Upload
ran-van-patten
View
857
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IV
DESAIN PENGAJARAN
A. PENGERTIAN DESAIN
Desain, adalah sebuah istilah yang diambil dari kata design (Bahasa
Inggris) yang berarti perencanaan atau rancangan. Ada pula yang mengartikan
dengan “persiapan”.
Di dalam ilmu manajemen pendidikan atau ilmu administrasi pendidikan,
perencanaan disebut dengan istilah planning yaitu “persiapan menyusun suatu
keputusan berupa langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan
suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu”. Secara sederhana
ada sebagian ahli yang mengatakan bahwa perencanaan adalah pemikiran sebelum
pelaksanaan suatu tugas. Reigeluth (1983) mengibaratkan pengertian desain
dengan “cetak biru yang dirancang oleh arsitek” sedangkan
pembangunan/pengembangan sesuatu gedung haruslah sesuai/mengikuti cetak
biru tersebut.
Dengan demikian, desain atau perencanaan adalah suatu pemikiran atau
persiapan untuk melaksanakan suatu tugas/pekerjaan atau untuk mengambil suatu
keputusan terhadap apa yang akan dilaksanakan oleh seseorang untuk mencapai
tujuan tertentu sebagai yang telah ditetapkan dengan melalui prosedur atau
langkah-langkah yang sistematis dan memperhatikan prinsip-prinsip pelaksanaan
tugas/pekerjaan tersebut.
B. PENGERTIAN PENGAJARAN
Kebanyakan ahli pendidikan/pengajaran mengatakan bahwa pengajaran
adalah terjemahan dari instruction atau teaching. Tetapi, menurut Arif S.
Sadiman, ia kurang sependapat akan padanan yang demikian. Menurutnya hal itu
kurang tepat karena kurang mencerminkan padanan/terjemahan secara lebih pas.
1
Instruction mencakup semua events yang mungkin mempunyai pengaruh
langsung kepada proses belajar manusia dan bukan saja terbatas pada events
(peristiwa-peristiwa) yang dilakukan oleh guru/dosen/instruktur.
Instruction itu meliputi pula kejadian-kejadian yang diturunkan oleh bahan
cetakan, gambar, program televise, film, slide, kaset audio atau kombinasinya. Ini
pendapat Gagne dan Briggs (1979) yang dijadikan alasan oleh Arif S. Sadiman.
Dalam Association for Education Communication and Technology Corey
(1977) mengatakan; bahwa instruction itu sebagai sub-sub atau bagian dari
pendidikan, yang merupakan suatu proses dimana lingkungan seseorang dengan
sengaja dikelola agar memungkinkan orang tersebut dapat belajar melakukan hal
tertentu dalam kondisi tertentu atau memberikan respon terhadap situasi tertentu
pula.
Pengajaran hanyalah salah satu bentuk instruction. Dan, pengajaran sering
dikondisikan sebagai proses aktivitas belajar-mengajar di kelas pengajaran yang
tentunya bersifat formal. Kelas pengajaran, jangan hanya diartikan sebagai
terbatas oleh ruangan dengan ukuran tertentu yang permanen untuk
berlangsungnya belajar-mengajar. Pengertian kelas harus dikonotasikan sebagai
suatu sistem yang bukan saja berupa ruangan atau bagian dari bangunan sekolah.
Kelas merupakan tempat atau wadah berlangsungnya pengajaran (belajar-
mengajar) baik di dalam ruangan yang biasa dipakai, di laboratorium, lapangan,
dan sebagainya.
Adapun instruction tidaklah terbatas pada kelas-kelas formal, tetapi juga
kegiatan belajar yang sifatnya nonformal dan tidak menuntut (tidak harus) adanya
dosen/guru/instruktur secara fisik.
Titik perhatian dalam instruction adalah bagaimana mengelola lingkungan
agar terjadi tindak belajar pada seseorang (sejumlah orang) secara efektif dan
efisien. Karena itulah, padanan kata instruction yang lebih tepat adalah
pembelajaran. Fungsi pembelajaran itu bukan saja fungsi guru/dosen/instruktur
melainkan juga fungsi belajar lainnya.
