4
Catatan Teknis Apa itu akses terhadap jasa keuangan/ sistem keuangan inklusif? Pembiayaan mikro menjadi sangat populer dalam beberapa tahun terakhir dan operasi kredit mikro berkembang pesat di seluruh dunia. Pinjaman dalam skala kecil bagi wirausahawan yang berasal dari rumah tangga miskin dapat membantu mereka untuk memperoleh penghasilan dan keluar dari kemiskinan. Dari pembiayaan mikro muncul konsep yang lebih luas yaitu akses terhadap jasa keuangan dan sistem keuangan inklusif, yang merujuk pada tingkat aksesibilitas individu atau perusahaan akan jasa dan produk keuangan seperti tabungan, kredit dan asuransi. Berbeda dengan pandangan umum, akses terhadap jasa keuangan tidak hanya terbatas kepada penyediaan kredit mikro, tetapi juga termasuk pembentukan aset keuangan dalam bentuk produk tabungan, serta konsep pengurangan risiko keuangan terhadap hal-hal yang tidak terduga melalui skema asuransi. Untuk mengukur tingkat akses terhadap jasa keuangan di Indonesia, Bank Dunia telah melakukan penelitian dengan melihat sisi permintaan dan penawaran akses terhadap jasa keuangan, serta kerangka peraturan terkait yang berlaku. Dimana posisi Indonesia saat ini? Besarnya PDB per kapita Indonesia pada tahun 2009 1 adalah sebesar USD 4.204,8. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar separuh dari penduduk memiliki akses terhadap jasa keuangan formal. Tingkat akses keuangan formal Indonesia berada di bawah Malaysia, Thailand dan Sri Lanka, namun masih lebih baik dari Bangladesh dan Filipina. Aspek sisi permintaan: Produk dan jasa apa yang dibutuhkan? Apa yang saat ini tersedia bagi mereka? Hasil survei rumah tangga menunjukkan adanya permintaan akan berbagai jenis jasa keuangan. Dari berbagai jenis tersebut, jasa keuangan yang terpenting adalah rekening tabungan bank; lebih dari 40% responden memiliki rekening tabungan bank, sementara hanya 17% yang meminjam dari bank. Alasan utama untuk memiliki rekening tabungan bank adalah ‘jaminan keamanan’. 1 Angka itu adalah PDB per kapita, PPP (dalam internasional $), Bank Dunia (2010b); Indikator Pembangunan Dunia. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa pendapatan per kapita dan populasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi jangkauan pelayanan sistem perbankan umum di Indonesia. Walaupun bank umum memiliki wilayah jangkauan yang luas, namun pelayanan mereka tidak cukup dalam hingga ke tingkatan masyarakat Indonesia yang lebih miskin. Tabungan: Hampir 20% dari penduduk Indonesia menabung secara informal Dari 68% penduduk Indonesia yang menabung, hanya 47% yang menabung di bank. Data ini menunjukkan keberadaan potensi pasar yang besar bagi bank umum. Ketika melihat alasan keterbatasan jangkauan, akses fisik ke kantor cabang bank/ATM bukanlah merupakan masalah umum bagi nasabah bank. Masalahnya lebih terletak pada buruknya persepsi akan berbagai produk tabungan seperti tabungan yang ditawarkan bank umum. Produk- produk tersebut dianggap memiliki biaya pemeliharaan yang tinggi dan diperparah dengan rendahnya tingkat pemahaman Makna Penting: Akses terhadap jasa keuangan formal telah diakui secara luas akan peranan pentingnya di dalam meningkatkan sistem ekonomi dan keuangan yang inklusif, mengurangi ketimpangan pendapatan dan pemberantasan kemiskinan di seluruh dunia. Akan tetapi, hanya sekitar setengah dari penduduk Indonesia yang memiliki akses terhadap jasa keuangan formal. Bank umum, yang mendominasi sektor keuangan Indonesia, secara relatif hanya melayani sebagian kecil rumah tangga Indonesia. Kurang dari setengah penduduk Indonesia yang memiliki tabungan di bank, sementara hanya 17% penduduk yang meminjam dari bank. Peningkatan akses terhadap jasa keuangan formal tidak hanya akan memberikan manfaat secara ekonomi dan sosial; tetapi juga akan memberikan keuntungan bagi Pemerintah dan bank umum. Di Indonesia, masih terdapat sejumlah besar permintaan yang belum terpenuhi dimana konsumen menginginkan layanan keuangan formal namun tidak dapat memperolehnya, karena berbagai sebab, seperti tidak adanya produk yang tepat dan keterpencilan daerah mereka secara geografis. Kebijakan-kebijakan di masa lalu umumnya hanya menekankan pada pemeliharaan stabilitas sektor keuangan secara menyeluruh. Padahal, stabilitas dan peningkatan akses dapat dicapai secara beriringan. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan data, analisis dan rekomendasi bagi penyusun kebijakan yang dapat membantu meningkatkan akses terhadap jasa keuangan di Indonesia. November 2010 Pengembangan Sektor Keuangan Peningkatan Akses terhadap Jasa Keuangan: Analisis dan Ide-Ide bagi para Penyusun Kebijakan Gambar 1. Proporsi penduduk yang memiliki akses keuangan formal 0 20 40 60 80 100 % Sumber: Bank Dunia (2008); Bank Dunia (2009a). Gambar 2. Tingkat aksesibilitas jasa simpanan 0% 20% 40% 60% 80% 100% Bank Formal lainnya Hanya Informal Tidak menabung 68% Terlayani jasa simpanan 32% Tidak terlayani Sumber: Bank Dunia (2009a). Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized

Peningkatan Akses terhadap Jasa Keuangan: Analisis dan Ide ... · hanya 17% yang meminjam dari bank. Alasan utama untuk memiliki rekening tabungan bank adalah ‘jaminan keamanan’

  • Upload
    dodang

  • View
    215

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Catatan Teknis

Apa itu akses terhadap jasa keuangan/ sistem keuangan inklusif?

Pembiayaan mikro menjadi sangat populer dalam beberapa tahun terakhir dan operasi kredit mikro berkembang pesat di seluruh dunia. Pinjaman dalam skala kecil bagi wirausahawan yang berasal dari rumah tangga miskin dapat membantu mereka untuk memperoleh penghasilan dan keluar dari kemiskinan.

Dari pembiayaan mikro muncul konsep yang lebih luas yaitu akses terhadap jasa keuangan dan sistem keuangan inklusif, yang merujuk pada tingkat aksesibilitas individu atau perusahaan akan jasa dan produk keuangan seperti tabungan, kredit dan asuransi. Berbeda dengan pandangan umum, akses terhadap jasa keuangan tidak hanya terbatas kepada penyediaan kredit mikro, tetapi juga termasuk pembentukan aset keuangan dalam bentuk produk tabungan, serta konsep pengurangan risiko keuangan terhadap hal-hal yang tidak terduga melalui skema asuransi.

Untuk mengukur tingkat akses terhadap jasa keuangan di Indonesia, Bank Dunia telah melakukan penelitian dengan melihat sisi permintaan dan penawaran akses terhadap jasa keuangan, serta kerangka peraturan terkait yang berlaku.

Dimana posisi Indonesia saat ini?

Besarnya PDB per kapita Indonesia pada

tahun 20091 adalah sebesar USD 4.204,8. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar separuh dari penduduk memiliki akses terhadap jasa keuangan formal.

Tingkat akses keuangan formal Indonesia berada di bawah Malaysia, Thailand dan Sri Lanka, namun masih lebih baik dari Bangladesh dan Filipina.

Aspek sisi permintaan: Produk dan jasa apa yang dibutuhkan? Apa yang saat ini tersedia bagi mereka?

Hasil survei rumah tangga menunjukkan adanya permintaan akan berbagai jenis jasa keuangan. Dari berbagai jenis tersebut, jasa keuangan yang terpenting adalah rekening tabungan bank; lebih dari 40% responden memiliki rekening tabungan bank, sementara hanya 17% yang meminjam dari bank. Alasan utama untuk memiliki rekening tabungan bank adalah ‘jaminan keamanan’.

