94
PENINGKATAN MORALITAS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TEHNIQUE (VCT) PADA MATA PELAJARAN PPKn KELAS XI IPS 2 DI SMAN I KOTABUMI KABUPATEN LAMPUNG UTARA (Tesis) Oleh Y U S L I N A PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2017

PENINGKATAN MORALITAS SISWA MELALUI MODEL …digilib.unila.ac.id/26550/2/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · menunjukkan bahwa (1) 80 % siswa kelas XI IPS 2 telah menampakkan perilaku

Embed Size (px)

Citation preview

PENINGKATAN MORALITAS SISWA MELALUI MODEL

PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TEHNIQUE (VCT)

PADA MATA PELAJARAN PPKn KELAS XI IPS 2 DI SMAN I KOTABUMI

KABUPATEN LAMPUNG UTARA

(Tesis)

Oleh

Y U S L I N A

PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN IPS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2017

PENINGKATAN MORALITAS SISWA MELALUI MODEL

PEMBELAJARAN VCT PADA MATA PELAJARAN PPKn KELAS XI IPS 2

DI SMAN I KOTABUMI KABUPATEN LAMPUNG UTARA

Oleh:

Yuslina

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini yaitu untuk meningkatkan moralitas siswa kelas XI IPS 2 di

SMAN I Kotabumi melalui model pembelajaran VCT pada mata pelajaran PPKn

secara efektif. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

tindakan kelas (Classroom Action Research). Prosedur yang dilakukan dalam

penelitian ini dilakukan dengan tahapan perencanaan, tindakan, pelaksanaan,

observasi, dan refleksi untuk pengambilan keputusan guna pengembangan lebih

lanjut. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPS 2 di SMAN I Kotabumi.

Hasil penelitian ini pada data awal sebelum dilakukan tindakan pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran VCT guru masih terlihat mengunakan metode

kurang bervariasi, masih menggunakan metode ceramah, pembelajaran masih

mengarah pada aspek kognitif dan kurang menekankan pada aspek afektif. Setelah

dilaksanakan tindakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran VCT

terjadi peningkatan moralitas pada siswa yang cukup baik. Hasil Penelitian

menunjukkan bahwa (1) 80 % siswa kelas XI IPS 2 telah menampakkan perilaku

moralitas yang baik pada mata pelajaran PPKn melalui model pembelajaran Value

Clarification Tehnique (VCT) secara efektif, (2) pada penelitian ini, indikator yang

paling sulit tercapai adalah pada indikator kejujuran. Sedangkan indikator yang paling

mudah tercapai adalah indikator disiplin

Kata kunci: moralitas, model pembelajaran Value Clarification Tehnique (VCT)

INCREASED MORALITY STUDENTS THROUGH MODEL VALUE

CLARIFICATION TEHNIQUE (VCT) IN LEARNING PPKn

SUBJECT TO CLASS XI IPS 2

DI SMAN I KOTABUMI DISTRICT NORTH LAMPUNG

By

Yuslina

ABSTRACT

The purpose of this research which is to improve their morality students XI social

class 2 in SMAN I Kotabumi through learning model VCT on the subjects of PPKn

effectively. The kind of research used in this research is classroom action research.

Procedure made in this report is written with stage planning, the act of, the

implementation of the, observation, and reflection to decision-making to further

development. The subject of study were students in XI social class 2 in SMAN I

Kotabumi.

The results of this study at baseline prior to the act of learning using teacher learning

model VCT is still visible method, less varied, still use the lecture method, learning

still leads to cognitive aspects, and less emphasis on the affective aspects. Having

carried out the act of learning by using learning model VCT increased morality in a

pretty good student. The results of research shows that (1) of 80 percent of students

class xi social class 2 showing behavior morality good on the subjects of public

schools through learning model value clarification tehnique (VCT) effectively, (2) the

on this research , an indicator of the most difficult to achieve on indicators is honesty

.While indicators most quickly achieved is an indicator of discipline.

Key words: morality, learning model value clarification tehnique (VCT)

PENINGKATAN MORALITAS SISWA MELALUI MODEL

PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TEHNIQUE (VCT)

PADA MATA PELAJARAN PPKn KELAS XI IPS 2 DI SMAN I

KOTABUMI

KABUPATEN LAMPUNG UTARA

Oleh

Y U S L I N A

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

MAGISTER PENDIDIKAN IPS

PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN IPS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2017

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi Lampung Utara, 23 September

1975, anak keenam dari tujuh bersaudara merupakan buah hati

Bapak H. Moenzir (Alm) dan Ibu Hj. Rosmiyati.

Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis untuk

pertama kali pada Sekolah Dasar Negeri I Kota Alam dan diselesaikan pada tahun

1987. Setelah itu penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri I

Kota Bumi yang diselesaikan pada tahun 1990. Kemudian penulis menempuh

pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Kotabumi yang penulis

selesaikan pada tahun 1993. Pada tahun 1994 penulis terdaftar sebagai mahasiswa

pada Program Studi PPKn, Jurusan Pendidikan IPS, Fakultas Keguruan Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung dan diselesaikan pada Tahun 1998. Penulis

mengabdikan ilmu sebagai guru bantu pada tahun 2005 di SMA PRIMA

Kotabumi Lampung Utara sampai dengan tahun 2008, kemudian pada Tahun

2008 penulis mengabdikan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di SMA

Negeri 1 Kotabumi Kabupaten Lampung Utara sampai dengan saat ini. Tahun

2014 penulis melanjutkan pendidikan di jurusan Magister Pendidikan IPS

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil ‘alamin, segala puji untuk-Mu Allah SWT atas segala kemudahan,

limpahan rahmat dan karunia yang Engkau berikan selama ini. Seiring doa, rasa syukur dan

segala kerendahan hati, Dengan segala cinta dan kasih sayang kupersembahkan karya kecilku ini

untuk orang-orang yang selalu mencintai dan menyayangiku.

Dengan segala kerendahan hati, serta penuh cinta dan kasih sayang, karya kecil yang amat

sederhana ini kupersembahkan untuk:

Suamiku tercinta Tabrani Rajab, S.Ag, yang telah setia mendampingiku, terima kasih untuk

doa dan semangat serta motivasi untuk menyelesaikan studi, aku akan selalu mencintaimu.

Buah hatiku tersayang Hairi Abdul Aziz dan Hairi Abdul Kamil yang menjadi semangat

hidupku.

Mamah dan Ibu Mertua terima kasih untuk semua doa, motivasi serta mengiringi setiap

langkahku.

Kakak, Ayunda, Adik, Keponakan serta Keluarga Besarku yang selalu memberikan

semangat dan dukungan untuk keberhasilanku.

Almamater tercinta Universitas Lampung.

MOTTO

“Tidaklah Ada Pemberian dari Orang Tua kepada

anaknya yang Lebih Utama daripada Budi Pekerti

yang Baik.” ( Hr. Tirmizi)

“Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah

untuk tenang dan sabar.” (Khalifah Umar)

“Modal Hidup yang abadi adalah memiliki Moral dan

Budi Pekerti yang Baik.” (Yuslina)

SANWACANA

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia yang tercurah

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Peningkatan Moralitas Siswa

melalui Model Pembelajaran VCT Pada mata pelajaran PPKn kelas XI IPS 2 di SMAN I

Kotabumi Kabupaten Lampung Utara Tahun 2016/2017”. Tesis ini merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Lampung.

Penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan motivasi, dan saran yang diberikan dari

semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku Rektor Universitas Lampung

2. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas

Lampung.

3. Bapak Dr.Muhamad Fuad, M.Hum., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung

4. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kerjasama FKIP

Universitas Lampung

5. Bapak Drs. Bukhori Asyik, M.Si., selaku Wakil Dekan Bidang Keuangan, Umum dan

Kepegawaian FKIP Universitas Lampung

6. Bapak Drs. Supriyadi, M.Pd. selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FKIP

Universitas Lampung

7. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS

8. Ibu Dr. Hj Trisnaningsih, M.Si., selaku Ketua Program Pascasarjana Magister Pendidikan

IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

9. Bapak Dr. Hi. Edy Purnomo, M.Pd., selaku pembimbing I dan Pembimbing Akademik yang

telah banyak meluangkan waktu, memberikan ilmu, membimbing serta memberikan saran

dan kritik yang membangun bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

10. Ibu Dr. Erlina Rufaidah, M.Si., selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan

memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

11. Bapak dan Ibu Dosen serta staf Program Pascasarjana Magister Pendidikan IPS yang telah

memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti.

12. Ibu Hj. Emirita, S.Pd, M.Pd.Ing., selaku Kepala Sekolah, dan para Wakil Kepala Sekolah,

serta staf Tata Usaha (TU) bersama dewan guru serta keluarga besar SMA Negeri 1

Kotabumi yang telah mengizinkan dan membantu penulis dalam melakukan penelitian.

13. Suami Tercinta Tabrani Rajab, S. Ag., terima kasih atas cinta dan kesetiaan mendampingi

serta motivasi dan semangat yang diberikan untuk menyelesaikan pendidikan pascasarjana.

14. Kedua buah hatiku, Hairi Abdul Aziz dan Hairi Abdul Kamil yang selalu menjadi semangat

dalam hidupku.

15. Mamah dan Ibu Mertua yang selalu memberi semangat dan motivasi.

16. Rekan-rekan seperjuangan Magister Pendidikan IPS Angkatan 2014 Genap, Adi, Karsiwan,

Rendi, Dani, Agung, Pak Ansori, Pak Sabar, Pak Aziz, Pak Iding, Pak Drajat, Buk Ima, Buk

Elni, Buk Lena, Mbak Eka, Ses Mala, Teteh Euis, Nita, Huda, Titik, Ririh.

17. Murid-muridku di SMA Negeri I Kotabumi.

18. Teman-teman mahasiswa Magister Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung.

19. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Semoga Segala bantuan, bimbingan dan dorongan, dan doa yang diberikan kepada penulis

mendapat ridho dari Allah SWT. Semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Aaminn.

Bandar Lampung, November 2016

Penulis,

Yuslina

NPM 1423031087

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI...................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL.............................................................................................. xv

DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xviii

DAFTAR GRAFIK........................................................................................ .... xx

I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1

B. Fokus Masalah ........................................................................................ 13

C. Rumusan Masalah ................................................................................. 13

D. Tujuan Penelitian .................................................................................... 13

E. Manfaat Penelitian ................................................................................... 14

1. Manfaat Teoritis ......................................................................... 14

2. Manfaat Praktis .......................................................................... 14

F. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 15

1. Ruang Lingkup Ilmu Kajian IPS ................................................ 15

2. Ruang Lingkup Objek ................................................................ 16

3. Ruang Lingkup Subjek ............................................................... 16

4. Ruang Lingkup Tempat .............................................................. 16

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 17

A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ..................................................... 17

1. Pengertian Belajar ...................................................................... 17

2. Pengertian Pembelajaran ............................................................ 20

B. Teori Belajar ........................................................................................... 22

1. Teori Belajar Konstruktivisme ................................................... 22

2. Teori Belajar Piaget .................................................................... 26

3. Teori Belajar Vygotsky ………………………………………… 28

xiii

C. Moralitas ................................................................................................. 29

1. Pengertian Moralitas ................................................................... 29

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Moralitas Remaja ................ 31

3. Upaya Pembinaan Moral Remaja ................................................. 33

D. Model Pembelajaran ............................................................................... 34

1. Pengertian Model Pembelajaran Value Clarification Tehnique

(VCT) ......................................................................................... 36

2. Pembelajaran Model VCT dalam Mata Pelajaran PKn ............... 40

3. Langkah-langkah pembelajaran dengan model VCT ................... 40

E. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)............................... 42

1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ......................... 42

2. Visi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ..................... 44

3 . Misi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ..................... 45

4. Fungsi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ................. 45

5. Tujuan Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan .................. 45

F. Pembelajaran PKn dalam IPS ................................................................ 47

G. Penelitian Relevan ................................................................................... 49

H. Kerangka Berfikir .................................................................................. 52

III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 53

A. Pendekatan Penelitian ............................................................................ 53

B. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 53

C. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel ...................................... 54

1. Definisi Konseptual Variabel ………………………………………. 54

2. Definisi Operasional Variabel ……………………………………… 54

D. Subjek dan Objek Penelitian .................................................................. 55

1. Subjek Penelitian ……………………………………………… 55

2. Objek Penelitian ……………………………………………….. 55

E. Prosedur Penelitian ................................................................................ 55

F. Langkah-Langkah Penelitian .................................................................. 57

xiv

G. Subjek, Jenis, dan Tehnik Pengambilan Data ......................................... 62

H. Tehnik Pengumpulan Data ..................................................................... 62

I. Tehnik Pengolahan Data .......................................................................... 66

J. Indikator Keberhasilan ........................................................................... 67

IV. Hasil dan Pembahasan .............................................................................. 68

A. Deskripsi Lokasi Penelitian .................................................................... 68

1. Sejarah Singkat Lokasi Penelitian .................................................... 68

2. Analisis SWOT ............................................................................... 69

3. Visi dan Misi ……………………………………………………… 73

B. Pelaksanaan Penelitian ........................................................................... 76

1. Deskripsi Pra Pelaksanaan Tindakan ................................................. 78

2. Deskripsi Hasil Penelitian .................................................................. 81

Hasil Siklus I ...................................................................................... 81

Hasil Siklus II ..................................................................................... 105

Hasil Siklus III ................................................................................... 129

3. Rekapitulasi Hasil Penelitian ………………………………………. 150

C. Pembahasan Penelitian ........................................................................... 154

1. Pembelajaran PPKn dengan menggunakan model Value

Clarification Technique untuk meningkatkan moralitas siswa …….. 154

2. Indikator Disiplin dan Kejujuran merupakan indikator yang

mudah dan sulit untuk dicapai oleh siswa …………………………… 158

V. Simpulan Dan Saran ………………………………………………….. 164

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 165

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... 166

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Data awal observasi moralitas siswa ..................................................... 10

Tabel 2.1 Langkah-langkah pembelajaran dengan model VCT .......................... 41

Tabel 2.2 Penelitian Relevan ................................................................................. 50

Tabel 3.1 Kisi-kisi Observasi Aktivitas Guru ........................................................ 63

