41
STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. P DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG PRINGGODANI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA DI SUSUN OLEH : HANIF KURNIAWATI NIM. P.10097 PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2013

STUDI KASUS KTI - · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. P DENGAN GANGGUAN

PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN

DI RUANG PRINGGODANI RUMAH

SAKIT JIWA DAERAH

SURAKARTA

DI SUSUN OLEH :

HANIF KURNIAWATI

NIM. P.10097

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2013

Page 2: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

i

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. P DENGAN GANGGUAN

PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN

DI RUANG PRINGGODANI RUMAH

SAKIT JIWA DAERAH

SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DI SUSUN OLEH :

HANIF KURNIAWATI

NIM. P.10097

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2013

Page 3: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan
Page 4: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan
Page 5: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan
Page 6: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat, rahmat dan karunian-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya

Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. P DENGAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI

RUANG PRINGGODANI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA”.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada yang terhormat :

1. Setiyawan, S.Kep., Ns , selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang

telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes

Kusuma Husada Surakarta.

2. Erlina Windyastuti, S.Kep., Ns, selaku Sekretaris Ketua Program studi DIII

Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba

ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

3. Joko Kismanto, S.Kep., Ns, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai

penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-

masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi

demi sempurnanya studi kasus ini.

4. Diyah Ekarini, S.Kep., Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing

dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan

Page 7: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

vi

nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi kesempurnaannya

studi kasus ini.

5. Setiyawan, S.Kep., Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing

dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan

nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi kesempurnaannya

studi kasus ini.

6. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada

Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya

serta ilmu yang bermanfaat.

7. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat

untuk menyelesaikan pendidikan.

8. Kedua kakakku, yang selalu memberi dukungan dan semangat untuk segera

menyelesaikan tugas Karya Tulis Ilmiah.

9. Teman-temanku Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes

Kusuma Husada Surakarta yang telah berjuang bersama menempuh 3 tahun

belajar di bangku akademik STIKes Kusuma Husada Surakarta.

Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

keperawatan dan kesehatan. Amin.

Surakarta, Juni 2013

Penulis

Page 8: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv

KATA PENGANTAR ................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. viii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................ 1

B. Tujuan Penulisan .................................................................... 4

C. Manfaat Penulisan .................................................................. 5

BAB II LAPORAN KASUS

A. Identitas Klien ....................................................................... 7

B. Pengkajian .............................................................................. 7

C. Perumusan Masalah Keperawatan .......................................... 13

D. Perencanaan Keperawatan ...................................................... 14

E. Implementasi Keperawatan .................................................... 16

F. Evaluasi Keperawatan ............................................................ 17

BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

A. Pembahasan ............................................................................ 19

B. Simpulan dan Saran ................................................................ 27

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 9: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Genogram ..................................................................................... 9

Gambar 2. Pohon Masalah ............................................................................. 14

Page 10: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data

Lampiran 3 Lembar Pendelegasian Pasien

Lampiran 4 Log Book Kegiatan Harian

Lampiran 5 Asuhan Keperawatan

Lampiran 6 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah

Page 11: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakangMasalah

Direktur Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas)

Departemen Kesehatan dan World Health Organization (WHO)

memperkirakan tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa

ditemukan di dunia. Bahkan berdasarkan studi World Bank dibeberapa negara

8,1% dari kesehatan global masyarakat menderita gangguan jiwa. Halusinasi

yang merupakan gangguan persepsi dimana klien mempresepsikan sesuatu

yang sebenarnya. Diperkirakan sebanyak 2,7% dari populasi di dunia

(Syaifudin, 2006).

Prevalensi penderita gangguan jiwa di Indonesia menurut WHO pada

tahun 2010 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia mengalami

gangguan jiwa, panik dan cemas merupakan gejala paling ringan. Dari total

populasi 26 juta gangguan jiwa, terdapat 12-16%yang mengalami gangguan

jiwa serius (Mubin dkk, 2009).

Kepala Dinas Kesehatan di Jakarta Dien Emawati menyatakan bahwa

jumlah penderita gangguan jiwa ringan hingga triwulan kedua tahun 2011

mencapai 306.621 orang, naik dari 159.029 orang pada tahun2010. Secara

keseluruhan, jumlah penderita gangguan jiwa di Jakarta mencapai angka

14,1% dari jumlah penduduk. Jumlah itu di atas angka nasional sebesar

11,6%. Kepala Dinas Kesehatan akan mengupayakan kesehatan jiwa di

Indonesia dapat teratasi (Kompas.com, 10 Oktober 2011) .

Page 12: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

2

Upaya kesehatan jiwa ditujukan pada seluruh lapisan masyarakat,

bukan hanya pada individu yang sakit atau keluarga dari individu tersebut,

atau bukan pula hanya pada seseorang yang mempunyai masalah psikososial

saja tetapi yang tidak bermasalah juga perlu diintervensi yang bertujuan untuk

mencegah agar tidak terjadi gangguan jiwa pada individu tersebut.

Banyaknya tekanan maupun kesulitan yang dihadapi individu dalam

kehidupan ini berarti semakin banyak pula masalah yang dihadapi, hal ini

mempengaruhi status kesehatan jiwa atau perkembangan jiwa seseorang yang

akhirnya berakibat pada gangguan jiwa, jika seseorang tidak memiliki koping

yang efektif untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi (Depkes RI,

2007).

Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena

adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana individu tidak

mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan

lingkungan. Pengertian seseorang tentang penyakit gangguan jiwa berasal

dari apa yang diyakini sebagai faktor penyebabnya yang berhubungan dengan

biopsikososial (Stuart & Sundeen, 2004).

