15
Pengetahuan Mengenai Ascaris lumbricoides dan Hubungannya dengan Karakteristik Santri Pesantren X, Jakarta Timur Eugene Dionysios, Saleha sungkar 1. Program Studi Sarjana Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2. Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta E-mail: [email protected] Abstrak Askariasis merupakan masalah kesehatan masyarakat di lingkungan padat dengan higiene dan sanitasi lingkungan yang buruk. Di Jakarta Timur terdapat pesantren padat penghuni dengan sanitasi terbatas sehingga rentan terhadap askariasis. Untuk mencegah askariasis, santri perlu diberikan pengetahuan melalui penyuluhan yang disesuaikan dengan pengetahuan yang dimiliki dan karakteristik demografi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat pengetahuan mengenai A. lumbricoides dan hubungannya dengan karakteristik santri. Penelitian dilaksanakan di Pesantren X, Jakarta Timur. Desain penelitian adalah cross-sectional dengan mengikutsertakan semua santri. Data diambil tanggal 22 Januari 2011 dengan memberikan kuesioner berisi pertanyaan tentang morfologi dan siklus hidup A. lumbricoides serta isian data karakteristik. Hasilnya menunjukkan 104 santri (67,5%) memiliki < 3 sumber informasi dan 50 santri (32,5%) memiliki > 3 sumber, dengan sumber informasi paling berkesan adalah dokter. Santri yang mempunyai tingkat pengetahuan baik berjumlah 6 orang (3,9%), cukup 34 orang (22,1%), dan kurang 114 orang (74,0%). Pada uji Kolmogorov- Smirnov terdapat perbedaan bermakna (p=0,002) antara tingkat pengetahuan santri mengenai A. lumbricoides dengan jenis kelamin namun tidak berbeda bermakna (p>0,05) dengan tingkat pendidikan, jumlah sumber informasi dan informasi paling berkesan. Disimpulkan tingkat pengetahuan santri mengenai A. lumbricoides tergolong rendah dan berhubungan dengan jenis kelamin namun tidak berhubungan dengan pendidikan, sumber informasi dan informasi paling berkesan. Kata kunci: A. Lumbricoides; pengetahuan;penyuluhan; santri Students’ Knowledge about Ascaris lumbricoides and its association with characteristics of students Boarding School X, East Jakarta Abstract Ascariasis is a health problem ini area with high population density and poor hygiene. Pesantren X, East Jakarta with its high population density and bad sanitation are more at risk of being infected. Therefore health promototion is needed. The aim of this research is to measure the level of knowledge towards A lumbricoides and its association wuth students characteristics. This cross sectional study used total sampling. Data are taken on 22nd of January 2011 by giving questionnaires to the students. The result shows that 104 students (67.5%) have 3 or less source of information and 50 students (32.5%) have > 3 sources. Doctors are the most impressive source of information.There are 6 students (3.9%) who have good level of knowledge, fair 34 students (22.1%), and poor 114 students (74.0%). On the Kolmogorov-Smirnov test there were significant differences (p = 0.002) between the level of knowledge of students about A. lumbricoides with sex but not significantly different (p> 0.05) with education level, number of information sources and most impressive source of information. Overall students' level of knowledge about A. lumbricoides is poor and is associated with sex but not associated with education level, information resources and most impressive source of information. Keywords: A. Lumbricoides, knowledge; health promotion; students Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014

Pengetahuan Mengenai Ascaris lumbricoides dan …

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengetahuan Mengenai Ascaris lumbricoides dan …

Pengetahuan Mengenai Ascaris lumbricoides dan Hubungannya dengan Karakteristik Santri Pesantren X, Jakarta Timur

Eugene Dionysios, Saleha sungkar

1. Program Studi Sarjana Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2. Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

E-mail: [email protected]

Abstrak

Askariasis merupakan masalah kesehatan masyarakat di lingkungan padat dengan higiene dan sanitasi lingkungan yang buruk. Di Jakarta Timur terdapat pesantren padat penghuni dengan sanitasi terbatas sehingga rentan terhadap askariasis. Untuk mencegah askariasis, santri perlu diberikan pengetahuan melalui penyuluhan yang disesuaikan dengan pengetahuan yang dimiliki dan karakteristik demografi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat pengetahuan mengenai A. lumbricoides dan hubungannya dengan karakteristik santri. Penelitian dilaksanakan di Pesantren X, Jakarta Timur. Desain penelitian adalah cross-sectional dengan mengikutsertakan semua santri. Data diambil tanggal 22 Januari 2011 dengan memberikan kuesioner berisi pertanyaan tentang morfologi dan siklus hidup A. lumbricoides serta isian data karakteristik. Hasilnya menunjukkan 104 santri (67,5%) memiliki < 3 sumber informasi dan 50 santri (32,5%) memiliki > 3 sumber, dengan sumber informasi paling berkesan adalah dokter. Santri yang mempunyai tingkat pengetahuan baik berjumlah 6 orang (3,9%), cukup 34 orang (22,1%), dan kurang 114 orang (74,0%). Pada uji Kolmogorov-Smirnov terdapat perbedaan bermakna (p=0,002) antara tingkat pengetahuan santri mengenai A. lumbricoides dengan jenis kelamin namun tidak berbeda bermakna (p>0,05) dengan tingkat pendidikan, jumlah sumber informasi dan informasi paling berkesan. Disimpulkan tingkat pengetahuan santri mengenai A. lumbricoides tergolong rendah dan berhubungan dengan jenis kelamin namun tidak berhubungan dengan pendidikan, sumber informasi dan informasi paling berkesan.