Tabel 3.2Kisi-kisi Instrumen Penelitian Moralitas Siswa ...................................... 64

Tabel 3.3 Lembar Observasi Moralitas Siswa ....................................................... 65

Tabel 4.1 Analisis Kekuatan (Strenght) ................................................................ 69

Tabel 4.2 Analisis Kelemahan (Weakness) .......................................................... 70

Tabel 4.3 Analisis Peluang (Opportunity) ............................................................ 71

Tabel 4.4 Analisis Ancaman .................................................................................. 72

Tabel 4.5 Jadwal Penelitian ................................................................................... 77

Tabel 4.6 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus I pertemuan 1 Indikator

Disiplin .................................................................................................. 91

Tabel 4.7 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus I pertemuan 1 Indikator

Mengendalikan Diri .............................................................................. 92

Tabel 4.8 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus I pertemuan 1 Indikator

Sopan Santun ........................................................................................ 93

Tabel 4.9 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus I pertemuan 1 Indikator

Kejujuran ............................................................................................... 94

Tabel 4. 10 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus I pertemuan 2 Indikator

Disiplin ............................................................................................... 96

Tabel 4. 11 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus I pertemuan 2 Indikator

Mengendalikan Diri ............................................................................ 97

Tabel 4. 12 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus I pertemuan 2 Indikator

Sopan Santun ...................................................................................... 98

Tabel 4. 13 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus I pertemuan 2 Indikator

Kejujuran ............................................................................................ 99

Tabel 4.14 Lembar Observasi Aktivitas Guru Siklus I ......................................... 102

Tabel 4.15 Data hasil observasi moralitas siswa siklus II pertemuan 1 Indikator

Disiplin ................................................................................................ 113

Tabel 4.16 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus II pertemuan 1 Indikator

Mengendalikan Diri ........................................................................... 114

Tabel 4.17 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus II pertemuan 1 Indikator

Sopan Santun ...................................................................................... 115

Tabel 4.18 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus II pertemuan 1 Indikator

Kejujuran ............................................................................................ 116

Tabel 4.19 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus II pertemuan 2 Indikator

Disiplin ............................................................................................... 118

Tabel 4.20 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus II pertemuan 2 Indikator

Mengendalikan Diri ............................................................................ 119

Tabel 4.21 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus II pertemuan 2 Indikator

Sopan Santun ...................................................................................... 120

Tabel 4.22Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus II pertemuan 2 Indikator .

Kejujuran ............................................................................................ 121

Tabel 4.23Lembar Observasi Aktivitas Guru Siklus II .......................................... 125

Tabel 4.24 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus III pertemuan 1 Indikator

Disiplin ............................................................................................... 135

Tabel 4.25 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus III pertemuan 1 Indikator

Mengendalikan Diri ............................................................................ 136

Tabel 4.26 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus III pertemuan 1 Indikator

Sopan Santun ...................................................................................... 137

Tabel 4.27 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus III pertemuan 1 Indikator

Kejujuran ........................................................................................... 138

Tabel 4.28 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus III pertemuan 2 Indikator

Disiplin .............................................................................................. 140

Tabel 4.29 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus III pertemuan 2 Indikator

Mengendalikan ................................................................................... 141

Tabel 4.30 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus III pertemuan 2 Indikator

Sopan Santun ...................................................................................... 142

Tabel 4.31 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus III pertemuan 2

Indikator Kejujuran ............................................................................ 143

Tabel 4.32 Lembar Observasi Aktivitas Guru Siklus III ..................................... 147

Tabel 4.33 Rerata Moralitas siswa kelas XI IPS 2 berdasarkan indikator pada

tiap siklus ............................................................................................ 150

Tabel 4.34 DataRerata Moralitas Siswa kelas XI IPS 2 berdasarkan indikator pada

tiap siklus ....................................................................................................... 151

Tabel 4.35 Data Rerata Persentase Moralitas Siswa kelas XI IPS 2 .................... 153

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir .......................................................................................... 52

Gambar 3.1 Rancangan PTK ............................................................................................. 56

Gambar 4.1 Guru meminta kepada siswa untuk mengamati video yang ditayangkan

Melalui LCD ................................................................................................. 86

Gambar 4.2 Guru menjadi Komunikator, siswa yang bertanya ........................................ 87

Gambar 4.3 Guru Menganjurkan kepada siswa untuk menggunakan berbagai sumber

Dari buku, atau internet, web, media sosial lainnya ..................................... 87

Gambar 4.4 Guru Mengasosiasikan kepada siswa ............................................................ 88

Gambar 4.5 Guru Mengkomunikasikan kepada siswa ..................................................... 89

Gambar 4.6 Siswa sedang mengamati dan membaca materi penyebab dan bentuk-

Bentuk pelanggaran HAM ............................................................................ 108

Gambar 4.7 Siswa bertanya mengenai penyebab dan bentuk-bentuk pelanggaran

HAM ............................................................................................................ 109

Gambar 4.8 Siswa mengumpulkan Informasi tentang Materi pelanggaran HAM ............ 110

Gambar 4.9 Siswa Mengidentifikasi dan menganalisis bentuk-bentuk kasus

pelanggaran HAM ....................................................................................... 111

Gambar 4.10 Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya didepan

kelompok yang lain ..................................................................................... 111

Gambar 4.11 Guru membimbing siswa dalam mengamati dan mencari referensi

Dalam kelompok diskusi .............................................................................. 131

Gambar 4.12 Siswa memberikan jawaban atas pertanyaan kelompok yang bertanya

Tentang Wilayah NKRI ................................................................................. 132

Gambar 4.13 Guru menjadi komunikator siswa untuk menyanggah dan mencari

Jalan keluar mengenai materi wilayah NKRI ............................................... 132

Gambar 4.14 Guru menyimpulkan materi tentang kasus-kasus pelanggaran HAM

Dan menegaskan kembali tentang materi Wilayah NKRI ............................. 133

Gambar 4.15 Siklus Model Pembelajaran VCT ................................................................ 160

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 1 Persentase Moralitas siswa pada siklus I pertemuan 1 ...................................... 95

Grafik 2 Persentase Moralitas siswa pada siklus I pertemuan 2 ...................................... 100

Grafik 3 Persentase Moralitas siswa pada siklus I pertemuan 1 dan 2 ............................ 101

Grafik 4 Persentase Moralitas siswa pada siklus II pertemuan 1 ...................................... 117

Grafik 5 Persentase Peningkatan Moralitas siswa pada siklus I dan pertemuan 1

Siklus II ............................................................................................................. 118

Grafik 6 Persentase Moralitas siswa pada siklus II pertemuan 2 ..................................... 122

Grafik 7 Persentase Peningkatan Moralitas siswa pada siklus II pertemuan 1,2 .............. 123

Grafik 8 Persentase Peningkatan Moralitas siswa siklus I dan siklus II .......................... 123

Grafik 9 Persentase Moralitas siswa pada siklus III pertemuan 1 ................................... 139

Grafik 10 Persentase Peningkatan Moralitas pada siklus II dan pertemuan 1

Siklus III ............................................................................................................ 140

Grafik 11 Persentase Jumlah Moralitas siswa siklus III pertemuan 2 .............................. 144

Grafik 12 Persentase Peningkatan Moralitas siswa pada siklus III pertemuan 1,2 ............ 145

Grafik 13 Persentase Peningkatan Moralitas siswa siklus II dan III ................................ 146

Grafik 14 Persentase Peningkatan Moralitas siswa pada siklus I, II, III ........................... 153

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Surat Izin Penelitian……………………………………………… 167

2. Surat Permohonan Izin Penelitian……………………………….. 168

3. Sintak Model Pembelajaran VCT………………………………… 169

4. Rubrik Lembar Observasi Moralitas Siswa………………………. 170

5. Silabus…………………………………………………………….. 171

6. RPP……………………………………………………………….. 196

7. Lembar Observasi Moralitas Siswa………………………………. 230

8. Daftar Nilai Mid Semester……………………………………….. 236

9. Kartu Kasus Siswa……………………………………………….. 237

10. Instrumen Penelitian Kemampuan Guru…………………………. 239

11. Dokumentasi Perpustakaan………………………………………. 263

12. Denah Sekolah SMA N 1 Kotabumi ……………………………. 264

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,bangsa dan Negara

(Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003).

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban dan bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar

menjadi individu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan nasional akan tercapai apabila tujuan institusional

tercapai. Tujuan institusionalini merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan

nasional sesuai dengan jenis dan jenjang sekolah atau lembaga

pendidikan.Tujuan Institusional pendidikan adalah tujuan yang harus dimiliki

oleh peserta didik setelah peserta didik menempuh pendidikan pada tingkat

lembaga pendidikan tertentu.

2

Dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan bab V pasal 26 dijelaskan sebagai berikut.

1) Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk

meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta

keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

2) Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum

bertujuan meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak

mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan

lebih lanjut.

3) Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan

bertujuan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak

mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan

lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

Dilihat dari tujuan pendidikan nasional, dipahami bahwa pendidikan disetiap

jenjang, termasuk Sekolah Menengah Atas (SMA) harus diselenggarakan

secara sistematis guna mencapai tujuan yang diharapkan bersama.Hal tersebut

berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu

menjadi insan yang beretika, bermoral, dan mampu berinteraksi dengan

masyarakat.

Masuknya arus globalisasi tidak dapat dibendung dan diseleksi pada hal-hal

yang positif saja, terutama pada generasi muda.Realitas menunjukkan adanya

pengaruh negative yang terlihat dan semakin kuat, sehingga banyak generasi

muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal tersebut

dapat ditunjukkan dengan fenomena-fenomena yang muncul dalam

kehidupan sehari-hari generasi muda sekarang, diantaranya (1)semakin

banyak generasi muda yang berperilaku tidak sopan dan tidak menghormati

orang yang lebih tua serta tidak perduli terhadap lingkungan sosial,

(2)semakin banyaknya tawuran pelajar antar sekolah bahkan mahasiswa antar

3

fakultas dan antar universitas, (3)semakin maraknya kelompok anak muda

yang tergabung dalam “gang motor” yang berperilaku kekerasan dan

meresahkan masyarakat karena melakukan pemalakan, penganiayaan bahkan

pembunuhan, (4)dikalangan pelajar perilaku mencontek pada saat ulangan

atau ujian banyak dilakukan.

Dewasa ini, terutama di daerah perkotaan banyak terjadi perilaku-perilaku

menyimpang atau amoral-asusila, seperti perkelahian massal, tawuran siswa,

penyalahgunaan narkoba, penyebaran HIV-AIDS, dan pelanggaran tata tertib

lalu lintas dan lain-lain sehinggadiperlukan upaya pencegahan dan

penyembuhannya. Salah satu upaya yang dirasa paling pas dan masuk akal

untuk menangkal dan mencegah makin merebaknya perilaku amoral peserta

didik, diperlukan pendidikan budi pekerti yang menanamkan nilai-nilai moral

pada diri peserta didik. Pendidikan budi pekerti dilaksanakan secara

terintegrasi untuk pembentukan watak kepribadian peserta didik secara utuh

yang tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran,

perasaan, kerja, dan hasil kerja yang baik.

Realisasi pendidikan budi pekerti perlu diwujudkan dalam lingkungan

keluarga, masyarakat, dan sekolah secara terpadu.Dengan sendirinya

pelaksanaan pendidikan budi pekerti disekolah perlu didukung oleh keluarga

dan masyarakat.Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal perlu

mengambil peran.

Berdasarkan pengamatan banyak terjadi masalah dalam pembelajaran pada

pendidikan formal (sekolah) saat ini yaitu rendahnya moral siswa.Banyaknya

4

tindakan amoral yang dilakukan peserta didik seperti siswa yang tidak ikut

belajar pada saat KBM berlangsung, siswa yang kurang sopan terhadap guru,

melawan guru, melontarkan kata-kata kurang sopan sesama teman, tidak

mengerjakan pekerjaan rumah, emosional, merokok, siswa yang melanggar

tata tertib, kurangnya semangat belajar, membolos dan tindakan lainnya

mengindikasikan bahwa pendidikan formal belum sepenuhnya membentuk

karakter peserta didik. Perilaku dan tindakan amoral tersebut disebabkan

moralitas yang rendah dan pendidikan budi pekerti di sekolah yang masih

belumbaik.

Sekolah memiliki peranan penting dalam menyiapkan generasi bangsa, hal ini

berarti akan menentukan kualitas warga Negara dalam menghadapi

kehidupannya dimasa yang akan datang. Salah satu mata pelajaran disekolah

yang dapat digunakan untuk meningkatkan moralitas adalah mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn).

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang

memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu

melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara

Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh

Pancasila dan UUD 1945.Sebagai pendidikan nilai, moral, dan norma prinsip

pembelajaran kurikulum 2013 sangat sesuai dengan karakteristik PPKn.

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana

untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar

pada budaya bangsa Indonesia yang dapat diharapkan dapat diwujudkan

5

dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai individu,

anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurut Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan pasal 6 dinyatakan bahwa kurikulum untuk jenis

pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dan

menengah terdiri atas sebagai berikut.

1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.

2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.

3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.

4) Kelompok mata pelajaran estetika.

5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.

Pendidikan Kewarganegaraan dijelaskan dalam Depdiknas (2006: 49),

merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan

warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak- hak dan

kewajiban untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil,

berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.Tujuan

pembelajaran PPKn dalam Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan

kompetensi sebagai berikut:

1) berfikir kritis rasional dan kreatif dalam menanggapi isu

kewarganegaraan.

2) berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara

sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa danbernegara.

3) berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri

berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup

bersama dengan bangsa-bangsalain.

4) berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara

langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dankomunikasi.

Sesuai dengan tujuan kurikulum tersebut diatas maka moral sebagai suatu tata

nilai yang menunjukkan perilaku baik dan buruk dan sebagai bagian mata

6

pelajaran yang harus diajarkan pada sekolah-sekolah karena moral

mengkontruksikan agar perilaku peserta didik berubah kearah yang lebih baik

sehingga sesuai dengan harapan.Moral adalah nilai keabsolutan dalam

kehidupan bermasyarakat secara utuh.Penilaian terhadap moral sendiri dapat

diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.

