Pengolahan Batu Bara Cair Dengan Bcl Technology

Embed Size (px)

Citation preview

Teknologi Pencairan Batubara Bun Yamin Teknik Kimia STTIB - 2014 TEKNOLOGI PENCAIRAN BATUBARACoal To Liquid Technology (CTL) merupakan salah satu bagian dari Coal Conversion Technology (CCT) yang bertujuan untuk memanfaatkan nilai guna batubara sebagai bahan bakar. Seperti yang sudah diketahui bersama bahwa batubara merupakan sumber bahan bakar selain minyak bumi dan gas alam yang tak dapat terbarukan (non renewable resources). Namun, berbeda dengan minyak bumi dan gas alam, batubara tersebar merata di seluruh dunia dalam cadangan yang cukup besar. Sehingga batubara dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar fosil utama oleh beberapa negara yang miskin sumber daya minyak/gas tetapi memiliki cadangan batubara yang melimpah seperti China, Amerika Serikat, Jepang, bahkan Afrika Selatan.Permasalahan utama dalam penggunaan batubara adalah bahwa batubara merupakan bahan bakar padat, dan membutuhkan penyalaan awal agar bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi langsung. Selain itu, batubara juga memiliki masalah lain seperti membutuhkan tempat penyimpanan (stockpile) khusus setelah ditambang karena batubara memiliki sifat reaktif jika dibiarkan di tempat terbuka dalam waktu yang lama, dan akan segera terbakar dengan sendirinya (dikarenakan adanya volatile matters), belum lagi permasalahan transportasi yang membutuhkan penanganan khusus.Sebagai alternatif untuk menggantikan energi minyak bumi, saat ini telah dikembangkan teknologi pencairan batubara sebagai bahan bakar yang hampir setara dengan output minyak bumi. Pengembangan produksi bahan bakar sintetis berbasis batu bara pertama kali dilakukan di Jerman tahun 1900-an dengan menggunakan proses sintesis Fischer-Tropsch yang dikembangkan Franz Fisher dan Hans Tropsch. Pada 1930, disamping menggunakan metode proses sintesis Fischer-Tropsch, mulai dikembangkan pula proses Bergius untuk memproduksi bahan bakar sintesis. Sementara itu, Jepang juga melakukan inisiatif pengembangan teknologi pencairan batubara melalui proyek Sunshine tahun 1974 sebagai pengembangan alternatif energi pengganti minyak bumi.Pada 1983, NEDO (the New Energy Development Organization), organisasi yang memfokuskan diri dalam pengembangan teknologi untuk menghasilkan energi baru juga berhasil mengembangkan suatu teknologi pencairan batubara bituminous dengan menggunakan tiga proses, yaitu solvolysis system, solvent extraction system dan direct hydrogenation to liquefy bituminous coal.Selanjutnya ketiga proses tersebut terintegrasi dalam proses NEDOL (NEDO Liquefaction), suatu proses pencairan batubara yang dikembangkan oleh NEDO, dengan tujuan untuk mendapatkan hasil pencairan yang lebih tinggi.Seiring dengan berjalannya waktu, Peneliti NEDO mengidentifikasi bahwa cadangan batubara di dunia pada umumnya tidak berkualitas baik, bahkan setengahnya merupakan batubara dengan kualitas rendah, seperti: sub-bituminous coal dan brown coal. Kedua jenis batubara tersebut lebih banyak didominasi oleh kandungan air. Peneliti Jepang kemudian mulai mengembangkan teknologi untuk menjawab tantangan ini agar kelangsungan energi di Jepang tetap terjamin, yaitu dengan mengubah kualitas batubara yang rendah menjadi produk yang berguna secara ekonomis dan dapat menghasilkan bahan bakar berkualitas serta ramah lingkungan. Dikembangkanlah proses pencairan batubara dengan nama Brown Coal Liquefaction Technology (BCL).

