Upload
phamnguyet
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
Penulisan Hukum
( Skripsi )
PENYELESAIAN SENGKETA KEPEMILIKAN TANAH HAK MILIK
NO.810 DESA MADU KECAMATAN MOJOSONGO MELALUI MEDIASI
OLEH KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BOYOLALI
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Derajad Sarjana Dalam Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
Eko Nur Setiawan
E 1106116
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PENYELESAIAN SENGKETA KEPEMILIKAN TANAH HAK MILIK
NO.810 DESA MADU KECAMATAN MOJOSONGO MELALUI MEDIASI
OLEH KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BOYOLALI
Oleh
Eko Nur Setiawan
NIM.E1106116
Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, Oktober 2010
Dosen Pembimbing
Lego Karjoko S.H.,M.H
NIP. 196305191988031001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
PENYELESAIAN SENGKETA TANAH HAK MILIK NO.810 DESA MADU
KECAMATAN MOJOSONGO MELALUI MEDIASI OLEH KANTOR
PERTANAHAN KABUPATEN BOYOLALI
Oleh
Eko Nur Setiawan
NIM. E1106116
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 28 Oktober 2010
DEWAN PENGUJI
1. : Pius Triwahyudi, S.H., M.Si (.............................) NIP. 195602121985031004
Ketua
2. : Purwono Sungkowo R. S.H (.............................) NIP. 196106131986011001
Sekretaris
3. : Lego Karjoko, S.H., M.H (.............................) NIP. 196305191988031001
Anggota
Mengetahui
Dekan,
Mohammad Jamin , S.H.,M.Hum
NIP.196109301986011001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Eko Nur Setiawan
NIM : E11061116
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
Penyelesaian Sengketa Tanah HM No.810 Desa Madu Kecamatan Mojosongo
Melalui Mediasi Oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali adalah betul – betul
karya sendiri. Hal – hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi)
ini diberikan tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian
hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya
peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juni 2010
yang membuat pernyataan
Eko Nur Setiawan
NIM. E1106116
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Eko Nur Setiawan,2010. Penyelesaian Sengketa Kepemilikan Tanah HM
No.810 Desa Madu Kecanatan Mojosongo Kabupaten Boyolali Melalui
Mediasi Oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali. Jurusan Hukum
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mediasi sebagai jalur alternatif
penyelesaian sengketa pertanahan yang diselenggarakan oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten Boyolali dengan tiga pemikiran, yaitu penerbitan sertifikat HM
No.810, Implikasi keabsahan sertitifikat terhadap pemilik tanah sebenarnya dan
kesesuaian penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi oleh Kantor
Pertanahan Kabupaten Boyolali dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
Dalam penulisan Skripsi ini, penulis menggunakan metode Normatif.
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder digunakan sebagai
data utama dalam penulisan. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui
studi kepustakaan. Data ini didapat dari sejumlah keterangan atau fakta-fakta yang
diperolah secara tidak langsung yaitu melalui studi kepustakaan dari dokumen-
dokumen, buku-buku literatur, laporan hasil penelitian, peraturan perundang-
undangan dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Sumber
data meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan serta
melalui wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali,
Kepala Seksi Penanganan Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan, staf bagian
Penanganan Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan di Kantor Pertanahan
Kabupaten Boyolali, sedangkan studi kepustakaan melalui literatur, buku, Undang
– undang, arsip dan sebagainya. Teknik analisa data menggunakan teknik
silogisme dan interpretasi.mengumpulkan literatur, Buku perpustakaan, Peraturan
Perundang-undangan dan Kajian Pustaka. Sedangkan metode analisis data yang
digunakan adalah metode analisis deskriptif. Hasil penelitian yang diperoleh
menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan prosedur penyelesaian sengketa tanah,
penulis dapat mengetahui dan memahami alur jalannya mediasi di kantor
pertanahan Kabupaten Boyolali..
Kesimpulan penulisan tugas akhir ini adalah tidak rumitnya prosedur
penyelesaian sengketa tanah melalui lembaga mediasi,
Saran dari penulis adalah sebagai seorang mediator, BPN tentunya mempunyai
peran yang penting dalam memaksimalkan lembaga mediasi sebagai tempat
penyelesaian sengketa, dan didalam bertindak sebagai seorang mediator atau
penengah dalam penyelesaian masalah hendaknya dapat berperan dengan baik dan
tidak memihak salah satu pihak.
Kata Kunci : sengketa pertanahan, penerbitan sertifikat, implikasi, perundang-
undangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Eko Nur Setiawan, 2010. The Dispute Settlement of Land Property HM
No.810 Village Madu Subdistrict Mojosongo Regency Boyolali Through the
mediation by the Regency Boyolali’s Land Affairs Office. Law Department of
Law Faculty of Surakarta Sebelas Maret University.
This research aims to find out the mediation as a alternative way of settling
the land affairs dispute carried out by the Regency Boyolali’s Land Affairs Office
with three thoughts: the publication of HM No. 810 document, the implication of
document validity to the real owner of land and the compatibility of the land
affairs dispute settlement between through the mediation by Regency Boyolali’s
Land Affairs Office and the prevailing legislation.
In this thesis writing, the writer employed a normative method. The data
type used was secondary one. The secondary data was used as the main data in
writing. Secondary data is the one obtained from library study. This data was
obtained from a number of information or facts derived indirectly through library
study from documents, literatures, research reports, legislations, and etc relevant
to the problem studied. The data source included primary, secondary and tertiary
law material. Technique of collecting data used was library study as well as
interview with the chief of the Regency Boyolali’s Land Affairs Office, the chief
of Land Affairs Dispute, Conflict and Case Section, staff of Land Affairs Dispute,
Conflict and Case Handling division, while the library study was done through
literatures, books, Acts, archive, and etc. Techniques of analyzing data employed
were syllogism and interpretation technique by collecting literatures, books,
legislations and library study. Meanwhile the method of analyzing data used was a
descriptive analysis one. The result of research shows that in the implementation
of land dispute settlement procedure, the writer can find and understand the flow
of mediation course in the Regency Boyolali’s Land Affairs Office, the advantage
of which includes very cheap cost, and the land affairs office itself acts as an
independent mediator.
The conclusion of this final project is uncomplicated procedure of land
dispute settlement through the mediation institution, the cheaper cost and the
parties can formulate the desired dispute decision by themselves. The
recommendations from the writer include: as a mediator, BPN of course has an
important role in maximizing the mediation institution as the place of dispute
settlement, and in carrying out its action, a mediator or intermediary in solving the
problem should be able to play its role well and impartially.
Keywords: land affairs dispute, document publication, implication, legislation
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO dan PERSEMBAHAN
“ Kesuksesan tidak dicapai secara kebetulan, kesuksesan dicapai melalui
pilihan”.
“ Jika kau tidak dapat menjadi semak belukar jadilah sebuah pohon yang
mempunyai seni”.
“ Perhatikan kebiasaanmu, karena itu menjadi karaktermu, bangun
karaktermu, karena itu akan menentukan masa depanmu”.
“ Beranilah bermimpi, karena mimpi adalah awal dari sebuah kesuksesan”.
“ Dakilah gunung dan sepenuhnya percaya bahwa kamu akan sukses, ini
adalah kekuatan spiritual”.
“ Sadarilah bahwa kehidupan selalu bergerak, dan setiap perubahan terjadi
atas suatu dasar waktu anda, melihat batasan sebagai kesempatan, dunia
akan menjadi tempat bebas hambatan”.
Dengan segala kerendahan hati, maka skripsi ini saya persembahkan untuk :
♥. Ayah dan ibuku tercinta
♥. Adik-adikku tercinta
♥. Rekan sejawat dan seperjuangan.
♥. Almamaterku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’allaikum wr. wb.
Alhamdulillahirrabbil’allamiin. Segala puji bagi Alloh yang telah
memberikan rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul Penyelesaian Sengketa Kepemilikan Tanah HM No.810 Desa
Madu Kecamatan Mojosongo Melalui Mediasi Oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten Boyolali.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar
kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Selesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan,
arahan, petunjuk dan motivasi yang sangat berguna dari berbagai pihak.
Sehubungan dengan itu, maka dalam kesempatan ini penulis menghaturkan
terimakasih yang setulus – tulusnya kepada :
1. Bapak Prof, DR, dr. Much.Syamsulhadi. Sp. Kj., selaku Rektor Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Mohammad Jamin, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakulas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu I Gusti Ayu KHR, S.H, M.M. selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi
Negara yang telah memberikan bantuan dan saran.
4. Bapak Lego Karjoko, S.H.,M.Hum. selaku Pembimbing Utama yang telah
memberi bimbingan, pengarahan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Djuwityastuti, S.H. selaku Pemimbing Akademik yang selama ini telah
banyak membantu penulis dalam menyelesaikan studi di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan dan membekali ilmu pengetahuan kepada penulis
semasa menempuh studi di Fakiltas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
7. Karyawan dan Karyawati Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah banyak membantu selama penulis belajar di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali , beserta seluruh staf yang
telah berkenan memberi ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan
memberikan data – data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.
9. Bapak Samodro Yogalelana, S.H., selaku Kepala Seksi Penanganan Sengketa,
Konflik dan Perkara Pertanahan Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar
yang telah membantu penulis dalam penelitian sehingga dapat terselesaikan
penulisan hukum ini.
10. Bapakku Kasinem dan Ibuku Siti Mutmainah yang selalu kucinta, adik-adikku
Dwi Oktavianto Putro, Saptaji Nugroho, dan Dita Aprilia Arista yang
kusayang yang selalu peduli, tak henti – hentinya membantu, memberi
motivasi serta inspirasi dengan penuh kasih sayangnya kepada penulis dalam
penyelesaian penyusunan skripsi ini.
11. Bapak Joko Mardiyanto,S.H,M.H yang telah meminjamkan laptop dan
printernya untuk menyelesaiakan skripsiku, terima kasih banyak Pak Joko.
12. Istianna tercinta yang dengan sabar dan selalu mendampingi, mendukung dan
memberi motivasi yang tak pernah henti dari awal sampai terselesaikannya
penyusunan skripsi ini.
13. Dan semua pihak yang turut membantu penulis dalm menyelesaikan studi di
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan
pada Ilmu Hukum Perdata khususnya, dan Ilmu Pengetahuan umumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ....................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Balakang Masalah ................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................ 6
C. Tujuan Penelitian .............................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................ 7
E. Metode Penelitian ............................................................ 8
F. Sistematika Penulisan ....................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori ................................................................. 13
1. Tinjauan umum tentang pendaftaran tanah................... 13
2. Tinjauan umum tentang ketetapan tata usaha negara ... 26
3. Fungsi kantor pertanahan dalam penyelesaian sengketa
pertanahan .................................................................... 30
B. Kerangka Pemikiran ......................................................... 43
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Apakah Penerbitan Sertifikat HM No. 810 Desa Madu
Kecamatan Mojosongo Sudah Sah..................................... 44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
B. Bagaimana Implikasi Keabsahan Sertifikat HM No. 810 Desa
Madu Kecamatan Mojosongo Terhadap Pemilik Tanah
Sebenarnya. ...................................................................... 46
C. Apakah Penyelesaian Sengketa tanah HM No. 810 Desa Madu
Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali Sudah Sesuai
Dengan Peraturan Per undang-undangan ........................... 48
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................... 56
B. Saran .................................................................................. 57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,
termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi air dan
ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi
yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur
sebagaimana yang dicita-citakan.
Untuk mencapai cita-cita Negara tersebut di atas,maka dibidang
agraria perlu adanya suatu rencana (planning) mengenai peruntukan,
penggunaan dan persediaan bumi, air dan ruang angkasa untuk berbagai
kepentingan hidup rakyat dan Negara. Rencana umum (national planning)
yang meliputi seluruh wilayah Indonesia, yang kemudian diperinci menjadi
rencana-rencana khusus (regional planning) dari tiap-tiap daerah. Dengan
adanya planning itu maka penggunaan tanah dapat dilakukan secara terpimpin
dan teratur sehingga dapat membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi
Negara dan rakyat.
Demikian maka jelaslah bahwa tanah sebagai sumber utama bagi
kehidupan manusia, yang telah dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa
sebagai tumpuan masa depan kesejahteraan manusia itu sendiri. Berdasarkan
jalan pemikiran tersebut dan agar tanah digunakan sebesar-besar kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang biasa disebut Undang-Undang
Pokok Agraria (UUPA), Mengisyaratkan bahwa tanah itu pada tingkatan
tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi seluruh rakyat.Secara
konstitusional, UUD 1945 dalam Pasal 33 ayat (3) menyatakan bahwa “bumi,
air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Ketentuan dasar ini, dapat diketahui bahwa kemakmuran rakyatlah yang
menjadi tujuan utama dalam pemanfaatan fungsi bumi, air dan ruang angkasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Untuk melaksanakan hal
tersebut, di bidang pertanahan telah dikeluarkan UUPA.
Untuk Menjamin kepastian hak dan kepastian hukum atas tanah,
UUPA telah menggariskan adanya keharusan untuk melaksanakan
pendaftaran tanah di seluruh Indonesia, sebagaimana diamanatkan Pasal 19
UUPA. Pasal tersebut mencantumkan ketentuan-ketentuan umum dari
pendaftaran tanah di Indonesia, yaitu:
(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran
tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan
yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 Pasal ini meliputi :
a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
c.Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
(3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan
masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan
penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.
(4) Dalam peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangutan dengan
pendaftaran termaksud dalam ayat (2) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat
yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
Ketentuan dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA tersebut merupakan
ketentuan yang ditujukan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan
pendaftaran tanah di seluruh Indonesia, yang sekaligus juga merupakan dasar
hukum bagi pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka memperoleh surat
tanda bukti hak atas tanah yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Sebagaimana dibahasakan dalam pasal 23 ayat (1) UUPA:tentang hak milik
Demikian halnya dengan setiap peralihan dan hapusnya pembebanan hak-hak
lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
Pasal 19,dan Pasal 32 ayat (1) UUPA,tentang “Hak Guna Usaha, termasuk
syarat-syarat pemberiannya, bahwa setiap peralihan dan penghapusan hak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal tersebut di atas.
