Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Pengetahuan Mengenai Ascaris lumbricoides dan Hubungannya dengan Karakteristik Santri Pesantren X, Jakarta Timur
Eugene Dionysios, Saleha sungkar
1. Program Studi Sarjana Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2. Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
E-mail: [email protected]
Abstrak
Askariasis merupakan masalah kesehatan masyarakat di lingkungan padat dengan higiene dan sanitasi lingkungan yang buruk. Di Jakarta Timur terdapat pesantren padat penghuni dengan sanitasi terbatas sehingga rentan terhadap askariasis. Untuk mencegah askariasis, santri perlu diberikan pengetahuan melalui penyuluhan yang disesuaikan dengan pengetahuan yang dimiliki dan karakteristik demografi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat pengetahuan mengenai A. lumbricoides dan hubungannya dengan karakteristik santri. Penelitian dilaksanakan di Pesantren X, Jakarta Timur. Desain penelitian adalah cross-sectional dengan mengikutsertakan semua santri. Data diambil tanggal 22 Januari 2011 dengan memberikan kuesioner berisi pertanyaan tentang morfologi dan siklus hidup A. lumbricoides serta isian data karakteristik. Hasilnya menunjukkan 104 santri (67,5%) memiliki < 3 sumber informasi dan 50 santri (32,5%) memiliki > 3 sumber, dengan sumber informasi paling berkesan adalah dokter. Santri yang mempunyai tingkat pengetahuan baik berjumlah 6 orang (3,9%), cukup 34 orang (22,1%), dan kurang 114 orang (74,0%). Pada uji Kolmogorov-Smirnov terdapat perbedaan bermakna (p=0,002) antara tingkat pengetahuan santri mengenai A. lumbricoides dengan jenis kelamin namun tidak berbeda bermakna (p>0,05) dengan tingkat pendidikan, jumlah sumber informasi dan informasi paling berkesan. Disimpulkan tingkat pengetahuan santri mengenai A. lumbricoides tergolong rendah dan berhubungan dengan jenis kelamin namun tidak berhubungan dengan pendidikan, sumber informasi dan informasi paling berkesan.
Kata kunci: A. Lumbricoides; pengetahuan;penyuluhan; santri Students’ Knowledge about Ascaris lumbricoides and its association with characteristics
of students Boarding School X, East Jakarta
Abstract
Ascariasis is a health problem ini area with high population density and poor hygiene. Pesantren X, East Jakarta with its high population density and bad sanitation are more at risk of being infected. Therefore health promototion is needed. The aim of this research is to measure the level of knowledge towards A lumbricoides and its association wuth students characteristics. This cross sectional study used total sampling. Data are taken on 22nd of January 2011 by giving questionnaires to the students. The result shows that 104 students (67.5%) have 3 or less source of information and 50 students (32.5%) have > 3 sources. Doctors are the most impressive source of information.There are 6 students (3.9%) who have good level of knowledge, fair 34 students (22.1%), and poor 114 students (74.0%). On the Kolmogorov-Smirnov test there were significant differences (p = 0.002) between the level of knowledge of students about A. lumbricoides with sex but not significantly different (p> 0.05) with education level, number of information sources and most impressive source of information. Overall students' level of knowledge about A. lumbricoides is poor and is associated with sex but not associated with education level, information resources and most impressive source of information.
Keywords: A. Lumbricoides, knowledge; health promotion; students
Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014
Pendahuluan Infeksi cacing yang penyebarannya melalui tanah (soil transmited helminth/STH) memiliki
prevalensi yang tinggi di berbagai negara berkembang karena pada umumnya di negara
berkembang masih terdapat daerah padat penduduk dan kumuh.1 Infeksi STH lebih sering
pada anak usia sekolah dan balita, karena anak-anak lebih sering kontak dengan tanah
dibandingkan orang dewasa. Selain itu, anak-anak juga sering memasukkan benda-benda
asing ke dalam mulutnya. Dengan masuknya benda asing tersebut, telur cacing pun dapat ikut
terbawa ke dalam saluran pencernaan dan menyebabkan infeksi STH.2
Penyebab infeksi STH yang paling sering adalah A. lumbricoides, Trichuris trichiura, cacing
tambang, dan Strongyloides stercoralis. A. lumbricodes merupakan penyebab infeksi STH
tersering. Berdasarkan data WHO,1 prevalensi infeksi yang disebabkan A. lumbricodes
(askariasis) di dunia mencapai 25% dari seluruh penduduk. Di Indonesia, askariasis juga
merupakan infeksi cacing dengan prevalensi tertinggi yaitu berkisar 60-90%.3
Di DKI Jakarta prevalensi askariasis tergolong tinggi. Di Jakarta Utara prevalensi sebesar
80%, Jakarta Barat 74,7%, Jakarta Selatan 64,8%, Jakarta Timur 58,3%.3 Hal tersebut
disebabkan oleh kepadatan penduduk DKI Jakarta yang tinggi dan banyaknya pemukiman
padat dengan sanitasi yang kurang baik.
