pada nilaipengurangan kemiskinan.

Lebih lanjut, Fan et al. (2004) juga menya-takan bahwa pengeluaran pemerintah yang di-alokasikan untuk membangun jalan juga me-miliki dampak perubahan yang besar pada pe-ngurangan kemiskinan pedesaan. Sedangkan,pengeluaran pemerintah yang dialokasikan kebidang pendidikan memiliki efek terkecil jikadibandingkan dengan pengeluaran pemerintahdi penelitian dan penyuluhan pertanian, ser-ta pengeluaran pemerintah di jalan. Selanjut-

Page 5: Pengeluaran Pemerintah Daerah, Produktivitas Pertanian

A. Suwardi/Pengeluaran Pemerintah Daerah... 43

nya, studi tersebut menunjukkan bahwa pe-ngeluaran pemerintah di bidang kesehatan ti-dak menunjukkan dampak yang besar padapertumbuhan produktivitas pertanian atau pe-ngurangan kemiskinan pedesaan. Hal tersebutdikarenakan sulitnya dalam mengukur bebera-pa dampak dari jenis investasi pada kesehatan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disim-pulkan bahwa berbagai macam model ekonomiyang diaplikasikan di berbagai negara sepertiIndonesia, Cina, dan lainnya menjelaskan hu-bungan yang kuat antara produktivitas perta-nian dan penurunan jumlah penduduk miskin.Sementara itu, pengeluaran pemerintah terha-dap kemiskinan memiliki banyak bentuk kom-ponen yang berbeda di setiap negara. Hal terse-but dikarenakan dari pembentukan faktor ting-kat kemiskinan pada suatu negara serta faktorpenentu dalam produktivitas dalam pertanianpada suatu negara tidaklah mutlak sama.

Namun, dalam perkembangannya ada ”be-nang merah” yang sama oleh masing-masingpenulis dalam menentukan faktor pengaruh pe-ngurangan jumlah penduduk miskin serta fak-tor penambahan pengaruh tingkat produkti-vitas pertanian. Penentuan faktor penambah-an dalam jumlah penduduk miskin dan ting-kat produktivitas sangatlah penting karena da-ri faktor tersebut dapat diperlihatkan pengelu-aran pemerintah apa saja yang memengaruhiatau hal yang dapat mengurangi jumlah pen-duduk miskin.

Selanjutnya dibuktikan pula bahwa pengelu-aran pemerintah di sektor kesehatan, pendidik-an dan pembangunan infrastruktur (sanitasi,irigasi, jalan, listrik), serta penelitian dan pe-ngembangan produktivitas pertanian memili-ki pengaruh terhadap jumlah penduduk miskin(Gambar 1). Seperti yang dikatakan oleh Fanet al. (2000) bahwa target pengeluaran peme-rintah hanya untuk mengurangi jumlah pendu-duk miskin, bagaimanapun, hal itu tidaklah cu-kup. Pengeluaran pemerintah juga perlu untukmendorong pertumbuhan ekonomi serta untukmembantu menghasilkan sumber daya yang di-

perlukan untuk pengeluaran pemerintah di ma-sa depan. Pertumbuhan ekonomi adalah satu-satunya cara pasti dalam memberikan solusipermanen dan jangka panjang terhadap masa-lah kemiskinan, serta meningkatkan seluruh ke-sejahteraan masyarakat. Sementara itu, penge-luaran pemerintah di sektor kesehatan, pen-didikan dan pembangunan infrastruktur (sa-nitasi, irigasi, jalan, listrik), serta penelitiandan pengembangan produktivitas pertanian ju-ga dapat memengaruhi peningkatan produkti-vitas pertanian. Perlu dicatat bahwa pengelu-aran pemerintah dan produktivitas pertanianmampu mengurangi jumlah penduduk miskin.

Metode

Berdasarkan kerangka analisis seperti yang di-ilustrasikan pada Gambar 2, model yang di-usulkan merupakan modifikasi dari model ke-miskinan di India (Fan et al., 2000) dan diVietnam (Fan et al., 2004) yang terdiri darienam persamaan, seperti terlihat pada Persa-maan (1)–(6).

irigasii,t = f(infrasi,t−1) (1)

jalani,t = f(infrasi,t−1) (2)

literacyi,t = f(pendidikani,t−1)(3)

nonpetanii,t = f(literacyi,t,

jalani,t, upahi,t) (4)

produksii,t = f(irigasii,t, jalani,t,

lahani,t, petanii,t) (5)

kemiskinani,t = f(nonpetanii,t,

produktivitasi,t,

popi,t) (6)

dengan:

irigasii,t = jumlah jaringan irigasi untuk pro-vinsi i dalam bentuk logaritma natural.

infrasi,t−1 = pengeluaran pemerintah daerahyang dialokasikan di bidang infrastruktur un-tuk provinsi i dalam bentuk logaritma natu-ral.

Page 6: Pengeluaran Pemerintah Daerah, Produktivitas Pertanian

A. Suwardi/Pengeluaran Pemerintah Daerah... 44

Gambar 1: Pengeluaran Pemerintah, Produktivitas Pertanian, dan Kemiskinan

jalani,t = rasio panjang jalan terhadap luaswilayah untuk provinsi i.

literacyi,t = persentase penduduk melek hu-ruf yang berumur 15 tahun ke atas untuk pro-vinsi i.

pendidikani,t−1 = pengeluaran pemerintahdaerah yang dialokasikan di bidang pendidi-kan untuk provinsi i dalam bentuk logaritmanatural.

nonpetanii,t = jumlah penduduk berumur 15tahun ke atas yang bekerja di sektor nonper-tanian untuk provinsi i dalam bentuk logarit-ma natural.

upahi,t = upah minimum provinsi (UMP) un-tuk provinsi i dalam bentuk logaritma natu-ral.

produksii,t = nilai produksi sektor pertanianberdasarkan harga konstan tahun 2000 untukprovinsi i dalam bentuk logaritma natural.

lahani,t = jumlah lahan pertanian untuk pro-vinsi i dalam bentuk logaritma natural.

petanii,t = jumlah penduduk berumur 15 ta-hun ke atas yang bekerja di sektor pertanianuntuk provinsi i dalam bentuk logaritma na-tural.

kemiskinani,t = jumlah penduduk miskin un-tuk provinsi i dalam bentuk logaritma natu-ral.

produktivitasi,t = rasio nilai produksi sektorpertanian (produksi) terhadap jumlah pendu-

duk berumur 15 tahun ke atas yang bekerjadi sektor pertanian (petani) untuk provinsi i.

popi,t = jumlah penduduk untuk provinsi idalam bentuk logaritma natural.