Menindak lanjuti hal tersebut, telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sebagai penyempurnaan
dari Peraturan Pemerintah sebelumnya. Penyelenggaran pendaftaran tanah
dalam masyarakat merupakan tugas Negara yang diselenggarakan oleh
Pemerintah bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan status hak
atas tanah di Indonesia.
Adapun tujuan dari pendaftaran tanah menurut Pasal 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah:
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang
hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang
terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan;
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Kabupaten Boyolali adalah daerah yang penerapan sistem pendaftaran
tanah dirasakan telah berhasil, di mana hampir tidak pernah terdengar terjadi
sengketa di bidang pertanahan. Hal ini dapat dilihat pada setiap pemilik tanah
baik masyarakat kota maupun desa telah mempunyai surat tanda bukti
kepemilikan hak atas tanah.
Tanah atau lahan yang sudah bersertifikat menimbulkan masalah
tersendiri, klaim hak milik atas sebidang tanah atau lahan oleh dua belah pihak
yang sama-sama memiliki surat tanda bukti kepemilikan hak atas tanah sering
terjadi, dan tidak jarang menyulut konflik horisontal.
Pada bidang pertanahan dalam menghadapi kasus-kasus
kongkrit,pemberian jaminan kepastian hukum belum dapat diwujudkan secara
maksimal,hanya tersedia perangkat hukum tertulis saja.Selain perangkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
hukum tertulis juga diperlukan penyelenggaraan kegiatan yang di sebut
pendaftaran tanah yang merupakan suatu legal cadastre.pengertian dari
pendaftaran tanah yang merupakan legal cadastre adalah ;
“suatu rangkaian kegiatan, yang di lakukan oleh Negara/Pemerintahan
secara terus menerus dan teratur,berupa pengumpulan keterangan atau data
tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayah
tertentu pengolahan,penyimpanan,dan penyajian bagi kepentingan rakyat,
dalam rangka memberi jaminan kepastian hukum di bidang
pertanahan,termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaanya”
Sebagaimana di uraikan di atas bahwa fungsi tanah sangat penting bagi
kehidupan masyarakat.namun dengan meningkatnya pembanguna dan
bertambahnya jumlah penduduk permasalahanya dan sengketa di bidang
pertanahan semakin bertambah sekalipun peraturan sudah semakin
sempurna.Di tambah lagi dengan kenyataan sekarang ini bahwa tanah yang
sudah dipunyai seseorang tetapi sebagian besar belum terdaftar dan belum
mempunyai alat bukti berupa sertifikat.Padahal pendaftaran tanah tersebut
adalah sangat penting di mana fungsi dari pendaftaran tanah tersebut adalah:
1. Mereka mempunyai tanah dengan mudah akan dapat membuktikan haknya
atas tanah yang dikuasai dan di punyainya.Kepada mereka masing-masing
di berikan surat tanda bukti hak oleh pemerintah :
2. Mereka yang memerlukan keterangan yang dimaksudkan di atas,yaitu
calon pembeli dan calon kreditur yang akan menerima tanah sebagai
jaminan akan dengan mudah memperoleh,karena keterangan tersebut yang
disimpan di Kantor Penyeleggaraan pendaftaran tanah,terbuka bagi
umum.dalam arti untuk boleh mengetahui,dengan melihat sendiri daftar
dan dokumen yang bersangkutan atau meminta keterangan tertulis
mengenai data yang di perlukan dari Kantor tersebut.
Maka penulis tertarik untuk menulis tentang kasus sengketa tanah yang
terjadi di Desa Madu kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali. Kasus ini
terjadi yang diakibatkan atas sertifikat HM No.810 yang tanah tersebut berasal
dari Cno. 125 persil 76-115-D/II luas 4400 M2 atas nama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Wongsotani,sengketa ini terjadi bemula pada tahun 1964 dan pada tahun
1972,wongsotani menjual kepada Sugiharto seluas 2200 M2 dan setelah itu
Sugiharto menjual kepada Yitno Suhud (Sujiyono) seluas 1100 M2 dan
kepada Sarwo Sumanto (Haryono) seluas 1100 M2.
Setelah Yitno Suhud dan Sarwo Sumarto meninggal dunia maka di
wariskan kepada anak-anaknya yaitu Sujiyono dan Haryono.Tiba-tiba tanpa
sepengetahuan Sujiyono dan Haryono,Wongsotani telah menerbitkan sertifikat
tanah yang tanah yang dijual kepada Sujiyono dan Haryono telah menjadi
milik sepenuhnya yaitu atas nama Wongsotani seluruhnya.
Setelah tahu bahwa tanah milik Sujiyono dan Haryono telah diklaim
secara sepihak oleh wongsotani maka pihak Sujiyono dan Haryono melakukan
laporan pengaduan ke Kantor Pertanahan Boyolali setelah tanah yang
merupakan milik Sujiyono dan Haryono telah di klaim secara sepihak oleh
Wongsotani.
Berdasarkan pemahaman yang demikian itu penyelesaian sengketa
melalui mediasi perlu di populerkan, terutama bagi penyelesaian sengketa
pertanahan. Karena hal ini selain dimungkinkan pemanfaatannya, dari tugas
pokok dan fungsi Badan Pertanahan Nasional dapat mencakup penyelesaian
sengketa dengan cara demikian. Mengingat bahwa bangsa Indonesia terkenal
dengan penyelesaian masalah melalui musyawarah untuk mencapai mufakat,
kiranya pemanfaatan lembaga mediasi dapat merupakan alternatif yang
berdampak positif untuk penyelesaian sengketa pertanahan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk
menelitinya dan mengusulkannya dalam skripsi dengan judul :
”PENYELESAIAN SENGKETA KEPEMILIKAN TANAH HM No.810
DESA MADU KECAMATAN MOJOSONGO MELALUI MEDIASI
OLEH KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BOYOLALI”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
B. Perumusan Masalah
Untuk memperjelas agar permasalahan yang ada nanatinya dapat di
bahas lebih terarah dan sesuai dengan sasaran yang di harapkan maka
pentingnya bagi penulis untuk merumuskan permasalahna yang akan di bahas.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yang di rumuskan penulis
adalah:
1. Apakah penerbitan sertifikat HM No.810 Desa Madu Kecamatan
Mojosongo Kabupaten Boyolali sudah sah ?
2. Bagaimana Implikasi keabsahan sertifikat HM No.810 Desa Madu
Kecamatan Mojosongo terhadap pemilik tanah sebenarnya (Sujiyono dan
Haryono) ?
3. Apakah penyelesaian sengketa kepemilikan tanah HM No.810 Desa
Madu Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali sudah sesuai dengan
Peraturan Per undang-undangan ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang merupakan sasaran utama yang ingin dicapai dalam
penelitian hukum yang dilakukan adalah untuk memberi solusi dan jawaban
dari pertanyaan – pertanyaan atas permasalahan – permasalahan yang muncul.
Demikian juga tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini.
1. Tujuan Obyektif
a) Untuk mengetahui apakah penerbitan sertifikat HM No.
810 Desa Madu Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali sudah sah.
b) Untuk mengetahui bagaimana implikasi keabsahan
sertifikat HM No. 810 Desa Madu Kecamatan Mojosongo terhadap
pemilik tanah sebenarnya (Sujiyono dan Haryono) .
c) Untuk mengetahui apakah penyelesaian sengketa
kepemilikan tanah HM No.810 Desa Madu Kecamatan Mojosongo
Kabupaten Boyolali sudah sesuai dengan Peraturan Per undang-
undangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
2. Tujuan Subyektif
a) Untuk memperloleh pengetahuan yang lebih lanjut, lengkap dan jelas
dalam menyusun penulisan hukum, sebagai prasyarat dalam
menempuh dan mencapai gelar sarjana di bidang ilmu hukum di
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b) Untuk menambah pengetahuan tentang pentingnya ilmu hukum dalam
teori dan praktek di lapangan serta menambah dan mendalami ilmu
hukum dan materi kuliah yang dipelajari khususnya di bidang Hukum
Administrasi Negara dan Hukum Agraria dengan harapan dapat
berguna dan bermanfaat dikemudian hari.
D. Manfaat penelitian
Berdasarkan hal tersebut di atas,mangfaat penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan
pengetahuan dan pemikiran dalam penyeleseian sengketa kepemilikan
tanah di kecamatan Mojsongo Kabupaten Boyolali.
b. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk mendalami teori-teori yang
telah ditulis selama menjalani kuliah strata satu Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.serta memberikan landasan untuk
penelitian lebih lanjut.
c. Hasil penelitian ini di harapkan dapat di pergunakan sebagai salah satu
materi mengajar mata kuliah Hukum Agraria.
2. Manfaat Praktis
a. Peneliti ini di harapkan dapat menjadi masukan untuk penelitian-
penelitian yang serupa di masa mendatang.
b. Untuk memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti.Untuk
mengembangkan penalaran,membentuk pola pikir dinamis sekaligus
untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penulis dalam melakukan
penerapan ilmu hukum untuk menganalisa suatu permasalahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
E. Metode Penelitian
Penulisan maupun penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah
berdasarkan pada metode, sistimatika dan pemikiran tertentu yang bertujuan
mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalisanya (Soerjono Soekanto, 2006: 43).
Metode penelitian merupakan prosedur atau langkah – langkah yang
dianggap efektif dan efisien, dan pada umumnya sudah mempola untuk
mengumpulkan, mengolah, dan menganalisa data dalam rangka menjawab
permasalahan dengan teliti dan benar.
Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan untuk
memecahkan permasalahan dan sebagai pedoman untuk memperoleh hasil
penelitian yang mencapai tingkat kecermatan dan ketelitian yang dapat
dipertanggungjawabkan. Adapun peranan metode penelitian dalam penelitian
ilmiah adalah sebagai berikut : (Soerjono Soekanto,1986:7 )
1. menambah kemampuan para ilmuwan untuk mengadakan atau
melaksanakan suatu penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap.
2. memberikan kemungkinan yang lebih besar, untuk meneliti hal – hal yang
belum diketahui.
3. memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian
interdisipliner.
4. memberikan pedoman untuk mengorganisasikan serta mengintegrasikan
pengetahuan, mengenai masyarakat.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai
berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian
normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data sekunder yang bersifat hukum berdasarkan studi
kepustakaan. Dikatakan spesifikasi normatif,karena yang dianalisis adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
sumber data sekunder berupa kasus sengketa tanah di daerah Kecamatan
Mojosongo Kabupaten Boyolali.
2. Sifat penelitian
Penelitian ini bersifat preskriptif, bagaimana seharusnya penyelesaian
sengketa kepemilikan tanah melalui mediasi oleh kantor pertanahan.
Sengketa kepemilikan tanah berupa sertifikat HM No. 810 Desa Madu
Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali, merupakan suatu fakta (
Peter Mahmud Marzuki, 2008 : 119 ).
3. Pendekatan Undang-Undang
Pendekatan Undang-Undang dilakukan dengan menelaah semua
undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang
sedang ditangani. Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan
undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk
mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-
undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dengan
undang-undang dasar atau antara regulasi dengan undang-undang. Hasil
dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu
yang dihadapi.
Bagi penelitian untuk kegiatan akademis, penelitian perlu mencari
ratio logis dan dasar ontologis lahirnya undang-undang tersebut. Dengan
mempelajari ratio logis dan dasar ontologis suatu undang-undang, peneliti
mampu menangkap kandungan filosofi yang ada dibelakang undang-
undang itu, yang akan dapat menyimpulkan mengenai ada dan tidaknya
benturan filosofis antara undang-undang dengan isu yang dihadapi ( Peter
Mahmud Marzuki,2008 : 124 ).
4. Jenis dan sumber data penelitian
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder
merupakan keterangan atau fakta – fakta yang diperoleh secara tidak
langsung, tetapi melalui studi kepustakaan melalui literatur – literatur,
pendapat para ahli serta perundang – undangan yang berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder,yaitu data yang diperoleh dari data yang diperoleh dari bahan
pustaka,seperti dokumen-dokumen resmi,buku-buku,hasil-hasil penelitian
yang berwujud laporan,jurnal maupun arsip-arsip yang sesuai dengan
penelitian yang dibahas.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, bersumber pada :
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan yang bersifat
mengikat (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,2006:13). Yang
menjadi bahan hukum primer dalam penelitian hukum ini adalah:
1) UUD 45
2) UUPA
3) UU No. 30 Tahun 1999
4) PP No.24 Tahun 1997
5) PMA No. 2 Tahun 2003
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang
memberikan penjelasan mengenai hukum bahan hukum primer
(Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,2006:13). Yang digunakan
dalam penelitian hukum ini antara lain buku-buku terkait,karya ilmiah,
makalah, artikel dan lain sebagainya yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti.
c. Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder
primer (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,2006:13). Bahan hukum
tersier Kamus Besar Indonesia, Kamus Hukum, Kamus Politik,dan
Ensiklopedi .
5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data sekunder, digunakan studi kepustakaan
yaitu dengan membaca dan mengumpulkan literatur, buku perpustakaan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
peraturan perundang – undangan, internet, surat kabar dan bahan pustaka
lain yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.Beberapa data
dimintakan klarifikasi kepada pejabat kantor pertanahan kabupaten
Boyolali.
6. Teknik Analisa Data
Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah
penelitian menjadi suatu laporan. Di dalam sebuah penelitian hukum
normatif,pengelolaan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk
mengadakan sistematika terhadap bahan hukum tertulis. Sistematika
berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk
memudahkan pekerjaan analisis dan kronstruksi (Soerjono Soekanto dan
Sri Mamudji,1986:251-252). Dalam penelitian ini permasalahan hukum di
analisis dengan metode silogisme dan interprestasi.
