19
Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah dan Pengolahannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah sampah merupakan salah satu isu utama yang timbul di Indonesia terutama kota-kota besar. Sampah perkotaan merupakan salah satu persoalan rumit yang dihadapi oleh pengelola kota dalam menyediakan sarana dan prasarana perkotaan. Dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi disertai kemajuan tingkat perekonomian, maka akan sangat mempengaruhi peningkatan terhadap jumlah sampah. Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemrosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan (CH 4 ) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global. Agar timbunan sampah dapat terurai melalui proses alam diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan dengan biaya yang besar. Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya: untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu (sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah) sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, Lingkungan Pesisir 1

Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah

Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah dan Pengolahannya

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Masalah sampah merupakan salah satu isu utama yang timbul di Indonesia terutama kota-kota besar. Sampah perkotaan merupakan salah satu persoalan rumit yang dihadapi oleh pengelola kota dalam menyediakan sarana dan prasarana perkotaan. Dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi disertai kemajuan tingkat perekonomian, maka akan sangat mempengaruhi peningkatan terhadap jumlah sampah. Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemrosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global. Agar timbunan sampah dapat terurai melalui proses alam diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan dengan biaya yang besar.

Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya: untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu (sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah) sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.

Saat ini, sampah dan pengelolaannya menjadi hal yang kian mendesak untuk ditangani, sebab apabila tidak tertangani dengan baik akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan dan pencemaran lingkungan tanah, air dan udara. Oleh karena itu, untuk mengatasi berbagai masalah pencemaran tersebut diperlukan penanganan dan pengendalian terhadap sampah. Penanganan dan pengendalian akan menjadi semakin kompleks dan rumit dengan semakin kompleksnya timbulan maupun komposisi sampah.

1.2 Rumusan Masalah

Apa saja dampak kerusakan lingkungan akibat sampah dan bagaimanakah metoda pengelolaannya?

Lingkungan Pesisir 1

Page 2: Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah

Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah dan Pengolahannya

1.3 Tujuan Makalah

Untuk mengetahui jenis kerusakan lingkungan akibat sampah dan metoda pengelolaannya.

1.4 Metodelogi

Metode penulisan paper ini menggunakan studi literatur yang di akses lewat Internet dengan menggabungkan literatur-literatur yang mendukung sehingga diharapkan dapat memberikan informasi sesuai dengan topik paper.

Lingkungan Pesisir 2

Page 3: Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah

Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah dan Pengolahannya

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sampah

Menurut Enri Damanhuri dan Tri Padmi (2004) limbah adalah semua buangan yang dihasilkan oleh aktifitas manusia dan hewan yang berbentuk padat, lumpur (sludge), cair maupun gas yang dibuang karena tidak dibutuhkan atau tidak diinginkan lagi. Adapun pembagian limbah adalah sebagai berikut :

Berdasarkan sumber : Limbah kegiatan kota (masyarakat) Limbah industri Limbah pertambangan Limbah pertanian

Berdasarkan fasa/bentuk : Limbah padat Limbah berlumpur (sludge) Limbah cair

Berdasarkan sifatnya : Limbah berbahaya dan beracun (B3) Limbah domestik adalah limbah yang dihasilkan dari aktivitas primer

manusia

Dalam hal ini sampah termasuk limbah domestik, dimana sampah menurut SNI 19-2454-1991 Tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan didefinisikan sebagai limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah umumnya berbentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon, kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa penyapuan, dsb. Menurut Tchobanoglous, Theisen dan Vigil (1993), sampah adalah bahan buangan dalam bentuk padat atau semi padat yang dihasilkan dari aktifitas manusia atau hewan yang dibuang karena tidak diinginkan atau digunakan lagi. Sedangkan menurut UU RI Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yg berbentuk padat.

2.2 Dampak Sampah Terhadap Manusia dan Lingkungan

2.2.1 Dampak kesehatan

Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menimbulkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:

Lingkungan Pesisir 3

Page 4: Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah

Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah dan Pengolahannya

• Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.

• Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit). • Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya

adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernaan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.

• Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.

2.2.2 Dampak terhadap lingkunganCairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan

mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis.

Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak.