2
Jadi, dapat dipahami bahwa menurut Arif S. Sadiman pengertian
instruction itu bukan saja bersifat formal di kelas atau di lingkungan sekolah, dan
bukan pula monopoli guru yang menjadi satu-satunya sumber belajar. Dengan
kata lain, pengertian instruction yang lebih tepat adalah “pembelajaran”. Fungsi
pemted saja.
Meskipun demikian, pengajaran bisa disebut instruction dan pengajaran
juga sebagai sub-set pendidikan.
Pengajaran, merupakan totalitas aktivitas belajar-mengajar yang diawali
dengan perencanaan dan diakhiri dengan evaluasi. Dari evaluasi ini diteruskan
dengan follow up.
Secara lebih jelas dapat dikatakan, pengajaran sebagai kegiatan yang
mencakup semua/meliputi, yang secara langsung dimaksudkan untuk mencapai
tujuan-tujuan khusus pengajaran (menentukan entry-behavior peserta didik,
menyusun rencana pelajaran, memberikan informasi, bertanya, menilai, dan
sebagainya).
C. PENGERTIAN DESAIN PENGAJARAN
Desain pengajaran adalah suatu pemikiran atau persiapan untuk
melaksanakan tugas mengajar/aktivitas pengajaran dengan menerapkan prinsip-
prinsip pengajaran serta melalui langkah-langkah pengajaran; perencanaan itu
sendiri, pelaksanaan dan penilaian, dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran
yang telah ditentukan. Ada pula yang memberikan batasan pengertian yang
berbeda, bahwa desain pengajaran sebagai pemikiran tentang penerapan prinsip-
prinsip umum pengajaran dalam rangka pelaksanaan tugas mengajar dalam suatu
interaksi pengajaran (interaksi guru-peserta didik) tertentu yang khusus, baik yang
berlangsung di dalam kelas maupun diluar kelas. Makin baik dipikirkan maka
makin baiklah persiapan pengajaran itu sehingga diharapkan semakin baik pula
dalam pelaksanaan pengajarannya.
Nurhida Amir Das dan Rocdhito berpendapat, bahwa membuat desain
instruksional (pengajaran) merupakan suatu proses analisis dari kebutuhan dan
tujuan belajar, pengembangan materi, kegiatan belajar mengajar, dan kegiatan 3
penilaian hasil belajar peserta didik, mencobakan merevisi semua kegiatan
mengajar dan penilaian peserta didik.
Dengan demikian, Guru adalah sebagai desainer/perancang pengajaran
sekaligus sebagai pengelola/pelaksana pengajaran. Maka, untuk dapat melakukan
tugasnya, baik sebagai desainer maupun sebagai pengelola/pelaksana pengajaran,
guru perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menyusun desain
pengajaran. Desain pengajaran merupakan alat yang dapat membantu guru dalam
melaksanakan kegiatan pengejaran secara efektif dan efisien. Meskipun demikian,
pengetahuan tentang cara menyusun desain pengajaran tidak secara otomatis
menjamin guru menjadi terampil dalam menyusun desain pengajaran. Hal
demikian memerlukan latihan dan kerja sama dengan guru lain (terutama sesama
guru yang mengajar mata pelajaran yang sama). Dengan mengkomunikasikan
desain pengajaran yang dibuat kepada guru lain diharapkan guru tersebut akan
memberikan feed back tentang desain pengajaran itu. Feed back itu dapat
digunakan untuk menyempurnakan (desain) pengajaran selanjutnya.
Desain pengajaran merupakan perencanaan yang sistematik dalam suatu
pengajaran yang akan dimanifestasikan bersama-sama (kepada) peserta didik.
Dalam rangka ini, ada baiknya jika guru terlebih dahulu memiliki proses berpikir
dalam dirinya; apa yang akan diajarkan dan materi apa yang diperlukan untuk
mencapai hasil belajar yang diinginkan, bagaimana cara mengajarkan serta
prosedur pencapaiannya, dan bagaimana guru menilai (untuk mengetahui) apakah
tujuan sudah dicapai atau apakah materi sudah dikuasai oleh peserta didik.
Untuk membantu proses berpikir guru mengenai hal tersebut, James M.
