41
DAFTAR ISI I. Pendahuluan ...................................... ............................................ 2 II. Tinjauan Pustaka A. Epidemiologi ............................... ................................................. 4 B.Etiologi .......................... ................................................. ..... 8 C.Patogenesis ............................. ................................................. .. 11 D.Manifestasi Klinis ......................................... ................................... 14 E.Diagnosis ............................ ................................................. ... 20 F.Terapi .......................... ................................................. ..... 22 FK-UII| 1

Penugasan Leishmaniasis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penugasan Leishmaniasis

DAFTAR ISI

I. Pendahuluan .................................................................................. 2

II. Tinjauan Pustaka

A. Epidemiologi ................................................................................ 4B. Etiologi ................................................................................ 8C. Patogenesis ................................................................................ 11D. Manifestasi Klinis ............................................................................ 14E. Diagnosis ................................................................................ 20F. Terapi ................................................................................ 22G. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ......................................... 24

III. Kesimpulan ................................................................................. 26

IV. Referensi ................................................................................. 27

V. Lampiran ................................................................................. 28

FK-UII| 1

Page 2: Penugasan Leishmaniasis

I. PENDAHULUAN

Leishmaniasis adalah suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh protozoa intra selular

yang termasuk ke dalam genus Leishmania ( Ordo Kinetoplastida ) dan ditularkan oleh gigitan

dari spesies tertentu lalat pasir ( Lutzomyia subfamili dan Phlebotominae subfamili ). Penyakit

ini dinamai menurut penemunya Letnan Jenderal William Boog Leishman dan juga dikenal

sebagai Leichmaniosis dan, Leishmaniose. Ada kurang lebih 80 spesies lalat pasir yang terlibat

dalam penularan Leishmania kepada manusia, akan tetapi yang sering disebut sebagai vektor

utama adalah yang berasal dari Genus Phlebotomus dan Genus Lutzomyia.

Leishmaniasis merupakan penyakit endemik pada berbagai kondisi ekologi, baik tropis,

sub-tropis, dan wilayah Eropa Selatan yang hangat serta mencakup wilayah hutan, gurun,

pedalaman hingga perkampungan. Pada umumnya penyakit ini hanya dapat ditularkan antar

hewan ( zoonosis ), dimana golongan rodensia ( pengerat ) dan canidae ( anjing ) berperan

sebagai reservoir host. Walaupun demikian beberapa spesies parasit Leishmania dapat menyebar

antar manusia ( anthroponosis ).

Pada manusia, terdapat empat tipe Leishmaniasis simptomatis yang tergantung pada

spesies Leismania yang menginfeksi. Empat tipe tersebut adalah :

1. Cutaneous leishmaniasis

Menyebabkan lesi pada kulit disekeliling tempat gigitan vektor yang biasanya sembuh

sendiri setelah satu bulan sampai satu tahun dan meninggalkan bekas ( scar ).

2. Diffuse cutaneous leishmaniasis

Menyebabkan lesi kulit yang parah dan menyebar yang biasanya tidak dapat sembuh dan

tidak responsif terhadap terapi.

3. Muco-cutaneous leishmaniasis

Berawal seperti pada Cutaneous leishmaniasis akan tetapi kemudian menyebar dan

menghancurkan tulang rawan ( cartilago ) bagian mulut dan hidung.

FK-UII| 2

Page 3: Penugasan Leishmaniasis

4. Visceral leishmaniasis

Merupakan bentuk paling berbahaya dari Leishmaniasis, menyebabkan pembengkakan

limpa dan hepar. Di India disebut juga dengan Kala-Azar atau demam hitam karena kulit

dari penderita berubah menjadi abu- abu kehitaman.

Cutaneous leishmaniasis adalah bentuk paling umum leishmaniasis dan dapat ditemukan pada

seluruh lokasi endemik Leismaniasis, sedangkan Visceral leishmaniasis sebagian besar kasus

( 90 % ) hanya ditemukan di India, Nepal, Bangladesh, Sudan, dan Brazil.

Dewasa ini, tantangan - tantangan yang harus dihadapi oleh para praktisi medis

diantaranya adalah munculnya kasus – kasus Leishmaniasis pada area baru, populasi host yang

berubah ( misalnya Visceral Leishmaniasis pada orang dengan HIV ), kebutuhan akan tes

diagnostik yang cepat, obat – obatan oral yang efektif, aman, dan murah, pengendalian

penyebaran infeksi, serta belum tersedianya vaksin.

FK-UII| 3

Page 4: Penugasan Leishmaniasis

II. TINJAUAN PUSTAKA

A . EPIDEMIOLOGI

Leishmaniasis dapat ditemukan pada 88 negara di dunia dimana sekitar 350 juta orang

tinggal di negara – negara tersebut. Sebagian besar dari negara – negara tersebut berada pada

wilayah beriklim tropis dan sub-tropis. Leishmaniasis dapat ditemukan pada wilayah – wilayah

hutan hujan pada Amerika Tengan dan Selatan hingga kawasan gurun Asia Selatan. Walaupun

demikian, ternyata penyakit ini penyebarannya berawal dari dunia lama ( Eropa ) yaitu dari

anjing – anjing yang dibawa oleh para kolonis Spanyol dan Portugal.

Dewasa ini, terjadi kecenderungan peningkatan kasus baru Leishmaniasis, yaitu 1.5 juta

penderita Cutaneous Leismaniasis per tahun dan 500.000 penderita Visceral Leishmaniasis per

tahun ( total 2 juta kasus per tahun ). Penyebaran Leismaniasis pada manusia dapat dipengaruhi

oleh faktor iklim, habitat, musim, dan pekerjaan, dimana terdapat perbedaan karakteristik

epidemiologi antara Cutaneous Leismaniasis dengan Visceral Leismaniasis. Cutaneous

Leishmaniasis secara geografi dapat digolongkan lagi menjadi Old World dan New World

( Benua Amerika ), dimana pada Old world penyebarannya antara lain di Timur Tengah, Bagian

pantai Mediterania, Semenanjung Arab, Asia dekat, dan Bagian subkontinental India sedangkan

New world adalah di negara – negara Amerika Tengah dan Selatan terutama Brazil.