Kata kunci: A. Lumbricoides; pengetahuan;penyuluhan; santri Students’ Knowledge about Ascaris lumbricoides and its association with characteristics

of students Boarding School X, East Jakarta

Abstract

Ascariasis is a health problem ini area with high population density and poor hygiene. Pesantren X, East Jakarta with its high population density and bad sanitation are more at risk of being infected. Therefore health promototion is needed. The aim of this research is to measure the level of knowledge towards A lumbricoides and its association wuth students characteristics. This cross sectional study used total sampling. Data are taken on 22nd of January 2011 by giving questionnaires to the students. The result shows that 104 students (67.5%) have 3 or less source of information and 50 students (32.5%) have > 3 sources. Doctors are the most impressive source of information.There are 6 students (3.9%) who have good level of knowledge, fair 34 students (22.1%), and poor 114 students (74.0%). On the Kolmogorov-Smirnov test there were significant differences (p = 0.002) between the level of knowledge of students about A. lumbricoides with sex but not significantly different (p> 0.05) with education level, number of information sources and most impressive source of information. Overall students' level of knowledge about A. lumbricoides is poor and is associated with sex but not associated with education level, information resources and most impressive source of information.

Keywords: A. Lumbricoides, knowledge; health promotion; students

Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014

Page 2: Pengetahuan Mengenai Ascaris lumbricoides dan …

Pendahuluan Infeksi cacing yang penyebarannya melalui tanah (soil transmited helminth/STH) memiliki

prevalensi yang tinggi di berbagai negara berkembang karena pada umumnya di negara

berkembang masih terdapat daerah padat penduduk dan kumuh.1 Infeksi STH lebih sering

pada anak usia sekolah dan balita, karena anak-anak lebih sering kontak dengan tanah

dibandingkan orang dewasa. Selain itu, anak-anak juga sering memasukkan benda-benda

asing ke dalam mulutnya. Dengan masuknya benda asing tersebut, telur cacing pun dapat ikut

terbawa ke dalam saluran pencernaan dan menyebabkan infeksi STH.2

Penyebab infeksi STH yang paling sering adalah A. lumbricoides, Trichuris trichiura, cacing

tambang, dan Strongyloides stercoralis. A. lumbricodes merupakan penyebab infeksi STH

tersering. Berdasarkan data WHO,1 prevalensi infeksi yang disebabkan A. lumbricodes

(askariasis) di dunia mencapai 25% dari seluruh penduduk. Di Indonesia, askariasis juga

merupakan infeksi cacing dengan prevalensi tertinggi yaitu berkisar 60-90%.3

Di DKI Jakarta prevalensi askariasis tergolong tinggi. Di Jakarta Utara prevalensi sebesar

80%, Jakarta Barat 74,7%, Jakarta Selatan 64,8%, Jakarta Timur 58,3%.3 Hal tersebut

disebabkan oleh kepadatan penduduk DKI Jakarta yang tinggi dan banyaknya pemukiman

padat dengan sanitasi yang kurang baik.

Pada saat musim hujan, saluran air dan sungai seringkali meluap dan telur cacing yang berada

di saluran air maupun sungai akan terbawa luapan air tersebut serta mencemari tanah

sekitarnya. Jika anak kontak dengan tanah tercemar dan tidak mencuci tangan sebelum makan

maka telur akan tertelan dan menyebabkan infeksi.

Pada anak, askariasis dapat memberikan dampak yang beragam, mulai dari yang ringan,

hingga yang sangat berat. Askariasis dapat menyebabkan kekurangan asupan gizi,

pertumbuhan yang terhambat, dan anemia. Askariasis juga dapat menyebabkan gangguan

pernapasan. 2,4

Dalam menanggulangi masalah tersebut, upaya yang perlu dilakukan adalah mencegah

penyebaran askariasis pada anak dengan memberikan penyuluhan berkaitan dengan siklus

hidup A. lumbricoides, gejala klinis, pencegahan dan pengobatan askariasis.Kegiatan

penyuluhan ini ditujukan untuk kelompok rentan terkena infeksi cacing yaitu kelompok anak

usia sekolah dan mereka yang tinggal di daerah padat dengan sanitasi serta higiene yang

kurang memadai.

Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014

Page 3: Pengetahuan Mengenai Ascaris lumbricoides dan …

Pesantren adalah institusi pendidikan Islam yang muridnya (santri) diasramakan. Umumnya

santri hidup dalam lingkungan yang padat dan fasilitas sanitasi terbatas. Pesantren X

merupakan salah satu pesantren yang terletak di Jakarta Timur dengan kondisi tanah di

sekitarnya berjenis tanah liat. Dengan kondisi padat penghuni, sanitasi terbatas dan tanah liat

di sekitarnya, santri akan mudah terinfeksi A. lumbricoides. Dengan demikian, santri perlu

diberikan penyuluhan kesehatan mengenai cacingan agar dapat melakukan upaya pencegahan.

Agar dapat dimengerti dengan baik, penyuluhan harus diberikan sesuai dengan tingkat

pengetahuan yang telah dimiliki dan karakteristik santri. Oleh karena itu perlu dilakukan

survei terlebih dahulu mengenai tingkat pengetahuan santri dan karakteristik mereka.

Penyuluhan yang diberikan meliputi morfologi dan siklus hidup A. lumbricoides, gejala klinis,

pencegahan dan pengobatan askariasis. Karena keterbatasan penelitian, survei difokuskan

pada tingkat pengetahuan santri mengenai cacing penyebab askariasis (A. lumbricoides) dan

karakteristik santri Pesantren X, Jakarta Timur.