Pada saat musim hujan, saluran air dan sungai seringkali meluap dan telur cacing yang berada
di saluran air maupun sungai akan terbawa luapan air tersebut serta mencemari tanah
sekitarnya. Jika anak kontak dengan tanah tercemar dan tidak mencuci tangan sebelum makan
maka telur akan tertelan dan menyebabkan infeksi.
Pada anak, askariasis dapat memberikan dampak yang beragam, mulai dari yang ringan,
hingga yang sangat berat. Askariasis dapat menyebabkan kekurangan asupan gizi,
pertumbuhan yang terhambat, dan anemia. Askariasis juga dapat menyebabkan gangguan
pernapasan. 2,4
Dalam menanggulangi masalah tersebut, upaya yang perlu dilakukan adalah mencegah
penyebaran askariasis pada anak dengan memberikan penyuluhan berkaitan dengan siklus
hidup A. lumbricoides, gejala klinis, pencegahan dan pengobatan askariasis.Kegiatan
penyuluhan ini ditujukan untuk kelompok rentan terkena infeksi cacing yaitu kelompok anak
usia sekolah dan mereka yang tinggal di daerah padat dengan sanitasi serta higiene yang
kurang memadai.
Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014
Pesantren adalah institusi pendidikan Islam yang muridnya (santri) diasramakan. Umumnya
santri hidup dalam lingkungan yang padat dan fasilitas sanitasi terbatas. Pesantren X
merupakan salah satu pesantren yang terletak di Jakarta Timur dengan kondisi tanah di
sekitarnya berjenis tanah liat. Dengan kondisi padat penghuni, sanitasi terbatas dan tanah liat
di sekitarnya, santri akan mudah terinfeksi A. lumbricoides. Dengan demikian, santri perlu
diberikan penyuluhan kesehatan mengenai cacingan agar dapat melakukan upaya pencegahan.
Agar dapat dimengerti dengan baik, penyuluhan harus diberikan sesuai dengan tingkat
pengetahuan yang telah dimiliki dan karakteristik santri. Oleh karena itu perlu dilakukan
survei terlebih dahulu mengenai tingkat pengetahuan santri dan karakteristik mereka.
Penyuluhan yang diberikan meliputi morfologi dan siklus hidup A. lumbricoides, gejala klinis,
pencegahan dan pengobatan askariasis. Karena keterbatasan penelitian, survei difokuskan
pada tingkat pengetahuan santri mengenai cacing penyebab askariasis (A. lumbricoides) dan
karakteristik santri Pesantren X, Jakarta Timur.
Tinjauan Teoritis
Askariasis
Infeksi A. lumbricoides akan terjadi jika telur infektif dari cacing tertelan oleh seseorang. Di
dalam usus, telur infektif kemudian menetas menjadi larva dan kemudian menembus dinding
usus dan masuk ke dalam sistem peredaran darah, larva tersebut melewati vena porta hepatika,
melewati hati, jantung dan kemudian ke paru. Sewaktu di paru, Larva mengalami
pengelupasan sebanyak 2 kali, kemudian larva menembus alveoli dan bergerak naik ke
bronkus, trakea dan kemudian larink dan pharinx. Larva membuat iritasi pada bagian tersebut
sehingga inang batuk dan larva tertelan kembali ke dalam sistem pencernaan.2,5
Proses larva A. lumbricoides ini menjadi dewasa memakan waktu kurang lebih tiga minggu.
Setelah dewasa, cacing menetap di usus inang dan melakukan reproduksi, seekor cacing
betina deawsa dapat memproduksi telur hinggga 200 000 per harinya.6 Telur ini kemudian
dibuahi dan menjadi telur infektif dalam waktu beberapa minggu. Telur A. lumbricoides ini
memiliki lapisan lipid, telur yang telah dibuahi memilki lapisan lipid yang lebih tebal
sehingga telur tersebut dapat bertahan dalam keadaan ekstrem lingkungan.6 Telur yang telah
dibuahi memiliki bentuk yang lebih bulat dan relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan
telur yang tidak dibuahi. A. lumbricoides sendiri memiliki panjang 15-31 cm dan berdiameter
Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014
2-4 mm untuk cacing jantan. Dan untuk cacing betina, umumnya memiliki ukuran yang lebih
besar, yaitu dengan panjang 20-49 cm dan diameter 3-6 mm. Selain itu, A. lumbricoides
adalah cacing parasit yang bersifat monogenetic yang artinya,6,7 hanya membutuhkan satu
inang untuk menyelesaikan seluruh siklus hidupnya. Manusia merupakan inang dari cacing
ini.
