Penjelasan Bagi Yang Salah Faham Tentang Hizbut Tahrir

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/2/2019 Penjelasan Bagi Yang Salah Faham Tentang Hizbut Tahrir

    1/19

    Penjelasan Bagi yang Salah Faham tentang Hizbut Tahrir

    (Penjelasan bagi yang salah faham terhadap Hizbut Tahrir)[1]

    Pengantar

    Ketika kita baca sekilas tulisan tentang Hizbut Tahrir di situs PP Nurul Huda pasti menarik.Mengapa? Karena topik yang dikaji adalah topik yang berkaitan dengan Islam dan kaumMuslimin. Kita, sebagai bagian dari kaum Muslimin, tentu harus menjadikan problem multidimensional kaum Muslimin serta semua hal yang berkaitan dengan kaum Muslimin sebagaiqadhiyyah kita. Kita tidak boleh memiliki karakter yang digambarkan oleh seorang penyair:

    *****

    *****

    Wahai anakku sesungguhnya ada sebagian laki-laki yang seperti binatang ternak *** Dalam

    wujud seorang laki-laki yang (bisa) mendengar dan melihat

    Dia cerdas (kreatif) terhadap setiap musibah yang menimpa hartanya *** Tapi apabila

    menimpa agamanya dia sama sekali tidak merasa

    Sayangnya, tulisan tersebut bukan hanya tidak benar, tapi sudah masuk kategori fitnah. Halyang sama pernah dilakukan oleh Abdullah al-Harari dan Firqah al-Ahbasy. Dalam booklet Al-Gharrah Al-Imaniyah Fi Mafasid At-Tahririyyah, Abdullah al-Harari telah melemparkan fitnahterhadap Hizbut tahrir secara serampangan bahkan dengan mengabaikan kaedah-kaedah ilmiah.

    Meski belum clear benar apakah tulisan yang dimuat di situs PP Nurul Huda tersebutmerupakan kesimpulan dari penelitian terhadap kitab-kitab Hizbut Tahrir, atau sekedar copy

    paste dari tulisan yang terdapat pada kutaib Al-Gharrah Al-Imaniyah Fi Mafasid At-Tahririyyah, yang pasti memang ada kesamaan tema, tuduhan serta metode kajian yangdipakai. Itu yang pertama.

    Kedua, jika kita mengkaji tulisan tersebut, secara bisathah kita dapat menyimpulkan bahwapenyesatan terhadap Hizbut Tahrir ala PP Nurul Huda adalah kategori jarian fi al-fatawa waithail hukmi (gegabah dalam berfatwa dan penetapan hukum). Sikap ini adalah sikap yangdijauhi oleh para ulama salaf. Bahkan ada diantara mereka mengkategorikan siapa saja yang

    berkarakter seperti itu layak diragukan keikhlasannya.

    Alhasil, tulisan tentang Hizbut Tahrir yang dimuat di situs PP Nurul Huda tersebut amatdisayangkan. Mengapa? Karena, disamping merupakan sikap gegabah dalam memberikan

  • 8/2/2019 Penjelasan Bagi Yang Salah Faham Tentang Hizbut Tahrir

    2/19

    fatwa, juga sama artinya dengan menyampaikan begitu saja apa yang di dengar atau yang dibaca tanpa melakukan kajian yang mendalam atas sumber yang dijadikan acuan. Ini adalahkebohongan. Rasulullah SAW bersabda[2]:

    ) )

    Cukuplah seseorang (dikatakan) berbohong apabila dia menyampaikan semua hal yang dia

    dengar (Hadits dikeluarkan oleh Imam Muslim).

    Dalam kitab Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawi, Syeikhul Islam al-Hafidz Abi ZakariaYahya an-Nawawi menjelaskan[3]:

    : .

    dan pengertian hadits dan atsar dalam topik tersebut, di dalamnya terdapat laranganuntuk menyampaikan setiap hal yang didengar oleh manusia, karena biasanya dia mendengar

    (berita) yang benar maupun yang dusta. Apabila dia menyampaikan setiap hal yang dia

    dengar, sungguh dia telah berbohong karena menyampaikan hal-hal yang tidak terjadi. Dan

    (telah dibahas) di depan bahwa (menurut) madzhab Ahlu al-Haq bahwa bohong itu adalah

    menyampaikan berita atas sesuatu yang berbeda dengan faktanya, dan di dalamnya tidak

    disyaratkan adanya unsur kesengajaan. Tapi kesengajaan tersebut merupakan syarat bahwa

    kebohongan tersebut merupakan perbuatan dosa. Wallahu alam.

    Mestinya pengelola situs PP Nurul Huda meneliti dengan cermat, terutama isnad, khabar yang

    sampai pada mereka. Sehingga tidak terjebak pada kekeliruan akibat sikap ceroboh atausembrono. Tentang pentingnya isnad atas khabar, Imam Ibn Sirin berkata[4]: (Mereka) padaawalnya tidak bertanya tentang isnad, namun ketika terjadi fitnah beri identitas rijal kalian, laludia akan diperiksa apabila (termasuk) ahlus sunnah maka diambil tapi jika termasuk ahlul

    bidah maka jangan diambil hadits mereka

    Imam Abdullah Ibn al-Mubarak barkata[5]:

    Isnad itu adalah bagian dari dien, kalaulah bukan karena isnad maka orang akan berkata

    semaunya.

    Jika pengelola situs PP Nurul Huda melakukan hal tersebut, tentu tidak akan begitu gegabahmenyesatkan Hizbut Tahrir. Dalam Islam menyesatkan seseorang apalagi secara kolektif

    bukan perkara sepele. Karena konsekuensinya bisa jadi menyangkut masalah ushul, bukanhanya sekedar masalah furu. Sekali lagi, kita tidak boleh terjebak pada sikap Jarian fi al-fatawa wa Ithail hukmi.

    Berdasarkan fakta diatas, kami akan paparkan dua hal. Pertama, siapa Abdullah al-Harari al-

    Habasyi dan firqah al-Ahbasy. Kedua, kajian tiap maudhu yang dibahas dalam situs PP NurulHuda.

  • 8/2/2019 Penjelasan Bagi Yang Salah Faham Tentang Hizbut Tahrir

    3/19

    Pertama, tentang Abdullah al-harari dan Firqah al-Ahbasy. Fakta adanya kesamaan maudhu al-bahts dan thariqatul bahts dalam situs PP Nurul Huda dengan tulisan Abdullah al-Harari al-Habasyi di dalam booklet al-Gharah al-Imaniyyah fi Mafasid at-Tahririyyah, memaksa kitauntuk terpaksa menyimpulkan bahwa tulisan tersebut kemungkinannya adalah: (1) Copy-pastetulisan Abdullah al-Harari dalam booklet diatas, atau (2) paling tidak penulis terinspirasi

    dengan tulisan tersebut. Karena itu ahsan kalau saya sampaikan data-data tentang siapaAbdullah al-Harari dan Firqah al-Ahbasy dari sumber-sumber yang berkompeten.

    Abdullah al-Harari datang ke Lebanon tahun 1950[6]. Dia hijrah ke Lebanon setelahmengobarkan fitnah melawan umat Islam di Kota Harar, Ethiopia, dengan melakukankonspirasi dengan rezim diktator Kafir Ethiopia, Hilasilasi. Nama lengkapnya adalah Abdullah

    bin Muhammad asy-Syaibi al-Abdari al-Harari al-Habasyi.[7] Menurut majalah al-WathanulArabi, masih banyak kontroversi seputar tokoh ini, antara lain tentang nasab dan tanggallahirnya[8].