1 Angka itu adalah PDB per kapita, PPP (dalam internasional $), Bank Dunia (2010b); Indikator Pembangunan Dunia.

Sejumlah bukti menunjukkan bahwa pendapatan per kapita dan populasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi jangkauan pelayanan sistem perbankan umum di Indonesia. Walaupun bank umum memiliki wilayah jangkauan yang luas, namun pelayanan mereka tidak cukup dalam hingga ke tingkatan masyarakat Indonesia yang lebih miskin.

Tabungan: Hampir 20% dari penduduk Indonesia menabung secara informal

Dari 68% penduduk Indonesia yang menabung, hanya 47% yang menabung di bank. Data ini menunjukkan keberadaan potensi pasar yang besar bagi bank umum.

Ketika melihat alasan keterbatasan jangkauan, akses fisik ke kantor cabang bank/ATM bukanlah merupakan masalah umum bagi nasabah bank. Masalahnya lebih terletak pada buruknya persepsi akan berbagai produk tabungan seperti tabungan yang ditawarkan bank umum. Produk-produk tersebut dianggap memiliki biaya pemeliharaan yang tinggi dan diperparah dengan rendahnya tingkat pemahaman

Makna Penting:Akses terhadap jasa keuangan formal telah diakui secara luas akan peranan pentingnya di dalam meningkatkan sistem ekonomi dan keuangan yang inklusif, mengurangi ketimpangan pendapatan dan pemberantasan kemiskinan di seluruh dunia. Akan tetapi, hanya sekitar setengah dari penduduk Indonesia yang memiliki akses terhadap jasa keuangan formal. Bank umum, yang mendominasi sektor keuangan Indonesia, secara relatif hanya melayani sebagian kecil rumah tangga Indonesia. Kurang dari setengah penduduk Indonesia yang memiliki tabungan di bank, sementara hanya 17% penduduk yang meminjam dari bank. Peningkatan akses terhadap jasa keuangan formal tidak hanya akan memberikan manfaat secara ekonomi dan sosial; tetapi juga akan memberikan keuntungan bagi Pemerintah dan bank umum. Di Indonesia, masih terdapat sejumlah besar permintaan yang belum terpenuhi dimana konsumen menginginkan layanan keuangan formal namun tidak dapat memperolehnya, karena berbagai sebab, seperti tidak adanya produk yang tepat dan keterpencilan daerah mereka secara geografis. Kebijakan-kebijakan di masa lalu umumnya hanya menekankan pada pemeliharaan stabilitas sektor keuangan secara menyeluruh. Padahal, stabilitas dan peningkatan akses dapat dicapai secara beriringan. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan data, analisis dan rekomendasi bagi penyusun kebijakan yang dapat membantu meningkatkan akses terhadap jasa keuangan di Indonesia.

November 2010

Pengembangan Sektor Keuangan

Peningkatan Akses terhadap Jasa Keuangan: Analisis dan Ide-Ide bagi para Penyusun Kebijakan

Gambar 1. Proporsi penduduk yang memiliki akses keuangan formal

0

20

40

60

80

100%

Sumber: Bank Dunia (2008); Bank Dunia (2009a).

Gambar 2. Tingkat aksesibilitas jasa simpanan

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Bank Formal lainnya Hanya Informal Tidak menabung

68% Terlayani jasa simpanan

32% Tidak terlayani

Sumber: Bank Dunia (2009a).

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

wb370910
Typewritten Text
59829

keuangan mengenai cara menabung secara formal. Tingginya biaya administrasi bulanan dan besaran persyaratan saldo minimum merupakan hambatan akan akses tabungan formal.

Pinjaman dan kredit: Hampir 33% penduduk Indonesia meminjam secara informal

Survei rumah tangga tentang permintaan akan pinjaman menunjukkan bahwa cukup banyak penduduk Indonesia (60%) yang meminjam uang. Akan tetapi hanya 27% penduduk yang meminjam dari bank atau lembaga keuangan mikro (LKM).

