5
Pengenalan IWA-2 sebagai Pedoman SMM Lembaga Pendidikan Posted on | October 28, 2011 | Comments Off IWA-2 adalah panduan penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001 bagi lembaga pendidikan. IWA adalah singkatan dari International Workshop Agreement. Panduan ini dipublikasikan oleh ISO (International Organization for Standardization) serta disusun melalui mekanisme workshop, dan bukan melalui proses komite. International Workshop Agreement disetujui melalui konsensus diantara para partisipan. Panduan ini ditinjau setiap 3 tahun untuk memastikan kesesuaiannya dengan standar sistem manajemen mutu yang berlaku. Berdasarkan hasil dari tinjauan maka diputuskan apakah panduan ini akan direvisi atau ditarik. International Workshop Agreement – 2 edisi pertama yaitu IWA-2: 2003 diterbitkan pada tahun 2003 dan di setujui pada workshop yang diadakan di Acapulco, Mexico, pada bulan Oktober 2002. Edisi kedua yaitu IWA-2: 2007 disetujui pada workshop yang diadakan di Busan, Korea pada bulan November 2006. Edisi yang kedua ini menggantikan edisi pertama (IWA-2: 2003). Edisi kedua dari IWA-2 ini disusun oleh para peserta workshop yang terdiri dari 47 ahli dibidang pendidikan dan penjaminan mutu diantaranya guru, kepala sekolah, dosen, auditor, konsultan mutu, profesor, praktisi, pengamat pendidikan dan konsultan pendidikan. Hal ini memastikan IWA-2 dapat menjadi panduan yang cukup membumi bagi para praktisi pendidikan dalam menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001. Satu hal penting yang harus diperhatikan bahwa IWA-2 adalah sebagai panduan, dan bukanlah suatu persyaratan (requirements) sebagaimana ISO 9001. Jadi tidak boleh sebagai pengganti ISO 9001 dan tidak dapat dijadikan acuan kontrak dalam peninjauan kesesuaian maupun untuk keperluan sertifikasi. Meskipun ISO 9000 berlaku generik, namun panduan ini dikeluarkan guna memudahkan lembaga pendidikan mulai dari level pendidikan dasar, menengah, atas, universitas hingga pendidikan jarak jauh serta e-learning, dalam menerapkan ISO 9001 secara efektif. Dengan mengimplementasikan IWA-2 diharapkan lembaga pendidikan memiliki efektifitas yang tinggi untuk dapat memenuhi persyaratan pelanggan, memperjelas implementasi ISO 9001, mencapai pengembangan dan keberhasilan yang berkelanjutan. Petunjuk penerapan IWA-2 dalam lembaga pendidikan memiliki klausul-klausul yang hampir sama dengan klausul-klausul dalam ISO 9001. Namun demikian, beberapa klausul yang ada pada ISO 9001 disesuaikan dengan kondisi yang ada pada lembaga pendidikan. Prinsip-Prinsip Utama dalam IWA-2 Dikarenakan IWA-2 ini merupakan petunjuk penggunaan dari Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 maka prinsip-prinsip IWA-2 juga menggunakan 8 (delapan) prinsip yang ada pada ISO 9001. Akan tetapi, karena kekhasan dari lembaga pendidikan, maka prinsip-prinsip yang ada pada ISO 9001 tersebut ditambah lagi dengan 4 prinsip keberhasilan berkelanjutan khusus dalam IWA-2. Sehingga jumlah keseluruhan ada 12 prinsip manajemen mutu lembaga pendidikan. Delapan prinsip manajemen mutu lembaga pendidikan dalam IWA-2 adalah sebagai berikut: 1. Process Approach Prinsip ini mengindikasikan bahwa IWA-2 merupakan petunjuk penggunaan yang menekankan pada proses yang dilaksanakan. Prinsip ini dilatarbelakangi oleh asumsi bahwa produk yang baik kemungkinan besar dihasilkan oleh proses yang baik pula. Karena produk lembaga pendidikan merupakan produk yang sukar diukur secara singkat dan bukan produk yang langsung dapat dilihat hasilnya, maka penekanan pada proses merupakan hal yang sangat penting dalam lembaga pendidikan. Dalam kaitan dengan proses yang