Terdapat keterkaitan erat antara vektor ( lalat pasir ) dan infeksi Leishmania, dimana pola

hidup vektor secara langsung mempengaruhi penyebaran penyakit ini dan spesies vektor juga

merupakan determinan dalam penentuan spesies Leishmania yang terlibat.

Contohnya seperti pada gambar disamping, lalat

Lutzomyia longipalpis adalah salah satu vektor

utama dari Leishmania infantum, spesies Leishmania

Old World yang menyebabkan Visceral

Leishmaniasis. Walaupun demikian ternyata lalat ini

adalah lalat spesifik wilayah – wilayah New world.

Gambar 1 Lalat Lutzomyia longipalpis sedang menggigit manusia.

FK-UII| 4

Page 5: Penugasan Leishmaniasis

Leishmania infantum disebarkan ke benua Amerika ( New World ) oleh para kolonis Spanyol

dan Portugis yang membawa anjing – anjing terinfeksi kira – kira 600 tahun yang lalu. Secara

kebetulan, parasit ini dapat melewati siklus hidupnya dalam tubuh Lutzomyia longipalpis, lalat

pasir spesifik di Amerika Selatan.

Seperti seluruh hubungan host-parasit, terdapat perang evolusi berkepanjangan antara

keduanya. Pada banyak kasus, hanya satu spesies Leishmania yang mampu bertahan dan

menyelesaikan siklus hidupnya pada spesies lalat pasir tertentu, sedangkan spesies Leishmania

lain dapat ditangkal secara efektif oleh mekanisme imun dari lalat tersebut.

Hubungan ini terjadi pada Phlebotomus papatasi

( gambar di samping ), lalat pasir khas daerah

Asia Barat daya, Asia Tengah, Subkontinental

India, dan Afrika Utara yang merupakan vektor

khusus dari Leishmania major , penyebab

Cutaneous Leishmaniasis yang terkenal dengan

nama Oriental Sore atau Baghdad Boil.

Gambar 2 Lalat Phlebotomus papatasi sedang menggigit manusia.

Fenomena vektor eksklusif ini juga terjadi pada Phlebotomus sergenti ( Gambar 3 ) , vektor dari

Leishmania tropica dan Phlebotomus argentipes ( Gambar 4 ) vektor Leishmania donovani,

penyebab Visceral Leishmaniasis yang paling berbahaya di wilayah Subkontinental India.

Gambar 3 dan 4 Lalat Phlebotomus sergenti(3) dan Phlebotomus argentipes(4).

FK-UII| 5

Page 6: Penugasan Leishmaniasis

Selain vektor – vektor eksklusif diatas, terdapat juga beberapa spesies lalat pasir yang

lebih permisif untuk beberapa perkembangan beberapa spesies Leishmania sekaligus. Yang

termasuk dalam kategori ini diantaranya adalah Phlebotomus perniciosus yang juga merupakan

vektor dari Leishmania infantum. Untungnya golongan vektor non-eksklusif ini lebih memilih

menggigit anjing daripada manusia sehingga penyebaran infeksi Leishmania lebih bersifat

zoonosis. Sama seperti nyamuk, lalat pasir hanya membutuhkan darah untuk membiakkan

telurnya. Lalat pasir jantan tidak pernah menggigit, dan lalat pasir betina dapat hidup hanya

dengan menghisap nektar tumbuhan.

Gambar 5 dan 6 Lalat Phlebotomus perniciosus(5) dan Phlebotomus duboscqi(6).

Dewasa ini diperkirakan lebih 20 juta orang di seluruh dunia menderita Leishmaniasis

dan jumlahnya diperkirakan akan terus bertambah. Yang menjadi kekhawatiran utama adalah

adanya ko-infeksi dengan HIV yang menunjukkan peningkatan signifikan. Sejauh ini 31 negara

telah melaporkan adanya ko-infeksi Leishmania/HIV, dimana hal ini dikhawatirkan memicu

progresi klinis maupun penyebaran dari kedua penyakit tersebut. Penderita Leishmaniasis rentan

terkena infeksi HIV dan pada orang dengan HIV, Leishmaniasis dapat mempercepat

perkembangan menjadi AIDS. Oleh karena itu, saat ini perhatian terhadap Leishmaniasis

mengalami peningkatan dari tahun – tahun sebelumnya.

FK-UII| 6

Page 7: Penugasan Leishmaniasis

Gambar 7 Wilayah ko-infeksi HIV dan Leishmaniasis di dunia ( biru tua ) dikhawatirkan akan terus

bertambah.

Protozoa parasit intraseluler dari genus Leishmania telah diidentifikasi sebagai salah satu

patogen oportunistik pada individu – individu imunosupresi, termasuk orang – orang yang telah

terinfeksi oleh Human Immunodeficiency Virus type-1 ( HIV-1 ). Leishmaniasis dan AIDS

saling ditemukan berkolaborasi di beberapa wilayah tropis dan subtropis di seluruh dunia,

termasuk wilayah Mediterania. Pada tahun 1994, 3% – 7% dari pengidap HIV-1 di Eropa Selatan

diketahui mengidap Visceral Leishmaniasis. Yang menjadi perhatian adalah, pada manusia HIV-

1 dan Leishmania berinteraksi , menginvasi, dan bermultiplikasi dalam sel – sel yang berasal dari

myeloid atau lymphoid. Modulasi kombinasi dari patogenesis Leishmania dan HIV-1 dalam

kasus – kasus ko-infeksi terus dipelajari oleh para ahli untuk mendapatkan gambaran yang lebih

jelas dan akhirnya, pada sebuah percobaan yang dilakukan akhir – akhir ini terlihat bahwa L.

donovani dapat meningkatkan ( up-regulate ) replikasi HIV-1, baik dalam sel monositoid

maupun limfoid in vitro dan dalam tubuh individu yang mengalami ko-infeksi.

FK-UII| 7

Page 8: Penugasan Leishmaniasis

B. ETIOLOGI

Organisme penyebab berbagai bentuk Leishmaniasis pada manusia adalah tergolong

dalam subgenus Leishmania atau subgenus Viannia. Visceral Leishmaniasis biasanya disebabkan

oleh kompleks organisme L. donovani, Old world Cutaneous Leishmaniasis oleh L. tropica, L.

major, dan L.aethiopica, dan New World Cutaneous Leishmaniasis disebabkan oleh L.

mexicana, dan sub-genus Viannia. Mucosal/Muco-cutan Leishmaniasis disebabkan oleh

beberapa organisme dalam sub-genus Viannia dan L. amazonensis. Untuk selengkapnya dapat

dilihat pada tabel dibawah :

SPECIES SINDROMA KLINIK DISTRIBUSI GEOGRAFISSUBGENUS Leishmania

L.donovani complexL.donovani sensu stricto Visceral Leishmaniasis (VL),

Post-Kala Azar Dermal Leismaniasis (PKDL), Old World Cutaneous Leishmaniasis (OWCL).