Ruang lingkup dalam studi ini mencakup32 provinsi2 untuk periode tiga tahun. Datayang digunakan adalah nilai produksi pertani-an, jumlah penduduk miskin, tingkat Upah Mi-nimum Provinsi (UMP), jumlah populasi, jum-lah lahan pertanian, perbandingan jalan de-ngan luas wilayah, dan jumlah penduduk yangbekerja di sektor nonpertanian tingkat provinsidari tahun 2006–2008.

Sementara data pengeluaran pemerintahyang dialokasikan ke bidang infrastruktur danpendidikan mencakup tahun 2005–2007. Datapengeluaran pemerintah yang digunakan olehpenulis adalah pengeluaran pemerintah dae-rah yang dialokasikan berdasarkan bidang danfungsi di APBD realisasi. Sementara itu, nilaiproduksi pertanian, diambil dari nilai tambahsektor pertanian yang dinyatakan dalam hargakonstan tahun 2000.

Sumber data yang digunakan dalam studi iniberasal dari berbagai sumber, yaitu Kementeri-an Pertanian, Kementerian Perhubungan, danBadan Pusat Statistik (BPS).

Studi ini mengasumsikan bahwa tidak semuapengeluaran yang dilakukan oleh pemerintahlangsung dirasakan oleh masyarakat tanpa ada

2Seluruh provinsi di Indonesia kecuali DKI Jakarta.

Page 7: Pengeluaran Pemerintah Daerah, Produktivitas Pertanian

A. Suwardi/Pengeluaran Pemerintah Daerah... 45

suatu program, barang, atau tindakan nyata la-innya. Oleh karena itu, dalam studi ini meng-gunakan variabel perantara. Variabel peranta-ra yang dimaksud pada studi ini sesuai denganFan et al. (2004), yaitu jumlah jaringan iriga-si, rasio panjang jalan terhadap luas wilayah,dan jumlah penduduk melek huruf yang beru-mur 15 tahun ke atas, serta variabel eksogenlainnya.

Variabel-variabel tersebut dimasukkan kedalam fungsi jumlah penduduk yang bekerja disektor nonpertanian dan nilai produksi sektorpertanian berdasarkan harga konstan di setiapprovinsi. Hal ini terkait pembuktian bahwa ra-sio panjang jalan terhadap luas wilayah, danjumlah penduduk melek huruf dapat meme-ngaruhi jumlah penduduk yang bekerja di sek-tor nonpertanian. Di sisi lain, jumlah jaringanirigasi, rasio panjang jalan terhadap luas wila-yah, dan jumlah penduduk melek huruf dapatmemengaruhi nilai produksi pertanian. Selan-jutnya, untuk melihat faktor yang memenga-ruhi kemiskinan, hasil estimasi dua fungsi ya-itu nilai estimasi produktivitas pertanian dannilai estimasi penduduk yang bekerja di sektornonpertanian serta jumlah populasi dijadikanvariabel penjelas jumlah penduduk miskin. Se-perti yang terlihat pada Gambar 2, dari prosestersebut faktor yang memengaruhi kemiskinandapat diestimasi secara simultan.

Untuk persamaan pertama, penulis mela-kukan estimasi jumlah jaringan irigasi terha-dap pengeluaran pemerintah daerah yang di-alokasikan di bidang infrastruktur pada tahunt− 1. Pada model ini, penulis memiliki hipote-sis bahwa pengeluaran pemerintah daerah yangdialokasikan ke bidang infrastruktur berpenga-ruh positif terhadap penambahan jumlah ja-ringan irigasi.

Selanjutnya, untuk persamaan kedua, penu-lis melakukan estimasi rasio panjang jalan ter-hadap pengeluaran pemerintah daerah yang di-alokasikan di bidang infrastruktur pada tahunt− 1. Pada model ini, penulis memiliki hipote-sis bahwa pengeluaran pemerintah daerah yang

dialokasikan di bidang infrastruktur berpenga-ruh positif terhadap penambahan rasio pan-jang jalan terhadap luas wilayah.

Pada persamaan ketiga, penulis melakukanestimasi jumlah penduduk melek huruf yangberumur 15 tahun ke atas terhadap pengelu-aran pemerintah daerah yang dialokasikan dibidang pendidikan pada tahun t− 1. Pada mo-del ini, penulis memiliki hipotesis bahwa pe-nambahan jumlah penduduk melek huruf yangberumur 15 tahun ke atas di setiap provinsi di-pengaruhi positif oleh pengeluaran pemerintahdaerah yang dialokasikan di bidang pendidikan.

Pada persamaan keempat, penulis melaku-kan estimasi jumlah penduduk berumur 15 ta-hun ke atas yang bekerja di sektor nonperta-nian terhadap jumlah penduduk melek hurufyang berumur 15 tahun ke atas, rasio panjangjalan terhadap luas wilayah, dan upah mini-mum di setiap provinsi. Pada model ini, penulismemiliki hipotesis bahwa penambahan jumlahpenduduk yang bekerja di sektor nonpertaniandipengaruhi positif oleh jumlah penduduk me-lek huruf yang berumur 15 tahun ke atas danrasio panjang jalan terhadap luas wilayah, na-mun dipengaruhi secara negatif oleh upah mi-nimum. Untuk mempermudah estimasi, penu-lis memiliki asumsi bahwa jumlah pendudukyang bekerja di sektor nonpertanian tidak ter-masuk kategori nonmiskin.

Persamaan kelima, penulis melakukan esti-masi nilai produksi sektor pertanian terhadapjumlah jaringan irigasi, rasio panjang jalan ter-hadap luas wilayah, dan jumlah penduduk ber-umur 15 tahun ke atas yang bekerja di sektorpertanian. Pada model ini, penulis memiliki hi-potesis bahwa nilai produksi sektor pertaniandipengaruhi positif oleh jumlah jaringan iriga-si, rasio panjang jalan terhadap luas wilayah,dan jumlah penduduk yang bekerja di sektorpertanian.

