Upload
dinhminh
View
261
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP-KONSEP IPA MELALUI
PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)
PADA SISWA KELAS V SD NEGERI SONDAKAN NO. 11
SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010
SKRIPSI
Disusun Oleh:
NISA US SA’IDAH
K7106034
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP-KONSEP IPA MELALUI
PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)
PADA SISWA KELAS V SD NEGERI SONDAKAN NO. 11
SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Oleh:
NISA US SA’IDAH
NIM K7106034
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan utuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
iii
PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul “Peningkatan Pemahaman Konsep-konsep IPA Melalui
Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Siswa Kelas V SD Negeri
Nondakan No. 11 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010”, oleh:
NAMA : NISA US SA’IDAH
NIM : K 7106034
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Prodi PGSD
Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Surakarta, Juli 2010
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Riyadi, M.Si. NIP. 19670116 199402 1001
Dra. Sularmi, M.Pd. NIP. 19571101 198403 2001
iv
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP-KONSEP
IPA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)
PADA SISWA KELAS V SD NEGERI SONDAKAN NO. 11 SURAKARTA TAHUN
PELAJARAN 2009/2010”, oleh:
NAMA : NISA US SA’IDAH
NIM : K 7106034
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. Kartono, M.Pd. ..............................
Sekretaris : Drs. Hasan Mahfud, M.Pd. ..............................
Anggota I : Dr. Riyadi, M.Si. ..............................
Anggota II : Dra. Sularmi, M.Pd. ...............................
Disahkan Oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universias sebelas Maret
Dekan
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP 196007271987021001
v
ABSTRAK
Nisa Us Sa’idah. K7106034. PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP-KONSEP IPA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA SISWA KELAS V SD NEGERI SONDAKAN NO. 11 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep-konsep IPA melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada siswa kelas V SD Negeri Sondakan No.11 tahun pelajaran 2009/2010.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian PTK. Prosedur penelitian ini terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi atau pengamatan dan refleksi. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Sondakan No.11 Surakarta dengan jumlah siswa 32 yang terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan meliputi wawancara, observasi, tes dan dokumentasi. Pada penelitian ini analisis data yang digunakan adalah diskriptif kualitatif. Data diolah sejak tindakan pembelajaran dilaksanakan dan dikembangkan selama proses pembelajaran berlangsung. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dan pada setiap siklus diakhiri dengan pelaksanaan tes sehingga dapat diketahui ada tidaknya peningkatan pemahaman konsep-konsep pelajaran IPA. Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan data kualitatif yang berupa hasil tes, observasi, wawancara dan dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan pemahaman konsep-konsep IPA. Pada kondisi awal nilai rata-rata siswa adalah 60,5, pada siklus I nilai rata-rata siswa 67,7 dan nilai rata-rata yang diperoleh pada siklus II adalah 81,3. Sebelum dilaksanakan penelitian siswa yang memperoleh nilai lebih dari sama dengan 62 sebanyak 16 siswa (50,0%). Pada siklus I siswa yang memperoleh nilai lebih dari sama dengan 62 sebanyak 23 siswa (71,90%), dan pada siklus II siswa yang memperoleh nilai lebih dari sama dengan 62 sebanyak 26 siswa (81,30%). Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan pemahaman konsep-konsep IPA pada siswa kelas V SD Negeri Sondakan No.11 sehingga dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pendekatan pembelajaran IPA dan dapat disarankan kepada guru untuk menerapkan pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) karena dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep IPA.
vi
ABSTRACT
Nisa Us Sa’idah. K7106034. THE IMPROVEMENT OF UNDERSTANDING IN SCIENCE CONCEPTS TROUGH CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) APPROACH IN THE FIFTH GRADE OF SD NEGERI SONDAKAN NO. 11 SURAKARTA IN ACADEMIC YEAR 2009/2010. Thesis. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University of Surakarta. July 2010.
The purpose of the research was to improve understanding on natural science concepts by using Contextual Teaching and Learning (CTL) among the fifth grade students of SD Negeri Sondakan No. 11 of Surakarta in academic year 2009/2010.
The method used in this research is qualitative by classroom action research. The procedure of the research were divided into four stage: planning, action, observation and reflection. The research subjects were the fifth grade student of SD Negeri Sondakan No.11 Surakarta with the number of students 32 students consisting of 14 male and 18 female students. The data collection techniques included interviews, observation, tests and documentation. In this research, data analysis used descriptive qualitative. Data had been processed since the act of learning was implemented and developed during the learning process took place. This research was carried out in two cycles and each cycle was ended with the implementation of the tests so we could know whether there was any increasing in understanding the concepts of science subjects or not. Data in the form of quantitative data and qualitative data in the form of the test results, observations, interviews and documentation.
Based on result of the research, it could be concluded that Contextual Teaching and Learning was able to improve understanding on natural science concepts. In initial condition, average grade of students was 60,5; in cycle I, the average grade was 67,7 and in cycle II, the average grade increased to 81,3. Before implementation of the research, students with grade greater than 62 were 16 students (50,0%). In cycle I, students with grade greater than 62 were 23 students (71,90%), and in cycle II, students with grade greater than 62 were 26 students (81,30%). Results of the research indicates that a learning by using Contextual Teaching and Learning (CTL) approach can improve understanding on natural science concepts among the fifth grade students of SD Negeri Sondakan No. 11. Therefore, the approach can be used as an alternative one in natural science learning. It can be suggested that teacher might apply Contextual Teaching and Learning (CTL) approach because it could improve students’ understanding on natural science concepts.
vii
MOTTO
...Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri ...
(QS. Ar Ra’d 11)
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya.
(QS. An Najm 39)
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya yang tersusun ini dipersembahkan kepada:
Ayah dan ibuku (Warmu & Mukti Rinasih) tercinta, yang selalu mendoakan dan memberikan segala yang terbaik baik material maupun spiritual.
Adik-adikku (Effin Istiana & Muhammad Ghoffur Wibowo) yang aku sayangi.
Pondok Pesantren Muttaqien
Sahabat-sahabatku yang selalu memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
Mahasiswa PGSD 2006
FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, almamater tercinta
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi
sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terimakasih kepada yang saya hormati:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.
3. Drs. Kartono, M.Pd., selaku Ketua Program Studi PGSD Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.
4. Drs. Hasan Mahfud, M.Pd., selaku Sekretaris Program Studi PGSD Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.
5. Dr. Riyadi, M.Si., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, kepercayaan, dukungan, saran, dan kemudahan yang sangat membantu dalam penulisan skripsi ini.
6. Dra. Sularmi, M.Pd., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, kepercayaan, dukungan, saran, dan kemudahan yang sangat membantu dalam penulisan skripsi ini.
7. Semua Dosen Program Studi PGSD UNS yang membimbing dan mengarahkan penyelesaian penulisan skripsi ini.
8. Keluarga besar SD Negeri Sondakan No.11 Surakarta yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.
9. Semua pihak yang turut membantu dalam penulisan skripsi yang tidak dapat disebut satu persatu.
Semoga kebaikan dari semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
x
Walaupun disadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan, namun diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan pengetahuan dan dunia pendidikan guna mencapai tujuan pendidikan yang optimal.
Surakarta, Juli 2010
Nisa Us Sa’idah
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................... iv
ABSTRAK ..................................................................................................................... v
ABSTRACT ..................................................................................................................... vi
MOTTO ......................................................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xv
BAB I PENDAHULAUN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Pemahaman Konsep Ilmu Pengetahuan Alam ................. 6
xii
2. Hakikat Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ... 11
B Penelitian Yang Relevan ...................................................................... 20
C Kerangka Berpikir ............................................................................... 22
D Perumusan Hipotesis ........................................................................... 23
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian................................................................ 24
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ............................................................... 24
C. Subjek Penelitian ................................................................................... 25
D. Sumber Data ......................................................................................... 25
E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 26
F. Validitas Data ........................................................................................ 27
G. Teknik Analisis Data ............................................................................ 28
H. Indikator Kerja ....................................................................................... 29
I. Prosedur penelitian ................................................................................ 29
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi/Hasil Penelitian .................................................................... 35
B. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian
1. Tindakan siklus I ........................................................................... 38
2. Tindakan siklus II .......................................................................... 47
C. Deskripsi Hasil Penelitian .................................................................... 56
D. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................... 57
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
xiii
A. Simpulan .............................................................................................. 60
B. Implikasi .............................................................................................. 60
C. Saran .................................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 62
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. 64
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional ............ 17
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Data Awal Nilai IPA Siswa Kelas V ............................ 37
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Data Nilai IPA Materi Sifat-sifat Cahaya Pada Siklus
I ...................................................................................................................... 45
Tabel 4. Perbandingan Hasil Tes Belajar Data Awal dengan Tes Hasil Belajar
Siklus I ........................................................................................................... 46
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Data Nilai IPA Materi Sifat-sifat Cahaya Pada Siklus
II .................................................................................................................... 52
Tabel 6. Perbandingan Ketuntasan Hasil Tes Belajar Data Awal, tes Hasil Belajar
Siklus I, dan tes Hasil Belajar siklus II .......................................................... 53
Tabel 7. Perbandingan Hasil Tes Belajar Data Awal, Tes Hasil Belajar Siklus I, dan
tes hasil Belajar Siklus II ............................................................................... 54
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pemantulan Teratur .................................................................................. 10
Gambar 2. Pemantulan Baur ...................................................................................... 10
Gambar 3. Pembiasan dari Udara Ke Kaca ................................................................ 10
Gambar 4. Pembiasan dari Kaca Ke Udara ................................................................ 10
Gambar 5. Skema Pembelajaran Konsep Sifat-sifat Cahaya dengan Pendekatan
CTL .......................................................................................................... 19
Gambar 6. Kerangka Berpikir .................................................................................... 23
Gambar 7. Analisis Data Secara Interaktif Model milles dan Huberman .................. 28
Gambar 8. Bagan Prosedur Penelitian Tindakan kelas .............................................. 34
Gambar 9. Grafik Nilai IPA Pada Kondisi Awal ....................................................... 37
Gambar 10. Grafik Data Nilai IPA Materi Sifat-sifat Cahaya Pada Siklus I ............... 45
Gambar 11. Grafik Perbandingan Hasil Tes Belajar Data Awal dengan Tes Hasil
Belajar Siklus I ......................................................................................... 46
Gambar 12. Grafik Data Nilai IPA Materi Sifat-sifat Cahaya Pada Siklus II .............. 53
Gambar 13. Grafik Perbandingan Ketuntasan Hasil Tes Belajar data Awal, Tes
Hasil Belajar Siklus I, dan Tes Hasil Belajar Siklus II ............................ 54
Gambar 13 Grafik Perbandingan Hasil Tes Belajar data Awal, Tes Hasil Belajar
Siklus I, dan Tes Hasil Belajar Siklus II .................................................. 55
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil Wawancara Untuk Guru Sebelum Diterapkan Contextual Teaching and
Learning (CTL) .................................................................................................... 64
2. Daftar Nilai Ulangan Akhir Semester I Siswa Kelas V ........................................ 66
3. Hasil Wawancara Untuk Guru Setelah Diterapkan Contextual Teaching and
Learning (CTL) .................................................................................................... 68
4. Lembar Pengamatan Guru dalam Pembelajaran IPA dengan Pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) di Kelas V SD Negeri Sondakan
No.11 Surakarta .................................................................................................... 70
5. Lembar Pengamatan dalam Pembelajaran IPA dengan Pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) Pada Siswa Kelas V SD Negeri Sondakan No.11
Surakarta ............................................................................................................... 77
6. Perolehan Hasil Tes Peserta Didik Sebelum Menggunakan Contextual
Teaching and Learning dan Setelah Menggunakan Contextual Teaching and
Learning (CTL) .................................................................................................... 82
7. Hasil Wawancara Responden Peserta Didik Sebelum Dilaksanakan
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) ..................................... 85
8. Hasil Wawancara Responden Peserta Didik Setelah Dilaksanakan
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) ..................................... 86
9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ......................................................... 87
10. Lembar Kerja Siswa (LKS) .................................................................................. 116
11. Foto-foto Proses Pembelajaran ............................................................................. 123
xvii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah
Pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat
diperlukan dalam pembangunan bangsa khususnya pembangunan di bidang
pendidikan. Di era globalisasi, sumber daya manusia yang berkualitas akan
menjadi tumpuan utama agar suatu bangsa dapat berkompetisi dan bijaksana
dalam mengelola sumber daya alam. Sehubungan dengan hal tersebut, pendidikan
formal merupakan salah satu wahana dalam membangun sumber daya manusia
yang berkualitas. Salah satu mata pelajaran yang turut berperan penting dalam
pendidikan wawasan, keterampilan dan sikap ilmiah sejak dini bagi anak adalah
mata pelajaran IPA. Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah untuk
meningkatkan mutu pendidikan antara lain dengan pengembangan kurikulum,
peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat peraga, sarana pendidikan
serta perbaikan manajemen sekolah.
Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan yang rasional dan objektif
tentang alam semesta dengan segala isinya (Hendro Darmojo dan Jenny R.E.
Kaligis, 1992:3). IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara
sistematis oleh manusia yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan
yang dilakukan manusia. Pembelajaran IPA berupaya membangkitkan minat
manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam
seisinya yang penuh rahasia dan tak habis-habisnya. Pembelajaran IPA di SD
hendaknya memupuk minat rasa ingin tahu siswa secara alamiah terhadap alam
dan segala isinya. Siswa juga diharapkan dapat memahami konsep-konsep pada
mata pelajaran IPA.
Guru harus menyadari bahwa inti belajar adalah adanya perubahan
tingkah laku karena adanya suatu pengalaman (Trianto, 2009:9). Perubahan
tingkah laku tersebut dapat berupa perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap,
pengetahuan, pemahaman, dan apresiasi. Hal ini membutuhkan kemampuan
professional guru dalam melaksanakan pembelajaran yaitu guru harus mampu
2
menyediakan pengalaman belajar yang memperhatikan modus pengalaman
belajar, yaitu 10 % dari apa yang kita baca, 20 % dari apa yang kita dengar, 30 %
dari apa yang kita lihat, 50 % dari apa yang kita lihat dan dengar, 70 % dari apa
yang kita katakan, dan 90 % dari apa yang kita katakan dan lakukan (Magnesen
dalam Deporter, 2005: 57). Ini menunjukkan bahwa jika guru mengajar dengan
ceramah maka siswa akan mengingat dan menguasai hanya 20% karena siswa
hanya mendengarkan. Namun, jika guru meminta siswa untuk melakukan sesuatu
dan melaporkannya maka siswa akan mengingat dan menguasai materi yang
diajarkan sebanyak 90%.
Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas
yang berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan. Guru menggunakan
ceramah sebagai pilihan utama sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal
siswa. Pada proses pembelajaran, siswa dihadapkan pada sesuatu yang abstrak
(hanya membayangkan) tanpa mengalami atau melihat sendiri. Padahal, siswa
membutuhkan konsep-konsep yang berhubungan dengan lingkungan sekitarnya
karena pembelajaran tidak hanya berupa pemindahan pengetahuan tetapi sesuatu
yang harus dipahami oleh siswa yang akan diperlukan dalam kehidupan sehari-
hari. Belajar lebih bermakna jika siswa mengalami sendiri apa yang dipelajari
daripada hanya mengetahui secara lisan saja.
Berdasarkan hasil wawancara (lampiran 1) yang dilakukan oleh penulis
(Selasa, 26 Januari 2010) dengan guru kelas V SD Negeri Sondakan No. 11
Surakarta, pada saat pembelajaran IPA ternyata guru dalam mengajar belum
melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Metode yang
dikembangkan cenderung ceramah, guru menjelaskan kemudian siswa
mendengarkan penjelasan guru. Guru belum menggunakan media dalam
pembelajaran. Pada awal pembelajaran guru tidak melakukan apersepsi, guru
kurang membangkitkan motivasi terhadap pembelajaran, siswa tidak
memperhatikan penjelasan guru, dalam menyampaikan materi kurang menarik
sehingga pembelajaran terasa membosankan dan dalam pembelajaran juga guru
tidak melakukan percobaan untuk menjelaskan konsep-konsep IPA. Hal ini
menyebabkan siswa belum mengalami kebermaknaan proses pembelajaran.
3
Pembelajaran semacam itu berarti masih menekankan pada produk IPA saja.
Padahal, Pembelajaran IPA terdiri atas produk, proses, dan prosedur (Leo
Sutrisno,dkk. 2007:5-5). Pada saat guru melakukan evaluasi sebagian siswa tidak
dapat menjawab soal evaluasi sehingga hasil evaluasi siswa pun tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan, yaitu nilainya dibawah ketuntasan belajar. Dari data
nilai siswa pada Ulangan Akhir Semester 1, dengan jumlah siswa 32, hanya 16
siswa yang mendapatkan nilai lebih dari sama dengan 62. Siswa yang
mendapatkan nilai kurang dari 62 sebanyak 16 siswa. Oleh karena itu, tujuan
pembelajaran tidak sesuai dengan apa yang diharapkan (lampiran 2).
Masalah pembelajaran di atas memerlukan pemecahan. Salah satu
alternatif pemecahannya yaitu dengan menerapkan strategi belajar yang tidak
mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi strategi yang dapat membuat
pembelajaran lebih bermakna. Siswa perlu mengerti makna belajar beserta
manfaatnya sehingga mereka bisa menempatkan diri sebagai manusia yang
memerlukan suatu bekal untuk hidupnya. Mereka mempelajari apa yang
bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya dengan guru sebagai
pengarah dan pembimbing. Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan yang
tepat yaitu pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) atau yang biasa
disebut sebagai pendekatan kontekstual.
Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa (Sugiyanto,
2008:18). Pendekatan kontekstual merupakan strategi yang dikembangkan dengan
tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna, tanpa harus
mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. Siswa diajak bekerja dan mengalami
sehingga siswa akan mudah memahami konsep suatu materi dan nantinya
diharapkan siswa dapat menggunakan daya nalarnya untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang ada. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan antara
pengetahuan yang mereka dapat dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-
hari di masyarakat. Guru berperan sebagai fasilitator bukan sebagai sumber ilmu
pengetahuan satu-satunya dalam pembelajaran. Guru memberikan fasilitas
kepada siswa berupa strategi pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk
4
menemukan pengetahuan dan mengembangkan ketrampilan baru sesuai dengan
pengetahuan yang mereka miliki. Berdasarkan konsep ini diharapkan proses
pembelajaran menjadi lebih bermakna karena berlangsung secara ilmiah dalam
bentuk kegiatan siswa sehingga siswa mengalami atau mengamati sendiri.
Pendekatan kontekstual di dalam proses pembelajaran memanfaatkan berbagai
sumber pembelajaran, tempat belajar yang tidak selalu di dalam kelas, dan dapat
memanfaatkan media apa saja untuk belajar. Tugas guru dalam pembelajaran
kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru
lebih berhubungan dengan strategi daripada memberi informasi. Guru hanya
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu
yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student Centered
Learning daripada Teacher Centered Learning. Pendekatan kontekstual
mempunyai tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme,
inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan dan penilaian yang sebenarnya
sehingga melalui pendekatan kontekstual siswa diharapkan tidak sekadar
menghafal dalam mempelajari konsep-konsep IPA tetapi dapat memahami
konsep-konsep IPA secara bermakna.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tindakan yang diberi judul Peningkatan Pemahaman Konsep-Konsep
IPA Melalui Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) Pada Siswa
Kelas V SD Negeri Sondakan No.11 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan
masalah penelitian ini adalah “Apakah Pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) dapat meningkatkan pemahaman konsep-konsep IPA Pada Siswa
Kelas V SD Negeri Sondakan No.11 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010?”
5
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk meningkatkan pemahaman konsep-
konsep IPA melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning pada siswa
kelas V SD Negeri Sondakan No.11 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010.
D. Manfaat Penelitian
Secara teoretis, hasil penulisan ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan bagi penulis tentang cara meningkatkan pemahaman konsep-konsep
IPA dan dapat dijadikan bahan referensi dan rujukan bagi penelitian yang akan
datang. Secara praktis, penulisan ini mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Siswa
a. Membantu mengatasi kesulitan memahami konsep-konsep IPA melalui
pendekatan Contextual Teaching and Learning.
b. Meningkatkan kemampuan bekerjasama dalam memecahkan masalah.
c. Melatih siswa mengeluarkan pendapat.
2. Bagi Guru
a. Memberi solusi pada kesulitan pelaksanaan pembelajaran konsep-konsep
IPA
b. Memberikan motivasi kepada guru untuk terus melakukan pembaruan-
pembaruan dalam proses pembelajaran sehingga dapat membantu
memperlancar tugas profesinya.
3. Bagi Sekolah
a. Masukan kebijakan sekolah tentang pendekatan pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan memahami konsep-konsep IPA.
b. Meningkatnya mutu dan kualitas pendidikan melalui pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL).
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Pemahaman Konsep Ilmu Pengetahuan Alam
a. Pengertian Pemahaman Konsep
Seseorang dikatakan memahami tentang sesuatu jika dapat
memaparkannya dengan rinci dan menjelaskannya (Leo Sutrisno,dkk. 2007:1-
11). Pemahaman tentang sesuatu menghasilkan suatu pengetahuan.
Konsep adalah kesepakatan bersama untuk penamaan (pemberian
label) sesuatu dan merupakan alat intelektual yang membantu kegiatan berpikir
dan memecahkan masalah (Faqih Samlawi dan Bunyamin Maftuh, 2001:10).
Penyederhanaan penamaan tersebut dilakukan agar lebih mudah dalam
mengenal, mengerti, dan memahami sesuatu tersebut.
Parker dalam Faqih Samlawi dan Bunyamin Maftuh (2008:11)
menyatakan bahwa konsep adalah suatu gagasan yang ada melalui contoh-
contohnya. Proses berpikir ini disebut konseptualisasi, yaitu suatu proses terus
menerus yang berlangsung ketika seseorang menghadapi contoh-contoh baru
dari suatu konsep.
Schuncke dalam Faqih Samlawi dan Bunyamin Maftuh (2001:12-13)
karakteristik atau ciri-ciri umum konsep adalah:
1) Merupakan suatu abstraksi yaitu gagasan umum tentang benda, peristiwa
atau kegiatan.
2) Mencerminkan pengelompokkan/klasifikasi benda (kegiatan, peristiwa,
ataupun gagasan) yang mempunyai karakteristik yang umum.
3) Bersifat pribadi. Latar belakang dan pengalaman pribadi kemungkinan bisa
agak berbeda antara satu orang dengan orang yang lain.
4) Dipelajari melalui pengalaman.
5) Bukan sekadar suatu kata-kata.
Menurut Trianto (2009:7), pemahaman konsep adalah pemahaman
siswa terhadap dasar kualitatif di mana fakta-fakta saling berkaitan dengan
kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan tersebut dalam situasi baru.
7
Pemahaman konsep dalam proses belajar mengajar sangat mempengaruhi
sikap, keputusan, dan cara-cara memecahkan masalah.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pemahaman konsep adalah proses pemaparan kembali suatu gagasan/konsep
dengan rinci dan jelas serta mampu menggunakan pengetahuan tersebut dalam
situasi baru.
b. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pengetahuan yang rasional dan
objektif tentang alam semesta dengan segala isinya (Hendro Darmodjo dan
Jenny R.E Kaligis, 1992:3). Rasional berarti dapat diterima akal sehat
sedangkan objektif berarti sesuai dengan objeknya.
Menurut Nash, 1963 dalam Hendro Darmodjo dan Jenny R.E Kaligis
(1992:3), IPA adalah cara atau metode untuk mengamati alam. Cara yang
digunakan bersifat analitis, lengkap, cermat serta menghubungkan antara satu
fenomena dengan fenomena yang lain sehingga keseluruhannya membentuk
suatu perspektif yang baru tentang objek yang diamati.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
IPA merupakan pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta
dan segala isinya dengan cara melakukan pengamatan/percobaan.
Jadi pemahaman konsep-konsep IPA adalah proses pemaparan
kembali suatu gagasan/konsep IPA dengan rinci dan jelas melalui pengamatan
atau percobaan.
c. Prinsip-prinsip Pembelajaran IPA SD
Menurut Leo Sutrisno,dkk (2007:5-3 – 5-5) ada lima prinsip utama
pembelajaran IPA, yaitu lima pernyataan tentang kebenaran dalam
pembelajaran IPA yang dijadikan anutan untuk melaksanakan pembelajaran
IPA yaitu:
1) Pemahaman tentang lingkungan sekitar dimulai melalui pengalaman baik
secara inderawi maupun noninderawi.
2) Pengetahuan yang diperoleh tidak pernah terlihat secara langsung, sehingga
perlu diungkap selama proses pembelajaran.
8
3) Pengetahuan pengalaman mereka ini pada umumnya kurang konsisten
dengan pengetahuan para ilmuwan.
4) Dalam setiap pengetahuan mengandung fakta, data, konsep, lambang, dan
relasi dengan konsep yang lain.
5) IPA terdiri atas produk, proses, dan prosedur.
d. Tujuan Pembelajaran IPA di SD
Ilmu pengetahuan alam diperlukan siswa Sekolah Dasar karena IPA
dapat memberikan sumbangan untuk tercapainya sebagian tujuan pendidikan
di Sekolah Dasar. Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis (1992:6),
melalui pengajaran IPA diharapkan siswa dapat:
1) Memahami alam sekitarnya.
2) Memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu dan metode ilmiah yang
sederhana.
3) Memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal alam sekitarnya dan memecahkan
masalah yang dihadapinya serta menyadari kebesaran Penciptanya.
4) Memiliki bekal pengetahuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan
pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
e. Fungsi Pelajaran IPA
Menurut Sumaji, dkk (1998:35), fungsi mata pelajaran IPA antara
lain:
1) Memberi bekal pengetahuan dasar baik untuk melanjutkan ke jenjang
pendidikan lebih tinggi maupun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari.
2) Mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam memperoleh,
mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep IPA.
3) Menanamkan sikap ilmiah pada siswa dan melatih menggunakan metode
ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
4) Menyadarkan siswa akan keteraturan alam dan segala keindahannya
sehingga mendorong siswa untuk mencintai dan mengagungkan
Penciptanya.
5) Memupuk kreativitas siswa.
9
6) Membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam bidang
IPTEK.
7) Memupuk minat siswa terhadap IPA.
f. Tinjauan Pokok Bahasan Cahaya
Secara sederhana, cahaya dapat dinyatakan sebagai penyebab benda-
benda dapat terlihat. Menurt Yohanes Surya (2006:2), benda-benda yang dapat
memancarkan cahaya sendiri disebut sumber cahaya. Contohnya adalah
matahari, bintang, lampu, dan api unggun. Sedangkan benda-benda yang tidak
dapat memancarkan cahaya sendiri disebut benda gelap. Adapun sifat-sifat
cahaya antara lain:
1) Cahaya dapat menembus benda bening.
Benda bening yaitu benda yang dapat meneruskan cahaya yang
diterimanya. Contoh: kaca, plastik bening, dan air bening.
Benda gelap yaitu benda yang tidak dapat ditembus cahaya. Contoh:
batu, kayu, triplek, besi.
2) Cahaya dapat merambat lurus.
Cahaya merambat lurus artinya arah rambatannya menurut garis lurus.
Contoh: laser, senter, dan lampu mobil.
3) Cahaya dapat dipantulkan.
Pada permukaan benda yang rata seperti cermin datar, cahaya
dipantulkan membentuk suatu pola yang teratur. Sinar-sinar sejajar yang
datang pada permukaan cermin dipantulkan sebagai sinar-sinar sejajar pula.
Akibatnya cermin dapat membentuk bayangan benda. Pemantulan semacam ini
disebut pemantulan teratur atau pemantulan biasa.
Berbeda dengan benda yang memiliki permukaan rata, pada saat
cahaya mengenai suatu permukaan yang tidak rata, maka sinar-sinar sejajar
yang datang pada permukaan tersebut dipantulkan tidak sebagai sinar-sinar
sejajar. Pemantulan seperti ini disebut pemantulan baur.
10
Gambar 1. Pemantulan teratur
Gambar 2. Pemantulan Baur
Hukum pemantulan cahaya dikemukakan oleh W. Snellius, yaitu
apabila seberkas cahaya mengenai permukaan bidang datar yang rata, maka
akan berlaku aturan-aturan sebagai berikut :
1. Sinar datang (sinar jatuh), garis normal, dan sinar pantul terletak pada
satu bidang datar.
2. Sudut sinar datang (sinar jatuh) selalu sama dengan sudut sinar pantul
(sudut i = sudut r).
4) Cahaya dapat dibiaskan.
Pembiasan adalah peristiwa pembelokan arah rambatan cahaya
setelah melewati medium rambatan yang berbeda (Choiril Azmiyawati,
Wigati Hadi Omegawati, dan Rohana Kusumawati, 2008:115).
Edy Tarwoko dan Yani Muharomah (2009:129) menjelaskan bila
cahaya merambat dari zat yang kurang rapat ke zat yang lebih rapat maka
cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal, misalnya dari udara ke kaca
(gambar 3). Akan tetapi apabila cahaya merambat dari zat yang lebih rapat
ke zat yang kurang rapat maka cahaya akan dibiaskan menjauhi garis
normal, misalnya dari kaca ke udara (gambar 4).
Gambar 3. Pembiasan dari udara
ke kaca
Gambar 4. Pembiasan dari kaca ke udara
Contoh peristiwa pembiasan cahaya dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
1. Dasar kolam kelihatan lebih dangkal.
11
2. Pensil yang dimasukkan dalam gelas berisi air akan tampak patah.
3. Jalan beraspal pada siang hari yang panas kelihatan seperti berair.
Kejadian ini disebut fatamorgana.
2. Hakikat Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
a. Pendekatan Pembelajaran
Istilah pendekatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Soli
Abimanyu (2008:2-4) berarti proses, perbuatan, cara mendekati. Sedangkan
menurut Lawson dalam Muhibbin Syah (2004:139) mengemukakan bahwa
pendekatan adalah suatu cara atau usaha yang dilakukan untuk memecahkan
masalah atau mencapai tujuan tertentu. Dari pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa pendekatan adalah suatu cara atau usaha untuk mendekati
tujuan yang hendak dicapai.
Istilah pembelajaran sama dengan instruction atau pengajaran.
Pembelajaran mempunyai arti cara mengajar atau mengajarakan
(Poerwodarminto, 1997:22). Pembelajaran juga berarti meningkatkan
kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan
pembelajaran adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan belajar
mengajar untuk mencapai tujuan tertentu yakni mencakup kemampuan-
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor.
b. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru
dalam mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat (Nurhadi, 2003:4). Pengetahuan dan ketrampilan
siswa diperoleh dari siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
ketrampilan baru ketika ia belajar.
Dengan pendekatan kontekstual proses pembelajaran diharapkan
berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami,
12
bukan pemindahan pengetahuan dari guru ke siswa. Siswa mempelajari yang
bermanfaat dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, siswa memerlukan
guru sebagai pengarah dan pembimbing.
E. Mulyasa (2007:103) menjelaskan bahwa pendekatan kontekstual
memungkinkan proses belajar yang tenang dan menyenangkan karena
pembelajaran dilakukan secara alamiah sehingga peserta didik dapat langsung
mempraktikkan apa yang dipelajari. Pendekatan kontekstual mendorong
peserta didik memahami hakikat, makna, dan manfaat belajar sehingga
memungkinkan mereka rajin dan termotivasi untuk senantiasa belajar.
Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa-siswa TK sampai dengan SMU untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang disimulasikan. Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa, dan tenaga kerja (University of Washington dalam Trianto 2009:105).
Elaine B. Johnson (2008:19) merumuskan pengertian Contextual
Teaching and Learning (CTL) sebagai berikut:
”The CTL system is on educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subjects with the context of their daily lives, that is, with the context of their personal, social, and cultural circumstances. To achieve this aim, the system encompasses the following eight component: making meaningful connections, doing significant work, self-regulated learning, collaborating, critical and creative thingking, narturing the individual, reaching high standards, using authentic assessment”.
Kutipan diatas mengandung arti bahwa sistem CTL merupakan suatu
proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam
bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan
pribadinya, sosial dan budayanya. Untuk mencapai tujuan tersebut sistem CTL
akan menuntun siswa melalui kedelapan komponen utama CTL yaitu
melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti,
mengaturkan cara belajar sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif,
13
memelihara/merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, dan
menggunakan asesmen autentik.
Coontextual teaching and Learning id defined as a conception of
teaching and learning that helps teachers relate subject matter content to real
world situations (www.natefacs.org/JFCSE/v24no1/v24no1Shamsid-
Deen.pdf). Kutipan ini mengandung pengertian bahwa pembelajaran dan
pengajaran kontekstual membantu guru menghubungkan bahan pelajaran
dengan situasi dunia nyata.
Kokom komalasari menyatakan bahwa It was suggested that contextual teaching and learning in civic education significantly influenced civic competence, the concepts of cooperation and self-regulation were the important factors of civic competence, because they were in accordance with the socio-cultural values. The implications of these findings showed that contextual teaching and learning in civic education was the essence of value education (www.scipub.org/fulltext/jss/jss54261-270.pdf - Amerika Serikat).
Kutipan jurnal tersebut mengandung pengertian bahwa dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dan pengajaran kontekstual
dalam pendidikan kewarganegaraan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kemampuan pendidikan kewarganegaraan, konsep koperasi, dan
pemerintahan adalah faktor-faktor penting dalam kemampuan
kewarganegaraan karena merupakan satu kesatuan dengan nilai-nilai sosio
kultural. Penerapan dari penemuan ini yaitu menjadikan pembelajaran dan
pengajaran kontekstual pada pendidikan kewarganegaraan adalah inti dari
pendidikan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan
Contextual Teaching and Learning adalah suatu pendekatan yang digunakan
dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan tertentu yakni
mencakup kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor dengan
cara mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata
siswa
.
14
c. Kata Kunci Pembelajaran Kontekstual
Cara belajar terbaik adalah siswa mengkonstruksikan sendiri secara
aktif pemahamannya (Students learn best by actively contructing their own
understanding) (Nurhadi, 2003:7).
Untuk memahami pembelajaran kontekstual maka ada kata kunci
dalam pembelajaran kontekstual (Nurhadi, 2003:16) yaitu:
1) Real world learning, mengutamakan pengalaman nyata.
2) Berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis, dan kreatif serta siswa ‘akting’ guru
mengarahkan.
3) Pengetahuan bermakna dalam kehidupan, dekat dengan kehidupan nyata,
serta adanya perubahan perilaku dan pembentukan ‘manusia’.
4) Siswa praktek, bukan menghafal, Learning bukan Teaching, pendidikan
bukan pengajaran.
5) Memecahkan masalah dan berpikir tingkat tinggi.
6) Hasil belajar di ukur dengan berbagai cara bukan hanya dengan tes.
Menurut University of Washington dalam Trianto (2009:106) ada enam
unsur kunci Contextual Teaching and Learning, yaitu:
1) Pembelajaran bermakna: pembelajaran dipersepsi sebagai relevan dengan
hidup mereka.
2) Penerapan pengetahuan: kemampuan untuk melihat yang dipelajari
diterapkan dalam tatanan-tatanan lain pada masa sekarang dan akan datang.
3) Berpikir tingkat lebih tinggi: siswa dilatih untuk menggunakan berpikir
kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data dan memecahkan masalah.
4) Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar: konten pengajaran
berhubungan dengan suatu rentang dan beragam standar lokal.
5) Responsif terhadap budaya: pendidik harus memahami dan menghormati
nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kbiasaan siswa.
6) Penilaian autentik: penggunaan berbagai macam strategi penilaian yang
secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya.
15
d. Komponen-komponen Pembelajaran Kontekstual
Sebuah kelas dikatakan menggunakan CTL jika menerapkan tujuh
komponen utamanya. CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang
studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya (Depdiknas dalam
Trianto, 2009:111).
Tujuh komponen utama dalam CTL (Trianto, 2009:111-120) meliputi:
1) Konstruktivisme (Contructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan teoretis CTL, yang
menekankan bahwa pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep
atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat tetapi siswa sendiri aktif
secara mental membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur
pengetahuan yang dimilikinya melalui pengalaman nyata. Proses belajar
mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher centered.
Pemahaman mendalam diperoleh melalui pengalaman belajar yang
bermakna.
2) Inkuiri (Inquiry)
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
kontekstual karena pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari
menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah
siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning),
mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering),
penyimpulan (conclusion).
3) Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya.
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual.
Kegiatan bertanya berguna untuk: a) menggali informasi, b) menggali
pemahaman siswa, c) membangkitkan respon kepada siswa, d) mengetahui
sejauh mana keingintahuan siswa, e) mengetahui hal-hal yang sudah
diketahui siswa, f) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki
16
guru, dan g) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk
menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
Menurut Orlich, et el dalam Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk
(2003:46) menyatakan pentingnya teknik bertanya dalam pembelajaran,
yaitu: a) bertanya merupakan strategi yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran apa saja, b) penggunaan teknik bertanya yang sistematis akan
memperbaiki kualitas siswa dalam belajar, c) guru dapat menentukan
tingkat awal pengetahuan siswa untuk bidang-bidang pelajaran tertentu
melalui sistem bertanya yang sistematis.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran
diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari
‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum
tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua
kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling
belajar.
5) Pemodelan (Modeling)
Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan,
mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan
melakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam
pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat
dirancang dengan melibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang
baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan
dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran dapat berupa: guru
menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa
pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu, catatan di buku
siswa, kesan dan saran tentang pembelajaran, dan cara-cara lain yang
ditempuh guru untuk mengarahkan siswa tentang pemahaman materi yang
mereka pelajari.
17
7) Penilaian Autentik (Authentic Assessment)
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam
pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu
diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran
yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan
dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.
e. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional
Menurut Nurhadi (2003:35-36) perbedaan pendekatan kontekstual
dengan pendekatan tradisional (behaviorisme/ struktural/ objektivisme) tertera
pada tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional
NO Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran Tradisional
1 Siswa terlibat secara aktif dalam
proses pembelajaran.
Siswa adalah penerima informasi
secara pasif.
2
Siswa belajar dari teman melalui
kerja kelompok, diskusi, dan
saling mengoreksi.
Siswa belajar secara individual.
3
Pembelajaran dikaitkan dengan
kehidupan nyata atau masalah
yang disimulasikan.
Pembelajaran sangat abstrak dan
teoritis.
4 Perilaku dibangun atas kesadaran
diri.