    Untuk mendiskripsikan lebih jauh siapa Abdullah al-Harari yang juga pendiri Firqah al-Ahbasydi Lebanon, kami akan paparkan tiga hal.

    Pertama, sikap Abdullah al-Harari terhadap Shahabat Rasulullah SAW serta para ulama Ahluas-Sunnah wa al-Jamaah. Abdullah al-Harari banyak mencela Shahabat RA, khususnyaMuawiyyah bin Abi Sufyan RA[9]. Dia berkata:

    Bahwa di dalam hatinya tidak ada perasaan takut pada Allah dan tidak pula ada ketaqwaan

    (pada-Nya). Dia laki-laki culas.

    Bahkan dia menyatakan bahwa mereka yang melawan Ali bin Abi Thalib RA mati dalamkeadaan mati jahiliyyah[10].

    Dia juga mencela para ulama terkemuka panutan umat. Dia menggelari al-Muarrikh al-KabirImam al-Hafidz adz-Dzahabi dengan khabits (durjana)[11]. Dia berkata:

    Apabila dikatakan bahwa adz-Dzahabi itu durjana, sudah pada tempatnya. Syeikh Abil Izal-Hanafi dia diskripsikan sebagai Jahmi, sesat dan kafir[12]. Pada majalah resmi mereka,Manarul Huda, disebutkan bahwa al-Muhaddith Syeikh Abdullah al-Harari dan muridnyamengkafirkan Ibnu Taimiyyah dan Sayyid Quthub[13].

    Kedua, pendapat dan fatwa nyleneh Abdullah al-Harari dan Firqah al-Ahbasy. Al-Habasyimenyatakan bahwa al-Quran itu adalah ibarah dari Kalamullah yang majazi sifatnya[14].

    Padahal umat Sayyidina Muhammad SAW baik muda maupun tua tahu bahwa al-Quran ituKalamullah yang hakiki[15].

  • 8/2/2019 Penjelasan Bagi Yang Salah Faham Tentang Hizbut Tahrir

    4/19

    Al-Habasyi meyakini, bahwa Allah SWT tidak berkuasa atas segala sesuatu, Allah hanyaberkuasa atas kebanyakan sesuatu[16]. Al-Habasyi juga mengklaim bahwa sungguh Allahlahyang memberikan ianah pada orang kafir untuk menjadi kafir[17]. Dia juga memfatwakankebolehan men-tasharuf-kan zakat untuk diberikan pada anaknya sendiri yang sudah

    baligh[18]. Padahal kaum Muslimin Ahlu as-Sunnah wa al-jamaah sepakat ketidakbolehan

    men-tasharruf-kan zakat untuk pokok dan cabang (yang dimaksud dengan pokok dalam KaedahUshul adalah Bapak dan Ibu keatas, sedangkan cabang adalah anak ke bawah).

    Bukan hanya itu, al-Harari juga menguatkan hadits-hadits dhaif serta maudhu untukmendukung madzhabnya dan mendhaifkan banyak sekali hadits shahih yang tidakmendukung madzhabnya. Sikap ini tervisualisasi dengan sangat gamblang dalam bukunya al-Maulid an-Nabawi[19].

    Ketiga, Fatwa ulama terhadap Abdullah al-Harari dan Firqah al-Ahbasy. Sikap resmi Jamiah

    al-Azhar asy-Syarif Mesir terhadap firqah al-Ahbasy. Ketika firqah al-Ahbasy mengklaim adaMOU dengan Universitas al-Azhar untuk mendirikan cabang di Lebanon, Dr Umar Hasyimsebagai Rais Jamiah al-Azhar mengirim surat pada kantor Rabithah Alam Islami danmenegaskan bahwa: (1) firqah al-Ahbasy tidak iltizam secara total pada al-Quran dan as-Sunnah dan fihak al-Azahar menyatakan tidak ada hubungan apapun dengan mereka.(2) Bahwainformasi adanya MOU antara al-Azhar dan Firqah al-Ahbasy untuk mendirikan cabang al-Azhar di Lebanon adalah tidak benar[20]. Inilah risalah lengkap Dr Umar Hasyim[21]:

    : . . . . . .

    ) : 9 1422 282001 () : 15 1422 32001 (

    .

    Fatwa, Haiah Kibar al-Ulama Saudi Arabia, tentang Abdullah al-Harari al-Habasyi danFirqah al-Ahbasy. Fatwa nomor 19606. Berikut kutipannya[22]:

    :

    1- ( ) .

    2-

    .

  • 8/2/2019 Penjelasan Bagi Yang Salah Faham Tentang Hizbut Tahrir

    5/19

    3-

    Fatwa diatas menegaskan bahwa: (1) kelompok al-Ahbasy firqah yang sesat, keluar darijamaatul Muslimin dan wajib kembali pada yang haq, (2) Tidak boleh berpegang pada fatwa

    kelompok ini, (3) tidak percaya terhadap apa yang mereka katakan. Masih banyak fatwa ulamaAhlu as-Sunnah wal Jamaah yang lain yang menegaskan sesatnya Abdullah al-Harari danFirqah al-Ahbasy.

    Selain itu, Firqah ini juga menghalalkan semua cara untuk meraih tujuan mereka. Buktinyaantara lain, untuk mendongkrak popularitas Syeikh mereka, mereka mengklaim bahwaAbdullah al-Harari adalah Mufti Ethiopia[23]. Komunitas Muslim Ethiopia di Norwegiamenegaskan bahwa klaim tersebut bohong[24]. Saat Abdullah al-Harari berkunjung ke

    Norwegia, dia sempat diajak bicara dengan bahasa Ethiopia oleh komunitas Muslim Ethiopia

    disana. Dia sama sekali tidak mengerti. Bagaimana mungkin Mufti Ethiopia tidak mengertibahasa Ethiopia? Komunitas Muslim Ethiopia tersebut juga menegaskan bahwa di Ethiopiatidak ada Mufti. Mereka tidak mengenal Abdullah al-Harari, mereka hanya mengenal SyeikhSyarif Abdu an-Nur[25]. Mereka juga menggelari syeikh mereka dengan gelar-gelar yangtidak patut disandang oleh Abdullah al-Harari. Misalnya meraka menyebut Abdullah al-Harari dengan al-Hafidz al-Abdari[26]. Tentu dengan harapan agar masyarakat menyangka

    bahwa Abdullah al-Harari termasuk Ulama kenamaan di bidang Hadits layaknya al-Hafidz an-Nawawi atau al-Hafidz Ibn Hajar.

    Dengan data singkat diatas, dan tentu masih banyak lagi, rasanya gharib kalau kita menjadikanAbdullah al-Harari atau buku-buku yang dia tulis sebagai makhadz apalagi sebagi panutan.

    Selanjutnya bi at-Tafsil kita kaji tiap maudhu:

    1. Masalah Pengangkatan Khalifah

    Di situs PP Nurul Huda dikatakan: Di antara kesesatan Hizbuttahrir dan bukti menyempalnyakelompok ini dari mayoritas umat Islam adalah pernyataan mereka bahwa orang yangmeninggal dengan tanpa membaiat seorang kholifah maka matinya adalah mati jahiliyah.

