Pengendalian Penyakit Tumbuhan dengan Uji Kultur Ganda

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan Fitopat

Citation preview

PENGENDALIAN PENYAKIT TUMBUHAN DENGAN UJI KULTUR GANDA

LAPORAN PRAKTIKUM FITOPATOLOGI

Oleh:

Nama: Andriani Diah Irianti

NIM: B1J012011

Rombongan: II

Kelompok: 3

Asisten: Devi Fatkuljanah

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI

PURWOKERTO

2014

PENDAHULUAN

Penyakit tumbuhan sudah ada sejak zaman dahulu, mungkin sejak munculnya dunia tumbuh-tumbuhan di atas bumi ini. Buktinya terdapat pada fosil-fosil tumbuhan yang ditemukan di zaman purba yang diketahui terdapat bercak-bercak penyakit. Penyebab penyakit atau patogen terutama berasal dari cendawan, bakteri, virus dan nematoda. Penyakit tumbuhan dapat didefinisikan sebagai penyimpangan dari sifat normal yang menyebabkan tumbuhan atau bagian dari suatu tumbuhan tidak dapat melakukan tugas atau fungsi fisiologis seperti biasanya (Semangun, 1996). Fungsi-fungsi tersebut meliputi pembelahan, diferensiasi dan perkembangan sel yang normal, penyerapan air dan mineral dari tanah dan mentranslokasikannya keseluruh bagian tumbuhan, fotosintes ke tempat-tempat penggunaan dan penyimpanannya, metabolisme senyawa-senyawa yang disintesis, reproduksi dan penyediaan makanan reproduksi (Agrios, 1996).

Proses pertumbuhan tumbuhan seringkali dijumpai adanya gangguan penyakit baik pada benih yang akan digunakan sampai tumbuhan telah ada di lapangan. Penyakit dapat terjadi bila terjadi interaksi antara tumbuhan, lingkungan dan patogen. Tumbuhan yang rentan apabila terinfeksi oleh patogen yang virulen serta didukung oleh keadaan lingkungan yang lebih menguntungkan patogen maka akan terjadi penyakit. Lingkungan yang secara terus menerus menguntungkan bagi perkembangan patogen, maka dapat dipastikan akan terjadi serangan penyakit yang cukup parah di areal tersebut (Nurhayati, 2011).

Penyakit yang serius pada tumbuhan tertentu biasanya dimulai dari adanya bagian kecil tumbuhan yang terinfeksi dan menjadi sakit, kemudian menyebar dengan cepat, dan sukar disembuhkan setelah penyakit mulai berkembang. Pengendalian penyakit tumbuhan dapat dilakukan dengan menggunakan banyak cara dan caranya itu dikelompokkan menjadi cara undang-undang, biologis, fisik, dan kimia. Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan menggunakan organisme antagonis dan penggunaan bahan organik yang diberikan pada tanah. Organisme yang dapat digunakan sebagai pengendali hayati dapat berupa cendawan ataupun bakteri yang dapat terjadi melalui satu atau beberapa mekanisme seperti antibiosis, kompetisi, hiperparasit, induksi resistensi, dan memacu pertumbuhan tumbuhan (Cook dan Baker, 1974).

Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk menguji aktivitas cendawan antagonis terhadap cendawan patogen.

TELAAH PUSTAKA

Akhir dari suatu diagnosis penyakit tumbuhan adalah mengetahui cara-cara yang dapat diterapkan sebagai suatu upaya pengetahuan penyakit agar kerugian yang ditimbulkan dapat sekecil mungkin. Teknik pengendalian penyakit tumbuhan terdapat beberapa yang dapat diaplikasikan, namun untuk menerapkan berbagai teknik tersebut perlu diperhatikan berbagai faktor yang dapat mendukung usaha pengendalian yang akan dilakukan, sehingga keberhasilan upaya pengendalian dapat maksimal. Konsep pengendalian tumbuhan dikembangkan dua strategi utama yaitu dengan mengurangi jumlah inokulum awal dan mengurang laju infeksi. Usaha pengendalian hayati secara hayati terhadap penyakit tumbuhan sangatlah penting sebab dapat membatasi pertumbuhan patogen untuk jangka waktu yang lama, disamping itu juga tidak berbahaya bagi tanaman serta ekosistem (Nurhayati, 2011).

Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan berbagai cara yang pada dasarnya adalah pengelolaan segitiga penyakit, yaitu menekan populasi patogen serendah-rendahnya, membuat tumbuhan tahan terhadap serangan patogen, serta mengusahakan lingkungan agar menguntungkan bagi tumbuhan tetapi tidak menguntungkan bagi kehidupan patogen. Pengendalian penyakit umumnya dilakukan dengan menggunakan bahan kimia atau peptisida. Penggunaan bahan kimia yang terus menerus dampak memberikan dampak yang tidak baik terhadap lingkungan seperti resistensi patogen, pencemaran lingkungan dan matinya organisme non target. Teknik pengendalian lain yaitu dengan pengendalian hayati menggunakan atau memanfaatkan agen hayati bersifat antagonis seperti Trichoderma sp. (Novita, 2011).

Pengendalian secara hayati adalah penambahan suatu mikroflora antagonis buatan ke dalam lingkungan untuk mengendalikan patogen. Pengendalian hayati dapat didefinisikan sebagai upaya pengurangan kepadatan inokulum atau pengurangan kegiatan patogen atau parasit baik pada waktu aktif maupun dorman dengan menggunakan satu atau lebih organisme yang dilakukan secara alami atau melalui manipulasi lingkungan, inang atau antagonis atau melalui penambahan satu atau lebih antagonis. Pengendalian secara hayati bertujuan untuk mengurangi perkembangan penyakit melalui penurunan daya hidup patogen terhadap tumbuhan, menurunkan jumlah propagul yang diproduksi serta mengurangi penyebaran inokulum, mengurangi infeksi patogen pada tumbuhan serta mengurangi serangan yang berat oleh patogen (Nurhayati, 2011).

MATERI DAN METODE

Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu cawan petri, bunsen, penggaris, spidol dan jarum ose.

Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu media PDA, patogen (Fusarium Oxysporum), antagonis (Trichoderma harzianum).

Metode

Biarkan memadat

PDA + Chlorampenicol

PatogenAntagonis

4 cm

Jarak Patogen dan Antagonis

Inkubasi 4 x 24 jam

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 4. 1. Hasil Pengamatan Pengendalian Penyakit Tumbuhan dengan Uji Kultur Ganda

No

Pengamatan

Kelompok

1

2

3

4

1.

Nama Patogen

Fusarium oxysporum

Jarak ke antagonis

0,7 cm

0,9 cm

1,1 cm

1 cm

Jarak ke tepi cawan

1,1 cm

1,7 cm

1,5 cm

2,5 cm

2.

Nama Antagonis

Trichoderma harzianum

Jarak ke patogen

5,7 cm

6,8 cm

2,2 cm

6,5 cm

Jarak ke tepi cawan

3,2 cm

2,8 cm

2,8 cm

2,5 cm

A

2

1

A

P

P

Gambar 4. 1. Pertumbuhan Miselium Cendawan Antagonis dan Potagonis sebelum inkubasi

Gambar 4. 2. Pertumbuhan Miselium Cendawan Antagonis dan Potagonis sesudah inkubasi.

Pembahasan

Pengendaliaan penyakit tumbuhan pada umumnya dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia, namun saat ini penggunaan bahan kimia mulai dihindari karena berdampak negatif bagi lingkungan, oleh karena itu penggunaan peptisida nabati (biopestisida) mutlak diperlukan. Salah satu cara pengendalian penyakit yang ramah lingkungan dan berpotensi untuk dikembangkan adalah pengendalian hayati dengan menggunakan mikroba yang hidup disekitar akar tanaman sebagai agen biopestisida secara langsung maupun tidak langsung untuk mengontrol serangan penyakit terutama patogen tular tanah (Soenartiningsih, 2010). Pengendalian penyakit secara hayati adalah cara pengendalian penyebab penyakit atau pengurangan jumlah atau pengaruh patogen tersebut dengan mekanisme kehidupan organisme lain selain manusia (Nurhayati, 2011). Beberapa jenis mikroba yang sudah banyak diaplikasi sebagai bahan baku biofungisda adalah Trichoderma harzianum, Gliocladium sp. dan Aspergillus niger. Pengendalian hayati dengan menggunakan mikroorganisme merupakan pendekatan alternatif yang perlu dikembangkan karena bersifat aman dan ramah lingkungan (Soenartiningsih, 2010).