Perilaku dibangun atas kebiasaan.
5
Bahasa diajarkan dengan
pendekatan komunikatif, yakni
siswa diajak menggunakan
bahasa dalam konteks nyata.
Bahasa diajarkan dengan
pendekatan struktural: rumus
diterangkan sampai paham
kemudian dilatihkan.
6
Siswa menggunakan kemampuan
berpikir kritis, terlibat penuh
dalam mengupayakan terjadinya
Siswa secara pasif menerima
rumus atau kaidah (membaca,
mendengarkan, mencatat,
18
proses pembelajaran yang efektif,
dan membawa skemata masing-
masing ke dalam proses
pembelajaran.
menghafal) tanpa memberikan
kontribusi ide ke dalam proses
pembelajaran.
7
Pengetahuan yang dimiliki
manusia dikembangkan oleh
manusia itu sendiri. Manusia
menciptkan atau membangun
pengetahuan dengan cara
memahami pengalaman.
Pengetahuan adalah penangkapan
terhadap serangkaian fakta, konsep
atau hukum yang berada di luar
diri manusia.
8
Hasil belajar diukur dengan
berbagai cara: proses bekerja,
hasil karya, penampilan,
rekaman, tes, dan lain-lain.
Hasil belajar diukur hanya dengan
tes.
9 Pembelajaran terjadi di berbagai
tempat, konteks, dan setting.
Pembelajaran hanya terjadi dalam
kelas.
10 Perilaku dibangun atas kesadaran
diri.
Perilaku dibangun atas kebiasaan.
f. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kontekstual
Berdasarkan uraian di atas, pendekatan kontekstual memiliki
kelebihan dan kekurangan yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Kelebihan Pendekatan Kontekstual
a) Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa lebih bermakna
karena diperoleh melalui konstruktivisme dan penemuan sendiri.
b) Siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran.
c) Siswa melakukan kerja bukan menghafal sehingga pengetahuan yang
didapatkan lebih bermakna.
d) Menjadikan siswa lebih kritis/ berani mengungkapkan pendapat.
2) Kekurangan Pendekatan Kontekstual
a) Memerlukan persiapan yang cukup banyak.
19
b) Membutuhkan waktu yang lama untuk melaksanakan seluruh komponen.
c) Pembelajaran kontekstual berpusat pada siswa sehingga memungkinkan
suasana kelas menjadi gaduh.
g. Penerapan Pembelajaran Kontekstual dalam Pokok Bahasan Sifat-sifat
Cahaya
Sebagai gambaran, gambar 5 adalah skema pembelajaran materi sifat-
sifat cahaya yang dapat melibatkan siswa secara aktif selama proses pembelajaran
sesuai dengan pendekatan kontekstual.
Gambar 5. Skema pembelajaran konsep sifat-sifat cahaya dengan pendekatan CTL
Komponen Konstruktivisme
1. Menggali pengetahuan awal siswa. 2. Mengaitkan pengetahuan awal dengan
materi sifat-sifat cahaya.
1. Pembagian kelompok kecil (5-6 siswa). 2. Siswa belajar dengan berdiskusi dalam
kelompok.
Guru memberikan contoh cara kerja LKS
Komponen Masyarakat Belajar
Komponen Pemodelan
1. Pemberian masalah/tugas kelompok. 2. Siswa menyelesaikan masalah. 3. Kesimpulan sementara dalam diskusi.
Komponen Menemukan
1. Presentasi kelompok. 2. Diskusi secara klasikal. 3. Penarikan kesimpulan.
Penilaian sebenarnya. Komponen Penilaian Autentik
Komponen Bertanya
Refleksi di akhir pembelajaran. Komponen Refleksi
20
Berdasarkan skema di atas, proses pembelajaran konsep sifat-sifat cahaya
dengan pendekatan kontekstual akan dilaksanakan sebagai berikut:
a. Pendahuluan yaitu memberi apersepsi dengan menggali pengalaman siswa
dalam kehidupan sehari-hari dan menggunakan masalah kontekstual yang
berkaitan dengan sifat-sifat cahaya.
b. Pembagian kelompok yang terdiri dari lima sampai enam orang yang memiliki
kemampuan akademik yang heterogen. Pembagian kelompok yang heterogen
siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit
sehingga mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah dengan teman
sekelompoknya.
c. Memberikan permasalahan kepada siswa berupa pertanyaan pada LKS.
Bersama teman sekelompoknya siswa memecahkan permasalahannya.
Pemecahan masalah disini siswa diharapkan dapat menemukan sendiri
berdasarkan pengalaman dan pengetahuan awalnya serta mendiskusikan
dengan teman sekelompoknya, dilanjutkan dengan menarik kesimpulan
sementara.
d. Presentasi, yaitu memberi kesempatan setiap kelompok untuk menyampaikan
hasil pengamatan yang telah dilakukan.
e. Diskusi secara klasikal supaya siswa saling melengkapi hasil temuan antar satu
kelompok dengan kelompok lain.
f. Refleksi, yaitu siswa merefleksikan kembali apa yang telah dipelajari untuk
mengetahui seberapa besar respon siswa terhadap pokok bahasan sifat-sifat
cahaya.
g. Guru melakukan penilaian sebenarnya.
B. Penelitian yang Relevan
Penulis mengacu pada penelitian terdahulu yang relevan yaitu:
1. Hetty Setyowati dalam skripsinya berjudul Keefektifan Penggunaan
Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching Learning) dalam Pembelajaran
Biologi Sub Pokok Bahasan Tumbuhan Berbiji di Kelas VII SMP N I Dawe
Kudus Tahun Ajaran 2005/2006.
21
Setelah dilakukan pembelajaran terlihat bahwa hasil belajar kedua
kelompok tersebut berbeda secara signifikan dan dari hasil uji t diperoleh
hitung t (2,363) > tabel t (1,66) yang berarti bahwa hasil belajar siswa yang
menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajarannya lebih baik
daripada hasil belajar siswa yang menggunakan pendekatan konvensional. Jadi
peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang menggunakan
pendekatan kontekstual lebih baik daripada hasil belajar siswa yang
menggunakan pendekatan konvensional. Sehingga pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan kontekstual lebih efektif daripada pembelajaran
yang menggunakan pendekatan konvensional. Penulisan ini relevan dengan
penulisan yang Hetty Setyowati lakukan karena adanya persamaan variabel
yaitu dengan pendekatan kontekstual mampu meningkatkan pemahaman
konsep. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Hetty Setyowati
dengan penulis adalah pada mata pelajaran dan pokok bahasan yang diajarkan.
Hetty Setyowati melakukan penelitian pada mata pelajaran Biologi di SMP
Negeri 1 Dawe Kudus Sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan
penulis adalah dalam mata pelajaran IPA kelas V di SDN Sondakan No. 11
pokok bahasan sifat-sifat cahaya.
2. Ema Novianisari dalam skripsinya berjudul Memaksimalkan Hasil Belajar
Siswa Dengan Pendekatan CTL untuk Pembelajaran Geografi di SMP Negeri 2
Brangsong Kendal.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPS Geografi
pada pokok bahasan Papua Nugini lebih maksimal dengan menggunakan
pembelajaran CTL daripada dengan pembelajaran konvensional. Penulisan ini
relevan dengan penulisan yang Ema Novianisari lakukan karena adanya
persamaan variabel yaitu dengan pendekatan kontekstual mampu
meningkatkan pemahaman konsep. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan
oleh Ema Novianisari dengan penulis adalah pada mata pelajaran dan pokok
bahasan yang diajarkan. Ema Novianisari melakukan penelitian pada mata
pelajaran Geografi di SMP Negeri 2 Brangsong Kendal Sedangkan dalam
22
penelitian yang akan dilakukan penulis adalah dalam mata pelajaran IPA kelas
V di SDN Sondakan No. 11 pokok bahasan sifat-sifat cahaya.
C. Kerangka Berpikir
Pada kondisi awal terdapat beberapa siswa mengalami kesulitan dalam
memahami konsep-konsep IPA. Hal ini terjadi karena guru kurang inovatif dalam
melaksanakan pembelajaran. Metode yang dikembangkan cenderung ceramah,
guru menjelaskan kemudian siswa mendengarkan penjelasan guru. Guru belum
menggunakan media dalam pembelajaran. Pada awal pembelajaran guru tidak
melakukan apersepsi, guru kurang membangkitkan motivasi terhadap
pembelajaran, siswa tidak memperhatikan penjelasan guru, dalam menyampaikan
materi kurang menarik sehingga pembelajaran terasa membosankan dan dalam
pembelajaran juga guru tidak melakukan percobaan untuk menjelaskan konsep-
konsep IPA. Hal ini menyebabkan siswa belum mengalami kebermaknaan proses
pembelajaran. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu pendekatan pembelajaran
yang dapat meningkatkan kemampuan pemahaman pada mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam.
Diantara berbagai pendekatan dalam pembelajaran, Pendekatan
Kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang dapat membantu
meningkatkan pemahaman konsep. Penerapan pendekatan kontekstual ini
dilakukan dengan cara siswa belajar dengan mempraktikkan sendiri, mengaitkan
dengan peristiwa di sekitar mereka, diskusi kelompok, dan tanya jawab melalui
presentasi. Pendekatan kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak
untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna dengan menghubungkan
muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa.
Melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), siswa
akan mampu memahami konsep-konsep IPA dengan lebih mudah sehingga
pemahaman konsep menjadi meningkat.
23
Dari pemikiran di atas, dapat digambarkan kerangka pemikiran seperti
gambar 6:
Gambar 6. Kerangka Berpikir
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, penulis membuat hipotesis bahwa jika guru menggunakan pendekatan kontekstual pada pembelajaran IPA maka pemahaman konsep-konsep IPA pada siswa kelas V SD Negeri Sondakan No. 11 Surakarta Tahun ajaran 2009/2010 akan meningkat.
Guru menggunakan
pendekatan kovensional
Dalam pembelajaran guru menggunakan
pendekatan kontekstual
Diduga melalui pendekatan kontekstual pemahaman
konsep-konsep IPA dapat meningkat
Pemahaman terhadap konsep-konsep IPA rendah
Siklus I
• Mendemonstrasikan sifat-sifat cahaya
• Melakukan percobaan untuk membuktikan sifat-sifat cahaya
• Presentasi
Siklus II
• Mendemonstrasikan sifat-sifat cahaya
• Melakukan percobaan untuk membuktikan sifat-sifat cahaya
• Presentasi
Kondisi awal
Tindakan
Kondisi akhir
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini mengambil tempat di Sekolah Dasar Negeri Negeri
Sondakan No.11 Surakarta. Tempat tersebut dipilih dengan beberapa
pertimbangan. Diantaranya waktu, biaya dan keberadaan subjek untuk
memudahkan peneliti memperoleh data. Disamping itu lokasinya mudah
dijangkau oleh peneliti.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran
2009/2010 selama 6 bulan , mulai bulan Februari sampai dengan bulan Juli 2010
dengan pembagian waktu penelitian sebagai berikut.
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Bentuk pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif karena data yang akan diperoleh berupa data langsung tercatat dari
kegiatan di lapangan. Sedangkan jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas (PTK).
2. Strategi Penelitian
Pada strategi penelitian ini langkah-langkah yang diambil adalah strategi
tindakan kelas model siklus karena objek penelitian yang diteliti hanya satu
sekolah. Adapun rancangan penelitiannya meliputi:
a. Perencanaan
Peneliti menentukan fokus peristiwa yang perlu mendapatkan
perhatian khusus untuk diamati, kemudian membuat sebuah instrumen
pengamatan untuk membantu peneliti merekam fakta yang terjadi selama
tindakan berlangsung (Suharsimi Arikunto, 2008:18).
25
b. Tindakan
Penelitian tindakan adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi
atau penerapan isi rancangan, yaitu mengenakan tindakan di kelas (Suharsimi
Arikunto, 2008:18).
c. Pengamatan
Pengamatan dilakukan oleh pengamat, dalam hal ini peneliti dan guru
kelas. Pengamatan dilakukann untuk memperoleh data yang akurat untuk
perbaikan siklus berikutnya.
d. Refleksi.
Refleksi merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang
sudah dilakukan.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Sondakan No. 11
Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010. Jumlah siswa 32 orang yang terdiri atas 14
siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan.
D. Sumber Data
Data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji
dalam penelitian ini diperoleh dari data kualitatif. Informasi data ini akan digali
dari berbagai macam sumber data. Adapun sumber data yang akan dimanfaatkan
dalam penelitian ini antara lain:
1. Siswa kelas V dan wali kelas V SD N Sondakan No.11 Surakarta.
2. Arsip nilai ulangan akhir semester.
3. Hasil jawaban subjek penelitian secara tertulis dalam menyelesaikan soal-soal
yang berhubungan dengan sifat-sifat cahaya, yang diperoleh melalui tes pada
akhir tiap-tiap tindakan.
4. Jawaban subjek penelitian berupa pernyataan verbal atau kata-kata yang
diperoleh dari hasil wawancara antara peneliti dengan subjek penelitian.
