Upload
nguyennguyet
View
237
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
PROSES PEMBUATAN
MINUMAN EMULSI MINYAK SAWIT
DAN ANALISIS TEKNOEKONOMI PADA SKALA INDUSTRI
YOS RIZAL PRIMA SAPUTRA
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Proses Pembuatan
Minuman Emulsi Minyak Sawit dan Analisis Teknoekonomi pada Skala Industri
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Yos Rizal Prima Saputra
NIM.F24110032
ABSTRAK
YOS RIZAL PRIMA SAPUTRA. Proses Pembuatan Minuman Emulsi Minyak
Sawit dan Analisis Teknoekonomi pada Skala Industri. Dibimbing oleh TIEN R
MUCHTADI dan EMMY DARMAWATI.
Minuman emulsi minyak sawit dengan sistem emulsi minyak dalam air
(o/w) merupakan alternatif produk hilir minyak sawit dengan nilai tambah tinggi
sebagai sumber komponen bioaktif β-karoten yang efektif. Tujuan penelitian ini
adalah untuk membuat produk minuman emulsi minyak sawit yang memiliki
kandungan β-karoten tinggi dan melakukan analisis teknoekonomi pada skala
industri yang meliputi aspek teknis dan teknologis serta aspek finansial.
Pembuatan minuman emulsi minyak sawit menggunakan formula rasio fraksi
olein minyak sawit dan air 7:3, emulsifier tween 80 1%, high fructose syrup 15%,
flavor melon 1.5%, natrium benzoat 0.2%, BHT 200 ppm dan EDTA 200 ppm
dengan proses homogenisasi menggunakan homogenizer ultra-turrax kecepatan
8000 rpm selama 1, 3 dan 4 menit. Karakteristik minuman emulsi minyak sawit
dalam penelitian ini adalah stabilitas emulsi 99.56%, viskositas 660 cp, warna L*
69.76, a +13.08, b +79.66, kadar air 31.15% dan kadar beta karoten 399.07 ppm.
Analisis teknoekonomi dilakukan pada kapasitas industri minuman emulsi minyak
sawit sebesar 1000 kg CPO per hari. Produk yang dihasilkan ialah 7286 botol
minuman emulsi per hari atau 2.185.800 botol per tahun. Biaya investasi yang
dibutuhkan sebesar Rp 7,875,271,500.00 dan biaya modal kerja sebesar Rp
1,242,501,714.06. Pada harga jual Rp 8,500.00 per botol diperoleh keuntungan
sebesar 70%, BEP akan dicapai pada skala produksi 521,489.42 /tahun atau
23.86% total kapasitas produksi /tahun atau setara dengan pendapatan Rp
4,014,153,243.48 /tahun. Pada kapasitas 1000 kg CPO per hari, industri minuman
emulsi minyak sawit layak dioperasikan karena berdasarkan analisa kelayakan
diperoleh nilai NPV sebesar Rp 8,154,083,367.42, IRR sebesar 23,54%, Net B/C
2,04 dan PBP terjadi pada tahun ke-3 bulan ke-5. Berdasarkan hasil analisis
sensitivitas diperoleh bahwa perubahan harga kemasan botol gelap sampai dengan
20%, perubahan harga bahan baku CPO sampai dengan 30% dan perubahan
kapasitas produksi sampai dengan 10% masih berstatus layak.
Kata kunci: β-karoten, investasi, minuman emulsi, minyak sawit, teknoekonomi
ABSTRACT
YOS RIZAL PRIMA SAPUTRA. Palm Oil Emulsion Drink Production Process
and Techno-Economic Analysis on Industrial Scale. Supervised by TIEN R
MUCHTADI and EMMY DARMAWATI.
Palm oil emulsion drink with oil in water (o/w) emulsion system is an
alternative of palm oil downstream products with high added value as effective
source of β-carotene bioactive component. The purpose of this study is to make
palm oil emulsion drink product which has high content of β-carotene and to
conduct techno-economic analysis on industrial scale covering the technical and
technological aspect as well as the financial aspects. Palm oil emulsion drink
production used ratio formula of palm olein fraction and water 7: 3, emulsifier
tween 80 1%, high fructose syrup 15%, melon flavor 1.5%, sodium benzoate
0.2%, BHT 200 ppm and EDTA 200 ppm with the process of homogenization
using ultra-turrax homogenizer speed of 8000 rpm for 1, 3 and 4 minutes.
Characteristics of palm oil emulsion drink in this study were 99.56% emulsion
stability, viscosity 660 cp, color L * 69.76, a +13.08, b +79.66, water content of
31.15% and β- carotene level of 399.07 ppm. Techno-economic analysis was
performed on emulsion drink industry with capacity of 1000 kg CPO per day. The
production volume is 7,286 bottles of palm oil emulsion drink per day or
2.185.800 bottles per year. The investment cost needed is Rp 7,875,271,500.00
and working capital cost needed is Rp 1,242,501,714.06. On the product selling
price of Rp 8,500.00 per bottle obtained 70% profit, BEP will be achieved on
production scale of 521.489 bottles per year or 23.86% of total production
capacity /year equivalent to income of Rp 4,014,153,243.48 / year. At capacity of
1000 kg CPO per day, palm oil emulsion drink industry is feasible to be operated
since based on feasibility analysis obtained value of NPV Rp 8,154,083,367.42,
IRR 23,54%, Net B / C 2,04 and PBP will be achieved in 3 years and 5 months.
The results of sensitivity analysis showed that change in dark glass bottle
packaging price up to 20%, raw material of CPO price up to 30% and production
capacity up to 10% is still feasible.
Keywords: β-carotene, emulsion drink, investment, palm oil, techno-economic
PROSES PEMBUATAN
MINUMAN EMULSI MINYAK SAWIT
DAN ANALISIS TEKNOEKONOMI PADA SKALA INDUSTRI
YOS RIZAL PRIMA SAPUTRA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Alhamdulillahhirabbil‘alamin. Puji dan syukur kepada Allah SWT atas
segala rahmat dan berkah-Nya sehingga penulisan tugas akhir ini dapat
terselesaikan. Penyelesaian tugas akhir ini tidak lepas dari dukungan dan do’a dari
semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ayahanda Suyoto, Ibunda Wiwik Sri Lestari, adik M. Yosril Rafiq Irwansyah
atas dukungan, semangat, kasih sayang dan do’a yang selalu diberikan kepada
penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi sebagai dosen pembimbing akademik dan tugas
akhir, Dr. Ir. Emmy Darmawati, MSi sebagai dosen pembimbing tugas akhir
atas ilmu, waktu, bimbingan, kesabaran dan motivasi yang diberikan kepada
penulis untuk menyelesaikan studi dan tugas akhir.
3. Dr. Elvira Syamsir, STP, Msi sebagai dosen penguji atas kesediaannya menguji
dan saran yang diberikan
4. Segenap tenaga pengajar, laboran (Pak Gatot, Bu Antin, Pak Rojak, Pak
Yahya) dan pegawai Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian dan Institut Pertanian Bogor atas segenap ilmu dan
bantuan yang diberikan.
5. Rena Christdianti, Kak Lorenzia Ajeng Pradipta, Kak Faris Fathurrohman, Kak
Nurlita Dianingsih dan Kak Winda Harlen sebagai partner penelitian minyak
sawit atas seluruh bantuan yang diberikan. Anggun Dwi Puspo Supomo
sebagai teman satu pembimbing, Nana Sutisna, Cynthia Andriani, Randy
Pramuditha Arifin, Aisyah Asysyifaturrahman serta seluruh keluarga besar
teman-teman seperjuangan ITP 48, Rizki Anjal Puji Nugroho, Gian Virgiawan
dan warga Wisma Badenten, M. Umar Said Muksini, Farid Huseini, Anugerah,
Sandi R. , Khaidar Hazmi dan seluruh penghuni Soka Buntu 16 atas support
yang diberikan
6. Dra. Alfa Chasanah, MA dan seluruh keluarga besar UKM IPB Debating
Community untuk inspirasi dan semangat yang diberikan kepada penulis
selama perkuliahan di IPB serta kolega di UKM IAAS LC IPB, FBI Fateta dan
FSDMA C2 48 atas kesempatan belajar yang diberikan kepada penulis.
7. Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI (DIKTI), atas
batuan pembiayaan penelitian melalui program Hibah Kompetensi.
8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang baik
secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penyelesaian studi
dan penulisan tugas akhir penulis.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak
dan perkembangan ilmu dan teknologi pangan di masa yang akan datang.
Bogor, Maret 2016
Yos Rizal Prima Saputra
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xvi
DAFTAR GAMBAR xvi
DAFTAR LAMPIRAN xvii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
METODE PENELITIAN 3
Waktu dan Tempat Penelitian 3
Bahan 3
Alat 3
Prosedur Penelitian 3
Metode Analisis 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Proses Pemurnian Crude Palm Oil (CPO) 11
Karakteristik Minuman Emulsi Minyak Sawit 12
Analisis Teknoekonomi 15
Aspek Teknis dan Teknologis 15
Aspek Finansial 18
SIMPULAN DAN SARAN 29
Simpulan 29
Saran 29
DAFTAR PUSTAKA 29
LAMPIRAN 33
PR SKRIPSI 51
RIWAYAT PENULIS 54
DAFTAR TABEL
1 Karakteristik mutu CPO dan fraksi olein yang dihasilkan 11
2 Hasil analisis mutu minuman emulsi minyak sawit 13
3 SNI 01-2901-2006 15
4 Perhitungan biaya investasi 19
5 Perhitungan modal kerja 19
6 Rincian biaya produksi 21
7 Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi 22
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram Alir Pembuatan Minuman Emulsi Minyak Sawit (Modifikasi dari
Surfiana 2002) 4
2 Minuman emulsi minyak sawit 13
3 Grafik perubahan nilai NPV terhadap kenaikan harga botol kaca gelap 24
4 Grafik perubahan nilai IRR terhadap kenaikan harga botol kaca gelap 24
5 Grafik perubahan nilai Net B/C terhadap kenaikan harga botol kaca gelap 24
6 Grafik perubahan nilai PBP terhadap kenaikan harga botol kaca gelap 25
7 Grafik perubahan nilai NPV terhadap kenaikan harga CPO 25
8 Grafik perubahan nilai IRR terhadap kenaikan harga CPO 25
9 Grafik perubahan nilai Net B/C terhadap kenaikan harga CPO 26
10 Grafik perubahan nilai PBP terhadap kenaikan harga CPO 26
11 Grafik perubahan nilai NPV terhadap penurunan kapasitas produksi 26
12 Grafik perubahan nilai IRR terhadap penurunan kapasitas produksi 27
13 Grafik perubahan nilai net B/C terhadap penurunan kapasitas produksi 27
14 Grafik perubahan nilai PBP terhadap penurunan kapasitas produksi 27
DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir tahapan penelitian 33
2 Diagram alir proses pemurnian CPO (Sari 2013) 34
3 Spesifikasi mesin, peralatan dan kemasan 35
4 Diagram alir proses dan kapasitas alat 38
5 Rincian lengkap biaya investasi 39
6 Angsuran modal investasi 40
7 Angsuran modal kerja 40
8 Rincian biaya pemeliharaan, penyusutan, bunga modal dan asuransi 41
9 Rincian biaya produksi 42
10 Proyeksi laba rugi 44
11 Rincian perhitungan BEP 45
12 Proyeksi arus kas 46
13 Perhitungan kriteria kelayakan investasi 48
14 Hasil analisis sensitivitas terhadap variabel kenaikan harga botol kaca
gelap 49
15 Hasil analisis sensitivitas terhadap variabel kenaikan CPO 49
16 Hasil analisis sensitivitas terhadap variabel penurunan kapasitas produksi
50
17 Perbandingan minuman emulsi minyak sawit dengan produk sejenis yang
ada di pasaran 50
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elais Guineesis Jacq.) saat ini telah berkembang pesat di Asia
Tenggara, khususnya di Indonesia dan Malaysia. Kelapa sawit memegang peranan
cukup strategis dalam perekonomian Indonesia, terutama dari sektor nonmigas.
Saat ini, Indonesia menjadi negara penghasil CPO terbesar di dunia dengan
menyumbang 49.9% dari total produksi CPO di dunia, megungguli negara lain
seperti Malaysia, Thailand, Colombia dan Nigeria (AALI 2013). Produksi kelapa
sawit Indonesia dalam wujud minyak sawit (CPO) terus meningkat setiap tahun.
Pada tahun 1980 produksi CPO Indonesia hanya sebesar 721.17 ribu ton,
sedangkan tahun 2014 menjadi 29.34 juta ton dan estimasi tahun 2015 menjadi
30.95 juta ton atau tumbuh rata-rata sebesar 11.95% per tahun (Ditjenbun 2014).
Keunggulan minyak sawit dibandingkan dengan minyak nabati lainnya
adalah kandungan mikronutriennya cukup tinggi serta biaya produksi yang
rendah. Menurut Sumarna (2006) keunikan minyak kelapa sawit dibandingkan
dengan minyak lain adalah kandungan pigmen karotenoid yang tinggi yaitu
sebesar 500-600 ppm dengan kandungan β-karotennya setara dengan 60.000 IU
aktifitas vitamin A. Menurut Ball (2000) β-karoten merupakan karotenoid utama
yang memiliki aktivitas provitamin A yang berfungsi untuk penglihatan,
diferensiasi jaringan, reproduksi, serta imunitas. Kandungan β-karoten yang tinggi
pada minyak sawit menyebabkan minyak sawit potensial untuk dikembangkan
sebagai salah satu pangan fungsional sumber provitamin A.
Data WHO (2009) menunjukkan bahwa di Indonesia tingkat prevalensi
serum retinol <0.70 μmol/l cukup tinggi. Nilai tersebut merupakan indikator
biokimia resiko defisiensi vitamin A yang mana dari jumlah total balita dan ibu
hamil di Indonesia pravelensi defisiensi vitamin A masing-masing mencapai
4.261.000 balita (19.6%) dan 748.000 ibu hamil (17.1%). KVA dalam tubuh
dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit yang merupakan Nutrition Related
Diseases yang dapat mengenai berbagai macam anatomi dan fungsi dari organ
tubuh seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan epitelisme sel-
sel kulit. Salah satu dampak kurang vitamin A adalah kelainan pada mata yang
umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan - 4 tahun yang menjadi penyebab utama
kebutaan di negara berkembang (Depkes 2003). Pemanfaatan minyak sawit
diharapkan dapat mendukung usaha penanggulangan masalah kekurangan vitamin
A yang merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia.
Minuman emulsi minyak sawit diklasifikasikan sebagai emulsi minyak
dalam air (O/W). Minuman emulsi minyak sawit dibuat dengan bahan baku utama
yaitu minyak sawit yang melalui pemurnian tanpa proses bleaching untuk
mempertahankan komponen pigmen β-karoten. Beberapa penelitian mengenai
minuman emulsi minyak sawit telah dilakukan antara lain formulasi minuman
emulsi yang memiliki kandungan β-karoten tinggi, sifat fisik, kimia dan
organoleptik yang disukai oleh konsumen dan umur simpan minuman emulsi yang
masih tetap memiliki kandungan β-karoten tinggi (Surfiana 2002), rheologi
minuman emulsi minyak sawit (Sabariman 2007), proses pasteurisasi minuman
emulsi minyak sawit (Rita 2011), optimasi bahan emulsi dengan stabilizer dan
2
penentuan mutu minuman emulsi (Ruhiyatman 2013), serta optimasi formula
dengan kestabilan dan rasa yang lebih baik serta dapat diterima konsumen
(Pramesti 2014).
Minuman emulsi minyak sawit memiliki keunggulan utama yaitu sebagai
alternatif produk hilir minyak sawit dengan kandungan β-karoten tinggi. Minyak
sawit sebagai bahan dasar pembuatan minuman emulsi merupakan sumber alami
β-karoten. Selain itu,minuman emulsi minyak sawit diharapkan dapat berperan
sebagai sumber alami β-karoten yang efektif karena dapat dikonsumsi langsung
tanpa melalui proses pemanasan tinggi yang dapat merusak komponen β-karoten
(Nollet 1992). Pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan baku pembuatan
minuman emulsi minyak sawit selaras dengan misi-misi hilirisasi industri minyak
sawit. Penggunaan minyak sawit mentah untuk industri hilir di Indonesia saat ini
masih relatif rendah yaitu baru sekitar 55% dari total produksi. Mengingat potensi
minyak sawit Indonesia saat ini, maka sudah selayaknya diversifikasi produk hilir
kelapa sawit ditingkatkan.Selain itu, untuk memperoleh nilai tambah (added
value) minyak sawit yang lebih besar, pemerintah Indonesia telah mencanangkan
misi hilirisasi industri minyak sawit (Kemendag 2013).