Metode interprestasi atau menurut Soedikno Martukusumo
merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberikan
penjelasan gamblang tentang teks undang-undang, agar ruang lingkup
kaidah dalam Undang-Undang tersebut dapat diterapkan pada peristiwa
hukum tertentu.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Guna mempermudah dalam penulisan dan agar dapat mudah
dipahami oleh para pembaca, maka penulisan ini disusun dalam empat
sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Dalam bab I tentang pendahuluan yang terdiri atas latar belakang
masalah mengenai penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi,
perumusan masalah yang bertujuan mengarahkan isi agar jelas dan
menjadi pedoman peneliti untuk menganalisa data dalam pembahasan,
tujuan penelitian yang terdiri dari tujuan obyektif dan subyektif,
manfaat penelitian secara teoritis dan praktis, metode penelitian yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
atas jenis penelitian, lokasi, sifat, jenis dan sumber data, teknik
pengumpulan data, teknik analisa data, dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Dalam bab II tentang kerangka teori yang terdiri atas tinjauan umum
tentang pendaftaran tanah, pengertian dan dasar hukum pendaftaran
tanah, tujuan pendaftaran tanah, asas pendaftaran tanah, prosedur
pendaftaran tanah, kekuatan pembuktian sertifikat, tinjauan umum
tentang ketetapan tata usaha negara, pengertian ketetapan tata usaha
negara, syarat sahnya ketetapan tata usaha negara, implikasi tidak
syahnya ketetapan tata usaha negara, fungsi Kantor Pertanahan
dalam penyelesaian sengketa pertanahan, sengketa pertanahan,
mediasi, prosedur mediasi sengketa pertahanan di Kantor
Pertanahan.
Bab III Hasil penelitian dan Pembahasan
Dalam bab III tentang hasil penelitian dan pembahasan yang
merupakan bagian pokok dari keseluruhan penulisan skripsi yang
membahas menguraikan dan menganalisa rumusan permasalahan
penelitian yang meliputi :apakah penerbitan sertifikat HM No.810
Desa Madu Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali sudah sah,
bagaimana implikasi keabsahan sertifikat HM No.810 Desa Madu
Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali terhadap tanah
sebenarnya (Sujiyono dan Haryono), apakah penyelesaiaan sengketa
tanah HM No.810 Desa Madu Kecamatan Mojosongo Kabupaten
Boyolali sudah sesuai dengan peraturan Per undang-Undangan.
Bab IV Simpulan dan Saran
Dalam bab IV memuat mengenai kesimpulan dan saran penulis atas
pembahasan permasalahan tersebut dalam bab-bab sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan umum tentang Pendaftaran Tanah
a. Pengertian dan Dasar Hukum Pendaftaran Tanah
Pengertian pendaftaran tanah sudah tercantum di dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 10 tahun 1960 tentang pendaftaran tanah. Pasal 19
ayat 1 UUPA telah menentukan bahwa untuk menjamin kepastian hukum
oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Adapun ketentuan yang dimaksud oleh Pasal 19 ayat 1
UUPA itu adalah Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 yang
mengatur tentang Pendaftaran Tanah.
Untuk menjamin kepastian hukum tersebut, Pasal 19 ayat 2
UUPA mempertegas lagi dengan menyatakan bahwa penyelenggaraan
pendaftaran tanah itu dengan mengadakan :
1) Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah.
2) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihannya.
3) Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
Maka dari itu pengertian pendaftaran tanah sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 adalah kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh Pemerintah secara terus menerus dalam rangka
menginventarisasikan data-data berkenaan dengan hak-hak atas tanah
menurut UUPA sedangkan pendaftaran hak atas tanah adalah kewajiban
yang harus dilaksanakan oleh si pemegang hak yang bersangkutan dan
dilaksanakan secara terus menerus setiap ada peralihan hak atas tanah
tersebut dalam rangka menginventarisasikan data-data berkenaan dengan
peralihan hak-hak atas tanah tersebut menurut UUPA dan Peraturan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 guna mendapatkan sertifikat tanda
bukti hak atas tanah yang kuat.
Adapun dasar hukum dari pemberian hak milik adalah sebagai
berikut:
1) Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa:
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat”.
2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria,
a) Pasal 19: “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah
diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang di atur dengan Peraturan
Pemerintah”.
b) Pasal 21:
1) Hanya warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
2) Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.
3) Orang asing yang hilang kewarganegaraannya, setelah satu
tahun hak milik harus dilepaskan.
c) Pasal 22:
1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini hak milik terjadi karena:
a) Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat yang
ditetapkan dengan peraturan Pemerintah.
b) Ketentuan undang-undang
d) Pasal 27
Hak milik hapus bila:
1) Tanahnya jatuh kepada Negara:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
a) Karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18
b) Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
c) Karena ditelantarkan
d) Karena ketentuan pasal 21 ayat (3) dan pasal 26 ayat (2)
2) Tanahnya musnah
a) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
b) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang
Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan
Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara.
c) Peraturan Pemerintah Negara Agraria/ Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata
Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara
dan Hak Pengelolaan
d) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
b. Tujuan Pendaftaran Tanah
Tujuan dari pendaftaran tanah menurut Pasal 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah:
1) Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-
hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan
dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;
2) Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat
memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan
hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah
susun yang sudah terdaftar;
3) Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
c. Asas Pendaftaran Tanah
Asas yang dianut oleh PP. No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah yaitu:
1) Asas sederhana, artinya: Agar ketentuan pokoknya maupun
prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak - pihak yang
berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.
2) Asas aman, maksudnya: Untuk menunjukkan bahwa pendaftaran
tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga
sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum
sesuai dengan tujuan pendaftaran tanah.
3) Terjangkau, yaitu keterjangkauan bagi pihak-pikak yang
memerlukan, khususnya dengan emperhatikan kebutuhan dan
kemampuan golongan ekonomi lemah.
4) Mutahir, menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus
menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang ada di Kantor
Pertanahan selalu sesuai dengan yang ada di lapangan, dan
masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar
di setiap saat.
5) Terbuka, maksudnya dapat diperoleh keterangan yang sama di setiap
saat.
Dengan melihat asas dan sistem pendaftaran tanah serta tujuan
pendaftaran tanah yaitu untuk menjamin kepastian hukum kepemilikan
dengan sertifikat sesuai dengan PP. Nomor 24 Tahun 1997, maka masih
diberikan kesempatan untuk melakukan upaya hukum, bagi pihak yang
merasa dirugikan, sehingga sistim pendaftaran tersebut masih
mengandung kelemahan-kelemahan, Sedangkan tujuannya sudah pasti
yaitu menjamin kepastian hukum sehingga terjadi kekaburan norma.
Disinilah dengan pengaburan tersebut akan memberikan penyalah gunaan
wewenang sehingga akhirnya bisa menerbitkan serifikat ganda.
Hal ini terjadi bertitik tolak dari ketidak cermatan dan kehati-
hatian serta perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum sehingga sulit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
dijamin kepastian hukum atas kepemilikan atas tanah berdasarkan
sertifikat.
d. Prosedur Pendaftaran Tanah
Prosedur pendaftaran tanah pertama kali merupakan kegiatan
fisik untuk memperoleh data mengenai letaknya, batas – batasnya,
luasnya dan bangunan-bangunan yang terdapat di atasnya, penetapan
batas dan pemberian tanda-tanda batas yang jelas, berdasarkan
penunjukan oleh pemegang hak atas tanah dengan persetujuan pemilik
tanah berbatasan. Selanjutnya diadakan pengukuran diikuti dengan
perhitungan luas dan pembuatan peta bidang tanahnyayang kemudian
diterbitkan menjad surat ukur (Budi Harsono, 2003:54).
Kegiatan bidang yuridis bertujuan untuk memperoleh data
mengenai status tanah dan pemiliknya serta ada atau tidaknya hak pihak
lain, yang membebaninya yang diperlukan guna penetapan surat
keputusan haknya baik melalui penetapan konversi pengakuan hak atau
pemberian hak. Kegiatan berikutnya adalah pendaftaran tanah,
berdasarkan surat keputusan haknya dengan mencatatnya dalam buku
tanah selanjutnya diterbitkan sertifikat hak atas tanah sebagai salinan dari
buku tanah yang berlaku, sebagai tanda bukti hak yang kuat sertifikat
tanah memuat data pemegang hak, jenis hak serta dilengkapi surat ukur
memuat letak batas-batas bidang tanah yang bersangkutan. Ketentuan
mengenai prosedurnya, pengumpulan, penyimpanan, dan penyajian data
fisik dan data yuridis serta penerbitan sertifikat dalam PP No. 24 tahun
1997. Sebagaimana telah diuraikan di atas, pendaftaran tanah untuk
pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran secara sistematik dan
sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik dilaksanakan atas prakarsa
badan pertanahan nasional yang didasarkan atas suatu rencana kerja
jangka panjang dan rencana tahunan, yang berkesinambungan.
Pelaksanaan dilangsungkan diwilayah-wilayah yang ditentukan oleh
menteri serta diwilayah-wilayah yang belum ditunjuk oleh menteri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas pihak yang
berkepentingan yaitu pihak yang berhak atas obyek atas pendaftaran
tanah, yang bersangkutan yang akan diutamakan dalam pendaftaran tanah
secara sistematik tetapi pendaftaran tanah secara sporadik juga akan
ditingkatkan (Budi Harsono, 2003:54).
1) Pengumpulan dan pengolahan data fisik
Untuk keperluan pengumpulan dan pengolahan data fisik
pertama-tama dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan kegiatan
ini meliputi :
a) Pembuatan peta dasar pendaftaran
b) Penetapan atas bidang-bidang tanah
c) Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan
peta pendaftaran
d) Pembuatan daftar tanah
e) Pembuatan surat ukur
a) Pembuatan peta dasar pendaftaran
Kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik disuatu wilayah
yang di tunjuk dimulai dengan pembuatan peta dasar pendaftaran.
Peta dasar pendaftaran tersebut menjadi dasar pembuatan peta
pendaftaran sebagaimana yang dimaksud dalam uraian di atas, selain
untuk pembuatan peta pendaftaran dalam pelaksanaan pendaftaran
tanah secara sistematik peta dasar pendaftaran juga digunakan untuk
memetak bidang-bidang tanah yang sebelumnya sudah didaftar.
Penyiapan peta dasar pendaftaran diperlukan agar setiap
bidang tanah yang didaftar dijamin letaknya, secara pasti karena
dapat direkonstruksi dilapangan setiap saat untuk maksud tertentu
diperlukan adanya titik-titik dasar teknik nasional. Titik-titik dasar
teknik adalah titik yang tetap yang mempunyai koordinat yang
diperoleh dari suatu pengukuran dan perhitungn dalam suatu sistem
tertentu yang berfungsi sebagai titik kontrol atau titik ikat untuk
keperluan pengukuran dan rekonstruksi batas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Di wilayah-wilayah lain untuk keperluan pendaftaran tanah
secara sporadik diusahakan juga tersedianya peta dasar pendaftaran,
yang dimaksud dengan adanya peta dasar pendaftaran tersebut
dibidang tanah yang didaftar dapat diketahui letaknya dalam
kaitannya dengan bidang-bidang tanah yang lain dalam suatu
wilayah sehingga dapat dihindarkan terjadinya sertifikat ganda atas
suatu bidang tanah (Budi Harsono, 2003:72).
b) Penetapan batas-batas bidang tanah
Untuk memperoleh data fisik yang diperlukan bidang-bidang
tanah yang akan ditatepkan diukur, setelah ditetapkan letaknya
batas-batasnya dan menurut keperluan ditetapkan tanda-tanda batas
disetiap sudut bidang tanah yang bersangkutan, dalam penetapan
batas tersebut diupayakan penataan batas berdasarkan kesepakatan
para pihak yang berkepentinagan, untuk memperoleh bentuk yang
tertatat dengan baik bagi bidang-bidang tanah yang semula kurang
baik bentuknya (Budi Harsono, 2003:73).
Penetapan batas-batas bidang tanah yang sudah di punyai
suatu hak yang belum terdaftar atau yang sudah terdaftar, tetapi
belum ada surat ukur atau gambar situasinya atau surat ukur atau
gambar situasinya tidak sesuai lagi dengan keadaan yang
sebenarnya, dilakukan berdasarkan penunjukan batas oleh pemegang
hak yang bersangkuatan dan sedapat mungkin disetujui oleh para
pemegang hak atas tanah yang berbetasan penetapan batas bidang
tanah yang akan diberikan dengan hak baru oleh negara (Badan
Pertanahan Nasional) dilakukan sesuai ketentuan tersebut diatas atau
penunjukkan instansi yang berwenang (Pasal 18 PP Nomor 24 Tahun
1997).
Penetapan batas bidang-bidang ditanah tersebut jika tidak
diperoleh kesepakatan antara pemegang hak atas tanah yang
bersngkutan, dengan pemegang hak atas tanah yang berbatasan atau
pemegang hak atas tanah yang berbatasan tidak hadir, biarpun sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
ada pemanggilan. Merupakan suatu kewajiban bagi pemegang hak
atas tanah yang bersangkutan dengan para pemegang hak atas tanah
yang berbatasan atau pemegang hak atas tanah yang berbatasan tidak
hadir biarpun sudah dilakukan pemanggilan menurut Pasal 19 PP
No. 24 Tahun 1997.
c) Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta
pendaftaran
Bidang-bidang tanah yang sudah ditetapkan batas-batasnya di
ukur dan selanjutnya dipetakan dalam peta dasar pendaftaran, untuk
bidang tanah yang luas pemetaannya dilakukan dengan cara
membuat peta sendiri, dengan menggunakan data yang diambil dari
peta dasar pendaftaran dan hasil ukur batas tanah yang akan
dipetakan.
Jika dalam wilayah pendaftaran tanah secara sporadik belum
ada peta dasar pendaftaran, dapat diguanakan peta lain sepanjang
peta tersebut memenuhi persyaratan teknis untuk pembuatan peta
pendaftaran. Misalnya peta dari instansi pekerjaan umum atau
instansi pajak, dalam keadaan terpaksa karena tidak tersedia peta
dasar pendaftaran tanah ataupun peta lain pembuatan peta dasar
pendaftaran dapat dilakukan bersama-sama dengan pengukuran dan
pemetaan bidang tanah yang bersangkutan dan bidang-bidang tanah
sekelilingnya yang berbatasan sehingga letak relatif bidang tanah itu
dapat ditentukan.
