Upload
ngoliem
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Usulan Penelitian
PENGEMBANGAN ASURANSI USAHATANI PADI UNTUK MENANGGULANGI RISIKO KERUGIAN 75%
AKIBAT BANJIR, KEKERINGAN DAN HAMA PENYAKIT
Oleh: Sahat M. Pasaribu
Iwan Setiajie A. Nur Khoiriyah Agustin
Erna Maria Lokollo Herlina Tarigan
Juni Hestina Yana Supriyatna
PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
Januari 2010
1
I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Ketahanan pangan nasional menjadi salah satu tujuan utama pembangunan nasional.
Kekurangan bahan pangan, khususnya makanan pokok beras akan menimbulkan gejolak
sosial ekonomi dan politik yang memengaruhi pembangunan itu sendiri. Masalah-masalah
multidimensional untuk mencapai kecukupan pangan sangat beragam dan dalam konteks ini,
pemerintah berusaha untuk terus meningkatkan produksi pangan melalui inovasi teknologi dan
penerapan program perbaikan manajemen usahatani. Sebagai bahan pangan pokok bagi
masyarakat Indonesia, beras harus selalu tersedia dan dapat dijangkau dengan harga yang
memadai. Oleh karena itu, program peningkatan pangan berkelanjutan perlu dilakukan untuk
membantu petani (yang lemah dalam banyak aspek) dalam memproduksi komoditas tersebut.
Saat ini sangat diperlukan cara bagaimana mencapai ketahanan pangan pada tingkat
kecukupan tertentu dalam keadaan ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan,
besarnya pengangguran, meluasnya kemiskinan, dan meningkatnya harga-harga pangan yang
menurunkan posisi tawar masyarakat. Produksi pangan, khususnya beras sudah seharusnya
ditingkatkan dan distabilkan (Pasaribu, 2005).
Asuransi ditawarkan sebagai salah satu dari skim pendanaan untuk membagi risiko,
seperti kegagalan panen. Asuransi pertanian berhubungan dengan pembiayaan usahatani
dengan pihak ketiga (lembaga/perusahaan swasta atau instansi pemerintah) dengan jumlah
tertentu dari pembayaran premi (World Bank, 2008). Petani menghadapi risiko, khususnya
kegagalan panen yang disebabkan oleh bencana alam atau serangan organisme pengganggu
tanaman. Oleh karena itu, asuransi pertanian sangat penting untuk membantu petani dari
kerugian besar dan memastikan bahwa mereka akan memiliki modal kerja yang cukup yang
diperoleh karena mengasuransikan usahataninya untuk membiayai usahatani padi pada
musim berikutnya. Meningkatnya frekuensi kegagalan panen karena serangan hama dan
penyakit di banyak tempat, terutama di sentra produksi tanaman pangan harus menjadi
peringatan keras bagi pemerintah untuk mempertimbangkan penerapan skim asuransi
pertanian pada usahatani padi dan sekaligus menunjukkan keberpihakan pemerintah membela
kepentingan petani.
Asuransi pertanian sebenarnya bukan istilah baru dalam pembangunan sektor
pertanian. Banyak negara, khususnya negara maju telah menggunakan instrumen kebijakan ini
untuk menjaga produksi pertanian dan melindungi petani, termasuk India dan Iran yang
menerapkannya secara luas. Petani yang berpartisipasi telah merasakan manfaat skim ini
sehingga mereka terus terdorong untuk meneruskannya (Wawasan, 2008). Dengan asuransi
pertanian, proses produksi dapat dijaga dan petani dapat terus bekerja pada lahan
usahataninya. Indonesia belum memiliki sistem asuransi pertanian, sehingga pengalaman dari
2
negara-negara yang sudah melaksanakannya sangat bermanfaat, meski memerlukan
beberapa penyesuaian.
Asuransi untuk usahatani padi dapat menjadi program menarik dalam hubungannya
dengan perubahan iklim yang sulit diprediksi. Asuransi ini bukan hanya mencakup
perlindungan terhadap fluktuasi harga, tetapi secara khusus juga mencakup pembagian risiko
karena kekeringan, banjir dan serangan organisme pengganggu tanaman serta faktor eksternal
lainnya, seperti bencana longsor, gempa bumi, masalah politik, dan lain-lain.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmanaf, et.al. (2007) menyatakan bahwa
program asuransi pertanian, khususnya asuransi untuk usahatani padi, baru untuk Indonesia,
oleh karena itu disarankan agar terlebih dulu dilakukan semacam pilot project sebelum
asuransi ini diterapkan pada skala yang lebih luas. Beberapa skim dan skenario dapat dibuat
dalam pilot project tersebut untuk menguji pola yang paling cocok untuk asuransi usahatani
padi di Indonesia. Petani yang berpartisipasi dalam skim asuransi harus didasarkan pada
kesukarelaan, bukan paksaan. Partisipasi tersebut akan mendukung kesuksesan dan
keberlangsungan program.
Kegiatan pilot project sistem asuransi usahatani padi telah mulai dilaksanakan sejak
tahun yang lalu dan kegiatan yang diajukan saat bini merupakan lanjutan untuk mematangkan
pelaksanaannya di lapangan. Sudah saatnya pemerintah memasukkan asuransi usahatani padi
sebagai bagian yang integral dari pembangunan pertanian di Indonesia. Dukungan keuangan
yang diusahakan oleh pemerintah (pusat/daerah) dibutuhkan untuk menanggung biaya premi
dalam jumlah tertentu, khususnya pada tahap awal/tahap introduksi pelaksanaan skim asuransi
ini. Skenario ini diperlukan sebagai salah satu alternatif kebijakan pembiayaan asuransi
pertanian di Indonesia, khususnya untuk membiayai asuransi pertanian dalam skala nasional
dan sekaligus menjadi bagian strategi pembangunan pertanian nasional.