Sesuai dengan dengan misi hilirisasi industri minyak sawit, produksi
minuman emulsi minyak sawit sebagai alternatif produk hilir minyak sawit
dengan nilai tambah yang tinggi perlu ditingkatkan ke skala industri. Oleh karena
itu, diperlukan analisis teknoekonomi pada skala industri yang mencakup aspek
teknis dan teknologis dan aspek finansial. Analisa teknoekonomi erat kaitannya
dengan pemecahan masalah teknik dimana indikator efisiensi ekonomi dijadikan
sebagai kriteria pemilihan alternatif. Hasil analisa tersebut akan menentukan
kelayakan suatu investasi (Newman 1990). Pada penelitian ini, dilakukan proses
pemurnian minyak sawit skala pilot plant tanpa proses bleaching,pembuatan
minuman emulsi skala laboratorium serta analisis teknoekonomi pada skala
industri dengan kapasitas produksi 1000 kg CPO/hari.
Perumusan Masalah
Saat ini Indonesia adalah negara penghasil CPO terbesar di dunia. Namun,
pemanfaatan minyak sawit untuk industri hilir yang memiliki nilai tambah lebih
tinggi masih sangat terbatas. Minuman emulsi minyak sawit tinggi β-karoten
merupakan alternatif produk hilir minyak sawit dengan nilai tambah tinggi. Dalam
rangka peningkatan produksi ke skala industri, diperlukan analisis teknoekonomi
untuk menilai kelayakan investasi. Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan
minuman emulsi minyak sawit tinggi β-karoten dan analisis teknoekonomi aspek
teknis dan teknologis dan aspek finansial.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuat produk minuman emulsi minyak
sawit yang memiliki kandungan β-karoten tinggi dan melakukan analisis
teknoekonomi pada industri minuman emulsi minyak sawit yang meliputi aspek
teknis dan teknologis serta finansial.
3
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai
karakteristik minuman emulsi minyak sawit dan data teknoekonomi pada industri
minuman emulsi minyak sawit sehingga hasil studi yang diperoleh dapat
menentukan layak atau tidaknya industri tersebut didirikan.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, L2, Kimia
Pangan, Biokimia Pangan, Analisis Pangan dan Fat and Oil SEAFAST Center.
Pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan Februari 2015 – Desember 2015.
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit
kasar (Crude Palm Oil/CPO) dari PT. Salim Ivomas Pratama Jakarta. Bahan
pendukung yang digunakan adalah asam fosfat 85% dan NaOH untuk proses
pemurnian CPO serta tween 80, akuades, air, BHT, EDTA, flavor melon, HFS,
asam benzoat untuk pembuatan minuman emulsi dan bahan-bahan lain untuk
analisis yang meliputi heksana (p.a) dan NaOH. Bahan pendukung diperoleh dari
toko bahan kimia Setia Guna Bogor dan Toko Bahan dan Perlengkapan Kue &
Roti Yoek’s Bogor. Bahan analisis diperoleh dari stock room Departemen ITP
IPB.
Alat
Peralatan yang digunakan adalah peralatan pemurnian CPO (degumming
tank, neutralizer unit, spinner, deodorizer unit, fraksinator dan filter press),
jerigen, dan ember serta homogenizer ultra turax (model Silverson L4R armfield),
spektrofotometer, refrigerator, oven kadar air, cawan alumunium, neraca analitik,
chromameter, tabung centrifuge, Centrifuge (model 5810 R Eppendorf), kompor,
panci, termometer, alat titrasi, viscometer Brookfield dan alat-alat gelas.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu proses pemurnian CPO, proses
pembuatan minuman emulsi minyak sawit dan analisis teknoekonomi. Diagram
alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Tahap pertama yaitu proses
pemurnian CPO bertujuan untuk menghilangkan pengotor yang terdapat dalam
CPO serta untuk memperoleh fraksi cair (olein) sebagai bahan baku pembuatan
4
minuman emulsi minyak sawit. Proses pemurnian CPO terdiri dari proses
degumming, netralisasi, deodorisasi dan fraksinasi. Diagram alir proses
pemurnian CPO mengacu pada penelitian yang dilakukan Sari (2013) dapat dilihat
pada Lampiran 2. Beberapa parameter yang diamati meliputi kadar asam lemak
bebas, bilangan peroksida, bilangan iod, kadar air dan total karotenoid.
Tahap kedua adalah proses pembuatan minuman emulsi minyak sawit.
Tahap kedua bertujuan untuk memperoleh produk dan karakterisasi minuman
emulsi minyak sawit. Tahapan proses pembuatan minuman emulsi minyak sawit
mengacu pada modifikasi formula Surfiana (2002) dapat dilihat pada Gambar 1.
Tahapan pokok pada proses pembuatan minuman emulsi minyak sawit terdiri dari
proses homogenisasi selama 1, 3 dan 4 menit dengan kecepatan 8000 rpm dan
proses pasteurisasi pada suhu 70℃ selama 10 menit. Beberapa parameter yang
diamati meliputi stabilitas emulsi, kadar air, kadar β-karoten, viskositas dan warna
notasi Hunter L*,a,b
.
Homogenisasi (± 4 menit, 8000 rpm)
Emulsi O/W
Pasteurisasi 70℃, 10 menit
Flavor Melon 1.5%
Homogenisasi (± 3 menit, 8000 rpm)
HFS 15%
Olein Minyak Sawit 70%
BHT 200ppm
EDTA 200ppm
Homogenisasi (± 1 menit, 8000 rpm)
Ditambahkan perlahan-lahan sambil dihomogenisasi
Air 30%
Tween 80 1%
Na Benzoat 0.2%
Homogenisasi (± 1 menit, 8000 rpm)
Gambar 1 Diagram Alir Pembuatan Minuman Emulsi Minyak Sawit (Modifikasi dari
Surfiana 2002)
5
Tahap ketiga adalah analisis teknoekonomi. Tahap ketiga bertujuan untuk
mendapatkan informasi mengenai industri minuman emulsi minyak sawit
sehingga dapat ditentukan layak atau tidaknya industri minuman emulsi minyak
sawit didirikan. Prosedur analisis teknoekonomi pada penelitian ini terdiri dari
aspek teknis dan teknologis serta aspek finansial. Parameter yang diamati pada
aspek teknis dan teknologis meliputi spesifikasi bahan baku, pemilihan mesin,
peralatan dan kemasan serta penentuan kapasitas produksi dan teknologi proses.
Sedangkan parameter yang diamati pada aspek finansial meliputi biaya investasi,
biaya modal kerja, biaya produksi, Break Even Point (BEP), kriteria kelayakan
investasi dan analisis sensitivitas.
Metode Analisis
Analisis Kadar Air, Metode Oven (AOAC 2012) Sampel sebanyak 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan dalam cawan
alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan
cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105 0C selama 6 jam atau hingga beratnya
konstan. Cawan didinginkan dan desikator dan ditimbang, kemudian dikeringkan
kembali sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 𝑔/100 𝑔𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ =𝑊 − 𝑊1 − 𝑊2
𝑊𝑥 100
Keterangan :
W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)
W1 = bobot contoh + cawan kering kosong (g)
W2 = bobot cawan kosong (g)
Analisis Total Karotenoid, Metode Spektrofotometri (PORIM 2005)
Sebanyak 0.1 gram sampel dilarutkan dengan heksana dalam labu takar 25
mL sampai tanda tera, lalu dikocok hingga benar-benar homogen. Selanjutnya
absorbansi diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 446 nm. Pengenceran dilakukan apabila absorbansi yang diperoleh
nilainya lebih dari 0.700. Total Karotenoid dapat dihitung dengan cara :
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑎𝑟𝑜𝑡𝑒𝑛𝑜𝑖𝑑 (𝑝𝑝𝑚) =25 𝑥 383 𝑥 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖
100 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
Analisis Stabilitas Emulsi, Metode Sentrifugasi (Modifikasi Yasumatsu et al.
1972) Pengukuran stabilitas emulsi dengan metode ini berdasarkan kemampuan
pembentukan emulsi setelah dilakukan pemanasan dan sentrifugasi. Prosedur
penentuannya adalah sampel emulsi dipanaskan dalam penangas air bersuhu 80oC
selama 30 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 1300 rpm selama 10
6
menit. Volume campuran yang masih membentuk emulsi diukur dan stabilitas
emulsi ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut :
Analisis Asam Lemak Bebas, Metode Titrasi (AOAC 2012)
Kadar bilangan asam lemak ditentukan berdasarkan jumlah asam lemak
bebas yang terkandung dalam sampel. Sampel minyak ditimbang sebanyak 5 gram
dalam gelas erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan etanol 95% dan
dipanaskan dalam penangas air pada suhu 60 – 70 0C sambil diaduk. Tambahkan
indikator fenolftalein 1% sebanyak 2-3 tetes. Lakukan titrasi dengan NaOH 0.1 N
atau 0.25 N hingga terbentuk warna merah muda yang tidak berubah selama 30
detik. Asam lemak bebas dihitung sebagai asam palmitat dengan rumus sebagai
berikut :
𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑠 % = 𝑡𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 −𝑡𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 𝑥 N 𝑁𝑎𝑂𝐻𝑥 25.6
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑔
Analisis Bilangan Peroksida, Metode Titrasi (AOAC 2012)
Sampel ditimbang sebanyak 5 gram ke dalam erlenmeyer 250 ml kemudian
ditambahkan sebanyak 30 ml pelarut, dikocok sampai semua sampel larut. KI
jenuh ditambahkan sebanyak 0,5 ml, didiamkan selama 2 menit di dalam ruang
gelap. Kemudian ditambahkan 30 ml air destilata. Kelebihan iod dititer dengan
larutan tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N, dengan cara yang sama dibuat penetapan untuk
blanko. Bilangan peroksida dihitung berdasarkan rumus:
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎 = 𝑡𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 −𝑡𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 𝑥 N S2O3𝑥 1000
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
Analisis Bilangan Iod, Metode Titrasi (AOAC 2012)
Sampel minyak ditimbang sebanyak 0.5 gram dalam gelas erlenmeyer 250
mL, ditambahkan 10 mL kloroform dan 25 mL pereaksi Hanus. Kemudian larutan
didiamkan di ruang gelap selama 1 jam. Setelah 1 jam, larutan ditambahkan
kalium iodida (KI) 15% lalu dikocok. Titrasi dengan Na2S2O3 0.1 N hingga warna
hampir hilang. Selanjutnya ditambahkan indikator pati 1% sebanyak 2 tetes.
Titrasi kembali sampai warna biru yang terbentuk hilang. Bilangan iod dihitung
berdasarkan rumus:
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐼𝑜𝑑 = 𝑡𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑡𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 N Na2S2O3x 12.69
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
7
Analisis Warna, Metode Kolorimeter (Hutching 1999)
Analisis dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chroma Meters CR
300. Prinsip kerja dari alat ini bekerja berdasarkan pengukuran perbedaan warna
yang dihasilkan oleh permukaan sampel. Pengukuran dilakukan dengan
meletakkan sampel di dalam wadah sampel berukuran seragam. Selanjutnya
dilakukan pengukuran nilai L, a, dan b terhadap sampel. Nilai L menyatakan
parameter kecerahan yang mempunyai nilai dari 0-100 (hitam-putih). Nilai a
menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan waktu kromatik campuran merah-
hijau dengan nilai +a dari 0-100 untuk warna merah dan nilai –a dari -80-0 untuk
warna hijau. Nilai b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan
nilai +b dari 0-80 untuk kuning dan nilai –b dari -80-0 untuk warna biru.
Analisis Viskositas, Metode Viskometer (Shyu dan Sung 2010)
Pengukuran viskositas bahan emulsi dan minumannya dilakukan dengan
menggunakan alat viskometer (Model RTV, Brookfield Engineering Labs,
Inc,Middleboro, MA, USA). Sejumlah sampel ±300ml dimasukkan ke dalam
wadah khusus pada alat viskometer. Pengukuran viskositas dilakukan pada suhu
25 0C. Prinsip pengukuran viskositas dengan alat ini adalah mengukur besarnya
hambatan akibat kekentalan suatu fluida yang dialami oleh silinder atau piringan
ketika berputar dalam fluida yang diukur.
Analisis β-Karoten, Metode HPLC (AOAC 1999)
Sebanyak 1-2 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup,
kemudian ditambahkan 10 mL larutan KOH 10% dalam metanol kemudian
divorteks. Setelah itu, gas nitrogen dihembuskan ke dalam tabung reaksi selama
30 detik lalu ditutup untuk mencegah terjadinya oksidasi β-karoten. Larutan
dipanaskan dalam waterbath 65oC selama 60 menit, lalu didinginkan. Setelah itu,
ditambahkan 2x10 mL heksana, kemudian divorteks, ditunggu hingga larutan
dalam tabung terpisah menjadi dua fraksi, lalu diambil larutan pada fraksi heksana
(bagian atas) dan dipindahkan ke tabung reaksi lain sambil dilewatkan pada kertas
saring yang telah diberi natrium anhidrous. Fraksi heksana yang terkumpul
diuapkan dengan gas nitrogen hingga kering. Analat kering yang diperoleh
dilarutkan dengan 1000 μl fase gerak untuk menghindari terjadinya tailing pada
kromatogram.
Selanjutnya, larutan sampel diinjeksikan ke HPLC. Volume larutan sampel
yang diinjeksi minimal 2 kali volume sampel loop (20 μl), yaitu 40 μl. Tahap
selanjutnya yaitu persiapan larutan standar dan pembuatan kurva standar, seri
pengenceran 5x, 10x, 20x, 50x, dan 100x dibuat dari larutan standar β-karoten
konsentrasi 440 μg/ml dalam basis 1000 μl. Setiap larutan standar diinjeksikan ke
HPLC, minimal dua kali volume sampel loop (20 μl), yaitu 40 μl. Hubungan
antara luas peak yang terbaca dengan konsentrasi larutan yang diinjeksikan
kemudian diplotkan, di mana luas peak sebagai sumbu y dan konsentrasi larutan
sebagai sumbu x. Kemudian peak β-karoten pada sampel diidentifikasi dengan
mencocokkan waktu retensi peak sampel dengan waktu retensi standar β-karoten.
Luas area peak β-karoten pada sampel dicatat dan dimasukkan ke dalam
persamaan kurva standar untuk memperoleh konsentrasi β-karoten sampel dari
kurva standar (μg/ml).
8
Analisis Teknoekonomi
Analisis teknoekonomi membahas proses pembuatan keputusan mengenai
masalah di bidang teknik berdasarkan analisis teknik dan perhitungan ekonomi
untuk membuat pilihan terbaik dari berbagai alternatif yang tersedia. Karena
penerapan kegiatan teknik pada umumnya memerlukan investasi yang relatif besar
dan berdampak jangka panjang terhadap aktivitas pengikutnya, penerapan
aktivitas tersebut menuntut adanya keputusan-keputusan strategis yang
memerlukan pertimbangan-pertimbangan teknik maupun ekonomis yang baik dan
rasional. Oleh karena itu, Ilmu Teknoekonomi sering juga dianggap sebagai
sarana pendukung keputusan (Decision Making Support) (Sukirno 2004). Analisis
teknoekonomi pada penelitian ini meliputi aspek teknis dan teknologis serta
aspekfinansial. Analisis teknoekonomi aspek teknis dan teknologis meliputi
spesifikasi bahan baku, penentuan kapasitas produksi, pemilihan teknologi proses
serta pemilihan mesin, peralatan dan kemasan. Sedangkan analisis teknoekonomi
aspek finansial meliputi biaya investasi, biaya pemeliharaan, penyusutan modal
dan asuransi, biaya produksi dan harga produk, proyeksi laba rugi, break even
point (BEP), kriteria kelayakan investasi dan analisis sensitivitas (Christdianti
2015).