Sebagian besar penduduk meminjam dari sumber informal, seperti dari teman atau keluarga. Hasil survei juga menunjukkan bahwa sumber pembiayaan formal lebih sering digunakan untuk pinjaman usaha, sementara sumber-sumber informal lebih digunakan untuk kepentingan konsumsi.

Suku bunga: Suku bunga yang ditetapkan untuk pinjaman sangat bervariasi. Kredit dari bank umum dapat diperoleh dengan suku bunga sekitar 25% per tahun. Sementara pinjaman dari LKM dan skema kesejahteraan memiliki suku bunga di atas 40%. Perlu dicatat bahwa bank dan beberapa LKM menawarkan suku bunga yang lebih rendah bila sang peminjam memiliki rekening tabungan di bank. Dengan demikian, cara sederhana untuk menekan biaya pinjaman adalah dengan membuka rekening tabungan di bank, yang berguna sebagai indikator kelayakan kredit.

Asuransi: Terdapat perbedaan mencolok dalam penggunaan asuransi antara pekerja pertanian dan pegawai kantoran. Pegawai kantoran memiliki kemungkinan sepuluh kali lebih besar dari pekerja pertanian untuk membeli produk asuransi. Di Indonesia, penjualan asuransi sangat condong terjadi di kelompok berpenghasilan tinggi yang tinggal di daerah perkotaan. Sebagian besar pengguna asuransi adalah pegawai negeri (fasilitas asuransi kesehatan) dan pengguna transportasi umum (fasilitas asuransi perjalanan). Dengan demikian, pengguna

asuransi individu, dimana penggunanya harus membayar sendiri preminya, masih rendah. Hasil survei menunjukkan adanya permintaan diantara rumah tangga miskin bagi produk-produk asuransi mikro yang memberikan perlindungan dengan premi rendah terhadap gangguan kesehatan dan buruknya kondisi usaha, seperti gagal panen.

Perbandingan antar-pulau: Survei menunjukkan bahwa hampir 35% penduduk desa di pulau Jawa telah mengakses jasa perbankan, bandingkan dengan hanya 20% penduduk desa di luar pulau Jawa untuk kategori yang sama. Ini membuktikan keberadaan permintaan jasa keuangan yang belum dapat terpenuhi di daerah-daerah pedesaan di luar pulau Jawa, serta menegaskan pentingnya peranan penyusun kebijakan untuk melakukan intervensi dan mengurangi kesenjangan yang ada, dengan mendorong tersedianya pelayanan jasa keuangan yang lebih baik di daerah pedesaan

Aspek sisi penawaran: Siapa saja para pemain pasarnya dan apa peranan mereka dalam memberikan akses terhadap jasa keuangan?

Indonesia memiliki berbagai pemain pasar di dalam sistem perbankan. Secara singkat, mereka adalah bank-bank tingkat pertama, yaitu bank umum, serta bank tingkat kedua, seperti BPR (Bank Perkreditan Rakyat) dan BKD (Badan Kredit Desa). Beberapa pemain pasar lainnya diantaranya adalah koperasi, LDKP (Lembaga Dana Kredit Pedesaan) dan lembaga keuangan bukan bank (LKBB).

Bank Umum dapat mengambil dua langkah penting untuk memperluas akses terhadap layanan keuangan.

1. Sebagai inovator, bank merupakan lembaga yang paling mungkin untuk memunculkan terobosan teknologi guna melayani nasabah-nasabah berpenghasilan rendah di daerah-daerah terpencil, yang saat ini relatif membutuhkan biaya lebih tinggi.

2. Keberadaan bank akan sangat membantu dalam perluasan akses jasa keuangan, karena mereka akan mendorong tercipatanya tekanan persaingan kepada pemberi jasa keuangan lainnya, yang pada akhirnya akan menekan biaya dan meningkatkan kualitas jasa keuangan.