1.2. Perumusan Masalah Sebagai salah satu skim keuangan yang mengalihkan dan membagi risiko, asuransi
usahatani padi akan mengalihkan risiko kegiatan berproduksi, misalnya karena gagal panen,
kepada pihak lain (baik perusahaan swasta ataupun pemerintah), sehingga petani tidak
mengalami kerugian besar yang ditanggung sendiri, tetapi bahkan mendapat kepastian
penerimaan tunai, meski tidak harus sama dengan ongkos produksi yang dikeluarkan.
Meningkatnya frekuensi banjir dan kekeringan karena kerusakan sumberdaya alam atau
perubahan iklim di berbagai sentra produksi padi hendaknya merupakan peringatan bagi para
pengambil keputusan untuk melindungi kepentingan petani. Demikian juga dengan serangan
hama dan penyakit yang akibatnya tidak hanya merugikan petani secara ekonomi, tetapi juga
dapat mengganggu keseimbangan alam dan merusak lingkungan. Ketiga jenis risiko usahatani
pertanaman padi ini menjadi masalah yang semakin kompleks dalam situasi perubahan iklim
3
yang sulit diprediksi karena kebutuhan untuk tetap menyediakan beras dengan jumlah yang
cukup untuk konsumsi masyarakat. Dalam konteks ini, meningkatnya ketidakpastian karena
tingginya risiko gagal panen akan memberikan kesempatan bagi pemerintah di tingkat pusat
dan di daerah untuk mengambil langkah-langkah penting mempertahankan produksi pangan
dan memperbaiki taraf hidup masyarakat tani di wilayah masing-masing. Hal inilah yang
menjadi permasalahan utama yang perlu dikaji lebih lanjut.
Antisipasi terhadap kemungkinan yang akan terjadi menurut fenomena perubahan yang
sering dialami perlu dilakukan melalui penyelenggaraan skim asuransi usahatani padi. Hasil
kajian dari kegiatan pilot project yang lalu telah memberikan informasi yang cukup dan
dijadikan dasar pemikiran yang kuat yang memerlukan kajian lebih jauh tentang berbagai
aspek yang berhubungan langsung dengan penyelenggaraan asuransi usahatani padi. Hasil
dan pengalaman yang diperoleh dari kajian pilot project ini akan digunakan untuk
pengembangan sistem asuransi pertanian dalam cakupan yang lebih luas.
1.3. Justifikasi
Kegiatan ekonomi pada usaha pertanian berisiko tinggi dan sangat tidak pasti.
Kurangnya kapasitas untuk mengantisipasi risiko dan ketidakpastian telah menyebabkan
kerugian besar akibat rendahnya produksi. Lee et.al. (1990) mengklasifikasikan ketidakpastian
di dalam pertanian kedalam enam tipe, yaitu: (a) berhubungan dengan faktor alam (kekeringan,
ledakan hama dan penyakit), (b) bencana yang tidak dapat diprediksi (banjir, kebakaran,
longsor, dan letusan gunung berapi), (c) harga (input dan output), (d) teknogi yang digunakan
yang menyebabkan rendahnya produktivitas dan produksi, (e) aksi oleh pihak lain (sabotase,
perampasan, dan peraturan yang menyebabkan matinya usahatani), dan (f) penyebab
perorangan yang mempengaruhi resiko usahatani (sakitnya petani atau kematian anggota
keluarga). Dua yang pertama dari tipe ini dapat menyebabkan kegagalan panen yang besar
dalam areal yang luas.
Walaupun terdapat kecenderungan peningkatan produksi padi di Indonesia (lihat Tabel
1), kegagalan panen yang disebabkan banjir, kekeringan, dan ledakan hama dan penyakit juga
terjadi secara sporadis di berbagai wilayah. Frekuensi dan intensitas dari risiko tersebut tidak
sama pada setiap tempat, tetapi efeknya secara langsung terakumulasi dalam jumlah besar.
Hadi et.al. (2000) menghitung bahwa selama 1989-1998, luas areal gagal panen yang
disebabkan tiga tipe yang di atas adalah berturut-turut 0,50 persen, 0,21 persen, and 0,06
persen dari luas tanam. Data terbaru menunjukkan bahwa areal padi yang terkena banjir,
kekeringan dan serangan hama dan penyakit adalah berturut-turut 333,2 ribu, 319,5 ribu, dan
428,6 ribu hektar dengan kehilangan hasil masing-masing sebesar 997,3 ribu, 984,2 ribu, dan
352,3 ribu ton pada tahun 2008 (Direktorat Jenderal Perlindungan Tanaman Pangan, 2008).
Dengan demikian, total kehilangan hasil akibat banjir, kekeringan, dan serangan hama dan
penyakit lebih dari 2,3 juta ton atau sekitar 4,08 persen dari produksi total pada tahun 2008
4
(57,17 juta ton). Informasi ini semakin mendukung pemikiran diperlukannya upaya yang lebih
besar untuk mengatasi kerugian akibat kegagalan panen melalui skim asuransi usahatani padi.
Luas areal yang terkena banjir dan kekeringan berfluktuasi, demikian juga dengan
kehilangan hasil yang diakibatkannya. Akan tetapi serangan hama dan penyakit yang terus
meningkat selama lima tahun terakhir menyebabkan kehilangan hasil cenderung naik. Tidak
seperti ledakan hama dan penyakit, banjir dan kekeringan adalah dua fenomena alam yang
dapat diantisipasi. Secara umum, petani lebih memahami banjir dan kekeringan dalam
hubungan dengan kejadian dan waktunya. Petani dengan bantuan pemerintah daerah memiliki
strategi untuk mengatasi ancaman dua gejala alam tersebut, misalnya dengan cara menggali
saluran drainase atau penerapan pola tanam yang berbeda. Serangan organisme pengganggu
tanaman (OPT) atau ledakan hama dan penyakit lebih sulit diantisipasi. Petani menggunakan
pestisida tertentu untuk penyakit atau dengan memburu hama dan serangan hama dan
penyakit ini dapat terjadi secara berulang dengan intensitas yang berbeda. Informasi lebih
lanjut untuk menjustifikasi perlunya asuransi usahatani padi di Indonesia ditunjukkan oleh data
volume dan estimasi kehilangan hasil tanaman padi karena banjir, kekeringan dan serangan
OPT berikut ini (lihat Tabel 2, 3, dan 4, serta Gambar 1).