Macam-macam gangguan jiwa antara lain gangguan jiwa simtomatik,

skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham, gangguan suasana

perasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang

berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan

perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan onset

masa kanak dan remaja (Maslim, 2004).

Page 13: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

3

Skizofrenia merupakan suatu hal yang melibatkan banyak sekali faktor.

Faktor-faktor itu meliputi perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur

kimia otak, dan faktor genetik (Nancy Andreasen, 2008). Melinda Hermann

mendefinisikan skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi

persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya. Tanda

dan gejala skizofrenia dibagi menjadi 2 yaitu: gejala positif dan negatif.

Gejala positif halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak

tidak mampu menginterpretasikan dan merespons pesan atau rangsangan

yang datang. Gejala negative klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis

berarti kehilangan energy dan minat dalam hidup yang membuat klien

menjadi orang yang malas. Karena klien skizofrenia hanya memiliki energi

yang sedikit, mereka tidak biasa melakukan hal-hal yang lain selain tidur dan

makan (Melinda Hermann, 2008).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien

mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu

berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan. Klien merasakan stimulus

yang sebetulnya tidak ada. Selain itu, halusinasi bias juga diartikan sebagai

persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran, dan pikiran yang sering

terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi semua system

penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan) (Cook dan

Fontaine, 2009).

Angka penderita gangguan jiwa di RSJD Surakarta pada periode April

2013, pasien yang dirawat di ruang Pringgodani didapatkan dari 34 pasien

yang mengalami gangguan jiwa terdapat 20 pasien yang mengalami gangguan

Page 14: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

4

persepsi sensori: halusinasi, 8 pasien yang mengalami perilaku kekerasan, 6

pasien mengalami menarik diri dan waham. Berarti prosentasi pasien 54%

dari jumlah keseluruhan pasien yang ada di ruang Pringgodani mengalami

gangguan persepsi sensori: halusinasi, dan sisanya merupakan pasien perilaku

kekerasan, menarik diri, rata-rata pasien berusia antara 20 – 48 tahun.

Tn.P adalah salah satu pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa

Daerah Surakarta. Tn.P mengatakan mendengar suara-suara bisikan yang

menyuruhnya memukul orang yang ada di dekatnya dengan frekuensi hilang

timbul diwaktu sendiri dan disore hari, suara itu dating sehari 1 kali. Tn.P

tampak gelisah, menutup telinga, berbicara sendiri, tampak menyendiri,

mondar-mandir. Halusinasi pendengaran pada Tn.P harus segera ditangani

karena dapat berakibat resiko menciderai diri sendiri, dan orang lain.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengelola

kasus asuhan keperawatan yang dituangkan dalam penulisan Karya Tulis

Ilmiah yang berjudul, “Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Tn.P Dengan

Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Di Ruang Pringgodani Rumah Sakit

Jiwa Daerah Surakarta”.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum.

Melaporkan kasus keperawatan jiwa pada Tn.P dengan gangguan persepsi

sensori: halusinasi di ruang Pringgodani RSJD Surakarta.

Page 15: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

5

2. Tujuan Khusus.

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn.P dengan gangguan

persepsi sensori: halusinasi.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn.P dengan

gangguan persepsi sensori: halusinasi.

c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Tn.P

dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi.

d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada Tn.P

dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi.

e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Tn.P dengan

gangguan persepsi sensori: halusinasi.

C. Manfaat Penulisan

Penulis berharap semoga karya tulis ilmiahnya dapat berguna bagi :

1. Bagi Penulis.

Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan penulis dalam menerapkan

asuhan keperawatan jiwa dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi.

2. Bagi Profesi.

Sebagai salah satu tambahan ilmu pengetahuan bagi organisasi profesi

keperawatan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan

standar asuhan keperawatan jiwa dengan gangguan persepsi sensori:

halusinasi.

Page 16: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

6

3. Bagi Institusi.

a. Rumah Sakit.

Meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan standar asuhan

keperawatan jiwa dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi.

b. Pendidikan.

Menambah referensi dan sebagai sumber bacaan tentang asuhan

keperawatan jiwa dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi.

Page 17: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

7

BAB II

LAPORAN KASUS

Bab II ini merupakan ringkasan Asuhan Keperawatan Jiwa dengan

pengelolaan studi kasus pada klien Tn.P dengan gangguan persepsi sensori:

Halusinasi pendengaran di bangsal Pringgodani RSJD Surakarta pada tanggal 25

April – 27 April 2013. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, analisa

data, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

Penulis melakukan pengkajian pada tanggal 25 April 2013 Jam 09.00 WIB

di bangsal Pringgodani Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, dengan metode allo

anamnesa dan auto anamnesa dan hasil pengkajian didapatkan:

A. Identitas Klien

Klien berinisial Tn.P umur 32 tahun, beragama islam, berjenis kelamin

laki-laki, belum menikah. Klien dirawat di RSJD Surakarta sejak tanggal 22

Maret 2013. Nomer registrasi klien 04.92XX, dengan diagnosa medis

Skizofrenia. Alamat klien Gabus, Grobogan, Purwodadi. Penanggung jawab

Tn.P. adalah Ny.S. Hubungan Ny.S dengan Tn.P adalah ibunya.

