59
TK4081 PENELITIAN TK Semester 2 2011/2012 Judul KEEFEKTIFAN TANIN SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON DALAM LARUTAN ASAM SULFAT Kelompok B.1112.3.19 Fahmi Atriadi (13009010) Biesmojo A.W. (13009068) Pembimbing Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Mei 2012

Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Rencana Penelitian Korosi

Citation preview

Page 1: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

TK4081 PENELITIAN TK

Semester 2 2011/2012

Judul KEEFEKTIFAN TANIN SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA

KARBON DALAM LARUTAN ASAM SULFAT

Kelompok B.1112.3.19

Fahmi Atriadi (13009010)

Biesmojo A.W. (13009068)

Pembimbing

Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Mei 2012

Page 2: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 i

LEMBAR PENGESAHAN TK4081 PENELITIAN TK

Semester 2 2011/2012

KEEFEKTIFAN TANIN SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA

KARBON DALAM LARUTAN ASAM SULFAT

Kelompok B.1112.3.19

Fahmi Atriadi (13009010)

Biesmojo A.W. (13009068)

Catatan

Bandung, Mei 2012

Disetujui Pembimbing

Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

Page 3: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 ii

SURAT PERNYATAAN TK4081 PENELITIAN TK

Semester 2 2011/2012

Kami yang bertandatangan dibawah ini:

Kelompok : B.1112.3.19

Nama (NIM) : Fahmi Atriadi (13009010)

Nama (NIM) : Biesmojo Ady Widjanarko (13009068)

dengan ini menyatakan bahwa laporan dengan judul:

KEEFEKTIFAN TANIN SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA

KARBON DALAM LARUTAN ASAM SULFAT

adalah hasil pekerjaan kami dimana seluruh pendapat dan materi dari sumber lain telah

dikutip melalui penulisan referensi yang sesuai.

Surat pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya, dan jika pernyataan dalam surat

pernyataan ini dikemudian hari diketahui keliru, kami bersedia menerima sangsi sesuai

peraturan yang berlaku.

Bandung, 21 Mei 2012

Tanda tangan

Fahmi Atriadi

Tanda tangan

Biesmojo Ady Widjanarko

Page 4: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 iii

TK4081 PENELITIAN TK

Keefektifan Tanin sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbon

dalam Larutan Asam Sulfat

Kelompok B.1112.3.19

Fahmi Atriadi (13009010) dan Biesmojo Ady W. (13009068)

Pembimbing

Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

ABSTRAK

Korosi adalah kerusakan material akibat interaksi dengan lingkungannya. Dalam

industri, korosi termasuk hal yang merugikan sehingga tidak diharapkan terjadi.

Namun, korosi bisa dikendalikan (dicegah) dengan beberapa metode. Salah satu

metode pengendalian korosi adalah penambahan inhibitor. Inhibitor adalah suatu bahan

kimia yang bila ditambahkan dalam jumlah sedikit dapat menurunkan laju korosi. Di

alam, inhibitor banyak berbentuk senyawa organik, salah satunya adalah senyawa tanin.

Beberapa literatur menyebutkan bahwa senyawa ini dapat menginhibisi korosi pada

baja karbon, namun penyataan ini belum ditunjang dengan data kuantitatif.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan tanin sebagai inhibitor korosi

baja karbon pada lingkungan asam sulfat, serta menentukan dosis tanin yang

dibutuhkan untuk pengendalian korosi pada konsentrasi asam sulfat tertentu.

Pengukuran laju korosi dilakukan dengan metoda Tafel sedangkan mekanisme korosi

diprediksi dengan voltametri siklik. Penelitian akan dilakukan dengan variasi

konsentrasi asam sulfat sebesar 0,1 M, 0,2 M, dan 0,4 M, sedangkan konsentrasi tanin

sebesar 20, 40, dan 80 ppm, serta temperatur pada suhu kamar dan 50oC.

Kata kunci : korosi, baja karbon, asam sulfat, inhibitor, tanin

Page 5: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 iv

TK4081 RESEARCH PROJECT

Ability of Tannin as Corrosion Inhibitor for Carbon Steel

in Sulphuric Acid Solution

Group B.1112.3.19

Fahmi Atriadi (13009010) and Biesmojo Ady W. (13009068)

Advisor

Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

ABSTRACT

Corrosion is degradation of material due to its interaction with the environment. In the

industry, corrosion is detrimental. However, corrosion can be controlled (prevented) by

one of several methods. One of these methods is the addition of inhibitor. Inhibitors are

chemical substances that will reduce corrosion rate when addedin small amount. In the

nature, inhibitors are usually organic compounds. One of them is tannin. Some literature

states that this compound can inhibit corrosion of carbon steel, but this statement has

not been supported by quantitative data.

This study aims to know the effectiveness of tannin as corrosion inhibitors of carbon

steel in sulfuric acid solutions, and the dosage of tannin required for corrosion control in

certain sulfuric acid concentration. Corrosion rate measurements will be performed by

the Tafel method while the corrosion mechanism will be predicted by cyclic

voltammetry. Variables to be studied in this experiment are the sulfuric acid

concentration each 0.1 M, 0.2 M and 0.4 M, the concentration of tannin each 20, 40, and

80 ppm, as well as the temperature that will be varied at room temperature and 50oC.

Key words: corrosion, carbon steel, sulfuric acid, inhibitors, tannins

Page 6: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 v

KATA PENGANTAR

Bersyukur atas Rahmat Allah SWT, penyusun telah diberikan kesempatan dalam

menyelesaikan penulisan laporan penelitian yang berjudul “Keefektifan Tanin sebagai

Inhibitor Korosi Baja Karbon dalam Larutan Asam Sulfat”.

Penulisan laporan penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah TK-4081,

Penelitian Teknologi Kimia I, Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Bandung.

Pada kesempatan ini penyusun menyampaikan terimakasih kepada :

1. Dr. Isdiriayani Nurdin sebagai dosen pembimbing dalam penyusunan karya ini

2. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan usulan penelitian ini.

Berharap usulan ini bisa bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi

pembaca. Meskipun penyusun menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari

sempurna. Saran dan kritik yang membangun, penyusun nantikan sebagai media

penyempurna usulan penelitian ini dan penulisan laporan penelitian yang akan datang.

Bandung, Mei 2012

Penyusun

Page 7: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 vi

DAFTAR ISI Halaman

Lembar Pengesahan I

Surat Pernyataan ii

Abstrak iii

Abstract iv

Kata Pengantar v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

1.4 Ruang Lingkup

1

1

2

2

2

II Tinjauan Pustaka

2.1. Korosi

2.1.1. Mekanisme Korosi

2.1.2. Termodinamika Korosi

2.1.2.1. Energi Bebas dan Potensial Elektroda

2.1.3. Kinetika Korosi

2.1.4. Bentuk-bentuk Serangan Korosi

2.1.4.1. Korosi Merata

2.1.4.2. Korosi Galvanik

2.1.4.3. Korosi Celah

2.1.4.4. Korosi Sumuran

2.1.4.5. Retak Akibat Lingkungan

2.1.4.6. Korosi Antar Butir

2.1.4.7. Pelarutan Selektif

2.1.4.8. Korosi Erosi, Kavitasi dan Fretting

4

4

4

5

5

7

8

8

9

9

11

11

12

12

13

Page 8: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 vii

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Korosi

2.2.1. Temperatur

2.2.2. Tekanan

2.2.3. Laju Alir

2.2.4. Komposisi Elektrolit

2.3. Pengendalian Korosi

2.3.1. Pemilihan Material

2.3.2. Proteksi Katodik

2.3.3. Coatings

2.3.4. Perancangan Tahan Korosi

2.4. Inhibitor

2.4.1. Tanin Sebagai Inhibitor

2.5. Metoda Pengukuran Elektrokimiawi

2.5.1. Pengukuran Laju Korosi dengan Metoda Tafel

2.5.2. Prediksi Mekanisme Korosi dengan Voltametri Siklik

2.6. Baja Karbon

2.6.1. Baja Karbon Rendah

2.6.2. Baja Karbon Sedang

2.6.3. Baja Karbon Tinggi

2.7. Asam Sulfat

2.7.1. Sifat Fisik dan Kimia

2.7.2. Kegunaan Asam Sulfat

2.7.3. Korosifitas Asam Sulfat Pada Logam

13

13

14

14

15

16

16

17

18

19

20

21

25

25

26

30

30

32

33

34

34

35

35

III Rancangan Penelitian

3.1. Metodologi

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

3.2.2. Bahan

3.3. Prosedur Percobaan

37

37

38

38

39

40

Page 9: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 viii

3.3.1. Persiapan Spesimen

3.3.2. Persiapan Medium

3.3.3. Pengukuran Laju Korosi dan Prediksi Mekanisme Korosi

3.3.4. Variasi Percobaan

3.4. Analisis Data

3.4.1. Perhitungan Nilai Laju Korosi

3.4.2. Prediksi Mekanisme Korosi

3.5. Rencana Kerja

40

41

41

41

42

42

42

42

Daftar Pustaka 44

Daftar Simbol 45

Lampiran A 46

Lampiran B 50

Page 10: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Potensial standar (emf series) 6

Tabel 2.2 Keefektifan beberapa inhibitor pada pH air mendekati netral 20

Tabel 2.3 Komposisi baja karbon rendah 31

Tabel 2.4

Tabel 2.5

Karakteristik mekanik dan aplikasi berbagai jenis baja karbon

sedang

Komposisi baja karbon sedang

31

32

Tabel 2.6 Karakteristik mekanik dan aplikasi berbagai jenis baja karbon

sedang

33

Tabel 2.7 Komposisi baja karbon tinggi 33

Tabel 3.1 Daftar alat percobaan 38

Tabel 3.2 Daftar bahan percobaan 39

Tabel 3.3 Komposisi kimia baja karbon rendah 40

Tabel 3.4 Rencana kerja 43

Page 11: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Mekanisme korosi pada logam di dalam larutan asam 5