5
Tabel 1. Luas tanam, luas panen, produktivitas, dan produksi padi di Indonesia, tahun 2000-2008
Tahun
Uraian 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Rataan 2000-2008
Trend (%)
Persentase (%)
Luas tanam (000 ha)
- Padi sawah 10.272 10.354 9.598 11.207 10.386 11.305 12.830 12.401 11.877 11.137 2,86 91,08
- Padi ladang 1.110 995 1.057 1.158 1.134 1.121 1.022 1.143 1.083 1.091 0,35 8,93
- Total padi 11.383 11.348 10.656 12.365 11.519 12.426 13.852 13.879 12.932 12.262 2,75 100,00
Luas panen (000 ha)
- Padi sawah 10.618 10.419 10.457 10.395 10.799 10.734 10.713 11.041 11.258 10.715 0,82 90,70
- Padi ladang 1.176 1.081 1.064 1.094 1.124 1.105 1.073 1.106 1.070 1.099 -0,48 9,30
- Total padi 11.793 11.500 11.521 11.488 11.923 11.839 11.786 12.148 12.327 11.814 0,70 100,00
Produktivitas (ton/ha) - Padi sawah 4,63 4,60 4,68 4.75 4,17 4,78 4,82 4,91 5,08 4,71 1,07 -
- Padi ladang 2,29 2,37 2,43 2,52 2,56 2,56 2,62 2,67 2,95 2,55 2,58 -
- Total padi 4,40 4,39 4,47 4,54 4,54 4,57 4,62 4,71 4,89 4,57 1,19 -
Produksi (000 ton) - Padi sawah 49.207 47.896 48.899 49.378 51.209 51.318 51.647 54.200 57.170 51.214 1,89 94,81
- Padi lading 2.692 2.565 2.591 2.759 2.879 2.833 2.807 2.958 3.156 2.805 2,11 5,19
- Total padi 51.899 50.461 51.490 52.138 54.088 54.151 54.455 57.157 60.326 54.018 1,90 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik
6
Tabel 2. Luas banjir pada tanaman padi dan prakiraan kehilangan hasil akibat banjir di Indonesia, tahun 2000-2008 Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Uraian T P T P T P T P T P T P T P T P T P
Luas banjir (ha) 243.931 58.651 196.164 32.765 219.580 63.459 263.181 66.838 311.246 84.588 245.504 80.384 329.826 138.227 329.475 99.039 333.246 95.691
Kehilangan hasil (ton GKG)
632.540 477.157 600..828 711.372 852.863 708.041 1.027.142 957.675 997.332
Sumber: Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Ket : T = Terkena (termasuk puso) ; P = Puso
Tabel 3. Luas kekeringan pada tanaman padi dan prakiraan kehilangan hasil akibat kekeringan di Indonesia, tahun 2000-2008 Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Uraian T P T P T P T P T P T P T P T P T P
Luas kekeringan (ha) 91.105 5.116 151.390 12.434 348.512 41.690 568.619 117.006 163.923 26.384 283.660 44.829 338.261 73.045 454.059 56.861 319.522 103.762
Kehilangan hasil (ton GKG) 201.148 341.458 828.311 1.477.899 410.034 713.692 902.611 1.145.820 984.188
Sumber: Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Ket : T = Terkena (termasuk puso) ; P= Puso Tabel 4. Luas serangan OPT utama pada tanaman padi dan prakiraan kehilangan hasil akibat serangan OPT utama di Indonesia, tahun
2000-2008 Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Uraian T P T P T P T P T P T P T P T P T P
Luas serangan OPT (ha) 339.037 7.985 299.238 4.509 229.830 2.046 214.597 1.527 217.782 2.982 340.577 7.571 336.126 2.050 417.003 2.269 428.590 2.771
Kehilangan hasil (ton GKG) 288.848 234.898 184.467 166.583 178.731 282.924 280.858 327.096 352.323
Sumber: Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Ket : T = Terkena (termasuk puso) ; P = Puso
7
Gambar 1. Luas areal sawah yang terkena dan perkiraan kehilangan hasil karena
banjir, kekeringan dan serangan OPT di Indonesia, 2000-2008 1.4. Tujuan Penelitian Secara umum, tujuan kegiatan ini adalah untuk mempelajari sistem asuransi
untuk usahatani padi dan menyarikan hasilnya untuk penerapan yang lebih luas di sektor
pertanian. Secara khusus, kegiatan pilot project ini bertujuan untuk:
a. Menyampaikan (advokasi dan sosialisasi) hasil kajian terdahulu tentang
sistem asuransi pertanian kepada berbagai stakeholders.
b. Menyusun pedoman pelaksanaan sistem asuransi usahatani padi yang siap
diterbitkan (pedoman umum, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis) dan
dokumen operasional lainnya (legalitas, perjanjian).
c. Melaksanakan pilot project sistem asuransi usahatani padi.
d. Merumuskan rekomendasi pelaksanaan sistem asuransi pertanian di
Indonesia.
1.5. Keluaran yang Diharapkan Keluaran yang diharapkan dari kegiatan ini mencakup:
a. Tercapainya kesepahaman dengan berbagai stakeholders terkait tentang
sistem asuransi pertanian, khususnya asuransi untuk usahatani padi.
b. Tersusunnya pedoman umum, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis
operasional sistem asuransi usahatani padi serta payung hukum sebagai azas
pelaksanaan, perjanjian kerjasama dan dokumen kesepahaman.
c. Terlaksananya kegiatan pilot project sistem asuransi untuk usahatani padi.
d. Terumuskannya rekomendasi pelaksanaan sistem asuransi pertanian.