1. Net Present Value
NPV merupakan perbedaan antara nilai sekarang (present value) dari
manfaat dan biaya. Dengan demikian apabila NPV bernilai positif, dapat diartikan
juga sebagian besarnya keuntungan yang diperoleh dari proyek. Sebaliknya NPV
yang bernilai negatif menunjukkan kerugian. NPV dapat dihitung dengan
persamaan berikut:
NPV = 𝐵𝑡 − 𝐶𝑡 𝑋 (1 − 𝑖)𝑡𝑛𝑡=0
Dimana :
NPV = Net Present Value
Bt = penerimaan pada tahun ke–t
Ct = biaya pada tahun ke-t
i = tingkat suku bunga (%)
t = periode investasi (t = 1,2,3, …., n)
n = umur ekonomis proyek (tahun)
Dari hasil perhitungan NPV yang diperoleh dapat diambil keputusan sebagai
berikut:
Jika NPV > 0, maka proyek layak untuk dilaksanakan
Jika NPV < 0, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
Artinya, jika NPV = 0, maka proyek akan mendapatkan modalnya kembali
setelah diperhitungkan dengan discount rate yang berlaku. Untuk NPV > 0 proyek
dapat dilaksanakan dengan memperoleh keuntungan sebesar nilai NPV.
Sedangkan apabila nilai NPV < 0, maka sebaiknya proyek tersebut tidak
dilaksanakan dan dipertimbangkan untuk mencari alternatif proyek yang lain yang
lebih menguntungkan (Pramudya 2010).
9
2. Internal Rate Return
IRR merupakan suatu tingkat pengembalian modal yang digunakan dalam
suatu proyek yang nilainya dinyatakan dalam % per tahun. Suatu proyek yang
layak dilaksanakan akan mempunyai nilai IRR yang lebih besar dari nilai discount
rate.
Nilai IRR merupakan nilai tingkat bunga, dimana nilai NPV-nya sama
dengan nol (Pramudya 2010). Dalam persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut:
IRR = 𝑖 ′𝑁𝑃𝑉 ′
𝑁𝑃𝑉 ′− 𝑁𝑃𝑉 ′′ 𝑖 ′′ − 𝑖 ′
Dimana :
𝑁𝑃𝑉 ′ = NPV bernilai positif
𝑁𝑃𝑉 ′′ = NPV bernilai negatif
𝑖′ = suku bunga yang membuat NPV positif
𝑖′′ = suku bunga yang membuat NPV negatif
Dari hasil perhitungan IRR yang diperoleh dapat diambil keputusan sebagai
berikut:
Jika IRR ≥ tingkat suku bunga, maka proyek layak untuk dilaksanakan
Jika IRR ≤ tingkat suku bunga, maka proyek tidak layak untuk
dilaksanakan
3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C merupakan nilai perbandingan antara jumlah present value (nilai
sekarang) yang positif dengan jumlah present value yang negatif (Pramudya
2010). Net B/C dirumuskan sebagai berikut:
Net B/C Ratio =
𝐵𝑡−𝐶𝑡(1+𝑖)𝑡
𝑛𝑡
𝐵𝑡−𝐶𝑡(1+𝑖)𝑡
𝑛𝑡=0
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝐵𝑡−𝐶𝑡<0𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝐵𝑡−𝐶𝑡>0
dengan:
𝐵𝑡 = penerimaan pada tahun ke-t
𝐶𝑡 = biaya (cost) pada tahun ke-t
𝑖 = tingkat suku bunga (%)
n = umur ekonomis proyek
Kriteria Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) yaitu:
Jika nilai Net B/C > 1, maka proyek dinyatakan layak secara finansial
sehingga dapat dilanjutkan
Jika nilai Net B/C < 1, maka proyek dinyatakan tidak layak secara finansial
sehingga tidak dapat dilanjutkan
Jika nilai Net B/C =1, maka proyek boleh dilaksanakan atau tidak (Husnan
dan Suwarsono 2000)
10
4. Break Even Point (BEP)
Titik impas (break even point) adalah suatu titik dimana terjadi
keseimbangan antara dua alternatif yang berbeda. Di luar titik tersebut, kondisi
alternatif tersebut berbeda sehingga akan mempengaruhi pengambilan keputusan.
Titik impas disebut juga batas kritis usaha. Maksudnya adalah kapasitas atau
volume produksi yang dapat menghasilkan pemasukan atau pendapatan sekedar
cukup untuk menutupi biaya total (Pramudya 2010). BEP dirumuskan sebagai
berikut:
Qi = 𝐹𝐶
𝑃−𝑉𝐶
dengan:
Qi = Jumlah unit (volum) yang dihasilkan dan terjual pada titik impas
FC = Biaya tetap
P = Harga jual per unit
VC = Biaya tidak tetap per unit
5. Pay Back Period (PBP)
Pay Back Period (PBP) adalah waktu yang dibutuhkan untuk
mengembalikan jumlah investasi awal (Soeharto 2000). PBP dirumuskan sebagai
berikut:
𝑃𝐵𝑃 = 𝑛 +𝑚
𝐵𝑛−1 − 𝐶𝑛−1
dengan:
n = periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt-Ct negatif yang
terakhir (tahun)
m = nilai kumulatif Bt-Ct negatif yang terakhir (Rp)
Bn = penerimaan bruto pada tahun ke-n (Rp)
Cn = biaya bruto pada tahun ke-n (Rp)
6. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dibutuhkan dalam penyusunan analisis proyek apabila
terdapat kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek
dilaksanakan atau kemungkinan terjadi suatu kesalahan pendugaan suatu nilai
biaya atau manfaat. Dalam melakukan analisis sensitivitas, maka perhitungan
yang telah dilakukan perlu diulang kembali dengan perubahan yang terjadi atau
mungkin akan terjadi. Hal ini perlu dilakukan karena dalam analisis proyek
umumnya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak unsur
ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi pada waktu yang akan datang
(Pramudya 2010). Pada penelitian ini, analisis sensitivitas dilakukan pada kondisi
kenaikan harga kemasan botol kaca gelap sebesar 10% dan 20%, kenaikan harga
CPO sebesar 20% dan 30% dan penurunan kapasitas produksi sebesar 10% dan
20%.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Pemurnian Crude Palm Oil (CPO)
Penelitian ini diawali dengan proses pemurnian minyak sawit kasar (CPO)
yang diperoleh dari PT Salim Ivomas Pratama. Karakteristik mutu CPO yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. Proses pemurnian bertujuan untuk
menghilangkan pengotor yang berupa komponen larut dan tidak larut dalam
minyak. Komponen yang larut dalam minyak meliputi asam lemak bebas, sterol,
hidrokarbon, mono dan digliserida. Sedangkan komponen yang tidak larut dalam
minyak meliputi lendir atau getah, abu atau mineral (Ketaren 2005). Selain itu,
proses pemurnian juga bertujuan memperoleh fraksi cair (olein) sebagai bahan
baku pembuatan minuman emulsi. Secara umum, proses pemurnian CPO terdiri
dari tahap degumming, deasidifikasi/netralisasi, bleaching, deodorisasi dan
fraksinasi. Namun, proses bleaching tidak dilakukan karena proses bleaching
dapat menghilangkan 80% kadar karotenoid dalam CPO (Helena 2003). Fraksi
cair (olein) yang dihasilkan setelah melalui proses proses pemurnian ditampilkan
pada Tabel 1.
Tabel 1Karakteristik mutu CPO dan fraksi olein yang dihasilkan
Keterangan:
* : Hasil pemurnian CPO
** : Tidak dilakukan
Terdapat penurunan kadar air pada CPO sebelum dan setelah pemurnian
dari 0.25% menjadi 0.13%. Nilai kadar air CPO masih berada dalam rentang SNI
01-2901-2006 (BSN 2006) mengenai CPO (0.5 max) dan nilai kadar air olein
masih berada dalam rentang SNI 01-0018-2006 (BSN 2006) mengenai RBD Palm
Olein (0.1 max). Penurunan kadar air disebabkan karena perlakuan panas selama
proses pemurnian yang menyebabkan sebagian air mengalami evaporasi.
Keberhasilan suatu proses pemurnian CPO dinilai berdasarkan penurunan
kadar asam lemak bebas (ALB). Keberadaan asam lemak bebas dapat menjadi
indikator awal penyebab kerusakan CPO akibat proses hidrolisis. Kenaikan asam
lemak bebas dapat mempermudah oksidasi berantai yang membentuk senyawa
peroksida, aldehida, dan keton yang menyebabkan bau tengik dan pencoklatan
minyak sehingga komponen ini harus dihilangkan (Pramesti 2014). Proses
Parameter CPO Olein*
Kadar air (%bb) 0.25 0.13
Kadar asam lemak bebas
(%)
3.38 0.20
Bilangan Iod (g I2/100 g
minyak)
47.070 57.065
Bilangan Peroksida (mg/g
ekuivalen O2)
1.1605 1.1145
Total karotenoid (ppm) 543.69 -**
12
pemurnian yang dilakukan berhasil menurunkan kadar asam lemak bebas dari
3.38% menjadi 0.20% atau sebesar 94%. Dengan demikian dapat dikatakan proses
pemurnian yang dilakukan telah berhasil menurunkan sebagian besar asam lemak
bebas yang ada pada CPO.
Bilangan peroksida adalah salah satu indikator yang banyak digunakan
untuk menentukan kualitas minyak. Keberadaan senyawa peroksida digunakan
sebagai indikator terjadinya oksidasi pada minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat
mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya membentuk peroksida. Produk oksidasi
primer minyak dan lemak adalah hidroperoksida dimana ketika senyawa tersebut
mulai pecah akan menghasilkan senyawa off-flavour sehingga menurunkan
kualitas dan stabilitas minyak (Scrimgeour 2005). Bilangan peroksida minyak
sawit mentah (sebelum pemurnian) dan fraksi olein (setelah pemurnian)
mengalami penurunan dari 1.1605 mg/g ekivalen O2 menjadi 1.1145 mg/g
ekivalen O2. Hal tersebut merupakan indikator peningkatan kualitas dan stabilitas
minyak sekaligus keberhasilan proses pemurnian.
Bilangan iod menunjukkan derajat ketidakjenuhan asam lemak yang
menyusun minyak, dinyatakan sebagai jumlah gram iod yang digunakan untuk
mengadisi ikatan rangkap yang terdapat dalam 100 gram minyak (Faridah et al.
2014). Hasil analisis bilangan iod menunjukkan bahwa nilai bilangan iod minyak
sawit sebelum pemurnian adalah 47.07 (gI2/100 g minyak). Sedangkan, nilai
bilangan iod sesudah proses pemurnian adalah 57.07 (gI2/100 g minyak). Menurut
SNI olein minyak sawit/SNI 01-0018-2006 (BSN 2006) persyaratan bilangan iod
pada olein minyak sawit adalah minimal 56 gI2/100 g minyak. Hal ini berarti nilai
bilangan iod dari olein minyak sawit hasil pemurnian sudah sesuai SNI. Semakin
tinggi bilangan iod menunjukkan semakin banyak ikatan rangkap yang terdapat
dalam minyak. Menurut Kusnandar (2010) semakin banyak jumlah ikatan rangkap
menunjukkan minyak semakin mudah terdegradasi sehingga menurunkan
stabilitasnya.
Pengukuran total karotenoid dilakukan terhadap CPO sebelum pemurnian.
Didapatkan hasil bahwa kandungan total karotenoid pada CPO adalah sebesar
543.69 ppm. Kandungan karotenoid CPO sudah sesuai dengan penelitian Sumarna
(2006) bahwa kadar karotenoid pada CPO berkisar antara 500-600 ppm. Bahan
baku utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah fraksi cair (olein) dari
CPO karena karotenoid lebih banyak terkandung pada fraksi cair (olein) (680-760
ppm) dibandingkan fraksi padat (stearin) (380-540 ppm) (Lai et al. 2012).
Selanjutnya, fraksi olein yang diperoleh dari pemurnian CPO digunakan sebagai
bahan baku pembuatan minuman emulsi.
Karakteristik Minuman Emulsi Minyak Sawit
Emulsi merupakan sistem seimbang antara dua atau lebih fase yang tidak
tercampur dan salah satu fase terdispersi terhadap fase yang lain. Fase yang
tersdispersi disebut sebagai fase internal atau fase diskontinu dan fase yang
lainnya disebut sebagai fase pendispersi atau fase kontinu (Mao dan Mc Clements
2011). Terdapat dua tipe fase di dalam suatu sistem emulsi yaitu fase lipofilik dan
fase hidrofilik. Untuk membentuk suatu sistem emulsi, dibutuhkan emulsifier
yang memiliki gugus lipofilik dan gugus hidrofilik sekaligus sehingga memiliki
13
kemampuan untuk mengikat kedua fase tersebut. Emulsifier yang digunakan
untuk minuman emulsi pada penelitian ini adalah tween 80. Tween 80 merupakan
emulsifier dengan nilai HLB 15 dan memiliki rentang nilai viskositas antara 400-
620 cp dengan titik leleh 25℃ (Dawson et al 1986). Emulsifier yang sesuai
digunakan untuk sistem emulsi minyak dalam air (o/w) memiliki rentang nilai
HLB 15-17 (Mc Clements 2005). Dengan demikian, emulsifier tween 80 sesuai
digunakan untuk sistem emulsi minyak dalam air (o/w). Selain itu, penggunaan
emulsifier tween 80 juga didasarkan pada penelitian Surfiana (2002) bahwa tween
80 mampu memberikan kestabilan emulsi lebih dari 30 hari dan penggunaan rasio
minyak yang cukup tinggi terhadap air (7:3) sehingga produk emulsi yang
dihasilkan memiliki kandungan β-karoten yang tinggi. Selain itu, tween 80
bersifat non toksik dan tidak mempengaruhi konsistensi atau viskositas dari
produk. Hasil analisis minuman emulsi minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 3.
Minuman emulsi yang dihasilkan memiliki warna orange kekuningan dengan
kekentalan sedang. Gambar produk minuman emulsi minyak sawit dapat dilihat
pada Gambar 2.
Parameter Minuman Emulsi Minyak Sawit
Stabilitas Emulsi (%) 99.56 ± 0.16
Viskositas (cp) 660 ± 0.00
Warna –L* 69.76 ± 0.29
a +13.08 ± 0.51
b +79.66 ± 1.24
ºHue 42.76
Kadar Air (%bb) 31.15 ± 0.30
Kadar β-karoten (ppm) 399.07 ± 14.68
Tabel 2 Hasil analisis mutu minuman emulsi minyak sawit
Gambar 2 Minuman emulsi minyak sawit
14
Stabilitas emulsi mengacu pada kemampuan suatu emulsi untuk menahan
perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu, dimana semakin stabil suatu emulsi
akan semakin lambat perubahan yang terjadi (McClements 2005). Analisis
kestabilan minuman emulsi dilakukan dengan metode pemanasan dan sentrifugasi.
Dilakukan pengukuran terhadap persen emulsi yang masih terbentuk setelah
pemanasan suhu 80℃ selama 30 menit dan sentrifugasi pada kecepatan 1300 rpm
selama 10 menit. Hasil uji kestabilan emulsi terhadap sampel menghasilkan rata-
rata sebesar 99.56%. Suatu emulsi dengan nilai stabilitas diatas 95% dapat
dikatakan stabil dan dapat tahan hingga kurun waktu satu tahun (Nilloud dan
Mestres 2000)
Viskositas merupakan pengukuran dari ketahanan fluida yang diubah baik
dengan tekanan maupun tegangan. Semakin besar nilai viskositas suatu fluida,
maka pergerakan fluida akan semakin kecil. Pengukuran viskositas sampel
minuman emulsi dilakukan dengan menggunakan instrumen Brookfield
Viscometer. Berdasarkan hasil pengukuran, didapatkan bahwa viskositas minuman
emulsi adalah 660 cp. Nilai ini mendekati rentang nilai viskositas emulsifier yang
digunakan (tween 80) sebesar 400-620 (Neugebauer 1990). Kenaikan nilai
viskositas dari viskositas emulsifier disebabkan oleh penambahan bahan-bahan
lain yang digunakan untuk minuman emulsi minyak sawit
Pengukuran warna terhadap sampel minuman emulsi dilakukan dengan
menggunakan instrumen Chromameter yang dinyatakan dalam notasi Hunter
L*,a,b. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap parameter warna, didapatkan nilai
notasi Hunter L*,a,b untuk sampel minuman emulsi minyak sawit ialah sebesar
(69.76; +13.08; +79.66) dengan nilai ºHue sebesar 42.76 yang diinterpretasikan
sebagai warna orange. Warna orange dari minuman emulsi disebabkan oleh
pigmen karotenoid yang terkandung di dalam olein minyak sawit (Best 2009).