    Artinya menurut mereka matinya orang tersebut laksana matinya orang-orang penyembahberhala. Berarti menurut mereka, dalam kurun waktu 100 tahun terakhir, seluruh orang muslimyang meninggal, matinya dalam keadaan mati jahiliyah, sebab sejak saat itu dunia Islam vakumdari khalifah. Sementara Khilafah Islamiyah tertinggi yang mengurus seluruh keperluan umatIslam terputus sejak lama. Umat Islam yang pada masa sekarang tidak mengangkat kholifah,mereka sesungguhnya mempunyai udzur (alasan yang diterima). Yang dimaksud umat Islamdisini adalah rakyat, karena terbukti rakyat tidak memiliki kemampuan untuk mendirikankhilafah dan mengangkat seorang khalifah. Lantas berdosakah mereka jika memang tidakmampu? Bukankah Allah Taala berfirman:

    268 ) : )

  • 8/2/2019 Penjelasan Bagi Yang Salah Faham Tentang Hizbut Tahrir

    6/19

    Allah tidak membebankan terhadap satu jiwa kecuali apa yang ia sanggup melakukanya.(Q.S. Al Baqoroh 268)

    Pertama, tentang pengertian hadits. Pemahaman penulis terhadap hadits diatas senada yangdinyatakan oleh penulis al-Gharrah:

    (

    : . e: : . ..

    .

    [Kalimat ini merupakan bagian dari pemutarbalikan kata dari konteksnya, karena hadits

    tersebut diriwayatkan oleh Muslim dari Ibn 'Umar dengan redaksi, "Siapa saja yang

    melepaskan diri dari ketaatan, maka di Hari Kiamat kelak dia akan menghadap Allah tanpa

    mempunyai alasan. Siapa saja yang mati, sementara di atas pundaknya tidak ada bai'at, maka

    dia mati dalam keadaan jahiliyah." Mereka menyampaikan hadits tersebut kepada masyarakat,

    dan mengulang-ulang bagian, Siapa saja yang mati, sementara di atas pundaknya tidak ada

    bai'at, maka dia mati dalam keadaan jahiliyah." dengan asumsi mereka, bahwa itu berlaku

    untuk siapa saja yang tidak membahas masalah khalifah dengan mereka, sebagaimana yang

    selalu diungkapkan oleh mulut mereka.

    Padahal, makna hadits tersebut tidak seperti yang mereka asumsikan. Maknanya tak lain adalahsiapa saja yang melawan khalifah, dan tetap seperti itu hingga mati, maka kematiannya adalahmati jahiliyah. Itu persis seperti yang ditunjukkan oleh hadits Muslim dari Ibn 'Abbas dari Nabisaw. yang menyatakan, "Siapa saja yang tidak menyukai sesuatu pada amirnya, hendaknya

    bersabar. Sebab, tak ada seorang pun yang melepaskan diri dari kekuasaan, meski hanyasejengkal, kecuali dia mati dalam keadaan mati jahiliyah."

    Pernyataan Nabi, "Mati dalam keadaan mati jahiliyah."Menjelaskan, bahwa orang yang matidalam keadaan jahiliyah adalah orang yang dijemput kematian, sementara dia tetapmembangkang dari penguasa.

    Maka, nyata kebatilan pandangan mereka, penyelewengan dan tujuan mereka untukmembingungkan kaum Muslim hingga mereka mengikutinya dan membai'at pemimpin mereka,Taqiyuddin an-Nabhani, yang telah mengklaim jabatan khilafah dan dibai'at oleh jamaahnya.[27]

    Bantahan:

  • 8/2/2019 Penjelasan Bagi Yang Salah Faham Tentang Hizbut Tahrir

    7/19

    Dengan menyandarkan pada hadits:

    Barangsiapa yang melepaskan (tangan) dirinya dari ketaatan, maka (dia) akan berjumpa

    dengan Allah pada hari kiamat tanpa memiliki hujjah. Dan barangsiapa mati sementara diatas pundaknya tidak ada baiat, maka matinya dalam keadaan jahiliyah.

    Penulis al-Gharrah, para pengikutnya dan yang sefaham dengan dia mengatakan, bahwa (yangdimaksud dengan) mati jahiliyah itu hanya berlaku untuk orang yang melawan penguasa, jikadia dijemput oleh kematian, sementara dia tetap seperti itu. Mereka yang mengatakan itu lupaatau sengaja pura-pura lupa, bahwa lafadz yang berbentuk umum (shiyagh al-umum)menunjukkan hukum yang bersifat umum. Pada bagian kedua hadits tersebut terdapat lafadzumum, yaitu: man yang menunjukkan lafadz umum, lalu kata baiatun yang berbentuk nakirah

    munafiyah, juga termasuk lafadz umum. Jadi keumuman hadits tersebut adalah perkara yangsangat jelas. Imam asy-Syirazi berkata[28]:

    .

    Di dalam kitab diatas, Imam asy-Syirazi menegaskan bahwa lafadz-lafadz yang menunjuk padamakna umum ada empat. Antara lain, asma al-mubhamah dan an-nafi fii an-nakirat (huruf nafiyang masuk pada isim nakirah). Maka siapapun yang mengerti bahasa Arab dan istinbath tentuakan mengetahui bahwa kalimat:

    Dan barangsiapa mati sementara di atas pundaknya tidak ada baiat, maka matinya dalamkeadaan jahiliyah.

    adalah berbentuk umum. Artinya apabila khalifah ada, seorang Muslim wajib berbaiat, dandalam keadaan tidak adanya Khalifah seorang Muslim harus melakukan aktivitas yang bisamewujudkannya. Disamping itu, mafhum dari hadits tersebut juga menyatakan demikian, yakninash tersebut menyatakan wajibnya membaiat Khalifah yang jika tidak dilakukan, maka diaakan mati dalam keadaan jahiliyah. Ini merupakan dalil (penunjukkan) yang jelas, bahwa jikatidak ada (Khalifah), maka wajib menjalankan aktivitas untuk mewujudkannya.

  • 8/2/2019 Penjelasan Bagi Yang Salah Faham Tentang Hizbut Tahrir

    8/19

    Karena itu, penyesatan terhadap makna hadits tersebut dimaksudkan untuk mengacaukan kaumMuslim agar kaum Muslim tidak beranjak menjalankan aktivitas untuk mewujudkan Khalifahdan membaiahnya supaya tidak mati dalam keadaan jahiliyah.

    Selanjutnya, penulis tersebut menegaskan, artinya menurut mereka matinya orang tersebut

    laksana matinya orang-orang penyembah berhala. Berarti menurut mereka, dalam kurun waktu100 tahun terakhir, seluruh orang muslim yang meninggal, matinya dalam keadaan mati

    jahiliyah.

    Afdhal, sebelum kita bahas hal tersebut, kita perhatikan pendapat para ulama tentang wajibnyaimamah atau khilafah. Syeikhul Islam al-Imam al-Hafidz an-Nawawi berkata[29]:

    .