Cina, Subkontinental India, Barat daya Asia, Ethiopia, Kenya, Sudan, Uganda, Sub Sahara Afrika

L.infantum sensu stricto VL dan OWCL Cina, Asia Tengah dan Barat Daya, Timur Tengah, Eropa Selatan, Afrika Utara, Ethiopia, Sudan, Sub Sahara Afrika

L.chagasi VL dan New World Cutaneous Leishmaniasis (NWCL)

Amerika Tengah dan Selatan

L.mexicana complexL.mexicana NWCL dan Diffuse Cutaneous

Leishmaniasis (DCL)Texas, Meksiko, Amerika Tengah danSelatan

L.amazonensis NWCL, DCL, VL, dan Mucosal leishmaniasis (ML)

Panama dan Amerika Selatan

L.tropica OWCL dan VL Asia Tengah, India, Pakistan, Asia Barat Daya, Timur Tengah, Turki, Yunani, Afrika Utara, Ethiopia, Kenya, dan Namibia

L.major OWCL Asia Tengah, India, Pakistan, Asia Barat Daya, Timur Tengah, Turki, Afrika Utara, Wilayah Sahel di Afrika Tengah, Ethiopia, Sudan, dan Kenya

FK-UII| 8

Page 9: Penugasan Leishmaniasis

L.aethiopica OWCL, DCL, dan ML Ethiopia, Kenya, dan UgandaSUBGENUS Viannia

L.(V.) brazilensis NWCL dan ML Amerika Tengah dan SelatanL.(V.) guyanensis NWCL dan ML Amerika SelatanL.(V.) panamensis NWCL dan ML Amerika Tengah, Venezuela,

Colombia, Ecuador, dan PeruL.(V.) peruviana NWCL Peru

Parasit Leishmania ditularkan melalui gigitan Phlebotomine betina ( genus Phlebotomus

pada Old World atau genus Lutzomyia pada New World ). Saat menggigit manusia, lalat pasir

memuntahkan Promastigote Leishmania yang berflagella ke dalam kulit. Kemudian

Promastigote tersebut difagosit oleh makrofag dan bertransformasi menjadi Amastigote dengan

bantuan proses fagolisosom, kemudian menjalani pembelahan/multiplikasi dalam makrofag.

Setelah makrofag terinfeksi tersebut ruptur, amastigote – amastigot tersebut dapat menginfeksi

makrofag lain kemudian masuk ke dalam sirkulasi darah. Apabila orang yang terinfeksi tersebut

digigit lagi oleh lalat pasir, makrofag yang mengandung amastigote tersebut dapat masuk ke

dalam tubuh lalat. Dalam tubuh lalat terjadi lagi transformasi menjadi Promastigote, dan

seterusnya seperti terlihat dalam gambar dibawah.

Gambar 8 Lalat menggigit dan memasukkan promastigote dalam kulit manusia(1) Promastigote difagositosis oleh makrofag(2) Promastigote bertransformasi menjadi Amastigote dalam makrofag(3) Amastigote bermulplikasi dalam sel – sel pada berbagai jaringan(4) Lalat menggigit manusia dan menelan makrofag yang terinfeksi oleh

FK-UII| 9

Page 10: Penugasan Leishmaniasis

Amastigote(5) Makrofag dicerna dan melepaskan Amastigote(6) Amastigot bertransformasi menjadi Promastigote dalam midgut lalat(7) Kemudian membelah diri dan bergerak menuju proboscis lalat(8)

Bentuk promastigote Leishmania yang ditemukan dalam tubuh vektor hampir sama

dengan amastigote tetapi memiliki flagella. Permukaan membran ( pelikel ) Leishmania memiliki

molekul pengikat ( binding mollecule ) seperti glikoprotein dan reseptor manose. Molekul –

molekul tersebut memiliki peran penting dalam proses penularan melalui fagositosis yang

dilakukan makrofag dalam tubuh host. Antibodi dalam tubuh host akan mengikat reseptor –

reseptor tersebut dan berperan sebagai opsonin dalam proses fagositosis. Setelah menjalani

proses perubahan menjadi amastigote dalam makrofag, amastigote – amastigote tersebut

berkumpul bersama dalam vakuola parasitik pada sitoplasma makrofag. Leishmania mampu

menghindar dari proses lisis melalui berbagai mekanisme diantaranya adalah dengan

memperbanyak/membelah diri secara cepat.

Gambar 9 Bentuk Amastigote dan Promastigote Leishmania secara struktural tidak jauh berbeda, perbedaan hanyalah pada bentuk, ukuran, dan adanya flagella pada promastigote.

Mekanisme lain adalah saat berada dalam tubuh lalat pasir, terjadi pembentukan lapisan

glikolipid pada permukaan membran sel Leishmania. Perubahan ini sangat penting untuk

menghindari mekanisme lisis oleh sistem komplemen pada mamalia.

Amastigote Promastigote

FK-UII| 10

Page 11: Penugasan Leishmaniasis

Gambar 10 Gambaran mikroskopik Amastigote dan Promastigote dengan pengecatan Giemsa.