B. Pengkajian

1. Riwayat Kesehatan

Alasan klien masuk Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada

tanggal 22 Maret 2013 dengan keluhan klien tampak bingung, mondar-

mandir, bicara ngelantur, marah-marah. Klien juga mengatakan

Page 18: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

8

mendengar suara-suara bisikan ditelinganya dan menyuruh dia

untuk memukul orang yangada di dekatnya. Kemudian oleh keluarga,

klien dibawa ke RSJD Surakarta, lalu dari IGD diterima dan dokter

menyarankan klien rawat inap, kemudian klien dipindahkan ke bangsal

Amarta sampai keadaan membaik. Setelah itu dipindahkan ke bangsal

Pringgodani.

2. Faktor Prediposisi

Pada factor predisposisi klien mengatakan belum pernah

mengalami gangguan jiwa dan dirawat di RSJ. Klien mengatakan di dalam

keluarganya tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

3. Faktor Presipitasi

Hasil pengkajian pada tanggal 25 April 2013 keluhan yang

dirasakan klien adalah klien merasa gelisah karena sering mendengar

suara-suara bisikan yang menyuruhnya untuk memukul orang yang ada di

dekatnya sebelum di bawa ke rumah sakit jiwa, dirumah klien pernah

mengamuk dan memukul ibunya.

4. Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik Tn.P diperoleh data sebagai berikut: TD:

120/80 mmHg, nadi: 80x/ menit, respirasi: 20x/ menit, suhu tubuhnya:

36,4˚C, tinggi badan: 162 cm, berat badan: 65 kg, sedangkan hasil

pemeriksaan head to toe didapat data sebagai berikut: kepala Tn.P

bentuknya mesochepal, ada ketombe, rambut warna hitam. Mata klien

tidak menggunakan alat bantu penglihatan, simetris antara kanan dan kiri,

Page 19: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

9

konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Mulut klien tidak ada

stomatitis, tidak ada keries gigi. Hidung klien bersih tidak ada sekret, tidak

ada gangguan penciuman. Telinga klien simetris antara kanan dan kiri,

bersih tidak ada penumpukan serumen. Pada bagian ekstremitas tidak

mengalami gangguan, semuanya normal berfungsi dengan baik.

Kesimpulannya pada Tn.P tidak mengalami gangguan fisik.

5. Psikososial – Spiritual

Genogram :

Tn.P

Keterangan:

: Laki – laki.

: Perempuan.

: Garis Keturunan.

: Tn.P.

: Tinggal Serumah.

Gambar 1. Genogram

Tn.P merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Klien tinggal

serumah dengan kedua orangtua, kakak dan adiknya. Dikeluarganya tidak

ada yang mengalami ganguan jiwa.

Page 20: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

10

Hasil pengkajian dari konsep diri diperoleh data gambaran diri

Tn.P mengatakan bahwa bagian tubuh yang disukainya adalah mata,

sedangkan bagian yang tidak disukai oleh Tn.P adalah hidung karena klien

merasa hidungnya tidak mancung.

Tn.P berstatus belum menikah, seorang laki-laki berusia 32 tahun.

Peran Tn.P sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, sedangkan di dalam

keluarganya bertugas membantu pekerjaan orangtuanya. Ideal diri Tn.P

berharap ingin cepat sembuh dan kembali pulang ke rumah untuk

menjalankan tugasnya seperti sedia kala. Harga diri klien mengatakan

tidak merasa malu dengan penyakit yang dialaminya.

Hubungan sosial klien diperoleh data yaitu klien mengatakan orang

yang paling berarti dalam kehidupanya adalah kedua orangtuanya. Peran

serta dalam kegiatan masyarakat adalah sebagai anggota karang taruna,

dan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain. Sedangkan

pengkajian spiritual Tn.P diperoleh data nilai dan keyakinan Tn.P

beragama islam dan rajin sholat 5 waktu.

6. Status Mental

Hasil pengkajian status mental Tn.P sebagai berikut penampilan

klien terlihat bersih sesuai tempat dan kondisi setiap hari, pakaian ganti

setiap hari. Pembicaraan Tn.P ketika diajak interaksi mau menceritakan

masalahnya kepada perawat. Aktifitas motorik Tn.P, klien sehari-hari

banyak menghabiskan waktu di ruangan, tampak mondar-mandir dan

gelisah. Alam perasaan Tn.P jika mendengar bisikan itu klien

Page 21: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

11

mengatasinya dengan cara menutup telinga dan berbicara sendiri. Afek

dari Tn.P terlihat labil, tidak menentu karena sering berubah pikiran dan

tidak memperlihatkan mempertahankan pendapatnya sendiri. Interaksi

selama wawancara pada Tn.P kooperatif, kontak mata kurang, selalu

menjawab pertanyaan dalam wawancara. Persepsi klien mengatakan

mendengar suara-suara bisikan yang menyuruhnya memukul orang yang

ada di dekatnya dengan frekuensi hilang timbul diwaktu sendiri dan disore

hari, suara itu datang sehari 1 kali.

Hasil pengkajian proses pikir Tn.P dapat menjelaskan perasaan

dengan baik sesuai pertanyaan yang diberikan. Isi pikir Tn.P mampu

menjelaskan perasaan maupun yang dipikirkan walaupun terkadang tidak

nyambung dengan pertanyaan yang diberikan, dan bicara Tn.P sangat

pelan. Tingkat kesadaran Tn.P adalah composmentis, tidak mengalami

disorientasi waktu dan tempat. Memori Tn.P mengatakan tidak ada

gangguan dengan daya ingatnya, memori jangka panjang. Tingkat

konsentrasi dan berhitung Tn.P mampu berkonsentrasi dan berhitung

secara sederhana. Kemampuan penilaian Tn.P dapat membedakan

perbuatan baik dan yang tidak baik. Daya tilik diri Tn.P menyadari tentang

penyakit yang sedang diderita saat ini dan dirawat di RSJD Surakarta.