Pada persamaan kelima, penulis menyada-ri bahwa jumlah penduduk melek huruf da-pat pula memengaruhi nilai produksi pertani-an. Namun, dalam hal ini penulis tidak mema-

Page 8: Pengeluaran Pemerintah Daerah, Produktivitas Pertanian

A. Suwardi/Pengeluaran Pemerintah Daerah... 46

Gambar 2: Ilustrasi Efek Pengganda Pengeluaran Pemerintah Daerah untukPendidikan dan Infrastruktur terhadap Kemiskinan

sukkan variabel tersebut karena dari berbagailiteratur yang dirujuk, pengaruhnya tidak da-pat dirasakan dalam waktu cepat.

Persamaan keenam, penulis mencoba mela-kukan estimasi jumlah penduduk miskin ter-hadap jumlah penduduk berumur 15 tahunke atas yang bekerja di sektor nonpertaniandan produktivitas sektor pertanian. Pada mo-del ini, penulis memiliki hipotesis bahwa pe-nambahan jumlah penduduk miskin dipenga-ruhi secara negatif oleh jumlah penduduk yangbekerja di sektor nonpertanian dan estimasiproduktivitas sektor pertanian.

Prosedur estimasi studi ini akan mengikutilangkah-langkah sebagai berikut. Pertama, pe-nulis membentuk model ekonomi dari modifi-kasi model Fan et al. (2004). Dengan modifikasimodel tersebut selanjutnya penulis melakukanuji simultan. Sesuai dengan Pindyck dan Ru-binfeld (1998), uji simultan Hausman dapat di-lakukan untuk memastikan variabel yang didu-ga memiliki sifat endogen atau terbukti bahwamodel memiliki hubungan simultan antarvari-abel. Langkah berikutnya adalah uji identitasdengan metode ordo untuk memastikan bahwa

model dapat diestimasi karena suatu persama-an dari sistem simultan hanya dapat diestimasiapabila persamaan itu setidaknya teridentifika-si dengan tepat.

Tahap selanjutnya, karena data yang digu-nakan adalah data panel, maka penulis mela-kukan pemilihan model data panel yang te-pat antara Pooled Least Square (PLS), FixedEffect (FE), atau Random Effect (RE) un-tuk Persamaan (1), (2), (3), dan (6). Baltagi(2008) menyatakan bahwa dengan mengguna-kan FE dan RE, maka efek karakteristik indivi-du yang tidak terobservasi (individual-specificeffect) oleh PLS dapat diatasi. Sementara itu,untuk Persamaan (4) dan (5), menurut Balta-gi (2008), variabel bebas yang bersifat endo-gen akan menjadi masalah serius dalam esti-masi model.

Oleh karena itu, dalam mengestimasi persa-maan yang sifat keendogenan atau kesimultan-an tidak dapat menggunakan estimasi Ordi-nary Least Square (OLS). Dengan demikianuntuk mengestimasi persamaan simultan inidilakukan dengan menggunakan Fixed EffectTwo Stage Least Square (FE2SLS) atau Ran-

Page 9: Pengeluaran Pemerintah Daerah, Produktivitas Pertanian

A. Suwardi/Pengeluaran Pemerintah Daerah... 47

dom Effect Two Stage Least Square (EC2SLS).

Pada pemilihan model data panel dan pa-nel simultan, penulis menggunakan pengujianRestricted R2, Hausman, dan Lagrange Multi-plier. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, se-lanjutnya dievaluasi untuk mendapatkan nilaiestimasi yang tepat agar koefisien yang dida-patkan efisien serta tidak bias.

Menurut Baltagi (2008), dasar pembentuk-an model data panel masih menggunakan leastsquare. Lalu menurut Pindyck dan Rubinfeld(1998), dasar pembentukan model simultan ju-ga menggunakan least square. Oleh karena itu,dalam mengevaluasi hasil model persamaan da-ta panel dan panel simultan dapat dilakukanmelalui pendekatan least square.

Dalam teori evaluasi, hasil regresi OLS men-cakup kriteria ekonomi, kriteria statistika, dankriteria ekonometrika. Secara ringkas dapat di-jelaskan bahwa di dalam menguji kriteria eko-nomi hal yang perlu dilakukan adalah menge-valuasi tanda dari slope, apakah sudah sesuaidengan teori atau belum.

Berdasarkan kriteria statistika, terdapat ti-ga uji yang harus dilakukan yaitu uji koefisienregresi secara bersama-sama (uji F), uji koefi-sien regresi secara parsial (uji t), dan uji suaimodel (Goodness of Fit). Sedangkan berdasar-kan kriteria ekonometrika terdapat tiga kriteriayang harus dipenuhi oleh koefisien regresi un-tuk dikatakan sebagai koefisien yang Best Li-near Unbiased Estimator (BLUE) yaitu bebasdari multikolinearitas, bebas dari heteroskedas-tisitas, dan bebas dari otokorelasi.

Setelah dievaluasi maka dapat dipastikanbahwa hasil estimasi sudah tepat dan nilai yangdigunakan tidak bisa diragukan lagi. Berda-sarkan penjelasan proses tahapan estimasi diatas, penelitian tersebut dapat dijelaskan seca-ra ringkas dengan Gambar 3.

Hasil dan Analisis

Hasil estimasi dapat diringkas sebagai berikut.Pertama, model ekonomi yang telah diuji kesi-

multanan menunjukkan ada lima variabel teri-kat yaitu irigasi, jalan, literacy, nonpetani, danproduksi. Kedua, dengan uji identitas, keenammodel menunjukkan model over-identified se-hingga dapat dilakukan pengujian mengguna-kan sistem simultan. Ketiga, dalam pemilihanmodel data panel, model pertama (jaringan iri-gasi desa) menggunakan model FE; sedangkanmodel kedua (rasio panjang jalan terhadap luaswilayah), model ketiga (literacy rate), dan mo-del keenam (jumlah penduduk miskin) meng-gunakan model RE.