Air merupakan komponen penting dalam pangan, yang dapat berwujud
dalam berbagai bentuk dan jumlah yang berbeda. Air dapat berfungsi sebagai
medium pendispersi atau pelarut dalam berbagai produk pangan, sebagai fase
terdispersi dalam produk emulsi, atau sebagai komponen minor dalam
bahan/produk pangan kering. Air dalam pangan berperan dalam mempengaruhi
tingkat kesegaran, stabilitas, keawetan, dan kemudahan terjadinya reaksi-reaksi
kimia, aktivitas enzim dan pertumbuhan mikroba (Kusnandar 2010). Kadar air
adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan
berat basah maupun berat kering. Pengukuran kadar air pada sampel minuman
emulsi dilakukan dengan metode oven kering (AOAC 2012). Berdasarkan hasil
analisis, didapatkan bahwa rata-rata kadar air minuman emulsi minyak sawit
adalah 31.15%. Hal ini mendekati komposisi air yang ada pada minuman emulsi
yaitu 30%. Komponen dalam minuman emulsi yang dapat meningkatkan kadar air
bahan adalah komponen yang mengandung air seperti HFS dan flavor.
β-karoten merupakan senyawa dari kelompok karotenoid yang diketahui
memiliki fungsi sebagai provitamin A. Aktivitas provitamin A pada β-karoten
berfungsi untuk penglihatan yaitu menanggulangi kebutaan karena xerophtalmia,
mencegah timbulnya penyakit kanker dan proses penuaan dini serta imunitas.
Namun, β-karoten mudah terdegradasi oleh proses pengolahan dan penyimpanan
seperti mudah rusak pada suhu tinggi, mudah terdegradasi oleh efek kimia
(oksigen dan bahan pengoksida dan cahaya (Mao et al. 2009 ; Yuan et al. 2008). β
-karoten sebagai provitamin A mempunyai aktivitas yang paling tinggi
15
dibandingkan komponen karotenoid lain yaitu 𝛼-karoten, 𝛾-karoten maupun β-
zeakaroten (Linder 1989). Berdasarkan hasil analisis, didapatkan bahwa rata-rata
kadar β-karoten minuman emulsi minyak sawit adalah 399.07 ppm. Kandungan β
-karoten tersebut lebih tinggi dari penelitian Surfiana (2002) yaitu sebesar 310.87
ppm dan Ruhiyatman (2009) sebesar 325.79 ppm. Angka kecukupan gizi vitamin
A untuk anak usia 1-3 tahun adalah 350 RE, pria dewasa 600 RE dan wanita
dewasa 500 RE (Depkes RI 1992). Berdasarkan cara perhitungan menurut
Ruhiyatman (2013), minuman emulsi minyak sawit pada penelitian ini per
takaran saji (5g) dapat mencukupi kebutuhan vitamin A per AKG untuk anak usia
1-3 tahun sebesar 95.01%, pria dewasa sebesar 55.42% dan wanita dewasa
sebesar 66.51%.
Analisis Teknoekonomi
Aspek Teknis dan Teknologis
Aspek teknis dan teknologis terdiri dari spesifikasi bahan baku, penentuan
kapasitas produksi, pemilihan teknologi proses serta mesin, peralatan dan
kemasan.
a. Spesifikasi Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan minuman emulsi minyak
sawit adalah minyak sawit mentah (Crude Palm Oil). Spesifikasi CPO merujuk
pada SNI 01-2901-2006 pada Tabel 3.
Kriteria uji Persyaratan mutu
Warna Jingga kemerah-merahan
Kadar air (%) 0.5 maks
Asam lemak bebas (%) 0.5 maks
Bilangan iod (g yodium/100 g) 50-55
Selanjutnya, akan dilakukan proses pemurnian (refining) terhadap CPO
yang meliputi proses degumming, deasidifikasi, deodorisasi dan fraksinasi. Fraksi
olein hasil fraksinasi selanjutnya akan menjadi bahan pembuatan minuman emulsi
minyak sawit.
b. Penentuan kapasitas produksi
Penentuan kapasitas produksi dilakukan dengan memperhatikan pasar,
bahan baku dan kemampuan investasi (Sari 2013). Sedangkan menurut Sutojo
(2000), kapasitas produksi ditentukan berdasarkan perpaduan hasil penelitian
berbagai macam komponen evaluasi yaitu perkiraan jumlah penjualan produk di
masa mendatang atau kemungkinan pasar yang akan diraih, kemungkinan
pengadaan bahan baku, bahan pembantu dan tenaga kerja serta tersedianya mesin
dan peralatan di pasar sesuai teknologi yang diterapkan. Produk minuman emulsi
minyak sawit merupakan produk yang tergolong baru di pasar. Sehingga,
Tabel 3 SNI 01-2901-2006
16
ditetapkan kapasitas industri minuman emulsi minyak sawit dalam penelitian ini
adalah 1 ton CPO/hari atau 300 ton CPO/tahun.
c. Pemilihan teknologi proses
Proses pembuatan minuman emulsi minyak sawit terdiri dari dua tahap yaitu
tahap pemurnian CPO dan pembuatan minuman emulsi dari fraksi olein minyak
sawit. Proses pemurnian CPO umumnya terdiri dari tahap degumming,
deasidifikasi, bleaching, deodorisasi dan fraksinasi (Kusnandar 2010). Namun
pada penelitian ini tidak dilakukan proses bleaching karena sekitar 80% kadar
karotenoid dalam CPO akan hilang selama proses bleaching (Helena 2003).
Proses degumming bertujuan untuk memisahkan getah atau lendir yang terdiri
dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi asam
lemak bebas dalam minyak. Dari proses degumming akan diperoleh minyak sawit
yang berwarna merah, lebih homogen dan tidak ada lagi endapan (Ketaren 2005).
Proses degumming pada penelitian ini dilakukan dengan menambahkan asam
fosfat 85% sebanyak 0.15% dari bobot CPO beserta pengadukan secara perlahan
dan pemanasan pada suhu 80℃ selama 15 menit. Tahap selanjutnya adalah proses
netralisasi atau deasidifikasi. Netralisasi bertujuan memisahkan senyawa-senyawa
terlarut seperti asam lemak bebas, fosfatida dan hidrokarbon. Pada dasarnya
netralisasi merupakan proses memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau
lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi
lainnya sehingga membentuk sabun (Winarno 2008). Pada penelitian ini, proses
netralisasi dilakukan dengan mereaksikan asam lemak bebas dengan NaOH pada
suhu 59±2℃ selama 25 menit sehingga membentuk sabun (Widarta 2008). Sabun
yang terbentuk akan membantu pemisahan kotoran dengan cara membentuk
emulsi. Sabun dan emulsi dipisahkan dengan sentrifugasi menggunakan spinner.
Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan tinggi untuk pemisahan fase berat dan
ringan berdasarkan densitas (Ketaren 2005).
Proses berikutnya adalah deodorisasi. Tujuan dari tahap ini adalah
menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip dari
proses deodorisasi ini yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan
atmosfer atau keadaan vakum (Winarno 2008). Proses deodorisasi dalam
penelitian ini dilakukan berdasarkan penelitian Riyadi (2009) yang dilakukan
dengan homogenisasi minyak dalam tangki deodorizer selama 10 menit pada suhu
46±2℃. Selanjutnya, dilakukan pemanasan pada suhu 140℃ selama 1 jam dalam
kondisi vakum dengan laju alir N2 20 L per jam. Selanjutnya, minyak sawit
didinginkan pada kondisi vakum pada suhu 70℃. Selanjutnya dilakukan proses
fraksinasi yang bertujuan untuk memisahkan fraksi cair (olein) dan fraksi padat
(stearin). Proses fraksinasi dilakukan sesuai dengan metode Widarta (2008) yang
didahului dengan pemanasan sampel sampai dengan suhu 70℃. Kemudian,
dilakukan penurunan suhu secara bertahap 5℃ per 60 menit sampai dengan suhu
20℃. Terakhir, tahap separasi dilakukan menggunakan membran filter press.
Fraksi padat (stearin) akan tertahan pada membran filter press. Sedangkan, fraksi
cair (olein) akan mengalir melalui pipa. Selanjutnya, fraksi cair (olein) akan
digunakan sebagai bahan pembuatan minuman emulsi.
17
Menurut Sari (2013), proses pemurnian CPO akan menghasilkan fraksi
olein sebesar 72.40% dan stearin 23.10%. Selain itu, menurut Lai et al. (2012)
fraksinasi minyak sawit akan menghasilkan fraksi olein sebanyak 70-80% dan
fraksi stearin sebanyak 20-30%. Namun, proses fraksinasi yang dilakukan pada
penelitian ini kurang optimal sehingga hanya menghasilkan rendemen fraksi olein
sebesar 47.94% dan fraksi stearin sebesar 52.06%. Meskipun rendemen fraksi
olein yang dihasilkan pada penelitian ini kurang optimal, hal ini tidak berpengaruh
signifikan terhadap karakteristik mutu fraksi olein. Karena, perbedaan metode
atau kondisi fraksinasi minyak sawit yang diterapkan terutama mempengaruhi
karakteristik fraksi stearin. Seperti yang terjadi pada penelitian ini yaitu fraksi
stearin yang bersifat kurang padat dan lembek dikarenakan masih mengandung
fraksi olein didalamnya akibat proses pemisahan fraksi olein dan stearin yang
dilakukan kurang optimal. Dengan mengubah metode dan kondisi fraksinasi, akan
didapatkan berbagai variasi stearin dengan sifat fisik dan kimia yang berbeda.
Namun, perbedaan sifat fisik dan kimia fraksi olein sangat minimal (Basiron
2005). Selain itu, berdasarkan nilai parameter kritis pada minuman emulsi di
penelitian ini yaitu kadar β-karoten sebesar 399.07 ppm, masih mendekati kadar
β-karoten minuman emulsi yang dibuat dengan olein hasil fraksinasi skala industri
pada penelitian Surfiana (2002) sebesar 310.87 ppm (kisaran 300 ppm). Hal ini
disebabkan karena perlakuan utama pada proses fraksinasi ialah proses kristalisasi
melalui penurunan suhu yang tidak menyebabkan degradasi komponen β-karoten
secara signifikan seperti pada proses pemanasan. Oleh sebab rendemen fraksi
olein yang dihasilkan di penelitian ini kurang optimal, proses perhitungan
rendemen olein akan didasarkan pada penelitian Sari (2013). Selanjutnya, diagram
alir proses pemurnian CPO berdasarkan penelitian Sari (2013) dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Tahap selanjutnya adalah proses pembuatan minuman emulsi minyak sawit.
Pembuatan minuman emulsi dilakukan dengan menggunakan formula modifikasi
hasil penelitian Surfiana (2002) yang terdiri dari rasio olein minyak sawit dan air
7:3, emulsifier tween 80 1%, dan bahan tambahan high fructose syrup 15%, flavor
melon 1.5%, pengawet natrium benzoat 0.2%, BHT 200 ppm dan EDTA 200 ppm
dengan proses homogenisasi menggunakan homogenizer ultra-turrax kecepatan
8000 rpm selama 1, 3 dan 4 menit. Modifikasi yang dilakukan ialah penggantian
flavor jeruk dengan flavor melon karena berdasarkan penelitian Pramesti (2014),
flavor melon lebih disukai panelis dibandingkan flavor jeruk. Pertimbangan
pemilihan rasio olein minyak sawit:air ,emulsifier, BTP,waktu dan kecepatan
homogenisasi dilakukan berdasarkan formulasi dengan kestabilan emulsi terbaik
dan kandungan β-karoten tertinggi pada penelitian Surfiana (2002) dan Saputra
(1996).
Proses termal yang diterapkan pada proses pembuatan minuman emulsi
adalah proses pasteurisasi pada suhu 70ºC selama 10 menit. Pemilihan proses
termal pasteurisasi didasari karakteristik minuman emulsi yang memiliki pH <
4.6 dan sensitif terhadap perlakuan panas tinggi yang dapat menyebabkan
kerusakan mutu seperti komponen bioaktif β-karoten yang dapat rusak karena
pemanasan tinggi (Nollet 1992) dan sifat stabilitas emulsi yang dipengaruhi oleh
18
suhu (Rita 2011). Selain itu, pemilihan suhu dan waktu pasteurisasi juga didasari
penelitian Rita (2011) bahwa perlakuan pasteurisasi pada suhu 70ºC selama 10
menit untuk minuman emulsi minyak sawit menghasilkan kestabilan emulsi
terbaik (97.81%) dan jumlah mikroba yaitu 4X101 koloni/g, jauh dibawah batas
maksimum SNI 01-3816-1995 mengenai santan cair yaitu 1X105 koloni/g.
d. Mesin, peralatan dan kemasan
Proses pembuatan minuman emulsi membutuhkan beberapa mesin
diantaranya adalah mesin pemurnian CPO untuk produksi secara kontinu (boiler,
degumming tank, deacidification machine, deodorizer machine, fractionation
tank, membrane filter press), homogenizer dan pasteurizer. Sedangkan, peralatan
yang digunakan adalah timbangan dan tangki penyimpanan stok CPO dan olein.
Mesin dan peralatan yang digunakan disesuaikan dengan kapasitas produksi, input
dan output masing-masing alat dan akan mempengaruhi harga pembelian mesin
dan peralatan tersebut (Christdianti 2015). Minuman emulsi minyak sawit akan
dikemas dengan botol kaca gelap untuk melindungi komponen beta karoten yang
sensitif terhadap pengaruh cahaya. Spesifikasi mesin, peralatan dan kemasan
dapat dilihat pada Lampiran 3. Sedangkan diagram alir proses dan kapasitas alat
dapat dilihat pada Lampiran 4.
Aspek Finansial
a. Asumsi perhitungan finansial
Asumsi – asumsi yang digunakan dalam analisis finansial industri
minuman emulsi minyak sawit adalah sebagai berikut:
1. Umur ekonomis proyek selama 10 tahun, berdasarkan umur ekonomis mesin
dan peralatan yang digunakan
2. Kapasitas produksi adalah 1000 kg CPO (Crude Palm Oil) per hari.
3. Produksi pada tahun pertama sebesar 80%, pada tahun ke-2 sebesar 90%, dan
pada tahun ke-3 sampai tahun ke-10 sebesar 100%
4. Jumlah hari kerja dalam setahun adalah 300 hari, 25 hari dalam satu bulan,
dan 12 bulan dalam satu tahun.
5. Nilai sisa mesin dan peralatan adalah 10% dari nilai awal, biaya pemeliharaan
mesin adalah 10% dari nilai awal, bunga modal 12% dan biaya asuransi
sebesar 0.5% dari nilai awal.
6. Umur ekonomis mesin dan peralatan adalah 10 tahun.
7. Discount factor diasumsikan 12%
8. Besarnya pajak dihitung berdasarkan Undang-Undang PPh Nomor 36 tahun
2008, pajak penghasilan untuk perusahaan sebesar 25%
9. Pembayaran kredit investasi menggunakan metode flat rate
10. Nilai tukar dolar terhadap rupiah adalah 1U$ = Rp 13,500.00
b. Biaya investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang dibutuhkan untuk mendirikan
industri minuman emulsi minyak sawit. Biaya investasi dibagi menjadi dua yaitu
biaya investasi tetap dan biaya modal kerja. Biaya investasi tetap meliputi biaya
untuk pembelian mesin dan perakitan produksi serta biaya untuk pemasangan
19
fasilitas penunjang. Biaya modal kerja adalah biaya yang diperlukan untuk
melaksanakan operasional awal industri yang disesuaikan dengan kebijakan
perusahaan. Asumsi yang digunakan untuk menentukan modal kerja pada
penelitian ini adalah account receivable 25 hari, inventory 10 hari dan account
payable 25 hari. Account receivable dan account payable diasumsikan 25 hari
sebagai biaya operasional untuk 1 bulan, sedangkan inventory diasumsikan 10 hari
sebagai persediaan bahan baku (Christdianti 2015).
