Upload
truongduong
View
661
Download
43
Embed Size (px)
Citation preview
1
TESIS
PENGUASAAN SOR SINGGIH BAHASA BALI
DALAM KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 DENPASAR
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
PANDE PUTU PAWITRA ADNYANA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2014
2
PENGUASAAN SOR SINGGIH BAHASA BALI DALAM KETERAMPILAN BERBICARA
SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 DENPASAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014
PANDE PUTU PAWITRA ADNYANA NIM 1090161026
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN BAHASA PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
2014
i
3
PENGUASAAN SOR SINGGIH BAHASA BALI DALAM KETERAMPILAN BERBICARA
SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 DENPASAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Linguistik,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
PANDE PUTU PAWITRA ADNYANA NIM 1090161026
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN BAHASA PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
2014
ii
4
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI
Tanggal 10 Desember 2014
Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Drs. I Made Suastra, Ph.D. Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum. NIP 19541224 198303 1 001 NIP 19601231 198503 1 028
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Lingustik Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,
Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S.(K). NIP 19620310 198503 1005 NIP 19590215 198510 2 001
iii
5
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS
Tesis Ini Telah Diuji
Tanggal 10 Desember 2014
Panitia Penguji Tesis, berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana Nomor: 977/UN.14.14.I.2/PP/2014 Tanggal 28 Nopember 2014
Ketua : Prof. Drs. I Made Suastra, Ph.D.
Anggota :
1. Prof.Dr.I Wayan Simpen, M.Hum.
2. Prof.Dr. I Nyoman Weda Kusuma, M.S.
3. Dr. I Nyoman Sedeng, M.Hum.
4. Dr. Ni Wayan Sukarini, M.Hum.
iv
6
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini.
Nama : Pande Putu Pawitra Adnyana
NIM : 1090161026
Program Studi : Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Judul Tesis : PENGUASAAN SOR SINGGIH BAHASA BALI
DALAM KETERAMPILAN BERBICARA SISWA
KELAS IX SMP NEGERI 3 DENPASAR TAHUN
PELAJARAN 2013/2014
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila di
kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan
Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian surat pernyataan ini dibuat agar dapat digunakan sebagaimana
mestinya.
Denpasar, 10 Desember 2014
Yang membuat pernyataan,
Pande Putu Pawitra Adnyana
v
7
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nya tesis yang
berjudul “Pembelajaran Keterampilan Berbicara Dalam Penggunaan Sor Singgih
Bahasa Bali Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Denpasar Tahun Pelajaran 2013/2014”
ini dapat diselesaikan. Penyelesaian penulisan tesis ini dapat terjadi karena adanya
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1) Rektor Universitas atas kesempatan yang diberikan kepada penulis
dalam menempuh pendidikan pascasarjana di institusi yang beliau
pimpin;
2) Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis lewat pengajaran dan
bimbingan para pengajar pada Program Studi Linguistik, Konsentrasi
Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa;
3) Ketua Program Studi Magister Linguistik,Program Pascasarjana
Universitas Udayana Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum yang telah
banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penulis menjadi
mahasiswa;
4) Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A, selaku Pembimbing Akademik yang
banyak memberikan motivasi, bimbingan, dan perhatian mendalam
bagi penulisan tesis ini;
vi
8
5) Prof. Drs. I Made Suastra, Ph.D dan Prof. Dr. I Wayan Simpen,
M.Hum, selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang dengan penuh
perhatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan, saran, dan
semangat kepada penulis; serta para penguji yang telah memberikan
banyak masukan dan motivasi dalam proses penulisan ini;
6) Para dosen pada Konsentrasi Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa,
Program Studi Magister Linguistik, Program Pascasarjana Universitas
Udayana yang telah banyak memberikan ilmu dan motivasi selama
penulis mengikuti perkuliahan;
7) Staf administrasi, Pak Ebuh, Bu Komang, Pak Sadra, dan Bu Gung
yang telah banyak membantu segala kelengkapan administrasi selama
penulis mengikuti perkuliahan;
8) Teman-teman Konsentrasi Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa
angkatan 2010, terima kasih atas kerjasama, motivasi, dan
dukungannya selama perkuliahan;
9) Kepala Sekolah dan Guru Pamong Bahasa Bali SMP Negeri 3
Denpasar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melakukan penelitian di sekolah SMP Negeri 3 Denpasar;
10) Orang tua tercinta dan adikku tersayang, yang selalu memberikan
semangat dan dukungan moral maupun materi sehingga penulis dapat
melaksanakan pendidikan di Program Magister (S2) Linguistik hingga
selesai;
vii
9
11) Kekasih tersayang, terima kasih atas segala bentuk perhatian dan
dukungan yang diberikan tanpa henti.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Masa Esa
melimpahkan rahmat-Nya atas segala amal baik kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Akhir kata, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk pencapaian kualitas penulisan
yang lebih baik di masa datang khususnya bagi pembelajaran dan pengajaran
bahasa.
Denpasar, 10 Desember 2014
Pande Putu Pawitra Adnyana
viii
10
ABSTRAK
PENGUASAAN SOR SINGGIH BAHASA BALI DALAM
KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 DENPASAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Keberhasilan sebuah pembelajaran dapat diketahui melalui penilaian pembelajaran yang berfungsi untuk mengukur kemampuan siswa setelah melakukan proses pembelajaran. Pembelajaran keterampilan berbicara yang diajarkan guru cenderung tidak memanfaatkan kemajuan media pembelajaran yang telah dipersiapkan oleh pihak sekolah. Guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran, sehingga terkesan menoton yang menyebabkan siswa kurang aktif dan kurang bergairah mengikuti pembelajaran. Melihat fenomena tersebut maka peneliti menganalisis proses pembelajaran sor singgih bahasa Bali dalam keterampilan berbicara, menganalisis penguasaan sor singgih bahasa Bali dalam keterampilan berbicara, dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kemampuan siswa untuk menguasai sor singgih bahasa Bali dalam keterampilan berbicara.
Penelitian ini menggunakan data kualitatif. Data didapat dari analisis proses pembelajaran, analisis percakapan siswa dan analisis angket yang diberikan kepada siswa dengan menggunakan metode observasi dan pemberian angket. Data tersebut diambil dengan selektif dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sor singgih bahasa Bali dari Narayana (1984), teori berbicara dari Keraf (1977) dan teori pembelajaran keterampilan berbicara dari Saddhono (2012).
Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat ditemukan kelemahan dan kekurangan perangkat pembelajaran yang dipakai dalam proses pembelajaran, kesalahan penggunaan sor singgih bahasa Bali yang dipengaruhi oleh bahasa Indonesia. Beberapa hal yang mempengaruhi kemampuan siswa untuk menguasai sor singgih bahasa Bali meliputi (1) Karakteristik peserta didik yang merupakan variabel dalam proses pembelajaran. Variabel sebagai aspek atau kualitas siswa berupa bakat, minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berpikir, dan kemampuan awal yang dimiliki. (2) Bahan ajar. (3) Waktu yang tersedia. (4) Sarana dan prasarana belajar dan, (5) Kemampuan pengajar memilih dan menggunakan strategi pembelajaran bahasa. Kata kunci: wangsa, sor singgih bahasa Bali, keterampilan berbicara, strategi
pembelajaran, proses pembelajaran bahasa.
ix
11
ABSTRACT
THE PROFICIENCY OF BALINESE “SOR SINGGIH” LANGUAGE IN
THE SPEAKING SKILL OF IX GRADE STUDENTS AT SMP NEGERI 3 DENPASAR, IN THE ACADEMIC YEAR OF 2013/2014
The success of learning is able to be known through the learning evaluation functioned to measure the students’ ability after carrying out a learning process. The teaching of speaking skill conducted by a teacher tends not to utilize the development of learning media that have apparently been prepared by the school. Teachers use more lecturing technique of teaching, so that it has been monotonous, in which this lead to students are becoming less active and excited to join to engage in learning. Having a look at that phenomenon, researcher is interested in analyzing the process of learning Balinese “sor singgih” language and analyzing any factors influencing to the students’ ability to master Balinese “sor singgih” language in terms of the speaking skill
This research used qualitative data. It was taken from the analysis of the learning process, students’ conversation and questionnaire that were given to them by using observation method and questionnaire distribution. The data was selectively taken and analyzed in qualitative way. Theories used in this research were a theory of Balinese “sor singgih” language by Narayana (1984), Keraf’s (1977) speaking theory, and learning of speaking skill by Saddhono (2012). Based on the analysis, it was found that there were weakness and deficiency of learning equipments used in the process of learning. There were also errors in the use of Balinese “sor singgih” language as the influence of Indonesian. Several things that had influenced the ability of students in mastering Balinese “sor singgih” language, such as: (1) Characteristics of students that had been a variable in the process of learning. Variable as aspects or qualities of students referred to aptitude, interest, attitude, learning motivation, learning style, thought ability, and initial ability owned. (2) Teaching material. (3) Time allocation. (4) Facilities and basic facilities in learning and, (5) Teacher’s ability in choosing and applying language learning strategies. Key words: wangsa, Balinese “sor singgih” language, speaking skill, learning
strategies, language learning process.
x
12
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ............................................................................... i
PRASYARAT GELAR MAGISTER …. ............................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ......................................... iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT .................................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................ ix
ABSTRACT .......................................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian .............................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................. 4
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 5
1.4.1 Manfaat Teoretis ............................................................................. 5
1.4.2 Manfaat Praktis ............................................................................... 5
xi
13
BAB II KAJIAN PUTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka .................................................................................. 6
2.2 Konsep ........................................................................................ 12
2.2.1 Sor Singgih Bahasa Bali .................................................................. 12
2.2.2 Berbicara. ........................................................................................ 13
2.2.3 Bercakap-cakap ............................................................................... 13
2.2.4 Keterampilan Berbicara ................................................................... 14
2.2.5 Pembelajaran Keterampilan Berbicara ............................................ 15
2.3 LandasanTeori................................................................................... 15
2.3.1 Sor Singgih Bahasa Bali .................................................................. 16
2.3.2 Berbicara ................................................................................... …. 26
2.3.3 Keterampilan Berbicara ................................................................... 29
2.3.4 Pembelajaran Keterampilan Berbicara ............................................. 30
2.3.5 Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Berbicara. .............................. 32
2.3.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Bahasa………… 36
2.4 Model Penelitian ................................................................................ 40
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian ........................................................................ 42
3.2 Lokasi Penelitian ............................................................................... 42
3.3 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 43
3.3.1 Jenis Data ........................................................................................ 43
3.3.2 Sumber data .................................................................................... 44
xii
14
3.4 Instrumen Penelitian ........................................................................... 46
3.5 Metode danTeknik Pengumpulan Data ............................................... 47
3.6 Metode danTeknik Analisis Data ........................................................ 48
3.7 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ................................................ 49
BAB IV PENGUASAAN SOR SINGGIH BAHASA BALI DALAM KETERAMPILAN BERBICARA
4.1 Proses Pembelajaran Sor Singgih Bali dalam
Pembelajaran Keterampilan ............................................................... 50
4.2 Penguasaan Sor Singgih Bahasa Bali dalam
Keterampilan Berbicara Siswa Kelas IX SMP Negeri 3
Denpasar Tahun Pelajaran 2013/2014 ............................................... 71
4.2.1 Kesalahan Penggunaan Kata ( Kruna ) ........................................... 72
4.2.2 Kesalahan Penggunaan Kalimat ( Lengkara ) dalam pemakaian Sor
Singgih Bahasa Bali ....................................................................... 76
4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kemampuan Siswa
dalam Menguasai Keterampilan Berbicara......................................... 92
4.3.1 Karakteristik Peserta Didik………. ................................................ 93
4.3.2 Bahan Ajar ..................................................................................... 94
4.3.3 Waktu yang Tersedia ...................................................................... 95
4.3.4 Sarana dan Prasarana Belajar .......................................................... 95
4.3.5 Kemampuan Pengajar Memilih dan Menggunakan Strategi
Pembelajaran Bahasa….. ................................................................. 96
4.3.6 Bahasa Keseharian di Rumah .......................................................... 96
xiii
15
4.3.7 Motivasi Siswa Untuk Belajar Bahasa Bali ...................................... 96
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ........................................................................................ 98
5.2 Saran ........................................................................................ 99
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 100
LAMPIRAN – LAMPIRAN .................................................................... 103
xiv
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa Bali adalah bahasa ibu mayoritas masyarakat Bali yang dipakai
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bali. Bahasa Bali merupakan bukti
historis bagi masyarakat Bali yang berkedudukan sebagai wahana ekspresi budaya
Bali. Di dalamnya terekam pengalaman estetika, sosial, politik, dan aspek lainnya
dalam kehidupan masyarakat Bali. Dalam perkembangannya muncul tingkatan-
tingkatan bahasa dalam bahasa Bali yang disebut sor singgih bahasa Bali. Suasta
(1997:14) menyebutkan bahwa sor singgih bahasa Bali disebabkan oleh adanya
stratifikasi masyarakat Bali. Stratifikasi tersebut terdiri atas dua jenis, yaitu
stratifikasi masyarakat suku Bali tradisional dan stratifikasi masyarakat suku Bali
modern.
Setiap komunikasi dalam pergaulan, baik di sekolah maupun di
lingkungan keluarga ada tata karma menyertainya. Dalam hal ini, tata karma
dalam pergaulan diperlukan adanya etika dan kesopansantunan berbahasa. Di
lingkungan sekolah, siswa diajarkan berbagai macam keterampilan berbahasa.
Keterampilan berbahasa meliputi membaca, menyimak, berbicara, dan menulis,
yang memiliki hubungan erat satu sama lain. Keterampilan berbicara merupakan
suatu keterampilan bahasa yang perlu dikuasai oleh siswa dengan baik.
Keterampilan ini merupakan salah satu indikator terpenting bagi keberhasilan
siswa terutama dalam belajar bahasa Bali.
1
2
Dengan penguasaan keterampilan berbicara yang baik, siswa dapat
mengomunikasikan ide-ide mereka, baik di sekolah maupun di lingkungan tempat
tinggalnya. Dalam kesehariannya Bahasa bali yang diajarkan siswa di sekolah
hanya mendapatkan porsi yang sangat sedikit, yaitu hanya 2 jam pelajaran
perminggu. Hal ini menyebabkan siswa masih mengalami kesulitan untuk
menyampaikan gagasan dan perasaannya dalam sor singgih bahasa Bali yang
tepat. Dengan waktu yang sangat terbatas inilah, guru dituntut untuk lebih
terampil memilih dan mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat agar
peserta didik dapat mencapai kompetensi dasar ataupun seperangkat indikator
yang telah ditetapkan.
Di samping itu, dalam pembelajaran bahasa Bali di sekolah, ada
kecenderungan siswa sangat sulit memahami pemakaian bahasa Bali dalam
berkomunikasi. Siswa harus memilah dan memilih bahasa yang akan digunakan
sesuai dengan siapa lawan bicara (siapa saja yang berbicara), berbicara tentang
apa, dank ala apa berbicara (desa kala patra, yaitu tempat, waktu dan keadaan)
yang membuat bahasa itu sulit untuk digunakan dalam berkomunikasi. Kurangnya
pemahaman penggunaan sor singgih bahasa Bali pada siswa menimbulkan
kurangnya kesopansantunan siswa dalam berbicara kepada lawan tutur, seperti
dengan guru di sekolah.
Keberhasilan sebuah pembelajaran dapat diketahui melalui penilaian
pembelajaran yang berfungsi untuk mengukur kemampuan siswa setelah
melakukan proses pembelajaran. Pembelajaran keterampilan berbicara yang
diajarkan guru cenderung tidak memanfaatkan kemajuan media pembelajaran
3
yang telah dipersiapkan oleh pihak sekolah. Guru lebih banyak menggunakan
metode ceramah dalam pembelajaran, sehingga terkesan menoton yang
menyebabkan siswa kurang aktif dan kurang bergairah mengikuti pembelajaran.
Pembelajaran yang terjadi tidak dilakukan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peseta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta tidak memberikan ruang yang cukup bagi siswa untuk berkreativitas. Hal
ini mengakibatkan kemampuan siswa menjadi rendah.
Dalam proses pembelajaran bahasa Bali, guru diharapkan lebih banyak
mengenalkan sor singgih bahasa Bali sebagai alat komunikasi yang dapat
menjalin keharmonisan antara pembicara dan lawan bicara. Bertitik tolak dari hal
itulah, penulis mencoba meneliti penguasaan sor singgih bahasa Bali dalam
keterampilan berbicara pada siswa kelas IX SMPN 3 Denpasar tahun 2013/2014.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, masalah dalam penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1) Bagaimanakah proses pembelajaran sor singgih bahasa Bali dalam
pembelajaran keterampilan berbicara?
2) Bagaimanakah penguasaan sor singgih bahasa Bali dalam keterampilan
berbicara?
3) Faktor-faktor apakah yang memengaruhi kemampuan siswa untuk menguasai
sor singgih bahasa Bali dalam keterampilan berbicara?
4
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai penelitian ini dibedakan menjadi (1) tujuan
umum dan (2) tujuan khusus. Kedua tujuan ini diuraikan secara ringkas berikut
ini.
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum, penelitian bertujuan untuk :
a) mengetahui kondisi bahasa Bali, khususnya tentang sor singgih bahasa
Bali di sekolah menengah pertama;
b) melestarikan, mengembangkan, dan memperoleh pemahaman yang
jelas tentang sor singgih bahasa Bali dan;
c) mencari dan menentukan model pembelajaran yang tepat.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :
a) menganalisis proses pembelajaran sor singgih bahasa Bali dalam
keterampilan berbicara;
b) menganalisis penguasaan sor singgih bahasa Bali dalam keterampilan
berbicara; dan
c) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kemampuan siswa
untuk menguasai sor singgih bahasa Bali dalam keterampilan
berbicara.
5
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu manfaat
teoretis dan manfaat praktis.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:
a) mengembangkan teori pembelajaran sehingga memberikan kontribusi
terhadap dunia pendidikan di sekolah dan pendidikan secara nasional;
b) memperkokoh dasar pengajaran sor singgih bahasa Bali di sekolah
menengah pertama dan sederajat; dan
c) digunakan sebagai bahan acuan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:
a) dapat membantu meningkatkan kemampuan para pendidik dalam
usahanya untuk meningkatkan pembinaan dan pengembangan yang
berkaitan dengan bahasa;
b) dapat meningkatkan pemahaman para siswa terhadap penggunaan sor
singgih bahasa Bali; dan
c) melestarikan penggunaan bahasa Bali, khususnya sor singgih yang
merupakan salah satu aspek kebudayaan Bali.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Pustaka-pustaka yang mendasari penelitian ini adalah tulisan hasil
penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Beberapa penelitian yang
gayut dengan topik penelitian ini dapat disimak di bawah ini.
Sudarmayanti (2010) dalam penelitian yang berjudul “Kemampuan
Memahami Anggah Ungguhing Lengkara Basa Bali Siswa Kelas XII SMA
Negeri 1 Nusa Penida, Klungkung Tahun Pelajaran 2009/2010” menjelaskan
bahwa bahasa daerah Bali merupakan bahasa daerah yang memiliki tingkat
kerumitan yang tinggi menyangkut tingkat-tingkatan bahasanya. Sesungguhnya,
tingkat-tingkatan bahasa Bali terjadi karena keadaan stratifikasi sosial masyarakat
Bali, baik keadaan stratifikasi masyarakat tradisional berdasarkan masa lalu
maupun stratifikasi masyarakat modern atau berdasarkan masa kini.
Penelitian ini merupakan penelitian sampel karena hanya meneliti
sebagian dari populasi. Dalam hal ini diambil 114 orang siswa atau 60 % dari
jumlah populasi yang berjumlah 190 orang siswa. Pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan metode tes, metode kuesioner, dan metode
wawancara. Data tersebut kemudian diolah dengan menggunakan metode statistik
deskriptif. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, kemampuan
memahami anggah-ungguhing lengkara basa Bali siswa kelas XII SMA Negeri 1
6
7
Nusa Penida, Klungkung tahun pelajaran 2009/2010 tergolong cukup. Hal ini
ditunjukkan oleh skor rata-rata siswa, yakni 60, sedangkan berdasarkan kriteria
ketuntasan minimal (KKM) yang berlaku di SMA Negeri 1 Nusa Penida,
Klungkung, yaitu 65 diperoleh hasil bahwa dari 114 orang siswa hanya 38 orang
siswa (33,35) dinyatakan tuntas dan 76 orang siswa (66,7%) tidak tuntas. Kedua,
Kesulitan-kesulitan siswa dalam memahami anggah-ungguhing lengkara basa
Bali adalah memahami lengkara alus singgih dan alus sor. Para siswa merasa
sulit untuk menentukan dan memilih kata-kata bahasa Bali yang mempunyai nilai
rasa yang berbeda sehingga dalam menyusun suatu kalimat sering terbalik antara
lengkara singgih dan alus sor. Ketiga, faktor penyebab kesulitan siswa dalam
memahami anggah-ungguhing lengkara basa Bali adalah faktor keluarga dan
masyarakat mereka lebih sering menggunakan lengkara andap, bahkan kasar.