2.2.3 Dampak terhadap sosial dan ekonomi• Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang

kurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.

• Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan. • Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat

kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (rendahnya produktivitas).

• Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.

• Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.

Lingkungan Pesisir 4

Page 5: Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah

Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah dan Pengolahannya

2.3 Pengolahan SampahPengolahan sampah merupakan bagian dari penanganan sampah dan

menurut UU no 18 Tahun 2008 didefinisikan sebavai proses perubahan bentuk sambah dengan mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah. Pengolahan sampah merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sampah, disamping memanfaatkan nilai yang masih terkandung dalam sampah itu sendiri (bahan daur ulang, produk lain, dan energi). Pengolahan sampah dapat dilakukan berupa: pengomposan, recycling/daur ulang, pembakaran (insinersi), dan lain-lain. Pengolahan secara umum merupakan proses transformasi sampah baik secara fisik, kimia maupun biologi. Masing masing definisi dari proses transformasi tersebut adalah : 1. Transformasi fisik. Perubahan sampah secara fisik melalui beberapa metoda atau cara yaitu : − Pemisahan komponen sampah: dilakukan secara manual atau mekanis, sampah yang bersifat heterogen dipisahkan menjadi komponen- komponennya, sehingga bersifat lebih homogen. Langkah ini dilakukan untuk keperluan daur ulang. Demikian pula sampah yang bersifat berbahaya dan beracun (misalnya sampah laboratorium berupa sisa-sisa zat kimia) sedapat mungkin dipisahkan dari jenis sampah lainnya, untuk kemudian diangkut ke tempat pembuangan khusus. − Mengurangi volume sampah dengan pemadatan atau kompaksi: dilakukan dengan tekanan/kompaksi. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menekan kebutuhan ruang sehingga mempermudah penyimpanan, pengangkutan dan pembuangan. Reduksi volume juga bermanfaat untuk mengurangi biaya pengangkutan dan pembuangan. Jenis sampah yang membutuhkan reduksi volume antara lain: kertas, karton, plastik, kaleng. − Mereduksi ukuran dari sampah dengan proses pencacahan. Tujuan hampir sama dengan proses kompaksi dan juga bertujuan memperluas permukaan kontak dari komponen sampah. 2. Transformasi Kimia. Perubahan bentuk sampah secara kimiawi dengan menggunakan prinsip proses pembakaran atau insenerasi. Proses pembakaran sampah dapat didefinisikan sebagai pengubahan bentuk sampah padat menjadi fasa gas, cair, dan produk padat yang terkonversi, dengan pelepasan energi panas. Proses pembakaran ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik dan komposisi sampah yaitu : - Nilai kalor dari sampah, dimana semakin tinggi nilai kalor sampah maka akan semakin mudah proses pembakaran berlangsung. Persyaratan nilai kalor adalah 4500 kJ/kg sampah agar dapat terbakar.

- Kadar air sampah, semakin kecil dari kadar air maka proses pembakaran akan berlangsung lebih mudah.

- Ukuran partikel, semakin luas permukaan kontak dari partikel sampah maka semakin mudah sampah terbakar. Jenis pembakaran dapat dibedakan atas :

Pembakaran stoikhiometrik, yaitu pembakaran yang dilakukan dengan suplai udara/oksigen yang sesuai dengan kebutuhan untuk pembakaran sempurna.

Lingkungan Pesisir 5

Page 6: Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah

Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah dan Pengolahannya

Pembakaran dengan udara berlebih, yaitu pembakaran yang dilakukan dengan suplai udara yang melebihi kebutuhan untuk berlangsungnya pembakaran sempurna.

Gasifikasi, yaitu proses pembakaran parsial pada kondisi substoikhiometrik, di mana produknya adalah gas-gas CO, H2, dan hidrokarbon.

Pirolisis, yaitu proses pembakaran tanpa suplai udara. 3. Transformasi Biologi Perubahan bentuk sampah dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme untuk mendekomposisi sampah menjadi bahan stabil yaitu kompos. Teknik biotransformasi yang umum dikenal adalah:

Komposting secara aerobik (produk berupa kompos). Penguraian secara anaerobik (produk berupa gas metana, CO2 dan

gas-gas lain, humus atau lumpur). Humus/lumpur/kompos yang dihasilkan sebaiknya distabilisasi terlebih dahulu secara aerobik sebelum digunakan sebagai kondisioner tanah.