Tinjauan Teoritis

Askariasis

Infeksi A. lumbricoides akan terjadi jika telur infektif dari cacing tertelan oleh seseorang. Di

dalam usus, telur infektif kemudian menetas menjadi larva dan kemudian menembus dinding

usus dan masuk ke dalam sistem peredaran darah, larva tersebut melewati vena porta hepatika,

melewati hati, jantung dan kemudian ke paru. Sewaktu di paru, Larva mengalami

pengelupasan sebanyak 2 kali, kemudian larva menembus alveoli dan bergerak naik ke

bronkus, trakea dan kemudian larink dan pharinx. Larva membuat iritasi pada bagian tersebut

sehingga inang batuk dan larva tertelan kembali ke dalam sistem pencernaan.2,5

Proses larva A. lumbricoides ini menjadi dewasa memakan waktu kurang lebih tiga minggu.

Setelah dewasa, cacing menetap di usus inang dan melakukan reproduksi, seekor cacing

betina deawsa dapat memproduksi telur hinggga 200 000 per harinya.6 Telur ini kemudian

dibuahi dan menjadi telur infektif dalam waktu beberapa minggu. Telur A. lumbricoides ini

memiliki lapisan lipid, telur yang telah dibuahi memilki lapisan lipid yang lebih tebal

sehingga telur tersebut dapat bertahan dalam keadaan ekstrem lingkungan.6 Telur yang telah

dibuahi memiliki bentuk yang lebih bulat dan relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan

telur yang tidak dibuahi. A. lumbricoides sendiri memiliki panjang 15-31 cm dan berdiameter

Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014

Page 4: Pengetahuan Mengenai Ascaris lumbricoides dan …

2-4 mm untuk cacing jantan. Dan untuk cacing betina, umumnya memiliki ukuran yang lebih

besar, yaitu dengan panjang 20-49 cm dan diameter 3-6 mm. Selain itu, A. lumbricoides

adalah cacing parasit yang bersifat monogenetic yang artinya,6,7 hanya membutuhkan satu

inang untuk menyelesaikan seluruh siklus hidupnya. Manusia merupakan inang dari cacing

ini.

Sebagian besar kasus askariasis tidak memiliki gejala yang spesifik dan terkadang bahkan

tidak memiliki gejala, namun, banyak studi yang menunjukkan bahwa askariasis yang tidak

segera diobati dan ditangani, menyebabkan dampak buruk terhadap perkembangan dan

pertumbuhan terutama pada anak-anak. Hal ini disebabkan pada penderita askariasis,

penderita juga mengalami gangguan asupan nutrisi, sehingga dapat berakhir pada gizi buruk

dan pertumbuhan yang terlambat. Pada beberapa kasus, penderita askariasis juga dapat

menderita demam, nyeri perut (kolik), mual, muntah, diare dan masalah pada sistem saraf

tubuh.8 Pada penderita askariasis berat, cacing juga dapat keluar bersama muntahannya.6,8

ada beberapa kasus, askariasis juga dapat membahayakan nyawa. Situasi seperti ini dapat

terjadi apabila sejumlah cacing terbelit membentuk gumpalan dan menyumbat saluran

pencernaan secara total. Cacing juga dapat bermigrasi dan masuk ke dalam appendix, saluran

empedu umum atau saluran pankreas. Hal ini dapat menyebabkan pembengkakan pada hati,

pankreas dan juga empedu. Dan pada akhirnya, dapat juga menyebabkan infeksi pada organ-

organ tersebut.8

Cara dapat dilakukan untuk memastikan seseorang menderita askariasis atau tidak adalah

pemeriksaan feses, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan ultrasonografi. Pemeriksaan feses

merupakan metode yang paling umum untuk dilakukan. Cacing betina dapat menghasilkan

200 000-250 000 telur setiap hari nya atau kurang lebih 2 925 telur setiap satu gram feses.

Oleh karena itu metode ini cukup sederhana unutk mendiagnosa askariasis. Untuk keakuratan

data, paling sedikit dilakukan tiga kali pemeriksaan. Pemeriksaaan radiologi, dilakukan

dengan memberikan barium kepada penderita askariasis, dengan begitu akan ada barium yang

termakan oleh A.lumbricoides dewasa dan cacing akan terdeteksi. Pemeriksaan ultrasonografi

merupakan pemeriksaan yang tidak invasif dan efisien serta dapat diandalkan unutk

mendeteksi pankreatik askariasis.9,10

Untuk pengobatan askariasis, obat yang paling sering digunakan adalah albendazol, dengan

dosis satuan 400 mg. Obat ini sering digunakan karena memiliki keberhasilan yang tinggi

untuk menyembuhkan askariasis. Obat lain yang umum digunakan adalah pirantel pamoat

Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014

Page 5: Pengetahuan Mengenai Ascaris lumbricoides dan …

dengan dosis 10 mg/kg berat badan. Obat tersebut memiliki efek samping berupa muntah,

diare dan sakit kepala. Mebendazol juga dapat diberikan dengan dosis 100 mg dan diberikan

secara oral, dua kali sehari selama tiga hari. 11,12

Pencegahan askariasis dapat dilaukan dengan mengubah perilaku seseorang terhadap

kebersihan dirinya, seperti mencuci tangan, menjaga kebersihan makanan yang akan

dikonsumsi. Telur A.lumbricoides memiliki lapisan lipid yang cukup tebal sehingga tahan

terhadap desinfektan dan juga suasan ekstrem seperti asam, basa dan temperatur rendah. Oleh

karena itu untuk mematikan telur A.lumbricoides harus digunakan suhu yang tinggi. Upaya

pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan penyuluhan tentang

bahayanya cacingan dan cara mencegahnya sehingga masyarakat menjadi sadar akan

pentingnya menjaga kebersihan.13,14

Pesantren

Menurut Dhofier (dikutip dari Walsh15), pesantren memiliki kata data yaitu santri, dengan

menambahkan imbuhan pe- dan –an, terbentuklah kata pesantren. Dari pembentukkan katanya

pesantren dapat diartikan sebagai tempat tinggal santri.