Selain itu, kekurangpedulian lingkungan terhadap penggunaan anggah-ungguhing
lengkara basa Bali sehingga pada saat seseorang melakukan kesalahan dalam
penggunaan tingkat-tingkatan kalimat tidak ada yang menegur apalagi
memperbaiki. Faktor guru bahasa Bali dalam memberikan pengajaran materi
anggah-ungguhing lengkara basa Bali, baik menyangkut strategi, metode,
maupun penggunaan media juga merupakan salah satu penyebab kesulitan siswa
dalam memahami anggah-ungguhing lengkara basa Bali.
Purnama (2010) dalam penelitian yang berjudul ”Kemampuan Memahami
Anggah Ungguhing Basa Bali dalam Teks Drama Gong Lokika Sanggraha Siswa
Kelas XI SMA Negeri 1 Abiansemal Tahun Pelajaran 2009/2010” menjelaskan
bahwa bahasa Bali yang merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia
8
mempunyai tingkatan bahasa atau sor singgih basa Bali. Keberadaannya
ditentukan melalui kelahiran atau keturunan yang sering disebut tri wangsa dan
wangsa jaba. Dari adanya perbedaan kasta atau kedudukan inilah permasalahan
perlu diperhatikan mengingat generasi muda dewasa ini kurang paham terhadap
anggah-ungguhing basa Bali. Berkaitan dengan hal tersebut yang menjadi pokok
permasalahan adalah bagaimana kemampuan siswa kelas XI SMA Negeri 1
Abiansemal dalam memahami anggah-ungguhing basa Bali dalam teks drama
gong Lokika Sanggraha.
Untuk menunjang penelitian ini digunakan beberapa patokan, yaitu (1)
kajian pustaka, (2) pengertian anggah-ungguhing basa Bali, (3) konsepsi anggah-
ungguhing basa Bali, (4) basa kasar, (5) basa andap, (6) basa madia, dan (7)
basa alus. Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas empat metode,
yaitu (1) metode penentuan subjek penelitian, (2) metode pendekatan subjek
penelitian, (3) metode pengumpulan data, dan (4) metode pengolahan data. Pada
penentuan subjek penelitian digunakan sampel penelitian yaitu sebesar 100 orang
dari jumlah populasi 319 orang. Data tentang kemampuan memahami anggah-
ungguhing basa Bali dalam teks drama gong Lokika Sanggraha diperoleh dengan
metode tes. Data tersebut kemudian diolah dengan metode analisis statistik
deskriptif. Hasil pengolahan data menunjukkan skor rata-rata sebesar 73,68. Rata-
rata skor ini sudah sudah merupakan skor standar. Sesuai dengan pedoman
konversi yang digunakan, skor rata-rata 73,68 (dibulatkan menjadi 74) berada
pada rentangan 70…79. Hal ini berarti bahwa kemampuan memahami anggah-
9
ungguhing basa Bali dalam teks drama gong Lokika Sanggraha, siswa tersebut
dikategorikan cukup.
Pratiwi (2011) meneliti “Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan
Metode Debat Plus dalam Proses Pembelajaran Bahasa Inggris pada Siswa Kelas
XI IPA SMA Pariwisata Kertha Wisata Denpasar”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar penggunaan metode debat plus mampu meningkatkan
keterampilan berbicara bahasa Inggris siswa kelas sebelas di SMA Pariwisata
Kertha Wisata Denpasar tahun ajaran 2010/2011.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang
dilaksanakan dalam bentuk penelitian tindakan kelas yang terdiri atas empat
tahapan dalam tiap siklusnya, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan
refleksi. Tiap siklus terdiri atas empat sesi, yaitu tiga sesi untuk memberikan
treatment dan satu lagi untuk melaksanakan tes akhir dan kuesioner juga jurnal
kegiatan. Data disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan kalimat deskriptif. Hasil
data kuantitatif menunjukkan bahwa penggunaan metode debat plus dapat
meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Inggris siswa kelas sebelas SMA
Pariwisata Kertha Wisata Denpasar. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang dicapai
oleh siswa pada saat diberikan tes dan peningkatan kemampuan siswa secara
teratur selama metode debat plus diterapkan. Nilai rata-rata siswa 43% pada tes
awal siklus pertama, meningkat menjadi 64% yang dikategorikan ke dalam level
cukup. Pada siklus kedua, rata-rata nilai siswa meningkat menjadi 78% yang
dikategorikan ke dalam level baik dan setiap siswa mampu melewati standar nilai
65. Peningkatan level juga didukung oleh data kualitatif. Peningkatan tersebut
10
berupa peningkatan segi pelafalan, seperti (a) bunyi [t] yang dihasilkan siswa
setelah treatment sudah beraspirasi [th]; (b) pelafalan bunyi [f] dan [v] secara
tepat; (c) ketepatan pengucapan bunyi [au], [d�], [�], [o], dan [�] secara tepat.
Dari segi penggunaan tata bahasa, ditemukan adanya peningkatan, yaitu (a)
kesesuaian bentuk kata penunjuk dengan kata benda; (b) adanya penanda jamak
(suffix s/es); (c) pemakaian kata kerja bantu ‘do/does’; (d) penggunaan to be pada
kata nonverbal. Dalam segi pemilihan kosakata juga mengalami peningkatan,
seperti pemilihan kata fulfil, improve, meaning, harmonious dan seriously.
Purwantini (2011) dalam penelitian yang berjudul “Penerapan Call dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Kemampuan Berbicara dalam Bahasa Inggris Siswa
Kelas XI SMKN Kubu Bangli Tahun Pelajaran 2010/2011” menjelaskan
perkembangan teknologi pendidikan yang banyak memanfaatkan media sebagai
sumber belajar sehingga banyak kegiatan pembelajaran menggunakan teknologi
informasi. Kemajuan teknologi informasi telah memberikan warna dan mengubah
paradigma baru dalam pendidikan dan kegiatan pembelajaran khususnya
teknologi computer. Salah satu diantaranya pembelajaran bahasa Inggris adalah
CALL (Computer Assisted Language Learning) penelitian ini dimaksudkan untuk
membantu siswa SMK kelas XI tahun pelajaran 2010/2011 dalam mengatasi
kesulitan-kesulitan berbicara bahasa Inggris. Studi mengenai penerapan CALL
dalam meningkatkan hasil belajar kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris
siswa kelas XI tahun pelajaran 2010/2011 diharapkan dapat meningkatkan
keterampilan berbicara dan hasil belajar speaking sesuai dengan ketentuan kriteria
ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh sekolah. Studi ini merupakan penelitian
11
tindakan kelas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif.
Penelitian bertempat di SMK N Kubu Bangli. SMK N Kubu Bangli memiliki
program keahlian seni tari dan seni karawitan. Subjek penelitian adalah siswa
kelas XI tahun pelajaran 2010/2011 yang terdiri atas 21 orang siswa, 10 orang
siswa laki-laki dan 11 orang siswa perempuan dari jurusan Seni Tari dan Seni
Karawitan. Dalam pengumpulan data digunakan empat jenis metode, yaitu
observasi, wawancara, dokumentasi, dan tes. Data dikumpulkan melalui data
primer yang dihasilkan dalam penelitian tindakan kelas, antara lain data
wawancara dengan guru siswa, data nilai hasil belajar siswa, dan data sesudah
pelaksanaan tindakan kelas serta catatan observasi dalam tindakan.
Hasil belajar dari post tes pada siklus I dan siklus II menunjukkan bahwa
siswa sangat termotivasi untuk belajar sehingga mampu mengatasi kesulitan-
kesulitannya dalam berbicara bahasa Inggris dan mampu mencapai kriteria
ketuntasan minimal. Metode ini terbukti efektif dalam pengajaran keterampilan
berbicara bahasa Inggris. Dengan menonton tayangan video diharapkan siswa
dapat memahami tayangan tersebut dan termotivasi untuk belajar dan mampu
berbicara dalam bahasa Inggris.
Penelitian yang dikaji di atas mempunyai pengaruh terhadap penelitian ini.
Semua penelitian di atas merupakan PTK, yaitu peneliti secara langsung terjun
mengajar di kelas yang hendak dijadikan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti
bertindak sebagai observer, yaitu mengamati cara guru mengajarkan sor singgih
bahasa Bali. Semua penelitian di atas merupakan penelitian kuantitatif yang
mendapatkan data melalui pemberian tes kepada siswa yang diteliti, sedangkan
12
penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Data kualitatif didapat melalui
analisis terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang
mengajarkan bahasa Bali.
2.2 Konsep
Ada beberapa konsep yang dipaparkan di bawah ini. Konsep yang
dimaksud adalah (1) sor singgih bahasa bali, (2) berbicara, (3) bercakap-cakap,
(4) keterampilan berbicara, dan (5) pembelajaran keterampilan berbicara.
2.2.1 Sor Singgih Bahasa Bali
Tingkatan-tingkatan bahasa terdapat hampir di semua bahasa yang ada.
Bahasa Bali juga memiliki tingkatan. Tingkatan bahasa dalam bahasa bali disebut
sor singgih bahasa Bali. Narayana (1984: 19) menyatakan bahwa “sor singgih
basa Bali yang digunakan sebagai alat komunikasi oleh masyarakat suku Bali
mencerminkan tingkatan penutur bahasa tersebut”.
Sejalan dengan pendapat di atas, Suasta (1997: 14) menyebutkan bahwa
“sor singgih basa Bali adalah suatu tingkatan bahasa dalam bahasa Bali”. Sor
singgih basa Bali disebabkan oleh adanya stratifikasi dalam masyarakat suku
Bali. Secara tradisional salah satu pembagiannya berdasarkan keturunan,
sedangkan secara modern pembagiannya berdasarkan keahlian, pendidikan,
kepangkatan, dan kekuasaan. Istilah sor singgih bahasa Bali memiliki berbagai
nama atau istilah menurut beberapa ahli. Namun secara substansi, istilah-istilah
tersebut memiliki makna yang sama.
13
2.2.2 Berbicara
Ada berberapa pendapat yang dipaparkan oleh beberapa ahli berkaitan
dengan konsep berbicara. Pendapat-pendapat tersebut dipaparkan sebagai berikut.
Nurgiyantoro (2001:276) menyatakan bahwa berbicara adalah “aktivitas
berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu
setelah aktivitas mendengarkan”. Berdasarkan bunyi-bunyi yang didengar itu,
kemudian manusia belajar untuk mengucapkan dan akhirnya terampil berbicara.
Sejalan dengan pendapat di atas, Tarigan (1983:15) menyebutkan bahwa
“berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata
untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan dan
perasaan”. Bentuk atau wujud berbicara disebut sebagai suatu alat untuk
mengomunikasikan gagasan yang disusun dan dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
Pendapat di atas juga didukung oleh Assumpta (2002:35) yang
menjelaskan bahwa “berbicara merupakan sebuah bentuk penyampaian informasi
dengan menggunakan kata-kata atau kalimat. Dengan kata lain, berbicara berarti
menggunakan bahasa untuk bermacam-macam tujuan tergantung dari para
penuturnya”.
2.2.3 Bercakap-cakap
Berdasarkan kegiatan komunikasi lisan, cakupan kegiatan berbicara sangat
luas. Daerah cakupan itu meliputi kegiatan komunikasi lisan yang bersifat
informal hingga yang bersifat formal. Semua kegiatan komunikasi lisan yang
14
melibatkan pembicara dan pendengar termasuk cakupan berbicara. Bercakap-
cakap merupakan bagian dari berbicara.
Menurut Tarigan (1987:122), “bercakap-cakap adalah satuan bahasa yang
terlengkap dan terbesar di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi
tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang
disampaikan secara lisan”.
2.2.4 Keterampilan Berbicara
Manusia dilahirkan dalam keadaan normal memiliki potensi berbicara.
Potensi tersebut akan menjadi kenyataan bila dipupuk, dibina, dan dikembangkan
melalui latihan yang sistematis, terarah, dan berkesinambungan. Tanpa berlatih
potensi tersebut akan tetap dan tidak berkembang dengan baik.
Banyak pendapat ahli tentang keterampilan berbicara. Salah satu di
antaranya adalah Saddhono (2012:36) yang menyebutkan “keterampilan berbicara
merupakan keterampilan yang mekanistis”. Semakin banyak berlatih, semakin
dikuasai dan semakin terampil seseorang dalam berbicara. Tidak ada orang yang
langsung terampil berbicara tanpa melalui proses berlatih. Dalam keterampilan
berbicara, siswa perlu dilatih pelafalan, pengucapan, pengontrolan suara,
pengendalian diri, pengontrolan gerak-gerik tubuh, pemilihan kata, kalimat dan
intonasinya, penggunaan bahasa yang baik dan benar, dan pengaturan ide atau
pengorganisasian ide.
15
2.2.5 Pembelajaran Keterampilan Berbicara
Keberhasilan sebuah pembelajaran dapat diketahui melalui penilaian
pembelajaran yang berfungsi untuk mengukur kemampuan siswa setelah
melakukan proses pembelajaran. Menurut Badudu (1993:131), “pelaksanaan
pembelajaran berbahasa dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah atas
masih terkesan bahwa guru terlalu banyak menyuapi materi, guru kurang
mengajak siswa untuk lebih aktif menyimak, berbicara, membaca, dan menulis”.
Proses pembelajaran di kelas tidak relevan dengan yang diharapkan. Hal itu
mengakibatkan kemampuan berbicara siswa menjadi rendah.
2.3 Landasan Teori
Teori dasar yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori sor singgih
bahasa Bali dari Narayana (1984), Kersten (1983), dan Suarjana (2008), teori
berbicara dari Keraf (1977), keterampilan berbicara dari Iskandarwassid (2009),
pembelajaran keterampilan berbicara dari Saddhono (2012), faktor- faktor
penunjang keefektifan berbicara dari Arsjad dan Mukti (1988), dan faktor yang
memengaruhi pembelajaran bahasa dari Iskandarwassid (2009).
Teori pendukung yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori berbicara
dari Nurgiyantoro (2001), Tarigan (1983), Assumpta (2002), dan teori berbicara
dari Richard (2012). Teori pendukung lainnya adalah teori sor singgih bahasa Bali
dari Suasta (1997). Teori-teori tersebut diuraikan satu per satu sebagai berikut.
16
2.3.1 Sor Singgih Bahasa Bali
Suasta (1997: 14) menyebutkan bahwa sor singgih basa Bali disebabkan
oleh adanya stratifikasi dalam masyarakat suku Bali. Stratifikasi tersebut terdiri
atas dua jenis, yaitu stratifikasi masyarakat suku Bali tradisional dan stratifikasi
masyarakat suku Bali modern. Secara tradisional salah satu pembagiannya
berdasarkan keturunan, sedangkan secara modern pembagiannya berdasarkan
keahlian, pendidikan, kepangkatan, dan kekuasaan. Lebih lanjut dikatakan bahwa
sor singgih basa Bali dapat dilakukan dengan memilih kata-kata yang telah ada,
yang tiap-tiap kata tersebut telah mengandung nilai rasa sosial. Kata-kata tersebut
ialah kata alus, andap, mider, dan kasar. Sor singgih basa Bali menurut Suasta
(1997: 15--17) akan dijabarkan secara detail seperti berikut.
1) Kata alus berdasarkan rasa bahasanya dapat dibedakan menjadi empat,
sebagai berikut.
a) Kata alus singgih adalah kata alus yang pada umumnya digunakan
untuk menghormati seseorang yang patut dihormati.
Contoh:
1. Ajin iratune jakti sampun seda?
“Bapakmu benar sudah meninggal?”
2. Bapak Camat sampun kocap mireng gatrane punika.
“Bapak Camat sudah katanya mendengarkan berita itu.
b) Kata alus sor adalah kata alus yang dapat digunakan untuk
merendahkan diri dan dapat pula digunakan untuk merendahkan orang
yang patut direndahkan.
17
Contoh:
1. Pekak tiange sampun sue padem.
“Kakek saya sudah lama meninggal dunia”.
2. I Made durung miragi orti punika.
“I Made belum mendengarkan berita itu”.
c) Kata alus mider, adalah kata alus yang dapat digunakan untuk
menghormati seseorang yang patut dihormati dan dapat pula
digunakan untuk merendahkan orang yang patut direndahkan.
Contoh:
1. Ida Pedanda sampun rauh saking Klungkung.
“Ida Pedanda sudah datang dari Klungkung”.
2. Ipun sampun rauh saking Jawi.
“Ia sudah datang dari Jawa”.
d) Kata alus madia, adalah kata alus yang rasa bahasanya madia, yang
pada umumnya digunakan dalam berbicara pada seorang yang belum
dikenal, pada seseorang yang hubungan keakrabannya belum begitu
akrab.
Contoh:
1. Ratu Peranda jagi lunga kija?
“Ratu Peranda akan pergi kemana?”
2. Ipun nenten polih kija-kija saking dibi.
“Dia tidak dapat kemana-mana dari kemarin”.
18
2) Kata mider adalah kata yang rasa bahasanya netral. Maksudnya kata-kata
mider tidak memiliki rasa bahasa yang berbeda sehingga dalam
pemakaiannya tidak memiliki bentuk yang lainnya.
Contoh:
1. Kuping tiange empeng ningehan munyin mercon.
“Kupingku bising mendengarkan suara mercon”.
2. Karnan Idane empeng mirengan suaran mercon.
“Kuping beliau bising mendengarkan suara mercon”.
3) Kata andap adalah kata yang rasa bahasanya biasa saja, yaitu tidak kasar
dan tidak halus. Apabila dipertentangkan dengan rasa bahasa kata halus,
maka rasa bahasa kata andap ada dalam tingkatan bahasa rendah.
Contoh:
1. Akuda ia ngelah umah jani?
“Berapa dia punya rumah sekarang?”
2. Cai suba ningeh orta?
“Kamu sudah mendegar berita?”
4) Kata kasar adalah kata yang rasa bahasanya kasar. Kata kasar digunakan
terutama dalam keadaan atau kondisi marah atau jengkel sehingga sering
digunakan dalam pertengkaran.
Contoh:
1. Pragat nidik dogen iba mai.
“Hanya makan saja kamu kesini”.
19
2. Apa petang iba ento?
“Apa yang kamu katakana itu?”
Suasta mengklasifikasikan sor singgih bahasa Bali berdasarkan kata.
Sedangkan Narayana mengklasifikasikan sor singgih bahasa Bali berdasarkan
kalimat. Menurut Narayana (1984: 19), yaitu tingkatan sor singgih basa Bali yang
digunakan sebagai alat komunikasi oleh masyarakat suku Bali mencerminkan
tingkatan penutur bahasa tersebut. Bagi masyarakat suku Bali, baik stratifikasi
masyarakat suku Bali tradisional maupun stratifikasi masyarakat modern masa
kini, kedua-duanya mempunyai pengaruh yang besar dan kuat terhadap sikap
sopan santun basa basi dalam berkomunikasi. Dalam hal ini penutur harus berhati-
hati memilih tingkatan bahasa yang baik dan benar serta tepat untuk keperluan itu.
Kalimat yang dipakai penutur pada saat berbicara menggunakan sor singgih
bahasa Bali ditentukan oleh pilihan kata yang dipakai (unsur yang membentuk
kalimat). Selain itu kalimat yang dipakai juga melihat hubungan antara penutur
dan petuturnya yang cenderung mengandung hubungan vertikal. Kalimat yang
dipakai dalam berkomunikasi harus memperhatikan siapa penuturnya, siapa
petuturnya, dan dimana berbicara sehingga akan menimbulkan rasa yang puas
antara penutur dan petutur.
Narayana (1984: 21) membagi sor singgih basa Bali menjadi (1) basa
kasar, (2) basa andap, (3) basa madia, dan (4) basa alus. Basa kasar dibedakan
atas dua bagian, yaitu (1) basa kasar pisan dan (2) basa kasar jabag. Basa alus
juga dibedakan atas empat bagian, yaitu (a) basa alus singgih, (b) basa alus sor,
20
(c) basa alus rangkep, dan (d) basa alus mider. Berikut pengertian tingkatan sor
singgih basa yang dikemukakan Narayana (1984:22).