Cooper (1977) dalam The Teacher as a Decision Maker mengatakan bahwa guru
hendaknya memiliki 4 kompetensi.
1. Memiliki pengetahuan tentang “belajar dan tingkah laku” manusia (peserta
didik) serta mampu menerjemahkan teori itu ke dalam situasi yang riil.
2. Memiliki sikap yang tepat terhadap diri sendiri, sekolah, peserta didik, teman
sejawat, dan mata pelajaran yang dibina.
3. Menguasai mata pelajaran yang akan diajarkan.
4
4. Memiliki keterampilan teknis dalam mengajar, antara lain: keterampilan
merencanakan pelajaran, bertanya, menilai pencapaian peserta didik,
menggunakan strategi mengajar, mengelola kelas, dan memotivasi peserta
didik.
Untuk menyusun desain pengajaran yang baik, ada baiknya diperhatikan
delapan prinsip di bawah ini.
1. Tujuan dan sumber yang ada harus jelas sebelum desain itu disusun.
2. Masing-masing komponen dalam desain pengajaran harus saling membantu,
saling berhubungan, dan saling bergantungan dalam rangka mencapai tujuan.
3. Proses yang ditempuh memungkinkan untuk melakukan koreksi terhadap
kemajuan.
4. Proses desain bersifat berulang-ulang dan saling berinteraksi.
5. Desain pengajaran harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat sejalan
dengan kegiatan lainnya (mata pelajaran/fasilitas).
6. Tidak satupun komponen atau prosedur dapat berubah tanpa menimbulkan
pengaruh terhadap komponen atau prosedur lainnya.
7. Koordinasikan kebutuhan lainnya, seperti tenaga, biaya, waktu, fasilitas,
peralatan untuk melaksanakan desain pengajaran tersebut.
8. Nilailah hasil belajar peserta didik berdasarkan tujuan, hasilnya digunakan
untuk merevisi dan menilai setiap fase dari rencana yang memerlukan
penyempurnaan.
Seorang guru hendaknya dapat melihat dan menggunakan 8 prinsip umum
tersebut di dalam situasi yang khusus dan sebaliknya melihat hal-hal yang khusus
di dalam situasi yang umum. Dengan mengadakan persiapan atau perencanaan
yang baik maka guru akan tumbuh menjadi seorang yang ahli di dalam bidang
pekerjaannya. Tentu, persiapan atau perencanaan yang baik itu harus didukung
oleh pemilikan 4 kemampuan dasar atau 4 kompetensi seperti yang dikemukakan
Cooper diatas.
Bagi sementara orang ada yang berpandangan bahwa, untuk pekerjaan
mengajar (mengelola pengajaran) tidak perlu dibuat desain atau persiapan terlebih
dahulu, dengan dalih bahwa ada kemungkinan tidak menghadapi hal-hal baru tak 5
tertunda/sebelumnya dan menyebabkan jalan pengajaran (suatu susunan dari
beberapa bagian dari suatu bahan pelajaran yang merupakan satu kesatuan yang
saling berkaitan) menjadi kaku dan/atau kikuk. Alasan itu sungguh tidak rasional.
Sebab justru untuk menghadapi hal-hal dan situasi yang tak terduga itulah
dibutuhkan suatu desain atau persiapan yang lengkap dan cermat serta matang
sehingga hal-hal yang tidak terduga itupun telah bisa diperhitungkan pula.
Setiap desain yang baik merupakan suatu proses pertumbuhan. Pada
awalnya lahir suatu konsep yang umum sebagai pegangan samar-samar (sumir),
lama kelamaan berkat pemikiran yang matang maka konsep itu bertambah jelas
dan terinci. Setiap desain barulah terbuka bagi kemungkinan-kemungkinan lain
sehingga bisa ditempuh jalan atau cara-cara baru.
Sebuah desain pengajaran yang baik haruslah bersifat fleksibel,
maksudnya bisa dirubah apabila situasi ataupun kondisi pengajaran memerlukan
perubahan, serta memberikan peluang untuk hal-hal yang tidak terduga selama
perubahan-perubahan itu tidak bersifat mendasar dan total.