7. Kebutuhan Persiapan Pulang

Hasil pengkajian pada kebutuhan persiapan pulang diperoleh data

sebagai berikut selama di RSJD Surakarta makan 3x sehari dengan menu

Page 22: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

12

nasi, sayur, lauk dan buah tanpa bantuan orang lain, untuk BAB juga

mandiri frekuensinya 1x sehari dengan konsistensi lembek, warna kuning,

bau khas dan kebutuhan BAK juga dilakukan secara mandiri frekuensinya

5 – 6x sehari, warna kuning jernih, bau khas. Tn.P mandi, gosok gigi 2x

dalam sehari pagi dan sore tanpa dibantu. Berpakaian klien dapat

melakukannya sendiri tanpa bantuan. Istirahat tidur Tn.P mengatakan pada

siang hari klien hanya beristirahat saja tanpa tidur siang, tidur malam

selama ±7 jam mulai pukul 21.00 WIB sampai pukul 04.00 WIB.

Penggunaan obat selalu diingatkan oleh perawat. Pemeliharaan kesehatan

Tn.P membutuhkan perawatan lanjutan di RSJD Surakarta dan

memerlukan perawatan dukungan oleh keluarga. Tn.P mempunyai

kegiatan dalam rumah yaitu menjaga kerapian rumah, sedangkan kegiatan

di luar rumah membantu pekerjaan orangtua di sawah.

8. Mekanisme Koping

Hasil pengkajian mekanisme koping pada Tn.P didapatkan data

adaptif: Tn.P mengatakan mampu memulai pembicaraan dengan orang

lain, klien suka berolahraga, sedangkan data maladaptif: Tn.P mengatakan

pernah minum alkohol, mengamuk, memukul ibunya.

9. Masalah Psikososial dan Lingkungan

Hasil pengkajian masalah psikososial dan lingkungan didapatkan

data: Tn.P mengatakan mampu berinteraksi dengan perawat dan pasien

lain di lingkungan RSJD Surakarta.

Page 23: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

13

10. Aspek Medik

Tn.P mendapatkan terapi medis Trihexsipenidil (THP) untuk rileks

dan badan tidak kaku dengan dosis 2X1 @ 2mg, Resperidone (RSIP)

untuk membuat pikiran Tn.P tenang dengan dosis 2X1 @ 2mg,

Chlorpromasine (CPZ) untuk menghilangkan suara bisikan yang didengar

Tn.P dengan dosis 2X1 @ 100mg. Hasil pemeriksaan laboratorium GDS :

140 mg/dl, SGOT : 37 U/L, SGPT : 20 U/L, Hb : 15,9 g/dl, Ht : 40,2%.

C. Perumusan MasalahKeperawatan

Berdasarkan analisa data dilakukan pada tanggal 25 April 2013,

didapatkan data: data subjektif: Tn.P mengatakan mendengar bisikan suara

yang menyuruhnya memukul orang yang ada di dekatnya dengan frekuensi

hilang timbul diwaktu sendiri dan disore hari, suara itu datang sehari 1 kali.

Data objektif: klien tampak gelisah, menutup telinga, berbicara sendiri,

tampak menyendiri, konsentrasi kurang, bicara ngelantur, dan mondar–

mandir. Dari data tersebut penulis mengangkat prioritas diagnosa gangguan

persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

Page 24: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

14

PohonMasalah

Uraian analisa data diatas, dapat digambarkan dalam pohon masalah

yang terjadi pada Tn.P sebagai berikut:

Perilaku Kekerasan (akibat)

Gangguan persepsi sensori: Halusinasi (masalah utama)

Isolasi Sosial : Menarik Diri (penyebab)

Gambar 2: Pohon masalah halusinasi

D. PerencanaanKeperawatan

Didapatdari hasil pengkajian rencana keperawatan gangguan persepsi

sensori: halusinasi. TUM: Tn.P dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.

TUK 1: Setelah dilakukan pertemuanselama 1 x 15 menit Tn.P dapat

membina hubungan saling percaya dengan kriteria evaluasi: ekspresi wajah

bersahabat, menunjukan rasa tenang, ada kontak mata,mau berjabat tangan,

mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan

dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi. Intervensi:

bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi

terapeutik: sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal,

perkenalkan nama, nama panggilan perawat, jelaskan tujuan berkenalan,

tanyakan nama panggilan yang disukai, buat kontrak yang jelas, tunjukkan

sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi, tunjukan sikap empati dan

menerima apa adanya, beri perhatian kepada klien dan kebutuhan dasar klien,

tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien, dengarkan dengan

penuh perhatian ekspresi klien.

Page 25: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

15

TUK 2: Setelah dilakukan pertemuan selama 1 x 15 menit Tn.P dapat

mengenal halusinasinya dengan kriteria evaluasi: klien menyebutkan isi,

waktu, frekuensi, situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi.

Intervensi: observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya,

tanyakan apakah klien mengalami sesuatu (halusinasi dengar), jika klien

menjawabnya, tanyakan apa yang sedang dialami, katakan bahwa perawat

percaya klien mengalami halusinasi namun perawat tidak mengalaminya

(dengan nada bersahabat), katakan bahwa ada klien yang mengalami hal yang

sama namun perawat akan membantu klien, diskusikan dengan klien isi,

waktu, frekuensi, situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi.