Biaya investasi untuk industri minuman emulsi minyak sawit adalah
sebesar Rp 7,875,271,500.00 dan biaya modal kerja untuk 25 hari sebesar Rp
1,242,501,714.06. Perhitungan biaya investasi dapat dilihat pada Tabel 4. Rincian
lengkap biaya investasi dapat dilihat pada Lampiran 5. Perhitungan modal kerja
dapat dilihat pada Tabel 5.
No Deskripsi Hari Total (Rp)
1 Account receivable 25 1,402,095,575.31
2 Inventory 10 106,395,907.50
3 Account payable 25 (265,989,768.75)
Modal kerja 1,242,501,714.06
Angsuran biaya investasi adalah sebesar Rp 787,527,150.00 per tahun
dengan bunga sebesar 12% per tahun dari sisa angsuran. Angsuran modal kerja
adalah sebesar Rp 414,167,238.02 per tahun dengan bunga sebesar 12% per tahun
dari sisa angsuran. Rincian pembayaran biaya investasi dan modal kerja dapat
dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. Sumber pendanaan menggunakan
asumsi 100% berasal dari pinjaman bank dengan bunga kredit 12% per tahun.
Periode pembayaran biaya investasi adalah 10 tahun dan periode pembayaran
modal kerja adalah 3 tahun dengan metode flat rate.
c. Biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya bunga modal dan asuransi
Biaya pemeliharaan didefinisikan sebagai biaya yang diperlukan untuk
menjaga peralatan produksi berfungsi sebagaimana mestinya selama umur
ekonomis. Menurut Pramudya (2010), biaya pemeliharaan meliputi biaya
penggantian bagian yang telah aus, upah tenaga kerja terampil untuk perbaikan
khusus, pembersihan/pencucian dan perbaikan-perbaikan karena faktor yang tak
terduga. Diasumsikan umur ekonomis mesin dan peralatan adalah 10 tahun dan
biaya pemeliharaan 10% dari harga awal/ Sehingga, biaya pemeliharaan industri
minuman emulsi minyak sawit adalah Rp 783,303,000.00 per tahun .Sedangkan,
No Deskripsi Total harga (Rp)
1 Mesin dan alat 7,833,030,000.00
2 Fasilitas penunjang 42,241,500.00
Total investasi 7,875,271,500.00
Tabel 4 Perhitungan biaya investasi
Tabel 5 Perhitungan modal kerja
20
biaya penyusutan adalah penurunan nilai dari suatu alat/mesin akibat dari
pertambahan umur pemakaian (waktu). Hal-hal yang menyebabkan nilai suatu
mesin/alat berkurang menurut Pramudya (2010) adalah:
1. Adanya bagian-bagian yang rusak atau aus karena lamanya waktu pemakaian
sehingga alat tersebut tidak bisa bekerja dengan kemampuan seperti
sebelumnya. Yang dimaksud dengan bagian mesin/alat disini adalah bagian
utama yang tidak ekonomis lagi bila diganti. Misalnya kerangka utama dari
mesin yang sudah lama dan tidak sempurna lagi kerjanya sehingga kapasitas
mesin menjadi berkurang,
2. Adanya peningkatan biaya operasi dari sejumlah unit output yang sama bila
dibandingkan pada mesin yang masih baru. Peningkatan biaya ini misalnya
karena penambahan biaya pemeliharaan dan penambahan tenaga. Penambahan
biaya operasi ini menunjukkan merosotnya nilai alat/mesin tersebut,
3. Karena perkembangan teknologi akan selalu muncul alat/mesin yang lebih
praktis dan lebih efisien sehingga alat/mesin lama nilainya akan merosot. Alat-
alat yang lama walaupun masih cukup baik untuk dioperasikan tidak ekonomis
lagi kalau terus dipergunakan., sehingga orang cenderung berpikir untuk
mengganti alat/mesin yang baru yang lebih praktis dan lebih efisien,
4. Adanya pengembangan perusahaan. Dengan adanya perkembangan
perusahaan, maka alat/mesin yang dipergunakan harus diganti disesuaikan
dengan perkembangannya. Sehingga alat-alat yang lama nilainya akan
menurun.
Penghitungan biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus dengan
asumsi nilai sisa mesin dan peralatan adalah 10% dari harga awal. Sehingga, biaya
penyusutan mesin dan alat industri minuman emulsi minyak sawit adalah Rp
704,972,700.00 per tahun. Biaya bunga modal sebesar 12% dan asuransi sebesar
0,5% sehingga didapatkan total biaya bunga modal dan asuransi sebesar Rp
538,520,812.50 per tahun. Rincian biaya pemeliharaan, penyusutan, bunga modal
dan asuransi dapat dilihat pada Lampiran 8.
d. Biaya produksi dan harga produk
Biaya produksi adalah biaya keseluruhan yang dibutuhkan untuk kelancaran
produksi sehingga dapat menghasilkan produk usaha. Biaya produksi dikeluarkan
secara berkala selama usaha tersebut berjalan. Biaya produksi terdiri dari biaya
tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya akan
selalu tetap walaupun intensitas volume kegiatan berubah, sedangkan biaya
variabel merupakan biaya yang jumlahnya akan berubah dengan perubahan
intensitas volume kegiatan. Biaya tetap meliputi, gaji tenaga kerja tak langsung,
biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya bunga modal dan asuransi. Biaya
variabel meliputi, gaji tenaga kerja langsung,biaya bahan baku, biaya kemasan,
dan biaya utilitas (Christdianti 2015).
Total biaya tetap per tahun industri minuman emulsi minyak sawit sebesar
Rp 2,170,796,512.50 dan total biaya variabel per tahun sebesar Rp
7,726,348,725.00. Komponen biaya variabel yang paling tinggi adalah kemasan
botol kaca gelap dan bahan baku CPO masing-masing per tahun sebesar Rp
3,098,371,500.00 dan Rp 1,768,800,000.00. Total biaya produksi yang
dibutuhkan untuk industri minuman emulsi minyak sawit dalam satu tahun adalah
sebesar Rp 9,897,145,237.50. Rincian biaya produksi dapat dilihat pada Tabel 7.
Sedangkan rincian biaya produksi dapat dilihat pada Lampiran 9.
21
No Deskripsi Biaya Total per Tahun (Rp)
1 Biaya tetap
Gaji tenaga kerja tak langsung 144,000,000.00
Biaya pemeliharaan 783,303,000.00
Biaya penyusutan 704,972,700.00
Biaya bunga modal dan asuransi 538,520,812.50
Subtotal 2,170,796,512.50
2 Biaya variable
Gaji tenaga kerja langsung 270,000,000.00
Biaya bahan baku dan bahan
pembantu 3,191,877,225.00
Biaya kemasan 3,754,111,500.00
Biaya utilitas 510,360,000.00
Subtotal 7,726,348,725.00
Total biaya 9,897,145,237.50
Produksi minuman emulsi minyak sawit dengan bahan baku 1000 kg CPO
per hari menghasilkan 1,457.308 L minuman emulsi per hari atau 7286 botol (200
ml) per hari atau 2,185,800 botol (200 ml) per tahun. Total biaya produksi selama
setahun sebesar Rp 9,897,145,237.50 sehingga didapatkan biaya pokok produksi
sebesar Rp 4,527.93 per botol (200 ml) minuman emulsi. Persentase keuntungan
ditetapkan sebesar 70% sehingga harga jual produk adalah Rp 7,697.48 ditambah
PPN 10% sehingga harga jual produk+PPN adalah sebesar Rp 8,500.00. Minuman
emulsi minyak sawit memiliki keunggulan baik dari segi harga jual maupun
kandungan nutrisi dibandingkan dengan produk sejenis yang ada di pasaran.
Perbandingan minuman emulsi dengan produk sejenis yang ada di pasaran dapat
dilihat pada Lampiran 17.
e. Proyeksi laba rugi
Proyeksi laba rugi digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan atau
laba rugi suatu usaha. Laba rugi merupakan selisih antara penerimaan hasil
penjualan produk dengan total pengeluaran. Laba bersih diperoleh dari
pengurangan laba kotor dengan pajak (Christdianti 2015). Pajak yang digunakan
yaitu sebesar 25% berdasarkan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang pajak
penghasilan. Proyeksi laba rugi dapat dilihat pada Lampiran 10. Berdasarkan
laporan laba rugi, pada tahun ke-1 industri minuman emulsi minyak sawit
memperoleh laba bersih Rp 3,831,181,522.88, pada tahun ke-2 laba bersih sebesar
Rp 4,513,591,386.28 dan pada tahun ke-3 sampai dengan tahun ke-10 laba bersih
sebesar Rp 5,196,001,249.69. Perbedaan laba bersih pada tahun ke-1, ke-2 dan
tahun ke-3 sampai dengan tahun ke-10 disebabkan adanya peningkatan kapasitas
yaitu 80% pada tahun pertama, 90% pada tahun ke-2 dan 100% pada tahun ke-3
sampai dengan tahun ke-10.
Tabel 6 Rincian biaya produksi
22
f. Break Even Point (BEP)
Analisis break even adalah suatu teknik analisis untuk mempelajari
hubungan antara biaya tetap, biaya variabel keuntungan dan volume kegiatan yang
terjadi di suatu perusahaan. Sementara yang dimaksud dengan break even adalah
suatu keadaan di mana total revenue persis sama dengan total cost. Dengan
demikian, dalam kondisi break even perusahaan tidak memperoleh keuntungan
dan tidak pula menderita kerugian (Halim 2012). Nilai BEP industri minuman
emulsi minyak sawit adalah 521,489.42 botol atau 23.86% total kapasitas
produksi (2,185,800 botol) atau setara dengan pendapatan Rp 4,014,153,243.48.
per tahun. Rincian perhitungan BEP dapat dilihat pada Lampiran 11.
g. Kriteria kelayakan investasi
Kriteria kelayakan investasi digunakan untuk menilai kelayakan suatu
proyek atau membuat peringkat (ranking) beberapa proyek yang harus dipilih
(Pramudya 2010). Kriteria kelayakan investasi dapat dihitung setelah proyeksi
arus kas ditentukan (Christdianti 2015). Proyeksi arus kas dapat dilihat pada
Lampiran 12. Kriteria kelayakan investasi yang digunakan untuk menilai
kelayakan proyek industri minuman emulsi minyak sawit adalah Net Present
Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan
Pay Back Period (PBP). Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi dapat
dilihat pada Tabel 7. Perhitungan kriteria kelayakan investasi dapat dilihat pada
Lampiran 13.
Parameter Nilai
NPV (Rp) 8,154,083,367.42
IRR (%) 23,54
Net B/C 2,04
PBP (tahun) 3,39
Net Present Value (NPV) merupakan perbedaan nilai investasi sekarang dari
keuntungan dan biaya di masa yang akan datang (Sari 2013). Perhitungan angka
yang dihasilkan menunjukkan besarnya penerimaan bersih setelah dikalikan
dengan discount factor yang dihitung pada masa kini (Christdianti 2015). Nilai
NPV yang diperoleh adalah sebesar Rp 8,154,083,367.42. Dengan nilai NPV yang
lebih besar dari 0, dapat disimpulkan bahwa industri minuman emulsi minyak
sawit layak didirikan.
Internal Rate of Return (IRR) adalah bilangan yang menunjukkan tingkat
pengembalian modal suatu proyek yang dinyatakan dalam % per tahun. Nilai IRR
industri minuman emulsi minyak sawit adalah 23,54%. Dengan nilai IRR yang
lebih besar dari interest rate (12%), dapat disimpulkan bahwa industri minuman
emulsi minyak sawit layak didirikan.
Tabel 7 Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi
23
Kriteria selanjutnya adalah Net Benefit Cost Ratio (Net B/C). Net B/C
merupakan perbandingan dari nilai present value yang positif dengan nilai present
value yang negatif. Nilai Net B/C industri minuman emulsi minyak sawit adalah
2,04. Hal ini menunjukkan bahwa proyek layak dilaksanakan karena nilai Net B/C
lebih dari 1.
Pay Back Period (PBP) adalah bilangan yang menyatakan jangka waktu
pengembalian modal investasi suatu proyek yang dinyatakan dalam tahun. Nilai
PBP berbanding terbalik dengan NPV. Semakin besar nilai NPV maka nilai PBP
akan semakin kecil dan sebaliknya. Nilai PBP industri minuman emulsi minyak
sawit berdasarkan perhitungan adalah 3,39 tahun atau 3 tahun 5 bulan.
h. Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengetahui berbagai faktor terhadap
kemampuan proyek mencapai jumlah hasil, penjualan dan keuntungan. Analisis
sensitivitas diperlukan apabila terjadi suatu kesalahan dalam menilai biaya atau
manfaat serta untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur
harga pada saat proyek tersebut dilaksanakan (Sutojo 2000).
Pada penelitian ini, analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui
pengaruh variabel kenaikan harga kemasan botol kaca gelap, bahan baku CPO dan
penurunan kapasitas produksi terhadap kriteria kelayakan investasi yaitu NPV,
IRR, Net B/C dan PBP. Variabel kenaikan harga kemasan botol kaca gelap
ditetapkan sebesar 10% dan 20%. Variabel kenaikan harga bahan baku CPO
ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap pergerakan harga CPO selama 5
tahun terakhir (2012-2016) yaitu sebesar 20% dan 30%. Sedangkan variabel
penurunan kapasitas produksi ditetapkan sebesar 10% dan 20%. Grafik perubahan
nilai NPV, IRR, Net B/C dan PBP terhadap kenaikan harga kemasan botol kaca
gelap dapat dilihat pada gambar 3, 4, 5 dan 6. Grafik perubahan nilai NPV, IRR,
Net B/C dan PBP terhadap kenaikan harga bahan baku (CPO) dapat dilihat pada
gambar 7, 8, 9 dan 10. Grafik perubahan nilai NPV, IRR, Net B/C dan PBP
terhadap penurunan kapasitas produksi dapat dilihat pada Gambar 11, 12, 13 dan
14. Sedangkan, hasil analisis sensitivitas terhadap variabel kenaikan harga botol
kaca gelap, kenaikan harga bahan baku (CPO) dan variabel penurunan kapasitas
produksi dapat dilihat pada Lampiran 14, 15 dan 16.
