127
PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) DAN UJI KLINIS MINUMAN INSTAN TEMULAWAK TERHADAP LIMFOSIT T, B, DAN SEL NK PADA OBESITAS MUHAMMAD ARIES SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

i  

PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN TEMULAWAK

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) DAN UJI KLINIS MINUMAN INSTAN

TEMULAWAK TERHADAP LIMFOSIT T, B, DAN SEL NK

PADA OBESITAS

MUHAMMAD ARIES

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

ii  

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengetahuan tentang Manfaat

Kesehatan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan Uji Klinis

Minuman Instan Temulawak terhadap Limfosit T, B, dan Sel NK pada

Obesitas adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2012

Muhammad Aries NIM. I151090011

Page 3: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

iii  

ABSTRACT

MUHAMMAD ARIES. Health Benefit Knowledge of Curcuma and Clinical Trial of Curcuma Instant Drink on T, B Lymphocytes, and NK cells in Obese Adult. Under direction of HARDINSYAH and MIRA DEWI.

The objectives of the following study were to analyze the health benefit

knowledge of curcuma on adult and clinical efficacy of curcuma instant drink to increasing lymphocytes count. Design for knowledge survey was cross sectional study and involving 79 subjects (40 male and 39 female) while the design for clinical trial was pre and post test design and involving 21 subjects. Result of this study showed that the health benefits of curcuma most widely known by subjects were to increase appetite (93.4%) and to maintain stamina (92.1%). Female subjects have higher knowledge (58.0 ± 25.8) than male subjects (57.0 ± 28.3) altough there isn’t significance difference (p > 0.05) and the knowledge of curcuma health benefit inversely with the level of education (p < 0.05). The study showed that there was significant increase (p = 0.034 and p = 0.045) in T cell population (CD3+, CD4+) and significant decreasing (p = 0.000 and p = 0.001) in B cell (CD 19+) and CD8+ after intervention of 13.24 g curcuma instant drink per day. It was concluded that curcuma has potential beneficial effect in enhancing cellular immunity but decreasing in humoral immunity in obese human subjects. Key words: Curcuma xanthorrhiza Roxb., health benefit knowledge, instant drink,

lymphocyte population.

Page 4: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

iv  

RINGKASAN

MUHAMMAD ARIES. Pengetahuan tentang Manfaat Kesehatan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan Uji Klinis Minuman Instan Temulawak terhadap Limfosit T, B, dan sel NK pada Obesitas. Dibimbing oleh HARDINSYAH dan MIRA DEWI.

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui tingkat pengetahuan orang dewasa mengenai manfaat kesehatan temulawak yang didasarkan pada kepercayaan, 2) mengembangkan produk minuman instan temulawak, dan 3) menganalisis pengaruh pemberian minuman instan temulawak terhadap fungsi sistem imun (populasi limfosit) orang dewasa obes. Kegiatan pengembangan minuman instan dan uji klinis minuman instan terhadap fungsi imun merupakan bagian dari kegiatan penelitian hibah KKP3T dengan No. kontrak 1004/LB.620/I.1/4/2010 yang berjudul Efikasi Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Berbahan Aktif Xanthorrhizol (0.05%) untuk Meningkatkan Populasi Limfosit T (> 10%) pada Orang Dewasa Obes. Survai pengetahuan tentang manfaat kesehatan temulawak dilakukan dengan desain cross sectional study sedangkan uji klinis dilakukan dengan desain pre dan post test selama 14 hari. Kegiatan penelitian survei pengetahuan manfaat kesehatan temulawak serta pengembangan minuman instan temulawak dilaksanakan di Kampus IPB Darmaga sedangkan analisis jumlah dan jenis limfosit dilakukan di Lab. Makmal Imunoendokrinologi FKUI Jakarta. Seluruh kegiatan penelitian dilaksanakan sejak bulan Agustus 2010 sampai Juni 2011.

Data survei pengetahuan mengenai manfaat kesehatan temulawak dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner. Data tersebut meliputi karakteristik sosial ekonomi, pengalaman mengonsumsi temulawak (baik sebagai pangan maupun obat) dan tujuannya, pengetahuan mengenai berbagai manfaat kesehatan temulawak serta sumber informasinya. Data terkait pengetahuan mengenai berbagai manfaat kesehatan temulawak yang dikumpulkan diantaranya adalah manfaat temulawak untuk sakit perut, sakit hati, demam, sembelit/memperlancar buang air besar, perbaikan nafsu makan, menenangkan dan mengembalikan kekejangan otot setelah bersalin, obat malaria, sakit kencing, penyakit ginjal, obat sakit maag, obat gatal atau eksim, demam, mencret atau disentri, peradangan dalam perut atau kulit, dan peningkatan ketahanan tubuh. Sebelum disebarkan kepada contoh, dilakukan pengujian terhadap reliabilitas alat ukur pengetahuan tentang manfaat kesehatan temulawak. Analisis statistik yang digunakan uji validitas dan reabilitas serta analisis deskriptif. Uji validitas dan reabilitas dilakukan untuk menentukan reliabilitas kuesioner serta menentukan validitas setiap pertanyaan dalam kuesioner. Analisis deskriptif dilakukan dengan menghitung frekuensi contoh berdasarkan kelompok usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan, besar keluarga, pengalaman mengonsumsi temulawak, pengetahuan tentang manfaat kesehatan temulawak, dan sumber informasi tentang temulawak.

Rancangan percobaan yang digunakan untuk formulasi minuman instan temulawak adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas satu faktor perlakuan yaitu jumlah pemanis buatan (sukralosa) yang ditambahkan dengan

Page 5: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

v  

empat taraf masing-masing 10%, 15%, 20%, dan 25%. Data organoleptik dianalisis dengan ANOVA. Data uji klinis terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer terdiri atas data karakteristik individu, dan data jumlah serta persentase sel NK. Data karakteristik individu meliputi data umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan (untuk menentukan nilai IMT), lingkar pinggang, dan lingkar panggul (unutk menentukan nilai Rasio Lingkar Pinggang Panggul/RLPP). Data status gizi untuk menentukan bahwa subjek termasuk kategori obes ditentukan berdasarkan nilai IMT dan RLPP. Riwayat dan status kesehatan meliputi hasil pemeriksaan fisik dan anamnesa dokter medik. Data penilaian fungsi imun (sel NK) merupakan data primer yang diperoleh dari hasil analisa darah yang dilakukan dengan metode flow cytometri sedangkan total limfosit, sel B, dan sel T merupakan data sekunder yang berasal dari penelitian Dewi, Dwiriani, dan Januwati (2011).

Pengaruh intervensi dianalisis berdasarkan perbedaan (selisih) nilai fungsi imun yang diamati sebelum dan setelah dua minggu intervensi. Uji normalitas dengan uji one-sample Kolmogorov-Smirnov dilakukan terlebih dahulu terhadap variabel yang diamati. Nilai populasi limfosit sebelum dan sesudah intervensi akan dibandingkan dan untuk melihat apakah intervensi yang diberikan berpengaruh nyata terhadap populasi limfosit maka dilakukan uji T berpasangan. Tidak ada perbedaan yang signifikan (p > 0.05) antara tingkat pengetahuan mengenai manfaat kesehatan temulawak yang didasarkan pada kepercayaan pada subjek perempuan maupun laki-laki. Berdasarkan tingkat pendidikannya, diketahui bahwa tingkat pengetahuan manfaat kesehatan temulawak yang didasarkan pada kepercayaan antara subjek yang berpendidikan tinggi dan rendah berbeda nyata (p < 0.05) serta berbanding terbalik. Hal ini diduga karena penggunaan temulawak untuk kesehatan yang lebih banyak didasarkan pada kepercayaan dan informasi yang diperoleh secara turun temurun sehingga pengetahuan mengenai manfaat kesehatannya akan lebih banyak diketahui oleh kelompok subjek yang mengonsumsi temulawak secara rutin, yaitu kelompok masyarakt berpendidikan rendah. Proses pembuatan minuman instan temulawak terbagi menjadi dua yaitu proses pembuatan ekstrak kering temulawak menggunakan spray dryer dan pembuatan minuman instan temulawak dengan metode dry mixing atau pencampuran kering. Komposisi minuman serbuk temulawak instan untuk setiap sachet/kemasan per kali minum terdiri atas tepung ekstrak kering temulawak (0.4 g), maltodekstrin (2 g), garam (0.2 g), asam sitrat (0.6 g), gula tepung (10 g), dan sukralosa (0.043 g) sehingga total berat minuman instan temulawak per sachet adalah 13.24 g atau setara dengan 7.56 mg xanthorrhizol dan 2.8 mg curcumin. Intervensi 400 mg ekstrak temulawak yang dibuat dalam bentuk minuman instan temulawak selama 14 hari memberi peningkatan yang signifikan (p < 0.05) terhadap persentase sel T/CD3 dan sel CD4 sebagai bagian dari sistem imun spesifik yang bekerja di tingkat seluler. Peningkatan persentase sel T dan sel CD4 diduga karena pengaruh dari kurkumin dan xanthorrhizol yang terkandung dalam minuman instan temulawak yang menginduksi kerja sistem imun melalui jalur NF-kB sehingga proliferasi dan diferensiasi sel-sel sistem imun meningkat. Selain itu hasil uji klinis menunjukkan ada penurunan jumlah dan persentase sel CD8+, sel B/CD19+, dan sel NK/CD16+56+. Hal ini kemungkinan terjadi karena jumlah subset sel tersebut yang sejak awal (sebelum intervensi) sudah tinggi serta kebiasaan konsumsi pangan dan aktivitas yang menunjang sistem imun yang tidak sepenuhnya terkontrol, khususnya sebelum kegiatan intervensi dilaksanakan.

Page 6: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

vi  

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apa pun tanpa izin dari IPB

Page 7: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

vii  

PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN TEMULAWAK

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) DAN UJI KLINIS MINUMAN INSTAN

TEMULAWAK TERHADAP LIMFOSIT T, B, DAN SEL NK

PADA OBESITAS

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

Oleh:

MUHAMMAD ARIES

I 151090011

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 8: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

viii  

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS

Page 9: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

ix  

Judul Penelitian : Pengetahuan tentang Manfaat Kesehatan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan Uji Klinis Minuman Instan Temulawak terhadap Limfosit T, B, dan Sel NK pada Obesitas

Nama : Muhammad Aries

NIM : I151090011

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS dr. Mira Dewi, S.Ked, MSi Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Gizi Masyarakat drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD. Dr. Ir. Dahrulsyah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 31 Januari 2012 Tanggal Lulus:

Page 10: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

x  

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengetahuan

tentang Manfaat Kesehatan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) serta Uji

Klinis Minuman Instan Temulawak terhadap Limfosit T, B, dan Sel NK pada

Obesitas”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar master

(S2) pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor.

Dari lubuk hati yang paling dalam penulis mennyampaikan terima kasih

yang tulus dan penghargaan yang tinggi kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hardinsyah,

MS dan dr. Mira Dewi, S.Ked, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan

arahan, bimbingan serta senantiasa memberikan semangat kepada penulis untuk

tetap istiqomah dalam menjalankan dan menyelesaikan tugas belajar di Institut

Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Evy

Damayanthi, MS selaku dosen penguji luar komisi atas beragam saran konstruktif

dan perbaikan yang sangat bermanfaat bagi penyempurnaan tesis ini.

Tidak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu, terutama kepada: Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS (Dekan

FEMA Periode Tahun 2005-2009) dan Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS (Ketua

Departemen Gizi Masyarakat Periode Tahun 2005-2009), dan Dr. Ir. Drajat

Martianto, MS (Pembimbing S1) yang telah memberikan rekomendasi untuk

melanjutkan pendidikan ke jenjang Magister Gizi Masyarakat di IPB. Selain itu

penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ketua Program Studi Ilmu Gizi

Masyarakat, Koordinator Program Pascasarjana Gizi Masyarakat, para dosen dan

seluruh staf yang telah memberikan motivasi dan dukungan selama menempuh

pendidikan sehingga semua dapat terlaksana dengan baik.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Cesilia M Dwiriani,

MSc, dr. Mira Dewi, S.Ked, Msi, dan Ir. M. Januwati, MS selaku tim peneliti

Hibah KKP3T berjudul Efikasi Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza

Roxb.) Berbahan Aktif Xanthorrhizol (0.05%) untuk meningkatkan Populasi

Limfosit T (> 10%) pada Orang Dewasa Obes yang telah mengijinkan penulis

Page 11: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

xi  

dalam menggunakan sebagian data penelitian tersebut untuk digunakan dalam

penelitian ini. Pada penelitian tersebut, penulis terlibat sebagai asisten peneliti

yang berperan dalam proses pembuatan produk sampai dengan analisis data.

Berikutnya penulis menyampaikan teriam kasih kepada Bapak/Ibu pegawai IPB

yang telah bersedia terlibat selama kegiatan pengambilan data penelitian, baik

yang berupa survei maupun uji klinis dalam penelitian ini dan juga kepada Bapak

Mashudi serta segenap laboran di Laboratorium Analisis Makanan Departemen

Gizi Masyarakat, Laboratorium Pilot Plan, FATETA IPB, dan Laboratorium Balai

Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik yang/Balitro KEMENTAN telah

memfasilitasi kegiatan penelitian khususnya selama pengembangan produk

minuman instan temulawak.

Tidak lupa ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-

teman seangkatan pada Program Magister Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana

- IPB angkatan 2009 atas semangat kebersamaan, persahabatan, dan dukungannya

selama menempuh pendidikan di Program Magister Gizi Masyarakat, SPS – IPB

dan juga teman-teman Program Magister Gizi Masyarakat, SPS – IPB serta

Program Doktor Gizi Manusia, SPS - IPB angkatan 2010 dan 2011 atas semangat

kebersamaan, persahabatan, dan dukungannya terutama pada pelaksanaan

kolokium, seminar hasil hingga sidang.

Ungkapan terima kasih penulis sampaikan secara tulus dan mendalam

khususnya kepada istri tercinta Reisi Nurdiani serta kedua orang tua yang selalu

saya hormati dan banggakan Bapak Iing Sulaeman dan Ibu Juwaeriyah, serta adik

tersayang Tuti Amaliah atas segala dukungan doa dan kasih sayang yang telah

tercurahkan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2012

Muhammad Aries

Page 12: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

xii  

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Cirebon tanggal 18 Desember 1984 sebagai

anak pertama dari pasangan Bapak Iing Sulaeman dan Ibu Juwaeriyah. Masa

pendidikan dasar hingga menengah atas dilalui di kota Cirebon. Pendidikan dasar

diperoleh pada SDN Kanggraksan III periode 1990 - 1996 dan dilanjutkan di

SMPN 6 Cirebon periode 1996 - 1999. Penulis menamatkan pendidikan

menengah atasnya pada tahun 2002 dari SMUN 2 Cirebon. Kemudian di tahun

yang sama, penulis diterima di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya

Keluarga, Fakultas Pertanian - Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada tahun

2006 dengan judul skripsi Kerugian Ekonomi Akibat Status Gizi Buruk pada

Balita di Berbagai Propinsi di Indonesia beserta Biaya Penanggulangannya

melalui Program Pemberian Makanan Tambahan. Pada tahun 2009 penulis

melanjutkan studinya di Program Magister (S2) Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah

Pascasarjana IPB.

Setelah lulus S1, penulis bekerja di Departemen Gizi Masyarakat, FEMA-

IPB sebagai asisten dosen. Selain itu penulis juga bekerja sebagai Anggota

Redaksi Pelaksana Jurnal Gizi dan Pangan yang diterbitkan oleh Departemen Gizi

Masyarakat, FEMA IPB bekerjasama dengan PERGIZI PANGAN Indonesia.

Penulis juga pernah terlibat dalam berbagai kegiatan penelitian sebagai asisten

lapang maupun asisten peneliti. Berbagai kegiatan penelitian tersebut antara lain

Feeding Program for Student, penelitian mengenai Persepsi Masyarakat terhadap

Produk Rekayasa Genetika (PRG) dan Implikasinya terhadap Kebijakan

Ketahanan Pangan, Studi Hidrasi di Wilayah Ekologi yang Berbeda di Indonesia,

dan yang terbaru adalah Studi Efikasi Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza

Roxb.) Berbahan Aktif Xanthorrhizol (0.05%) untuk Meningkatkan Populasi

Limfosit T (> 10%) pada Orang Dewasa Obes.

Page 13: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

i  

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .............................................................................................. i

DAFTAR TABEL ....................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. iv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. v

PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

Latar Belakang .................................................................................. 1

Tujuan ............................................................................................... 3

Hipotesis ........................................................................................... 4

Kegunaan Penelitian .......................................................................... 4

Lingkup dan Tahapan Kegiatan ........................................................ 4

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) .................................... 5

Kandungan gizi dan manfaat kesehatan temulawak .................. 6

Kadar kurkumin ......................................................................... 7

Kadar xanthorrhizol ................................................................... 8

Penggunaan Temulawak dalam Pengobatan Tradisional ................. 9

Pengetahuan ...................................................................................... 11

Pengetahuan dan preferensi terhadap temulawak ...................... 12

Minuman Serbuk Temulawak/Temulawak Instan ............................ 13

Proses pembuatan minuman serbuk temulawak ........................ 14

Status gizi dan imunitas .................................................................... 16

Sel T (CD3) serta subset CD4/Th, CD8/Tc, dan Tr ................... 18

Sel B (CD19+) ............................................................................ 21

Sel NK (CD16+56+) ................................................................... 22

Fungsi imun dan obesitas ............................................................ 23

KERANGKA PEMIKIRAN ................ ..................................................... 26

METODE ................ ................................................................................... 28

Cakupan Kegiatan ............................................................................. 28

Survei Pengetahuan Orang Dewasa tentang Manfaat Kesehatan

Temulawak ........................................................................................ 29

Pengembangan Minuman Instan Temulawak ................................... 31

Page 14: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

ii  

Uji Klinis Pemberian Minuman Instan Temulawak .......................... 35

Definisi Operasional .......................................................................... 39

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 41

Survei Pengetahuan Orang Dewasa tentang Manfaat Kesehatan

Temulawak ........................................................................................ 41

Karakteristik subjek survei pengetahuan ................................... 41

Pengalaman mengonsumsi temulawak ...................................... 42

Sumber informasi manfaat kesehatan temulawak ...................... 47

Pengetahuan manfaat kesehatan temulawak berdasarkan

kepercayaan ................................................................................ 48

Pengembangan Minuman Serbuk Instan Temulawak ...................... 52

Pengembangan ekstrak temulawak dan analisis mutu ............... 52

Formulasi minuman serbuk temulawak ..................................... 54

Uji organoleptik panelis umum .................................................. 56

Uji organoleptik panelis terbatas ............................................... 63

Uji Klinis Minuman Instan Temulawak ........................................... 64

Pelaksanaan uji klinis ................................................................. 64

Karakteristik subjek uji klinis .................................................... 66

Jumlah total sel limfosit sebelum dan setelah intervensi ........... 67

Jumlah dan persentase sel T serta subsetnya sebelum dan

setelah intervensi ....................................................................... 69

Jumlah dan persentase sel B sebelum dan setelah intervensi .... 76

Jumlah dan persentase sel NK sebelum dan setelah intervensi .. 79

Generalisasi Penelitian ...................................................................... 83

KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 85

Kesimpulan ....................................................................................... 85

Saran ................................................................................................. 86

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 87

LAMPIRAN ............................................................................................... 95

Page 15: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

iii  

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Syarat mutu minuman serbuk tradisional ........................................... 14

2. Beberapa hasil penelitian mengenai imunitas pada subjek obes

dibandingkan dengan subjek non obes .............................................. 25

3. Jenis dan cara pengumpulan data ...................................................... 28

4. Karakteristik subjek survei pengetahuan tentang manfaat kesehatan

temulawak ......................................................................................... 42

5. Sebaran subjek berdasarkan pengalaman mengonsumsi temulawak . 44

6. Sebaran subjek yang mengonsumsi temulawak secara rutin ............ 45

7. Sebaran subjek berdasarkan harapan terhadap pengembangan

produk baru berbahan baku temulawak ............................................ 46

8. Subjek yang menyatakan tahu bahwa temulawak memiliki manfaat

kesehatan dan sumber informasinya ................................................. 47

9. Sebaran subjek yang mampu menjawab benar beberapa aspek

manfaat kesehatan temulawak yang didasarkan pada kepercayaan ... 50

10. Sebaran tingkat pengetahuan manfaat kesehatan temulawak subjek

berdasarkan jenis kelamin .................................................................. 50

11. Sebaran tingkat pengetahuan manfaat kesehatan temulawak subjek

berdasarkan tingkat pendidikan ......................................................... 51

12. Sebaran tingkat pengetahuan manfaat kesehatan temulawak subjek

berdasarkan rutinitas mengonsumsi temulawak ................................ 52

13. Karakteristik simplisia dan ekstrak kering temulawak ..................... 54

14. Komposisi formula minuman instan temulawak ............................... 56

15. Sebaran subjek berdasarkan waktu mengonsumsi minuman serbuk

temulawak .......................................................................................... 66

16. Sebaran subjek uji klinis berdasarkan kelompok umur ..................... 66

17. Sebaran subjek uji klinis berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)

dan rasio lingkar pinggang panggul (RLPP) ..................................... 67

18. Jumlah total sel limfosit subjek sebelum dan setelah intervensi ........ 68

19. Jumlah dan persentase sel T subjek sebelum dan setelah intervensi . 71

20. Jumlah dan persentase sel CD4 subjek sebelum dan setelah intervensi 73

21. Jumlah dan persentase sel CD8 subjek sebelum dan setelah intervensi 75

22. Jumlah dan persentase sel B subjek sebelum dan setelah intervensi . 78

23. Jumlah dan persentase sel NK subjek sebelum dan setelah intervensi 81

Page 16: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

iv  

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tanaman temulawak (a) dan rimpang temulawak (b) .......................... 5

2. Rumus bangun kurkumin .................................................................... 7

3. Rumus bangun xanthorrhizol .............................................................. 8

4. Skema sistem imun adaptif dan non adaptif ....................................... 17

5. Kerangka pemikiran ............................................................................ 27

6. Kerangka pengambilan subjek ............................................................ 26

7. Diagram alir pembuatan serbuk temulawak ........................................ 32

8. Bagan pelaksanaan uji klinis ............................................................... 37

9. Persen penerimaan terhadap warna produk hasil organoleptik dengan

panelis umum ...................................................................................... 57

10. Persen penerimaan terhadap aroma produk hasil organoleptik dengan

panelis umum ...................................................................................... 58

11. Persen penerimaan terhadap rasa produk hasil organoleptik dengan

panelis umum ...................................................................................... 59

12. Persen penerimaan terhadap kekentalan produk hasil organoleptik

Panelis umum ...................................................................................... 61

13. Persen penerimaan terhadap penampilan keseluruhan produk hasil

organoleptik dengan panelis umum .................................................... 61

14. Penilaian mutu hedonik terhadap parameter warna, aroma, kekentalan,

dan rasa minuman serbuk temulawak ................................................. 62

15. Persen penerimaan produk hasil organoleptik dengan panelis

terbatas ................................................................................................ 63

16. Minuman instan temulawak dengan formula terpilih ......................... 63

17. Sebaran jumlah total sel limfosit subjek sebelum dan setelah ............ 68

18. Sebaran jumlah (a) dan persentase sel T (b) sebelum dan setelah

intervensi ............................................................................................. 70

19. Sebaran jumlah (a) dan persentase sel CD4 (b) sebelum dan setelah

intervensi ............................................................................................. 72

20. Sebaran jumlah (a) dan persentase sel CD8 (b) sebelum dan setelah

intervensi ............................................................................................. 74

21. Sebaran jumlah (a) dan persentase sel B (b) sebelum dan setelah

intervensi ............................................................................................. 77

22. Sebaran jumlah (a) dan persentase sel NK (b) sebelum dan setelah

intervensi ............................................................................................. 80

Page 17: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

v  

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuesioner pengetahuan tentang manfaat kesehatan temulawak ......... 96

2. Formulir uji organoleptik produk minuman serbuk temulawak ......... 97

3. Contoh lembar hasil analisis limfosit .................................................. 99

4. Berbagai hasil pengolahan data dengan perangkat lunak SPSS 13.00

for windows ......................................................................................... 102

Page 18: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

1  

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Indonesia, penggunaan utama tanaman temulawak (Curcuma

xanthorrhiza Roxb.) selain sebagai bumbu masak juga sebagai bahan pengobatan

tradisional. Berbagai manfaat kesehatan temulawak yang telah dikenal dalam

pengobatan tradisional diantaranya untuk mengobati sakit perut, sakit

hati/penyakit kuning, obat malaria, penyakit ginjal (Sumiaty 1997), obat habis

bersalin (Sumiaty 1997; Kuntorini 2005), penyakit kulit, dan peradangan dalam

perut atau kulit (Darwis, Madjo Indo, dan Hasiyah 1992). Berbagai khasiat obat

temulawak ini bahkan telah dikenal sampai ke Eropa, terutama di Jerman dan

Belanda (Herman 1985) dan dalam pengobatan modern bubuk rimpang

temulawak hasil ekstraksi kemudian distandardisasi dan dijual dalam tablet atau

kapsul (Hargono 1985).

Penggunaan temulawak untuk tujuan pengobatan dan untuk menjaga

kesehatan menyebabkan makin banyaknya produk berbahan temulawak yang

telah beredar di pasaran meskipun klaim manfaat kesehatan masih banyak yang

belum didukung data klinis, terutama yang terkait dengan sistem imun. Lebih jauh

lagi, formulasi yang tepat terkait dosis dan mutu bahan aktif pada produk juga

belum terstandar.

Pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 diketahui bahwa penyakit

infeksi utama yang perlu mendapat perhatian tinggi di Indonesia adalah

HIV/AIDS, malaria, dan TBC. Hasil RISKESDAS 2010 menunjukkan bahwa

prevalensi Malaria 10.6%. Sementara itu diketahui pula bahwa prevalensi TBC di

Indonesia pada tahun 2001 mencapai 26.4% (Cermin Dunia Kedokteran 2005)

dan prevalensi HIV (hasil survei di 8 kota pada populasi kunci) pada laki-laki

dewasa mencapai 0.75%. Angka ini tentunya akan lebih besar jika digabungkan

dengan prevalensi pada populasi kunci lainnya (Depkes 2007 dalam Komisi

Penanggulangan AIDS 2009). Penelitian Bercault et al. (2004) menunjukkan

bahwa kasus infeksi akan berakibat fatal jika terjadi pada individu obesitas yang

dirawat di unit perawatan kritis karena merupakan faktor resiko independen

terjadinya mortalitas. Hasil penelitian tersebut perlu mendapat perhatian lebih

karena prevalensi obesitas di Indonesia cenderung makin meningkat. Hasil Riset

Page 19: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

2  

 

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2010 menunjukkan prevalensi

overweight dan obesitas pada orang dewasa mengalami peningkatan yaitu dari

19.1% menjadi 21.7%. Obesitas pada orang dewasa di Indonesia mencapai 10.3%

dengan rincian 13.9% pada laki-laki dan 23.8% pada perempuan (Balitbangkes

2008) sementara pada Riskesdas berikutnya diketahui bahwa prevalensi obesitas

di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu mencapai 11.7% dengan rincian

16.3% pada laki-laki dan pada perempuan menjadi 26.9%.

Peningkatan prevalensi obesitas di Indonesia merupakan hal yang

mengkhawatirkan karena berbagai hasil kajian menyatakan bahwa obesitas

memiliki kaitan positif dengan kekerapan terhadap berbagai penyakit infeksi

(Chung et al. 2007). Selain itu, keberadaan jaringan adiposit yang berlebih pada

orang yang mengalami obesitas memiliki keterkaitan yang erat dengan

terganggunya fungsi imun (Tanaka et al. 1993; Marti et al. 2001; Boynton et al.

2007). Walaupun sampai saat ini masih belum ada hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko untuk infeksi flu pandemik,

namun penanganan medis pada kasus dengan obesitas harus lebih mewaspadai

terjadinya komplikasi berat dan mortalitas, karena pada kasus fatal sampai yang

menyebabkan kematian, ada proporsi obesitas yang cukup besar (WHO 2010).

Hasil penelitian Huang et al. (1991) pada subjek mencit menunjukkan

bahwa temulawak memiliki berbagai aktivitas biologis seperti antiinflamasi,

antikanker, penyembuh luka, dan menurunkan kadar kolesterol serum. Penelitian

lebih lanjut dengan menggunakan hewan coba telah memberikan hasil yang lebih

spesifik bahwa xanthorrhizol (salah satu bahan aktif dalam temulawak)

memberikan manfaat dalam penekanan peradangan (Lee, Hong, Huh, Kim, Oh,

Min et al. 2002; Kim Kim, Kim, Shim, dan Hwang. 2007). Hasil penelitian Lee et

al. (2002) pada sel makrofag mencit (RAW 264.7) menunjukkan bahwa

xanthorrhizol dari temulawak mampu menekan aktivitas cyclooxygenase (COX-

2) yang merupakan mediator penting dalam proses peradangan. Penelitian Kim et

al. (2007) pada kultur sel RAW 264.7 juga menunjukkan bahwa ekstrak

temulawak dapat menginduksi aktivitas sistem imun pada makrofag yang

diperantarai secara spesifik oleh aktivasi nuclear factor-kappa B (NF-kB), diduga

xanthorrhizol juga berperan dalam mekanisme ini. Pada penelitian yang dilakukan

Page 20: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

3  

 

di Indonesia diketahui bahwa pemberian temulawak dapat meningkatkan respon

imun pada ayam yang diberi vaksin flu burung (Kosim et al. 2007). Penelitian

Damayanti (2008) dengan subjek mencit menunjukkan bahwa temulawak juga

dapat digunakan meningkatkan daya tahan dan stamina tubuh.

Walaupun secara empiris penggunaan tanaman obat termasuk temulawak

terbukti bermanfaat bagi kesehatan, bukti-bukti ilmiah dan uji klinik tetap

diperlukan sebelum dapat direkomendasikan sebagai obat. Terlebih pada manusia,

data klinis mengenai efektivitas temulawak terhadap perbaikan sistem imun masih

sangat terbatas. Selain itu peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat

mengenai manfaat kesehatan dari bahan lokal, khususnya temulawak juga masih

dipandang perlu sehingga pengembangan temulawak sebagai pangan fungsional

maupun obat bisa semakin bervariasi. Saat ini produk pangan fungsional

temulawak masih berupa berupa permen dan minuman ringan (Kurniawan 2002).

Dengan memperhatikan berbagai fakta dan masalah di atas, maka kajian

mengenai pengetahuan dan persepsi masyarakat pada temulawak yang dilanjutkan

dengan pengembangan formula minuman instan temulawak serta uji klinisnya

yang terkait dengan sistem imun menjadi penting. Uji klinis yang dilakukan

adalah yang spesifik pada fungsi sistem imun dengan pengukuran populasi

limfosit total, limfosit T (CD3), subset limfosit T (CD4 dan CD8), limfosit B

(CD19), dan sel Natural Killer/NK. Adanya kajian tentang pengetahuan terhadap

temulawak serta bukti ilmiah mengenai manfaat temulawak secara klinis akan

memberikan kontribusi penting dalam meningkatkan nilai temulawak sebagai

pangan fungsional dan menjadi landasan penting dalam pengembangannya

sebagai obat untuk penyakit yang terkait dengan penurunan fungsi imun.

Tujuan

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis

pengetahuan orang dewasa terhadap manfaat kesehatan minuman temulawak serta

melakukan uji klinis mengenai efektivitas minuman instan temulawak terhadap

fungsi sistem imun.

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui tingkat pengetahuan orang dewasa mengenai manfaat kesehatan

temulawak.

Page 21: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

4  

 

2. Mengembangkan produk minuman instan temulawak.

3. Menganalisis pengaruh pemberian minuman instan temulawak terhadap fungsi

sistem imun (populasi limfosit) orang dewasa obes.

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0 : Pemberian minuman instan temulawak pada orang dewasa obes tidak

akan meningkatkan populasi limfosit total.

H1 : Pemberian minuman instan temulawak pada orang dewasa obes akan

meningkatkan populasi limfosit total.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan gambaran

mengenai pengetahuan dan persepsi masyarakat terhadap minuman temulawak.

Selain itu hasil penelitian ini juga diharapkan akan dapat memberikan bukti ilmiah

mengenai manfaat minuman instan temulawak berbasis xanthorrhizol terhadap

fungsi sistem imun (peningkatan populasi limfosit) bagi orang dewasa obes

sehingga akan semakin meningkatkan nilai temulawak baik sebagai pangan

fungsional maupun sebagai obat, terutama yang berkaitan dengan peningkatan

fungsi imun.

Lingkup dan Tahapan Kegiatan

Tahapan kegiatan selama proses penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penyiapan bahan baku, uji kandungan bahan aktif dalam ekstrak temulawak

dan formulasi minuman instan temulawak berbasis xanthorrhizol.

2. Pengambilan data pengetahuan mengenai manfaat kesehatan temulawak pada

orang dewasa.

3. Uji klinis efikasi ekstrak temulawak terhadap populasi lilmfosit pada orang

dewasa obes.

Page 22: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

5  

 

TINJAUAN PUSTAKA

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman asli

Indonesia dan banyak tersebar di Pulau Jawa, Madura, Maluku, dan Kalimantan.

Pada mulanya tanaman temulawak banyak tumbuh liar di hutan-hutan jati, di

tanah kering, tegalan, maupun padang alang-alang, tetapi karena penggunaannya

yang semakin meluas maka tanaman ini juga banyak dibudidayakan di kebun

maupun pekarangan rumah yang dikenal dengan sebutan apotik hidup (Herman

1985; Hargono 1985). Bentuk tanaman dan rimpang temulawak dapat dilihat pada

Gambar 1 berikut.