Sementara itu, model keempat (jumlah pen-duduk yang bekerja di sektor nonpertanian)dan model kelima (nilai produksi sektor perta-nian) menggunakan model Random Effect Sta-ge Least Square (EC2SLS). Keempat, setelahmelakukan pengujian BLUE, semua model pe-nelitian ini dapat menghasil- kan estimasi yangBLUE.

Hasil estimasi sistem persamaan panelsimultan-data panel disajikan penulis pada Ta-bel 3. Mayoritas nilai koefisien pada hasil esti-masi signifikan pada taraf 1%, selanjutnya pa-da taraf 5% dan 10%.

Persamaan pertama menyatakan bahwa de-ngan taraf signifikansi sebesar 1%, pengeluar-an Pemerintah Daerah yang dialokasikan dibidang infrastruktur pada tahun t − 1 dapatmemengaruhi jumlah jaringan irigasi di setiapprovinsi.

Penambahan 1% pengeluaran PemerintahDaerah yang dialokasikan di bidang infrastruk-tur pada tahun t−1 akan membuat penambah-an jaringan irigasi sebesar 0,046% dengan efekberagam dan dengan asumsi variabel lainnyatidak berubah (ceteris paribus). Sementara itu,dengan nilai R2 sebesar 0,32 artinya 32% vari-asi dari nilai variabel terikat dapat dijelaskanoleh variasi nilai dari variabel bebasnya.

Pengeluaran Pemerintah Daerah yang dia-lokasikan di bidang infrastruktur pada tahunt−1 dapat memengaruhi jumlah jaringan iriga-si sesuai dengan hipotesis awal penulis. Jaring-an irigasi merupakan salah satu barang publik,

Page 10: Pengeluaran Pemerintah Daerah, Produktivitas Pertanian

A. Suwardi/Pengeluaran Pemerintah Daerah... 48

Gambar 3: Strategi Estimasi Model

maka pengadaannya menjadi tanggung jawabdari pemerintah, dalam studi ini PemerintahDaerah.

Dengan demikian, ketika Pemerintah Daerahmenambah pengeluarannya yang dialokasikandi bidang infrastruktur, maka jumlah jaringanirigasi juga seharusnya bertambah. Sementaraitu, suatu pengadaan barang (investasi) olehpemerintah yang diselesaikan pada tahun yangsama memiliki kemungkinan yang sangat kecilsehingga pengeluaran pada tahun ini minimalbaru dapat dirasakan oleh masyarakat setahunsetelahnya.

Persamaan kedua menyatakan bahwa de-ngan taraf signifikansi sebesar 1%, pengeluar-an Pemerintah Daerah yang dialokasikan di bi-dang infrastruktur pada tahun t−1, dapat me-mengaruhi rasio panjang jalan terhadap luaswilayah di setiap provinsi.

Penambahan sebesar 1% pengeluaran Peme-rintah Daerah yang dialokasikan di bidang in-frastruktur pada tahun t − 1 akan membuatpenambahan rasio panjang jalan terhadap lu-as wilayah sebesar 1,065% dengan efek bera-

gam di setiap provinsi dan dengan asumsi va-riabel lainnya tidak berubah (ceteris paribus).Sementara itu, dengan nilai R2 sebesar 0,19 ar-tinya 19% variasi dari nilai variabel terikat da-pat dijelaskan oleh variasi nilai dari variabelbebasnya.

Sama seperti jaringan irigasi, jalan merupa-kan salah satu barang publik, maka penga-daannya menjadi tanggung jawab pemerin-tah. Oleh karena itu, penambahan pengeluaranyang dialokasikan di bidang infrastruktur olehPemerintah Daerah seharusnya mampu mem-buat penambahan rasio panjang jalan terhadapluas wilayah.

Sementara itu, suatu pengadaan barang (in-vestasi) oleh pemerintah diselesaikan pada ta-hun yang sama sangatlah kecil kemungkinan,maka pengeluaran pada tahun ini untuk mem-bangun jalan minimal baru dapat dirasakanoleh masyarakat setahun setelahnya.

Persamaan ketiga menyatakan bahwa de-ngan taraf signifikansi sebesar 1%, pengeluar-an Pemerintah Daerah yang dialokasikan di bi-dang pendidikan pada tahun t − 1 dapat me-

Page 11: Pengeluaran Pemerintah Daerah, Produktivitas Pertanian

A. Suwardi/Pengeluaran Pemerintah Daerah... 49

Tabel 3: Hasil Estimasi Model Penelitian: Model Data Panel dan Panel Simultan

Variabel BebasPersamaan

Irigasi Jalan Literacy Nonpetani Produksi Kemiskinan

Konstanta 10,238 25,075 85,526 0,159 13,434 2,880(0 ,2209)*** (0,0027)*** (2,4416)*** (1,6109) (0,8335)*** (1,42032)**

Infrastruktur t− 1 0,046 1,065(0,0163)*** (0,2764)***

Pendidikan t− 1 0,473(0,1293)***

Literacy 0,066(0,0200)***

Jalan 0,027 0,005(0,0067)*** (0,023)**

Upah -0,053(0,0876)

Irigasi 0,227(0,0718)***

Lahan 0,379(0,0878)***

Petani 0,089(0,0699)

Nonpetani -0,128(0,0784)*

Produktivitas -0,231(0,1356)*

Pop 0,778(0,0949)***

Adjusted R2 0,32 0,19 0,12 0,29 0,73 0,84

Keterangan: * Signifikan pada taraf 10%Keterangan—:** Signifikan pada taraf 5%Keterangan—:*** Signifikan pada taraf 1%

mengaruhi jumlah penduduk melek huruf yangberumur 15 tahun ke atas.

Penambahan 1% pengeluaran PemerintahDaerah yang dialokasikan di bidang pendidikanpada tahun t − 1 akan membuat penambahanjumlah penduduk melek huruf yang berumur15 tahun ke atas sebesar 0,48% dengan efekberagam dan dengan asumsi variabel lainnyatidak berubah (ceteris paribus). Sementara itu,dengan nilai R2 sebesar 0,12 artinya 12% vari-asi dari nilai variabel terikat dapat dijelaskanoleh variasi nilai dari variabel bebasnya.