Praktikum pengendalian penyakit tumbuhan dilakukan dengan menggunakan uji kultur ganda, caranya dengan meletakkan organisme patogen dan antagonis dalam satu cawan petri dengan jarak yang diatur. Patogen antagonis yang digunakan pada saat praktikum adalah cendawan Trichoderma harzianum. Cendawan tersebut merupakan jenis cendawan non mikoriza yang dapat ditemukan hampir di semua macam tanah dan berbagai habitat. Trichoderma harzianum tumbuh sangat baik dan berlimpah di dalam tanah tanah dan sekitar perakaran yang sehat dan bermanfaat dengan menyerang patogen yang terdapat pada perakaran tersebut. Trichoderma harzianum berperan juga sebagai biodekomposer karena kemampuanya dalam memanfaatkan bahan organik di alam, terutama selulosa sebagai sumber karbon dan energi untuk kebutuhan hidupnya (Mukarlina et al., 2010)

Menurut Street (1980), Klasifikasi Trichoderma harzianum adalah sebagai berikut :

Kingdom: Fungi

Divisi: Amastigomycota

Class: Deutromycetes

Ordo: Moniliales

Famili: Moniliaceae

Genus: Trichoderma

Spesies: Trichoderma harzianum

Trichoderma harzianum merupakan cendawan yang tersebar luas di tanah dan mempunyai sifat mikoparasitik. Mikoparasitik adalah kemampuan untuk menjadi parasit bagi cendawan lain. Sifat inilah yang dimanfaatkan sebagai agen biokontrol terhadap jenis-jenis cendawan fitopatogen. Trichoderma harzianum menghasilkan enzim kitinase yang berfungsi sebagai pengendali penyakit tanaman. Kitinase merupakan enzimn ekstrakseluler yang dihasilkan oleh cendawan dan bakteri. Kitinase berperan penting dalam pemecahan kitin. Menurut Rubenna et al., (2013), Trichoderma harzianum adalah cendawan tanah berserabut yang dikenal sebagai agen biokontrol yang efektif untuk beberapa cendawan patogen tanaman. Trichoderma harzianum dapat mensekresi kompleks selulolitik, yang efisien untuk menghidrolisis substrat selulosa menjadi glukosa monomer. Trichoderma harzianum memiliki kegiatan selulotik yang tinggi sehingga berpotensi sebagai peran yang kuat dalam aplikasi hidrolisis biomassa.

Spesies Fusarium sp. adalah patogen tular tanah. Spesies ini sebagian besar merupakan cendawan saprofit yang umumnya terdapat di dalam tanah, tetapi ada juga yang bersifat parasit. Fusarium sp. yang menyebabkan penyakit pembuluh dikelompokkan ke dalam spesies Fusarium oxysporum. Cendawan Fusarium sp. memiliki tiga alat reproduksi, yaitu mikrokonidia (terdiri dari 1-2 sel), makrokonidia (3-5 septa) dan klamidospora (pembengkakan pada hifa). Makrokonidia berbentuk melengkung, panjang dengan ujung yang mengecil dan mempunyai satu atau tiga buah sekat. Mikrokonidia merupakan konidia bersel 1 atau 2, dan paling banyak dihasilkan di setiap lingkungan bahkan pada saat patogen berada dalam pembuluh inangnya. Makrokonidia mempunyai bentuk yang khas, melengkung seperti bulan sabit, terdiri dari 3-5 septa, dan biasanya dihasilkan pada permukaan tanaman yang terserang lanjut. Klamidospora memiliki dinding tebal, dihasilkan pada ujung miselium yang sudah tua atau didalam makrokonidia, terdiri dari 1-2 septa dan merupakan fase atau spora bertahan pada lingkungan yang kurang baik. Menurut Agrios (1996), miselium yang dihasilkan oleh cendawan Fusarium sp. awal mulanya berwarna putih keruh, kemudian menjadi kuning pucat, merah muda pucat sampai keunguan.

Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), bahwa cendawan penyebab layu Fusarium ini termasuk dalam forma-ordo Moniliales. Klasifikasinya adalah sebagai berikut:

Kingdom: Fungi

Divisi: Amastigomycota

Class : Deuteromycetes

Ordo: Moniliales

Famili: Moniliaceae

Genus: Fusarium

Spesies: Fusarium oxysporum

Cendawan Fusarium oxysporum menghasilkan tiga macam toksin yang menyerang pembuluh xylem yaitu: asam fusaric, asam dehydrofusaric, dan lycomarasmin. Toksin-toksin tersebut akan mengubah permeabilitas membran plasma dari sel tanaman inang sehingga mengakibatkan tanaman yang terinfeksi lebih cepat kehilangan air daripada tanaman yang sehat. Daur hidup Fusarium oxysporum mengalami 2 fase yaitu fase patogenesis dan saprogenesis. Fase patogenesis Fusarium oxysporum hidup sebagai cendawan parasit pada tumbuhan namun apabila tidak terdapat tumbuhan inang, maka Fusarium oxysporum akan hidup di dalam tanah sebagai saprofit pada sisa tumbuhan. Fase saprogenesesis Fusarium oxysporum dapat menjadi sumber inokulum yang menimbulkan penyakit pada tumbuhan lain (Alfizar et al., 2011).