(a) (b)

Gambar 1 Tanaman temulawak (a) dan rimpang temulawak (b)

Klasifikasi tanaman temulawak adalah sebagai berikut

Kingdom : Plantae Ordo : Zingiberales

Divisi : Spermatophyta Famili : Zingiberaceae

Sub Divisi : Angiospermae Genus : Curcuma

Kelas : Monocotyledonae Species : Curcuma xanthorrhiza Roxb

Sumber: balittro.litbang.deptan.go.id

Page 23: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

6  

 

Bagian tanaman temulawak yang paling banyak dimanfaatkan adalah

bagian umbi batang. Umbi batang ini dinamakan juga rimpang atau umbi akar.

Bagian pinggir penampangnya berwarna kuning muda, sedangkan bagian

tengahnya berwarna kuning tua, memiliki aroma tajam dan rasa yang pahit

(Darwis, Madjo Indo, dan Hasiyah 1992). Bagian rimpang ini biasanya dipanen

setelah berumur 8 – 12 bulan (Herman 1985).

Kandungan Gizi dan Manfaat Kesehatan Temulawak

Rimpang temulawak segar mengandung air sekitar 75%. Selain itu

rimpang temulawak juga mengandung minyak atsiri (volatil oil), lemak (fixed oil),

zat warna/pigmen, protein, resin, selulosa, pentosan, pati, mineral, zat-zat

penyebab rasa pahit dan sebagainya. Kandungan berbagai komponen tersebut

sangat tergantung pada umur rimpang pada saat dipanen dan jika dibandingkan

dengan jenis curcuma yang lain maka temulawak memiliki kandungan minyak

atsiri yang tinggi (Herman 1985). Kataren (1988) dalam Sumiaty (1997)

menyebutkan bahwa komposisi rimpang kering temulawak (dengan kadar air

10%) terdiri atas pati (58.24%), lemak (12.10%), kurkumin (1.55%), serat kasar

(4.20%), abu (4.90%), protein (2.90%), mineral (4.29%), dan minyak atsiri

(4.90%).

Bagi sebagian rakyat Indonesia, selain sebagai bumbu masak rimpang

temulawak juga telah lama dikenal sebagai obat tradisional yang diantaranya

bermanfaat untuk mengobati sakit perut, sakit hati, demam, sembelit (Dharma

1985 dalam Sumiaty 1997), perbaikan nafsu makan, menenangkan dan

mengembalikan kekejangan otot setelah bersalin (Iftichori 1975 dalam Sumiaty

1997), obat malaria, sakit kencing, penyakit ginjal (Maradjo dan Widodo 1991),

dan obat sakit maag (Darwis, Madjo Indo, dan Hasiyah 1992). Dalam pengobatan

modern, bubuk rimpang temulawak hasil ekstraksi kemudian distandardisasi dan

dijual dalam tablet atau kapsul (Hargono 1985).

Dalam dunia fitoterapi, temulawak dikelompokkan sebagai adaptogen,

yaitu bahan tidak berbahaya, yang dapat mendorong peningkatan resistensi

melawan racun atau yang dapat mempengaruhi secara fisik, kimia, dan biologi.

Page 24: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

7  

 

Secara umum dapat dikatakan bahwa temulawak mempunyai efek menormalkan

fungsi jaringan yang terganggu.

Temulawak selain dimanfaatkan sebagai obat juga dapat dijadikan produk

minuman fungsional (memiliki manfaat kesehatan). Sebagai minuman temulawak

dapat dibuat menjadi sirup, minuman berkarbonat, minuman nonkarbonat atau

bahkan minuman instan. Secara singkat minuman instan temulawak dibuat dari

tepung temulawak (hasil pengeringan minyak atsiri dengan spray dryer), yang

ditambah dengan gula tepung, garam, bahan pengisi (maltodekstrin), dan asam

sitrat. Minuman instan ini jika dilarutkan dalam satu gelas air akan menjadi

minuman temulawak yang berwarna kuning jernih dengan cita rasa asam manis

dan sedikit agak pahit. Minuman ini serupa dengan minuman sari temulawak yang

ada di negara-negara Eropa (Soeseno 1986 dalam Sumiaty 1997).

Kadar Kurkumin

Menurut Sinambela (1985) dalam Karyadi (1993), komposisi rimpang

temulawak dapat dibagi menjadi dua komponen utama, yaitu fraksi zat warna dan

minyak atsiri. Warna kekuningan dari temulawak disebabkan oleh adanya

kurkumin (C25H32O6) yang memiliki rumus bangun seperti pada Gambar 2

berikut.

Gambar 2 Rumus bangun kurkumin

Kurkuminoid merupakan zat pigmen yang menyebabkan temulawak

memiliki warna kuning. Selain pemberi warna, kurkuminoid juga merupakan

salah satu komponen temulawak yang memberikan khasiat farmakologis seperti

zat antiinflamasi dan memiliki aktivitas hipokolesterolemik. Sidik et al. (1995)

menjelaskan bahwa kurkuminoid dalam temulawak terdiri atas kurkumin dan

desmetoksikurkumin. Jumlah kurkumin dalam kurkuminoid temulawak ada lebih

banyak dibandingkan dengan jumlah desmetoksikurkumin dengan perbandingan

Page 25: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

8  

 

kurkumin mencapai 71% dan desmetoksikurkumin 29%. Kurkuminoid bersifat

larut dalam aseton, alkohol, asam asetat glasial, dan alkali hidroksida serta tidak

dapat larut dalam air dan dietil eter sehingga ekstraksi oleoresin temulawak

menggunakan pelarut etanol (Yulianti 2010).

Kadar xanthorrhizol

Identifikasi komponen minyak atsiri yang terdapat dalam oleoresin

temulawak dilakukan dengan menggunakan kromatografi gas. Menurut Gritter et

al. (1991) dalam Yulianti (2010), kromatografi gas merupakan metode yang cepat

dan tepat untuk memisahkan campuran yang sangat rumit. Komponen campuran

dapat diketahui dengan menggunakan waktu tambat (waktu retensi) yang khas

pada kondisi yang tepat.

Menurut Kim (2007) salah satu komponen minyak atsiri temulawak yang

berperan penting dalam memberikan efek farmakologis adalah xanthorrhizol

(C15H22O) yang memiliki rumus bangun seperti pada Gambar 3. Hal ini selaras

dengan pernyataan Taryono et al. (1987) yang menyatakan bahwa gabungan

senyawa kurkumin dan xanthorrhizol diduga sebagai penyebab berkhasiatnya

temulawak. Senyawa ini menurut Maiwald dan Schawantes (1992) dalam Sidik et

al. (1995) digolongkan sebagai senyawa sesquiterpen. Komponen lain dalam

minyak temulawak yang juga termasuk sesquiterpen adalah α-kurkumin, β-

kurkumin, 1-sikloisopren-mirsen, zingiberen, turunan bisabolen, epoksid-

bisakuron, bisakuron A, bisakuron B, dan bisakuron C.

Gambar 3 Rumus bangun xanthorrhizol

Kadar xanthorrhizol dalam bahan volatil pada oleoresin temulawak

ditunjukkan dengan persentase luas area senyawa xanthorrhizol komparatif

terhadap persentase luas area senyawa lainnya yang mudah menguap dalam

oleoresin temulawak. Berdasarkan kromatogram hasil analisis gas kromatografi

dapat diketahui bahwa persentase luas area xanthorrhizol komparatif terhadap

Page 26: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

9  

 

bahan yang mudah menguap dalam oleoresin temulawak berkisar antara 1.26 –

42.82%. Persentase luas area xanthorrhizol tertinggi ada pada oleoresin dengan

suhu ekstraksi 30oC dan perbandingan antara bahan dengan pelarut 1 : 6 (Yulianti

2010).

Hasil penelitian Yulianti (2010) menunjukkan bahwa peningkatan suhu

ekstraksi mengakibatkan penurunan persentase luas area xanthorrhizol. Hal ini

selaras dengan hasil analisis keragaman terhadap persentase luas area

xanthorrhizol yang memberikan informasi bahwa faktor suhu ekstraksi

berpengaruh nyata terhadap persentase luas area xanthorrhizol, sedangkan

perbandingan baku – pelarut tidak memiliki pengaruh nyata pada persentase luas

area xanthorrhizol.

Xanthorrhizol yang merupakan salah satu komponen minyak atsiri

temulawak memiliki sifat sensitif terhadap panas dan cahaya. Peningkatan suhu

proses untuk memperoleh minyak atsiri akan mengakibatkan terjadinya kerusakan

komponen minyak atsiri tersebut sehingga peningkatan suhu ekstraksi oleoresin

juga akan mengakibatkan terjadinya kerusakan komponen xanthorrhizol. Selain

itu penyimpanan minyak atsiri yang mengandung xanthorrhizol juga harus

menggunakan wadah yang kedap cahaya untuk meminimalkan kerusakan

xanthorrhizol yang ada di dalamnya.

Penggunaan Temulawak dalam Pengobatan Tradisional

Di antara sekian banyak tumbuhan yang terdapat di Indonesia, temulawak

merupakan tumbuhan yang banyak digunakan untuk obat atau bahan obat, hingga

dapat dikatakan temulawak merupakan primadona tumbuhan obat Indonesia.

Temulawak merupakan komponen penyusun hampir setiap jenis obat tradisional

yang dibuat di Indonesia. Temulawak dalam obat tradisional Indonesia digunakan

sebagai simplisia tunggal atau merupakan salah satu komponen dari suatu ramuan.

Dalam konteks penggunaan tradisional, temulawak digunakan sebagai obat untuk

mengatasi penyakit tertentu, atau juga digunakan sebagai penguat daya tahan

tubuh. Di Aceh, temulawak dikenal dengan nama kunyit ketumbu, rimpangnya

digunakan dalam ramuan untuk penambah darah, atau untuk mengatasi malaria.

Masyarakat etnis Sakai di Bengkalis, Riau, menggunakan rimpang temulawak

Page 27: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

10  

 

untuk penambah nafsu makan, sedangkan masyarakat Sunda menggunakan

rimpang temulawak untuk mengobati sakit kuning dan mengatasi gangguan perut

kembung. Selain oleh masyarakat Sunda, rimpang temulawak juga digunakan

dalam ramuan sebagai obat penyakit kuning oleh masyarakat etnis Jawa, yang

juga menggunakan rimpang temulawak tunggal sebagai obat mencret. Masyarakat

etnis Bali menggunakan rimpang temulawak untuk mengatasi gangguan lambung

perih dan kembung, sedangkan masyarakat etnis Madura menggunakan rimpang

temulawak sebagai obat keputihan. Komunitas penggemar jamu gendong

menggunakan rebusan rimpang temulawak sebagai penguat daya tahan tubuh dari

serangan penyakit (Moelyono 2007).

Temulawak selain sering dimanfaatkan untuk jamu dan obat juga

bermanfaat sebagai sumber karbohidrat dengan cara mengambil patinya, pati ini

kemudian diolah untuk dibuat menjadi bubur makanan bayi atau untuk orang-

orang yang sedang mengalami gangguan pencernaan. Karena kandungan

temulawak juga mengandung senyawa yang beracun, bisa dimanfaatkan untu

mengusir nyamuk (Anonim 2011).

Sebagai primadona obat herbal Indonesia, penggunaan temulawak

mengalami perkembangan dalam penggunaannya, dimulai dari sediaan obat

tradisional, melalui sediaan obat herbal terstandar, akhirnya menjadi sediaan

fitofarmaka. Perkembangan penggunaan juga diikuti oleh perkembangan bentuk

sediaan, dari bentuk sediaan tradisional seperti jamu rebusan, jamu seduh, atau

bentuk lain menjadi sediaan berbentuk kapsul, kaplet, hingga bentuk sediaan sirup

atau suspensi. Pengembangan bentuk dan penggunaan ini merupakan tuntutan

pengguna yang menginginkan kepastian keamanan dan khasiat, serta bentuk yang

menarik, praktis, dan stabil.

Persyaratan jaminan kualitas dari sediaan fitofarmaka yang mengandung

ekstrak temulawak dapat dipenuhi karena kandungan kimia aktif yang terkandung

dalam ekstrak temulawak telah dikenal baik, yaitu kurkuminoid yang terdiri atas

kurkumin, desmetoksikurkumin, dan bidesmetoksikurkumin, serta kandungan

minyak atsiri dengan komponen xanthorhizol sebagai senyawa penandanya

(Moelyono 2007).

Page 28: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

11  

 

Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil usaha manusia untuk memahami suatu

objek tertentu yang didapatkan oleh individu baik melalui proses belajar,

pengalaman, atau media elektronik yang kemudian disimpan dalam diri individu.

Aziz (1995) mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan segala informasi dan

kebijaksanaan dari dunia sekitar yang disertai dengan pemahaman pada informasi

yang diterima pada suatu objek, karena tanpa adanya unsur pemahaman, maka

seseorang belum dapat dikatakan berpengetahuan.

Pengetahuan atau knowledge adalah kemampuan yang dimiliki seseorang

untuk mengungkapkan atau mengingat kembali pengalaman, konsep, berbagai

prinsip materi, dan kejadian pada hal-hal yang umum maupun khusus. Pendapat

lain mengatakan bahwa pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui

seseorang dari hasil belajar atau pengalaman tertentu. Pengetahuan merupakan

hasil belajar sebagai aktifitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif

dengan lingkungan, serta diperoleh melalui pengalaman.

Menurut Notoatmojo (1995) dalam Artanti (2009), pengetahuan adalah

hasil dari proses belajar dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu. Para ahli psikologi kognitif membagi pengetahuan

ke dalam pengetahuan deklaratif (declarative knowledge) dan pengetahuan

prosedur (procedural knowledge). Pengetahuan deklaratif adalah fakta atau

subjektif yang diketahui seseorang, sedangkan pengetahuan prosedur adalah

pengetauan mengenai bagaimana fakta-fakta tersebut digunakan (Sumarwan

2003).

Secara sederhana pengetahuan pada dasarnya adalah keseluruhan

keterangan dan ide yang terkandung dalam berbagai pernyataan yang dibuat

mengenai sesuatu gejala/peristiwa baik yang bersifat alamiah, sosial, maupun

perorangan (Gie 1991). Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia

untuk tahu. Dengan pengetahuan manusia mempunyai wawasan dan gambaran

dari berbagai objek yang ditelitinya. Untuk bisa mendapatkan pengetahuan,

manusia perlu mengetahui sesuatu hal tentang apa yang ingin diketahui dari hasil

pengamatan secara berulang-ulang sampai mendapatkan kesimpulan.

Page 29: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

12  

 

Sumarwan (2003) mengungkapkan, bahwa pengetahuan yang baik

mengenai suatu produk dapat mendorong konsumen untuk menyukai produk

tersebut. Dengan demikian, sikap positif terhadap suatu produk dapat

mencerminkan pengetahuan konsumen mengenai produk tersebut. Pengetahuan

dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengerti suatu pesan,

membantu mengganti logika yang salah, dan menghindarkannya dari berbagai

persepsi yang tidak tepat. Dalam teori perilaku konsumen, pengetahuan dan

persepsi seseorang merupakan dua hal yang penting diperhatikan bahkan

dijadikan sasaran perubahan untuk tujuan pemasaran, demikian pula dalam

psikologi untuk tujuan terapi (Belch & Belch 1995 dalam Artanti 2009).

Pengetahuan dan preferensi terhadap temulawak

Temulawak dikenal luas oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dengan

penggunaan utama sebagai bumbu masak dan bahan pengobatan tradisional. Hasil

penelitian Kuntorini (2005) menyebutkan bahwa di Banjar Baru, Kalimantan

Selatan, temulawak merupakan tanaman obat tradisional yang penting dengan

kegunaan untuk mengobati penyakit dalam dan menetralkan darah. Sumber

pengetahuan masyarakat di wilayah penelitian inipun sebagian besar diperoleh

dari turun-temurun.

Berbagai manfaat kesehatan temulawak lainnya yang telah dikenal dalam

pengobatan tradisional masyarakat Indonesia diantaranya untuk mengobati sakit

perut, sakit hati, demam, sembelit, obat malaria, sakit kencing, penyakit ginjal

(Sumiaty 1997), menenangkan dan mengembalikan kekejangan otot setelah

bersalin (Sumiaty 1997; Kuntorini 2005), obat sakit maag, melancarkan saluran

pencernaan, obat gatal atau eksim, demam, mencret atau disentri, dan peradangan

dalam perut atau kulit (Darwis, Madjo Indo, dan Hasiyah 1992). Berbagai khasiat

obat temulawak ini bahkan telah dikenal sampai ke Eropa, terutama di Jerman dan

Belanda (Herman 1985) dan dalam pengobatan modern bubuk rimpang

temulawak hasil ekstraksi kemudian distandardisasi dan dijual dalam tablet atau

kapsul (Hargono 1985).

Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) menyatakan bahwa proses

keputusan pemilihan suatu produk melalui kegiatan pembelian dimulai dengan

Page 30: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

13  

 

pengenalan kebutuhan yang didefinisikan sebagai suatu persepsi atas perbedaan

antara keadaan yang diinginkan dengan situasi aktual yang memadai untuk

menggugah dan mengaktifkan proses kebutuhan. Berdasarkan hasil penelitian

Kurniawan (2002) diketahui bahwa preferensi konsumen dalam membeli dan

mengonsumsi produk minuman temulawak diantaranya dipengaruhi oleh

pengetahuan tentang manfaat temulawak, meskipun yang menjadi pertimbangan

utama adalah harga.

Penerimaan atau preferensi konsumen dapat dipengaruhi oleh sifat-sifat

sensori pada makanan seperti rasa, aroma, tekstur dan penampakan. Hal yang

sama juga berlaku terhadap minuman instan temulawak. Sifat-sifat sensori pada

makanan akan diproses dalam otak dengan dilatarbelakangi oleh faktor

kultur/etnis, psikososial, pembelajaran dan daya ingat, ketahanan tubuh dan lain-

lain (Cardello 1994 dalam Hendarini 2011). Perbedaaan psikologi diantara

individu seperti kepribadian juga berpengaruh terhadap preferensi makanan,

contohnya adalah mood dan slepness (Shepherd & Spark 1994 dalam Hendarini

2011).

Minuman Serbuk Temulawak/Temulawak Instan

Temulawak instan merupakan sari temulawak yang mengandung

komponen temulawak-temulawak baik yang menguap (minyak atsiri) maupun

komponen yang tidak menguap (resin, pigmen, dan lainnya) dengan ditambah

bahan pengisi seperti dekstrin dan gum arab (Suryati 1985).

  Minuman serbuk temulawak termasuk dalam kelompok minuman serbuk

tradisional dan dalam SNI 01-4320-1996 minuman serbuk tradisional

didefinisikan sebagai produk bahan minuman berbentuk serbuk atau granula yang

dibuat dari campuran gula dan rempah-rempah dengan atau tanpa penambahan

bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Pada SNI

tersebut dinyatakan bahwa sakarin dan siklamat merupakan pemanis buatan yang

penggunaannya tidak diperbolehkan tetapi berdasarkan SNI 01-6993-2004 tentang

bahan tambahan pangan pemanis buatan dalam produk pangan dinyatakan bahwa

siklamat dan sakarin diperbolehkan penggunaannya dalam jumlah terbatas.

Jumlah maksimum untuk sakarin dan siklamat yang diperbolehkan dalam

Page 31: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

14  

 

minuman non-karbonasi berdasarkan SNI 01-6993-2004 berturut-turut adalah

sebanyak 500 mg/kg berat bahan dan 1000 mg/kg berat bahan. Berdasarkan

berbagai keterangan dalam SNI tersebut, maka syarat mutu minuman serbuk

tradisional adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Syarat mutu minuman serbuk tradisional

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan Sumber 1.

1.1. 1.2. 1.3.

Keadaan Warna Bau Rasa

Normal Normal, khas rempah-rempahNormal, khas rempah-rempah

SNI 01-4320-1996 SNI 01-4320-1996 SNI 01-4320-1996

2. Air, b/b % Maks 3.0 SNI 01-4320-1996 3. Abu, b/b % Maks 1.5 SNI 01-4320-1996 4. Jumlah gula (dihitung

sebagai sakarosa) b/b % Maks 85.0 SNI 01-4320-1996

5. 5.1.

5.2.

Bahan tambahan makanan Pemanis buatan - Sakarin - Siklamat Pewarna tambahan

-

mg/kg mg/kg

-

Maks. 500 Maks. 1000 Sesuai SNI 01-0222-1995

SNI 01-6993-2004 SNI 01-6993-2004 SNI 01-0222-1995

6. 6.1. 6.2. 6.3. 6.4.

Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

Maks 0.2 Maks 2.0 Maks 50 Maks 40.0

SNI 01-4320-1996 SNI 01-4320-1996 SNI 01-4320-1996 SNI 01-4320-1996

7. Cemaran arsen (As) mg/kg Maks 0.1 SNI 01-4320-1996 8.

8.1. 8.2.

Cemaran mikroba Angka lempeng total Coliform

Koloni/gr APM/gr

3 x 103

< 3

SNI 01-4320-1996 SNI 01-4320-1996

Proses pembuatan minuman serbuk temulawak

Tahapan yang harus diperhatikan dalam pembuatan temulawak instan

adalah penyiapan bahan sebelum ekstraksi, pemilihan pelarut, kondisi ekstraksi,

proses pengambilan pelarut, pengawasan mutu dan pengujian sebagai tahap

penyelesaian (Sabel & Warren 1973 dalam Suwiah 1991)

Perlakuan pendahuluan untuk rimpang temulawak adalah dengan cara

pengecilan ukuran bahan dan pengeringan. Proses pengeringan akan mempercepat

proses ekstraksi dan memperbaiki mutu minyak, akan tetapi selama pengeringan

kemungkinan sebagian minyak akan hilang karena proses penguapan dan oksidasi

(Ketaren 1985).

Ada dua cara ekstraksi untuk mengekstrak sari temulawak, yaitu ekstraksi

dengan cara soxhlet dan cara perkolasi dengan atau tanpa pemanasan. Cara

perkolasi pada prinsipnya adalah menambahkan pelarut pada bahan yang akan

Page 32: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

15  

 

diekstrak dengan perbandingan tertentu kemudian diaduk dengan magnetic stirer

atau mixer (Sabel & Warren 1973 dalam Suwiah 1991).

Beberapa pelarut yang biasa digunakan untuk proses ektraksi oleoresin

adalah aseton, metanol, haksana, etil alkohol, isopropil alkohol, dan etilen

diklorida. Hasil penelitian Ria (1989) menunjukkan bahwa pelarut organik yang

mempunyai gugus hidroksil dan karbonil, yaitu etanol dan aseton ternyata mampu

melarutkan oleoresin dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan pelarut

hidrokarbon (heksana).

Penyaringan sebagai proses pemisahan benda padat dengan larutan atau

gas melalui media yang berlubang, yang akan menahan benda padat tapi

mengalirkan cairan. Faktor yang mempengaruhi tingkat penyaringan adalah luas

dari medium filter, tekanan dari “cake filter” dan filter, kekentalan filtrat dan

perbedaan tekanan antar filter. Pemilihan media penyaring tergantung dari tujuan

penyaringan dan jumlah yang akan disaring. Sifat-sifat dari medium penyaring

yang baik, yaitu kecilnya tahanan terhadap aliran cairan filtrat, kemampuannya

untuk menjembatani zat padat pada lubang-lubangnya setelah mulai dimasukkan,

tidak boleh ada reaksi kimia dengan campuran yang akan disaring, cukup kuat

untuk menahan tekanan penyaringan dan mekanis, harus mempunyai daya serap

kecil terhadap bahan yang larut dan permukaan filter harus halus untuk

memudahkan membuang ampas (Suwiah 1991).

Pengering semprot (spray dryer) digunakan untuk mengeringkan bahan

yang berbentuk larutan dengan viskositas tinggi. Larutan tersebut dilewatkan

melalui lubang kecil (nozzle) dan disemprotkan ke dalam ruang pengering.

Penyemprotan bahan juga dapat dilakukan melalui cairan yang berputar dengan

kecepatan tinggi dimana zat cair akan menguap dengan cepat karena

permukaannya terpapar langsung dengan udara kering bersuhu tinggi. Dalam

ruang pengering ini dialirkan udara panas yang arah alirannya dapat dikondisikan

agar searah maupun berlawanan dengan arah jatuhnya bahan. Pemindahan panas

berlangsung cepat karena luasnya permukaan bahan sehingga larutan langsung

kering dalam waktu antara 1 sampai 10 detik. Tekanan semprot yang umum

digunakan berkisar antara 125 – 350 kg/cm2. Ukuran garis tengah tepung yang

Page 33: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

16  

 

dihasilkan dari proses ini berkisar antara 10 – 200 mikron. Kadar air bahan hasil

pengeringan antara 3 – 5% (Taib et al. 1988).

Keuntungan menggunakan spray dryer dan bahan pengisi untuk kapsulasi

flavor adalah bahan tidak volatil karena zat flavor diselubungi oleh suatu lapisan

yang tidak bisa ditembus sehingga terlindung dari kehilangan karena penguapan

dan perubahan oksidatif; bahan yang dihasilkan kering; tidak higroskopis; tidak

menggumpal; bahan siap digabungkan ke dalam campuran makanan untuk

membentuk dispersi flavor yang homogen; kekuatan flavor dan kualitasnya

terjamin selama masa penyimpanan; saat bahan dicampur dengan air maka kapsul

akan pecah dan mengeluarkan flavor (mudah larut dalam air dingin); ukuran

partikel yang dihasilkan antara 10 – 200 mikron dengan mayoritas berbentuk bola

yang berdiameter 50 mikron serta aktivitas air (aw) di bawah 0.2 – 0.3 (Heath &

Pharm 1978 dalam Suwiah 1991).

Proses lanjutan setelah terbentuk tepung ekstrak temulawak adalah

pencampuran tepung ekstrak tersebut dengan menggunakan berbagai bahan

pengisi dan perasa yang terdiri atas maltodekstrin, gula tepung, garam, sukralosa,

dan asam sitrat. Penambahan gula tepung sebagai pemberi rasa manis akan

memberikan sumbangan energi, oleh karena itu perlu ditambahkan pemanis

buatan (sukralosa) sehingga minuman instan temulawak yang dihasilkan akan

tetap memiliki rasa yang dapat diterima tetapi juga dapat diklaim rendah energi.

Berdasarkan SNI 01-6993-2004 dan Komisi Regulasi Uni Eropa/Commission

Regulation EU (2006) diketahui bahwa suatu produk dapat diklaim sebagai

produk rendah energi jika total energinya maksimal hanya 40 kkal per takaran

saji.

Status Gizi dan Imunitas

  Sistem kekebalan tubuh berfungsi untuk melindungi tubuh dari infeksi

berbagai agen (bakteri, virus, jamur, dan parasit) yang ada di lingkungan.

Mekanisme pertahanan pada sistem ini meliputi pemusnahan mikroorganisme

yang berhasil memasuki tubuh, sedangkan mekanisme homeostatisnya meliputi

pemusnahan berbagai sel yang rusak. Mekanisme pengawasan berfungsi

mendeteksi dan menghancurkan sel yang termutasi, atau menunjukkan tanda-

Page 34: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

17  

 

tanda yang tidak normal karena terinfeksi oleh virus atau mikroorganisme lain

(Zakaria 1996 dalam Rusilanti 2006).

Sistem pertahanan tubuh terdiri dari berbagai mekanisme yang secara garis

besar dapat dibagi dua yaitu kekebalan adaptif (adaptive immunity) dan kekebalan

non adaptive (innate immunity) (Harlow dan Lane 1999 dalam Rusilanti 2006;

Baratawidjaja dan Rengganis 2009). Kekebalan non adaptif diperantarai oleh sel

yang merespon terhadap molekul asing secara tidak spesifik dan termasuk di

dalamnya sistem fagositosis oleh makrofag, sekresi lisozime, dan sel lisis oleh sel

NK (natural killer). Kekebalan non spesifik tidak berkembang atau bertambah

kuat dengan meningkatnya paparan terhadap molekul asing secara berulang kali.

Kekebalan adaptif/spesifik ditujukan untuk melawan molekul asing yang

spesifik dan akan bertambah kuat dengan terjadinya paparan yang berulang kali.

Kekebalan spesifik/adaptif diperantarai oleh sel-sel limfosit yang dapat

mensintesis reseptor permukaan sel atau mensekresikan protein yang dapat

berikatan secara spesifik dengan molekul asing. Protein yang disekresikan ini

dikenal dengan nama antibodi. Molekul asing yang dapat berikatan dengan

antibodi disebut antigen.

Gambar 4 berikut memberi penjelasan secara skematik sistem imun non

spesifik (innate) dan spesifik (adaptif/acquired).

Gambar 4 Skema sistem imun adaptif dan non adaptif Sumber: Roitt & Delves (2001)

Dalam sistem kekebalan spesifik, mempunyai kemampuan untuk

mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali

muncul dalam badan segera dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi

Sel NK

Infeksi intraseluler Infeksi ekstraseluler

Sel B Antibodi

Komplemen Polimorf Sitokin

Sel T

Makrofag

Innate

Adaptif

Imunitas seluler Imunitas humoral

Page 35: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

18  

 

sensitasi sel-sel sistem imun tersebut. Bila sel imun yang sudah tersensitasi

tersebut terpajan/terpapar kembali dengan benda asing yang sama, maka benda

asing yang terakhir ini akan dikenal lebih cepat untuk kemudian dihancurkan.

Sistem imun spesifik secara umum bekerjasama antara antibodi-komplemen-

fagosit dan antara sel T-makrofag (Baratawidjaja & Rengganis 2009).

Infeksi mikroorganisme dapat menyebabkan reaksi inflamasi pada tubuh.

Dalam rangka menghancurkan benda asing atau mikroorganisme, tubuh akan

mengerahkan elemen-elemen sistem imun ke tempat mikroorganisme yang masuk

tersebut. Ada tiga pertahanan yang dilakukan oleh tubuh, yaitu:

1. Penghalang pada permukaan seperti enzim dan mucus yang secara langsung

bertindak sebagai antimikroba atau menghambat penempelan mikroba.

2. Mikroba yang berhasil menembus lapisan ektoderm, maka yang akan

menghadapi pertama kali adalah respon imun natural (innate immunity) yang

meliputi sel-sel fagosit (neutrofil, monosit, dan maktofag) yang melepaskan

media inflamasi (basofil, sel mast, dan eosinofil) dan sel natural killer (NK).

Komponen molekuler yang terlibat dalam respon imun natural antara lain

komplemen, protein fase akut, dan sitokin (protein yang berperan dalam

inflamasi dan sebagai mediator utama komunikasi antar sel sistem imun).

3. Pertahanan yang ketiga adalah respon imun dapatan (acquired immunity)

yang meliputi proliferasi sel B dan T peka-antigen. Sel B mengeluarkan

imunoglobulin dan sel T membantu sel B membuat antibodi dan juga

membasmi patogen intraseluler dengan mengaktifkan makrofag. Respon

imun natural dan dapatan bekerja bersama-sama untuk membunuh patogen

(Roitt & Delves 2001).

Sel T (CD3) serta subset CD4/Th, CD8/Tc, dan Tr

Limfosit terdiri atas sel T (Th, Tc, dan Tr), sel B, dan sel NK. Sel T

berasal dari progenitor sel asal sumsum tulang yang bermigrasi ke timus dan

berdirensiasi. Sel T atau disebut juga timosit yang belum matang dipersiapkan di

dalam timus untuk memperoleh reseptor. Sel T ini memiliki antigen permukaan

CD3 dan hanya dapat menjadi matang jika reseptornya tidak berintegrasi dengan

peptida sel tubuh sendiri (self antigen) yang diikat oleh MHC (Mono

Page 36: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

19  

 

Histocompatability Complex) dan dipresentasikan APC (Antigen Presenting Cell)

(Abbas & Lichtman 2004; Baratawidjaja & Rengganis 2009). Rata-rata sel

timosit/CD3 untuk orang melayu normal menurut Dhaliwal, Balasubramaniam,

Quek, Gill, dan Nasuruddin (1995) adalah 2092 ± 905 sel/µL.

Sel T yang berkembang penuh melewati dinding venul poskapilar,

mencapai sirkulasi sistemik serta menempati organ limfoid perifer dan beberapa

diantaranya disirkulasikan ulang. Sel T akan berdiferensiasi jika terpajan dengan

antigen spesifik yang dipresentasikan APC dalam organ limfoid sekunder seperti

limpa, kelenjar limfoid, dan MALT (Mucosal Associated Lymphoid Tissue).

Kemampuan sel T matang untuk mengenal benda asing dimungkinkan oleh

ekspresi molekul unik pada membrannya yang disebut TCR (T cell receptor) yang

memiliki sifat diversitas, spesifisitas, memori, dan berperan dalam imunitas

spesifik (Baratawidjaja & Rengganis 2009).

Peran sel T adalah pada inflamasi, aktivasi fagositosis makrofag, aktivasi

dan proliferasi sel B dalam produksi antibodi, serta pengenalan dan penghancuran

sel yang terinfeksi virus. Sel T terdiri atas beberapa subset yaitu sel T naif,

Th/CD4, Tc/CD8, Tr/Treg/Th3, dan sel NKT. Sel T naif yang terpajan dengan

kompleks antigen MHC dan dipresentasikan APC atau rangsangan sitokin spesifik

akan berkembang menjadi subset sel T berupa CD4 dan CD8 dengan fungsi

efektor yang berlainan (Baratawidjaja & Rengganis 2009).

Sel T naif adalah sel limfosit matang yang meninggalkan timus dan belum

berdiferensiasi, belum terpajan antigen, dan memiliki molekul permukaan

CD45RA. Dari timus sel T naif dibawa darah ke organ limfoid perifer. Sel T naïf

yang terpajan antigen akan berkembang menjadi sel Th0 yang selanjutnya akan

berkembang lagi menjadi sel efektor Th1 dan Th2 yang dapat dibedakan

berdasarkan jenis sitokin yang diproduksinya. Sel Th0 memproduksi sitokin IL-2,

IFN, dan IL-4 (Abbas & Lichtman 2004; Baratawidjaja & Rengganis 2009).