Gambar 2.2 Serangan korosi merata 9

Gambar 2.3 Korosi galvanik 9

Gambar 2.4.a Korosi celah – tahap awal 10

Gambar 2.4.b Korosi celah – tahap akhir 10

Gambar 2.5 Korosi sumuran 11

Gambar 2.6 Korosi antar butir 12

Gambar 2.7 Korosi erosi 13

Gambar 2.8

Gambar 2.9

Efek temperatur terhadap laju korosi

Efek laju alir terhadap laju korosi

14

15

Gambar 2.10 Efek konsentrasi/komposisi larutan korosif terhadap laju korosi 16

Gambar 2.11 Pengorbanan anoda proteksi katodik dengan anoda tumbal

(sacrifice anodic cathode protection)

17

Gambar 2.12 Proteksi katodik dengan arus yang dipaksakan (impressed current

cathodic protection)

18

Gambar 2.13.a Desain bejana yang mengandung cairan panas dengan uap yang

korosif - desain kurang sesuai karena membuat uap korosif

terakumulasi pada ujung siku bejana

19

Gambar 2.13.b

Gambar 2.14

Desain bejana yang mengandung cairan panas dengan uap yang

korosif - desain bagus karena dapat mencegah pengakumulasian

uap korosif pada ujung yang tidak siku

Rumus bangun tanin

19

22

Gambar 2.15 Rumus bangun ferric tannate 22

Gambar 2.16 Rumus bangun asam galat 23

Gambar 2.17 Rumus bangun asam ellagat 23

Gambar 2.18 Proanthoecyanidin (condensed tannin) 24

Page 12: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 xi

Gambar 2.19 Pengukuran laju korosi dengan metode tafel 25

Gambar 2.20 Kurva i terhadap E 26

Gambar 2.21.a Grafik perubahan potensial siklik 27

Gambar 2.21.b Hasil voltamogram siklik 27

Gambar 2.22 Grafik Voltamogram untuk pembalikkan pada nilai Eλ yang

berbeda-beda dalam bentuk aluran fungsi arus (i) terhadap waktu

(t)

28

Gambar 2.23 Grafik Voltamogram siklik dalam bentuk aluran fungsi arus (i)

terhadap waktu (t)

28

Gambar 2.24

Gambar 2.25

Gambar 2.26

Voltamogram untuk larutan yang mengandung : 1) O saja; 2) O’

saja; 3) campuran antara O dan O’ dengan n=n’, Co=Co’, Do=Do’

Rumus bangun asam sulfat

Diagram isokorosi untuk material pada lingkungan asam sulfat

(Principle and Prevention of Corrosion, Denny A. Jones, halaman

390)

29

35

35

Gambar 3.1 Diagram alir percobaan 37

Gambar 3.2 Skema rangkaian alat polarisasi anodik (ASTM G5-82,1997) 39

Page 13: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Korosi adalah kerusakan logam atau paduan akibat reaksi kimia antara logam atau

paduan logam dengan lingkungannnya yang dapat merusak logam atau paduan logam

tersebut. Korosi dapat menyebabkan kebocoran alat-alat proses yang berdampak pada

hilangnya bahan-bahan berharga, penurunan efisiensi proses, dan berkurangnya waktu

operasi pabrik. Oleh karena itu, korosi pada alat-alat proses harus dicegah.

Dewasa ini, baja karbon menjadi bahan yang paling banyak digunakan sebagai bahan

konstruksi. Kelebihan dari baja karbon ialah kuat, mudah dibentuk, dan harganya

murah. Tetapi, salah satu kekurangannya adalah tidak tahan korosi oleh berbagai

lingkungan, termasuk asam sulfat. Untuk mencegah korosi peralatan industri proses

oleh lingkungan asam sulfat, selain penggunaan material yang tahan korosi juga dapat

dilakukan dengan penambahan inhibitor. Inhibitor adalah suatu zat kimia yang dapat

menurunkan laju korosi bila ditambahkan dalam jumlah sedikit ke dalam suatu

lingkungan korosif (NACE International). Suatu inhibitor dikatakan efektif jika mampu

menurunkan laju korosi sebesar 90% dengan konsentrasi inhibitor 40 ppm atau jika

konsentrasi inhibitor 80 ppm, laju korosi dapat berkurang sebesar 95% (Roberge, 2000).

Salah satu inhibitor yang efektif adalah senyawa kromat, K2CrO4 dan K2Cr2O7.

Sayangnya, penggunaan senyawa kromat sebagai inhibitor telah dilarang karena krom

merupakan logam berat dan limbah yang dihasilkan tergolong ke dalam limbah B3

(Bahan Beracun dan Berbahaya).

Salah satu contoh inhibitor alternatif yang dapat digunakan adalah tanin(Jones,1988).

Tanin adalah senyawa organik yang mengandung gugus hidroksil sehingga

memungkinkan terjadinya adsorpsi di permukaan logam. Tanin yang teradsorpsi di

Page 14: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 2

permukaan logam akan mencegah logam kontak dengan lingkungan sehingga logam

terlindung dari korosi. Karena tanin merupakan senyawa organik dan biodegradable

maka tanin tidak akan menyebabkan pencemaran langsung seperti pencemaran logam

berat. Selain itu, tanin relatif murah dan mudah didapatkan karena tanin dapat diperoleh

dari daun teh tua yang tidak digunakan untuk bahan minuman atau dari limbah

pertanian yang lain.

1.2. Rumusan Masalah

Kemampuan tanin sebagai inhibitor korosi telah diketahui secara kualitatif (Jones,

1992) namun kemampuan inhibisi tanin secara kuantitatif belum diketahui. Agar dapat

memberikan rekomendasi yang dapat dipertanggungjawabkan, diperlukan penelitian

mendalam secara kuantitatif mengenai keefektifan tanin sebagai inhibitor korosi pada

lingkungan industrial, seperti asam sulfat. Selain itu, juga perlu diketahui pengaruh

kondisi operasi seperti temperatur, konsentrasi asam, dan laju alir terhadap

keefektifannya.

1.3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini secara umum akan dimaksudkan

untuk mengetahui keefektifan tanin sebagai inhibitor korosi baja di dalam larutan asam

sulfat pada berbagai konsentrasi dan temperatur. Secara khusus, penelitian ini

diharapkan dapat memberikan dosis tanin yang dibutuhkan untuk menginhibisi korosi

pada berbagai konsentrasi asam sulfat.

1.4. Ruang Lingkup

Untuk mencapati tujuan tersebut, pelaksanaan penelitian mencakup beberapa tahapan

sebagai berikut :

Page 15: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 3

1. Pengukuran laju korosi baja karbon di dalam larutan asam sulfat menggunakan tanin

sebagai inhibitor dengan variasi konsentrasi asam sulfat, dosis tanin, dan temperatur.

Penentuan laju korosi dilakukan dengan menggunakan metoda Tafel

2. Prediksi mekanisme inhibisi korosi baja karbon oleh tanin dilakukan menggunakan

metode Voltametri Siklik

Page 16: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Korosi

Korosi adalah kerusakan logam atau paduan akibat reaksi kimia antara logam atau

paduan logam dengan lingkungannya. Logam di alam diperoleh dalam bentuk senyawa

kimianya, biasa disebut sebagai mineral. Jumlah energi yang dihasilkan pada proses

korosi sama dengan jumlah energi yang digunakan untuk mengekstraksi logam dari

mineralnya. Korosi dapat dianggap sebagai proses pengembalian keadaan logam bebas

ke bentuk mineralnya, atau korosi disebut juga kebalikan proses metalurgi ekstraktif.

2.1.1. Mekanisme Korosi

Proses korosi pada logam melibatkan perpindahan elektron pada antar muka logam-

larutan. Perpindahan elektron terjadi akibat beda potensial antara katoda dan anoda.

Katoda adalah tempat terjadinya reaksi reduksi sedangkan anoda adalah tempat

terjadinya reaksi oksidasi. Reaksi oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron yang

menaikkan bilangan oksidasi sedangkan reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan

elektron yang menurunkan bilangan oksidasi. Logam cenderung mengalami reaksi

oksidasi dan komponen dari lingkungan akan mengalami reaksi reduksi.

Korosi pada logam dapat terjadi di berbagai lingkungan contohnya pada lingkungan

asam dengan dan tanpa oksigen, lingkungan basa, atau lingkungan netral dengan

oksigen. Reaksi yang terjadi antara logam dengan lingkungan asam tanpa oksigen

adalah sebagai berikut :

Oksidasi : M Mn+

+ ne-

(2.1)

Reduksi : 2H+ + 2e

- H2 (2.2)

Page 17: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 5

Gambar 2. 1. Mekanisme korosi pada logam di dalam larutan asam

Reaksi elektrokimia terjadi di antar muka logam-larutan. Reaksi oksidasi pada logam

mengakibatkan logam terurai menjadi kation dan melepas elektron. Elektron kemudian

bergerak menuju permukaan logam dan bereaksi dengan H+ membentuk H2. Larutan

berfungsi untuk mengalirkan ion-ion (Mn+

dan H+) sehingga disebut larutan elektrolit.

Reaksi reduksi pada lingkungan asam mengandung oksigen ditunjukkan oleh reaksi

berikut:

O2 + 4H+ + 4e

- 2H2O (2.3)

Reaksi reduksi pada lingkungan basa atau netral mengandung oksigen ditunjukkan oleh

reaksi berikut:

O2 + 2H2O + 4e- 4OH

- (2.4)

2.1.2. Termodinamika Korosi

Korosi melibatkan transfer elektron atau muatan. Maka, reaksi korosi termasuk reaksi

elektrokimia. Perubahan potensial elektrokimia atau aktivitas elektron atau ketersediaan

elektron pada permukaan logam mempunyai efek signifikan terhadap laju reaksi korosi.

Termodinamika memberikan pengertian terhadap perubahan energi yang terjadi dalam

reaksi elektrokimia korosi.