2.3.1 Pengelolaan Sampah Secara Umum

Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Dari sudut pandang kesehatan lingkungan, pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah tersebut tidak menjadi media berkembang biaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium perantara menyebar luasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi, yaitu tidak mencemari udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau (tidak mengganggu nilai estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan yang lainnya. Pengelolaan sampah secara umum dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.1 Pengolahan sampah secara umum (sumber: gerakanindonesiahijau.blogspot.com)

Lingkungan Pesisir 6

Page 7: Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah

Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah dan Pengolahannya

Pengolahan sampah seperti Gambar 2.1 tentu saja akan berdampak negatif bagi manusia dan lingkungan jika hal ini tidak diperhatikan dengan baik maka kemungkinan besar akan menimbulkan banyak masalah sanitasi di kawasan atau wilayah tersebut.. Dalam bahasan dibawah, akan dipaparkan jenis pengolahan sampah yang lebih efektif dan dapat bernilai ekonomi tinggi.

2.3.2 Metoda 4RSampai saat ini metoda pengelolaan sampah yang baik adalah dengan

menerapkan metoda 4R (Reduce, Reuse, Recycle dan Recovery). Konsep 4R adalah paradigma baru dalam pola konsumsi dan produksi di semua tingkatan dengan memberikan prioritas tertinggi pada pengelolaan limbah yang berorientasi pada pencegahan timbulan sampah, minimalisasi limbah dengan mendorong barang yang dapat digunakan lagi dan barang yang dapat didekomposisi secara biologi (biodegredeble), dan penerapan pembuangan limbah yang ramah lingkungan. Pelaksanaan 4R tidak hanya menyengkut aspek teknis semata, namun jauh lebih penting menyangkut masalah sosial dalam rangka mendorong perubahan sikap dan pola pikir menuju terwujudnya masyarakat yang bersih lingkungan dan berkelanjutan.

Prinsip Pertama Reduce adalah segala aktifitas yang mampu mengurangi dan mencegah timbulan sampah. Prinsip kedua Reuse adalah kegiatan penggunaan kembali sampah yang layak pakai untuk fungsi yang sama atau yang lain. Prinsip ketiga Recycle adalah mengelola sampah untuk dijadikan produk baru.

Paradigma baru tersebut adalah konsep 4R dalam pola konsumsi dan pola produksi di semua tingkatan dengan memberikan prioritas tertinggi bagi pengolahan limbah yang berorientsi pada timbulan sampah, minimasi limbah dengan memanfaatkan barang yang dapat digunakan lagi dan barang yang dapat didekomposisi secara biologis, dan penerapan pembangunan limbah yang ramah lingkungan. a. Reduce pengurangan sampah merupakan upaya untuk mengurangi timbulan

sampah di lingkungan sumber dan bahkan dapat dilakukan sejak sebelum sampah dihasilkan. Setiap sumber dapat melakukan upaya reduksi sampah dengan cara merubah pola hidup konsumtif, yaitu perubahan kebiasaan dari yang boros dan menghasilkan banyak sampah menjadi hemat dan sedikit sampah.

b. Reuse penggunaan kembali berarti menggunakan kembali bahan atau material agar tidak menjadi sampah (tanpa melalui pengolahan), seperti menggunakan kertas bolak-balik, menggunakan kembali botol bekas air mineral untuk tempat air, mengisi kaleng susu dengan susu refill, dan lain-lain.

c. Recycle daur ulang berarti mendaur ulang suatu bahan yang sudah tidak berguna menjadi bahan lain setelah melalui proses pengolahan, seperti sampah basah menjadi kompos, atau mengolah sisa kain perca menjadi selimut, kain lap, keset dan sebagainya, atau mengolah botol plastik bekas menjadi biji plastik untuk dicetak menjadi ember, pot, dan sebagainya, atau mengolah kertas bekas dan dicetak kembali menjadi kertas dengan kualitas

Lingkungan Pesisir 7

Page 8: Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah

Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah dan Pengolahannya

yang sedikit lebih rendah, dan sebagainya. Beberapa alasan mengapa daur ulang mendapat perhatian khusus dalam sektor industri, antara lain:

Alasan ketersediaan sumber daya alam: beberapa sumber daya alam bersifat dapat terbarukan dengan siklus sistematis, seperti siklus air. Yang lain termasuk dalam kategori tidak terbarukan, sehingga ketersediaannya di alam menjadi kendala utama. Berdasarkan hal itu, maka salah satu alasan daur ulang adalah ketersediaan sumber daya alam.