Pada awal terbentuknya pesantren, kegiatan yang biasanya dilakukan santri adalah belajar

kitab-kitab Islam klasik, belajar mengaji dan tafsir. Pada masa penjajahan Belanda, pesantren

juga menjadi pusat pergerakan massa dalam perlawanan terhadap penjajah. Zuhairini

menyatakan (dikutip dari Walsh15), “Tidak ada perang yang tidak dimulai, atau paling tidak

didukung sepenuhnya, oleh pesantren.” Kegiatan pesantren juga mengikuti perkembangan

jaman. Pada saat ini selain kegiatan belajar mengenai ilmu agama Islam, di pesantren juga

diberikan pendidikan mengenai pengetahuan modern seperti pada pendidikan formal lainnya.

Oleh karena itu terdapat pula pembagian jenjang pendidikan didalam pesantren yang terdiri

atas tingkat pendidikan ibtidaiyah (setingkat SD), tsanawiyah (setingkat SMP) atau aliyah

(setingkat SMA).

Metode Penelitiaan

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain cross-sectional, yaitu dengan melakukan

survei pada santri Pondok Pesantren X yang sedang menjalani pendidikan tsanawiyah dan

aliyah. Data yang diambil adalah mengenai karakteristik santri dan tingkat pengetahuan santri

Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014

Page 6: Pengetahuan Mengenai Ascaris lumbricoides dan …

mengenai A. lumbricoides. Data diperoleh melalui pengisian kuesioner oleh santri. Data yang

telah diperoleh akan dikaji secara analitik untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara

karakteristik santri dengan tingkat pengetahuan mengenai A. lumbricoides. Penelitian

dilakukan di Pesantren X, Jakarta Timur dan pengambilan data dilakukan pada tanggal 22

Januari 2011. Populasi target adalah santri yang sedang menjalani pendidikan tsanawiyah dan

aliyah. Populasi terjangkau pada penelitian adalah santri yang sedang menjalani pendidikan

tsanawiyah dan aliyah di Pesantren X, Jakarta Timur, yang berada di lokasi saat penelitian

berlangsung. Pada penelitian ini, tidak ada kriteria inklusi dan eksklusi karena semua santri

diikutsertakan dalam penelitian.. Pada penelitian ini digunakan total sampling, sehingga

sampel yang digunakan dalam penelitian adalah semua santri yang berada di pesantren saat

penelitian dilakukan.

Dalam penelitian ini variabel bebas adalah karakteristik santri (tingkat pendidikan, jenis

kelamin, jumlah sumber informasi dan sumber informasi paling berkesan), variabel terikat

adalah pengetahuan mengenai A. Lumbricoides. Pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan metode kuesioner. Subjek penelitian akan diberi penjelasan secara singkat

mengenai penelitian yang dilakukan. Setelah diberi penjelasan dan setuju untuk berpartisipasi

dalam penelitian ini, peneliti akan memberikan kuesioner (terlampir) kepada responden untuk

diisi serta memberikan petunjuk singkat mengenai cara pengisian kuesioner. Kuesioner berisi

pertanyaan mengenai morfologi dan siklus hidup A. lumbricoides. Setiap nomor terdiri atas

sebuah pertanyaan dan empat buah pilihan jawaban. Setiap pilihan jawaban memiliki proporsi

skor yang berbeda untuk tiap nomor, dengan skor maksimum dari tiap soal adalah lima.

Data kuesioner yang sudah diisi responden diperiksa kelengkapannya oleh peneliti sebelum

proses pengumpulan data selesai. Setelah itu pada kuesioner yang sudah lengkap dilakukan

penghitungan skor dari setiap anak dan rata-rata perolehan skor dari setiap soal. Setelah

dilakukan editing, data yang diperoleh diklasifikasikan menurut skala pengukurannya yaitu

numerik, ordinal dan nominal. Data berupa usia, tingkat pendidikan, jumlah sumber informasi

diklasifikasikan skala ordinal. Jenis kelamin dan jenis informasi yang berkesan

diklasifikasikan dalam skala nominal. Dan setelah dilakukan pengolahan dari jawaban

kuesioner, tingkat pengetahuan santri mengenai A. lumbricoides diklasifikasikan secara skala

ordinal.

Data yang telah dicatat kemudian akan dimasukkan dan diolah menggunakan SPSS for

Windows versi 11.5 melalui editing, coding, cleaning, dan entry. Data yang diperoleh

Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014

Page 7: Pengetahuan Mengenai Ascaris lumbricoides dan …

dianalisis secara statistik. Analisa statistik komparatif dilakukan untuk mengetahui apakah

terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan santri dengan tingkat pendidikan, jenis

kelamin, jumlah sumber informasi dan pihak yang memberikan informasi paling berkesan.