Secara teori ekonomi, pendidikan merupa-kan merit goods. Musgrave (1959) menyebut-kan merit goods adalah barang-barang yang se-harusnya disediakan meskipun masyarakat ti-

dak memintanya. Di samping itu, pendidikandapat memberikan eksternalitas positif sehing-ga butuh peran pemerintah seperti memberik-an subsidi.

Jika jumlah penduduk melek huruf yang ber-umur 15 tahun ke atas dapat dipengaruhi olehpengeluaran Pemerintah Daerah yang dialoka-sikan di bidang pendidikan pada tahun t − 1,maka hal tersebut dapat diterima dan sesuaidengan hipotesis.

Tentunya pengeluaran Pemerintah Daerahyang dikeluarkan yang dialokasikan di bidangpendidikan tidak dapat dirasakan langsung pa-da tahun yang sama, sama seperti investasi pe-merintah di bidang lainnya, yaitu jalan dan iri-gasi, minimal baru bisa dirasakan pada satu

Page 12: Pengeluaran Pemerintah Daerah, Produktivitas Pertanian

A. Suwardi/Pengeluaran Pemerintah Daerah... 50

tahun setelahnya.

Persamaan keempat menyatakan bahwa de-ngan taraf signifikansi sebesar 1%, jumlah pen-duduk melek huruf yang berumur 15 tahun keatas dan rasio panjang jalan terhadap luas wi-layah dapat memengaruhi jumlah pendudukyang bekerja di sektor nonpertanian. Namun,upah minimum yang tidak signifikan, pada ta-raf signifikansi sebesar 1%, 5%, atau 10%, me-mengaruhi jumlah penduduk yang bekerja disektor nonpertanian. Sementara itu, dengan ni-lai R2 sebesar 0,29 artinya 29% variasi dari ni-lai variabel terikat dapat dijelaskan oleh variasinilai dari variabel bebasnya.

Penambahan 1% jumlah penduduk melekhuruf yang berumur 15 tahun ke atas akanmembuat penambahan jumlah penduduk yangbekerja di sektor nonpertanian sebesar 0,066%dengan efek beragam dan dengan asumsi vari-abel lainnya tidak berubah.

Sementara itu, penambahan 1% rasio pan-jang jalan terhadap luas wilayah akan membu-at penambahan jumlah penduduk yang bekerjadi sektor nonpertanian sebesar 0,027% denganefek beragam dan dengan asumsi variabel lain-nya tidak berubah.

Pengaruh kenaikan 1% nilai variabel bebasterhadap penambahan nilai variabel terikat pa-ling besar diberikan oleh variabel jumlah pen-duduk melek huruf yang berumur 15 tahun keatas.

Menurut penulis, dengan peningkatan pen-didikan, masyarakat dapat membuka lapang-an kerja di sektor nonpertanian. Misalnya, ber-kembangnya ide dan kreativitas untuk menjadiwirausahawan. Meningkatnya jumlah wirausa-ha akan membuat jumlah penduduk yang be-kerja di sektor nonpertanian bertambah lebihbesar.

Penambahan panjang jalan akan memberi-kan akses suatu wilayah ke wilayah lain sema-kin luas sehingga dapat membuka peluang pen-duduk untuk bekerja di sektor nonpertanian.Selain itu, penambahan panjang jalan dapatmembantu distribusi hasil pertanian semakin

luas dan penduduk tidak hanya menjual bahanmentah, namun bisa membuat produk turunandari hasil produksi tersebut.

Persamaan kelima menyatakan bahwa de-ngan taraf signifikansi sebesar 1%, jumlah ja-ringan irigasi dan jumlah lahan sektor perta-nian dapat memengaruhi nilai produksi sek-tor pertanian. Dengan taraf signifikansi sebe-sar 5%, rasio panjang jalan terhadap luas wila-yah dapat memengaruhi nilai produksi sektorpertanian di setiap provinsi. Namun, jumlahpenduduk yang bekerja di sektor pertanian ti-dak signifikan, pada taraf 1%, 5%, atau 10%,memengaruhi nilai produksi sektor pertanian.Sementara itu, dengan nilai R2 sebesar 0,73 ar-tinya 73% variasi dari nilai variabel terikat da-pat dijelaskan oleh variasi nilai dari variabelbebasnya.

Penambahan 1% jumlah lahan sektor perta-nian akan membuat penambahan nilai produk-si sektor pertanian sebesar 0,4% dengan efekberagam dan dengan asumsi variabel lainnyatidak berubah (ceteris paribus).

Penambahan 1% jumlah jaringan irigasi ak-an membuat penambahan nilai produksi sektorpertanian sebesar 0,23% dengan efek beragamdan dengan asumsi variabel lainnya tidak ber-ubah (ceteris paribus).

Penambahan 1% rasio panjang jalan terha-dap luas wilayah akan membuat penambahannilai produksi sektor pertanian sebesar 0,005%dengan efek beragam dan dengan asumsi vari-abel lainnya tidak berubah (ceteris paribus).

Dapat disimpulkan bahwa lahan sektor per-tanian paling besar pengaruhnya terhadap nilaiproduksi sektor pertanian, lalu jaringan irigasidan jalan.

Sedangkan, penambahan petani atau ba-nyaknya petani tidak signifikan, pada taraf1%, 5%, atau 10% dapat memengaruhi nilaiproduksi sektor pertanian, dikarenakan jumlahpenduduk yang bekerja di sektor pertanian ti-dak berpengaruh secara signifikan (namun me-miliki pengaruh positif). Hal ini disebabkan ti-dak adanya penambahan teknologi, serta pe-

Page 13: Pengeluaran Pemerintah Daerah, Produktivitas Pertanian

A. Suwardi/Pengeluaran Pemerintah Daerah... 51

ngembangan dan penelitian di sektor pertanianseiring dengan penambahan jumlah pendudukyang bekerja di sektor pertanian. Di sampingitu, menurut Ikhsan (2011) kondisi pertaniandi Indonesia ketika terlalu banyak jumlah pe-tani dapat membuat Marginal Productivity ofLabor (MPL) sektor pertanian rendah.