Alasan nilai ekonomi: limbah yang dihasilkan dari suatu kegiatan ternyata dapat bernilai ekonomi bila dimanfaatkan kembali. Pemanfaatan tersebut dapat dalam bentuk pemanfaatan energi, atau pemanfaatan bahan, baik sebagai bahan utama ataupun sebagai bahan pembantu.

Alasan lingkungan: alasan lain adalah perlindungan terhadap lingkungan. komponen limbah yang dibuang ke lingkungan dalam banyak hal mendatangkan dampak negatif dengan pencemarannya.

d. Recovery upaya pengambilan kembali atau pemanfaatan material yang masih tersisa dalam bahan limbah. berbagai system biologi dan teknologi dapat mengkonversi, memproses ulang atau memecah limbah menjadi bahan atau energy baru. Misal: Sebagai contoh, metana yang disebabkan oleh bahan membusuk di tempat pembuangan dapat didaur ulang. Gas ini diubah menjadi listrik, dan dengan demikian menghilangkan efek berbahaya terhadap lingkungan.

Pengolahan sampah akan menjadi kewajiban. Namun bila dalam upaya tersebut dapat pula dimanfaatkan nilai ekonomisnya, maka hal tersebut akan menjadi cukup menarik. Hal utama dalam pelaksanaan Pengelolaan Persampahan dengan Metode 4R adalah proses pemilahan, sebab proses pemilahan merupakan proses yang paling berperanan penting dimana pemilahan sampah merupakan langkah yang penting dalam proses daur ulang (recycle) dengan tujuan memanfaatan sampah basah dan sampah kering. Tujuan utamanya adalah untuk memperoleh sampah basah yang baik untuk dibuat kompos dan sampah kering yang masih bernilai didaur ulang.

Proses daur ulang harus memperhatikan komposisi dan karakteristik limbah dominan, terutama bila daur ulang dilakukan di tempat pembuangan akhir. Hal lain yang mempengaruhi adalah ketersediaan tenaga operasional agar proses berkelanjutan. Proses daur ulang juga dilakukan di sumber timbulan dan tempat penampungan sementara, atau pada skala kawasan. Daur ulang yang dilakukan di sumber maupun penampungan sementara atau di skala kawasan, dapat meminimalkan biaya pengangkutan ke tempat pembuangan akhir. Banyak pengolahan limbah (padat, cair dan gas menghasilkan residu seperti lumpur/sludge atau residu lain, yang pada gilirannya harus ditangani lebih lanjut. Kadangkala limbah yang terbentuk tersebut, seperti sludge menjadi bermasalah karena berkategori sebagai limbah berbahaya.

Lingkungan Pesisir 8

Page 9: Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah

Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah dan Pengolahannya

Gambar 2.2 Hirarki pengelolaan sampah

Ada beberapa kegiatan yang terkait dengan hirarki pengelolaan sampah diatas yaitu :

1. Pencegahan (Prevention) • mengurangi pola konsumsi berlebihan • menggunakan produk sistem sewa 2. Minimisasi • menggunakan produk dengan kemasan yg dapat digunakan ulang • menggunakan produk sistem refill • memilah sampah daur ulang 3. Pemanfaatan kembali (Reuse) • memanfaatkan barang bekas untuk fungsi sama atau berbeda. • menyumbangkan barang bekas ke pihak yang dapat memanfaatkan 4. Daur ulang (Recycling)

Mengubah bentuk & sifat sampah melalui proses bio-fisik-kimiawi menjadi produk baru (sampah basah diolah menjadi kompos, sampah plastik diolah menjadi pellet.