Analisis variabel skala ordinal dan nominal akan dilakukan melalui uji Kolmogorov-smirnov..

Analisis univariat digunakan pada distribusi frekuensi dengan analisis pada distribusi variabel

dependen dan independen. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan

antara variabel dependen dan independen menggunakan uji Kolmogorov-smirnov.

Hasil

Pesantren X merupakan lembaga pendidikan agama Islam yang menyediakan pendidikan

tingkat diniyah, tsanawiyah dan aliyah. Pesantren ini memiliki tanah dengan luas 12 500 m2

dan bangunan 7 050 m2. Fasilitas yang dimiliki pesantren adalah mesjid, 2 bangunan sekolah,

perpustakaan, aula, lapangan utama, lapangan bawah, wartel, kantin, toko buku dan pos

kesehatan pesantren (poskestren). Dokter yang bertugas di poskestren hanya datang jika ada

santri yang sakit, dokter kemudian hanya mengobati penyakit tanpa memberikan penjelasan

yang cukup maupun penyuluhan secara masal. Fasilitas hiburan berupa media elektronik

seperti TV tidak diperbolehkan oleh pihak pesantren, namun pesantren tetap memiliki

laboratorium komputer dengan akses internet, yang hanya digunakan untuk kepentingan

pendidikan.

Asrama putri Pesantren X terdiri atas 2 rumah , sedangkan asrama putra terdiri atas 6 kamar.

Satu kamar di pesantren ini dihuni 30 santri dan santri tidur menggunakan kasur lipat. Kasur

hanya digunakan untuk tidur, setelah itu dilipat dan ditumpuk. Kondisi kamar tidak rapi tetapi

cukup bersih. Kamar mandi digunakan bersama dengan rasio 1: 14. Santri mencuci pakaian

sendiri namun tidak setiap hari. Pakaian kotor dikumpulkan dan dicuci seminggu sekali.

Setiap hari santri mendapatkan makanan sebanyak 2 kali, sehingga santri seringkali membeli

makanan dari luar.

Pada penelitian ini, santri yang diikutsertakan sebagai responden penelitian adalah santri

tsanawiyah sebanyak 81 orang (52,6%) dan aliyah sebanyak 73 orang (47,4%). Responden

laki-laki sebanyak 91 orang (59,1%) dan perempuan sebanyak 63 orang (40,9%). Jumlah

seluruh santri adalah 220 orang namun yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah 154

orang karena sebagian santri sedang pulang ke rumah orangtuanya.

Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014

Page 8: Pengetahuan Mengenai Ascaris lumbricoides dan …

Tabel 4.2.1 menunjukkan semua responden pernah mendapatkan informasi mengenai

A. lumbricoides dan 50% santri mendapat informasi dari 3 sumber.

Tabel 4.2.1 Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Sumber Informasi Jumlah Sumber Informasi Jumlah Persentase

Tidak Ada 0 0 1 Sumber Informasi 1 0,6 2 Sumber Informasi 26 16,9 3 Sumber Informasi 77 50 4 Sumber Informasi 33 21,4 5 Sumber Informasi 11 7,1 6 Sumber Informasi 4 2,6 7 Sumber Informasi 1 0,6 8 Sumber Informasi 1 0,6

Pada Tabel 4.2.2 tampak bahwa sebagian besar responden (51,9%) menyatakan bahwa

sumber informasi yang paling berkesan adalah dokter. Hampir seluruh (92,1%) sumber

informasi berkesan merupakan sumber langsung dan hanya 7,7% responden memilih sumber

informasi berkesan berasal dari media.

Tabel 4.2.2 Sebaran Responden Berdasarkan Informasi Paling Berkesan Sumber Informasi Paling Berkesan Jumlah Persentase

Sumber langsung Guru 19 12,3 Dokter 80 51,9 Teman 1 0,6 Orangtua 42 27,3 Media Massa Internet 6 3,9 Radio 0 0 TV 5 3,2 Koran 1 0,6 Majalah 0 0 Lain-lain 0 0

Berdasarkan tabel 4.2.3 hanya 6 responden (3,9%) yang memiliki pengetahuan baik, 34

responden (22,1%) memiliki pengetahuan yang cukup dan 114 responden (74%) memiliki

pengetahuan kurang. Terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan responden

mengenai A. lumbricoides dengan jenis kelamin namun tidak berbeda bermakna dengan

variabel lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden

berhubungan dengan jenis kelamin tetapi tidak berhubungan dengan tingkat pendidikan,

sumber informasi dan sumber informasi paling berkesan.

Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014

Page 9: Pengetahuan Mengenai Ascaris lumbricoides dan …

Tabel 4.2.3 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Mengenai A. lumbricoides dan Karakteristik Santri

Variabel Kategori Tingkat Pengetahuan

p Uji Kurang Cukup Baik

Jenis Kelamin

Laki-laki 56 29 6 0,002 Kolmogorov-Smirnov Perempuan 58 5 0

Tingkat Pendidikan

Tsanawiyah 62 16 3 1 Kolmogorov-Smirnov Aliyah 52 18 3

Sumber Informasi

≤ 3 78 23 3 1 Kolmogorov-Smirnov >3 36 11 3

Informasi Paling

Berkesan

Sumber Langsung 106 30 6 1 Kolmogorov-

Smirnov Media Massa 8 4 0

Pada tabel 4.2.4 tampak bahwa persentase perolehan skor paling tinggi adalah 53,2%, yaitu

pada nomor 3 (Cacing yang dapat menghinggapi manusia berukuran paling besar adalah...).