Apabila dijumpai keadaan seperti dikemukakan dalam pasal
19 PP No. 24 tahun 1997 pengukuran diupayakan untuk sementara
dilakukan berdasarkan batas-batas yang menurut kenyataan
merupakan batas-batas tanah yang bersangkutan, mengenai
dilakukannya pengukuran sementara itu dan belum diperolehnya
kesepakatan mengenai penetapan batas tersebut dibuat suatu berita
acara dalam gambar ukur, sebagai hasil pengukuran yang dilakukan
dibubuhkan catatan atau tanda yang menyatakan bahwa batas-batas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
tanahnya masih merupakan batas sementara (Budi Harsono,
2003:79).
d) Pembuatan daftar tanah
Bidang atau bidang-bidang tanah yang sudah dipetakan atau
dibubuhkan nomor pendaftarannya pada peta pendaftaran, di
bukukan dalam daftar tanah yang bentuk, isi, cara, pengisian,
penyimpanan dan pemeliharaannya akan diatur. Daftar tanah
dimaksudkan sebagai sumber informasi yang lengkap mengenai
nomor bidang, lokasi dan penunjukan kenomor surat ukur bidang-
bidang tanah yang ada wilayah pendaftaran baik sebagai hasil
pendaftaran untuk pertama kali maupun pemeliharaanya kemudian
(Budi Harsono, 2003:81).
2) Pembuatan surat ukur
Untuk keperluan pendaftaran haknya, bidang-bidang tanah
yang sudah diukur serta dipetakan dalam peta pendaftaran dibuatkan
surat ukur yang dimaksud dalam uraian di atas, demikian ditentukan
dalam Pasal 22 PP No. 24 tahun 1997 beda dengan ketentuannya
dalam peraturan pemerintah PP No. 10 tahun 1961 surat ukur bukan
kutipan dari peta pendaftaran tanah, surat ukur memuat data fisik
yang diambil dari peta pendaftaran (Budi Harsono, 2003:83).
Untuk wilayah-wilayah pendaftaran tanah secara sporadik
yang belum tersedia peta pendaftaran surat ukur dibuat dari hasil
pengukuran sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20 PP Nomor 24
Tahun 1997.
3) Pengumpulan dan pengolahan data yuridis serta pembukuan hak
Dalam kegiatan pengumpulan data yuridis diadakan
perbedaan antara pembuktian hak baru dan hak lama, hak-hak baru
adalah hak-hak yang baru diberikan atau diciptakan sejak mulai
berlakunya PP No. 24 Tahun1997. Sedangkan hak-hak lama yaitu
hak-hak atas tanah yang berasal dari koversi hak-hak yang ada pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
waktu mulai berlakunya UUPA dan hak-hak yang belum didaftar
menurut PP 10 Tahun 1961.
Untuk keperluan pendaftaran tanah, dalam Pasal 23 PP No.
24 Tahun 1997 ditentukan bahwa :
a) Hak atas tanah baru data yuridisnya dibuktikan dengan:
(1) Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang
memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan
yang berlaku, apabila pemberian hak tersebut berasal dari
tanah negara atau tanah pengelolaan yang dapat diberikan
secara individual kolektif ataupun secara umum
(2) Asli akta PPAT yang memuat hak yang bersangkutan,
mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak
milik.
b) Hak atas tanah lama data yuridisnya dibuktikan dengan :
(1) Alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-
bukti tertulis.
(2) Keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan
yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam
pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala
Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara
sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang
hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.
c) Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak
pengelolaan oleh pejabat yang berwenang.
d) Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf di tinjau dari
sudut objeknya pembukuan tanah wakaf merupakan
pendaftaran untuk pertama kali, meskipun bidang tanah yang
bersangkutan sebelumnya sudah didaftar sebagai tanah milik.
e) Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta
pemisahan biarpun hak atas tanah tempat bangunan gedung
rumah susun yang bersangkutan berdiri sudah didaftar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
f) Pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian
hak tanggungan.
Untuk pembuktian hak-hak atas tanah yang sudah ada dan
berasal dari konversi hak-hak lama data yuridisnya. Dibuktikan
dengan alat-alat mengenai adanya tersebut berupa bukti tertulis
keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar
kebenarannya oleh panitia ajudikasi dianggap cukup untuk
mendaftar hak, pemegang hak, dan hak-hak pihak lain yang
membebaninya. Demikian yang ditetapkan dalam Pasal 24 ayat (1)
PP Nomor 24 Tahun 1997 alat-alat bukti tersebut adalah bukti
pemilikan.
Maka mengenai kepemilikan itu ada tiga kemungkinan alat
pembuktian yaitu :
a) Bukti tertulisnya lengkap tidak memerlukan tambahan alat bukti
lain
b) Bukti tertulis sebagian tidak ada lagi diperkuat keterangan saksi
dan atau pernyataan yang bersangkutan.
c) Bukti tertulisnya semuanya tidak ada lagi diganti keterangan
saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan.
Tetapi semuanya akan diteliti lagi melalui pengumuman
untuk memberi kesempatan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan mengajukan keberatan.
a) Pengumuman data fisik dan data yuridis
Daftar isian tersebut yang memuat data yuridis beserta peta
bidang atau bidang tanah yang bersangkutan sebagai hasil
pengukuran. Sebagaiman yang dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) PP
No. 24 tahun 1997 yang memuat data fisik diumumkan selama 30
hari, dalam pendaftaran tanah secara sistematik sedangkan 60 hari
dalam pendaftaran tanah secara sporadik.
Untuk memudahkan pelaksanaanya dalam pendaftaran tanah
secara sistematik pengumuman tidak harus dilakukan sekaligus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
mengenai semua bidang tanah, dalam wilayah yang ditetapkan tetapi
dapat dilaksanakan secara bertahap pengumuman ini dilakukan
dikantor kelurahan serta media massa, dalam hal ini baik media
cetak maupun elektronik hal ini ditegaskan dalam Pasal 26 ayat(3)
PP No. 24 Tahun 1997.
Tujuan diadakan pengumuman memberi kesempatan kepada
pihak-pihak yang bersangkutan atau berkepentingan mengajukan
keberatan, keberatan yang diajukan jika dalam jangka waktu
pengumuman tersebut ada yang mengajukankeberatan mengenai
data fisik dan yuridis yang diumumkan, ketua panitia ajudikasi
mengusahakan agar secepatnya keberatan yang diajukan diselesaikan
secara musyawarah untuk mufakat.
Jika usaha tersebut tidak dapat dilakukan atau tidak
membawa hasil ketua panitia ajudikasi memberitahukan secara
tertulis kepada pihak yang mengajukan keberatan, agar mengajukan
gugatan kepengadilan mengenai data fisik dan atau data yuridis
setelah jangka waktu pengumuman berakhir data fisik dan data
yuridis yang diumumkan oleh ketua panitia ajudikasi disahkan
dengan suatu berita yang bentuknya ditetapkan oleh menteri.
Jika masih ada kekurangan lengkap data fisik dan data
yuridis yang bersangkutan atau masih ada keberatan yang belum
diselesaikan, pengesahan yang dimaksud dilakuakn dengan
membubuhkan catatan mengenai hal-hal yang belum diselesaikan
pengesahan, mengenai hal-hal yang belum lengkap dan atau
keberatan yang belum diselesaikan (Budi Harsono, 2003:89).
b) Pembukuan Hak
Pelaksanan pembukuan diatur dalam Pasal 30 PP Nomor 24
Tahun 1997 atas dasar alat bukti dan berita acara pengesahan
tersebut diatas hak atas bidang tanah :
1) Data fisik dan yuridis sudah lengkap dan tidak ada yang
disengketakan dilakukan pembukuannya dalam buku tanah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
2) Data fisik dan yuridis belum langkap dan tidak ada yang
disengketakan dilakukan pembukuannya dalam buku tanah
dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap
3) Data fisik dan yuridis disengketakan tetapi diajukan gugatan
kepengadilan pembukuannya dalam buku tanah dengan catatan
mengenai adanya sengketa tersebut.
4) Data fisik dan yuridis disengketakan dan diajukan gugatan
dipengadilan tetapi tidak ada perintah dari pengadilan untuk
status quo dan tidak ada putusan penyitaan dari pengadilan
dilakukan pembukuan dalam buku tanah dengan catatan
mengenai adanya sengketa tersebut
5) Data fisik dan yuridis disengketakan dan diajukan gugatan
dipengadilan tetapi ada perintah dari pengadilan untuk status
quo dan tidak ada putusan penyitaaan dari pengadilan dilakukan
pembukuannya dalam buku tanah dan mengosongkan nama
pemegang haknya dan hal-hal lain yang di sengketakan (Budi
Harsono, 2003: 428-451).
4) Penerbitan Sertifikat
Sertifikat sebagai surat tanda bukti hak diterbitkan untuk
kepentingan pemegang hak yang bersangkutan, sesuai dengan data
fisik yang ada dalam surat ukur dan data yuridis yang telah
didaftarkan dalam buku tanah. Sertifikat hanya boleh diberikan
kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang
bersangkutan sebagai pemegang hak atau pihak lain yang dikuasakan
olehnya. Dalam hal pemegang hak sudah meninggal dunia sertifikat
diterimakan kepada ahli warisnya atau salah seorang ahli warisnya
dengan persetujuan ahli waris lainnya (Harsono, 2003: 451).
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 diadakan
perbedaan menurut obyek sehubungan dengan kegiatan pendaftaran
yaitu untuk pertama kali, secara sistematik dan secara sporadik.
Pendaftaran tanah secara sistematik untuk pertama kali adalah semua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
obyek pendaftaran tanah yang belum didaftarkan dalam wilayah atau
bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Sedangkan pendaftaran tanah
secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama
kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam
wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara indifidual
atau masal.
e. Kekuatan Pembuktian Sertifikat
Dilihat dari pentingnya hubungan tanah bagi eksistensi
kelangsungan hidup manusia ditinjau dari segi sosial, budaya, religius,
ekonomi.maka sesuai dengan pasal 19 UUPA (UU no. 5 Tahun 1960)
yang mengatur tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Di Bidang Agraria,
memerintahkan untuk diselenggarakan pendaftaran tanah dalam upaya
menjamin kepastian hukum hak atas tanah.
Sertifikat hak atas tanah adalah tanda bukti hak atas tanah, yang
dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran
tanah menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang pendaftaran tanah. dalam proses sertifikasi tanah untuk pertama
kali maka melalui pasal 32 Peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
menjelaskan bahwa :
1) Sertifikat hak atas tanah merupakan surat tanda bukti hak yang
berlaku sebagai alat bukti yang kuat mengenai data fisik dan data
yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data
yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dalam
buku tanah hak yang bersangkutan
2) Dalam hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah
atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut
dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain
yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut
pelaksanaan hak atas tanah tersebut apabila dalam waktu 5 (lima)
tahun sejak terbitnya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara
tertulis kepada pemegang sertifikat dan kepala kantor pertanahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan kepengadilan
mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.
3) Sertifikat hak atas tanah membuktikan, bahwa seseorang atau suatu
badan hukum mempunyai suatu hak atas bidang tanah tertentu,
sedangkan sertifikat hak tanggungan membuktikan, seseorang atau
badan hukum, sebagai kreditur mempunyai hak tanggungan/jaminan
atas suatu atau beberapa bidang tanah tertentu.
Untuk melaksanakan pendaftaran tanah diatas, berdasarkan
peraturan pemerintah (PP No. 24 Tahun 1997) dimana sistim pendaftaran
tanah yang dianut yaitu : ”positif bertendensi negatif” dimana sertifikat
sebagai bukti kepemilikan sebidang tanah oleh seseorang / badan hukum
adalah merupakan bukti yang ”kuat” jadi bukan merupakan bukti yang
bersifat mutlak (final).
Artinya: sepanjang tidak ada bukti lain yang membantah apa yang
tertera pada data fisik dan data yuridis, adalah merupakan alat bukti yang
sah dan kuat. Ini berarti bahwa sertifikat hak milik masih dapat digugat,
apabila ada pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan terbitnya
sertifikat tersebut, melalui proses peradilan sebagai upaya hukumnya.
2. Tinjauan Umum tentang Ketetapan Tata Usaha Negara
a. Pengertian Ketetapan Tata Usaha Negara
Pengertian ketetapan berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU No. 5
Tahun 1986 tentang PTUN, yaitu: suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha Negara berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret,
individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum perdata.
Pengertian ketetapan berdasarkan Pasal 2 UU Administrasi
Belanda (AwB) dan menurut Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986
tentang PTUN jo UU No. 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No.
5 Tahun 1986 tentang PTUN. Pernyataan kehendak tertulis secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
sepihak dari organ pemerintahan pusat, pemerintah daerah, yang
diberikan berdasarkan kewajiban atau kewenangan dari hukum tata
Negara atau hukum administrasi, yang dimaksudkan untuk penentuan,
pengapusan, atau pengakhiran hubungan hukum yang ada, atau
menciptakan hubungan hukum baru, yang memuat penolakan sehingga
terjadi penetapan, perubahan, penghapusan, atau penciptaan.
Berdasarkan pengertian ketetapan di atas, ketetapan hanya bisa di
terbitkan oleh organ pemerintah berdasarkan pada kewenangan yang
diberikan oleh Undang-Undang(asas legalitas). Tanpa dasar kewenangan
tersebut, pemerintah atau tata usaha Negara tidak dapat membuat dan
menerbitkan ketetapan atau ketetapan itu menjadi tidak sah. Organ
pemerintah dapat memperoleh kewenangan untuk membuat ketetapan
tersebut melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi dan mandat.
Pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) / ketetapan
tata usaha Negara(KTUN) harus memperhatikan beberapa persyaratan
agar keputusan tersebut menjadi sah menurut hukum(rechtgeldig) dan
memiliki kekuatan hukum untuk dilaksanakan. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi tersebut ialah syarat materil dan syarat formil. Ketetapan yang
telah memenuhi syarat materil dan syarat formil, maka ketetapan itu telah
sah menurut hukum dan dapat diterima sebagai suatu bagian dari tertib
hukum.