C. PATOGENESIS

Patogenesis Leishmaniasis dimulai saat parasit masuk melalui gigitan lalat betina ke

dalam tubuh host dan melalui mekanisme fagositosis masuk kedalam makrofag atau sel dendritik

pada kulit. Hal ini kemudian mengaktifkan respon imun yang ditandai dengan perekrutan

makrofag dan sel T ke tempat terjadinya infeksi. Respon patologis dari infeksi Lesishmania

sangat tergantung pada faktor genetik dari host yang terinfeksi. Walaupun secara keseluruhan

masih belum dapat dimengerti dengan jelas, beberapa faktor akhir – akhir ini telah dapat

diidentifikasi dengan pendekatan genetik misalnya kecenderungan diferensiasi sel T helper

menjadi TH2 pada individu - individu tertentu akan meningkatkan resiko tertular penyakit ini

secara signifikan. Paradigma ini telah dapat didemonstrasikan pada hewan uji ( tikus ), dimana

produksi IFN-γ oleh sel TH1 dan sel NK dapat menimbulkan kekebalan. Induksi IL-12 membuat

sel T naif berdiferensiasi menjadi TH1 dan memicu produksi IFN-γ oleh TH1 dan sel NK yang

pada akhirnya akan meningkatkan secara signifikan efisiensi makrofag untuk membunuh

Amastigote intraselular. Berlawanan dengan ini, pada individu yang beresiko tinggi terjadi

induksi IL-4 yang memicu diferensiasi sel T naif menjadi TH2 yang akhirnya mensekresi IL-10.

IL-10 inilah yang mendeaktivasi respon pengaktifan TH1 dan dianggap memiliki peranan penting

pada progresi penyakit Visceral Leishmaniasis.

FK-UII| 11

Page 12: Penugasan Leishmaniasis

Gambar 11 Bagan imunopatogenesis pada infeksi Leishmania yang menunjukkan peran besar respon imun seluler yang dimediasi oleh IL-12 dan IFN-γ pada resistensi penyakit. ( Journal of Global Infectious Disease )

Mekanisme imunologi yang terjadi pada tikus seperti yang telah dijabarkan diatas tidak

seluruhnya dapat diterapkan pada manusia. Walaupun demikian prinsip utama dari patogenesis

Leishmaniasis adalah penyembuhan dan kekebalan dari infeksi ulang sangat berhubungan erat

dengan respon sel TH1, produksi IFN-γ, dan aktivasi makrofag secara efektif untuk membunuh

Amastigote. Untuk suatu penyakit dimana imunitas seluler memegang peranan penting, tidak

mengejutkan bahwa ekspresi Major Histocompatibily Complex ( MHC ) pasti juga terlibat. Pada

tikus telah terbukti bahwa perbedaan ekspresi MHC berhubungan erat dengan perbedaan resiko

untuk Visceral Leishmaniasis. Peranan ekspresi MHC pada Cutaneous Leishmaniasis telah

terbukti juga pada manusia dan diperkuat juga oleh percobaan pada hewan ( tikus ).

Penelitian genetika pada host Leishmaniasis dimaksudkan untuk lebih memahami

mekanisme respon imun yang terjadi pada infeksi, dan hasilnya sejauh ini menunjukkan

persamaan karakteristik dengan penelitian tahun 1950-an tentang leprosy yang menunjukkan

bahwa bentuk penyembuhan ( tuberculoid ) berhubungan erat dengan rendahnya tingkat antibodi

dan tingginya respon imun seluler/ DTH ( dimediasi oleh TH-1 ). Sebaliknya bentuk lepromatosa

dipicu oleh tingginya titer antibodi dan rendahnya respon imun seluler. Hal ini menunjukkan

bahwa tipe respon imun host yang menentukan outcome dari suatu penyakit, bukan jenis

organismenya.

C. I. Cutaneous Leishmaniasis

Patogenesis Cutaneous Leishmaniasis adalah saat makrofag yang terinfeksi parasit

mengaktifkan reaksi imun yang menyebabkan terjadinya suatu proses inflamasi berkepanjangan

karena ketidakmampuan makrofag membasmi parasit secara tuntas. Terjadinya kerusakan pada

jaringan kulit diperkirakan karena terjadi abnormalitas produksi Nitric Oxyde Species ( NOS )

dan Oksigen Reaktif serta produksi Tumor Necrosis Factor/TNF-α dan TNF-β.

C. II. Mucosal/Mucocutan Leishmaniasis

Patogenesis dari Mucosal Leishmaniasis sampai saat ini masih belum dapat diketahui

dengan jelas. Hanya sedikit individu yang mengalami hal ini dan tampaknya faktor genetik

kembali berperan besar dalam proses yang terjadi. Faktor genetic host telah diimplikasikan pada

sebuah studi patogenesis pada masyarakat Venezuela dan menemukan bahwa sebuah alel

tertentu yang mengkode TNF-α berhubungan dengan meningkatnya faktor resiko penyakit ini.

FK-UII| 12

Page 13: Penugasan Leishmaniasis

C. III. Visceral Leishmaniasis

Proses patogenesis yang terjadi pada Visceral Leishmaniasis disebabkan oleh masuknya

makrofag yang terinfeksi ke dalam jaringan retikulo-endothelial ( Nodus limfe, Limpa, dan Sel –

sel Kupher di Hepar ) dan akhirnya menyebabkan proses inflamasi dan kerusakan jaringan pada

bagian – bagian tersebut. Masa inkubasi dari Visceral Leismaniasis biasanya berlangsung lebih

lama hingga bertahun – tahun, dan malnutrisi merupakan faktor resiko utama dalam

perkembangan penyakit ini.

FK-UII| 13

Page 14: Penugasan Leishmaniasis

D. MANIFESTASI KLINIS

Leishmaniasis merupakan sebuah sindroma ( kumpulan berbagai gejala dan tanda

klinis ), dan memiliki perbedaan ciri klinis yang tergantung tipenya dan organisme

penginfeksinya terutama pada Cutaneous Leishmaniasis.

1. Cutaneous leishmaniasis

Pembengkakan kulit muncul sekitar 2 minggu sampai beberapa bulan setelah gigitan lalat

pasir dan dapat berjumlah satu atau multipel. Dipengaruhi oleh spesies Leishmania dan

respon imun host, lesi bermula sebagai papul kecil dan berkembang menjadi plak kering

atau krusta ulserasi dengan batas tegas. Lesi satelit seringkali nampak. Lesi ini tidak terasa

sakit kecuali terjadi infeksi sekunder. Nodus limfatik lokal seringkali membesar. Gejala

sistemik jarang terjadi, akan tetapi demam ringan dalam waktu singkat kadang menyertai

onset penyakit.

Pada sebagian besar spesies, penyembuhan spontan

biasanya terjadi dalam beberapa bulan hingga 3

tahun yang diawali oleh granulasi sentral yang

menyebar ke perifer. Komplikasi infeksi piogenik

sering diikuti oleh limfangitis atau erisipelas.

Kontraksi pada scar sering menyebabkan

deformitas, khususnya pada bagian wajah.