Pada soal lainnya, perolehan skor total bahkan tidak mencapai 50% skor maksimal.

Rendahnya persentase dan perolehan skor total tersebut menunjukkan bahwa secara garis

besar tingkat pengetahuan santri mengenai A. lumbricoides tergolong kurang.

Tabel 4.2.4 Proporsi Skor Jawaban Terhadap Pertanyaan Mengenai A. lumbricoides

No Pertanyaan Skor Jumlah Skor total Skor maks Persentase

1

Penyakit cacingan yang paling banyak ditemukan disebabkan oleh...

0 15 (9,7%)

259 770 33,6

1 79 (51,3%) 2 0 (0%) 3 60 (39,0%) 4 0 (0%) 5 0 (0%)

2 Cacing gelang paling banyak ditemukan pada...

0 40 (26,0%)

237 770 30,7 1 73 (47,4%) 4 41 (26,6%) 5 0 (0%)

3 Cacing yang dapat menghinggapi manusia berukuran paling besar adalah...

0 72 (46,8%) 410 770 53,2

5 82 (53,2%)

4 Di dalam tubuh manusia, cacing gelang hidup di dalam...

355 770 46,1 0 83 (53,9%) 5 71 (46,1%)

Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014

Page 10: Pengetahuan Mengenai Ascaris lumbricoides dan …

5 Gambar di bawah

ini merupakan...

0 89 (57,8%) 325 770 42,2

5 65 (42,2%)

Pembahasan  

DKI Jakarta merupakan wilayah dengan kondisi tanah tergolong tanah liat. Dengan iklim

yang tropis, Jakarta memiliki curang hujan yang tinggi, terutama pada musim hujan. Curah

hujan tersebut menyebabkan wilayah DKI Jakarta sering dilanda banjir. Pada saat banjir

luapan air sungai dan saluran air dapat membawa dan menyebarkan telur cacing, salah

satunya telur A. lumbricoides. Dengan begitu air luapan tersebut mempermudah penularan

infeksi cacing.

A. lumbricoides merupakan penyebab infeksi cacing yang disebut askariasis. merupakan

infeksi cacing yang disebabkan oleh A. lumbricoides. Pada infeksi ringan, askariasis dapat

menyebabkan gangguan pencernaan seperti mula, diare, dan muntah, sedangkan pada infeksi

berat, dapat menyebabkan anemia, kekurangan gizi bahkan pertumbuhan terhambat pada

anak. Hospes yang terinfeksi umumnya akan mengalami penurunan produktivitas dan kualitas

hidup. Oleh karena itu perlu diadakan upaya pencegahan, salah satunya adalah dengan

memberikan penyuluhan kepada kelompok rentan terkena infeksi.

Pengetahuan memegang peranan penting dalam upaya pencegahan dan penanggulangan

penyakit. Dengan pengetahuan mengenai suatu penyakit serta cara pencegahannya, umumnya

seseorang akan memiliki sikap dan perilaku untuk menghindarkan dirinya dari penyakit

tersebut. Menurut Sekartini et al,16 terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dan perilaku

pada ibu yang memiliki anak usia SD.

Dari hasil penelitian ini, hanya 3,9% responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik

mengenai A. lumbricoides dan 22,1% responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup,

74% memiliki pengetahuan yang kurang. Hal itu menunjukkan bahwa santri Pesantren X

secara keseluruhan memiliki pengetahuan yang kurang mengenai A. lumbricoides. Salah satu

faktor yang dapat menyebabkan kejadian tersebut adalah karena dalam kurikulum pendidikan

aliyah Pesantren X tidak terdapat mata ajar biologi. Oleh karena itu responden tidak memiliki

pengetahuan yang baik mengenai cacingan termasuk A. lumbricoides. Selain itu dari pihak

Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014

Page 11: Pengetahuan Mengenai Ascaris lumbricoides dan …

pesantren juga tidak pernah mengadakan penyuluhan mengenai infeksi cacingan. Di

pesantren terdapat dokter yang bertugas di poskestren tetapi dokter tersebut hanya datang jika

ada santri yang sakit. Dokter hanya mengobati penyakit yang diderita santri dan tidak pernah

memberikan informasi mengenai cacingan.  

Di dalam masyarakat umumnya laki-laki memiliki aktivitas yang lebih banyak. Dengan

banyaknya aktivitas, pertukaran informasi dapat terjadi lebih cepat. Oktarina17 dalam

penelitiannya menyatakan bahwa terdapat hubungan antar jenis kelamin dengan tingkat

pengetahuan responden. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, responden berjenis kelamin

pria memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik mengenai HIV/AIDS dibandingkan

responden wanita. Berbeda dengan pendapat Fadhlan,18 yang menyatakan bahwa tidak

terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat pengetahuan responden mengenai

sarang nyamuk DBD.

Dalam penelitian ini, terdapat 6 responden dengan tingkat pengetahuan yang baik dan seluruh

responden tersebut berjenis kelamin pria. Hasil ini juga sesuai dengan Susianto (dikutip dalam

Indonesia Internet Business Community19) yang menyatakan bahwa 65% pengguna internet

di Indonesia adalah laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa cenderung untuk laki-laki lebih

aktif dalam mencari informasi. Selain itu di dalam pesantren, laki-laki umumnya bersifat lebih

dominan sehingga pengetahuan yang mereka miliki juga lebih baik.

Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk menambah pengetahuan. Seiring dengan

meningkatnya jenjang pendidikan yang pernah dijalani, pengetahuan seseorang akan

meningkat. Marini20 mengatakan bahwa pendidikan merupakan sarana untuk mendapatkan

informasi.

Uji Kolmogorov-Smirnov dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat

hubungan antara tingkat pengetahuan santri dengan tingkat pendidikan mereka. Berdasarkan

hasil tersebut tingkat pengetahuan mengenai A. lumbricoides antara santri aliyah dan

tsanawiyah tidak berbeda bermakna. Salah satu penyebabnya adalah pada kurikulum

pendidikan aliyah Pesantren X tidak terdapat mata ajar biologi, sehingga pengetahuan santri

mengenai infeksi cacing termasuk A. lumbricoides tetap tidak bertambah walaupun

pendidikan yang mereka jalani sudah lebih tinggi (aliyah).

Informasi dapat diperoleh dari berbagai macam sumber. Semakin banyak sumber, informasi

yang dimiliki pun akan bertambah dan semakin lengkap. Selain itu informasi yang diingat

Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014

Page 12: Pengetahuan Mengenai Ascaris lumbricoides dan …

juga bertambah karena dapat terjadi pengulangan informasi yang sama walau dari sumber

yang berbeda. Ismid21 melaporkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu

yang mempunyai balita mengenai askariasis dengan sumber informasi. Marini20 menyatakan

bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang dipengaruhi banyaknya informasi yang

didapatkan.

Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov, dalam penelitian ini tidak terdapat perbedaan tingkat

pengetahuan yang bermakna antar santri dengan jumlah informasi berbeda. Di dalam

Pesantren X, seluruh santri hidup dalam lingkungan yang sama dan mendapatkan pendidikan

yang sama. Santri juga memiliki lingkungan pergaulan yang sama sehingga informasi yang

dimiliki salah satu santri dapat dengan cepat menyebar. Hal ini yang menyebabkan tidak

terdapatnya hubungan antara jumlah sumber informasi dengan tingkat pengetahuan santri.

Informasi yang disajikan dalam bentuk yang menarik tentunya akan lebih berkesan. Selain

cara penyajian, kredibilitas sumber informasi juga berpengaruh. Hasil penelitian Pulungan22

menunjukkan bahwa penyuluhan yang menggunakan film dan ceramah lebih efektif

dibandingkan menggunakan leaflet dan ceramah. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan

media yang menarik dalam pemberian informasi akan lebih berkesan.

Pada penelitian ini, tidak ditemukan hubungan antara pengetahuan santri mengenai A.

lumbricoides dengan informasi paling berkesan yang didapat berdasarkan uji Kolmogorov-

Smirnov (p>0,05). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

perbedaan tingkat pengetahuan yang bermakna antara santri dengan sumber informasi

langsung dan sumber informasi berupa media. Tidak terdapatnya perbedaan tersebut

disebabkan santri memiliki akses yang sangat terbatas terhadap media massa, sehingga santri

mendapatkan informasi dari orang tua, guru, teman dan dokter. Selain itu santri Pesantren X

hidup bersama setiap harinya, informasi yang mereka peroleh dapat menyebar ke santri

lainnya dengan mudah. Oleh karena itu antar santri tingkat pengetahuan yang dimiliki relatif

sama.

Pada pertanyaan mengenai cacing yang paling banyak ditemukan menginfeksi manusia

(nomor 1), proporsi terbesar (79 responden) adalah responden yang memilih jawaban cacing

kremi. Di masyarakat, cacing yang paling umum dikenal adalah cacing kremi sehingga

responden cenderung untuk memilih jawaban tersebut. Selain itu pada soal nomor 1 terdapat

kata ‘paling’ yang mengakibatkan responden hanya memilih satu jawaban dan pada akhirnya

perolehan skor menjadi tidak maksimal.

Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014

Page 13: Pengetahuan Mengenai Ascaris lumbricoides dan …

Pada pertanyaan nomor 2 mengenai usia penderita yang paling banyak terkena infeksi cacing

gelang, 73 responden hanya mendapatkan skor 1 dari skor maksimal 5. Hal itu terjadi karena

responden tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang persebaran infeksi cacing

gelang.

Pada soal nomor 3 dengan pertanyaan mengenai cacing berukuran paling besar, 82 responden

(53,2%) mendapat skor penuh. Selain cacing kremi, cacing yang juga termasuk umum di

kalangan masyarakat adalah cacing gelang. Oleh karena masyarakat sudah mengetahui bahwa

ukuran cacing kremi sangat kecil, responden cenderung untuk memilih jawaban cacing gelang

yang ukurannya sudah jelas lebih besar dari cacing kremi.

Sebanyak 53,9% responden menjawab salah pada soal nomor 4. Pertanyaan ini mengenai

organ tempat hidup cacing gelang di dalam hospes. Banyaknya jumlah responden yang tidak

dapat menjawab pertanyaan ini dengan benar disebabkan oleh tidak adanya pendidikan yang

berkaitan dengan infeksi cacing gelang di Pesantren X.

Pada soal nomor 5 responden diminta untuk mengidentifikasikan jenis cacing yang tampak

pada gambar. Hanya 42,2% responden yang menjawab soal ini dengan benar. Dengan

proporsi kurang dari setengah seperti ini, dapat dikatakan responden tidak memiliki

pengetahuan mengenai morfologi cacing gelang ataupun cacing STH lain.