    Pasal kedua tentang wajibnya imamah (khilafah) dan pejelasan metode-metodenya. Adalah

    merupakan suatu keniscayaan bagi umat adanya imam yang menegakkan agama dan

    menolong/ memenangkan as-Sunnah serta menolong yang didzalimi dan menunaikan hak-hak

    serta menempatkan hak tersebut pada tempatnya. Saya tegaskan, kata Imam an-Nawawi,

    bahwa pengangkatan imamah adalah fardhu kifayah. Imam al-Hafidz an-Nawawimenegaskan bahwa pengangkatan imam adalah fardhu kifayah. Lalu apa pengertian fardhukifayah? Imam asy-Syirazi menjelaskan[30]:

    fashal. Apabila terdapat khitab dengan lafadz umum maka masuk di dalamnya siapa saja

    yang kitab tersebut visible baginya dan perbuatan tersebut tidak gugur atas sebagian karena

    perbuatan sebagian (yang lain), kecuali atas apabila syara datang di dalamnya, dan Allah

    menetapkan bahwa khitab tersebut adalah fardhu kifayah. Seperti jihad, mengkafani jenazah,

    menshalatkan dan menguburkannya. Maka apabila kwajiban tersebut telah selesai ditunaikan

    (disini Imam sy-Syirazi menggunakan ungkapan aqaama, bukan qaama; dalam bahasa

    arab kata aqaama artinya adalah jaalahu yaqumu[31]) oleh siapa saja yang mampu,

    gugurlah (kwajiban) tersebut atas yang lain. Inilah Fardhu Kifayah.

    Alhasil, gharib-kah kalau Hizbut Tahrir berpendapat bahwa menegakkan khilafah itu wajib,yang salah satu dalilnya adalah hadits baiah serta menegaskan bahwa kwajiban tersebut

    berlaku bagi seluruh kaum Muslimin? Bukankah fardhu kifayah yang difahami para ulamaantara lain Imam asy-Syirazi adalah selama kwajiban tersebut belum tertunaikan, maka seluruhkaum Muslimin tetap terbenani taklif tersebut sampai kaum Muslim selesai menunaikannya?

    Selanjutnya penulis, sembari berkontemplasi menyimpulkan, artinya menurut mereka matinyaorang tersebut laksana matinya orang-orang penyembah berhala. Berarti menurut mereka,dalam kurun waktu 100 tahun terakhir, seluruh orang muslim yang meninggal, matinya dalamkeadaan mati jahiliyah. Matinya laksana matinya penyembah berhala? Seakan-akan Hizbut

    Tahrir yang menyatakan hal tersebut. Padahal itu adalah kesimpulan penulis sendiri. Hizbut

  • 8/2/2019 Penjelasan Bagi Yang Salah Faham Tentang Hizbut Tahrir

    9/19

    Tahrir tidak pernah mengatakan hal tersebut. Hizbut Tahrir bariun min hadzal qaul. HizbutTahrir hanya menegaskan apa yang terdapat dalam hadits.

    Benarkah pengertian maata mitatan jahiliyyatan itu mati layaknya penyembah berhala? Imamas-Sindi menjelaskan[32]:

    . Dan yang dimaksud adalah mati sesat layaknya matinya ahli jahiliyah, tapi yang

    dimaksud bukan kufur

    Imam al-Hafidz an-Nawawi menjelaskan[33]:

    :

    Artinya:seperti sifat matinya mereka (ahli Jahiliyah) ditinjau dari sisi bahwa mereka kosongtanpa imam .

    Jadi pengertian mata mitatan jahiliyyah itu bukan mati kafir, tapi mati dalam keadaantersesat, dan mereka mati dalam kedaan kosong tanpa imam.

    Kedua, tentang pengertian isthithaah (kemampuan), penulis menyatakan: Umat Islamyang pada masa sekarang tidak mengangkat khalifah, mereka sesungguhnya mempunyai udzur(alasan yang diterima). Yang dimaksud umat Islam disini adalah rakyat, karena terbukti rakyat

    tidak memiliki kemampuan untuk mendirikan khilafah dan mengangkat seorang khalifah.Lantas berdosakah mereka jika memang tidak mampu?

    Sebelum mengkaji lebih jauh, akan sangat baik jika kita cermati pengertian firman Allah SWT:

    ) : 286 )

    Imam al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Quran al-Adzim menjelaskan[34]:

    dan firman-Nya adalah bahwa tidak dibebankan pada seseorangmelebihi kemampuannya.

    Imam al-Qurthubi dalam Tafsir al-Jami li Ahkam al-Quran menjelaskan secara panjang lebarsebagai berikut[35]:

    . . : . ; . ;

    Taklif itu adalah perintah untuk hal-hal yang memberatkan padanya dan (ungkapan) suatu

    perintah itu membebani artinya bahwa perkara tersebut telah membebaninya. Itulah yangdikemukakan oleh al-Jauhari. Sedangkan al-wusu adalah kemampuan dan kesungguhan. Ini

  • 8/2/2019 Penjelasan Bagi Yang Salah Faham Tentang Hizbut Tahrir

    10/19

    adalah informasi yang sifatnya pasti. Allah Taala menegaskan bahwa Allah tidak

    mentaklifkan hamba sejak turunnya ayat tersebut dengan ibadah baik yang merupakan

    aktifitas hati atau anggota tubuh kecuali dalam batas kemampuan seorang mukallaf dan dalam

    lingkup pengetahuan serta niatnya. Dengan ayat ini terangkatlah kesusahan atas kaum

    Muslimin dalam menjelaskan hal-hal yang membahayakan.

    Dua mufassir terkemuka diatas telah memaparkan pada kita dengan sangat gamblang apapengertian ayat 286 dari Surah al-Baqarah diatas. Benar bahwa Allah telah menegaskanbinashshin sharih bahwa Dia tidak akan mentaklifkan pada hamba-Nya perkara yang diluarkemampuannya. Pada ayat 16 dari Surah at-Taghabun Allah SWT memerintahkan kita untuk

    bertaqwa sesuai dengan isthithaah kita. Allah berfirman:

    16 ) : )

    Al-hafidz Ibnu Katsir menjelaskan[36]:

    : :

    Dan firman-Nya Taala maksudnya adalah dengan kesungguhan dan kemampuan

    kalian, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam dua kitab shahih dari Abi Hurairah RA, dia

    berkata: bahwa Rasulullah SAW: apabila aku perintahkan kalian dengan suatu perintah

    maka tunaikan berdasarkan kemampuan kalian, sedangkan perkara yang aku larang untuk

    kalian maka jauhilah .

    Inilah yang telah ditegaskan Allah SWT atas kita, Allah tidak akan mentaklifkan suatu

    kwajiban yang diluar kemampuan kita. Pertanyaannya adalah, apakah mengangkat seorangkhalifah untuk menerapkan hukum Allah itu kwajiban yang diluar kemampuan kita? Memangkalau kwajiban tersebut hanya dilaksanakan oleh individu-individu kaum Muslimin, tentu akanmelampaui batas kemampuan mareka. Tapi kita harus ingat bahwa kwajiban mengangkatseorang Imam atau khalifah tersebut adalah kwajiban yang sifatnya wajib kifai, sebagaimanaditegaskan oleh Imam an-Nawawi diatas. Artinya selama kwajiban tersebut belum tertunaikanmaka kwajiban mengangkat seorang khalifah tetat dibebankan atas seluruh kaum Muslimin.Adalah Imam Saifuddin al-Amidi, antara lain, yang menjelaskan bahwa dari segi kwajibansebenarnya fardhu ain dan kifayah sama. Beliau menegaskan[37]:

    masalah yang ke dua. Tidak ada perbedaan (menurut ashab kita) antara wajib ain dan wajib

    kifayah. Dari sisi kwajiban. Karena keutuhan batas kwajiban atas keduanya.

    Jadi kwajiban menegakkan khilafah adalah kwajiban kita semua kaum Muslimin. Tidaksungguh-sungguh untuk menegakkan khilafah, tanpa udzur syari, secara syari terkategorikansebagai penelantaran kwajiban yang dibebankan Allah atas kita. Apatah lagi diam,menghambat atau bahkan melawan perjuangan tersebut.