12 13

Gambar 12 dan 13 Infeksi awal Cutaneous Leishmaniasis yang menunjukkan papul – papul kecil dengan

lesi satelit (11) dan kemudian dapat berkembang menjadi plak kering dengan krusta ulserasi (12).

FK-UII| 14

Page 15: Penugasan Leishmaniasis

a. Old World Cutaneous leishmaniasis

Masa inkubasi penyakit ini berlangsung selama 2 bulan atau lebih dan penyembuhan total

terjadi dalam 1 – 2 tahun. Lesi oleh infeksi L.tropica cenderung tunggal dan kering

walaupun kadang dapat diketemukan persebaran lokal, ulserasi berjalan sangat lambat

atau sama sekali tidak terjadi. Bentuk relaps dari infeksi ini disebut Leishmaniasis

recidivans yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas terhadap L.tropica.

Lesi oleh L.major karakteristiknya adalah multipel, basah, ulserasi terjadi sangat cepat

dan membentuk krusta.

14

Gambar 14 (A)Sebuah plak nodular dengan ulserasi dan infiltrasi difus pada bibir bagian atas

seorang anak perempuan berumur 8 tahun di Pakistan (L tropica). (B) Plak nodular dengan ulserasi

pada pipi seorang anak berumur 3 tahun dari Turki (L tropica). (C) Plak ulserasi pada dahi seorang

anak berumur 5 tahun di Afghanistan (L tropica). (D) Plak ulserasi di atas bibir seorang anak

berumur 10 tahun di Afghanistan (L tropica).

FK-UII| 15

Page 16: Penugasan Leishmaniasis

b. New World Cutaneous leishmaniasis

Sebagian besar lesi pada New world CL adalah ulkus akan tetapi bentuk lain seperti

veruka atau lesi nodular dapat juga terjadi. Infeksi oleh L.mexicana pada wilayah Yucatan

dan Amerika Tengah dapat menyebabkan lesi destruktif pada kartilago telinga. Beberapa

strain dari L.mexicana juga telah diketahui menjadi penyebab Diffuse Cutaneous

leishmaniasis.

Lebih dari 80 % lesi infeksi L.(V.)brazilensis dapat berkembang menjadi Mucocutaneous

leishmaniasis , beberapa strain dari L.(V.)brazilensis kompleks juga menunjukkan gejala

pembengkakan nodus limfatik.

15

Gambar 15 Lesi pada New World Cutaneous Leishmaniasis yang disebabkan oleh L.(V.)

Brazilensis, A. Ulkus basah dengan gambaran inflamasi dan peninggian pada sekeliling lesi . B.

Proses penyembuhan yang ditandai oleh pembentukan skar 3 minggu setelah regimen terapi selesai

diberikan. C. Resolusi dari lesi 7 minggu setelah terapi.

FK-UII| 16

Page 17: Penugasan Leishmaniasis

2. Diffuse cutaneous leishmaniasis

Merupakan bentuk kronik dari Cutaneous leishmaniasis yang disebabkan oleh L.mexicana

dan L.aethiopica. Bersifat progresif dan lesinya meluas yang disebabkan oleh migrasi besar

– besaran parasit Leishmania dari nodus – nodus limfatik ke kulit sekitarnya. Hal ini

disebabkan oleh respon imun yang sudah tidak ada atau sangat kurang ( anergik ), dapat

diketemukan pada anak – anak yang menderita kekurangan protein atu dewasa yang kondisi

sistem imunnya kurang baik.

16 17

Gambar 16 dan 17 Penyebaran lesi pada wajah seorang anak berusia 9 tahun di Ethiopia, walaupun

telah terjadi resolusi pada lesi, akan tetapi skar yang ditinggalkan tidak menghilang (16). Penyebaran

lesi ke seluruh tubuh pada seorang wanita di Amerika Selatan (17).

3. Muco-cutaneous leishmaniasis ( espundia )

Lesi awal dapat tunggal atau multipel pada kulit yang terbuka. Pada mulanya berbentuk

papul yang dapat terasa gatal atau nyeri, kemudian berubah menjadi nodular. Setelah itu

dapat menjadi ulkus atau papilomatosa. Penyembuhan lokal terjadi dalam beberapa bulan

atau satu tahun. Gejala yang muncul pada regio nasal dan oral dapat terjadi bersamaan

dengan lesi awal, setelah lesi awal sembuh, atau beberapa tahun sesudahnya. Mukosa pada

FK-UII| 17

Page 18: Penugasan Leishmaniasis

septum nasi anterior biasanya menjadi bagian yang pertama kali terserang diikuti oleh

destruksi ekstensif pada jaringan lunak dan kartilago pada hidung, mulut, dan bibir.

Kerusakan dapat juga menyerang laring dan faring. Infeksi bakterial sekunder seringkali

menyertai kondisi ini. Limfangitis, Limfadenitis, demam, penurunan berat badan, keratitis,

dan anemia sering menjadi gejala penyerta.

18 19

20

Gambar 18, 19, dan 20 Seorang pria Afghanistan dengan Mucocutaneous Leishmaniasis, telah terjadi

destruksi seluruh jaringan kartilago nasal dan meluas ke wajah (18). Skar pada seorang wanita di

Bolivia, perhatikan bahwa seluruh kartilago telah mengalami destruksi dan terjadi deformitas berat

pada bibir dan wajah (19). Hilangnya septum nasi anterior seringkali mengawali perjalanan klinis

penyakit ini (20).

4. Visceral leishmaniasis ( Kala Azar )

Sebuah lesi lokal biasanya nodular dan non-ulseratik dapat mendahului manifestasi sistemik

dari penyakit ini akan tetapi seringkali tidak nampak atau tidak dirasakan oleh penderita.

Mulai terjadinya serangan biasanya 2 minggu setelah infeksi atau tiba – tiba. Demam

menggigil dan berkeringat seringkali memuncak dua kali dalam sehari, dan dapat diikuti

dengan batuk – batuk, diare, lemah, hingga penurunan berat badan. Limpa akan membesar

secara progresif dan mengeras diikuti oleh perbesaran hepar dan limfadenopati generalisata.

