18
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan lancar tanpa adanya hambatan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini. Kami menyadari walaupun telah berusaha semaksimal mungkin, namun karena keterbatasan dan kemampuan, maka sangatlah mungkin terdapat kesalahan, baik dalam penyusunan ataupun dari segi isi. Maka dari itu kami harapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Terakhir, kami berharap semoga tugas ini bermanfaat bagi yang membacanya. Jatinangor, Maret 2014 i

Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas

Citation preview

Page 1: Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat

rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan lancar tanpa adanya

hambatan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian tugas ini.

Kami menyadari walaupun telah berusaha semaksimal mungkin, namun karena

keterbatasan dan kemampuan, maka sangatlah mungkin terdapat kesalahan, baik dalam

penyusunan ataupun dari segi isi. Maka dari itu kami harapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun. Terakhir, kami berharap semoga tugas ini bermanfaat bagi yang

membacanya.

Jatinangor, Maret 2014

i

Page 2: Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. i

DAFTAR ISI ………………………………………………………………… ii

BAB I

PENDAHULUAN ………………………………………………………………. 1

1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………… 1

1.2 Tujuan ……………………………………………………………….. 1

BAB II

PEMBAHASAN …………………………………………………………………… 2

2.1 Pengertian Erosi ……………………………………………………….. 2

2.2 Dampak Erosi …………………………………………………………….. 3

2.3 Klasifikasi Erosi Tanah …………………………………………………. 5

2.4 Batas Toleransi Erosi …………………………………………………. 5

2.5 Persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation) ………………………. 7

2.6 Metode Pengendalian Erosi ……………………………………………. 8

BAB III

PENUTUP ……………………………………………………………………….. 10

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 11

ii

Page 3: Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya alam utama yaitu tanah dan air mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Tanah mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan, dan sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan, Kedua fungsi tersebut dapat menurun atau hilang, hilang atau menurunnya fungsi tanah ini yang biasa disebut kerusakan tanah atau degradasi tanah.

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 150 tahun 2000 tentang Pengendalian kerusakan tanah untuk produksi bio massa: “Tanah adalah salah satu komponen lahan berupa lapisan teratas kerak bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik serta mempunyai sifat fisik, kimia, biologi, dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.”

Hilangnya fungsi tanah sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dapat terus menerus diperbaharui dengan pemupukan. Tetapi hilangnya fungsi tanah sebagai tempat berjangkarnya perakaran dan menyimpan air tanah tidak mudah diperbaharui karena diperlukan waktu yang lama untuk pembentukan tanah. Kerusakan air berupa hilangnya atau mengeringnya sumber air dan menurunnya kualitas air. Hilang atau mengeringnya sumber air berkaitan erat dengan erosi, sedangkan menurunnya kualitas air dapat dikarenakan kandungan sedimen yang bersumber dari erosi atau kandungan bahanbahan dari limbah industri/pertanian.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan tugas ini yaitu untuk mengetahui apa-apa saja pngendalian dalam mencegah terjadinya erosi tanah sehingga kelestarian fungsi lingkungan tetap terjaga.

1

Page 4: Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Erosi

Erosi merupakan suatu proses hilangnya lapisan tanah, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Foth, 1995, halaman 665-666). Di daerah beriklim tropika basah, seperti sebagian besar daerah di Indonesia, air hujan merupakan penyebab utama terjadinya erosi sehingga di sini pembahasannya dibatasi erosi tanah yang disebabkan oleh air.

Menurut Arsyad S. (1989, halaman 30), erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan pada suatu tempat lain. Pengangkutan atau pemindahan tanah tersebut terjadi oleh media alami yaitu antara lain air atau angin. Erosi oleh angin disebabkan oleh kekuatan angin, sedangkan erosi oleh air ditimbulkan oleh kekuatan air.

Kekuatan perusak air yang mengalir di atas permukaan tanah akan semakin besar dengan semakin panjangnya lereng permukaan tanah. Tumbuhan-tumbuhan yang hidup di atas permukaan tanah dapat memperbaiki kemampuan tanah menyerap air dan memperkecil kekuatan butir-butir perusak hujan yang jatuh, serta daya dispersi dan angkutan aliran air di atas permukaan tanah. Perlakuan atau tindakan-tindakan yang diberikan manusia terhadap tanah dan tumbuh-tumbuhan di atasnya akan menentukan kualitas lahan tersebut.

Berdasarkan asasnya dapat disimpulkan bahwa erosi merupakan akibat interaksi antara faktor-faktor iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan, dan campur tangan manusia (pengelolaan) terhadap lahan, yang secara deskriptif dinyatakan dalam persamaan seperti di bawah ini :

E = f (i, r, v, t, m)

E = besarnya erosi, i = iklim, r = topografi, v = tumbuh-tumbuhan, t = tanah, m = manusia.