8
II. Tinjauan Hasil Kegiatan Penelitian Sebelumnya
2.1. Uji Coba Asuransi Pertanian oleh Pusat Pembiayaan Pertanian, 2008 dan 2009 Sejak awal 2008, Pusat Pembiayaan Pertanian, Departemen Pertanian telah
malaksanakan kegiatan uji coba asuransi pertanian untuk usahatani padi dan peternakan
di beberapa lokasi. Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh pentingnya asuransi pertanian
untuk membantu petani menanggung risiko yang muncul karena kehilangan hasil
pertanian/peternakan. Kegiatan uji coba asuransi ini dapat dideskripsikan secara ringkas
sebagai berikut:
a. Usahatani padi:
Yang ditanggung adalah: gagal panen karena serangan OPT, senilai Rp 554 juta
dengan luas sawah 100 ha. Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 600 petani. Premi yang harus
dibayar adalah sebesar 3,5 persen dari biaya produksi/ha/musim yang pada saat ini
ditanggung oleh Pusat Pembiayaan Pertanian mengingat kegiatan ini sebagai uji coba.
Kegiatan ini dilaksanakan di Kabupaten Semarang (Jawa Tengah). Sementara itu, nilai
klaim adalah sebesar nilai input (benih, pupuk, obat-obatan dan biaya tenaga kerja).
Lembaga asuransi swasta berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan ini.
b. Ternak:
Yang ditanggung adalah jika ternak sapi mati karena sakit, hilang atau dicuri
untuk 49 ekor jenis Brahman Cross milik 49 peternak. Nilai pertanggungan total sebesar
Rp 600 juta dan dilaksanakan di Kabupaten Cirebon (Jawa Barat). Selain itu, sebanyak
97 ekor sapi lainnya (juga jenis Brahman Cross) ditanggung sebesar senilai Rp 1,118 m
milik 97 peternak di Kabupaten Boyolali (Jawa Tengah). Besarnya premi yang harus
dibayarkan (oleh Pusat Pembiayaan Pertanian) adalah 3,5 persen dari nilai pembelian
ternak/tahun. Nilai klaim adalah sebesar nilai pembelian ternak induk. Lembaga asuransi
swasta terlibat didalam kegiatan ini.
Pengalaman pelaksanaan asuransi ini menunjukkan sisi positif, terbukti dengan
adanya klaim seekor ternak sapi yang mati karena sakit dan segera digantikan dengan
pembayaran klaim oleh pihak perusahaan asuransi sebesar Rp. 12 juta. Hal ini menandai
berjalannya kegiatan asuransi pertanian dalam arti yang sebenarnya dan sekaligus
sebagai pelajaran yang berharga tentang bagaimana menyelenggarakan kegiatan
asuransi di sektor pertanian.
Pada tahun anggaran 2009, wilayah penyelenggaraan skim asuransi untuk padi
diperluas hingga mencakup Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Di sini, skenario yang
dikembangkan adalah dengan melibatkan pihak swasta untuk masuk sebagai
9
penanggung premi asuransi dengan imbalan bahwa hasil pertanian padi dijual kepada
perusahaan swasta tersebut. Petani diduga memilih menjual kepada perusahaan swasta
ini karena ada kepastian pasar dan harga, sementara petani tidak dibebankan untuk
membayar premi asuransi. Perkembangan skenario ini masih terus dimonitor dan
dipelajari hingga saat ini.
2.2. Hasil Penelitian yang Dilaksanakan PSE-KP, 2008 dan 2009 Pada tahun 2008, telah dilaksanakan kajian awal tentang penerapan sistem
asuransi pertanian untuk tanaman padi. Lokasi yang dipilih adalah Kabupaten
Simalungun di Provinsi Sumatra Utara dan Kabupaten Tabanan di Provinsi Bali. Kedua
lokasi ini merupakan sentra produksi padi di wilayahnya masing-masing. Tujuan kajian ini
adalah untuk mempelajari kemungkinan diselenggarakannya asuransi pertanian
usahatani tanaman padi dengan menggali informasi tentang minat dan bentuk skim
asuransi yang diinginkan oleh para petani serta untuk mengetahui respon dan dukungan
pemerintah daerah setempat tentang sistem asuransi pertanian ini. Termasuk diantara
hasil utama kajian ini adalah desain kebijakan sistem asuransi usahatani padi di
Indonesia.
Beberapa data dan informasi penting yang dibutuhkan dalam rangka melanjutkan
hasil-hasil kajian yang lalu dalam bentuk penyelenggaraan pilot project sebagaimana
disarankan dalam kajian terdahulu diuraikan dibawah ini. Data dan informasi tersebut
akan dijadikan dasar pelaksanaan skim asuransi untuk usahatani padi di kedua daerah
tersebut. Secara umum, luas sawah yang terkena serangan OPT utama dan volume
kehilangan shasil mengalami kenaikan yang cukup signifikan dalam kurun waktu 9 tahun
terakhir (2000-2008). Penggerek batang padi dan serangan tikus merupakan dua jenis
OPT yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi petani.