BRI Unit Desa merupakan penyedia pembiayaan mikro utama di Indonesia dengan basis nasabah yang luas. Bank ini memiliki potensi besar untuk melayani nasabah-nasabah berpenghasilan rendah. Perubahan kebijakan di sisi manajemen mungkin diperlukan dalam hal struktur biaya dan kebijakan pemberian pinjaman yang berlaku, yang saat ini merintangi kemampuan BRI Unit Desa untuk menjangkau calon nasabah berpenghasilan rendah.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menawarkan kesempatan yang lebih luas untuk mengakses jasa keuangan bagi rumah tangga yang lebih miskin dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). BPR umumnya beroperasi dengan biaya yang relatif rendah dan lokasinya dekat dengan masyarakat, karena mereka memiliki pengetahuan lokal yang lebih baik dibanding bank-bank umum. Akan tetapi kurangnya kapasitas sumber daya manusia menjadi hambatan bagi BPR untuk melayani rumah tangga berpenghasilan rendah. Selain itu, BPR juga memiliki daerah operasional yang terbatas secara geografis.

Peraturan apa saja yang menghambat akses terhadap jasa keuangan?

Di tahun 2001, Bank Indonesia (BI) menetapkan prinsip Kenali Nasabahmu (Know-Your-Customer: KYC) bagi bank umum dan BPR dalam upaya untuk memperkuat transparansi dan meningkatkan informasi nasabah. Peraturan KYC yang meminta penunjukkan dokumentasi yang lengkap untuk memperoleh jasa keuangan menjadi hambatan akses jasa keuangan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah. Persyaratan identifikasi seperti KTP, SIM dan NPWP sulit untuk diperoleh, terutama bagi mereka yang memiliki penghasilan terbatas. Pendekatan yang lebih luwes untuk memenuhi prinsip KYC dan anti-pencucian uang telah diterapkan di negara-negara lain, seperti di Afrika Selatan, dan mungkin dapat memberikan manfaat yang sama jika diterapkan di Indonesia.

Fokus pada UMKM

Secara luas, UMKM telah diakui memiliki

Pengembangan Sektor KeuanganCatatan Teknis

Gambar 3. Tingkat aksesibilitas jasa pinjaman

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Bank Semi-Formal Informal Tidak INGIN meminjam Tidak DAPAT meminjam

60% Terlayani jasapinjaman40% Tidak terlayani

Sumber: Bank Dunia (2009a).

Gambar 4. Kepemilikan asuransi pekerja sektor pertanian & pekerja kantoran

0

10

20

30

Pendidikan Aset Kesehatan Swasta

Jiwa

Pekerja Sektor Pertanian Pekerja Kantoran

%

Sumber: Bank Dunia (2009a).

peranan penting dalam pembangunan ekonomi, dimana penelitian internasional telah menunjukkan bahwa mereka mewakili sekitar 98% dari jumlah seluruh perusahaan dan menyerap sekitar 60% tenaga kerja sektor swasta. Akan tetapi mereka menjumpai banyak hambatan ketika mengakses jasa keuangan.

Hasil survei BI menunjukkan bahwa hambatan utama bagi usaha mikro adalah agunan, sementara untuk UKM adalah tingginya suku bunga. Bantuan terbesar yang mereka harapkan dari Pemerintah adalah kredit, pelatihan dan informasi pasar.

Pinjaman kepada sektor UMKM di Indonesia memiliki proporsi yang cukup signifikan di dalam total portofolio pinjaman perbankan. Proporsi pinjaman tersebut terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, dan kini berada di kisaran 50%.

Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah program terbaru pemerintah yang dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan kredit bagi para petani dan UMKM. Skema KUR memberikan batasan risiko bagi bank umum guna mendorong percepatan pembangunan sektor primer dan pemberdayaan usaha kecil. Dengan KUR, bank umum dapat memberikan pinjaman kepada UMKM dimana 70% kreditnya dijamin pemerintah. Per Desember 2009, pencairan KUR berada pada kisaran Rp 17,2 triliun yang dilakukan oleh enam bank pelaksana. Program ini memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan ketersediaan kredit bagi rumah tangga miskin, walaupun masih menghadapi rintangan yang perlu diatasi.