Desain pengajaran yang baik harus pula berangkat dari keputusan proses
berpikir sebagai disebutkan diatas, yang pada dasarnya berkisar pada upaya
pencapaian tujuan pengajaran yang meliputi; materi yang harus dikuasai peserta
didik untuk memenuhi pencapaian tujuan, bagaimana upaya guru agar materi itu
sampai dan dikuasai (bukan saja dimengerti dan dipahami) oleh peserta didik, dan
bagaimana hasil capaian materi dan tujuan dapat diketahui.
Oleh sebab penyusunan desain pengajaran serta implementasinya tidak
sederhana, tidak hanya seperti pekerjaan tukang bakso. Maka seharusnya 4
kompetensi pokok diatas benar-benar dimiliki dan dikuasai oleh setiap guru yang
menghendaki tugas/pekerjaannya sukses dengan baik.
Desain pengajaran berbeda dengan pengembangan pengajaran. Desain
pengajaran dan pengembangan pengajaran adalah dua kegiatan yang berlainan
tetapi setaraf. Desain dilaksanakan atau disusun lebih dahulu baru kemudian
sebagai manifestasi dan implementasi desain itu disebutlah pengembangan
pengajaran. Kalau desain sebagai “cetak biru” maka pengembangan itu sebagai
kegiatan membangun. Desain sebagai “rancang” pengembangan sebagai 6
“bangun”. Jadi, desain dan pengembangan disebut “rancang-bangun”. Dengan
kata lain, desain pengajaran itu bersifat konsepsional sedang pengembangan
pengajaran itu bersifat operasional; operasionalisasi dari konsep yang telah
diputuskan-ditentukan. Perbedaan desain pengajaran dan pengembangan
pengajaran adalah dalam segi waktu dan segi bentuk aktivitasnya. Jika desain atau
persiapan itu hanya guru yang mengerjakannya, sedang dalam pengembangan
selain guru juga melibatkan peserta didik. Bahkan dalam pengembangan
pengajaran yang baik keterlibatan peserta didik dituntut lebih aktif dan lebih
banyak, sebab peserta didik itu sendirilah yang diharapkan dapat mencapai tujuan
pengajaran dan menguasai bahan pengajaran, sedangkan peranan guru pada
hakikatnya hanya sebagai “peran pembantu” dimana pemegang “peran utama”
adalah peserta didik
Desain pengajaran merupakan gambaran sejumlah harapan atau keinginan
terhadap suatu tujuan pengajaran yang diharapkan. Adapun pengembangan
pengajaran adalah sebagai realitas, realisasi harapan. Desain sebagai cita-cita atau
das solen, sedang pengembangan lebih mengarah pada das sein.
Tetapi, desain pengajaran itu dapat juga dikatakan sebagai bagian dari
pengembangan pengajaran, sekaligus desain itu sebagai kegiatan awal dari
pengembangan, karena pengembangan pengajaran itu pada hakikatnya ada 3
langkah pokok: perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang diteruskan dengan
feed back/follow up. Ketiganya itu menunjuk sebagai satu kesatuan (sistem) yang
utuh dan terpadu.
D. POLA PENGAJARAN
Sebelum memahami lebih jauh mengenai desain pengajaran secara lebih
rinci dan detail, sebaiknya dipahami lebih dahulu pola pengajaran yang akan
digunakan untuk menjabarkan desain suatu pengajaran.
Banyak ragam pola pengajaran yang dikemukakan oleh para ahli, banyak
pula perbedaan variasi dan stressing (penekanan) dari suatu pola pengajaran oleh
masing-masing ahli.
7
Glasser (1962) menawarkan sebuah pola dasar mengajar yang oleh Dr.
Engkoswara disebut sebagai Pola Dasar Mengajar Tradisional (Pola Dasar
Pokok);
Pola tersebut terdapat 4 komponen pokok yaitu:
- IO (Instruction Objektives) atau Tujuan Pengajaran.
- EB (Entering/Entry Behavior) atau Pengenalan Kemampuan Awal Peserta
Didik.
- IP (Instructional Procedures) atau Proses Mengajar/Pengajaran itu sendiri
- PA (Performance Assessment) atau Penilaian terhadap capaian tujuan
pengajaran.
Dalam perkembangan selanjutnya pola Glasser tersebut
dirubah/dikembangkan sebagai berikut.