2.1.2.1. Energi Bebas dan Potensial Elektroda

Reaksi korosi besi dalam larutan H2SO4 dapat dituliskan sebagai:

Fe + H2SO4 → FeSO4 + H2 (2.5)

Page 18: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 6

Semua reaksi kimia melibatkan perubahan energi bebas, ΔG. Ketika produk reaksi

mempunyai energi yang lebih rendah dari reaktan, maka ΔG bernilai negatif dan reaksi

berlangsung spontan. Reaksi (2.1) dapat dibagi menjadi 2 bagian:

Fe → Fe2+

+ 2e- (anodik) (2.6)

2H+ + 2e

- H2 (katodik) (2.2)

Pada kesetimbangan, perubahan energi bebas dapat dihubungkan dengan potensial, E,

dengan hubungan fundamental:

ΔG = -nFE (2.7)

Dengan n adalah jumlah mol elektron yang terlibat dalam reaksi dan F adalah konstanta

Faraday yang bernilai 96.500 coulombs per ekivalen.

Potensial sel, E, adalah selisih antara potensial reaksi katodik dan anodic pada sel korosi

yang bersangkutan:

E = Ekatoda - Eanoda (2.8)

Beberapa contoh hanya potensial reasi ½ sel pada keadaan standar (T = 25oC, P = 1 atm,

Konsentrasi ion = 1 M) ditampilkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2. 1 Potensial standar (emf series)

Reaksi ½ Sel

Potensial Standar,

eo (Volts)

Noble

Au3+

+ 3e- = Au +1,498

Cl2 + 2e- = 2Cl

- +1,358

O2 + 4H+ + 4e

- = 2H2O (pH 0) +1,229

Pt3+

+ 3e = Pt-

+1,200

O2 + 2H2O + 4e- = 4OH

- (pH 7) +0,820

Ag+ + e

- = Ag +0,799

Hg22+

+ 2e- = 2Hg +0,788

Fe3+

+ e- = Fe

2+ +0,771

O2 + 2H2O + 4e- = 4OH

- (pH 14) +0,401

Cu2+

+ 2e- = Cu +0,337

Page 19: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 7

Reaksi ½ Sel

Potensial Standar,

eo (Volts)

Active

Sn4+

+ 2e- = Sn

2+ +0,150

2H+ + 2e

- = H2 0,000

Pb2+

+ 2e- = Pb -0,126

Sn2+

+ 2e- = Sn -0,136

Ni2+

+ 2e- = Ni -0,250

Co2+

+ 2e- = Co -0,277

Cd2+

+ 2e- = Cd -0,403

Fe2+

+ 2e- = Fe -0,440

Cr3+

+ 3e- = Cr -0,744

Zn2+

+ 2e- = Zn -0,763

2H2O + 2e- = H2 + 2OH

- -0,828

Al3+

+ 3e- = Al -1,662

Mg2+

+ 2e- = Mg -2,363

Na+ + e

- = Na -2,714

K+ + e

- = K -2,925

Sumber : Jones, D. A. (1992). Principles and Prevention of Corrosion. United State of

America: Macmillan Publishing Company.

Potensial sel dari reaksi (2.5) adalah

E = 0 – (– 0.440) = 0.440 Volt

Ketika disubstitusikan ke dalam persamaan (2.7), akan memberikan nilai ΔG yang

negative, berarti reaksi (2.5) berlangsung spontan dari kiri ke kanan seperti tertulis.

2.1.3. Kinetika Korosi

Laju korosi atau laju penetrasi korosi (CPR) adalah laju kehilangan ketebalan material.

Laju penetrasi korosi (CPR) biasanya dihitung dalam satuan mils per year (mpy) atau

milimeters per year (mm/yr). Menurut NACE, laju penetrasi korosi (CPR) dianggap

tidak signifikan jika kurang dari 2 mpy atau 0,05 mm/yr.

Saat korosi berlangsung, terjadi perpindahan elektron dan arus listrik sehingga laju

Page 20: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 8

korosi juga dapat ditentukan dengan menggunakan rapat arus yang mengalir.

Perhitungan laju korosi menggunakan rapat arus yang mengalir dinyatakan dalam

persamaan Faraday berikut :

(2.9)

dengan m : massa logam yang terkorosi (gram)

i : rapat arus (A/cm2)

t : waktu percobaan (sekon)

Mr : massa molekul relatif logam (gram / mol)

n : jumlah elektron yang terlibat (ekivalen/mol)

F : bilangan Faraday ( 96500

)

Sedangkan persamaan laju korosi dinyatakan dalam

(2.10)

Dengan, : laju korosi gram (/cm2-s)

2.1.4. Bentuk – Bentuk Serangan Korosi

2.1.4.1. Korosi Merata (Jones, 1992)

Pada korosi merata pelarutan terjadi degradasi pada seluruh permukaan logam dengan

intensitas yang sama. Hal ini disebabkan lingkungan korosif memiliki akses yang sama

pada setiap bagian permukaan logam. Tipe serangan ini juga didukung oleh komposisi

yang seragam dari logam. Reaksi oksidasi dan reduksi terjadi secara acak dengan

intensitas yang sama di permukaan logam. Korosi baja pada larutan asam tergolong

bentuk serangan korosi tipe ini. Pencegahan korosi tipe ini bisa dilakukan dengan

melakukan pemilihan material yang tepat, pengecatan, atau penggunaan inhibitor

korosi. Gambar 2.2 menunjukkan tipe serangan korosi merata.

Page 21: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 9

Gambar 2. 2. Serangan korosi merata

2.1.4.2. Korosi Galvanik (Jones, 1992)

Korosi tipe ini terjadi dalam larutan elektrolit dimana dua logam yang bebeda terhubung

secara listrik. Kedua logam tersebut akan bersifat anodik atau katodik. Logam dengan

potensial lebih rendah akan bersifat anodik dan terkena serangan korosi sedangkan

logam dengan potensial yang lebih tinggi akan bersifat katodik. Jarak antara katoda dan

anoda serta nisbah luas permukaan katoda dengan anoda akan mempengaruhi laju

korosi galvanik. Untuk luas permukaan katoda yang tetap, laju penetrasi akan semakin

cepat bila luas permukaan anoda semakin kecil. Korosi galvanik ditunjukkan oleh

Gambar 2.3.

Gambar 2. 3. Korosi Galvanik

2.1.4.3. Korosi Celah (Fontana, 1987)

Korosi ini menekankan pada mudah tidaknya akses lingkungan korosif terhadap logam.

Korosi celah terjadi bila sebagian permukaan logam terhalang dari lingkungan korosif

dibandingkan bagian lain logam yang memiliki akses lebih mudah pada lingkungan

korosif. Mekanisme korosi celah ditunjukkan oleh Gambar 2.4.

Page 22: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 10

(a)

(b) Gambar 2. 4. Korosi Celah (a) tahap awal (b) tahap akhir

Gambar 2.4 (a) menunjukkan keadaan awal korosi terjadi di seluruh permukaan logam,

baik di dalam celah maupun di luar celah. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Oksidasi : M Mn+

+ ne-

Reduksi : O2 + 2H2O + 4e- 4OH

-

Konsumsi oksigen yang terjadi di dalam celah lebih cepat, sehingga oksigen di dalam

celah lebih cepat habis dibandingkan di luar celah karena jumlah oksigen di luar celah

lebih berlimpah. Hal ini yang menyebabkan reaksi reduksi berhenti dan hanya reaksi

oksidasi yang berlangsung di dalam celah. Ion Mn+

terus bertambah sehingga menarik

anion dari luar celah seperti Cl-. Penarikan ini menyebabkan proses hidrolisis terhadap

Page 23: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 11

anion tersebut menghasilkan produk korosi dan ion hidrogen.

Mn+

,nCl- + H2O M(OH)n + n(H

+,Cl

-)

Konsentrasi ion hidrogen yang terus bertambah memacu proses pelarutan logam

sehingga logam di dalam celah terkorosi lebih cepat. Peristiwa ini ditunjukkan oleh

Gambar 2.4 (b). Pencegahan korosi celah dapat dilakukan dengan meminimalkan

pembentukan celah pada saat proses perancangan.

2.1.4.4. Korosi Sumuran (Jones, 1992)

Korosi ini disebabkan oleh kerusakan lapisan pasif yang terdapat pada logam.

Kerusakan lapisan pasif yang rusak akan mengalami kontak dengan oksigen yang

menyebabkan oksigen tereduksi menjadi OH- dan logam akan mengalami oksidasi.

Mekanisme korosi sumuran mirip dengan korosi celah. Bagian lubang akan mengalami

oksidasi dan terkorosi sedangkan bagian luar lubang akan menjadi tempat reduksi.

Gambar 2.5 menunjukkan korosi sumuran.

Gambar 2. 5. Korosi Sumuran

2.1.4.5. Retak Akibat Lingkungan (Environmentally Induced Cracking) (Jones,

1992)

Logam bisa menjadi rapuh akibat lingkungan yang korosif. Inilah yang dikenal sebagai

retak akibat lingkungan. Ada 3 tipe retak akibat lingkungan yaitu retak akibat tegangan

(stress corrosion cracking), retak akibat kelelahan (corrosion fatigue cracking), dan

retak akibat hidrogen (hydrogen induced cracking). Retak akibat tegangan terjadi bila

tegangan tarik konstan diterapkan pada logam di lingkungan yang korosif. Sebagai

Page 24: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 12

contoh, stainless steel rentan terhadap lingkungan klorida panas dan tembaga rentan

terhadap lingkungan amonia. Pembebanan berulang pada logam di lingkungan korosif

bisa merupakan penyebab retak akibat kelelahan. Retak akibat hidrogen terjadi akibat

difusi atom-atom hidrogen ke dalam kisi paduan. Penetrasi atom-atom hidrogen ke

dalam material menyebabkan penurunan keuletan dan kekuatan material. Polarisasi

katodik bisa mempercepat retak akibat hidrogen.

2.1.4.6. Korosi Antar Butir

Salah satu contoh yang paling umum dari korosi antar butir adalah pada stainless steel.

Stainless steel yang dipanaskan pada 425 K-815

K menyebabkan kromium di sekitar

batas butir bereaksi dengan karbon membentuk kromium karbida (Cr23C6) sehingga

jumlah kromium berkurang. Konsentrasi kromium yang kurang dari 10%

mengakibatkan hilangnya ketahanan korosi di daerah batas butir. Pencegahan korosi ini

bisa dilakukan dengan mengurangi konsentrasi karbon hingga kurang dari 0,03 wt%

atau memanaskan material pada temperatur tertentu sehingga kromium karbida kembali

larut. Korosi antar butir ditunjukkan oleh Gambar 2.6.