Pengertian ketetapan menurut R. Soegijatno Tjakranegara,
ketetapan ialah tindakan hukum yang sepihak dalam bidang
pemerintahan dilakukan oleh alat perlengkapan negara berdasarkan
kewenangan khusus.
Menurut Van Vollen Hoven dan Van der pot mengatakan bahwa
ketetapan adalah suatu perbuatan hukum yang bersifat sebelah pihak
dalam lapangan pemerintah dilakukan oleh suatu badan pemerintah
berdasarkan kekuasaan yang istimewa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
b. Syarat Sahnya Ketetapan Tata Usaha Negara
Adapun syarat-syarat dalam pembuatan keputusan tata usaha
Negara agar menjadi sah menurut hukum (Rechtsmatig) ini mencakup
syarat materiil dan syarat formiil:
1) Syarat-syarat Materiil
(a) Organ pemerintahan yang membuat ketetapan harus berwenang
Karena ketetapan suatu pernyataan kehendak, maka ketetapan
tidak boleh mengandung kekurangan-kekurangan yuridis.
(b) Ketetapan harus berdasarkan suatu keadaan (situasi) tertentu
Ketetapan harus dilaksanakan dan tanpa melanggar peraturan-
peraturan lain, serta isi dan tujuan ketetapan itu harus sesuai
dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya.
2) Syarat-syarat Formil
Syarat-syarat yang ditentukan berhubungan dengan persiapan
dibuatnya ketetapan dan berhubung dengan cara yang dibuatnya
ketetapan harus dipenuhi.
(a) Ketetapan harus diberi bentuk yang telah ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
dikeluarkannya ketetapan itu.
(b) Syarat-syarat berhubung dengan pelaksanaan ketetapan itu harus
dipenuhi.
(c) Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang
menyebabkan diumumkannya ketetapan itu harus diperhatikan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 Jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara, menganut pendirian yang mewajibkan
penyelesaian sengketa Administrasi tertentu melalui Upaya
Administratif sebelum gugatan diajukan. Setelah upaya administratif
ditempuh, maka gugatan dapat diajukan ke Pengadilan. Maksudnya
adalah agar diberi kesempatan untuk menyelesaikan administrasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
terlebih dahulu melalui saluran yang tersedia berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Badan Peradilan Tata Usaha Negara hanya menilai apakah
suatu tindakan Badan/Pejabat TUN dalam menjalankan urusan
pemerintah itu sudah sesuai dengan norma-norma hukum (baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis) yang berlaku bagi tindakan
tersebut. Dengan perkataan lain penilaian yang dilakukan oleh
Peradilan Tata Usaha Negara terbatas hanya dari segi hukumnya
(peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas-asas umum
pemerintahan yang baik).
Dasar pengujian sebagaimana diatur dalam pasal 53 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo. Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2004, yaitu :
1) Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
2) Badan atau Pejabat TUN pada waktu mengeluarkan keputusan
telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud
diberikannya wewenang tersebut ;
3) Badan atau Pejabat TUN pada waktu mengeluarkan atau tidak
mengeluarkan keputusan setelah mempertimbangkan semua
kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharusnya
tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan
keputusan tersebut.
c. Implikasi Tidak Sahnya Ketetapan Tata Usaha Negara
Implikasi yang menyebabkan tidak sahnya ketetapan tata usaha
negara adalah sebagai berikut :
1) Kekuatan Hukum Formil
Daya berlaku ketetapan yang bersumber dari adanya ketetapan
yang bersangkutan. Ketetapan yang bersangkutan tidak dapat
dibantah lagi secara yuridis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
2) Kekuatan Hukum Materil
Daya berlaku yang bersummber dari isi ketetapan yang
bersangkutan. Isi ketetapan : Yang mengutungkan, yang
memberatkan, yang bersangkutan, konsesi, lisensi, dispensi dan
sebagainya yaitu berrdasarkan atas.
Sehubungan dengan kekutan hukum teori berlakunya hukum
(Geldingstheorien ). dari Hans Kelsen.
a) Ketetapan hukum yuridis ( Juridische gelding )= peraturan
hukum yang dibuat oleh instansi yang berwenang dan menurut
prosedur hukum.
b) Kekuatan hukum Sosiologi ( Sociologishe gelding ) = peraturan
hukum yang benar-benar dianut oleh masyarakat.
c) Kekuatan hukum filosof (philosofische gelding) = peraturan
hukum yang secara filosofis diterima.
Kanenburg Vegting mengemukakan empat hal, jika seseorang
yang bersangkutan dapat membantah dengan jalan:
a) Memohon banding (ada hak banding selama jangka waktu
tertentu)
b) Mohon dibatalkan oleh instansi yang berwenang.
c) Diajukan kepada hakim biasa/ pengadilan administrasi.
d) Dibiarkan saja tetapi jika diajukan hakim maka dibatalkan.
Apabila suatu keputusan tersebut tidak memenuhi persyaratan
maka menurut hukum ketetapan atau keputusan tersebut menjadi " tidak
sah" yang berakibat hukum menjadi " batal" (nietig). Menurut Van der
Pot, ada 4 syarat yang harus di penuhi agar ketetapam administrasi
sebagai ketetapan sah dan apabila salah satunya tidak dipenuhi dapat
menimbulkan akibat bahwa ketetapan administrasi tersebut menjadi
ketetapan tidak sah:
1) bevoedgheid ( kewenangan ) organ administrasi yang membuat
keputusan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
2) geen juridische gebreken in de wilsvorming ( tidak ada kekurangan
yuridis dalam pembentukan kehendak );
3) vorm dan procedure yakni keputusan dituangkan dalam bentuk yang
telah diketapkan dan dibuat menurut tata cara yang telah ditetapkan;
Isi dan tujuan keputusan sesuai dengan isi dan tujuan peraturan
dasar.
Didalam Hukum Administrasi bahwa ketetapan tidak sah akan
berakibat batal ketetapan tersebut, dapat dibedakan 3 ( tiga ) jenis
pembatalan suatu ketetapan tidak sah yaitu:
1) ketetapan yang batal karena hukum ( nietigheid van rechtswege);
2) ketetapan yang batal ( nietig, juga: batal absolut, absoluut nietig);
3) ketetapan yang dapat dibatalkan ( vernietigbaar).
3. Fungsi Kantor Pertanahan dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan
a. Sengketa Pertanahan
Pengertian Sengketa Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa
Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya
oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau
organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan
itu Winardi mengemukakan : Pertentangan atau konflik yang terjadi
antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai
hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan,
yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain (2007: 1).
Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat : Sengketa adalah
pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang
berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat
menimbulkan akibat hukum bagi keduanya (2003: 14).
Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa
adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat
menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
hukum bagi salah satu diantara keduanya. Kemudian sebagaimana
devenisi sengketa di atas terdapat beberapa Sengketa dibidang Ekonomi.
Bentuk sengketa yang sering dijumpai yakni :
1) Sengketa dibidang Pajak
2) Sengketa dibidang Internasional
3) Sengketa dibidang Pertanahan
Sebagaimana bentuk-bentuk sengketa yang dipaparkan diatas
maka yang menjadi pokok dalam pembahasan ini adalah sengketa
dibidang pertanahan. sengketa dibidang pertanahan dapat didefenisikan
menurut Irawan Surojo yakni : Sengketa tanah adalah merupakan konflik
antara dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan berbeda
terhadap satu atau beberapa obyek hak atas tanah yang dapat
mengakibatkan akibat hukum bagi keduanya (12:2006).
Senada dengan hal tersebut diatas Edi Prajoto mengatakan Bahwa
: Sengketa tanah adalah merupakan konflik antara dua orang atau lebih
yang sama mempunyai kepentingan atas status hak objek tanah antara
satu atau beberapa objek tanah yang dapat mengakibatkan akibat hukum
tertentu bagi para pihak (2006:21).
Dari devenisi diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa tanah
adalah merupakan konflik antara beberapa pihak yang mempunyai
kepentingan yang sama atas bidang-bidang tanah tertentu yang oleh
karena kepentingan tersebut maka dapat menimbulkan akibat hukum
Dalam bidang pertanahan ada dikenal sengketa sertifikat ganda
dimana pada satu objek tanah diterbitkan dua sertifikat, di mana hal ini
dapat mengakibatkan akibat hukum.
Sengketa sertifikat ganda adalah bentuk kesalahan administratif
oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (disingkat BPN) dalam hal
melakukan pendataan/pendaftaran tanah pada satu objek tanah yang
mengakibatkan terjadinya penerbitan sertifikat tanah yang bertindih
sebagian atau keseluruhan tanah milik orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Adapun beberapa tipologi sengketa dibidang pertanahan yang
marak menjadi perhatian dewasa ini adalah :
1) Pendudukan tanah perkebunan atau non perkebunan atau tanah
kehutanan dan atau tanah aset Negara/pemerintah, yang dianggap
tanah terlantar;
2) Tuntutan pengembalian tanah atas dasar ganti rugi yang belum selesai,
mengenai tanah-tanah perkebunan, non perkebunan, tanah bekas
tanah partikelir, bekas tanah hak barat, tanah kelebihan maksimum
dan pengakuan hak ulayat;
3) Tumpang tindih status tanah atas dasar klaim bekas eigendom, tanah
milik adat dengan bukti girik, dan atau Verponding Indonesia, tanah
obyek landreform dan lain-lain;
4) Tumpang tindih putusan pengadilan mengenai sengketa tanah.
b. Mediasi
1) Pengertian Mediasi
Mediasi pada intinya adalah “a process of negotiations
facilitated by a third person who assist disputens to pursue a
mutually agreeable settlement of their conlict.” Sebagai suatu cara
penyelesaian sengketa alternatif, mediasi mempunyai ciri-ciri yakni
waktunya singkat, terstruktur, berorientasi kepada tugas, dan
merupakan cara intervensi yang melibatkan peras serta para pihak
secara aktif. Keberhasilan mediasi ditentukan itikad baik kedua belah
pihak untuk bersama-sama menemukan jalan keluar yang disepakati.
Nolan Haley seperti dalam buku yang dikutip Sujud Margono,
medefinisikan mediasi adalah : ”A short term structured task
oriented, pertipatory invention process. Disputing parties work with
a neutral third party, the mediator, to reach a mutually acceptable
agreement”.
Serta Kovac mendefinisikan mediasi adalah sebagai:
”facilitated negotiation. It process by which a neutral third party,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
the mediator, assist disputining parties in reaching a mutually
satisfaction solution”.
Dapat ditarik kesimpulan dari rumusan di atas bahwa
pengertian mengenai mediasi mengandung unsur – unsur sebagi
berikut :
(a) Mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa
berdasarkan perundingan.
(b) Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa
di dalam perundingan.
(c) Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk
mencari penyelesaian.
(d) Mediator titak memiliki kewenangan untuk membuat keputusan
selama perundingan berlangsung.
(e) Tujuan mediasi adalah untuk mebuat atau menghasilkan
kesepakatan yang dapat diterima pihak – pihak yang
bersengketa guna mengakhiri sengketa.
Dari poin – poin tersebut maka mediasi dapat di artikan
sebagai proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan
untuk membuat atau menghasilkan kesepakatan yang dapt diterima
pihak - pihak yang ditengahi oleh mediator yang bersikap netral
yang ditunjuk yang terlibat langsung dalam perundingan, dimana
mediator bertugas untuk membantu para pihak unutk
menyelesaiakan sengketa dan tidak berkewenangan membuat
keputusan selama perundingan berlangsung.
Aria S. Hutagalung (2005) menegaskan mediasi memberikan
kepada para pihak perasaan kesamaan kedudukan dan upaya
penentuan hasil akhir perundingan dicapai menurut kesepakatan
bersama tanpa tekanan atau paksaan. Dengan demikian, solusi yang
dihasilkan mengarah kepada win-win solution. Upaya untuk
mencapai win-win solution ditentukan oleh beberapa faktor di
antaranya proses pendekatan yang obyektif terhadap sumber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
sengketa lebih dapat diterima oleh pihak-pihak dan memberikan
hasil yang saling menguntungkan dengan catatan bahwa pendekatan
itu harus menitikberatkan pada kepentingan yang menjadi sumber
konflik.
Maria SW.Sumardjono (2005) menyatakan segi positif mediasi
sekaligus dapat menjadi segi negatif, dalam arti keberhasilan mediasi
semata-mata tergantung pada itikad baik para pihak untuk menaati
kesepakatan bersama tersebut karena hasil akhir mediasi tidak dapat
dimintakan penguatan kepada pengadilan. Supaya kesepakatan dapat
dilaksanakan (final and binding) seyogyanya para pihak
mencantumkan kesepakatan tersebut dalam bentuk perjanjian tertulis
yang tunduk pada prinsip-prinsip umum perjanjian.
Pilihan penyelesaian sengketa melalui mediasi mempunyai
kelebihan dari segi biaya, waktu, dan pikiran bila dibandingkan
dengan berperkara di muka pengadilan, di samping itu kurangnya
kepercayaan atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala
administratif yang melingkupinya membuat lembaga pengadilan
merupakan pilihan terakhir untuk penyelesaian sengketa
2) Tahapan Proses Mediasi
Riskin dan Westbrook dalam buku yang ditulis Sujud
Margono membagi proses mediasi ke dalam 5 (lima) tahapan sebagai
berikut :
(a) Sepakat untuk menempuh proses mediasi.
(b) Memahami masalah – masalah.
(c) Membangkitkan pilihan – pilihan pemecahan mesalah.
(d) Mencapai kesepakatan.
(e) Melaksanakan kesepakatan.
Kovach membagi proses mediasi dalam 9 (sembilan) tahapan
sebagai berikut :
(b) Penataan atau pengaturan awal.
(c) Pengantar atau pembukaan oleh mediator.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
(d) Pernyataan pembukaan oleh para pihak.
(e) Pengumpulan informasi.
(f) Identifikasi masalah – masalah, penyusunan agenda, dan kasus.
(g) Membangkitkan pilihan – pilihan pemecahan masalah.
(h) Melakukan tawar menawar.
(i) Kesepakatan.
(j) Penutupan.