John Carrol (1965) menggambarkan sebuah pola yang berbeda dengan
Glasser, Carrol mempunyai sebuah pola School Learning atau pola belajar
sekolah, yang terdiri dari 5 komponen; 3 komponen berkaitan dengan perilaku
peserta didik dan 2 komponen lainnya berkaitan dengan prosedur pengajaran.
Selanjutnya dapat disimak gambar berikut.
8
IO EB IP PA
1 2 3 4
IO EB IP PA
Feed Back
Dalam keadaan/perilaku awal peserta didik meliputi kemampuan,
ketabahan, dan kesanggupan atau kesungguhan untuk mencapai dan memperkaya
pengajaran.
Kemudian dalam prosedur pengajaran, mencakup kesempatan atau waktu
yang dituntut/diperlukan untuk mempelajari/belajar dalam situasi pengajaran yang
telah ditentukan dan yang kedua adalah kualitas pengajaran, maksudnya suatu
tingkat pengorganisasian yang memudahkan peserta didik untuk mengikuti
pelajaran, ini banyak dipengaruhi oleh bahasa pengantar/bahasa komunikasi
dalam pengajaran, alat peraga, dan metode.
Pola pengajaran lainnya adalah dari Jerold Kemp (1977) yang
dikemukakan dalam Instructional Design: A Plan for Unit and Course
Development, sebagai berikut.
Pola pengajaran lainnya adalah dari Jerold Kemp (1977) yang
dikemukakan dalam Instructional Design: A Plan for Unit and Course
Development, sebagai berikut.
9
Keadaan peserta didik
sebelum proses
pengajaran
Kemampuan peserta didikKetabahan belajarKesanggupan menerima dan memperkaya
Prosedur Pengajaran
Kesempatan untuk mempelajari
Kualitas pengajaran
Oleh Kemp gambar tersebut berjudul Instructional Design Plan atau
Rancangan Desain Pembelajaran (pengajaran).
Pola itu dapat digunakan pada level SD sampai dengan perguruan tinggi.
Dan menurut pola Kemp itu pada dasarnya ia dibuat untuk menjawab pertanyaan
mengenai 3 keputusan proses berpikir yaitu: apa yang harus dipelajari (tujuan),
prosedur dan sumber apa yang sebaiknya ada supaya tercapai tingkat belajar yang
dikehendaki (aktivitas dan sumber), dan bagaimana mengetahui bahwa belajar
telah berlangsung (evaluasi).
10
Revise
Goal, Topics, and General
Purppose
PreAssessment
Learning
ObjectivesS
uppo
rt
Ser
vice
c
Evaluation
Learner Characteristic
Subject Content
Teaching LearningActivitiesResources
Dalam pola Kemp itu ditentukan 8 prosedur yang saling berkaitan dan
berproses secara fleksibel (dapat dimulai dari mana pun bahkan arahnya pun dapat
bergantian.
1. Perumusan tujuan umum, penjabaran topik-topik dibarengi dengan
rumusan tujuan umum pengajaran untuk setiap topik.
2. Identifikasi ciri-ciri yang penting dari pelajaran untuk siap
mengikuti/terlibat dalam pengajaran. Istilah lainnya entry behavior.
3. Perumusan tujuan belajar atau tujuan khusus pengajaran.
4. Kumpulan isi atau bahan pelajaran yang diperlukan untuk mencapai
tujuan.
5. Penjajakan awal latar belakang dan kemampuan pelajar yang berkaitan
dengan topik yang telah ditentukan. Istilah lainnya adalah pre test.
6. Pemilihan aktivitas pengajaran (belajar-mengajar) dan sumber pengajaran
yang sesuai materi
7. Koordinasikan layanan penunjang seperti: biaya, waktu, alat, fasilitas,
rancangan dan jadwal, serta metode.
8. Evaluasi penguasaan tujuan (post test), revisi, dan penilaian kembali atas
setiap langkah dalam desain untuk disempurnakan bagi kegunaan/masukan
selanjutnya.
Pola Jerrold Kemp (1974) diatas dalam kejelasannya dapat terlihat pada
gambar 78.