24
0
2
4
6
8
10
1400 1500 1600 1700 1800
Mil
ya
r R
up
iah
Harga Botol Kaca Gelap (Ribu Rupiah)
NPV
NPV
20,50
21,00
21,50
22,00
22,50
23,00
23,50
24,00
1400 1500 1600 1700 1800
% p
er t
ah
un
Harga Botol KacaGelap (Ribu Rupiah)
IRR
IRR
1,70
1,75
1,80
1,85
1,90
1,95
2,00
2,05
1400 1500 1600 1700 1800
Ra
sio
Harga Botol Kaca Gelap (Ribu Rupiah)
Net B/C
Net B/C
Gambar 3 Grafik perubahan nilai NPV terhadap kenaikan harga botol kaca gelap
Gambar 4 Grafik perubahan nilai IRR terhadap kenaikan harga botol kaca gelap
Gambar 5 Grafik perubahan nilai Net B/C terhadap kenaikan harga botol kaca gelap
25
3,38
3,40
3,42
3,44
3,46
3,48
3,50
3,52
3,54
3,56
1400 1500 1600 1700 1800
Ta
hu
n
Harga Botol Kaca Gelap (Ribu Rupiah)
PBP (Tahun)
PBP (Tahun)
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
4,00 5,00 6,00 7,00 8,00
Mil
ya
r R
up
iah
Harga CPO (Ribu Rupiah)
NPV
NPV
21,00
21,50
22,00
22,50
23,00
23,50
24,00
4,00 5,00 6,00 7,00 8,00
% p
er t
ah
un
Harga CPO (Ribu Rupiah)
IRR
IRR
Gambar 7 Grafik perubahan nilai NPV terhadap kenaikan harga CPO
Gambar 8 Grafik perubahan nilai IRR terhadap kenaikan harga CPO
Gambar 6 Grafik perubahan nilai PBP terhadap kenaikan harga botol kaca gelap
26
1,75
1,80
1,85
1,90
1,95
2,00
2,05
4,00 5,00 6,00 7,00 8,00
Ra
sio
Harga CPO (Ribu Rupiah)
Net B/C
Net B/C
3,35
3,40
3,45
3,50
3,55
4,00 5,00 6,00 7,00 8,00
Ta
hu
n
Harga CPO (Ribu Rupiah)
PBP (Tahun)
PBP (Tahun)
(2,00)
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
0 100 200 300 400
Mil
ya
r R
up
iah
Kapasitas produksi (ton CPO/tahun)
NPV
NPV
Gambar 9 Grafik perubahan nilai Net B/C terhadap kenaikan harga CPO
Gambar 10 Grafik perubahan nilai PBP terhadap kenaikan harga CPO
Gambar 11 Grafik perubahan nilai NPV terhadap penurunan kapasitas produksi
27
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
0 100 200 300 400
% p
er t
ah
un
Kapasitas produksi (ton CPO/tahun)
IRR
IRR
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
0 100 200 300 400
Ra
sio
Kapasitas produksi (ton CPO/tahun)
Net B/C
Net B/C
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
0 100 200 300 400
Ta
hu
n
Kapasitas produksi (ton CPO/tahun)
PBP (Tahun)
PBP (Tahun)
Gambar 12 Grafik perubahan nilai IRR terhadap penurunan kapasitas produksi
Gambar 13 Grafik perubahan nilai net B/C terhadap penurunan kapasitas produksi
Gambar 14 Grafik perubahan nilai PBP terhadap penurunan kapasitas produksi
28
Hasil analisis sensitivitas terhadap variabel kenaikan harga botol kaca
gelap sebesar 10% dan 20% , kenaikan harga CPO sebesar 20% dan 30% serta
variabel penurunan kapasitas produksi sebesar 10% dan 20% menunjukkan bahwa
semakin besar kenaikan harga botol kaca gelap dan CPO serta semakin besar
penurunan kapasitas produksi, nilai NPV juga semakin mengalami penurunan.
Namun, nilai NPV masih bernilai positif pada setiap variabel analisis sensitivitas
kecuali pada variabel penurunan kapasitas produksi sebesar 20%. Pada variabel
penurunan kapasitas produksi sebesar 20%, NPV bernilai negatif. Menurut Halim
(2012) apabila usul investasi menghasilkan nilai NPV positif atau sama dengan
nol, maka usul investasi tersebut layak diterima. Dengan demikian, usul investasi
industri minuman emulsi minyak sawit layak diterima kecuali pada variabel
penurunan kapasitas produksi sebesar 20%.
Parameter IRR menunjukkan tingkat pengembalian modal suatu usulan
investasi. Hasil analisis sensitivitas terhadap parameter IRR menunjukkan bahwa
nilai IRR semakin menurun pada kondisi kenaikan harga botol kaca gelap,
kenaikan harga CPO dan penurunan kapasitas produksi yang semakin besar.
Namun, nilai IRR pada setiap variabel analisis sensitivitas masih bernilai lebih
besar dari tingkat suku bunga (12%) kecuali pada variabel penurunan kapasitas
produksi sebesar 20% dimana IRR bernilai 11.07%. Oleh karena itu dapat
disimpulkan industri minuman emulsi minyak sawit masih layak didirikan pada
setiap variabel analisis sensitivitas kecuali pada variabel penurunan kapasitas
produksi sebesar 20%.
Parameter Net B/C merupakan perbandingan antara present value yang
bernilai positif dan present value yang bernilai negatif. Hasil analisis sensitivitas
menunjukkan bahwa nilai Net B/C semakin menurun pada kondisi kenaikan harga
botol kaca gelap ,kenaikan harga CPO dan penurunan kapasitas produksi yang
semakin besar. Namun, nilai Net B/C pada setiap variabel analisis sensitivitas
masih bernilai lebih dari 1 kecuali pada variabel penurunan kapasitas produksi
sebesar 20% dimana Net B/C bernilai 0.94. Hal ini menunjukkan bahwa pada
setiap variabel analisis sensitivitas, usulan investasi masih berstatus layak kecuali
pada variabel penurunan kapasitas produksi sebesar 20%.
Indikator terakhir yang digunakan dalam analisis kelayakan investasi pada
analisis sensitivitas adalah PBP. Nilai PBP menunjukkan waktu pengembalian
investasi. Nilai PBP mengalami kenaikan pada kondisi kenaikan harga botol kaca
gelap, kenaikan harga CPO dan penurunan kapasitas produksi yang semakin
besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar kenaikan harga botol kaca
gelap, kenaikan harga CPO dan penurunan kapasitas produksi, waktu
pengembalian investasi akan semakin lama
29
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Minuman emulsi minyak sawit merupakan alternatif produk hilir minyak
sawit dengan nilai tambah tinggi sebagai sumber komponen bioaktif β-karoten
yang efektif. Karakteristik minuman emulsi minyak sawit yang telah diperoleh
dalam penelitian ini adalah stabilitas emulsi, viskositas, warna, kadar air dan
kadar β-karoten. Analisis teknoekonomi dilakukan pada kapasitas industri
minuman emulsi minyak sawit sebesar 1000 kg CPO per hari. Produk yang
dihasilkan ialah 7286 botol minuman emulsi per hari atau 2.185.800 botol per
tahun. Biaya investasi yang dibutuhkan sebesar Rp 7,875,271,500.00 dan biaya
modal kerja sebesar Rp 1,242,501,714.06. Pada harga jual Rp 8,500.00 per botol
diperoleh keuntungan sebesar 70%, BEP akan dicapai pada skala produksi
521,489.42 botol atau 23.86% total kapasitas produksi atau setara dengan
pendapatan Rp 4,014,153,243.48 /tahun. Pada kapasitas 1000 kg CPO per hari,
industri minuman emulsi minyak sawit layak dioperasikan karena berdasarkan
analisa kelayakan diperoleh nilai NPV sebesar Rp 8,154,083,367.42, IRR sebesar
23,54%, Net B/C 2,04 dan PBP terjadi pada tahun ke-3 bulan ke-5. Berdasarkan
hasil analisis sensitivitas diperoleh bahwa perubahan harga kemasan botol kaca
gelap sampai dengan 20%, bahan baku CPO sampai dengan 30% dan perubahan
kapasitas produksi sampai dengan 10% masih berstatus layak.
Saran
Perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai umur simpan, mutu sensori
dan bioavailabilitas minuman emulsi minyak sawit sebagai data pendukung.
Selain itu untuk keperluan pemasaran, perlu dilakukan riset pasar mengenai
produk minuman emulsi minyak sawit.
DAFTAR PUSTAKA
AALI.2013.”Sales volume and price highlight”.Investor Bulletin.Second Edition
Februari.http://www.astra-agro.co.id.Diakses 24 Mei 2015
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1999. Official Methods of
Analysis. Arlingtong (US): AOAC.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2012. Official Methods of
Analysis. Arlingtong (US): AOAC.
Ball GFM. 2000. Vitamin In Foods:Analysis, Bioavalability, And Stability. New
York (US): CRC Press
Basiron Y. 2005. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products Sixth Edition Volume 2
(346). New Jersey (US): John Wiley&Sons,Inc
30
Best B. 2009. “Phytochemicals as Nutraceuticals”.
www.benbest.com/nutrceut/phytochemicals.html#carotenoids.Diakses 4
Desember 2015
[BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2001. Kajian Proses
Standardiasai Produk Makanan Fungsional di Badan Pengawasan Obat dan
Makanan. Lokakarya Kajian Penyusunan Standar Pangan Fungsional. Jakarta
(ID): BPOM.
[BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 1996. Keputusan Kepala Badan
POM RI No HK.00.05.23.3644 Tentang Ketentuan Pokok Pengawasan
Suplemen Makanan. Jakarta (ID): BPOM.
[BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2015. Peraturan Kepala Badan
POM RI No 7 Tahun 2015 Tentang Penggunaan Amonium Sulfat Sebagai
Bahan Penolong Dalam Proses Pengolahan Nata De Coco. Jakarta (ID):
BPOM.
Branen AL, Davidson PM, Salminen S. 2002. Food Additive: New York (US):
Marcel Dekker
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia Minyak
Kelapa Sawit. SNI 01-2901-2006. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia RBD Palm
Olein. SNI 01-0018-2006. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia Santan
Cair. SNI 01-3816-1995. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
Christdianti R. 2015. Proses Mikroenkapsulasi Minyak Sawit dan Analisis
Teknoekonomi pada Skala Industri. [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian
Bogor.
Dawson RMC, Daphne C. Elliott, William H. Elliott, K M Jones. 1986. Data for
Biochemical Research 3rd ed p. 289.New York (US):Oxford University Press.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Jakarta (ID): Bhatara Karya Aksara
[Depkes] Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat. 2003. Deteksi dan tatalaksana kasus xeroftalmia : pedoman bagi
tenaga kesehatan. Jakarta: gizi.depkes.go.id/wp-
content/uploads/2012/05/Xeroflamia.pdf
[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Statistik Perkebunan Indonesia
2013-2015. Jakarta (ID)
Faridah DN, Herawati D, Kusumaningrum HD, Lioe HN, Wulandari N, Nurjanah
S, Indrasti D.2014. Penuntun Praktikum: Analisis Pangan. Bogor (ID):
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Insitut
Pertanian Bogor
Halim A. 2012. Analisis Kelayakan Investasi Bisnis: Kajian dari Aspek
Keuangan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu
Helena BR. 2003. Pengawasan Mutu Dalam Proses Pemurnian Minyak Sawit
Kasar di PT. Sinar Meadow International Indonesia Jakarta [laporan magang].
Bogor (ID): Program Studi Supervisor Jaminan Mutu Pangan dan Gizi Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Husnan S dan Suwarsono M. 2000. Studi Kelayakan Proyek Edisi Keempat.
Yogyakarta (ID): Penerbit UPP AMP YKPN.
31
Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance 2nd edition A Chapman and Hall
Food Science Book. Maryland (US): Aspen Publition.
[Kemendag] Kementerian Perdagangan. 2013.Analisis Kebijakan Bea Keluar
(BK) CPO dan Produk Turunannya. Jakarta (ID): Pusat Kebijakan
Perdagangan Luar Negeri.
Ketaren S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID):UI Press.
Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan. Komponen Makro. Jakarta (ID): Dian Rakyat
Lai O, Tan C, Akoh CC. 2012. Palm Oil: Production, Processing,
Characterization, and Uses [editorial]. New York (US): AOCS Press.
Linder MC. 1989. Nutrition and Metabolism of Vitamin. Di dalam. M.C. Linder
(ed.). Nutritional Biochemistry and Metabolism with Clinical Application.
New York (US): Elsevier
Mao Y, DJ Mc Clements. 2011. Modulation of bulk physicochemical properties
of emulsions by hetero-aggregation of oppositely charged protein-coated lipid
droplets. Food Hydrocolloids (25): 1201-1209
Mao L, Duoxia X, Jia Y, Fang Y, Yanxiang G, Jian Z. 2009. Effects of small and
large molecule emulsifiers on the characterictics of β-carotene nanoemulsions
prepared by high pressure homogenization. Food technology Biotechnology,
47 (3): 336-342
McClements DJ. 2005. Food Emulsions Principles, Practices, and Techniques.
New York (US):CRC Press.
Muchtadi D. 2012. Pangan Fungsional dan Senyawa Bioaktif. Bandung
(ID):Alfabeta.
Nafarin M.2007.Penganggaran Perusahaan. Jakarta (ID): Salemba Empat
Neugebauer JM.1990.Detergents: An overview Methods in Enzymology.
Nottingham (UK): Academic press
Newman DG.1990.Engineering Economic Analysis.3rd ed. Jakarta (ID): Bina
aksara
Nielloud F, Mestres GM.2000.Pharmaceutical Emulsions and Suspensions. New
York (US): Marcel Dekker, Inc
Nollet LML.1992.Food Analysis by HPLC. New York (US): Marcel Dekker, Inc
PORIM.2005.PORIM Test Method.Kuala Lumpur (MY):Palm Oil Research
Institute of Malaysia
Pramesti A. 2014. Optimasi Proses Formulasi Minuman Nanoemulsi Minyak
Sawit. [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.
Pramudya B. 2010. Ekonomi Teknik. Bogor (ID):Departemen Teknik Pertanian
IPB.
Rita I. 2011. Proses Emulsifikasi dan Analisis Biaya Produksi Minyak Sawit
Merah [tesis]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.
Riyadi AH. 2009. Kendali Proses Deodorisasi dalam Pemurnian Minyak Sawit
Merah [thesis]. Bogor (ID):Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ruhiyatman RA. 2013. Optimasi Bahan Emulsi dari Minyak Sawit dengan Tiga
Jenis Stabilizer dan Uji Mutu Minuman Emulsinya [skripsi]. Bogor
(ID):Institut Pertanian Bogor.
Sabariman M. 2007. Sifat Reologi dan Sifat Fisik Minuman Emulsi Kaya Beta
Karoten dari Minyak Sawit Merah dengan menggunakan Beberapa
Pengemulsi. [thesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
32
Saputra V. 1996. Formulasi Produk Emulsi Kaya Beta Karoten dari Minyak Sawit
Merah. [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.
Sari EM. 2013. Kajian Tekno Ekonomi Industri Minyak Sawit Merah Karoten
Tinggi. [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.
Scrimgeour C. 2005.Chemistry of Fatty Acid, Baley’s Industrial Oil and Fat
Products. Edisi Keenam. New York (US) :John Wiley&Sons Inc
Shyu YS, Sung WC.2010. Improving the emulsion stability of sponge cake by the
addition of polyglutamic acid. JMST. 18 (6):895-900
Soeharto I.2000. Manajemen Proyek dari Konseptual sampai Operasional.Jakarta
(ID): Erlangga
Sukirno S. 2004. Makro Ekonomi Teori Pengantar.Jakarta (ID):PT Raja Grafindo
Perkasa
Sumarna D. 2006. Proses degumming CPO (Crude Palm Oil) menggunakan
membran ultrafiltrasi. J Teknol Pert. 2(1): 24-30.
Surfiana. 2002. Formulasi Minuman Emulsi Kaya β-karoten dari Minyak Sawit
Merah [thesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Sutojo S. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Jakarta (ID): Damar
[WHO] World Health Organization. 2009. Global Prevalence of Vitamin A
Deficiency in Populations at Risk 1995-2005. WHO Global Database on
Vitamin A Deficiency. Geneva (CH): WHO.
Widarta IWR. 2008. Kendali Proses Deasidifikasi Dalam Pemurnian Minyak
Sawit Merah Skala Pilot Plant. [tesis]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID):Gramedia Pustaka
Utama
Yasumatsu K, Sawada K, Moritaka S, Misaki M, Toda J, Wada T, dan Ishi K.
1972. Whipping and emulsifying properties of soybean products. Agricultural
and Biological Chemistry 36(5):719-727.