3) Prosedur Mediasi Sengketa Pertanahan di Kantor pertanahan
Pelaksanaan mediasi penyelesaian sengketa pertanahan oleh
Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali tentang Mekanisme
Pelaksanaan Mediasi yang merupakan Peraturan Pelaksana dari
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan Dan
Penyelesaian Masalah Pertanahan. Mekanisme tersebut adalah:
(a) Persiapan untuk mempertemukan kedua belah pihak
Persiapan dalam proses mediasi dalam penyelesaian
sengketa pertanahan untuk dapat mempertemukan kedua belah
pihak meliputi:
(1) Mengetahui pokok masalah dan duduk permasalahan.
(2) Apakah masalah tersebut dapat diselesaikan melalui
mediasi atau tidak.
(3) Pembentukan tim penanganan sengketa tentatif, tidak
keharusan, ada kalanya pejabat struktural yang berwenang
dapat langsung menyelanggarakan mediasi.
(4) Penyiapan bahan, selain persiapan prosedur disiapkan
bahan-bahan yang diperlukan untuk melakukan mediasi
terhadap pokok sengketa, resume tambahan. Agar mediator
sudah menguasai substansi masalah, meluruskan persoalan,
saran bahkan peringantan jika kesepakatan yang diupayakan
akan cenderung melanggar peraturan dibidang pertanahan,
misal melanggar kepentingan pemegang hak tanggungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
kepentingan ahli waris lain, melanggar hakekat pemberian
haknya (berkaitan dengan tanah Redistribusi).
(5) Menentukan waktu dan tempat mediasi.
(b) Undangan
(1) Undangan disampaikan kepada para pihak yang
berkepentingan, instansi terkait (apabila dipandang perlu)
untuk mengadakan musyawarah penyelesaian sengketa
dimaksud, dan diminta untuk membawa serta data atau
informasi yang diperlukan.
(2) Penataan struktur pertemuan dan posisi tempat duduk huruf
“U Seat” atau lingkaran.
(c) Kegiatan Mediasi
(1) Mengatasi hambatan hubungan antar pihak (hubungan
personal antar pihak).
(2) Mencairkan suasana diantara kedua belah pihak yang
bersengketa, suasana akrab, tidak kaku.
(3) Penjelasan peran mediator :
- Sebagai pihak ketiga yang tidak memihak
(berkedudukan netral).
- Kehendak para pihak tidak dibatasi.
- Kedudukan para pihak dan kedudukan mediator sendiri
harus netral.
- Kunci dari sesi ini adalah penegasan mengenai
kesediaan para pihak untuk menyelesaikan sengketa
melalui mediasi dan oleh mediator Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia.
- Dalam hal- hal tertentu berdasarkan kewenangan
(autoritas mediator autoritatif) mediator dapat
melakukan intervensi atau campur tangan dalam proses
mencari kesepakatan dari persoalan yang
dipersengketakan (bukan memihak), untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
menempatkan kesepakatan yang hendak dicapai sesuai
dengan hukum pertanahan. Hal ini perlu dipahami oleh
para pihak agar tidak menimbulkan dugaan apriori.
(4) Klarifikasi para pihak
(a) Para pihak mengetahui kedudukannya
(b) Dikondisikan tidak ada rasa apriori pada salah satu
pihak atau kedua belah pihak dengan objektivitas
penyelesaian sengketa, kedudukan, hak dan kewajiban
sama,
(c) Masing-masing berhak memberikan dan memperoleh
informasi atau data yang disampaikan lawan.
(d) Para pihak dapat menambah atau meminta klarifikasi
dari lawan dan wajib menghormati pihak lain.
(e) Pengaturan pelaksanaan mediasi.
(f) Dari permulaan mediasi telah disampaikan aturan-
aturan mediasi yang harus dipatuhi oleh semua pihak
yang terlibat dalam mediasi.
(g) Aturan tersebut inisiatif dari mediator atau disusun baru
kesepakatan para pihak, penyimpangan tersebut dapat
dilakukan dengan persetujuan para pihak.
(h) Aturan-aturan tersebut antara lain untuk menentukan :
- Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
mediator.
- Aturan tata tertib diskusi dan negosiasi.
- Pemanfaatan dari kaukus.
- Pemberian waktu untuk berpikir dan lain
sebagainya.
- Perumusan aturan tersebut mungkin akan
mengundang perdebatan yang panjang, namun bagi
mediator yang sudah terbiasa melakukan tugasnya
tidak sulit untuk mengatasinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
(d) Menyamakan pemahaman dan menetapkan agenda musyawarah
(1) Para pihak diminta untuk menyampaikan permasalahannya
serta opsi-opsi alternatif yang ditawarkan, sehingga ditarik
benang merah permasalahannya agar proses negosiasi selalu
fokus pada persoalan (isu) tersebut. Disini dapat terjadi
kesalahpahaman baik mengenai permasalahnnya, pengertian
yang terkait dengan sengketa atau hal yang terkait dengan
pengertian status tanah Negara dan Individualisasi. Perlu
upaya atau kesepakatan untuk menyamakan pemahaman
mengenai berbagai hal. Mediator atau Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia harus memberi koreksi jika
pengertian-pengertian persoalan yang disepakati tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, agar terjadi
kesesatan.
(2) Menetapkan agenda musyawarah (setting agenda)
(a) Setelah persoalan yang dapat menimbulkan mis
interpretasi diatasi, kemudian ditentukan agenda yang
perlu dibahas (setelah diketahui persoalan yang
melingkupi sengketa).
(b) Agenda musyawarah bermaksud agar proses
musyawarah, diskusi, negosiasi dapat terarah dan tidak
melebar atau keluar dari fokus persoalan mediator
harus menjaga momen pembicaraan sehingga tidak
terpancing atau terbawa atau larut oleh pembicaraan
para pihak.
(c) Mediator menyusun acara atau agenda diskusi yang
mencakup substansi permasalahan, alokasi waktu,
jadwal pertemuan berikutnya yang perlu memperoleh
persetujuan para pihak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
(e) Identifikasi kepentingan
(1) Dilakukan identifikasi untuk menentukan pokok masalah
sebenarnya, serta relevansi sebagai bahan negosiasi. Pokok
masalah harus selalu menjadi fokus proses mediasi
selanjutnya. Jika terdapat penyimpangan, mediator harus
mengingatkan untuk kembali pada fokus permasalahan.
(2) Kepentingan yang menjadi fokus mediasi dapat menentukan
kesepakatan penyelesaiannya. Kepentingan disini tidak
harus dilihat dari aspek hukum saja, dapat dilihat dari aspek
lain sepanjang memungkinkan dilakukan mediasi dan
hasilnya tidak melanggar hukum.
(f) Generalisasi opsi-opsi para pihak
(1) Pengumpulan opsi-opsi sebagai alternatif yang diminta
kemudian dilakukan generalisasi alternatif tersebut sehingga
terdapat hubungan antara alternatif dengan
permasalahannya.
(2) Dengan generalisasi terdapt kelompok opsi yang dapat
dibedakan dari siapa, tetapi bagaimana cara menyelesaikan
opsi tersebut melalui negosiasi, maka proses negosiasi lebih
mudah.
(3) Opsi adalah sejumlah tuntutan dan alternatif penyelesaian
terhadap sengketa dalam suatu proses mediasi.
(4) Kedua belah pihak dapat mengajukan opsi penyelesaian
yang diinginkan :
(a) Dalam mediasi autoritatif mediator juga dapat
menyampaikan opsi atau alternatif yang lain.
Contoh : generalisasi opsi-opsi yang dipilih misalnya,
batas tanah tetap dibiarkan, tanah tetap dikuasai secara
nyata, pihak yang seharusnya berhak meminta ganti
rugi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
(b) Tawar menawar opsi dapat berlangsung alot dan
tertutup kemungkinan dapat terjadi deat-lock. Di sini
mediator harus menggunakan sesi pribadi (periode
session atau cancus).
(c) Negosiasi tahap terpenting dalam mediasi :
- Cara tawar menawar terhadap opsi-opsi yang telah
ditetapkan, disini dapat timbul kondisi yang tidak
diinginkan. Mediator harus mengingatkan maksud
dan tujuan serta fokus permasalahan yang
dihadapi.
- Sesi pribadi (sesi berbicara secara pribadi) dengan
salah satu pihak harus sepangetahuan dan
persetujuan pihak lawan. Pihak lawan harus
diberkan kesempatan menggunakan sesi pribadi
yang sama.
- Proses negosiasi sering kali harus dilakukan secara
berulang-ulang dalam waktu berbeda.
- Hasil dari tahap ini adalah serangkaian daftar opsi
yang dapat dijadikan alternatif penyelesaian
sengketa yang bersangkutan.
(g) Penentuan opsi yang dipilih :
(1) Ada daftar opsi yang dipilih,
(2) Pengkajian opsi-opsi tersebut oleh masing-masing pihak,
(3) Menentukan menerima atau menolak opsi tersebut,
(4) Menetukan keputusan menghitung untung-rugi bagi
masing-masing pihak,
(5) Para pihak dapat konsultasi pada pihak ketiga misalnya :
pengacara, para ahli mengenai opsi-opsi tersebut,
(6) Mediator harus mampu mepengaruhi para pihak untuk tidak
menggungakan kesempatan guna menekan pihak lawan. Di
sini diperlukan perhitungan dengan perhitungan logis,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
rasional dan obyektif untuk merealisasikan kesepakatan
terhadap opsi yang dipilih tersebut,
(7) Kemampuan mediator akan diuji dalam sesi ini,
(8) Hasil dari kegiatan ini berupa putusan mengenai opsi yang
diterima oleh kedua belah pihak, namun belum final, harus
dibicarakan lebih lanjut.
(h) Negosiasi Akhir :
(1) Para pihak melakukan negosiasi final, yaitu klarifikasi
ketegasan mengenai opsi-opsi yang telah disepakati guna
penyelasaian sengketa dimaksud.
(2) Hasil dari tahap ini adalah putusan penyelesaian sengketa
yang merupakan kesepakatan para pihak yang bersengketa.
(3) Kesepakatan tersebut pada pokoknya berisi :opsi yang
diterima,hak dan kewajiban para pihak.
(4) Klarifikasi keputusan kepada para pihak.
(5) Penegasan atau klarifikasi ini diperlukan agar para pihak
tidak ragu-ragu lagi akan pilihannya untuk menyelesaikan
sengketa tersebut dan sukarela melakukannya.
(i) Formalisasi kesepakatan penyelesaian sengketa
(1) Dirumuskan dalam bentuk kesepakatan atau agreement atau
perjanjian (D.I.512 C).
(2) Dengan kesepakatan tersebut secara substansi mediasi telah
selesai, sementara tindaklanjut pelaksanaannya menjadi
kewenangan pejabat Tata Usaha Negara.
(3) Setiap kegiatan mediasi hendaknya dituangkan dalam Berita
Acara Mediasi (D.I.512 A).
(4) Hasil mediasi dilaporkan kepada pejabat yang berwenang
untuk ditindaklanjuti sesuai dengan perturan yang berlaku.
(5) Formalisasi kesepakatan secara tertulis dengan
menggunakan format perjanjian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
(6) Dalam setiap kegiatan mediasi perlu dibuat laporan hasil
mediasi yang berlangsung (D.I.512 B).
(7) Agar mempunyai kekuatan mengikat, Berita Acara tersebut
ditandatangani oleh para pihak dan mediator.
Berdasarkan dengan mekanisme di atas, Kantor Pertanahan
Kabupaten Boyolali dalam menangani konflik atau sengketa
pertanahan melalui alternatif mediasi di Kabupaten Boyolali
khususnya di Kecamatan Mojosongo diselenggarakan sesuai dengan
mekanisme pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan yang diatur
dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
Penanganan Dan Penyelesaian Masalah Pertanahan dan perturan
perundang-undangan yang berlaku.
Kewenangan penyelesaian masalah dengan cara mediasi itu
dapat memberikan pengaruh terhadap putusan penyelesaian masalah
sehingga disamping dapat mewujudkan keadilan dan kemanfaatan,
sekaligus juga dalam rangka kepastian dan perlindungan hukum.
Tugas dan Fugsi BPN dalam menyelesaikan sengketa dengan
cara mediasi harus sesuai apa yang ada dalam Undang-Undang dan
Peraturan Pemerintah untuk mewujudkan sesuatu yang positif dan
mendapat kepercayaan oleh masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Kerangka Pemikiran
Peraturan Per-UU-an
- UUPA
- UU No. 30 Th. 1999
- PMA No. 2 Th. 2003
- Penerbitan sertifikat HM No. 810 sudah
sah
- Implikasi keabsahan sertifikat H.M No.
810 Desa Madu, Kec. Mojosongo
terhadap pemilik tanah sebenarnya
- Penyelesaian sengketa tanah HM no. 810
Desa Madu, Mojosongo, Boyolali sudah
sesuai dengan per-UU-an.
Kesimpulan
Adil/ tidak adil suatu
penyelesaian sengketa
tersebut
Sengketa tanah HM 810, Desa
Madu, Kec. Mojosongo, Kab.
Boyolali
- Keabsahan sertifikat
- Kekuatan sertifikat
- Prosedur mediasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Penerbitan Sertifikat HM NO.810 Desa Madu kecamatan Mojosongo
Kabupaten Boyolali.
Proses penerbitan sertifikat HM No.810 Desa Madu Kecamatan
Mojosongo Kabupaten Boyolali oleh kantor Pertanahan Kabupaten
Boyolali dapat diuraikan sebagai berikut,
Bahwa Wongsotani mengajukan permohonan penerbitan sertifikat
di kantor Pertanahan Boyolali dengan surat masuk no 164/ A/ 92,
dengan membawa syarat-syarat untuk penerbitan sertifikat sebagai
berikut :
1) Kartu Tanda Penduduk atau KTP
2) Permohonan sertifikat.
3) Permohonan ukur.
4) Daftar isian tanah atau riwayat tanah.
5) Surat keterangan warisan yang di buat oleh ahli waris yang dikuatkan
oleh Kepala Desa dan diketahui oleh Camat setempat.
6) Surat keterangan tanah.
7) Surat tanda batas tanah.