Tabel 5. Luas Serangan OPT Utama Pada Tanaman Padi Menurut Jenis OPT di Indonesia, 2000-2008 (Ha)
Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 No. Jenis OPT
T P T P T P T P T P T P T P T P T P
1 Penggerek batang 91.814 336 93.367 229 75.810 111 86.020 302 76.901 413 110.930 191 112.950 806 176.865 423 144.634 110
2 WBC 15.910 154 8.949 135 8.573 180 10.350 92 11.844 301 65.908 3.689 28.421 201 35.987 247 24.152 6083 Tikus 163.293 6.239 150.687 3.924 103.785 1.425 79.595 961 79.142 1.941 112.231 3.532 103.786 847 116.878 1.163 138.740 1,6314 Blas 18.291 1109 6.277 26 5.714 2 6.792 7 5.579 183 11.987 28 9.508 99 17.766 56 15.171 175 Kresek 39.921 1 32.512 0 27.247 91 25.403 0 37.229 5 33.848 0 74.243 61 58.056 13 95.045 436 Tungro 9.808 146 7.446 195 8.701 237 6.437 165 7.088 139 5.673 132 7.218 36 11.451 367 10.849 363
Total 339,037 7.985 299.238 4.509 229.830 2.046 214.597 1.527 217.782 2.982 340.577 7.571 336.126 2.050 417.003 2.269 428.590 2.771
Sumber: Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2009 Catatan: A = Terkena (termasuk gagal panen) ; F= Gagal panen
10
Tabel 6. Perkiraan kehilangan produksi padi karena serangan OPT utama di Indonesia, 2000-2008 (ton GKG)
Tahun
No. Jenis OPT 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
1 Penggerek batang 65.041 66.061 52.402 61.618 55.752 79.151 86.501 127.910 107,920 2 WBC 11.508 6.854 16.376 8.323 11.289 65.701 21.180 29.218 19,722 3 Tikus 131.083 111.611 69.087 53.903 57.542 84.038 63.296 76.434 70,969 4 Blas 24.387 5.714 5.236 6.774 6.913 14.463 10.884 19.172 17,349 5 Kresek/BLB 40.760 32.806 28.605 26.577 38.321 32.654 90.292 60.416 121,458 6 Tungro 16.068 11.133 12.762 9.388 8.913 6.918 8.706 13.945 14,905
Total 288,848 234.898 184.467 166.583 178.731 282.924 280.858 327.096 352.323 Sumber: Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2008
Gambar 2. Luas areal sawah yang terkena dan perkiraan kehilangan hasil karena
serangan hama dan penyakit utama di Indonesia, 2000-2008
Kabupaten Simalungun Di kabupaten ini, setelah mengalami penurunan produksi tahun 2005-2006, petani
kembali menikmati kenaikan berarti pada tahun 2007 (Tabel 7). Karena perubahan iklim
(hujan), luas areal panen lebih besar daripada luas tanam, khususnya karena luas tanam
tahun sebelumnya menjadi luas panen pada tahun berikutnya (pada pertanaman MH).
Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 8, luas serangan OPT berfluktuasi, namun hama
penggerek batang dan hama tikus merupakan dua jenis OPT yang cukup merugikan
petani di wilayah ini.
11
Tabel 7. Luas tanam, luas panen, dan produktivitas padi di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatra Utara, 2003-2007
Tahun Deskripsi 2003 2004 2005 2006 2007
Luas tanam (ha) 109,842 89,867 90,822 93,365 115,461Luas panen (ha) 125,380 128,344 92,895 84,696 96,010Produktivitas (ku/ha) 42.18 40.02 41.11 43.43 44.46 Produksi (ton) 528,867 513,685 381,858 367,793 426,830
Sumber: Dinas Tanaman Pangan, Provinsi Sumatra Utara, 2008
Gambar 3. Luas tanam, luas panen, dan produktivitas padi di Kabupaten Simalungun,
Provinsi Sumatra Utara, 2003-2007
Gambar 4. Luas Lahan Sawah Terkena Banjir, Kekeringan dan Serangan OPT Utama
dan Prakiraan Kehilangan Hasil Padi di Provinsi Sumatera Utara, 2000-2008
12
Tabel 8. Luas tanam, luas panen, dan produktivitas padi yang terkena serangan OPT utama di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatra Utara, 2004-2007 (ha)
No. Jenis OPT 2004 2005 2006 2007
A F A F A F A F
1 Penggerek batang padi 44.8 0.0 113.6 0.0 53.5 0.0 50.0 0.0
2 Wereng coklat 1.0 0.0 0.0 0.0 2.0 0.0 137.0 0.0
3 Tikus 222.1 0.0 62.2 0.0 71.6 0.0 469.0 10.0
4 Blas 3.3 0.0 4.0 0.0 0.0 0.0 3.0 0.0
5 BLB/kresek 3.0 0.0 208.0 0.0 5.0 0.0 247.8 7.5
6 Tungro 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Total 274.2 0.0 387.8 0.0 132.1 0.0 906.8 17.5
Sumber: Dinas Tanaman Pangan, Provinsi Sumatra Utara, 2008 Catatan: A = Terkena (termasuk gagal panen) ; F= Gagal panen
Gambar 5. Luas areal tanaman padi yang terkena serangan OPT utama di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatra Utara, 2004-2007
Kabupaten Tabanan
Trend yang sama seperti di Kabupaten Simalungun juga dialami oleh petani di
Kabupaten Tabanan. Tabel 9 memperlihatkan luas tanam yang meningkat meski luas
panen mengalami sedikit penurunan pada tahun 2007. Secara umum, trend produksi
padi di wilayah ini mengalami kenaikan yang menggembirakan. Namun, serangan OPT
tetap tidak dapat dihindari, khususnya hama penggerek batang dan wereng coklat yang
mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup merugikan petani (Tabel 10).
13
Tabel 9. Luas tanam, luas panen, dan produktivitas padi di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali, 2003-2007
Tahun
Deskripsi 2003 2004 2005 2006 2007
Luas tanam (ha) 46,216 43,565 41,578 39,650 46,078
Luas panen (ha) 39,840 39,564 38,689 42,721 41,517
Produktivitas (ku/ha) 52.12 52.86 55.04 55.99 57.05
Produksi (ton) 207,634 209,125 212,938 239,182 236,842
Sumber: Dinas Tanaman Pangan, Provinsi Bali, 2008
Gambar 6. Luas tanam, luas panen, dan produktivitas padi di Kabupaten Tabanan,
Provinsi Bali, 2003-2007
Gambar 7. Luas Lahan Sawah Terkena Banjir, Kekeringan dan Serangan OPT Utama
dan Prakiraan Kehilangan Hasil Padi di Provinsi Bali, 2000-2008
14
Tabel 10. Luas areal usahatani padi yang terkena serangan OPT utama di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali, 2003-2007 (ha)
Tahun
No. Jenis OPT 2003 2004 2005 2006 2007
1 Penggerek batang padi 197 392 505 375 638
2 Wereng coklat 297 96 103 153 409
3 Tikus 43 12 116 9 18
4 Blas 6 0 13 15 12
5 BLB/kresek 155 109 48 150 112
Total 698 609 785 702 1,189
Sumber: BPTPH, Provinsi Bali, 2008
Pada tahun anggaran 2009, PSEKP mempunyai kesempatan melanjutkan hasil-
hasil yang dicapai tahun anggaran 2008. Perlu diketahui bahwa pendanaan penelitian
tahun 2008 dibiayai dengan kerjasama antara PSEKP dengan FAO, sementara untuk
kegiatan tahun 2009 dibiayai dari kerjasama Departemen Pertanian dengan Departemen
Pendidikan Nasional. Dalam kaitan kelanjutan pilot project ini, pembiayaan kegiatan
tahun 2010 diharapkan dapat diperoleh dari kerjasama yang sama dengan tahun 2009.