Gambar 2. 6. Korosi Antar Butir

2.1.4.7. Pelarutan Selektif (Jones, 1992)

Pelarutan selektif terjadi pada paduan logam dan mengakibatkan salah satu unsur logam

paduan larut. Salah satu contoh pelarutan selektif adalah pelarutan seng (Zn) dari

kuningan atau dezincification yang menyisakan tembaga (Cu). Seng (Zn) lebih reaktif

dibandingkan tembaga sehingga seng (Zn) yang mengalami pelarutan. Pelarutan seng

(Zn) dari kuningan mengakibatkan berkurangnya kekuatan mekanik kuningan.

Page 25: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 13

2.1.4.8. Korosi Erosi, Kavitasi, dan Fretting (Jones, 1992)

Korosi Erosi disebabkan adanya aliran fluida korosif yang memiliki kecepatan tinggi.

Lapisan pelindung pada logam bisa menghilang akibat kecepatan ini sehingga logam

dapat terkorosi. Efek erosi bisa meningkat dengan keberadaan partikel-partikel padat

seperti pasir. Logam dengan kekuatan mekanik rendah dan bergantung pada lapisan

pelindung di permukaan sangat rentan terhdap korosi erosi. Kavitasi merupakan salah

satu bentuk korosi erosi. Penurunan tekanan hingga dibawah tekanan uap jenuh cairan

akibat kecepatan fluida dengan aliran tinggi, membentuk gelembung-gelembung uap.

Gelembung-gelembung uap ini akan pecah dan merusak dinding pipa. Bentuk korosi

erosi lainnya adalah fretting. Fretting terjadi akibat goresan berulang-ulang akibat

getaran pada permukaan kontak antara dua logam sehingga merusak lapisan pelindung

maupun logam dasarnya.

Gambar 2. 7. Korosi Erosi

2.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Korosi

2.2.1. Temperatur

Persamaan Arhenius menyatakan bahwa konstanta laju reaksi merupakan fungsi dari

temperatur.

(2.11)

Keterangan : k = konstanta laju reaksi, A = konstanta Arhenius, Ea = Energi Aktivasi,

R = konstanta gas ideal, T = Temperatur

Semakin tinggi temperatur maka konstanta laju reaksi akan semakin besar. Bila

Page 26: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 14

dikaitkan dengan laju korosi, maka pada temperatur yang lebih tinggi, korosi berjalan

lebih cepat dibandingkan pada temperatur yang lebih rendah.

Namun, pada peristiwa korosi peningkatan temperatur bisa jadi tidak berpengaruh pada

peningkatan laju korosi. Gambar 2.8 merupakan salah satu contohnya.

Kurva A merepresentasikan kelakuan seperti yang dijelaskan oleh Arhenius. Berbeda

dengan kurva B, pada temperatur yang rendah dan moderat, laju korosi bernilai sangat

rendah, sedangkan kenaikan yang ekstrem baru bisa terlihat ketika temperaturnya sudah

sangat tinggi.

2.2.2. Tekanan

Pada dasarnya peristiwa korosi melibatkan fase terkondensasi dari suatu senyawa. Sifat

dari suatu zat cair relatif tidak termampatkan seperti halnya gas. Oleh karena itu secara

umum, peristiwa korosi bisa dianggap tidak terpengaruh oleh variasi tekanan.

2.2.3. Laju Alir

Efek dari kecepatan alir terhadap laju korosi bergantung pada karakteristik logam dan

lingkungannya. Gambar 2.9 menunjukkan hasil observasi pengaruh peningkatan laju

alir terhadap laju korosi. Pada kasus B, laju alir tidak berpengaruh terhadap laju korosi,

Contoh :

Kurva A

18 Cr – 8 Ni dalam H2SO4

Ni dalam HCl

Fe dalam HF

Kurva B

18 Cr- 8Ni dalam HNO3

Monel dalam HF

Ni dalam NaOH

Gambar 2. 8. Efek temperatur terhadap laju korosi

Page 27: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 15

karena proses korosi dikontrol oleh polarisasi aktivasi. Berbeda halnya dengan kurva A

yang terdiri dari 2 bagian. Pada bagian pertama, proses korosi dikendalikan oleh difusi

katodik sehingga laju korosi naik dengan peningkatan laju alir. Pada bagian kedua,

logam sudah mulai bersifat pasif. Salah satu contohnya adalah stainless steel dan

titanium malah memiliki hambatan korosi yang lebih baik ketika laju dari medium

korosif semakin tinggi.

Beberapa logam memiliki resistansi yang baik pada medium tertentu dengan

membentuk lapisan proteksi di permukaannya. Namun, lapisan ini dapat menghilang

sedikit demi sedikit seiring meningkatnya laju medium korosif.

Pengurangan/penghilangan ini dikenal dengan korosi erosi. Peristiwa ini digambarkan

oleh kurva C pada Gambar 2.9.

2.2.4. Komposisi Elektrolit

Gambar 2.10 menggambarkan pengaruh peningkatan konsentrasi larutan korosif

terhadap laju korosi. Kurva A memiliki 2 bagian. Pada konsentrasi asam sulfat yang

rendah (bagian 1), Pb membentuk lapisan protektif Pb-Sulfat, sehingga peningkatan

konsentrasi tidak berpengaruh terhadap laju korosi (contoh : Pb dalam larutan H2SO4).

Tetapi lapisan itu mulai larut pada konsentrasi asam sulfat yang pekat, sehingga pada

bagian kedua atau pada konsentrasi tinggi laju korosi mulai naik seiring peningkatan

konsentrasi.

Sedangkan untuk kurva B bisa terjadi juga pada lingkungan asam. Peningkatan

Contoh :

Kurva A

1 : Fe dalam H2O + O2

Cu dalam H2O + O2

1-2 : 18Cr-8Ni dalam H2SO4 + Fe+3

Ti dalam HCl+ Cu+2

Gambar 2. 9. Efek Laju Alir terhadap Laju Korosi

Kurva B

Fe dalam HCl encer

18Cr-8Ni dalam H2SO4

Kurva C

Pb dalam larutan H2SO4

Fe dalam H2SO4 Pekat

1 2

Page 28: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 16

konsentrasi ion hidrogen sebagai senyawa aktif mampu meningkatkan laju korosi dari

dari logam, hingga mencapai titik maksimumnya. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi

yang tinggi, ionisasi asam berkurang karena kebanyakan asam seperti asam sulfat, asam

asetat, dan HF menjadi sulit bereaksi (inert) ketika kemurniannya semakin tinggi.

2.3. Pengendalian Korosi

Korosi terjadi secara alami untuk mencapai kestabilannya. Namun karena korosi tidak

diinginkan, diperlukan suatu langkah pengendalian. Metoda pengendalian korosi dari

segi material meliputi pemilihan material, proteksi katodik, dan perancangan tahan

korosi. Dari segi reaksi, pengendalian korosi dapat dilakukan dengan melapiskan logam

dengan film organik ataupun anorganik. Sedangkan untuk segi lingkungan, korosi dapat

dikendalikan dengan perubahan kondisi lingkungan dan penggunaan inhibitor.

2.3.1. Pemilihan Material

Pemilihan material tahan korosi merupakan metode yang paling mudah. Kelakuan suatu

bahan / material berbeda – beda untuk suatu perilaku, kondisi, dan lingkungan tertentu,

sudah banyak diketahui dan dipublikasikan contoh : Corrosion Data Survey, yang telah

diterbitkan oleh NACE. Pemilihan bahan juga harus mempertimbangkan unsur

keekonomisan. Optimasi antara kualitas dan harga material perlu dilakukan agar

Contoh :

Kurva A

1 : Ni dalam larutan NaOH

18Cr-8Ni dalam larutan HNO3

Hastelloy B dalam larutan HCl

1-2 : Monel dalam larutan HCl

Pb dalam larutan H2SO4

Kurva B

Al dalam larutan asam asetat dan HNO3

18Cr-8Ni dalam larutan H2SO4

Fe dalam larutan H2SO4

Gambar 2. 10. Efek konsentrasi/komposisi

larutan korosif terhadap laju korosi

1 2

Page 29: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 17

mendapat material yang sesuai dan ekonomis.

2.3.2. Proteksi Katodik

Secara prinsip korosi elektrokimia terjadi pada logam yang bertindak sebagai anoda.

Pada proses pengendalian ini, logam tersebut dijadikan sebagai katoda dengan cara

mengalirkan elektron ke logam tersebut. Ada 2 metode pelaksanaan proteksi katodik,

yaitu :

Sacrificial Anodes Cathodic Protection (SACP)

Logam yang dilindungi dihubungkan secara galvanik dengan logam yang

memiliki potensial yang lebih rendah atau lebih reaktif. Logam yang lebih

reaktif ini akan terkorosi dan menjadi pelindung untuk logam yang potensialnya

lebih tinggi atau bisa juga dikatakan logam yang reaktif ini disebut sebagai

anoda korban. Logam yang sering digunakan sebagai anoda korban untuk

melindungi baja adalah Mg, Al, dan Zn. Gambar 2.11 menunjukkan proses

SACP.

Gambar 2. 11. Pengorbanan anoda proteksi katodik dengan anoda tumbal (sacrifice anodic cathode protection)

Impressed Current Cathodic Protection (ICCP)

Pada tipe SACP, elektron dipasok oleh anoda korban sedangkan pada tipe ini

Page 30: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 18

elektron dipasok dari sumber arus searah (DC). Kutub positif dihubungkan

dengan anoda inert, seperti grafit, sedangkan kutub negatif sumber arus

dihubungkan dengan logam yang dilindungi. Oleh karena itu, korosi pada logam

yang dilindungi tidak akan terjadi. Proses ICCP ditunjukkan pada Gambar 2.12.

Gambar 2. 12. Proteksi katodik dengan arus yang dipaksakan ( impressed current cathodic protection)

2.3.3. Coatings

Sesuai dengan namanya, teknik ini memberikan lapisan pelindung antara logam dengan

lingkungan korosif sehingga lapisan ini bertindak sebagai dinding penghalang bagi

lingkungan tersebut. Logam yang terlindungi menjadi sulit teroksidasi oleh

lingkungannya. Pelapisan ini bisa menggunakan bahan organik atau anorganik.