TUK 3: Setelah dilakukan pertemuan selama 1 x 15 menit Tn.P dapat

mengontrol halusinasinya dengan kriteria hasil: klien dapat menyebutkan

tindakan untuk mengendalikan halusinasinya, klien mampu menyebutkan

cara baru mengontrol halusinasinya, klien dapat memilih dan memperagakan

cara mengatasi halusinasinya. Intervensi: identifikasi bersama klien cara atau

tindakan yang dilakukan saat terjadi halusinasi, diskusikan cara yang

digunakan klien saat halusinasi muncul, jika cara yang digunakan maladaptif

diskusikan kerugian cara tersebut, jika cara yang digunakan adaptif beri

pujian, diskusikan cara baru untuk mengontrol halusinasi: menghardik,

bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan kegiatan harian, minum obat

sesuai resep dokter. Beri kesempatan klien mempraktekan cara yang telah

dipilih, jika berhasil beri pujian.

Page 26: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

16

TUK 4: Setelah dilakukan pertemuan selama 1 x 15 menit Tn.P dapat

dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya. Kriteria evaluasi:

keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan gejala halusinasi.

Intervensi: buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan, diskusikan dengan

keluarga pada saat pertemuan (pengertian halusinasi, tanda dan gejala

halusinasi, cara memutuskan halusunasi).

TUK 5: Kriteria evaluasi: Setelah dilakukan pertemuan selama 1 x 15

menit Tn.P mengikuti terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi atau

orientasi realitas. Intervensi: Anjurkan klien mengikuti TAK stimulasi

persepsi sessi 1: menonton TV. Anjurkan klien mengikuti TAK stimulasi

persepsi sessi 2: membaca majalah, koran. Anjurkan klien mengikuti TAK

stimulasi persepsi sessi 3: menggambar.

E. Implementasi Keperawatan

Penulis melakukan implementasi pada tanggal 25 April 2013 jam 10.00

WIB untuk diagnosa gangguan persepsi sensori: halusinasi pada Tn.P di

bangsal Pringgodani RSJD Surakarta, yaitu SP I : memberi salam, membina

hubungan saling percaya, membantu Tn.P dalam mengenal halusinasi,

menjelaskan cara mengontrol halusinasi, mengajarkan Tn.P mengontrol

halusinasi dengan cara menghardik. Dan pukul 12.00 WIB memberikan terapi

medis minum obat medis Trihexsipenidil (THP) 2mg, Resperidone (RSIP)

2mg, Chlorpromasine (CPZ) 100mg.

Tanggal 26 April 2013 pukul 09.00 WIB penulis memberikan cara yang

kedua: mengajarkan Tn.P untuk mengontrol halusinasinya dengan metode SP

Page 27: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

17

II, yaitu bercakap-cakap dengan orang lain dan pukul 12.15 WIB memberikan

terapi medis minum obat medis Trihexsipenidil (THP) 2mg, Resperidone

(RSIP) 2mg, Chlorpromasine (CPZ) 100mg.

Tanggal 27 April 2013 jam 09.30 WIB penulis memberikan cara

melakukan SP III : melatih Tn.P untuk mengontrol halusinasi dengan cara

ketiga, yaitu melakukan aktifitas terjadwal dan pukul 12.10 WIB memberikan

terapi medis minum obat medis Trihexsipenidil (THP) 2mg, Resperidone

(RSIP) 2mg, Chlorpromasine (CPZ) 100mg.

F. Evaluasi Keperawatan

Hasil evaluasi setelah penulis memberikan implementasi pada tanggal

25 April 2013 dari SP I diperoleh data subjektif: Tn.P mengatakan mendengar

bisikan suara yang menyuruhnya memukul orang yang ada di dekatnya

dengan frekuensi hilang timbul diwaktu sendiri dan disore hari, suara itu

datang sehari 1 kali. Data objektif: Tn.P kooperatif memperhatikan yang

sedang diajarkan oleh penulis, kontak mata ada, klien mampu

mendemonstrasikan cara menghardik, klien tampak meminum obat yang

diberikan. Data assessment: Tn.P mampu menyebutkan jenis, waktu,

frekuensi halusinasinya. Planning klien: anjurkan Tn.P memasukkan dalam

jadwal harian, planning untuk penulis pertahankan SP I, lanjutkan SP II.

Hasil evaluasi pada tanggal 26 April 2013 diperoleh data subjektif:

Tn.P mengatakan masih mendengar suara bisikan yang menyuruhnya

memukul orang di dekatnya dengan frekuensi hilang timbul diwaktu sendiri

dan disore hari, suara itu datang sehari 1 kali. Data objektif: Tn.P mampu

Page 28: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

18

mengulang SP I, Tn.P memperhatikan, dan mengontrol halusinasi dengan

cara bercakap-cakap dengan orang lain, Tn.P tampak meminum obat terapi.

Data assessment: Tn.P mampu bercakap-cakap dengan orang lain. Planning

untuk Tn.P anjurkan untuk menggunakan SP II jika bisikan terdengar,

planning untuk penulis: lanjutkan SP III.

Hasil evaluasi pada tanggal 27 April 2013 diperoleh data subjektif:

Tn.P mengatakan suara bisikan sudah tidak muncul. Data objektif: Tn.P

mampu mengulang SP I, dan SP II dengan baik, Tn.P tampak memperhatikan

cara mengontrol halusinasi SP III yaitu melakukan aktifitas terjadwal. Data

assessment: Tn.P mampu menyebutkan kegiatan yang dapat mengontrol

halusinasi. Planning untuk Tn.P anjurkan untuk melakukan kegiatan yang

dapat mengontrol halusinasi sesuai jadwal kegiatan, planning untuk perawat

pertahankan SP III.