Pengenalan iwa 2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengenalan iwa 2

Pengenalan IWA-2 sebagai Pedoman SMM Lembaga PendidikanPosted on | October 28, 2011 | Comments Off

IWA-2 adalah panduan penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001 bagi lembaga pendidikan. IWA adalah singkatan dari International Workshop Agreement. Panduan ini dipublikasikan oleh ISO (International Organization for Standardization) serta disusun melalui mekanisme workshop, dan bukan melalui proses komite. International Workshop Agreement disetujui melalui konsensus diantara para partisipan. Panduan ini ditinjau setiap 3 tahun untuk memastikan kesesuaiannya dengan standar sistem manajemen mutu yang berlaku. Berdasarkan hasil dari tinjauan maka diputuskan apakah panduan ini akan direvisi atau ditarik.

International Workshop Agreement – 2 edisi pertama yaitu IWA-2: 2003 diterbitkan pada tahun 2003 dan di setujui pada workshop yang diadakan di Acapulco, Mexico, pada bulan Oktober 2002. Edisi kedua yaitu IWA-2: 2007 disetujui pada workshop yang diadakan di Busan, Korea pada bulan November 2006. Edisi yang kedua ini menggantikan edisi pertama (IWA-2: 2003). Edisi kedua dari IWA-2 ini disusun oleh para peserta workshop yang terdiri dari 47 ahli dibidang pendidikan dan penjaminan mutu diantaranya guru, kepala sekolah, dosen, auditor, konsultan mutu, profesor, praktisi, pengamat pendidikan dan konsultan pendidikan.

Hal ini memastikan IWA-2 dapat menjadi panduan yang cukup membumi bagi para praktisi pendidikan dalam menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001. Satu hal penting yang harus diperhatikan bahwa IWA-2 adalah sebagai panduan, dan bukanlah suatu persyaratan (requirements) sebagaimana ISO 9001. Jadi tidak boleh sebagai pengganti ISO 9001 dan tidak dapat dijadikan acuan kontrak dalam peninjauan kesesuaian maupun untuk keperluan sertifikasi.

Meskipun ISO 9000 berlaku generik, namun panduan ini dikeluarkan guna memudahkan lembaga pendidikan mulai dari level pendidikan dasar, menengah, atas, universitas hingga pendidikan jarak jauh serta e-learning, dalam menerapkan ISO 9001 secara efektif.

Dengan mengimplementasikan IWA-2 diharapkan lembaga pendidikan memiliki efektifitas yang tinggi untuk dapat memenuhi persyaratan pelanggan, memperjelas implementasi ISO 9001, mencapai pengembangan dan keberhasilan yang berkelanjutan.

Petunjuk penerapan IWA-2 dalam lembaga pendidikan memiliki klausul-klausul yang hampir sama dengan klausul-klausul dalam ISO 9001. Namun demikian, beberapa klausul yang ada pada ISO 9001 disesuaikan dengan kondisi yang ada pada lembaga pendidikan.

Prinsip-Prinsip Utama dalam IWA-2

Dikarenakan IWA-2 ini merupakan petunjuk penggunaan dari Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 maka prinsip-prinsip IWA-2 juga menggunakan 8 (delapan) prinsip yang ada pada ISO 9001. Akan tetapi, karena kekhasan dari lembaga pendidikan, maka prinsip-prinsip yang ada pada ISO 9001 tersebut ditambah lagi dengan 4 prinsip keberhasilan berkelanjutan khusus dalam IWA-2. Sehingga jumlah keseluruhan ada 12 prinsip manajemen mutu lembaga pendidikan.