Sel Th atau sel CD4 disebut juga sel T inducer karena merupakan subset

sel T yang diperlukan dalam induksi respon imun terhadap antigen asing. Antigen

yang ditangkap, diproses dan dipresentasikan makrofag dalam konteks MHC-II ke

sel CD4 yang selanjutnya akan diaktifkan dan mengekspresikan IL-2R serta

memproduksi IL-2 yang autokrin. Sel CD4 yang berproliferasi dan berdiferensiasi

Page 37: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

20  

 

berkembang menjadi subset Th1 dan Th2 yang akan mensintesis sitokin serta

mengaktifkan fungsi sel imun lain seperti CD8, sel B, makrofag, dan sel NK

(Baratawidjaja & Rengganis 2009). Rata-rata sel CD4 untuk orang melayu normal

menurut Dhaliwal et al. (1995) adalah 1052 ± 526 sel/µL

Sel CD8 naif yang keluar dari timus disebut juga sel T sitotoksik/Tc dan

rata-rata untuk orang melayu normal adalah 965 ± 470 sel/µL (Dhaliwal et al.

1995). Sel CD8 mengenal kompleks antigen MHC-I yang dipresentasikan APC.

Molekul MHC-I ditemukan pada semua sel tubuh yang bernukleus. Fungsi utama

sel CD8 adalah menyingkirkan sel yang terinfeksi virus, menghancurkan sel ganas

dan sel histoin kompatibel yang menimbulkan penolakan pada transplantasi. Pada

kondisi tertentu, sel CD8 juga dapat menghancurkan sel yang terinfeksi bakteri

intraseluler. Sel CD8 menimbulkan sitolisis/penghancuran sel sasaran melalui

mekanisme perforin/granzim, FasL/Fas (apoptosis/penghancuran diri), TNF-α

serta memacu produksi sitokin Th1 dan Th2 (Roitt & Delves 2001; Abbas &

Lichtman 2004; Baratawidjaja & Rengganis 2009).

Proses penghancuran sel sasaran melalui mekanisme perforin/granzim

dimulai dari sel CD8 yang aktif dan mengekspresikan molekul yang disebut

perforin yang menyerupai MAC (Macrophage Activating Cytokine) dari

komplemen. Perforin membuat lubang-lubnag dipermukaan sel T. Enzim yang

disebut granzim lalu dimasukkan ke sel sasaran dan selanjutnya mengaktifkan

kaspase, yaitu protein intraseluler dengan sistein di lokasi aktifnya yang berikatan

dengan substrat di C terminal dari residu asam aspartik serta merupakan

komponen kaskade enzim yang menimbulkan kematian apoptosis sel. Sedangkan

penghancuran melalui mekanisme FasL diawali dari sel CD8 yang

mengekspresikan molekul yang disebut FasL. Molekul ini akan mengikat Fas di

permukaan sel sasaran dan Fas memiliki domen mati sitoplasma yang juga akan

mengaktifkan kaspase (Baratawidjaja & Rengganis 2009).

Subset sel T berikutnya adalah sel Tr atau T regulator/Ts/Th3 yang diduga

berperan dalam toleransi oral dan regulator imunitas mukosa, imuno-regulasi

dengan menekan sejumlah respon imun seperti respon terhadap sel-antigen,

alloantigen, antigen tumor, dan pathogen. Sel Tr yang dibentuk dari timosit di

timus mengekspresikan dan melepas TGF-β dan IL-10 yang diduga merupakan

Page 38: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

21  

 

petanda supresif. IL-10 menekan fungsi APC dan aktivasi makrofag sedangkan

TGF-β akan menekan proliferasi sel T dan aktivasi makrofag (Baratawidjaja &

Rengganis 2009).

Sel B (CD19+)

Sel B atau limfosit B memiliki antigen permukaan CD19 dan memiliki

peranan utama dalam sistem imun spesifik humoral. Jumlah sel B berkisar antara

5 – 25% dari limfosit dalam darah dan pertama kali diproduksi selama fase

embrionik dan berlangsung terus selama hidup. Sebelum janin dilahirkan, yolk

sac, hati, dan sumsum tulang janin merupakan tempat pematangan utama sel B

dan setelah janin dilahirkan pematangan sel B terjadi di sumsum tulang.

Pematangan sel B terjadi dalam beberapa tahap dan berhubungan dengan berbagai

Ig yang diproduksi (Baratawidjaja & Rengganis 2009). Rata-rata sel B untuk

orang melayu normal menurut Dhaliwal et al. (1995) adalah 414 ± 283 sel/µL.

Pematangan limfosit terjadi melalui proses yang disebut seleksi (positif

dan negatif) dan untuk sel B proses seleksi pematangan primer terjadi dalam

organ limfoid primer sumsum tulang. Sel B akan berproliferasi atas pengaruh

sitokin IL-12 yang meningkatkan jumlah sel imatur. Perkembangan sel B mulai

dari sel precursor limfoid yang berdiferensiasi menjadi sel progenitor B (pro-sel

B) yang mengekspresikan transmembran tirosin-fosfatase (CD45R). Proliferasi

dan diferensiasi pro-B menjadi prekursor B memerlukan lingkungan mikro dari

stroma sel sumsum tulang. Jadi jika sel pro-B dibiakkan secara in vivo, tidak akan

tumbuh menjadi sel yang matang kecuali ada sel sumsum tulang yang melepas

sitokin IL-17 untuk membantu perkembangan sel tersebut (Roitt & Delves 2001;

Baratawidjaja & Rengganis 2009).

Pematangan progenitor sel B disertai modifikasi gen yang berperan dalam

diversitas produk akhir dan penentuan spesifisitas sel B. Pematangan dalam

sumsum tulang tidak memerlukan antigen, tapi aktivasi dan diferensiasi sel B

matang di kelenjar getah bening (KGB) perifer memerlukan antigen. Proses

aktivasi sel B diawali dengan pengenalan antigen spesifik oleh reseptor

permukaan. Antigen dan perangsang lain termasuk Th akan merangsang

proliferasi dan diferensiasi klon sel B spesifik. Dalam perkembangannya sel B

Page 39: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

22  

 

mula-mula memproduksi IgM atau isotope Ig lain (missal IgG), menjadi matang,

atau menetap sebagai sel memori (Baratawidjaja & Rengganis 2009).

Sel NK (CD16+56+)

Sel NK merupakan salah satu kelompok limfosit yang memiliki antigen

permukaan CD 56 dan 16 (CD16+56+) (Baratawidjaja & Rengganis 2009). Sel NK

akan merespon antigen atau mikroba intraseluler dengan membunuh sel-sel yang

terinfeksi dan memproduksi IFN-γ, yaitu sitokin yang akan mengaktivasi

makrofag dan berfungsi dalam imunitas non spesifik terhadap virus dan sel tumor

(Abbas & Lichtman 2004).

Jumlah sel NK sekitar 5 – 15% dari limfosit dalam sirkulasi dan 45% dari

limfosit dalam jaringan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dhaliwal et al

(1995), rata-rata sel NK pada orang melayu normal adalah 649 ± 349 sel/µL. Sel

NK berkembang dari sel sel asal progenitor yang sama dengan sel B dan sel T

tetapi tidak memiliki petanda sel B, sel T, atau immunoglobulin permukaan. Sel

NK juga bermigrasi ke organ limfoid perifer seperti limpa dan kelenjar getah

bening meskipun hanya merupakan sebagian kecil dari sel T (Abbas & Lichtman

2004; Baratawidjaja & Rengganis 2009).

Sel NK mengenal dan membunuh sel terinfeksi atau sel yang

menunjukkan transformasi ganas, tetapi tidak membunuh sel sendiri yang normal

karena dapat membedakan sel sendiri dari sel yang potensial berbahaya. Hal

tersebut dimungkinkan karena reseptornya yang berupa reseptor inhibitori dan

reseptor aktivasi. Sel NK mengenal MHC-I yang diekspresikan semua sel sehat

dan tidak oleh sel yang terinfeksi virus atau kanker. Reseptor yang diaktifkan

dapat mengenal struktur yang ada pada sel sasaran yang rentan terhadap sel NK

dan sel normal. Pengaruh reseptor inhibitori akan dominan dan mengikat MHC-I

yang normal diekspresikan pada sel sehat (Baratawidjaja & Rengganis 2009).

Kemampuan sel NK untuk membunuh berbagai sasaran (termasuk sel

tumor) sangat ditentukan oleh reseptor aktivasi. Ikatan ligan dengan reseptor

tersebut memacu produksi sitokin yang meningkatkan migrasinya ke tempat

infeksi dan membunuh sel sasaran yang mengekspresikan ligannya. Pada

umumnya tumor mengekspresikan antigen yang dapat dikenal sel sistem imun,

Page 40: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

23  

 

tetapi mungkin tidak dikenal oleh sel CTL/CD8. Sel tumor dapat berkembang dan

menjadi varian tumor yang secara genetik tidak stabil, dengan ekspresi MHC yang

kurang pada permukaan sel, sehingga sel CD8 tidak mampu mengenalinya.

Beberapa jenis virus juga dapat mengurangkan ekspresi molekul MHC-I pada sel

terinfeksi sehingga mempersulit sel CD8 dalam mengenali dan membunuh sel

tersebut. Hal inilah yang menjadi kelebihan sel NK karena dapat membunuh sel

pejamu yang mengekspresikan molekul MHC-I abnormal. Dalam hal ini, sel NK

dengan reseptor aktivasinya yang mengenali molekul MHC-I abnormal pada sel

sasaran dapat membunuh sel tumor serta memusnahkan sel terinfeksi virus

intraselular, sehingga dapat menyingkirkan sumber infeksi. Mekanisme kerja sel

NK dalam imunitas spesifik terjadi melalui produksi IFN-γ dan TNF-α yang

merupakan dua sitokin proinflamasi poten dan dapat merangsang pematangan sel

dendritik yang merupakan sel koordinator imunitas nonspesifik dan spesifik. IFN-

γ merupakan mediator poten aktivasi makrofag dan penting pada regulasi

perkembangan Th yang merupakan bagian dari imunitas spesifik (Roitt & Delves

2001; Baratawidjaja & Rengganis 2009).

Fungsi imun dan obesitas

Sistem imun sangat dipengaruhi oleh gizi karena tanpa gizi yang memadai,

maka sistem imun akan kekurangan komponen yang dibutuhkan untuk

menghasilkan respon imun yang efektif. Kekurangan gizi pada manusia biasanya

merupakan kasus kurang gizi komplek (bukan hanya satu zat gizi). Hasil

penelitian (dengan hewan coba dan pengamatan pada pasien kurang gizi tunggal)

telah menunjukkan peran penting dari vitamin A, beta karoten, asam folat, vitamin

B2, B6, B12, vitamin C, vitamin E, besi, seng, dan selenium dalam pemeliharaan

sistem imun (Chandra 2002; Grimble 1997 dalam Marcos, Nova, & Montero

2003). Perbaikan gizi akan dapat meningkatkan kembali fungsi imun dan

resistensi tubuh terhadap infeksi. Meskipun demikian, kelebihan gizi juga akan

berdampak negative/merusak fungsi kekebalan tubuh (Calder dan Kew 2002)

Lemak sebagai salah satu komponen yang sangat penting dalam diet juga

merupakan zat yang sangat berperan dalam memodulasi sistem imun. Komposisi

asam lemak dalam limfosit dan sel-sel imun akan dibentuk sesuai dengan

Page 41: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

24  

 

komposisi asam lemak yang ada dalam diet. Oleh karena itu, pengaturan lemak

dalam diet menjadi penting terutama jika diet tersebut digunakan dalam tata

laksana diet penyakit yang terkait dengan proses peradangan maupun penyakit

autoimun (De Pablo & Alvarez de Cienfuegos 2000 dalam Marcos, Nova, &

Montero 2003).

Sampai saat ini, informasi mengenai mekanisme yang menyebabkan

terjadinya peningkatan risiko infeksi dan rendahnya respon antibodi pada orang-

orang obes masih belum diketahui, tetapi kemungkinan yang terbesar adalah

karena adanya kaitan antara proses metabolisme dalam tubuh yang buruk yang

akhirnya menghasilkan respon imun yang buruk pula (Lamas et al. 2002 dalam

Marcos, Nova & Montero 2003). Hal ini didukung dengan banyaknya bukti

ilmiah yang menunjukkan adanya hubungan antara metabolism jaringan adipose

dengan fungsi sel yang mampu mengembangkan respon kekebalan tubuh

(imunokompeten). Pada penelitian dengan menggunakan hewan coba, diketahui

bahwa pada subjek hewan coba obes ada hubungan antara keberadaan leptin dan

TNF-α dalam jaringan adiposa dengan penurunan seluruh subset limfosit T dan

populasi sel B (Kimura et al. 1998 dalam Marcos, Nova & Montero 2003). Selain

itu, tingkat responsifitas limfosit hewan coba obes pada berbagai mitogen lebih

rendah jika dibandingkan pada subjek yang tidak obes (Tanaka et al. 1998 dalam

Marcos, Nova & Montero 2003).

Penelitian lebih lanjut pada subjek manusia dewasa menunjukkan hasil

serupa bahwa kapasitas limfosit untuk berproliferasi lebih rendah untuk merespon

aktivasi mitogen. Obesitas pada subjek dewasa obes berhubungan dengan

peningkatan jumlah leukosit dan subset limfosit (kecuali untuk sel NK dan

sitotoksik/sel T supresor), mitogen sel B dan T yang lebih rendah, yang disertai

dengan fagositosis granulosit dan monosit lebih tinggi tetapi dengan sel-sel NK

yang tetap berfungsi normal (Marti, Marcos, & Martinez 2001). Meskipun

demikian, pada penelitian lain didapatkan hasil yang berbeda dan bahkan

berlawanan, terutama dalam jumlah leukosit dan subset limfosit. Hal tersebut

terjadi kemungkinan karena heterogenitas dan jumlah subjek yang dilibatkan

dalam penelitian. Selain itu, pada penelitian dengan subjek obes yang telah

mengalami penurunan berat badan atau kekurangan gizi (pada periode

Page 42: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

25  

 

sebelumnya) juga menghasilkan kesimpulan yang berbeda (Marcos, Nova, &

Montero 2003). Beberapa hasil penelitian yang membandingkan respon imun

pada subjek obes dan non obes disajikan pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2 Beberapa hasil penelitian mengenai imunitas pada subjek obes

dibandingkan dengan subjek non obes

Subjek Hasil Penelitian Sumber

Individu obes Total limfosit (sel-sel helper (CD4+) dan sel T sitotoksik (CD8+), kadar IL-6 dan IL-1 α, dan kadar serum protein C-reaktif) lebih tinggi dibandingkan subjek non obes.

Nieman et al. (1999) Visser et al. (1999) Raymond et al. (1999)

Individu obes Respon limfosit yang lebih rendah terhadap mitogen dibandingkan subjek non obes, terkait dengan kadar TNF-α yang lebih tinggi.

Nieman et al. (1999) Tanaka et al. (1993)

Individu obes dengan pembatasan asupan energi

Respon proliferasi yang lebih rendah terhadap berbagai mitogen dibandingkan subjek non obes.

Nieman et al. (1996)

Individu obes setelah mengalami penurunan berat badan

Peningkatan respon sel T dan peningkatan respon proliferasi terhadap berbagai mitogen dibandingkan subjek non obes.

Tanaka et al. (1993 dan 2001)

Individu obes setelah berpuasa

Jumlah PHA (phytohaemaglutinin) lebih rendah dan aktifitas sel NK serta IgM (penunjuk terjadinya infeksi primer) lebih tinggi dibandingkan pada subjek non obes.

Wing et al. (1983)

Individu obes dengan program fat burn

Bakterinemia, demam, durasi antibiotherapy, dan lama rawat inap di rumah sakit yang lebih tinggi dibandingkan pada subjek non obes.

Gottschlich et al. (1993)

Sumber: Lamas, Marti, & Martinez (2002)

Page 43: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

26  

 

KERANGKA PEMIKIRAN

  RISKESDAS 2007 menunjukkan bahwa penyakit infeksi utama yang

perlu mendapat perhatian tinggi di Indonesia adalah HIV/AIDS, malaria, dan TBC

karena dapat memberikan risiko yang fatal dan prevalensi kejadian ketiga

penyakit infeksi ini masih tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus

infeksi akan berakibat fatal jika terjadi pada individu yang mengalami obesitas.

Hal ini perlu mendapat perhatian lebih karena permasalahan obesitas di Indonesia

saat ini juga semakin meningkat. Penelitian lain menunjukkan bahwa kejadian

obesitas terbukti membawa dampak negatif yang diantaranya adalah penurunan

fungsi imun sehingga penderita obesitas jadi semakin rentan terhadap berbagai

penyakit infeksi.

Upaya yang dapat ditempuh untuk perbaikan sistem imun diantaranya

dengan pemanfaatan bahan lokal yaitu temulawak. Secara tradisional temulawak

banyak digunakan untuk tujuan pengobatan atau sebagai minuman untuk menjaga

kesehatan sehingga sampai saat ini berbagai produk berbahan dasar temulawak

telah banyak beredar di pasaran, meskipun klaim manfaat kesehatan masih banyak

yang belum didukung data klinis, terutama yang terkait dengan sistem imun.

Lebih jauh lagi, formulasi yang tepat terkait dosis dan mutu bahan aktif pada

produk juga belum terjamin.

Kandungan bahan aktif (xanthorrhizol) pada temulawak telah diketahui

memberikan manfaat dalam penekanan peradangan yang menjadi salah satu

penanda peningkatan sistem imun. Hasil penelitian Lee et al. (2002) pada sel

makrofag mencit (RAW 264.7) menunjukkan bahwa xanthorrhizol dari

temulawak mampu menghambat aktivitas cyclooxygenase (COX-2) yang

merupakan mediator penting dalam proses peradangan. Penelitian Kim, Kim,

Shim, dan Hwang (2007) pada kultur sel RAW 264.7 juga menunjukkan bahwa

ekstrak temulawak dapat menginduksi aktivitas sistem imun pada makrofag yang

diperantarai secara spesifik oleh aktivasi nuclear factor-kappa B (NF-kB),

sedangkan penelitian Kosim et al (2007) melaporkan pemberian temulawak dapat

meningkatkan respon imun pada ayam yang diberi vaksin flu burung.

Page 44: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

27  

 

Pemanfaatan temulawak, khususnya untuk kesehatan sangat dipengaruhi

oleh pengetahuan masyarakat mengenai temulawak. Pengetahuan mengenai

manfaat kesehatan temulawak akan memberikan persepsi yang baik pula

mengenai temulawak sehingga penerimaan masyarakat terhadap produk pangan

fungsional berbasis temulawak akan semakin baik jika pengetahuan dan persepsi

terhadap temulawak juga baik. Jadi dapat dikatakan bahwa persepsi berpengaruh

secara langsung terhadap penerimaan. Lebih lanjut, hal ini tentunya akan sangat

menentukan apakah produk minuman serbuk temulawak yang diberikan akan

berpengaruh terhadap fungsi sistem imun atau tidak. 

Keterangan

= Peubah yang diteliti = Hubungan yang diteliti

= Peubah yang tidak diteliti = Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 5 Kerangka pemikiran

Tingkat pendidikan

Subjek

Obesitas

Penurunan fungsi imun

Pemberian minuman temulawak

Akses informasi

Perbaikan fungsi imun [↑ jumlah dan % limfosit

serta subsetnya: Sel T (CD3+, CD4+, CD8+), Sel B

(CD19+), dan Sel NK (CD16+56+)]

Pengetahuan tentang manfaat kesehatan

temulawak

Persepsi tentang manfaat kesehatan

temulawak

Penerimaan dan pemanfaatan

temulawak untuk kesehatan

Page 45: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

28  

 

METODE

Cakupan Kegiatan

Cakupan kegiatan yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Survei pengetahuan tentang manfaat kesehatan temulawak pada orang

dewasa.

2. Pengembangan minuman instan temulawak

3. Uji klinis pemberian minuman instan temulawak terhadap fungsi imun

yang diukur dari populasi limfosit total (sel B, sel T, dan sel NK).

Kegiatan pengembangan minuman instan dan uji klinis minuman instan

terhadap fungsi imun merupakan bagian dari kegiatan penelitian hibah KKP3T

dengan No. kontrak 1004/LB.620/I.1/4/2010 yang berjudul Efikasi Ekstrak

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Berbahan Aktif Xanthorrhizol

(0.05%) untuk Meningkatkan Populasi Limfosit T (> 10%) pada Orang Dewasa

Obes.

Berbagai data serta cara pengumpulan yang dilakukan dalam seluruh

kegiatan penelitain ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data

Tujuan Data Cara Pengumpulan Jenis Data/Sumber

Analisis pengetahuan orang dewasa mengenai manfaat kesehatan temulawak.

Pengalaman mengonsumsi temulawak

Pengetahuan tentang manfaat kesehatan temulawak

Wawancara dengan kuesioner

Wawancara dengan kuesioner

Data primer

Data primer

Pengembangan produk minuman instan temulawak

Daya terima organoleptik

Uji organoleptik Data primer

Analisis pengaruh pemberian minuman instan temulawak terhadap fungsi sistem imun (populasi limfosit) orang dewasa obes.

Sel T dan subsetnya (CD3+, CD4+, dan CD8+)

Sel B (CD19+)

Sel NK (CD16+56+)

Flow cytometri

Flow cytometri

Flow cytometri

Dwiriani, Dewi, dan Januwati (2010)

Dwiriani, Dewi, dan Januwati (2010)

Data primer

Page 46: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

29  

 

Survei Pengetahuan Orang Dewasa tentang Manfaat Kesehatan Temulawak

Desain, tempat dan waktu

Penelitian ini merupakan penelitian lapang dengan desain cross sectional

study yang akan dilaksanakan pada April – Juni 2011. Lokasi penelitian

ditentukan secara purposive, yaitu di Kampus IPB Darmaga, Bogor. Lokasi

penelitian tersebut dipilih dengan pertimbangan: (1) keberadaan subjek yang akan

mewakili populasi sasaran, dan (2) kemudahan akses.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Berdasarkan pengelompokkan penduduk dalam RISKESDAS diketahui

bahwa penduduk yang dikategorikan sebagai penduduk dewasa jika berumur lebih

dari 18 tahun. Lokasi untuk survei ditentukan secara purposive yaitu di Kampus

IPB Darmaga. Mempertimbangkan bahwa pengetahuan akan sangat dipengaruhi

oleh latar belakang pendidikan maka subjek dikelompokkan menjadi dua yaitu

kelompok subjek dengan tingkat pendidikan tinggi dan subjek dengan tingkat

pendidikan rendah. Selain itu, dari setiap kelompok, subjek terbagi lagi

berdasarkan jenis kelaminnya, yaitu kelompok laki-laki dan perempuan sehingga

kerangka penarikan subjeknya adalah sebagai berikut:

Gambar 6 Kerangka pengambilan subjek

Jumlah subjek minimum dihitung berdasarkan rumus perhitungan jumlah

sampel minimum penelitian cross sectional study dengan mempertimbangkan

power sebesar 90% seperti berikut:

n ≥ zα2 x p (1 – p)/d2

n = jumlah contoh/subjek minimum p = 0.9 atau 90% zα

2 = 1.96 d = perkiraan ketepatan penelitian (0.1)

Pegawai IPB

Tingkat pendidikan tinggi Tingkat pendidikan rendah

Laki-laki (18) Perempuan (18) Laki-laki (18) Perempuan (18)

Page 47: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

30  

 

Berdasarkan rumus perhitungan tersebut, jumlah subjek minimum untuk

tiap kelompok (tingkat pendidikan dan jenis kelamin) penelitian adalah 18.

Jumlah total subjek untuk survei pengetahuan menjadi: 18 x 2 (kelompok status

pekerjaan) x 2 (kelompok jenis kelamin) = 72 subjek. Jumlah tersebut dibulatkan

menjadi 80 untuk meningkatkan ketepatan penelitian. Teknik yang digunakan

dalam pengambilan contoh yaitu dengan random sampling. Contoh dipilih secara

acak pada lokasi yang telah ditentukan secara purposive.

Kriteria inklusi untuk subjek adalah: berusia dewasa (> 18 tahun) dan

berstatus sebagai pegawai IPB (PNS maupun honorer), sedangkan kriteria ekslusi

subjek adalah: pegawai pendidik pakar pangan, gizi, dan kesehatan.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam survei ini dilakukan melalui wawancara

dan pengisian langsung dengan subjek. Data tersebut meliputi karakteristik sosial

ekonomi, pengalaman mengonsumsi temulawak (baik sebagai pangan maupun

obat) dan tujuannya, pengetahuan mengenai berbagai manfaat kesehatan

temulawak serta sumber informasinya.

Data terkait pengetahuan mengenai berbagai manfaat kesehatan

temulawak yang dikumpulkan diantaranya adalah manfaat temulawak untuk sakit

perut, sakit hati, demam, sembelit/memperlancar buang air besar, perbaikan nafsu

makan, menenangkan dan mengembalikan kekejangan otot setelah bersalin, obat

malaria, sakit kencing, penyakit ginjal, obat sakit maag, obat gatal atau eksim,

demam, mencret atau disentri, peradangan dalam perut atau kulit, dan peningkatan

ketahanan tubuh. Sebelum disebarkan kepada contoh, dilakukan pengujian

terhadap reliabilitas alat ukur pengetahuan tentang manfaat kesehatan temulawak.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan perangkat lunak

Microsoft Excel dan SPSS 13.00 for Windows. Analisis dilakukan secara

deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan dengan menghitung frekuensi contoh

berdasarkan kelompok usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan, besar

keluarga, pengalaman mengonsumsi temulawak, pengetahuan tentang manfaat

kesehatan temulawak, dan sumber informasi tentang temulawak.

Page 48: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

31  

 

Kuesioner untuk pengukuran tingkat pengetahuan mengenai manfaat

kesehatan temulawak diuji validitas dan reliabilitasnya dengan tes reliabilitas.

Nilai Cronbach’s Alpha dari tes ini akan menentukan reliabilitas kuesioner yang

digunakan sedangkan nilai korelasi pada uji ini akan menentukan validitas setiap

pertanyaan dalam kuesioner. Tingkat pengetahuan tentang manfaat kesehatan

temulawak dikategorikan dengan menetapkan cut off point dari skor yang

mengadopsi penentuan cut off point pengetahuan gizi (Khomsan, 2000).

Kategorinya adalah baik jika skor > 80, sedang jika skor antara 60 – 80, dan

kurang jika skor < 60.

Pengembangan Minuman Instan Temulawak

Pengembangan ekstrak temulawak dilakukan melalui tahapan: Penyiapan

bahan baku, identifikasi dan analisis mutu bahan aktif, serta formulasi minuman

instan temulawak berbasis xanthorrhizol. Standardisasi bahan baku dilakukan

dengan mengambil satu dari tiga varietas temulawak unggul yang telah diteliti

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro). Penelitian skala

laboratorium untuk pengembangan produk minuman instan temulawak dilakukan

di Lab. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro), Lab. Analisis

Makanan dan Instrumentasi, Dept. GM, dan Lab. Pilot Plan, FATETA IPB.

Pembuatan ekstrak kering temulawak

a. Bahan dan Metode

Bahan kimia yang digunakan yaitu, metanol HPLC, etanol teknis,

aquades, maltodextrin, dan bahan kimia lainnya untuk analisis mutu. Sedangkan

peralatan yang digunakan seperti, ekstraktor, blower, spray dryer, freeze dryer,

rotavapor, alat penyuling serta peralatan lainnya untuk analisis mutu ekstrak.

b. Rancangan Kerja

Rimpang temulawak dicuci bersih kemudian dirajang dengan ukuran

ketebalan 7 – 8 mm, lalu diblender sehingga dihasilkan bubur temulawak.

Selanjutnya ke dalam bubur ditambahkan pelarut etanol 96% (1:5) kemudian

diekstrak dengan ekstraktor selama empat jam. Selanjutnya bahan disaring

menggunakan kertas saring dan dihasilkan sari/filtrat yang selanjutnya diuapkan

menggunakan alat rotavapor sehingga dihasilkan ekstrak kental. Ekstrak yang

Page 49: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

32  

 

dihasilkan dikeringkan dengan menggunakan spray dryer sehingga dihasilkan

ekstrak temulawak kering. Untuk mempercepat proses pengeringan serta

memperbaiki terkstur ekstrak sebelum proses pengeringan, ekstrak diencerkan dan

ditambahkan bahan pengisi berupa maltodekstrin lalu diaduk hingga merata.

Setelah kering dilakukan analisis mutu terhadap ekstrak yang dihasilkan.

c. Rancangan pengamatan

Pengamatan mutu dari ekstrak kering temulawak dilakukan meliputi

parameter tekstur, kadar air, warna, kadar bahan aktif (marker) kurkumin dan

xanthorhizol.

Teknik pengembangan minuman instan temulawak

a. Rancangan kerja

Formulasi produk berupa serbuk dari ekstrak kering, yang ditambahkan

dengan pemanis (gula tepung dan sukralosa), garam, asam sitrat, dan bahan

pengisi (maltodekstrin).

Rimpang segar temulawak ↓

Pencucian ↓

Pengupasan ↓

Perajangan (tebal 7 – 8 mm) ↓

Penghancuran/blender ↓

Bubur temulawak ↓

Ekstraksi (4 jam) ↓

Pemerasan ↓

Penyaringan ↓

Filtrat/Sari ↓

(Penguapan pelarut 70oC, 0.75 atm) Pengendapan pati ↓

` Pengeringan (spray dryer) Bahan Pengisi ↓ (maltodekstrin, 35%)

Penghalusan ↓

Serbuk Temulawak ↓

Analisis mutu serbuk temulawak

Gambar 7 Diagram alir pembuatan serbuk temulawak (Sumber: Ria 1989)

Analisis mutu bahan segar

+ aquades dan etanol 96% (1:5)

Ampas dan etanol

Proses ekstraksi dilakukan 3 kali

Page 50: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

33  

 

Berdasarkan diagram alir pada Gambar 7, proses pencampuran ekstrak

kering temulawak dengan berbagai bahan pengisi dilakukan dengan cara

pencampuran kering (dry mixing). Ekstrak kering temulawak yang diberikan

untuk dosis satu kali pemberian sebanyak 400 mg (mengandung 2.80 mg

kurkumin dan 7.56 mg xanthorrhizol). Berat minuman instan temulawak yang

diberikan diketahui dari berat ekstrak kering temulawak (400 mg) ditambah

dengan berat pemanis (gula tepung dan sukralosa), garam, asam sitrat, dan bahan

pengisi (maltodekstrin).

Beberapa pertimbangan yang mendasari penggunaan berbagai bahan

pengisi dan perasa dalam pembuatan minuman instan temulawak adalah berat

tepung ekstrak temulawak (400 mg) yang terlalu kecil sehingga mempersulit

pengemasan, rasa asli dari tepung ekstrak temulawak yang pahit sehingga

kemungkinan akan sulit disukai, kemudahan untuk larut (tanpa ada endapan)

terutama di air bersuhu rendah/dingin yang juga merupakan kriteria agar dapat

disebut minuman instan, dan upaya agar minuman ini tetap dapat disebut

minuman rendah energi.

Gula, garam, dan asam sitrat yang ditambahkan dalam pembuatan

minuman instan temulawak ditujukan untuk memperbaiki cita rasa minuman

instan temulawak yang dihasilkan. Besarnya jumlah gula, garam, dan asam sitrat

yang digunakan didasarkan pada SNI 01-4320-1996 tentang minuman serbuk

tradisional. Dalam SNI tersebut dinyatakan bahwa rasa dari minuman serbuk

tradisional adalah tetap normal, khas rempah-rempah dan tidak disebutkan

mengenai batas maksimal jumlah garam dan asam sitrat yang boleh ditambahkan.

Jadi selama garam dan asam sitrat yang ditambahkan tidak menghilangkan cita

rasa asli dari temulawak maka masih diperkenankan.

Pemanis yang digunakan sebagian merupakan gula tepung (sebanyak 10

gram) dan sebagian lagi diganti dengan sukralosa. Penggunaan gula tepung

bertujuan agar rasa manis dari minuman ini tetap normal sedangkan sukralosa

digunakan agar minuman instan temulawak ini tetap dapat disebut sebagai

minuman rendah energy karena hanya mengandung energy sebesar 36.4 kkal per

sajian. Commission Regulation EU (2006) menyatakan bahwa produk pangan

Page 51: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

34  

 

dapat dikatakan rendah energi jika total energinya maksimal hanya 40 kkal per

takaran saji.

Perbandingan antara jumlah Tepung ekstrak temulawak yang diperoleh

dari proses spray dryer sudah mudah larut dalam air, termasuk yang bersuhu

rendah. Penambahan maltodekstrin ditujukan untuk mempertahankan kemampuan

ini. Jumlah maltodekstrin (sebagai bahan pengisi) yang ditambahkan didasarkan

pada kelaziman berat berbagai produk minuman instan yang sudah ada di pasaran,

yang beratnya berkisar antara 8 sampai 25 gram.

Rancangan percobaan yang digunakan untuk formulasi minuman instan

temulawak adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas satu faktor

perlakuan yaitu jumlah pemanis buatan (sukralosa) yang ditambahkan dengan

empat taraf masing-masing 10%, 15%, 20%, dan 25%. Model linier untuk RAL

dengan satu faktor adalah sebagai berikut:

Yij = μ + αi + εij

Keterangan : Yi = peubah respon akibat perlakuan ke-i dengan ulangan ke-j μ = nilai rata-rata umum αi = pengaruh penambahan sukralosa pada taraf ke-i εij = galat unit percobaan akibat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i = banyak taraf penambahan sukralosa (i = 10%, 15%, 20%, dan 25%) j = banyak ulangan

b. Uji organoleptik

Uji organoleptik dilakukan dalam dua tahap, yaitu uji organoleptik dengan

panelis umum dan uji organoleptik dengan panelis terbatas. Uji tersebut dilakukan

untuk menentukan besarnya daya terima produk minuman instan temulawak yang

dihasilkan.