    Khulashatul qaul kwajiban mengangkat seorang Imam atau khalifah adalah fardhu bagi seluruhkaum Muslimin, dan yang mengabaikan hal tersebut tanpa udzur syari berdosa.

  • 8/2/2019 Penjelasan Bagi Yang Salah Faham Tentang Hizbut Tahrir

    11/19

    2. Masalah Qadha dan Qadar

    Di situs PP Nurul Huda dicantumkan Lebih sesat lagi, Hizbuttahrir menyatakan bahwa

    seorang hamba adalah pencipta perbuatannya yang ikhtiari (dilakukan atas dasar kemauanya).Sementara hanya perbuatanya yang bersifat idlthirari (perbuatan yang di luar inisiatifnyaseperti detak jantung, takut, menggigil karena dingin dan lain-lain) yang diciptakan oleh Allah

    Hal yang sama juga dilontarkan oleh penulis buku al-Gharrah al-Imaniyah. Ketika menolakpendapat Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab as-Syakhshiyyah al-Islamiyyah juz Itentang qadha dan qadar, Abdullah al-Harari menyatakan:

    (

    [Perbuatan-perbuatan ini ---maksudnya perbuatan manusia--- tidak termasuk dalam kategoriqadha', dan qadha' pun tidak mempunyai ruang di sana, karena manusialah yang melakukannyadengan kehendak dan pilihannya. Karena itu, perbuatan yang bisa dipilih tidak termasuk dalamwilayah qadha']

    yang diikuti dengan kutipan berikutnya dari kitab Nidzam al-Islam, yang menyatakan:

    ( )

    [Maka, dikaitkannya pahala dan dosa dengan petunjuk dan kesesatan, membuktikan bahwa

    petunjuk dan kesesatan tersebut merupakan buah dari perbuatan manusia, bukan dari Allah]

    dengan menyatakan:

    ( :)

    [Sanggahan:Peryataan ini bertentangan dengan al-Qur'an, al-Hadits dan logika yang jelas,dan seterusnya][38]

    Bantahan :

    Sebelum mengkaji lebih dalam atas apa yang disampaikan oleh penulis tersebut tentang qadhadan qadar serta hidayah dan dhalalah, ada baiknya kita perhatikan sikap generasi terbaik dariumat ini, generasi para shahabat Nabi SAW tentang masalah keimanan, termasuk qadha danqadar, dan masalah hukum. Sikap mereka RA didiskripsikan secara sangat visual oleh al-Hafidz Ibnu al-Qayim al-Jauziyyah sebagai berikut[39]:

    , , , , . , , , .

  • 8/2/2019 Penjelasan Bagi Yang Salah Faham Tentang Hizbut Tahrir

    12/19

    Dan sungguh para Shahabat telah berbeda pendapat dalam banyak masalah hukum,

    padahal mereka adalah penghulu orang-orang Mukmin serta (bagian dari umat) yang paling

    sempurna imannya. Tapi, bi hamdulillah, mereka tidak berselisih pada satupun masalah yang

    berkaikan dengan nama-nama (Allah), sifat serta perbuatan-perbuatan (Allah). Mereka semua

    menetapkan secara bulat sebagaimana yang diungkapkan oleh al-Kitab dan as-Sunnah, dari

    awal sampai akhir. Mereka tidak menyebut tentang takwil dan tidak pula memalingkan(makna) dengan mengganti (maknanya). dan mereka tidak menunjukkan sesuatu untuk

    dibatalkan, dan mereka juga tidak membuat tamsil serta tidak terdorong untuk membuat

    tamsil. Bahkan tidak satupun dari mereka yang termotifasi dirinya dan tidak seorangpun dari

    mereka yang menyatakan bahwa wajib untuk memalingkan (ayat-ayat mutasyabihat) dari

    (makna) hakikinya dan mengalihkan pada makna majaz, bahkan mereka men-talaqqi-kan

    dengan penuh penerimaan dan penuh kepasrahan, serta menerimanya dengan (penuh)

    keimanan dan sikap mengagungkan. Mereka menjadikan perkara tersebut secara keseluruhan

    sebagai satu masalah yang sama dan mereka menjaganya dengan cara yang sama

    Inilah sikap Shahabat terhadap masalah aqidah dan hukum. Mereka berbeda pendapat dalam

    banyak hal yang berkaitan dengan hukum. Tapi dalam masalah sifat, asma dan perbuatanAllah SWT, sama sekali tidak ada perbedaan pendapat. Tidak ada riwayat, baik ahad apalagimutawatir, bahwa para Shahabat berbeda pendapat dalam masalah asma, sifat, atau perbuatanAllah SWT.

    Sayangnya akibat pengaruh ilmu Kalam, kaum Muslimin tidak hanya berbeda dalam masalahhukum, tapi mereka juga berbeda pendapat dalam masalah akidah. Mutazilah berpendapat

    bahwa manusia adalah pencipta atas perbuatan mereka sendiri, sedangkan Jabariyah melihatmenusia dalam berbuat layaknya gerakan pohon yang tertiup angin[40]. Seakan-akan

    perbedaan dalam masalah akidah ini layaknya perbedaan dalam masalah hukum yang sifatnyaijtihadi[41]. Padahal Qadhiyyah masalah akidah terkait dengan iman dan kafir. Perbedaandalam masalah akidah tentu akan sangat rawan untuk saling mengkafirkan atau salingmenyesatkan diantara kaum Muslimim.

    Bahkan penggunaan kata al-jabr, yang lazim dipakai dalam perdebatan Ilmu kalam, sebagailawan dari kata al-ikhtiar tidak terdapat dalam al-Quran dan as-Sunnah. Karena secara bahasa

    penggunaan kata al-Jabr dan al-Ijbar adalah untuk suatu yang dikerjakan oleh al-Majbur (yangdipaksa), yang sebenarnya dia tidak menyukainya. Seperti seorang bapak memaksa anaknyauntuk menikah. Maka makna yang seperti itu tentu harus dinafikan apabila dinisbahkan pada-

    Nya. Sungguh Allah tidak menciptakan perbuatan hamba yang sifatnya ikhitiari tanpa ikhtiarhamba. Bahkan Dialah yang menjadikan hamba mukhtaran (mampu memilih). Oleh karena itupara ulama salaf berkata, sungguh Maha Agung Allah dan Maha Gagah dari memaksa(hamba). Allah lah yang menjadikan hamba mampu memilih dan tidak memerlukan paksaan-

    Nya. Oleh karena itu Imam al-Auzai, ats-Tsauri, dan yang lain menggunakan kata jabala (yangpadan katanya adalah khalaqa (menciptakan) dan shawwara (membentuk), bukan jabara[42].