Terjadi hiperpigmentasi kulit, terutama pada tangan, kaki, abdomen, dan dahi yang terlihat

dengan jelas terutama pada penderita yang berkulit terang. Pada penderita kulit hitam, sering

FK-UII| 18

Page 19: Penugasan Leishmaniasis

didapati erupsi ulseratik, petechiae, perdarahan pada hidung dan gusi, jaundice, edema, dan

asites. Penurunan berat badan terus terjadi, dan kematian terjadi dalam hitungan bulan atau

1-2 tahun.

Post-Kala Azar Dermal Leismaniasis ( PKDL ) dapat muncul setelah kesembuhan pada

wilayah Subkontinen India dan Sudan yang ditandai dengan makula hipopigmentasi multipel

atau nodus pada lesi sebelumnya. Patch eritematosa dapat timbul pada wajah.

21 22 23

24 25

Gambar 21, 22, dan 23 Pada anak – anak,

penyakit ini seringkali bermanifestasi sebagai asites

dan seringkali terjadi kesalahan diagnosis karena di

negara – negara endemik Leishmaniasis,

kwashiorkor juga umum dijumpai. Seorang anak

dengan asites dan hiperpigmentasi di Pakistan

sedang menunggu pengobatan (21). Visceral

Leishmaniasis tahap akhir yang menyerang seorang

anak di India yang kemudian meninggal beberapa

hari setelah foto ini diambil (22). Gambaran umum

penderita VL tidak jauh berbeda dengan

kwashiorkor di Ethiopia (23).

FK-UII| 19

Page 20: Penugasan Leishmaniasis

Gambar 24, dan 25 Pria di India yang telah sembuh dari VL dan sedang menjalani pengobatan PDKL,

perhatikan makula hipopigmentasi multipel pada bagian tengkuk dan punggungnya (24). Manifestasi

PDKL pada seorang anak di Ethiopia pasca VL (25).

E. DIAGNOSIS

Cutaneous leishmaniasis

Pada kasus – kasus CL, respon serum sistemik seringkali tidak terlihat, membuat

pemeriksan serologi menjadi tidak terlalu berguna sebagai alat diagnostik. Oleh karena itu,

dibutuhkan metode pemeriksaan molekular untuk mendeteksi secara langsung DNA atau RNA

parasit. Hal ini sangat berguna untuk membedakan spesies parasit karena karakter Leishmania

yang derajat keparahan penyakit yang ditimbulkan berbeda pada tiap spesies parasit.

Belum adanya metode pemeriksaan cepat untuk screening penyakit ini membuat penyebarannya

masih sulit terkontrol. Diagnosis definitif Cutaneous Leishmaniasis pada saat ini ditegakkan

dengan cara :

1. Terlihat Amastigote dengan pengecatan Giemsa dari hasil biopsi yang dilakukan pada kulit,

lesi mukosal, hepar, atau nodus limfatik. Aspirat limpa merupakan tempat terbaik untuk

pemeriksaan, akan tetapi karena resikonya tinggi, metode ini jarang digunakan.

2. Ditemukan Promastigote pada hasil biakan kultur jaringan.

Spesimen dari lesi kulit harus diambil dari jaringan kulit utuh pada peninggian disekeliling ulkus

yang dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol 70 %. Anastesi lokal dapat dilakukan. Untuk

mendapatkan cairan jaringan untuk pengecatan, tekan bagian yang akan diambil sampelnya

dengan dua jari untuk mengeluarkan darah pada bagian tersebut, lakukan insisi sepanjang 3 mm,

dan diusap dengan bilah scalpel.

Harus diperhatikan juga bahwa semakin lama umur lesi, parasit menjadi lebih sulit

ditemukan pada pemeriksaan biopsi maupun usapan. Oleh karena itu, pemahaman mengenai

karakteristik khas penyakit ini seperti gejala dan tanda, faktor geografis, ras pasien, iklim

wilayah, atau musim menjadi penting artinya bagi tenaga medis yang menangani kasus – kasus

Cutaneous Leishmaniasis.

Pemerikasaan tambahan yang baru – baru ini digunakan di Amerika Selatan khususnya

Peru adalah metode PCR dengan dipstick yang dapat dengan cepat dilakukan yang bernama

OligoC-TesT. Pemeriksaan ini bersifat non-invasif dan hasilnya dapat dengan cepat terlihat ( 5

FK-UII| 20

Page 21: Penugasan Leishmaniasis

jam ). Metode – metode baru untuk pemeriksaan sampai saat ini masih terus dikembangkan oleh

para ahli.

Visceral leishmaniasis

Visceral leishmaniasis (VL) adalah bentuk paling berbahaya dari leishmaniasis. Penyakit

ini sering berakhir dengan kematian pasien apabila tidak dirawat secara adekuat. Ditambah

dengan sulitnya menegakkan diagnosisnya, membuat penyakit ini menjadi salah satu penyakit

paling ditakuti di wilayah India, Brazil, maupun Afrika.

Tanda utama dari VL adalah perbesaran limpa dan demam iregular yang berkepanjangan.

Tanda dan gejala lainnya adalah penurunan berat badan, perbesaran hepar, perbesaran nodus

limfatik, anemia, batuk, dan diare. Tanda dan gejala tersebut seringkali sulit dibedakan dengan

malaria, demam tifoid, tuberkulosis, schistosomiasis, dan beberapa penyakit lainnya. Ditambah

dengan fakta bahwa pengambilan spesimen pemeriksaan dari tubuh pasien seringkali sulit,

mahal, dan pemeriksaan kultur membutuhkan waktu yang terlalu lama. Oleh karena itu sekarang

sedang dikembangkan metode – metose pemeriksaan baru seperti Indirect Immunofluorescent-

Antibody Test ( IFAT ), Direct Agglutination Test ( DAT ), atau penyempurnaan ELISA spesifik

untuk leishmaniasis, terutama karena terdapat cukup banyak prajurit Amerika Serikat yang

terkena penyakit ini dalam misi – misi kolonialnya ke negara – negara Timur Tengah baru – baru

ini.

Diagnosis VCL dapat ditegakkan dengan ditemukannya parasit dengan metode

pengecatan Giemsa pada spesimen yang diambil dari pasien dari sumsum sternum atau tulang

selangka, aspirasi nodus limfa, aspirasi hepar, atau yang paling spesifik dari limpa ( walaupun

yang paling berbahaya bagi pasien ). Pada kasus – kasus VCL, pemeriksaan serologik juga

seringkali tidak berguna karena banyaknya hasil positif palsu dan tidak dapat membedakan

infeksi kronis, akut, atau re-infeksi. Yang memberikan hasil yang cukup baik hanyalah

pemeriksaan dengan metode Polymerase Chain-reaction ( PCR ) yang masih mahal.