11
Dari pola aslinya, pola Gelder yang sudah di kembangkan itu
terdapat tambahan-tambahan tindakan monitoring/kontrol,
pengelompokan peserta didik dan guru serta tindakan koreksi.
12
Topik dan Tujuan Umum
Karakteristik Peserta Didik
Evaluasi/Post Test
Pre Test
Rumusan Tujuan-Tujuan Khusus Pengajaran
Mengajar/Belajar
Aktivitas dan sumber
Belajar
Isi/Materi Pelajaran
Layanan Penunjang
Pengajaran
Kemudian, V. Gelder membuat polayang lain sebagai berikut.
Sedangkan komponen yang diperlukan adalah komponen prosedur
pengajaran dari pola pokok, yaitu diperluas menjadi :
─ bahan pelajaran
─ bentuk-bentuk kerja didaktis
─ kegiatan-kegiatan belajar
─ pengelompokan peserta didik dan guru
─ alat-alat pengajaran
─ didukung tindakan monitoring/kontrol
─ tindakan koreksi
13
Tujuan
Pengajaran
Analisis Situasi
Alat dan
Metode
Materi
Pelajaran
Kegiatan
Peserta
Kegiatan
Guru
Evaluasi
1) Pola Gelaser adalah pola yang paling sederhana dan konvensional.
4 komponen pokok yang di majukan dalam pola itu :
- tujuan khusus pengajaran
- entry behavior atau/keadaan awal peserta didik
- proses pelaksanaan pengajaranitu sendiri
- penilaian hasil pengajaran
2) Pola John carrol dikategorikan menjadi 2 ; keadaan peserta didik pra-
pelaksanaan pengajaran, menyangkut:
- kesiapan belajar dan kemampuan awal
- kemauan belajar entry behavior
- kesedian penerimaan pengajaran/aktif
3) pola jerrold E. Kemp,menunjukan suatu pola yang kompleks tetepi
tampak sistematis dan lengkap .kemp langsung menyebut polanya
dengan istilah desain instruksional (pengajaran). Kemp
menyarankan seyogiannya untuk menyusun dan melaksanakan
pengajaran dimulai lebih dahulu dari topik-topik tertentu, meningkat
ke unit baru kemudian ke mata pelajaran keseluruhan.
Terdapat 8 kelompok pokok yang harus disusun dalam desain
pengajaran dalam pola kemp, baik yang lingkaran maupun yang
hierarkis;
- Tujuan umum pengajan dan topik-topik/pokok bahasan
- Pengenalan guru terhadap karakteristik peserta didik atau entry
bahavior.
- Tujuan khusus pengajaran
- Pre test/penjajakan awal terhadap materi yang akan diajarkan
- Penentuanga komponen-komponen panjang, alat, metode,
fasilitas, dan sebagainya.
- Evaluasi formatif/post test setelah topik selesai, serta penilaian
komponen-komponen pengajaran yang terkait14
Selain pola-pola pengajaran yang di jelaskan di atas, masih ada
pola lain yang berbeda-beda bentuk. Dibawah ini disajikan pola lain
yang lebih mudah dipahami.
1) Pola Dasar Mengajar Umum dari Dr.Engkoswara
E4 E5 EX
Kurikulum
TP
EI E2 E3
Gambar ini menunjukan pola dalam suatu peristiwa pengajaran.
Peristiwa ini dilahirkan dari kurikulum guna mencapai tujuan
pendidikan (TP) baik secara kelembagaan maupun lebih jauh dari itu.
Maksudnya, sejauh mana peristiwa pengajaran pada suatu waktu,
mempunyai pengaruh/nilai terhadap tujuan pendidikan secara
menyeluruh.
Komponen-komponen dalam pola tersebut adalah:
- Tujuan instruksional/pengajaran TI
- Pengenalan siawa (peserta didik) sebelum pengajaran (PS) atau
entry behavior
- Prosedur pengajaran (PP) yaitu pelaksanaan pengajaran
- Penilaian (P) terhadap peristiwa pengajaran. Penilaian ini dapat
diarahkan pada TI, PS, PP, P, TP, Kurikulum bahakan factor-
faktor situasi pada saat yang sangat fleksibel (Environment atau
Eǐ s/d Ex)
15
TI PS PP P
POLA KONSEPSIONAL (PPSI)
2) Pola PPSI dan MSP
Pola PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksionsl) dan
MSP ini dikembangkan oleh Badan Pengeembangan Pendidikan (BPP)
Depdikbud sejak tahun 1972.
POLA OPERASIONAL (MODEL SATUAN PELAJARAN)
Bidang Studi/Mata Pelajaran :……………………………..
Sub Bidang Studi (jika ada) :……………………………..
Pokok Bahasan :……………………………..
Sub Pokok Bahasan (jika ada) :……………………………
Kelas :……………………………
Semester :…………………………….
Waktu/Jam Pertemuan :…………………………….
16
Perumusan Tujuan
Pengembangan Alat Evaluasi
Kegiatan Belajar
Perencanaan Program
kegiatan
● Pelaksanaan
- Pre test
- Program
Feed back
Pola PPSI memang muncul berangkai dengan MSP, keduanya
merupakan satu kesatuan. PPSI sebagai pola konsepsional sedang MSP
sebagai pola teknis operasional. Kedua pola ini tampak hanya terbatas
untuk sistem pengajaran pada suatu topic/pokok pelajaran tertentu, ini
dimaksudkan bagi tugas mengajar guru sehari-hari di kelas, sehingga
diharapkan guru dapat mengatasi persoalan-persoalan dalam mengajarkan
suatu topic (pokok bahasan), khususnya mengenai:
- tujuan yang ingin dicapai
- materi apa yang sesuai untuk pencapaian tujuan
- metode/alat dan sumber mana yang diperlukan
- bagai mana prosedur evaluasinya.
17
TUP
TKP
Materi Pelajaran
Kegiatan Pengajaran (Belajar Mengajar)
Metode Mengajar
Alat/Sumber (Bahan)
Evaluasi
Ada pun MSP (Model Satuan Pelajaran) merupakan bentuk
operasional atau penuangan atau rumusan dari apa yang dikehendaki dalam
konssep PPSI. Jadi MSP sebagai bentuk konkretnya.
Dalam pada itu, sejak lahir dan digencarkannya stretegi CBSA (Cara
Belajar Siswa Aktif) dengan pendekatan keterampilan proses, pola desain
pengajaran PPSI dan MSP mengalami perkembangan dan variasi lain, yaitu
sebagai berikut:
- Pola Perencanaan Pengajaran
- CBSA – Keterampilan Proses
TUP
18
Keterampilan
Yang Diharapkan
TKP Penilaian
Sikap yang Dinilai
(dengan Lembaran Kerja/ Tugas)
Pendekatan
Dan Metode
Alat dan Bahan
Teknik Pelaksanaan
Sumber Pengajaran/Bacaan
Bidang Studi :…………………………………
Sub Bidang Studi :…………………………………
Pokok Bahasan :…………………………………
Pengetahuan Dasar :…………………………………
Kelas/cawu/Dasar :…………………………………
Waktu :…………………………………
3) Pola Sistem Instruksional yang Dikemukakan Oleh Arif S.Sadiman
Pola sistem instruksional (pengajaran yang dikemukakan Oleh
Arif S. Sadiman), yang terdiri dari 4 pola instruksional tetapi diringkas
dalam satu pola, memungkin untuk digunakan dan dipilih sesuai
kebutuhan dan kecendrungan sekolah.
(1)
(2) (3) (4)
19
Kurikulum
Guru
Media
Guru
Kelas
Guru
Kelas
Guru
Kelas
Alat
Peraga
Alat
Peraja
Siswa
Guru
Media
E. KOMPONEN-KOMPONEN DESAIN PENGAJARAN
Dari berbagai ragam pola pengajaran yang dijelaskan di muka
dapat dipahami bahwa, untuk menyusun suatu desain pengajaran
terhadap banyak komponen pengajaran yang harus diperhatikan oleh
seorang guru dalam tugasnyasebagai desainer pengajaran.
Maka setiap desainer harus memahami konsep pengajaran sebagai
sistem beserta komponen-komponennya harus didalami betul-betul,
sehingga diperlukan suatu kempuan, kecermatan, dan kesungguhan
dalam rangka tugas itu.
20