1) Basa kasar ialah tingkatan bahasa Bali yang tidak sopan yang biasa digunakan
dalam konteks kejengkelan atau dalam situasi marah. Basa kasar ini dibagi
menjadi dua macam, sebagai berikut.
a) Basa kasar pisan, menurut istilah terdahulu disebut dengan bahasa
kasar tidak sopan, yaitu tingkatan dalam bahasa Bali yang memang
konotasi atau nilai rasa bahasanya sungguh kasar. Bahasa ini umumnya
digunakan dalam keadaan marah atau jengkel, diucapkan dengan tidak
sopan, misalnya bahasa dalam pertengkaran, perkelahian, caci makian
dan sebagainya.
b) Basa kasar jabag, sama halnya dengan basa jabag. Di dalam istilah
jabag sebenarnya sudah terkandung makna kasar, yaitu berkata dengan
tidak wajar atau yang berkonotasi kasar terhadap orang yang patut
dihormati.
2) Basa andap, merupakan istilah yang digunakan untuk menggantikan istilah
basa kasar sopan atau bahasa lepas hormat dalam istilah sebelumnya. Bahasa
ini merupakan bahasa yang sopan dalam pergaulan yang sifatnya akrab dalam
pergaulan sesama wangsa, sama kedudukan, sama umur, sama pendidikan,
kawan sederajat, merupakan bahasa kekeluargaan, yang lebih sering atau lebih
dominan dalam wangsa jaba.
3) Basa madia, sebenarnya adalah tingkatan bahasa Bali yang halus, tetapi nilai
rasa basa madia tidak terlalu hormat, sangat halus, atau sangat rendah. Dapat
21
dikatakan bahwa basa madia berada di antara basa alus dan basa andap
sehingga merupakan bahasa penengah. Basa madia digunakan apabila wangsa
yang lebih tinggi berbicara kepada wangsa yang lebih rendah, tetapi umurnya
lebih tua atau lebih disegani atau juga menduduki jabatan di masyarakat
ataupun pemerintahan, begitu juga sebaliknya.
4) Basa alus merupakan tingkatan bahasa Bali yang mempunyai nilai rasa tinggi
atau sangat hormat. Umumnya basa alus digunakan sebagai alat komunikasi
dalam dalam konteks percakapan adat, agama dan pembicaraan resmi
terutama dipakai dalam rapat-rapat, seminar, pesamuhan atau sarasehan. Basa
Alus dibedakan atas empat bagian, seperti berikut.
a) Basa alus singgih, yaitu basa alus yang digunakan untuk mengatakan
lawan bicara (orang kedua) atau yang dibicarakan (orang ketiga) yang
singgih atau tinggi, terhormat yang hendak dimuliakan.
Catatan : semua kata yang dipakai dalam kalimat alus singgih adalah
kata alus singgih dan alus mider. Satu saja kata lain, maka maknanya
akan menjadi kalimat lain. Contohnya sebagai berikut.
Ida kari ngrayunan ring perantenan. (kalimat alus singgih)
‘Ida (beliau) masih makan di dapur’.
Ida kari neda ring perantenan. (kalimat kasar)
‘Ida (beliau) masih makan di dapur’.
b) Basa alus sor, yaitu basa alus yang digunakan untuk mengatakan atau
mengenai si pembicara atau yang dibicarakan (orang ketiga) yang
lebih rendah status sosialnya daripada lawan bicara.
22
c) Basa alus rangkep, yaitu basa alus yang terdiri dari atas basa alus
singgih dan basa alus sor dijadikan satu, karena di dalamnya terdapat
pengungkapan mengenai hal golongan atas dan golongan bawah.
d) Basa alus mider yaitu basa alus yang dapat diterima oleh orang
banyak atau umum. Artinya, bahasa yang digunakan untuk
mengatakan atau mengenai umum, baik di dalamnya termasuk
golongan atas maupun bawah.
Secara konsep, sebagaimana dipetakan oleh Kersten (1970) tentang
pemakaian sor singgih bahasa Bali dapat dikelompokkan menjadi golongan atas
dan golongan bawah. Pengelompokan ini dibedakan sebagai berikut.
a. Secara tradisional, yang dikelompokkan sebagai golongan atas adalah
orang-orang yang berstatus tri wangsa, yakni wangsa brahmana,
wangsa ksatriya, dan wangsa wesya. Sebaliknya, yang dikelompokkan
sebagai golongan bawah adalah wangsa jaba.
b. Secara moderen, yang dikelompokkan sebagai golongan atas dan
golongan bawah antara tri wangsa dan wangsa jaba memiliki peluang
dan kesempatan yang sama. Artinya, status orang itu diklasifikasikan
secara pragmatis. Tidak semata-mata karena kelahiran atau keturunan,
tetapi juga karena jabatan atau kedudukan dan finansialnya.
Untuk menghindari kesalahan dalam pemakaian sor singgih bahasa Bali,
Suarjana (2008:88--92) mengemukakan empat konsep sebagai berikut.
1. Jika pembicara atau orang pertama (O1), yang diajak bicara atau orang
kedua (O2), dan yang dibicarakan (O3) semuanya golongan bawah,
23
maka bahasa Bali yang digunakan oleh pembicara adalah bahasa Bali
andap. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut.
A
B
O1 O2
O3
(Suarjana, 2008: 88)
Contoh:
a. Yan saja I Luh tresna lan jani nganten, Beli suba ngorahang teken
I Bapa jumah.
“Kalau benar I Luh cinta mari nikah sekarang, Kakak sudah
menyampaikan kepada ayah (saya) di rumah”.
b. I Meme anak suba adung, keto masih reraman I Luhe.
“Ibu (saya) sudah sepakat, begitu juga orang tuamu”.
(Suarjana, 2008: 88)
2. Jika pembicara atau orang pertama (O1) sebagai golongan bawah,
lawan bicara (O2) dan yang dibicarakan atau orang ketiga (O3) sama-
sama sebagai golongan atas, maka bahasa yang digunakan oleh O1
kepada O2 dan bahasa yang digunakan mengenai O3 adalah bahasa
Bali alus singgih. Sebaliknya, untuk orang pertama yang mengenai
dirinya sendiri akan menggunakan bahasa Bali alus sor seperti tampak
pada gambar berikut.
24
O2
O3
A
B O1
(Suarjana, 2008:89)
Contoh:
a. Ida Bagus Aji lunga ka bangkete nandur pantun.
“Ida Bagus Aji pergi ke sawah menanam padi”.
b. Okan idane taler nyarengin lunga makta anaman.
“Putranya juga ikut pergi membawa ketupat”.
(Suarjana, 2008:89)
3. Jika orang pertama (O1) sebagai golongan bawah, yang diajak bicara
(O2) sebagai golongan atas, dan yang dibicarakan (O3) sebagai
golongan bawah, maka bahasa yang digunakan oleh pembicara (O1)
kepada (O2) adalah bahasa Bali alus singgih. Di pihak lain yang
mengenai O1 dan O3 digunakan bahasa Bali alus sor. Tampak seperti
gambar berikut.
O2
A
B
O1 O3
(Suarjana, 2008:91)
25
Contoh:
a. Titiang pajarina tangkil olih ipun dibi sande.
“Saya disuruh datang oleh dia kemaren malam”
b. Pianak ipun mangkin sampun mapaumahan.
“Anaknya sekarang sudah berumah tangga”.
(Suarjana, 2008:91)
4. Jika pembicara atau orang pertama (O1) sebagai golongan bawah,
yang diajak bicara (O2) juga golongan bawah, sedangkan yang
dibicarakan (O3) golongan atas, maka bahasa yang digunakan oleh O1
kepada O2 adalah bahasa Bali andap, sedangkan bahasa yang
mengenai O3 menggunakan bahasa Bali alus singgih. Hal itu tampak
seperti gambar berikut.
O3
A
B
O1 O2
(Suarjana, 2008:92)
Contoh:
a. Apa ke jani Luh suba nawang, indik Ida lakar mekerabkambe?
“Apakah sekarang Luh sudah tahu, mengenai beliau akan
menikah?”
26
b. Icang ajak cai sing dadi nulak pakayunan ida.
“Saya dan kamu tidak boleh menolak keinginan beliau”.
(Suarjana, 2008:92)
2.3.2 Berbicara
Pengajaran bahasa memiliki empat aspek keterampilan yang meliputi
keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan
keterampilan menulis. Keempat keterampilan berbahasa di atas merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, tetapi hanya dapat
dibedakan. Berbicara merupakan sebuah bentuk penyampaian informasi dengan
menggunakan kata-kata atau kalimat. Dalam subbab ini dijelaskan jenis-jenis
berbicara, tujuan berbicara dan fungsi berbicara.
Jenis-jenis berbicara terdiri atas banyak ragam dan macamnya. Keraf
(1977:189) membedakan jenis bicara ke dalam tiga macam yaitu:
a) Berbicara persuasif, yang termasuk jenis persuasif adalah mendorong,
meyakinkan, dan bertindak. Berbicara persuasif menghendaki reaksi dari
para pendengar yang beraneka ragam.
b) Berbicara instruktif bertujuan untuk memberitahukan. Berbicara instruktif
menghendaki reaksi dari pendengar berupa pengertian yang tepat.
c) Berbicara rekreatif bertujuan untuk menyenangkan. Berbicara rekreatif
menghendaki reaksi dari pendengar berupa minat dan kegembiraan.
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat
menyampaikan pikiran, gagasan, perasaan, dan kemauan secara efektif, maka
27
harus diketahui tujuan melakukan pembicaraan. Keraf (1980:189--191)
menyatakan bahwa tujuan berbicara adalah sebagai berikut.
a) Mendorong pembicara untuk memberikan semangat, membangkitkan
kegairahan, serta menunjukkan rasa hormat dan pengabdian.
b) Meyakinkan: pembicara berusaha memengaruhi keyakinan atau sikap
mental/intelektual para pendengarnya.
c) Berbuat/bertindak: pembicara menghendaki tindakan atau reaksi fisik dari
para pendengar dengan terbangkitkannya emosi.
d) Memberitahukan: pembicara berusaha menguraikan atau menyampaikan
sesuatu kepada pendengar dengan harapan agar pendengar mengetahui
suatu hal, pengetahuan, dan sebagainya.
e) Menyenangkan: pembicara bermaksud menggembirakan, menghibur para
pendengar agar terlepas dari kerutinan yang dialaminya.
Seorang guru harus mengetahui fungsi bahasa yang akan dipakai siswa
untuk berinteraksi dalam sebuah komunikasi sehingga memudahkan untuk
merancang program pengajaran yang baik demi mencapai tujuan komunikasi
tersebut. Richard dalam Pratiwi (2012: 12--14) membagi fungsi berbicara menjadi
tiga sebagai berikut.
1) Berbicara sebagai interaksi (talk as interaction)
Fungsi berbicara ini mengacu pada kegiatan percakapan yang biasa
dilakukan dan berhubungan dengan fungsi sosial. Tuturan bahasa bisa
formal ataupun nonformal. Ada beberapa kemampuan yang ikut dilibatkan
dalam kegiatan berbicara sebagaai sebuah interaksi, antara lain membuka
28
dan menutup percakapan, memilih topik, membuat percakapan-percakapan
kecil/ringan, bergurau, menceritakan kejadian dan pengalaman pribadi,
dilakukan secara bergantian, adanya interupsi/menyela percakapan,
bereaksi terhadap satu sama lain, dan menggunakan gaya berbicara yang
sesuai.
2) Berbicara sebagai transaksi (talk is transaction)
Kegiatan ini lebih memfokuskan kepada pesan yang ingin
disampaikan dalam kegiatan berbicara. Ada dua tipe dalam kegiatan
sebagai sebuah interaksi, yaitu seperti berikut.
a) Kegiatan ini memfokuskan kepada memberikan dan menerima
informasi. Ketepatan tidak menjadi fokus utama selama informasi
berhasil dikomukasikan dan dimengerti.
b) Kegiatan yang fokus utamanya adalah untuk memeroleh barang
atau jasa, misalnya dalam percakapan seseorang yang memesan
makanan di restoran.
3) Berbicara sebagai penampilan (talk is performance)
Berbicara sebagai penampilan mengacu pada kegiatan berbicara
untuk menyampaikan informasi di depan umum atau peserta. Berbicara
model ini lebih cenderung mengarah kepada berbicara satu arah daripada
dua arah (dialog) dan lebih terkesan seperti bahasa tulis daripada
percakapan. Ciri utama kegiatan berbicara sebagai penampilan adalah (a)
fokus pada pesan yang ingin disampaikan kepada peserta, (b)
mementingkan bentuk dan ketepatan ucapan, (c) bahasa yang digunakan
29
terkesan seperti bahasa tulis, (d) lebih sering monolog, dan (e) struktur dan
urutannya dapat diprediksi.
Menurut Bygate dalam Pratiwi (2012:14), dalam pembelajaran bahasa ada
dua cara mendasar yang kerap kita lakukan yang dapat dikategorikan sebagai
keterampilan. Kedua cara yang dimaksud adalah yaitu motor-perceptive skill yang
mencakup mengartikan, menghasilkan, serta mengucapkan bunyi dan struktur
bahasa yang benar. (2) interaction skill yang mencakup membuat keputusan
tentang sebuah komunikasi, misalnya ingin mengungkapkan apa, bagaimana
mengatakannya, mengembangkannya dan sesuai dengan yang dimaksudkan oleh
orang lain.
2.3.3 Keterampilan Berbicara
Keterampilan berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan
mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak,
kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain. Dalam hal ini, kelengkapan
alat ucap seseorang merupakan persyaratan alamiah yang memungkinkannya
untuk memproduksi suatu ragam yang luas bunyi artikulasi, tekanan, nada,
kesenyapan, dan lagu bicara. Iskandarwassid (2009:239) menyatakan
“keterampilan berbicara mensyaratkan adanya pemahaman minimal dari
pembicara dalam bentuk sebuah kalimat. Betapapun kecilnya, memiliki stuktur
dasar yang saling bertemali sehingga mampu menyajikan sebuah makna”.
Keterampilan ini juga didasari oleh kepercayaan diri untuk berbicara secara wajar,
30
jujur, benar, dan bertanggung jawab dengan menghilangkan masalah psikologis,
seperti rasa malu, rendah diri, ketegangan, berat lidah, dan lain-lain.
Ada beberapan jenis keterampilan berbicara yang dipaparkan oleh
Iskandarwassid (2009: 244--245). Keterampilan tersebut meliputi bermain peran,
berdiskusi, wawancara, bercerita, berpidato, laporan lisan, membaca nyaring,
merekam bicara, bermain drama (bercakap-cakap). Dalam penelitian ini hanya
dilakukan penelitian siswa bermain drama (bercakap-cakap).
2.3.4 Pembelajaran Keterampilan Berbicara
Pembelajaran keterampilan berbicara, baik pada jenjang pedidikan dasar,
menengah, maupun tinggi memerlukan pemilihan strategi pembelajaran yang
tepat agar tujuan pembelajaran tercapai dengan maksimal.
Rancangan program pengajaran untuk mengembangkan keterampilan
berbicara dapat memberikan pemenuhan kebutuhan yang berbeda. Saddhono
(2012: 56--57) menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan pengembangan keterampilan
berbicara meliputi hal-hal di bawah ini.
a. Aktivitas mengembangkan keterampilan berbicara secara umum.
b. Aktivitas mengembangkan berbicara secara khusus untuk membentuk model
diksi dan ucapan, serta mengurangi penguasaan bahasa nonstandar.
c. Aktivitas mengatasi masalah yang meminta perhatian khusus:
1. peserta didik yang penggunaan bahasa ibunya sangat dominan,
2. peserta didik yang mengalami masalah kejiwaan, pemalu, dan tertutup,
31
3. peserta didik yang menderita hambatan jasmani yang berhubungan dengan
alat-alat bicaranya.
Program pengajaran keterampilan berbicara harus mampu memberikan
kesempatan kepada setiap individu mencapai tujuan yang dicita-citakan
(Saddhono, 2012: 58--59). Tujuan keterampilan berbicara mencakup pencapaian
hal-hal berikut.
1. Kemudahan Berbicara
Peserta didik harus mendapat kesempatan yang besar untuk berlatih berbicara
sampai dapat mengembangkan keterampilan ini secara wajar, lancer, dan
menyenangkan, baik di dalam kelompok kecil maupun di hadapan pendengar
umum yang lebih besar jumlahnya.
2. Kejelasan
Dalam hal ini peserta didik berbicara dengan tepat dan jelas, baik artikulasi
maupun diksi kalimat-kalimatnya dan gagasan yang diucapkannya harus
tersusun dengan baik.
3. Bertanggung Jawab
Latihan berbicara yang bagus menekankan pembicara untuk bertanggung
jawab agar berbicara secara tepat dan dapat dipikirkan dengan sungguh-
sungguh mengenai apa yang menjadi topik pembicaraan, tujuan pembicaraan,
siapa yang diajak berbicara, serta bagaimana situasi pembicaraan dan
momentumnya.
32
4. Membentuk Pendengaran yang Kritis
Selain berbicara yang baik latihan ini sekaligus mengembangkan keterampilan
menyimak secara tepat dan kritis. Artinya peserta didik perlu belajar untuk
mengevaluasi kata-kata, niat, dan tujuan pembicara.
5. Membentuk Kebiasaan
Kebiasaan berbicara tidak dapat dicapai tanpa kebiasaan berinteraksi dalam
bahasa yang dipelajari, bahkan dalam bahasa ibu. Faktor ini demikian penting
dalam membentuk kebiasaan berbicara dalam perilaku seseorang.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan keterampilan berbicara adalah
kemampuan siswa kelas IX SMP Negeri 3 Denpasar dalam mengungkapkan
kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain di samping itu,
mampu mengasosiasikan makna, mengatur interaksi kepada siapa berbicara,
mengatakan apa (tata bahasa), kapan, tentang apa (topik pembicaraan), dan di
mana pembicaraan berlangsung. Hal ini dimaksudkan agar proses aktivitas
berbicara berjalan dengan baik.
2.3.5 Faktor- faktor Penunjang Keefektifan Berbicara
Pembicara yang baik harus mampu memberikan kesan bahwa ia
menguasai masalah yang dibicarakan. Penguasaan sor singgih bahasa Bali yang
baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Selain itu, seorang
pembicara harus berbicara (mengucapkan bunyi-bunyi bahasa) dengan jelas dan
tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian
pendengar. Arsjad dan Mukti (1988:17) menjelaskan beberapa faktor lain yang
33
harus diperhatikan dalam berbicara. Faktor- faktor itu adalah faktor verbal dan
faktor nonverbal.
1) Faktor Verbal
Faktor-faktor verbal ini meliputi ketepatan ucapan, penempatan tekanan,
nada, sendi dan durasi, pilihan kata, dan ketepatan sasaran pembicara.
Keempat faktor tersebut dijabarkan sebagai berikut.
a) Ketepatan ucapan
Pembicara yang baik harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi
bahasa yang tepat. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat atau
cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, kurang menarik,
dan setidaknya dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi
bahasa dianggap cacat kalau menyimpang terlalu jauh dari ragam lisan biasa
sehingga terlalu menarik perhatian, dan mengganggu komunikasi.
b) Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi
Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan
penempatan tekanan, nada sendi, dan durasi yang sesuai akan menyebabkan
masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya, jika penyampaiannya datar saja,
hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan dan keefektifan tentu
berkurang. Penempatan tekanan pada kata atau suku kata yang kurang sesuai
akan mengakibatkan kejanggalan. Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi
merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara.
34
c) Pilihan kata
Dalam setiap pembicaraan pemakaian kata-kata populer tentu akan lebih
efektif. Kata-kata yang belum dikenal memang mengakibatkan rasa ingin
tahu, tetapi akan menghambat kelancaran komunikasi. Pendengar akan lebih
tertarik dan senang mendengarkan kalau pembicaranya berbicara dengan jelas
dalam bahasa yang dikuasainya. Oleh karena itu, hendaknya dipilih kata-kata
yang tepat, jelas, dan bervariasi.
d) Ketepatan sasaran pembicara
Pembicara yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan
pendengar menangkap pembicaraannya. Seorang pembicara harus mampu
menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran sehingga mampu
menimbulkan pengaruh, meningalkan kesan, atau menimbulkan akibat.