Penggunaan bahan organik akan membentuk batas fisik antara lingkungan korosif

dengan logam yang dilindungi. Cat merupakan salah satu bahan organik yang sering

dilakukan dalam pelapisan. Resin pada cat merupakan komponen utama yang berfungsi

merekatkan komponen-komponen dalam cat ketika pelarut telah menguap. Resin

berperan juga dalam proses inhibisi korosi pada logam yang dilapisi. Epoxy, vinyl, dan

acrylics merupakan contoh resin yang sering digunakan dalam pelapisan.

Pigmen pada resin berfungsi untuk menurunkan permeabilitas, memberikan warna, dan

memberikan perlindungan dari radiasi ultraviolet. Kekentalan cat disesuai dengan

Page 31: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 19

adanya pelarut. Zat aditif biasa ditambahkan agar meningkatkan emulsifikasi dan

homogenitas cat. Pelapisan bahan logam juga dapat berfungsi sebagai anoda korban

sistem proteksi katodik selain sebagai pembatas secara fisik. Kunci dari keberhasilan

pelapisan logam adalah kemampuan lapisan tersebut untuk melekat pada permukaan

yang berkontak dengan lingkungan yang korosif.

2.3.4. Perancangan Tahan Korosi

Selain pemilihan bahan yang tepat untuk suatu kondisi dan lingkungan suatu alat proses,

perancangan alat perlu dilakukan secara cermat. Biasanya untuk kasus – kasus tertentu

dalam perancangan alat proses ditambahkan ketebalan dinding untuk mengantisipasi

serangan korosi. Tambahan ketebalan ini disebut corrosion allowance. Hal lain yang

perlu cermat diamati dalam perancangan alat adalah menentukan ketahanan dari suatu

unit proses. Unit harus dirancang sedemikian rupa untuk meminimalkan efek korosif

dari lingkungan. Gambar 2.13 menunjukkan perbandingan perancangan bejana yang

berisi cairan dan uap panas.

Gambar 2. 13. Desain Bejana yang mengandung cairan panas dengan uap yang korosif : (a) desain kurang

sesuai karena membuat uap korosif terakumulasi pada ujung siku bejana ; (b) desain bagus karena dapat

mencegah pengakumulasian uap korosif pada ujung yang tidak siku

Page 32: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 20

2.4. Inhibitor

Inhibitor adalah suatu zat yang dengan konsentrasi relatif kecil di dalam larutan /

elektrolit dapat menurunkan korosivitas larutan. Oleh karena itu, laju korosi logam akan

menurun dibandingkan dengan laju korosi tanpa inhibitor.

Suatu inhibitor dikatakan efektif jika mampu menurunkan laju korosi sebesar 90% pada

konsentrasi inhibitor sebesar 40 ppm atau sebesar 95% pada konsentrasi inhibitor

sebesar 80 ppm. Efisiensi inhibitor dirumuskan sebagai berikut (Roberge, 2000) :

(2.12)

Efisiensi inhibitor dapat berkurang seiring dengan peningkatan korosivitas larutan,

konsentrasi larutan, dan temperatur. Pemakaian inhibitor yang tepat bergantung pada

keadaan lingkungan, yaitu pH, temperatur, dan kondisi lainnya. Tabel 2.2 menunjukkan

keefektifan dari inhibitor pada beberapa logam.

Tabel 2. 2 Keefektifan beberapa inhibitor pada pH air mendekati netral

Logam Inhibitor*

Kromat Nitrit Benzoat Borat Fosfat Silikat Tanin

Baja ringan E E E E E RE RE

Baja tuang E E IE V E RE RE

Seng E IE IE E RE RE

Tembaga E PE PE E E RE RE

Aluminium E PE PE V V RE RE

Paduan Pb-Sn E A E RE RE

From: A. D. Mercer, Corrosion, Vol. 2, 2nd

ed., L. L. Schreir, ed., Newnes-Butterworths, p. 18:13, 1976.

Reprinted by permission, Butterworths Publishers, Inc.

*E: Effective, IE: Ineffective, RE: Reasonably Effective, PE: Partially Effective, V: Variable, A:

Aggressive

Page 33: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 21

Berdasarkan bahan bakunya, inhibitor dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu inhibitor

anorganik dan organik. Contoh dari inhibitor anorganik adalah kromat, nitrit, dan

silikat. Inhibitor kromat efektif untuk logam dan lingkungan tertentu, tetapi

penggunaannya dibatasi karena dapat mencemari lingkungan dan merupakan limbah B3

(Bahan Berbahaya dan Beracun). Untuk inhibitor organik, seperti methylamine,

pyridine, dan tanin, pencemaran terhadap lingkungan tidaklah menjadi suatu masalah.

Dalam penggunaannya, inhibitor organik mengalami proses chemisorption, yaitu

adsorpsi yang dipacu dengan adanya reaksi kimia antara permukaan logam dengan

inhibitor. Keefektifan dari molekul inhibitor organik ini dipengaruhi oleh besarnya

ukuran molekul, ketidaksimetrian molekul, berat molekul, dan kerapatan elektron

molekul inhibitor.

Inhibitor juga dapat diklasifikasikan berdasarkan cara kerjanya, yaitu inhibitor anodik,

katodik, campuran dan teradsorpsi. Inhibitor anodik menghambat transfer ion-ion pada

logam ke lingkungannya dengan cara membangun lapisan pelindung tipis sepanjang

anoda dan meningkatkan potensial pada anoda sehingga dapat memperlambat laju

korosi. Berbeda dengan inhibitor anodik, inhibitor katodik mengendalikan laju korosi

dengan menghambat proses reaksi katodik, seperti reduksi oksigen terlarut. Inhibitor

campuran merupakan gabungan dari inhibitor anodik dan katodik sehingga

pengendalian korosi dilakukan secara bersamaan pada anoda dan katoda. Sedangkan,

inhibitor teradsorpsi adalah jenis inhibitor yang dapat mengisolasi logam dari

lingkungan korosif dengan cara membentuk film tipis yang teradsorpsi pada permukaan

logam.

2.4.1. Tanin sebagai Inhibitor

Sifat Fisik dan Kimia

Tanin adalah senyawa polifenolik yang bersifat asam lemah. pKa tanin bernilai 6. Tanin

banyak diekstrak dari berbagai bagian tanaman yang berasal dari beberapa spesies.

Page 34: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 22

Tanin, memiliki rumus kimia C76H52O46, berbentuk serbuk padatan kekuning –

kuningan atau kecoklat – coklatan pada suhu kamar. Massa molekulnya 1701,28 g/mol

dan bertitik leleh pada 200oC (392

oF). Tanin mudah larut dalam air dan aseton. Rumus

bangun tanin disajikan pada Gambar 2.14 :

Gambar 2. 14. Rumus bangun tanin

Tanin termasuk senyawa organik yang memiliki gugus hidroksil dan karboksil. Gugus

hidroksil pada tanin memiliki peran dalam proses inhibisi korosi melalui pembentukan

senyawa kompleks dengan kation pada logam. Pada besi, tanin akan membentuk

senyawa ferric tannate (Gambar 2.15) yang bersifat tidak mudah larut. Proses inhibisi

juga dapat dibantu dengan adanya gugus karboksil yang memiliki pasangan elektron

bebas pada oksigen.

Rumus molekul

Gambar 2. 15. Rumus bangun ferric tannate

Page 35: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 23

Klasifikasi Tanin

Secara umum, tanin diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu hydrolyzable tannins

dan condensed tannins.

Hydrolyzable tannins

Tanin bisa dihidrolisis oleh asam kuat (contoh : asam sulfat atau asam klorida) karena

tannin biasa berikatan dengan karbohidrat membentuk jembatan oksigen. Ini merupakan

salah satu ciri dari hydrolysable tannins. Salah satu contoh jenis tanin ini adalah

gallotanin. Senyawa ini merupakan gabungan dari karbohidrat dengan asam galat.

Selain membentuk gallotanin, dua asam galat akan membentuk tannin terhidrolisis yang

bisa disebut ellagitanin. Ellagitanin sederhana disebut juga ester asam

hexahydroxydiphenic (HHDP). Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam ellagic jika

dilarutkan dalam air. Rumus bangun dari asam galat dan asam ellagic ditunjukkan pada

Gambar 2.16 dan Gambar 2.17 :

Gambar 2. 16. Rumus bangun Asam Galat

Gambar 2. 17. Rumus bangun Asam Ellagat

Page 36: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 24

Condensed tannins atau Proanthocyanidin

Tanin ini terdiri dari polimer flavonoid. Berbeda dari jenis pertama, tannin ini biasanya

tidak dapat dihidrolisis. Polimer ini dihubungkan melalui C8 dengan C4. Salah satu

contohnya dari jenis tannin ini adalah Sorghum procyanidin. Senyawa ini tersusun atas

epiccatechin dan catechin. Jika senyawa ini dikondensasi, maka akan menghasilkan

flavonoid jenis flavan dengan bantuan nukleofil berupa floroglusinol. Gambar berikut

ini menunjukkan rumus bangun dari Proanthocyanidin.

.

Gambar 2. 18. Proanthocyanidin (condensed tannin)

Kegunaan Tanin

Berikut ini merupakan beberapa aplikasi dari penggunaan tanin:

a. Efek terapinya sebagai adstrigensia pada jaringan hidup misalnya pada

gastrointestinal dan pada kulit.

b. Efek terapi yang lain sebagai anti septic pada jaringan luka, misalnya luka bakar,

dengan cara mengendapkan protein.

c. Sebagai pengawet dan penyamak kulit.

d. Reagensia di laboratorium untuk mendeteksi gelatin, protein dan alkaloid.

e. Sebagai inhibitor pada proses korosi dengan membentuk lapisan film pelindung

pada logam.