Sebagian besar kasus askariasis tidak memiliki gejala yang spesifik dan terkadang bahkan
tidak memiliki gejala, namun, banyak studi yang menunjukkan bahwa askariasis yang tidak
segera diobati dan ditangani, menyebabkan dampak buruk terhadap perkembangan dan
pertumbuhan terutama pada anak-anak. Hal ini disebabkan pada penderita askariasis,
penderita juga mengalami gangguan asupan nutrisi, sehingga dapat berakhir pada gizi buruk
dan pertumbuhan yang terlambat. Pada beberapa kasus, penderita askariasis juga dapat
menderita demam, nyeri perut (kolik), mual, muntah, diare dan masalah pada sistem saraf
tubuh.8 Pada penderita askariasis berat, cacing juga dapat keluar bersama muntahannya.6,8
ada beberapa kasus, askariasis juga dapat membahayakan nyawa. Situasi seperti ini dapat
terjadi apabila sejumlah cacing terbelit membentuk gumpalan dan menyumbat saluran
pencernaan secara total. Cacing juga dapat bermigrasi dan masuk ke dalam appendix, saluran
empedu umum atau saluran pankreas. Hal ini dapat menyebabkan pembengkakan pada hati,
pankreas dan juga empedu. Dan pada akhirnya, dapat juga menyebabkan infeksi pada organ-
organ tersebut.8
Cara dapat dilakukan untuk memastikan seseorang menderita askariasis atau tidak adalah
pemeriksaan feses, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan ultrasonografi. Pemeriksaan feses
merupakan metode yang paling umum untuk dilakukan. Cacing betina dapat menghasilkan
200 000-250 000 telur setiap hari nya atau kurang lebih 2 925 telur setiap satu gram feses.
Oleh karena itu metode ini cukup sederhana unutk mendiagnosa askariasis. Untuk keakuratan
data, paling sedikit dilakukan tiga kali pemeriksaan. Pemeriksaaan radiologi, dilakukan
dengan memberikan barium kepada penderita askariasis, dengan begitu akan ada barium yang
termakan oleh A.lumbricoides dewasa dan cacing akan terdeteksi. Pemeriksaan ultrasonografi
merupakan pemeriksaan yang tidak invasif dan efisien serta dapat diandalkan unutk
mendeteksi pankreatik askariasis.9,10
Untuk pengobatan askariasis, obat yang paling sering digunakan adalah albendazol, dengan
dosis satuan 400 mg. Obat ini sering digunakan karena memiliki keberhasilan yang tinggi
untuk menyembuhkan askariasis. Obat lain yang umum digunakan adalah pirantel pamoat
Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014
dengan dosis 10 mg/kg berat badan. Obat tersebut memiliki efek samping berupa muntah,
diare dan sakit kepala. Mebendazol juga dapat diberikan dengan dosis 100 mg dan diberikan
secara oral, dua kali sehari selama tiga hari. 11,12
Pencegahan askariasis dapat dilaukan dengan mengubah perilaku seseorang terhadap
kebersihan dirinya, seperti mencuci tangan, menjaga kebersihan makanan yang akan
dikonsumsi. Telur A.lumbricoides memiliki lapisan lipid yang cukup tebal sehingga tahan
terhadap desinfektan dan juga suasan ekstrem seperti asam, basa dan temperatur rendah. Oleh
karena itu untuk mematikan telur A.lumbricoides harus digunakan suhu yang tinggi. Upaya
pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan penyuluhan tentang
bahayanya cacingan dan cara mencegahnya sehingga masyarakat menjadi sadar akan
pentingnya menjaga kebersihan.13,14
Pesantren
Menurut Dhofier (dikutip dari Walsh15), pesantren memiliki kata data yaitu santri, dengan
menambahkan imbuhan pe- dan –an, terbentuklah kata pesantren. Dari pembentukkan katanya
pesantren dapat diartikan sebagai tempat tinggal santri.
Pada awal terbentuknya pesantren, kegiatan yang biasanya dilakukan santri adalah belajar
kitab-kitab Islam klasik, belajar mengaji dan tafsir. Pada masa penjajahan Belanda, pesantren
juga menjadi pusat pergerakan massa dalam perlawanan terhadap penjajah. Zuhairini
menyatakan (dikutip dari Walsh15), “Tidak ada perang yang tidak dimulai, atau paling tidak
didukung sepenuhnya, oleh pesantren.” Kegiatan pesantren juga mengikuti perkembangan
jaman. Pada saat ini selain kegiatan belajar mengenai ilmu agama Islam, di pesantren juga
diberikan pendidikan mengenai pengetahuan modern seperti pada pendidikan formal lainnya.
Oleh karena itu terdapat pula pembagian jenjang pendidikan didalam pesantren yang terdiri
atas tingkat pendidikan ibtidaiyah (setingkat SD), tsanawiyah (setingkat SMP) atau aliyah
(setingkat SMA).