Masyarakat Lampung mengenal beberapa falsafah diantaranya Piil Pesenggiri

yang dijadikan pedoman dalam menjalankan interaksi sesama masyarakat

Lampung.Jika yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang

berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta mampu

menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dapat dikatakan

memiliki nilai dan moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral merupakan

sikap, perilaku, tindakan, perbuatan yang dilakukan seseorang pada saat

melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta

nasihat.

Ini berarti dengan melihat perilaku seseorang atau sekelompok orang, kita

dapat menilai moral dari orang atau sekelompok orang tersebut.Kebanyakan

di dalam kehidupan sehari-hari para pelaku kejahatan adalah mereka yang

masih berusia remaja.Remaja yang seharusnya sibuk menjalani kehidupan

dengan menuntut ilmu pengetahuan dan tehnologi semakin hari sibuk dengan

kesenangan yang menyesatkan.Mereka lebih memilih kesenangan sesaat

tanpa memperhatikan efek atau kerugian yang ditimbulkan.Hawa nafsu telah

membuat kaum muda melakukan hura-hura dan pergaulan bebas terlihat

sangat akrab dalam kehidupan remaja.Bahkan banyak dari mereka terjerumus

7

pada penggunaan obat-obatan yang bisa merenggut nyawa.Para pemuda

banyak yang mengenal perilaku asusila, yaitu penyakit kemaksiatan dan dosa

yang sering digandrungi generasi muda.Rasa ingin tahu terhadap gambar dan

majalah-majalah porno, bergaul dengan orang-orang yang memiliki moral

yang rendah seperti para pengangguran, banyak bermain, berdusta,

menghasut, memfitnah, serta keinginan untuk menipu dan berbohong.

Rendahnya moralitas pada saat ini terutama yang dialami generasi muda telah

dinyatakan oleh Thomas Lickona menyangkut Kekhawatiran terhadap tren

anak muda sekarang, tindakan yang menyimpang dari standar moral, yang

cenderung menunjukkan gambaran yang lebih kelam, diantaranya beberapa

indikasi kemunduran masyarakat yang perlu dibangkitkan agar perkembangan

moral para pemuda dapat menjadi lebih baik yaitu:

1)kekerasan dan tindakan anarki, 2)pencurian, 3)tindakan Curang,

4)pengabaian terhadap aturan yang berlaku, 5)tawuran antar siswa,

6)ketidaktoleran, 7)penggunaan bahasa yang tidak baik, 8)kematangan

seksual yang terlalu dini dan penyimpangannya, 9)sikap perusakan diri,

10)penyalahgunaan narkoba. Thomas Lickona (1991: 20)

Dengan adanya beberapa indikasi tersebut maka perlu dilakukan komitmen

pendidikan moral, budi pekerti, pengembangan karakter, karena dengan

perkembangan karakter peserta didik dapat membentuk perilaku kearah yang

lebih baik.Untuk menghadapi itu semua pemerintah mengajak generasi muda

Indonesia termasuk siswa-siswi SMA, maupun mahasiswa mengadakan

revolusi mental untuk mengatasi krisis dan jati diri yang dialami bangsa ini.

"Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali

kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan

kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek

pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai

8

patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di

dalam kurikulum pendidikan Indonesia."Joko Widodo,(Sumber: Kompas

http://nasional.kompas.com/read/2014/05/10/1603015/Revolusi.Mental).

Revolusi Mental adalah gerakan seluruh rakyat Indonesia bersama Pemerintah

untuk memperbaiki karakter bangsa menjadi Indonesia yang lebih baik.

Banyak permasalahan yang terjadi di negara kita saat ini, mulai dari rakusnya

pejabat yang memperkaya diri sendiri, pelanggaran HAM, hingga perilaku

sehari-hari masyarakat seperti tidak mau antre dan kurang peduli terhadap

hak orang lain. Namun, perilaku bisa diubah, mental dan karakter bisa

dibangun.Karena itu Revolusi Mental bukanlah pilihan, tetapi suatu

keharusan, agar bangsa kita bisa berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di

dunia.Kita bisa membuat Indonesia menjadi lebih baik dengan memulai

Revolusi Mental dari diri sendiri, sejak saat ini. (http://www.putra-putri-

indonesia.com/revolusi-mental.html)

Sepanjang sejarah pendidikan yang diselenggarakan di seluruh dunia,

pendidikan pada hakekatnya memiliki dua tujuan, yaitu membantu manusia

untuk menjadi cerdas dan pintar, dan membantu mereka menjadi manusia

yang baik.Menjadikan manusia cerdas dan pintar, boleh jadi tidak terlalu sulit

melakukannya, tetapi menjadikan manusia agar menjadi orang yang baik,

jauh lebih sulit. Dengan demikian, sangat wajar apabila dikatakan bahwa

problem moral merupakan persoalan akut atau penyakit kronis yang

mengiringi kehidupan manusia kapan dan di mana pun.

Moralitas memiliki beberapa indikator, terutama indikator yang berkaitan

dengan moralitas siswa diantaranya: Moralitas siswa dalam pergaulan di

9

sekolah, keluarga, dan masyarakat, Moralitas siswa tentang tata tertib

sekolah, pergaulan siswa dan guru, Tanggung jawab moral. Nilai moral dan

budi pekerti mempunyai hubungan yang sangat erat yaitu di dalam budi

pekerti terdapat unsur-unsur nilai moral yang merupakan indikator moralitas

yang menjadi fokus dalam penelitian ini meliputi (1) disiplin, (2)

mengendalikan diri, (3) sopan santun, (4) kejujuran.

Moralitas siswa yang rendah ini juga dilihat dari kurangnya kreativitas siswa

dalam kegiatan ekstrakurikuler yaitu tidak ada satupun siswa kelas XI IPS 2

yang terlibat dalam kegiatan PRAMUKA, begitu juga dengan kegiatan

ROHIS hanya 3 siswa yang ikut ekstrakurikuler atau 0,12 % yang ada di

lingkungan di SMA Negeri I Kotabumi.

Berdasarkan pengamatan di SMA Negeri I Kotabumi khususnya dikelas XI

IPS 2, dalam proses pembelajaran guru hanya mengembangkan aspek

kognitif saja, sedangkan aspek afektif dan psikomotor belum sepenuhnya

dilaksanakan oleh guru. Penilaian hasil belajar yang selama ini dilakukan

cenderung mengabaikan nilai-nilai moral, budi pekerti dan pengembangan

karakter peserta didik.Karena itu untuk menanamkan nilai-nilai moral peserta

didik, tidak hanya ditekankan pada intelektualnya saja tetapi juga pada

moralitas peserta didik harus baik.

Menurut Budiningsih (2004: 24), moralitas merupakan sikap hati orang yang

terungkap dalam tindakan lahiriah. Moralitas terjadi apabila orang mengambil

sikap yang baik karena ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan

bukan karena ia mencari keuntungan. Jadi moralitas adalah sikap dan

perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih.Hanya moralitaslah yang

bernilai moral.

10

Berdasarkan pengamatan awal dilingkungan SMAN I Kotabumi, khususnya

di kelas XI IPS 2 seperti yang terlihat dalam tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1 Data Observasi Moralitas siswa dalam pembelajaran mata pelajaran

PPKn kelas XI IPS 2 di SMAN I Kotabumi

No Indikator Moralitas Harapan Kenyataan

1 Disiplin 1. siswa tidak datang

terlambat

2. siswa mengerjakan

tugas dengan penuh

tanggung jawab

3. siswa tertib

4. siswa mengerjakan

tugas yang diberikan

guru tepat waktu

1. hanya 3 atau 10,7% siswa

yang datang kesekolah

tepat waktu

2. hanya 3 atau 10,7% siswa

mengerjakan tugas dengan

penuh tanggung jawab

3. hanya 4 atau 14,0% siswa

yang tertib

4. hanya 4 atau 14,0% siswa

yang mengerjakan tugas

yang diberikan guru tepat

waktu.

2 Mengendalikan

Diri

1. siswa tidak

emosional

2. siswa tidak berbuat

gaduh dikelas

3. siswa memiliki

semangat belajar

yang tinggi

4. siswa selalu

berbicara sopan

sesama teman

1. sekitar 60 % siswa laki-

laki emosional

2. hanya 9 atau

32,14%siswa yang tidak

berbuat gaduh dikelas

3. hanya 6 atau 21,42%

siswa yang memiliki

semangat belajar yang

tinggi

4. hanya 4 atau 14,0% siswa

yang selalu berbicara

sopan sesama teman

3 Sopan Santun 1. siswa berpakaian

sopan

2. siswa tidak meludah

disembarang tempat

3. siswa menghormati

dan

4. menghargai teman

siswa selalu ramah

1. hanya 3 atau 10,7%

siswa yang berpakaian

sopan

2. hanya 3 atau 10,7% siswa

yang tidak meludah

disembarang tempat

3. hanya 8 atau 28,57%

siswa yang menghormati

dan menghargai teman

hanya 5 atau 17,9%

siswa yang bersikap

ramah

11

No Indikator Moralitas Harapan Kenyataan

4 Kejujuran 1. siswa tidak

menyontek dalam

ujian/ulangan

2. siswa mengakui

kesalahan yang

dilakukan sendiri

3. siswa menjaga

kerapihan/kebersiha

n kelas

4. siswa selalu

berbicara jujur

1. hanya 5 atau 17,9% siswa

yang tidak menyontek

dalam ujian/ulangan

2. hanya 8 atau 28,57%

siswa yang mau mengakui

kesalahan yang dia

lakukan

3. hanya 9 atau 32,14%

siswa yang menjaga

kerapihan/kebersihan

kelas

4. hanya 2 atau 7,14%

siswa yang berbicara jujur

Sumber :Guru BK SMAN I Kotabumi

Banyaknya permasalahan di atas disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya

kemampuan guru yang belum menerapkan model pembelajaran yang

dianggap tepat serta pembelajaran pendidikan moral, budi pekerti yang masih

kurang efektif. Upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan moralitas

siswa yang baik adalah dengan mengubah cara mengajar guru. Guru

diharapkan untuk menggunakan model pembelajaran yang dapat menuntut

peserta didik untuk bersikap aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan.

Kelas XI IPS 2 di SMA Negeri 1 Kotabumi berjumlah 28 siswa yang terdiri

dari 15 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan. Hasil belajar siswa pada

mata pelajaran PPKn juga belum maksimal, hasil tersebut di lihat dari rata-

rata ujian tengah semester satu, masih banyak siswa yang memperoleh nilai

dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah

pada mata pelajaran PPKn yaitu 75. Data hasil belajar ditunjukkan dengan

nilai terendah 26 dan nilai tertinggi 76, dengan rata-rata kelas. Dari 28 siswa

12

hanya 6 (21,2 %) siswa yang mendapatkan nilai diatas KKM, sedangkan

sisanya yaitu 22 (78,6 %) siswa masih mendapatkan nilai dibawah KKM.

Dalam mata pelajaran PPKn dikenal suatu model pembelajaran yaitu, Value

Clarification Tehnique (VCT). Menurut Djahiri (2003: 115) model

pembelajaran VCT merupakan sebuah cara bagaimana menanamkan dan

menggali atau mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari diri peserta didik

meliputi metode percontohan; analisis nilai; daftar/matriks; kartu keyakinan;

wawancara, yurisprudensi dan teknik inkuiri nilai. Selain itu dikenal juga

dengan metode bermain peran. Model pembelajaran VCT di anggap baik

untuk diterapkan dalam pembelajaran PPKn, karena mata pelajaran PKn

mengemban misi untuk membina nilai, moral, sikap dan prilaku siswa,

disamping membina kecerdasan (knowledge) siswa.

Pola pembelajaran VCT menurut Djahiri (1985: 91), dianggap unggul untuk

pembelajaran afektif karena; pertama, mampu membina dan mempribadikan

nilai dan moral; kedua, mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi

pesan materi yang disampaikan; ketiga mampu mengklarifikasi dan menilai

kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata;

keempat, mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan

potensi diri siswa terutama potensi afektualnya; kelima, mampu memberikan

pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan; keenam, mampu menangkal,

meniadakan, mengintervensi dan mensubversi berbagai nilai moral yang ada

dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang; ketujuh,

menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.

13

Berlatar belakang itulah maka penulis mengangkat masalah ini untuk

penelitian yang berjudul “Peningkatan Moralitas Siswa melalui Model

Pembelajaran VCT pada mata pelajaran PPKn di kelas XI IPS 2 SMA Negeri

I Kotabumi kabupaten Lampung Utara.

B. Fokus Masalah

Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah Peningkatan Moralitas siswa

melalui model pembelajaran VCT pada mata pelajaran PPKn kelas XI IPS 2

di SMA Negeri I Kotabumi yang akan diuraikan dalam rumusan masalah.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan Fokus masalah tersebut maka rumusan permasalahan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Bagaimanakah model pembelajaran VCT dapat meningkatkan moralitas

siswa kelas XI IPS 2 di SMAN I Kotabumi pada mata pelajaran PPKn

secara efektif.

2) Pada Indikator Moralitas manakah yang paling mudah dan paling sukar

untuk dicapai oleh siswa kelas XI IPS 2 di SMAN I Kotabumi melalui

model pembelajaran VCT pada mata pelajaran PPKn.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1) Untuk meningkatkan moralitas siswakelas XI IPS 2 di SMAN I Kotabumi

melalui model pembelajaran VCT pada mata pelajaran PPKn secara

efektif.

14

2) Untuk mengetahui Indikator Moralitas yang paling mudah dan paling

sukar untuk dicapai oleh siswa kelas XI IPS 2 di SMAN I Kotabumi

melalui model pembelajaran VCT pada mata pelajaran PPKn

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis,

a) Untuk pengembangan keilmuan dibidang pembelajaran PPKn.

b) Untuk menambah khasanah kajian ilmiah dalam Penelitian Tindakan

Kelas (PTK).

2. Manfaat Praktis

a) Bagi Siswa

Mengetahui peningkatan moralitas siswa kelas XI IPS2 SMA Negeri 1

Kotabumi tahun pelajaran 2016/1017.

b) Bagi Guru

Membantu dan memudahkan guru PPKn dalam meningkatkan

moralitas siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 1 Kotabumi tahun

pembelajaran 2016/2017melalui model pembelajaran VCT.

c) Bagi Lembaga

Penelitian ini dilaksanakan disekolah, dalam hal ini SMAN 1

Kotabumi dapat mengambil manfaat dengan adanya peningkatan

moralitas siswa dan dapat dijadikan sebagai masukan dan rujukan

dalam proses pembelajaran di masa yang akan datang.