2) Faktor Nonverbal
Faktor-faktor nonverbal ini meliputi sikap yang wajar, tenang, dan tidak
kaku. Pandangan harus diarahkan pada lawan bicara, kesediaan menghargai
pendapat orang lain, gerak-gerik dan mimik yang tepat, kenyaringan suara,
kelancaran, relevansi/penalaran dan penguasaan topik. Kedelapan faktor
tersebut diuraikan seperti berikut.
a) Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku
Sikap yang wajar saja sebenarnya berarti pembicara sudah dapat
menunjukkan otoritas dan integritas dirinya. Sikap ini sangat banyak
ditentukan oleh situasi, tempat, dan penguasaan materi. Penguasaan materi
35
yang baik setidaknya akan menghilangkan kegugupan. Kalau sudah terbiasa,
lama-kelamaan rasa gugup akan hilang dan akan timbul sikap tenang dan
wajar.
b) Pandangan harus diarahkan pada lawan bicara
Pandangan pembicara hendaknya diarahkan kepada semua pendengar.
Pandangan yang hanya tertuju pada satu arah akan menyebabkan pendengar
merasa kurang diperhatikan. Hendaknya diusahakan supaya pendengar merasa
terlibat dan diperhatikan.
c) Kesediaan menghargai pendapat orang lain
Seorang pembicara hendaknya memiliki sikap terbuka, dalam arti dapat
menerima pendapat pihak lain, bersedia menerima kritik, bersedia mengubah
pendapatnya kalau ternyata memang keliru.
d) Gerak-gerik dan mimik yang tepat
Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektifan
berbicara. Hal-hal penting selain mendapatkan tekanan, biasanya juga dibantu
dengan gerak tangan atau mimik. Hal ini dapat menghidupkan komunikasi,
artinya tidak kaku. Akan tetapi, gerak-gerik yang berlebihan akan
mengganggu keefektifan berbicara.
e) Kenyaringan suara
Tingkat kenyaringan ini tentu disesuaikan dengan situasi, tempat, dan
jumlah pendengar. Pembicara harus mengatur kenyaringan suara supaya
dapat didengar dengan jelas oleh pendengar.
36
f) Kelancaran
Pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar
menangkap isi pembicaraannya. Sering kali pembicara berbicara terputus-
putus, bahkan antara bagian-bagian yang terputus itu diselipkan bunyi-bunyi
tertentu yang mengganggu penangkapan pendengar. Sebaliknya, pembicara
yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap
pokok pembicaraannya
g) Relevansi/Penalaran
Proses berpikir untuk sampai pada suatu simpulan haruslah logis.
Gagasan demi gagasan haruslah disampaikan dengan logis. Hal ini berarti
bahwa hubungan bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat dengan
kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.
h) Penguasaan Topik
Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan
kelancaran. Jadi, penguasaan topik ini sangat penting, bahkan merupakan
faktor utama dalam berbicara. Pembicaraan formal selalu menuntut persiapan.
Tujuannya adalah supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai.
2.3.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pembelajaran Bahasa
Banyak faktor yang memengaruhi pembelajaran bahasa. Hal itu harus
benar-benar diperhatikan oleh orang-orang yang terlibat dalam pembelajaran, baik
langsung maupun tidak langsung. Iskandarwassid ( 2009:168--175) menyebutkan
37
ada beberapa faktor yang memengaruhi pembelajaran bahasa. Faktor-faktor
tersebut diuraikan seperti berikut.
1) Karakteristik Peserta Didik
Peserta didik sebagai orang yang belajar merupakan subjek yang sangat
penting dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran bahasa, pengajar harus
memerhatikan karakteristik peserta didik. Karakteristik peserta didik itu, antara
lain sebagai berikut.
a) Kematangan Mental dan Kecakapan Intelektual
Tingkat kematangan mental dan kecakapan intelektual peserta
didik sangat memengaruhi keberhasilan pembelajaran bahasa. Bila peserta
didik telah matang secara mental dan cakap secara intelektual untuk
belajar bahasa, peserta didik tersebut akan mudah mengikuti pembelajaran.
b) Kondisi Fisik dan Kecakapan Psikomotor
Kondisi fisik merupakan faktor yang memengaruhi proses
pembelajaran bahasa. Kecakapan psikomotor menyangkut gerakan-
gerakan jasmani, seperti kekuatan, kecepatan, koordinasi, dan fleksibilitas.
c) Umur
Umur merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam proses
pembelajaran bahasa. Strategi pembelajaran yang digunakan tentu akan
berbeda sesuai dengan umur peserta didik.
d) Jenis Kelamin
Meskipun secara prinsip anatara peserta didik perempuan dan laki-
laki tidak terdapat perbedaan, dalam hal-hal tertentu terdapat perbedaan,
38
misalnya minat, cara belajar, kebiasaan, kecakapan, psikomotor, dan
perhatian. Jenis kelamin merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
proses pembelajaran bahasa.
2) Kompetensi Dasar yang Diharapkan
Kompetensi dasar adalah pernyataan minimal atau memadai
tentang pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah peserta didik
menyelesaikan suatu aspek atau subaspek mata pelajaran tertentu.
3) Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan seperangkat informasi yang harus diserap
peserta didik melalui pembelajaran yang menyenangkan. Secara umum,
sifat bahan ajar dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori, yaitu konsep,
prinsip, dan keterampilan. Konsep merupakan serangkaian perangsang
yang mempunyai sifat-sifat yang sama. Prinsip merupakan suatu pola
antara hubungan fungsional di antara prinsip. Keterampilan merupakan
suatu pola kegiatan yang bertujuan dan memerlukan peniruan serta
koordinasi informasi yang dipelajari.
4) Waktu yang Tersedia
Perhitungan waktu harus benar-benar diperhatikan dalam
penyampaian materi pembelajaran. Melalui perhitungan waktu dalam satu
tahun ajaran berdasarkan waktu-waktu efektif pembelajaraan bahasa, rata-
rata lima jam pelajaran / minggu untuk mencapai dua atau tiga kompetensi
39
dasar. Pencapaian kompetensi tersebut harus dikemas sedemikian rupa
dengan menggunakan strategi yang sesuai dengan waktu yang tersedia.
5) Sarana dan Prasarana Belajar
Sarana belajar yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang
langsung dapat dipakai peserta didik dalam belajar untuk mencapai suatu
kompetensi dasar tertentu, misalnya buku paket, kamus, ensiklopedia,
peta, dan alat peraga. Di pihak lain prasarana adalah segala sesuatu yang
merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses. Prasarana
belajar, misalnya laboratorium bahasa, ruang belajar, kelas yang luas,
podium, dan lain-lain.
6) Kemampuan Pengajar Memilih dan Menggunakan Strategi Pembelajaran
Bahasa
Salah satu tujuan utama pembelajaran bahasa adalah
mempersiapkan peserta didik untuk melakukan interaksi yang bermakna
dengan bahasa yang alamiah. Agar interaksi dapat bermakna bagi peserta
didik dan dapat mencapai kompetensi dasar tertentu, pengajar dituntut
untuk lebih memiliki kemampuan atau kecakapan dalam menjalankan
profesionalismenya. Selain itu, pengajar juga harus memiliki kemampuan
memilih dan menerapkan strategi yang di dalamnya terdapat pendekatan,
metode, dan teknik secara baik.
40
Penguasaan sor singgih bahasa Bali.
Narayana (1984)
1. Faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara.
2. Faktor-faktor yang memengaruhi sor singgih bahasa Bali.
(Arsjad dan Mukti 1988)
Proses Belajar Mengajar
sor singgih Bahasa Bali (kurikulum,
silabus, RPP, materi, media pembelajaran,
evaluasi)
(KTSP 2006)
2.4 Model Penelitian
Keterampilan Berbicara Bahasa Bali
Sor Singgih Bahasa Bali dalam Keterampilan Berbicara
Analisis
Temuan
41
Penjelasan Model Penelitian
Dari bagan di atas dapat dijelaskan bahwa peneliti tidak mengajar
langsung di dalam kelas. Dalam penelitian ini, diteliti tiga masalah, yaitu proses
belajar mengajar sor singgih bahasa Bali, penguasaan sor singgih bahasa Bali
dalam keterampilan berbicara, dan faktor-faktor yang memengaruhi keterampilan
berbicara dalam pemakaian sor singgih bahasa Bali.
Bermain peran dilakukan setelah proses pembelajaran selesai dilakukan
oleh guru bidang studi. Setelah anak bermain peran dan direkam oleh peneliti,
dilakukan analisis terhadap hasil perekaman tersebut untuk mendapatkan data
tentang kemampuan siswa menggunakan sor singgih bahasa Bali.
Pemberian angket dilakukan untuk menemukan faktor-faktor yang
memengaruhi kemampuan siswa dalam menggunakan sor singgih bahasa Bali.
Keseluruhan data tersebut dipaparkan secara deskriptif dalam bentuk tulisan.
42
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Secara umum jenis penelitian dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu
penelitian secara kuantitatif dan penelitian kualitatif. Kedua bentuk penelitian ini
memiliki langkah yang berbeda. Data kualitatif adalah data yang dapat diuraikan,
dipaparkan karena diperoleh dari hasil wawancara yang bersifat subjektif dan data
tersebut dapat ditafsirkan (Sudjana, 2010:63). Pendekatan penelitian kualitatif
meliputi penelitian fenomenologi, grounded teori, penelitian etnografi, penelitian
historis, penelitian kasus, dan penelitian tindakan (Iskandar, 2009:24)
Penelitian ini menggunakan data kualitatif. Data didapat dari analisis
proses pembelajaran, analisis percakapan siswa dan analisis angket yang diberikan
kepada siswa dengan menggunakan observasi dan pemberian angket.
3.2 Lokasi Penelitian
Data penelitian ini diperoleh dari siswa kelas IX di SMP Negeri 3
Denpasar. Sekolah ini terletak di Jalan Jepun, No.5 Kreneng, Denpasar. Kelas IX
dipilih sebagai subjek penelitian karena di kelas IX pembelajaran sor singgih
bahasa Bali diajarkan lebih mendalam sehingga untuk melakukan penelitian
terhadap kemampuan siswa lebih efektif.
SMP Negeri 3 Denpasar dipilih karena penggunaan bahasa Bali di sekolah
ini tinggi, yaitu dengan adanya hari khusus berbahasa Bali yaitu setiap purnama
42
43
dan tilem. Karena pada saat itu, siswa wajib berpakian adat dan menggunakan
bahasa Bali saat berkomunikasi di lingkungan sekolah, tetapi kemampuan
berbicara siswanya masih rendah. Situasi ini diketahui dengan diadakannya
wawancara awal dan observasi langsung dengan guru dan beberapa siswa tentang
penguasaan keterampilan berbicara bahasa Bali. Selain itu, berdasarkan hasil
perbandingan awal dengan SMP Negeri 1 Denpasar, ditemukan beberapa
perbedaan antara kedua sekolah ini. Perbedaan tersebut, antara lain nilai siswa
SMP Negeri 3 Denpasar lebih tinggi daripada nilai siswa di SMP Negeri 1
Denpasar. Guru yang mengajarkan bahasa Bali di SMP 3 Denpasar adalah guru
yang mempunyai keahlian dalam bidang bahasa Bali, yaitu tamatan S1 Bahasa
dan Sastra Bali, sedangkan guru yang mengajarkan bahasa Bali di kelas IX SMPN
1 Denpasar adalah guru agama yang merangkap mengajarkan bahasa Bali.
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
Penelitian ini adalah penelitian lapangan. Jenis data yang dipakai dalam
penelitian ini adalah data kualitatif. Data kualitatif dalam penelitian ini didapat
melalui pengamatan secara langsung. Yang diamati adalah proses belajar
mengajar yang dilakukan guru bidang studi bahasa Bali. Data yang didapat
melalui pengamatan ini adalah cara guru mengajarkan sor singgih bahasa Bali,
kurikulum yang dipakai acuan, silabus, dan RPP yang digunakan.
Selain itu, angket yang diberikan kepada siswa bertujuan untuk
menemukan faktor-faktor yang memengaruhi kemampuan siswa bercakap-cakap
44
dalam menggunakan sor singgih bahasa Bali dipaparkan secara deskriptif dalam
bentuk tulisan.
3.3.2 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua sumber seperti
terpapar di bawah ini.
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh secara
langsung di lapangan melalui observasi langsung, pemberian angket,
pencatatan, dan perekaman.
2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari sumber tidak
langsung, antara lain dokumentasi dan arsip-arsip yang mendukung
hasil penelitian, seperti kurikulum, silabus, RPP, daftar hadir siswa,
daftar hadir guru, dan buku ajar yang digunakan.
3.3.2.1 Populasi
Data penelitian ini diperoleh dari seluruh populasi kelas IX SMP Negeri 3
Denpasar. Menurut Hadi (1987:70), populasi adalah “semua individu yang
diselidiki”. Populasi merupakan seluruh individu yang menjadi subjek penelitian.
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruhan siswa kelas IX SMP
Negeri 3 Denpasar yang berjumlah 297 siswa.
45
3.3.2.2 Sampel Penelitian
Mengingat banyaknya jumlah populasi yang diteliti serta diharapkan
penelitian ini memeroleh hasil yang maksimal, maka ditetapkan sejumlah sampel
penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (1993:107) yang
mengemukakan seperti berikut.
Untuk sekadar ancer-ancer, maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10--15% atau antara 20--25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari hal-hal berikut.
a) Kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga, dan dana, b) Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini
menyangkut banyak sedikitnya data, c) Besar kecilnya risiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitian yang
risikonya besar, tentu saja jika sampel lebih besar, hasilnya akan lebih baik.
Teknik yang digunakan untuk menentukan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan random sampling. Teknik ini digunakan untuk
menentukan kelas berapa yang berhak mewakili populasi sebagai sampel. Random
sampling dipakai karena semua kelas adalah homogen. Dengan teknik ini, peneliti
memberikan kesempatan yang sama kepada setiap kelas untuk menjadi sampel.
Prosedur yang digunakan sesuai dengan teknik ini adalah dengan cara undian.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam menentukan kelas yang akan
menjadi sampel adalah sebagai berikut.
1) Beri kode nomor urut pada semua elemen populasi (unit populasi)
pada lembar kertas-kertas kecil.
2) Lembar kertas kecil-kecil digulung kemudian dimasukkan kedalam
kotak, lalu dikocok dengan rata, setelah itu dikeluarkan satu.
46
3) Hasil undian ini merupakan sampel.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka peneliti mengambil dua kelas dari
sembilan kelas. Kelas tersebut adalah kelas IXC dan IXD. Dari keseluruhan
populasi 297 siswa, yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah 66 orang,
laki-laki berjumlah 32 siswa dan perempuan berjumlah 34 siswa. Keseluruhan
nama-nama siswa yang menjadi sampel dalam penelitian ini terdapat pada
lampiran.
3.4 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini beberapa instrumen yang digunakan adalah sebagai
berikut.
1. Lembar observasi (pengamatan)
Lembar observasi (pengamatan) merupakan panduan dalam melakukan
penilaian terhadap indikator-indikator dari aspek yang diamati. Indikator-indikator
tersebut sudah didaftar secara sistematis.
Lembar observasi (pengamatan) dimaksud berbentuk daftar cek dengan
memberikan penilaian terhadap kategori pilihan. Adapun objek atau sasaran yang
diamati dari observasi (pengamatan) tersebut adalah proses belajar mengajar, cara
guru mengajarkan sor singgih bahasa Bali, kurikulum, silabus, dan RPP yang
digunakan.
2. Angket
Angket diberikan kepada siswa dengan tujuan mengetahui faktor eksternal
siswa, lingkungan tempat tinggal siswa, dan latar belakang siswa. Hal ini nantinya
47
digunakan sebagai pedoman untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi
kemampuan siswa untuk menguasai sor singgih bahasa Bali dalam keterampilan
berbicara.
3. Kamera dan handycam
Kamera dan handycam digunakan sebagai alat perekam momen kegiatan
belajar mengajar dalam penelitian. Kamera dan handycam ini digunakan untuk
merekam percakapan yang dilakukan oleh siswa. Hasil perekaman ini dianalisis
untuk mendapatkan data tentang kemampuan siswa menggunakan sor singgih
bahasa Bali.
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian sangat berpengaruh terhadap
objektivitas hasil penelitian. Dalam metode pengumpulan data, dikenal beberapa
jenis metode observasi. Sehubungan dengan penelitian ini, maka metode yang
digunakan adalah observasi langsung.
Pertama kali diadakan survei awal tentang keadaan siswa terutama
informasi tentang kemampuan siswa dalam berbahasa Bali. Setelah melakukan
survei tersebut, peneliti menyampaikan surat izin penelitian dan mengadakan
koordinasi, baik dengan wakil kepala sekolah bagian kurikulum maupun guru
pengampu mata pelajaran bahasa Bali. Setelah guru pengampu mata pelajaran
bahasa Bali menjadwalkan waktu untuk penelitian, maka peneliti mempersiapkan
alat-alat untuk melakukan perekaman.
48
Pada senin, 19 Agustus 2013, penelitian dilakukan. Pertama, dilakukan
perekaman terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru mata pelajaran
bahasa Bali. Kurikulum yang dipakai untuk acuan, silabus yang digunakan oleh
guru, RPP yang dipakai, metode pembelajaran, evaluasi yang dilakukan oleh guru
dianalisis oleh peneliti. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data tentang proses
pembelajaran sor singgih bahasa Bali dalam pembelajaran keterampilan berbicara
Setelah selesai melakukan perekaman, peneliti memberikan tugas kepada
siswa untuk membuat percakapan dalam bahasa Bali menggunakan sor singgih
yang dilakukan oleh siswa dengan teman sebangku. Hasil perekaman terhadap
percakapan siswa ini dianalisis untuk mendapatkan data kemampuan penguasaan
sor singgih bahasa Bali dalam keterampilan berbicara. Setelah selesai percakapan,
siswa kemudian diberikan angket yang berisi latar belakang siswa, bahasa yang
dipakai sehari-hari baik di rumah dan di sekolah. Hasil angket ini bermanfaat
untuk menjawab faktor-faktor yang memengaruhi kemampuan siswa dalam
menguasai keterampilan berbicara.
Untuk mengetahui proses pembelajaran yang dilakukan guru dalam
mengajarkan sor singgih bahasa Bali dalam keterampilan berbicara ini dilakukan
perekaman terhadap proses pembelajaran. Setelah itu, dilakukan analisis terhadap
perangkat pembelajaran yang dipakai oleh guru saat pembelajaran berlangsung.
3.6 Metode dan Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis yang
menggunakan metode deskriptif kualitatif. Analisis data kualitatif meliputi
49
analisis hasil observasi (pengamatan) dan analisis data dari pemberiang angket
kepada siswa. Data disajikan dengan pemaparan kata untuk memberikan
gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti dan permasalahan yang dibahas.
Kemudian dilakukan komparasi data, penyajian data, dan penarikan simpulan
secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang berlandaskan pada
kajian pustaka, konsep, landasan teori, dan metode analisis kualitatif.
3.7 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode informal. Data informal disajikan melalui karangan narasi,
menggunakan teknik penyajian deskriptif berdasarkan teori-teori yang digunakan.
Proses pembelajaran sor singgih bahasa Bali disajikan dalam karangan narasi
dengan menganalisis perangkat pembelajaran yang digunakan saat guru
mengajarkan sor singgih bahasa Bali. Penguasaan sor singgih bahasa Bali siswa
kelas IX SMP Negeri 3 Denpasar disajikan dengan menganalisis permainan drama
siswa yang ditampilkan ke depan kelas. Faktor-faktor yang memengaruhi
penguasaan keterampilan berbicara siswa dianalisis berdasarkan angket yang
sudah diisi oleh siswa.
50
BAB IV
PENGUASAAN SOR SINGGIH BAHASA BALI DALAM
KETERAMPILAN BERBICARA
Bab ini akan membicarakan tiga hal yang menjadi permasalahan dalam
penelitian. (1) proses pembelajaran sor singgih bahasa Bali dalam pembelajaran
keterampilan berbicara, (2) penguasaan sor singgih bahasa Bali dalam
keterampilan berbicara, dan (3) faktor-faktor yang memengaruhi kemampuan
siswa untuk menguasai sor singgih bahasa Bali dalam keterampilan berbicara.
4.1 Proses Pembelajaran Sor Singgih Bahasa Bali dalam Keterampilan
Berbicara
Sebelum proses penelitian dilaksanakan, ada beberapa hal yang telah
dipersiapkan untuk melaksanakan penelitian tentang “pembelajaran keterampilan
berbicara dalam penggunaan sor singgih bahasa Bali siswa kelas IX SMP Negeri
3 Denpasar tahun pelajaran 2013/2014”. Kurikulum, silabus, RPP dan perangkat
pembelajaran lainnya yang telah dipersiapkan oleh guru bidang studi bahasa Bali
kemudian dianalisis. Analisis perangkat pembelajaran tersebut diuraikan seperti
berikut ini.