2

Page 5: Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan

Persamaan tersebut di atas mempunyai makna dua jenis peubah, yaitu: 1) Faktor yang dapat diubah oleh manusia, seperti; tumbuh-tumbuhan, sifat-sifat tanah, dan satu unsur topografi yaitu panjang lereng, 2) Faktor yang tidak dapat diubah oleh manusia yaitu; iklim, tipe tanah, dan kecuraman lereng.

2.2 Dampak Erosi

Secara garis besar kerusakan yang timbul akibat adanya erosi tanah yaitu penurunan kesuburan tanah dan timbulnya pendangkalan akibat proses sedimentasi (Wudianto R., 1989, halaman 11 - 13).

Tanah yang subur umumnya terdapat pada lapisan tanah atas atau permukaan (top soil), sedang lapisan tanah bawah (sub soil) dapat dikatakan kurang subur. Apabila terjadi hujan dan dapat menimbulkan erosi, maka lapisan tanah ataslah yang akan terkikis kemudian terbawa oleh aliran air. Dengan terangkutnya lapisan tanah atas, maka tertinggal lapisan tanah bawah yang kurang subur. Kemudian jika tanah tersebut ditanami, maka tanaman tidak akan dapat tumbuh subur dan hasilnya akan berkurang. Dengan berkurangnya hasil panen akan mengurangi pendapatan petani.

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa proses terjadinya erosi adalah terkikisnya butir-butir tanah, kemudian dengan adanya aliran air butir-butir tanah terangkut sampai tidak mampu lagi mengangkut butir-butir tanah, maka tanah tersebut diendapkan. Pengendapan ini akan terjadi pada daerah yang lebih rendah, misalnya: sungai, waduk, saluran-saluran pengairan dan laut.

Pengendapan di sungai akan mengakibatkan pendangkalan yang dapat mengurangi kemampuan sungai untuk menampung air sehingga pada musim penghujan biasanya akan terjadi banjir. Pendangkalan sungai dapat mengganggu lalu lintas pelayaran kapal. Seperti diketahui bahwa sejarah telah membuktikan dulu sungai-sungai di Jawa masih dapat dilewati kapal, namun sekarang sudah tidak ada lagi sehingga tinggal sungai-sungai yang ada di luar pulau Jawa yang dapat dilalui kapal-kapal.

Sebagai akibat pendangkalan sungai ini dapat merembet ke laut, karena aliran air sungai bermuara ke laut. Sekarang banyak pelabuhan yang mengalami pendangkalan. Dengan terjadinya pendangkalan di pelabuhan, maka kapal-kapal besar akan mengalami kesulitan untuk merapat.

Pendangkalan di waduk juga sulit untuk dihindarkan. Dengan makin dangkalnya waduk dapat mengurangi umur waduk. Artinya, daya guna waduk yang semula diperkirakan dapat lama, ternyata baru beberapa tahun saja sudah tidak berfungsi lagi. Sebagai contoh waduk Gajah Mungkur di Wonogiri, Jawa Tengah. Waduk ini diperkirakan dapat mencapai umur 100 tahun ternyata setelah diteliti karena adanya sedimentasi maka hanya dapat mencapai lebih kurang 27 tahun.

3

Page 6: Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan

Menurut Arsyad (1989, halaman 3 - 4), dampak erosi tanah terhadap lingkungan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bentuk dampak langsung maupun tidak langsung yang dikaji di tempat kejadian erosi maupun di luar tempat berlangsungnya erosi, seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Dampak Erosi Tanah.

Bentuk Dampak Dampak di Tempat Kejadian Dampak di Luar Tempat

Erosi Kejadian Erosi

1. Langsung - Kehilangan lapisan tanah yang baik bagi berjangkarnya akar tanaman

- Pelumpuran dan pendangkalan waduk, sungai, saluran dan badan air lainnya

- Kehilangan unsur hara dan kerusakan struktur tanah

- Tertimbunnya lahan pertanian, jalan dan bangunan lainnya

- Peningkatan penggunaan energi untuk produksi

- Menghilangnya mata air dan memburuknya kualitas air

- Kemerosotan produktivitas tanah atau bahkan menjadi tidak dapat dipergunakan untuk berproduksi

- Kerusakan ekosistem perairan (tempat bertelur ikan, terumbu karang dan sebagainya)