    Karena itu, setelah mengkaji secara jernih dan mendalam, dapat disimpulkan bahwa perbedaanpendapat yang terjadi diantara kaum Muslim terhadap asma, sifat-sifat, serta perbuatan-

    perbuatan Allah SWT adalah merupakan konsekuensi kajian akidah yang menggunakanManhaj al-Mutakallimin. Dalam kitab asy-Syakhsiyyah al-Islamiyyah juz I, Hizbut Tahrir

  • 8/2/2019 Penjelasan Bagi Yang Salah Faham Tentang Hizbut Tahrir

    13/19

    memaparkan ketidaktepatan Ilmu Kalam sebagai manhaj al-bahts dalam akidah, serta seruanuntuk kembali pada manhaj al-Quran[43]. Dan perlu dicatat, bahwa kritik atau bahkan

    penolakan tehadap Ilmu Kalam bukan hal baru. Banyak ulama terkemuka yang menolak kerasilmu Kalam. Misalnya Imam asy-SyafiI RA[44] dan Imam Ahmad bin Hambal RA.[45]

    Harapannya, kaum Muslimin sadar bahwa karena pengaruh Ilmu Kalam dalam kajian akidahlah yang mengakibatkan adanya ikhtilaf layaknya fiqih yang dzanni sifatnya. Padahal haltersebut tidak terjadi pada masa generasi terbaik Islam, generasi para Shahabat. Bukankahgenerasi terbaik tersebut adalah generasi yang dibina langsung oleh Rasulullah SAW sertagenerasi yang menyaksikan secara langsung proses turunya wahyu? Itu yang pertama.

    Kedua, sebagai akibat logis kajian akidah yang menggunakan ilmu Kalam sebagai manjah al-bahts adalah terjadinya perbedaan pendapat dalam masalah akidah. Perbedaan ini adalah suatuhal yang tidak mungkin dapat dihindari. Contoh kongkritnya adalah perbedaan antara

    Mutazilah dan Jabariyyah, atau antara Mutazilah dengan Ahlu as-Sunnah. Adalah Imam al-Ghazali, antara lain, yang menjelaskan fenomena tersebut dan sikap yang tepat untukmenghadapi hal tersebut[46]:

    . . .

    Adapun Mutazilah, dan musyabbbah serta firqah-firqah (yang lain) selain para filosof,

    mereka adalah benar dan tidak boleh mendustakan (mereka) baik karena adanya

    kemaslahatan maupun tidak. Dan tidak boleh menyibukkan diri dengan aib karena

    kemaslahatan yang bohong, tapi mereka melakukan takwil dan mereka telah melakukan takwil

    dan salah. Maka mereka dalam posisi sebagai orang yang melakukan ijtihad. Dan hendaknya

    hati-hati untuk mengkafirkan selama masih ada jalan. Karena sesungguhnya menjadikan boleh

    untuk (menumpahkan darah) dan harta atas mereka yang melakukan shalat menghadap kiblat

    yang mendzahirkan (diri) dengan bacaan tidak ada illah selain Allah adalah suatu yang

    salah. Kesalahan dalam membiarkan orang kafir dalam keadaan hidup adalah lebih ringan

    dibanding kesalahan dalam menumpahkan darah seorang muslim yang terjaga.

    Namun karena perbedaan tersebut menyangkut masalah akidah tidak jarang berakibat padasikap saling menyesatkan antar kaum Muslimin satu dengan yang lain. Bahkan tidak jarangsaling mengkafirkan.

    Berikutnya catatan kami atas tulisan yang terdapat di situs PP Nurul Huda tentang qadha danqadar.

    Pertama, pada aspek penukilan. Sengaja atau tidak, penulis hanya mengutip sebagian daripenjelasan Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani, kemudian langsung memvonis sesat dan seolah-olah beliau berpandangan seperti Mutazilah[47]. Padahal, konteks kalimat tersebut tidak dapatdipisahkan dari kalimat sebelum dan setelahnya, yang secara utuh justru memberikan

    pemahaman yang jernih dan cemerlang tentang qadha dan qadar, demikian halnya denganhidayah dan dhalalah.[48]

  • 8/2/2019 Penjelasan Bagi Yang Salah Faham Tentang Hizbut Tahrir

    14/19

    Sebelum mengkaji lebih jauh ada baiknya kita perhatikan pendapat Mutazilah tentangperbuatan hamba. Mutazilah berpendapat[49]: bahwa Mutazilah itu secara keseluruhanmenyatakan bahwa hambalah yang menciptakan perbuatan-perbuatannya secara mandiri. Maka

    dialah yang menciptakan perbuatan sekaligus yang mewujudkannya. Tapi mereka berbedapendapat dalam masalah karakter-karakter (sesuatu). Sebagian dari mereka berpendapat bahwahambalah yang menciptakan semua karakter yang dibuat oleh manusia dan dialah yangmewujudkannya. Sebagian dari mereka membedakan antar karakter satu dengan yang lain.Sebagian diciptakan hamba dan yang mewujudkannya atas sesuatu dan sebagian yang laindiciptakan Allah dan Dialah yang mewujudkannya

    Imam Muhammad bin Umar bin al-Hasan ar-Razi menegaskan[50]: ketahuilah bahwaMutazilah itu secara keseluruhan telah sepakat untuk menafikan sifat-sifat Allah, antara lainIlmu dan Qudrah, bahwa al-Quran itu baru dan makhluk dan bahwa Allah Taala bukanlah

    pencipta atas perbuatan-perbuatan hamba.

    Al-Qadhi Abu Bakar al-Baqilani berkata[51]:

    : .

    Muktazilah, Najariyyah, Jahamiyyah, dan rafidhah berkata: bahwa sesungguhnya perbuatan

    hamba itu adalah makhluk bagi hamba, berdasarkan kemampuan hamba. Dan bahwa setiap

    orang dari kita mampu mengadakan apa saja yang dia ingin adakan serta menciptakan apa

    yang dilakukan. Allah Taala tidak memiliki kekuasaan atas perbuatan-perbuatan kita secara

    umum.

    Mutazilah kah Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani yang menyatakan[52]: Dengan demikianmaka perbuatan yang sifatnya ikhtiari dikeluarkan dari pembahasan qadha dan qadar. Karena

    perbuatan-perbuatan manusia ini dihasilkan dari manusia atau oleh manusia berdasarkan ikhtiarmereka. Dan sesungguhnya Allah ketika menciptakan manusia serta menciptakan karakter-karakter atas sesuatu dan gharizah serta kebutuhan jasmani. Allah menciptakan pada dirimanusia akal yang membedakan (baik dan buruk dst) serta Allah menganugrahkan padamanusia ikhtiar untuk mengerjakan suatu aktifitas atau meninggalkannya. Allah tidakmengharuskan manusia untuk mengerjakan suatu perbuatan atau meninggalkannya. Dan Allahtidak menjadikan karakter-karaker atas sesuatu serta gharizah dan kebutuhan jasmani yang

    mengaharuskan melaksanakan suatu perbuatan atau meninggalkannya. Oleh Karena itumanusia adalah mukhtaran (bebas memilih) dalam meninggalkan suatu perbuatan danmengeliminir perbuatan tersebut darinya, dengan akal yang mampu membedakan (baik dan

    buruk dst) yang telah diilhamkan oleh Allah padanya. Allah menjadikan sebagai manath at-taklif asy-syari (sandaran taklif syari). oleh karena itu Allah menjadikan bagi manusia pahalaatas perbuatan yang khair karena dengan akalnya lah dia memilih untuk melaksanakan

    perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangannya, dan menjadikan sanksi ataspelaksanaan perbuatan syar (buruk) karena akal manusia memilih untuk menyalahi perintah-perintah Allah dan mengerjakan apa yang dilarang Allah.