15

F. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang Lingkup Ilmu Kajian IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai disiplin

ilmu-ilmu sosial. Rumusan Ilmu Pengetahuan Sosial berdasarkan realitas

dan fenomena sosial melalui pendekatan interdisipliner mata pelajaran IPS

sebagai program pendidikan persekolahan yang dikembangkan atas dasar

relevansinya dengan kebutuhan, minat, praktis kehidupan keseharian

siswa, atau program pendidikan yang diorganisasi secara terpadu atau

integratif bahan-bahan dan disiplin ilmu-ilmu sosial atas dasar tema yang

mudah difahami oleh siswa.

Ruang lingkup kajian ilmu dalam penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial

(IPS), berasal dari lima tradisi Social Studies menurut Sapriya (2009: 13-

14) yaitu sebagai berikut:

1. Ilmu pengetahuan sosial sebagai transmisi kewarganegaraan

2. Ilmu pengetahuan sosial sebagai pengembangan pribadi

3. Ilmu pengetahuan sosial sebagai pendidikan ilmu-ilmu sosial

4. Ilmu pengetahuan sosial sebagai refleksi inkuiri

5. Ilmu pengetahuan sosial sebagai pengambilan keputusan dan aksi

social

Penelitian ini memfokuskan pada pembentukan warga negara yang

memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk

menjadi warga negara yang baik, cerdas, terampil, dan berkarakter yang

diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945, ilmu pengetahuan sosial

16

sebagai transmisi kewarganegaraan dan ilmu pengetahuan sosial sebagai

pengembangan pribadi, khususnya pendidikan kewarganegaraan berkaitan

dengan upaya pembentukan diri warga negara yang memiliki pengetahuan,

ketrampilan, sikap, dan nilai serta perilaku nyata dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara. Proses pembelajaran yang diselenggarakan

secara formal disekolah dimaksudkan untuk mengarahkan perubahan diri

siswa secara terencana baik aspek pengetahuan, ketrampilan maupun

sikap, seperti kurikulum ilmu sosial, tujuan utamanya adalah kajian yang

berhubungan dengan pengembangan intelektual.

2. Ruang Lingkup Objek

Objek penelitian ini adalah Peningkatan sikap moralitas siswa (Disiplin,

mengendalikan diri, sopan santun, dan kejujuran) melalui model

pembelajaran VCT.

3. Ruang Lingkup Subjek

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS 2 SMAN I Kotabumi yang

berjumlah 28 siswa terdiri dari 15 siswa laki-laki 13 siswa perempuan.

4. Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Kotabumi kabupaten

Lampung Utara.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

1. Pengertian Belajar

Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang

terjadi melalui pengalaman dan bukan karena pertumbuhan atau

perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Manusia

banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat sebelum lahir.

Bahwa antara belajar dan perkembangan sangat erat kaitannya. Proses

belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja

dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada

diri pembelajar.

Perubahan yang dimaksud adalah perubahan perilaku tetap berupa

pengetahuan pemahaman, ketrampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh

individu sedangkan pengalaman merupakan interaksi antara individu

dengan lingkungan sebagai sumber belajarnya. Jadi belajar diartikan

sebagai proses perubahan perilaku tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari

tidak faham menjadi faham, dari kurang terampil menjadi lebih terampil,

dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi

lingkungan maupun individu itu sendiri.

18

Menurut Hamalik (2001: 27) belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi

lebih luas dari itu, yakni mengalami dan terdapat perubahan kelakuan.

Belajar bukan hanya menghafal atau mengingat tetapi suatu proses yang

ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai

hasil proses dapat ditunjukkan dalam beberapa bentuk seperti berubah

pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya,

ketrampilannya, kecakapannya, kemampuannya, daya reaksinya, daya

penerimaannya dan beberapa aspek yang ada pada individu Sudjana (2010:

28).

Belajar adalah suatu proses dimana siswa harus lebih aktif, guru hanya

berperan sebagai fasilitator. Guru hanyalah merangsang keaktifan dengan

menyajikan bahan pelajaran, sedangkan yang mengolah dan mencerna

adalah siswa sendiri sesuai dengan kemauan dan kemampuan, bakat dan

latar belakang masing-masing individu Budiningsih (2004: 10).

Peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang diperlihatkan

dalam bentuk bertambahnya kualitas dan kuantitas kemampuan orang itu

di dalam berbagai bidang. Meskipun seseorang mempunyai tujuan tertentu

dalam belajar serta telah memilih sikap yang tepat untuk merealisir tujuan

itu, akan tetapi tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan itu sangat

dipengaruhi dengan situasi belajar. Setiap situasi dimana dan kapan saja

memberikan kesempatan belajar kepada seseorang.

Beberapa prinsip belajar yang perlu diperhatikan adalah (1) belajar harus

berorientasi pada tujuan yang jelas, (2) proses belajar akan terjadi apabila

seseorang dihadapkan pada situasi problematik, (3) belajar dengan

pengertian akan lebih bermakna dari pada belajar dengan hafalan, (4)

19

belajar merupakan proses kontinu, (5) belajar memerlukan kemampuan

yang kuat, (6) keberhasilan ditentukan oleh banyak faktor, (7) belajar

memerlukan metode yang tepat, (8) belajar memerlukan kesesuaian antara

guru dan murid, dan (9) belajar memerlukan kemampuan dalam

menangkap intisari pelajaran itu sendiri Hakim (2005: 2)

Salah satu teori yang terkenal berkaitan dengan teori belajar

konstruktivisme adalah perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa

disebut teori perkembangan intelektual atau perkembangan kognitif. Teori

tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar yang dikemas

dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap

tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri

tertentu dalam mengkontruksi ilmu pengetahuan. Menurut teori belajar

konstruktivisme, penegtahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari

pikiran guru kepikiran siswa. Siswa harus aktif secara mental membangun

struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang

dimiliknya.

Menurut Tasker dalam Pranita (2010: 30) bahwa ada tiga penekanan

dalam teori belajar konstruktivisme. Pertama adalah peran aktif siswa

dalam mengkontruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah

pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkontruksian secara

bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi

baru yang diterima. Pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar

kontruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam

mengorganisasikan pengalaman mereka dan bukan kepatuhan siswa dalam

refleksi atas apa yang telah diperintahkan atau dilakukan oleh guru. Dalam

20

hal ini, siswa lebih diutamakan untuk menkontruksi sendiri pengetahuan

mereka melalui asimilasi dan akomodasi.

2. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan inti dari kegiatan belajar. Pembelajaran

merupakan usaha orang yang bertujuan membantu orang belajar, bukan

sekedar mengajar tetapi berpengaruh secara langsung pada belajar.

Pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut keaktifan

guru dalam menciptakan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana

yang telah dibuat. Dalam hal ini, guru dapat mengambil keputusan atas

dasar penilaian yang tepat ketika peserta didik belum dapat membentuk

kompetensi dasar, apakah kegiatan pembelajaran dihentikan, diubah

metodenya, atau mengulang dulu pembelajaran yang lalu Mulyoto (2005:

59).

Menurut UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003:

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik

dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran

sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk

mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan

kemampuan berfikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan

mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan

penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran.

Dengan demikian pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja

melibatkan dan menggunakan pengetahuan professional yang dimiliki

guru untuk mencapai tujuan kurikulum. Jadi pembelajaran adalah suatu

aktivitas yang dengan sengaja memodifikasi berbagai kondisi yang

21

diarahkan untuk tercapainya tujuan kurikulum. Manusia yang terlibat

dalam system pembelajaran terdiri dari siswa, guru, serta tenaga lainnya

seperti tenaga administrasi dan laboratorium. Material meliputi buku-buku,

papan tulis dan penghapus, fotografi, slide dan film, audio dan video.

Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio

visual, dan computer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian

informasi, praktik, belajar dan ujian.

Pengertian pembelajaran secara khusus diuraikan sebagai berikut:

a. Kontruktivistik

Pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta

sesuatu makna dari apa yang dipelajari.

b. Behavioristik

Pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang

diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus).

c. Kognitif

Pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan pada

siswa untuk berfikir agar dapat mengenal dan memahami.

d. Gestalt

Pembelajaran adalah usaha guru untuk memberikan materi

pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa lebih mudah

mengorganisasikannya (mengaturnya) menjadi suatu pola gestalt

(pola bermakna).

22

e. Humanistik

Pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada siswa

untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai

dengan minat dan kemampuannya. (Darsono Max, 2000: 24)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa yang ditujukan untuk

melakukan perubahan sikap dan pola pikir siswa kearah yang lebih baik

untuk mencapai hasil belajar yang optimal.

B. Teori Belajar

Beberapa teori belajar antara lain:

1. Teori Belajar Konstruktivisme

Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat

generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang sudah

dipelajari.

Menurut pandangan teori konstruktivime, belajar merupakan proses

mengkontruksi pengetahuan. Pengetahuan dihasilkan dari proses

pembentukan. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan objek dan

lingkungannya maka pengetahuan dan pemahaman tentang objek serta

lingkungannya tersebut akan meningkat dan semakin rinci (Budiningsih,

2004; 57). Artinya, dalam pembelajaran siswa menemukan sendiri dan

mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dan

merevisinya apabila aturan-aturan tersebut tidak sesuai. Filsafat

konstruktivisme menjadi landasan strategi pembelajaran yang dikenal

dengan student centered learning. Pembelajaran ini mengutamakan

keaktifan siswa sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan memberi

arahan (scaffolding).

Von Galserfeld (dalam Budiningsih, 2004; 57) mengemukakan bahwa;

23

Ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam mengkontruksi

pengetahuan, yaitu; 1.kemampuan mengingat dan mengungkapkan

kembali pengalaman, 2.kemampuan membandingkan dan mengambil

keputusan akan kesamaan dan perbedaan, 3.kemampuan untuk lebih

menyukai suatu pengalaman yang satu daripada lainnya.

Mengenai pentingnya kemampuan awal atau modal pengetahuan yang

dimiliki siswa dikemukakan oleh teori konstruktif sebagai berikut;

Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah

memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu.Kemampuan

awal tersebut sebelum akan menjadi dasar dalam mengkontruksi

pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipun kemampuan awal tesebut

masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya

diterima dan dijadikan dasar pembelajaran serta pembimbingan

(Budiningsih, 2004; 59).

Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang

terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau

perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Manusia

banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat sangat erat

kaitannya. Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja

maupun tidak sengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada

suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang dimaksud adalah

perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan, pemahaman, ketrampilan,

dan kebiasaan yang baru diperoleh individu, .Sedangkan pengalaman

merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sebagai sumber

belajarnya. Jadi belajar disini diartikan sebagai proses perubahan perilaku

tetap dari belum tahu, dari tidak faham untuk menjadi faham, dari kurang

terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta

bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri. Konstruktivisme

24

merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstekstual yaitu

bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang

hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-

konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau

kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi

pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Jadi,

Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat

generative, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang

dipelajari. Konstruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan

manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi

makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya.

Berdasarkan uraian di atas, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses

pembentukan pengetahuan yang harus dilakukan oleh subjek yang belajar

dengan cara aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep

dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Pada

hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada peserta didik. Artinya,

yang paling menentukan terjadinya gejala belajar adalah motivasi belajar

pada diri peserta didik sendiri. Oleh karena itu, pengelolaan pembelajaran

harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memproses gagasannya

dan guru harus dapat menata lingkungan yang memberi peluang optimal

bagi proses belajar peserta didik.

Implikasi ciri-ciri pembelajaran dalam pandangan kontrukstivisme adalah

penyediaan lingkungan belajar yang konstruktif. Lingkungan belajar yang

25

konstruktif merupakan lingkungan belajar yang : 1) menyediakan

pengalaman belajar yang mengaitkan pengetahuan baru dengan

pengetahuan yang dimiliki siswa sehingga belajar merupakan proses

pembentukan pengetahuan, 2) Menyediakan berbagai alternatif

pengalaman belajar, 3) mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi

realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkret, 4)

Mengintegrasikan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya interaksi

dan kerja sama antara siswa, 5) Memanfaatkan berbagai media agar

pembelajaran lebih menarik, 6) Melibatkan siswa secara emosional dan

sosial dan siswa mau belajar.

Berdasarkan teori ini beberapa masalah muncul dari faktor internal,

permasalahan muncul dibangun dari pengetahuan yang direkonstruksi

sendiri oleh peserta didik. Teori ini sangat dipercaya bahwa siswa mampu

mencari sendiri masalah, menyusun sendiri pengetahuannya melalui

kemampuan berpikir dan tantangan yang dihadapinya, menyelesaikan dan

membuat konsep mengenai keseluruhan pengalaman realistik dan teori

dalam satu bangunan utuh.

Dengan demikian bahwa teori konstruktivisme ini berhubungan dengan

model pembelajaran Value Clarification Tehnigue (VCT) karena siswa

dituntut untuk bisa belajar mencari dan menyelesaikan masalahnya sendiri

dan membuat konsep dengan hal-hal yang realistik, konstruktivisme

merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

pengetahuan yang diperoleh peserta didik merupakan konstruksi

26

(bentukan) dari peserta didik itu sendiri, bukan gambaran dunia kenyataan

yang ada. Gambaran peristiwa pembentukan dari konstruktivisme ini

selalu berjalan terus menerus, dan setiap terjadi reorganisasi atau

rekonstruksi adanya pengalaman baru.