5. Perolehan energi (energy recovery) Mengubah sampah melalui proses biofisikkimiawi menjadi energi (briket sampah, proses thermal (insinerasi, pyrolisis, gasifikasi), serta biogas.

6. Pembuangan akhir Membuang seluruh komponen sampah ke TPA, atau membakarnya dengan proses incenerasi.

Keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan konsep 3R dalam pengelolaan sampah antara lain:

1. Menghemat penggunaan sumber daya alam, karena dengan adanya daur ulang secara langsung akan menghemat bahan baku dalam proses produksi.

2. Menghemat lahan TPA, karena akan mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA sehingga dapat memperpanjang masa pakai TPA.

Lingkungan Pesisir 9

Page 10: Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah

Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah dan Pengolahannya

3. Menghemat energi, karena dapat mempersingkat alur dalam proses produksi.

4. Menciptakan lapangan kerja, baik dalam proses pemilahan, pembuatan produk mapun penjualan.

5. Mengurangi biaya pengelolaan sampah, merupakan dampak langsung dari berkurangnya sampah yang diangkut ke TPA.

6. Meningkatkan kualitas lingkungan, karena dengan adanya daur ulang volume sampah semakin sedikit.

Program daur ulang dalam perencanaan dan pelaksanaan memerlukan beberapa tahap:

1. Pengembangan rencana daur ulang. 2. Penentuan kuantitas dan kualitas sampah yang dapat di daur ulang

dan menentukan jenis bahan yang dapat di daur ulang. 3. Rencana pelayanan ke berbagai sumber timbulan (perumahan, komersil

dll). 4. Merencanakan dan mempersiapkan fasilitas proses yang diperlukan. 5. Mengembangkan pasar dari produk-produk daur ulang.

2.3.4 Skala Pengolahan Sampah

Berdasarkan metoda pengolahan dan tanggung jawab pengelolaan, maka skala pengolahan sampah dapat dibedakan atas beberapa skala, yaitu:

1. Skala individu, yaitu pengolahan yang dilakukan oleh penghasil sampah secara langsung di sumbernya (rumah tangga/kantor). Contoh pengolahan pada skala individu ini adalah pemilahan sampah atau composting skala individu.

2. Skala kawasan, yaitu pengolahan yang dilakukan untuk melayani suatu lingkungan/kawasan (perumahan, perkantoran, pasar, dll). lokasi pengolahan skala kawasan dilakukan di TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu). Proses yang dilakukan pada TPST umumnya berupa: pemilahan, pencacahan sampah organik, pengomposan, penyaringan kompos, pengepakan kompos, dan pencacahan plastik daur ulang.

3. Skala kota, yaitu pengolahan yang dilakukan untuk melayani sebagian atau seluruh wilayah kota dan dikelola oleh pengelola kebersihan kota. Lokasi pengolahan dilakukan di Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu (IPST) yang umumnya menggunakan bantuan peralatan teknis.

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) atau Material Recovery Facility (MRF) didefinisikan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pemisahan dan pengolahan sampah secara terpusat. Kegiatan pokok di MRF ini adalah: • pengolahan lebih lanjut sampah yang telah dipilah di sumbernya • pemisahan & pengolahan langsung komponen sampah kota • peningkatan mutu produk recovery/recycling

Lingkungan Pesisir 10

Page 11: Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah

Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah dan Pengolahannya

Jadi, fungsi MRF adalah sebagai tempat berlangsungnya pemisahan, pencucian/pembersihan, pengemasan, dan pengiriman produk daur ulang sampah. Sedangkan pertimbangan teknis adanya MRF adalah : 1. penetapan definisi dan fungsi MRF

2. penentuan komponen sampah yang akan diolah untuk saat sekarang dan masa mendatang

3. identifikasi spesifikasi produk 4. pengembangan diagram alir proses pengolahan 5. penentuan laju beban pengolahan 6. penentuan lay-out dan disain 7. penentuan peralatan yang digunakan 8. penentuan upaya pengendalian kualitas lingkungan 9. penentuan pertimbangan-pertimbangan estetika

10. penentuan adaptabilitas peralatan terhadap perubahan-perubahan yang mungkin terjadi