Delapan prinsip manajemen mutu lembaga pendidikan dalam IWA-2 adalah sebagai berikut:

1. Process Approach

Prinsip ini mengindikasikan bahwa IWA-2 merupakan petunjuk penggunaan yang menekankan pada proses yang dilaksanakan. Prinsip ini dilatarbelakangi oleh asumsi bahwa produk yang baik kemungkinan besar dihasilkan oleh proses yang baik pula. Karena produk lembaga pendidikan merupakan produk yang sukar diukur secara singkat dan bukan produk yang langsung dapat dilihat hasilnya, maka penekanan pada proses merupakan hal yang sangat penting dalam lembaga pendidikan. Dalam kaitan dengan proses yang

Page 2: Pengenalan iwa 2

dilakukan, harus dirancang agar proses tersebut terkait dengan visi lembaga pendidikan. Pencapaian visi lembaga pendidikan merupakan keseluruhan proses yang harus dilakukan oleh keseluruhan komponen yang ada di lembaga pendidikan, baik itu komponen administratif, maupun akademik. Visi lembaga pendidikan harus mengandung unsur-unsur kompetensi hasil pembelajaran yang dilakukannya. Visi lembaga pendidikan juga harus mengadopsi berbagai kebutuhan dan harapan seluruh pemangku kepentingan terhadap kompetensi yang ingin dihasilkan oleh lembaga pendidikan. Dengan demikian proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikan adalah proses yang menuju ke arah pencapaian kompetensi dan juga proses yang mengarah kepada peningkatan pemenuhan kebutuhan dan harapan seluruh pemangku kepentingan.

2. Understanding Core Competence (Customer Focus)

Prinsip ini merupakan penyesuaian dari prinsip fokus pada pelanggan di ISO 9001. Adanya prinsip ini mengindikasikan bahwa sumber daya manusia (SDM) merupakan bagian yang sangat penting dalam lembaga pendidikan. Berbagai kegiatan pendidikan, merupakan kegiatan yang sangat erat kaitannya dengan budaya, keterampilan, penggunaan teknologi, penggunaan dan pemanfaatan keilmuan. Semua kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang membutuhkan kompetensi pendidik dan kompetensi prasyarat bagi peserta didik. Tenaga pengajar yang memberikan pengajaran pada satu bidang studi, harus memiliki kompetensi di bidang tersebut. Itulah sebabnya kompetensi merupakan bagian penting dari lembaga pendidikan.

Dalam era dimana persaingan merupakan hal yang secara alami akan terjadi, maka lembaga pendidikan harus memiliki kemampuan untuk memberikan nilai tambah dan inovasi terhadap berbagai produknya. Nilai tambah tersebut akan sangat baik jika pada masing-masing lembaga pendidikan memiliki jenis nilai tambah yang berbeda-beda. Perbedaan pada nilai tambah inilah yang kemudian akan menjadi daya saing pada lembaga pendidikan. Berbagai nilai tambah tersebut akan dapat dihasilkan jika kompetensi SDM yang ada di lembaga pendidikan dikembangkan dengan baik dan tepat.

3. Total Optimization (Systems Approach to Management)

Prinsip ini merupakan penyesuaian dari prinsip pendekatan proses pada manajemen dalam ISO 9001. Dalam prinsip ini terkandung makna bahwa penerapan IWA-2 di lembaga pendidikan harus mendasarkan pada proses yang opimal pada keseluruhan kegiatan.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam lembaga pendidikan selalu ada dua kegiatan utama, yaitu kegiatan yang berkaitan dengan administratif dan kegiatan yang berkaitan dengan akademik. Optimalisasi proses harus dilakukan pada seluruh kegiatan baik pada kegiatan administratif maupun akademik. Optimalisasi pada kegiatan administratif utamanya dilakukan pada keseluruhan proses pelayanan, sedangkan optimalisasi pada kegiatan akademik utamanya dilakukan pada proses pembelajaran.

4. Visionary Leadership

Prinsip ini adalah penyesuaian dari prinsip kepemimpinan pada ISO 9001. Dalam organisasi apapun kepemimpinan selalu menjadi penentu utama perkembangan dan kemajuan organisasi, termasuk lembaga pendidikan. Tugas utama pemimpin adalah memahami arah dan tujuan organisasi. Sebagai nahkoda utama lembaga pendidikan, pemimpin akan mementukan arah dan tujuan yang akan di tempuh. Disinilah akan ditentukan tingkat kevisioneran seorang pemimpin.

lembaga pendidikan akan disegani dan diakui dunia, jika dari lembaga pendidikan tersebut lahir lulusan-lulusan yang berkualitas yang mampu memenuhi kebutuhan zaman, melahirkan budaya tinggi, dan mampu memenuhi kebutuhan pembangunan suatu negara. Dalam iklim dengan perubahan yang sangat cepat tersebut kesinambungan organisasi dan implementasi IWA-2 di lembaga pendidikan akan sangat tergantung kepada visi lembaga pendidikan. Visi lembaga pendidikan sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan lembaga pendidikan itu sendiri, oleh karena itulah kepemimpinan yang visioner menjadi prinsip dalam implementasi IWA-2.