Uji organoleptik dengan panelis umum terdiri atas uji hedonik (kesukaan)

dan uji mutu hedonik. Panelis yang dilibatkan dalam pengujian ini berjumlah 32

yang seluruhnya merupakan mahasiswa (laki-laki dan perempuan dengan umur

antara 18 – 19 tahun). Uji kesukaan dilakukan untuk mengetahui bagaimana

penerimaan panelis terhadap produk yang diujikan dari segi warna, aroma, rasa,

kekentalan, dan penerimaan keseluruhan. Selain itu dilakukan juga uji mutu

hedonik untuk seluruh parameter produk minuman instan temulawak.

Page 52: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

35  

 

Penilaian yang diberikan, baik untuk uji hedonik maupun mutu hedonik

mulai dari 1 sampai 9. Pada uji hedonik nilai 1 menyatakan amat sangat tidak

suka dan 9 menunjukkan amat sangat suka, sedangkan pada uji mutu hedonik

meskipun menggunakan penilaian yang sama (1 – 9) tetapi makna penilaian

disesuaikan dengan parameter yang dinilai. Misal untuk warna, nilai 1

menunjukkan amat sangat gelap sedangkan nilai 9 menunjukkan amat sangat

terang.

Penilaian keseluruhan dalam uji organoleptik yang dilakukan merupakan

penilaian komposit/gabungan dari parameter warna, aroma, rasa, dan kekentalan

produk yang dibobot. Rasa merupakan aspek produk yang menjadi faktor

perlakuan sehingga bobot terhadap penilaian rasa menjadi lebih tinggi

dibandingkan aspek yang lain sehingga bobot untuk rasa adalah 40% sedangkan

yang lain (warna, aroma, dan kekentalan) masing-masing 20%. Seluruh data uji

kesukaan dengan panelis umum diolah dengan ANOVA dan uji lanjut Duncan

pada software SPSS 13 for windows.

Uji organoleptik panelis terbatas dilakukan oleh 7 orang panelis. Uji ini

dilakukan untuk memperkuat hasil uji organoleptik dengan panelis umum dan

pengujian yang dilakukan hanya uji kesukaan (hedonik) untuk parameter rasa dari

produk minuman instan temulawak yang dibuat dengan 4 (empat) formula. Uji ini

dilakukan untuk mengetahui penerimaan panelis karena perbedaan kadar pemanis

(sukralose) akan sangat berpengaruh terhadap rasa. Penilaian yang diberikan

berkisar mulai dari 1 (amat sangat tidak suka) sampai 9 (amat sangat suka) dan

nilai tengah (5) dikategorikan sebagai biasa. Produk dinyatakan diterima oleh

panelis jika nilai yang diberikan minimal 5.

Uji Klinis Pemberian Minuman Instan Temulawak

Desain dan tempat penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapang dengan desain desain kuasi

eksperimental dengan pre dan post test. Lokasi penelitian ditentukan secara

purposive, yaitu di Kampus IPB Darmaga, Bogor dengan pertimbangan: (1)

Keberadaan subjek yang akan mewakili populasi sasaran, dan (2) Kemudahan

akses. Analisis jumlah dan jenis limfosit subjek dilakukan di Laboratorium

Makmal Imunoendokrinologi FKUI Jakarta.

Page 53: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

36  

 

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Populasi subjek adalah orang dewasa (usia > 18 tahun), laki-laki dan

perempuan, dengan indeks massa tubuh (IMT) > 27. Subjek dipilih dari pegawai

IPB dengan kriteria eksklusi sebagai berikut :

(1). Menderita penyakit yang berkaitan dengan penurunan fungsi imun (hepatitis,

diabetes melitus, penyakit autoimun, dan lainnya)

(2). Mengonsumsi alkohol dan obat-obatan

(3). Perempuan yang sedang hamil atau sudah memasuki menopouse

(4). Tidak bersedia terlibat dalam penelitian

Setelah mendapat ijin dari pihak instansi tempat penelitian dilakukan,

orang dewasa dengan penampilan obes akan ditimbang berat dan tinggi badannya

untuk kemudian dihitung nilai IMT-nya. Selain itu, untuk memastikan bahwa

subjek memang mengalami obesitas maka dilakukan pula pengukuran lingkar

pinggang dan panggul sehingga dapat diketahui status obesitas sentralnya melalui

nilai rasio lingkar pinggang panggul/RLPP. Contoh kemudian dipilih secara acak

dari populasi yang memenuhi persyaratan inklusi setelah melalui pemeriksaan

klinis yaitu pengukuran tekanan darah, gula darah dan anamnesis riwayat penyakit

oleh dokter medis.

Jumlah subjek yang diperlukan untuk mendeteksi perbedaan kadar subset

limfosit sebesar 10%, dengan standar deviasi masing-masing 9.0% (Dhaliwal et al

1995), α = 0.05 dan power 90% adalah 17 orang yang kemudian digenapkan

menjadi 20 orang. Rumus untuk menghitung jumlah contoh adalah :

n ≥ 2 x SD2 x (Zα + Zβ)2 /δ2

n = jumlah sampel untuk setiap kelompok perlakuan Zβ = power 90% (1.28) SD = standar deviasi subset limfosit (9.0) δ = perbedaan subset limfosit (10) Zα = selang kepercayaan 90% (1.96)

Dengan mempertimbangkan akan adanya loss to follow up 20%, maka

jumlah contoh yang diperlukan adalah 24 orang dengan proporsi pria dan wanita

yang relatif sama.

Pemberian intervensi

Minuman instan temulawak yang dikembangkan pada penelitian

laboratorium akan diberikan pada subjek untuk diminum setiap hari selama dua

Page 54: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

37  

 

minggu (14 hari). Pertimbangan lama waktu uji klinis selama dua minggu dan

dosis 400 mg/hari ekstrak temulawak didasarkan pada dosis dan lama waktu yang

memberikan efek penurunan inflamasi (Kertia et al. 2005). Berat minuman instan

temulawak yang diberikan untuk setiap subjek per hari ditentukan berdasarkan

hasil pengembangan produk minuman instan temulawak. Hasil dari

pengembangan produk minuman instan temulawak tersebut diketahui bahwa berat

minuman instan temulawak per kemasan untuk diminum per hari adalah sebesar

13.24 gram. Setiap subjek akan mengonsumsi serbuk temulawak ini yang

sebelumnya dilarutkan terlebih dulu dalam 200 ml air. Air yang digunakan

diupayakan air dingin untuk menghindari kerusakan bahan aktif. Bagan

pelaksanaan uji klinis adalah sebagai berikut:

Gambar 8 Bagan pelaksanaan uji klinis

Subjek akan mengonsumsi minuman instan ekstrak temulawak yang

dibagikan setiap hari oleh peneliti. Minuman ini diupayakan untuk langsung

diminum di depan peneliti saat baru dibagikan. Selain itu, form kepatuhan

(compliance) akan disediakan bagi setiap subjek. Hal ini dilakukan untuk

menjamin kepatuhan subjek dalam mengonsumsi minuman instan ekstrak

temulawak, terutama ditujukan bagi subjek yang kemungkinan tidak dapat

ditemui saat pembagian minuman instan temulawak.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data

primer terdiri atas data karakteristik individu, dan sel NK (hasil analisis darah).

Pre uji klinis

Pasca uji klinis

Pemberian minuman instan temulawak selama 2 minggu/14

hari Pengambilan sampel darah (5 ml) untuk analisis jumlah dan % limfosit serta subsetnya

Persiapan uji klinis

Scanning calon subjek dengan pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan status gizi (IMT dan RLPP)

Penjelasan pada subjek dan pengisian informed consent

Pengambilan sampel darah (5 ml) untuk analisis jumlah dan % limfosit serta subsetnya

2 hari

Page 55: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

38  

 

Data karakteristik individu meliputi data umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi

badan (untuk menentukan nilai IMT), lingkar pinggang, dan lingkar panggul

(unutk menentukan nilai RLPP). Data status gizi untuk menentukan bahwa subjek

termasuk kategori obes ditentukan berdasarkan nilai IMT dan rasio lingkar

pinggang panggul. Riwayat dan status kesehatan meliputi hasil pemeriksaan fisik

dan anamnesa dokter medik. Data penilaian fungsi imun (sel NK) merupakan data

primer yang diperoleh dari hasil analisis darah yang dilakukan dengan metode

flow cytometri sedangkan data sel B dan sel T merupakan data sekunder yang

dikumpulkan dengan metode yang sama dan berasal dari penelitian Dwiriani,

Dewi, dan Januwati (2011). Seluruh data tersebut digunakan untuk penilaian

fungsi imun (baik humoral maupun seluler) (Abbas & Lichtman 2004).

Metode flow cytometri merupakan metode yang biasa digunakan untuk

menghitung dan menganalisis partikel mikroskopis (sel) yang tersuspensi dalam

aliran fluida (Sayed, EL-Attar, & Hussein 2009). Pada metode ini suspensi sel

diinkubasikan dengan antibodi berlabel flouresen atau lainnya, selanjutnya

dihitung jumlah yang diikat setiap sel dalam populasi dengan jalan melewatkan

sel-sel satu persatu melalui flourimeter dengan bantuan sinar laser (Baratawidjaja

& Rengganis 2009).

Pengambilan data sosial ekonomi demografi, status gizi dan anamnesa

riwayat kesehatan (sebagai screening subjek) dilakukan sebelum kegiatan

intervensi berlangsung (baseline). Sedangkan data analisa darah dikumpulkan dua

kali, yaitu sebelum kegiatan intervensi (baseline) dan setelah dua minggu

intervensi (endline).

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data yang akan dilakukan mencakup perancangan struktur file

yang berisi variabel dan record. Data dalam file excel kemudian akan diimpor ke

perangkat lunak SPSS sehingga menjadi SPSS file. Uji statistik akan dilakukan

untuk mengetahui perbedaan keragaman data seluruh peubah antar kelompok saat

baseline dan endline.

  Pengaruh intervensi dianalisis berdasarkan perbedaan (selisih) nilai fungsi

imun yang diamati sebelum dan setelah dua minggu intervensi. Uji normalitas

dengan uji one-sample Kolmogorov-Smirnov dilakukan terlebih dahulu terhadap

Page 56: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

39  

 

variabel yang diamati. Nilai populasi limfosit sebelum dan sesudah intervensi

akan dibandingkan dan untuk melihat apakah intervensi yang diberikan

berpengaruh nyata terhadap populasi limfosit maka dilakukan uji T berpasangan.

Definisi Operasional

Obesitas adalah kategori status gizi bagi subjek yang ditentukan berdasarkan

ukuran Indeks Massa Tubuh/IMT (kg/m2) yang lebih dari atau sama

dengan 27.

Dewasa adalah tahapan kehidupan yang dimulai dari usia 18 tahun sampai dengan

usia 60 tahun.

Subjek survei pengetahuan adalah orang yang berusia > 18 tahun, baik laki-laki

maupun perempuan, memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi, mampu

berkomunikasi dengan baik, serta bersedia untuk terlibat dalam penelitian.

Subjek uji klinis adalah orang yang berusia > 18 tahun, baik laki-laki maupun

perempuan, memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi, mampu berkomunikasi

dengan baik, serta bersedia untuk terlibat dalam penelitian (termasuk

untuk kegiatan yang bersifat invasif).

Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah

ditempuh contoh. Tingkat pendidikan dikategorikan rendah jika jenjang

pendidikan formal terakhir yang ditamatkan hanya sampai pendidikan

dasar (9 tahun) atau di bawahnya dan dikategorikan tinggi jika jenjang

pendidikan formal lebih dari jenjang pendidikan dasar (9 tahun).

Tingkat pendapatan adalah jumlah pendapatan contoh yang dihasilkan per bulan

dari pekerjaan utama, pekerjaan tambahan, atau pemberian dari orang lain

yang dinilai dalam rupiah.

Sumber informasi adalah berbagai media yang digunakan subjek untuk

memperoleh informasi mengenai minuman temulawak seperti teman,

keluarga, televisi, radio, Koran, majalah, dan sebagainya.

Tingkat pengetahuan manfaat kesehatan temulawak adalah skor yang

diperoleh contoh dari 11 pertanyaan mengenai manfaat kesehatan

temulawak yang diajukan dalam kuesioner.

Page 57: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

40  

 

Uji organoleptik adalah uji untuk menentukan tingkat penerimaan produk

minuman instan temulawak berdasarkan tanggapan pribadi panelis yang

terbagi menjadi uji hedonik/kesukaan dan uji mutu hedonik.

Uji hedonik adalah uji untuk menentukan tingkat kesukaan produk minuman

instan temulawak dari segi warna, aroma, rasa, kekentalan, dan

penampilan minuman instaan temulawak secara keseluruhan berdasarkan

tanggapan pribadi panelis yang penilaiannya berkisar antara 1 (amat sangat

tidak suka) sampai 9 (amat sangat suka).

Uji mutu hedonik adalah uji untuk menentukan tingkat karakteristik produk

minuman instan temulawak (warna, aroma, rasa, dan kekentalan) yang

paling disukai atau mendapat penerimaan terbesar berdasarkan tanggapan

pribadi panelis. Penilaian berkisar antara 1 – 9 dengan skala penilaian yang

disesuaikan dengan aspek produk yang dinilai, misal untuk warna, 1 (amat

sangat gelap) sampai 9 (amat sangat terang).

Kepatuhan/compliance adalah ukuran kemauan subjek untuk mengonsumsi

minuman instan temulawak selama masa intervensi (14 hari) sesuai

dengan kesepakatan yang telah dibuat antara peneliti dan subjek.

Serbuk ekstrak temulawak adalah serbuk hasil ekstrak temulawak yang

digunakan untuk penelitian dengan kandungan bahan aktif kurkumin

sebesar 0.70% b/b dan xanthorrhizol sebesar 1.89% b/b. Banyaknya

serbuk temulawak yang diberikan pada subjek per hari sebesar 400 mg.

Minuman instan temulawak adalah minuman instan dengan berat 13.24 gram

yang dikembangkan dari serbuk ekstrak temulawak sebesar 400 mg

ditambah dengan pemanis (gula tepung dan sukralosa), garam, asam sitrat,

dan bahan pengisi (maltodekstrin).

Fungsi imun tubuh adalah penilaian terhadap imun tubuh yang diukur dari

jumlah dan persentase populasi limfosit total, limfosit T/sel T serta

subsetnya (CD4 dan CD8), limfosit B/sel B, dan sel NK) dengan metode

flow cytometri.

Page 58: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

41  

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Survei Pengetahuan Orang Dewasa tentang Manfaat Kesehatan Temulawak Karakteristik subjek survei pengetahuan

Pemilihan subjek yang terlibat dalam kegiatan survei pengetahuan tentang

manfaat kesehatan temulawak dilakukan dengan pertimbangan bahwa

pengetahuan akan sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan sehingga

subjek dikelompokkan menjadi subjek dengan tingkat pendidikan tinggi dan

subjek dengan tingkat pendidikan rendah. Selain itu, dari setiap kelompok tingkat

pendidikan, subjek terbagi lagi berdasarkan jenis kelaminnya, yaitu subjek laki-

laki dan perempuan sehingga berdasarkan kelompok tingkat pendidikan dan jenis

kelamin, jumlah dan persentase subjek jadi berimbang. Jumlah subjek yang

terpilih sebanyak 79 orang. Jumlah ini sudah lebih dari jumlah minimum subjek

yaitu sebanyak 72 orang yang terbagi menjadi 18 orang untuk setiap jenis kelamin

dan kelompok tingkat pendidikan. Berdasarkan jenis kelaminnya, terdapat 40

subjek laki-laki dan 39 subjek perempuan sedangkan berdasarkan kelompok

tingkat pendidikannya terdapat 40 subjek yang tergolong memiliki tingkat

pendidikan tinggi dan 39 subjek memiliki tingkat pendidikan rendah.

Seluruh subjek yang terlibat dalam penelitian ini termasuk dalam kategori

dewasa dengan rata-rata umurnya 37.7 ± 10.8 tahun. Rata-rata umur subjek laki-

laki adalah 36.6 ± 9.6 tahun sedangkan subjek perempuan rata-rata berumur 38.9

± 12.0 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikannya, sebanyak 26.6% subjek

memiliki pendidikan sampai perguruan tinggi, 24.1% berpendidikan SMU, 30.4%

berpendidikan SLTP, dan 19.0% berpendidikan SD.

Secara keseluruhan, sebagian besar subjek (74.7%) memiliki jumlah

anggota rumahtangga antara 3 – 5 orang sedangkan yang memiliki jumlah

anggota rumahtangga kurang dari atau sama dengan 2 orang hanya 4 subjek

(5.1%). Subjek yang memiliki anggota rumahtangga kurang dari atau sama

dengan 2 orang kemungkinan merupakan subjek yang belum menikah dan

pendatang sehingga hanya tinggal sendiri. Proporsi ini tidak berubah jika subjek

dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, yaitu subjek terbanyak memiliki

jumlah anggota rumahtangga 3 – 5 orang, berikutnya subjek yang memiliki

Page 59: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

42  

 

jumlah anggota rumahtangga lebih dari 5 orang dan yang paling sedikit adalah

subjek dengan jumlah anggota keluarga kurang dari atau sama dengan 2 orang.

Sebagian besar subjek (46.8%) memiliki besar pendapatan antara 0.5 – 1

juta. Jika dikelompokkan berdasarkan jenis kelaminnya, maka pada subjek laki-

laki (65.0%) sebagian besar memiliki pendapatan 0.5 – 1 juta sedangkan pada

kelompok subjek perempuan sebagian besar (38.5%) memiliki pendapatan kurang

dari 0.5 juta. Pendapatan yang diukur dalam penelitian ini merupakan pendapatan

yang diterima dari pekerjaan utama saja sehingga kemungkinan besar pendapatan

subjek yang sesungguhnya lebih dari ini. Data lengkap mengenai berbagai

karakteristik subjek disajikan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Karakteristik subjek survei pengetahuan tentang manfaat kesehatan

temulawak

Karakteristik subjek Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Kelompok Umur 19 – 29 tahun 30 – 49 tahun 50 – 64 tahun Total

11 24 5

40

27.5 60.0 12.5 100

9

21 9

39

23.1 53.8 23.1 100

20 45 14 79

25.3 57.0 17.7 100

Rata-rata ± SD 36.6 ± 9.6 38.9 ± 12.0 37.7 ± 10.8 Tingkat Pendidikan SD SLTP SMU Perguruan Tinggi Total

0

20 11 9

40

0.0

50.0 27.5 22.5 100

15 4 8

12 39

38.5 10.3 20.5 30.8 100

15 24 19 21 79

19.0 30.4 24.1 26.6 100

Anggota Rumahtangga ≤ 2 orang 3 – 5 orang >5 orang Total

3

31 6

40

7.5

77.5 15.0 100

1

28 10 39

2.6

71.8 25.6 100

4

59 16 79

5.1

74.7 20.3 100

Rata-rata ± SD 4.5 ± 1.7 4.8 ± 1.9 4.6 ± 1.8 Pendapatan per bulan < 0.5 juta 0.5 – 1 juta 1 – 2 juta >2 juta Total

5

26 2 7

40

12.5 65.0 5.0

17.5 100

15 11 5 8

39

38.5 28.2 12.8 20.5 100

20 37 7

15 79

25.3 46.8 8.9

19.0 100

Pengalaman mengonsumsi temulawak

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa secara keseluruhan,

persentase subjek yang pernah mengonsumsi temulawak lebih besar (74.7%)

dibandingkan dengan yang tidak pernah (25.3%). Penggunaan temulawak lebih

Page 60: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

43  

 

banyak diantara subjek perempuan (87.2%) dibandingkan pada subjek laki-laki

yang hanya 62.5% saja. Hal ini konsisten dengan berbagai penelitian sebelumnya

yang menunjukkan bahwa perempuan yang mengonsumsi jamu atau obat

tradisional lebih banyak dibandingkan laki-laki (Gitawati & Handayani 2008;

Balitbangkes 2010; Kennedy 2005; Tanaka et al. 2008).

Pengalaman subjek terkait dengan konsumsi temulawak yang berikutnya

dikaji dalam survei adalah mengenai rutinitas konsumsinya. Bagi subjek yang

menyatakan pernah mengonsumsi temulawak maka informasi yang dikaji

diperdalam dengam menanyakan mengenai rutinitas konsumsinya, bentuk

temulawak yang biasa dikonsumsi, tempat memperoleh temulawak, tingkat

kesulitan mendapat temulawak, serta tujuan mengonsumsinya sedangkan bagi

subjek yang menyatakan mengonsumsi temulawak secara rutin maka informasi

yang diperdalam adalah informasi tentang frekuensi konsumsi, manfaat yang

dirasakan, bentuk temulawak yang biasa dikonsumsi, tujuan mengonsumsi, serta

bentuk produk baru temulawak yang diharapkan jika diproduksi.

Dari 59 subjek yang menyatakan pernah mengonsumsi temulawak, hanya

16 subjek (10 laki-laki dan 6 perempuan) saja yang menyatakan mengonsumsi

temulawak secara rutin. Bentuk temulawak yang biasa dikonsumsi oleh sebagian

besar subjek (55.9%) adalah bentuk minuman, baik berupa minuman kemasan

maupun hasil merebus sendiri. Tempat terbanyak bagi subjek untuk memperoleh

temulawak adalah pasar tradisional (50.8%) dan penjaja/tukang jamu keliling

(25.4%). Hampir seluruh subjek menyatakan bahwa temulawak ini tidak sulit

untuk diperoleh, jadi di pasar tradisional ataupun warung, temulawak selalu

tersedia baik yang sudah dalam bentuk minuman maupun rimpang yang nantinya

akan diolah sendiri untuk dijadikan minuman. Selain itu, subjek juga menyatakan

bahwa hampir setiap penjaja jamu keliling menyediakan jamu temulawak.

Tujuan sebagian besar subjek (72.9%) mengonsumsi temulawak adalah

untuk menjaga kesehatan. Subjek yang menggunakan temulawak untuk tujuan

pengobatan hanya sebesar 15.2% dan sisanya (11.9%) mengonsumsi temulawak

dengan tujuan untuk meningkatkan nafsu makan serta ada pula yang menyatakan

hanya sekedar ingin mencoba. Hasil ini cukup sejalan dengan penelitian Kennedy

(2005) yang menyebutkan bahwa tujuan penggunaan jamu dan obat tradisional

Page 61: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

44  

 

yang terbesar adalah untuk menjaga kesehatan. Data lengkap mengenai

pengalaman subjek dalam mengonsumsi temulawak disajikan pada Tabel 5 dan

Tabel 6.

Tabel 5 Sebaran subjek berdasarkan pengalaman mengonsumsi temulawak

Peubah Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Pernah mengonsumsi temulawak Ya, pernah Tidak pernah Total

25 15 40

62.5 37.5 100

34 5

39

87.2 12.8 100

59 20 79

74.7 25.3 100

Rutinitas mengonsumsi temulawak Ya, rutin Tidak rutin Total1

10 15 25

40.0 60.0 100

6 28 34

17.6 82.4 100

16 43 59

27.1 72.9 100

Bentuk temulawak yang biasa dikonsumsi Minuman Bagian dari bumbu masak Jamu Obat/kapsul Lainnya2 Total1

14 1

10 0 0

25

56.0 4.0

40.0 0 0

100

19 0

10 1 4

34

55.9 0

29.4 2.9

11.8 100

33 1

20 1 4

59

55.9 1.7

33.9 1.7 6.8 100

Tempat memperoleh temulawak Tanaman sendiri Pasar tradisional/warung Supermarket Toko obat Penjaja Lainnya3 Total1

0 17 2 2 4 0

25

0 68.0 8.0 8.0

16.0 0

100

2 13 2 0

11 6

34

5.9 38.2 5.9 0

32.4 17.6 100

2 30 4 2

15 6

59

3.4 50.8 6.8 3.4

25.4 10.2 100

Tingkat kesulitan memperoleh temulawak Ya, sulit Tidak sulit Total1

6 19 25

24.0 76.0 100

3 31 34

8.8 91.2 100

9 50 59

15.3 84.7 100

Tujuan mengonsumsi temulawak Menjaga kesehatan Upaya pengobatan Lainnya4 Total1

20 4 1

25

80.0 16.0 4.0 100

23 5 6

34

67.6 14.7 17.6 100

43 9 7

59

72.9 15.2 11.9 100

Keterangan: 1Dari 59 subjek yang menyatakan pernah mengonsumsi temulawak. 2Bentuk temulawak lainnya yang biasa dikonsumsi adalah perpaduan dari berbagai bentuk sebelumnya yang telah disebutkan oleh subjek. 3Tempat lainnya yang dinyatakan oleh subjek untuk mendapatkan temulawak adalah tanaman di sekitar rumah (milik tetangga) dan perpaduan dari berbagai sumber sebelumnya yang telah disebutkan oleh subjek. 4Tujuan lainnya yang dinyatakan oleh subjek untuk adalah hanya sekedar ingin mencoba, ingin meningkatkan nafsu makan, dan perpaduan dari berbagai tujuan sebelumnya yang telah disebutkan oleh subjek.

Page 62: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

45  

 

Pada subjek yang mengonsumsi temulawak secara rutin diketahui bahwa

frekuensi konsumsi yang paling banyak adalah antara 4 – 8 kali per bulan serta

manfaat terbanyak yang dirasakan dari konsumsi temulawak secara rutin adalah

tubuh terasa lebih segar. Tujuan sebagian besar subjek yang rutin mengonsumsi

temulawak adalah untuk menjaga kesehatan dengan bentuk terbanyak yang biasa

dikonsumsi adalah minuman. Bentuk produk baru dari temulawak yang

diharapkan oleh sebagian besar kelompok subjek yang mengonsumsi temulawak

secara rutin adalah minuman instan.

Tabel 6 Sebaran subjek yang mengonsumsi temulawak secara rutin

Peubah Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Frekuensi mengonsumsi temulawak (per bulan) < 4 kali 4 – 8 kali > 8 kali Total

5 3 2

10

50.0 30.0 20.0 100

0 6 0 6

0 100

0 100

5 9 2

16

31.2 56.3 12.5 100

Manfaat yang dirasakan Tubuh terasa lebih segar Nafsu makan meningkat Jarang sakit Lainnya* Total

5 2 2 1

10

50.0 20.0 20.0 10.0 100

1 2 1 2 6

16.7 33.3 16.7 33.3 100

6 4 3 3

16

37.5 25.0 18.8 18.8 100

Bentuk temulawak yang biasa dikonsumsi Minuman Jamu Total

7 3

10

70.0 30.0 100

5 1 6

83.3 16.7 100

12 4

16

75.0 25.0 100

Tujuan mengonsumsi temulawak Menjaga kesehatan Upaya pengobatan kesehatan dan pengobatan Total

7 2 1

10

70.0 20.0 10.0 100

5 1 0 6

83.3 16.7

0 100

12 3 1

16

75.0 18.8 6.2 100

Bentuk produk baru temulawak yang diinginkan Minuman instan Permen/camilan Jamu Obat/kapsul Total

7 1 1 1

10

70.0 10.0 10.0 10.0 100

3 1 2 0 6

50.0 16.7 33.3

0 100

10 2 3 1

16

62.5 12.5 18.8 6.2 100

Keterangan: *Manfaat lainnya yang dirasakan subjek yaitu tubuh lebih segar, jarang sakit dan sakit maagnya sembuh (pada subjek laki-laki) dan tubuh segar serta tidak cepat lesu (subjek perempuan).

Informasi yang terkait dengan harapan subjek terhadap pengembangan

temulawak sebagai pangan fungsional yang ditelusuri dalam penelitian adalah

Page 63: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

46  

 

mengenai bentuk produk pangan baru berbahan baku temulawak, kesediaan

subjek untuk mengonsumsi produk baru berbahan baku temulawak, dan alasan

subjek menerima produk baru tersebut. Data ini disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran subjek berdasarkan harapan terhadap pengembangan produk

baru berbahan baku temulawak

Peubah Laki-laki Perempuan Total n % n % n %

Bentuk produk baru temulawak yang diinginkan Minuman instan Permen/camilan Jamu Obat/kapsul Total

15 12 8 5

40

37.5 30.0 20.0 12.5 100

18 11 10 0

39

46.2 28.2 25.6

0 100

33 23 18 5

79

41.8 29.1 22.8 6.3 100

Kesediaan mengonsumsi produk baru dari temulawak Bersedia Tidak bersedia Total

38 2

40

95.0 5.0 100

35 4

39

89.7 10.3 100

73 6

79

92.4 7.6 100

Alasan untuk menerima produk baru temulawak Rasa khas temulawak Manfaat kesehatan Total*

3 35 38

7.9 92.1 100

2 33 35

5.7 94.3 100

5 68 74

6.8 93.2 100

Keterangan: *Dari 73 subjek yang menyatakan bersedia untuk mengonsumsi produk baru dari temulawak

Sebagian besar subjek (41.8%) menginginkan bentuk produk baru yang

dikembangkan dari temulawak adalah berbentuk minuman instan. Bentuk lain

yang juga cukup banyak diinginkan oleh subjek adalah berbentuk cemilan atau

permen. Sebanyak 92.4% subjek menyatakan bersedia untuk mengonsumsi

produk baru tersebut dengan alasan yang terbanyak adalah karena manfaat

kesehatan yang terkandung di dalamnya.

Adanya harapan dan kesediaan subjek untuk mengonsumsi produk baru

berbahan temulawak bisa jadi menunjukkan adanya peningkatan sikap positif

terhadap temulawak. Peningkatan sikap positif terhadap temulawak juga dapat

disebabkan oleh berbagai faktor lain seperti adanya ketidakpuasan terhadap

pelayanan kesehatan konvensional, peningkatan biaya pelayanan kesehatan

konvensional, adanya efek plasebo karena berbagai testimoni/pernyataan positif

dari pengguna yang lain (Kennedy 2005), anjuran dari praktisi kesehatan

konvensional, serta karena adanya rasa ketertarikan untuk mencoba (Tanaka et al.

2008).

Page 64: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

47  

 

Sumber informasi manfaat kesehatan temulawak

Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa hampir seluruh subjek (96.2%)

mengetahui bahwa temulawak memiliki manfaat kesehatan. Jika dikelompokkan

berdasarkan jenis kelamin, maka diketahui bahwa seluruh subjek perempuan

(100%) dan 92.5% subjek laki-laki menyatakan tahu bahwa temulawak memiliki

manfaat kesehatan. Jadi hanya ada 3 subjek yang menyatakan tidak tahu bahwa

temulawak memiliki manfaat kesehatan dan semuanya adalah subjek laki-laki.

Adanya pengetahuan mengenai manfaat kesehatan pada temulawak kemungkinan

diantaranya adalah karena pengalaman mengonsumsi. Hasil penelitian lain yang

dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa perempuan yang mengonsumsi

tanaman obat (dalam bentuk jamu) jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan

laki-laki (Gitawati & Handayani 2008; Balitbangkes 2010; Kennedy 2005;

Tanaka, Gryzlak, Zimmerman, Nisly, & Wallace 2008) dan temulawak

merupakan tanaman obat terbanyak ketiga yang digunakan (39.6%) setelah jahe

dan kencur (Balitbangkes 2010). Oleh karena itu tidak mengherankan jika

perempuan lebih banyak yang mengetahui bahwa temulawak bermanfaat bagi

kesehatan dibandingkan laki-laki. Data lengkap yang menyatakan bahwa subjek

mengetahui temulawak memiliki manfaat kesehatan serta sumber informasinya

disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Subjek yang menyatakan tahu bahwa temulawak memiliki manfaat

kesehatan dan sumber informasinya

Peubah Laki-laki Perempuan Total n % n % n %

Tahu bahwa temulawak bermanfaat untuk kesehatan Ya, tahu Tidak tahu Total

37 3

40

92.5 7.5 100

39 0

39

100.0

0 100

76 3

79

96.2 3.8 100

Sumber informasi tentang manfaat kesehatan temulawak* Koran/majalah (media cetak) Radio Televisi Keluarga/teman Lainnya** Total

8 2 3

18 6

37

21.6 5.4 8.1

48.6 16.2 100

4 0 5

24 6

39

10.2 0

12.8 61.5 15.4 100

12 2 8

42 12 76

15.8 2.6

10.5 55.3 15.8 100

Keterangan: * Berasal dari 76 subjek yang menyatakan tahu bahwa temulawak bermanfaat untuk kesehatan. ** Sumber informasi lainnya yang dinyatakan oleh subjek yaitu dokter, internet, penjual jamu, bungkus/kemasan jamu, seminar, jurnal ilmiah, serta gabungan dari berbagai sumber yang telah disebutkan oleh subjek lainnya.

Page 65: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

48  

 

Sumber informasi mengenai manfaat kesehatan temulawak yang terbanyak

(55.3%) bagi seluruh subjek adalah dari keluarga/teman. Sumber informasi

berikutnya setelah keluarga/teman adalah dari media cetak dan sumber informasi

lainnya (masing-masing sebesar 15.8%), berikutnya televisi (10.5%) dan yang

paling sedikit dari radio (2.6%).

Informasi mengenai manfaat kesehatan temulawak dari radio memiliki

persentase paling rendah kemungkinan karena saat ini masyarakat lebih banyak

menonton televisi dibandingkan dengan mendengarkan radio. Sumber informasi

manfaat kesehatan temulawak berikutnya yang cukup besar adalah media cetak

dan media lainnya karena media cetak ini mencakup majalah, koran, tabloid,

maupun buku sedangkan media lainnya mencakup internet, bungkus/kemasan

jamu, jurnal ilmiah, seminar, informasi dari dokter, serta gabungan dari berbagai

media tersebut. Kedua kategori ini memiliki persentase yang lebih besar daripada

radio dan televisi sebenarnya karena banyaknya jenis sumber informasi yang

tercakup dalam kedua kelompok media tersebut.