8) Turunan bukti kepemilikan tanah atau hak yang di pakai untuk
memohon sertifikat kepada Kantor Pertanahan.
Setelah permohonan masuk pihak Kantor Pertanahan
mengagendakan untuk memproses surat permohonan tersebut, maka
setelah itu di buatlah surat perintah kerja kepada petugas ukur untuk
mengukur tanah yang disaksikan oleh pemohon dan saksi-saksi pemilik
tanah yang berbatasan lagsung dengan tanah pemohon.
Setelah terbit surat ukur pihak Kantor Pertanahan memgumumkan
tanah tersebut selama dua bulan yaitu lembaran pengumuman yang
diletakkan di- papan pengumuman yang berada di Kantor Pertanahan
Boyolali dan kantor Balai Desa Setempat yaitu Desa Madu Kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Mojosongo Kabupaten Boyolali. Untuk memberi kesempatan kepada
pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan adanya permohonan
sertifikat tersebut bagi tanah-tanah adat termasuk tanah milik
Wongsotani tersebut. Setelah jangka waktu yang ditentukan yaitu dua
bulan apabila tidak ada pihak yang merasa dirugikan maka pihak Kantor
Pertanahan akan menerbitkan sertifikat kepada atas nama pemohon
sertifikat tersebut yaitu Wongsotani.
Setelah sertifikat sudah jadi maka di buatlah surat panggilan
kepada pemohon. Setelah melalui proses yang dilakukan oleh Kantor
Pertanahan Boyolali maka terbitlah sertifikat tanah tersebut menjadi HM
No.810, atas nama Wongsotani pada tanggal 23 November 1994, yang
beralamat di Dukuh Krajan Desa Madu Kecamatan Mojosongo
Kabupaten Boyolali yang mempunyai batas-batas letak tanah sebagai
berikut :
1) Sebelah utara : Anom Diyono.
2)Sebelah selatan : Jalan.
3)Sebelah barat : Sumirah dan Parjo Pawiro.
4)Sebelah timur : Marto Wiryo dan Wiryo Dinomo.
Proses penerbitan sertifikat HM No. 810 sudah sesuai dengan
prosedur yang ada, dengan dibuktikan dengan surat permohonan dan
alat-alat bukti yang sah menurut Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku yaitu Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9
Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas
Tanah dan Hak Pengelolaannya.
Sewaktu Wongsotani mengajukan permohonan ke Kantor
Pertanahan Boyolali, pihak Kantor Pertanahan Boyolali tidak
mengetahui kalau tanahnya sebagian sudah di jual ke orang lain, karena
dokumen yang ada di Kantor Pertanahan tidak ada kalau tanah Cno.125
percil 76-115-D/II sudah di jual sebagian, maka pihak Kantor Pertanahan
menerbitkan sertifikat atas nama pemohon Wongsotani. Berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
proses penerbitan sertifikat tersebut maka sertifikat HM No. 810 atas
nama Wongsotani sudah sah menurut hukum.
B. Implikasi Keabsahan Sertifikat HM No.810 Desa Madu Kecamatan
Mojosongo Kabupaten Boyolali Terhadap Pemilik Tanah
Sebenarnya (Sujiyono dan Haryono).
Implikasi keabsahan yang terjadi pada sertifikat HM No. 810 Desa
Madu Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali adalah bahwa setelah
ayah dari Sujiyono yaitu Yitno Suhud dan ayah dari Haryono yaitu
Sarwo Sumarto meninggal, diam-diam Wongsotani mengklaim tanah
dari Haryono dan Sujiyono sebagai tanah milik Wongsotani. Sujiyono
dan Haryono tidak terima atas klaim sepihak yang dilakukan oleh
Wongsotani maka mereka mengadukan masalah ini kepada pihak Kantor
Pertanahan Boyolali untuk menyelesaikan masalah ini secara
kekeluargaan yang di fasilitasi oleh pihak Kantor Pertanahan Boyolali.
Setelah diadakan pertemuan antara kedua belah pihak yaitu
Sujiyono dan Haryono sebagai pihak pertama dan Wongsotani sebagai
pihak kedua yang di fasilitasi oleh pihak Kantor Pertanahan Boyolali,
dengan dasar hukun tentang Peraturan Kepala Badan Nasinal Nomor 9
Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas
Tanah dan Hak Pengelolaanya, maka supaya tidak ada pihak yang
dirugikan maka pihak Kantor Pertanahan Boyolali memblokir sertifikat
HM No. 810 atas nama Wongsotani seakan-akan sertifikat HM No. 810
atas nama Wongsotani tidak ada yang memiliki dikarenakan untuk
mempermudah proses perdamaian antara kedua belah pihak yang di
mediatori oleh Kantor Pertanahan Boyolali.
Pihak kantor Pertanahan selaku mediator atas sengketa ini
menerima alat bukti dari Wongsotani yaitu bahwa Sertifikat HM No. 810
Desa Madu Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali atas nama
Wongsotani yang berasal dari Cno. 125 persil 76-115-D/II seluas 4482
M2. Padahal sebelum tanah tersebut menjadi Hak Milik 810, sudah di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
jual kepada Sugiharto seluas 1100 M2 yang terjadi pada tahun 1964, dan
pada tahun 1972 tanah tersebut 1972 yang di beli Sugiharto di jual
kepada Yitno Suhud yang merupakan adalah ayah dari Sujiyono,
sedangkan pada tahun 1966 tanah tersebut di jual kepada Sarwo Sumarto
yang merupakan ayah dari Haryono seluas 1100 M2, dan proses jual beli
tersebut telah di sepakati oleh kedua belah pihak.
Pihak Kantor Pertanahan Boyolai juga menemukan dugaan bahwa
Wongsotani mengklaim tanah tersebut secara sepihak terhadap tanah
Sujiyono dan Haryono setelah ayah dari Sujiyono (Yitni Suhud) dan
Haryono (Sarwo Sumarto) meninggal dunia. Setelah diadakan pertemuan
antara kedua belah pihak yang dimediatori oleh Kantor Pertanahan
Boyolali maka ternyata benar bahwa Wongsotani melakukan klaim
sepihak terhadap tanah milik Sujiyono dan Haryono.
Setelah pihak Kantor Pertanahan Boyolali menemukan bukti-bukti
yang menyebabkan sengketa antara kedua belah pihak maka pihak
Kantor Pertanahan Boyolali berusaha semaksimal mungkin untuk
diupayakan perdamaian antara kedua belah pihak melalui mediasi di
Kantor Pertanahan Boyolali. Setelah diupayakan perdamaian oleh pihak
Kantor Pertanahan Boyolali maka kedua belah pihak akhirnya setuju
berdamai dan segera melakukan pemecahan yang terdiri dari tanah
Sujiyono seluas 1100 M2, Haryono seluas 1100 M2, dan sisanya
Wongsotani seluas 2625 M2. Maka pihak Kantor Pertanahan Boyolali
melakukan pemecahan tanah tersebut, sebagai pemilik sertifikat HM No.
810 yang sah adalah masih tetap atas nama Wongsotani seluas 2625 M2,
sedangkan penerbitan sertifikat atas nama Sujiyono seluas 1100 M2 dan
Haryono seluas 1100 M2 sedang dalam proses yang dilakukan oleh
pihak Kantor Pertanahan Boyolali.
Berdasarkan uraian di atas tentang implikasi sertifikat HM No.810
atas nama Wongsotani mempunyai dampak yang membuat pemilik
tanah sebenarnya kehilangan hak milik atas tanahnya, Sebagai pihak
Mediator pihak Kantor Pertanahan Boyolali telah melakukan tugasnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
untuk melakukan penyelesaian terhadap pihak yang bersengketa melalui
jalur mediasi.
C. Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Mediasi Oleh Kantor
Pertanahan Kabupatan Boyolali.
Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali merupakan lembaga
pemerintahan yang berwenang di bidang pertanahan yang bertugas
melaksanakan dan mengembangkan administrasi pertanahan di
Kabupaten Boyolali. Penyelesaian sengketa pertanahan merupakan salah
satu fungsi yang menjadi kewenangan Kantor Pertanahan Kabupaten
Boyolali sebagai perpanjangan tangan dari tugas dan fungsi kewenangan
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
Dari penelitian yang dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten
Boyolali dan wawancara yang dilakukan pada tanggal 5 Juni 2010
dengan Samodro Yogallana selaku Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan
Perkara Pertanahan, didapat keterangan dan data yang bahwasanya dari
setiap sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang masuk dan
terdaftar di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali diselesaikan menurut
kewenangan Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dalam menangani
dan menyelesaikan suatu sengketa pertanahan di Kabupaten Boyolali
yang mencakup kecamatan-kecamatan di dalamnya termasuk Kecamatan
Mojosongo. Bersangkutan dengan pengaduan masalah pertanahan yang
diterima, penyelesaian sengketa tanah sendiri menyangkut penanganan
masalah pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali sendiri
maupun penanganan tindak lanjut untuk penyelesaian masalah oleh
lembaga lain.
Atas dasar pengaduan terhadap masalah pertanahan yang duajukan
kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali kemudian pengkajian
terhadap permasalahan bersangkutan oleh Seksi dan Subseksi Konflik,
Sengketa dan Perkara. Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali memiliki
kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan sengketa pertanahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
yang diterima dan didaftarkan. Dasar hukum kewenangan Kantor
Pertanahan Kabupaten Boyolali tersebut seperti halnya tercantum secara
eksplisit dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Badan Pertanahan Nasional, dan dalam Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
dan Kantor Pertanahan.
Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali juga merupakan satu-
satunya yang memiliki kewenangan untuk melakukan penerbitan
sertifikat tanah sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasionan No 3 tahun 1997 sebagai ketentuan pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.
Maka dari itu Kantor Pertanahan Boyolali mempunyai tugas untuk
melakukan tugas dan kewenangannya dalam membuat dan menerbitkan
sertifikat tanah dan dalam hal ini pihak Kantor Pertanahan Boyolali juga
melakukan penerbitan sertifikat asli dan sah menurut Peraturan per
undang-undangan yang berlaku.
Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali setelah mengeluarkan
sertifikat HM NO. 810 atas nama Wongsotani telah terjadi permasalahan
yang mengakibatkan sengketa tanah antara Wongsotani dengan Sujiyono
dan Haryono akibatnya terjadi sengketa yang pihak Badan Petahanan
Nasional Kabupaten Boyolali selaku pihak mediator untuk segera
mengadakan mediasi antara kedua belah pihak.
Dampak yang terjadi akibat sengketa kepemilikan tanah antara
Wongsotani dengan Sujiyono dan Haryono,adalah:
1.Mengakibatkan pihak Pengadu (Sujiyono dan Haryono) telah
kehilangan tanah yang telah sah menjadi miliknya.
2.Pihak teradu secara sengaja telah melakukan klaim secara sepihak atas
tanah yang secara sah di mikiki oleh pihak pengdu (Sujiyono dan
Haryono).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
3.Pihak pengadu telah melaporkan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten
Boyolali untuk melakukan pengecekan atas dasar klaim sepihak yang
di lakukan oleh Wongsotani.
4.Pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali segera melakukan
mediasi untuk mendamaiakan secara kekeluargaan.
Sesuai dengan BAM Nomor : 570/622/2010 bahwa kedua belah
pihak telah setuju untuk sepakat berdamai dan segera melakukan
pemecahan tanah tersebut menjadi tiga bidang yaitu :
1.Sujiyono mendapatkan tanah seluas 1100 M2
2.Haryono mendapatkan tanah seluas 1100 M2
3Wongsotani mendapatkan tanah seluas 2200 M2
Setelah diterbitkan BAM Nomor :570/622/2010 maka kedua belah
pihak tekah sepakat berdamai dan mengakui tanah mereka masimg-
masing dan implikasi yang terjadi anatara kedua belah pihak telah
sepakat berdamai yang difasilitasi olek Kantor Pertanahan Kabupaten
Boyolali.
Mediasi adalah salah satu proses alternatif penyelesaian masalah
yang melibatkan pihak ke tiga sebagai mediator dan prosedur yang
disepakati oleh para pihak dimana mediator memfasilitasi untuk dapat
tercapai suatu solusi atau jalan perdamaian yang salaing menguntungkan
para pihak.
Ada beberapa kasus yang ditangani dan diselesaikan melalui jalur
mediasi oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali. Salah satunya
adalah kasus yang terjadi di Kecamatan Mojosongo.Salah satu kasus
yang terjadi di kecamatan Mojosongo yang diselesaikan melalui jalur
mediasi oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali adalah kasus yang
dialami oleh Sujiyono atas sebidang tanah dengan Hak Milik Nomor
810, seluas 4825M2 terletak di Desa Madu, Kecamatan Mojosongo,
Kabupaten Boyolali.
Barawal dari surat permohonan Sdr. Sujiyono tanggal 22 Februari
2010 tentang adanya keberatan atas penguasaan dan pemilikan tanah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Hak Milik Nomor 810 yang terletak di Desa Madu, Kecamatan
Mojosongo, Kabupaten Boyolali tersebut atas nama Wongsotani, bahwa
tanah tersebut berasal dari Cno. 125 persil 76-115-d/II luas 4400 M2
tanah tersebut yang ¼ bagian sudah di jual kepada Sugiharto tahun 1964
dan pada tahun 1972,dari Sugiharto di beli oleh ayah saya(Yitno Suhud)
seluas 1100M2 dan yang ¼ bagian lainnya di beli oleh ayah saya(Sarwo
Sumarto).
Maka Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolai membuat
keputusan untuk meyelesaikan sengketa tersebut dengan melakukan
mediasi untuk menyelesaikan permasalahan sengketa tersebut,dengan
menerbitkan surat undangan mediasi antara kedua belah pihak dengan
Nomor : 570 /622 /2010 sebagai upaya untuk menyelesaiakn sengketa
tersebut.