Selain keuntungan ada beberapa masalah yang harus diperhatikan dalam

penerapan MRF ini yaitu: 1. Lokasi MRF (TPST)

Lokasi sebaiknya jauh dari permukiman penduduk dan industri, dengan pertimbangan MRF akan mendapatkan daerah penyangga yang baik dan mampu melindungi fasilitas yang ada. Tetapi tidak menutup kemungkinan lokasi dekat dengan permukiman atau industri, hanya saja dibutuhkan pengawasan terhadap operasional MRF sehingga dapat diterima di lingkungan. 2. Emisi ke lingkungan

MRF yang akan dioperasikan harus melihat kemampuan lingkungan dalam menerima dampak yang ditimbulkan dari adanya fasilitas MRF, misalnya: kebisingan, bau, pencemaran udara, estetika yang buruk dan lain-lain. Pendekatan desain yang terbaik adalah merencanakan dengan baik penentuan lokasi MRF, menerapkan sistem bersih lokasi dan pengoperasian yang ramah lingkungan. 3. Kesehatan dan keamanan masyarakat

Kesehatan dan keamanan masyarakat secara umum sangat terkait dengan proses yang ada di dalam MRF. Jika proses di MRF direncanakan dan dilaksanakan dengan baik, maka dampak negatif yang akan ditimbulkan pada masyarakat dapat diminimalkan. 4. Kesehatan dan keselamatan pekerja

Pengoperasian MRF juga menimbulkan resiko terhadap para pekerja, seperti kemungkinan adanya paparan dari bahan-bahan toksik yang masuk ke lokasi MRF, sehingga pekerja harus dilengkapi peralatan keselamatan pribadi. Contoh peralatan tersebut pakaian yang aman, sepatu boot, sarung tangan, masker dan lain-lain.

Lingkungan Pesisir 11

Page 12: Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah

Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah dan Pengolahannya

BAB IIIKESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan1. Menurunnya estetika lingkungan akibat timbulan sampah tidak bisa lepas dari

faktor kesadaran masyarakat, sebab selama ini masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna dan bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah.

2. Kapasitas dari suatu TPA semakin lama semakin berkurang sejalan dengan meningkatnya timbulan sampah, untuk itu perlu adanya suatu metoda penanganan sampah berbasis masyarakat. Penanganan sampah berbasis masyarakat ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah. Adapun metoda yang dimaksud adalah : (a) Pengelolaan sampah dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan

penanganan sampah. (b) Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali,

dan pendauran ulang.(c) Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan,

pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.

3.2 Saran

Persoalan kerusakan lingkungan akibat sampah sudah sangat kompleks dan mengkhawatirkan, untuk itu saran yang dapat disampaikan disini adalah perlunya sosialisasi lebih dari pemerintah melalui kebijakan dan peraturan-peraturan untuk mengatur industri dalam pengelolaan limbah baik cair maupun padat dan sosialisasi ke masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengelola sampah mulai dari rumah tangga masing-masing dengan tujuan untuk mengurangi volume timbulan sampah.

Lingkungan Pesisir 12

Page 13: Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah

Penurunan Estetika Lingkungan Akibat Sampah dan Pengolahannya

DAFTAR PUSTAKA

Ayi Bachtiar. 2007. Polusi Air Tanah Akibat Limbah Industri dan Rumah Tangga serta Solusi Pemecahannya. Erlangga: Jakarta.

Gama Konsultan. 2010. Perencanaan Teknis Persampahan Kawasan Renon, Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Cipta Karya Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Bali.

Enri Damanhuri dan Tri Padmi. 2004. Diktat Kuliah TL-3150 : Pengelolaan Sampah, Departemen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung. ITB: Bandung.

Quratul Ain. 2009. Upaya Penaggulangan Kerusakan Lingkungan Hidup Dalam Pembangunan Berkelanjutan “Khususnya Di Indonesia” [online], http://nonequeen.wordpress.com/2009/12/31/upaya-penaggulangan-kerusakan-lingkungan-hidup-dalam-pembangunan-berkelanjutan-%E2%80%9Ckhususnya-di-indonesia%E2%80%9D/. diakses tanggal 21 September 2012.

Lingkungan Pesisir 13