5. Hasil observasi yang diperoleh dari pengamatan peneliti dan guru kelas V.
26
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Pedoman observasi yang dilakukan peneliti, untuk mengamati seluruh
kegiatan yang berlangsung baik dari kinerja guru maupun kegiatan siswa kelas V
SD Negeri Sondakan No.11 Surakarta, mulai dari awal pembelajaran sampai akhir
pembelajaran IPA. Tujuan tindakan observasi adalah untuk mengamati perilaku
siswa dan guru dan proses pembelajaran sehingga didapatkan hasil perubahan
perilaku guru dan siswa dalam pembelajaran (format observasi lampiran 4 dan
lampiran 5 halaman 73-89).
2. Wawancara
Wawancara adalah sebuah percakapan yang dilakukan oleh pewawancara
yang mengajukan pertanyaan kepada terwawancara untuk memperoleh jawaban
atas pertanyaan itu (Moleong, 2007:186).
Menurut Denzin dalam Rochiati Wiriaatmadja (2008:117), wawancara
merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara verbal kepada orang-
orang yang dianggap dapat memberikan informasi atau penjelasan yang
dipandang perlu. Pewawancaranya adalah peneliti dan terwawancara adalah guru.
Pedoman wawancara ini bisa mengenai pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Tujuan diadakannya wawancara adalah untuk memperoleh data verbal atau
konfirmasi dari guru mengenai penyebab kesulitan siswa dalam memahami
konsep-konsep IPA di kelas V SD N Sondakan No. 11 Surakarta (format
wawancara lampiran 1 halaman 67).
3. Tes
Suharsimi Arikunto (2006:150) mengemukakan bahwa tes merupakan
serentetan pertanyaan atau latihan yang digunakan sebagai alat pengukuran
keterampilan, sikap, pengetahuan, intelegensi kemampuan atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes yang digunakan peneliti untuk
mengetahui kemampuan siswa SD Negeri Sondakan No.11 Surakarta dalam
memahami konsep-konsep IPA. Bentuk tes yang digunakan adalah tes tertulis
yaitu pada setiap akhir pelaksanaan tindakan. Tes ini mempunyai tujuan untuk
mengetahui adanya peningkatan pemahaman siswa pada konsep-konsep IPA.
27
Lembar tes yang digunakan yaitu berupa tugas yang harus dikerjakan oleh siswa
secara perorangan (format tes di dalam RPP).
4. Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk mencari dan mengumpulkan data-data
berupa teks atau gambar (iskandar, 2008:219), misalnya data pribadi siswa (rapor,
latar belakang keluarga, nilai harian mata pelajaran IPA), hasil wawancara dengan
guru kelas dan siswa, foto/ rekaman kegiatan pembelajaran IPA (lampiran 11).
F. Validitas Data
Menurut Suharsimi Arikunto (2008:12) di dalam penelitian diperlukan
adanya validitas data, maksudnya adalah semua data yang dikumpulkan
hendaknya mencerminkan apa yang sebenarnya diukur atau diteliti. Di dalam
penelitian ini untuk menguji kesahihan data digunakan triangulasi data dan
triangulasi metode.
Adapun yang dimaksud kedua hal tersebut adalah:
1. Triangulasi data adalah data atau informasi yang diperoleh selalu
dikomparasikan dan diuji dengan data dan informasi lain, baik dari segi
koheren sumber yang sama atau sumber yang berbeda. Pada penelitian ini
peneliti mendapatkan data nilai IPA semester 1 dan nilai ulangan harian.
Wawancara dilakukan peneliti dengan guru kelas V dan siswa kelas V SD
Negeri Sondakan No.11 Surakarta.
2. Triangulasi metode yaitu seorang peneliti dengan mengumpulkan data sejenis
dengan menggunakan metode pengumpulan data yang berbeda. Peneliti bisa
menggunakan metode pengumpulan data yang berupa observasi kemudian
dilakukan wawancara yang mendalam dari informan yang sama dan hasilnya
diuji dengan pengumpulan data sejenis dengan menggunakan teknik
dokumentasi pada pelaku kegiatan. Dari data yang diperoleh dari yang
diperoleh lewat beberapa teknik pengumpulan data yang berbeda tersebut
hasilnya dibandingkan dan dapat ditarik kesimpulan data yang lebih kuat
validitasnya. Peneliti mengambil data berupa wawancara, observasi, tes, dan
28
dokumentasi pada guru dan siswa kelas V SD Negeri Sondakan No.11
Surakarta.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong,
2007:280).
Menurut Faisal dan Moleong 2001 (dalam Iskandar, 2008: 222), bahwa
pengumpulan data, reduksi data, display data, dan verifikasi atau pengambilan
simpulan bukan suatu yang berlangsung secara linear, tetapi bersifat simultan atau
siklus yang interaktif. Analisis data secara interaktif dapat digambarkan seperti
terlihat pada gambar 7.
Gambar 7. Analisis Data Secara Interaktif Model Milles dan Huberman
Tahapan teknik analisis data:
a. Penyediaan data dengan pelaksanaan pembelajaran untuk meningkatkan
pemahaman konsep-konsep IPA.
b. Reduksi data merupakan pengumpulan data meliputi penyeleksian,
penyerdeharnaan, dan meringkas data yang terkumpul.
c. Display data merupakan penyajian data yang dilaksanakan ke dalam bentuk
narasi, matriks, grafik, dan diagram.
d. Data Collection/ Verivikasi/ penarikan kesimpulan baik sementara maupun
penarikan simpulan dalam bentuk diskriptif sebagai laporan penelitian.
Penyediaan Data Display Data
Reduksi Data
Data Collection/ Verifikasi
29
H. Indikator Kinerja
Rumusan kinerja dalam penelitian tindakan kelas ini adalah peningkatan
pemahaman konsep-konsep IPA yang ditunjukkan dengan nilai minimal 62
(KKM). Penelitian ini akan berhasil jika pada siklus I siswa yang mencapai nilai
lebih dari atau sama dengan 62 (KKM) adalah sebanyak 65% dari jumlah siswa
(21 siswa) dan pada siklus II 75% dari jumlah siswa (24 siswa) mencapai nilai
lebih dari atau sama dengan 62 (KKM).
I. Prosedur Penelitian
Prosedur yang dilaksanakan dalam penelitian tindakan kelas ini
berbentuk siklus. Banyaknya siklus tergantung dari kepuasan peneliti sendiri,
namun ada saran sebaiknya tidak kurang dari dua siklus (Suharsimi Arikunto,
2008:75). Empat kegiatan utama yang ada pada setiap siklus, yaitu perencanaan,
tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Langkah pertama yang dilakukan peneliti sebelum melakukan tindakan,
yaitu membuat rencana tindakan. Langkah kedua, setelah rencana disusun dengan
baik, maka rencana tersebut dilaksanakan. Langkah ketiga, peneliti mengadakan
pengamatan terhadap proses pelaksanaan tindakan melalui lembar observasi
bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Langkah keempat, berdasarkan hasil
pengamatan yang telah dilakukan maka langkah selanjutnya yaitu mengadakan
refleksi atas tindakan yang telah dilakukan pada langkah sebelumnya.
Demikian seterusnya kegiatan tersebut berulang-ulang sampai peneliti
dapat menyelesaikan masalah yang ditelitinya dengan hasil yang optimal.
Ide umum dalam penelitian ini adalah melaksanakan pembelajaran IPA
pada pokok bahasan sifat-sifat cahaya melalui pendekatan kontekstual.
1. Rancangan Siklus I
a. Tahap Perencanaan Tindakan
Adapun langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah:
a) Meminta izin kepada kepala sekolah dan guru SD N Sondakan No. 11,
Kelurahan Sondakan, Kota Surakarta.
b) Menentukan pokok bahasan.
30
c) Merencanakan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.
d) Menyusun lembar kerja siswa (LKS).
e) Menyiapkan sumber belajar.
f) Merumuskan langkah-langkah dan tindakan yang akan dilakukan untuk
menguji hipotesis.
g) Memilih instrumen evaluasi penelitian.
h) Melaksanakan tindakan.
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Dalam tahap ini langkah-langkah pembelajaran dan tindakan
mengacu pada perencanaan yang telah dibuat yaitu:
Pra Pembelajaran
Guru mengkondisikan siswa supaya duduk secara berkelompok sesuai
dengan yang telah ditentukan. Setiap siswa menggunakan nomor absen dari
kertas untuk memudahkan pengamatan.
Tahap awal pembelajaran
1) Guru mengucapkan salam.
2) Guru meminta siswa berdo’a kemudian mengecek kehadiran siswa.
3) Guru menyampaikan tujuan dan manfaat mempelajari sifat-sifat cahaya.
4) Melakukan apersepsi
- Guru bertanya kepada siswa, apakah kamu dapat melihat bayangan kamu
saat kamu bercermin?
- Guru menanyakan kepada siswa, “apa yang terjadi jika ruangan gelap?
(komponen konstruktivisme).
Tahap inti pembelajaran
1) Guru memberikan LKS pada setiap kelompok. Siswa menyimak
penjelasan guru tentang tugas yang harus diselesaikan dalam
kelompoknya. Guru memberikan LKS pada setiap kelompok. Guru
meminta peserta didik mengerjakan LKS yang sudah disiapkan oleh
guru. Guru memberi contoh cara kerja pada LKS (komponen
pemodelan).
31
2) Siswa melakukan aktivitas pembelajaran dengan melakukan percobaan
dan berdiskusi secara berkelompok kemudian guru berkeliling ke setiap
kelompok dan sesekali bergabung dengan kelompok tersebut (komponen
masyarakat belajar).
3) Guru meminta siswa untuk menyimpulkan sementara hasil percobaan
yang telah dilakukan dalam kelompok (komponen menemukan).
4) Presentasi kelompok dan diskusi secara klasikal. Mengecek pemahaman
siswa dengan mengajukan pertanyaan dan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum mereka pahami
(komponen bertanya).
Tahap akhir pembelajaran
1) Guru mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan dari apa yang telah
dipelajari dan menuliskan dalam catatan mereka (komponen refleksi).
2) Siswa diberikan evaluasi melalui pemberian soal (komponen penilaian
autentik).
3) Guru memberikan komando agar siswa mengumpulkan kembali LKS dan
lembar evaluasi.
c. Tahap Pengamatan
Pada tahap ini terdiri dari pengumpulan data serta mencatat
setiap aktivitas siswa dan kinerja guru pada saat pelaksanaan tindakan
berlangsung. Observer bertugas mengamati kinerja guru dan aktivitas
siswa selama proses pembelajaran berlangsung dengan mengacu pada
lembar observasi.
Observasi ini dilakukan oleh peneliti yaitu dengan mengamati
aktivitas siswa dan kinerja guru dalam pembelajaran IPA mengenai gaya
gesek dari awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui apakah aktivitas siswa dan kinerja guru
sudah sesuai dengan apa yang tercantum dalam lembar observasi atau
tidak. Sehingga hasil observasi dapat diperbaiki pada siklus berikutnya.
32
d. Tahap Refleksi
Refleksi merupakan pengkajian secara menyeluruh atas
tindakan yang telah dilakukan berdasarkan data yang telah terkumpul,
kemudian dilakukan evaluasi guna menyempurnakan tindakan berikutnya
(Suharsimi Arikunto, 2008:80). Refleksi berguna untuk memberikan
makna terhadap proses dan hasil (perubahan) yang telah dilakukan. Hasil
refleksi yang ada dijadikan bahan pertimbangan untuk membuat
perencanaan tindakan dalam siklus selanjutnya yang berkelanjutan
sampai pembelajaran dinyatakan berhasil. Peneliti akan melakukan
refleksi diakhir pembelajaran dengan merenungkan kembali secara
intensif kejadian atau peristiwa yang menyebabkan sesuatu yang
diharapkan atau tidak diharapkan.
2. Rancangan Siklus II
a. Perencanaan
Perencanaan dalam siklus II ini meliputi: a) Identifikasi masalah
pada siklus I dan penetapan alternatif pemecahan masalah, b)
Merencanakan perbaikan pembelajaran dengan penerapan Pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL), c) Menentukan pokok bahasan,
d) Mengembangkan skenario pembelajaran, e) Menyusun Lembar Kerja
Siswa (LKS), f) Menyiapkan sumber belajar dan media.
b. Tindakan
Beberapa tindakan yang dilakukan dalam siklus II ini meliputi: a)
Memperbaiki tindakan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah
disempurnakan berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, b) Guru
melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan Pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) yang mengacu pada rencana pelaksanaan
pembelajaran, skenario dan LKS, c) Siswa belajar dalam situasi
pembelajaran dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL) d) Memantau proses peningkatan pemahaman konsep sifat-sifat
cahaya pada siswa.