Peran TIK dalam meningkatkan akses terhadap jasa keuangan

Peran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sangatlah penting dalam meningkatkan akses terhadap jasa keuangan tanpa meningkatkan biaya bagi penyedia jasa. Bank memiliki sejumlah pilihan TIK yang dapat menggantikan peranan transaksi melalui kantor cabang. Dari beberapa pilihan

tersebut, yang paling umum digunakan adalah mesin ATM yang dapat menerima, menyimpan dan mengeluarkan uang tunai serta perangkat point of source (POS) seperti telepon selular/ponsel.

Akan tetapi karena ATM harus dikosongkan dan diisi kembali secara teratur, akan lebih menghemat biaya bila mereka ditempatkan pada daerah-daerah dengan kepadatan yang tinggi dan dengan jumlah nasabah yang besar. Dengan demikian, layanan perbankan melalui ponsel dapat menjadi salah satu pilihan berbiaya rendah terbaik untuk menjangkau calon nasabah di desa-desa terpencil.2

Mobile-phone banking dan penerapan praktik terbaik: Operasi perbankan lewat ponsel (mobile phone banking) yang bertujuan untuk meningkatkan jangkauan jasa keuangan telah berkembang pesat di negara-negara berkembang pada beberapa tahun terakhir. Saat ini telah terjadi transformasi bentuk uang tunai kedalam sebuah nilai elektronis, yang memungkinkan untuk disimpan dan dipindahkan melalui ponsel. Di negara-negara yang telah berhasil menciptakan sistem keuangan inklusif melalui pemanfaatan ponsel, tersedia sejumlah besar outlet jasa perbankan sederhana (layanan penarikan dan pembayaran) yang memungkinkan transaksi orang-ke-orang (person-to-person) di luar kantor cabang/kas bank. Untuk mewujudkan kondisi seperti ini dibutuhkan penerbitan peraturan yang sesuai dari pihak penyusun kebijakan. Di Kenya, layanan mobile wallet yang ditawarkan oleh Safaricom hingga September 20103 telah berhasil menarik 13 juta pelanggan (di negara yang kurang dari 4 juta penduduknya memiliki rekening bank). Di Filipina, dua operator ponsel utamanya juga menawarkan transaksi perbankan berskala kecil melalui ponsel bagi sekitar 5,5 juta nasabah.4

Mobile phone banking di Indonesia: Dengan kondisi geografis Indonesia yang tersebar luas, masalah utama yang muncul adalah bagaimana menjangkau masyarakat miskin di daerah-daerah terpencil yang tidak

2 CGAP’s “Using Technology to Build Inclusive Financial Systems” (2006). 3 http://www.bloomberg.com/news/2010-10-14/safaricom-of-kenya-will-boost-access-to-credit-insurance-for-unbanked-.html, http://www.safaricom.co.ke 4 CGAP’s “Regulating Transformational Branch-less Banking: Mobile Phones and Other Technol-ogy to Increase Access to Finance” (2006).

terlayani oleh bank dengan menggunakan cara dan biaya yang efisien. Karena jangkauan operasional posel yang luas, mobile phone banking menjanjikan peluang yang cukup besar untuk menyediakan jasa keuangan bagi masyarakat miskin di daerah pedesaan. Penetrasi ponsel di Indonesia mencapai 37% dari jumlah penduduk, sementara hanya 8,4% penduduk yang memiliki sambungan telepon kabel.

Layanan mobile phone banking terus berkembang di Indonesia dan hingga akhir tahun 2007, 23 bank telah menawarkan berbagai variasi layanan ini kepada para nasabahnya. Sayangnya layanan ini hanya terbatas bagi para nasabah lama dan tidak cukup menjangkau populasi yang belum terlayani bank. Indonesia juga merupakan salah satu dari sedikit negara yang memiliki peraturan yang memperkenankan lembaga non bank untuk menerbitkan e-money melalui Telkomsel, salah satu penyedia jasa selular ternama.

Sayangnya, layanan perbankan yang diberikan oleh operator seluler tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat miskin. Secara khusus, keterbatasan ini terletak pada ketidakmampuannya untuk melakukan pencairan dana dan fasilitas pemindahan dana antar individu (person-to-person). Di beberapa negara lain, seperti Filipina, pengiriman dana dari satu orang ke orang lain dapat dengan mudah dilakukan melalui ponsel. Sayangnya, kerangka peraturan yang berlaku di Indonesia saat ini tidak memperkenankan hal tersebut. Hanya pemindahan dana antar rekening bank sajalah yang diperkenankan.