4.1.1 Kurikulum
Kurikulum merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari
pembelajaran dan pengajaran. Berikut dibahas tentang pengertian kurikulum serta
50
51
kurikulum bahasa Bali yang digunakan pada siswa kelas IX SMP Negeri 3
Denpasar tahun pelajaran 2013/2014.
Kurikulum adalah program belajar bagi siswa yang disusun sistematis dan
logis. Penyusunan perangkat pembelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan
kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan
tersebut serta kebutuhan lapangan kerja. Dalam perspektif kebijakan pendidikan
nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional No. 20, Tahun 2003 diyatakan bahwa “kurikulum adalah seperangkat
rencana dan peraturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum yang digunakan dalam proses pembelajaran sor singgih bahasa
Bali di SMP Negeri 3 Denpasar sudah disusun sedemikian rupa. Tujuan
pembelajaran bahasa Bali yang dijabarkan dalam kurikulum adalah sebagai
berikut.
1. Siswa menghargai dan membanggakan bahasa Bali sebagai bahasa ibu,
bahasa pergaulan, dan pengantar kebudayaan daerah Bali.
2. Siswa memahami bahasa dan sastra Bali dari segi bentuk, makna, dan
fungsi serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk
bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan.
3. Siswa memiliki disiplin, kebiasaan dalam berpikir, berbahasa, dan
bertindak.
52
Penjabaran lebih terperinci kurikulum yang digunakan di kelas IX dalam
proses pembelajaran sor singgih bahasa Bali dapat dilihat dalam lampiran.
Bahasa Bali merupakan muatan lokal yang wajib diikuti oleh semua siswa
SMP Negeri 3 Denpasar dari kelas VII sampai kelas IX. Bahasa Bali dipelajari
pada semester ganjil dan genap dengan alokasi waktu dua jam pelajaran dalam
satu minggu.
Jika ditinjau dari alokasi waktu yang diberikan untuk pembelajaran bahasa
Bali tergolong sangat sedikit, hanya dua jam pelajaran per minggu dan dalam
enam bulan kompetensi dasar diharapkan sudah tuntas. Kendala yang muncul
pada saat guru berhalangan hadir karena sakit, penataran, libur upacara
keagamaan sehingga jam pelajaran yang tergolong sedikit semakin berkurang.
Akibatnya, kompetensi dasar yang sudah tercantum dalam kurikulum tidak akan
tercapai dengan maksimal. Dengan kenyataan yang demikian diharapkan adanya
penambahan jam pelajaran untuk muatan lokal khususnya bahasa Bali sehingga
pembelajaran dapat berjalan dengan optimal.
4.1.2 Silabus
Silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata
pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar,
materi pokok/pelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi
untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Dengan demikian,
silabus minimal dapat menjawab pertanyaan kompetensi apa yang harus dimiliki
oleh peserta didik, bagaimana cara mencapai kompetensi tersebut, dan bagaimana
53
cara mengetahui bahwa peserta didik telah memiliki kompetensi itu.
Pengembangan silabus dilakukan oleh para guru secara mandiri, atau
berkelompok dalam sebuah sekolah, atau beberapa sekolah, kelompok MGMP
atau PKG, dan dinas pendidikan. Silabus yang digunakan dalam pembelajaran
bahasa Bali di SMP Negeri 3 Denpasar dapat dilihat pada lampiran. Berdasarkan
silabus yang dijadikan acuan dalam pembelajaran sor singgih bahasa Bali seperti
pada lampiran, hanya digunakan satu sumber belajar, yaitu naskah drama dan
hanya dialokasikan waktu 2 x 40 menit sehingga untuk mencapai pembelajaran
yang optimal sangat sulit.
Sumber belajar yang digunakan dalam proses pembelajaran seharusnya
tercantum dalam silabus. Akan tetapi, dalam silabus tersebut tidak dicantumkan
sumber belajar yang dijadikan acuan. Sumber belajar juga bisa didapatkan dari
video percakapan drama gong, dan video wayang kulit untuk menunjang kegiatan
pembelajaran.
Waktu yang hanya 2 x 40 menit harus dimanfaatkan dengan efektif. Guru
harus pintar membagi waktu untuk menjelaskan materi kepada siswa, memberikan
tugas siswa, menganalisis kesalahan siswa, dan memberikan perbaikan terhadap
kesalahan tersebut. Dengan waktu yang sedikit, sangat sulit menuntaskan
kompetensi dasar hanya dengan satu kali pertemuan. Silabus yang dijadikan
acuan pada proses pembelajaran sor singgih bahasa Bali tidak memerinci karakter
siswa yang diinginkan. Seharusnya karakter siswa yang ingin dicapai setelah
proses pembelajaran berlangsung tercantum secara jelas. Akibatnya, pada saat
pembelajaran berlangsung, guru yang mengajarkan sor singgih bahasa Bali, tidak
54
mengetahui untuk apa pembelajaran tersebut diberikan. Oleh karena itu, karakter
siswa yang diharapkan setelah pembelajaran berlangsung tidak diketahui.
4.1.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan rencana yang
menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau
lebih kompetensi dasar yang telah dijabarkan dalam silabus. Rencana pelaksanaan
pembelajaran ini dapat digunakan oleh setiap pengajar sebagai pedoman umum
untuk melaksanakan pembelajaran kepada peserta didiknya. Dikatakan demikian
karena di dalamnya terdapat petunjuk secara terperinci, pertemuan demi
pertemuan, mengenai tujuan, ruang lingkup materi yang harus diajarkan, kegiatan
belajar mengajar, media, evaluasi yang harus digunakan. Oleh karena itu, dengan
berpedoman kepada RPP ini, pengajar akan dapat mengajar secara sistematis,
tanpa khawatir keluar dari sistem evaluasi yang seharusnya.
Baik pengajar maupun peserta didik akan mengetahui dengan pasti tujuan
yang hendak dicapai dan cara mencapainya. Sehubungan dengan itu, pengajar
dapat mempertahankan situasi agar peserta didik dapat memusatkan perhatian
dalam pembelajaran yang telah diprogramkan. Berikut ini adalah Rencana
Program Pembelajaran yang dipakai oleh guru pengampu bahasa Bali di SMP
Negeri 3 Denpasar dalam proses pembelajaran sor singgih bahasa Bali. RPP yang
digunakan dalam proses pembelajaran dapat dilihat pada lampiran. Berikut ini
dianalisis bagian-bagian RPP yang dipakai pada proses pembelajaran sor singgih
bahasa Bali di kelas IX SMP Negeri 3 Denpasar.
55
I. Standar Kompetensi
Standar Kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta
didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan
yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata
pelajaran.
Penyusunan standar kompetensi suatu jenjang atau tingkat pendidikan
merupakan usaha untuk membuat suatu sistem sekolah menjadi otonom, mandiri,
dan responsif terhadap keputusan kebijakan daerah dan nasional. Kegiatan ini
akan mendorong munculnya standar pada tingkat lokal dan nasional. Penentuan
standar kompetensi hendaknya dilakukan dengan cermat dan hati-hati.
Pengembangan standar kompetensi perlu dilakukan secara terbuka, seimbang, dan
melibatkan semua kelompok yang akan dikenai standar tersebut. Upaya
melibatkan semua kelompok sangatlah penting agar kesepakatan yang telah
dicapai dapat dilaksanakan secara bertanggung jawab oleh pihak sekolah. Standar
kompetensi yang ditawarkan dalam pembelajaran sor singgih bahasa Bali di SMP
Negeri 3 Denpasar adalah mampu mengemukakan gagasan, perasaan, dan
imajinasi secara komunikatif melalui sastra dan basa basita.
Dalam kenyataannya, saat pembelajaran berlangsung, siswa masih
kesulitan mengemukakan gagasannya dalam menggunakan sor singgih bahasa
Bali. Siswa lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia, baik dalam bertanya
kepada gurunya saat pembelajaran berlangsung, maupun mengganti kata-kata
yang mereka tidak tahu bahasa Balinya dengan memakai bahasa Indonesia.
56
II. Kompetensi Dasar
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan nilai,
dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dalam hal
ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga ia
dapat melakukan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-
baiknya. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan,
sikap, dan apresiasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk dapat
melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.
Dalam kurikulum, kompetensi sebagai tujuan pembelajaran dideskripsikan
secara eksplisit sehingga dijadikan standar dalam pencapaian tujuan kurikulum.
Baik guru maupun siswa perlu memahami kompetensi yang harus dicapai dalam
proses pembelajaran. Pemahaman ini diperlukan dalam merencanakan strategi dan
indikator keberhasilan. Kompetensi dasar sebagai tujuan dalam kurikulum yang
bersifat kompleks. Artinya, kurikulum berdasarkan kompetensi bertujuan untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman kecakapan, nilai, sikap, dan minat
siswa agar mereka dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran disertai
tanggung jawab. Dengan demikian, tujuan yang ingin dicapai dalam kompetensi.
Ini bukanlah hanya sekadar pemahaman tentang materi pelajaran, melainkan cara
pemahaman dan penguasaan materi itu dapat memengaruhi cara bertindak dan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Kompetensi dasar adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap minimal
yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam penguasaan materi pelajaran yang
57
diberikan dalam kelas pada jenjang pendidikan tertentu. Di samping itu, juga
merupakan perincian atau penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi.
Adapun penempatan komponen kompetensi dasar dalam silabus sangat penting.
Hal ini berguna untuk mengingatkan para guru seberapa jauh tuntutan target
kompetensi yang harus dicapainya. Dalam proses pembelajaran sor singgih
bahasa Bali di SMP Negeri 3 Denpasar yang dijadikan kompetensi dasar adalah
bermain drama sesuai dengan sor singgih basa. Pemakaian permainan drama
dalam pembelajaran sor singgih bahasa Bali, karena dalam permainan drama
siswa dapat melihat berbagai macam tokoh. Misalnya raja, putri raja, patih,
rakyat. Serta bagaimana setiap tokoh tersebut berbahasa dengan menggunakan sor
singgih bahasa Bali. Bagaimana seorang raja yang berbicara kepada patihnya,
bagaimana rakyat berbicara kepada rajanya. Dengan demikian siswa akan lebih
mudah memahami penggunaan sor singgih bahasa Bali.
Dalam realisasinya di kelas, guru hanya menggunakan naskah drama
seadanya. Siswa tidak dapat melihat penokohan secara wangsa, dan cara
berbahasa yang digunakan tiap tokoh. Sehingga siswa mengalami kesulitan saat
disuruh membuat sebuah drama bersama teman kelompoknya.
III. Indikator
Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai
oleh perubahan perilaku yang dapat diukur mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik,
mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata
58
kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Misalnya siswa mampu
menggunakan sor singgih bahasa Bali dalam pementasan drama.
Indikator dirumuskan dalam bentuk kalimat dengan menggunakan kata
kerja operasional. Rumusan indikator sekurang-kurangnya mencakup dua hal
yaitu tingkat kompetensi dan materi yang menjadi media pencapaian kompetensi.
Indikator memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam mengembangkan
pencapaian kompetensi berdasarkan SK-KD. Guru harus melakukan kajian
mendalam mengenai karakteristik mata pelajaran sebagai acuan mengembangkan
indikator. Karakteristik mata pelajaran dapat dikaji pada dokumen standar isi
mengenai tujuan, ruang lingkup, standar kompetensi, dan kompetensi dasar mata
pelajaran tersebut. Dalam perumusan indikator di SMP Negeri 3 Denpasar, guru
melakukannya dalam musyawarah guru mata pelajaran se-kota Denpasar yang
dilakukan setiap awal tahun pelajaran baru.
Pengembangan indikator memerlukan informasi karakteristik peserta didik
yang unik dan beragam. Karakteristik sekolah dan daerah menjadi acuan dalam
pengembangan indikator karena target pencapaian sekolah tidak sama. Sekolah
kategori tertentu yang melebihi standar minimal dapat mengembangkan indikator
lebih tinggi. Termasuk sekolah bertaraf internasional dapat mengembangkan
indikator dari standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan mengkaji tuntutan
kompetensi sesuai dengan rujukan standar internasional yang digunakan. Sekolah
dengan keunggulan tertentu juga menjadi pertimbangan dalam mengembangkan
indikator. Indikator yang dikembangkan dalam pembelajaran sor singgih bahasa
Bali meliputi hal-hal berikut.
59
1. Membahas penggunaaan sor singgih bahasa Bali pementasan drama
melalui kegiatan diskusi.
2. Memberikan komentar kekurangan yang terjadi dalam pementasan
drama berdasarkan hasil diskusi.
IV. Tujuan Pembelajaran
Kegiatan menyusun rencana pembelajaran merupakan salah satu tugas
penting guru dalam memproses pembelajaran siswa. Dalam perspektif kebijakan
pendidikan nasional yang dituangkan dalam Permendiknas RI No. 52, Tahun 2008
tentang Standar Proses disebutkan bahwa salah satu komponen dalam penyusunan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yaitu adanya tujuan pembelajaran
menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh
peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Tujuan pembelajaran hendaknya
diletakkan dan dijadikan titik tolak berpikir guru dalam menyusun sebuah rencana
pembelajaran, yang akan mewarnai komponen-komponen perencanan lainnya.
Pada dasarnya tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau
kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Adapun tujuan
yang ingin dicapai setelah proses pembelajaran sor singgih bahasa Bali meliputi
hal-hal berikut.
1. Siswa mampu menggunakan sor singgih bahasa Bali dengan baik.
2. Siswa mampu memberikan komentar kekurangan yang terjadi dalam
pementasan drama berdasarkan hasil diskusi terutama mengenai sor
singgih basa dalam dialog.
60
V. Materi Pembelajaran
Dalam suatu pembelajaran, materi merupakan salah satu bagian yang
sangat penting demi tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran
sor singgih bahasa Bali materi yang dipakai berupa naskah drama. Naskah drama
tersebut menggunakan bahasa Bali dengan judul “Katemu ring Pasar”. Lebih
lengkapnya naskah tersebut dapat dilihat dalam lampiran.
Penggunaan naskah drama dalam pembelajaran tersebut kurang
memberikan acuan terhadap siswa dalam menggunakan sor singgih bahasa Bali.
Karena siswa tidak dapat melihat secara langsung bagaimana penggunaan sor
singgih bahasa Bali. Tidak ada penokohan menurut tingkatan wangsa. Sehingga
untuk memahami sor singgih bahasa Bali yang digunakan siswa mengalami
kesulitan. Selain naskah drama, seharusnya dicarikan materi pembelajaran lain
sebagai penunjang. Materi bisa didapatkan dari video lawak, video drama gong,
dan video wayang kulit.
Alternatif materi pembelajaran seperti video akan mendorong minat siswa
dalam belajar bahasa Bali. Siswa dapat melihat secara langsung penggunaan sor
singgih bahasa Bali dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya seorang raja yang
berbicara kepada patihnya atau rakyatnya. Dengan demikian, siswa mampu
menerapkan ilmu yang didapatkan di sekolah dalam kesehariannya di rumah.
VI. Alokasi Waktu
Alokasi waktu merupakan banyaknya waktu yang diberikan dalam sebuah
proses pembelajaran. Waktu yang diberikan ini ditentukan sesuai dengan
61
keperluan untuk pencapaian kompetensi dasar dan beban belajar. Dalam
pembelajaran sor singgih bahasa Bali alokasi waktu yang diberikan adalah 2 x 40
menit atau satu kali pertemuan.
Alokasi waktu dalam pembelajaran sor singgih bahasa Bali sangat sedikit
sehingga perlu ditambahkan. Idealnya waktu yang diberikan untuk pembelajaran
bahasa Bali dua kali seminggu. Waktu yang disediakan hanya satu kali pertemuan
membuat siswa kurang memahami sor singgih bahasa Bali. Siswa kurang
mendapat pengayaan terhadap kesalahan-kesalahan yang dibuatnya.
VII. Metode Pembelajaran
Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula
diartikan sebagai model atau pendekatan pembelajaran. Hal itu bergantung pada
karakteristik pendekatan atau strategi yang dipilih, misalnya metode tanya jawab,
diskusi, eksperimen, dan pendekatan beberapa model pembelajaran seperti
pendekatan model CTL dan pembelajaran kooperatif. Metode digunakan oleh
guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah
ditetapkan.
Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi
peserta didik serta karakteristik setiap indikator dan kompetensi yang hendak
dicapai pada setiap mata pelajaran. Dalam pembelajaran sor singgih bahasa Bali
guru menetapkan beberapa metode yang akan dipakai. Metode tersebut adalah
diskusi, tanya jawab, bermain peran, dan penugasan
62
Penerapan metode-metode tersebut tidak berjalan dengan baik. Guru yang
mengajar lebih banyak menggunakan metode ceramah dalam proses
pembelajaran. Metode ini kurang mendapat respons siswa sehingga dalam sesi
tanya jawab siswa tidak aktif bertanya tentang materi yang dijelaskan guru.
Alangkah baiknya jika guru mampu memadukan semua metode tersebut dalam
proses pembelajaran. Selain pemaduan metode-metode tersebut, projector juga
bisa digunakan saat pemutaran video drama atau wayang. Dengan demikian,
peserta didik tidak akan jenuh dalam belajar.
VIII. Langkah-langkah Pembelajaran
Dalam pembelajaran diperlukan langkah-langkah yang dijadikan pedoman
untuk melakukan seluruh aktivitas belajar mengajar. Langkah-langkah tersebut
meliputi pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup.
a. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan
pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan
memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Dalam pendahuluan ini, guru bisa mengecek kehadiran siswa,
menyampaikan tujuan pelajaran, dan memberikan apersepsi tentang
pembelajaran yang akan dilaksanakan pada hari tersebut.
b. Kegiatan inti. Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai
kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
63
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan
fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis
dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Kegiatan
inti dari RPP yang dipakai oleh guru bahasa Bali di SMP Negeri 3 Denpasar
adalah sebagai berikut.
1. Eksplorasi dilakukan dengan menanyai siswa tentang bermacam-macam
drama yang pernah ditonton.
2. Elaborasi dilakukan dengan membentuk kelompok oleh siswa, kemudian
siswa membuat drama dan mementaskan ke depan kelas. Kelompok lain
mengomentari penggunaan sor singgih bahasa Bali yang dipakai.
3. Konfirmasi dilakukan dengan memberikan penguatan terhadap drama
siswa yang sudah sesuai dengan sor singgih bahasa Bali dan memberikan
petunjuk terhadap kelompok yang masih kurang.
Seharusnya dalam eksplorasi diputarkan video drama terlebih dahulu,
sehingga dalam elaborasi siswa mempunyai pedoman untuk membuat drama dan
mementaskan ke depan kelas.
c. Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas
pembelajaran. Penutup dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau simpulan,
penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.
Langkah-langkah dalam proses pembelajaran sor singgih bahasa Bali di
SMP Negeri 3 Denpasar dapat dilihat pada RPP dalam lampiran. Guru cenderung
kurang memerhatikan waktu yang sudah ditetapkan pada RPP. Dampaknya tidak
64
semua kelompok dapat bermain peran ke depan kelas. Ada beberapa kelompok
yang tidak tampil ke depan kelas.
IX. Sumber Belajar
Sumber belajar dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ditentukan
dengan mengacu pada sumber belajar yang terdapat dalam standar kompetensi
dan kompetensi dasar, materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi. Sumber belajar ditentukan dengan mempertimbangkan
hal-hal berikut.
a) Sumber belajar adalah rujukan, objek, dan/atau bahan yang digunakan
untuk kegiatan pembelajaran.
b) Sumber belajar dapat berupa media cetak, elektronik, narasumber,
lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.
c) Penentuan sumber belajar didasarkan pada SK dan KD, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi dan.
d) Sumber belajar dipilih yang mutakhir dan menarik.
Dalam pembelajaran sor singgih bahasa Bali di SMP Negeri 3 Denpasar
ditentukan beberapa sumber belajar. Sumber-sumber tersebut adalah sebagai
berikut.
1) Buku Apresiasi Sastra Bali karangan I Gusti Putu Antara tahun 1990.
2) Buku Paket Pangkaja Sari karangan Dra. Ni Made Suresti dan A.A.
Bagus Setiawan tahun 2010.
3) Naskah Drama yang berjudul “Katemu ring Pasar”.
65
Berdasarkan MGMP Denpasar, maka dipakai Buku Paket Pangkaja Sari,
sedangkan buku penunjang diserahkan ke sekolah masing-masing. Di SMP
Negeri 3 Denpasar dipakai buku Apresiasi Sastra Bali sebagai buku penunjang.