33
c. Observasi
Observasi dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran
(aktivitas guru dan siswa). Wawancara dengan siswa mengenai poin-poin
tertentu untuk mendapatkan data yang lebih lengkap dan akurat kemudian
menilai hasil tindakan dengan menggunakan format pengumpulan data
tindakan II.
d. Refleksi
Menganalisis, merefleksi dan mengevaluasi tindakan dan hasil
observasi pada siklus II yang selanjutnya digunakan sebagai acuan untuk
menentukan tingkat ketercapaian tujuan yang dilakukan guru dalam
meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya melalui pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) pada siswa.
3. Rancangan Siklus III dan Seterusnya
Pada siklus III dilakukan dengan tahapan-tahapan seperti II tetapi
didahului dengan perencanaan ulang berdasakan hasil yang diperoleh pada
siklus II (refleksi). Sehingga kelemahan pada siklus II tidak terjadi pada siklus
III termasuk perwujudan tahap pelaksanaan, observasi dan interpretasi, serta
analisis dan refleksi yang mengacu pada tindakan sebelumnya. Penelitian ini
akan berhenti jika sudah mencapai target penelitian sesuai dengan indikator
yang sudah ditetapkan.
34
Berdasarkan paparan prosedur penelitian di atas, maka dapat di buat
bagan seperti telihat pada gambar 8.
Gambar 8. Bagan Prosedur Penelitian Tindakan Kelas
(Suharsimi Arikunto, 2008:16)
perencanaan
siklus I
pengamatan
perencanaan
Siklus II
pengamatan
pelaksanaan
pelaksanaan
refleksi
refleksi
Siklus III, dst.
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi/ Hasil Penelitian
1. Tinjauan Historis Sekolah Dasar Negeri Sondakan No. 11 Surakarta
Sekolah Dasar Negeri Sondakan No. 11 Kecamatan Laweyan, Kota
Surakarta berdiri pada tahun 1939. Ijin operasionalnya dikeluarkan oleh Gubernur
Kepala daerah Tingkat I Jawa Tengah dengan Nomor Keputusan 421.2/012/05/59.
Nomor Statistik Sekolah (NSS) 101036101017.
2. Letak Geografis Sekolah Dasar Negeri Sondakan No. 11 Surakarta
Secara geografis Sekolah Dasar Negeri Sondakan No. 11 Surakarta
berada di Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. SD Negeri sondakan No. 11
berada di tengah pemukiman penduduk dengan batas-batas:
a. Batas Sebelah Utara : SD N Tegal Mulyo
b. Batas Sebelah Timur : Jalan Raya
c. Batas Sebelah Selatan : Jalan Raya
d. Batas Sebelah Barat : SD N Premulung
3. Keadaan Personil Sekolah Dasar Negeri Sondakan No. 11 Surakarta
SD Negeri Sondakan No.11 kota Surakarta pada tahun 2009 /2010
dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah dan memiliki 9 guru yang telah berstatus
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 2 orang tenaga pengajar yang masih Wiyata
Bakti. Semua personel telah melaksanakan tugasnya masing-masing dengan baik
sesuai dengan tanggungjawabnya. Tanggungjawab dalam membimbing siswa
tidak hanya guru dan Kepala sekolah tetapi peran orang tua dan masyarakat juga
sangat penting. Hal ini telah diwujudkan di SD N Sondakan No.11 Surakarta
dalam wadah Paguyuban Orang Tua Siswa dan Komite sekolah. Keberhasilan
pendidikan siswa merupakan tanggungjawab bersama sehingga harus ada
kerjasama yang baik dari semua pihak.
Jumlah seluruh siswa di SD N Sondakan No.11 Surakarta pada tahun
2009/2010 adalah 214 siswa. Siswa terbagi dalam 6 kelas yakni kelas I sebanyak
40 siswa, kelas II sebanyak 40 siswa, kelas III sebanyak 36 siswa, kelas IV
sebanyak 39 siswa, kelas V sebanyak 32 siswa dan kelas VI sebanyak 27 siswa.
36
Siswa berasal dari berbagai latar belakang sosial yang berbeda-beda. Sebagian
besar orang tua siswa bekerja sebagai wiraswastawan pabrik yang pendidikannya
masih terhitung rendah.
4. Keadaan Sarana dan Prasarana Sekolah Dasar Negeri Sondakan
No. 11 Surakarta
Bangunan gedung SD Negeri Sondakan No.11 Surakarta terdiri atas 6
ruang kelas, 1 gudang, 1 rumah penjaga, 1 kantin sekolah, 1 ruang guru dan
Kepala Sekolah, UKS, perpustakaan, parkir sepeda, ruang serba guna dan 2 kamar
mandi. Penjaga sekolah tinggal di rumah dinas SD Negeri Sondakan No.11
Surakarta tepatnya di sebelah selatan ruang guru sehingga keamanan dan
kebersihan SD terjaga dengan baik. Halaman SD N Sondakan No.11 Surakarta
sangat sempit sehingga pada saat upacara bendera dan senam dilaksanakan di
jalan depan sekolah.
5. Keadaan Siswa Sekolah Dasar Negeri Sondakan No. 11 Surakarta
Sebelum Pelaksanaan Tindakan
Pada Tahun 2009/2010 jumlah siswa kelas V SD Negeri Sondakan No.
11 Surakarta sebanyak 32 siswa, terdiri atas 14 siswa laki-laki dan 18 siswa
perempuan. Sebelum melaksanakan tindakan, terlebih dahulu peneliti
melaksanakan kegiatan survei awal dengan tujuan mengetahui keadaan nyata yang
ada di lapangan. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru dan siswa kelas V SD
Negeri Sondakan No. 11 Surakarta, siswa banyak menemui kesulitan dalam
pelajaran IPA. Para siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep
IPA dan lebih sering menghafal materi pelajaran. Siswa masih mengalami
kesulitan karena guru belum mengupayakan metode dan strategi pembelajaran
yang tepat untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran
sehingga hasil yang diperolehpun juga belum maksimal. Hal ini ditunjukkan
dengan masih adanya 16 siswa atau sekitar 50% siswa yang nilainya belum dapat
memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 62. Untuk memperbaiki
keadaan tersebut maka peneliti mengadakan penelitian di kelas V dengan
menerapkan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran supaya dapat
m
m
m
N
p
meningkatka
maka kondis
Tab
No InteN
1 352 433 514 595 676 75
Jumlah
Nila
mendapat ni
Nageri Son
pendekatan k
012345678
Frek
uens
i
an pemaham
si awal hasil
el 2. Distribu
erval Nilai
Frek(
5-42 3-50 1-58 9-66 7-74 5-82 h
Ke
ai rata-rata p
ilai di atas 62
ndakan No
kontekstual,
Gamba
35-42
9,36%
man siswa te
l belajar IPA
usi Frekuens
kuensi (fi)
Nil
3 3 8 8 5 5
32 Nilai ra
etuntasan kl
pada data aw
2 sebesar 50
o.11 sebelu
dapat disaji
ar 9. Grafik N
43-50 5
9,36%
37
erhadap kon
A dapat diliha
si Data Awa
lai Tengah (xi)
38,5 46,5 54,5 62,5 70,5 78,5
ata-rata= 193asikal= 16 :
wal 60,5. Ke
0%. Dari tabe
um diadaka
ikan dalam b
Nilai IPA Pa
51-58 59
25% 2
Interval Ni
nsep-konsep
at dari tabel
al Nilai IPA
fixi P
115,5 139,5 436 500
352,5 392,5 1936
36 : 32 = 60,32 X 100 %
etuntasan kl
el nilai IPA p
an tindakan
bentuk gamb
ada Kondisi
9-66 67-7
5%
15,6
ilai
IPA. Agar
2 dan gamba
Siswa Kelas
Persentase (%)
9,36 9,36 25 25
15,63 15,63 100
5 % = 50%
asikal atau s
pada siswa k
n melalui
bar 9.
Awal
74 75-82
3% 15,63%
lebih jelas
ar 9.
s V
Keterang
Di bawah KDi bawah KDi bawah K
Di atas KKDi atas KKDi atas KK
siswa yang
kelas V SD
penerapan
2
%
an
KKM KKM KKM KM KM KM
38
B. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian
1. Tindakan Siklus I
Tindakan siklus I dilaksanakan selama 3 kali pertemuan (6 x 35 menit)
selama 2 minggu pada bulan maret 2010. Adapun tahapan-tahapan yang
dilakukan pada siklus I adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan
Pada tahapan ini dilaksanaan pengamatan terhadap proses
pembelajaran IPA yang dilaksanakan di kelas V untuk mengetahui cara guru
dalam mengajar dan pemahaman tentang materi pelajaran yang disampaikan
guru berupa nilai formatif mata pelajara IPA pada daftar nilai.
Berdasarkan pengamatan dan pencatatan terhadap hasil belajar
tersebut diperoleh informasi sebagai data awal bahwa siswa kelas V SD N
Sondakan No. 11 Surakarta sebanyak 32 siswa terdapat 16 anak atau 50%
yang masih belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 62.
Bertolak dari kenyataan tersebut maka peneliti mengadakan konsultasi dengan
guru kelas V mengenai pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk
meningkatkan pemahaman konsep-konsep pada pelajaran IPA. Peneliti
menggunakan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
sebagai alternatif pemecahan masalah tersebut. Pada penelitian kali ini, peneliti
memfokuskan pada materi cahaya
Dengan berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
2009-2010 tentang cahaya. Peneliti melakukan langkah-langkah untuk
merencanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual
antara lain:
1) Memilih Kompetensi Dasar dan Indikator.
2) Menyusun rencana pembelajaran berdasarkan indikator yang telah dibuat.
Rencana pembelajaran yang disusun 3 kali pertemuan masing masing
pertemuan 2 jam pelajaran dilaksanakan dalam dua minggu. Mengenai
langkah-langkah dan susunan Rencana Pembelajaran terlampir.
3) Menyiapkan media pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran.
39
b. Pelaksanaan
Pada tahap ini guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan
Pendekatan Kontekstual dengan Rencana Pembelajaran yang telah disusun.
Siklus I dilaksanakan selama 3 kali pertemuan.
1) Pertemuan I
Materi yang diajarkan pada pertemuan I adalah mendeskripsikan sifat-sifat
cahaya dengan indikator menyebutkan sumber-sumber cahaya dan
mendemonstrasikan sifat cahaya merambat lurus. Kegiatan diawali dengan
berdoa dilanjutkan dengan presensi siswa. Sebagai kegiatan awal
pembelajaran, guru menyampaikan tujuan dan manfaat mempelajari materi
sumber-sumber cahaya dan sifat-sifat cahaya merambat lurus. Guru
memberikan apersepsi kepada siswa dengan memberikan pertanyaan apakah
siswa pernah melihat cahaya matahari masuk melalui celah-celah atau
jendela rumah mereka (konstruktivisme). Kegiatan dilanjutkan dengan
penjelasan guru tentang sumber-sumber cahaya kemudian guru melakukan
tanya jawab dengan siswa tentang sumber-sumber cahaya yang mereka
ketahui (bertanya). Setelah tanya jawab selesai, guru melanjutkan kegiatan
pembelajaran dengan membagi siswa menjadi enam kelompok. Masing-
masing kelompok berjumlah 5-6 orang. Masing-masing kelompok
mendapatkan Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk mereka kerjakan bersama
kelompoknya. Lembar kerja ini bertujuan untuk membuktikan sifat cahaya
merambat lurus. Guru memberikan contoh bagaimana cara melakukan
percobaan untuk membuktikan bahwa cahaya merambat lurus (pemodelan).
Guru mengajak salah seorang siswa untuk membantu memberikan contoh.
Langkah kegiatannya adalah dengan melubangi 3 buah karton pada posisi
yang sama kemudian tegakkan karton-karton tersebut pada satu garis lurus.
Karton ditandai dengan huruf A, B, dan C. Lilin menyala diletakkan di
depan karton C. Setelah itu, siswa mengamati cahaya lilin dari karton A.
Setiap kelompok melakukan percobaan seperti yang dicontohkan guru.
Pertanyaan-pertanyaan di LKS dijawab dengan mendiskusikannya dengan
teman sekelompoknya. Setelah semua kelompok menyelesaikan tugasnya,
40
guru meminta perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil
diskusinya. Kelompok yang lain menanggapi dan saling melengkapi jika
masih ada kekurangan (masyarakat belajar). Guru juga memberikan
kesempatan pada siswa lain untuk menanyakan hal-hal yang belum mereka
pahami. Pada kegiatan akhir, guru memberikan evaluasi dengan membagi
lembar soal pada siswa (penilaian autentik). Sebagai tindak lanjut, guru
membimbing siswa untuk merangkum materi pelajaran yang telah dipelajari
(refleksi). Guru juga memberikan penghargaan pada siswa yang belajar
dengan sungguh-sungguh dan memberikan motivasi kepada siswa yang
belum berhasil agar belajar lebih giat lagi.