Page 37: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 25

2.5. Metoda Pengukuran Elektrokimiawi

2.5.1. Pengukuran Laju Korosi dengan Metoda Tafel

Metoda Tafel merupakan metoda pengukuran laju korosi secara elektrokimia dengan

memanfaatkan hubungan overpotensial terhadap logaritma rapat arus. Pengukuran laju

korosi dilakukan dengan mengekstrapolasi daerah tafel menuju potensial korosi. Arus

korosi adalah absis titik potong kurva anodik dan katodik. Jika dibandingkan dengan

metoda kehilangan berat, metoda Tafel memiliki beberapa keunggulan diantaranya

dapat dilakukan dalam waktu yang singkat dan memiliki tingkat akurasi yang lebih

tinggi. Selain itu, pengukuran laju korosi dapat dilakukan berulang kali pada elektroda

yang sama. Kelemahan Metoda Tafel adalah hanya dapat digunakan pada sistem dengan

proses oksidasi satu tahap karena daerah Tafel akan mengalami penyimpangan jika

terdapat lebih dari satu tahap proses oksidasi atau reduksi. Gambar 2.x menunjukkan

pengukuran laju korosi dengan Metoda Tafel.

Gambar 2. 19. Pengukuran laju korosi dengan metode tafel

Page 38: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 26

2.5.2. Prediksi Mekanisme Korosi dengan Voltametri Siklik

Sistem elektrokimia lengkap dapat dipelajari dengan memvariasikan potensial dan

mencatat perubahan arus terhadap waktu sehingga menghasilkan kurva 3 dimensi.

Namun, kurva tersebut sulit digunakan. Oleh karena itu, dibuatlah suatu metode yang

memvariasikan potensial secara linier terhadap waktu sehingga didapatlah kurva arus

terhadap potensial yang dikenal dengan metode Linier Potential Sweep

Chronoamperometry atau Linear Sweep Voltametry (LSV).

Pada Gambar 2.20, arus yang mulai mengalir ketika potensial elektroda mendekati nilai

E0 (semakin negatif) yang menandakan terjadinya reduksi zat aktif A menjadi radikal

A●. Konsentrasi A akan semakin berkurang ditandai dengan semakin meningkatnya

arus. Konsentrasi A di permukaan terus turun mendekati 0 ketika potensial melewati

nilai E0. Laju perpindahan massa akan mencapai maksimum, kemudian akan berkurang

karena pengaruh konsentrasi zat aktif. Keadaan ini tampak sebagai puncak pada kurva

arus–potensial.

Gambar 2. 20. Kurva i terhadap E

Gambar 2.21 (a) menunjukkan kondisi kurva potensial terhadap waktu ketika potensial

semakin positif dan potensial semakin negative. Gambar 2.21(b) selain menunjukkan

pembahasan yang sama seperti Gambar 2.20, Gambar 2.21 (b) menunjukkan pula reaksi

oksidasi radikal A●

berkonsentrasi besar di permukaan elektroda. Reaksi tersebut

menyebabkan arus anodik mengalir. Reaksi ini terjadi bila potensial mendekati dan

kemudian melewati E0

dengan potensial dibalik ke arah positif. Puncak seperti pada

reaksi reduksi akan tebentuk pula dengan adanya reaksi oksidasi ini. Pembalikan arah

Page 39: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 27

potensial ini dikenal dengan percobaan Voltametri Siklik. Metode sangat bermanfaat

dalam mendapatkan informasi mengenai reaksi kompleks pada elektroda.

Gambar 2. 21. (a) Grafik perubahan potensial siklik (b) Hasil voltamogram siklik

Percobaan voltametri dengan pembalikan arah pemindaian linear pada waktu tertentu,

t atau saat potensial pembalikan, Eλ akan memberikan hubungan potensial terhadap

waktu sebagai berikut:

)0( t vtEE i

t vttvEE i 2

Bentuk dari kuva pembalikan ini ditentukan oleh potensial pembalikan (Eλ). Ada 2

parameter terukur yang penting untuk diamati yakni perbandingan besar arus puncak, ipa

/ipc dan jarak antara potensial puncak, Epa – Epc. Untuk sistem Nernstian dengan produk

yang stabil, perbandingan arus puncak sama dengan satu dan tidak dipengaruhi laju

pemindaian serta koefisien difusi. Penyimpangan nilai perbandingan ipa /ipc dari satu,

mengindikasikan kinetika homogen atau komplikasi lain dalam proses elektrodik.

Jarak antara Epa dengan Epc selalu mendekati harga 2,3RT/nF atau 59/n mV pada 25oC

bila sistem reversible meskipun merupakan fungsi dari Eλ. Jarak ini biasanya

disimbolkan dengan ΔEp dan merupakan kriteria reversibilitas sistem.

Page 40: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 28

Gambar 2. 22. Grafik Voltamogram untuk pembalikan pada nilai Eλ yang berbeda-beda dalam bentuk aluran

fungsi arus (i) terhadap waktu (t)

Voltametri siklik bermanfaat untuk menginterpretasikan perilaku sistem secara

kualitatif dan semi kuantitatif. Namun, metoda ini tidak tepat digunakan sebagai metode

evaluasi kuantitatif sifat-sifat sistem yang harus diturunkan dari tinggi puncak, seperti

konsentrasi spesi elektroaktif atau konstanta laju reaksi dari beberapa reaksi homogen.

Untuk sistem reaksi konsekutif, O + ne → R dan O’ + n’e → R’ difusi O dan O’ tidak

saling mempengaruhi, fluksi total merupakan penjumlahan dari masing-masing fluksi,

dan kurva i-E total adalah jumlah dari kurva i-E untuk masing-masing O dan O’.

Gambar 2. 23. Grafik Voltamogram siklik dalam bentuk aluran fungsi arus (i) terhadap waktu (t)

Reduksi bertahap pada satu senyawa O, berlangsung melalui mekanisme reaksi O +

Page 41: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 29

n1e → R1 dengan potensial E10, tahap kedua adalah reaksi R1 + n2e → R2 dengan

potensial E20. Reaksi tersebut mirip dengan sistem reaksi konsekutif tetapi mekanisme

sebenarnya berlangsung lebih kompleks. Apabila E10 dan E2

0 berbeda jauh, dengan E1

0

> E20, maka akan terlihat dua puncak yang terpisah. Puncak pertama menunjukkan

reduksi O menjadi R1, kemudian R1 berdifusi ke dalam larutan setelah melewati puncak.

Puncak kedua menunjukkan O yang mengalami reduksi lanjut, baik di permukaan

elektroda maupun oleh R2 yang berdifusi meninggalkan elektroda ( O + R2 2R1 ). R1

kemudian berdifusi menuju elektroda untuk tereduksi menjadi R2 sesuai dengan Gambar

2.24.

Gambar 2. 24.Voltamogram untuk larutan yang mengandung : 1) O saja; 2) O’ saja; 3) campuran antara O

dan O’ dengan n = n’, Co = Co’, Do = Do’

Secara umum, bentuk kurva i-E bergantung pada 0E , reversibilitas setiap tahap n1 dan

n2. Voltamogram siklik untuk nilai 0E yang berbeda dalam sistem dengan dua tahap

yang melibatkan satu elektron, ditunjukkan pada Gambar 2.24. Jika 0E berada dalam

rentang 0-100mV, puncak-puncak tunggal akan bergabung menjadi satu puncak yang

lebar dengan Ep yang tidak tergantung pada laju pemindaian. Jika 0E = 0, akan

terbentuk satu puncak dengan besar arus puncak berada diantara nilai kedua arus

puncak. Untuk 0E >180 mV, akan terbentuk puncak tunggal yang menggambarkan

reaksi reduksi reversibel 2e (O + 2e ↔ R2).

Page 42: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 30

2.6. Baja Karbon (Callister, 2007)

Baja adalah paduan besi dan karbon serta mengandung unsur pemadu yang lain. Sifat

mekanik dari baja bergantung pada kandungan karbon di dalamnya. Umunmya kurang

dari 1%-berat. Baja diklasifikasikan sesuai dengan konsentrasi karbonnya, yaitu baja

karbon rendah, sedang, dan tinggi. Tiap jenis baja karbon tersebut dikategorikan lebih

lanjut berdasarkan kadar unsur paduan lainnya, yaitu baja karbon polos (subkelas yang

mengandung sedikit unsur-unsur paduan non-karbon) dan baja paduan (subkelas yang

mengandung unsur-unsur paduan lebih banyak dalam konsentrasi yang spesifik).

2.6.1. Baja Karbon Rendah

Baja karbon rendah umumnya memiliki kandungan C ≤ 0,25% berat. Baja ini tidak

dapat dikuatkan dengan perlakuan panas (heat treatment) tetapi bisa dilakukan dengan

pengerjaan pada temperatur kamar (cold work). Struktur mikro baja karbon terdiri dari

ferrite dan pearlite sehingga baja jenis ini relatif lunak dan lemah tetapi memiliki

keuletan serta ketangguhan yang tinggi. Selain itu, baja karbon ini mudah dibubut,

mudah dilas, dan relatif murah untuk diproduksi. Baja ini memiliki kuat luluh sebesar

275 MPa (40000 psi), kuat tarik 415-550 MPa (60000-80000 psi), serta keuletan sebesar

25% EL.

Baja karbon rendah ini dikategorikan menjadi 2 subkelas, yaitu baja karbon rendah

polos dan baja high-strength low-alloy (HSLA). Baja HSLA mengandung bahan paduan

yang lain seperti tembaga, vanadium, nikel, dan molybdenum dengan konsentrasi

maksimum 10%-berat. Ketahanan terhadap korosi dan kekuatan dari baja HSLA lebih

tinggi dibandingkan baja karbon rendah polos. Aplikasi dari baja karbon-rendah ini

antara lain pada automobile body component, bangunan, jembatan, dan perpipaan. Tabel

2.3 dan 2.4 menunjukkan komposisi dan karakteristik mekanik dari beberapa baja

karbon-rendah.