Besar nilai produksi sektor pertanian ber-dasarkan besarnya kuantitas produksi sektorpertanian. Oleh karena itu, faktor yang sangatberpengaruh atas banyak atau sedikitnya ku-antitas produksi sektor pertanian adalah yangpaling dekat dengan proses produksi, maka jikapengaruh lahan sektor pertanian dan jaringanirigasi memiliki pengaruh yang besar terhadapnilai produksi pertanian daripada jalan bisa sa-ja benar. Sedangkan jalan memiliki hubunganpositif yang signifikan terhadap nilai produk-si pertanian dikarenakan panjang jalan dapatmembuka aksesibilitas dan mengurangi biayapetani dalam menjual hasil produksi pertani-annya.

Persamaan keenam menyatakan bahwa de-ngan taraf signifikansi sebesar 1%, jumlah pen-duduk dapat memengaruhi jumlah pendudukmiskin. Pada taraf signifikansi sebesar 10%,angka produktivitas pekerja (produksi perta-nian estimasi per jumlah petani) dan jumlahpenduduk yang bekerja di sektor nonpertaniandapat memengaruhi jumlah penduduk miskin.Sementara itu, dengan nilai R2 sebesar 0,84 ar-tinya 84% variasi dari nilai variabel terikat da-pat dijelaskan oleh variasi nilai dari variabelbebasnya.

Penambahan 1% jumlah penduduk akanmembuat penambahan jumlah penduduk mis-kin sebesar 0,78% dengan efek beragam dandengan asumsi variabel lainnya tidak berubah(ceteris paribus).

Penambahan 1% angka produktivitas pe-kerja (produksi estimasi/jumlah petani) akanmembuat pengurangan jumlah penduduk mis-kin sebesar 0,23% dengan efek beragam dandengan asumsi variabel lainnya tidak berubah(ceteris paribus).

Sementara itu, penambahan 1% jumlah pen-duduk yang bekerja di sektor nonpertanian a-kan membuat pengurangan jumlah pendudukmiskin sebesar 0,13% dengan efek beragam dandengan asumsi variabel lainnya tidak berubah(ceteris paribus).

Pada model keenam dapat disimpulkan bah-wa pengaruh terbesar pada jumlah pendudukmiskin adalah jumlah penduduk (populasi).Maka dari itu, mengendalikan jumlah pendu-duk dapat dilakukan dengan mengendalikanjumlah kelahiran. Dengan jumlah pendudukyang tepat, maka baik untuk perekonomian.

Sementara itu, produktivitas sektor perta-nian merupakan faktor nomor dua yang me-mengaruhi jumlah penduduk miskin, sebelumjumlah penduduk yang bekerja di sektor non-pertanian. Oleh karena itu, jika pemerintahmeningkatkan produktivitas sektor pertanian,maka jumlah penduduk miskin secara signifik-an akan turun.

Sementara itu, produktivitas sektor pertani-an dengan signifikan memengaruhi kemiskinanmenandakan pula bahwa dengan meningkat-kan produktivitas sektor pertanian, maka pe-merintah dapat menurunkan jumlah kemiskin-an. Hasil ini sejalan dengan hasil Fan et al.(2000) bahwa pengeluaran pemerintah di sek-tor pertanian dapat meningkatkan produktivi-tas sektor pertanian, yang pada gilirannya da-pat mengurangi kemiskinan.

Analisis

Dalam menghitung efek pengganda Pengelu-aran Pemerintah Daerah yang dialokasikan dibidang infrastruktur dan pendidikan terhadapkemiskinan dapat diringkas seperti pada Gam-bar 4.

Dalam menganalisis efek pengganda Penge-luaran Pemerintah Daerah terhadap kemiskin-an yang lebih rinci, dibagi ke dalam dua pen-dekatan yaitu (1) efek pengganda Pengeluar-an Pemerintah Daerah yang dialokasikan di bi-dang pendidikan terhadap kemiskinan dan (2)efek pengganda Pengeluaran Pemerintah Dae-

Page 14: Pengeluaran Pemerintah Daerah, Produktivitas Pertanian

A. Suwardi/Pengeluaran Pemerintah Daerah... 52

Gambar 4: Ilustrasi Efek Pengganda Pengeluaran Pemerintah Daerah untuk Pendidikan dan Infrastrukturterhadap Kemiskinan

rah yang dialokasikan di bidang konstruksi ter-hadap kemiskinan.

Efek Pengganda Pengeluaran Pemerin-tah Daerah Bidang Pendidikan terhadapKemiskinan

Pengeluaran Pemerintah Daerah yang di-alokasikan di bidang pendidikan memilikipengaruh efek pengganda sebesar 0,004 satuanterhadap jumlah penduduk miskin. Ketikatotal pengeluaran pemerintah dialokasikanke bidang pendidikan bertambah 1% makajumlah penduduk miskin akan berkurangsebesar 0,004% dengan efek beragam di setiapprovinsi dan dengan asumsi variabel lainnyatidak berubah (ceteris paribus). Hal ini dapatdilihat pada Gambar 4. Berikut ringkasandalam perhitungannya:

dkemiskinan

dtpendidikan=

(∂kemiskinan

∂nonpetani

)(7)

x

(∂nonpetani

∂literacy

)x

(∂literacy

∂tpendidikan

)= (0, 473)x(−0, 128)x(0, 066)

= −0, 00399 ≈ −0, 004

Misalkan Pengeluaran Pemerintah Daerahyang dialokasikan ke bidang pendidikan padatahun t − 1 sebesar 1 triliun dan jumlah pen-duduk miskin sebanyak 1 juta jiwa. Jika Pe-ngeluaran Pemerintah Daerah pada tahun t−1naik sebesar 1% yaitu 10 miliar, maka pengu-rangan jumlah penduduk miskin sebanyak 40jiwa. Jika dibandingkan per satu orang pendu-duk miskin, maka satu orang penduduk miskin

Page 15: Pengeluaran Pemerintah Daerah, Produktivitas Pertanian

A. Suwardi/Pengeluaran Pemerintah Daerah... 53

butuh sebesar Rp250 juta untuk keluar dari ga-ris kemiskinan. Jika dibandingkan, maka terli-hat pengurangan satu orang penduduk miskinoleh Pengeluaran Pemerintah Daerah yang dia-lokasikan ke bidang pendidikan pada tahun t−1sangat besar. Hal ini dikarenakan dalam mela-kukan studi ini penulis menggunakan Pengelu-aran Pemerintah Daerah yang dialokasikan kebidang pendidikan sehingga tidak spesifik un-tuk biaya operasional atau bantuan ke siswa.Di samping itu, butuh waktu yang lebih lamauntuk melihat dampaknya.

Efek Pengganda Pengeluaran Pemerin-tah Daerah Bidang Infrastruktur terha-dap Kemiskinan

Pengeluaran Pemerintah Daerah yang dia-lokasikan ke bidang infrastruktur memilikipengaruh efek pengganda sebesar 0,008 satuanterhadap jumlah penduduk miskin. Ketikapengeluaran Pemerintah Daerah yang dialoka-sikan ke bidang infrastruktur bertambah 1%,maka jumlah penduduk miskin akan berkurangsebesar 0,008% dengan efek beragam di setiapprovinsi dan dengan asumsi variabel lainnyatidak berubah (ceteris paribus). Hal ini sepertiterlihat pada Gambar 4. Berikut ringkasandalam perhitungannya:

dkemiskinan

dtinfras= (A + B)C + DEF (8)

Keterangan simbol:

A =(∂kemiskinan∂nonpetani

)x(∂nonpetani

∂jalan

)B =

(∂kemiskinan∂produktivitas

)x(∂produksi∂jalan

)C =

(∂jalan∂tinfras

)D =

(∂kemiskinan∂produktivitas

)E =

(∂produktivitas

∂irigasi

)F =

(∂irigasi∂tinfras

)= ((((−0, 128)x (0, 027)) + (−0, 231)x (0, 005)))

x (1, 065) + ((−0, 231)x (0, 227)x (0, 046))

= −0, 0078 ≈ −0, 008

Misalkan Pengeluaran Pemerintah Daerahyang dialokasikan ke bidang infrastruktur padatahun t−1 sebesar Rp1 triliun dan jumlah pen-duduk miskin sebanyak satu juta jiwa. Jika Pe-ngeluaran Pemerintah Daerah pada tahun t−1naik sebesar 1% yaitu sepuluh miliar, maka pe-ngurangan jumlah penduduk miskin sebanyak80 jiwa. Jika dibandingkan per satu orang pen-duduk miskin, maka satu orang penduduk mis-kin butuh sebesar Rp128,2 juta untuk keluardari garis kemiskinan. Jika dibandingkan, ma-ka terlihat pengurangan satu orang pendudukmiskin oleh pengeluaran pemda yang dialoka-sikan ke bidang infrastruktur pada tahun t− 1melalui Jalan dan Irigasi sangat besar. Hal inidikarenakan dalam melakukan studi ini penulismenggunakan Pengeluaran Pemerintah Daerahpada bidang infrastruktur sehingga tidak spe-sifik untuk jalan dan irigasi. Di samping itu,butuh waktu yang lebih lama untuk melihatdampaknya.

Analisis Efek Pengganda PengeluaranPemerintah Daerah terhadap Produkti-vitas Pertanian

Pengeluaran Pemerintah Daerah yang dialoka-sikan ke bidang infrastruktur memiliki penga-ruh efek pengganda sebesar 0,016 satuan terha-dap produktivitas pertanian. Ketika total pe-ngeluaran pemerintah dialokasikan ke bidanginfrastruktur bertambah 1%, maka produktivi-tas pertanian akan bertambah sebesar 0,0157%dengan efek beragam dan dengan asumsi vari-abel lainnya tidak berubah (ceteris paribus).Hal ini seperti terlihat pada Gambar 5.

Misalkan, Pengeluaran Pemerintah Daerahyang dialokasikan ke bidang infrastruktur padatahun t− 1 sebesar 1 triliun dan nilai produksipertanian sebesar Rp1 miliar. Jika pengeluaranpemerintah daerah pada tahun t−1 naik sebe-sar 1% yaitu 10 miliar, maka penambahan nilaiproduksi pertanian sebanyak Rp157 ribu. Jikadibandingkan per seribu rupiah nilai pertani-an, maka seribu rupiah nilai pertanian butuh

Page 16: Pengeluaran Pemerintah Daerah, Produktivitas Pertanian

A. Suwardi/Pengeluaran Pemerintah Daerah... 54

sebesar Rp63,7 juta. Jika dibandingkan, makaterlihat peningkatan seribu rupiah pada penge-luaran pemerintah daerah yang dialokasikan kebidang infrastruktur pada tahun t − 1 melaluijalan dan irigasi yang sangat besar. Hal ini di-karenakan dalam melakukan studi ini penulismenggunakan pengeluaran pemerintah daerahpada bidang infrastruktur sehingga tidak spe-sifik untuk jalan dan irigasi. Di samping itu,butuh waktu yang lebih lama untuk melihatdampaknya. Berikut ringkasan dalam perhitu-ngannya:

dproduktivitas

dinfras= (AXB) + (CXD)

Keterangan simbol:

A =(∂produktivitas

∂jalan

)B =

(∂jalan∂infras

)C =

(∂produktivitas

∂irigasi

)D =

(∂irigasi∂tinfras

)= (((0, 005)x (1, 065)) + ((0, 027)x (0, 046)))

= 0, 0157 ≈ 0, 016

Gambar 5: Ilustrasi Efek Pengganda PengeluaranPemerintah Daerah Bidang Infrastruktur terhadapProduktivitas Pertanian

Simpulan

Studi ini bertujuan untuk mengetahui apakahpengeluaran pemerintah daerah yang dialoka-sikan di bidang pendidikan dan infrastruktur(irigasi dan jalan) dapat memengaruhi produk-tivitas pertanian dan jumlah penduduk mis-kin, apakah peningkatan produktivitas perta-nian dapat mengurangi jumlah penduduk mis-kin, serta seberapa besar efek pengganda pe-ngeluaran Pemerintah Daerah yang dialokasi-kan di bidang pendidikan dan infrastruktur(irigasi dan jalan) terhadap produktivitas per-tanian dan jumlah penduduk miskin.