Sumber informasi manfaat kesehatan temulawak yang lebih banyak dari

keluarga/teman sesuai dengan penggunaannya selama ini dalam pengobatan

tradisional. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kuntorini (2005), Karo-Karo

(2009), dan Hendarini (2011) yang menunjukkan bahwa informasi mengenai

tanaman yang biasa digunakan dalam pengobatan tradisional paling banyak

bersumber dari keluarga/orang tua.

Pengetahuan manfaat kesehatan temulawak berdasarkan kepercayaan

Survei tingkat pengetahuan mengenai manfaat kesehatan temulawak

dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri atas 16 pertanyaan tentang

aspek manfaat kesehatan temulawak. Survei ini dilakukan hanya kepada 76 subjek

yang menyatakan tahu bahwa temulawak memiliki manfaat kesehatan. Kuesioner

untuk menilai pengetahuan manfaat kesehatan temulawak sebelumnya diuji

validitas serta relibilitas dan berdasarkan hasil pengujian tersebut diperoleh nilai

Cronbach’s Alpha sebesar 0.799. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan nilai r

tabel (0.497) pada taraf 5% sehingga kuesioner tersebut dinyatakan reliable. Hasil

uji validitas menunjukkan ada lima pertanyaan mengenai manfaat kesehatan

temulawak yang tidak valid (nilai korelasi lebih rendah dari pada nilai r tabel

Page 66: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

49  

 

korelasi product moment). Lima pertanyaan pengetahuan manfaat kesehatan

temulawak yang dinyatakan tidak valid adalah pertanyaan mengenai manfaat

temulawak untuk memperlancar buang air besar, manfaat temulawak untuk

menurunkan demam, manfaat temulawak dalam mengobati malaria, perbandingan

manfaat kesehatan temulawak dan ginseng, serta manfaat temulawak yang tidak

menyebabkan kegemukan karena nafsu makan menjadi tinggi.

Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa aspek manfaat kesehatan

temulawak yang paling banyak dijawab dengan benar oleh subjek adalah

mengenai manfaat temulawak untuk meningkatkan nafsu makan (93.4%) dan

manfaat temulawak untuk ketahanan tubuh (92.1%), sedangkan yang paling

sedikit dijawab benar adalah manfaat temulawak untuk mengobati penyakit ginjal

(32.9%) dan mengobati gatal-gatal atau eksim (32.9%). Kondisi tersebut tidak

jauh berbeda jika subjek dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin. Aspek

manfaat kesehatan temulawak yang lebih banyak diketahui oleh subjek

perempuan adalah tentang manfaat temulawak dalam mengembalikan kekejangan

otot setelah melahirkan. Sebanyak 74.4% subjek perempuan dapat menjawab

dengan benar pertanyaan ini sedangkan pada subjek laki-laki hanya 56.8% saja

yang menjawab dengan benar. Hal ini kemungkinan karena perempuan yang akan

atau pernah memanfaatkan temulawak untuk digunakan setelah persalinan

sehingga perempuan lebih banyak yang tahu dibandingkan laki-laki bahwa

temulawak juga dapat mengembalikan kekejangan otot setelah persalinan. Hal

tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Kuntorini (2005) yang menunjukkan

bahwa temulawak dimanfaatkan setelah persalinan oleh 30% masyarakat jawa dan

31.3% masyarakat Banjar (Kalimantan Selatan) meskipun tujuannya adalah untuk

membersihkan darah nifas, melancarkan peredaran darah, dan melancarkan haid.

Manfaat temulawak dalam meningkatkan nafsu makan dan meningkatkan

ketahanan tubuh merupakan manfaat kesehatan yang cukup dikenal masyarakat.

Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Kuntorini (2005) yang menunjukkan

bahwa pada masyarakat Jawa dan Banjar (Kalimantan Selatan), pemanfaatan

temulawak yang cukup besar diantaranya adalah untuk peningkatan nafsu makan

dan menjaga kondisi/ketahanan tubuh. Selain itu, keberadaan produk-produk

suplemen untuk perbaikan nafsu makan berbahan temulawak yang disertai dengan

Page 67: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

50  

 

gencarnya promosi produk tersebut juga turut memberi andil dalam

mempopulerkan manfaat temulawak sebagai peningkat nafsu makan dan menjaga

kondisi kesehatan tubuh. Data sebaran subjek yang mampu menjawab dengan

benar beberapa aspek manfaat kesehatan temulawak yang didasarkan pada

kepercayaan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran subjek yang mampu menjawab benar beberapa aspek manfaat

kesehatan temulawak yang didasarkan pada kepercayaan

Manfaat kesehatan temulawak Laki-laki Perempuan Totaln % n % n %

Meningkatkan nafsu makan 34 91.9 37 94.9 71 93.4Meningkatkan ketahanan tubuh 34 91.9 36 92.3 70 92.1Mempercepat proses penyembuhan luka 17 45.9 11 28.2 28 36.8Mengembalikan kekejangan otot setelah bersalin/melahirkan 21 56.8 29 74.4 50 65.8

Mengobati sakit maag 19 51.4 23 59.0 42 55.3Mengobati penyakit ginjal 12 32.4 13 33.3 25 32.9Mengobati sakit kencing 19 51.4 14 35.9 33 43.4Mengobati gatal-gatal atau eksim 10 27.0 15 38.5 25 32.9Mengobati peradangan dalam perut maupun kulit 23 62.2 20 51.3 43 56.6Mengobati sakit perut 23 62.2 27 69.2 50 65.8Mengobati sakit hati/penyakit kuning 20 54.1 24 61.5 44 57.9

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin diketahui

bahwa subjek perempuan memiliki rata-rata skor pengetahuan manfaat kesehatan

temulawak yang lebih tinggi (58.0 ± 25.8) dibandingkan dengan subjek laki-laki

(57.0 ± 28.3) meskipun skor tersebut masih dalam kategori kurang dari 60.

Meskipun demikian, hasil uji T saling bebas menunjukkan bahwa rata-rata skor

tersebut tidak berbeda nyata (p = 0.867) dan uji chi-square dengan selang

kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan

pengetahuan mengenai manfaat kesehatan temulawak (p > 0.05). Data lengkap

mengenai tingkat pengetahuan manfaat kesehatan temulawak berdasarkan jenis

kelamin disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran tingkat pengetahuan manfaat kesehatan temulawak subjek

berdasarkan jenis kelamin

Tingkat pengetahuan Laki-laki Perempuan Total

Uji beda n % n % n %

Kurang (skor < 60) Sedang (skor 60 – 80) Baik (skor > 80) Total

21 8 8

37

56.8 21.6 21.6 100

22 6

11 39

56.4 15.4 28.2 100

43 14 19 76

56.6 18.4 25.0 100

p = 0.867

Rata-rata ± SD 57.0 ± 28.3 58.0 ± 25.8 57.5 ± 26.9 Uji chi-square p = 0.694

Page 68: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

51  

 

Berdasarkan tingkat pendidikannya diketahui bahwa subjek yang berasal

dari kelompok tingkat pendidikan tinggi memiliki rata-rata skor pengetahuan

manfaat kesehatan temulawak yang lebih rendah (49.1 ± 26.3) dibandingkan

dengan subjek yang berasal dari kelompok pendidikan rendah (66.9 ± 24.5). Rata-

rata skor pengetahuan mengenai manfaat kesehatan temulawak pada subjek

kelompok pendidikan rendah sudah termasuk pada kategori sedang. Jika dicermati

lebih rinci juga diketahui bahwa pada kelompok subjek pendidikan rendah,

persentase subjek yang memiliki skor pengetahuan manfaat kesehatan temulawak

baik (> 80) lebih besar dibandingkan dengan dengan subjek kelompok pendidikan

tinggi sementara persentase subjek dengan skor pengetahuan kurang (< 60) lebih

kecil dibandingkan pada subjek kelompok pendidikan tinggi. Hasil uji chi-square

dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan ada hubungan antara tingkat

pendidikan dengan pengetahuan mengenai manfaat kesehatan temulawak (p <

0.05) dan hasil uji T saling bebas menunjukkan bahwa skor pengetahuan manfaat

kesehatan temulawak pada subjek berpendidikan tinggi dan subjek berpendidikan

rendah berbeda nyata (p = 0.003). Data lengkap mengenai tingkat pengetahuan

manfaat kesehatan temulawak berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada

Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran tingkat pengetahuan manfaat kesehatan temulawak subjek

berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat pengetahuan Tinggi Rendah Total

Uji beda n % n % n %

Kurang (skor < 60) Sedang (skor 60 – 80) Baik (skor > 80) Total

28 7 5

40

70.0 17.5 12.5 100

15 7

14 36

41.7 19.4 38.9 100

43 14 19 76

56.6 18.4 25.0 100

p = 0.003**

Rata-rata ± SD 49.1 ± 26.3 66.9 ± 24.5 57.5 ± 26.9 Uji chi-square p = 0.018*

Keterangan: *Berhubungan nyata pada α = 0.05 **Berbeda nyata pada α = 0.05

Data RISKESDAS 2010 menunjukkan bahwa konsumen jamu dan obat-

obatan tradisional lebih banyak pada kelompok pendidikan rendah (60%) daripada

kelompok pendidikan tinggi. Data tersebut mendukung hasil penelitian ini karena

informasi mengenai manfaat kesehatan temulawak yang kemungkinan diperoleh

dari pengalaman mengonsumsi dan lebih banyak didapat secara turun temurun

melalui keluarga tentu akan lebih banyak dimiliki oleh orang dewasa dengan

Page 69: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

52  

 

kemampuan sosial ekonomi menengah ke bawah dan tingkat pendidikan rendah

sementara kelompok orang dewasa dengan kemampuan sosial ekonomi menengah

ke atas dan tingkat pendidikannya tinggi akan mengakses pelayanan kesehatan

konvensional (dokter, klinik, dan rumah sakit). Hasil ini bertolak belakang jika

dibandingkan dengan hasil penelitian Kennedy (2005) maupun Tanaka et al.

(2008) di US yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara status

sosial ekonomi dengan penggunaan jamu atau obat tradisional. Hal ini

kemungkinan karena di negara maju pemahaman masyarakat terhadap jamu dan

obat tradisional sudah lebih baik sehingga penerimaan masyarakat (khususnya

dari kelompok pendidikan tinggi) jadi lebih positif.

Kemungkinan mengenai penyebaran pengetahuan manfaat kesehatan

temulawak yang didasarkan pada kepercayaan terjadi secara turun temurun

melalui keluarga serta melalui pengalaman diperkuat dengan lebih besarnya

persentase subjek yang memiliki tingkat pengetahuan baik (skor > 80) pada

kelompok subjek yang mengonsumsi temulawak secara rutin dibandingkan

dengan subjek yang tidak mengonsumsi temulawak secara rutin. Selain itu rata-

rata skor pengetahuan subjek yang mengonsumsi temulawak secara rutin juga

lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang tidak mengonsumsi secara rutin

meskipun tidak berbeda nyata (Tabel 12).

Tabel 12 Sebaran tingkat pengetahuan manfaat kesehatan temulawak subjek

berdasarkan rutinitas mengonsumsi temulawak

Tingkat pengetahuan Rutin Tidak Rutin Total

Uji beda n % n % n %

Kurang (skor < 60) Sedang (skor 60 – 80) Baik (skor > 80) Total

9 1 6

16

56.3 6.2 37.5 100

24 10 9

43

55.8 23.3 20.9 100

33 11 15 59

55.9 18.6 25.4 100

p = 0.459

Rata-rata ± SD 62.5 ± 23.9 56.6 ± 27.7 58.2 ± 26.6

Pengembangan Minuman Instan Temulawak

Pengembangan ekstrak temulawak dan analisis mutu

Temulawak yang digunakan untuk pembuatan minuman temulawak

berasal dari Kebun Percobaan Balittro, di Cicurug yang dipanen saat umur 10

bulan. Rimpang temulawak tersebut diproduksi dengan menerapkan SOP/Standart

Operational Practices budidaya temulawak (Rahardjo & Rostiana 2009),

Page 70: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

53  

 

sehingga bahan yang digunakan juga memenuhi kriteria standar Good

Agricultural Practices (GAP) dan Good Collection Pratices (GACP) sesuai

ketentuan WHO (2003).

Proses yang dilakukan setelah rimpang temulawak diperoleh adalah

pembuatan simplisia temulawak. Rimpang temulawak dicuci bersih dan dirajang

dengan ketebalan antara 7 – 8 mm kemudian dikeringkan. Rimpang yang telah

kering/simplisia diblender sehingga dihasilkan bubur temulawak. Selanjutnya ke

dalam bubur ditambahkan pelarut etanol 96% (1:5) kemudian diekstrak dengan

ekstraktor selama 4 jam. Selanjutnya bahan disaring menggunakan kertas saring

dan dihasilkan sari/filtrat yang selanjutnya diuapkan menggunakan alat rotavapor

sehingga dihasilkan ekstrak kental rimpang temulawak. Jumlah simplisia yang

digunakan dalam proses tersebut adalah sebanyak 12.25 kg sedangkan ekstrak

kental yang dihasilkan adalah sebanyak 2600 ml.

Pembuatan ekstrak kering temulawak dilakukan dengan menggunakan

spray dryer. Pada tahap ini, ekstrak kental diencerkan terlebih dulu dan

ditambahkan bahan pengisi (maltodekstrin). Pengenceran dan penambahan

maltodekstrin dilakukan terkait dengan kemampuan alat spray dryer yang

digunakan dan juga untuk memperbaiki terkstur ekstrak sebelum proses

pengeringan. Pengenceran ekstrak kental dilakukan dengan perbandingan 1:9

sedangkan maltodekstrin yang ditambahkan sebanyak 35% dari bahan encer.

Besarnya pengenceran dan maltodekstrin yang ditambahkan diketahui melalui

proses trial and error yang telah dilakukan sebelumnya. Perbandingan air dan

maltodekstrin sebanyak ini menghasilkan ekstrak kering terbaik yang ditandai

dengan bentuk ekstrak kering yang halus dan tidak melekatnya hasil ekstrak di

dinding alat spray dryer. Total ekstrak kering temulawak yang dihasilkan dari

proses ini adalah sebanyak 499.39 gram.

Proses pengenceran dilakukan secara bertahap (sebanyak lima kali) karena

terkait dengan kemampuan stirrer/pengaduk serta wadah untuk pencampuran

yang tersedia. Jadi setiap pengenceran terdiri atas 520 ml ekstrak kental

temulawak dan 4300 ml air (total volume cairan 5000 ml). Diasumsikan berat

jenis campuran tersebut adalah 1 sehingga berat maltodekstrin yang digunakan

adalah:

Page 71: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

54  

 

Berat maltodekstrin (5 kali pengenceran) =

Berdasarkan berbagai proses pengolahan yang dilakukan maka besarnya

rendemen dari ekstrak kering temulawak dapat diketahui dengan menggunakan

formula berikut :

Rendemen (%) =

=

= 2.38%

Pengamatan mutu pada simplisia dan ekstrak kering dilakukan untuk

memastikan bahwa bahan yang digunakan sesuai dengan standar serta

memastikan kandungan xanthorrhizol dalam ekstrak temulawak yang akan diuji

klinis. Uji laboratorium pengamatan mutu pada simplisia dan ekstrak kering

dilakukan oleh laboratorium Balittro, Kementerian Pertanian RI. Berdasarkan uji

mutu simplisia dan ekstrak kering yang telah dilakukan diketahui bahwa karakter

simplisia yang digunakan telah memenuhi persyaratan standar mutu simplisia

(Materia Medika Indonesia/MMI 1979). Data karakteristik hasil uji mutu

simplisia dan ekstrak kering temulawak disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Karakteristik simplisia dan ekstrak kering temulawak

Karakteristik HasilPengujian (%)

Metode pengujian Standar

Simplisia* Simplisia Ekstrak keringKadar air 5.99 4.0 Destilasi < 12 Kadar abu 4.59 0.43 SNI 01-3709-1995 3 – 7 Kadar abu tak larut asam

1.54 0 SNI 01-3709-1995 1.54

Kadar sari dalam air 17.21 78.35 Gravimetri 17.21 Kadar sari dalam alkohol

14.07 35.19 Gravimetri 14.07

Kadar kurkumin 1.45 0.70 Spektrophotometri 0.02 - 2 Kadar xanthorrhizol 1.02 1.89 HPLC - Keterangan : Laboratorium Balittro (2010) dan Standar * (MMI 1979)

Formulasi minuman instan temulawak

Jumlah ekstrak kering temulawak yang harus diberikan dalam intervensi

ditentukan berdasarkan jumlah xanthorrhizol yang harus diberikan. Hal ini

Page 72: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

55  

 

didasari dari penelitian Chung et al. (2007) bahwa pada orang yang obes terjadi

peradangan kronis yang perlu ditekan karena meningkatkan risiko terjadinya

penyakit infeksi dan hasil penelitian Lee et al. (2002) serta Kim et al. (2007) yang

menunjukkan bahwa xanthorrhizol yang terkandung dalam temulawak mampu

memberikan efek penurunan peradangan serta menginduksi aktivitas sistem imun.

Besarnya dosis xanthorrhizol yang dapat memberikan efek penekanan peradangan

didasarkan pada hasil penelitian Kertia et al. (2005). Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa jumlah minyak atsiri dalam temulawak yang dapat

memberikan efek penurunan inflamasi adalah sebesar 25 mg dengan kandungan

xanthorrhizol dalam minyak atsiri tersebut sebesar 27.64 ± 0.85%. Penelitian

terbaru yang dilakukan oleh Yulianti (2010) menunjukkan bahwa kandungan

xanthorrizol dalam minyak atsiri berkisar antara 1.26 – 42.82%.

Hasil penelitian Kertia et al. (2005) dan Yulianti (2010) digunakan sebagai

pendekatan dalam menentukan kandungan xanthorrhizol dalam minyak atsiri

temulawak, sehingga kandungan xantorrhizol dalam minyak atsiri menjadi:

Besarnya kandungan xanthorrhizol dalam kapsul penelitian Kertia et al. (2005)

berdasarkan pendekatan hasil penelitian Kertia et al. (2005) dan Yulianti (2010)

adalah:

Berdasarkan hasil uji mutu dan karakteristik yang telah dilakukan diketahui

bahwa kadar xanthorrhizol dalam ekstrak kering temulawak adalah 1.89%

(gram/100 gram). Jadi jumlah ekstrak kering temulawak agar mengandung 8.81

mg xanthorrhizol adalah sebesar:

Jumlah ini dikurangi menjadi 0.40 gram atau 400 mg untuk memperkuat

hipotesis bahwa meskipun diberikan dengan jumlah yang lebih rendah,

xanthorrhizol dalam minuman serbuk temulawak ini tetap mampu memberikan

efek penurunan inflamasi.

Page 73: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

56  

 

Berat ekstrak kering temulawak sebesar 0.4 gram/400 mg masih terlalu

kecil sehingga akan mempersulit pembagian dalam sachet dan juga proses

pengemasan. Jika melihat berbagai produk minuman instan yang sudah ada di

pasaran, maka beratnya berkisar antara 8 sampai 25 gram. Oleh karena itu untuk

minuman instan temulawak perlu ditambah dengan bahan pengisi yang terdiri atas

maltodekstrin dan perasa (pemanis, garam, dan asam sitrat).

Berat bahan pengisi untuk maltodekstrin, garam, dan asam sitrat yang

ditambahkan berturut-turut adalah 2 gram, 0.1% (per volume larutan), dan 0.3%

(per volume larutan). Pemanis yang ditambahkan terdiri atas gula tepung dan

sukralosa. Jumlah gula tepung dibatasi hanya 10 gram per sachet agar produk

minuman instan ini tetap dapat dikatakan rendah kalori (10 g gula tepung = 36.4

kkal). Suatu produk pangan dapat dikatakan sebagai produk rendah kalori jika

total energinya maksimal hanya 40 kkal per takaran saji (Commission Regulation

EU 2006). Sukralosa yang ditambahkan dibuat menjadi empat taraf, yaitu 10%,

15%, 20%, dan 25%. Berdasarkan komposisi tersebut maka formula minuman

instan temulawak yang akan diuji organoleptik menjadi empat formula dengan

rincian seperti yang disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Komposisi formula minuman instan temulawak

Komposisi Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4

Tepung temulawak (g) 0.4 0.4 0.4 0.4

Maltodekstrin (g) 2 2 2 2

Garam (0.10%; g) 0.2 0.2 0.2 0.2

Asam sitrat (0.30%; g) 0.6 0.6 0.6 0.6

Pemanis :

Gula (5%; g) 10 10 10 10

Sukralosa (pemanis 20%; g) 0.014 0.028 0.043 0.057

Berat (per kemasan; g) 13.214 13.228 13.243 13.257

Keterangan: Nilai % adalah persentase terhadap berat total minuman setelah ditambahkan air dalam anjuran (200 gram)

Uji organoleptik panelis umum

Uji organoleptik merupakan tanggapan pribadi tentang kesukaan atau

ketidaksukaan pada suatu produk yang diujikan yang disertai dengan tingkatannya

(nilai) (Hardinsyah et al. 2009). Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian

Page 74: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

57  

 

ini adalah uji tingkat kesukaan atau uji hedonik dan uji mutu hedonik produk

minuman instan temulawak yang dibuat dengan empat formula yang berbeda.

Uji organoleptik dengan panelis umum dilakukan pada parameter warna,

aroma, rasa, kekentalan, dan penampilan keseluruhan produk. Jumlah panelis

yang dilibatkan dalam uji ini sebanyak 32 orang yang terdiri atas 14 panelis laki-

laki dan 18 panelis perempuan.

Kriteria uji hedonik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

skala 1 - 9, yaitu 1 (amat sangat tidak suka), 2 (sangat tidak suka), 3 (tidak suka),

4 (agak tidak suka), 5 (biasa), 6 (agak suka), 7 (suka), 8 (sangat suka), dan 9 (amat

sangat suka). Selanjutnya untuk mengetahui besarnya persen penerimaan skala

tersebut dipersempit lagi hanya menjadi dua kategori yaitu menerima dan tidak

menerima. Tidak menerima jika nilainya 1 (amat sangat tidak suka) sampai 4

(agak tidak suka) dan dikategorikan menerima jika nilainya 5 (biasa) sampai 9

(amat sangat suka).

a. Warna

Produk minuman instan temulawak sebenarnya berbentuk serbuk dalam

kemasan sachet yang jika akan dikonsumsi dilarutkan terlebih dulu dalam 200 ml

air. Pada saat uji organoleptik dilakukan, produk yang disajikan kepada panelis

sudah berbentuk minuman yang berwarna kuning. Warna kuning pada minuman

instan temulawak disebabkan karena kandungan pigmen warna kurkuminoid

(Istafid 2006; Sembiring, Ma’mun, & Ginting 2006), yang merupakan unsur non

zat gizi yang berwarna kuning dan bersifat aromatik, sehingga dalam bidang

pangan dapat digunakan sebagai pewarna makanan dan minuman.

Gambar 9 Persen penerimaan terhadap warna produk hasil organoleptik dengan panelis umum

Page 75: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

58  

 

Warna merupakan salah satu parameter organoleptik utama yang dapat

menentukan mutu suatu produk pangan. Berdasarkan uji hedonik yang telah

dilakukan diketahui bahwa yang paling diterima oleh panelis adalah warna produk

yang dibuat dengan Formula 2. Warna produk ini diterima oleh 81.3% panelis.

Hasil uji hedonik terhadap warna minuman instan temulawak disajikan pada

gambar 9.

Berdasarkan uji ANOVA untuk parameter warna diketahui bahwa

kesukaan panelis terhadap keempat produk minuman instan temulawak tersebut

berbeda nyata (p = 0.01), dan hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa dari

keempat produk minuman tersebut penerimaan panelis untuk Formula 1 dan 2

berbeda nyata dengan penerimaan terhadap Formula 3 dan 4. Hasil uji statistik

lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.

b. Aroma

Aroma merupakan salah satu kriteria yang penting bagi konsumen dalam

memilih produk pangan yang disukai. Jika aroma suatu bahan pangan/makanan

semakin enak maka konsumen juga akan semakin menyukai produk pangan

tersebut (Winarno 2002; Hardinsyah et al. 2009). Berdasarkan alasan tersebut

maka uji hedonik untuk parameter aroma minuman instan temulawak dilakukan.

Produk minuman instan temulawak memiliki aroma segar serta

menyengat/tajam yang khas yang disebabkan karena kandungan kurkuminoid

(Istafid 2006; Sembiring, Ma’mun, & Ginting 2006). Berdasarkan uji hedonik

yang telah dilakukan diketahui bahwa yang memiliki persen penerimaan paling

besar adalah produk dengan Formula 2 dan Formula 4, yaitu sama-sama diterima

oleh 59.4% panelis. Hasil uji hedonik terhadap aroma minuman instan temulawak

disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Persen penerimaan terhadap aroma produk hasil organoleptik dengan panelis umum

Page 76: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

59  

 

Berdasarkan uji ANOVA untuk parameter aroma diketahui bahwa

kesukaan panelis terhadap keempat produk minuman instan temulawak tersebut

tidak berbeda nyata (p = 0.779) dan karena tidak berbeda nyata maka uji lanjut

Duncan tidak dilakukan. Hasil uji statistik lebih lengkap dapat dilihat pada

Lampiran 4.

c. Rasa

Rasa adalah parameter selain aroma yang akan sangat menentukan

penerimaan suatu produk pangan pada konsumen (Hardinsyah et al. 2009).

Meskipun suatu produk memiliki aroma yang menarik tetapi apabila rasanya tidak

disukai maka akan membuat produk tersebut sulit diterima (Suharyono 2007).

Oleh karena itu, penilaian terhadap rasa suatu produk pangan menjadi sangat

penting karena tidak jarang rasa yang akan menentukan penerimaan akhir

konsumen terhadap produk pangan tersebut.

Hasil uji hedonik terhadap rasa minuman instan temulawak menunjukkan

bahwa yang memiliki persen penerimaan terbesar adalah produk yang dibuat

dengan Formula 4 (diterima oleh 81.3% panelis) sedangkan yang memiliki persen

penerimaan terendah adalah produk dengan Formula 1 (diterima oleh 25%

panelis). Data lebih lengkap mengenai persen penerimaan terhadap rasa minuman

instan temulawak disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Persen penerimaan terhadap rasa produk hasil organoleptik dengan panelis umum

Page 77: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

60  

 

Berdasarkan uji kesukaan diketahui bahwa sebagian besar panelis lebih

menyukai produk dengan rasa yang cenderung manis dari pada rasa tajam/pahit.

Rasa pahit pada produk minuman instan temulawak ini juga disebabkan karena

kurkuminoid dan kadar kurkuminoid yang masih layak atau dapat ditoleransi yaitu

antara 0.0737% sampai 0.0746% (Istafid 2006).

Uji ANOVA untuk parameter rasa diketahui bahwa kesukaan panelis

terhadap keempat produk minuman instan temulawak tersebut berbeda nyata (p =

0.000) dan hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa dari keempat produk

minuman tersebut penerimaan panelis untuk Formula 1 dan 4 berbeda nyata

sedangkan antara Formula 3 dan 4 tidak berbeda nyata. Hasil uji statistik lebih

lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.

Hasil ini memperkuat uji organoleptik dengan panelis terbatas yang telah

dilakukan sebelumnya bahwa yang memiliki kemungkinan terbesar untuk

diterima dan dikonsumsi adalah produk dengan Formula 3 dan 4. Perbedaan hasil

antara uji organoleptik dengan panelis terbatas dan umum kemungkinan karena

perbedaan kelompok umur dan kebiasaan yang akan mempengaruhi preferensi

rasa produk pangan. Rasa produk dengan Formula 4 cenderung lebih manis

dibandingkan produk Formula 3 karena kadar pemanis yang lebih besar.

d. Kekentalan

Produk minuman instan diharapkan memiliki tingkat kekentalan yang

lebih rendah dari pada produk sirup karena perbedaan kepekatan zat terlarut di

dalamnya. Hal ini melatarbelakangi perlunya pengujian organoleptik untuk

parameter kekentalan minuman instan.

Berdasarkan uji hedonik yang telah dilakukan diketahui bahwa yang

memiliki persen penerimaan paling besar adalah produk dengan Formula 1 yaitu

diterima oleh 78.1% panelis. Hasil uji hedonik terhadap kekentalan minuman

instan temulawak disajikan pada gambar 12.

Berdasarkan uji ANOVA untuk parameter kekentalan diketahui bahwa

kesukaan panelis terhadap keempat produk minuman instan temulawak tersebut

tidak berbeda nyata (p = 0.123) dan karena tidak berbeda nyata maka uji lanjut

Duncan tidak dilakukan. Hasil uji statistik lebih lengkap dapat dilihat pada

Lampiran 4.

Page 78: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

61  

 

Gambar 12 Persen penerimaan terhadap kekentalan produk hasil organoleptik dengan panelis umum

e. Keseluruhan

Penilaian keseluruhan merupakan penilaian gabungan atau hasil akumulasi

yang diberikan oleh panelis terhadap suatu produk pangan berdasarkan berbagai

penilaian mutu hedonik sebelumnya. Jadi jika pada penilaian mutu hedonik

sebelumnya (warna, aroma, rasa, dan kekentalan) panelis menyatakan suka maka

daya terimanya juga akan baik. Data hasil uji hedonik untuk penilaian keseluruhan

minuman instan temulawak dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Persen penerimaan terhadap penampilan keseluruhan produk hasil organoleptik dengan panelis umum

Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa yang memiliki persen penerimaan

tertinggi adalah produk dengan Formula 4. Poduk ini diterima oleh 62.5% panelis.

Uji ANOVA untuk penilaian keseluruhan menunjukkan bahwa kesukaan panelis

terhadap keempat produk minuman instan temulawak tersebut tidak berbeda nyata

(p = 0.212) Hasil uji statistik lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.

Page 79: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

62  

 

Berdasarkan uji organoleptik ini diketahui bahwa meskipun produk

dengan Formula 4 memiliki persen penerimaan tertinggi tetapi sebenarnya tidak

berbeda nyata dengan formula yang lain, sehingga untuk keperluan intervensi

perlu dilakukan uji organoleptik dengan panelis terbatas yang memiliki

karakteristik mendekati karakteristik sasaran intervensi (kelompok dewasa).

Formula produk yang akan digunakan dalam intervensi ditentukan berdasarkan

pertimbangan hasil uji organoleptik dengan panelis terbatas dan panelis umum.

f. Uji mutu hedonik

Uji mutu hedonik dilakukan pada minuman instan temulawak dengan

formula yang paling disukai, yaitu pada formula 3 dan 4. Hasil uji mutu hedonik

menunjukkan bahwa penilaian mutu untuk formula 3 dan 4 ini hampir sama.

Secara sederhana dapat dilihat dari Gambar 14 yang menunjukkan grafik radar

formula 3 dan 4 yang saling berhimpitan. Berdasarkan hasil uji mutu hedonik

yang telah dilakukan diketahui bahwa warna yang disukai dari minuman instan

temulawak yaitu kuning terang khas temulawak. Aroma yang disukai adalah

aroma khas temulawak yang tidak terlalu tajam, kepekatan cairan yang disukai

adalah yang cenderung encer, sedangkan rasa yang disukai adalah yang tidak

terlalu manis.

Gambar 14 Penilaian mutu hedonik terhadap parameter warna, aroma, kekentalan, dan rasa minuman instan temulawak

Kuning terang khas temulawak

Cenderung encer/cair

Tidak terlalu manis

Aroma khas temulawak yang tidak terlalu tajam

Page 80: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

63  

 

Berdasarkan hasil uji organoleptik panelis terbatas dan panelis umum

maka formula minuman instan temulawak yang terpilih untuk digunakan dalam

uji klinis adalah formula 3 dengan berat yang berat tiap sachetnya adalah sebesar

13.24 gram.

Uji organoleptik panelis terbatas

Uji organoleptik dengan panelis terbatas dilakukan hanya pada parameter

rasa produk. Uji ini dilakukan untuk memperkuat/mengonfirmasi hasil uji

organoleptik yang dilakukan dengan panelis umum. Jumlah panelis yang

dilibatkan dalam uji ini hanya 7 (tujuh) orang yang seluruhnya merupakan

anggota tim peneliti beserta asisten. Berdasarkan hasil organoleptik yang telah

dilakukan diketahui bahwa produk yang paling banyak diterima adalah produk

dengan formula 3 (pemanis 20%). Produk yang memiliki persen penerimaan

tertinggi adalah produk dengan Formula 3, dengan persen penerimaan sebesar

85.7%. Hasil analisis secara deskriptif berdasarkan uji yang telah dilakukan

disajikan pada Gambar 15 berikut.

Gambar 15 Persen penerimaan produk hasil organoleptik dengan panelis terbatas

Gambar 16 Minuman instan temulawak dengan formula terpilih

Page 81: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

64  

 

Besarnya persen penerimaan dari uji organoleptik yang telah dilakukan

menjadi dasar untuk menentukan formula produk minuman instan temulawak

yang digunakan dalam uji klinis. Berdasarkan hasil tersebut maka ditentukan

bahwa formula 3 (pemanis 20%) merupakan formula minuman instan temulawak

yang digunakan dalam uji klinis dengan foto produk disajikan pada Gambar 16.

Uji Klinis Minuman Instan Temulawak Pelaksanaan uji klinis

Ada beberapa faktor yang terkait dengan keberhasilan penelitian yang

menggunakan desain kuasi eksperimental (pre dan post test desain) atau dalam hal

ini uji klinis minuman instan temulawak untuk peningkatan limfosit tubuh. Pada

desain penelitian sudah dipertimbangkan berbagai hal, termasuk dalam pemilihan

subjek, metode pengukuran untuk minimalisasi bias, formulasi minuman instan

temulawak, sampai dengan upaya penjaminan kepatuhan subjek, meskipun

hasilnya terkadang tidak selalu seperti yang diformulasikan pada hipotesis.