Yuan Y, Yanxiang G, Jian Z, Like M. 2008. Characterization and stability
evaluation of β-carotene nanoemulsions prepared by high pressure
homogenization under various emulsifying conditions. Food Research
International 41: 61-68. doi: 10.1016/j.foodres.2007.09.006
33
LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram alir tahapan penelitian
1. Analisis kadar air, metode oven (AOAC 2012)
2. Analisis asam lemak bebas, metode titrasi (AOAC 2012)
3. Analisis bilangan peroksida, metode titrasi (AOAC 2012)
4. Analisis bilangan iod, metode titrasi (AOAC 2012)
5. Analisis total karotenoid, metode spektrofotometri
(PORIM 2005)
1. Analisis kadar air, metode oven (AOAC 2012)
2. Analisis asam lemak bebas, metode titrasi (AOAC 2012)
3. Analisis bilangan peroksida, metode titrasi (AOAC 2012)
4. Analisis bilangan iod, metode titrasi (AOAC 2012)
1. Analisis stabilitas emulsi, metode sentrifugasi (modifikasi
Yasumatsu et al 1972)
2. Analisis viskositas, metode viskometer (Shu dan Syung
2010)
3. Analisis warna, metode kolorimeter (Hutching 1999)
4. Analisis kadar air, metode oven (AOAC 2012)
5. Analisis β-karoten, metode HPLC (AOAC 1999)
1.Aspek teknis dan teknologis
a.Spesifikasi bahan baku
b.Penentuan kapasitas produksi
c.Pemilihan teknologi proses
d.Mesin, peralatan dan kemasan
2. Aspek finansial
a.Asumsi perhitungan finansial
b.Biaya investasi
c.Biaya pemeliharaan, penyusutan, bunga modal dan
asuransi
d.Biaya produksi dan harga produk
e.Proyeksi laba rugi
f.Break Even Point (BEP)
g.Kriteria kelayakan investasi
h.Analisis sensitivitas
CPO
Proses pemurnian
minyak sawit
Fraksi Olein
Pembuatan
minuman emulsi
minyak sawit
Minuman Emulsi
Minyak Sawit
Analisis
Teknoekonomi
Data analisis
teknoekonomi
34
Lampiran 2Diagram alir proses pemurnian CPO (Sari 2013)
Keterangan :
* = asumsi asam lemak
bebas 4.88%
Crude Palm Oil (CPO)
(100%)
Degumming (80oC, 15 menit)
Olein (72.40%)
Deasidifikasi (59 oC ± 2
oC, 25 menit)
Deodorisasi (140 oC, 60 menit)
Stearin (23.10%)
Gum dan
sabun
Fraksinasi
Asam fosfat
85% (0.15%
b/b)
NaOH160BE
berlebih 17.5%
(8.05%)*
Kristalisasi (70oC menjadi 20
oC)
PFAD dan
uap air
(4.5%)
35
Lampiran 3 Spesifikasi mesin, peralatan dan kemasan
1. Boiler
Kapasitas :100 kg/h – 2000 kg/h uap
Sertifikasi : ISO
Bahan Bakar : Minyak (Solar)
Output : Uap
Harga : Rp 216.000.000,00
Sumber : http://indonesian.alibaba.com/product-
gs/horizontal-china-industrial-boiler-industrial-steam-
boilers-price-1964052311.html
2. Refining CPO
Kapasitas : 1-30 ton/hari
Pemakaian uap : 450 kg/ton minyak
Sertifikasi : ISO 9001
Harga : Rp 6.817.500.000,00
Sumber : http://indonesian.alibaba.com/product-
gs/high-technology-palm-oil-refining-
process-with-iso-ce-60125279274.html
3. Tangki penyimpanan CPO
Kapasitas : 1000-3000 L
Sertifikasi : CE dan ISO 9001
Bahan : Stainless steel
Harga : Rp 20.250.000,00
Sumber : http://www.alibaba.com/product-detail/palm-
oil-
storagetank_1710968041.html?spm=a2700.77
24857.35.1.3QSrcN
4. Tangki penyimpanan Olein
Kapasitas : 1000-3000 L
Sertifikasi : CE dan ISO 9001
Bahan : Stainless steel
Harga : Rp 20.250.000,00
Sumber :
http://www.alibaba.com/productdetail/palm
-oil-storage-
tank_1710968041.html?spm=a2700.7724857.35.1.3QSrcN
36
5. Homogenizer
Kapasitas : 1500 L
Sertifikasi : ISO 9001, ce
Harga : Rp 607.500.000,00
Sumber : http://indonesian.alibaba.com/product-
gs/industrial-homogenizer-homogenizer-
price-homogenizer-machine-
60155861657.html
6. Pasteurizer
Kapasitas : 6000 kg/h
Sertifikasi : CE/ISO 9001
Harga : Rp 35.100.000,00
Sumber : http://wholesaler.alibaba.com/product-
detail/Sanitary-Grade-High-Quality-
Stainless-
Steel_60238463793/showimage.html?spm
=a2700.7765678.0.0.MwlGVV
7. Bottle sealer
Kapasitas : 6000 kg/h
Harga : Rp 108.000.000,00
Sumber : http://www.alibaba.com/product-
detail/GH-6030-Semi-auto-Bottle-
shrink_509461400.html?spm=a2700.77248
57.29.37.2evN9j&s=p
8. Timbangan digital 300 kg
Kapasitas : 300 kg
Akurasi : 1 gram
Harga : Rp 6.405.750,00
Sumber : http://www.alibaba.com/product-
detail/Industrial-Digital-Weighing-
Scales-China-
manufacture_60267001084.html?spm=a2
700.7724838.30.36.l7Khdj&s=p
37
9. Timbangan digital 20 kg
Kapasitas : 20 kg
Akurasi : 0.1 gram
Harga : Rp 2.025.000,00
Sumber :
http://www.alibaba.com/product-
detail/Industrial-digital-weigh-scale-
connect-computer_60266355668.html?
spm=a2700.7724838.30.208.l7Khdj
10. Botol gelap 200 ml
Harga : Rp 1417.15
Sumber : http://www.alibaba.com/product-
detail/glass-amber-cough-syrup-
bottle-
100ml_60414747173/showimage.h
tml
38
Lampiran 4 Diagram alir proses dan kapasitas alat
CPO
(1 ton/hari)
Penampungan CPO (1 ton/hari)
Kapasitas tangki : 1000-3000 L
Pemurnian CPO (1 ton/hari)
Kapasitas alat pemurnian CPO : 1-30 ton/hari
Olein Minyak Sawit
(724 kg)
Penampungan olein (724 kg)
Kapasitas tangki 1000-3000 L
Pencampuran bahan dan homogenisasi
Berat total bahan : 1218.43 kg
Kapasitas homogenizer : 1500 L
Minuman emulsi
minyak sawit
Bottle sealer
Total berat minuman emulsi: 1218.43 kg
Kapasitas bottle sealer: 6000 kg
Pasteurisasi
Total berat minuman emulsi+botol: 3039.93 kg
Kapasitas pasteurizer: 6000 kg
7286 botol minuman
emulsi minyak sawit
39
Lampiran 5 Rincian lengkap biaya investasi
No Deskripsi Jumlah Satuan
Harga Satuan
(Rp) Total harga (Rp)
1 Mesin dan Alat
Boiler 1 Unit 216.000.000,00 216.000.000,00
Refining CPO (Degumming, Netralisasi, Deodorisasi,
Fraksinasi) 1 Paket 6.817.500.000,00 6.817.500.000,00
Tangki Penyimpanan CPO 1 Unit 20.250.000,00 20.250.000,00
Tangki Penyimpanan Olein 1 Unit 20.250.000,00 20.250.000,00
Homogenizer 1 Unit 607.500.000,00 607.500.000,00
Pasteurizer 1 Unit 35.100.000,00 35.100.000,00
Bottle Sealer 1 Unit 108.000.000,00 108.000.000,00
Timbangan Digital 300 kg 1 Unit 6.405.000,00 6.405.000,00
Timbangan Digital 20 kg 1 Unit 2.025.000,00 2.025.000,00
Subtotal
7.833.030.000,00
2 Fasilitas Penunjang
Instalasi Listrik 1 Paket 41.075.000,00 41.075.000,00
Instalasi Air 1 Paket 1.166.500,00 1.166.500,00
Subtotal
42.241.500,00
Total Perkiraan Biaya Investasi 7.875.271.500,00
40
Lampiran 6 Angsuran modal investasi
Periode Angsuran Pokok (Rp) Bunga (Rp) Jumlah Angsuran (Rp) Saldo Akhir (Rp)
Tahun 0
7.875.271.500,00
Tahun 1 787.527.150,00 945.032.580,00 1.732.559.730,00 7.087.744.350,00
Tahun 2 787.527.150,00 850.529.322,00 1.638.056.472,00 6.300.217.200,00
Tahun 3 787.527.150,00 756.026.064,00 1.543.553.214,00 5.512.690.050,00
Tahun 4 787.527.150,00 661.522.806,00 1.449.049.956,00 4.725.162.900,00
Tahun 5 787.527.150,00 567.019.548,00 1.354.546.698,00 3.937.635.750,00
Tahun 6 787.527.150,00 472.516.290,00 1.260.043.440,00 3.150.108.600,00
Tahun 7 787.527.150,00 378.013.032,00 1.165.540.182,00 2.362.581.450,00
Tahun 8 787.527.150,00 283.509.774,00 1.071.036.924,00 1.575.054.300,00
Tahun 9 787.527.150,00 189.006.516,00 976.533.666,00 787.527.150,00
Tahun 10 787.527.150,00 94.503.258,00 882.030.408,00 0,00
Lampiran 7 Angsuran modal kerja
Periode Anggsuran Pokok (Rp) Bunga (Rp) Jumlah Angsuran (Rp) Saldo Akhir (Rp)
Tahun 0
1.242.501.714,06
Tahun 1 414.167.238,02 149.100.205,69 563.267.443,71 828.334.476,04
Tahun 2 414.167.238,02 99.400.137,13 513.567.375,15 414.167.238,02
Tahun 3 414.167.238,02 49.700.068,56 463.867.306,58 0,00
41
Lampiran 8 Rincian biaya pemeliharaan, penyusutan, bunga modal dan asuransi
No Deskripsi
Jumlah Biaya
(Rp) Nilai Sisa (Rp)
Umur
Ekonomis
Penyusutan
(Rp)
Pemeliharaan
(Rp)
1 Boiler 216.000.000,00 21.600.000,00 10 19.440.000,00 21.600.000,00
2 Refining CPO 6.817.500.000,00 681.750.000,00 10 613.575.000,00 681.750.000,00
3
Tangki Penyimpanan
CPO 20.250.000,00 2.025.000,00 10 1.822.500,00 2.025.000,00
4
Tangki Penyimpanan
Olein 20.250.000,00 2.025.000,00 10 1.822.500,00 2.025.000,00
5 Homogenizer 607.500.000,00 60.750.000,00 10 54.675.000,00 60.750.000,00
6 Pasteurizer 35.100.000,00 3.510.000,00 10 3.159.000,00 3.510.000,00
7 Bottle Sealer 108.000.000,00 10.800.000,00 10 9.720.000,00 10.800.000,00
8
Timbangan Digital 300
kg 6.405.000,00 640.500,00 10 576.450,00 640.500,00
9 Timbangan Digital 20 kg 2.025.000,00 202.500,00 10 182.250,00 202.500,00
Total 7.833.030.000,00 783.303.000,00 704.972.700,00 783.303.000,00
Total bunga modal dan asuransi (Rp/tahun) = 12,5% 𝑋 𝑅𝑝 7,833,030,000.00 𝑋 (10+1)
2 𝑋 10
= Rp 538,520,812.50
42
Lampiran 9 Rincian biaya produksi
No Deskripsi Jumlah Satuan Biaya Satuan
(Rp)
Biaya Total per
Tahun (Rp)
A Biaya tetap
1 Gaji tenaga kerja tak langsung
Manajer 1 orang/bulan 6.000.000,00 72.000.000,00
Staff PPIC 2 orang/bulan 3.000.000,00 72.000.000,00
Subtotal
144.000.000,00
2 Biaya Pemeliharaan 1 per tahun 783.303.000,00 783.303.000,00
Subtotal
783.303.000,00
3 Biaya Penyusutan 1 per tahun 704.972.700,00 704.972.700,00
Subtotal
704.972.700,00
4 Biaya Asuransi 1 per tahun 538.520.812,50 538.520.812,50
Subtotal
538.520.812,50
Total biaya tetap
2.170.796.512,50
B Biaya variabel
1 Tenaga kerja
langsung
Staff produksi 6 orang/bulan 2.500.000,00 180.000.000,00
Operator produksi 3 orang/bulan 2.500.000,00 90.000.000,00
Subtotal
270.000.000,00
2 Biaya bahan baku
CPO 1000 kg/hari 5.896,00 1.768.800.000,00
Asam Fosfat 1,50 kg/hari 55.000,00 24.750.000,00
43
NaOH 8,996 kg/hari 10.000,00 26.988.000,00
Air 311 L/hari 40,00 3.732.000,00
Tween 80 10,340 kg/hari 150.000,00 465.300.000,00
Na Benzoat 2,068 kg/hari 19.000,00 11.787.600,00
BHT 0,207 kg/hari 101.250,00 6.287.625,00
EDTA 0,207 kg/hari 115.000,00 7.141.500,00
HFS 155,10 kg/hari 6.350,00 295.465.500,00
Flavor Melon 15,510 kg/hari 125.000,00 581.625.000,00
Subtotal
3.191.877.225,00
Biaya kemasan
Botol Gelap 7286 botol/hari 1417,5 3.098.371.500,00
Label Kemasan 7286 label/hari 300 655.740.000,00
Subtotal
3.754.111.500,00
3 Biaya utilitas
Listrik 600 kWh/hari 1.352,00 243.360.000,00
Air 50 m3/hari 4.000,00 60.000.000,00
Solar 100 L/hari 6.900,00 207.000.000,00
Subtotal
510.360.000,00
Total biaya variabel
7.726.348.725,00
Total biaya 9.897.145.237,50
CPO/ hari : 1000 kg Minuman emulsi/tahun : 2,185,800 botol Harga+keuntungan+PPN : Rp 8,467.23
Olein/hari : 1000 kg HPP/botol : Rp 4,527.93 Harga jual/botol : Rp 8,500.00
Minuman emulsi/hari : 1,184.257 kg Keuntungan (70%) : Rp 3,169.55
Minuman emulsi/hari : 1,457.308 L Harga+ keuntungan per botol : Rp 7,697.48
Minuman emulsi/hari : 7286 botol PPN (10%) : Rp 769.75
44
Lampiran 10 Proyeksi laba rugi
Komponen Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5
Penjualan
Minuman Emulsi Minyak
Sawit 13.460.117.523,00 15.142.632.213,38 16.825.146.903,75 16.825.146.903,75 16.825.146.903,75
Total penjualan 13.460.117.523,00 15.142.632.213,38 16.825.146.903,75 16.825.146.903,75 16.825.146.903,75
Pengeluaran
Biaya tetap 2.170.796.512,50 2.170.796.512,50 2.170.796.512,50 2.170.796.512,50 2.170.796.512,50
Biaya variabel 6.181.078.980,00 6.953.713.852,50 7.726.348.725,00 7.726.348.725,00 7.726.348.725,00
Total pengeluaran 8.351.875.492,50 9.124.510.365,00 9.897.145.237,50 9.897.145.237,50 9.897.145.237,50
Laba kotor 5.108.242.030,50 6.018.121.848,38 6.928.001.666,25 6.928.001.666,25 6.928.001.666,25
Pajak 1.277.060.507,63 1.504.530.462,09 1.732.000.416,56 1.732.000.416,56 1.732.000.416,56
Laba bersih 3.831.181.522,88 4.513.591.386,28 5.196.001.249,69 5.196.001.249,69 5.196.001.249,69
Komponen Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10
Penjualan
Minuman Emulsi Minyak
Sawit 16,825,146,903.75 16,825,146,903.75 16,825,146,903.75 16,825,146,903.75 16,825,146,903.75
Total penjualan 16,825,146,903.75 16,825,146,903.75 16,825,146,903.75 16,825,146,903.75 16,825,146,903.75
Pengeluaran
Biaya tetap 2,170,796,512.50 2,170,796,512.50 2,170,796,512.50 2,170,796,512.50 2,170,796,512.50
Biaya variabel 6,181,078,980.00 6,181,078,980.00 6,181,078,980.00 6,181,078,980.00 6,181,078,980.00
Total pengeluaran 9,897,145,237.50 9,897,145,237.50 9,897,145,237.50 9,897,145,237.50 9,897,145,237.50
Laba kotor 6,928,001,666.25 6,928,001,666.25 6,928,001,666.25 6,928,001,666.25 6,928,001,666.25
Pajak 1,277,060,507.63 1,277,060,507.63 1,277,060,507.63 1,277,060,507.63 1,277,060,507.63
Laba bersih 5,196,001,249.69 5,196,001,249.69 5,196,001,249.69 5,196,001,249.69 5,196,001,249.69
45
Lampiran 11 Rincian perhitungan BEP
Qi = 𝐹𝐶
𝑃−𝑉𝐶
keterangan:
Qi = Jumlah unit (volum) yang dihasilkan dan terjual pada titik impas
FC = Biaya tetap
P = Harga jual per unit
VC = Biaya tidak tetap per unit
Qi = 2,170,796,512.50
7,697.48−(7,726 ,348 ,725 .00
2,185 ,800)
Qi = 521,489.42
BEP = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝
1−(𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙
𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖 𝑚𝑎𝑎𝑛)
BEP = 2,170,796,512.50
1−(7,726 ,348 ,725 .00
16,825 ,146 ,903 .75)