Mekanisme pengendalian cendawan fitopatogenik dilakukan melalui interaksi hifa langsung. Konidia Trichoderma harzianum yang telah di introduksikan ke tanah, akan tumbuh kecambah konidia di sekitar perakaran tanaman. Mekanisme cendawan fitopatogen meliputi: mikoparasitik, antibiosis, kompetisi untuk menghasilkan nutrisi dan tempat, yang terakhir kemampuan menghancurkan dinding sel cendawan patogen, seperti enzim kitinase dan b-1-3-glukanase yang mengakibatkan hifa cendawan patogen akan rusak protoplasmanya dan cendawan akan mati (Harman, 2000). Menurut Achmad et al., (2010), mekanisme pengendalian hayati dapat terjadi dalam bentuk antibiosis, kompetisi, dan mikoparasitisme. Antibiosis adalah antagonisme yang diperantarai oleh metabolit spesifik atau non-spesifik, atau oleh agensia lisis, enzim, senyawa folatil, atau zat beracun (toksin) lainnya yang dihasilkan oleh mikroba. Kompetisi biasanya terjadi terhadap nutrisi dan ruang tumbuh atau faktor-faktor pertumbuhan penting tertentu lainnya. Interaski mikoparasitik secara umum dibedakan ke dalam 2 tipe, yaitu tipe biotrofik dan tipe nekrotrofik. Interaksi mikoparasitik yang banyak mempengaruhi struktur bertahan patogen tular tanah adalah tipe nekrotrofik (Achmad et al., 2013).

Penggunaan cendawan antagonis sebagai pengendali patogen merupakan salah satu alternatif yang dianggap aman dan dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan. Pengendalian hayati terhadap patogen dengan menggunakan mikroorganisme antagonis dalam tanah memiliki harapan yang baik karena tidak memberikan efek negatif terhadap lingkungan. Prinsip pengendalian secara hayati adalah tidak memusnahkan patogen tetapi menyebabkan patogen berada dalam keseimbangan biologi (Yulfida dan Rustam, 2003). Menurut Purdiantoro (1993), pengendalian secara hayati akan lebih menguntungkan karena dapat mengarahkan ke dalam keseimbangan kehidupan komponen penyusun ekosistem tanah.

Hasil dari Pengendalian Penyakit Tumbuhan dengan menggunakan uji kultur ganda didapatkan untuk kelompok 1 jarak patogen atau Fusarium oxysporum ke antagonis atau Trichoderma harzianum 0,7 cm sedangkan jarak patogen ke tepi cawan 1,1 cm. Jarak antagonis ke patogen 5,7 cm dan jarak antagonis ke tepi cawan 3,2 cm. Kelompok 2 jarak patogen ke antagonis 0,9 cm sedangkan jarak patogen ke tepi cawan 1,1 cm. Jarak antagonis ke patogen 6,8 cm dan jarak antagonis ke tepi cawan 2,8 cm. Kelompok 3 jarak patogen ke antagonis 1,1 cm sedangkan jarak patogen ke tepi cawan 1,5 cm. Jarak antagonis ke patogen 2,2 cm dan jarak antagonis ke tepi cawan 2,8 cm. Kelompok 4 jarak patogen ke antagonis 1 cm sedangkan jarak patogen ke tepi cawan 2,5 cm. Jarak antagonis ke patogen 6,5 cm dan jarak antagonis ke tepi cawan 2,5 cm.

Hasil untuk kelompok 1, 2 dan 4 menunjukkan bahwa miselium antagonis atau (Trichoderma harzianu) tumbuh sangat pesat memenuhi tepi cawan, sehingga menghambat pertumbuhan miselium patogen atau Fusarium oxysporum. Menurut Mukarlina et al., (2011), miselium Trichoderma harzianum dapat tumbuh dengan luas dibandingkan dengan miselium Fusarium oxysporum, karena Trichoderma harzianum memiliki kemampuan untuk menghasilkan asam organik tertentu yang tidak dapat dihasilkan oleh Fusarium oxysporum, selain itu Trichoderma harzianum memiliki kemampuan untuk menghasilkan metabolit sekunder berupa anti biotika yang bersifat menghambat perkecambahan spora cendawan Fusarium oxysporum. Hasil dari kelompok 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan miselium Trichoderma harzianum tidak dapat memenuhi sampai tepi cawan, sehingga tidak dapat menghambat pertumbuhan miselium patogen Fusarium oxysporum. Menurut Mukarlina et al., (2011), hal ini di duga adanya persaingan ruang tumbuh dan nutrisi. Persaingan akan terjadi ketika terdapat dua mikroorganisme atau lebih secara langsung membutuhkan nutrisi yang sama sehingga pertumbuhan miselium Trichoderma harzianum tidak dapat menghambat pertumbuhan miselium Fusarium oxysporum