Menurut Yu dan Ohlund (2010) kesesuaian hipotesis dengan hasil penelitian

dengan desain kuasi eksperimental (pre dan post test desain) diantaranya

dipengaruhi oleh: 1) jangka waktu intervensi, 2) metode pengukuran yang

digunakan, 3) tingkat kepatuhan atau compliance, dan 4) keberadaan peubah

pengganggu atau confounding factor yang tidak terkontrol karena tidak adanya

pengacakan dan kelompok kontrol.

Minuman instan temulawak yang telah dikembangkan diberikan pada

subjek untuk diminum setiap hari selama dua minggu/14 hari berturut-turut.

Pertimbangan lama waktu intervensi selama dua minggu dan dosis 400 mg/hari

ekstrak temulawak didasarkan pada dosis dan lama waktu yang memberikan efek

penurunan inflamasi (Kertia et al. 2005). Berat minuman instan temulawak yang

diberikan untuk setiap subjek per hari adalah 13.24 gram. Setiap subjek akan

mengonsumsi serbuk temulawak ini yang sebelumnya dilarutkan terlebih dulu

dalam 200 ml air dingin untuk menghindari kerusakan bahan aktif (xanthorrhizol).

Yulianti (2010) menyatakan bahwa xanthorrhizol memiliki sifat sensistif terhadap

panas dan peningkatan suhu akan mengakibatkan terjadinya kerusakan terhadap

xanthorrhizol.

Page 82: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

65  

 

Jumlah subjek yang ditentukan dalam desain di awal penelitian dengan

mempertimbangkan adanya subjek yang drop out (tambahan 20%) adalah

sebanyak 24 orang. Jumlah subjek yang terkumpul saat kegiatan penjelasan awal

dan intervensi hari pertama hanya sebanyak 21 orang dan jumlah ini bertahan

sampai kegiatan uji klinis berakhir sehingga total subjek untuk uji klinis menjadi

21 orang yang terdiri atas tujuh subjek laki-laki dan 14 subjek perempuan. Jumlah

ini (21 subjek) masih lebih besar dari jumlah subjek minimum yang ditetapkan

dalam desain (20 subjek).

Subjek mengonsumsi minuman instan temulawak yang dibagikan setiap

pagi hari di tempat kerja subjek (gedung Rektorat IPB). Saat pembagian minuman

instan yang dilakukan pagi hari, ada subjek yang tidak dapat ditemui langsung

karena sedang tidak ada di tempat/masih dalam perjalanan. Minuman instan

temulawak bagi subjek tersebut dititipkan kepada subjek lain yang ruang/tempat

kerjanya berdekatan untuk memudahkan dan memastikan diterima serta diminum

oleh subjek. Penjaminan kepatuhan subjek dilakukan dengan mengupayakan agar

minuman instan temulawak langsung diminum di depan peneliti saat baru

dibagikan. Selain itu disediakan pula form kepatuhan (compliance) yang

dibagikan kepada seluruh subjek. Harun, Putra, Chair, dan Sastroasmoro (2008)

menyebutkan bahwa kepatuhan subjek diantaranya dipengaruhi oleh lamanya

intervensi, sifat bahan yang diintervensikan (rasa, jumlah, efek samping), biaya,

penjelasan sebelum intervensi, sikap dan cara pendekatan terhadap subjek lokasi,

dan karakteristik subjek. Ketidakpatuhan subjek dalam uji klinis minuman instan

temulawak ini dapat diminimalkan dengan pemberian pengertian mengenai tujuan

dan cara penelitian, penjelasan dosis dan cara konsumsi minuman instan

temulawak, serta pengawasan khususnya saat intervensi dilaksanakan.

Hasil pengamatan selama kegiatan intervensi menunjukkan bahwa seluruh

subjek (100%) patuh mengonsumsi minuman instan temulawak dan sebagian

besar (81.0%) meminumnya pagi hari saat baru dibagikan. Seluruh subjek

mengonsumsi minuman instan temulawak dalam waktu yang teratur. Tingkat

kepatuhan subjek tinggi dalam uji klinis ini tinggi sehingga dampak minuman

instan temulawak terhadap uji klinis tidak dipengaruhi oleh rendahnya tingkat

Page 83: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

66  

 

kepatuhan. Sebaran subjek berdasarkan waktu mengonsumsi minuman instan

temulawak disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Sebaran subjek berdasarkan waktu mengonsumsi minuman serbuk

temulawak

Waktu Laki-laki Perempuan Total n % n % n %

Pagi Siang Sore Total

6 0 1 7

85.1 0

14.3 100

11 3 0

14

78.6 21.4

0 100

17 3 1

21

81.0 14.3 4.7 100

Briawan (2008) menyatakan bahwa kepatuhan merupakan faktor penting

dalam kegiatan penelitian intervensi dan metode penjaminan kepatuhan dengan

pengawasan langsung serta pencatatan laporan (self reported) sudah cukup

banyak digunakan oleh peneliti lain.

Karakteristik subjek uji klinis

Subjek yang terlibat dalam kegiatan uji klinis minuman instan temulawak

untuk peningkatan limfosit tubuh dipilih berdasarkan kriteria inklusi berusia

dewasa dan memiliki status gizi obes. Jumlah subjek yang terlibat sampai

kegiatan uji klinis selesai adalah sebanyak 21 orang yang terdiri atas tujuh subjek

laki-laki dan 14 subjek perempuan. Berdasarkan rata-rata umurnya, antara subjek

laki-laki dan perempuan tidak berbeda nyata dan secara keseluruhan rata-rata

umur subjek adalah 44.1 ± 6.4 tahun dengan subjek yang paling muda berumur 29

tahun sedangkan yang paling tua berumur 54 tahun. Data sebaran subjek

berdasarkan kelompok umurnya disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Sebaran subjek uji klinis berdasarkan kelompok umur

Kelompok umur Laki-laki Perempuan Total

Uji beda n % n % n %

19 – 29 tahun 30 – 49 tahun 50 – 64 tahun Total

0 7 0 7

0 100 0

100

1 8 5

14

7.1 57.1 35.7 100

1 15 5

21

4.8 71.4 23.8 100

p = 0.732

Rata-rata ± SD 43.6 ± 2.1 44.4 ± 7.9 44.1 ± 6.5

Penentuan status gizi subjek uji klinis dilakukan dengan menggunakan

IMT. Selain itu dilakukan pula pengukuran lingkar pinggang dan panggul

sehingga bisa diketahui status obesitas sentral (berisiko mengalami penyakit

Page 84: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

67  

 

degeneratif) pada subjek yang terlibat dalam uji klinis. Hal ini dilakukan untuk

memastikan bahwa subjek yang terlibat memang benar-benar mengalami

kelebihan berat badan serta memiliki akumulasi lemak yang tinggi di bagian

rongga abdomen sebagai penyebab berbagai komplikasi dan gangguan

metabolisme dalam tubuh (Septina, Purba, & Hartriyanti 2010). Berdasarkan nilai

IMT, diketahui bahwa seluruh subjek sudah terkategori obes (IMT > 27.0) dengan

IMT subjek yang paling rendah sebesar 27.7. Rata-rata IMT untuk seluruh subjek

adalah 31.1 ± 2.3 sedangkan jika dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, maka

rata-rata IMT pada subjek laki-laki sebesar 30.5 ± 2.3 dan pada subjek perempuan

sebesar 31.5 ± 2.3. Seluruh subjek juga sudah terkategori mengalami obesitas

sentral dengan risiko penyakit degeneratif tinggi dengan rata-rata RLPP sebesar

0.9 ± 0.1. Data lengkap mengenai sebaran subjek berdasarkan IMT dan RLPP

disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17 Sebaran subjek uji klinis berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan

rasio lingkar pinggang panggul (RLPP)

Kategori status gizi subjek Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Indeks Massa Tubuh/IMT (kg/m2) 27 – 29.9 ≥ 30 Total

3 4 7

42.9 57.1 100

5 9

14

35.8 64.2 100

8 13 21

38.1 61.9 100

Rata-rata ± SD 30.5 ± 2.3 31.5 ± 2.3 31.1 ± 2.3

Rasio lingkar pinggang panggul/RLPP* Risiko sedang Risiko tinggi Total

2 5 7

28.6 71.4 100

0

14 14

0

100 100

2

19 21

9.5

90.5 100

Rata-rata ± SD 1.0 ± 0.1 0.9 ± 0.0 0.9 ± 0.1

Keterangan: *Laki-laki, risiko sedang jika RLPP ≤ 0.90; risiko tinggi jika RLPP > 0.90 sedangkan perempuan, risiko sedang jika RLPP ≤ 0.80; risiko tinggi jika RLPP > 0.80 (Sumber: Septina, Purba, Hartriyanti 2010)

Jumlah total sel limfosit sebelum dan setelah intervensi

Total sel limfosit merupakan gabungan dari jumlah sel T, sel B, dan sel

NK. Pada tubuh manusia limfosit diproduksi di sumsum tulang, kelenjar timus,

limpa, kelenjar getah bening (tersebar sepanjang pembuluh darah), dan amandel

(Vander, Sherman, & Luciano 1998). Berdasarkan hasil uji Kolmogorov-Smirnov

diketahui bahwa data jumlah limfosit baik sebelum intervensi maupun setelah

Page 85: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

68  

 

21

fase

4500

4000

3500

3000

2500

2000

1500

Lim

fosi

t Tot

al

intervensi tersebar normal (p > 0.05), meskipun jika dilihat sekilas pada grafik

box-plot (Gambar 17) seolah data cenderung menyebar ke atas/skew positif,

terutama pada saat sebelum intervensi. Pada grafik box-plot dapat diketahui

bahwa tidak ada subjek yang memiliki jumlah limfosit ekstrim (sangat kecil

maupun sangat besar) baik sebelum dilakukan intervensi maupun setelah

intervensi.

Gambar 17 Sebaran jumlah total sel limfosit subjek sebelum dan setelah intervensi Rata-rata jumlah total sel limfosit sebelum intervensi adalah sebesar

2773.4 ± 660.8 sel/µL dengan selang antara 1677 – 4161 sel/µL. Setelah

intervensi minuman instan temulawak selama 14 hari, ada peningkatan rata-rata

jumlah total sel limfosit sebesar 100.3 sel/µL atau ada peningkatan sebesar 3.6%,

sehingga rata-rata total sel limfosit menjadi 2874.2 ± 755.4 sel/µL dengan selang

antara 1734 – 4254 sel/µL. Hasil uji beda T berpasangan dengan nilai α = 5%

menunjukkan bahwa peningkatan total sel limfosit setelah intervensi tidak

signifikan (p = 0.370). Data lengkap mengenai jumlah rata-rata dan selisih/Δ total

sel limfosit antara sebelum dan setelah intervensi disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Jumlah total sel limfosit subjek sebelum dan setelah intervensi

Fase Rata-rata ± SD Uji beda Sebelum intervensi (sel/µL) 2773.9 ± 660.8

p = 0.370 Setelah intervensi (sel/µL) 2874.2 ± 755.4 Selisih/Δ (sel/µL) 100.3 ± 101.2 % Selisih (%Δ) 3.6

Sebelum intervensi Setelah intervensi

1500

2500

3500

4500

3000

2000

40004161

4254

Sel/µL

2797 2813

23062166

3119

3511

1734 1677

Page 86: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

69  

 

Baratawidjaja dan Rengganis (2009) menyatakan bahwa pembentukan sel

limfosit (sebagai bagian dari sel darah putih) pada manusia telah dimulai sejak

janin dalam yolk sac berusia beberapa minggu. Pada tahap awal tersebut, sel induk

hematopoietik kemudian berdiferensiasi menjadi sel eritroid primitif yang

mengandung hemoglobin yolk sac. Sel induk hematopoietik bermigrasi dari yolk

sac ke hati janin dan selanjutnya mengkolonisasi limpa. Proses hematopoiesis

yang terjadi pada kedua organ tersebut berlangsung saat janin berusia tiga sampai

dengan tujuh bulan. Setelah itu, proses diferensiasi sel hematopoietik akan

dilakukan dalam sumsum tulang dan berlangsung terus menerus (sel matang

diproduksi dengan kecepatan yang sama dengan kematiannya).

Peningkatan jumlah limfosit setelah intervensi minuman instan temulawak

selama 14 belas hari yang tidak signifikan kemungkinan terjadi karena apoptosis

atau kematian sel yang terprogram sebagai bagian dari proses hematopiesis.

Proses apoptosis memiliki peran penting dalam mempertahankan jumlah

progenitor hematopoietik yang benar untuk eritrosit serta berbagai jenis leukosit

dan setiap sel memiliki masa hidup yang berbeda. Sebagai gambaran, berbagai

limfosit memiliki masa hidup antara satu hari (neutrofil) dan ada yang sampai 20

– 30 tahun untuk beberapa sel T (Baratawidjaja & Rengganis 2009).

Penelitian Nieman, Henson, Nehlsen-Cannarella, Ekkens, Utter,

Butterworth, dan Fagoaga (1999) serta Womack, Tien, Feldman, Shin, Fennie,

Anastos et al. (2007) menunjukkan bahwa peningkatan berat badan berhubungan

dengan peningkatan jumlah limfosit, CD4, CD8, dan jumlah leukosit. Pada

penelitian Nieman et al. (1999) diketahui bahwa rata-rata orang obes memiliki

jumlah limfosit 2110 sel/µL sedangkan hasil penelitian Womack et al. (2007)

menunjukkan bahwa median total limfosit orang obes adalah 2064 sel/µL. Rata-

rata (2773.9 sel/µL) maupuan median (2797 sel/µL) total limfosit subjek sebelum

intervensi pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Womack

et al. (2007). Jumlah total limfosit sebelum intervensi sudah terkategori tinggi

juga kemungkinan menjadi penyebab tidak signifikannya peningkatan jumlah

total limfosit setelah intervensi.

Jumlah dan persentase sel T serta subsetnya sebelum dan setelah intervensi

Sel T atau timosit (CD3) merupakan bagian dari limfosit yang berkembang

di kelenjar timus. Sel T yang masih belum matang dipersiapkan di dalam timus

Page 87: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

70  

 

21

fase

3000

2500

2000

1500

1000

Sel

T (

abs

)

21

fase

80

70

60

50

40

Se

l T (

%)

untuk memperoleh reseptor dan sel T hanya dapat menjadi matang jika

reseptornya tidak berintegrasi dengan peptida sel tubuh sendiri (self antigen)

karena akan mengalami apoptosis. Diferensiasi sel T berhubungan dengan petanda

permukaannya dan hasil diferensiasi ini akan menghasilkan sel T helper (Sel

Th/sel CD4) dan sel T sitotoksis (Sel Tc/sel CD8) (Baratawidjaja & Rengganis

2009). Berdasarkan hasil uji Kolmogorov-Smirnov diketahui bahwa data jumlah

dan persentase sel T sebelum maupun setelah intervensi tersebar normal (p >

0.05). Ilustrasi pada box-plot (Gambar 18) menunjukkan bahwa ada peningkatan

jumlah dan persentase sel T setelah intervensi minuman instan temulawak.

Gambar 18a menunjukkan bahwa jumlah sel T baik sebelum maupun

setelah intervensi cenderung menyebar ke atas/skew positif sedangkan pada

Gambar 18b, persentase sel T sebelum dan sesudah intervensi cenderung

menyebar ke bawah/skew negatif. Perbedaan ini terjadi karena nilai persentase sel

T merupakan nilai perbandingan antara jumlah sel T dengan jumlah total limfosit

sehingga untuk sel T dapat dinotasikan juga dengan CD3+/CD45+. Hal yang sama

juga berlaku untuk sel lain yang merupakan bagian dari limfosit. Perbedaan

sebaran antara data jumlah dan persentase sel T memiliki makna yang sama jika

dikaitkan dengan intervensi minuman instan temulawak yang diberikan.

Intervensi minuman instan temulawak meningkatkan jumlah dan persentase sel T.

Berdasarkan grafik box-plot juga dapat diketahui bahwa intervensi minuman

instan temulawak tidak menyebabkan peningkatan jumlah dan persentase sel T

yang ekstrim.

(a) (b)

Gambar 18 Sebaran jumlah (a) dan persentase sel T (b) sebelum dan setelah intervensi

Sebelum intervensi Setelah intervensi Sebelum intervensi Setelah intervensi

%Sel/µL 65.0 64.0

1698 1585

78.0

44.0 42.0

79.0

1048

3020 3113

959

55.0 57.0

68.0

73.0

1405 1435

2150 2282

1000

1500

2000

2500

3000

80

70

60

50

40

Page 88: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

71  

 

Rata-rata jumlah sel T sebelum intervensi adalah sebesar 1746.2 ± 569.9

sel/µL dengan selang antara 1048 – 3020 sel/µL. Rata-rata jumlah sel T sebelum

intervensi pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata

jumlah sel T subjek obes penelitian Nieman et al. (1999) yang nilainya adalah

1560 ± 430.0 sel/µL namun lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai referensi

(rata-rata sel T subjek normal) yang besarnya 2092 ± 905 sel/µL (Dhaliwal et al.

1995). Setelah intervensi minuman instan temulawak selama 14 hari, terjadi

peningkatan rata-rata jumlah sel T sebesar 112.9 sel/µL atau ada peningkatan

sebesar 6.5%, sehingga rata-rata sel T menjadi 1859.1 ± 682.3 sel/µL dengan

selang antara 959 – 3113 sel/µL. Jika dilihat persentasenya maka pemberian

minuman instan temulawak meningkatkan persentase sel T sebesar 1.4%.

Hasil uji beda T berpasangan dengan nilai α = 5% pada jumlah sel T

menunjukkan bahwa peningkatan sel T setelah intervensi sebesar 112.9 sel/µL

merupakan peningkatan yang tidak signifikan (p = 0.162) sedangkan jika dilihat

berdasarkan nilai persentasenya maka pemberian minuman instan temulawak

memberikan peningkatan yang signifikan (p = 0.034). Data lengkap mengenai

jumlah dan persentase rata-rata serta selisih/Δ sel T antara sebelum dan setelah

intervensi disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19 Jumlah dan persentase sel T subjek sebelum dan setelah intervensi

Fase Rata-rata ± SD Uji beda Jumlah sel T (sel/µL)

p = 0.162 Sebelum intervensi 1746.2 ± 569.9 Setelah intervensi 1859.1 ± 682.3 Selisih (Δ) 112.9 ± 119.3 % Selisih (%Δ) 6.5

Persentase sel T (%)

p = 0.034 Sebelum intervensi 62.5 ± 9.9 Setelah intervensi 63.9 ± 11.1 Selisih (Δ) 1.4 ± 2.8 % Selisih (%Δ) 2.2

a. Sel CD4

Sel CD4 atau disebut juga sel Th atau sel T inducer merupakan subset sel

T yang diperlukan dalam induksi respon imun terhadap antigen asing. Sel CD4

yang berproliferasi dan berdiferensiasi akan berkembang menjadi sel Th1 dan sel

Page 89: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

72  

 

21

fase

2000

1500

1000

500

CD

4+ (

abs)

21

fase

60

50

40

30

20

CD

4+ (

%)

Th2 yang akan mensintesis sitokin (protein yang berperan dalam inflamasi dan

sebagai mediator utama komunikasi antar sel sistem imun) dan juga mengaktifkan

fungsi sel imun lain seperti sel CD8, sel B, makrofag (sel sistem imun yang hidup

dalam jaringan), dan sel NK (Baratawidjaja & Rengganis 2009). Berdasarkan

hasil uji Kolmogorov-Smirnov diketahui bahwa data jumlah dan persentase sel

CD4 sebelum maupun setelah intervensi tersebar normal (p > 0.05). Ilustrasi pada

box-plot (Gambar 19) menunjukkan bahwa intervensi minuman serbuk

temulawak selama 14 hari mampu meningkatkan jumlah dan persentase sel CD4.

Gambar 19 menunjukkan bahwa jumlah dan persentase sel CD4

mengalami peningkatan setelah intervensi minuman serbuk temulawak selama 14

hari. Grafik box-plot jumlah sel CD4 cenderung menyebar ke atas/skew positif

sedangkan jika dilihat pada persentasenya, maka ada pergeseran dari yang semula

menyebar ke bawah menjadi menyebar ke atas/skew positif. Berdasarkan data

pada grafik box-plot juga dapat diketahui bahwa tidak ada peningkatan jumlah

dan persentase sel CD4 yang ekstrim dari intervensi minuman serbuk temulawak

selama 14 hari.

(a) (b)

Gambar 19 Sebaran jumlah (a) dan persentase sel CD4 (b) sebelum dan setelah intervensi

Rata-rata jumlah sel CD4 sebelum intervensi adalah sebesar 990.0 ± 285.7

sel/µL dengan selang antara 593 – 1551 sel/µL. Rata-rata maupun median jumlah

sel CD4 sebelum intervensi pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan

dengan rata-rata dan median jumlah sel CD4 subjek obes penelitian Nieman et al.

Sebelum intervensi Setelah intervensi Sebelum intervensi Setelah intervensi

20

30

40

50

602000

1500

1000

500

Sel/µL  %

986 982

1178

1339

763 798

593 489

1963

1551 50.0

56.0

24.0 22.0

34.0

37.0

29.0 31.0

44.0 46.0

Page 90: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

73  

 

(1999) dan Womack et al. (2007) yang nilainya berturut-turut adalah 1060.0 ±

320.0 sel/µL dan 995.0 sel/µL. Rata-rata jumlah dan persentase sel CD4 ini juga

lebih rendah dibandingkan dengan nilai referensi (rata-rata sel CD4 subjek

normal) yang besarnya berturut-turut 1052 ± 526 sel/µL dan 33.2 ± 8.5%

(Dhaliwal et al. 1995). Setelah intervensi minuman serbuk instan temulawak

selama 14 hari, rata-rata jumlah dan persentase sel CD4 meningkat dan bahkan

jadi lebih tinggi dibandingkan dengan nilai referensi. Peningkatan yang terjadi

adalah sebesar 88.9 sel/µL atau meningkat sebesar 9.0%. Jika berdasarkan

persentasenya (CD3+CD4+/CD45+) maka diketahui bahwa pemberian minuman

instan temulawak meningkatkan persentase sel CD4 sebesar 1.5%.

Hasil uji beda T berpasangan dengan nilai α = 5% menunjukkan bahwa

peningkatan persentase sel CD4 setelah intervensi sebesar 1.5% merupakan

peningkatan yang signifikan (p = 0.045). Data lengkap mengenai jumlah dan

persentase rata-rata serta selisih/Δ sel CD4 antara sebelum dan setelah intervensi

disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20 Jumlah dan persentase sel CD4 subjek sebelum dan setelah intervensi

Fase Rata-rata ± SD Uji beda Jumlah sel CD4 (sel/µL)

p = 0.092 Sebelum intervensi 990.0 ± 285.7 Setelah intervensi 1078.8 ± 399.9 Selisih (Δ) 88.9 ± 96.1 % Selisih (%Δ) 9.0

Persentase sel CD4 (%)

p = 0.045 Sebelum intervensi 36.1 ± 8.4 Setelah intervensi 37.6 ± 9.5 Selisih (Δ) 1.5 ± 1.6 % Selisih (%Δ) 4.1

b. Sel CD8

Sel CD8 merupakan salah satu subset sel T yang memiliki fungsi utama

untuk menyingkirkan sel terinfeksi virus, menghancurkan sel ganas dan sel histoin

kompatibel (protein penting yang akan membentuk rangkaian DNA) yang

menimbulkan penolakan pada transplantasi, menghancurkan sel yang terinfeksi

bakteri intraselular, serta memacu produksi sitokin pada Th1 dan Th2

(Baratawidjaja & Rengganis 2009). Berdasarkan hasil uji Kolmogorov-Smirnov

diketahui bahwa data jumlah dan persentase sel CD8 sebelum maupun setelah

Page 91: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

74  

 

21

fase

1600

1400

1200

1000

800

600

400

200

CD

8+

(ab

s)

10

21

fase

40

30

20

10

CD

8+ (

%)

intervensi tersebar normal (p > 0.05). Ilustrasi pada box-plot (Gambar 20)

menunjukkan bahwa intervensi minuman serbuk temulawak selama 14 hari tidak

meningkatkan jumlah dan persentase sel CD8.

Berdasarkan data pada Gambar 20a diketahui jumlah sel CD8 sebelum

intervensi cenderung menyebar ke bawah/skew negatif dengan ada satu nilai

ekstrim (1551 sel/µL) sedangkan setelah intervensi, data jumlah sel cenderung

menyebar ke atas/skew positif dengan nilai median yang sama (605 sel/µL).

Penilaian dengan menggunakan persentase sel CD8 (CD3+CD8+/CD45+) juga

menunjukkan hal yang sama, hanya tanpa nilai ekstrim bahkan dengan selang

minimum – maksimum yang juga menurun, semula 10 – 37% menjadi 9 – 34%.

Jumlah dan persentase sel CD8 yang semakin menurun pada subjek obes diduga

berkaitan dengan tingginya kerusakan oksidatif pada orang obes karena

keberadaan jaringan adiposit yang berlebih (Nieman et al. 1999), peradangan

kronis yang menyebabkan sistem imun tidak berfungsi normal, dan adanya

resistensi insulin pada orang obesitas sehingga akhirnya menghambat pematangan

sel CD8 (Strandberg 2009). Jumlah sel CD8 yang sangat tinggi bisa terjadi pada

subjek yang mengalamai obesitas tingkat parah/morbid obese atau jika

berdasarkan IMT maka nilainya lebih dari 30 kg/m2 (Womack et al. 2007).

Setelah ditelusuri maka diketahui bahwa nilai ekstrim untuk jumlah sel CD8

sebelum intervensi (1551 sel/µL) berasal dari subjek yang memiliki nilai IMT

32.05 kg/m2 dan kategori status gizi menurut RLPP tergolong sangat berisiko.

(a) (b)

Gambar 20 Sebaran jumlah (a) dan persentase sel CD8 (b) sebelum dan setelah intervensi

Sebelum intervensi Setelah intervensi Sebelum intervensi Setelah intervensi

Sel/µL  %

605

832

463

247

947

1551

605

815

415

235

22.0

28.0

19.0

10.0

22.0

25.0

16.0

9.0 10

20

1600

1000

800

600

200

400

1400

1200 30

40

1347

37.0 34.0

Page 92: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

75  

 

Rata-rata jumlah sel CD8 sebelum intervensi adalah sebesar 659.5 ± 303.2

sel/µL dengan selang antara 247 – 947 sel/µL. Rata-rata maupun median jumlah

sel CD8 sebelum intervensi pada penelitian ini masih lebih tinggi jika

dibandingkan dengan rata-rata dan median jumlah sel CD8 subjek obes penelitian

Nieman et al. (1999) dan Womack et al. (2007) yang nilainya berturut-turut

adalah 510.0 ± 220.0 sel/µL dan 487.5 sel/µL. Meskipun demikian, hasil ini

konsisten dengan penelitian Nieman et al (1999) yang menyatakan bahwa jumlah

CD8 pada orang obes lebih sedikit dibandingkan dengan orang normal yang

nilainya rata-rata 965 ± 470 sel/µL atau 30.2 ± 7.8% (Dhaliwal et al. 1995).

Intervensi minuman instan temulawak selama 14 hari tidak meningkatkan

jumlah dan persentase sel CD8 dan. Ada penurunan jumlah sel CD8 setelah

intervensi sebesar 43.9 sel/µL atau menurun sebesar 6.7%. Jika berdasarkan

persentasenya (CD3+CD8+/CD45+) maka diketahui bahwa setelah pemberian

minuman instan temulawak selama 14 hari ada penurunan persentase sel CD8

sebesar 2.2% dan penurunan ini signifikan (p = 0.001) pada nilai α = 5%. Data

lengkap mengenai jumlah dan persentase rata-rata serta selisih/Δ sel CD8 antara

sebelum dan setelah intervensi disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21 Jumlah dan persentase sel CD8 subjek sebelum dan setelah intervensi

Fase Rata-rata ± SD Uji beda Jumlah sel CD8 (sel/µL)

p = 0.110 Sebelum intervensi 659.5 ± 303.2 Setelah intervensi 615.6 ± 279.4 Selisih (Δ) -43.9 ± 44.1 % Selisih (%Δ) -6.7

Persentase sel CD8 (%)

p = 0.001 Sebelum intervensi 23.1 ± 7.1 Setelah intervensi 20.9 ± 6.1 Selisih (Δ) -2.2 ± 2.2 % Selisih (%Δ) -9.7

Peningkatan jumlah serta persentase sel T serta sel CD4 setelah intervensi

minuman instan temulawak yang mengandung bahan aktif kurkumin dan

xanthorrhizol selama 14 hari (Gambar 19 dan Tabel 20) diduga terjadi melalui

mekanisme yang diperantarai oleh nuclear factor-kappa B (NF-kB). Penelitian

sebelumnya yang telah dilakukan oleh Kim, Kim, Shim, dan Hwang (2007)

menunjukkan bahwa bahan aktif dalam temulawak (kurkumin dan xanthorrhizol)

Page 93: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

76  

 

mampu menginduksi kerja sistem imun melalui jalur NF-kB. Baratawidjaja dan

Rengganis (2009) menyebutkan bahwa NF-kB merupakan protein yang penting

dalam proses transkripsi banyak gen baik yang diperlukan untuk respon imun

bawaan/innate maupun respon imun adaptif/spesifik. Jadi NF-kB akan dapat

bergerak aktif dan mencapai nucleus/inti sel lalu segera mengaktifkan proses

transkripsi beberapa gen tertentu yang diperlukan untuk respon imun (Abbas &

Lichtman 2004). Selain itu, NF-kB juga berperan dalam memicu peradangan akut

yang merupakan respon khas imunitas nonspesifik dengan tujuan untuk eradikasi

bahan atau mikroorganisme pada tahap awal (Baratawidjaja & Rengganis 2009).

Hasil intervensi yang tidak mampu meningkatkan jumlah dan persentase

sel CD8 diduga karena adanya variasi yang tinggi pada jumlah dan persentase sel

CD8 subjek. Jadi ada beberapa subjek yang sejak awal sudah memiliki jumlah dan

persentase sel CD8 yang tinggi. Kondisi ini kemungkinan dipicu karena

keberadaan leptin yang tinggi pada orang obes (Oliveros & Villamor 2008).

Leptin merupakan protein berbentuk heliks yang disekresi jaringan lemak dan

bekerja terhadap reseptor permukaan nukleus ventromedial hipotalamus untuk

mengendalikan nafsu makan dan meningkatkan penggunaan energi jika

penimbunan lemak meningkat (Lamas, Marty, & Martinez 2002; Baratawidjaja &

Rengganis 2009). Leptin juga berfungsi sebagai aktivator sistem imun meskipun

mekanismenya masih belum jelas (Lamas, Marty, & Martinez 2002). Fungsi

leptin sebagai aktivator sistem imun diantaranya adalah dengan memicu aktivasi

sel T serta mengendalikan diferensiasi sel T melalui respon sel Th1 sehingga

akhirnya mempengaruhi keseimbangan komposisi sel T (Matarese 2000; Gomez,

Lago, Gomez-Reino, Dieguez, & Gualillo 2009)

Jumlah dan persentase sel B sebelum dan setelah intervensi

Sel B merupakan bagian dari sel limfosit yang sebagian besar (50%)

mengalami pematangan di sumsum tulang, lalu sepertiga bagian berasal dari

kelenjar getah bening, dan kurang dari 1% berasal dari timus. Banyaknya sel B

berkisar antara 5 – 25% dari limfosit (Baratawidjaja & Rengganis 2009;

Strandberg 2009). Berdasarkan hasil uji Kolmogorov-Smirnov diketahui bahwa

data jumlah dan persentase sel B sebelum maupun setelah intervensi tersebar

normal (p > 0.05). Ilustrasi pada box-plot (Gambar 21) menunjukkan bahwa

Page 94: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

77  

 

21

fase

700

600

500

400

300

200

100

Sel

B (

abs

)

33

31

27

26

23

21

fase

20

18

16

14

12

10

8

6

Sel

B (

%)

23

27

intervensi minuman serbuk temulawak selama 14 hari tidak meningkatkan jumlah

maupun persentase sel B.

Berdasarkan data pada Gambar 21a diketahui jumlah sel B sebelum

intervensi cenderung menyebar ke atas/skew positif dengan nilai median 367

sel/µL sedangkan setelah intervensi, data jumlah sel cenderung menyebar ke

bawah/skew negatif dengan nilai median lebih rendah (308 sel/µL) serta ada

beberapa nilai outlier dan ekstrim. Penilaian dengan menggunakan persentase sel

B (CD19+/CD45+) juga menunjukkan hal yang sama, nilai median yang semula

14% turun menjadi 11%.

Penelitian Nieman et al. (1999) menunjukkan bahwa pada subjek obes,

terjadi penurunan fungsi sel B. Penurunan fungsi sel B diduga diduga berkaitan

dengan penurunan kapasitas limfosit untuk berproliferasi (diantaranya sel B)

karena aktivasi mitogen yang terhambat (Kimura, Tanaka, Isoda, Sekigawa,

Yamakawa, & Sekihara 1998) yang juga mengakibatkan jumlah sel B dalam

tubuh orang obes menjadi rendah. Selain itu, adanya jaringan adiposit berlebih

pada orang obes yang menyebabkan peradangan kronis juga diduga menyebabkan

sistem imun (termasuk dalam proliferasi dan diferensiasi sel B) menjadi tidak

normal (Strandberg 2009).