Berdasarkan seluruh pengujian empiris yangtelah dilakukan, maka dapat dibuat beberapakesimpulan penting. Pertama, pengeluaran pe-merintah daerah yang dialokasikan di bidangpendidikan dan bidang infrastruktur (irigasidan jalan) secara signifikan dapat memenga-ruhi produktivitas pertanian dan jumlah pen-duduk miskin. Kedua, produktivitas pertaniandan jumlah pekerja di sektor nonpertanian se-cara signifikan memiliki hubungan yang nega-tif dengan jumlah penduduk miskin; sedang-kan jumlah penduduk secara signifikan memi-liki hubungan yang positif dengan jumlah pen-duduk miskin. Ketiga, efek pengganda terbesarpengeluaran pemerintah daerah terhadap ke-miskinan adalah melalui jalan, diikuti denganliteracy rate, dan yang terakhir irigasi.

Studi ini mengalami beberapa keterbatasan.Pertama, studi ini tidak memperhitungkan efekkomplementer. Menurut Ikhsan (2010), bah-wa terdapat komplementer dari investasi dalambarang publik dan infrastruktur. Sebagai con-toh, investasi dalam riset pertanian akan meng-hasilkan tingkat pengembalian yang jauh lebihtinggi jika dilengkapi dengan pembangunan in-frastruktur. Selain itu, mobilitas penduduk diwilayah yang tidak didukung oleh infrastruk-tur yang memadai akan tetap rendah meski-pun tingkat pendidikannya baik. Kedua, dalamstudi ini penulis tidak hanya memasukkan pen-duduk yang bekerja di sektor pertanian saja,melainkan juga memasukkan penduduk yang

Page 17: Pengeluaran Pemerintah Daerah, Produktivitas Pertanian

A. Suwardi/Pengeluaran Pemerintah Daerah... 55

bekerja di sektor perkebunan, perikanan, danperburuan. Ketiga, studi ini menggunakan da-ta pengeluaran Pemerintah Daerah yang dialo-kasikan di bidang pendidikan dan infrastruktursecara agregat tidak spesifik untuk jalan, iriga-si, dan operasional sekolah.

Daftar Pustaka

[1] Baltagi, B. (2008). Econometric Analysis of PanelData, 4th ed. Chichester: John Wiley.

[2] Badan Pusat Statistik. (2009). Statistik IndonesiaTahun 2005–2009. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

[3] Fan, S., Hazell, P. & Thorat, S. (2000). Gover-nment Spending, Growth and Poverty in Rural In-dia. American Journal of Agricultural Economics,82 (4), 1038–1051.

[4] Fan, S., Zhang, L., & Zhang, X. (2002).Growth, Inequality, and Poverty in RuralChina: The Role of Public Investment. Re-search Report, 125. Washington, D.C.: In-ternational Food Policy Research Institute.http://www.ifpri.org/sites/default/files/

pubs/pubs/abstract/125/ab125.pdf. (15 Desem-ber 2010).

[5] Fan, S., Zhang, L., & Zhang, X. (2002). Econo-mic Growth, Regional Differences and Poverty: aResearch on the Rural Public Investment in Chi-na. Washington, D.C.: International Food PolicyResearch Institute.

[6] Fan, S., Huong, P.L., & Long, T.Q. (2004).Government Spending and Poverty Redu-ction In Vietnam. Project report preparedfor the World Bank funded project pro-poorspending in Vietnam. Washington, D.C.: In-ternational Food Policy Research Instituteand Central Institute for Economic Manage-ment. http://siteresources.worldbank.org/

INTPRS1/Resources/383606-1106667815039/

gov_spending_vietnam.pdf. (15 Desember 2010).[7] Fan, S., Zhang, X. & Rao, N. (2004). Pu-

blic Expenditure, Growth, And Poverty Re-duction In Rural Uganda. Washington, D.C.:International Food Policy Research Institute.http://www.ifpri.org/sites/default/files/

publications/dsgdp04.pdf. (15 Desember 2010).[8] Fan, S., Jitsuchon, S. & Methakunnavut, N.

(2004). The Importance of Public Investment forReducing Rural Poverty in Middle-IncomeCountries: The Case of Thailand. DSGDDiscussion Paper, 7. Washington, D.C.: In-ternational Food Policy Research Institute.http://www.ifpri.org/sites/default/files/

publications/dsgdp07.pdf. (15 Desember 2010).

[9] Ikhsan, M. (2010). Kebijakan Ekonomi MakroKhususnya Stabilisasi Harga dan Penanggulang-an Kemiskinan. Pidato pada Upacara Pengukuhansebagai Guru Besar Tetap Bidang Ilmu EkonomiFEUI. Depok: FEUI.

[10] Ikhsan, M. (2011). Transformasi Ketenagakerjaandan Keluar dari Perangkap Kemiskinan. KeynoteSpeech Seminar 3 FEUI, Depok.

[11] Musgrave, R.A. (1959). The Theory of Public Fi-nance. New York: McGraw-Hill.

[12] Pindyck, R.S. & Rubinfeld, D.L. (1998). Econome-tric Models and Economic Forecasts, 4th ed. NewYork: McGraw-Hill.

[13] Sumarto, S., & Suryahadi, A. (2003). Agricultu-ral Growth and Poverty Reduction in Indonesia.In Fabio Bresciani & Alberto Valdes (Eds.), Be-yond Food Production: The Role of Agriculturalin Poverty Reduction. Cheltenham, UK.: Food andAgriculture Organization of the United Nations.

[14] Tian, W., Xiuqing, W., & Fuyan, K. (2003). Po-verty Alleviation Role of Agriculture in China.ROA/FAO, International Conference, Italy, Octo-ber 2003.

[15] Warr, P. (2009). Aggregate and Sectoral Pro-ductivity Growth in Thailand and Indonesia.Departmental Working Papers, 2009/10. Aus-tralia: Australian National University. http://

www.crawford.anu.edu.au/acde/publications/

publish/papers/wp2009/wp_econ_2009_10.pdf.(15 Desember 2010).

[16] Younger, J.S. (2010). Long term development ofJakarta. Globe Asia, Agustus.