Pencapaian visi lembaga pendidikan tidak dapat dilakukan jika tidak dioperasionalkan dalam bentuk yang lebih teknis. Itulah sebabnya lembaga pendidikan harus mendorong diimplementasikannya tahapan-tahapan

Page 3: Pengenalan iwa 2

pencapaian visi lembaga pendidikan melalui berbagai kebijakan, dan kemudian merumuskannya kedalam tahapan-tahapan operasional, mulai dari rencana jangka pendek sampai dengan rencana jangka panjang.

5. Factual Approach

Prinsip ini merupakan penyesuaian dari prinsip pendekatan pada fakta untuk mengambil keputusan pada ISO 9001. Prinsip ini mengindikasikan bahwa implementasi IWA-2 di lembaga pendidikan harus didasarkan pada data. Kondisi ini kemudian akan menuntut adanya berbagai proses pencarian data. Proses pencarian data tersebut dilakukan dengan melalui proses pengukuran atau penilaian. Dari hasil pengukuran dan penilaian tersebut kemudian dilakukan analisis data. Analisis data menggunakan kombinasi tinjauan antara informasi yang didapat dan kebijakan yang diterapkan. Metode yang digunakan merupakan metode logis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dari hasil analisis inilah data dan fakta yang terjadi kemudian dipakai pijakan dalam proses pengambilan keputusan.

Adanya prinsip ini akan menghindarkan berbagai proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada unsur-unsur suka tidak suka, atau pengambilan keputusan yang tidak logis. Dalam prinsip pendekatan berdasarkan fakta ini, berbagai tindak perbaikan dapat dilakukan dengan tepat dan efisien, dan yang lebih penting, fakta-fakta yang ada dan analisis yang dilakukan terhadap berbagai fakta tersebut merupakan pijakan kuat untuk melaksanakan pengembangan lembaga pendidikan.

6. Collaboration with Partners

Prinsip ini merupakan penyesuaian dari prinsip hubungan saling menguntungkan dengan pemasok pada ISO 9001. Pada prinsip ini terkandung makna jika sebuah organisasi memiliki hubungan yang saling menguntungkan dengan pemasok maka organisasi tersebut akan dapat menghasilkan produk yang berkualitas sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Demikian pula pada lembaga pendidikan yang memiliki berbagai partner (istilah yang lebih tepat untuk menyebut pemasok pada institusi pendidikan). Partner-partner lembaga pendidikan tersebut harus berkolaborasi dengan lembaga pendidikan.

Lembaga pendidikan merupakan organisasi yang paling kompleks berkaitan dengan partner. Kompleksitas hubungan antara lembaga pendidikan dengan partner tersebut dikarenakan karakteristik lembaga pendidikan yang bertujuan menghasilkan SDM yang berkualitas. Berkualitas dalam artian memiliki kompetensi-kompetensi sebagaimana yang dipersyaratkan di atas. Memproduksi kompetensi adalah menghasilkan sesuatu yang sangat kompleks, tidak hanya berkaitan dengan kemampuan dan keilmuan dalam melaksanakan pekerjaan, tetapi juga karakter, sikap, nilai-nilai, dan juga budaya-budaya yang harus dimiliki oleh seseorang. Hasil dari kompetensi tersebut pada beberapa hal dapat ditunjukkan langsung dalam seketika, namun ada juga yang baru dapat ditunjukkan dalam jangka menengah dan bahkan ada yang akan baru muncul dalam jangka panjang. Hal-hal itulah yang kiranya penting bagi lembaga pendidikan untuk selalu mengimplementasikan prinsip berkolaborasi dengan partner ini.