(a) (b)

Gambar 21 Sebaran jumlah (a) dan persentase sel B (b) sebelum dan setelah intervensi

Rata-rata jumlah sel B sebelum intervensi adalah sebesar 388.1 ± 121.3

sel/µL dengan selang antara 171 – 659 sel/µL sedangkan setelah intervensi rata-

ratanya menjadi 328.4 ± 97.5 sel/µL dengan selang antara 190 – 338 sel/µL. Rata-

Sebelum intervensi Setelah intervensi Setelah intervensi Sebelum intervensi

200

100

300

400

500

600

700 20

18

16

14

12

10

8

6

%Sel/µL 

659

461

367

301

171 149 190

279 308 338

457

530

 

12.0

14.0

18.0

20.0

8.0

10.0 11.0 12.0

7.0

16.0

17.0

Page 95: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

78  

 

rata jumlah sel B sebelum dan setelah intervensi pada penelitian ini masih lebih

tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata jumlah sel B subjek obes penelitian

Nieman et al. (1999) yang besarnya adalah 250.0 ± 110.0 sel/µL. Meskipun

demikian, rata-rata jumlah sel B sebelum dan setelah intervensi masih lebih

rendah jika dibandingkan dengan nilai referensinya yang nilainya adalah 414 ±

283 sel/µL (Dhaliwal et al. 1995). Jika dilihat berdasarkan persentasenya

(CD19+/CD45+) maka diketahui bahwa setelah intervensi persentase sel B juga

masih lebih rendah dibandingkan dengan nilai referensinya.

Hasil uji beda T berpasangan pada nilai α = 5% menunjukkan bahwa

jumlah dan persentase sel B setelah intervensi minuman instan temulawak selama

14 hari menurun signifikan (p < 0.05). Terjadi penurunan rata-rata jumlah sel B

sebesar 59.8 sel/µL atau sebesar 15.4% setelah intervensi sedangkan jika dilihat

menggunakan nilai persentasenya (CD19+/CD45+) maka ada penurunan

persentase sel B sebesar 2.6%. Data lengkap mengenai jumlah dan persentase

rata-rata serta selisih/Δ sel B antara sebelum dan setelah intervensi disajikan pada

Tabel 22.

Tabel 22 Jumlah dan persentase sel B subjek sebelum dan setelah intervensi

Fase Rata-rata ± SD Uji beda Jumlah sel B (sel/µL)

p = 0.001 Sebelum intervensi 388.1 ± 121.3 Setelah intervensi 328.4 ± 97.5 Selisih (Δ) -59.8 ± 58.7 % Selisih (%Δ) -15.4

Persentase sel B (%)

p = 0.000 Sebelum intervensi 14.2 ± 3.5 Setelah intervensi 11.6 ± 2.7 Selisih (Δ) -2.6 ± 2.6 % Selisih (%Δ) -18.4

Intervensi minuman instan temulawak yang mengandung bahan aktif

kurkumin dan xanthorrhizol selama 14 hari tidak meningkatkan jumlah dan

persentase sel B. Jika ditinjau dari desain penelitian, maka yang mungkin menjadi

penyebab ketidaksesuaian hasil penelitian ini dengan hipotesis adalah karena tidak

adanya pengacakan sehingga keberadaan peubah pengganggu/confounder jadi

tidak terkontrol (Yu & Ohlund 2010). Permasalahan utama dalam memahami

hubungan sebab akibat antara obesitas dengan sistem imun adalah sangat

Page 96: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

79  

 

beragamnya karakteristik yang ada pada penderita obesitas serta sangat

beragamnya faktor yang berpengaruh pada sistem imun. Berbagai faktor yang

dimaksud adalah umur, jenis kelamin, genetik, pola konsumsi pangan (termasuk

alkohol dan rokok), aktivitas fisik, stres, status hormonal, paparan patogen dan

riwayat vaksinasi, serta lingkungan sosial (Lamas, Marty, & Martinez 2002;

Calder & Kew 2002; Ekelund, Neovius, Linné, Brage, Wareham, & Rössner

2005).

Berbagai faktor tersebut tentu menjadi sumber peubah pengganggu

meskipun beberapa sumber peubah pengganggu sudah diupayakan dikontrol pada

saat penentuan subjek. Sumber peubah pengganggu yang dimaksud diantaranya

adalah kondisi hiperlipidemia dan dislipidemia, pengaruh hormon, dan asupan

bahan/zat aktif yang akan berpengaruh terhadap sistem imun. Sumber peubah

pengganggu yang lain tidak dikontrol sehingga hal tersebut diduga menjadi

penyebab hasil penelitian tidak sesuai dengan hipotesis serta adanya beberapa

nilai outlier dan ekstrim setelah intervensi.

Jumlah dan persentase sel NK sebelum dan setelah intervensi

Sel Natural Killer (NK) merupakan bagian dari sel limfosit yang

jumlahnya sekitar 5 – 15% dari limfosit dalam sirkulasi dan 45% dari limfosit

dalam jaringan. Sel NK berkembang dari sel asal progenitor yang sama dengan sel

B dan sel T. Sel NK berbeda dengan sel T dan sel B yang butuh fase pematangan

dan diferensiasi sebelum aktif. Sel NK akan langsung aktif begitu bertemu dengan

antigen target, sel NK juga tidak butuh Major Histocompatability Complex

(MHC-I dan MHC-II) untuk mengenali antigen. Sel NK bekerjasama dengan

imunitas adaptif dengan mensekresi sitokin yang akan meregulasi sel T (Abbas &

Lichtman 2004; Baratawidjaja & Rengganis 2009). Berdasarkan hasil uji

Kolmogorov-Smirnov diketahui bahwa data jumlah dan persentase sel NK

sebelum maupun setelah intervensi tersebar normal (p > 0.05). Ilustrasi pada box-

plot (Gambar 22) menunjukkan bahwa intervensi minuman serbuk temulawak

selama 14 hari tidak meningkatkan jumlah maupun persentase sel NK.

Berdasarkan data pada Gambar 22 diketahui bahwa data jumlah dan

persentase sel NK sebelum maupun setelah intervensi cenderung menyebar ke

atas/skew positif. Sebelum intervensi, nilai median jumlah sel NK adalah 683

Page 97: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

80  

 

21

fase

1500

1250

1000

750

500

250

Se

l NK

(ab

s)

28

21

fase

50

40

30

20

10

Sel N

K (

%)

sel/µL sedangkan setelah intervensi median jumlah sel NK menjadi 616 sel/µL,

data jumlah sel cenderung menyebar ke atas/skew positif serta ada nilai outlier

atau ekstrim. Penilaian dengan menggunakan persentase sel NK (CD16+56+/

CD45+) juga menunjukkan hal yang sama, nilai median yang semula 23% turun

menjadi 20%.

Subjek obes memiliki jumlah sel NK yang lebih rendah dibandingkan

dengan subjek normal (Nieman et al. 1996 dalam Lamas, Marty, & Martinez

2002; O’Shea, Cawood, O’Farrelly, Lynch 2010). Jumlah sel NK yang tidak

normal pada subjek obes kemungkinan berkaitan dengan penurunan kapasitas

limfosit untuk berproliferasi (diantaranya sel B) karena aktivasi mitogen yang

terhambat (Kimura, Tanaka, Isoda, Sekigawa, Yamakawa, & Sekihara 1998) yang

juga mengakibatkan jumlah sel NK dalam tubuh orang obes cenderung menjadi

rendah. Selain itu, adanya jaringan adiposit berlebih pada orang obes yang

menyebabkan peradangan kronis juga diduga menyebabkan sistem imun

(termasuk dalam proliferasi sel NK) menjadi tidak normal (Strandberg 2009).

(a) (b)

Gambar 22 Sebaran jumlah (a) dan persentase sel NK (b) sebelum dan setelah intervensi

Rata-rata jumlah sel NK sebelum intervensi adalah sebesar 714.9 ± 346.6

sel/µL dengan selang antara 304 – 1462 sel/µL sedangkan setelah intervensi rata-

ratanya menjadi 663.9 ± 274.7 sel/µL dengan selang antara 326 – 1082 sel/µL.

Rata-rata jumlah sel NK sebelum dan setelah intervensi pada penelitian ini masih

lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata jumlah sel NK subjek obes

Setelah intervensi Sebelum intervensi Setelah intervensi Sebelum intervensi

250

500

750

1000

1500

1250

50

40

30

20

10

683

392 304

616

910 787

1082

326

1462 1337

31.0

23.0

46.0

32.0

40.0

20.0 18.0

10.0

17.0

13.0

473

%Sel/µL 

Page 98: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

81  

 

penelitian Nieman et al. (1999) yang besarnya adalah 260.0 ± 110.0 sel/µL. Rata-

rata jumlah sel NK sebelum dan setelah intervensi hasil penelitian ini juga masih

lebih tinggi dibandingkan dengan nilai referensinya yang besarnya adalah 649 ±

349 sel/µL (Dhaliwal et al. 1995). Jika dilihat berdasarkan persentasenya

(CD16+56+/CD45+) maka diketahui bahwa setelah intervensi persentase sel NK

juga masih lebih tinggi dibandingkan dengan nilai referensinya (23.6% vs 21.2%).

Jumlah dan persentase sel NK mengalami penurunan setelah intervensi

minuman instan temulawak selama 14 hari. Penurunan rata-rata jumlah sel NK

sebesar 51.0 sel/µL atau sebesar 7.1% setelah intervensi sedangkan jika dilihat

menggunakan nilai persentasenya (CD16+56+/CD45+) maka ada penurunan

persentase sel NK sebesar 2.3%. Hasil uji beda T berpasangan pada nilai α = 5%

menunjukkan bahwa penurunan jumlah dan persentase sel NK setelah intervensi

minuman instan temulawak selama 14 hari tidak signifikan (p > 0.05). Data

lengkap mengenai jumlah dan persentase rata-rata serta selisih/Δ sel B antara

sebelum dan setelah intervensi disajikan pada Tabel 23.

Tabel 23 Jumlah dan persentase sel NK subjek sebelum dan setelah intervensi

Fase Rata-rata ± SD Uji beda Jumlah sel NK (sel/µL)

p = 0.341 Sebelum intervensi 714.9 ± 346.6 Setelah intervensi 663.9 ± 274.7 Selisih (Δ) -51.0 ± 45.7 % Selisih (%Δ) -7.1

Persentase sel NK (%)

p = 0.095 Sebelum intervensi 25.9 ± 11.3 Setelah intervensi 23.6 ± 9.1 Selisih (Δ) -2.3 ± 2.1 % Selisih (%Δ) -8.8

Hasil yang diharapkan dari intervensi minuman instan temulawak adalah

terjadinya peningkatan populasi limfosit (diantaranya sel NK) yang diukur dari

jumlah dan persentase selnya. Kurkumin dan xanthorrhizol sebagai bahan aktif

yang terkandung dalam minuman instan temulawak diharapkan akan dapat

menginduksi kerja sistem imun melalui jalur NF-kB sehingga proliferasi dan

diferensiasi sel-sel sistem imun bisa meningkat.

Intervensi minuman instan temulawak yang mengandung bahan aktif

kurkumin dan xanthorrhizol selama 14 hari tidak meningkatkan jumlah dan

Page 99: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

82  

 

persentase sel NK. Jika ditinjau dari desain penelitian, maka penyebab

ketidaksesuaian hasil penelitian ini dengan hipotesis yang paling mungkin adalah

karena tidak adanya pengacakan sehingga keberadaan peubah pengganggu/

confounder jadi tidak terkontrol, sama seperti pada sel B (Yu & Ohlund 2010),

serta jumlah sel NK sebelum intervensi yang sudah tinggi. Berbagai faktor sumber

peubah pengganggu yang dimaksud adalah umur, jenis kelamin, genetik, pola

konsumsi pangan (termasuk alkohol dan rokok), aktivitas fisik, stres, status

hormonal, paparan patogen dan riwayat vaksinasi, serta lingkungan sosial (Lamas,

Marty, & Martinez 2002; Calder & Kew 2002; Ekelund et al. 2005). Keberadaan

nilai outlier jumlah sel NK setelah intervensi juga menunjukkan bahwa ada

peubah pengganggu yang tidak terkontrol.

Jumlah dan persentase sel imun (khususnya sel NK) sebelum intervensi

yang tinggi kemungkinan disebabkan oleh konsumsi pangan penunjang sistem

imun yang tinggi serta adanya kebiasaan aktivitas fisik yang baik dari subjek

dalam penelitian ini. Zat gizi dan non gizi dalam pangan yang telah terbukti

menunjang sistem imun diantaranya adalah beta glucan (polisakarida); arginin dan

glutamin (bagian dari protein); asam lemak omega 6/asam linoleat; vitamin A, C,

D, E, B6, B12, asam folat; seng/Zn, zat besi/Fe, tembaga/Cu, dan selenium/Se;

likopen, bahan aktif dalam tomat; serta Lactobacillus acidophilus (probiotik dalam

yoghurt) (Calder & Kew 2002; Chandra 2002; Fatmah 2006).

Hal penting lain yang harus diperhatikan dalam pengujian bahan aktif

tertentu kaitannya untuk perbaikan/peningkatan fungsi imun tubuh, khususnya

pada subjek obes adalah jenis pengukuran atau penilaian fungsi imun yang

digunakan. Baratawidjaja dan Rengganis (2009) menyebutkan bahwa

pemeriksaan limfosit untuk penilaian fungsi imun dalam tubuh secara umum

terbagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan kuantitas dan fenotip dan yang kedua

adalah pemeriksaan fungsi. Hasil pemeriksaan kuantitas dan fenotip adalah

jumlah dan persentase populasi limfosit beserta subsetnya, seperti yang telah

dilakukan dalam penelitian ini. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa pada

subjek obes meskipun beberapa subset limfosit memiliki jumlah yang lebih tinggi

dibandingkan dengan subjek normal, tetapi umumnya kemampuan atau sifat

fungsionalnya lebih rendah (Nieman et al. 1999; Lamas, Marty, & Martinez 2002;

Page 100: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

83  

 

Marcos, Nova, & Montero 2003). Oleh karena itu pemeriksaan fungsi seperti uji

transformasi limfosit, uji proliferasi, dan uji sitotoksisitas, juga sangat penting

dilakukan agar dapat memberikan penilaian terhadap sistem imun tubuh yang

lebih lengkap.

Generalisasi Penelitian

Generalisasi suatu penelitian adalah seberapa jauh hasil penelitian tersebut

dapat diterapkan pada populasi lainnya (Hennekens & Buring 1997) dan agar

dapat dilakukan generalisasi, maka harus dipastikan bahwa penelitian memiliki

validitas internal yang baik, yaitu bebas dari kesalahan acak, bias, dan berbagai

faktor perancu/peubah pengganggu (Sastroasmoro 2008). Terkait dengan hal

tersebut berbagai upaya telah dilakukan untuk menjamin validitas ini.

Survei pengetahuan mengenai manfaat kesehatan temulawak yang

didasarkan pada kepercayaan dilakukan dengan desain cross sectional dan

berdasarkan telaah literatur telah diketahui bahwa pengetahuan akan dipengaruhi

oleh latar belakang pendidikan sehingga subjek dikelompokkan menjadi subjek

dengan tingkat pendidikan tinggi dan subjek dengan tingkat pendidikan rendah.

Selain itu, dari setiap kelompok tingkat pendidikan, subjek terbagi lagi

berdasarkan jenis kelaminnya, yaitu subjek laki-laki dan perempuan sehingga

berdasarkan kelompok tingkat pendidikan dan jenis kelamin, jumlah dan

persentase subjek jadi berimbang. Hal tersebut akan berlaku sama jika wilayah

penelitian dipindah ke wilayah lain. Selain itu alat ukur pengetahuan yang

digunakan dalam penelitian ini juga telah memenuhi uji validitas dan reabilitas

sehingga menjamin validitas data yang dikumpulkan.

Pada uji klinis, selain desain (kuasi eksperimental) yang dipilih karena

adanya keterbatasan sumberdaya maka berbagai faktor lain mulai dari pemilihan

subjek, pengembangan minuman instan temulawak untuk intervensi, penjaminan

compliance, dan pemilihan metode analisis biomarker telah diupayakan sebaik

mungkin agar hasil penelitian ini valid.

Subjek yang dipilih telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi serta

jumlah subjek telah melebihi jumlah minimum subjek untuk desain penelitian ini.

Minuman instan temulawak yang diintervensikan memiliki kandungan energi

rendah yaitu hanya 36.4 kkal atau sekitar 2% dari kecukupan energi per hari (jika

Page 101: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

84  

 

menggunakan AKG sebesar 2000 kkal) sehingga kemungkinan adanya

penyimpangan hasil karena konsumsi gula yang tinggi dan menyebabkan

kenaikan IMT sudah sangat diminimalkan. Hal tersebut diperkuat dengan

beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pada subjek overweight dan

obes bisa terjadi peningkatan berat badan dan IMT (yang akan berpengaruh

terhadap fungsi imun) jika subjek mengonsumsi minuman/snack tinggi energi

paling tidak selama empat minggu berturut-turut. Penelitian dengan desain

eksperimental yang menunjukkan hal ini antara lain penelitian yang dilakukan

Tordoff dan Alleva (1990), DiMeglio dan Mattes (2000), serta Raben et al.

(2002). Jangka waktu yang menunjukkan bahwa konsumsi minuman/snack tinggi

energi akan meningkatkan IMT orang obes atau overweight bervariasi mulai dari

empat minggu (DiMeglio & Mattes 2000) sampai dengan sepuluh minggu (Raben

et al. 2002). Beberapa penelitian lain, yang dilakukan dengan desain cohort

prospective malah menunjukkan bahwa konsumsi minuman tinggi energi tidak

signifikan meningkatkan IMT (French et al. 1994; Kvaavik, Andersen & Klepp

2005).

Khasiat temulawak dalam meningkatkan nafsu makan belum terbukti

untuk orang overweight dan obes. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan

oleh Rahmat dan Setianingrum (1999) memang menunjukkan bahwa temulawak

mampu meningkatkan nafsu makan secara signifikan tetapi pada subjek yang

mengalami anoreksia. Oleh karena itu, penyimpangan hasil uji klinis karena

asupan gula dari minuman instan temulawak maupun dari konsumsi pangan yang

meningkat pada subjek telah diminimalkan.

Upaya lain dalam meningkatkan validitas hasil penelitian (uji klinis) ini

adalah dengan penjaminan kepatuhan subjek yang terbukti tinggi dan metode

pengukuran biomarker limfosit dan subsetnya. Seluruh subjek patuh dan 81%

diantaranya langsung mengonsumsi pada saat dibagikan. Jika ditinjau dari metode

pengukuran biomarker, maka metode flow cytometry merupakan metode yang

sudah baku dalam pengukuran limfosit dan subsetnya serta metode ini sudah

semakin maju karena dalam perkembangan terakhir, pengukuran flow cytometry

selain mengukur jumlah dan ukuran sel, juga dapat mendeteksi petanda dinding

sel, granula intraseluler, struktur intra sitoplasmik, dan inti sel (Barus 2011).

Page 102: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

85  

 

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Tingkat pengetahuan mengenai manfaat kesehatan temulawak yang

didasarkan pada kepercayaan pada perempuan tidak berbeda nyata (p > 0.05)

dengan laki-laki. Berdasarkan tingkat pendidikannya, diketahui bahwa tingkat

pengetahuan manfaat kesehatan temulawak yang didasarkan pada kepercayaan

antara subjek yang berpendidikan tinggi dan rendah berbeda nyata (p < 0.05) serta

berbanding terbalik. Jadi penyebaran informasi mengenai manfaat kesehatan

temulawak lebih banyak diperoleh dari pengalaman serta penyebaran informasi di

masyarakat sebagian besar dilakukan secara turun temurun melalui keluarga atau

kerabat. Kondisi tersebut juga ditunjukkan dari hasil penelitian ini yaitu bahwa

subjek yang mengonsumi temulawak secara rutin memiliki rata-rata skor

pengetahuan manfaat kesehatan temulawak yang lebih tinggi dibandingkan

dengan subjek yang tidak mengonsumsi temulawak secara rutin.

Proses pembuatan minuman instan temulawak terbagi menjadi dua yaitu

proses pembuatan ekstrak kering temulawak menggunakan spray dryer dan

pembuatan minuman instan temulawak dengan metode dry mixing atau

pencampuran kering. Berdasarkan uji hedonik dan mutu hedonik yang telah

dilakukan selama pengembangan produk maka dihasilkan bahwa produk

minuman instan temulawak yang disukai adalah yang mengandung pemanis 20%

sehingga komposisi minuman serbuk temulawak instan untuk setiap

sachet/kemasan per kali minum yang terpilih terdiri atas tepung ekstrak kering

temulawak (0.4 g), maltodekstrin (2 g), garam (0.2 g), asam sitrat (0.6 g), gula

tepung (10 g), dan sukralosa (0.043 g) sehingga total berat minuman instan

temulawak per sachet adalah 13.24 g.

Intervensi 400 mg ekstrak temulawak yang dibuat dalam bentuk minuman

instan temulawak selama 14 hari memberi peningkatan yang signifikan terhadap

persentase sel T/CD3+ dan sel CD4+ sebagai bagian dari sistem imun spesifik

yang bekerja di tingkat seluler. Peningkatan persentase sel T dan sel CD4+ diduga

karena pengaruh dari kurkumin dan xanthorrhizol yang terkandung dalam

minuman instan temulawak yang menginduksi kerja sistem imun melalui jalur

NF-kB sehingga proliferasi dan diferensiasi sel-sel sistem imun meningkat.

Page 103: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

86  

 

Hasil uji klinis menunjukkan bahwa intervensi 400 mg ekstrak temulawak

selama 14 hari tidak meningkatkan jumlah dan persentase sel CD8+, sel B/CD19+,

dan sel NK/CD16+56+. Hal ini kemungkinan terjadi karena jumlah subset sel

tersebut yang sejak awal (sebelum intervensi) sudah tinggi serta kebiasaan

konsumsi pangan dan aktivitas yang menunjang sistem imun yang tidak

sepenuhnya terkontrol, khususnya sebelum kegiatan intervensi dilaksanakan.

Saran

Penerimaan masyarakat yang berasal dari kelompok pendidikan tinggi

terhadap bahan obat tradisional (khususnya temulawak) masih belum sebaik

kelompok masyarakat pendidikan rendah sehingga diperlukan sosialisasi yang

lebih baik yang disertai dengan berbagai uji klinis mengenai berbagai manfaat

kesehatan temulawak. Melalui penerimaan masyarakat, terutama kelompok

pendidikan tinggi yang lebih positif/baik terhadap temulawak diharapkan

pengembangan temulawak, baik sebagai pangan fungsional maupun sebagai

bahan obat akan lebih baik.

Penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan temulawak untuk perbaikan

sistem imun tubuh perlu dikembangkan lagi dengan desain yang lebih baik

(Randomized Control Trial/RCT), baik dengan kelompok subjek yang sama

(overweight dan obes) maupun dengan kelompok subjek yang lain (misal

memiliki status gizi normal) untuk meminimalkan berbagai peubah pengganggu

yang akan mempengaruhi hasil penelitian. Selain itu penilaian fungsi imun yang

dilakukan dalam kajian lanjutan juga diharapkan tidak hanya pemeriksaan

kuantitas, tapi juga mencakup pemeriksaan fungsi seperti uji transformasi

limfosit, uji proliferasi, dan uji sitotoksisitas, sehingga penilaian terhadap sistem

imun tubuh menjadi lebih tepat.

Page 104: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

87  

 

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2011. Khasiat temulawak, kandungan tanaman temulawak bermanfaat

untuk kesehatan dan pengobatan tradisional. [terhubung berkala] http://indonesia-liek.blogspot.com/2011/07/khasiat-temulawak-kandungan -tanaman.html [ 26 Juli 2011].

Abbas AK & Lichtman AH. 2004. Basic Immunology: Functions and dissorders

of the immune system. Second edition. Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier,

Artanti GD. 2009. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan

(acceptance) petani terhadap Produk Rekayasa Genetika. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Aziz N. 1995. Hubungan karakteristik petani dan aktivitas komunikasi dengan

tingkat pengetahuan mereka tentang dampak perladangan dan pola pertanian menetap di Kecamatan Jarai Kabupaten Lahat. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

[Balitbangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Laporan

Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS)

2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Baratawidjaja KG dan Rengganis I. 2009. Imunologi Dasar Edisi ke-8. Jakarta:

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Barus M. 2011. Human immunodefeciency. [terhubung berkala] http://repository.

usu.ac.id/bitstream/123456789/30152/4/Chapter%20II.pdf [2 Februari 2012].

Bercault N, Boulain T, Kuteifan K, Wolf M, Runge I, & Fleury JC. 2004.

Obesity-related excess mortality rate in an adult intensive care unit: a risk-adjusted matched cohort study. Crit Care Med, 32:998-1003.

Boynton A, Neuhouser ML, Wener MH, Wood B, Sorensen B, Chen-Levy Z,

Kirk EA, Yasui Y, LaCroix K, McTiernan A, & Ulrich CM. 2007. Associations between healthy eating patterns and immune function or inflammation in overweight or obese postmenopausal women. Am J Clin Nutr, 86:1445–55. [terhubung berkala] http://www.ajcn.org. [7 Agustus 2011]

Page 105: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

88  

 

Briawan D. 2008. Efikasi suplementasi besi-multivitamin terhadap perbaikan status besi remaja wanita. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. Bahan Tambahan Makanan. SNI 01-

0222-1995. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. . 2004. 1996. Minuman Serbuk Tradisional. SNI 01-4320-1996.

Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. . 2004. Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk

Pangan. SNI 01-6993-2004. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Calder PC & Kew S. 2002. The immune system: a target for functional food?

British Journal of Nutrition, 88, S165-S176. Cermin Dunia Kedokteran. 2009. Kesehatan masyarakat dan lingkungan. Status

lingkungan hidup Indonesia 2005. 10: 268-71. [terhubung berkala] http://www.menlh.go.id/slhi/22-%20Bab%2010_268_271.pdf [3 Februari 2011]

Chandra RK. 2002. Nutrition and the immune system form birth to old age.

European Journal of Clinical Nutrition, 56, Suppl 3, S73 – S76. Chung WY, Park JH, Kim MJ, Kim HO, Hwang JK, Lee SK, & Park KK. 2007.

Xanthorrhizol inhibits 12-O-tetradecanoylphorbol-13-acetate-induced acute inflammation and two-stage mouse skin carcinogenesis by blocking the expression of ornithine decarboxylase, cyclooxygenase-2 and inducible nitric oxide synthase through mitogen-activated protein kinases and/or the nuclear factor-kB. Carcinogenesis, 28(6):1224–1231

Commission Regulation EU. 2006. Regulation (EC) No 1924/2006 of The

European Parliament and of the Council, on nutrition and health claims made on foods. OJ L 404, 30.12.2006, p. 9

Damayanti R. 2008. Uji efek sediaan serbuk instan rimpang temulawak (curcuma

xanthorrhiza roxb) sebagai tonikum terhadap mencit jantan galur Swiss Webster. [Skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Darwis SN, Madjo Indo ABD, & Hasiyah S. 1992. Tanaman Obat Famili

Zingiberaceae. Seri Pengembangan No. 17 Tahun 1992. Dhaliwal JS, Balasubramaniam T, Quek CK, Gill HK, & Nasuruddin BA. 1995.

Reference range for lymphocyte subsets in a defined Malaysian population. Singapore Med J, 36:288-291.

Page 106: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

89  

 

DiMeglio DP, Mattes RD. 2000. Liquid versus solid carbohydrate: effects on food intake and body weight. Int J Obes Relat Metab Disord, 24:794–800.

Dwiriani CM, Dewi M, & Januwati M. 2010. Efikasi ekstrak temulawak

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Berbahan aktif xanthorrhizol (0.05%) untuk meningkatkan populasi limfosit t (>10%) pada orang dewasa obes. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Ekelund U, Neovius M, Linné Y, Brage S, Wareham NJ,& Rössner S. 2005.

Associations between physical activity and fat mass in adolescents: the Stockholm Weight Development Study. Am J Clin Nutr, 81:355– 60.

Engel JF, RD Blackwell, dan PW Miniard. 1995. Perilaku Konsumen Jilid 2 (2nd

ed.). (FX Budiyanto, penerjemah). Jakarta: Binarupa Aksara. Fatmah. 2006. Respon imunitas yang rendah pada tubuh manusia usia lanjut.

MAKARA, Kesehatan, 10(1): 47-53. French SA, Jeffery RW, Forster JL, McGovern PG, Kelder SH, & Baxter JE.

1994. Predictors of weight change over two years among a population of working adults: the Healthy Worker Project. Int J Obes Relat Metab Disord, 18:145–54.

Gie L. 1991. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty. Gitawati R & Handayani RS. 2008. Profil konsumen obat tradisional terhadap

ketanggapan akan adanya efek samping obat tradisional. Bulletin Penelitian Sistem Kesehatan, 11(3): 283 - 288. [terhubung berkala] http://apotekputer.com/ma/index.php?option=com_content&task=view&id=139&Itemid=63 [16 Oktober 2011]

Gomez R, Lago F, Gomez-Reino J, Dieguez C, & Gualillo O. 2009. Adipokines

in the skeleton: influence on cartilage function and joint degenerative diseases. Journal of Molecular Endocrinology. 43, 11–18

Hardinsyah, Briawan D, Rimbawan, Sulaeman A, & Aries M. 2009. Uji

Preferensi, Nilai Antioksidan, dan Indeks Glikemik serta Pengaruh Stamina dari Konsumsi Sari dan Buah Kurma. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.

Hargono D. 1985. Prospek Pemanfaatan Temulawak. Dalam Prosiding

Simposium Nasional Temulawak. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran.

Harun SR, Putra ST, Chair I, & Sastroasmoro S. 2008. Uji Klinis. Dalam Dasar-

dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke-3 (Sastroasmoro S dan Ismael S, Eds). Jakarta: CV Sagung Seto.

Page 107: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

90  

 

Hendarini AT. 2011. Persepsi masyarakat terhadap manfaat kesehatan dan pengembangan produk minuman fungsional dari ekstrak daun hantap (Sterculia oblongata R.Brown) [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hennekens CH & Buring JE. 1997. Epidemiology in Medicine. Boston, USA:

Little Brown and Company. Herman AS. 1985. Berbagai Macam Penggunaan Temulawak dalam Makanan

dan Minuman. Dalam Prosiding Simposium Nasional Temulawak. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran.

Huang MT, Lysz T, Ferraro T, Abidi TF, Laskin JD, & Conney AH. 1991.

Inhibitory effects of kurkumin on in vitro lipoxygenase and cyclooxygenase activities in mouse epidermis. Cancer Research, 51(3): p. 813-9.

Istafid W. 2006. Visibility studi minuman instan ekstrak temulawak dan ekstrak

mengkudu sebagai minuman kesehatan. [Skripsi]. Semarang: Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.

Karo-Karo U. 2009. Pemanfaatan tanaman obat keluarga (TOGA) untuk

pengobatan sendiri dan pengembangan usaha di Kelurahan Tanah 600 Kecamatan Medan Marelan. [Tesis]. Medan: Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

Kennedy J. 2005. Herb and supplement use in the US adult population.

J.Clinthera, 27(11): 1847-58. [terhubung berkala] http://linkinghub.else- vier.com [20 Oktober 2011]

Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka. Kertia N, Sudarsono, Imono AD, Mufrod, Catur E, Rahardjo P, & Asdie AH.

2005. Pengaruh pemberian kombinasi minyak atsiri temulawak dan ekstrak kunyit dibandingkan dengan piroksikam terhadap angka leukosit cairan sendi penderita dengan osteoartritis lutut. Majalah Farmasi Indonesia, 16(3):155 - 161. [terhubung berkala] http://mfi.farmasi.ugm. ac.id/files/news/5._16-3-2005-sudarsono.pdf [4 Maret 2011]

Khomsan A. 2000. Metode Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Jurusan Gizi

Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Kim AJ, Kim YO, Shim JS, & Hwang JK. 2007. Immunostimulating Activity of

Crude Polysaccharide Extract Isolated from Curcuma xanthorrhixa Roxb. Biosci. Biotechnol. Biochem, 71 (6), 1428-1438

Page 108: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

91  

 

Kimura M, Tanaka S, Isoda F, Sekigawa K, Yamakawa T & Sekihara H. 1998. T lymphopenia in obese diabetic (db/db) mice is nonselective and thymus independent. Life Sci. 62, 1243 – 1250.

Komisi Penaggulangan AIDS. 2009. Situasi HIV dan AIDS di Indonesia.

[terhubung berkala] http://www.icaap9.org/uploads/200907281232220. OUTLINE-Analisis%20Situasi%20HIV%20dan%20AIDS%20di%20Indo nesia.pdf. [4 Maret 2011]

Kosim L, Priosoeryanto BP, & Purwakusumah ED. 2007. Potensi Temulawak

Testandar Untuk Menanggulangi Flu Burung. Laporan penelitian. Bogor: Pusat Studi Biofarmaka, LPPM IPB.

Kuntorini EM. 2005. Botani ekonomi suku zingiberaceae sebagai obat tradisional

oleh masyarakat di Kotamadya Banjarbaru. BIOSCIENTIAE, Volume 2, Nomor 1, Januari 2005 [terhubung berkala] http://bioscientiae.tripod.com. [27 April 2011]

Kurniawan DA. 2002. Analisis perilaku dan preferensi konsumen minuman

ringan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) (Studi kasus di PD Nanjung, Bogor) [Skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Kvaavik E, Andersen LF, & Klepp KI. 2005. The stability of soft drinks intake

from adolescence to adult age and the association between long-term consumption of soft drinks and lifestyle factors and body weight. Public Health Nutr, 8:149 –57.

Lamas O, Marti A, & Martinez JA. 2002. Obessity and immunocompetence.

European Journal of Clinical Nutrition, 56, Suppl 3, S42–S45. Lee SK, Hong CH, Huh SK, Kim SS, Oh OJ, Min HY, Park KK, Chung WY, &

Hwang JK. 2002. Suppressive effect of natural sesquiterpenoids on inducible cyclooxygenase (COX-2) and nitric oxide synthase (iNOS) activity in mouse macrophage cells. J Environ Pathol Toxicol Oncol. 21(2):141-8. [terhubung berkala] http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 12086400 [27 April 2011].