Buku Apesiasi Sastra Bali hanya membahas sastra Bali secara umum, tidak secara
spesifik membahas sor singgih bahasa Bali. Selain berpedoman kepada buku
penunjang, alangkah baiknya juga dipakai buku yang secara spesifik membahas
sor singgih bahasa Bali sehingga siswa mengetahui asal usul sor singgih bahasa
Bali dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Buku penunjang yang bisa dijadikan acuan dalam pembelajaran sor
singgih bahasa Bali adalah buku Sor Singgih Bahasa Bali karangan I Nyoman
Putra Suarjana. buku ini memerinci secara detail sor singgih bahasa Bali, asal
mula sor singgih bahasa Bali, serta pemakaiannya dalam kehidupan sehari-hari.
X. Penilaian
Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan
dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada standar penilaian.
Penilaian mencakup sejumlah teknik yang tidak bisa diabaikan oleh seorang guru.
Penilaian pembelajaran bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana efisiensi
proses pembelajaran yang dilaksanakan dan efektivitas pencapaian tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam rangka kegiatan pembelajaran,
penilaian dapat didefinisikan sebagai suatu proses sistematik dalam menentukan
tingkat pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam hal ini yang
dinilai adalah karakteristik siswa dengan menggunakan suatu tolok ukur tertentu.
Karakteristik-karakteristik tersebut dalam ruang lingkup kegiatan belajar-
66
mengajar adalah tampilan siswa dalam bidang kognitif (pengetahuan dan
intelektual), afektif (sikap, minat, dan motivasi), dan psikomotor (keterampilan,
gerak, dan tindakan). Tampilan tersebut dapat dievaluasi, baik secara lisan,
tertulis, maupun perbuatan. Dengan demikian, penilaian di sini adalah
menentukan apakah tampilan siswa telah sesuai atau belum dengan tujuan
instruksional yang dirumuskan. Penilaian siswa SMP Negeri 3 Denpasar
dirumuskan seperti berikut.
a. Bentuk tagihan Kognitif
- Kemampuan mendiskusikan pementasan drama
b. Bentuk tagihan Psikomotorik
- Kemampuan memakai sor singgih basa dalam bermain peran
pada pementasan drama
c. Prosedur penilaian:
- Teknik : tes lisan
- Bentuk instrumen : penggunaan sor singgih basa dan penampil
- Contoh instrumen:
- Indayang mangkin soang-soang kelompok siswa mangda
makarya drama lan nyolahang naskah dramane punika ka
ajeng kelase!
Aspek-aspek yang dinilai dijabarkan secara terperinci dalam rubrik
penilaian. Rubrik tersebut dibagi menjadi dua, yaitu rubrik pengamatan dan rubrik
penilaian.
67
Rubrik Pengamatan siswa dalam proses pembelajaran
Nama Siswa Perhatian Motivasi Kerja sama Inisiatif
Rubrik Penilaian
No Aspek Penilaian Skor
4 3 2 1
1 Ketepatan nyinahang tata cara
nyolahang drama modern
2 Kepatutan nganggen sor singgih basa
3 Kepatutan nyolahang drama ke ajeng
kelase
Keterangan :
4 = Sangat baik / sangat tepat / sangat sesuai / runtut
3 = Baik / tepat / sesuai / runtut
2 = Kurang baik / kurang tepat / kurang sesuai / kurang runtut
1 = Tidak baik / tidak tepat / tidak sesuai / tidak runtut
4.1.4 Materi/ Bahan Pengajaran
Pemilihan materi merupakan komponen penting yang berpusat pada
kurikulum. Kriteria yang jelas dalam pemilihan materi ajar memberikan panduan
68
dan membantu dalam penilaian dan evaluasi. Materi ajar merupakan elemen yang
penting dalam kurikulum. Materi memberikan gambaran yang nyata dari kegiatan
kelas yang diinginkan, sebagai perwujudan kurikulum dan merupakan
pengembangan dari peran guru di kelas.
Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional material) secara garis
besar terdiri atas pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa
dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara
terperinci jenis-jenis materi pembelajaran terdiri atas pengetahuan (fakta, konsep,
prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai.
Hal-hal yang termasuk jenis materi fakta adalah nama-nama objek,
peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang, dan sebagainya. Materi
konsep meliputi pengertian, definisi, ciri khusus, komponen atau bagian suatu
objek. Materi prinsip mencakupi dalil, rumus, adagium, postulat, teorema, atau
hubungan antar konsep. Materi jenis prosedur adalah materi yang berkenaan
dengan langkah-langkah secara sistematis atau berurutan dalam mengerjakan
suatu tugas. Materi jenis sikap (afektif) adalah materi yang berkenaan dengan
sikap atau nilai, misalnya kejujuran, kasih sayang, tolong-menolong, tata krama
dan sebagainya. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
bahan ajar atau materi pembelajaran. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi
pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan. Prinsip
relevansi berarti keterkaitan.
Materi pembelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian standar
kompetensi adan kompetensi dasar. Prinsip konsistensi berarti keajekan. Jika
69
kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang
harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Prinsip kecukupan berarti
bahwa materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa
menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit
atau tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit, akan kurang membantu
mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu
banyak, akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk
mempelajarinya.
Berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran yang dijadikan acuan
dalam pembelajaran sor singgih bahasa Bali di SMP Negeri 3 Denpasar, diketahui
hanya berpedoman pada percakapan sebagai contoh. Hal ini kurang memberikan
acuan kepada siswa sehingga perlu dikembangkan lagi. Misalnya materi bisa
diambil dari pementasan drama gong, pementasan arja, ataupun pementasan
wayang sebagai pengembangan materi pelajaran.
4.1.5 Evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program
yang telah direncanakan tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat pula
untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan dengan
keputusan nilai (value judgement). Stufflebeam (Abin Syamsuddin Makmun,
1996) mengemukakan bahwa educational evaluation is the process of delineating,
obtaining, and providing useful, information for judging decision alternatif. Dari
pandangan tersebut dapat dilihat bahwa esensi evaluasi adalah memberikan
70
informasi bagi kepentingan pengambilan keputusan. Di bidang pendidikan, dapat
dilakukan evaluasi terhadap kurikulum baru, suatu kebijakan pendidikan, dan
sumber bahan ajar. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam
merencanakan evaluasi adalah sebagai berikut.
1. Objektivitas. Guru harus merencanakan alat evaluasi secara objektif dalam
arti benar-benar ingin mengetahui apa yang perlu diketahuinya. Sehubungan
dengan hal itu, alat evaluasi bentuk soal atau angket harus berhubungan
dengan kegiatan belajar mengajar mencakup metode, bahan pengajaran, dll.
Guru tidak boleh menyusun bahan evaluasi terhadap materi pembelajaran
yang belum pernah dipelajari oleh peserta didik.
2. Kegunaan dan Relevansi. Guru harus menempatkan alat evaluasi yang
betul-betul absah (valid) untuk mengukur kemajuan belajar ataupun
program pengajaran. Guru juga harus bersikap adil dalam memberikan
jumlah soal atau pertanyaan yang akan dijawab peserta didik sesuai dengan
alokasi waktu. Pengerjaan soal ujian hendaknya tidak melampaui waktu
yang dipakai dalam pengajaran.
3. Menyeluruh. Sebaiknya evaluasi yang dilakukan guru jangan bersifat
sepihak, dalam arti hanya mengukur kemajuan atau kegagalan peserta didik.
Ia juga harus berusaha menilai segi-segi lain yang berkaitan dengan
interaksi belajar mengajar.
Evaluasi yang dilakukan oleh guru mata pelajaran bahasa Bali sudah
berjalan dengan baik. Bentuk penilaian sudah mencakup tiga aspek, yaitu afektif,
kognitif, dan psikomotor. Ketiga hal tersebut didesain dalam bentuk rubrik
71
penilaian. Akan tetapi, bentuk rubrik yang dibuat masih dalam garis besarnya saja.
Rubrik tersebut kurang memerinci aspek penilaian yang diharapkan. Oleh karena
itu, siswa tidak tahu apa yang menjadi dasar penilaian terhadap dirinya.
4.2 Penguasaan Sor Singgih Bahasa Bali dalam Keterampilan Berbicara
Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Denpasar Tahun Pelajaran 2013/2014
Setiap komunikasi dalam pergaulan, dapat dipastikan memiliki tata krama.
Dalam hal ini, tata krama dalam pergaulan memerlukan etika dan
kesopansantunan berbahasa. Antara tata krama dan bahasa dalam pergaulan hidup
bermasyarakat, keduanya tidak dapat dipisahkan. Untuk menjalin suatu
komunikasi yang harmonis dan intens antara pembicara dan lawan bicara dapat
diawali dengan saling memperkenalkan diri. Di sinilah diperlukan adanya tata
krama berbahasa sehingga ada tingkat-tingkatan bahasa yang disebut sor singgih
bahasa Bali.
Tingkatan-tingkatan bahasa Bali itu mencerminkan pelapisan atau
stratifikasi sosial masyarakat penutur bahasa Bali, baik yang bersifat tradisional
maupun yang bersifat modern. Pemakaian tingkatan-tingkatan bahasa Bali pada
saat berkomunikasi perlu diperhatikan dengan baik dan berhati-hati supaya
pemilihan dan pemakaian tingkatan-tingkatan bahasanya tepat sesuai dengan
status lawan bicara, sehingga menyenangkan semua pihak, terutama antara
pembicara dan lawan bicara.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap pekerjaan siswa kelas
IX SMP Negeri 3 Denpasar, ditemukan dua kesalahan. Kesalahan–kesalahan
72
tersebut meliputi (1) kesalahan penggunaan kata (kruna), dan (2) kesalahan
penggunaan kalimat (lengkara) dalam pemakaian sor singgih bahasa Bali.
4.2.1 Kesalahan Penggunaan Kata (Kruna)
Ada empat kesalahan yang dapat diidentifikasi dalam penggunaan kata
(kruna), seperti tertera berikut ini.
1) Identifikasi kata dasar (kruna lingga) dengan kata jadian (kruna tiron)
2) Pemakaian kata dasar yang diganti dengan kata bahasa Indonesia
3) Pemakaian kata ulang
4) Pemakaian kata majemuk
Kesalahan-kesalahan yang tergambar di atas adalah berdasarkan hasil
kerja siswa. Pembahasan untuk menentukan kesalahan berdasarkan sumber acuan
yang digunakan dalam pembahasan seperti telah dipaparkan pada landasan teori.
Contoh-contoh yang dikutip dalam pembahasan mewakili kesalahan yang sama
atau kesalahan yang hampir sama dibuat oleh siswa. Demikian juga pada
pembahasan selanjutnya.
4.2.1.1 Kesalahan Identifikasi Kata Dasar (Kruna Lingga) dengan Kata
Jadian (Kruna Tiron)
Kesalahan dalam mengidentifikasi kata dasar (kruna lingga) dengan kata
jadian (kruna tiron) banyak terdapat dalam percakapan siswa. Kesalahan
identifikasi tersebut terdapat pada kalimat berikut.
73
(1) “Sane mamaca pidarta nika Pak ?”
‘Yang membaca pidato itu Pak?’
(2) Luh Sari majalan sareng timpal-timpalnyane teka uli sekolahan.
‘Luh Sari berjalan bersama teman-temannya datang dari sekolah’.
Kata dasar (kruna lingga) yang sudah mendapat imbuhan menurut buku
Tata Bahasa Baku Bahasa Bali (1996:129) akan ditulis me- di awal kata sehingga
kalimat yang benar adalah sebagai berikut.
(1) “Sane memaca pidarta nika Pak ?”
‘Yang membaca pidato itu Pak?’
(2) Luh Sari mejalan sareng timpal-timpalnyane teka uli sekolahan.
‘Luh Sari berjalan bersama teman-temannya datang dari sekolah’.
4.2.1.2 Kata Dasar Diganti dengan Bahasa Indonesia
Karena kebiasaan memakai bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari,
baik di sekolah maupun di rumah, tanpa disadari kebiasaan itu juga terjadi pada
penggunaan bahasa Bali. Pemakaian kata dalam bahasa Bali yang diganti dengan
bahasa Indonesia tampak pada kalimat berikut.
(1) Luh Sari sampun paham nyurat pidarta?
‘Luh Sari sudah paham menulis pidato?’
(2) Luh Sari lan Pak Wayan mulih ka umah masing-masing.
‘Luh Sari dan Pak Wayan pulang ke rumah masing-masing’.
(3) Tiang sekeluarga melali ka Bedugul waktu liburan semester.
‘Saya sekeluarga melancong ke Bedugul waktu liburan semester’.
74
Berdasarkan Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Bali (1996:28), kalimat yang benar
adalah sebagai berikut.
(1) . Luh Sari sampun karesep nyurat pidarta?
‘Luh Sari sudah paham menulis pidato?’
(2) Luh Sari lan Pak Wayan mulih ka umah soang-soang.
‘Luh Sari dan Pak Wayan pulang ke rumah masing-masing’.
(3) Tiang sekulawarga melali ka Bedugul duk e libur semester.
‘Saya sekeluarga melancong ke Bedugul waktu liburan semester’.
4.2.1.3 Kesalahan Kata Ulang
Ada beberapa siswa yang mengalami kesalahan penggunaan kata ulang
yang disertai kata yang menyatakan jamak. Dalam kesalahan pemakaian kata
ulang ini tidak perlu diulang dan lebih baik memakai kata yang menyatakan
jamak. Jenis pengulangan kata yang disertai kata yang menyatakan jamak terdapat
pada kalimat berikut.
(1) Para murid-murid sampun melajah?
‘Para murid-murid sudah belajar?’
(2) Rahajeng semeng para sisia-sisia.
‘Selamat pagi para siswa-siswa’.
(3) Makeh buku-buku ring perpustakaan .
‘Banyak buku-buku di perpustakaan’.
Salah satu fungsi perulangan pada kata benda (kruna aran) adalah
menyatakan makna jamak. Kata-kata yang menyatakan jamak, seperti para, liu,
75
makeh tidak perlu ditambahkan pada kata ulang. Oleh karena itulah, perulangan
kata benda tidak perlu diberikan keterangan yang menyatakan jamak atau kata itu
tidak perlu dibentuk menjadi kata ulang kalau sudah ada kata yang menyatakan
jamak. Penerapan kata benar menurut kaidah gramatika adalah sebagai berikut.
(1) Para murid sampun melajah?
‘Para murid sudah belajar?’
(2) Rahajeng semeng sisia-sisia.
‘Selamat pagi siswa-siswa’.
(3) Makeh buku ring perpustakaan .
‘Banyak buku di perpustakaan’.
4.2.1.4 Kesalahan Penggunaan Kata Majemuk
Ada beberapa siswa yang ditemukan menggunakan kalimat majemuk yang
salah. Kesalahan tersebut adalah kesalahan pemilihan pasangan kata majemuk
(kruna satma). Kesalahan penggunaan pasangan kata majemuk yang digunakan
oleh siswa terdapat pada kalimat berikut.
(1) Jegegne sekadi bulan ratih.
‘Kecantikannya bagaikan bulan ratih’.
(2) Luh Sari kulitne putih mulus
‘Luh Sari kulitnya putih mulus’.
Berdasarkan Tata Bahasa Baku Bahasa Bali (1996:168), kata majemuk
bulan ratih tidak ada maknanya. Siswa ingin menggunakan kata majemuk untuk
mengeraskan makna, tetapi karena ketidakpahaman maka menimbulkan
76
kesalahan. Beberapa kata majemuk yang ada untuk mengeraskan makna adalah
olas asih, dan tresna asih. Kata bulan dan kata ratih mempunyai makna yang
sama yaitu bulan. Jadi kalimat mubasir jika dua kata yang mempunyai makna
yang sama dibuat dalam satu kalimat. Kalimat yang benar dari kalimat di atas
adalah sebagai berikut.
(1) Jegegne sekadi bulan.
‘Kecantikannya bagaikan bulan’.
(2) Luh Sari kulitne putih gading.
‘Luh Sari kulitnya putih bersih’.
4.2.2 Kesalahan Penggunaan Kalimat (Lengkara) dalam Pemakaian Sor
Singgih Bahasa Bali
Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Bali perlu memerhatikan sor
singgih bahasa Bali dengan baik. Pemilihan dan pemakaian sor singgih bahasa
Bali yang tepat sesuai dengan status lawan bicara, situasi bicara dan tujuan
pembicaraan akan memuaskan semua pihak, terutama antara pembicara dan lawan
bicara.
Kesalahan penggunaan kalimat dalam pemakaian sor singgih bahasa Bali
merupakan penyimpangan terhadap aturan baku dalam bahasa tulis maupun lisan
yang terjadi secara sistematis. Dalam proses mempelajari suatu bahasa kesalahan
seperti ini adalah sesuatu yang wajar dan sering kali tidak terhindari. Oleh karena
itu kesalahan ini perlu dipelajari dan dicermati sehingga dapat diketahui jenis,
77
frekuensinya dan penyebabnya sehingga kemudian dapat ditemukan cara-cara
untuk mengatasi kesalahan tersebut.
Berdasarkan hasil percakapan siswa kelas IX SMP Negeri 3 Denpasar, ada
beberapa variabel kesalahan yang ditemukan dalam penggunaan sor singgih
bahasa Bali. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut.
4.2.2.1 Variabel Status Sosial atau Profesi antara Guru – Murid
Kesalahan seorang siswa saat berbicara kepada gurunya (orang pertama
sebagai golongan bawah dan lawan bicara sebagai golongan atas). Kesalahan ini
terlihat pada percakapan berikut.
Guru : “Timpal-timpal e seleg melajah lakar ulangan, Gus De enu
masih ngitungan mebalih sepak bola”.
“ Teman-teman mu rajin belajar mau ulangan, Gus De masih saja
menonton sepak bola”.
Gus De : “Inggih ampura Pak. Tiang engsap lakar ada ulangan”
“ Ia maaf Pak. Saya lupa kalau ada ulangan”.
Dari percakapan di atas dapat dilihat kesalahan pemakaian sor singgih
bahasa Bali yang dilakukan oleh Gus De. Gus De adalah seorang dari wangsa
Brahmana, yang bernama Ida Bagus Gede sedangkan gurunya adalah seorang dari
wangsa Jaba. Walaupun dari wangsa Gus De lebih tinggi daripada gurunya, dalam
situasi percakapan yang terjadi di sekolah guru harus selalu dihormati. Percakapan
yang tepat dari kesalahan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut.
78
Guru : “Timpal-timpal e seleg melajah lakar ulangan, Gus De enu
masih ngitungan mebalih sepak bola”.
“ Teman-teman mu rajin belajar mau ulangan, Gus De masih saja
menonton sepak bola”.
Gus De : “Inggih ampura Pak. Tiang lali jagi wenten ulangan”
“ Ia maaf Pak. Saya lupa kalau ada ulangan”.
Beberapa kesalahan yang sama juga terdapat dalam percakapan berikut.
Luh Sari : “Apa perbedaan impromptu lan ekstempore nika Pak?”
“ Apa perbedaan impromptu dan ekstempore itu Pak?”
Pak Guru : “Impromtu punika tata cara mapidarta sane nenten nganggen
teks, dadakan dadi masi orahang. Sane ekstempore punika
sadurung mapidarta sampun kasurat unteng-unteng nyane.
“ Impromtu itu tata cara berpidato tanpa teks atau dadakan.
Ekstempore itu sebelum berpidato sudah dibuat pokok-
pokoknya”.
Luh Sari : “Oh keto, suksma Pak”.
“ Oh begitu, terima kasih Pak”.
Dari percakapan di atas dapat dilihat kesalahan pemakaian sor singgih
bahasa Bali yang dilakukan oleh Luh Sari. Luh Sari adalah seorang siswa dari
wangsa Jaba, gurunya juga seorang dari wangsa Jaba. Walaupun wangsa wangsa
mereka sama, tetapi dalam situasi percakapan yang terjadi di sekolah guru harus
selalu dihormati. Pemakaian sor singgih bahasa Bali yang tepat adalah sebagai
berikut.
79
Luh Sari : “Napi binannyane impromptu lan ekstempore nika Pak?”
“ Apa perbedaan impromptu dan ekstempore itu Pak?”
Pak Guru : “Impromtu punika tata cara mapidarta sane nenten nganggen
teks, dadakan dadi masi orahang. Sane ekstempore punika
sadurung mapidarta sampun kasurat unteng-unteng nyane.
“ Impromtu itu tata cara berpidato tanpa teks atau dadakan.