Rasio Mol Hidrogen/ KarbonPada dasarnya, komponen utama dari batubara dan bahan bakar cair adalah karbon dan hidrogen, namun keduanya memiliki rasio hidrogen dan karbon yang berbeda. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, rasio hidrogen dan karbon batubara (H/C) adalah sekitar 0,8 (basis molar), sedangkan untuk bahan bakar cair seperti gasolin dan diesel sekitar 2,0. Ukuran molekul batubara lebih besar dari 1000, sedangkan bahan bakar cair hanya sekitar 200. Teknologi pencairan batubara merupakan proses kimia yang mengkonversi batubara padat menjadi bahan bakar cair. Gambar 1. Rasio Hidrogen dan Karbon dari Berbagai Bahan Bakar KarbonPencairan dilakukan dengan memecahkan molekul batubara menjadi ukuran yang lebih kecil dan menambahkan hidrogen (H) atau mengurangi carbon (C) dalam batubara. Pada prinsipnya ada 2 jenis skema pencairan batubara, yaitu pencairan batubara langsung dan tidak langsung. Proses pencairan langsung merupakan dekomposisi batubara dan penambahan hidrogen secara langsung ke batubara. Sedang pencairan batubara tak langsung merupakan proses gasifikasi batubara menjadi gas karbon monoksida dan hidrogen, kemudian dilakukan proses hidrogenasi karbon monoksida menjadi bahan bakar cair. Pada kedua proses batubara digiling terlebih dahulu menjadi partikel-partikel kecil agar reaksi lebih sempurna, dan reaksi dilakukan pada suhu dan tekanan tinggi menggunakan katalis.Indirect Liquefaction Process/ Indirect Coal Liquefaction (ICL)Prinsipnya secara sederhana yaitu mengubah batubara ke dalam bentuk gas terlebih dahulu untuk kemudian membentuk Syngas (campuran gas CO dan H2). Syngas kemudian dikondensasikan oleh katalis (proses Fischer-Tropsch) untuk menghasilkan produk ultra bersih yang memiliki kualitas tinggi.

Gambar 2. Dua konfigurasi proses dasar untuk produksi bahan bakar cair dengan Indirect Liquefaction ProcessDirect Liquefaction Process/Direct Coal Liquefaction (DCL)Proses ini dilakukan dengan cara menghaluskan ukuran butir batubara, kemudian Slurry dibuat dengan cara mencampur batubara ini dengan pelarut. Slurry dimasukkan ke dalam reaktor bertekanan tinggi bersama-sama dengan hidrogen dengan menggunakan pompa. Slurry kemudian diberi tekanan 100-300 atm di dalam sebuah reaktor kemudian dipanaskan hingga suhu mencapai 400-480C.Secara kimiawi proses akan mengubah bentuk hidrokarbon batubara dari kompleks menjadi rantai panjang seperti pada minyak. Atau dengan kata lain, batubara terkonversi menjadi liquid melalui pemutusan ikatan C-C dan C-heteroatom secara termolitik atau hidrolitik (thermolytic and hydrolytic cleavage), sehingga melepaskan molekul-molekul CO2, H2S, NH3, dan H2O. Untuk itu rantai atau cincin aromatik hidrokarbonnya harus dipotong dengan cara dekomposisi panas pada temperatur tinggi (thermal decomposition). Setelah dipotong, masing-masing potongan pada rantai hidrokarbon tadi akan menjadi bebas dan sangat aktif (free-radical). Supaya radikal bebas itu tidak bergabung dengan radikal bebas lainnya (terjadi reaksi repolimerisasi) membentuk material dengan berat molekul tinggi dan insoluble, perlu adanya pengikat atau stabilisator, biasanya berupa gas hidrogen. Hidrogen bisa didapat melalui tiga cara yaitu: transfer hidrogen dari pelarut, reaksi dengan fresh hidrogen, rearrangement terhadap hidrogen yang ada di dalam batubara, dan menggunakan katalis yang dapat menjembatani reaksi antara gas hidrogen dan slurry (batubara dan pelarut).Negara yang telah mengembangkan teknologi Direct Liquefaction Process adalah Jepang, Amerka Serikat dan Jerman. Bagi Indonesia, teknik konversi likuifaksi batubara secara langsung (Direct Liquefaction Process) dinilai lebih menguntungkan untuk saat ini. Selain prosesnya yang lebih sederhana, likuifaksi relatif lebih murah dan lebih bersih dibanding teknik gasifikasi. Teknik ini juga cocok untuk batubara peringkat rendah (lignit), yang banyak terdapat di Indonesia.Jepang, sebagai salah satu negara pengembang teknologi Likuifaksi Batubara terkenal dengan salah satu proyeknya yaitu NEDOL memiliki 2 metode likuifaksi batubara yaitu Bituminous Coal Liquefaction dan Brown Coal Liquefaction.Bituminous Coal LiquefactionDalam proses Bituminous Coal Liquefaction, Proyek NEDOL berhasil menggabungkan 3 proses, yaitu: Solvent Extraction Process, Direct Hydrogenation Process, dan Solvolysis Process.Spesifikasi proses NEDOL adalah sebagai berikut :1. Tidak memerlukan batubara dengan spesifikasi tertentu. Batubara yang digunakan bisa dari low grade sub-bituminous sampai low grade bituminous.2. Yield Ratio bisa mencapai 54% berat, lebih besar dari medium atau light oil3. Temperatur standar reaksi adalah 450C dan Tekanan standar 170 kg/cm2G4. Membutuhkan katalis yang sangat aktif namun tidak mahal5. Sebagai pemisah antara fasa cair-gas, digunakan sistem distilasi pengurang tekanan.6. Digunakan pelarut terhidrogenasi yang dapat digunakan kembali untuk mengawasi kualitas pelarut agar dapat meningkatkan Yield Ratio dari batubara cair dan mencegah fenomena cooking pada tungku pemanas.Proses NEDOLa. Slurry dibuat dengan mencampurkan 1 bagian batubara dengan 1.5 bagian pelarut,lalu ditambahkan 3% katalis yang mengandung besi (ferrous catalyst)b. Slurry dipanaskan sampai suhunya mencapai 400C dalam preheating furnace.c. Reaksi likuifaksi terjadi dalam kolom reaktor berjenis suspension bed foaming pada kondisi standar (Temperatur 450C, Tekanan 170 kg/cm2G)d. Batubara dikonversi menjadi bentuk cair oleh reaksi antara hidrogen dan pelarut.e. Setelah melewati pemisah fase gas-cair, kolom distilasi bertekanan normal, dan kolom distilasi isap, batubara cair dipisahkan menjadi naphta, medium oil, heavy oil, dan residu.f. Distilat medium oil dan heavy oil dipindahkan ke kolom reaksi berjenis fixed bed yang berisi katalis Ni-Mo. Pada kolom reaksi ini, distilat dikonversikan menjadi distilat ringan pada Temperatur 320C dan Tekanan 100 kg/cm2G, dan digunakan kembali dalam reaksi sebagai pelarut (solvent)