Metode Penelitiaan
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain cross-sectional, yaitu dengan melakukan
survei pada santri Pondok Pesantren X yang sedang menjalani pendidikan tsanawiyah dan
aliyah. Data yang diambil adalah mengenai karakteristik santri dan tingkat pengetahuan santri
Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014
mengenai A. lumbricoides. Data diperoleh melalui pengisian kuesioner oleh santri. Data yang
telah diperoleh akan dikaji secara analitik untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara
karakteristik santri dengan tingkat pengetahuan mengenai A. lumbricoides. Penelitian
dilakukan di Pesantren X, Jakarta Timur dan pengambilan data dilakukan pada tanggal 22
Januari 2011. Populasi target adalah santri yang sedang menjalani pendidikan tsanawiyah dan
aliyah. Populasi terjangkau pada penelitian adalah santri yang sedang menjalani pendidikan
tsanawiyah dan aliyah di Pesantren X, Jakarta Timur, yang berada di lokasi saat penelitian
berlangsung. Pada penelitian ini, tidak ada kriteria inklusi dan eksklusi karena semua santri
diikutsertakan dalam penelitian.. Pada penelitian ini digunakan total sampling, sehingga
sampel yang digunakan dalam penelitian adalah semua santri yang berada di pesantren saat
penelitian dilakukan.
Dalam penelitian ini variabel bebas adalah karakteristik santri (tingkat pendidikan, jenis
kelamin, jumlah sumber informasi dan sumber informasi paling berkesan), variabel terikat
adalah pengetahuan mengenai A. Lumbricoides. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan metode kuesioner. Subjek penelitian akan diberi penjelasan secara singkat
mengenai penelitian yang dilakukan. Setelah diberi penjelasan dan setuju untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini, peneliti akan memberikan kuesioner (terlampir) kepada responden untuk
diisi serta memberikan petunjuk singkat mengenai cara pengisian kuesioner. Kuesioner berisi
pertanyaan mengenai morfologi dan siklus hidup A. lumbricoides. Setiap nomor terdiri atas
sebuah pertanyaan dan empat buah pilihan jawaban. Setiap pilihan jawaban memiliki proporsi
skor yang berbeda untuk tiap nomor, dengan skor maksimum dari tiap soal adalah lima.
Data kuesioner yang sudah diisi responden diperiksa kelengkapannya oleh peneliti sebelum
proses pengumpulan data selesai. Setelah itu pada kuesioner yang sudah lengkap dilakukan
penghitungan skor dari setiap anak dan rata-rata perolehan skor dari setiap soal. Setelah
dilakukan editing, data yang diperoleh diklasifikasikan menurut skala pengukurannya yaitu
numerik, ordinal dan nominal. Data berupa usia, tingkat pendidikan, jumlah sumber informasi
diklasifikasikan skala ordinal. Jenis kelamin dan jenis informasi yang berkesan
diklasifikasikan dalam skala nominal. Dan setelah dilakukan pengolahan dari jawaban
kuesioner, tingkat pengetahuan santri mengenai A. lumbricoides diklasifikasikan secara skala
ordinal.
Data yang telah dicatat kemudian akan dimasukkan dan diolah menggunakan SPSS for
Windows versi 11.5 melalui editing, coding, cleaning, dan entry. Data yang diperoleh
Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014
dianalisis secara statistik. Analisa statistik komparatif dilakukan untuk mengetahui apakah
terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan santri dengan tingkat pendidikan, jenis
kelamin, jumlah sumber informasi dan pihak yang memberikan informasi paling berkesan.
Analisis variabel skala ordinal dan nominal akan dilakukan melalui uji Kolmogorov-smirnov..
Analisis univariat digunakan pada distribusi frekuensi dengan analisis pada distribusi variabel
dependen dan independen. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan
antara variabel dependen dan independen menggunakan uji Kolmogorov-smirnov.
Hasil
Pesantren X merupakan lembaga pendidikan agama Islam yang menyediakan pendidikan
tingkat diniyah, tsanawiyah dan aliyah. Pesantren ini memiliki tanah dengan luas 12 500 m2
dan bangunan 7 050 m2. Fasilitas yang dimiliki pesantren adalah mesjid, 2 bangunan sekolah,
perpustakaan, aula, lapangan utama, lapangan bawah, wartel, kantin, toko buku dan pos
kesehatan pesantren (poskestren). Dokter yang bertugas di poskestren hanya datang jika ada
santri yang sakit, dokter kemudian hanya mengobati penyakit tanpa memberikan penjelasan
yang cukup maupun penyuluhan secara masal. Fasilitas hiburan berupa media elektronik
seperti TV tidak diperbolehkan oleh pihak pesantren, namun pesantren tetap memiliki
laboratorium komputer dengan akses internet, yang hanya digunakan untuk kepentingan
pendidikan.
Asrama putri Pesantren X terdiri atas 2 rumah , sedangkan asrama putra terdiri atas 6 kamar.