7. Involvement of People

Prinsip ini sama persis dengan prinsip yang ada dalam ISO 9001. Dalam prinsip ini terkandung makna bahwa sangat sulit untuk menghasilkan suatu produk atau layanan yang bermutu jika tidak seluruh SDM yang ada dalam organisasi tersebut terlibat dalam upaya menghasilkan produk atau layanan yang bermutu tersebut. Pelibatan seluruh SDM tersebut akan menjadi lebih penting dalam kaitan dengan lembaga pendidikan.

Dalam lembaga pendidikan sangat banyak pekerjaan-pekerjaan yang harus diselesaikan oleh kegiatan individual. Kegiatan pembelajaran misalnya merupakan kegiatan-kegiatan yang harus dikerjakan oleh guru/dosen secara individual. Baik buruknya kegiatan pembelajaran sangat tergantung dari kegiatan individual guru/dosen dalam proses pembelajaran tersebut. Jika terdapat satu orang guru/dosen saja yang tidak terlibat dalam keseluruhan sistem mutu maka akan ada kemungkinan besar bahwa pada mata kuliah tersebut akan menyimpang dari kompetensi yang direncanakan. Banyaknya SDM yang tidak terlibat dalam kegiatan implementasi sistem manajemen mutu maka akan semakin berat bagi dihasilkannya suatu lulusan yang bermutu. Hal tersebut dikarenakan lulusan yang bermutu dibangun dari berbagai kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru/dosen, baik di ruang kelas maupun di laboratorium.

Page 4: Pengenalan iwa 2

Demikian pula halnya dengan yang dilakukan pada kegiatan administrasi dan pelayanan. Berbagai SDM yang terlibat dalam kegiatan pelayanan harus terlibat dalam sistem mutu yang direncanakan, mulai dari para pengambil keputusan yang ada pada manajemen puncak sampai dengan pekerja teknis. Para guru/dosen akan sangat sulit mengajar dengan baik jika para petugas kebersihan tidak melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Demikian seterusnya, keseluruhan SDM lembaga pendidikan harus terlibat dalam keseluruhan upaya untuk menghasilkan berbagai produk/layanan lembaga pendidikan yang bermutu.

8. Continuous Improvement

Prinsip ini juga merupakan prinsip yang sama dengan prinsip yang ada dalam ISO 9001. Dalam IWA-2, prinsip ini lebih ditekankan pada proses pembelajaran baik itu pembelajaran organisasi maupun pembelajaran peserta didik. Proses pengembangan berkelanjutan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika penumbuhan berbagai kegiatan kreatif, inovatif, dan konstruktif di lembaga pendidikan terlaksana dengan baik.

Proses pengembangan berkelanjutan pada proses pembelajaran adalah suatu upaya untuk selalu meningkatkan kompetensi peserta didik seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan para pemangku kepentingan. Tuntutan kebutuhan para pemangku kepentingan tersebut meliputi kebutuhan pengguna lulusan, kebutuhan profesional, maupun kebutuhan masyarakat. Sedangkan proses pengembangan berkelanjutan pada organisasi diarahkan untuk meningkatkan kemandirian dan daya saing lembaga pendidikan dalam menghadapi berbagai persaingan baik pada skala nasional, regional maupun internasional.

Namun demikian, proses pengembangan berkelanjutan tidak dapat dilaksanakan jika para pemangku kepentingan tidak mengetahui sejauh mana organisasi lembaga pendidikan melaksanakan berbagai kegiatan mutu pada saat ini. Itulah sebabnya lembaga pendidikan harus memiliki berbagai data dari apa yang telah dilakukan pada saat ini, proses pengambilan data harus dilakukan secara periodik melalui suatu kegiatan pengukuran diseluruh wilayah lembaga pendidikan. Kegiatan tersebut dapat dilakukan dalam bentuk evaluasi diri, pengawasan ataupun audit internal. Analisis berbagai data tersebut itulah yang kemudian akan dijadikan pijakan dalam proses pengembangan secara berkelanjutan. Proses pengembangan berkelanjutan akan dapat dilaksanakan jika tidak terjadi kesenjangan yang lebar antara kondisi yang ada dan kondisi yang direncanakan.

Prinsip-Prinsip Tambahan dalam IWA-2

Selain 8 prinsip IWA-2 di atas yang memiliki kesamaan dengan 8 prinsip yang ada pada ISO 9001, terdapat pula 4 prinsip tambahan yang dijadikan dasar untuk pencapaian keberhasilan lembaga pendidikan secara berkelanjutan. Prinsip-prinsip tambahan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Creating Learner Value

Prinsip tambahan pertama adalah menciptakan nilai bagi peserta didik. Prinsip ini dimaksudkan untuk mendorong peserta didik (learner) untuk merasa puas dengan nilai atau manfaat yang mereka terima. Kepuasan ini diukur untuk menentukan sampai berapa jauh kebutuhan dan harapan dari peserta didik telah terpenuhi. Pengukuran ini sebaiknya dilakukan secara teratur atau periodik untuk menghasilkan kecenderungan data yang akan lebih berguna dibandingkan dengan pengukuran yang dilakukan hanya satu kali. Hasil dari pengukuran akan digunakan untuk meninjau proses serta layanan yang menciptakan nilai bagi peserta didik.

2. Focusing on Social Value

Prinsip tambahan kedua adalah fokus kepada nilai sosial. Prinsip ini terkait dengan bagaimana peserta didik dan pihak-pihak terkait lainnya merasakan tentang etika, keselamatan, dan perlindungan lingkungan. Hal ini bertolak dari pemikiran bahwa lembaga pendidikan dapat memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan ketika masyarakat secara umum dapat menghargai nilai tambah dari peserta didik.

3. Agility

Page 5: Pengenalan iwa 2

Prinsip tambahan ketiga adalah kecerdikan. Hal ini sangatlah penting untuk mempertahankan pertumbuhan di dalam lingkungan pendidikan yang berubah secara drastis, dan mengubah kondisi yang terus berubah ini menjadi suatu kesempatan untuk keberhasilan yang berkelanjutan dalam lembaga pendidikan.

4. Autonomy

Prinsip yang terakhir adalah otonomi. Prinsip otonomi ini didasarkan pada analisa lingkungan dan analisa diri. Setiap organisasi pendidikan harus memutuskan sendiri tentang nilai-nilai dan melakukan langkah-langkah yang sesuai, dan tidak dipengaruhi hal-hal lain agar tidak bias.

Definisi Produk dan Pelanggan dalam IWA-2

IWA-2 mendefinisikan produk sebagai “educational service ” dan pelanggan adalah “learner”. Definisi ini sebetulnya terlalu sempit dan membawa dampak yang tidak menguntungkan dalam penerapan sistem manajemen mutu di beberapa jenis lembaga pendidikan. Definisi pelanggan atas dasar definisi produk tadi tentunya juga lebih luas dari apa yang dinyatakan dalam IWA-2. Pelanggan adalah pihak-pihak yang memanfaatkan atau yang berkepentingan terhadap produk. Dalam sekolah, pihak-pihak tersebut adalah siswa/mahasiswa sebagai peserta didik, masyarakat, jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dunia industri, dan tentunya pemerintah. Persepsi merekalah sebetulnya yang lebih menentukan apakah sekolah sudah berhasil mencapai tujuannya atau tidak. Dalam sektor pendidikan, peserta didik sebetulnya bukan hanya sebagai pelanggan yang memanfaatkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang ditanamkan lembaga pendidikan dalam diri peserta didik. Proses belajar dan mengajar sebagai proses utama dalam menghasilkan produk “educational service” tidak akan tercipta tanpa adanya kerja sama antara peserta didik (siswa/mahasiswa) dengan tenaga pengajar (guru/dosen). Atau dalam arti lain, peserta didik bukan sekedar pelanggan dan pelanggan bukan hanya peserta didik. Definisi yang lebih tepat dan lebih luas tentang produk dalam lembaga pendidikan adalah pengetahuan, kemampuan dan nilai-nilai yang tertanam dalam diri peserta didik sebagai hasil akhir dari seluruh mata rantai proses pendidikan.

(Artikel ini disusun dari berbagai sumber)

M. Hatta Adam, S.T.