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan yaitu hasil kelompok 1, 2 dan 4 pertumbuhan miselium antagonis (Trichoderma harzianum) dapat menghambat pertumbuhan miselium patogen (Fusarium oxysporum), hal ini karena Trichoderma harzianum memiliki kemampuan untuk menghasilkan asam organik tertentu yang tidak dapat dihasilkan oleh Fusarium oxysporum, selain itu Trichoderma harzianum memiliki kemampuan untuk menghasilkan metabolit sekunder berupa anti biotika yang bersifat menghambat perkecambahan spora cendawan Fusarium oxysporum, sedangkan hasil untuk kelompok 3 pertumbuhan miselium Trichoderma harzianum tidak dapat menghambat pertumbuhan miselium Fusarium oxysporum, hal ini disebabkan karena adanya persaingan untuk mendapatkan nutrisi dan ruang tumbuh.

Saran

Seharusnya pada saat pengamatan open laboratorium setiap praktikan di wajibkan untuk datang semua atau minimal ada 3 orang yang datang, karena ada kelompok yang praktikannya tidak ada yang datang, sehingga asistennya yang mengamati hasil praktikum praktikannya.

DAFTAR REFERENSI

Achmad, S. H., S. Harman, S. Harran, E. G. Said, B. Satiawiharja dan M. K. Kardin. 2010. Aktivitas Antagonis in Vitro Trichoderma harzianum dab Trichoderma pseudokoningii terhadap Patogen Lodoh Pinus merkusii. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 7(5): 233-240.

Agrios, G. N. 1996. Plant Pathology 3th ed. Academy Press: New York.

Alexopoulus, C. J. dan C. W. Wims. 1979. Introductory Mycology. John Wiley & Sons. New York, Page 191-205.

Alfizar, Marlina dan N. Hasanah. 2011. Upaya Pengendalian Penyakit Layu Fusarium oxysporum dengan Pemanfaatan Agen Hayati Cendawan FMA dan Trichoderma harzianum. J. Floratek, 6: 8-17.

R. J. Cook dan K. F. Baker. 1974. Biologycal Control of Plant Patogens. W. H. Frema.

Harman, G. E. 2000. Changes in Perceptions Derived from Research on Trichoderma harzianum T-22. Plant Disease. Publication No. D-2000-0208-01F.

Mukarlina, S. Khotimah dan R. Rianti. 2010. Uji Antagonis Trichoderma harzianum terhadap Fusarium spp. Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Cabai (Capsicum annum) Secara In Vitro. Jurnal Fitomedika, 7(2): 80-85.

Novita, T. 2011. Trichoderma sp. dalam Pengendalian Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Tomat. Biospesies, 4(2): 27-29.

Nurhayati. 2011. Penggunaan Cendawan dan Bakteri dalam Pengendalian Penyakit Tanaman Secara Hayati yang Ramah Lingkungan. Proseding Semirata Bidang Ilmu-ilmu Pertanian BKS-PTN Wilayah Barat. Usri. Sumsel.

Pudiantoro, F. X. 1993. Penggunaan Azolla pada Antagonis Trichoderma harzianum terhadap Rhizoctolani solani Penyebab Penyakit Rebah Kecambah Cabe Besar. Tesis Sarjana Pertanian UGM. UGM Press. Yogyakarta. 65 halm.

Rubenna, M., K. Neetha, S. Sajith, S. Sreedevi, P. Priji, K. N. Unii, M. K. S. Josh, V. N. Jisha, S. Pradeep dan S. Benjamin. 2013. Lignocellulolytic Activities of a Novel Strain of Trichoderma harzianum. Advances in Bioscience and Biotechnology, 4: 214-221.

Soenartiningsih. 2010. Efektivitas beberapa Cendawan Rhizoctonia Solani pada Jagung Secara In Vitro. Prosiding Pekan Serealia Nasional. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

Street, R. B. 1980. Diagnosis Penyakit Tanaman. Terjamahan Santoso, I. The University of Arizona Press. Tuscon-Arizons. USA. Hal 250.

Yulfida, A dan Rustam. 2003. Penggunaan Beberapa Cendawan Antagonis untuk Menekan Pertumbuhan Cendawan Sclerotium rolfsii Sacc. Penyebab Penyakit Rebah Kecambah Bibit Cabe. Pest Tropical Journal, 1(1): 18-25.