Satu kamar di pesantren ini dihuni 30 santri dan santri tidur menggunakan kasur lipat. Kasur
hanya digunakan untuk tidur, setelah itu dilipat dan ditumpuk. Kondisi kamar tidak rapi tetapi
cukup bersih. Kamar mandi digunakan bersama dengan rasio 1: 14. Santri mencuci pakaian
sendiri namun tidak setiap hari. Pakaian kotor dikumpulkan dan dicuci seminggu sekali.
Setiap hari santri mendapatkan makanan sebanyak 2 kali, sehingga santri seringkali membeli
makanan dari luar.
Pada penelitian ini, santri yang diikutsertakan sebagai responden penelitian adalah santri
tsanawiyah sebanyak 81 orang (52,6%) dan aliyah sebanyak 73 orang (47,4%). Responden
laki-laki sebanyak 91 orang (59,1%) dan perempuan sebanyak 63 orang (40,9%). Jumlah
seluruh santri adalah 220 orang namun yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah 154
orang karena sebagian santri sedang pulang ke rumah orangtuanya.
Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014
Tabel 4.2.1 menunjukkan semua responden pernah mendapatkan informasi mengenai
A. lumbricoides dan 50% santri mendapat informasi dari 3 sumber.
Tabel 4.2.1 Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Sumber Informasi Jumlah Sumber Informasi Jumlah Persentase
Tidak Ada 0 0 1 Sumber Informasi 1 0,6 2 Sumber Informasi 26 16,9 3 Sumber Informasi 77 50 4 Sumber Informasi 33 21,4 5 Sumber Informasi 11 7,1 6 Sumber Informasi 4 2,6 7 Sumber Informasi 1 0,6 8 Sumber Informasi 1 0,6
Pada Tabel 4.2.2 tampak bahwa sebagian besar responden (51,9%) menyatakan bahwa
sumber informasi yang paling berkesan adalah dokter. Hampir seluruh (92,1%) sumber
informasi berkesan merupakan sumber langsung dan hanya 7,7% responden memilih sumber
informasi berkesan berasal dari media.
Tabel 4.2.2 Sebaran Responden Berdasarkan Informasi Paling Berkesan Sumber Informasi Paling Berkesan Jumlah Persentase
Sumber langsung Guru 19 12,3 Dokter 80 51,9 Teman 1 0,6 Orangtua 42 27,3 Media Massa Internet 6 3,9 Radio 0 0 TV 5 3,2 Koran 1 0,6 Majalah 0 0 Lain-lain 0 0
Berdasarkan tabel 4.2.3 hanya 6 responden (3,9%) yang memiliki pengetahuan baik, 34
responden (22,1%) memiliki pengetahuan yang cukup dan 114 responden (74%) memiliki
pengetahuan kurang. Terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan responden
mengenai A. lumbricoides dengan jenis kelamin namun tidak berbeda bermakna dengan
variabel lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden
berhubungan dengan jenis kelamin tetapi tidak berhubungan dengan tingkat pendidikan,
sumber informasi dan sumber informasi paling berkesan.
Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014
Tabel 4.2.3 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Mengenai A. lumbricoides dan Karakteristik Santri
Variabel Kategori Tingkat Pengetahuan
p Uji Kurang Cukup Baik
Jenis Kelamin
Laki-laki 56 29 6 0,002 Kolmogorov-Smirnov Perempuan 58 5 0
Tingkat Pendidikan
Tsanawiyah 62 16 3 1 Kolmogorov-Smirnov Aliyah 52 18 3
Sumber Informasi
≤ 3 78 23 3 1 Kolmogorov-Smirnov >3 36 11 3
Informasi Paling
Berkesan
Sumber Langsung 106 30 6 1 Kolmogorov-
Smirnov Media Massa 8 4 0
Pada tabel 4.2.4 tampak bahwa persentase perolehan skor paling tinggi adalah 53,2%, yaitu
pada nomor 3 (Cacing yang dapat menghinggapi manusia berukuran paling besar adalah...).
Pada soal lainnya, perolehan skor total bahkan tidak mencapai 50% skor maksimal.
Rendahnya persentase dan perolehan skor total tersebut menunjukkan bahwa secara garis
besar tingkat pengetahuan santri mengenai A. lumbricoides tergolong kurang.
Tabel 4.2.4 Proporsi Skor Jawaban Terhadap Pertanyaan Mengenai A. lumbricoides
No Pertanyaan Skor Jumlah Skor total Skor maks Persentase
1
Penyakit cacingan yang paling banyak ditemukan disebabkan oleh...
0 15 (9,7%)
259 770 33,6
1 79 (51,3%) 2 0 (0%) 3 60 (39,0%) 4 0 (0%) 5 0 (0%)
2 Cacing gelang paling banyak ditemukan pada...
0 40 (26,0%)
237 770 30,7 1 73 (47,4%) 4 41 (26,6%) 5 0 (0%)
3 Cacing yang dapat menghinggapi manusia berukuran paling besar adalah...
0 72 (46,8%) 410 770 53,2
5 82 (53,2%)
4 Di dalam tubuh manusia, cacing gelang hidup di dalam...
355 770 46,1 0 83 (53,9%) 5 71 (46,1%)
Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014
5 Gambar di bawah
ini merupakan...