  • 8/2/2019 Penjelasan Bagi Yang Salah Faham Tentang Hizbut Tahrir

    15/19

    Sebelum kita menilai pendapat Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani, mari kita perhatikan pendapatsebagian ulama Ahlu as-Sunnah wa al-Jamaah. Imam al-Qadhi Abu Bakar al-Baqilani

    berkata[53]:

    : .

    ketahuilah bahwa sesungguhnya madzhab Ahlu as-Sunnah wa al-Jamaah, adalah bahwaAllah Taala adalah satu-satunya al-khaliq. Tidak boleh ada pencipta selain diri-Nya. Semuayang ada, baik diri para hamba, perbuatan-perbuatan mereka serta gerakan-gerakan hewan baiksedikit maupun banyak, buruk dan baiknya adalah milik Allah dan tidak ada pencipta selaindiri-Nya. Maka dari-Nya penciptaan sedangkan untuk hamba adalah kasb (usaha).Sebagaimana penjelasan terdahulu, bedasarkan firman-Nya Taala:

    Serta yang senada dengan ayat ini, adalah dalil-dalil yang membedakan antara penciptaan,pembuatan serta usaha. Maka jika salah satu dari kita disebut dengan pelaku, maka arti sebutanpelaku tidak lain adalah orang yang berusaha, sama sekali tidak dimaksudkan bahwa dia adalahpencipta atas sesuatu.

    Imam Abu al-Hasan al-Asyari dalam kitab Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Mushallinberkata[54]:

    dan menurut saya siapa saja yang apabila mereka bertanya padanya apakah manusia itu

    pelaku secara hakiki. Dia berkata: ucapan ini berarti dua. Apabila yang kalian semua

    inginkan bahwa dia pencipta (perbuatan) secara hakiki maka itu salah. Tapi apabila yang

    kalian inginkan bahwa dia muktasib (orang yang berusaha), apabila mereka menyatakan

    padanya maka anda berkata bahwa dia adalah pelaku dengan pengertian muktasib (orang

    yang berusaha). Maka dia berkata apabila yang kalian maksud adalah bahwa dia muktasib

    maka ya memang dia muktasib

    Para muhaqqiq Ahlus Sunnah menyatakan bahwa sesungguhnya Allah Taala menciptakankemampuan (qudrah) atas hamba serta kehendaknya dan perbuatannya dan mereka berkata

    bahwa sesungguhnya seorang hamba itu subyek atau pelaku atas perbuatannya sertamengadakan berdasarkan perbuatannya, Allah SWT lah yang menjadikan manusia sebagai

    pelaku atas perbuatan dan mengadakan[55].

    Syeikh al-Islam al-Hafidz Ibnu Taimiyyah berkata[56]: Dan ini adalah pendapatkebanyakan Ahlu as-Sunnah dari semua golongan dan juga pendapat kebanyakan dari ashab

    al-Asyari seperti Abi Ishaq al-Asfarayani, Imam al-Haramain dan yang lain. Merekamenyatakan bahwa hamba itu adalah fail (subyek/ pelaku) atas perbuatannya secara hakiki

  • 8/2/2019 Penjelasan Bagi Yang Salah Faham Tentang Hizbut Tahrir

    16/19

    dan baginya ada kemampuan serta ikhtiyar yang mempengaruhi atas perkara yang telah

    ditetapkan sebagaimana berpengaruhnya kekuatan, tabiat serta sebab, sebagaimana yang

    telah ditunjukkan oleh syara dan akal.

    Dengan memperhatikan apa yang dikemukakan oleh para Ulama diatas, pendapat Syeikh

    Taqiyuddin an-Nabhani bukanlah pendapat baru, apalagi menyimpang. Pendapat Hizbut Tahrirsejalan dengan pendapat para ulama Ahlu as-Sunnah wa al-Jamaah.

    Kedua, dari aspek kesalahan penulis dalam menjelaskan masalah qadha dan qadar. Penulistelah mencampuradukkan qadha dan qadar dengan masalah qadar. Qadar adalah merupakanIlmu Allah yang bersifat azali dan bahwasanya segala sesuatu itu telah tertulis di Lauh al-Mahfuzh dan bahwa kewajiban seorang Muslim adalah mengimani qadar, baik buruknya dariAllah Swt. Pengertian qadar yang seperti itulah yang diriwayatkan oleh Imam al-Hafidz IbnBathal dalam kitab syarah Shahih al-Bukhari[57]:

    : . : : . : .

    Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas dari Nabi SAW, bahwa beliau berkata: apabila disebut

    tentang al-Qadar, maka kalian semua hendaknya menahan diri. Bilal bin Abi Burdah berkata

    pada Muhammad bin Wasi, apa pendapat anda tentang al-Qadha dan al-Qadar? Maka dia

    berkata, sesungguhnya Allah tidak akan bertanya pada hamba-Nya pada hari kiamat tentang

    Qadha dan Qadar-Nya, tapi dia bertanya pada mereka tentang amal mereka. Umar bin Abdul

    Aziz menulis (surat) pada al-Hasan al-Bashri, sesungguhnya Allah tidak menuntut hamba-Nya

    atas qadha-Nya atas mereka, tapi Allah menuntut mereka dengan hal-hal yang Dia larang

    atas mereka serta apa yang Dia perintahkan pada mereka. Maka tuntutlah dirimu sesuai

    dengan apa yang dituntut oleh Rab anda atas anda.

    Inilah qadar. Sayangnya penulis tidak membedakan antara (qadar) ini dengan istilah qadha danqadar yang telah diterjemahkan dari filsafat Yunani. Dalam istilah Yunani qadha dan qadarterkait dengan perbuatan dan karakteristik sesuatu (benda), dan tidak ada kaitannya denganmanusia, karena ia bersifat (jabran) memaksa. Karena itu, perbuatan yang bersifat paksaan dankarakteristik benda tersebut tidak ada hubungannya dengan manusia. Manusia juga tidak akan

    dihisab tentang perkara tersebut. Itu juga bukanlah topik yang menyangkut pahala (pahala) dansiksaan. Itulah adalah fenomena yang ada pada wilayah qadha dan qadar menurut terminologiistilah.

    Adapun pahala dan siksa yang didapatkan manusia, itu karena perbuatan-perbuatannya yangdijalankan berdasarkan pilihannya. Jika manusia mendapatkan petunjuk untuk beriman, makaia memperoleh keridhaan Allah dan mendapatkan pahala. Namun jika manusia itu tersesat danmemilih kekufuran, dia mendapatkan murka dan adzab Allah. Perbuatan-perbuatan yang

    bersifat pilihan, maupun yang bersifat paksaan, serta sifat-sifat khas pada benda dan segala

    sesuatu, semuanya itu tidak keluar dari qadar Allah; sebab qadar itu adalah ilmu Allah dan(seluruhnya) tertulis di Lauh al-Mahfuzh yang mencakup segala sesuatu.

  • 8/2/2019 Penjelasan Bagi Yang Salah Faham Tentang Hizbut Tahrir

    17/19

    Ini jelas berbeda dengan istilah qadha dan qadar yang diterjemahkan pada masa Abbasiyahdan yang terkait dengan perbuatan-perbuatan paksaan (afl jabariyah), juga dengan sifat-sifatkhas pada benda.

    Penulis juga mencampuradukkan antara pelaksanaan perbuatan dengan penciptaannya. Seakandia menyatakan bahwa siapa saja yang mengatakan seseorang yang menjalankan perbuatannya

    berdasarkan pilihannya, berarti orang itu telah menciptakan perbuatannya sendiri. Ini pendapatyang sangat gharib, bukankah pendapat para ulama Ahlu as-Sunnah di atas menegaskan bahwamanusia adalah subyek bagi perbuatannya sendiri dan dia bertanggung jawab atas yang dialakukan? Sungguh tidak ada seorang Muslim pun yang mengatakan, bahwa dia menciptakansesuatu. Allah Tabaraka wa Taala lah satu-satunya pencipta sesuatu dan sekaligusmewujudkannya dari (sebelumnya) tidak ada[58].