Ekstempore itu sebelum berpidato sudah dibuat pokok-
pokoknya”.
Luh Sari : “Oh kenten, suksma Pak”.
“ Oh begitu, terima kasih Pak”.
4.2.2.2 Variabel Usia (Orang Tua-Anak)
Kesalahan seorang ayah saat berbicara kepada anaknya ( orang pertama
sebagai golongan bawah dan lawan bicara sebagai golongan atas). Kesalahan ini
terlihat pada percakapan berikut.
Putu : “Bapa suba neked dija ne, dadi dingin sajan?”
“Bapa sudah sampai di mana ini, mengapa dingin sekali?”
Bapa : “ Suba neked di Bedugul”.
“ Sudah sampai di Bedugul”.
Putu : “Ne adane Bedugul?”
“ Ini namanya Bedugul?”
Bapa : “Inggih Tu”.
“ Iya Tu”.
80
Percakapan yang benar dari kesalahan di atas adalah sebagai berikut.
Putu : “Bapa suba neked dija ne, dadi dingin sajan?”
“Bapak sudah sampai di mana ini, mengapa dingin sekali?”
Bapa : “ Suba neked di Bedugul”.
“ Sudah sampai di Bedugul”.
Putu : “Ne adane Bedugul?”
“ Ini namanya Bedugul?”
Bapa : “Ae Tu”.
“ Iya Tu”.
Jenis kesalahan yang sama juga terdapat dalam percakapan berikut.
Bapa : “Nyen milu lomba makidung di desa?”
“Siapa ikut lomba menyanyi di desa?”
Luh Sari : “Nyen gen dadi bareng, Pa?”
“Siapa saja yang boleh ikut, Pak?”
Bapa :“Sira ja nyak. Makejang dadi milu”.
“Siapa saja yang mau. Semua boleh ikut”.
Putu Arya : “Tiang suba milu, Pa”.
“Saya sudah ikut, Pak”.
Kesalahan di atas dapat diperbaiki seperti berikut.
Bapa : “Nyen milu lomba makidung di desa?”
“Siapa ikut lomba menyanyi di desa?”
Luh Sari : “Nyen gen dadi bareng, Pa?”
“Siapa saja yang boleh ikut, Pak?”
81
Bapa :“Nyen ja nyak. Makejang dadi milu”.
“Siapa saja yang mau. Semua boleh ikut”.
Putu Arya : “Tiang suba milu, Pa”.
“Saya sudah ikut, Pak”.
4.2.2.3 Variabel Wangsa
Kesalahan seperti ini sering terjadi di kalangan siswa. Dalam pergaulan di
sekolah, mereka tidak serta merta menghormati siswa lain, atau teman mereka
yang wangsanya lebih tinggi dengan memakai sor singgih bahasa Bali. Mereka
cenderung memakai bahasa Bali lumrah/ kepara. Kesalahan seperti ini dapat di
lihat dalam percakapan berikut.
Wayan Astawa : “Gung, kenken karya wisatane ibi”
“Gung, bagaimana karya wisatanya kemarin?”
Agung Ari : “Luwung Yan. Yang man ulung ibi katanjung batu”.
“Bagus Yan. Saya sempat jatuh kemarin tersandung batu”
Wayan Astawa : “Adi bisa keto?”
“Kenapa bisa begitu?”
Agung Ari : “Yang sing ninggalin jalan.”
“Saya tidak melihat jalan.”
Wayan Astawa : “Keto ba, HP gen tingalina”.
“Begitu sudah, HP saja dilihat”.
Bahasa yang dipakai dalam percakapan di atas adalah bahasa Bali
kapara/lumrah. Bahasa Bali ini sering digunakan dalam pergaulan yang sifatnya
82
akrab, misalnya sesama wangsa, sama kedudukan, sama umur, sama pendidikan,
kawan sederajat, dan bahasa kekeluargaan. Percakapan yang benar dari
percakapan di atas adalah sebagai berikut.
Wayan Astawa : “Gung, punapi karya wisatane dibi”
“Gung, bagaimana karya wisatanya kemarin?”
Agung Ari : “Luwung Yan. Yang man ulung ibi katanjung batu”.
“Bagus Yan. Saya sempat jatuh kemarin tersandung batu”
Wayan Astawa : “Dados kenten?”
“Kenapa bisa begitu?”
Agung Ari : “Yang sing ninggalin jalan.”
“Saya tidak melihat jalan.”
Wayan Astawa : “Kenten sampun, HP kemanten cingakina”.
“Begitu sudah, HP saja dilihat”.
Kesalahan serupa juga terdapat dalam percakapan berikut ini.
Gung Mas : “Tusing mulih Do? Dadi enu bersih-bersih?”
“ Tidak pulang Do? Mengapa masih bersih-bersih?”
Aldo : “Mani ada lomba kebersihan kelas Gung”.
“Besok ada lomba kebersihan kelas Gung”.
Gung Mas : “Dalam rangka apa ne?”
“Dalam rangka apa?”
Aldo : “ 17 Agustus, engsap Gung?”
“17 Agustus, lupa Gung?”
83
Pada percakapan di atas, Aldo dan Gung Mas adalah beda wangsa. Aldo
berasal dari wangsa Jaba, sedangkan Gung Mas berasal dari wangsa Brahmana.
Percakapan yang benar adalah sebagai berikut.
Gung Mas : “Tusing mulih Do? Dadi enu bersih-bersih?”
“ Tidak pulang Do? Mengapa masih bersih-bersih?”
Aldo : “Benjang wenten lomba kebersihan kelas Gung”.
“Besok ada lomba kebersihan kelas Gung”.
Gung Mas : “Dalam rangka apa ne?”
“Dalam rangka apa?”
Aldo : “ 17 Agustus lali Gung?”
“17 Agustus, lupa Gung?”
Kesalahan yang terjadi pada percakapan di bawah ini, adalah saat seorang
membicarakan ayahnya. Kedua siswa tersebut berasal dari wangsa jaba dengan
memakai bahasa Bali Andap dalam bercakap-cakap. Hal itu tercermin dari
percakapan berikut.
Bayu : “Ka, buin mani orine ngaba taluh teken bu guru”.
“Ka, besok disuruh membawa telor sama ibu guru”.
Dika : “Anggone apa Yu?”
“Untuk apa Yu?”
Bayu : “Kelas iraga lakar praktek ngae taluh asin bin mani”.
“Kelas kita akan praktek membuat telor asin besok”.
Dika : “Makelompok ne?”
“Berkelompok ini?”
84
Bayu : “Ae Yu”.
“Iya Yu”.
Dika : “Bapan tiange liu ngelah bebek, suba mataluh. Ditu
numbas lan?”
“ Bapak aku banyak punya bebek, sudah bertelur. Disana
beli yuk?”
Bayu : “Lan Yu”.
“ Ayo Yu”
Pada saat orang pertama yang diajak bicara dan yang dibicarakan sama-
sama dari golongan bawah, maka bahasa Bali yang di gunakan adalah bahasa Bali
Andap. Percakapan yang benar dari percakapan di atas adalah sebagai berikut.
Bayu : “Ka, buin mani orine ngaba taluh teken bu guru”.
“Ka, besok disuruh membawa telor sama ibu guru”.
Dika : “Anggone apa Yu?”
“Untuk apa Yu?”
Bayu : “Kelas iraga lakar praktek ngae taluh asin bin mani”.
“Kelas kita akan praktek membuat telor asin besok”.
Dika : “Makelompok ne?”
“Berkelompok ini?”
Bayu : “Ae Yu”.
“Iya Yu”.
85
Dika : “Bapan icange liu ngelah bebek, suba mataluh. Ditu meli
lan?”
“ Bapak aku banyak punya bebek, sudah bertelur. Disana
beli yuk?”
Bayu : “Lan Yu”.
“ Ayo Yu”
Percakapan berikut ini adalah kesalahan siswa saat menjawab pertanyaan
gurunya, ketika gurunya menanyakan siswa yang tidak masuk sekolah. Orang
pertama sebagai golongan bawah, yang diajak bicara sebagai golongan atas
memakai bahasa Bali Alus Singgih, kemudian yang dibicarakan berasal dari
golongan bawah memakai bahasa Bali Alus Sor.
Luh Sari : “Padasana, Panganjali!”
“Berdiri, memberi hormat!”
Semua siswa : “Om Swastiastu”.
“Om Swastiastu”.
Guru : “Om Swastiastu”.
“Om Swastiastu”.
Guru : “Sira sane tan ngranjing rahinane mangkin?”
“Siapa yang tidak masuk hari ini?”
Luh Sari : “Komang Tri, Buk”.
“Komang Tri, Buk”.
Guru : “Sapunapi dados tan ngranjing?
“Kenapa kok tidak masuk?
86
Luh Sari : “Ibuknya meninggal Buk”.
: “Ibuknya meninggal Buk”.
Percakapan di atas dapat diperbaiki seperti berikut.
Luh Sari : “Padasana, Panganjali!”
“Berdiri, memberi hormat!”
Semua siswa : “Om Swastiastu”.
“Om Swastiastu”.
Guru : “Om Swastiastu”.
“Om Swastiastu”.
Guru : “Sira sane tan ngranjing rahinane mangkin?”
“Siapa yang tidak masuk hari ini?”
Luh Sari : “Komang Tri, Buk”.
“Komang Tri, Buk”.
Guru : “Sapunapi dados tan ngranjing?
“Kenapa kok tidak masuk?
Luh Sari : “Memen ipune padem,Buk”.
: “Ibuknya meninggal Buk”.
Pada percakapan di bawah ini, terlihat kesalahan seorang siswa saat berdiskusi
dengan orang tuanya.
Putu Krisna : “Me, ba suwud nyakan?”
“Buk, sudah selesai memasak?”
Meme : “Suba, engken lane Tu?”
“Sudah, ada apa Tu?”
87
Putu Krisna : “Tiang seduk, lakar medaar malu mekere mejalan
masuk”.
: “Saya lapar, mau sarapan dulu sebelum berangkat ke
sekolah”.
Meme : “Mai nae ka paon”.
“Mari sini ke dapur”.
“Raris rauh bapane mepanganggo adat”.
“Kemudian datang bapaknya berpakian adat”.
Meme : ”Mai Pa, bareng medaar malu”.
“Sini Pak, ikut sarapan dulu”.
Bapa : “Nah Me”.
“Iya Bu”.
Putu Krisna : “Bapa lakar kijane mepanganggo adat?
“Bapak mau kemana berpakian adat?”
Bapa : “Bapa lakar nguopin ka gria”.
“Bapak mau membantu (kerja) ke gria”.
Percakapan yang benar saat orang pertama golongan bawah yang berbicara
kepada orang kedua juga sebagai golongan bawah memakai bahasa Bali Andap,
membicarakan orang ketiga dari golongan atas memakai bahasa Bali Alus
Singgih. Sehingga yang percakapan yang benar adalah sebagai berikut.
Putu Krisna : “Me, ba suwud nyakan?”
“Buk, sudah selesai memasak?”
88
Meme : “Suba, engken lane Tu?”
“Sudah, ada apa Tu?”
Putu Krisna : “Tiang seduk, lakar medaar malu mekere mejalan
masuk”.
: “Saya lapar, mau sarapan dulu sebelum berangkat ke
sekolah”.
Meme : “Mai nae ka paon”.
“Mari sini ke dapur”.
“Lantas teka bapane mepanganggo adat”.
“Kemudian datang bapaknya berpakian adat”.
Meme : ”Mai Pa, bareng medaar malu”.
“Sini Pak, ikut sarapan dulu”.
Bapa : “Nah Me”.
“Iya Bu”.
Putu Krisna : “Bapa lakar kijane mepanganggo adat?
“Bapak mau kemana berpakian adat?”
Bapa : “Bapa lakar ngayah ka gria”.
“Bapak mau membantu (kerja) ke gria”.
Kesalahan percakapan juga terjadi saat siswa hendak melakukan
persembahyangan di padmasana. Orang pertama adalah golongan bawah, yang
diajak berbicara dan yang dibicarakan adalah golongan atas harus menggunakan
bahasa Bali Alus Singgih. Kesalahan yang terlihat seperti berikut.
89
Wayan Ari : “Swastiastu Dayu”.
“Swastiastu Dayu”.
Dayu Karunia : “Swastiastu Yan”.
“Swastiastu Yan”.
: “Dadi enu di kelas, timpal-timpale suba makejang kumpul
di padmasana”.
“ Kenapa masih di kelas, teman-temanmu sudah semua
kumpul di padmasana”.
Wayan Ari : “Gusti Mangku suba ka padmasana ngabe banten?”
“Gusti Mangku sudah ke padmasana membawa banten?”
Dayu Karunia : “Suba Yan”.
“Sudah Yan”.
Wayan Ari : “Nggih Dayu, jani tiang ka padmasana”.
“Iya Dayu, sekarang saya ke padmasana”.
Percakapan yang tepat dari kesalahan siswa di atas adalah sebagai berikut.
Wayan Ari : “Swastiastu Dayu”.
“Swastiastu Dayu”.
Dayu Karunia : “Swastiastu Yan”.
“Swastiastu Yan”.
: “Dadi enu di kelas, timpal-timpale suba makejang kumpul
di padmasana”.
“ Kenapa masih di kelas, teman-temanmu sudah semua
kumpul di padmasana”.
90
Wayan Ari : “Gusti Mangku sampun ka padmasana makta banten?”
“Gusti Mangku sudah ke padmasana membawa banten?”
Dayu Karunia : “Suba Yan”.
“Sudah Yan”.
Wayan Ari : “Nggih Dayu,mangkin tiang ka padmasana”.
“Iya Dayu, sekarang saya ke padmasana”.
4.2.2.4 Variabel Jenis Kelamin dan Hubungan Keakraban
Kesalahan yang sering terjadi adalah siswa cenderung berkata kasar
terhadap teman-teman sebaya, walaupun jenis kelaminnya berbeda. Mereka
bercakap-cakap dengan temannya dengan bahasa pergaulan sehari-hari tanpa
memerhatikan makna kata tersebut. Kesalahan ini terdapat pada percakapan
berikut.
Haris (pria) : “We melajah apa to?”
“Hai belajar apa itu?”
Dwi (wanita) : “Nu melajah IPA, ci ba melajah?”
“Masih belajar IPA, kamu sudah belajar?”
Haris (pria) : “Suba, tapi bedik gen nok”.
“Sudah, tetapi sedikit saja”.
Dwi (wanita) : “Yee..nyanan kan ulangan IPA”.
“Yee.. sebentar kan ulangan IPA”.
Haris (pria) : “Ajee”.
“Benar”.
91
Dwi (wanita) : “Mai nae bareng-bareng malajah!”
“Sini sama-sama belajar!”
Percakapan yang benar dari percakapan di atas adalah sebagai berikut.
Haris (pria) : “We melajah apa to?”
“Hai belajar apa itu?”
Dwi (wanita) : “Nu melajah IPA, Haris ba melajah?”
“Masih belajar IPA, kamu sudah belajar?”
Haris (pria) : “Suba, tapi bedik gen”.
“Sudah, tetapi sedikit saja”.
Dwi (wanita) : “Yee..nyanan kan ulangan IPA”.
“Yee.. sebentar kan ulangan IPA”.
Haris (pria) : “Ajee”.
“Benar”.
Dwi (wanita) : “Mai nae bareng-bareng malajah!”
“Sini sama-sama belajar!”
Kesalahan serupa juga terdapat dalam percakapan di bawah ini.
Made Oka : “De, ci be ngae tugas PKN?”
: “ De, kamu sudah buat tugas PKN?”
Gede Nanda : “Tugas apa brow?”
“ Tugas apa brow?”
Made Oka : “Ane orine ngae presentasi to”.
“ Yang disuruh membuat presentasi itu”.
92
Gede Nanda : “Engsap nok”.
“ Lupa nok”.
Percakapan yang benar dari percakapan di atas adalah sebagai berikut.
Made Oka : “De, Gede be ngae tugas PKN?”
: “ De, kamu sudah buat tugas PKN?”
Gede Nanda : “Tugas apa ?”
“ Tugas apa ?”
Made Oka : “Ane orine ngae presentasi to”.
“ Yang disuruh membuat presentasi itu”.
Gede Nanda : “Engsap tiang”.
“ Lupa saya”.
Demikianlah gambaran penggunaan sor singgih bahasa Bali di SMP
Negeri 3 Denpasar. Berdasarkan data dan bahasan tentang sor singgih bahasa Bali
tersebut dapat disimpulkan bahwa persentase kesalahan penggunaan sor singgih
bahasa Bali cukup besar. Penguasaan sor singgih bahasa Bali siswa masih
dipengaruhi oleh bahasa pergaulan sehari-hari yang menggunakan bahasa
Indonesia.
4.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kemampuan Siswa dalam Menguasai
Keterampilan Berbicara
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa saling
memengaruhi untuk ketuntasan pembelajaran. Banyak faktor yang bisa
memengaruhi penguasaan bahasa seseorang. Berdasarkan teori yang diajukan di
93
depan, dan angket yang diberikan kepada siswa ada beberapa faktor yang
memengaruhi kemampuan siswa dalam menguasai keterampilan berbicara,
khususnya sor singgih bahasa Bali.
4.3.1 Karakteristik Peserta Didik
Seperti sudah disajikan bahwa kesalahan siswa yang paling banyak adalah
pemakaian bahasa Indonesia dalam percakapan bahasa Bali. Kesalahan
penggunaan bahasa yang disebabkan oleh faktor kebiasaan sulit diubah karena
kesalahan tersebut dianggap biasa. Pilihan kata-kata yang kurang tepat apalagi
salah akan membuat komunikasi tidak berjalan dengan baik.
Komunikasi yang dilakukan di luar pelajaran bahasa Bali, baik di sekolah
maupun di rumah, menggunakan bahasa Indonesia. Siswa cenderung
menggunakan ragam bahasa tidak resmi dalam kesehariannya. Di daerah
perkotaan seperti lingkungan SMP Negeri 3 Denpasar, siswa lebih banyak
memilih menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi. Dari hasil
pengamatan nilai siswa, wangsa seseorang tidak menjamin bisa menggunakan
bahasa Bali secara benar. Ini dibuktikan dengan nilai yang diperoleh siswa
berwangsa lebih tinggi bisa sama dengan siswa yang mempunyai wangsa lebih
rendah.
Pemerolehan bahasa anak dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh
karakteristik siswa dalam pembelajaran serta lingkungan di kelas dan di luar
kelas. Karakteristik siswa merupakan salah satu variabel dari kondisi pengajaran.
Variabel sebagai aspek atau kualitas seorang siswa berupa bakat, minat, sikap,
94
motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berpikir, dan kemampuan awal yang
dimiliki. Dalam proses berlangsungnya pembelajaran, siswa memerlukan
perhatian, mendengarkan dengan saksama, membaca buku pelajaran, dan
mencatat bahan ajar yang diberikan guru. Dengan jumlah siswa tiap kelas 33
orang, maka pembelajaran dapat dilakukan dengan efektif. Guru dapat mengawasi
setiap siswa dengan baik.
4.3.2 Bahan Ajar
Kemampuan guru dalam meyampaikan materi sangat diperlukan supaya
proses pembelajaran berjalan dengan baik. Materi yang disajikan harus
dipersiapkan sebelumnya. Dalam pembelajaran sor singgih bahasa Bali, guru
hanya memakai contoh percakapan sederhana sebagai acuan dalam pembelajaran.
Hal ini menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam memahami pemakaian
sor singgih bahasa Bali dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai bahan pertimbangan, materi penunjang lainnya yang bisa
dijadikan acuan. Materi yang dapat menunjukkan di mana sor singgih itu
digunakan, bagaimana pemakaiannya, siapa yang memakai. Dengan tersedianya
projektor di setiap kelas, seharusnya bisa memudahkan guru untuk mengajarkan
sor singgih bahasa Bali. Guru bisa dengan mudah memutarkan video yang
berisikan percakapan menggunakan sor singgih bahasa Bali. Misalnya video
drama gong maupun video wayang kulit. Dengan demikian siswa dapat melihat
secara langsung bagaimana penggunaan sor singgih bahasa Bali dalam kehidupan
sehari-hari.