- Kerusakan bangunan konservasi dan bangunan lainnya

- Kehilangan nyawa dan harta oleh banjir

- Pemiskinan petani penggarap/ pemilik tanah

- Meningkatnya frekuensi dan masa kekeringan

2. Tidak Langsung - Berkurangnya alternatif penggunaan tanah

- Kerugian oleh memendeknya umur waduk

- Timbulnya dorongan/ tekanan untuk membuka lahan baru

- Meningkatnya frekuensi dan besarnya banjir

- Timbulnya keperluan akan perbaikan lahan dan bangunan yang rusak

Sumber: Arsyad S. (1989)

Mengingat bahaya erosi yang merugikan bagi lingkungan, sejak beberapa tahun yang lampau manusia telah menyadari dan melakukan berbagai usaha pencegahan (pengendalian) erosi.

2.3 Klasifikasi Erosi Tanah

4

Page 7: Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan

Atas dasar intensitas campur tangan manusia, erosi dibedakan antara erosi alami atau erosi geologi (geological erosion) dan erosi dipercepat (accelarated erosion) (Arsyad S., 1989, halaman 30). Erosi geologi terjadi secara alami pada tanah yang masih tertutup vegetasi secara alami, dan biasanya berjalan sangat lambat. Dalam kondisi seperti ini, jumlah tanah terangkut sangat sedikit, dan baru akan meningkat jika terjadi bencana alam yang berakibat tanah jadi terbuka. Erosi dipercepat terjadi karena manusia membuka tanah dengan membuang vegetasi baik sebagian maupun seluruhnya, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (tempat tinggal, industri, usaha tani, dan lain-lain). Proses erosi ini akan berjalan dengan cepat, terlebih di daerah yang mempunyai potensi erosi dan tanpa usaha pengendalian.

Erosi yang terjadi dapat dibedakan berdasarkan produk akhir yang dihasilkan proses itu sendiri. Erosi juga dapat dibedakan karena kenampakan lahan akibat erosi itu sendiri. Atas dasar itu erosi dibedakan yaitu : 1) erosi percikan (splash erosion), 2) erosi lembar (sheet erosion), 3) erosi alur (rill erosion), 4) erosi parit (gully erosion), 5) erosi tanah longsor (land slide), 6) erosi pinggir sungai (stream bank erosion) (Rahim S.E., 1995, halaman 33 - 34).

Erosi percikan terjadi pada awal hujan. Intensitas erosi percikan meningkat dengan adanya air genangan tetapi setelah terjadi genangandengan kedalaman tiga kali ukuran butir hujan, erosi percikan minimum. Pada saat inilah proses erosi lembaran dimulai. Erosi lembar akan dapat ditemukan secara jelas di daerah yang relatif seragam permukaannya.

Erosi alur dimulai dengan adanya konsentrasi limpasan permukaan. Konsentrasi yang besar akan mempunyai daya rusak yang besar. Bila ukuran alur sudah sangat besar, tidak dapat dihilangkan hanya dengan melakukan pembajakan biasa, atau alur tersebut berhubungan langsung dengan saluran pembuangan utama, maka erosi yang terjadi telah memenuhi kategori erosi parit. Sedangkan erosi tanah longsor ditandai dengan bergeraknya sejumlah massa tanah secara bersama-sama. Hal ini disebabkan karena kekuatan geser tanah sudah tidak mampu untuk menahan beban massa tanah jenuh air di atasnya. Kejadian ini terutama terjadi pada lapisan tanah atas dangkal yang terletak lepas di batuan atau lapisan tanah tidak tembus air (impermeable). Adapun erosi pinggir sungai yang mirip erosi tanah longsor mengikis pinggir sungai-sungai yang karena sesuatu hal mengalami longsor terutama bila pinggir sungai itu vegetasi alaminya ditebang dan diganti dengan tanaman baru.

2.4 Batas Toleransi Erosi

Sebagai sumber daya yang banyak digunakan, tanah dapat mengalami pengikisan (erosi) akibat bekerjanya gaya-gaya dari agen penyebab, misalnya air hujan, angin dan/atau hujan. Jadi, secara alamiah tanah mengalami pengikisan atau erosi (Rahim S.E., 1995).

Erosi dipercepat yang disebabkan oleh manusia, masih dianggap aman jika tidak melewati suatu batas toleransi (soil loss tolerance atau permisible erosion). Banyak pendapat para pakar erosi yang mengemukakan besarnya batas toleransi erosi, yang masing-masing berbeda tergantung dari faktor lingkungan di sekitarnya. Secara khusus, penelitian batas toleransi erosi untuk tanah-tanah di Indonesia sampai saat ini belum ada. Oleh Arsyad (1989, halaman 237 - 244), dianjurkan untuk mempergunakan batas toleransi erosi yang dikemukakan oleh Thompson (1957), seperti terlihat pada Tabel 2.