BEP = 4,014,153,243.48 Rupiah
46
Lampiran 12 Proyeksi arus kas
Komponen Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5
Penerimaan bersih
Laba bersih
3.831.181.522,88 4.513.591.386,28 5.196.001.249,69 5.196.001.249,69 5.196.001.249,69
Subtotal 0,00 3.831.181.522,88 4.513.591.386,28 5.196.001.249,69 5.196.001.249,69 5.196.001.249,69
Pengeluaran bersih
Investasi 7.875.271.500,00
Modal Kerja
1.242.501.714,06
Angsuran modal
investasi
787.527.150,00 787.527.150,00 787.527.150,00 787.527.150,00 787.527.150,00
Bunga modal investasi
945.032.580,00 850.529.322,00 756.026.064,00 661.522.806,00 567.019.548,00
Angsuran modal kerja
414.167.238,02 414.167.238,02 414.167.238,02
Bunga modal kerja
149.100.205,69 99.400.137,13 49.700.068,56
Subtotal
7.875.271.500,00 3.538.328.887,77 2.151.623.847,15 2.007.420.520,58 1.449.049.956,00 1.354.546.698,00
Arus kas bersih (7.875.271.500,00) 292.852.635,10 2.361.967.539,13 3.188.580.729,11 3.746.951.293,69 3.841.454.551,69
Arus kas awal tahun 0,00 (7.875.271.500,00) (7.582.418.864,90) (5.220.451.325,77) (2.031.870.596,66) 1.715.080.697,03
Arus kas akhir tahun
(akumulasi) (7.875.271.500,00) (7.582.418.864,90) (5.220.451.325,77) (2.031.870.596,66) 1.715.080.697,03 5.556.535.248,71
47
Komponen Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10
Penerimaan bersih
Laba bersih 5,196,001,249.69 5,196,001,249.69 5,196,001,249.69 5,196,001,249.69 5,196,001,249.69
Subtotal 5,196,001,249.69 5,196,001,249.69 5,196,001,249.69 5,196,001,249.69 5,196,001,249.69
Pengeluaran bersih
Investasi
Modal Kerja
Angsuran modal
investasi 787.527.150,00 787.527.150,00 787.527.150,00 787.527.150,00 787.527.150,00
Bunga modal investasi 472.516.290,00 378.013.032,00 283.509.774,00 189.006.516,00 94.503.258,00
Angsuran modal kerja
Bunga modal kerja
Subtotal
1.260.043.440,00 1.165.540.182,00 1.071.036.924,00 976.533.666,00 882.030.408,00
Arus kas bersih 3.935.957.809,69 4.030.461.067,69 4.124.964.325,69 4.219.467.583,69 4.313.970.841,69
Arus kas awal tahun 5.556.535.248,71 9.492.493.058,40 13.522.954.126,09 17.647.918.451,78 21.867.386.035,46
Arus kas akhir tahun
(akumulasi) 9.492.493.058,40 13.522.954.126,09 17.647.918.451,78 21.867.386.035,46 26.181.356.877,15
48
Lampiran 13 Perhitungan kriteria kelayakan investasi
Tahun Bt – Ct Akumulasi DF (12%) PV
0 (7.875.271.500,00) (7.875.271.500,00) 1 (7.875.271.500,00)
1 292.852.635,10 (7.582.418.864,90) 0.88 257.710.318,89
2 2.361.967.539,13 (5.220.451.325,77) 0.77 1.829.107.662,30
3 3.188.580.729,11 (2.031.870.596,66) 0.68 2.172.928.486,63
4 3.746.951.293,69 1.715.080.697,03 0.60 2.247.029.304,97
5 3.841.454.551,69 5.556.535.248,71 0.53 2.027.258.173,86
6 3.935.957.809,69 9.492.493.058,40 0.46 1.827.874.892,23
7 4.030.461.067,69 13.522.954.126,09 0.41 1.647.151.080,48
8 4.124.964.325,69 17.647.918.451,78 0.36 1.483.479.585,11
9 4.219.467.583,69 21.867.386.035,46 0.32 1.335.370.273,06
10 4.313.970.841,69 26.181.356.877,15 0.28 1.201.445.089,89
NPV 8.154.083.367,42
Parameter Nilai
NPV (Rp) 8,154,083,367.42
IRR (%) 23,54
Net B/C 2,04
PBP (tahun) 3,39
49
Lampiran 14 Hasil analisis sensitivitas terhadap variabel kenaikan harga botol kaca gelap
Kriteria Normal Botol naik 10% Botol naik 20%
Harga botol kaca gelap (per pcs) 1,417,5 1,559.30 1701,00
NPV (Rp) 8,154,083,367.42 6,983,467,605.63 5,939,212,150.98
IRR (%) 23,54 22,14 20,90
Net B/C 2,04 1,89 1,75
BEP (botol) 521,489.42 539,873.48 599,601.10
BEP (Rp) 4,014,153,243.48 4,155,664,145.23 4,307,516,996.24
PBP (tahun) 3.39 3.47 3.54
Lampiran 15 Hasil analisis sensitivitas terhadap variabel kenaikan CPO
Kriteria Normal CPO naik 20% CPO naik 30%
Harga bahan baku (Rp/kg) 5,896,00 7,075.20 7664,80
NPV (Rp) 8,154,083,367.42 6,943,880,154.37 6,275,598,394.27
IRR (%) 23,54 22,16 21,33
Net B/C 2,04 1,88 1,80
BEP (botol) 521,489.42 542,585.05 553,786.11
BEP (Rp) 4,014,153,243.48 4,176,536,394.06 4,262,756,295.93
PBP (tahun) 3.39 3.47 3.51
50
Lampiran 16 Hasil analisis sensitivitas terhadap variabel penurunan kapasitas produksi
Kriteria Normal Kapasitas turun 10% Kapasitas turun 20%
Kapasitas produksi (ton/tahun) 300 270 240
NPV (Rp) 8,154,083,367.42 3,883,720,113.32 (519,864,871.94)
IRR (%) 23,54 18,13 11,07
Net B/C 2,04 1,48 0,94
BEP (botol) 521,489.42 538,220.88 560,757.46
BEP (Rp) 4,014,153,243.48 4,142,943,245.37 4,316,418,054.63
PBP (tahun) 3.39 4.32 6.13
Lampiran 17 Perbandingan minuman emulsi minyak sawit dengan produk sejenis yang ada di pasaran
Produk Takaran
Saji
Kadar
Vitamin
A (RE)
per
sajian
Pemenuhan
AKG anak-
anak (350
RE) (%)
Takaran
saji untuk
memenuhi
100% AKG
Isi Harga (Rp) Harga
untuk
memenuhi
100%
AKG (Rp)
Minuman
Emulsi
6.15 ml/
5 gram
332.56 95 6.47 ml/
5.26 gram
200 ml Rp 8,500.00 275
Scott’s
Emulsion
15 ml 85 24 62.5 ml 200 ml Rp
25,000.00
7812
Curcuma
Plus
15 ml 85 24 62.5 ml 200 ml Rp
25,000.00
7812
Sundown
Naturals
1 soft gel 500 143 0.70 soft gel 100 soft
gels
Rp
99.000,00
693
Nature
Made
Vitamin A
1 soft gel 800 228 0.44 soft gel 100 soft
gels
Rp
205.000,00
902
51
PR SKRIPSI
1. Gambarkan notasi Hunter L*a b
2. Apakah karakteristik fraksi olein hasil proses fraksinasi skala pilot plant
yang tidak optimal pada penelitian ini berbeda dengan karakteristik fraksi
olein hasil proses fraksinasi pada skala industri menurut Sari (2013)?
3. Jelaskan perbedaan pangan fungsional dan suplemen!
4. Bagaimanakah perbandingan minuman emulsi dengan produk sejenis di
pasaran dari segi harga dan kandungan nutrisi?
5. Jelaskan perbedaan bahan baku, bahan tambahan pangan dan bahan
penolong!
6. Apakah alasan pemilihan proses pasteurisasi?
Jawab :
1. Gambar notasi Hunter L*a b
Notasi Hunter L*ab pada penelitian ini yaitu L* 69.76, a +13.08, b +79.66
dikonversi menjadi ºHue sebesar 42.76 yang diterjemahkan menjadi warna
orange (FFA 500)
2. Menurut Basiron (2005), tidak berbeda secara signifikan. Karena,
perbedaan metode atau kondisi fraksinasi minyak sawit yang diterapkan
terutama mempengaruhi karakteristik fraksi stearin. Dengan mengubah
metode dan kondisi fraksinasi, akan didapatkan berbagai variasi stearin
dengan sifat fisik dan kimia yang berbeda. Namun, perbedaan sifat fisik
dan kimia fraksi olein sangat minimal. Selain itu, berdasarkan nilai
parameter kritis pada minuman emulsi di penelitian ini yaitu kadar β-
karoten sebesar 399.07 ppm, masih mendekati kadar β-karoten minuman
emulsi yang dibuat dengan olein hasil fraksinasi skala industri pada
penelitian Surfiana (2002) sebesar 310.87 ppm (kisaran 300 ppm). Hal ini
disebabkan karena perlakuan utama pada proses fraksinasi ialah proses
52
kristalisasi melalui penurunan suhu yang tidak menyebabkan degradasi
komponen β-karoten secara signifikan seperti pada proses pemanasan.
3. Pangan fungsional adalah pangan yang secara alami maupun telah
mengalami proses mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan
kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu
yang bermanfaat bagi kesehatan. Pangan fungsional dikonsumsi
sebagaimana layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik
sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan atau rasa yang dapat
diterima oleh konsumen serta tidak memberikan kontraindikasi dan efek
samping terhadap metabolisme zat gizi lainnya jika digunakan dalam
jumlah yang dianjurkan (BPOM 2001). Menurut Muchtadi (2012), pangan
fungsional harus mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu: (1) sensory (warna
dan penampilannya menarik, citarasanya enak), (2) nutritional (bernilai
gizi tinggi), dan (3) physiological (memberikan pengaruh fisiologis
menguntungkan bagi tubuh). Sedangkan, suplemen makanan adalah
produk yang digunakan untuk melengkapi makanan, mengandung satu
atau lebih bahan sebagai berikut, yaitu vitamin, mineral, tumbuhan atau
bahan yang berasal dari tumbuhan, asam amino, bahan yang digunakan
untuk meningkatkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau konsentrat,
metabolit, konstituen, ekstrak atau kombinasi dari beberapa bahan diatas.
Suplemen makanan dapat berupa produk padat meliputi tablet, tablet
hisap, tablet efervesen, tablet kunyah, serbuk, kapsul, kapsul lunak,
granula, pastiles atau produk cair berupa tetes, sirup atau larutan (BPOM
1996)
4. Perbandingan minuman emulsi dengan produk sejenis
Produk Takaran
Saji
Kadar
Vitamin
A (RE)
per
sajian
Pemenuhan
AKG anak-
anak (350
RE) (%)
Takaran
saji untuk
memenuhi
100% AKG
Isi Harga (Rp) Harga
untuk
memenuhi
100% AKG
(Rp)
Minuman
Emulsi
6.15 ml/
5 gram
332.56 95 6.47 ml/
5.26 gram
200 ml Rp 8,500.00 275
Scott’s
Emulsion
15 ml 85 24 62.5 ml 200 ml Rp
25,000.00
7812
Curcuma
Plus
Emulsion
15 ml 85 24 62.5 ml 200 ml Rp
25,000.00
7812
Sundown
Naturals
1 soft gel 500 143 0.70 soft gel 100 soft gels Rp
99.000,00
693
Nature
Made
Vitamin A
1 soft gel 800 228 0.44 soft gel 100 soft gels Rp
205.000,00
902
53
5. Bahan baku adalah bahan utama atau bahan pokok dan merupakan
komponen utama dari suatu produk. Bahan baku biasanya mudah
ditelusuri dalam suatu produk. Bahan baku biasanya mudah ditelusuri
dalam suatu produk yang harganya relatif tinggi dibandingkan dengan
bahan pembantu (Nafarin 2007). Definisi bahan tambahan pangan (BTP)
versi the Food Protection Committee of the Food and Nutrition Board
yang dikutip dalam buku Branen et al. (2002) adalah suatu substansi atau
campuran substansi, selain dari ingredient utama pangan, yang berada
dalam suatu produk pangan sebagai akibat dari suatu aspek produksi,
pengolahan, penyimpanan, atau pengemasan (tidak termasuk kontaminan).
Sedangkan bahan penolong adalah bahan, tidak termasuk peralatan, yang
lazimnya tidak dikonsumsi sebagai pangan, digunakan dalam proses
pengolahan pangan untuk memenuhi tujuan teknologi tertentu dan tidak
meninggalkan residu pada produk akhir, tetapi apabila tidak mungkin
dihindari, residu dan/atau turunannya dalam produk akhir tidak
menimbulkan risiko terhadap kesehatan serta tidak mempunyai fungsi
teknologi (BPOM 2015).
6. Pemilihan proses termal pasteurisasi didasari karakteristik minuman
emulsi yang memiliki pH < 4.6 dan sensitif terhadap perlakuan panas
tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan mutu seperti komponen
bioaktif β-karoten yang dapat rusak karena pemanasan tinggi (Nollet
1992) dan sifat stabilitas emulsi yang dipengaruhi oleh suhu (Rita 2011).
Selain itu, pemilihan suhu dan waktu pasteurisasi juga didasari penelitian
Rita (2011) bahwa perlakuan pasteurisasi pada suhu 70ºC selama 10 menit
untuk minuman emulsi minyak sawit menghasilkan kestabilan emulsi
terbaik (97.81%) dan jumlah mikroba yaitu 4X101 koloni/g, jauh dibawah
batas maksimum SNI 01-3816-1995 mengenai santan cair yaitu 1X105
koloni/g.
54
RIWAYAT PENULIS
Yos Rizal Prima Saputra dilahirkan di Magetan (Jawa
Timur) pada 2 Desember 1993 dari pasangan Suyoto dan
Wiwik Sri Lestari. Penulis adalah anak pertama dari dua
bersaudara. Penulis mengenyam pendidikan di SDN
Magetan 3 (1999-2005), SMPN 1 Magetan (2005-2008),
SMAN 1 Magetan (2008-2011) dan program S1 di
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
SNMPTN Undangan. Selama perkuliahan, penulis aktif
mengikuti berbagai kegiatan kemahasiswaan diantaranya sebagai Head of
Training and Development Department (2012-2013), President (2013-2014) dan
Steering Committee (2014-2015) di UKM IPB Debating Community (IDC) serta
sebagai Staff Exchange Program Department (2011-2012) di UKM IAAS LC IPB
dan Anggota Divisi Syi’ar Forum Bina Islami Fakultas Teknologi Pertanian
(2012-2103). Beberapa prestasi di bidang kemahasiswaan juga pernah diraih
penulis diantaranya adalah Juara 1 Musabaqah Debat Ilmiah Kandungan Al-
Qur’an dalam Bahasa Inggris MTQ Mahasiswa Nasional 2015, Juara 1 Lomba
Debat “Politik Ceria” 2015, Juara 3 Lomba Debat Marketing se-Jawa Bali 2015,
4th
Novice Best Speaker Java Overland Varsities English Debating 2014 serta
menjadi delegasi IPB ke berbagai kompetisi debat parlementer dalam Bahasa
Inggris maupun kompetisi simulasi sidang PBB tingkat Internasional seperti
United Asian Debating Championship (UADC) 2014 di Nanyang Technological
University, Singapura, 23rd
Harvard World Model United Nations 2014 di
Brussels, Belgia dan 15th
Geneva International Model United Nations di Geneva,
Swiss. Penulis juga merupakan penerima Beasiswa Unggulan Bank CIMB Niaga
dan Kemdikbud RI sejak tahun 2011. Penulis melakukan kegiatan penelitian
sebagai tugas akhir dengan topik “Proses Pembuatan Minuman Emulsi Minyak
Sawit dan Analisis Teknoekonomi pada Skala Industri” di Laboratorium
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST Center IPB dibawah
bimbingan Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, Msi.