2. Teori Belajar Piaget

Piaget dalam teorinya memandang anak sebagai individu (pembelajar)

yang aktif. Perhatian utama Piaget tertuju kepada bagaimana anak-anak

dapat mengambil peran dalam lingkungan sekitar berpengaruh pada

perkembangan mentalnya. Menurut Piaget, anak senantiasa berinteraksi

dengan sekitarnya dan selalu berusaha mengatasi masalah-masalah yang

dihadapinya di lingkungan itu. Melalui kegiatan yang dimaksudkan untuk

memecahkan masalah itulah pembelajaran terjadi. Piaget tidak

memberikan penekanan terhadap pentingnya bahasa dalam perkembangan

kognitif anak. Bagi Piaget bukan perkembangan bahasa pertama yang

paling fundamental dalam perkembangan kognitif melainkan aktivitas atau

action. Menurut pandangan Piaget, pikiran anak berkembang perlahan-

lahan seiring dengan pertumbuhan pengetahuan dan ketrampilan

intelektualnya hingga sampai ketahap berfikir logis dan formal. Akan

tertentu yang menyebabkan anak mampu melampaui serangkaian tahapan

yang dimaksud. Pada setiap tahap, anak mampu berpikir memikirkan hal-

hal tertentu, tetapi tidak atau belum mampu memikirkan hal-hal yang lain.

Proses belajar menurut Jean Piaget ada tiga tahap proses perkembangan

intelektual, yaitu asimilasi, akomodasi, dan equiliborasi (penyeimbangan).

Asimilasi adalah proses perpaduan antara informasi baru dengan struktur

27

kognitif yang sudah dimiliki. Dalam proses ini seseorang menggunakan

struktur atau kemampuan yang sudah dimiliknya untuk menyelesaikan

masalah yang dihadapi dalam lingkungannya. Akomodasi adalah

penyesuaian struktur internal dengan cirri-ciri tertentu dari sitausi khusus

yang berupa objek atau kejadian yang baru. Dalam proses ini seseorang

memerlukan modifikasi struktur internal yang ada dalam menghadapi

reaksi terhadap tantangan lingkungan. Ekuilibrasi adalah pengaturan diri

yang berkesinambungan yang memungkinkan seseorang tumbuh dan

berkembang, dan beruba sementara untuk menjadi lebih mantap/seimbang.

Dalam proses ini terjadi penyeimbangan antara “dunia luar” dengan “dunia

dalam”, sehingga hakikat pengetahuan menurut Piaget adalah interaksi

yang terus menerus antara individu dengan lingkungannya.

Berdasarkan uraian diatas, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses

dimana peserta didik dapat menyesuaikan diri dengan tindakan-tindakan

yang diperbuat, apakah perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk,

sehingga peserta didik sampai menyadari apa yang telah diperbuatnya.

Menurut teori ini juga Belajar dapat diartikan sebagai suatu peristiwa

dimana peserta didik di lingkungan sekolahnya dapat berperilaku baik,

sopan terhadap guru, teman, para warga sekolah, pada intinya dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungan atas perilaku-perilaku yang telah

dilakukannya.

Dengan demikian bahwa teori piaget ini berhubungan dengan model

pembelajaran VCT, dimana peserta didik dapat berinteraksi dengan

lingkungan sekitar, mengatasi masalah-masalah yang ada, berusaha

28

mencari penyelesaian dengan menggunakan model pembelajaran VCT,

karena model pembelajaran ini adalah bagaimana peserta didik

menekankan sikap afektif, mampu mengklarifikasi nilai-nilai yang mereka

dapatkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. sehingga model

pembelajaran VCT sangat bermanfaat dalam peningkatan moralitas siswa.

3. Teori Belajar Vygotsky

Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relative

dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan

perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang

lebih tinggi seperti ingatan, berpikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-

fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai “alat kebudayaan”

tempat individu hidup dan alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu

diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih

tua selama pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan

orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk

gambaran batin anak tentang dunia. Karena itulah berpikir setiap anak

dengan cara yang sama dengan anggota lain kebudayaannya.

Vygotsky juga berpendapat bahwa pengetahuan dibangun secara sosial,

dalam pengertian bahwa peserta yang terlibat dalam suatu interaksi sosial

akan memberikan kontribusi dan membangun bersama makna suatu

pengetahuan. Dengan demikian proses yang terjadi akan beragam sesuai

dengan konteks kulturalnya. Proses dan konteks cultural yang beragam

juga menghasilkan “belajar” yang beragam pula. Proses yang beragam

itulah akan membentuk watak dan karakter peserta didik yang berbeda-

29

beda pula, sehingga dapat membentuk pula beragam jenis moralitas

peserta didik baik karena pengaruh lingkungan rumah maupun lingkungan

disekolah, dimana sekolah merupakan tempat yang dapat membentuk

pengetahuan dengan konsep pembelajaran nilai.

Dengan demikian teori menurut Vygotsky ini dapat dikatakan

berhubungan dengan model pembelajaran VCT karena pengalaman belajar

peserta didik, apa yang telah peserta didik lakukan sudah menjadi alat-alat

budaya keseharian mereka sehari-hari. Proses pembelajaran VCT dikaitkan

dengan teori ini menunjukkkan peserta didik sudah bisa berfikir atau

bahkan menggambarkan suatu pola pemikiran tentang dunia yang

disesuaikan dengan pola pikir peserta didik masing-masing. Dalam hal

peristiwa, dimana peserta didik dalam mengikuti pembelajaran VCT dapat

menumbuhkembangkan pikiran-pikiran positif yang ada ddidalam

pikirannya dengan berdiskusi, tanya jawab, dengan kelompok lain ataupun

dengan guru sebagai nara sumber.

C. Moralitas

1. Pengertian Moralitas

Secara etimologis, kata moral berasal dari kata “mos” dalam bahasa latin,

bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata cara atau adat istiadat.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 592), moral diartikan

sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Moralitas adalah kualitas dalam

perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau

salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup tentang baik-buruknya

30

perbuatan manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dijelaskan

bahwa moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan

dengan etiket atau adat sopan santun.Secara umum, moral dapat diartikan

sebagai batasan pikiran, prinsip, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia

tentang nilai-nilai baik dan buruk atau benar dan salah. Moral merupakan

suatu tata nilai yang mengajak seorang manusia untuk berperilaku positif

dan tidak merugikan orang lain.

Menurut Kohlberg (1980: 9-13) moral diartikan sebagai norma yang

menetapkan perilaku apa yang harus diambil pada suatu saat, bahkan

sebelum kita dituntut untuk bertindak. Keputusan akan tindakan moral

bagi seseorang mengandung unsur disiplin yang dibentuk oleh konsistendi

dan otoritas, keterikatan pada kelompok, dan otonomi kehendak individu.

Menurut Fatadal (2007; 134) tujuan pendidikan dalam pertimbangan moral

adalah mengusahakan perkembangan yang optimal bagi setiap individu.

Tujuan pendidikan moral adalah:

1. Membantu peserta didik untuk dapat mengembangkan tingkah laku

yang secara moral baik dan benar.

2. Membantu peserta didik untuk dapat meningkatkan kemampuan refleksi

secar otonom, dapat mengendalikan diri, dapat meningkatkan

kebebasan mental spiritual dan mampu mengkritisi prinsip-prinsip atau

aturan-aturan yang berlaku.

3. Membantu peserta didik untuk menginternalisasi nilai-nilai moral,

norma-norma dalam rangka menghadapi kehidupan konkritnya.

4. Membantu peserta didik untuk mengadopsi prinsip-prinsip universal

fundamental, nilai-nilai kehidupan sebagai pijakan untuk pertimbangan

moral dalam menentukan suatu keputusan.

5. Membantu peserta didik untuk mampu membuat keputusan yang benar,

bermoral dan bijaksana. (Adisusilo, 2012: 128)

Beberapa teori yang dituangkan dalam Sembilan karakter moral menurut

Megawangi (2005: 95) meliputi:

31

1. Cinta Tuhan dengan segala ciptaannya (Love Alloh, trust)

2. Disiplin, Kemandirian dan tanggung jawab (discipline, responsibility,

excellence, self reliance, orderliness)

3. Keterbukaan, kejujuran, amanah dan bijaksana (trust worthiness,

reliability, and honestly)

4. Hormat dan santun (respect, courtessy)

5. Suka menolong dan bergotong royong (caring emphaty, generousity,

moderation, coorperetion)

6. Percaya diri dan suka bekerja keras (confidence, creativity, enthusiasm)

7. Keadilan (justice, fairness)

8. Baik dan rendah hati (kindness, modesty)

9. Peduli, toleransi, kedamaian dan persatuan (tolerance, flexibility,

peacefulness)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Moralitas Remaja

Secara fenomenalogis, seorang anak tiba-tiba menjadi nakal atau tidak

bermoral dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang datang dari dalam

diri remaja itu sendiri (faktor internal), maupun dari luar (faktor eksternal):

a) Faktor Internal Remaja

Menurut Kartono (1992: 111) mengemukakan bahwa faktor internal

berlangsung lewat proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja

dalam menanggapai lingkungan disekitarnya dan semua pengaruh dari

luar. Tingkah laku mereka itu merupakan reaksi yang salah atau

irrasional dari proses belajar, dalam bentuk ketidakmampuan mereka

melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar.

b) Faktor Eksternal Remaja

Faktor eksternal remaja juga dapat mempengaruhi moral remaja,

faktor eksternal yang dimaksud adalah faktor lingkungan (keluarga,

sekolah, masyarakat), termasuk kesempatan yang di luar kontrol,

32

menurut Gunawan (2010: 93). Pengaruh ketiga lingkungan tersebut

dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Faktor lingkungan keluarga

Pada hakekatnya, kondisi keluarga yang menyebabakan

timbulnya kanakalan remaja bersifat kompleks. Keluarga yang

bebas tanpa aturan-aturan dan norma-norma agama dalam

keluarganya mengakibatkan timbulnya perbuatan-perbuatan yang

menyimpang dari norma-norma agama, moral dan adat istiadat.

2. Faktor lingkungan sekolah,

Pada hakekatnya Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan

cukup berperan dalam membina anak remaja untuk menjadi orang

dewasa yang bertanggung jawab dan berkepribadian yang baik.

Namun dalam rangka membina remaja ke arah kedewasaan

kadang-kadang menyebabkan timbulkan kenakalan remaja. Hal

ini terjadi mungkin bersumber dari guru, fasilitas sekolah, norma-

norma tingkah laku, kekompakan guru dan suasana interaksi

antara guru dan siswa. Hal ini juga berdampak buruk pada

pertumbuhan dan perkembangan anak didik.

3. Faktor lingkungan masyarakat,

Keadaan masyarakat dan kondisi lingkungan dalam berbagai

corak dan bentuknya akan berpengaruh baik langsung maupun

tidak langsung terhadap remaja dimana mereka hidup

33

berkelompok. Perubahan-perubahan masyarakat yang

berlangsung secara cepat dan ditandai dengan peristiwa-peristiwa

yang menegangkan, seperti persaingan ekonomi, pengangguran,

keanekaragaman mass-media, fasilitas rekreasi yang bervariasi

pada garis besarnya memiliki korelasi relevansi dengan adanya

kejahatan pada umumnya, termasuk kenakalan remaja.

Moral seseorang tidak muncul, tumbuh dan berkembang dengan begitu

saja, tetapi berlangsung secara bertahap. Adapun tahapan-tahapan

perkembangan moral menurut Kohlberg dalam Budiningsih (2004:29),

sebagai berikut:

1. tingkat pra-konvensional

Pada tingkat ini seseorang sangat tanggap terhadap aturan-aturan

kebudayaan dan penilaian baik atau buruk, tetapi ia menafsirkan baik

atau buruk ini dalam rangka maksimalisasi kenikmatan atau akibat-

akibat fisik dari tindakannya (hukuman fisik, penghargaan, tukar-

menukar kebaikan).

2. tingkat konvensional

Pada tingkat ini seseorang manyadari dirinya sebagai seorang individu

ditengah-tengah keluarga, masyarakat, dan bangsanya. Maka itu

kecendrungan orang pada tahap ini adalah menyesuaikan diri dengan

aturan-aturan masyarakat dan mengidentifikasi dirinya terhadap

kelompok sosialnya.

3. tingkat pasca-konvensional atau tingkat otonom

Pada tingkat ini, orang bertindak sebagai subjek hukum dengan

mengatasi hukum yang ada. Orang pada tahap ini sadar bahwa hukum

merupakan kontrak social demi ketertiban dan kesejahteraan umum,

maka jika hukum tidak sesuai dengan martabat manusia, hukum dapat

dirumuskan kembali

3. Upaya Pembinaan Moral Remaja

Upaya pembinaan moral anak/remaja dapat dilakukan baik dengan usaha

preventif maupun kuratif, yaitu;

34

a. Usaha preventif

menurut S. Willis (1981: 73) usaha preventif adalah usaha yang

dilakukan secara sistematis berencana dan terarah kepada tujuan untuk

menjaga agar kenakalan itu tidak timbul. Misalnya dalam hal narkotika,

mencegah agar bahaya penyalahgunaan narkotika tidak melanda atau

merajalela.

Usaha preventif dapat dilakukan sebagai berikut:

a) Upaya orang tua (keluarga), Membimbing dan membina moral

remaja demi terciptanya masa depan remaja yang bermoral.

b) Upaya di sekolah, Usaha-usaha yang perlu dilaksanakan sekolah

dalam kaitannya dengan pembentukan moral remaja

c) Upaya masyarakat

b. Usaha kuratif

Usaha kuratif dalam menanggulangi kenakalan remaja menurut S.

Willis (1981: 74) adalah usaha pencegahan terhadap gejala-gejala

kenakalan tersebut supaya kenakalan itu tidak meluas dan merugikan

masyarakat. Pemerintah berkewajiban mencegah terjadinya gejalah-

gejalah kenakalan remaja. Terhadap mereka yang telah melakukan

kenakalan memang perlu diadakan pengusutan, penahanan, penuntutan

dan hukuman, guna menjamin rasa aman pada masyarakat dan remaja

yang nakal itu sendiri.

D. Model Pembelajaran

Model Pembelajaran adalah sebuah perencanaan pengajaran, menggambarkan

proses yang ditempuh dalam pembelajaran agar dicapai perubahan spesifik

35

pada perilaku siswa, Menurut (Herpratiwi, 2009; 2), model pembelajaran

merupakan rangkaian utuh antara pendekatan, strategi metode, tehnik dan

taktik pembelajaran. Petunjuk teknis pengembangan Model Pembelajaran di

SMA (2010: 45), menjelaskan model pembelajaran sebagai rencana yang

memperlihatkan pola pembelajaran tertentu (terlihat kegiatan guru dan siswa),

dan sumber belajar yang digunakan. Kondisi belajar atau sistem lingkungan

yang menyebabkan terjadinya belajar pada peserta didik. Sedangkan dalam

materi pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2009

Departemen Pendidikan Nasional, model pembelajaran adalah bentuk

pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara

khas oleh guru dikelas.