Page 29: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

19

BAB III

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. Pembahasan

Bab ini penulis akan membahas kesenjangan antara teori dan proses

keperawatan pada asuhan keperawatan pada Tn.P dengan gangguan persepsi

sensori: halusinasi pendengaran yang dilaksanakan pada tanggal 25-27 April

2013 di Ruang Pringgodani RSJD Surakarta. Prinsip pembahasan ini dengan

memperhatikan aspek tahapan proses keperawatan mulai dari pengkajian,

diagnosa keperawatan, intervensi atau rencana keperawatan, implementasi

sampai evaluasi keperawatan.

Menurut Direja (2011), definisi halusinasi adalah salah satu gejala

gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan sensori persepsi:

merasakan sensori palsu berupa suara, pengecapan, perabaan atau pembau.

Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indra tanpa adanya

rangsangan dari luar yang didapat meliputi semua system pengindraan

dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh atau baik (Stuart &

sudden, 2005). Menurut Saidah (2003), halusinasi adalah gangguan

penyerapan atau persepsi panca indra tanpa adanya rangsangan dari luar yang

dapat terjadi pada sistem pengindraan pada saat kesadaran penuh dan baik.

Masuknya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima

rangsang dari luar dan dari individu. Dengan kata lain klien berespon

terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan

tidak dapat dibuktikan. .

Page 30: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

20

Manifestasi klinis halusinasi antara lain yaitu bingung, apatis terhadap

lingkungan, klien tidak dapat membedakan antara realita dan khayalan. Sulit

tidur dan konsentrasi menurun, gelisah, agitasi, agresif, destruktif, ekspresi

wajah tegang, perasaan tidak aman, curiga, tersinggung, bicara sendiri,

berkeringat, nadi cepat, tekanan darah meningkat, halusinasi dengar, klien

menyumbat telinga, sikap seperti mendengar sesuatu, tertawa sendiri,

terdiam, terengah-engah dalam pembicaraan sulit membuat keputusan

(Kusumawati,2010).

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan, tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan

perumusan masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,

data psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa

dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi,

penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang

dimiliki klien (Keliat, 2005).

Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan oleh penulis

terhadap Tn.P dengan metode auto anamnesa dan allo anamnesa,

diperoleh data subjektif dan data objektif yang sesuai dengan prioritas

masalah keperawatan yang dialami Tn.P yaitu gangguan persepsi sensori:

halusinasi didukung dengan data subjektif: Tn.P mendengar suara-suara

bisikan yang menyuruhnya untuk memukul orang di dekatnya, dan data

objektif: Tn.P takut, gelisah, mondar–mandir, berbicara sendiri, dalam hal

Page 31: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

21

ini dapat disimpulkan bahwa manifestasi klinis yang dialami Tn.P sesuai

dengan manifestasi klinis yang terdapat dalam teori yaitu gelisah, curiga,

halusinasi dengar, menyumbat telinga.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Videbeck (dalam Nurjannah, 2005) menyatakan bahwa

diagnosa keperawatan berbeda dari diagnosa psikiatrik medis dimana

diagnosa keperawatan adalah respon klien terhadap masalah medis atau

bagaimana masalah mempengaruhi fungsi klien sehari-hari yang

merupakan perhatian utama diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan

adalah merupakan suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia

terhadap status kesehatan atau resiko perubahan dari kelompok dimana

perawat secara accountabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan

intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurun,

membatasi, mencegah, merubah. Terdapat 4 diagnosa keperawatan yaitu,

resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan sebagai akibat,

gangguan persepsi sensori halusinasi sebagai core problem, dan menarik

diri sebagai etiologi (Keliat, 2005).

Menurut NANDA (2009-2011: 193) pada diagnosa gangguan

persepsi sensori : halusinasi memiliki batasan karakteristik: perubahan

dalam perilaku, perubahan dalam menejemen koping, disorientasi,

konsentrasi buruk, gelisah, dan distorsi sensori seperti berbicara sendiri,

tertawa sendiri, mendengar suara yang tidak nyata, dan mondar-mandir.

Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa gangguan persepsi

Page 32: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

22

sensori: halusinasi pendengaran yaitu data subjektif : klien mengatakan

mendengar suara-suara bisikan yang menyuruhnya untuk memukul orang

di dekatnya, dan data objektif : klien tampak gelisah, menutup telinga,

berbicara sendiri, tampak menyendiri, konsentrasi kurang, bicara

ngelantur, dan mondar–mandir. Berdasarkan pohon masalah yang dialami

Tn.P dapat disimpulkan tidak ada kesenjangan antara pohon masalah yang

dialami Tn.P dengan pohon masalah yang terdapat pada teori.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan dalam membantu

pemilihan perencanaan untuk memberikan petunjuk terhadap pemberian

asuhan keperawatan kepada klien (Townsend.M.C 2006). Intervensi

keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan

rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian

permasalahan (P) dari diagnosa tertentu. Tujuan umum dapat dicapai jika

serangkaian tujuan khusus telah dicapai. Tujuan khusus berfokus pada

penyelesaian etiologi (E) dari diagnosa tersebut. Tujuan khusus merupakan

rumusan kemampuan yang perlu dicapai atau dimiliki klien. Kemampuan

ini dapat bervariasi sesuai dengan masalah kebutuhan klien. Umumnya,

kemampuan klien pada tujuan khusus dapat menjadi tiga aspek yaitu

kemampuan kognitif yang diperlukan untuk menyelesaikan etiologi dari

diagnosa keperawatan, kemampuan psikomotor yang diperlukan agar

etiologi dapat teratasi dan kemampuan afektif yang perlu dimiliki agar

Page 33: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

23

klien percaya pada kemampuan menyelesaikan masalah (Stuart dan Laria,

2005).