Page 43: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 31

Tabel 2. 3. Komposisi baja karbon rendah

Kodea Komposisi (%-berat)

b

AISI/SAE/ASTM

Number UNS Number C (%w) Mn (%w) Lainnya

Baja Karbon Rendah Polos

1010 G10100 0,10 0,45 -

1020 G10200 0,20 0,45 -

A36 K02600 0,29 1,00 0,20 Cu (min)

A516 Grade 70 K02700 0,31 1,00 0,25 Si

Baja High-Strength, Low-Alloy

A440 K12810 0,28 1,35 O,30 Si (max);

0,20 Cu (min)

A633 Grade E K12002 0,22 1,35 0,30 Si; 0,08 V;

0,02 N; 0,03 Nb

A656 Grade 1 K11804 0,18 1,60 0,60 Si; 0,1 V;

0,20 Al; 0,015 N Keterangan :

aAISI ( American Iron and Steel Institute); SAE ( the Society of Automotive Engineers) ; ASTM (the American

Society for Testing and Materials) ; UNS (Uniform Numbering System)

bKomposisi juga terdiri maksimum 0,04 %-b P; 0,05%-b S; dan 0,03 %-b Si (jika tidak ditunjukkan dalam tabel

Tabel 2. 4. Karakteristik mekanik dan aplikasi berbagai jenis baja karbon rendah

AISI/SAE/

ASTM

Number

Kuat

Tarik

(MPa)

Kuat

luluh

(MPa)

Duktilitas

(%EL

dalam 50

mm)

Aplikasi

Baja Karbon Rendah Polos

1010 325 185 28 Panel mobil, paku, kawat

1020 380 205 25 Pipa, baja lembaran dan baja

kerangka

A36 400 220 23 Baja kerangka (jembatan dan

bangunan)

A516 Grade 70 485 260 21 Bejana tekan bertemperatur

rendah

Baja High-Strength, Low-Alloy

A440 435 290 21 Baja kerangka (berbaut dan

berkeling)

A633 Grade E 520 380 23 Baja kerangka (digunakan

untuk temperature rendah)

A656 Grade 1 655 552 15 Kerangka truk

Page 44: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 32

2.6.2. Baja Karbon Sedang

Baja karbon sedang memiliki kandungan karbon antara 0,25% sampai 0,60% berat.

Baja karbon ini memiliki struktur mikro tempered martensite. Baja karbon menengah

ini dapat ditingkatkan sifat mekaniknya melalui perlakuan panas (heat treatment).

Mampu keras (hardenability)nya rendah dan bisa diberi perlakuan panas hanya pada

daerah yang tipis dan dengan laju pendinginan yang sangat cepat. Penambahan krom,

nikel, dan molybdenum dapat meningkatkan kapasitas perlakuan panas, keuletan, dan

kekuatan (strength) dari baja jenis ini. Baja karbon ini memiliki keuletan dan

ketangguhan (toughness) yang cukup rendah tetapi lebih kuat dibandingkan baja karbon

rendah. Tabel 2.5 dan 2.6 menunjukkan komposisi dan mechanical properties dari

beberapa baja karbon-sedang.

Tabel 2. 5. Komposisi baja karbon sedang

Kodea Komposisi (%-berat)

b

AISI/SAE/ASTM

Number

UNS

Number

Ni (%w) Cr (%w) Mo (%w) Lainnya

Baja Karbon Sedang Polos

10xx, plain carbon G10xx0 - - - -

11xx, free machining G11xx0 - - - 0,08-0,33S

12xx, free machining G12xx0 - - - 0,10-0,35S

0,04-0,12P

Baja Paduan

40xx G40xx0 - - 0,20-0,30 -

43xx G43xx0 1,65-2,00 0,40-0,90 0,20-0,30 -

61xx G61xx0 - 0,50-1,10 - 0,10-0,15V Keterangan :

aKonsentrasi karbon, dalam persen dikalikan 100, dimasukkan pada xx untuk masing- masing baja yang

spesifik

bKecuali 12xx, konsentrasi fosfor 1,00%-berat

Kecuali 11xx dan 12xx, konsentrasi sulfur 0,04%-berat

Page 45: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 33

Tabel 2. 6. Karakteristik mekanik dan aplikasi berbagai jenis baja karbon sedang

AISI/SAE/ASTM

Number

Kuat

Tarik

(MPa)

Kuat

luluh

(MPa)

Duktilitas

(%EL dalam

50 mm)

Aplikasi

Baja Karbon Sedang Polos

1040 605-780 430-585 33-19 Poros/engkol

mesin, baut

1080a 800-1310 480-980 24-13 Pahat, palu

1095a 760-1280 510-830 26-10 Pisau, gergaji

Baja Paduan

4063 786-2380 710-1770 24-4 Hand tools

4340 980-1960 895-1570 21-11 Aircraft tubing

6150 815-2170 745-1860 22-7 Piston, gigi (gear)

2.6.3. Baja Karbon Tinggi

Baja karbon tinggi adalah baja dengan kandungan karbon antara 0,6-1,4% berat dan

merupakan jenis baja yang terkeras, terkuat, tetapi paling tidak ulet dibandingkan baja

karbon yang lain. Peralatan dan cetakan baja yang mengandung campuran karbon yang

tinggi, biasanya juga mengandung krom, vanadium, tungsten, dan molybdenum. Paduan

tersebut dapat berikatan dengan karbon untuk membentuk senyawa karbida yang keras,

seperti Cr23C6, V4C3, dan WC. Baja ini dapat dikeraskan sehingga baja ini tahan aus dan

tetap tajam. Penggunaannya adalah untuk baja perkakas, cetakan, cutting tools, dan lain-

lain. Tabel 2.7 menunjukkan komposisi dan aplikasi dari beberapa baja karbon tinggi.

Tabel 2. 7. Komposisi baja karbon tinggi

AISI

Number

UNS

Number

Komposisi (%-berat)a

Aplikasi C Cr Ni Mo W V

M1 T11301 0,85 3,75 0,30

max

8,70 1,75 1,20 Bor,

gergaji

Page 46: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 34

AISI

Number

UNS

Number

Komposisi (%-berat)a

Aplikasi C Cr Ni Mo W V

A2 T30102 1,00 5,15 0,30

max

1,15 - 0,35 Alat

pembuat

lubang

(punches)

D2 T30402 1,50 12 0,30

max

0,95 - 1,10

max

Alat

pemotong

O1 T31501 0,95 0,50 0,30

max

- 0,50 0,30

max

Bilah, alat

pemotong

S1 T41901 0,50 1,40 0,30

max

0,50

max

2,25 0,25 Pemotong

pipa

W1 T72301 1,10 0,15

max

0,20

max

0,10

max

0,15

max

0,10

max

Alat-alat

pandai

besi dan

perkayuan

Keterangan :

a Komposisi setimbangnya adalah besi. Konsentrasi mangan bervariasi antara 0,10 sampai 1,4 %-berat,

tergantung pada paduannya; konsentrasi silikon antara 0,20 sampai 1,2 %-berat tergantung pada

paduannya.

2.7. Asam Sulfat

2.7.1. Sifat Fisik dan Kimia

Asam sulfat adalah asam kuat yang mempunyai rumus kimia H2SO4 dan massa molekul

sebesar 98,08 g/mol. Senyawa higroskopis ini memiliki titik leleh pada -35oC serta titik

didih pada 270oC. Asam sulfat reaktif terhadap air, alkohol, zat pengoksidasi, senyawa

yang mudah terbakar, dan senyawa organik. Asam sulfat bersifat korosif terhadap

beberapa logam seperti baja, tembaga, dan aluminium. Rumus bangun dari asam sulfat

ditunjukkan pada gambar berikut ini.

Page 47: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 35

Gambar 2. 25. Rumus bangun Asam Sulfat

2.7.2. Kegunaan Asam Sulfat

Asam sulfat banyak digunakan dalam industri, antara lain untuk pembuatan pupuk

fosfat, deterjen, tawas (Al2(SO4)3). Asam sulfat bertindak sebagai koagulan pada water

treatment plants, serta berperan sebagai katalis pada produksi nilon dan isooktan.

2.7.3. Korosifitas Asam Sulfat Pada Logam

Korosifitas dari asam sulfat pada tiap jenis logam bergantung pada konsentrasi dan

temperatur yang ditunjukkan pada gambar berikut ini.

Gambar 2. 26. Diagram isokorosi untuk material pada lingkungan asam sulfat (Principle and Prevention of

Corrosion, Denny A. Jones, halaman 390)

Sifat korosif ini terjadi juga terhadap baja karbon. Namun baja karbon dapat digunakan

pada lingkungan asam sulfat yang berkonsentrasi 65-101%, karena pada kondisi itu baja

karbon masih dapat membentuk film sulfat, dengan prasyarat tidak ada aliran (statis)

Page 48: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 36

atau berlaju alir rendah, karena film sulfat mudah terkikis oleh laju alir yang terlalu

tinggi. [Jones, 1992]

Reaksi korosi baja karbon pada lingkungan asam sulfat adalah sebagai berikut:

Fe → Fe2+

+ 2e- (oksidasi)

2H+ + 2e

- → H2 (reduksi)

Fe + 2H+ → Fe

2+ + H2

SO42-

→ SO42-

Fe + H2SO4 → FeSO4 + H2

Gas hidrogen hasil dari reaksi reduksi tersebut akan menghambat proses inhibisi korosi

karena gas hidrogen akan mempercepat proses pengikisan film sulfat. Ketika aliran

asam sulfat berjalan normal, pembentukan gelembung gas hidrogen akan tersebar secara

merata dan terbawa dengan aliran tersebut menuju pipa keluaran sehingga kemungkinan

terjadinya korosi pada dinding pipa kecil. Tetapi pada saat aliran berhenti, gelembung

gas hidrogen akan terakumulasi di sepanjang bagian atas dinding pipa dan ketika aliran

dijalankan kembali, akumulasi gelembung gas hidrogen tersebut akan mengikis film

sulfat sehingga logam menjadi tidak terlindungi dan akan terkorosi.

Page 49: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 37

BAB III

RANCANGAN PERCOBAAN

3.1. Metodologi

Penelitian “Kemampuan Tanin sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbon dalam Larutan

Asam Sulfat” dilakukan dengan beberapa tahap percobaan yang meliputi :

1. Penyiapan spesimen, medium dan alat

2. Pengukuran laju korosi

3. Prediksi mekanisme korosi

4. Analisis dan pengolahan data

5. Pembuatan laporan

Diagram alir tahap percobaan ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3. 1. Diagram Alir Percobaan

Laju korosi diukur secara elektrokimia dengan metode Tafel sedangkan prediksi

mekanisme korosi dilakukan dengan voltametri siklik.