Model Pembelajaran Value Clarification technique (VCT) merupakan

langkah-langkah pembelajaran di kelas dari awal hingga akhir, disajikan

secara khas dengan mendasarkan pada tujuan pembelajaran, kebutuhan siswa

dan karakter materi. Model pembelajaran dapat juga diartikan sebagai

prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk

mencapai tujuan belajar, atau suatu pendekatan yang digunakan dalam

kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran memiliki arti yang sama dengan

pendekatan, strategi atau metode pembelajaran.

Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang membedakan

dengan strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut adalah:

1) Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau

pengembangnya.

2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar

(tujuan pembelajaran yang akan dicapai).

36

3) Tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat

dilaksanakan dengan berhasil

4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat

tercapai (Kardi dan Nur dalam Trianto, 2009; 74).

Setiap guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat bagi

peserta didik. Pemilihan model pembelajaran harus memperhatikan

keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-sumber belajar

yang ada agar penggunaan model pembelajaran dapat diterapkan secara

efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan model pembelajaran adalah

langkah-langkah sistematis berisi kegiatan yang dipilih oleh guru dalam

proses pembelajaran, yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa

dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Model

pembelajaran penting dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

pembelajaran. Untuk menciptakan pembelajaran yang efektif, efisien dan

kondusif, setiap guru harus mampu memilih atau merangcang kegiatan

pembelajarannya, disesuaikan dengan kebutuhan siswa, karakter siswa,

karakter materi, sarana pendukung dan tujuan pembelajaran itu sendiri.

1. Pengertian Model Pembelajaran Value Clarification Tehnique

(VCT)

Value Clarification Tehnique (VCT) merupakan salah satu model

pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pencapaian pendidikan nilai.

Djahiri (2003: 115) mengemukakan bahwa VCT merupakan sebuah

cara bagaimana menanamkan dan menggali atau menggungkapkan

37

nilai-nilai tertentu dari diri peserta didik, karena itu pada prosesnya

VCT berfungsi: a) mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa

tentang suatu nilai; b) membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang

dimilikinya baik yang positif maupun yang negatif untuk kemudian

dibina kearah peningkatan atau pembetulannya; c) menanamkan suatu

nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa

sebagai milik pribadinya. Dengan kata lain, Djahiri (2003; 116)

menyimpulkan bahwa VCT dimaksudkan untuk “melatih dan membina

siswa tentang bagaimana cara menilai, mengambil keputusan terhadap

suatu nilai umum untuk kemudian dilaksanakannya sebagai warga

masyarakat”.

Berkaitan dengan teknik pembelajaran nilai, Jarolimek dalam Tukiran

(2011: 30) merekomendasikan beberapa cara, antara lain.

a) Teknik evaluasi diri (self evaluation) dan evaluasi kelompok

(group evaluation). Dalam teknik evaluasi diri dan evaluasi

kelompok peserta didik diajak berdiskusi atau tanya-jawab tentang

apa yang dilakukannya serta diarahkan kepada keinginan untuk

perbaikan dan penyempurnaan oleh dirinya sendiri:

a. Menentukan tema, dari persoalan yang ada atau yang

ditemukan peserta didik

b. Guru bertanya berkenaan yang dialami peserta didik

c. Peserta didik merespon pernyataan guru

d. Tanya jawab guru dengan peserta didik berlangsung terus

hingga sampai pada tujuan yang diharapkan untuk

menanamkan niai-nilai yang terkandung dalam materi tersebut.

b) Teknik Lecturing

Teknik lecturing, dilakukan guru dengan bercerita dan mengangkat

apa yang menjadi topik bahasannya. Langkah-langkahnya antara

lain:

a. Memilih satu masalah /kasus / kejadian yang diambil dari buku

atau yang dibuat guru.

b. Siswa dipersilahkan memberikan tanda-tanda penilaiannya

dengan menggunakan kode, misalnya: baik-buruk, salah benar,

adil tidak adil, dan sebagainya.

38

c. Hasil kerja kemudian dibahas bersama-sama atau kelompok

kalau dibagi kelompok untuk memberikan kesempatan alasan

dan argumentasi terhadap penilaian tersebut.

c) Teknik menarik dan memberikan percontohan

Dalam teknik menarik dan memberi percontohan (example of

axamplary behavior), guru memberikan dan meminta contoh-

contoh baik dari diri peserta didik ataupun kehidupan masyarakat

luas, kemudian dianalisis, dinilai dan didiskusikan.

d) Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasaan

Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasaan, dalam teknik ini

peserta didik dituntut untuk menerima atau melakukan sesuatu

yang oleh guru dinyatakan baik, harus, dilarang, dan sebagainya.

e) Teknik tanya-jawab

Teknik tanya-jawab guru mengangkat suatu masalah, lalu

mengemukakan pertanyaan-pertanyaan sedangkan peserta didik

aktif menjawab atau mengemukakan pendapat pikirannya.

f) Teknik menilai suatu bahan tulisan

Teknik menilai suatu bahan tulisan, baik dari buku atau khusus

dibuat guru. Dalam hal ini peserta didik diminta memberikan

tanda-tanda penilaiannya dengan kode (misal: baik - buruk, benar –

tidak-benar, adil – tidak-adil dll). Cara ini dapat dibalik, siswa

membuat tulisan sedangkan guru membuat catatan kode

penilaiannya. Selanjutnya hasil kerja itu dibahas bersama atau

kelompok untuk memberikan tanggapan terhadap penilaian.

g) Teknik mengungkapkan nilai melalui permainan (games).

Dalam pilihan ini guru dapat menggunakan model yang sudah ada

maupun ciptaan sendiri.

VCT merupakan tehnik pengajaran untuk membantu siswa dalam

mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam

menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang

sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. Menurut Jarolimek (1993: 40)

menjelaskan tujuan dari pembelajaran dengan Value Clarification

Tehchnique (VCT) sebagai berikut:

1) untuk mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang

suatu nilai.

2) membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik

tingkatannya maupun sifatnya (positif dan negatifnya) atau untuk

kemudian dibina kearah peningkatan dan pembetulannya.

39

3) untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara

yang rasional dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai

tersebut akan menjadi milik siswa.

4) melatih siswa bagaimana cara menilai, menerima serta mengambil

keputusan terhadap sesuatu persoalan dalam hubungannya dengan

kehidupan sehari-hari dimasyarakat.

Menurut Djahiri (1985: 90-91) ada beberapa bentuk pendekatan VCT,

sebagai berikut:

1) VCT dengan menganalisa suatu kasus yang kontroversial, suatu

cerita yang dilematis, mengomentari kliping, membuat laporan dan

kemudian dianalisa bersama.

2) VCT dengan menggunakan matrik, Jenis VCT ini meliputi Daftar

Baik Buruk, Daftar Tingkat Urutan, Daftar Skala Prioritas, Daftar

Gejala Kontinum, Daftar Penilaian diri sendiri, Daftar Orang

Membaca Pikiran Orang Lain tentang Diri Kita, dan Perisai.

3) VCT menggunakan Kartu Keyakinan, kartu sederhana ini

berisikan; pokok masalah, dasar pemikiran positif dan pemecahan

pendapat siswa yang kemudian diolah dengan analisa yang

melibatkan siskap siswa terhadap masalah tersebut.

4) VCT dengan Tehnik Inkuiri Nilai dengan pertanyaan yang acak

random, dengan cara ini siswa berlatih berfikir kritis, analitis, rasa

ingin tahu dan sekaligus mampu merumuskan berbagai

hipotesa/asumsi, yang berusaha mengungkap suatu nilai atau

system nilai yang ada atau dianut, atau yang menyimpang.

Menurut Zakaria (2001; 24) ada lima pendekatan nilai yaitu: 1)

Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach), 2) Pendekatan

perkembangan moral kognitif (cognitive moral development approach),

3) Pendekatan analisis nilai (values analysis approach), 4) Pendekatan

klarifikasi nilai (values clarification approach), 5) Pendekatan

pembelajaran berbuat (action learning approach).

Untuk meningkatkan moralitas siswa juga perlu pembelajaran efektif,

salah satunya menggunakan pendekatan klarifikasi nilai (Values

clarification approach) atau yang dikenal dengan VCT.

40

2. Pembelajaran Model VCT dalam Mata Pelajaran PPKn

Menurut Djahiri (2003: 115) model pembelajaran VCT meliputi;

metode percontohan; analisis nilai; daftar/matriks; kartu keyakinan;

wawancara, yurisprudensi dan teknik inkuiri nilai. Selain itu dikenal

juga dengan metode bermain peran. Metode dan model di atas dianggap

sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran PPKn, karena mata

pelajaran PPKn mengemban misi untuk membina nilai, moral, sikap

dan perilaku juga membina kecerdasan (knowledge) siswa.

Pola pembelajaran VCT menurut Djahiri (1985: 91) dianggap unggul

untuk pembelajaran afektif karena; pertama, mampu membina dan

mempribadikan nilai dan moral; kedua, mampu mengklarifikasi dan

mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan; ketiga mampu

mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai

moral dalam kehidupan nyata; keempat, mampu mengundang,

melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama

potensi afektualnya; kelima, mampu memberikan pengalaman belajar

dalam berbagai kehidupan; keenam, mampu menangkal, meniadakan

mengintervensi dan mensubversi berbagai nilai moral yang ada dalam

diri seseorang; ketujuh, menuntun dan memotivasi untuk hidup layak

dan bermoral tinggi.

3. Langkah-langkah model pembelajaran VCT

Langkah-langkah model pembelajaran VCT Menurut John Jarolimek

(1974) dibagi dalam 7 tahapan yang dibagi kedalam 3 tingkatan.

41

1. Kebebasan memilih: a) memilih secara bebas, b) memilih dari

beberapa alternative, c) memilih setelah dilakukan analisis.

2. Menghargai, terdiri dari: a) adanya perasaan senang, b) menegakkan

nilai.

3. Berbuat, terdiri dari: a) kemauan dan kemampuan untuk mencoba

melaksanakannya, b) mengulangi perilaku sesuai dengan nilai

penelitiannya.

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran dengan model VCT

Tahap Kegiatan Guru

A. Pendahuluan 1. Mengkondisikan peserta didik

2. Menyampaikan SK, KD, serta tujuan

pembelajaran

3. Menggali pengetahuan awal peserta didik

4. Memberikan motivasi kepada peserta didik

Kegiatan Inti

B. Tahap Memilih

1. Memberikan kesempatan untuk menentukan

pilihan nilai yang menurutnya baik

2. Memilih dari beberapa alternative nilai yang

telah ditentukan

3. Memilih setelah dilakukan analisis

pertimbangan konsekuensi yang akan timbul

sebagai akibat pilihannya

C. Tahap Menghargai 4. Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai

yang menjadi pilihannya

5. Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian

integral dalam dirinya didepan umum

D. Tahap Berbuat 6. Kemauan dan kemampuan untuk mencoba

melaksanakannya

7. Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai

pilihannya

E. Menganalisis dan

Evaluasi

1. Membantu peserta didik mengkaji ulang proses

pembelajaran

2. Membimbing peserta didik yang belum

mengerti dan faham

F. Penutup 1. Membimbing peserta didik membuat

simpulan/rangkuman materi

2. Memberikan tugas kepada peserta didik berupa

tugas kelompok dan individu

3. Memberikan informasi rencana pembelajaran

pada pertemuan berikutnya

4. Melakukan Evaluasi

42

E. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn)

1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn)

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang

memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan

mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga

negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang

diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Sebagai pendidikan nilai,

moral, dan norma prinsip pembelajaran kurikulum 2013 sangat sesuai

dengan karakteristik PKn.

Dalam UUD 1945 ketentuan tentang Pendidikan Nasional diatur menurut

pasal 31 ayat 3 dan ayat 5. Ayat 3 berbunyi “Pemerintah mengusahakan

dan menyelenggarakan suatu system Pendidikan Nasional, yang

meninngkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-

undang”. Ayat 5 berbunyi “Pemerintah memajukan Ilmu Pengetahuan

dan Tehnologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan

bangsa untuk kemajuan serta kesejahteraan umat manusia”.

Menurut pasal 39 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan merupakan

mata pelajaran yang memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar

hubungan warga Negara dengan pemerintah agar menjadi warga Negara

yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara”.

43

Menurut Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kewarganegaraan SMA,

SMK dan MA (Depdiknas, 2003: 2) dan sesuai dengan paradigma baru

pendidikan kewarganegaraan, dimana siswa diarahkan juga agar

memiliki kompetensi pengetahuan kewarganegaraan (civics knowledge),

ketrampilan kewarganegaraan (civics skill) dan watak atau nilai-nilai

kewarganegaraan (civics value) serta juga memiliki kecakapan-

kecakapan hidup nantinya, khususnya kecakapan hidup dibidang

personal, sosial dan intelektual.

Warga Negara yang memahami dan menguasai pengetahuan

kewarganegaraan serta nilai-nilai kewarganegaraan akan menjadi seorang

warga Negara yang memiliki rasa percaya diri, kemudian warga Negara

yang memahami dan menguasai pengetahuan kewarganegaraan akan

menjadi seorang warga negara yang berpengetahuan dan berkepribadian.

Adapun substansi kajian PPKn terdiri dari:

1) Dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civics knowledge)

Mencakup bidang politik, hukum, dan moral. Secara rinci materi

pendidikan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang prinsip-

prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non

pemerintah, identitas nasional, pemerintah berdasar hukum (rule of

law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi,

sejarah nasional, hak asasi manusia, hak sipil, dan hak politik.

44

2) Dimensi ketrampilan kewarganegaraan (civics skills)

Meliputi ketrampilan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara, misalnya: berperan serta dan aktif mewujudkan

masyarakat madani, proses pengambilan keputusan politik,

ketrampilan mengadakan koalisi, kerja sama, mengelola konflik,

ketrampilan hidup dan sebagainya.