Gambar 8. Luas areal usahatani padi yang terkena serangan OPT utama di
Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali, 2003-2007
15
III. Metodologi
3.1. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran suatu pilot project (proyek pandu/uji coba) seyogyanya
didasarkan atas kondisi usahatani saat ini, khususnya menyangkut luas areal garapan,
kesediaan petani, prosedur yang harus diikuti, mekanisme yang disepakati, keterlibatan
lembaga terkait, dan lain-lain. Prakondisi yang diperlukan dalam konsep kerangka
pemikiran ini meliputi: (a) ketersediaan database (untuk menetapkan luas areal, data
produksi dan kehilangan hasil, jumlah kejadian dan jenis apa, dan sebagainya); (b)
keahlian petani dalam mengelola usahatani (kapasitas pemimpin kelompoknya,
pengetahuan tentang administrasi dan skim asuransi, dan sebagainya); (c) pengetahuan
petani tentang usahatani sebagai usaha ekonomi (keterlibatan secara aktif dalam
kegiatan usahatani, aksesibilitas terhadap berbagai informasi, dan sebagainya); dan (d)
ketersediaan dukungan dari lembaga pemerintahan daerah setempat (untuk mendorong
skim asuransi, koordinasi dan inisiatif kerjasama antar lembaga/semua stakeholders, dan
sebagainya).
Untuk melaksanakan asuransi usahatani padi, maka kerangka pemikiran harus
mencakup adanya: (a) sejumlah (banyak) petani, (b) manajemen usahatani berada dalam
pengendalian penyuluh atau petugas yang kompeten, (c) dukungan pendanaan yang
sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah setempat, (d) komitmen dari semua
lembaga terkait di tingkat lokal untuk melaksanakan skim asuransi usahatani padi, dan
(e) manajemen kolektif untuk asuransi usahatani padi untuk menghindari berbagai
masalah yang tidak diharapkan. Dalam kaitan dengan prakondisi (a) di atas, perlu diberi
penjelasan tambahan sebagai berikut: Dalam situasi yang sebenarnya, kepemilikan
lahan/luas areal yang digarap masing-masing petani relatif sangat kecil, dan oleh karena
itu, konsolidasi lahan dibutuhkan untuk memperoleh lahan garapan seluruh wilayah
sehingga secara ekonomi layak diasuransikan. Untuk prakondisi (b), (c), dan (d), peran
yang signifikan dari lembaga terkait/stakeholders sangat dibutuhkan. Untuk itu, jaringan
informasi yang terkoordinasi sangat diperlukan sejak dari awal perencanaan dan
pelaksanaan kebijakan asuransi usahatani padi ini. Di sini, keterlibatan kelompok
tani/gapoktan menjadi sangat penting, khususnya dalam hal pemenuhan dokumen
administrasi dan hal-hal teknis lainnya dalam satu sistem manajemen asuransi usahatani
padi, seperti yang dimintakan dalam prakondisi (e) di atas.
Rencana aksi yang menjadi kegiatan dalam penelitian ini diuraikan dalam tujuan,
termasuk dalam pendekatan yang digunakan untuk menjawab tujuan. Pembuatan
16
pedoman pelaksanaan dibutuhkan sebagai dasar untuk melaksanakan skim asuransi
usahatani padi. Selanjutnya, dokumen legal untuk pelaksanaan program ini dibutuhkan
untuk menghindari cacat pelaksanaan dan untuk memperoleh dukungan penuh dari
semua pihak, termasuk pemerintah daerah setempat. Pendekatan terhadap pemerintah
daerah dan lembaga asuransi sebagai calon penanggung klaim perlu terus dilakukan
sejak awal kegiatan pilot project. Ketiga sumbu pelaku sistem asuransi ini (pemerintah
sebagai regulator dan fasilitator, perusahaan asuransi, dan petani termasuk pendamping
lapangan) diharapkan dapat berinteraksi dalam satu konsep yang disebut dengan
koordinasi tiga jalur (three-way coordination). Ketiga sumbu ini menjadi motor penggerak
sistem asuransi usahatani padi.
3.2. Metode Pendekatan
Lingkup kerja kegiatan ini mencakup penyelenggaraan sejumlah pertemuan,
diskusi, konsultasi dan koordinasi dengan berbagai stakeholders terkait dengan sistem
asuransi untuk usahatani padi. Komunikasi dan interaksi dengan stakeholders ini
dilaksanakan di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Beberapa instansi terkait yang
diidentifikasi di tingkat pusat adalah: Eselon I dan II lingkup Deptan, Bappenas, Lembaga
Asuransi, Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi. Sementara di tingkat daerah
meliputi instansi seperti: Pemda Provinsi, Kabupaten, Bappeda, Kelompok
Tani/Gapoktan/Subak, Perusahaan Asuransi/BUMD, Lembaga Penelitian dan Perguruan
Tinggi. Penyelenggaraan berbagai pertemuan ini dimaksudkan untuk memperoleh
kesamaan pemahaman tentang pentingnya asuransi pertanian, khususnya sistem
asuransi untuk usahatani padi. Disamping itu, kesamaan pemahaman tentang manfaat
dan perlindungan melalui skim asuransi perlu dilakukan melalui advokasi dan sosialisasi
terhadap pihak-pihak yang terkait.