Kesimpulan

Responden terdiri atas santri tsanawiyah sebanyak 81 orang (52,6%), aliyah 73 orang

(47,4%), laki-laki 91 orang (59,1%), perempuan 63 orang (40,9%), 50% responden

mendapatkan informasi dari 3 sumber dan 51,9% responden memilih dokter sebagai sumber

informasi paling berkesan.

Santri yang memiliki tingkat pengetahuan baik mengenai A. lumbricoides sebanyak 6

responden (3,9%), 34 responden (22,1%) cukup dan 114 responden (74%) kurangTingkat

pengetahuan mengenai A. lumbricoides berhubungan dengan jenis kelamin tetapi tidak

berhubungan dengan tingkat pendidikan responden, jumlah sumber informasi dan sumber

informasi paling berkesan

Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014

Page 14: Pengetahuan Mengenai Ascaris lumbricoides dan …

Saran

Pengetahuan santri perlu ditingkatkan dengan memberikan penyuluhan. Penyuluhan diberikan

kepada semua santri dengan memperhatikan jawaban salah pada kuesioner tanpa

memperhatikan umur, pendidikan dan sumber informasi. Perlu penelitian lebih lanjut

mengenai perilaku santri dalam mencegah askariasis.

Daftar Referensi

1. Carneiro FF, Cifuentes E, Romieu I, Tellez-Rojo MM. The risk of Ascaris lumbricoides in children as an

environmental health indicator to guide preventive activities in Caparao and Alto Caparao, Brazil. Geneve:

World Health Organization; 2002.

2. Bhamrah HS, Juneja K. A text book of invertebrates. 2nd revised edition New Delhi: Anmol Publications

PVT. LTD; 1999.

3. Mardiana D. Prevalensi cacing usus pada murid sekolah dasar wajib belajar pelayanan gerakan terpadu

pengentasan kemiskinan daerah kumuh di wilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan, Departemen

Kesehatan RI, Jakarta: 2008;7:769-74.

4. Warrell DA, Cox TM, Firth JD. Oxford textbook of medicine. 4th edition. Oxford: University Press; 2005.

5. Hoeprich P. Infection diseases. 2nd edition. Maryland: Harper and Row; 1977.

6. Prianto J, Tjahaya PU, Darwanto. Atlas Parasitologi Kedokteran.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama;2006.

p.3-6

7. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku Ajar : Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI ; 2008. p. 6-9

8. Palmer P.E.S, Reeder MM. The imaging of tropical diseases: with epidemiological, pathological and clinical

correlation. Springer; 2000; 2: 11-38.

9. Keong L, Zaman V. Buku Penuntun Parasitologi Kedokteran. Jakarta; 2007.

10. Bogitsh BJ, Carter CE, Oeltmann TN. Human parasitology. Philadelphia: Elsevier Academic Press; 2005:

348-353

11. Liacouras CA, Piccoli DA. Pediatric gastroenterology: the requisites in pediatrics. Phildadelphia: Mosby

Elsevier; 2008, p. 176-177.

Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014

Page 15: Pengetahuan Mengenai Ascaris lumbricoides dan …

12. Tjitra E. Penelitian-penelitian soil-transmitted helminth di Indonesia. Pusat Penelitian Penyakit Menular,

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan R.I, Jakarta. 1991; 72 : 13-17.

13. Stürchler, D. Exposure : A Guide To Souces of Infections. Washington : American Society fo Microbiology

Press. 2006; p. 99

14. Warrell DA, Cox TM, Firth JD. Oxford Textbook of Medicine. Oxford University Press. 2005; 4th Edition.

p. 805-807.

15. Walsh M. Pondok pesantren dan ajaran golongan Islam ekstrim [Penelitian Program ACICIS]. Malang:

Universitas Muhammadiyah Malang; 2002.

16. Sekartini R, Wawolumaya C, Kesume W, Memy YD, Yulianti, Syihabul S et al. Pengetahuan, sikap, dan

perilaku ibu yang memiliki anak usia SD tentang penyakit cacingan di Kelurahan Pisangan Baru, Jakarta

Timur. Jakarta: Universitas Indonesia; 2001.

17. Oktarina, Hanafi S, Budisuari MA. Hubungan antara karakteristik responden, keadaan wilayah dengan

pengetahuan, sikap terhadap HIV/AIDS pada masyarakat Indonesia. Repository WHO Indonesia. Diunduh

dari:

http://whoindonesia.healthrepository.org/bitstream/123456789/608/1/Oktarina%20%5Bet%20al.%5D%20%

20Karakteristik%20Responden...Terhadap%20HIV-AIDS.pdf

18. Fadhlan A. Tingkat pengetahuan siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Bayah mengenai pemberantasan

sarang nyamuk DBD setelah penyuluhan [skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2010.

19. Indonesia Internet Business Company. Study on ‘Indonesia cyber industry and market’. 2002. Diunduh dari:

http://unpan1.un.org/intradoc/groups/public/documents/apcity/unpan003225.pdf

20. Marini D. Gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan mengenai DBD pada keluarga di Kelurahan Padang

Bulan Tahun 2009 [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2010

21. Ismid IS, Santoso B, Rushwandi, Mulyadi. Pengetahuan mengenai askariasis pada ibu yang mempunyai

anak balita. Bogor: Seminar Parasitologi Nasional V; 1988.

22. Pulungan R. Pengaruh metode penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap dokter kecil dalam

pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah (PSN-DB) di Kecamatan Helvetia tahun 2007 [tesis

program magister]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2008.

Pengetahuan mengenai…, Eugene Dionysios, FK UI, 2014