5

Page 8: Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan

Tabel 2. Pedoman Penetapan Nilai T (batas toleransi erosi) (Thompson, 1957)

Sifat Tanah dan Substratum Nilai T

Ton/acre/tahun Ton/ha/tahun

1. Tanah dangkal di atas batuan 0,5 1,12

2. Tanah dalam, di atas batuan 1,0 2,24

3. Tanah dengan lapisan bawahnya (subsoil) padat,

di atas substrata yang tidak terkonsolidasi (telah

mengalami pelapukan) 2,0 4,48

4. Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas

lambat, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi 4,0 8,96

5. Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas

sedang, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi 5,0 11,21

6. Tanah yang lapisan bawahnya permeabel (agak

cepat), di atas bahan yang tidak terkonsolidasi 6,0 13,45

Dengan menggunakan kriteria yang dipergunakan oleh Thompson (1957), dengan menentukan T maksimum untuk tanah yang dalam, dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas bahan (substratum) yang telah malapuk (tidak terkonsolidasi) sebesar 2,5 mm/tahun, dan dengan menggunakan nisbah nilai untuk berbagai sifat dan stratum tanah, maka nilai T seperti tertera pada Tabel 3 disarankan untuk menjadi pedoman penetapan nilai T tanah-tanah di Indonesia.

 

Tabel 3. Pedoman Penetapan Nilai T Untuk Tanah-tanah di Indonesia.

Sifat Tanah dan Substratum Nilai T

mm/tahun

1. Tanah sangat dangkal di atas batuan 0,0

2. Tanah sangat dangkal di atas bahan telah melapuk (tidak terkonsolidasi)

0,4

6

Page 9: Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan

3. Tanah dangkal di atas bahan telah melapuk 0,8

4. Tanah dengan kedalaman sedang di atas bahan telah melapuk 1,2

5. Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang kedap air di atas substrata yang telah melapuk

1,4

6. Tanah yang dalam dengan lapisan bawah berpermeabilitas lambat, di atas substrata telah melapuk

1,6

7. Tanah yang dalam dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas sedang, di atas substrata telah melapuk

2,0

8. Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas substrata telah melapuk

2,5

Catatan :

Kedalaman tanah efektif yaitu kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus akar tanaman. Kriterianya : > 90 cm = dalam,

50 - 90 cm = sedang,25 - 50 cm = dangkal,< 25 cm = sangat dangkal.

2.5 Persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation)

Lahan pertanian yang terus menerus ditanami tanpa cara pengelolaan tanaman, tanah dan air yang baik dan tepat, terutama di daerah pertanian dengan curah hujan yang tinggi (> 1500 mm per tahun) akan menurunkan produktivitasnya. Penurunan produktivitas ini secara lambat atau cepat dapat disebabkan oleh menurunnya kesuburan tanah dan terjadinya erosi (Syah, R., 1995).

Bahaya erosi ini banyak terjadi di daerah-daerah lahan kering terutama yang memiliki kemiringan lereng sekitar 15 persen atau lebih. Keadaan ini sebagai akibat dari pengelolaan tanah dan air yang keliru atau penerapan pola pertanian yang tidak sesuai dengan kemampuan fungsi lingkungannya.

Tanah dan air merupakan dua sumber daya alam yang utama, peka terhadap berbagai kerusakan (degradasi). Kerusakan air berupa hilangnya sumber air dan menurunnya kualitas air antara lain disebabkan oleh proses sedimentasi yang bersumber pada kerusakan tanah oleh erosi. Di daerah tropika basah kerusakan tanah yang paling utama dan semakin kritis adalah disebabkan oleh erosi tanah.

Kerusakan tanah yang kadang-kadang sampai pada tingkat kritis seperti penurunan produktivitas tanah, banjir yang terjadi setiap tahun, merosotnya debit air sungai di musim

7

Page 10: Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan

kemarau dan meningkatnya kandungan lumpur atau bahan organik pada musim hujan merupakan tanda-tanda kerusakan sumberdaya alam di suatu wilayah .