0 89 (57,8%) 325 770 42,2
5 65 (42,2%)
Pembahasan
DKI Jakarta merupakan wilayah dengan kondisi tanah tergolong tanah liat. Dengan iklim
yang tropis, Jakarta memiliki curang hujan yang tinggi, terutama pada musim hujan. Curah
hujan tersebut menyebabkan wilayah DKI Jakarta sering dilanda banjir. Pada saat banjir
luapan air sungai dan saluran air dapat membawa dan menyebarkan telur cacing, salah
satunya telur A. lumbricoides. Dengan begitu air luapan tersebut mempermudah penularan
infeksi cacing.
A. lumbricoides merupakan penyebab infeksi cacing yang disebut askariasis. merupakan
infeksi cacing yang disebabkan oleh A. lumbricoides. Pada infeksi ringan, askariasis dapat
menyebabkan gangguan pencernaan seperti mula, diare, dan muntah, sedangkan pada infeksi
berat, dapat menyebabkan anemia, kekurangan gizi bahkan pertumbuhan terhambat pada
anak. Hospes yang terinfeksi umumnya akan mengalami penurunan produktivitas dan kualitas
hidup. Oleh karena itu perlu diadakan upaya pencegahan, salah satunya adalah dengan
memberikan penyuluhan kepada kelompok rentan terkena infeksi.
Pengetahuan memegang peranan penting dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
penyakit. Dengan pengetahuan mengenai suatu penyakit serta cara pencegahannya, umumnya
seseorang akan memiliki sikap dan perilaku untuk menghindarkan dirinya dari penyakit
tersebut. Menurut Sekartini et al,16 terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dan perilaku
pada ibu yang memiliki anak usia SD.
Dari hasil penelitian ini, hanya 3,9% responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik
mengenai A. lumbricoides dan 22,1% responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup,
74% memiliki pengetahuan yang kurang. Hal itu menunjukkan bahwa santri Pesantren X
secara keseluruhan memiliki pengetahuan yang kurang mengenai A. lumbricoides. Salah satu
faktor yang dapat menyebabkan kejadian tersebut adalah karena dalam kurikulum pendidikan
aliyah Pesantren X tidak terdapat mata ajar biologi. Oleh karena itu responden tidak memiliki
pengetahuan yang baik mengenai cacingan termasuk A. lumbricoides. Selain itu dari pihak
Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014
pesantren juga tidak pernah mengadakan penyuluhan mengenai infeksi cacingan. Di
pesantren terdapat dokter yang bertugas di poskestren tetapi dokter tersebut hanya datang jika
ada santri yang sakit. Dokter hanya mengobati penyakit yang diderita santri dan tidak pernah
memberikan informasi mengenai cacingan.
Di dalam masyarakat umumnya laki-laki memiliki aktivitas yang lebih banyak. Dengan
banyaknya aktivitas, pertukaran informasi dapat terjadi lebih cepat. Oktarina17 dalam
penelitiannya menyatakan bahwa terdapat hubungan antar jenis kelamin dengan tingkat
pengetahuan responden. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, responden berjenis kelamin
pria memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik mengenai HIV/AIDS dibandingkan
responden wanita. Berbeda dengan pendapat Fadhlan,18 yang menyatakan bahwa tidak
terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat pengetahuan responden mengenai
sarang nyamuk DBD.
Dalam penelitian ini, terdapat 6 responden dengan tingkat pengetahuan yang baik dan seluruh
responden tersebut berjenis kelamin pria. Hasil ini juga sesuai dengan Susianto (dikutip dalam
Indonesia Internet Business Community19) yang menyatakan bahwa 65% pengguna internet
di Indonesia adalah laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa cenderung untuk laki-laki lebih
aktif dalam mencari informasi. Selain itu di dalam pesantren, laki-laki umumnya bersifat lebih
dominan sehingga pengetahuan yang mereka miliki juga lebih baik.
Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk menambah pengetahuan. Seiring dengan
meningkatnya jenjang pendidikan yang pernah dijalani, pengetahuan seseorang akan
meningkat. Marini20 mengatakan bahwa pendidikan merupakan sarana untuk mendapatkan
informasi.
Uji Kolmogorov-Smirnov dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara tingkat pengetahuan santri dengan tingkat pendidikan mereka. Berdasarkan
hasil tersebut tingkat pengetahuan mengenai A. lumbricoides antara santri aliyah dan
tsanawiyah tidak berbeda bermakna. Salah satu penyebabnya adalah pada kurikulum
pendidikan aliyah Pesantren X tidak terdapat mata ajar biologi, sehingga pengetahuan santri
mengenai infeksi cacing termasuk A. lumbricoides tetap tidak bertambah walaupun
pendidikan yang mereka jalani sudah lebih tinggi (aliyah).