2) Pertemuan II
Pada pertemuan II indikator yang ingin dicapai adalah mendemonstrasikan
sifat cahaya menembus benda bening dan mendemonstrasikan pembiasan
cahaya. Kegiatan diawali dengan berdoa kemudian dilanjutkan dengan
presensis siswa. Guru memberikan apersepsi dengan melakukan tanya
jawab dengan siswa tentang materi pertemuan sebelumnya yaitu cahaya
merambat lurus (konstruktivisme). Setelah itu guru memberikan pertanyaan
untuk merangsang siswa agar tertarik dengan pembelajaran. Guru
menanyakan pada siswa tentang bagaimana cara cahaya matahari dapat
masuk rumah selain melalui celah-celah kecil (bertanya). Beragam jawaban
siswa bermunculan, ada yang menjawab melalui genting kaca, jendela, dan
pintu. Guru memberikan pertanyaan lagi tentang bagaimana ukuran kaki
saat berenang. Kegiatan inti dimulai dengan penjelasan guru mengenai
benda bening kemudian guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang
benda-benda bening di sekitar lingkungan sekolah yang dapat mereka lihat.
Guru melakukan percobaan dengan menyorotkan sinar laser ke dalam gelas
yang berisi air. Guru meminta siswa untuk mengamati jatuhnya sinar di
dasar gelas. Kegiatan selanjutnya guru meninta siswa untuk mengelompok
sesuai dengan kelompoknya. Guru membagikan LKS dan alat-alat
percobaan pada tiap-tiap kelompok. Guru memberikan contoh cara
41
melakukan percobaan. Percoaan pada pertemuan kali ini ada 2 yaitu untuk
membuktikan bahwa cahaya dapat menembus benda bening dan peristiwa
pembiasan cahaya. Untuk membuktikan cahaya dapat menembus benda
bening, guru menyiapkan alat-alat percobaan berupa lampu senter, piring
seng, karton, mika, tutup gelas, gelas kaca, cermin, buku, plastik bening,
dan kardus yang dilapisi HVS. Langkah kegiatannya adalah dengan
menyinari setiap benda dengan lampu senter secara bergantian. Siswa
mengamati ada atau tidaknya bayangan benda pada kardus yang dilapisi
HVS. Apabila terbentuk bayangan maka benda tersebut termasuk benda tak
tembus cahaya atau benda gelap sedangkan jika tidak terbentuk bayangan
maka benda tersebut termasuk benda bening. Untuk mengamati peristiwa
pembiasan cahaya, guru menyiapkan alat-alat berupa gelas, air, pulpen, dan
uang logam. Langkah kegiatannya adalah dengan memasukkan pulpen ke
dalam gelas berisi air dan satunya lagi pulpen dimasukkan ke dalam gelas
yang tidak berisi air. Siswa diminta mengamati pulpen yang ada pada kedua
gelas tersebut (inkuiri). Setelah pengamatan selesai, pulpen diambil
kemudian menggantinya dengan uang logam. Siswa bersama teman
sekelompoknya mendiskusikan kesimpulan dari kegiatan yang mereka
lakukan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada LKS. Setelah
semua percobaan dilakukan, guru meminta perwakilan kelompok untuk
maju dan mempresentasikan hasilnya. Kelompok lain diminta untuk
memperhatikan hasil dari kelompok yang presentasi kemudian jika ada
kekurangan bisa ditambahi atau jika ada kekeliruan bisa diperbaiki. Guru
memberikan kesempatan pada siswa lain yang ingin bertanya jika ada hal-
hal yang masih belum dipahami. Selesai melaksanakan kegiatan diskusi,
guru memberikan evaluasi pada lembar soal yang telah disediakan. Pada
kegiatan akhir pembelajaran, guru memberikan pemantapan tentang materi
yang dipelajari dengan membimbing siswa merangkum materi dilanjutkan
dengan pemberian PR. Guru juga memberikan penghargaan bagi siswa yang
telah belajar dengan baik dan terus memotivasi siswa yang belum berhasil
agar belajar lebih giat lagi.
42
3) Pertemuan III
Guru mengucapkan salam. Guru meminta siswa berdo’a kemudian
mengecek kehadiran siswa. Guru menyampaikan tujuan dan manfaat
mempelajari sifat-sifat cahaya. Guru memberikan apersepsi dengan
melakukan tanya jawab tentang pelajran yang telah lalu yaitu sifat cahaya
merambat lurus, menembus benda bening, dan pembiasan cahaya.
Memasuki kegiatan inti, guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok.
Guru membagikan LKS (LKS 4) pada tiap-tiap kelompok. Siswa
mengamati guru yang melakukan percobaan. Setiap kelompok melakukan
percobaan seperti yang dicontohkan guru. Siswa menjawab pertanyaan di
LKS. Siswa mempresentasikan hasil diskusinya. Kelompok lain
menanggapi dan saling melengkapi jika masih ada kekurangan. Guru
memberikan kesempatan pada siswa yang ingin menanyakan hal-hal yang
belum mereka pahami. Guru memberikan evaluasi. Pada kegiatan akhir guru
membimbing siswa untuk merangkum pelajaran. Guru memberikan
penghargaan pada siswa yang bekerja dengan baik. Guru menutup pelajaran.
c. Observasi
Pada tahap ini dilakukan pengamatan terhadap pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Pengamatan
dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa lembar observasi dan
perekaman dengan menggunakan kamera foto. Observasi ini dilakukan untuk
memperoleh data mengenai kesesuaian pelaksanaan pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual dengan Rencana Pembelajaran yang telah disusun serta
untuk mengetahui pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual dalam
meningkatakan pemahaman konsep bagi siswa. Oleh karena itu, pengamatan
juga dilakukan untuk mengetahui kinerja guru dan aktivitas siswa dalam
pembelajaran.
Peneliti melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan tindakan sesuai
dengan tujuan penelitian yaitu meningkatkan pemahaman sifat-sifat cahaya
dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Pada tahap ini, peneliti
43
mengadakan kolaborasi dengan guru kelas dalam melaksanakan pemantauan
terhadap pelaksanaan proses pembelajaran yaitu dengan menggunakan lembar
observasi. Observasi dilaksanakan untuk mendapatkan data mengenai aktivitas
peneliti dalam kesesuaian antara rencana pembelajaran yang disusun dengan
pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan. Selain itu observasi juga
dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Dari data observasi dalam siklus I selama tiga kali pertemuan diperoleh hasil
observasi sebagai berikut:
1) Hasil Observasi Bagi Guru
a) Persiapan guru memulai kegiatan pembelajaran sudah baik. Hal ini dapat
dilihat dari persiapan guru dalam menyiapkan alat peraga dan media,
guru telah menyampaikan tujuan pembelajaran, dan guru sudah
memberikan apersepsi.
b) Kemampuan guru dalam memberikan apersepsi sudah baik. Hal ini dapat
dilihat dari guru mendorong siswa untuk mengemukakan pengetahuan
awalnya tentang konsep yang akan di bahas, guru memberikan
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan konsep, dan guru
mendorong siswa untuk mengilustrasikan pemahaman tentang konsep
yang akan dibahas.
c) Keterampilan guru dalam mengajukan pertanyaan masih kurang. Hal ini
dapat dilihat dari guru berusaha memancing siswa untuk menjawab
pertanyaan dan memberi pertanyaan sesuai dengan materi yang
diajarkan.
d) Kemampuan guru dalam menyampaikan materi sudah baik. Hal ini dapat
dilihat dari guru sudah menguasai materi yang akan disampaikan, materi
yang disampaikan sesuai dengan tujuan, dan guru menyampaikan materi
dengan disertai contoh, penggunaan alat peraga atau media yang
mendukung.
e) Kemampuan guru dalam mengelola kelas masih kurang.
f) Kemampuan mengelola waktu pelajaran kurang.
g) Diskusi dan penjelasan konsep kurang.
44
h) Perhatian guru terhadap siswa baik.
i) Pengembangan aplikasi baik.
j) Kemampuan guru menutup pelajaran baik.
Skor rata-rata 2,7 dengan kriteria baik (lihat lampiran 4 halaman 71).
2) Hasil Observasi Bagi Siswa
a) Kedisiplinan siswa kurang.
b) Kesiapan siswa menerima pelajaran baik.
c) Keaktifan siswa kurang.
d) Kemampuan siswa melakukan diskusi baik.
e) Keadaan siswa dengan lingkungan belajar baik.
f) Kemampuan siswa mengerjakan soal evaluasi kurang.
Skor rata-rata 2,5 dengan kriteria baik (lihat lampiran 5 halaman 78).
d. Analisis dan Refleksi
Data-data yang diperoleh melalui observasi dikumpulkan untuk
dianalisis direfleksi sebagai langkah pengambilan tindakan pada siklus
berikutnya.
Dari hasil analisa data perkembangan prestasi belajar siswa pada tes
siklus I dapat disimpulkan bahwa persentasi hasil tes siswa yang tuntas naik
21,9% dengan nilai KKM 62 ke atas. Siswa yang tuntas belajar di siklus I
sebesar 71,9% yang semula pada data awal hanya 50% siswa yang mencapai
KKM. Besarnya nilai terendah yang diperoleh siswa pada saat data awal 35
dan pada siklus I menjadi 41,67. Untuk nilai tertinggi terdapat kenaikan dari 82
menjadi 100 dan nilai rata-rata kelas pada data awal sebesar 60,5 menjadi 67,7.
A
dan gamb
Tabel 3
No InN
1 42 53 64 75 86 91
Juml
D
menjadi 6
pada gam
GambaP
sebelum
dapat dili
Frek
uens
i
Adapun has
bar 10.
. Distribusi
nterval Nilai
Fre
41-50 51-60 61-70 71-80
81-90 1-100 lah
Ke
Dari hasil t
67,7. Untuk
mbar 10.
ar 10. GrafikPerbandinga
dan sesuda
ihat pada tab
02468
1012
41-50
12,5%
il yang dipe
Frekuensi D
ekuensi (fi)
NT
45
12 5 3 3
32 Nilai ra
etuntasan kla
es dapat ter
lebih jelasny
k Data Nilai an hasil tes b
ah penerapan
bel 4 dan gam
0 51-60
%15,6%
45
eroleh pada
Data Nilai IPASiklu
Nilai Tengah
(xi)
f
45,555,5 265,5 775,5 385,5 295,5 2
2ata-rata= 216asikal= 23 : 3
rlihat adany
ya, tes hasil
IPA Materi belajar siswa
n model Co
mbar 11.
61-70
37,5%
Interval
siklus I dap
A Materi Sifus I
fixi Pers(
182 177,5 1786 377,5 156,5 986,5 9
2166 166 : 32 = 67,32 X 100 %
ya peningkat
l belajar sisw
Sifat-sifat Ca kelas V ten
ontextual Te
71-80 81
15,6%9,
l Nilai
pat dilihat pa
fat-sifat Cah
sentasi (%)
12,5 Di15,6 Di37,5 D15,6 D9,38 D9,38 D100 ,7 = 71,9%
tan rata-rata
wa siklus I da
Cahaya Pada ntang sifat-s
eaching and
1-90 91-1
38% 9,38
ada tabel 3
haya Pada
Keterangan
i bawah KKMi bawah KKM
Di Atas KKMDi atas KKMDi atas KKMDi atas KKM
a dari 60,5
apat dilihat
Siklus I ifat cahaya
d Learning
00
8%
MM
M M M M
d
k
Tabel 4. P
No
1 Jumla
2 Jumla
3 Rata-
Unt
dengan tes h
Gambar 11
Ber
kekurangan
1) Bagi Gur
a) Guru k
dalam
melaku
oleh si
0%10%20%30%40%50%60%70%80%
Perbandingan
Rekap Ha
ah siswa yan
ah siswa yan
-rata tes (kel
tuk lebih je
hasil belajar
. Grafik Perb
rdasarkan da
antara lain:
ru
kurang mem
bekerja ke
ukan kegiata
iswa yang di
Data aw
n Hasil Tes B
asil Tes
ng tuntas
ng tidak tunt
las)
elasnya, perb
siswa siklus
bandingan H
ata yang dip
mberikan pen
elompok se
an percobaan
ianggap pint
wal
46
Belajar DataSiklu
Data
Awal
16
tas 16
60,5
bandingan t
s I dapat dilih
Hasil Tes BeBelajar
peroleh dari
njelasan seca
ehingga men
n dan disku
tar.
Siklus I
a Awal dengus I
Prosentase
(%)
50
50
tes hasil be
hat dalam ga
lajar Data Ar Siklus I i siklus I d
ara terperinc
nyebabkan
si karena me
I
gan Tes Hasi
e Siklus
I
23
9
67,7
elajar siswa
ambar 10.
Awal dengan
itemukan ke
ci tentang atu
sebagian si
erasa sudah
TidaTunt
l Belajar
Prosentase
(%)
71,9
28,1
data awal
Tes Hasil
ekurangan-
uran-aturan
iswa tidak
dikerjakan
ak Tuntastas
47
b) Guru belum optimal dalam memberikan pujian bagi siswa yang telah
menjawab pertanyaan dengan benar.
c) Guru belum melibatkan siswa dalam memberikan contoh cara mengerjakan
lembar kerja.