Lokasi pelaksanaan kegiatan ini adalah Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatra
Utara dan Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Kedua lokasi ini merupakan lokasi
pelaksanaan kegiatan kajian tahun 2008 dan 2009 yang lalu dan sudah menyatakan
kesiapan untuk melaksanakan skim sistem asuransi usahatani padi. Kegiatan saat ini
(2010) menjadi kajian lanjutan dengan terselenggaranya pilot project di kedua wilayah ini.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, maka pengalaman di dua lokasi
terdahulu ini dinilai cukup untuk melakukan hal yang sama di dua kabupaten lainnya,
masing-masing tambahan satu kabupaten per provinsi lokasi penelitian. Secara purposif,
Kabupaten Deli Serdang di Provinsi Sumatra Utara dan Kabupaten Jembrana di Provinsi
17
Bali diusulkan untuk dijadikan pilot project skim asuransi usahatani padi ini. Kedua
kabupaten di atas termasuk sentra produksi padi di wilayah masing-masing.
Metode pendekatan yang akan digunakan dalam melaksanakan pilot project ini
lebih ditekankan pada interaksi komunikasi secara aktif partisipatif mengingat sifat
penelitian yang berupa penelitian aksi (action research). Disebut interaksi komunikasi
karena inisiatif kegiatan akan dilakukan oleh Tim Peneliti, sementara sasaran yang dituju
merupakan kelompok atau individu yang dikenal sebagai stakeholders sistem asuransi
pertanian/usahatani padi. Dikatakan aktif partisipatif karena kegiatan diselenggarakan
secara aktif dan turut ambil bagian pada setiap kesempatan mata rantai pelaksanaannya.
Dengan pendekatan seperti ini, maka semua rancangan kegiatan akan dilakukan oleh
Tim Peneliti berdasarkan berbagai kesepakatan pertemuan, diskusi, konsultasi dan
koordinasi dengan berbagai pihak terkait, baik di tingkat pusat maupun di daerah.
Sementara itu, analisis untuk penulisan laporan akan dilakukan secara deskriptif.
Untuk mencapai tujuan kegiatan ini, pendekatan yang akan dilakukan dapat
diuraikan sebagai berikut:
Tujuan 1: Menyampaikan (advokasi dan sosialisasi) hasil kajian terdahulu tentang sistem
asuransi pertanian kepada berbagai stakeholders. Pelaksanaannya dilakukan
dengan mengadakan pertemuan, diskusi, koordinasi dan sinkronisasi kegiatan
bersama sejumlah instansi/lembaga terkait, seperti instansi eselon I dan II lingkup
Kemtan, Bappenas, Lembaga Asuransi, PT, Tim Peneliti (di tingkat pusat) dan
Pemda Provinsi, Kabupaten, Bappeda, Kelompok Tani/Gapoktan/Subak, Lembaga
Asuransi/ BUMD, PT, Tim Peneliti (di tingkat daerah). Bahan yang digunakan
adalah ringkasan hasil kajian sistem asuransi pertanian yang telah dilaksanakan
tahun 2009.
Tujuan 2: Menyusun pedoman pelaksanaan sistem asuransi usahatani padi yang siap
diterbitkan (pedoman umum, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis) dan dokumen
operasional lainnya (legalitas, perjanjian). Kegiatan ini dilakukan dengan
mengadakan berbagai pertemuan dan diskusi dengan sejumlah stakeholders
terkait, khususnya instansi Pusat Pembiayaan Pertanian/Kemtan dan Perusahaan
Asuransi. Materi yang akan dibahas juga mencakup isi pedoman umum yang akan
diterbitkan oleh Kemtan, petunjuk pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Pemda
Provinsi setempat dan Petunjuk Teknis yang disusun dan didiseminasikan oleh
Pemda Kabupaten setempat. Selanjutnya, dokumen operasional lainnya tentang
penyelenggaraan skim asuransi ini juga harus dimiliki, khususnya dokumen legal
yang dikeluarkan pemerintah dengan usulan penerbitan SK Tiga Menteri
18
(Pertanian, Keuangan dan Dalam Negeri). Kemudian, isi perjanjian kerjasama ang
mencakup aturan, obyek yang diasuransikan, besaran biaya/premi dan tanggungan,
peserta, waktu, dan lain-lain, antara pihak yang bersepakat perlu didiskusikan
secara intensif hingga menghasilkan dokumen perjanjian yang matang, menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari surat kesepahaman (MoU), dan siap
ditandatangani oleh pihak-pihak terkait. Jika telah memenuhi persyaratan hukum,
Kelompok Kerja Asuransi Pertanian di tingkat kabupaten dibentuk dan diberikan
wewenang dan tanggungjawab untuk melaksanakan kegiatan skim asuransi sehari-
hari di lapangan.
Tujuan 3: Melaksanakan pilot project sistem asuransi untuk usahatani padi. Realisasi
implementasi sistem asuransi untuk usahatani dengan mengikuti pedoman umum,
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Kelompok Kerja Asuransi Pertanian
mengambil inisiatif penyelenggaraan dengan berpedoman pada ketentuan dan
mekanisme pelaksanaan sebagaimana telah disusun sebelumnya. Penyempurnaan
pedoman ini dilakukan menurut keperluannya atas hasil konsultasi Kelompok Kerja
Asuransi Pertanian dengan instansi terkait di daerah dan atau Tim Peneliti yang
disesuaikan dengan kondisi di lapang.
Tujuan 4: Merumuskan rekomendasi pelaksanaan sistem asuransi pertanian di
Indonesia. Dari pembelajaran yang diperoleh selama penyelenggaraan sistem
asuransi untuk usahatani padi, suatu rekomendasi dapat dirumuskan untuk
pelaksanaan skim sejenis pada wilayah yang lebih luas atau komoditas bernilai
ekonomi tinggi lainnya di Indonesia.