95
4.3.3 Waktu yang Tersedia
Waktu yang disediakan dalam satu minggu hanya 2 x 40 menit. Dengan
keterbatasan waktu yang tersedia, maka akan menyulitkan guru dalam mengatur
pemberian materi kepada siswa. Perhitungan waktu harus benar-benar
diperhatikan dalam penyampaian materi pembelajaran. Guru harus pintar
mengatur waktu secara efektif untuk mencapai ketuntasan. Kendala akan sering
muncul pada saat guru berhalangan hadir karena sakit, penataran, dan ijin upacara
keagamaan. Hal ini menyebabkan semakin sedikit jumlah tatap muka yang bisa
dilakukan oleh guru, sehingga siswa lebih sering mengerjakan tugas sendiri, tanpa
penjelasan materi sebelumnya
4.3.4 Sarana dan Prasarana Belajar
Pembelajaran yang diberikan oleh guru terhadap siswa bertujuan untuk
pencapaian ketuntasan peserta didik. Kompetensi dasar yang merupakan titik
tolak yang digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan kurikulum 2004
diberlakukan sesuai dengan PP Nomor 22, Tahun 2006. Sarana dan Prasarana
yang terdapat di SMP Negeri 3 Denpasar sudah cukup memadai, sarana
pembelajaran seperti buku paket, kamus, peta, alat peraga sudah tersedia.
Prasarana juga sudah ada misalnya laboratorium bahasa, ruang belajar yang
dilengkapi dengan projektor, kelas yang luas dan jumlah siswa yang cukup ideal.
Sarana yang dipakai siswa untuk mencapai ketuntasan kompetensi dasar adalah
buku paket dan lembar kerja siswa (LKS). Prasarana yang digunakan di SMP
Negeri 3 Denpasar sebagai penunjang proses pembelajaran, yaitu ruang kelas
96
yang memadai, perpustakaan, dan majalah dinding. Majalah dinding disediakan
untuk menempatkan hasil karya siswa dalam berbahasa Bali, misalnya puisi,
karangan, percakapan, dan cerita pendek. Hal ini bertujuan untuk menarik minat
siswa yang lainnya untuk menulis hasil karya berbahasa Bali dan membuat siswa
tertarik untuk membaca sehingga siswa lebih banyak mengetahui dan memahami
bahasa Bali
4.3.5 Kemampuan Pengajar Memilih dan Menggunakan Strategi
Pembelajaran Bahasa
Pengajaran yang diberikan oleh guru di sekolah ini adalah dengan metode
ceramah, diskusi, tanya jawab, bermain peran dan penugasan. Akan tetapi dalam
kenyataannya metode yang lebih sering digunakan dalam proses pembelajaran
adalah metode ceramah. Kreatifitas seorang guru dalam memadukan metode
pembelajaran sangat diperlukan dalam hal ini. Bagaimana menghidupkan suasana
kelas, sehingga pembelajaran yang diberikan menjadi lebih menarik. Dengan
demikian peserta didik akan lebih bergairah dalam belajar.
Di samping beberapa faktor yang diuraikan di atas, faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kemampuan siswa dalam menguasai sor singgih bahasa Bali
sesuai dengan angket yang diberikan kepada siswa adalah sebagai berikut.
4.3.6 Bahasa Keseharian di Rumah
Berdasarkan angket yang diberikan kepada siswa, dari 66 siswa yang
menjadi sampel penelitian ini, hanya 5 orang yang memakai bahasa Bali sebagai
97
bahasa keseharian di rumah. Hal ini berdampak signifikan terhadap kemampuan
siswa dalam menguasai sor singgih bahasa Bali. Siswa yang memakai bahasa Bali
dalam setiap komunikasi yang dilakukan di rumah, baik dengan orang tua maupun
dengan temannya akan lebih mudah dan lebih cepat memahami sor singgih
bahasa Bali. Hal ini dapat dilihat dari pekerjaan siswa yang memakai bahasa Bali
di rumahnya lebih baik. Kelima siswa ini lebih menguasai sor singgih bahasa Bali
daripada temannya. Mereka juga lebih terampil memakai sor singgih bahasa Bali
dalam percakapan yang dilakukan bersama temannya. Keterampilan siswa
menguasai sor singgih bahasa Bali tidak terlepas dari peran orang tua
mengajarkannya di rumah.
4.3.7 Motivasi Siswa Untuk Belajar Bahasa Bali
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, siswa lebih berminat menguasai
bahasa asing dibandingkan dengan menguasai bahasa Bali. Dari 66 siswa yang
dipakai sampel penelitian, hanya 12 orang yang ingin bisa berbahasa Bali
sedangkan sisanya ingin mendapatkan nilai dari pelajaran bahasa Bali. Ini
membuktikan bahwa motivasi mereka mengikuti pelajaran bahasa Bali hanya
ingin mendapatkan nilai. Tidak ada motivasi untuk bisa berbahasa Bali yang baik
dan benar. Kurangnya peran guru untuk memotivasi siswa dalam belajar bahasa
Bali juga mempengaruhi minat siswa terhadap pelajaran bahasa Bali. Siswa lebih
tertarik belajar bahasa asing karena lebih menyenangkan. Hal ini tidak terlepas
dari kemampuan guru membuat pelajaran tersebut menjadi lebih menarik.
98
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan permasalahan yang ada
dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut.
1) Proses pembelajaran sor singgih bahasa Bali dalam keterampilan berbicara
siswa kelas IX SMP Negeri 3 Denpasar tahun pelajaran 2013/2014 sudah
sesuai dengan kurikulum yang dipakai. Ada beberapa kekurangan dalam
perangkat pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran.
Kekurangan tersebut, antara lain jam pelajaran yang hanya dua jam per
minggu (2 x 40 menit) menjadi kendala bagi guru untuk mencapai
pembelajaran yang optimal sangat sulit. Dalam kurikulum tidak tercantum
sumber belajar yang dijadikan acuan dalam proses pembelajaran. Silabus
yang dijadikan acuan dalam proses pembelajaran tidak merinci karakter
siswa yang diinginkan sehingga siswa tidak mengetahui apa yang
diinginkan setelah pembelajaran tersebut diberikan. Sumber belajar yang
digunakan guru hanya naskah drama, tidak ada sumber lain yang diberikan
seperti video percakapan dalam drama gong atau wayang kulit sebagai
penunjang kegiatan pembelajaran.
2) Penguasaan sor singgih bahasa Bali siswa dalam keterampilan berbicara
tergolong cukup baik. Beberapa variabel kesalahan yang dialami siswa
meliputi (1) kesalahan penggunaan kata (kruna), dan (2) kesalahan
penggunaan kalimat (lengkara) dalam pemakaian sor singgih bahasa Bali.
98
99
3) Faktor-faktor yang memengaruhi kemampuan siswa dalam menguasai
keterampilan berbicara meliputi beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut
adalah sebaga berikut. (1) Karakteristik peserta didik yang merupakan
variabel dalam proses pembelajaran. Variabel sebagai aspek atau kualitas
siswa berupa bakat, minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar,
kemampuan berpikir, dan kemampuan awal yang dimiliki. (2) Bahan ajar.
(3) Waktu yang tersedia. (4) Sarana dan prasarana belajar, (5) Kemampuan
pengajar memilih dan menggunakan strategi pembelajaran bahasa, (6)
Bahasa Keseharian di Rumah, dan (7) Motivasi Siswa Untuk Menguasai
Bahasa Bali.
5.2 Saran
Dalam pembelajaran sor singgih bahasa Bali di tingkat SMP masih banyak
hal yang perlu diperbaiki, baik dari perangkat pembelajaran (kurikulum, silabus,
RPP, sumber belajar, media pembelajaran) maupun dari faktor guru itu sendiri.
Pembelajaran bahasa Bali khususnya pembelajaran sor singgih bahasa Bali bisa
lebih memanfaatkan video-video wayang dan drama gong dalam pembelajaran
sehingga siswa lebih cepat mengerti bagaimana sor singgih itu digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Selain pemanfaatan video dalam proses pembelajaran,
pihak sekolah juga bisa mengadakan sehari seminggu untuk memakai bahasa Bali
di lingkungan sekolah, misalnya hari Sabtu, khusus dipakai untuk berbahasa Bali.
Dengan demikian, siswa akan lebih bergairah mempelajari bahasa Bali.
100
DAFTAR PUSTAKA
Adiputra, I Gusti Ngurah Purnama. 2010. “Kemampuan Memahami Anggah-Ungguhing Basa Bali dalam Teks Drama Gong Lokika Sanggraha Siswa Kelas XI SMA Negeri Abiansemal Tahun Pelajaran 2009/2010” (Skripsi). Denpasar: IKIP PGRI Bali.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta : Renika Cipta Arsjad, M. G dan u.s Mukti. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara. Jakarta:
Erlangga. Assumpta, Sr Maria. R. 2002. Dasar-Dasar Publik Relation. Jakarta: PT
Grasindo. Badudu, J.S. 1987. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima.
Darjowidjojo, Soenjono. 2008. Psikolinguistik. Memahami Asas Pemerolehan Bahasa. Kuala Lumpur: PTS Profesional.
Dewi, Ni Kadek Sintha. 2011. “Meningkatkan Kemampuan Berbicara Melalui Masatua Siswa Kelas VIII SMP Gurukula Bangli Tahun Pelajaran 2010/2011” (Skripsi). Denpasar. IKIP PGRI Bali.
Ghazali, Syukur. 2010. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dengan Pendekatan Komunikatif-Interaktif. Malang: Refika Aditama.
Hadi, Sutrisno. 1987. Statistik Jilid II. Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM.
Harmer, Jeremy. 1983. The Practice of English Language Teaching. London: Longman.
http://gora.edublogs.org/2007/12/27/ayo-produksi-sendiri-video-, diakses 15 Oktober 2012 pukul 10.10 Wita.
http://id.wikipedia.org/wiki/Video, diakses 15 Oktober 2012 pukul 10.10 Wita.
Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Jakarta: Gaung Persada Press.
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
101
Kersten. J. 1983. Garis Besar Tata Bahasa Bali. Denpasar: Unud.
Narayana, Ida Bgs. 1984. Majalah Widya Pustaka. Denpasar: Unud.
Netra, I.B. 1974. Metodologi Penelitian. Singaraja : Biro Penelitian dan Penerbitan Unud.
Nurgiantoro, Burhan. 2001. Penilaian Pengajaran Bahasa dan Sastra (Edisi ke-3). Yogyakarta: BPFE
Pratiwi. I.A. Ekayudha. 2011. “Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan Metode Debat Plus dalam Proses Pembelajaran Bahasa Inggris pada Siswa Kelas XI IPA SMA Pariwisata Kertha Wisata Denpasar” (Tesis). Denpasar: Unud.
Purwantini, A.A. Diah. 2011. “Penerapan CALL dalam Meningkatkan Hasil Belajar Kemampuan Berbicara dalam Bahasa Inggris Siswa Kelas XI SMK N Kubu Bangli Tahun Pelajaran 2010/2011” (Tesis). Denpasar: Unud.
Richards, Jack C. & Rodgers, Theodore S. 1993. Approachs and Methods in Lenguage Teaching. Cambridge University Press.
Saddhono, Kundharu & Slamet, St. Y. 2012. Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia (Teori dan Aplikasi). Bandung: Karya Putra Darwati.
Suarjana Putra, I Nyoman. 2007. “Sor-Singgih Basa Bali”. Denpasar: Tohpati Grafika.
Suasta, Ida Bagus Made. 1997. “Berpidato dengan Bahasa Bali”. Denpasar
Sudarmayanti, Desak Made. 2010. “Kemampuan Memahami Anggah-Ungguhing Lengkara Basa Bali Siswa Kelas XII SMA Negeri 1 Nusa Penida, Klungkung Tahun Pelajaran 2009/2010” (Skripsi). Denpasar: IKIP PGRI Bali.
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. 2007. Statistik untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
Tarigan, Djago. 1991. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia 1. Jakarta; Dikti, Depdikbud.
Tarigan, Henry Guntur. 1983. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
102
Tarigan, Henry Guntur. 1993. Menyimak sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Tinggen, I Nengah. 1998. Aneka Rupa Paribasa Bali. Singaraja : Rhika Dewata.
Tim Penyusun, 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
103
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 01: Kurikulum Bahasa Bali SMP Negeri 3 Denpasar
Lampiran 02: Silabus Bahasa Bali SMP Negeri 3 Denpasar
Lampiran 03: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran SMP Negeri 3
Denpasar
Lampiran 04: Lembar Angket
104
PEMERINTAH KOTA DENPASAR
DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA DENPASAR
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 3 DENPASAR
Jalan Jepun No 5 Denpasar Bali, telepon (0361) 224546, Fax (0361)422688
Website : www.smpn3dps.com,mailto:[email protected]
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 4
Satuan Pendidikan : SMP
Mata Pelajaran : Bahasa Bali
Kelas / Semester : IX / 2
Aspek : Berbicara
X. STANDAR KOMPETENSI :
6. Mampu mengemukakan gagasan, perasaan dan imajinasi secara
komunikatif melalui sastra dan basa basita.
XI. KOMPETENSI DASAR :
6.1 Bermain drama sesuai dengan sor singgih basa.
XII. INDIKATOR :
3. Membahas pemestasan drama melalui kegiatan diskusi
4. Memberikan komentar kekurangan yang terjadi dalam pementasan
drama berdasarkan hasil diskusi.
XIII. TUJUAN PEMBELAJARAN :
Setelah kegiatan belajar mengajar selesai siswa dapat:
3. Membahas pementasan drama melalui kegiatan diskusi.
4. Memberi komentar kekurangan yang terjadi dalam pementasan drama
berdasarkan hasil diskusi terutama mengenai sor singgih basa dalam
dialog.
105
XIV. MATERI PEMBELAJARAN
Teks (naskah) drama ngangen basa Bali sane mamurda “Katemu ring
Pasar”.
Dayu Manik katemu sareng Luh Sari ring Pasar Kumbasari. Irika raris
saling mareraosan.
Luh Sari : “Om Swastiastu, jagi numbas napi Dayu?”
Dayu Manik : “Ye Luh Sari, niki tiang meli canang”.
Luh Sari : “Pidan Dayu rauh saking Jawi?”
Dayu Manik : “Suba puan luh, men luh meli apa ento?”
Luh Sari : “Titiang numbas ulam Dayu. Sami sametone
budal?”
Dayu Manik : ”Ae konyang mulih Luh”.
Luh Sari : “Kari Dayu ngranjing ring UGM Jogjakarta?”
Dayu Manik : “Nu luh, nu sedeng ngae skripsine. Men luh dija
masuk jani?”
Luh Sari : “Titiang kuliah irika ring Unud Dayu”.
Dayu Manik : “Jurusan apa kal alih ditu?”
Luh Sari : “Titiang ngrereh jurusan basa Bali.”
Dayu Manik : “Dadi ngalih jurusan ento?”
Luh Sari : “ Santukan basa Bali ne sampun karasa
ngreredin!”
Dayu Manik : “Luwung pesan ento luh. Selegan malajah pang
kanti dadi sarjana!”
Luh Sari : “Inggih suksma Dayu”.
Drama Bali Modern (Anyar) miwah Drama Bali Tradisional (Klasik).
Drama Bali Modern kabaos Sandiwara, Drama sane lelampahanne
nyatuayang indik aab gumine sane mangkin inggih punika: sane
masesolahan indik sakancan ring jeroan kulawarga, banjar, masyarakat,
miwah sane lianan.
106
Cihna (ciri) Drama Bali Modern :
1. Lelintihane nganggen naskah.
2. Nganggen Sutradara.
3. Nganggen tutur (dialog), dekorasi, tata lampu, busana miwah iringan
musik.
4. Para pragina nenten dados mareraosan ring penonton.
Ring Bali wenten perkumpulan Drama Bali Modern sane kabaos Teater
utawi Sanggar.
Drama Bali Tradisional utawi Drama Klasik punika, Drama sane
lelampahanne nyatuayang indik satua ring Puri (Istana), aab gumine sane
riin tur nganggen gong, gagendingan miwah busana Bali.
Cihna (Ciri) Drama Bali Tradisional (Klasik) :
1. Lelintihan satua nenten nganggen naskah.
2. Nenten wenten sutradara.
3. Nganggen gambelan, gagendingan, rangki (panggung), lampu miwah
busana Bali.
Sangh pragina
4. Dados mabebaosan ring para penonton.
Conto : Arja, Gambuh, Sendratari, miwah sne lianan.
Sarana sane kaanggen ngwangun Drama mangda prasida nyolahang
Dramane sane becik inggih punika: Sutradara, Pemain, Naskah Drama,
Genah (Bloking), panggung Penonton, Tata Suara, Tata Lampu.
XV. ALOKASI WAKTU : 2 x 40 Menit
XVI. METODE PEMBELAJARAN
Diskusi
Tanya jawab
Bermain peran
Penugasan
107
XVII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
NO STRUKTUR KEGIATAN
PEMBELAJARAN
WAKTU
1
2
Kegiatan awal
Kegiatan inti
- Salam ( Panganjali
Umat)
- Absensi siswa
- Menyampaikan tujuan
pembelajaran
- Melakukan apersepsi
Eksplorasi
- Siswa menyebutkan
bermacam-macam drama
yang pernah ditonton.
Elaborasi
- Siswa membentuk
kelompok untuk
membuat drama dan
memainkan ke muka
kelas (menunjukkan
sikap percaya diri).
- Kelompok siswa yang
lain mengomentari sor
singgih basa dalam
dialog ( berkomunikasi
dan berinteraksi secara
efektif dan santun)
Konfirmasi
- Guru memberi
penguatan terhadap
10 menit
50 menit
108
3
Kegiatan Akhir
permainan drama siswa
yang sudah sesuai
dengan sor singgih basa
dan memberikan
petunjuk bagi kelompok
yang dianggap masih
kurang dalam sor singgih
basa.
- Merangkum materi
tentang drama dan sor
singgih basa.
- Menugaskan siswa
secara berkelompok
untuk berlatih drama
dirumah.
- Menyampaikan rencana
pembelajaran berikutnya.
20 menit
XVIII. SUMBER BELAJAR
- Buku Apresiasi sastra Bali
- Buku Paket Pangkaja Sari
- Naskah Drama yang berjudul “Katemu ring Pasar”.
XIX. PENILAIAN
d. Bentuk tagihan Kognitif
- Kemampuan mendiskusikan pementasan drama
e. Bentuk tagihan Psikomotorik
- Kemampuan memakai sor singgih basa dalam drama bermain
peran dalam pementasan drama
f. Prosedur penilaian:
- Tehnik : tes lisan
109
- Bentuk Instrument : penggunaan sor singgih basa dan
penampilan
- Contoh Instrument :
Indayang mangkin soang-soang kelompok siswa mangda makarya
drama lan nyolahang naskah dramane punika ka ajeng kelase.
Rubrik Pengamatan siswa dalam proses pembelajaran
Nama Siswa Perhatian Motivasi Kerjasama Inisiatif
110
Rubrik Penilaian
No Aspek Penelitian Skor
4 3 2 1
1 Ketepatan nyinahang tata cara nyolahang
drama modern
2 Kepatutan nganggen sor singgih basa
3 Kepatutan nyolahang drama ke ajeng
kelase
Keterangan :
4 = Sangat baik / sangat tepat / sangat sesuai / runtut.
3 = Baik / tepat / sesuai / runtut.
2 = Kurang baik / kurang tepat / kurang sesuai / kurang runtut.
1 = Tidak baik / tidak tepat / tidak sesuai / tidak runtut.
Mengetahui Denpasar, 19 Agustus 2013
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran,
Drs. I Made Darma, M.Pd. Ni Wayan Renun, S. Pd. NIP 19521019 197603 1 002 NIP 19610814 198403 2 008
111
LEMBAR ANGKET
Nama : …………………………………………….
Kelas : ……………………………………..……..
No : ……………………………………………
Jawablah pertanyaan di bawah ini!
1. Bahasa apa yang kamu pakai keseharian di rumah bersama orang tua dan keluarga? ………………………………………………………………………............Bahasa apa yang kamu pakai jika bertemu teman sebaya di rumah? ………………………………………………………………………………Bahasa apa yang kamu pakai sehari-hari di sekolah? ………………………………………………………………………………Apakah di rumah pernah diajari bahasa Bali oleh orang tuamu? ………………………………………………………………………………Jika pernah bahasa Bali apa? ASI, ASO, bahasa Bali Kepara? ………………………………………………………………………………Kalau kamu bertemu dengan gurumu di luar sekolah, bahasa apa yang biasanya kamu pakai dalam berkomunikasi? ………………………………………………………………………………Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, apakah bahasa Bali masih penting untuk kamu pelajari? ………………………………………………………………………………Apakah motivasi kamu belajar bahasa Bali? a. Hanya ingin mendapatkan nilai. b. Ingin bisa berbahasa Bali
2. Apakah bahasa Bali susah dipelajari? ………………………………………………………………………………Tulislah nama kedua orang tua mu? ………………………………………………………………………………