4
Penurunan Ketersediaan CO2 dan Inaktivasi Batas Fotosintesis Rubisco pada Tanaman Kapas dibawah Kondisi Cekaman Panas dan Kekeringan. Cekaman abiotik telah lama diketahui sebagai faktor pembatas utama produktivitas tanaman. Cekaman panas dan kekeringan disebabkan oleh suhu tinggi dan penurunan ketersediaan air yang melewati kondisi optimal yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh (Larcher, 2003). Ketersediaan air, baik berasal dari air hujan atau irigasi, umumnya merupakan factor penentu produksi tanaman (Boyer, 1982). Dalam wilayah geografis tertentu, cekaman panas juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas, penurunan hasil yang besar akibat respon terhadap suhu pada saat periode pertumbuhan yang hanya satu sampai dua derajat diatas suhu optimum (Lobell dan Field, 2007; Schlenker dan Roberts, 2009). Model perubahan iklim memprediksi bahwa frekuensi dan intensitas kekeringan dan panas tekanan akan meningkat dalam waktu dekat (IPCC, 2007). Pengembangan tanaman unggul yang toleran terhadap panas dan kekeringan untuk dibudidayakan di bawah kondisi defisit irigasi atau kondisi air terbatas akan meningkatkan efisiensi penggunaan air dan meminimalkan penurunan hasil (Fereres etal 2011). Banyaknya studi tentang respon tanaman terhadap kekurangan air sangat meningkat selama dua dekade terakhir, namun sebagian besar studi ini dikaji ruang terkendali atau di rumah plastik dan dengan percobaan yang dikondisikan berbeda- beda (Lawlor and Tezara, 2009; Pinheiro and Chaves, 2011). Karena respon kekeringan tergantung pada frekuensi, intensitas dan durasi perlakuan kekurangan air dan juga genotip, fase perkembangan dan toleransi potensial dari spesies, maka sulit untuk menggeneralisasi dan mengevaluasi relevansi data yang tersedia untuk pertumbuhan di lapang. Oleh karena keterbatasan tersebut, pemahaman secara biologi untuk mengevaluasi respon tanaman terhadap kekurangan air pada kondisi lapang dan dikombinasikan dengan kondisi cekaman lainnya yang berhubungan dengan kekurangan air, terutama panas. Dalam lingkungan semi-kering, stres panas berhubungan erat dengan ketersediaan air. Ketika air sudah tersedia untuk tanaman,

Penurunan Ketersediaan CO2 Dan Inaktivasi Batas Fotosintesis Rubisco Pada Tanaman Kapas Dibawah Kondisi Cekaman Panas Dan Kekeringan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

agriculture

Citation preview

Penurunan Ketersediaan CO2 dan Inaktivasi Batas Fotosintesis Rubisco pada Tanaman Kapas dibawah Kondisi Cekaman Panas dan Kekeringan.Cekaman abiotik telah lama diketahui sebagai faktor pembatas utama produktivitas tanaman. Cekaman panas dan kekeringan disebabkan oleh suhu tinggi dan penurunan ketersediaan air yang melewati kondisi optimal yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh (Larcher, 2003). Ketersediaan air, baik berasal dari air hujan atau irigasi, umumnya merupakan factor penentu produksi tanaman (Boyer, 1982). Dalam wilayah geografis tertentu, cekaman panas juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas, penurunan hasil yang besar akibat respon terhadap suhu pada saat periode pertumbuhan yang hanya satu sampai dua derajat diatas suhu optimum (Lobell dan Field, 2007; Schlenker dan Roberts, 2009). Model perubahan iklim memprediksi bahwa frekuensi dan intensitas kekeringan dan panas tekanan akan meningkat dalam waktu dekat (IPCC, 2007). Pengembangan tanaman unggul yang toleran terhadap panas dan kekeringan untuk dibudidayakan di bawah kondisi defisit irigasi atau kondisi air terbatas akan meningkatkan efisiensi penggunaan air dan meminimalkan penurunan hasil (Fereres etal 2011).Banyaknya studi tentang respon tanaman terhadap kekurangan air sangat meningkat selama dua dekade terakhir, namun sebagian besar studi ini dikaji ruang terkendali atau di rumah plastik dan dengan percobaan yang dikondisikan berbeda- beda (Lawlor and Tezara, 2009; Pinheiro and Chaves, 2011). Karena respon kekeringan tergantung pada frekuensi, intensitas dan durasi perlakuan kekurangan air dan juga genotip, fase perkembangan dan toleransi potensial dari spesies, maka sulit untuk menggeneralisasi dan mengevaluasi relevansi data yang tersedia untuk pertumbuhan di lapang. Oleh karena keterbatasan tersebut, pemahaman secara biologi untuk mengevaluasi respon tanaman terhadap kekurangan air pada kondisi lapang dan dikombinasikan dengan kondisi cekaman lainnya yang berhubungan dengan kekurangan air, terutama panas.

Dalam lingkungan semi-kering, stres panas berhubungan erat dengan ketersediaan air. Ketika air sudah tersedia untuk tanaman, gradien tekanan uap air yang besar berada di daun dan kelembaban udara rendah dan gradien ini memberikan kekuatan pendorong untuk mendinginkan daun melalui transpirasi. Kapas (Gossypium spp.), sumber utama dari serat alami di dunia, dibudidayakan di lingkungan semi-arid termasuk barat daya Amerika Serikat.Pada tanaman kapas, besarnya pendinginan daun pada saat siang hari yang panas bisa menjadi sangat luar biasa, kadang-kadang mencapai 10 C (Jackson et al., 1981; Upchurch dan Mahan, 1988; Burke dan Upchurch, 1989; Lu et al., 1994; Radin et al., 1994). Saat kondisi tersebut, kehilangan air akan besar dan terus-menerus hingga akhirnya dapat menurunkan kadar air relatif tanaman, bahkan di bawah kondisi air berlimpah Upaya pemuliaan selama hampir se-abad terakhir telah meningkatkan produktivitas kapas kultivar Pima untuk sistem budidaya irigasi di Arizona. Kultivar baru yang dilepas dapat beradaptasi pada suhu udara yang tinggi (Ulloa et al 2009), tapi adaptasi ini dilakukan melalui mekanisme menghindi panas dengan menggunakan air yang cukup untuk pendinginan (Radin etal 1994). Keragaman genetik plasma nutfah kapas kultivar Pima menyediakan sistem biologi yang ideal untuk memahami dasar biokimia untuk toleransi panas, tujuan tersebut akan membantu untuk mengembangkan kultivar dengan meningkatkan hasil sekaligus mengoptimalkan penggunaan air di lingkungan yang kering.Salah satu respon utama tanaman terhadap kekurangan air adalah dengan mekanisme penutupan stomata. Respon ini dengan meminimalkan kehilangan air, tetapi juga menurunkan konsentrasi CO2 (Ci), menyebabkan stomata atau pembatasan difusi untuk fotosintesis (Chaves etal 2003), karena Rubisco, yaitu enzim yang mengasimilasi CO2 dalam fotosintesis, mempunyai afinitas yang rendah terhadap CO2. Selain itu juga penutupan stomata untuk mengurangi transpirasi, kondisi terik matahari menurunkan kapasitas pendinginan daun, meningkatnya suhu daun dan, akibatnya, kejadian stres panas. Fotosintesis sangat sensitif terhadap penghambatan oleh stres panas sedang (yaitu,