Sengketa permasalahan penguasaan dan pemilikan tanah ini
diselesaikan melalui mediasi oleh Kantor Pertanahan Kabupaten
Boyolali. Sebelumnya dari pihak tim menguasakan untuk dapat
mempertemukan kedua belah pihaka yang bersangketan dalam perkara
ini. Rapat koordinasi yang dilakukan pada hari Rabu tanggal 23 April
2010 menghasilkan kesimpulan bahwa Hak Milik Nomor 810 adalah
merupakan tanah warisan yang sudah di jual oleh pihak pertama dan
memutuskan untuk mempertemukan keduabelah pihak untuk
menyelesaikan masalah secara musyawarah mufakat melalui proses
mediasi.
Terakhir adalah menentukan waktu dan tempat mediasi serta
menyampaikan undangan kepada pihak yang bersangkutan dan instansi
terkait (bila diperlukan) untuk mengadakan musyawarah mufakat
penyelesaian sengketa.
Rapat atau proses mediasi dapat dilaksanakan di Kantor Pertanahan
maupun di luar, seperti halnya dalam proses mediasi kasus sengketa
penguasaan dan pemilikan tanah Hak Milik 810 tersebut. Proses
penyelesaian tanah yang di pimpin oleh Samodro Yogalelana selaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan bersama tim
mengadakan rapat mediasi di kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali
bersama para pihak sebagai mediator. Rapat atau proses mediasi
berlangsung tanggal 1 April 2010 berdasar Surat Undangan tanggal 23
Maret 2010 Nomor 570 / 622 /2010.
Dalam proses mediasi yang berlangsung, setelah dikrlarifikasi
mengenai permasalahan yang ada serta menyamakan pemahaman
ditetapkan agenda permusyawarahannya. Di sini Mediator menyusun
acara atau agenda diskusi permasalahan yang mencakup alokasi waktu,
jadwal pertemuan berikutnya yang perlu memperoleh persetujuan para
pihak.
Pokok permasalahan dari sengketa tanah Hak Milik Nomor 810
yaitu masalah kepemilikan tanah waris yang sudah dijual kepada pihak
pengadu yaitu Sujiyono (Yitno Suhud) dan Haryono (Sarwo Sumarto),
dapat diuraikan permasalahannya dari proses mediasi dan keterangan-
keterangan dari para pihak yaitu :
1) Bahwa tanah Hak Milik Nomor 810 yang berasal dari Cno.125, persil
76-115-d/II yang bagian ¼ atau seluas 1100 M2 sudah di jual pada
tahun 1966.
2) Bahwa tanah hak milik no. 810 asal Cno.persil 76-115-d/II luas 4400
M2 yang sebagian sudah di jual pada tahun 1964.
3) Bahwa tanah asal Cno. 125 persil 76-115-D /II luas 4400 M2 secara
diam- diam tanah tersebut sudah dibagi waris dan terbit sertipikat Hak
Milik No. 810,atas nama Wongsotani keseluruhannya padahal tanah
tersebut yang 0,5 bagian sudah di jual kepada dua orang yaitu alm.
Yitno Suhud dan alm. Sarwo Sumarto.
4) Bahwa tindakan tersebut dianggap merugikan pihak pertama yaitu
Sujiyono (alm Yitno Suhud) dan Haryono (Sarwo Sumarto).
5) Bahwa kemudian Sdr. Sujiyono dan Sdr Haryono melaporkan ke
Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali yang pada intinya memohon di
tangguhkan dahulu sebelum ada penyelesaian sengketa tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Tahap negosiasi akhir yaitu ketegasan tentang opsi-opsi yang
disepakati untuk menyelesaikan sengketa yang disepakati para pihak
yang bersengketa. Hal-hal yang disepakati oleh para pihak dalam proses
mediasi yang dituangkan dalam Berita Acara Mediasi Nomor BAM /
570/ 622 / 2010 yaitu antara lain :
1) Pihak Pengadu (Sujiyono dan Haryono) dan Pihak Teradu
(Wongsotani) adalah pihak penjual (Wongsotani) dan pihak pembeli
(Sujiyono dan Haryono) yang tanah tersebut atas nama Wongsotani
seluas 4400 M2 yang ¼ di jual kepada Sujiyono seluas 1100 M2 dan
¼ kepada Haryono seluas 1100 M2 .
2) Bahwa tanah pekarangan yang tercatat dalam sertifikat Hak Milik
Nomor 810 Desa Madu seluas 4400 M2 tercatat nama pemegang
hak Wongsotani yang terletak di Desa Madu, Kecamatan Mojosongo
Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah adalah merupakan tanah
warisan yang sudah di jual kepada pihak pengadu (Sujiyono dan
Haryono).
3) Bahwa atas tanah tersebut akan dibagi menjadi 2 bagian, dan masing-
masing pihak akan mendapat ¼ bagian.
4) Bahwa pihak pengadu A mendapatkan ¼ bagian tanah tersebut,
sedangkan pihak pengadu B mendapat ¼ bagian bagian tana tersebut
5) Bahwa pemecahan akan dilakukan menjadi tiga bidang tanah atas
nama masing-masing pihak yaitu saudara Sujiyono 1100 M2 dan
saudara Haryono 1100 M2 dan sisanya masih tetap atas nam
Wongsotani.
Dalam menentukan kesepakatannya melalui mediasi karena para
pihak diberi kebebasan untuk memilih opsi-opsi untuk dapat
menyelesaikan sengketa namun kesepakatannya tidak boleh melanggar
norma dan hukum yang berlaku. Hasil dari mediasi atas sengketa tanah
Hak Milik Nomor 810 Desa Madu, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten
Boyolali berdasar Berita Acara Mediasi tanggal 14 Juni 2010 Nomor
BAM / 570 / 622 / 2010 yang difasilitasi Kantor Pertanahan Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Boyolali dilaksanakan oleh para pihak yang bersengketa sebagai
penyelesaian sengketa tanah tesebut.
Hal terakhir yang dilakukan oleh tim Penyelesaian Sengketa
Masalah Penguasaan Dan Pemilikan Tanah dari Kantor Pertanahan
Kabupaten Boyolali adalah mengadakan pengawasan terhadap para
pihak atas pelaksanaan perjanjian hasil kesepakatan penyelesaian
sengketa melalui mediasi.
Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali melaksanakan proses
penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi dengan beberapa
tahap atau mekanisme seperti yang dilaksanakan pada penyelesaian
kasus sengketa di diatas. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh tim dari
tahap persiapan sampai dengan tahap pengawasan terhadap pelaksanaan
hasil penyelesaian sengketa dituangkan ke dalam berita acara yang
ditandatangani oleh tim dan disampaikan kepada pejabat yang
berwenang.
Selain penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau secara
ligitasi, dalam sistem hukum nasional dikenal pula penyelesaian
sengketa melalui lembaga di luar pengadilan atau non-ligitasi
sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Begitu pula
dalam persengketaan tanah juga dikenal penyelesaian sengketa melalui
jalur di luar pengadilan yaitu dengan mediasi. Penyelesaian sengketa
pertanahan yang ditempuh dengan jalur mediasi diselenggarakan oleh
Badan Pertanahan Nasional atau Kantor Pertanahan dilaksanakan oleh
Deputi Bidang Pengkajian dan Penyelesaian Sengketa dan Konflik
Pertanahan sebagaiman diatur dengan Pasal 345 Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006.
Karena dikuasai oleh aspek hukum publik dan hukum privat, maka
pertanahan dalam sengketanya tidak semua dapat diselesaikan melalui
lembaga mediasi. Hanya sengketa pertanahan yang dalam kewenangan
sepenuhnya dari pemegang hak yng dapat diselesaikan dengan bantuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
lembaga mediasi. Sehingga, kesepakatan yang dicapai dalam rangka
penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan pembatasan-
pembatasan yang dimaksudkan agar putusan mediasi tidak melanggar
hukum serta dapat dilaksanakan secara efektif dilapangan.
Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali menangani masalah
persengketaan pertanahan dalam penulisan hukum ini khususnya di
kecamatan Mojosongo. Dalam suatu penanganan dan penyelesaian
sengketa tanah yang diselesaikan melalui mediasi yang disediakan oleh
Kantor Pertahan Kabupaten Boyolali melalui mekanisme dan proses-
proses yang dilaksanakan oleh Pejabat atau pegawai yang bewenang
dalam hal ini tugas di berikan kepada Seksi Sengketa, Konflik,dan
Perkara Badan Pertanahan Nasional, Kepala Kanwil Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia, Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia.
Pelaksanan proses mediasi sertifikat HM NO 810 Desa madu
Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali di Kantor Pertanahan
Boyolali menghasilkan kata sepakat berdamai yang berisi 3 proses
mediasi yaitu :
1. Mediasi ke 1 yang dilaksanakan pada tanggal 23 Maret 2010 yang
bertempat di Kantor Pertanahan Kabubaten Boyolali pihak pertama
(Sujiyono dan Haryono) menerangkan tanah adalah miliknya yang
dibeli dari Wongsotani dikuasai sampai dengan sekarang. Akan
tetapi pihak kedua (Wongsotani) menyanggahnya karena perjanjian
jual beli yang telah disepakati, yang artinya setelah sepeninggalnya
pihak penjual( Wongsotani) atau pembeli(Yitno Suhud dan Sarwo
Sumarto ) otomatis hak atas tanah kembali kepada si penjual
(Wongsotani).
2. Mediasi ke 2 yang dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2010 yang
bertempat di Kantor Pertanahan Kabubaten Boyolali menerangkan
bahwa pihak pertama (Sujiyono dan Haryono) dan pihak kedua
(Wongsotani) belum mencapai kesepakatan dan masih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
mempertahankan pendirian mereka masing-masing , akan tetapi
pihak kedua bersedia menawarkan sebagian tanah tersebut dari tanah
yang dimiliki akan tetapi pihak pertama belum bersedia menerima
karena luas tanah yang akan diserahkan tidak sesuai dengan luas
tanah yang dibelinya,sehingga pihak pertama (Sujiyono dan
Haryono) tetap bersikukuh minta sesuai dengan luas tanah yang
dibelinya,sehingga pihak pertama tetap bersikukuh minta hak atas
tanahnya sesuai yang dibelinya pada tahun 1964/1972 dan 1966.
3. Mediasi ke 3 yang dilaksanakan pada tanggal 10 Juni 2010 yang
bertempat di Kantor Pertanahan Kabubaten Boyolali yang dihadiri
kedua belah pihak yaitu Sujiyono dan Haryono selaku pihak pertama
dan Wongsotani selaku pihak kedua dan para saksi, telah
diupayakan dengan maksimal oleh Kepala Kantor
pertanahanKabupaten Boyolali, akhirnya kedua belah pihak sepakat
untuk berdamai dan segera diadakan pemecahan tanah tersebut
menjadi tiga bidang atas nama masing-masing pihak ( Sujiyono
seluas 1100 M2, Haryono seluas 1100 M2, dan sisanya masih tetap
anas nama Wongsotani selua 2200M2 ).
Demikianlah proses mediasi sengketa kepemilikan tanah HM
No.810 Desa Madu Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali yang
bertempat di Kantor Pertanahan Boyolali akhirnya kedua belah pihak
yaitu Sujiyono dan Haryono selaku pihak pertama dan Wongsotani
selaku pihak kedua telah sepakat berdamai dan tidak ada salah satu pihak
yang dirugikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
BAB IV
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian dalam bab-bab sebelumnya dan dikaitkan dengan
permasalahan yang telah dikemukakan serta telah dilakukan penelitian dan
pembahasan, maka penulis dapat menarik suatu simpulan yaitu bahwa:
1. Proses penerbitan sertifikat Hak Milik No. 810 Desa madu Kecamatan
Mojosongo Kabupaten Boyolali sudah sah, karena didasarkan pada syarat-
syarat formil dan materiil yang telah lengkap., maka dari itu pihak Kantor
Pertanahan Boyolali memproses penerbitan sertifikt tersebut sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Proses penerbitan Sertifikat ini di buat dan diterbitkan
di Kantor Pertanahan Boyolali, setelah proses tersebut dilakukan oleh Kantor
Pertanahan Boyolali maka terbitlah Sertifikat Hak Milik No. 810 atas nama
Wongsotani. Kantor pertanahan Boyolali untuk menerbitkan sertifikat tersebut
sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan No 9 Tahun 1999 tentang
Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Dan Hak
Pengelolaannya.
2. Implikasi keabsahan sertifikat Hak Milik No. 810 Desa Madu Kecamatan
Mojosongo Kabupaten Boyolali terhadap tanah sebenarnya yaitu Sujiyono dan
Haryono, Bahwa Sujiyono dan Haryono telah kehilangan tanah mereka yang
masing-masing seluas 1100 M2, maka dari itu Sujiyono melakukan pengaduan
ke Kantor Pertanahan Boyolali bahwa tanah mereka telah diklaim sepihak
oleh Wongsotani dan Kantor Pertanahan Boyolali menerima laporan tersebut,
Kantor Pertanahan Boyolali melakukan proses mediasi yang dihadiri oleh ke
dua belah pihak yang difasilitasi oeh Kantor Pertanahan Boyolali maka kedua
belah pihak sepakat berdamai dan melakukan pemecahan sesuai dengan hasil
mediasi tersebut yaitu Sujiyono seluas 1100 M2, Haryono seluas 1100 M2 dan
Wongsotani seluas 2625 M2. Pihak Kantor Pertanahan Boyolali melakukan
mediasi ini sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan No 9 Tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Dan Hak
Pengelolaannya.
3. Berdasarkan uraian yang telah disampaikan dalam uraian pembahasan BAB
III di atas mekanisme penyelesaian masalah sengketa pertanahan melalui
mediasi yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali di
Kabupaten Boyolali khususnya di Kecamatan Mojosongo telah sesuai dengan
peraturan dan mekanisme yang diatur dalam Keputusan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang
Petunjuk Teknis Penanganan Dan Penyelesaian Masalah Pertanahan.
B. SARAN
1. Sebagai seorang mediator, BPN harus melakukan tugas dan wewenangnya
dengan adil tanpa memihak salah satu pihak.
2. BPN bertindak sebagai penengah dalam menyelesaikan permasalahan
sengketa tanah harus melakukan dengan cara jujur,baik dan berkompeten .
3. Memberikan penyuluhan-penyuluhan dan seminar tentang masalah sengketa
tanah kepada masyarakat agar dapat melaksanakan mediasi dengan baik dan
bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan.