Upload
tranbao
View
220
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
PENGETAHUAN LIFE GUARD TENTANG BANTUAN HIDUP
DASAR PADA WISATAWAN TENGGELAM DI PANTAI
KLAYAR, PACITAN
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
Oleh :
Egar Rahardiantomo
NIM.ST14019
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
PENGETAHUAN LIFE GUARD TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR
PADA WISATAWAN TENGGELAM DI PANTAI KLAYAR, PACITAN
Oleh :
Egar Rahardiantomo
NIM. ST14019
Telah dipertahankan di depan penguji pada tanggal 07 Maret 2016 dan dinyatakan
telah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan
Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,
Anita istiningtyas, S.Kep.,Ns.,M.Kes. Sunardi, SKM., M.Kes.
NIK. 2010087055 NIP. 19730128199503 1 001
Penguji,
Galih Priambodo.,S.Kep.,Ns.,M.Kep.
NIK. 201587142
Surakarta, 25 Februari 2016
Ketua Program Studi S-1 Keperawatan,
Ns. Atiek Murharyati., M.Kep.
NIK. 200680021
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Egar Rahardiantomo
NIM : ST14 019
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada
Surakarta maupun di perguruan tinggi lain.
2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji.
3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi ini
Surakarta, Januari 2016
Yang membuat pernyataan,
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi
dengan Judul “Pegetahuan Life Guard Tentang Bantuan Hidup Dasar Pada
Wisatawan Tenggelam Di Pantai Klayar, Pacitan”.
Dalam penyusunan Skipsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat :
1. Ns. Wahyu Rima Agustin M.Kep, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta.
2. Ns. Atiek Murhayati, M.kep, selaku Ketua Program Studi S-1
Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Antia Istiningtyas, M.Kep, selaku pembimbing I yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan - masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta menfasilitasi demi sempurnanya
skripsi ini.
4. Sunardi, SKM, M.Kes, selaku pembimbing II yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan - masukan, inspirasi, perasaan
nyaman dalam bimbingan serta menfasilitasi demi sempurnanya skripsi ini
5. Kedua orang tua saya, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan
semangat baik moral, material dan spiritual untuk menyelesaikan
pendidikan.
6. Teman-teman mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan Stikes Kusuma
Husada Surakarta, khususnya kelompok 6 dan berbagai pihak yang tidak
dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungan moril,
materiil dan spiritual.
7. Informan penelitian yang sudah bersedia membantu dan meluangkan
waktunya.
v
Semoga skripsi ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan
kesehatan, Amin.
Surakarta, Januari 2016
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... x
ABSTRAK ………………………………………………………………… xi
ABSTRACT ………………………………………………………………. xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................. 1
1.2 Rumusam Masalah ........................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................ 6
BAB II LANDASAN TEORI
2.1.1 Pengetahuan ...................................................................... 7
2.1.2 Bantuan Hidup Dasar ....................................................... 15
2.1.3 Tenggelam ........................................................................ 23
2.1.4 Wisatawan ......................................................................... 26
2.1.5 Life guard ......................................................................... 27
2.1.6 keaslian penelitian ............................................................ 28
2.1.7 kerangka teori ................................................................... 30
2.1.8 Fokus Penelitian ................................................................ 31
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian ............................................... 32
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................ 32
3.3 Populasi dan Sampel.......................................................... 32
vii
3.4 Instrumen Penelitian .......................................................... 33
3.5 Tehnik Pengumpulan Data ................................................ 34
3.6 Analisa Data ...................................................................... 35
3.7 Keabsahan Data ................................................................. 36
3.7 Etika Penelitian .................................................................. 38
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Informan ...................................................... 41
4.2 Hasil penelitian .................................................................. 42
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Definisi BHD ..................................................................... 52
5.2 Tujuan BHD ...................................................................... 52
5.3 Prosedur BHD .................................................................... 53
5.4 Evaluasi BHD .................................................................... 56
5.5 Hambatan BHD ................................................................. 57
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ........................................................................ 59
6.2 Saran .................................................................................. 59
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman
2.1 Keaslian Penelitian 29
2.2 Kerangka Berpikir 30
3.1 Fokus Penelitian 31
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Gambar Halaman
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Keterangan
Lampiran 1 F.01 Usulan topic penelitian
Lampiran 2 F.02 Pernyataan Pengajuan Judul
Lampiran 3 F.04 Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 4 F.05 Lembar oponent
Lampiran 5 F.06 Lembar audience
Lampiran 6 F.07 Pengajuan ijin penelitian
Lmapiran 7 analisia data
Lampiran 8 pedoman wawancara
Lampiran 9 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 10 Balasan Ijin Pennelitian
Lampiran 11 hasil wawancara informan
Lampiran 12 Lembar Konsultasi
Lampiran 13 Dokumentasi
xi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
Egar Rahardiantomo
Pegetahuan Life Guard Tentang Bantuan Hidup Dasar Pada Wisatawan Tenggelam
Di Pantai Klayar, Pacitan
Abstrak
Hampir 90% kejadian tenggelam di Indonesia tidak mendapat pertolongan secara
cepat dari penjaga pantai. Hal ini banyak disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
kurangnya tingkat pengetahuan life guard terhadap pertologan pertama pada korban
tenggelam, kurangnya sosialisasi tentang manfaat pertolongan pertama pada korban
tenggelam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan life guard tentang
bantuan hidup dasar pada wisatawan tenggelam di pantai Klayar Pacitan.
Penelitian kualitatif ini menggunakan analisa Colaizzi karena dalam penelitian ini
menggunakan metode fenomenologis deskriptif. Penelitian ini menggunakan desain
penelitian fenomenologi karena menjelaskan pengetahuan tentang pentingnya BHD bagi
para life guard untuk wisatawan tenggelam. Jumlah informan dalam penelitaian ini tiga
orang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa definisi BHD merupakan tindakan
penyelamatan yang diberikan kepada korban tenggelam yang mengalami henti jantung
sebelum mendapatkan pertologan. Tujuan BHD menyelamatkan korban tenggelam.
Prosedur BHD melakukan evakuasi korban ke tepi pantai, kemudian melakukan airway,
breathing, dan circuation. Evaluasi tindakan BHD ialah memposisikan korban pada
posisi recovery kemudian merujuk ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk
penaganan lebih lanjut. Hambatan pelaksanaan BHD berupa keadaan laut, keadaan
geografis serta sarana yang kurang atau tidak memadahi.
Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan lifguard sesuai, dan
yang evaluasi BHD belum sepenuhnya sesuai degan teori.
Kata kunci : Pengetahuan, Lifeguard, Bantuan Hidup Dasar, Tenggelam
Daftar Pustaka : 28 ( 2006-2012 )
xii
BACHELOR OF NURSING PROGRAM
SCHOOL OF HEALTH SEINCES OF KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
Egar Rahardiantomo
Pengetahuan Life Guard Tentang Bantuan Hidup Dasar Pada
Wisatawan Tenggelam Di Pantai Klayar, Pacitan
Abstract
Almost 90% incidences of drowning in Indonesia do not get a help quickly
from the beach life guard. This is often caused by several factors, such as the lack
knowledges of the first aid in handling the drowning victims by the life guard, and
the lack guidances of the benefits of the first aid to the victims drowned. This study
aims to determine the knowledge life guard on basic life support or help on tourists
drowning in Klayar Beach, Pacitan.
This qualitative study uses analysis Colaizzi because in this study using a
descriptive phenomenological method. This study uses a phenomenological research
design because it describes the knowledge about the importance of BHD for the life
guard for tourists drowned. The number of informants in this research is three people.
The results show that BHD definition of an act of salvation given to the
drowning victim who suffered cardiac arrest before getting help. The aim of BHD is
to save drowning victims. The procedures of BHD are first, evacuate the victim to
the beach, then do the airway, breathing, and circulation. The evaluation of BHD
action is positioned the victim in recovery position and then accompany them to the
clinic or the nearest hospital for further treatment. The lacks of BHD action are sea
conditions, geographic and the less facilities.
The conclucion of the study shows that knowledge of life guard is
appropriate, and the evaluation of BHD is not fully in accordance with the theory.
Key word : knowledge, life guard, basic life help, drowning
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Wisatawan adalah semua orang yanng melakukan perjalanan menuju
suatu tempat untuk wisata, dan bukan bertujuan untuk menetap dan mencari
nafkah. Pariwisata yang paling diminati oleh wisatawan biasanya
berkunjung ke daerah pantai. Wisatawan bisa melakukan berbagai aktifitas
di pantai, misalnya berenang atau sekedar bermain dengan ombak
(Murdiyastomo, 2010). Wisatawan yang bermain di pantai mempunyai
resiko tenggelam yang disebabkan oleh banyak hal, antara lain menurut
resiko tenggelam biasanya wisatawan tidak mematuhi peringatan yang
berada di sekitar pantai, dan berenang terlalu jauh dari bibir pantai.
(djulfikar, 2011)
Diseluruh dunia, kasus tenggelam adalah kasus kematian terbanyak
nomor 2 dan nomor 3 yang menimpa anak-anak dan remaja. Pada umumnya
kasus tenggelam ini sering terjadi di negara-negara yang beriklim panas dan
beriklim tropis. Tenggelam merupakan salah satu kecelakaan yang dapat
berujung pada kematian jika terlambat mendapat pertolongan. (Soegondo,
2010).
Tenggelam adalah suatu peristiwa dimana terbenamnya seluruh atau
sebagian tubuh ke dalam cairan. Pada umumnya tenggelam merupakan
2
kasus kecelakaan, baik secara langsung maupun karena ada faktor-faktor
tertentu seperti korban dalam keadaan mabuk atau dibawah pengaruh obat,
bahkan bisa saja dikarenakan akibat dari suatu peristiwa pembunuhan
(Idries, 2011).
Badan Kesehatan Dunia (WHO), mencatat tahun 2011 di seluruh dunia
ada 400.000 kejadian tidak sengaja. Artinya, angka ini menempati urutan
kedua setelah kecelakaan lalu lintas. Bahkan Global Burden of Disease
(GBD) menyatakan bahwa angka tersebut sebenarnya lebih kecil dibanding
seluruh kematian akibat tenggelam yang disebabkan oleh banjir, kecelakaan
angkutan air dan bencana lainnya. Ditaksir selama tahun 2011, 10 persen
kematian di seluruh dunia adalah akibat kecelakaan, dan 8 persen akibat
tenggelam tidak sengaja (unintentional) yang sebagian besar terjadi di
negara-negara berkembang (Soegondo, 2010).
Setiap tahun, sekitar 150.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia
akibat tenggelam, dengan kejadian tahunan mungkin lebih dekat ke 500.000.
beberapa negara terdapat di dunia gagal untuk melaporkan insiden hampir
tenggelam. Ini, menyatakan bahwa banyak kasus tidak pernah dibawa ke
perhatian medis, kejadian di seluruh dunia membuat pendekatan akurat yang
hampir mustahil (Shepherd, 2010).
Hampir 90% kejadian tenggelam di Indonesia tidak mendapat
pertologan secara cepat dari penjaga pantai. Ini banyak disebabkan oleh
beberapa faktor, misalnya kurangnya tingat pegetahun life guard terhadap
pertologan pertama pada korban tenggelam, kurangnya sosialisasi tentang
3
manfaat pertologan pertama pada korban tenggelam. Padahal kita ketahui
bahwa pertologan cepat BHD (bantuan hidup dasar) pada korban
kemungkinan selamat berkurang 3-4% tiap menit. Tindakan BHD yang
cepat dan tepat akan memperbesar kemungkinan korban selamat (MER-C,
2014).
Pulau Jawa kejadian tenggelam juga banyak terjadi. Lima tahun terakir
terdapat kurang lebih 50 wisatawan tenggelam di bagian Pulau Jawa. Seperti
yang kita tahu, perairan pantai selatan yang mempunyai ombak cukup besar
dan merupakan salah satu tempat wisata laut yang banyak sekali memakan
korban. Ini banyak dipengaruhi oleh kurangnya kontrol dari pengelola
pantai.(Tempo, 2010).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. (Notoadmodjo, 2007:139). Pengetahun bantuan
hidup dasar life guard di uji saat ada wisatawan yang tenggelam saat berada
di pantai dengan air yang sangat besar.
Di Pacitan sendiri terdapat sebuah Pantai Klayar yang terbiasa
digunakan sebagai tempat rekreasi keluarga. Pantai yang terletak di Dusun
Kalak, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, ini merupakan salah satu
tempat wisata yang digemari oleh masyarakat di Daerah Istimewa Pacitan
dan sekitarnya. Pantai ini terletak di 27 kilometer dari pusat Kota Pacitan
4
dan dilengkapi dengan sarana bermain untuk para wisatawan, seperti
permainanATV(-) pantai tersebut, sehingga pantai ini sangat ramai ketika
hari libur tiba atau weekend (Kecamatan Pacitan, 2012).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 3 Juli
2015 pada Pengelola Tim SAR bahwa di area wisata Pantai Klayar masih
membutuhkan tenaga kesehatan untuk mengantisipasi berbagai macam
kecelakaan laut, salah satunya membantu life guard untuk memberikan
bantuan hidup dasar pada korban yang tenggelam. Para wisatawan
berpendapat bahwa, area wisata Pantai Klayar mempunyai life guard tapi
hanya nuntuk membatu wisatawan tenggelam ke daratan bukan memberikan
pertologan pertama pada kecelakaan laut. Peneliti telah mendapatkan data
bahwa tiap tahun korban kecelakaan laut meningkat selama 5 tahun terakhir.
Tahun 2010 (1 korban jiwa), tahun 2011 (2 korban jiwa), tahun 2012 (6
korban jiwa), tahun 2013 (7 korban jiwa), dan terakhir tahun 2014 (8 korban
jiwa). Wisatawan juga mengharapkan bahwa life guard dapat memberikan
pertologan pertama saat wisatawan tenggelam.
Hasil wawancara life guard yang bertugas di pantai Klayar bahwa
semua life guard yang bertugas belum mempunyai skill khusus tentang
bantuan hidup dasar.
Berdasarkan data-data tersebut, maka peneliti tertarik melakukan
penelitian yang berjudul “pengetahuan life guard tentang bantuan hidup
dasar pada wisatawan tenggelam di pantai Klayar, Pacitan”.
5
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Pengetahuan tentang BHD sanggat pentinng buat life guard.
Pertologan cepat BHD pada korban tenggelam kemungkinan dapat
memperbesar wisatwan selamat. Tindakan BHD yang cepat dan tepat akan
memperbesar kemungkinan korban selamat. Maka pertanyaan pada
penelitian ini adalah bagaimana pengetahuan life guard tentang bantuan
hidup dasar pada wisatawan tenggelam di pantai Klayar, Pacitan”.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui
Pengetahuan Life guard tentang bantuan hidup dasar pada wisatawan
tenggelam di pantai Klayar, Pacitan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
1. Definisi BHD oleh life guard di pantai Klayar.
2. Tujuan BHD oleh life guard di pantai Klayar
3. Prosedur BHD oleh life guard di pantai Klayar
4. Evaluasi tindakan BHD oleh life guard di pantai Klayar
5. Hambatan tindakan BHD oleh life guard di pantai Klayar
6
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Bagi life guard
Dapat memberikan pegalaman dan pertologan pertama pada wisatawan
tenggelam.
1.4.2 Perawat
Dapat memberikan pandagan tentanng bagaimana menyelamatkan
pasien yang tenggelam dan mengeksplor lebih jauh lagi tentang
pegalaman perawat dalam memberikan bantuann hidup dasar saat
pasien tenggelam.
1.4.3 Peneliti selanjutnya
Dapat memberikan refernsi dan gambaran tentang bantuan hidup dasar
pada wisatawan yang tenggelam.
1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan
Dapat memberikan sumbangan materi mengenai pengetahuan life
guard tentang bantuan hidup dasar pada wisatawan tennggelam di
pantai Klayar, Pacitan.
1.4.5 Bagi Peneliti
Dapat memberikan pengalaman secara langsung bagi peneliti dalam
melaksanakan penelitian serta mengaplikasikan berbagai teori dan
konsep yang di dapatkan dari bangku kuliah. Sebagai referensi untuk
penelitian selanjutnya.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1. Pengetahuan
2.1.1.1. Definisi
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek
tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia,
yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga (Notoadmodjo, 2007:139).
2.1.1.2. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007:140) pengetahuan yang
tercakup dalam domain cognitive mempunyai 6 tingkatan
yaitu :
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam
pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
8
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh
sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,
mengurangi, mendefinisikan, menyatakan dan
sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan
untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek
atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan dan sebagainya terhadap objek
yang dipelajari.
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menguatkan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum – hukum,
rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks
atau situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
9
Analisis adalah suatu kemampuan untuk
menjabarkan materi atau sesuatu objek dalam komponen
– komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat
bagian), membedakan memisahkan, mengelompokan dan
sebagainya.
5. Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian di
dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata
lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi – formulasi yang ada.
Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat
meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusan – rumusan yang telah
ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap sesuatu
materi atau objek. Penilaian – penilaian itu didasarkan
10
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria – kriteria yang telah ada.
2.1.1.3. Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010:10) dari berbagai macam
cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan
menjadi beberapa:
1. Cara non ilmiah (tanpa melalui penelitian)
Cara kuno atau tradisional ini dipakai untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum
ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan
secara sistematik dan logis adalah dengan cara non
ilmiah, tanpa melalui penelitian. Cara – cara penemuan
pengetahuan pada periode ini meliputi :
a. Cara Coba Salah (Trial and Error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan
beberapa kemungkinan dalam memecahkan masalah,
dan apabila kemungkinan ini tidak berhasil, dicoba
dengan kemungkinan yang lain. Apabila
kemungkinan kedua ini gagal maka dicoba dengan
kemungkinan yang ketiga, dan apabila kemungkianan
ketiga ini gagal maka digunakan kemungkinan
11
keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut
dapat diselesaikan. Itulah sebabnya cara ini disebut
metode trial (coba) dan error (gagal atau salah) atau
metode coba salah (coba-coba).
b. Secara Kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi
karena tidak sengaja oleh orang yang bersangkutan.
c. Cara Kekuasaan atau Otoritas
Para pemegang otoritas, baik pemimpin
pemerintahan, tokoh agama, maupun ahli ilmu
pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme
yang sama didalam penemuan pengetahuan. Prinsip
inilah, orang lain menerima pendapat yang
dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas,
tanpa terlebih dulu menguji atau membuktikan
kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris ataupun
berdasarkan penalaran sendiri.
d. Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman adalah guru yang terbaik, demikian
bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung maksud
bahwa pengalaman itu merupakan sumber
pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu
cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh
12
sebab itu, pengalaman pribadi pun dapat digunakan
sebagai upaya memperoleh pengetahuan.
e. Melalui Jalan Pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat
manusia, cara berfikir manusiapun ikut berkembang.
Dari sini manusia telah mampu menggunakan
penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya.
Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran
pengetahuan manusia telah menggunakan jalan
pikirannya, baik melalui induksi (khusus-umum)
maupun deduksi (umum- khusus).
2. Cara ilmiah (Modern)
Cara baru atau modern dalam memperoleh
pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan
ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau
lebih popular disebut metodologi penelitian (research
methodology).
2.1.1.4. Cara Pengukuran Pengetahuan
Menurut Wawan (2010:18) pengukuran pengetahuan
dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari objek
penelitian atau responden. Data yang bersifat kualitatif
digambarkan dengan kata-kata, sedangkan data yang bersifat
13
kuantitatif berwujud angka-angka, hasil-hasil perhitungan
atau pengukuran, dapat diproses dengan cara dijumlahkan,
dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan dan diperoleh
presentase sebagai berikut:
1. Pengetahuan baik, bila skor : 76% - 100%
2. Pengetahuan cukup, bila skor : 56% – 75%
3. Pengetahuan kurang, bila skor : < 56%
2.1.1.5. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
2.1.1.5.1. Faktor Internal
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang
diberikan seseorang terhadap perkembangan
orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang
menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupan untuk mencapai keselamatan dan
kebahagiaan. Pada umumnya makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah menerima
informasi (Wawan, 2010:16).
2. Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh
Nursalam (2009), pekerjaan adalah kegiatan yang
harus dilakukan terutama untuk menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan
14
bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak
merupakan cara mencari nafkah yang
membosankan, berulang dan banyak tantangan.
Sedangkan bekerja umumnya merupakan
kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-
ibu akan mempunyai pengaruh terhadap
kehidupan keluarga (Wawan, 2010:17).
3. Umur
Menurut Nursalam (2009) usia adalah umur
individu yang terhitung mulai saat dilahirkan
sampai berulang tahun, sedangkan Hurlock
(2009) menyatakan bahwa semakin cukup umur,
tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan
lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari
segi kepercayaan masyarakat seseorang yang
lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum
tinggi kedewasaannya (Wawan, 2010:17).
2.1.1.5.2. Faktor Eksternal
1. Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi
yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya
yang dapat mempengaruhi perkembangan dan
perilaku orang atau kelompok (Wawan, 2010:18).
15
2. Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada
masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam
menerima informasi (Wawan, 2010:18).
2.1.2 Bantuan Hidup Dasar
1.1.2.1. Definisi
Bantuan hidup dasar (BHD) merupakan serangkaian
tindakan penyelamatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kelangsugan hidup korban yang mengalami henti jantung.
Henti jantung merupakan penyebab utama kematian
didunia. Analisis elektrokardiogram menunjukkan 40% irama
jantung pada pasien dengan henti jantung di luar rumah sakit
menunjukkan pola ventricular fibrilasi (VF).
1.1.2.2. Terminology BHD
Terminology penting bantuan hidup dasar terdidi dari 3
yaitu:
1. Airway atau jalan nafas (A)
Jalan nafas harus dibuka dan pastikan tidak terdapat
sumbatan tanpa menunda terlalu lama kompresi dada.
Oleh karena itu langkah untuk membebaskan jalan nafas
ditempatkan pada urutan kedua, sehiggga tenaga medis
16
tidak beranggapan harus menyelesaikan masalah
ventilisasi hingga tertasi baru melakukan kompresi dada.
2. Breathing atau pernafasan (B)
Seperti dijelaskan di atas, oleh karena kadar oksigen
masih dianggap cukup, maka nafas bantuan dberikan
pada urutan ketiga. Bantuan nnafas yang diberikan
mengikuti pemberian kompresi dada degan perbandigan
30 kali kompresi dan 2 kali nafas bantuan.
3. Circulation atau sirkulasi (C)
Sirkulasi atau aliran darah anak terganggu apabila
jantung berhenti memompa darah sehingga disebut henti
jantug. Untuk megetahui fungsi pompa jantung maka
dilakukan perbedaan denyut arteri karotis pada leher.
Akan tetapi karena sulit dilakukan oleh tenaga medis
maka bagi masyarakat umum tidak disarankan melakukan
perabaan nadi.
(mer-c,2012)
1.1.2.3. Langkah – Langkah Bantuan Hidup Dasar
1. Pertolongan di tempat kejadian
a. Angkat kepala korban
b. Tidak perlu korban dijungkir membuang air karena air
akan diserap di dalam paru
17
c. Bersihkan jalan nafas secukupnya
d. Berikan nafas buatan
e. Berikan oksigen (kalau ada
2. ABC korban tenggelam
a. Anggap korban masih hidup
b. Segera tiupkan udara ke mulut/hidung korban, bisa
didalam air atau segera kepala diangkat dari air. Tiup
berulang, tidak usah berusaha mengeluarkan air degan
menjugkir dsb
c. Raba nadi carotis, jika (-) segera CPR
d. Usahakan jantung berdenyut kembali
e. bawa ke RS, sebaiknya ke ICU
f. Jika korban bernapas, jaga jalan nafas tetap bebas
3. Pertolongan Lanjutan
Jika jantung sudah berdenyut kembal :
a. Korban tak sadar tapi bernafas, baringkan miring
(dengan longn-roll, hati-hati C-spine)
b. Bersihkan mulut dari darah, mutahan dan benda asing
lain dengan jari
c. Jangan menekan perut yang kembung untuk
membuang udara.
4. Terapi Di Rumah Sakit
a. Berikan oksigen kadar tinggi
18
b. Bersihkan jalan nafas
c. Mungkin perlu intubasi trachea
d. Nafas buatan
e. 2-3 liter air bisa masuk lewat paru
f. Dibuang dengan diuretika lasix
(Mer-c, 2012)
1.1.2.4. Cara Memegang dan Membawa Korban
Setidaknya ada tindakan preventif apabila terjadi
kecelakan di air seperti tenggelam misalnya. Menurut
Subagyo (2007: 52) terdapat beberapa sikap renang dari
penolong yang selalu disesuaikan dengan cara memegang
korban. Cara memegang korban pada saat menolong ada 4
macam antara lain:
1. Pegangan pada rambut
Pegangan pada rambut, dilakukan dengan satu
tangan, apabila pegangan dilakukan dengan tangan kiri,
maka si penolong berada di sebelah kiri korban. Dan
membawanya ke tepi dengan menggunakan gaya dada
atau gaya bebas menyamping. Usahakan posisi korban
tubuhnya terlentang, sehingga mulut dan hidungnya tetap
berada di atas permukaan air, pegangan pada rambut
sangat sulit dilakukan kecuali keadaan korban pingsan.
Alat keadaan korban sangat sulit untuk dibawa ke pinggir.
19
2. Pegangan pada pelipis
Pegangan pada pelipis, dilakukan dengan pegangan
dua tangan, apabila sudah berada di belakang korban,
segera pegang pelipisnya dengan dua tangan, kemudian
membawanya ke tepi pantai dengan menggunakan gaya
dada dalam posisi terlentang. Usahakan mulut dan hidung
korban selalu berada di atas permukaan air. Cara
menolong dengan pegangan pada pelipis korban lebih
efisien dan efektif dari pada pegangan pada rambut.
3. Pegangan pada dagu
Pegangan pada dagu, dilakukan dengan dua tangan
apabila posisi badan sudah berada di belakang korban,
maka usahakan tubunya menjadi terlentang, kemudian
tangan memegang dagu korban dan segera dibawa ke tepi
pantai dengan gerakan gaya dada terlentang. Cara
menolong korban dengan pegangan pada dagu
keuntungannya sama dengan seperti pada pegangan
pelipis.
4. Pegangan pada dada
Pegangan pada dada, dilakukan dengan cara
merangkul dada korban dengan satu tangan. Apabila
merangkul tangan kiri maka posisi tubuh berada di
sebelah kiri korban, kemudian bergerak mebawa korban
20
ke tepi pantai dengan gerakan gaya dada menyamping,
cara menolong ini kurang efisien karena banyak
menghabiskan tenaga dan sangat sulit jika korbannya
tidak tenang.
Cara Menolong akan lebih efisien dan efektif karena
mempergunakan alat bantu. Alat bantu yang dipergunakan
ada 4 macam, menurut (Ronald, 2009) yaitu :
1. Tongkat
Alat bantu yang pertama yang harus selalu ada di
samping penjaga pantai adalah sebuah tongkat yang
panjangnya 1 meter dan garis tengahnya 2 cm. Cara
penggunannya apabila ada peristiwa mendadak dan ada
yang membutuhkan pertolongan, dimana posisinya dekat.
Maka life guard tinggal menyodorkan tongkat tersebut
supaya dipegang.
2. Tambang Plastik
Alat bantu yang kedua adalah tambang plastik, yang
panjangnya 5 meter dan besarnya sedang, digulung dan
diikat dengan karet gelang, dikaitkan pada celana renang.
Cara penggunaannya apabila saat ada yang membutuhkan
pertolongan, segera tambang tersebut dibuka dan
21
dilemparkan kepada korban, ujung tambang dipegang
oleh penolong, apabila korban sudah memegangnya, tarik
ke tepi. Alat bantu tambang dipergunakan apabila jarak
dengan korban sekitar 3-4 meter. Cara ini juga sangat
efisien dan efektif.
3. Ban
Alat bantu yang ketiga adalah ban yang diikatkan
pada tambang yang panjangnya 15 meter. Cara
penggunaannya apabila ada yang membutuhkan
pertolongan segera penolong melemparkan ban tersebut
ke arah korban, beri petunjuk supaya masuk ke dalam
ban, kemudian tarik ke tepi. Alat bantu ini sangat efektif
karena dapat sekaligus menolong 2-3 orang di tempat
dalam, apabila lemparan penolong kurang tepat penolong
harus segera terjun ke dekat korban.
4. Pelampung
Alat bantu yang keempat ini berupa pelampung yang
tipis atau yang bulat, diikat dengan tambang plastik yang
kecil. Kemudian diikatkan pada celana renang bila akan
dibawa untuk menolong korban. Cara penggunaannya
sangat populer dalam film bay watch oleh para life guard
untuk menolong para pengunjung pantai yang mengalami
musibah akan tenggelam saat berenang. Apabila tiba-tiba
22
ada yang perlu ditolong atau tenggelam, segera megaitkan
tali pelampung ke belakang celana renang, kemudian
segera melompat ke arah korban. Pelampung diberikan
supaya dipegang/dipeluk. Apabila korban sudah pingsan
maka pelampung disimpan di bawah leher korban.
1.1.2.5. Hambatan
Masalah umum yang terjadi pada wisatawan di pantai,
menurut (Hariati, 2011) ialah :
1. Kondisi Pantai
Pantai di Indonesia terutama yang berhadapan
dengan samudra Hindia terkenal dengan ombak yang
besar, hal ini dapat membuat kejadian kecelakaan di pantai
sering memakan banyak korban. Jika terjadi tenggelam
penjaga pantai sering kesulitan untuk dapat
menyelamatkan korban, selain itu juga jalan yang berpasir
sering memperlamban dalam menyelamatkan korban
tenggelam.
2. Kedinginan atau Hypotermia
Kedinginan diakibatkan oleh panas tubuh.
Hilangnya kesadaran secara tiba – tiba, bahkan kematian
mendadak dapat terjadi setelah seseorang masuk ke ar
yang dingin. Berenang atau menyelam terlalu lama di air
23
yang dingin dapat menyebabkan hilangnya kesadaran bila
suhu tubuh berkurang secara tiba – tiba. Pemakaian
pakaian renang yang sesuai sangat diperlukan, apalagi
darah perairan yang dingin atau penyelaman dalam.
Kedinginan yang amat sangat akan berakibat kelelahan
karena metabolisme tubuh banyak dipakai untuk
menghasilkan panas. Bila terjadi dalam air, hentikan
penyelaman dan naik ke permukaan lalu istirahat pulihkan
suhu badan denagn menghangatkan tubuh.
3. Terbakar Matahari
Disebabkan karena sengatan sinar matahari, dapat
menyebabkan pingsan akibat dehidrasi. Untuk
menghindari dari terik matahari diperlukan pakaian yang
dapat meredam panas. Pada saat snorkeling juga dapat
tertimpa terik panas matahari. Gunakan vaselin pelindung
kulit karena dapat melindungi kulit dari sengatan sinar
UV. Panas juga dapat meningkatkan metabolisme
sehingga tenaga penyelam cepat habis.
1.1.3. Tenggelam
1.1.3.1. Definisi
Tenggelam adalah kematian akibat asfiksia yang terjadi
dalam 24 jam setelah peristiwa tenggelam di air, sedangkan
hampir tenggelam adalah korban masih dalam keadaan hidup
24
lebih dari 24 jam setelah peristiwa tenggelam di air.
(Dzulfikar, 2012) Jadi tenggelam merupakan suatu keadaan
fatal, sedangkan hamper tenggelam munngkin dapat
berakibat fatal. Sedangkan WHO mendefinisikan sebagai
proses gangguan pernapasan akibat tenggelam dalam cairan
(Djulfikar, 2011).
1.1.3.2. Klasifikasi
Berdasarkan temperature air, klasifikasi dibagi menjadi
tiga, yaitu :
1. Tenggelam di air hangat, bila temperature air >20°C
2. Tenggelam di air dingin, bila temperature air 5-20°C
3. Tenggelam di air sangat dingin, bila temperature air
<20°C
Berdasarkan osmolaritas air klasifikasi dibagi menjadi
dua yaitu:
1. Tenggelam di air tawar
2. Tenggelam di air laut
1.1.3.3. Hasil Kejadian Tenggelam
1. Immersion syndrome, yang merupakankematian mendadak
setelah kontak degan air
2. Submersed injury, yaiut dapat menyebabkankematian
selama 24 jam setelah kejadian tenggelam, survival aatau
pulihnya kejadian stelah kejadian tenggelam.
25
1.1.3.4. Patofisiologi
Keselamatan seseorang yang tenggelam dipengaruhi
oleh banyak faktor, antara lain adalah ketahan fisik,
kemampuan berenang, keberadaan bantuan alat pelampung,
jarak untuk mencapai tempat yang aman, suhu air, usia, dan
lain-lain.3 Serangkaian proses akan terjadi sebagai berikut:
pertama terjadi suatu periode panik dan usaha yang hebat
dengan berhenti bernapas selama 1- 2 menit, selajutnya
terjadi refleks menelan sejumlah air diikuti laringospasme,
hipoksia menyebabkan apnea, penurunan kesadaran, lalu
relaksasi laring dan air masuk ke dalam paru-paru dalam
jumlah lebih banyak akhirnya menjadi asfiksia dan kematian.
Pada sebagian besar kasus, terjadi aspirasi air yang banyak ke
dalam paru, tetapi pada lebih kurang 10% korban tetap terjadi
laringospasme, dan terjadi apa yang disebut dry drowning.
Secara teoritis, berdasarkan tonisitas cairan yang masuk
ke ruang alveolus, kasus tenggelam dibedakan menjadi
tenggelam di air laut dan di air tawar. Selain itu ada juga
pembagian kasus tenggelam berdasarkan temperatur airnya.
Luas permukaan tubuh anak lebih besar daripada
dewasa, dan secara proporsional memiliki jumlah lemak
subkutan yang lebih sedikit. Hal ini akan memudahkan
timbulnya hipotermia. Beberapa teori menyatakan bahwa
26
pada hipotermia atau pada keadaan tenggelam di air dingin
akan terjadi refleks “diving” pada anak. Refleks tersebut
terdiri dari bradikardi, penurunan atau penghentian laju
pernapasan, dan perubahan dramatis pada sirkulasi, sehingga
terjadi redistribusi darah ke organ-organ seperti jantung, paru
dan otak. Patofisiologi hampir tenggelam berhubungan erat
dengan hipoksemia multiorgan. (Dzulkifli,2011)
1.1.4. Wisatawan
1.1.4.1. Pengertian
Wisatawan adalah semua orang yanng melakukan
perjalanan menuju suatu tempat untuk wisata, dan bukan
bertujuan untuk menetap dan mencari nafkah. Hal yang
paling diminati oleh wisatawan biasanya berkunjung ke
daerah pantai. Wisatawan bisa melakukan berbagai aktifitas
di pantai, misalnya berenang atau sekedar bermain dengan
ombak (Murdiyastomo, 2010). Wisatawan yang bermain di
pantai mempunyai resiko tenggelam yang disebabkan oleh
banyak hal, antara lain menurut resiko tenggelam biasanya
wisatawan tidak mematuhi perigatan yang berada di sekitar
pantai, dan berenag terlalu jauh dari bibir pantai. (Djulfikar,
2011)
1.1.4.2. Wisata air
27
Hampir dua pertiga wilayah di Indonesia adalah
wilayah perairan. Bahkan dalam tulisan berbahasa Inggris,
ibu pertiwi sering diterjemahkan sebagai “archipelagoes”
yang artinya adalah Negara kepulauan. Dalam Negara
kepulauan, logikanya potensi perairan Indonesia dapat
menjadi sumber pendapatan andalan . prospek bisnis wisata
air termasuk dalam pengertian ini. Bisa dibayangkan
seandainya semua lokasi snorkeling, diving dan pantai-pantai
yang indah dapat diinventarisir oleh pemerintah, maka kita
mendapatkan begitu banyak lokasi wisata perairan yang nilai
jualnya sangat banyak. Jangan kita kalah cepat dengan pihak
asing yang menyadari lebih dulu arti wisata air ini. Kita harus
bangkit untuk memanfaatkan kelebihan ini sehingga lokasi
wisata perairan dapat menjadi sumber pendapatan untuk
daerah setempat.
2.1.5 Life Guard
2.1.5.1. Pengertian
Life guard adalah suatu profesi dalam bentuk
keterampilan khusus sebagai pertolongan terhadap
kecelakaan yang terjadi selama di air (pantai). Di Amerika
melalui lembaga Swimming Teaching Association (STA)
yang berdiri sejak 1932, telah diberikan perhatian khusus
kepada profesi life guard karena mampu menampilkan
28
keterampilannya secara baik yang memungkinkan menjadi
sebuah profesi. Fungsi dari life guard adalah meminimalkan
angka kematian karena tenggelam baik di pantai
(http://www.sta.co.uk).
2.1.5.2. Tugas Life Guard
Tugas life guard saat dilapangan adalah memberi
pertologan pertama bila terjadi kecelakaan dan memberikan
rasa aman kepada wisatawan. Keberadaan life guard
memiliki arti sangat penting dalam upaya mengembangkan
potensi wisata pantai. Keberadaanya juga dapat menjadikan
promosi wisata di pantai.
Tujuan utama life guard adalah untuk mengajar
bagaimana menanggapi keadaan darurat pada saat
kecelakaan. Hal ini juga bagian dari tugas mereka untuk
mencegah tenggelam serta luka, di pantai. Team instrruktur
berpegalaman memberikan berbagai macam pelatihan seperti
professional life guard, teknik renang, dan kemampuan
penyelamatan cepat dan tanggap (Choiran,2013).
29
2.1.6 KEASLIAN PENELITIAN
Tahun Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian Perbedaan
2009
Sri Kurniawati
Persepsi Perawat
Terhadap prinsip
perawatan
Atraumatik Pada
Anak
di Ruang
III RSU
dr.
Pringadi Medan
Dari hasil penelitian
diperoleh bahwa persepsi
perawat terhadap prinsip
perawatan atraumatik pada
anak adalah cukup baik.
Oleh karena itu diharapkan
kepada perawat di Rumah
Sakit dapat meningkatkan
pelatihan-pelatihan dalam
melakukan prinsip dari
perawatan atraumatik,
sehingga dalam pencapaian
tumbuh kembang anak
lebih optimal.
1. Tempat
penelitian di
RSU
dr..Pringadi
Medan
2. Perbedaan
partisipan
berjumlah
3. Orang
perawat.
2012 Akmaludin
Suryantara
Persepsi
Life
Guard Terhadap
Pemberian
pertolongan
Pertama
Kasus
Tenggelam
Ditaman
Rekreasi
Kalianget
Wonosobo
Dari hasil penelitian
diperoleh bahwa persepsi
life guard terhadap
pemberian pertolongan
pertama kasus tenggelam
menunjukkan keterbatasan
life guard saat
menggunakan alat bantu
pendukung di lapangan.
Hal ini dapat di atasi
dengan cara pengenalan
alat – alat bantu pendukung
1.Tempat
penelitian di
Taman
Rekreasi
Kalianget
Wonosobo
2.Perbedaan
partisipan
berjumlah
dua orang
3.Jenis
penelitian
dengan
pendekatan
cross
sectional
30
2.1.7 Kerangka Berpikir
Candi
Pariwisata Gunung
Goa
Pantai
Keteragan:
diteliti
tidak diteliti
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber: (Nursalam, 2010) (Wartonah, 2009)
BHD
- Tidak mematuhi
peringatan
- Berenang
terlalu jauh
Definisi
Tujuan
Prosedur
Evaluasi
Hambatan
Faktor yang
mempegaruhi:
- Pengetahuan
- Ketrampilan
- Sikap
- Tenggelam
31
2.1.8 Fokus penelitian
Tujuan BHD
(Bantuan Hidup Dasar)
Definisi
Prosedur
Evaluasi
Hambatan
32
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yaitu dengan
pendekatan induktif untuk menemukan atau mengembangkan pengetahuan
yang memerlukan keterlibatan peneliti dalam mengidentifikasi pengertian
atau relevasi fenomena tertentu terhadap individu (Brockopp, 1999).
Penelitian ini menggunakan desain penelitian fenomenologi karena
mencoba menjelaskan pengetahuan tentang pentingnya BHD bagi para life
guarduntukwisatawan tenggelam yang didasari oleh kesadaran yang terjadi
pada beberapa individu.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada kelompok life guard di Pantai Klayar,
Pacitan.Penelitian dilakukan pada periode bulan September 2015 sampai
dengan November 2015.
3.3 Populasi dan sampel
3.3.1 Populasi
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi,
tetapi oleh Spradley dinamakan “social situation” atau situasi sosial
yang terdiri atas tiga elemen yaitu tempat (place), pelaku (actors), dan
aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis (Sugiyono,
33
2010).Subyek dalam penelitian ini adalah para life guarddi Obyek
Wisata Pantai Klayar Pacitan. Jumlah populasi dalam penelitian ini
adalah 7 orang
3.3.2 Sampel
Penelitian ini menggunakan purposive sampling.Purposive
sampling disini peneliti menentukan sample yang akan diambil dengan
kriteria life guard di pantai Klayar yang bersedia menjadi partisipan
penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan menjadi
partisipan. Penelitian ini akan dihentikan jika data yang terkumpul
telah mencapai saturasi. Jumlah partisipan dalam penelitian ini adalah
tidak dibatasi.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu:
1. Life guard di pantai klayaryang mempunyai sertifikat
2. Mampu berkomunikasi dengan baik
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu life guard yang tidak
berpendidikan formal
3.4 Variabel Penelitian
Variabel penelitian yaitu variabel independen dan
dependen.Variabel indipenden ialah variabelyang menyebabkan atau
mempengaruhi yaitu faktor yang diukur, dipilih oleh peneliti untuk
menentukan hubugan antara fenomena yang diobservasi atau
diamati.Variabel bebas dalam penelitian ini ialah,pengetahuan life
guard.
34
Variabel terikat adalah faktor yang diobsevasi dan diukur untuk
menentukan adanya pengaruh variabel bebas.Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah bantuan hidup dasar.
3.5 Instrumen Penelitian
3.5.1 Instrumen utama yang digunakan pada penelitian ini adalah peneliti itu
sendiri. Karena peneliti yang lebih mengetahui tentang seluk-beluk,
medan, dan fakta yang berada di lapangan.
3.5.2 Pedoman Wawancara semi terstruktur
Wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in depth interview, di
mana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan
wawancara terstruktur. Tujuan dari semi terstruktur adalah untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang
diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya.
3.5.3 Alat Perekam
Alat perekam (camera recorder / digital) berguna sebagai alat bantu
pada saat wawancara agar peneliti dapat berkonsentrasi saat proses
pengambilan data tanpa harus berhenti untuk mencatat jawaban-
jawaban dari partisipan. Pada proses pengumpulan data, alat perekam
dapat dipergunakan setelah mendapat ijin dari partisipan untuk
mempergunakan alat tersebut pada saat wawancara berlangsung.
3.5.4 Alat Tulis : buku tulis, pensil, ball point, dan penghapus.
35
3.6 Tehnik Pengumpulan Data
Instrumen kunci dalam penelitian kualitatif ini yaitu peneliti sendiri
dengan melakukan wawancara secara mendalam (in-depth interview),
dengan bantuan pedoman wawancara mendalam, alat pencatat, dan alat
perekam serta membuat catatan lapangan saat wawancara.
Dalam memperoleh data, peneliti melakukan wawancara mendalam
kepada informan. Wawancara tersebut dilakukan dengan cara menanyakan
sesuatu kepada informan dan bercakap-cakap langsung. Berikut adalah
tahapan pengambilan data yang dilakukan peneliti:
1. Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan informan minimal 30
menit untuk mengetahui pengalaman yang dialami informan secara jelas
dan lengkap.
2. Wawancara yang dilakukan direkam dengan alat perekam (type
recorder) agar semua pembicaraan akan terekam dan tidak ada yang
terlewat.
3. Peneliti melakukan wawancara dengan membuat catatan mengenai
ekspresi, mimik, maupun respon informan ketika wawancara
berlangsung.
3.7 Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode fenomenologis
deskriptif dengan metode Colaizzi (Polit & Back, 2006), Metode Coalizzi
dinilai efektif digunakan dalam penelitian ini, dikarenakan dengan metode
Coalizzi fenomena-fenomena dapat terungkap dengan jelas sesuai dengan
36
makna-makna yang didapat. Adapun langkah-langkah analisa data adalah
sebagai berikut:
1. Peneliti mendengarkan hasil rekaman dan membaca seluruh hasil
penelitian (transkrip) untuk memahami maksud dari setiap pernyataan
partisipan.
2. Peneliti membaca ulang dan mendapatkan kata kunci.
3. Peneliti mencari arti atau makna dari setiap kata kunci.
4. Kemudian peneliti mencari makna dan dirumuskan ke dalam tema.
a. Mengumpulkan kata-kata kunci yang memiliki makna yang sama ke
dalam sebuah subtema.
b. Mengelompokan subtema yang sama ke dalam sebuah tema.
5. Peneliti mengintegrasikan tema yang didapat kedalam fenomena yang
diteliti.
6. Merumuskan gambaran hubungan antar tema dan sesuai dengan
fenomena yang diteliti.
7. Memvalidasi tema data yang diperoleh pada partisipan.
3.8 Keabsahan Data
3.8.1 Uji Kredibilitas Data
Data yang telah berhasil digali di lapangan studi, dikumpulkan dan
dicatat dalam kegiatan penelitian harus diusahakan bukan hanya untuk
kedalam dan kemantapanya tetapi juga bagi kemantapan dan
kebenarannya oleh karena itu setiap peneliti harus bisa memilih dan
37
menentukan cara – cara yang tepat untuk mengembangkan validitas
data yang diperolehnya. Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa
cara yang dipilih untuk pengembangan data validitas data penelitian.
1. Triagulasi Sumber
Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data menggunakan
sumber sumber dilapangan, artinya data yang sama akan lebih
mantap kebenarannya. Dengan demikian data yang diperoleh dari
sumber bisa lebih teruji kebenarannya. Sumber dalam penelitian ini
adalah life guard.
2. Triagulasi teori
Triagulasi ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan
prespektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan
yang dikaji.
3. Triagulasi metode
Teknik ini bisa dilakukan oleh seorang peneliti dengan cara
mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunkan teknik
pengumpulan data berbeda, dan bahkan lebih jelas untuk
diusahakan mengarah pada sumber data yang sama untuk menguji
kemantapan informasinya. Peneliti menggunakan metode survei
observasi dan wawancara.
3.8.2 Uji transferability
Uji transferability ini merupakan uji validitas eksternal dalam
penelitian kualitatif.Validitas eksternal menunjukan derajad ketepatan
38
atau dapat diterapkannya hasil penelitian kepopulasi dimana sampel
tersebut diambil (Sugiyono, 2014). Oleh karena itu, supaya orang lain
dapat memahami hasil dari penelitian ini, dan memungkinkan
penelitian ini dapat diterapkan, maka peneliti dalam menyusun laporan
dilakukan secara rinci, jelas, sistematis dan dapat dipercaya. Sehingga
pembaca menjadi jelas atas hasil penelitian tersebut, sehingga pembaca
dapat memutuskan dapat atau tidaknya untuk mengaplikasikan
penelitian ini di tempat lain.
3.8.3 Uji dependability
Dependability disebut juga dengan uji reliabilitas yaitu suatu
penelitian yang reliabel adalah apabila orang lain dapat mengulangi
atau mereaplikasi proses penelitian tersebut (Sugiyono, 2014). Maka
dalam penelitian ini peneliti meminta bantuan pembimbing untuk
mengaudit terhadap keseluruhan proses penelitian ini baik dari
bagaimana peneliti mulai menentukan masalah, memasuki lapangan,
menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji
keabsahan data, sampai membuat kesimpulan.
3.8.4 Uji konfirmability
Uji konfirmability dalam penelitian kualitatif mirip dengan uji
depenability, sehingga pengujiannya dapat dilakukan bersamaan.
Menguji konfirmability berarti menguji hasil penelitian, bila hasil
penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan,
39
maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmability
(Sugiyono, 2014)
3.7 Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengajukan
usulan atau proposal penelitian untuk mendapatkan rekomendasi dari Prodi
S1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada. Setelah mendapatkan
rekomendasi, selanjutnya mengajukan ijin pada pengelola Pantai
KlayarPacitan, ketua Tim SAR Pantai Klayar, mengajukan persetujuan
kepada tim life guard di Pantai Klayar Pacitan menjadi partisipan dalam
penelitian. Terkait dengan proses penelitian, dan selanjutnya setelah
mendapatkan persetujuan dari pihak partisipan tersebut, peneliti melakukan
penelitian dengan menekankan pada aspek etika yang disampaikan oleh
Nursalam (2008), sebagai berikut:
1. Surat Permohonan Partisipan
Peneliti membuat surat pernyataan yang berisi penjelasan tentang
penelitian meliputi topik penelitian, tujuan penelitian serta ketentuan-
ketentuan untuk menjadi partisipan.
2. Lembar Persetujuan (Inform Concent)
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan partisipan,
dengan memberi lembar persetujuan, diberikan sebelum penelitian
dilakukan agar partisipan mengerti maksud dan tujuan penelitian serta
dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data.
40
Jika partisipan tidak bersedia, maka peneliti tidak akan memakasa dan
tetap menghormati hak-hak partisipan.
3. Tanpa Nama (Anonymity)
Menjaga kerahasiaan dimana peneliti tidak mencantumkan nama
partisipan tetapi peneliti menggunakan inisial atau kode.
4. Kerahasiaan (Confidientily)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari partisipan
dijaga kerahasiaannya oleh peneliti dengan cara menyimpan file
transcript dan hasil penelitian pada komputer pribadi peneliti.
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di pantai Klayar Kabupaten Pacitan Jawa Timur.
Pantai Klayar merupakan pantai yang berlokasi di desa Kalak Kecamatan Donorojo
Kabupaten Pacitan Jawa Timur yang menjadi bagian dari pantai selatan dan berjarak
sekitar 20 km dari Kabupaten Pacitan. Pantai Klayar mulai dikenal masyarakat luas
sejak tahun 2008. Mulai saat itu dari hari ke hari pengunjungnya semakin bertambah.
Tahun 2015 pada hari biasa pengunjung rata – rata 50 pengunjung, sedangkan pada
akhir pekan atau hari libur rata – rata pengunjung bisa mencapai ratusan.
Dikarenakan kelalaian pengunjung dalam menjaga keselamatan saat bermain di
pantai. Guna memenuhi kebutuhan keselamatan pengunjung pengelola pantai Klayar
membentuk tim life guard untuk dapat menjaga keselamatan pengunjung serta
memberikan pertolongan pertama saat ada korban. Pengelola juga terus
mengembangkan kemampuan life guard dalam menangani korban dengan aktif
mengikuti pelatihan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Meskipun
hingga saat ini masih banyak korban yang meninggal akibat tenggelam.
Bab ini peneliti menyajikan mengenai hasil penelitian mengenai pengetahuan
life guard tentang bantuan hidup dasar pada wisatawan di pantai Klayar. Hasil
penelitian diuraikan menjadi dua bagian, bagian yang pertama menjelaskan
karakteristik partisipan yang terlibat dalam penelitian secara singkat, bagian kedua
42
menguraikan hasil tentang pengetahuan life guard tentang bantuan hidup dasar pada
wisatawan.
4.1. Karaktristik Informan
Informan dalam penelitian ini berjumlah 3 yaitu penjaga pantai di pantai
Klayar. Adapun karakteristik informan antara lain adalah berupa. :
4.1.1. Informan 1
Informan pertama adalah laki-laki yang bernama Tn. S yang berusia 54
tahun.Tingkat pendidikan SMA.Agama Islam.Pengalaman sebagai pnejaga
pantai selama 8tahun. Alamat di desa Sendang dan pelatihan yang pernah diikuti
ialah pelatihan penyelamatan korban dari BPBD.
4.1.2. Informan 2
Informan kedua adalah laki-laki yang bernama Tn. W yang berusia 48
tahun.Tingkat pendidikan SMA. Agama Islam. Pengalaman sebagai penjaga
pantai selama 7 tahun. Alamat di Desa Kalak dan pelatihan yang pernah diikuti
ialah pelatihan penyelamatan korban dari BPBD.
4.1.3. Informan 3
Informan ketiga adalah laki laki yang bernama Tn. SK yang berusia 45
tahun. Tingkat pendidikan SMA. Agama Islam. Pengalaman sebagai penjaga
pantai selama 7 tahun. Alamat di desa Kalak dan pelatihan yang pernah diikuti
ialah pelatihan penyelamatan korban dari BPBD.
43
4.2 Hasil Penelitian
Peneliti telah mengidentifikasi tujuan yang sesuai degan tujuan dalam
penelitian ini yaitu 1) definisi BHD, 2) tujuan BHD, 3) prosedur BHD, 4)
evaluasi tindakan BHD, 5) hambatan dalam tindakan BHD.
4.2.1. Definisi Bantuan Hidup Dasar
Penjaga pantai (life guard) merupakan pemberi pertolongan
pertama khususnya dalam pemberian bantuan hidup dasar pada korban
tenggelam.Dalam definisi bantuan hidup dasar dihasilkan 4tema yaitu :
1)akronim, 2) indikasi, 3) waktu, 4)kegiatan.
4.2.1.1. Akronim
Dalam tema akronim didapatkan satu kategori yaitu bantuan
hidup dasar.Tiga informan mengatakan definisi BHD berupa
akronim yaitu:
“… Bantuan hidup dasar…” (I.1)
“… Bantuan hidup dasar…”(I.2)
“… Bantuan hidup dasar…”(I.3)
Hasil analisis dari 3 informan menghasilkan bahwa BHD
merupakan singkatan dari bantuan hidup dasar.
44
4.2.1.2. Indikasi Bantuan Hidup Dasar
Dalam tema indikasi bantuan hidup dasar di dapatkan dua
kategori yaitu : 1) pertolongan dini, 2) kondisi fisiologis.
Satu informan mengatakan indikasi BHD adalah pertologan
diniyaitu :
“…kalau ada orang ya segera penolong – penolong kita segera
menolong…”(I.1)
Hasil analisis dari satu informan menghasilkan bahwa bantuan
hidup dasar adalah pemberian pertolongan pada korban yang
tenggelam.
Dua informan mengatakan indikasi BHD adalah kondisi fisiologis
berupa:
“…yang mengalami henti jantung …”(I.2)
“…korban yang mengalami henti jantung …”(I3)
Hasil analisis dari dua informan ditemukan bahwa BHD
dilakukan pada kondisi fisiologis yang henti jantung.
4.2.1.3. Waktu
Dalam tema waktu untuk melakukan BHD didapatkan satu
kategori yaitu peristiwa terjadinya tenggelam. Satu informan
mengatakan waktu untuk melakukan BHD ialah ketika ada
peristiwa berupa:
45
“…bila mana terjadi tenggelam itu langsung
dilaksanakan…”(I.1)
“…kejadian tenggelam…”(I.2)
Hasil analisis dari dua informan menghasilkan bahwa BHD
dilakukan jika ada peristiwa tenggelam.
4.2.1.4 Kegiatan
Dalam tema kegiatan BHD didapatkan satu kategori yaitu
tindakan penyelamatan.Satu informan mengatakan kegiatan
bantuan hidup dasar berupa tindakan penyelamatan yaitu:
“…tindakan penyelamatan untuk meningkatkan kelangsungan
hidup…” (I3)
Hasil analisis dari satu informan ditemukan bahwa bantuan
hidup dasar merupakan tindakan penyelamatan untuk
meningkatkan kelangsungan hidup.
4.2.2. Tujuan Bantuan Hidup Dasar
Tujuan bantuan hidup dasar oleh life guard di pantai Klayar
dilakukan untuk memberikan bantuan hidup dasar degan cepat dan
mempertahankan kehidupan wisatawan.Dalam tujuan bantuan hidup
dasar dihasilkan 1 tema yaitu menyelamatkan pengunjung atau pasien.
Tiga informan mengatakan tujuanBHD berupa:
“…menyelamatkan pengunjung…”(I.1)
“…menyelamatkan nyawa pasien…”(I.2)
“…menyelamatkan nyawa pasien…”(I.3)
Hasil analisis dari ketiga informan tersebut menghasilkan
bahwa tujuan bantuan hidup dasar pada wisatawan ialah untuk
46
menyelamatkan pengunjung atau nyawa pasien yang membutuhkan
bantuan.
4.2.3. Prosedur Tindakan Bantuan Hidup Dasar
Prosedur BHD oleh life guard di Pantai Klayar ialah
serangkaian tindakan penyelamatan yang dilakun oleh penjaga pantai
kepada wisatawan yang untuk mempertahankan hidup sebelum
mendapatakan pertologan lebih lanjut dari petugas paramedis. Dalam
prosedur BHD terdapat 2 temayaitu : 1)evakuasi, 2)fase pelaksanaan.
4.2.3.1. Evakuasi
Dalam tema evakuasi di dapatkan 3 kategori yaitu : 1)
penyelamatan, 2) evakuasi, 3) sarana.
Dua informan mengatakan evakuasi BHD berupa
penyelamatan korban tenggelamyaitu :
“…kita langsung terjun kelaut bila mana ombak nya tidak
berbahaya…”(I.1)
“Ya kita turun terjun ke laut, langsung menolong”(I.3)
Hasil analisis dari dua informan ini didapatkan hasil bahwa
dalam penyelamatan korban tenggelam, penolong dapat
langsung terjun ke laut bila ombak tidak membahayakan
penolong.
Satu informan mengatakan evakuasi BHD berupa :
“…langsung kita bawa ke pinggir…”(I.1)
47
Hasil analisis dari informan tersebut bahwa evakuasi tindakan
BHD dapat dilakukan dengan membawa korban ke pinggir
atau tepi pantai.
Satu informan mengatakan evakuasi BHD memerlukan sarana
untuk melakukan pertolongan yaitu :
“…sementara kita lempari peralatan dulu seperti pelampung
segala macem…”(I.1)
Hasil analisis dari satu informan diperoleh hasil bahwa
prosedur pertolongan diperlukan untuk melempari alat bantu
korban untuk pertolongan sementara.
4.2.3.2. Fase Pelaksanaan
Dalam tema fase pelaksanaan BHD di dapatkan 4 kategori
yaitu : 1) airway, 2) breathing, 3) oksigenasi, 4) kompresi.
Tiga informan mengatakan fase pelaksanaan BHD berupa
airway yaitu :
“…angkat kepala korban…”(I.1)
“…angkat kepala korban…” (I.2)
“…ya angkat kepala korban…”(I.3)
Hasil analisis dari ketiga informan didapatkan hasil bahwa
pada tahap airway adalah mengangkat kepala korban.
Dua informan mengatakan fase pelaksanaan BHD berupa
airway yaitu :
“Bersihkan jalan nafas secukupnya… kalau ada apa itu pasir
yang di depan hidung harus dibersihin, trus biasanya didalam
mulut kan ada pasir ya, langsung dibersihkan” (I.2)
48
“…membersihkan jalan nafas secukupnya …Ya kalau ada
pasir di mulut, hidung kita bersihkan”(I.3)
Hasil analisis dari informan didapatkan hasil bahwa pada
tahap airway juga dilakukan kegiatan membersihkan jalan
nafas dengan membebaskan jalan nafas yaitu hidung dan
mulut dari sumabatan seperti pasir.
Tiga informan mengatakan fase pelaksanaan BHD berupa
breathing yaitu :
“…lalu kita kasih nafas buatan…” (I.1)
“Berikan nafas buatan”(I.2)
“…berikan nafas bantuan…”(I.3)
Hasil analisis dari ketiga informan mngahsilkan bahwa
prosedur breathing adalah dengan memberikan nafas buatan
pada korban.
Dua informan mengatakan fase pelaksanaan BHD berupa
oksigenasi yaitu:
“Berikan oksigen kalau ada”(I.2)
“…berikan oksigen kalau ada”(I.3)
Hasil analisis dari kedua informan menghasilkan bahwa
pelaksanaan BHD juga diperlukan oksigenasi atau
memberikan oksigen bila tersedia.
Dua informan mengatakan fase pelaksanaan BHD berupa
kompresi yaitu :
“…kita RJP setelah itu…”(I.1)
“…langsung di RJP…”(I.2)
49
Hasil analisa dari kedua informan tersebut ialah fase
pelaksanaan BHD juga meliputi kompresi atau melakukan
RJP pada korban .
4.2.4. Evaluasi Tindakan Bantuan Hidup Dasar
Evaluasi tindakan BHD oleh life guard merupakan kegiatan
dalam menilai tindakan BHD yang telah dilakukan oleh life
guarduntuk mengetahui hasil yang berfokus pada respon korban.
Dalam evaluasi tindakan bantuan hidup dasar dihasilkan2 tema yaitu :
1) monitoring posisi, 2) rencana tindak lanjut.
4.2.4.1 Monitoring Posisi
Monitoring posisi dalam tindakan BHD di dapatkan 2 kategori
yaitu : 1) recovery, 2) tanda.
Satu informan mengatakan monitoring posisi BHD berupa
recoveryyaitu :
“... dan di miringkan…”(I.1)
Hasil analisa dalam penelitian ini di hasilkan bahwa tindakan
evaluasi yang dilakukan setelah terdapat nafas dan jantung
adekuat maka korban perlu dimiringkan untuk
mempertahankan keadaan korban.
Dua informan mengatakan monitoring posisi dalam tindaka
BHD yaitu tanda berupa :
“…setelah itu uda bernafas…”(I.1)
“…setelah itu jantung nya berdetak…”(I.2)
50
Hasil analisa dalam penelitian ini dihasilkan bahwa tanda yang
di maksudkan dalam tindakan evaluasi keberhasilan BHD
ialah adanya nafas dan jantung yang berdetak pada korban.
4.2.4.2. Rencana Tindak Lanjut
Dalam rencana tindak lanjut BHD di dapatkan kategori
rujukan.
Tiga informan mengatakan rencana tindak lanjut dalam
tindaka BHD yaitu rujukanberupa :
“…di panggil kan rumah sakit…”(I.1)
“Langsung dibawa ke Puskesmas”(I.2)
“… ya di bawa ke rumah sakit”(I.3)
Hasil analisis dari ketiga informan di dapatkan hasil bahwa
dalam evaluasi tindakan bantuan hidup dasar ialah melakukan
rujukan segera di bawa ke fasilitas kesehatan terdekat untuk
memperoleh perawatan lebih lanjut.
4.2.5. Hambatan Tindakan Bantuan Hidup Dasar
Hambatan life guard dalam melakukan tindakan bantuan
hidup dasar diperoleh tema yaitu : 1) keadaan, 2) sarana, 3) geografis.
4.2.5.1. Keadaan
Dua informan mengatakan hambatan dalam tindakan BHD
yaitu keadaan yang berupa :
“…tapi pas ombak besar tidak mungkin petugas itu bisa
masuk kedalam…”(I.1)
51
“…tergantung kondisi ombak, kalau ombaknya tinggi kadang
– kadang ya sering.”(I.2)
Hasil analisis dari kedua informan di dapatkan hasil bahwa
keadaan yang dapat menghambat tindakan bantuan hidup
dasar ialah kondisi ombak yang besar sehingga tidak
memungkinkan penolong untuk terjun ke pantai.
4.2.5.2. Sarana
Tiga informan mengatakan hambatan dalam tindakan BHD
dapat berupasaranayaitu :
“…peralatan nya itu belum lengkap, itu kesulitan
sekali…”(I.1)
“…peralatan kurang mencukupi, cuman peralatan
sederhana, cuma pelampung, baju renang”(I.2)
“Hambatan nya ya kesulitan nya peralatan mas… Terutama
tambang ada gitu …Sudah ada tapi kan cuman seadanya
tempatnya cuma satu titik”(I.3)
Hasil analisis dari ketiga informan didapatkan hasil bahwa
sarana atau peralatan yang kurang memadai juga menghambat
pelaksanaan tindakan bantuan hidup dasar.
4.2.5.3.Geografis
Satu informan mengatakan hambatan tindakan BHD berupa
keadaan geografis yaitu :
“…pasir nya pasir putih jalan nya susah diinjak itu terlambat
jadi susah…” (I.1)
52
Hasil analisis dari informan tersebut menunjukkan bahwa
kondisi geografis yang dapat menghambat pelaksanaan
pertolongan pada korban tenggelam di pantai ialah jalan yang
berpasir
53
53
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Definisi bantuan hidup dasar
Hasil penelitian mengenai definisi bantuan hidup dasar pada
wisatawan yang tenggelam diperoleh tema yaitu akronim, indikasi, waktu dan
kegiatan. BHD atau bantuan hidup dasar merupakan tindakan penyelamatan
untuk meningkatkan kelangsungan hidup korban tenggelam yang mengalami
henti jantung sebelum mendapatkan pertolongan dari paramedis.
Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan dari Goiten (2008) tentang
definisi dari bantuan hidup dasar (BHD) adalah usaha yang dilakukan untuk
mempertahankan kehidupan pada saat penderita mengalami keadaan yang
mengancam nyawa. Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan
gawat darurat medik yang bertujuan untuk mencegah berhentinya sirkulasi
atau berhentinya respirasi (Frame, 2003).
Berdasarkan hal tersebut definisi BHD merupakan usaha tindak
penyelamatan untuk mempertahankan kelangsungan hidup korban yang
mengalami keadaan darurat seperti korban tenggelam sebelum mendapatkan
pertolongan lanjut dari tenaga medis.
54
5.2. Tujuan Bantuan Hidup Dasar
Hasil penelitian tentang tujuan bantuan hidup dasar bagi lifeguard dalam
menangani wisatawan tenggelam adalah memberikan bantuan dengan cepat,
mempertahankan kehidupan wisatawan dengan kategori menyelamatkan
pengunjung atau pasien. Tujuan tersebut sesuai dengan pernyataan Hutapea
(2012) bahwa tujuan bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana
yang dapat membantu mempertahankan hidup seseorang untuk sementara.
Berdasarkan hal tersebut tujuan BHD ialah memberikan bantuan untuk
menyelamatkan atau mempertahankan hidup seseorang sementara.
5.3 Prosedur Bantuan Hidup Dasar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam prosedur bantuan hidup
dasar diperoleh dua tema yaitu evakuasi dan fase penyelamatan. Berdasarkan
hal tersebut diperoleh prosedur bantuan hidup dasar wisatawan tenggelam
dapat dilakukan dengan penolong langsung terjun ke laut bila ombak laut
tidak membahayakan penolong, atau dengan terlebih dahulu melempari alat
seperti pelampung, tali tambang untuk memberi pertolongan dini, selanjutnya
di bawa ke pinggir atau tepi laut untuk dilakukan prosedur selanjutnya.
Colquhoun (2004) juga menyatakan setidaknya diperlukan dua orang
dewasa untuk mengangkat korban dari dalam air ke perahu penyelamatan.
Untuk menghindari terjadinya post-immersion collapse, sebaiknya korban
diangkat dari dalam air dengan posisi telungkup. Selain itu, penolong juga
harus memperhatikan keselamatan dirinya.
55
Hal pertama yang dilakukan apabila menemukan kejadian tenggelam
adalah menyelamatkan korban dari air. Untuk menyelamatkan korban
tenggelam, penolong harus dapat mencapai korban secepat mungkin,
sebaiknya menggunakan alat angkut seperti perahu, rakit, papan selancar atau
alat bantu apung (Vanden, 2010).
Prosedur selanjutnya diungkapkan oleh informan pada fase
penyelamatan yaitu mengangkat kepala korban, tidak perlu korban
dijungkirkan untuk membuang air, karena air akan diserap di dalam paru –
paru, membersihkan jalan nafas secukupnya, berikan nafas bantuan, berikan
oksigen kalau ada dan lakukan RJP. Membersihkan jalan nafas dilakukan
dengan membersihkan hidung atau mulut dari sumbatan seperti pasir.
Hasil penelitian tersebut mendukung penelitian dari Hutapea (2012)
bahwa pada tahap airway adalah membuka jalan nafas, tindakan tersebut
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan nafas oleh benda
asing. Sumbatan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk yang dilapisi sepasang
kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikeluarkan dengan
menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan dimana korban harus dibuka
mulutnya terlbih dahulu.
Purwoko (2012) menyatakan bahwa prosedur airway dalam tindakan
membuka jalan nafas dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala topang
dagu (Head tilt – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula. Teknik
membuka jalan napas yang direkomendasikan untuk orang awam dan petugas
56
kesehatan adalah tengadah kepala topang dagu, namun demikian petugas
kesehatan harus dapat melakukan manuver lainnya.
Hasil penelitian pengetahun lifeguard pada tahap breathing dilakukan
dengan memberikan nafas buatan. Informan tidak dapat menjelaskan cara
memberikan nafas buatan dan cara pemberian oksigen. Hal ini tidak sesuai
dengan pernyataan Purwoko (2012) bahwa prosedur breathing pada tahap
kedua yaitu memberikan bantuan nafas yang dapat dilakukan melalui mulut ke
mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada
tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali
hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5–2
detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 400 -500 ml (10 ml/kg)
atau sampai dada korban / pasien terlihat mengembang.
Tindakan lifeguard dalam tahap oksig, memberikan oksigenasi
diperoleh kategori bahwa korban diberikan oksigen. Hal ini sesuai dengan
pernyataan dari Kusnanto (2004) bahwa tindakan yang dilakukan pada tahap
breathing adalah oksigen.
Prosedur selanjutnya dilakukan RJP pada korban tenggelam. Purwoko
(2012) menyatakan dalam bantuan hidup dasar tahp sirkulasi terdiri dari 2
tahapan yaitu memastikan ada tidaknya denyut jantung korban / pasien dan
melakukan bantuan sirkulasi. Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung,
selanjutnya dapat diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan
kompresi jantung luar. Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan
mencapai tekanan sistolik 60–80 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah,
57
sedangkan curah jantung (cardiac output) hanya 25% dari curah jantung
normal. Selang waktu mulai dari menemukan pasien dan dilakukan prosedur
dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak
boleh melebihi 30 detik.
Berdasarkan pernyataan di atas di dapatkan analisa prosedur bantuan
hidup dasar pada korban tenggelam hal pertama yang dapat dilakukan ialah
membawa korban ke tepi pantai dengan cara penolong langsung terjun ke air
setidaknya dua orang bila kondisi laut memungkinkan. Apabila kondisi laut
berbahaya korban dapat terlebih dahulu di lempari alat. Setelah korban dapat
di bawa kepinggir penolong dapat melakukan prosedur berupa mengangkat
kepala korban, membersihkan jalan nafas dari sumbatan, memberikan nafas
buatan yang dapat dilakukan dari mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut
ke stoma. Jika korban berhasil bernafas kembali maka korban diberikan
oksigen. Namun, bila korban tidak ditemukan denyut jantung maka perlu
dilakukan RJP.
5.4 Evaluasi
Hasil penelitian pada tahap evaluasi tindakan BHD oleh life guard
didapatkan tema monitoring posisi dan rencana tindak lanjut. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam tindakan evaluasi bantuan hidup dasar, apabila
korban sudah dapat bernafas dan jantung sudah berdetak, korban dapat di
miringkan untuk posisi stabil, dan selanjutnya dilakukan rujukan ke fasilitas
kesehatan terdekat untuk mendapatkan pertolongan lanjut.
58
Hal ini mendukung penelitian dari Prawedana (2012) Korban
tenggelam sebaiknya segera dibawa ke unit gawat darurat terdekat untuk
evaluasi dan penanganan lebih lanjut sehingga dapat meminimalkan
komplikasi atau kecacatan yang mungkin ditimbulkan. Tidak dianjurkan
menunda transportasi untuk pemeriksaan sekunder kecuali korban benar-benar
dapat dikategorikan “stabil”. Sebelum dirujuk korban (terutama pada korban
dengan penurunan kesadaran) harus diamankan di sebuah tandu (bila tersedia)
dan diposisikan dengan nyaman. Korban dengan fraktur, cedera kepala atau
tulang belakang sebaiknya diletakkan di papan dengan penyangga tulang
belakang. Evaluasi terhadap kesadaran dan tanda-tanda vital dilakukan secara
berkala selama perjalanan.
Berdasarkan hal di atas didapatkan evaluasi dalam tindakan BHD pada
korban tenggelam berupa pemantauan terhadap tanda – tanda vital korban,
memposisikan korban pada posisi stabil (miring) dan secepat mungkin
melakukan rujukan ke fasilitas kesehtan terdekat untuk penanganan lebih
lanjut.
5.5 Hambatan
Hambatan yang dialami oleh life guard dalam penelitian ini di
pengaruhi oleh beberapa hal yaitu keadaan laut, kondisi geografi serta sarana.
Berdasarakan hal ini didapatkan hambatan yang dapat mempengaruhi
pemberian pertolongan korban tenggelam di laut yaitu kondisi laut berupa
ombak besar, kondisi geografi berupa jalan yang berpasir putih sehingga
59
menghambat proses evakuasi, serta sarana seperti pelampung yang kurang
atau tidak memadai.
Hal ini mendukung penelitian dari Haryati (2011) bahwa efektifitas
dalam menanggulangi korban tenggelam diantaranya adalah sarana
pelampung yang belum tercukupi, kurangnya keahlian dan koordinasi yang
kurang baik pada instansi terkait. Efektif tidak nya pertolongan korban
tenggelam di pengaruhi iklim atau kondisi lingkungan serta kondisi medan
tempat terjadinya tenggelam.
Berdasarkan hal tersebut diperoleh bahwa hambatan dalam
pelaksanaan BHD pada korban tenggelam di pantai dapat berupa kondisi
lingkungan seperti keadaan ombak, kondisi medan atau keadaan geografi
berupa tanah yang berpasir serta sarana pelampung yang kurang atau tidak
memadai.
60
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisa data yang telah didapat dalam penelitian, maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Definisi BHD atau bantuan hidup dasar merupakan tindakan penyelamatan
yang diberikan kepada korban tenggelam yang mengalami henti jantung
sebelum mendapatkan pertologan.
2. Tujuan bantuan hidup dasar ialah menyelamatkan korban tenggelam.
3. Prosedur bantuan hidup dasar ialah melakukan evakuasi korban ke tepi
pantai, kemudian melakukan airway, breathing, dan circuation.
4. Evaluasi tindakan bantuan hidup dasar ialah memposisikan korban pada
posisi recovery kemudian merujuk ke puskesmas atau rumah sakit terdekat
untuk penaganan lebih lanjut.
5. Hambatan dalam pelaksanaan bantuan hidup dasar meliputi keadaan laut
berupa ombak yang besar, keadaan geografis pantai berpasir serta sarana
seperti pelampung yang kurang atau tidak memadai.
6.2 Saran
1. Bagi life guard
61
Dapat memberikan pengalaman dan meningkatkan pelatihan kemampuan
dalam memberikan pertolongan pertama pada wisatawan tenggelam.
2. Perawat puskesmas
Dapat memberikan pendidikan kesehatan bagi life guard untuk
meningkatakan keahlian dalam melakukan bantuan hidup dasar, serta
memfasilitasi rujukan bagi korban tengelam.
3. Peneliti selanjutnya
Dapat melakukan penelitian selanjutnya tentang prosedur penyelamatan
wisatawan di pantai.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat memberikan sumbangan materi mengenai pengetahuan life guard
tentang bantuan hidup dasar pada wisatawan tennggelam
5. Bagi Peneliti
Dapat memberikan pengalaman secara langsung bagi peneliti dalam
melaksanakan penelitian serta mengaplikasikan berbagai teori dan konsep
yang di dapatkan dari bangku kuliah dan sebagai referensi untuk penelitian
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Colquhoun MC, Handley AJ and Evans TR. ABC of Resuscitation. Fifth
Edition.London: BMJ. 2004. Chapter 1&15
Drowning and near-drowning. Pediatric clinics of North America 40(2): 321.
Drs. Saebani, Beni ahmad, 2008, Metode Penelitian, Bandung: CV. Pusaka Seti.
Dzulfikar, DLH (2012). Hampir tenggelam (near drowing) Hardi, Malcolm
Pengantar Psikologi. Erlangga; 2005.
Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Medika; 2003.
Frame, Scottn B.(2003).PHTLS:basic and advance prehospital trauma life
support. (5th
ed). Missouri: Mosby
Haryati, Sri dan Zaili Rusli. (2011). Efektifitas BASRNAS dalam Penanggulangan
Bencana dan Musibah diPekanbaru. Riau FISIP Universitas Riau:
Hutapea, EL. (2012). Gambaran Tingkat Pengetahuan Polis Lalu Lintas Tentang
Bantuan Hidup Dasar di Kota Depok. Skripsi. Jakarta : Fakultas
Keperawatan Universitas Indonesia
Kusnanto. (2004). Pengatur Profesi Dan Praktik Keperawatan Profesional.
Jakarta : EGC
Levin, D. L., F. C. Morriss, L. O. Toro, L. W. Brink and G. R. Turner (1993).
Maleong, Lexi J. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Murdiyastomo. A. (2011). Sadar wisata , sapta pesona. hal.4
Notoatmodjo, Soekidijo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam, Sisi Parini. Metodologi Riset Penelitian. Cetakan pertama. Jakarta Sagung Seto;
2001.
Onyekwelu, E. (2008). Drowning and Near Drowning. Internet Journal of Health8(2).
Poseidon. The Lifeguard’s Third Eyes. Drowning statistics – Drowning facts file. 2006.
Purwoko.2012. Bantuan Hidup Dasar.Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Negeri
Sebelas Maret
Ronald, C. (2002). Drowning and near drowning. International Child Health Care: Apractical
manual for hospitals worldwide: 541.
Saryono. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan, Penentun Praktis Bagi Pemula.
Yogyakarta : Mitra Cendekia.
Sheperd, Suzanne Moore, 2003. Drowning. Available from:
(http://emedicine.medscape.com/article/772753). (Accessed: April 1st, 2009).
Tarwoto & Wartonah. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Vanden Hoek TL et. al. Part 12: Cardiac Arrest in Special Situations: 2010 American Heart
Association Guidelines for Cardiopulmonary Rescucitation and Emergency
Cardiovascular Care. Circulation 2010;122;S829-S8616. Journal of American Heart
Association. Part 3: Overview of CPR.
Varon J, Marik PE. Complete neurological recovery following delayed initiation of
hypothermia in a victim of warm water near-drowning. Resuscitation. Mar
2006;68(3):421-3.
Walgito, B. Pengantar Psikologi Umum. Edisi 3. Yogyakarta: Andi Offset; 2002.
Wawan, A dan Dewi. 2010. Teori Dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku
Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika.
www.eMedicine – Drowning : Article by Suzanne Moore Shepherd. Feb, 11 2008.
www.farmacia.com.Tatalaksana Penderita Tenggelam, GERAI – Edisi April 2007 (Vol.6
No.9).