Penyiapan medium

Penyiapan spesimen

Penyiapan alat

Pengukuran laju korosi

Prediksi mekanisme

korosi

Analisis dan pengolahan

data

Pembuatan Laporan

Page 50: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 38

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini ditunjukkan oleh Tabel 3.1.

Tabel 3. 1. Daftar alat percobaan

No. Nama Alat Jumlah

1 Potensiostat+software+PC 1 unit

2 Sel elektrokimia 1 unit

3 Jembatan garam 2 buah

4 Elektroda kawat platina 1 buah

5 Elektroda kalomel 1 unit

6 Desikator dengan silica gel 1 unit

7 Solder 1 buah

8 Cetakan resin 4 unit

9 Pengering listrik 1 unit

10 Neraca analitik 1 unit

11 Magnetic stirrer 1 set

12 Kaca arloji 1 unit

13 Spatula 1 unit

14 Botol semprot 2 unit

15 Corong gelas,7 cm 1 unit

16 Gelas Kimia 1 L dan 50 mL @ 2 buah

17 Labu takar 1 L 1 buah

18 Jerigen plastik 20 L 2 unit

19 pH meter 1 unit

20 Pipet Ukur, 10 mL 1 buah

Skema rangkaian alat pada penelitian ini ditunjukkan oleh Gambar 3.2.

Page 51: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 39

Gambar 3. 2. Skema rangkaian alat polarisasi potensiostatik (ASTM G5-82,1997)

3.2.2. Bahan

Tabel 3.2 menunjukkan bahan yang dibutuhkan untuk penelitian ini.

Tabel 3. 2. Daftar bahan percobaan

No. Nama Bahan Jumlah

1. Pelat baja karbon rendah, 10x15 cm2 1 keping

2. Resin dan hardener 1 L

3. Kabel tunggal 2 m

4. Timah solder 1 gulung

5. Kertas abrasif grid 60, 150, 320, 600, 1000, 1200 @ 10 lembar

6. H2SO4, 18 M 1 L

7. Tanin 500 g

Page 52: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 40

No. Nama Bahan Jumlah

8. Aqua dm 20 L

9. Larutan buffer pH 4 dan pH 7 @ 1 botol

10. KCl, p.a. 500 g

11. Agar-agar pac 1 bungkus

12. Etanol 95% 1 L

13. CD 2 keping

14. Permanent Marker 1 buah

15. Jepit Buaya 1 lusin

3.3. Prosedur Percobaan

3.3.1. Persiapan Spesimen

Tahap ini meliputi penyediaan pelat baja karbon rendah berukuran 1x1 cm2 dengan

tebal 2 mm. Komposisi baja karbon rendah ditampilkan pada Tabel 3.3. Pelat baja

tersebut lalu disolder dengan kabel dan dicetak dengan resin untuk menutup permukaan

yang tidak digunakan. Penggosokan dengan kertas abrasif dilakukan pada permukaan

baja yang tidak tertutup oleh resin. Penggosokan dilakukan dengan bantuan air yang

mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel di permukaan baja. Spesimen

kemudian dibilas dengan aqua dm dan etanol. Setelah itu spesimen dikeringkan

menggunakan pengering listrik.

Tabel 3. 3. Komposisi kimia baja karbon rendah

No. Unsur %-berat

1 C 0,13

2 Si 0,078

3 P 0,018

4 S 0,006

5 Mn 0,321

Page 53: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 41

No. Unsur %-berat

6 Cu 0,414

7 Fe balance

3.3.2. Persiapan Medium

Medium yang digunakan adalah larutan asam sulfat dengan konsentrasi bervariasi.

Variasi konsentrasi asam sulfat yang digunakan dibuat dengan pengenceran larutan

asam sulfat 18 M pada labu takar 1 L.

Inhibitor yang digunakan adalah tanin dengan konsentrasi 20,40, dan 80 ppm. Inhibitor

dilarutkan di dalam medium yang diuji.

3.3.3. Pengukuran Laju Korosi dan Prediksi Mekanisme Korosi

Percobaan dilakukan pada tekanan ruangan dan temperatur bervariasi, tanpa

pengadukan. Pengukuran laju korosi dilakukan berdasarkan metoda Tafel dan

menggunakan perangkat alat uji potensiostatik yang terdiri dari potensiostat, sel korosi,

dan elektroda acuan. Gambar 3.2 menunjukkan skema rangkaian alat uji potensiostatik.

Asumsi yang digunakan pada pengukuran laju korosi pelat baja adalah serangan korosi

merata. Prediksi mekanisme korosi dilakukan berdasarkan metoda voltaperometrik

siklik, menggunakan perangkat alat yang sama dengan pengukuran laju korosi.

3.3.4. Variasi Percobaan

Untuk menguji keefektifan tanin sebagai inhibitor korosi baja karbon pada larutan asam

sulfat, dilakukan variasi konsentrasi asam sulfat (0,1 M; 0,2 M ; dan 0.4 M),

konsentrasi tannin (20, 40 dan 80 ppm), dan temperatur (kamar dan 50°C).

Page 54: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 42

3.4. Analisis Data

3.4.1. Perhitungan Nilai Laju Korosi

Pengukuran nilai rapat arus korosi (icorr) dilakukan dengan metoda Tafel, yaitu dengan

menentukan titik potong kurva anodik dan katodik pada aluran potensial (E) terhadap

logaritma rapat arus (log i). Berdasarkan rumus Faraday, perhitungan nilai laju korosi

dapat dituliskan dalam persamaan berikut :

(3.1)

dengan icorr : rapat arus korosi (A/cm2)

a : berat atom (gram/mol)

n : jumlah elektron yang terlibat (ekivalen/mol)

F : bilangan Faraday (96500 Coulomb

/ekivalen)

K : konstanta untuk menyetarakan satuan

3.4.2. Prediksi Mekanisme Inhibisi Korosi

Mekanisme inhibisi korosi yang terjadi diprediksi dengan voltametri siklik

menggunakan alat potensiostat. Setelah nilai arus I dialurkan terhadap potensial E,

diperoleh nilai potensial puncak anodik Ep,a, potensial puncak katodik Ep,c, arus puncak

anodik Ip,a dan arus puncak katodik Ip,c. Besaran-besaran tersebut digunakan untuk

menentukan reversibilitas reaksi, kestabilan produk reaksi, cara kerja inhibitor dan

jumlah tahap reaksi anodik maupun katodik.

3.5. Rencana Kerja

Page 55: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 43

Tabel 3. 4. Rencana Kerja

Kegiatan Minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Persiapan spesimen,

alat, dan medium

Pengukuran laju korosi

Voltametri siklik

Pengolahan data

Pembuatan laporan

Page 56: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 44

DAFTAR PUSTAKA

Callister, W. (2007). Material Science and Engineering, 7th Ed. New York: John Wiley and

Sons.

Etzold, U., Mohr, K., & Hulser, P. (n.d.). The Use of Corrosion Inhibitors in Steel Strip

Production and Coating. 14.

Fontana, M. G., & Greene, N. D. (1967). Corrosion Engineering 1st Ed. New York: McGraw-

Hill.

Jones, D. A. (1992). Principles and Prevention of Corrosion. United State of America:

Macmillan Publishing Company.

Peres, R., Cassel, E., & Azambuja, D. (2012). BlackWattle Tannin As Steel Corrosion Inhibitor.

ISRN Corrosion, 9.

Rahim, A., Rocca, E., Steinmetz, J., Adnan, R., & Kassim, M. (n.d.). Mangrove tannins as

corrosion inhibitors in acidic medium - Study of flavanoid monomer. 9.

Rehim, S., Hazzazi, O., Amin, M., & Khaled, K. (2008). On the corrosion inhibition of low

carbon steel in concentrated sulphuric acid. Elsevier, 14.

Roberge, R. P. (2000). Handbook of Corrosion Engineering. New York: McGraw-Hill.

Shah, A. M., Rahim, A. A., Yahya, S., & Raja, P. (2011). Acid Corrosion Inhitibon of Copper

by Mangrove Tannin. Emerald, 118-122.

Tan, K., & Kassim, M. (2010). A correlation study on the phenolic profiles and corrosion

inhibition properties. Elsevier, 6.

Page 57: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 45

DAFTAR SIMBOL

a Berat atom [ gr/mol]

E Potensial permukaan [mV]

Ecorr Potensial korosi [mV]

Ep Potensial puncak [mV]

Ep,a Nilai potensial puncak anodik [mV]

Ep,c Nilai potensial puncak katodik [mV]

∆Ep Jarak antara Ep,a dan Ep,c

E0 Potensial elektroda pada saat reduksi mulai berlangsung [mV]

Eλ Potensial pembalikan [mV]

EL Perpanjangan

F Konstanta Faraday [coulomb/ekivalen]

I Arus [mA]

i Rapat arus [mA/m2]

ai Rapat arus anodik [mA/m2]

iapp Rapat arus listrik [mA/m2]

ci Rapat arus katodik [mA/m2]

Icorr Rapat arus korosi [mA/m2]

ilim Rapat arus pada saat terjadi polarisasi konsentrasi [mA/m2]

oi Rapat arus pertukaran [mA/m2]

ip Arus puncak [mA/m2]

pcpa ii / Perbandingan besar arus puncak anodik dengan katodik [-]

K Konstanta untuk menyetarakan satuan konstanta Tafel [-]

n Jumlah elektron yang terlibat [-]

pH Derajat keasaman [-]

R Tetapan gas ideal [J/mol.K]

r Laju korosi [mm/tahun]

T Temperatur [K]

t Waktu [s]

ν Kecepatan scan [mV/s]

W Berat [gr/gr]

Greek

λ Waktu pada saat terjadi potensial pembalikan [s]

εA Polarisasi anodik potensial korosi [mV]

η Efisiensi korosi [%]

Page 58: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 46

LAMPIRAN A

Page 59: Penuisan Laporan B.1112.3.19 Advisor - Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

B.1112.3.19 50

LAMPIRAN B