3) Dimensi nilai-nilai kewarganegaraan (civics values)

Mencakup percaya diri, komitmen, penguasaan atas nilai religious,

norma, dan nilai luhur, nilai keadilan, demokratis, toleransi,

kebebasan individual, kebebasan berbicara, kebebasan pers,

kebebasan berserikat dan berkumpul, perlindungan, perlindungan

terhadap minoritas dan sebagainya.

Pendidikan Kewarganegaraan dipandang sebagai mata pelajaran yang

memegang peranan penting dalam membentuk warga negara yang baik,

berakhlak, dan bertanggung jawab sesuai dengan falsafah dan Konstitusi

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Visi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Visi mata pelajaran pendidikan pancasila dan kewarganegaraan adalah

mewujudkan proses pendidikan yang integral disekolah untuk

pengembangan kemampuan dan kepribadian warga negara yang cerdas,

dan partisipatif.

45

3. Misi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Berdasarkan Visi mata pelajaaran PPKn, maka dapat dikembangkan

Misi mata pelajaran PPKn sebagai berikut:

1) Mengembangkan kerangka berfikir baru yang dapat dijadikan

landasan yang rasional untuk menyusun pendidikan

kewarganegaraan sebagai pendidikan intelektual kearah

pembentukan warga negara yang demokratis.

2) Menyusun substansi pendidikan kewarganegaraan sebagai

pendidikan demokratis yang berlandaskan pada latar belakang sosial

budaya serta dalam konteks politik, kenegaraan, dan landasan

konstitusi yang dituangkan dalam pilar-pilar demokrasi Indonesia

4. Fungsi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Mata Pelajaran PPKn memiliki fungsi sebagai wahana untuk membentuk

warga Negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa

dan Negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan

berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

5. Tujuan Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Tim Direktorat Jendral Managemen Pendidikan Dasar dan

Menengah (2006: 12), tujuan mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan adalah:

1) Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif, rasional, dan kreatif

dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

46

2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak

secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara.

3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri

berdasarkan pada karakter-karakter masyarkat Indonesia agar dapat

hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia

secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi

informasi dan komunikasi.

Pencapaian tujuan mata pelajaran PPKn menghendaki bukan saja agar

peserta didik mampu berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam

menanggapi isu kewarganegaraan, tetapi juga dalam proses pembelajaran

peserta didik dituntut untuk dapat berpartisipasi secara aktif dan

bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi, berkembang

secara positif dan demografis untuk membentuk diri berdasarkan

karakter-karakter masyarakat indonesia agar dapat hidup bersama dengan

bangsa-bangsa lainnya, berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam

percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan

memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Untuk dapat

mencapai tujuan tersebut maka harus dilaksanakan pendekatan

pembelajaran yang mengedepankan pendekatan proses.

Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran

yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi

agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga

negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamatkan oleh

Pancasila UUD 1945 (Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2004).

47

Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perkembangan sejarah yang

sangat panjang, yang dimulai dari Civic Education, Pendidikan Moral

Pancasila dan kewarganegaraan, sampai terakhir pada kurikulum 2004

berubah nama menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana untuk

mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar

pada budaya bangsa Indonesia yang dapat diharapkan dapat diwujudkan

dalam bentuk prilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai

individu, anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Landasan PPKn adalah Pancasila dan UUD 1945, yang berakar pada

nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia tanggap pada tuntutan

perubahan zaman serta UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

(Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004 serta pedoman

khusus pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran

Kewarganegaraan yang diterbitkan oleh departemen Pendidikan

Nasional-Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Menengah-Direktorat

Menengah Umum.

F. Pembelajaran PPKn dalam IPS

Pendekatan pembelajaran terpadu dalam IPS sering disebut dengan

pendekatan interdisipliner. Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya

merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik

secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan

menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik

48

(Depdikbud, 1996:3). Salah satu di antaranya adalah memadukan Kompetensi

Dasar.Melalui pembelajaran terpadu peserta didik dapat memperoleh

pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima,

menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang

dipelajarinya.

Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat ilmiah yang mempunyai objek,

metode, sistem dan bersifat universal. Objek pembahasan setiap ilmu harus

jelas, baik objek material maupun objek formal. Objek material adalah bidang

sasaran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu. Objek

material PPKn adalah segala hal yang berkaitan dengan warga negara baik

yang empirik maupun yang non empirik, yang meliputi wawasan, sikap, dan

perilaku warga negara dalam kesatuan bangsa dan negara. Objek formal

adalah sudut pandang tertentu yang dipilih untuk membahas objek material

tersebut. Objek formal PPKn adalah hubungan antara warga negara dengan

negara dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara.

PPKn menitikberatkan pada kemampuan dan ketrampilan berpikir aktif warga

negara, terutama generasi muda, dalam menginternalisasikan nilai-nilai warga

negara yang baik (good citizen) dalam suasana demokratis dalam berbagai

masalah kemasyarakatan (civic affairs).

Berkaitan dengan pengertian Pendidikan Kewarganegaraan ini Depdiknas

(2006:49) memberikan penjelasan bahwa :

Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada

pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-

49

hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas,

terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Sedangkan Somantri (2001:154) memberikan perumusan pengertian sebagai

berikut :

PPkn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan

dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antara warga negara

dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga

negara agar dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

Namun demikian terdapat beberapa unsur yang terkait dengan pengembangan

PPKn ini, antara lain (Somantri, 2001:158):

a) Hubungan pengetahuan intraseptif (intraceptive knowledge) dengan

pengetahuan ekstraseptif (extraceptive knowledge) atau antara agama dan

ilmu.

b) Kebudayaan Indonesia dan tujuan pendidikan nasional.

c) Disiplin ilmu pendidikan, terutama psikologi pendidikan.

d) Disiplin ilmu-ilmu sosial, khususnya “ide fundamental” Ilmu

Kewarganegaraan.

e) Dokumen negara, khususnya Pancasila, UUD 1945 dan perundangan

negara serta sejarah perjuangan bangsa.

f) Kegiatan dasar manusia.

g) Pengertian pendidikan IPS.

G. Penelitian Relevan

Penelitian relevan merupakan penelitian yang memiliki keterkaitan dengan

penelitian ini. Adapun penelitian yang memiliki relevansi dengan penelitian

ini adalah sebagai berikut:

50

Tabel 2.2 Penelitian yang Relevan

No Penulis Judul Tujuan Metode Hasil

1 Kairun Nisa

(2009)

Upaya

Peningkatan

Hasil Belajar

PKn dengan

Model Value

Clarification

Technique

(VCT) Siswa

Kelas X MAN

1 Model Kota

Bengkulu

Meningkatkan

kemampuan

memecahkan

masalah HAM

dalam mata

pelajaran PKn

khususnya kelas

X2 MAN I Model

Bengkulu

Penelitian

Tindakan

Kelas

(PTK)

Model VCT

dapat meningkatkan

kemampuan siswa

memecahkan

masalah Hak Asasi

Manusia dalam

pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan pada

siswa MAN I Model

Bengkulu

2 Murni Amir

Bugis

(2010)

PeningkatanPe

mahaman Nilai

Moral melalui

Pembelajaran

PKn berbasis

VCT pada

siswa kelas IV

SDN Beji II

Pasuruan

Untuk mengetahui

penerapan model

pembelajaran

berbasis VCT

dengan permainan

kotak ajaib dalam

pelajaran PKn

dapat

meningkatkan

pemahaman nilai

moral siswa kelas

IV SDN Beji II

Kec. Beji, Kab

pasuruan

Penelitian

Tindakan

Kelas

(PTK)

Pengunaan model

pembelajaran VCT

dapat

meningkatkan

pemahaman nilai

moral siswa pada

mata pelajaran

PKn kelas IV SDN

Beji II pasuruan

3

Fairizah

Haris

(2012)

Penerapan

Model

Pembelajaran

VCT untuk

meningkatkan

kesadaran nilai

menghargai

jasa pahlawan

pada siswa

SDN

Semambung

V SDN

Semambung

No. 296

Sidoarjo

Untuk mengkaji

aktivitas guru,

siswa, kesadaran

nilai menghargai

jasa pahlawan

pada siswa, serta

mendeskripsikan

respon siswa

terhadap

penerapan

pembelajaran VCT

(Value

Clarification

Technique).

Penelitian

Tindakan

Kelas

(PTK

Aktivitas guru,

siswa, kesadaran

nilai menghargai,

dan respon siswa

selama

pembelajaran

mengalami

peningkatan yang

signifikan

Hasil dari beberapa Penelitian tersebut menunjukkan bahwa Model

pembelajaran VCT dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam

memecahkan masalah dan meningkatkan pemahaman nilai moral siswa, serta

51

meningkatkan aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran khususnya

terhadap mata pelajaran PPKn.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti

model pembelajaran VCT untuk meningkatkan moralitas siswa dalam mata

pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan harapan moralitas siswa,

aktifitas belajar siswa meningkat. Apabila moralitas siswa baik akan

menghasilkan aktifitas dan hasil belajar yang baik pula.

52

H. Kerangka Pikir

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

Moralitas

Rendah

Moralitas telah

menampakkan

peningkatan

secara efektif

Input Output

Model Pembelajaran

Value Clarification

Tehnique (VCT)

Proses

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan tindakan

kelas. “Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau yang lebih dikenal dengan

Classroom Action Research adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan

belajar, sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam kelas

secara bersama” (Arikunto, 2015: 3). Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

adalah upaya perbaikan tindakan pembelajaran tertentu yang dikaji secara

inquiry, reflektif, triangulatif dan berulang-ulang (siklikal) dalam rangka

mencapai tujuan pendidikan (Pargito, 2011). Dengan menggunakan

pendekatan PTK diharapkan dapat memperbaiki proses pembelajaran dan

meningkatkan keberhasilan proses pembelajaran, terutama dalam perbaikan

nilai moral siswa.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada bulan pada bulan agustus 2016

sampai September 2016, dengan perincian sebagai berikut:

1. Tahap persiapan, minggu kedua bulan agustus 2016

2. Tahap pelaksanaan, minggu ketiga agustus 2016 sampai September 2016

3. Tahap laporan, minggu pertama sampai dengan minggu ketiga

September 2016

54

C. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel

1. Definisi Konseptual Variabel

Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan

bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas

mencakup tentang baik-buruknya perbuatan manusia. Secara umum, moral

dapat diartikan sebagai batasan pikiran, prinsip, perasaan, ucapan, dan

perilaku manusia tentang nilai-nilai baik dan buruk atau benar dan salah.

Moral merupakan suatu tata nilai yang mengajak seorang manusia untuk

berperilaku positif dan tidak merugikan orang lain.

2. Definisi Operasional Variabel

Beberapa variabel atau objek yang akan diteliti serta definisi operasional

dalam rangka peningkatan sikap moralitas siswa dengan KD: Menganalisis

kasus pelanggaran HAM dalam rangka Perlindungan dan pemenuhan

HAM sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara sebagai berikut:

1. Aktivitas siswa dalam pembelajaran VCT adalah banyaknya aktivitas

yang dilakukan selama proses pembelajaran dan diamati dengan lembar

Observasi moralitas siswa. Aktivitas siswa tersebut meliputi sikap

moralitas yang terdiri dari disiplin, mengendalikan diri, sopan santun,

kejujuran.

2. Aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran VCT dengan melibatkan

guru dalam proses belajar mengajar yang diamati dengan instrumen

lembar observasi. Aktivitas guru tersebut meliputi kegiatan

55

pendahuluan, kegiatan inti (langkah-langkah model VCT), dan penutup

yaitu memeriksa kesiapan siswa, melakukan apersepsi, menyampaikan

tujuan pembelajaran, memotivasi siswa, menyajikan informasi tentang

materi pelajaran, mendorong dan membentuk sikap moralitas siswa,

mendorong siswa untuk bekerja sama atau berinteraksi dalam diskusi

dan mengelola kegiatan pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah

pembelajaran VCT.

D. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini yang dijadikan subjek adalah siswa kelas XI IPS 2

SMA Negeri I Kotabumi Lampung Utara. Jumlah siswa yang diteliti

sebanyak 28 siswa yang terdiri atas 15 siswa laki-laki dan 13 siswa

perempuan.

2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah:

1. Sikap Moralitas ( Disiplin, mengendalikan diri, sopan santun, kejujuran

2. Pembelajaran melalui Model Value Clarification Tehnique (VCT)

E. Prosedur Penelitian

Model Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam tiga siklus dimana

setiap siklus terdiri dari empat komponen yang harus dilalui, yaitu;

perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation), dan

refleksi (reflection). Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing

tahapan adalah sebagai berikut:

56

SIKLUS I

SIKLUS II

SIKLUS III

Bagan 3.1 Rancangan PTK

(Arikunto 2015:16)

Keterangan :

1. Tahap Perencanaan

2. Pelaksanaan

3. Observasi

4. Refleksi

Pengamatan

Pelaksanaan

Perencanaan

Refleksi Pelaksanaan

Pengamatan

Refleksi

Perencanaan

Refleksi Pelaksanaan

Pengamatan

?

Perencanaan

57

F. Langkah-langkah Penelitian

SIKLUS I

a. Perencanaan

Dalam tahap ini kegiatan dimulai dengan:

Mengidentifikasi permasalahan dan menetapkan pemecahan masalah

Merencanakan pembelajaran yang akan dilakukan dalam proses

belajar mengajar

Menetapkan SK, KD dan Tujuan Pembelajaran

Memilih bahan pelajaran yang sesuai

Mempersiapkan sumber, bahan, dan media LCD

Menentukan Skenario pembelajaran dengan pendekatan saintifik dan

model pembelajaran VCT dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Peneliti menampilkan tayangan video mengenai pelanggaran

HAM baik yang terjadi di sekitar sekolah maupun yang berasal

dari kejadian masyarakat atau cerita fiktif.