Informasi dapat diperoleh dari berbagai macam sumber. Semakin banyak sumber, informasi
yang dimiliki pun akan bertambah dan semakin lengkap. Selain itu informasi yang diingat
Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014
juga bertambah karena dapat terjadi pengulangan informasi yang sama walau dari sumber
yang berbeda. Ismid21 melaporkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu
yang mempunyai balita mengenai askariasis dengan sumber informasi. Marini20 menyatakan
bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang dipengaruhi banyaknya informasi yang
didapatkan.
Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov, dalam penelitian ini tidak terdapat perbedaan tingkat
pengetahuan yang bermakna antar santri dengan jumlah informasi berbeda. Di dalam
Pesantren X, seluruh santri hidup dalam lingkungan yang sama dan mendapatkan pendidikan
yang sama. Santri juga memiliki lingkungan pergaulan yang sama sehingga informasi yang
dimiliki salah satu santri dapat dengan cepat menyebar. Hal ini yang menyebabkan tidak
terdapatnya hubungan antara jumlah sumber informasi dengan tingkat pengetahuan santri.
Informasi yang disajikan dalam bentuk yang menarik tentunya akan lebih berkesan. Selain
cara penyajian, kredibilitas sumber informasi juga berpengaruh. Hasil penelitian Pulungan22
menunjukkan bahwa penyuluhan yang menggunakan film dan ceramah lebih efektif
dibandingkan menggunakan leaflet dan ceramah. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
media yang menarik dalam pemberian informasi akan lebih berkesan.
Pada penelitian ini, tidak ditemukan hubungan antara pengetahuan santri mengenai A.
lumbricoides dengan informasi paling berkesan yang didapat berdasarkan uji Kolmogorov-
Smirnov (p>0,05). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan tingkat pengetahuan yang bermakna antara santri dengan sumber informasi
langsung dan sumber informasi berupa media. Tidak terdapatnya perbedaan tersebut
disebabkan santri memiliki akses yang sangat terbatas terhadap media massa, sehingga santri
mendapatkan informasi dari orang tua, guru, teman dan dokter. Selain itu santri Pesantren X
hidup bersama setiap harinya, informasi yang mereka peroleh dapat menyebar ke santri
lainnya dengan mudah. Oleh karena itu antar santri tingkat pengetahuan yang dimiliki relatif
sama.
Pada pertanyaan mengenai cacing yang paling banyak ditemukan menginfeksi manusia
(nomor 1), proporsi terbesar (79 responden) adalah responden yang memilih jawaban cacing
kremi. Di masyarakat, cacing yang paling umum dikenal adalah cacing kremi sehingga
responden cenderung untuk memilih jawaban tersebut. Selain itu pada soal nomor 1 terdapat
kata ‘paling’ yang mengakibatkan responden hanya memilih satu jawaban dan pada akhirnya
perolehan skor menjadi tidak maksimal.
Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014
Pada pertanyaan nomor 2 mengenai usia penderita yang paling banyak terkena infeksi cacing
gelang, 73 responden hanya mendapatkan skor 1 dari skor maksimal 5. Hal itu terjadi karena
responden tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang persebaran infeksi cacing
gelang.
Pada soal nomor 3 dengan pertanyaan mengenai cacing berukuran paling besar, 82 responden
(53,2%) mendapat skor penuh. Selain cacing kremi, cacing yang juga termasuk umum di
kalangan masyarakat adalah cacing gelang. Oleh karena masyarakat sudah mengetahui bahwa
ukuran cacing kremi sangat kecil, responden cenderung untuk memilih jawaban cacing gelang
yang ukurannya sudah jelas lebih besar dari cacing kremi.
Sebanyak 53,9% responden menjawab salah pada soal nomor 4. Pertanyaan ini mengenai
organ tempat hidup cacing gelang di dalam hospes. Banyaknya jumlah responden yang tidak
dapat menjawab pertanyaan ini dengan benar disebabkan oleh tidak adanya pendidikan yang
berkaitan dengan infeksi cacing gelang di Pesantren X.
Pada soal nomor 5 responden diminta untuk mengidentifikasikan jenis cacing yang tampak
pada gambar. Hanya 42,2% responden yang menjawab soal ini dengan benar. Dengan
proporsi kurang dari setengah seperti ini, dapat dikatakan responden tidak memiliki
pengetahuan mengenai morfologi cacing gelang ataupun cacing STH lain.
Kesimpulan
Responden terdiri atas santri tsanawiyah sebanyak 81 orang (52,6%), aliyah 73 orang
(47,4%), laki-laki 91 orang (59,1%), perempuan 63 orang (40,9%), 50% responden
mendapatkan informasi dari 3 sumber dan 51,9% responden memilih dokter sebagai sumber
informasi paling berkesan.