    Ini berbeda dengan orang yang menjalankan perbuatan apapun berdasarkan pilihannya, seperti

    memperoleh petunjuk atau kesesatan. Karena itu, penulis sengaja atau tidak telahmencampuradukkan, antara penciptaan perbuatan dengan pelaksanaan perbuatan. Lalumengajak masyarakat untuk menyibukkan diri dengan perkara yang di masa Rasulullah sawsendiri tidak pernah bergolak, bahkan di masa sahabat sekalipun.

    Cukuplah kiranya seorang Muslim mengetahui dua perkara penting, yaitu: mengetahui bahwaqadar adalah ilmu Allah seraya beriman tentang baik dan buruknya, kemudian mengetahui

    bahwa perbuatan-perbuatan yang dalam lingkup pilihannya sendiri (afl ikhtiyariyah) itulahyang menjadi topik (diperolehnya) pahala pahala atau dosa; dan perbuatan-perbuatan yangtidak tercakup pada perbuatan pilihan (afl ikhtiyariyah) tidak akan dihisab oleh Allah.Sedangkan istilah qadha dan qadar itu berkaitan dengan perbuatan yang tercakup dalam

    perbuatan yang dipaksa (afal jabariyyah), serta menyangkut sifat-sifat khas pada benda yangtidak ada kaitannya dengan manusia, dan manusia tidak akan ditanya tentang perkara-perkaratersebut, bahkan tidak ada kaitannya dengan masalah pahala dan sanksi.

    Khatimah

    Kita ingin menegaskan kembali bahwa pengkafiran atau paling tidak penyesatan terhadap ahlual-qiblah tanpa burhan serta menghidupkan akidah kelompok akan mencegah bersatunya

    Kaum Muslimin serta akan menghalangi upaya-upaya untuk menyatukan mereka. Aqidah al-Madzhabiyyah adalah pendapat yang Islami, dan yang memeluk akidah tersebut adalahMuslim. Tidak boleh seorangpun mengkafirkan ahli al-kiblah.. Karena masalahnya kembali

    pada masalah ijtihad. Oleh karena itu itiqad Ahli as-Sunnah wa al-Jamaah menyatakan,sebagaimana yang dikatakan oleh Imam al-Taftazani[59]:

    hendaknya tidak mengkafirkan seorangpun ahli kiblat.

    Maka penyesatan yang dilakukan oleh penulis tanpa dasar yang kuat bertentangan dengan sikap

    Ulama Ahlu as-Sunnah wa al-Jamaah.

  • 8/2/2019 Penjelasan Bagi Yang Salah Faham Tentang Hizbut Tahrir

    18/19

    Selain itu, upaya sebagian kaum Muslimin, untuk menghidup-hidupkan akidah kelompok danmenyesat-nyesatkan kelompok yang bukan kelompoknya akan menghalangi persatuanumat. Padahal umat sangat butuh kesatuan dan persatuan. Ini tentu sangat disayangkan.Kesatuan dan persatuan yang dibutuhkan saat ini adalah kesatuan dan persatuan hakiki yangdidasarkan pada Aqidah Islamiyyah yang telah digariskan oleh al-Quran dan as-Sunnah, serta

    semangat untuk menerapkan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

    Menghidup-menghidupkan akidah kelompok dan menyesat-nyesatkan kelompok lain akanmencegah persatuan umat, dan mengakibatkan umat terus menerus dalam kondisi yang lemahdan ringkih serta menjadi bulan-bulanan orang-orang kafir. Wal iyadzu billah. Wallahu alam

    bish-Shawab.

    [1] Oleh Musthafa A Murtadlo

    [2] Lihat Imam Muslim, Shahih Muslim juz I hal 15

    [3] Syeikhul Islam al-Imam al-Hafidz Abi Zakaria Yahya an-Nawawi, Shahih Muslim biSyarhi an-Nawawi, juz I hal 6

    [4] Lihat Imam Muslim, Shahih Muslim, juz I hal 34

    [5] Lihat Imam Muslim Shahih Muslim, juz I hal 38

    [6] Lihat majalah al-Wathan al-Arabi, volume 908, karena konspirasi dengan rezim Hilasilasi

    yang kafir serta tiran tersebut dia mendapat gelar kehormatan di Ethiopia ketika itu denganSyeikh al-Fitnah.

    [7] Lihathttp://www.anti/ habashis.com

    [8]Lihat majalah al-Wathan al-Arabi, volume 908

    [9] Lihat Abdullah al-Harari, Sharih al-Bayan hal. 102

    [10] Lihat Abdullah al-Harari, Idzharu al-Aqidati as-Sunniyyah, hal 182.

    [11] Lihat buku mereka, Syarith, al-Wajhu al-Awwal hal 143

    [12] lihat Abdullah al-Habasyi, Idzharu al-Aqidati as-Sunniyyah hal 237.

    [13] Lihat Majalah Manar al-Huda volume 22 hal 24. Padahal az-Zabidi menggelari IbnuTaimiyyah dengan Syeikhul Islam (Ittihafu as-Sadah juz I hal 123&221), as-Suyuthi (al-Hawifi al-Fatawa, juz IV hal 537), dan Ibnu Thulun (al-Qalaid al-Jauhariyyah hal 516).

    [14] Lihat Abdullah al-Habasyi, an-Nahju as-Salim hal 26, Idzharu al-Aqidah as-Sunniyyah hal59, dan Bughyatu ath-Thalib hal 18

    [15] Lihat Abu Syuhaib Abdul Aziz bin Syuhaib al-Maliki, al-Maqalat as-Sunniyyah fi KasyfiDhalalati al-Firqati al-Habasyiyyah hal 7

    http://www.anti/http://www.anti/http://www.anti/
  • 8/2/2019 Penjelasan Bagi Yang Salah Faham Tentang Hizbut Tahrir

    19/19

    [16] Lihat al-Habasyi, Idzharu al-Aqidah as-Sunniyyah, hal 40

    [17] Lihat al-Habasyi, an-Nahju as-Salim, hal 67

    [18] Lihat Abdul Aziz bin Syuhaib al-Maliki, al-Maqalat as-Sunniyyah fi Kasyfi Dhalalati al-

    Firqati al-Habasyiyyah hal 7, juga ada pada rekaman ceramahnya

    [19] Lihat Maktabatu Misykilah al-Islamiyyah, tentang maudhu al-Ahbasy

    [20]Surat Dr Umar Hasyim yang tertanggal 28 Agustus 2001, dikirim melalui faks dan diterimaoleh Kantor Rabithah Alam Islami tanggal 3 September 2001, pk 13.00 setelah dzuhur. Juga

    bisa dicek dihttp://www/. Anti habashis.com

    [21] idem

    [22]Lihathttp://www/.anti habashis.com

    [23] Lihat Abdullah al-Harari, Maqalat as-Sunniyyah, hal 04

    [24] Lihathttp://www/. Anti habashis.com. padahal menurut madzhab ahlu al-haq Al-ghayah laTubarrir Al-washilah (bahwa tujuan itu tidak menghalalkan semua cara).

    [25] idem

    (( )) [26]http://www.facebook.com/notes/ummu-zidan-al-fathi/penjelasan-bagi-yang-salah-faham-tentang-hizbut-tahrir/211562445525309

    http://www/http://www/http://www/http://www/http://www/http://www/http://www/http://www/http://www/http://www/http://www/