Rekomendasi Kebijakan Utama

Peraturan - Perubahan dalam kerangka kebijakan bagi bank umum akan membantu meningkatkan akses terhadap jasa keuangan bagi rumah tangga miskin. KYC dapat disederhanakan bagi rekening-rekening dalam jumlah kecil. Persyaratan kepemilikan NPWP juga dapat dikesampingkan bagi pinjaman bernilai kecil yang tidak melampaui batas jumlah tertentu.

Tabungan dan TabunganKu - Pemerintah menempatkan isu peningkatan akses jasa keuangan dalam posisi yang penting. Pihak berwenang pun sedang memprakarsai kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk mengatasi hambatan dibidang jasa keuangan formal. Peluncuran produk tabungan baru bernama TabunganKu di awal tahun 2010 merupakan suatu langkah yang tepat karena kemampuannya untuk menyediakan akses

Pengembangan Sektor KeuanganCatatan Teknis

Gambar 5. Porsi Kredit UMKM terhadap total kredit

43

47

49

5152

5049

38

40

42

44

46

48

50

52

54

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

%

Sumber: Bank Indonesia.

Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi:

Yoko Doi Financial Specialist([email protected])

P.S SrinivasLead Financial Economist([email protected]

World Bank Office JakartaGedung Bursa Efek Indonesia (BEI)Tower 2, Lantai 12,Jl. Sudirman, Kav 52-53Jakarta 12190, IndonesiaPh. 62 21 52993000Faks 62 21 52993111

Kunjungi website kami di:http://www.worldbank.org/id/fpd

layanan perbankan kepada jutaan penduduk Indonesia yang memiliki kapasitas keuangan untuk menabung, walaupun hanya dalam jumlah yang kecil.5 Upaya-upaya tersebut harus dilanjutkan pada skala yang lebih besar untuk memberikan insentif bagi masyarakat pedesaan agar menabung lewat penyedia layanan formal seperti bank umum. Dampak ekonomi dari TabunganKu harus diukur. Fungsi TabunganKu saat ini hanya sebatas pada titik masuk yang baik bagi penduduk yang belum tersentuh oleh bank. Berbagai insentif tambahan dapat diberikan guna mendorong para nasabah untuk “naik kelas” dari TabunganKu menjadi tabungan perbankan reguler di bank umum.

Asuransi – Penetrasi produk asuransi sangatlah rendah di Indonesia dan hanya terfokus pada golongan berpenghasilan tinggi di daerah perkotaan. Ketersediaan asuransi mikro juga langka. Sehubungan dengan itu, Pemerintah harus lebih berperan dalam memberikan insentif kepada perusahaan asuransi agar secara aktif melayani pelanggan asuransi mikro di kalangan penduduk pedesaan. Insentif tersebut dapat berupa i) kewajiban menawarkan asuransi mikro kepada masyarakat miskin, seperti yang dilakukan di India, atau ii) insentif pengurangan nilai pajak yang mendorong perusahaan asuransi untuk menawarkan asuransi mikro kepada masyarakat miskin. Produk-produk asuransi yang “lebih sesuai” juga harus disediakan untuk memenuhi permintaan dari kelompok berpenghasilan lebih rendah.

Jangkauan operasional perbankan/peran TIK - Dalam penggunaan TIK seperti mobile banking dan penyediaan layanan