Santri yang memiliki tingkat pengetahuan baik mengenai A. lumbricoides sebanyak 6
responden (3,9%), 34 responden (22,1%) cukup dan 114 responden (74%) kurangTingkat
pengetahuan mengenai A. lumbricoides berhubungan dengan jenis kelamin tetapi tidak
berhubungan dengan tingkat pendidikan responden, jumlah sumber informasi dan sumber
informasi paling berkesan
Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014
Saran
Pengetahuan santri perlu ditingkatkan dengan memberikan penyuluhan. Penyuluhan diberikan
kepada semua santri dengan memperhatikan jawaban salah pada kuesioner tanpa
memperhatikan umur, pendidikan dan sumber informasi. Perlu penelitian lebih lanjut
mengenai perilaku santri dalam mencegah askariasis.
Daftar Referensi
1. Carneiro FF, Cifuentes E, Romieu I, Tellez-Rojo MM. The risk of Ascaris lumbricoides in children as an
environmental health indicator to guide preventive activities in Caparao and Alto Caparao, Brazil. Geneve:
World Health Organization; 2002.
2. Bhamrah HS, Juneja K. A text book of invertebrates. 2nd revised edition New Delhi: Anmol Publications
PVT. LTD; 1999.
3. Mardiana D. Prevalensi cacing usus pada murid sekolah dasar wajib belajar pelayanan gerakan terpadu
pengentasan kemiskinan daerah kumuh di wilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta: 2008;7:769-74.
4. Warrell DA, Cox TM, Firth JD. Oxford textbook of medicine. 4th edition. Oxford: University Press; 2005.
5. Hoeprich P. Infection diseases. 2nd edition. Maryland: Harper and Row; 1977.
6. Prianto J, Tjahaya PU, Darwanto. Atlas Parasitologi Kedokteran.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama;2006.
p.3-6
7. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku Ajar : Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI ; 2008. p. 6-9
8. Palmer P.E.S, Reeder MM. The imaging of tropical diseases: with epidemiological, pathological and clinical
correlation. Springer; 2000; 2: 11-38.
9. Keong L, Zaman V. Buku Penuntun Parasitologi Kedokteran. Jakarta; 2007.
10. Bogitsh BJ, Carter CE, Oeltmann TN. Human parasitology. Philadelphia: Elsevier Academic Press; 2005:
348-353
11. Liacouras CA, Piccoli DA. Pediatric gastroenterology: the requisites in pediatrics. Phildadelphia: Mosby
Elsevier; 2008, p. 176-177.
Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014
12. Tjitra E. Penelitian-penelitian soil-transmitted helminth di Indonesia. Pusat Penelitian Penyakit Menular,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan R.I, Jakarta. 1991; 72 : 13-17.
13. Stürchler, D. Exposure : A Guide To Souces of Infections. Washington : American Society fo Microbiology
Press. 2006; p. 99
14. Warrell DA, Cox TM, Firth JD. Oxford Textbook of Medicine. Oxford University Press. 2005; 4th Edition.
p. 805-807.
15. Walsh M. Pondok pesantren dan ajaran golongan Islam ekstrim [Penelitian Program ACICIS]. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang; 2002.
16. Sekartini R, Wawolumaya C, Kesume W, Memy YD, Yulianti, Syihabul S et al. Pengetahuan, sikap, dan
perilaku ibu yang memiliki anak usia SD tentang penyakit cacingan di Kelurahan Pisangan Baru, Jakarta
Timur. Jakarta: Universitas Indonesia; 2001.
17. Oktarina, Hanafi S, Budisuari MA. Hubungan antara karakteristik responden, keadaan wilayah dengan
pengetahuan, sikap terhadap HIV/AIDS pada masyarakat Indonesia. Repository WHO Indonesia. Diunduh
dari:
http://whoindonesia.healthrepository.org/bitstream/123456789/608/1/Oktarina%20%5Bet%20al.%5D%20%
20Karakteristik%20Responden...Terhadap%20HIV-AIDS.pdf
18. Fadhlan A. Tingkat pengetahuan siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Bayah mengenai pemberantasan
sarang nyamuk DBD setelah penyuluhan [skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2010.
19. Indonesia Internet Business Company. Study on ‘Indonesia cyber industry and market’. 2002. Diunduh dari:
http://unpan1.un.org/intradoc/groups/public/documents/apcity/unpan003225.pdf
20. Marini D. Gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan mengenai DBD pada keluarga di Kelurahan Padang
Bulan Tahun 2009 [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2010
21. Ismid IS, Santoso B, Rushwandi, Mulyadi. Pengetahuan mengenai askariasis pada ibu yang mempunyai
anak balita. Bogor: Seminar Parasitologi Nasional V; 1988.
22. Pulungan R. Pengaruh metode penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap dokter kecil dalam
pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah (PSN-DB) di Kecamatan Helvetia tahun 2007 [tesis
program magister]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2008.
Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014