2) Bagi Siswa
a) Pembagian jumlah kelompok masih terlalu besar.
b) Keberanian siswa dalam bertanya, mengeluarkan pendapat, dan presentasi
masih kurang.
c) Siswa masih bingung dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru.
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti
mencari solusi dengan memberikan arahan pada siswa tentang tata cara bekerja
kelompok secara tertib. Penjelasan tentang tugas-tugas yang harus dikerjakan
siswa dijelaskan secara terperinci agar siswa lebih mudah dalam mengerjakan.
Selain itu, peneliti juga mengubah jumlah anggota dalam kelompok dari 6 orang
menjadi 2 orang pada masing-masing kelompok. Hal ini dilakukan dengan alasan
agar pembelajaran dapat berjalan efektif. Untuk kelancaran proses diskusi, peneliti
juga memberikan motivasi berupa penghargaan. Penghargaan yang diberikan baik
secara verbal maupun non verbal. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih berani
lagi dalam menyampaikan pendapat. Berkaitan dengan hal tersebut maka peneliti
mengadakan tindakan untuk siklus berikutnya.
2. Tindakan Siklus II
Tindakan siklus II dilaksanakan selama 2 minggu pada bulan April 2010.
Tindakan dalam siklus II dilaksanakan selama 3 kali pertemuan. Tahapan-tahapan
yang dilaksanakan pada siklus II adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi dan evaluasi pelaksanaan tindakan pada
siklus I diketahui bahwa peningkatan kemampuan belajar belum terlihat secara
signifikan. Nilai yang diperoleh siswa belum mencapai target penelitian. Oleh
karena itu, peneliti menyusun kembali Rencana Pembelajaran lebih cermat dan
48
teliti dengan mendapatkan pengarahan dari guru kelas. Rencana pembelajaran
disusun dengan melakukan perbaikan-perbaikan pada siklus I.
Berdasarkan analisis terhadap hasil tes dan aktivitas siswa pada Siklus
I menunjukkan bahwa sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan dalam
memahami konsep sifat-sifat cahaya terutama dalam memberikan contoh yang
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, kurangnya kerjasama, dan pembagian
kelompok yang terlalu besar sehingga menyebabkan beberapa siswa pasif
dalam kegiatan kelompoknya. Perbaikan pada rencana pembelajaran yaitu pada
perbaikan soal di siklus I yang dinilai belum menunjukkan pemahaman konsep,
jumlah anggota kelompok hanya dibatasi dua orang sehingga tidak ada siswa
yang pasif dan tidak melakukan apa-apa.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan
Pendekatan Kontekstual dengan Rencana Pembelajaran yang telah disusun.
Siklus II dilaksanakan selama 3 kali pertemuan.
1) Pertemuan I
Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan berdoa bersama
kemudian mengecek kehadiran siswa. Guru memberikan motivasi dan
membangkitkan semangat belajar siswa dengan mengajak siswa untuk
mengucapkan yel. Setelah itu, guru memberikan apersepsi dengan bertanya
pada siswa tentang apa yang mereka temukan di bawah pohon ketika cuaca
cerah. Guru memancing siswa untuk menyampaikan apa yang mereka tahu
sebelum memulai pelajaran. Kemudian guru mengeluarkan senter dan
menyorotkannya ke arah dinding. Siswa diminta untuk mengamati bagaimana
bentuk berkas sinar yang ada di dinding. Memasuki kegiatan inti, guru
meminta salah seorang siswa untuk menyalakan lampu dengan menekan
tombol sakelar kemudian mematikannya lagi. Guru melakukan tanya jawab
dengan siswa bagaimana keadaan ruangan saat lampu dinyalakan dan saat
lampu dimatikan.kegiatan ini dilakukan untuk menjelaskan sumber-sumber
cahaya. Kegiatan berikutnya guru mengambil sebatang lilin kemudian
49
menyalakannya. Guru bertanya pada siswa, apakah lilin memancarkan cahaya.
Setelah itu, guru mengarahkan perhatian siswa pada cahaya matahari dan
menanyakan asal cahaya tersebut. Guru melakukan tanya jawab tentang
kegiatan yang telah dilakukan dan siswa diminta untuk menyimpulkan apa
yang dimaksud dengan sumber cahaya. Setelah siswa memberikan penjelasan
tentang sumber-sumber cahaya, guru menugaskan siswa untuk mencari sumber
cahaya lain yang mereka ketahui. Sumber cahaya tersebut antara lain: api
unggun dan bintang. Kegiatan pembelajaran selanjutnya guru meminta siswa
berkelompok dengan teman sebangku. Jumlah anggota kelompok yaang sedikit
dimaksudkan agar tidak ada siswa yang pasif dan tidak mengikuti proses
pembelajaran. Guru memberikan contoh cara mengerjakan kemudian meminta
siswa mengerjakan dengan kelompoknya. Setelah itu, guru meminta siswa
mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Jumlah anggota kelompok yang
sedikit membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Tidak ada siswa yang
bermain-main sendiri. Guru membimbing siswa melakukan diskusi. Kelompok
lain yang tidak presentasi diminta memberikan tanggapan. Setelah kegiatan
diskusi selesai, guru mengajak siswa ke luar ruangan untuk membuktikan
terjadinya bayangan yang sama dengan benda yang membuktikan cahaya
merambat lurus. Guru meminta siswa mengambil benda yang disukai/ di
sekitar mereka kemudian meletakkannya di bawah sinar matahari. Guru
meminta siswa mengamati bentuk bayangan yang tejadi. Guru memberikan
kesempatan pada siswa yang ingin menanyakan hal-hal yang belum mereka
pahami. Guru membimbing siswa untuk merangkum pelajaran. Guru
memberikan penghargaan pada siswa yang bekerja dengan baik. Guru
memberikan evaluasi.
2) Pertemuan II
Guru mengucapkan salam kemudian meminta siswa berdo’a dan
mengecek kehadiran siswa. Guru menyampaikan tujuan dan manfaat
mempelajari sifat-sifat cahaya. Guru memberikan motivasi langsung dengan
mengajak siswa mengucapkan yel. Guru: siapa pintar? Siswa: Saya pintar Saya
50
paling pintar Saya Hebat. Guru memberikan apersepsi dengan mengingatkan
siswa tentang pelajaran yang lalu yaitu sifat cahaya merambat lurus. Guru
bertanya kepada siswa “anak-anak, selain melewati celah-celah, cahaya bisa
masuk rumahmu melalui apa”? Kemudian guru memberikan pertanyaan lain,
“Anak-anak, Pernahkah kalian melihat ikan di dalam akuarium?". Memasuki
kegiatan inti, guru menjelaskan pengertian benda bening. Guru melakukan
tanya jawab dengan siswa tentang contoh-contoh benda bening yang mereka
ketahui. Guru melakukan percobaan dengan memasukkan sedotan ke dalam
gelas. Guru meminta siswa mengamati kemudian mengutarakan pendapat
mereka mengapa bisa terjadi demikian. Guru melakukan tanya jawab tentang
yang terjadi. Guru meminta siswa berkelompok dengan teman sebangku. Guru
membagikan LKS (LKS 2 dan 3) dan alat-alat percobaan pada tiap-tiap
kelompok. Siswa mengamati guru yang melakukan percobaan. Setiap
kelompok melakukan percobaan seperti yang dicontohkan guru. Siswa
menjawab pertanyaan di LKS. Siswa mempresentasikan hasil diskusinya di
tempat masing-masing. Kelompok lain menanggapi dan saling melengkapi jika
masih ada kekurangan. Guru meminta siswa untuk mengidentifikasi benda-
benda di rumah dan di sekolah yang dapat ditebus cahaya. Guru meminta siswa
mengidentifikasi peristiwa-peristiwa dalam kehidupan sehari-hari yang
menunjukkan pembiasan cahaya. Guru memberikan kesempatan pada siswa
yang ingin menanyakan hal-hal yang belum mereka pahami. Guru memberikan
evaluasi. Pada kegiatan akhir guru membimbing siswa untuk merangkum
pelajaran. Guru memberikan penghargaan pada siswa yang bekerja dengan
baik. Guru menutup pelajaran.
3) Pertemuan III
Pada pertemuan III materi yang diajarkan adalah pemantulan cahaya.
Sebelum memulai pelajaran, guru meminta siswa berdoa kemudian melakukan
presensi. Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan mengingatkan siswa
pada materi sebelumnya yaitu tentang sumber-sumber cahaya, cahaya
merambat lurus, cahaya menembus benda bening, dan pembiasan cahaya. Guru
51
meminta siswa untuk segera bergabung dengan kelompoknya. Guru
memberikan contoh cara melakukan percobaan untuk mengamati pemantulan
cahaya. Langkah kegiatannya yaitu mengisi baskom dengan air jernih
kemudian berkaca pada air tersebut. Pengamatan mulai dilakukan pada saat
berkaca di air yang tenang dan saat air digoyangkan. Guru meminta siswa
untuk melakukan kegiatan seperti yang telah dicontohkan. Setelah selesai
melakukan percobaan, dilakukan diskusi secara klasikal. Guru meminta
perwakilan kelompok untuk membacakan hasil pengamatan dan diskusi
kelompoknya. Kelompok lain diminta untuk menyimak dan memberikan
tanggapan atas jawaban kelompok yang presentasi. Guru memberikan
kesempatan bagi siswa yang ingin menanyakan hal-hal yang belum mereka
pahami. Pada kegiatan akhir guru mengadakan evaluasi dengan membagikan
lembar soal untuk dikerjakan siswa. Setelah evaluasi selesai, guru
membimbing siswa untuk menyimpulkan kegiatan yang mereka lakukkan.
Guru memberikan penghargaan bagi siswa yang telah bersungguh-sungguh
dalam belajar serta terus memotivasi siswa agar lebih giat dalam belajar.
c. Observasi
Pada tahap ini peneliti mengadakan pengamatan terhadap sikap,
perilaku siswa selama pembelajaran berlangsung serta keterampilan guru
dalam mengajar dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL)
pada materi sifat-sifat cahaya.
1) Hasil Observasi Guru
a). Persiapan guru memulai kegiatan pembelajaran sangat baik.
b). Kemampuan memberikan apersepsi sangat baik.
c). Ketrampilan guru mengajukan pertanyaan sangat baik.
d). Kemampuan guru dalam menyampaikan materi sangat baik.
e). Kemampuan guru mengelola kelas sangat baik.
f). Kemampuan mengelola waktu pelajaran baik.
g). Diskusi dan penjelasan konsep baik.
h). Perhatian guru terhadap siswa sangat baik.
52
i). Pengembangan aplikasi sangat baik.
j). Kemampuan menutup pelajaran baik.
Skor rata-rata 3,7 dengan kriteria sangat baik (lihat lampiran 4 halaman
71).
2) Hasil Observasi Siswa
a) Kedisiplinan siswa sangat baik.
b) Kesiapan siswa menerima pelajaran baik.
c) Keaktifan siswa sangat baik.
d) Kemampuan siswa melakukan diskusi sangat baik.
e) Keadaan siswa dengan lingkungan belajar sangat baik.
f) Kemampuan siswa mengerjakan soal evaluasi sangat baik.
Skor rata-rata 3,83 dengan kriteria sangat baik (lihat lampiran 5 halaman
78).
d. Analisis dan Refleksi
Berdasarkan hasil observasi maka dapat disimpulkan bahwa pada
siklus II target penelitian tercapai. Ketuntasan klasikal pada data awal hanya
50% kemudian meningkat pada siklus I menjadi 71,9% dan pada siklus II
mencapai 81,3%.
Hal tersebut dapat dilihat dari data nilai IPA materi sifat-sifat cahaya
seperti di bawah ini:
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Data Nilai IPA Materi Sifat-sifat Cahaya Pada Siklus II
No Interval Nilai
Frekuensi (fi)
Nilai Tengah
(xi)
fixi Persentasi (%) Keterangan
1 41-50 3 45,5 136,5 9,4 Di bawah KKM 2 51-60 3 55,5 166,5 9,4 Di bawah KKM 3 61-70 6 65,5 393 18,8 Di Atas KKM 4 71-80 3 75,5 226,5 9,4 Di atas KKM 5 81-90 10 85,5 855 31,3 Di atas KKM 6 91-100 7 95,5 668,5 21,9 Di atas KKM
Jumlah 32 2139,5 100 Nilai rata-rata= 2446 : 32 = 76,4
Ketuntasan klasikal= 26 : 32 X 100 % = 81,3%
J
8
g
p
Nil
Jumlah sisw
81,3%. Untu
gambar 12.
Gambar
K
dapat dili
Tabel 6. Per
No RekaT
1 Jum
siswtu
2 Jum
siswtidak
3 Rattes (
Dar
perbandinga
0123456789
10
Frek
uens
i
ai rata-rata s
wa yang tunta
uk lebih jela
12. Grafik D
Ketuntasasan
ihat pada tab
rbandingan K
ap Hasil Tes
DA
mlah wa yang untas mlah
wa yang k tuntas ta-rata (kelas) 6
ri tabel 6
an ketuntasan