Materia Medika Indonesia/MMI. 1979. Materia Medika Indonesia Jilid III.

Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Marcos A, Nova E & Montero A. 2003. Changes in the immune system are

conditioned by nutrition. European Journal of Clinical Nutrition, 57, Suppl 1, S66–S69.

Martí A, Marcos A, & Martínez JA. 2001. Obesity and immune function

relationships. obesity reviews, 2, 131–140

Page 109: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

92  

 

Matarese G. 2000. Leptin and the immune system: how nutritiomal status influences the immune response. European Cytokine Network, 11(1): 7–14.

Moelyono. 2007. Temulawak, ikon obat herbal Indonesia? [terhubung berkala]

http://blogs.unpad.ac.id/moelyono/2007/09/21/temulawak-ikon-obatherbal -indonesia/. [26 Juli 2011].

Nieman DC, Henson DA, Nehlsen-Cannarella SL, Ekkens M, Utter AC,

Butterworth DE & Fagoaga OR. 1999. Influence of obesity on immune function. J. Am. Diet. Assoc. 99, 294 – 299.

Oliveros H & Villamor E. 2008. Obesity and mortality in critically ill adults: A

systematic review and meta-analysis. Obesity. 16(3), 515 – 521. O’Shea D, Cawood TJ, O’Farrelly C, Lynch L. 2010. Natural killer cells in

obesity: Impaired function and increased susceptibility to the effects of cigarette smoke. PLoS ONE. 5(1): e8660.

Raben A, Vasilaras TH, Moller AC, Astrup A. 2002. Sucrose compared with

artificial sweeteners: different effects on ad libitum food intake and body weight after 10 wk of supplementation in overweight subjects. Am J Clin Nutr, 76:721–9.

Rahardjo M & Rostiana O. 2003. SOP budidaya jahe, kencur, kunyit dan

temulawak. Circular Balittro, No.16. 43h. Rahmat ES dan Setianingrum. 1999. Pengaruh Ekstrak Temulawak (Curcuma

xanthorrhiza Roxb) untuk Meningkatkan Nafsu Makan pada Penderita Anoreksia Primer [terhubung berkala] http://www.risbinkes.litbang.dep- kes.go.id/Buku%20laporan%20penelitian%201997-2006/21pengaruh_eks- trak_temu_lawak.htm. [26 Desember 2011].

Ria EB. 1989. Pengaruh jumlah pelarut, lama ekstraksi, dan ukuran bahan

terhadap rendemen dan mutu oleoresin temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) [Skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Roitt IM & Delves PJ. 2001. Essential Immunology Tenth Edition. Massachusets,

USA: Blackwell Publishing Inc. Rusilanti. 2006. Aspek psiko social, aktivitas fisik, konsumsi makanan, status gizi,

dan pengaruh susu probiotik (Enterococcus faecium IS-27526) (MEDP) terhadap respon imun IgA lansia [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 110: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

93  

 

Sastroasmoro S. 2008. Pemilihan Subyek Penelitian. Dalam Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke-3 (Sastroasmoro S dan Ismael S, Eds). Jakarta: CV Sagung Seto.

Sayed DM, EL-Attar MM, & Hussein AARM. 2009. Evaluation of flow

cytometric immunophenotyping and DNA analysis for detection of malignant cells in serosal cavity fluids. Cytopathol, 37 (7) : 498-504.

Sembiring BB, Ma’mun, Ginting EI. 2006. Pengaruh kehalusan bahan dan lama

ekstraksi terhadap mutu ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Bul. Littro. 17(2), 53–58.

Septina T, Purba M, & Hartriyanti Y. 2010. Studi validasi indeks massa tubuh dan

rasio lingkar pinggang panggul terhadap profil lipid pada pasien rawat jalan di Poli Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 7(1), 34–40.

Sidik, Mulayono MW, & Muhatdi A. 1995. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza

Roxb.). Jakarta: Yayasan Pengembangan dan Pemanfaatan Obat Bahan Alam.

Strandberg L. 2009. Interactions between nutrition, obesity, and the immune

system [Doctoral thesis]. Gothenburg, Sweden: Section of Endocrinology, Department of Physiology, institute of Neuroscience and Physiology, The Sahlgrenska Academy at the University of Gothenburg.

Suharyono AS. 2007. Efek Sinar Ultraviolet terhadap Kandungan Total Mikroba

dan Vitamin C Sari Buah Jeruk Nipis. Lampung: Jurusan Teknologi Pasca Panen, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. [terhubung berkala] uppmpolinela.files.wordpress.com/.../efek-sinar-ultraviolet-terhadap-kand- ungan-total-mikroba-dan-vita min-c-sari-buah-jeruk-nipis.doc [13 Agustus 2010]

Sumarwan U. 2003. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam

Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sumiaty. 1997. Minuman berkhasiat dari temulawak (Curcuma xanthorrhiza

Roxb.) [Skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Suryati HA. 1985. Berbagai macam penggunaan temulawak dalam makanan dan

minuman. Dalam Prosiding Simposium Nasional Temulawak. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran.

Suwiah A. 1991. Pengaruh perlakuan bahan dan jenis pelarut yang digunakan

pada pembuatan temulawak instan (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap rendemen dan mutunya [Skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Page 111: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

94  

 

Taib G, Said G, & Wiraatmadja S. 1987. Operasi Pengeringan pada Pengolahan

Hasil Pertanian. Jakarta: PT Mediyatama Sarana Perkasa. Tanaka MJ, Gryzlak BM, Zimmerman MB, NL Nisly & RB Wallace. 2008.

Patterns of natural herb use by Asian and Pacific Islanders. Ethnicity & Health, 13(2): 93-108

Taryono ME, Rachmat S, dan Sardina A. 1987. Plasma nutfah Tanaman Temu-

temuan dalam Pengembangan Penelitian Plasma Nutfah Tanaman Rempah dan Obat. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Kementerian Pertanian RI.

Tordoff MG & Alleva AM. 1990. Effect of drinking soda sweetened with

aspartame or high-fructose corn syrup on food intake and body weight. Am J Clin Nutr, 51:963–9.

Vander A, Sherman J, & Luciano D. 1998. Human Physiology: The Mechanism of

Body Function, 7th Edition. Boston, Massachusetts: McGraw-Hill Companies Inc.

[WHO] World Health Organization. 2003. WHO guidelines on good agricultural

and collection practices (GACP) for medicinal plants. Geneva: WHO. . 2010. Clinical features of severe cases of pandemic influenza Pandemic

(H1N1) 2009 briefing note 13 [terhubung berkala] http://www.who.int/csr /disease/swineflu/notes/h1n1_clinical_features_20091016/en/index.html [1 Agustus 2011]

Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka. Womack J, Tien PC, Feldman J, Shin JH, Fennie K, Anastos K, Cohen MH,

Bacon MC, & Minkoff H. 2007. Obesity and immune cell counts in women. Metabolism, 56(7): 998–1004. 

Yu Ch dan Ohlund B. 2010. Threats to validity of research design. [terhubung

berkala] http://www.creative-wisdom.com/teaching/WBI/threat.shtml [1 November 2011]

Yulianti NP. 2010. Pengaruh nisbah bahan baku-pelarut dan suhu ekstraksi

terhadap kandungan xanthorrhizol dalam oleoresin temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Page 112: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

95  

 

LAMPIRAN

Page 113: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

96  

 

Kuesioner “PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN TEMULAWAK”

Isi atau lingkari jawaban yang sesuai

I. IDENTITAS 1. Nama Lengkap : 2. Jenis kelamin : (1) Laki-laki (2) Perempuan 3. Usia : ...................................(Tahun) 4. Pekerjaan : (1) Tenaga pendidik (2) Tenaga kependidikan 5. Pendidikan terakhir (termasuk yang tidak tamat pada masing-masing kategori) (1) Tidak Sekolah (2) SD (3) SLTP (4) SLTA (5) Perguruan Tinggi 6. Jumlah anggota keluarga: ...................................(orang) 7. Besar pendapatan per bulan (Rp): (1) <0,5 juta (2) 0,5 - 1 juta (3) 1 – 2 juta (4) > 2 juta 8. Alamat tempat tinggal : ...................................................... No Telp/Hp :....................................

II. PENGALAMAN MENGONSUMSI TEMULAWAK 1. Apakah Bapak/Ibu dan keluarga pernah mengonsumsi temulawak? (1) Ya (2) Tidak 2. Bila Ya jawaban pertanyaan no. 1 Apakah temulawak tersebut rutin dikonsumsi Bapak/Ibu dan keluarga? (1) Ya,...........kali per hari/minggu/bulan (2) Tidak 3. Bila Ya jawaban pertanyaan no. 2 manfaat apakah yang dirasakan oleh Bapak/Ibu? (1) Tubuh terasa lebih segar (2) Nafsu makan meningkat (3) Jarang sakit (4) Tubuh jadi lebih gemuk (5) Tidak merasakan manfaat apapun (6) Lainnya,....................... 4. Bila Ya jawaban pertanyaan no. 1, dalam bentuk apakah temulawak tersebut dikonsumsi

(1) Minuman/jus (2) Bagian dari bumbu masak (3) Jamu (4) Obat/kapsul 5. Lainnya,: ………… 5. Bila Ya jawaban pertanyaan no. 1, dari manakah Bapak/Ibu memperoleh Temulawak tersebut?

(1) Tanaman sendiri (2) Pasar tradisonal/warung (3) Supermarket (4) Toko obat (5) Penjaja (6) Lainnya, sebutkan : ............

6. Bila Ya jawaban pertanyaan no. 1, apakah Bapak/Ibu menemui kesulitan dalam mendapatkan temulawak? (1) Ya (2) Tidak 7. Bila Ya jawaban pertanyaan no. 1, apa tujuan Bapak/Ibu & keluarga mengonsumsi/menggunakan temulawak? (1) Membuat makanan/masakan lebih enak (2) Menjaga kesehatan (3) Upaya pengobatan (4) Lainnya,................................ 8. Jika ada produk baru yang terbuat dari temulawak, bentuk produk apakah yang diharapkan oleh Bapak/Ibu? (1) Minuman instan (2) Permen/camilan (3) Jamu (4) Obat/kapsul (5) Lainnya,................. 9. Jika ada produk baru yang terbuat dari temulawak, apakah Bapak/Ibu mau mengonsumsinya? (1) Ya (2) Tidak 10. Bila Ya jawaban pertanyaan no. 8, alasan apa yang membuat Bapak/Ibu mau mengonsumsi produk tersebut?

(1) Rasa temulawak yang khas (2) Manfaat kesehatannya (3) Lainnya,.................... III. PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN TEMULAWAK

1. Apakah Bapak/Ibu tahu bahwa temulawak bermanfaat bagi kesehatan? (1) Ya (2) Tidak 2. Dari manakah Bapak/Ibu tahu tentang manfaat kesehatan temulawak tersebut?

(1) Koran/majalah (Media Cetak) (2) Radio (3) Televisi (4) Keluarga/teman (5) Seminar (6) Jurnal ilmiah (7) Lainnya,......................................

Untuk pertanyaan No. 3 – 18 cukup pilih jawaban “Ya” atau “Tidak” 3. Temulawak bermanfaat untuk meningkatkan nafsu makan. 4. Temulawak bermanfaat untuk memperlancar buang air besar. 5. Temulawak bermanfaat untuk menurunkan demam. 6. Temulawak bermanfaat untuk meningkatkan ketahanan tubuh. 7. Temulawak bermanfaat untuk mempercepat proses penyembuhan luka. 8. Temulawak bermanfaat untuk mengembalikan kekejangan otot setelah bersalin/melahirkan. 9. Temulawak bermanfaat untuk mengobati sakit maag. 10.Temulawak bermanfaat untuk mengobati penyakit ginjal. 11.Temulawak bermanfaat untuk mengobati sakit kencing. 12.Temulawak bermanfaat untuk mengobati gatal-gatal atau eksim. 13.Temulawak bermanfaat untuk mengobati peradangan dalam perut maupun kulit. 14.Temulawak bermanfaat untuk mengobati sakit perut. 15.Temulawak bermanfaat untuk mengobati sakit hati/penyakit kuning. 16.Temulawak bermanfaat untuk mengobati malaria. 17.Temulawak memiliki manfaat kesehatan yang jauh lebih besar daripada ginseng. 18.Temulawak memiliki efek samping negatif yaitu meyebabkan kegemukan karena nafsu makan sangat tinggi.

Ya / Tidak Ya / Tidak Ya / Tidak Ya / Tidak Ya / Tidak Ya / Tidak Ya / Tidak Ya / Tidak Ya / Tidak Ya / Tidak Ya / Tidak Ya / Tidak Ya / Tidak Ya / Tidak Ya / Tidak Ya / Tidak

Data yang dikumpulkan bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian atas nama Muhammad Aries (NRP: I 151090011) pada Mayor Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, IPB.

Lampiran 1.

Page 114: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

97  

 

Lampiran 2.

Formulir Uji Organoleptik Produk Minuman Serbuk Temulawak Nama Panelis : Tanggal Pengujian : Jenis Kelamin : L / P Nama Produk : Minuman serbuk temulawak Dihadapan Saudara/i disajikan sampel produk Minuman serbuk temulawak. Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Beri tanda garis vertikal ( I ) pada titik antara skala 1-9 dibawah ini yang tepat

menggambarkan persepsi Saudara/i 2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Anda menilai sampel

berikutnya 3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Anda melakukan penilaian

Hedonik Warna

Aroma

Rasa

Kekentalan

Keseluruhan

Komentar ..........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................

TERIMAKASIH

Amat Sangat Suka

Amat Sangat Tidak Suka

Biasa1 2 3 4 5 6 7 8 9

Amat Sangat Suka

Amat Sangat Tidak Suka

Biasa1 2 3 4 5 6 7 8 9

Amat Sangat Suka

Amat Sangat Tidak Suka

Biasa1 2 3 4 5 6 7 8 9

Amat Sangat Suka

Amat Sangat Tidak Suka

Biasa1 2 3 4 5 6 7 8 9

Amat Sangat Suka

Amat Sangat Tidak Suka

Biasa1 2 3 4 5 6 7 8 9

Page 115: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

98  

 

Formulir Uji Organoleptik Produk Minuman Serbuk Temulawak Nama Panelis : Tanggal Pengujian : Jenis Kelamin : L / P Nama Produk : Minuman serbuk temulawak Dihadapan Saudara/i disajikan sampel produk Minuman serbuk temulawak. Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Beri tanda garis vertikal ( I ) pada titik antara skala 1-9 dibawah ini yang tepat

menggambarkan persepsi Saudara/i 2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Anda menilai sampel

berikutnya 3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Anda melakukan penilaian

Mutu Hedonik

Warna

Aroma

Rasa

Kekentalan

Keseluruhan

Komentar ..........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................

TERIMAKASIH

Amat Sangat Segar

Amat Sangat Tidak Segar

Biasa1 2 3 4 5 6 7 8 9

Amat Sangat Terang

Amat Sangat Gelap

Biasa1 2 3 4 5 6 7 8 9

Amat Sangat Kental

Amat Sangat Encer

Biasa1 2 3 4 5 6 7 8 9

Amat Sangat Manis

Amat Sangat Pahit

Biasa1 2 3 4 5 6 7 8 9

Amat Sangat Enak

Amat Sangat Tidak Enak

Biasa1 2 3 4 5 6 7 8 9

Page 116: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

99  

 

Lampiran 3. Contoh lembar hasil analisis limfosit Lembar 1.

Page 117: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

100  

 

Lembar 2.

Page 118: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

101  

 

Lembar 3.

Page 119: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

102  

 

Lampiran 4. Berbagai hasil pengolahan data dengan perangkat lunak SPSS 13.00 for Windows Hasil uji validitas dan reabilitas kuesioner survei pengetahuan mengenai manfaat

kesehatan temulawak yang didasarkan pada kepercayaan

Case Processing Summary

N % Cases Valid 79 100.0

Excluded(a) 0 .0 Total 79 100.0

a Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.799 16

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

NMKAN 7.20 12.548 .472 .787 BAB 7.47 12.355 .313 .795 DEMAM 7.63 12.517 .250 .800 TAHAN 7.22 12.504 .464 .786 LUKA 7.75 11.909 .456 .784 SALIN 7.47 11.534 .573 .775 MAAG 7.57 11.453 .574 .774 GINJL 7.78 11.812 .505 .780 KENC 7.68 11.886 .445 .785 EKSIM 7.78 11.658 .557 .776 RADNG 7.56 11.455 .575 .774 PERT 7.47 11.739 .506 .780 HATI 7.54 11.815 .463 .783 MLR 7.85 12.515 .307 .794 GINS 7.90 13.554 -.020 .813 GEMK 7.65 13.360 .012 .817

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

8.10 13.656 3.695 16

Page 120: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

103  

 

Hasil uji chi-square antara karakteristik subjek (jenis kelamin dan tingkat pendidikan) dengan skor pengetetahuan manfaat kesehatan temulawak yang

didasarkan pada kepercayaan

Jenis kelamin dan skor pengetahuan Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent KATSKOR * JK 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%

KATSKOR * JK Crosstabulation

21 22 43

56.8% 56.4% 56.6%

8 11 19

21.6% 28.2% 25.0%

8 6 14

21.6% 15.4% 18.4%

37 39 76

100.0% 100.0% 100.0%

Count

% within JK

Count

% within JK

Count

% within JK

Count

% within JK

< 60

> 80

60 - 80

KATSKOR

Total

1 2

JK

Total

Chi-Square Tests

.731a 2 .694

.733 2 .693

76

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

N of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)

0 cells (.0%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is 6.82.

a.

Tingkat pendidikan dan skor pengetahuan

Case Processing Summary

76 100.0% 0 .0% 76 100.0%KATSKOR * KELPDDKN Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Page 121: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

104  

 

KATSKOR * KELPDDK Crosstabulation

28 15 43

70.0% 41.7% 56.6%

5 14 19

12.5% 38.9% 25.0%

7 7 14

17.5% 19.4% 18.4%

40 36 76

100.0% 100.0% 100.0%

Count

% within KELPDDK

Count

% within KELPDDK

Count

% within KELPDDK

Count

% within KELPDDK

< 60

> 80

60 - 80

KATSKOR

Total

1 2

KELPDDK

Total

Chi-Square Tests

8.005a 2 .018

8.221 2 .016

76

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

N of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)

0 cells (.0%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is 6.63.

a.

Hasil uji beda skor pengetahuan manfaat kesehatan temulawak yang didasarkan pada kepercayaan

Antar kelompok jenis kelamin

Group Statistics

37 57.002 28.3174 4.6554

39 58.042 25.7650 4.1257

JK1

2

SKORN Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean

Independent Samples Test

.533 .468 -.168 74 .867 -1.0395 6.2048 -13.4029 11.3239

-.167 72.429 .868 -1.0395 6.2204 -13.4384 11.3594

Equal variancesassumed

Equal variancesnot assumed

SKORF Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

t-test for Equality of Means

Page 122: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

105  

 

Antar kelompok tingkat pendidikan

Group Statistics

40 49.091 26.3480 4.1660

36 66.919 24.5048 4.0841

KELPDDK1

2

SKORN Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean

Independent Samples Test

.013 .909 -3.044 74 .003 -17.8283 5.8566 -29.4978 -6.1588

-3.056 73.913 .003 -17.8283 5.8340 -29.4530 -6.2036

Equal variancesassumed

Equal variancesnot assumed

SKORF Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

t-test for Equality of Means

Antar kelompok dengan kebiasaan/rutinitas mengonsumsi temulawak

Group Statistics

16 62,500 23,9087 5,9772

43 56,660 27,6907 4,2228

RUTIN11

2

SKORN Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean

Independent Samples Test

,190 ,665 ,746 57 ,459 5,8404 7,8327 -9,8443 21,5251

,798 30,956 ,431 5,8404 7,3184 -9,0864 20,7671

Equal variancesassumed

Equal variancesnot assumed

SKORF Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

t-test for Equality of Means

Page 123: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

106  

 

Hasil uji ANOVA minuman instan temulawak

Descriptives

32 6,131 1,8177 ,3213 5,476 6,787 2,5 9,0

32 5,984 1,4019 ,2478 5,479 6,490 3,4 9,0

32 5,116 1,6294 ,2880 4,528 5,703 2,0 8,0

32 4,994 1,7827 ,3151 4,351 5,636 2,5 8,0

128 5,556 1,7228 ,1523 5,255 5,858 2,0 9,0

32 4,475 1,9877 ,3514 3,758 5,192 ,0 9,0

32 4,663 2,2737 ,4019 3,843 5,482 ,0 9,0

32 4,413 1,8990 ,3357 3,728 5,097 ,0 9,0

32 4,894 1,9341 ,3419 4,196 5,591 ,0 8,5

128 4,611 2,0137 ,1780 4,259 4,963 ,0 9,0

32 3,838 1,9727 ,3487 3,126 4,549 1,4 8,2

32 4,572 1,8796 ,3323 3,894 5,250 ,0 8,0

32 5,181 1,5849 ,2802 4,610 5,753 1,7 9,0

32 5,953 1,3942 ,2465 5,450 6,456 3,0 8,5

128 4,886 1,8737 ,1656 4,558 5,214 ,0 9,0

32 5,891 1,9106 ,3378 5,202 6,579 2,2 9,0

32 5,247 1,4274 ,2523 4,732 5,761 2,4 8,0

32 4,850 1,8437 ,3259 4,185 5,515 1,0 9,0

32 5,213 1,7641 ,3119 4,576 5,849 2,0 9,0

128 5,300 1,7662 ,1561 4,991 5,609 1,0 9,0

32 4,494 1,8828 ,3328 3,815 5,173 ,0 7,5

32 4,875 1,6662 ,2945 4,274 5,476 ,0 7,0

32 5,247 1,5764 ,2787 4,679 5,815 ,0 7,5

32 5,803 1,7314 ,3061 5,179 6,427 ,0 8,0

128 5,105 1,7654 ,1560 4,796 5,413 ,0 8,0

32 4,8344 1,32749 ,23467 4,3558 5,3130 2,24 7,10

32 5,0075 1,03109 ,18227 4,6358 5,3792 3,20 7,00

32 4,9481 1,08108 ,19111 4,5584 5,3379 3,00 7,40

32 5,4013 1,05465 ,18644 5,0210 5,7815 3,46 7,30

128 5,0478 1,13680 ,10048 4,8490 5,2466 2,24 7,40

1

2

3

4

Total

1

2

3

4

Total

1

2

3

4

Total

1

2

3

4

Total

1

2

3

4

Total

1

2

3

4

Total

warna

aroma

rasa

kekentalan

keseluruhan

bobot keseluruhan

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound

95% Confidence Interval forMean

Minimum Maximum

ANOVA

32,783 3 10,928 3,937 ,010

344,172 124 2,776

376,955 127

4,496 3 1,499 ,364 ,779

510,489 124 4,117

514,985 127

77,567 3 25,856 8,705 ,000

368,288 124 2,970

445,855 127

17,978 3 5,993 1,965 ,123

378,182 124 3,050

396,160 127

29,889 3 9,963 3,376 ,021

365,928 124 2,951

395,817 127

5,825 3 1,942 1,521 ,212

158,298 124 1,277

164,123 127

Between Groups

Within Groups

Total

Between Groups

Within Groups

Total

Between Groups

Within Groups

Total

Between Groups

Within Groups

Total

Between Groups

Within Groups

Total

Between Groups

Within Groups

Total

warna

aroma

rasa

kekentalan

keseluruhan

bobot keseluruhan

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Page 124: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

107  

 

Uji lanjut Duncan

warna

Duncana

32 4,994

32 5,116

32 5,984

32 6,131

,770 ,725

perlak14

3

2

1

Sig.

N 1 2

Subset for alpha = .05

Means for groups in homogeneous subsets are displa

Uses Harmonic Mean Sample Size = 32,000.a.

aroma

Duncana

32 4,413

32 4,475

32 4,663

32 4,894

,395

perlak13

1

2

4

Sig.

N 1

Subsetfor alpha

= .05

Means for groups in homogeneous subsets are displaye

Uses Harmonic Mean Sample Size = 32,000.a.

rasa

Duncana

32 3,838

32 4,572 4,572

32 5,181 5,181

32 5,953

,091 ,160 ,076

perlak11

2

3

4

Sig.

N 1 2 3

Subset for alpha = .05

Means for groups in homogeneous subsets are disp

Uses Harmonic Mean Sample Size = 32,000.a.

kekentalan

Duncana

32 4,850

32 5,213 5,213

32 5,247 5,247

32 5,891

,396 ,146

perlak13

4

2

1

Sig.

N 1 2

Subset for alpha = .05

Means for groups in homogeneous subsets are disp

Uses Harmonic Mean Sample Size = 32,000.a.

keseluruhan

Duncana

32 4,494

32 4,875

32 5,247 5,247

32 5,803

,100 ,198

perlak11

2

3

4

Sig.

N 1 2

Subset for alpha = .05

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 32,000.a.

bobot keseluruhan

Duncana

32 4,8344

32 4,9481

32 5,0075

32 5,4013

,068

perlak11

3

2

4

Sig.

N 1

Subsetfor alpha

= .05

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 32,000.a.

Page 125: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

108  

 

Hasil uji normalitas (one sample Kolmogorov-Smirnov) untuk seluruh variabel yang diamati dalam uji klinis

Descriptive Statistics

21 62.48 9.923 44 78

21 1746.24 569.879 1048 3020

21 36.10 8.390 22 50

21 989.95 285.654 593 1551

21 2773.86 660.793 1677 4161

21 23.14 7.143 10 37

21 659.48 303.164 247 1528

21 14.24 3.534 8 20

21 388.14 121.294 171 659

21 25.90 11.296 10 46

21 714.90 346.635 304 1462

21 63.86 11.051 42 79

21 1859.14 682.256 959 3113

21 37.57 9.516 24 56

21 1078.81 399.878 489 1963

21 2874.19 755.405 1734 4254

21 20.90 6.139 9 34

21 615.62 279.377 235 1347

21 11.62 2.655 7 17

21 328.38 97.523 149 530

21 23.62 9.129 13 40

21 663.86 274.692 326 1337

sel T%_1

sel T#_1

cd4+%_1

cd4+#_1

limfosit#_1

cd8+%_1

cd8+#_1

sel B%_1

sel B#_1

sel_nk%_1

sel_nk#_1

sel T%_2

sel T#_2

cd4+%_2

cd4+#_2

limfosit#_2

cd8+%_2

cd8+#_2

sel B%_2

sel B#_2

sel_nk%_2

sel_nk#_2

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

One sample kolmogorov-smirnov test

sel

T%_1 sel

T#_1 cd4+ %_1 cd4+#_1 limf#_1

cd8+ %_1

cd8+#_1

sel B%_1

sel B#_1

sel_ nk%_1

sel_ nk#_1

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

Normal Parameters(a,b)

Mean 62.48

1746.24

36.10 989.95 2773.8

6 23.14 659.48 14.24

388.14

25.90 714.90

Std. Deviation

9.923 569.87

9 8.390 285.654

660.793

7.143 303.164 3.534 121.2

94 11.296

346.635

Most Extreme Differences

Absolute .132 .110 .170 .140 .084 .127 .118 .146 .120 .138 .145

Positive .114 .109 .170 .140 .074 .127 .118 .146 .120 .138 .145

Negative -.132 -.110 -.128 -.104 -.084 -.090 -.107 -.142 -.080 -.113 -.118

Kolmogorov-Smirnov Z .607 .505 .779 .644 .383 .582 .541 .669 .548 .634 .662

Asymp. Sig. (2-tailed) .855 .961 .578 .802 .999 .887 .932 .763 .925 .816 .773

sel

T%_2 sel

T#_2 cd4+ %_2

cd4+#_2 limf#_2

cd8+ %_2

cd8+#_2

sel B%_2

sel B#_2

sel_ nk%_2

sel_ nk#_2

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

Normal Parameters(a,b)

Mean 63.86 1859.14

37.57

1078.81 2874.19 20.90 615.62 11.62 328.38 23.62 663.8

6 Std.

Deviation11.051 682.256

9.516

399.878 755.405 6.139 279.377 2.655 97.523 9.129 274.6

92Most Extreme Differences

Absolute .129 .180 .102 .119 .111 .125 .111 .205 .223 .226 .175

Positive .085 .180 .102 .119 .111 .074 .111 .205 .223 .226 .175

Negative -.129 -.135 -.098 -.073 -.086 -.125 -.087 -.122 -.097 -.133 -.109

Kolmogorov-Smirnov Z .593 .824 .467 .547 .511 .574 .510 .939 1.020 1.034 .803

Asymp. Sig. (2-tailed) .874 .505 .981 .925 .957 .897 .957 .341 .249 .236 .540

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

Page 126: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

109  

 

Hasil uji beda untuk seluruh variabel yang diamati dalam uji klinis

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Umur 21 29 54 44.10 6.457 imt 21 27.57 35.65 31.1481 2.28028 sel T%_1 21 44 78 63.62 9.421 sel T#_1 21 1056 3020 1823.71 580.700 cd4+%_1 21 22 50 37.29 7.773 cd4+#_1 21 613 1592 1037.52 299.110 limfosit#_1 21 1677 4161 2847.67 683.937 cd8+%_1 21 10 37 23.43 7.173 cd8+#_1 21 247 1528 685.14 309.428 sel B%_1 21 8 20 14.57 3.443 sel B#_1 21 171 663 408.76 129.586 sel_nk%_1 21 10 46 25.00 10.507 sel_nk#_1 21 304 1462 712.67 344.890 sel T%_2 21 42 79 63.86 11.051 sel T#_2 21 959 3113 1859.14 682.256 cd4+%_2 21 24 56 37.57 9.516 cd4+#_2 21 489 1963 1078.81 399.878 limfosit#_2 21 1734 4254 2874.19 755.405 cd8+%_2 21 9 34 20.90 6.139 cd8+#_2 21 235 1347 615.62 279.377 sel B%_2 21 7 17 11.62 2.655 sel B#_2 21 149 530 328.38 97.523 sel_nk%_2 21 13 40 23.62 9.129 sel_nk#_2 21 326 1337 663.86 274.692 Valid N (listwise) 21

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 sel T%_1 63.62 21 9.421 2.056 sel T%_2 63.86 21 11.051 2.412 Pair 2 sel T#_1 1823.71 21 580.700 126.719 sel T#_2 1859.14 21 682.256 148.881 Pair 3 cd4+%_1 37.29 21 7.773 1.696 cd4+%_2 37.57 21 9.516 2.077 Pair 4 cd4+#_1 1037.52 21 299.110 65.271 cd4+#_2 1078.81 21 399.878 87.261 Pair 5 limfosit#_1 2847.67 21 683.937 149.247 limfosit#_2 2874.19 21 755.405 164.843 Pair 6 cd8+%_1 23.43 21 7.173 1.565 cd8+%_2 20.90 21 6.139 1.340 Pair 7 cd8+#_1 685.14 21 309.428 67.523 cd8+#_2 615.62 21 279.377 60.965 Pair 8 sel B%_1 14.57 21 3.443 .751 sel B%_2 11.62 21 2.655 .579 Pair 9 sel B#_1 408.76 21 129.586 28.278 sel B#_2 328.38 21 97.523 21.281 Pair 10

sel_nk%_1 25.00 21 10.507 2.293

sel_nk%_2 23.62 21 9.129 1.992 Pair 11

sel_nk#_1 712.67 21 344.890 75.261

sel_nk#_2 663.86 21 274.692 59.943

Page 127: PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT KESEHATAN ...repository.ipb.ac.id/.../handle/123456789/56282/2012mar.pdf2012 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

110  

 

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 sel T%_1 & sel T%_2 21 .851 .000 Pair 2 sel T#_1 & sel T#_2 21 .652 .001 Pair 3 cd4+%_1 & cd4+%_2 21 .801 .000 Pair 4 cd4+#_1 & cd4+#_2 21 .542 .011 Pair 5 limfosit#_1 & limfosit#_2 21 .594 .005 Pair 6 cd8+%_1 & cd8+%_2 21 .946 .000 Pair 7 cd8+#_1 & cd8+#_2 21 .850 .000 Pair 8 sel B%_1 & sel B%_2 21 .845 .000 Pair 9 sel B#_1 & sel B#_2 21 .535 .012 Pair 10 sel_nk%_1 & sel_nk%_2 21 .752 .000 Pair 11 sel_nk#_1 & sel_nk#_2 21 .725 .000

Paired Samples Test

-.238 5.804 1.267 -2.880 2.404 -.188 20 .853

-35.429 534.775 116.697 -278.855 207.998 -.304 20 .765

-.286 5.693 1.242 -2.877 2.306 -.230 20 .820

-41.286 346.035 75.511 -198.799 116.228 -.547 20 .591

-26.524 651.687 142.210 -323.168 270.121 -.187 20 .854

2.524 2.421 .528 1.422 3.626 4.777 20 .000

69.524 163.846 35.754 -5.058 144.106 1.944 20 .066

2.952 1.857 .405 2.107 3.798 7.287 20 .000

80.381 113.003 24.659 28.943 131.819 3.260 20 .004

1.381 7.039 1.536 -1.823 4.585 .899 20 .379

48.810 238.706 52.090 -59.848 157.467 .937 20 .360

sel T%_1 - sel T%_2Pair 1

sel T#_1 - sel T#_2Pair 2

cd4+%_1 - cd4+%_2Pair 3

cd4+#_1 - cd4+#_2Pair 4

limfosit#_1 - limfosit#_Pair 5

cd8+%_1 - cd8+%_2Pair 6

cd8+#_1 - cd8+#_2Pair 7

sel B%_1 - sel B%_2Pair 8

sel B#_1 - sel B#_2Pair 9

sel_nk%_1 - sel_nk%Pair 10

sel_nk#_1 - sel_nk#_Pair 11

Mean Std. DeviationStd. Error

Mean Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)