Tujuan umum dilakukan tindakan keperawatan pada permasalahan

yang dihadapi klien yaitu agar klien dapat mengontrol halusinasi yang

dialaminya. Tujuan khusus pertama Tn.P dapat membina hubungan saling

percaya dengan kriteria evaluasi: ekspresi wajah bersahabat, menunjukan

rasa tenang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan

nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat,

bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi. Intervensi: bina

hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi

terapeutik: sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal,

perkenalkan nama, nama panggilan perawat, jelaskan tujuan berkenalan,

tanyakan nama panggilan yang disukai, buat kontrak yang jelas, tunjukan

sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi, tunjukkan sikap empati

dan menerima apa adanya, beri perhatian kepada klien dan kebutuhan

dasar klien, tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien,

dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi klien.

Tujuan khusus kedua Tn.P dapat mengenal halusinasinya dengan

kriteria evaluasi: klien menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi dan

kondisi yang menimbulkan halusinasi. Intervensi: observasi tingkah laku

klien terkait dengan halusinasinya, tanyakan apakah klien mengalami

sesuatu (halusinasi dengar), jika klien menjawabnya, tanyakan apa yang

sedang dialami, katakan bahwa perawat percaya klien mengalami

Page 34: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

24

halusinasi namun perawat tidak mengalaminya (dengan nada bersahabat),

katakan bahwa ada klien yang mengalami hal yang sama namun perawat

akan membantu klien, diskusikan dengan klien isi, waktu, frekuensi,

situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi.

Tujuan khusus ketiga Tn.P dapat mengontrol halusinasinya dengan

kriteria hasil: klien dapat menyebutkan tindakan untuk mengendalikan

halusinasinya, klien mampu menyebutkan cara baru mengontrol

halusinasinya, klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi

halusinasinya. Intervensi: identifikasi bersama klien cara atau tindakan

yang dilakukan saat terjadi halusinasi, diskusikan cara yang digunakan

klien saat halusinasi muncul, jika cara yang digunakan maladaptif

diskusikan kerugian cara tersebut, jika cara yang digunakan adaptif beri

pujian, diskusikan cara baru untuk mengontrol halusinasi: menghardik,

bercakap-cakapdengan orang lain, melakukan kegiatan harian, minum obat

sesuai resep dokter. Beri kesempatan klien mempraktekan cara yang telah

dipilih, jika berhasil beri pujian.

Tujuan khusus keempat Tn.P dapat dukungan dari keluarga dalam

mengontol halusinasinya. Kriteria evaluasi: keluarga dapat menyebutkan

pengertian, tanda dan gejala halusinasi. Intervensi: buat kontrak dengan

keluarga untuk pertemuan, diskusikan dengan keluarga pada saat

pertemuan (pengertian halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, cara

memutuskan halusunasi).

Page 35: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

25

Tujuan khusus kelima Tn.P mengikuti terapi aktifitas kelompok

stimulasi persepsi atau orientasi realitas. Intervensi: Anjurkan klien

mengikuti TAK stimulasi persepsi sessi 1: menonton TV. Anjurkan klien

mengikuti TAK stimulasi persepsi sessi 2: membaca majalah, koran.

Anjurkan klien mengikuti TAK stimulasi persepsi sessi 3: menggambar.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah apabila tujuan, hasil dan

intervensi telah diidentifikasi perawat siap untuk melakukan aktivitas

pencatatan pada rencana keperawatan klien (Towsend.M.C 2006).

Menurut Nurjannah (2005), implementasi adalah pengelolaan dan

perwujudan dari rencana keperawatan yang yang telah disusun pada tahap

perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan

mandiri (independent), saling ketergantungan atau kolaborasi

(interdependent), dan tindakan rujukan atau ketergantungan (dependent).

Penulis dalam melakukan implementasi menggunakan jenis tindakan

mandiri dan saling ketergantungan.

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis untuk Tn.P

pada saat di bangsal Pringgodani yaitu melakukan bina hubungan saling

percaya, menanyakan apakah masih mendengar suara-suara bisikan yang

menyuruhnya mengamuk, memukul, meyakinkan bahwa klien saja yang

mendengarkan suara tersebut, mengatakan perawat akan membantu

menghilangkan halusinasi yang dialaminya, menanyakan pada saat apa

halusinasi itu muncul, membantu mengenal halusinasinya, mengajarkan

Page 36: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

26

cara mengontrol halusinasi dengan menghardik, bercakap-cakap dengan

orang lain, melakukan aktifitas harian, dan minum obat dengan benar.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah proses berkesinambungan yang perlu

dilakukan untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan

dilakukan (Townsend. 2006). Menurut Nurjannah (2005), evaluasi adalah

proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada

klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respons klien terhadap

tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dibagi dua, yaitu

evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan

tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan

membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang

telah ditentukan. Penulis melakukan implementasi dan selanjutnya

mendapatkan hasil evaluasi dengan data subjektif : Tn.P mengatakan

mendengar suara-suara bisikan yang menyuruhnya untuk memukul orang

di dekatnya, dengan frekuensi hilang timbul diwaktu sendiri dan disore

hari, suara itu datang sehari 1 kali. Data objektif: Tn.P mampu mengulang

SP I dan SP II dengan baik, Tn.P tampak memperhatikan cara

menggontrol halusinasi SP III yaitu melakukan aktifitas terjadwal. Data

assessment: Tn.P mampu menyebutkan kegiatan yang dapat mengontrol

halusinasi, planning untuk perawat pertahankan SP III.

Page 37: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

27

B. Simpulan dan Saran

1. Simpulan

Berdasarkan studi kasus asuhan keperawatan pada Tn. P dengan

gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran yang telah penulis

lakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Pengkajian

Pada pengkajian, difokuskan pada pola persepsi, yaitu klien

mengatakan bahwa klien mendengar suara-suara bisikan yang

menyuruhnya untuk memukul orang di dekatnya, dengan frekuensi

hilang timbul diwaktu sendiri dan disore hari, suara itu datang sehari 1

kali.

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa prioritas yang penulis angkat adalah gangguan persepsi

sensori: halusinasi pendengaran.

c. Intervensi Keperawatan

Intervensi yang direncanakan pada diagnosa gangguan persepsi

sensori halusinasi pendengaran yaitu dengan tujuan umum agar klien

dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya. Intervensi juga

dilakukan dengan lima tujuan khusus, diantarannya: tujuan khusus

pertama yaitu klien dapat membina hubungan saling percaya, tujuan

khusus kedua yaitu klien dapat mengenal halusinasi, tujuan khusus

ketiga yaitu klien dapat melatih mengontrol halusinasinya dengan

melatih cara menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang

Page 38: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

28

lain, dan mengalihkan halusinasinya dengan beraktivitas secara

terjadwal, tujuan khusus keempat yaitu klien dapat dukungan keluarga

dalam mengontrol halusinasi, dan tujuan khusus kelima yaitu klien

dapat memanfaatkan obat untuk mengontrol halusinasi.

d. Implementasi Keperawatan

Implementasi yang dilaksanakan oleh penulis pada Tn.P di

bangsal Pringgodani RSJD Surakarta yaitu membina hubungan saling

percaya, menanyakan apakah masih mendengar bisikan suara yang

menyuruhnya mengamuk, memukul, meyakinkan bahwa klien saja

yang mendengarkan suara tersebut, mengatakan perawat akan

membantu menghilangkan bisikan yang dialaminya, menanyakan pada

saat apa halusinasi itu muncul, membantu mengenal halusinasinya,

mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik,

bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktifitas harian, dan

minum obat dengan benar.

e. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi yang telah dilaksanakan oleh penulis pada kasus

halusinasi Tn.P di bangsal Pringgodani RSJD Surakarta yaitu diperoleh

data: klien dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat

mengenal halusinasi, klien dapat menyebutkan isi, frekuensi, situasi

dan kondisi yang menimbulkan halusinasi, klien dapat mengontrol

halusinasi dengan cara menghardik, klien dapat mengontrol halusinasi

Page 39: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

29

dengan cara bercakap-cakap bersama orang lain dan klien dapat

melakukan aktifitas harian.

2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran yang

diharapkan bermanfaat, sebagai berikut:

a. Bagi institusi diharapkan pembimbing memberikan bimbingan klinik

kepada mahasiswa secara optimal sehingga mahasiswa menjelaskan

gambaran dalam melakukan asuhan keperawatan.

b. Bagi keluarga setidaknya mengunjungi seminggu sekali, sehingga

dapat mempermudah penyembuhan klien.

c. Bagi perawat untuk selalu meningkatkan kemampuan komunikasi

terapeutik secara kualitas dan kuantitas dalam membentuk asuhan

keperawatan sehingga diharapkan meningkatkan proses penyembuhan

pada klien.

d. Bagi penulis dalam melakukan pengkajian tidak secara optimal, maka

dalam pengkajian penulis ada kekurangan cara atau langkah terlebih

dahulu, sehingga penulis mendapat data secara optimal.

Page 40: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

30

DAFTAR PUSTAKA

Ann Isaacs. (2004). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik, Ed.3 EGC:

Jakarta.

Depkes RI. (2007). Buku Pedoman Nasional Upaya Kesehatan Jiwa. Jakarta.

Direja Ade Herman. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Nuha Medika:

Yogyakarta.

Doenges, Townsend Moorhouse. (2006). Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri

Edisi.3. EGC: Jakarta.

Hawari, dkk. (2009). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Trans Info Medika:

Jakarta.

Keliat Budi Anna. (2005). Proses Keperawatan Jiwa, Edisi.2. EGC: Jakarta.

Kompas. (11 Oktober 2011). http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/11/0333

Diakses tanggal 20 Oktober 2011.

Kusumawati F, dkk. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Salemba Medika:

Jakarta.

Melinda Hermann. (2008). Keperawatan Jiwa. PT Refika Aditama: Bandung

M.F Mubin, dkk. (2009). Pengalaman Stigma Pada Keluarga dengan Klien

Gangguan Jiwa, Vol 3 : Media Ners.

Mubarak, W. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. EGC: Jakarta.

Nancy Andreasen. (2008). Keperawatan Jiwa. Bandung.

Nanda Internasional. (2011). Nanda International: Diagnosa Keperawatan:

Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. EGC: Jakarta.

Nurjannah I. (2005). Aplikasi ProsesKeperawatan.Mocomedika: Yogyakarta.

Saidah S. N. (2003).Asuhan keperawatan pada pasien dengan perubahan sensori

persepsi: halusinasi : USU Digital Library.

Page 41: STUDI KASUS KTI -  · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

31

Saifudin. (2006). http://www.google.com/search?q=prevalensi

gangguanjiwa+didunia lm-serp.1.0.0j Diakses tanggal 22 november

2008.

Sheila L. Videbeck. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC: Jakarta.

Stuart and Laria. (2005). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Terjemah 3.EGC: Jakarta.

Stuart and Sudden. (2005). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3 EGC: Jakarta.