Tanda yang sering ditemukan pada pemeriksaan laboratorium rutin adalah leukopenia

progresif dengan limfositosis atau monositosis, anemia normokromik, trombositopenia, dan

eusinopenia. Terdapat peningkatan protein serum mencapai 10g/dL karena peningkatan titer

FK-UII| 21

Page 22: Penugasan Leishmaniasis

IgG, albumin serum 3 g/dL atau kurang. Tes fungsi hepar menunjukkan kerusakan

hepatoseluler, dan pada tes fungsi ginjal dapat ditemukan proteinuria.

26 27

F. TERAPI

Terapi untuk kasus – kasus Leishmaniasis masih jauh dari adekuat karena beberapa

faktor, yaitu toksisitas obat, waktu terapi yang panjang, dan seringnya dibutuhkan rawat inap.

Drog of Choice untuk Leishmaniasis adalah antimonial pentavalen, baik sodium stiboglukonate

atau meglumine antimoniate. Resistensi dan kegagalan terapi menjadi hal yang umum ditemui

pada kasus Leishmaniasis. Obat – obatan second-line yang digunakan apabila terapi dengan obat

– obat lini pertama tidak responsif adalah formulasi deoksikolat dari Amphotericin B, contohnya

AmBisome dan Miltefosine. Akan tetapi obat secon line ini masih sangat mahal sehingga

membatasi penggunaan secara luas.

NAMA OBAT DOSIS EFEK SAMPING

Sodium Stiboglukonat

( Pentostam )

20 mg antimony(Sb)/kgBB/hari.

IM atau IV

Gejala gastrointestinal,

lemah, demam, myalgia,

arthralgia, phlebitis, ruam.

Jarang : anemia hemolitik,

hepatitis,kerusakan ginjal

dan jantung, pankreatitis

Amphotericin B

( AmBisome )

3 mg/kgBB/hari pada hari ke 1-5,

14, dan 21 dan dapat diulang

4 mg/kgBB/hari pada hari ke 1-5,

10, 17, 24, 31, dan 38 pada

individu dengan gangguan respon

imun

Gejala gastrointestinal,

demam, menggigil,

dispnea, hipotensi,

toksisitas renal dan hepar

Pentamidine Isethionate 2-4 mg/kgBB/hari IM atau IV

Paromomycin

(Aminoside)

Topikal, 2 X sehari Toksisitas renal dan

telinga

FK-UII| 22

Page 23: Penugasan Leishmaniasis

Miltefosine 2.5 mg/kgBB/hari, dosis terbagi

selama 3-4 minggu

Muntah, diare, teratogenik

Drugs of Choice

1. Old World Leishmaniasis

Khususnya pada wilayah Timur Tengah, tipe leishmaniasis ini biasanya sembuh sendiri

setelah 6 bulan dan tidak bermetastasis ke mukosa. Jadi apabila lesi tidak berukuran besar,

intervensi tidak dilakukan. Pengobatan intralesi dengan antimony kadang dilakukan.

Untuk lesi – lesi besar atau multipel, Sodium Stiboglukonate parenteral selama 20 – 28 hari

dapat dilakukan. Apabila terjadi resistensi atau kegagalan terapi, regimen terapi dapat

diganti dengan Amphotericin B atau Pentamidine.

2. New World Leishmaniasis

Paramomycin topikal dan Miltefosine oral.

3. Mucocutaneous Leishmaniasis

Drog of choice hampir sama dengan Old World Cutaneous Leishmaniasis ( Sodium

Stibogluconate atau Amphotericin B, dan Pentamidine bila terjadi kegagalan terapi ) akan

tetapi kadang memerlukan Corticosteroids untuk mengontrol inflamasi dan antibiotik untuk

mengobati infeksi bakteri oportunistik. Harus diperhatikan bahwa tingkat kegagalan terapi

masih sangat tinggi pada tipe ini.

4. Diffuse Cutaneous Leishmaniasis

Drug of choice sama dengan Old World Cutaneous Leismaniasis, akan tetapi kesembuhan

sangat jarang terjadi.

5. Visceral Leishmaniasis

Liposomal Amphotericin B dan Sodium Stiboglukonat umum digunakan pada wilayah benua

Amerika. Liposomal Amphotericin B merupakan produk lebih mahal dari Amphotericin B

biasa dan hanya digunakan pada kasus – kasus Visceral Leishmaniasis. Paramomycin dan

Miltefosine juga digunakan di India karena tingginya resistensi, terutama di negara bagian

Bihar, India. Tingkat kesembuhan tertinggi ( 95 % ) dicapai oleh regimen Liposomal

FK-UII| 23

Page 24: Penugasan Leishmaniasis

Amphotericin B dan Miltefosine, diikuti oleh Paramomycin ( 89 % ), dan yang terendah

adalah Sodium Stiboglukonat ( kadang hanya 10 – 35 % ).

Di Indonesia, obat – obatan untuk Leishmaniasis sudah tersedia yaitu Pentamidine ( pentamidine

mesylate ) dan Glucantime ( meglumine antimoniate ).

G. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT

Infeksi penyakit ini terjadi saat manusia menempati habitat lalat pasir ( sand fly ) yaitu

kondisi lingkungan yang hangat, lembab, gelap, wilayah sarang rodensia, tumpukan bebatuan

atau area – area yang merupakan pembukaan bekas hutan atau dekat dengan gurun. Pada wilayah

Timur Tengah, lalat pasir menyenangi lokasi – lokasi reruntuhan tembok bangunan akibat

perang. Gigitan biasanya terjadi saat fajar ataupun malam hari akan tetapi dapat juga terjadi pada

daerah yang terlindung bayangan pada siang hari. Perlindungan personal seringkali tidak

berhasil, akan tetapi pakaian yang menutup hampir seluruh permukaan kulit dapat mengurangi

resiko terkena gigitan. Usaha – usaha pencegahan lainnya meliputi :

Aplikasi permethrin ( insektisida ) pada pakaian.

Penyemprotan DDT pada rumah.