5 TabunganKu adalah rekening tabungan sederhana tanpa biaya administrasi serta saldo awal minimum sebesar Rp 20.000.

Pengembangan Sektor KeuanganCatatan Teknis

berbiaya rendah untuk meningkatkan jangkauan operasional, skala keekonomian (economies of scale) yang dapat dicapai melalui penggunaan agen-agen ritel sangatlah penting untuk menurunkan biaya per unit ke tingkat yang ekonomis. Dengan populasi yang menduduki peringkat keempat terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mendorong operasi mobile-phone banking dan mengurangi biaya. Karenanya, syarat yang diperlukan untuk mensukseskan mobile-phone banking adalah kerangka peraturan yang memungkinkan lembaga-lembaga komersial untuk beroperasi pada skala besar. Seperti telah disinggung sebelumnya, kerangka peraturan tersebut juga perlu mendukung usaha perluasan layanan jasa keuangan, seperti pengiriman dana antar individu (p2p transfer) dan pencairan uang di rekanan perbankan (agent banking) atau outlet ritel seperti yang telah dilakukan pada beberapa negara berkembang lainnya.

Bagaimana Bank Dunia dapat membantu?

Bank Dunia telah lama terlibat di dalam isu akses terhadap jasa keuangan dan sistem keuangan inklusif di Indonesia dan negara-negara lain, seperti India, Meksiko, Brasil dan Pakistan. Bank Dunia selalu siap untuk mendukung berbagai inisiatif Pemerintah yang bertujuan untuk terciptanya sistem keuangan inklusif serta membawa contoh penerapan praktik terbaik dan pengalaman negara-negara lain yang relevan ke Indonesia. Sumbangan lain yang dapat diberikan oleh Bank Dunia adalah:

Strategi sistem keuangan inklusif: Menyusun strategi yang menyeluruh tentang akses terhadap jasa keuangan yang memunculkan berbagai insentif yang dibutuhkan di Indonesia. Strategi tersebut secara spesifik akan mendefinisikan tujuan-

tujuan secara keseluruhan, target kelompok penduduk yang dituju dan keterkaitan antar inisiatif kebijakan.

Rasionalisasi program-program yang telah ada: Berbagai inisiatif kebijakan sistem keuangan inklusif, terutama program kredit, telah banyak bermunculan pada berbagai kementerian dan pemerintah daerah. Seringkali keberadaan mereka bersifat saling tumpang tindih atau bahkan kontradiktif. Program-program tersebut seharusnya dapat dikonsolidasikan dan dirasionalisasikan guna memaksimalkan efisiensi.

Reformasi peraturan dan hukum: Memberikan bantuan teknis untuk terciptanya kerangka peraturan yang tepat guna mendorong terbentuknya sistem keuangan inklusif (seperti menciptakan lingkungan yang kondusif bagi branchless banking dan mobile banking, serta agent banking, dll.)

Pengumpulan data: Memberi dukungan kepada Biro Pusat Statistik (BPS) dan lembaga-lembaga lain yang relevan dalam mengumpulkan informasi yang terkait dengan akses terhadap jasa keuangan yang menjadi landasan penyusunan kebijakan yang tepat bagi terciptanya sistem keuangan inklusif dan pengentasan kemiskinan.

Koordinasi antar pemangku kepentingan utama: Bank Dunia dapat membantu proses peningkatan koordinasi antar pemangku kepentingan utama, termasuk institusi pemerintahan dan sektor swasta.

Program uji coba: Kemitraan Pemerintah-Swasta harus didorong sebagai sarana untuk merancang dan menguji coba produk-produk inovatif untuk meningkatkan keterlibatan kelompok berpenghasilan rendah, seperti TKI, dalam sistem keuangan inklusif.

Bacaan lebih lanjut:• FinScope. 2009. “Supporting Financial Access 2009”, FinScope in Africa.• Porteus, David. 2009. “Key issues in design and implementation of surveys on financial inclusion”, Slide presentation for AFI Global Policy Forum, Sep-

tember 2009. • Bank Dunia. 2008. “Finance for All: Policies and Pitfalls in Expanding Access”, World Bank Policy Research Report. • Bank Dunia. 2009a. “Improving Access to Financial Services in Indonesia”, Desember 2009.• Bank Dunia. 2009b. “Banking the Poor, Measuring Access in 54 Economics”.• Bank Dunia. 2010a. “Enhancing Access to Finance for Migrant Workers in Indonesia: Evidence from a Survey of Three Provinces”, Juni 2010.• Bank Dunia, 2010b. “World Development Indicator, 2010”, April 2010.