Gambar 3. Diagram alir proses Bituminous Coal LiquefactionBrown Coal LiquefactionJenis batu bara yang dapat dipergunakan adalah batu bara yang berkalori rendah (low rank coal), yakni kurang dari 5.100 kalori, yang selama ini kurang diminati pasaran.Proses pada Brown Coal Liquefaction, secara umum terdiri atas 4 proses, yaitu: Coal Pretreatment Process, Slurry Preheating Process, Primary hydrogenation process dan Secondary hydrogenation process.1. Pretreatment Process merupakan proses peremukan raw brown coal, pengeringan, dan pembuatan Slurry. Slurry dibuat dengan mencampurkan 1 bagian batubara brown coal dengan 2.5 bagian pelarut, lalu ditambahkan katalis yang mengandung besi (iron catalyst). Lalu Slurry diproses ke preheating process.2. Primary hydrogenation process dilakukan dengan mengalirkan gas hidrogen pada Temperatur 430-450C dan tekanan 150-200 kg/cm2G agar dapat terjadi proses likuifaksi.3. Produk yang dihasilkan dikirim ke kolom distilasi dan didistilasi menjadi naphta, light oil dan medium oil.4. Kolom distilasi bawah yang mengandung padatan dialirkan menuju kolom pemisah padatan-cairan pada proses pengeringan pelarut. Distilat cair kemudian dibawa ke proses Secondary hydrogenation dan padatan dibuang.5. Reaktor jenis fixed bed yang diisi katalis Ni-Mo agar proses hidrogenasi dapat terjadi pada temperatur 300-400C dan tekanan 150-200 kg/cm2G.6. Kemudian dilakukan distilasi kembali agar dapat dipisahkan menjadi nephta, light distillate dan medium distillate.7. Setelah proses selesai, dihasilkan 3 barrel batubara cair dari 1 ton batubara brown coal kering

Gambar 4. Diagram Alir Proses BCLManfaat Likuifaksi BatubaraLikuifaksi batubara memiliki sejumlah manfaat:1. Batubara terjangkau dan tersedia di seluruh dunia, memungkinkan berbagai negara untuk mengakses cadangan batubara dalam negeri -dan pasar internasional- dan mengurangi ketergantungan pada impor minyak, serta meningkatkan keamanan energi.2. Batubara Cair dapat digunakan untuk transportasi, memasak, pembangkit listrik stasioner, dan di industri kimia.3. Batubara yang diturunkan adalah bahan bakar bebas sulfur, rendah partikulat, dan rendah oksida nitrogen.4. Bahan bakar cair dari batubara merupakan bahan bakar olahan yang ultra-bersih, dapat mengurangi risiko kesehatan dari polusi udara dalam ruanganBibliografiAnonim. _____ Clean Coal Technologies in Japan Technological Innovation in the Coal Industry NEDO, Japan.Anonim. 1999. Tecnology Status Report Coal Liquefaction. Department of Trade and Industry, LondonErlan Dewita. 2010. Studi Teknologi Pencairan Batubara Menggunakan Panas Nuklir untuk Provinsi Kaltim. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir III, Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional.Nani Aswati, 2011. Peningkatan Mutu Batubara Peringkat Rendah Indonesia Melalui Teknik Slurry Dewatering. Skripsi Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

7