Gambar 7. Strategi sistem asuransi usahatani padi
Strategi Sistem Asuransi Usahatani Padi dengan Pendekatan Koordinasi 3-Jalur
Sektor publik(pemerintah pusat dan
daerah/regulator/fasilitator)
Lembaga asuransi (perusahaan swasta)
Petani/Kelompok Tani/ Gapoktan/Subak (usahatani padi)
Sistem Asuransi Usahatani Padi
(jaringan kemitraan)
19
Gambar 8. Kerangka konseptual sistem asuransi usahatani padi
Pembentukan dan aplikasi sistem asuransi usahatani
padi
Pembentukan asuransi usahatani padi:
Partisipasi pemerintah, petani, perusahaan asuransi, dukungan
finansial, komitmen, dan manajemen tunggal asuransi
usahatani
Prakondisi: Database, petani dan
usahatani padi, pengetahuan manajemen
usahatani, keterlibatan swasta dan dukungan
pemerintah
Desain kebijakan dan peranan stakeholders (juklak + juknis + MoU):
Instansi pemerintah daerah, petani/kelompok tani/Gapoktan (KT, Subak), sektor swasta (perusahaan asuransi), Kelompok Kerja Asuransi
Pertanian (di Daerah)
Hasil: Pembagian risiko, peningkatan produksi padi dan pendapatan
usahatani, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan
Atribut asuransi usahatani padi: Dokumen legal,
persyaratan administrasi (personil),
mekanisme dan prosedur pelaksanaan
lainnya
Kebijakan Pemerintah: Pembangunan pertanian nasional,
termasuk kebijakan sistem asuransi pertanian (Kemtan mengambil inisiatif dengan menerbitkan pedoman umum
penyelenggaraan)
20
IV. Penutup
4.1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan ini akan dilaksanakan dengan mengikuti jadwal palang yang
digambarkan berikut ini:
Waktu pelaksanaan (Bulan) No. Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1. Persiapan
(Proposal/data, administrasi)
2. Advokasi dan sosialisasi, konsultasi dan diskusi
3. Penyempurnaan pedoman umum, juklak, juknis
4. Deskripsi kerja Pokja AP dan perjanjian kerjasama
5. Penulisan laporan interim
6. Implementasi Pilot Project (2 provinsi)
7. Penulisan laporan akhir dan seminar
8. Perbaikan laporan dan penyerahan
4.2. Susunan Tim Peneliti
Nama lengkap dan Gelar
Posisi Dalam
Kegiatan
Instansi/ Unit Kerja
Jabatan Fungsional
Bidang Keahlian
Dr. Ir. Sahat M. Pasaribu, M. Eng.
Ir. Iwan Setiajie A., MP
Ir. Nur Khoiriyah Agustin, MP
Dr. Ir. Erna Maria Lokollo
Ir. Herlina Tarigan, MSi
Juni Hestina, SE
Yana Supriatna, SE
Ketua Tim
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
PSE-KP
PSE-KP
PSE-KP
PSE-KP
PSE-KP
PSE-KP
PSE-KP
Peneliti Madya
Peneliti Muda
Peneliti Muda
Peneliti Madya
Peneliti Muda Peneliti Pertama
Peneliti Non- Klas
Ek. Pertanian
Ek. Pertanian
Ek. Pertanian
Ek. Pertanian Kom. Pertanian
Ekonomi
Ekonomi
21
Daftar Pustaka
Hadi, P.U. 2002. Perspektif Asuransi Pertanian di Indonesia (Agricultural Insurance Perspectives in Indonesia). Jurnal Agro Ekonomi I (2) 2001: 22-25.
Hadi, P.U., C. Saleh, A. S. Bagyo, R. Hendayana, Y. Marisa, and I. Sadikin. 2000. Studi Kebutuhan Asuransi Pertanian Pada Pertanian Rakyat. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor, Indonesia.
Lee, W. F., M. D. Bohlje, A.G. Nelson dan W.G. Murray. 1980. Agricultural Finance. Seventh Ed. The Iowa State University Press. Ames, Iowa, USA.
Lloyd, A.G. dan R.G. Mauldon. 1986. Agricultural Instability and Alternative Government Policies: The Australian Experience. Dalam Hazell et al. (Eds): Crop Insurance for Agricultural Development. John Hopkins University Press, Baltimore and London.
Mishra, P. K. 1999. Planning for the Development and Operation of Agricultural Insurance Schemes. In: APO. Development and Operation of Agricultural Insurances in Asia. Asian Productivity Organization, Tokyo.
Nurmanaf, A. R., Sumaryanto, S. Wahyuni, E. Ariningsih, dan Y. Supriyatna. 2007. Analisis Kelayakan dan Perspektif Pengembangan Asuransi Pertanian pada Usahatani Padi dan Ternak Potong. Laporan Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor, Indonesia.
Pasaribu, S. M., I. S. Anugrah, E. Aringingsih, N. K. Agustin dan A. Askin. 2009. Pilot Project Sistem Asuransi untuk Usahatani Padi. Laporan Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor, Indonesia.
Pasaribu, S. M., H. P. Saliem, and E. Ariningsih. 2009. Agricultural Insurance for Rice Farming in Indonesia. Research Report. Pro-Poor Policy Formulation, Dialogue and Implementation at Country Level: Indonesia (CGP/RAS/214/IFA). ICASEPS, Bogor and FAO-RAP, Bangkok, Thailand.
Pasaribu, S.M. 2005. Enhancing the Performance of Farmer-Managed Irrigation Systems in the Brantas River Basin of Indonesia. Dissertation No. RD-05-01. Asian Institute of Technology. Bangkok, Thailand.
Pusat Pembiayaan Pertanian. 2009. Asuransi Pertanian: Kasus Pilot Project Asuransi Tanaman Padi dan Ternak. Makalah disampaikan dalam seminar yang diselenggarakan oleh IFC, Jakarta. Pusat Pembiayaan Pertanian, Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian. Jakarta, 18 Februari 2009.
Syachroerodly, H. D. 2000. Sumber dan Alternatif Pembiayaan Asuransi Pertanian serta Kesiapan Perusahaan Dalam Mendukung Pembangunan. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Sehari: Perspektif Usaha Asuransi Pertanian di Indonesia. Jakarta, 20 Juli 2000.
Walker, A. S. and N. S. Jodha. 1986. How Small Farm Households Adopt to Risk? In Hazell et al. (Eds): Crop Insurance for Agricultural Development. John Hopkins University Press, Baltimore and London.
Website: http:/www.esd.worldbank.org. Tanggal perolehan: 4 Pebruari 2009.
Website: http:/www.english.gov.tw. Tanggal perolehan: 4 Pebruari 2008.
Website: http:/www.wawasandigital.com. Tanggal perolehan: 7 Januari 2008.