Penggunaan N,N-Diethyl-meta-toluamide ( DEET ) .

Menghindari area endemik terutama pada malam hari.

Penggunaan semacam kelambu khusus saat tidur.

Meningkatkan pencahayaan rumah dan lingkungan sekitarnya.

Penyemprotan dalam rumah ( indoor ) merupakan yang paling mudah dan murah untuk

mengontrol populasi vektor dan DDT masih merupakan insektisida pilihan pada kasus

Leishmaniasis. Walaupun demikian, yang harus diwaspadai adalah timbulnya resistensi terhadap

insektisida terutama pada wilayah – wilayah dimana penggunaan DDT telah dilakukan selama

bertahun – tahun. Efek samping pada manusia juga harus diperhatikan karena DDT bersifat

residual ( mampu aktif dalam jangka waktu lama ). Karena itu, metose pengontrolan vektor

Leishmania sampai saat ini masih terus dilakukan contohnya penelitian penggunaan Slow

Release Emulsified Suspension ( SRES ) di distrik Patna di India sebagai pengganti DDT dan

penggunaan feromon sintetis ( hormon seksual penarik lawan jenis ) lalat pasir yang

FK-UII| 24

Page 25: Penugasan Leishmaniasis

dimaksudkan untuk menarik populasi lalat ke tempat tertentu sehingga mempermudah

pemberantasan.

Peningkatan kondisi lingkungan juga mampu mencegah infeksi Leishmania, seperti

membersihkan puing – puing bangunan, menutup lubang – lubang rodensia, mengelola sampah

dengan baik, dan lain – lain. Peningkatan status gizi juga dapat mencegah Leishmaniasis,

walaupun hal ini sulit dilakukan karena luasnya wilayah endemik dan banyaknya jumlah

penduduk yang beresiko tinggi.

Untuk memberantas penyakit ini masih sangat sulit dilakukan karena membutuhkan suatu

usaha terpadu terutama dengan ahli ilmu hewan. Seperti diketahui, reservoir host dari penyakit

ini adalah rodensia ( hewan pengerat ) contohnya tikus and canidae ( anjing ). Oleh karena itu,

pengontrolan populasi hewan – hewan tersebut merupakan salah satu faktor terpenting dalam

pemberantasan penyakit ini. Melihat karakteristik wilayah endemik dan negara – negara yang

berada di dalamnya, hail ini masih sangat sulit dilakukan, dan sejauh ini hanya efektif di wilayah

Eropa dan Mediterania ( Turki dan Yunani ). Untuk wilayah – wilayah lain, yang dapat

dilakukan adalah dengan penggunaan kalung leher yang dibubuhi permethrin pada anjing –

anjing peliharaan dan pemberantasan tikus dan hewan pengerat lainnya.

Gambar 26 Penggunaan kelambu khusus yang telah disemprot permethrin di India mampu mengurangi

insidensi Leishmaniasis.

FK-UII| 25

Page 26: Penugasan Leishmaniasis

III. KESIMPULAN

Leishmanasis merupakan sebuah sindroma klinik dimana akan ditemukan berbagai

kondisi klinis yang saling berhubungan dalam perjalanan penyakitnya. Penyakit ini berasal dari

infeksi protozoa subgenus Leishmania atau subgenus Viannia yang ditularkan melalui

perantaraan vektor spesies tertentu lalat pasir yaitu Lutzomyia subfamili dan Phlebotominae

subfamili. Wilayah habitat vektor ini sangat berpengaruh pada persebaran penyakitnya, selain itu

peran reservoir host yaitu rodensia dan anjing juga tidak dapat dilepaskan begitu saja.

Dewasa ini terjadi kekhawatiran di negara – negara wilayah endemik penyakit ini yaitu

adanya ko-infeksi dengan HIV, yang akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas dari kedua

penyakit tersebut. Ko-infeksi ini juga akan membuat kedua penyakit ini lebih mudah menyebar.

Leishmaniasis dapat menimbulkan berbagai akibat pada penderitanya, dan yang terparah

adalah kematian khususnya pada Visceral Leishmaniasis ( Kala Azar ). Patogenesis dari

leishmaniasis sendiri saat ini masih belum dapat dimengerti secara utuh, akan tetapi diduga

berkaitan erat dengan faktor genetika dari host yang diserang. Saat ini, kebutuhan akan obat –

obatan ( termasuk vaksin ) maupun sarana diagnostik yang lebih mudah merupakan tantangan

bagi para praktisi medis di negara – negara endemik.

Untuk memberantas penyakit ini, diperlukan usaha tepadu dengan para ahli ilmu hewan

dalam pengontrolan vektor maupun reservoir host. Salah satu upaya pemberantasan

eksperimental adalah dengan penggunaaan feromon sintetis.

FK-UII| 26

Page 27: Penugasan Leishmaniasis

V. REFERENSI

BUKU

Kasper, Fauci, Longo, Braundwald, Hauser, Jameson, 2006, Harrison’s Principle Of Internal

Medicine. vol 2 , Mc Graw Hill Medical

Mc Phee, Papadakis, Tierney, 2007, CURRENT Medical Diagnosis & Treatment 46th ed, Mc

Graw Hill Medical

JURNAL

1. Nancy Malla , R.C. Mahajan, Pathophysiology of visceral leishmaniasis - some recent

concepts. Indian J Med Res 123, March 2006, pp 267-274

2. J. Soto, J. Toledo, P. Gutierrez,R. S. Nicholls, J. Padilla, J. Engel, C. Fischer, A. Voss, and J.

Berman, Treatment of American Cutaneous Leishmaniasis with Miltefosine, an Oral

Agent. Clinical Infectious Diseases 2001; 33:e57–61

3. K. Kishore, V. Kumar, S. Kesari, D.S. Dinesh, A.J. Kumar, P. Das , S.K. Bhattacharya,

Vector control in leishmaniasis. Indian J Med Res 123, March 2006, pp 467-472

FK-UII| 27

Page 28: Penugasan Leishmaniasis

4. E. Fichet-Calvet, I. Joma , R. Ben Ismail, and R.W. Ashford, Leishmania major infection

in the fat sand rat Psammomys obesus in Tunisia: interaction of host and parasite

populations. Annals of TropicalMedicine & Parasitology, Vol. 97, No. 6, 593–603 (2003)

VI. LAMPIRAN

FK-UII| 28