Laju erosi yang menyatakan banyaknya lapisan tanah yang hilang dari suatu tempat karena proses erosi, merupakan salah satu indikator kecepatan proses perusakan. Perhitungan laju erosi dapat dilakukan secara nisbi (relatif), yaitu berdasarkan nilai bahaya atau besarnya nilai faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. Perkiraan atau prediksi besarnya laju erosi yang mungkin terjadi di lapangan dapat ditentukan antara lain dengan menggunakan metode Wischmeier dan Smith (1978) yang dikenal dengan Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT) atau dalam bahasa Inggris Universal Soil Loss Equation (USLE) , yaitu sebagai berikut :

A = R x K x L x S x C x P

A adalah banyaknya tanah tererosi (ton/ha/tahun), R adalah faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi

hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30 ), tahunan,

K adalah faktor erodibilitas (kepekaan) tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan � untuk suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang panjangnya 22 meter (72,6 kaki) terletak pada lereng 9 % tanpa tanaman,

L adalah faktor panjang lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 22 meter (72,6 kaki) di bawah keadaan yang identik,

S adalah faktor kemiringan/kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah dengan kemiringan lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9 % di bawah keadaan yang identik,

C adalah faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa tanaman,

P adalah faktor tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus seperti pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik.

2.6 Metode Pengendalian Erosi

Usaha pengendalian erosi pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 3 metode, yaitu :

1.Metode Vegetatif

Metode ini mempergunakan tumbuhan atau tanaman dan sisa-sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, jumlah dan daya rusak aliran permukaan. Fungsi tumbuhan dalam metode ini untuk : a) melindungi tanah dari daya perusak butir-butir hujan, b) melindungi tanah dari aliran permukaan, dan c) memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah dan penahanan air yang akan mempengaruhi besarnya aliran permukaan. Termasuk

8

Page 11: Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan

dalam metode vegetatif ini diantaranya; budidaya tanaman semusim (jagung, kacang tanah, dan lain-lain) secara musiman atau tanaman permanen, penanaman dalam strip cropping, pergiliran tanaman, sistem pertanian hutan (agro forestry), pemanfaatan sisa tanaman.

2.Metode Mekanik

Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, serta meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Metode mekanik dalam pengendalian erosi berfungsi: a) memperlambat aliran permukaan, b) menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak, c) memperbaiki atau memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah, serta d) menyediakan air bagi tanaman. Termasuk dalam metode mekanik adalah pengolahan tanah (tillage), pengolahan tanah menurut kontur (contour cultivation), guludan dan guludan bersaluran menurut kontur, teras (teras bangku, teras berlereng), dam penghambat (check dam, waduk, rorak, tanggul), dan perbaikan drainase.

3.Metode Kimiawi

Metode kimia dalam pengendalian erosi menggunakan preparat kimia sintetis atau alami. Metode ini sering dikenal dengan sebutan soil conditioner, yang bertujuan memperbaiki struktur tanah. Beberapa contoh soil conditioner yaitu; PVA (Polyvinyl alcohol), PAA (Poly acrylic acid), VAMA (Vinyl acetate malcic acidcopolymer), DAEMA (Dimethyl amino ethyl metacrylate), dan Emulsi Bitumen.

Sering pula dilakukan pengendalian erosi dengan mengkombinasikan dari dua metode pengendalian erosi atau bahkan ketiga metode tersebut di atas digunakan secara bersamaan dalam usaha mengendalikan erosi.

BAB III

PENUTUP

9

Page 12: Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan

Setiap usaha pengendalian erosi tanah mempunyai nilai keuntungan ekonomis yang berbeda, serta mempunyai kemampuan yang berbeda pula dalam menekan laju erosi. Selain macam tanaman, sistem pengelolaan dan metode pengendalian yang digunakan berpengaruh terhadap besarnya laju erosi.

Dari kenyataan ini, maka dapat disusun berbagai alternatif pemilihan usaha pengendalian erosi tanah berdasarkan keuntungan dan risiko besarnya erosi yang mungkin terjadi. Selanjutnya para pengelola sumberdaya (misal: petani) dapat diarahkan agar bersedia untuk memilih tanaman dan metode pengendalian erosi yang mampu memberi keuntungan cukup tinggi serta risiko timbulnya erosi serendah-rendahnya.

DAFTAR PUSTAKA

10

Page 13: Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan

Arsyad S., 1989, Konservasi Tanah dan Air, IPB Press, Bogor.

Foth H.D., 1995, Dasar-dasar Ilmu Tanah, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Rahim S.E, 1995, Pelestarian Lingkungan Hidup Melalui Pengendalian Erosi Tanah, UNSRI, Palembang.

Schwab G.O., Richard K.F., Kenneth K.B., 1981, Soil and Water Conservation Engineering, John Wiley & Sons, New York.

Syah A.R., 1995, Penentuan Erosi dan Sedimentasi Pada Daerah Aliran Sungai (DAS), Majalah Ilmiah Universitas Jambi No.45 Tahun 1995, Jambi.

Wudianto, R., 1989, Mencegah Erosi, Penebar Swadaya, Jakarta.

11