2. Membuat lembar Pengamatan untuk mengamati Moralitas siswa

dan aktivitas guru

b. Pelaksanaan Tindakan

Kegiatan-1

A. Pendahuluan

a. Mengkondisikan peserta didik

b. Menyampaikan SK, KD, serta tujuan pembelajaran

c. Menggali pengetahuan awal peserta didik

d. Memberikan motivasi kepada peserta didik

58

Kegiatan-2

Kegiatan Inti

B. Tahap Memilih

a) Memberikan kesempatan untuk menentukan pilihan nilai yang

menurutnya baik

b) Memilih dari beberapa alternative nilai yang telah ditentukan

c) Memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi

yang akan timbul sebagai akibat pilihannya

C. Tahap Menghargai

a) Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang

menjadi pilihannya

b) Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam

dirinya didepan umum

D. Tahap Berbuat

a) Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya

b) Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya

E. Tahap Menganalisis

a) Membantu peserta didik mengkaji ulang proses pembelajaran

b) Membimbing peserta didik yang belum mengerti dan faham

59

Kegiatan-3

F. Penutup

a) Membimbing peserta didik membuat simpulan/rangkuman

materi

b) Memberikan tugas kepada peserta didik berupa tugas kelompok

dan individu yang berkaitan dengan bentuk pelanggaran HAM

yang pernah terjadi dilingkungan terdekat.

c) Memberikan informasi rencana pembelajaran pada pertemuan

berikutnya

d) Melakukan Evaluasi

c. Pengamatan

Dalam tahap ini dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan

dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan.

Instrumen Pengamatan

Pengamatan terhadap siswa

Pengamatan terhadap siswa dilaksanakan pada saat proses belajar

mengajar. Aspek yang diamati tentang peningkatan moralitas

meliputi: disiplin, mengendalikan diri, sopan santun, kejujuran.

Pengamatan Terhadap Guru

Pengamatan dilakukan oleh guru mitra untuk mengamati

kemampuan guru dalam meningkatkan moralitas melalui model

pembelajaran.

Aspek yang diamati :

60

Kegiatan-1

A. Pendahuluan

a. Mengkondisikan peserta didik

b. Menyampaikan SK, KD, serta tujuan pembelajaran

c. Menggali pengetahuan awal peserta didik

d. Memberikan motivasi kepada peserta didik

Kegiatan-2

Kegiatan Inti

B.Tahap Memilih

a) Memberikan kesempatan untuk menentukan pilihan nilai

yangmenurutnya baik

b) Memilih dari beberapa alternative nilai yang telah ditentukan

c) Memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi

yang akan timbul sebagai akibat pilihannya

C.Tahap Menghargai

a) Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang

menjadi pilihannya

b) Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam

dirinya didepan umum

D. Tahap Berbuat

a) Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya

b) Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya

61

E.Tahap Menganalisis

a) Membantu peserta didik mengkaji ulang proses pembelajaran

b) Membimbing peserta didik yang belum mengerti dan faham

Kegiatan-3

F. Penutup

a) Membimbing peserta didik membuat simpulan/rangkuman

materi

b) Memberikan tugas kepada peserta didik berupa tugas kelompok

dan individu yang berkaitan dengan bentuk pelanggaran HAM

yang pernah terjadi dilingkungan terdekat.

c) Memberikan informasi rencana pembelajaran pada pertemuan

berikutnya

d) Melakukan Evaluasi

d. Refleksi

Pada tahap ini kegiatan dimulai dengan:

Melakukan pertemuan dengan guru mitra untuk membahas hasil

evaluasi tentang scenario pembelajaran dan lembar observasi

moralitas siswa

Memperbaiki pelaksanaan tindakan yang masih banyak mengalami

kelemahan-kelemahan

Mengumpulkan data-data dan dianalisis untuk menentukan upaya

perbaikan pada siklus berikutnya

62

G. Subjek, Jenis, dan Tehnik Pengambilan Data

a. Sumber Data

Siswa dan guru dalam proses pembelajaran

b. Jenis Data

Hasil Observasi (aktivitas siswa dan guru)

H. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan oleh peneliti

untuk mendapatkan informasi berupa fakta dilapangan guna memecahkan

masalah secara ilmiah. Data dikumpulkan dengan menggunakan lembar

observasi.

Observasi adalah kegiatan untuk mengenali setiap gejala dan indikator dan

gproses dan hasil yang dicapai, baik yang ditimbulkan oleh tindakan

maupun akibat sampingannya. Hal-hal yang diamati yaitu aspek moral

siswa dalam aktivitas individual, aspek moral siswa dalam aktivitas

kelompok, dan aspek moral siswa dalam aktivitas kelas.

63

Tabel 3.1 Kisi-kisi Observasi aktivitas guru

No Indikator/Aspek Yang Diamati Skor

KEGIATAN PENDAHULUAN

A.Apersepsi dan Motivasi

1 Mengkondisikan peserta didik 1 2 3 4 5

2 Menyampaikan SK, KD, serta tujuan pembelajaran 1 2 3 4 5

3 Menggali pengetahuan awal peserta didik 1 2 3 4 5

4 Memberikan motivasi kepada peserta didik 1 2 3 4 5

KEGIATAN INTI

B. Tahap Memilih

1 Memberikan kesempatan untuk menentukan pilihan nilai yang

menurutnya baik

12 3 4 5

2 Memilih dari beberapa alternative nilai yang telah ditentukan 1 2 3 4 5

3 Memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang

akan timbul sebagai akibat pilihannya

1 2 3 4 5

C. Tahap Menghargai

1 Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi

pilihannya

1 2 3 4 5

2 Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya

didepan umum

1 2 3 4 5

D. Tahap Berbuat

1 Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya 1 2 3 4 5

2 Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya 1 2 3 4 5

E. Tahap Menganalisis dan Evaluasi

1 Membantu peserta didik mengkaji ulang proses pembelajaran 1 2 3 4 5

2 Membimbing peserta didik yang belum mengerti dan faham 1 2 3 4 5

F. PENUTUP

1 Membimbing peserta didik membuat simpulan/rangkuman materi 1 2 3 4 5

2 Memberikan tugas kepada peserta didik berupa tugas kelompok dan

individu

1 2 3 4 5

3 Memberikan informasi rencana pembelajaran pada pertemuan

berikutnya

1 2 3 4 5

Melakukan Evaluasi 1 2 3 4 5

RATA-RATA KESELURUHAN = 1+2+3+4+5

5

Keterangan:

1. Sangat Tidak baik

2. Tidak Baik

3. Kurang Baik

4. Baik

5. Sangat Baik

64

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Moralitas Siswa

Variabel Dimensi Indikator Keterangan

Moralitas 1. Disiplin

1. siswa tidak datang

terlambat

2. siswa mengerjakan tugas

dengan penuh tanggung

jawab

3. siswa tertib

4. siswa mengerjakan

tugas yang diberikan

guru tepat waktu

Skor

2. Mengendalikan

Diri

1. Siswa tidak Emosional

2. siswa tidak berbuat

gaduh di kelas

3. siswa memiliki semangat

belajar yang tinggi

4. siswa selalu berbicara

sopan sesama teman

Skor

3. Sopan Santun 1. siswa berpakaian sopan

2. siswa tidak meludah

disembarang tempat

3. siswa menghormati dan

menghargai teman

4. siswa selalu ramah

Skor

4. Kejujuran 1. Siswa tidak menyontek

dalam ulangan

2. Siswa mengakui

kesalahan yang

dilakukan sendiri

3. siswa menjaga

kerapihan kebersihan

kelas

4. siswa selalu berbicara

jujur

Skor

65

Tabel 3.3 Lembar Observasi Moralitas Siswa (EXEL)

66

I. Tehnik Pengolahan Data

1. Validitas Data

Data yang terkumpul dari berbagai sumber, maka sebelum melakukan

pengolahan data perlu dilakukan proses chek and recheck dengan

triangulasi, yaitu melakukan consensus untuk menyamakan persepsi

tentang kebenaran data, disamping itu juga perlu dilakukan consensus

temuan penelitian, antara sumber yang satu dan lainnya untuk mengambil

keputusan.

a. Member Chek

Member Chek adalah proses pengecekan data yang berasal dari pemberi

data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh pemberi data, berarti

data tersebut valid. Namun, jika data yang diperoleh peneliti tidak

disepakati oleh pemberi data, peneliti perlu melakukan diskusi dengan

pemberi data.

b. Penjenuhan (Saturation)

Dalam proses ini tidak lagi diperoleh data tambahan atau baru, jadi

observasi/interview dilakukan berulang-ulang sampai data “jenuh” (tidak

lagi diperoleh data baru) hipotesis tervalidasi.

2. Tehnik Analisis Data

Tehnik analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan tehnik

Analisis deskriptif (descriptive analysis) dengan menggunakan tabel

analisis reduksi data. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan lembar

observasi moralitas agar mendapatkan data yang relatif konsisten yaitu

menggunakan metode pengamatan didalam kelas secara langsung.

67

Peneliti menggabungkan alat pengumpul data misalnya observasi, dan

cara lain untuk untuk mendapatkan data yang kurang lengkap dan

meragukan dapat dilengkapi dan diyakinkan dengan data lain dan dengan

cara yang lain pula.

J. Kriteria Keberhasilan

Kriteria Keberhasilan penelitian ini :

1. 80 % telah menampakkan perilaku moralitas yang baik pada indikator

disiplin, mengendalikan diri, sopan santun, kejujuran.

2. Adanya perubahan perilaku moralitas yang mencapai tingkat keberhasilan

80 % secara klasikal dan individual.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan meningkatkan moralitas

melalui model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT). Pada

mata pelajaran PPKn siswa kelas XI IPS 2 di SMA Negeri I Kotabumi tahun

Pelajaran 2016/2017, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

1. Pembelajaran PPKn dengan menggunakan model pembelajaran VCT

dapat meningkatkan moralitas siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri I

Kotabumi, hal ini terlihat dari moralitas siswa kelas XI IPS 2 dari siklus

I, II dan siklus III mengalami peningkatan secara signifikan pada mata

pelajaran PPKn dengan menggunakan model pembelajaran Value

Clarification Tehnique (VCT). Hal ini membuktikan bahwa model

pembelajaran Value Clarification Tehnique (VCT) dapat meningkatkan

moralitas siswa.

2. Pada penelitian ini, indikator yang paling mudah dicapai adalah pada

indikator disiplin, Sedangkan indikator yang paling sulit dicapai adalah

indikator kejujuran. Hal ini dikarenakan sebagian siswa sudah mulai

disiplin yang ditunjukkan dengan tidak datang terlambat dan

mengerjakan tugas yang diberikan guru tepat waktu, sedangkan indikator

164

kejujuran dapat terlihat masih banyak siswa yang tidak bisa berlaku jujur

terutama pada saat ujian.

B. SARAN

Saran-saran yang dapat diberikan dalam meningkatkan moralitas siswa kelas

XI IPS 2 SMA Negeri 1 Kotabumi terutama pada pelajaran PPKn yaitu :

1. Guru PPKn, sebaiknya mencoba menggunakan model pembelajaran VCT

untuk meningkatkan moralitas siswa.

2. Sekolah, untuk dapat memfasilitasi guru melakukan perbaikan

pembelajaran VCT dalam meningkatkan moralitas siswa.

3. Pengawas, untuk dapat memberikan kontribusi dan profesionalitasnya

dengan berkoordinasi bersama guru-guru PPKn dalam meningkatkan

moralitas siswa.

165

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2015,.Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. PN. Bumi Aksara.

.

Badan Standar Nasional Pendidikan. Standar Isi PKn SMA/MA.BNSP 2006. Jakarta.

Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta,

Rineka Cipta.

Budiningsih, A. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Yogyakarta.

Daradjat, Zakiah.1985. Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia.Jakarta: Bulan

Bintang

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional. Sinar Grafika: Jakarta.

Hakim.T (2005) Belajar Secara Efektif, Puspa Swara, Jakarta.

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.

Herpratiwi. 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Lampung. Bandar

Lampung.

http://www.beritaasatu.com/2014/10/17/revolusi-mental-kembalikan-karakter-

bangsa/#sthash.CrHIBGll.dpuf, diunduh tanggal 8 febuari 2016.

http://www.batamtoday.com/berita49211-Relevansi-Revolusi-Mental-dan-

Pancasila.html, diunduh tanggal 8 febuari 2016.

Jerolimek, Jhon dan Parker, Walter C . 1993. Sosial Studies in Elementary School .

New York: Macmilan Publishing Company.

Kartono, Kartini. 1992. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan).Bandung: Mandar

Maju

Kohlberg, L. 1980. Stages of Moral Development as a Basis of Moral Education.

dalam C. Asri Budiningsih. 2004. PembelajaranMoral: Berpijak pada

Karakteristik Siswa dan Budayanya.Jakarta: PT. Rineka Cipta.

166

Kosasih Djahiri . 1985. Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games

dalam VCT. Bandung, PMPKN FPIPS IKIP Bandung.

Kosasih Djahiri (1987). Pengajaran Studi Sosial/IPS, Dasar-dasar metodologi model

belajar mengajar ilmu pengetahuan sosial. Bandung: LPPP-Ips IKIP

Bandung .

Kosasih Djahiri (2003). Pemilihan Strategi dan Media Pembelajaran dan Portofolio

Learning and Evaluation Based. Depdiknas: Jakarta.

Lickona, Thomas. 1991. Mendidik Untuk Membentuk Karakter. Juma Abdu

Wamaungo. Jakarta.: PN.Bumi Aksara

Mulyoto, 2005.Efektifitas Strategi Pemecahan Masalah Kreatif dan Analisis Sumber

Belajar. Jurnal Teknodika, Volume3, No.05, Maret 2005. Surakarta.

Nana Sudjana. 2010. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung. PN. Sinar

Baru Algesindo.

Pargito. 2011. Dasar-Dasar IPS Jurusan Pendidikan IPS. FKIP. Universitas

Lampung.

Roestiyah NK. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. PN. Rineka Cipta.

Sapriya. 2009. Pendidikan IPS. Bandun, PT. Remaja Rosdakarya.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta. PN.

Rineka Cipta.

Soemanto, Numan. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Dedi

Supriadi & Rohmat Mulyana (ed). Bandung. PPS-FPIPS UPI dan PT.

Remadja Rosda Karya.

Sudarsono. 1989. Etika Islam tentang Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta

S. Willis, Sofyan. 1981. Problem Remaja dan Pemecahannya.Bandung: Angkasa

S. Winataputra, Udin. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Mendikbud

Taniredja, Tukiran. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif. Bandung. Alfabeta.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana

Prenada Media Group. Jakarta.